1. NAMA MAZMUR
Nama mazmur berasal dari bahasa Ibrani mizmor, artinya nyanyian yang
diiringi dengan alat musik berdawai. Kita menyebutnya mazmur karena pengaruh
bahasa Arab. Dalam bahasa Arab sendiri, nyanyian ibadat yang serupa dengan
mazmur disebut Zabur. Kitab Mazmur dalam Kitab Suci Yahudi disebut Sefer
Tehillim (Kitab Puji-pujian). Akar kata dari tehillim adalah kata Ibrani hll, yang
artinya memuji. Dari akar kata hll muncul ungkapan ”haleluya” (pujilah Tuhan).
Ungkapan ini kita temukan pada awal atau akhir sejumlah mazmur (Mzm 104:35;
106:1,48; 113:1,9; 146-150). Dalam Kitab Suci bahasa Ibrani nama mizmor tidak
dipakai sebagai judul kitab, tetapi hanya disebut dalam judul sejumlah mazmur.
Dalam bahasa Inggris, kitab Mazmur disebut ”The book of Psalms”. Kata psalm
berasal dari kata Yunani Psalmos yang artinya lagu puji-pujian. Istilah psalmos
berasal dari kata kerja psallo, artinya bernyanyi dengan iringan alat musik
berdawai (semacam harpa, atau gitar). Dalam bahasa Latin kitab Mazmur disebut
Liber Psalmorum. Dari telaah arti katanya, mazmur merupakan sebuah doa yang
dinyanyikan.
Kitab Mazmur yang kita kenal sekarang ini adalah kumpulan doa umat
Yahudi, yang didoakan secara bersama-sama maupun secara pribadi di dalam
berbagai kesempatan dan kepentingan. Doa mazmur mempunyai beberapa
kekhasan yang perlu kita ketahui, antara lain:
a. Di dalam doa mazmur ada pemaparan situasi dan kondisi yang dialami
pemazmur, yang sekaligus menjadi alasan mengapa dia berdoa.
b. Mazmur ditulis dalam bentuk puisi, mengikuti pola puisi bangsa Israel
pada waktu itu, yaitu pola parallel (paralelisme membrorum). Masing-masing ayat
terdiri atas dua klausa atau lebih yang saling berkaitan. Keindahan bunyi, makna
ungkapan dan ritme kata-kata di dalam mazmur diperhitungkan sedemikian rupa
untuk menambah keindahan doa mazmur sebagai puisi doa yang dinyanyikan.
Sayang, ritme di dalam mazmur tidak kelihatan lagi ketika mazmur diterjemahkan
ke dalam bahasa-bahasa lain.
c. Keindahan doa mazmur antara lain ditunjukkan lewat bahasa kiasan,
perlambangan, ungkapan-ungkapan simbolik. Misalnya, Tuhan digambarkan
sebagai: Gembala, Terang, Pengajar (pendidik), Gunung batu, Matahari, Perisai,
Penebus. Orang-orang yang melawan para pemazmur (musuh-musuh) disebut
dengan kata kiasan: lembu, anjing, pendendam. Demikian pula situasi yang dialami
pemazmur digambarkan dengan kiasan: hampir tenggelam dalam banjir jahanam,
tali maut yang melilit tubuh, terbaring dalam debu, rusa yang mendamba air.
Ungkapan simbolik dan bahasa kiasan di dalam mazmur amat kaya.
d. Mazmur sebagai doa adalah ungkapan iman. Di dalam berbagai macam
situasi, pemazmur menunjukkan keyakinannya akan adanya Tuhan yang hidup dan
berkarya. Bahkan di dalam kondisi paling pahit pun pengarang tetap yakin bahwa
Tuhan akan memberi pertolongan.
e. Tema doa mazmur banyak variasinya. Tema yang dominan di dalam kitab
Mazmur adalah permohonan, pujian, dan kepercayaan.
Seperti kitab Taurat (Pentateuch), 150 buah mazmur di dalam kitab Mazmur
dikelompokkan ke dalam 5 kumpulan atau 5 jilid. Masing-masing jilid ditutup
dengan semacam doksologi, rumusan pujian pada Allah (Mzm 41:13; 72:18-19;
89:52; 106:48; 150). Misalnya dalam Mzm 41:13 disebutkan: ”Terpujilah Tuhan,
Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Amin.” Jilid pertama
mulai dengan mazmur 3 karena mazmur 1 dan 2 merupakan pendahuluan dari
seluruh kitab Mazmur.
(1) Jilid I (Mzm 3-41): Jilid pertama atau buku pertama kitab Mazmur
hampir seluruhnya dikaitkan dengan Daud. Mayoritas dari mazmur-mazmur pada
bagian pertama ini adalah mazmur-mazmur individual.
(2) Jilid II (Mzm 42-72): Jilid kedua berisi mazmur-mazmur dihubungkan
dengan bani Korah, yaitu kelompok pemusik dan penyanyi liturgi (bdk. 2Taw
20:19). Mazmur bani Korah ini terdapat juga pada mazmur 84-85; 87-88.
(3) Jilid III (Mzm 73-89): Bagian ini hanya berisi 17 mazmur, sebagian
besar berupa mazmur keluhan atau ratapan. Sejumlah mazmur dikaitkan dengan
seorang tokoh bernama Asaf (lihat Mzm 73-83). Satu-satunya mazmur Asaf di
tempat lain adalah Mzm 50. Asaf adalah nama seorang pemain musik ibadat dari
suku Lewi yang ditugaskan oleh Daud untuk memimpin nyanyian ketika tabut
perjanjian dibawa masuk ke Yerusalem (1Taw 6:39; 15:17-19; 16:4-6) dan yang
hadir pada saat peresmian kenisah buatan Salomo (2Taw 5:12). Keluarga dan
keturunan Asaf masih aktif sebagai pemusik pada zaman kemudian.
(4) Jilid IV (Mzm 90-106): Bagian ini juga terdiri atas 17 mazmur. Kita
temukan 6 dari 7 mazmur yang bertemakan Yahwe meraja (93 dan 95-99).
Mazmur 103 dan 104 dihubungkan satu sama lain dengan rumusan pujian kepada
Tuhan (Yahwe) yang ditempatkan pada bagian awal dan akhir. Mazmur 105-106
sama-sama memuji kuat kuasa Allah atas sejarah Israel. Keduanya dimulai dengan
ungkapan ”Bersyukurlah kepada Tuhan” dan diakhiri dengan ”Haleluya”.
(5) Jilid V (Mzm 107-150): Bagian ini merupakan kumpulan yang terbanyak
dari kelima jilid kitab Mazmur, karena di dalamnya terdapat 44 buah mazmur.
Mazmur-mazmur Daud terdapat pada bagian-bagian awal (108-110) dan
menjelang akhir (138-145). Mazmur 119 adalah khusus karena disusun menurut
urutan abjad Ibrani. Bentuk mazmur yang ditulis dengan memakai urutan abjad
Ibrani ini disebut ”mazmur akrostik”. Mazmur 120-134 adalah koleksi mazmur
ziarah. Mazmur 140-143 adalah rangkaian terakhir dari keluhan individual. Bagian
kelima dari kitab Mazmur ini diakhiri dengan lima rangkaian ungkapan pujian:
”Pujilah Allah/Dia” dan ”Haleluya”.
5. JENIS-JENIS MAZMUR
Bentuk Paralelisme
Puisi Ibrani terdiri atas baris-baris kalimat yang umumnya mempunyai lebih
dari satu klausa. Setiap ayatnya bisa terdiri dari dua baris (bikolase) atau tiga
baris (trikolase). Dalam Alkitab, baris kedua dicetak sedikit lebih ke kanan.
Bentuk puisi semacam ini disebut bentuk Paralelisme. Paralelisme ini bukan
hanya khas untuk puisi Ibrani, namun juga untuk puisi di dalam tradisi bangsa
Semit pada umummnya. Ada 4 bentuk paralelisme:
a. Paralelisme sinonim (searti): yaitu gagasan dalam baris pertama
diperdalam oleh baris kedua, misalnya: Marilah kita memutuskan belenggu-
belenggu mereka, dan membuang tali-tali mereka dari kita. (Mzm
2:3)
b. Paralelisme antitetis: artinya baris kedua menegaskan gagasan dari baris
pertama dari sudut yang berlawanan, misalnya: Mereka rebah dan jatuh, tetapi
kita bangun berdiri dan tetap tegak. (Mzm 20:9)
c. Paralelisme sintetis: artinya baris kedua melanjutkan atau melengkapi
gagasan dalam baris pertama, misalnya: Akulah yang telah melantik raja-Ku di
Sion, gunung-Ku yang kudus. (Mzm 2:6)
d. Paralelisme perbandingan: artinya baris yang satu memperjelas gagasan
dalam baris yang lain melalui suatu perbandingan, misalnya: Seperti rusa yang
merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya
Allah. (Mzm 42:2)
Dari contoh-contoh di atas, kelihatan bahwa bentuk paralelisme dipakai
dengan tujuan untuk mengembangkan gagasan secara bertahap, dari baris yang
satu ke baris yang berikutnya.
Mazmur sebagai doa adalah ungkapan iman yang berangkat dari pengalaman
nyata. Pengalaman dan paham iman macam apakah yang ada di dalam
mazmur? Pemazmur di dalam doanya berbicara kepada Allah tetapi juga
berbicara tentang Tuhan. Segala pergulatan hidup pemazmur, baik dalam suka
maupun duka, tidak terlepas dari mata Tuhan Allah. Dia selalu hadir dan tahu
apa yang terjadi pada umat-Nya. Allah bukan hanya tahu dan hadir tetapi juga
bertindak sebagai Penyelamat. Untuk itulah pemazmur dengan penuh iman
berdoa kepada-Nya. Allah disadari oleh pemazmur sebagai Dia yang hadir
dengan karya penciptaan-Nya, karya penyelenggaraan-Nya, dan karya
keselamatan-Nya. Dia mewahyukan Diri-Nya dengan berbagai macam cara.
Manusia beriman dapat mengenal perwahyuan Allah antara lain lewat
ciptaan-Nya dan tindakan-Nya. Meskipun begitu, karena kerapuhannya,
manusia sering mengabaikan kehadiran dan perwahyuan Tuhan. Manusia jatuh
di dalam dosa dan harus bertobat agar memperoleh rahmat keselamatan.
Berhadapan dengan karya-karya Tuhan yang luar biasa, umat beriman layak
bersyukur dan memuji-Nya. Meskipun umat harus bergulat dengan berbagai
macam persoalan, namun kedekatan dengan Tuhan akan membuat hati tenang
dan teguh. Di dalam mazmur-mazmur kepercayaan, pemazmur mengungkapkan
betapa Tuhan menjadi perlindungannya dan kepada-Nya dia berani
mengandalkan diri sepenuhnya. Di dalam mazmur-mazmur pujian, iman umat
terungkap
lebih jelas. Iman yang diungkapkan bukanlah iman yang teoretis, tetapi iman
yang berangkat dari pengalaman hidup nyata, yang dihayati oleh pemazmur
secara pribadi (individual, personal) ataupun bersama-sama (kolektif).
41 mazmur di dalam jilid ini ditulis oleh Daud. Bagian ini adalah seperti kitab
Kejadian, karena di dalamnya kita belajar tentang pribadi Allah yang menciptakan
kita. Dalam Mazmur 9, Daud mengenal Allah sebagai sosok Pemenang yang
melepaskan kita dari musuh. Dalam Mazmur 10, Daud berbicara tentang Allah
yang mendengar dan menjawab doa. Dalam Mazmur 23, Allah digambarkan
sebagai Sang Gembala Agung. Dalam Mazmur 24, Dia adalah Raja Kemuliaan.
Dalam Mazmur 36, Dia adalah Pribadi yang membenci dosa tetapi mengasihi
mereka yang berharap kepadaNya.
Dari 31 mazmur ini, 18 disebut sebagai tulisan Daud. Mazmur 42, 44–49, 84, 85,
87, dan 88 ditulis dan dinyanyikan oleh “Bani Korah”, suatu kelompok paduan
suara orang Lewi (2 Taw. 20:19), dan Mazmur 50 ditulis oleh Asaf yang adalah
pemimpin paduan suara. Mazmur 62 dan 77 (juga Mazmur 36) dihubungkan
dengan Yedutun, pemimpin yang lain, untuk dinyanyikan sesuai aransemennya
atau dalam paduan suara pimpinannya. Salomo, anak Daud, menulis Mazmur 70.
Jilid ini berhubungan dengan kitab Keluaran, yaitu menggambarkan bangsa yang
berseru kepada Allah untuk kelepasan. Jilid ini selesai dengan doa Salomo di
dalam Mazmur 72 yang berkata: “Terpujilah kiranya namaNya yang mulia selama-
lamanya dan kiranya kemuliaanNya memenuhi seluruh bumi. Amin, ya Amin”.
Jilid ini terdiri dari 17 mazmur, yang kebanyakan ditulis oleh Asaf sebagai
pemimpin paduan suara, untuk dinyanyikan dalam ibadah (Mzm. 73-83). mazmur-
mazmur lainnya ditulis oleh bani Korah (Mzm. 84, 85, dan 87), oleh Daud (Mzm.
86), oleh Heman dan bani Korah (Mzm. 88), oleh Etan (Mzm. 89), dan untuk
Yedutun.
Jilid ini berhubungan dengan kitab Imamat kaum Lewi. Dalam jilid ini, kita
melihat bahwa kebanyakan mazmur ini ditulis oleh para imam Lewi untuk
dinyanyikan oleh para imam di dalam bait Allah. Mazmur-mazmur ini
mengingatkan kita bahwa Allah adalah kudus dan kita perlu memasuki hadiratNya
dengan takut akan Tuhan. Di bagian terakhirnya, jilid ini ditutup dengan perkataan,
“Terpujilah TUHAN untuk selama-lamanya! Amin, ya amin.”
17 mazmur di jilid ini tidak disebut penulisnya, kecuali Mazmur 90 oleh Musa
serta Mazmur 101 dan 103 oleh Daud. Mazmur 90 adalah mazmur yang paling tua.
Mazmur 92 merupakan nyanyian untuk hari Sabat. Mazmur 102 adalah doa
seorang sengsara, yang lemah lesu dan mencurahkan keluhannya ke hadapan
Tuhan. Mazmur 93-99 digolongkan sebagai “Mazmur Raja” (Royal Psalms), di
mana Allah dihormati sebagai Raja bagi umatNya.
Jilid ini berhubungan dengan kitab Bilangan, yang menceritakan perjalanan bangsa
Israel. Temanya adalah kesetiaan Allah kepada umatNya. Lagi-lagi, jilid ini ditutup
dengan pujian kepada TUHAN untuk selama-lamanya dan seruan, “Biarlah seluruh
umat mengatakan, “Amin!” Haleluya!
Mazmur 117 adalah pasal terpendek di dalam Alkitab, dan hanya berisi 2 ayat,
sedangkan mazmur 119 adalah pasal terpanjang di dalam Alkitab, dan terdiri dari
176 ayat. Mazmur 119 merayakan kemuliaan Firman Tuhan, dan terbagi menjadi
22 bagian, yang masing-masing berisi 8 ayat. Tiap ayat dalam satu bagian dimulai
dengan satu huruf yang sama sesuai urutan abjad Ibrani dari huruf Aleph sampai
huruf Tav.
Jilid ini ditutup dengan puncak pujian dalam Mazmur 150, “Biarlah segala yang
bernafas memuji TUHAN! Haleluyah!”
d. Menghormati Allah sebagai Raja yang mulia, bandingkan Mazmur 24, 72.
Dan tentu begitu banyak maksud dan makna dari kitab-kita Mazmur yang
dapat kita peroleh. Mengapa demikian ? Sebab hidup kita di dunia ini penuh
dengan pergumulan, baik karena sikap dan perbuatan kita sendiri maupun sikap
dan perbuatan yang berasal dari musuh-musuh kita yang menyebabkan kita jatuh
ke dalam berbagai jurang. Namun, mereka yang percaya akan selalu berdoa serta
menanti-nantikan Tuhan yang akan memberi kemenangan. Dan hal ini tentu harus
keluar dari hati yang jujur dan murni kepada Tuhan, supaya hidup kita tidak penuh
dengan sampah yang tak berguna.
Kalau mau digali lebih dalam, maka dari kitab Mazmur ini tentu banyak
kekayaan rohani yang bisa ditimba. Misalnya, Mazmur-mazmur menjadi doa di
masa perjanjian lama. Mazmur-mazmur itu diucapkan oleh Tuhan Yesus sendiri,
oleh Perawan Maria, para rasul dan para martir. Dengan tidak merubah apa-apa
Gereja Kristen telah menjadikan mazmur-mazmur itu sebagai doa resminya.
Bapak-bapak Reformator seperti Martin Luther dan Yohannes Calvin banyak
menggunakan Mazmur-mazmur ketika mereka bergumul dengan kehidupan
mereka, khususnya demi bangsa dan negara mereka. Calvin berkata, ”Saya terbiasa
menyebut kitab Mazmur ini sebagai anatomi dari semua bagian jiwa, karena tidak
ada yang akan menemukan dalam dirinya perasaan tunggal tentang gambar yang
tidak terpantul di dalam cermin. Semua kesedihan, ketakutan, kekhawatiran,
harapan, perhatian, kegelisahan. Pendeknya, seluruh pergolakan yang biasa
mengombang-ambingkan pikiran dan perasaan manusia ada terwakili”.
Memang seruan-seruan berupa pujian, permohonan atau ucapan syukur itu
dicetuskan para pemazmur dalam keadaan tertentu di zamannya dan berdasarkan
pengalaman pribadinya itu. Tetapi tanpa dirubah sedikitpun seruan-seruan itu
mempunyai makna umum. Sebab mazmur-mazmur itu mengungkapkan sikap hati
yang seharusnya ada pada tiap-tiap manusia yang menghadap Allah. Memang kata-
kata tidak dirubah, tetapi makna mazmur-mazmur itu sangat diperkaya. Di masa
perjanjian baru orang beriman bersyukur dan memuji Allah, yang sudah
menyatakan rahasia hidupNya sendiri, yang melalui darah AnakNya menebus
manusia dan mencurahkan Roh KudusNya. Dalam pemakaian liturgis tiap-tiap
mazmur diakhiri dengan doa pujian yang tertuju kepada Bapa, Putera dan Roh
Kudus. Doa-doa permohonan yang tua itu menjadi lebih hangat, semenjak
Perjamuan Malam. Salib dan Kebangkitan mengajar manusia mengenai kasih
Allah yang tak terhingga kepada manusia, mengenai beratnya dosa yang
membelenggu semua orang, mengenai kemuliaan yang dijanjikan kepada orang
benar. Memang pengharapan yang tercetus dalam nyanyian-nyanyian para
pemazmur, sekarang terwujud. Sebab Mesias sudah datang dan menjadi Raja.
Semua bangsa diajak untuk memuji Dia.
Sumber : www.majalahpraise.com
Mazmur-mazmur
1. Mazmur Pujian
a. Latar Belakang
Sejak zaman kuno (bdk. Kel 15:20-21) dapat dilihat bahwa ada hubungan
erat antara ibadat dan lagu pujian. Ketika masa pemerintahan Daud dan Salomo
(abad ke-10 sebelum masehi) ibadat nasional berpusat di Yerusalem- muncul suatu
liturgi yang semakin teratur dan tetap, di mana ada tempat khusus bagi paduan
suara dan pemain music yang membawakan lagu pujian. Terutama pada pesta-
pesta besar (Paska, Pentekosta, Pondok Daun) seluruh umat dapat mengambil
bagian dalam kegembiraan rohani, sambil menyayikan mazmur pujian atau
mengulangi refrain (Kel. 15:21; Mzm 136; 135: 19-20).
c. Isi
Obyek satu-satunya dari mazmur pujian adalah Allah dengan segala sifat
dan perbuatan-Nya. Bukan manusia dengan keperluan dan kepentingannya yang
diperhatikan, melainkan Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya begitu mengagumkan,
sehingga umat Israel seolah-olah terpaksa mengungkapkan rasa kagum itu dalam
pujian. Amat jarang sekali pujian ditutup dengan suatu permohonan, dan kalau
begitu permohonan sendiri bersifat rohani, misalnya: “Kasih setia-Mu, ya Tuhan,
kiranya menyertai kami, seperti kami berharap kepada-Mu” (Mzm 33: 22).
Mazmur-mazmur pujian Israel tidak pernah menjadi semacam bujukan halus untuk
memperoleh sesuatu. Ciri itu lebih mencolok lagi, kalua lagu pujian Israel
dibandingkan dengan lagu senada yang diciptakan pada periode yang sama di
wilayah yang berdekatan, yakni di Mesopotamia (Babel dan Asyuri) dan di Mesir.
Di situ biasanya lagu pujian merupakan suatu pengantar atas permohonan, bahkan
kadang-kadang berbentuk bujukan melulu. Di Israel lagu pujian adalah lagu
spontan dan tulus, tanpa pamrih.
Yahwe Pencipta
Hanya tiga mazmur saja (8; 29; 104) yang menyajikan tentang penciptaan
dan penyelenggaraan sebagai tema yang eksklusif; dalam banyak mazmur lain
terdapat semacam kombinasi dari topik Allah pencipta/penyelenggara dengan topik
Allah penebus.
Secara kronologis tema ini lebih tua daripada tema Yahwe Pencipta, karena
Israel menemui Yahwe pertama-tama sebagai penebus di Mesir dan sebagai
penderma di Kanaan. Akan tetapi, dalam agama Israel yang dicerminkan dalam
mazmur, kedua topik tersebut berhubungan sangat era. Khususnya kalau
penciptaan digambarkan sebagai hasil kemenangan atas kekuasaan-kekuasaan
purba, maka perbedaan antara karya penciptaan dan karya keselamatan hamper
tidak kelihatan lagi. Penciptaan adalah “karya penyelamatan” yang pertama.
2. Mazmur Keluhan/Permohonan
Keluhan adalah reaksi dari bangsa Israel atau dari seorang Israelit yang berada
dalam bahaya maut. Keadaan “bahaya maut” itu tidak cocok dengan gambaran
indah tentang hubungan Allah-manusia yang dilukiskan dalam Bagian II,
paragraph 1. Dimanakah kasih setia Allah sebagai pencipta, penebus, perderma,
penyelenggara? Bagaimanakah Ia dapat menyebabkan bahaya ini? Apakah Allah
mengubah sikap-Nya? (bdk. Mzm 77: 11).
Keadaan “bahaya maut” bagi bangsa Israel timbul, jika ada perang atau bencana
alam yang hebat; sedangkan bagi seorang individu bahaya itu disebabkan oleh
penyakit, oleh tuduhan palsu dalam perkara berat, atau oleh dosa besar. Eksistensi
diri terancam, dan situasi yang amat kritis itu mendorong Israel untuk secara
spontan “meledakkan” keluhan. Akan tetapi, dalam keadaan ini pun Israel selalu
bertindak sebagai umat yang beriman. Biar pun situasi sangat gelap dan tak
terpahami, Israel tetap merupakan umat yang berpengalaman akan Allah.
Pengalaman itulah yang menjadi sebab mengapa Israel tidak dapat membatasi
gambaran Allah pada gambaran pahit saat ini. Ingatan akan Allah yang lain, akan
Allah yang cocok dengan skema tentang hubungan Allah-manusia tadi,
menyebabkan Israel- sebagai bangsa atau individu- tidak berhenti pada keluhan
saja, melainkan mengarahkan diri kepada Allah yang sudah dikenal dan
dialaminya, dalam doa permohonan yang penuh kepercayaan. Dengan kata lain,
bahaya maut sekarang tidak dapat tidak memunculkan pertanyaan: mengapa?
Seharusnya jawaban yang mudah adalah karena Allah ternyata mengkhianati umat-
Nya, sahabat-Nya! Akan tetapi, jawaban yang mudah itu tidak mau diberikan oleh
Israel. Israel tidak dapat percaya dan menerima bahwa Allah menjadi “lain”, maka
ia tetap mengarahkan diri kepada Allah, ia menyampaikan keluhan yang keras
kepada-Nya dan ia memohon kepada-Nya agar situasi semula dipulihkan.
Permohonan ini disampaikan atas dasar kepercayaan yang kuat, hasil pengalaman
yang lama akan Allah yang penuh kasih setia. Demikianlah unsur yang paling
penting dalam mazmur keluhan tersebut adalah:
Karena “bahaya maut” cukup berbeda dalam mazmur keluhan individual dan
dalam mazmur keluhan kolektif, maka kedua kelompok mazmur tersebut akan
dibahas sendiri-sendiri.
Latar Belakang
Asal usul mazmur ini harus dicari dalam situasi sukar dan menyedihkan
yang dialami oleh pemazmur. Ia berada dalam bahaya maut dan tiada orang yang
dapat menyelamatkannya dari situasi itu. Bahaya maut disebabkan oleh: 1)
penyakit keras, 2) tuduhan palsu, atau 3) dosa besar.
Bangsa Israel dahulu tidak percaya akan hidup di akhirat, dan akan
pembalasan yang terjadi sesudah kematian. Bagi mereka, kehidupan manusia
berlangsung antara saat kelahiran dan saat kematian. Sesudah kematian orang pergi
ke kerajaan maut (Ibrani= syeol). Syeol itu dibayangkan sebagai ruangan luas,
tempat arwah berbaring di lantai yang terdiri atas lumpur dan debu. Ruangan maut
letaknya di bawah “piring” bumi dan terpisah dari bumi oleh samudera raya. Di
syeol, segala aktivitas berhenti, tiada lagi perbedaan antara arwah. Semua
berbaring berjajar di “Gudang” yang raksasa itu. Semua dalam keadaan sama saja;
kaya dan miskin, tua dan muda, pemimpin atau bawahan, jahat dan saleh.
Oleh karena itu nasib semua arwah sama, maka ganjaran atau hukuman tidak
mungkin lagi diberikan sesudah kematian. Itu harus terjadi di bumi ini.
Barangsiapa- seperti Israel – percaya akan Allah yang adil, harus menerima prinsip
bahwa Allah harus memberikan ganjaran (umur Panjang, kesehatan, kesejahteraan,
keluarga besar, dst.) kepada orang yang baik; dan hukuman (penyakit, kesusahan,
kemiskinan, kematian “sebelum waktunya”, dst) kepada orang yang jahat.
Keyakinan bahwa Allah bertindak adil, dan memberikan ganjaran dan hukuman di
dunia ini sesuai dengan kelakuan manusia, merupakan salah satu tiang penopang
agama Israel. Jadi, orang jahat yang tidak dihukum atau orang baik yang
mengalami kemalangan- apalagi kemalangan yang paling ngeri, yakni kematian
pada umur muda atau tengah adalah kenyataan yang langsung menimbulkan
persoalan ini: apakah Allah adil? Mungkinkah Allah acuh tak acuh terhadap apa
yang dilakukan oleh manusia?
Ada orang yang menarik kesimpulan: kalau toh tidak ada hukuman atau
ganjaran sesuai dengan tindakan, maka sebaiknya kita hidup seenaknya saja,
seakan akan Allah tidak ada. Orang yang berpendapat seperti itu dapat disebut
“ateis praktis”, karena dalam praktek hidup ia bertindak seakan-akan Allah tidak
ada. Akan tetapi orang takwa yang mengalami krisis iman tetap berpegan pada
keadilan Allah, meskipun mereka tidak mengerti mengapa orang jahat kadang-
kadang tidak dihukum, mengapa orang baik kadang-kadang menderita hebat,
bahkan meninggal dunia. Ajaran tentang pembalasan di bumi seringkali menjadi
masalah yang sangat besar.
Baru pada abad kedua sebelum Masehi, ketika Raja Antiokhus IV dari Siria
(175-164) memaksa orang Yahudi untuk murtad, ajaran tentang pembalasan
mengalami perkembangan. Waktu itu orang yang setia kepada Tuhan justru
dibunuh sebagai martir, sedangkan yang murtad dapat hidup. Renungan umat
tentang keadilan Tuhan dipakai oleh Tuhan sebagai sarana untuk menuntun mereka
kepada kepercayaan akan hidup di akhirat dan pembalasan di situ. Ajaran itu
muncul untuk pertama kalinya dalam Daniel 12: 1-3 dan 2 Mak 7: 9,11,14,23,29,
tetapi semua mazmur berasal dari periode jauh sebelum kepercayaan yang baru itu
timbul dalam kalangan Yahudi. Para pemazmur hanya mengenal pembalasan di
bumi yang sering kali menjadi masalah pokok bagi mereka dalam mazmur keluhan
individual.
Penyakit
Bagi si sakit tidak ada harapan untuk lepas dari bahaya maut jika Tuhan
tidak menyembuhkannya, maka kepada Dialah pemazmur mengarahkan doanya.
Jika ia sadar akan dosa-dosanya- sehingga penyakit dapat diartikan sebagai
hukuman atas dosa -, maka permohonan untuk disembuhkan disertai pengakuan
dosa dan permohonan agar diampuni. Akan tetapi jika pemazmur bukan orang
berdosa, maka penyakit menjadi suatu cobaan yang sangat berat. Bagaimanakan
Allah yang adil dapat menyebabkan atau membiarkan bahaya maut ini? Seluruh
masalah Kitab Ayub berkisar sekitar pertanyaan itu.
Bahaya maut dirasakan sebagai sesuatu yang tidak adil dan tidak tepat.
Perasaan itulah yang tak dapat tidak menyebabkan krisis iman kepercayaan, baik
dalam diri si sakit maupun dalam orang-orang yang dekat dengannya. Betapa sulit
bagi orang beriman untuk tetap percaya dalam situasi seperti itu, tampak dalam
Bab 1-2 dari Kitab Ayub. Ayub secara mendadak kehilangan semua anak, segenap
harta dan sakit keras. Waktu itu ia masih tetap percaya (1:20-22; 2:10), tetapi
isterinya tidak. Isterinya tidak dapat menerima kenyataan yang serba tidak adil dan
tidak tepat itu, dan ia mengajak suaminya, “Kutukilah Allah dan matilah! (2:9).
Tuduhan Palsu
Sejak zaman kerajaan ada suatu pengadilan tinggi di ibu kota, dan dalam
situasi tertentu si terdakwa dapat naik banding. Keadilan di pengadilan tinggi, jauh
lebih terjamin, karena: a) para hakim adalah tenaga professional, yang tidak begitu
mudah dipengaruhi oleh politik kecil, oleh perselisihan dan dendam kesumat- yang
kerap kali memengaruhi pengadilan di kota kecil; dan b) suasana “menakutkan” di
ibu kota: pada malam menjelang sidang pengadilan tinggi, baik terdakwa maupun
penggugat dan para saksi diberi kotbah penuh peringatan dan ancaman oleh
seorang imam; dan orang-orang itu harus bermalam “dekat Tuhan”, yakni di
kenisah. Waktu yang dilewati di hadapan Tuhan yang Mahatahu itu menjadikan
orang lebih sadar akan akibat tindakannya, sehingga mereka tidak berani
menyampaikan tuduhan palsu. Sejumlah mazmur keluhan rupanya berasal dari
“malam doa” di kenisah menjelang sidang pengadilan tinggi: pemazmur
mempercayakan diri dan perkaranya kepada Allah yang Mahatahu (contoh bagus
dalam Mzm 139), sambil memohon agar Ia bertindak sebagai penyelamat “pada
pagi hari”, yaitu pada waktu sidang akan berlangsung.
Dosa Besar
Permohonan
Tujuan dari mazmur keluhan adalah pembebasan dari bahaya maut oleh
Allah. Keluhan itu sendiri sudah menjadi semacam permohonan yang tidak
langsung, tetapi lazimnya permohonan dirumuskan secara langsung dan jelas.
Dalam permohonan, unsur kepercayaan kuat sekali, atas dasar pengalaman akan
Allah pada masa lampau, baik pengalaman pribadi si pemohon maupun
pengalaman Bersama dalam kalangan umat Israel.
Janji
Yesus dan murid-murid-Nya mengenal Alkitab yang terdiri atas kelima kitab
Taurat, kitab para nabi (termasuk kitab-kitab sejarah) dan Mazmur, Ayub, Amsal,
dan sebagainya sebagai anggota umat Allah, mereka membaca, menggunakannya
sebagai doa dan merenunkan firman yang tertulis ini. Kenyataan ini tampak dalam
keempat Injil dan surat-surat rasuli.
Perjanjian Lama dikutip 360 kali dalam Perjanjian Baru, dari kutipan yang
langsung dan tidak langsung itu hamper sepertiga berasal dari Kitab Mazmur,
tepatnya 223.
1.2 Yesus Kristus dan Mazmur