Anda di halaman 1dari 38

Critical

Thinking dan
Clinical
Reasoning
Sukabumi, Mei 2023
BIODATA

Ns. Rossy J.H. Abdulgani, S.Kep., MMRS. WOC(ET)N., CH.CHt


• Case Manager (RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi)
• Nurse Specialist Wound, Ostomy, Continence. WOC(ET)N
• Clinical Practice Nursing at RUANG PERAWATAN LUKA (RUPA)
• Klinik Universitas Muhammadiyah Sukabumi
• Clinical Practice Hypnotherapy
• Permanent Lecturer at STIKes Kota Sukabumi
• Guest Lecturer at Unversitas Indonesia Maju , Poltekkes Yapkesbi Kota
Sukabumi, Ikes Rajawali Bandung

Ig @rossijanuarhalim
Email : j.h_rossy_abdulgani@yahoo.com
Critical Thinking

Berpikir kritis (critical thinking) adalah proses Berpikir kritis berdasarkan nilai-nilai akal
disiplin intelektual aktif dan kemahiran dalam budi yang sesuai dengan “subject-matter”
mengkonsep, menerapkan, mensintesa, dan dan mencakup kejernihan, ketelitian,
atau mengevaluasi informasi dari hasil ketepatan, bukti, kesempurnaan dan
pengumpulan atau ditimbulkan dari kejujuran. Berpikir kritis sangat penting
pengamatan, pengalaman, perenungan, dalam mengevaluasi informasi yang
penalaran atau komunikasi sebagai petunjuk diterima, mengurangi resiko bertindak
yang dapat dipercaya dan dalam bertindak. yang mendasari penalaran salah
Clinical reasoning

 Clinical reasoning adalah pola berpikir seorang klinisi untuk


menempuh tindakan bijaksana (memiliki dasar benar, dampak
baik) dalam arti melakukan tahapan tindakan terbaik sesuai
dengan konteks yang spesifik. (Higgs & Jones, 2000)
 Clinical reasoning Adalah proses kognitif yang terjadi ketika
berbagai informasi yang diperoleh baik melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik atau melalui kasus klinik disintesis dan
diintegrasikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimiliki sebelumnya yang kemudian dipergunakan untuk
mendiagnosis dan menatalaksana masalah pasien. (Groves dkk,
2002)
Attitude
d a n
S k i l l
Menurut Gambril & Gibbs (2009) karakteristik critical thinking
mempunyai tujuan serta intelektualitas yang meliputi:

1. Clarity, dimana kejelasan terhadap suatu permasalahan yang ada


perlu dijelaskan secara tuntas dan terinci.
2. Accuracy, kebenaran yang disampaikan dapat dipertanggung
jawabkan.
3. Relevance, pernyataan dan pertanyaan bisa saja jelas, teliti, dan
tepat tetapi hal tersebut belum tentu dapat relevan dengan
permasalahan yang ada.
4. Depth, pertanyaan dan pernyataan yang ada bisa saja memenuhi
sebuah kriteria atau persyaratan secara jelas, teliti, tepat, relevan
hanya saja jawaban sangat dangkal.
5. Breadth, sebuah penalaran yang cukup accuracy (akurat), clarity
(kejelasan), relevance (relevan), depth (kedalaman) and breadth
(keluasan).
Aspek Perilaku Berpikir Kritis
1. Relevance, relevansi (keterkaitan) dari pernyataan yang dikemukakan.
2. Importance, penting-tidaknya isu atau poko-pokok pikiran yang
dikemukakan.
3. Novelty, kebaruan dari isi pikiran, baik dalam mebawa ide-ide atau
informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru dari
orang lain.
4. Outside material , menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-
bahan yang diterimanya dari perkuliahan (reference).
5. Ambiguity clarified, mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut, jika
dirasa ada ketidakjelasan.
6. Linking ideas, senantiasa menghubungkan, fakta. Ide, atau pandangan
serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan.
7. Justification, member bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu
solusi atau kesimpulan yang diambilnya, termauk penjelasan mengenai
keuntungan (kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi
atau solusi.
8. Critical assessment, melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi/
masukkan yang datang dari dalam dirinya maupun dari orang lain.
9. Practical utility, ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat pula dari
sudut kepraktisan/kegunaannya dalam penerapan.
10. Width of understanding, diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat
meluaskan isi atau materi diskusi.
Menurut Susilowati,dkk (2017) Sklill/kemampuan
critical thinking meliputi:

Analysis Interpretation

Evaluation Inference

Explanation
Analysis

 Analysis (analisis) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi


maksud dan kesimpulan yang benar antara pernyataan,
pertanyaan, konsep, deskripsi berdasarkan keputusan,
pengalaman, alasan, informasi dan pendapat.
Evaluation

Evaluation (evaluasi) kemampuan menilai kredibilitas pernyataan atau


penyajian lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi
seseorang, pengalaman, situasi, kepercayaan, keputusan, dengan
menggunakan kekuatan logika dari hubungan inferensial yang
diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantara
pertanyaan, pernyataan, deskripsi maupun bentuk representasi
lainnya.
Contoh:
 membandingkan kelemahan dan kelebihan berbagai pendapat
 Menilai artikel atau sumber bacaan tersebut layak dijadikan
referensi atau tidak
Explanation

Explanation (eksplanasi) kemampuan seseorang untuk menyatakan


hasil proses pertimbangan, kemampuan untuk membenarkan bahwa
suatu alasan itu berdasarkan bukti, metodologi, konsep, atau suatu
kriteria tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, serta
kemampuan untuk mempresentasikan alasan berupa argumen yang
meyakinkan.
Contoh: mampu menjelaskan alasan yang mengacu pada kriteria
dan langkah mengapa ia mengambil keputusan tersebut : mampu
menjelaskan dasar diagnosis, mengapa ia memberikan terapi mukolitik
pada pasien asthma yang ia tangani.
Inference

Inference (inferensi) kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih


unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang
beralasan atau untuk membentuk hipotesis dengan memperhatikan
informasi relevan dan mengurangi konsekuensi yang ditumbulkan dari
data, pertanyaan, prinsip, bukti, penilaian, opini, deskripsi, pernyataan,
keyakinan, maupun bentuk representasi lainnya
Contoh : Subskill inferensi adalah mampu mengumpulkan bukti,
menyampaikan berbagai alternatif, dan bukti, menyampaikan
berbagai alternatif, dan membuat simpulan/ menegakkan diagnosa.
Interpretation
Interpretation (interpretasi) merupakan kemampuan seseorang untuk memahami
dan menyatakan arti atau maksud dari pengalaman yang bervariasi situasi, data,
peristiwa, keputusan, konvensi, kepercayaan aturan, prosedur atau kriteria.
Selanjutnya, self regulatian (pengaturan diri) ini berkaitan dengan kesadaran
seseorang untuk memonitor kognisi dirinya dengan mengaplikasikan keterampilan
untuk mengevaluasi kemampuan diri dan mengambil kesimpulan dalam bentuk
pertanyaan, konfirmasi, dan validasi (Susilowati, dkk, 2017)
Contoh L
 mampu mengintepretasikan data hasil pemeriksaan laboratorium normal/
abnormal
 Kadar Hb = 11 gr/dL Normal/ abnormal?
 Membaca artikel ilmiah mampu mengidentifikasi ide utama dan ide
tambahan dari penulis, tujuan penulis.
Tingkat Berpikir Kritis
Kataoka—Yahiro dan Sylor 3 komponen berpikir kritis
dalam keperawatan, yaitu:

1. Tingkat dasar

2. Tingkat Kompleks

3. Tingkat Komitmen
 Tingkat dasar. Pada tingkat dasar seseorang mempunyai
kewenangan untuk menjawab setiap masalah dengan benar.
Pemikiran ini harus berdasarkan kenyataan yang terjadi dengan
berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku.
Misalnya, ketika seorang perawat yang belum berpengalaman
dalam pelayanan, berpikir kritisnya dalam memberikan asuhan
keperawatan sangat terbatas, oleh karena itu perawat tersebut
harus mau belajar dari perawat lain dan menerima berbagai
pendapat dari orang lain.
 Tingkat Kompleks. Pada tingkat ini seseorang akan lebih mengakui
banyaknya perbadaan pandangan dan persepsi. Pengalaman dapat
membantu seseorang menambah kemampuannya untuk melepaskan
ego/ kekuasaannya untuk menerima pendapat orang lain, kemudian
menganalisis dan menguji alternative secara mandiri dan sistematis.
 Misalnya, untuk melihat tindakan keperawatan yang dapat memberi
keuntungan bagi klien, maka perawat dapat mencoba berbagai
alternatif yang ada dengan membuat rentang yang lebih luas untuk
pencapaiannya. Disini perawat belajar berbagai pendekatan yang
berbeda-beda untuk jenis penyakit yang sama dalam memecahan
masalah yang ditemukan.
 Tingkat Komitmen. Perawat sudah memilih tindakan apa yang akan
dilakukan berdasarkan hasil identifikasi dari berbagai alternatif
pada tingkat kompleks. Perawat dapat mengatisipasi kebutuhan
klien untuk membuat pilihan-pilihan kritis sesudah analisis berbagai
manfaat dari alternatif yang ada. Kematangan seorang perawat
akan tampak dalam memberikan pelayanan dengan baik, lebih
inovatif, dan lebih tepat guna bagi perawatan klien.
Sikap dalam Berpikir Kritis

Menurut Allport sikap mempunyai 3 komponen pokok


1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek
(pengetahuan, berpikir).
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan/ kesiapan untuk bertindak.
sikap perawat dalam berpikir kritis

1. Berpikir mandiri (thinking independently).


2. Rendah hati (humility).
3. Berani (courage).
4. Keutuhan (integrity).
5. Ketekunan (perseverance).
6. Empati (empathy).
7. Tanpa prasangka/ wajar (fair-mindedness).
8. Eksplorasi pikiran dan perasaan (exploring thought and feelings).
Berpikir Kritis Dalam Proses Keperawatan

1. menganalisis pertanyaan kritis pada setiap kegiatan dalam tahap


pengkajian
2. menganalisis pertanyaan kritis pada setiap kegiatan dalam tahap
diagnosis keperawatan
3. menganalisis pertanyaan kritis pada setiap kegiatan dalam tahap
perencanaan.
4. menganalisis pertanyaan kritis pada setiap kegiatan dalam tahap
implementasi.
5. menganalisis pertanyaan kritis pada setiap kegiatan dalam tahap
evaluasi.
Komponen Berpikir Kritis

1. Pengetahuan dasar spesifik :


 merupakan komponen pertama berpikir kritis, yang meliputi teori dan
informasi dari ilmu-ilmu pengetahuan, kemanusiaan dan ilmu-ilmu
keperawatan dasar. Pengetahuan ini dapat diperoleh perawat melalui
jenjang pendidikan yang diikuti, mulai dari diploma, sarjana, sampai tingkat
pendidikan master atau doctor.
2. Pengalaman
merupakan komponen kedua dari berpikir kritis. Pengalaman perawat dalam prakti
klinik akan mempercepat proses berpikir kritis, Karena ia akan berhubungan
dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan
membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap kesehatan kliennya.
Ada 5 jenis stimulus stimulus/ rangsangan yang bersal dari sumber belajar, yaitu:
 1. Interaksi manusia
 2. Realita.
 3. Pictorial representati
 4. Written symbols
 5. Recorded sound
3. Kompetensi
adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerajaan tertentu (Kepmendiknas No.
045/U/2002).
Kompetensi merupakan kemampuan individual yang dibutuhkan untuk
mengerjakan suatu tugas/ pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan,
dan sikap kerja sesuai unjuk kerja yang dipersyaratkan. Contoh: untuk menunjukkan
kompetensi melakukan prosedur mengukur tekanan darah klien, mahasiswa harus
melakukan praktek mengukur tekanan darahdi laboratorium sekolah terlebih
dahulu sebelum ke klinik. Ini dilakukan untuk memastikan apakah prosedurnya
sudah sesuai dengan cara kerja yang telah diajarkan.
Beberapa faktor-
faktor yang
berpengaruh
dalam penalaran
klinis
Beberapa faktor-faktor yang berpengaruh
dalam penalaran klinis, antara lain adalah :

1. Knowledge Base, landasan pengetahuan adalah awal mula dari


interpretasi dari suatu masalah, semakin bervariasi pengetahuan yang
berkaitan dengan gejala-gejala tersebut makin memungkinkan
merumuskan masalah lebih akurat.
2. Memory atau daya ingat menunjukan seberapa efektifnya pengetahuan
yang dimiliki untuk digunakan dalam mempelajari atau merumuskan suatu
masalah.
3. Representation atau mental representative menunjukan representasi
masalah yang dihadapi di dalam pikiran yang biasanya selalu terkait
dengan pengetahuannya. Para pemula biasanya memiliki
representasi masalah secara naïf atau terlalu menyederhanakan.
4. Kualitas perumusan masalah, para ahli mengatakan bahwa lima
puluh persen masalah dapat diselesaikan apabila tercapai
keberhasilan dalam melakukan perumusan masalah.
Strategi
Mengintegrasikan
Critical Thinking
dan Clinical
Reasoning
5 Proses
Keperawatan
Aplikasi Critical thinking dalam clinical
reasoning
Cognitif Skills
 Intepretating (Penafsiran)

 Menafsirkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


 Mengelompokan tanda dan gejala
Cognitif Skills
 Analysis

 Menentukan hubungan/ kaitan antar tanda/gejala yang satu dengan yang lain
 Contoh: memikirkan apakah hipertensi disebabkan karena mekanisme
kompensasi atau mekanisme patologis.
Cognitif Skills
 Evaluation

 Memutuskan apakah data yang diperoleh sudah cukup untuk


menegakkan diagnosa.
 Melakukan penajaman thd hipotesa awal : melakukan
pemeriksaan penunjang untuk menguji hipotesa
Cognitif Skills

 Inferensi

 Menetapkan diagnosa Keperawatan


 Menetapkan Intervensi Keperawatan
Cognitif Skills
 Explanasi

 Menjelaskan alasan/ dasar diagnosa keperawatan


 Menjelaskan Intervensi Kepewatan penyakit kepada pasien
dengan benar dan baik serta etis
Kesimpulan

Berpikir kritis berhubungan sangat erat dengan penalaran klinis.


Penalaran klinis akan menghasilkan suatu pertimbangan klinis yang
baik apabila didasari dengan pemikiran yang kritis. Dari hasil
penalaran klinis yang berdasarkan pemikiran yang kritis akan
menghasilkan suatu diagnosis dan penatalaksaan yang sesuai dengan
penyakit yang diderita oleh seseorang.
 Critical thingking merupakan landasan dalam melakukan clinical
reasoning
 Clinical reasoning yang kuat akan menghasilkan Diagnosa dan
Intervensi keperawatan yang presisi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai