Anda di halaman 1dari 11

JAUR, Vol.

3 (2) April (2020) ISSN: 2599-0179 (Print) ISSN: 2599-0160 (Online)


10.31289/jaur.v3i2.3623

JOURNAL OF ARCHITECUTRE AND URBANISM RESEARCH

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jaur

Kajian Pola Perilaku Penduduk


di Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Deli

Study of People Behavior Patterns


in the Deli River Basin Area

Aulia Muflih Nasution

Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik


Universitas Medan Area, Indonesia

Diterima: Maret 2020; Disetujui: April 2020; Dipublikasi: 30 April 2020


*Corresponding author: E-mail : auliamuflih@staff.uma.ac.id
Abstrak
Permukiman kumuh merupakan suatu permasalahan terutama di kawasan perkotaan. Penanganan
yang telah dilakukan salah satunya yaitu penanganan lingkungan perumahan dan permukiman kumuh
berbasis kawasan atau disingkat sebagai PLP2K-BK. Pada arahan penanganan program penanganan
PLP2K-BK dilaksanakan pada tahun 2010, sementara bila diselaraskan dengan target departemen
pekerjaan umum pada tahun 2020 Indonesia terbebas dari permasalahan permukiman kumuh.
Permukiman lainnya memiliki kesesuaian sebagai kawasan permukiman dengan tingkat kepadatan
tinggi lebih dari 126 unit/ha merupakan permukiman dengan tidak memiliki kondisi layak huni seperti
tidak memiliki keteraturan bangunan, kondisi jalan lingkungan buruk, tidak adanya pengelolaan air
limbah, dan lain-lain. Permasalahan tersebut seharusnya menjadi salah satu prioritas dalam
perencanaan wilayah dan kota, karena perlu adanya penelitian mengenai evaluasi terhadap
penanganan kawasan permukiman kumuh. selain itu perlu diketahui arahan kebijakan, kondisi
eksisting permukiman kumuh, dan kemudian dilakukan perbandingan menghasilkan Gap dari kondisi
eksisting dengan arahan seharusnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah
bangunan sistem norma.
Kata Kunci : Kawasan, Permukiman kumuh, Penanganan, Bantaran Sungai

Abstract
Slums are a problem, especially in urban areas. One of the actions that have been taken by government
is making the agency that handling of housing and slum areas or abbreviated as PLP2K-BK. In the
direction of PLP2K-BK program implemented in 2010, while when aligned with the target of the public
works department in 2020 Indonesia is free from slums. Other settlements have suitability as
residential areas with high density levels of more than 126 units / ha are settlements with no habitable
conditions such as not having regular buildings, poor environmental road conditions, lack of
wastewater management, and others. This problem should be one of the priorities in regional and city
planning, because there is a need for research on evaluating the handling of slum areas. In addition, it is
necessary to know the policy directives, the existing conditions of slums, and then make a comparison
to produce a gap from the existing conditions with the directives. The method used in this research is
normative legal or normative legal research, namely legal research which places the law as a norm
system building.
Keywords: Regions, Slums, Handling, Riverbanks
Journal of Architecture and Urbanism Research, 3 (2) (2020): 190-200

How to Cite : N. M. Aulia (2020), Kajian Pola Perilaku Penduduk di Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Deli,
Journal of Architecture and Urbanism Research, 3 (2): Hal 190-200

191
Aulia Muflih Nasution, Kajian Pola Perilaku Penduduk di Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Deli

hukum sebagai sebuah bangunan sistem


norma. Sistem norma yang dimaksud
PENDAHULUAN adalah mengenai asas-asas, norma,
Fenomena tingginya tingkat kaidah dari peraturan perundangan,
pertumbuhan penduduk secara umum putusan pengadilan, perjanjian serta
berdampak pada persoalan-persoalan doktrin (ajaran). Penelitian hukum
yang dihadapi kota-kota di Indonesia normatif selalu mengambil isu dari
termasuk Kota Medan. Kondisi ini hukum sebagai sistem norma yang
menyebabkan meningkatnya digunakan untuk memberikan
permintaan terhadap pemukiman. Pada “justifikasi” preskriptif tentang suatu
proses pembangunan oleh sektor non- peristiwa hukum, sehingga penelitian
formal mengakibatkan munculnya hukum normatif menjadikan sistem
lingkungan perumahan kumuh yang norma sebagai pusat kajiannya. Sistem
padat,tidak teratur, dan tidak memiliki norma dalam arti yang sederhana
sarana dan prasarana lingkungan yang adalah sistem kaidah atau aturan,
memenuhi standar teknis dan kesehatan sehingga penelitian hukum normatif
(Yudohusodo 1991:331). Merujuk pada adalah penelitian yang mempunyai
permasalahan permukiman kumuh objek kajian tentang kaidah atau aturan
tersebut, maka diperlukan strategi yang hukum sebagai suatu bangunan sistem
mampu mengurangi atau bahkan yang terkait dengan suatu peristiwa
menghilangkan kekumuhan pada hukum. Jadi penelitian ini dilakukan
lingkungan permukiman bantaran dengan maksud untuk memberikan
sungai. Salah satu caranya dengan argumentasi hukum tentang analisis
model konsolidasi lahan/tanah ( Land hukum atas advis planing pengurusan
consolidation). hak dijalur pinggiran sungai.
Permukiman bantaran sungai pada Pengumpulan data diperoleh dari
umumnya merupakan permukiman penelitian kepustakaan yang didukung
marjinal, karena menempati lahan yang dengan penelitian lapangan. Penelitian
semestinya tidak untuk bangunan. kepustakaan (library research) yaitu
Solusi mengenai permukiman liar di menghimpun data dengan melakukan
daerah bantaran sungai adalah dengan penelaahan bahan kepustakaan atau
penggusuran atau penghunian kembali data sekunder yang meliputi bahan
penduduk lama ke tempat baru hukum primer, bahan hukum sekunder
(relokasi). dan bahan hukum tertier. Sementara
bahan hukum sekunder adalah bahan
METODE PENELITIAN hukum yang memberikan penjelasan
Metode yang digunakan dalam mengenai bahan hukum primer, seperti
penelitian ini adalah penelitian hukum : hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah
normatif atau yuridis normatif, yakni dari kalangan hukum, yang terkait
penelitian hukum yang meletakkan dengan masalah penelitian.
192
Journal of Architecture and Urbanism Research, 3 (2) (2020): 190-200

Bahan tertier adalah bahan Deli yang dahulu. Dahulu, sungai ini
pendukung diluar bidang hukum seperti menjadi primadona di tengah kota
kamus ensiklopedia atau majalah yang Medan karena sungai ini menjadi jalur
terkait dengan masalah penelitian. perdagangan dan jalur transportasi
Analisis data yang digunakan kapal-kapal besar semasa kerajaan Deli
dalam penelitian ini adalah analisis data masih berjaya. Selain menjadi jalur
kualitatif, yaitu data yang diperoleh transportasi, sungai ini juga memiliki air
disusun secara sistematis kemudian jernih dan vegetasi yang rimbun di
dianalisis secara kualitatif agar dapat pinggir sungainya sehingga kesan alami
diperoleh kejelasan masalah yang akan dan natural masih kental terasa bagi
dibahas. Pengertian analisis disini siapa saja yang melintasi sungai
dimaksudkan sebagai suatu penjelasan tersebut. Keadaan itu seolah berbalik
dan penginterpretasian secara logis dan 180 derajat jika kita melihat sejenak ke
sistematis. Logis sistematis kawasan sungai Deli pada saat ini.
menunjukkan cara berfikir deduktif dan Kondisi sungai Deli sangat jauh dari
mengikuti tata tertib dalam penulisan kondisi sungai yang ideal. Keadaan tidak
laporan penelitian ilmiah. Setelah tertata dan kumuh langsung menyeruak
analisis data selesai maka hasilnya akan ketika kita memasuki kawasan
disajikan secara deskriptif, yaitu dengan perancangan yang dibatasi oleh jalan
menuturkan dan menggambarkan apa Mangkubumi, jalan Badur dan jalan
adanya sesuai dengan permasalahan Brigjend. Suprapto ini. Ditambah lagi
yang diteliti. Teori hukum yang dipakai kondisi air sungai yang keruh, dan
adalah teori hukum responsif yang banyak sampah yang tertumpuk baik di
dijelaskan oleh Philippe Nonet dan pinggir maupun di tengah sungai.
Philip Selznick dalam buku : Law and Kondisi ini sangat jauh dari kriteria
Society in Transition Hukum responsif sungai yang baik.
adalah yang bersifat terbuka terhadap Bagi sebagian pihak, sungai ini
perubahan perubahan masyarakat menjadi bagian dari kehidupan mereka
dengan maksud untuk mengabdi pada dengan mengenyampingkan kondisi
usaha meringankan beban kehidupan yang tidak ideal tersebut. Di sungai ini,
sosial dan mencapai sasaran-sasaran mereka banyak melakukan aktifitas
kebijakan sosial seperti keadilan sosial, seperti mencuci, mandi dan bermain.
emansipasi kelompok-kelompok sosial Sungai ini seolah diibaratkan seperti
yang dikesampingkan dan kamar mandi umum bagi warga yang
diterlantarkan serta perlindungan berdomisili di pinggiran sungai
terhadap lingkungan hidup. tersebut. Ada banyak faktor yang
menyebabkan sungai Deli menjadi
PEMBAHASAN begitu tidak tertata. Pertama,
Keadaan sungai Deli yang sekarang banyaknya bangunan liar yang
sangat berbeda dengan keadaan sungai menjamur tepat di tepi sungai Deli
193
Aulia Muflih Nasution, Kajian Pola Perilaku Penduduk di Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Deli

sehingga menciptakan kesan tidak satu dampak negatif yang timbul akibat
tertata pada kawasan ini. Bangunan liar kebiasaan membuang sampah
yang bertumbuh di pinggir sungai ini sembarangan yang dilakukan oleh
kian hari semakin banyak. Hal ini penghuni bangunan liar tersebut adalah
disebabkan karena semakin banyak pendangkalan sungai. Ketika melakukan
transmigran ataupun pendatang yang survei lapangan, didapati ketinggian air
mengadu nasib ke kota Medan. Harga sungai di dalam tapak hanya berkisar 30
lahan di perkotaan yang mahal cm. Menurut informasi yang diperoleh
memaksa mereka untuk mencari tempat dari warga sekitar, ketinggian air sungai
bermukim yang dapat terjangkau oleh biasanya hanya berkisar antara 30
mereka. Akhirnya area sempadan sampai 50 cm saja. Masalah lain kembali
sungai menjadi sasaran empuk bagi timbul akibat pendangkalan sungai
para pendatang ini untuk dijadikan tersebut. Ketika hujan deras, badan
kawasan bermukim. Keberadaan sungai tidak mampu menahan air sungai
bangunan liar ini mengalihfungsikan yang naik. Sehingga pemukiman warga
kawasan resapan air sungai menjadi yang berada tepat dipinggiran sungai
kawasan padat permukiman. Deli menjadi sasaran atas meluapnya air
sungai.

Gambar 1 Kondisi Permukiman di


Sungai Deli

Gambar 2 Kondisi di Sungai Deli


Gambar 3 Keadaan sampah di Bantaran
Kedua, para penghuni bangunan Sungai Deli
liar yang berada di pinggir sungai tidak
tanggap akan kebersihan lingkungan. Banjir yang kerap melanda
Mereka memiliki kebiasaan membuang permukiman warga di kelurahan
sampah sembarangan ke sungai yang Hamdan membuat kawasan ini terasa
tanpa disadari dapat memberi dampak begitu tidak nyaman. Saat dilanda banjir
negatif bagi diri mereka sendiri. Salah sedang, rumah-rumah di sini terendam
hingga 1,20 meter diukur dari
194
Journal of Architecture and Urbanism Research, 3 (2) (2020): 190-200

permukaan lantai. Dan jika banjir besar ekologis penting dalam menjaga
melanda, rumah-rumah di kawasan ini keseimbangan lingkungan dan
dapat terendam hingga 4 meter. kesuburan tanah. Bantaran ditentukan
Informasi ini didapat dari warga yang berdasarkan hubungan antara aliran
berdomisili di daerah tersebut. Dengan banjir dan luas profil alur bawah,
kata lain, permukiman yang berdomisili biasanya 1,0 m-1,5 m diatas elevasi
tepat di pinggir sungai harus direlokasi muka air rendah rata-rata.
demi keamanan dan kenyamanan Sedangkan menurut Peraturan
bersama. Ditambah lagi bangunan liar Menteri P.U. No. 63/PRT/1993. yang
ini mengambil fungsi lahan resapan air disebut bantaran sungai adalah lahan
sungai. pada kedua sisi sepanjang palung sungai
Sempadan sungai atau floodplain sampai dengan kaki tanggul sebelah
terdapat di antara ekosistem sungai dan dalam. Menurut peraturan menteri P.U
ekosistem daratan. Berdasarkan Surat nomer 63 tahun 1993 pasal 6 mengenai
Keputusan Presiden Republik Indonesia garis sempadan sungai bertanggul
No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan dikawasan perkotaan ditetapkan
Kawasan Lindung, sempadan sungai sekurang-kurangnya 3 meter disebelah
didefinisikan sebagai kawasan luar sepanjang kaki tanggul, sedangkan
sepanjang kiri dan kanan sungai, menurut pasal 8 mengenai penetapan
termasuk sungai buatan/kanal/saluran Garis Sempadan Sungai tak bertanggul
irigasi primer, yang mempunyai di dalam kawasan perkotaan didasarkan
manfaat penting untuk pada kriteria sungai yang mempunyai
mempertahankan fungsi sungai. Daerah kedalaman 3m - 20m, garis sempadan
sempadan mencakup daerah bantaran ditetapkan sekurang-kurangnya 15
sungai yaitu bagian dari badan sungai meter dihitung dari tepi sungai pada
yang hanya tergenang air pada musim waktu ditetapkan.
hujan dan daerah sempadan yang Aturan mengenai garis sempadan
berada di luar bantaran yaitu daerah sungai juga diatur dalam Kepmen PU no.
yang menampung luapan air sungai di 380 tahun 2004. Data ini nantinya akan
musim hujan dan memiliki kelembaban digunakan untuk menentukan kriteria
tanah yang lebih tinggi dibandingkan fisik bangunan, batas-batas yang dapat
kelembaban tanah pada ekosistem dikembangkan dalam hunian serta
daratan. Banjir di sempadan sungai batasan fisik lainnya agar tetap sesuai
pada musim hujan adalah peristiwa dengan kepentingan pemeliharaan
alamiah yang mempunyai fungsi lingkungan daerah bantaran sungai.

195
Gambar 4. Daerah Sempadan Sungai

Permukiman bantaran sungai pada harga, harga lahan dan biaya


umumnya merupakan permukiman pembangunan kembali tanpa
marjinal, karena menempati lahan yang adanya unsur depresiasi.
semestinya tidak untuk bangunan. b) Income Restoration, Program ini
Solusi mengenai permukiman liar di harus dirancang untuk membantu
daerah bantaran sungai adalah dengan meningkatkan standar hidup dan
penggusuran atau penghunian kembali pendapatan masyarakat yang
penduduk lama ke tempat baru terkena imbas dari penggusuran,
(relokasi). Konsep pelaksanaan sehingga setelah program
Resettlement menurut World Bank dilaksanakan semua pihak telah
Organisation harus memperhatikan: tertangani dengan baik.
a) Replacement cost, Masyarakat yang c) Squatters and Eucroachers, Adalah
terkena proyek pemindahan lokasi orang yang tinggal di lahan dan
(penggusuran) harus mendapatkan bangunan yang tidak memiliki ijin
ganti rugi atau kompensasi. Ganti resmi dari pemerintah. Squatters
rugi tersebut harus sebanding lebih kepada mereka yang
dengan kondisi tempat yang akan menggunakan lahan untuk tempat
ditinggal, khususnya dalam segi tinggal atau tujuan komersial,
196
Journal of Architecture and Urbanism Research, 3 (2) (2020): 190-200

sedangkan Eucroachers adalah masalah kekurangan jumlah rumah, (2)


orang yang menggunakan lahan Masalah perumahan dan permukiman
untuk tujuan penelitian. Secara dapat diselesaikan hanya dengan
sosial, orang-orang ini tidak boleh memperbaiki kondisi sosial ekonomi
diabaikan, berdasarkan Bank penghuninya. Teori ini menganggap
Resettlement Police, mereka perlu penyediaan rumah bagi masyarakat
dibantu dan tetap diberi berpenghasilan menengah kebawah
kompensasi walaupun mereka tidak tidaklah dapat menyelesaikan masalah
memiliki ijin resmi. perumahan tanpa dibarengi dengan
d) Displacement, Program perbaikan yang mendasar dari penghuni
penggusuran dilakukan atas dasar permukiman.
yang jelas, akibat dari pentingnya Analisis Permukiman Kampung
program tersebut dilaksanakan, Aur, Permukiman Kampung Aur
contohnya sosial ekonomi, dan merupakan salah satu permukiman
memang perlu untuk dipindahkan padat penduduk yang terletak di
dan meningkatkan taraf kehidupan. bantaran Sungai Deli, Kelurahan
e) Indigenous Peoples, Proyek Kampung Aur, Medan. Jika berbicara
resettlement harus dipersiapkan mengenai permukiman Kampung Aur,
secara matang dan disesuaikan maka pandangan umum yang muncul
dengan kondisi sosial budaya adalah permukiman padat penduduk
setempat. yang tidak teratur, bangunan semi
f) Baselines Surveys, Persiapan dan permanen, kurang memperhatikan
pelaksanaan rencana settlement kebersihan serta legalitas bangunan
dilakukan dengan metode baselines yang masih dipertanyakan. Munculnya
surveys. Yang terdiri atas dua tahap : permukiman kumuh di kawasan pusat
Sensus masyarakat yang akan kota seperti ini sebenarnya tidak hanya
dipindahkan beserta hak miliknya ; terjadi di Kota Medan saja. Kasus seperti
Survei kondisi sosial ekonomi ini juga terjadi hampir di seluruh
masyarakat yang akan dipindahkan. kotakota besar yang ada di Indonesia.
Ada dua teori besar perumahan Sebagai contohnya dapat dlihat
dan permukiman yang merupakan pada permukiman kumuh sepanjang
paradigma dalam menyelesaikan aliran Sungai Ciliwung di Jakarta,
permasalahan perumahan dan permukiman kumuh di bantaran Sungai
permukiman bagi masyarakat golongan Code di Yogyakarta, permukiman
berpenghasilan menengah kebawah, kumuh di bantaran Sungai Musi di
yakni : (1) Masalah perumahan dan Palembang dan banyak contoh sejenis
permukiman dapat diselesaikan hanya lainnya. Sejauh ini sudah ada beberapa
dengan keterlibatan penuh pemerintah. bentuk penyelesaian yang dilaksanakan
Teori ini lebih menekankan masalah terkait masalah ini. Mulai dari hal yang
perumahan dan permukiman sebagai sifatnya sangat teknis seperti
197
Aulia Muflih Nasution, Kajian Pola Perilaku Penduduk di Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Deli

penggusuran dan pembangunan dilakukan, dapat dilihat kerumitan


rusun/rusunawa di daerah baru, masalah yang ada di sini.
kemudian mulai menerapkan prinsip Mulai dari masalah fisik seperti
tri-daya (sosial, ekonomi dan fisik- ketidaklayakan fisik bangunan dan
lingkungan) pada program KIP di tahun sanitasi, tingkat kepadatan yang terlalu
1969, hingga pada rencana terbaru tinggi, hingga masalah sosial budaya
pemerintah yang sudah memberikan 3 masyarakat seperti kebiasaan
(tiga) kemungkinan penyelesaian masyarakat setempat, kedekatan
terhadap masalah ini yaitu melalui dengan tempat kerja, dan hal lainnya
pelayakan permukiman, peremajaan yang menyebabkan masyarakat merasa
(perbaikan kawasan dimana sudah nyaman dengan tempat tinggal
masyarakat harus pindah secara mereka. Melihat hal ini, maka
temporer) dan permukiman kembali perancangan harus diselesaikan dengan
(disini masyarakat akan direlokasi pendekatan yang berbasis pada perilaku
menuju permukiman baru yang telah masyarkat dan lingkungannya. Haryadi
dibangun). dan Setiawan (2014) menganjurkan
Dapat dikatakan, pemerintah penyelesaian masalah permukiman
mulai menyadari bahwa permasalahan kumuh di perkotaan sebaiknya menjadi
permukiman kumuh ini tidak dapat salah satu kajian utama dalam
diselesaikan dengan sistem satu arah. arsitektur perilaku-lingkungan,
Harus ada komunikasi dengan mengingat kompleksnya hubungan
penduduk permukiman kumuh. Banyak antara aspek sosial-budaya masyarakat
aspek yang harus menjadi perhatian dengan lingkungan pada kasus rumah
terutama aspek sosial-budaya susun perkotaan. Arsitektur perilaku-
masyarakat (hubungan masyarakat lingkungan itu sendiri merupakan
dengan lingkungannya). Hal ini juga arsitektur yang mengkaji bagaimana
sejalan dengan apa yang disampaikan hubungan masyarakat terhadap
oleh Rapoport (1977) bahwa hubungan lingkungannya yang didasarkan pada
antara manusia dan lingkungan kognisi masing-masing indvidu. Dengan
sebenarnya tidaklah bersifat mekanistis arsitektur perilaku akan diketahui
belaka. Hubungan ini penuh makna, seting lingkungan yang diinginkan oleh
simbol dan norma-norma, merupakan masyarakat dan peta-peta perilaku yang
kewajiban kita untuk memahami dapat dijadikan sebagai kriteria dalam
makna-makna tersebut, agar proses menghasilkan rancangan yang lebih
penciptaan lingkungan selanjutnya berdasarkan kepada pengguna
tidak terjebak dalam proses besar bangunan.
dehumanisasi yang sedang berlangsung. Tinjauan Kawasan Permukiman
Kondisi ini jugalah yang terjadi pada Kampung Aur Permukiman Kampung
permukiman Kampung Aur. Aur merupakan salah satu lingkungan
Berdasarkan observasi awal yang (lingkungan IV) dari Kelurahan Aur,
198
Journal of Architecture and Urbanism Research, 3 (2) (2020): 190-200

Kecamatan Medan Maimun, Kota ditemui ada beberapa komponen


Medan. Permukiman ini terletak di lingkungan yang dianggap penting dan
antara simpang Jalan Letjen Suprapto langsung berdampak terhadap perilaku
dan Jalan Brigjen Katamso. masyarkat di Kampung Aur. Adapun
Peta Lokasi Kampung Aur Secara komponen lingkungan yang dimaksud
umum diketahui bahwa permukiman antara lain : (1) Warung yang memiliki
Kampung Aur didominasi oleh dua (2) berbagai fungsi antara lain sebagai
etnis utama yaitu : etnis Minang dan tempat berkumpul masyarakat; (2)
etnis Cina. Pembagian Kawasan Hunian Ruang bermain anak; (3) Sisa ruang
Berdasarkan Etnis Permukiman etnis antar bangunan yang dijadikan sebagai
Minang terbagi menjadi dua bagian tempat berinteraksi; (4) Pelataran
besar yaitu rumah tinggal yang mesjid; (5) Tempat jajanan malam; (6)
berfungsi sebagai rumah tinggal saja Bantaran Sungai; (7) Jalan yang juga
dan rumah tinggal yang sekaligus memiliki fungsi lain seperti tempat
berfungsi sebagai tempat usaha. terjadinya interaksi dan kegiatan
Sebanyak 74,07% hunian yang ada di ekonomis.
Kampung Aur merupakan milik dari
penduduk etnis Minang dan sebesar SIMPULAN
91,42% penduduk Kampung Aur Dari hasil analisis menunjukkan
merupakan penduduk etnis Minang. bahwa Kampung Aur merupakan
Untuk penduduk etnis Cina, tipologi permukiman kumuh dengan kategori
huniannya terbagi menjadi tiga (3) kumuh berat. Tingkat kekumuhan
bagian yaitu ruko, hunian saja serta disebabkan karena faktor pendidikan,
hunian yang berfungsi ganda sebagai ekonomi, dan kurangnya sarana
tempat usaha. Sebanyak 24,6% hunian prasarana di Kampung Aur . 2. Dilihat
yang ada di Kampung Aur dimiliki oleh dari tipologi permukiman kumuh
penduduk etnis Cina dan sebesar 7,8% Kampung Aur dapat diklasifikasikan
penduduk Kampung Aur beretnis Cina. menjadi 2 (dua), yaitu: a. Permukiman
Disamping kedua etnis di atas kumuh di tepi pantai b. Permukiman
juga terdapat etnis penduduk lainnya kumuh di daerah rawan bencana alam 3.
seperti penduduk etnis Manado, Tamil Berdasarkan karakteristik permukiman
dan Nias, namun jumlahnya sangat kumuh, maka penataan Kampung Aur
sedikit, dimana masing-masing etnis dapat dilakukan dengan 2 (dua) model,
terdiri dari satu (1) keluarga saja, yaitu: a. Permukiman kembali
sehingga tidak memiliki pengaruh yang (relocation) b. Peremajaan.
begitu signifikan untuk dijadikan
sampel dari objek penelitian. Selain DAFTAR PUSTAKA
melihat etnis yang dominan serta Amri,Nurmaida, Karateristik Lingkungan
Permukiman Kumuh Tepian Sungai
masing-masing tipologi huniannya, dari Kecamatan Lolaka, Sulawesi Tenggara,
hasil observasi yang dilakukan juga Jurnal Jupiter Vol XII No.1, 2013.

199
Aulia Muflih Nasution, Kajian Pola Perilaku Penduduk di Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Deli

Arawanda Nawagamuwa and nils Viking, Slums


Squatter Area and Informal Settlement,
9th International Conference on Sri lanka
Studies, 2003.
S. Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Penerbit
Rineka Cipta; Jakarta, 2013.
Burhanuddin, Karateristik Teritorialitas Ruang
pada Permukiman Padat di Perkotaan,
Jurnal “ruang” Volume 2 Nomor 1, 2010.
BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Langsa Tahun 2012- 2032.
BAPPEDA: Kota Langsa, ). 2012.
Deputi Pengembangan Kawasan, 2012, Buku
Panduan Penanganan lingkungan
perumahan dan permukiman kumuh
berbasis kawasan TA, Kementrian
Perumahan Rakyat Republik Indonesia,
Jakarta, 2013.
Ekaputra, Yohanes D., Pengaruh Aktivitas
Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pada Sistem
Permukiman Nelayan (Kajian Kawasan
Nelayan TasikAgung Kabupaten
Rembang)
B, Prayitno, Skema Inovasi Penanganan
Permukiman Kumuh. Gadjah Mada
Universitas Press; Yogyakarta, 2016.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif Dan R&D. Penerbit Alfabeta;
Bandung, 2016.
E. Sulestianson, Penanganan Permukiman
Kumuh dengan Pendekatan Karakteristik
dan Faktor Kekumuhan Studi Kasus:
Permukiman Kumuh di Kelurahan Taman
Sari dan Kelurahan Braga. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota B Sappk.
Vol. 3, no. 2, pp. 261- 270, 2014.

200

Anda mungkin juga menyukai