Anda di halaman 1dari 10

Nama : Sera Estra Perdana

TK : 3B
Ujian MK : Keperawatan Gawat Darurat
Mahasiswa Sarjana Keperawatan, semester 6. TA 2022-2023
Dosen : Zia Abdul Aziz

1. Apa beda pengkajian primier dan sekunder? (berikan pendapat anda dengan jelas)

2. Pada pasien dengan henti jantung, maka penangganan yang di berikan? (sertakan teori
pada pendapat anda ‘buku atau jurnal’)

3. Bagaimana penangganan kasus trauma (sertakan teori pada pendapat anda ‘buku atau
jurnal’)
a. Trauma kepala
b. Trauma pada tulang
Nb : berikan jawaban anda singkat, tepat dan jelas

Jawaban :
1. Menurut saya perbedaan pengkajian primer dan pengkajian sekunder yaitu
pengkajian primer adalah seperti airway adanya sumbatan jalan napas oleh
adanya penemupukan secret akibat kelemehan reflek batuk. Jika ada obstruksi
maka dilakukan :
- Chin lift/ jaw trust
- Suction / hisap
- Guedel airway
Sedangkan pengkajian sekunder yaitu meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berikut ini perbedaan antara pengkajian primer (primary assesment) dan pengkajian
sekunder (secondary assesment).

Komponen pengkajian primer


Komponen Pemeriksaan Tindakan

Airway (jalan nafas) Periksa dan atur jalan


Periksa apakah jalan nafas pate napas untuk
atau tidak memastikan kepatenan

Periksa vokalisasi identifikasi dan


keluarkan benda asing
(darah, muntahan,
sekret, atau benda
asing) yang
menyebabkan
obstruksi jalan napas
baik parsial atau total

Pasang orofaringeal
airway   untuk
mempertahankan jalan
Ada tidaknya aliran udara nafas

Periksa adanya suara napas


abnormal: stridor, snoring, Pertahankan dan
gurgling lindungi tulang serfikal

Periksa ada tidaknya


pernapasan efektif dengan 3M
(melihat naik turunnya diding
dada, mendengar suara napas,
dan merasakan hembusan
napas) Auskultasi suara napas

Atur posisi pasien


untuk memastikan
Warna kulit ekspansi dinding dada

Identifikasi pola pernapasan


abnormal Berikan oksigen

Beri bantuan napas


dengan menggunakan
Periksa adanya penggunaan otot masker/Bage Valve
bantu pernapasan,deviasi Mask
trakea, gerakan dinding dada (BVM)/Endotracheal
yang asimetris tube (ETT) jika perlu

Periksa pola napas pasien Tutup luka jika


(takipnea/bradipnea/tersengal- didapatkan luka
sengal) terbuka di dada

Berikan terapi untuk


mengurangi
bronkospasme atau
adanya edema
Breathing (pernapasan) pulmonal

Circulation (sirkulasi) Periksa denyut nadi, kualitas Lakukan tindakan


dan karakternya CPR/defibrilasi sesuai
dengan indikasi
Lakukan tindakan
penanganan pada
Periksa adanya irama pasien yang mengalami
jantung/abnormalitas jantung disritmia

Bila ada perdarahan


Periksa pengisian kapiler, lakukan tindakan
warna kulit dan suhu tubuh, penghentian
serta adanya diaforesis perdarahan

Pasang jalur IV

Ganti volume
darah/cairan yang
hilang dengan cairan
kristaloid isotonik atau
darah
Komponen pengkajian sekunder
No Komponen Pertimbangan

Observasi penampilan pasien, perhatikan postur


dan posisi tubuh

Periksa apakah pasien menggunakan pelindung


atau tindakan perlindungan diri

Tanyakan keluhan umum yang diderita pasien

Bagaimana tingkat kesedarana pasien

Amati perilaku pasien apakah tampak


tenang/ketakutan/gelisah/kooperatif

Kajia apakah pasien mampu meakukan tindakan


sendiri atau tidak

Kaji komunikasi verbal pasien, apakah bicara


jelas/bingung/bergumam

Apakah terdapat bau seperti bau keton/etanol/obat


kimiawi lainnya

Apakah ada tanda luka lama, luka baru, atau


1 Observasi umum keduanya

2 Kepla dan wajah Periksa adanya luka/perdarahan/bentuk asimetri


Periksa pakah ukuran dan bentuk pupil kanan-kiri
sama, apakah bereaksi terhdap cahaya

Periksa status visual pasien

Palpasi kulit kepala yang mengalami luka

Palpasi adanya benjolan pada tulang wajah, apakah


bentuknya simetris/asimetris

Periksa adanya pembengkakan atau perdarahan


pada hidung

Periksa adanya luka/perdarahan pada telinga

Periksa status hidrasi/warna mukosa/adanya


perdarahan/gigi yang hilang atau edema
laring/faring pada langit-langit mulut

Periksa adanya pembengkokan pada leher, adanya


perdarahan atau luka

Periksa adanya emfisema subkutan/deviasi trakea

Palpasi adanya luka/jejas atau keluhan nyeri pada


3 Leher tulang servikal

Periksa adanya benjolan/luka/perdarahan

Periksa naik turunya dinding dada, simetris atau


tidak

Periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan

Palpasi adanya benjolan/emfisema subkutis pada


struktur dinding dada

Auskultasi suara napas kanan-kiri sama atua tidak


adanya suara napas tambahan

4 Dada Auskultasi suara jantung normal atau tidak

5 Abdomen Periksa adanya luka/distensi


abdomen/memar/benda asing yang menancap

Auskultasi bising usus dan gangguan aortik


abnormal

Palpasi dan bandingkan denyut di kedua sisi


abdomen

Palpasi adanya masa, regiditas, pulasasi pada


abdomen

Lakukan perkusi untuk mengidentifikasi adanya


cairan/udara

Palpasi hepar untuk menentukan ukuran dan


adanya benjolan

Tekan simfisi pubis dan iliaka pelvis, periksa


adanya ketidakstabilan/nyeri

Periksa dan palpasi adanya benjolan/memas, luka,


edema dan perdarahan

Perhatikan adanya bekas luka, nyeri patah tulang

Palpasi dan bandingkan denyut nadi di kedua


lengan

Catat perbedaan warna, suhu tubuh, cappillary refil


6 Ekstremitas time (CRT), pergerakan dan sensasi

Jika dicurigai terdapat luka pada punggung psaien,


maka balikkan pasien denganc ara log roll

periksa dan palpasi adanya benjolan/memas/nyeri


luka

Lakukan pemeriksaan rectal touche (RT) untuk


mengidentifikasi darah/pembengkakan
prostat/benjolan dan hilangnya refleks sphincter
7 Punggung internal

Referensi

 Diolah dari buku Dewi Kartikawati N. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar


Keperawatan Gawat Darurat.
FacebookWhatsAppTelegramMessengerLineEmail
2. Penanganan pada pasien henti jantung Dini dan Aktivasi Pelayanan Gawat
Darurat
Pengenalan dini dilakukan oleh penolong atau bystander yang menyadari penderita telah
mengalami henti jantung mendadak. Pada saat bersamaan, penolong melihat apakah pasien
tidak bernapas atau bernapas secara tidak normal (gasping).
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan denyut nadi pada orang dewasa dengan meraba arteri
karotis < 10 detik. Jika penolong secara definitif tidak dapat merasakan pulsasi dalam periode
tersebut, kompresi harus segera dilakukan. Cek nadi dilakukan secara simultan bersamaan
dengan penilaian napas pasien.

Jika pernapasan tidak normal atau tidak bernapas, namun denyut nadi masih teraba, berikan
bantuan napas setiap 5-6 detik, dengan volume tidal yang direkomendasikan 500-700 ml atau
dada terlihat mengembang. Hindari pemberian bantuan napas yang berlebihan. Nadi pasien
diperiksa setiap 2 menit.

Penolong harus sesegera mungkin memanggil nomor akses EMS atau Gawat Darurat
setempat apabila pasien tidak merespons dan tidak bernapas atau bernapas tidak adekuat
(harus dianggap bahwa pasien mengalami henti jantung mendadak).

Hambatan pada fase ini adalah penolong tidak mengenali tanda henti jantung mendadak dan
tidak memiliki ilmu terkait melakukan RJP. Hambatan juga bisa terjadi jika henti jantung
mendadak terjadi di rumah pribadi dibandingkan lokasi umum.

Berikut beberapa Langkah-langkah yang di lakukan bila henti jantung :

Resusitasi Jantung Paru Segera


Penolong segera melakukan resusitasi jantung paru (RJP) pada penderita henti jantung
mendadak sampai bantuan datang. Metode RJP penting untuk membantu sirkulasi
dengan mengkombinasikan kompresi dada dan pemberian napas buatan untuk memberikan
oksigen yang diperlukan bagi kelangsungan hidup fungsi sel tubuh.
Bantuan Pernapasan
Setelah melakukan kompresi dada, buka jalan napas korban dengan baik pada korban trauma
maupun non trauma. Bila terdapat kecurigaan atau terbukti cedera spinal, gunakan
manuver jaw thrust tanpa mengekstensi kepala saat membuka jalan napas. Penolong
memberikan bantuan pernapasan sekitar 1 detik (inspiratory time), dengan volume yang
cukup untuk membuat dada mengembang. 
Defibrilasi Segera
Defibrilasi paling utama dilakukan pada menit-menit pertama setelah onset henti jantung.
Jika terlambat, jantung tidak akan berespons terhadap terapi defibrilasi. Defibrilasi dilakukan
pada kondisi henti jantung mendadak yang shockable yaitu pada VF/VT tanpa nadi. Setelah 5
siklus RJP atau 2 menit, segera lakukan penilaian. 
Perawatan Jantung Lanjutan yang Efektif
Bantuan Hidup Lanjut  (Advance Cardiac Life Support) bertujuan untuk menstabilkan
kondisi pasien yang telah diresusitasi untuk melewati tahap kritis. 
Perawatan Pasca Henti Jantung yang Terintegrasi
Perawatan pasca henti jantung dilakukan secara sistematis dan berbasis multidisiplin ilmu
untuk pasien setelah didapatkan kondisi return of spontaneous circulation  (ROSC).
Perawatan pasca henti jantung memiliki beberapa fase yang harus dijalani, yaitu fase
stabilisasi awal dan manajemen darurat tambahan dan berkelanjutan.
Medikamentosa
Obat-obat untuk henti jantung mendadak akan diberikan pada keadaan hemodinamik tidak
stabil, iskemia atau infark miokard, dan aritmia.

Persiapan Rujukan

Jika henti jantung mendadak disebabkan oleh etiologi traumatik ataupun yang membutuhkan
pembedahan, segera rujuk ke dokter spesialis bedah yang berkaitan setelah hemodinamik
stabil. 

Referensi
1. Sovari AA, El-Chami MF. Sudden cardiac death. 2020.
https://emedicine.medscape.com/article/151907-overview#a1
2. Patel K, Hipskind JE. Cardiac Arrest. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2020.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534866/
3. Sharabi AF, Singh A. Cardiopulmonary Arrest In Adults. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563231/
4. Yow AG, Rajasurya V, Sharma S. Sudden Cardiac Death. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507854/
5. American Heart Association. Highlights of the 2020 American Heart Association
Guidelines for CPR dan ECC. 2020. Available at https://cpr.heart.org/-/media/cpr-files/cpr-
guidelines-files/highlights/hghlghts_2020eccguidelines_indonesian.pdf
6. PERKI. Panduan diagnosis dan tatalaksana penyakit kardiovaskular pada pandemi
COVID-19. 2020. Available at http://www.inaheart.org/upload/image/FINAL-
Panduan_Diagnosis_dan_Tatalaksana_Penyakit_Kardiovaskular_pada_PANDEMI_COVID-
19.pdf
16. Jung J, Rice J, Bord S. Rethinking the role of epinefrin in cardiac arrest: the
PARAMEDIC2 trial. Ann Transl Med. 2018;6(Suppl 2):S129.
17. Chen S, Wu L, Xiong Y. Atropine or adrenaline plus atropine may constitute appropriate
treatment for cardiac arrest caused by intramyometrial injection of vasopressin. Minerva
Anestesiol. 2019;85(12):1369-1370.
18. Zhao H, Fan K, Feng G. Amiodarone and/or lidocaine for cardiac arrest: A Bayesian
network meta-analysis. Am J Emerg Med. 2020;38(10):2185-2193.

3. Berikut penanganan kasus truma kepala dan truma pada tulang :


a. Trauma kepala atau cedera kepala adalah kelainan pada struktur kepala akibat
trauma fisik atau benturan yang berpotensi menimbulkan gangguan fungsi
otak. Benturan keras yang langsung mengenai kepala sangat memungkinkan
untuk terjadinya cedera kepala. Untuk penanganannya dengan cara yaitu
apabila seseorang mengalami benturan keras pada kepala, sangat dianjurkan
untuk segera memeriksakan diri ke dokter, meskipun tidak merasakan gejala
apapun. Apabila cedera kepala diikuti dengan gejala-gejala, baik ringan
maupun berat, segera kunjungi IGD atau dokter terdekat agar dapat
memperoleh penanganan secepatnya. Dokter akan menanyakan bagaimana
mekanisme cedera kepala terjadi dan melakukan serangkaian pemeriksaan
fisik. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan penunjang apabila diperlukan
untuk memastikan diagnosis dan tatalaksana yang tepat bagi pasien, misalnya
pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan radiologi dengan
rontgen, CT-scan atau MRI kepala dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya patah tulang tengkorak, perdarahan, atau pembengkankan otak. Pada
masa pengobatan, seringkali keluarga atau kerabat juga akan diminta untuk
melakukan pemantauan kondisi pasien selama beberapa hari, mengingat
cedera kepala yang tidak hanya langsung terjadi setelah trauma atau benturan,
tetapi bisa saja muncul setelah beberapa hari atau minggu pasca kejadian.

Pengobatan cedera kepala tergantung pada jenis, tingkat keparahan,


gejala, usia dan kondisi medis pasien. Pengobatan dapat berupa obat-obatan hingga
tindakan operatif. Obat-obatan yang diberikan bergantung pada kondisi pasien.
Tindakan operatif umumnya dilakukan jika cedera kepala telah menyebabkan
kondisi seperti perdarahan otak yang berat, terdapat patah tulang tengkorak yang
mencederai otak, atau apabila terdapat benda asing di dalam otak yang harus segera
disingkirkan. Pada kasus cedera kepala yang berat, rehabilitasi medis atau terapi
mungkin saja diperlukan untuk mengembalikan dan memperbaiki kondisi fisik dan
fungsi saraf yang terganggu akibat kerusakan otak pasca trauma kepala. Pada masa
rehabilitasi, dokter akan mengedukasi keluarga atau kerabat pasien mengenai terapi
lanjutan yang bisa dilakukan di rumah setelah masa pengobatan di rumah sakit
telah selesai.

Untuk menghindari terjadinya cedera kepala, dapat dilakukan langkah-langkah


pencegahan seperti menggunakan alat pengaman saat berolahraga, berkendara atau
saat bekerja di lingkungan yang berisiko menimbulkan cedera kepala, memastikan
lantai tidak basah dan licin, memasang pegangan besi di kamar mandi dan di
samping tangga agar tidak terpeleset, mengawasi anak dan memastikan anak
bermain dengan aman sehingga risiko untuk terjadinya cedera kepala dapat ditekan
seminimal mungkin.

b. Apabila ada seseorang terindikasi patah tulang, Anda bisa melakukan


beberapa langkah pertolongan pertama pada patah tulang berikut untuk
memberikan bantuan sementara sebelum tenaga medis datang.
 1. Hentikan Pendarahan
 Periksa kondisi dari korban, Jika terdapat pendarahan, hentikan dengan cara
mengangkat kemudian menekan luka menggunakan kain perban atau kasa steril.
Apabila tidak ada, Anda bisa menggunakan kain atau pakaian bersih.
 2. Imobilisasi Area yang Cedera
 Setelah memeriksa kondisinya dan Anda mendapati dugaan bahwa korban mengalami
fraktur tulang pada area leher atau punggung, bantulah mereka untuk tetap diam.
 Apabila di area lain, Anda bisa membantu dengan mengurangi kemungkinan
terjadinya pergerakan dengan membungkus area kemudian menggendongnya pada
bahu apabila terjadi di area tangan. Hal ini untuk memberikan bantalan ekstra pada
cedera.
 Jadi, ketika terjadi fraktur ekstremitas atas, Anda bisa memberikan penanganan
berupa selempang. Sedangkan fraktur ekstremitas bawah dengan perban lipatan lebar.
 Jika itu termasuk dalam fraktur terbuka, tutupi luka dengan pembalut steril atau kain
bersih yang tidak berbulu.
 Kemudian, berikan sedikit tekanan pada area sekitar tulang yang mencuat untuk
mengontrol perdarahan. Sementara tulang yang menonjol tetap biarkan saja. Terakhir,
kencangkan balutan perban.
 3. Kompres Es
 Cara pertolongan pertama pada patah tulang selanjutnya, bungkus atau kompres area
cedera dengan handuk dingin atau kantong es.
 Anda bisa melakukan kompres es dalam tempo sepuluh menit sekali.

4. Jangan Pindahkan Korban


Setelah membelat luka, pastikan korban tetap berada di tempat. Jangan
memindahkannya terkecuali korban dalam bahaya langsung, seperti di tengah jalan raya.

5. Penanganan pada Korban yang Mengalami Syok Pascakejadian


Ketika Anda melihat korban mengalami syok, jangan lakukan pemindahan.
Bantulah korban mendapatkan posisi yang nyaman. Pastikan mereka istirahat sampai
bantuan datang.

Di sisi lain, Anda bisa menyelimuti untuk memastikan korban tetap hangat.

Saat terjadi syok karena patah tulang paha, panggul, atau pinggul, jangan angkat
kakinya. Pastikan posisinya tetap rata.

Referensi : Handoyo Pramusinto, Sp.BS(K), dr. Eriansa Nugroho


KSM Bedah Saraf RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai