Anda di halaman 1dari 31

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. New Public Management (NPM)

1. Definisi, Sejarah dan Karakteristik NPM

Istilah 'New Public Management' (NPM) merupakan deskripsi ringkas dari

suatu cara menata kembali lembaga sektor publik yang mengarah pada

pengelolaan, pelaporan, dan pendekatan akuntansi sebagaimana (persepsi tertentu

dari) metode bisnis (Dunleavy dan Hood, 1994). Diefenbach (2009) berpendapat

bahwa NPM adalah seperangkat asumsi dan pernyataan nilai tentang bagaimana

organisasi sektor publik seharusnya dirancang, diatur, dikelola dan bagaimana -

dengan cara kuasi-bisnis- mereka seharusnya berfungsi. Adapun Hood (1995)

berpendapat bahwa New Public Management (NPM) merupakan istilah yang

menggambarkan kebijakan penerapan teknik manajemen dari sektor privat

sebagai suatu upaya untuk mengurangi belanja pemerintah. Christopher Hood,

yang dikenal luas sebagai pencipta istilah NPM, mengakui bahwa istilah ini telah

digunakan secara berlebihan sampai pada tahap pelebaran konsep (Hood dan

Peters, 2004).

Secara teoritis, NPM dipengaruhi oleh berbagai ide eklektik dari berbagai

disiplin ilmu (Gruening, 2001) yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori:

administrasi publik neo-klasik dan manajemen publik yang berorientasi utama

pada penataan negara yang tertib, penerapan prinsip-prinsip ilmiah pada lembaga

negara dan pengambilan keputusan kolektif; ilmu manajemen yang mendorong


commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

pengenalan gagasan dan teknik manajemen sektor privat pada sektor publik; dan

ekonomika kelembagaan baru yang memandang pengambil kebijakan pemerintah

sebagai subyek dengan kepentingan pribadi yang bekerja dalam lingkungan

dimana asimetri informasi, rasionalisasi yang dibatasi dan oportunisme

mendorong terjadinya transaction costs dan agency costs.

Secara umum, NPM bertujuan untuk meluruskan anggapan negatif

mengenai sektor publik, terutama pendapat yang menyatakan bahwa sektor publik

tidak efisien dan terlalu gemuk. Seiring semakin meluasnya doktrin NPM, para

pendukungnya menekankan strategi untuk memperkecil dan merampingkan

ukuran (Pollitt dan Bouckaert 2003: 21; Van de Walle dan Hammerschmid 2011:

24 dalam(Alonso et al., 2015). Ide dasar NPM adalah membuat organisasi sektor

publik dan mereka yang bekerja di dalamnya menjadi lebih “business-like” dan

“market-oriented”, dalam hal kinerja, efisiensi biaya, dan orientasi audit (Cohen

et al., 1999; Deem, 2004). Walaupun NPM dikatakan memiliki keunggulan diatas

manajemen publik tradisional, yaitu mendukung peningkatan teknik-teknik

pengukuran untuk mengevaluasi kinerja sektor publik dengan lebih baik, baik

kalangan akademisi maupun lembaga pemerintah hanya memiliki sedikit cara

untuk mengevaluasi NPM itu sendiri (Clifton et al., 2005).

NPM diperkenalkan kepada organisasi sektor publik pada akhir 1970-an

(Cohen et al., 1999; Dent dan Barry, 2004) dan awal 1980-an di UK dan

beberapa pemerintah kota di US yang mengalami resesi ekonomi dan penantangan

pajak (Gruening, 2001), selanjutnya diikuti New Zealand dan Australia.

Kesuksesan dua negara tersebut menempatkan reformasi NPM sebagai agenda di


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

negara-negara lain. Hal ini menjadikan NPM terutama sebagai sebuah gerakan

yang didorong oleh para praktisi dengan tujuan meningkatkan tata kelola dan

praktik administrasi publik.

NPM sangat dikenal pada 1980-an dan 1990-an, menjadi suatu fenomena

yang mulai terjadi di negara-negara Anglo-Saxon dan kemudian ditiru, diadaptasi,

dan disebarluaskan secara global oleh organisasi internasional, terutama OECD

(Clifton dan Díaz-Fuentes, 2011). OECD merangkum upaya ini sebagai tujuan

untuk membuat sektor publik “ramping dan lebih kompetitif sementara, pada saat

yang sama, mencoba untuk membuat administrasi publik lebih responsif terhadap

kebutuhan warga dengan menawarkan value for money, fleksibilitas pilihan, dan

transparansi” (OECD, 1994 dalam(Groot dan Budding, 2008).

Walau saat ini popularitas NPM sudah berkurang, akan tetapi hubungan

antara praktik-praktik NPM dan kinerja organisasi publik tetap penting, terutama

karena pemerintah terus mencari cara untuk mengurangi anggaran sektor publik

ditengah krisis yang terjadi (Andrews dan Van de Walle, 2013). Alonso et al.

(2015) mengutip dari Haynes (2003) dan Pollitt (2007), bahwa NPM melibatkan

suatu upaya untuk menerapkan ide manajemen dari bisnis dan sektor swasta ke

dalam pelayanan publik. Selanjutnya dikatakan bahwa NPM merupakan

fenomena yang terdiri dari dua tingkatan, yaitu motivasi untuk memperbaiki

sektor publik, di lapisan atas, dan lapisan selanjutnya adalah suatu konsep,

kebijakan, dan praktik yang spesifik bertujuan untuk mereformasi sektor publik.

Tujuan utama NPM adalah memberikan organisasi sektor publik orientasi

baru dan, sambil melakukannya, merubah cara mereka beroperasi (Diefenbach,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

2009). Tiga orientasi eksternal strategis adalah: orientasi pasar; orientasi

pemangku kepentingan; dan orientasi pelanggan. Mengenai orientasi internal,

terdapat dua tujuan strategis yang secara khusus disebutkan lagi dan lagi dalam

pembahasan mengenai NPM, yaitu: peningkatan efisiensi, efektivitas dan

produktivitas, serta efektivitas biaya.

2. NPM dan Reformasi Sektor Publik

Reformasi NPM diterapkan berbeda-beda pada tiap negara. New Zealand

mengambil ide-ide manajerial tentang pengendalian dan akuntabilitas,

penggunaan kontrak kerja jangka tetap untuk posisi manajemen senior, dan

memberlakukan gagasan ekonomi kelembagaan baru dalam mendefinisikan

hubungan kontraktual antara pelaku yang berbeda, sedangkan reformasi NPM

Australia sebagian didasarkan pada penilaian kembali nilai-nilai pelayanan publik

Australia dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu, dalam

proses pengembangan NPM sendiri, beberapa negara menerapkannya secara

terpusat/sentralistik seperti misalnya New Zealand, dan beberapa lainnya

mengembangkannya pada tingkat pemerintah kota/desentralisasi seperti misalnya

Swedia (Groot dan Budding, 2008).

Pada kebanyakan negara, reformasi NPM didukung oleh desentralisasi tugas

eksekutif dari kementerian pada entitas semi-independen, misalnya dalam hal

penerbitan (sebagian) regulasi, tata kelola, penyediaan layanan dan saran

kebijakan (Pollitt dan Bouckaert, 2000; van Thiel, 2004 dalam(Groot dan

Budding, 2008) . Sesuai dengan tema-tema NPM yang diidentifikasi oleh OECD,

terdapat tiga tema yang muncul dalam tiap reformasi NPM, yaitu: desentralisasi;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

peningkatan daya saing melalui peningkatan efisiensi dan efektifitas; dan

akuntabilitas kinerja. Penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan dalam rangka

reformasi NPM dipandang sebagai cara untuk meningkatkan akuntabilitas

organisasi sektor publik, dan pembuatan keputusan dalam lembaga sektor publik,

dan telah menghasilkan sistem akuntansi, penganggaran, dan pengukuran kinerja

yang baru (Hyndman et al., 2007; Lapsley, 2008).

Reformasi NPM telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari negara

berkembang selama tahun 1990-an (Rahshanjani dan Alam, 1997; Larbi, 1998;

Common, 1999; Samaratunge dan Hughes, 2001; Samaratunge dan Bennington,

2002; ADB, 2004 dalam(Samaratunge et al., 2008). Apabila reformasi NPM di

negara-negara barat dipengaruhi secara signifikan oleh empat faktor: sistem

politik, politik partai, pertimbangan makroekonomi, dan tradisi yang berlaku (Lee

dan Haque, 2006) maka pada kasus negara Asia Selatan dan Tenggara terdapat

dua faktor yang harus ditambahkan, yaitu peran lembaga pembangunan

internasional dan kondisi masyarakat sipil (Samaratunge et al., 2008).

Lembaga pembangunan internasional menempatkan reformasi NPM sebagai

prekondisi yang diperlukan untuk memperoleh bantuan asing karena model ini

dipercaya meningkatkan fleksibilitas dan dinamika sektor publik yang bertujuan

untuk meraup manfaat globalisasi dan untuk menarik investasi asing. Dalam hal

ini, manajemen sektor publik yang efisien memiliki peran utama dalam

menciptakan kondisi yang kondusif bagi investor asing. Diatas segalanya,

komitmen politik dan kepemimpinan menjadi faktor yang paling berpengaruh. Di

kawasan Asia Tenggara, misalnya, Singapura dan Malaysia yang dapat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

dikategorikan sebagai contoh sukses dengan reformasinya, memiliki

kepemimpinan politik yang kuat. Sebaliknya, praktik reformasi NPM di Sri Lanka

dan Bangladesh menunjukkan bahwa pendorong utama adalah untuk

memperkenalkan perubahan struktural dalam sistem administrasi publik. Tidak

ada inisiatif besar yang diambil dalam memperkenalkan rule-based government

dan infrastruktur kelembagaan yang diperlukan untuk mendukung praktik NPM,

karenanya Bangladesh dan Sri Lanka mengalami transisi yang sangat kompleks

dan beresiko secara politik. Hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa negara-

negara tanpa kepemimpinan yang kuat dan sistem akuntabilitas memadai, tidak

dapat mengharapkan hasil yang sukses dari agenda reformasi NPM mereka

(Samaratunge et al., 2008).

3. NPM dan Akuntansi Akrual

Dalam bidang akuntansi, banyak pemerintahan yang telah mengadopsi

gagasan NPM juga menerapkan basis akuntansi akrual (sebagai lawan basis kas),

laporan keuangan gaya privat (vs laporan anggaran terkait pengeluaran kas),

anggaran terdesentralisasi (vs pengendalian anggaran pusat), fleksibilitas dalam

pelaksanaan anggaran (menggantikan annualitas yang kuat) dan fokus pada

pelaporan kinerja terkait pengeluaran atas output dan prestasi (menggantikan

fokus terhadap pengendalian input). Tujuan, target dan identifikasi biaya layanan

individu untuk memungkinkan pilihan yang rasional juga cenderung menonjol

dalam sistem akuntansi yang mendukung reformasi NPM (Hyndman dan Liguori,

2016).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

B. Akuntansi Akrual dan Penerapannya pada Sektor Publik

1. Definisi Akuntansi Berbasis Akrual

Perbedaan utama antara akuntansi kas dan akrual terletak pada waktu

pengakuan transaksi. Apabila pada akuntansi berbasis kas transaksi diakui pada

saat kas diterima atau dikeluarkan, maka pada akuntansi berbasis akrual transaksi

diakui pada saat terjadinya yaitu pendapatan diakui pada saat hak telah diperoleh

(earned) dan beban (belanja) diakui pada saat kewajiban timbul atau sumber daya

dikonsumsi (RI, 2010). Dengan kata lain, akuntansi kas berfokus pada

penerimaan kas, pembayaran kas dan surplus atau defisit kas, sedangkan

akuntansi akrual berfokus pada pendapatan, beban dan laba atau rugi.

OECD sebagai organisasi internasional yang mempromotori penerapan

akuntansi akrual pada sektor publik, dalam laporan sintesisnya dengan tema nilai

akuntansi akrual bagi sektor publik (OECD, 1993), mengibaratkan akuntansi kas

dan akrual mewakili dua titik akhir dari sebuah spektrum basis akuntansi dan

pelaporan keuangan. Akuntansi kas mengakui transaksi ketika kas dibayarkan

atau diterima tanpa memperhatikan bilamana jasa disediakan atau manfaat

diterima atas suatu transaksi. Hasil keuangan dilaporkan berdasarkan perbedaan

antara kas yang diterima dan dibayarkan. Informasi disediakan dengan didasari

bukti penerimaan dan penggunaan kas atas dana tertentu selama satu periode

akuntansi. Akuntansi kas secara tradisonal telah menjadi basis yang digunakan

hampir seluruh entitas sektor publik dalam pertanggungjawaban dan pelaporan,

terutama merefleksikan manfaat metode ini dalam kesesuaiannya dengan batas

pembelanjaan (kas). Akuntansi kas telah menjadi basis penganggaran dana


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

pemerintah secara tradisional dan pertanggungjawaban entitas sektor publik pada

umumnya.

Akuntansi akrual (atau komprehensif) mengakui transaksi atau peristiwa

pada saat terjadinya, tanpa memperhatikan ketika kas dibayarkan atau diterima,

dengan tujuan menyandingkan biaya yang timbul selama satu periode akuntansi

tertentu dengan manfaat yang dihasilkan (earned), serta pendapatan dengan

barang atau jasa yang diberikan. Transaksi-transaksi ini bisa berdiri sendiri, tidak

melibatkan transaksi kas, namun dapat juga melibatkan transaksi kas. Elemen

akuntansi dan pelaporan berbasis akrual mencakup:

a. pendapatan, mewakili jumlah yang dihasilkan selama periode dengan atau

tanpa penerimaan kas;

b. beban, mencakup barang atau jasa yang dikonsumsi selama satu periode baik

yang telah dibayar atau belum;

c. aset, yang mewakili sumber daya yang dikuasai suatu entitas sebagai hasil

dari transaksi masa lalu dan darimana aliran manfaat ekonomi masa depan

diharapkan;

d. kewajiban, mewakili kewajiban entitas di masa mendatang sebagai hasil dari

perjanjian di masa lalu yang berakibat pada aliran keluar sumber daya yang

memiliki manfaat ekonomi di masa mendatang; dan

e. ekuitas, yaitu kepentingan residual atas aset entitas setelah dikurangi dengan

seluruh kewajiban.

Hubungan antara pendapatan dan beban memungkinkan penentuan laba –aktivitas

business oriented- atau memungkinkan penilaian biaya neto penyediaan jasa –


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

organisasi nirlaba. Perbedaan antara waktu pengakuan pendapatan dan beban serta

transaksi kas menimbulkan aset (manfaat ekonomi di masa depan) serta kewajiban

(aliran keluar manfaat ekonomi di masa depan) yang dikapitalisasi sebagai

pendapatan dan beban pada periode terjadinya. Contoh yang paling umum adalah

depresiasi yang timbul akibat penggunaan aset modal. Hubungan antara aset dan

kewajiban memungkinkan penilaian terhadap posisi keuangan entitas.

Secara umum, basis akrual pada akuntansi dan pelaporan diakui

kemanfaatannya dalam menyediakan informasi mengenai hal-hal seperti sumber

daya yang dikendalikan oleh entitas, biaya penuh operasi atau penyediaan jasa,

dan penilaian ekonomi dan efisiensi operasi. Tersirat dari pengenalan akuntansi

akrual pada berbagai negara adalah pemahaman bahwa terdapat peningkatan

manfaat yang diperoleh dari akuntansi akrual dibandingkan dengan kas,

diantaranya berikut ini.

a. Mencerminkan dan memberikan dasar akuntabilitas sebagai fleksibilitas

tambahan yang diberikan pada manajer sektor publik.

b. Melandasi tujuan untuk pendekatan yang lebih kompetitif untuk penyediaan

layanan sektor publik.

c. Memfasilitasi pengelolaan sumber daya yang lebih efisien dan efektif.

d. Meningkatkan akuntabilitas.

e. Memberikan fokus pandangan yang lebih berjangka panjang atas dampak dari

keputusan pemerintah atau manajemen.

Menurut International Public Sector Accounting Standards Board

(IPSASB), informasi yang terkandung dalam laporan keuangan yang disusun


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

dengan basis akrual bermanfaat bagi akuntabilitas dan pembuatan keputusan

(IPSASB, 2011). Terlebih, akuntansi akrual menyediakan informasi mengenai

kinerja dan posisi keuangan sumber daya publik yang tidak diperoleh dari

akuntansi kas (Rowles, 2004). Akuntansi akrual menyediakan informasi mengenai

pendapatan dan beban, termasuk pengaruh transaksi yang belum melibatkan

penerimaan maupun pengeluaran kas (IPSASB, 2011). Standar akuntansi akrual

memaksa pemerintah untuk mengetahui dan merencanakan pembayaran atas

semua kewajiban yang diakui, bukan hanya pinjaman. Dengan demikian,

akuntansi akrual memungkinkan pemerintah untuk membuat komitmen dan

tanggung jawab yang jauh ke depan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan

mengapa akuntansi akrual dikatakan memungkinkan pengambilan keputusan yang

lebih tepat.

2. Penerapan Akuntansi Akrual pada Sektor Publik

Aspek penting dari NPM adalah gagasan untuk menggantikan akuntansi kas

tradisional dengan prinsip akuntansi akrual untuk keperluan pelaporan keuangan,

atau dengan kata lain adopsi akuntansi akrual merupakan bagian integral dari

reformasi manajemen (keuangan) sektor publik (Barton, 2009). Pengenalan

akuntansi akrual pada sektor publik dipandang sebagai sarana dan bukan sebagai

tujuan, yaitu bahwa akuntansi akrual adalah cara yang lebih baik untuk mengukur

kinerja (Lye et al., 2005). Akuntansi akrual merupakan basis akuntansi yang

mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat terjadinya tanpa

memperhatikan ketika kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Elemen yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

diakui dengan basis akrual adalah aset, kewajiban, aset bersih/ekuitas, pendapatan

dan beban.

Dua alasan yang mendasari penerapan akuntansi akrual adalah berikut ini.

1. Akuntansi akrual meningkatkan transparansi internal dan eksternal,

meningkatkan akuntabilitas negara dan entitas nirlaba. Sampai pada tingkat

bahwa reformasi akuntansi akrual pemerintah mencakup standar yang serupa

dengan standar akuntansi keuangan sektor komersial, memperkenalkan

akuntansi akrual juga dapat memfasilitasi perbandingan antara biaya

penyediaan layanan publik dengan biaya jasa yang dibeli langsung dari

sumber non-pemerintah (IFAC, 2003; Newberry dan Pallot, 2005

dalam(Groot dan Budding, 2008).

2. Akuntansi akrual membantu dalam mengidentifikasi biaya keseluruhan

kegiatan, memungkinkan peningkatan pembuatan keputusan dalam hal

alokasi sumberdaya, koordinasi dan pengendalian (Webster dan Kruglanski,

1994; Wong, 1998; Likierman, 2000; Bac, 2003 dalam(Groot dan Budding,

2008). Pembuatan keputusan yang lebih baik dipercaya akan meningkatkan

kinerja.

Beberapa dari kalangan cendekiawan mengklaim bahwa metode akuntansi

akrual sektor komersial tidak dapat diterapkan pada sektor publik tanpa

modifikasi. Mereka menyatakan bahwa akuntansi akrual tidaklah netral bagi

segala sektor. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa

terdapat perbedaan pengenalan akuntansi akrual pada berbagai negara (Carlin,

2006 dalam(Groot dan Budding, 2008). Di New Zealand, biaya modal pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

entitas pemerintah menunjukkan bias yang lebih tinggi daripada organisasi sektor

privat. Hal ini menempatkan entitas pelayanan pemerintah pada kelemahan daya

saing sehingga usulan privatisasi menjadi lebih menarik (Newberry dan Pallot,

2005 dalam(Groot dan Budding, 2008). Informasi akuntansi akrual lebih

digunakan dalam menentukan informasi suatu produk dan biaya jasanya daripada

untuk kegunaan umum laporan keuangan. Secara umum, informasi akuntansi

akrual kurang dapat digunakan dalam keputusan penganggaran dan pembuatan

kebijakan, tetapi lebih pada manajemen kinerja dan pengendalian manakala

penganggaran masih disusun berdasarkan prinsip kas (Paulsson, 2006).

Pengenalan akuntansi akrual pada sektor publik bukanlah suatu revolusi

yang damai, banyak literatur-literatur baik yang pro maupun kontra. Para

pendukung penerapan akuntansi akrual di sektor publik terutama ditandai dengan

pengagungan terhadap konsep tersebut tanpa dilandasi bukti empiris untuk

mendukung pernyataannya (Potter, 1999). Beberapa tema terlihat dari tulisan-

tulisan tersebut.

Dari yang paling sederhana, beberapa literatur membenarkan penerapan

akuntansi akrual pada sektor publik dengan dasar bahwa hal tersebut merupakan

sesuatu yang tak terhindarkan (OECD, 1993; Carter, 1994; McPhee, 1994

dalam(Carlin, 2005). Penulis lain telah membenarkan pernyataan mereka bahwa

organisasi sektor publik harus mengadopsi akuntansi dan pelaporan akrual dengan

mengacu pada pernyataan bahwa sistem pelaporan berbasis akrual adalah

“superior” dibandingkan sistem lainnya (Mellor, 1996; Carlin, 2005). Tulisan-

tulisan tersebut menyatakan bahwa akuntansi akrual merupakan “hal baik” bagi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

manajemen publik, menjelaskan alasan-alasan “mengapa” sektor publik harus

mengadopsi struktur akuntansi dan pelaporan baru, tanpa disertai penjelasan

“bagaimana” hal ini dijalankan dalam praktiknya ataupun “apa” dampak yang

akan diperoleh apabila proses penerapan telah selesai (Carlin, 2005).

Pada tingkat yang lebih rumit, terdapat tiga tema saling terkait yang dapat

ditemukan dalam literatur-literatur pendukung akuntansi akrual pada sektor publik

yang menjelaskan elemen kunci “apa”. Pertama, seringkali dinyatakan bahwa

akuntansi akrual akan meningkatkan transparansi baik internal maupun eksternal.

Kedua, seringkali dinyatakan bahwa peningkatan transparansi internal dan

eksternal merupakan dasar yang memadai untuk merekomendasikan adopsi

akuntansi akrual di atas sistem alternatif lainnya. Selanjutnya, dikatakan bahwa

peningkatan transparansi, terutama internal, pada gilirannya akan menggerakkan

kinerja organisasi melalui alokasi sumber daya yang lebih baik. Ketiga, bahwa

akuntansi akrual memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi biaya penuh

kegiatan. Hal ini mengarah pada efisiensi yang lebih besar, alokasi sumber daya

yang lebih baik, serta peningkatan kinerja.

Tidak banyak bukti empiris terpublikasi mengenai pengaruh penerapan

akuntansi akrual pada sektor publik, dalam hal efisiensi misalnya (Ahn et al.,

2014). Akan tetapi pada penelitian di Universitas Ilmu Kedokteran di Iran dengan

menggunakan mixed method, Abolhalaje et al. (2012) memperoleh hasil bahwa

penerapan akuntansi akrual berdampak pada pengelolaan sumber daya yang lebih

optimal dan meningkatkan sensitivitas unit atas konsumsi sumber daya. Hal ini

dianggap sebagai tanda bahwa penerapan akuntansi akrual meningkatkan efisiensi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

pengelolaan sumber daya. Penelitian lainnya mengindikasikan bahwa akuntansi

akrual efektif dalam melaporkan transparansi, meningkatkan akuntabilitas dan

menentukan total biaya jasa serta kegiatan sektor publik (Bastani et al., 2012).

Terlepas dari masih terdapat pro kontra mengenai penerapan akuntansi

berbasis akrual pada sektor publik, pada prinsipnya isu tersebut bukan terletak

pada pilihan antara mengadopsi atau tidak melainkan menemukan model yang

tepat untuk kebutuhan pemerintah (Barton, 2009). Selama lebih dari dua dekade

terakhir, telah banyak negara beralih dari akuntansi berbasis kas menjadi

akuntansi berbasis akrual. Diawali oleh New Zealand dan Australia, dan diikuti

oleh beberapa negara Eropa seperti Spanyol, Swedia, dan UK. Migrasi dari basis

kas menuju basis akrual ini terutama dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan

akuntabilitas dan transparansi.

Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSASB) yang

merupakan bagian dari Federasi Akuntan Internasional (IFAC) yang menerbitkan

Standar Akuntansi Publik Sektor Internasional (IPSAS) dan giat mendorong

pemerintahan dalam segala tingkatan untuk beralih pada akuntansi akrual dan

mengadopsi Standar Akuntansi Publik Sektor Internasional (IPSAS) menyatakan

bahwa lebih dari laporan keuangan berbasis kas, laporan keuangan berbasis akrual

memberikan informasi yang lebih relevan, andal, dapat diperbandingkan, dan

bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan (IPSASB, 2011). Pentingnya

pemerintah meningkatkan pelaporan keuangannya juga menjadi perhatian institusi

keuangan internasional maupun regional seperti Bank Dunia, IMF, ADB dan

UNDP (Hepworth, 2003). Institusi-institusi tersebut juga secara kuat mendorong


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

negara-negara berkembang untuk beralih pada akuntansi berbasis akrual (Adhikari

dan Mellemvik, 2011; Ahn et al., 2014). Bahkan seringkali, bantuan keuangan

yang diluncurkan oleh institusi-institusi keuangan tersebut bergantung pada

bagaimana negara-negara tersebut meningkatkan sistem informasi akuntansinya

dan mengadopsi akuntansi akrual (Tickell, 2010).

Upaya untuk menerapkan akuntansi akrual pada sektor publik tidak

didasarkan pada keyakinan bahwa metode ini superior dibandingkan metode

lainnya, tetapi bertujuan untuk mencapai kombinasi terbaik informasi keuangan

berbasis kas dan akrual. Informasi tersebut digunakan sebagai alat tambahan bagi

manajemen untuk menstimuli dan mencerminkan kinerja sektor publik yang lebih

baik dan lebih berorientasi pada hasil. Dengan demikian, akuntansi akrual

haruslah dipandang sebagai sarana dan bukan tujuan akhir (OECD, 1993).

Peralihan basis akuntansi ini merupakan tugas yang sangat besar bagi

pemerintah, karenanya bagi negara berkembang dengan sumber daya aparatur

pemerintah dan infrastruktur yang kurang memadai akan mengalami kesulitan

dalam penerapannya. Proses tahapan penerapan yang berhasil dilakukan di

negara-negara lain dengan sumber daya aparatur berkeahlian tinggi mungkin tidak

dapat diterapkan, sehingga metode penerapan alternatif harus dieksplorasi.

Akuntansi akrual, walaupun dikatakan telah berhasil diterapkan di negara maju,

belum berhasil diintegrasikan ke dalam sistem akuntansi pada banyak negara

berkembang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sifat dan kecepatan

peralihan menuju akuntansi akrual mencakup hal-hal berikut ini (IPSASB, 2011).

a. Sistem pemerintahan dan kondisi politik suatu negara.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

b. Bilamana reformasi hanya berfokus pada perubahan kerangka kerja pelaporan

atau meliputi skala reformasi yang lebih luas.

c. Bilamana perubahan digerakkan dari atas/“top down” atau bawah/“bottom

up”.

d. Basis akuntansi yang digunakan saat ini, kemampuan sistem informasi yang

telah ada, dan kelengkapan serta ketepatan informasi, terutama terkait aset

dan kewajiban.

e. Basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan dokumen anggaran.

f. Tingkat komitmen politik terhadap adopsi akuntansi akrual.

g. Kemampuan dan keterampilan SDM serta tanggung jawab organisasi untuk

menerapkan perubahan tersebut.

Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyatakan

bahwa pengenalan akuntansi akrual menyiratkan persyaratan untuk investasi

yang besar dalam sistem informasi manajemen untuk mendukung kebutuhan

anggaran ex-ante dan praktek manajemen yang lebih baik. Hal ini membutuhkan

perubahan budaya oleh manajer dalam departemen dan lembaga melalui

pemahaman dan penerimaan tentang bagaimana menggunakan informasi

tambahan dan mengenai manfaat potensial yang dihasilkan, serta komitmen untuk

berubah (OECD, 1993). Kebutuhan untuk pengeluaran yang besar atas

infrastruktur dan perubahan institusional yang diperlukan menjadi hambatan besar

bagi negara ekonomi berkembang. Fellow dan Kelaher (1991) berpendapat bahwa

konsep akuntansi akrual adalah sederhana untuk dipahami, akan tetapi sulit untuk

diterapkan. Terlebih lagi, tugas untuk menerapkan akuntansi keuangan akrual


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

seringkali diremehkan dalam proses komersialisasi. The Treasury Board of

Canada (IPSASB, 2011) telah mengidentifikasi beberapa pelajaran penting yang

dapat diambil dari organisasi pemerintahan yang telah beralih ke sistem akuntansi

akrual, yaitu berikut ini.

a. Adalah hampir mustahil untuk memiliki ekspektasi terlalu tinggi terhadap

jumlah pelatihan yang dibutuhkan.

b. Rotasi staf akan timbul selama penerapan.

c. Pelatihan akan memberikan hasil terbaik dengan menggunakan data aktual

karena lebih berarti bagi personel yang mengikutinya.

Fokus awal terhadap kebijakan dan standar akuntansi adalah tepat karena dapat

berdampak pada kebutuhan sistem informasi, strategi pelatihan dan strategi

komunikasi berikutnya.

Memperkenalkan akuntansi akrual bukanlah jaminan bahwa manfaat

potensial yang dijelaskan sebelumnya akan muncul atau terjadi. Manifestasinya

akan sangat bergantung pada penerapan yang cermat termasuk pertimbangan

terkait desain dan cara penerapannya dalam lingkungan reformasi sektor publik.

Pencapaian manfaat penerapan akuntansi akrual bergantung pada beberapa

kondisi berikut ini.

a. Informasi akrual harusnya meningkatkan atau ditingkatkan dengan informasi

mengenai output, kualitas layanan, efisiensi, efektivitas, serta kas (jika akan

ada sinergi yang tercipta).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

b. Strategi penerapan tingkat tinggi diperlukan untuk merangkul kepentingan

dari semua pihak dalam pemerintahan serta menyakinkan bahwa semua

kebutuhan pengguna telah diakomodir.

c. Basis akuntabilitas harus didefinisikan dengan jelas (dan lengkap). Manajer

harus diberikan insentif, fleksibilitas dan informasi untuk memungkinkan

mereka membuat keputusan alokasi sumber daya konsisten dengan basis

akuntabilitas. Jika perubahan hanya terbatas pada pelaporan akrual sementara

manajer terus beroperasi dan diminta pertanggungjawabannya pada basis

anggaran kas, maka resiko akuntansi akrual menjadi bentuk lain dari

pelaporan kepatuhan dan manfaat penuhnya tidak akan terealisasi.

d. Pengenalan akuntansi akrual mengimplikasikan kebutuhan investasi yang

besar atas sistem informasi manajemen dalam rangka mendukung keperluan

penganggaran ex ante dan meningkatkan praktik manajemen. Diperlukan

perubahan budaya manajer dalam departemen dan lembaga melalui

pengertian dan pemahaman mengenai bagaimana menggunakan informasi

tambahan tersebut dan manfaat potensial yang diberikannya, serta komitmen

untuk berubah. Pada akhirnya, hal ini membutuhkan investasi dalam masing-

masing departemen dan lembaga dalam re-skilling baik melalui rekrutmen

atau pelatihan, dan oleh pemerintah pusat dalam menentukan praktik terbaik.

e. Proses peralihan dari akuntansi dan pelaporan berbasis kas menuju basis

akrual melibatkan peningkatan kerumitan sistem akuntansi yang berimbas

pada peningkatan biaya, karenanya harus diimbangi dengan pertimbangan

manfaat yang dirasakan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

f. Terdapat banyak cara untuk menyajikan informasi keuangan berbasis akrual

pada laporan keuangan. Keputusan untuk menentukan model pelaporan yang

diambil harus mencerminkan keseimbangan antara tujuan pelaporan

keuangan dan biayanya.

g. Sudah jelas bahwa norma-norma dalam sektor privat tidak dapat diharapkan

untuk memenuhi kebutuhan lingkungan sektor publik. Akan selalu terdapat

kebutuhan untuk mengembangkan kebijakan akuntansi baru khusus bagi

sektor publik, kendatipun terdapat keuntungan yang dirasakan dari

harmonisasi pelaporan keuangan antara sektor publik dan privat.

h. Pertimbangan mengenai bilamana dan bagaimana informasi berbasis akrual

seharusnya dikonsolidasikan untuk menghasilkan laporan keuangan

pemerintah secara utuh.

C. Penelitian Terdahulu

Telah banyak penelitian mengenai adopsi akuntansi akrual pada sektor

publik, akan tetapi pada penelitian ini diambil beberapa yang lebih

mengkhususkan pada tema implementasi atau penerapan akuntansi berbasis akrual

pada sektor publik maupun organisasi nirlaba, terutama mengenai isu serta

tantangan atau hambatan yang dihadapi dalam pergeseran sistem akuntansi

berbasis kas menuju basis akrual. Athukorala dan Reid (2003) dalam

penelitiannya untuk Asian Development Bank (ADB) memeriksa relevansi

penganggaran dan akuntansi akrual bagi negara berkembang –khususnya anggota

ADB. Berbeda dengan negara maju, negara berkembang menghadapi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

permasalahan khusus sehubungan dengan sumber daya yang sangat terbatas

seperti infrastruktur, keterampilan yang tidak memadai terutama dalam hal

personel akuntansi baik dalam institusi pemerintahan maupun institusi audit, dan

informasi. Penerapan akuntansi akrual sebagai upaya untuk meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas pemerintah dapat mengalami kegagalan dihadapkan

pada kepentingan pribadi atau korupsi.

Lye et al. (2005) meneliti laporan keuangan pemerintah pusat New Zealand

dengan menggunakan strategi penelitian grounded theory. Penelitian tersebut

bertujuan untuk mengilustrasikan bagaimana perubahan dari akuntansi berbasis

kas menuju akuntansi berbasis akrual pada sektor publik di New Zealand.

Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa terdapat enam hal yang harus

mendahului perubahan, yaitu key people (aktor kunci), axial principles (prinsip

utama), communicating ideas (mengkomunikasikan gagasan), contextual

determinants (penentu kontekstual), ethos (etos), dan knowledge (pengetahuan).

Cohen et al. (2007) melakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mendasari dan

berkontribusi terhadap kegagalan teknologi informasi (TI) yang disebabkan

ketidaklayakan dan ketidakmampuan perangkat lunak yang telah dikembangkan

untuk mendukung reformasi akuntansi sektor publik di Yunani dan, akhirnya,

mengakibatkan keterlambatan penerapan akuntansi akrual pada sektor publik di

Yunani. Bukti empiris menunjukkan kurangnya sumber daya yang memadai untuk

pelatihan bersama dengan kekurangan keterampilan dan keahlian; tidak adanya

insentif untuk adopsi akuntansi akrual; kurangnya staf dan perangkat lunak yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

sesuai untuk melaksanakan akuntansi akrual atau menggunakan informasi yang

diberikan dengan cara yang tepat dan berguna; dukungan akuntansi atau audit

profesional tidak cukup; dan incommunicability informasi berkualitas lebih tinggi

yang berasal dari laporan keuangan berbasis akrual, telah secara sistematis

dilaporkan sebagai hambatan terhadap modernisasi sistem akuntansi publik.

Arnaboldi dan Lapsley (2009) melakukan studi implementasi akuntansi

akrual pada pemerintah lokal di UK dengan menggunakan pendekatan metode

kombinasi yang memiliki manfaat utama meningkatkan validitas hasil dengan

menarik kesimpulan berdasar bukti dari beberapa sumber. Berfokus pada

akuntansi aset yang pengakuan dan penilaiannya menjadi kesulitan utama pada

implementasi akuntansi akrual pada sektor publik. Dari tiga kota yang menjadi

obyek penelitian diperoleh temuan bahwa pada tingkat manajemen puncak

terdapat skeptimisme mengenai penggunaan informasi akuntansi aset/barang

modal dalam proses pengambilan keputusan, walaupun diakui memiliki peran

penting dalam melengkapi kewajiban.

Eriotis et al. (2011) melakukan penelitian survei pada tahun 2009 terhadap

Chief Financial Officers 132 rumah sakit umum di Yunani dengan tujuan untuk

memberikan bukti empiris terkait tingkat adopsi standar akuntansi akrual pada

sektor kesehatan publik di Yunani yang mulai diperkenalkan pada tahun 2003.

Secara umum, hasil survei menunjukkan bahwa tingkat adopsi akuntansi akrual di

rumah sakit umum Yunani khususnya adopsi akuntansi biaya hanya terwujud

sampai batas tertentu khusus, rata-rata sebesar 50,99% kepatuhan. Secara khusus,

tingkat adopsi berkaitan secara positif dengan kualitas IT, pelatihan terkait,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

tingkat pendidikan staf akuntansi, dan dukungan profesional. Hasil penelitian

tersebut juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara tingkat

adopsi dengan ukuran rumah sakit, biaya implementasi reformasi, latar belakang

pendidikan CEO, pengaruh pengalaman menjalankan akrual, dan ketiadaan

konflik hubungan antara pihak manajemen-tenaga medis.

Irvine (2011) meneliti proses perubahan dari sistem akuntansi berbasis kas

menjadi sistem akuntansi berbasis akrual pada organisasi nirlaba di Australia

dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan sistem akuntansi berbasis akrual dihambat oleh strategi implementasi

yang buruk, sumber daya yang tidak memadai, struktur organisasi yang otoriter

yang mengabaikan kompetensi teknis serta pelatihan yang diperlukan oleh tenaga

akuntansi. Berbagai hambatan tersebut menghasilkan sistem akuntansi setengah

jalan, antara kas dan akrual, serta sangat berbeda dari gambaran yang diharapkan.

Lande dan Rocher (2011) menjelaskan hal-hal apakah yang harus

dipertimbangkan dalam meraih kesuksesan menerapkan akuntansi akrual pada

sektor publik. Sebelum menerapkan sistem akuntansi baru, yaitu berbasis akrual,

adalah penting untuk memiliki budaya, material dan lingkungan organisasional

yang kondusif; juga kapasitas untuk menghadapi kesulitan teknis dan konseptual.

Terkait dengan faktor lingkungan, tahapan implementasi akuntansi akrual dibagi

kedalam tiga tahap: pertama, pembuat keputusan (decision-maker) harus

menentukan informasi seperti apakah yang diperlukan dan tujuan apa yang ingin

dicapai; kedua, redefinisi kerangka konseptual organisasi untuk mendukung

reformasi sistem akuntansi yang diinginkan; dan ketiga, mengevaluasi sumber


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

daya teknis dan manusia yang diperlukan untuk mensukseskan reformasi

(misalnya pelatihan staf). Adapun resiko terbesar dari penerapan sistem akuntansi

akrual menurut Lande dan Rocher (2011) adalah bilamana penerapan tersebut

tidak diikuti dengan pemahaman yang baik mengenai tujuannya. Oleh karena itu,

permasalahan teknis dan konseptual haruslah mendapat perhatian yang cukup

mengingat ketidaklengkapan standar akan mengarah pada penerapan yang parsial.

Pollanen dan Loiselle-Lapointe (2012) meneliti adopsi akuntansi akrual

pada pemerintah Kanada dengan menggunakan metode kualitatif exploratory.

Pendekatan implementasi yang digunakan sangat bergantung pada konsultan.

Kekurangan ahli akuntansi akrual dan sistem, bersama dengan tingginya

perputaran staf dengan keterampilan yang diperlukan mengakibatkan tingginya

kebutuhan akan konsultan luar. Temuan penelitian juga mengindikasikan bahwa

teknologi informasi menjadi pusat dalam implementasi akuntansi akrual pada

pemerintah Kanada.

Ahn et al. (2014) meneliti mengenai kekuatan institusional (institutional

forces), agen kunci perubahan (key change agents), dan keadaan politik lokal

(local political fields) dalam adopsi akuntansi akrual di Korea Selatan, dengan

mengambil dua kota yang dianggap berhasil dalam penerapan akuntansi akrual

sebagai obyek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun terdapat

kekurangan dalam hal pengetahuan akuntansi secara spesifik, akan tetapi

reformasi administratif di dua kota tersebut, dalam hal ini akuntansi akrual,

terbilang sukses dengan digerakkan oleh unsur politik (political drivers) serta

dorongan mencapai keuntungan simbolis (symbolic capital benefits) bagi individu


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

dan institusi. Political drivers dan benefits yang dimaksud adalah bahwa

keberhasilan penerapan akuntansi akrual memiliki manfaat politis yang penting

bagi aktor kunci yang terlibat di dalamnya.

Kehendak politik yang kuat dari walikota menjadi hal yang utama.

Selanjutnya, strategi menuju sukses yang digunakan adalah membangun jaringan

(network building) dengan institusi profesional di luar pemerintahan, parlemen,

dan dalam lingkup pemerintahan kota sendiri untuk bersama-sama mendukung

proyek implementasi akuntansi akrual. Selain itu, strategi lainnya adalah

mengambil langkah-langkah dalam rangka proses perubahan perilaku menuju

akuntansi akrual (value change) dan pembangunan keahlian (building expertise)

dalam lingkup pemerintahan kota. Tanpa adanya strategi network building atau

value change, adopsi akuntansi akrual tidak akan efektif. Dengan kata lain,

perubahan menuju akuntansi akrual harus dipahami dalam lingkup konteks politik

dan tindakan individu sebagai agen perubahan.

Azmi dan Mohamed (2014) meneliti kesiapan pekerja sektor publik pada

Kementerian Pendidikan (Ministry of Education) Malaysia untuk penerapan

akuntansi akrual. Hasilnya adalah terdapat kekhawatiran dalam menyongsong

akuntansi akrual, yaitu bahwa tenaga akuntansi yang ada saat ini tidak cukup

berkualitas dan terampil dalam menangani pelaksanaan akuntansi akrual -

kebanyakan tidak memahami laporan keuangan sektor privat yang berbasis akrual

sebagaimana telah diajarkan dalam pelatihan-, ketidakcukupan pelatihan in-house

yang diselenggarakan serta pendekatan manajemen puncak yang dirasa kurang.

Terlebih, ketergantungan terhadap konsultan eksternal menjadi kekhawatiran


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

utama mengingat biaya yang ditimbulkannya. Walaupun para tenaga akuntansi

tersebut menyatakan kesiapan menghadapi implementasi akuntansi akrual,

terdapat tantangan yang akan menghambat proses tersebut, antara lain kurangnya

pelatihan yang dilakukan, kurangnya pengetahuan, kesulitan dalam pengumpulan

data aset, kemungkinan kegagalan integrasi sistem yang ada dengan yang baru,

kurangnya dukungan dari manajemen puncak, serta waktu yang tidak mencukupi.

Mahadi et al. (2014) melakukan revisi literatur, meneliti isu dan tantangan

yang dihadapi oleh New Zealand, Australia, dan UK dalam penerapan akuntansi

akrual pada sektor publik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pergeseran

menuju akuntansi akrual menghadapi beberapa kesulitan dalam penerapannya

seperti pengakuan dan penilaian aset dan kewajiban, kompetensi sumber daya

manusia, dan biaya implementasi yang tinggi.

Sementara untuk kasus Indonesia, terdapat beberapa penelitian terpublikasi

yang membahas mengenai tema ini, antara lain Harun dan Robinson (2010)

meneliti tentang adopsi akuntansi akrual pada sektor publik di Indonesia dengan

metode historically informed study berdasarkan versi modifikasi dari Luder’s

Contingency Model (LCM) (Lüder, 1992). Penelitian tersebut selain

menggunakan data berupa dokumen resmi pemerintah Indonesia mengenai sistem

pelaporan sektor publik dan wawancara dengan figur kunci yang terlibat dalam

reformasi sektor publik di Indonesia, juga menggunakan data berupa informasi

lainnya mengenai perkembangan implementasi sistem akuntansi akrual pada

sektor publik di Indonesia. Penelitian awal oleh Lüder (1992) menyimpulkan

bahwa kebijakan desentralisasi pemerintah, sistem undang-undang sipil (misalnya


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

sistem non Anglo-Saxon), dan kekurangan akuntan berkualifikasi adalah

hambatan penting bagi reformasi akuntansi sektor publik. Pada kasus Indonesia,

dengan menggunakan model kontijensi sebagaimana Lüder (1992), Harun dan

Robinson (2010) menyimpulkan bahwa pemerintah Indonesia masih berhadapan

dengan hambatan penerapan atau adopsi akuntansi akrual yang signifikan, yaitu

isu hukum, kurangnya kehendak politik dan dukungan dari parlemen (DPR), serta

kekurangan sumber daya manusia yang ahli.

Harun et al. (2013) mengeksplorasi latar belakang serta hambatan reformasi

dan kondisi sistem akuntansi akrual yang diadopsi oleh pemerintah daerah di

Indonesia. Penelitian dengan metode kualitatif tersebut memperoleh kesimpulan

bahwa permasalahan yang paling serius dan mencegah terjadinya reformasi sektor

publik di Indonesia adalah korupsi. Selanjutnya, mengenai penerapan akuntansi

akrual di Indonesia, Harun et al. (2013) mengangkat dua permasalahan, yaitu

sistem manajemen sumber daya manusia yang mendefinisikan struktur birokrasi

pemerintah dengan sangat kaku yang membatasi kapasitas birokrasi untuk

fleksibel dalam rangka mencapai efisiensi. Permasalahan kedua adalah seringnya

muncul perubahan peraturan mengenai pelaporan oleh instansi pusat, yaitu

peraturan yang berlawanan dan tidak stabil atas sistem pelaporan pemerintah

daerah yang diterbitkan pemerintah pusat. Kesimpulan akhir dari Harun et al.

(2013) bahwa adalah penting bagi Indonesia dan negara ekonomi berkembang

lainnya yang berupaya menerapkan akuntansi dan anggaran akrual dengan sukses

untuk mengetahui kebutuhan sistem manajemen sumber daya manusia modern.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

Bertujuan untuk memahami reformasi akuntansi sektor publik di Indonesia

termasuk tantangan yang dihadapi pemerintah dalam penerapannya, McLeod dan

Harun (2014) mengumpulkan informasi dari pemerintah Kota Tangerang, Palu,

dan Kabupaten Bima untuk memperoleh apresiasi praktis seputar permasalahan

penerapan di tingkat lokal, sebagai tambahan atas informasi yang diperoleh dari

berbagai dokumen resmi pemerintah serta wawancara dengan perumus kebijakan

di tingkat pusat. Hasilnya, terdapat dua permasalahan utama dalam penerapan

reformasi akuntansi sektor publik pada tingkat lokal di Indonesia, yaitu

kekurangan tenaga akuntansi dan kurangnya konsistensi pemerintah pusat terkait

dengan aturan-aturan penerapan yang diterbitkan. Dua konsekuensi langsung dari

kurangnya akuntan yang memenuhi syarat dan konflik aturan yang dihadapi oleh

pemerintah daerah adalah rendahnya tingkat kepatuhan terhadap SAP (Standar

Akuntansi Pemerintahan) dan ketidakbermanfaatan laporan berbasis akrual dalam

pengambilan keputusan.

Suparman et al. (2015) melakukan penelitian dengan menggabungkan

metode deskriptif dan analitis dengan mengadopsi kerangka kerja yang diadopsi

oleh pemerintah New Zealand (Ouda, 2008). Data yang digunakan berupa data

sekunder dan informasi untuk mengulas strategi akuntansi akrual yang diadopsi di

Indonesia. Data sekunder yang digunakan adalah berbagai peraturan atau

dokumen yang diterbitkan dari tahun 1975 sampai dengan 2013. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hambatan paling signifikan bagi sistem berbasis akrual

adalah resistensi dari mereka yang tidak mau merubah kebiasaan dan praktik lama

–dinyatakan pula oleh Becker et al. (2014)-, karenanya perubahan mensyaratkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

dukungan politik dan kepemimpinan yang kuat. Berpijak dari hal tersebut, adopsi

sistem akuntansi baru akan menghadapi masalah, kecuali apabila isu mengenai

pelatihan staf, akuntansi profesional, sumber daya manusia, dan sistem

manajemen perubahan yang baik dapat diselesaikan. Terdapat kebutuhan mutlak

untuk memperbaiki strategi komunikasi –sebagaimana dinyatakan pula oleh

Harun et al. (2013)-, lebih banyak pelatihan serta workshop. Sistem insentif harus

ditingkatkan sehingga sektor publik mampu menarik minat akuntan profesional

serta disisi lain meningkatkan motivasi staf. Faktor lain yang harus diselesaikan

adalah memastikan kapasitas dan kapabilitas sistem TI terintegrasi, meningkatkan

prosedur pengendalian internal, dan mengintegrasikan sistem penganggaran dan

akuntansi.

Ibrahim dan Akbar (2015) melakukan penelitian mengenai penerapan

akuntansi akrual pada pemerintah daerah di Indonesia dengan membandingkan

penerapan akuntansi akrual di Kota Semarang (telah menerapkan akrual penuh)

dan Kota Palopo (masih menggunakan basis cash toward accrual). Menggunakan

metode yang berbeda, yaitu metode campuran sequential exploratory. Hasil fase

kualitatif menunjukkan bahwa kunci kesuksesan Kota Semarang dalam

menerapkan akrual adalah kemauan berinovasi, sementara Kota Palopo –

sebagaimana terjadi pada kebanyakan pemerintah daerah di Indonesia- terjebak

pada fenomena prokrastinasi. Pada fase selanjutnya, yaitu kuantitatif, berhasil

ditemukan 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penerapan akuntansi akrual, yaitu

faktor aturan, faktor sumber daya manusia, faktor komitmen pimpinan, faktor

strategi implementasi, dan faktor karakteristik organisasi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

D. Sintesis Kajian Pustaka

Dari berbagai literatur serta penelitian terdahulu sebagaimana pembahasan

di atas, berikut sintesis mengenai faktor-faktor yang –mungkin- mempengaruhi

penerapan akuntansi akrual pada Pemerintah Kabupaten Magetan.

Tabel 2
Elemen yang Mempengaruhi Penerapan Akuntansi Akrual pada Pemerintah
Elemen Penulis
- SDM -tenaga akuntansi- berlatar belakang Cohen et al. (2007); Harun et al.
akuntansi; penempatan SDM yang keliru; (2013); Sitorus et al. (2015); Eriotis et
tingkat pendidikan al. (2011); Irvine (2011); Pollanen dan
Loiselle-Lapointe (2012); McLeod dan
Harun (2014); Suparman et al. (2015);
Ibrahim dan Akbar (2015)
- Kompetensi teknis, re-skilling (misalnya Cohen et al. (2007); Harun et al.
dengan pemberian pelatihan) (2013); Kementerian Dalam Negeri
(2014); IPSASB (2011); Athukorala
dan Reid (2003); Eriotis et al. (2011);
Irvine (2011); Lande dan Rocher
(2011); Ahn et al. (2014); Azmi dan
Mohamed (2014); Mahadi et al.
(2014); Suparman et al. (2015);
Ibrahim dan Akbar (2015)
- Pemahaman mengenai akuntansi akrual Harun et al. (2013); IPSASB (2011);
Lye et al. (2005); Lande dan Rocher
(2011); Azmi dan Mohamed (2014)
- Resistensi Suparman et al. (2015); Becker et al.
(2014)
- Unsur motivasi dan sistem insentif (reward Cohen et al. (2007); Harun et al.
system) yang tidak tepat (2013); Azmi dan Mohamed (2014);
Suparman et al. (2015); Ibrahim dan
Akbar (2015)
- Penataan SOTK terkait dengan tugas dan Kementerian Dalam Negeri (2014)
fungsi akuntansi
- SOP penerapan SAP berbasis Akrual Kementerian Dalam Negeri (2014)

- Kelancaran arus informasi; Athukorala dan Reid (2003); Lye et


pengkomunikasian gagasan al. (2005); Suparman et al. (2015)
- Struktur organisasi Irvine (2011); Ibrahim dan Akbar
(2015)
- Budaya organisasi, etos kerja Kementerian Dalam Negeri (2014),
Lye et al. (2005); Lande dan Rocher
(2011); Ahn et al. (2014)
- Software (Sistem Informasi Manajemen) Cohen et al. (2007); Kementerian
yang memadai; penyesuaian aplikasi; Dalam Negeri (2014); IPSASB
integrasi sistem commit to user
(2011); Eriotis et al. (2011); Pollanen
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

Elemen Penulis
dan Loiselle-Lapointe (2012); Azmi
dan Mohamed (2014); Suparman et
al. (2015); Ibrahim dan Akbar (2015)
- Dukungan memadai dari profesi akuntansi Cohen et al. (2007); Eriotis et al.
dan audit (2011); Ahn et al. (2014); Suparman et
al. (2015); Ibrahim dan Akbar (2015)
- Sarana dan prasarana serta proses Harun et al. (2013)
pendidikan di perguruan tinggi untuk
mendukung pengembangan akuntansi sektor
publik
- Kehendak politik dan kepemimpinan Harun dan Robinson (2010);
Kementerian Dalam Negeri (2014);
Samaratunge et al. (2008); IPSASB
(2011); Lye et al. (2005); Arnaboldi
dan Lapsley (2009); Ahn et al.
(2014); Suparman et al. (2015);
Ibrahim dan Akbar (2015)
- Kemauan berinovasi Ibrahim dan Akbar (2015); Ahn et al.
(2014)
- Peraturan pelaksanaan Kementerian Dalam Negeri (2014);
Ibrahim dan Akbar (2015)
- Inkonsistensi pemerintah pusat yang McLeod dan Harun (2014)
ditunjukkan dengan konflik regulasi serta
penerbitan dan pergantian peraturan yang
terlalu sering
- Pengakuan dan penilaian aset Arnaboldi dan Lapsley (2009);
Mahadi et al. (2014)
- Pengumpulan data aset Azmi dan Mohamed (2014)

- Kebutuhan yang tinggi akan konsultan luar Pollanen dan Loiselle-Lapointe


(2012)
- Waktu yang tidak mencukupi Azmi dan Mohamed (2014)

- Biaya implementasi yang tinggi Mahadi et al. (2014)

Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini, 2016

Penelitian-penelitian mengenai penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut

pada umumnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber

data yang digunakan berupa data primer berupa hasil wawancara dan data

sekunder berupa dokumen-dokumen resmi. Hasil penelitian-penelitian tersebut

berfokus pada beberapa isu seputar penerapan akuntansi berbasis akrual pada
commit to user
sektor publik terutama mengenai sumber daya manusia, sistem
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

informasi/teknologi, serta kehendak politik. Dengan penggunaan pendekatan

mixed method dan menggabungkan indikator-indikator atau variabel-variabel

tersebut dalam satu penelitian untuk kemudian mendalaminya, diharapkan

penelitian ini akan mampu untuk menangkap dan mengungkap lebih banyak hal

terkait penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah terutama

ditinjau dari perspektif pengelola keuangan/penyusun laporan keuangan entitas

pemerintah daerah.

Faktor-faktor hasil penelitian sebelumnya sebagaimana Tabel 2 diatas akan

dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan indikator-indikator atau

pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang akan digunakan sebagai instrumen

pengumpulan data dalam tahap kuantitatif penelitian ini. Pengumpulan data

melalui metode survei pada tahap kuantitatif dimaksudkan untuk menjawab

pertanyaan penelitian yang pertama, yaitu mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan akuntansi berbasis akrual pada Pemerintah Kabupaten

Magetan.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai