Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Sekilas tentang Pantai Besusu.

Saya datang di Kota palu ini sejak tahun 1979 dengan tujuan untuk

melanjutkan pendidikan (kuliah di untad) sebagai salah satunya perguruan tinggi

yang dikenal, walaupun pada saat itu betstatus sebagai sawasta atau cabang dari

Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Kota Palu belum seperti apa yang yang ada

saat ini yang andai tidak terti,mpah musibah 3 tahun lalu, pasti kemajuannya semakin

menarik, semakin maju dan berkembang sebagaimana Kota-Kota di Wilayah Timur

Indonesia.

Pada waktu itu kondisi Pantai yang dikenal dengan sebutan Pantai Talise

(yang sekarang ini berada di Kelurahan Besusu), belum seperti yang ada sekarang

atau sebelum terjadi musibah 3 tahun silam, penjual makanan dan minuman boleh

dibilang belum ada sama sekali. Yang ada adalah jualan-jualan yang ada di sekitar

Rumah Sakit Undata (bagian belakang) belum ada akses jalan yang sangat dekat

dengan pesisir pantai sebagaimana yang terlihat saat ini. Ada yang menjual makanan

dan minuman tetapi dalam bentuk yang berpindah-pindah (gerobak jalan), sehingga

konsuen juga belum ada. Yang cukup dikenal tempat muda-mudi pada waktu itu

adalah pantai yang ada di Bumi Bahari, depan kapus Untad Lama yang di pantainya

ada rumah-rumah untuk tempat santai, duduk sambil memesan pisang goreng (jajanan

yang paling terkenal pada saat itu). Itupun hanya di siang hari hingga petang, tidak
ada pada malam hari, karena kondisi Penerangan (PLN) pada waktu itu boleh dikata

masih morat marit.

Demikian juga untuk pantai besusu ini pada waktu itu sama sekali tidak

banyak dikenal oleh kalangan warga masyarakat sebagai sebuah tempat rekreasi

kuliner yangfmenatap dan bisa dikunjungi setiap waktu. Kios-kios yang berjualan

sembako serta rumah-rumah pondok, memang sudah ada karena kebetulan

bersebelahan dengan Rumah Sakit Undata, sehingga para penjaga pasien jika hendak

membeli makanan dan minuman, mereka tidak jauh-jauh, cukup ke belakang melalui

pintu samping rumah sakit undata sudah sampai. Bahkan ada pula warga dari pesisir

pantai besusu ini yang masuk ke rumah sakit menjajakan berbagai jenis makanan dan

miknuman pada pagi hari, seperti nasi kuning, pisang goreng, bubur ayam dan

lainnya.

Akibat perkembangan penduduk dan membutuhkan berbagai tempat hiburan,

khususnya pada malam hari, maka dari tahun ke tahun posisi pantai besusu ini

mendapat perhatian dari pemerintah dengan membangun infrastrukur berupa jalan

yang benar-benar berada di pesisir pantai. Dari situlah awal mulanya penduduk yang

memiliki keinginan untuk membangun usaha kecil-kecilan dengan menjual berbagai

jenis jajanan mulai bermunculan. Sebelah selatan dan Sebelah Timur bundaran

Patung kuda semakin banyak para pelaku usaha ektor informal, sehingga pada malam

hari, khususnya pada malam minggu sangat kelihatan bagaimana banyaknya para

pengyunjung. Ada yang sekedar berjalan-jalan sembari duduk-duduk di tepi pantai,


ada juga yang sembari duduk dan mencicipi jajanan berupa the manis, kopis susu,

sarabba dengan makanan pisang goreng, jagung bakar dan seterusnya.

Informasi yang penulis peroleh bahwa mereka yang menekuni aktivitas

informal di pantai ini adalah warga bugis dari Sulawesi Selatan yang kebetulan

banyak berdimisili di Kelurahan Besusus, sehingga akses mereka menuju ke tempat

usaha cukup dekat, dan Ketika mereka selesai menjual, mereka menyimpan alat-

alatnya seperti kursi, meja, alat-alat masak dan gorengan, hal itu dilakukan karena

pantai besusu saat itu tidak pernah sepi. Ketika para penggiat sektor informal sudah

pulang karena sudah larut, lalu datang para nelayan yang memancing ikan di tengah

malam, sehingga semua barang-barang yang tersimpan di pantai tersebut tetap aman.

Dari tahun ke tahun aktivitas sektor informal di Pantai Besusu ini semakin

berkembang, terlebih dengan adanya Hotel Palu Golden yang dulunya dikenal dengan

hotel Palu Beach yang dibangun pada tahun 1990 menambah semaraknya suasana di

pantai besusu tersebut. Pengunjungmu semakin bertambah tidak hanya sekedera

menikmati jajanan, tetapi ada pula yang dating ke sana untuk mencari mangsa di

malam hari, karena di sekitar itu ada pondok-pondok remang-remang yang

menjajakan barang haram (WTS) yang tidak terlokalisasi.

Dalam perkembangan selanjutnya pantai besusu ini semakin laju

perkembangnnya dengan hadirnya musik-musik terutama musik dangdut untuk

menghibur para pengunjungnya. Bisa hanya dengan mendengar lagunya bisa juga

dengan Karaoke sembari mencicipi makanan dan minuyman kesukaan (yang paling
populer adalah Sarabba). Karena perkembanga tersebut dianggap menggangu

ketenteraman para pasien yang sementara dirawat di rumah sakit Undata dengan

musik-musik yang suaranya terdengar sampai ke ruangan-ruangan vasien, maka

pemerintah pernah melarang aktivitas itu untuk dilanjutkan dan hanya bisa hingga

pukul 22.00 malam. Akan tetapi hal itu tidak bisa ditanggulangi, karena namanya

pekerjaan dan mendapatkan hasil (uang), lagi pula konsumen atau pengunjungnya

juga semakin larut semakin ramai, maka kebisingan tersebut sulit diatasi, sehingga

pemerintah menempuh jalan lain dengan cara memindahkan lokasi rumah sakit

terbesar di Propinsi ini ke Kelurahan Tondo, yang saat ini berdiri dengan megah di

Kota Palu dan siap melayani vasiennya satu kali duapuluh empat jam.

Kemajun yang diperlihatkan oleh pemerintah Kota Palu dari Wali kota yang

satu ke wali kota berikutnya semakin menggembirakan, hotel-hotel berbintang bukan

hanya Palu Golden tetapi ada hotel lain juga serta meramaikan keindahan pinggir

pantai. Jembatan Aikon Kota Palu yang dikenal dengan jembatan kuning juga ikut

menjadi pertanda bahwa Kota Palu semakin maju dan berkembang dan semakin

memuaskan warganya. Tidak heran jika ada acara-acar besar yang dilaksanakan di

Kota Palu, entah itu acara Kota Palu atau acara Propinsi, hotel-hotel yang berada di

pinggir pantai selalu penuh karena viu atau pemandangannya yang sangat menarik.

Namun semua itu tiba-tiba lenyap seketika dan meninggalkan puing-puing

yang hingga kini masih terlihat, setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami yang

menimpah kota palu, hanya dalam hitungan detik, semuanya hancur seketika. Tidak
terkecuali para penggiat sektor informal yang sementara lagi siap-siap untuk

menghidangkan dagangan atau makanan dan minuman bagi para pelanggannya, dan

karena itu pula beberapa diantara mereka juga ikut hilang bersama peralatan jualan

atau tidak sempat menyelamatkan diri karena tidak menyangka bahwa hanya gempa

tetapi tidak ada tsunami. Ternyata gelombang tsunami justru jauh lebih dahsyat.

Ombak setinggi puluhan meter menyambar semua pesisir pesisir pantai yang ada di

Teluk Palu dan akibatnya dirasakan hingga warga yang berada di daratan. (Informasi

ini penulis peroleh dari seorang Alumni Untad yang tidak mau ditulis namanya,

bukan asli Palu tetapi banyak tahu perkembangan Kota Palu termasuk perkembangan

pesirir pantai Talise atau Pantai Besusu yang merupaka salah satu tempat hiburan

atau nongkrong bagi muda-muda, khususnya muda-mudi kelas menegah ke bawah).

Anda mungkin juga menyukai