net/publication/310328292
CITATIONS READS
2 4,472
1 author:
Arif Surachman
Universitas Gadjah Mada
6 PUBLICATIONS 25 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Arif Surachman on 16 November 2016.
Arif Surachman
Perpustakaan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Alamat E-mail: arifs@ugm.ac.id
Abstrak
Keberadaan generasi digital natives saat ini terlihat mendominasi komunitas sivitas akademika di
lembaga pendidikan perguruan tinggi. Generasi Baby Boomers dan Generasi X yang merupakan
generasi digital immigrant sudah ‘tergeser’ dengan keberadaan generasi Y dan Z yang merupakan
generasi digital natives. Dominasi ini juga terlihat di Universitas Gadjah Mada dimana lebih dari
75% anggota sivitas akademikanya adalah merupakan generasi digital natives. Latar belakang ini
yang menyebabkan perlunya pengembangan perpustakaan yang mendukung keberadaan generasi
digital natives. Konsep Smart Library atau perpustakaan pintar yang berbasis teknologi merupakan
jawaban bagi kebutuhan generasi digital natives di perpustakaan. Konsep ini didasarkan pada
pemanfaatan teknologi secara menyeluruh terutama yang berbasis online dan mobile, layanan 24 X 7,
layanan anywhere anytime, dan layanan yang berbasis ‘ruang komunikasi’ yang lebih lebar antara
pustakawan dengan pemustakanya. Konsep inilah yang akan dikembangkan di Universitas Gadjah
Mada berbasis pada kebutuhan pemustaka dan sivitas akademikanya.
Kata kunci: Smart Library, Digital Natives, Digital Immigrants, Perpustakaan Perguruan Tinggi,
Teknologi Informasi.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri organisasi modern adalah kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Organisasi atau dalam hal ini adalah institusi tidak
hanya sekedar dituntut melakukan perubahan akan tetapi lebih bagaimana menyikapi dan
beradaptasi dengan perubahan itu sendiri. Teori “survival of the fittest” Charles Darwin
(1809-1882) yang dikutip oleh Kasali (2014) menyatakan “bukan yang terkuat yang mampu
bertahan, melainkan yang paling adaptif dalam merespons perubahan.” Artinya, bukan
seberapa besar dan kuat suatu organisasi yang akan menjamin kesuksesan dalam
memenangkan perubahan, akan tetapi organisasi yang mampu menyikapi dengan cepat dan
tepat perubahan yang terjadi. Kita tentu bisa melihat bagaimana ‘kejatuhan’ raksasa bisnis
seperti Blackberry, Kodak, Nokia, dan Yahoo karena terlambat beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi, dan merasa bahwa teknologi mereka masih yang terbaik dan mampu bertahan,
nyatanya tergerus dengan kedatangan Google, Android, dan Samsung yang menghadirkan
teknologi lebih baru dan adaptif.
Perkembangan teknologi dan pengetahuan yang sedemikian pesat memunculkan apa
yang dinamakan dengan era digital, yang juga ditandai dengan lahirnya generasi digital
natives. Hal ini menuntut adanya perubahan yang adaptif bagi setiap organisasi atau institusi
termasuk perpustakaan dalam memberikan layanan kepada generasi ‘baru’ ini. Apabila dalam
beberapa puluh tahun lalu fokus perubahan di perpustakaan pada keberadaan generasi digital
immigrants, maka pada beberapa tahun ini terutama di perguruan tinggi sudah harus bergeser
pada generasi digital natives. Hal ini dikarenakan dominasi jumlah generasi digital natives
yang semakin tinggi dalam lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa, dosen, dan peneliti yang
dulu banyak diisi oleh generasi baby boomers dan generasi X yang merupakan generasi
digital immigrants, saat ini banyak diisi oleh generasi Y dan generasi Z yang merupakan
generasi digital natives.
Universitas Gadjah Mada sebagai satu institusi pendidikan yang ‘komunitas bisnis’nya
adalah mahasiswa dan dosen juga menghadapi perubahan yang sama. Lebih dari 75% sivitas
akademika di Universitas Gadjah Mada saat ini adalah merupakan generasi digital natives.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Surachman (2013) pada mahasiswa di lingkungan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, memperlihatkan bahwa setiap
mahasiswa setidaknya memiliki dua sampai tiga perangkat mobile baik berupa notebook,
handphone, tablet maupun smartphones. Hal ini menunjukkan bagaimana sudah terbiasanya
mahasiswa terhadap teknologi-teknologi berbasis digital, dan sebagian besar mahasiswa
tersebut adalah merupakan generasi digital natives.
Perubahan dominasi generasi digital natives di Universitas Gadjah Mada ini harus
segera disikapi oleh semua unit termasuk perpustakaan agar mampu memenuhi kebutuhan
dan keinginan generasi ini. Pengembangan perpustakaan pintar atau smart library menjadi
satu jawaban untuk merespon keadaan ini. Perpustakaan Universitas Gadjah Mada harus
mampu menghadirkan layanan yang berbasis pada pola perilaku dan kebiasaan generasi
digital natives. Untuk itulah maka perancangan terhadap konsep smart library yang akan
dikembangkan di perpustakaan Universitas Gadjah Mada ini menjadi sangat penting. Tulisan
ini akan memberikan gambaran bagaimana Universitas Gadjah Mada akan merancang smart
library bagi sivitas akademika yang berasal dari generasi digital natives. Sebuah rancangan
yang akan memberikan ruang lebih luas bagi pemanfaatan teknologi digital terutama
teknologi pintar berbasis mobile dan online, layanan 24 X 7, layanan anytime anywhere, dan
layanan berbasis komunikasi yang lebih luas antara pustakawan dan pemustaka.
2
B. Definisi dan Penjelasan
1. Smart Library
Wang (2013) mendefinisikan smart library sebagai berikut:
“Smart Library is the concept and practice of the modern library
sustainable development, based on digital, networked and intelligent
information technology, with interconnection, high efficiency and
convenience as the main features, and green development and digital
for the general public as the essential pursuit”
Sedangkan Griffiths (2010) menyatakan bahwa “smart libraries” terkait dengan
bagaimana perpustakaan menggunakan “smart technology”, mendukung “smart initiatives”,
mendukung “smart communities” dan mendukung “smart ways of working”. Sementara itu
Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.) menggambarkan “smart libraries” sebagai perpustakaan
yang “flexible, adaptive, extendible, acknowledging and human” dimana memberikan layanan
yang interactive, innovative, informative, actual, changing dan international.
Ketiga definisi di atas memperlihatkan bahwa smart libraries didefinisikan sebagai
sebuah perpustakaan yang mampu memberikan “layanan pintar” atau “smart services”
berbasis pada smart technology dan perubahan kebutuhan dari para pemustakanya terutama
dari generasi digital natives .
2. Digital Natives & Digital Immigrants
Penggunaan kata digital natives pertama kali diperkenalkan oleh Marc Prensky pada
tahun 2001 untuk menggambarkan satu generasi “native speakers” yang terbiasa dengan
lingkungan digital atau teknologi digital dan internet. Generasi digital natives menghabiskan
banyak waktunya dalam dan untuk menggunakan komputer, videogames, digital music
players, kamera video, telpon seluler, dan berbagai macam mainan lain dan peralatan dari era
digital. Games komputer, e-mail, internet, telpon seluler dan pesan instan menjadi bagian
yang tidak terlepaskan dari kehidupan mereka (Prensky, 2001).
Prensky bahkan menggambarkan bahwa generasi digital natives secara fisik memiliki
perbedaan pada otak mereka yang terbentuk selama pertumbuhan mereka sejak dalam
kandungan hingga tumbuh dewasa (Jones, 2011). Generasi digital natives ini mencakup
mereka yang dalam istilah lain dimasukan sebagai Generasi Y, Generasi Z, Generasi
Millenial, atau Net Generation.
Selain digital natives, Prensky (2001) juga mengenalkan apa yang disebut dengan
generasi digital immigrants. Yakni generasi yang lahir tidak pada era digital tetapi hidup pada
era digital dan berusaha untuk belajar dan beradaptasi dengan berbagai hal dan aspek dari
teknologi baru.
C. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan perancangan smart library di Universitas
Gadjah Mada ini adalah:
1. Memberikan pedoman perencanaan dan implementasi smart library di Universitas
Gadjah Mada.
2. Memberikan gambaran rancangan atau desain smart library yang ideal bagi
Perpustakaan Universitas Gadjah Mada khususnya dan Perpustakaan Perguruan
Tinggi pada umumnya.
3
3. Media pembelajaran bersama pengembangan konsep smart library bagi perpustakaan
perguruan tinggi pada khususnya dan perpustakaan pada umumnya.
4
buku dan informasi layanan pribadi lainnya dengan memanfaatkan baik email, sms, mobile
apps account, maupun social media. Hal ini juga dapat dilihat dengan kemudahan pemustaka
menjangkau komunikasi dengan pustakawan atau pengelola perpustakaan terkait layanan
perpustakaan.
Pelayanan berbasis sumber daya digital dan jejaring global juga menjadi faktor penting
dalam smart library. Pemanfaatan single account untuk dapat mengakses berbagai sumber
daya digital kapanpun dan dimanapun (layanan anytime anywhere) yang dimiliki oleh
perpustakaan harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam layanan pintar perpustakaan.
Namun, implementasi smart services harus didukung dengan adanya smart technology, smart
environment, smart communities dan juga smart librarians.
4. Smart Communities/Users
Keberadaan generasi digital merupakan komponen penting dalam smart library. Smart
Library akan menciptakan satu komunitas pintar (smart users) yang secara cepat akan
menyesuaikan dengan perubahan orientasi cara perpustakaan dalam melayani mereka. Smart
Communities/Users adalah mereka yang secara aktif siap menggunakan dan memanfaatkan
smart technology, smart services dan menyesuaikan dengan smart environment yang ada di
perpustakaan. Generasi digital natives merupakan generasi yang sangat siap sebagai smart
communities. Kebiasaan mereka memanfaatkan smart devices, intensitas interaksi sosial,
berjejaring, dan perilaku yang tidak dapat lepas dari teknologi menjadi kekuatan dari smart
communities.
5. Smart Librarians/Staff
Komponen lain selain keberadaan smart communities adalah kesiapan pustakawan atau
staf perpustakaan dalam smart library. Selain pemustaka yang harus mempunyai kemampuan
dan ketrampilan memanfaatkan berbagai smart technology, pustakawan juga harus dapat
menjadi pustakawan pintar. Yakni pustakawan yang mempunyai keahlian dalam pemanfataan
berbagai perangkat pintar, paham kebutuhan pemustaka dari generasi digital, paham pola
perilaku pemustaka, dan harus menyediakan waktu lebih untuk selalu siap memberikan
layanan kepada pemustaka dan juga meningkatkan pengetahuannya. Selain memberikan
pelayanan, maka pustakawan pintar harus mampu memposisikan dirinya sebagai
pembimbing, konsultan, bahkan pendamping pemustaka dalam melakukan eksplorasi
terhadap pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan. Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.)
menyatakan bahwa pengembangan smart library tidak mungkin dilakukan tanpa personal
yang mempunyai kualitas tinggi (high-qualified personal). Dimana menurut keduanya
pustakawan harus meningkatkan kemampuannya secara terus menerus bagaimana
menggunakan teknologi baru, layanan berbasis-web (online), melakukan inisiasi dan menjaga
hubungan antara perpustakaan dengan organisasi lain untuk keperluan resource sharing.
Kelima karakteristik di atas tentu dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
situasi masing-masing perpustakaan. Namun setidaknya dengan berpedoman pada kelima
karakteristik di atas maka kita dapat mulai melakukan inisiasi pengembangan sebuah smart
library.
Implementasi smart library sendiri sebetulnya bisa dilakukan dari hal yang sederhana.
Sebagai contoh adalah di perpustakaan University of Oulu, Finlandia pada tahun 2003 yang
memanfaatkan aplikasi mobile untuk memberikan kemudahan bagi pengguna menemukan
buku dan koleksi lainnya di perpustakaan berbasis petunjuk peta (Aittola, Ryhanen, & Ojala,
2003). Implementasi lain di Siberian Federal University, smart library dikembangkan dengan
memanfaatkan teknologi informasi modern. Sebagai contoh adalah kemungkinan mempelajari
kebutuhan informasi pengguna melalui instrumen teknologi informasi. Jadi setiap pengguna
5
mempunyai rekaman data belajar yang tersimpan dalam ‘learning support system”. Data
inilah yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan informasi pengguna hingga ke subyek-
subyek tertentu (Barysev R.A. dan Babina O.I., n.d.). Selain itu di Siberian Federal
University terdapat interactive service melalui personal account untuk sivitas akademika
yang memungkinkan mereka mengontrol aktivitas mereka dan mendapatkan berbagai
informasi secara online. Dan yang paling penting bahwa layanan itu memungkinkan
hubungan yang lebih baik antara perpustakaan dan pemustakanya.
6
SIPUS terintegrasi juga sudah dihubungkan dengan aplikasi mobile berbasis android
dan ios yang disebut dengan M-Library UGM. Data peminjaman atau sirkulasi dari anggota
perpustakaan dapat dicek melalui aplikasi mobile ini.
2. Gadjah Mada Knowledge Hub
Sistem informasi lain yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada dan potensial
sebagai bagian dari terwujudnya SMART LIBRARY adalah apa yang dinamakan sebagai
Gadjah Mada Knowledge Hub. Beberapa sistem yang termasuk dalam Gadjah Mada
Knowledge Hub diantaranya adalah:
o Repository UGM merupakan sistem informasi berbasis web yang merupakan
Institutional Repository dari Universitas Gadjah Mada yang berisi sumber daya koleksi
berupa skripsi, thesis, disertasi, laporan tahunan rektor, laporan tahunan dekan, laporan
tahunan perpustakaan, pidato pengukuhan guru besar, panduan dan pedoman, laporan
penelitian, artikel jurnal yang diterbitkan oleh sivitas akademika UGM, makalah
prosiding, dan karya tulis lain dalam bentuk digital. Sistem ini juga terhubung dengan
sistem lain dengan metode harvesting data ke sistem informasi tesis dan disertasi
elektronik (ETD), jurnal online, dan i-library. Portal repository UGM dapat diakses
melalui http://repository.ugm.ac.id.
o I-Library merupakan satu portal berbasis web untuk menampung koleksi digital hasil
alih media arsip artikel jurnal yang dipublikasikan oleh sivitas akademika Universitas
Gadjah Mada. I-Library saat ini terkoneksi dengan UGM Repository.
o ELISA merupakan satu portal pengajaran online yang dikembangkan oleh Universitas
Gadjah Mada untuk keperluan pendidikan secara virtual. Saat ini sistem ini berdiri
sendiri, namun ke depan direncanakan untuk dikoneksikan dengan sistem knowledge
management lain yang ada di Universitas Gadjah Mada. ELISA dapat diakses melalui
http://elisa.ugm.ac.id
o ETD atau Electronic Theses & Dissertation merupakan satu portal web yang ditujukan
sebagai media pengelolaan dan akses terhadap koleksi skripsi, thesis, disertasi maupun
tugas akhir mahasiswa. Sistem ini terhubung dengan sistem repository UGM dan
mendapatkan pasokan data dari sistem Unggah Mandiri. Mahasiswa dan staf pengajar
dapat mengakses sistem ETD melalui alamat http://etd.repository.ugm.ac.id untuk versi
publik dengan akses konten terbatas dan untuk naskah lengkap dapat diakses melalui
workstation yang tersedia di perpustakaan pusat dan perpustakaan fakultas di
lingkungan UGM. ETD ini terhubung atau terkoneksi dengan sistem Repository UGM
dan sistem AIMOS (Academic Integrity Monitoring System).
o Unggah Mandiri merupakan sistem untuk keperluan unggah karya tulis akhir
mahasiswa sebelum wisuda. Mahasiswa calon wisudawan dapat mengunggah sendiri
karya tulis akhirnya dan nanti secara otomatis akan terhubung dengan sistem informasi
wisuda (SIWU) yang ada di Direktorat Pendidikan dan Pengajaran untuk pemenuhan
persyaratan wisuda. Data hasil dari sistem unggah mandiri ini akan masuk ke sistem
ETD UGM. Sistem ini dapat diakses melalui http://unggah.etd.ugm.ac.id
o Rare Collection Portal merupakan satu portal berbasis web yang berisi hasil alih media
koleksi langka dan kuno yang dimiliki oleh UGM. Koleksi langka dan kuno yang sudah
dalam bentuk digital ini merupakan koleksi yang sebagian besar terkait dengan budaya
dan sejarah peradaban masa lalu. Mahasiswa, dosen, maupun peneliti yang fokus pada
bidang kajian sejarah dan budaya sangat penting untuk mengakses portal ini. Koleksi ini
dapat diakses melalui http://langka.lib.ugm.ac.id.
7
3. M-Library Applications
M-Library merupakan sistem informasi atau aplikasi yang dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan informasi para pengguna perangkat mobile. Keberadaan sivitas
akademika yang sebagian besar merupakan generasi gadget dan digital menjadikan sistem ini
sangat penting keberadaannya. M-Library dikembangkan oleh perpustakaan untuk pengguna
perangkat telepon pintar (smartphones) berbasis android dan ios. Fitur yang tersedia di M-
Library diantaranya adalah penelusuran katalog perpustakaan, cek rekaman data sirkulasi atau
peminjaman koleksi, cek lokasi perpustakaan di lingkungan UGM, informasi berita dan
agenda perpustakaan UGM, alamat kontak perpustakaan, dan akses ke dalam sumber daya
elektronik yang dimiliki dan dilanggan oleh UGM melalui mekanisme single sign on (SSO).
M-Library terhubung atau terkoneksi dengan sistem informasi atau aplikasi lain yakni SIPUS
Integrasi, website perpustakaan, ezproxy, dan juga google maps.
4. AIMOS atau Academic Integrity Monitoring System
AIMOS merupakan satu aplikasi berbasis web yang dikembangkan untuk deteksi dini
plagiarisme. AIMOS dikembangkan dengan metode text similarity untuk mengecek
prosentase kemiripan suatu teks dengan teks pada naskah yang berbeda. AIMOS terkoneksi
dengan ETD yang memberikan data skripsi, thesis, disertasi dan karya tulis akhir mahasiswa
sebagai pembanding dalam proses pengecekan kemiripan.
5. Website Perpustakaan
Website perpustakaan merupakan portal web yang berisi berbagai sumber informasi
perpustakaan mulai dari informasi umum, informasi koleksi, informasi layanan hingga
informasi panduan atau pedoman perpustakaan. Website perpustakaan terhubung dengan
aplikasi M-Library terutama untuk memberikan data berita, agenda dan pengumuman
perpustakaan. Website perpustakaan dapat diakses melalui http://lib.ugm.ac.id.
Sistem informasi dan teknologi informasi yang ada di Universitas Gadjah Mada secara
umum sudah saling terhubung atau interkoneksi sehingga untuk dikembangkan ke dalam
sistem pendukung SMART LIBRARY sudah sangat memungkinkan. Gambar berikut ini
adalah gambaran interkoneksi sistem informasi dan aplikasi yang ada di UGM.
8
C. Sumber Daya Elektronik UGM
Salah satu modal bagi Universitas Gadjah Mada dalam mewujudkan Smart Library
adalah keberadaan sumber daya elektronik yang dimiliki dan dilanggan. Universitas Gadjah
Mada memiliki sumber daya elektronik/digital diantaranya adalah:
· Puluhan ribu Karya tulis akhir mahasiswa berupa tugas akhir, skripsi, thesis, dan
disertasi dalam bentuk digital
· Puluhan ribu Makalah, laporan hasil penelitian, prosiding, dan working paper karya
sivitas akademika dalam bentuk digital
· Ratusan hasil alih media koleksi langka dan kuno dalam bentuk digital
· Ribuan artikel jurnal yang diterbitkan oleh sivitas akademika Universitas Gadjah
Mada
· Ratusan ribu sumber elektronik berbentuk e-Journals, eBooks, etd, e-proceedings dan
e-databases yang dilanggan dari berbagai penerbit atau penyedia seperti springer,
sage, wiley, cambridge, oxford, proquest, ebsco, cabi, ieee, elsevier dan lain-lain.
Saat ini akses terhadap sumber digital yang dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada
dapat melalui Discovery Search (Summon Web Scale Discovery) dan juga pemanfaatan akun
single sign on (SSO) yang memungkinkan akses anywhere anytime bagi sivitas akademika.
D. Infrastruktur Teknologi Informasi
Hal lain yang dapat menjadi modal bagi terlaksananya konsep smart library di
Universitas Gadjah Mada adalah dukungan infrastruktur teknologi informasi. Bandwidth
jaringan internet UGM yang mencapai 1,8 GBps dan tidak ada pembatasan untuk jalur di
Perpustakaan. Hal ini tentu akan mempermudah dan memperlancar interkoneksi antar sistem
informasi yang ada di UGM dan akses oleh sivitas akademika maupun masyarakat pada
umumnya. Seluruh unit di lingkungan UGM telah terhubung dengan jaringan fiber optik
yang memungkinkan akses super cepat.
Hal lain adalah pemanfaatan teknologi RFID sudah mulai digunakan di beberapa
perpustakaan di lingkungan UGM. Selain itu untuk mendukung integrasi 21 Perpustakaan di
UGM sudah terhubung sebagai satu sistem informasi terintegrasi dengan model keanggotaan
menggunakan kartu mahasiswa yang dibaca menggunakan Smartcard Reader dengan
teknologi contactless.
Hotspot Area atau fasilitas Wifi juga telah tersebar di setiap sudut dan area di UGM
termasuk di Perpustakaan. Seluruh area perpustakaan UGM telah terjangkau oleh jaringan
Wifi baik untuk sivitas akademika UGM maupun pengguna tamu. Perpustakaan UGM juga
menyediakan menyediakan computer workstation dan smart TV yang dapat digunakan oleh
pengguna perpustakaan dalam mengakses sumber informasi dan beraktifitas di perpustakaan.
9
Pemanfaatan smart technology dilakukan dengan secara bertahap menyediakan berbagai
perangkat teknologi pintar di perpustakaan, yang memungkinkan pengguna dapat mengakses
informasi dengan lebih mudah, cepat, tepat dan efisien. Penggunaan teknologi wireless,
mobile, rfid dan cashless akan menjadi prioritas dalam rangka mewujudkan smart technology
di perpustakaan UGM. Sedangkan pengembangan smart environment dilakukan dengan
melakukan desain interior, desain sistem, dan infrastruktur yang mendukung implementasi
smart technology dan pembentukan smart communities. Fokusnya adalah bagaimana
menciptakan smart space dan smart behavior bagi pemustaka dan semua stakeholders
perpustakaan UGM.
Smart services memfokuskan bagaimana pemustaka dapat memperoleh layanan dan
berinteraksi dengan perpustakaan maupun pengelola perpustakaan dengan lebih fleksibel dan
mudah. Konsep 24 X 7 services harus terwujud dalam kerangka smart services ini.
Pemanfaatan teknologi mobile, digital communication, social media, dan notification
system/alert system merupakan pendukung utama dalam menyediakan smart services.
Pemustaka kapanpun dan dimanapun dapat selalu berinteraksi dengan pustakawan dan juga
mengakses informasi yang dibutuhkan di perpustakaan. Bahkan dengan menggunakan
teknologi GPS yang saat ini ada, maka pemustaka dapat dengan mudah menemukan lokasi
dimana sebuah koleksi berada dengan maupun tanpa bantuan pustakawan.
Secara garis besar rancangan konsep Gadjah Mada Smart Library terlihat pada gambar
di bawah ini.
12
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses perancangan dan implementasi selalu tidak mudah untuk diwujudkan secara
cepat. Beberapa hal dapat disimpulkan dari kajian rancangan di atas yakni:
1. Secara prinsip bahwa proses pengembangan smart library UGM dapat dikembangkan
dengan langkah awal mengoptimalkan sumber daya dan teknologi informasi yang saat
ini sudah ada di perpustakaan. Hal ini dikarenakan sumber daya informasi dan sistem
yang dimiliki oleh UGM sangat memungkinkan untuk pengembangan lebih lanjut
sebagai sebuah smart library, terutama dengan memanfaatkan smart technology
berbasis mobile dan online.
2. Pengembangan infrastruktur teknologi pintar (terutama perangkat keras) akan menjadi
“pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan agar proses pengembangan smart
library dapat berjalan dengan lancar.
3. Peningkatan skills pustakawan terutama untuk menjadikannya smart librarians yang
mampu melayani dan mendampingi pemustaka dari generasi digital natives (smart
users) harus menjadi skala prioritas.
4. Proses implementasi smart library akan dapat terlaksana apabila strategi SMARTER
(Specific-Measurable-Achievable-Realistic-Timely-Evaluatin-Re-Evaluation) dapat
dilakukan dan menjadi komitmen bersama mulai dari pengambil kebijakan puncak (top
management) hingga level pelaksana (operasional).
5. Perubahan orientasi layanan di perpustakaan untuk generasi digital natives sudah tidak
dapat dihindari lagi, mengingat dominasinya yang semakin tinggi dibandingkan dengan
generasi digital immigrants, sehingga perpustakaan UGM harus mampu beradaptasi
dengan perubahan ini.
6. Rancangan Smart Library ini masih sangat perlu untuk dielaborasi dengan berbagai
pengalaman dan implementasi di tempat lain.
B. Saran
Berdasarkan dari tantangan dan hambatan serta kesimpulan di atas, maka agar
implementasi smart library di UGM dapat terlaksana setidaknya ada beberapa saran sebagai
berikut:
1. Perlunya policy framework yang mampu ‘mengatur’ kewenangan mulai dari tingkat
pengambil kebijakan (top management), pengelola kebijakan (middle management)
hingga ke level operasional (pengelola perpustakaan dan pustakawan) memudahkan
perpustakaan dalam mengimplementasikan.
2. Perlunya kesepahaman konsep antar pengambil kebijakan hingga pelaksana tingkat
terbawah agar tidak melenceng dari konsep awal yang telah ditetapkan.
3. Perlunya penyusunan berbagai peraturan dan pedoman yang mengatur penggunaan
dan pemanfaatan sumber daya secara bersama, termasuk isyu-isyu mengenai
keamanan data dan hak cipta.
4. Perlunya jaminan keberlanjutan anggaran terutama untuk mendukung penyediaan
fasilitas smart technology dan smart environment serta upaya peningkatan skills
pustakawan terkait teknologi-teknologi terbaru.
13
Referensi
Aittola, M. , Ryhanen, T., dan Ojala, T. (2003). Smart Library- Location-Aware Mobile
Library Services. University of Oulu: Finland. Diakses melalui
www.mediateam.oulu.fi/publications/pdf/442.pdf tanggal 30 Agustus 2016.
Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.). Smart Library Concept in Siberian Federal
University. Library and Publishing Complex of Siberian Federal University: Krasnoyarsk.
Diakses melalui http://www.science-sd.com/463-24965 tanggal 30 Agustus 2016.
Griffiths, P. (2010). Smart Libraries – Smart Librarians!. LAI/CILIP Ireland Joint
Conference 2010. CILIP: Ireland. [Powerpoint]. Diakses melalui
http://www.slideshare.net/griffipd/smart-libraries-smart-librarians-lai-cilip-joint-conference-
2010-3884649 tanggal 30 Agustus 2016.
Jones, C. & Shao, B. (2011). The Net Generation and Digital Natives: implication for
Higher Education. A Literature Review. Higher Education Academy: York. Diakses melalui
http://oro.open.ac.uk/30014/1/Jones_and_Shao-Final.pdf tanggal 30 Agustus 2016.
Kasali, R. (2014). Let’s Change: kepemimpinan, keberanian, dan perubahan. Penerbit
Buku Kompas: Jakarta.
Mind Tools Ltd. (2016). SMART Goals: How to make your goals achieveable. Diakses
melalui https://www.mindtools.com/pages/article/smart-goals.htm tanggal 30 Agustus 2016.
Prensky, M. (2001). Digital Natives, Digital Immigrants. On the Horizon. Vol. 9, No. 5,
October 2001. MCB University Press. Diakses melalui http://www.marcprensky.com tanggal
30 Agustus 2016.
Surachman, A. (2013). Analisis Pengaruh Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use,
Subjective Norm, Mobility, dan Use Situation terhadap Niat Individu dalam menggunakan M-
Library. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta [Thesis]
Universitas Gadjah Mada (2015). Merajut Inovasi Insani untuk Kejayaan Negeri dengan
Spirit Socio-Enterpreneur. Laporan Tahunan Rektor Tahun 2015. Disampaikan dalam Rapat
Terbuka Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Wang, S. (2013). The Resource Sharing and Cooperative Development of Smart
ibraries in Asia. JoLIS. Vol. 82. 1 May 2013. Pg. 1-12. Diakses melalui
http://www.lib.nccu.edu.tw/blis/fulltext/82/82_1.pdf tanggal 30 Agustus 2016. DOI:
10.6575/JoLIS.2013.82.01.
14