Anda di halaman 1dari 10

8

Keluarga yang Bahagia

Aku Bertumbuh
Dalam Kasih Tuhan
Sekolah Orientasi Melayani
Keluarga Allah
1
Rencana Pengajaran
Deskripsi Pelajaran

Pelajaran ini menjelaskan prinsip-prinsip Firman Tuhan di dalam membangun


keluarga yang bahagia.

Tujuan Pelajaran

1. Setiap murid mengerti tentang pentingnya sebuah keluarga.


2. Setiap murid mengupayakan keutuhan keluarga dengan mengangani perbedaan
dan menyelesaikan konflik di dalam keluarga.
3. Setiap murid mewaspadai benih-benih kehancuran keluarga.

Metode Pengajaran

1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Melakukan aplikasi

Materi Pelajaran

1. Pentingnya keluarga
2. Membangun keluarga sesuai Firman Allah
3. Menjalankan kewajiban-kewajiban di dalam keluarga
4. Menangani perbedaan dan menyelesaikan konflik

Pendalaman

Sepuluh menit pada akhir pelajaran diselenggarakan tes kecil tentang materi yang
sudah disampaikan.

2
L
embaga yang pertama kali dibangun Allah bagi manusia adalah lembaga
pernikahan. Allah merencanakan pernikahan untuk kebaikan manusia. Melalui
pernikahan itu terbentuklah keluarga. Allah menghendaki ada kebahagiaan di
setiap keluarga, karenanya Allah memberikan petunjuk melalui Firman-Nya untuk
membangun keluarga yang bahagia.

Melalui keluarga yang bahagia dan harmonis akan terbentuk generasi yang takut akan
Tuhan. Allah ingin nama-Nya dimasyhurkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Mazmur 145:4).

A. Pentingnya Keluarga
1. Keluarga menentukan kesuksesan setiap orang
“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup
di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.”
(2 Timotius 1:5)

Kesuksesan kita banyak dipengaruhi oleh keluarga kita. Keluarga yang bahagia
dan baik akan memiliki peluang lebih besar terhadap kesuksesan anggota
keluarganya baik dalam karir maupun dalam membangun keluarga dibanding
dengan keluarga yang tidak harmonis. Sebagai contoh seorang yang bernama
Timotius, keberhasilannya, imannya adalah karena iman dari nenek dan ibunya.

2. Keluarga menentukan kuat tidaknya gereja

Kuat tidaknya gereja banyak ditentukan oleh kondisi setiap keluarga dari
jemaatnya. Jika banyak jemaat yang kondisi keluarganya kacau, maka dapat
dipastikan keadaan gereja itu tidak akan kuat. Kesatuan dan kesehatian gereja
harus diciptakan mulai dari rumah setiap jemaat.

3. Keluarga menggambarkan hubungan kita dengan Allah


Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah,
yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
(Yohanes 1:12)

Setiap orang yang percaya kepada Kristus diberi kuasa menjadi anak Allah. Artinya
hubungan kita dengan Allah digambarkan seperti hubungan di dalam sebuah keluarga.
Tuhan ingin menjelaskan hubungan-Nya dengan kita dengan konsep keluarga,
tujuannya supaya manusia dapat mengerti dengan jelas tentang hubungan itu.

3
SOM 3 – Aku Bertumbuh dalam Kasih Tuhan

4. Keluarga adalah tempat kita mendapat pendidikan paling dasar (Ulangan


6: 6-9)

“haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu


dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”
(Ulangan 6:7)

Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita harus mendidik anak-anak kita dimulai dari
keluarga. Kita harus terus mengulang-ulang di setiap tempat termasuk di rumah.
Orang tua diberi oleh Allah tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya supaya
mereka mendapat umur panjang dan diberkati Tuhan (Amsal 22:6; Efesus 6:4).

B. Membangun Keluarga sesuai Firman Allah


Ada rencana Tuhan untuk menjadikan keluarga kita seperti surga di bumi. Apakah
artinya keluarga kita seperti surga di bumi? Ada atmosfer surgawi dalam keluarga, ada
kasih Allah yang indah dalam keluarga, ada hadirat Allah yang nyata dalam keluarga,
ada atmosfer roh yang kuat dalam keluarga, ada pertumbuhan rohani setiap angota
keluarga. Apakah rahasianya agar keluarga menjadi surga di bumi? Menjadikan
Yesus sebagai Tuhan dalam keluarga.

1. Di Mana Tuhan Berada di Situ Surga Berada


Surga adalah tempat Allah memerintah. Kalau Tuhan hadir, maka di bumi seperti
di surga. Kalau Tuhan hadir dalam keluarga, maka keluarga akan mengalami
suasana surga. Bila Tuhan hadir dalam keluarga, separah apapun kondisi keluarga
saat ini, Ia sanggup memulihkan menjadi keluarga yang harmonis, penuh kasih, dan
penuh atmosfer surgawi.

2. Menjadikan Yesus Tuhan dalam Keluarga

Suami dikenal sebagai kepala keluarga. Namun sebagai orang percaya, kita
memiliki kepala di atas suami, yaitu Tuhan sendiri (I Korintus 11:3). Artinya Yesus
sendiri yang sungguh-sungguh memimpin keluarga kita dari hari ke hari. Sebagai
pemimpin dalam keluarga, suami tidak boleh memimpin atas kehendaknya
sendiri, namun ia harus memimpin atas dasar kehendak Tuhan.
Perlu komitmen yang kuat untuk menjadikan Yesus sebagai Tuhan dalam keluarga
kita. Juga perlu komitmen untuk membangun atmosfer surgawi dan hadirat Tuhan
dalam keluarga kita.

4
Keluarga yang Bahagia

C. Menjalankan Kewajiban-kewajiban di dalam Keluarga


Keutuhan dan kebahagiaan keluarga Kristen bersumber pada berkat dan anugerah
Tuhan. Alkitab menyatakan kewajiban-kewajiban di dalam membangun rumah tangga
yang sesuai dengan rencana Allah adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban Istri
a. Istri tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan (Efesus 5:22; Kolose 3:18;
I Petrus 3:1-2).
Pada umumnya wanita diberi kelebihan daripada pria, wanita mampu
melakukan lebih banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Bahkan ada pula
seorang istri yang memiliki penghasilan lebih besar daripada suami, atau
kedudukannya di masyarakat lebih terpandang daripada suami. Penting bagi
istri untuk dapat menguasai diri, tetap tunduk dan menghormati suami.
b. Istri menghormati suaminya dan menolong dia dalam segala sesuatu (Efesus
5:33; Kejadian 2:24).
Allah menjadikan Hawa dengan maksud menjadi penolong yang sepadan bagi
Adam. Demikian pula istri perlu menjadi penolong bagi suaminya dalam
segala sesuatu, bukan sebaliknya merongrong atau menghalangi suaminya
untuk maju.
c. Istri mengasihi suami (Titus 2:4)
d. Istri rajin mengatur rumah tangga (Titus 2:5; Amsal 31:10-31).
e. Menyayangi dan mengasuh anak (Keluaran 2:2-10; 1 Samuel 2:19; 1 Raja-raja
3:26,27; Yesaya 49:15; 1 Tesalonika 2:7,8)

2. Kewajiban Suami
a. Suami mengasihi istri sama seperti mengasihi tubuhnya sendiri, sekali-kali ia
tidak berlaku kasar terhadap istrinya (Efesus 5:25-30,33; Kolose 3:19).
Kaum pria umumnya memiliki fisik yang lebih kuat daripada wanita, Allah
menghendaki suami kekuatan isik yang ada pada suami ini digunakan untuk
melindungi istri dan anak-anaknya, bukan untuk menindas atau melakukan
kekerasan.
b. Suami menghormati istri (I Petrus 3:7).
Sekalipun pada umumnya istri lebih lemah secara fisik, tidak berarti suami
boleh merendahkan istri. Suami harus tetap menghormati istri sebagai pihak
yang lebih lemah.

5
SOM 3 – Aku Bertumbuh dalam Kasih Tuhan

c. Suami meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya (Kejadian
2:24; Matius 19:5; Efesus 5:31).
Keputusan seorang pria untuk menikah adalah keputusan untuk meninggalkan
ayah dan ibunya, artinya ia tidak lagi bergantung kepada orang tua. Mulai
sekarang ia mengembangkan tanggung jawab baru, ia siap untuk mengurus
dirinya, bahkan istri dan anak-anaknya.
d. Suami memimpin rumah tangga (I Korintus 11:3).
Suami perlu memiliki visi dan rencana ke depan bagi rumah tangganya:
keluarga seperti apa yang akan dibangun, masa depan anak-anak, dsb. Suami
adalah pengambil keputusan dalam rumah tangga. Ia juga harus siap
mengambil tanggung jawab untuk setiap keputusan yang diambilnya. Rumah
tangga akan menjadi seperti bahtera tanpa nakhoda bila dalam pengambilan
keputusan suami selalu berkata, “Terserah!”.
e. Suami bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga
(I Timotius 5:8; Amsal 14:23).
Tanggung jawab pemenuhan kebutuhan rumah tangga ada pada suami.
Namun demikian bukan berarti istri tidak boleh bekerja. Istri boleh saja
bekerja, tetapi tanggung jawab istri dalam mengurus rumah tangga dan
mengasuh anak-anak tidak boleh diabaikan.

3. Kewajiban Bersama Suami dan Istri


a. Mereka bukan lagi dua melainkan satu (Matius 19:6; Kejadian 2:24; Efesus
5:31).
Kesadaran bahwa bukan lagi dua tetapi satu, mengingatkan bahwa harus ada
kesepakatan dalam menjalankan rumah tangga: sepakat dalam membuat
peraturan dalam rumah tangga, sepakat dalam mendidik anak, sepakat dalam
merencanakan masa depan. Bila terjadi perbedaan pendapat harus dicari
jalan keluarnya agar suami dan istri sepakat.
b. Menunaikan kewajiban masing-masing terhadap pasangannya (I Korintus 7:3).
Ada kewajiban istri kepada suami dan ada kewajiban suami kepada istri. Yang
terutama bukanlah menuntut pasangan untuk melakukan kewajibannya, tetapi
lebih dulu melakukan kewajiban terhadap pasangannya.
c. Saling memenuhi kebutuhan biologis secara wajar (I Korintus 7:4-5).
Salah satu anugerah dalam pernikahan adalah seks, seks yang kudus hanya ada
dalam pernikahan yang sah. Namun demikian, masing-masing pihak
hendaknya memenuhi kebutuhan seks pasangannya secara wajar. Bila

6
Keluarga yang Bahagia

memang hendak bertarak (menahan diri dari berhubungan seka), maka itu
dilakukan untuk sementara waktu dan dalam kesepakatan kedua pihak.
d. Mendidik anak (Kolose 3:20-21; Efesus 6:3,4; Amsal 1:8; Ulangan 6:6-7;
Amsal 13:24).
Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu,
dan mendatangkan sukacita kepadamu.
(Amsal 29:17)

Beberapa orang tua keliru dengan menganggap pendidikan anak hanya


tanggung jawab sekolah atau gereja. Pendidikan dalam keluarga seharusnya
menjadi dasar sebelum anak mendapatkan pendidikan dari luar. Dalam
mendidik anak, kedua orang tua juga harus memiliki peran yang seimbang.
Pendidikan anak menjadi kurang sehat bila hanya salah satu pihak (ayah saja
atau ibu saja) yang berperan dalam mendidik anak.
e. Komunikasi yang baik, terbuka, mesra (Kejadian 2:25; Efesus 4:25-32).
Komunikasi yang terbuka menjadikan rumah tangga lebih harmonis. Pelajaran
tentang berkomunikasi ada dalam bab selanjutnya.

4. Kewajiban Anak-anak
a. Mendengar pengajaran orang tuanya (Amsal 1:8; 4:1,4)
Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu.
(Amsal 1:8)

Perlu diakui bahwa orang tua sudah menjalani berbagai kesukaran hidup lebih
lebih banyak daripada anak-anak. Mereka pernah mengalami kegagalan dan
keberhasilan di sepanjang perjalanan hidup mereka. Pengalaman hidup
mereka adalah nilai-nilai kehidupan yang berharga bagi anak-anak. Apalagi
bila orang tua hidup sesuai dengan Firman dan mengajarkan hidup sesuai
Firman, maka anak harus memperhatikan pengajaran mereka.
b. Menghormati orang tuanya (Keluaran 20:12; Imamat 19:3; Ibrani 12:9)
Menghormati orang tua adalah perintah penting dan tertera dalam Dasatitah.
Tuhan menjanjikan berkat umur panjang dan keadaan yang baik bila seorang
anak menghormati orang tuanya.
c. Menurut perintah orang tuanya (Amsal 6:20; Efesus 6:1)
Sebagai anggota keluarga, anak harus menaati perintah orang tuanya. Allah
menetapkan bahwa setiap orang berada di bawah otoritas: pemerintah
memegang otoritas di masyarakat, gembala sidang dan ketua kelompok sel
memegang otoritas atas jemaat Allah, atasan memegang otoritas dalam
pekerjaan, orang tua memegang otoritas dalam keluarga. Seorang yang

7
SOM 3 – Aku Bertumbuh dalam Kasih Tuhan

melawan otoritas adalah seorang pemberontak, dan Tuhan tidak berkenan


kepada pemberontakan.
Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.
Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang.
Mereka akan ... berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih,....
(2 Timotius 3:1-2)

d. Menutupi kekurangan orang tuanya (Kejadian 9:22-23)


Tidak ada manusia yang sempurna, semua orang pasti pernah berbuat
kesalahan, termasuk orang tua. Anak yang mengetahui kesalahan orang tua
tidak sepatutnya menceritakan hal tersebut kepada orang lain. Dengan
berusaha menjaga kehormatan orang tuanya, seorang anak justru menjaga
kehormatan dirinya.
e. Memelihara orang tuanya (I Timotius 5:4)
Orang tua bertanggung jawab memelihara anak-anak mereka hingga dewasa.
Tuhan mengizinkan beberapa orang tua hidup sampai lanjut usia, dan dalam
usia lanjut keadaan mereka sudah tidak produktif lagi. Anak-anak yang harus
tetap memelihara orang tua yang telah membesarkan mereka, terutama
ketika mereka sakit atau sudah tidak produktif lagi.

D. Menangani Perbedaan dan Menyelesaikan Konflik


Telah dijelaskan bahwa keluarga sangat penting. Maka keutuhan keluarga juga sangat
penting. Sebaliknya setiap keluarga tidak lepas dari potensi perselisihan karena adanya
perbedaan. Itu sebabnya kita perlu belajar menangani perbedaan dan menyelesaikan
konflik, sehingga masalah dalam keluarga tidak berujung pada kehancuran.

1. Bertumbuh Dewasa Rohani


Tingkat kedewasaaan kita akan menentukan cara kita menangani perbedaan, dan
cara kita menangani perbedaan akan menentukan hasil akhir sebuah konflik –
apakah hubungan menjadi rusak, atau sebaliknya, hubungan malah menjadi lebih
baik, lebih dekat, dan lebih bersatu.
Orang yang dewasa rohani adalah orang yang mau belajar untuk berubah dewasa
terlebih dahulu, sehingga melalui perubahan kita, maka keluarga kita juga bisa
berubah. Orang yang dewasa rohani adalah orang yang bisa tetap bersikap baik,
sopan, dan hormat, sekalipun orang lain sikapnya tidak baik, tidak menyenangkan,
bahkan menjengkelkan. Orang yang dewasa rohani adalah orang yang perkataan
dan perbuatannya bisa mencerminkan pribadi kristus yang penuh kasih dan
bijaksana bagi keluarganya. Orang yang seperti ini menangani perbedaan dan

8
Keluarga yang Bahagia

menyelesaikan konflik dengan baik, sehingga hubungan keluarga bisa menjadi


semakin harmonis dan bahagia.

2. Membangun Komunikasi di dalam Keluarga


Komunikasi dalam keluarga perlu diusahakan. Keterbukaan tidak bisa terjadi
dengan sendirinya jika tidak diusahakan. Tahap-tahap hingga terbentuk
komunikasi yang terbuka dan jujur
adalah:
a. Saling menyapa RUMAH TEMPAT KOMUNIKASI

b. Saling berbagi informasi MENJADI TERBUKA


DAN JUJUR

c. Saling berbagi ide dan pendapat BERBAGI


PERASAAN

d. Saling berbagi perasaan BERBAGI IDE


DAN PENDAPAT

e. Saling menjadi terbuka dan jujur BERBAGI


INFORMASI

TINGKAT
SAPAAN
Segala bentuk kritik dan celaan sedapat
mungkin jangan sampai dimunculkan GUDANG
KRITIK

karena dapat mengganggu keharmonisan


keluarga.

3. Belajar Seni Mendengarkan untuk Memahami


Tuhan memberikan kepada kita dua telinga dan hanya satu mulut, supaya kita
cepat untuk mendengar dan lambat untuk berkata-kata (Yakobus 1:19). Menurut
sebagian pakar konseling keluarga, seharusnya kita memberikan waktu minimal
3-5 menit untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh supaya kita bisa
memahami maksud pasangan kita. Setelah itu kita perlu berkata, “Apakah yang
kamu maksudkan adalah seperti ini ...? Saya ingin memastikan bahwa saya
mengerti yang kamu maksudkan adalah ....” dengan demikian kita sungguh-
sungguh memahami orang yang berbicara dengan kita (pasangan kita, orang tua
kita, ataupun anak kita).
Setelah kita memahami perkataan mereka, dan mereka memahami perkataan
kita, biasanya jauh lebih mudah untuk menyelesaikan masalah. Walaupun perlu
juga diakui bahwa sekalipun kita sudah saling memahami, belum tentu kesimpulan
dan keputusan yang ingin kita ambil bisa sama. Akan tetapi kalau kita melakukan
dengan cara yang benar seperti ini, maka energi kita tidak akan habis hanya untuk
bertengkar saling merendahkan dan saling menyalahkan, sebaliknya kita bisa fokus
untuk mendapatkan jalar keluarnya.
Urutannya adalah mendengarkan memahami mencari solusi.

9
SOM 3 – Aku Bertumbuh dalam Kasih Tuhan

Pola yang seperti inilah yang akan membuat semua pihak menjadi pemenang;
bukannya satu pihak menang dan satu pihak kalah. Ingat baik-baik: Keluarga
hanya bisa memiliki kebahagiaan yang langgeng kalau semua pihak menang.

4. Menjaga Hati dengan Damai Sejahtera


Tuhan ingin damai sejahtera menguasai kita (Kolose 3:15). Apa yang ada di dalam
hati akan terpancar dalam kehidupan kita (Amsal 4:23). Kalau hati kita resah
maka orang di sekitar kita termasuk keluarga akan resah (Amsal 17:1; 21:9).

5. Hati yang Melayani Keluarga


Dalam keluarga yang bahagia, biasanya setiap anggota keluarga punya hati untuk
melayani keluarga. Bayangkan saja kalau hati istri anda selalu penuh dengan kasih,
bagaimana mungkin dia tidak menjadi istri yang bahagia. Kalau dia merasa
dibahagiakan, bagaimana mungkin dia tidak membahagiakan kita kembali.
Semuanya ini dimulai dengan hati yang melayani keluarga: Hati yang melayani
keluarga itu adalah hati yang memberi, bukan menuntut.

6. Berkomitmen untuk Setia


Syarat keutuhan keluarga adalah kesetiaan. Kesetiaan adalah sifat yang diinginkan
oleh Tuhan (Amsal 19:22). Komitmen dalam keluarga akan mendatangkan
banyak kebaikan. Jangan pernah seorang pun di antara anggota keluarga
(entahkah itu suami, istri, atau anak) yang berniat lari meninggalkan keluarga,
terutama ketika sedang menghadapi konflik.

7. Percaya Kuasa dan Mukjizat Tuhan dalam Keluarga


Dalam kehidupan kita seringkali kita diperhadapkan dengan banyak hal yang tidak
dapat kita atasi. Kita sangat membutuhkan Tuhan. Jika sekarang keluarga kita
sedang membutuhkan pemulihan baik pemulihan kasih, ekonomi, keharmonisan
dll., maka marilah kita memiliki iman bahwa ada kuasa dan mukjizat Tuhan yang
bisa terjadi dalam keluarga kita untuk memulihkan keluarga kita.

UNTUK DIRENUNGKAN
• Sudahkah keluarga Saudara menjadi keluarga yang bahagia dan dipenuhi atmosfer
surgawi? Jika belum, Saudara bisa memulai dari diri Saudara terlebih dulu, karena lewat
satu orang karya Allah akan bekerja menjamah seluruh anggota keluarga.
• Mari kita wujudkan keluarga yang bahagia: Ada kasih kepada Allah dan kepada sesama
yang melimpah dalam keluarga.

10

Anda mungkin juga menyukai