SKRIPSI
Oleh :
ANAS NAINGGOLAN
NPM : 1816000345
Program Studi : Ilmu Hukum
Konsentrasi : Hukum Pidana
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
Disetujui Oleh :
DIKETAHUI/DISETUJUI OLEH :
KETUA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
DIKETAHUI OLEH :
DEKAN FAKULTAS SOSIAL SAINS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI MEDAN
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Sosial Sains UNPAB Medan.
Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Sosial Sains UNPAB Medan, Dosen
Pembimbing I dan II.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TUHAN YANG MAHA ESA Atas
segala kasih .karunia serta kesehatan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Skripsi di
Fakultas Sosial Sains ,prodi Ilmu Hukum di Universitas Pembangunan Pancabudi.
Dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU
YANG MELAKUKAN PRAKTEK KEDOKTERAN TANPA IZIN MENTERI
KESEHATAN‟
Tidak dapat disangkal bahwa butuh usaha yang keras dalam penyelesaian
pengerjaan skripsi ini. Dalam penulisan ini tentunya banyak pihak yang membantu
dan memberikan motivasi baik langsung maupun tidak langsung .terutama dari orang-
orang tercinta di sekeliling saya yang mendukung dan membantu. Terima kasih saya
sampaikan kepada:
ii
7. Untuk orang yang saya sayangi uda Ronal Togatorop dan inanguda Rumandi
Purba terimakasih telah membantu dan memberi semangat untuk saya sampai
saat ini.
8. Seluruh teman seperjuangan saya selama kuliah ito jontario,gopindo
gurning,sandi situmorang,marulitua purba ,etika anggina tarigan,
mutiamawarni dan serli purba
9. Seluruh orang-orang tersayang kakak Lusi Indah,Endang Esterina ,abang
roncen,rapi dan adik saya rona dan jhonprik .
10. Seluruh teman kerja yang memberi semangat untuk saya ,yang tidak bisa
sebut satu persatu.
Dalam penulisan ini menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan ilmu yang saya miliki. Untuk itu saya dengan
kerendahan hati mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
akan meyempurnakan penulisan ini.semoga bermanfaat bagi penulis dan
pembaca .
Anas Nainggolan
iii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
iv
B. Fakta-Fakta Hukum dalam Putusan Nomor 1096/Pid.Sus/2020/
PN.Jkt.Utr ......................................................................................... 45
C. Unsur Perbuatan Pidana Pelaku Dalam Melakukan Praktek
Kedokteran Tanpa Izin berdasarkan Putusan Nomor 1096/Pid.
Sus/2020/PN.Jkt.Utr ......................................................................... 46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 74
B. Saran ................................................................................................ 75
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
Tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa
pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi
negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti
tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat. Pasal 2 Undang-
1
Bagoes Prasetya Aribawa, “Penindakan Terhadap Dokter Praktik Tanpa Memiliki Surat Izin
Praktik (Studi di Dinas Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Pasuruan)”, Jurnal Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2014, hal. 1.
1
2
medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien
pelayanan kesehatan berupa diagnosis pengobatan dan tindakan medik lainnya yang
pelayanan kesehatan berupa pengobatan atau tindakan medik lain yang akan
dilakukan.4 Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan
2
Soekidjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2015, hal. 96.
3
Danny Wiradharmairadharma, Penuntun Kuliah Kedokteran dan Hukum Kesehatan,
Kedokteran EGC, Jakarta, 2018, hal. 7.
4
Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 2012, hal. 29.
3
kedokteran.
mandiri atau perorang yang pada umumnya dilaksanakan oleh dokter. Sebagaimana
hal tersebut terdapat dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan
masyarakat”. Dengan adanya kesadaran dan kepatuhan dari Sumber Daya Manusia
(dokter dan dokter gigi) maka pemerintah akan lebih mudah dalam memberikan
Kedokteran menyebutkan bahwa: “Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan
4
praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik”.5 Selain itu, lebih
Berdasarkan hal tersebut juga sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan
Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran yang menyebutkan bahwa Setiap
Dokter dan Dokter Gigi yang menjalankan praktik kedokteran wajib memiliki SIP.
mempunya karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran yang
5
Pendewal, “Surat Izin Praktek”, melalui https://pendewal.com/surat-izin-praktik/, diakses
pada tanggal 28 Maret 2022, Pukul 10.10 Wib.
5
Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan bukan oleh dokter atau
dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak pidana. Sanksi pidana dapat
memiliki izin maka ketentuan pidananya terdapat dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-
dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Selain
Kedokteran juga menyebutkan bahwa konsekuensi bagi dokter atau dokter gigi yang
dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Salah satu kasus praktek kedokteran tanpa izin terdapat dalam kasus perkara
Desember 2018 berangkat ke Korea Selatan untuk mempelajari teknik sulam alis,
6
Eliezer Sepang, “Sanksi Pidana Terhadap Praktik Kedokteran Tanpa Izin Menurut Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004”, Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016, hal 5.
6
sulam bibir, dan sulam lipatan mata (Eyelid). Sulam lipatan mata (Eyelid) yaitu bedah
pembuangan lemak pada kelopak mata dan tanam benang (jahit kelopak mata)
dengan cara terlebih dahulu membuat pola pada kelopak mata untuk membuat
selanjutnya kelopak mata dijahit menggunakan benang khusus lipatan. Pada bulan
April 2019 kemudian Terdakwa membuka usaha salon kecantikan dan membuka
praktek tindakan medis berupa sulam alis, sulam bibir, dan Sulam lipatan mata
(Eyelid). Terdakwa mendapatkan pasien dalam sehari yaitu sekitar 1 atau 2 orang
dengan keuntungan yang didapatkan terdakwa dalam 1 (satu) hari adalah sekitar Rp
5.000.000,- (lima juta rupiah) dan dalam sebulan terdakwa bisa mendapatkan
(Eyelid), yaitu dengan menyuntik mata yang akan dilakukan sulam lipatan, kemudian
Terdakwa memasukan cairan bius ke dalam lipatan mata menggunakan alat suntikan
lalu menggoreskan sedikit luka pada lipatan mata Saksi, selanjutnya Terdakwa
menjahit lipatan mata Saksi menggunakan jarum dan benang khusus. Akibat
pembuatan lipatan mata yang dilakukan Terdakwa membuat mata korban menjadi
bengkak dan terasa nyeri. Sehingga setelah dilakukan penelusuran mendalam bahwa
Pasal 86 Ayat (1) Jo. Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan. Sehingga atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
yang melakukan praktek kedokteran tanpa izin oleh instansi berwenang haruslah
B. Rumusan Masalah
kementerian kesehatan?
