Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Menetapkan Media Penyuluhan Pertanian


Menurut UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, materi penyuluhan pertanian
didefinisikan sebagai bahan penyuluhan yang akan disampaikan oleh para
penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang
meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum,
dan kelestarian lingkungan.
Media penyuluhan merupakan suatu benda yang dikemas sedemikian
rupa untuk memudahkan penyampaian materi kepada sasaran, agar sasaran
dapat menyerap pesan dengan mudah dan jelas (Redono. 2013).
Materi yang telah dipilih untuk disampaikan kepada sasaran selanjutnya
disusun dalam Lembar Persiapan Menyuluh (LPM) dan Sinopsis. Penyusunan
LPM dimaksudkan untuk memudahkan Penyuluh menyampaikan materi
penyuluhannya, karena didalam LPM dicantumkan hal-hal yang akan
digunakan dan disampaikan kepada sasaran terkait dengan materi
penyuluhan. Sinopsis berasal dari kata synopical yang artinya ringkas.
Berdasarkan asal kata tersebut, sinopsis diartikan sebagai ringkasan suatu
materi tulisan yang panjang (baik fiksi maupun non-fiksi) dan sinopsis itu
sendiri ditulis dalam bentuk narasi. Sinopsis terdiri dari dua versi, yaitu
sinopsis yang ditulis untuk meringkas karya yang sudah ada atau sudah ditulis
secara lengkap, dan sinopsis yang ditulis untuk persiapan menulis suatu
gagasan yang akan dituangkan dalam bentuk fiksi maupun non-fiksi. Tujuan
penyusunan sinopsis yaitu untuk meringkas bahan-bahan materi penyuluhan
sehingga menjadi lebih singkat, padat, mudahdipahami, dan terhindar dari
bahan-bahan yang kurang relevan dengan topik yangtelah ditetapkan.
Mardikanto (2009) menuliskan bahwa dalam kegiatan penyuluhan
pertanian perlengkapan penyuluh sangat penting untuk membantu kelancaran
pelaksanaan penyuluhan maupun untuk memperjelas materi yang
disampaikan agar mudah diingat dan dipahami oleh masyarakat penerima

3
manfaatnya. Perlengkapan penyuluh tersebut berupa alat penyuluhan dan alat
bantu peraga. Alat bantu penyuluhan yang merupakan alat-alat atau
perlengkapan penyuluhan yang diperlukan oleh seorang penyuluh guna
memperlancar proses mengajarnya selama kegiatan penyuluhan itu
dilaksanakan. Mardikanto (1985) dalam Mardikanto (2013) menjelaskan
bahwa alat peraga adalah alat atau benda yang dapat diamati, didengar,
diraba, atau dirasakan oleh indera manusia, yang berfungsi sebagai alat untuk
meragakan dan atau menjelaskan uraian yang disampaikan secara lisan (oleh
penyuluh) guna membantu proses belajar penerima manfaat penyuluhan agar
materi penyuluhan lebih mudah diterima dan dipahami oleh penerima
manfaat penyuluhan yang bersangkutan.
Sunaryo (1978) dalam Mardikanto (2013) selanjutnya mengemukakan
bahwa alat peraga penyuluhan sebenarnya tidak sekedar berfungsi sebagai
alat peraga atau penjelas, melainkan memiliki fungsi untuk menarik
perhatian atau memusatkan perhatian penerima manfaat, sehingga lebih
konsentrasi; memperjelas pengertian tentang segala sesuatu yang disampaikan
oleh penyuluh; membuat penyuluh lebih efektif; menghemat waktu yang
diperlukan penyuluh untuk memperjelas materi yang disampaikan; serta
memberikan kesan yang lebih mendalam.
Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat peraga didalam
pelaksanaan penyuluhan pertanian adalah pemilihan alat peraga yang efektif
dan efisien untuk tujuan perubahan perilaku sasaran yang diinginkan
penyuluhnya (Mardikanto. 1993). Pengetahuan seperti ini sangat penting,
karena tidak semua alat peraga selalu tersedia atau mudah disediakan oleh
penyuluhya pada sembarang tempat dan waktu; alat peraga yang mahal tidak
selalu menjadi jaminan sebagai alat peraga yang efektif untuk tujuan
perubahan perilau tertentu; serta untuk tujuan perubahan perilaku tertentu,
tersedia banyak alternatif alat peraga yang dapat digunakan tetapi dengan
tingkat efektivitas dan tingkat kemahalan yang berbeda.
Berdasarkan hal tersebut Mardikanto (1985) dalam Mardikanto (1993)
memberikan acuan dalam pemilihan alat peraga penyuluhan sebagaimana
termuat dalam tabel berikut ini.

4
Ragam Alat Aspek Perilaku Yang Dipengaruhi
Peraga Sikap Pengetahuan Keterampilan
Benda Model, Specimen, Contoh dan Model Contoh dan Model
dan Sampel
Barang cetakan Poster, Placard, Brosur, Folder, Flip- Brosur, Flip-chart,
Selebaran, dan Photo chart, Leaflet, dan Flanegraph, Folder,
Flanelgraph dan Leaflet
Gambar yang Video & TV, Movie Tranparancy, Slide Video dan TV, Slide
diproyeksikan film, Film strip, Film film video dan TV, film, dan Film strip
slide serta Film strip
Pendekatan Tak-langsung dan Langsung dan Langsung dan Tak-
Langsung Tak-langsung langsung

Berdasarkan tabel tersbut, terdapat 5 (lima) ragam alat peraga yang dapat
digunakan dan disesuaikan dengan perubahan perilaku yang akan akan
dipengaruhi. Keberhasilan penggunaan alat peraga juga sangat bergantung
dengan kepiawaian penyuluh dalam memanfaatkannya.

B. Menetapkan Metode Penyuluhan Pertanian


Soesmono (1975) dalam Mardikato dan Sri (1979) menyatakan bahwa
metode penyuluhan pertanian adalah cara yang sudah direncanakan
sebelumnya untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian. Upaya
untuk mengembangkan keefektifan metode, pemilihan dan penggunaan
metode harus didasarkan atas kondisi petani. Terdapat enam kondisi yang
berkaitan dengan perubahan, yakni Perhatian, Minat, Kepercayaan, Hasrat,
Tindakan, dan Kepuasan.
Menurut Sujono (2013) prinsip-prinsip dalam metode penyuluhan
merupakan suatu pernyataan yang dijadikan sebagai pendoman dalam
pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten. Oleh karena itu
harus memperhatikan prinsip-prinsip penyuluhan sebagai proses pembelajaan,
yaitu mengerjakan atau melakukan, artinya kegiatan penyuluhan harus
sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk menerapkan sesuatu; akibat
atau dampak, artinya kegiatan pertanian harus memberikan dampak yang
memberikan pengaruh baik; tindak lanjut, artinya kegiatan penyuluhan harus
memberikan tindaklanjut sebagai wujud nyata penerapan materi penyuluhan;

5
minat dan kebutuhan, artinya penyuluhan mengacu kepada minat dan
kebutuhan petani; organisasi masyarakat bawah, artinya penyuluhan
melibatkan organisasi masyarakat yaitu kelompok tani; budaya, artinya
penyuluhan harus memperhatikan budaya yang ada di masyarakat; perubahan
budaya, artiya penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya, pola pikir
kebiasaan dan lain-lain; kerjasama dan partisipasi, artinya penyuluhan
sebaiknya menggerakkan partisipasi masyarakat dan menumbuhkan
bekerjasama dan melaksanakan penyuluhan dan kegiatan lainya; demokrasi,
artinya dalam penyuluhan memberikan kesempatan kepada petani unuk
bermusyawarah; belajar sambil bekerja, artinya dalam penyuluhan pertanian
petani dapat belajar sambil berbuat, belajar mencari pengalaman dari yang
dikerjakan; penggunaan metode yang sesuai, artinya penyuluhan dan
penerapan metode yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan;
kepemimpinan, artinya penyuluh dapat mengembangkan dan menumbuhkan
jiwa kepemimpinan petani; spesialis, artinya penyuluh orang yang telah
meguasi teknik komunikasi, metode, media, psikologi, dan managemen
pembelajaran.

1. Dasar Pertimbangan Pemilihan Metode


Menurut Sujono (2013) dalam penyuluhan pertanian perlu dilakukan
pemilihan metode yang tepat sehingga memberikan hasil seperti yang
diinginkan. Faktor yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan metode
adalah sebagai berikut.
a. Keadaan Sasaran
Keadaan sasaran merupakan profil sasaran (petani) sehingga
diketahui latar belakang sasaran yang berguna dalam kelancaran
penyuluhan. Profil sasaran yang penting adalah tingkat pendidikan,
tingkat ketrampilan, sikap jumlah anggota keluarga, penyuluhan
yang pernah diikuti, keadaan sosial budaya, dan sebagainya.
Semakin tinggi tingkat pendidikan sasaran penyuluh lebih leluasa
memilih metode yang dilaksanakan. Hal ini karena pada tingkat
penerimaan dengan berbagai metode relatif lebih mudah diterima
sasaran. Hal ini berbeda dengan tingkat pendidikan sasaran yang

6
relatif rendah, penyuluh harus menyesuaikan metode yang mudah
diterima sasaran.(Sujono. 2013).

b. Kemampuan Penyuluh
Penyuluh memiliki kemampuan yang akan menentukan tingkat
keberhasilan dalam penyuluhan karena menyangkut tingkat
penguasaan materi, keahlian penerapan metode, pemilihan media,
penguasaan sasaran, kepandaian berkomunikasi, penggunaan alat
bantu, alat peraga, penguasaan sasaran, dan sebagainya. Penyuluh
mempunyai peran yang strategis yaitu sebagai fasilitator,
organisator, dinamisator dan sebagainya. Tingkat pengalaman
penyuluh akan berpengaruh terhadap proses penyuluhan. Penyuluh
senior dengan masa kerja lebih 5 tahun memiliki kemampuan yang
memadai dalam penguasaan sasaran, diskusi, dan sebagainya.
Tingkat pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti akan
membantu dalam penguasaan materi, karena dalam proses
penyuluhan penguasaan materi merupakan syarat mutlak yang harus
dimiliki. Tingkat pendidikan dan pelatihan yang memadai akan
membuat percaya diri bagi penyuluh dan mendukung suksesnya
penyuluhan (Sujono. 2013).

c. Keadaan Daerah atau Wilayah


Menurut Sujono (2013) keadaan daerah menggambarkan
kondisi riil wilayah petani dan sangat kompleks yang berkaitan
dengan penyuluhan. Kondisi tersebut meliputi keadaan topografi,
usaha tani, sarana, peralatan, dan sebagainya. Data-data keadaan
wilayah membantu sebagai dasar penetapan metode penyuluhan
sehingga akan lancar. Keadaan wilayah dapat diperoleh melalui
observasi langsung ke lapangan, pengambilan data di BPP, kantor
kecamatan, kantor desa, wawancara dengan tokoh masyarakat dan
sebagainya. Data keadaan wilayah setiap tahun dapat berubah sesuai
dengan perkembangan yang ada. Usaha tani petani setiap tahun

7
relatif tetap, namun pada kondisi tertentu dapat berubah sesuai
dengan perkembangan yang ada.

d. Biaya dan Sasaran


Biasanya dalam penyuluhan akan berkaitan dengan jumlah atau
besarnya biaya yang diperlukan dan sumber biaya. Besarnya biaya
yang diperlukan tergantung dari bentuk penyajian dan untuk
penyajian ini akan berkaitan dengan metode yang ditetapkan.
Penyajian dalam bentuk praktik juga tergantung macam praktiknya.
Semakin banyak bahan dan alat, semakin mahal harga barang, maka
akan semakin tinggi biaya yang disiapkan. Sumber biaya dalam
penyuluhan biasanya dari pemerintah, kelompok, atau swasta serta
sumber lainnya (Sujono. 2013).

e. Kebijakan Pemerintah
Pemerintah memiliki kebijakan yang bersifat nasional dan lokal.
Kebijakan yang bersifat nasional adalah dari pemerintah pusat.
Pemerintah daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten juga
memiliki program tersendiri yang tidak terkait langsung dengan
pemerintah pusat sehingga terbit Surat Keputusan (SK) Gubernur,
Surat Keputusan (SK) Bupati, dan sejenisnya. Kegiatan penyuluhan
akan mengacu kebijakan pemerintah yang ada sehingga akan
mendukung kebijakan tersebut (Sujono, 2013).

f. Materi
Sujono (2013) memaparkan bahwa materi penyuluhan
memegang peranan penting dalam keberhasilan penyuluhan.
Terdapat materi yang penyajiannya harus dengan praktekkan, namun
terdapat pula materi yang penyajiannya dalam bentuk teori. Kedua
bentuk penyajian tersebut harus diupayakan agar dapat diterima
dengan mudah oleh petani. Materi yang disampaikan akan membawa
manfaat bagi petani secara ekonomi. Bila materi tidak

8
menguntungkan, maka materi tersebut akan ditolak petani. Bila
materi memberikan keuntungan yang memadai, maka berkaitan
dengan metode apapun yang digunakan akan diterima. Berkaitan
dengan tujuan yang ingin dicapai, bila dalam penyuluhan penyuluh
berkeinginan sasaran untuk sampai pada tingkat mengetahui maka
dengan metode ceramah, diskusi akan tercapai. Tetapi bila
diharapkan sasaran sampai pada tingkat terampil, maka harus dengan
yang menggunakan praktek. Sasaran akan terampil bila melakukan
kegiatan praktek. Metode yang melakukan praktek harus didata
kemudian atas dasar pertimbangan yang lain baru ditetapkan.

2. Macam-macam Metode Penyuluhan Pertanian


Menurut Mardikanto dan Sri (1979) penyuluhan pertanian adalah
merupakan suatu sistem komunikasi pembangunan yang terutama
ditujukan kepada masyarakat petani dan segenap keluarganya. Berikut ini
adalah macam-macam metode penyuluhan pertanian

a. Kunjungan
Menurut Sujono (2013) anjangsana merupakan kunjungan
terencana penyuluh kepada sasaran baik di rumah atau ditempat
usaha tani sasaran dengan tujuan menumbuhkan kepercayaan diri
petani dan keluarganya. Anjangsana merupakan kegiatan terencana
yang berarti bahwa anjangsana ini dilakukan dengan persiapan yang
matang. Persiapan sebelum anjangsana meliputi waktu kunjungan,
tempat, koordinasi dengan sasaran, materi, alat peraga dan alat
bantu, alat dan bahan penyuluhan. Dalam kunjungan akan
menentukan metode penyuluhan media, materi, kesempatan
penyuluh, keadaan sasaran, jenis kegiatan usahatani, serta
ketersediaan alat dan perlengkapan lainnya (alat transport,
komunikasi, alat peraga). Hal yang penting dalam kunjungan adalah
materi, sebaiknya disesuaikan dengan permasalahan, serta
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani.

9
b. Demonstrasi
Padmomihardjo (2004) dalam Sujono (2013) menjelaskan
bahwa demonstrasi merupakan suatu metode penyuluhan di lapangan
untuk memperlihatkan, membuktikan secara nyata tentang cara dan
atau hasil penerapan teknologi pertanian yang telah terbukti
menguntungkan bagi petani. Berdasarkan pengertian tersebut dikenal
demonstrasi cara dan demonstrasi hasil. Demonstrasi cara
merupakan bentuk metode penyuluhan dengan tujuan agar peserta
mengetahui praktek menerapkan teknologi baru. Tujuan demonstrasi
cara adalah mengenalkan adanya teknologi baru yang dapat
memberikan keuntungan pada petani, menyakinkan orang-orang
bahwa sesuatu cara kerja tertentu akan berguna dan praktis.

Tahapan Pelaksana yang Macam Kegiatan


Luas Areal
Metode Terlibat yang Dilaksanakan

Demonstrasi 0,1 Ha Kontak tani dan Keterampilan teknik


Plot (Demplot) keluarganya. berusaha tani
(termasuk peralatan
dan sarana produksi
yang digunakan)
Demonstrasi 3-5 Ha Kelompok tani dan Demplot ditambah
Farm (Dem pimpinan non dengan adanya
farm) formal. kerjasama petani di
dalam kelompoknya.
Demonstrasi 25-100 Ha Gabungan Dem Farm ditambah
Area (Dem kelompok dan denga kegiatan
Area) pimpinan formal. usahatani dalam arti
luas.
Demonstrasi 600-1000 Ha Badan Usaha Unit Dem area ditambah
Unit (Dem Desa/ Koperasi Unit penguasaan dan
Unit) Desa (BUUD/ KUD) pengolahan hasil serta
pimpinan formal dan pemasarannya.
lembaga-lembaga
pelayanan yang lain.
Berdasarkan tabel tersebut, luas areal mempengaruhi
domenstrasi yang akan dilakukan. Pelaksana yang terlibat dalam
demonstrasi dalam luasasn tertentu juga berbeda sehingga dalam
kebijakan yang mungkin akan diambil dan dampak perubahan yang
akan dirasakan juga akan berbeda.

10
c. Sekolah Lapang
Sekolah Lapang (SL) adalah salah satu metode penyuluhan
pertanian yang kegiatannya berada di tempat usaha tani didukung
dengan sarana belajarnya, dilengkapi dengan kurikulum yang rinci
dan terpadu serta belajar selama satu siklus tertentu. Prinsip dalam
Sekolah Lapangan ini adalah bersifat kemitraan, perencanaan
disusun bersama dalam kelompok tani, keputusan diambil secara
bersama dari anggota kelompok, belajar lewat pengalaman karena
petani melakukan, mengalami dan menemukan sendiri (Sujono.
2013).

d. Pameran
Pameran merupakan metode penyuluhan pertanian yang
bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan minat akan teknologi
baru dengan sasaran para petani secara massal. Pengunjung pameran
adalah beragam, mereka mempunyai pekerjaan sebagai petani
ataupun bukan petani. Pameran dapat memperlihatkan hasil
penerapan teknologi, cara kerja dan mengajak pengunjung untuk ikut
melaksanakan atau mencontoh apa yang dilihatnya. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pameran menarik yaitu
materi, penampilan, desain atau tata letak, dukungan alat bantu dan
peraga, adanya barang yang dapat dinikmati, kuis, buku tamu,
hadiah, dan lain-lain (Sujono. 2013).

e. Kunjungan Pertemuan Petani


Pertemuan petani merupakan wadah bagi petani untuk
berkumpul saling memberi informasi dan merencanakan kegiatan
yang akan datang. Dalam pertemuan petani, penyuluh dapat
mempergunakan untuk mengkomunikasikan berbagai hal yang
sifatnya informasi, instruksi, larangan, atau lainnya. Pertemuan dapat
dilakukan di rumah petani, lahan usahatani, gubuk atau tempat lain
yang memadai. Waktu pertemuan dapat siang, sore, atau malam

11
tergantung waktu luang petani. Waktu kerja petani biasanya pagi
atau sore dan sebaiknya tidak mengganggu kesibukan petani.
Pertemuan petani tersebut biasanya dikuti petani sehamparan atau
sewilayah dan memiliki keragaman pendidikan, pengalaman,
kemampuan ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, penyuluh dalam
melaksanakan pertemuan harus memerhatikan hal tersebut. Atas
dasar keragaman tersebut penyuluh dituntut untuk sabar melayani
petani dalam berdiskusi karena dapat terjadi perbedaan pendapat dan
keluar dari materi bahasan (Sujono. 2013).

f. Temu Usaha
Temu usaha adalah pertemuan antara petani selaku produsen
dengan pengusaha selaku pembeli produksi petani. Adanya temu
usaha ini sebagai salah satu usaha mengatasi pemasaran hasil petani
yang kurang memuaskan. Biasanya pada waktu panen harga turun
dan waktu tidak panen harga naik. Pada komoditi tertentu harga jual
juga ditentukan kualitas barang yang akan dijual. Proses temu usaha
ini diawali dengan penjelasan atau informasi dari petani akan jenis
komoditi yang ada, jumlah barang, kualitas, harga jual, dan lain-lain.
Pengusaha menanggapi paparan petani dengan menjelaskan jenis
barang yang diminta, jumlah, kualitas, harga beli, dan lain-lain.
Kualitas biasanya memegang peran yang penting dalam temu usaha.
Hal ini menjadi catatan khusus bagi penyuluh untuk dapat mencari
teknologi agar kualitas seperti yang diminta pengusaha (Sujono.
2013).

g. Kursus Tani
Kursus tani adalah kegiatan belajar dan mengajar bagi para
petani dengan materi disusun dalam kurikulum yang dijabarkan di
jadwal dalam waktu tertentu dengan tujuan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan petani. Tujuan kursus tani adalah
untuk membekali pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan

12
menumbuhkan sikap positif, mengembangkan sikap kepemimpinan
petani, menumbuhkan kemitraan, menumbuhkan kerjasama
(Sujono. 2013).

h. Karyawisata
Karyawisata adalah suatu perjalanan bersama yang dilakukan
oleh kelompok tani, untuk belajar sambil melakukan, penerapan
teknologi dalam keadaan yang sesungguhnya. Pada kegiatan ini
kelompok tani melakukan perjalanan dengan tujuan menyebarkan
teknologi yang telah diterapkan kepada kelompok lain yang belum
menerapkan. Tujuan karya wisata ini adalah meningkatkan peran
kelompok tani dalam proses materi teknologi, menyebarkan materi
teknologi oleh petani kepada petani lain agar usahataninya lebih baik
penyebaran. Selain itu juga meningkatkan jaringan antarpetani atau
kelompok tani untuk menjalin kerjasama, meningkatkan rasa percaya
diri akan kemampuan menerapkan teknologi, memberikan
kesempatan kepada petani untuk belajar sambil melakukan sendiri
hasil penerapan, suatu teknologi demonstrasi suatu ketrampilan, alat
baru dan sebagainya serta membantu peserta mengebal masalah,
menumbuhkan minat dan perhatian, serta motivasi untuk melakukan
sesuatu sendiri (Sujono. 2013).

C. Evaluasi Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian


1. Pengertian Evaluasi
Menurut Hornby dan Pranwell (1972) dalam Mardikanto (1993) kata
“evaluasi” dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan
kata dari “penilaian”, yaitu sutau tindakan pengambilan keputusan untuk
menilai suatu obyek, keadaan, peristiwa, atau kegiatan tertentu yang
sedang diamati. Frutchey (1973) mengemukakan dalam Mardikanto
(1993) bahwa kegiatan evaluasi selalu mencakup kegiatan obserasi
(pengamatan), membanding-bandingkan antara hasil pengamatan dengan
pedoman-pedoman yang ada, dan pengambilan keputusan atau penilaian

13
atas obyek yang diamati. Evaluasi harus dilakukan berdasarkan data atau
fakta, bukan berdasarkan pada praduga atau intuisi seseorag (yang
melakukan evaluasi) dan evaluasi harus menggunakan pedoman-
pedoman tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

2. Tujuan dan Manfaat Evaluasi


Stufflebeam (1971) dalam Mardikanto (1993) mengemukakan
bahwa pada dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui seberapa
jauh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai atau menyimpang
dari pedoman yang ditetapkan atau untuk mengetahui tingkat
kesenjangan (diskrepansi) antara keadaan yang telah dicapai dengan
keadaan yang dikehendaki atau seharusnya dapat dicapai sehingga
dengan demikian akan dapat diketahui tingkat efektivitas dan efisiensi
kegiatan yang telah dilaksanakan.
Manfaat dari evaluasi adalah untuk menentukan tingkat perubahan
perilaku petani, untuk perbaikan program, sarana, prosedur,
pengorganisasian dan pelaksanaan penyuluhan pertanian serta untuk
penyempurnaan kebijakan penyuluhan pertanian.

3. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai suatu keadaan, gejala,
peristiwa, atau kegiatan-kegiatan tertentu, dengan menggunakan
landasan-landasan tertentu. Karena itu, Mardikanto (1993) menjelaskan
bahwa kegiatan evaluasi harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi
sebagai berikut.
Kegiatan Evaluasi harus merupakan bagian integral yang tak
terpisahkan dari kegiatan perencanaan program. Artinya tujuan evaluasi
harus selaras dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah dinyatakan
dalam perencanaan programnya. Setiap evaluasi harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut.

14
a. Objektif, artinya selalu berdasarkan pada fakta. Menggunakan
pedoman tertentu yang telah dibakukan. Menggunakan metode
pengumpulan data yang tepat dan teliti.
b. Menggunakan alat ukur yang tepat (valid dan sahih) serta dapat
dipercaya (teliti dan reliabel).
c. Setiap evaluasi harus menggunakan alat ukur yang berbeda untuk
mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula. Contohnya adalah
perumusan daftar pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan harus
dibedakan dengan yang digunakan untuk mengetahui sikap dan
pengukuran keterampilan tidak cukup dengan menggunakan daftar
pertanyaan saja.
Evaluasi harus dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut.
a. Data kuantitatif, agar dengan jelas dapat diketahui tingkat
pencapaian tujuan dan tingkat penyimpangan pelaksanaannya.
b. Uraian kualitatif, agar dapat diketahui faktor-faktor penentu
keberhasilan, penyebab kegagalan, dan faktor penunjang serta
penghambat keberhasilan tujuan program yang direncanakan.
c. Evaluasi harus efektif dan efisien, artinya evaluasi harus
menghasilkan temuan-temuan yang dapat dipakai untuk
meningkatkan efektifitas (tercapainya tujuan) program. Evaluasi
harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdayanya sehingga
tidak terjebak pada kegiatan-kegiatan yang terlalu rinci tetapi tidak
banyak manfaatnya bagi tercapainya tujuan, melainkan harus
dipusatkan kepada kegiatan-kegiatan yang strategis (memiliki
dampak yang luas dan besar bagi tercapainya tujuan program).

4. Jenis-Jenis Evaluasi
Menurut Mardikanto (2013) terdapat beberapa jenis evaluasi dalam
kegiatan penyuluhan pertanian, yaitu Evaluasi Formatif dan Evaluasi
Sumatif, on-going evaluation dan ex-post evaluation, evaluasi internal
dan eksternal, evaluasi internal dan eksternal, evaluasi teknis dan

15
ekonomi, evaluasi program, pemantauan dan evaluasi dampak program,
serta pendekatan sistem dalam evaluasi.
a. Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif
Taylor (1976) dalam Mardikanto (2013) mengemukakan bahwa
evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan terhadap
program atau kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau
kegiatan itu sendiri dilaksanakan. Evaluasi sumatif merupakan
kegiatan evaluasi yang dilakukan setelah program selesai
dilaksanakan.

b. On- Going Evaluation dan Ex-Post Evaluation


On-going evaluation adalah evaluasi yang dilaksanakan pada
saat program atau kegiatan itu masih/sedang dilaksanakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan pelaksanaan kegiatan
dibanding program atau rencana yang telah ditetapkan, sekaligus
segera merumuskan langkah-langkah pengamanan untuk
mengantisipasinya. Ex-post evaluation yaitu evaluasi yang
dilaksanakan pada saat program atau kegiatan yang direncanakan
telah selesai dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa
jauh tujuan telah dicapai, dan seberapa jauh telah terjadi
penyimpangan didalam pelaksanaannya (Mardikanto. 2013).

c. Evaluasi Internal dan Eksternal


Dalam evaluasi intern, evaluasi dilakukan oleh orang-orang
atau aparat yang terlibat langsung dengan program yang
bersangkutan (administrator program, penanggungjawab program,
pelaksana program) atau yang terdapat di dalam suatu organisasi
pemilik/pelaksana program, yang memang memiliki fungsi atau
tugas untuk melakukan evaluasi dalam organisasi
pemilik/pelaksana program tersebut (aparat inspektorat, aparat
biro/bagian pengawasan, aparat pemantauan dan evaluasi).
Evaluasi ekstern adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar

16
(di luar organisasi pemilik/pelaksana program). Inisiatif
dilakukannya evaluasi dapat muncul dari pihak luar atau justru
diminta oleh pemilik/pelaksana program yang bersangkutan
(Mardikanto. 2013).

d. Evaluasi Teknis dan Ekonomi


Evaluasi teknis (fisik) adalah kegiatan evaluasi yang sasaran dan
ukurannya menggunakan ukuran-ukuran teknis (fisik), seperti
seberapa jauh volume kegiatan telah dapat diselesaikan, seberapa
jauh persyaratan teknis telah ditepati, berapa jumlah orang yang
terlibat/terjangkau oleh program yang dilaksanakan, dan lain-lain
Evaluasi ekonomi (keuangan) merupakan kegiatan evaluasi yang
sasarannya adalah pengelolaan keuangan dan menggunakan ukuran-
ukuran ekonomi, seperti seberapa jauh administrasi keuangan telah
dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, berapa persen
realisasi pengeluaran yang telah dilaksanakan, dan lain-lain
(Mardikanto, 2013)

e. Evaluasi Program, Pemantauan dan Evaluasi Dampak Program


Rossi, dkk (1979) dalam Mardikanto (2013) mengenalkan tiga
tipe evaluasi yaitu dengan membedakan kegiatan evaluasi dalam
evaluasi terhadap program, pemantauan atau monitoring, dan
evaluasi terhadap dampak program.
1) Evaluasi Program
Evaluasi program adalah evaluasi yang dilakukan untuk
mengkaji kembali draft/usulan program yang sudah
dirumuskan sebelum program itu dilaksanakan. Tujuannya
untuk mengkaji kembali keterandalan program dan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan pedoman-
pedoman /patokan-patokan yang diberikan (Mardikanto.
2013). Evaluasi program biasanya dilakukan untuk

17
kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka
menentukan kebijakan selanjutnya.

2) Pemantauan Program
Pemantauan program diartikan sebagai proses
pengumpulan informasi (data, fakta) dan pengambilan
keputusan-keputusan yang terjadi selama proses pelaksanaan
program, dengan maksud untuk menghindari terjadinya
keadaan-keadaan kritis yang akan mengganggu pelaksanaan
program, sehingga program tersebut tetap dapat dilaksanakan
seperti yang direncanakan demi tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan (Cernea dan epping. 1977 dalam Mardikanto.
2013).
Pemantauan program juga menelaah seberapa jauh
kegiatan pelayanan dan penyaluran sarana yang diperlukan dan
seberapa jauh pelaksanaan program dapat memberikan
kepuasan kepada sasarannya. Karena itu, melalui pemantauan
akan diketahui kendala-kendala yang ditemui, serta
sumberdaya yang dibutuhkan selama pelaksanaan program.
(Mardikanto. 2013)

3) Evaluasi Dampak Program


Evaluasi dampak diarahkan untuk mengevaluasi dampak
dari program kegiatan yang telah dilaksanakan berdasarkan
tujuan program yang telah direncanakan sebelumnya. Karena
itu, Rossi, dkk (1979) dalam Mardikanto (2013)
mengingatkan agar tujuan program yang direncanakan jelas
dan mudah diukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan
program yang bersangkutan, serta semua kegiatan harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga tidak
menimbulkan pertanyaan yang dapat mempengaruhi
keberhasilan program.

18
19

Anda mungkin juga menyukai