J
urnal Dekonstruksi sudah kami siapkan Waras dan Gila tidak lain adalah
sejak setahun yang lalu, namun baru sebuah metafora atas sebuah real-
muncul sekarang ini karena adanya itas. Karena ‘waras’ lebih mudah
kendala teknis dan juga musibah Covid yang dipahami melalui perbedaannya
melanda dunia. Ide pembuatan jurnal ini datang dengan ‘gila’. Menurut Derrida,
dari Ibu Karlina Supelli yang merasa prihatin penundaan makna dan perbedaan
dengan sedikitnya jurnal Filsafat yang ada di (diVérance) telah berperan dalam
Indonesia. Kami namakan Dekonstruksi karena
ekonomisasi teks terhadap
kata itu mewakili aspirasi kami yang menolak
‘waras’, dan ‘gila’ agar hadir
anggapan-anggapan yang sudah absolut di
dalam ruang dan waktu melalui
dalam teks. Dekonstruksi selalu berusaha
mencari yang baru dalam pembacaan, sehingga ucapan dan tulisan.
tulisan-tulisan dalam jurnal ini memberikan Chris Ruhupatty melanjutkan,
kesegaran dalam pemahaman filsafat, seni, waras dan gila bukanlah realitas
sosial, dan budaya. itu sendiri.
Artikel dalam jurnal ini dibuka oleh karya tulis Ketika Kamino sedang menutup
Goenawan Mohamad yang mengulas tentang papan-papan di dalam kuburan
daya transformasi filsafat. Goenawan ingin istrinya, dia mendengar suara
menjawab kemungkinan filsafat dapat memban- tangisan bayi yang begitu keras.
tu menavigasi arah peradaban. Apakah hal itu Awalnya dia kira suara itu adalah
mungkin? Mari kita menanyakannya pada gangguan dari dedemit, tetapi
burung Minerva. setelah didengar lagi ternyata
suara tangisan bayi itu berasal
dari dalam kain kafan istrinya.
Selanjutnya pada artikel kedua, Abdul Rahman
membahas tentang hoaks melalui pemikiran Dia melihat kain kafan itu berger-
Umberto Eco. Tulisan ini menunjukkan ak dan menyadari bahwa bayinya
bagaimana seseorang dapat membongkar berita keluar sendiri dari selangkangan
bohong atau hoaks yang disebarkan para politisi ibunya. Cerita seram karya Eka
dalam era pasca kebenaran. Abdul mengambil Kurniawan itu akan dibahas oleh
contoh kebohongan pada kasus Brexit yang Puji F. Susanti dan kawan-kawan-
menyebabkan Inggris keluar dari Uni Eropa. nya. Menurut mereka, feminisme
radikal berfokus pada tiga hal:
seks, gender dan reproduksi.
Sejak abad 19, filsafat ketuhanan dianggap telah
gagal dalam menjelaskan realitas yang beragam. Realitas seperti apa yang ditawar-
Namun sebaliknya, John Caputo melihat filsafat kan oleh sosok Donald Trump?
ketuhanan masih dapat hidup dengan cara men- Bagi Scherer, Trump menawarkan
gubah konsepnya. Melalui theopeotics dekon- realitas alternatif dari dunia ini
struktif, Aldrich Antonio mengungkapkan yang pada dasarnya gelap, penuh
bahwa John Caputo melakukan tafsir dekon- tipu daya, dan pesimistis.
struksi terhadap Kerajaan Allah. Apakah hal itu
dapat diterapkan pada agama-agama yang lain?
Hanya dirinya — dengan dukungan penuh dari
para pendukungnya — yang satu-satunya akan
menjadi pahlawan pembawa keselamatan.
Selain itu, di mata Scherer, Trump telah mene-
mukan hal baru bagi epistemologi di Abad XXI:
kebenaran bisa jadi sesuatu yang nyata dan
hakiki, namun dusta sering kali lebih manjur.
DEKONSTRUKSI
Nampaknya tulisan Simon Andriyan Permono
ini lebih menyeramkan dari cerita “Cantik Itu Sebuah jurnal berkala yang terbit
Luka” pada paragraf sebelumnya. per-3 bulan. Berisi tulisan-tulisan
mengenai filsafat dan kebudayaan.
Pascamarxisme dapat dipahami sebagai suatu Pendirinya adalah para
ambisi untuk meninggalkan Marx dan sekaligus Mahasiswa STF DRIYARKARA
juga mengakui peran strategis pemikirannya yang berminat pada permasalahan
dalam membentuk suatu wacana yang radikal. filsafat, sosial, dan penulisan
Tentu saja ambisi tersebut berangkat dari berb- ilmiah.
agai pandangan yang mendiskreditkan bahwa
Marxisme secara inheren bersifat otoriter dan Pemimpin Redaksi
totaliter, seperti tampak dalam praktik-praktik Syakieb A. Sungkar
Leninisme. Menurut Yulius Tandyanto, salah
satu cara untuk memahami pemikiran pasca-
marxisme adalah dengan menelusuri konteks Dewan Redaksi
pemikiran politik pascamodern. Abdul Rahman, Aldrich Anthonio,
Andriyan Permono, Chris Ruhupatty,
Jurnal edisi kali ini ditutup dengan artikel yang Fauzan, Naomi, Puji F. Susanti,
ditulis oleh Syakieb Sungkar yang membahas Stephanus, Tetty Sihombing.
tentang peran hermeneutika dan relevansi
epistemologi dalam filsafat. Sedangkan Tetty Bendahara
Sihombing mengangkat pemikiran Zygmunt Aldrich Anthonio
Bauman tentang budaya dan sosiologi.
Artistik
Akhir kalam, kami mohon maaf kalau banyak
Niko Bimantara
kekurangan dalam penyajian perdana ini.
Salam hangat dari Dekonstruksi,
Tim Teknis
Harry Chandra Sihombing
Syakieb A. Sungkar
Alamat Redaksi
Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.77,
Jakarta Selatan
Mungkin orang akan melihatnya sebagai Sejak itu, bagi saya filsafat adalah
nostalgia. sebuah proses, bukan sebuah bangu-
nan kesimpulan. Dikatakan secara
Dengan kata lain, meskipun “Republik” Plato lain, filsafat itu “laku”. Ketika saya
bisa dibaca sebagai risalah yang preskriptif — kecil dan mendengarkan Serat Wu-
menguraikan apa yang semestinya dilakukan langreh ditembangkan, satu frase
untuk masa depan — sebenarnya ia sebuah melekat di kepala saya: “ngelmu
theori yang datang dari pengalaman yang kuwi, kalakone kanthi laku.” Dalam
sudah dilalui: theori yang mengembangkan tafsir saya, itu berarti “pengetahuan
sayapnya, seperti burung pungguk Minerva, terlaksana dengan perbuatan” —
setelah tradisi polis lama yang harmonis tak “theori terjadi dengan praxis”.
ada lagi.
Pemikiran Jawa memang tidak mele-
Pendek kata, dalam pandangan Hegel, Plato takkan ontologi sebagai filsafat perta-
menyimak, memeriksa, kembali apa yang ma, melainkan ethika, deskripsi dan
sudah terjadi dalam sejarah, bukan sepenuhn- rekomendasi tentang apa yang seyog-
ya mencipta satu ide. yanya dilakukan manusia.
Hegel agaknya memang “terlalu” menekank- Bagi filsafat ini, yang penting adalah
an kesejarahan (historisitas) pemikiran Plato. kebaikan perbuatan kita terhadap
Tapi pandangan ini — yang tidak mengemu- mereka yang bukan-kita, tanpa mere-
kakan filsafat sebagai kearifan atau pengeta- potkan diri menelaah konsep tentang
huan yang datang di luar ruang dan waktu — apa itu “kebaikan” dan apa pula arti
misalnya dari sabda kekal Ilahi — tak hanya “yang-bukan-kita”. Bersamaan
dibawakan Hegel. Ini juga pandangan para dengan itu, dalam percakapan filsafat
pemikir setelah Hegel dan anti Hegel — teru- Jawa ada unsur kuat pragmatisme
tama yang cenderung ke pandangan materia- yang dekat dengan semacam “pro-
lis; tentu saja kaum Marxis serta mereka yang cess philosophy”. Ini tampak dalam
ketularan Marxis merupakan contohnya. kata “dumadi” yang juga berarti
“menjadi”, tapi sekaligus juga sama
Saya termasuk yang terpikat perspektif ini. dengan yang dalam bahasa Inggris
Ketika saya mulai belajar filsafat di bawah disebut being. Misalnya dalam frase
Prof. Driyarkara di Fakultas Psikologi UI di filosofis yang terkenal: “sangkan
awal 1960-an, yang diajarkannya bukanlah paraning dumadi,” (dalam bahasa
sebuah ilmu dalam theori yang sudah lengkap, Inggris: “the origin and the destiny of
melainkan semacam latihan untuk menyimak being”).
kehidupan, “to examine life” secara tekun dan
mendalam, “rigorous”.
Bagi saya, sejak mula filsafat memang sebuah Di situ, setidaknya, daya transformasi
interaksi antara komunikasi pra-diskursif filsafat bisa ditemukan. Ini tampak
dengan terbentuknya konsep-konsep. Dimulai dalam kalimat-kalimat “Wulangreh”
dengan Sokrates — seperti digambarkan yang lebih lengkap:
Xenophon, salah seorang muridnya. Sokrates
selalu di tengah publik. Di pagi hari, ketika “Ngelmu iku kalakone kanthi laku
pasar mulai, ia akan ada di Agora, dan selan- lekase lawan kas
jutnya ia akan ada di mana saja untuk mene- tegese kas nyantosani
mui orang buat diajak bicara. Di masanya, setya budya pangekese durangkara.”
Agora, yang terletak di bawah Akropolis,
memang lokasi tempat orang Athena bertemu
Terjemahan bebasnya: “Ilmu itu bisa Tapi hubungan antara filsafat dan
direngkuh dengan laku, yakni laku dengan politik tak bisa lempang, konsisten
“kas”. Arti “kas” adalah bersikap teguh, dan dan bebas penyelewengan — juga
pada saat yang sama jauh dari sifat angkara bebas dari ilusi.
murka.
Dalam “la Relation énigmatique
Di sini, transformasi yang diasumsikan, (atau entre philosophie et politique,”
diharapkan), tentu saja bukan transformasi (Paris, Éditions Germina, 2010),
sosial. Alain Badiou melukiskannya dengan Badiou menguraikan dengan baik
rada hiperbolik: yang terjadi adalah “transfor- persoalan yang timbul dalam hubun-
masi langsung seorang subyek, semacam gan antara filsafat dan demokrasi.
perubahan diri yang radikal”. Malahan “gun-
cangan kehidupan sepenuhnya”, “un bou- Filsafat, agar berkembang penuh,
leversement complet de l’existence.” memerlukan tatanan yang demokra-
tik. Menyimak kehidupan bisa dan
Pertanyaannya, hanya itukah? Ketika filsafat berhak dilakukan siapa saja. Tapi,
bukan hanya ilmu yang diajarkan di sekolah, kata Badiou, tak bisa dikatakan
melainkan — seperti dicontohkan Driyarkara bahwa sembarang opini bernilai
— laku menyimak kehidupan, “to examine seperti opini yang lain. Plato sudah
life” secara tekun dan mendalam, “rigorous”, mengisyaratkan; itulah sebabnya ia
hanya itukah yang terjadi: perubahan yang menentang demokrasi. Baginya,
radikal seorang subyek? Bila demikian opini adalah satu hal, kebenaran
halnya, apa beda filsafat dengan… praktek adalah hal lain. Kebenaran mengand-
psikiatri? ung sifat universal dan tak berma-
cam-macam. Opini tidak demikian.
Seminar ini dimulai dengan bertanya, mungk-
inkah filsafat membantu “me-navigasi” arah Yang jadi soal adalah benarkah mun-
peradaban. Saya ragu kita menjawab dengan gkin ada sesuatu yang universal,
yakin, “ya, mungkin”. Sebab untuk itu filsafat sehingga semua pihak, dengan opini
harus membentuk hubungan dengan kekua- masing-masing, menerimanya.
tan, dengan kekuasaan — dengan politik.
Di antara saudara-saudara tentu ada
Tak mudah. Memang Marxisme membutuh- yang ingat, bahwa sejak Nietzsche,
kan Lenin dan Partai Bolsyewik-nya hingga Marx dan Freud, dalam pemikiran
Revolusi Rusia terjadi, dan para pemikir Eropa ada semacam “kecurigaan”
Pencerahan Eropa membutuhkkan Thomas terhadap ke-universal-an. Sesuatu
Jefferson untuk membangun demokrasi di yang diklaim sebagai “universal”
Amerika yang sesuai dengan cita-cita mereka. jangan-jangan hanya salah
Penutup
Di abad ke-18, Diderot, tokoh pemikir masa “Letzter Mensch” mungkin bisa juga
Pencerahan Eropa, datang ke Rusia untuk disebut manusia jinak. Ia bukan
membimbing maharani yang berkuasa, Tsari- sosok heroik, bukan penjelajah yang
na Katarina. Baginda, yang sangat memper- berani menempuh mara bahaya,
cayainya, dengan bersungguh-sungguh ingin melainkan orang yang menyukai
mengubah kerajaannya jadi wilayah yang sikap kompromistis, serba beper-
maju dengan kecerdasan dan kebebasan. Tapi hitungan, dan betah dalam tatanan
ternyata, petuah dan gagasan Diderot tak bisa yang mapan. Manusia jenis ini tak
dilaksanakannya. Akhirnya ia berkata: punya lagi kreatifitas, kering dan
dingin, tak terpukau bintang-bintang
"Tuan Diderot, Tuan bekerja di atas kertas nun di langit tinggi.
yang rata, halus, luwes, yang menurut saja
diapa-apakan.... Sedangkan saya, maharatu Tapi saya percaya filsafat sejauh ini
yang malang, bekerja di atas kulit manusia, tak membentuk dan dibentuk manu-
yang mudah tersinggung dan perasa...." sia jenis ini. Daya transformatifnya
terbatas, tapi filsafat selalu menggu-
Kata-kata itu layak diingat tiap kali para filo- gat itu, mempertanyakan itu.
sof punya harapan yang melambung: bahwa
mereka bisa berbisik ke kuping penguasa dan ***
dunia dengan itu akan berubah menjadi lebih Jakarta, 7 November 2020.
baik.
Abstrak Pengantar
Artikel ini memperlihatkan bahwa unit Pada dasarnya penulis ingin menun-
kultural dalam semiotika Umberto Eco telah jukkan bagaimana seseorang dapat
memberikan kita sebuah petunjuk bagaimana membongkar pelintiran makna dari
seseorang bisa membongkar proposisi kebo- berita bohong atau hoaks yang
hongan atau hoaks di dalam Era Pasca-Kebe- dibuat oleh para tokoh masyarakat di
naran. Uniknya, meskipun di dalam pemba- dalam Era Pasca-Kebenaran melalui
caan tanda kita tidak akan pernah tahu pemikiran semiotika Umberto Eco.
apakah sebuah pernyataan itu hoaks atau Untuk itu, penulis akan membagi
bukan, kita tetap bisa memahami bahwa tulisan ini menjadi tiga bagian,
pernyataan tersebut mengandung kebohon- yaitu: (1) penjabaran bagaimana
gan atau makna yang dipelintir melalui unit hoaks di dalam Era Pasca-Kebe-
kultural atau pengetahuan yang kita punya. naran digunakan oleh para tokoh
Dengan kata lain, di dalam pembacaan tanda masyarakat utuk mempengaruhi
kita bisa melihat makna dari wahana-tanda masyarakat, di sini penulis akan
yang berada di dalam atau luar kaidah yang menjabarkan kasus Brexit, yaitu
berlaku di masyarakat. keluarnya Inggris dari Uni Eropa,
(2) menjelaskan apa yang dimaksud
Kata Kunci dengan semiotika Umberto Eco,
terutama mengenai unit kultural
Umberto Eco, semiotika, unit kultural, Pas- sebagai fondasi kita melihat sebuah
ca-Kebenaran, hoaks, kebohongan, waha- kaidah makna yang berlaku di mas-
na-tanda, medan semantis, dan tanda. yarakat, dan (3) mendekonstruksi
pelintiran makna di dalam hoaks
menggunakan semiotika Eco, yakni
pembacaan tanda di dalam medan
semantis.
mempercayai apapun yang ada di surat kabar Britania Raya (Inggris) dari Uni
karena ada banyak fakta yang tidak sesuai Eropa. Pada awalnya masyarakat
dengan jalan pikiran media massa. Dengan Britania memang sudah terpolarisasi
kata lain, berita-berita yang dimuat di surat menjadi dua kelompok, yaitu
kabar saat itu adalah bohong. Jefferson men- ‘Kelompok Leave’ yang menging-
gatakan bahwa orang yang tidak tahu apapun inkan Brexit dan ‘Kelompok
setelah membaca berita itu lebih dekat Remain’ yang menolak Brexit. Dua
dengan kebenaran dibandingkan orang yang kelompok tersebut kerap melempar-
merasa tahu, tetapi dia berada di dalam pers- kan argumentasi yang tajam dan
pektif yang salah. menohok di dalam debat publik
sehingga pemerintah Britania Raya
Berbeda dengan hoaks yang sudah muncul akhirnya berinisiatif untuk menga-
sejak lama, Pasca-Kebenaran justru baru dakan referendum guna memutus-
dicetuskan pada tahun 1992 oleh Steve kan nasib Britania Raya di masa
Tesich, seorang penulis keturunan mendatang. Namun, di dalam masa
Serbia-Amerika. Dia pertama kali mengelu- kampanye Kelompok Leave sering
arkan kata ‘Pasca-Kebenaran’ ketika dia menghembuskan berita-berita yang
mengungkapkan Peristiwa Watergate dan tidak jelas kebenarannya, yang mana
Perang Teluk Persia di dalam majalah itu semua bersifat provokatif agar
Nation. Melalui artikelnya, dia menyadari Kelompok Leave bisa mendulang
bahwa pemerintah AS dengan dukungan banyak suara di dalam pemilu.
media massa telah berhasil melakukan kebo-
hongan untuk menenangkan masyarakat. Berita yang paling menarik perha-
Menurutnya, di Era Pasca-Kebenaran mas- tian masyarakat saat itu adalah sum-
yarakat ternyata lebih mudah digiring opinin- bangan dana Britania Raya kepada
ya melalui pernyataan-pernyataan yang Uni Eropa sebesar £35o juta setiap
menyentuh dan emosional dibandingkan minggu. Padahal masyarakat Brita-
dengan fakta-fakta yang ada di lapangan. nia masih membutuhkan dana terse-
Sekali lagi, Era Pasca-Kebenaran adalah era but untuk kepentingan biaya keseha-
bagi masyarakat yang lebih mempercayai tan. Berita tersebut kemudian viral
hoaks dibandingkan fakta, bahkan mereka dan menghebohkan seantero Brita-
lebih percaya hoaks dibandingkan fakta-fak- nia, sampai-sampai bus-bus merah
ta ilmiah. di London juga ditempelkan berita
tersebut. Kelompok Remain tentu
Untuk lebih mudah melihat bagaimana hoaks tidak pasrah dan berdiam diri terh-
telah mendorong kita semua masuk ke dalam dap peredaran berita itu. Mereka
Era Pasca-Kebenaran, penulis akan menja- berusaha membeberkan sejumlah
barkan peristiwa Brexit, yaitu keluarnya fakta dan data mengenai kerugian
masyarakat Britania jika Britania Raya Kemudian berita yang tidak kalah
keluar dari Uni Eropa, seperti hilangnya ratu- “kotor” dilontarkan oleh Kelompok
san ribu lapangan pekerjaan, harga-harga Leave adalah isu mengenai rencana
barang pokok akan naik, investasi dari nega- Turki bergabung dengan Uni Eropa.
ra-negara Uni Eropa akan ditarik, dll. Sayan- Berita ini menjadi peringatan bagi
gnya, data tersebut tidak membuat mas- masyarakat Britania bahwa jika
yarakat gusar dan berubah pikiran karena Britania Raya masih berada di dalam
mereka semua sudah terlanjur tersentuh Uni Eropa, masyarakat Turki, yang
secara emosional dengan berita sumbangan mayoritas muslim, akan berbon-
£35o juta. Intinya, masyarakat kecewa dan dong-bondong masuk dan mendiami
geram terhadap pemerintah Britania yang wilayah Britania Raya, yang mayor-
seolah-olah lebih mementingkan masyarakat itas non-muslim. Kemudian mereka
Uni Eropa dibandingkan masyarakatnya mengatakan bahwa masyarakat
sendiri. harus rela berbagi fasilitas kesehatan
dan pendidikan dengan para imigran
Tidak hanya berita sumbangan £35o juta, Turki. Ini semua wajib dilakukan
Kelompok Leave juga menggulirkan dua karena sudah termuat di dalam
berita yang tidak kalah panas untuk amanat Uni Eropa. Masyarakat
mendapatkan perhatian masyarakat. Kelom- Britania yang mendengar penjelasan
pok Leave pada awalnya ingin menggembor- tersebut jelas menolak karena
kan slogan ‘Go Global!’ yang berarti «Brita- banyak masyarakat Britania masih
nia Raya harus mendapatkan transaksi yang berada di dalam standar hidup yang
lebih menguntungkan jika keluar dari keang- belum memuaskan. Banyak dari
gotaan Uni Eropa», tetapi slogan tersebut mereka membutuhkan fasilitas kese-
tidak menarik perhatian masyarakat sehingga hatan dan pendidikan gratis. Dengan
mereka mengganti slogan tersebut menjadi kata lain, isu ini menjadi ancaman
‘Back to Control!’. Slogan yang baru ternya- bagi para swing voter untuk memilih
ta lebih menarik perhatian masyarakat karena Brexit saat referendum
selain slogan baru tidak hanya mengubah dilaksanakan.
makna dari slogan lama, tetapi juga slogan
baru memuat makna tambahan «Britania Unit Kultural dalam
Raya harus mengambil kendalinya sendiri Semiotika Umberto
dan memutuskan hubungan dengan Uni Eco
Eropa yang dikendalikan oleh Jerman dan
Prancis». Dengan adanya kemunculan perbe- Sekarang kita bisa bertanya
daan bangsa, Kelompok Leave akhirnya bisa bagaimana semiotika Eco memun-
menyentuh emosi masyarakat dengan lebih gkinkan seseorang mendekati kebe-
mudah. naran? Pertanyaan itu dapat dijawab
11
karena semiotika Eco disandarkan pada unit //air// menjadi //selai kacang//
kultural. Unit kultural membuat kita mema- sehingga selai kacang menguap dan
hami obyek yang berkorespondensi dengan mengristal menjadi salju.
sebuah ekspresi. Mudahnya, melalui unit
kultural kita dapat memahami maksud dan Lalu jika sebuah penilaian nyatanya
tujuan dari sebuah proposisi atau kalimat. bisa berubah, apakah kita bisa mem-
Contohnya, ketika kita mendapatkan sebuah berikan penilaian yang tetap terha-
proposisi berbunyi /monyet sedang duduk di dap sebuah proposisi? Eco menegas-
dalam kandang/. Di dalam proposisi tersebut, kan bahwa kita bisa memberikan
kita bisa memahami ekspresi /monyet/ penilaian fakta atau bukan sejauh
sebagai «binatang mamalia», tetapi eskpresi kita bisa membandingkannya
/monyet/ akan berubah ketika kita mendapat- dengan peristiwa-peritsiwa yang
kan sebuah proposisi /monyet itu duduk di pernah kita alami, atau sejalan
dalam kelas/, kita bisa memahami ekspresi dengan unit kultural yang kita
/monyet/ sebagai «manusia menyebalkan», miliki. Ini bisa kita mengerti ketika
«ejekan», atau sekadar «panggilan akrab». kita berdahapan dengan dua proposi-
Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa si, yaitu /Indonesia merdeka pada
isi dari ekspresi adalah unit kulural. Kita bisa tanggal 17 Agustus 1945/ dan /Nyi
mendefinisikan sebah isi jika kita sudah Roro Kidul menikah dengan Raja
benar-benar memahaminya secara kultural. Yogyakarta/. Jika kita tidak pernah
Jika kita tidak terbiasa mengejek orang lain bersentuhan dengan literatur Indone-
menggunakan nama-nama binatang, kita sia, maka kode-kode tersebut tidak
akan sulit membaca ekspresi /monyet/ akan relevan untuk mengatakan
sebagai «ejekan». proposisi tersebut adalah sebuah
fakta. Untuk itu, kita harus mempu-
Menurutnya, jika suatu proposisi tidak sesuai nyai kode-kode tersebut dengan cara
dengan kaidah makna yang kita miliki, prop- mempelajarinya di sekolah atau
osisi tersebut akan menjadi tidak akan masuk membaca banyak buku mengenai
akal atau tragis. Di sinilah kekhasan yang sejarah Indonesia. Jika kita sudah
dimiliki oleh unit kultural, yaitu sebuah mempelajarinya, maka kita bisa
makna tidak bisa diterima oleh kita bukan megatakan bahwa proposisi pertama
karena makna itu tidak bisa dimengerti, tetapi adalah «kebenaran historis» dan
kita harus menstrukturkan kembali kode-ko- proposisi kedua adalah «legenda».
de yang kita punya. Sebagai contoh, meski- Namun, kita masih harus membuka
pun ini terdengar konyol dan lucu, di masa kemungkinan kepada proposisi
depan kita bisa mengatakan ekspresi /salju/ kedua menjadi kebenaran historis
sebagai «selai kacang» adalah benar jika di jika di masa depan ada dokumen
masa depan ada ilmuwan bisa mengubah atau teknologi yang membuktikan
lalu /b/ menjadi «c», lalu /c/ menjadi «d», dst. kultural lainnya sehingga kita bisa
Namun, perlu digarisbawahi bahwa rangkaian melihat bagaimana kita melihat
tersebut akan selalu bersifat rasional dan tidak perbedaan makna dari ekspresi tanda
acak karena proses pembacaan tanda dilaku- yang sama. Ini bisa kita ambil contoh
kan berdasarkan unit kultural yang kita punya. dengan isi dari ekspresi /garam/ dari
Jadi, seseorang tidak mungkin membaca dua orang yang berbeda, yaitu ibu
ekspresi /kucing/ sebagai «dog», «chien», rumah tangga dan seorang kimiawan.
atau «Hund», dia akan tetap memuat isinya Ketika keduanya mendengar kata
sesuai dengan kaidah yang benar, yaitu «cat», /garam/ mereka berdua masing-mas-
«chat» atau «Katze». Di sini kita bisa melihat ing akan memaknai isi ekspresinya
bahwa Eco telah menaruh unit kultural ke sebagai «bumbu dapur» dan «Natri-
dalam entitas semiotis sebagai pasangan yang um Klorida (NaCl)». Seorang ibu
tak terpisahkan sehingga kita akan sulit men- rumah tangga akan mengartikan
jelaskan unit kutural melalui entitas yang lain. /garam/ sebagai «bumbu dapur»
karena dia sering memasukkan garam
Akhirnya, kita paham bahwa kita tidak akan ke dalam masakannya untuk menam-
benar-benar bisa mendapatkan kebenaran, bahkan rasa asin, sedangkan seorang
tetapi melalui unit kultural kita bisa mendeka- kimiawan akan mengartikan /garam/
ti kebenaran dari sebuah pernyataan apakah sebagai «NaCl» karena dia sering
pernyataan itu bohong atau tidak. Untuk itu, berpikir bahwa garam adalah senya-
kita harus masuk ke dalam medan semantis wa kimia yang bisa dicampurkan
suapaya kita bisa menelusuri apakah sebuah dengan senyawa kimia lainnya. Jadi,
preposisi benar atau salah melalui pembacaan meskipun ekspresi mereka keduanya
tanda. sama, tetapi isinya tetap mempunyai
perbedaan. Ini bisa kita lihat di dalam
Dekonstruksi Hoaks melalui tabel berikut:
Semiotika Eco
Gambar 1.
Rumusan
X1 Perbandingan
Sebuah Kata
Garam
Eco di dalam medan semantis. Penulis ingin
memulainya dengan memposisikan sebuah NaCI
Melalui pembacaan gambar di atas kita bisa Kelompok Leave benar-benar men-
mengetahui bahwa «bumbu dapur» dan gakui bahwa Britania Raya memang
«NaCl» adalah isi yang sama untuk mengacu menyumbang £35o juta setiap
pada ekspresi /garam/. Akan tetapi, situasi minggu. Mereka justru menegaskan
akan menjadi rumit ketika kita memaksakan bahwa berita yang benar adalah
isi ekspresi /garam/ sebagai «NaCl» kepada Britania Raya telah memberikan
ibu rumah tangga yang kurang paham menge- sumbangan kepada Uni Eropa sebe-
nai ilmu kimia. Misalkan, kita berkata kepada sar /£19,1 miliar secara total/, tetapi
ibu tersebut dengan proposisi /ada NaCl di jika itu semua dibagi per minggu kita
sebelah botol bayimu/. Ibu tersebut bisa saja bisa mengatakan Britania Raya
langsung bergegas untuk melihat /NaCl/ yang menyumbang kira-kira /£35o juta
berada di sebelah botol bayinya. Saat kita setiap minggu/. Dengan kata lain,
mengucapkan proposisi tersebut, tidak menut- ekspresi /sumbangan Britania Raya
up kemungkinan ibu tersebut langsung merasa kepada Uni Eropa/ berhasil dipelintir
khawatir karena di dalam proses semiosis dia dari «£19,1 miliar secara total» men-
bisa saja mengartikan ekspresi /NaCl/ sebagai jadi «£35o juta setiap minggu» jika
«senyawa kimia», lalu ekspresi /senyawa dirata-rata.
kimia/ menjadi «zat yang berbahaya». Tentu
itu akan berbeda jika kita mengatakan propo- Sama seperti kasus NaCl dan ibu
sisi yang lebih sederhana /ada garam di sebe- rumah tangga, jika Kelompok Leave
lah botol bayimu/. Ibu tersebut bisa tidak membuka data yang sebenarnya saat
bereaksi apa-apa karena dia tahu bahwa kampanye, yaitu /sumbangan Brita-
/garam/ bukanlah «zat yang berbahaya». nia Raya kepada Uni Eropa sebesar
£19,1 miliar secara total/, rakyat
Dari penjelasan di atas, kita bisa melihat tidak akan kecewa terlalu dalam terh-
bahwa seseorang dapat memelintir makna adap pemerintah Uni Eropa, atau
atau memaksakan sebuah isi terhadap suatu bahkan mereka masih berminat men-
ekspresi. Agar lebih mudah dipahami, penulis dukung Kelompok Remain, sebab
akan masuk ke dalam permasalahan sumban- ekspresi /£35o juta setiap minggu/
gan Britania Raya kepada Uni Eropa, yang sangat bisa dimaknai sebagai «mem-
mana Kelompok Leave telah menggaris buang-buang pajak masyarakat
bawahi isi dari ekspresi /sumbangan Britania secara rutin», «tidak bisa mengang-
Raya ke Uni Eropa/ sebagai «£35o juta setiap garkan dana dengan baik», dll. Jadi,
minggu». Kemudian dari proposisi /£35o juta isi dari ekspresinya yang kabur bisa
setiap minggu/ bisa dibaca sebagai «mem- jatuh ke dalam hoaks. Misalnya
buang-buang pajak masyarakat secara rutin». melalui proses semiosis, eskpresi
Setelah Kelompok Leave berhasil memenang- /sumbangan Britania Raya kepada
kan referendum, tidak ada tokoh dari Uni Eropa/ dimaknai sebagai
15
«£35o juta setiap minggu», dan ekspresi /£35o mendengar /Turki/, secara otomatis
juta setiap minggu/ dimaknai sebagai «mem- mereka akan segera mengarahkan
buang-buang pajak masyarakat secara rutin». sememe «Turki» sebagai «negara
Itu memang sengaja dilakukan oleh Kelom- mayoritas muslim yang ingin
pok Leave agar masyarakat secara emosional bergabung dengan Uni Eropa».
tersentuh dan yakin untuk memilih Brexit di Melalui unit kultural, isi dari ekspresi
dalam referendum. tersebut dianggap benar karena mas-
yarakat Britania sebelumnya sudah
Lalu di dalam medan semantis, terdapat pernah mempelajarinya. Eco menga-
sememe («S») yang dikenal dengan denotasi takan bisa saja denotasi menjadi
dan konotasi. Denotasi adalah marka seman- sangat terbuka asalkan mereka belum
tik yang terbentuk dan terisolasi oleh unit mengerti tanda tersebut secara kultur-
kultural yang berkaitan dengan wahana-tanda, al. Jadi, tidak perlu heran jika
sedangkan konotasi adalah marka semantik orang-orang di dalam suku pedala-
yang berperan membentuk satu atau lebih man yang tidak pernah belajar men-
unit-unit kultural yang lain, yang diek- genai /Turki/ akan mengarahannya
spresikan melalui tanda sebelumnya. Menurut sememe-nya sebagai «manusia»,
Eco, denotasi lebih mudah berubah diband- «hewan», atau bahkan «makhluk
ingkan dengan konotasi. Sebagai contoh, astral».
sememe «garam» dikenal juga dengan denota-
si /garam/, dan konotasinya akan sulit terbaca Lebih lanjut, Eco membuat tiga anali-
bagi ibu rumah tangga sebagai «senyawa sa tentatif mengenai tanda. Pertama,
kimia» atau «NaCl» karena mereka hanya tanda memiliki makna semantik
tahu bahwa /garam/ sebagai «bumbu dapur». tertentu yang memungkinkan adanya
Jadi, ketika seorang ibu rumah tangga mene- kombinasi lain dengan tanda-tanda
mukan proposisi /cairan ini mengandung lainnya. Keadaan itu membuat kali-
garam yang tinggi/, dia tidak akan membaca mat-kalimat memang dapat diterima
konotasinya sebagai «cairan ini mengandung secara tata bahasa, tetapi secara
NaCl yang tinggi», melainkan «cairan ini semantik bersifat anomali. Ini seperti
mengandung bumbu dapur sehingga akan ada kesepakatan dalam penggunaan
terasa sangat asin». bahasa. Kedua, ‘sememe’ atau atau
‘unit makna yang diekspresikan B1
oleh
Eco juga sering mengaitkan permasalahan sebuah morfem’ dibentuk oleh makna
sememe dengan permasalahan proper names, dalam pemaknaan semantik, yakni
yang mana itu sangat erat kaitannya dengan denotasi dan konotasi, dan disusun
tanda-tanda ikonik sehingga suatu tanda bisa secara hierarkis. Jadi, di antara beber-
mengacu pada suatu hal yang sangat spesifik. apa pemaknaan semantik tidak
Sebagai contoh, jika masyarakat Britania berbuhungan dengan tata bahasa.
Ketiga, tidak ada fungsi tanda yang ditampil- denotasi dan konotasi.
kan oleh marka sintaksis belaka karena fung-
si-tanda dibentuk oleh kode antara serang- Penulis akan menggunakan kata
kaian makna semantik dan tata bahasa, /Turki/ (A3) sebagai wahana-tanda.
keduanya harus dipakai sekaligus. Fungsi Ekspresi /Turki/ dapat dibaca secara
tanda dibentuk berdasarkan homologi dari mendalam sebagai ‘nama orang’ (B2)
fungsi semantik dan fungsi tata bahasa. Dari ataupun ‘nama negara’ (C2). Jika kita
ketiga analisa tersebut Eco membentuk menaruhnya sebagai ‘nama orang’
sebuah rumusan: (B2) berarti kita mengacu pada semua
/s-v/ --- sm ---- «S» ----------------- pengalaman kita berkenalan dengan
d1, d2,d3----------------- c1, c2, c3 . . . ‘seorang perempuan’ (D1) atau
Rumusan di atas dapat dibaca /s-v/ atau waha- dengan ‘seorang laki-laki’ (D3)’.
na-tanda dibentuk dalam makna tata bahasa Setelah kita memilih ‘seorang perem-
(sintaksis) yang mempunyai makna semantik puan’ (D1) kita dapat mengerucutkan
«S» atau sememe. Sememe dapat dipahami lagi pada ‘perempuan berbadan
sebagai ‘d1, d2, d3 atau denotasi’ dan ‘c1, c2, c3 tinggi’ (F1) atau «perempuan
atau konotasi’. Lebih mudahya, tanda yang berbadan pendek» (G2)’, dst. Sedang-
kita baca dalam makna tata bahasa (sintaksis) kan jika kita membaca /Turki/
itu harus diartikan dulu di dalam makna sebagai ‘nama negara’ (C2) berarti
semantik atau sememe, setelah itu sememe kita bisa mengarahkannya pada
dimasukkan kedalam interpretan di dalam ‘negara mayoritas muslim’ (E1) atau
proses semiosis tak berkesudahan dalam ‘negara sekuler’ (E3), dst. Jadi, jika
denotasi dan konotasi. Dari rumusan itu, kita mengarahkannya pada E1 berarti
dapat memahami bahwa hal yang paling pent- /Turki/ mempunyai sememe «negara
ing dari tanda adalah sememe. Meskipun mayoritas muslim» yang didapat dari
begitu, Eco juga masih melihat adanya sisa pembacaan tanda.
persoalan dari hakekat komponen-komponen
terhadap sememe itu sendiri karena sememe Sekali lagi, pembacaan ini tidak
baru dapat diketemukan ketika kita mengeta- belum berakhir karena adanya proses
hui komponen denotasi dan konotasi secara semiosis yang tak berkesudahan.
jelas. Di dalam denotasi dan konotasi, kita Intinya, di sini kita sedang melihat
dapat melihat seseorang yang membaca bagaimana seseorang membaca tanda
sebuah tanda secara berbeda-beda, seperti di dengan terus mengarahkan pada
dalam labirin semantik, karena proses semio- hal-hal yang lebih spesifik guna
sis tak terhingga didasarkan pada unit-unit mendekati kebenaran dari sebuah
kultural dari setiap pembaca tanda. Untuk tanda. Kita pasti akan menggunakan
mempermudah, penulis akan menggambara- sebuah wahana-tanda dengan tepat
kan contoh dari pembacaan sememe di dalam ketika kita berkomunikasi.
17
A3 C1 E1
Tentu saja isi ekspresi negatif terse-
A4 C2 E2 but tidak berlebihan dan menga-
da-ada sebab banyak masyarakat
C3 E3
Britania yang menyuarakan kegelisa-
hannya bahwa mereka tidak ingin
Gambar 2. Diagram Denotasi dan Konotasi berbagi fasilitas dengan para imigran
Turki. Apalagi mereka menegaskan
Akhirnya, melalui diagram di atas kita bisa bahwa masih banyak masyarakat
membongkar sebuah proposisi yang men- Britania yang berada di bawah stan-
gandung kabar bohong atau hoaks sesuai dar hidup memuaskan. Pertanyaanya
dengan unit-unit kultural yang kita punya. adalah apakah Kelompok Remain
Dengan kata lain penjabaran denotasi dan tidak mengeluarkan data bahwa
konotasi di atas dapat membantu kita untuk negara yang nantinya menyusahkan
menelaah apakah isi dari wahana-tanda atau negara-negara Uni Eropa itu mustahil
ekspresi yang kita temukan itu dipelintir atau dibiarkan masuk menjadi anggota
tidak. Untuk melihat itu semua, penulis akan Uni Eropa. Data tersebut tentu sudah
kembali pada isu /rencana Turki bergabung diwacanakan di muka publik, tetapi
dengan Uni Eropa/. Jika kita melihat proposisi kita harus ingat bahwa kita hidup di
tersebut secara seksama, itu seharusnya tidak dalam Era Pasca-Kebenaran, yang
mempunyai masalah. Namun, Kelompok mana berita yang bersifat emosional
Leave tampak memelintir isi ekspresi /Turki/ dan menyentuh hati itu lebih diper-
menjadi negatif, yang mana /Turki/ diartikan caya oleh masyarakat dibandingkan
sebagai «negara mayoritas muslim yang fakta-fakta yang ada di lapangan.
Setelah referendum usai, hoaks dari Kelom- strawberry/, padahal keduanya tidak
pok Leave kemudian akhirnya terbukti. mempunyai perbedaan yang berarti.
Mereka menegaskan bahwa mereka sama
sekali tidak ingin membatasi kedatangan para Kedua, kerangka semiotika Eco
imigran, melainkan hanya lebih mengontrol sangat kental dipengaruhi oleh epis-
secara ketat masuknya para imigran ke temologi Immanuel Kant. Ini dapat
Britania Raya. kita lihat dari persamaan antara
landasan unit kultural Eco dengan
Penutup prinsip kategori-kategori Kant ketika
membaca suatu tanda, yang mana
Penulis mempunyai dua catatan kritis terha- kita dalam membaca sesuatu dipen-
dap pemikiran Eco. Pertama, penulis sepakat garuhi dengan pengetahuan yang ada
dengan pendapat Eco bahwa melalui proses di dalam pikiran kita. Kant menga-
semiosis, atau proses pembacaan tanda yang takan jika kita menggunakan kaca-
tak berkesudahan, kita tidak akan pernah mata bewarna kuning, kita akan meli-
sampai pada kebenaran yang penuh, melaink- hat semua benda-benda di dunia itu
an kita hanya mendekati kebenaran. Jadi, kita berwarna kuning, begitu juga dengan
tidak akan pernah benar-benar tahu mengenai warna lainnya. Namun, dari awal Eco
kebenaran, tetapi melalui unit kultural kita juga mengakui bahwa dia telah
bisa mengetahui bahwa pernyataan itu tidak menggunakan prinsip Peirce yang
sesuai atau menyimpang. Misalnya, seseorang sifatnya lebih terbuka dan praktis,
yang mengatakan proposisi /perak/ tidak bisa yaitu hanya melalui proses semiosis
diartikan sebagai «emas», dan sebaliknya. kita bisa mencari kebenaran yang
Dengan kata lain, melalui unit kultural kita lebih transparan, yang mana tidak ada
mempunyai kaidah atau indeks yang disepa- kebenaran yang universal. Jadi
kati oleh banyak orang dalam menunjuk menurut penulis, ketika kita memba-
sesuatu. Ini tentu bisa menjadi pisau kita ca sebuah wahana-tanda, kita sebe-
untuk membongkar proposisi yang dipelintir narnya berada di dalam area kompar-
dari sebuah argumentasi hoaks di dalam Era atif, yaitu adanya pencampuran
Pasca-Kebenaran. Namun, penulis menyadari antara epistemologi deduktif dan
bahwa para semiotikawan sebenarnya bisa induktif. Dengan kata lain, untuk
terperangkap juga di dalam kebohongan membuktikan kebenaran sebuah
teorinya sendiri. Ini menjadi parah jika ekspresi atau wahana-tanda baiknya
mereka mempunyai kekuasaan dalam kita tidak hanya mengandalkan prop-
penyelesaian kasus, yang mana mereka akan osisi yang ada di kepala, yang bersi-
jatuh ke dalam arogansi. Sebagai contoh, fat deduktif, tetapi juga membanding-
mereka bisa mengada-ngada dalam membe- kan dengan fakta lapangan dan sum-
dakan /marmalade strawberry/ dengan /selai ber-sumber lain yang ada di sekitar
kita, yang bersifat induktif.
19
1. Forum Mangunwijaya 2018, Post-Truth dan (Anti) Pluralisme. (Jakarta: Kompas Gramedia), 2019, h.3.
2. Matthew D’ancona, Post Truth: The New War on Truth and how to Fight Back. (London: Penguin Random
House), 2017, h. 7.
3. Bruce Bartlett. The Truth Matters, (New York: Ten Speed Press), 2017, h. 6-8.
4. Matthew D’ancona, Post Truth: The New War on Truth and how to Fight Back, h. 16-23.
5. Umberto Eco, A Theory of Semiotics. (Bloomington: Indiana University Press), 1979, 66
6. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 65.
7. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 65.
8. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 68.
9. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 78.
10. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 95.
Daftar Pustaka
Stairway to Heaven:
Memandang Tuhan Melalui
Kacamata Dekonstruksi
Aldrich Anthonio
Abstrak Pendahuluan
Menurut genealogi kitab suci dari tiga Batu dan Pintu: Allah
agama Samawi itu, Ham adalah nenek
moyang orang-orang Mesir dan Kush yang
Sebagai Proyektil dan
berkulit hitam. Ham dalam bahasa Yahudi Insistensi
juga memiliki akar kata yang berarti “gelap”
atau “hitam”. Perbudakan adalah kekejaman Ya, Allah sudah mati! Demiki-
yang adalah aib besar dalam sejarah manusia. anlah pandangan Caputo. Namun
Namun dapatkah anda bayangkan bahwa bagi Caputo yang mati adalah
sesungguhnya aib tersebut dilakukan “sesuai Allahnya Feuerbach proyeksi manu-
dengan firman Tuhan?” sia, yaitu Allah yang ens supremum et
deus omnipotens (Allah yang
Melihat contoh tersebut ada benarnya Mahabesar dan Mahakuasa). Caputo
juga Feuerbach yang senada dengan Critias bersyukur pada Nietzsche karena
mengatakan agama adalah proyeksi manusia: dengan mengatakan Allah sudah
apa yang tidak dapat diraih manusia, dikelu- mati, maka Allah sekarang dapat
arkan dari dalam dirinya, dibuat figur, dan muncul di panggung, atau meminjam
disembah menjadi sosok ilahi. Sejarah men- istilah Eminem “Will the real God
catat proyeksi ini memang juga mencermink- now please stand up?” Lalu sekarang
an kencederungan manusia memperoleh Allah seperti apa yang menurut
kekuasaan dan melakukan kekerasan atas Caputo masih relevan dan yang
nama Allah dan agama. Heidegger mengkri- masih dapat dibicarakan dalam
tik teologi metafisis seperti ini karena den- keragaman dunia ini? Ada tiga pan-
gannya Allah sangat dibatasi oleh manusia dangan yang dikemukakan Caputo:
(ironis memang Heidegger juga terlibat Allah sebagai Proyektil, Allah
Nazi). Jika memang Allah benar-benar ada sebagai Insistensi, dan Allah yang
dan melampaui kesemuanya, mengapa dapat Lemah.
dibatasi dengan keberadaan yang sifatnya Pertama, menanggapi Feuerbach,
ontis? Bahkan bagi Heidegger Allah sebagai Caputo mengatakan Allah bukanlah
Ada yang Tertinggi pun tetap sebuah pem- Proyeksi, melainkan Proyektil.
batasan, karena yang memberi penilaian Proyeksi berarti Allah bersumber dari
sebagai Ada tertinggi adalah tetap manusia. dalam manusia dan mengarah keluar
Maka dengan kritik-kritik tersebut, Allah menjadi Ada yang ditinggikan.
dalam teologi metafisika tidak lain adalah Proyektil sebaliknya, berarti ada
ciptaan manusia sendiri, dan dengannya sesuatu yang meluncur dari luar men-
Allah bukan lagi Allah dan sudah mati seperti garah kepada manusia, bagaikan saat
yang dikatakan Nietzsche. ditimpuk batu. Untuk menggambar-
kan proyektil ini Caputo juga
26
menggunakan istilah problema, yang memili- kita dari tidur dan menyatakan
ki dua arti dalam bahasa Yunani (πρόβλημα): kita tidak sendiri. Tidak sendiri bukan
sebagai masalah/ rintangan dan sebagai berarti nyaman karena kita ada teman
sesuatu yang dilemparkan ke orang lain. Ada superpower, melainkan masalah
dua poin penting di sini, yang pertama adalah karena yang lain ini adalah yang
kita tidak tahu pasti dari mana batu itu berasal; perlu diperhatikan dan didengarkan.
kedua, yang dapat dilakukan adalah hanya Bukan mujizat, uang, maupun
menanggapinya: menghindar atau siap-siap kesenangan yang kita dapatkan saat
benjol. Hubungannya dengan Allah? Bagi proyektil ini hadir, namun kegetaran
Caputo Allah adalah masalah, suatu problema hati, kesentakkan dari ketiduran, dan
yang tidak sepenuhnya dapat kita ketahui, kesadaran bahwa kita harus menang-
namun saat masalah ini hadir, yang dapat kita gapinya.
lakukan adalah menanggapinya: menerima Kedua, menanggapi kritik
atau menolak Allah. ontoteologi mengenai Ada, Caputo
Lebih lanjut, Caputo menggunakan mengatakan Allah bukanlah Ada
istilah Agustinus mengatakan Allah adalah (eksistensi) melainkan panggilan
yang menggetarkan hati (cor inquietum) dan (insistensi). Insistensi adalah panggi-
menggelisahkan manusia. Oleh karenanya, lan tanpa henti kepada manusia.
Allah bukanlah bukan tempat seseorang dapat Melanjutkan analogi timpukan batu,
bersandar dengan nyaman dalam kestabilan bukan batu itu yang penting, melain-
definisi teologis. Caputo memberi contoh kan kesadaran bahwa ada yang lain
problema ini bagaikan seseorang yang men- yang melempar batu. Yang lain ini
getuk pintu rumah kita waktu malam. Siapa tidak dapat diketahui siapa atau apa,
yang mengetuk? Kita tidak tahu, tetapi kita tapi kita dapat mengenal panggilann-
terganggu dari tidur yang lelap dan nyaman. ya (atau timpukannya). Melalui insis-
Kita dapat terus berusaha untuk tidur tetapi tensi Caputo juga mencoba mende-
ketukan itu selalu menggelisahkan dan konstruksikan oposisi biner esensi/
meminta kita untuk membukakannya. Begitu- substansi dan eksistensi. Ia menggan-
pun dalam kehidupan sehari-hari: kita tikan esensi/ substansi dengan insis-
bagaikan tidur ketika hanya memperdulikan tensi. Yang insisten adalah panggilan
mau makan apa, nonton apa di Netflix, lihat Allah sedangkan yang eksisten
promo apa di toko online. Kehadiran Allah adalah manusia. Dalam insistensi dan
membuat masalah baru, dengan adanya Allah eksistensi, hubungan antar mereka
berarti hidup kita bukan hanya bagi diri kita bukan oposisi biner lagi tetapi hubun-
sendiri, melainkan ada yang lain. Yang lain ini gan yang saling berkaitan dan
siapa? Kita tidak tahu sepenuhnya tapi Ia (atau bergantung satu dengan lainnya.
ia – karena kita tidak tahu) menyentakkan
C3 E3
seperti Covid-19 atau gempa bumi terjadi Untuk orang seperti ini pandan-
dalam dunia ini, Caputo juga akan cenderung gan Caputo tidak jelas dan sulit dipa-
menjawabnya dengan posisi awal bahwa hami. Misalnya apa bedanya yang
Allah tidak mungkin dengan sengaja meng- dilakukannya sehari-hari dengan
inginkan yang buruk kepada manusia. Dengan panggilan Allah? Kepada siapa ia
kata lain walaupun Caputo berusaha menolak harus berdoa? Mengapa ia harus
definisi metafisis, ia tetap bergerak dari percaya kepada Allah ini? Mungkin
pra-konsepsi bahwa Allah selalu terkait dekonstruksi Caputo dapat dipahami
dengan yang baik. Hal ini berarti dekonstruksi sebagai bentuk kedewasaan iman.
Caputo mengandaikan adanya struktur yang Banyak yang keimanannya masih
sudah ada dulu agar bisa dikritik, jadi kritikn- terbatas pada pelajaran sekolah
ya tidak benar-benar radikal. Caputo memang minggu di mana doktrin-doktrin dise-
mengatakan bahwa dengan dekonstruksi derhanakan dan diabsolutkan agar
agama tradisi masih memiliki tempat, tetapi dapat dipahami anak-anak. Bagi
hanya sebagai pencatat tradisi seperti museum mereka yang sudah dewasa, pandan-
saja, jadi peran religiusnya sudah hilang. Di gan Caputo sangat penting dan rele-
samping itu, peristiwa keadilan memang van dalam memberikan komplikasi
memiliki basis dalam kisah-kisah kitab suci, dan kekayaan perspektif lain dalam
seperti Musa yang membebaskan perbudakan praktik keagamaan. Namun dilihat
di Mesir, namun terdapat juga kisah-kisah di pada dirinya sendiri dekonstruksi
mana Allah bertindak melalui peperangan dan Caputo menghasilkan Allah yang
kekerasan seperti perebutan tanah Kanaan. tidak tidak jelas dan tidak dapat
Namun dalam dekonstruksi Caputo, hampir dipraktikkan sehari-hari, kalaupun
tidak mungkin jika dalam kisah ini Allah bisa, itupun tidak ada bedanya
ditafsirkan sebagai sosok kejam yang ingin dengan moralitas biasa.
menghancurkan negara lain. Dengan kata lain Ketiga, apakah agama menjadi
dekonstruksi Caputo walau berusaha membe- sama dengan moralitas? Apa yang
baskan diri dari doktrin, masih tidak membedakan panggilan Allah
sepenuhnya bebas dan tetap terbatas pada dengan panggilan moral-etis lainnya?
asumsi-asumsi awal mengenai Allah. Dalam pandangannya bahwa manu-
Kedua, jika Allah serba paradoks seperti sia yang eksisten dipanggil untuk
yang dikemukakan Caputo, apa yang dapat mewujudkan harapan keadilan yang
dipercayai seseorang yang ingin mulai beri- akan datang, terlihat ada reduksi dari
man? Dalam Allah yang serba paradoks, Allah nilai religius ke nilai etis. Hal ini
dan agama bisa menjadi tanpa bentuk (amor- dapat memiliki arti dengan berbuat
phous). Bayangkan ada seseorang yang baik maka sudah memenuhi panggi-
memiliki moralitas tetapi tanpa kepercayaan lan Allah, atau sering diungkapkan
religius sama sekali: bukan teis maupun ateis. dengan “yang penting
34
berbuat baik…” Reduksi ini menimbulkan Sarah Broadie, “Rational Theology,” dalam
Cambridge Companion to Early Greek
pertanyaan, jika demikian untuk apa repot-re- Philosophy, ed. A.A Long (Cambridge:
pot mendekonstruksi ajaran agama dan men- Cambridge University Press, 1999), h. 222.
Penulis naskah Sisyphus masih diperde-
dengarkan panggilan Allah kalau berbuat baik batkan, apakah Critias atau Euripides
saja sudah cukup. Caputo memang tidak men- John D Caputo, “What Do I Love When I
Love My God? Deconstruction and Radi-
yatakannya secara langsung, tetapi ada cal Orthodoxy,” dalam Questioning God,
kecenderungan seperti ini dalam pandangann- ed. John D. Caputo, Mark Dooley, dan
Michael J. Scanlon (Bloomington: Indiana
ya. Nilai religius berbeda dengan nilai etis University Press, 2001), h. 139.
karena ada sosok Allah di dalamnya. Jika John D. Caputo, What Would Jesus
Deconstruct? The Good News of Postmo-
Allah ini didekonstruksi sampai tidak berben- dernity for the Church (Grand Rapids:
tuk dan tak dikenal maka dua nilai ini bisa Baker Academic, 2007), h. 58.
Frederick Copleston S.J., A History of
menjadi sama. Philosophy Volume I, h. 22-41.
Istilah metafisika ini dipakai oleh Andron-
icus dari Rhodes untuk mengelompokkan
karya-karya Aristoteles. Aristoteles sendiri
Kesimpulan menggunakan istilah prōtē philosophia
atau filsafat pertama untuk hal ini.
Frederick Copleston S.J., A History of
Philosophy Volume I: Greece and Rome -
Caputo mencoba menjawab tantangan From the Pre-Socratics to Plotinus (New
kematian metafisika dalam filsafat ketuhanan York: Image Books, 1993), h. 176.
Aristoteles, Metaphysics Book Lambda,
dengan menggunakan dekonstruksi. Allah diterjemahkan oleh Lindsay Judson
dalam konsep teologi Caputo bukan lagi Ada (Oxford: Clarendon Press, 2019), h. 31.
Gerard O’Daly, “Augustine” dalam Rout-
tetapi sebuah “panggilan”. Dalam kelemahan- ledge History of Philosophy Volume II:
nya Ia berkuasa dan memanggil manusia From Aristotle to Augustine, diedit oleh
G.H.R. Parkinson dan S.G. Shanker (Lon-
untuk membela orang-orang yang lemah dan don dan New York: Routledge, 1999), h.
terpinggirkan. Manusia sebagai yang eksisten 396.
Eleonor Stump, Aquinas (London:
dipanggil oleh Allah yang insisten untuk Routledge, 2003), h. 97.
menghadirkan keadilan Kerajaan Allah ini ke Ilustrasi ini pertama kali didengar oleh
penulis pada kuliah Metafisika Dr. A.
dalam dunia. Walaupun terdapat kritik yang Setyo Wibowo dalam kelas Metafisika dan
dapat disampaikan pada Caputo, Caputo dibuktikan saat berbincang dengan
seorang rekan kerja dari Perancis. Ia
berhasil menunjukkan masalah-masalah yang merasa jijik melihat orang Indonesia
muncul pada pendekatan metafisika dalam meminum jus Alpukat. Kurang-lebih
sama jijiknya jika kita sebagai orang Indo-
filsafat ketuhanan dan menunjukkan jalan nesia melihat seseorang yang meminum
keluarnya. jus pete atau jus jengkol. Secara biologis
alpukat memang buah, tetapi dalam
konteks sehari-hari alpukat dianggap
berbeda-beda tergantung dari asal nega-
Le Dieu (métaphysique) est mort, vive Dieu! ra/ kebiasaan pembelinya.
Hanya sebagai ilustrasi, bukan mencer-
minkan aliran yang ada.
Jawaban saya pribadi: tidak kalau saya
diajak juga, asal bukan nontonnya
diam-diam nyolong di rumah tetangga,
tidak kalau makanannya ikut dibagi.
Judith Wolfe, Heidegger and Theology, h. 130. Exodus 3:4 (New English Translation)
Judith Wolfe, Heidegger and Theology, h. 140. Luthier secara harafiah berarti pembuat
Friedrich Nietzsche, The Gay Science (New York: gitar, di sini untuk menggambarkan sisi
Vintage Books, 1974), h.181. poetik. Saya mempertentangkannya
David M. Goldenberg, The Curse of Ham: Race and dengan (Martin) Luther yang menggam-
Slavery in Early Judaism, Christianity, and Islam barkan logos.
(New Jersey: Princeton University Press), h. 1. John D. Caputo, What Would Jesus
Ibid., h. 105. Deconstruct, h. 58
Robert Nola, “The Young Hegelians, Feuerbach, and Ibid., 63.
Marx” dalam Routledge History of Philosophy Jacques Derrida, “Force of Law” dalam
Volume VI: The Age of German Idealism, diedit oleh Deconstruction and Possibility of Justice,
Robert C. Solomon dan Kathleen M.Higgins (Lon- diedit oleh Drucilla Cornell et. al (New
don dan New York: Routledge, 2004), h. 309. York: Routledge, 1992), h. 14.
Judith Wolfe, Heidegger and Theology, h. 141. John D. Caputo, After the Death of God, h.
John D. Caputo, “Spectral Hermeneutics: On the 62.
Weakness of God and the Theology of the Event” Ibid., h. 64.
dalam After the Death of God, diedit oleh Jeffrey W. John D. Caputo, What Would Jesus
Robbins (New York: Columbia University Press, Deconstruct, h. 118
2007), h. 66.
John D. Caputo, What Would Jesus Deconstruct, h.
38.
John D Caputo, The Insistence of God, h. 31.
John D. Caputo, After the Death of God, 70.
Pascal mengatakan lebih baik percaya Tuhan daripa-
da tidak karena risikonya lebih tinggi jika tidak
percaya.
Nicholas Bunnin dan Jiyuan Yu, The Blackwell Dictio-
nary of Western Philosophy (Malden: Blackwell
Publishing, 2004), h 506.
Daftar Pustaka
–––––. What Would Jesus Deconstruct? The Good News of Postmodernity for the
Church. Grand Rapids: Baker Academic, 2007.
–––––. “What Do I Love When I Love My God? Deconstruction and Radical Ortho-
doxy.” dalam Questioning God, diedit oleh John D. Caputo, Mark Dooley, dan
Michael J. Scanlon. Bloomington: Indiana University Press, 2001.
–––––. “Spectral Hermeneutics: On the Weakness of God and the Theology of the
Event” dalam After the Death of God, diedit oleh Jeffrey W. Robbins. New York:
Columbia University Press, 2007.
Derrida, Jacques. “Force of Law” Dalam Deconstruction and Possibility of Justice,
diedit oleh Drucilla Cornell et. al. New York: Routledge, 1992.
Copleston S.J., Frederick. A History of Philosophy Volume I: Greece and Rome – From
the Pre-Socratics to Plotinus. New York: Image Books, 1993.
Fox, Matthew. Meditations with Meister Eckhart. Santa Fe: Bear & Company, Inc, 1983.
Hardiman, F. Budi. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida.
Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2015.
Moody, Catherine Sarah. “John D. Caputo” Dalam The Palgrave Handbook of Radical
Theology, diedit oleh Christopher D. Rodkey dan Jordan E. Miller. Cham:
Palgrave MacMillan, 2018.
Nietzsche, Friedrich. The Gay Science. New York: Vintage Books, 1974.
Nola, Robert. “The Young Hegelians, Feuerbach, and Marx” dalam Routledge History of
Philosophy Volume VI: The Age of German Idealism, diedit oleh Robert C.Solo-
mon dan Kathleen M.Higgins. London dan New York: Routledge, 2004.
O’Daly, Gerard. “Augustine” dalam Routledge History of Philosophy Volume II: From
Aristotle to Augustine, diedit oleh G.H.R. Parkinson dan S.G. Shanker. London
dan New York: Routledge, 1999.
Page, Jimmy dan Robert Plant (Led Zeppelin). Stairway to Heaven. London: Island
Records, 1971.
Simpson, Christopher Ben. Religion, Metaphysics, and the Postmodern: William Des-
mond and John D. Caputo. Bloomington: Indiana University Press, 2009.
Stump, Eleonor. Aquinas. London: Routledge, 2003.
Wolfe, Judith. Heidegger and Theology. London dan New York: Bloomsbury Academic,
2014.
Abstraksi Pendahuluan
Jacques Derrida (1930-2004) adalah Derrida pindah dan menetap
seorang filsuf asal Prancis kelahiran El Biar, di Paris, Prancis, sejak 1949 untuk
Aljazair, yang dipercaya telah mengubah menamatkan sekolah tingkat
wacana filosofis dewasa ini dengan menengahnya. Kemudian ia
membuatnya kembali terbuka terhadap melanjutkan studi di bidang filsafat
segala kemungkinan. Secara konkret Derrida di École Normale Supérieure (ENS),
telah mengguncang segala bentuk wacana Paris. Memulai kariernya sebagai
atau teks filosofis yang membicarakan asisten dosen di Sorbonne
“Being adalah …” untuk kembali (1964-1984) sebelum kembali ke
dipertanyakan demi menghasilkan teks baru. ENS untuk mengajar secara tetap di
Karena bagi Derrida setiap teks filosofis sana (1964-1984). Karya filosofis
tidak dapat melampaui jarak antara teks dan pertamanya terbit pada 1962
realitas, sehingga teks filosofis memiliki berjudul Edmund Husserl’s Origin
potensi untuk mengguncangkan dirinya of Geometry: An Introduction yang
sendiri untuk menghasilkan wacana (teks) merupakan disertasinya di ENS.
baru (double science). Oleh karenanya Nama Derrida menjadi terkenal di
Derrida tidak melakukan penghancuran dunia internasional semenjak
terhadap setiap wacana filosofis, tapi ia membawakan karyanya berjudul
hanya menyingkapkan selubung metafisika Structure, Sign, and Play in the
pada teks berupa jarak antara teks dan Discourse of the Human Sciences
realitas yang membuat teks secara alamiah pada sebuah kolokium di Johns
menghancurkan dirinya sendiri sekaligus Hopkins University, Baltmore (AS),
membangun teks yang-lain secara tahun 1966. Setahun kemudian ia
bersamaan. Gerakan alami dari teks tersebut menerbitkan tiga buah buku
disebut sebagai Dekonstruksi. sekaligus yang sebagian besar isinya
terdiri dari artikel dan makalah yang
Kata kunci sudah pernah terbit sebelumnya di
Derrida, différance, suplemen, jejak, berbagai majalah. Ketiga buku
dekonstruksi tersebut antara lain: Writing and
bahwa pada teks Being tidak terdapat origin, Bukankah kita memerlukan definisi
tapi jejak teks lain yang memungkinkan teks utuh “Being adalah …” untuk
Being dibicarakan secara lain. Bersamaan menentukan sebuah aksi pencurian
dengan itu Derrida juga hendak menjelaskan sebagai tindakan yang melanggar
bahwa différance dapat dihayati sebagai jejak hukum? Maka jelas dengan
non-origin yang memberikan batasan tegas sendirinya bahwa definisi utuh
antara (1) membicarakan Being secara “Being adalah …” tetap diperlukan
metafisis dalam jalinan dengan origin, dan (2) dalam tataran praksis hidup
membicarakan Being sebagai teks dalam sehari-hari.
jalinan atau rantai-perbedaan dengan teks
lainnya.
Kesimpulan
Tinjauan Kritis
Peran nyata Derrida dalam
Artikel ini selain berusaha untuk menjelaskan
mengubah wacana filosofis dewasa
wacana Derrida tentang différance dan
ini adalah dengan membuat wacana
batasan tegas dalam hal membicarakan Being
filosofis kembali terbuka terhadap
secara metafisika dan membicarakannya
segala kemungkinan. Kekerasan teks
sebagai teks, juga berusaha untuk
filosofis diguncangkan dari dalam
memberikan tinjauan kritis terhadap wacana
teks itu sendiri dengan menolak
tersebut. Pertama-tama harus diakui bahwa
segala bentuk definisi yang kaku.
wacana Derrida tersebut tidak dapat ditolak
Secara lugas dapat dikatakan bahwa
begitu saja secara teoritis. Namun di sisi lain
Derrida telah mengguncang segala
kita akan menemukan kesulitan dalam
bentuk pembicaraan “Being adalah
menerapkannya pada tataran praksis. Sulit
…” dalam wacana sejarah epoch dan
untuk membayangkan bahwa dalam
membuka kembali wacana filosofis
kehidupan sehari-hari kita tidak akan pernah
untuk menghasilkan teks baru.22
sampai pada definisi utuh “Being adalah …”
Karena jelas dengan sendirinya
ketika berhadapan dengan tindakan konkret:
bahwa teks selalu merujuk dirinya
menolong orang lain. Apakah kita harus
sendiri dalam jalinan
senantiasa mempertanyakan motif dari
rantai-perbedaan untuk
seseorang yang memberikan pertolongan
menghasilkan teks yang lain (double
kepada orang lain atau bahkan kepada diri
science). Walhasil teks itu sendiri
kita? Atau ketika kita berhadapan dengan
selalu bergerak untuk
tindakan konkret seperti: pelanggaran.
mengguncangkan dirinya sendiri dan
di saat bersamaan membangun teks
baru.23
45
Sehingga Derrida tidak mengajak kita Karena ia sadar betul bahwa kita
untuk menghancurkan setiap wacana tidak dapat keluar dari jerat
filosofis – dari luar teks –, melainkan ia metafisika (onto-teologis) dengan
membukakan mata kita untuk melihat bahwa cara menggantinya dengan wacana
pada teks terdapat rantai-perbedaan yang baru. Dalam hal ini Derrida hanya
menghancurkan sekaligus membangun teks menunjukkan bahwa pada teks
yang-lain secara bersamaan. Gerakan alami terdapat gerakan alami untuk
dari teks tersebut adalah dekonstruksi. menghancurkan dirinya dan
membangun teks baru
Dengan demikian Derrida telah
(dekonstruksi).
menyingkapkan selubung metafisika dan
memperlihatkan batasannya pada seluruh
wacana sejarah epoch tanpa
menghancurkannya sama sekali (dari luar)
dan membangun sebuah wacana yang lain
sebagai penggantinya.
14
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 144-5.
1
Bandingkan dengan Jacques Derrida, Writing and Difference, Penerj. 15
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 303-4.
Alan Bass (London: Routledge Classics, 2001) , hal. 75. 16
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 154.
2
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, Penerj. David B. Allison dan 17
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 68.
Newton Garver (Evanston: Northwestern University Press, 1973), hal. 18
Jacques Derrida, Of Grammatology, hal. 46-47.
140-1. 19
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 141-3.
3
Ferdinand de Saussure, Course in General Linguistics, Penerj. Wade 20
Bandingkan dengan Jacques Derrida, Positions, Penerj.
Baskins (New York: Columbia University Press, 2011), hal. 120. Alan Bass (Chicago: The University of Chicago Press, 1981),
4
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 130. hal. 26.
5
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 143-4. 21
Jacques Derrida, Of Grammatology, hal. 61.
6
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 129. 22
Jacques Derrida, Writing and Difference, hal. 4-5.
7
Différence adalah kata dalam bahasa Prancis yang berar� perbedaan 23
Bandingkan dengan Jacques Derrida, Speech and
atau difference dalam bahasa Inggris. Phenomena, hal. 134.
8
Bandingkan dengan Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 130.
9
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 130-1.
10
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 135.
11
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 138. Bandingkan juga
dengan Jacques Derrida, Of Grammatology, Penerj. Gayatri Chakravorty
Spivak (Bal�more: The Johns Hopkins University Press, 1997), hal. 12.
12
Jacques Derrida, Of Grammatology, Penerj. Gayatri Chakravorty Spivak
(Bal�more: The Johns Hopkins University Press, 1997), hal. 158.
13
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 145.
Daftar Pustaka
Membongkar Novel
Cantik itu Luka Melalui
Pandangan Surealisme dan
Feminisme
Puji F. Susanti, Abdul Rahman,
Hendrik Boli Tobi, Nova Lumempouw
Abstrak Pendahuluan
Novel Cantik itu Luka merupakan karya Di dalam penulisan ini, kami akan
sastra Indonesia yang luar biasa dari Eka membongkar novel Cantik itu Luka
Kurniawan karena alur ceritanya penuh ke dalam dua sub topik yang menar-
dengan imajinasi, hasrat, dan kekuasaan ik, yaitu surealisme dan feminisme.
sehingga karya tersebut dapat kami bongkar Dalam sudut pandang yang pertama
(dekonstruksi) secara filosofis melalui dua kita melihat bahwa novel ini dapat
sudut pandang, yakni teori Surealisme yang digolongkan ke dalam sastra sureal-
berakar dari psikoanalisa Freud dan teori isme karena cerita dari novel ini
Feminisme. Melalui surealisme kami bisa mempunyai hubungan yang erat
melihat bahwa tindakan sadar dari beberapa dengan teori psikoanalisa Sigmund
tokoh di dalam cerita berasal dari hasrat liar Freud mengenai mimpi, seks, dan
yang sangat jauh dari nilai-nilai masyarakat alam bawah sadar. Hal tersebut bisa
yang berlaku, sedangkan melalui feminisme dibuktikan ketika Eka Kurniawan
kami bisa melihat bahwa phallus atau penis menjabarkan para tokoh melalui
tetap menjadi simbol kekuasaan di dalam penggambaran otomatis (automatic
masyarakat sehingga masyarakat masih drawing) tanpa mempertimbangkan
berada dalam kebudayaan patriarki. rasio atau nilai estetik dan moral
yang berlaku. Para tokoh tersebut
Kata Kunci diperlihatkan secara gamblang,
bagaikan mimpi, bahwa tindakan
Cantik Itu Luka, Sigmund Freud, Surealisme, pra sadar (ego) mereka lebih
Feminisme, Patriarki didasarkan pada ketidaksadaran (id)
atau hasrat yang sangat liar sehingga
perbuatan mereka dinilai sangat jauh
Pada bagian awal, novel ini menceritakan Dewi Ayu pernah menikah dengan
seorang perempuan yang bangkit dari kubu- seorang lelaki paruh baya. Lelaki
rannya setelah dua puluh satu tahun kematian- tersebut bernama Ma Gedik yang
nya. Kebangkitannya menguak kutukan dan merupakan kekasih neneknya (Ma
tragedi keluarga, yang terentang sejak akhir Iyang) terdahulu. Dewi Ayu memak-
masa kolonial. Perpaduan antara epik keluar- sa Ma Gedik menikahinya dengan
ga yang dibalut romans, kisah hantu, kekeja- alasan meminta maaf karena dulu Ma
man politik, mitologi, dan petualangan. Gedik tidak dapat menikahi Ma
Perempuan yang bangkit dari kematian itu Iyang, neneknya yang sangat dicintai
adalah Dewi Ayu, seorang peranakan Belan- Ma Gedik. Namun, setelah Dewi Ayu
da-Pribumi dari keluarga Stammler. Dewi Ayu dan Ma Gedik menikah, Ma Gedik
lahir dari hasil hubungan inses keluarga terjun dari bukit karena tidak meneri-
Stammler. ma pernikahan tersebut. Ma Gedik
menjadi hantu yang selalu menghan-
Setelah Jepang datang dan memaksa seluruh tui bahkan mengutuk Dewi Ayu dan
keluarga Belanda dan keturunannya untuk keluarganya.
pulang ke negeri mereka sendiri, Dewi Ayu
tak pernah mau meninggalkan Halimunda, Keempat anak Dewi Ayu bernama
desa tempat dia dilahirkan dari ayah Belanda Alamanda, Adinda, Maya Dewi, dan
dan ibu campuran Indonesia. Dewi Ayu sangat Cantik. Ketika Alamanda, Adinda,
cantik sehingga banyak pria yang berahi meli- dan Maya Dewi dewasa mereka
hatnya. Mereka menginginkan satu malam menikah dengan lelaki yang cukup
bercinta denganya dan melakukan apapun terkenal di Halimunda. Alamanda,
49
Namun, sekali lagi, ini adalah sebuah kemus- Menurut hemat kami, para pembaca
tahilan sebab istri Kamino yang ada di desa Indonesia mungkin tidak sulit mener-
terpencil tidaklah mungkin mendapatkan ima kisah-kisah itu karena kehidupan
operasi caesar tersebut. klenik memang sudah mengakar di
dalam perkembangan kebudaayan
Kedua, Eka Kurniawan sangat menonjolkan Indonesia.
tradisi kuno yang mulai dilupakan oleh mas-
yarakat modern saat ini, yaitu adanya Seperti seniman surealis lainnya,
kehidupan klenik. Di dalam cerita, praktik sangat jelas memperlihatkan corak
perdukunan sangat berpengaruh di dalam psikologis bahwa seseorang yang
kehidupan masyarakat Halimunda. Sebagai melihat hantu itu sebenarnya terkena
contoh, ketika sang Shodanco menginginkan skizofrenia, yaitu semacam ganguan
seorang anak dari Alamanda, laki-laki itu tam- mental yang menyebabkan seseorang
paknya lebih mempercayai seorang dukun mengalami halusinasi, delusi, keka-
dibandingkan dengan seorang dokter. Kemu- cauan berpikir, dan perubahan
dian Alamanda yang menolak diperkosa oleh prilaku. Ini bisa dicontohkan oleh
suaminya juga pergi ke dukun untuk mema- sikap Shondanco yang sering men-
sang celana besi dengan menggunakan mantra embaki hantu-hantu komunis karena
rahasia sehingga suaminya tidak bisa hantu-hantu tersebut selalu meng-
menyentuh kemaluannya. Lalu hal yang lebih ganggu ketenangannya. Itu semua
menakjubkan adalah ramalan Kamerad terjadi karena mereka semua dibunuh
Kliwon yang mampu meramal kelahiran anak secara serampangan oleh tentara
Alamanda dan sang Shodanco. Kamerad militer, termasuk Shodanco sebagai
Kliwon mengatakan bahwa putri mereka, pemimpinnya, dan orang-orang anti
Nurul Aini, akan lahir dua belas hari lebih komunis. Pembataian komunis
cepat dari putranya sendiri bersama Adinda, digambarkan dengan sangat jelas dan
yaitu Krisan. Tidak hanya itu, penulis juga mengerikan bahwa mereka dibantai
kerap menampilkan dunia sihir, seperti dengan senapan, golok, pedang, dan
Kamino dan Kinkin, sebagai penjaga kuburan, arit. Mayat para komunis kemudian
mahir memainkan jailangkung untuk dibiarkan di tepi jalan sehingga Kota
memanggil roh-roh yang sudah mati. Kita Halimunda seketika dipenuh oleh
yang membaca akan mengerenyitkan dahi mayat-mayat yang ada di selokan.
saat membaca kisah-kisah tersebut, tetapi Meskipun Eka kurniawan sudah
anehnya pembaca akan terus membacanya menunjukkan corak psikologis yang
seolah-olah pembaca percaya apa yang dika- terstruktur, dia kembali lagi masuk ke
takan oleh penulis. dalam keabsurdan, yaitu ketika
Kamerad Kliwon
53
kedatangan temannya, Karmin, yang sudah pastinya kita secara nyata tidak
mati dengan luka penuh darah dan peluru. menginginkan hal tersebut terjadi di
Mereka asyik mengobrol di beranda rumah dalam kehidupan kita. Namun, para
sambil meminum kopi, dan Kamerad Kliwon surealis yang mengangkat cerita
membersihkan luka temannya tersebut. Tentu tersebut tampak sekali ingin menun-
kisah tersebut membuat para pembaca bergi- jukkan kepada para pembaca, atau
dik takut untuk membayangkannya. semua manusia, bahwa pada dasarn-
ya setiap individu mempunyai kebe-
Ketiga, penulis sangat berhasil menggambar- basan untuk mengikuti hasrat dan
kan kehidupan seksual secara nyata, tetapi alam bawah sadarnya (id) untuk
anehnya deskripsi tersebut tidak memperlihat- melakukan semua hal gila tersebut
kan bahwa novelnya adalah cerita seks mura- secara sadar (ego) jika mereka mem-
han atau pornografi. Penulis bahkan benar-be- punyai kesempatan, meskipun semua
nar tidak ragu untuk mengatakan kata-kata itu ditentang oleh nilai-nilai mas-
yang penuh nafsu, seperti ‘meremas dua buah yarakat yang ada (super ego).
dada yang indah’, ‘aku suka lubang kemalu-
anmu’, ‘orang-orang memburu kemualu- Feminisme Radikal
anku’, dll. Para pembaca pastinya tersipu dan Seksualitas
malu ketika menemukan kata-kata tersebut,
tetapi penulis ingin memperlihatkan bahwa Semua perempuan bersaudara dan
memang banyak manusia di dunia ini yang setiap individu adalah bagian dari
meluapkan hasrat seksnya yang liar. Selain politik. Ini adalah klaim para pen-
itu, penulis juga memperlihatkan seks yang gusung feminis radikal sehingga
dianggap tabu bagi kebanyakan masyarakat. setiap individu tentu saja berhak
Sebagai contoh, sang Shodanco dan Maman mengupayakannya. Membaca Cantik
Gendeng, suami dari Alamanda dan Maya Itu Luka membuat kita menyadari
Dewi, berani meniduri Dewi Ayu, yang tidak bahwa Eka Kurniawan ingin menjad-
lain adalah ibu dari istri-istri mereka. Itu ikan cerita ini bertumpu pada kedi-
mereka lakukan karena Dewi Ayu adalah pela- rian para tokoh perempuannya.
cur yang paling cantik di Halimunda. Tidak Meski terkesan menyajikan persoalan
lupa, penulis juga memasukkan kisah inses seks dan selangkangan dengan sangat
mengenai Putri Renggani yang cantik digilai vulgar, kami memahami bahwa Eka
oleh sang Raja, yang tidak lain adalah ayahn- Kurniawan ingin menggugah para
ya sendiri. Hematnya, dari tiga penjabaran di pembacanya, bagaimanapun juga
atas, para pembaca pastinya akan merasa seks adalah bagian dari kehidupan
terkejut, takut, bahkan muntah ketika mene- sehari-hari masyarakat. Apa yang
mukan tiga catatan yang kami berikan karena disebut dengan ars erotica oleh
Michel Foucault telah mendedahkan
pria tua yang boleh saja dianggap nyaris Tubuh perempuan adalah model biol-
lemah syahwat untuk menjadi suaminya. ogis, di mana tubuh perempuan ditan-
dai sebagai inferior dibandingkan
Eka Kurniawan tidak berhenti bermain-main dengan tubuh laki-laki menurut pato-
dengan karakter Dewi Ayu yang sangat kan-patokan nilai berposisi biner
otonom atas kebertubuhannya. Beberapa lama (laki-laki dan perempuan) yang
setelah kependudukan Jepang, Dewi Ayu dija- dibuat oleh sistem budaya patriarki.
dikan gundik Jepang dan harus melayani para Kebertubuhan merupakan model
tentara setiap hari. Ia tak kehabisan akal untuk simbolik, yang mempersepsikan sisi
membuat para tentara Jepang bosan padanya, kapasitas biologisnya terutama
ia hanya memilih tak melakukan apa-apa saat bidang reproduksi biologis dan repro-
tentara jepang menaiki ranjang dan menin- duksi sosial. Lain halnya dengan
dihnya. Ia berlaku layaknya gedebok pisang, Dewi Ayu, yang digariskan sebagai
tak pasrah, tak juga melawan. Dewi Ayu men- perempuan dengan kendali penuh
yadari bahwa dengan melawan, para pria akan atas tubuhnya, Alamanda, anak
semakin tertantang untuk memaksa dan pertama Dewi Ayu justru mengalami
menunjukkan dominasinya. perkosaan dalam pernikahannya.
Bahkan dia terpaksa menikahi pria
Pun ketika seorang preman (Maman Gen- yang memperkosanya dan mengam-
deng) melamar Dewi Ayu, ia memilih meno- bil keperawanannya, karena dia
lak dan tetap menjadi pelacur. Meskipun akh- merasa direnggut segala dalam dirin-
irnya Dewi Ayu bersedia untuk hanya tidur ya. Eka menuliskan bahwa Alamanda
dengan satu pria ini saja sejak lelaki ini mela- malu pada kekasihnya, merasa tak
marnya. Dan lelaki ini harus tetap membayar berharga lagi setelah diperkosa dan ia
dirinya setiap malam ingin tidur dengannya. memutuskan hubungan seketika itu
Lelaki ini bahkan berjanji akan membuat pula. Karakter Alamanda ada pada
Dewi Ayu puas setiap kali mereka berseng- sebagian besar perempuan Indonesia,
gama, entah dengan apa dan bagaimanapun yang menganggap bahwa keperawa-
caranya, tentu saja Dewi Ayu sangat menyetu- nan segala-galanya, yang harus
juinya. Tak bisa dipungkiri bahwa baik dipersembahkan hanya kepada
laki-laki maupun perempuan memiliki hak kekasihnya. Dan ketika itu terenggut,
atas otonomi tubuhnya, termasuk di dalamnya mereka menyerah seolah merasa tak
terkait kepuasan dalam berhubungan atau pantas lagi untuk orang yang dicintai.
orgasme. Hak atas kenikmatan seksual itu
sendiri merupakan bentuk fundamental dari Setelah menikah pun, Alamanda
hakikat manusia sebagai entitas mahluk mengalami perkosaan dalam rumah
biologis. tangga.
59
suami tak jauh dari kediaman Alamanda. Ada Maya Dewi, gadis yang dinikahkan
suatu adegan di mana suami Adinda pulang di usia sangat belia oleh Ibunya
dari pengasingannya. Adinda seolah tahu (Dewi Ayu) agar dihindarkan dari
bahwa suaminya pulang setelah sempat sikap bermain-main dengan hati para
mampir terlebih dahulu ke rumah Alamanda lelaki. Maya Dewi dinikahkan
dan terjadi perselingkuhan di antara keduan- bahkan saat dirinya masih sekolah.
ya. Adinda mengatakan bahwa jika itu mem- Setelah menikah Maya Dewi melaku-
buat suaminya bahagia, dia menerimanya kan rutinitas layaknya ibu rumah
dengan suka cita, selama suaminya pulang tangga sebagaimana yang diajarkan
kembali kepadanya. Suaminya tertekan oleh Ibunya kepadanya. Dikisahkan Maya
pernyataan itu, tak lama kemudian dia dike- Dewi adalah anak gadis yang paling
temukan bunuh diri di kamar. menurut. Dan ia tumbuh sebagai istri
yang sangat baik kepada suaminya.
Hasrat atau desire pada dasarnya merupakan Kepasrahan Maya Dewi yang menja-
kebutuhan hakiki yang secara kontruksi sosial ga rumah tangga dan menerima
adalah seksualitas. Secara historis, hasrat perjodohannya itu masih berlanjut
perempuan telah dibatas hanya pada wilayah hingga Maya Dewi menyerahkan
perkawinan dan keluarga (Lisa Tuttle. 1995), tubuhnya pada Sang Suami setelah
kita bisa bercermin dari kisah keluarga Ala- bertahun-tahun keduanya tidak
manda dan Adinda. Keluarga atau pernikahan pernah saling bersentuhan satu sama
itu sendiri bagi mereka menjadi semacam lain.
pagar batas yang mau tak mau mereka jaga
dari omongan orang – dari kehancuran di mata Suami Dewi Maya adalah kekasih
orang-orang Halimunda. Entah bagaimana Dewi Ayu, dengan kata lain, Dewi
cara perempuan ingin menampakkan kehar- Ayu memberikan putrinya agar diper-
monisan rumah tangganya dan berjuang untuk sunting kekasihnya sendiri. Dewi
mempertahankannya tak lain dan tak bukan Ayu sekali lagi dimenangkan oleh
juga disebabkan oleh kontruksi sosial yang Eka sebagai perempuan dengan
mempagari perempuan dalam perkawinan dan otonomi diri yang hebat, ia menikah-
keluarga. Beberapa feminis menyebutnya kan putri kecilnya kepada kekasihnya
sebagai cinderella complex, di mana pernika- sendiri agar terlindungi dari ‘kebina-
han dan kehadiran seorang Lelaki dalam lan’ seperti yang dilakukan kedua
hidup para perempuan adalah akhri dari kakaknya. Masyarakat Halimunda
perjalanan hidupnya. Sampai pada institusi mewakili sebagian besar bagaimana
bernama pernikahan inilah perempuan masyarakat Indonesia berpikir, maka
habis-habisan membuatnya (nampak) kita juga bisa menyimpulkan kenapa
bahagia. Dewi Ayu menganggap dua anak
gadisnya Alamanda dan Adinda
61
sebagai gadis dengan perilaku buruk padahal Rengganis Si Cantik (anak Adinda)
mereka berdua masih terjaga keprawanannya dikisahkan menangis di sekolah dan
dan bukan gadis yang menjalani gaya hidup melaporkan kepada khalayak terma-
freesex. Alamanda dan Adinda digambarkan suk bapak ibu dan gurunya bahwa
sebagai dua anak gadis cantik yang selalu dirinya diperkosa oleh anjing. Pada-
berusaha menggaet hati para lelaki dengan hal kenyataanya tidak demikian. Sep-
tingakhnya, gayanya, senyumnya, kerlingan upunya sendirilah (Krisan) yang
mata, dan lain sebagainya yang bisa kita sebut memperkosanya. Rengganis Si
‘PHP’. Konstruksi masyarakat kita masih Cantik digambarkan sebagai perem-
menganggap bahwa seks adalah dunia laki-la- puan yang cantik dan bertubuh indah
ki dan perempuan adalah obyek seksual. Hal senndah wajahnya, bahkan Eka Kur-
itu membuat perempuan dituntut membend- niawan secara eksplisit menuliskan
ung dan mengontrol hasrat seksualnya, Rengganis memiliki kecantikan yang
bahkan hingga setiap gerak tubuh, kerlingan secara magi membuat setiap lelaki
mata, senyuman, cara duduk, gerak panggul ingin menyetubuhinya. Krisan, yang
senantiasa diawasi dengan ketat sekaligus meskipun tidak mencintai Rengganis,
ditatap dengan penuh nafsu birahi oleh karena melihat ketelanjangan tubuhn-
laki-laki. Dengan demikian konstruksi seksu- ya di toilet, mendadak ingin meng-
alitas perempuan tidak saja terbentuk karena gaulinya. Kisah cinta Si Cantik
ideologi gender yang dominan tetapi juga (Anak Bungsu Dewi Ayu) tak kalah
didefinisikan oleh tatapan laki-laki (male tragis, penantiannya atas pangeran
gaze). Maka kecentilan dan kegenitan kedua yang ia tunggu akhirnya datang. Saat
anak gadis Dewi Ayu itu sudah dianggap kaum Adam kebanyakan jijik dan
karakter dan sikap yang kurang baik. muntah-muntah karena melihat
wujudnya yang seperti roti gosong,
Nur Aini adalah anak gadis Adinda yang keponakannya (Krisan) sendiri justru
memiliki bakat kebaikan dan kesolehan datang dengan imajinasinya untuk
Ibunya. Dia tumbuh besar bersama dua sepu- menggaulinya. Apa bedanya perem-
punya. Satu sepupu lelaki yang mencintainya, puan cantik dan jelek, Eka menu-
satu lagi sepupu perempuan yang sangat ia liskan demikian, jika toh mereka
jaga dan lindungi. Karena kedekatan Nur Aini sama-sama punya lubang Vagina.
dengan satu sepupu perempuannya (Renggan- Seolah kalimat ini menandaskan
is), ia jatuh sakit dan demam hingga mening- persetubuhan tidak menyoal
gal saat mendapat kabar bahwa Rengganis bagaimana rupa pasanganmu, tapi
minggat. Mayatnya digali dari kuburan oleh bagaimana engkau mengkhayalkan
sepupu laki-laki (Krisan) yang sangat mencin- dirinya – bahkan saat ia berada di
tainya, lalu disimpan di bawah tempat tidur. hadapanmu saat bercinta.
Kecantikan perempuan adalah susunan dari 26. Lihat kisah Alamanda yang berpura-pura bahagia
dengan
konstruksi tirani yang dibuat oleh para lelaki Shodancho, nonton bareng, duduk-duduk di teras
rumah,
dan dilanggengkan oleh afirmasi budaya. menghadiri segala macam pesta dan menampakkan
kebahagiaan di muka umum. Namun di balik itu semua
Perempuan harus mengikuti standar kecanti- lamanda sangat membenci suaminya, bahkan menolak
berhubungan seksual dengannya. Sedangkan Adinda
kan yang dibuat para laki-laki, sementara itu yang
sangat mencintai Kliwon dan berharap keluarga mereka
fantasi seksual tersebut pun jadi milik laki-la- tetap baik-baik saja, menerima kenyataan perselingku-
han
ki. Meski berkali-kali Cantik bertanya kenapa suaminya dengan lapang dada.
Sang Pangerannya ingin mengejarnya, 27. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornogra-
fi, hlm xix.
menidurinya, dan mencintainya, tidak ada 28. Tong Roesemarie, Feminist Thought, hal. 54.
29. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 54.
jawaban yang bisa ia sampaikan, kecuali saat 30. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 91
31. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 133-134.
di ujung sakaratul mautnya Sang Pangeran 32. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornogra-
fi.
akhirnya sadar bahwa tak ada alasan lain (Jakarta: Yayasan Kota Kita), 2006, h. 80.
33. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 222-223.
selain menyadari bahwa perempuan yang baru 34. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornografi,
h.347-348.
saja ia tiduri itu, Si Cantik itu Luka. 35. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 393. Adinda
berkata
pada Kliwon, suaminya: “Hantu-hantu komunis itu
memberitahuku, maka aku tahu apa yang engkau
lakukan
di rumah Shodancho (rumah Alamanda). Tapi tak apa
jika
itu membuatmu bahagia.”
36. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 265.
37. Singkatan dari pemberi harapan palsu.
1. Eka Kurniawan. Cantik itu Luka. (Jakarta: Gramedia),2002, h. 1. 38. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornogra-
2. Cantik itu Luka, h. 91. fi, h.xix.
3. Cantik itu Luka, h. 55. 39. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 424.
4. Cantik itu Luka, h. 222 – 224. 40. Gadis Arivia, Feminisme: Sebuah Kata Hati. (Jakarta:
5. Cantik itu Luka, h. 503 Kompas), 2006, h. 67.
6. Uwe Schneede. Surealism. Transalsi. Maria Pelikan.
(Harry N Adams Publishers: New York), 1973, h.21.
7. Harry Suliastianto. Surealisme: Dunia Khayal dan
Otomatisme, (Jurnal UPI: Bandung). h. 3.
8. Robert Atkins. Art Speak. (Abbeville Press: New York),
1990, h. 156.
9. Freud menuliskannya di dalam Bahasa Jerman dengan ‘Es’,
‘Ich’, dan ‘Überich’. K. Bertens. Psikonalisis Sigmund Freud.
(Kompas Gramedia: Jakarta). 2016, h. 32.
10. Cantik itu Luka, h. 1.
11. Cantik itu Luka, h. 483.
12. Cantik itu Luka, h. 355.
13. Cantik itu Luka, h. 233, 302.
14. Cantik itu Luka, h. 327, 483.
15. Cantik itu Luka, h. 389.
16. Cantik itu Luka, h. 299.
17. Cantik itu Luka, h. 272.
18. Cantik itu Luka, h. 120.
19. Tong Roesemarie. Feminist Thought. (Charlotte: Westview
Press). 2009, h. 49. “…The personal is political….”.
20. Michel Foucault. Sejarah Seksualitas: Seks dan Kekuasaan.
(Jakarta: Gramedia). 2000, h. 17.
21. Tong Roesemarie, Feminist Thought, hal. 4.
22. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, hal. 50.
23. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, hal. 50.
24. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornografi.
(Jakarta: Yayasan Kota Kita). 2006, hal. 80.
25. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, hal. 50.
63
Daftar Pustaka
Atkins, Robert. Art Speak. New York: Abbeville Press: New York. 1990.
Suliastianto, Harry. Surealisme: Dunia Khayal dan Otomatisme, Bandung, Jurnal UPI.
Tahun 2016 dianggap sebagai era baru, yakni kebenaran, pascakebenaran, kore-
Zaman Pascakebenaran. Donald Trump, bisa spondensi, Ada, Mengada-mengada,
dikatakan sebagai contoh paling mencolok alētheia, lētheia, Ek-sistens, Dasein,
dari era ini. Geliat Trump sebagai politisi kebebasan.
memanfaatkan fakta dan data meskipun terli- “Supposing that Truth is a
hat menggelikan, namun efektik mengantarn- woman―what then?”
ya menjadi presiden Amerika Serikat. Trump Friedrich Nietzsche,
ingin mencirikan diri sebagai tokoh pembawa Beyond Good and Evil
kebenaran yang datang belakangan. Di sini,
kita berhadapan dengan persoalan kebenaran. Matthew D’Ancona, seorang jurnalis
Salah satu pemikir yang secara serius dan penulis kenamaan berkebangsaan
menyelisik persoalan kebenaran adalah Inggris, mencatat tiga tahun penting
Martin Heidegger. Heidegger berusaha yang terjadi pada paruh kedua Abad
melampaui pandangan tentang kebenaran XX hingga awal Abad XII. Ketiga
yang berdasarkan pada prinsip korespondensi. peristiwa tersebut adalah tahun 1968,
Tawaran Heidegger adalah memahami kebe- 1989, dan 2016. Tahun 1968 menand-
naran sebagai ketersingkapan (alētheia). ai sebuah era revolusi yang berimbas
Melalui cara pandang baru terhadap kebe- pada kebebasan pribadi dan kerin-
naran, Heidegger ingin agar kita sampai pada duan pada kemajuan dalam ranah
esensi kebenaran itu sendiri, yakni keterbu- sosial kemanusiaan. Tahun 1989 mer-
kaan manusia di hadapan Ada. Dengan upakan tahun yang menandai
tawaran ini, kita semua yang hidup dalam runtuhnya era totalitarianism dengan
suasana Zaman Pascakebenaran layak untuk pecahnya Uni Soviet. Sementara,
kembali memberi ruang terbuka pada peny- yang terbaru adalah tahun 2016, yaitu
ingkapan kebenaran dengan sikap “mengam- tahun yang menandai era baru yang
bil jarak” pada riuh-rendah urusan sehari-hari. disebut Zaman Pascakebenaran
(Post-Truth).
Donald Trump dan Zaman “sumber informasi yang valid”.
Pasca-Kebenaran Salah satu hal paling mencolok dari
Zaman Pascakebenaran adalah terpi-
lihnya Donald Trump sebagai presi-
Dalam pandangan D’Ancona, kita den Amerika Serikat. D’Ancona
sekarang ini telah masuk pada sebuah zaman melihat Trump—sebagai presiden
yang ditandai dengan pertempuran politik pertama Zaman Pascakebenaran,
dan intelektual antara institusi demokrasi yang dalam pandangan saya juga
yang telah mapan dan gelombang populisme seorang “nabi” Pascakebe-
berwajah buruk rupa. Rasionalitas dalam naran—lebih layak dipandang
politik ingin digeser dengan naluri emotif, sebagai seorang pekerja dalam dunia
keberagaman budaya ingin digantikan hiburan (entertainer) daripada
dengan semangat primordial, kebebasan seorang politikus atau taipan bisnis.
ingin diubah menjadi kekuasaan otokrasi. Sementara itu, para pendukung
Belum lagi, praksis politik menganut sistem Trump tetap memandangnya sebagai
permainan yang mana keuntungan suatu kandidat presiden yang sebelumnya
pihak merupakan akumulasi kerugian seorang pebisnis yang belum terkon-
pihak-pihak yang lain. Praksis politik bukan taminasi oleh politik.
lagi kontestasi gagasan untuk membawa Majalah TIME membuat
kesejahteraan pada masyarakat. Bahkan, artikel yang membahas tentang
sains dipandang dengan penuh kecurigaan. seberapa mampu Trump memegang
Malah, tidak jarang sains mendapatkan peng- kebenaran. Kasus yang diangkat
hinaan secara terbuka. adalah tuduhan Trump yang diutara-
Orang tidak lagi percaya pada kan melalui Twitter terhadap Presi-
media-media arus utama (mainstream den Obama yang memerintahkan
media). Mereka menganggap bahwa untuk menyadap Trump Tower
media-media arus utama layaknya pohon selama masa kampanye presiden
kering yang telah mati. Media-media arus 2016. Direktur FBI, James Comey,
utama hanya dipandang sebagai “corong membantah tuduhan yang dicuitkan
globalis” atau “elit liberal” yang sudah kada- akun Twitter Trump. Menurut
luwarsa, sudah lewat masanya. Pendapat para Comey, badan yang dipimpinnya
“ahli” dalam segala bidang tidak lagi diper- pasti mengetahui perintah tersebut
caya keabsahannya. Para “ahli” dipandang jika memang perintah tersebut legal.
sebagai “kelompok kartel yang menyimpan Cuitan Trump jelas-jelas mengan-
maksud jahat” alih-alih sebagai cam kredibilitas institusi
66
yang dipimpin Comey. Menanggapi isu ini, Sebagai pengusaha, adalah biasa
Trump dengan tegas mengatakan bahwa bagi Trump untuk melakukan strate-
dirinya adalah orang yang memiliki “penciu- gi bisnis yang “kotor”—dia lebih
man tajam”. Apa yang dirasakannya umumn- senang menyebutnya sebagai “hiper-
ya terbukti benar. Laporan The New York bola yang jujur”—untuk memenang-
Times pada 20 Januari 2017 mengkonfirmasi kan persaingan bisnis.
bahwa data hasil sadapan memang digunakan Evan Davis memandang
untuk menginvestigasi para penasehat Trump sebagai tokoh yang meng-
Trump. Namun, bukan seperti yang dituduh- hancurkan aturan-aturan komunikasi
kan Trump bahwa Obama memerintahkan politik yang ada. Trump membuat
untuk menyadap Trump. media-media mainstream harus
Amunisi bagi tuduhan Trump bertam- lebih teliti lagi dalam pemberitaan
bah ketika ketua Komite Intelegensi AS, mereka. Davis memandang bahwa
Devin Nunes, mengumumkan bahwa Trump tahun 2016 sebagai kontestasi dua
sebagai Presiden terpilih “berada dalam pen- macam omong kosong (bullshit):
gawasan” (“at least monitored”) sebagai yang lama dan yang baru. Trump,
bahan informasi legal. Meskipun demikian yang memberikan tawaran omong
Nunes tidak pernah mengklaim bahwa kosong yang lebih segar, menjadi
Obama memerintahkannya untuk menyadap pemenangnya. Di bagian yang lain,
Trump. Terhadap pemberitaan tersebut, Davis mencontohkan bahwa Trump
Trump tetap ngotot bahwa dirinya benar menggunakan data statistik bukan
seraya berkilah bahwa dalam cuitan Twit- untuk mengungkapkan fakta sebe-
ter-nya, dia menggunakan kata “disadap” narnya yang ada di balik data terse-
tidak dalam makna literal karena dia meng- but. Misalnya saja, ketika Trump
gunakan tanda kutip. menyatakan bahwa tingginya angka
pengangguran di Amerika Serikat
Scherer selanjutnya mengungkapkan bahwa yang mencapai angka 42%. Data
Trump telah membawa aturan-aturan yang tersebut diragukan karena di dalam-
berbeda tentang tingkah laku yang layak bagi nya termasuk para pelajar dan
seorang pejabat publik. Ditambah lagi, orang-orang yang sedang berganti
Trump telah memperkenalkan “gaya baru” pekerjaan. Menurut Davis, dengan
dalam debat publik. Scherer memandang data statistik yang diungkapkan,
bahwa apa yang diperagakan Trump selama Trump hanya ingin terlihat serius
ini tidak lepas dari perannya sebagai dan menyampaikannya dengan lebih
pengusaha. teatrikal sehingga lebih mudah
67
dibelinya adalah emas 22 karat atau 18 karat. Heidegger, pada tahap ini, memaha-
Emas asli bukanlah emas palsu. Emas mi bahwa kebenaran korespondensi
yang asli adalah emas yang “benar”. Sementa- sangat terkait dengan kebenaran
ra, emas yang palsu adalah emas yang “tidak suatu pernyataan (proposition). Lebih
benar”. Pada emas yang asli, ada kesesuaian lanjut, kebenaran suatu pernyataan
(accordance) antara keaslian emas dengan mendasarkan diri pada kebenaran
barang yang merupakan emas asli. Sementara, material. Oleh Heidegger, kebenaran
pada emas yang palsu, kesesuaian itu tidak pada tahap ini disebut sebagai
ada (inaccordance). Jika Ibu yang membeli correctness (Richtigkeit).
emas pada kemudian hari menemukan bahwa Kedua prinsip kebenaran
emas yang dibelinya dari pedagang emas korespondensi yang digunakan oleh
adalah emas yang palsu, dirinya dapat menya- Heidegger mengakar pada tradisi
takan penjual emas telah berbohong. Dengan pemikiran dan teologi Kristiani dari
tindakan berbohong, si penjual emas telah Abad Pertengahan. Dalam tradisi
mengingkari “kebenaran”. Dalam hal ini, tersebut, diyakini bahwa setiap cipta-
yang diingkarinya adalah kesesuaian an adalah idea dari intellectus divinus
pernyataan, “Emas ini asli” dengan kondisi (dalam gagasan intelek Allah).
emas yang dijualnya. Pernyataan: “Emas ini Manusia, dalam pandangan tersebut,
asli,” dengan demikian hanya akan memiliki dipahami sebagai intellectus huma-
makna yang sesuai dengan kebenaran jika nus, sebuah ciptaan dari gagasan
emas yang dirujuk oleh pernyataan tersebut intelek Allah. Meskipun demikian,
adalah emas yang asli. Heidegger rupanya ingin menjauh
Dari ilustrasi di atas, kebenaran dipa- dari pendasaran teologis. Baginya,
hami sebagai korespondensi suatu pernyataan kebenaran yang didasarkan pada
dengan apa yang dinyatakannya. Teori kebe- kebenaran suatu pernyataan sudah
naran korespondensi ini menurut Heidegger mencukupi karena pada dasarnya
adalah teori kebenaran tradisional. Pada level dapat dipahami (intelligible). Bagi
ini, kebenaran dapat dipahami melalui dua Heidegger, kebenaran suatu
prinsip, mengikuti pemikiran Thomas Aqui- pernyataan tidak memerlukan pen-
nas. Pertama, veritas est adequatio rei et intel- jelasan khusus yang mengakar pada
lectūs, kebenaran merupakan kesesuaian tradisi teologi Kristiani Abad
antara objek dengan cara kita memahaminya. Pertengahan.
Kedua, veritas est adequatio intellectūs ad
rem, kebenaran merupakan kesesuaian dari
pemahaman kita dengan objek.
69
PASCAMARXISME DAN
DEKONSTRUKSI
Sebuah Percobaan Awal untuk
Membaca Kontur
Pascamarxisme dari Lensa
“Heideggerian-Kiri”
Yulius Tandyanto
utama, yaitu: (1) perihal konteks umum pasca- pascamarxisme adalah suatu
marxisme, (2) landasan pascamarxisme, (3) “praksis” intelektual —dan bukan
kritik Laclau-Mouffe terhadap sejarah, dan (4) sebuah “ideologi”.
tawaran Mouffe tentang demokrasi radikal.
Secara ringkas, pascamarxisme
Apa itu Pascamarxisme? mempersoalkan sekurang-kurangnya
tiga hal yang menjadi ciri khas Marx-
Secara sederhana label pascamarxisme isme. Pertama, teori sejarah Marx.
dapat dipahami sebagai suatu ambisi untuk Para akademisi pascamarxisme mem-
meninggalkan Marx dan sekaligus juga men- persoalkan teori sejarah Marx dan
gakui peran strategis pemikirannya dalam memahaminya sebagai sebuah tele-
membentuk suatu wacana yang radikal. Tentu ologi historis. Mereka mempersoal-
saja ambisi tersebut berangkat dari berbagai kan sejarah yang berpihak pada kelas
pandangan yang mendiskreditkan bahwa proletar dengan memprediksikan
Marxisme secara inheren bersifat otoriter dan keruntuhan kapitalisme dan muncul-
totaliter, seperti tampak dalam praktik-praktik nya komunisme. Selain itu, para
Leninisme. pemikir pascamarxisme juga mem-
persoalkan penjelasan sejarah Marx-
Beberapa kritik pascamarxisme terha-
isme yang didasarkan pada dialektika
dap Marxisme, di antaranya: aspek totaliter
ekonomi— yang sekaligus juga digu-
dalam kinerja partai, ekonomi sebagai basis
nakan untuk menerangkan situasi
material untuk memahami kehidupan bersa-
politik dan kebudayan.
ma, dan menomorduakan aspek individu
dalam sistem komunisme. Sebaliknya, pasca- Kedua, perihal subyek revolu-
marxisme justru menawarkan pluralisme, sioner Marx. Sebagian besar pemikir
skeptisisme terhadap otoritas, kontingensi pascamarxisme menganalisis bahwa
politik, dan gerakan-gerakan sosial yang baru. determinisme sejarah tersebut berori-
entasi pada gerakan partai sebagai
Berdasarkan karakteristik itulah pasca-
lokus untuk menandingi kapitalisme.
marxisme berupaya menanggapi krisis pasca-
Perhatian khusus Marx pada kelas
komunisme Soviet—sekaligus terhadap
proletariat dibandingkan kelas lainn-
maraknya gerakan-gerakan kelompok radikal
ya juga menegaskan bahwa hanya
kanan (populisme). Dan entah disengaja atau-
kelas tersebut yang memiliki kedudu-
pun tidak, pemikiran pascamarxisme pada
kan istimewa untuk mengemansipasi
umumnya “berjarak” dengan pergulatan-per-
dirinya dan memulai suatu rezim
gulatan aktual. Dengan kata lain,
yang baru. Dan emansipasi tersebut .
80
Di sisi lain, pokok penting perihal elaborasi Di sisi lain, politik merujuk pada
pemikiran Heidegger oleh pemikir pascamod- sistem/struktur kekuasaan suatu mas-
ern adalah untuk melampaui saintisme dan yarakat yang bersifat permanen,
strukturalisme yang sedang naik daun pada rasional, dan teoretis. Dalam konteks
waktu itu. Secara sederhana, elaborasi itulah Paul Ricœur menganalisis
pemikiran tersebut sering disebut pula sebagai bahwa komunisme adalah suatu
pemikiran pascafondasionalisme. Seku- upaya untuk menundukkan
rang-kurangnya terdapat tiga ciri pokok: yang-politis (kebahagiaan dan
keadilan) ke dalam kontrol politik
1) interogasi terhadap fondasi (totalitas,
(suatu kebijakan mengenai redistri-
universalitas, esensi), 2) tidak menghilang-
busi ekonomi).
kan, tetapi melemahkan status ontologis, dan
3) kemustahilan adanya suatu dasar yang final Chantal Mouffe juga meng-
dan memprioritaskan keserbamungkinan garisbawahi bahwa yang-politis mer-
(contigency). upakan unsur antagonistik yang hadir
dalam hubungan antarmanusia. Pem-
Dengan kata lain, muncul orientasi
bedaan antara yang-politis dan politik
baru terhadap kemungkinan akan landasan
dipaparkan oleh Mouffe dalam
yang bersifat kontingen. Di satu sisi,
sebuah wawancara sebagai berikut:
yang-politis berfungsi sebagai suatu landasan
sementara atas terbentuknya masyarakat. Di Berdasarkan pendekatan saya,
sisi lain, yang-politis terbentuk juga terbentuk ‘yang-politis’ merujuk pada suatu
dari momen-momen faktual suatu mas- dimensi antagonistik yang hadir
yarakat. Implikasinya, suatu masyarakat dalam masyarakat manusia. Ia mewu-
senantiasa berada dalam suatu pencarian akan judkan dirinya dalam berbagai konf-
landasan final. Namun, pada praktiknya, lik dan [atasnya] ia tidak memiliki
secara maksimal hanya akan tercapai suatu suatu solusi rasional. [...] Saya juga
landasan sementara yang bersifat kontingen telah mengajukan untuk membeda-
(serba mungkin). kan antara ‘yang-politis’ dan ‘politik’
untuk menggarisbawahi perbedaan
Berdasarkan pengertian tersebut,
antara level ontologis dan level ontis.
hubungan yang-politik dan politik sesung-
Berdasarkan pendekatan saya,
guhnya saling bertentangan, tetapi sekaligus
yang-politis tidak berada pada level
juga tidak terpisahkan. Secara karikatural,
praktik-praktik konkret.
yang-politis dapat dipahami sebagai suatu
tatanan kehidupan bersama yang bersifat cair,
kontingen, dan praksis.
1. Penulis berhutang besar pada uraian Simon Tormey dan Jules 5. . Marchart, Post-Foundational PoliticalThought, h. 36.
Townshend dalam Key Thinkers from Critical Theory to Postmarxism 6. James Martin (ed), Chantal Mouffe: Hegemony, Radical
(London: SAGE Publications, 2006) dan Stuart Sim dalam Post-Marxism, Democracy and the Political (London and New York:
An Intellectual History (London and New York: Routledge, 2000) sebagai Routledge, 2013), h. 231-32.
pijakan untuk membaca pemikiran Laclau-Mouffe dalam kerangka 7. Sim, Post-Marxism, h. 15
pascamarxisme. 8. Martin, Chantal Mouffe, h. 93.
2. Tormey and Townshend, Key Thinkers from Critical Theory to 9. Bdk. Sim, Post-Marxism, h. 20.
Postmarxism, h. 3-4. 10. Ernesto Laclau and Chantal Mouffe, Hegemony and
3. “The notion of the Heideggerian Left (la gauche heideggérienne) is Socialist Strategy (London and New York: Verso, 2001), h.
taken from Dominique Janicaud and his monumental study on the 130.
reception of Heidegger’s thought in France (2001: 291-300). The expres- 11. Bdk. Sim, Post-Marxism, h. 27-28.
sion ‘left Heideggerianism’ has also been used, in more critical sense, by 12. Laclau and Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy, h.
Richard Wolin (2001), to describe Herbert Marcuse’s position vis-à-vis his 176.
teacher Heidegger.” Oliver Marchart, Post-Foundational Political 13. Sim, Post-Marxism, h. 30.
Thought: Political Difference in Nancy, Lefort, Badiou and Laclau
14. Martin, Chantal Mouffe, h. 231.
(Edinburgh: Edinburgh University Press, 2007), h. 10.
4.Bandingkan pula ulasan menarik mengenai konsep “Destruktion”
sebagai “dekonstruksi” pada: Daniel O. Dahlstrom, The Heidegger
Dictionary (London and New York: Bloomsbury, 2013), 57-58; Michael
Inwood, A Heidegger Dictionary (Oxford and Malden: Blackwell Publish-
er, 1999), 183-84; dan Robert Denoon Cumming, Phenomenology and
Deconstruction. Volume One: The Dream is Over (Chicago and London:
The University of Chicago Press, 1991), 135, 138; Phenomenology and
Deconstruction. Volume Three: Breakdown in Communication (Chicago
and London: The University of Chicago Press, 2001), h. 87-90.
Daftar Pustaka
Cumming, Robert Denoon. Phenomenology and Deconstruction. Volume One: The
Dream is Over. Chicago and London: The University of Chicago Press, 1991.
Dahlstrom, Daniel O. The Heidegger Dictionary. London and New York: Bloomsbury,
2013.
Laclau, Ernesto, and Chantal Mouffe. Hegemony and Socialist Strategy: Towards a Radi-
cal Democratic Politics. London and New York: Verso, 2001.
Lemon, M. C. Philosophy of History: A Guide for Students. London and New York: Rout-
ledge, 2003.
Martin, James (ed). Chantal Mouffe: Hegemony, Radical Democracy and the Political.
London and New York: Routledge, 2013.
Sim, Stuart. Post-Marxism, An Intellectual History. London and New York: Routledge,
2000.
Tormey, Simon and Jules Townshend. Key Thinkers from Critical Theory to Postmarxism.
London: SAGE Publications, 2006.
92
Abstrak Pendahuluan
Pada 1980, melalui Philosophy and the Mirror Richard Rorty (1931—2007), dalam
of Nature, Richard Rorty, seorang pemikir Philosophy and the Mirror of Nature
berkebangsaan Amerika Serikat, mencoba (1980) mengatakan bahwa epistemolo-
memaklumkan kematian epistemologi. Kita,
demikian dimaklumkan Rorty, tidak lagi mem- gi tidak dibutuhkan lagi, yang diperlu-
butuhkan epistemologi. Apa yang kita butuhkan kan sekarang adalah hermeneutika.
adalah hermeneutika. Sementara epistemologi Hermeneutika sendiri dipahami sebagai
berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan aktivitas pemaknaan wacana dalam
menyeluruh dan sekaligus mendasar tentang percakapan budaya manusia.
pengetahuan, hermeneutika secara metodologis
menyangkut persoalan makna dalam suatu teks.
Pada perkembangannya, pemahaman atas teks Epistemologi adalah suatu cabang
juga meluas sehingga perilaku dan tindakan filsafat yang secara khusus mengge-
manusia, simbol-simbol, tata nilai, hasil-hasil luti pertanyaan-pertanyaan yang bersi-
kebudayaan, dan seterusnya dipahami sebagai fat menyeluruh dan mendasar tentang
teks. Selanjutnya, hermeneutika digunakan
sebagai metodologi bagi ilmu-ilmu sosial, pengetahuan. Istilah epistemologi
meskipun demikian kita tidak mungkin melucu- dalam sejarah pernah juga disebut
ti gagasan-gagasan epistemologi dari ruang gnoseologi, yakni kajian filosofis
lingkup hermeneutika. Sebab, konsekuensi yang membuat telaah kritis dan anali-
mematikan epistemologi hanya akan memper- tis tentang dasar-dasar teoritis pengeta-
ketat keterbatasan hermeneutika.
huan. Epistemologi kadang juga dise-
Kata kunci but sebagai teori pengetahuan.
Sebagai cabang ilmu filsafat, episte-
epistemologi, hermeneutika, menafsirkan, mologi bermaksud mengkaji dan men-
makna, teks, modernitas, metode, pengetahuan, coba menemukan ciri-ciri umum dan
memahami, interpretasi, ilmu-ilmu sosial, kebe-
naran hakiki dari pengetahuan manusia.
Sifat: reproduktif,
epistemologis
Heidegger Memahami selalu terarah Menafsir merupaka
ke masa depan, karena penyingkapan makna
Dasein mewaktu, yakni bagi masa depan.
mengantisipasi kemun-
gkinan-kemungkinan. Pra-struktur memahami.
Dari metode yang diuraikan pada tabel di atas, penyebab kesalahpahaman, sebaliknya
terlihat hermeneutika akan menghasilkan inter- Gadamer mengangkat prasangka
pretasi yang bermacam-macam, makna yang justru memungkinkan pemahaman
dihasilkan oleh suatu teks akan bersifat relatif. atas teks. Hermeneutika Heidegger
Kita tidak mungkin menghasilkan kebenaran bersifat ontologis, sementara corak
yang tunggal dari sana. Schleiermacher mencoba hermeneutika Ricoeur berciri teolo-
memahami makna melalui empati pembaca gis, interpretasi membantu orang
atas teks, sementara Dilthey menuntut keterli- modern untuk beriman. Ciri herme-
batan penuh“di dalam” peristiwa. neutika Derrida lain lagi sebab di sana
makna diguncang dari dalam teks
Kalau Schleiermacher dan Dilthey menelaah sendiri. Teks terbuka untuk interpretasi
masa lalu, sementara Heidegger berorientasi ke tanpa batas.
masa depan, dan fokus dari “memahami” Heideg-
ger adalah sebagai cara bereksistensi di dunia.
Schleiermacher mengatakan prasangka adalah
Hubungan Hermeneutika dengan metode penelitian partisipasi
dengan Ilmu Sosial-Budaya dalam sosiologi, psikologi pembelaja-
ran dan imajinasi—secara luas
semuanya mendorong menuju arah
Ketika fokus hermeneutika didefinisikan baru dalam berpikir tentang proses
untuk mencakup fenomenologi pemahaman yang kita sebut sebagai interpretasi.
umum dan khusus dari peristiwa interpretasi Hermeneutika dapat menjadi persim-
teks, maka tentunya ruang lingkup hermeneuti- pangan interdisiplin bagi pemikiran
ka menjadi sangat luas. Meskipun begitu, ruang penting di antara bidang-bidang terse-
lingkup problem hermeneutika tidak dapat but, untuk melihat problemnya
mengisolasi dirinya sendiri sebagai bidang dalam konteks yang lebih
tertutup dan spesial. Dengan minat yang komprehensif.
besar saat ini, hermeneutika baru yang dimo-
tori oleh Betti, Gadamer, Hirsch, Ricoeur, dan
Penutup
terakhir, Heidegger, ada alasan untuk ber-
harap masa depan yang lebih cemerlang. Her- Apakah Hermeneutika Dapat
meneutika dapat menjadi babak awal yang Menggantikan Epistemologi?
jelas sebagai disiplin ilmu.
Menutup tulisan ini, baiklah bila kita
Beberapa bidang lain perlu dieksplorasi kembali kepada persoalan yang
signifikansinya bagi teori hermeneutika, misalnya disampaikan oleh Rorty pada awal
linguistik, filsafat bahasa, analisis logika, dan tulisan ini: epistemologi sudah tidak
teori interpretasi. Fenomenologi bahasa juga diperlukan lagi dan hermeneutika
sangat diperlukan bagi teori hermeneutika. akan menjadi gantinya. Walau herme-
Seluruh perkembangan filsafat pikiran dan neutika penting bagi ilmu sosial
perdebatannya dalam epistemologi pada abad budaya, namun nampaknya klaim
kita, tidak bisa diabaikan pentingnya bagi Rorty itu suatu premis yang terbu-
hermeneutika. Bentuk beragam dari fenome- ru-buru. Dalam uraian di atas, kita
nologi—tentang persepsi, pemahaman musik, bisa melihat beberapa catatan sehingga
estetika—sangat membantu dalam menunjuk- hermeneutika belum bisa mengganti-
kan akar eksistensial dan temporal pemahaman. kan epistemologi:
Hardiman, F. Budi. 2015. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida.
Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
Richard E. Palmer. 2005. Hermeneutika, Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. (sebagai terjemahan atas Hermeneutics, Interpretation Theory in Schleiermacher,
Dilthey, Heidegger and Gdamer, Northwestern University Press, Evanston, 1969).
Zygmun Bauman :
Budaya dan Sosiologi
Tetty Sihombing
Abstrak Pendahuluan
Pada dasarnya penulis ingin mengangkat Pandangan Bauman tentang budaya
pemikiran Bauman tentang budaya dan sosiolo- dan sosiologi menarik untuk dibahas
gi. Bagi Bauman sendiri, sosiologi adalah karena menyangkut tataran prak-
bentuk budaya – sebuah tindakan yang men- sis-teoretis dan harapan. Menurutnya,
yangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilaku- budaya dan sosiologi adalah sebuah
kan manusia dalam arti praksis. Manusia cara berada manusia di dalam dunia,
sebagai makhluk rasional selalu berusaha sebuah cara untuk tetap bertahan
memahami apa yang dialaminya, selalu ingin hidup. Di dalam jurnal ini, penulis
memahami segala sesuatu secara masuk akal akan membagi pokok bahasan men-
dengan menggunakan rasionya. Pemahaman genai budaya dan sosiologi menurut
manusia dengan menggunakan rasio berada Bauman ke dalam empat bagian
pada tataran teoretis dan melalui pemahaman yaitu: pertama, budaya sebagai prak-
dapat memutuskan tindakan apa yang akan sis; kedua, berpikir secara sosiologis;
diambil sesuai dengan pemahaman tersebut – ketiga, menuju sosiologi kritis dan;
tataran praksis. Baik tataran teoretis dan praksis keempat, relevansi pandangan
selalu melibatkan harapan-harapan yaitu hidup Bauman.
yang lebih baik. Dengan demikian, praksis-teo-
Budaya sebagai
retis dan haparan saling berhubungan.
Praksis
Kata Kunci
Menurut Bauman dalam Culture as
Bauman, budaya, sosiologi, manusia, praksis,
Praxis, budaya dan praksis merupa-
tindakan, teoretis, rasional.
kan dua kata yang ambigu, terbuka
pada makna ganda. Dalam pandan-
gan Bauman, kata budaya dan praksis
sama-sama memiliki arti yang luas
sekaligus arti yang sempit. Budaya dalam arti baik yang diwariskan atau yang
yang luas, yaitu memiliki arti antropologi; dan diperoleh; baik melalui pemeliharaan
arti yang sempit dalam arti tradisional. Dalam secara alami dan paksaan. Budaya
arti luas atau antropologi, budaya mengacu membutuhkan pemeliharaan. Melalui
kepada keseluruhan cara hidup ritual, institusi pemeliharaan itu dihasilkan apa yang
dan artefak, sedangkan dalam arti sempit atau disebut sebagai budaya. Dalam
tradisional mengacu kepada budaya yang budaya melimpah nilai, nilai-nilai
tinggi, yaitu budaya sebagai inovasi dan pele- yang akan diwariskan secara turun
starian. Praksis dalam arti luas mengacu temurun (alami) maupun lewat
kepada praktik semata, untuk aktivitas secara revolusi (paksaan). Pengertian di sini
umum, membudayakan aktivitas manusia bersifat narsistik atau merujuk pada
daripada sebagai struktur atau hasil. Akan diri sendiri.
tetapi di dalam arti sempit, praksis adalah
bertindak untuk mengubah atau dengan 2. Budaya adalah Konsep Diferensial
sengaja mengubah dunia. Budaya adalah konsep diferensial,
konsep perbedaan-perbedaan. Perbe-
Karena ambiguitas yang melekat dalam kata
daan-perbedaan digunakan untuk
budaya dan praksis, maka beragam makna
mempertahankan dan mengklaim
diturunkan darinya. Karena itu, kita menemu-
perbedaan-perbedaan yang dimiliki
kan beragam definisi budaya yang digunakan
di antara orang-orang. Perbe-
baik oleh kaum intelektual yang berkecim-
daan-perbedaan yang paling pokok
pung di bidang sosiologi maupun kaum
menyangkut perbedaan waktu dan
awam. Keragaman makna budaya ini adalah
tempat. Bauman memberi contoh
kekayaan interpretasi dengan menggunakan
Herodotus saat membahas
akal dalam memahami penggunaan kata dan
orang-orang lain yang ditemuinya
pembedaan budaya. Untuk mengatasi ambi-
dalam kunjungan ke berbagai negeri
guitas konsep budaya ini, Bauman membatasi
asing dengan menggunakan frasa
arti budaya dalam empat definisi. Keempat
‘mereka tidak’ dan ‘berbeda dengan
definisi budaya versi Bauman antara lain
kita’. Secara implisit penggunaan
dijelaskan demikian:
gagasan budaya adalah konsep difer-
1. Budaya adalah Konsep Hierarkis ensial bersifat hierarkis, dalam arti
Budaya adalah konsep hierarkis dimana menghargai budaya yang dikenal
terdapat beberapa yang memiliki budaya dan ‘kita’ dimana kita berada di atas
yang lain kekurangan budaya. Pemakaian kata mereka atau kita di atas yang lain,
budaya di sini menyangkut kepemilikan, tetapi itu juga dapat digunakan
107
Menurut pemahaman Bauman, semua orang dikatakan ‘mereka bukan kita’ atau
menjadi daur ulang dari apa yang bertahan ‘berlawanan dengan kita’, dan
sampai hari ini. mereka ini dianggap berbicara terlalu
keras bahkan ketika mereka tidak
Dengan definisi budaya seperti yang sudah
mengatakan apapun sama sekali.
diuraikan di atas, maka Bauman menilai
Bahkan kehadiran visual stranger
bahwa definisi budaya dari Durkheim terlalu
dapat menganggu. Bauman menggu-
materialistis dan idealis. Terlalu materialistis
nakan gagasan Sartre tentang slimy
dalam arti budaya direduksi menjadi ritual.
atau ‘le visqueux’ dan gagasan Mary
Terlalu idealis dalam arti kita semua menjadi
Douglas dalam Purity and Danger
pelayan masyarakat, pelayan moralitas atau
untuk menekankan poin ini. Kotor
masyarakat sebagai Tuhan. Dalam pemaha-
adalah kotor menurut kesepakatan
man semacam ini maka budaya sebagai prak-
sosial dan bukan kebutuhan fisiolo-
sis adalah alternatif yang melemahkan atau
gis; kotor adalah materi yang tidak
memusingkan karena tatanan kultural dita-
pada tempatnya, seperti stranger
mpilkan melalui aktivitas penandaan – pem-
sebagai subjek yang tidak pada tem-
belahan fenomena ke dalam kelas dengan
patnya. Ketika praksis dari kelompok
menandai mereka – semiotika. Melalui tinda-
atau komunitas distabilisasi, kapasi-
kan penandaan maka dihasilkan makna.
tasnya untuk menoleransi perbedaan
Bauman menjelaskan bahwa penandaan ini
yang mengikat – contohnya rasisme –
mengusung konsep marjinalitas. Bauman
tidak disebabkan oleh krisis ekonomi
menyebut ‘manusia marjinal’ sebagai anomali
melainkan sering disebabkan oleh
(kelainan atau penyimpangan), di mana dua
ketidakamanan psikologis yang
kategori esensial dihasilkan yaitu ‘mereka’
meningkat yang dikaitkan dengan
dan ‘kita’. ‘Mereka’ berada dalam makna
krisis. Kreativitas terbaik manusia
yang Bauman ambil dari gagasan Georg
terjadi ketika kebebasan meluas dan
Simmel dan Roberto Michels (sosiolog partai
terpenuhi kebutuhan rasa aman.
politik) tentang insider-outsider yaitu strang-
er (orang asing). Menurut Simmel dan
Michels, stranger dianggap aneh atau ganjil Berpikir Secara
karena memiliki status ganda. Bagi Michels,
potensi dan bahaya dari stranger direpresenta-
Sosiologis
sikan dengan tepat sebagai Unknown Para-
Dari definisi budaya, Bauman kemu-
doxically. Michels mengatakan bahwa
dian masuk ke dalam tema perlunya
stranger adalah mereka yang kepadanya
manusia berpikir secara sosiologis.
109
Berpikir secara sosiologis dipandang sebagai dunia yang berlaku pribadi, berusaha
budaya karena merupakan sebuah aktifitas memahami kondisi manusia melalui
berpikir. Pendekatan seperti ini membawa kita analisa jaring interdependensi (saling
kepada objek yang disebut sosiologi. Bauman ketergantungan) manusia. Keempat,
mengatakan, “Yang membedakan sosiologi sosiologi berusaha untuk tidak mem-
dan menjadi ciri khasnya adalah kebiasaan biasakan yang biasa. Kerutinan,
melihat tindakan manusia sebagai unsur-unsur kebiasaan dan pengulangan semua
figurasi yang lebih luas, yaitu sekelompok berperan secara bersama untuk meng-
aktor yang tidak acak terkunci bersama dalam hasilkan keakraban, kepastian dan
jaring saling ketergantungan (mutual depen- ketetapan yang bagi sosiologi harus
dency)”. Ketergantungan dalam pemahaman dilihat sebagai sesuatu yang unik.
Bauman di sini berkaitan dengan sebuah
Bagi Bauman, sosiologi dianggap
keadaan dimana tindakan yang dilakukan
sebagai bermuatan politis karena
adalah probabilitas, sebuah kemungkinan
bergerak seputar perhatian kepada
yaitu mungkin dilakukan dan mungkin tidak.
kebebasan, ketergantungan, solidari-
Dalam hal ini Bauman membedakan antara tas dan kontingensi. Namun sosiologi
sensibilitas sosiologis dari logika akal sehat. semata-mata dipahami seperti itu
Bauman menawarkan empat cara untuk mem- akan mendatangkan bahaya karena
bedakan hal itu. Pertama, sosiologi tidak tidak menekankan perlunya bersikap
seperti akal sehat, sosiologi membuat upaya kritis dan terbuka terhadap argumen
untuk menundukkan diri pada aturan-aturan perubahan ke-arah apapun dan kema-
tuturan atau ujaran (speech) yang bertanggu- napun. Bauman memakai slogan
ngjawab. Kita semua adalah mahluk sosial zaman Pencerahan yang berkata
artinya kita semua ahli atau mempunyai otori- “Berani berpikir! Berani menjadi
sasi alami pada masalah-masalah sosial. kritis!”. Kebebasan dan ketergantun-
Prasangka dan opini kita belaka sering men- gan memang dapat saling memban-
yamar sebagai sosiologi dan ini merupakan gun, tetapi kebebasan menjadi dikon-
hasil dari seringnya kita menjeneralkan figurasi dengan ketergantungan
sesuatu yang khusus. Kedua, sosiologi meng- dalam cara mutuality dan kerjasama.
gunakan bidang bukti yang lebih luas untuk Kebebasan seperti ini akan menuntun
sampai pada penilaian akhir. Ketika tidak ada ke dalam ketergantungan sehingga
penelitian maka tidak ada hak untuk berbicara memadamkan keingintahuan yang
tentang masalah sosiologi karena sosiologi menuntun kita masuk ke dalam labi-
bukan etika atau politik. Ketiga, sosiologi rin penafsiran (hermeneutik). Ini
berdiri sebagai oposisi terhadap pandangan sebabnya Bauman mengatakan
bahwa ketika kita berbicara tentang rasio men- transendensi sosial. Bagi Bauman,
genai kebebasan dan ketergantungan kita seha- pandangan seperti ini adalah
rusnya membicarakan dalam konteks berpikir penipuan diri dan menjadi kutukan
kritis dan bukan sebaliknya. bagi sosiologi karena mengusir
keingintahuan kita untuk dekat
Menuju Sosiologi Kritis
dengan apa yang terjadi dalam
Sensibilitas dari teori kritis yang dibangkitkan kehidupan sehari-hari dan pada saat
kembali oleh Bauman ditulis dalam buku yang sama menjauhkan kita dari
berjudul Towards a Critical Sociology. Bauman ‘kodrat kedua’ kita, yaitu masyarakat.
membuka diskusi dengan melemparkan sebuah
Bauman menilai bahwa Durkheim
ide ‘second nature’ (kodrat kedua) untuk meng-
mengambil alih Comte dimana
umumkan tibanya sosiologi. Kodrat berbicara
Durkheim memuliakan masyarakat.
mengenai ketidakmampuan kita mengubah
Masyarakat menjadi semacam alat
dunia, kodrat berbicara tentang pembatasan
yang menjinakkan binatang buas
kebebasan kita untuk berubah dan membawa
dalam diri manusia. Tuhan masa
perubahan. Ketika kita menyebut kodrat ini
sekarang adalah masyarakat yang
artinya kita tidak akan pernah melampaui apa
menyamar karena masyarakat adalah
yang telah dikodratkan. Bauman mengatakan
Tuhan. Akibatnya hukum dan morali-
masyarakat adalah kodrat kedua dari setiap
tas menjadi sakral dan pada waktu
manusia. Dengan adanya masyarakat maka apa
yang sama tidak lebih dari konvensi
yang tidak dapat kita ubah secara pribadi menja-
dan kesewenang-wenangan yang
di mungkin untuk diubah. Karena pandangan
berasal dari manusia yang menyamar
seperti itu, maka Bauman menolak pandangan
menjadi Tuhan. Bauman melihat
sosiolog arus utama seperti Durkheim yang
penekanannya jelas alih-alih
mampu membalikkan masyarakat yang telah
mensekulerkan Tuhan, Durkheim
dinaturalisasi melalui pemberian karakter yang
memuliakan masyarakat karena ia
menentukan dari jenis yang sama sebagai
sama takutnya dengan konsekwensi
nature-in-itself (kodrat-dalam-dirinya-sendiri).
praktis modernitas dan antusias untuk
Apa itu ‘kodrat kedua’? Menurut Bauman, cetak biru pengembangan lebih lanjut
sepanjang sejarah ilmu sosiologi, ‘kodrat kedua’ pembagian kerja. Ide atau nilai
adalah ‘the social’ sebuah kategori yang tidak adalah pusat bagi Durkheim seperti
dapat kita buang dan masih memikat kita. Sosi- dalam ‘kesadaran kolektif’ dimana
ologi klasik dijelaskan dengan baik, bukan konformis adalah tujuan yang hendak
lewat analisa imanen, melainkan lewat dicapai. Konformisme dalam setiap
111
Manusia melalui pikirannya dapat melihat 7. Strukturalisme Levi-Strauss mengatakan bahwa semua
tindakan-tindakan sebagai figurasi yang meli- perbedaan adalah dipancarkan dari silang-budaya yang
berasal dari pola-pola pikiran yang sama dan seragam.
batkan subjektifitas dan intersubjektifitas,
8. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 37.
sebuah saling ketergantungan yang berkebe-
9. Stranger adalah orang yang datang dan tinggal menetap
basan. Dengan demikian penggunaan akal dan bukan mereka yang datang dan tinggal sementara yaitu
sehat tidak jatuh kepada positivisme dan foreigners atau alien.
rasionalisme karena hubungan subjektif dan 10. Ketidakpastian yang dikesankan atas figur stranger
sekaligus juga diancam kepastian dari masyarakat tuan
intersubjektif antara diri dengan masayarakat rumah. Figur stranger melanggar aturan ditempat dimana ia
– sebagai kodrat kedua – selalu bergerak sepu- masuk, masyarakat tuan rumah menunggu kesempatan untuk
membalas dendam.
tar kebebasan, ketergantungan, solidaritas dan
11. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 36.
kontingensi. Dengan ini, Bauman ingin mene-
gaskan bahwa inti manusia tidak berakhir di 12. Bauman, Z and Tim May, “Thinking Sociologiccally”
(London: Blackwell Publishing, 2001).
praksis saja, ada proses berkelanjutan antara
13. Thinking Sociologiccally
diri dan masyarakat yang tidak bisa direduksi
14. Thinking Sociologiccally
dan masih saling membentuk. Dalam tataran
15. Thinking Sociologiccally
inilah sosiologi justru bersifat kritik emansi-
16. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 41.
patoris.
17. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 41.
Daftar Pustaka
Bauman, Zygmun dan Tim May, Thinking Sociologically. London: Blackwell Publisihing, 2001.
Beilharz, P. dan Zygmun Bauman, Dialectic of Modernity. London: SAGE Punlication, 2000.
Biodata
Goenawan Mohamad
Lahir di Batang, 29 Juli 1941 adalah seorang sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga salah
seorang pendiri Majalah Tempo. Goenawan Mohamad adalah seorang intelektual yang
memiliki pandangan yang liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah
seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adalah pemikiran monodimensional.
Abdul Rahman
Lahir di Jakarta pada tahun 1990. Telah menempuh pendidikan sarjana dalam bidang filsafat,
khususnya dalam bidang Filsafat Linguistik dan Semiotika, di Universitas Indonesia. Sekarang
aktif mengajar Bahasa Jerman dan menyelesaikan program Magister Filsafat
di STF Driyarkara, Jakarta.
Aldrich Anthonio
Lahir di Jakarta tahun 1983. Ia memiliki gelar sarjana di bidang Teknik Informatika dan Magister
Manajemen dari Universitas Bina Nusantara. Saat ini ia bekerja sebagai direktur salah satu
perusahaan konsultasi di Indonesia dan sedang menyelesaikan program Doktoral Filsafat
di STF Driyarkara, Jakarta.
Chris Ruhupatty
Lahir di Bogor, 8 September 1982. Saat ini berprofesi sebagai guru Pendidikan Agama Kristen di
salah satu sekolah swasta di kota Bogor, dan sedang menempuh studi program magister
di STF Driyarkara, Jakarta.
Lahir di Semarang pada tahun 1984. Menempuh pendidikan sarjana di STF Dryarkara, Jakarta pada
2006-2010. Minat fillsafatnya pada bidang antropologi Filosofis. Sekarang sedang menyelesaikan
Program Magister Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta.
Yulius Tandyanto
Lahir di Malang pada tahun 1981. Ia mempertahankan tesis berjudul "Kebenaran dan
Perspektivisme: Diagnosis Genealogis Friedrich Nietzsche mengenai Moral Tuan dan Moral
Budak" pada Program Magister STF Driyarkara. Cakupan ruang lingkup filsafat yang
diminatinya: pemikiran Jerman abad ke-19 dan ke-20.
Syakieb Sungkar
Kelahiran Jakarta, 1962. Adalah seorang wirausahawan dan executive di perusahaan telekomunikasi.
Saat ini baru menyelesaikan kuliah pasca sarjana di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara (2017-2020).
Tetty Sihombing
Lahir di Pematangsiantar pada tahun 1974. Minat filsafatnya pada filsafat pendidikan dan ketuhanan.
Telah menyelesaikan program Magister di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dengan judul tesis :
Metafisika Metaksologi William Desmond : Kritik terhadap Kritik Metafisika.