Anda di halaman 1dari 2

Grounded Theory: Pengertian, Metode Penelitian & Contohnya

June 20, 2018 sidiq metode

Grounded theory merupakan salah satu jenis metodologi riset sosial yang menekankan pada
pendekatan kualitatif. Grounded theory pada perkembangannya sering kali dipahami sebagai
grounded research atau penelitian grounded, sehingga definisinya sebaiknya tidak disetarakan
dengan definisi teori dalam ilmu sosial yang lain, seperti misalnya teori fungsionalisme atau teori
konflik.

Grounded theory lebih relevan dilihat sebagai metodologi ketimbang teori itu sendiri. Di sini
penjelasan mengenai grounded theory akan berangkat dari pemahaman tentang penerapan
grounded teori sebagai metodologi riset sosial kualitatif. Kita akan membahas definisi grounded
theory terlebih dahulu sebelum menuju pada contohnya.

Pengertian grounded theory


Grounded theory memiliki titik berat pada riset kualitatif. Riset yang mengaplikasikan grounded
theory disebut penelitian grounded. Penelitian grounded merupakan sebuah metodologi riset atau
bias juga dipahami sebagai sebuah pendekatan penelitian dimana data lapangan menjadi sumber
formulasi teori. Dengan kata lain, penelitian ini menggunakan teori yang muncul kemudian,
disaat atau setelah data lapangan dikumpulkan.

Untuk lebih jelasnya, saya akan uraikan secara singkat latar belakang kemunculan metode
penelitian grounded agar pembaca memahami dimana letak perbedaannya dengan metode riset
yang lain. Riset sosial yang berkembang belakangan, sering kali menggunakan grand theory atau
teori-teori besar yang sudah matang sebagai perspektif atau paradigma penelitian. Grand teory
dalam sosiologi ada berbagai macam, sebut saja teori konflik dan fungsionalisme, misalnya.

Penerapan grand theory pada proses penelitian cenderung akan menghasilkan studi yang sifatnya
verifikatif. Artinya, penelitian dilakukan untuk menguji teori yang sudah ada sebelumnya.
Penelitian sosial statistik dan survey yang menggunakan hipotesis dianggap sebagai contoh
baguis studi verifikatif. Model penelitian semacam itu berakibat pada munculnya ”stagnansi
teori” dalam ilmu sosial. Konsekuensinya, ilmu sosial tidak dapat berkembang.

Grounded theory atau penelitian grounded merespons kondisi tersebut dengan membalikkan
logika penelitian yang berkembang. Dalam penelitian grounded, teori atau grand theory
“ditinggalkan” oleh peneliti. Peneliti mengumpulkan data lapangan yang biasanya dalam bentuk
kualitatif melalui wawancara mendalam dan observasi partisipatoris.

Data tersebut menjadi dasar pembentukan teori. Dengan kata lain, teori berasal dari data di
lapangan (on the ground). Oleh sebab itulah disebut grounded. Penelitian grounded membuka
potensi lahirnya teori-teori baru karena data lapangan bersifat dinamis dan terus berkembang,
Sedangkan teori yang sudah mapan cenderung tetap.

Adapun klaim bahwa penelitian sosial yang bersifat verifikatif terhadap teori seperti riset survey
atau statistik juga berpotensi menghasilkan teori baru. Namun teori baru tersebut bukan berasal
dari data lapangan yang dinamis, melainkan dari data statistik yang statis.
Dalam riset grounded, peneliti mengembangkan konsep-konsep yang nantinya menjadi teori di
lapangan. Dari awal sampai akhir penelitian, peneliti harus terlibat secara penuh dan berada di
lapangan. Berbeda dengan riset survey yang bahkan bisa dilakukan tanpa sekalipun peneliti ke
lapangan.

Contoh penelitian grounded


Pada perkembangannya, metode penelitian grounded banyak diaplikasikan pada riset-riset
antropologis. Salah satu buku yang dikutip sebagai contoh oleh Masri Singarimbun dan Sofian
Effendi dalam “Metode Penelitian Survey” tentang penelitian grounded adalah buku berjudul
”Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh: Hasil-hasil Penelitian dengan Metode Grounded
Research”, editan Alfian dkk.

Dalam pengantarnya dijelaskan bagaimana metode penelitian grounded diterapkan. Sebagaimana


sudah disampaikan di awal, peneliti turun ke lapangan tanpa membawa teori yang sudah dibaca
dalam literatur. Peneliti melakukan observasi partisipatoris serta wawancara mendalam untuk
mengumpulkan data lapangan.

Ketika di lapangan itulah, konsep-konsep dikembangkan. Dalam mengembangkan konsep,


peneliti tetap tidak mengaplikasikan teori yang sudah eksis sebelumnya sebagai kerangka
berpikir. Konsep yang dibangun selama di lapangan tak jarang masih mungkin berkembang
ketika data baru diperoleh. Sebagai contoh, Cliffort Geertz pernah membangun teori tentang
masyarakat muslim Jawa yang terbagi menjadi kelas priyayi, santri dan abangan. Ketika saat ini
kita ingin melakukan penelitian grounded tentang masyarakat muslim di suatu desa di Jawa, kita
tidak perlu menerapkan klasifikasi yang dibuat oleh Geertz tersebut. Melainkan, kita harus
melihat data lalu memunculkan konsep sebagaimana data tersebut berbicara.

Sangat mungkin klasifikasi yang dicetus oleh Geertz tidak relevan untuk situasi sosial yang khas
dari masyarakat yang kita teliti, bahkan sekalipun kita melakukan penelitian di desa yang sama
dengan yang diteliti Geertz. Hal ini karena situasi sosial bersifat dinamis, berkembang, dan terus
berubah.

Anda mungkin juga menyukai