Anda di halaman 1dari 26

HUKUM PAJAK KELOMPOK 8

EFEKTIVITAS
UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN
2021 DALAM UPAYA
REFORMASI
ADMINISTRASI
PERPAJAKAN
(STUDI KASUS
DUGAAN PENCUCIAN
UANG DIRJEN PAJAK)
Anggota Kelompok
Leon Kevin Chintia Debora Sianipar
01 04
8111421200 8111421203

Muhammad Faiq Zuhrul


Dwi Sihol Marito
02 8111421201
05 Anam
8111421204

Bimo Ihsanul Muzakki


03 8111421202
PENGERTIAN

Pajak memiliki pengertian pungutan yang


bersifat wajib dan merupakan tanggung
jawab seluruh rakyat untuk negaranya.
Pajak berfungsi membiayai pengeluaran
yang dibutuhkan negara.

Pajak
Pajak memberikan manfaat dengan
digunakannya pajak untuk melakukan
pembangunan nasional hingga sebagai
dana pembayaran gaji pegawai negeri.
Pembayaran pajak merupakan bentuk
kewajiban setiap kenegaraan untuk secara
langsung dan bersama-sama melakukan
kewajiban perpajakan guna kelancaran
jalannya suatu negara.
Fungsi Pajak
Fungsi Budgetair Fungsi Redistribusi Pendapatan
( Sumber Keuangan Negara )
01 04
membiayai kepentingan umum oleh
ekstensifikasi maupun intensifikasi negara, membiayai pembangunan agar
pemungutan pajak lewat penyempurnaan dapat membuka lapangan dan
peraturan berbagai jenis pajak kesempatan kerja

Fungsi Regularend (Pengatur) Fungsi Demokrasi

02 sebagai alat pengatur dan melaksanakan


kebijakan suatu pemerintahan dalam 05 wujud dari sistem gotong royong suatu
negara. Karena digunakan untuk
bidang ekonomi dan sosial kepentingan bersama suatu negara.

Fungsi Stabilitas

03 mengendalikan inflasi engatur atau


membatasi peredaran uang di
masyarakat
JENIS PAJAK

Pajak Langsung :
pajak yang tidak dapat dilimpahkan
kepada pihak lain dan wajib
ditanggung sendiri oleh wajib pajak.
Pajak harus menjadi beban wajib

Jenis
pajak yang bersangkutan, contohnya
pajak penghasilan (PPh).

Pajak Tidak Langsung : Pajak


pajak yang akhirnya dapat
dilimpahkan pada orang lain(pihak Menurut
ketiga). Ini terjadi jika terdapat suatu
peristiwa yang menyebabkan Golongan
terutangnya pajak, contohnya terjadi
penyerahan barang atau jasa, pajak
pertambahan nilai(PPN).
JENIS PAJAK

Pajak Subjektif :
pajak yang saat pengenaanya
memperhatikan keadaan
subjeknya(pribadi wajib pajak),
contohnya pajak penghasilan(PPh).

Pajak Objektif : Jenis


Pajak
pajak yang saat pengenaanya
memperhatikan objeknya(benda,
keadaan, perbuatan) yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban Menurut
bayar pajak, contohnya pajak
pertambahan nilai(PPN) dan pajak Sifat
penjualan atas barang
mewah(PPnBM), serta pajak bumi dan
bangunan(PBB).
JENIS PAJAK

Pajak Negara (pajak pusat):


dipungut oleh pemerintah pusat dan
kegunaannya untuk membiayai
kebutuhan negara pada umumnya,
contohnya pph,ppn dan ppnbm

Pajak Daerah :
Jenis
dipungut oleh pemerintah daerah, baik
pajak provinsi(daerah tingkat I)
Pajak
maupun pajak kabupaten/kota(daerah
tingkat II) yang kegunaannya untuk
Menurut
membiayai kebutuhan daerah masing-
masing, contohnya pajak kendaraan
Lembaga
bermotor, pajak hotel, pajak air tanah,
pajak restoran, dan bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan.
SEJARAH

Sejarah
Perpajakan
Indonesia
SEJARAH PERPAJAKAN INDONESIA

Sejarah “pajak” Indonesia dimulai sejak


berlakunya huitstaks(1816). Huistaks merupakan
pajak yang diwajibkan bagi warga negara yang
menempati suatu wilayah tertentu diatas bumi,
seperti sewa tanah, bangunan yang sekarang
dikenal dengan pajak bumi dan bangunan.
Namun, yang membedakan ialah dahulu rakyat
Indonesia harus membayarnya pada pemerintah
belanda.

Diadakan penelitian(survei) oleh Inspektur


Liefrinch(VOC) di daerah Parahyangan dan hasil
penelitian membuat pihak belanda mengambil
keputusan memberlakukan pajak
pertanahan(landrente), dan keputusan tersebut
disetujui oleh rakyat. Ketentuan yang diberikan
adalah rakyat wajib memberikan 80% dari harga
besaran tanah/hasil lahan yang dimiliki.
SEJARAH PERPAJAKAN INDONESIA

Sedangkan kependudukan Inggris dengan pimpinan


Raffles merubah kebijakan Landrente dengan
mengenakan tarif 2,5% bagi golongan pribumi dan tarif
5% bagi tanah yang dimiliki bangsa. Selain itu, Raffles
mengeluarkan surat tanah sebagai sertifikat tanah
internasional bagi penduduk, dalam Bahasa jawa
dinamakan girik.

Kerajaan-kerajaan nusantara dahulu juga sudah


menerapkan pajak pada rakyatnya guna menunjang
jalannya keberlangsungan kerajaan. Pajak berupa
persembahan pada raja sebagai simbol rasa hormat/upeti
rakyat di wilayah kekuasaan. Pada masa kerajaan, raja
dipandang sebagai manifestasi kekuasaan tunggal
kerjaan(negara). Upeti natura(barang) berupa ternak,
padi atau hasil tanaman/hasil kebun. Upeti merupakan
kepentingan pribadi penguasa dan tidak ada timbal balik
pada rakyat karena raja memiliki kedudukan tertinggi.
Kluster
RUANG LINGKUP

Perubahan
Undang-
Undang
No. 7
Tahun 2021
Ruang Lingkup (Kluster)
Ketentuan Pajak Pajak
Umum dan Tata Penghasilan Pertambahan
cara Perpajakan Nilai (PPN)
(KUP)
(PPh)

Program
Pajak
Pengungkapan
Karbon
Cukai
Sukarela (PPS)
Tujuan UU No.7 Tahun 2021
melaksanakan reformasi
Meningkatkan pertumbuhan
administrasi, kebijakan
01 ekonomi yang berkelanjutan
dan mendukung percepatan
04 perpajakan yang konsolidatif,
dan perluasan basis
pemulihan perekonomian
perpajakan

mengoptimalkan penerimaan negara guna

02 membiayai pembangunan nasional secara


mandiri menuju masyarakat Indonesia
yang adil, makmur, dan sejahtera

mewujudkan sistem

03 perpajakan yang lebih


berkeadilan dan berkepastian 05
meningkatkan kepatuhan
sukarela Wajib Pajak
hukum
1. Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) (BAB II)

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

2. Pajak Penghasilan (PPh) (BAB III)


Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (BAB IV)

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yakni barang tertentu
dalam kelompok barang sebagai berikut: makanan dan minuman yang disajikan di
hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, baik yang dikonsumsi di
tempat maupun tidak, termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering,
yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan UU di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan uang, emas batangan
untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga

4. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) (BAB V)


Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan
kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui:
Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau
belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak; dan
pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum
dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
5. Pajak Karbon (BAB VI)

Pajak karbon dikenakan atas pembelian barang yang mengandung


karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Hal penting
mengenai perubahan iklim merupakan ancaman dan tantangan bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Penerapan pajak karbon merupakan langkah penting dalam
mengendalikan dampak perubahan iklim.
Dengan memperkenalkan pajak karbon membuat Indonesia
menjadi salah satu dari sedikit negara, bahkan yang terbesar di
negara berkembang yang akan mengimplementasikan nya terlebih
dahulu dan memberikan sinyal yang kuat tentang keseriusan
Indonesia dalam menangani risiko perubahan iklim.
6. Cukai (BAB VII)

Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri atas:


a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang
digunakan dan proses pembuatannya;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun,
dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses
pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol;
c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun,
tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau
lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan
pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
1.3 Analisis Fungsi Reformasi Administrasi
Case Perpajakan sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021
Dalam Kasus Dugaan Pencucian Uang Dirjen Pajak
Study

Pajak merupakan bagian yang penting dan tidak bisa dipisahkan dari konsep
welfare state (negara berkesejahteraan) dimana dari pajak ini negara
mampu mendapatkan pemasukan sehingga dapat menunjang segala
program yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Di
Indonesia lembaga yang berwenang mengumpulkan dan mengakomodasi
perpajakan adalah Dirjen Pajak
Money
Dalam patologi birokrasi, kita mengenal beberapa
perbuatan dalam proses kelembagaan yang
Laundering merugikan negara dan berpotensi menghambat
perkembangan serta menjadikan tujuan dari
welfare state itu tidak tercapai

Salah satunya adalah pencucian uang (money laundry) yang merupakan


bentuk tindak pidana lanjutan (follow up crime) dari tindak pidana aslinya
(predicate crime) dengan cara memanipulasi harta ilegal menjadi seolah
harta tersebut sah secara hukum melalui berbagai proses seperti,
membelanjakan, menghibahkan, mentransfer, mengalihkan dan sebagainya.
Case

Seperti yang baru-baru ini terjadi adanya dugaan kasus pencucian uang yang
terjadi di Dirjen Pajak yang mana berdasarkan konfirmasi dari Sri Mulyani selaku
menteri keuangan setidaknya ada 17 kasus dugaan pencucian uang di dirjen
pajak yang dilaporkan oleh PPATK dengan jumlah uang 7,88 triliun. Kasus
dugaan pencucian uang yang terjadi di tubuh Dirjen Pajak sangat kontradiktif
dengan apa yang diamanahkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Dalam penanganannya, kasus dugaan pencucian menjadi wewenang Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS). Hal ini telah diatur dalam pasal 44b ayat 2 dimana PPNS memiliki wewenang sebagai
berikut :

Meneliti kebenaran Pemeriksaan


Meneliti laporan Meminta keterangan
kasus pada dokumen terkait
tindak pidana pribadi/badan
dan bukti
tindak pidana

Melakukan Mengikat pihak Memotret Memanggil


penggeledahan terkait tindak pidana pihak terkait pihak terkait

Pembekuan Menghentikan Meminta


Tindakan lain
harta tersangka penyidikan bantuan ahli
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

Dalam proses penyelidikan, PPNS tidak dapat bergerak sendiri dalam


mengumpulkan fakta dan data konkret, PPNS perlu bekerja sama dengan
aparat penegak hukum lain dimana proses ini disebut dengan Bantuan
Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance (MLA). Pada prosesnya,
Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) akan memberikan laporan
keuangan mencurigakan kepada PPNS untuk ditindaklanjuti serta
membekukan transaksi tersebut akan tidak berlanjut.
Efektivitas UU No 7 Tahun 2021

Secara legalitas, UU Nomor 7 tahun 2021 sudah kompleks dalam segala


bentuk kegiatan dalam perpajakan, namun dalam pelaksanaannya UU
tersebut cenderung belum memberikan efek mengikat dan daya paksa
tersendiri dalam mengatur, hal itu dapat dilihat dari adanya dugaan kasus
pencucian uang Dirjen Pajak, ada banyak pegawai pajak yang belum
melaporkan harta kekayaanya ke PPATK serta tujuan reformasi administrasi
perpajakan yang berdasarkan pada transparansi yang belum dilaksanakan.

Kesimpulan
Pengertian lain pajak terdapat dalam Undang-undang Tata Cara Perpajakan Pasal 1
Ayat 1, pajak adalah suatu kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat terutang dan dapat dipaksakan serta dipungut
oleh Undang-undang, dan tidak mendapat imbalan secara langsung, digunakan untuk
keperluan negara sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sejarah “pajak”
Indonesia dimulai sejak berlakunya huitstaks (1816). Huistaks merupakan pajak yang
diwajibkan bagi warga negara yang menempati suatu wilayah tertentu diatas bumi,
seperti sewa tanah, bangunan yang sekarang dikenal dengan pajak bumi dan
bangunan. Namun, yang membedakan ialah dahulu rakyat Indonesia harus
membayarnya pada pemerintah belanda. Hingga sekarang, pajak mengalami
perkembangan pesat.
Kesimpulan
Perkembangan tersebut dapat terlihat dari berbagai jenis pajak yang ada saat ini.
Sebagai warga negara Indonesia, tentunya kita wajib membayarkan pajak yang
merupakan kewajiban dan tanggung jawab kita. Karena pajak berguna untuk
kesejahteraan kita bersama. Seperti yang baru-baru ini terjadi adanya dugaan kasus
pencucian uang yang terjadi di Dirjen Pajak yang mana berdasarkan konfirmasi dari Sri
Mulyani selaku menteri keuangan setidaknya ada 17 kasus dugaan pencucian uang di
dirjen pajak yang dilaporkan oleh PPATK dengan jumlah uang 7,88 triliun. Kasus
dugaan pencucian uang yang terjadi di tubuh Dirjen Pajak sangat kontradiktif dengan
apa yang diamanahkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan. Dalam penanganannya, kasus dugaan pencucian menjadi
wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
THANK YOU!!!
.

See you again soon!

Anda mungkin juga menyukai