Anda di halaman 1dari 117

Salam Redaksi

J
urnal Dekonstruksi sudah kami siapkan Waras dan Gila tidak lain adalah
sejak setahun yang lalu, namun baru sebuah metafora atas sebuah real-
muncul sekarang ini karena adanya itas. Karena ‘waras’ lebih mudah
kendala teknis dan juga musibah Covid yang dipahami melalui perbedaannya
melanda dunia. Ide pembuatan jurnal ini datang dengan ‘gila’. Menurut Derrida,
dari Ibu Karlina Supelli yang merasa prihatin penundaan makna dan perbedaan
dengan sedikitnya jurnal Filsafat yang ada di (diVérance) telah berperan dalam
Indonesia. Kami namakan Dekonstruksi karena
ekonomisasi teks terhadap
kata itu mewakili aspirasi kami yang menolak
‘waras’, dan ‘gila’ agar hadir
anggapan-anggapan yang sudah absolut di
dalam ruang dan waktu melalui
dalam teks. Dekonstruksi selalu berusaha
mencari yang baru dalam pembacaan, sehingga ucapan dan tulisan.
tulisan-tulisan dalam jurnal ini memberikan Chris Ruhupatty melanjutkan,
kesegaran dalam pemahaman filsafat, seni, waras dan gila bukanlah realitas
sosial, dan budaya. itu sendiri.

Artikel dalam jurnal ini dibuka oleh karya tulis Ketika Kamino sedang menutup
Goenawan Mohamad yang mengulas tentang papan-papan di dalam kuburan
daya transformasi filsafat. Goenawan ingin istrinya, dia mendengar suara
menjawab kemungkinan filsafat dapat memban- tangisan bayi yang begitu keras.
tu menavigasi arah peradaban. Apakah hal itu Awalnya dia kira suara itu adalah
mungkin? Mari kita menanyakannya pada gangguan dari dedemit, tetapi
burung Minerva. setelah didengar lagi ternyata
suara tangisan bayi itu berasal
dari dalam kain kafan istrinya.
Selanjutnya pada artikel kedua, Abdul Rahman
membahas tentang hoaks melalui pemikiran Dia melihat kain kafan itu berger-
Umberto Eco. Tulisan ini menunjukkan ak dan menyadari bahwa bayinya
bagaimana seseorang dapat membongkar berita keluar sendiri dari selangkangan
bohong atau hoaks yang disebarkan para politisi ibunya. Cerita seram karya Eka
dalam era pasca kebenaran. Abdul mengambil Kurniawan itu akan dibahas oleh
contoh kebohongan pada kasus Brexit yang Puji F. Susanti dan kawan-kawan-
menyebabkan Inggris keluar dari Uni Eropa. nya. Menurut mereka, feminisme
radikal berfokus pada tiga hal:
seks, gender dan reproduksi.
Sejak abad 19, filsafat ketuhanan dianggap telah
gagal dalam menjelaskan realitas yang beragam. Realitas seperti apa yang ditawar-
Namun sebaliknya, John Caputo melihat filsafat kan oleh sosok Donald Trump?
ketuhanan masih dapat hidup dengan cara men- Bagi Scherer, Trump menawarkan
gubah konsepnya. Melalui theopeotics dekon- realitas alternatif dari dunia ini
struktif, Aldrich Antonio mengungkapkan yang pada dasarnya gelap, penuh
bahwa John Caputo melakukan tafsir dekon- tipu daya, dan pesimistis.
struksi terhadap Kerajaan Allah. Apakah hal itu
dapat diterapkan pada agama-agama yang lain?
Hanya dirinya — dengan dukungan penuh dari
para pendukungnya — yang satu-satunya akan
menjadi pahlawan pembawa keselamatan.
Selain itu, di mata Scherer, Trump telah mene-
mukan hal baru bagi epistemologi di Abad XXI:
kebenaran bisa jadi sesuatu yang nyata dan
hakiki, namun dusta sering kali lebih manjur.
DEKONSTRUKSI
Nampaknya tulisan Simon Andriyan Permono
ini lebih menyeramkan dari cerita “Cantik Itu Sebuah jurnal berkala yang terbit
Luka” pada paragraf sebelumnya. per-3 bulan. Berisi tulisan-tulisan
mengenai filsafat dan kebudayaan.
Pascamarxisme dapat dipahami sebagai suatu Pendirinya adalah para
ambisi untuk meninggalkan Marx dan sekaligus Mahasiswa STF DRIYARKARA
juga mengakui peran strategis pemikirannya yang berminat pada permasalahan
dalam membentuk suatu wacana yang radikal. filsafat, sosial, dan penulisan
Tentu saja ambisi tersebut berangkat dari berb- ilmiah.
agai pandangan yang mendiskreditkan bahwa
Marxisme secara inheren bersifat otoriter dan Pemimpin Redaksi
totaliter, seperti tampak dalam praktik-praktik Syakieb A. Sungkar
Leninisme. Menurut Yulius Tandyanto, salah
satu cara untuk memahami pemikiran pasca-
marxisme adalah dengan menelusuri konteks Dewan Redaksi
pemikiran politik pascamodern. Abdul Rahman, Aldrich Anthonio,
Andriyan Permono, Chris Ruhupatty,
Jurnal edisi kali ini ditutup dengan artikel yang Fauzan, Naomi, Puji F. Susanti,
ditulis oleh Syakieb Sungkar yang membahas Stephanus, Tetty Sihombing.
tentang peran hermeneutika dan relevansi
epistemologi dalam filsafat. Sedangkan Tetty Bendahara
Sihombing mengangkat pemikiran Zygmunt Aldrich Anthonio
Bauman tentang budaya dan sosiologi.
Artistik
Akhir kalam, kami mohon maaf kalau banyak
Niko Bimantara
kekurangan dalam penyajian perdana ini.
Salam hangat dari Dekonstruksi,
Tim Teknis
Harry Chandra Sihombing
Syakieb A. Sungkar

Alamat Redaksi
Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.77,
Jakarta Selatan

No. ISSN : 2774-6828


1

Filsafat, Transformasi, Politik


Goenawan Mohamad
(Dipresentasikan dalam National Seminar Universitas Katholik Parahiyangan,
“Navigating Uncertainty”, sebuah Webinar, 7 November 2020).

Abstrak Saya termasuk yang cenderung meli-


hat bahwa perubahan dalam skala
Filsafat adalah proses, bukan bangunan besar di kehidupan manusia tidak
kesimpulan. Ia merupakan laku menyimak bermula dari filsafat - baik filsafat
kehidupan secara tekun dan mendalam. dalam arti sebagai kegiatan perenun-
Pengetahuan terlaksana dengan perbuatan, gan (reflektif) maupun sebagai
teori terjadi melalui praxis. Filsafat tidak serta “ilmu” yang ditata dengan sistem dan
merta dapat membelokkan arah peradaban, metode. Saya lebih melihat filsafat -
karena masih membutuhkan hal lain seperti untuk memakai metafora Hegel yang
politik dan demokrasi. terkenal — sebagai burung pungguk
minerva, “die Eule der Minerva”,
Kata Kunci yang baru membentangkan sayapnya
ketika hari sudah senjakala.
Being, becoming, demokrasi, dumadi, empty
signifier, Hegel, historisitas, laku, letzter Filsafat adalah sebuah
Mensch, ngelmu, polis, process philosophy, proses
rigorous, transformasi, universal.
Thesis Plato dalam “Republik”,
Pendahuluan misalnya, menurut Hegel adalah pan-
dangan yang retrospektif, menengok
Persoalan yang dikemukakan dalam seminar kembali tradisi polis (kota, negeri)
ini: masih adakah daya transformatif filsafat yang serba damai dalam sejarah
seperti di masa lalu? Panitia memberi pengan- lamaYunani, karena di masa Plato
tar, bahwa dahulu filsafat mampu memberi masyarakat sudah mengalami disinte-
arah peradaban — melahirkan sains, ideologi, grasi. Ide Republikyang digagasnya
disposisi “modern” dan “post-modern”. Tapi boleh dilihat sebagai model bagi pen-
perkenankan saya meragukan statemen itu; angkal keadaan cerai-berai yang
saya tak yakin sejauh itukah daya disaksikannya di masa hidupnya itu.
transformatif filsafat.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Goenawan Mohamad 2

Mungkin orang akan melihatnya sebagai Sejak itu, bagi saya filsafat adalah
nostalgia. sebuah proses, bukan sebuah bangu-
nan kesimpulan. Dikatakan secara
Dengan kata lain, meskipun “Republik” Plato lain, filsafat itu “laku”. Ketika saya
bisa dibaca sebagai risalah yang preskriptif — kecil dan mendengarkan Serat Wu-
menguraikan apa yang semestinya dilakukan langreh ditembangkan, satu frase
untuk masa depan — sebenarnya ia sebuah melekat di kepala saya: “ngelmu
theori yang datang dari pengalaman yang kuwi, kalakone kanthi laku.” Dalam
sudah dilalui: theori yang mengembangkan tafsir saya, itu berarti “pengetahuan
sayapnya, seperti burung pungguk Minerva, terlaksana dengan perbuatan” —
setelah tradisi polis lama yang harmonis tak “theori terjadi dengan praxis”.
ada lagi.
Pemikiran Jawa memang tidak mele-
Pendek kata, dalam pandangan Hegel, Plato takkan ontologi sebagai filsafat perta-
menyimak, memeriksa, kembali apa yang ma, melainkan ethika, deskripsi dan
sudah terjadi dalam sejarah, bukan sepenuhn- rekomendasi tentang apa yang seyog-
ya mencipta satu ide. yanya dilakukan manusia.

Hegel agaknya memang “terlalu” menekank- Bagi filsafat ini, yang penting adalah
an kesejarahan (historisitas) pemikiran Plato. kebaikan perbuatan kita terhadap
Tapi pandangan ini — yang tidak mengemu- mereka yang bukan-kita, tanpa mere-
kakan filsafat sebagai kearifan atau pengeta- potkan diri menelaah konsep tentang
huan yang datang di luar ruang dan waktu — apa itu “kebaikan” dan apa pula arti
misalnya dari sabda kekal Ilahi — tak hanya “yang-bukan-kita”. Bersamaan
dibawakan Hegel. Ini juga pandangan para dengan itu, dalam percakapan filsafat
pemikir setelah Hegel dan anti Hegel — teru- Jawa ada unsur kuat pragmatisme
tama yang cenderung ke pandangan materia- yang dekat dengan semacam “pro-
lis; tentu saja kaum Marxis serta mereka yang cess philosophy”. Ini tampak dalam
ketularan Marxis merupakan contohnya. kata “dumadi” yang juga berarti
“menjadi”, tapi sekaligus juga sama
Saya termasuk yang terpikat perspektif ini. dengan yang dalam bahasa Inggris
Ketika saya mulai belajar filsafat di bawah disebut being. Misalnya dalam frase
Prof. Driyarkara di Fakultas Psikologi UI di filosofis yang terkenal: “sangkan
awal 1960-an, yang diajarkannya bukanlah paraning dumadi,” (dalam bahasa
sebuah ilmu dalam theori yang sudah lengkap, Inggris: “the origin and the destiny of
melainkan semacam latihan untuk menyimak being”).
kehidupan, “to examine life” secara tekun dan
mendalam, “rigorous”.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


3

Daya Transformatif Filsafat untuk memperdebatkan segala


sesuatu — dan di sana juga pasar
Dengan sifat itu, sulit untuk berbicara tentang sibuk.
daya transformatif filsafat. Daya transformat-
if mengandaikan dasar dan sarana yang stabil, Dengan konteks itu, dialog Sokrates
konsisten, pasti. Filsafat yang bertolak dari adalah benih filsafat yang tumbuh
realitas sebagai proses, sebagai “dumadi”, dari dan dalam pengalaman bersama.
rasanya tak akan mempunyai sebuah desain Seperti tersirat dalam pandangan
transformatif — meskipun, sebagaimana Hegel yang saya sebut di atas, filsafat
terjadi dalam pemikiran Alfred North White- lahir dalam ruang dan waktu tertentu.
head dan Bergson, (keduanya tokoh “process
philosophy”), ada gagasan yang bisa dikem- Apalagi jika dilihat bahwa dialog
bangkan ke dalam theori politik untuk “men- seperti di Agora di abad ke-5 Sebe-
gubah dunia,” katakanlah untuk membangun lum Masehi itu sebetulnya juga
perdamaian dan mencapai kemerdekaan. sebagai “aksi“. Penulis komedi yang
terkenal, Aristophanes, dalam lakon-
Tapi dari sini juga bisa dikatakan, bahwa nya, “Mega-Mega”, menggambarkan
tanpa desain transformatif yang jelas sekali- Sokrates sebagai orang yang “dapat
pun, filsafat tak sepenuhnya hanya seperti mencincang logika sampai berke-
puisi liris. Frase dalam “Wulangreh” yang ping-keping hingga remuk, seha-
saya kutip tadi, “ngelmu kuwi kalakone kanthi lus-halusnya”, ketika ia mendebat
laku,” sebenarnya tak menunjukkan bahwa lawan bicaranya. Artinya, kekuatan
laku adalah ciri paling utama filsafat: di sana, verbal dan serebral Sokrates bukan
kata “kanthi” yang berarti “dengan”, menun- cuma suara dan isi pikiran atau
jukkan pertautan “laku” dengan “ngelmu”. theori, tapi juga berupa tindakan.

Bagi saya, sejak mula filsafat memang sebuah Di situ, setidaknya, daya transformasi
interaksi antara komunikasi pra-diskursif filsafat bisa ditemukan. Ini tampak
dengan terbentuknya konsep-konsep. Dimulai dalam kalimat-kalimat “Wulangreh”
dengan Sokrates — seperti digambarkan yang lebih lengkap:
Xenophon, salah seorang muridnya. Sokrates
selalu di tengah publik. Di pagi hari, ketika “Ngelmu iku kalakone kanthi laku
pasar mulai, ia akan ada di Agora, dan selan- lekase lawan kas
jutnya ia akan ada di mana saja untuk mene- tegese kas nyantosani
mui orang buat diajak bicara. Di masanya, setya budya pangekese durangkara.”
Agora, yang terletak di bawah Akropolis,
memang lokasi tempat orang Athena bertemu

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Goenawan Mohamad 4

Terjemahan bebasnya: “Ilmu itu bisa Tapi hubungan antara filsafat dan
direngkuh dengan laku, yakni laku dengan politik tak bisa lempang, konsisten
“kas”. Arti “kas” adalah bersikap teguh, dan dan bebas penyelewengan — juga
pada saat yang sama jauh dari sifat angkara bebas dari ilusi.
murka.
Dalam “la Relation énigmatique
Di sini, transformasi yang diasumsikan, (atau entre philosophie et politique,”
diharapkan), tentu saja bukan transformasi (Paris, Éditions Germina, 2010),
sosial. Alain Badiou melukiskannya dengan Badiou menguraikan dengan baik
rada hiperbolik: yang terjadi adalah “transfor- persoalan yang timbul dalam hubun-
masi langsung seorang subyek, semacam gan antara filsafat dan demokrasi.
perubahan diri yang radikal”. Malahan “gun-
cangan kehidupan sepenuhnya”, “un bou- Filsafat, agar berkembang penuh,
leversement complet de l’existence.” memerlukan tatanan yang demokra-
tik. Menyimak kehidupan bisa dan
Pertanyaannya, hanya itukah? Ketika filsafat berhak dilakukan siapa saja. Tapi,
bukan hanya ilmu yang diajarkan di sekolah, kata Badiou, tak bisa dikatakan
melainkan — seperti dicontohkan Driyarkara bahwa sembarang opini bernilai
— laku menyimak kehidupan, “to examine seperti opini yang lain. Plato sudah
life” secara tekun dan mendalam, “rigorous”, mengisyaratkan; itulah sebabnya ia
hanya itukah yang terjadi: perubahan yang menentang demokrasi. Baginya,
radikal seorang subyek? Bila demikian opini adalah satu hal, kebenaran
halnya, apa beda filsafat dengan… praktek adalah hal lain. Kebenaran mengand-
psikiatri? ung sifat universal dan tak berma-
cam-macam. Opini tidak demikian.
Seminar ini dimulai dengan bertanya, mungk-
inkah filsafat membantu “me-navigasi” arah Yang jadi soal adalah benarkah mun-
peradaban. Saya ragu kita menjawab dengan gkin ada sesuatu yang universal,
yakin, “ya, mungkin”. Sebab untuk itu filsafat sehingga semua pihak, dengan opini
harus membentuk hubungan dengan kekua- masing-masing, menerimanya.
tan, dengan kekuasaan — dengan politik.
Di antara saudara-saudara tentu ada
Tak mudah. Memang Marxisme membutuh- yang ingat, bahwa sejak Nietzsche,
kan Lenin dan Partai Bolsyewik-nya hingga Marx dan Freud, dalam pemikiran
Revolusi Rusia terjadi, dan para pemikir Eropa ada semacam “kecurigaan”
Pencerahan Eropa membutuhkkan Thomas terhadap ke-universal-an. Sesuatu
Jefferson untuk membangun demokrasi di yang diklaim sebagai “universal”
Amerika yang sesuai dengan cita-cita mereka. jangan-jangan hanya salah

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


5

memahami fenomena, atau hanya dorongan Kelemahan Laclau: pemikirannya,


hasrat yang tertimbun dalam satu subyek, dan meskipun diberi sebutan “radikal
sebenarnya hanya kriteria mereka yang demokrasi” tak menampakkan doron-
memegang hegemoni. Sesuatu yang menya- gan normatif untuk menggerakkan
takan diri pembawa suara universal transformasi. “Penanda kosong” —
jangan-jangan bermula dari waham human- justru karena isinya tak terberi a
isme: bahwa kriteria universalitas itu lahir priori, memang bisa membangkitkan
dari subyek yang utuh dan sepenuhnya bisa pergulatan yang intens. Tapi pada
melampaui batas ruang dan waktu yang spesi- dasarnya theori Laclau lebih bersifat
fik atau partikular — makhluk yang mustahil. deskriptif. Juga sebenarnya meng-
gambarkan bagaimana sejarah
Maraknya pemikiran post-modernisme dan tentang keadilan dan kebebasan
politik identitas menggalakkan kecurigaan terjadi — dan tak pernah sempurna.
kepada yang universal ini.
Dalam hal ini Marx pernah menga-
Tapi dengan demikian ada kebuntuan. takan yang bisa dilihat sejajar: Manu-
Bagaimana mungkin ada daya transformatif sia membuat sejarah mereka sendiri,
pemikiran, karena untuk itu dibutuhkan namun tak bisa sekehendak mereka.
kekuatan politik yang terbentuk dari konsen- Sejarah itu tak terbangun dalam
sus — dan konsensus terbentuk jika ada keadaan yang mereka pilih sendiri,
hal-hal yang punya makna bagi siapa saja, melainkan endapan keadaan yang
kapan saja dan di mana saja? Misalnya sebuah berlanjut dari masa sebelumnya.
pengertian kebenaran dan keadilan yang
universal? Tampaknya, beberapa tahun setelah
bersama Engels menulis “Manifesto
Arus kembali kepada yang universal akhirnya Komunis” yang cemerlang dan bera-
muncul. Di antaranya dari pemikir demokrasi pi-api, Marx di sini kembali sebagai
radikal, Ernesto Laclau. Dalam pemikiran penafsir, bukan pengubah, sejarah.
Laclau, yang universal adalah satu “penanda Beberapa generasi kaum Marxis
yang kosong”, “empty signifier,” yang mak- selanjutnya akan makin menyadari
nanya diisi salah satu elemen dalam kontestasi keterbatasan kekuatan transformasi
politik. Kontestan inilah yang merepresenta- yang dikumandangkan seorang
sikan yang universal — meskipun tak mun- seorang filosof.
gkin mewujudkan satu konsensus yang final.
Ukuran yang universal pun tak akan pernah Apa boleh buat, sejarah belum pernah
permanen. punya cerita yang bahagia tentang
hubungan filsafat, politik, dan
transformasi.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Goenawan Mohamad 6

Penutup

Di abad ke-18, Diderot, tokoh pemikir masa “Letzter Mensch” mungkin bisa juga
Pencerahan Eropa, datang ke Rusia untuk disebut manusia jinak. Ia bukan
membimbing maharani yang berkuasa, Tsari- sosok heroik, bukan penjelajah yang
na Katarina. Baginda, yang sangat memper- berani menempuh mara bahaya,
cayainya, dengan bersungguh-sungguh ingin melainkan orang yang menyukai
mengubah kerajaannya jadi wilayah yang sikap kompromistis, serba beper-
maju dengan kecerdasan dan kebebasan. Tapi hitungan, dan betah dalam tatanan
ternyata, petuah dan gagasan Diderot tak bisa yang mapan. Manusia jenis ini tak
dilaksanakannya. Akhirnya ia berkata: punya lagi kreatifitas, kering dan
dingin, tak terpukau bintang-bintang
"Tuan Diderot, Tuan bekerja di atas kertas nun di langit tinggi.
yang rata, halus, luwes, yang menurut saja
diapa-apakan.... Sedangkan saya, maharatu Tapi saya percaya filsafat sejauh ini
yang malang, bekerja di atas kulit manusia, tak membentuk dan dibentuk manu-
yang mudah tersinggung dan perasa...." sia jenis ini. Daya transformatifnya
terbatas, tapi filsafat selalu menggu-
Kata-kata itu layak diingat tiap kali para filo- gat itu, mempertanyakan itu.
sof punya harapan yang melambung: bahwa
mereka bisa berbisik ke kuping penguasa dan ***
dunia dengan itu akan berubah menjadi lebih Jakarta, 7 November 2020.
baik.

Kegagalan Diderot tidak berarti akan mem-


buat para pemikir mundur dan bergabung
dengan jenis orang-orang yang disebut oleh
Nietszche sebagai “letzter Mensch.”

H.B. Jassin, yang dengan bagus meng-indo-


nesia-kan “Also Sprach Zarathustra”, dengan
kena ia menerjemahkan “letzter Mensch”
“manusia Purna”. Kata “purna” mengis-
yaratkan keadaan yang “rampung”, “usai”,
tak akan ada peningkatan dan progresi.
7

Dekonstruksi Hoaks dalam Era


Pasca-Kebenaran Melalui
Semiotika Umberto Eco
Abdul Rahman

Abstrak Pengantar

Artikel ini memperlihatkan bahwa unit Pada dasarnya penulis ingin menun-
kultural dalam semiotika Umberto Eco telah jukkan bagaimana seseorang dapat
memberikan kita sebuah petunjuk bagaimana membongkar pelintiran makna dari
seseorang bisa membongkar proposisi kebo- berita bohong atau hoaks yang
hongan atau hoaks di dalam Era Pasca-Kebe- dibuat oleh para tokoh masyarakat di
naran. Uniknya, meskipun di dalam pemba- dalam Era Pasca-Kebenaran melalui
caan tanda kita tidak akan pernah tahu pemikiran semiotika Umberto Eco.
apakah sebuah pernyataan itu hoaks atau Untuk itu, penulis akan membagi
bukan, kita tetap bisa memahami bahwa tulisan ini menjadi tiga bagian,
pernyataan tersebut mengandung kebohon- yaitu: (1) penjabaran bagaimana
gan atau makna yang dipelintir melalui unit hoaks di dalam Era Pasca-Kebe-
kultural atau pengetahuan yang kita punya. naran digunakan oleh para tokoh
Dengan kata lain, di dalam pembacaan tanda masyarakat utuk mempengaruhi
kita bisa melihat makna dari wahana-tanda masyarakat, di sini penulis akan
yang berada di dalam atau luar kaidah yang menjabarkan kasus Brexit, yaitu
berlaku di masyarakat. keluarnya Inggris dari Uni Eropa,
(2) menjelaskan apa yang dimaksud
Kata Kunci dengan semiotika Umberto Eco,
terutama mengenai unit kultural
Umberto Eco, semiotika, unit kultural, Pas- sebagai fondasi kita melihat sebuah
ca-Kebenaran, hoaks, kebohongan, waha- kaidah makna yang berlaku di mas-
na-tanda, medan semantis, dan tanda. yarakat, dan (3) mendekonstruksi
pelintiran makna di dalam hoaks
menggunakan semiotika Eco, yakni
pembacaan tanda di dalam medan
semantis.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Abdul Rahman 8

Hoaks di dalam Era Pasca


Kebenaran

Di dalam perkembangan informasi digital membuat masyarakat semakin skep-


yang semakin pesat, seseorang bisa dengan tis terhadap media massa arus utama
mudah mendapatkan sebuah berita hanya yang terpercaya, tetapi juga memfit-
dalam hitungan detik. Ini adalah kemajuan nah para ahli dan ilmuwan sebagai
yang berhasil dicapai oleh umat manusia, “kartel” yang mempunyai maksud
tetapi keberhasilan tersebut tidak bisa selalu buruk untuk memutarbalikkan
dipandang sebagai sesuatu yang positif berita, meskipun semua keteran-
karena ada dampak serius yang mengikutin- gan-keterangannya bisa diverifikasi.
ya, yaitu tidak adanya sikap tanggung jawab Ini bisa terjadi karena masyarakat
terhadap berita-berita yang beredar. Sebagai belum bisa membedakan apa yang
contoh, semua orang bisa membagikan dimaksud dengan berita, opini,
bermacam-macam berita secepat kilat fakta, dan analisis. Mereka memba-
melalui sosial media, seperti WhatsApp, ca hoaks sebagai sesuatu yang utuh.
Facebook, YouTube, Twitter, atau Instagram, Bahaya yang lebih fatal, hoaks akan
tetapi sayangnya kebanyakan dari berita membuat masyarakat yang sudah
tersebut tidak menggunakan standar jurnalis- terpolarisasi oleh sebuah ideologi
tik yang baik sehingga berita yang mereka akan semakin tegang dan berujung
bagikan tidak bisa dikategorikan sebagai pada konflik serta perpecahan.
fakta karena berita tersebut sudah tercampur
dengan opini dan argumentasi individu. Meskipun kata ‘hoaks’ dikenal oleh
Dengan kata lain, kemajuan sistem informasi masyarakat luas baru pada tahun
digital telah memberikan peluang terhadap 2016 setelah Kamus Oxford memi-
peredaran berita bohong atau hoaks karena lihnya sebagai ‘the word of the
adanya pelintiran-pelintiran makna di dalam year’, sebenarnya fenomena hoaks
pemberitaannya. sendiri sudah muncul sejak jaman
dahulu. Salah satu kasusnya adalah
Kita bisa mengatakan hoaks adalah pintu ketika berbagai surat kabar dari
gerbang bagi kita untuk masuk ke dalam Era partai politik sedang membela
Pasca-Kebenaran. Tanpa hoaks kita tidak kepentingan partainya masing-mas-
akan menyadari datangnya era ini. Bagaima- ing. Ini bisa dilihat melalui surat
na tidak, hoaks bisa membuat geger mas- Presiden AS, Thomas Jefferson,
yarakat karena secara masif menyeruak, kepada seorang senator, John Nor-
menyebar, dan menghentak akal sehat mas- vell di tahun 1807. Jeferson menga-
yarakat. Parahnya, hoaks tidak hanya takan bahwa kita tidak bisa
9

mempercayai apapun yang ada di surat kabar Britania Raya (Inggris) dari Uni
karena ada banyak fakta yang tidak sesuai Eropa. Pada awalnya masyarakat
dengan jalan pikiran media massa. Dengan Britania memang sudah terpolarisasi
kata lain, berita-berita yang dimuat di surat menjadi dua kelompok, yaitu
kabar saat itu adalah bohong. Jefferson men- ‘Kelompok Leave’ yang menging-
gatakan bahwa orang yang tidak tahu apapun inkan Brexit dan ‘Kelompok
setelah membaca berita itu lebih dekat Remain’ yang menolak Brexit. Dua
dengan kebenaran dibandingkan orang yang kelompok tersebut kerap melempar-
merasa tahu, tetapi dia berada di dalam pers- kan argumentasi yang tajam dan
pektif yang salah. menohok di dalam debat publik
sehingga pemerintah Britania Raya
Berbeda dengan hoaks yang sudah muncul akhirnya berinisiatif untuk menga-
sejak lama, Pasca-Kebenaran justru baru dakan referendum guna memutus-
dicetuskan pada tahun 1992 oleh Steve kan nasib Britania Raya di masa
Tesich, seorang penulis keturunan mendatang. Namun, di dalam masa
Serbia-Amerika. Dia pertama kali mengelu- kampanye Kelompok Leave sering
arkan kata ‘Pasca-Kebenaran’ ketika dia menghembuskan berita-berita yang
mengungkapkan Peristiwa Watergate dan tidak jelas kebenarannya, yang mana
Perang Teluk Persia di dalam majalah itu semua bersifat provokatif agar
Nation. Melalui artikelnya, dia menyadari Kelompok Leave bisa mendulang
bahwa pemerintah AS dengan dukungan banyak suara di dalam pemilu.
media massa telah berhasil melakukan kebo-
hongan untuk menenangkan masyarakat. Berita yang paling menarik perha-
Menurutnya, di Era Pasca-Kebenaran mas- tian masyarakat saat itu adalah sum-
yarakat ternyata lebih mudah digiring opinin- bangan dana Britania Raya kepada
ya melalui pernyataan-pernyataan yang Uni Eropa sebesar £35o juta setiap
menyentuh dan emosional dibandingkan minggu. Padahal masyarakat Brita-
dengan fakta-fakta yang ada di lapangan. nia masih membutuhkan dana terse-
Sekali lagi, Era Pasca-Kebenaran adalah era but untuk kepentingan biaya keseha-
bagi masyarakat yang lebih mempercayai tan. Berita tersebut kemudian viral
hoaks dibandingkan fakta, bahkan mereka dan menghebohkan seantero Brita-
lebih percaya hoaks dibandingkan fakta-fak- nia, sampai-sampai bus-bus merah
ta ilmiah. di London juga ditempelkan berita
tersebut. Kelompok Remain tentu
Untuk lebih mudah melihat bagaimana hoaks tidak pasrah dan berdiam diri terh-
telah mendorong kita semua masuk ke dalam dap peredaran berita itu. Mereka
Era Pasca-Kebenaran, penulis akan menja- berusaha membeberkan sejumlah
barkan peristiwa Brexit, yaitu keluarnya fakta dan data mengenai kerugian

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Abdul Rahman 10

masyarakat Britania jika Britania Raya Kemudian berita yang tidak kalah
keluar dari Uni Eropa, seperti hilangnya ratu- “kotor” dilontarkan oleh Kelompok
san ribu lapangan pekerjaan, harga-harga Leave adalah isu mengenai rencana
barang pokok akan naik, investasi dari nega- Turki bergabung dengan Uni Eropa.
ra-negara Uni Eropa akan ditarik, dll. Sayan- Berita ini menjadi peringatan bagi
gnya, data tersebut tidak membuat mas- masyarakat Britania bahwa jika
yarakat gusar dan berubah pikiran karena Britania Raya masih berada di dalam
mereka semua sudah terlanjur tersentuh Uni Eropa, masyarakat Turki, yang
secara emosional dengan berita sumbangan mayoritas muslim, akan berbon-
£35o juta. Intinya, masyarakat kecewa dan dong-bondong masuk dan mendiami
geram terhadap pemerintah Britania yang wilayah Britania Raya, yang mayor-
seolah-olah lebih mementingkan masyarakat itas non-muslim. Kemudian mereka
Uni Eropa dibandingkan masyarakatnya mengatakan bahwa masyarakat
sendiri. harus rela berbagi fasilitas kesehatan
dan pendidikan dengan para imigran
Tidak hanya berita sumbangan £35o juta, Turki. Ini semua wajib dilakukan
Kelompok Leave juga menggulirkan dua karena sudah termuat di dalam
berita yang tidak kalah panas untuk amanat Uni Eropa. Masyarakat
mendapatkan perhatian masyarakat. Kelom- Britania yang mendengar penjelasan
pok Leave pada awalnya ingin menggembor- tersebut jelas menolak karena
kan slogan ‘Go Global!’ yang berarti «Brita- banyak masyarakat Britania masih
nia Raya harus mendapatkan transaksi yang berada di dalam standar hidup yang
lebih menguntungkan jika keluar dari keang- belum memuaskan. Banyak dari
gotaan Uni Eropa», tetapi slogan tersebut mereka membutuhkan fasilitas kese-
tidak menarik perhatian masyarakat sehingga hatan dan pendidikan gratis. Dengan
mereka mengganti slogan tersebut menjadi kata lain, isu ini menjadi ancaman
‘Back to Control!’. Slogan yang baru ternya- bagi para swing voter untuk memilih
ta lebih menarik perhatian masyarakat karena Brexit saat referendum
selain slogan baru tidak hanya mengubah dilaksanakan.
makna dari slogan lama, tetapi juga slogan
baru memuat makna tambahan «Britania Unit Kultural dalam
Raya harus mengambil kendalinya sendiri Semiotika Umberto
dan memutuskan hubungan dengan Uni Eco
Eropa yang dikendalikan oleh Jerman dan
Prancis». Dengan adanya kemunculan perbe- Sekarang kita bisa bertanya
daan bangsa, Kelompok Leave akhirnya bisa bagaimana semiotika Eco memun-
menyentuh emosi masyarakat dengan lebih gkinkan seseorang mendekati kebe-
mudah. naran? Pertanyaan itu dapat dijawab
11

karena semiotika Eco disandarkan pada unit //air// menjadi //selai kacang//
kultural. Unit kultural membuat kita mema- sehingga selai kacang menguap dan
hami obyek yang berkorespondensi dengan mengristal menjadi salju.
sebuah ekspresi. Mudahnya, melalui unit
kultural kita dapat memahami maksud dan Lalu jika sebuah penilaian nyatanya
tujuan dari sebuah proposisi atau kalimat. bisa berubah, apakah kita bisa mem-
Contohnya, ketika kita mendapatkan sebuah berikan penilaian yang tetap terha-
proposisi berbunyi /monyet sedang duduk di dap sebuah proposisi? Eco menegas-
dalam kandang/. Di dalam proposisi tersebut, kan bahwa kita bisa memberikan
kita bisa memahami ekspresi /monyet/ penilaian fakta atau bukan sejauh
sebagai «binatang mamalia», tetapi eskpresi kita bisa membandingkannya
/monyet/ akan berubah ketika kita mendapat- dengan peristiwa-peritsiwa yang
kan sebuah proposisi /monyet itu duduk di pernah kita alami, atau sejalan
dalam kelas/, kita bisa memahami ekspresi dengan unit kultural yang kita
/monyet/ sebagai «manusia menyebalkan», miliki. Ini bisa kita mengerti ketika
«ejekan», atau sekadar «panggilan akrab». kita berdahapan dengan dua proposi-
Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa si, yaitu /Indonesia merdeka pada
isi dari ekspresi adalah unit kulural. Kita bisa tanggal 17 Agustus 1945/ dan /Nyi
mendefinisikan sebah isi jika kita sudah Roro Kidul menikah dengan Raja
benar-benar memahaminya secara kultural. Yogyakarta/. Jika kita tidak pernah
Jika kita tidak terbiasa mengejek orang lain bersentuhan dengan literatur Indone-
menggunakan nama-nama binatang, kita sia, maka kode-kode tersebut tidak
akan sulit membaca ekspresi /monyet/ akan relevan untuk mengatakan
sebagai «ejekan». proposisi tersebut adalah sebuah
fakta. Untuk itu, kita harus mempu-
Menurutnya, jika suatu proposisi tidak sesuai nyai kode-kode tersebut dengan cara
dengan kaidah makna yang kita miliki, prop- mempelajarinya di sekolah atau
osisi tersebut akan menjadi tidak akan masuk membaca banyak buku mengenai
akal atau tragis. Di sinilah kekhasan yang sejarah Indonesia. Jika kita sudah
dimiliki oleh unit kultural, yaitu sebuah mempelajarinya, maka kita bisa
makna tidak bisa diterima oleh kita bukan megatakan bahwa proposisi pertama
karena makna itu tidak bisa dimengerti, tetapi adalah «kebenaran historis» dan
kita harus menstrukturkan kembali kode-ko- proposisi kedua adalah «legenda».
de yang kita punya. Sebagai contoh, meski- Namun, kita masih harus membuka
pun ini terdengar konyol dan lucu, di masa kemungkinan kepada proposisi
depan kita bisa mengatakan ekspresi /salju/ kedua menjadi kebenaran historis
sebagai «selai kacang» adalah benar jika di jika di masa depan ada dokumen
masa depan ada ilmuwan bisa mengubah atau teknologi yang membuktikan

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Abdul Rahman 12

bahwa proposisi kedua adalah «kebenaran berhasil, bahkan orang-orang Kristen


historis». telah mengorbankan nyawa selama
berabad-abad untuk pernyataan itu.
Melalui unit kultural, semiotika Eco tidak Begitu juga dengan orang-orang
hanya berhubungan dengan tanda-tanda, non-Kristen, mereka juga melakukan
tetapi juga berhubungan dengan kekuatan hal yang sama untuk menolaknya. Ini
sosial. Ini dapat dibuktikan dengan sebuah menandakan bahwa isi benar-benar
ekspresi /bintang timur/ yang obyeknya bisa menyampaikan hal yang jelas, dan ini
dilihat oleh banyak orang pada saat sore hari persis seperti unit kultural di dalam
dengan jarak berjuta-juta mil dari bumi, dan sebuah peradaban. Akan tetapi, hal
juga ekspresi /bintang kejora/ yang obyeknya yang perlu diingat bahwa di dalam
bisa dilihat pada saat pagi hari dengan bentuk pembahasan ini reaksi-reaksi behav-
yang serupa. Meskipun banyak ahli logika ioral tidaklah penting untuk menun-
mengatakan bahwa kedua ekspresi tersebut jukkan sebuah ekspresi yang mempu-
seharusnya merujuk pada isi yang sama, yaitu nyai isi. Fokus kita adalah bagaimana
«planet Venus», masyarakat tetap saja kita bisa menjelaskan atau mengklar-
memaknai keduanya dengan isi yang berbeda, ifikasi proposisi-proposisi yang ada
yaitu «bintang timur» dan «bintang kejora». sebagai informasi baru melalui
Di sini kita menyadari bahwa unit kultural ekspresi linguistik yang mengandung
bisa membuat kehidupan sosial sulit berkem- unit kultural.
bang karena masyarakat sangat patuh dengan
hal-hal yang sudah ditentukan oleh unit Sekali lagi, meskipun secara sosial
kultural. Bukannya ini mustahil untuk diubah, sebuah proposisi sangat dipegang
tetapi masyarakat harus membutuhkan proses teguh oleh masyarakat, bukan berarti
yang sangat panjang untuk kembali mestruk- proposisi tersebut tidak bisa berubah
turisasi kode-kode yang sudah ada. di masa depan. Eco mengatakan,
sebuah proposisi bisa saja berubah
Sekarang saya akan mununjukkan bagaimana atau tergeser maknanya karena kita
unit kultural secara sosial benar-benar berhasil menstrukturisasi kode-kode
dipegang teguh oleh suatu masyarakat. Ini yang ada. Pembacaan tanda yang tak
bisa dicontohkan dengan sebuah proposisi berkesudahan itu tentu saja tidak
/there are two natures in Christ, the human lepas dari sifat paling mendasar di
and the divine, and one Person/. Eco menga- dalam semiotika, yang disebut
takan bahwa seorang logikawan dan ilmuwan sebagai proses semiosis. Eco menga-
mungkin akan mencoba menyadarkan bahwa takan proses semiosis adalah rang-
sekumpulan wahana-tanda tersebut tidak kaian pergerseran dari sebuah tanda
mempunyai eksistensi dan referen, tetapi para ke tanda-tanda lainnya secara terus
cendikiawan tersebut tidak akan pernah menerus, dari tanda /a/ menjadi «b»,
13

lalu /b/ menjadi «c», lalu /c/ menjadi «d», dst. kultural lainnya sehingga kita bisa
Namun, perlu digarisbawahi bahwa rangkaian melihat bagaimana kita melihat
tersebut akan selalu bersifat rasional dan tidak perbedaan makna dari ekspresi tanda
acak karena proses pembacaan tanda dilaku- yang sama. Ini bisa kita ambil contoh
kan berdasarkan unit kultural yang kita punya. dengan isi dari ekspresi /garam/ dari
Jadi, seseorang tidak mungkin membaca dua orang yang berbeda, yaitu ibu
ekspresi /kucing/ sebagai «dog», «chien», rumah tangga dan seorang kimiawan.
atau «Hund», dia akan tetap memuat isinya Ketika keduanya mendengar kata
sesuai dengan kaidah yang benar, yaitu «cat», /garam/ mereka berdua masing-mas-
«chat» atau «Katze». Di sini kita bisa melihat ing akan memaknai isi ekspresinya
bahwa Eco telah menaruh unit kultural ke sebagai «bumbu dapur» dan «Natri-
dalam entitas semiotis sebagai pasangan yang um Klorida (NaCl)». Seorang ibu
tak terpisahkan sehingga kita akan sulit men- rumah tangga akan mengartikan
jelaskan unit kutural melalui entitas yang lain. /garam/ sebagai «bumbu dapur»
karena dia sering memasukkan garam
Akhirnya, kita paham bahwa kita tidak akan ke dalam masakannya untuk menam-
benar-benar bisa mendapatkan kebenaran, bahkan rasa asin, sedangkan seorang
tetapi melalui unit kultural kita bisa mendeka- kimiawan akan mengartikan /garam/
ti kebenaran dari sebuah pernyataan apakah sebagai «NaCl» karena dia sering
pernyataan itu bohong atau tidak. Untuk itu, berpikir bahwa garam adalah senya-
kita harus masuk ke dalam medan semantis wa kimia yang bisa dicampurkan
suapaya kita bisa menelusuri apakah sebuah dengan senyawa kimia lainnya. Jadi,
preposisi benar atau salah melalui pembacaan meskipun ekspresi mereka keduanya
tanda. sama, tetapi isinya tetap mempunyai
perbedaan. Ini bisa kita lihat di dalam
Dekonstruksi Hoaks melalui tabel berikut:
Semiotika Eco
Gambar 1.
Rumusan

X1 Perbandingan
Sebuah Kata

Setelah kita mengerti bagaimana unit kultural X 1+2


dalam Medan
Semantis

dapat membantu kita mengetahui sebuah


X2
pernyataan benar atau salah sesuai dengan
kode-kode yang kita punya. Sekarang kita
mencoba untuk mendekonstruksi berita Bumbu
bohong atau hoaks menggunakan semiotika Dapur

Garam
Eco di dalam medan semantis. Penulis ingin
memulainya dengan memposisikan sebuah NaCI

unit kultural berhadapan dengan unit-unit

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Abdul Rahman 14

Melalui pembacaan gambar di atas kita bisa Kelompok Leave benar-benar men-
mengetahui bahwa «bumbu dapur» dan gakui bahwa Britania Raya memang
«NaCl» adalah isi yang sama untuk mengacu menyumbang £35o juta setiap
pada ekspresi /garam/. Akan tetapi, situasi minggu. Mereka justru menegaskan
akan menjadi rumit ketika kita memaksakan bahwa berita yang benar adalah
isi ekspresi /garam/ sebagai «NaCl» kepada Britania Raya telah memberikan
ibu rumah tangga yang kurang paham menge- sumbangan kepada Uni Eropa sebe-
nai ilmu kimia. Misalkan, kita berkata kepada sar /£19,1 miliar secara total/, tetapi
ibu tersebut dengan proposisi /ada NaCl di jika itu semua dibagi per minggu kita
sebelah botol bayimu/. Ibu tersebut bisa saja bisa mengatakan Britania Raya
langsung bergegas untuk melihat /NaCl/ yang menyumbang kira-kira /£35o juta
berada di sebelah botol bayinya. Saat kita setiap minggu/. Dengan kata lain,
mengucapkan proposisi tersebut, tidak menut- ekspresi /sumbangan Britania Raya
up kemungkinan ibu tersebut langsung merasa kepada Uni Eropa/ berhasil dipelintir
khawatir karena di dalam proses semiosis dia dari «£19,1 miliar secara total» men-
bisa saja mengartikan ekspresi /NaCl/ sebagai jadi «£35o juta setiap minggu» jika
«senyawa kimia», lalu ekspresi /senyawa dirata-rata.
kimia/ menjadi «zat yang berbahaya». Tentu
itu akan berbeda jika kita mengatakan propo- Sama seperti kasus NaCl dan ibu
sisi yang lebih sederhana /ada garam di sebe- rumah tangga, jika Kelompok Leave
lah botol bayimu/. Ibu tersebut bisa tidak membuka data yang sebenarnya saat
bereaksi apa-apa karena dia tahu bahwa kampanye, yaitu /sumbangan Brita-
/garam/ bukanlah «zat yang berbahaya». nia Raya kepada Uni Eropa sebesar
£19,1 miliar secara total/, rakyat
Dari penjelasan di atas, kita bisa melihat tidak akan kecewa terlalu dalam terh-
bahwa seseorang dapat memelintir makna adap pemerintah Uni Eropa, atau
atau memaksakan sebuah isi terhadap suatu bahkan mereka masih berminat men-
ekspresi. Agar lebih mudah dipahami, penulis dukung Kelompok Remain, sebab
akan masuk ke dalam permasalahan sumban- ekspresi /£35o juta setiap minggu/
gan Britania Raya kepada Uni Eropa, yang sangat bisa dimaknai sebagai «mem-
mana Kelompok Leave telah menggaris buang-buang pajak masyarakat
bawahi isi dari ekspresi /sumbangan Britania secara rutin», «tidak bisa mengang-
Raya ke Uni Eropa/ sebagai «£35o juta setiap garkan dana dengan baik», dll. Jadi,
minggu». Kemudian dari proposisi /£35o juta isi dari ekspresinya yang kabur bisa
setiap minggu/ bisa dibaca sebagai «mem- jatuh ke dalam hoaks. Misalnya
buang-buang pajak masyarakat secara rutin». melalui proses semiosis, eskpresi
Setelah Kelompok Leave berhasil memenang- /sumbangan Britania Raya kepada
kan referendum, tidak ada tokoh dari Uni Eropa/ dimaknai sebagai
15

«£35o juta setiap minggu», dan ekspresi /£35o mendengar /Turki/, secara otomatis
juta setiap minggu/ dimaknai sebagai «mem- mereka akan segera mengarahkan
buang-buang pajak masyarakat secara rutin». sememe «Turki» sebagai «negara
Itu memang sengaja dilakukan oleh Kelom- mayoritas muslim yang ingin
pok Leave agar masyarakat secara emosional bergabung dengan Uni Eropa».
tersentuh dan yakin untuk memilih Brexit di Melalui unit kultural, isi dari ekspresi
dalam referendum. tersebut dianggap benar karena mas-
yarakat Britania sebelumnya sudah
Lalu di dalam medan semantis, terdapat pernah mempelajarinya. Eco menga-
sememe («S») yang dikenal dengan denotasi takan bisa saja denotasi menjadi
dan konotasi. Denotasi adalah marka seman- sangat terbuka asalkan mereka belum
tik yang terbentuk dan terisolasi oleh unit mengerti tanda tersebut secara kultur-
kultural yang berkaitan dengan wahana-tanda, al. Jadi, tidak perlu heran jika
sedangkan konotasi adalah marka semantik orang-orang di dalam suku pedala-
yang berperan membentuk satu atau lebih man yang tidak pernah belajar men-
unit-unit kultural yang lain, yang diek- genai /Turki/ akan mengarahannya
spresikan melalui tanda sebelumnya. Menurut sememe-nya sebagai «manusia»,
Eco, denotasi lebih mudah berubah diband- «hewan», atau bahkan «makhluk
ingkan dengan konotasi. Sebagai contoh, astral».
sememe «garam» dikenal juga dengan denota-
si /garam/, dan konotasinya akan sulit terbaca Lebih lanjut, Eco membuat tiga anali-
bagi ibu rumah tangga sebagai «senyawa sa tentatif mengenai tanda. Pertama,
kimia» atau «NaCl» karena mereka hanya tanda memiliki makna semantik
tahu bahwa /garam/ sebagai «bumbu dapur». tertentu yang memungkinkan adanya
Jadi, ketika seorang ibu rumah tangga mene- kombinasi lain dengan tanda-tanda
mukan proposisi /cairan ini mengandung lainnya. Keadaan itu membuat kali-
garam yang tinggi/, dia tidak akan membaca mat-kalimat memang dapat diterima
konotasinya sebagai «cairan ini mengandung secara tata bahasa, tetapi secara
NaCl yang tinggi», melainkan «cairan ini semantik bersifat anomali. Ini seperti
mengandung bumbu dapur sehingga akan ada kesepakatan dalam penggunaan
terasa sangat asin». bahasa. Kedua, ‘sememe’ atau atau
‘unit makna yang diekspresikan B1
oleh
Eco juga sering mengaitkan permasalahan sebuah morfem’ dibentuk oleh makna
sememe dengan permasalahan proper names, dalam pemaknaan semantik, yakni
yang mana itu sangat erat kaitannya dengan denotasi dan konotasi, dan disusun
tanda-tanda ikonik sehingga suatu tanda bisa secara hierarkis. Jadi, di antara beber-
mengacu pada suatu hal yang sangat spesifik. apa pemaknaan semantik tidak
Sebagai contoh, jika masyarakat Britania berbuhungan dengan tata bahasa.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Abdul Rahman 16

Ketiga, tidak ada fungsi tanda yang ditampil- denotasi dan konotasi.
kan oleh marka sintaksis belaka karena fung-
si-tanda dibentuk oleh kode antara serang- Penulis akan menggunakan kata
kaian makna semantik dan tata bahasa, /Turki/ (A3) sebagai wahana-tanda.
keduanya harus dipakai sekaligus. Fungsi Ekspresi /Turki/ dapat dibaca secara
tanda dibentuk berdasarkan homologi dari mendalam sebagai ‘nama orang’ (B2)
fungsi semantik dan fungsi tata bahasa. Dari ataupun ‘nama negara’ (C2). Jika kita
ketiga analisa tersebut Eco membentuk menaruhnya sebagai ‘nama orang’
sebuah rumusan: (B2) berarti kita mengacu pada semua
/s-v/ --- sm ---- «S» ----------------- pengalaman kita berkenalan dengan
d1, d2,d3----------------- c1, c2, c3 . . . ‘seorang perempuan’ (D1) atau
Rumusan di atas dapat dibaca /s-v/ atau waha- dengan ‘seorang laki-laki’ (D3)’.
na-tanda dibentuk dalam makna tata bahasa Setelah kita memilih ‘seorang perem-
(sintaksis) yang mempunyai makna semantik puan’ (D1) kita dapat mengerucutkan
«S» atau sememe. Sememe dapat dipahami lagi pada ‘perempuan berbadan
sebagai ‘d1, d2, d3 atau denotasi’ dan ‘c1, c2, c3 tinggi’ (F1) atau «perempuan
atau konotasi’. Lebih mudahya, tanda yang berbadan pendek» (G2)’, dst. Sedang-
kita baca dalam makna tata bahasa (sintaksis) kan jika kita membaca /Turki/
itu harus diartikan dulu di dalam makna sebagai ‘nama negara’ (C2) berarti
semantik atau sememe, setelah itu sememe kita bisa mengarahkannya pada
dimasukkan kedalam interpretan di dalam ‘negara mayoritas muslim’ (E1) atau
proses semiosis tak berkesudahan dalam ‘negara sekuler’ (E3), dst. Jadi, jika
denotasi dan konotasi. Dari rumusan itu, kita mengarahkannya pada E1 berarti
dapat memahami bahwa hal yang paling pent- /Turki/ mempunyai sememe «negara
ing dari tanda adalah sememe. Meskipun mayoritas muslim» yang didapat dari
begitu, Eco juga masih melihat adanya sisa pembacaan tanda.
persoalan dari hakekat komponen-komponen
terhadap sememe itu sendiri karena sememe Sekali lagi, pembacaan ini tidak
baru dapat diketemukan ketika kita mengeta- belum berakhir karena adanya proses
hui komponen denotasi dan konotasi secara semiosis yang tak berkesudahan.
jelas. Di dalam denotasi dan konotasi, kita Intinya, di sini kita sedang melihat
dapat melihat seseorang yang membaca bagaimana seseorang membaca tanda
sebuah tanda secara berbeda-beda, seperti di dengan terus mengarahkan pada
dalam labirin semantik, karena proses semio- hal-hal yang lebih spesifik guna
sis tak terhingga didasarkan pada unit-unit mendekati kebenaran dari sebuah
kultural dari setiap pembaca tanda. Untuk tanda. Kita pasti akan menggunakan
mempermudah, penulis akan menggambara- sebuah wahana-tanda dengan tepat
kan contoh dari pembacaan sememe di dalam ketika kita berkomunikasi.
17

Tidak mungkin seseorang ingin memaksud- berada di luar Eropa». Dengan


kan /turki/ sebagai «nama perempuan yang demikian, /negara mayoritas muslim
berbadan pendek», tetapi lawan bicaranya yang berada di luar Eropa/ bisa kem-
justru memaksudkannya sebagai «nama bali diartikan sebagai «negara mayor-
negara mayoritas muslim». Untuk memper- itas muslim yang ingin bergabung
mudah penjelasan sememe di atas, Eco untuk menikmati kekayaan mas-
menampilkan diagram berikut: yarakat Eropa». Dengan isi ekspresi
Konotasi
seperti itu, masyarakat Britania jelas
akan menolak mempertahankan
Denotasi F1
keanggotaannya di dalam Uni Eropa.
Wahana B1 D1
Tanda F2 Mereka secara emosional akan
A1 B2 D2 memilih Brexit agar pemerintah bisa
G1 membatasi kedatangan para imigran
A2 B3 D3 Turki.
G2

A3 C1 E1
Tentu saja isi ekspresi negatif terse-
A4 C2 E2 but tidak berlebihan dan menga-
da-ada sebab banyak masyarakat
C3 E3
Britania yang menyuarakan kegelisa-
hannya bahwa mereka tidak ingin
Gambar 2. Diagram Denotasi dan Konotasi berbagi fasilitas dengan para imigran
Turki. Apalagi mereka menegaskan
Akhirnya, melalui diagram di atas kita bisa bahwa masih banyak masyarakat
membongkar sebuah proposisi yang men- Britania yang berada di bawah stan-
gandung kabar bohong atau hoaks sesuai dar hidup memuaskan. Pertanyaanya
dengan unit-unit kultural yang kita punya. adalah apakah Kelompok Remain
Dengan kata lain penjabaran denotasi dan tidak mengeluarkan data bahwa
konotasi di atas dapat membantu kita untuk negara yang nantinya menyusahkan
menelaah apakah isi dari wahana-tanda atau negara-negara Uni Eropa itu mustahil
ekspresi yang kita temukan itu dipelintir atau dibiarkan masuk menjadi anggota
tidak. Untuk melihat itu semua, penulis akan Uni Eropa. Data tersebut tentu sudah
kembali pada isu /rencana Turki bergabung diwacanakan di muka publik, tetapi
dengan Uni Eropa/. Jika kita melihat proposisi kita harus ingat bahwa kita hidup di
tersebut secara seksama, itu seharusnya tidak dalam Era Pasca-Kebenaran, yang
mempunyai masalah. Namun, Kelompok mana berita yang bersifat emosional
Leave tampak memelintir isi ekspresi /Turki/ dan menyentuh hati itu lebih diper-
menjadi negatif, yang mana /Turki/ diartikan caya oleh masyarakat dibandingkan
sebagai «negara mayoritas muslim yang fakta-fakta yang ada di lapangan.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Abdul Rahman 18

Setelah referendum usai, hoaks dari Kelom- strawberry/, padahal keduanya tidak
pok Leave kemudian akhirnya terbukti. mempunyai perbedaan yang berarti.
Mereka menegaskan bahwa mereka sama
sekali tidak ingin membatasi kedatangan para Kedua, kerangka semiotika Eco
imigran, melainkan hanya lebih mengontrol sangat kental dipengaruhi oleh epis-
secara ketat masuknya para imigran ke temologi Immanuel Kant. Ini dapat
Britania Raya. kita lihat dari persamaan antara
landasan unit kultural Eco dengan
Penutup prinsip kategori-kategori Kant ketika
membaca suatu tanda, yang mana
Penulis mempunyai dua catatan kritis terha- kita dalam membaca sesuatu dipen-
dap pemikiran Eco. Pertama, penulis sepakat garuhi dengan pengetahuan yang ada
dengan pendapat Eco bahwa melalui proses di dalam pikiran kita. Kant menga-
semiosis, atau proses pembacaan tanda yang takan jika kita menggunakan kaca-
tak berkesudahan, kita tidak akan pernah mata bewarna kuning, kita akan meli-
sampai pada kebenaran yang penuh, melaink- hat semua benda-benda di dunia itu
an kita hanya mendekati kebenaran. Jadi, kita berwarna kuning, begitu juga dengan
tidak akan pernah benar-benar tahu mengenai warna lainnya. Namun, dari awal Eco
kebenaran, tetapi melalui unit kultural kita juga mengakui bahwa dia telah
bisa mengetahui bahwa pernyataan itu tidak menggunakan prinsip Peirce yang
sesuai atau menyimpang. Misalnya, seseorang sifatnya lebih terbuka dan praktis,
yang mengatakan proposisi /perak/ tidak bisa yaitu hanya melalui proses semiosis
diartikan sebagai «emas», dan sebaliknya. kita bisa mencari kebenaran yang
Dengan kata lain, melalui unit kultural kita lebih transparan, yang mana tidak ada
mempunyai kaidah atau indeks yang disepa- kebenaran yang universal. Jadi
kati oleh banyak orang dalam menunjuk menurut penulis, ketika kita memba-
sesuatu. Ini tentu bisa menjadi pisau kita ca sebuah wahana-tanda, kita sebe-
untuk membongkar proposisi yang dipelintir narnya berada di dalam area kompar-
dari sebuah argumentasi hoaks di dalam Era atif, yaitu adanya pencampuran
Pasca-Kebenaran. Namun, penulis menyadari antara epistemologi deduktif dan
bahwa para semiotikawan sebenarnya bisa induktif. Dengan kata lain, untuk
terperangkap juga di dalam kebohongan membuktikan kebenaran sebuah
teorinya sendiri. Ini menjadi parah jika ekspresi atau wahana-tanda baiknya
mereka mempunyai kekuasaan dalam kita tidak hanya mengandalkan prop-
penyelesaian kasus, yang mana mereka akan osisi yang ada di kepala, yang bersi-
jatuh ke dalam arogansi. Sebagai contoh, fat deduktif, tetapi juga membanding-
mereka bisa mengada-ngada dalam membe- kan dengan fakta lapangan dan sum-
dakan /marmalade strawberry/ dengan /selai ber-sumber lain yang ada di sekitar
kita, yang bersifat induktif.
19

1. Forum Mangunwijaya 2018, Post-Truth dan (Anti) Pluralisme. (Jakarta: Kompas Gramedia), 2019, h.3.
2. Matthew D’ancona, Post Truth: The New War on Truth and how to Fight Back. (London: Penguin Random
House), 2017, h. 7.
3. Bruce Bartlett. The Truth Matters, (New York: Ten Speed Press), 2017, h. 6-8.
4. Matthew D’ancona, Post Truth: The New War on Truth and how to Fight Back, h. 16-23.
5. Umberto Eco, A Theory of Semiotics. (Bloomington: Indiana University Press), 1979, 66
6. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 65.
7. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 65.
8. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 68.
9. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 78.
10. Umberto Eco, A Theory of Semiotics, h. 95.

Daftar Pustaka

Eco. Umberto. A Theory of Semiotics, Bloomington, Indiana University Press. 1979.


Apel, Karl Otto. Charles S. Peirce: from Pragmatism to Pragmaticism trl. by John
Michael Krois. (Massachusetts: The University of Massachusetts Press), 1981.
Bruce Bartlett. The Truth Matters, (New York: Ten Speed Press), 2017.
Caesar, Michael. Philosophy, Semiotics, and The Work of Fiction. (Cambridge, Polity
Press), 1999.
Evan Davis, Post Truth: Why We Have Reached Peak Bullshit and What We Can Do
About It. (Great Britain: Little Brown), 2017.
Forum Mangunwijaya 2018, Post-Truth dan (Anti) Pluralisme. (Jakarta: Kompas
Gramedia), 2019.
Keyes, Ralph, The Post-Truth Era. (New York: St. Martin Press), 2004.
Matthew D’ancona, Post Truth: The New War on Truth and how to Fight Back, (Lon-
don: Penguin Random House), 2017.
Medina, Jose and David Wood. Truth Engagement Across Philosophical Traditions,
(Oxford, Blackwell Publishing), 2005.
Sebeok, Thomas A. (ed.), Encyclopedic Dictionary of Semiotics. (Berlin/New York/Am-
sterdam: Mouton de Gruyter), 1986.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


20

Stairway to Heaven:
Memandang Tuhan Melalui
Kacamata Dekonstruksi
Aldrich Anthonio

Abstrak Pendahuluan

Sejak abad 19 filsafat ketuhanan mengalami Tulisan ini membahas mengenai


krisis oleh kritik tajam para filsuf, khususnya filsafat ketuhanan dalam Posmod-
Nietzsche dan Heidegger. Sasaran kritik ernisme, khususnya dalam
tersebut sebenarnya adalah konsep Metafisi- pemikiran John D. Caputo. Ker-
ka yang dianggap sudah gagal menjelaskan aguan terhadap adanya Tuhan bukan
realita yang beragam. Filsafat ketuhanan juga barang baru, Critias dalam naskah
dibangun atas dasar Metafisika tersebut, Sisyphus menulis justru dewa-dewa
sehingga filsafat ketuhanan juga dianggap adalah ciptaan manusia supaya ada
sudah gagal. Di abad ke-21, seorang teolog “figur menakutkan” yang selalu
dan filsuf bernama John Caputo mencoba mengawasi saat tidak ada yang meli-
menjawab permasalahan ini melalui penaf- hat. Ibaratnya menurut Critias Tuhan
sirannya atas dekonstruksi Jacques Derrida. mirip dengan Google, untungnya
Caputo menganggap filsafat ketuhanan dapat pada saat penciptaan dunia, Ia tidak
hidup tanpa mengandalkan metafisika. sekalian menjual iklan. Kritik terbe-
Menanggapi kritik tersebut Caputo men- sar dilancarkan Heidegger di abad
ganggap Allah sebagai problema dan panggi- ke-20. Ia memang tidak mengkritik
lan (insistensi). Ia mengubah konsep logos teologi secara langsung, tetapi ia
yang bersifat metafisis (doktrin ketat) menja- mengatakan metafisika yang adalah
di konsep poetics yang bersifat dekonstruktif landasan teologi sebenarnya adalah
(narasi, perumpamaan, dan paradoks). Filsa- ontoteologi, yaitu usaha “menu-
fat Ketuhanan bukan lagi theology metafisis hankan” benda keseharian untuk
melainkan sebuah theopoetics dekonstruktif. mendefinisikan Tuhan, sehingga
yang dijumpai bukanlah Tuhan,
Kata kunci melainkan benda-benda yang “ditu-
hankan” semata.
dekonstruksi, filsafat ketuhanan, weak theolo-
gy, insistensi, theopoetics, the event, à venir.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Aldrich Anthonio 21

Dalam latar belakang tersebut muncul Caputo menafsirkan Allah


filsuf-filsuf yang mencoba menjawab cara sebagai problema (yang menggon-
berpikir tentang Allah tanpa melalui rasio cangkan manusia) dan insistensi
metafisika. Salah satu filsuf yang mencoba (panggilan). Allah metafisika dibic-
menjawabnya adalah John David Caputo arakan melalui doktrin logos dalam
(1940 - …), seorang teolog Katolik dan filsuf teologi, dalam Caputo menggunakan
Amerika Serikat yang erat dipengaruhi konsep theopoetics yang memprak-
dekonstruksi Jacques Derrida. Dekonstruksi tekkan dekonstruksi melalui narasi,
sendiri adalah istilah Jacques Derrida, filsuf perumpamaan, dan paradoks.
Perancis yang dianggap ateis dan mengacau-
kan hidup beragama (walaupun ateisme ini Kematian Tuhan dan
disangkal oleh Derrida sendiri). Namun Kematian Kebenaran
Caputo menunjukkan justru dekonstruksi ini Absolut
yang dapat memberi jalan keluar dari krisis
metafisika/ teologis. Caputo menerapkan Filsafat Barat dikisahkan
dekonstruksi dalam konteks teologi, yaitu berawal dari pencarian Thales akan
sebagai tafsir (hermeneutics) kerajaan Allah. unsur paling hakiki di dunia, yang
Caputo memang berasal dari latar belakang menurutnya adalah air. Setelahnya
agama Kristiani, namun pandangan dekon- filsuf-filsuf lain memiliki pandan-
struksi ini dapat diterapkan pada agama-ag- gan berlainan, misalnya yang tak
ama lain. terbatas (Anaximander), udara
Saya akan memulai pembahasan (Anaximenes), dan api (Heraklitos).
dengan menggambarkan masalah metafisika/ Pencarian ini disebut dengan metaf-
ketuhanan di dalam filsafat. Berikutnya saya isika, karena memiliki motivasi
akan membahas dua tanggapan Caputo men- mencari unsur utama atau penyebab
genai masalah ini, yaitu melalui pandangan utama di balik keberagaman dan
Allah sebagai problema dan insistensi. Di perubahan segala sesuatu yang hadir
bagian ketiga kita masuk ke dalam konsep (fisika). Istilah metafisika sendiri
theopoetics Caputo untuk menggantikan mengandung arti tersebut (ta meta ta
teologi. Di bagian akhir saya akan memberi phusika: setelah membicarakan
tanggapan kritis dan kesimpulan terhadap hal-hal fisika). Bagi Plato, yang
Caputo. hakiki ini adalah Forma atau Idea.
Secara singkat Caputo setuju bahwa Contohnya di antara meja-meja,
Allah sudah mati; namun yang mati adalah bebek-bebek, atau buah-buah ada
Allah metafisika, bukan Allah itu sendiri. Forma atau Idea kemejaan, kebe-
Allah bagi Caputo bukan sekedar “ada”, bekan, atau kebuahan sehingga kita
Allah melampaui ada. dapat mengenal benda tersebut
sebagai meja, bebek, dan buah.
22

Sehingga menurut Plato terdapat dimakan sebagai sandwich


substansi sebuah benda di luar eksistensi atau salad. Sekarang bayangkan
kehadiran benda tersebut. Aristoteles dalam anda adalah memiliki toko dan harus
Metaphysica Lambda, mengidentifikasi meletakkan alpukat di bagian yang
unsur hakiki ini sebagai yang abadi dan tepat. Di bagian manakah anda akan
penggerak yang tidak digerakkan. Teologi meletakkannya? Orang Indonesia
sebagai logos atau ilmu mengenai cara mem- yang menemukannya di bagian
bicarakan Allah, juga ikut menggunakan cara sayur akan mencaci anda dan men-
berpikir metafisika seperti ini. Allah dikenal gatakan “Geblek juga lu…” sebali-
sebagai causa prima (penyebab utama) atau knya orang Perancis yang menemu-
causa sui (penyebab yang menyebabkan kannya di bagian buah akan menga-
dirinya sendiri) yang adalah pencipta dan takan “T’es vraiment bête…”
Ada tertinggi dari segalanya. Mengadaptasi percayalah kalimat itu artinya bukan
Plato, Agustinus misalnya mengatakan anda sangat menawan. Pertanyaann-
Forma adalah pikiran Allah. Aquinas menga- ya, yang benar yang mana? Mau
takan Allah adalah kesatuan esensi dan eksis- diletakkan di bagian buah ataupun
tensi; semua hal yang ada berasal dari Allah. sayuran, alpukat ya tetap alpukat,
Dengan kata lain filsafat dan teologi rasanya sama. Kita mencoba
sama-sama berusaha mencari ada yang memaksakan kategori/ forma/ idea
tertinggi atau yang absolut dari segala “kebuahan” atau “kesayuran” ke
sesuatu yang hadir di dalam dunia. dalam alpukat. Anda dapat berkata
Namun di sini muncul dua permasala- “kan ini cuma buah saja toh?” Nah
han, pertama adalah karena yang dicari coba gantikanlah alpukat dengan
adalah yang absolut, maka tidak mungkin ada “keadilan”, “kebebasan”, dan
dua hal yang absolut, pasti ada yang satu “Allah”, maka cacian pelanggan
yang benar dan yang lainnya salah semua; tersebut akan berubah menjadi sejar-
kedua, jika memang benar ada unsur atau ah panjang dunia yang lazim beru-
penyebab utama yang melampaui benda-ben- jung pada darah dan kekerasan.
da yang hadir ini, apakah mungkin ia bisa
dibahas melalui benda-benda yang hadir? Allah yang benar yang seperti
apa? Baptis yang benar seperti apa?
Saya akan mencoba menjelaskan Aliran yang benar yang mana? Pola
permasalahan pertama melalui ilustrasi men- pikir metafisika akan mencoba men-
genai alpukat: buah atau sayur? Bagi orang jawabnya dalam jawaban teologis
Indonesia, benda berwarna hijau gelap dan doktrinal yang sifatnya absolut:
agak lonjong ini adalah buah, ia dapat Allah yang benar adalah yang dapat
langsung dimakan dan dibuat menjadi jus. menyembuhkan penyakit tanpa
Bagi orang Perancis, alpukat adalah sayur, dokter dengan menumpangkan

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Aldrich Anthonio 23

tangan, Baptis yang benar adalah yang dan konsekuensinya: Berkati-


dikepret 3 kali sambil pendetanya mutar-mu- lah saya! Kan saya sudah berikan
tar komat-kamit baca doa, aliran yang benar 15% perpuluhan!
adalah yang perpuluhannya 15% (10% + 5%
service charge). Dalam persoalan lebih prag- Masalah kedua adalah persis
matis yang sering diajukan di akun Instagram kritik Martin Heidegger mengenai
religius, misalnya “kalau anak saya main cara berpikir metafisika ontoteolo-
game itu bertentangan dengan alkitab tidak? gis. Ia mengatakan metafisika sejak
nonton drama korea itu dosa tidak? ibadah jaman Yunani adalah sebagai ontote-
online sambil tiduran dan makan dikutuk ologi. Ontoteologi berasal dari kata
Tuhan tidak?” Sempat terpikirkah bahwa onto + theo + logos yang berarti
dalam dunia yang serba beragam dan beru- hal-hal yang sekedar ada sehari-hari
bah dengan cepat, jawaban absolut untuk (ontis) dianggap sebagai yang
pertanyaan seperti itu bisa tidak relevan? tertinggi (theo) dan kemudian difor-
Misalnya pandangan yang menyatakan mulasikan menjadi sebuah ilmu
bahwa bermain game berlawanan dengan (logos). Kritik ontoteologis ini men-
alkitab karena game itu penuh kekerasan aga- gatakan bahwa sebenarnya metafisi-
knya melupakan fakta bahwa dalam alkitab ka filsafat Barat selama ini hanya
juga banyak cerita mengenai perang dan membahas hal-hal yang bersifat
kekerasan. Menariknya adalah dalam sejarah ontis (ada sehari-hari/ seiendes),
dunia banyak perang yang dilakukan atas bukan ontologis (Ada dalam dirinya
nama Allah dan agama, namun sampai saat sendiri/ Sein). Dalam filsafat
ini belum pernah ada perang yang dilakukan Yunani, contoh ontis adalah air yang
demi nama Playstation, Nintendo, maupun dianggap Thales sebagai unsur
XBOX. Pandangan konservatif yang menga- utama, kemudian udara, api, dan
takan baptisan yang benar adalah baptisan seterusnya. Air, udara, api adalah hal
selam sesuai dengan yang tertera literal di sehari-hari yang dianggap sebagai
alkitab agaknya melupakan fakta bahwa sebab utama, kemudian dianggap
Yesus dibaptis di sungai Yordan, sehingga sebagai yang tertinggi, dan akhirnya
jika memang ingin konsisten secara literal disembah dalam struktur religius
maka semua baptisan harus dilakukan di dan doktrin keagamaan. Plato dan
sana. Sadar maupun tidak, usaha metafisis Aristoteles walaupun memiliki
melalui praktik doktrinal teologis ini adalah abstraksi lebih tinggi, juga tetap
usaha membatasi Allah yang sejatinya merupakan hal-hal ontis. Heidegger
melampaui manusia, menjadi Allah yang bertanya kenapa penyebab atau
dapat dikendalikan dan dimanipulasi manu- unsur itu berupa hal yang dilihat
sia: Saya memberikan perpuluhan 15% maka sehari-hari, padahal bukankah yang
Allah pasti memberkati saya – hakiki itu melampaui kesemuanya
24

dan tidak dapat dibatasi oleh definisi jika anda mempertanyakann-


manusia? Dengan kata lain kritik ini menga- ya. Namun praktik seperti ini adalah
takan para filsuf sibuk mencari “Ada yang persis praktik ontoteologis yang
melampaui segalanya”, tetapi mencarinya dikiritik Heidegger. Tuhan dianggap
terbatas pada hal remeh-temeh selemparan sama dengan kesahihan doktrin bap-
rumah saja. Dalam istilah Heidegger tisan, minyak urapan, dan tentunya
“…membicarakan tentang yang paling ada dianggap sama dengan uang. Tak
dari segala ada (das Seiendste alles Seien- heran bila Nietzsche mencibir
den), jadi mereka tidak pernah berpikir untuk mental Kristianitas seperti ini
berpikir tentang Ada (Sein) itu sendiri”. Jadi dengan mengatakan “Allah sudah
bagi Heidegger bangunan filsafat dan teologi mati. Allah tetap mati. Dan kita telah
selama ini sudah salah alamat, ibaratnya ribut membunuhnya”. Kematian Tuhan
berjam-jam mencari nomor rumah seorang bukan diakibatkan oleh orang-orang
teman di Jalan Setiabudi… tapi tidak sadar Romawi jaman dahulu, oleh berhala,
bahwa teman kita tinggalnya di Setiabudi maupun kritik orang ateis. Tuhan
Bandung, bukan di Setiabudi Jakarta. mati karena orang-orang beragama
sendiri yang membunuhnya melalui
Lalu bagaimana dengan Tuhan? Hal doktrin ontoteologi ini.
yang sama juga terjadi dalam pemikiran
mengenai Tuhan, dalam praktik keagamaan Di sini anda mungkin akan
saat ini misalnya ada aliran yang menguta- beranggapan hal ini hanya merupa-
makan ketetatan doktrin, mujizat kesembu- kan keributan filosofis-teologis aka-
han perjamuan kudus, dan teologia kemak- demis saja dan tidak ada dampaknya
muran. Contohnya ada gereja yang mengang- secara riil. Tunggu dulu! Contoh
gap baptis percik itu sesat, sehingga jemaat penafsiran Tuhan metafisis yang
dari gereja baptis percik tidak dapat dinikah- menjadi malapetaka kemanusiaan
kan dalam gereja baptis selam. Ada juga adalah masalah kutukan Ham yang
pemuka agama mengklaim Tuhan berbicara menjadi basis bagi tiga agama
langsung kepadanya agar yang mengikuti Samawi dalam memperbudak
perjamuan kudus dan mengoleskan minyak orang-orang berkulit hitam. Kitab
urapan dapat sembuh dari sakit. Teologi Kejadian 9:18-25 mengisahkan Ham
kemakmuran menjanjikan Tuhan memberi- melihat aurat Nuh dan mencerita-
kan berkat melimpah (mungkin maksudnya kannya ke kedua saudaranya. Nuh
untuk pemuka agamanya) jika memberikan kemudian mengutuk Ham menjadi
persembahan atau perpuluhan yang banyak. “hamba paling hina bagi sauda-
Pandangan masing-masing ini tentunya ra-saudaranya”. Lalu kenapa
didukung dengan ayat-ayat kitab suci dan orang-orang berkulit hitam yang
siap-siap diceramahi sebagai orang bebal kena mudaratnya?

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Aldrich Anthonio 25

Menurut genealogi kitab suci dari tiga Batu dan Pintu: Allah
agama Samawi itu, Ham adalah nenek
moyang orang-orang Mesir dan Kush yang
Sebagai Proyektil dan
berkulit hitam. Ham dalam bahasa Yahudi Insistensi
juga memiliki akar kata yang berarti “gelap”
atau “hitam”. Perbudakan adalah kekejaman Ya, Allah sudah mati! Demiki-
yang adalah aib besar dalam sejarah manusia. anlah pandangan Caputo. Namun
Namun dapatkah anda bayangkan bahwa bagi Caputo yang mati adalah
sesungguhnya aib tersebut dilakukan “sesuai Allahnya Feuerbach proyeksi manu-
dengan firman Tuhan?” sia, yaitu Allah yang ens supremum et
deus omnipotens (Allah yang
Melihat contoh tersebut ada benarnya Mahabesar dan Mahakuasa). Caputo
juga Feuerbach yang senada dengan Critias bersyukur pada Nietzsche karena
mengatakan agama adalah proyeksi manusia: dengan mengatakan Allah sudah
apa yang tidak dapat diraih manusia, dikelu- mati, maka Allah sekarang dapat
arkan dari dalam dirinya, dibuat figur, dan muncul di panggung, atau meminjam
disembah menjadi sosok ilahi. Sejarah men- istilah Eminem “Will the real God
catat proyeksi ini memang juga mencermink- now please stand up?” Lalu sekarang
an kencederungan manusia memperoleh Allah seperti apa yang menurut
kekuasaan dan melakukan kekerasan atas Caputo masih relevan dan yang
nama Allah dan agama. Heidegger mengkri- masih dapat dibicarakan dalam
tik teologi metafisis seperti ini karena den- keragaman dunia ini? Ada tiga pan-
gannya Allah sangat dibatasi oleh manusia dangan yang dikemukakan Caputo:
(ironis memang Heidegger juga terlibat Allah sebagai Proyektil, Allah
Nazi). Jika memang Allah benar-benar ada sebagai Insistensi, dan Allah yang
dan melampaui kesemuanya, mengapa dapat Lemah.
dibatasi dengan keberadaan yang sifatnya Pertama, menanggapi Feuerbach,
ontis? Bahkan bagi Heidegger Allah sebagai Caputo mengatakan Allah bukanlah
Ada yang Tertinggi pun tetap sebuah pem- Proyeksi, melainkan Proyektil.
batasan, karena yang memberi penilaian Proyeksi berarti Allah bersumber dari
sebagai Ada tertinggi adalah tetap manusia. dalam manusia dan mengarah keluar
Maka dengan kritik-kritik tersebut, Allah menjadi Ada yang ditinggikan.
dalam teologi metafisika tidak lain adalah Proyektil sebaliknya, berarti ada
ciptaan manusia sendiri, dan dengannya sesuatu yang meluncur dari luar men-
Allah bukan lagi Allah dan sudah mati seperti garah kepada manusia, bagaikan saat
yang dikatakan Nietzsche. ditimpuk batu. Untuk menggambar-
kan proyektil ini Caputo juga
26

menggunakan istilah problema, yang memili- kita dari tidur dan menyatakan
ki dua arti dalam bahasa Yunani (πρόβλημα): kita tidak sendiri. Tidak sendiri bukan
sebagai masalah/ rintangan dan sebagai berarti nyaman karena kita ada teman
sesuatu yang dilemparkan ke orang lain. Ada superpower, melainkan masalah
dua poin penting di sini, yang pertama adalah karena yang lain ini adalah yang
kita tidak tahu pasti dari mana batu itu berasal; perlu diperhatikan dan didengarkan.
kedua, yang dapat dilakukan adalah hanya Bukan mujizat, uang, maupun
menanggapinya: menghindar atau siap-siap kesenangan yang kita dapatkan saat
benjol. Hubungannya dengan Allah? Bagi proyektil ini hadir, namun kegetaran
Caputo Allah adalah masalah, suatu problema hati, kesentakkan dari ketiduran, dan
yang tidak sepenuhnya dapat kita ketahui, kesadaran bahwa kita harus menang-
namun saat masalah ini hadir, yang dapat kita gapinya.
lakukan adalah menanggapinya: menerima Kedua, menanggapi kritik
atau menolak Allah. ontoteologi mengenai Ada, Caputo
Lebih lanjut, Caputo menggunakan mengatakan Allah bukanlah Ada
istilah Agustinus mengatakan Allah adalah (eksistensi) melainkan panggilan
yang menggetarkan hati (cor inquietum) dan (insistensi). Insistensi adalah panggi-
menggelisahkan manusia. Oleh karenanya, lan tanpa henti kepada manusia.
Allah bukanlah bukan tempat seseorang dapat Melanjutkan analogi timpukan batu,
bersandar dengan nyaman dalam kestabilan bukan batu itu yang penting, melain-
definisi teologis. Caputo memberi contoh kan kesadaran bahwa ada yang lain
problema ini bagaikan seseorang yang men- yang melempar batu. Yang lain ini
getuk pintu rumah kita waktu malam. Siapa tidak dapat diketahui siapa atau apa,
yang mengetuk? Kita tidak tahu, tetapi kita tapi kita dapat mengenal panggilann-
terganggu dari tidur yang lelap dan nyaman. ya (atau timpukannya). Melalui insis-
Kita dapat terus berusaha untuk tidur tetapi tensi Caputo juga mencoba mende-
ketukan itu selalu menggelisahkan dan konstruksikan oposisi biner esensi/
meminta kita untuk membukakannya. Begitu- substansi dan eksistensi. Ia menggan-
pun dalam kehidupan sehari-hari: kita tikan esensi/ substansi dengan insis-
bagaikan tidur ketika hanya memperdulikan tensi. Yang insisten adalah panggilan
mau makan apa, nonton apa di Netflix, lihat Allah sedangkan yang eksisten
promo apa di toko online. Kehadiran Allah adalah manusia. Dalam insistensi dan
membuat masalah baru, dengan adanya Allah eksistensi, hubungan antar mereka
berarti hidup kita bukan hanya bagi diri kita bukan oposisi biner lagi tetapi hubun-
sendiri, melainkan ada yang lain. Yang lain ini gan yang saling berkaitan dan
siapa? Kita tidak tahu sepenuhnya tapi Ia (atau bergantung satu dengan lainnya.
ia – karena kita tidak tahu) menyentakkan

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Aldrich Anthonio 27

Caputo menggunakan istilah etimolo- (khora) maka kita tidak dapat


gis agama dalam bahasa Latin yaitu religio pasti tahu bahwa Allah yang
yang berarti pengikatan. Sebelumnya artinya memanggil. Khora ini bagaikan
adalah manusia terikat satu arah dengan panggilan telepon tak dikenal: bisa
Allah: manusia perlu Allah tapi Allah tidak jadi dari seorang kenalan atau
butuh manusia. Namun Caputo menafsirkan tawaran kerja, namun mungkin (ser-
lebih lanjut lagi. Hubungan ikatan sejatinya ingnya) agen asuransi dan tawaran
adalah dua arah: jika ada seorang polisi yang Kredit Tanpa Agunan. Sama seperti
memborgol Budi, maka Budi terborgol halnya telepon, jika kita sudah tahu
dengan polisi tersebut dan sebaliknya polisi bahwa itu adalah suara Allah maka
tersebut juga terborgol dengan Budi. Begitu- kita tidak benar-benar merespons
pun dalam hubungan manusia dengan Allah: panggilan, melainkan hanya mengi-
manusia terikat kepada Allah, Allah juga kuti perintah dengan tenang dan
terikat kepada manusia. Maka agama menurut nyaman. Jika kita tahu yang men-
Caputo adalah hubungan kiasmus (chiasm) getuk pintu adalah seseorang yang
atau keterikatan bersama/ ikatan ganda. Allah kita kenal maka kita tidak akan geli-
bukan terpisah dengan manusia sebagai pen- sah, melainkan dengan tenang akan
cipta dan ciptaan, Allah bersama dengan membukakan pintu. Namun seperti
manusia, manusia membutuhkan Allah dan halnya ketukan pintu di malam hari,
Allah membutuhkan manusia. Caputo mem- kita tidak tahu apakah yang men-
beri contoh Allah metafisika adalah Allah getuk itu tetangga atau pencuri. Di
yang mampu menenangkan ombak ganas: sini Caputo menunjukkan bukan
Allah seperti ini berada jauh di surga dan kepastian logos yang bekerja, namun
manusia berada di sampan dalam yang bekerja adalah kemungk-
ombang-ambing ombak ganas. Allah insisten- inan-kemungkinan. Kemungkinan ini
si adalah yang hadir bersama-sama dengan bukan seperti probabilitas yang bisa
manusia dalam sampan, berjuang dan berdoa diperhitungkan seperti dalam pertaru-
dengan manusia yang terombang-ambing han Pascal. Kemungkinan ini adalah
ombak ganas tersebut. kesempatan bagi iman untuk bekerja
Panggilan ini terjadi tanpa kendali dalam menanggapi panggilan. Jika
manusia dan tanpa dapat dikenali manusia. panggilan sudah pasti dari Allah
Jika kita dapat kenali dengan mudah maka maka yang muncul bukanlah iman,
lagi-lagi jatuh kepada Allah metafisika yang melainkan pengetahuan logos yang
penuh kepastian. Tidak ada caller id yang serba pasti.
dapat mendeteksi apakah panggilan ini beras- Sebagai contoh, jika anda
al dari Allah atau bukan. Caputo menyebut menyalakan mesin mobil di pagi hari,
panggilan terjadi di jalan tengah tak bertuan tentu bukan iman yang bekerja tetapi
28

pengetahuan bahwa mesin mobil akan bukankah Allah sebagai


menyala karena (contohnya) yang membuat proyektil dan insistensi itu juga mer-
mobil anda itu adalah Toyota, bukan Xiaomi. upakan definisi baru? Allah sebagai
Menyalanya mesin mobil adalah pengetahuan proyektil dan insistensi bukanlah
yang memiliki kepastian. Dalam panggilan, sebuah definisi, melainkan sebuah
bukan pengetahuan pasti seperti itu yang ada, gambaran kemungkinan-kemungk-
melainkan ada celah keraguan yang muncul inan. Caputo ingin menghindari pen-
dan menghantui kita. Saat kita berdoa definisian ulang Allah sebaik apapun
meminta kesembuhan misalnya, apakah sudah definisi baru tersebut. Allah dalam
pasti nanti malam kita akan sembuh? Belum gambaran Caputo tidak memiliki
tentu, karena dalam doa yang bekerja bukan kejelasan atau kepastian bentuk
pengetahuan pasti melainkan iman pada seperti dalam teologi. Proyektil dan
kemungkinan-kemungkinan dan harapan Insistensi bukan definisi pasti seperti
seperti yang diungkapkan Caputo. Dengan prima causa atau causa sui, melaink-
kata lain kita membeli Toyota, bukan Tuhan; an sebagai kritik atas teologi dan
sebaliknya kita berdoa pada Tuhan, bukan sekaligus membuka ruang bagi tafsir
pada Toyota. kerajaan Allah. Tafsir kerajaan Allah
berarti segala pandangan mengenai
Allah sudah merupakan tafsir manu-
Luthier, bukan Luther: sia. Tidak ada yang bisa disebut
Theopoetics dengan agama paling murni atau
paling asli sesuai perintah Tuhan.
Jadi saat kotbah, pemuka agama tidak
Caputo menganggap Allah sebagai tepat jika menggunakan istilah
proyektil dan insistensi di mana pengetahuan “Tuhan berkata” atau “Alkitab men-
tidak dimungkinkan lagi. Lalu bagaimanakah gatakan”, karena kotbah itu sudah
kita dapat bicara mengenai Allah ini tanpa berupa tafsir dari perkataan Tuhan
menggunakan konsep metafisika? Pertanyaan maupun Alkitab seberapapun persis
ini dapat disederhanakan menjadi bagaimana maupun literal isinya. Semua kotbah
cara menggambarkan Allah tanpa menggu- sejatinya adalah “menurut tafsir
nakan definisi seperti melalui kata “adalah” saya” dan agama atau aliran sudah
atau “ialah”. Untuk berbicara mengenai Allah merupakan tafsir manusia. Oleh
seperti ini Caputo menggunakan istilah karena itu yang jadi personalan
theopoetics untuk menggantikan theology. bukan lagi soal benar-salah atau mur-
Theopoetics adalah cara membicarakan Allah ni-sesat, melainkan tafsir baik atau
melalui narasi, dekonstruksi, dan paradoks tafsir buruk – seperti halnya di seko-
(berlawanan dengan teologi yang penuh defi- lah Teologi ada calon pemuka agama
nisi dan doktrin). Anda juga dapat bertanya A3 C1 E1
yang mendapat IPK 4.0 dan ada juga
A4 C2 E2

C3 E3

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Aldrich Anthonio 29

yang IPKnya 1.0. Karena semua sebagai Proyektil dan Insis-


sudah merupakan tafsir manusia maka pan- tensi.
dangan, aliran, kotbah, ajaran bisa dan perlu Peristiwa yang terjadi dalam
didekonstruksi. Tafsir yang baik menurut nama Allah ini ditafsirkan secara
Caputo adalah tafsir yang mencerminkan dekonstruktif dengan menggunakan
peristiwa yang terjadi dalam nama Allah. istilah Teologi Keperistiwaan (Theol-
Kita dapat mengambil contoh pandan- ogy of the Event). Bagi Caputo peris-
gan dekonstruksi Caputo ini pada kisah pang- tiwa adalah harapan dari masa depan
gilan Musa di padang gurun. Saat Musa yang belum terjadi, tetapi selalu
dipanggil Allah ia bukan sedang berdoa, memanggil agar dapat terjadi. Caputo
berpuasa, atau dalam saat teduh. Ia sedang memberi contoh dalam tulisan
bekerja menggembalakan kambing domba di “Force of Law” Derrida membedakan
padang gurun dekat di gunung Horeb. Saat antara hukum (law) dan keadilan
suara Allah memanggil, ia tidak mengenal (justice). Hukum adalah yang eksis-
secara pasti suara yang memanggilnya. Ia ten dan memiliki perangkat seperti
tidak dipanggil di kota-kota besar Mesir yang kitab hukum, jaksa, dan hakim.
sudah memiliki dewa-dewa yang disembah. Ia Keadilan adalah peristiwa atau yang
dipanggil di tempat tak bertuan, khora. insisten. Caputo mengatakan hukum
Namun Musa menanggapi panggilan itu adalah produk hasil konstruksi, oleh
dengan berkata “Here I am” tanpa benar-be- karenanya harus didekonstruksi. Jika
nar mengetahui sepenuhnya siapa yang tidak didekonstruksi, hukum dapat
memanggilnya. Kalau Musa kenal, Allah kehilangan panggilan keadilannya.
tidak perlu memperkenalkan dirinya lagi. Sebagai contoh di Amerika memba-
Panggilan ini bukan panggilan untuk hidup wa senjata itu legal, namun apakah
dalam mewah dan penuh berkat, melainkan adil untuk membawa senjata di
sebuah masalah baru yang dilemparkan ke tengah banyaknya kematian yang
Musa. Sekarang ia tidak cukup hanya meng- diakibatkannya? Hukum tersebut
gembalakan ternak tapi ia harus membebas- mungkin adil di jaman peperangan,
kan orang-orang yang menderita dari perbu- tetapi pada saat damai seperti saat ini
dakan Mesir. Musa tidak lagi dapat hidup hukum itu belum tentu adil. Oleh
dengan tenang, kehadiran Allah menyebabkan karena itu hukum tersebut perlu dide-
ia harus menempuh jalur hidup yang lebih konstruksikan sesuai dengan panggi-
sulit dan menjadi terikat kepada Allah dalam lan keadilan. Namun menurut Derri-
karya pembebasan ini. Begitupun Allah da hukum dapat dan harus didekon-
terikat dengan Musa dalam usaha membebas- struksi sedangkan keadilan tidak
kan orang-orang dari perbudakan Mesir. dapat didekonstruksi. Baginya
Melalui Dekonstruksi ini Caputo menunjuk- dekonstruksi adalah keadilan itu
kan jalan lain untuk memandang Tuhan: sendiri, atau sebagaimana ditafsirkan
30

Caputo, keadilan adalah peristiwa atau Thor. Dengan kata lain


yang memanggil, hukum adalah perangkat Allah masih tak beda dari manusia,
yang eksisten. Hukum dan keadilan saling hanya saja kekuatannya jauh lebih
membutuhkan: hukum tanpa keadilan hany- besar dibanding manusia. Namun
alah alat kaki tangan pemerintahan otoriter, dalam theopoetics, kita menjumpai
keadilan tanpa hukum hanyalah angan-angan. paradoks: Allah kuat karena ia lemah.
Lalu peristiwa apa yang ada dalam Ia bukan figur orang tua berjenggot
nama Allah? Caputo tidak menjelaskan secara putih yang siap melempar petir. Ia
spesifik karena ia ingin menghindari membuat adalah figur yang lemah dan tak
doktrin-doktrin baru, namun ia menyebut ada berdaya, namun justru karena itulah
dua paradoks yang dapat diperhatikan, yaitu Allah berkuasa. Hal ini terlihat dalam
Kerajaan Allah sebagai kekacauan suci penyaliban Yesus. Kematian Yesus
(sacred anarchy) dan mengenai Allah yang adalah sebuah paradoks besar di
lemah. Dalam sacred anarchy kedatangan mana bagi umat Kristiani Allah men-
Kerajaan Allah bukan untuk mendirikan jadi yang lemah dan hina. Namun
struktur kerajaan baru tetapi untuk mengacau- melalui kematian Yesus ini transfor-
kan struktur dunia. Paradoksnya di sini yaitu masi besar terjadi dalam kehidupan
kerajaan berarti sebuah struktur pemerintah- manusia jaman itu. Bukan pembe-
an, tetapi juga anarkis yang berarti tanpa basan melalui kekerasan dan perang,
struktur atau prinsip. Maksudnya dalam dunia tetapi pembebasan manusia dari tafsir
yang berkuasa dan diperhatikan biasanya kaku hukum Taurat yang memihak
adalah orang-orang yang kuat, bijak, dan penguasa dan struktur keagamaan.
kaya. Tetapi dalam Kerajaan Allah yang Bagi Caputo peristiwa yang
diperhatikan justru adalah orang-orang terkandung dalam nama Allah adalah
miskin, kusta, dan yang terlantar. Kerajaan harapan akan keadilan bagi semua
Allah ini bukan hadir dalam bentuk kota suci, orang di muka bumi, khususnya yang
bangunan kudus, maupun doktrin melainkan lemah dan terpinggirkan. Namun
dalam transformasi metanoia. Metanoia di karena harapan, keadilan ini belum
sini bukan berarti pertobatan religius dan terjadi dan disebut sebagai the event
harus mengikuti agama tertentu, tetapi dalam to come. Secara paradoks harapan
arti pikiran dan hati baru yang terarah pada keadilan ini adalah keadilan yang
Kerajaan Allah. belum datang, akan datang, tidak
Caputo mengatakan Kerajaan Allah akan datang, dan sudah datang. Yang
ini hadir melalui peristiwa Allah yang lemah. dimaksud Caputo adalah keadilan
Dalam teologi Allah digambarkan sebagai sebagai harapan memang belum
yang kuat dan berkuasa, layaknya sosok datang, tapi ia juga tidak boleh
superhero seperti Superman, Wonder Woman, datang. Ia tidak boleh datang karena
jika keadilan sudah datang,

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Aldrich Anthonio 31

harapan keadilan menjadi hilang kekerasan bersenjata dan


digantikan dengan yang sekedar ada. Jika obat-obatan terlarang. Pimpinan
keadilan sudah datang manusia tidak lagi Gerejanya sendiri di sana sudah tidak
berharap dan tidak perlu bertindak, tetapi mengganggap daerah itu dapat dise-
cukup duduk diam nyaman. lamatkan. Namun ia bekerja bukan
Di sisi lain keadilan juga sudah karena menurutnya ada hasil religius
datang, dalam arti keadilan ini menjadi tugas yang bisa dicapai, ia melayani
manusia sebagai yang eksisten untuk mengh- mereka karena ia ingin membawa
adirkannya di muka bumi. Agama dalam keadilan dan kasih bagi orang-orang
theopoetics bukan berupa rangkaian ritual yang terpinggirkan tersebut. Tujuan
atau doktrin untuk memuaskan Allah di ang- McNamee bukan untuk “menyuap”
kasa raya, melainkan sebuah panggilan meng- Allah agar bisa masuk surga, melain-
hadirkan keadilan Kerajaan Allah di dalam kan sebagai perhatian pada
dunia bagi semua orang. Anda mungkin men- orang-orang tersebut agar mereka
ganggap hal ini mudah, anda sering melaku- juga bisa memperoleh keadilan dan
kan bakti sosial, memberi persembahan, atau kasih.
menyumbang. Tetapi izinkan saya bertanya Melalui dua contoh di atas,
apakah anda dapat menerima kaum LGBTQ kita dapat melihat usaha dekonstruksi
di gereja anda? Anda mungkin mengatakan yang dilakukan Caputo untuk berbic-
tidak, karena kaum LGBTQ sesat, tidak sesuai ara mengenai Allah. Bukan melalui
kitab suci menurut Kejadian 1:27 dan anda definsi tapi melalui paradoks; bukan
akan berseru “Mereka harus ditobatkan!” melalui struktur agama tapi melalui
Justru persis di sinilah kesulitan yang muncul yang terpinggirkan; bukan melalui
saat kita menyadari bahwa tugas kita adalah doktrin tapi melalui narasi. Paradoks
menghadirkan keadilan Kerajaan Allah di terutama dari dekonstruksi Caputo
dunia bukan bagi keluarga konglomerat grup adalah bahwa Allah bukan Yang
perusahaan properti, melainkan bagi mereka Mahakuasa melainkan yang lemah,
yang terpinggirkan. Tugas ini juga bukan namun justru dalam kelemahanny-
berarti mendirikan rumah ibadah megah yang alah Ia berkuasa. Keadilan Kerajaan
dikagumi khalayak ramai, melainkan Allah ditujukan pada kaum pinggi-
melayani mereka yang hidup tanpa atap. ran, bukan penguasa negara maupun
Sebagai contoh Caputo mengisahkan agama. Harapan akan keadilan inilah
seorang Pastor bernama John McNamee di yang memanggil manusia kepada
Philadelphia Utara yang bekerja di parokinya Allah, keadilan ini belum datang,
untuk membantu masyarakat tanpa memper- namun ia sudah datang melalui
dulikan jemaatnya atau tidak. Parokinya orang-orang yang terpanggil untuk
adalah daerah miskin di mana sering terjadi melakukannya di dunia. Jawaban
panggilan itu adalah seperti Musa
“inilah aku”.
32

Tanggapan Kritis karena jika benar datang langsung


dari Allah Mahakuasa dan Mahatahu,
maka sudah pasti yang mendebatnya
Tantangan yang dihadapi Caputo dalam itu sesat, kafir, atau penghujat Allah.
menghadapi para kritikus metafisika adalah Padahal yang terjadi sebenarnya si
menjawab mungkinkah berbicara tentang pemuka agama tersebut menganggap
Allah tanpa metafisika? Caputo menjawabnya tafsirnya sama kudusnya dengan
melalui dekonstruksi di mana Allah sebagai Allah, sehingga ia terjebak metafisika
“Ada Tertinggi” digantikan dengan Allah ontoteologis… atau ia kebanyakan
sebagai panggilan. Dalam hal ini Caputo minum anggur perjamuan kudus tadi
berhasil menunjukkan melalui dekonstruksi pagi. Di sinilah dekonstruksi Caputo
bahwa masih mungkin untuk berbicara men- dapat menunjukkan kelemahan yang
genai Allah, namun yang muncul bukan Allah selama ini (mungkin tidak disadari
yang dikenal dalam agama tradisi selama ini. langsung) ada dalam praktik keag-
Bukan Allah serba-maha yang penuh definisi amaan. Caputo juga mampu men-
dogmatis, melainkan Allah yang lemah dan awarkan pandangan lain melalui
serba paradoks. Justru dalam kelemahannya dekonstruksi di mana orang-orang
itu kuasanya menjadi nyata. Memang ironis beriman dapat berbicara mengenai
(dan paradoks) bahwa dalam pemikiran Allah Allah secara paradoks, naratif, dan
yang kuat, Allah dengan mudah dapat dikend- etis.
alikan manusia; sedangkan dalam pemikiran
Walaupun Caputo dapat menun-
Allah yang lemah seperti Caputo, justru Allah
jukkan sebuah jalan sempit di mana
tidak dapat dikendalikan manusia. Maka
kita dapat berbicara tentang Allah,
dalam Allah yang lemah inilah kita dapat
terdapat beberapa kritik yang dapat
berbicara mengenai Allah tanpa melalui
diajukan mengenainya. Pertama,
metafisika.
Caputo mengikuti Derrida menga-
Pandangan ini penting untuk mengkritik takan bahwa agama perlu didekon-
absolutisme (dan ekstrimisme) di bidang struksi, namun Allah (dalam dirinya
agama. Caputo menunjukkan agama atau sendiri) tidak dapat didekonstruksi.
aliran agama sudah selalu merupakan tafsir Di sini kita dapat bertanya jika Allah
dan bukan Allah itu sendiri. Sebagai contoh tidak dapat didekonstruksi
beberapa pemuka agama dengan entengnya bagaimanakah kita dapat mengaitkan
sering mengatakan “…tadi pagi Allah berkata yang baik-baik dengan Allah? Men-
kepada saya…” – gampangnya sebut saja gapa sosok Allah ini ini baik dan
aliran “tadi pagi”. Aliran “tadi pagi” sebenarn- bukan seperti Ctulhu, tokoh kejam
ya mengklaim kebenaran langsung dari Allah dan menyeramkan dalam cerita-cerita
atas yang diucapkan pemuka agama tersebut. H.P Lovecraft. Misalnya juga
Klaim kebenaran seperti ini berbahaya pertanyaan mengapa bencana besar

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Aldrich Anthonio 33

seperti Covid-19 atau gempa bumi terjadi Untuk orang seperti ini pandan-
dalam dunia ini, Caputo juga akan cenderung gan Caputo tidak jelas dan sulit dipa-
menjawabnya dengan posisi awal bahwa hami. Misalnya apa bedanya yang
Allah tidak mungkin dengan sengaja meng- dilakukannya sehari-hari dengan
inginkan yang buruk kepada manusia. Dengan panggilan Allah? Kepada siapa ia
kata lain walaupun Caputo berusaha menolak harus berdoa? Mengapa ia harus
definisi metafisis, ia tetap bergerak dari percaya kepada Allah ini? Mungkin
pra-konsepsi bahwa Allah selalu terkait dekonstruksi Caputo dapat dipahami
dengan yang baik. Hal ini berarti dekonstruksi sebagai bentuk kedewasaan iman.
Caputo mengandaikan adanya struktur yang Banyak yang keimanannya masih
sudah ada dulu agar bisa dikritik, jadi kritikn- terbatas pada pelajaran sekolah
ya tidak benar-benar radikal. Caputo memang minggu di mana doktrin-doktrin dise-
mengatakan bahwa dengan dekonstruksi derhanakan dan diabsolutkan agar
agama tradisi masih memiliki tempat, tetapi dapat dipahami anak-anak. Bagi
hanya sebagai pencatat tradisi seperti museum mereka yang sudah dewasa, pandan-
saja, jadi peran religiusnya sudah hilang. Di gan Caputo sangat penting dan rele-
samping itu, peristiwa keadilan memang van dalam memberikan komplikasi
memiliki basis dalam kisah-kisah kitab suci, dan kekayaan perspektif lain dalam
seperti Musa yang membebaskan perbudakan praktik keagamaan. Namun dilihat
di Mesir, namun terdapat juga kisah-kisah di pada dirinya sendiri dekonstruksi
mana Allah bertindak melalui peperangan dan Caputo menghasilkan Allah yang
kekerasan seperti perebutan tanah Kanaan. tidak tidak jelas dan tidak dapat
Namun dalam dekonstruksi Caputo, hampir dipraktikkan sehari-hari, kalaupun
tidak mungkin jika dalam kisah ini Allah bisa, itupun tidak ada bedanya
ditafsirkan sebagai sosok kejam yang ingin dengan moralitas biasa.
menghancurkan negara lain. Dengan kata lain Ketiga, apakah agama menjadi
dekonstruksi Caputo walau berusaha membe- sama dengan moralitas? Apa yang
baskan diri dari doktrin, masih tidak membedakan panggilan Allah
sepenuhnya bebas dan tetap terbatas pada dengan panggilan moral-etis lainnya?
asumsi-asumsi awal mengenai Allah. Dalam pandangannya bahwa manu-
Kedua, jika Allah serba paradoks seperti sia yang eksisten dipanggil untuk
yang dikemukakan Caputo, apa yang dapat mewujudkan harapan keadilan yang
dipercayai seseorang yang ingin mulai beri- akan datang, terlihat ada reduksi dari
man? Dalam Allah yang serba paradoks, Allah nilai religius ke nilai etis. Hal ini
dan agama bisa menjadi tanpa bentuk (amor- dapat memiliki arti dengan berbuat
phous). Bayangkan ada seseorang yang baik maka sudah memenuhi panggi-
memiliki moralitas tetapi tanpa kepercayaan lan Allah, atau sering diungkapkan
religius sama sekali: bukan teis maupun ateis. dengan “yang penting
34

berbuat baik…” Reduksi ini menimbulkan Sarah Broadie, “Rational Theology,” dalam
Cambridge Companion to Early Greek
pertanyaan, jika demikian untuk apa repot-re- Philosophy, ed. A.A Long (Cambridge:
pot mendekonstruksi ajaran agama dan men- Cambridge University Press, 1999), h. 222.
Penulis naskah Sisyphus masih diperde-
dengarkan panggilan Allah kalau berbuat baik batkan, apakah Critias atau Euripides
saja sudah cukup. Caputo memang tidak men- John D Caputo, “What Do I Love When I
Love My God? Deconstruction and Radi-
yatakannya secara langsung, tetapi ada cal Orthodoxy,” dalam Questioning God,
kecenderungan seperti ini dalam pandangann- ed. John D. Caputo, Mark Dooley, dan
Michael J. Scanlon (Bloomington: Indiana
ya. Nilai religius berbeda dengan nilai etis University Press, 2001), h. 139.
karena ada sosok Allah di dalamnya. Jika John D. Caputo, What Would Jesus
Deconstruct? The Good News of Postmo-
Allah ini didekonstruksi sampai tidak berben- dernity for the Church (Grand Rapids:
tuk dan tak dikenal maka dua nilai ini bisa Baker Academic, 2007), h. 58.
Frederick Copleston S.J., A History of
menjadi sama. Philosophy Volume I, h. 22-41.
Istilah metafisika ini dipakai oleh Andron-
icus dari Rhodes untuk mengelompokkan
karya-karya Aristoteles. Aristoteles sendiri
Kesimpulan menggunakan istilah prōtē philosophia
atau filsafat pertama untuk hal ini.
Frederick Copleston S.J., A History of
Philosophy Volume I: Greece and Rome -
Caputo mencoba menjawab tantangan From the Pre-Socratics to Plotinus (New
kematian metafisika dalam filsafat ketuhanan York: Image Books, 1993), h. 176.
Aristoteles, Metaphysics Book Lambda,
dengan menggunakan dekonstruksi. Allah diterjemahkan oleh Lindsay Judson
dalam konsep teologi Caputo bukan lagi Ada (Oxford: Clarendon Press, 2019), h. 31.
Gerard O’Daly, “Augustine” dalam Rout-
tetapi sebuah “panggilan”. Dalam kelemahan- ledge History of Philosophy Volume II:
nya Ia berkuasa dan memanggil manusia From Aristotle to Augustine, diedit oleh
G.H.R. Parkinson dan S.G. Shanker (Lon-
untuk membela orang-orang yang lemah dan don dan New York: Routledge, 1999), h.
terpinggirkan. Manusia sebagai yang eksisten 396.
Eleonor Stump, Aquinas (London:
dipanggil oleh Allah yang insisten untuk Routledge, 2003), h. 97.
menghadirkan keadilan Kerajaan Allah ini ke Ilustrasi ini pertama kali didengar oleh
penulis pada kuliah Metafisika Dr. A.
dalam dunia. Walaupun terdapat kritik yang Setyo Wibowo dalam kelas Metafisika dan
dapat disampaikan pada Caputo, Caputo dibuktikan saat berbincang dengan
seorang rekan kerja dari Perancis. Ia
berhasil menunjukkan masalah-masalah yang merasa jijik melihat orang Indonesia
muncul pada pendekatan metafisika dalam meminum jus Alpukat. Kurang-lebih
sama jijiknya jika kita sebagai orang Indo-
filsafat ketuhanan dan menunjukkan jalan nesia melihat seseorang yang meminum
keluarnya. jus pete atau jus jengkol. Secara biologis
alpukat memang buah, tetapi dalam
konteks sehari-hari alpukat dianggap
berbeda-beda tergantung dari asal nega-
Le Dieu (métaphysique) est mort, vive Dieu! ra/ kebiasaan pembelinya.
Hanya sebagai ilustrasi, bukan mencer-
minkan aliran yang ada.
Jawaban saya pribadi: tidak kalau saya
diajak juga, asal bukan nontonnya
diam-diam nyolong di rumah tetangga,
tidak kalau makanannya ikut dibagi.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Aldrich Anthonio 35

Judith Wolfe, Heidegger and Theology, h. 130. Exodus 3:4 (New English Translation)
Judith Wolfe, Heidegger and Theology, h. 140. Luthier secara harafiah berarti pembuat
Friedrich Nietzsche, The Gay Science (New York: gitar, di sini untuk menggambarkan sisi
Vintage Books, 1974), h.181. poetik. Saya mempertentangkannya
David M. Goldenberg, The Curse of Ham: Race and dengan (Martin) Luther yang menggam-
Slavery in Early Judaism, Christianity, and Islam barkan logos.
(New Jersey: Princeton University Press), h. 1. John D. Caputo, What Would Jesus
Ibid., h. 105. Deconstruct, h. 58
Robert Nola, “The Young Hegelians, Feuerbach, and Ibid., 63.
Marx” dalam Routledge History of Philosophy Jacques Derrida, “Force of Law” dalam
Volume VI: The Age of German Idealism, diedit oleh Deconstruction and Possibility of Justice,
Robert C. Solomon dan Kathleen M.Higgins (Lon- diedit oleh Drucilla Cornell et. al (New
don dan New York: Routledge, 2004), h. 309. York: Routledge, 1992), h. 14.
Judith Wolfe, Heidegger and Theology, h. 141. John D. Caputo, After the Death of God, h.
John D. Caputo, “Spectral Hermeneutics: On the 62.
Weakness of God and the Theology of the Event” Ibid., h. 64.
dalam After the Death of God, diedit oleh Jeffrey W. John D. Caputo, What Would Jesus
Robbins (New York: Columbia University Press, Deconstruct, h. 118
2007), h. 66.
John D. Caputo, What Would Jesus Deconstruct, h.
38.
John D Caputo, The Insistence of God, h. 31.
John D. Caputo, After the Death of God, 70.
Pascal mengatakan lebih baik percaya Tuhan daripa-
da tidak karena risikonya lebih tinggi jika tidak
percaya.
Nicholas Bunnin dan Jiyuan Yu, The Blackwell Dictio-
nary of Western Philosophy (Malden: Blackwell
Publishing, 2004), h 506.

Daftar Pustaka

Aristoteles. Metaphysics Book Lambda. Diterjemahkan oleh Lindsay Judson. Oxford:


Clarendon Press, 2019.
Broadie, Sarah. “Rational Theology” dalam Cambridge Companion to Early Greek Phi-
losophy, diedit oleh A.A Long. Cambridge: Cambridge University Press, 1999.
Bunnin, Nicholas dan Jiyuan Yu. The Blackwell Dictionary of Western Philosophy.
Malden: Blackwell Publishing, 2004.
Caputo, John D. The Insistence of God: A Theology of Perhaps. Bloomington: Indiana
University Press, 2013.
–––––. On Religion. London: Routledge, 2001.
36

–––––. What Would Jesus Deconstruct? The Good News of Postmodernity for the
Church. Grand Rapids: Baker Academic, 2007.
–––––. “What Do I Love When I Love My God? Deconstruction and Radical Ortho-
doxy.” dalam Questioning God, diedit oleh John D. Caputo, Mark Dooley, dan
Michael J. Scanlon. Bloomington: Indiana University Press, 2001.
–––––. “Spectral Hermeneutics: On the Weakness of God and the Theology of the
Event” dalam After the Death of God, diedit oleh Jeffrey W. Robbins. New York:
Columbia University Press, 2007.
Derrida, Jacques. “Force of Law” Dalam Deconstruction and Possibility of Justice,
diedit oleh Drucilla Cornell et. al. New York: Routledge, 1992.
Copleston S.J., Frederick. A History of Philosophy Volume I: Greece and Rome – From
the Pre-Socratics to Plotinus. New York: Image Books, 1993.
Fox, Matthew. Meditations with Meister Eckhart. Santa Fe: Bear & Company, Inc, 1983.
Hardiman, F. Budi. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida.
Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2015.
Moody, Catherine Sarah. “John D. Caputo” Dalam The Palgrave Handbook of Radical
Theology, diedit oleh Christopher D. Rodkey dan Jordan E. Miller. Cham:
Palgrave MacMillan, 2018.
Nietzsche, Friedrich. The Gay Science. New York: Vintage Books, 1974.
Nola, Robert. “The Young Hegelians, Feuerbach, and Marx” dalam Routledge History of
Philosophy Volume VI: The Age of German Idealism, diedit oleh Robert C.Solo-
mon dan Kathleen M.Higgins. London dan New York: Routledge, 2004.
O’Daly, Gerard. “Augustine” dalam Routledge History of Philosophy Volume II: From
Aristotle to Augustine, diedit oleh G.H.R. Parkinson dan S.G. Shanker. London
dan New York: Routledge, 1999.
Page, Jimmy dan Robert Plant (Led Zeppelin). Stairway to Heaven. London: Island
Records, 1971.
Simpson, Christopher Ben. Religion, Metaphysics, and the Postmodern: William Des-
mond and John D. Caputo. Bloomington: Indiana University Press, 2009.
Stump, Eleonor. Aquinas. London: Routledge, 2003.
Wolfe, Judith. Heidegger and Theology. London dan New York: Bloomsbury Academic,
2014.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


37

Différance dan Batas dari


Wacana Metafisika
Chris Ruhupatty

Abstraksi Pendahuluan
Jacques Derrida (1930-2004) adalah Derrida pindah dan menetap
seorang filsuf asal Prancis kelahiran El Biar, di Paris, Prancis, sejak 1949 untuk
Aljazair, yang dipercaya telah mengubah menamatkan sekolah tingkat
wacana filosofis dewasa ini dengan menengahnya. Kemudian ia
membuatnya kembali terbuka terhadap melanjutkan studi di bidang filsafat
segala kemungkinan. Secara konkret Derrida di École Normale Supérieure (ENS),
telah mengguncang segala bentuk wacana Paris. Memulai kariernya sebagai
atau teks filosofis yang membicarakan asisten dosen di Sorbonne
“Being adalah …” untuk kembali (1964-1984) sebelum kembali ke
dipertanyakan demi menghasilkan teks baru. ENS untuk mengajar secara tetap di
Karena bagi Derrida setiap teks filosofis sana (1964-1984). Karya filosofis
tidak dapat melampaui jarak antara teks dan pertamanya terbit pada 1962
realitas, sehingga teks filosofis memiliki berjudul Edmund Husserl’s Origin
potensi untuk mengguncangkan dirinya of Geometry: An Introduction yang
sendiri untuk menghasilkan wacana (teks) merupakan disertasinya di ENS.
baru (double science). Oleh karenanya Nama Derrida menjadi terkenal di
Derrida tidak melakukan penghancuran dunia internasional semenjak
terhadap setiap wacana filosofis, tapi ia membawakan karyanya berjudul
hanya menyingkapkan selubung metafisika Structure, Sign, and Play in the
pada teks berupa jarak antara teks dan Discourse of the Human Sciences
realitas yang membuat teks secara alamiah pada sebuah kolokium di Johns
menghancurkan dirinya sendiri sekaligus Hopkins University, Baltmore (AS),
membangun teks yang-lain secara tahun 1966. Setahun kemudian ia
bersamaan. Gerakan alami dari teks tersebut menerbitkan tiga buah buku
disebut sebagai Dekonstruksi. sekaligus yang sebagian besar isinya
terdiri dari artikel dan makalah yang
Kata kunci sudah pernah terbit sebelumnya di
Derrida, différance, suplemen, jejak, berbagai majalah. Ketiga buku
dekonstruksi tersebut antara lain: Writing and

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Chris Ruhupatty 38

Difference, Speech and Phenomena, yang kemudian menjadi salah


dan Of Grammatology. Melalui ketiga buku satu Bab pada buku Writing and
tersebut Derrida menjelaskan pemikiran Difference (1967). Cogito and the
filosofisnya yang dikenal sebagai History of Madness berisi tanggapan
Dekonstruksi dan juga memperkenalkan Derrida terhadap karya Michel
istilah ia ciptakan, yaitu: différance. Foucault (1926-1984) berudul
History of the Madness (1961).
Pemikiran filosofis Derrida banyak
History of Madness sendiri berisi
dipengaruhi oleh Edmund Husserl
argumentasi Foucault yang
(1859-1938) dan Martin Heidegger
mengatakan bahwa dominasi
(1889-1976). Secara khusus mengenai upaya
wacana cogito (rasio) yang dimulai
keduanya untuk melakukan reduksi
oleh René Descartes (1596-1650)
metafisika pada wacana filosofis, sehingga
telah berdampak buruk terhadap
dapat membicarakan Being dan realitas di
perlakukan masyarakat pada orang
luar kerangka logika yang bersifat metafisis.
gila dengan membuat mereka
Maka jelas dengan sendirinya bahwa
terpinggirkan dari tengah-tengah
penyingkapan selubung metafisika pada teks
masyarakat yang mulai menjunjung
yang dilakukan oleh Derrida mengikuti alur
tinggi rasionalitas. Mereka (orang
pemikiran Husserl dan Heidegger, meskipun
gila) harus hidup terpisah dari
pada beberapa kesempatan Derrida
masyarakat umum (terisolasi) karena
menyatakan bahwa kedua pendahulunya
dianggap tidak lolos kualifikasi
tersebut masih berada pada kerangka
sebagai bagian dari masyarakat
metafisika.
rasional. Dalam hal ini Derrida
Demikianlah sketsa tentang Derrida menilai bahwa Foucault telah
dan pemikirannya sebagai pengantar sebelum melihat “rasio” dalam logika biner
kita menghayati arti différance untuk (rasional/irasonal) yang menjadi ciri
menemukan batasan dari metafisika. khas dari wacana yang bersifat
metafisis. Sedangkan di sisi lain bagi
Derrida logika biner
Différance
rasional/irasional atau waras/gila
tidak lebih dari sekadar sebuah
Différance pertama kali diperkenalkan ekonomisasi makna yang bertujuan
oleh Derrida pada sebuah kuliah di Collège untuk menjelaskan realitas melalui
Philosophique, Paris, 4 Maret 1963. Makalah teks dalam permainan penundaan
pada kuliah itu berjudul Cogito et histoire de dan perbedaan. Secara konkret dapat
la folie (Inggris: Cogito and the History of dijelaskan bahwa wacana “rasional”
Madness) dipahami dalam permainan
penundaan dan perbedaan makna
39

dengan “irasional” atau wacana tentang teks “irasonal” adalah


“waras” dapat dipahami melalui permainan representasi dari realitas bernama
penundaan dan perbedaan makna dengan Irasional. Alasannya jelas bahwa
“gila.” Alhasil terdapat jarak berupa teks “rasional” tidak berperan
penundaan dan perbedaan antara teks dan sebagai representasi dari realitas
realitas yang dituju. Dan peran “teks” dalam bernama Rasional, teks tersebut
ekonomisasi makna ini adalah sebagai hanya berperan sebagai metafora
metafora yang membuat realitas dapat dalam permainan penundaan dan
dikenali oleh logika dalam bentuk tulisan atau perbedaan dengan teks lainnya. Jika
ucapan.1 Pendek kata, “rasio” atau “waras” kita hendak menjadikan salah
bukan realitas itu sendiri, tapi metafora dari satunya lebih utama dari lainnya itu
realitas yang dituju. Maka jelas dengan tidak lebih dari sebuah ekonomisasi
sendirinya bahwa Derrida telah makna, bukan dalam hubungan
memperkenalkan différance sebagai antara teks dan realitas.
penyingkapan kehadiran sebuah realitas Penyingkapan tentang permainan
dalam ruang dan waktu melalui teks atau penundaan dan perbedaan inilah
metafora dalam permainan penundaan dan yang hendak dijelaskan oleh
perbedaan makna. “Rasional” adalah Derrida.
metafora atau teks dari sebuah realitas yang
Kenyataannya différance
dituliskan atau diucapkan dalam permainan
bukan merupakan sebuah wacana
penundaan dan perbedaan makna dengan teks
baru dalam filsafat. Setidaknya
“irasional,” demikian sebaliknya, “irasional”
itulah yang dapat kita temukan
adalah metafora atau teks dari sebuah realitas
dalam uraian Derrida ketika ia
yang dituliskan atau diucapkan dalam
menjelaskan bahwa kita dapat
permainan penundaan dan perbedaan makna
menemukan wacana tentang
dengan teks “rasional.” Karena “rasional” dan
différance dalam pemikiran dari
“irasional” bukan realitas pada dirinya
enam filosof berikut: (1) Friedrich
sendiri, maka kita tidak dapat menjadikan teks
Nietzsche (1844-1900) dalam
“rasional” lebih utama (superior) terhadap
“perbedaan kuasa,” (2) Ferdinand de
teks “irasional” dengan mengatakan bahwa
Saussure (1857-1913) dalam
teks “rasional” adalah representasi dari
“prinsip perbedaan semiologis” –
realitas bernama Rasional, dan sebaliknya,
mengingat bagi Saussure yang ada di
kita tidak dapat menjadikan teks “irasional”
dalam teks adalah perbedaan.2 Jika
lebih utama (superior) terhadap teks
umumnya perbedaan-perbedaan
“rasional” dengan mengatakan bahwa
disebabkan dengan adanya istilah
positif pada bendanya, seperti
perbedaan antara luas lapangan

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Chris Ruhupatty 40

basket dan lapangan bola, tapi dalam antara différance (dengan


teks atau bahasa tidak terdapat istilah positif “a”) dan différence (dengan “e”)
pada perbedaan, karena yang ada hanya yang tidak tampak dalam
perbedaan3 –. (3) Sigmund Freud pengucapan. Perbedaan keduanya
(1856-1939) dalam “perbedaan sebagai hanya tampak ketika dituliskan.8
kemungkinan fasilitasi pada saraf, impresi Maka jelas dengan sendirinya bahwa
dan efek penundaan,” (4) Emmanuel Levinas différance yang secara langsung
(1906-1995) dalam perbedaan sebagai “jejak berarti penundaan dan perbedaan
yang-lain yang tidak dapat direduksi,” (5) digunakan oleh Derrida untuk
Heidegger dalam perbedaan ontis-ontologis menyingkapkan selubung metafisika
dari beings dan Being,4 dan kita juga dapat pada teks yang hadir sebagai hasil
melihatnya dalam pemikiran (6) Alexander dari permainan dari penundaan
Koyré (1892-1964) yang menyatakan bahwa dan perbedaan makna dengan teks
“kehadiran tidak lain adalah sebuah lainnya, bukan hadir dalam
hubungan dari perbedaan.”5 Sehingga “aku” hubungannya dengan realitas.
yang hadir saat ini merupakan hasil dari
Derrida tidak pernah
perbedaan antara “aku,” kursi, meja,
menyatakan différance sebagai
komputer, dan orang lain yang ada di sekitar
sebuah konsep atau bahkan sebuah
“aku.”
teks. Karena baginya différance
Wacana tentang penundaan bukan sebuah kehadiran – dalam
ditambahkan oleh Derrida menjadi bagian oposisi biner hadir/alpa – melainkan
dalam wacana perbedaan yang telah sebuah penyingkapkan. Dalam hal
disampaikan oleh para filosof di atas. Hal ini dijelaskan sebagai penyingkapan
tersebut ia lakukan karena terinspirasi oleh kehadiran itu sendiri.
kata dalam bahasa Prancis: différer yang Penyingkapan tentang keberadaan
dapat diartikan sebagai perbedaan dan juga dari sebuah pengaturan konseptual
dapat diartikan sebagai sebuah jeda atau dan denominasi dari kehadiran, dan
penundaan.6 Sehingga Derrida menekankan penyingkapan dari pengaruh jejak
tentang adanya jeda atau penundaan yang kehadiran.9 Pendek kata différance
mengisyaratkan waktu di dalam setiap disatu sisi adalah penyingkapan
perbedaan ruang. Namun Derrida tidak dari kehadiran, dan di sisi lainnya
menggunakan kata différer atau différence,7 tidak dapat dinyatakan sebagai
tapi memilih untuk menciptakan différance sebuah kehadiran. Oleh karenanya
(menggunakan “a”) dengan tujuan untuk ketidak-hadiran différance tidak
memperlihatkan permainan dari dapat dipahami menurut wacana
penundaan dan perbedaan yang secara teologi-negatif di mana kita harus
langsung dapat ditemukan dalam perbedaan menunjuk pada being
41

yang bukan-dirinya agar dapat Melalui différance Derrida


menemukan keberadaan Being yang alpa telah memberikan sebuah wacana
pada ruang dan waktu. Konkretnya, baru bagi filsafat untuk melihat dan
teologi-negatif melakukan negasi terhadap membicarakan Being secara baru
yang-bukan Tuhan untuk menemukan esensi dibandingkan dengan sejarah filsafat
dan eksistensi dari Tuhan. Langkah tersebut Barat (epoch). Jika sebelumnya
diambil karena Tuhan alpa dalam ruang dan epoch membicarakan Being sebagai
waktu dan hadir di luar ruang dan waktu. Kehadiran di luar teks (metafisika),
Différance tidak dapat dipahami menurut sehingga teks dinyatakan sebagai
wacana teologi-negarif sebagai cara untuk sebuah representasi Being yang
menemukan Kehadirannya. Alasannya jelas hadir di luar teks, maka Derrida
bahwa différance tidak dapat direduksi menyingkapkan metafisika
sebagai Kehadiran esensi atau origin dari Kehadiran itu dengan menyatakan
realitas sebagaimana dalam wacana bahwa teks bukan representasi dari
teologi-negatif dan juga pada wacana Kehadiran di luar dirinya, melainkan
onto-teologis. Karena différance bukan hanya sebuah metafora dari realitas
esensi dari segala sesuatu yang dapat atau bendanya dalam permainan
dibicarakan dalam wacana yang logis penundaan dan perbedaan. Hal
(onto-teologi), baik sebagai Hadir maupun tersebut dinyatakan melalui slogan:
Alpa. Justru différance menyingkapkan tidak ada apapun di-luar-teks (il n’y
sistem yang menghasilkan onto-teologi10 atau a pas de hors-texte).12 Walhasil
logosentrisme yang mengandaikan Derrida mengajak kita untuk melihat
Kehadiran Being sebagai esensi atau origin dan membicarakan Being hanya
dari segala sesuatu.11 Walhasil différance sebagai teks atau metafora dari
tidak dapat dinyatakan sebagai sebuah realitas atau bendanya, tidak lebih
konsep atau teks yang dinyatakan sebagai dari itu, setelah sekian lama,
representasi dari Kehadiran Being atau tepatnya sejak Platon (429-347 SM)
Logos. Bahkan différance itu sendiri bukan dengan dunia Idenya, sejarah epoch
sebuah nama yang merujuk pada Kehadiran selalu membicarakan Being dalam
sebuah konsep atau entitas di luar nama itu kerangka metafisika sebagai sebuah
sendiri. Di sinilah kita dapat melihat kejelian Kehadiran di luar teks. Meskipun di
Derrida dalam melihat jerat metafisika atau satu sisi harus disadari bahwa
logosentrisme yang membicarakan Logos realitas atau bendanya hanya dapat
atau Being sebagai Kehadiran dalam bentuk dipahami melalui teks atau metafora.
teks. Pendek kata, jika kita memahami Namun dalam hal ini Derrida telah
différance sebagai sebuah Kehadiran dalam memberikan sebuah benang merah
bentuk apapun, maka kita kembali masuk atau batasan tegas antara (1)
pada jerat logosentrisme atau metafisika. membicarakan Being secara

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Chris Ruhupatty 42

metafisis sebagaimana sejarah epoch Maka dari itu suplemen tidak


di mana ketika kita menyatakan Being dapat disebut sebagai sebuah
sebagai sebuah realitas yang hadir di luar teks Kehadiran maupun Kealpaan.16
di satu sisi, dan (2) membicarakan Being Suplemen tidak lain adalah sebuah
secara sama sekali baru di mana kita hanya permainan dari Kehadiran yang
menyatakannya sebagai teks atau metafora menegaskan bahwa sesuatu hadir
dari realitas yang mengisyaratkan bahwa teks dengan cara menggantikan atau
tidak dapat menghadirkan realitas dalam mengisi kealpaan dirinya sendiri.
kepenuhannya. Untuk menjelaskan batasan Secara konkret dapat dikatakan
tersebut Derrida menggunakan istilah seperti: bahwa teks hadir untuk mengisi
suplemen dan jejak sebagaimana diuraikan kekosongan dirinya sendiri tanpa
pada sub-bahasan berikut: intervensi dari origin atau kehadiran
di luar teks itu sendiri.

Suplemen Penjelasan tentang Kehadiran


yang disampaikan oleh Derrida di
Derrida menggunakan istilah atas jelas berbeda dengan sejarah
suplemen seperti yang ia temukan dalam pemikiran epoch dalam menjelaskan
wacana Jean-Jacques Rousseau (1712-1778). Kehadiran dalam oposisi biner
“Suplemen” yang dalam bahasa Inggris hadir/alpa yang menuntut adanya
(supplement) berarti “tambahan dari luar atau sebuah origin yang hadir untuk
ekstra,” dan dalam bahasa Prancis mengisi atau menggantikan
(suppléance) berarti “sebuah sistem substitusi Kealpaan. Dengan demikian sejarah
atau pengganti,”13 di artikan sebagai sebuah pemikiran epoch bersifat metafisis
substitusi yang melakukan substitusi terhadap dengan bertumpu pada Being sebagai
dirinya sendiri atau secara langsung dapat origin atau Kehadiran di luar teks.
disebutkan sebagai suplemen yang mengisi Sedangkan bagi Derrida pada
atau menambahkan kekosongan dirinya mulanya adalah suplemen yang
sendiri.14 Hal tersebut menjelaskan bahwa mengisi dan menggantikan kealpaan
tidak ada kehadiran lain di luar suplemen dirinya sendiri, sehingga suplemen
yang dapat dikatakan sebagai sebuah origin tidak dapat dikatakan sebagai sebuah
dari segala sesuatu. Pada mulanya hanya Kehadiran atau Kealpaan dalam
suplemen yang menggantikan atau megisi logika biner hadir/alpa.
kekosongan dirinya sendiri tanpa intervensi
Dengan demikian Derrida
kehadiran dari suplemen lain di luar
telah menyingkapkan selubung
suplemen itu sendiri.15
metafisika kehadiran dalam logika
biner hadir/alpa yang menuntut
adanya origin melalui suplemen
43

yang mengisi dan menggantikan dengan realitas di luar dirinya


Kealpaan dirinya sendiri. Alhasil différance (Rasional), melainkan berhubungan
tidak dapat dihayati sebagai origin dari segala pada jejak teks lainnya yang ada
sesuatu (logosentrisme), tapi sebagai pada dirinya, yatu: irasional.
suplemen dari suplemen dalam permainan
Melalui jejak kita juga dapat
kehadiran
membicarakan Being dalam
perbedaannya dengan beings bukan
Jejak hanya dalam perbedaan ontologis,
melainkan dalam sebuah jalinan atau
Telah dikatakan sebelumnya bahwa rantai-perbedaan di mana teks Being
dalam wacana Derrida teks tidak berhubungan selalu merujuk pada dirinya sendiri
dengan realitas atau bendanya, tapi dan menemukan jejak dari teks
berhubungan dengan dirinya sendiri dalam beings, demikian sebaliknya, pada
permainan penundaan dan perbedaan dengan teks beings terdapat jejak Being
teks lainnya. Karenanya teks bukanlah dalam jalinan atau rantai-perbedaan.
substansi dari realitas atau bendanya, Walhasil perbedaan ontologis antara
melainkan sebuah metafora atau bentuk dari teks Being dan teks beings dapat
realitas.17 Hal ini menegaskan bahwa tidak dilampaui tanpa harus terjebak dalam
ada hubungan alami (natur) antara teks dan jerat onto-teologis.
realitas atau bendanya. Teks hadir begitu saja
Dengan demikian Derrida telah
secara sembarang (arbitrary) tanpa motif
membuka kembali wacana filosofis
apapun atau tanpa penyebab utama di luar
dalam hal membicarakan Being
dirinya (origin).18 Alhasil yang ada pada teks
sebagai teks dalam jalinan atau
dan yang memungkinkan teks hadir adalah
rantai-perbedaan dengan teks
jejak dari kehadiran teks dalam
lainnya. Sehingga kita tidak terjebak
rantai-perbedaan. Pendek kata, teks merujuk
19
pada obsesi sejarah pemikiran epoch
pada dirinya sendiri dalam sebuah
yang berusaha untuk menemukan
rantai-perbedaan dengan teks lainnya,
definisi Being secara utuh yang dapat
sehingga dalam rantai atau jalinan perbedaan
dipahami oleh logika. Pendek kata,
tersebut kita hanya menemukan jejak dari
Derrida menolak kekerasan definisi
teks lain.20 Maka jelas dengan sendirinya
“Being adalah …” yang tertutup
bahwa jejak itu sendiri bukanlah origin
pada segala kemungkinan untuk
(non-origin).21 Dalam hal ini kita telah
dipertanyakan atau dibicarakan
mendapatkan contoh konkret pada
secara lain dengan menyatakan
sub-bahasan Pendahuluan dari artikel ini di
mana teks “rasional” tidak berhubungan

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Chris Ruhupatty 44

bahwa pada teks Being tidak terdapat origin, Bukankah kita memerlukan definisi
tapi jejak teks lain yang memungkinkan teks utuh “Being adalah …” untuk
Being dibicarakan secara lain. Bersamaan menentukan sebuah aksi pencurian
dengan itu Derrida juga hendak menjelaskan sebagai tindakan yang melanggar
bahwa différance dapat dihayati sebagai jejak hukum? Maka jelas dengan
non-origin yang memberikan batasan tegas sendirinya bahwa definisi utuh
antara (1) membicarakan Being secara “Being adalah …” tetap diperlukan
metafisis dalam jalinan dengan origin, dan (2) dalam tataran praksis hidup
membicarakan Being sebagai teks dalam sehari-hari.
jalinan atau rantai-perbedaan dengan teks
lainnya.

Kesimpulan
Tinjauan Kritis
Peran nyata Derrida dalam
Artikel ini selain berusaha untuk menjelaskan
mengubah wacana filosofis dewasa
wacana Derrida tentang différance dan
ini adalah dengan membuat wacana
batasan tegas dalam hal membicarakan Being
filosofis kembali terbuka terhadap
secara metafisika dan membicarakannya
segala kemungkinan. Kekerasan teks
sebagai teks, juga berusaha untuk
filosofis diguncangkan dari dalam
memberikan tinjauan kritis terhadap wacana
teks itu sendiri dengan menolak
tersebut. Pertama-tama harus diakui bahwa
segala bentuk definisi yang kaku.
wacana Derrida tersebut tidak dapat ditolak
Secara lugas dapat dikatakan bahwa
begitu saja secara teoritis. Namun di sisi lain
Derrida telah mengguncang segala
kita akan menemukan kesulitan dalam
bentuk pembicaraan “Being adalah
menerapkannya pada tataran praksis. Sulit
…” dalam wacana sejarah epoch dan
untuk membayangkan bahwa dalam
membuka kembali wacana filosofis
kehidupan sehari-hari kita tidak akan pernah
untuk menghasilkan teks baru.22
sampai pada definisi utuh “Being adalah …”
Karena jelas dengan sendirinya
ketika berhadapan dengan tindakan konkret:
bahwa teks selalu merujuk dirinya
menolong orang lain. Apakah kita harus
sendiri dalam jalinan
senantiasa mempertanyakan motif dari
rantai-perbedaan untuk
seseorang yang memberikan pertolongan
menghasilkan teks yang lain (double
kepada orang lain atau bahkan kepada diri
science). Walhasil teks itu sendiri
kita? Atau ketika kita berhadapan dengan
selalu bergerak untuk
tindakan konkret seperti: pelanggaran.
mengguncangkan dirinya sendiri dan
di saat bersamaan membangun teks
baru.23
45

Sehingga Derrida tidak mengajak kita Karena ia sadar betul bahwa kita
untuk menghancurkan setiap wacana tidak dapat keluar dari jerat
filosofis – dari luar teks –, melainkan ia metafisika (onto-teologis) dengan
membukakan mata kita untuk melihat bahwa cara menggantinya dengan wacana
pada teks terdapat rantai-perbedaan yang baru. Dalam hal ini Derrida hanya
menghancurkan sekaligus membangun teks menunjukkan bahwa pada teks
yang-lain secara bersamaan. Gerakan alami terdapat gerakan alami untuk
dari teks tersebut adalah dekonstruksi. menghancurkan dirinya dan
membangun teks baru
Dengan demikian Derrida telah
(dekonstruksi).
menyingkapkan selubung metafisika dan
memperlihatkan batasannya pada seluruh
wacana sejarah epoch tanpa
menghancurkannya sama sekali (dari luar)
dan membangun sebuah wacana yang lain
sebagai penggantinya.

14
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 144-5.
1
Bandingkan dengan Jacques Derrida, Writing and Difference, Penerj. 15
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 303-4.
Alan Bass (London: Routledge Classics, 2001) , hal. 75. 16
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 154.
2
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, Penerj. David B. Allison dan 17
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 68.
Newton Garver (Evanston: Northwestern University Press, 1973), hal. 18
Jacques Derrida, Of Grammatology, hal. 46-47.
140-1. 19
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 141-3.
3
Ferdinand de Saussure, Course in General Linguistics, Penerj. Wade 20
Bandingkan dengan Jacques Derrida, Positions, Penerj.
Baskins (New York: Columbia University Press, 2011), hal. 120. Alan Bass (Chicago: The University of Chicago Press, 1981),
4
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 130. hal. 26.
5
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 143-4. 21
Jacques Derrida, Of Grammatology, hal. 61.
6
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 129. 22
Jacques Derrida, Writing and Difference, hal. 4-5.
7
Différence adalah kata dalam bahasa Prancis yang berar� perbedaan 23
Bandingkan dengan Jacques Derrida, Speech and
atau difference dalam bahasa Inggris. Phenomena, hal. 134.
8
Bandingkan dengan Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 130.
9
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 130-1.
10
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 135.
11
Jacques Derrida, Speech and Phenomena, hal. 138. Bandingkan juga
dengan Jacques Derrida, Of Grammatology, Penerj. Gayatri Chakravorty
Spivak (Bal�more: The Johns Hopkins University Press, 1997), hal. 12.
12
Jacques Derrida, Of Grammatology, Penerj. Gayatri Chakravorty Spivak
(Bal�more: The Johns Hopkins University Press, 1997), hal. 158.
13
Jacques Derrida, Of Grammatology , hal. 145.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Chris Ruhupatty 46

Daftar Pustaka

De Saussure, Ferdinand. 2011. Course in General Linguistics. New York: Columbia


University Press.

Derrida, Jacques. 1997. Of Grammatology. Baltimore: The Johns Hopkins University


Press.
______, Jacques. 1981. Positions. Chicago: The University of Chicago Press.
______, Jacques. 1973. Speech and Phenomena. Evanston: Northwestern University
Press.
______, Jacques. 2001. Writing and Difference. London: Routledge Classics.
47

Membongkar Novel
Cantik itu Luka Melalui
Pandangan Surealisme dan
Feminisme
Puji F. Susanti, Abdul Rahman,
Hendrik Boli Tobi, Nova Lumempouw

Abstrak Pendahuluan
Novel Cantik itu Luka merupakan karya Di dalam penulisan ini, kami akan
sastra Indonesia yang luar biasa dari Eka membongkar novel Cantik itu Luka
Kurniawan karena alur ceritanya penuh ke dalam dua sub topik yang menar-
dengan imajinasi, hasrat, dan kekuasaan ik, yaitu surealisme dan feminisme.
sehingga karya tersebut dapat kami bongkar Dalam sudut pandang yang pertama
(dekonstruksi) secara filosofis melalui dua kita melihat bahwa novel ini dapat
sudut pandang, yakni teori Surealisme yang digolongkan ke dalam sastra sureal-
berakar dari psikoanalisa Freud dan teori isme karena cerita dari novel ini
Feminisme. Melalui surealisme kami bisa mempunyai hubungan yang erat
melihat bahwa tindakan sadar dari beberapa dengan teori psikoanalisa Sigmund
tokoh di dalam cerita berasal dari hasrat liar Freud mengenai mimpi, seks, dan
yang sangat jauh dari nilai-nilai masyarakat alam bawah sadar. Hal tersebut bisa
yang berlaku, sedangkan melalui feminisme dibuktikan ketika Eka Kurniawan
kami bisa melihat bahwa phallus atau penis menjabarkan para tokoh melalui
tetap menjadi simbol kekuasaan di dalam penggambaran otomatis (automatic
masyarakat sehingga masyarakat masih drawing) tanpa mempertimbangkan
berada dalam kebudayaan patriarki. rasio atau nilai estetik dan moral
yang berlaku. Para tokoh tersebut
Kata Kunci diperlihatkan secara gamblang,
bagaikan mimpi, bahwa tindakan
Cantik Itu Luka, Sigmund Freud, Surealisme, pra sadar (ego) mereka lebih
Feminisme, Patriarki didasarkan pada ketidaksadaran (id)
atau hasrat yang sangat liar sehingga
perbuatan mereka dinilai sangat jauh

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Puji F. Susanti dkk 48

dari nilai-nilai masyarakat (super ego). yang pernah mereka bayangkan.


Sejalan dengan surealisme yang menekankan Didesak oleh keadaan sebagai tahan-
kebebasan subyek berdasarkan hasrat yang an, Dewi Ayu terpaksa menjalani
jauh dari nilai-nilai tradisional bangsa Indo- hidup sebagai pelacur di rumah
nesia, di dalam sudut pandang yang kedua Mama Kalong, bekerja melayani
kami melihat bahwa perempuan yang tentara Jepang memenuhi kebutuhan
diwakili oleh Dewi Ayu khususnya serta batiniah mereka. Sebagai seorang
anak-anak perempuannya. Masyarakat yang pelacur, Dewi Ayu sangat terkenal
masih memandang bahwa phallus atau penis dan menjadi pelacur yang paling
merupakan simbol kekuasaan, masih meyak- mahal di Halimunda. Berhubungan
ini bahwa atribut maskulinitas adalah norma badan dengan begitu banyak orang,
dalam mendefinisikan kebudayaan Patriarki. Dewi Ayu melahirkan putri-putri
yang tak pernah tahu siapa ayah
Sinopsis mereka.

Pada bagian awal, novel ini menceritakan Dewi Ayu pernah menikah dengan
seorang perempuan yang bangkit dari kubu- seorang lelaki paruh baya. Lelaki
rannya setelah dua puluh satu tahun kematian- tersebut bernama Ma Gedik yang
nya. Kebangkitannya menguak kutukan dan merupakan kekasih neneknya (Ma
tragedi keluarga, yang terentang sejak akhir Iyang) terdahulu. Dewi Ayu memak-
masa kolonial. Perpaduan antara epik keluar- sa Ma Gedik menikahinya dengan
ga yang dibalut romans, kisah hantu, kekeja- alasan meminta maaf karena dulu Ma
man politik, mitologi, dan petualangan. Gedik tidak dapat menikahi Ma
Perempuan yang bangkit dari kematian itu Iyang, neneknya yang sangat dicintai
adalah Dewi Ayu, seorang peranakan Belan- Ma Gedik. Namun, setelah Dewi Ayu
da-Pribumi dari keluarga Stammler. Dewi Ayu dan Ma Gedik menikah, Ma Gedik
lahir dari hasil hubungan inses keluarga terjun dari bukit karena tidak meneri-
Stammler. ma pernikahan tersebut. Ma Gedik
menjadi hantu yang selalu menghan-
Setelah Jepang datang dan memaksa seluruh tui bahkan mengutuk Dewi Ayu dan
keluarga Belanda dan keturunannya untuk keluarganya.
pulang ke negeri mereka sendiri, Dewi Ayu
tak pernah mau meninggalkan Halimunda, Keempat anak Dewi Ayu bernama
desa tempat dia dilahirkan dari ayah Belanda Alamanda, Adinda, Maya Dewi, dan
dan ibu campuran Indonesia. Dewi Ayu sangat Cantik. Ketika Alamanda, Adinda,
cantik sehingga banyak pria yang berahi meli- dan Maya Dewi dewasa mereka
hatnya. Mereka menginginkan satu malam menikah dengan lelaki yang cukup
bercinta denganya dan melakukan apapun terkenal di Halimunda. Alamanda,
49

anak pertama Dewi Ayu awalnya sangat Krisan menyetubuhi Rengganis di


mencintai bahkan sangat setia kepada toilet sekolah. Rengganis yang saat
kekasihnya yaitu Kamerad Kliwon seorang itu mencintai Krisan, hanya diam.
aktivis PKI. Namun, kecerobohan Alamanda Setelah itu, dia mengaku kepada
membawa dirinya kepada malapetaka. Dia semua orang bahwa dia diperkosa
diperkosa oleh Shodanco di Halimunda, lelaki oleh seekor anjing. Pada akhirnya
yang sangat mencintai Alamanda tetapi Ala- Rengganis hamil. Rengganis kabur
manda tidak mencintainya sedikitpun. ke dalam hutan bersama bayinya
Adinda, anak kedua Dewi Ayu, menikah karena tak mau dinikahkan dengan
dengan Kamerad Kliwon, mantan kekasih Kinkin seorang anak penjaga kubu-
kakaknya. Mereka memiliki anak lelaki ran. Tak lama dari peristiwa kaburnya
bernama Krisan. Adinda menjadi janda Rengganis, Nurul Aini meninggal
setelah Kamerad Kliwon ditemukan gantung karena merasa berat ditinggal Reng-
diri, setelah dia belum lama kembali dari pen- ganis. Krisan begitu mencintai Nurul
gasingan di pulau Buru karena dia merupakan Aini, menggali dan menyimpan
simbol dari kekuasaan komunis di wilayah mayat Nurul Aini di bawah kasurnya.
Halimunda. Maya Dewi, anak ketiga Dewi Beberapa saat setelah kejadian itu,
Ayu menikah pada usia 12 tahun dengan datang Rengganis kepada Krisan
Maman Gendeng, kekasih Dewi Ayu. Maya untuk minta dinikahi. Anak Renggan-
Dewi dan Maman Gendeng memiliki anak is ternyata telah mati dimakan
bernama Rengganis. Rengganis adalah gadis ajak-ajak. Rengganis yang begitu
tercantik di kota itu. mencintai Krisan selalu percaya terh-
adap kata-kata Krisan hingga akhirn-
Ada cinta antarsaudara antara Nurul Aini, ya dia dibunuh dan dibuang di laut
Krisan, dan Rengganis seperti yang terjadi oleh Krisan. Setelah pulang mem-
pada orang tua Dewi Ayu yaitu Aneu buang Rengganis, Krisan bertemu
Stammler dan Henry Stammler. Kecantikan dengan seorang lelaki. Lelaki itu
Rengganis membuat setiap lelaki memiliki menyarankan Krisan untuk mencari
hasrat untuk menyetubuhinya termasuk kekasih yang buruk rupa saja. Hal
Krisan meskipun Krisan sangat mencintai itupun dilakukan oleh Krisan. Dia
Nurul Aini. Krisan yang tak dapat mengung- berpacaran dan menyetubuhi si
kapkan isi hatinya kepada Nurul Aini mem- Cantik yang buruk rupa yang tak lain
buat dia mau melakukan apapun termasuk adalah bibinya sendiri hingga hamil.
berlaku seperti anjing karena Nurul Aini Namun, di suatu malam Kinkin men-
sangat menyukai anjing. Namun, dibalik rasa dobrak dan menembak Krisan yang
cintanya terhadap Nurul Aini, dia adalah sedang berada di kamar si Cantik
seorang lelaki yang juga terpesona dengan hingga meninggal.
kemolekan Rengganis. Suatu hari di sekolah,

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Puji F. Susanti dkk 50

Dekonstruksi Cerita bereksperimen untuk mengungkap-


melalui Surealisme kan alam bawah sadar dengan proses
yang disebut penggambaran otomatis
(automatic drawing).
Di dalam novel ini penulis sangat gamblang
mengemukakan unsur-unsur kemustahilan, Namun, jika kita tarik ke belakang
yang mana pastinya tidak akan kita jumpai di sebelum kemunculan surealisme,
dalam realitas. Cerita yang mustahil bahkan sebetulnya sudah ada gerakan yang
dapat temukan oleh kita di halaman paling bernama dadaisme yang sangat
awal, yaitu ketika mayat Dewi Ayu bangkit menekankan proses kreatif melalui
dari kematiannya selama dua puluh satu alam bawah sadar hingga para Dadais
tahun. Para tokoh bertindak (ego) berdasarkan benar-benar meragukan realitas.
hanya pada keinginan dan hasrat (id) mereka Pasca perang Dunia I kebanyakan
saja tanpa harus memperhatikan rasio dan seniman Dadais Prancis menganggap
norma masyarakat yang berlaku (super ego). bahwa seorang Dadais sejati seharus-
Jadi, tindakan seksual yang bebas dan “nye- nya bersikap antidadaisme karena
leneh” adalah sesuatu yang wajar di dalam pandangan dadais itu negatif terha-
cerita ini. dap segala hal, termasuk terhadap
pandangan Dada itu sendiri, sehingga
Istilah surealisme berasal dari bahasa Prancis, dadaisme harus diakhiri, dan posisin-
yaitu dari kata sur dan réalis yang berarti ya digeser oleh surealisme. Sureal-
melebihi-realitas. Kata surréalis pertama kali isme dan dadaisme mempunyai
digunakan oleh Guillame Apollinaire yang persamaan, yaitu mereka sama-sama
berhasil mementaskan drama surealisnya menentang seni tradisional, yang
berjudul Les Mamelles de Tiresias atau sedang berkembang di tengah mas-
Payudara Tiresias pada tahun 1917. Dua tahun yarakat, dan secara politis mereka
setelahnya, surealisme sebagai gerakan seni, memusuhi ide-ide kaum borjuis.
sastra, dan ideologi barulah muncul di Pran- Namun di dalam perbedaan, dada-
cis, yang mana gerakan itu dipelopori oleh isme lebih menenkankan eksperimen
André Breton, dikenal juga sebagai the Pope terhadap kemunculan obyek-obyek
of Surrealism karena jasanya yang sangat khas yang berbeda dari realitas, yaitu
berpengaruh. Breton awalnya ingin menun- penggambaran dari ketidaksadaran,
jukkan bahwa kajian Freud tidak hanya digu- sedangkan surealisme lebih memper-
nakan untuk kepentingan psikiatri, tetapi juga lihatkan corak psikologis melalui
bisa diaplikasikan di dalam proses kreatif teori-teori Freud mengenai mimpi,
sebuah karya, terutama gagasan tentang kebe- seks, dan ketidaksadaran.
basan dan teknik menganalisa mimpi. Dia
dibantu dengan Phillipe Soupault akhirnya
51

Sama seperti lukisan the persistence of Kisah mustahil berikutnya adalah


memory, Cantik itu Luka juga banyak mem- kelahiran seorang Kinkin yang lahir
perlihatkan keabsurdan yang tidak ada di dari pemuda penjaga kuburan berna-
dunia nyata. Kami menemukan tiga catatan ma Kamino dan seorang gadis berna-
yang paling menonjol dalam novel ini. Perta- ma Farida. Diceritakan bahwa Farida
ma, di awal cerita kita sudah disuguhkan yang sudah hamil tua belum bisa
dengan kisah mustahil, yaitu bangkitnya merelakan kepergian ayahnya, Mual-
sebuah mayat perempuan bernama Dewi Ayu, imin, seorang komunis yang taat
seorang pelacur yang paling terkenal di kota beragama, sehingga Farida setiap hari
Halimunda. Dia keluar dari kubur setelah dua duduk di samping kuburan ayahnya
puluh satu tahun mati, tetapi tubuhnya masih untuk meratap. Suaminya yang terus
utuh tanpa cacat. Dia berjalan dari kuburan ke melihat kejadian itu akhirnya iba dan
rumahnya sambil menganggetkan semua mas- membuatkan ayunan agar istrinya
yarakat sekitar yang melihat. Setibanya dia di tidak melulu menekuk perutnya yang
kediamannya, penulis mulai menceritakan besar sebab dia sedang hamil tua.
kisah hidupnya sekaligus keturunannya yang Namun, nasib naas menimpa Farida,
satir dan penuh penuh dengan tragedi. Perta- dia terjatuh dari ayunan dan mening-
ma kali membaca novel itu, pembaca pasti gal. Farida dikuburkan malam hari
bingung sejadi-jadinya sambil membayang- tepat di samping kuburan ayahnya.
kan bahwa novel ini pasti bergenre horor, Ketika Kamino sedang menutup
tetapi setelah kita membaca beberapa lembar, papan-papan di dalam kuburan istrin-
novel ini ternyata menceritakan sebuah ya, dia mendengar suara tangisan
kehidupan Dewi Ayu dan keluarganya, yang bayi yang begitu keras. Awalnya dia
mana jalan ceritanya disesuaikan dengan seja- kira suara itu adalah gangguan dari
rah Indonesia. Di akhir cerita pembaca baru dedemit, tetapi setelah didengar lagi
diajak mengerti kenapa Dewi Ayu bisa bangk- ternyata suaranya tangisan bayi itu
it dari kuburannya. Ternyata dia tidak berasal dari dalam kain kafan istrin-
benar-benar hidup lagi seperti kita bayangkan ya. Dia melihat kain kafan itu berger-
sebelumnya, jiwanya ternyata sedang diban- ak dan menyadari bahwa bayinya
gkitkan sementara oleh pemuda bernama keluar sendiri dari selangkangan
Kinkin, anak penjaga kuburan, untuk mengu- ibunya. Pada dasarnya bayi memang
sir sebuah roh jahat karena dia ingin tahu bisa diselamatkan dari kandungan ibu
siapa pembunuh kekasihnya, Rengganis si yang meninggal dengan syarat bayi
Cantik, yang tak lain adalah cucu dari tersebut harus segera dikeluarkan
Dewi Ayu. dengan cara operasi caesar melalui
teknologi yang mutakhir.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Puji F. Susanti dkk 52

Namun, sekali lagi, ini adalah sebuah kemus- Menurut hemat kami, para pembaca
tahilan sebab istri Kamino yang ada di desa Indonesia mungkin tidak sulit mener-
terpencil tidaklah mungkin mendapatkan ima kisah-kisah itu karena kehidupan
operasi caesar tersebut. klenik memang sudah mengakar di
dalam perkembangan kebudaayan
Kedua, Eka Kurniawan sangat menonjolkan Indonesia.
tradisi kuno yang mulai dilupakan oleh mas-
yarakat modern saat ini, yaitu adanya Seperti seniman surealis lainnya,
kehidupan klenik. Di dalam cerita, praktik sangat jelas memperlihatkan corak
perdukunan sangat berpengaruh di dalam psikologis bahwa seseorang yang
kehidupan masyarakat Halimunda. Sebagai melihat hantu itu sebenarnya terkena
contoh, ketika sang Shodanco menginginkan skizofrenia, yaitu semacam ganguan
seorang anak dari Alamanda, laki-laki itu tam- mental yang menyebabkan seseorang
paknya lebih mempercayai seorang dukun mengalami halusinasi, delusi, keka-
dibandingkan dengan seorang dokter. Kemu- cauan berpikir, dan perubahan
dian Alamanda yang menolak diperkosa oleh prilaku. Ini bisa dicontohkan oleh
suaminya juga pergi ke dukun untuk mema- sikap Shondanco yang sering men-
sang celana besi dengan menggunakan mantra embaki hantu-hantu komunis karena
rahasia sehingga suaminya tidak bisa hantu-hantu tersebut selalu meng-
menyentuh kemaluannya. Lalu hal yang lebih ganggu ketenangannya. Itu semua
menakjubkan adalah ramalan Kamerad terjadi karena mereka semua dibunuh
Kliwon yang mampu meramal kelahiran anak secara serampangan oleh tentara
Alamanda dan sang Shodanco. Kamerad militer, termasuk Shodanco sebagai
Kliwon mengatakan bahwa putri mereka, pemimpinnya, dan orang-orang anti
Nurul Aini, akan lahir dua belas hari lebih komunis. Pembataian komunis
cepat dari putranya sendiri bersama Adinda, digambarkan dengan sangat jelas dan
yaitu Krisan. Tidak hanya itu, penulis juga mengerikan bahwa mereka dibantai
kerap menampilkan dunia sihir, seperti dengan senapan, golok, pedang, dan
Kamino dan Kinkin, sebagai penjaga kuburan, arit. Mayat para komunis kemudian
mahir memainkan jailangkung untuk dibiarkan di tepi jalan sehingga Kota
memanggil roh-roh yang sudah mati. Kita Halimunda seketika dipenuh oleh
yang membaca akan mengerenyitkan dahi mayat-mayat yang ada di selokan.
saat membaca kisah-kisah tersebut, tetapi Meskipun Eka kurniawan sudah
anehnya pembaca akan terus membacanya menunjukkan corak psikologis yang
seolah-olah pembaca percaya apa yang dika- terstruktur, dia kembali lagi masuk ke
takan oleh penulis. dalam keabsurdan, yaitu ketika
Kamerad Kliwon
53

kedatangan temannya, Karmin, yang sudah pastinya kita secara nyata tidak
mati dengan luka penuh darah dan peluru. menginginkan hal tersebut terjadi di
Mereka asyik mengobrol di beranda rumah dalam kehidupan kita. Namun, para
sambil meminum kopi, dan Kamerad Kliwon surealis yang mengangkat cerita
membersihkan luka temannya tersebut. Tentu tersebut tampak sekali ingin menun-
kisah tersebut membuat para pembaca bergi- jukkan kepada para pembaca, atau
dik takut untuk membayangkannya. semua manusia, bahwa pada dasarn-
ya setiap individu mempunyai kebe-
Ketiga, penulis sangat berhasil menggambar- basan untuk mengikuti hasrat dan
kan kehidupan seksual secara nyata, tetapi alam bawah sadarnya (id) untuk
anehnya deskripsi tersebut tidak memperlihat- melakukan semua hal gila tersebut
kan bahwa novelnya adalah cerita seks mura- secara sadar (ego) jika mereka mem-
han atau pornografi. Penulis bahkan benar-be- punyai kesempatan, meskipun semua
nar tidak ragu untuk mengatakan kata-kata itu ditentang oleh nilai-nilai mas-
yang penuh nafsu, seperti ‘meremas dua buah yarakat yang ada (super ego).
dada yang indah’, ‘aku suka lubang kemalu-
anmu’, ‘orang-orang memburu kemualu- Feminisme Radikal
anku’, dll. Para pembaca pastinya tersipu dan Seksualitas
malu ketika menemukan kata-kata tersebut,
tetapi penulis ingin memperlihatkan bahwa Semua perempuan bersaudara dan
memang banyak manusia di dunia ini yang setiap individu adalah bagian dari
meluapkan hasrat seksnya yang liar. Selain politik. Ini adalah klaim para pen-
itu, penulis juga memperlihatkan seks yang gusung feminis radikal sehingga
dianggap tabu bagi kebanyakan masyarakat. setiap individu tentu saja berhak
Sebagai contoh, sang Shodanco dan Maman mengupayakannya. Membaca Cantik
Gendeng, suami dari Alamanda dan Maya Itu Luka membuat kita menyadari
Dewi, berani meniduri Dewi Ayu, yang tidak bahwa Eka Kurniawan ingin menjad-
lain adalah ibu dari istri-istri mereka. Itu ikan cerita ini bertumpu pada kedi-
mereka lakukan karena Dewi Ayu adalah pela- rian para tokoh perempuannya.
cur yang paling cantik di Halimunda. Tidak Meski terkesan menyajikan persoalan
lupa, penulis juga memasukkan kisah inses seks dan selangkangan dengan sangat
mengenai Putri Renggani yang cantik digilai vulgar, kami memahami bahwa Eka
oleh sang Raja, yang tidak lain adalah ayahn- Kurniawan ingin menggugah para
ya sendiri. Hematnya, dari tiga penjabaran di pembacanya, bagaimanapun juga
atas, para pembaca pastinya akan merasa seks adalah bagian dari kehidupan
terkejut, takut, bahkan muntah ketika mene- sehari-hari masyarakat. Apa yang
mukan tiga catatan yang kami berikan karena disebut dengan ars erotica oleh
Michel Foucault telah mendedahkan

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Puji F. Susanti dkk 54

bahwasannya seksualitas tidak lagi didi- manusia di seluruh dunia merupakan


skusikan hanya oleh klaim kebenaran dan salah satu bentuk kekuatan perem-
kesalahan dalam kerangka moralitas, seksual- puan.
itas pun telah menjadi kajian ilmu pengeta-
huan (science of sexuality). Ekspresi seksual Dewi Ayu mewakili apa yang dika-
dapat ditemui dalam tarian, musik, drama, takan seorang Feminis Radikal-Li-
ritual, lukisan, dan dalam konteks novel ini betarian, Jooren Freeman, sebagai
kita menemui ekspresi seksual dalam wujud mahluk Androgini. Seorang pelacur
susastra. Di samping itu ada telaah feminisme adalah seseorang yang mampu meng-
yang dapat kita bidik dari Cantik Itu Luka, kombinasikan sisi feminim sekaligus
terutama pandangan yang sedikit banyak bisa maskulin secara bersamaan – ini
kita teropong melalui kacamata feminisme yang disebut dengan androgini. Jika
radikal. kita menyimak kisah Dewi Ayu
dalam novel, kita akan tahu bagaima-
Feminisme radikal berfokus pada tiga pokok na ‘berkuasa’-nya Dewi Ayu sebagai
masalah; yaitu seks, gender, dan reproduksi seorang perempuan yang hanya
sebagai tiga lokus pengembangan pemikiran bersedia ditiduri satu pria dalam satu
feminisme. Diskursus tentang berbagai malam dan meminta tarif yang tinggi.
macam teori feminisme ini sangat komplek. Bahkan setiap pria wajib membopon-
Rosemarie Tong menyebutkan beberapa femi- gnya dengan lembut ke pavilionnya
nis yang mengklaim sebagai feminisme radi- dan hampir ia dikisahkan tak pernah
kal menyatakan sangat mendukung androgini menggunakan kakinya untuk menuju
(baik itu lesbi, heteroseksual, maupun auto- ranjang peraduan.
erotik). Kemudian ia membedakan dua
macam feminisme radikal; feminisme radi- Feminis radikal-libetarian mengang-
kal-libertarian yang setuju pada androgini, gap bahwa selain seks, kita mengenal
dan feminisme radikal-budaya yang lebih kualitas dalam diri manusia yang
berhati-hati pada kesehatan reproduksi dan disebut gender. Seseorang dengan
tidak terlalu mendukung androgini. Femi- jenis kelamin perempuan tidak selalu
nisme radikal-libetarian dianggap lebih mem- memiliki sisi feminim. Yang disebut
bedakan dengan jelas antara gender dan seks, sebagai gender feminim adalah kuali-
serta menganggap bahwa reproduksi pada tas karakter lembut, penurut, sifat-si-
perempuan merupakan sarana berlangsungn- fat pengasuhan, kesabaran, responsif
ya penidasan dan harus segera dicarikan terhadap simpati dan persetujuan,
solusinya. Feminisme radikal-budaya justru serta baik dan ramah. Begitupun
menekankan bahwa peran perempuan dalam sebaliknya, seseorang dengan jenis
kehamilan dan keberlangsungan umat kelamin laki-laki tidak selalu memili-
ki kualitas maskulin seperti agresif,
55

penasaran, ambisius, dan kompetitif. Feminisme radikal-libetarian


Di sisi lain, kita bisa melihat sejarah memandang bahwa pernikahan
kehidupan Dewi Ayu yang beberapakali men- adalah institusi yang menindas
galami perkosaan dan kemudian hamil. Inilah perempuan, namun pandangan ini
yang sering diteriakan oleh pengusung femi- tidak diterima sepenuhnya oleh femi-
nisme radikal, bahwa seks dan alat reproduksi nis radikal-kultural. Sebagaimana
merupakan sarana penindasan. Pada kepen- seorang pelacur (Dewi Ayu) yang
dudukan Belanda maupun Jepang, bahkan di menolak untuk dinikahi karena ingin
era modern pasca-kemerdekaan, kisah-kisah hidup dengan cara yang ia sukai
tentang perkosaan menjadi bumbu di mana sebagai pelacur selama hidupnya.
penjajahan dan penindasan atas manusia lain Hasrat atau desire pada dasarnya
terjadi. merupakan kebutuhan hakiki yang
secara kontruksi sosial adalah seksu-
Budaya seksual telah menempatkan perem- alitas. Secara historis, hasrat perem-
puan pada posisi subordinat sepeti halnya isu puan telah dibatasi hanya pada
keprawanan, menikah usia dini, dan prostitu- wilayah perkawinan dan keluarga.
si. Budaya seksual mengatur mana yang boleh Dan benar ketika kita membanding-
dan mana yang dilarang dalam masyarakat kannya dengan kisah dua anak Dewi
terkait seksual. Budaya patriarki membe- Ayu yang sangat tertekan dengan
sar-besarkan perbedaan biologis antara status pernikahannya. Tidak sedikit
laki-laki dan perempuan, sehingga para lelaki dari masyarakat di Indonesia yang
bisa memastikan bahwa dirinya lebih domi- memegang jargon “keharmonisan
nan atau maskulin. Konsekuensi atas itu, sisi keluarga” di atas segala-galanya,
feminim perempuan dianggap lebih rendah sehingga bahkan ego perempuan di
sehingga para lelaki mendapatkan persetujuan dalamnya pun tak ayal sering dikor-
tertentu untuk beberapa kasus ketika mereka bankan.
bisa menekan (psikis atau mental) perempuan. Selain itu, konstruksi masyarakat kita
masih menganggap bahwa seks
Tubuh perempuan adalah model biologis, di adalah dunia laki-laki dan perempuan
mana tubuh perempuan ditandai sebagai infe- adalah obyek seksual. Hal itu mem-
rior dibandingkan dengan tubuh laki-laki buat perempuan dituntut membend-
menurut patokan-patokan nilai berposisi biner ung dan mengontrol hasrat seksualn-
(laki-laki dan perempuan) yang dibuat oleh ya, bahkan hingga setiap gerak tubuh,
sistem budaya patriarki. Kebertubuhan mer- kerlingan mata, senyuman, cara
upakan model simbolik, yang mempersep- duduk, gerak panggul senantiasa
sikan sisi kapasitas biologisnya terutama diawasi dengan ketat sekaligus ditat-
bidang reproduksi biologis dan reproduksi ap dengan penuh nafsu birahi oleh
sosial. laki-laki.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Puji F. Susanti dkk 56

Dengan demikian konstruksi seksualitas Orde Baru. Dengan mengambil


perempuan tidak saja terbentuk karena ideolo- setting kehidupan perempuan-perem-
gi gender yang dominan -- tetapi juga didefi- puan yang hidup di suatu tempat
nisikan oleh tatapan laki-laki (male gaze). bernama Halimunda, Eka dengan
Bahkan seorang yang otonom atas tubuhnya begitu lugas menggambarkan realitas
seperti Dewi Ayu menganggap tingkah laku penindasan yang menerpa semua
dua anak perempuannya sebagai sesuatu yang perempuan baik itu perempuan terja-
tak pantas, sehingga untuk menyelamatkan jah maupun perempuan keturunan
anak gadisnya yang ketiga bernama Maya Eropa, baik itu perempuan yang
Dewi, ia mengawinkannya di usia muda. berasal dari kalangan bawah sampai
Kisah semacam itu ada pada kenyataan mas- dengan perempuan yang berasal dari
yarakat Indonesia, baik itu dibungkus dengan keluarga kaya.
baju moralitas, budaya, maupun agama,
perempuan seringkali mendapatkan stigma Para pelaku kekerasan terhadap
buruk jika berlaku agresif dan menunjukkan perempuan berasal dari berbagai latar
sikap-sikap kemayu. belakang. Ada orang Belanda kaya
(Ted Stammler) yang memaksa
Menurut Kate Millet, seorang tokoh feminis kawin seorang gadis pribumi dengan
radikal-libertarian, ideologi patriarki menon- ancaman melemparkan kedua orang
jolkan keunggulan biologis laki-laki diband- tua Ma Iyang ke hewan buas. Ada
ing perempuan. Laki-laki dipandang sebagai tentara Jepang yang memperlakukan
pihak yang berkuasa, yang mendominasi para perempuan tawanan perang
kaum perempuan. Ideologi patriarki bekerja sebagai obyek pelampiasan nafsu
dengan sangat powerful melalui berbagai seksual. Ada bupati yang menggu-
institusi dan apparatus untuk menundukkan nakan otoritasnya memaksa jongos
kaum perempuan. Tak hanya itu, ideologi perempuan untuk tidur dengannya.
patriarki makin subur berkat consent (persetu- Ada pahlawan perang melawan pen-
juan) dari kaum perempuan yang menganggap jajah tetapi berkelakuan bejat terha-
bahwa sudah sepantasnya kaum perempuan dap istrinya sendiri yang diperkosa
tunduk pada kekuasaan laki-laki. setiap hari karena istrinya menolak
melayani hawa nafsunya. Ada
Penggambaran Derita Krisan, sang manipulator yang
Perempuan memanfaatkan kelemahan sepupu
perempuan agar sukarela melayani
Novel Cantik itu Luka banyak menggambar- hawa nafsu si Krisan. Ada para gelan-
kan realitas penindasan terhadap perempuan dangan yang memperkosa perem-
yang terjadi begitu panjang, merentang dari puan tak waras.
sejarah kolonial sampai dengan zaman
57

Bentuk penindasan terhadap perempuan yang dengannya selalu menggendongnya


digambarkan dalam novel Cantik itu Luka sampai ke pavilion bahkan ke ranjang
begitu beragam, mulai dari perkosaan, pelacu- peraduan mereka. Setiap pria di Hali-
ran, budak seks, penggunaan kekuasaan dan munda dikabarkan tak semuanya
ancaman kekerasan yang membuat perem- mampu menidurinya karena sedere-
puan tidak berdaya, pernikahan paksa dan tan antrian panjang dengan harga
berbagai bentuk penindasan lainnya. Dari yang paling tinggi.
beberapa tokoh perempuan yang ada dalam
novel Cantik itu Luka, makalah ini akan Konon sebelumnya, Dewi Ayu di usia
secara khusus menganalisa tokoh perempuan belasan tahun sudah meminta untuk
yang bernama Dewi Ayu. Dewi Ayu adalah menikah, Ma Gedik adalah pria yang
tokoh utama dari novel ini, dan merupakan ia inginkan jadi suaminya. Dewi Ayu
sosok yang paling representatif menggambar- tahu bahwa Ma Gedik adalah kekasih
kan upaya pendisiplinan tubuh perempuan Ma Iyang, neneknya yang seorang
dan sekaligus perjuangannya melepaskan diri Nyai di keluarga Stammler. Dewi
dari upaya penundukan sehingga dia mampu Ayu mencintai Ma Gedik dari kisah
menegakkan otoritas atas tubuhnya sendiri. cintanya dengan Sang Nenek. Boleh
dikata, pernikahan yang diharapkan
Dewi Ayu, ia dikisahkan sebagai perempuan Dewi Ayu itu sebuah paksaan. Ia
tangguh yang memilih menjadi pelacur untuk memaksa menikah dengan kekasih
melunasi hutangnya kepada Mama Kalong, Neneknya sendiri.
seorang germo yang baik hati dan mengay-
ominya bahkan sejak ia jadi gundik Jepang. Budaya seksual telah menempatkan
Bagaimanapun Dewi Ayu dikisahkan memilih perempuan pada posisi subordinat
sendiri jalan hidupnya. Dia menjadi pelacur sepeti halnya isu keprawanan,
dengan sukarela. Setelah membeli rumah menikah usia dini, dan prostitusi.
dengan berhutang pada Mama Kalong, Dewi Budaya seksual mengatur mana yang
Ayu mencari harta karun di dalam septic tank boleh dan mana yang dilarang dalam
di rumah kediaman Stammler miliknya. Naas masyarakat terkait seksual (Geerttz,
harta karun itu lenyap seperti ditelan bumi, 1982). Di sini Dewi Ayu justru
maka dengan kesadaran diri ia menyerahkan menunjukkan dirinya masih perawan
dirinya sebagai pelacur seumur hidup di dengan mengorek sendiri darah
rumah bordil. Meskipun pelacur, ia mampu keprawanannya di hadapan Ma
membuat citra dirinya terhormat di antara Gedik yang tidak mau menyetu-
para pelacur dan di mata penduduk Halimun- buhinya di malam pertama. Ma
da. Ia hanya menerima satu pria setiap malam- Gedik menuduh Dewi Ayu sudah tak
nya dan hanya menerima bayaran tinggi. Tak lagi perawan dan ia curiga kenapa
hanya itu, para pria yang ingin tidur gadis muda cantik memilih

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Puji F. Susanti dkk 58

pria tua yang boleh saja dianggap nyaris Tubuh perempuan adalah model biol-
lemah syahwat untuk menjadi suaminya. ogis, di mana tubuh perempuan ditan-
dai sebagai inferior dibandingkan
Eka Kurniawan tidak berhenti bermain-main dengan tubuh laki-laki menurut pato-
dengan karakter Dewi Ayu yang sangat kan-patokan nilai berposisi biner
otonom atas kebertubuhannya. Beberapa lama (laki-laki dan perempuan) yang
setelah kependudukan Jepang, Dewi Ayu dija- dibuat oleh sistem budaya patriarki.
dikan gundik Jepang dan harus melayani para Kebertubuhan merupakan model
tentara setiap hari. Ia tak kehabisan akal untuk simbolik, yang mempersepsikan sisi
membuat para tentara Jepang bosan padanya, kapasitas biologisnya terutama
ia hanya memilih tak melakukan apa-apa saat bidang reproduksi biologis dan repro-
tentara jepang menaiki ranjang dan menin- duksi sosial. Lain halnya dengan
dihnya. Ia berlaku layaknya gedebok pisang, Dewi Ayu, yang digariskan sebagai
tak pasrah, tak juga melawan. Dewi Ayu men- perempuan dengan kendali penuh
yadari bahwa dengan melawan, para pria akan atas tubuhnya, Alamanda, anak
semakin tertantang untuk memaksa dan pertama Dewi Ayu justru mengalami
menunjukkan dominasinya. perkosaan dalam pernikahannya.
Bahkan dia terpaksa menikahi pria
Pun ketika seorang preman (Maman Gen- yang memperkosanya dan mengam-
deng) melamar Dewi Ayu, ia memilih meno- bil keperawanannya, karena dia
lak dan tetap menjadi pelacur. Meskipun akh- merasa direnggut segala dalam dirin-
irnya Dewi Ayu bersedia untuk hanya tidur ya. Eka menuliskan bahwa Alamanda
dengan satu pria ini saja sejak lelaki ini mela- malu pada kekasihnya, merasa tak
marnya. Dan lelaki ini harus tetap membayar berharga lagi setelah diperkosa dan ia
dirinya setiap malam ingin tidur dengannya. memutuskan hubungan seketika itu
Lelaki ini bahkan berjanji akan membuat pula. Karakter Alamanda ada pada
Dewi Ayu puas setiap kali mereka berseng- sebagian besar perempuan Indonesia,
gama, entah dengan apa dan bagaimanapun yang menganggap bahwa keperawa-
caranya, tentu saja Dewi Ayu sangat menyetu- nan segala-galanya, yang harus
juinya. Tak bisa dipungkiri bahwa baik dipersembahkan hanya kepada
laki-laki maupun perempuan memiliki hak kekasihnya. Dan ketika itu terenggut,
atas otonomi tubuhnya, termasuk di dalamnya mereka menyerah seolah merasa tak
terkait kepuasan dalam berhubungan atau pantas lagi untuk orang yang dicintai.
orgasme. Hak atas kenikmatan seksual itu
sendiri merupakan bentuk fundamental dari Setelah menikah pun, Alamanda
hakikat manusia sebagai entitas mahluk mengalami perkosaan dalam rumah
biologis. tangga.
59

Ia menolak melayani suaminya. Ia pergi ke Alamanda mempertahankan bayi di


dukun dan memasang cawat besi sakti yang kandungan agar dirinya tidak
hanya bisa dia buka sendiri dengan mantra. Di diperkosa lagi oleh suaminya. Dewi
sini sekali lagi menunjukkan relasi kuasa Ayu mempertahankan Alamanda,
antara suami dan istri terlihat dalam hubungan Adinda, dan Maya Dewi di dalam
seksual secara paksa. Istri adalah hak suami, perutnya karena ia merasa harus
maka pemenuhan kebutuhan biologis suami melakukan itu—meskipun ia hamil
mau tak mau harus dipenuhi istri bagaimana- karena diperkosa dan tak pernah tahu
pun caranya. Sedangkan Alamanda bersikeras siapa ayah bayinya. Dewi Ayu
tubuhnya tak ingin dikuasi suami di atas dengan kesadaran atas otonomi
ranjang. Eka Kurniawan menuliskan bahwa tubuhnya, memutuskan membesar-
Alamanda dan suaminya sangat mesra di kan bayinya. Alamanda melakukan
publik; nonton bioskop berdua, duduk di teras pertukaran atas tubuhnya dengan
sore hari sambil menyapa lalu lalang orang, bayinya. Bahkan di kemudian hari
menghadiri beberapa pesta penting, dan selalu dia menukar tubuh dan cintanya agar
terlihat bergandengan kemanapun mereka kekasihnya tidak dibunuh oleh
pergi. Mereka memerankan diri sebagai suaminya.
pasangan suami istri yang harmonis dan
bermartabat. Namun lain halnya di dalam Adinda, seorang adik Alamanda
kamar, mereka seperti musuh bebuyutan. yang hanya selisih dua tahun dan tak
kalah cantik dibanding Ibu atau kaka-
Namun begitu Alamanda hamil, suaminya knya. Betapapun dia berusaha men-
berjanji mati-matian tak akan memperkosan- gambil hati kekasih Alamanda, ia
ya lagi asalkan Alamanda tidak menggugur- diacuhkan dan tak pernah menyerah.
kan kandungan. Seolah jabang bayi di perut Adinda berhasil menaklukkan hati
istrinya itu akan menyempurnakan peran kekasih kakaknya setelah sekian
keluarga bahagia mereka. Maka mereka lamanya, dan meski hanya secara
bersepakat untuk membiarkan perut Alaman- implisit, ia digambarkan sebagai
da semakin membesar dan melahirkan. Kem- perempuan yang pasrah pada cintan-
bali lagi bahwa tubuh perempuan dipandang ya. Adinda kaget manakala lelaki
sebagai alat reproduksi biologis sekaligus pujaanya itu datang melamar, sebab
sosial. Sebab suami Alamanda ingin menun- ia hampir saja pasrah menjadi ‘ekor’
jukkan harga dirinya di mata msyarakat, bagi lelaki itu kemanapun dia pergi,
dengan adanya bayi di keluarga mereka, tudu- tanpa status, dan tanpa hubungan
han-tuduhan dia mandul atau impoten atau apapun. Pernikahan Adinda dibiayai
lemah syahwat tidak akan berlaku. penuh oleh Dewi Ayu, bahkan sebuah
rumah disiapkan untuk Adinda dan

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Puji F. Susanti dkk 60

suami tak jauh dari kediaman Alamanda. Ada Maya Dewi, gadis yang dinikahkan
suatu adegan di mana suami Adinda pulang di usia sangat belia oleh Ibunya
dari pengasingannya. Adinda seolah tahu (Dewi Ayu) agar dihindarkan dari
bahwa suaminya pulang setelah sempat sikap bermain-main dengan hati para
mampir terlebih dahulu ke rumah Alamanda lelaki. Maya Dewi dinikahkan
dan terjadi perselingkuhan di antara keduan- bahkan saat dirinya masih sekolah.
ya. Adinda mengatakan bahwa jika itu mem- Setelah menikah Maya Dewi melaku-
buat suaminya bahagia, dia menerimanya kan rutinitas layaknya ibu rumah
dengan suka cita, selama suaminya pulang tangga sebagaimana yang diajarkan
kembali kepadanya. Suaminya tertekan oleh Ibunya kepadanya. Dikisahkan Maya
pernyataan itu, tak lama kemudian dia dike- Dewi adalah anak gadis yang paling
temukan bunuh diri di kamar. menurut. Dan ia tumbuh sebagai istri
yang sangat baik kepada suaminya.
Hasrat atau desire pada dasarnya merupakan Kepasrahan Maya Dewi yang menja-
kebutuhan hakiki yang secara kontruksi sosial ga rumah tangga dan menerima
adalah seksualitas. Secara historis, hasrat perjodohannya itu masih berlanjut
perempuan telah dibatas hanya pada wilayah hingga Maya Dewi menyerahkan
perkawinan dan keluarga (Lisa Tuttle. 1995), tubuhnya pada Sang Suami setelah
kita bisa bercermin dari kisah keluarga Ala- bertahun-tahun keduanya tidak
manda dan Adinda. Keluarga atau pernikahan pernah saling bersentuhan satu sama
itu sendiri bagi mereka menjadi semacam lain.
pagar batas yang mau tak mau mereka jaga
dari omongan orang – dari kehancuran di mata Suami Dewi Maya adalah kekasih
orang-orang Halimunda. Entah bagaimana Dewi Ayu, dengan kata lain, Dewi
cara perempuan ingin menampakkan kehar- Ayu memberikan putrinya agar diper-
monisan rumah tangganya dan berjuang untuk sunting kekasihnya sendiri. Dewi
mempertahankannya tak lain dan tak bukan Ayu sekali lagi dimenangkan oleh
juga disebabkan oleh kontruksi sosial yang Eka sebagai perempuan dengan
mempagari perempuan dalam perkawinan dan otonomi diri yang hebat, ia menikah-
keluarga. Beberapa feminis menyebutnya kan putri kecilnya kepada kekasihnya
sebagai cinderella complex, di mana pernika- sendiri agar terlindungi dari ‘kebina-
han dan kehadiran seorang Lelaki dalam lan’ seperti yang dilakukan kedua
hidup para perempuan adalah akhri dari kakaknya. Masyarakat Halimunda
perjalanan hidupnya. Sampai pada institusi mewakili sebagian besar bagaimana
bernama pernikahan inilah perempuan masyarakat Indonesia berpikir, maka
habis-habisan membuatnya (nampak) kita juga bisa menyimpulkan kenapa
bahagia. Dewi Ayu menganggap dua anak
gadisnya Alamanda dan Adinda
61

sebagai gadis dengan perilaku buruk padahal Rengganis Si Cantik (anak Adinda)
mereka berdua masih terjaga keprawanannya dikisahkan menangis di sekolah dan
dan bukan gadis yang menjalani gaya hidup melaporkan kepada khalayak terma-
freesex. Alamanda dan Adinda digambarkan suk bapak ibu dan gurunya bahwa
sebagai dua anak gadis cantik yang selalu dirinya diperkosa oleh anjing. Pada-
berusaha menggaet hati para lelaki dengan hal kenyataanya tidak demikian. Sep-
tingakhnya, gayanya, senyumnya, kerlingan upunya sendirilah (Krisan) yang
mata, dan lain sebagainya yang bisa kita sebut memperkosanya. Rengganis Si
‘PHP’. Konstruksi masyarakat kita masih Cantik digambarkan sebagai perem-
menganggap bahwa seks adalah dunia laki-la- puan yang cantik dan bertubuh indah
ki dan perempuan adalah obyek seksual. Hal senndah wajahnya, bahkan Eka Kur-
itu membuat perempuan dituntut membend- niawan secara eksplisit menuliskan
ung dan mengontrol hasrat seksualnya, Rengganis memiliki kecantikan yang
bahkan hingga setiap gerak tubuh, kerlingan secara magi membuat setiap lelaki
mata, senyuman, cara duduk, gerak panggul ingin menyetubuhinya. Krisan, yang
senantiasa diawasi dengan ketat sekaligus meskipun tidak mencintai Rengganis,
ditatap dengan penuh nafsu birahi oleh karena melihat ketelanjangan tubuhn-
laki-laki. Dengan demikian konstruksi seksu- ya di toilet, mendadak ingin meng-
alitas perempuan tidak saja terbentuk karena gaulinya. Kisah cinta Si Cantik
ideologi gender yang dominan tetapi juga (Anak Bungsu Dewi Ayu) tak kalah
didefinisikan oleh tatapan laki-laki (male tragis, penantiannya atas pangeran
gaze). Maka kecentilan dan kegenitan kedua yang ia tunggu akhirnya datang. Saat
anak gadis Dewi Ayu itu sudah dianggap kaum Adam kebanyakan jijik dan
karakter dan sikap yang kurang baik. muntah-muntah karena melihat
wujudnya yang seperti roti gosong,
Nur Aini adalah anak gadis Adinda yang keponakannya (Krisan) sendiri justru
memiliki bakat kebaikan dan kesolehan datang dengan imajinasinya untuk
Ibunya. Dia tumbuh besar bersama dua sepu- menggaulinya. Apa bedanya perem-
punya. Satu sepupu lelaki yang mencintainya, puan cantik dan jelek, Eka menu-
satu lagi sepupu perempuan yang sangat ia liskan demikian, jika toh mereka
jaga dan lindungi. Karena kedekatan Nur Aini sama-sama punya lubang Vagina.
dengan satu sepupu perempuannya (Renggan- Seolah kalimat ini menandaskan
is), ia jatuh sakit dan demam hingga mening- persetubuhan tidak menyoal
gal saat mendapat kabar bahwa Rengganis bagaimana rupa pasanganmu, tapi
minggat. Mayatnya digali dari kuburan oleh bagaimana engkau mengkhayalkan
sepupu laki-laki (Krisan) yang sangat mencin- dirinya – bahkan saat ia berada di
tainya, lalu disimpan di bawah tempat tidur. hadapanmu saat bercinta.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Puji F. Susanti dkk 62

Kecantikan perempuan adalah susunan dari 26. Lihat kisah Alamanda yang berpura-pura bahagia
dengan
konstruksi tirani yang dibuat oleh para lelaki Shodancho, nonton bareng, duduk-duduk di teras
rumah,
dan dilanggengkan oleh afirmasi budaya. menghadiri segala macam pesta dan menampakkan
kebahagiaan di muka umum. Namun di balik itu semua
Perempuan harus mengikuti standar kecanti- lamanda sangat membenci suaminya, bahkan menolak
berhubungan seksual dengannya. Sedangkan Adinda
kan yang dibuat para laki-laki, sementara itu yang
sangat mencintai Kliwon dan berharap keluarga mereka
fantasi seksual tersebut pun jadi milik laki-la- tetap baik-baik saja, menerima kenyataan perselingku-
han
ki. Meski berkali-kali Cantik bertanya kenapa suaminya dengan lapang dada.
Sang Pangerannya ingin mengejarnya, 27. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornogra-
fi, hlm xix.
menidurinya, dan mencintainya, tidak ada 28. Tong Roesemarie, Feminist Thought, hal. 54.
29. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 54.
jawaban yang bisa ia sampaikan, kecuali saat 30. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 91
31. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 133-134.
di ujung sakaratul mautnya Sang Pangeran 32. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornogra-
fi.
akhirnya sadar bahwa tak ada alasan lain (Jakarta: Yayasan Kota Kita), 2006, h. 80.
33. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 222-223.
selain menyadari bahwa perempuan yang baru 34. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornografi,
h.347-348.
saja ia tiduri itu, Si Cantik itu Luka. 35. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 393. Adinda
berkata
pada Kliwon, suaminya: “Hantu-hantu komunis itu
memberitahuku, maka aku tahu apa yang engkau
lakukan
di rumah Shodancho (rumah Alamanda). Tapi tak apa
jika
itu membuatmu bahagia.”
36. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 265.
37. Singkatan dari pemberi harapan palsu.
1. Eka Kurniawan. Cantik itu Luka. (Jakarta: Gramedia),2002, h. 1. 38. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornogra-
2. Cantik itu Luka, h. 91. fi, h.xix.
3. Cantik itu Luka, h. 55. 39. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, h. 424.
4. Cantik itu Luka, h. 222 – 224. 40. Gadis Arivia, Feminisme: Sebuah Kata Hati. (Jakarta:
5. Cantik itu Luka, h. 503 Kompas), 2006, h. 67.
6. Uwe Schneede. Surealism. Transalsi. Maria Pelikan.
(Harry N Adams Publishers: New York), 1973, h.21.
7. Harry Suliastianto. Surealisme: Dunia Khayal dan
Otomatisme, (Jurnal UPI: Bandung). h. 3.
8. Robert Atkins. Art Speak. (Abbeville Press: New York),
1990, h. 156.
9. Freud menuliskannya di dalam Bahasa Jerman dengan ‘Es’,
‘Ich’, dan ‘Überich’. K. Bertens. Psikonalisis Sigmund Freud.
(Kompas Gramedia: Jakarta). 2016, h. 32.
10. Cantik itu Luka, h. 1.
11. Cantik itu Luka, h. 483.
12. Cantik itu Luka, h. 355.
13. Cantik itu Luka, h. 233, 302.
14. Cantik itu Luka, h. 327, 483.
15. Cantik itu Luka, h. 389.
16. Cantik itu Luka, h. 299.
17. Cantik itu Luka, h. 272.
18. Cantik itu Luka, h. 120.
19. Tong Roesemarie. Feminist Thought. (Charlotte: Westview
Press). 2009, h. 49. “…The personal is political….”.
20. Michel Foucault. Sejarah Seksualitas: Seks dan Kekuasaan.
(Jakarta: Gramedia). 2000, h. 17.
21. Tong Roesemarie, Feminist Thought, hal. 4.
22. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, hal. 50.
23. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, hal. 50.
24. Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornografi.
(Jakarta: Yayasan Kota Kita). 2006, hal. 80.
25. Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, hal. 50.
63

Daftar Pustaka

Kurniawan, Eka. Cantik Itu Luka. Jakarta: Kompas Gramedia. 2000.

Arivia, Gadi. Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: Kompas, 2006.

Atkins, Robert. Art Speak. New York: Abbeville Press: New York. 1990.

K. Bertens. Psikonalisis Sigmund Freud. Kompas Gramedia: Jakerta. 2016.

Roesemarie, Tong. Feminist Thought. Charlotte: Westview Press. 2009.

Suliastianto, Harry. Surealisme: Dunia Khayal dan Otomatisme, Bandung, Jurnal UPI.

Syarifah, Kebertubuhan Perempuan dalam Pornografi. Jakarta: Kota Kita. 2006.

Schneede, Uwe. Surealism. New York: Harry N Adams Publishers. 1973.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


64

Mencecap Esensi Kebenaran


di Zaman Pascakebenaran
Simon Andriyan Permono

Abstrak Kata Kunci

Tahun 2016 dianggap sebagai era baru, yakni kebenaran, pascakebenaran, kore-
Zaman Pascakebenaran. Donald Trump, bisa spondensi, Ada, Mengada-mengada,
dikatakan sebagai contoh paling mencolok alētheia, lētheia, Ek-sistens, Dasein,
dari era ini. Geliat Trump sebagai politisi kebebasan.
memanfaatkan fakta dan data meskipun terli- “Supposing that Truth is a
hat menggelikan, namun efektik mengantarn- woman―what then?”
ya menjadi presiden Amerika Serikat. Trump Friedrich Nietzsche,
ingin mencirikan diri sebagai tokoh pembawa Beyond Good and Evil
kebenaran yang datang belakangan. Di sini,
kita berhadapan dengan persoalan kebenaran. Matthew D’Ancona, seorang jurnalis
Salah satu pemikir yang secara serius dan penulis kenamaan berkebangsaan
menyelisik persoalan kebenaran adalah Inggris, mencatat tiga tahun penting
Martin Heidegger. Heidegger berusaha yang terjadi pada paruh kedua Abad
melampaui pandangan tentang kebenaran XX hingga awal Abad XII. Ketiga
yang berdasarkan pada prinsip korespondensi. peristiwa tersebut adalah tahun 1968,
Tawaran Heidegger adalah memahami kebe- 1989, dan 2016. Tahun 1968 menand-
naran sebagai ketersingkapan (alētheia). ai sebuah era revolusi yang berimbas
Melalui cara pandang baru terhadap kebe- pada kebebasan pribadi dan kerin-
naran, Heidegger ingin agar kita sampai pada duan pada kemajuan dalam ranah
esensi kebenaran itu sendiri, yakni keterbu- sosial kemanusiaan. Tahun 1989 mer-
kaan manusia di hadapan Ada. Dengan upakan tahun yang menandai
tawaran ini, kita semua yang hidup dalam runtuhnya era totalitarianism dengan
suasana Zaman Pascakebenaran layak untuk pecahnya Uni Soviet. Sementara,
kembali memberi ruang terbuka pada peny- yang terbaru adalah tahun 2016, yaitu
ingkapan kebenaran dengan sikap “mengam- tahun yang menandai era baru yang
bil jarak” pada riuh-rendah urusan sehari-hari. disebut Zaman Pascakebenaran
(Post-Truth).
Donald Trump dan Zaman “sumber informasi yang valid”.
Pasca-Kebenaran Salah satu hal paling mencolok dari
Zaman Pascakebenaran adalah terpi-
lihnya Donald Trump sebagai presi-
Dalam pandangan D’Ancona, kita den Amerika Serikat. D’Ancona
sekarang ini telah masuk pada sebuah zaman melihat Trump—sebagai presiden
yang ditandai dengan pertempuran politik pertama Zaman Pascakebenaran,
dan intelektual antara institusi demokrasi yang dalam pandangan saya juga
yang telah mapan dan gelombang populisme seorang “nabi” Pascakebe-
berwajah buruk rupa. Rasionalitas dalam naran—lebih layak dipandang
politik ingin digeser dengan naluri emotif, sebagai seorang pekerja dalam dunia
keberagaman budaya ingin digantikan hiburan (entertainer) daripada
dengan semangat primordial, kebebasan seorang politikus atau taipan bisnis.
ingin diubah menjadi kekuasaan otokrasi. Sementara itu, para pendukung
Belum lagi, praksis politik menganut sistem Trump tetap memandangnya sebagai
permainan yang mana keuntungan suatu kandidat presiden yang sebelumnya
pihak merupakan akumulasi kerugian seorang pebisnis yang belum terkon-
pihak-pihak yang lain. Praksis politik bukan taminasi oleh politik.
lagi kontestasi gagasan untuk membawa Majalah TIME membuat
kesejahteraan pada masyarakat. Bahkan, artikel yang membahas tentang
sains dipandang dengan penuh kecurigaan. seberapa mampu Trump memegang
Malah, tidak jarang sains mendapatkan peng- kebenaran. Kasus yang diangkat
hinaan secara terbuka. adalah tuduhan Trump yang diutara-
Orang tidak lagi percaya pada kan melalui Twitter terhadap Presi-
media-media arus utama (mainstream den Obama yang memerintahkan
media). Mereka menganggap bahwa untuk menyadap Trump Tower
media-media arus utama layaknya pohon selama masa kampanye presiden
kering yang telah mati. Media-media arus 2016. Direktur FBI, James Comey,
utama hanya dipandang sebagai “corong membantah tuduhan yang dicuitkan
globalis” atau “elit liberal” yang sudah kada- akun Twitter Trump. Menurut
luwarsa, sudah lewat masanya. Pendapat para Comey, badan yang dipimpinnya
“ahli” dalam segala bidang tidak lagi diper- pasti mengetahui perintah tersebut
caya keabsahannya. Para “ahli” dipandang jika memang perintah tersebut legal.
sebagai “kelompok kartel yang menyimpan Cuitan Trump jelas-jelas mengan-
maksud jahat” alih-alih sebagai cam kredibilitas institusi
66

yang dipimpin Comey. Menanggapi isu ini, Sebagai pengusaha, adalah biasa
Trump dengan tegas mengatakan bahwa bagi Trump untuk melakukan strate-
dirinya adalah orang yang memiliki “penciu- gi bisnis yang “kotor”—dia lebih
man tajam”. Apa yang dirasakannya umumn- senang menyebutnya sebagai “hiper-
ya terbukti benar. Laporan The New York bola yang jujur”—untuk memenang-
Times pada 20 Januari 2017 mengkonfirmasi kan persaingan bisnis.
bahwa data hasil sadapan memang digunakan Evan Davis memandang
untuk menginvestigasi para penasehat Trump sebagai tokoh yang meng-
Trump. Namun, bukan seperti yang dituduh- hancurkan aturan-aturan komunikasi
kan Trump bahwa Obama memerintahkan politik yang ada. Trump membuat
untuk menyadap Trump. media-media mainstream harus
Amunisi bagi tuduhan Trump bertam- lebih teliti lagi dalam pemberitaan
bah ketika ketua Komite Intelegensi AS, mereka. Davis memandang bahwa
Devin Nunes, mengumumkan bahwa Trump tahun 2016 sebagai kontestasi dua
sebagai Presiden terpilih “berada dalam pen- macam omong kosong (bullshit):
gawasan” (“at least monitored”) sebagai yang lama dan yang baru. Trump,
bahan informasi legal. Meskipun demikian yang memberikan tawaran omong
Nunes tidak pernah mengklaim bahwa kosong yang lebih segar, menjadi
Obama memerintahkannya untuk menyadap pemenangnya. Di bagian yang lain,
Trump. Terhadap pemberitaan tersebut, Davis mencontohkan bahwa Trump
Trump tetap ngotot bahwa dirinya benar menggunakan data statistik bukan
seraya berkilah bahwa dalam cuitan Twit- untuk mengungkapkan fakta sebe-
ter-nya, dia menggunakan kata “disadap” narnya yang ada di balik data terse-
tidak dalam makna literal karena dia meng- but. Misalnya saja, ketika Trump
gunakan tanda kutip. menyatakan bahwa tingginya angka
pengangguran di Amerika Serikat
Scherer selanjutnya mengungkapkan bahwa yang mencapai angka 42%. Data
Trump telah membawa aturan-aturan yang tersebut diragukan karena di dalam-
berbeda tentang tingkah laku yang layak bagi nya termasuk para pelajar dan
seorang pejabat publik. Ditambah lagi, orang-orang yang sedang berganti
Trump telah memperkenalkan “gaya baru” pekerjaan. Menurut Davis, dengan
dalam debat publik. Scherer memandang data statistik yang diungkapkan,
bahwa apa yang diperagakan Trump selama Trump hanya ingin terlihat serius
ini tidak lepas dari perannya sebagai dan menyampaikannya dengan lebih
pengusaha. teatrikal sehingga lebih mudah
67

untuk diingat. Pernyataan tersebut memang Zaman Pascakebenaran menarik kita


sengaja dipakai demi dua tujuan. Pertama, masuk pada sebuah pergulatan
mendapatkan kesan yang baik sebagai tentang kebenaran. Di manakah kita
seorang pembicara. Kedua, menghasilkan harus menempatkan kebenaran
reaksi tertentu dari para audiens. secara pantas? Masihkah kebenaran
Scherer menambahkan bahwa Trump sungguh-sungguh memiliki makna
seringkali menampilkan dirinya sebagai dalam kehidupan kita sebagai manu-
orang bijak yang datang paling akhir untuk sia? Atau, kebenaran justru menjadi
membawa kebajikan. Selain itu, di hadapan alat untuk mengabdi kepentingan
para pendukungnya yang paling setia, dia para politisi, lebih buruk lagi: politi-
menggambarkan diri bahwa dirinya sena- si demagog?
sib-sepenanggungan dan hidup sebagaimana
mereka sehari-hari hidup. Selain itu, dia akan Melampaui Tradisi
meminta para pendukungnya untuk memoti- Kebenaran
vasi hidupnya sendiri. Di samping kemewah- Korespondensi
an dan kemudahan yang diperoleh Trump
dalam kehidupannya, dia percaya bahwa Terkait dengan kebenaran,
selama ini terjadi kecurangan dalam sistem Martin Heidegger (1889-1976), mer-
dan kehidupan adalah permainan di mana tak umuskan sebuah diktum singkat:
seorang pun menjadi pemenang tanpa men- “esensi kebenaran adalah kebe-
galahkan pemain lain (zero-sum game). basan.” Dalam sejarah pemikiran
Jika demikian halnya, tentu kita dapat Barat, menurut Heidegger, secara
mengajukan pertanyaan: Sesungguhnya, umum kebenaran dipahami berdasar-
realitas seperti apa yang ditawarkan oleh kan teori korespondensi. Secara
sosok Donald Trump? Bagi Scherer, Trump umum, kita menggunakan kata sifat
menawarkan realitas alternatif dari dunia ini “benar” untuk menunjukkan ciri
yang pada dasarnya gelap, penuh tipu daya, sebuah benda, ide yang ada dalam
dan pesimistis. Hanya dirinya—dengan pikiran, atau suatu pernyataan. Misal-
dukungan penuh dari para pendukungn- nya saja, ketika seorang ibu akan
ya—yang satu-satunya akan menjadi pahla- membeli sebuah kalung emas, dia
wan pembawa keselamatan. Selain itu, di akan bertanya kepada si penjual
mata Scherer, Trump telah menemukan hal tentang keaslian emas. Ketika si pen-
baru bagi epistemologi di Abad XXI: kebe- jual menjawab, “Emas ini asli,“ maka
naran bisa jadi sesuatu yang nyata dan hakiki, ibu tersebut akan mengecek kadar
namun dusta sering kali lebih manjur. keaslian emasnya: apakah emas yang
68

dibelinya adalah emas 22 karat atau 18 karat. Heidegger, pada tahap ini, memaha-
Emas asli bukanlah emas palsu. Emas mi bahwa kebenaran korespondensi
yang asli adalah emas yang “benar”. Sementa- sangat terkait dengan kebenaran
ra, emas yang palsu adalah emas yang “tidak suatu pernyataan (proposition). Lebih
benar”. Pada emas yang asli, ada kesesuaian lanjut, kebenaran suatu pernyataan
(accordance) antara keaslian emas dengan mendasarkan diri pada kebenaran
barang yang merupakan emas asli. Sementara, material. Oleh Heidegger, kebenaran
pada emas yang palsu, kesesuaian itu tidak pada tahap ini disebut sebagai
ada (inaccordance). Jika Ibu yang membeli correctness (Richtigkeit).
emas pada kemudian hari menemukan bahwa Kedua prinsip kebenaran
emas yang dibelinya dari pedagang emas korespondensi yang digunakan oleh
adalah emas yang palsu, dirinya dapat menya- Heidegger mengakar pada tradisi
takan penjual emas telah berbohong. Dengan pemikiran dan teologi Kristiani dari
tindakan berbohong, si penjual emas telah Abad Pertengahan. Dalam tradisi
mengingkari “kebenaran”. Dalam hal ini, tersebut, diyakini bahwa setiap cipta-
yang diingkarinya adalah kesesuaian an adalah idea dari intellectus divinus
pernyataan, “Emas ini asli” dengan kondisi (dalam gagasan intelek Allah).
emas yang dijualnya. Pernyataan: “Emas ini Manusia, dalam pandangan tersebut,
asli,” dengan demikian hanya akan memiliki dipahami sebagai intellectus huma-
makna yang sesuai dengan kebenaran jika nus, sebuah ciptaan dari gagasan
emas yang dirujuk oleh pernyataan tersebut intelek Allah. Meskipun demikian,
adalah emas yang asli. Heidegger rupanya ingin menjauh
Dari ilustrasi di atas, kebenaran dipa- dari pendasaran teologis. Baginya,
hami sebagai korespondensi suatu pernyataan kebenaran yang didasarkan pada
dengan apa yang dinyatakannya. Teori kebe- kebenaran suatu pernyataan sudah
naran korespondensi ini menurut Heidegger mencukupi karena pada dasarnya
adalah teori kebenaran tradisional. Pada level dapat dipahami (intelligible). Bagi
ini, kebenaran dapat dipahami melalui dua Heidegger, kebenaran suatu
prinsip, mengikuti pemikiran Thomas Aqui- pernyataan tidak memerlukan pen-
nas. Pertama, veritas est adequatio rei et intel- jelasan khusus yang mengakar pada
lectūs, kebenaran merupakan kesesuaian tradisi teologi Kristiani Abad
antara objek dengan cara kita memahaminya. Pertengahan.
Kedua, veritas est adequatio intellectūs ad
rem, kebenaran merupakan kesesuaian dari
pemahaman kita dengan objek.
69

Heidegger kemudian mengeksplorasi gagasan pernyataan dengan objek yang dinya-


tentang kebenaran korespondensi lebih dalam. takan dalam pernyataan tersebut.
Baginya, teori kebenaran korespondensi Sebab, dalam teori kebenaran kore-
memiliki kelemahan. Misalkan saja, kita spondensi, hubungan keterkaitan
meletakkan dua koin sebelah menyebelah antara pernyataan dan objek yang
dengan nilai masing-masing Rp 1000,00. Dari dinyatakan ditarik dari sifat-sifat
contoh ini, dapat kita katakan, “Kedua koin kenampakan benda yang dinyatakan.
Rp 1000,00 itu sama.” Selain itu, kita juga Menurut Heidegger, benda yang
dapat berkata, “Kedua koin Rp 1000,00 itu nampak itu hadir (present) di hada-
bundar.” Dua pernyataan tersebut, menurut pan benda-benda lain sebagai sebuah
teori kebenaran korespondensi, adalah benar. sebagai objek yang berlawanan
Ada kesesuaian yang kita dapatkan antara (stand opposed). Hubungan antara
kedua pernyataan tersebut dari kenyataan suatu objek dengan objek yang lain
objek “dua keping koin Rp 1000,00”. Meski oleh Heidegger dipahami sebagai
demikian, menurut Heidegger, jika kita meli- mengorientasikan diri, mengingink-
hat lebih dalam lagi, antara dua pernyataan di an, mengintensikan, atau mengarah-
atas dengan objek berupa dua keping koin Rp kan diri ke tujuan (comportment).
1000,00 terdapat persoalan ketidaksamaan
penampakan. Dua keping koin Rp 1000,00 Dalam teori kebenaran kore-
terbuat dari logam sementara dua pernyataan spondensi, sebuah pernyataan diyaki-
di atas—yang menurut teori korespondensi ni benar jika pernyataan itu mengh-
adalah benar, yaitu memiliki kesesuaian—ti- adirkan (represent) apa yang dinya-
dak memiliki bentuk fisik. Pada kenyataann- takannya. Peryataan itu benar ketika
ya, dua keping koin Rp 1000,00 dapat digu- dirinya menghadirkan sesuatu
nakan untuk membeli empat tahu bulat. “sebagaimana adanya” (as it is). Pada
Sementara itu, dua pernyataan tentang dua pernyataan itu, bagi Heidegger, terja-
keping koin Rp 1000,00 tidak dapat dipakai di proses menampilkan (presenting)
sebagai alat pembayaran. atau menyingkapakan (uncovering).
Dari contoh di atas, jelas dapat kita Proses ini mengandaikan adanya
lihat bahwa teori kebenaran korespondensi sesuatu “yang ditampilkan” atau
memiliki keterbatasan. Teori kebenaran kore- “yang disingkapkan”. Sejak awal
spondensi agak kesulitan untuk menjelaskan mula pemikiran Barat, apa yang
kaitan antara dua hal yang berbeda. Teori nampak, tampil, tersingkap, dan had-
kebenaran korespondensi tidak memadai ir—menurut Heidegger—disebut
untuk menjelaskan hubungan antara sebuah dengan “Ada”.
70

Kebebasan sebagai Menurut Ted Sadler, dalam pandan-


Esensi Kebenaran gan Heidegger, seseorang sungguh
menjadi “manusia” ketika dirinya
Sebelum masuk pada pokok bahasan mengerti bahwa ia ada (exist), mema-
tentang kebebasan—yang bagi Heidegger hami perbedaan antara dirinya dan
adalah esensi dari kebenaran—perlu diketahui Mengada-mengada di dalam dunia.
pandangan Heidegger tentang pembedaan Manusia mampu memahami bahwa
ontologi. Terkait dengan persoalan ontologi, dirinya berada di antara “yang ada”
Heidegger membedakan dua hal, yaitu Men- (existence) dan “yang bukan-ada”
gada (Das Seiende) dan Ada (Das Sein). (non-existence). Hanya dengan cara
Untuk menjelaskan apa yang dipikirkan inilah manusia mampu memahami
Heidegger dengan Mengada, akan lebih jelas dirinya berbeda dengan hewan dan
jika melihat segara sesuatu di sekitar kita. benda-benda di sekelilingnya. Dan,
Bayangkan Anda tinggal dalam sebuah apar- akhirnya manusia mampu memahami
temen dan memelihara seekor ikan dalam bahwa dirinya hadir di dalam dunia
sebuah akuarium; ikan itu, akuarium itu, ruan- sebagai “Ada-yang-mengarah-pa-
gan itu, gedung apartemen itu, kota itu, pulau da-kematian” alih-alih hanya sebagai
tempat Anda tinggal, negara yang Anda ting- makhluk yang hadir di dunia dan
gali, planet bumi, tata surya, galaksi Bima keberadaannya ditentukan oleh
Sakti, alam semesta—semua itu adalah Men- kematian. Pada titik ini, Heidegger
gada-mengada. memahami manusia sebagai Ek-sis-
Sementara itu, menurut Heidegger, tens atau Dasein.
Ada menopang Mengada-mengada dan Melalui kerangka pemahaman
memungkinkan Mengada-mengada ada. Ada ontologi seperti dijelaskan di atas,
bersifat transendental. Hal ini bukan berarti Heidegger ingin masuk lebih dalam
bahwa Ada berasal dari “dunia lain” namun pada persoalanan kebenaran. Bagi
karena Ada bukanlah “sekedar ada dalam Heidegger, kebenaran yang dipahami
bentuk apa pun”. Kesulitan dalam memahami berdasarkan teori korespondensi
kerangka filsofis dalam pemikiran Heidegger tidak lagi mencukupi. Heidegger
adalah Ada tidak dapat direduksi menjadi ingin masuk lebih dalam dari itu, ia
“sesuatu” (Mengada-mengada). Ada hanya ingin memahami kebenaran hingga
dapat dipahami sebagai “pemberian” atas tahap esensinya. Menurutnya, dalam
keterbukaan Mengada-mengada, yakni tradisi pemikiran Barat, segala
sebuah momentum di mana Mengada-menga- sesuatu yang ada di dunia ini diandai-
da membuka dirinya. kan begitu saja dan tidak pernah
71

dipertanyakan. Heidegger ingin melampaui Bukan-Kebenaran


pra-pengandaian ini dengan membebaskan dan Misteri
Ada dari penilaian-penilaian yang dibuat oleh
manusia. Sebab, penilaian-penilaian itulah Konsepsi kebenaran sebagai
yang selama ini menjadi dasar penentuan kesesuaian (correctness) merupakan
kebenaran korespondensi. Dengan melepas- titik awal untuk dapat sampai pada
kan Ada dan Mengada-mengada dari konsepsi kebenaran sebagai keters-
penilaian-penilaian, Heidegger ingin menem- ingkapan (alētheia). Bagi Heidegger,
patkan Ada dan Mengada-mengada dalam kebenaran sebagai kesesuaian tidak
suatu “ruang terbuka”. Bagi Heideg- dapat dilepaskan dari kemungkinann-
ger,melalui keterbukaan inilah kebenaran ya yang lain: ketidaksesuaian (incor-
yang esensial menjadi mungkin. Ide dasar rectness). Kebenaran selalu dipahami
yang diusung Heidegger tentang kebenaran sebagai sebuah bivalensi. Misalnya
berawal dari tradisi Yunani Kuno yang mema- saja, seseorang mengatakan, “Sema-
hami kebenaran sebagai alētheia (unconceal- lam di Jakarta turun hujan es.” Terha-
ment, ketersingkapan). dap pernyataan yang menggambar-
Menurut Heidegger, esensi kebenaran kan situasi yang jarang (bahkan
bukanlah didasarkan pada kebebasan, bukan hampir mustahil) terjadi ini, orang
pada subjektivitas manusia. Sebab, pada yang tidak melihat sendiri kejadian
dasarnya, manusia masih mungkin melakukan yang diungkapkan, wajar saja jika dia
pengelabuhan, penipuan, kepura-puraan, dan menjawab, “Mana mungkin? Itu pasti
ketidakjujuran. Kebebasan yang menjadi tidak benar.” Terhadap jawaban
esensi kebenaran adalah kebebasan dalam arti seperti itu, orang pertama akan
“keterbukaan terhadap wilayah yang terbuka, bereaksi dengan berkata, “Tidak. Apa
yang menyebabkan Mengada-mengada dapat yang saya katakan benar.”
menjadi sebagaimana adanya”. Inilah yang Apa yang dikatakan dalam
dipahami Heidegger sebagai ketersingkapan contoh di atas bukanlah suatu pengu-
sebagai “keterlibatan” (engagement). Kebe- langan. Ketidakpercayaan yang
naran tidak lagi dipahami sebagai “kesesuian” diungkapkan pada contoh di atas
(correctness). Dalam keterlibatan ini, manusia menggambarkan bahwa keadaan
juga diajak untuk mampu terbuka dan membi- yang sangat jarang terjadi tersebut
arkan “Ada”-nya sebagaimana adanya.Keter- tidak dapat dengan mudah ditangkap.
libatan ini membuat manusia mampu mengar- Kesulitan untuk menangkap apa yang
ahkan keterarahan dirinya sekaligus menye- diungkapkan pada contoh di atas
laraskannya dengan Ada. tidak didasarkan pada pengungkapan
72

pernyataan pertama, bahwa semalam di Jakar- pada kebebasan manusia. Demikian


ta turun hujan es. Contoh di atas sesungguhn- pula, esensi bukan-kebenaran (keke-
ya ingin menegaskan bahwa tanpa kemungk- liruan, errancy) juga terdapat dalam
inan terjadinya hal yang berlawanan, kata ketersembunyian (lētheia), terdapat
“benar” justru tidak membawa makna. dalam kebebasan manusia.
Bagi Heidegger, kebenaran dan
bukan-kebenaran pada tingkatan esensi Ketersembunyian (lētheia)—yang
adalah saling terhubung. Suatu kalimat yang selalu terhubung dengan ketersingka-
berisi kebenaran akan merujuk pada kalimat pan (alētheia)—oleh Heidegger
lain yang berisi kekeliruan. Misalnya saja, harus dipahami sebagai ketersem-
kalimat “Semalam di Jakarta turun hujan es” bunyian total menyangkut seluruh
akan selalu berkorespondensi dengan kalimat entitas. Ketersembunyian ini merupa-
yang berlawanan, “Semalam di Jakarta tidak kan bukan-kebenaran dalam sifatnya
turun hujan es.” Kebenaran yang muncul dari yang asali. Di sini, ketersembunyian
keterbukaan terhadap Ada, juga kebenaran (lētheia) merupakan sebuah misteri
sebagai ketersingkapan, didasarkan pada (Geheimnis). Misteri di sini bukan
bivalensi antara kebenaran dan bukan-kebe- semata-mata apa yang berisifat enig-
naran. matik, tak terjelaskan, atau mengun-
Bagi Heidegger, kemungkinan suatu dang pertanyaan. Misteri di sini dipa-
pernyataan mengandung kebenaran terletak hami sebagai suatu proses pelupaan.
pada keterbukaannya pada entitas yang dinya- Manusia dalam kehidupan sehari-hari
takaannya dan keterbukaannya pada manusia. menghadapi perkara-perkara yang
Meskipun demikian, dua kondisi keterbukaan membingungkan dan membuatnya
itu perlu untuk sungguh-sungguh bertemu. tidak dapat mengambil keputusan.
Demikian, bagi Heidegger, kebenaran memer- Namun, ketika hal-hal tersebut tidak
lukan bukan-kebenaran baik dalam dimensi lagi menjadi yang esensial untuk
yang subjektif maupun objektif. Heidegger dijawab, di situlah, bagi Heidegger,
ingin mengungkapkan bahwa baik kebenaran misteri menjadi sebuah pelupaan.
dan bukan-kebenaran secara esensial ada di
dalam kebebasan manusia.
Melalui Heidegger, kita memahami
bahwa kebebasan manusia adalah keterbu-
kaannya terhadap Ada. Manusia membiarkan
dirinya terbuka terhadap Ada. Esensi kebe-
naran sebagai ketersingkapan (alētheia) ada
Filsafat dan Permenungan Heidegger inign menawarkan cara
tentang Kebenaran memahami kebenaran hingga pada
taraf esensinya. Dengan demikian,
Dalam keterbukaanya pada Ada—yai- Heidegger ingin menunjukkan bahwa
tu ketika mempertanyakan Ada—manusia esensi kebenaran bukanlah sebuah
membedakan dirinya dari Mengada-mengada “keadaan umum” (generality) dari
yang terdapat di sekelilingnya. Manusia men- konsep universalitas yang “abstrak”
jadi apa yang disebut Heidegger sebagai belaka. Esensi kebenaran, menurut
Ek-sistens atau Dasein. Di sanalah, menurut Heidegger, pada akhirnya adalah
Heidegger, momentum ketika manusia mulai proses penyembunyian-diri (self-con-
menyejarah. Lebih lanjut, begitu proses mem- cealing) yang sifatnya unik. Justru di
pertanyakan Ada itu timbul, sekonyong-kon- sinilah, Heidegger menawarkan
yong muncul cara berpikir yang menyesatkan kepada kita sebuah proses penying-
(sophistry) dalam diri manusia. Di mata kapan makna Ada yang menyeluruh.
Heidegger, cara berpikir yang menyesatkan
itu adalah nalar wajar (common sense). Nalar Penutup: Mari
wajar sama sekali berbeda dari filsafat. Nalar Menghadapi Zaman
wajar tidak sampai memikirkan sesuatu Pascakebenaran
hingga taraf yang esensial.
Di hadapan nalar wajar, menurut Kant,
filsafat menempatkan diri pada posisi genting Martin Heidegger, melalui
yang seharusnya memiliki dasar yang lebih tilikannya terhadap esensi kebenaran,
stabil. Dasar yang lebih stabil itu hanya ada menawarkan kedalaman bagi kita
pada tataran yang esensial. Melalui filsafat, yang saat ini hidup dan bergulat
Kant ingin mendasarkan pengetahuan pada dengan Zaman Pascakebenaran.
metafisika yang melampaui penampa- Heidegger mengajak kita untuk meli-
kan-penampakan indrawi sehari-hari. hat esensi kebenaran yang terhubung
Melalui proyek ontologisnya, Heideg- dengan esensi diri kita sebagai manu-
ger mengajak kita untuk melampaui pemaha- sia. Esensi kebenaran adalah kebe-
man sehari-hari tentang konsep kebenaran. basan. Di sini, kebebasan dipahami
Heidegger tidak menganggap sepi teori kebe- dalam arti keterbukaan untuk membi-
naran korespondensi yang sudah digunakan arkan Ada menampakkan dirinya.
sejak zaman Platon dan Aristoteles. Meskipun Daniel O. Dahlstrom menggambar-
demikian, teori kebenaran korespondensi kan proses ketersingkapan Ada ini
tidak lagi mencukupi secara esensial. seperti “sepetak tanah lapang
di tengah rerimbun pepohonan hutan”(glade). diajukan oleh sains, bukan juga
Pada petak tanah lapang itu sinar matahari melalui nalar wajar dan ‘dunia
bersinar, meski demikian, kegelapan dan kehidupan’ (‘world-of-life’) atau
pekatnya hutan yang rimbun tetap dapat terli- proses transendensi nalar wajar dan
hat. Sinar terang Ada inilah, bagi Heidegger, pencarian paradoks. Filsafat adalah
yang akan menuntun manusia pada kebenaran tentang bagaimana membangun jem-
yang esensial. Hanya manusia yang memper- batan antara sains dan nalar wajar,
tanyakan Ada-nya yang sungguh menjadi antara apa yang kita pikirkan (atau
Ek-sistens. Manusia yang telah menjadi yang dipikirkan para ilmuwan)
Ek-sistens akan terus bergulat menemukan dengan apa yang kita alami.” Namun,
dirinya dalam keterarahan kepada Ada. ketika dilihat lebih dalam, pandangan
Heidegger mengajak manusia untuk tidak ini justru menciptakan ilusi massa
hanya melihat hal-hal yang ada di permukaan: yang diperintah sepenuhnya oleh
gemuruh globalisasi, kebutuhan konsumsi kekuasaan. Hal ini sangat jelas terli-
material, deru politik bermesin populisme, hat dalam gerakan populisme media.
juga nubuat nabi-nabi Zaman
Pascakebenaran. The Economist melaporkan
bahwa media sosial dewasa ini juga
Berhadapan dengan Zaman Pascakebe- memiliki peran penting dalam Zaman
naran, kita tidak bisa lari. Barangkali, inilah Pascakebenaran. Media sosial,
panggilan hakiki para filsuf yang ingin terlibat dengan mesin pencari, keriuhan
penuh dengan kehidupan: menghadapi tagar, dan sistem algoritmanya mem-
kehidupan dengan sikap “berani mengambil buat kita terseret pada lingkaran
jarak”. Adalah Maurizio Ferraris (1956—se- informasi dan pertemanan yang kita
karang), seorang filsuf berkebangsaan Italia setuju atas pendapatnya. Meski
beraliran realisme baru, yang tidak lari ketika demikian, tidak semua penggunaan
berhadapan dengan Zaman Pascakebenaran. media sosial dalam ranah politik
Dia menawarkan gagasan tentang objektiv- kepublikan menuai keburukan. Mis-
isme realistis yang mencoba menangkal alnya saja apa yang terjadi dengan
gagasan kebenaran yang relativistik. Pandan- Mustafa Nayem, seorang jurnalis
gan tentang kebenaran yang relativistik Ukraina, yang pada tahun 2013
memang seolah menawarkan perubahan menghimpun dukungan publik
sosial global dengan mengajukan gagasan melalui Facebook untuk perubahan
tentang emansipasi. “Filsafat ada bukan untuk di negaranya dan berhasil
menciptakan sebuah dunia alternatif yang menggulingkan
presiden Viktor Yanukovych. Atau, pada 2011 1. Matthew D’Ancona, Post Truth: The New War on Truth
and How to Fight Back. (London: Ebury Press), 2017, h.7.
ketika pemerintahan diktator Jendral Hosni 2. Matthew D’Ancona, Post Truth, h. 7-8.
3. D’Ancona mencatat beberapa kekonyolan Trump sebagai
Mubarak berhasil digulingkan, media sosial berikut: “It is no accident that he tweeted so angrily when
mocked by Saturday Night Live, or attacked by Meryl Streep
seolah menjadi ujung tombak bagi tegaknya at the Golden Globes. When Arnold Schwarzenegger took
over his former starring role as host of The Celebrity
demokrasi. Di lain sisi, dengan media sosial, Apprentice, he used Twitter to deliver his verdict: ‘Wow, the
ratings are in and Arnold Schwarzenegger got ‘swamped’ by
hanya peduli pada satu hal: seberapa jauh comparison to the ratings machine, DJT.’ Even as his
transition faltered, the President-elect was not too busy for a
informasi tersebar. Hal ini membuat orang photo-op with Kanye West.” Lihat Matthew D’Ancona, Post
Truth, h. 11.
seolah tidak lagi peduli dengan isi informasi 4. Michael Scherer, “Can Trump Handle the Truth?” dalam
TIME. (3 April 2017): h. 22.
yang disebar. Orang menyebarkan informasi 5. “’I’m a very instinctual person, but my instinct turns out to
be right…I have articles saying it happened.” Michael
melalui media sosial karena mereka butuh Scherer, h. 22.
6. “’That means I’m right…When I said ‘wire tapping’, it
untuk diperhatikan. Mereka ingin tahu apa was in quotes.’” Michael Scherer, h. 22.
7. Michael Scherer, “Can Trump Handle the Truth?” dalam
TIME. (3 April 2017): h. 23.
pendapat orang tentang mereka. Mereka ingin 8. Evan Davis, Post Truth: Why We Have Reached Peak
Bullshit and What We Can Do About It. (London: Little
terlihat dan didengarkan, serta mendapat rasa Brown), 2017, h. 246-247.
9. Dikutip dari Evan Davis, Post Truth, h. 31. Lihat catatan
hormat. akhir nomor 1.
10. Evan Davis, Post Truth, h. 31-32.
Di hadapan Zaman Pascakebenaran, 11. Evan Davis, Post Truth, h. 32.
12. A. Setyo Wibowo memberikan peringatan akan bahaya
kita tidak bisa hanya tinggal diam. Menurut populisme ketika dikuasai oleh kaum demagog (provokator
rakyat). Salah satu jargon Trump untuk meraih kursi kepresi-
D’Ancona, orang harus mulai membangun denan adalah “Make America Great Again” yang pada
gilirannya mengobarkan kembali sentimen ras, nativitas,
kesadaran sendiri untuk mengakhiri era ini. Di primordialitas dan agama. Trump mencoba menampilkan diri
sebagai kaum kulit putih pribumi Amerika Serikat yang
sinilah letak “kekuatan massa” (people terancam di negeri sendiri oleh keberadaan ras non-kulit-pu-
tih yang membawa tradisi, kultur, dan agama yang dianggap
power), yang menurut D’Ancona bukan lah bukan asli Amerika Serikat. Dalam tulisannya, Wibowo
mencatat, “Demokrasi yang populis menjadi lahan subur
wacana romantik. Gerakan massa ini terbukti bagi para agitator dan orator nyabun. Sentiment pro rakyat
dan anti-sistem ini lucunya dinyalakan dan dikobarkan oleh
telah menghasilkan perubahan dalam mas- kaum demos-agogos (kaum provokator rakyat). Kaum
demagog senang lupa bahwa ia sendiri seorang elit dalam
yarakat, misalnya pada gerakan “Prague sistem. Populisme di tangan kaum demagog bisa menakutkan
bisa arah gerakan mengatasnamakan rakyat ini bertujuan
Spring 1968” dan “Arab Spring 2011” Dalam membuyarkan sistem yang ada.” Lihat A. Setyo Wibowo,
“Populisme di Tangan Demagog” dalam BASIS. (Nomor
gerakan ini, orang harus lebih berfokus pada 05-05, Tahun Ke-66), 2017, h. 3.
13. Michael Scherer, “Can Trump Handle the Truth?” dalam
“kemasan” daripada “isi”. Kampanye untuk TIME. (3 April 2017): h. 25.
14. Dikutip dari Barry Allen, Truth in Philosophy.
melawan Zaman Pascakebenaran dapat dibuat (Cambridge: Harvard University Press, 1995): 3. Uraian
tentang konsep kebenaran dalam pemikiran Heidegger
melalui media sosial sehingga penyebarannya diambil dari Martin Heidegger, “On the Essence of Truth
and ‘The Origin of the Work of Art’”, José Medina dan
cepat. Rasionalitas dan kewarasan harus David Wood (Eds.), Truth: Engagements Across Philosophi-
cal Traditions. (Oxford: Blacwell Publishing Ltd.), 2005, h.
dipadu dengan imajinasi dan inovasi. Dengan 243-260.
15. Menurut Daniel O. Dahlstrom, teori kebenaran korespon-
menaruh keyakinan pada keberanian, kegigi- densi dianut dalam pemikiran filsafat Barat sejak zaman
Platon dan Aristoteles. Lihat Daniel O. Dahlstrom, “Truth as
han, dan semangat kolaboratif, rasanya kebe- alētheia and the clearing of being”, dalam Bret W. Davis
(Ed.), Martin Heidegger: Key Concepts. (Durham: Acumen),
naran akan muncul dengan sendirinya. 2010, h. 117. Secara ringkas, Allen memberikan gambaran
tentang perkembangan sejarah gagasan tentang kebenaran
dari zaman Yunani Kuno hingga zaman Modern. Lihat Barry
Allen, Truth in Philosophy, h. 9-37.
16. Daniel O. Dahlstrom, “Truth as alētheia”, h. 117-118.
17. Martin Heidegger, “On the Essence of Truth”, h. 245. 26. “Can truth be any more radically undermined than by
18. Martin Heidegger, “On the Essence of Truth”, h. 247. being surrendered to the arbitrariness of this ‘wavering
19.“Comportment stands open to beings. Every open relatedness is a reed’? What forced itself upon sound judgment again and
comportment. Man’s open stance varies depending on the kind of beings again in the previous discussion now all the more clearly
and the way of comportment. All working and achieving, all action and comes to light: truth is here driven back to the subjectivity of
calculation, keep within an open region within which beings, with regard to the human subject. Even if an objectivity is also accessible to
what they are and how they are, can properly take their stand and become this subject, still such objectivity remains along with subjec-
capable of being said. This can occur only if beings present themselves tivity something human and at man’s disposal.” Lihat Martin
along with the presentative statement so that the latter subordinates itself Heidegger, “On the Essence of Truth”, h. 248.
to the directive that it speaks of beings such-as they are.” Lihat ibid. 27. Daniel O. Dahlstrom, “Truth as alētheia”, h. 118-119.
20. Daniel O. Dahlstrom, “Truth as alētheia”, h. 118. 28. Daniel O. Dahlstrom, “Truth as alētheia”, h. 122.
21. “das Seiende: what is, the beings that there are, values for variables in 29. Daniel O. Dahlstrom, “Truth as alētheia”, h. 122.
true sentences of the form…das Sein: being, the beings or existing of what 30. Daniel O. Dahlstrom, “Truth as alētheia”, h. 122.
is, the persencing of what happens to be.” Lihat Barry Allen, Truth in 31. Daniel O. Dahlstrom, “Truth as alētheia”, h. 123.
Philosophy, h. 74. 32. Martin Heidegger, “On the Essence of Truth”, h. 253.
22. F. Budi Hardiman, Heidegger dan Mistik Keseharian: Suatu Pengantar 33. Martin Heidegger, “On the Essence of Truth”, h. 255.
Menuju Sein und Zeit. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia), 2016, h. 34. “Here philosophy is seen in fact to be placed in a precari-
52-53. ous position which is supposed to be stable…It is here that it
23. “In Being and Time, Heidegger attempts to show in detail how this has to prove its integrity as the keeper of its laws, not as the
elusive ‘phenomenon’ of Being is the prime determinant for human self and mouthpiece of laws secretly communicated to it by some
world understanding. To be human is first of all to know that one exists, to implanted sense or by who knows what tutelary nature.”
understand the difference, therefore, between existence and non-existence. Dikutip dari Martin Heidegger, “On the Essence of Truth”, h.
Such understanding can never be obtained from ‘thing’ themselves…Only 255.
to the extent that human beings transcend from the thing world to Being are 35. Martin Heidegger, “On the Essence of Truth”, h. 256.
they able to distinguish themselves from animals, only thus do they 36. “The straightforward significance of Lichtung in
understand their own existence as ‘being-towards-death’ rather than as an German is, like ‘clearing’ in English, an open space in a
enduring ‘presence’ which is ‘terminated’ by death.” Lihat Ted Sadler, forest, for example a glade. For Heidegger’s purposes, it is
Nietzsche: Truth and Redemption, Critique of the Postmodernist particularly relevant that the open region of a clearing
Nietzsche. (London: The Athlone Press), 1995, h. 195-196. allows for light but also supposes the density and darkness of
24. “Ek-sistence so understood is not only the ground of the possibility of the surrounding forest.” Lihat Daniel O. Dahlstrom, “Truth
reason, ratio, but is also that in which the essence of the human being as alētheia”, h. 119.
preserves the source that determines him. Ek-sistence can be said only of 37. Bandingkan F. Budi Hardiman, Heidegger dan Mistik
the essence of the human being, that is, only of the human way ‘to Keseharian, h. 143-146.
be’…Therefore ek-sistence can also never be thought of as a specific kind 38. “The aim of philosphy…is not to create an alternative
of living creature among others…What the human being is…lies in his world to that posited by science, whether through reference
ek-sistence.” Lihat, Martin Heidegger, Pathmarks. William McNeill (Ed.). to commonsense and the ‘world of life’ or through the
(Cambridge: Cambridge University Press), 1998, h. 247. transcendence of commonsense and the search for
25. Heidegger menggunakan kata Dasein untuk merujuk pada faktisitas paradoxes. It is a matter of bridging the divide between
manusia. Dengan kelahirannya ke dunia, manusia berada di dalam dunia science and commonsense, between what we think (or what
tanpa tahu dirinya dari mana dan mau ke mana. Manusia secara niscaya scientists think) and what we experience.” Dikutip dari
hadir di dalam dunia. Makna kata Dasein dalam bahasa Jerman adalah Matthew D’Ancona, Post Truth, h. 106.
“Ada-di-sana”. Heidegger memandang manusia sebagai makhluk yang 39. Lihat Matthew D’Ancona, Post Truth, h. 106.
“terlempar ke dalam dunia” (Geworfenheit). Yang membedakan manusia 40. Lihat Matthew D’Ancona, Post Truth, h. 51.
sebagai Dasein dengan Mengada-mengada yang lain di dalam dunia adalah 41. “How the World was Trolled”, dalam The Economist.
bahwa manusia menyadari dan berusaha memahami keterlemparan dirinya (4-10 November 2017): h. 19.
ke dalam dunia. Lihat F. Budi Hardiman, Heidegger dan Mistik Kesehari- 42. “How the World was Trolled”, dalam The Economist.
an, h. 55-56. (4-10 November 2017): h. 20.
43. Matthew D’Ancona, Post Truth, h. 145.
44. Matthew D’Ancona, Post Truth, h. 146.
Daftar Pustaka

Allen, Barry. Truth in Philosophy. Cambridge: Harvard University Press. 1995.


Cazeaux, Clive (Ed.). The Continental Aesthetics Reader. New York: Routledge. 2000.
D’Ancona, Matthew. Post Truth: The New War on Truth and How to Fight Back. London:
Ebury Press. 2017.
Davies, Evan. Post Truth: Why We Have Reached Peak Bullshit and What We Can Do About
It. London: Little Brown. 2017.
Dreyfus, Hubert dan Mark Wrathall (Eds.). Heidegger Reexamine: Truth, Realism, and the
History of Being. Volume 2. New York: Routledge. 2002.
Hardiman, F. Budi. Heidegger dan Mistik Keseharian: Suatu Pengantar Menuju Sein und
Zeit. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 2016.
Heidegger, Martin. Basic Writings: from Being and Time to The Task of Thinking. David
Farrell Krell (Ed.). San Fransisco: Harper Collins Publisher. 1977.
_______________. Pathmarks. William McNeill (Ed.). Cambridge: Cambridge University
Press. 1998.
_______________. The Essence of Truth: On Plato’s Cave Allegory and Theaetetus. Ted
Sadler (Terj.). New York: Continuum. 2002.
“How the World was Trolled” dalam The Economist. 4-11 November 2017. 19—22.
Kockelmans, Joseph J. On the Truth of Being: Reflections on Heidegger’s Later Philosophy.
Bloomington: Indiana University Press. 1984.
Medina, José dan David Wood. Truth: Engagements Across Philosophical Traditions.
Oxford: Blackwell Publishing. 2005.
Richardson, William J. Heidegger: Through Phenomenology to Thought. New York: Ford-
ham University Press. 2003.
Sadler, Ted. Nietzsche: Truth and Redemption: Critique of the Postmodernist Nietzsche.
London: The Athlone Press. 1995.
Scherer, Michael. “Can Trump Handle the Truth?” dalam TIME. 3 April 2017. 20-27.
Wibowo, A. Setyo. “Populisme di Tangan Demagog” dalam BASIS. Nomor 05-05. Tahun
Ke-66. 2017. 2—3.
Wrathall, Mark. “Heidegger on Plato, Truth, and Unconcealment: The 1931-32 Lecture on
The Essence of Truth” dalam Inquiry: An Interdisciplinary Journal of Philosophy. Vol 47:5.
2004. 443—463.
78

PASCAMARXISME DAN
DEKONSTRUKSI
Sebuah Percobaan Awal untuk
Membaca Kontur
Pascamarxisme dari Lensa
“Heideggerian-Kiri”
Yulius Tandyanto

Abstract Key Words


This article try to underscore a fertile possibili- postmarxism, deconstruction,
ty to relate the concept of “deconstruction” Destruktion, the political, politics,
with postmarxism, insofar that the distinction antagonism, radical democracy.
between “the political” and “politics” could be
Pengantar
traced to one of Heidegger’s key operative con-
cepts, i.e. “Destruktion”. Within this optics I Apa kaitan inheren antara pasca-
try to read Laclau-Mouffe’s criticism of histori- marxisme dan dekonstruksi? Sebe-
cal materialism as a fruitful example of decon- lum menjawab pertanyaan ini, perlu-
struction that not only shows inadequacies of lah kita sedikit berkenalan dengan
Marxian’s claims such as historical determin- kontur pemikiran pascamarxisme.
ism, the priority of the proletariat, the dialecti- Namun, penulis akan mencoba mem-
cal teleology and the economic superiority, but baca gerak pascamarxisme dari lensa
also describes how both political theorists try “Heideggerian-Kiri”. Dan sebagai
to radicalize the concept of democracy. There- percobaan awal, ditampilkanlah
fore, the political could be understood as the kritik Ernesto Laclau dan Chantal
contingent ground that deconstructs every Mouffe terhadap materialisme histo-
rational order of politics. ris. Oleh karena itu penulis membagi
tulisan ini dalam empat bagian

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


79

utama, yaitu: (1) perihal konteks umum pasca- pascamarxisme adalah suatu
marxisme, (2) landasan pascamarxisme, (3) “praksis” intelektual —dan bukan
kritik Laclau-Mouffe terhadap sejarah, dan (4) sebuah “ideologi”.
tawaran Mouffe tentang demokrasi radikal.
Secara ringkas, pascamarxisme
Apa itu Pascamarxisme? mempersoalkan sekurang-kurangnya
tiga hal yang menjadi ciri khas Marx-
Secara sederhana label pascamarxisme isme. Pertama, teori sejarah Marx.
dapat dipahami sebagai suatu ambisi untuk Para akademisi pascamarxisme mem-
meninggalkan Marx dan sekaligus juga men- persoalkan teori sejarah Marx dan
gakui peran strategis pemikirannya dalam memahaminya sebagai sebuah tele-
membentuk suatu wacana yang radikal. Tentu ologi historis. Mereka mempersoal-
saja ambisi tersebut berangkat dari berbagai kan sejarah yang berpihak pada kelas
pandangan yang mendiskreditkan bahwa proletar dengan memprediksikan
Marxisme secara inheren bersifat otoriter dan keruntuhan kapitalisme dan muncul-
totaliter, seperti tampak dalam praktik-praktik nya komunisme. Selain itu, para
Leninisme. pemikir pascamarxisme juga mem-
persoalkan penjelasan sejarah Marx-
Beberapa kritik pascamarxisme terha-
isme yang didasarkan pada dialektika
dap Marxisme, di antaranya: aspek totaliter
ekonomi— yang sekaligus juga digu-
dalam kinerja partai, ekonomi sebagai basis
nakan untuk menerangkan situasi
material untuk memahami kehidupan bersa-
politik dan kebudayan.
ma, dan menomorduakan aspek individu
dalam sistem komunisme. Sebaliknya, pasca- Kedua, perihal subyek revolu-
marxisme justru menawarkan pluralisme, sioner Marx. Sebagian besar pemikir
skeptisisme terhadap otoritas, kontingensi pascamarxisme menganalisis bahwa
politik, dan gerakan-gerakan sosial yang baru. determinisme sejarah tersebut berori-
entasi pada gerakan partai sebagai
Berdasarkan karakteristik itulah pasca-
lokus untuk menandingi kapitalisme.
marxisme berupaya menanggapi krisis pasca-
Perhatian khusus Marx pada kelas
komunisme Soviet—sekaligus terhadap
proletariat dibandingkan kelas lainn-
maraknya gerakan-gerakan kelompok radikal
ya juga menegaskan bahwa hanya
kanan (populisme). Dan entah disengaja atau-
kelas tersebut yang memiliki kedudu-
pun tidak, pemikiran pascamarxisme pada
kan istimewa untuk mengemansipasi
umumnya “berjarak” dengan pergulatan-per-
dirinya dan memulai suatu rezim
gulatan aktual. Dengan kata lain,
yang baru. Dan emansipasi tersebut .
80

diejawantahkan hanya melalui partai — eksistensialisme, kaos, dan psikoa-


sehingga bersifat otoriter — dengan pendekat- nalisis untuk mengkritik kapitalisme
an-pendekatannya yang bersifat ilmiah dan dalam segala bentuk dan manifesta-
positif. sinya. Mereka juga mengelaborasi
aspek imajinasi dan hasrat dalam
Ketiga, persoalan demokrasi. Secara
politik emansipatoris.
praktik, aspirasi demokrasi yang ditawarkan
politisi Marxian hanya bersifat permukaan. c) Pascamarxisme Lyotard.
Persoalannya, bagaimana teori emansipasi Gagasan kunci Lyotard terletak pada
pada akhirnya bersifat demokratis dan dapat istilah “momen” yang menjadi salah
menampung berbagai perbedaan nilai ataupun satu unsur utama pemikiran pasca-
identitas? Pada kenyataannya, praktik marxisme. Melalui istilah tersebut,
demokrasi yang diterapkan oleh partai-partai Lyotard menganalisis Marxisme
komunis bertentangan dengan nilai-nilai sebagai sebuah metanarasi atau
demokrasi itu sendiri. gagasan yang mentotalisasi keseluru-
han proses sejarah sehingga “meng-
Berdasarkan persoalan-persoalan
hilangkan” unsur kontingensi dan
itulah para pemikir pascamarxisme berupaya
tanggung jawab manusia.
menawarkan varian-varian pandangannya.
Berikut ini deskripsi singkat beberapa corak d) Pascamarxisme Habermas.
pascamarxisme: Habermas memang jarang disebut
sebagai pemikir pascamarxisme.
a) Pascamarxisme Castoriadis. Castori-
Namun, dalam konteks ini, istilah
adis sering diasosiasikan dengan kelompok
pascamarxisme sendiri perlu dipaha-
yang mengembangkan analisis pasca-Trotsky
mi bukan sebagai sebuah ortodoksi
perihal kapitalisme dan komunisme Soviet.
atau mazhab baru. Pada praktiknya
Menurut Castoriadis, Marxisme bersifat
Habermas banyak menggunakan dan
kurang radikal sehingga terjebak pada otori-
mengelaborasi karya-karya Marx.
tarianisme. Selain itu, Marxisme masih bersi-
Bahkan, ia berupaya menawarkan
fat birokratis sehingga memadamkan ener-
materialisme historis dalam gayanya
gi-energi revolusioner yang bersifat lebih
sendiri. Salah satu kontribusi penting
organis.
Habermas adalah memikirkan kem-
b) Pascamarxisme Deleuze-Guattari. bali teori demokrasi yang diwariskan
Fokus utama Deleuze-Guattari adalah oleh Marx.
memikirkan ulang konsep “materialisme”
Marx. Mereka menggunakan teori-teori

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Yulius Tandyanto 81

e) Pascamarxisme Derrida. Sebagai peng- atau belokan teologis dalam fenome-


gagas teori dekonstruksi, Derrida menegaskan nologi sebagaimana dipaparkan oleh
pentingnya Marx dan sekaligus mengadaptasi Dominique Janicaud.
Marx sebagai sarana politik emansipatorisnya
Secara prematur, inspirasi
sendiri—sebagaimana dinyatakan dalam
“pembedaan” yang dikembangkan
Specters of Marx. Kontribusi utama Derrida
oleh Heideggerian kiri dapat merujuk
tidak hanya melanjutkan gagasan penting dan
pada konsep “Destruktion”. Melalui
semangat Marx, tetapi juga memunculkan
istilah tersebut, Heidegger hendak
suatu gerakan antikapitalisme yang bercorak
melucuti kesalahpahaman seluruh
“pascamodern”.
filsafat Barat dalam memahami tema
“Ada”. Meski demikian, Heidegger
Landasan Pascamarxisme: tidak serta-merta membuang tradisi
“yang-politis” panjang filsafat Barat yang sudah
salah kaprah. Sebaliknya, seluruh
kekeliruan tersebut diapresiasi dalam
Salah satu cara untuk memahami
tema “Ada yang menyingkapkan
pemikiran pascamarxisme adalah dengan
dirinya dalam sejarah”.
menelusuri konteks pemikiran politik pasca-
modern. Pasalnya, pemikiran pascamarxisme Dalam konteks tersebut, “De-
berkembang dalam konteks zaman pascamod- struktion” tidak dapat dimaknai
ern yang membaca kembali gagasan-gagasan sebagai “penghancuran (Zer-
Marx. Dan salah satu kunci utama untuk störung)”, tetapi lebih pas dimengerti
memahaminya adalah pembedaan antara sebagai “dekonstruksi” atau “penata-
“politik” dan “yang-politis” — die Politik dan an ulang”. Pada tahap pertama,
das Politische (Jerman); la politique dan le memang terdapat aspek destruktif
politique (Prancis); atau politics dan the polit- untuk mempreteli suatu tradisi
ical (Anglophone). pemikiran tertentu. Namun, jangan-
lah dilupakan bahwa aspek konstruk-
Akar pembedaan tersebut sesungguhn-
tif memainkan peran penting pada
ya dapat ditengarai sejauh para filsuf pasca-
tahap selanjutnya, yakni menginkor-
marxisme mengelaborasi pemikiran Martin
porasikan ke dalam tataran yang
Heidegger — sebagai filsuf besar abad ke-20
bersifat lebih mendasar dan historis.
yang mengkritik metafisika. Oliver Marchart
Dengan demikian, pembedaan antara
menamakan golongan para pemikir tersebut
“politik” dan “yang-politis” dapat
sebagai “Heideggerian-Kiri” — bandingkan
dibaca sebagai dekonstruksi.
pula dengan “Heideggerian-Kanan”
82

Di sisi lain, pokok penting perihal elaborasi Di sisi lain, politik merujuk pada
pemikiran Heidegger oleh pemikir pascamod- sistem/struktur kekuasaan suatu mas-
ern adalah untuk melampaui saintisme dan yarakat yang bersifat permanen,
strukturalisme yang sedang naik daun pada rasional, dan teoretis. Dalam konteks
waktu itu. Secara sederhana, elaborasi itulah Paul Ricœur menganalisis
pemikiran tersebut sering disebut pula sebagai bahwa komunisme adalah suatu
pemikiran pascafondasionalisme. Seku- upaya untuk menundukkan
rang-kurangnya terdapat tiga ciri pokok: yang-politis (kebahagiaan dan
keadilan) ke dalam kontrol politik
1) interogasi terhadap fondasi (totalitas,
(suatu kebijakan mengenai redistri-
universalitas, esensi), 2) tidak menghilang-
busi ekonomi).
kan, tetapi melemahkan status ontologis, dan
3) kemustahilan adanya suatu dasar yang final Chantal Mouffe juga meng-
dan memprioritaskan keserbamungkinan garisbawahi bahwa yang-politis mer-
(contigency). upakan unsur antagonistik yang hadir
dalam hubungan antarmanusia. Pem-
Dengan kata lain, muncul orientasi
bedaan antara yang-politis dan politik
baru terhadap kemungkinan akan landasan
dipaparkan oleh Mouffe dalam
yang bersifat kontingen. Di satu sisi,
sebuah wawancara sebagai berikut:
yang-politis berfungsi sebagai suatu landasan
sementara atas terbentuknya masyarakat. Di Berdasarkan pendekatan saya,
sisi lain, yang-politis terbentuk juga terbentuk ‘yang-politis’ merujuk pada suatu
dari momen-momen faktual suatu mas- dimensi antagonistik yang hadir
yarakat. Implikasinya, suatu masyarakat dalam masyarakat manusia. Ia mewu-
senantiasa berada dalam suatu pencarian akan judkan dirinya dalam berbagai konf-
landasan final. Namun, pada praktiknya, lik dan [atasnya] ia tidak memiliki
secara maksimal hanya akan tercapai suatu suatu solusi rasional. [...] Saya juga
landasan sementara yang bersifat kontingen telah mengajukan untuk membeda-
(serba mungkin). kan antara ‘yang-politis’ dan ‘politik’
untuk menggarisbawahi perbedaan
Berdasarkan pengertian tersebut,
antara level ontologis dan level ontis.
hubungan yang-politik dan politik sesung-
Berdasarkan pendekatan saya,
guhnya saling bertentangan, tetapi sekaligus
yang-politis tidak berada pada level
juga tidak terpisahkan. Secara karikatural,
praktik-praktik konkret.
yang-politis dapat dipahami sebagai suatu
tatanan kehidupan bersama yang bersifat cair,
kontingen, dan praksis.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Yulius Tandyanto 83

Ia merupakan suatu penegasan ontologis men- kelas, 3) perihal teleologi


genai keberadaan negativitas radikal. Di sisi dialektis, dan 4) perihal superioritas
lain, politik berada pada level ontis dan ia ekonomi.
terdiri dari berbagai macam praktik sehingga
Pertama, perihal keniscayaan
[melaluinya] sebuah tatanan tertentu dapat
sejarah. Gagasan Marx ini menjadi
dibangun demi menata kehidupan bersama
sumber krisis sejak Internasional
berdasarkan prinsip-prinsip etis-politis yang
Kedua sehingga membutuhkan
beraneka ragam. [...] Salah satu tesis kunci
gagasan pendukung untuk men-
saya adalah, bahwa tantangan bagi politik
gukuhkannya, yaitu hegemoni.
demokratis adalah menyediakan institusi-in-
Duduk perkaranya: prediksi Marx
stitusi yang memungkinkan berbagai konflik
mengenai keruntuhan kapitalisme
menggunakan suatu bentuk agonistik. Jika
karena kontradiksi-kontradiksi inter-
tidak, konflik-konflik tersebut sangat mun-
nalnya ternyata tidak terbukti. Oleh
gkin muncul sebagai antagonisme yang dapat
karena itu, dibutuhkan sebuah teori
menghancurkan suatu asosiasi politis.
yang dapat menjelaskan “ketidak-
sinambungan” analisis Marx dengan
Kesimpulannya, Mouffe menunjukkan
praktik politik faktual.
bahwa yang-politis merupakan unsur “dasar”
yang bersifat antagonistik yang sekaligus pula Beberapa pemikir Marxian
menentukan politik dalam ranah ontis. Mouffe menyimpulkan bahwa kesatuan di
juga berpendapat bahwa di dalam sistem poli- antara kelas pekerja tidak terjadi
tik demokratis yang sehat, perlu tersedia insti- ketika dihadapkan oleh perkemban-
tusi-institusi yang mengakomodasi terjadinya gan kapitalisme yang eksploitatif.
berbagai konflik secara sehat. Hal tersebut terjadi karena terdapat
pemahaman yang tidak utuh (atau
Kritik Laclau-Mouffe
bahkan kesadaran palsu) di antara
terhadap Materialisme para buruh. Karena itu, dibutuhkan
figur otoriter—seperti partai komu-
Historis Marx
nis—untuk memandu dan menjamin
keutuhan pemahaman kelas proletari-
Lantas, apa kritik Laclau-Mouffe terh-
at. Itulah fungsi teori hegemoni
adap materialisme historis Marx? Seku-
Marx: suatu upaya untuk mengelab-
rang-kurangnya terdapat empat status prob-
orasi kontingensi (f)aktual sebagai
lematis dalam filsafat sejarah Marx, yakni: 1)
sekadar bagian dari keniscayaan
perihal keniscayaan sejarah, 2) perihal subyek
historis.
84

Pada gilirannya, konsep “hegemoni” dikem- psikonalisis Jacques Lacan—adalah


bangkan secara lebih radikal dan kritis oleh “subyek yang selalu kurang”. Melalui
Antonio Gramsci (1891-1937). Gramsci pemahaman subyek yang senantiasa
menolak bahwa ideologi (suprastruktur) dapat berubah, Laclau-Mouffe dapat mene-
ditundukkan ke dalam ekonomi. Sebaliknya, jelaskan dengan mudah munculnya
Gramsci menggarisbawahi peran penting berbagai gerakan sosial yang baru.
ideologi sebagai unsur kunci dalam pertentan-
Selain itu, analisis
gan kelas dan politik.
Laclau-Mouffe juga menunjukkan
Secara sederhana, hegemoni Grams- bahwa teori hegemoni Marx klasik
cian dapat dipahami sebagai kemampuan sesungguhnya merupakan sebuah
untuk mengartikulasikan suatu wacana tanggapan politis ketimbang suatu
sehingga menjadi formasi ideologis bagi jawaban atas “ketidaksinambungan”
kebanyakan orang. Dengan kata lain, sebuah teori Marx. Hegemoni pada dasarnya
kelas bersifat hegemonik apabila ia dapat adalah hasil fragmentasi sosial yang
mengartikulasikan suatu formasi ideologis diafirmasi melalui bentuk-bentuk
tertentu menjadi kepentingan nasional dan tindakan politik yang muncul pada
sekaligus diyakini oleh berbagai kelas lainn- Internasional Kedua. Namun, di balik
ya. Prinsip hegemoni Gramscian inilah yang fragmentasi tersebut, Laclau-Mouffe
akan dielaborasi oleh Mouffe dalam konsep sesungguhnya menengarai suatu
“yang-politis”-nya yang selalu berada dalam persoalan filosofis: ketegangan abadi
ketegangan. Dengan demikian, antara keniscayaan dan daya
Laclau-Mouffe mengkritik hegemoni Marx- kepelakuan manusia.
ian klasik yang bersifat otoriter demi melang-
Oleh karena itu, Mouffe men-
gengkan totalitas sejarah.
ganalisis lebih lanjut bahwa pada
Kedua, perihal subyek kelas. dasarnya masyarakat sudah tidak
Sebagaimana para pemikir pascastruktural dapat lagi didefinisikan secara
yang senantiasa curiga terhadap konsep memadai sebagai suatu substansi
“subyek” modern, demikian pula yang memiliki identitas organik.
Laclau-Mouffe mencurigai subyek kelas Masyarakat adalah suatu struktur
Marxian. Bagi Laclau-Mouffe, subyek kelas yang tidak dapat diterangkan secara
versi Marx bersifat tetap, rasional, dan hanya jelas sehingga mustahil untuk
terpusat antara kelas proletar dan kelas pemi- dideskripsikan dalam sebuah sudut
lik modal. Padahal, subyek bagi pandang tunggal atau universal.
Laclau-Mouffe—dengan dipengaruhi oleh

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Yulius Tandyanto 85

Implikasinya, di dalam praktik demokrasi hari Di sisi yang berseberangan,


ini, adalah hal yang tak terhindarkan untuk para pemikir pascastruktural masih
mengembangkan sebuah teori tentang subyek mengadopsi prinsip dialektika
yang tidak lagi menjadi pusat, yang heter- dengan penekanan yang berbeda:
onom, yang dikonstruksikan dari kemajemu- komitmen pada kemajemukan sosial.
kan posisinya. Dengan kata lain, tidak ada Prinsip tersebut dinyatakan untuk
identitas subyek yang definit. Pasalnya, menanggapi pandangan bahwa suatu
subyek sudah selalu berada dalam ambiguitas tatanan sosial berfungsi untuk mere-
sebagaimana ia diartikulasikan dalam posisi dam perbedaan. Dalam situasi terse-
atau sudut pandang tertentu. but, para pemikir pascastruktural
justru menggunakan kemajemukan
Ketiga, perihal teleologi dialektis. Ber-
(pluralisme) sebagai “dasar” dalam
kaitan dengan persoalan ambiguitas subyek,
suatu tatanan sosial demokratis.
secara tradisional para teoretisi Marxis
berupaya menjinakkannya dengan konsep Perbedaan, kemajemukan,
dialektika. Melalui dialektika, dimungkinkan- atau kontingensi bukan lagi dipan-
lah berbagai situasi baru sebagai tahapan dang sebagai suatu masalah. Sebali-
untuk mencapai sosialisme dan kepemi- knya, hal-hal tersebut merupakan visi
mpinan oleh kaum proletar. Dalam konteks sosial yang menentukan, yang perlu
teleologis inilah segala macam ambiguitas dijelaskan, dan yang perlu dirangkul
diletakkan dan dipahami hanya sebagai hal dengan antusias—entah melalui
yang bersifat sementara—karena kita menge- hegemoni ataupun dialektika.
tahui apa yang sebetulnya ingin kita capai.
Keempat, perihal superioritas
Dengan demikian, kontingensi (keser- ekonomi. Persoalannya, ekonomisme
bamungkinan) selalu dikontrol. Prinsip totali- dalam pandangan Marx menentukan
tas masih sangat dominan. Dalam pemahaman segala bentuk hubungan sosial dalam
yang demikian, Laclau dan Mouffe meman- setiap kemungkinan bentuk mas-
dang bahwa dialektika tidak lain adalah yarakatnya. Bagi Laclau dan Mouffe,
sebuah prinsip untuk menolak keragaman. superioritas ekonomi justru hanya
Mengapa? Karena dialektika memposisikan berujung pada kontradiksi-kontradik-
segala dinamika sosial sebagai bagian dari si karena terlalu berambisi untuk
satu kerangka besar teleologis. “menjinakkan” atau menundukkan
unsur kontingensi dalam sebuah
keketatan prinsip ekonomis.
86

Politik Agonistik dan Dari contoh tersebut, Laclau-Mouffe


hendak menggarisbawahi keterbu-
Demokrasi Radikal kaan dan keserbamungkinan suatu
proses politik sebagai harapan yang
layak diperjuangkan bersama.
Telah disebutkan bahwa kritik utama Sebagaimana tidak ada hal yang
Laclau-Mouffe terhadap Marxisme klasik dapat menentukan hasil suatu
adalah perihal penyederhanaan proses sosial perjuangan demokrasi radikal secara
dan proses politik yang sesungguhnya sangat mutlak, begitu pula tidak seorang pun
rumit. Maka, dapat ditengarai pula bahwa dapat menjamin status tatanan poli-
Laclau-Mouffe pada dasarnya menolak tik-sosial tertentu untuk selama-la-
bentuk predeterminisme Marxisme: komu- manya.
nisme. Bagi Laclau-Mouffe, segala sesuatu
yang berada di dunia masih berlangsung—be- Jika demikian, apakah
lum selesai dan belum utuh. Mereka juga tawaran Laclau-Mouffe tidak lain
menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan adalah suatu ketegangan, pertentan-
yang terjadi dapat mengubah dan membawa gan, perjuangan, atau konflik yang
siapa saja entah ke politik sayap kanan berlangsung secara terus-menerus di
maupun sayap kiri. dalam masyarakat? Laclau-Mouffe
sadar akan persoalan tersebut. Oleh
Oleh karena itu, ketegangan-ketegan- karena itu, mereka berupaya mengu-
gan (perjuangan, konflik) yang terjadi tidak bah paradigma tentang makna gera-
dapat diterima begitu saja sebagai suatu kenis- kan perjuangan Kiri. Dalam Hegemo-
cayaan. Namun, menurut Laclau-Mouffe, kita ny and Socialist Strategy,
perlu memeriksa dan menganalisis potensi Laclau-Mouffe menulis, “Karena itu,
pembebasan seperti apa yang dapat diharap- tugas kalangan-Kiri tidaklah mun-
kan dari ketegangan tersebut. Misalnya, di gkin untuk meninggalkan ideologi
dalam proyek feminisme. Gerakan feminisme demokratis-liberal, tetapi justru
sendiri sangat beragam, tetapi tidak semuanya sebaliknya, untuk memperdalam dan
cocok dengan proyek demokrasi. Meski mengembangkannya menuju suatu
demikian, perhatian utama gerakan feminisme demokrasi yang radikal dan
terletak pada proses politik yang belum terwu- majemuk.”
jud sehingga dibutuhkan analisis yang berke-
lanjutan untuk memperlihatkan status progre-
sif perjuangan mereka.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Yulius Tandyanto 87

Melalui pernyataan tersebut, Laclau-Mouffe utuh tersebut Laclau-Mouffe meny-


hendak menegaskan bahwa perjuangan pasca- impulkan bahwa “tidak ada identitas
marxisme justru tidaklah meniadakan ideolo- yang dapat dikonstitusi secara utuh”
gi demokratis-liberal. Sebaliknya, tugas dan “masyarakat bukanlah sebuah
kalangan pascamarxisme adalah meradi- obyek wacana yang tetap”. Alih-alih
kalkan ideologi tersebut di dalam konteks memprioritaskan pada ekonomi,
demokrasi yang majemuk dan radikal. Dalam Laclau-Mouffe “menitikberatkan”
pemikiran Laclau-Mouffe, pada dasarnya pada prinsip kontingensi untuk
tidak ada satu posisi identitas politik yang mendeskripsikan identitas yang tidak
telah pasti. Bahkan, di balik politik-politik dapat ditentukan secara utuh.
“progresif” pun terletak seperangkat asum-
Dengan demikian, kritik
si-asumsi yang tidak pasti/tetap dan terbuka
utama Laclau-Mouffe terhadap
untuk dikritik oleh lawan politiknya.
Marxisme klasik terletak pada penye-
Karena itu, prinsip antagonisme dalam derhanaan berbagai kerumitan proses
pemikiran Laclau-Mouffe merupakan istilah sosial dan yang-politis. Pada gilirann-
penting untuk menyiapkan kondisi-kondisi ya penyederhanaan tersebut justru
terwujudnya suatu demokrasi yang radikal melahirkan totalitarianisme dan
dan majemuk. Dalam konteks ini, “radikal” sistem demokrasi borjuis. Dalam
berarti “tidak dapat direduksi menjadi suatu sistem yang demikian, muncul penin-
prinsip fondasional yang utuh”—seperti dasan terhadap individu-individu
kesadaran kelas proletar dalam perjuangan dengan cara memaksakan suatu
kelas ala Marxisme klasik. Dan “demokrasi” model kebudayaan tertentu. Persis
merujuk pada “suatu keadaan bergerak yang pada titik itulah individu-individu
sedang terjadi sebagai perkembangan suatu terserap ke dalam suatu totalitas dan
imajinasi tentang kesetaraan”. Dalam konteks memandang perbedaan sebagai
inilah perjuangan kelas proletar dapat dipaha- ancaman.
mi sebagai suatu tawaran yang menawarkan
Sebaliknya, Laclau-Mouffe
berbagai peluang menarik akan terbentuknya
berpendapat bahwa perbedaan adalah
persekutuan baru yang menantang situasi
suatu langkah maju di tengah-tengah
politik status quo.
peradaban pascamodern yang senan-
Menurut Laclau-Mouffe suatu sistem tiasa menyangsikan otoritas mutlak.
tidak pernah utuh. Karena itu, sangat penting Laclau-Mouffe mengadopsi kosakata
untuk membicarakan unsur-unsur kontingen linguistik untuk mendeskripsikan
di dalamnya. Beradasarkan kondisi yang tidak gagasan tersebut dalam Hegemony
88

dan Socialist Strategy, yakni sebagai “logika Implikasinya, tuntutan suatu


perbedaan” yang menantang “logika persa- kelompok diartikulasikan secara
maan”: sepadan dengan kelompok lainnya.
Maksudnya, terdapat suatu penga-
Karena itu, kami melihat bahwa logika persa-
kuan bahwa kepentingan suatu
maan merupakan suatu logika penyederha-
kelompok tidak dapat dicapai dengan
naan mengenai ruang politis, sementara
mengorbankan kepentingan kelom-
logika perbedaan merupakan suatu logika
pok lainnya. Karena itu, demokrasi
yang meluaskan dan meningkatkan kom-
perlu bersifat majemuk sehingga
pleksitasnya. Dengan mengambil contoh dari
dapat menjamin prinsip kesetaraan
linguistik, kita dapat mengatakan bahwa
tersebut.
logika perbedaan cenderung untuk mengem-
bangkan kutub sintaksis bahasa, jumlah posisi Secara sederhana, dapat
yang dapat masuk ke dalam suatu hubungan dinyatakan pula bahwa proyek
kombinasi, dan dengan demikian kesinam- Laclau-Mouffe dalam mengembang-
bungan antara yang satu dengan yang lainnya; kan konsepsi yang-politik berpusat
sementara itu, logika persamaan mengem- pada antagonisme—sebagai salah
bangkan kutub paradigmatis—yakni, satu prinsip utamanya (Martin 2013,
unsur-unsur yang dapat digunakan untuk 228). Mouffe berpendapat demokrasi
mengganti yang satu dengan yang lainn- radikal hanya dimungkinkan apabila
ya—sehingga mengurangi jumlah posisi yang kita mengakui antagonisme sebagai
mungkin untuk dikombinasikan. unsur yang tak mungkin dihilangkan.
Sebagai konsekuensinya, adalah hal
Kendati demikian, politik demokrasi radikal yang mustahil untuk mencapai suatu
mensyaratkan satu kondisi yang harus konsensus rasional yang inklusif di
dipenuhi, yakni kehendak baik di antara berb- dalam politik.
agai gerakan atau perjuangan yang sangat
Dalam konteks itulah Mouffe
berbeda-beda. Laclau-Mouffe menamakan
menantang gagasan mengenai
prinsip ini sebagai “prinsip kesetaraan
prosedur-prosedur deliberatif untuk
demokratis”. Tanpa prinsip tersebut,
mencapai konsensus politik. Menurut
demokrasi tidak lain akan menjadi otoritarian-
Mouffe, politik demokratis sudah
isme atau totalitarianisme. Selain itu, prinsip
selalu mensyaratkan kehadiran suatu
kesetaraan demokratis menumbuhkan suatu
“ranah publik yang agonistik”
“akal sehat” baru yang mengubah cara pan-
sebagai wadah konfrontasi berbagai
dang akan identitas kelompok yang berbeda
proyek hegemonik yang saling
satu sama lainnya.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Yulius Tandyanto 89

bertentangan. Ketika situasi tersebut telah Penutup


diakui, maka tugas politik demokratis adalah
menyediakan institusi-institusi sehingga berb- Secara umum pendekatan pasca-
agai konflik tersebut disublimasi dalam marxisme menunjukkan bahwa teori
bentuk agonistik. Maksudnya, setiap pihak materialisme historis Marx bersifat
tidak lagi menganggap penentangnya sebagai teleologis, otoriter, dan bahkan
musuh yang harus dimusnahkan tetapi sebagai kurang radikal. Sekurang-kurangnya
lawan. Laclau-Mouffe telah menunjukkan
bahwa gagasan Marx mengenai
Jadi, agonisme adalah suatu bentuk komunisme, kelas proletar sebagai
antagonisme yang telah “dijinakkan” atau agen emasipatorisnya, dan supremasi
“disublimasi”. Meski demikian, antagonisme ekonomi tidak lagi memadai untuk
akan tetap selalu ada dan selalu dapat muncul menerangkan praksis politik aktual.
kapan saja.
Dengan mengelaborasi
Melalui prinsip agonisme itulah pemikiran Heidegger, kalangan
Mouffe meradikalkan politik demokratis. pascamarxisme membedakan
Baginya, politik dalam sistem demokrasi “yang-politis” dan “politik”—seraya
seharusnya tidak bertujuan untuk mencapai memberi penekanan terhadap
konsensus rasional melalui prinsip deliberasi yang-politis. Dalam konteks tersebut,
yang menjamin ketidakberpihakan (imparsial- yang-politis merupakan status ontol-
itas). Sebaliknya, menurut Mouffe, politik ogis yang berfungsi sebagai “lan-
sudah selalu berpihak. Dan apa yang diperta- dasan” yang selalu bersifat kontin-
ruhkan dalam demokrasi adalah kodrat yang gen.
kita sebut sebagai “mereka” (pihak di luar
kita) dan bagaimana kita merekonstruksinya. Selanjutnya, status ontologis
tersebut dikembangkan lebih lanjut
Dengan mengelaborasi konsepsi hege- oleh Laclau-Mouffe untuk meradi-
moni Gramscian, Mouffe menunjukkan kalkan gagasan-gagasan Marxisme
bahwa istilah “akal sehat” pun sudah selalu klasik, di antaranya gagasan tentang
bersifat hegemonik. Pasalnya, nilai-nilai yang demokrasi. Melalui prinsip ago-
ada di dalam suatu “akal sehat” telah tertanam nisme, Mouffe memperlihatkan
begitu dalam sehingga asal-usul politisnya bahwa hakikat demokrasi adalah
telah terlupakan. Akibatnya, suatu konsepsi pertentangan, konflik, perbedaan
tentang dunia dan/atau gagasan-gagasan antara satu pihak dan pihak lainnya.
tertentu dinyatakan sebagai hal yang Persis pada pokok itulah demokrasi
“alamiah”.
90

bertugas untuk mengakomodasi berbagai Sejauh varian pascamarxisme dipa-


pertentangan tersebut melalui institusi-institu- hami dalam lensa Heideggerian-Kiri,
si politiknya. Dan tujuan demokrasi radikal maka penamaan “yang-politis” mer-
sekurang-kurangnya adalah proses emansipa- upakan dekonstruksi terhadap politik.
si dan pluralisme itu sendiri—yang sejatinya Dalam konteks ini “yang-politis”
tidak akan pernah tercapai secara utuh. bersifat kontingen, praksis, dan tidak
dapat direduksi ke dalam tatanan
Melalui gambaran ringkas inilah penu-
politik rasional apa pun.
lis menjawab pertanyaan di awal paragraf: apa
kaitan inheren antara pascamarxisme dan
dekonstruksi?

1. Penulis berhutang besar pada uraian Simon Tormey dan Jules 5. . Marchart, Post-Foundational PoliticalThought, h. 36.
Townshend dalam Key Thinkers from Critical Theory to Postmarxism 6. James Martin (ed), Chantal Mouffe: Hegemony, Radical
(London: SAGE Publications, 2006) dan Stuart Sim dalam Post-Marxism, Democracy and the Political (London and New York:
An Intellectual History (London and New York: Routledge, 2000) sebagai Routledge, 2013), h. 231-32.
pijakan untuk membaca pemikiran Laclau-Mouffe dalam kerangka 7. Sim, Post-Marxism, h. 15
pascamarxisme. 8. Martin, Chantal Mouffe, h. 93.
2. Tormey and Townshend, Key Thinkers from Critical Theory to 9. Bdk. Sim, Post-Marxism, h. 20.
Postmarxism, h. 3-4. 10. Ernesto Laclau and Chantal Mouffe, Hegemony and
3. “The notion of the Heideggerian Left (la gauche heideggérienne) is Socialist Strategy (London and New York: Verso, 2001), h.
taken from Dominique Janicaud and his monumental study on the 130.
reception of Heidegger’s thought in France (2001: 291-300). The expres- 11. Bdk. Sim, Post-Marxism, h. 27-28.
sion ‘left Heideggerianism’ has also been used, in more critical sense, by 12. Laclau and Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy, h.
Richard Wolin (2001), to describe Herbert Marcuse’s position vis-à-vis his 176.
teacher Heidegger.” Oliver Marchart, Post-Foundational Political 13. Sim, Post-Marxism, h. 30.
Thought: Political Difference in Nancy, Lefort, Badiou and Laclau
14. Martin, Chantal Mouffe, h. 231.
(Edinburgh: Edinburgh University Press, 2007), h. 10.
4.Bandingkan pula ulasan menarik mengenai konsep “Destruktion”
sebagai “dekonstruksi” pada: Daniel O. Dahlstrom, The Heidegger
Dictionary (London and New York: Bloomsbury, 2013), 57-58; Michael
Inwood, A Heidegger Dictionary (Oxford and Malden: Blackwell Publish-
er, 1999), 183-84; dan Robert Denoon Cumming, Phenomenology and
Deconstruction. Volume One: The Dream is Over (Chicago and London:
The University of Chicago Press, 1991), 135, 138; Phenomenology and
Deconstruction. Volume Three: Breakdown in Communication (Chicago
and London: The University of Chicago Press, 2001), h. 87-90.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Yulius Tandyanto 91

Daftar Pustaka
Cumming, Robert Denoon. Phenomenology and Deconstruction. Volume One: The
Dream is Over. Chicago and London: The University of Chicago Press, 1991.

______. Phenomenology and Deconstruction. Volume Three: Breakdown in Communica-


tion. Chicago and London: The University of Chicago Press, 2001.

Dahlstrom, Daniel O. The Heidegger Dictionary. London and New York: Bloomsbury,
2013.

Inwood, Michael. A Heidegger Dictionary. Oxford and Malden: Blackwell Publisher,


1999.

Laclau, Ernesto, and Chantal Mouffe. Hegemony and Socialist Strategy: Towards a Radi-
cal Democratic Politics. London and New York: Verso, 2001.

Lemon, M. C. Philosophy of History: A Guide for Students. London and New York: Rout-
ledge, 2003.

Marchart, Oliver. Post-Foundational Political Thought: Political Difference in Nancy,


Lefort, Badiou and Laclau. Edinburgh: Edinburgh University Press, 2007.

Martin, James (ed). Chantal Mouffe: Hegemony, Radical Democracy and the Political.
London and New York: Routledge, 2013.

Sim, Stuart. Post-Marxism, An Intellectual History. London and New York: Routledge,
2000.

Tormey, Simon and Jules Townshend. Key Thinkers from Critical Theory to Postmarxism.
London: SAGE Publications, 2006.
92

Hermeneutika dan Perannya


dalam Ilmu Sosial-Budaya
Syakieb Ahmad Sungkar

Abstrak Pendahuluan

Pada 1980, melalui Philosophy and the Mirror Richard Rorty (1931—2007), dalam
of Nature, Richard Rorty, seorang pemikir Philosophy and the Mirror of Nature
berkebangsaan Amerika Serikat, mencoba (1980) mengatakan bahwa epistemolo-
memaklumkan kematian epistemologi. Kita,
demikian dimaklumkan Rorty, tidak lagi mem- gi tidak dibutuhkan lagi, yang diperlu-
butuhkan epistemologi. Apa yang kita butuhkan kan sekarang adalah hermeneutika.
adalah hermeneutika. Sementara epistemologi Hermeneutika sendiri dipahami sebagai
berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan aktivitas pemaknaan wacana dalam
menyeluruh dan sekaligus mendasar tentang percakapan budaya manusia.
pengetahuan, hermeneutika secara metodologis
menyangkut persoalan makna dalam suatu teks.
Pada perkembangannya, pemahaman atas teks Epistemologi adalah suatu cabang
juga meluas sehingga perilaku dan tindakan filsafat yang secara khusus mengge-
manusia, simbol-simbol, tata nilai, hasil-hasil luti pertanyaan-pertanyaan yang bersi-
kebudayaan, dan seterusnya dipahami sebagai fat menyeluruh dan mendasar tentang
teks. Selanjutnya, hermeneutika digunakan
sebagai metodologi bagi ilmu-ilmu sosial, pengetahuan. Istilah epistemologi
meskipun demikian kita tidak mungkin melucu- dalam sejarah pernah juga disebut
ti gagasan-gagasan epistemologi dari ruang gnoseologi, yakni kajian filosofis
lingkup hermeneutika. Sebab, konsekuensi yang membuat telaah kritis dan anali-
mematikan epistemologi hanya akan memper- tis tentang dasar-dasar teoritis pengeta-
ketat keterbatasan hermeneutika.
huan. Epistemologi kadang juga dise-
Kata kunci but sebagai teori pengetahuan.
Sebagai cabang ilmu filsafat, episte-
epistemologi, hermeneutika, menafsirkan, mologi bermaksud mengkaji dan men-
makna, teks, modernitas, metode, pengetahuan, coba menemukan ciri-ciri umum dan
memahami, interpretasi, ilmu-ilmu sosial, kebe-
naran hakiki dari pengetahuan manusia.

Menurut Rorty, epistemologi dewasa


ini sudah mati dan tidak ada relevan-
sinya lagi untuk dihidupkan kembali.
Epistemologi modern yang
merupakan produk filsafat abad XVII dan dan bukan dengan benda atau objek
XVIII sesungguhnya muncul dan berkembang pada dirinya sendiri di luar pikiran.
subur atas dasar beberapa kerancuan yang Namun demikian, Kant keliru ketika
telah menandainya sejak awal. Kerancuan mengklaim keniscayaan kebenaran
pertama adalah kerancuan antara (1) dalam putusan sintesis apriori didasar-
syarat-syarat penjelasan atau munculnya kan atas deduksi logis aktivitas akal
penyebaban ilmu pengetahuan dan (2) pembe- budi yang membentuk suatu objek.
naran terhadap klaim pengetahuan. John Konsep itu hanya dapat diterima kalau
Locke (1632—1704), seorang filsuf aliran kita menerima asumsi kartesian
empirsme, misalnya, mengatakan: "segala bahwa kebenaran rasional lebih terja-
sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, min kepastiannya daripada kebenaran
bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai empiris.
kertas yang masih putih, baru melalui pengala-
manlah kertas itu terisi". Menurut Locke, pen- Bagi Rorty, epistemologi modern dim-
galaman inderawi adalah satu-satunya sumber ulai dengan Descartes yang menja-
pengetahuan, dan bukan akal atau rasio. min kepastian dengan melakukan
kajian tentang pikiran manusia itu
Locke beranggapan bahwa dari adanya impresi sendiri. Gagasan Descartes dilanjutkan
dalam pikiran manusia tentang adanya sebuah oleh Locke dengan kajiannya tentang
segitiga merah, dibuktikan dengan adanya cara kerja pikiran dalam proses meng-
benda yang berwarna merah dan berbentuk etahui. Gagasan Locke kemudian
segitiga, memang sungguh ada di luar pikiran disempurnakan oleh Kant dengan
manusia. Kerancuan kedua adalah kerancuan analisanya tentang syarat-syarat pen-
antara (1) predikasi, melekatkan predikat pada getahuan, yang didasarkan atas gam-
subjek dan (2) sintesis, memadukan dua hal baran pengetahuan sebagai representa-
yang berbeda, seperti pada pemikiran Immanuel si realitas atau penyajian kembali objek
Kant (1724—1804). Kant menjelaskan di luar manusia. Pengetahuan selalu
bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu dimaksudkan sebagai pengetahuan
diperoleh atas perpaduan antara peranan tentang objek tertentu di luar manusia.
unsur (1) a priori (sebelum dibuktikan tapi Pengetahuan dimengerti sebagai repre-
kita sudah percaya) yang berasal dari rasio, sentasi akurat atas realitas (accurate
dalam kerangka ruang dan waktu, dan peranan representation of reality). Pemahaman
unsur (2) aposteriori (setelah dibuktikan baru ini mengandaikan kebenaran teori
percaya) yang berasal dari pengalaman yang korespondensi, dan paham mengeta-
terkait dengan materi. Kant benar ketika hui sebagai melihat serta melaporkan
memahami pengetahuan sebagai suatu yang sesuatu di luar pikiran secara akurat.
berkenaan dengan proposisi
Hasrat untuk mengembangkan epistemologi sebuah teks. Sementara teks dimen-
berangkat dari keperluan adanya dasar yang gerti sebagai jejaring makna atau
kokoh dan tak tergoyahkan bagi pengetahuan. struktur simbol-simbol. Secara luas,
Hasrat itu tidak terpenuhi karena melawan apa yang kita pahami dengan
kontingensi atau keterbatasan pengetahuan perilaku, tindakan, norma, mimik, tata
manusia. Tidak ada tolok ukur lain bagi objekti- nilai, isi pikiran, percakapan,
vitas kebenaran pengetahuan manusia, kecuali benda-benda kebudayaan, objek seja-
praksis sosial tempat pengetahuan itu rah, dst. adalah teks. Karena semua
dikemukakan. hal yang berhubungan dengan manu-
sia, dimaknai olehnya—seperti kebu-
Hermeneutika dayaan, agama, masyarakat, negara dan
bahkan seluruh alam semesta—maka
semuanya adalah teks. Jika demiki-
Walau Rorty meninjau epistemologi secara
an, hermeneutika diperlukan untuk
sempit—hanya terbatas pada lingkup
memahami semua hal yang ada di
pemikiran Descartes, Locke, Hume dan
dunia.
Kant saja—namun tawarannya untuk
menelaah hermeneutika sebagai hal yang
lebih penting dari epistemologi perlu diper- Wilhelm Dilthey (1833—1911)
timbangkan. Hermeneutika adalah istilah memandang hermeneutika sebagai
Yunani kuno yang terkait dengan tokoh dasar metodologis ilmu-ilmu
Hermes, utusan dewa-dewa untuk men- sosial-kemanusiaan. Dilthey mencoba
yampaikan pesan-pesan ilahi kepada manu- mendasarkan ilmu-ilmu sosial-kema-
sia. Sebelum menyampaikan pesan-pesan nusiaan dengan metode interpretatif.
dewata itu kepada manusia, Hermes harus Hermeneutika masuk ke dalam wilayah
lebih dahulu memahami pesan-pesan itu filsafat lewat peranan para humanis
bagi dirinya. Setelah itu, dia menerjemah- di era Renaisans. Lewat filsuf abad
kan, menyatakan, dan menyuratkan maksud Pencerahan seperti Christian Wolff
pesan-pesan itu kepada manusia. Dari kegia- (1679—1754), hermeneutika dima-
tan itu nampak adanya kerumitan kegiatan sukkan ke dalam bidang logika. Dari
memahami. sinilah terbuka jalan untuk melepas-
kannya dari bidang keagamaan
sehingga cakupan hermeneutika
Namun demikian, kerumitan yang sebenarnya
menjadi lebih umum.
baru muncul dalam modernitas. Kata “herme-
neutika” sendiri memiliki arti: menerjemahkan
Praktik hermeneutik adalah kegiatan
atau bertindak sebagai penafsir. Hermeneuti-
menafsirkan suatu teks untuk
ka lalu diartikan sebagai sebuah kegiatan
menemukanmaknanya.
atau kesibukan menyingkap makna
Sebagai konsekuensinya, proses ini tentu saja sebagai ciri ontologis, antropologis,
dituntun oleh asas-asas atau cara-cara penaf- dan epistemologis umat manusia pada
siran tertentu. Namun demikian, tidak jarang umumnya. Pemikiran Heidegger
asas-asas dan cara-cara tersebut diandaikan mengubah secara radikal tradisi
begitu saja, karena yangdianggap lebih penting disiplin dari sebuah susunan pengeta-
dalam hal ini adalah hasilnya, yaitu menemu- huan instrumental – metodologi
kan makna teks. Pada titik ini, dapat saja terjadi intepretasi – menjadi sebentuk ontolo-
konflik interpretasi, misalnya antara kalangan gi berada – di dalam dunia dan meman-
reformis Protestan dengan Katolik tentang dang dunia - sebuah wawasan dunia.
makna suatu teks. Akibatnya, beragam asas Namun demikian memahami tidak
dan dasar yang sebelumnya diandaikan, sama dengan menafsirkan atau
dalam praktik setelahnya, mulai dipersoalkan. menginter- pretasi. Menafsirkan men-
Dengan demikian, asas dan cara menafsir gacu pada kegiatan memahami dengan
menjadi eksplisit. menyiratkannya secara verbal dan
diskursif. Untuk menafsirkan kita perlu
Kondisi kritis seperti itu tidak lain dari kondisi memaha- mi, tetapi memahami tidak
modernitas kita yang ditandai dengan skepti- harus dengan menafsirkan, meski
sisme dan refleksi kritis atas praktik-praktik yang cukup kerap melibatkan penafsiran.
ada. Di dalam kondisi seperti itu, muncullah Konsep memahami lebih luas dari
pemikiran tentang hermeneutika. Jadi, menafsirkan.
pemikiran tentang hermeneutika merupakan
refleksi kritis atas pengandaian-pengandaian Di dalam masyarakat majemuk yang
implisit atas praktik-praktik hermeneutika itu mengalami demokratisasi dan global-
sendiri. Dalam konteks inilah hermeneutika isasi, memahami dan menafsir menjadi
berkembang menjadi sebuah metode. Metode tidak terelakkan. Munculnya aksi-aksi
tersebut baru dijumpai dalam era modernitas. kelompok agama garis keras, menun-
Pemikiran atas hermeneutika merupakan jukkan urgensi proses saling mema-
hermeneutika filosofis. Marcel Merleau-Ponty hami dalam masyarakat kompleks.
(1908—1961) mengatakan, “man is con- Kesalahpahaman dan ketidaksepaha-
demned to meaning.” Kita tidak bisa bereksis- man yang terjadi, menunjukkan
tensi di luar sistem makna. Dalam arti itu, suatu bagaimana masyarakat diharuskan
ketidakbermaknaan pun merupakan objek memahami kompleksitas baru untuk
pemaknaan. dapat hidup damai. Banyak problem
yang mendesak kita untuk mendorong
Pemikiran Heidegger dan Gadamer merupa- proses memahami, seperti polemik
kan contoh dari hermeneutika filosofis karena religius versus sekular, hak asasi
keduanya tidak membahas hermeneutika manusia, kegalauan identitas gender dan
sebagai metode, melainkan memikirkannya
orientasi seksual, meningkatnya jumlah kasus Perjuangan untuk mengatasi literal-
perceraian, dst. Ketidaksepahaman yang isme menjadi pokok bahasan utama
nampak dominan dalam kasus-kasus itu tidak dari para pemikir hermeneutika.
melenyapkan fakta bahwa masyarakat kontem- Literalisme adalah sebuah pemaha-
porer mencari pemahaman. Kalaupun memaha- man yang diperoleh lewat cara baca
mi tampak tidak mungkin, karena memang atas teks tanpa melihat konteks, melaink-
tidaksemua hal di dalam kehidupan perlu an berdasarkan makna harfiahnya. Seo-
dipahami, sekurangnya orang akan mencoba rang p embaca literal tidak membaca
memahami batas-batas pemahaman. makna di antara baris-baris kata dan
kalimat, melainkan menyalin makna
Demokrasi kontemporer mendorong proses dan baris-baris kata dan kalimat itu.
pembiasaan mengenai pemahaman, namun Pembacaan literal menjadi literal-
juga perihal kesalahpahaman dan ketidaksepa- isme, kalau akhirnya berubah menjadi
haman. Kesalahpahaman dan ketidaksepaha- keyakinan bahwa makna harfiah
man memang tidak selalu dapat dianggap adalah makna final yang dimaksud oleh
sebagai kurangnya pemahaman, tetapi pasti penulisnya. Jadi, tidak ada upaya
berkaitan dengan bentuk pemahaman tertentu untuk menerangi makna teks dengan
dan kerinduan untuk memahami. Memahami hal-hal lain di luar teks.
harus dibuka seluas-luasnya sehingga mencak-
up tidak hanya mengenai pemahaman, melaink- Tidak berlebihan jika orang berang-
an juga untuk memahami kesalahpahaman gapan bahwa literalisme menjadi
dan ketidaksepahaman. Hermeneutika dapat sumber tekstualbagi fundamentalisme,
membantu kita bersikap terbuka untuk berko- radikalisme, ekstremisme agama yang
munikasi dengan dan di dalam dunia terhadap saat ini sedang mengalami kebangki-
pandangan-pandangan yang majemuk. tan global. Dengan mempelajari
hermeneutika, kita tidak lagi mun-
Memahami menurut hermeneutika Martin gkin mengisolasi teks dari kon-
Heidegger (1899—1976) bukanlah sekedar teks-konteks di sekitarnya, seperti
persoalan metodologi ataupun epistemologi, kepentingan-kepentingan ideologis
melainkan suatu cara manusia berada di dalam dan politik kekuasaan.
dunia ini. Jelas, Heidegger tidak mengambil
teks, melainkan eksistensi manusia sebagai Hermeneutika juga mengajarkan kita
target pemahaman. Sejak itu, hermeneutika pada kebenaran-kebenaran relatif
tidak dapat dilepaskan dari dimensi ontologis. dalam teks otoritatif dengan asas inter-
Tidak dapat diragukan bahwa hermeneutika tekstualitas, sehingga teks tidak
modern sejak Schleirmacher telah membidik berbicara pada dirinya sendiri, melaink-
literalisme sebagai tantangan untuk memahami an maknanya diperoleh dengan
teks. menghubungkan teks
Syakieb Ahmad Sungkar

dengan keyakinan-keyakinan periferi. Caranya melainkan bahwa kebenaran tidak diab-


adalah dengan mempelajari sumber-sumber solutisasi. Karena pencarian kebenaran
pengetahuan lain sebagai konteksnya, seperti akan terus berlangsung lewat inter-
sejarah, kebudayaan, maupun sains. Kebe- pretasi. Kebenaran absolut itu ada dan
naran-kebenaran relatif tersebut tidak dimaksud- terus dicari, maka interpretasi tidak
kan sebagai relativisme kebenaran, pernah berhenti.

Metode Hermeneutika relatif terhadap penggagasnya:

PENGGAGAS POKOK GAGASAN CARA/METODE

Schleiermacher Bertolak bukan dari Bagaimana mengatasi


Pemahaman (Verstandis) kesenjangan ruang dan
tetapi Kesalahpahaman. waktu antara teks,
penulis dan pembaca,
Prasangka (Vorurteil) untuk menemukan
penyebab maksud asli penulis.
kesalahpahaman.
Memahami maksud
Memahami’ (Verstehen) penulis melalui empati
mengacu pada proses pembaca.
menangkap makna pada
bahasa.

Konteks: historis Sifat:


reproduktif,
epistemologis.

Dilthey Verstehen: melibatkan Mengambil bagian


diri untuk memaham dalam dunia mental
makna. orang lain.

Konteks: Keterlibatan penuh


Lebensphilosophie “di dalam” peristiwa
(filsafat dunia kehidupan) Erlebnis (penghayatan)

Sifat: reproduktif,
epistemologis
Heidegger Memahami selalu terarah Menafsir merupaka
ke masa depan, karena penyingkapan makna
Dasein mewaktu, yakni bagi masa depan.
mengantisipasi kemun-
gkinan-kemungkinan. Pra-struktur memahami.

Memahami sebagai cara Perjumpaan


bereksistensi di dunia. eksistensial pembaca
dan teksnya.
Konteks: Sein dan Dasein
Sifat: proyektif, ontologis.

Bultmann Demitologisasi: menafsir- Menyatakan intensi


kan teks sakral sehingga otentik mitos untuk
makna eksistensialnya berbicara tentang
dapat ditangkap realitas otentik
pembaca modern. manusia.

Konteks: masa lalu, Interpretasi mitos agar


Perjanjian baru. dapat dipahami.

Gadamer Prasangka dan otoritas Fusi: peleburan horizon


justru merupakan kekinian pembaca
komponen-komponen dengan teks masa
yang memungkinkan silam.
pemahaman teks.
Rehabilitasi prasangka,
Penelitian sejarah tersitu- otoritas dan tradisi.
asi oleh sejarah, karena
kesadaran kita tidak
berada “di luar sejarah”
melainkan bergerak “di
dalam” sejarah.

Sifat: produksi -kemusta-


hilan reproduksi makna,
karena penafsir tidak
berdiri di luar sejarah.
Ricoeur Teks merefleksikan Membiarkan
makna hidup kita. mitos-mitos berbicara
pada diri kita.
Interpretasi membantu
orang modern untuk Proses distansi:
beriman. melibatkan praktik
kecurigaan.
Sifat: Teologis.

Derrida Dekonstruksi: Mengatasi logose


menangguhkan trisme dengan praktik
oposisi-oposisi biner interpretasi tanpa dasar
dalam teks sehingga apapun, tanpa
makna suatu teks tak kehadiran subyek
dapat distabilkan, rezim (absen).
makna diguncang dari
dalam teks sendiri. Teks menjadi otonom,
terbuka untuk interpre-
Sifat: tidak pasti. tasi tanpa batas.

Dari metode yang diuraikan pada tabel di atas, penyebab kesalahpahaman, sebaliknya
terlihat hermeneutika akan menghasilkan inter- Gadamer mengangkat prasangka
pretasi yang bermacam-macam, makna yang justru memungkinkan pemahaman
dihasilkan oleh suatu teks akan bersifat relatif. atas teks. Hermeneutika Heidegger
Kita tidak mungkin menghasilkan kebenaran bersifat ontologis, sementara corak
yang tunggal dari sana. Schleiermacher mencoba hermeneutika Ricoeur berciri teolo-
memahami makna melalui empati pembaca gis, interpretasi membantu orang
atas teks, sementara Dilthey menuntut keterli- modern untuk beriman. Ciri herme-
batan penuh“di dalam” peristiwa. neutika Derrida lain lagi sebab di sana
makna diguncang dari dalam teks
Kalau Schleiermacher dan Dilthey menelaah sendiri. Teks terbuka untuk interpretasi
masa lalu, sementara Heidegger berorientasi ke tanpa batas.
masa depan, dan fokus dari “memahami” Heideg-
ger adalah sebagai cara bereksistensi di dunia.
Schleiermacher mengatakan prasangka adalah
Hubungan Hermeneutika dengan metode penelitian partisipasi
dengan Ilmu Sosial-Budaya dalam sosiologi, psikologi pembelaja-
ran dan imajinasi—secara luas
semuanya mendorong menuju arah
Ketika fokus hermeneutika didefinisikan baru dalam berpikir tentang proses
untuk mencakup fenomenologi pemahaman yang kita sebut sebagai interpretasi.
umum dan khusus dari peristiwa interpretasi Hermeneutika dapat menjadi persim-
teks, maka tentunya ruang lingkup hermeneuti- pangan interdisiplin bagi pemikiran
ka menjadi sangat luas. Meskipun begitu, ruang penting di antara bidang-bidang terse-
lingkup problem hermeneutika tidak dapat but, untuk melihat problemnya
mengisolasi dirinya sendiri sebagai bidang dalam konteks yang lebih
tertutup dan spesial. Dengan minat yang komprehensif.
besar saat ini, hermeneutika baru yang dimo-
tori oleh Betti, Gadamer, Hirsch, Ricoeur, dan
Penutup
terakhir, Heidegger, ada alasan untuk ber-
harap masa depan yang lebih cemerlang. Her- Apakah Hermeneutika Dapat
meneutika dapat menjadi babak awal yang Menggantikan Epistemologi?
jelas sebagai disiplin ilmu.
Menutup tulisan ini, baiklah bila kita
Beberapa bidang lain perlu dieksplorasi kembali kepada persoalan yang
signifikansinya bagi teori hermeneutika, misalnya disampaikan oleh Rorty pada awal
linguistik, filsafat bahasa, analisis logika, dan tulisan ini: epistemologi sudah tidak
teori interpretasi. Fenomenologi bahasa juga diperlukan lagi dan hermeneutika
sangat diperlukan bagi teori hermeneutika. akan menjadi gantinya. Walau herme-
Seluruh perkembangan filsafat pikiran dan neutika penting bagi ilmu sosial
perdebatannya dalam epistemologi pada abad budaya, namun nampaknya klaim
kita, tidak bisa diabaikan pentingnya bagi Rorty itu suatu premis yang terbu-
hermeneutika. Bentuk beragam dari fenome- ru-buru. Dalam uraian di atas, kita
nologi—tentang persepsi, pemahaman musik, bisa melihat beberapa catatan sehingga
estetika—sangat membantu dalam menunjuk- hermeneutika belum bisa mengganti-
kan akar eksistensial dan temporal pemahaman. kan epistemologi:

Filsafat, interpretasi hukum, sejarah, dan teolo- a) Hermeneutika tidak memba-


gi—khususnya hermeneutika baru dewasa ini has ilmu pengetahuan alam atau sains,
dan proyek demitologisasi awal—semuanya yang dianggap memberi pengetahuan
melahirkan unsur penting dalam fenomena paling nalar dan objektif benar.
interpretasi. Seluruh persoalan metodologi Walau kita tahu pada
dalam filsafat ilmu—eksperimen-eksperimen,
hard sciences seperti fisika, biologi, dan kimia, Gejala empiris dan faktual yang sama,
misalnya, kita menemukan adanya kekeliruan. dialami dan dipahami secara berbeda
Mer- upakan sikap yang wajar bahwa terha- dalam lingkungan budaya yang berbe-
dap klaim kebenaran pengetahuan, orang da. Setiap masyarakat dan lingkungan
kadang bersifat kritis - cenderung memper- budaya dapat dikatakan mem- punyai
tanyakan dan meragukannya. Orang yang realitas atau dunianya sendiri.
bersikap skeptis meragukan klaim kebenaran
atau menangguhkan persetujuan dan peno- Mengenai relativisme budaya seperti
lakan terhadapnya. Namun, kita harus percaya yang sudah diuraikan di atas, kalau
bahwa akal budi manusiamampu mengenalidan hanya dimengerti sebagai metode
menangkap kebenaran. Ia juga dapat memper- pendekatan yang mau menekankan
oleh sesuatu tingkat kepastian tertentu tentang kemajemukan budaya di dunia serta
kebenaran pengetahuannya. perlunya penghargaan terhadap
kekhasan dan perbedaan yang ada
b) Hasil interpretasi adalah relatif, tidak dalam masing-masing kebudayaan,
bisa menjadi pegangan mutlak. Semuanya itu kiranya pantas diterima dan
tergantung pada siapa yang menginterpreta- didukung. Sementara itu, relativisme
sikan, metode yang digunakan dan asum- budaya sebagai suatu pandangan epis-
si-asumsi yang dipakai. Memang, banyak temologis, yakni paham yang menolak
penilaian dan putusan kita relatif terhadap keyak- adanya kebenaran objektif universal.
inan pribadi, konteks sosial, dan budaya mas-
yarakat tempat kita berada. Tidak ada kebe- Pada akhirnya, kebenaran itu selalu
naran objektif dan universal, karena kebenaran hanya bersifat relatif terhadap
pengetahuan manusia selalu relatif terhadap lingkungan budaya tertentu. Alasann-
kebudayaan tempat pengetahuan itu dikembang- ya adalah bahwa pandangan ini sendi-
kan. Ini berarti tidak ada kebenaran pengeta- ri mengandaikan kebenaran objektif
huan yang lintas budaya atau yang berlaku di universal dari paham determinisme
semua kebudayaan. budaya. Dalam paham ini, manusia
dimengerti melulu sebagai produk
c) Kita tidak bisa mendapatkan hasil budaya masyarakatnya. Artinya, ia tidak
yang universal dari penerapan hermeneutika, mempunyai kerangka penilaian terh-
karena semuanya bergantung terhadap tempat adap apapun selain kerangka
kejadian, waktu dan konteks. Pengetahuan penilaian yang disediakan oleh
bersifat lokal. Penentuan benar-salah relatif budayanya sendiri. Padahal, manusia
terhadap konteks sosial-budaya tempat penen- dalam kenyataannya, walau memang
tuan itu dilakukan. Tidak ada tolok ukur kebe- sangat dipengaruhi oleh budaya mas-
naran yang berlaku untuk semua lingkungan yarakat tempat ia dibesarkan,
masyarakat.
tetapi ia dapat mengambil sikap serta menga- b) Relativisme menyatakan
tasi batas-batas kungkungannya. bahwa kebenaran itu selalu hanya
bersifat relatif terhadap sesuatu (konteks
Lagipula, seandainya betul bahwa orang tidak sosial atau lingkungan budaya). Ses-
bisa melihat dan memahami kenyataan lepas uatu yang menjadi rujukan perbandin-
dari perspektif budayanya sendiri, maka kegia- gan itu sendiri tentunya dapat diketa-
tan antropologi budaya sendiri menjadi tidak hui kebenarannya pada dirinya sendi-
mungkin. Masuk dan memahami budaya baru ri tanpa dirujukkan lagi pada sesuatu
memang tidak mudah dan sering terjadi salah yang lain.
paham.
Dengan uraian di atas, kiranya menjadi
Demikian pula terjemahan alam pikiran dari
jelas bahwa epistemologi, asal tidak
budaya yang satu ke budaya lain merupakan
dipahami secara sempit sebagaimana
suatu hal yang sulit, tetapi masih bisa diusa-
dimengerti oleh Rorty, tetap merupa-
hakan. Studi perbandingan antara satu kebu-
kan cabang filsafat yang dewasa ini
dayaan dengan kebudayaan yang lain juga
dapat dan perlu dikembangkan, belum
mengandaikan adanya titik persentuhan antara
bisa digantikan oleh hermeneutika.
kedua kebudayaan tersebut. Dalam kenyataan-
nnya, walaupun tidak gampang, dialog antarbu-
daya bisa dilakukan.

Dari sisi pertimbangan logis, masih ada alasan


mengapa relativisme merupakan sikap episte-
mologis yang tidak bisa diterima. Beberapa
alasan dapat dikemukakan di sini.

a) Relativisme jatuh ke kekeliruan


pengecualian diri. Bukankah klaim kebenaran
tesisnya itu dimaksudkan sebagai kebenaran
yang objektif serta universal dan bukan hanya
relatif? Jika memang demikian, berarti ia
tidak konsisten.
Daftar Pustaka

Hardiman, F. Budi. 2015. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida.
Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

Richard E. Palmer. 2005. Hermeneutika, Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. (sebagai terjemahan atas Hermeneutics, Interpretation Theory in Schleiermacher,
Dilthey, Heidegger and Gdamer, Northwestern University Press, Evanston, 1969).

Sudarminta, Justinus. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan.


Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
105

Zygmun Bauman :
Budaya dan Sosiologi
Tetty Sihombing

Abstrak Pendahuluan
Pada dasarnya penulis ingin mengangkat Pandangan Bauman tentang budaya
pemikiran Bauman tentang budaya dan sosiolo- dan sosiologi menarik untuk dibahas
gi. Bagi Bauman sendiri, sosiologi adalah karena menyangkut tataran prak-
bentuk budaya – sebuah tindakan yang men- sis-teoretis dan harapan. Menurutnya,
yangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilaku- budaya dan sosiologi adalah sebuah
kan manusia dalam arti praksis. Manusia cara berada manusia di dalam dunia,
sebagai makhluk rasional selalu berusaha sebuah cara untuk tetap bertahan
memahami apa yang dialaminya, selalu ingin hidup. Di dalam jurnal ini, penulis
memahami segala sesuatu secara masuk akal akan membagi pokok bahasan men-
dengan menggunakan rasionya. Pemahaman genai budaya dan sosiologi menurut
manusia dengan menggunakan rasio berada Bauman ke dalam empat bagian
pada tataran teoretis dan melalui pemahaman yaitu: pertama, budaya sebagai prak-
dapat memutuskan tindakan apa yang akan sis; kedua, berpikir secara sosiologis;
diambil sesuai dengan pemahaman tersebut – ketiga, menuju sosiologi kritis dan;
tataran praksis. Baik tataran teoretis dan praksis keempat, relevansi pandangan
selalu melibatkan harapan-harapan yaitu hidup Bauman.
yang lebih baik. Dengan demikian, praksis-teo-
Budaya sebagai
retis dan haparan saling berhubungan.
Praksis
Kata Kunci
Menurut Bauman dalam Culture as
Bauman, budaya, sosiologi, manusia, praksis,
Praxis, budaya dan praksis merupa-
tindakan, teoretis, rasional.
kan dua kata yang ambigu, terbuka
pada makna ganda. Dalam pandan-
gan Bauman, kata budaya dan praksis
sama-sama memiliki arti yang luas

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Tetty Sihombing 106

sekaligus arti yang sempit. Budaya dalam arti baik yang diwariskan atau yang
yang luas, yaitu memiliki arti antropologi; dan diperoleh; baik melalui pemeliharaan
arti yang sempit dalam arti tradisional. Dalam secara alami dan paksaan. Budaya
arti luas atau antropologi, budaya mengacu membutuhkan pemeliharaan. Melalui
kepada keseluruhan cara hidup ritual, institusi pemeliharaan itu dihasilkan apa yang
dan artefak, sedangkan dalam arti sempit atau disebut sebagai budaya. Dalam
tradisional mengacu kepada budaya yang budaya melimpah nilai, nilai-nilai
tinggi, yaitu budaya sebagai inovasi dan pele- yang akan diwariskan secara turun
starian. Praksis dalam arti luas mengacu temurun (alami) maupun lewat
kepada praktik semata, untuk aktivitas secara revolusi (paksaan). Pengertian di sini
umum, membudayakan aktivitas manusia bersifat narsistik atau merujuk pada
daripada sebagai struktur atau hasil. Akan diri sendiri.
tetapi di dalam arti sempit, praksis adalah
bertindak untuk mengubah atau dengan 2. Budaya adalah Konsep Diferensial
sengaja mengubah dunia. Budaya adalah konsep diferensial,
konsep perbedaan-perbedaan. Perbe-
Karena ambiguitas yang melekat dalam kata
daan-perbedaan digunakan untuk
budaya dan praksis, maka beragam makna
mempertahankan dan mengklaim
diturunkan darinya. Karena itu, kita menemu-
perbedaan-perbedaan yang dimiliki
kan beragam definisi budaya yang digunakan
di antara orang-orang. Perbe-
baik oleh kaum intelektual yang berkecim-
daan-perbedaan yang paling pokok
pung di bidang sosiologi maupun kaum
menyangkut perbedaan waktu dan
awam. Keragaman makna budaya ini adalah
tempat. Bauman memberi contoh
kekayaan interpretasi dengan menggunakan
Herodotus saat membahas
akal dalam memahami penggunaan kata dan
orang-orang lain yang ditemuinya
pembedaan budaya. Untuk mengatasi ambi-
dalam kunjungan ke berbagai negeri
guitas konsep budaya ini, Bauman membatasi
asing dengan menggunakan frasa
arti budaya dalam empat definisi. Keempat
‘mereka tidak’ dan ‘berbeda dengan
definisi budaya versi Bauman antara lain
kita’. Secara implisit penggunaan
dijelaskan demikian:
gagasan budaya adalah konsep difer-
1. Budaya adalah Konsep Hierarkis ensial bersifat hierarkis, dalam arti
Budaya adalah konsep hierarkis dimana menghargai budaya yang dikenal
terdapat beberapa yang memiliki budaya dan ‘kita’ dimana kita berada di atas
yang lain kekurangan budaya. Pemakaian kata mereka atau kita di atas yang lain,
budaya di sini menyangkut kepemilikan, tetapi itu juga dapat digunakan
107

sebagai keterbukaan, sebuah sistem klasifika- kebebasan dan ketergantungan.


si yang bersifat sewenang-wenang. Budaya 4. Budaya sebagai Kritik Alternatif
dalam pengertian ini bersifat antropologis ini diambil Bauman dari teori kritis
atau setidaknya etnografis. Perbedaan-perbe- Herbert Marcuse dan Jurgen Haber-
daan diamati atau menjadi fokus utama dari- mas awal. Positivisme dalam
pada nilai yang melekat dalam perbedaan-per- ilmu-ilmu sosial adalah musuh utama
bedaan itu. Secara paradoks, perbedaan-per- dan marxisme sebagai kritik, baik
bedaan ini jatuh kepada perbedaan yang radi- sebagai kritik politik ataupun filsafat
kal atau relativisme budaya. Contoh yang praktis, yang mana itu mencari prak-
sering kita jumpai lewat pernyataan bahwa sis transformatif, artinya praksis yang
semua orang melakukan hal yang sama membawa perubahan. Posisi Bauman
dengan cara berbeda. di sini berjalan seiring dengan pan-
dangan teori kritis. Namun, Bauman
3. Budaya adalah Konsep Generik. juga berpihak pada Camus yang
Konsep generik berhubungan dengan kesatu- menyetujui bahwa perjuangan atau
an esensial dibalik adanya perbedaan-perbe- pemberontakan bukanlah penemuan
daan budaya seperti dalam konsep diferensial intelektual melainkan sebuah pen-
sebelumnya. Budaya-budaya yang berbeda galaman dan tindakan manusia.
memiliki kesatuan esensial – di sini, realitas Menurutnya, tidak ada tempat untuk
budaya dilihat sebagai satu kesatuan. Artinya nihilisme eksistensial karena Bauman
perbedaan-perbedaan budaya menjadi satu menyakini bahwa takdir kita bukan-
dengan cara menemukan apa yang paling lah alienasi (pengasingan). Praktik
esensial dari semua perbedaan-perbedaan manusia atau semua tindakan yang
tersebut. Dalam hal ini Bauman menyekutu- lahir dari pemahaman teoretis dan
kan argumen dari Clifford Geetrz dengan harapan untuk hidup yang lebih baik
Levi-Strauss. Menurut Bauman, budaya lebih dapat kita ketahui semuanya. Praktik
dari struktur, simbol atau bahasa. Baginya, manusia lahir dari pengalaman kita
budaya adalah “penataan aktivitas yang dalam hal menyelesaikan masalah.
berkelanjutan dan tidak berakhir membangun Bauman berpendapat bahwa kita
inti dari praksis manusia, cara manusia berada tertarik pada budaya dan praksis hari
dalam dunia”. Praksis atau being-in-the-world ini karena kita tidak pernah menyele-
(berada-di-dalam-dunia) terletak pada dua saikan masalah, kita hanya bosan
instrumen esensial yaitu perlengkapan (tools) dibuat masalah. Saat kita bosan
dan bahasa. Budaya adalah usaha abadi untuk dibuat masalah, maka kita tertarik
mengatasi tegangan antara kreativitas atau untuk menyelesaikan masalah.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Tetty Sihombing 108

Menurut pemahaman Bauman, semua orang dikatakan ‘mereka bukan kita’ atau
menjadi daur ulang dari apa yang bertahan ‘berlawanan dengan kita’, dan
sampai hari ini. mereka ini dianggap berbicara terlalu
keras bahkan ketika mereka tidak
Dengan definisi budaya seperti yang sudah
mengatakan apapun sama sekali.
diuraikan di atas, maka Bauman menilai
Bahkan kehadiran visual stranger
bahwa definisi budaya dari Durkheim terlalu
dapat menganggu. Bauman menggu-
materialistis dan idealis. Terlalu materialistis
nakan gagasan Sartre tentang slimy
dalam arti budaya direduksi menjadi ritual.
atau ‘le visqueux’ dan gagasan Mary
Terlalu idealis dalam arti kita semua menjadi
Douglas dalam Purity and Danger
pelayan masyarakat, pelayan moralitas atau
untuk menekankan poin ini. Kotor
masyarakat sebagai Tuhan. Dalam pemaha-
adalah kotor menurut kesepakatan
man semacam ini maka budaya sebagai prak-
sosial dan bukan kebutuhan fisiolo-
sis adalah alternatif yang melemahkan atau
gis; kotor adalah materi yang tidak
memusingkan karena tatanan kultural dita-
pada tempatnya, seperti stranger
mpilkan melalui aktivitas penandaan – pem-
sebagai subjek yang tidak pada tem-
belahan fenomena ke dalam kelas dengan
patnya. Ketika praksis dari kelompok
menandai mereka – semiotika. Melalui tinda-
atau komunitas distabilisasi, kapasi-
kan penandaan maka dihasilkan makna.
tasnya untuk menoleransi perbedaan
Bauman menjelaskan bahwa penandaan ini
yang mengikat – contohnya rasisme –
mengusung konsep marjinalitas. Bauman
tidak disebabkan oleh krisis ekonomi
menyebut ‘manusia marjinal’ sebagai anomali
melainkan sering disebabkan oleh
(kelainan atau penyimpangan), di mana dua
ketidakamanan psikologis yang
kategori esensial dihasilkan yaitu ‘mereka’
meningkat yang dikaitkan dengan
dan ‘kita’. ‘Mereka’ berada dalam makna
krisis. Kreativitas terbaik manusia
yang Bauman ambil dari gagasan Georg
terjadi ketika kebebasan meluas dan
Simmel dan Roberto Michels (sosiolog partai
terpenuhi kebutuhan rasa aman.
politik) tentang insider-outsider yaitu strang-
er (orang asing). Menurut Simmel dan
Michels, stranger dianggap aneh atau ganjil Berpikir Secara
karena memiliki status ganda. Bagi Michels,
potensi dan bahaya dari stranger direpresenta-
Sosiologis
sikan dengan tepat sebagai Unknown Para-
Dari definisi budaya, Bauman kemu-
doxically. Michels mengatakan bahwa
dian masuk ke dalam tema perlunya
stranger adalah mereka yang kepadanya
manusia berpikir secara sosiologis.
109

Berpikir secara sosiologis dipandang sebagai dunia yang berlaku pribadi, berusaha
budaya karena merupakan sebuah aktifitas memahami kondisi manusia melalui
berpikir. Pendekatan seperti ini membawa kita analisa jaring interdependensi (saling
kepada objek yang disebut sosiologi. Bauman ketergantungan) manusia. Keempat,
mengatakan, “Yang membedakan sosiologi sosiologi berusaha untuk tidak mem-
dan menjadi ciri khasnya adalah kebiasaan biasakan yang biasa. Kerutinan,
melihat tindakan manusia sebagai unsur-unsur kebiasaan dan pengulangan semua
figurasi yang lebih luas, yaitu sekelompok berperan secara bersama untuk meng-
aktor yang tidak acak terkunci bersama dalam hasilkan keakraban, kepastian dan
jaring saling ketergantungan (mutual depen- ketetapan yang bagi sosiologi harus
dency)”. Ketergantungan dalam pemahaman dilihat sebagai sesuatu yang unik.
Bauman di sini berkaitan dengan sebuah
Bagi Bauman, sosiologi dianggap
keadaan dimana tindakan yang dilakukan
sebagai bermuatan politis karena
adalah probabilitas, sebuah kemungkinan
bergerak seputar perhatian kepada
yaitu mungkin dilakukan dan mungkin tidak.
kebebasan, ketergantungan, solidari-
Dalam hal ini Bauman membedakan antara tas dan kontingensi. Namun sosiologi
sensibilitas sosiologis dari logika akal sehat. semata-mata dipahami seperti itu
Bauman menawarkan empat cara untuk mem- akan mendatangkan bahaya karena
bedakan hal itu. Pertama, sosiologi tidak tidak menekankan perlunya bersikap
seperti akal sehat, sosiologi membuat upaya kritis dan terbuka terhadap argumen
untuk menundukkan diri pada aturan-aturan perubahan ke-arah apapun dan kema-
tuturan atau ujaran (speech) yang bertanggu- napun. Bauman memakai slogan
ngjawab. Kita semua adalah mahluk sosial zaman Pencerahan yang berkata
artinya kita semua ahli atau mempunyai otori- “Berani berpikir! Berani menjadi
sasi alami pada masalah-masalah sosial. kritis!”. Kebebasan dan ketergantun-
Prasangka dan opini kita belaka sering men- gan memang dapat saling memban-
yamar sebagai sosiologi dan ini merupakan gun, tetapi kebebasan menjadi dikon-
hasil dari seringnya kita menjeneralkan figurasi dengan ketergantungan
sesuatu yang khusus. Kedua, sosiologi meng- dalam cara mutuality dan kerjasama.
gunakan bidang bukti yang lebih luas untuk Kebebasan seperti ini akan menuntun
sampai pada penilaian akhir. Ketika tidak ada ke dalam ketergantungan sehingga
penelitian maka tidak ada hak untuk berbicara memadamkan keingintahuan yang
tentang masalah sosiologi karena sosiologi menuntun kita masuk ke dalam labi-
bukan etika atau politik. Ketiga, sosiologi rin penafsiran (hermeneutik). Ini
berdiri sebagai oposisi terhadap pandangan sebabnya Bauman mengatakan

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Tetty Sihombing 110

bahwa ketika kita berbicara tentang rasio men- transendensi sosial. Bagi Bauman,
genai kebebasan dan ketergantungan kita seha- pandangan seperti ini adalah
rusnya membicarakan dalam konteks berpikir penipuan diri dan menjadi kutukan
kritis dan bukan sebaliknya. bagi sosiologi karena mengusir
keingintahuan kita untuk dekat
Menuju Sosiologi Kritis
dengan apa yang terjadi dalam
Sensibilitas dari teori kritis yang dibangkitkan kehidupan sehari-hari dan pada saat
kembali oleh Bauman ditulis dalam buku yang sama menjauhkan kita dari
berjudul Towards a Critical Sociology. Bauman ‘kodrat kedua’ kita, yaitu masyarakat.
membuka diskusi dengan melemparkan sebuah
Bauman menilai bahwa Durkheim
ide ‘second nature’ (kodrat kedua) untuk meng-
mengambil alih Comte dimana
umumkan tibanya sosiologi. Kodrat berbicara
Durkheim memuliakan masyarakat.
mengenai ketidakmampuan kita mengubah
Masyarakat menjadi semacam alat
dunia, kodrat berbicara tentang pembatasan
yang menjinakkan binatang buas
kebebasan kita untuk berubah dan membawa
dalam diri manusia. Tuhan masa
perubahan. Ketika kita menyebut kodrat ini
sekarang adalah masyarakat yang
artinya kita tidak akan pernah melampaui apa
menyamar karena masyarakat adalah
yang telah dikodratkan. Bauman mengatakan
Tuhan. Akibatnya hukum dan morali-
masyarakat adalah kodrat kedua dari setiap
tas menjadi sakral dan pada waktu
manusia. Dengan adanya masyarakat maka apa
yang sama tidak lebih dari konvensi
yang tidak dapat kita ubah secara pribadi menja-
dan kesewenang-wenangan yang
di mungkin untuk diubah. Karena pandangan
berasal dari manusia yang menyamar
seperti itu, maka Bauman menolak pandangan
menjadi Tuhan. Bauman melihat
sosiolog arus utama seperti Durkheim yang
penekanannya jelas alih-alih
mampu membalikkan masyarakat yang telah
mensekulerkan Tuhan, Durkheim
dinaturalisasi melalui pemberian karakter yang
memuliakan masyarakat karena ia
menentukan dari jenis yang sama sebagai
sama takutnya dengan konsekwensi
nature-in-itself (kodrat-dalam-dirinya-sendiri).
praktis modernitas dan antusias untuk
Apa itu ‘kodrat kedua’? Menurut Bauman, cetak biru pengembangan lebih lanjut
sepanjang sejarah ilmu sosiologi, ‘kodrat kedua’ pembagian kerja. Ide atau nilai
adalah ‘the social’ sebuah kategori yang tidak adalah pusat bagi Durkheim seperti
dapat kita buang dan masih memikat kita. Sosi- dalam ‘kesadaran kolektif’ dimana
ologi klasik dijelaskan dengan baik, bukan konformis adalah tujuan yang hendak
lewat analisa imanen, melainkan lewat dicapai. Konformisme dalam setiap
111

kasus dapat menuntun ke arah yang berbeda, Masyarakat postmoderen adalah


hanya menjangkau sebatas kulit (skin-deep) masyarakat konsumer dan individua-
dan bukan menyangkut yang esensial. lis. Masyarakat konsumer adalah
masyarakat dengan budaya konsumsi
Selanjutnya, Bauman berbalik pada pandan-
dan bukan produksi. Konsumsi digu-
gan Husserl untuk fokus kembali kepada sub-
nakan sebagai sumber utama untuk
jektivitas dan intersubjektivitas, sambil tetap
memaknai hidup sehari-hari. Budaya
mempertimbangkan intensionalitas. Bagi
konsumsi telah mengekspansi
Bauman, ‘di dalam’ dan ‘di luar’ sosiologi
seluruh bidang kehidupan manusia.
‘makna’ bukan objektif, melainkan subjektif
Ini dapat terlihat dari berkembang
dan intersubjektif. Objek sosiologi adalah
pesatnya iklan-iklan produksi yang
proses struktur yang bersifat statis, di mana
hadir ditengah-tengah masyarakat.
diri dan masyarakat tidak bisa direduksi dan
Dalam budaya konsumsi terkenal
masih akan saling membentuk. Sehingga
slogan ‘dapatkan sebanyak yang anda
menurutnya, kritik emansipatori harus diter-
mampu/bisa’. Tidak ada batasan
apkan pada nalar agar tidak jatuh pada positiv-
mana keinginan (nafsu – lapar mata)
isme dan rasionalisme. Di sisi lain, ide eman-
dan mana kebutuhan sejati. Kesuk-
sipasi tergantung pada dialektika, yakni tidak
sesan seseorang juga diukur dari
bisa memisahkan antara kebebasan dengan
produk-produk yang di pakai atau
dominasi. Karena itu, Bauman mengklaim
dimiliki – misalnya seseorang dinilai
bahwa kita memerlukan rekonstruksi teori
sukses jika memakai mobil import
kritis yang membentuk ulang ilmu-ilmu sosial
termahal atau barang-barang brand-
– artinya sosiologi haruslah kritis. Dengan
ed. Gaya hidup selalu disesuaikan
kata lain, sosiologi haruslah menggunakan
dengan produk-produk yang dipakai.
cara-cara berpikir kritis sehingga dapat meng-
Lebih ‘keren’ dan bergaya hidup
hasilkan tindakan praksis yang tepat dan
postmoderen jika minum kopi di
sesuai dengan harapan manusia yaitu hidup
Starbucks daripada warung kopi mis-
yang lebih baik.
alnya.

Masyarakat yang individualis dalam


Relevansi Pandangan postmodernisme meningkat diakibat-
Bauman kan semakin berkurangnya kontak
diri pribadi dengan diri sendiri (sub-
Semua pandangan-pandangan Bauman di atas jektifitas) dan kontak diri pribadi
relevan di era postmodernisme ini. dengan manusia yang lain

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Tetty Sihombing 112

(intersubjektifitas). Kemajuan teknologi Penutup


justru membuat manusia tidak mungkin untuk
menjalin hubungan subjektif dan intersubjek- Hal terpenting dalam pandangan
tif – hal yang ditekankan dalam pandangan Bauman adalah adanya hubungan
Bauman. Contoh kecil: belanja online (dar- antara budaya dan sosiologi. Budaya
ing). Lewat perangkat mobile-phone, tinggal dipahami sebagai tindakan praksis
‘klik’ memilih pakaian yang diinginkan tanpa manusia sehari-hari dan bertujuan
ada interaksi dengan pedagang. Berbeda untuk memahami apa yang terjadi di
dengan sebelumnya, ketika belanja di pasar sekitar manusia – sebuah cara manu-
tradisional masih bisa berinteraksi dengan sia berada. Dengan pikirannya manu-
penjual, memungkinkan untuk membangun sia bertindak dan melakukan peruba-
penilaian dan hubungan subjektif dan inter- han-perubahan. Lewat empat definisi
subjektif tentang produk yang hendak kita budaya Bauman menekankan bahwa:
beli. Dalam hal ini ada proses berpikir sebe- pertama, budaya membutuhkan apa
lum mengambil tindakan. Lewat proses yang disebut dengan pemeliharaan
berpikir sebagaimana ditekankan oleh atau
Bauman, kita dapat mengambil tindakan prak- kultivasi; kedua, budaya menunjuk-
sis yang tepat dan memenuhi harapan manusia kan atau yang menghasilkan perbe-
yaitu hidup yang lebih baik. daan-perbedaan bahwa budaya
Bersikap kritis atas apapun diperlukan. Kita berbeda-beda; ketiga, realitas budaya
tidak boleh menerima segala sesuatu begitu dalam satu kesatuan bahwa dibalik
saja tanpa melalui proses berpikir kritis itu perbedaan-perbedaan budaya ada
sendiri. Dengan demikian kita kembali kesatuan esensial dan; keempat,
kepada diri yaitu diri yang sosiologis, diri budaya adalah kritik yang menyang-
yang menggunakan akal sehat kritis untuk kut takdir manusia bahwa takdir
dapat menentukan tindakan-tindakan yang manusia bukanlah alienasi (pengasin-
akan kita ambil dan terapkan dalam gan). Kodrat manusia adalah proses
kehidupan sehari-hari. Memahami cara kita berkelanjutan antara diri dan mas-
berada walau mungkin berbeda dengan yarakat yang tidak bisa direduksi
kebanyakan orang di dalam dunia namun kita sehingga akan selalu saling
tetap mengada dengan bertanggungjawab. membentuk. Takdir manusia bukan-
Tidak sekedar hanya mengikuti arus dan arah lah pengasingan karena manusia
yang nantinya membawa kita kepada ‘keru- dengan menggunakan rasionya dapat
sakan’ yaitu konsumerisme dan mengetahui semua pengalaman dan
individualisme. tindakan yang tepat untuk
113

menyelesaikan masalah-masalah. Melalui 6. Argumen Geertz mengatakan bahwa semua manusia


dipaksa untuk bekerja melalui jalan hidup atau proses yang
aktifitas berpikir, manusia bersifat sosiologis. sama.

Manusia melalui pikirannya dapat melihat 7. Strukturalisme Levi-Strauss mengatakan bahwa semua
tindakan-tindakan sebagai figurasi yang meli- perbedaan adalah dipancarkan dari silang-budaya yang
berasal dari pola-pola pikiran yang sama dan seragam.
batkan subjektifitas dan intersubjektifitas,
8. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 37.
sebuah saling ketergantungan yang berkebe-
9. Stranger adalah orang yang datang dan tinggal menetap
basan. Dengan demikian penggunaan akal dan bukan mereka yang datang dan tinggal sementara yaitu
sehat tidak jatuh kepada positivisme dan foreigners atau alien.

rasionalisme karena hubungan subjektif dan 10. Ketidakpastian yang dikesankan atas figur stranger
sekaligus juga diancam kepastian dari masyarakat tuan
intersubjektif antara diri dengan masayarakat rumah. Figur stranger melanggar aturan ditempat dimana ia
– sebagai kodrat kedua – selalu bergerak sepu- masuk, masyarakat tuan rumah menunggu kesempatan untuk
membalas dendam.
tar kebebasan, ketergantungan, solidaritas dan
11. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 36.
kontingensi. Dengan ini, Bauman ingin mene-
gaskan bahwa inti manusia tidak berakhir di 12. Bauman, Z and Tim May, “Thinking Sociologiccally”
(London: Blackwell Publishing, 2001).
praksis saja, ada proses berkelanjutan antara
13. Thinking Sociologiccally
diri dan masyarakat yang tidak bisa direduksi
14. Thinking Sociologiccally
dan masih saling membentuk. Dalam tataran
15. Thinking Sociologiccally
inilah sosiologi justru bersifat kritik emansi-
16. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 41.
patoris.
17. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 41.

18. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 42. v

1. Beilharz, P, “Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity” (London: SAGE


Publications, 2000), h. 51. Pertengahan tahun 1990 Bauman diidentifikasi
sebagai sosiolog postmodern. Anthony Giddens memainkan peran dalam
mempromosikan citra Bauman ini lewat pernyataannya di sampul buku
Bauman berjudul Life in Fragments: “Bauman bagi saya telah menjadi
teorist postmodern. Dengan kecemerlangan dan orisinalitas, dia mengem-
bangkan posisi yang harus diperhitungkan oleh setiap orang”. Bauman
kemudian muncul sebagai sosiolog postmodern, sosiolog yang disejajarkan
dengan Lyotard, Baudrillard, Jameson dan Foucault.

2. Culture as Praxis diterbitkan sebanyak dua kali. Pada tahun 1990


Culture as Praxis kembali diterbitkan dengan judul sama dan berisi penam-
bahan dan penjelasan hal-hal yang belu dibahas di buku terdahulu.

3. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 34.

4. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 35.

5. Zygmun Bauman: Dialectic of Modernity, h. 35-37.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021


Tetty Sihombing 114

Daftar Pustaka

Bauman, Zygmun dan Tim May, Thinking Sociologically. London: Blackwell Publisihing, 2001.

Bauman Zygmun, Towards a Critical Sociology. London: Blackwell Publishing, 1976.

Beilharz, P. dan Zygmun Bauman, Dialectic of Modernity. London: SAGE Punlication, 2000.
Biodata
Goenawan Mohamad

Lahir di Batang, 29 Juli 1941 adalah seorang sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga salah
seorang pendiri Majalah Tempo. Goenawan Mohamad adalah seorang intelektual yang
memiliki pandangan yang liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah
seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adalah pemikiran monodimensional.

Abdul Rahman

Lahir di Jakarta pada tahun 1990. Telah menempuh pendidikan sarjana dalam bidang filsafat,
khususnya dalam bidang Filsafat Linguistik dan Semiotika, di Universitas Indonesia. Sekarang
aktif mengajar Bahasa Jerman dan menyelesaikan program Magister Filsafat
di STF Driyarkara, Jakarta.

Aldrich Anthonio

Lahir di Jakarta tahun 1983. Ia memiliki gelar sarjana di bidang Teknik Informatika dan Magister
Manajemen dari Universitas Bina Nusantara. Saat ini ia bekerja sebagai direktur salah satu
perusahaan konsultasi di Indonesia dan sedang menyelesaikan program Doktoral Filsafat
di STF Driyarkara, Jakarta.

Chris Ruhupatty

Lahir di Bogor, 8 September 1982. Saat ini berprofesi sebagai guru Pendidikan Agama Kristen di
salah satu sekolah swasta di kota Bogor, dan sedang menempuh studi program magister
di STF Driyarkara, Jakarta.

Simon Andriyan Permono

Lahir di Semarang pada tahun 1984. Menempuh pendidikan sarjana di STF Dryarkara, Jakarta pada
2006-2010. Minat fillsafatnya pada bidang antropologi Filosofis. Sekarang sedang menyelesaikan
Program Magister Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta.

Yulius Tandyanto

Lahir di Malang pada tahun 1981. Ia mempertahankan tesis berjudul "Kebenaran dan
Perspektivisme: Diagnosis Genealogis Friedrich Nietzsche mengenai Moral Tuan dan Moral
Budak" pada Program Magister STF Driyarkara. Cakupan ruang lingkup filsafat yang
diminatinya: pemikiran Jerman abad ke-19 dan ke-20.

Syakieb Sungkar

Kelahiran Jakarta, 1962. Adalah seorang wirausahawan dan executive di perusahaan telekomunikasi.
Saat ini baru menyelesaikan kuliah pasca sarjana di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara (2017-2020).

Tetty Sihombing

Lahir di Pematangsiantar pada tahun 1974. Minat filsafatnya pada filsafat pendidikan dan ketuhanan.
Telah menyelesaikan program Magister di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dengan judul tesis :
Metafisika Metaksologi William Desmond : Kritik terhadap Kritik Metafisika.

JURNAL DEKONSTRUKSI Vol. 01, No. 01, Tahun 2021

Anda mungkin juga menyukai