Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/310328292

Perancangan SMART LIBRARY bagi Generasi Digital Natives di Universitas


Gadjah Mada

Conference Paper · November 2016

CITATIONS READS

2 4,472

1 author:

Arif Surachman
Universitas Gadjah Mada
6 PUBLICATIONS   25 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Gadjah Mada Knowledge Hub Project View project

Gadjah Mada Smart Library Project View project

All content following this page was uploaded by Arif Surachman on 16 November 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Diterima tanggal: 16.11.2016
Perancangan SMART LIBRARY bagi Generasi Digital Natives di
Universitas Gadjah Mada

Arif Surachman
Perpustakaan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Alamat E-mail: arifs@ugm.ac.id

Abstrak

Keberadaan generasi digital natives saat ini terlihat mendominasi komunitas sivitas akademika di
lembaga pendidikan perguruan tinggi. Generasi Baby Boomers dan Generasi X yang merupakan
generasi digital immigrant sudah ‘tergeser’ dengan keberadaan generasi Y dan Z yang merupakan
generasi digital natives. Dominasi ini juga terlihat di Universitas Gadjah Mada dimana lebih dari
75% anggota sivitas akademikanya adalah merupakan generasi digital natives. Latar belakang ini
yang menyebabkan perlunya pengembangan perpustakaan yang mendukung keberadaan generasi
digital natives. Konsep Smart Library atau perpustakaan pintar yang berbasis teknologi merupakan
jawaban bagi kebutuhan generasi digital natives di perpustakaan. Konsep ini didasarkan pada
pemanfaatan teknologi secara menyeluruh terutama yang berbasis online dan mobile, layanan 24 X 7,
layanan anywhere anytime, dan layanan yang berbasis ‘ruang komunikasi’ yang lebih lebar antara
pustakawan dengan pemustakanya. Konsep inilah yang akan dikembangkan di Universitas Gadjah
Mada berbasis pada kebutuhan pemustaka dan sivitas akademikanya.
Kata kunci: Smart Library, Digital Natives, Digital Immigrants, Perpustakaan Perguruan Tinggi,
Teknologi Informasi.

1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri organisasi modern adalah kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Organisasi atau dalam hal ini adalah institusi tidak
hanya sekedar dituntut melakukan perubahan akan tetapi lebih bagaimana menyikapi dan
beradaptasi dengan perubahan itu sendiri. Teori “survival of the fittest” Charles Darwin
(1809-1882) yang dikutip oleh Kasali (2014) menyatakan “bukan yang terkuat yang mampu
bertahan, melainkan yang paling adaptif dalam merespons perubahan.” Artinya, bukan
seberapa besar dan kuat suatu organisasi yang akan menjamin kesuksesan dalam
memenangkan perubahan, akan tetapi organisasi yang mampu menyikapi dengan cepat dan
tepat perubahan yang terjadi. Kita tentu bisa melihat bagaimana ‘kejatuhan’ raksasa bisnis
seperti Blackberry, Kodak, Nokia, dan Yahoo karena terlambat beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi, dan merasa bahwa teknologi mereka masih yang terbaik dan mampu bertahan,
nyatanya tergerus dengan kedatangan Google, Android, dan Samsung yang menghadirkan
teknologi lebih baru dan adaptif.
Perkembangan teknologi dan pengetahuan yang sedemikian pesat memunculkan apa
yang dinamakan dengan era digital, yang juga ditandai dengan lahirnya generasi digital
natives. Hal ini menuntut adanya perubahan yang adaptif bagi setiap organisasi atau institusi
termasuk perpustakaan dalam memberikan layanan kepada generasi ‘baru’ ini. Apabila dalam
beberapa puluh tahun lalu fokus perubahan di perpustakaan pada keberadaan generasi digital
immigrants, maka pada beberapa tahun ini terutama di perguruan tinggi sudah harus bergeser
pada generasi digital natives. Hal ini dikarenakan dominasi jumlah generasi digital natives
yang semakin tinggi dalam lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa, dosen, dan peneliti yang
dulu banyak diisi oleh generasi baby boomers dan generasi X yang merupakan generasi
digital immigrants, saat ini banyak diisi oleh generasi Y dan generasi Z yang merupakan
generasi digital natives.
Universitas Gadjah Mada sebagai satu institusi pendidikan yang ‘komunitas bisnis’nya
adalah mahasiswa dan dosen juga menghadapi perubahan yang sama. Lebih dari 75% sivitas
akademika di Universitas Gadjah Mada saat ini adalah merupakan generasi digital natives.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Surachman (2013) pada mahasiswa di lingkungan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, memperlihatkan bahwa setiap
mahasiswa setidaknya memiliki dua sampai tiga perangkat mobile baik berupa notebook,
handphone, tablet maupun smartphones. Hal ini menunjukkan bagaimana sudah terbiasanya
mahasiswa terhadap teknologi-teknologi berbasis digital, dan sebagian besar mahasiswa
tersebut adalah merupakan generasi digital natives.
Perubahan dominasi generasi digital natives di Universitas Gadjah Mada ini harus
segera disikapi oleh semua unit termasuk perpustakaan agar mampu memenuhi kebutuhan
dan keinginan generasi ini. Pengembangan perpustakaan pintar atau smart library menjadi
satu jawaban untuk merespon keadaan ini. Perpustakaan Universitas Gadjah Mada harus
mampu menghadirkan layanan yang berbasis pada pola perilaku dan kebiasaan generasi
digital natives. Untuk itulah maka perancangan terhadap konsep smart library yang akan
dikembangkan di perpustakaan Universitas Gadjah Mada ini menjadi sangat penting. Tulisan
ini akan memberikan gambaran bagaimana Universitas Gadjah Mada akan merancang smart
library bagi sivitas akademika yang berasal dari generasi digital natives. Sebuah rancangan
yang akan memberikan ruang lebih luas bagi pemanfaatan teknologi digital terutama
teknologi pintar berbasis mobile dan online, layanan 24 X 7, layanan anytime anywhere, dan
layanan berbasis komunikasi yang lebih luas antara pustakawan dan pemustaka.

2
B. Definisi dan Penjelasan
1. Smart Library
Wang (2013) mendefinisikan smart library sebagai berikut:
“Smart Library is the concept and practice of the modern library
sustainable development, based on digital, networked and intelligent
information technology, with interconnection, high efficiency and
convenience as the main features, and green development and digital
for the general public as the essential pursuit”
Sedangkan Griffiths (2010) menyatakan bahwa “smart libraries” terkait dengan
bagaimana perpustakaan menggunakan “smart technology”, mendukung “smart initiatives”,
mendukung “smart communities” dan mendukung “smart ways of working”. Sementara itu
Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.) menggambarkan “smart libraries” sebagai perpustakaan
yang “flexible, adaptive, extendible, acknowledging and human” dimana memberikan layanan
yang interactive, innovative, informative, actual, changing dan international.
Ketiga definisi di atas memperlihatkan bahwa smart libraries didefinisikan sebagai
sebuah perpustakaan yang mampu memberikan “layanan pintar” atau “smart services”
berbasis pada smart technology dan perubahan kebutuhan dari para pemustakanya terutama
dari generasi digital natives .
2. Digital Natives & Digital Immigrants
Penggunaan kata digital natives pertama kali diperkenalkan oleh Marc Prensky pada
tahun 2001 untuk menggambarkan satu generasi “native speakers” yang terbiasa dengan
lingkungan digital atau teknologi digital dan internet. Generasi digital natives menghabiskan
banyak waktunya dalam dan untuk menggunakan komputer, videogames, digital music
players, kamera video, telpon seluler, dan berbagai macam mainan lain dan peralatan dari era
digital. Games komputer, e-mail, internet, telpon seluler dan pesan instan menjadi bagian
yang tidak terlepaskan dari kehidupan mereka (Prensky, 2001).
Prensky bahkan menggambarkan bahwa generasi digital natives secara fisik memiliki
perbedaan pada otak mereka yang terbentuk selama pertumbuhan mereka sejak dalam
kandungan hingga tumbuh dewasa (Jones, 2011). Generasi digital natives ini mencakup
mereka yang dalam istilah lain dimasukan sebagai Generasi Y, Generasi Z, Generasi
Millenial, atau Net Generation.
Selain digital natives, Prensky (2001) juga mengenalkan apa yang disebut dengan
generasi digital immigrants. Yakni generasi yang lahir tidak pada era digital tetapi hidup pada
era digital dan berusaha untuk belajar dan beradaptasi dengan berbagai hal dan aspek dari
teknologi baru.
C. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan perancangan smart library di Universitas
Gadjah Mada ini adalah:
1. Memberikan pedoman perencanaan dan implementasi smart library di Universitas
Gadjah Mada.
2. Memberikan gambaran rancangan atau desain smart library yang ideal bagi
Perpustakaan Universitas Gadjah Mada khususnya dan Perpustakaan Perguruan
Tinggi pada umumnya.

3
3. Media pembelajaran bersama pengembangan konsep smart library bagi perpustakaan
perguruan tinggi pada khususnya dan perpustakaan pada umumnya.

II. KONSEP DASAR “SMART LIBRARY”


Konsep smart library sebetulnya sangat berdekatan dan ada keterkaitan dengan digital
library, walaupun kedua memiliki karakteristik masing-masing. Keduanya sama-sama
berbasis pada digitization dan networking, akan tetapi dalam smart library sudah
dikombinasikan dengan intelligence technology, keberagaman budaya, dan interaksi sosial.
Smart library bukan sekedar perluasan perpustakaan secara fisik akan tetapi lebih dari itu
dimana fokus pada layanan prima perpustakaan dan manajemen berkualitas tinggi dengan
dukungan Teknologi Informasi. Hal ini direpresentasikan dengan interkoneksi, efisiensi yang
tinggi dan kenyamanan (Wang, 2013). Pada beberapa sumber disebutkan bahwa Smart
Library juga digambarkan sebagai sebuah “Intelligence Library” yang erat kaitannya dengan
penerapan konsep Library 3.0.
Karakteristik dan ciri-ciri sebuah Smart Library setidaknya mencakup 5 (lima) hal
SMART berikut ini:
1. Smart Technology
Smart Library harus mampu menghadirkan teknologi pintar di perpustakaan. Teknologi
pintar disini dalam konteks perangkat keras maupun perangkat lunak serta perangkat
pendukung yang lain. Perangkat keras misalnya adalah pemanfaatan perangkat wireless,
RFID dan mobile devices dalam pelayanan di perpustakaan. Selain itu pemanfaatan teknologi
multimedia berbasis smart misal pemanfaatan Smart TV sebagai media akses interaktif dan
dinamis bagi para pemustaka. Pemanfaatan teknologi e-money dan cashless payment juga
menjadi satu bentuk dari pemanfaatan teknologi pintar di perpustakaan. Pada sisi aplikasi,
aplikasi berbasis mobile masih menjadi satu ciri yang paling utama, namun aplikasi yang
saling terkoneksi, terintegrasi dan berbasis jaringan global menjadi sisi penting lainnya.
Pemanfaatan teknologi berbasis Augmented Reality, GPS Locations, Games, dan artificial
intelligence merupakan hal lain yang juga penting untuk dipertimbangkan dalam
pengembangan Smart Library.
2. Smart Environment
Hal penting lain dalam smart library adalah pembentukan lingkungan pintar di
perpustakaan. Pembentukan lingkungan pintar harus dimulai dengan pola dan strategi
pengelolaan perpustakaan yang fleksibel, adaptif, mudah untuk dikembangkan, dan mengikuti
pola perilaku pemustaka atau generasi digital natives. Lingkungan pintar inilah yang akan
membentuk satu komunitas pintar di perpustakaan.
Pengembangan lingkungan pintar harus dapat dilakukan melalui desain interior
perpustakaan, desain sistem, desain prosedur atau proses bisnis, infrastruktur hingga kepada
desain gedung perpustakaan. Perencanaan terhadap keempat hal tersebut sangat penting untuk
menciptakan satu lingkungan yang dapat mendukung bagi terciptanya sebuah komunitas dan
layanan pintar.
3. Smart Services
Fokus layanan pada smart library adalah bagaimana menghadirkan kemudahan akses
pemustaka kepada layanan dan juga sumber daya informasi yang dimiliki oleh perpustakaan.
Sebagai contoh adalah pemanfaatan alert system yang memungkinkan pemustaka
mendapatkan berbagai notifikasi peminjaman koleksi, denda, layanan terbaru, pemesanan

4
buku dan informasi layanan pribadi lainnya dengan memanfaatkan baik email, sms, mobile
apps account, maupun social media. Hal ini juga dapat dilihat dengan kemudahan pemustaka
menjangkau komunikasi dengan pustakawan atau pengelola perpustakaan terkait layanan
perpustakaan.
Pelayanan berbasis sumber daya digital dan jejaring global juga menjadi faktor penting
dalam smart library. Pemanfaatan single account untuk dapat mengakses berbagai sumber
daya digital kapanpun dan dimanapun (layanan anytime anywhere) yang dimiliki oleh
perpustakaan harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam layanan pintar perpustakaan.
Namun, implementasi smart services harus didukung dengan adanya smart technology, smart
environment, smart communities dan juga smart librarians.
4. Smart Communities/Users
Keberadaan generasi digital merupakan komponen penting dalam smart library. Smart
Library akan menciptakan satu komunitas pintar (smart users) yang secara cepat akan
menyesuaikan dengan perubahan orientasi cara perpustakaan dalam melayani mereka. Smart
Communities/Users adalah mereka yang secara aktif siap menggunakan dan memanfaatkan
smart technology, smart services dan menyesuaikan dengan smart environment yang ada di
perpustakaan. Generasi digital natives merupakan generasi yang sangat siap sebagai smart
communities. Kebiasaan mereka memanfaatkan smart devices, intensitas interaksi sosial,
berjejaring, dan perilaku yang tidak dapat lepas dari teknologi menjadi kekuatan dari smart
communities.
5. Smart Librarians/Staff
Komponen lain selain keberadaan smart communities adalah kesiapan pustakawan atau
staf perpustakaan dalam smart library. Selain pemustaka yang harus mempunyai kemampuan
dan ketrampilan memanfaatkan berbagai smart technology, pustakawan juga harus dapat
menjadi pustakawan pintar. Yakni pustakawan yang mempunyai keahlian dalam pemanfataan
berbagai perangkat pintar, paham kebutuhan pemustaka dari generasi digital, paham pola
perilaku pemustaka, dan harus menyediakan waktu lebih untuk selalu siap memberikan
layanan kepada pemustaka dan juga meningkatkan pengetahuannya. Selain memberikan
pelayanan, maka pustakawan pintar harus mampu memposisikan dirinya sebagai
pembimbing, konsultan, bahkan pendamping pemustaka dalam melakukan eksplorasi
terhadap pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan. Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.)
menyatakan bahwa pengembangan smart library tidak mungkin dilakukan tanpa personal
yang mempunyai kualitas tinggi (high-qualified personal). Dimana menurut keduanya
pustakawan harus meningkatkan kemampuannya secara terus menerus bagaimana
menggunakan teknologi baru, layanan berbasis-web (online), melakukan inisiasi dan menjaga
hubungan antara perpustakaan dengan organisasi lain untuk keperluan resource sharing.
Kelima karakteristik di atas tentu dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
situasi masing-masing perpustakaan. Namun setidaknya dengan berpedoman pada kelima
karakteristik di atas maka kita dapat mulai melakukan inisiasi pengembangan sebuah smart
library.
Implementasi smart library sendiri sebetulnya bisa dilakukan dari hal yang sederhana.
Sebagai contoh adalah di perpustakaan University of Oulu, Finlandia pada tahun 2003 yang
memanfaatkan aplikasi mobile untuk memberikan kemudahan bagi pengguna menemukan
buku dan koleksi lainnya di perpustakaan berbasis petunjuk peta (Aittola, Ryhanen, & Ojala,
2003). Implementasi lain di Siberian Federal University, smart library dikembangkan dengan
memanfaatkan teknologi informasi modern. Sebagai contoh adalah kemungkinan mempelajari
kebutuhan informasi pengguna melalui instrumen teknologi informasi. Jadi setiap pengguna

5
mempunyai rekaman data belajar yang tersimpan dalam ‘learning support system”. Data
inilah yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan informasi pengguna hingga ke subyek-
subyek tertentu (Barysev R.A. dan Babina O.I., n.d.). Selain itu di Siberian Federal
University terdapat interactive service melalui personal account untuk sivitas akademika
yang memungkinkan mereka mengontrol aktivitas mereka dan mendapatkan berbagai
informasi secara online. Dan yang paling penting bahwa layanan itu memungkinkan
hubungan yang lebih baik antara perpustakaan dan pemustakanya.

III. GAMBARAN LINGKUNGAN SISTEM DI UGM


A. Pengguna potensial UGM
Pada tahun 2015 jumlah mahasiswa aktif mencapai 56.347 orang yang terdiri program
diploma sebanyak 7.616 orang, program sarjana 32.120 orang, program magister 11.531
orang, program profesi 1.833 orang, program spesialis 1.004 orang dan program doktor 2.243
orang (Universitas Gadjah Mada, 2015). Sedangkan diambil dari website UGM, tercatat pada
tahun 2016 terdapat tambahan 8.745 mahasiswa baru untuk program sarjana dan diploma.
Melihat pembatasan yang ada pada tahun pendaftaran, dapat dipastikan bahwa komposisi
mahasiswa dengan usia yang merupakan generasi digital natives secara signifikan
mendominasi sekitar lebih dari 75% dari total mahasiswa yang ada.
Kemudian jumlah pendidik/dosen UGM tercatat 2418 orang, dan tenaga kependidikan
sebanyak 7572 orang. Berdasarkan data dan informasi pada laporan rektor tahun 2015,
hampir 20% tenaga pendidik/dosen sudah berusia lebih dari 60 tahun, dan sebagian besar
berusia lebih dari 40 tahun. Artinya untuk tenaga pendidik/dosen masih didominasi oleh
generasi digital immigrants. Namun apabila kita melihat pada komposisi sivitas akademika
dimana terdiri dari dosen dan mahasiswa, maka pengguna potensial smart library di UGM
masih didominasi oleh generasi digital natives. Komposisi ini tentunya harus disikapi secara
baik oleh perpustakaan dalam meningkatkan pelayanan kepada sivitas akademika.
B. Sistem Informasi dan Teknologi Informasi UGM
Universitas Gadjah Mada saat ini sebetulnya sudah di dukung dengan berbagai sistem
informasi dan teknologi informasi yang dapat menjadi modal dasar bagi terwujudnya konsep
SMART LIBRARY. Beberapa sistem informasi dan teknologi informasi yang ada saat ini
diantaranya adalah:
1. Integrated Library Information System (SIPUS Terintegrasi)
Untuk keperluan otomasi perpustakaan, saat ini dikembangkan satu sistem informasi
perpustakaan atau yang dikenal sebagai SIPUS Terintegrasi. Sistem ini memungkinkan
perpustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada layanan yang bersifat lintas unit atau
fakultas atau silang layan (inter-library loan). Fitur standar yang ada dalam sistem ini adalah
seperti pengolahan koleksi, layanan sirkulasi, katalog terintegrasi, laporan dan statistik,
keanggotaan serta manajemen sistem.
Selain mengintengrasikan perpustakaan-perpustakaan yang ada di lingkungan UGM,
sistem ini juga terintegrasi dengan sistem pada unit lain seperti sistem informasi wisuda
(SIWU) dan portal mahasiswa (PALAWA) dari direktorat pendidikan dan pengajaran, Sistem
Informasi SDM (HRIS) dari Direktorat SDM, dan sistem Dashboard untuk eksekutif. Ke
depan bahkan akan dihubungkan dengan sistem informasi Aset dan juga sistem informasi
keuangan universitas.

6
SIPUS terintegrasi juga sudah dihubungkan dengan aplikasi mobile berbasis android
dan ios yang disebut dengan M-Library UGM. Data peminjaman atau sirkulasi dari anggota
perpustakaan dapat dicek melalui aplikasi mobile ini.
2. Gadjah Mada Knowledge Hub
Sistem informasi lain yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada dan potensial
sebagai bagian dari terwujudnya SMART LIBRARY adalah apa yang dinamakan sebagai
Gadjah Mada Knowledge Hub. Beberapa sistem yang termasuk dalam Gadjah Mada
Knowledge Hub diantaranya adalah:
o Repository UGM merupakan sistem informasi berbasis web yang merupakan
Institutional Repository dari Universitas Gadjah Mada yang berisi sumber daya koleksi
berupa skripsi, thesis, disertasi, laporan tahunan rektor, laporan tahunan dekan, laporan
tahunan perpustakaan, pidato pengukuhan guru besar, panduan dan pedoman, laporan
penelitian, artikel jurnal yang diterbitkan oleh sivitas akademika UGM, makalah
prosiding, dan karya tulis lain dalam bentuk digital. Sistem ini juga terhubung dengan
sistem lain dengan metode harvesting data ke sistem informasi tesis dan disertasi
elektronik (ETD), jurnal online, dan i-library. Portal repository UGM dapat diakses
melalui http://repository.ugm.ac.id.
o I-Library merupakan satu portal berbasis web untuk menampung koleksi digital hasil
alih media arsip artikel jurnal yang dipublikasikan oleh sivitas akademika Universitas
Gadjah Mada. I-Library saat ini terkoneksi dengan UGM Repository.
o ELISA merupakan satu portal pengajaran online yang dikembangkan oleh Universitas
Gadjah Mada untuk keperluan pendidikan secara virtual. Saat ini sistem ini berdiri
sendiri, namun ke depan direncanakan untuk dikoneksikan dengan sistem knowledge
management lain yang ada di Universitas Gadjah Mada. ELISA dapat diakses melalui
http://elisa.ugm.ac.id
o ETD atau Electronic Theses & Dissertation merupakan satu portal web yang ditujukan
sebagai media pengelolaan dan akses terhadap koleksi skripsi, thesis, disertasi maupun
tugas akhir mahasiswa. Sistem ini terhubung dengan sistem repository UGM dan
mendapatkan pasokan data dari sistem Unggah Mandiri. Mahasiswa dan staf pengajar
dapat mengakses sistem ETD melalui alamat http://etd.repository.ugm.ac.id untuk versi
publik dengan akses konten terbatas dan untuk naskah lengkap dapat diakses melalui
workstation yang tersedia di perpustakaan pusat dan perpustakaan fakultas di
lingkungan UGM. ETD ini terhubung atau terkoneksi dengan sistem Repository UGM
dan sistem AIMOS (Academic Integrity Monitoring System).
o Unggah Mandiri merupakan sistem untuk keperluan unggah karya tulis akhir
mahasiswa sebelum wisuda. Mahasiswa calon wisudawan dapat mengunggah sendiri
karya tulis akhirnya dan nanti secara otomatis akan terhubung dengan sistem informasi
wisuda (SIWU) yang ada di Direktorat Pendidikan dan Pengajaran untuk pemenuhan
persyaratan wisuda. Data hasil dari sistem unggah mandiri ini akan masuk ke sistem
ETD UGM. Sistem ini dapat diakses melalui http://unggah.etd.ugm.ac.id
o Rare Collection Portal merupakan satu portal berbasis web yang berisi hasil alih media
koleksi langka dan kuno yang dimiliki oleh UGM. Koleksi langka dan kuno yang sudah
dalam bentuk digital ini merupakan koleksi yang sebagian besar terkait dengan budaya
dan sejarah peradaban masa lalu. Mahasiswa, dosen, maupun peneliti yang fokus pada
bidang kajian sejarah dan budaya sangat penting untuk mengakses portal ini. Koleksi ini
dapat diakses melalui http://langka.lib.ugm.ac.id.

7
3. M-Library Applications
M-Library merupakan sistem informasi atau aplikasi yang dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan informasi para pengguna perangkat mobile. Keberadaan sivitas
akademika yang sebagian besar merupakan generasi gadget dan digital menjadikan sistem ini
sangat penting keberadaannya. M-Library dikembangkan oleh perpustakaan untuk pengguna
perangkat telepon pintar (smartphones) berbasis android dan ios. Fitur yang tersedia di M-
Library diantaranya adalah penelusuran katalog perpustakaan, cek rekaman data sirkulasi atau
peminjaman koleksi, cek lokasi perpustakaan di lingkungan UGM, informasi berita dan
agenda perpustakaan UGM, alamat kontak perpustakaan, dan akses ke dalam sumber daya
elektronik yang dimiliki dan dilanggan oleh UGM melalui mekanisme single sign on (SSO).
M-Library terhubung atau terkoneksi dengan sistem informasi atau aplikasi lain yakni SIPUS
Integrasi, website perpustakaan, ezproxy, dan juga google maps.
4. AIMOS atau Academic Integrity Monitoring System
AIMOS merupakan satu aplikasi berbasis web yang dikembangkan untuk deteksi dini
plagiarisme. AIMOS dikembangkan dengan metode text similarity untuk mengecek
prosentase kemiripan suatu teks dengan teks pada naskah yang berbeda. AIMOS terkoneksi
dengan ETD yang memberikan data skripsi, thesis, disertasi dan karya tulis akhir mahasiswa
sebagai pembanding dalam proses pengecekan kemiripan.
5. Website Perpustakaan
Website perpustakaan merupakan portal web yang berisi berbagai sumber informasi
perpustakaan mulai dari informasi umum, informasi koleksi, informasi layanan hingga
informasi panduan atau pedoman perpustakaan. Website perpustakaan terhubung dengan
aplikasi M-Library terutama untuk memberikan data berita, agenda dan pengumuman
perpustakaan. Website perpustakaan dapat diakses melalui http://lib.ugm.ac.id.
Sistem informasi dan teknologi informasi yang ada di Universitas Gadjah Mada secara
umum sudah saling terhubung atau interkoneksi sehingga untuk dikembangkan ke dalam
sistem pendukung SMART LIBRARY sudah sangat memungkinkan. Gambar berikut ini
adalah gambaran interkoneksi sistem informasi dan aplikasi yang ada di UGM.

Gambar 1: Ilustrasi Interkoneksi Sistem Informasi di Universitas Gadjah Mada

8
C. Sumber Daya Elektronik UGM
Salah satu modal bagi Universitas Gadjah Mada dalam mewujudkan Smart Library
adalah keberadaan sumber daya elektronik yang dimiliki dan dilanggan. Universitas Gadjah
Mada memiliki sumber daya elektronik/digital diantaranya adalah:
· Puluhan ribu Karya tulis akhir mahasiswa berupa tugas akhir, skripsi, thesis, dan
disertasi dalam bentuk digital
· Puluhan ribu Makalah, laporan hasil penelitian, prosiding, dan working paper karya
sivitas akademika dalam bentuk digital
· Ratusan hasil alih media koleksi langka dan kuno dalam bentuk digital
· Ribuan artikel jurnal yang diterbitkan oleh sivitas akademika Universitas Gadjah
Mada
· Ratusan ribu sumber elektronik berbentuk e-Journals, eBooks, etd, e-proceedings dan
e-databases yang dilanggan dari berbagai penerbit atau penyedia seperti springer,
sage, wiley, cambridge, oxford, proquest, ebsco, cabi, ieee, elsevier dan lain-lain.
Saat ini akses terhadap sumber digital yang dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada
dapat melalui Discovery Search (Summon Web Scale Discovery) dan juga pemanfaatan akun
single sign on (SSO) yang memungkinkan akses anywhere anytime bagi sivitas akademika.
D. Infrastruktur Teknologi Informasi
Hal lain yang dapat menjadi modal bagi terlaksananya konsep smart library di
Universitas Gadjah Mada adalah dukungan infrastruktur teknologi informasi. Bandwidth
jaringan internet UGM yang mencapai 1,8 GBps dan tidak ada pembatasan untuk jalur di
Perpustakaan. Hal ini tentu akan mempermudah dan memperlancar interkoneksi antar sistem
informasi yang ada di UGM dan akses oleh sivitas akademika maupun masyarakat pada
umumnya. Seluruh unit di lingkungan UGM telah terhubung dengan jaringan fiber optik
yang memungkinkan akses super cepat.
Hal lain adalah pemanfaatan teknologi RFID sudah mulai digunakan di beberapa
perpustakaan di lingkungan UGM. Selain itu untuk mendukung integrasi 21 Perpustakaan di
UGM sudah terhubung sebagai satu sistem informasi terintegrasi dengan model keanggotaan
menggunakan kartu mahasiswa yang dibaca menggunakan Smartcard Reader dengan
teknologi contactless.
Hotspot Area atau fasilitas Wifi juga telah tersebar di setiap sudut dan area di UGM
termasuk di Perpustakaan. Seluruh area perpustakaan UGM telah terjangkau oleh jaringan
Wifi baik untuk sivitas akademika UGM maupun pengguna tamu. Perpustakaan UGM juga
menyediakan menyediakan computer workstation dan smart TV yang dapat digunakan oleh
pengguna perpustakaan dalam mengakses sumber informasi dan beraktifitas di perpustakaan.

IV. RANCANGAN SMART LIBRARY DI UNIVERSITAS GADJAH MADA


A. Konsep dasar Rancangan
Smart Library UGM di rancang dengan memperhatikan pemanfaatan smart technology,
pengembangan smart environment, penyediaan smart services, terciptanya smart
communities, dan terbentuknya smart librarians. Fokus dari sasaran smart library adalah pada
bagaimana mewujudkan satu pengelolaan perpustakaan yang efisien, dinamis, inovatif,
fleksibel, adaptif dan mampu menjembatani kebutuhan generasi digital natives di UGM.

9
Pemanfaatan smart technology dilakukan dengan secara bertahap menyediakan berbagai
perangkat teknologi pintar di perpustakaan, yang memungkinkan pengguna dapat mengakses
informasi dengan lebih mudah, cepat, tepat dan efisien. Penggunaan teknologi wireless,
mobile, rfid dan cashless akan menjadi prioritas dalam rangka mewujudkan smart technology
di perpustakaan UGM. Sedangkan pengembangan smart environment dilakukan dengan
melakukan desain interior, desain sistem, dan infrastruktur yang mendukung implementasi
smart technology dan pembentukan smart communities. Fokusnya adalah bagaimana
menciptakan smart space dan smart behavior bagi pemustaka dan semua stakeholders
perpustakaan UGM.
Smart services memfokuskan bagaimana pemustaka dapat memperoleh layanan dan
berinteraksi dengan perpustakaan maupun pengelola perpustakaan dengan lebih fleksibel dan
mudah. Konsep 24 X 7 services harus terwujud dalam kerangka smart services ini.
Pemanfaatan teknologi mobile, digital communication, social media, dan notification
system/alert system merupakan pendukung utama dalam menyediakan smart services.
Pemustaka kapanpun dan dimanapun dapat selalu berinteraksi dengan pustakawan dan juga
mengakses informasi yang dibutuhkan di perpustakaan. Bahkan dengan menggunakan
teknologi GPS yang saat ini ada, maka pemustaka dapat dengan mudah menemukan lokasi
dimana sebuah koleksi berada dengan maupun tanpa bantuan pustakawan.
Secara garis besar rancangan konsep Gadjah Mada Smart Library terlihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 2. Rancangan Gadjah Mada Smart Library


B. Strategi Implementasi
Perancangan dan perencanaan konsep yang baik tidak akan terwujud apabila tidak ada
strategi penerapan atau implementasi yang baik. Perancangan SMART Library di Universitas
Gadjah Mada juga tidak dapat terwujud dengan baik tanpa ada strategi implementasi yang
baik. Untuk itu perlu ada strategi pencapaian tujuan yang jelas dan terukur. Strategi
pencapaian tujuan SMART (Specific – Measurable – Achievable/Attainable – Relevant /
10
Realictic – Time bound / Timely) dipilih sebagai salah satu strategi yang penting untuk
digunakan dalam proses implementasi SMART Library. Istilah SMART pertama kali
digunakan oleh George T. Duran pada tahun 1981 yang kemudian dikembangkan lagi oleh
Robert S. Rubin agar dapat disesuaikan dengan situasi, kondisi dan pelaku (Mindtools, 2016).
1. Specific
Rencana implementasi SMART Library dimulai dengan menspesifikasikan arah
implementasi yakni menjawab pertanyaan What, Why, Who, Where, dan Which. What
diperlihatkan dengan menentukan apa sasaran utama yang harus diselesaikan. Penerapan
SMART Technology dan pembentukan SMART Environment menjadi sasaran utama yang
pertama harus dilakukan. SMART Technology terutama yang terkait dengan penerapan mobile
applications secara lebih luas dari berbagai layanan dan sumber daya yang dimiliki oleh
Universitas Gadjah Mada. Hal ini dikarenakan (Why) kedua hal di atas merupakan pondasi
awal yang perlu dibangun untuk membangun sebuah konsep SMART Library yang lebih
komplek. Sasaran ini harus didukung oleh berbagai pihak mulai dari manajemen puncak
(rektorat) hingga pelaksana terbawah yakni staf bidang TI dan Pustakawan (Who). Dimana
masing-masing personal mempunyai tanggung jawab tersendiri mulai dari penentuan
kebijakan, penganggaran hingga pelaksanaan kegiatan pendukung. Lokasi pelaksanaan
SMART Library diawali dari perpustakaan pusat kemudian disusul perpustakaan fakultas dan
sekolah (Where). Adapun fokus dari penerapan implementasi SMART Library adalah pada
pemanfaatan sumber daya elektronik yang dimiliki Universitas Gadjah Mada baik lokal
maupun yang diperoleh dari pihak luar, dan peningkatan layanan kepada pengguna (sivitas
akademika) yang mengutamakan intensitas dan kemudahan komunikasi dengan pustakawan
atau pengelola perpustakaan melalui berbagai media elektronik dan sosial yang ada (Which).
Hal lain adalah perlu dilihat kemungkinan keterbatasan-keterbatasan yang harus dihadapi dan
solusi seperti apa yang dapat dipenuhi.
2. Measureable
Strategi selanjutnya adalah menentukan target kinerja yang akan diraih untuk
mewujudkan SMART Library. Beberapa target yang ada diantaranya adalah jumlah aplikasi
yang mampu memberikan sarana bagi pemustaka dalam mengakses sumber daya informasi
yang dimiliki perpustakaan secara online dan offline, jumlah peningkatan pemanfaatan
sumber daya informasi yang dimiliki perpustakaan, jumlah sarana dan prasarana teknologi
informasi yang tersedia dan dapat diakses secara bebas oleh pemustaka, dan peningkatan
jumlah intensitas komunikasi antara pemustaka dan pustakawan dengan memanfaatkan
berbagai fasilitas komunikasi yang disediakan perpustakaan.
3. Achievable / Attainable
Rencana implementasi juga harus memperhatikan apakah target dan sasaran yang
ditetapkan akan dapat dilakukan dan dapat diraih sesuai dengan waktu dan target kinerja yang
telah ditetapkan. Identifikasi terhadap target-target dengan memberikan antribut skala
prioritas menjadi penting untuk diterapkan. Untuk itu implementasi SMART Library akan
dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat kemudahan dan kelayakan untuk diraih atau
dicapai. Selain itu juga perlu dilihat kesiapan dari sumber daya yang dimiliki seperti daya
dukung anggaran, kemampuan sumber daya manusia, dan kesiapan infrastruktur
pendukungnya.
4. Relevan/Realistic
Hal penting lainnya adalah bagaimana kemampuan kita dalam menentukan apakah
penerapan implementasi SMART Library cukup realistik untuk dilakukan saat ini? Apakah
cukup relevan dengan kondisi dan situasi yang ada di Universitas Gadjah Mada. Skala
11
prioritas dengan melihat tingkat relevansi dan realistik untuk dilaksanakan menjadi penting
dilakukan. Jangan sampai melakukan satu kegiatan atau implementasi yang pada akhirnya
nanti tidak digunakan karena tidak relevan dengan situasi yang ada.
5. Time bound / Timely
Strategi terakhir yang penting adalah bagaimana merencanakan waktu implementasi
secara cermat dan tepat. Hal ini penting dikarenakan implementasi SMART Library
membutuhkan effort dan juga waktu yang tidak sedikit. Untuk itu pengembangan akan
dimulai secara bertahap yang terbagi dalam rencana jangka pendek, jangka menengah dan
jangka panjang selama 6 (enam) tahun. Dua tahun pertama, sebagai rencana jangka pendek
dimulai dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi kekuatan sumber daya yang telah
dimiliki dan mengoptimalkan pemanfatannya sehingga dapat menjadi pondasi awal
implementasi smart library. Kemudian secara bertahap dikembangkan melalui program
jangka menengah (tahun ke-3 sampai dengan ke-4) dan tahap pencapaian smart library pada
program jangka panjang (tahun ke-5 dan ke-6).
Selain kelima hal di atas, maka ada langkah lain yang penting untuk dilakukan yakni
evaluate dan re-evaluate. Evaluasi dan evaluasi ulang merupakan mekanisme yang tidak
dapat ditinggalkan dalam sebuah implementasi konsep. Untuk itu pada proses implementasi
SMART Library maka kita harus juga menentukan kapan saat dievaluasi dan kapan saat untuk
dilakukan evaluasi ulang. Mekanisme evaluasi harus menjadi bagian yang tidak terpisah dari
siklus pengembangan SMART Library. Evaluasi dan evaluasi ulang juga dimaksudkan untuk
monitoring atau pengawasan pelaksanaan program sehingga prinsip “Good Library
Governance” tetap terjaga dan dapat dipertanggungjawabkan.
C. Tantangan dan Hambatan Implementasi
Setiap implementasi sebuah rancangan baru tentu akan menghadapi berbagai tantangan
dan hambatan. Implementasi rancangan smart library di UGM juga akan menghadapi
beberapa tantangan dan hambatan, diantaranya adalah:
1. Ketersediaan anggaran untuk peningkatan teknologi informasi berbasis smart
technology yang membutuhkan investasi anggaran tidak sedikit.
2. Keberadaan generasi yang tidak ‘melek teknologi digital’ atau cenderung ‘menolak’
belajar teknologi baru baik dari sisi pustakawan maupun pemustaka yang walaupun
keberadaannya tidak mendominasi tapi seringkali menjadi “pengganggu”.
3. Kesiapan dari pengelola perpustakaan dan pustakawan akan hadirnya teknologi
baru, terutama dalam hal penyesuaian dan juga kemampuan untuk memelihara
teknologi baru.
4. Isyu keamanan data dan plagiarisme yang sering menjadi penghambat bagi proses
resources sharing.
5. Ketidaksiapan terhadap perubahan proses bisnis yang seringkali berhubungan
dengan peraturan, pedoman, dan prosedur yang harus disepakati secara bersama dan
disosialisasikan secara luas ke sivitas akademika.

12
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses perancangan dan implementasi selalu tidak mudah untuk diwujudkan secara
cepat. Beberapa hal dapat disimpulkan dari kajian rancangan di atas yakni:
1. Secara prinsip bahwa proses pengembangan smart library UGM dapat dikembangkan
dengan langkah awal mengoptimalkan sumber daya dan teknologi informasi yang saat
ini sudah ada di perpustakaan. Hal ini dikarenakan sumber daya informasi dan sistem
yang dimiliki oleh UGM sangat memungkinkan untuk pengembangan lebih lanjut
sebagai sebuah smart library, terutama dengan memanfaatkan smart technology
berbasis mobile dan online.
2. Pengembangan infrastruktur teknologi pintar (terutama perangkat keras) akan menjadi
“pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan agar proses pengembangan smart
library dapat berjalan dengan lancar.
3. Peningkatan skills pustakawan terutama untuk menjadikannya smart librarians yang
mampu melayani dan mendampingi pemustaka dari generasi digital natives (smart
users) harus menjadi skala prioritas.
4. Proses implementasi smart library akan dapat terlaksana apabila strategi SMARTER
(Specific-Measurable-Achievable-Realistic-Timely-Evaluatin-Re-Evaluation) dapat
dilakukan dan menjadi komitmen bersama mulai dari pengambil kebijakan puncak (top
management) hingga level pelaksana (operasional).
5. Perubahan orientasi layanan di perpustakaan untuk generasi digital natives sudah tidak
dapat dihindari lagi, mengingat dominasinya yang semakin tinggi dibandingkan dengan
generasi digital immigrants, sehingga perpustakaan UGM harus mampu beradaptasi
dengan perubahan ini.
6. Rancangan Smart Library ini masih sangat perlu untuk dielaborasi dengan berbagai
pengalaman dan implementasi di tempat lain.
B. Saran
Berdasarkan dari tantangan dan hambatan serta kesimpulan di atas, maka agar
implementasi smart library di UGM dapat terlaksana setidaknya ada beberapa saran sebagai
berikut:
1. Perlunya policy framework yang mampu ‘mengatur’ kewenangan mulai dari tingkat
pengambil kebijakan (top management), pengelola kebijakan (middle management)
hingga ke level operasional (pengelola perpustakaan dan pustakawan) memudahkan
perpustakaan dalam mengimplementasikan.
2. Perlunya kesepahaman konsep antar pengambil kebijakan hingga pelaksana tingkat
terbawah agar tidak melenceng dari konsep awal yang telah ditetapkan.
3. Perlunya penyusunan berbagai peraturan dan pedoman yang mengatur penggunaan
dan pemanfaatan sumber daya secara bersama, termasuk isyu-isyu mengenai
keamanan data dan hak cipta.
4. Perlunya jaminan keberlanjutan anggaran terutama untuk mendukung penyediaan
fasilitas smart technology dan smart environment serta upaya peningkatan skills
pustakawan terkait teknologi-teknologi terbaru.

13
Referensi
Aittola, M. , Ryhanen, T., dan Ojala, T. (2003). Smart Library- Location-Aware Mobile
Library Services. University of Oulu: Finland. Diakses melalui
www.mediateam.oulu.fi/publications/pdf/442.pdf tanggal 30 Agustus 2016.
Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.). Smart Library Concept in Siberian Federal
University. Library and Publishing Complex of Siberian Federal University: Krasnoyarsk.
Diakses melalui http://www.science-sd.com/463-24965 tanggal 30 Agustus 2016.
Griffiths, P. (2010). Smart Libraries – Smart Librarians!. LAI/CILIP Ireland Joint
Conference 2010. CILIP: Ireland. [Powerpoint]. Diakses melalui
http://www.slideshare.net/griffipd/smart-libraries-smart-librarians-lai-cilip-joint-conference-
2010-3884649 tanggal 30 Agustus 2016.
Jones, C. & Shao, B. (2011). The Net Generation and Digital Natives: implication for
Higher Education. A Literature Review. Higher Education Academy: York. Diakses melalui
http://oro.open.ac.uk/30014/1/Jones_and_Shao-Final.pdf tanggal 30 Agustus 2016.
Kasali, R. (2014). Let’s Change: kepemimpinan, keberanian, dan perubahan. Penerbit
Buku Kompas: Jakarta.
Mind Tools Ltd. (2016). SMART Goals: How to make your goals achieveable. Diakses
melalui https://www.mindtools.com/pages/article/smart-goals.htm tanggal 30 Agustus 2016.
Prensky, M. (2001). Digital Natives, Digital Immigrants. On the Horizon. Vol. 9, No. 5,
October 2001. MCB University Press. Diakses melalui http://www.marcprensky.com tanggal
30 Agustus 2016.
Surachman, A. (2013). Analisis Pengaruh Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use,
Subjective Norm, Mobility, dan Use Situation terhadap Niat Individu dalam menggunakan M-
Library. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta [Thesis]
Universitas Gadjah Mada (2015). Merajut Inovasi Insani untuk Kejayaan Negeri dengan
Spirit Socio-Enterpreneur. Laporan Tahunan Rektor Tahun 2015. Disampaikan dalam Rapat
Terbuka Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Wang, S. (2013). The Resource Sharing and Cooperative Development of Smart
ibraries in Asia. JoLIS. Vol. 82. 1 May 2013. Pg. 1-12. Diakses melalui
http://www.lib.nccu.edu.tw/blis/fulltext/82/82_1.pdf tanggal 30 Agustus 2016. DOI:
10.6575/JoLIS.2013.82.01.

14

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai