Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halamanini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuranakademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulistangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuranakademik.
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepadasiapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UASTHE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di UniversitasTerbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
UniversitasTerbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Bandung, 20 Desember 2022
B. Sejak kelahirannya manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak secara otomatis menjadi manusia
dalam arti dapat memenuhi berbagai aspek hakikat manusia.
Sebagai individu atau pribadi, manusia bersifat otonom, ia bebas menentukan pilihannya ingin menjadi
apa atau menjadi siapa di masa depannya. Demikian halnya, benarkah bahwa mewujudkan berbagai aspek
hakikat manusia (atau menjadi manusia) adalah tugas setiap orang? Jika setiap orang bebas menentukan
pilihannya, bukankah berarti ia bebas pula menentukan untuk tidak menjadi manusia? Memang tiap orang
bebas menentukan pilihannya untuk menjadi apa atau menjadi siapa nantinya di masa depan, tetapi sejalan
dengan konsep yang telah diuraikan terdahulu bahwa bereksistensi berarti berupaya secara aktif dan
secara bertanggung jawab untuk mengadakan diri sebagai manusia. Andaikan seseorang menentukan
pilihan dan berupaya untuk tidak menjadi manusia atau tidak mewujudkan aspek-aspek hakikatnya sebagai
manusia maka berarti yang bersangkutan menurunkan martabat kemanusiaannya. Dalam konteks inilah
manusia menjadi kurang atau tidak manusiawi, kurang atau tidak bertanggung jawab atas keberadaan
dirinya sebagai manusia. Iya menurunkan martabatnya dari tingkat human ke tingkat yang lebih rendah,
mungkin ke tingkat hewan, tumbuhan, atau bahkan ke tingkat benda. Sebagai pribadi setiap orang memang
otonom, ia bebas menentukan pilihannya, tetapi bahwa bebas itu selalu berarti terikat pada nilai-nilai
tertentu yang menjadi pilihannya dan dengan kebebasannya itulah seseorang pribadi wajib bertanggung
jawab serta akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh sebab itu, tiada makna lain bahwa berada sebagai
manusia adalah mengemban tugas dan mempunyai tujuan untuk menjadi manusia, atau bertugas
mewujudkan sebagai aspek hakikat manusia. Karl Jaspers menyatakannya dalam kalimat:"to be a man is to
become a man", ada sebagai manusia adalah menjadi manusia (Fuad Hasan, 1973). Implikasinya jika
seseorang tidak selalu berupaya untuk menjadi manusia maka ia tidaklah berada sebagai manusia.
Berbagai aspek hakikatnya manusia pada dasarnya adalah potensi yang harus diwujudkan setiap orang.
Oleh sebab itu, berbagai aspek hakikat manusia merupakan sosok manusia ideal, merupakan gambaran
manusia yang dicita-citakan atau yang menjadi tujuan. Sosok manusia ideal tersebut belum terwujud
melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.
C. Manusia dilahirkan ke dunia dengan mengemban suatu keharusan untuk menjadi manusia, ia diciptakan
dalam susunan yang terbaik, dan dibekali berbagai potensi untuk dapat menjadi manusia. Namun demikian,
dalam kenyataan hidupnya, perkembangan manusia bersifat terbuka atau mengandung berbagai
kemungkinan. Manusia berkembang sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya atau mampu menjadi
manusia, sebaliknya mungkin pula ia berkembang ke arah yang kurang sesuai atau bahkan tidak sesuai
dengan kodrat dan martabat kemanusiaannya.
Gehlen seorang pemikir Jerman mengemukakan hasil studi perbandingannya tentang perkembangan
struktur dan fungsi tubuh manusia dengan binatang. Ia sampai pada kesimpulan yang sama dengan Teori
Restardasi dari Bolk, yaitu bahwa pada saat kelahirannya taraf perkembangan manusia tidak lebih maju
dari hewan, tetapi kurang maju daripada hewan yang paling dekat dengan dia (primat) sekalipun. Manusia
lahir prematur dan tidak mengenal spesialisasi seperti hewan. "Ia adalah makhluk yang ditandai
kekurangan" (C.A. Van Peursen, 1982). Contoh sebagai berikut: kerbau lahir sebagai anak kerbau, selanjutnya
ia hidup sesuai kodrat dan martabat kekerbauannya (meng kerbau atau menjadi kerbau). Sebaliknya
manusia, ia lahir sebagai anak manusia, tetapi dalam kelanjutan hidupnya manusia atau menjadi manusia
adalah suatu kemungkinan, mungkin ia manusia, tetapi mungkin pula kurang atau bahkan tidak memanusia.
Jika dibandingkan dengan hewan, manusia sepertinya dilahirkan terlalu dini. Sebelum ia disiapkan dengan
spesialisasi tertentu dan sebelum ia mampu menolong dirinya sendiri, iya sudah dilahirkan. Akibatnya
sebagai berikut.
1. Berbeda dengan hewan, kelanjutan hidup manusia menunjukkan keragaman. Ragam dalam hal
kesehatannya, dalam dimensi kehidupan individualitasnya, sosialitasnya, keberbudayaannya, kesusilaannya,
dan keberagamaannya.
2. Saat dilahirkannya, manusia belum mempunyai spesialisasi tertentu maka spesialisasinya ia harus
diperoleh setelah ia lahir dalam perkembangan menuju kedewasaannya.
Anne Rollet mengemukakan bahwa sampai tahun 1976 para etnolog telah mencatat kira-kira 60 anak-
anak luas di seluruh dunia. Tidak diketahui bagaimana awalnya anak-anak tersebut hidup dan dipelihara
oleh binatang yang hidup bersama atau dipelihara oleh kijang, kera, ada pula yang hidup dengan serigala.
Anak-anak tersebut tidak berperilaku bagaimana layaknya manusia. Tidak berpakaian, agresif untuk
menyerang dan menggigit, tidak dapat tertawa, ada yang tidak dapat berjalan tegak, tidak berbahasa
sebagaimana manusia. (Intisari, No. 160 Tahun ke XIII, November 1976). Salah satu kasus serupa
dikemukakan M.I Soelaeman (1988), ia mengemukakan suatu peristiwa yang dikenal dengan peristiwa
manusia serigala:
Seorang pemburu menemukan di tengah-tengah hutan belantara dua orang anak sekitar enam dan
tujuh tahun, ketika anak itu melihat pemburu, mereka lari ... di atas kaki dan tangannya sambil
mengeluarkan suara seperti meraung-raung. Mereka masuk gua, mencari perlindungan pada seekor ...
serigala. Tapi akhirnya kedua anak itu berhasil ditangkap dan kemudian dibawa ke kota dan dijadikan bahan
studi para ahli. Setelah melalui kesukaran, kedua anak itu dapat dididik kembali seperti biasa.
Dari peristiwa di atas, kita dapat memahami bahwa kemampuan berjalan tegak di atas dua kaki,
kemampuan berbicara, dan kemampuan berperilaku lainnya yang lazim dilakukan manusia yang
berkebudayaan, tidak dibawa manusia sejak kelahirannya. Demikian halnya dengan kesadaran akan tujuan
hidupnya, kemampuan untuk hidup sesuai individualitas, sosialitasnya, tidak dibawa manusia sejak
kelahirannya, melainkan harus diperoleh manusia melalui belajar, melalui bantuan berupa pengajaran,
bimbingan, latihan, dan kegiatan lainnya yang dapat dirangkumkan dalam istilah pendidikan. Jika sejak
kelahirannya perkembangan dan pengembangan hidup manusia diserahkan kepada dirinya masing-masing
tanpa dididik oleh orang lain, kemungkinannya Ia hanya akan hidup berdasarkan dorongan instingnya saja.
Sampai di sini dapat dipahami bahwa manusia belum selesai menjadi manusia, iya dibebani keharusan
untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, adapun untuk menjadi manusia
yang memerlukan pendidikan atau harus dididik. "Man can become man through education only", demikian
pernyataan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). Pernyataan tersebut sejalan
dengan hasil studi M.J. Langeveld, bahkan sehubungan dengan kodrat manusia, seperti dikemukakan
Langeveld memberikan identitas kepada manusia dengan sebutan Animal Education (M.J. Langeveld, 1980).
2. 1) Bentuk Keluarga
Ada berbagai jenis bentuk keluarga, menurut Kamanto Sunarto (1993) berdasarkan keanggotaannya,
keluarga dibedakan menjadi keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga
batih adalah keluarga terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak, sedangkan keluarga luas adalah
keluarga yang terdiri atas beberapa keluarga batih. Berdasarkan garis keturunannya, keluarga dibedakan
dalam tiga bentuk, yaitu keluarga patrilineal (garis keturunan ditarik dari pria atau ayah); keluarga
matrilineal (garis keturunan ditarik dari wanita atau ibu), dan keluarga bilateral bilateral (garis keturunan
ditarik dari pria dan wanita atau ayah dan ibu). Selain itu, berdasarkan pemegang kekuasaannya, keluarga
dibedakan menjadi: keluarga patriarhat (patriarchal), yaitu dominasi kekuasaan berada pada pihak ayah;
keluarga matriarhat (matriarchal), ya itu dominasi kekuasaan berada pada pihak ibu; dan keluarga
equalitarian, ya itu ayah dan ibu mempunyai kekuasaan yang sama. Berdasarkan bentuk perkawinannya,
keluarga dibedakan menjadi: keluarga monogami, yaitu pernikahan antara satu orang laki-laki dan satu
orang perempuan; keluarga poligami, yaitu pernikahan antara satu orang laki-laki dan lebih dari satu
orang perempuan; keluarga poliandri, yaitu satu orang perempuan mempunyai lebih dari satu orang suami
pada suatu saat. Berdasarkan status sosial ekonominya, keluarga dibedakan menjadi: keluarga golongan
rendah, keluarga golongan menengah, dan keluarga golongan tinggi. Selanjutnya, berdasarkan
keutuhannya, keluarga dibedakan menjadi: keluarga utuh, keluarga pecah atau bercerai, dan keluarga
pecah semu, yaitu keluarga yang tidak bercerai, tetapi hubungan antara suami dengan istri dan dengan
anak-anaknya sudah tidak harmonis lagi.
Sistem Pemerintahan
Pemimpin Minahasa jaman dahulu terdiri dari dua golongan, yakni Walian dan Tona’as. Walian berasal
dari kata ‘wali’ yang artinya mengantar jalan bersama dan memberi perlindungan. Golongan ini mengatur
upacara agama asli Minahasa hingga disebut golongan Pendeta. Mereka ahli membaca tanda-tanda alam
dan benda langit, menghitung posisi bulan dan matahari dengan patokan gunung, mengamati munculnya
bintang-bintang tertentu seperti ‘Kateluan’ (bintang tiga), ‘Tetepi’ (meteor) untuk menentukan musim
menanam, silsilah, menghafal cerita leluhur Minahasa, ahli membuat kerajinan peralatan rumahtangga
seperti menenun kain, menganyam tikar, keranjang, sendok kayu, dan gayung air. Golongan kedua adalah
golongan Tona’as yang mempunyai kata asal ‘Ta’as’. Kata ini diambil dari nama pohon yang besar dan
tumbuh lurus ke atas, dikaitkan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kayu-kayuan seperti
hutan, rumah, senjata tombak, pedang dan panah, serta perahu. Golongan Tona’as ini juga menentukan di
wilayah mana rumah-rumah itu dibangun untuk membentuk sebuah wanua (negeri) dan mereka juga yang
menjaga keamanan negeri maupun urusan berperang.
Sebelum abad ke-7, masyarakat Minahasa berbentuk matriarkhat. Bentuk ini digambarkan bahwa
golongan Walian Wanita yang berkuasa untuk menjalankan pemerintahan. ‘Makarouw Siouw’ (9 x 2) sama
dengan Dewan 18 orang leluhur dari tiga Pakasa’an (Kesatuan Walak-walak Purba).
Pada abad ke-7 telah terjadi perubahan pemerintahan. Pada waktu itu di Minahasa – yang sebelumnya
dipegang golongan Walian Wanita - beralih ke pemerintahan golongan Walian Tona’as Pria. Mulai dari sini
masyarakat Matriarkhat Minahasa berubah menjadi masyarakat Patriarkhat, menjalankan pemerintahan
‘Makateliu Pitu‘ atau ‘Dewan 21’
Walak membawahi beberapa wanua, dan wanua terdiri atas beberapa lukar yang dikepalai oleh
seorang wolano, sedangkan lukar dipimpin orang yang disebut pahendon tua dan dipilih langsung oleh
warganya.
Sejak dahulu di Minahasa tidak terdapat kerajaan atau tidak mengangkat raja sebagai kepala
pemerintahan. Yang ada adalah:
Kepala pemerintahan adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Pati’an yang sekarang kita
kenal dengan sebutan Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang Tua yang melindungi.
Sistem Kemasyarakatan
Awu dan Taranak
Keluarga batih (rumah tangga) disebut Awu.
Bangsal
Dari perkawinan terbentuklah keluarga besar yang meliputi beberapa bangsal. Kompleks bangsal
penduduk yang berhubungan kekeluargaan dinamakan Taranak. Pimpinan Taranak dipegang oleh Aman dari
keluarga cikal bakal yang disebut Tu’ur. Tugas utama Tu’ur melestarikan ketentuan adat.
Para Ukung mempunyai pembantu yang disebut Meweteng. Tugas mereka mulanya membantu Ukung
untuk mengatur pembagain kerja dan pembagian hasil sesuai kesepakatan.
Jadi walak mengandung dua pengertian yakni serombongan penduduk secabang keturunan dan wilayah
yang didiami rombongan penduduk secabang keturunan. Kepala walak artinya pemimpin masyarakat
penduduk secabang keturunan, Tu’ur Imbalak artinya wilayah pusat kedudukan tempat pertama sebelum
masyarakat membentuk cabang-cabang keturunan. Mawalak artinya membagi tanah sesuai dengan
banyaknya cabang keturunan. Ipawalak artinya membagi tanah menurut jumlah anak generasi pertama,
tidak termasuk cucu dan cicit.
Penggabungan beberapa walak yang punya ikatan keluarga dan dialek bahasa membentuk satu
pakasa’an.
Paesa in Deken
Paesa in Deken berarti tempat mempersatukan pendapat. Di Minahasa tidak pernah ada pewarisan
kedudukan, bila seorang Tu’ur meninggal dunia, para anggota Taranak, baik wanita maupun pria yang
sudah dewasa akan mengadakan musyawarah untuk memilih pemimpin baru. Dalam pemilihan, yang
menjadi sorotan adalah kualitas. Kriteria kualitas itu ada tiga (Pa’eren Telu), yaitu:
Nagasan: Mempunyai otak, dia mempunyai keahlian mengurus Taranak atau Ro’ong
Niatean: Mempunyai hati, yaitu mempunyai keberanian, ketekunan, keuletan menghadapi segala
persoalan, sanggup merasakan yang dirasakan anggota lain.
Mawai: Mempunyai kekuatan dan dapat diandalkan
Kawanua
Kawanua, diartikan sebagai penduduk negeri atau wanua yang bersatu atau ‘Mina-Esa’ (Orang
Minahasa). Pengertian utama dari kata Wanua lebih mengarah pada wilayah adat dari Pakasa’an (kesatuan
sub-etnis) yang mengaku turunan Toar dan Lumimu’ut. Turunan melalui perkawinan dengan orang luar,
Sepanyol, Belanda, Ambon, Gorontalo, Jawa, Sumatra, dan lain-lain. Orang Minahasa boleh mendirikan
Wanua di luar Minahasa. Jadi kawanua dapat diartikan sebagai Teman Satu Negeri, satu Ro’ong, satu
kampung.
Sumber: http://solata-sejarahbudaya.blogspot.com/2015/12/kebudayaan-minahasa.html?m=1
4. Kota Manado terletak di ujung utara Pulau Sulawesi dan merupakan kota terbesar di belahan Sulawesi
Utara sekaligus sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Utara. Secara geografis terletak di antara 10 25' 88" - 10
39' 50" LU dan 1240 47' 00" - 1240 56' 00" BT. Dan secara administratif batasbatasnya sebagai berikut:
1. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa upah (UMP) mempunyai hubungan yang negatif dan
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Kota Manado. Dalam hal ini, hipotesis dalam penilitian ini
terdapat pengaruh yang negatif antara upah terhadap pengangguran. Hal tersebut ditunjukan dari
kenaikan tingkat upah dari tahun ke tahun di Kota Manado. Ini juga mendukung bahwa pengangguran di
Kota Manado akan berkurang dengan kenaikan UMP dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, apabila upah
semakin meningkat tentu mendorong pengangguran untuk segera mencari pekerjaan sehingga dapat
mengurangi pengangguran.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
pengangguran di Kota Manado yang berarti bahwa apabila upah meningkat maka akan berpengaruh pada
tingkat pengangguran yang semakin menurun. Oleh sebab itu, hal-hal yang dapat meningkatkan upah yaitu
dengan lebih memperbanyak pelatihan-pelatihan bagi masyarakat di Kota Manado sebagai bentuk
peningkatan SDM agar suatu perusahaan dapat memberikan ruang bagi masyarakat kota manado karena
tentunya pelaku usaha membutuhkan tenaga profesional untuk menjalankan dan mengembangkan
perusahaan. Karena dengan meningkatnya sumber daya manusia maka dapat mengembangkan suatu
perusahaan sehingga pendapatan dalam perusahaan tersebut dapat meningkat. Seiring dengan
meningkatnya pendapatan perusahaan maka dapat meningkatkan upah sehingga dapat mengurangi
pengangguran di Kota Manado. Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor yang paling dominan dan sangat
besar mempengaruhi terhadap tinggi rendahnya atau besar-kecilnya upah adalah sertifikasi kompetensi
dan tingkat produktivitas pekerja/buruh. Artinya, semakin banyak sertifikasi kompetensi yang dimiliki
seseorang pekerja/buruh yang dibarengi dengan semakin tingginya produktivitas yang dihasilkan serta
semakin apiknya hasil kerja yang dilakukan, maka secara otomatis akan mempengaruhi semakin besarnya
gaji atau upah produktivitas (salary) atau paling tidak take home pay yang dapat diperoleh (Umar Kasim:
2014).
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article
/download/4182/3711&ved=2ahUKEwjj5uTG3of8AhXAG7cAHWNpAFIQFnoECA8QAQ&usg=AOvVaw0lSpGDvwryRH
wYavLL-gi1
5. a. Kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk (moral identity);
b. Kemampuan dan kebebasan untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan pembawaan dan cita-
citanya (individual identity);
c. Kemampuan untuk berhubungan dan kerjasama dengan orang lain (social identity);
d. Adanya ciri-ciri khas yang mampu membedakan dirinya dengan orang lain (individual differences).