Anda di halaman 1dari 123

PENERAPAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS DALAM

MENGEMBANGKAN TANGGUNG JAWAB PADA REMAJA DI NAGARI


LANSEK KADOK KECAMATAN RAO SELATAN KABUPATEN PASAMAN

SKRIPSI

“Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana (S1)
Pendidikan Bimbingan Konseling”

Disusun Oleh:

YEFNITA
2613.218

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)BUKITTINGGI
2018M/1439H
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bimbingan dan konseling dewasa ini tidak lagi terbatas hanya kepada

lingkungan pendidikan sekolah, melainkan juga setting luar sekolah dan

kemasyarakatan. Kehidupan global dan kemajuan teknologi informasi yang

menghadapkan manusia kepada perubahan pesat dan ragam informasi yang amat

banyak menghendaki manusia untuk memperbaiki kemampuan dan kecakapannya

di dalam memilih informasi agar dapat mengambil keputusan yang tepat.1

Tohari dan musnamar berpendapat bahwa konseling merupakan praktik

yang dijalankan sesuai dengan seperangkat aturan-aturan dan pedoman yang

disusun oleh lembaga-lembaga konseling profesional dan sesuai dengan kode etik

yang menekankan sikap menghargai nilai, pandangan, perasaan, pengalaman serta

kemampuan dalam kehidupan sehari-hari.2

Dalam buku konseling pancawaskita dikatakan bahwa konseling

merupakan pendidikan serta pengembangan individu pada umumnya yaitu proses

1
Mamat Supriatman, Bimbingan Konseling Berbasis Kompetensi :Orientasi Dasar
Pengembangan profesi konselor, (Jakarta :Rajawali Pers,2011)
2
Musnamar Tohari, Membantu Memecahkan masalah orang lain dengan teknik
konseling, pustaka belajar, Jogyakarta: 2004, hal.12
1
2

pembentukan penggatraan gatra, yang artinya konseling merupakan kemampuan

untuk mengentaskan masalah pada diri seseorang.3

Konseling profesional merupakan layanan terhadap klien yang

dilaksanakan dengan sungguh-sungguh menurut ilmu dan teknologinya. Dalam

praktik tampak ada lima tingkat”keprofesional”konseling yang di selenggarakan

dengan pendekatan pragmatik, dogmatik, sinkretik, ekletik, dan mempribadi. Ciri

pragmatik yaitu penyelenggara konseling dengan menggunakan cara-cara yang

menurut pengalamannya yang terdahulu dianggap memberikan hasil yang

optimal. Praktik yang lebih tinggi tingkat “keprofesionalnya” ialah konseling

dogmatik. Dalam konseling ini hanya menggunakan satu pendekatan/teori.

Apabila konseling dogmatik hanya menggunakan satu pendekatan/teori, maka

penyelenggaraan konseling sinkretik menggunakan sejumlah pendekatan/teori

tampa sistematika ataupun pertimbangan yang matang.

Tingkat keprofesionalan yang lebih tinggi terdapat pada konseling eklektik

penyelenggaraan konseling ini memiliki pemahaman yang mendalam tentang

berbagai pendekatan/teori konseling dengan berbagai teknologinya, dan berusaha

memilih dan menerapkan sebagian atau satu kesatuan teori yang satu dengan yang

lainnya sesuai dengan permasalahan klien.

Perkembangan keilmuan bimbingan dan konseling telah memunculkan

pelaksanaan konseling dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu

yang disesuaikan dengan kondisi klien yang diberikan pelayanan konseling. Oleh

3
Prayitno, konseling pancawaskita, Ikip Padang, Padang :1998,hal.20
3

karena itu, menurut hemat penulis perlu ditetapkan penggunaan sebuah

pendekatan konseling realitas dalam menghadapi persoalan remaja yang tidak

bertanggung jawab serta merugikan dirinya sendiri dan juga orang lain .

Pemilihan pendekatan tersebut tentu melalui pertimbangan yang mendalam oleh

seorang konselor agar tidak terjadi mal praktek pelayanan konseling.

Pendekatan konseling realitas merupakan pendekatan yang tepat dalam

penyelenggaraan layanan konseling. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Taufik,

bahwa “pendekatan konseling realitas mengajar orang untuk menerima tanggung

jawab, menunjukkan bahwa mereka bukan korban dari keadaan tetapi hasil dari

keputusan dan perbuatan mereka sendiri”.4 Pendekatan konseling realitas

dikembangkan oleh William Glasser, seorang insinyur kimia sekaligus psikiater

pada tahun 1950-an. Dia berpendapat bahwa pandanan psikoanalisis tentang

dorongan tingkah laku harus diubah dengan landasan teori yang lebih jelas.

Menurutnya, psikiatri konvensional pada waktu itu kebanyakan berlandaskan

asumsi yang keliru, sehingga dari pengalamannnya sebagi psikiatri mendorongnya

untuk melahirkan konsep baru yang dikenalkannya sebagai terapi realitas pada

tahun 1964.

Pedekatan konseling realitas merupakan sebuah upaya pemberian layanan

konseling kepada klien dengan menggunakan prinsip-prinsip realitas. Prinsip-

prinsip ini akan memberikan gambaran seperti apa upaya pelayanan konseling

yang akan dilakukan oleh seorang konselor. Penggunaan teknik-teknik realitas ini

4
Taufik, Model-Model Konseling, (Padang; FIP UNP,2009), h.191.
4

akan menjadi pembeda layanan konseling ini dengan layanan konseling dengan

pendekatan lainnya dalam rangka memberikan pelayanan konseling.

Menurut Gerald Corey, “pendekatan konseling realitas adalah suatu

sistematika konseling yang difokuskan pada masa sekarang dengan menggunakan

teknik-teknik tertentu untuk membantu klien menghadapi kenyataan dan

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun

orang lain”.5

Penulis melihat terdapat dua hal sebagai hasil akhir pelaksanaan

pendekatan konseling realitas dari pendapat ahli di atas. Pertama, pendekatan

konseling realitas mengharapkan klien untuk dapat menerima kenyataan yang ada

dan dialami oleh klien. Kedua, pendekatan konseling realitas dilaksanankan agar

klien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain,

yang memiliki keterkaitan dengan tanggung jawab.

Jadi, definisi pendekatan konseling realitas adalah pelayanan konseling

untuk membantu klien menerima kenyataan dan mengembangkan tanggung jawab

dalam diri klien dengan menggunakan prinsip-prinsip realitas.

Menurut Prayitno, tujuan dari konseling realitas adalah mengupayakan

klien supaya mampu memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan pedoman

R36. Jadi, hasil dari konseling realitas adalah klien mampu memenuhi kebutuhan

dengan tanggung jawab dan sesuai dengan kenyataan, serta tidak menyimpang

dari norma-norma yang ada dilingkungannya.

5
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung; PT Reefika
Aditama, 2009).h. 263
6
Prayitno, Konseling..., h. 76
5

Contoh kasus tingkah laku salah suai konseling realita “seorang remaja

yang sering ugal-ugalan di jalan raya hanya untuk menikmati kesenangan semata

tampa mereka peduli terhadap keselamatan dirinya dan juga orang yang ada di

sekitarnya, sehingga prilakunya tersebut membuat orang merasa tidak nyaman .

Jadi, dari uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa konseling realitas,

seseorang dalam kehidupannya harus mampu mengembangkan tanggung jawab,

dan mampu bertanggung jawab dalam setiap tingkah lakunya. Karena peran

tanggung jawab dalam kehidupan akan membawa seseorang mampu mencapai

identitas keberhasilan dan jauh dari identitas kegagalan. Tanggung jawab akan

selalu memunculkan tingkah laku individu yang realistis, yang sesuai dengan

norma-norma yang ada di lingkungannya.

Tanggung jawab memiliki peranan penting dalam kehidupan seseorang.

Berkenaan dengan hal tersebut Agus Sujanto menjelaskan “bahwa mulai dapat

bertanggung jawab merupakan sikap yang menunjukkan bahwa seseorang itu

sudah masuk tahap dewasa. Ia telah mengerti tentang norma, dan sadar diri untuk

menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan mencoba membina diri untuk selalu

menggunakan hal-hal yang bersifat positif”.7

Menurut pendapat Agus Sujanto di atas dapat kita lihat bahwa sikap

bertanggung jawab merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi tingkah

laku seseorang. Orang yang mampu bertanggung jawab akan menunjukkan

7
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), h. 267
6

tingkah laku yang positif karena mereka memiliki kesadaran diri dan pemahaman

terhadap norma yang ada dalam lingkungan masyarakatnya.

Sementara itu, orang yang tidak mampu bertanggung jawab lebih

cenderung pada tingkah laku yang buruk. Karena dia tidak memahami adanya

norma yang bersifat mengikat dan sebagai fungsi kontrol dalam bertingkah laku.

Taufik menggambarkan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab seperti:

“orang tua yang mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan kebutuhan

anaknya, para pegawai yang sering terlambat, para remaja yang kecanduan obat

bius, siswa yang melakukan tawuran, dan orang yang suka “jajan” adalah contoh-

contoh dari tingkah laku yang tidak bertanggung jawab”.8

Selanjutnya, dari sudut pandang Islam, arti pentingnya tanggung jawab


dapat kita lihat dalam firman Allah SWT dalam al-Quran surat Al Isra ayat 36:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai


pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabannya.”

Rasulullah SAW menegaskan arti pentingnya tanggung jawab dalam


Sabdanya seperti yang dituliskan Thohari Musnamar dalam bukunya yang berarti:
“masing-masing dari kalian adalah pemimpin (pemelihara) dan masing-masing
kalian akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang menjadi tanggung
jawabnya (HR. Muttafaq ‘alaih)”9.

8
Taufik, Model-model Konseling,(Padang; FIP UNP,2009), h. 191.
9
Thohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbinan dan Konseling Islami,
(Yogyakarta: UII PRESS, 1992), h. 95
7

Firman Allah SWT di atas menegaskan setiap perbuatan yang akan


dilakukan oleh manusia akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat kelak.
Oleh karena itu, individu perlu berhati-hati mengambil keputusan dalam
kehidupannya agar keputusan itu tidak merugikan bagi diri individu itu sendiri
dan orang lain. Sehingga, adanya tanggung jawab dalam diri individu, individu
dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat agar dapat mempertanggung
jawabkannya di hadapan Allah SWT.
Berbicara tentang keterkaitan konseling realitas dengan tanggung jawab

pada remaja menjelaskan bahwa terdapat suatu kelebihan dari konseling realitas

sehingga dapat digunakan dalam mengembangkan tanggung jawab pada remaja.

Remaja sebagai individu yang berkembang tentu memerlukan pembinaan dan

bantuan untuk dapat mencapai tuga-tugas perkembangannya. Remaja sering kali

salah langkah dalam menentukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,

baik kebutuhan psikologikal maupun fisiologikal.

Seperti halnya Fenomena yang terjadi pada jorong II koto panjang. Dari

hasil observasi pada tanggal 06 Maret 2017 penulis lihat di lapangan ditemukan

beberapa remaja yang suka mengemudikan kendaraan mereka dengan tidak

beraturan, atau yang disebut dengan ugal-ugalan. Mengemudikan sepeda motor

dengan kecepatan tinggi dan bunyi sepeda motor yang memekakkan telinga

membuat masyarakat menjadi merasa tidak nyaman ketika berjalan di jalan.

Remaja tersebut hanya berpikir bahwa tindakannya tersebut dapat membuat

mereka senang dan bangga terhadap tingkah laku mereka. Mereka tidak

memperdulikan keselamatan mereka dan keselamatan orang lain yang juga

menggunakan jalan tersebut. Selain itu, tingkah laku remaja tersebut dapat

menjadi pemicu munculnya ketidaksenangan remaja lainnya, baik perorangan


8

maupun kelompok yang dapat juga berujung pada bentrok antar kelompok remaja

yang berbeda. Bahkan dampak tingkah laku remaja tersebut juga dapat memicu

timbulnya konflik antar kelompok masyarakat.

Fenomena lainnya yang penulis lihat yaitu kurangnya etika remaja.

Beberapa remaja terlihat berboncengan dengan orang bukan muhrimnya seperti

layaknya pasangan suami istri. Remaja tersebut tidak acuh terhadap nilai-nilai

kesopanan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Selain itu, hanya sebagian

kecil remaja yang ikut dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti kegiatan

gotong royong perbaikan jalanan umum. Remaja seperti tidak berempati dengan

dampak baik dan buruknya gotong royong tersebut terhadap masyarakat.

Selanjutnya penulis melakukan wawancara dengan jorong (Lisman) pada

tanggal 13 Maret 2017 di jorong II koto panjang bahwa juga terdapat beberapa

orang remaja yang sering membuat ketidaktenangan karena prilaku mereka sering

membuat resah oleh masyarakat di Jorong II koto panjang.

Berdasarkan jumlah remaja di Jorong II Koto Panjang yang berjumlah 20

orang, yang direkomendasikan oleh jorong II Koto Panjang yaitu remaja yang

putus sekolah yang berjumlah 5 orang. Oleh karena itu remaja perlu diberikan

perhatian lebih dan dibantu pengembangan tanggung jawab dalam dirinya agar

mereka mampu untuk lebih bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan dan

perbuatan-perbuatan mereka sendiri. Pada akhirnya, remaja mampu

memperlihatkan peran dan keikutsertaan mereka dalam menciptakan ketenangan

dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat.


9

Berdasarkan fenomena yang ada dan karakteristik pendekatan konseling

realitas yang sesuai dengan masalah yang ada, maka penulis memberi judul

penelitian ini dengan Penerapan Pendekatan Konseling Realitas dalam

Mengembangkan Tanggung Jawab Pada Remaja di Nagari Lansek Kadok

Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena yang penulis uraikan pada latar belakang masalah

di atas, dapat masalah-masalah penelitian penulis yaitu:

1. Terdapat beberapa remaja yang ugal-ugalan di jalan.

2. Kurangnya etika remaja dalam bergaul dengan berlawan jenis.

3. Kurangnya kegiatan remaja dalam sosial kemasyarakatan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah di atas yang menjadi batasan

masalah dalam penelitian ini yaitu Penerapan Pendekatan konseling realitas

dalam mengembangkan tanggung jawab Pada Remaja di Jorong II Koto

Panjang Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1. Seberapa besar gambaran pretest remaja yang terindifikasi memiliki

prilaku tidak bertanggung jawab .

2. Seberapa besar gambaran posttest remaja yang terindifikasi memiliki

prilaku tidak bertanggung jawab.


10

3. Seberapa besar gambaran perbandingan pretest dan posttest remaja yang

terindifikasi memiliki prilaku tidak bertanggung jawab sebelum dan

setelah diberikan pendekatan konseling realitas ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tanggung jawab pada

remaja dengan menggunakan penerapan pendekatan konseling realitas.

F. Manfaat penelitian

1. Secara Teoritis

a. sebagai upaya untuk membantu menciptakan keamanan dan ketertiban

dalam kehidupan masyarakat.

b. untuk menerapkan pendekatan konseling realitas untuk

mengembangkan tanggung jawab pada diri remaja. Sehingga remaja

menjadi lebih siap untuk menjalani tahap perkembangannya

selanjutnya, yaitu tahap dewasa.

c. Untuk memberikan informasi kepada remaja, pemerintahan setempat,

orang tua dan masyarakat tentang pelayanan konseling

2. Secara praktis

a. Sebagai salah satu persyaratan akademis guna menyelesaikan studi

Strata 1 (S1) pada Jurusan Bimbingan dan Konseling di IAIN

Bukittinggi.

b. Sebagai latihan dalam penulisan karya ilmiah sekaligus sebagai

tambahan informasi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan


11

peneliti mengenai Penerapan Pendekatan konseling Realitas dalam

Mengembangkan tanggung jawab pada remaja.

c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau

masukan bagi perkembangan ilmu konseling dan menambah kajian

ilmu konseling khususnya dalam meningkatkan prilaku bertanggung

jawab dengan menggunakan pendekatan konseling realitas.

G. Penjelasan Judul

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul skripsi ini, maka

penulis perlu menjelaskan dari beberapa kata yang peting yang terdapat dalam

judul penelitian ini, sehingga mudah untuk dipahami baik bagi penulis maupun

pihak pembaca.

Konseling Perorangan :Layanan konseling yang diselenggarakan

oleh seorang konselor terhadap seorang

klien secara tatap muka dalam rangka

pengentasan masalah pribadi klien.10

Konseling perorangan yang penulis maksud

adalah layanan yang diberikan secara tatap

muka antara klien dan konselor.

Pendekatan konseling realitas : adalah suatu sistematika konseling yang

difokuskan pada masa sekarang dengan

menggunakan teknik-teknik tertentu untuk

membantu klien menghadapi kenyataan dan

10
Prayitno,..., h.105
12

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa

merugikan dirinya sendiri ataupun orang

lain.11Adapun pendekatan konseling realitas

yang penulis maksud adalah pelayanan

konseling untuk membantu klien menerima

kenyataan dan megembangkan tanggung

jawab dalam diri remaja dengan

menggunakan prinsip-prinsip realitas.

Remaja :, Monks dkk menjelaskan bahwa masa

remaja secara global berlangsung dari usia 12

sampai 21 tahun. Masa remaja dapat

dikelompokkan menjadi tiga periode, yaitu

usia 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18

tahun masa remaja pertengahan, dan usia 18-

21 tahun sebagai masa remaja akhir.12

Tanggung jawab : menurut Glasser “merupakan kemampuan

seseorang untuk mengambil keputusan

dengan tidak merugikan dirinya sendiri

maupun orang lain dalam upaya pemenuhan

kebutuhannya”.13

11
Corey, Teori..., h. 268.
12
Monks, F.J, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan,
(Yogyakarta; Gajah Mada University PRESS, 2002), h. 262.
13
Corey, Teori..., h. 263.
13

Jadi yang penulis maksud dengan judul secara keseluruhan adalah konselor

membantu untuk memenuhi kebutuhan dasar klien yang merugikan iri sendiri dan

orang lain dan juga membantu meningkatkan tanggung jawab pada remaja dengan

menggunanakn teknik konseling realitas.

H. Sistematika Penulisan

Untuk lebih terarah penulis ini, penulis membuat sistematika

penulisan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

batasan dan rumusan dan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

penjelasan judul dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teoritis

Bab ini terdiri dari konseling perorangan, tujuan dan fungsi

konseling perorangan, komponen konseling perorangan, azaz

konseling perorangan, pelaksanaan konseling perorangan.

pengertian konseling realitas, pandangan terapi realitas tentang

hakikat manusia, ciri-ciri konseling realitas, kepribadian menurut

konseling realitas, tujuan konseling realitas, teknik konseling

realitas, pengertian remaja, ciri-ciri remaja, tugas perkembangan

remaja, karakteristik remaja yang bertanggung jawab, pengertian

tanggung jawab, aspek-aspek tanggung jawab, urgensi tanggung


14

jawab dalam kehidupan, kaitan konseling realitas dengan tanggung

jawab remaja.

BAB III : Metodologi penelitian

Bab ini membahas tentang yang mencakup jenis penelitian,

rancangan penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel,

prosedur penelitian, instrumen penelitian, validitas instrumen,

reliabelitas instrumen , prosedur penelitian, dan teknik pengolahan

dan analis data.

BAB IV : Hasil penelitian

Merupakan hasil penelitian yaitu terdiri dari rata-rata nilai pretes

dan postes, pengujian prasyarat analisis yang terdiri dari uji

normalitas dan uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V :Kesimpulan

Merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan yang menjelaskan

persoalan-persoalan yang dikemukakan dalam rumusan masalah dan

tidak lupa saran-saran yang berguna dengan persoalan yang dibahas.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konseling Perorangan (KP)

1. Pengertian Konseling Perorangan

Konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan

seseorang dengan seseorang yaitu individu yang mengalami masalah yang

tak dapat diatasinya, dengan seorang petugas profesional yang telah

memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu agar klien

memecahkan kesulitannya.1

Layanan konseling perorangan merupakan salah satu pemberian

bantuan secara perorangan dan secara langsung. Dalam hal ini pemberian

bantuan dilakukan secara face to face (hubungan tatap muka) yang

ditandai adanya komunikasi timbal balik antara keduanya untuk

membahas permasalahan yang dialami klien agar tercapainya tujuan

konseling.

Menurut Parayitno dan Erman Amti, konseling perorangan

merupakan “proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui

wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada

1
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung : CV Alfabeta,
2007), h. 18

15
16

individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang

bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa konseling

perorangan adalah proses bantuan yang diberikan konselor atau orang

profesional yang telah memperoleh latihan atau pengalaman kepada klien

atau individu yang bermasalah untuk membantu mengatasi

permasalahannya. Pelaksanaan layanan konseling perorangan ini

dilakukan agar terbantu klien dan tujuan dari konseling tercapai.

Menurut Hellen, konseling perorangan yaitu layanan bimbingan

dan konseling yang memungkinkan peserta didik atau konseli

mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan

guru pembimbing dalam rangka pembahasan pengentasan masalah

pribadi yang di derita konseli.

Konseling merupakan “jantung hatinya” pelayanan bimbingan

secara menyeluruh. Hal ini berarti apabila layanan konseling telah

memberikan jasanya, maka masalah konseli akan teratasi secara efektif

dan upaya-upaya bimbingan lainnya tinggal mengikuti atau berperan

sebagai pendamping. Implikasi lain pengertian “ jantung hati” ialah

apabila seorang konselor telah menguasai dengan sebaik-baiknya apa,

mengapa, dan bagaimana konseling itu.2

2
Prayitno & Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2004), h. 105
17

Konseling perorangan adalah kunci semua kegiatan bimbingan

dan konseling. Karena jika menguasai teknik konseling individual berarti

akan mudah menjalankan proses konseling yang lain. Proses konseling

individu berpengaruh besar terhadap peningkatan klien karena pada

konseling individu konselor berusaha meningkatkan sikap siswa dengan

cara berinteraksi selama jangka waktu tertentu dengan cara beratatap

muka secara langsung untuk menghasilkan peningkatan-peningkatan pada

diri klien, baik cara berpikir, berperasaan, sikap, dan perilaku.3

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan konseling

perorangan yaitu salah satu jenis dari layanan bimbingan dan konseling

yang dilakukan secara tatap muka antara konselor dan klien untuk

membahas permasalahan yang dialami klien sehingga menghasilkan

peningkatan pada diri klien, baik dari segi berpikir, berperasaan, bersikap

dan berperilaku.

2. Tujuan dan Fungsi Konseling Perorangan

Secara umum tujuan dari konseling perorangan yaitu membantu

klien menstrukturkan kembali masalahnya dan menyadari life style serta

mengurangi penilaian negatif terhadap dirinya sendiri serta perasaan-

perasaan inferioritasnya. Kemudian membantu dalam mengoreksi

3
Holipah, The Using Of Individual Counseling Service to Improve Student’s Learning
Attitude and Habit At The Second Grade Student of SMP PGRI 6 Bandar Lampung, (Jurnal
Counseling, 2011)
18

presepsinya terhadap lingkungan, agar klien dapat mengarahkan tingkah

laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya.4

Menurut Gibson, Mitchell dan Basile ada delapan tujuan dari

konseling perorangan yaitu :

1) Tujuan perkembangan yaitu klien dibantu dalam proses pertumbuhan

dan perkembangannya serta mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi

pada proses tersebut (seperti pengembangan kehidupan sosial, pribadi,

emosional, kognitif, fisik, dsb).

2) Tujuan pencegahan yakni konselor membantu klien menghindari hasil-

hasil yang tidak diinginkan.

3) Tujuan perbaikan yakni konseli dibantu mengatasi dan menghilangkan

perkembangan yang tidak diinginkan.

4) Tujuan penyelidikan yakni menguji kelayakan tujuan untuk memeriksa

pilihan-pilihan, pengetesan keterampilan, dan mencoba aktifitas baru,

dsb.

5) Tujuan penguatan yakni membantu konseli untuk menyadari apa yang

dilakukan, difikrikan dan dirasakan.

6) Tujuan kognitif yakni menghasilakan fondasi dasar pembelajaran dan

keterampilan kognitif.

7) Tujuan fisiologis yakni menghasilkan pemahaman dasar dan kebiasaan

untuk hidup sehat.

4
Prayitno, Konseling Perorangan , (Padang, Universitas Negeri Padang, 2005), h. 52
19

8) Tujuan psikologis yakni membantu mengembangkan keterampilan

sosial yang baik, belajar mengontrol emosi, dan mengembangkan

konsep diri yang positif, dsb.5

Lebih lanjut Prayitno mengemukakan tujuan khusus layanan

konseling perorangan yaitu :

a. Fungsi Pemahaman.

Melalui layanan konseling individual klien memahami seluk

beluk masalah yang dialami secara mendalam dan komprehensif, serta

positif dan dinamis.

b. Fungsi Pengentasan.

Pemahaman itu mengarah kepada dikembangkannya persepsi

dan sikap serta kegiatan demi terentaskannya secara spesifik masalah

yang dialami klien itu.

c. Fungsi Pengembangan atau Pemeliharaan.

Pengembangan dan pemeliharaan potensi klien dan berbagai

unsur positif yang ada pada dirinya merupakan latar belakang

pemahaman dan pengentasan masalah klien dapatdicapai.

d. Fungsi Pencegahan.

Pengembangan atau pemeliharaan potensi dan unsur-unsur

positif yang ada pada diri klien, diperkuat oleh terentaskannya

masalah, akan merupakan kekuatan bagi tercegah menjalarnya masalah

5
Hibana Rahman S, Bimbingan dan Konseling Pola , (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h.85
20

yang sekarang sedang dialami itu, serta (diharapkan) tercegah pula

masalah-masalah baru yang mungkin timbul.

e. Fungsi Advokasi.

Apabila masalah yang dialami klien menyangkut dilanggarnya

hak-hak klien sehingga klien teraniaya dalam kadar tertentu, layanan

konseling individual dapat menangani sasaran yang bersifat advokasi.6

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa sangat banyak tujuan yang

dari pelaksanaan konseling perorangan. Secara umum dapat disimpulkan

bahwa melalui konseling perorangan konseli atau klien dapat menyadari

life style serta mengurangi penilaian negatif terhadap dirinya sendiri serta

perasaan-perasaan inferioritasnya, konseli atau klien juga dapatmengoreksi

presepsinya terhadap lingkungan, agar klien dapat mengarahkan tingkah

laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya, dimana tujuan

konseling perorangan mencakup seluruh bidang kehidupan klien.

3. Komponen Konseling Perorangan

a. Konselor

Konselor adalah seorang ahli dalam bidang konseling yang

memilikikewenangan dan mandat secara profesional untuk

melaksanakan kegiatan layanan konseling. Dalam layanan konseling

perorangan konselor menjadi aktor secara aktif mengembangkan

proses konseling melalui dioperasionalkannya pendekatan teknik, dan

6
Prayitno,…, hal. 4-5
21

asas asas konseling terhadap klien.7 Maka tanpa adanya konselor maka

konseling tidak dapat dilaksanakan.

b. Klien

Klien adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah

dan ia ingin mengentaskan permasalahannya tersebut. Kedatangan

klien kepada konselor berbeda-beda, ada yang datang sendiri (self

referal), datang karena perantaraan orang lain dan bahkan ada yang

datang terpaksa karena didorong dan diperintah oleh pihak lain.

Kedatangan klien bertemu konselor disertai kondisi tertentu yang ada

pada diri klien.8 Dalam hal ini, apapun dan bagaimanapun kondisi

klien beserta permasalahannya harus diupayakan pengentasannya.

4. Azas Konseling Perorangan

a. Kerahasiaan

Segenap rahasia pribadi klien yang terbongkar menjadi

tanggung jawab penuh konselor untuk melindunginya, keyakinan klien

akan adanya perlindungan menjadi jaminan suksesnya layanan.9

Artinya segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak

boleh disampaikan kepada orang lain apalagi data dan keterangan yang

tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain dan siapa pun

juga.

7
Prayitno, Layanan L1-L9, (Padang: Jurusan BK FIP UNP, 2004) h.6
8
Prayitno, Layanan L1-L9, (Padang: Jurusan BK FIP UNP, 2004) h.8
9
Prayitno, Layanan L1-L9, (Padang: Jurusan BK FIP UNP, 2004) h.10
22

b. Kesukarelaan dan keterbukaan

Kesukarelaan penuh klien untuk menjalankan proses layanan

konseling perorangan bersama konselor menjadi buah dari terjaminnya

kerahasiaan pribadi klien.10 Azas kerahasiaan dan kesukarelaan akan

menghasilkan keterbukaan pada diri klien

c. Azas lain yang mendukung

Azas kegiatan merupakan proses kegiatan konseling yang

dilakukan atas kerja sama antara klien dan konselor sehingga

tercapainya tujuan kegiatan yang diharapkan.11 Dalam hal ini azas

kegiatan sangat diperlukan karena akan dilakukannya pendekatan

behavioristik untuk mengurangi meningkatkan prilaku tanggung jawab

pada remaja.

Azas kenormatifan tidak boleh bertentangan dengan norma

yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, adat, hukum, ilmu

maupun kebiasaan sehari-hari.12 Azas kenormatifan ini diterapkan

terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

Azas kekinian mengandung pengertian bahwa konselor tidak

boleh menunda-nunda pemberian bantuan serta masalah klien yang

harus dientaskan juga harus masalah dialami sekarang bukan masalah

10
Prayitno, Layanan L1-L9, (Padang: Jurusan BK FIP UNP, 2004) h.10
11
Prayitno dkk, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994)
h.118
12
Prayitno dkk, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994)
h.119
23

yang telah berlalu maupun masalah yang akan datang. 13 Dalam hal ini

azas kekinian yang diharapkan ialah masalah yang berkaitan tindakan

prilaku tidak bertanggung jawab yang dilakukan remaja.

5. Pelaksanaan Layanan Konseling Perorangan

Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan

dengan baik. Setiap tahapan konseling perorangan membutuhkan

keterampilan-keterampilan khusus. Namun keterampilan-keterampilan itu

bukanlah yang utama jika hubungan konseling perorangan tidak mencapai

rapport. Dengan demikian proses konseling perorangan ini tidak dirasakan

oleh peserta konseling (konselor klien) sebagai hal yang menjemukan.

Akibatnya keterlibatan mereka dalam proses konseling sejak awal hingga

akhir dirasakan sangat bermakna dan berguna. Secara umum proses

konseling perorangan dibagi menjadi tiga tahapan :

1) Tahap awal konseling

Tahap ini terjadi sejak awal klien menemui konselor hingga

berjalan proses konseling sampai konselor dan klien menemukan

defenisi masalah klien atas dasar isu, kepedulian atau masalah klien.

Adapun proses tahap awal yaitu sebagai berikut.

a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien

Hubungan konseling bermakna apabila klien terlibat

diskusi dengan konselor. Hubungan tersebut dinamakan a working

13
Prayitno dkk, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994)
h.117
24

relathionsip yakni hubungan yang berfungsi, bermakna dan

berguna. Kunci keberhasilan konseling perorangan terletak pada :

(pertama) keterbukaan konselor, (kedua) keterbukaan klien,

(ketiga) konselor mampu melibatkan klien terus menerus dalam

proses konseling.

b. Memperjelas dan mendefenisikan masalah

Jika hubungan konseling telah terjalin dengan baik dimana

klien telah melibatkan diri, berarti kerjasama antara konselor dan

klien akan dapat mengangkat isu, kepedulian atau masalah yang

ada pada klien.

c. Membuat penafsiran dan penjajakan

Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemungkinan

mengembangkan isu atau masalah dan merancang bantuan yang

mungkin dilaksanakan.

d. Menegosiasi kontrak

Kontrak artinya perjanjian antara konselor dan klien. Hal

itu berisi (1) Kontrak waktu, artinya berapa lama diinginkan waktu

pertemuan oleh klien dan apakah konselor tidak keberatan. (2)

Kontrak tugas, artinya konselor apa tugasnya dan klien apa pula.

(3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling.


25

2) Tahap pertengahan ( tahap kerja)

Berangkat dari defenisi pada tahap awal kegiatan selanjutnya

difokuskan pada penjelajahan masalah klien dan bantuan apa yang

akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah

dijelajah tentang masalah klien. Menilai kembali masalah klien akan

membantu klien memperoleh perspektif baru, alternatif baru yang

mungkin berbeda dengan sebelumnya dalam rangka mengambili

keputusan dan tindakan. Adapun tujuan tahap pertengahan ini adalah :

a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu dan kepedulian klien

lebih jauh.

b. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.

c. Proses konseling berjalan sesuai kontrak.

3) Tahap akhir konseling (tahap tindakan)

Pada tahap akhir konseling ditandai beberapa hal yaitu :

a. Menurunnya kecemasan klien.

b. Adanya perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat

dan dinamis.

c. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program

yang jelas.

d. Terjadinya perubahan sikap positif (klien dapat berfikir realistik

dan dan percaya diri).

Tujuan-tujuan tahap akhir adalah sebagai berikut :


26

a) Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadahi.

Klien dapat melakukan keputusan karena sejak awal sudah

memikirkan dan menciptakan berbagai alternatif sambil

mendiskusikannya dengan konselor. Sehingga keputusan yang

diambil dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

b) Terjadinya transfer of learning pada diri klien.

Klien belajar dari proses konseling mengenai perilakunya

dan hal-hal yang membuatnya terbuka untuk mengubah

perilakunya di luar proses konseling. Artinya, klien mengambil

makna dari hubungan konseling untuk kebutuhan akan suatu

perubahan.

c) Melaksanakan perubahan perilaku.

Pada akhir konseling klien sadar akan perubahan sikap dan

perilakunya. Sebab ia datang kepada konselor atas kesadaran akan

perlunya perubahan pada dirinya.

d) Mengakhiri hubungan konseling.

Mengakhiri proses konseling harus dengan sepersetujuan

klien. Sebelum konseling diakhiri ada beberapa tugas klien yaitu :

membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil proses konseling,

mengevaluasi jalannya proses konseling dan membuat perjanjian

untuk pertemuan berikutnya.14

14
Sofyan S. Willis,..., h. 50-52
27

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa secara

umum ada 3 tahap pelaksanaan konseling perorangan yaitu tahap awal

konseling, tahap pertengahan (tahap kerja) dan tahap akhir konseling

(tahap tindakan). Sedangkan menurut Soli Abimanyu layanan

konseling perorangan dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir terbagi

pada lima tahap yaitu :

a. Tahap Pengataran

Tahap pengantaran merupakan tahap yang dilaksanakan di

awal proses layanan konseling perorangan. Tahap awal konseling

ini biasanya menjadi tahap yang paling sulit bagi konsselor

maupun klien itu sendiri.”15 Hal ini senada dengan pendapat

Prayitno yang menjelaskan bahwa “Proses pengantaran dapat

dilakukan melalui kegiatan penerimaan yang hangat, permisif,

pandangan bahwa klien tidak pernah salah, serta penstrukturan. “16

b. Tahap Penjajakan

Tahap ini merupakan tahap kedua dalam proses layanan

konseling individual. Sasaran dari tahap ini adalah terpahami

keadaan atau kondisi diri dari klien yang selama ini terpendam atau

mungkin menghambat perkembangan diri klien. Adapun tujuan

pada tahap penjajakan ini adalah sebagai berikut:

15
Soli Abimanyu dan M. Thayeb Manrihu, Teknik dan Laboratorium Konseling,(Jakarta :
Senayan, 1996), h. 148
16
Prayitno, Konseling Pancawaskita, (Padang: IKIP padang, 1998), hal. 23
28

1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah serta kepedulian klien

dan lingkungannya dalam mengatasi masalah tersebut.

2) Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara. Hal ini

dapat terjadi jika klien merasa senang terlibat dalam proses

konseling dan merasa butuh untuk mengembangkan potensi

dirinya dalam mengatasi masalah yang dialaminya.

3) Proses konseling harus berjalan sesuai kontrak. Kontrak

dinegolisiasikan agar betul-betul memperlancar proses

konseling. Untuk itu Guru Bimbingan dan Konseling dan klien

agar selalu menjaga perjanjian dan selalu mengingat dalam

pikirannya.17

c. Tahap Penafsiran

Tahap penafsiran ini merupakan suatu tahapan untuk

memberikan tafsiran pada diri klien secara jelas, tepat, dan dinamis

untuk dapat menentukan tujuan serta langkah-langkah pembinaan

pada diri klien secara positif.

Menurut Ahmad Sudrajat penafsiran dari permasalahan klien

akan dapat berlangsung, jika konselor dapat menjaga hubungan

konseling agar tetap terpelihara. Hal ini terjadi jika:

1) Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara

konseling, serta menampak kebutuhan untuk mengembangkan

diri dan memecahakan masalah yang dihadapinya.

17
Achmad Juntika Nurihsan,…, hal. 14
29

2) Guru Bimbingan dan Konseling berupaya kreatif

mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan

tepat menunjukkan pribadi yang jujur, iklas dan benar- benar

peduli terhadap klien.18

d. Tahap Pembinaan

Proses pembinaan ini secara langsung mengacu kepada

pengentasan masalah dan pengembangan diri klien. Dalam tahap ini

disepakati strategi dan intervensi yang dapat memudahkan terjadinya

perubahan.

e. Tahap Penilaian

Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan

menghasilkan terentaskannya masalah klien. Ada tiga jenis penilaian

yang perlu dilakukan dalam konseling perorangan, yaitu penilaian

segera, penilaian jangka pendek, dan penilaian jangka panjang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

konseling perorangan juga bisa dilakukan melalui 5 tahap, yaitu

pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan dan penilaian.

Dimana diharapkan dari proses konseling tersebut tercapai tujuan

dari konseling untuk dapat membantu klien keluar dari

permasalahannya.

18
Ahmad Sudrajat, Teknik Umum Dalam Konseling. Tersedia: http://ahmadsudrajat.
Wordpress.Com /2008/01/05/ teknik-teknik umum konseling. (25 Desember 2013)
30

B. Konseling Realitas

1. Pengertian Konseling Realitas

Pendekatan konseling realitas dikembangkan oleh William Glasser,

seorang insinyur kimia sekaligus psikiater pada tahun 1950-an. Dia

berpendapat bahwa pandanan psikoanalisis tentang dorongan tingkah laku

harus diubah dengan landasan teori yang lebih jelas. Menurutnya, psikiatri

konvensional pada waktu itu kebanyakan berlandaskan asumsi yang keliru,

sehingga dari pengalamannnya sebagi psikiatri mendorongnya untuk

melahirkan konsep baru yang dikenalkannya sebagai terapi realitas pada

tahun 1964.

Pedekatan konseling realitas merupakan sebuah upaya pemberian

layanan konseling kepada klien dengan menggunakan prinsip-prinsip

realitas. Prinsip-prinsip ini akan memberikan gambaran seperti apa upaya

pelayanan konseling yang akan dilakukan oleh seorang konselor.

Penggunaan teknik-teknik realitas ini akan menjadi pembeda layanan

konseling ini dengan layanan konseling dengan pendekatan lainnya dalam

rangka memberikan pelayanan konseling.

Menurut Gerald Corey, “pendekatan konseling realitas adalah suatu

sistematika konseling yang difokuskan pada masa sekarang dengan

menggunakan teknik-teknik tertentu untuk membantu klien menghadapi


31

kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan

dirinya sendiri ataupun orang lain”.19

Penulis melihat terdapat dua hal sebagai hasil akhir pelaksanaan

pendekatan konseling realitas dari pendapat ahli di atas. Pertama,

pendekatan konseling realitas mengharapkan klien untuk dapat menerima

kenyataan yang ada dan dialami oleh klien. Kedua, pendekatan konseling

realitas dilaksanankan agar klien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa

merugikan diri sendiri dan orang lain, yang memiliki keterkaitan dengan

tanggung jawab.

Jadi, definisi pendekatan konseling realitas adalah pelayanan

konseling untuk membantu klien menerima kenyataan dan

mengembangkan tanggung jawab dalam diri klien dengan menggunakan

prinsip-prinsip realitas.

2. Pandangan Terapi Realitas Tentang Hakikat Manusia

Individu bertingkah laku karena ingin memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Kebutuhan- kebutuhan yang banyak dan bermacam-macam

akan menimbulkan tingkah laku yang berbeda-beda. Selain itu, sudut

pandang yang berbeda terhadap terpenuhinya kebutuhan individu akan

menghasilkan tingkah laku yang berbeda-beda dari individu tersebut. Jadi,

pemenuhan kebutuhan merupakan sesuatu yang memotivasi individu

untuk bertingkah laku.

19
Corey, Teori..., h. 263
32

Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sebagai motivasi untuk

bertingkah laku, Prayitno menjelaskan bahwa:

semua orang bertingkah laku didorong untuk memenuhi


kebutuhan dasar, baik kebutuhan fisiologikal yang diartikan sebagai
kebuuthan untuk mempertahankan keberadaan organisme, dan
kebutukan psikologikal (kebutuhan akan identitas) yang terdiri dari
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, dan kebutuhan untuuk
merasa diri berguna bagi diri sendiri dan orang lain.20

Pendapat yang dkemukaakan oleh ahli di atas memberikan

pemahaman pada penulis bahwa pada hakikatnya terdapat banyak

kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh individu, baik kebutuhan fisiologis,

maupun kebutuhan psikologis. Akan tetapi, seperti yang dijelaskan oleh

Gerald Corey yang dikutip oleh Taufik bahwa “menurut terapi realitas

kebutuhan-kebutuhan individu mengacu pada kebutuhan untuk dicintai

dan mencintai, kebutuhan untuk merasa berharga, kebutuhan untuk

memiliki hidup senang, dan kebutuhan untuk bebas dan mengontrol nasib”

.21

Pendapat ahli di atas menegaskan bahwa ada banyak bentuk

kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh manusia. Banyaknya kebutuhan

tersebut tentu akan mempengaruhi tingkah laku yang dimunculkan oleh

individu tersebut. Maka, pada dasarnya individu dituntut untuk mampu

mengontrol tingkah laku yang dimunculkannya dalam upaya pemenuhan

kebutuhan.

20
Prayitno, Konseling Panca Waskita, (Padang; FIP UNP, 2005), h.75.
21
Taufik, Model-model Konseling, (Padang; FIP UNP, 2009), h, 189.
33

Gerald Corey menjelaskan bahwa “reality therapi is based on the


assumption that people straive to gain control of their lives to fulfill their
needs and focuses on helping clients solve problem and cope whith the
demand of reality by making more effective choice.” 22 Artinya, terapi
realitas beranggapan bahwa dalam memenuhi kebutuhannya manusia
berusaha untuk mengontrol tingkah lakunya dan terapi realitas fokus
terhadap upaya pemecahan masalah klien dan menanggulangi keinginan
yang sesungguhnya dengan membuat pilihan yang lebih efektif.
Lebih lanjut Gerald Corey menjelaskan bahwa “terapi realitas tidak

berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia, tetapi dibangun di

atas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri

”.23 Pendapat ini menyiratkan bahwa manusia akan menjadi apa yang

dipikirkannya. Kemampuan individu untuk mengambil keputusan dalam

menentukan tingkah laku yang akan dilakukan akan sangat menentukan

hasil yang didapatkan oleh individu tersebut, yang dalam hal ini berkaitan

dengan pemenuhan kebutuhan.

3. Ciri-ciri Konseling Realitas

Konseling dengan menggunakan pendekatan realitas berbeda

dengan pendekatan lainnya. Perbedaan tersebut dapat kita lihat pada 8 ciri

pendekatan konseling realitas sebagaimana yang dijelaskan oleh Gerald

Corey yaitu:

a. Konseling realitas menolak konsep penyakit mental, karena


pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis.
Pendekatan ini berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku
yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban; b. Terapi

22
Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy, (USA : Thomson
Brooks, 2005), h. 399
23
Corey, Teori..., h. 265
34

realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Terapi menekankan pada


kesadaran atas tingkah laku sekarang, perubahan tingkah laku akan
membawa pada perubahan sikap klien; c. Terapi menekankan masa
sekarang, yaitu terapi menekankan kekuatan-kekuatan, potensi-potensi,
keberhasilan-keberhassilan, dan kualitas-kualitas yang positif dari klien,
dan tidak hanya memperhatikan kemalangan-kemalangan klien dan
gejala-gejalanya;d.Terapi realitas menekankan pertimbangn-
pertimbangan nilai yang memungkinkan adanya perubahan yang positif
pada diri klien dengan mempertimbangkan tingkah laku-tinkah laku yang
destruktif; e. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Terapi
realitas menekankan bahwa konselor sebagai pribadi yang membantu
klien dalam memenuhi kebutuhan-kebbutuhan mereka sekarang dengan
membangun suatu hubungan yang personal dan tulus; f. Terapi realitas
menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek ketidak sadaran. Terapi
realitas menekankan bahwa dari kekeliruan yang dilakukan klien,
bagaimana tingkah laku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan
apa yang diinginkannya, dan bagaiman dia bisa terlibat dalam suatu
rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang berlandaskan tingkah laku
yang bertanggung jawab dan realistis; g. Terapi realitas menghapus
hukuman karena pemberian hukuman hanya akan memperkuat identitas
kegagalan dan merusak hubungan terapeutik. Terapi realitas ini
menentang penggunaan perkataan yang mencela, tapi menganjurkan
untuk membiarkan klien mengalami konsekuensi-konsekuensi yang
wajar dari tingkah lakunya; h. Terapi realitas menekankan tanggung
jawab. Belajar tanggung jawab merupakan proses seumur hidup dan
merupakan inti dari terapi realitas.24

Ciri-ciri pendekatan konseling realitas yang dijelaskan oleh ahli di

atas dengan jelas memaparkan pada penulis bagaimana pelaksanaan

layanan konseling realitas tersebut dilakukan. Dalam pelayanan konseling,

ciri-ciri tersebut menjadi hal-hal yang akan penulis acuhkan dalam

pelayanan konseling. Ciri-ciri tersebut menjadi acuan bagi penulis tentang

bagaimana penulis mengaplikasikan layanan konseling nantinya dalam

mengembangkan tanggung jawab pada remaja.

24
Corey, Teori..., h. 265-268.
35

b. Kepribadian Menurut Konseling Realitas

Munculnya sebuah pendekatan didahului oleh bagaimana sesorang

memandang perkembangan kepribadian. Dalam pendekatan konseling

realitas, perkembangan kepribadian seperti yang dijelaskan oleh Prayitno

merupakan fungsi dari bagaimana individu untuk memenuhi

kebutuhannya. Fungsi pemenuhan yang tepat adalah bagaimana individu

responsible dalam pemenuhan kebutuhannya sehingga tercapai

succesidentity, dan sebaliknya fungsi pemenuhan kebutuhan yang tidak

tepat artinya seseorang dalam upaya pemenuhan kebutuhannya lebih

irresponsible sehingga individu lebih mengarah pada failuridentity .25

Pendapat di atas menjelaskan bahwa tercapainya identitas

keberhasilan maupun identitas kegagalan adalah akhir dari perkembangan

kepribadian seseorang terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhannnya.

Menurut taufik, orang yang memiliki identitas keberhasilan adalah orang

yang melihat dirinya sebagai orang yang sanggup memberi dan menerima

cinta, merasa berharga, berarti, dan dibutuhkan oleh orang lain, serta

mampu memenuhi kebutuhan dengan cara-cara yang tidak mengorbankan

orang lain.26 Seseorang dengan identitas keberhasilan merasakan hidup

yang penuh makna dan terhindar dari keinginan untuk bertinkah laku yang

akan memberikan dampak buruk terhadap dirinya dan orang lain.

25
Prayitno, Konseling..., h. 75.
26
Taufik, Model..., h.192.
36

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita lihat bagaimana seorang

anak yang dalam hal ini remaja mencapai identitasnya. Pencapaian

identitas keberhasilan akan sangat penting bagi terbentuknya kepribadian.

Sebaliknya, diperolehnya identitas kegagalan oleh anak akan membawa

anak pada gangguan kepribadian dengan munculnya tingkah laku-tingkah

laku yang cenderung bersifat destruktif.

Selanjutnya Prayitno menjelaskan bahwa “succesidentity didasari

oleh konsep 3R, yaitu: 1. Right: norma-norma yang berlaku; 2.

responsibility: kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan pribadi tanpa

mengganggu pemenuhan kebutuhan orang lain; 3. reality: acuan nyata bagi

pemenuhan kebutuhan pribadi”.27 Tanpa adanya kebenaran tingkah laku

berdasarkan norma yang ada, dan tidak sesuai dengan kenyataan, serta

tidak diikuti dengan tanggung jawab maka tidak mungkin seseorang

mampu mencapai identitas keberhasilan.

c. Tujuan konseling realitas

Layanan konseling adalah layanan bantuan yang berupaya

membantu klien mengatasi kesulitannya. Upaya tersebut dalam setiap

pelayanannya meiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai dari sebuah

perubahan yang dilakukan klien. Begitu juga halnya dengan konseling

realitas yang berupaya untuk membantu klien merencanakan tindakan-

tindakan untuk dapat meraih identitas kesuksesan.

27
Prayitno, konseling..., h.76
37

Menurut Prayitno, tujuan dari konseling realitas adalah

mengupayakan klien supaya mampu memenuhi kebutuhannya dengan

menggunakan pedoman R3.28 Jadi, hasil dari konseling realitas adalah

klien mampu memenuhi kebutuhan dengan tanggung jawab dan sesuai

dengan kenyataan, serta tidak menyimpang dari norma-norma yang ada

dilingkungannya.

Berkaitan dengan tujuan konseling realitas, Namora Lumonga

Lubis berbeda redaksi dengan Prayitno. Namora Lumongga Lubis

menjelaskan beberapa tujuan terapi realitas yaitu: a. menjelaskan kepada

klien hal-hal yang menghambat terbentuknya keberhasilan identitas; b.

membentu klien menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam terapi; c.

Klien dapat melaksanakan rencana-rencananya secara mandiri tanpa diberi

treatment .29

Sementara itu, Menurut Gerald Corey, tujuan dari terapi realitas


adalah
membantu klien mencapai otonomi yang pada dasarnya adalah
kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk
mengganti dukungan lingkungan menjadi dukungan internal.
Kematangan ini menyiratkan bahwa orang mampu bertangung jawab
atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka, serta
mengembangkan rencana-rencana yang relistis dan bertanggung
jawab guna mencapai tujuan-tujuan mereka.30

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat penulis melihat bahwa hal

penting dari tujuan konseling realitas adalah bagaimana individu mampu

28
Prayitno, Konseling..., h. 76
29
Namora Lumonnga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori Dan
Praktek, (Jakarta; Kencana, 2011), h. 188
30
Corey, Teori..., h. 270.
38

mengembangkan rencana-rencana yang realistis dan bertanggung jawab

untuk mencapai tujuan-tujuannya. Tujuan tujuan tersebut adalah

tercapainya kepuasan karena telah terpenuhinya kebutuhan dasar individu,

baik kebutuhan fisiologikal maupun psikologikal.

Menurut konseling realitas, seseorang dalam kehidupannya harus

mampu mengembangkan tanggung jawab, dan mampu bertanggung jawab

dalam setiap tingkah lakunya. Karena peran tanggung jawab dalam

kehidupan akan membawa seseorang mampu mencapai identitas

keberhasilan dan jauh dari identitas kegagalan. Tanggung jawab akan

selalu memunculkan tingkah laku individu yang realistis, yang sesuai

dengan norma-norma yang ada di lingkungannya.

Senada dengan pendapat di atas Prayitno menjelaskan bahwa syarat

pada diri anak untuk mengembangkan identitas keberhasilan adalah

merasa dicintai dan merasa berguna.31 Artinya, agar seorang anak yang

dalam dalam hal ini remaja, untuk dapat mengembangkan identitas

keberhasilan dia harus bisa merasa bahwa dirinya berhaga dan berguna

bagi orang lain. Sehingga setiap perilaku yang akan dimunculkan oleh

remaja hendaklah mempertimbangkan kepentingan dirinya dan

kepentingan orang lain yang memiliki keterkaitan dengan tingkah laku

yang akan dilakukannya.

Dapat disimpulkan bahwa esensi dari pendekatan konseling realitas

adalah memacu perkembangan kemampuan klien agar dapat bertanggung

31
Prayitno, Konseling..., h. 76.
39

jawab dengan mempertimbangkan perilaku yang bersifat merugikan, baik

terhadap diri sendiri maupun orang lain dengan memperhatikan norma

yang ada, sehingga tercapai identitas keberhasilannya.

d. Teknik Konseling Realitas

Layanan konseling realitas menggunakan teknik-teknik tertentu

dalam pelaksanaannya.Teknik tersebut memiliki karakteristik tersendiri

dan berbeda dari teknik-teknik yang digunakan dalam pendekatan

konseling lainnya.Teknik yang digunakan oleh konselor dalam

memberikan layanan konseling mengarah pada prinsip-prinsip realitas.

Sehhingga pada akhirnya, penggunaan teknik inilah yang akan

menunjukkan bahwa konseling yang dilakukan mengaplikasikan

pendekatan konseling realitas.

Penggunaan teknik konseling realitas menuntut kriteria tersendiri

dari seorang konselor. Menurut Prayitno, ciri-ciri konselor adalah:

a. Konselor adalah seseorang yang telah mampu memenuhi


kebutuhan sendiri atau seseorang yang responsible; b. Kuat,
sabar, dan tidak terburu-buru tidak menyetujui begitu saja
tingkah laku atau permintaan klien, tidak pernah memaafkan
tingkah laku yang tidak bertanggung jawab; c. Hangat dan
sensitif (cepat tanggap), mampu memahami tingkah laku klien;
d. Mampu membeberkan perjuangan hidupnya sendiri kepada
klien, sehingga klien tahu bahwa setiap orang mampu bertindak
responsible meskipun dalam keadaan sulit.32

Konseling yang berhasil juga didukung oleh kondisi klien yang

diberikan pelayanan konseling. Menurut prayitno, ”klien harus menyadari

konseling tidak mungkin membuat klien bahagia, melainkan tingkah laku

32
Prayitno, Konseling..., h. 77.
40

klien yang responsible, yaitu dengan menghadapi kenyataan dan

mengambil tanggung jawab atas dirinya sendiri”.33 Artinya konseling tidak

memberikan solusi instan terhadap masalah klien, akan tetapi membantu

klien untuk mengembangkan cara berpikir klien menyikapi hal-hal tertentu

dan keberaniannya mengambil keputusan secara bertanggung jawab.

Adapun teknik yangsecara umum dapat digunakan oleh konselor

menurut prayitno adalah:

a. Personal: menciptakan suasana hangat dan penuh perhatian


terhadap klien; b. Lebih memfokuskan pada tingkah laku sekarang
dari pada perasaan (feeling); c. Kekinian: menekankan berfungsinya
klien sekarang, bukan masa lalu; d. Mempertimbangkan nilai, klien
diajak untuk menilai tingkah lakuknya sendiri, apakah responsible,
menguntungkan/ atau merugikan diri sendiri atau orang lain; e.
Merencanakan: membuat rencana khusus untuk mengubah tingkah
laku yang tidak responsible; f. Pengukuran: pengukuran hasrat atas
rencana pengubahan tingkah laku yang tidak responsible; g. Tidak
ada maaf: apabila rencana yang dibuat itu tidak terlaksana, atau tidak
membuahkan hasil, konselor tidak bertanya mengapa (dengan
demikian tidak memberikan maaf), melainkan membantu klien
membuat rencana (baru) selanjutny; h. Tidak ada hukuman: konselor
tidak memberikan hukuman karena akaan memperkuat failur
identity, konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk
merasakan akibat dari tingkah lakunya yang salah.34

Teknik lainnya yang dapat digunakan oleh konselor menurut Corey

seperti yang dikutip oleh Namora Lumongga Lubis adalah:

a. Terlibat dalam permainan peran dengan klien; b. Menggunakan


humor; c. Mengonfrontasikan klien dan menolak alasan apapun dari
klien; d. Membantu klien merumuskan rencana tindakan secara
spesifik; e. Bertindak sebagai guru/ model; f. Memasang batas-batas
dan menyusun situasi terapi; g. Menggunakan terapi kejutan verbal
atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan

33
Prayitno, Konseling..., h. 77
34
Prayitno, Konseling..., h. 78
41

tingkah lakunya yang tidak realistis; h.Melibatkan diri dengan klien


untuk mencari kehidupan yang lebih efektif.35

C. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja adalah salah satu fase perkembangan manusia sepanjang

rentang kehidupannya.Fase remaja ini merupakan fase peralihan dari fase

kanak-kanak menuju fase dewasa.Setiap orang dewasa pasti melalui fase

remaja.Fase remaja juga merupakan fase strategis untuk membentuk

kepribadian seseorang setelah dewasa nantinya.Oleh karena itu, fase

remaja merupakan fase penting dalam rentang kehidupan manusia.

Menurut Hurlock istilah adolescence atau remaja berasal dari kata

latinadolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang

berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”36. Secara luas dapat

diartikan bahwa, masa remaja merupakan suatu usia dimana terjadinya

berbagai kematangan baik itu mental, emosional, sosial maupun fisik.

Senada dengan pendapat di atas, Monks dkk menjelaskan bahwa

masa remaja secara global berlangsung dari usia 12 sampai 21 tahun. Masa

remaja dapat dikelompokkan menjadi tiga periode, yaitu usia 12-15 tahun

masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan usia 18-21

tahun sebagai masa remaja akhir.37

35
Lubis, Memahami..., h. 189.
36
Elizabeth B.Hurlock, Developmental Psychologya Life Span Approach (terjemahan)
Istiwidayanti , Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
(Jakarta:PT Gelora Aksara Pratama, 1980), h. 206

37
Monks, F.J, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan,
(Yogyakarta; Gajah Mada University PRESS, 2002), h. 262.
42

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa remaja

merupakan seseorang yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan

dengan rentang usia 12 sampai 21 tahun. Akan tetapi, batasan usia tidak

serta merta dapat dijadikan patokan untuk menyebut seseorang dapat

dikategorikan sebagai seorang remaja. Karena seorang yang sudah

menikah tidak dapat disebut remaja lagi meskipun dia berusia dalam

rentang usia 12-21 tahun. Jadi, remaja menurut penulis adalah individu

yang berada dalam rentang usia 12 sampai 21 tahun dan belum menikah.

2. Ciri-ciri Remaja

Fase remaja sebagai salah satu fase perkembangan dalam rentang

kehidupan manusia memiliki ciri-ciri tersendiri yang berbeda dengan fase

perkembangan lainnya. Ciri-ciri tersebut meliputi usia, perkembangan

fisik, dan perkembangan kompetensi secara keseluruhan yang dimiliki

oleh remaja seperti kompetensi intelektual, emosional, spiritual, sosial,

serta kompetensi lainnya yang juga terkait dengan diri individu yang

menjalani fase remaja ini.

Remaja memiliki ciri-ciri yang tersendiri yang berbeda dengan fase

perkembangan lainnya. Elizabeth B Hurlock menjelaskan bahwa ciri-ciri

remaja sebagai berikut:

a. Masa remaja merupakan periode yang penting karena


terjadinya perkembangan fisik dan mental yang cepat pada diri
remaja; b. Masa remaja merupakan masa peralihan karena pada
masa ini, remaja tidak mau diperlakukan seperti anak-anak, tetapi
belum mampu memikul tugas yang dibebankan pada orang
dewasa; c. Masa remaja sebagai periode perubahan karena pada
masa ini terjadi perubahan kondisi fisik, sikap, dan perilaku
remaja; d. Masa remaja sebagai usia bermasalah karena remaja
43

tidak berpengalaman untuk mengatasi masalahnya. Akibatnya


remaja tidak memperoleh hasil pengentasan masalahnya sesuai
dengan apa yang diharapkannya; e. Masa remaja sebagai masa
mencari identitas karena remaja berusaha memperoleh
eksistensinya dalam kelompok teman sebayanya; f. Masa remaja
merupakan usia yang menimbulkan ketakutan karena anggapan
stereotip budaya masayrakat yang bersifat negatif; g. Masa remaja
sebagai masa yang tidak realistis dimana remaja melihat dirinya
dan orang lain sebagaimana yang diinginkannya, tidak
sebagaimana adanya; h. Masa remaja sebagai ambang masa
dewasa karena remaja akan memusatkan diri untuk berperilaku
yang dihubungkan dengan status orang dewasa pada umumnya.38

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat penulis cermati bahwa

terjadi banyak kesenjangan dalam kehidupan remaja. Kesenjangan-

kesenjangan tersebut disebabkan oleh faktor yang datang dari dalam diri

individu dan pengaruh lain yang datang dari lingkungan. Faktor yang

datang dari dalam diri individu lebih disebabkan oleh perkembangan yang

dialami oleh remaja itu sendiri.Sedangkan faktor lingkungan terlihat

dominasi pengaruh dari kelompok teman sebaya dan pandangan stereotip

dari orang dewasa terhadap masa remaja tersebut.

Sementara itu, berkenaan dengan ciri-ciri remaja, Zulkifli

menjelaskan bahwa ciri-ciri remaja adalah:

a) Pertumbuhan fisik yang cepat; b) Perkembangan organ-organ


seksual yang ditandai dengan mulai berfungsinya organ-organ
seksual yang diikuti oleh perkembangan bagian tubuh lainnya sebagai
tanda-tanda perkembangannya; c) Cara berpikir kausalitas yaitu
menyangkut hubungan sebab akibat; d) Emosi yang meluap-luap; e)
Mulai tertarik kepada lawan jenisnya; f) Mulai mencari perhatian dari
lingkungannya; g) Terikat dengan kelompok teman sebayanya.39

38
Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, Edisi 5, (Jakarta; Erlangga, 1980), h.
207-209.
39
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.65-67.
44

Ciri-ciri remaja yang dipaparkan oleh ahli di atas dapat penulis

pahami bahwa remaja memiliki ciri-ciri yang saling terkait sebagai

berikut:

a. Adanya perkembangan fisik dan mental yang cepat

b. Adanya perkembangan organ-organ seksual yang menyertai

perkembangan fisik individu tersebut.

c. Mulai timbul ketertarikan terhadap lawan jenisnya sebagai akibat dari

perkembangn organ-oran seksualnya.

d. Keadaan emosi yang meluap-luap yang diakibatkan oleh terjadinya

perubahan kondisi fisik dan psikisnya.

e. Mencari perhatian dari lingkungan karena masa remaja adalah ambang

masa dewasa yang memacu remaja untuk bertingkah laku

sebagaimana halnya orang dewasa.

f. Berusaha mempertahankan eksistensi dalam kelompok teman

sebayanya.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan adalah indikator kompetensi tertentu yang

harus dicapai pada fase-fase perkembangan tertentu dalam rentang

kehidupan manusia. Tugas perkembangan dapat menjadi ukuran untuk

melihat sampai sejauh mana perkembangan individu. Jika semua indikator

tersebut sudah terlihat dalam diri individu, berarti individu telah mampu

melewati suatu fase perkembangannya. Sebaliknya, jika ada salah satu


45

indikator yang belum tercapai, itu artinya individu tersebut belum mampu

melewati fase perkembangan selanjutnya dalam rentang kehidupannya.

Adapun yang dimaksud dengan tugas perkembangan adalah suatu

tugas yang muncul dalam suatu priode tertentu dalam kehidupan individu.

Tugas tersebut harus dikuasai dan diselesaikan, sebab apabila dapat

dikuasai dan diselesaikan dengan baik akan memberikan kebahagian dan

keberhasilan dalam perkembangan selanjutnya. Sebaliknya apabila tidak

dapat dikuasai dan diselesaikan dengan tepat, maka akan menimbulkan

ketidakbahagian, penolakan dari luar dan kesulitan dalam perkembangan

selanjutnya.

Sementara itu, tugas perkembangan remaja sebagaimana yang

dijelaskan oleh Syamsu Yusuf LN bahwa:

tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada


periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila
tugas itu dapat berhasil dituntaskan, akan membawa kebahagiaan
dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya; sementara
apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidak bahagiaan pada
diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan
masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-
tugas berikutnya .40

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas ada beberapa pendapat

yang saling mendukung untuk memahami tugas perkembangan itu.

Senada dengan pendapat di atas Havigrus dalam Syamsu Yusuf LN

menjelaskan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja itu adalah;

40
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung; PT
Remaja Rosdakarya, 2009), h. 65.
46

1) mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman


sebaya; 2) mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita; 3)
menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif; 4)
mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya; 5) mencapai jaminan kemandirian ekonomi; 6) memilih
dan mempersiapkan karir (pekerjaan);7)mempersiapkan pernikahan
dan hidup berkeluarga;8) mengembangkan keterampilan intelektual
dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara; 9)
mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial; 10)
memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai
petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku; 11) beriman dan
bertakwa kepada tuhan yang maha esa.41

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat kita lihat adanya kesamaan

pendapat terkait dengan tugas perkembangan pada remaja. Tugas-tugas

perkembangan yang dijelaskan hanya memiliki perbedaan urutan, akan

tetapi penulis melihat bahwa esensi dari pendapat ahli tersebut bahwa ada

11 aspek tugas perkembangan yang harus di capai atau dikuasai oleh

seorang remaja sebelum mencapai kedewasaan.

Sementara itu, menurut Elizabeth B. Hurlock tugas perkembangan

remaja adalah:

a) menerima kondisi fisiknya sebagai pria atau wanita; b)


mengembangkan hubungan yang lebih matang dengan teman
sebaya; 3) mencapai kemandirian secara emosional; 4) mencapai
kemandirian ekonomis; 4) mengembangkan keterampilan
intelektual kan kecakapan sosial; 5) menyesuikan diri dengan
tatanan nilai orang dewasa; 6) mengembangkan perilaku sosial
yang bertanggung jawab; 7) persiapan perkawinan dan hidup
berkeluarga.42

Senada dengan pendapat ahli di atas, Zulkifli menjelaskan bahwa

ada 5 aspek tugas perkembangan adolesen (remaja) yaitu; 1) bergaul

41
Lihat, Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung; PT
Remaja Rosdakarya, 2009), h. 74-94.
42
Elizabeth ,Psikologi..., h. 209-210.
47

dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin; 2) mencapai peranan

sosial sebagai pria atau wanita; 3) menerima keadaan fisik sendiri; 4)

memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan; 5) memilih pasangan

dan mempersiapkan diri untuk hidup berkeluarga.43

Jadi, berdasarkan penjelasan para ahli di atas penulis memahai

bahwa pada prinsipnya terdapat persamaan pendapat tentang tugas-tugas

perkembangan remaja. Akan tetapi, dalam penelitian ini penulis lebih

sepakat dengan tugas-tugas perkembangan yang di uraikan oleh Elizabeth

B Hurlock dengan tidak mengabaikan penjelasan dari para ahli lainnya

terkait dengan aspek-aspek perkembangan pada remaja. Karena tugas

perkembangan yang dijelaskan oleh Elizabeth B Hurlock lebih mudah

penulis pahami, dan pendapat ahli lainnya menambah pemahaman penulis

mengenai tugas-tugas perkembangan remaja.

4. Karakteristik Remaja yang Bertanggung Jawab

Karakteristik remaja sebagai individu dengan berbagai

perkembangannya baik fisik, fisiologis, maupun psikologisnya mejadikan

remaja sebagai individu yang rentan terhadap timbulnya masalah yang

dihadapinya. Masalah-masalah tersebut terjadi lebih disebabkan oleh diri

remaja itu sendiri. Masalah tersebut adakalanya juga melibatkan orang

lain. Untuk itu, tanggung jawab harus ada dalam diri remaja agar tingkah

laku yang dimunculkannya dalam rangka memenuhi kebutuhannya tidak

merugikan orang lain.

43
Zulkifli, Psikoogi Perkembangan (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.76-79.
48

Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab

merupakan salah satu tugas perkembangan pada remaja. Artinya, jika

remaja mampu bertanggung jawab dalam kehidupannya maka tercapai satu

indikator tugas perkembangannya. Selain itu, adanya tanggung jawab

dalam diri remaja akan sangat menentukan bagaimana tingkah laku

remaja kedepanya.

Pegembangan tanggung jawab pada usia remaja merupakan hal

yang sangat penting. Berkaitan dengan hal ini, Syamsu Yusuf LN

menegaskan bahwa bagi perkembangan rasa tanggung jawab, tiada masa

yang paling penting dalam kehidupan individu, kecuali masa remaja. Masa

ini merupakan periode kehidupan yang sangat individualistik, sebelum

mereka memantapkan diriinya masuk masyarakat dewasa yang telah

memiliki status sosial tertentu, seperti pekerja, orang tua, suami dan istri44.

Oleh karena itu, pembinaan dan pengembangan tanggung jawab dalam diri

remaja merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk membangtu

remaja melewati proses perkembangannya

D. Tanggung Jawab

1. Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan frase dasar dari frase bertanggung

jawab. Tanggung jawab merupakan frase benda yang bersifat abstrak.

Secara sepintas, tanggung jawab dapat difahami sebagai beban yang harus

dipikul oleh seorang individu. Akan tetapi kalau kita lihat lebih dalam,

44
Syamsu Yusuf..., h. 89.
49

tanggung jawab bukanlah sebuah beban yang harus dipikul oleh seseorang,

tanggung jawab lebih merujuk pada sebuah kompetensi kognitif yang ada

dalam diri seseorang.

Sementara itu bertanggung jawab dapat difahami sebagai sikap

yang menunjukkan bagaimana suatu tanggung jawab itu dijalankan.

Bertanggung jawab lebih mengarah kepada seperti apa seseorang

melakukan suatu tugas yang dibebankan. Bertanggung jawab

memperlihatkan sampai sejauh mana seseorang memiliki tanggung jawab

terhadap tugas yang dibebankan padanya.

Banyak ahli mencoba menjelaskan defenisi-defenisi tanggung

jawab. Dalam kaidah bahasa inggris, istilah tanggung jawab disebut

dengan responsibility. Sudarsono mengartikan bahwa responsibility

adalah “tanggung jawab pemilihan suatu kewajiban dalam hubungannya

dengan seseorang atau sesuatu“.45

Menurut pendapat ahli di atas dapat penulis lihat bahwa tanggung

jawab lebih mengarah pada munculnya sebuah keputusan sebagai hasil

dari makna tanggung jawab itu sendiri.Keputusan-keputusan yang akan

diambil oleh individu merupakan keputusan yang terbaik dan bernilai

positif karena keputusan tersebut berkaitan dengan orang lain. Oleh karena

itu, seyogyanya keputusan-keputusan terbaik tersebut merupakan

keputusan yang tidak merugikan diri individu itu sendiri, orang lain,

45
Sudarsono, Kamus Konseling, (Jakarta; PT Rineka Cipta, 1993), h. 202.
50

maupun hal-hal lain yang berkaitan langsung dengan keputusan yang

dihasilkan.

Dalam Cambridge Advanced Learners Dictionaribahwa: “have


responsibility to be an position of authority over someone and to have a
duty to make certain that particular things are done”46. Tanggung jawab
adalah bagaimana seseorang mampu memposisikan hak dan kewajiban
terhadap seseorang untuk membuat sebuah keputusan yang matang.
Tanggung jawab mengacu kepada bagaiman individu memiliki kecakapan
berfikir agar mampu menempatkan hak dan kewajiban secara
proporsional.
Selanjutnya,defenisi tanggung jawab menurut Glasser yang di

kutip oleh Gerald Corey bahwa “tanggung jawab didefinisikan sebagai

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan

melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain

dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”47. Artinya, Gerald Corey

memahami bahwa tanggung jawab merupakan kecakapan kognitif individu

untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, dan orang lain tidak

terganggu oleh tingkah lakunya.

Dari pendapat para ahli di atas dapat penulis cermati esensi dari

tanggung jawab adalah:

a. Tanggung jawab merupakan sebuah bentuk kecakapan sebagaimana

yang dijelaskan oleh gerald corey.

46
Cambridge AdvancedLearners Dictionari (second edition), (Cambridge; Cambridge
University Press, 2005), h. 1083.
47
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung; PT Reefika
Aditama, 2009).h. 268
51

b. Tanggung jawab merupakan sesuatu yang berkaitan dengan orang lain

atau memiliki makna sosial.

c. Hak dan kewajiban sebagai indikator yang tidak terpisahkan dari

tanggung jawab itu sendiri.

Jadi, defenisi tanggung jawab menurut penulis adalah kecakapan

individu untuk mengambil keputusan terbaik dengan menempatkan hak

dan kewajiban secara proporsional untuk memenuhi kebutuhan

psikologisnya tanpa merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

2. Apek-aspek Tanggung Jawab

Bukanlah hal yang mudah untuk menentukan apakah seseorang

memiliki tanggung jawab atau tidak. Akan tetapi, ada beberapa aspek yang

dapat penulis amati sebagai wujud dari adanya tanggung jawab dalam diri

seseorang. Adapun aspek-aspek tanggung jawab tersebut seperti yang

diuraikan oleh Desmita bahwa tanggung jawab memiliki beberapa aspek,

yaitu: “a) sikap produktif dalam mengembangkan diri; b) melakukan

perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel; c) sikap altruisme,

empati, bersahabat dalam hubungan inter personal; d) kesadaran akan etika

dan hidup jujur; e) melihat prilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem

nilai; f) kemampuan bertindak independen”.48

Pendapat yang dikemukakan ahli di atas penulis lihat ada hal-hal

pokok yang harus kita cermati tentang arti dari tanggung jawab. Pertama,

tanggung jawab menuntut adanya sikap produktif bukan sikap yang

48
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya,
2009), h. 196.
52

destruktif. Kedua, tanggung jawab menuntut seseorang untuk mampu

mengembangkan kecerdasan emosinya. Dan ketiga, tanggung jawab

memperhatikan aspek kehidupan sosial yang didasari oleh etika dan

sisitem nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Tanggung jawab menuntut adanya sikap produktif artinya adalah

seseorang yang memiliki tanggung jawab harus mampu menetapkan

tingkah laku-tingkah laku yang sifatnya tidak merugikan bahkan

menghancurkan atau destruktif. Sikap-sikap yang diambil lebih mengarah

pada sikap-sikap yang mengarah pada peningkatan kualitas tingkah laku

individu untuk melaksanakan suatu tugas yang dipikulya.

Aspek tanggung jawab yang kedua adalah seseorang harus bisa

melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel. Artinya

adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab mampu merencanakan

sebuah keputusan berkaitan dengan tingkah laku yang dimunculkan.

Tingkah laku yang ada bukanlah tingkah laku yang yang timbul tampa

suatu pertimbangan terlebih dahulu. Tingkah laku yang muncul memiliki

sistematika tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.

Seseorang dengan tanggung jawab tidak hanya mampu membuat

suatu keputusan. Akan tetapi orang tersebut juga mampu

memerealisasikan keputusan yang telah ditetapkannya itu. Tingkah laku

yang muncul bukan merupakan tingkah laku yang monoton, melainkan

tingkah laku yang bersifat terbuka, dan mau menerima masukan dari orang

lain yang ada disekitarnya.


53

Aspek tanggung jawab yang ketiga adalah adanya sikap altruisme,

empati, dan bersahabat dalam hubungan inter personal. Artinya adalah

tanggung jawab dalam diri seseorang menuntut seseorang untuk memiliki

kecerdasan emosional dalam hubungan sosialnya. Tingkah laku yang

dimunculkan mempertimbangkan kepentingan orang lain untuk

diinterpretasi dan dihormat dalam melakukan suatu tindakan untuk

mencapai tujuan yang diinginkannya, dimana tujuan tingkah laku lebih

bersifat sebagai suatu tujuan bersama.

Aspek ketiga menjelaskan bahwa tanggung jawab menuntut adanya

kesadaran akan etika dan hidup jujur. Aspek ini mengarah pada adanya

upaya kontrol diri seseorang dalam bertingkah laku. Tanggung jawab akan

terlihat pada diri seseorang jika orang mampu merealisasikan sifat jujur

dan menjunjung tinggi etika dalam tingkah lakunya. Aspek ini akan

menimbulkan tingkah laku seseorang yang selaras dan serasi dengan

norma yang ada dalam lingkungannya.

Aspek keempat dari tanggung jawab adalah adanya tanggung jawab

menjadikan seseorang melihat prilaku dari segi konsekuensi atas dasar

sistem nilai. Jadi, tingkah laku yang ada tidak hanya sebatas intuisi semata,

akan tetapi menyadari adanya konsekuensi sebagai dampak dari tingkah

lakunya. Baik buruknya tingkah laku diinterpretasi dengan sistem nilai

yang ada dan dijunjung tinggi di lingkungannya.

Aspek tanggung jawab yang terakhir adalah orang yang memiliki

tanggung jawab mampu untuk bertindak secara independen. Artinya,


54

tanggung jawab membantu seseorang untuk mandiri dalam bertindak. Ada

atau tidaknya bantuan dari orang lain tidak menjadi kendala dalam

mengambil tindakan. Orang tersebut tidak menggantungkan harapannya

pada pertolongan orang lain dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Dia

lebih bisa menetapkan apa yang harus dilakukannya dengan segera sesuai

dengan kebutuhan.

3. Urgensi Tanggung Jawab dalam Kehidupan

Tanggung jawab merupakan sesuatu yang sangat penting yang

harus dimilki oleh seseorang. Karena adanya tanggung jawab dalam diri

seseorang akan mempengaruhi seperti apa tingkah laku seseorang dalam

kehidupan sehari-harinya. Tanggung jawab juga mempengaruhi seseorang

untuk mampu mengemban suatu tugas yang dibebankan padanya. Selain

itu, tanggung jawab juga sebagai sebuah indikator kematangan kepribadian

seseorang dalam rentang usia perkembangannya.

Tidak adanya tanggung jawab dalam diri seseorang tentu menjadi

hal yang mustahil seseorang mampu untuk bertanggung jawab terhadap

sikap dan tingkah lakunya. Seseorang yang tidak bertanggung jawab akan

cenderung pada tingkah laku yang berdampak negatif yang dalam

masyarakat berkembang istilah tindakan yang tidak bertanggung jawab

yang memiliki hubungan dengan orang lain secara langsung maupun

secara tidak langsung.

Seseorang dengan tanggung jawab mampu menempatkan diri

dalam berbagai situasi yang dibutuhkan oleh orang lain. Orang yang tidak
55

ada tanggung jawab dalam dirinya tidak mampu menerima kenyataan yang

ada. Orang tersebut akan lebih banyak memberikan protes daripada

berusaha memikirkan seperti apa dia harus berbuat agar kehidupannya

dapat berjalan dengan baik.

Berkaitan dengan penyesuaian diri seseorang, Desmita menjelaskan

bahwa “secara garis besarnya penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat

dari empat aspek kepribadian yaitu; a) kematangan emosional; b)

kematangan intelektual; c) kematangan sosial; d) tanggung jawab”. 49 Jadi,

penyesuaian diri yang sehat ditunjukkan oleh adanya empat aspek

kepribadian yang salah satunya adalah tanggung jawab dalam diri

sesorang.

Tanggung jawab juga dapat menunjukkan kematangan diri

seseorang. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Abdul Mujib dan Yusuf

Mudzakir bahwa “tanggung jawab menunjukkan kematangan diri

seseorang, sekaligus sebagai tanda tanda kesehatan mental”50.Artinya

tanpa adanya tanggung jawab, individu yang sedang berkembang tidak

bisa dikatakan matang, dan jauh dari mental yang sehat.

Tanggung jawab melibatkan cara berfikir sesorang dalam

menyikapi suatu permasalahan. Tanggung jawab akan mempengaruhi

gejala-gejala emosional yang muncul dari tingkah laku seseorang. Remaja

yang sudah mencapai kematangan emosi dapat dilihat dari ciri-ciri tingkah

49
Desmita, Psikologi..., h. 195
50
Abdul Mujib, Yusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta; PT Raja
Grafindo Persada, 2001), h. 142.
56

lakunya, diantaranya adalah mandiri secara emosional yang ditunjukkan

oleh tingkah laku remaja yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan

orang lain. Artinya, remaja yang memiliki tanggung jawab akan mampu

mencapai kemandirian emosinya.

Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa urgensi tanggung jawab

dalam kehidupan, diantaranya adalah;

a. Tanggung jawab sebagai salah satu indikator yang menunjukkan

seseorang mampu menyesuaikan diri dengan baik.

b. Tanggung jawab sebagai salah satu indikator yang membawa individu

pada kematangan.

c. Tanggung jawab membantu remaja untuk mencapai kemandirian

emosional.

E. Kaitan Konseling Realitas dengan Tanggung Jawab Remaja

Berbicara tentang keterkaitan konseling realitas dengan tanggung jawab

pada remaja menjelaskan bahwa terdapat suatu kelebihan dari konseling

realitas sehingga dapat digunakan dalam mengembangkan tanggung jawab

pada remaja. Remaja sebagai individu yang berkembang tentu memerlukan

pembinaan dan bantuan untuk dapat mencapai tuga-tugas perkembangannya.

Remaja sering kali salah langkah dalam menentukan tindakan untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya, baik kebutuhan psikologikal maupun fisiologikal.

Pemenuhan kebutuhan pada anak tentu akan berpengaruh pada

perkembangannya, termasuk pada pengembangan identitasnya. Namora

Lumongga Lubis bahwa “anak yang berhasil memenuhi kebutuhan


57

psikologisnya akan mengembangkan identitas keberhasilan dalam dirinya,

sebaliknya jika seorang anak gagal dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya,

maka anak tersebut mengembangkan identitas kegagalan dalam dirinya”.51

Artinya, tercapainya idetitas keberhasilan maupun identitas kegagalan seorang

anak ditentukan oleh sejauh mana kebutuhan psikologisnya dapat terpenuhi.

Fase remaja sebagai fase lanjutan dari fase perkembangan anak

memiliki kepribadian yang berbeda dari pada masa anak-anak. Remaja lebih

dituntut untu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Artinya, seyogyanya

seorang remaja bertanggung jawab penuh terhadap dirinya sediri.

Berkaitan dengan kemandirian dalam diri individu, Corey menjelaskan

bahwa :

tujuan umum dari terapi realitas adalah untuk membantu klien


mencapai otonomi atau kemandirian. Kemandirian menyiratkan
bagaimana individu secara bertanggung jawab mengambil sebuah
keputusan yang bersifat konstrukti dan lebih bernilai positif. Dan
konseling realitas muncul sebagai sebual layanan bantuan untuk
mengembangkan tanggung jawab dalam diri individu.52

Jadi, penulis menyimpulkan kaitan konseling pendekatan realitas

dengan tanggung jawab dilihat dari karakteristik remaja meliputi ciri-ciri

remaja, tugas perkembangan remaja, dan fenomena permasalahan yang dialami

remaja adalah sebagai berikut:

51
Lubis, Memahami..., h. 186.
52
Corey, Teori..., h. 269.
58

1. Konseling realitas membantu remaja mengembangkan cara pikir remaja

dalam menyikapi suatu persoalan, sehingga remaja mampu bertanggung

jawab untuk mencapai kemandirian emosionalnya.

2. Esensi konseling realitas adalah membantu remaja mengembangkan

tanggung jawab sehingga remaja mampu memutuskan suatu tindakan yang

realistis.

3. Konseling realitas menekankan hubungan personal yang hangat dan tulus

sehingga membantu remaja menjalin suatu hubungan yang harmonis yang

memberikan pemahaman kepada remaja untuk mempertimbangkan

kepentinagn orang lain disamping kepentingan pribadi.

4. Konseling realitas memperhatikan nilai-nilai, shingga remaja mampu

meunculkan tingkah laku yang konstruktif dengan konsekuensi logisnya.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian dengan landasan teoritik aplikasi pendekatan konseling

realitas ini juga dilakukan oleh penelliti lainya. Penelitian ini dilakukan

terhadap hal-hal yang berbeda dengan variabel penulis yaitu tanggung jawab,

salah satunya adalah tentang peningkatan harga diri siswa. Penelitian ini

dilakukan oleh Wilda Sulistiowati dengan judul Penerapan Konseling Realitas

Dalam Meningkatkan Harga Diri Siswa di SMP Negeri Kedungpring.

Berikut penulis paparkan penelitian tersebut:Abstrak : Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui perbedaan skor harga diri rendah siswa sebelum

dan sesudah penerapan konseling realita pada siswa. Penelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian pre-test post


59

test one group design. Subyek penelitian ini adalah 6 siswayang memunyai

skor harga diri rendah. Pengumpulan data menggunakan Coopersmith Self

Esteem Inventory (CSEI) yang telah dihitung validitas dan reliabilitas. Tehnik

yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji tanda. Dari hasil analisis data

berdasarkan analisis uji tanda dengan taraf signifikan 5 %, menunjukan adanya

perbedaan yang signifikan skor harga diri antara sebelum dan sesudah

penerapan konseling realita. Harga diri rendah siswa menjadi meningkat

setelah perlakuan, maka dapat disimpulkan bahwa konseling relaita dapat

digunakan untuk meningkatkan harga diri siswa. Kata kunci : Konseling

realita, Harga diri

Berdasarkan penelitian di atas dapat kita lihat bahwa konseling realitas

dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam kehidupan.

Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa pendekatan konseling realitas juga

dapat diaplikasikan untuk mengembangkan tanggung jawab dalam diri remaja,

agar tingkah laku remaja nantinya didasari oleh konsep 3R (right, reality,

responsibility) dan tercapai identitas keberhasilannya.

G. Hipotesis Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih perlu dibuktikan

kebenarannya melalui suatu penelitian. Berdasarkan deskripsi teoritis di atas

maka penulis menarik sebuah hipotesis dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Pendekatan Konseling realitas dalam konseling perorangan efektif

untuk meningkatkan prilaku tanggung jawab pada remaja.


60

2. Hipotesis Nol (H0)

Pendekatan Konseling realitas dalam konseling perorangan tidak

efektif untuk meningkatkan prilaku tanggung jawab pada remaja.

H. KerangkaBerfikir
Agar kerangka berfikir penulis dapat difahami, maka penulis petakan
kerangka berfikir penulis sebagaimana berikut:

Remaja sikap produktif dalam


mengembangkan diri

melakukan perencanaan
dan melaksanakannya
secara fleksibel
Konseling Tanggung jawab
realitas
sikap altruisme, empati,
bersahabat dalam
hubungan inter personal

kesadaran akan etika dan


hidup jujur

melihat prilaku dari segi


konsekuensi atas dasar
sistem nilai

kemampuan bertindak
independen
Kerangka berfikir penulis diatas menggambarkan bahwa terdapat enam

aspek tanggung jawab. Aspek perkembangan itu adalah:

1. Sikap produktif dalam mengembangkan diri

2. Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel

3. Sikap altruisme, empati, bersahabat dalam hubungan inter personal


61

4. Kesadaran akan etika dan hidup jujur

5. Melihat prilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai

6. Kemampuan bertindak independen

Agar tanggung jawab dimiliki oleh remaja, remaja perlu dibantu dengan

memberikan layanan konseling. Layanan konseling dengan menggunakan

pendekatan konseling realitas diberikan pada remaja agar remaja memiliki

tanggung jawab dengan adanya enam aspek tanggung jawab dalam tingkah

laku yang di munculkan dalam kehidupannya sehari-hari dan dalam kehidupan

bermasyarakat.
62

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang gunakan adalah penelitian pra eksperimen. Jenis

penelitian ini pada prinsipnya tidak dapat mengontrol validitas internal dan

eksternal secara utuh, karena satu kelompok hanya dipelajari satu kali, atau

kalau menggunakan dua kelompok diantara kedua kelompok itu tidak

disamakan terlebih dahulu1.

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini

menggunakan model One Group pretest posttest Design yakni eksperimen

yang dirancang hanya melibatkan satu kelopok saja tampa kelompok

pembanding. Sebelum subjek dikenai perlakuan terlebih dahulu, kita sebagai

peneliti melakukan yang berupa pretes (TI) kemudian diberikan perlakuan (X)

dan setelah itu diakan posttes (T2).

Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan satu kelompok subjek

yaitu kelompok anggotanya remaja-remaja akhir yang terindikasi tidak

bertanggung jawab. Pada kelompok subjek penggunaan pendekatan konseling

realitas. Pada akhir penelitian dilakukan tes akhir untuk melihat intensitas

remaja akhir yang memiliki tanggung jawab yang rendah.

1
A Muri Yusuf, Metode Penelitian :Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah, (Universitas
Negeri Padang (UNP), 1997), h.235
63

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah One Group pretest

posttest Design. Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek.

Pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka

waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya.

Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.1

Rancangan penelitian One Group pretest posttest Design2

Pre-test Treatment Post-test

T1 X T2

Keterangan :

X =Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen, yaitu pendekatan

konseling realitas.

T1 = Tes awal yang diberikan kepada subjek penelitian

T2 = Tes akhir yang diberikan kepada subjek penelitian

Rancangan penelitian One Group pretest posttest Design ini menurut

Gall dan Borg dalam Punanji Setyosari meliputi tiga langkah, yaitu3 :

1. Pelaksanaan prestes untuk mengukur variabel terikat

2.Pelaksanaan perlakuan atau eksperimen

3.Pelaksanaan posttes untuk mengukur hasil atau dampak terhadap

variabel

2
Sumadi Suryabrata, 2004, Metodologi Penelitian, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada).h
101
3
Punanji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan ,,,h. 174
64

Maka dengan demikian, dampak perlakuan ditentukan dengan cara

membandingkan skor hasil pretes dan posttes.

Rancangan penelitian ini melakukan pengukuran sebanyak dua kali

yakni sebelum dan sesudah perlakuan. Data yang terkumpul berupa nilai

pertama dan nilai tes kedua. Tujuan penelitian adalah membandingkan dua

nilai dengan mengajukan pertanyaan apakah ada perbedaan nilai rata-rata dari

kedua nilai yang diperoleh dan untuk keperluan itu digunakan teknik yang

disebut dengna uji-t (t-test)4. Jadi dalam penelitian ini jelas sekali tidak ada

menggunakan kelompok pembanding sama sekali. Dalam penelitian hanya

menggunakan satu kelompok saja dengan cara memberikan tes sebelum

diberi perlakuan kemudian setelah itu dilakukan tes sekali lagi yaitu tes akhir.

C. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian merupakan suatu instansi atau kelompok yang

penulis teliti berdasarkan masalah yang penulis jelaskan dalam penelitian ini.

Tempat penelitian yang penulis maksud adalah Nagari lansek kadok

Kecamatan rao selatan Kabupaten Pasaman. Adapun yang menjadi objek

penelitian penulis adalah beberapa orang remaja yang terlibat dalam masalah-

masalah yang penulis gambarkan dalam latar belakang masalah.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Suatu penelitian membutuhkan adanya objek penelitian yang akan

diteliti. Oleh karena itu, terlebih dahulu perlu ditetapkan objek penelitian atau

4
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian , (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.
508
65

yang disebut dengan populasi. Menurut Suharsimi Arikunto “populasi adalah

keseluruhan subjek penelitian”.5Populasi pada penelitian ini adalah remaja

akhir yang putus sekolah dengan rentang usia 17 atau 18 tahun sampai dengan

21 atau 22 tahun sebanyak 20 orang remaja akhir laki-laki yang berada pada

jorong II koto panjang Nagari lansek kadok kecamatan Rao selatan kabupaten

pasaman.

Tabel 3.2
Jumlah remaja akhir yang putus sekolah menurut umur
Jorong II koto panjang
NO INISIAL JENIS KELAMIN
1 AP LAKI-LAKI
2 AS LAKI-LAKI
3 PT LAKI-LAKI
4 RK LAKI-LAKI
5 YD LAKI-LAKI
6 DD LAKI-LAKI
7 AJ LAKI-LAKI
8 ZK LAKI-LAKI
9 IK LAKI-LAKI
10 MT LAKI-LAKI
11 AZ LAKI-LAKI
12 YS LAKI-LAKI
13 AR LAKI-LAKI
14 RN LAKI-LAKI
15 RY LAKI-LAKI
16 AD LAKI-LAKI
17 AR LAKI-LAKI
18 YY LAKI-LAKI
19 RZ LAKI-LAKI
20 IL LAKI-LAKI
Sumber: Profil jorong II koto panjang
66

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, segala karakteristik populasi

tercermin dalam sampel yang dialami.6 Bila populasi besar dan peneliti tidak

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti menggunakan sampel

yang diambil dari populasi. Apa yang dipelajari dari sampel itu,

kesimpulannya akan dapatdiberlakukan untuk populasi.

Agar dapat mewakili dan menggambarkan sifat serta karakteristik dari

populasi, maka perlu dilakukan teknik sampel yang tepat. Teknik yang

digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah Non Random Sampling

yaitu Purposive Random Sampling, artinya cara pengambilan sampel

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan tujuan tertentu.7 Karena

Pengambilan sampel dilakukan atas instruksi dari jorong II koto panjang.

Sampel yang ditentukan oleh jorong yaitu ada 5 orang remaja yang membuat

resah oleh masyarakt di jorong II koto panjang.

Adapun yang penulis jadikan sampel dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

6
Sudjana, Metode Statistika, (Bandung, Tarsito: 2005), hal. 161
7
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
cet. Ke-8, hal. 176
67

Tabel 3.3

Kode remaja yang menjadi subjek penelitian


No Subjek Penelitian
1 PT
2 IL
3 AS
4 YY
5 RZ

E. Instrument Penelitian

Dalam suatu penelitian tentu banyak cara yang dapat digunakan sebagai

salah satu metode untuk memperoleh data penelitian. Pada penelitian ini untuk

memperoleh data yang lengkap dan tepat, penulis menggunakan teknik

pengumpulan data yakni dengan menggunakan:

a. Angket

Angket digunakan untuk mengetahui bagaimana remaja yang

bertanggung jawab dan yang tidak bertanggung jawab. Angket ini

dilakukan atau diberikan pada remaja dua kali yang pertama diberikan

sebelum eksperimen atau prestes dan kedua diberikan setelah

eksperimen atau posttes. Angket yang kedua diberikan kepada remaja

yang menjadi subjek penelitian saja yang dilihat dari hasil pretes

sebelumnya yang menyatakan bahwa remaja tersebut yang tidak

memiliki rasa tanggung jawab sehingga mendapatkan perlakuan

pendekatan konseling realitas. Angket ini berisi pernyataan-pernyataan


68

tentang kondisi yang menyatakan atau menunjukkan bahwa remaja

yang tidak memiliki rasa tanggung jawab.

Adapun skala yang dipakai dalam penyusunan angket ini

adalah skala Likert (sikap) yaitu skala yang digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan persepsi seorang atau kelompok orang

tentang fenomena sosial. Jawaban skala Likert ini memiliki alternatif

jawaban berupa selalu (SL), sering (SR), Jarang (JR), kadang-kadang

(KD)dan tidak pernah (TP). Setiap item pernyataan ada yang berupa

pernyataan positif dan ada berupa negatif.

Tabel 3.4

Distribusi Pemberian Skor Skala Tanggung jawab

Jawaban Skor (+) Skor (-)

selalu (SL), 5 1

sering (SR), 4 2

Kadang-kadang (KD) 3 3

Jarang (JR) 2 4

Tidak pernah (TP) 1 5

Sebelum dilakukan uji validitas terhadap instrument, terlebih

dahulu disusun kisi-kisi instrument untuk variabel Y (Pengembangan

tanggung jawab pada remaja).


69

F. Validitas Instrument

Validitas berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur

apa yang seharusnya diukur.8 Validitas dalam penelitian ini tergolong

validitas isi. Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut secara tepat, benar

dan sahih dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pendapat lain mengatakan validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalitan atau kesahihan suatu instrumen.

Sebuah intrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Cara yang dilakukan untuk mengukur kevaliditan instrumen peneliti yaitu

instrumen non tes yang telah disusun kemudian dikonsultasikan kepada ahli

atau disebut juga dengan expert jugment, yang sekaligus merupakan konsultai

terhadap validasi isi.

Validasi peneliti lakukan kepada ibu Rahmawati Wae, M.Pd selaku

dosen di bidang bimbingan dan konseling, bapak Dr. Wedra Aprison, M.Ag

selaku dosen pendidikan bapak Dr, H Arman Husni, Lc.Ma selaku validator

selaku dosen di bidang bahasa. Berdasarkan hasil validasi terjadi perubahan

dalam angket dimana ada kalimat yang perlu di perbaiki didalam beberapa

item, dan juga disarankan agar disetiap akhir kalimat item pernyataan

dibubuhi tanda titik.

8
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, …..hal. 121
70

G. Reliabelitas Instrumen

Suatu instrument dikatakan reliabel jika pengukurannya konsisten dan

cermat akurat. Jika uji realiabelitas instrument dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui konsistensi dari instrument sebagai alat ukur. Sehingga

pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila

dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang

homogen diperoleh hasil yang relative sama, selama aspek yang diukur dalam

diri subjek memang belum berubah. Uji realibilitas instrumen dilakukan

dengan menggunakan Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS versi 22 .9

( Lembar Uji Reliablitas Terlampir )

H. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian sebagai

berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Menetapkan tempat penelitian. Penelitian yang dilakukan di Jorong II

koto panjang kenagarian lansek kadok kec. Rao selatan

b. Menetapkan jadwal penelitian

c. Mengurus izin penelitian pada pihak kampus

d. Mengurus izin kepada pmerintahan Kabupaten Pasaman

e. Mempersiapkan instrument angket yang akan digunakan untuk

penelitian

9
Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman, Anlisis Korelasi, Regresi dan Jalur
dalam Penelitian, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 37
71

f. Melakukan validasi isi terhadap angket tanggung jawab kepada ahli

yaitu kepada ibu Rahmawati Wae, M.Pd selaku dosen di bidang

bimbingan dan konseling, bapak Dr.Wedra Aprison,S.Ag selaku dosen

di bidang bimbingan dan konseling dan bapak Dr, H Arman Hasni,

Lc.Ma selaku dosen bahasa.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan angket kepada 5 orang remaja yang terindikasi memiliki

prilaku yang tidak bertanggung jawab

b. Menganalisis hasil angket remaja

c. Melaksanakan eksperimen. Jumlah pertemuan selama penelitian

adalah delapan kali pertemuan termasuk pengukuran awal dan

pengukuran akhir. Pada subjek peneliti dilaksanakan kegiatan

pemberian teknik pendekatan konseling realitas. Secara rinci

pelaksanaan kegiatan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.5
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Eksperimen

No Hari /Tanggal Kegiatan Durasi Waktu


1 Selasa/ 26 Pengukuran Pre-test
Desember 2017 Tanggung jawab remaja
Klien PT 30 menit
Klien IL 25 menit
Klien AS 30 menit 08.00s/d
Klien YY 25 menit 14.00
Klien RZ 30 menit
2 Rabu/ 27 Pengantaran dan penjajakan
72

Desember 2017 Klien PT 60 menit 14.30 s/d


Klien IL 60 menit 18.00
Klien AS 50 menit
3 Sabtu/ 30 Pengantaran dan penjajakan
Desember 2017 Klien YY 60 menit 09.00 s/d
Klien RZ 50 menit 15.00
4 Senin / 01 Penjajakan dan Penafsiran
Januari 2018 Klien PT 40 menit 14.30 s/d
Klien IL 40 menit 17.00
5 Selasa / 02 Penjajakan dan Penafsiran
Januari 2018 Klien AS 45 menit 14.30 s/d
Klien YY 40 menit 18.00
Klien RZ 45 menit
6 Minggu / (Penerapan Teknik Konseling 14.30 s/d
07Januari 2018 Realitas dan penilaian Klien 30 menit 18.00
PT 30 menit
(personal,mempertimbangkan
nilai, membuat perencanaan)
Klien IL
(personal,mempertimbangkan
nilai, tidak ada maaf,
membuat perencanaan)
7 Senin / 08 Penerapan Teknik Konseling 45 menit 14.30 s/d
Januari 2018 Realitas dan penilaian Klien 30 menit 17.00
AS 40 menit
(personal,mempertimbangkan
nilai, tidak ada maaf, tidak
ada hukuman dan melakukan
tindakan)
Klien YY
73

(personal,mempertimbangkan
nilai, tidak ada maaf,
membuat perencanaan) Klien
RZ
(personal,mempertimbangkan
nilai, tidak ada maaf, tidak
ada hukuman dan melakukan
tindakan
8 Selasa / 09 Pengukuran Posttests
Januari 2018 Tanggung jawab remaja
Klien PT 20 menit 14.00 s/d
Klien IL 20 menit 17.00
Klien AS 20 menit
Klien YY 20 menit
Klien RZ 20 menit

Teknik konseling realitas tidak merumuskan teknik khusus, namun

disarankan sejenis pedoman umum yang dapat memandu konselor dalam

proses konseling.Glesser dan Zunin(dalam Henzen, dkk, 1997)

mengemukakan delapan prinsip yang perlu diperhatikan selama dia

menyelenggarakan konseling yaitu sebagai berikut10 :

a. Mementingkan Hubungan Personal

Menciptakan suasana hangat dan penuh perhatian terhadap klien.

Kehangatan dan pemahaman merupakan kunci bagi kesuksesan konseling,

konselor dapat memudahkan proses ini melalui penggunaan kata ganti

10
Taufik, Model-model Konseling, (Padang:UNP, 2009), h. 198
74

orang (saya, anda, dan kita )dan mendorong klien menggunakan kata ganti

orang.

b. Berfokus pada tingkah laku tidak pada perasaan

Pendekatan konseling realitas berfokus pada apa yang klien dapat

lakukan untuk membuat perasaannya baik. Munculnya perasaan terbaik

sebetulnya akibat dari adanya tingkah lakunya tepat.

c. Berfokus pada masa sekarang

Penekanan dalam konseling ialah pada isi dan fungsi sekarang,

tidak pada masa lalu. Jika pengalaman masa lalu dibahas, hanya apabila

ada hubungannya dengan isi dan fungsi pada masa sekarang.

d. Mempertimbangkan nilai

Klien dibawa untuk menilai tingkah lakunya, apakah responsibel,

menguntungkan/merugikan diri sendiri atau orang lain. Apabila tidak

maka itulah yang perlu diubah.

e. Membuat perencanaan

Klien menentukan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab, dan

dia harus siap membuat perencanaan untuk merubahnya. Tahap ini

meliputi membuat rencana-rencana khusus mengubah tingkah laku yang

tidak bertanggung jawab.

f. Terikat pada komitmen

Konselor menekankan pada klien untuk memiliki komitmen dalam

melaksanakan rencana-rencana yang telah dibuat itu. Hal itu diwujudkan

dalam bentuk kontak kegiatan.


75

g. Tidak memaafkan atau menerima alasan

Bila klien kembali dan melaporkan bahwa rencana yang dibuatnya

itu gagal atau tidak dilakukannya, maka konselor tidak memaafkannya.

Dari pada menjelajahi alasan kenapa alasannya gagal, konselor realitas

berkonsentrasi pada membantu klien menyusun dan membuat komitmen

bagi rencana baru.

h. Penghapusan hukuman

Konselor tidak menghukum, sebab menghukum akan memperkuat failure

identity (FI). Dalam hal itu pada konselor memberikan kesempatan kepada

klien merasakan akibat dari tingkah lakunya yang salah.

Penerapan teknik konseling realitas tersebut diharapkan tingkah laku klien

dapat berubah, sehingga sesuai dengan keadaan yang baik saat sekarang

ini. Dapat digambarkan dengan peta konsep dibawah ini :


76

Treatment
Pretest Posttest
(Konseling Realitas)

Personal

Fokus tingkah laku sekarang

Berfokus pada masa


sekarang

Mempertimbangkan nilai

Membuat perencanaan

Komitmen

Tidak ada maaf

Tidak ada hukuman

Gambar 2. Skema peta konsep pendekatan Konseling realitas

Berdasarkan skema diatas bahawa klien diberikan perlakuan

dengan menggunakan teknik konseling realitas agar nantinya terlihat

perbandingan terhadap klien tersebut sebelum dan sesudah diberikan

perlakuan.
77

1. Tahap penyelesaian

a. Setelah selesai perlakuan kemudian melaksanakan posttest pada

subjek penelitian. Pada tahap ini peneliti memberikan tes akhir

(posttest) untuk melihat hasil layanan konseling realitas. Setelah

memperoleh data dari tes akhir, maka kemudian data diolah dengan

menggunakan uji menggunakan uji statistik yang cocok.

b. Terakhir membandingkan hasil pretest dan posttest. Tujuannya apakah

dari perlakuan yang diberikan pada remaja yang tidak memiliki

prilaku bertanggung jawab tersebut membawa perubahan atau tidak ,

itu semua dapat dilihat dari hasil perbandingan pretest dan posttest

ramaja yang melakukan prilaku tidak bertanggung jawab dengan

menggunakan SPSS versi 22.00.

I. Teknik Analisis Data

Adapun tahapan-tahapan penganalisaan data yang penulis gunakan

adalah:

1. Editing, yaitu penulis meneliti kembali catatan atau data yang ada,

baik dari segi kelengkapan, ketercapaian, penjelasan makna

kesesuaian satu sama lainnya, relevansinya dan keseragaman data.

2. Pengorganisasian Data, yaitu pengaturan data yang diperiksa dengan

sedemikian rupa sehingga tersusun data untuk menjawab masalah

dalam skripsi.
78

3. Pengolahan Data, untuk menganalisa data yang terkumpul, peneliti

menggunak analisa data eksperimen dengan model pretest posttest

design sebagai berikut:

a. Mencari rata-rata tes awal (T1) dan tes akhir (T2)

Dengan teknik analisis mean, adalah suatu teknik analisis

yang dipergunakan untuk mengetahui penerapan teori konseling

realitas terhadap tanggung jawab remaja dijorong II koto panjang

kenagarian lansek kadok Kecamatan Rao selatan Kabupaten

Pasaman. Rumus yang digunakan adalah rumus mean sebagai

berikut:

Keterangan:

X = mean

∑x = jumlah keseluruhan skor

N =jumlah anggota sampel

Kemudian datanya dapat ditafsirkan dengan kalimat kualitatif

sebagai berikut :
79

Tabel 3.6
Kategori Nilai Angket
Kategori Interpretasi
Tinggi Jika persentase penerapan pendekatan
konseling realitas berkisar antara 80-100%
Sedang Jika persentase penerapan pendekatan
konseling realitas berkisar antara 60-70%
Rendah Jika persentase penerapan pendekatan
konseling realitas berkisar antara 00-50%

Setelah memperoleh data dari tes akhir, maka kemudian data

diolah dengan menggunakan SPSS versi 22.00. Data sudah diolah

kemudian menarik kesimpulan dari hasil pre-test, post-test dan

perbandingan pre-test dan post-test.

b. Uji Persyaratan Analisis

Sebelum data diolah dan dianalisis maka harus dipenuhi

persyaratan analisis terlebih dahulu dengan persyaratan yaitu :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan rumus chi-kuadrat,

yang nantinya dapat terlihat apakah data normal atau tidak.

x2=

Keterangan:

x2 : harga chi kuarat yang dihitung

Fo: frekuensi observasi

Fh: frekuensi yang diharapkan


80

2. Uji Hipotesis

Adapun uji hipotesis sebagai berikut:

1) Jika nilai t hitung > ttabel H0 ditolak Ha diterima, artinya

terdapat perbedaan yang signifikan terhadap prilaku tidak

bertanggung jawab remaja sebelum atau sesudah diberikan

penerapan pendekatan konseling realitas.

2) Jika nilai t hitung < ttabel H0 diterima Ha ditolak, artinya

tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap prilaku

tidak bertanggung jawab remaja ssebelum atau sesudah

diberikan penerapan pendekatan konseling realitas.

Menghitung perbedaan rerata dengan uji-t. Teknik analisa “t”

tes adalah suatu teknik analisa yang bertujuan untuk mencari dan

mengetahui ada tidaknya penerapan konseling realitas dijorong II

Koto Panjang Kenagarian Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan

Kabupaten Pasaman. Dengan menggunaka rumus uji statistik non

parametrik wilcoxon.

Selanjutnya memberikan interpretasi yang terhadap t dengan

prosedur sebagai berikut :

Ha
Pertama :adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara
variabel X dan variabel Y

H0
Kedua :adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
variabel X dan variabel Y
81

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Gambaran Pretest

a. Deskripsi Hasil Penelitian Pretest

Untuk mengetahui deskripsi hasil penelitian tentang Pendekatan

Penerapan Konseling Realitas Dalam Mengembangkan Tanggung Wawab

Pada Remaja Dinagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten

Pasaman maka penulis mengumpulkan data dengan menggunakan angket

Tanggung jawab yang telah dibagikan ke pada sampel penelitian

berdasarkan indikator sebagai berikut:

Tabel 4.1
Rata-Rata Keseluruhan Perindikator Angket Nilai Pretest
N=40
Mea Ra
NO Indikator SD Max Min Skor
n nge
(%)
1 Sikap produktif dalam
mengembangkan diri 16 2.82 6 19 13 84.21

2 Melakukan perencanaan dan


16 3.0 8 21 13 76.19
melaksanakannya secara fleksibel
3 Sikap altruisme, empati, bersahabat
dalam hubungan interpersonal 10.4 1,81 4 12 8 86.66

4 Kesadaran akan etika dan hidup jujur 10.6 2.3 6 13 7


81.53
5 Melihat perilaku dari segi
konsekuensi atas dasar sistem nilai 15.4 3.2 7 19 12 81.05
6 Kemampuan bertindak independen
11.4 3.57 9 16 7 71.25
82

Berdasarkan tabel di atas indikator sikap produktif dalam

mengembangkan diri diperoleh rata-rata keseluruhan nilai pretest yaitu

mean 16, standar deviasi 2.82, range 6, maximal 19 pada nilai minimal 13

dan skornya adalah 84,21. Pada indikator melakukan perencanaan dan

melaksanakannya secara fleksibel diperoleh rata-rata keseluruhan nilai

pretest yaitu mean 16, standar deviasi 3,0, range 8, nilai maximal 21, nilai

minimal 13 dan skornya adalah 76,19. Pada indikator sikap altruisme,

empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal diperoleh rata-rata

keseluruhan nilai pretest yaitu mean 10,4, standar deviasi 1,81, range 4, nilai

maximal 12, nilai minimal 8 dan skornya adalah 86,66. Pada indikator

kesadaran akan etika dan hidup jujur diperoleh rata-rata keseluruhan nilai

pretest yaitu mean 10,6, standar deviasi 2,3, range 6, nilai maximal 13, nilai

minimal 7 dan skornya adalah 81,53. Pada indikator sikap melihat perilaku

dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai diperoleh rata-rata keseluruhan

nilai pretest yaitu mean 15,4, standar deviasi 3,2, range 7 nilai maximal 19,

nilai minimal 12 dan skornya adalah 81,05. Pada indikator kemampuan

bertindak independen diperoleh rata-rata keseluruhan nilai pretest yaitu

mean 11,4, standar deviasi 3,57, range 9, nilai maximal 16, nilai minimal 7

dan skornya adalah 71,25.

Rata-rata nilai pretest berdasarkan spss versi 22 dapat dilihat dari tabel

berikut:
83

Tabel 4.2

Hasil Pre-test Tanggung jawab Remaja

Deskripsi data Skor

N 5
Mean 79,80
Median 80,00
Varian 145,20
Nilai Tertinggi 90
Nilai Terendah 60
Standar Deviasi 12,05
Standar Eror 5,38

Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil pre-test dengan jumlah sampel

5 orang sebelum diberikan perlakuan penerapan teknik konseling realitas,

meannya adalah 79,80 yang mana ini adalah rata-rata prilaku remaja yang

tidak bertanggung jawab sebelum diberikan perlakuan dan nilai ini

tergolong pada kriteria rendah, mediannya adalah 80,00 yang mana ini

adalah titik tenyah semua data yang diurutkan dan dibagi dua sama besar,

kemudian variannya adalah 145,20 yaitu varian data yang di dapatkan dari

kelipatan standar deviasi, sedangkan nilai tertinggi dalam kelompok ini

adalah 90 ukuran penyebaran data dari rata-ratanya dan standar errornya

adalah 5,38 yang mana ini adalah kesalahan standar untuk populasi yang

diperkirakan dari sampel dengan menggunakan ukuran rata-rata.


84

Maka dapat disimpulkan dari hasil tabel diatas bahwa rata-rata skor pre-

test yaitu sebelum diberikan perlakuan menggunakan teknik konseling

realias tergolong kepada kategori rendah yang mana 5 orang remaja akhir

memiliki tanggung jawab yang rendah.

2. Gambaran Posttest

a. Deskripsi Hasil Penelitian Postest berdasarkan indikator sebagai berikut:

Tabel 4.3
Rata-Rata Keseluruhan Perindikator Angket Nilai Posttest
N=40

NO. Indikator Mean SD Range Max Min Skor(


%)
1 Sikap produktif dalam
mengembangkan diri 20.2 3.56 9 23 14 87.82

2 Melakukan perencanaan
dan melaksanakannya 22.6 4.97 12 26 14 86.92
secara fleksibel
3 Sikap altruisme, empati,
bersahabat dalam 18 3.74 10 22 12 1.82
hubungan interpersonal
4 Kesadaran akan etika dan
16.6 5.22 14 22 8 75.45
hidup jujur
5 Melihat perilaku dari segi
konsekuensi atas dasar 80
24 7.44 19 30 11
sistem nilai
6 Kemampuan bertindak 80
17.6 5.77 14 22 8
independen

Berdasarkan tabel di atas indikator sikap produktif dalam

mengembangkan diri diperoleh rata-rata keseluruhan nilai posstest yaitu

mean 20, standar deviasi 3,56, range 9, nilai maximal 23 pada nilai minimal
85

14 dan skornya adalah 86,92. Pada indikator melakukan perencanaan dan

melaksanakannya secara fleksibel diperoleh rata-rata keseluruhan nilai

posstest yaitu mean 22,6, standar deviasi 4,97, range 12, nilai maximal 26,

nilai minimal 14 dan skornya adalah 86,92. Pada indikator sikap altruisme,

empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal diperoleh rata-rata

keseluruhan nilai posstest yaitu mean 18, standar deviasi 3,74, range 10,

nilai maximal 22, nilai minimal 12 dan skornya adalah 1,82. Pada indikator

Kesadaran akan etika dan hidup jujur diperoleh rata-rata keseluruhan nilai

posstest yaitu mean 16,6, standar deviasi 5,22, range 14, nilai maximal 22,

nilai minimal 8 dan skornya adalah 75,45. Pada indikator melihat perilaku

dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai diperoleh rata-rata keseluruhan

nilai posstest yaitu mean 24, standar deviasi 7,44, range 19, nilai maximal

30, nilai minimal 11 dan skornya adalah 80. Pada indikator kemampuan

bertindak independen diperoleh rata-rata keseluruhan nilai posstest yaitu

mean 17,6, standar deviasi 5,77, range 14, nilai maximal 22, nilai minimal 8

dan skornya adalah 80.

Rata-rata nilai postest berdasarkan spss versi 22 dapat dilihat dari tabel

berikut:
86

Tabel 4.4
Hasil Posttest Tanggung jawab Remaja

Deskripsi data Skor

N 5
Mean 130,60
Median 130,39
Varian 35,80
Nilai Tertinggi 140
Nilai Terendah 125
Standar Deviasi 5,98
Standar Eror 5.38

Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil pre-test dengan jumlah

sampel 5 orang setelah diberikan perlakuan penerapan teknik konseling

realitas, meannya adalah 130,60 yang mana ini adalah rata-rata prilaku

remaja yang kurang bertanggung jawab setelah diberikan perlakuan dan

nilai ini tergolong pada kriteria tinggi, mediannya adalah 130,39 yang mana

ini adalah titik tenyah semua data yang diurutkan dan dibagi dua sama

besar, kemudian variannya adalah 35,80 yaitu varian data yang di dapatkan

dari kelipatan standar deviasi, sedangkan nilai tertinggi dalam kelompok ini

adalah 140 , nilai terendah 125, Standar deviasinya 5,98, ukuran penyebaran

data dari rata-ratanya dan standar errornya adalah 5.38 yang mana ini adalah

kesalahan standar untuk populasi yang diperkirakan dari sampel dengan

menggunakan ukuran rata-rata.


87

Maka dapat disimpulkan dari hasil tabel diatas bahwa rata-rata skor

post-test mengalami peningkatan tingkah laku remaja yang memiliki

tanggung jawab tergolong pada kategori tinggi setelah diberikan perlakuan

menggunakan teknik konseling realitas terhadap remaja akhir yang

sebelumnya terindikasi memiliki prilaku yang tidak bertanggung jawab.

3. Gambaran Perbedaan Hasil Pretest-Postest

a. Deskripsi Hasil Penelitian Perbedaan Hasil Pretest-Postest berdasarkan

indikator sebagai berikut:

Tabel 4.5
Rata-Rata Keseluruhan Perindikator Angket Nilai Perbedaan Hasil
Pretest-Postest
N=40
NO. MEAN SD RANGE Max MIN
Indikator PRE POS PRET POST PRE POS PRE POS PRE POS
TEST TEST EST EST TEST TEST TEST TEST TEST TEST
1 Sikap produktif
dalam 16 20 2.82 3.56 6 9 19 23 13 14
mengembangkan diri
2 Melakukan
perencanaan dan
16 22.6 3.00 4.97 8 12 21 26 13 14
melaksanakannya
secara fleksibel
3 Sikap altruisme,
empati, bersahabat
10.4 18 1.81 3.74 4 10 12 22 8 12
dalam hubungan
interpersonal
4 Kesadaran akan etika
dan hidup jujur 10.6 16.6 2.30 5.22 6 14 13 22 7 8

5 Melihat perilaku dari


segi konsekuensi atas 15.4 24 3.20 7.44 7 19 19 30 12 11
dasar sistem nilai
6 Kemampuan
11.4 17.6 3.57 5.77 9 14 16 22 7 8
bertindak independen
88

Berdasarkan tabel di atas pada indikator sikap produktif dalam

mengembangkan diri diperoleh rata-rata keseluruhan mean pretest yaitu 16

sedangkan postestnya 22,6. Standar Deviasi pretest 2.82 sedangkan postest

yaitu 3.56. Range pretest 6 dan postest adalah 9 Pada maximal pretest 19

sedangkan postest yaitu 23. dan pada minimal nilai pretest 13 dan nilai

postest yaitu 14. sehingga secara keseluruhan terdapatnya perbedaan nilai

rata-rata keseluruhan antara pretest dan postest.

Pada indikator melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara

fleksibel diperoleh rata-rata keseluruhan mean pretest yaitu 16 sedangkan

postestnya 22,6. Standar Deviasi pretest 3,00 sedangkan postest yaitu 4,97.

Range pretest 8 dan postest adalah 12 Pada maximal pretest 21 sedangkan

postest yaitu 26. dan pada minimal nilai pretest 13 dan nilai postest yaitu 14.

sehingga secara keseluruhan terdapatnya perbedaan nilai rata-rata

keseluruhan antara pretest dan postest.

Pada indikator sikap altruisme, empati, bersahabat dalam hubungan

interpersonal diperoleh rata-rata keseluruhan mean pretest yaitu 10,4

sedangkan postestnya 18. Standar Deviasi pretest 1,81 sedangkan postest

yaitu 3,74. Range pretest 4 dan postest adalah 10 Pada maximal pretest 12

sedangkan postest yaitu 22. dan pada minimal nilai pretest 8 dan nilai

postest yaitu 12. sehingga secara keseluruhan terdapatnya perbedaan nilai

rata-rata keseluruhan antara pretest dan postest.


89

Pada indikator kesadaran akan etika dan hidup jujur diperoleh rata-rata

keseluruhan mean pretest yaitu 10,6 sedangkan postestnya 16,6. Standar

Deviasi pretest 2,30 sedangkan postest yaitu 5,22. Range pretest 6 dan

postest adalah 14 Pada maximal pretest 13 sedangkan postest yaitu 22. dan

pada minimal nilai pretest 7 dan nilai postest yaitu 8. sehingga secara

keseluruhan terdapatnya perbedaan nilai rata-rata keseluruhan antara

pretest dan postest.

Pada indikator melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem

nilai diperoleh rata-rata keseluruhan mean pretest yaitu 15,4 sedangkan

postestnya 24. Standar Deviasi pretest 3,20 sedangkan postest yaitu 7,44.

Range pretest 7 dan postest adalah 19 Pada maximal pretest 19 sedangkan

postest yaitu 30. dan pada minimal nilai pretest 12 dan nilai postest yaitu

11. sehingga secara keseluruhan terdapatnya perbedaan nilai rata-rata

keseluruhan antara pretest dan postest. kecuali pada indikator ini adanya

penurunan angka yaitu pada nilai rata-rata keseluruhan minimal.

Pada indikator kemampuan bertindak independen diperoleh rata-rata

keseluruhan mean pretest yaitu 11,4 sedangkan postestnya 17,6. Standar

Deviasi pretest 3,57 sedangkan postest yaitu 5,77. Range pretest 9 dan

postest adalah 14 Pada maximal pretest 16 sedangkan postest yaitu 22. dan

pada minimal nilai pretest 7 dan nilai postest yaitu 8. sehingga secara

keseluruhan terdapatnya perbedaan nilai rata-rata keseluruhan antara

pretest dan postest.


90

Tabel 4.6
Gambaran Rata-Rata Pretest-Postest Kelompok Eksperimen
Statistik Pretest Posttest
N 5 5
Mean 79.80 130.60
Median 80.00 130.39
Modus - -
Varian 145.200 35.800
Nilai Tertinggi 90 140
Nilai Terendah 60 125
Standar Deviasi 12.050 5.983
Standar Error 5.389 5.389

Dari hasil gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa hasil pretest

ke posttest ada peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah mean pretest

79.80 sedangkan mean posttest 130.60 yaitu terdapat peningkatan sebesar

28,3. Standar Deviasi Pretest 12.050 sedangkan Standar Deviasi Posttest

5.983 terdapat penurunan sebesar 6.067. Varian pretest 145.200 sedangkan

varian posttest 35.800 sehinga juga terdapat peningkatan sebesar 104.4 nilai

tertinggi pada pretest 90 sedangkan pada posttest 140 begitupun dengan

nilai terendah pretest yaitu 60 sedangkan posttest 125 dan Standar Error

pretest maupun posttest yaitu 5.389.

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat data yang telah dikumpulkan

berdistribusi normal atau tidak normal, caranya dengan melihat diagram

yang telah diolah dengan menggunakan spss, semakin dekat titik-titik


91

tersebut dengan garis diagonal maka data berdistribusi normal . Pada

pengujian normalitas ini, analisis data yang digunakan adalah Shapiro Wilk

karena subjek/data yang dimiliki kurang dari 50.

Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas Shapiro Wilk,

jika nilai significance > 0,05 maka data berdistribusi normal dan jika nilai

significance < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal. Kenormalitasan

juga akan lebih tergambar dari normal Q-Q Plot. Pada normal Q-Q Plot

prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik)

pada sumbu diagonal grafik.

a. Uji Normalitas Pretest

Hasil uji normalitas pretest dapat dilihat dari tabel berikut:

Data pre-test yang diambil sebagai panduan penelitian dengan

menggunakan teknik analisa data program SPSS versi 22, yaitu dengan

menggunakan uji normalitas terlebih dahulu, untuk mengetahui normal atau

tidaknya data tersebut.

Tabel 4.7

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.


Tanggung
,307 5 ,140 ,842 5 ,170
Jawab
92

Diagram diatas menunjukan bahwa data dari nilai pretest

berdistribusi normal karena semakin dekat titik-titik tersebut pada garis

diagonal, maka datanya dinyatakan normal.

a. Uji normalitas post-test

Hasil uji normalitas post-test dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 4.8

Tests of Normality

a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.


Tanggung
Jawab ,207 5 ,200 ,910 5 ,470
*
93

Diagram diatas menunjukan bahwa data dari nilai postest

berdistribusi normal karena semakin dekat titik-titik tersebut pada garis

diagonal, maka datanya dinyatakan normal.

Diagram diatas menunjukan bahwa data dari nilai postest

berdistribusi normal karena semakin dekat titik-titik tersebut pada garis

diagonal, maka datanya dinyatakan normal.

C. Uji Hipotesis

Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan t-test,

analisa ini menjelaskan tentang ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan

antara pretest dan postest setelah diberi perlakuan, hal ini sesuai dengan

hipotesis yang diajukan mengenai adanya kecocokan pendekatan konseling

realitas untuk meningkatkan prilaku bertanggung jawab pada remaja.


94

Hasilnya dicari dengan menggunakan program SPSS versi 22, yaitu dengan

statistik non parametrik wilcoxon .

Hasil dari postest ini kemudian dianalisa dengan mencari berapa besar

sig (2-tailed) sehingga bisa diketahui perbedaan antara pretest dengan

postest, pengolahan data ini memakai program SPSS versi 22 dengan

analyze untuk non parametrik Wilcoxon.

Tabel 4.9

Uji Hipotesis Penelitian

a
Test Statistics

posttest – pretest

b
Z -2,023

Asymp. Sig. (2-


,043
tailed)

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai statistik non parametrik wilcoxon

menunjukkan perbedaan antara nilai pretest dengan nilai postest, pernyataan

ini berdasarkan nilai sig (2-tailed) lebih kecil dari pada taraf signifikan 0,05,

yaitu 0,43<0,05 ada perbedaan rata-rata nilai tes antara sebelum diberikan

perlakuan kepada remaja yang kurang bertanggung jawab dan setelah

diberikan perlakuan kepada remaja yang kurang bertanggung jawab

sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan terdapat pengaruh


95

positif pada penerapan konseling realitas. Penerapan ini sesuai untuk

meningkatkan tanggung jawab pada remaja.

D. Penerapan Perlakuan Penelitian Eksperimen

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian, adalah

sebagai berikut :

1. Pada awal kegiatan sebelum perlakuan,diberikan angket tanggung

jawab kepada 5 orang remaja yang terindikasi tidak memiliki prilaku

bertanggung jawab(T) pretest untuk mengukur sejauh mana prilaku tidak

bertanggung jawab remaja tersebut, kemudian mencari skor dan rata-

ratanya.

2. Memberikan perlakuan (X) pada subjek penelitian yaitu remaja yang

terindikasi tidak memiliki prilaku bertanggung jawab saja. Remaja yang

mendapatkan perlakuan tersebut berdasarkan hasil angket tanggung

jawab yang diberikan, jika hasilnya menunjukan remaja tersebut tidak

memiliki prilaku bertanggung jawab maka akan diberikan perlakuan

dengan menggunakan penerapan pendekatan teknik konseling realitas

dan tentunya pada proses konseling ini dilakukan beberapa tahapan

diantaranya : Tahap pengantaran, tahap penjajakan, penafsisran, tahap

pembinaan dan tahap penilaian. Pada tahap pembinaan tentunya setiap

klien diberikan teknik konseling realitas antara lain :

1) Klien PT

Deskripsi masalah :
96

PT mengalami masalah karena PT tidak pernah memikirkan

terlebih dahulu tingkah laku yang dilakukannya. PT mengakui bahwa

dia bersikap acuh terhadap norma yang ada. PT berdalih bahwa

peraturan itu dibuat untuk dilanggar, Jadi untuk apa dia harus menaati

peraturan yang ada di masyarakat. PT berpikir bahwa selama tingkah

lakunya tidak membawanya keranah hukum, tingkah lakunya tidak

salah.

PT bisa beranggapan demikian karena PT mengaku biasa

diperlakukan seperti itu di rumahnya, kedua orang tua PT sering

mengalami percekcokan membuat PT merasa kurang diperhatikan.

a. Tahap Pengantaran

Pada tahap pengantaran peneliti mengantarkan klien memasuki

kegiatan konseling yang ditempuh melalui kegiatan penerimaan yang

bersuasana hangat, permisif dan KTPS (klien tidak pernah salah) serta

penstrukturan. Isi penstrukturan yang peneliti lakukan yaitu:

 Pengertian konseling

 Tujuan konseling

 Bentuk dan proses konseling

 Azas, prinsip dan fungsi konseling

 Peranan konselor dan klien dalam konseling

b. Penjajakan
97

Pada tahap penjajakan konselor berusaha membuat klien

terbuka dan menyampaikan permasalahannya. Pada tahap terungkap

bahwa PT tidak pernah memikirkan terlebih dahulu tingkah laku

yang dilakukannya. PT mengakui bahwa dia bersikap acuh terhadap

norma yang ada. PT berdalih bahwa peraturan itu dibuat untuk

dilanggar, Jadi untuk apa dia harus menaati peraturan yang ada di

masyarakat. PT berpikir bahwa selama tingkah lakunya tidak

membawanya keranah hukum, tingkah lakunya tidak salah.

PT bisa beranggapan demikian karena PT mengaku biasa

diperlakukan seperti itu di rumahnya, kedua orang tua PT sering

mengalami percekcokan membuat PT merasa kurang diperhatikan.

c. Penafsiran

Pada tahap penafsiran konselor mencoba menafsirkan

permasalahan pokok klien. Maka pada penelitian ini, peneliti

mencoba menafsirkan permasalahan PT berdasarkan hasil

penjajakan yang peneliti lakukan. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa

salah satu penyebab PT melakukan tindakan irresponsible yaitu PT

yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tua dikarenakan

seringnya terjadi percekcokan antara kedua orang tuanya. Hal ini

membuat PT merasa biasa melakukan tindakan yang irresponsible

tersebut.

d. Pembinaan.
98

Tahap pembinaan ini secara langsung mengacu kepada

pengentasan masalah klien. Maka pada penelitian ini pada tahap

pembinaan. Berdasarkan pemaparan peneliti menerapkan pendekatan

konseling realitas untuk mengubah pola pikir terhadap tingkah laku

yang dilakukan PT tersebut, peneliti berusaha mengintervensi PT

sehingga pada akhirnya PT menyadari bahwa dalam kehidupan

bermasyarakat ada norma dan etika yang harus dijunjung tinggi dan

diimplikasikan dalam perilaku yang ada dimasyarakat.

Bagaimanapun kondisi dan alasan PT dalam tingkah lakunya

yang irresponsible tetap merupakan sebuah kesalahan yang telah

dilakukan PT. Konselor menekannkan bahwa kedepannya tingkah

laku PT tidak boleh terulang lagi karena akan membawa dampak

buruk bagi PT dan bagi orang lain. Kemudian peneliti juga

membuat kesapakatan (kontrak) dengan PT bahwa PT mengatakan

bahwa ia tidak akan mengulangi tindakannya yang akan

menimbulkan efek negatif kepada dirinya sendiri beserta orang lain.

e. Penilaian

Pada tahap penilaian konselor melihat sejauh mana konseling

tercapai atau tidak. Pada penelitian ini peneliti melakukan penilaian

dengan AKURS (Acuan, Kompetensi, Usaha, Rasa dan

Kesungguhan). Sehingga dapat diketahui bahwa PT berharap bahwa

ia akan dapat merubah perilakunya setelah mengetahui akibat dari


99

tindakan irresponsible dan tidak lagi melakukan tindakan-tindakan

tersebut. PT juga merasa senang setelah mengikuti proses konseling

karena PT dapat mengetahui bahwa tindakannya selama ini dapat

menimbulkan efek negatif terhadap dirinya sendiri beserta orang lain

dan ia akan bersungguh-sungguh untuk tidak lagi melakukan

tindakan irresponsible.

2) Klien IL

Deskripsi masalalh :

IL mengalami masalah yaitu IL merasa senang jika mengendarai

kendaraan sepeda motor dengan suara knalpot yang sangat keras ,

Menurut IL mengemudikan sepeda motor dengan ugal-ugalan,

memakai knalpot yang memekakkan telinga merupakan sebuah

kebanggaan, karena dengan begitu dia akan disegani oleh teman-

teman sebayanya. IL melakukan prilaku tersebut karena pengaruh

dari teman-temannya, yang mana hampir semua teman-temannya

melakukan prilaku ugal-ugalan karena bagi IL prilaku tersebut

menjadi suatu kebanggaan tersendiri.

a. Tahap Pengantaran

Pada tahap pengantaran konselor mengantarkan klien

memasuki kegiatan konseling yang ditempuh melalui kegiatan


100

penerimaan yang bersuasana hangat, permisif dan KTPS (klien tidak

pernah salah) serta penstrukturan. Isi penstrukturan yang peneliti

lakukan yaitu:

 Pengertian konseling

 Tujuan konseling

 Bentuk dan proses konseling

 Azas, prinsip dan fungsi konseling

 Peranan konselor dan klien dalam konseling

b. Penjajakan

Pada tahap penjajakan konselor berusaha membuat klien

terbuka dan menyampaikan permasalahannya. Pada tahap ini

terungkap bahwa IL merasa senang jika mengendarai kendaraan

sepeda motor dengan suara knalpot yang sangat keras , Menurut IL

mengemudikan sepeda motor dengan ugal-ugalan, memakai knalpot

yang memekakkan telinga merupakan sebuah kebanggaan, karena

dengan begitu dia akan disegani oleh teman-teman sebayanya. Dari

tahap penjajakan ini konselor juga memperoleh informasi dari IL

bahwa IL melakukan prilaku tersebut karena pengaruh dari teman-

temannya, yang mana hampir semua teman-temannya melakukan

prilaku ugal-ugalan karena bagi IL prilaku tersebut menjadi suatu

kebanggaan tersendiri .

c. Penafsiran
101

Pada tahap penafsiran konselor mencoba menafsirkan

permasalahan pokok klien. Maka pada penelitian ini, peneliti

mencoba menafsirkan permasalahan IL berdasarkan hasil penjajakan

yang peneliti lakukan. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa bahwa IL

melakukan prilaku tersebut karena pengaruh dari teman-temannya,

yang mana hampir semua teman-temannya melakukan prilaku ugal-

ugalan karena bagi IL prilaku tersebut menjadi suatu kebanggaan

tersendiri .

d. Pembinaan.

Tahap pembinaan ini secara langsung mengacu kepada

pengentasan masalah klien. Maka pada penelitian ini pada tahap

pembinaan peneliti menerapkan pendekatan konseling realitas untuk

mengubah pola pikir terhadap tingkah laku yang dilakukan IL. Maka

disini konselor mempertimbangkan nilai yang dilakukan oleh IL

apakah perbuatannya tersebuat dinilai baik atau buruk di mata orang

lain , dan juga Konselor menekannkan bahwa kedepannya tingkah

laku IL tidak harus terpengaruh oleh tingkah laku teman yang

berdampak negatif, karena akan membawa dampak buruk bagi IL dan

juga bagi orang lain. Konselor juga memahami apa yang dialami oleh

IL, akan tetapi dalam konseling Konselor tidak membenarkan tingkah

laku yang dilakukan oleh IL. Bagaimanapun kondisi dan alasan IL

dalam tingkah lakunya yang irresponsible tetap merupakan sebuah


102

kesalahan yang telah dilakukan IL. kemudian konselor membuat

rencana khusus untuk mengubah tingkah laku IL yang tidak

responsible .

Terakhir konselor membuat kontrak dengan IL untuk mengubah

tingkah laku IL yang tidak responsible dan melakukan tindakan

dengan hal-hal yang positif.

e. Penilaian

Pada tahap penilaian konselor melihat sejauh mana konseling

tercapai atau tidak. Pada penelitian ini peneliti melakukan penilaian

dengan AKURS (Acuan, Kompetensi, Usaha, Rasa dan

Kesungguhan). Sehingga dapat diketahui bahwa IL ingin merubah

tingkah lakunya yang irresponsible dan tidak ingin terpengaruh lagi

dengan teman-temannya. kemudian IL ingin melakukan kegiatan

yang bermafaat dan berguna bagi diri sendiri dan orang lain, IL juga

mengatakan merasa senang dan tenang setelah melakukan proses

konseling dan akan bersungguh-sungguh untuk melakukan apa yang

telah disepakatinya dengan peneliti.

3) Klien AS

Deskripsi masalah :
103

AS tidak pernah memikirkan akibat dari perbuatannya yang

salah selama ini , mulai dari tidak menghargai orang lain ,tidak

memandang kepentingan orang lain, sehingga menurut AS selama

ini tingkah lakunya benar tampa harus memikirkan orang lain, AS

melakukan tindakan ini karena ingin diakui dan ingin merasa bebas

melakukan apapun, AS mengatakan demikian karena apabila di

rumah AS selalu dikekang untuk melakukan apapun. Bahkan AS

seringkali tidak boleh lagi keluar rumah, AS merasa tidak bisa

melakukan apapun dan merasa tidak diakui oleh teman-temannya

dan seringkali dianggap payah.

a. Tahap Pengantaran

Pada tahap pengantaran konselor mengantarkan klien

memasuki kegiatan konseling yang ditempuh melalui kegiatan

penerimaan yang bersuasana hangat, permisif dan KTPS (klien tidak

pernah salah) serta penstrukturan. Isi penstrukturan yang peneliti

lakukan yaitu:

 Pengertian konseling

 Tujuan konseling

 Bentuk dan proses konseling

 Azas, prinsip dan fungsi konseling

 Peranan konselor dan klien dalam konseling

b. Penjajakan
104

Pada tahap penjajakan konselor berusaha membuat klien terbuka

dan menyampaikan permasalahannya. Pada tahap ini terungkap

bahwa AS tidak pernah memikirkan akibat dari perbuatannya yang

salah selama ini , mulai dari tidak menghargai orang lain ,tidak

memandang kepentingan orang lain, sehingga menurut AS selama

ini tingkah lakunya benar tampa harus memikirkan orang lain, AS

melakukan tindakan ini karena ingin diakui dan ingin merasa bebas

melakukan apapun, AS mengatakan demikian karena apabila di

rumah AS selalu dikekang untuk melakukan apapun. Bahkan AS

seringkali tidak boleh lagi keluar rumah, AS merasa tidak bisa

melakukan apapun dan merasa tidak diakui oleh teman-temannya

dan seringkali dianggap payah. Dengan melakukan tindakan yang

irresponsible AS merasa mendapat perhatian dari teman-temannya

dan merasa bangga.

c. Penafsiran

Pada tahap penafsiran konselor mencoba menafsirkan

permasalahan pokok klien. Maka pada penelitian ini, peneliti

mencoba menafsirkan permasalahan AS berdasarkan hasil

penjajakan yang peneliti lakukan. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa

AS melakukan tindakan irresponsible karena ingin mendapat

perhatian dari teman-temannya dan tidak dianggap payah, dengan


105

melakukan tindakan irresponsible, AS merasa bebas tanpa ada rasa

terkekang seperti perlakuan yang ia dapatkan di rumah.

d. Pembinaan.

Tahap pembinaan ini secara langsung mengacu kepada

pengentasan masalah klien. Maka pada penelitian ini pada tahap

pembinaan peneliti menerapkan pendekatan konseling reaslitas

untuk mengubah pola pikir terhadap tingkah laku yang dilakukan

AS. Maka disini lah konselor mempertimbangkan nilai yang

dilakukan oleh AS apakah perbuatannya tersebuat dinilai baik atau

buruk di mata orang lain , dan juga Konselor menekannkan bahwa

kedepannya tingkah laku AS tidak boleh terulang lagi karena akan

membawa dampak buruk bagi AS dan bagi orang lain. Konselor juga

memahami apa yang dialami oleh AS, akan tetapi dalam konseling

Konselor tidak membenarkan tingkah laku yang dilakukan oleh AS.

Bagaimanapun kondisi dan alasan AS dalam tingkah lakunya yang

irresponsible tetap merupakan sebuah kesalahan yang telah

dilakukan AS kemudian konselor membuat rencana khusus untuk

mengubah tingkah laku AS yang tidak responsible.

e. Penilaian

Pada tahap penilaian konselor melihat sejauh mana konseling

tercapai atau tidak. Pada penelitian ini peneliti melakukan penilaian

dengan AKURS (Acuan, Kompetensi, Usaha, Rasa dan


106

Kesungguhan). Sehingga dapat diketahui bahwa AS ingin merubah

tingkah lakunya dengan tidak lagi melakukan tindakan irresponsible

dan mencoba untuk berprilaku baik sehingga dapat membuktikan

kepada orang tuanya bahwa ia juga pantas untuk mendapatkan

kepercayaan. AS juga mengungkapkan bahwa ia merasa senang

setelah melakukan proses konseling dan akan berusaha semaksimal

mungkin untuk melaksanakan kontrak yang telah disepakati dengan

peneliti.

4) Klien YY

Deskripsi masalah :

Masalah yang dialami YY yaitu ia sering ugal-ugalan di jalan

tampa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri dan juga orang

lain yang sedang berada di jalan, menurut YY tingkah lakunya

tersebuat membuat ia merasa senang karena dirinya merasa paling

hebat di bandingkan teman-teman yang lainnya, YY juga tidak mau

tau kalau setiap ada kegiatan dalam masyarakat ,misalnya goro

bersama masyarakat di kampung, YY tidak pernah memperdulikan

kegiatan tersebut bahkan YY lebih asyik dengan kegiatannya sendiri.

a. Tahap Pengantaran

Pada tahap pengantaran konselor mengantarkan klien memasuki

kegiatan konseling yang ditempuh melalui kegiatan penerimaan yang


107

bersuasana hangat, permisif dan KTPS (klien tidak pernah salah)

serta penstrukturan. Isi penstrukturan yang peneliti lakukan yaitu:

 Pengertian konseling

 Tujuan konseling

 Bentuk dan proses konseling

 Azas, prinsip dan fungsi konseling

 Peranan konselor dan klien dalam konseling

b. Penjajakan

Pada tahap penjajakan konselor berusaha membuat klien

terbuka dan menyampaikan permasalahannya. Pada tahap ini

terungkap bahwa mengungkapkan bahwa YY sering ugal-ugalan di

jalan tampa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri dan juga

orang lain yang sedang berada di jalan, menurut YY tingkah lakunya

tersebuat membuat ia merasa senang karena dirinya merasa paling

hebat di bandingkan teman-teman tang lainnya, YY juga tidak mau

tau kalau setiap ada kegiatan dalam masyarakat ,misalnya goro

bersama warga di masyarakat, YY tidak pernah memperdulikan

kegiatan tersebut bahkan YY lebih asyik dengan kegiatannya sendiri.

c. Penafsiran

Pada tahap penafsiran konselor mencoba menafsirkan

permasalahan pokok klien. Maka pada penelitian ini, peneliti

mencoba menafsirkan permasalahan YY berdasarkan hasil


108

penjajakan yang peneliti lakukan. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa

YY melakukan tindakan irresponsible agar ia merasa ditakuti dan

merasa hebat di bandingkan teman-temannya.

d. Pembinaan.

Tahap pembinaan ini secara langsung mengacu kepada

pengentasan masalah klien. Maka pada penelitian ini pada tahap

pembinaan peneliti menerapkan pendekatan konseling realitas untuk

mengubah pola pikir terhadap tingkah laku yang dilakukan YY.

Maka dalam hal ini konselor mempertimbangkan nilai yang

dilakukan oleh YY apakah perbuatannya tersebuat dinilai baik atau

buruk di mata mata orang lain, kemudian konselor menjelaskan

bahwa tindakan yang dilakukan oleh YY untuk mendapatkan apa

yang ia inginkan belum tepat, karena dengan cara tersebut YY tidak

akan benar-benar merasa puas, karena semua yang ia dapatkan itu

bukan karena ia dihargai oleh orang lain melainkan karena ia

ditakuti, konselor juga berusaha memberikan pemahaman kepada

YY bahwa dengan tingkah laku yang demikian akan membuat orang

lain khususnya teman-teman YY merasa kurang senang dengan YY.

Terakhir konselor membuat kontrak dengan YY untuk

mengubah tingkah laku YY ke arah yang positif agar YY bisa

mengubah prilaku dan merubah cara berfikir yang negatif menjadi

positif.
109

e. Penilaian

Pada tahap penilaian konselor melihat sejauh mana konseling

tercapai atau tidak. Pada penelitian ini peneliti melakukan penilaian

dengan AKURS (Acuan, Kompetensi, Usaha, Rasa dan

Kesungguhan). Sehingga dapat diketahui bahwa YY berharap dapat

mengurangi tindakan yang tidak responsible dan akan berusaha tidak

melakukan tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan terhadap

teman-temannya lagi. YY mengatakan merasa senang dengan proses

konseling karena mendapat pencerahan dan pelajaran baru dan akan

melakukan kontrak dengan sungguh-sungguh agar menjadi lebih

baik lagi.

5) Klien RZ

Deskripsi masalah :

Masalah yang dialami RZ yaitu RZ sering menyepelekan setiap

kegiatan yang ada di masyarakat dan RZ juga sering mendapat

teguran dari masyarakat karena prilakunya tidak mau hidup

bermasyrakat, RZ melakukan tindakan tersebut karena ikut-ikutan

temannya. RZ sebenarnya tidak ingin melakukan hal tersebut, akan

tetapi karena segan kepada temannya dan tidak ingin berdebat maka

RZ ikut-ikutan melakukan perbuatan tersebut. Apabila RZ tidak

melakukan apa yang diinginkan oleh temannya tersebut maka RZ

tidak lagi bisa berteman dengannya temannya tersebut.


110

a. Tahap Pengantaran

Pada tahap pengantaran konselor mengantarkan klien

memasuki kegiatan konseling yang ditempuh melalui kegiatan

penerimaan yang bersuasana hangat, permisif dan KTPS (klien tidak

pernah salah) serta penstrukturan. Isi penstrukturan yang peneliti

lakukan yaitu:

 Pengertian konseling

 Tujuan konseling

 Bentuk dan proses konseling

 Azas, prinsip dan fungsi konseling

 Peranan konselor dan klien dalam konseling

b. Penjajakan

Pada tahap penjajakan konselor berusaha membuat klien

terbuka dan menyampaikan permasalahannya. Pada tahap ini

terungkap bahwa bahwa RZ sering menyepelekan setiap kegiatan

yang ada di masyarakat dan RZ juga sering mendapat teguran dari

warga masyarakat karena prilakunya tidak mau hidup bermasyrakat,

RZ melakukan tindakan tersebut karena ikut-ikutan temannya. RZ

sebenarnya tidak ingin melakukan hal tersebut, akan tetapi karena

segan kepada temannya dan tidak ingin berdebat maka RZ ikut-

ikutan melakukan perbuatan tersebut. Apabila RZ tidak melakukan


111

apa yang diinginkan oleh temannya tersebut maka RZ tidak lagi bisa

berteman dengannya temannya tersebut.

c. Penafsiran

Pada tahap penafsiran konselor mencoba menafsirkan

permasalahan pokok klien. Maka pada penelitian ini, peneliti

mencoba menafsirkan permasalahan RZ berdasarkan hasil

penjajakan yang peneliti lakukan. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa

RZ melakukan tindakan tidak responsible karena ikut-ikutan teman

saja, karena apabila tidak melakukan hal serupa maka RZ takut tidak

bisa berteman baik lagi sama dengan teman-temannya.

d. Pembinaan

Tahap pembinaan ini secara langsung mengacu kepada

pengentasan masalah klien. Maka pada penelitian ini pada tahap

pembinaan peneliti menerapkan pendekatan behavior untuk

mengubah pola pikir terhadap tingkah laku yang dilakukan RZ.

Maka disini konselor mengajak klien untuk menilai tingkah lakunya

sendiri, apakah responsible, menguntungkan/merugikan diri sendiri

dan orang lain, kemudian kesetiakawanan tidak hanya bisa

ditunjukkan dengan ikut-ikutan melakakukan tindakan yang salah

dan merugikan orang lain, teman yang baik adalah teman yang

berani menegur kesalahan temannya, bukan malah semakin

menjerumuskan teman kepada hal yang salah. bagaimanapun kondisi


112

dan alasan RZ dalam tingkah lakunya yang irresponsible tetap

merupakan sebuah kesalahan yang telah dilakukan RZ. Konselor

menekannkan bahwa kedepannya tingkah laku RZ tidak boleh

terulang lagi karena akan membawa dampak buruk bagi RZ dan bagi

orang lain. konselor juga menyuruh RZ melakukan perencanaan

untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan dengan RZ sesuai

dengan rencana yang telah di tentukan oleh RZ.

e. Penilaian

Pada tahap penilaian konselor melihat sejauh mana konseling

tercapai atau tidak. Pada penelitian ini peneliti melakukan penilaian

dengan AKURS (Acuan, Kompetensi, Usaha, Rasa dan

Kesungguhan). Sehingga dapat diketahui bahwa RZ berharap bisa

merubah tingkah lakunya untuk tidak melakukan prilaku tidak

responsible lagi dan berusaha untuk mengajak dan menegur

temannya apabila melakukan tindakan tersebut dengan cara-cara

yang sudah ia peroleh melalui proses konseling. RZ mengaku sangat

senang setelah melakukan proses konseling dan akan bersungguh-

sungguh melakukan kontrak karena RZ ingin menjadi orang yang

lebih baik lagi dan tidak mudah terpengaruh oleh teman-temanya.


113

Tabel. 4.10

Hasil Konseling secara keseluruhan

No Klien Tingkah laku salah suai Hasil Konseling

1 PT PT bersikap acuh terhadap PT merasa senang setelah melakukan proses

norma yang ada dan berfikir konseling karena PT dapat mengetahui

bahwa peraturan itu dibuat untuk tindakan selama ini dapat menimbulkan efek

dilanggar, Jadi untuk apa dia negatif terhadap dirinya sendiri beserta

harus menaati peraturan yang orang lain dan ia akan bersungguh-sungguh

ada di masyarakat. untuk tidak lagi melakukan tindakan yang

merugikan..

2 IL IL merasa senang dan bangga IL juga mengatakan merasa senang dan

jika mengendarai kendaraan tenang setelah melakukan proses konseling

sepeda motor dengan suara dan akan bersungguh-sungguh untuk

knalpot yang sangat keras melakukan apa yang telah disepakati oleh

konselor, IL juga sudah mengurangi suara

knalpot motornya sehingga tidak

menggannggu orang yang mendengarnnya.

3 AS AS tidak pernah memikirkan AS merasa senang dan tenang setelah

akibat dari perbuatannya yang melakukan proses konseling, AS juga sudah

salah selama ini , mulai dari mulai peduli dengan perasaan orang lain dan

tidak menghargai orang lain mulai menghargai orang.


114

,tidak memandang kepentingan

orang lain.

4 YY YY tidak mau tau kalau setiap YY merasa senang dengan kegiatan

ada kegiatan dalam masyarakat konseling ,karena bisa membantu

dan mengendarai kendaraan memecahkan masalah yang dialami klien,

secara ugal-ugalan. YY sudah mulai ikut berpartisipasi dalam

kegiatan yang ada dimasyarakat yaitu

kegiatan goro bersama dengan masyarakat

dan sudah mulai berhenti ugal-ugalan di

jalan raya karena menurut YY tindakan

tersebut sangat merugikan diri sendiri dan

orang lain.

5 RZ RZ sering menyepelekan setiap RZ merasa senang dengan kegiatan

kegiatan yang ada di masyarakat konseling ,karena bisa mengurangi masalah

dan RZ juga sering mendapat yang dialami RZ, yang mana RZ sudah mau

teguran dari masyarakat karena ikut dalam kegiatan masyarakat dan merasa

prilakunya tidak mau hidup malu jika mendapat teguran dari masyarakat

bermasyrakat. .
115

B. Pembahasan

Hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai hasil pre-test meannya adalah

79,80 yang mana ini adalah rata-rata prilaku tidak bertanggung jawab yang

dilakukan oleh remaja sebelum diberikan perlakuan dan standar deviasi pre-test

adalah 12,05 yaitu ukuran penyebaran data dari rata-ratanya yang diambil dari 5

orang remaja. Setelah diberikan perlakuan nilai post-test mengalami peningkatan

dengan meannya adalah 130,60 yaitu rata-rata prilaku tidak bertanggung jawab

pada remaja setelah diberikan perlakuan dan standar deviasi eksperimen pada post-

test ini adalah 5,98 yang mana meningkatnya prilaku bertanggung jawab pada 5

orang remaja tersebut..

Hasil uji statistik non parametrik wilcoxon menunjukkan perbedaan antara nilai

pretest dengan nilai postest, pernyataan ini berdasarkan nilai sig (2-tailed) lebih

kecil dari pada taraf signifikan 0,05, yaitu 0,43<0,05 ada perbedaan rata-rata nilai

tes antara sebelum diberikan perlakuan kepada remaja yang kurang bertanggung

jawab dan setelah diberikan perlakuan kepada remaja yang kurang bertanggung

jawab sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan terdapat pengaruh

positif pada penerapan konseling realitas. Penerapan ini sesuai untuk meningkatkan

tanggung jawab pada remaja.

Selanjutnya berdasarkan data di atas ditemukan bahwa penerapan pendekatan

konseling realitas dapat membantu remaja dalam upaya pengembangan tanggung

jawab dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri konseling realitas sebagaimana

yang dijelaskan oleh Gerald Corey yaitu: Terapi realitas menekankan tanggung
116

jawab. Belajar tanggung jawab merupakan proses seumur hidup dan merupakan inti

dari terapi realitas1.

Data tersebut mengungkap bahwa remaja mau berkomitmen untuk menerima

tanggung jawab pribadi guna mencapai suatu identitas keberhasilan (succes identit).

Menurut Prayitno fungsi pemenuhan yang tepat adalah bagaimana individu

responsible dalam pemenuhan kebutuhannya sehingga tercapai succes identity, dan

sebaliknya fungsi pemenuhan kebutuhan yang tidak tepat artinya seseorang dalam

upaya pemenuhan kebutuhannya lebih irresponsible sehingga individu lebih

mengarah pada failur identity 2.

Remaja sudah menyadari bahwa untuk mencapai succes identity mereka sedapat

mungkin mengambil keputusan untuk melakukan suatu perbuatan dengan dasar 3R,

yaitu right, reality dan responsibility. Prayitno menjelaskan lebih lanjut bahwa:,

“tujuan dari konseling realitas adalah mengupayakan klien supaya mampu

memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan pedoman R3”3. Artinya adalah

dalam bertingkah laku remaja terlebih dahulu menyesuaikan tingkah lakunya

dengan norma yang berlaku karena right berkaitan dengan kebenaran tingkah laku

yang dimunculkan, bertingkah laku sesuai dengan kenyataan yang ada, serta

bertingkah laku yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

1
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung; PT Reefika Aditama,
2009), h. 265-268.
2
Prayitno Konseling..., h. 75.
3
Prayitno, Konseling..., h. 76
117

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa konseling realitas berupaya

untuk membantu mengubah tingkah laku remaja yang tidak sesuai dengan norma

yang berlaku dimasyarakat menjadi tingkah laku yang lebih bernilai positif, atau

tingkah laku yang lebih bermanfaat baik untuk dirinya maupun terhadap orang lain.

Karena pendekatan ini menganggap bahwa tingkah laku remaja yang bertanggung

jawab adalah kata kunci untuk menggambarkan tingkah laku remaja yang memiliki

kesehatan mental.

Sementara itu, berkaitan dengan tujuan pendekatan konseling realitas, menurut

Gerald Corey, tujuan dari terapi realitas adalah

membantu klien mencapai otonomi yang pada dasarnya adalah kematangan

yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan

lingkungan menjadi dukungan internal. Kematangan ini menyiratkan bahwa orang

mampu bertangung jawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka, serta

mengembangkan rencana-rencana yang realistis dan bertanggung jawab guna

mencapai tujuan-tujuan mereka4.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dipahami bahwa tujuan penerapan

konseling realitas adalah bagaimana seseorang memiliki kemampuan untuk

bertanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap keputusan-keputusan yang

diambil sebagai suatu rencana tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan-

4
Corey, Teori ..., h. 270.
118

kebutuhannya. Sehingga pendekatan konseling realitas dapat diaplikasikan dalam

mengembangkan tanggung jawab pada remaja, dan hipotesis diterima.


118

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan dapat

diketahui kesimpulannya bahwa :

1. Hasil pre-test dengan jumlah sampel 5 orang, rata-rata meannya adalah

79,80 yang mana ini tergolong pada kategori rendah, mediannya adalah

80,00 variannya adalah 145,20 nilai tertinggi dalam kelompok ini adalah

90 nilai terendah 60 dan standar errornya adalah 5,38.

2. Hasil pre-test dengan jumlah sampel 5 orang, rata-rata meannya adalah

meannya adalah 130,60 yang mana ini tergolong pada kriteria tinggi,

mediannya adalah 130,39, kemudian variannya adalah 35,80, sedangkan

nilai tertinggi adalah 140 , nilai terendah 125, Standar deviasinya 5,98, dan

standar errornya adalah 5,38.

3. perbedaan antara nilai pretest dengan nilai postest, pernyataan ini

berdasarkan nilai sig (2-tailed) lebih kecil dari pada taraf signifikan 0,05,

yaitu 0,43<0,05 ada perbedaan rata-rata nilai tes antara sebelum diberikan

perlakuan kepada remaja yang kurang bertanggung jawab dan setelah

diberikan perlakuan kepada remaja yang kurang bertanggung jawab

sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan terdapat

pengaruh positif pada penerapan konseling realitas. Penerapan ini sesuai

untuk meningkatkan tanggung jawab pada remaja.


119

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti memberikan saran

diantaranya sebagai berikut :

1. Kepada guru pembimbing

Pendekatan konseling realiatas dalam layanan konseling

perorangan ini hendaknya digunakan oleh semua guru pembimbing yang

ada di Nagari Lansek Kadok untuk menanggulangi tingkah laku remaja

yang tidak bertanggung jawab pada saat sekarang ini.

2. Kepada orang tua

Agar lebih saling terbuka kepada anaknya dan selalu mengontrol

aktifitas anaknya agar anak tidak terjerumus kepada hal-hal yang bersifat

negatif terkhususnya pada tingkah laku yang tidak bertanggung jawab

dikalangan remaja.

3. Kepada remaja

Diharapkan kepada remaja agar dapat melakukan perubahan

tingkah laku ke arah yang lebih baik dan tidak melakukan tingkah laku

yang tidak bertanggung jawab dalam kehidupan.

4. Pemerintahan Nagari

Agar lebih peka terhadap pembinaan remaja dan berperan aktif

untuk mengembangkan tanggung jawab pada remaja.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arikunto Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Baswori dan Suwardirman. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Cambridge Advanced Learners Dictionari (second edition). 2005. Cambridge: cambridge

university press.

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Reefika

Aditama.

Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy. USA : Thomson

Brooks.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hurlock, B Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan, Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

Lumonnga, Namora Lubis. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan

Praktek. Jakarta: Kencana.

Supriatman Mamat. 2011. Bimbingan Konseling Berbasis Kompetensi :Orientasi Dasar

Pengembangan profesi konselor. Jakarta :Rajawali Pers.

Sujanto Agus. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Tohari Musnamar. 2004. Membantu Memecahkan masalah orang lain dengan teknik

konseling. Jogyakarta: pustaka belajar.

Monks, F.J, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono. 2002 . Psikologi Perkembangan.

Yogyakarta: Gajah Mada University PRESS.


Mujib, Abdul Yusuf Mudzakir. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Mujtaba, Sayyid Musawi Lari. 1995. Psikologi Islam. Bandung: Pustaka Hidayah.

Musnamar, Thohari. 1992. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling

Islami.Yogyakarta: UII PRESS.

Prayitno. 2005. Kerangka Konseling Ekletik, Konseling Pancawaskita. Padang: FIP UNP.

Prayitno. 1998. konseling pancawaskita. Ikip Padang. Padang .

Sudarsono. 1993. Kamus Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sujanto, Agus. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sudjana,. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sumadi Suryabrata. 2014. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Surya Mohammad. 2003. Psikologi Konseling. Bandung; C.V Pustaka Bani Quraisy.

Taufik. 2009. Model-model Konseling. Padang; FIP UNP.

Walgito Bimo. 2010. Bimbingan Konseling (Studi dan Karier). Yogyakarta : Andi Offset.

Yusuf Syamsu LN. 2009. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung; PT Remaja

Rosdakarya.

Yanti Elvita. 2010. Statistik Pendidikan. Bukittinggi: STAIN Bukittinggi.

Zulkifli, 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung; PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai