Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN ARTIKEL

Jagung ialah tanaman palawija dan komoditas penting kedua setelah padi/beras.
Saat ini, tanaman jagung dengan tanaman lainnya yaitu padi dan kedelai dijadikan sebagai
sasaran utama oleh Kemeterian Pertanian agar dapat tercapai swasembada pangan (Ariani,
2015). Jagung ialah pangan pokok zaman dahulu tetapi seiring waktu perkembangan
industri pakan dan pergeseran selera masyarakat menjadikan nasi sebagai bahan pokok,
maka jagung tidak lagi menjadi bahan pokok saat ini (Balitbang Pertanian, 2015). Namun,
kebutuhan jagung tetaplah tinggi karena selain konsumsi, juga sebagai bahan pakan ternak
perusahaan dan industri pengolahan makanan ( Panikkai dkk, 2017). Tahun 2016
penduduk Indonesia berjumlah 258,7 juta jiwa dengan laju 1,27% per-tahun sangatlah
membutuhkan bahan pangan, ini tugas yang tidak mudah bagi pemerintah dalam
pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat (Utomo, 2012). Sehingga, Kementerian
Pertanian menjadikan 5 komoditas pangan utama meliputi jagung; bera; kedelai; gula dan
daging sapi (Kementerian Pertanian, 2010).
Berdasarkan sumber data yang diperoleh yaitu data BPS tahun 2021, produktivitas
tertinggi jagung diseluruh provinsi Indonesia yaitu Pulau Jawa, dan sebagian Pulau
Sumatera, memiliki produktivitas jagung di atas 60 ku/ ha. Provinsi-provinsi sebagai
produktivitas jagung tertinggi yaitu, Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, dan NTB.
Sedangkan provinsi dengan produktivitas terrendah yaitu NTT dan Kepulauan Riau.
Namun, dengan berkembang pesatnya industri peternakan, jagung menjadi komponen
utama (60%) dalam ransum pakan. Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam
negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30% dan
selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit. Akan tetapi, tingginya produksivitas
jagung mengalami beberapa permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang mencangkup
bukan hanya produksi saja tetapi bagian penanaman ataupun hal lain yang dapat menjadi
penghampat atau kerusakan pada komoditas jagung.
Permasalahan yang mencangkup dalam upaya peningkatan produksi meliputi: (1)
Berkurangnya areal sawah irigasi teknis dan lahan pertanian lainnya terutama pada Pulau
Jawa, (2) Persaingan yang makin ketat dalam penggunaan air antara sektor pertanian
dengan sektor-sektor lain menyebabkan ketersediaan air irigasi yang berkurang, (3) Makin
mahalnya harga bibit atau benih bermutu tinggi, pupuk dan pestisida, (4). Makin langka
para tenaga kerja produktif sektor pertanian dikarenakan kesempatan kerja di sektor non
pertanian dengan upah yang lebih tinggi, sehingga upah di pedesaan yang meningkat;
Pengembangan komoditas jagung di Indonesia masih mengalami beberapa kendala yaitu
antara lain sedikitnya penggunaan benih hibrida, kelangkaan untuk pupuk, kelembagaan
yang masih belum berkembang, teknologi pasca panen dan sebelum panen belum
memadai, dan lahan garapan yang kian sempit (Ditjendtan 2004). Sistem produksi tata
niaga ternak belum dapat menunjang peningkatan produksi jagung. Selama ini pakan
ternak didatangkan dari luar daerah dalam bentuk pakan jadi, sehingga tidak dapat dalam
menyerap produksi jagung domestik. (Swain et al. 2005). Persoalan lain yang menjadikan
penghambat pengembangan tanaman jagung di Indonesia ialah masalah harga. Walau
kapasitas pasar yang cukup besar namun untuk harga jagung tergolong rendah.

REFRENSI:
Adawiyah, C. R., Sumardjo, & Mulyani, E. S. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Peran Komunikasi Kelompok Jagung, Dan Kedelai Di Jawa Timur Factors
Influencing the Roles of Rice Farmer Group Communication in Technological
Innovation Adoption of Rice , Corn , and Soybean Special Effort in East Java Pr.
Jurnal Agro Ekonomi, 35(2), 151–170.
Aldillah, R. (2018). Strategi Pengembangan Agribisnis Jagung di Indonesia. Analisis
Kebijakan Pertanian, 15(1), 43. https://doi.org/10.21082/akp.v15n1.2017.43-66
Di, J., & Serang, K. (2022). ISSN 1979-4991 e-ISSN 2549-0060. 16(2), 85–97.
Ditjen Tanaman Pangan. 2004. Proksi mantap melalui borneo corn belt. Makalah
lokakarya seminar integrasi jagung dan ternak Pontianak. 22-24 September 2004.
Pontianak (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Panikkai, S., Nurmalina, R., Mulatsih, S., & Purwati, H. (2017). Analisis Ketersediaan
Jagung Nasional Menuju Pencapaian Swasembada dengan Pendekatan Model
Dinamik. Informatika Pertanian, 26(1), 41–48.
Utomo, S. (2012). Dampak Impor dan Ekspor Jagung Terhadap Produktivitas Jagung Di
Indonesia. Jurnal Etikonomi, 11(2), 158–179.

Anda mungkin juga menyukai