Saya datang di Kota palu ini sejak tahun 1979 dengan tujuan untuk
yang dikenal, walaupun pada saat itu betstatus sebagai sawasta atau cabang dari
Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Kota Palu belum seperti apa yang yang ada
saat ini yang andai tidak terti,mpah musibah 3 tahun lalu, pasti kemajuannya semakin
Indonesia.
Pada waktu itu kondisi Pantai yang dikenal dengan sebutan Pantai Talise
(yang sekarang ini berada di Kelurahan Besusu), belum seperti yang ada sekarang
atau sebelum terjadi musibah 3 tahun silam, penjual makanan dan minuman boleh
dibilang belum ada sama sekali. Yang ada adalah jualan-jualan yang ada di sekitar
Rumah Sakit Undata (bagian belakang) belum ada akses jalan yang sangat dekat
dengan pesisir pantai sebagaimana yang terlihat saat ini. Ada yang menjual makanan
dan minuman tetapi dalam bentuk yang berpindah-pindah (gerobak jalan), sehingga
konsuen juga belum ada. Yang cukup dikenal tempat muda-mudi pada waktu itu
adalah pantai yang ada di Bumi Bahari, depan kapus Untad Lama yang di pantainya
ada rumah-rumah untuk tempat santai, duduk sambil memesan pisang goreng (jajanan
yang paling terkenal pada saat itu). Itupun hanya di siang hari hingga petang, tidak
ada pada malam hari, karena kondisi Penerangan (PLN) pada waktu itu boleh dikata
Demikian juga untuk pantai besusu ini pada waktu itu sama sekali tidak
banyak dikenal oleh kalangan warga masyarakat sebagai sebuah tempat rekreasi
kuliner yangfmenatap dan bisa dikunjungi setiap waktu. Kios-kios yang berjualan
bersebelahan dengan Rumah Sakit Undata, sehingga para penjaga pasien jika hendak
membeli makanan dan minuman, mereka tidak jauh-jauh, cukup ke belakang melalui
pintu samping rumah sakit undata sudah sampai. Bahkan ada pula warga dari pesisir
pantai besusu ini yang masuk ke rumah sakit menjajakan berbagai jenis makanan dan
miknuman pada pagi hari, seperti nasi kuning, pisang goreng, bubur ayam dan
lainnya.
khususnya pada malam hari, maka dari tahun ke tahun posisi pantai besusu ini
yang benar-benar berada di pesisir pantai. Dari situlah awal mulanya penduduk yang
jenis jajanan mulai bermunculan. Sebelah selatan dan Sebelah Timur bundaran
Patung kuda semakin banyak para pelaku usaha ektor informal, sehingga pada malam
hari, khususnya pada malam minggu sangat kelihatan bagaimana banyaknya para
informal di pantai ini adalah warga bugis dari Sulawesi Selatan yang kebetulan
usaha cukup dekat, dan Ketika mereka selesai menjual, mereka menyimpan alat-
alatnya seperti kursi, meja, alat-alat masak dan gorengan, hal itu dilakukan karena
pantai besusu saat itu tidak pernah sepi. Ketika para penggiat sektor informal sudah
pulang karena sudah larut, lalu datang para nelayan yang memancing ikan di tengah
malam, sehingga semua barang-barang yang tersimpan di pantai tersebut tetap aman.
Dari tahun ke tahun aktivitas sektor informal di Pantai Besusu ini semakin
berkembang, terlebih dengan adanya Hotel Palu Golden yang dulunya dikenal dengan
hotel Palu Beach yang dibangun pada tahun 1990 menambah semaraknya suasana di
menikmati jajanan, tetapi ada pula yang dating ke sana untuk mencari mangsa di
menghibur para pengunjungnya. Bisa hanya dengan mendengar lagunya bisa juga
dengan Karaoke sembari mencicipi makanan dan minuyman kesukaan (yang paling
populer adalah Sarabba). Karena perkembanga tersebut dianggap menggangu
ketenteraman para pasien yang sementara dirawat di rumah sakit Undata dengan
pemerintah pernah melarang aktivitas itu untuk dilanjutkan dan hanya bisa hingga
pukul 22.00 malam. Akan tetapi hal itu tidak bisa ditanggulangi, karena namanya
pekerjaan dan mendapatkan hasil (uang), lagi pula konsumen atau pengunjungnya
juga semakin larut semakin ramai, maka kebisingan tersebut sulit diatasi, sehingga
pemerintah menempuh jalan lain dengan cara memindahkan lokasi rumah sakit
terbesar di Propinsi ini ke Kelurahan Tondo, yang saat ini berdiri dengan megah di
Kota Palu dan siap melayani vasiennya satu kali duapuluh empat jam.
Kemajun yang diperlihatkan oleh pemerintah Kota Palu dari Wali kota yang
hanya Palu Golden tetapi ada hotel lain juga serta meramaikan keindahan pinggir
pantai. Jembatan Aikon Kota Palu yang dikenal dengan jembatan kuning juga ikut
menjadi pertanda bahwa Kota Palu semakin maju dan berkembang dan semakin
memuaskan warganya. Tidak heran jika ada acara-acar besar yang dilaksanakan di
Kota Palu, entah itu acara Kota Palu atau acara Propinsi, hotel-hotel yang berada di
pinggir pantai selalu penuh karena viu atau pemandangannya yang sangat menarik.
yang hingga kini masih terlihat, setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami yang
menimpah kota palu, hanya dalam hitungan detik, semuanya hancur seketika. Tidak
terkecuali para penggiat sektor informal yang sementara lagi siap-siap untuk
menghidangkan dagangan atau makanan dan minuman bagi para pelanggannya, dan
karena itu pula beberapa diantara mereka juga ikut hilang bersama peralatan jualan
atau tidak sempat menyelamatkan diri karena tidak menyangka bahwa hanya gempa
tetapi tidak ada tsunami. Ternyata gelombang tsunami justru jauh lebih dahsyat.
Ombak setinggi puluhan meter menyambar semua pesisir pesisir pantai yang ada di
Teluk Palu dan akibatnya dirasakan hingga warga yang berada di daratan. (Informasi
ini penulis peroleh dari seorang Alumni Untad yang tidak mau ditulis namanya,
bukan asli Palu tetapi banyak tahu perkembangan Kota Palu termasuk perkembangan
pesirir pantai Talise atau Pantai Besusu yang merupaka salah satu tempat hiburan