Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka Dan Penelitian Terdahulu


2.1.1 Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu dimensi kompetensi
yang sangat menentukan terhadap kinerja atau keberhasilan
organisasi. Esensi pokok kepemimpinan adalah cara untuk
memengaruhi orang lain agar menjadi efektif tentu setiap orang bisa
berbeda dalam melakukan. Kepemimpinan merupakan seni, karena
pendekatan setiap orang dalam memimpin orang dapat berbeda
tergantung karakteristik pemimpin, karakteristik tugas maupun
karakteristik orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan adalah cara
mengajak karyawan agar bertindak benar, mencapai komitmen dan
memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama
(Sudarmanto,2009:133)
Kepemimpinan menurut Anoraga (2008:2) diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain, melalui
komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh
pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak-
kehendak pemimpin itu.
Kepemimpinan menurut Bangun (2012:3) adalah upaya
mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai
tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah,
tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan
menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang
memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka
mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri

10
11

dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat


tercapai. (Brahmasari & Suprayetno,2008:126)
Berdasarkan pengertian kepemimpinan dari beberapa
pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan erat
kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi
orang lain agar bekerja sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
1. Teori-teori Kepemimpinan
Ardana, Mujiati, dan Sriathi (2008:90) menyatakan teori
kepemimpinan adalah bagaimana seseorang menjadi pemimpin
atau bagaiman timbulnya seorang pemimpin. Beberapa teori
tentang kepemimpinan yaitu:
a. Teori Kelebihan
Teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi
pemimpin apabila ia memiliki kelebihan dari para
pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin mencakup 3 hal yaitu kelebihan ratio,
kelebihan rohaniah, kelebihan badaniah.
b. Teori Sifat
Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi
pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang positif
sehingga para pengikutnya dapat menjadi pengikut yang
baik, sifat-sifat kepemimpinan yang umum misalnya bersifat
adil, suka melindungi, penuh rasa percaya diri, penuh
inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif,
komunikatif dan kreatif.
c. Teori Keturunan
Menurut teori ini, seseorang menjadi pemimpin karena
keturunan atau warisan, karena orangtuanya seorang
pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin
menggantikan orangtuanya.
12

d. Teori Kharismatik
Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi
pemimpin karena orang tersebut mempunnyai kharisma
(pengaruh yang sangat besar). Pemimpin ini biasanya
memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat
besar.
e. Teori Bakat
Teori ini disebut juga teori ekologis, yang berpendapat
bahwa pemimpin lahir karena bakatnya. Ia menjadi
pemimpin karena memang mempunyai bakat untuk menjadi
pemimpin. Bakat kepemimpinan harus dikembangkan,
misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut
menduduki suatu jabatan.
f. Teori Sosial
Teori ini beranggapan pada dasarnya setiap orang dapat
menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk
menjadi pemimpin asal dia diberi kesempatan. Setiap orang
dapat dididik menjadi pemimpin karena masalah
kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan
formal maupun pengalaman praktek.
2. Tipe Kepemimpinan
Gitosudarmanto dalam Ardana dkk (2008:89) menyatakan bahwa
terdapat lima tipe kepemimpinan yang mempunyai ciri masing-
masing, yaitu:
a. Tipe Otokratik
Kepemimpinan otokratik adalah seorang pemimpin yang
memiliki ciri-ciri yang pada umumnya negatif, mempunyai
sifat egois yang besar sehingga akan memutarbalikan
kenyataan dan kebenaran sehingga sesuatu yang subyektif
akan diinterpretasikan sebagai kenyataan dan atau
sebaliknya.
13

Tipe kepemimpinan ini segalanya akan diputuskan sendiri,


serta punnya anggapan bahwa bawahanya tidak mampu
memutuskan sesuatu.
b. Tipe Paternalistik
Kepemimpinan paternalistik adalah seorang pemimpin yang
mempunyai ciri menggabungkan antara ciri negatif dan
positif, ciri-cirinya adalah:
1. Bersikap selalu melindungi
2. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengambil keputusan sendiri.
3. Tidak memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
berinisiatif dan mengembangkan imajinasi dan daya
kreativitas mereka sendiri.
4. Sering menonjolkan sikap paling mengetahui.
5. Melakukan pengawasan yang ketat.
c. Tipe Kharismatik
Tipe kepemimpinan kharismatik memiliki kekuatan energi,
daya tarik dan wibawa yang luar biasauntuk mempengaruhi
orang lain, sehingga orang lain itu bersedia untuk
mengikutinya tanpa selalu bisa menjelaskan apa penyebab
kesediaan itu. Menurut Max Webber, pemimpin yang
kharismatik biasanya dipandang sebagai orang yang
mempunyai kemampuan atau kualitas supernatural dan
mempunyai daya yang istimewa. Kemampuan ini tidak
dimiliki oleh orang biasa karena kemampuan ini bersumber
dari Illahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian
dianggap sebagai seorang pemimpin.
Pemimpin kharismatik mempunyai banyak cara untuk
memperoleh simpati dari karyawannya yaitu dengan
menggunakan pernyataan visi untuk menanamkan tujuan dan
sasaran kepada karyawannya, kemudian mengkomunikasikan
14

