Anda di halaman 1dari 22

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
BAB II
TINJAUAN TEORI

Tinjauan teori akan membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian
ini yaitu yang membahas mengenai perkembangan sentra industri dan persepsi masyarakat,
dan industri jamu. Berikut merupakan penjelasan dari teori-teori terkait dengan penelitian ini:
2.1 Persepsi Masyarakat
2.1.1 Definisi Persepsi Masyarakat
Ada beberapa pengertian persepsi, menurut Dali (1982), menyatakan bahwa persepsi
merupakan proses pengamatan yang dilakukan seseorang terhadap lingkungan disekitarnya
dengan menggunakan indra yang dimilikinya sehingga menjadi tahu akan segala sesuatu yang
terjadi di lingkungannya. Sedangkan menurut Robert (2012), persepsi adalah kegiatan
menafsirkan dan menganalisis hasil rangsang yang di bawa oleh organ indra terhadap apa
yang di rasakannya. Dari kedua pendapat dapat disumpulkan bahwa persepsi adalah hasil
pengamatan seseorang melalui panca indera yang dimilikinya untuk mengetahui beberapa hal
atau peristiwa pada objek.
Sedangkan menurut Walgito (1990), persepsi adalah suatu kesan yang dapat ditangkap
melalui proses integrasi aktivitas pada seseorang berupa penginderaan, pengorganisasian, dan
penginterpretasian terhadap obyek tertentu. Hal ini senada dengan pendapat Rakhmat (2007),
menyatakan persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Kedua pendapat
tersebut tidak saling bertentangan dengan pendapat sebelumnya, namun justru menhadirkan
proses terjadinya persepsi berupa penyerapan oleh panca indera seseorang dan dilanjutkan
proses organisir, lalu dilakukan proses penafsiran untuk memberi pemaknaan namun dari
kesemua tahapan tersebut merupakan satu kesatuan integrasi proses persepsi seseorang.
Definisi persepsi juga dikemukakan oleh Robbin (2003), yang mendeskripsikan bahwa
persepsi merupakan sebuah rangkaian yang tidak terpisah dalam memahami suatu peristiwa
atau obyek tertentu melalui proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan
kesan indera mereka dilanjutkan dengan proses evaluasi untuk memberi makna kepada
lingkungan mereka sehingga individu tersebut memperoleh makna dari setiap kejadian yang
ada.Pendapat Robbins ini melengkapi pendapat-pendapat sebelumnya, yaitu adanya
penambahan evaluasi sehingga timbul adanya kesan penilaian.
Menurut Linton dalam Soekanto (2006), masyarakat merupakan setiap kelompok
manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur
diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas
12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang dirumuskan dengan jelas sedangkan pengertian masyarakat menurut Soemardjan dalam
Soekanto (2006), adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan
dan mempunyai kesamaan wilayah, identitas, kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan
yang diikat oleh kesamaan atau dengan kata lain merupakan sekumpulan individu yang hidup
bersama untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat.
Menurut peneliti definisi persepsi dari Dali, Robbert, Walgito, Rahmat, dan Robbin
tersebut di atas tidak saling bertentangan satu sama lain. Justru dari ketiga pendapat tersebut
terdapat beberapa kesamaan, diantaranya :
1. Bahwa persepsi merupakan suatu kesan atau gambaran dari suatu obyek di luar
atau di lingkungan sekitar diri individu.
2. Bahwa proses terjadinya persepsi dilakukan menggunakan panca indra yang
dimilikinya.
Sedangkan pendapat tersebut bila dilihat dari sisi perbedaannya, meliputi :
1. Walgito menjelaskan lebih detail terkait tahapan yang terjadi dari persepsi, yaitu
melalui tahap penyerapan kemudian diorganisir, diinterprestasi sehingga
memperoleh makna (arti). Sedangkan proses terjadinya persepsi merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahka.
2. Pendapat Robbin lebih melengkapi dengan satu tahapan setelah terjadi proses
penyerapan, diorganisir dan interprestasi kemudian terakhir dievaluasi.
Berdasarkan bahasan tersebut, persepsi merupakan tanggapan gambaran atau kesan
tentang suatu objek yang terjadi di lingkungan sekitarnya yang diperoleh oleh individu
melalui panca indera, kemudian diorganisasi, diinterpretasi, dan dievaluasi, sehingga
memperolah makna tentang suatu obyek untuk dijadikan suatu refrensi dalam bersikap,
berpendapat, maupun bertindak. Terkait peneitian ini persepsi masyarakat lebih diarahkan
kepada persepsi dari pelaku industri jamu yang berada di desa Nguter sebagai penerima
manfaat program dan kebijakan pemerintah terkait upaya pengembangan sentra industri jamu
Nguter terhadap pengaruhnya pada perkembangan industrinya.
Menurut Rahmat (2007), indikator-indikator persepsi terdapat tiga macam, yaitu :
a. Penerimaan.
Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi dalam tahap fisiologis,
dengan berfungsinya indera yang dimiliki untuk menangkap rangsang dari luar.
b. Mengerti atau memahami,
yaitu hasil proses klasifikasi dan organisasi. Tahap ini terjadi dalam proses psikis.
Hasil analisis berupa pengertian atau pemahaman. Pengertian atau pemahaman
tersebut juga bersifat subjektif, berbeda -beda bagi setiap individu.
13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Evaluasi
Proses pemberian makna berupa penilaian terhadap rangsang-rangsang dari luar yang
telah ditangkap indera, kemudian dievaluasi oleh individu. Sifat dari evaluasi ini
subjektif karena pada dasarnya setiap orang memiliki cara pandangnya sendiri.
Menurut Dali (1982), indikator persepsi ada dua macam, yaitu:
a. Menyerap,
yaitu stimulus yang berada di luar individu diserap melalui indera, masuk ke dalam
otak, mendapat tempat. Di situ terjadi proses analisis, diklasifikasi dan diorganisir
dengan pengalaman – pengalaman individu yang dimiliki sebelumnya. Karena itu
bersifat individual berbeda satu sama lain meskipun stimulus yang diserap sama.
b. Mengerti atau memahami,
yaitu indikator adanya persepsi sebagai hasil proses klasifikasi dan organisasi. Tahap
ini terjadi dalam proses psikis. Hasil analisis berupa pengertian atau pemahaman.
Pengertian atau pemahaman tersebut juga bersifat subjektif, berbeda setiap individu.
Menurut Robert (2012), persepsi memiliki indikator - indikator sebagai berikut:
a. Penerimaan.
Proses penerimaan atau penangkapan rangsang yang terjadi dari luar, hal ini
merupakan indikator terjadinya persepsi dalam tahap fisiologis.
b. Mengerti atau memahami,
Proses klasifikasi dan organisasi. Tahap ini terjadi dalam proses psikis. Hasil analisis
berupa pengertian atau pemahaman. Hal ini bersifat subjektif, berbeda - beda bagi
pemahaman setiap individu terhadap satu obyek atau peristiwa yang sama.
Menurut Walgito (1990), persepsi memiliki indikator - indikator sebagai berikut:
a. Penyerapan rangsang terhadap objek
Rangsang tersebut diserap atau diterima oleh panca indera. Dari hasil penyerapan atau
penerimaan tersebut akan mendapatkan gambaran atau kesan di dalam otak.
b. Pengertian atau pemahaman
Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan di dalam otak, maka gambaran
tersebut diorganisir, diklasifikasikan, dibandingkan, diinterpretasi, sehingga terbentuk
pengertian atau pemahaman.
Menurut Robin (2003), persepsi memiliki indikator - indikator sebagai berikut:
a. Penyerapan terhadap rangsang atau objek dari luar individu.
Berupa proses penerimaan rangsang oleh panca indera terhadap obyek atau peristiwa
tertentu, hasil dari proses tersebut berupa tanggapan atau pesan. Kualitas pesan yang
ditangkap begitu tergantung pada rangsang, normalitas alat indera dan waktu.
14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Pengertian atau pemahaman
Setelah terjadi gambaran atau kesan di dalam otak, maka gambaran tersebut
diorganisir, diklasifikasikan, diinterpretasi, sehingga terbentuk sebuah pemahaman.
Pemahaman yang terbentuk tergantung juga pada pengalaman individu sebelumnya.
c. Penilaian atau evaluasi
Setelah proses tersebut individu membandingkan pemahaman yang baru diperoleh
tersebut dengan norma atau latar belakang yang dimiliki individu secara subjektif.
Penilaian individu berbeda - beda meskipun objeknya sama.
Dari kelima pendapat tersebut, yaitu Dali, Rahmat, Robbin, Robert dan Walgito,
ternyata variabel persepsi dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 2 .1 Variabel Persepsi


Robbin, 2003 Robert, 2012 Walgito, 1990 Dali,1982 Rahmat, 2007 Variabel Terpilih
Penerimaan/ Penerimaan Penyerapan Menyerap Penerimaan/ Menyerap
Penyerapan Penyerapan
Pengertian/ Mengerti / Pengertian/ Mengerti/ Pengertian/ Mengerti/
Pemahaman Memahami Pemahaman Memahami Pemahaman Memahami
Evaluasi Evaluasi Evaluasi/ Menilai
Sumber: Robbin, 2003; Robert, 2012; Walgito, 1990; Dali, 1982; Rahmat, 2007; Analisis Peneliti, 2018

Setelah membandingkan kelima pendapat tersebut, peneliti sependapat dengan Robbin


dan Rahmat bahwa indikator persepsi ada tiga butir, yaitu menyerap, mengerti dan menilai
(evaluasi). Alasan peneliti memilih variabel tersebut yaitu lebih lengkap dan memadahi
pendapat keseluruhan dari teori yang ada. Namun dalam pelaksanaannya dari ketiga variabel
persepsi yang digunakan untuk pengembangan instrumen persepsi masyarakat terhadap suatu
program pengembangan sentra industri jamu hanya menggunakan aspek penilaian saja.
Penilaian menggunakan persepsi masyarakat ini penting dilakukan karena pada dasarnya
masyarakat memiliki fungsi sebagai makhluk sosial, artinya dalam menjalani
keberlangsungan hidupnya tentu akan berinteraksi dengan lingkungannya, dengan demikian
masyarakat akan merasakan gejala atau fenomena yang datang dari lingkungan sekitarnya.
Dalam menindaklanjuti setiap gejala yang diterimanya tiap kali masyarakat akan
memberikan tanggapan atas kejadian itu. Salah satu bentuk dari tanggapan itu adalah berupa
proses penilaian terhadap fenomena yang ada. Proses penilaian tersebut dinamakan dengan
persepsi. Persepsi timbul karena diawali dengan adanya obyek peristiwa atau situasi yang
hadir, kemudian situasi yang hadir tersebut di registrasi atau diterima oleh panca indera yang
diinterpretasikan kemudian akan menimbulkan umpan balik berupa sebuah penilaian
seseorang. Sehingga aspek penilaian akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui
persepsi masyarakat di Desa Nguter terhadap program pengembangan sentra industri jamu.
15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.2 Kebijakan dan Program Terkait Pengembangan Klaster
2.2.1 Definisi Kebijakan dan Program
Menurut Friedrich dalam Winarno (2005), mengatakan kebijakan adalah suatu arah
tindakan yang dilakukan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu
untuk mengatasi hambatan-hambatan serta dalam mencapai tujuan. Sedangkan pengertian
program menurut Jones dalam Cakrawijaya (2013), merupakan rangkaian kegiatan yang
saling berkaitan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Melalui program
maka diharapkan segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk
dioperasionalkan. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan lebih
bersifat makro sedangkan program lebih mikro karena berisi rangkaian kegiatan teknis namun
keduanya sama-sama bertujuan untuk mencapai sasaran tertentu.

2.2.2 Definisi Kebijakan dan Program terkait Pengembangan Klaster


Pola pendekatan klaster merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk memajukan
industri skala kecil dengan mengoptimalkan pembangunan melalui konsep keterkaitan antar
aktivitas ekonomi dalam mencapai keunggulan kompetitifnya dalam cakupan wilayah
regional atau fungsional ekonomi tertentu. Pendekatan klaster industri dimulai sejak Perpres
No 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Kuatnya dorongan dari pemerintah
pusat memotivasi pemerintah daerah untuk mengembangankan klaster industri di daerah.
Termasuk dalam hal ini pemerintah Kabupaten Sukoharjo untuk berupaya mendorong
klaster industri agar berdaya saing tinggi. Kadin dalam visi 2030 dan RoadMap industri
nasional merekomendasikan jamu sebagai klaster industri unggulan penggerak pencipta
lapangan kerja dan penurun angka kemiskinan dan atas dasar kearifan lokal dan potensi yang
dimiliki produk Jamu. Oleh karena itu pemerintah terus mengembangkan sentra industri jamu
di Nguter melalui kebijakan dan program pengembangan secara rutin dan berkesinambungan.

2.2.3 Kebijakan dan Program Pengembangan Sentra Industri Jamu Nguter


Perihal kebijakan dan program pengembangan sentra industri jamu Nguter, hal ini
tertuang dalam Roadmap Pengembangan Jamu (RPJ) tahun 2011–2025 sebagai acuan
membuat program teknis dalam pengembangan industri jamu di setiap daerah. Roadmap ini
berisi kebijakan jangka pendek hingga jangka panjang. Disetiap jangka waktu memiliki
prioritas pembangunan masing-masing. Kebijakan tersebut sifatnya masih makro akan
diturunkan ke tingkat daerah secara teknis dan operasional sesuai dengan kemampuan dan
potensi yang ada di daerah tersebut (RPJ tahun 2011-2025).
Selain itu dalam salah satu misi RPJPD Kab. Sukoharjo tahun 2005-2025 yaitu
optimalisasi ekonomi kerakyatan melalui pendekatan secara klaster pada industri kecil dan

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sesuai dengan RTRW Kab.Sukoharjo juga terdapat arahan peruntukan kawasan untuk industri
di desa Nguter. Kesemua kebijakan tersebut saling terkait dan diturunkan melalui program
teknis daerah. Institusi yang terkait dalam pengembangan sentra industri jamu di Desa Nguter
ini antara lain Kementerian Perindustrian RI, Kementerian Kesehatan RI, Disperindagkop dan
BPOM Jawa Tengah, dan Bapppeda Kabupaten Sukoharjo (RPJ tahun 2011-2025).
Dalam kaitannya dengan penelitian ini kebijakan dan program pengembangan sentra
industri Nguter mengacu pada roadmap pengembangan jamu tahun 2011–2025 dalam sasaran
jangka pendek (2011-2015) dan jangka menengah (2015-2020) untuk selanjutnya disesuaikan
dengan program teknis dari setiap instansi yang bersangkutan baik dalam program kerja,
rencana startegis, rencana kerja, dan lain sebagainya. Program yang dimaksud ialah program
yang berkaitan dengan pengembangan sentra industri jamu Nguter baik dari Kementerian
Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Disperindagkop provinsi dan daerah, BPOM Jateng
dan Bapppeda Kabupaten Sukoharjo dari tahun 2012 hingga tahun 2017.

2.3 Sentra Industri


2.3.1 Definisi Industri
Menurut BPS (2008), industri mempunyai dua pengertian, secara luas, industri mencakup
semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi bersifat produktif. Sedangkan secara sempit,
suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar sehingga
menjadi barang setengah jadi dan atau barang jadi. Disisi lain industri adalah kegiatan
ekonomi dengan memproses atau mengolah bahan-bahan atau barang dengan menggunakan
sarana dan peralatan, seperti mesin, untuk menghasilkan barang jadi atau jasa (Kartasapoetra
dalam Mertaningrum dkk, 2015). Sehingga dapat disimpulkan, industri adalah suatu kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah atau barang setengah jadi dengan menggunakan
sarana tertentu menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya.

2.3.2 Pengelompokan Industri


Untuk lebih memahami tentang industri maka perlu dilihat berdasarkan kategorinya atau
pengelompokkannya. Industri dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A. Berdasarkan Jenis dan Tempat Bahan Baku
a. Industri ekstraktif
Merupakan industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar. Contoh:
pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, dll.
b. Industri nonekstraktif
Merupakan industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.
Misalnya industri kayu lapis, industri kain.

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Industri fasilitatif
Merupakan industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada
para konsumennya. Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi (Anggoro, 2009).
B. Berdasarkan Tingkat Produktifitas
a. Industri primer
Merupakan industri yang barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa
diolah terlebih dahulu. Contoh: pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan.
b. Industri sekunder
Merupakan industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang
untuk diolah kembali. Contoh: pemintalan benang sutra, komponen elektronik.
c. Industri tersier
Merupakan industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contoh:
telekomunikasi, transportasi, dan lain sebagainya (Anggoro, 2009).
C. Berdasarkan Pemilihan Lokasi
a. Industri yang menitikberatkan pada pasar
Adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri
jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin
dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.
b. Industri yang menitikberatkan pada tenaga kerja
Adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya
jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja untuk lebih efektif dan efisien.
c. Industri yang menitikberatkan pada bahan baku
Adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk
memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar (Godam, 2006).
D. Berdasarkan Cara Pengorganisasian
a. Industri kecil
Industri bercirikan modal relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10
orang biasanya dari kalangan keluarga, produk sederhana, dan pemasarannya terbatas.
b. Industri menengah
Industri bercirikan modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas,
pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya regional.
c. Industri besar
Industri bercirikan modal besar, teknologi modern, organisasi teratur, jumlah tenaga
kerja 100 orang atau lebih dan terampil, pemasaran berskala nasional atau internasional.

18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
E. Berdasarkan Besaran Modal
a. Industri padat modal
Industri padat modal adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya
besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya.
b. Industri padat karya
Industri padat karya yaitu industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar
tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya (Godam, 2006).
F. Berdasarkan Asal Modal
a. Industri dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Industri yang memperoleh modal dari pemerintah atau pengusaha nasional
b. Industri dengan Penanaman Modal Asing (PMA)
Industri yang modalnya berasal dari penanaman modal asing.
c. Industri dengan modal patungan
Industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. (UU
Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal).
G. Berdasarkan Jenis Bidang
a. Industri kimia dasar
Contoh: industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb.
b. Industri mesin dan logam dasar
Contoh: industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dsb.
c. Industri kecil
Contoh: industri roti, makanan ringan, minyak goreng curah, dsb.
d. Aneka industri
Contoh: industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain (SK Menteri
Perindustrian No.19/M/I/1986).
H. Berdasarkan Skala Produksi
a. Industri dasar
Industri dasar meliputi kelompok industri mesin dan logam dasar (IMLD) berupa
industri mesin pertanian, elektronika kereta api, dll dan kelompok industri kimia dasar
(IKD) berupa industri pengolahan kayu, industri pupuk, industri semen, dan sebagainya.
b. Industri kecil
Industri kecil yang meliputi antara lain industri pangan (makanan, minuman, tembakau),
industri sandang dan kulit (tekstil, pakaian jadi), industri kimia (industri kertas,
percetakan, penerbitan), industri logam (mesin-mesin listrik, dan sebagainya).

19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Industri hilir
Merupakan industri yang mengolah sumber daya hutan, industri yang mengolah hasil
pertambangan, industri yang mengolah hasil pertanian secara luas, dan lain-lain
(Arsyad, 2010).
I. Berdasarkan Eksistensi Dinamis
a. Industri lokal
Pada umumnya industri ini bergantung pada pasar setempat. Skala usaha sangat kecil
sehingga lebih bersifat subsistem. Pemasarannya juga terbatas karena menggunakan
sarana transportasi sederhana dan sering ditangani sendiri.
b. Industri Sentra
Pada umumnya industri ini berciri skala usahanya kecil tetapi industri ini mengelompok
pada satu kawasan tertentu. Pada umumnya memproduksi barang yang sejenis. Dalam
aspek pemasarannya lebih luas sehingga peran pedagang perantara cukup penting.
c. Industri Mandiri
Industri ini tergolong industri kecil namun pembedanya adalah kemampuan dalam
mengadaptasi teknologi produksi yang lebih canggih. Dalam aspek pemasarannya tidak
tergantung pedagang perantara (Saleh dalam Khoirunnisa, 2012).
Berdasarkan beberapa kategori pengelompokan jenis industri diatas akan diketahui jenis
kelompok industri di sentra jamu Nguter melalui pengamatan di lokasi penelitian untuk dicari
informasi dan data terkait aktivitas dan keadaan industri di sentra jamu Nguter untuk
selanjutnya akan disesuaikan dengan teori pengelompokan tersebut, Sehingga akan diketahui
karakteristik industri jamu di desa Nguter termasuk dalam kategori industri tertentu.

2.3.3 Definisi Sentra Industri


Menurut Widodo, A. dkk. dalam BPPT (2003), menyatakan klaster industri memiliki
pengertian lebih luas dari sentra industri. Sentra industri lebih merupakan pengelompokkan
aktivitas bisnis yang serupa di suatu lokasi. Suatu sentra industri merupakan bagian integral
dari upaya pengembangan klaster industri (Taufik, 2003 dalam BPPT, 2003). Sedangkan
menurut Setiawan (2004), sentra adalah kesatuan fungsional secara fisik: lahan, geografis,
infrastruktur, kelembagaan dan sumberdaya manusia, yang berpotensi untuk berkembangnya
kegiatan ekonomi dari suatu produk. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
sentra industri adalah pusat kegiatan bisnis berupa kesatuan sosial dan geografis yang
menghasilkan barang serupa dan didukung dengan hubungan interaksi antar pelaku usaha.

20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.3.4 Karakteristik Sentra Industri
Menurut Handayani dan Softhani dalam Nurmandito (2011), karakteristik pokok dari
sentra industri dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tersedianya organisasi yang berjalan fungsional
Terdapat organisasi yang mewadahi kegiatan produksi hingga distribusi termasuk
pihak Pemerintah yang berperan mengeluarkan kebijakan publik
2. Jaringan kerja yang kuat (Networking)
Terdapat sebuah jaringan kerja, antar pengusaha, antar pedagang, maupun antar
konsumen dan Pemerintah.
3. Ketersediaan pasar
Terdapat ketersediaan pasar yang luas yang mengakomodir tiap-tiap industri dalam
mengembangkan strategi pemasarannya.
4. Kewirausahaan
Terdapat keahlian atau kemampuan mengembangkan inovasi-inovasi produksi dan
kemauan mengambil resiko demi kepentingan pengembangan usaha.
Selain itu menurut Tambunan (1999), terdapat beberapa karakteristik sentra industri yaitu :
1. Sejumlah pengusaha pada skala yang sama, membuat jenis produk yang sama atau
sejenis, berlokasi saling berdekatan di suatu wilayah, dan saling bekerja sama.
2. Terdapat fasilitas-fasilitas terutama dari pemerintah yang dapat digunakan
bersama oleh semua pengusaha di lokasi tersebut.
3. Suatu sentra mencerminkan keahlian yang seragam dari penduduk di wilayah
tersebut yang sudah dimiliki sejak lama, turun temurun.
4. Di dalam sentra terdapat pensuplai bahan baku, alat-alat produksi dan mesin, dan
komponen-komponen subkontraktor.

2.3.5 Kriteria Sentra Industri


Menurut Kementerian Perindustrian (2014), penetapan sentra industri dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten/ Kota dengan mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Berada di Kawasan Peruntukan Industri menurut RTRW Kabupaten/Kota,
2. Terdapat paling sedikit 5 IKM di dalam lokasi,
3. Ketersediaan lahan dan aksesibilitas yang baik
4. Dekat dengan sumber bahan baku,
5. Dekat dengan pemukiman pengusaha/tenaga kerja,
6. Memiliki potensi pasar dan permodalan,
7. Tersedia sumber daya listrik, energi, air dan sumber daya lainnya,

21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sedangkan dalam kriteria yang lain menurut (Schmitz dan Musyck,1993 dalam Suryono,
2012) klasifikasi sentra industri dapat diuraikan sebagai berikut
1. Sebagian besar merupakan usaha kecil yang beraktivitas pada bidang yang sama
atau menghasilkan produk dengan karakteristik tertentu,
2. Terjalinnya Kolaborasi antar pelaku usaha yang berdekatan dengan berbagi
peralatan, informasi, tenaga kerja terampil, dan lain sebagainya,
3. Perusahaan-perusahaan tersebut saling bersaing dengan lebih berdasarkan pada
kualitas produk daripada menurunkan ongkos produksi termasuk upah,
4. Pemilik usaha dan pekerja memiliki sejarah panjang pada lokasi tersebut. Ditandai
dengan hubungan baik antara pemilik usaha dan pekerja,
5. Terdapat wadah antar pelaku usaha yang diorganisir dengan baik dalam organisasi
mandiri serta di dukung oleh pemerintah setempat.
Dari kriteria penetapan sentra industri maka akan dilakukan pengamatan di lokasi
penelitian untuk mendapat data dan informasi akan aktivitas sentra untuk selanjutnya hasil
pengamatan di lapangan akan dikonfirmasi dengan teori terkait sehingga bisa diketahui bahwa
penetapan Desa Nguter sebagai sentra industri jamu telah memenuhi kriteria yang ada.
Namun di Desa Nguter juga disebut klaster industri jamu. Sebetulnya penyebutan antara
sentra dan klaster ini memiliki perbedaan makna atau justru memiliki kesamaan. Untuk itu
sebelumnya perlu diketahui teori tentang klaster industri.
2.4 Klaster Industri
2.4.1 Definisi Klaster Industri
Menurut Porter (1990) dalam Choirunnisa (2012), mendefinisikan klaster sebagai
sekumpulan perusahaan di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait
karena kebersamaan. Sedangkan menurut Taufi (2009), secara harfiah klaster sebagai
kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan obyek tertentu yang memiliki keserupaan
atau atas dasar karakteristik tertentu. Menurut Deperindag, klaster sebagai kelompok industri
dengan industri inti yang saling berhubungan secara intensif dengan industri pendukung.
Manfaat dari klaster industri adalah memudahkan terjadinya penghematan dari sisi
operasional industri. Lokasi pemasok yang saling berdekatan menghasilkan penghematan.
Menurut Marshall dalam Kuncoro (2000), klaster bisa membantu industri kecil untuk
meningkatkan daya saing, serta kemudahan modal, akses kepada supplier, serta terjadinya
transfer informasi dan teknologi serta kontribusinya terhadap ekonomi daerah dan
kesejahteraan penduduknya. Berikut merupakan peranan masing-masing sektor:

22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Peran pemerintah
Memberikan program untuk mendukung kegiatan antar sektor dan antar daerah,
sehingga permasalahan dalam pembinaan klaster dapat dihindari.
2. Peran unit-unit pemerintah daerah dan mitra.
Unit-unit dibawah pemerintah berfungsi membantu secara teknis untuk setiap
permasalahan yang ada dan mitra yang turut membantu berupa BUMN.
3. Peran usaha besar dan asosiasi
Usaha besar sebagai penggerak kegiatan ekonomi menengah dan kecil. Sedangkan
peran asosiasi sebagai wadah agar ukm memperoleh informasi
4. Peran lembaga pendidikan dan penelitian
Membantu dalam menentukan kualitas produk, manajerial, pemasaran,pengelolaan
keuangan dan lain-lain diantaranya perguruan tinggi, lab riset, balai kerja.
5. Peran lembaga keuangan.
Membantu dalam penyaluran dana agar merata. Diperlukan juga lembaga perbankan.
6. Peran LSM dan media
Unit-unit untuk melakukan advokasi. Untuk peran media melakukan kegiatan
promosi, pertukaran informasi antar anggota klaster dan pendukungnya.
Pola klaster industri menurut Markussen (1996) dalam Kuncoro (2002), dapat dibedakan
menjadi beberapa hal, diantaranya:
1. Distrik Industri Marshallian dan Varian
Mendeskripsikan sebuah wilayah dimana struktur bisnisnya kecil yang terdiri dari
perusahaan dan identitas budaya lokal yang kuat serta mempunyai keahlian.
2. Distrik Industri Hub dan Spoke
Merupakan sejumlah perusahaan inti sebagai jangkar ke perekonomian daerah dan
kegiatan terkait sehingga perusahaan kecil tergantung pada perusahaan besar.
3. Distrik Satelit
Struktur bisnisnya didominasi oleh perusahaan besar, perusahaan eksternal yang
membuat keputusan berinvestasi.
4. Distrik State-Anchored
Distrik ini ditentukan oleh campur tangan politik bukan perusahaan swasta. Peran
pemerintah lokal lemah dalam regulasi dan menyediakan bantuan.

23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.4.2 Klaster Industri Jamu
Klaster di Indonesia terdapat beberapa jenis, menurut Peraturan Presiden Nomor 28
Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, secara nasional klaster industri secara garis
besar dimasukan dalam 6 kategori yaitu klaster industri kreatif, klaster industri elektronik,
klaster industri alat angkut, klaster industri IKM tertentu, klaster industri manufaktur, dan
klaster industri agro. Sedangkan pada penelitian ini menurut dokumen Businness Plan yang
disusun oleh Bapppeda Kabupaten Sukoharjo, klaster industri jamu Nguter telah dimasukan
dalam klaster industri agro atau klaster pertanian terpadu.
Menurut Murdanoto (2000) dalam Kusnandar (2006), peningkatan nilai tambah pada
industri jamu dapat dilakukan melalui mutu dan pengolahan. Peningkatan mutu dan
pengolahan pada aspek produksi harus mengikuti ketetapan dari Permenkes RI No.007 tahun
2012 tentang registrasi obat tradisional dan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK. 03. 1. 23.
06.11.5629 tahun 2011 tentang persyaratan teknis cara pembuatan obat tradisional yang baik.
Kedua peraturan tersebut semakin memberi ciri khas dan pembeda terkait produksi industri
jamu harus memenuhi standar dari kedua regulasi tersebut.
Hal ini menandakan bahwa klaster jamu harus didesain untuk dapat memenuhi standar
yang ada sehingga mutu dan kualitas produk menjadi lebih baik. Industri jamu wajib
menerapkan standar CPOTB dalam seluruh aspek dan rangkaian pembuatan obat tradisional.
CPOTB merupakan sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses
dan sumber daya; tindakan sistematis sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. Berikut merupakan persyaratan dasar dari CPOTB tersebut:
Tabel 2.2 Standardisasi Sistem CPOTB

No Kategori Standar CPOTB


CPOTB
1. Bangunan  lokasi bangunan terhindar dari pencemaran dan tidak membuat
pencemaran
 menerapkan prinsip higiene dan sanitasi,
 Terhindar dari pengaruh cuaca serta hama, serta
 Pembagian fungsi ruangan atau konstruksi yang jelas
 penataan ruangan dan luas ruangan yang sesuai dengan kebutuhan dan
kapasitas produksi
 Ruangan produksi terpisah satu sama lain dengan tetap memerhatikan
prinsip sanitasi dan higiene
 Tersedianya jamban, tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun
dan alat pengering yang baik
 Tersedianya ruangan berupa dapur atau ruang makan untuk pekerja
 Penggunaan rotentisida dan pestisida yang sesuai aturan
2. Peralatan  Peralatan harus sesuai dengan rancang bangunan (ukuran, tempat atau
lokasi alat, pembersihan dan perawatan, serta mutu rancang produk).
 Tidak memunculkan resiko kontaminasi
 Tidak memunculkan resiko bahaya terhadap kesehatan.
 Sesuai dengan proses atau sediaan yang dirancang.
 Peralatan yang akan dan setelah dipakai harus dipastikan

24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kebersihannya
 Ruangan pembersihan peralatan harus terpisah dari ruangan lain
3. Sanitasi dan  Penerapan sanitasi dan higiene terhadap bangunan, peralatan dan
Higiene perlengkapan, personalia, bahan, wadah, serta faktor lain yang
berpotensi sebagai sumber pencemar produk.
 Pembersihan alat secara rutin dan higiene
4. Tenaga Kerja  Pekerja mempunyai pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya,
 Sebagai penanggung jawab dengen memperkerjakan apoteker pada
setiap industri
 Mampu menjalankan prinsip dan suistem tatakerja CPOTB.
Sumber: Kepala BPOM RI No.HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011

2.5 Industri Jamu


2.5.1 Definisi Industri Jamu
Menurut Permenkes RI Nomor:003/Menkes/Per/I/2010 tentang saintifikasi jamu,
mendefinisikan jamu adalah obat tradisional Indonesia yang terbuat dari bahan tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan sarian, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Jamu menurut Ensiklopedi Indonesia adalah ramuan obat yang diolah menurut
tradisi dan sudah dikenal secara turun temurun menggunakan bahan dasar dari hewan,
tumbuhan, bahan galian. Sehingga dapat disimpulkan jamu adalah obat yang dibuat secara
tradisional, berisi bahan khas Indonesia serta digunakan secara tradisional berdasarkan
pengalaman secara turun-temurun mengacu pada resep peninggalan leluhur.
Sedangkan industri jamu menurut Permenkes RI Nomor 006 Tahun 2012 tentang
industri dan usaha obat tradisional adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat
tradisional baik dalam bentuk pil, tablet, kapsul, maupun minuman. Dalam pengertian
tersebut maka dapat diketahui bahwa industri jamu adalah suatu kegiatan ekonomi yang
melakukan kegiatan mengubah bahan baku dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun dilakukan sehingga menjadi produk obat tradisional yang dapat digunakan
masyarakat untuk sarana pengobatan.
2.5.2 Klasifikasi Industri Jamu
Menurut Peraturan Kementerian Kesehatan RI No.246/Menkes/Per/V/1990, produsen
obat tradisional di Indonesia dapat digolongkan menjadi 6 jenis, meliputi:
a. Industri Obat Tradisional (IOT)
Industri yang membuat semua bentuk industri obat tradisional, berbadan hukum
berbentuk perseroan terbatas atau koperasi dengan total aset di atas Rp.600.000.000,-.
b. Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)
Industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir.

25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT)
Usaha yang membuat semua bentuk sediaan tradisional, kecuali tablet dan efervesen.
d. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Usaha yang hanya membentuk sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel,
pilis, cairan obat luar dan rajangan.
e. Usaha Jamu Racikan
Usaha dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat
tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
f. Usaha Jamu Gendong
Usaha yang dilakukan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk
cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
Didalam penelitian ini terkait klasifikasi dari industri jamu yang ada di klaster jamu
Nguter akan dilihat berdasarkan data dan informasi baik secara sekunder dan primer melalui
pengamatan peneliti dilapangan atau studi literatur untuk kemudian temuan tersebut
disesuaikan dengan teori dari Permenkes RI No.246/Menkes/Per/V/1990 dan dapat diketahui
industri jamu Nguter masuk dalam klasifikasi tertentu.

2.5.3 Aktivitas Industri Jamu


Didalam sebuah industri terdapat suatu kegiatan atau aktivitas di dalamnya. Aktivitas
industri identik merubah komoditas menjadi lebih bermanfaat dan meningkat dari sisi
nilainya. Hal ini sesuai dengan Daljoeni (1998) dalam Sabrina (2012), aktivitas industri
didefinisikan sebagai usaha untuk mengubah suatu komoditi agar menjadi lebih bermanfaat.
Untuk melihat sebuah pencapaian keberhasilan dari aktivitas industri maka perlu diketahui
indikator dari pencapaian tersebut. Untuk itu dibawah ini akan dijelaskan indikator
pengukuran tingkat keberhasilan usaha, berikut diantaranya:
A. Menurut Anggoro (2009), keberhasilan usaha menjadi hal yang penting dalam suatu usaha
yang dijalankan dengan ukuran indikator dibawah ini, meliputi:
a. Jumlah produksi
Peningkatan jumlah produk yang dihasilkan dalam proses operasi atau produksi melalui
proses pengolahan bahan bahan baku menjadi barang jadi.
b. Laba atau penyimpanan keuntungan
Peningkatan jumlah uang (bersih) dari modal awal yang diterima akibat dari suatu
aktivitas penjualan produk dan atau penjualan jasa kepada konsumen.

26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Modal baru
Peningkatan aset yang dipergunakan pada proses produksi sehingga meningkatkan
kapasitas. Modal dapat berupa bangunan, mesin, dan peralatan maupun berupa uang.
d. Jangkauan Pemasaran
Jangkauan wilayah yang ditujukan untuk mendistribusikan barang dalam rangka
memperoleh keuntungan yang diharapkan melalui proses transaksi dengan konsumen.
e. Kelanjutan Usaha
Suatu keadaan dimana keberlangsungan proses produksi dalam usaha terus bertahan
dengan waktu yang cukup lama walaupun banyak dinamika namun usaha tersebut
mampu menunjukan eksistensinya.
B. Menurut Handayani (2007), peningkatan didalam keberlangsungan usaha dikaji dengan
mengadaptasi beberapa aspek penting dalam suatu usaha, antara lain yaitu:
a. Permodalan
Adalah aset awal yang dipergunakan untuk menjalankan suatu usaha. Menurut Winardi
(1995), modal merupakan semua alat bantu yang dipergunakan dalam bidang produksi
yang meliputi finansial, mesin, bangunan, fasilitas transportasi, maupun bahan baku.
b. Sumber Daya Manusia
Adalah potensi keahlian yang dimiliki oleh perorangan yang terlibat dalam proses
produksi khususnya pekerja yang menjalankan tugasnya untuk menghasilkan suatu
produk didalam usaha hingga tahap pemasaran.
c. Produksi
Adalah suatu proses dalam pembuatan suatu barang atau jasa. Dalam keberlangsungan
produksi antara lain mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan bahan baku,
teknologi dan kualitas serta kuantitas barang hasil produksi.
d. Pemasaran
Adalah proses penetapan harga, dan distribusi barang,atau jasa, untuk mewujudkan
pertukaran berupa transaksi jual-beli untuk menghasilkan keuntungan dalam usaha.
Menurut Octarevia (2001), mengungkapkan bahwa aspek pada pemasaran terdiri dari
strategi produk, saluran distribusi, promosi (media), hingga menentukan harga untuk
mencapai pasar yang dituju.

27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Menurut Anggraini (2016), menjelaskan bahwa indikator sebuah usaha mengalami
keberhasilan dapat ditandai dengan beberapa aspek, meliputi:
a. Modal
Biaya awal yang digunakan oleh pelaku usaha untuk memproduksi atau membeli barang
yang terkait dengan usaha dalam jangka waktu tertentu dalam rangka menjalankan
proses keberlanjutan dari usaha tersebut.
b. Pendapatan
Rata-rata hasil kerja atau pemasukan dari unit usaha yang diperoleh individu dalam
jangka waktu satu bulan dan dihitung dalam satuan rupiah.
c. Volume Penjualan
Banyaknya jumlah barang yang mampu dijual dalam jangka waktu tertentu dan dihitung
dalam satuan buah. Tjiptono (2008), menjelaskan volume penjualan adalah suatu bentuk
kegiatan industri yang menghasilkan sumber pendapatan untuk menutupi ongkos
produksi dan mengejar target keuntungan.
d. Tenaga Kerja
Jumlah karyawan yang bekerja pada suatu unit usaha dan mampu untuk memproduksi
atau menjual barang kepada konsumen. Untuk mengukur tenaga kerja menurut Robbins
(2006), meliputi kualitas, diukur dari kemampuan menghasilkan produk yang bermutu
baik sesuai harapan pemilik usaha; Kuantitas kerja, merupakan jumlah produk yang
dihasilkan pekerja; ketepatan waktu, merupakan batas waktu yang berhasil diselesaikan
pekerja dalam memproduksi barang tertentu; dan Efektifitas kerja merupakan
kemampuan pekerja untuk menggunakan sumberdaya industri.
D. Menurut Velzen dalam Nurgandini (2014), tingkat keberhasilan usaha dapat dilihat dari
kinerja usaha industri dalam mencapai target dengan memperhatikan aspek seperti:
a. Tingkat keuntungan
Peningkatan jumlah uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari suatu aktivitas yang
dilakukannya berupa aktivitas penjualan produk dan atau jasa kepada konsumen.
b. Jumlah produktivitas
Peningkatan jumlah produk yang dihasilkan dalam proses produksi melalui proses
pengolahan bahan bahan baku menjadi barang jadi.
c. Jumlah unit industri
Peningkatan ekspansi dari unit usaha dalam rangka peningkatan kapasitas produksi
suatu unit usaha didalam sentra dengan menambah unit-unit baru yang beroperasi.

28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 2.3 Variabel Aktivitas Industri

Velzen dalam Anggraini, 2016 Handayani, Anggoro, 2009 Variabel Terpilih


Nurgandini, 2014 2007
- Volume Penjualan - - 1.Volume Penjualan
- Pendapatan - 2. Tenaga Kerja
Tingkat - - Laba
Keuntungan 3. Unit Usaha
Produktivitas Tenaga Karja Sumberdaya - 4. Pemasaran
Pekerja Manusia
5. Produksi
Unit Usaha - - -
- - Pemasaran Pemasaran 6. Modal

- - Produksi Produksi
- Modal Modal Modal
- - - Kelanjutan
Usaha
(Sumber: Velzen dalam Nurgandini, Anggraini, Handayani, Anggoro, Analisis Peneliti, 2018)

Variabel volume penjualan, tenaga kerja ,modal, produksi, unit usaha, dan pemasaran
tersebut dipilih dengan pertimbangan kemudahan untuk mengukur perkembangannya dengan
melihat trend setiap tahunnya terlebih pada unit usaha akan dapat dilihat secara keruangan
dalam perkembangan jumlah dan sebaran unit usaha di sentra industri ini.
2.6 Hubungan Program dan Kebijakan Pengembangan Sentra Industri terhadap
Perkembangan Sentra Industri
Program dan kebijakan yang berasal dari Pemerintah pada hakekatnya diimplementasikan
untuk mengembangkan segala potensi dan meningkatkan daya saing terhadap industri yang
berada di sentra/klaster dan pada akhirnya untuk mensejahterakan masyarakat, hubungan
program dan kebijakan terhadap perkembangan sentra industri dapat ditinjau oleh beberapa
aspek, di dalam penelitian ini akan dikaji hubungan tersebut melalui aspek perencanaan
wilayah dan pusat pertumbuhan. Berikut merupakan penjabaran dari keterkaitan tersebut:
2.6.1 Ditinjau dari Aspek Perencanaan Wilayah
Perencanaan wilayah pada dasarnya merupakan suatu tahapan perencanaan
pembangunan yang bertujuan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan
kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat, pemerintah dan lingkungan dalam suatu wilayah
melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dengan memperhatikan tingkat prioritas dan
keberlanjutannya (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Implementasi program dan kebijakan
pemerintah ini termasuk dalam proses pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakat.
Sehingga perencanaan pembangunan daerah bisa dikatakan sebagai perencanaan wilayah
untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(Kuncoro, 2005).

29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pada dasarnya inti dari pembangunan daerah maupun perencanaan wilayah itu tidak
jauh berbeda, keduanya memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam upaya peningkatan
kualitas hidup masyarakat. Peningkatan kualitas hidup masyarakat menyangkut pada proses
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Aspek ekonomi dan pembangunan
harus saling berkembang dan saling mendukung, oleh karena itu hal inilah pembangunan
ekonomi di sentra industri jamu Nguter merupakan satu hal integral dari proses perencanaan
wilayah karena sama-sama mengoptimalkan sumberdaya potensi yang ada untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi yang dimaksud terkait pada suatu aktivitas
mobilitas dan interaksi orang, barang, dan jasa pada suatu wilayah sehingga akan terbentuk
tata ruang ekonomi.
Menurut peneliti program yang ada tersebut menyangkut pada tema kajian tentang
pembangunan wilayah di Kabupaten Sukoharjo. Secara umum, pembangunan wilayah
merupakan suatu upaya dalam merumuskan dan mengimplementasikan kerangka teori yang
ada kedalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang memuat didalamnya
memperhatikan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek lingkungan dan aspek sosial
budaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan (Nugroho dan
Dahuri, 2004).
Proses pembangunan wilayah semakin relevan dalam usaha pemerintah menerapkan
kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Proses pertumbuhan dan perkembangan
wilayah merupakan proses yang berkelanjutan dari hasil penerapan kebijakan yang
memengaruhi wilayah tersebut. Sebagaimana dalam penelitian ini program yang diterapkan di
sentra industri Nguter sebagian besar merupakan kebijakan ekonomi dari pemerintah namun
kebijakan ekonomi tersebut jika diimplementasikan akan memengaruhi proses perencanaan
wilayah berupa penggunaan secara optimal sumberdaya yang ada untuk mewujudkan
pertumbuhan dan perkembangan wilayah berupa perkembangan sentra industri jamu Nguter
ini. Setidaknya terdapat tiga pendekatan perencanaan wilayah menurut Jayadinata (1999),
meliputi:
 Perencanaan wilayah yang berfokus pada penyelesaian masalah kota yang bersifat
sosial. Ditujukan untuk kota besar dan wilayah sekelilingnya yang saling menunjang.
 Perencanaan wilayah yang berfokus pada wilayah yang penduduknya banyak
menganggur dan keadaan stagnasi industri. pemerintah perlu mengatur intensif
pembiayaan, prasarana industri, dll,
 Perencanaan wilayah yang memperhatikan wilayah pedesaan, dengan pengembangan
di sektor pertanian dan rekreasi

30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dalam pembangunan daerah khususnya dibidang ekonomi diperlukan campur tangan
pemerintah. Apabila pembangunan daerah diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar
maka pembangunan dan hasilnya tidak dapat dirasakan oleh seluruh daerah secara merata dan
tujuan dari pembangunan tersebut belum tentu dapat tercapai. Oleh karena itu kebijakan dan
program dari pemerintah digunakan dalam mengoptimalkan sumberdaya yang ada dalam
rangka mendukung proses pembangunan daerah khususnya dibidang ekonomi ditandai
dengan berkembangnya suatu sentra industri dan merupakan satu bagian integral dalam
melakukan proses perencanaan wilayah.
Pendekatan teori perencanaan wilayah menurut Archibugi (2008) dalam Joni (2010)
dapat dibagi menjadi empat komponen, meliputi:
a. Perencanaan fisik
Fokus perencanaan yang diarahkan pada aspek fisik utamanya jaringan infrastruktur
yang menghubungkan beberapa titik simpul aktivitas kota secara komprehensif.
b. Perencanaan Ekonomi Makro
Fokus perencanaan pada ekonomi kewilayahan secara makro yang meliputi distribusi
pendapatan, pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, produktivitas, pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, perdagangan, hingga investasi.
c. Perencanaan Sosial
Merupakan perencanaan untuk membangun sebuah tatanan sosial masyarakat yang
ada disuatu daerah meliputi aspek pendidikan, kesehatan, lingkungan tempat kerja
maupun tempat tinggal hingga integritas sosial masyarakat.
d. Perencanaan Pembangunan
Merupakan perencanaan yang terkait pada produk kebijakan berupa program
pembangunan daerah guna mencapai pengembangan wilayah.
Pada dasarnya perencanaan fisik maupun perencanaan non fisik begitu saling
berkaitan dan saling mendukung. Perencanaan bersifat terpadu, perencanan fisik akan
mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan ekonomi dan perencanaan
fisik juga harus mempertimbangkan aspek-aspek pada perencanaan ekonomi. Perencanaan
fisik dan non fisik inilah yang melandasi dari perencanaan wilayah secara komprehensif.
Perencanaan wilayah pada hakekatnya mengutilisasi dari segenap akumulasi dari kekuatan
sumberdaya yang ada didaerah tersebut untuk dimanfaatkan dan dioptimalkan kegunaannya
sebagai upaya untuk pengembangan wilayah tersebut baik secara fisik dan non fisik.
2.6.2 Ditinjau dari aspek Pusat Pertumbuhan
Teori pusat pertumbuhan mengungkapkan bahwa pertumbuhan tidak terjadi di
sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara bersama-sama; pertumbuhan itu terjadi pada
31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
titik-titik atau kutub-kutub perkembangan tertentu, dengan intensitas yang berbeda-beda;
perkembangan ini berkembang secara dinamis dan dengan efek yang beranekaragam terhadap
keseluruhan keadaan perekonomian (Glasson dalam Sitohang, 1977). Bila dikaitkan dengan
keberadaan industri bahwa kutub pertumbuhan (growth pole) sebagai sekelompok industri
yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan memberi dampak perkembangan kegiatan
ekonomi ke daerah sekitarnya (Glasson dalam Sitohang, 1977).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses pembangunan yang dilakukan ditempat
manapun bukan merupakan proses yang terjadi secara bersamaan namun dilakukan secara
prioritas di tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda-beda. Tempat yang menjadi pusat
pembangunan ini disebut dengan pusat atau kutub pertumbuhan. Proses pembangunan yang
diimplementasikan di pusat pertumbuhan ini akan memengaruhi wilayah lain di sekitarnya.
Sehingga dengan adanya kutub pertumbuhan ini dapat memberikan dampak bagi wilayah di
sekitarnya.
Menurut teori ini pusat pertumbuhan diartikan sebagai pusat-pusat dalam arti
keruangan dengan batasan bukan seperti kota ataupun wilayah melainkan berupa aktivitas
ekonomi yang dinamis. Aktivitas ekonomi yang dinamis artinya interaksi ekonomi inti
dengan sektor ekonomi pendukungnya. Daerah pusat pertumbuhan identik dengan adanya
kemudahan aksesibilitas dan ketersediaan sarana prasarana yang mewadahi segala aktivitas di
kawasan tersebut. Dengan adanya interaksi pusat pertumbuhan dengan kawasan disekitarnya
diharapkan kawasan di sekitar akan mendorong dan menyokong segala kebutuhan di pusat
pertumbuhan.
Kaitannya teori pusat pertumbuhan dengan program dan kebijakan pengembangan
sentra industri jamu Nguter adalah program merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan
pembangunan di pedesaan dengan cara menggabungkan antara kebijakan dan program
pembangunan secara terpadu sehingga akan terwujud sebuah tata ruang ekonomi dengan
industri berperan sebagai penggerak ekonomi dalam sebuah pusat pertumbuhan. Pusat
pertumbuhan yang secara fungsional mewadahi keberadaan kelompok usaha secara terpusat
dengan aktivitas ekonomi yang dinamis sehingga diharapkan dapat memacu perbaikan
ekonomi di wilayah lain. Hal ini sesuai dengan Gore (1984), menyatakan bahwa konsep pusat
pertumbuhan dapat mencapai berbagai tujuan kebijakan wilayah dan hubungan antar wilayah.
Menurut Glasson dalam Sitohang (1977), menyatakan bahwa konsep-konsep yang
berkaitan dengan teori pusat pertumbuhan, diantaranya:
a. Konsep leading industries
menyatakan bahwa pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan-perusahaan yang
besar yang mendominasi unit-unit ekonomi lainnya.
32
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Konsep polarisasi
menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leading industries mendorong
polarisasi dan unit-unit ekonomi lainnya ke dalam kutub pertumbuhan.
c. Konsep spread effect atau trickling down effect”
menyatakan bahwa pada waktu yang tepat, industri besar dari kutub pertumbuhan
akan memencar keluar dan memasuki ruang dan memengaruhi unit ekonomi di
sekitarnya.
Begitu pula dengan sentra industri jamu Nguter. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai
kampung jamu pada tahun 2012 serta terbentuknya kawasan ini sebagai sentra industri
sehingga di lokasi ini geliat ekonominya kian bertumbuh sehingga kawasan sentra ini dapat
dikatakan sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Kabupaten Sukoharjo. Oleh karena itu
pemerintah memandang hal ini sebagai pusat pertumbuhan dengan menerapkan berbagai
kebijakan dan program. Sehingga diharapkan dampaknya akan mendorong sektor ekonomi
lainnya dan perkembangan sentra tersebut maupun kawasan disekitarnya. Sehingga teori pusat
pertumbuhan begitu relevan dengan kajian penelitian ini.

33

Anda mungkin juga menyukai