Cititation: Nugraha, Fahrul Triana. Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor dalam Perspektif
Kriminologi. LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan 1.1.2023. 23-36.
Submitted: 20-12-2022 Revised:15-01-2023 Accepted: 07-02-2023
Abstrak
Tindak pidana pencurian merupakan sebuah fenomena meresahkan yang terdapat dalam struktur
masyarakat dalam hal ini ialah dengan objek kendaraan bermotor. Studi kriminologi merupakan sebuah
upaya untuk mengkaji bagaimana suatu kejahatan dapat terjadi dengan mempertimbangkan berbagai
aspek salah satunya ialah aspek hukum dan sosial-ekonomi. Kriminologi memandang tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor sebagai sebuah gejala sosial yang tak terhindarkan, akan tetapi
kriminologi pun menawarkan berbagi upaya akan menangani hal tersebut samapi kepada akar
permasalahannya. Proses pemidanaan pun merupakan sebuah rangkaian dalam penyelesaian peradilan
konvensional menjadi tak terhindarkan. Upaya kajian kriminologi pun dilakukan untuk melihat
seberapa efektif penjatuhan hukuman dalam sistem peradilan pidana sesuai dengan apa yang telah
diperbuatnya. Metode penelitian menggunakan deskriptif analisis. Hasil analisis yang telah dilakukan
pada kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor: kajian kriminologi terhadap tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor, respon kriminologi atas pemidanaan pelaku tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor, kasus yang sudah diproses hukum telah dianalis menggunakan pendekatan
keadilan restoratif. Saran untuk kasus ini adalah menelaah sistem pemidanaan konvensional dengan
melakukan studi kriminologi, perlunya keterlibatan diantara para pihak yakni pelaku dan korban untuk
terciptanya keadilan bersama.
Kata Kunci: Kriminologi, Tindak Pidana, Sistem Peradilan Pidana, Pencurian Kendaraan Bermotor.
Abstract
The crime of robbery is a troubling phenomenon that exists in society, in this example the item of a
motorized automobile. Looking at criminology, it is trying out and observing how a criminal offense
can arise through thinking about diverse aspects, one in every of that's the prison and socio-monetary
aspects. Criminology perspectives the crime of motor automobile robbery as an unavoidable social
phenomenon, however criminology additionally gives to proportion efforts to cope with it to the
foundation of the problem. It is likewise a sequence withinside the traditional judicial agreement that
will become unavoidable. Efforts to take a look at criminology had been additionally achieved to look
how powerful the punishment withinside the crook justice device turned into according with what he
had done. The study approach uses descriptive evaluation. The outcomes of the evaluation which have
been achieved withinside the case of the crime of motor automobile robbery: criminological research
of the crime of motor automobile robbery, criminological responses to the conviction of perpetrators
of the crime of motor automobile robbery, instances which have been processed through regulation had
been analyzed the use of a restorative justice approach. The inspiration for this example is to observe
the traditional crook device through undertaking a criminology, the want for involvement among the
parties, specifically the wrongdoer and the sufferer to create mutual justice.
Keywords: Criminology, Crime, Criminal Justice System, Motor Vehicle Theft.
23
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki peraturan Perundang-undangan.
Adanya pemberlakuan peraturan Perundang-undangan tersebut tak dapat terlepas dari apa
yang selama ini didambakan oleh segenap masyarakat, ialah perdamaian. Negara hukum
menghendaki agar hukum ditegakkan tanpa memandang strata sosial. Artinya, segala
perbuatan yang ditimbulkan oleh khalayak umum dalam hal ini ialah masyarakat, maupun
penguasa pada pucuk pimpinan Negara, harus didasarkan kepada hukum. Setiap warga
Negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum dan wajib menjunjung tinggi
dan menyadari akan pemberlakuan hukum tersebut. Oleh karena itu, semua elemen yang
menyangkut dalam negara baik itu aparatur negara, aparat penegak hukum maupun
masyarakat umum, sudah seharusnya menjunjung tinggi keberlakuan hukum dan ikut serta
dalam menegakkan hukum itu sendiri.
Menurut UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah
Negara hukum”, yang berarti Negara Indonesia berdasar pada keberadaan hukum
(Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Bagaimanapun hukum
harus tetap ditegakkan. Tetapi, dalam segelintir proses penegakan inilah, indikator
pencapaian hukum kerap kali tersendat, salah satu variabelnya ialah aktifitas kejahatan
yang tengah terjadi dalam kehidupan masyarakat, yang begitu kompleks dan terus
mengalami pembaharuan seiring dengan perkembangan zaman. Menurut Satjipto
Rahardjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan
hukum menjadi kenyataan.1 Secara konsepsional, arti dan inti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah
yang terwujud dalam serangkaian nilai untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan perdamaian pergaulan hidup.
Pengkajian tentang penyelenggaraan dan distribusi keadilan di Indonesia,
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dibahas karena masyarakat Indonesia
masih tergolong masyarakat majemuk yang tidak bisa terhindar dari masalah konflik atau
pertikaian dalam kehidupan masyarakat dewasa ini telah dan akan terus menjadi fenomena
biasa dalam masyarakat, baik yang terkait antara dua individu maupun lebih. Situasi ini
akan semakin mempersulit dunia hukum dan peradilan apabila semua pihak terlibat
konflik, sengketa atau pertikaian itu diproses secara hukum oleh Peradilan.
Konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang
menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak
pidana serta korbannya sendiri. Hal ini berangkat dari pandangan bahwa dalam suatu
peristiwa kejahatan, penderitaan orang yang telah menjadi korban tidak saja berakibat pada
orang itu sendiri, tetapi juga berdampak pada orang- orang disekitanya. Bahkan juga
berdampak pada masyarakat dan Negara dalam lingkup yang lebih luas. Namun demikian,
dalam konsep restorative justice meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan
pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban
dan pelaku.
Keberangkatan penulis dalam menggarap karya ilmiah ini berawal dari fenomena
aktivitas kejahatan yang tengah berkembang seiring dengan pola kehidupan masyarakat.
1
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 2015), 19.
24
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
Salah satu kejahatan yang sering mengganggu keamanan dan ketertiban dalam
masyarakat, bahkan dapat mengancam nyawa manusia adalah tindak pidana pencurian.
Pada zaman sekarang ini, berbagai macam cara dan modus yang digunakan oleh para
pelaku kejahatan beraneka ragam, salah satunya adalah tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor yang menjadi konsen penulis dalam penulisan karya ilmiah ini. Pencurian
terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 362, ketentuannya
sebagai berikut: “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam
karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah”. Adapun unsur-unsur dalam Pasal 362 KUHP, yaitu:
perbuatan “mengambil”, yang diambil adalah suatu barang. Barang itu sebagian atau
seluruhnya milik orang lain, pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud memiliki
barang itu dengan melawan hukum.2
Kejahatan merupakan gejala sosial yang tak kunjung ada habisnya untuk dikaji, hal
ini mengingat semakin berkembangnya kejahatan seiring dengan perkembangan hidup
manusia. Kejahatan sebagai fenomena sosial lebih banyak dipengaruhi oleh berbagai
aspek kehidupan dalam masyarakat seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan hal-hal
yang berhubungan dengan upaya pertahanan dan keamanan negara.3
Sesampainya disana, penulis memiliki ketertarikan untuk membedah akar
permasalahan tersebut dengan pendekatan sebab-akibat. Maka dengan itu, ilmu
kriminologi setidaknya akan menghantarkan penulis pada konklusi yang paling akurat
mengenai fenomena kejahatan. Penelitian sebab-akibat dalam kriminologi berbeda dengan
penyelidikan hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar dapat dilakukan penuntutan
haruslah dapat dibuktikan bahwa antara suatu tindakan/perbuatan dengan akibat yang
dilarang terdapat suatu kesinambungan. Selain harus adanya suatu kesinambungan,
disyaratkan pula adanya mens-rea dalam hal pertanggungjawaban dari pelaku atas
perbuatan yang telah dilakukannya itu. Dengan kata lain, dalam hukum pidana mencari
suatu kesinambungan adalah upaya untuk melakukan tindakan selanjutnya yang akan
dilakukan terhadap pelaku, yakni menyangkut pertanggungjawaban pidana. Sedangkan,
dalam studi kriminologi, kejahatan yang disebut sebagai gejala sosial tersebut akan
dimulai pada tahap final, dalam arti lain, apabila hubungan sebab-akibat telah terbukti,
maka langkah selanjutnya bukan menentukan bahwa pelaku telah melakukan suatu
kejahatan serta dapat diminta pertanggungjawaban, melainkan, melangkah pada
pertanyaan selanjutnya, mengapa seseorang dengan ciri tertentu dapat melakukan suatu
aktifitas kejahatan?4
Berkenaan dengan apa yang selanjutnya akan dikaji oleh penulis melalui usulan
karya ilmiah yang berjudul Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Dalam
Perspektif Kriminologi, Penulis berkeinginan untuk membedah suatu kasus yang terjadi
di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kuningan, sejauh mana keterkaitan antara perspektif
2
Tri Fahtur Rohman Mikar, “Kajian Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor”, Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Medan Area 2, No. 5 (2018): 13.
3
Anthon F. Susanto, “Penelitian Hukum Transformatif Partisipatoris: Sebuah Gagasan Dan Konsep Awal”,
Jurnal Litigasi Fakultas Hukum Universitas Pasundan 17, No. 4 (2016): 14.
4
Nandang Sambas, Kriminologi Perspektif Hukum Pidana, (Jakarta:Sinar Grafika, 2019), 30.
25
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
yang akan dibahas dengan putusan hakim pada No: 86/Pid.B/2019/PN.Kng dengan
pendekatan restorative justice.
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran
secara seksama untuk mencapai suatu tujuan dengan cara mencari, mencatat, merumuskan,
dan menganalisis sampai menyusun laporan. Metode penelitian hukum, menurut Soerjono
Soekanto adalah “suatu kegiatan ilmiah, yang di dasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu, yang bertujuan mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,
dengan menganalisanya.5
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.
Penelitian yuridis normatif meneliti berdasarkan kepustakaan yang menggunakan bahan-
bahan literatur seperti buku-buku, undang-undang yang berlaku, dokumen-dokumen serta
media lainnya yang dapat dijadikan bahan data atau teori yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Kriminologi Memandang Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor
Kriminologi adalah ilmu yang tak dapat terlepas dari konteks sosial.
Pembaharuan zaman mengharuskan kriminologi melihat sudut pandang kejahatan
sesuai dengan apa yang kerap dihadapi oleh manusia pada saat itu. Sebab timbulnya
kejahatan ialah tidak menutup kemungkinan bahwa akses terhadap kesejahteraan
sosial tidak selalu dimiliki oleh seluruh masyarakat manusia yang sedikit-banyak
mendambakan hal tersebut.
Tak hanya faktor diluar diri manusia sebagaimana telah disebutkan, kriminologi
pun dapat melihat aktivitas kejahatan yang ditimbulkan oleh diri manusia itu sendiri.
Seperti halnya pemaparan beberapa teori kriminologi psikologis bahwasanya suatu
tindakan kejahatan dapat diakibatkan oleh sikap anti-sosial pada manusia tersebut,
terdapat jarak dengan keluarga sehingga dapat terbebas dari kendalinya, lalu
minimnya pemahaman diri manusia tersebut terhadap aktivitas spiritual. Itulah
barangkali sedikit konklusi atas kompleksitas perilaku manusia sehingga aktivitas
kejahatan dapat terjadi.
Setiap manusia memiliki sikap baik dan buruk, disebabkan kedua sifat itu
merupakan naluri bagi tiap manusia, apalagi lingkungan yang kurang mendukung
tentu dapat mempengaruhi baik dan buruknya manusia tersebut. Sama halnya dengan
pelaku kejahatan, baik buruknya pelaku tentu sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dimana ia berada, pada pergaulan yang ia ikuti tentu sangat mempengaruhi
kepribadian dan tingkah laku seseorang.
1. Teori Ketegangan Anomi
Robert Merton selaku pencetus teori tersebut menekankan bahwa setiap
masyarakat manusia tentu taat akan hukum, tetapi dalam kondisi tertentu,
Merton menyebutnya dalam suatu kondisi ketegangan, manusia dapat
berprilaku menyimpang dikarenakan berbagai alasan. Dalam teori ini, unsur
pertama kejahatan bukanlah disorganisasi lingkungan, melainkan tingginya
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2018), 43.
26
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
6
Robert Lily, Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi, (Jakarta: Prenadamedia, 2015), 75.
27
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
7
Robert Lily, Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi, 198.
8
Robert Lily, Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi, 199.
28
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
9
Robert Lily, Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi, 200.
29
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
30
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
31
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
konteks sosial guna menjungjung tinggi akan esensi hukum itu sendiri yakni
keadilan.
Selain itu, dengan terdapatnya lembaga pengawas hakim ini, sebuah
keberhasilan apabila dalam suatu penerapan hukum, hakim tidak memiliki
kepentingan apapun, selain untuk mencari sebuah jawaban yang paling
benar. Dengan terhindar dari intervensi unsur lain, maka pemutusan perkara
yang dijatuhkan oleh hakim pun murni untuk keadilan semata.
Dalam penelitian kali ini, penulis akan mengkaji suatu putusan lembaga
peradilan yang dijadikan alat penilaian akan tolak ukur aktivitas pemidanaan pada
ruang kontekstual. Sampel yang diambil ialah di wilayah hukum Pengadilan Negeri
Kuningan dengan putusan Nomor: 86/Pid.B/2019/PN Kng. Kasus tersebut tergolong
tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, dengan pelaku dikenakan hukuman
selama 6 bulan kurungan.
Dengan memberikan korelasi antara putusan yang diberikan oleh hakim dan
pendekatan melalui konsep keadilan restoratif oleh Tony Marshal, maka setidaknya
dapat menghantarkan penulis pada suatu konklusi akan persebahan jawaban,
walaupun hanya bersifat saran.
Unsur-unsur yang dikenakan hakim kepada pelaku tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor pada Nomor Putusan 86/Pid.B/2019/PN Kng., yakni pencurian
dengan alasan pemberatan, ialah sebagai berikut:
1. Unsur orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta
melakukan.
2. Unsur mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum.
3. Unsur barang siapa.
Dari ketiga hal tersebut, pun tentu majelis hakim mengeluarkan alasan yang
memberatkan dan meringankan sehingga dapat menghantarkan pelaku pada pidana
kurungan selama 6 (enam) bulan.
1. Alasan yang memberatkan
a. Perbuatan terdakwa telah merugikan orang lain.
b. Perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat.
2. Alasan yang meringankan
a. Terdakwa mengakui terus terang dan menyesali perbuatannya.
b. Terdakwa telah dimaafkan oleh saksi Yanto.
c. Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya.
d. Terdakwa belum pernah dihukum.
e. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
Berbicara terkait kronologis berdasarkan pada putusan tersebut, bahwa pada
suatu waktu, pelaku melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, motif
pelaku dalam melakukan hal tersebut pun tak dapat terlepas dari faktor ekonomi yang
menjerat pelaku dan mendukung pelaku melakukan hal tersebut. Pada saat itu, pelaku
meminta bantuan rekannya untuk membawa motor tersebut dengan alasan akan
dibawa kepada suatu tempat berdasarkan permintaan pemilik motor tersebut, alhasil
32
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
rekan pelaku tidak mengetahui bahwa pelaku sedang melakukan perbuatan pencurian.
Pada saat diperjalanan membawa motor tersebut, pelaku sempat tertangkap basah oleh
korban yang dalam hal ini ialah pemilik motor tersebut. Motor masih dalam keadaan
nol kerusakan. Pelaku pun langsung melarikan diri dikarenakan ada upaya dari korban
untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib.
Dikomparasikan dengan kasus Agus Mustopa, seorang penjahit dibilangan
Kabupaten Bandung, melakukan tindak pidana pencurian pada sebuah sepeda motor
milik majikannya, terdapat suatu kesamaan, yakni Agus Mustopa dan Agus Purnomo,
melakukan tindak pidana pencurian dikarenakan terdapat desakan kebutuhan
ekonomi. akan tetapi, berbeda dengan kasus yang menimpa Agus Mustopa, pria yang
bekerja sebagai tukang jahit mendapatkan permohonan maaf dari korban
(majikannya) yang sekaligus pemilik motor tersebut. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
kemudian memproses Agus Mustopa untuk kemudian mendapatkan pembebasan
sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020
Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Melihat hal tersebut, penyelesaian pidana secara konvensional memang tidak
mencirikan keadilan bagi kedua belah pihak. Penulis ingin menawarkan analisa Tony
Marshal terkait keadilan restoratif yakni penyelesaian perkara diluar lembaga
peradilan dengan melibatkan pelaku dan korban untuk berunding, sejauh mana mereka
layak mendapat keadilan. Dengan cara tersebut Tony Marshal mempunyai beberapa
asumsi, tak lain adalah sebagai berikut:
1. Sumber dari kejahatan adalah kondisi dan relasi sosial dalam masyarakat.
Pemerintah harus mampu menilai suatu pemberlakuan hukum tersebut
dengan dikaitkan pada efektifitas penyelesaian masalah, seperti halnya
mempertimbangkan konteks sosial.
2. Pencegahan kejahatan tergantung pada tanggung jawab masyarakat
(termasuk pemerintah lokal dan pemerintah pusat dalam kaitannya dengan
kebijakan sosial pada umumnya) untuk menangani kondisi sosial yang dapat
menyebabkan terjadinya kejahatan. Dengan terjadinya hal tersebut,
membuat keadilan restoratif menjadi suatu hal yang memang sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh masyarakat. Lambat laun, masyarakat pun akan
meniliai mana yang lebih baik diterapkan, yaitu penyelesaian pidana secara
konvensional yaitu melalui lembaga peradilan, maupun melalaui cara-cara
diluar lembaga hukum, salah satunya yakni keadilan restoratif.
3. Kepentingan para pihak dalam penyelesaian kasus kejahatan tidak dapat
diakomodasi tanpa disediakannya fasilitas untuk terjadinya keterlibatan
secara personal. Keterlibatan penyelesaian antara korban dengan pelaku pun
harus dilakukan, guna mencapai keinginan-keingan, untuk saling
berpartisipasi aktif mencari jalan keluar dari masing-masing pihak
berdasarkan beberapa pertimbangan salah satunya yakni faktor ekonomi.
4. Ukuran keadilan harus bersifat fleksibel untuk merespon fakta-fakta
penting, kebutuhan personal, dan penyelesaian dalam setiap kasus.
33
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
10
Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan
Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 2012), 140.
11
Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, 145.
34
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
akan dijumpai. Karena begitu kuat dan mencengkramnya aliran legisme dalam
penegakan hukum pidana di Indonesia, sehingga ketika muncul gagasan baru yang
mencoba “membongkar” pemahaman yang lama, hal itu dianggap sebagai barang
haram dan merupakan suatu pembangkangan.
D. SIMPULAN
Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor merupakan sebuah fenomena
meresahkan bagi masyarakat. Hal tersebut tak dapat terlepas dari apa yang terdapat pada
properti itu memang memiliki nilai ekonomi yang cukup besar apabila terjadi kerugian.
Disamping itu, kriminologi memandang bahwa kendaraan bermotor merupakan produk
yang cukup dibutuhkan oleh masyarakat, dan dapat dijadikan sebaagai komoditas pokok
dalam menjalankan aktivitas distribusi kehidupan. Karena itulah, kenapa tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor merupakan fenomena yang telah menjamur dan telah
merasuk pada tatanan masyarakat itu sendiri.
Kajian kriminologi menekankan bahwa suatu tindak kejahatan tidak akan terjadi
apabila tidak memiliki landasan alasan untuk dilakukan. Salah satunya yakni ketimpangan
sosial. Terjadinya suatu kejahatan terkhusus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor
merupakan diskursus yang memang perlu mendapatkan perhatian dari pihak pemberlaku
kebijakan serta mendapatkan respon serius dari masyarakat akan menyelesaikan masalah
tersebut.
E. SARAN
Dengan menghadirkan studi kriminologi, melihat bahwa pembaharuan hukum harus
segera dilakukan, secara rutin dengan cara mengkaji pola kehidupan masyarakat, dengan
meliputi apa yang dibutuhkan sampai kepada apa yang masyarakat resahkan. Pada tindak
pidana pencurian kendaraan bermotor, dengan mempertimbangkan latar belakang pelaku
tersebut dalam melancarkan perbuatannya, penulis memiliki pendapat bahwa sistem
peradilan pidan haruslah mempertimbangkan jeratan hukum yang akan dikenakan pada
pelaku. Masing-masing dari pihak haruslah terlibat dalam pencarian penyelesaian masalah
seadil-adilnya sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat serta konsekuensinya.
Dengan menghadirkan studi kriminologi, melihat bahwa pembaharuan hukum harus
segera dilakukan, secara rutin dengan cara mengkaji pola kehidupan masyarakat, dengan
meliputi apa yang dibutuhkan sampai kepada apa yang masyarakat resahkan. Pada tindak
pidana pencurian kendaraan bermotor, dengan mempertimbangkan latar belakang pelaku
tersebut dalam melancarkan perbuatannya, penulis memiliki pendapat bahwa sistem
peradilan pidan haruslah mempertimbangkan jeratan hukum yang akan dikenakan pada
pelaku. Masing-masing dari pihak haruslah terlibat dalam pencarian penyelesaian masalah
seadil-adilnya sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat serta konsekuensinya.
35
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan P-ISSN: - E-ISSN: -
Volume 1 Nomor 1 Februari 2023 https://jurnal.dokterlaw.com/index.php/lexlaguens
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Lily, Robert. Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi. Jakarta: Prenadamedia, 2015.
Rahardjo, Satjipto. Masalah Penegakan Hukum. Bandung: Sinar Baru, 2015.
Sambas, Nandang. Kriminologi Perspektif Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2019.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2018.
Jurnal:
Rohman Mikar, Tri Fahtur. “Kajian Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pencurian Sepeda
Motor”. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Medan Area 2, No. 5, (2018).
F. Susanto, Anthon. “Penelitian Hukum Transformatif Partisipatoris: Sebuah Gagasan Dan
Konsep Awal”. Jurnal Litigasi Fakultas Hukum Universitas Pasundan 17, No. 4, (2016).
36