ekspektasi kinerja yang tinggi dan meyakini dengan


meningkatkan ras percaya diri bahwa bawahan bisa
mencapainya, kemudian pemimpin memberikan contoh
melalui kata-kata dan tindakan, serta memberikan teladan
supaya ditiru para bawahannya.
d. Tipe Laissez Faire
Kepemimpinan laissez faire adalah kepemimpinan yang
gemar melimpahkan wewenang kepada bawahanya dan lebih
menyenangi situasi bahwa para bawahanlah yang mengambil
keputusan dan keberadaan dalam organisasi lebih bersifat
suportif. Pemimpin ini tidak senang mengambil risiko dan
lebih cenderung pada upaya mempertahankan status.
e. Tipe Demokratik
Kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan yang
selalu mendelegasikan wewenangnya yang praktis dan
realistik tanpa kehilangan kendali organisasional dan
melibatkan bawahannya secara aktif dalam menentukan nasib
sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan
keputusan serta memperlakukan bawahan sebagai makhluk
politik, ekonomi, sosial, dan sebagai individu dengan
karakteristik dan jati diri. Pemimpin ini dihormati dan
disegani dan bukan ditakutikarena perilakunya dalam
kehidupan organisasional mendorong para bawahannya
menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan
kreatifitasnya.
3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam
kehidupan kelompok atau organisasi dimana fungsi
kepemimpinan harus diwujudkan dalam interaksi antar individu.
Menurut Ardana, Mujiati, dan Sriathi (2008:112) secara
15

operasional fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai


berikut:
a. Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai
komunikator merupakan pihak yang menentukan apa,
bagaiman, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar
keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan
yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan
dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
b. Fungsi konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Konsultasi itu
dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan
balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-
keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan
menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-
keputusan pimpinan akan mendapat dukungan dan lebih
mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan
berlangsung efektif.
c. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha
mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam
keikut sertaan mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat
semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah
berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil
tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap
dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
d. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memerikan pelimpahan
wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik
melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan.
16

Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-


orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan
pembantu pemimpin yang mempunyai kesamaan prinsip,
persepsi, dan aspirasi.
e. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang
sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya
secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga
memungkinkan tercipnya tujuan bersama secara maksimal.
Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan
bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
4. Indikator Kepemimpinan
Menurut Ardana, Mujiati, dan Sriathi (2008:112) secara garis
besar indikator kepemimpinan adalah sebagai berikut:
a. Bersifat adil
Dalam kegiatan suatu organisasi, rasa kebersamaan diantara
para anggota adalah mutlak, sebab rasa kebersamaan pada
hakikatnya merupakan pencerminan dari pada kesepakatan
antara para bawahan maupun antara pemimpin dengan
bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
b. Memberi sugesti
Sugesti biasanya disebut sebagai saran atau anjuran. Dalam
rangka kepemimpinan, sugesti merupakan pengaruh dan
sebagainya, yang mampu menggerakkan hati orang lain dan
sugesti mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
memelihara dan membina harga diri serta rasa pengabdian,
partisipasi, dan rasa kebersamaan diantara para bawahan.
c. Mendukung tujuan
Tercapainya tujuan organisasi tidak secara otomatis
terbentuk, melainkan harus didukung oleh adanya
kepemimpinan. Oleh karena itu, agar setiap organisasi dapat
17

efektif dalam arti mampu mencapai tujuan yang telah


ditetapkan, maka setiap tujuan yang ingin dicapai perlu
disesuaikan dengan keadaan organisasi serta memungkinkan
para bawahan untuk bekerja sama.
d. Katalisator
Seorang pemimpin dikatakan berperan sebagai katalisator,
apabila pemimpin itu selalu dapat meningkatkan segala
sumber daya manusia yang ada, berusaha memberikan reaksi
yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat
semaksimal mungkin.
e. Menciptakan rasa aman
Setiap pemimpin berkewajiban menciptakan rasa aman bagi
para bawahannya. Dan ini hanya dapat dilaksanakan apabila
setiap pemimpin mampu memelihara hal-hal yang positif,
sikap optimisme di dalam menghadapi segala permasalahan,
sehingga dalam melaksanakan tugas-tugasnya, bawahan
merasa aman, bebas dari segala perasaan gelisah,
kekhawatiran, merasa memperoleh jaminan keamanan dari
pimpinan.
f. Sebagai wakil organisasi
Setiap bawahan yang bekerja pada unit organisasi apapun,
selalu memandang atasan atau pimpinannya mempunyai
peranan dalam segala bidang kegiatan, lebih-lebih yang
menganut prinsip-prinsip keteladanan atau panutan-panutan.
Seorang pemimpin adalah segala-segalanya, oleh karena itu
segala perilaku, perbuatan, dan kata-katanya akan selalu
memberikan kesan-kesan tertentu terhadap organisasinya.
g. Sumber inspirasi
Seorang pemimpin pada hakikatnya adalah sumber semangat
bagi para bawahannya. Oleh karena itu, setiap pemimpin
harus selalu dapat membangkitkan semangat para bawahan
18

sehingga bawahan menerima dan memahami tujuan


organisasi dengan antusias dan bekerja secara efektif ke arah
tercapainya tujuan organisasi.
h. Bersikap menghargai
Setiap orang pada dasarnya menghendaki adanya pengakuan
dan penghargaan diri pada orang lain. Demikian pula setiap
bawahan dalam organisasi memerlukan adanya pengakuan
dan penghargaan dari atasan. Oleh karena itu, menjadi suatu
kewajiban bagi pemimpin untuk mau memberikan
penghargaan atau pengakuan dalam bentuk apapun kepada
bawahannya.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi,
menggerakkan, mengarahkan, mendorong, dan mengajak orang
lain untuk bekerja sama dan mau bekerja secara produktif guna
pencapaian tujuan tertentu, sehingga indikator yang digunakan
dalam variabel kepemimpinan adalah menggunakan teori dari
Wahjosumidjo yaitu: bersifat adil, memberi sugesti, mendukung
tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman,
sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi, dan bersikap
menghargai.

2.1.2 Kemampuan Kerja


Suratno (2013) menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, maka
memerlukan kemampuan dan kecakapan tinggi (profesionalisme)
dengan beberapa persyaratan. Karena itu administrasi negara dapat
dikategorikan sebagai profesi, dimana tidak semua orang bisa
melaksanakan administrasi negara, kecuali orang–orang yang berlatar
belakang pendidikan tinggi, dan memiliki pengalaman, kecakapan,
ketrampilan dan keahlian yang memadai.
19

Kemudian menurut pendapat Stephen P. Robbins (2011:218)


tingkat kinerja pegawai akan sangat tergantung pada faktor
kemampuan pegawai itu sendiri seperti tingkat pendidikan,
pengetahuan, pengalaman dimana dengan tingkat kemampuan yang
semakin tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula. Dengan
demikian tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman yang
rendah akan berdampak negatif pada kinerja pegawai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai itu sendiri
adalah kemampuan kerja, ketrampilan, disiplin, seleksi, motivasi,
sikap dan etika kerja, hasil kerja yang baik, iklim kerja, lingkungan,
cara kerja dan pendidikan, serta sarana berprestasi ( Rivai 2006)
Kemampuan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
dalam meningkatkan keberhasilan seseorang dalam dunia pekerjaan.
Menurut Supriyanto, Aji ( 2008:71), kemampuan adalah segala
sesuatu yang menunjukkan kapasitas fisik maupun mental dari
seorang karyawan. Kemampuan kerja adalah prasyarat bagi seorang
karyawan untuk dapat menyelesaikan tugas secara memadai.
Untuk itulah faktor kemampuan kerja merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan
karyawan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena kemampuan
merupakan potensi yang ada dalam diri seseorang unuk berbuat
sesuatu, sehingga memungkinkan seseorang untuk dapat melakukan
pekerjaan ataupun tidak dapat melakukan pekerjaan tersebut.
Kemampuan para karyawan inilah yang harus terus
dikembangkan oleh perusahaan agar mampu menjadi tulang punggung
keberhasilan perusahaan, banyak cara yang dapat digunakan dalam
meningkatkan kemampuan karyawan seperti seminar, pelatihan
ataupun meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Stephen P Robbins (2005:65), yang dimaksud dengan
kemampuan dalam hubungan dengan pekerjaan adalah suatu keadaan
pada seseorang yang secara penuh kesungguhan, berdayaguna dan
20

berhasilguna melaksanakan pekerjaan sehingga menghasilkan sesuatu


yang optimal. Dalam kemampuan terdapat tiga unsur,yaitu : unsur
kecakapan,unsur fisik, unsur mental. Agar unsur ini saling menunjang
maka ketiganya dalam gabungan secara serasi menghasilkan sesuatu
yang sesuai dengan persyaratan kerja.
Kemampuan (ability) adalah kapasitas seorang individu
untuk melakukan beragam tugas dalam suatu kegiatan. Kemampuan
adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan
seseorang. Kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya
terdiri atas dua kelompok faktor:
1. Kemampuan Intelektual
(Intellectual ability) Kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai
aktivitas mental-berpikir, menalar dan memecahkan masalah.
Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan
kecerdasan sebagai tolok ukur dan kecerdasan itu dilihat dari
tingkat pendidikan yang semakin tinggi
2. Kemampuan fisik
(physical abilities) Kemampuan fisik adalah kemampuan
melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, ketrampilan,
kekuatan dan karakteristik serupa (Stephen P Robbins,
2011:57-61). Menurut Robert L Mathis (2006:114),
kemampuan individual dipengaruhi oleh bakat, minat dan
faktor kepribadian orang tersebut. Bakat dan minat tersebut
pada umumnya diasah dalam pendidikan formal sehari-hari di
dalam masyarakat. Sehingga dapat digunakan dalam
menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Pada umumnya
kemampuan individu diperlihatkan dalam kecerdasan
intelektual dan pendidikan.
Menurut Gibson dan Ivancevich (2007:54), kemampuan
individu adalah sifat yang dibawa lahir atau dipelajari (bersifat mental
21

atau fisik) yang memungkinkan seseorang menyelesaikan


pekerjaannya. Menurut Chairunisah, Siti, (2010:74), kemampuan kerja
merupakan salah satu unsur dalam kematangan berkaitan dengan
pengetahuan atau ketrampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan,
pelatihan dan suatu pengalaman. Pengukuran kemampuan pegawai
dapat melalui :
a. Tingkat pendidikan non formal yang pernah ditempuh.
b. Tingkat pengalaman kerja yang dimiliki.
c. Tingkat keinginan/kemauan/minat staf terhadap ilmu pengetahuan
dan pengembangannya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa kemampuan pegawai merupakan salah satu
unsur dalam kematangan berkaitan dengan pengetahuan atau
ketrampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan
suatu pengalaman.

2.1.3 Motivasi Kerja


1. Pengertian Motivasi
Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, dibawah ini
dikemukakan pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja.
Anwar Prabu Mangkunegara (2011:183) mengemukakan bahwa
“Motive is defined as a tendency to activity, started by a drive
and ended by an adjustment. The adjustment is said to satisfy
the motive”. (Motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan
untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan
diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan
untuk memuasakan motif).
Veitzal Rival (2013:101) mendefinisikan bahwa “A motive is a
stimulated need which a goal-oriented individual seeks to
satisfy”. ( Suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang
berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas).
Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford (2012:173)
22

bahwa “ Motivation as an energizing condition of the organism


that serves to direct that organism toward the goal of a certain
class”. (Motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan
manusia ke arah suatu tujuan tertentu).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai
yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi
yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari
motifnya (Mangkunegara,2011:93).
2. Teori-teori Motivasi
Teori motivasi sering diklasifikasikan menjadi dua kelompok
yaitu teori isi dan teori proses. Teori isi atau disebut juga teori
kebutuhan adalah teori yang menyangkut hal-hal yang
berkenaan dengan kebutuhan yang mendasari seseorang untuk
berperilaku, atau memusatkan pada apa-apa yang menyebabkan
perilaku tersebut. Yang termasuk didalam teori isi diantaranya:
1) teori hierarki kebutuhan dari Abraham H. Maslow. 2) teori
motivasi dua faktor dari Frederick Herzberg. 3) teori motivasi
prestasi dari David McClelland, dan 4) teori ERG dari Alderfer.
Sedangkan teori proses memusatkan pada bagaimana perilaku
dimulai dan dilaksanakan atau menjelaskan proses dimulainya
hasrat seseorang untuk berperilaku. Yang termasuk didalam
teori proses ini diantaranya: 1) teori penghargaan dari Victor H.
Vroom, dan 2) teori keadilan dari Adam Smith.
Teori-teori isi dalam motivasi:
a. Teori Hierarki Kebutuhan Abraham H. Maslow
Maslow mendasarkan konsep hierarki kebutuhan pada dua
prinsip. Pertama, kebutuhan manusia dapat disusun dalam
suatu hierarki dari kebutuhan terendah sampai yang
tertinggi. Kedua, suatu kebutuhan yang telah terpuaskan
23

berhenti menjadi motivator utama dari perilaku. Menurut


Maslow, kebutuhan manusisa terbagi menjadi lima
tingkatan, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa
aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan,
kebutuhan akan aktualisasi diri.
Dalam tingkatan tersebut, kebutuhan pertama yang harus
dipenuhi terlebih dahulu adalah kebutuhan fisiologis, seperti
sandang, pangan dan papan dan sebagainya. Stelah
kebutuhan pertama terpuaskan, kebutuhan lebih tinggi
berikutnya akan menjadi kebutuhan utama yaitu kebutuhan
akan rasa aman. Kebutuhan ketiga akan muncul setelah
kebutuhan kedua terpuaskan. Proses ini akan terus sampai
terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri.
b. Teori Motivasi Prestasi David Mc Clelland
David Mc Clelland mengemukakan ada korelasi positif
antaraa kebutuhan berprestasi dan prestasi dan sukses
pelaksanaan. Menurutnya ada tiga dorongan mendasar
dalam diri orang yang termotivasi, yaitu:
1) Kebutuhan berprestasi (need for achievement)
2) Kebutuhan kekuatan (need for power)
3) Kebutuhan untuk berprestasi (need for affiliation)
Teori David Mc Clelland menunjukan bahwa kebutuhan yang
kuat untuk berprestasi merupakan dorongan yang kuat untuk
berhasil atau unggul berkaitan dengan sejauh mana orang
tersebut termotivasi untuk melaksanakan tugasnya. Orang
dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi cenderung untuk
menetapkan sasaran cukup sulit bagi mereka sendiri dengan
mengambil resiko yang sudah diperhitungkan untuk mencapai
sasaran itu.
Dengan demikian orang yang mempunyai kebutuhan berprestasi
yang tinggi akan cenderung termotivasi dengan situasi kerja
24

yang penuh tantangan dan persaingan, orang dengan kebutuhan


berprestasi rendah cenderung berprestasi jelek dalam situasi
kerja yang sama. Kebutuhan untuk berafiliasi yaitu orang ingin
berarti di sekeliling rekan kerjanya. Kebutuhan terhadap
kekuatan menyangkut dengan tingkat kendali yang diinginkan
seseorang atau situasi yang dihadapinya.
c. Teori Motivasi ERG Alderfer
Alferder menyatakan bahwa terdapat tiga kebutuhan yang
melandasi motivasi seseorang. Teori ini juga merupakan
penyempurnaan dari teori hierarki kebutuhan dari A.H.
Maslow, Alferder mengemukakan bahwa ada tiga kelompok
kebutuhan yang utama, yaitu :
1) Kebutuhan akan keberadaan (Existence needs),
merupakan kebutuhan manusia untuk bertahan hidup
atau mempertahankan eksistensinya. Berhubungan
dengan kebutuhan dasar dari teori Maslow kebutuhan
fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman.
2) Kebutuhan akan afiliasi (Relatedness needs),
menekankan akan pentingnya hubungan antar individu
(Interpersonal relationship) dan bermasyarakat (social
relationship). Berhubungan dengan kebutuhan sosial
dari teori Maslow.
3) Kebutuhan akan kemajuan (Growth needs), adalah
keinginan intrinsik dari dalam diri seseorang untuk
maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.
Dalam teori Maslow erat kaitannya dengan kebutuhan
akan harga diri.
3. Teknik Motivasi Kerja Pegawai
Terdapat beberapa teknik memotivasi pegawai menurut
Mangkunegara (2011: 101), yaitu :
25

a. Teknik Pemenuhan Kebutuhan Pegawai


Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang
mendasari perilaku kerja dan tidak mungkin memotivasi
kerja pegawai tanpa memperhatikan apa yang dibutuhkan
pegawainya. Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow
dalam Mangkunegara (2011 : 102) adalah kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,
kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi
diri. Jika tidak terpenuhi maka pegawai tersebut mengalami
konflik diri, keluarga, dan bisa juga menjadi penyebab
terjadinya konflik kerja, dengan demikian jika kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi maka pemimpin akan mengalami
kesulitan dalam memotivasi kerja pegawai.
b. Teknik Komunikasi Persuasif
Teknik komunikasi persuasif merupakan salah satu teknik
memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara
mempengaruhi pegawai secara ekstrologis. Teknik ini
dirumuskan “ AIDDAS ”
Terpenuhinya faktor dari dalam pekerjaan akan
menimbulkan kepuasan kerja yang berpengaruh terhadap
motivasi kerja, sedangkan faktor dari luar pekerjaan akan
menghilangkan ketidakpuasan kerja yang berdampak pada
meningkatnya semangat kerja dan kinerja (Slamet,
2007:204).
4. Indikator Motivasi
Indikator motivasi kerja dalam penelitian ini menggunakan teori
dari Herzberg dalam Slamet (2007: 137) yaitu:
a. Hubungan dengan rekan kerja dan atasan
Suasana harmonis antar pegawai terjalin di tempat kerja dan
selalu terjalin kerjasama bawahan dengan atasan maupun
dengan rekan kerja.
26

b. Lingkungan kerja
Terdapat fasilitas penunjang pekerjaan yang memadai
sesuai dengan kebutuhan kerja dan suasana kerja yang
sesuai dengan yang di harapkan.
c. Kesempatan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
Perusahaan/ organisasi selalu memberikan pendidikan dan
pelatihan bagi pegawainya.
d. Pemberian tunjangan
Perusahaan / organisasi telah memberikan tunjangan yang
layak bagi pegawainya.

2.1.4 Kinerja Pegawai


Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja
(performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2011)
dalam Trinaningsih (2007) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan
kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja pegawai baik
dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang
telah ditentukan, sedangkan 31 kinerja organisasi adalah gabungan
dari kinerja individu dengan kinerja kelompok (Mangkunegara, 2011)
dalam (Trinaningsih, 2007). Menurut Gibson et al. (2001) dalam
Trinaningsih (2007) menyatakan bahwa kinerja pegawai merupakan
suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan
hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh
organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk
mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi.
27

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002, p.570),


kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan,
kemampuan kerja. Sedangkan menurut Wirawan (2009), kinerja
adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsifungsi atau indikator-
indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
Kinerja pada hakekatnya adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka
mencapai tujuan organisasi Prawisosentono (2008).
Soedjono (2005) dalam Mariam (2009) menyebutkan 6
(enam) kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
pegawai secara individu yakni :
1. Kualitas yaitu hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati
sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari
pekerjaan tersebut.
2. Kuantitas yaitu jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas
yang dapat diselesaikan.
3. Ketepatan waktu yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang
telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk aktivitas yang lain.
4. Efektivitas yaitu pemanfaatan secara maksimal sumber daya
yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan
dan mengurangi kerugian.
5. Kemandirian yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan
guna menghindari hasil yang merugikan.
6. Komitmen kerja yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan
organisasinya.
Seseorang dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik
apabila memenuhi standar performa dengan hasil kerja yang tinggi
selama periode tertentu dibandingkan dengan target/ sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Dengan demikian
28

kinerja merupakan suatu capaian hasil kerja seseorang sesuai beban


tanggung jawabnya menurut standart yang berlaku pada masing –
masing organisasi.
Dari pengertian yang telah diuraikan, maka dapat diambil
kesimpulan sederhana baik dari segi pengukuranya maupun dari
pengertiannya. Hal ini dilakukan dengan alas an bahwa output dari
pekerjaan mereka secara fisik tidak dapat dihitung dengan satuan
individu.beberapa faktor yang dinilai sebagai tingkat kinerja anggota
meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja dan pemahaman anggota
terhadap pekerjaan itu sendiri.
Kinerja pegawai merupakan suatu kemampuan seseorang
dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik yang dipengaruhi oleh
kemampuan, rasa tanggung jawab, disiplin kerja dengan mencapai
tujuan organisasi dan hasil diharapkan. Kinerja pegawai dalam
menjalankan fungsinya juga tidak berdiri sendiri tapi berhubungan
dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oelh
keterampilan kemampuan dan sifat – sifat individu.
Menurut Hasibuan (2005) bahwa indikator yang digunakan
untuk menilai kinerja pegawai antara lain adalah sebagai berikut :
1. Prestasi Kerja
Hasil prestasi kerja pegawai, baik kualitas maupun
kuantitas dapat menjadi tolak ukur kinerja.
2. Kedisiplinan
Kedisiplinan karyawan dalam mematuhi peraturan yang
ada dan melaksanakan instruksi yang diberikan
kepadanya dapat menjadi tolak ukur kinerja.
3. Kerjasama
Diukur dari kesediaan pegawai dalam berpartisipasi dan
bekerja sama dengan pegawai lain sehingga hasil
pekerjaannya akan semakin baik.
29

4. Keterampilan
Keterampilan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan
yang telah dibebankan kepadanya juga menjadi tolak ukur
dalam meningkatkan kinerja.
5. Tanggung Jawab
Kinerja pegawai juga dapat diukur dari kesediaan
pegawai dalam mempertanggungjawabkan pekerjaan dan
hasil kerjanya.
30

2.1.5 Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No. Penulis Judul Penelitian Variabel Penelitian


1. Vera Parlinda, Pengaruh Kepemimpinan, X1 : Kepemimpinan
M.Wahyudin Motivasi, Pelatihan, dan X2 : Motivasi Kerja
(2009) Lingkungan kerja terhadap X3 : Pelatihan Kerja
Kinerja Karyawan Pada X4 : Lingkungan Kerja
Perusahaan Daerah Air Y : Kinerja Pegawai
Minun Kota Surakarta
2. Ida Ayu Pengaruh Motivasi Kerja, X1 : Motivasi Kerja
Brahmasari dan Kepemimpinan dan Budaya X2 : Kepemimpinan
Agus Suprayetno Organisasi Terhadap X3 : Budaya Organisasi
(2008) Kepuasan Kerja Karyawan X4 : Kepuasan Kerja
serta Dampaknya pada Y : Kinerja Perusahaan
Kinerja Perusahaan
3. Imam Fauzi (2011) Pengaruh Kepemimpinan dan X1 : Kepemimpinan
Motivasi terhadap Kinerja X2 : Motivasi Kerja
Karyawan pada unit SKT Y : Kinerja Pegawai
Brak BL 53 PT. Djarum
Kudus
4. Shadare Oluseyi. A Pengaruh Motivasi Kerja, X1 : Motivasi Kerja
(Department of Efektivitas Kepemimpinan X2 : Kepemimpinan
Industrial Relations dan Manajemen Waktu X3 : Manajemen Waktu
and Personnel Terhadap Kinerja Karyawan Y : Kinerja Pegawai
Management) dan di Beberapa Industri di
Hammed, T. Ayo Ibadan, Oyo State, Nigeria
(Departement of
Guidance and
Conselling)
5. Syardianto, dkk Pengaruh kemampuan kerja X1 : Kemampuan Kerja
(2014) dan motvasi kerja terhadap X2 : Motivasi Kerja
kinerja pegawai pada Dinas Y : Kinerja Pegawai
Perhubungan Komunikasi
dan Informatika Kabupaten
Kutai Timur

Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan


kepemimpinan, kemampuan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja
pegawai antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Vera Parlinda, M.Wahyudin
(2009) berjudul Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Pelatihan,
31

dan Lingkungan kerja terhadap Kinerja Karyawan Pada


Perusahaan Daerah Air Minun Kota Surakarta. Hasil analisis
menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan dan motivasi
menurut analisa data di muka ternyata tidak signifikan sehingga
tidak berpengaruh pada kinerja karyawan Perusahaan Daerah Air
Minum Surakarta. Tetapi Nilai F-hitung sebesar 29,809. Artinya
bahwa secara bersama-sama faktor kepemimpinan, motivasi,
pelatihan dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja
karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Surakarta.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ida Ayu Brahmasari dan Agus
Suprayetno (2008) berjudul Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi
Kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Hasil
analisis menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja mempunyai
pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Dan variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Imam Fauzi (2011) berjudul
Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja
Karyawan pada unit SKT Brak BL 53 PT. Djarum Kudus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif,
signifikan kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja karyawan
baik secara parsial maupun simultan.
4. Peneliti yang dilakukan oleh Shadare Oluseyi. A (Department of
Industrial Relations and Personnel Management) dan Hammed, T.
Ayo (Departement of Guidance and Conselling) berjudul
Pengaruh Motivasi Kerja, Efektivitas Kepemimpinan dan
Manajemen Waktu Terhadap Kinerja Karyawan di Beberapa
Industri di Ibadan, Oyo State, Nigeria menyatakan bahwa adanya
korelasi positif dan signifikan antara variabel-variabel independen
32

terhadap kinerja karyawan, namun yang paling besar pengaruhnya


terhadap kinerja karyawan adalah kepemimpinan. Penelitian
mereka dimuat dalam European Journal of Economics, Finance
and Administrative Sciences, ISSN 1450-2275 Issue 16 (2009).
5. Penelitian yang dilakukan oleh Syardianto, dkk (2014) berjudul
Pengaruh kemampuan kerja dan motvasi kerja terhadap kinerja
pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Kutai Timur menyatakan bahwa kemampuan kerja
pegawai berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai,
motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kerja pegawai,
kedua varibel independen tersebut menjelaskan variabilitas
variabel kerja pegawai sebesar 43,1%. Sedangkan variabel
motivasi merupakan varibael yang paling erat pengaruhnya
terhadap kinerja pegawai.

2.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008:64).
Sedangkan menurut Suharsimi (2006:71) hipotesis merupakan
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,
sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dikatakan sementara karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian dan belum ada jawaban empiris.
Penolakan dan penerimaan hipotesis tergantung pada hasil
penyelidikan terhadap fakta-fakta. Dengan demikian, hipotesis adalah suatu
teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji.
Berdasarkan landasan teori di atas, dapat disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut:
33

: Diduga faktor kepemimpinan berpengaruh positif dan


signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Bina Marga
Dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah?
: Diduga faktor kemampuan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Bina Marga
Dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah?
: Diduga faktor motivasi kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Bina Marga
Dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah?
: Diduga faktor kepemimpinan, kemampuan kerja, motivasi
kerja selalu berpengaruh positif dan siginifikan terhadap
kinerja pegawai di Dinas Bina Marga Dan Cipta Karya?

2.3 Kerangka Pemikiran


Kerangka Pemikiran merupakan gambaran secara skematis tentang
arah penelitian yang dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu
diketahui skema penelitian yang menggambarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai. Di dalam suatu instansi pemerintah, kinerja
merupakan hal yang terpenting. Setiap pegawai dituntut untuk dapat
menampilkan kinerja yang baik dan memberikan kontribusi yang maksimal.
Kinerja dipengaruhi oleh kondisi input dan proses sumber daya manusia
sebagai faktor pendukung dalam menjalankan tugas. Kinerja merupakan
hasil dari suatu proses bekerja. Dalam penelitian ini yang menjadi indikator
kinerja adalah kuantitas, kualitas,ketepatan waktu, kehadiran, dan
kemampuan bekerja sama.
Dalam hal ini, motivasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kinerja pegawai, karena keinginan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
yang lebih baik harus dikerjakan dengan penuh rasa tanggung jawab serta
adanya minat dan daya pendorong untuk bekerja dengan baik, dari dalam
diri individu maupun dari organisasi. Motivasi merupakan dorongan atau
semangat yang membuat seseorang mempunyai tujuan dan ukuran standar
34

yang akan dicapai. Indikator dari motivasi meliputi hubungan dengan rekan
kerja dan atasan, lingkungan kerja, kesempatan meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan, pemberian tunjangan.
Namun hal tersebut perlu didukung dengan adanya sikap
kepemimpinan yang dapat mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama
dengan baik guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Kepemimpinan
dan motivasi saling terkait dalam mempengaruhi kinerja karyawan di dalam
suatu perusahaan.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan,
mengarahkan, mendorong, dan mengajak orang lain untuk bekerja sama dan
mau bekerja secara produktif guna pencapaian tujuan tertentu. Indikator
yang digunakan dalam variabel kepemimpinan yaitu: bersifat adil, memberi
sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan
rasa aman, sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi, dan bersikap
menghargai.
Dari penjelasan di atas dapat digambarkan sebuah model
kerangkapikir sebagai berikut :
35

X1.1

Kepemimpinan
X1.2
(X1)

X1.3 H1

X2.1 Y1

Kemampuan H2 Kinerja Pegawai


X2.2 Kerja Y2
(Y)
(X2)
X2.3 Y3

H3 H4
X3.1

Motivasi
X3.2 Kerja
(X3)
X3.3

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Keterangan :

= Pengaruh = Indikator
= Pengukuran
= Hipotesis = Variabel
36

Keterangan :
1. Indikator-indikator kepemimpinan (X1) antara lain :
a. Menjadi teladan (X1.1)
b. Keterampilan berkomunikasi (X1.2)
c. Ketegasan (X1.3)
2. Indikator-indikator kemampuan kerja (X2) antara lain :
a. Potensi diri pegawai (X2.1)
b. Keahlian dan keterampila pegawai (X2.2)
c. Ide – Ide (masukan) yang diberikan (X2.3)
3. Indikator-indikator motivasi kerja (X3) antara lain :
a. Pemberian Penghargaan (X3.1)
b. Gaji (X3.2)
c. Dorongan (X3.3)
4. Indikator-indikator kinerja pegawai (Y) antara lain :
a. Ketepatan waktu dalam menyelenggaraan pekerjaan (Y1)
b. Kerjasama (Y2)
c. Tanggung jawab (Y3)
37

2.4 Diagram Alur Penelitian


Gambar 2.2
Diagram Alur Penelitian

Latar Belakang Masalah

Tinjauan Pustaka

Metodelogi Penelitian

Pengumpulan Data

Kepemimpinan Kemampuan Motivasi Kerja


(X1) Kerja (X3)
(X2)

Kinerja
Pegawai
(Y)

Data tidak lengkap Pengolahan Data

Analisis Data

Implikasi Manajerial

Kesimpulan dan Saran


38

Keterangan diagram alir penelitian :


1. Latar Belakang Masalah
Pada tahap ini penulis mengidentifikasikan masalah yang terdapat
pada faktor – faktor yang mempengaruhi kepemimpinan, kemampuan
kerja dan motivasi kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Bina
Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah dan memberikan
batasan-batasan yang jelas pada masalah yang diangkat, dengan tujuan
agar pembahasan masalah tersebut nantinya tetap fokus dan tidak
melebar.
2. Tinjauan Pustaka
Setelah masalah yang ada diidentifikasi oleh penulis, maka langkah
selanjutnya adalah mengumpulkan referensi teori yang berkaitan
dengan penyelesaian masalah yang akan dilakukan oleh penulis.
3. Metodelogi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan sebuah cara untuk mengetahui
hasil dari sebuah permasalahan yang spesifik, dimana permasalahan
tersebut disebut juga dengan permasalahan penelitian.
Dalam Metodologi, peneliti menggunakan berbagai kriteria yang
berbeda untuk memecahkan masalah penelitian yang ada. Sumber yang
berbeda menyebutkan bahwa penggunaan berbagai jenis metode adalah
untuk memecahkan masalah. Peneliti menggunakan metode kuantitatif
dalam pengolahan data dan penyelesaian masalah.
4. Pengumpulan Data
Setelah melakukan langkah studi pustaka maka penulis
mengumpulkan data yang berkaitan dengan penyelesaian masalah
melalui dokumen milik perusahaan dan pengambilan data langsung ke
lapangan. Pengumpulan data tersebut mencakup:
a. Data Sekunder berupa studi dokumentasi
b. Data Primer berupa kuesioner
39

5. Penyajian dan Analisis Data


Dari data-data yang telah berhasil dikumpulkan, maka data-data
tersebut dianalisis dan diolah untuk menemukan penyelesaian masalah
yang tepat:
a. Analisis Kuantitatif
b. Uji Validitas dan Reliabilitas
c. Uji Asumsi Klasik
d. Analisis Regresi Linier Berganda
e. Uji Hipotesis
6. Kesimpulan dan Saran
Dari penyelesaian masalah yang dilakukan, maka penulis
memberikan kesimpulan dari hasil penyelesaian masalah tersebut dan
memberikan saran-saran yang diperlukan kepada pihak Dinas Bina
Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai