Disusun Oleh:
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
i
DAFTAR ISI
i
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kondisi degradasi lahan di Sumberjaya, Lampung .................................................. 1
Gambar 2. Penggunaan lahan aktual di Kecamatan Sumberjaya, Lampung ............................. 2
Gambar 3. Hutan Gundul .......................................................................................................... 3
Gambar 4. Banjir....................................................................................................................... 3
Gambar 5. Berkurangnya hasil panen....................................................................................... 3
Gambar 6. Erosi di Sekitar Aliran Sungai .................................................................................. 3
Gambar 7. Tanah tidak subur ................................................................................................... 3
Gambar 8. Riwayat penggunaan lahan hutan di Kecamatan Sumberjaya ................................. 4
Gambar 9. Flemingia congesta ................................................................................................. 7
Gambar 10. Acuan Proporsi tanaman tahunan dan tanaman musiman yang ditentukan oleh
kemiringan lereng ................................................................................................. 11
Gambar 11. Pengaplikasian Mulsa ......................................................................................... 12
Gambar 12. Sketsa Pola Tanam dan Teknik Mulsa Vertikal ................................................... 13
Gambar 13. Pertanaman Lorong ............................................................................................ 13
Gambar 14. Tanaman Penutup Tanah Mucuna sp. ................................................................ 14
Gambar 15. Ilustrasi bangunan tembok penahan.................................................................... 16
Gambar 16. Contoh bangunan batu penahan ......................................................................... 16
Gambar 17. Penggunaan kawat bronjong pada teras batu bertingkat ..................................... 17
Gambar 18. Rangkaian pembuatan dan hasil dari teras kotak pada lahan kritis ..................... 18
Gambar 19. Bangunan teras bambu pada lahan miring .......................................................... 18
Gambar 20. Bangunan teras karung ....................................................................................... 19
Gambar 21. Bangunan teras jerami ........................................................................................ 19
ii
1
Bab 1. Pendahuluan
Gambar 1 merupakan salah satu contoh degradasi lahan yang disebabkan oleh alih fungsi
lahan yang terjadi di darah Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Seperti
yang terlihat pada gambar 1 merupakan perbukitan dengan kondisi lahan yang sudah
terdegradasi yang disebabkan alih fungsi lahan. kebutuhan yang semakin meningkat
menyebabkan masyarakat desa Sumberjaya melakukan alih fungsi lahan menjadi lahan
perkebunan. Dalam gambar dapat dilihat bahwa pembukaan lahan menyebabkan banyak
hilangnya pohon-pohon besar yang ditebang, serta terjadi erosi dibeberapa bagian pada
perbukitan dalam foto tersebut. Selain itu, pembukaan lahan secara besar-besar di daerah
tersebut dipicu karena membaiknya harga kopi dunia periode 1970- an dan 1980-an sehingga
masyakat membuka lahan untuk menanam kopi monokultur, kopi naungan sederhana maupun
agroforestry berbasis kopi.
Tingginya tingkat penurunan tutupan hutan hingga 50% pada tahun 1970-an hingga 2000-an
menyebabkan terjadinya penurunan tingkat kualitas lingkungan hidup (Soeharto et al., 2012).
Kondisi ini dikarenakan keterbatasan sumberdaya alam yang tersedia untuk dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Serta, kurangnya keahlian
1
2
dari sumber daya manusia di desa Sumberjaya pada saat itu. Kurangnya keahlian sumber daya
manusia menyebabkan masyarakat terpatok pada satu usaha, sehingga menyebabkan semakin
besar potensi terjadinya ekploitasi lahan dan berdampak terjadinya degradasi lahan di lingkungan
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Alih fungsi lahan menjadi penggunaan lain akan menimbulkan beberapa permasalahan pada
lingkungan yaitu menurunkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah karena hilangnya unsur hara dan
bahan organik tanah karena erosi. Permasalahan tersebut berdampak pada menurunnya
kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah dalam menahan air, meningkatkan kepadatan
penetrasi tanah dan menurunkan kemantapan struktur tanah. Selain itu, alih fungsi lahan juga
menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur iklim, pengatur tata air dan pengatur
keseimbangan hara.
Selain itu, alih fungsi lahan juga menyebabkan hilangnya ekosistem yang sesuai bagi
beberapa flora dan fauna disekitar lingkungan tersebut. Masyarakat membuka lahan hutan untuk
meningkatkan pendapatan dengan menanam kopi monokultur, kopi naungan sederhana dan
agroforestri berbasis kopi tanpa memperhatikan keadaan lahan. Penanaman yang dilakukan pada
lahan miring tanpa terasering dapat menyebabkan terjadinya erosi, longsor dan banjir di daerah
hilir.
2
3
2. Banjir: banjir akan sering terjadi apabila daerah infiltrasi berkurang dan daerah limpasan
permukaan yang bertambah
Gambar 4. Banjir
3. Masalah kemiskinan di kalangan para petani: hal ini terjadi karena produktivitas lahan yang
menurun sehingga hasil produksi juga akan menurun dan hal tersebut dapat menurunkan
pendapatan para petani.
4. Erosi: lahan yang terbuka dikarenakan hutan yang mengalami kerusakan dapat
memungkinkan terjadinya erosi yang terjadi secara terus menerus, dan mengakibatkan tanah
menjadi tidak subur.
1. Hilangnya lapisan permukaan tanah yang subur: akar tanaman tidak dapat berfungsi dengan
baik. Unsur hara ikut hilang dan mengakibatkan tanah tidak subur dan menjadi tanah yang
tandus.
3
4
4
5
yang relatif subur dapat turut terangkut bersama gulma rumput. Dekomposisi bahan organik pada
lahan kopi ini dapat berlangsung secara lebih intensif karena lahan relatif terbuka, terutama pada
saat jumlah tanaman penutupnya masih sedikit (Dariah et al., 2005).
2.2 Analisis Penyebab Terjadinya Masalah
Jumlah penduduk yang semakin bertambah, tidak hanya di Indonesia melainkan juga di
seluruh dunia, mengakibatkan jumlah kebutuhan akan banhan pangan juga meningkat. Semakin
bertambahnya waktu, jumlah luasan lahan di Indonesia semakin mengalami pengurangan. Hal
tersebut salah satunya disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan lahan pertanian dan
pemanfaatan lahan yang kurang tepat. Mayoritas manusia hanya memikirkan keuntungan dari
hasil produksi tanaman, namun tidak memikirkan keberlanjutan lahan tersebut. Lahan
didefiniskan sebagai tempat untuk tumbuh dan berproduksinya tanaman. Tanaman akan dapat
tumbuh secara optimal apabila lahan sebagai media tumbuhnya memiliki kondisi yang optimum
seperti tersedianya unsur hara yang cukup, tanah yang gembur, dan memiliki siklus hidrologi
yang berfungsi dengan baik. Lahan dengan kondisi yang kurang baik akan mengakibatkan
tanaman tidak akan tumbuh dengan optimal bahkan dapat mengakibatkan kematian pada
tanaman.
Lahan yang mengalami kerusakan akibat berbagai permasalahan yang terjadi di lahan.
Masalah yang terjadi di lahan beraneka ragam, salah satunya adalah adanya campur tangan
manusia. Masalah yang terjadi akibat dari campur tangan manusia diantaranya adalah alih fungsi
hutan alami menjadi lahan pertanian yang intensif, eksploitasi lahan termasuk hutan, penebangan
hutan yang berakibat pada penggundulan hutan, dan pengelolaan lahan yang kurang tepat.
Selain karena adanya campur tangan manusa, masalah di lahan juga dapat terjadi karena faktor
dari alam seperti badai atau angin kencang. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya
degradasi lahan, tanah longsor, erosi, dan banjir.
Perubahan penggunaan lahan juga akan mempengaruhi besarnya debit air sungai. Hal
tersebut dikarenakan pada lahan hutan dengan struktur dan komposisi yang beragam serta
seresah yang ada di lantai hutan akan mempengaruhi siklus hidrologi. Vegetasi berupa
pepohonan di hutan berperan dalam pemindahan (transfer) air hujan ke tanah melalui proses
penahanan sementara air hujan oleh tajuk pohon, aliran batang dan air lolos serta sebagai media
pemindahan air dari dalam tanah ke vegetasi dan ke atmosfer melalui evapotranspirasi akan
mengalami perubahan. Butir-butir air hujan yang jatuh ditahan oleh tajuk pohon dan sebagian
dialirkan perlahan melalui batang yang disebut sebagai aliran batang (stem flow), dan sebagian
jatuh langsung dari jatuh atau melalui tetesan dari daun dan cabang-cabag pohon yang disebut
sebagai air lolos (through fall), dan sebagian lagi tertahan sementara oleh tajuk lalu diuapkan
kembali ke udara yang disebut sebagai air intersepsi. Selain itu, pola penggunaan lahan tanaman
kopi monokultur maupun agroforestri dillihat dari sisi jumlah maupun komposisi vegetasi lebih
sedikit dibandingkan dengan vegetasi yang ada di hutan. Sehingga, tingkat evapotranspirasi di
lahan berhutan lebih tinggi dibandingkan di lahan tanaman kopi karena tajuk tanaman yang
menahan air hujan dan akan menguap kembali ke atmosfer lebih rapat, serta air yang sampai ke
lantai hutan lebih sedikit menyebabkan jumlah debit rata-rata per tahun semakin berkurang
dengan semakin luasnya lahan yang berhutan. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin
bertambahnya tutupan lahan berupa hutan maka jumlah debit rata-rata per tahun semakin
menurun (Soeharto et al., 2012)
Aktivitas manusia dalam melakukan pengelolaan lahan yang kurang tepat dapat berdampak
negatif maupun positif. Dampak tersebut tergantung dari bagaimana pengelolaan lahan tersebut
dilakukan. Pengelolaan lahan yang tepat dapat berdampak positif baik bagi alam maupun untuk
manusia. Terpenuhinya unsur hara bagi tanaman akibat dari pengaplikasian pupuk yang tepat,
tidak melakukan alih fungsi lahan, tidak melakukan eksploitasi yang dapat merusak lingkungan.
Kesalahan dalam melakukan pengelolaan lahan dapat berakibat negatif sehingga
5
6
mengakibatkan adanya bencana seperti banjir, tanah longsor, dan erosi. Lahan yang telah
mengalami kerusakan tidak dapat lagi menghasilkan produksi yang diharapkan karena tanah
sebagai media tumbuh tanaman mengalami penurunan produktivitas.
Ekploitasi lahan dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang merusak lahan dengan cara
mengambil sumberdaya lahan dalam jumlah yang sangat banyak dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang besar. Dampak buruk akibat aktivitas eksploitasi pada lahan
berdampak pada keberlangsungan dan keberlanjutan sumberdaya alam. Apabila ektivitas
eksploitasi lahan ini dilakukan secara terus menerus maka tanah akan mengalami kerusakah.
Minimnya kesadaran manusia dalam menjaga sumberdaya alam dapat mengakibatkan semakin
banyaknya lahan yang telah terekpsploitasi. Manusia hanya memikirkan keuntungan bagi dirinya
sendiri namun tanpa sadar telah melakukan kerusakan pada alam. Apabila tanah telah
mengalami kerusakan maka produktivitas tanah tersebut akan menurun dan mengakibatkan
penurunan pendapatan para petani pada lahan tersebut.
2.3 Solusi untuk Mengatasi Masalah dengan Metode dan Teknik Konservasi SumberdayaLahan
Provinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki kasus alih fungsi lahan hutan tertinggi
yang ada di Indonesia. Hutan alami telah mengalami alih fungsi lahan menjadi perkebunan kopi.
Pada berbagai tempat, pengelolaan perkebunan belum bisa berubah secara teknis dan
bagaimana pemeliharaan serta perlindungannya. Beberapa tahun yang lalu pemerintah telah
berupaya agar lahan hutan yang telah beralih menjadi perkebunan kopi untuk ditanami pohon
berkayu yang besar seperti pohon kaliandra dan melakukan pemindahan lahan kopi ke luar
kawasan hutan. Penanaman tanaman kaliandra ini dapat memulihkan kualitas lahan lebih cepat
dibandingkan dengan penanaman tanaman kopi. Hal tersebut dikarenakan tanaman kaliandra
dapat menutup lahan dengan lebih sempurna dan dapat menyumbangkan bahan organik ke
dalam tanah lebih banyak (Dariah et al., 2005). Akan tetapi, hal tersebut tidak berlansung lama
karena petani memilih menebang pohon kaliandra dan menanam kembali atau melakukan
pengelolaan tanaman kopi yang masih bisa ditanami dan dapat menghasilkan pendapatan.
Selain dilakukan penanaman pohon kaliandra, petani di Sumberjaya juga menerapkan sistem
agroforestri yang sederhana maupun yang kompleks. Penerapan agroforestri dilakukan dengan
penanaman tanaman buah- buahan, tanaman kayu, ataupun tanaman legume yang memiliki
banyak fungsi apabila ditanam berdampingan dengan tanaman kopi sebagai tanaman pelindung
tanah dan air dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dengan menggunakan sistem tersebut
petani akan memperoleh manfaat secara fisik yaitu dengan tingkat erosi yang mengalami
penurunan dan produktivitas pada perkebunan kopi akan mengalami peningkatan. Selain itu,
secara ekologis, agroforestri berbasis kopi memiliki banyak seresah dengan tingkat pelapukan
yang berbeda, sehingga berperan dalam menghambat limpasan permukaan dan erosi (Dariah et
al., 2004). Serta, sebagai penyerap karbondioksisa dalam pengaturan iklim lokal (Suyamto et al.,
2004). Meskipun tidak sebaik tanaman kaliandra, tanaman kopi juga mampu untuk memulihkan
sifat fisik tanah (dengan berkembangnya umur kopi) yakni pori drainase cepat dan pori air
tersedia. Lahan kopi dewasa cenderung memiliki sifat fisik tanah (bobot isi, ruang pori total, dan
distribusi pori) lebih baik daripada lahan kopi muda (Dariah et al., 2005)
Solusi lain yang dapat diterapkan ialah dengan menggunakan metode konservasi secara
vegetatif dan secara mekanik. Metode konservasi secara mekanik ialah dengan membuat teras
bangku yang juga ditanami tanaman penguat pada bibir dan tampingan teras. Pembuatan teras
bangku pada lahan di Sumberjaya dapat memperlambat aliran permukaan, manampung dan
menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, meningkatkan laju infiltrasi,
dan mempermudah pengolahan tanah. Selain itu, teras bangku mudah untuk dipraktekkan dan
salah satu teknik pengendalian erosi yang efektif. Metode konservasi secara
6
7
vegetatif yang dapat diterapkan yaitu dengan penggunaan budidaya lorong. Penggunaan
budidaya lorong mampu untuk mengurangi erosi dan aliran permukaan. Penerapan budidaya
Lorong memiliki keuntungan diantaranya adalah mampu menurunkan jumlah erosi, mencegah
terjadinya penurunan bahan organik di dalam tanah, dan mampu meningkatkan hasil tanaman
selain dengan menekan laju erosi (Sutono, 2014). Sistem budidaya Lorong mampu untuk
menekan jumlah kehilangan unsur hara pada tanah lapisan atas. Kehilangan unsur hara dapat
ditekan lebih rendah apabila mengikuti tindakan konservasi yang lain yaitu melakukan pemberian
mulsa dan melakukan olah tanah yang minimum.
Contoh budidaya lorong yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanaman
tanaman Flemingia congesta atau Flemingia macrophyla. Hal itu dikarenakan pada saat tanaman
tersebut berusia 4 tahun pada lahan yang peka terhadap adanya erosi maka akan mampu untuk
pembentukan teras. Teras yang dibentuk memiliki fungsi untuk mengurangi panjang lereng serta
kemiringan lahan olah. Teras tersebut alami terbentuk karena tanah yang tererosi dan sedimen
yang terbawa oleh aliran permukaan tertahan oleh barisan tanaman pagar. Sistem budidaya
Lorong mampu untuk memperbaiki sifat fisika tanah yang akan terlihat hasilnya ± 3-4 tahun.
Perlu dilakukan persumtimbangan untuk memilih tanaman pagar, agar petani dapat memperoleh
keuntungan yang nyata dalam jangka waktu yang pendek (Subagyono et al., 2004).
7
8
8
9
Ilmuan Tanah bekerja untuk mengembangkan indikator kuantitatif kualitas tanah, mirip dengan yang
digunakan untuk mengukur kualitas udara dan air. Dataset minimum sebagai berikut telah diusulkan
oleh Doran dan Parkin (1996) untuk pengukuran kualitas tanah:
• tekstur
• kedalaman tanah
• infiltrasi
• bobot
• Air memegang kapasitas
• organik tanah peduli
• pH
• konduktivitas listrik
• mikroba biomassa C dan N
• berpotensi mineralizable N
• tanah respirasi
2. Erosi tanah
Erosi tanah adalah salah satu kontributor utama penurunan kualitas air. Hal ini erat terkait
dengan polusi fosfor karena fosfor melekat pada partikel tanah. Dalam prakteknya, ini berarti
bahwa praktek-praktek pengendalian erosi tanah juga akan berkurang gerakan fosfor dalam
lanskap. Erosi tanah juga menyebabkan kekeruhan meningkat dan sedimentasi di Teluk. Erosi
tanah juga serius mengurangi kualitas tanah. Hilangnya lapisan atas tanah produktif oleh erosi
memperlihatkan lapisan tanah, yang biasanya kurang produktif, dan memiliki karakteristik fisik
yang tidak diinginkan untuk pekerjaan lapangan dan pertumbuhan tanaman. Tanah
terdegradasi yang terlihat di seluruh bagian bergelombang dari wilayah Mid-Atlantic di tempat
lebih tinggi dalam bidang di mana tanah liat tombol-tombol atau singkapan batu muncul ke
permukaan. Pembentukan Tanaman buruk pada tombol ini karena persemaian kasar dan
miskin benih-ke-tanah kontak. Kekeringan stres karena mengurangi kapasitas menyimpan air
juga umum atas tombol-tombol dan singkapan.
3. Mengendalikan Erosi Tanah
Kedua jenis erosi air yang dapat dikendalikan oleh praktek pengelolaan tanah ini saling rill danerosi
rill. Rekayasa struktur seperti saluran air berumput dan penguatan streambank biasanya diperlukan
untuk membatasi jenis-jenis erosi air. Tanam dan praktek manajemen untuk mengendalikan erosi
meliputi manajemen sebelumnya dan tanam, perlindungan yang ditawarkan permukaan tanah oleh
kanopi vegetatif, dan penutup permukaan dan kekasaranpermukaan. Secara umum, praktek
manajemen yang paling penting tanaman yang akan membantu penurunan erosi adalah:
• memelihara tanaman penutup residu di atas 30% sampai penutupan kanopi tanaman
• bolak tanaman musim panas dengan musim dingin tanaman dan tanaman tahunan
• menggunakan tanaman penutup selama periode ketika tanah akan memiliki residu
cukup
• Kontur pertanian menyiratkan bahwa tanaman yang ditanam hampir di kontur. Manfaat
dari praktek ini adalah yang terbesar di lereng sedang (2-6%) ketika tanaman ditanam
dalam tanah digarap dimana tinggi bubungan adalah 2-3 inci. Namun, bahkan dengan
tidak-sampai, pertanian kontur dapat mengurangi erosi jika penutup residu adalah
marjinal dan tinggi bubungan adalah 2 inci atau lebih.
• Contour strip-strip cropping melibatkan bergantian dengan tinggi residu penutup atau
tanaman tahunan dengan strip dengan penutup residu rendah. Strip harus ditata dekat
dengan kontur, sesuatu yang tidak selalu mungkin dalam lanskap bergulir. Jalur lebar
biasanya antara 75 dan 120 meter. Tanah yang mengikis dari strip residu telanjang atau
rendah disimpan dalam strip dengan residu tinggi atau vegetasi padat karena kecepatan
9
10
limpasan menurun. Praktek ini sangat berguna jika tanah digarap atau jika tanah
dibiarkan kosong selama bagian dari tahun di tidak-sampai. Dalam sistem tanam hari ini,
perbedaan antara strip penutup sering minim, yang mengurangi efektivitas dari praktek
ini.
• Jika residu penutup tinggi (lebih dari 30% setiap saat) dipertahankan dalam sistem tidak-
sampai, kontur pertanian dan kontur strip-tanam biasanya tidak diperlukan.
4. Curah hujan
Dampak dari hujan pada permukaan tanah adalah awal, dan bagian paling penting, dari
proses erosi. Tingkat erosi yang disebabkan oleh curah hujan (erosivitas) tergantung pada
ukuran dan kecepatan tetesan air hujan dan jumlah curah hujan. Lembut, hujan gerimis tidak
sangat erosif, sedangkan badai ganas dan badai sangat erosif. Tinggi intensitas badai
menghasilkan tetes yang lebih besar yang jatuh lebih cepat daripada intensitas rendah badai
dan karena itu memiliki potensi yang lebih besar untuk menghancurkan agregat dan mengusir
partikel dari matriks tanah. Meskipun jumlah total yang sama hujan bisa jatuh, pendek, tinggi
intensitas curah hujan acara menyebabkan erosi lebih dari badai, panjang intensitas rendah.
5. Tekstur dan Struktur
Tanah terdiri dari empat komponen: mineral, udara, air, dan bahan organik. Pada tanah mineral
yang paling mewakili sekitar 45% dari total volume, air dan udara sekitar 25% masing- masing,
dan bahan organik dari 2% menjadi 5%. Bagian mineral terdiri dari tiga ukuran partikel yang
berbeda diklasifikasikan sebagai pasir, lumpur atau tanah liat. Pasir adalah partikel ukuran
terbesar yang dapat dianggap tanah. Pasir sebagian besar merupakan mineral kuarsa, meskipun
mineral lain juga hadir. Sejak kuarsa mengandung nutrisi tanaman, pasir adalah penyumbang
terendah untuk kesuburan tanah dari tiga ukuran tanah partikel. Selanjutnya, pasir tidak dapat
menyimpan nutrisi-mereka larut dengan mudah dengan curah hujan. Itulah sebabnya tanah
berpasir tidak seproduktif tanah liat dan harus disuapi pupuk. Partikel lumpur jauh lebih kecil dari
pasir, tetapi, seperti pasir, debu sebagian besar kuarsa. Terkecil dari semua partikel tanah adalah
tanah liat. Lempung sangat berbeda dari pasir atau lumpur dan mengandung jumlah yang cukup
nutrisi tanaman. Tanah liat memiliki luas permukaan yang besar yang dihasilkan dari bentuk
seperti piring dari partikel individu. Penunjukan tekstur tanah yang berasal dari bagian relatif dari
pasir, debu tanah liat, dan. Sebuah lempung berpasir, misalnya, memiliki banyak pasir dan tanah
liat lebih jauh lebih sedikit daripada melakukan lempung tanah liat. Sebuah tanah lempung
merupakan campuran dari pasir, debu dan liat. Sebagian besar tanah adalah beberapa jenis
lempung. Mereka lebih tepat disebut oleh kata-kata kata pengantar lempung kata, seperti:
lempung berpasir lempung atau tanah liat.
3.2 Teknik Konservasi Vegetatif
Teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman
maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran
permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat
fisik, kimia maupun biologi (Subagyono et al., 2003). Teknik konservasi tanah dan air secara
vegetatif merupakan segala bentuk pemanfaatan vegetasi untuk konservasi. Teknik konservasi
secara vegetatif memiliki beberapa kelebihan seperti biaya yang murah, pengaplikasian mudah
serta menyediakan hara bagi tanaman karena berasal dari tanaman atau vegetasi serta tanaman
sisa. Menurut Suwarto et al (2012), teknik konservasi vegetatif dalam konservasi lahan pada
dasarnya ditujukan untuk melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh,
melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah, dan memperbaiki
kapasitas infiltrasi tanah dan absorpsi air yang langsung akan menurunkan jumlah aliran
permukaan serta mempengaruhi waktu tercapainya puncak aliran permukaan. Menurut Kunarso
et al (2018), terdapat beberapa pilihan konservasi tanah secara vegetatif yang dapat diterapkan
yaitu penghutanan kembali, agroforestri, penggunaan mulsa dan penggunaan tanaman penutup
tanah (covercrop).
1. Penghutanan Kembali (Reforestasi)
10
11
Gambar 10. Acuan Proporsi tanaman tahunan dan tanaman musiman yang ditentukan oleh
kemiringan lereng
(Subagyono et al., 2003)
3. Mulsa
Mulsa merupakan suatu bahan yang berasal dari sisa tanaman, serasah, sampah, plastik
atau bahan-bahan lain yang menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari kehilangan
air melalui evaporasi. Mulsa memiliki manfaat untuk melindungi permukan tanah dari pukulan
langsung butiran hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi, selain itu mulsa juga dapat
mengurangi laju dan volume limpasan permukaan. Peran mulsa dalam menekan laju erosi
sangat ditentukan oleh bahan mulsa, persentase penutupan tanah, tebal lapisan mulsa, dan daya
tahan mulsa terhadap dekomposisi. Pemberian mulsa dapat menurunkan erosi hingga di bawah
ambang batas yang dapat diabaikan. Sebaliknya pada tanah yang diolah dan tanpa diberi mulsa,
erosi terjadi makin besar. Pemberian mulsa mampu meningkatkan laju infiltrasi dan serta
menurunkan kecepatan aliran permukaan dan erosi pada tingkat yang masih dapat diabaikan.
11
12
Mulsa jerami ditambah dengan mulsa dari sisa tanaman sangat efektif dalam mengurangi erosi
serta mengurangi konsentrasi sedimen dan hara yang hilang akibat erosi (Subagyono et al.,
2003).
12
13
13
14
(Kunarso et al., 2018). Oleh karena itu, tutupan vegetasi memiliki pengaruh besar pada tingkat
limpasan dan erosi. Erosi tanah dapat dikurangi dengan pengelolaan yang optimal baik vegetasi
maupun pengolahan tanah. Adanya tanaman penutup tanah dapat menahan percikan air hujan
dan aliran air di permukaan tanah sehingga pengikisan lapisan atas tanah dapat ditekan. Selain
itu juga, tanaman penutup tanah dapat meningkatkan infiltrasi tanah dan memelihara struktur
tanah. Tanaman penutup tanah juga berfungsi sebagai pelindung permukaan tanah akibat daya
disperse dan penghancuran oleh butir-butir hujan dan memperlambat aliran permukaan (Gonggo
et al., 2005). Jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah adalah
centrosema (Centrosema pubescens), pueraria (Pueraria javanica), benguk (Mucuna sp.),
lamtoro (Leucaena leucocephala) dan gamal (Gliricidia sepium) (Subagyono et al., 2003).
14
15
tanah yang mampu tumbuh cepat untuk melindungi tanah, sehingga erosi dapat dikurangi
(Subagyono et al., 2003).
3.3 Teknik Konservasi Mekanis
Pengolahan tanah termasuk kedalam metode mekanik untuk melakukan konservasi tanah dan
air. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi teknik terhadap tanah yang diperlukan untuk
menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengendalian erosi secara
teknik mekanik merupakan usaha-usaha pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah
yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara tertentu. Menurut pernyataan dari Dariah et
al. (2005), menyatakan bahwa meskipun terdapat tindakan konservasi vegetatif, namun
perlakuan secara fisik mekanis seperti pembuatan saluran air (SPA) atau bangunan terjunan
masih tetap diperlukan untuk mengalirkan sisa aliran permukaan yang tidak diserap oleh
tanah.Konservasi mekanis pada prinsipnya merupakan Tindakan konservasi secara sipil teknis
atau secara fisik dengan material secara mekanik. Konservasi mekanis pada suatu DAS
diharapkan mampu mencegah terjadinya longsor (Harjadi, 2020).
Penerapan teknik konservasi tanah secara mekanik juga akan lebih efektif
dikombinasikan dengan teknik konservasi tanah vegetatif, seperti penggunaan rumput atau
legume. Adapun penerapan konservasi air dan tanah secara mekanik menurut Wahyudi (2014),
yaitu sebagai berikut :
Teras merupakan metode konservasi yang ditujukan untuk mengurangi panjang lereng,
menahan air sehingga mengurang kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta memperbesar
peluang penyerapan air oleh tanah. Tipe teras yang relatif banyak digunakan dan dikembangkan
pada lahan pegunungan atau perbukitan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Teras Tembok (Wet Masory)
Pembuatan bangunan teras tembok atau tembok penahan (wet masonry) bertujuan untuk
menghambat aliran air dan erosi, yang dibuat dari konstruksi beton. Pada bagian saluran dibuat
sodetan untuk aliran air yang dikombinasi tindakan konservasi vegetatif, seperti penanaman
rumput dan cover crop lain untuk membantu mengurangi kikisan tanah yang terjadi dengan
adanya akar tanaman rumpur atau cover crop. Konstruksi teras tembok ini dipilih apabila
terdapat tekanan yang cukup besar dari bagian belakang, yang berasal dari material tanah
maupun volume air yang akan datang dan menginginkan tingkat kekokohan yang tinggi pada
bagian atas bangunan, misalnya akibat batuan yang lonsor dan lain-lain pada daerah
pegunungan atau perbukitan.
Persyaratan teknis konstruksi tembok penahan adalah:
a. Tinggi konstruksi sampai 3meter dengan kemiringan mengikuti kelerengan bukit atau
pegunungan,
b. Tempat pembuangan air dibuat 1 buah per 3 m2 supaya tidak terjadi genangan air
pada bagian belakang konstruksi,
c. Pada bagian belakang dinding beton diberi kerikil untuk meningkatkan permeabilitas
tanah,sehingga tidak terjadi genangan saat hujan lebat dan mencegah terjadinya
banjir.
15
16
16
17
17
18
Gambar 18. Rangkaian pembuatan dan hasil dari teras kotak pada lahan kritis
(Wahyudi, 2014)
5. Teras Bambu dan Ranting (Bamboo and Wicker Terrace Works)
Pada prinsipnya teras bambu dan ranting mirip dengan kayu penahan (Log Retaining
Works). Perbedaan hanya terletak pada material yang digunakan serta cara pembuatan. Teras
bambu dibuat dengan menganyam bambu pada kayu keras yang berfungsi sebagai patok.
Sedangkan teras ranting dibuat dengan memanfaatkan sisa-sisa batang dan ranting pohon. Baik
teras bambu maupun ranting, segera diikuti dengan konservasi vegetatif, karena usia bambu
maupun kayu relatif pendek.
18
19
19
20
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, R., dan U. Haryati. (2018). Sistem Alley Cropping : Analisis SWOT dan Strategi
Implementasinya di Lahan Kering DAS Hulu . Jurnal Sumberdaya Lahan, 12(1):13-
31.
BPS. 2021. Hasil Sensus Penduduk 2020. Badan Pusat Statistik.
Dariah, A, F., Arsyad, A.S., Sudarsono, dan Maswar. 2004. Erosi Dan Aliran Permukaan
Pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi Di Sumberjaya, Lampung Barat.
Agrivita, 26(1) :52-60
Dariah, A., Agus, F., dan Maswar. 2005. Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis
Tanaman Kopi (Studi Kasus di Sumberjaya, Lampung Barat). J. Tanah dan Iklim,
No.23 : 48-57
Dariah, A., A. Rachman, dan U. Kurnia. 2005. Erosi dan degradasi lahan kering di
Indonesia. Dalam Kurnia U, Rachman A, Dariah A (Eds). Teknologi Konservasi Tanah
pada Lahan Kering Berlereng, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Doran, J.W. and Parkin, T.B. 1994. Defining and Assessing Soil Quality, In Defining Soil
Quality for Sustainable Environment. JW. Doran, DC. Coleman, DF. Bezdicek, & BA.
Stewart (eds). SSSA Spec. Pub. No. 35. Soil Sci. Soc. Am., Am. Soc. Agron.,
Madison, WI, pp. 3 –21
Gonggo, B. M., B. Hermawan., dan D. Anggraeni. (2005). Pengaruh Jenis Tanaman
Penutup dan Pengolahan Tanah Terhadap Sifat Fisika Tanah Pada Lahan Alang-
Alang. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, 7(1):44-50.
Harjadi, Beny. 2020. Tindakan Konservasi Menyelamatkan Produktivitas Lahan dan
Ketersediaan Air dalam Tanah. Deepublish: Yogyakarta
Kartasapoetra, A. G. (2010). Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Rineka Cipta.
Karyati., dan S. Sarminah. (2018). Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Samarinda:
Mulawarman University Press.
Kunarso, A., dan T. A. A. Syabana. (2018). Arahan Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkat
Bahaya Erosi di Sub DAS Perapau, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan
Sumatera, 1(2):13-26
Pratiwi., dan Narendra, B. H. (2012). Pengaruh Penerapan Teknik Konservasi Tanah
Terhadap Pertumbuhan Pertanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King.) di Hutan
Penelitian Carita, Jawa Barat. . Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam,
9(2):39–150.
Pratiwi., dan Salim. (2013). Aplikasi Konservasi Tanah dengan Sistem Rorak. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 10(3):273-282.
Pratiwi., N. Mindawati., dan Darwo. (2019). Penerapan Teknik Mulsa Vertikal Pada Lahan
Terdegradasi di Carita Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman,
16(1):1- 57.
Rayhani, R. N., dan Agung R. (2017). Konservasi Tanah dan Air pada Tanah Terdegredasi
di Lahan Kapus II UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Jurnal Agroekoteknologi.
Rochmah, H. F., Suwarto., A. A. Muliasari. (2020). Optimalisasi Lahan Replanting Kelapa
Sawit Dengan Sistem Tumpang Sari Jagung (Zea Mays K.) dan Kacang Tanah
(Arachis Hypogaea). Jurnal Simetrik, 10(1):256-262.
Saputro, G. E., dan Sastranegara, M. H. (2014). Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Indeks
Nilai Penting di Hutan Rakyat di Desa Candiwulan Kecamatan Kutasari Kabupaten
Purbalingga. Jurnal Biosfera.
Soeharto, B., Kusmana, C., Darusman, D., dan Suharjito, D. 2011. Perubahan Penggunaan
Lahan dan Pendapatan Masyarakat di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung
Barat, Provinsi Lampung. J. Ilmu Pertanian Indonesia, 16(1) : 1-6.
Soeharto, B., Kusmana, C., Darusman, D., dan Suharjito, D. 2012. Perubahan Penggunaan
Lahan dan Kelestarian Produksi PLTA Way Besai di Provinsi Lampung. Jurnal
Penelitian
21
22
22