9. Pencemaran udara: Debu, gas beracun, atau partikel lain di udara dapat mengganggu
fungsi pernapasan dan menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang.
10. Gangguan pendengaran: Kondisi di mana pekerja terpapar kebisingan tinggi tanpa
perlindungan pendengaran yang memadai dapat menyebabkan gangguan pendengaran
permanen.
11. Terjebak di dalam tambang: Kondisi ini dapat terjadi ketika pekerja terperangkap di dalam
tambang karena runtuhan atau keadaan darurat lainnya.
12. Sistem penyaluran air yang buruk: Saluran air yang tidak memadai dapat menyebabkan
banjir, penumpukan air, atau kelembaban berlebih di area kerja.
13. Kondisi cuaca yang buruk: Cuaca buruk seperti hujan deras, badai petir, atau kabut tebal
dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan kondisi tidak aman lainnya.
14. Kebocoran asap atau gas beracun: Kondisi ini dapat mengakibatkan keracunan dan
bahaya pernapasan yang serius.
15. Penyimpanan yang tidak aman: Penyimpanan bahan kimia, peledak, atau material
berbahaya lainnya yang tidak sesuai dapat menyebabkan kecelakaan atau paparan
berbahaya.
16. Mesin atau peralatan yang rusak: Penggunaan mesin atau peralatan yang rusak dapat
menyebabkan kecelakaan dan cedera.
17. Kebocoran air: Kebocoran air di sekitar peralatan listrik atau area kerja dapat
meningkatkan risiko tersengat listrik.
18. Kekurangan penerangan: Kurangnya penerangan yang memadai dapat menyebabkan
kecelakaan dan cedera akibat ketidakmampuan melihat dengan jelas.
19. Paparan radiasi: Beberapa tambang menghasilkan radiasi alami atau buatan yang dapat
berdampak buruk pada kesehatan pekerja jika tidak terlindungi dengan baik.
20. Kelebihan suhu atau kepanasan: Pekerjaan di lingkungan yang panas dapat menyebabkan
dehidrasi, kelelahan, atau bahkan heatstroke.
21. Kekurangan suhu atau kedinginan: Pekerjaan di lingkungan yang sangat dingin dapat
menyebabkan hipotermia, kerusakan jaringan, atau gangguan kesehatan lainnya.
22. Penerangan yang menyilaukan: Cahaya yang terlalu terang dapat menyebabkan
gangguan penglihatan sementara atau bahkan permanen.
23. Kondisi kebersihan yang buruk: Lingkungan kerja yang kotor dan berantakan dapat
meningkatkan risiko kecelakaan, penyebaran penyakit, dan kondisi tidak aman lainnya.
24. Kebisingan: Paparan terus-menerus terhadap kebisingan dapat menyebabkan gangguan
pendengaran dan masalah kesehatan lainnya.
25. Gangguan ergonomi: Posisi kerja yang tidak ergonomis dapat menyebabkan cedera otot
dan tulang belakang serta kondisi yang mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas
pekerja.
26. Kebocoran gas: Kebocoran gas dapat menyebabkan ledakan, keracunan, atau bahkan
kebakaran.
27. Peralatan pelindung diri yang tidak memadai: Kurangnya atau penggunaan yang tidak
tepat peralatan pelindung diri dapat meningkatkan risiko cedera dan masalah kesehatan.
28. Tersangkut atau terjepit: Kondisi ini dapat terjadi jika pekerja terjepit di antara peralatan
atau material yang berat.
29. Lalu lintas kendaraan yang tidak teratur: Kondisi lalu lintas yang tidak teratur atau tidak
ada rambu-rambu yang jelas dapat meningkatkan risiko kecelakaan kendaraan di dalam
tambang.
30. Keracunan logam berat: Pekerjaan di pertambangan tertentu dapat mengakibatkan
paparan logam berat seperti timbal, merkuri, arsenik, atau kadmium yang dapat
berbahaya bagi kesehatan.
31. Bahaya radiasi ultraviolet (UV): Paparan radiasi UV yang berlebihan dapat meningkatkan
risiko kanker kulit dan masalah kesehatan lainnya.
32. Peningkatan risiko penularan penyakit: Kepadatan populasi di area kerja tambang dapat
meningkatkan risiko penularan penyakit menular seperti tuberkulosis atau infeksi saluran
pernapasan.
33. Kegagalan peralatan darurat: Jika peralatan darurat seperti alat pemadam kebakaran,
peralatan pernapasan, atau sistem evakuasi tidak berfungsi dengan baik, pekerja
terancam keselamatan mereka.
34. Kerusakan struktural: Bangunan atau struktur yang rusak atau tidak stabil dapat
menimbulkan risiko jatuh, runtuh, atau kecelakaan lainnya.
35. Kekurangan pemeliharaan: Kurangnya pemeliharaan rutin pada mesin, peralatan, atau
infrastruktur dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan meningkatkan risiko kecelakaan.
36. Paparan debu batubara: Pekerjaan di tambang batubara dapat mengakibatkan paparan
debu batubara yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan gangguan pernapasan
lainnya.
37. Kegagalan pengendalian ledakan: Jika sistem pengendalian ledakan tidak berfungsi
dengan baik, risiko ledakan dan kebakaran akan meningkat.
38. Pencemaran air: Limbah pertambangan atau bahan kimia yang tidak terkendali dapat
mencemari air dan mengganggu ekosistem.
39. Bahaya kegempaan: Pertambangan di daerah yang rentan terhadap gempa bumi dapat
meningkatkan risiko keruntuhan dan kecelakaan lainnya.
40. Gangguan mental dan stres: Kondisi kerja yang berat, tekanan kerja yang tinggi, dan
isolasi sosial di dalam tambang dapat menyebabkan masalah kesehatan mental dan stres
yang signifikan.
41. Paparan asbes: Asbes yang terdapat di beberapa jenis tambang dapat menyebabkan
berbagai penyakit serius seperti kanker paru-paru dan mesothelioma.
42. Gangguan kualitas air: Proses penambangan dapat menyebabkan perubahan kualitas air
seperti pencemaran logam berat atau peningkatan kadar zat kimia berbahaya.
43. Ketidakstabilan terowongan atau terowongan runtuh: Terowongan yang tidak stabil atau
runtuh dapat mengakibatkan kecelakaan serius dan berpotensi mengubur pekerja di
dalamnya.
44. Kekurangan pelatihan dan pengetahuan: Kurangnya pelatihan dan pengetahuan pekerja
tentang keselamatan dan prosedur kerja yang tepat dapat meningkatkan risiko
kecelakaan dan kondisi tidak aman.
45. Gangguan saraf: Paparan bahan kimia beracun seperti merkuri atau timbal di beberapa
jenis pertambangan dapat menyebabkan kerusakan saraf yang permanen.
46. Kontaminasi makanan dan air minum: Kurangnya sanitasi dan langkah-langkah
kebersihan yang memadai dapat menyebabkan kontaminasi makanan dan air minum di
dalam tambang.
47. Bahaya peledakan: Penanganan dan penyimpanan bahan peledak yang tidak aman dapat
menyebabkan kecelakaan serius dan ledakan yang berpotensi merusak infrastruktur dan
menewaskan pekerja.
48. Pencemaran tanah: Kegiatan pertambangan tertentu dapat mencemari tanah dengan
limbah berbahaya atau merusak ekosistem alami.
49. Bahaya alam: Cuaca buruk seperti banjir, badai, atau tanah longsor dapat menyebabkan
kecelakaan, kerusakan infrastruktur, atau cedera pada pekerja.
50. Kelelahan dan kelebihan beban kerja: Jika pekerja terlalu lelah atau terbebani bekerja
dalam waktu yang lama tanpa istirahat yang cukup, risiko kecelakaan dan kesalahan akan
meningkat.
Perlu diingat bahwa daftar di atas tidaklah lengkap, dan bahaya kondisi tidak aman di
pertambangan dapat berbeda-beda tergantung pada jenis pertambangan, lingkungan kerja, dan
negara atau wilayah tempat tambang tersebut berada.
50 BAHAYA (HAZARD) TINDAKAN TIDAK AMAN (UNSAFE ACTION ) DI
PERTAMBANGAN
Tindakan tidak aman oleh pekerja di pertambangan dapat menimbulkan risiko serius terhadap
keselamatan dan kesehatan mereka sendiri maupun orang lain di sekitar mereka. Berikut adalah
50 contoh bahaya tindakan tidak aman pekerja di pertambangan beserta penjelasannya:
1. Tidak menggunakan peralatan pelindung diri (APD): Ketika pekerja tidak menggunakan
APD seperti helm, pelindung mata, masker pernapasan, sarung tangan, atau sepatu
pelindung, mereka meningkatkan risiko cedera dan paparan bahan berbahaya.
2. Melanggar prosedur keselamatan: Jika pekerja mengabaikan prosedur keselamatan yang
ditetapkan, seperti mengabaikan tanda peringatan atau instruksi kerja, mereka
meningkatkan risiko kecelakaan atau cedera.
3. Pemakaian peralatan yang tidak tepat: Menggunakan peralatan dengan cara yang tidak
benar, atau menggunakan alat yang tidak sesuai untuk tugas yang diberikan, dapat
meningkatkan risiko kecelakaan dan cedera.
4. Tidak mengamankan alat dan peralatan: Jika pekerja tidak mengamankan alat dan
peralatan dengan benar saat tidak digunakan, risiko terjatuh, terjepit, atau terluka akibat
alat yang tercecer meningkat.
5. Tidak menjaga kebersihan dan kerapihan tempat kerja: Ketika pekerja tidak menjaga
kebersihan dan kerapihan tempat kerja, risiko kecelakaan seperti tergelincir atau
tersandung meningkat.
6. Tidak melaporkan kecelakaan atau kondisi tidak aman: Jika pekerja tidak melaporkan
kecelakaan atau kondisi tidak aman yang mereka temui, risiko kecelakaan serupa yang
melibatkan orang lain bisa terjadi.
7. Membawa peralatan yang tidak aman: Jika pekerja membawa peralatan pribadi yang
tidak aman atau melanggar aturan, risiko kecelakaan meningkat.
8. Tidak memahami atau mengikuti prosedur darurat: Jika pekerja tidak memahami atau
mengikuti prosedur darurat yang ditetapkan, risiko ketidaksiapan dalam menghadapi
situasi darurat meningkat.
9. Mengabaikan tanda peringatan: Ketika pekerja mengabaikan tanda peringatan yang
dipasang untuk mengindikasikan bahaya, risiko kecelakaan atau cedera meningkat.
10. Tidak mengikuti prosedur pengoperasian yang benar: Jika pekerja tidak mengikuti
prosedur pengoperasian yang benar untuk mesin atau peralatan, risiko kecelakaan dan
kerusakan meningkat.
11. Memburu deadline dengan mengorbankan keselamatan: Ketika pekerja mencoba
memenuhi deadline atau target produksi dengan mengabaikan prinsip keselamatan,
risiko kecelakaan meningkat secara signifikan.
12. Tidak memperhatikan kondisi cuaca: Jika pekerja tidak memperhatikan kondisi cuaca
yang buruk seperti hujan deras atau badai, risiko kecelakaan meningkat.
13. Mengabaikan tanda bahaya atau instruksi evakuasi: Jika pekerja mengabaikan tanda
bahaya atau instruksi evakuasi dalam situasi darurat, risiko kecelakaan atau cedera serius
meningkat.
14. Tidak menggunakan alat bantu yang tersedia: Ketika pekerja tidak menggunakan alat
bantu yang tersedia, seperti tali pengaman, tangga, atau alat angkat, risiko jatuh atau
cedera meningkat.
15. Tidak mengikuti prosedur penggalian yang benar: Jika pekerja tidak mengikuti prosedur
penggalian yang benar, risiko runtuhnya dinding tambang atau longsor meningkat.
16. Mabuk atau terpengaruh zat terlarang: Jika pekerja bekerja dalam keadaan mabuk atau
terpengaruh zat terlarang, risiko kecelakaan dan cedera meningkat secara signifikan.
17. Memperlihatkan perilaku sembrono atau tidak bertanggung jawab: Ketika pekerja
memperlihatkan perilaku sembrono atau tidak bertanggung jawab seperti berlarian,
melompat-lompat, atau bermain-main di tempat kerja, risiko kecelakaan meningkat.
18. Tidak menjaga komunikasi yang efektif: Ketidakmampuan pekerja untuk menjaga
komunikasi yang efektif dengan rekan kerja atau pengawas dapat menyebabkan
kebingungan dan meningkatkan risiko kecelakaan.
19. Mengabaikan pengujian gas: Jika pekerja tidak melakukan pengujian gas secara teratur
atau mengabaikan hasil pengujian gas yang tidak aman, risiko paparan gas berbahaya
meningkat.
20. Tidak menjaga postur yang benar: Ketika pekerja tidak menjaga postur yang benar saat
mengangkat atau memindahkan beban berat, risiko cedera punggung atau otot
meningkat.
21. Melakukan tugas tanpa pelatihan yang memadai: Jika pekerja melakukan tugas yang
kompleks atau berbahaya tanpa pelatihan yang memadai, risiko kecelakaan dan cedera
meningkat.
22. Mengemudi kendaraan dengan tidak aman: Ketika pekerja mengemudi kendaraan di
dalam tambang dengan tidak aman, risiko kecelakaan dan cedera meningkat.
23. Tidak mematuhi peraturan lalu lintas: Jika pekerja tidak mematuhi peraturan lalu lintas di
dalam tambang, risiko kecelakaan kendaraan meningkat.
24. Tidak mengisolasi atau mengamankan peralatan listrik: Ketika pekerja tidak mengisolasi
atau mengamankan peralatan listrik sebelum memperbaikinya atau membersihkannya,
risiko tersengat listrik meningkat.
25. Tidak memastikan keselamatan pekerjaan di sekitar mereka: Jika pekerja tidak
memastikan keselamatan pekerjaan di sekitar mereka, seperti tidak memberi peringatan
kepada pekerja lain atau tidak memastikan bahwa area kerja bersih dan aman, risiko
kecelakaan meningkat.
26. Melanggar aturan ketinggian: Ketika pekerja melanggar aturan ketinggian, seperti naik ke
tempat yang tidak aman tanpa peralatan pengaman yang sesuai, risiko jatuh meningkat.
27. Mengabaikan kelelahan atau kelebihan beban kerja: Jika pekerja mengabaikan tanda-
tanda kelelahan atau beban kerja yang berlebihan dan tetap melanjutkan pekerjaan,
risiko kecelakaan dan kesalahan meningkat.
28. Tidak menjaga kompetensi kerja: Ketika pekerja tidak menjaga kompetensi kerja yang
memadai atau mengabaikan pelatihan dan sertifikasi yang diperlukan, risiko kecelakaan
dan cedera meningkat.
29. Melanggar prosedur pengangkutan atau pemindahan bahan: Jika pekerja melanggar
prosedur pengangkutan atau pemindahan bahan yang benar, risiko kecelakaan atau
pencemaran meningkat.
30. Tidak memeriksa keadaan peralatan sebelum digunakan: Ketika pekerja tidak memeriksa
keadaan peralatan sebelum digunakan, risiko kegagalan peralatan atau kecelakaan
meningkat.
31. Tidak melaporkan kondisi kesehatan yang mempengaruhi pekerjaan: Jika pekerja tidak
melaporkan kondisi kesehatan yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk bekerja
dengan aman, risiko kecelakaan dan cedera meningkat.
32. Membuang limbah secara tidak benar: Ketika pekerja membuang limbah secara tidak
benar, risiko pencemaran lingkungan meningkat.
33. Tidak menjaga konsentrasi selama bekerja: Jika pekerja tidak menjaga konsentrasi saat
bekerja, risiko kecelakaan dan kesalahan meningkat.
34. Tidak mengidentifikasi dan melaporkan potensi bahaya: Jika pekerja tidak mampu
mengidentifikasi dan melaporkan potensi bahaya di tempat kerja, risiko kecelakaan dan
cedera meningkat.
35. Tidak melaporkan cedera atau sakit: Ketika pekerja tidak melaporkan cedera atau sakit
yang mereka alami, risiko komplikasi dan peningkatan cedera meningkat.
36. Mengoperasikan mesin atau kendaraan dengan kelelahan: Ketika pekerja
mengoperasikan mesin atau kendaraan dalam keadaan kelelahan, risiko kecelakaan dan
cedera meningkat.
37. Tidak menjaga komunikasi yang efektif dengan rekan kerja: Jika pekerja tidak menjaga
komunikasi yang efektif dengan rekan kerja, risiko kecelakaan dan kesalahan meningkat.
38. Menghindari pelatihan keselamatan: Ketika pekerja menghindari pelatihan keselamatan
yang diberikan, mereka tidak siap menghadapi risiko dan keadaan darurat.
39. Tidak menggunakan alat bantu angkat yang tersedia: Jika pekerja tidak menggunakan alat
bantu angkat yang tersedia untuk mengangkat benda berat, risiko cedera punggung dan
otot meningkat.
40. Tidak mengamankan area kerja: Ketika pekerja tidak mengamankan area kerja dengan
benar, seperti tidak mengisolasi area kerja atau tidak menandai area berbahaya, risiko
kecelakaan meningkat.
41. Menggunakan peralatan rusak: Ketika pekerja menggunakan peralatan yang rusak atau
tidak berfungsi dengan benar, risiko kecelakaan dan cedera meningkat.
42. Tidak menjaga kualitas udara di dalam ruangan: Jika pekerja tidak menjaga kualitas udara
di dalam ruangan dengan memastikan ventilasi yang memadai, risiko paparan gas
beracun meningkat.
43. Tidak mengikuti prosedur pengendalian debu: Ketika pekerja tidak mengikuti prosedur
pengendalian debu yang ditetapkan, risiko gangguan pernapasan dan penyakit paru-paru
meningkat.
44. Menggunakan peralatan listrik yang tidak sesuai: Ketika pekerja menggunakan peralatan
listrik yang tidak sesuai dengan standar keselamatan atau tidak memiliki pelatihan yang
memadai, risiko tersengat listrik meningkat.
45. Tidak mempertahankan kondisi fisik yang baik: Jika pekerja tidak menjaga kondisi fisik
yang baik, seperti kelelahan atau sakit, risiko kecelakaan meningkat.
46. Mengemudi dengan kecepatan berbahaya: Ketika pekerja mengemudi kendaraan di
dalam tambang dengan kecepatan berbahaya atau tidak mematuhi batas kecepatan yang
ditetapkan, risiko kecelakaan meningkat.
47. Menghindari pemeriksaan kesehatan rutin: Jika pekerja menghindari pemeriksaan
kesehatan rutin yang diperlukan, risiko penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan
meningkat.
48. Tidak menjaga kebersihan pribadi: Ketika pekerja tidak menjaga kebersihan pribadi,
seperti tidak mencuci tangan setelah bekerja, risiko infeksi dan penyebaran penyakit
meningkat.
49. Tidak melibatkan diri dalam budaya keselamatan: Jika pekerja tidak melibatkan diri dalam
budaya keselamatan yang didorong oleh perusahaan, risiko kecelakaan dan cedera
meningkat.
50. Tidak mengikuti prosedur penghentian kerja: Ketika pekerja tidak mengikuti prosedur
penghentian kerja dalam situasi berbahaya atau darurat, risiko kecelakaan dan cedera
meningkat.
Perlu diingat bahwa penting bagi pekerja di pertambangan untuk selalu memprioritaskan
keselamatan dan mengikuti semua prosedur dan aturan yang telah ditetapkan. Menerapkan
tindakan yang aman dapat melindungi mereka sendiri dan orang lain serta mencegah kecelakaan
yang dapat mengancam nyawa dan kesehatan.
31. Bekerja dengan visibilitas yang buruk: Kurangnya pencahayaan atau pandangan yang
terhalang dapat menyebabkan kelelahan mata, kesalahan, dan risiko kecelakaan.
32. Tekanan postur tangan yang berlebihan: Pekerjaan yang memerlukan tekanan yang
berlebihan pada tangan, seperti mengetik dengan kekuatan berlebihan, dapat
menyebabkan kelelahan dan cedera.
33. Keterbatasan gerakan: Bekerja dalam ruang yang terbatas atau terbatas oleh peralatan
dapat membatasi gerakan tubuh dan meningkatkan risiko cedera.
34. Kurangnya istirahat yang memadai untuk pemulihan: Kurangnya istirahat yang memadai
antara pekerjaan atau shift dapat mengurangi waktu pemulihan tubuh dan meningkatkan
risiko kelelahan dan cedera.
35. Bekerja dalam posisi tubuh yang tidak stabil: Bekerja dalam posisi yang membutuhkan
keseimbangan yang konstan, seperti berdiri di atas permukaan yang tidak rata atau
bergerak di atas medan yang tidak stabil, dapat meningkatkan risiko jatuh dan cedera.
36. Penggunaan kekuatan yang berlebihan: Menggunakan kekuatan yang berlebihan untuk
melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menekan atau mengangkat, dapat menyebabkan
kelelahan otot dan cedera.
37. Posisi jangka panjang yang terlalu rendah: Bekerja dalam posisi yang terlalu rendah,
seperti duduk atau merangkak dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan cedera pada otot dan persendian.
38. Pekerjaan dengan sikap yang tidak stabil: Pekerjaan yang memerlukan sikap tubuh yang
tidak stabil, seperti berdiri di atas tangga atau bekerja di permukaan yang tidak rata, dapat
meningkatkan risiko jatuh dan cedera.
39. Kurangnya dukungan untuk pergelangan tangan: Ketidakmampuan untuk menyediakan
dukungan yang memadai untuk pergelangan tangan saat melakukan tugas yang
membutuhkan kekuatan atau presisi dapat menyebabkan cedera pergelangan tangan.
40. Penggunaan kekuatan yang tidak seimbang pada tangan: Menggunakan kekuatan yang
tidak seimbang pada tangan, seperti mengangkat beban dengan satu tangan atau
menggunakan alat yang tidak seimbang, dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot
dan cedera.
41. Kurangnya pelatihan penggunaan alat dengan benar: Ketidakmampuan untuk
menggunakan alat dengan benar dan efisien dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan
cedera.
42. Kurangnya dukungan lumbosakral: Kurangnya dukungan yang memadai untuk daerah
lumbosakral tulang belakang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan cedera pada
punggung bagian bawah.
43. Penggunaan peralatan yang memerlukan kekuatan berlebihan: Penggunaan peralatan
yang memerlukan kekuatan yang berlebihan atau tindakan fisik yang berlebihan dapat
menyebabkan kelelahan otot dan cedera.
44. Posisi tangan yang berlebihan: Pekerjaan yang memerlukan posisi tangan yang ekstrem
atau tidak alami dapat menyebabkan tekanan berlebihan pada persendian dan otot, serta
meningkatkan risiko cedera.
45. Kurangnya penyesuaian kursi: Ketidakmampuan untuk menyesuaikan kursi kerja dengan
baik dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan cedera pada punggung, bokong, dan
paha.
46. Bekerja dengan tangan yang terlalu rendah: Bekerja dengan tangan yang terlalu rendah,
seperti membungkuk atau membungkukkan tubuh secara berlebihan, dapat
menyebabkan tekanan pada punggung, leher, dan bahu.
47. Penggunaan alat tangan yang berat: Menggunakan alat tangan yang berat atau tidak
seimbang dapat menyebabkan kelelahan dan cedera pada otot dan persendian.
48. Kurangnya penyesuaian alat dengan postur tubuh: Ketidakmampuan untuk
menyesuaikan alat kerja dengan postur tubuh individu dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan cedera.
49. Kurangnya dukungan kepala: Kurangnya dukungan yang memadai untuk kepala saat
bekerja dapat menyebabkan ketegangan otot leher dan kepala.
50. Bekerja dalam posisi tubuh yang tidak alami: Bekerja dalam posisi tubuh yang tidak alami
atau memaksakan dapat menyebabkan kelelahan otot dan cedera pada otot, tendon, dan
persendian.
Penting bagi pekerja di industri pertambangan untuk menyadari bahaya biomekanik dan
ergonomi yang terkait dengan pekerjaan mereka. Menggunakan praktik kerja yang ergonomis,
melibatkan pelatihan yang memadai, dan mengikuti pedoman keselamatan yang ditetapkan
dapat membantu mengurangi risiko cedera dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
15. Kecemasan kinerja: Tuntutan kerja yang tinggi dan tekanan untuk mencapai target-
produksi dapat menyebabkan kecemasan kinerja yang berlebihan.
16. Perasaan tidak berdaya: Beban kerja yang berat atau kekuasaan yang tidak seimbang
dalam struktur organisasi dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya dan kurangnya
kendali atas situasi.
17. Konflik antara kehidupan kerja dan keluarga: Jadwal kerja yang tidak teratur atau jauhnya
lokasi pertambangan dari tempat tinggal dapat menyebabkan konflik antara kehidupan
kerja dan kehidupan keluarga, menghasilkan stres dan ketidakpuasan.
18. Tekanan untuk menghindari kecelakaan: Kecelakaan di pertambangan sering kali memiliki
konsekuensi serius, dan pekerja mungkin merasa tekanan untuk menghindari kecelakaan
yang dapat mengancam keselamatan mereka sendiri atau rekan kerja.
19. Kecemasan terkait evaluasi kinerja: Evaluasi kinerja yang ketat atau kurangnya umpan
balik yang konstruktif dapat menyebabkan kecemasan dan ketegangan terkait evaluasi
kinerja.
20. Kesenjangan keterampilan: Tuntutan pekerjaan yang terus berkembang dan perubahan
teknologi dapat menyebabkan kesenjangan keterampilan yang membuat pekerja merasa
tidak mampu atau tertinggal.
21. Penyalahgunaan zat: Lingkungan kerja yang stres atau tekanan yang tinggi dapat
meningkatkan risiko penyalahgunaan zat seperti alkohol atau obat-obatan terlarang.
22. Kecemasan terkait konflik kepentingan: Pekerja di pertambangan mungkin menghadapi
konflik kepentingan antara keuntungan perusahaan dan keberlanjutan lingkungan, yang
dapat menyebabkan kecemasan dan konflik internal.
23. Ketidakadilan dan diskriminasi: Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, diskriminasi,
atau perlakuan tidak adil dapat menyebabkan ketidakpuasan, ketegangan, dan gangguan
psikologis.
24. Perasaan tidak aman: Gangguan keamanan, ancaman fisik, atau keadaan konflik dapat
menyebabkan perasaan tidak aman dan kecemasan yang berkelanjutan.
25. Penyalahgunaan kekuasaan: Kekuasaan yang tidak adil atau penyalahgunaan kekuasaan
oleh atasan dapat menyebabkan stres, tekanan, dan ketidakpuasan kerja.
26. Perasaan tertekan atau terkekang: Beban kerja yang berat atau struktur organisasi yang
kaku dapat menyebabkan perasaan tertekan atau terkekang dalam kemampuan untuk
bertindak atau mengambil keputusan.
27. Kesepian: Lingkungan kerja yang terpencil atau isolasi sosial dapat menyebabkan rasa
kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
28. Gangguan emosional: Lingkungan kerja yang stres dapat menyebabkan gangguan
emosional seperti perubahan suasana hati, kecemasan, atau depresi.
29. Kekurangan kontrol dan partisipasi: Kurangnya kontrol atas pekerjaan atau kurangnya
partisipasi dalam pengambilan keputusan dapat menyebabkan perasaan kurangnya
pengaruh dan kepuasan kerja.
30. Perasaan terisolasi: Jarak fisik atau perbedaan budaya antara pekerja dapat
menyebabkan perasaan terisolasi dan kesulitan dalam berinteraksi sosial.
31. Ketidaksetaraan gender: Adanya ketidaksetaraan gender di tempat kerja, seperti
kesenjangan upah atau perlakuan yang tidak adil, dapat menyebabkan ketidakpuasan
kerja dan gangguan psikologis.
32. Kelelahan mental: Beban kerja yang tinggi, tekanan yang konstan, atau kurangnya waktu
untuk pemulihan mental dapat menyebabkan kelelahan mental dan penurunan
konsentrasi.
33. Mobbing atau pelecehan di tempat kerja: Pelecehan, intimidasi, atau mobbing di tempat
kerja dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan dampak negatif pada kesejahteraan
psikologis pekerja.
34. Ketidakadilan upah: Ketidakadilan dalam sistem penggajian, seperti perbedaan upah yang
tidak adil atau kurangnya penghargaan yang sesuai, dapat menyebabkan ketidakpuasan
dan ketegangan di tempat kerja.
35. Kecemasan terkait tanggung jawab keselamatan: Pekerja di pertambangan mungkin
merasa tekanan atau kecemasan terkait tanggung jawab mereka terhadap keselamatan
diri sendiri dan rekan kerja.
36. Ketidakpastian ekonomi: Fluktuasi harga komoditas atau perubahan kebijakan ekonomi
dapat menyebabkan ketidakpastian ekonomi yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
psikologis pekerja.
37. Kehilangan kontrol atas waktu dan jadwal: Jadwal kerja yang tidak teratur atau kurangnya
fleksibilitas dapat menyebabkan perasaan kehilangan kontrol atas waktu dan jadwal
pribadi.
38. Perasaan tertekan oleh target-produksi: Tekanan untuk mencapai target-produksi yang
tinggi dapat menyebabkan perasaan tertekan dan kecemasan terkait kinerja.
39. Ketidakjelasan peran: Kurangnya pengertian tentang peran dan tanggung jawab pekerja
dapat menyebabkan kebingungan, ketidakpuasan, dan ketidakpastian.
40. Kehilangan motivasi dan minat dalam pekerjaan: Lingkungan kerja yang monoton,
kurangnya tantangan, atau kurangnya peluang pengembangan dapat menyebabkan
kehilangan motivasi dan minat dalam pekerjaan.
41. Perasaan tidak adil: Ketidakadilan dalam distribusi tugas, perlakuan yang tidak adil, atau
perbedaan perlakuan dapat menyebabkan perasaan tidak adil dan ketidakpuasan kerja.
42. Kesulitan dalam adaptasi: Pekerja yang pindah ke lokasi pertambangan baru atau bekerja
dengan tim yang berbeda mungkin mengalami kesulitan dalam beradaptasi,
menyebabkan stres dan ketidaknyamanan.
43. Kejenuhan pekerjaan: Rutinitas kerja yang monoton, kurangnya variasi, atau kurangnya
tantangan dapat menyebabkan kejenuhan pekerjaan dan penurunan motivasi.
44. Kecemasan terkait konflik etik: Pekerja di pertambangan mungkin menghadapi konflik
etik antara kepentingan ekonomi dan dampak lingkungan, yang dapat menyebabkan
kecemasan dan stres.
45. Kehilangan rasa kepemilikan terhadap pekerjaan: Kurangnya penghargaan atau
pengakuan atas kontribusi pekerja dapat menyebabkan kehilangan rasa kepemilikan dan
kurangnya motivasi.
46. Ketidaksetaraan kesempatan karir: Ketidakadilan dalam peluang karir, promosi, atau
pengembangan keterampilan dapat menyebabkan ketidakpuasan dan ketegangan dalam
pengembangan karir.
47. Perasaan terjebak dalam pekerjaan yang tidak memuaskan: Ketidakmampuan untuk
pindah pekerjaan atau kurangnya peluang lain dapat menyebabkan perasaan terjebak
dalam pekerjaan yang tidak memuaskan.
48. Kehilangan harapan atau motivasi masa depan: Kurangnya peluang pengembangan atau
ketidakpastian ekonomi dapat menyebabkan kehilangan harapan atau motivasi untuk
masa depan.
49. Perasaan tidak dihargai: Kurangnya penghargaan, pengakuan, atau komunikasi yang
terbuka dapat menyebabkan perasaan tidak dihargai dan kurangnya motivasi.
50. Gangguan psikologis akibat cedera: Cedera fisik atau kecelakaan di tempat kerja dapat
menyebabkan dampak psikologis seperti kecemasan, depresi, atau gangguan stres pasca-
trauma.
Penting bagi perusahaan pertambangan untuk memperhatikan aspek psikologi di tempat kerja
dan melibatkan upaya untuk mengurangi risiko bahaya psikologis, seperti menyediakan
dukungan kesehatan mental, pelatihan keterampilan manajemen stres, dan menciptakan
lingkungan kerja yang sehat dan mendukung.
Berikut adalah 50 bahaya kimia yang umum terkait dengan industri pertambangan beserta
penjelasannya:
1. Debu partikel: Proses pengeboran, penggilingan, atau pemecahan batuan di
pertambangan dapat menghasilkan debu partikel yang berpotensi mengandung logam
berat atau bahan kimia berbahaya. Paparan debu partikel dapat menyebabkan iritasi
saluran pernapasan, penyakit paru-paru, atau masalah kesehatan lainnya.
2. Asap dan gas beracun: Proses pemrosesan dan pengolahan mineral di pertambangan
dapat menghasilkan asap dan gas beracun seperti karbon monoksida, hidrogen sulfida,
atau gas amonia. Paparan terhadap asap dan gas beracun ini dapat menyebabkan
keracunan, kerusakan organ, atau bahkan kematian.
3. Pencemaran udara dalam ruangan: Peralatan dan mesin yang digunakan di
pertambangan dapat menghasilkan emisi gas berbahaya atau uap kimia yang dapat
mencemari udara dalam ruangan. Paparan jangka panjang terhadap pencemaran udara
dalam ruangan dapat menyebabkan masalah pernapasan, iritasi mata, atau gangguan
sistemik.
4. Zat kimia korosif: Beberapa bahan kimia yang digunakan di pertambangan, seperti asam
sulfat atau natrium hidroksida, bersifat korosif dan dapat menyebabkan luka bakar pada
kulit, mata, atau saluran pernapasan jika terjadi kontak langsung.
5. Logam berat beracun: Pertambangan sering melibatkan ekstraksi dan pengolahan logam
berat seperti timah, tembaga, timbal, atau merkuri. Paparan jangka panjang terhadap
logam berat beracun ini dapat menyebabkan keracunan, kerusakan organ, atau gangguan
sistemik.
6. Bahan kimia reaktif: Beberapa bahan kimia yang digunakan di pertambangan bersifat
reaktif dan dapat menimbulkan bahaya jika terjadi kontak dengan zat-zat lain atau jika
terjadi kondisi tertentu. Contohnya adalah amonium nitrat yang dapat meledak jika
terkena panas atau gesekan.
7. Bahan kimia yang berbahaya bagi reproduksi: Beberapa bahan kimia yang digunakan di
pertambangan dapat memiliki efek buruk pada sistem reproduksi, termasuk
menyebabkan infertilitas, kelainan perkembangan janin, atau gangguan hormonal.
8. Zat karsinogenik: Lingkungan pertambangan dapat mengandung zat-zat karsinogenik
seperti asbes, arsenik, atau radon yang dapat meningkatkan risiko kanker jika terjadi
paparan jangka panjang.
9. Pencemaran air: Aktivitas pertambangan dapat menyebabkan pencemaran air melalui
pelepasan limbah cair yang mengandung bahan kimia berbahaya seperti logam berat atau
senyawa organik beracun.
10. Air asam tambang: Air asam tambang terjadi ketika air hujan atau air tanah berinteraksi
dengan material tambang yang mengandung sulfida. Air asam tambang menghasilkan
larutan asam yang mengandung logam berat dan dapat mencemari sumber air minum
dan lingkungan perairan.
11. Bahan peledak: Di pertambangan batubara atau pertambangan bahan peledak,
penggunaan bahan peledak seperti nitrat amonium atau dynamite dapat menyebabkan
risiko ledakan atau kecelakaan serius jika tidak ditangani dengan benar.
12. Bahan kimia beracun dalam pemrosesan mineral: Proses pemisahan mineral atau
pengolahan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida atau merkuri dapat
menyebabkan paparan beracun jika tidak ditangani dengan benar.
13. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan las atau pengelasan: Pekerjaan las atau
pengelasan di pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya
seperti gas asetilena atau fluorida hidrogen yang dapat menimbulkan risiko kebakaran,
ledakan, atau paparan berbahaya.
14. Polutan organik persisten (POP): Polutan organik persisten seperti dioxin, furan, atau
poliklorin bifenil (PCB) dapat ditemukan dalam limbah atau produk sampingan
pertambangan dan dapat mencemari lingkungan serta mempengaruhi organisme hidup.
15. Bahan kimia pengawet kayu: Di pertambangan kayu, bahan kimia pengawet kayu seperti
kromat tembaga arsenat (CCA) dapat digunakan untuk melindungi kayu dari serangan
organisme pengganggu. Paparan terhadap bahan kimia ini dapat menyebabkan risiko
kesehatan jika tidak ditangani dengan benar.
16. Bahan kimia berbahaya dalam penanganan bahan bakar: Penanganan bahan bakar di
pertambangan dapat melibatkan risiko kecelakaan, tumpahan, atau paparan bahan kimia
berbahaya seperti bensin, solar, atau pelarut organik.
17. Gas alam: Di pertambangan gas alam, risiko ledakan, kebakaran, atau paparan gas
beracun seperti metana atau hidrogen sulfida dapat terjadi jika tidak ada pengendalian
yang tepat.
18. Bahan kimia berbahaya dalam pemeliharaan peralatan: Pemeliharaan peralatan di
pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti pelarut,
penghapus cat, atau pembersih yang dapat menimbulkan risiko paparan berbahaya.
19. Pencemaran tanah: Aktivitas pertambangan dapat menyebabkan pencemaran tanah
melalui pelepasan limbah padat atau tumpahan bahan kimia berbahaya. Pencemaran
tanah dapat berdampak negatif pada kualitas tanah, pertumbuhan tanaman, dan
lingkungan hidup.
20. Penggunaan bahan kimia dalam pekerjaan pengecatan: Pekerjaan pengecatan di
pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti cat dengan kandungan
logam berat atau senyawa organik beracun yang dapat menyebabkan risiko paparan dan
dampak kesehatan yang merugikan.
21. Gas beracun di tambang bawah tanah: Di pertambangan bawah tanah, risiko paparan gas
beracun seperti karbon monoksida, metana, atau gas radon meningkat. Gas-gas ini dapat
menyebabkan keracunan, kebakaran, atau bahkan ledakan.
22. Bahan kimia berbahaya dalam pengelolaan limbah: Pengelolaan limbah di pertambangan
dapat melibatkan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, larutan beracun, atau
limbah elektronik yang dapat mencemari lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.
23. Pelarut organik: Penggunaan pelarut organik dalam proses pertambangan atau
pemrosesan mineral dapat menghasilkan paparan berbahaya jika tidak ada langkah
pengendalian yang memadai. Beberapa contoh pelarut organik yang umum digunakan
adalah xylene, toluene, atau benzene.
24. Bahan kimia pembantu pemrosesan: Beberapa bahan kimia digunakan sebagai pembantu
pemrosesan dalam pertambangan, seperti flokulasi atau agen pengapungan. Bahan kimia
ini dapat menyebabkan paparan berbahaya jika tidak ditangani dengan benar.
25. Bahan kimia berbahaya dalam pengelolaan tailing: Tailing atau material sisa hasil
pengolahan mineral dapat mengandung bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat,
sianida, atau logam berat. Pengelolaan tailing yang tidak tepat dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan dan bahaya kesehatan.
26. Bahan kimia dalam pekerjaan pemeliharaan pipa: Pekerjaan pemeliharaan pipa di
pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia seperti pelarut, pelumas, atau
bahan pembersih yang berpotensi berbahaya jika tidak ditangani dengan benar.
27. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengeboran: Pengeboran di pertambangan
dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti cairan pengeboran
berbasis minyak atau bahan peledak. Paparan terhadap bahan kimia ini dapat
menyebabkan risiko kebakaran, ledakan, atau paparan berbahaya.
28. Pencemaran tanah oleh bekas pertambangan: Bekas pertambangan atau lahan pasca
pertambangan dapat mengandung bahan kimia berbahaya yang mengkontaminasi tanah,
seperti logam berat, asam, atau senyawa beracun.
29. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengelasan: Pekerjaan pengelasan di
pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti gas
asetilena, logam pengisi, atau flux yang dapat menimbulkan risiko kebakaran, ledakan,
atau paparan berbahaya.
30. Bahan kimia berbahaya dalam proses pengolahan kimia: Proses pengolahan kimia di
pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat,
amonium nitrat, atau sianida. Paparan terhadap bahan kimia ini dapat menyebabkan
risiko kecelakaan, keracunan, atau bahkan ledakan.
31. Bahan kimia berbahaya dalam pemeliharaan listrik: Pemeliharaan peralatan listrik di
pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti pelarut,
pelumas, atau pembersih yang dapat menimbulkan risiko kebakaran, ledakan, atau
paparan berbahaya.
32. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pemeliharaan mekanik: Pekerjaan pemeliharaan
mekanik di pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti
pelarut, pelumas, atau pembersih yang dapat menimbulkan risiko kebakaran, ledakan,
atau paparan berbahaya.
33. Pencemaran air oleh limbah pertambangan: Limbah pertambangan yang tidak dikelola
dengan baik dapat mencemari air permukaan atau sumber air tanah dengan bahan kimia
berbahaya seperti logam berat, sianida, atau senyawa organik beracun.
34. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan perawatan kimia: Pekerjaan perawatan kimia di
pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti pelarut,
agen pembersih, atau bahan pengawet yang dapat menimbulkan risiko paparan
berbahaya jika tidak ditangani dengan benar.
35. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan penanganan batu bara: Penanganan batu bara
di pertambangan dapat melibatkan paparan bahan kimia berbahaya seperti gas metana
atau partikel debu batu bara yang dapat menyebabkan risiko kebakaran, ledakan, atau
penyakit pernapasan.
36. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengolahan uranium: Pengolahan uranium di
pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat,
amonium karbonat, atau amonium nitrat yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan,
keracunan, atau bahkan ledakan.
37. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pemeliharaan mesin berat: Pekerjaan
pemeliharaan mesin berat di pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia
berbahaya seperti pelarut, pelumas, atau pembersih yang dapat menimbulkan risiko
kebakaran, ledakan, atau paparan berbahaya.
38. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan penanganan bahan peledak: Penanganan bahan
peledak di pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti
nitrat amonium atau dynamite yang dapat menimbulkan risiko ledakan atau kecelakaan
serius jika tidak ditangani dengan benar.
39. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan penanganan bahan kimia: Penanganan bahan
kimia di pertambangan dapat melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti
asam, alkali, atau senyawa organik yang dapat menimbulkan risiko kebakaran, ledakan,
atau paparan berbahaya.
40. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan penanganan baterai: Pertambangan sering
menggunakan baterai besar untuk peralatan dan kendaraan. Pekerjaan penanganan
baterai dapat melibatkan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat atau logam berat
yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan atau keracunan jika tidak ditangani dengan
benar.
41. Bahan kimia berbahaya dalam pengolahan emas: Pengolahan emas di pertambangan
menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida, merkuri, atau asam nitrat yang
dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan, atau bahkan ledakan jika tidak
ditangani dengan benar.
42. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pemisahan mineral: Pemisahan mineral di
pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, sianida, atau
senyawa organik beracun yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan, atau
bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
43. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengolahan nikel: Pengolahan nikel di
pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, amonium
karbonat, atau amonium nitrat yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan,
atau bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
44. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengolahan tembaga: Pengolahan tembaga di
pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, sianida, atau
senyawa organik beracun yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan, atau
bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
45. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengolahan aluminium: Pengolahan aluminium
di pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, natrium
hidroksida, atau fluorida hidrogen yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan,
atau bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
46. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengolahan besi: Pengolahan besi di
pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, amonium
karbonat, atau amonium nitrat yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan,
atau bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
47. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pemrosesan batubara: Pemrosesan batubara di
pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, sianida, atau
senyawa organik beracun yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan, atau
bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
48. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengolahan minyak bumi: Pengolahan minyak
bumi di pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat,
amonium karbonat, atau amonium nitrat yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan,
keracunan, atau bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
49. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengolahan gas alam: Pengolahan gas alam di
pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, amonium
karbonat, atau amonium nitrat yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan,
atau bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
50. Bahan kimia berbahaya dalam pekerjaan pengolahan batu bara: Pengolahan batu bara di
pertambangan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat, sianida, atau
senyawa organik beracun yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan, keracunan, atau
bahkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar.
Penting bagi perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan meminimalkan
risiko bahaya kimia di tempat kerja dengan menerapkan langkah-langkah pengendalian risiko
yang efektif, termasuk pemantauan, pelatihan, pemakaian alat pelindung diri yang tepat, dan
penggunaan teknologi yang aman dalam pengolahan dan penanganan bahan kimia.
SEMOGA BERMANFAAT…
Terima kasih sudah membaca e-book ini, untuk mendapatkan update terbaru e-book gratis,
silahkan follow ig kami:
https://www.instagram.com/health_safety.id/#