1096/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Utr?
1096/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Utr?
C. Tujuan Penelitian
kementerian kesehatan.
8
1096/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Utr.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
2. Manfaat Teoritis
rangka pengembangan ilmu hukum serta dapat menjadi bahan rujukan bagi
3. Manfaat Praktis
E. Keaslian Penelitian
mempunyai karakteristik yang relatif sama dalam hal tema kajian, meskipun berbeda
dalam hal kriteria subjek, jumlah dan posisi variabel penelitian atau metode analisis
Hukum Universitas Brawijaya, Malang, pada tahun 2014 dengan judul penelitian:
“Penindakan Terhadap Dokter Praktik Tanpa Memiliki Surat Izin Praktik (Studi di
Izin Praktik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan dan Ikatan Dokter
b. Kendala atau kesulitan apakah yang terjadi dalam penindakan terhadap Dokter
yang tidak memiliki Surat Izin Praktik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
medik? 8
3. Penelitian yang dilakukan oleh I Gede Indra Diputra, Mahasiswa Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, pada tahun 2014 dengan judul
7
Bagoes Prasetya Aribawa, “Penindakan Terhadap Dokter Praktik Tanpa Memiliki Surat Izin
Praktik (Studi di Dinas Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Pasuruan)”, melalui
https://media.neliti.com/media/publications/34906-ID-penindakan-terhadap-dokter-praktik-tanpa-
memiliki-surat-izin-praktik-studi-di-di.pdf, diakses tanggal 27 Maret 2022, Pukul 20.30 Wib.
8
Eriska Kurniati Sitio, “Hukum Pidana Dan Undang-Undang Praktek Kedokteran Dalam
Penanganan Malpraktek”, melalui https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/29910,
diakses tanggal 27 Maret 2022, Pukul 20.30 Wib.
11
tersebut diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini. Dalam
E. Tinjauan Pustaka
1. Pertanggungjawaban Pidana
hukum, dilakukan oleh seorang yang bersalah dan orang itu dianggap
9
I Gede Indra Diputra, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Dokter Yang Melakukan
Tindakan Malpraktek Dikaji Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia”, melalui
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/10707, diakses tanggal 27 Maret 2022,
Pukul 20.30 Wib.
10
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2012, hal. 185.
12
strafbaar feit itu meliputi baik unsur perbuatan, yang lazim disebut sebagai
pembuatnya maka dapat disimpulkan bahwa strafbaar feit adalah sama dengan
diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan
pidana dan secara subjektif yang memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena
perbuatannya itu. Dasar untuk adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas
sedangkan dasar dapat dipidananya suatu perbuatan adalah asas kesalahan. Ini
berarti bahwa pelaku perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai
pidana.
Dengan unsur kesalahan, pelaku tindak pidana tidak semua dapat dijatuhi
pidana, hal ini sesuai dengan asas pertanggungjawaban dalam hukum pidana
adalah “geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sit rea” yang
artinya tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.Asas ini tidak terumuskan
dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang juga di
11
Ibid., hal. 64.
13
unsur, yaitu :
kesalahan;
c. Tidak ada alasan penghapusan kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.13
Kata pelaku atau pembuat (Belanda: dader) dalam hal ini berarti orang
yang melakukan atau orang yang membuat perbuatan salah dalam peristiwa
daader tidaklah sulit namun juga tidak terlalu gampang. Banyak pendapat
mengenai apa yang disebut pelaku. Satochid Kertanegara kata dader dengan
12
Marhus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 155.
13
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pegertian Dasar
Dalam Hukum Pidana, Centra, Jakarta, 2011, hal. 57.
14
H H.M. Rasyid Ariman & Fahmi Raghib, Hukum Pidana, Setara Press, Malang, 2015,
hal. 121.
14
membujuk/penganjur (uitloker).15
Pelaku suatu tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakanya atau
kelapaanya memenuhi semua unsur dari delik seperti yangt terdapat dalam
rumusan delik yang bersangkutan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun
dan hanya sebagian terdapat tindak pidana yang ditujukan pada suatu badan
tindak pidana adalah hanya satu orang, bukan beberapa orang. Namun sering
terjadi subyek suatu tindak pidana dilakukan lebih dari satu orang. Dalam hal
pidana.
15
Sri Harini Dwiyatmi, Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2012, hal. 63.
15
dari perbuatan yang dilakukan termasuk dalam turut serta atau pembantuan
berbunyi:
berbunyi:
setiap orang yang sengaja berbuat dalam melakukan suatu tindak pidana. Pada
16
mulanya yang disebut dengan turut berbuat itu ialah bahwa masing-masing
segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Dalam peristiwa pidana
yang dilakukan dalam jabatan misalnya orang itu harus pula memenuhi
Disini sedikitnya ada dua orang yang menyuruh (doen plegen) dan
yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan
toh ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri yang
itu. Disini diminta, bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan
pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa pidana itu.
orang yang menolong itu tidak masuk medepleger akan tetapi dihukum
KUHP.
harus memiliki surat izin praktik, yang biasa dikenal dengan Surat Izin Praktik
(SIP). Surat Izin Praktik diterbitkan oleh pemerintah daerah atas rekomendasi
dari pejabat kesehatan yang berwenang. Dasar Hukum Surat Izin Praktik (SIP),
terdapat dalam Pasal 13 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib memiliki surat izin praktik
tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin sesuai dengan
Hal tersebut juga sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan
dan Dokter Gigi yang menjalankan praktik kedokteran wajib memiliki SIP.
tanpa memiliki izin maka ketentuan pidananya terdapat dalam Pasal 86 ayat (1)
(seratus juta rupiah). Selain itu, terdapat ancaman berpraktik tanpa izin terdapat
Kedokteran, Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan
dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
berpraktik tanpa izin, hanya ada dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
F. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
2. Jenis Penelitian
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
2014, hal. 10.
20
4. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
diperoleh melalui sumber data yang diperoleh dalam materi penelitian terdiri:
Kedokteran.
17
Dyah Ochtorina Susanti Dan A‟an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar
Grafika, Jakarta, 2014, hal 19.
21
hukum yang dikaji, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum.
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti Kamus
5. Analisis Data
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
G. Sistematika Penulisan
Izin, yang terdiri dari Definisi, Tugas, Dan Kompetensi Dokter Melakukan Praktek,
22
Izin Praktik Dokter, serta Ketentuan Hukum Pelarangan Praktek Kedokteran Tanpa
1096/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr.
hambatan dan upaya pemerintah dalam menanggulangi praktek kedokteran tanpa izin
Kementerian Kesehatan.
menyembuhkan atau mengobati pasien atau orang yang dalam penyakit. Definisi
dokter disini tidak berarti sebagai orang yang dapat menyembuhan segala penyakit,
tenaga kesehatan sebagai tempat tujuan pertama pasien dan petugas kesehatan untuk
mengatasi semua permasalahan kesehatan yang terjadi tanpa memilih jenis penyakit,
usia, organology serta jenis kelamin, secepat dan sebisa mungkin, dengan cara
profesional kesehatan yang lainnya, menggunakan dasar pelayanan yang efisien dan
tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 1 ayat (2) ialah seluruh dokter baik umum,
spesialis, gigi, dan gigi spesialis yang telah menyelesaikan Pendidikan kedokteran di
18
S. Soekiswati, Studi Kritis Praktik Dokteroid Paramedis Pada Pelayanan Kesehatan.
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 10, No. (2), 2019, hal. 111- 131.
19
Konsil Kedokteran Indonesia, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2012, hal. 12.
23
24
Indonesia maupun di luar negeri dan haruslah diakui oleh Pemerintah Indonesia dan
disimpulkan bahwa dokter merupakan individu yang mempunyai peran dan fungsi
yang dapat membuktikan dirinya telah memenuhi dan melewati pendidikan dokter
dengan baik diuar dan di dalam negeri yang dapat dibuktikan dengan surat ijazah atau
surat keterangan lulus. Dengan kata lain individu yang disebut dokter tidak dari
Area kompetensi seorang dokter yang harus dicapai meliputi 7 area yaitu:
20
Ibid., hal. 51.
25
Profesi dokter adalah salah satu profesi tertua di dunia selain profesi Advokat
yang telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (2)
pengertian dokter dan dokter gigi yang berbunyi: “Dokter, dokter spesialis, dokter
gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan Pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi
baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
dan dokter gigi secara keseluruhan seperti yang telah dijelaskan diatas, maka tidak
dapat dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok
professional kedokteran tertentu, dan telah mendapatkan izin dari institusi yang
berwenang, serta bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan
21
Farida, N. Medical professional (1st ed.). Grasindo, Jakarta, 2012, hal. 34.
22
Nusye Ki Jayanti, Penyelesaian Hukum Dalam Malpraktek Kedokteran, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2016, hal. 31.
26
Liability seorang dokter yang terdiri dari 5 (lima) unsur sebagai berikut:
terjadinya pergeseran hubungan antara dokter dan pasien, yang tadinya kedudukan
dokter lebih tinggi dibandingkan dengan pasien, dikarenakan pasien merupakan pihak
yang ingin disembuhkan oleh dokter yang tahu terkait kondisi kesehatan pasien, saat
seperti ini sering kali pasien secara langsung menyerahkan tanggung jawab tindakan
medis sepenuhnya kepada dokter karena menganggap dokter tahu segalanya (father
knows the best). Hubungan pasien dan dokter dalam upaya penyembuhan dipahami
tidak lagi sekedar hanya pengobatan pada umumnya, tetapi dipahami sebagai
hubungan terapeutik, dimana pasien diwajibkan memahami hak dan kewajiban dalam
setiap upaya penyembuhan kesehatannya oleh dokter, dan upaya ini harus diperoleh
dari kerja sama antara pasien dengan dokter dikarenakan dalam perjanjian terapeutik
kedudukan antara pasien dan dokter adalah sejajar, terkait dengan semua upaya
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter, demi kesembuhan pasien dari penyakit.
23
Mohammad Hatta, Hukum Kesehatan Medik dan Sengketa Medik, Liberty, Yogyakarta,
2013, hal. 84.
27
yang disebut dengan standar (ukuran) profesi. Jadi bukan hanya tenaga kesehatan
yang harus bekerja sesuai dengan standar profesi medik. Pengembangan profesi yang
jurnalis, advokat, hakim, jaksa dan sebagainya. Bila dibandingkan dengan profesi
sifat otonom dan ukuran mengenai kemampuan rata-rata dan dokter sebagai
profesi, tetapi kemandirian dokter berdasar otonomi tersebut tetap harus dipagari
profesinya, seorang tenaga kesehatan harus berpegang pada tiga ukuran umum
meliputi:24
1. Kewenangan;
Registrasi Dokter oleh Konsil Kedokteran Indonesia, maka dokter pemilik Surat
profesinya. Dari persyaratan administratif yang telah dipenuhi ini, dokter sebagai
menjalankan pekerjaannya.
2. Kemampuan rata-rata;
kesehatan (dokter) tersebut bekerja juga ikut mempengaruhi sikap dokter dalam
25
Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran.
29
pekerjaan dan situasi yang sama. Tolak ukur untuk menentukan ketelitian ini
sangat sulit, karena setiap bidang keahlian mempunyai aturan main sendiri-sendiri
kesehatan. Terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang berarti dalam bidang
Persetujuan yang terjadi antara dokter dan pasien bukan hanya di bidang
pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif
maupun promotif, maka persetujuan ini disebut pejanjian terapeutik atau transaksi
merupakan kontrak yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan.27 Dalam hal ini
Salim mengutip pendapat Fred Ameln yang mengartikan perjanjian terapeutik dengan
26
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran (Medical Law), Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Jakarta, 2012, hal. 142.
27
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Rajawali Press, Jakarta,
2015, hal. 45.
30
ini dokter hanya berusaha untuk menyembuhkan pasien dan upaya yang dilakukan
pasien dalam transaksi teurapeutik (perjanjian medis) bertumpu pada dua macam hak
berbeda, walaupun secara prinsip hubungan hukum perjanjian terapeutik adalah sama
yaitu hubungan antara pasien dengan petugas tenaga medis. Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa para pihak dalam kontrak
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa para pihak
Kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan dan/atau dokter
atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi
berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan
terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan
pasien berkewajiban membayar biaya penyembuhannya.29
28
Harmien Hadiati Koeswadji, Op. Cit., hal. 143:
29
Salim H.S. Op. Cit., hal. 46.
31
disebut Informed consent. Istilah transaksi atau perjanjian Terapeutik memang tidak
dikenal dalam KUHPerdata, akan tetapi dalam unsur yang terkandung dalam
diterangkan dalam Pasal 1319 KUHPerdata, bahwa untuk semua perjanjian baik yang
mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama
angka (7) menjelaskan bahwa pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau
sehingga mampu membuat keputusan secara bebas. Apabila yang mendatangi dokter
adalah seorang pasien yang tidak kompeten maka apakah dokter tersebut harus
menolaknya, tentu saja dokter tidak mungkin menolaknya. Untuk mengantisipasi hal
ini, maka dapat digunakan ketentuan hukum yang tidak tertulis/ hukum adat yang
menyatakan bahwa seseorang yang dianggap dewasa apabila sudah bisa bekerja, ini
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh
Dokter dan dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait
diberikan. Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan
tindakan medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan
mempunyai karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran yang
Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan bukan oleh dokter atau
dokter gigi. Sebaliknya apabila tindakan medis yang dilakukan dapat berhasil,
dianggap berlebihan, padahal dokter dan dokter gigi dengan perangkat ilmu
dan kegagalan penerapan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi tidak selalu identik
“Surat Izin Praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter
menyebutkan bahwa “Surat Tanda Registrasi Dokter adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah
Praktik Kedokteran, menyebutkan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang
Praktik Kedokteran, menyebutkan: “Dokter dan Dokter Gigi yang dengan sengaja
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
Dokter dan Dokter Gigi Warga Negara Indonesia, yang selanjutnya disebut
Dokter dan Dokter Gigi adalah Dokter dan Dokter Gigi bangsa Indonesia asli dan
dokter dan dokter gigi bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
Dokter dan Dokter gigi tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
sebuah badan yang disebut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Disini KKI
mempunyai tugas
30
Pasal 1 Angka 4 Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Registrasi
Bersyarat Bagi Dokter Dan Dokter Gigi Warga Negara Asing.
35
menyebutkan bahwa: “Surat Tanda Registrasi Dokter adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah
dan Dokter gigi. Di dalamnya juga termuat formulir untuk mendapatkan STR ataupu
SIP. Kemudian KKI membuat peraturan yang tertuang dalam Pasal 36 Peraturan
Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan
Dokter Gigi yang berbunyi : “Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik
(1) Surat izin praktik sebagaimana dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran
atau kedokteran gigi dilaksanakan
(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
36
(1) Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36, dokter dan dokter gigi harus:
a. Memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal
31, dan Pasal 32;
b. Mempunyai tempat praktik; dan
c. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang:
a. Surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
masih berlaku; dan
b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin
praktik
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan
Menteri.
X/2011 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran diatur lebih lanjut
terkait persyaratan dan tata cara dokter dan dokter gigi untuk memperoleh Surat Izin
Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum, larangan mana
disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang
melanggar larangan tersebut.31 Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam
pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau
ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.32 Jika dilihat dari sudut
subjek hukumya, tindak pidana dokter melakukan praktik tanpa izin praktik adalah
tindak pidana khusus karena tindak pidana tersebut hanya dilakukan pada orang-
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal ini jelas bahwa seorang dokter atau dokter gigi untuk terlebih dahulu
31
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2015, hal. 59
32
Ibid.
38
Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal ini ditujukan bagi dokter atau dokter gigi warga negara asing yang
kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara, wajib
Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat ayat 1 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal ini dikhusukan bagi seorang dokter atau dokter gigi warga negara asing
peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang mengikuti
bersyarat.
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
39
Seperti halnya pada Pasal 75 ayat (1), Pasal ini menjelaskan bahwa seorang
dokter atau dokter gigi untuk terlebih dahulu memiliki surat izin praktik sebelum
Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa: “Setiap dokter atau dokter gigi dapat
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”. Perbuatan dalam pasal ini
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi
hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
(IDI). Jika seorang dokter tersebut belum menjadi anggota Organisasi Profesi
IDI, maka dokter tersebut tidak bisa memperoleh sebuah rekomendasi dari
seorang dokter harus mengikuti dan lulus uji kompetensi. Dimana hasil uji
kompetensi ini juga digunakan sebagai salah satu syarat dalam melengkapi
pengurusan STR.
kompetensi dan atau mendapat rekomendasi dari Organisasi Profesi IDI. Jika
seorang dokter belum memiliki STR maka secara langsung dalam pengurusan
Belum memperpanjang STR. SIP tetap berlaku selama STR masih berlaku
BAB III
BENTUK PERBUATAN PELAKU DALAM MELAKUKAN PRAKTEK
KEDOKTERAN TANPA IZIN KEMENTERIAN KESEHATAN
BERDASARKAN PUTUSAN NOMOR
1096/PID.SUS/2020/PN JKT.UTR
1. Identitas Terdakwa
2. Kronologi Kasus
Maret 2020 sekitar pukul 12.00 WIB atau pada suatu waktu dalam bulan Maret 2020
atau setidaknya pada suatu waktu yang masih dalam tahun 2020, yang diketahui
Jakarta Utara, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang berwenang memeriksa dan
Kesehatan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 yaitu
setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan dilarang melakukan praktik seolah-olah
41
42
sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin, yang dilakukan yang dilakukan
Selatan untuk mempelajari teknik sulam alis, ulam bibir, dan sulam lipatan mata
(Eyelid). Sulam lipatan mata (Eyelid) yaitu bedah pembuangan lemak pada kelopak
mata dan tanam benang (jahit kelopak mata) dengan cara terlebih dahulu membuat
pola pada kelopak mata untuk membuat lipatan, kemudian dilakukan suntik anestesi
Pada bulan April 2019 kemudian Terdakwa membuka usaha salon kecantikan
LAVISH yang beralamat di Jl. Pantai Indah Selatan I Blok A No.25 Kel. Kapuk
Muara, Kec. Penjaringan, Jakarta Utara dan membuka praktek tindakan medis berupa
sulam alis, sulam bibir, dan Sulam lipatan mata (Eyelid) dengan jam buka praktek
yaitu antara jam 09.30 WIB sampai dengan jam 19.00 WIB untuk hari kerja,
sedangkan untuk tanggal merah/libur jam buka praktek yaitu antara jam 09.30 WIB
sampai dengan jam 17.00 WIB. Terdakwa mendapatkan pasien dalam sehari yaitu
sekitar 1 atau 2 orang dengan keuntungan yang didapatkan terdakwa dalam 1 (satu)
hari adalah sekitar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan dalam sebulan terdakwa bisa
Pada hari Kamis tanggal 19 Maret 2020 sekitar pukul 10.00 WIB Saksi Friska
Sulam lipatan mata (Eyelid). Sebelumnya Saksi Friska Y. Pohan telah mentrasfer
uang sejumlah Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah ke rekening Terdakwa sebagai uang
muka jasa praktek tindakan medis Sulam lipatan mata (Eyelid) dari tarif yang
Saksi Friska Y. Pohan untuk masuk ke ruangan medis lalu menggambar dengan
Tidak lama kemudian datang Saksi Akhmad Husein, Saksi Danu Sudrajat, dan
Saksi Arman Dhana yang merupakan anggota Satnarkoba Polres Metro Jakarta Utara
sulam, 2 (dua) botol air NACL, 30 (tiga puluh) pcs wadah tinta, 52 (lima puluh dua)
botol berisikan cairan tinta sulam 20 ml, 3 (tiga) botol berisikan cairan tinta sulam 20
ml, 2 (dua) buah mesin sulam, 6 (enam) buah contoh serum. Terdakwa mendapatkan
terdakwa. Sebelumnya pada hari kamis tanggal 14 November 2019 sekitar pukul
19.00 WIB bertempat di Salon Kecantikan LAVISH yang beralamatkan diruko Jalan
Penjaringan, Jakarta Utara, datang Saksi Siska Mustika Sari akan melakukan Sulam
lipatan mata (Eyelid) dan telah membayar uang sejumlah Rp 6.500.000,- (enam juta
lima ratus ribu rupiah) sebagai biaya untuk pembuatan lipatan mata (Eyelid). Setelah
itu Terdakwa menyuntik mata Saksi Siska Mustika Sari yang akan dilakukan sulam
44
lipatan, kemudian Terdakwa memasukan cairan bius ke dalam lipatan mata Saksi
Siska Mustika Sari menggunakan alat suntikan lalu menggoreskan sedikit luka pada
lipatan mata Saksi, selanjutnya Terdakwa menjahit lipatan mata Saksi menggunakan
jarum dan benang khusus. Akibat pembuatan lipatan mata yang dilakukan Terdakwa
membuat mata Saksi Siska Mustika Sari menjadi bengkak dan terasa nyeri.
LAVISH tidak memiliki izin dari instansi yang berwenang. Terdakwa dalam
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan berupa 5 (lima) dus jarum
sulam, 2 (dua) botol air NACL, 30 (tiga puluh) pcs wadah tinta, 52 (lima puluh dua)
botol berisikan cairan tinta sulam 20 ml, 3 (tiga) botol berisikan cairan tinta sulam 20
ml, 2 (dua) buah mesin sulam, 6 (enam) buah contoh serum masing-masing tanpa
5. Amar Putusan
Berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang diajukan diperoleh fakta-fakta
Terdakwa diamankan pada hari Kamis, tanggal 19 Maret 2020 sekitar pukul
12.00 Wib yang beralamat di Ruko Jalan Pantai Indah Selatan I Blok A No. 25
tindak pidana praktek kecantikan tanpa adanya ijin yang berwenang. Bahwa pada saat
pengamanan ditemukan barang bukti berupa Jarum Sulam 5 dus, air NACL 2 botol,
30 Pise wadah tinta, 52 Botol yang berisikan cairan 20 ml tinta sulam, 3 Botol yang
berisikan cream 20 ml tinta sulam, jarum suntik 5 buah, 2 mesin sulam, 6 contoh
serum.
kelopak mata. Bahwa tarif jasa pembuatan ayelid yang dilakukan Terdakwa sebesar
Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). Bahwa Terdakwa dalam membuka praktek salon
Surat izin yang dipergunakan Terdakwa untuk membuka salon tersebut adalah
izin salon kecantikan yang dikeluarkan oleh Satuan Pelaksana Pelayanan Terpadu
pandang, yaitu:
Maksud teoritis adalah berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin dari
yang ada.33
pidana adalah perbuatan, yang dilarang (oleh aturan hukum), ancaman pidana
(bagi yang melanggar larangan). Dari batasan yang dibuat Jonkers dapat dirincikan
Ke-1 Subjek
Ke-2 Kesalahan
Ke-3 Bersifat melawan hukum (dari tindakan)
Ke-4 Suatu tindakan yang dilarang dan diharuskan oleh UU/PerUU-an dan
terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana.
Ke-5 Waktu, tempat, keadaan (unsur bjektif lainnya).
a. Melawan hukum
b. Merugikan masyarakat
c. Dilarang oleh aturan pidana
d. Pelakunya diancam dengan pidana.35
33
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana II, Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hal. 78.
34
E.Y. Kanter, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni
AHMPTHM, Jakarta, 1992, hal. 211.
35
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 67.
48
yang masuk dalam kelompok kejahatan dan Buku III adalah pelanggaran. Ternyata
ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan ialah tingkah
kesalahan dan melawan hukum terkadang dicantumkan dan seringkali juga tidak
tertentu.
36
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,
2013, hal. 26-27
49
c. Unsur kesalahan
Apakah suatu peristiwa telah memenuhi unsur-unsur dari suatu delik yang
unsur dari delik yang didakwakan. Dalam hal ini unsur-unsur delik tersebut disusun
terlebih dahulu seperti tersebut di atas. Jika ternyata sudah cocok maka dapat
ditentukan bahwa peristiwa itu merupakan suatu tindak pidana yang telah terjadi yang
tersebut tidak ada atau lebih tegas tidak terbukti, maka harus disimpulkan bahwa
tindak pidana belum atau tidak terjadi. Boleh jadi tindakan sudah terjadi, tetapi bukan
suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang terhadap mana diancamkan suatu
pidana. Mungkin pula suatu tindakan telah terjadi sesuai dengan perumusan tindakan
dalam pasal yang bersangkutan, tetapi tidak terdapat kesalahan pada petindak,
Berdasarkan hal tersebut, dalam hal bentuk perbuatan pidana pelaku dalam
melakukan praktek kedokteran tanpa izin dalam putusan atau kasus yang dikaji,
perbuatan yang dilakukan pelaku merupakan salah satu perbuatan pidana pelaku
50
dalam melakukan praktek kedokteran tanpa izin yang diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan, dapat dikenakan Pasal 86 ayat (1) Jo Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan sesuai dengan dakwaan alternatif
pidana dapat dilihat pada unsur kesalahan pelaku tindak pidana. Berdasarkan hal
Berdasarkan dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dan dengan
fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, maka dakwaan yang paling tepat
melanggar Pasal 86 ayat (1) Jo Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
Warga Negara Asing, Tenaga kesehatan Warga Negara Asing Pasal 1 angka 2
Setiap orang yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan subjek hukum
maka yang dimaksud dengan tenaga Kesehatan dalam perkara ini adalah
tersebut diatas, maka Majelis Hakim berpendapat unsur ini telah terbukti menurut
hukum.
pukul 12.00 Wib yang beralamat di Ruko Jalan Pantai Indah Selatan I Blok A No.
melakukan tindak pidana praktek kecantikan tanpa adanya ijin yang berwenang.
berupa Jarum Sulam 5 dus, air NACL 2 botol, 30 Pise wadah tinta, 52 Botol yang
Tarif jasa pembuatan ayelid yang dilakukan Terdakwa sebesar Rp. 5.000.000,-
BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU DALAM MELAKUKAN
PRAKTEK KEDOKTERAN TANPA IZIN KEMENTERIAN KESEHATAN
BERDASARKAN PUTUSAN NOMOR
1096/PID.SUS/2020/PN JKT.UTR
merupakan bentuk perbuatan dari pelaku tindak pidana terhadap kesalahan yang
kesalahan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, dan telah
ada aturan yang mengatur tindak pidana tersebut. Dalam membicarakan tentang
pertanggung jawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu, dua aspek yang
memberikan kontur yang lebih jelas, pertanggung jawaban pidana adalah suatu
perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggung jawabkan pada
perbuatan yang tercela itu pada pelakunya, apakah pelakunya juga di cela ataukah
pelakunya tidak dicela, pada hal yang pertama maka pelakunya tentu dipidana,
53
54
(crime) yang terjadi atau tidak. Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana
atau dibebaskan. Jika ia dipidana, harus jelas ternyata bahwa tindakan yang dilakukan
itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan
kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi
melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan
dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang,
37
Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makassar, 2016, hal. 125.
55
kemampuan:
sebagai berikut:39
1. Jiwa orang harus sedemikian rupa sehingga dia mengerti atau meng-
insyafi nilai dari perbuatannya;
2. Orang harus menginsyafi bahwa perbuatannya menurut tata cara ke-
mayarakatan adalah dilarang; dan
3. Orang harus dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya.
singkat diterangkan sebagai keadaan batin orang yang normal, yang sehat. Dalam
KUHP tidak ada ketentuan arti kemampuan bertanggung jawab. Hubungan antara
keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa hingga orang itu
dapat dicela karena melakukan perbuatan itu tadi. Terdapat 3 hal yang dipkirkan
selain adanya kesalahan yaitu pertama merupakan faktor akal (intelektual factor)
yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak.
Yang kedua adalah faktor perasaan atau kehendak (volutional factor) yaitu dapat
menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsafan atas yang diperbolehkan dan mana
yang tidak. Adanya keadaan psikis (batin) tertentu dan yang kedua yaitu adanya
38
Ibid.
39
Ibid.
56
hubungan yang tertentu antara keadan batin tersebut dengan perbuatan yang
Kesalahan dapat dilihat dari sikap batin pembuat terhadap perbuatan dan
masyarakat yang menerapkan standar etis yang berlaku pada waktu tertentu terhadap
dengan beberapa hal yang cukup luas. Manusia itu mempunyai kebebasan untuk
pidana yang dilakukannya, sebab terjadinya pertanggung jawaban pidana karena telah
ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dimana masyarakat telah sepakat
menolak suatu perbuatan tertentu yang mewujudkan dalam bentuk larangan atas
40
Teguh Prasetyo, Op. Cit., hlm. 226.
41
Ibid.
42
Ibid., hal. 83.
57
perbuatan tersebut. Sehingga orang yang melakukan perbuatan tersebut akan dicela
karena dalam keadaan tersebut sebenarnya pembuat dapat berbuat lain pertanggung
jawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh
hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas kesepakatan menolak suatu
perbuatan tertentu.
yang objektif yang terdapat pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada
memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. Untuk dapat
dipidananya si pelaku, diisyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu harus
pidana menganut asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld).
dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa saja
43
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2014, hal. 151.
58
dipertimbangkan dari segi yang bersangkut–paut atau mempunyai arti hukum. Dalam
hubungan ini bisa terjadi bahwa hukum menentukan pilihannya sendiri tentang
manusia-manusia mana yang hendak diberinya kedudukan sebagai pembawa hak dan
kewajiban. Hal ini berarti, bahwa hukum bisa mengecualikan manusia atau
manusia, namun hukum bisa tidak menerima dan mengakuinya sebagai orang dalam
arti hukum. Bila hukum menentukan demikian, maka tertutuplah kemungkinan bagi
kepentingan yang demikian itu hanya ada pada manusia yang hidup, maka konsep
orang dalam hukum itu tidak membedakan antara manusia yang hidup dan orang
dalam arti khayal, yaitu sebagai suatu konstruksi hukum. Menurut pendapat ini,
bidang kehidupan manusia, maka subjek hukum pidana tidak lagi dapat dibatasi
hanya pada manusia alamiah (Natural Person) tetapi mencakup pula korporasi (legal
person).45
44
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perekembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Prenadamedia Grup, Jakarta, 2018, hal. 78.
45
Ibid.
59
si pembuat atas perbuatannya. Untuk dapat dicela atas perbuatannya, seseorang harus
Apabila ketiga unsur tersebut ada, maka orang yang bersangkutan dapat
dipidana. Disamping itu harusa diingat pula bahwa untuk adanya kesalahan dalam arti
dinyatakan lebih dulu bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum. Oleh karena itu
sangat penting untuk selalu menyadari akan dua hal syarat-syarat pemidanaan.
praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana
Sedangkan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
46
Ibid.
60
dengan kesalahannya. Syarat untuk pemidanaan dari subjek hukum harus memiliki
mens rea yang melekat pada diri pelaku. Terkait dengan sikap batin dari corporate
agar dapat dimintai tanggung jawab pidana harus diterimanya doktrin tanggung jawab
tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa “Selain pidana penjara dan denda
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang ditetapkan
terhadap perseorangan”. Selain itu dapat juga dijerat dengan Pasal yang sama pada
Pasal 201 ayat (2) yang menyatakan bahwa “korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.
pidana yang dilakukan oleh terdakwa, hakim terlebih dulu melakukan pertimbangan-
pertimbangan yang disebut dengan pertimbangan hakim. Baik itu pertimbangan yang
61
bersifat yuridis yaitu, pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis
sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Adapun pertimbangan yang bersifat
Selain itu juga ada pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis yaitu dengan
kondisi diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan keluarga terdakwa,
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan
(ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga
hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim
tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan
dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya pembuktian, dimana hasil
dari pembuktian itu akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus
perkara.
47
Rusli Muhammad, Hukum Acara teori Kontemporer, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2016,
hal. 214.
62
Pada dasarnya tugas hakim adalah memberi keputusan dalam setiap perkara
hukum, nilai hukum dari perilaku, serta kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat
dalam suatu perkara, sehingga untuk dapat menyelesaikan perselisihan atau konflik
secara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku, maka hakim harus selalu mandiri
dan bebas dari pengaruh pihak mana pun, terutama dalam mengambil suatu
harus dapat menentukan kebenaran akan hal tersebut. Untuk menentukan kebenaran
menyatakan kebenaran tentang suatu peristiwa yang terjadi. Pasal 183 KUHAP
menyatakan bahwa:
Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses
tentang suatu keadaan yang bersesuaian dengan induk persoalan, atau dengan kata
lain adalah mencari kesesuaian antara peristiwa induk dengan akar-akar peristiwanya.
Dalam perkara pidana kesesuaian itu tentu tidak harus diartikan adanya kolerasi, atau
63
hukum.48
alat bukti yang sah diatur dalam hukum acara pidana. Menurut R. Atang Ranomiharjo
dalam Andi Sofyan, bahwa alat-alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada
hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat-alat tersebut dapat digunakan
sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran
peristiwa atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Dengan demikian, tujuan
pembuktian adalah untuk dijadikan dasar dalam menjatuhkan putusan hakim kepada
terdakwa tentang bersalah atau tidaknya sebagaimana yang telah didakwakan oleh
penuntut umum. Namun tidak semua hal harus dibuktikan, sebab menurut Pasal 184
ayat (2) KUHAP, bahwa “hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu
dibuktikan”.50 Alat bukti sah yang diajukan bertujuan untuk memberikan kepastian
umum, hakim karena jabatannya, juga mencari tambahan bukti. Karena tujuan
Dengan demikian, hal yang diketahui hakim, tidak memerlukan alat bukti sah. Oleh
48
Hartono, Penyidikan Dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum
Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hal. 59.
49
Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta: Penerbit
Kencana, 2016, hal. 229.
50
Ibid.
64
karena semua unsur dari Pasal 86 ayat (1) Jo Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan telah terpenuhi, maka Terdakwa
haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf,
pidana denda sejumlah Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kuruangan selama 4
(empat) bulan.
hukuman ini terkesan lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut
menjatuhkan hukuman pidana denda sebesar Rp 35.000.000,- (tiga puluh lima juta
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar oleh Terdakwa maka diganti
hukuman ini juga terkesan ringan apabila dilihat dari hukuman maksimal dari Pasal
Pasal 86 ayat (1) Jo Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan itu sendiri yang menjelaskan: “Setiap Tenaga Kesehatan yang
menjalankan praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000,000,00 (seratus juta
rupiah).”.
65
maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini dikarenakan di satu
hukum. Tujuan pidana menurut Plato dan Aristoteles, bahwa pidana itu dijatuhkan
bukan karena telah berbuat jahat, tetapi agar jangan diperbuat kejahatan, hal ini
merupakan suatu kenyataan bahwa hukum pidana bersifat prefentif atau pencegahan
agar tidak melakukan kejahatan atau pelanggaran.51 Begitu juga Herbert L. Packer
Putusan yang dijatuhkan hakim belum mencerminkan efek jera bagi terdakwa
dan tidak mencerminkan rasa keadilan. Penjatuhan hukuman yang ringan oleh
Majelis Hakim tidak membuat pelaku merasakan efek jera. Sehingga ditakutkan akan
muncul lagi tindak pidana seperti ini dikemudian hari. Seharusnya terdakwa tidak
beratnya.
51
Zainab Ompu Jainah, Kapita Selekta Hukum Pidana, Tira Smart, Tangerang, 2018, hal. 25.
52
Ibid.
66
Profesi.
oleh organisasi profesi atau pembinaan intern yang dilakukan oleh Dinas
bersikap acuh.
IDI untuk melakukan mediasi, biasanya hal ini dikarenakan dokter tersebut tidak
sedangkan biasanya dokter praktik pada waktu pagi dan sore hari. Jadi saat tim
6. Dokter tersebut bukan atau belum menjadi anggota organisasi profesi IDI.
organisasi profesi IDI, maka sulit untuk berkomunikasi dan sulit memperoleh
tidak adanya kepastian hukum bagi para pengguna layanan kesehatan. Dinas
Kesehatan terkait yang mengatur standar layanan kesehatan yang bermutu dan Ikatan
Dokter Indonesia sebagai organisasi profesi yang mengawasi para anggotanya agar
menjalankan kode etik kedokteran dengan baik, sangat mempunyai peran besar dalam
68
menindak dokter-dokter yang tidak memiliki Surat Izin Praktik tersebut. Upaya
penindakan terhadap dokter yang tidak memiliki surat izin praktik adalah:
penjelasan tentang peraturan izin praktik dokter secara detail, sedangkan meditasi
dilakukan untuk membuka isi pikiran dan merenungkan bahwa pentingnya suatu
izin praktik bagi seorang dokter, serta memberi pengertian bahwa melakukan
praktik tanpa memiliki izin adalah perbuatan melanggar hukum negara yang
Dokter yang tidak memiliki izin praktik, dengan diberikan jangka waktu 1
tidak menghiraukan teguran secara lisan dengan batas waktu yang telah
a. Mekanisme BINWASDAL
BINWASDAL, melalui:
untuk melengkapi pengurusan SIP, dengan kata lain apabila organisasi profesi IDI
kata lain Organisasi Profesi IDI sudah memberikan sanksi terhadap dokter yang
praktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat 1
Kedokteran.
70
melakukan praktik tanpa memiliki surat izin praktik tersebut sesuai dengan
Kedokteran.
melalui sidang yang dilakukan khusus. Seperti halnya pencabutan izin praktik
Praktik Kedokteran.
Tindak pidana praktik kedokteran tanpa Surat Izin Praktik (SIP), pada
hukum administrasi kedokteran yang diberi ancaman pidana. Jadi, sifat melawan
hukum perbuatan dalam tindak pidana tersebut terletak pada pelanggaran hukum
administrasi. Apabila ditinjau dari teori penegakan hukum dari segi faktor
ketertiban daripada nilai ketentraman. Namun dilihat dari realita kasus yang ada, nilai
ketentraman yang lebih diutamakan dari nilai ketertiban, hal ini sudah menjadi
Akibat budaya hukum yang ada seperti yang telah dijelaskan di atas, tentunya
hal ini juga berkaitan dengan faktor berikutnya yaitu faktor penegak hukum. Dimana
aparat penegak hukum tidak bisa tegas dalam melakukan tindakan terhadap dokter
praktik tanpa memiliki surat izin praktik tersebut. Aparat penegak hukum hanya bisa
melakukan mediasi kepada dokter praktik tanpa surat izin praktik dan melakukan
melakukan upaya penegakan hukum secara pidana. Dimana upaya penegakan hukum
tersebut seharusnya memberikan efek jera bagi para dokter yang melakukan praktik
kesulitan unuk memenuhi tugasnya untuk melakukan penegakan hukum. Pada kasus
53
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali,
Bandung, 2012, hal. 24.
72
tindak pidana mengenai praktik illegal yang dilakukan oleh dokter palsu ini,
masyarakat kurang mempunyai informasi untuk membedakan dokter asli atau dokter
palsu.
seperti itu. Karena masyarakatlah yang harus melaporkan apabia dokter tersebut
adalah dokter palsu atau tidak. Ini dikarenakan aparat penegak hukum tidak dapat
melakukan penyelidikan jika tidak adanya laporan dari masyarakat yang telah tertulis
pada KUHP. Oleh karena itu, jika masyarakat melaporkan praktik illegal yang
dilakukan oleh dokter palsu maka selanjutnya aparat penegak hukum dapat
kejaksaan.
dapat terselesaikannya kasus praktik illegal ini tanpa hambatan.54 Penegak hukum
dapat menjadi faktor yang menghambat cepatnya penegakan hukum yang harus
dijaduhkan kepada dokter palsu, hal ini dikarenakan ada aparat penegak hukum yang
penegak hukum. hal-hal lain yang mempengaruhi terhambatnya proses hukum adalah
sarana dan prasarana yang baik maka akan berpotensi menghambat penegakan
hukum.55 Kebudayaan dapat dikatakan merupakan salah satu faktor yang dominan
karena pada dasarnya profesi dokter merupakan profesi yang disukai oleh
selesainya kasus ini merupakan norma dan nilai yang dianut oleh masyarakat.
penghambat faktor budaya antara lain saat masyarakat tidak memiliki pengetahuan
profesi tidak bercela, sehingga masyarakat tidak berusaha melihat latar belakang
pendidikan dokter yang terkait. Tetapi faktor kebudayaan juga dapat menjadi faktor
yang dapat mempercepat selesainya kasus ini antara lain bahwa hal yang dilakukan
dokter palsu tersebut melanggar norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat,
sehingga pelaku harus diberikan hukuman yang setimpal atas perbuatannya tersebut.
55
Ibid.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat izin praktik dipidana dengan pidana penjara paling lama
rupiah). Pasal ini menjelaskan bahwa seorang dokter atau dokter gigi untuk
kedokteran.
tanpa memiliki izin sebagaimana dalam Pasal 86 Ayat (1) Jo. Pasal 46 Ayat
dimana perbuatan pelaku memenuhi unsur yaitu unsur setiap tenaga kesehatan
74
75
Mulyono dengan pidana denda sejumlah Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti
B. Saran.
3. Pihak Hakim diharapkan lebih tegas dalam melakukan tindakan, dalam hal ini
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdullah, Mustafa, dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2013.
Amir, Amri, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 2012.
Ariman, H.M. Rasyid, & Fahmi Raghib, Hukum Pidana, Setara Press, Malang, 2015.
Dwiyatmi, Sri Harini, Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2012.
H.S, Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Rajawali Press,
Jakarta, 2015.
Jainah, Zainab Ompu, Kapita Selekta Hukum Pidana, Tira Smart, Tangerang, 2018.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2015.
Muhammad, Rusli, Hukum Acara teori Kontemporer, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2016.
Sofyan, Andi, dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makassar, 2016.
Sofyan, Andi, dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta:
Penerbit Kencana, 2016.
Susanti, Dyah Ochtorina, dan A‟an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research),
Sinar Grafika, Jakarta, 2014.
B. Peraturan Perundang-Undangan
C. Jurnal
Sepang, Eliezer, “Sanksi Pidana Terhadap Praktik Kedokteran Tanpa Izin Menurut
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004”, Lex Administratum, Vol. IV/No.
3/Mar/2016, hal 5.
Soekiswati, S., Studi Kritis Praktik Dokteroid Paramedis Pada Pelayanan Kesehatan.
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum, 10(2), 2019.
D. Internet