Anda di halaman 1dari 100

Kitab Puisi (Tafsir PL 3)

Nike Pamela, MA.

Pendahuluan

Kitab-kitab Perjanjian Lama mengandung beberapa literatur yang cukup


berpotensi untuk menceritakan sejarah manusia. Melalui merekalah isi hati manusia
seolah-olah ditunjukkan. Secara historis, kitab puisi tidak berorientasi pada sejarah
Dengan perkecualian pada kitab Mazmur, kitab puisi biasanya tidak memuat
sesuatu yang mengandung sejarah, namun mereka hidup karena semangat sejarah.
Dibandingkan dengan kitab nabi-nabi, kitab puisi tidaklah berusaha
menyampaikan firman Allah kepada manusia, sebaliknya orang-orang yang
berbicara seolah-olah mewakili manusia pada umumnya berbicara kepada Tuhan
(utamanya pada kitab Ayub dan Mazmur). Bandingkan: para nabi biasanya
berbicara atas nama Allah kepada manusia.
Namun demikian, mereka menafaskan keuniversalan tertentu. Masalah
penderitaan, hati nurani yang dirusak oleh dosa, pengetahuan tentang kehidupan
manusia serta cinta yang penuh gairah antara seorang laki-laki dan perempuan,
yang kesemuanya merupakan tema-tema yang paling banyak muncul dalam kitab
puisi, seolah-olah melintasi semua keterikatan bangsa maupun suku untuk mampu
mencakup pada tema-tema keseluruhan umat manusia.

KITAB PUISI
Di dalam susunan Ibrani, kitab-kitab yang dikenal sebagai “Kitab Puisi”
dalam susunan Yunaninya, disebut dengan Tulisan (Kethubim). Istilah “Kitab Puisi”
menunjuk pada natur isinya yang mayoritas berbentuk puisi. Para Masoret abad
pertengahan mengelompokkan Ayub, Amsal dan Mazmur secara bersama-sama
dengan suatu sistim yang khusus dari penekanan puisi yang biasanya dikenal
dengan “Kitab kebenaran” karena huruf Ibrani pertama dari setiap kitab itu apabila
tma) dibentuk dari
digabungkan berarti ‘emeth (kebenaran)  kata kebenaran (
gabungan a (bAYai =Ayub), m (ylvm = Amsal) dan t (Mylht = Mazmur).
Kedua kitab yang lain, Pengkhotbah dan Kidung Agung, termasuk dalam kelompok
khusus dari Tulisan yang disebut “Lima Megilloth” (gulungan kitab) yang terdiri dari
Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah dan Ester. Tujuan dari pengelompokan
ini bersifat liturgis, karena masing-masing kitab dibacakan pada perayaan hari besar
Yahudi. Susunan dari Lima Megilloth mengikuti susunan perayaan hari besar yang
mereka tetapkan: Kidung Agung (Paskah), Rut (Pantekosta), Ratapan (Puasa bulan
kesembilan, memperingati hancurnya Bait Allah), Pengkhotbah (Hari Raya
Tabernakel) dan Ester (Hari Raya Purim).
Septuaginta meletakkan susunan semua kitab puisi setelah kitab-kitab sejarah
dan sebelum kitab nabi-nabi: Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung dan
Ayub. Latin Vulgata meletakkan kitab Ayub pada permulaan dari keempat kitab
lainnya dengan pertimbangan kronologis (bdg: selanjutnya diikuti dengan tulisan
Daud (Mazmur) dan Salomo (amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung).
Tiga dari lima kitab puisi berhubungan juga dengan literatur hikmat
(wisdom), yaitu Ayub, Amsal dan Pengkhotbah. Masing-masing kitab memiliki ciri
literatur sendiri sehingga hal itu juga mempengaruhi cara/langkah-langkah dalam
menafsirkannya.

1
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

PUISI BAGI ORANG IBRANI


Sebagaimana bangsa lainnya, puisi orang Ibrani umurnya jauh lebih tua dari
semua jenis literatur lainnya. Berdasarkan ketepatan pemilihan kata, suara dan
irama, puisi dianggap memiliki kekuatan khusus dan keefektifan yang tidak dimiliki
oleh jenis-jenis literatur lainnya. Dalam kasus bangsa-bangsa yang tempat tinggalnya
berpindah-pindah (semi nomaden), namun pada akhirnya secara perlahan-lahan
mereka berkembang dengan memiliki gaya hidup yang berperadaban, para ahli
berasumsi bahwa permulaan pertumbuhan literatur mereka didahului oleh suatu
periode dimana tradisi-tradisi mereka yang ada maupun yang baru diadopsi dari
budaya lain, disebarkan secara oral (dari mulut ke mulut). Pandangan bahwa kata-
kata memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengingat kata-kata tersebut,
memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan dan menjaga kelestarian
tradisi-tradisi awal yang disebarkan melalui mulut ke mulut.

PUISI dan ALKITAB


Lebih dari sepertiga isi Alkitab terdiri dari puisi. Kitab Ayub, Mazmur,
Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung hampir seluruhnya berbentuk puisi. Sebagian
besar kitab Yesaya, 1/3 kitab Yeremia, seluruh kitab Ratapan, sebagian kecil kitab
Yehezkiel pun berbentuk puisi. Hampir seluruh kitab nabi-nabi kecil juga berbentuk
puisi. Dalam kitab-kitab sejarah terdapat pula bentuk puisi, mis. Kej. 4:23; 49; Kel. 15;
Bil. 21:14, 27-30; 23-24;Ul. 32-33; Yos. 10:12-14; Hak. 5; 9:8-15; I Sam. 2:1-10; II Sam.
1:19-27; 3:33; 22; 23:1-7.
Di dalam Alkitab kita sekarang, sangat mudah bagi kita untuk membedakan
manakah yang bagian yang berbentuk puisi atau berbentuk narasi. Biasanya puisi
ditandai dengan menjoroknya kalimat-kalimat yang dimaksud dan aturan masing-
masing baris kalimat. Naskah teks Ibrani tidak membedakan antara penulisan puisi
ataupun prosa, namun para Masoret memberikan aksen puisi yang khusus pada
kitab Ayub, Amsal dan Mazmur. Tidak ada satupun versi kuno Alkitab yang
memberikan bentuk penulisan yang berbeda pada puisi. Pada 1952, RSV menjadi
terjemahan pertama yang membedakan cara penulisan puisi ataupun prosa.

KATEGORI SEBUAH PUISI IBRANI


Puisi, bagi orang Ibrani bukan hanya serangkaian kata yang dilagukan dengan
irama tertentu. Puisi dapat berbentuk:
a. Lagu
Bangsa Ibrani adalah bangsa yang menyukai musik dan sangat terkenal
dengan lagu-lagu mereka. Dalam berbagai keadaan, tempat dan acara,
mereka selalu menyanyi. Lagu ini meliputi lagu peperangan, lagu cinta,
ratapan, himne, hime ucapan syukur, lagu perayaan atau peneguhan.
b. Amsal
Amsal adalah pernyataan singkat tentang kebenaran yang diterima secara
universal yang diformulasikan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga
mudah diingat (singkat tapi jelas).
c. Pepatah/peribahasa
Pepatah hampir mirip dengan amsal tetapi lebih berkonteks lokal.
d. Teka-teki. Cth. Hakim 14:10-18
e. Peringatan/teguran

2
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Peringatan adalah suatu bentuk pernyataan yang diikuti dengan klausa


motivasi yang menjelaskan kepada pendengar mengapamereka harus taat
pada perintah tersebut. Cth. Amsal 9:9
f. Allegori. Cth. Pengkhotbah. 12:1-7
g. Dialog. Cth. Kitab Ayub
h. Pengakuan.
Pengakuan adalah autobiografi yang memanfaatkan pengalaman orang
bijaksana sebagai teladan bagi orang lain.
i. Formula “Berbahagialah….”
Cth. Maz. 1:1.
j. Formula ‘baik’ atau ‘lebih baik’
Cth: Amsal 19:2; 15:16

ISTILAH-ISTILAH YANG BANYAK DIPERGUNAKAN DALAM PUISI


 Unit  istilah-istilah mendasar yang muncul dalam satu kalimat yang
biasanya berupa kata atau frase yang membentuk bagian-bagian pemikiran
yang lebih luas
Contoh: Mazmur 27:1  Tuhan adalah terangku dan keselamatanku
1 2 3
 Colon (Lat)/stich (Yun)  gabungan dari unit-unit yang membentuk satu
/lebih ide pemikiran (stich  bistich  tristich  tetrastich  pentastich)
Contoh: Mazmur 27:1  Tuhan adalah terangku dan keselamatanku
Kepada siapakah aku harus takut? (bicolon/distich)
 Stanza/strophe  gabungan beberapa colon yang didasarkan baik oleh
kesamaan subyek atau struktur puisi
Contoh: Mazmur 19  19:1-6 (himne penciptaan) + 19:7-14 (penenungan
pada Taurat)
 Anacrusis  suatu kata yang seringkali muncul pada permulaan suatu baris
puisi yang tidak termasuk dalam meter (biasanya dalam bentuk kata seru,
kata sambung atau kata ganti)
Contoh: Mazmur 3:4 “Tetapi Engkau…..”
Ayub 3:20 “Mengapa….”
Ratapan 1;1;2:1;4:1 “Ah,…”
 Asonansi  kata-kata yang memiliki bunyi serupa/hampir sama

Contoh: Mazmur 32:7 “ yNEr' ynIreC.Ti “


 Aliterasi  2 atau lebih kata dalam konteks yang sama yang dimulai dengan
huruf yang sama
Contoh: Maz. 6:8 “ yr'r>Ac-lk'B. hq't.[' ynIy[e s[;K;mi
hv'v.[' “
KARAKTERISTIK PUISI IBRANI
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk membedakan antara puisi dan prosa
dalam bahasa Ibrani. Salah satu karakteristik utama prosa orang Ibrani adalah
penggunaan waw konsekutif (w) yang menghubungkan antara beberapa kalimat.
Sedangkan secara umum suatu tulisan dapat dikategorikan puisi adalah ketika
‘urutan katanya memiliki irama’ atau ketika ‘secara formal disusun menurut aturan prinsip
yang diberlakukan secara terus menerus’. Prinsip fundamental dari suatu puisi Ibrani

3
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

yang berbentuk ayat adalah “setiap ayat harus terdiri sedikitnya dari 2 ‘anggota’
dimana bagian kedua, sedikit atau banyak, harus dapat memenuhi harapan yang
dimunculkan dari bagian pertama.”
Dari prinsip fundamental di atas, kemungkinan hubungan yang bervariasi
antara 2 kalimat dapat terjadi sebagai berikut:
a. Hubungan yang semata-mata dipisahkan oleh adanya koma. Dalam hal ini tidak
ada paralelisme dalam kalimat (anak kalimat A dan anak kalimat B).
Contoh: TUHAN, Allah semesta alam, berapa lama lagi murkaMu menyala
sekalipun umatMu berdosa? (Mazmur 80:5)
b. Anak kalimat B sebagai suatu kutipan kata-kata. Anak kalimat B merupakan isi
dari ucapan pemazmur/orang lain.
Contoh: Aku menyangka dalam kebingunganku: “Aku telah terbuang dari
hadapan mataMU” (Mazmur 31:23).
c. Rentetan tindakan (baris B merupakan rentetan tindakan dari baris A).
Contoh: Telah kauambil pohon anggur dari Mesir, telah Kauhalau bangsa-
bangsa, lalu Kautanam pohon itu (Mazmur 80:9).
d. Elemen-elemennya merupakan suatu pasangan. Ungkapan yang sama (biasanya
berpasangan) terdapat pada kedua anak kalimat.
Contoh: Tuhan memerintahkan kasih setiaNya pada siang hari, dan pada malam
hari aku menyanyikan pujian (Mazmur 42:9).
e. Setiap istilah pada anak kalimat A paralel dengan anak kalimat B.
Contoh: Aku hendak memuliakan Tuhan selama aku hidup, dan bermazmur
bagi Allahku selagi aku ada (Mazmur 146:2).
f. AB/B’C
Contoh: Ia berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk mengadili
umatNya (50:4).
g. Anak kalimat A merupakan suatu pernyataan, anak kalimat B berupa suatu
pertanyaan.
Contoh: Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepadaMu; siapakah yang
akan bersyukur kepadaMu di dalam dunia orang mati? (Mazmur 6:6).

Puisi Ibrani dibedakan dari prosa oleh adanya perasaan keseimbangan antara
elemen-elemen yang ada. Keseimbangan tersebut dimengerti di dalam 3 cara:
a. keseimbangan dalam irama (meter)
b. keseimbangan dalam panjangnya (untuk menjumlah silabel dalam sebuah baris
kalimat)
c. keseimbangan dalam arti (mementingkan arti daripada meter dan silabel)

Meter
Salah satu karakteristik utama dari puisi adalah adanya ‘meter’, yaitu irama.
Irama yang dimaksud bukanlah seperti orang Yunani dan Latin menggambarkan
irama dalam puisi mereka, misalnya dengan menghitung jumlah suku kata (pendek
atau panjang) melainkan menekankan ‘aksen’ atau ‘tekanan’ tertentu. Jadi
penekanannya terletak pada bunyi.
Hal tersulit dalam mempelajari meter adalah kesulitan dalam mempelajari
pengucapan bahasa Ibrani.

4
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Paralelisme
Walaupun ‘meter’ merupakan salah satu karakteristik utama dari puisi Ibrani
tetapi karakteristik yang paling umum dalam puisi Ibrani adalah ‘paralelisme’, yaitu
‘pengulangan kata, frase, anak kalimat dan kalimat.’ Paralelisme merupakan ‘jantung
puisi Ibrani.’
Bentuk paralelisme yang banyak dipakai dalam puisi Ibrani:
a. Sinonim Paralelisme  pengulangan pikiran yang sama memakai dua
kumpulan kata-kata yang berbeda tetapi berhubungan erat.
Contoh: Maz. 6:1
Ya Tuhan, janganlah menghukum aku dalam murkaMu,
dan janganlah menghajar aku dalam kepanasan amarahMu
b. (Simetris) Antithetik Paralelisme  pikiran yang sama yang diutarakan dari
dua perspektif yang berbeda bahkan seringkali berlawanan.
Contoh: Amsal 10:1
Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi
Anak yang bebal adalah kedurhakaan bagi ibunya
c. (Asimetris) Antithetik Paralelisme  pikiran yang sama diutarakan dari dua
perspektif yang berbeda bahkan kadangkala tidak berhubungan
Contoh: Amsal 10:5
Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi
Siapa tidur pada waktu panen membuat malu
d. Sintetik Paralelisme  pemikiran dalam anak kalimat pertama tidaklah
diulangi, melainkan disempurnakan, dilengkapi dengan anak-anak kalimat.
Contoh: Mazmur 40:2-4
Aku sangat menanti-nantikan Tuhan;
lalu Ia menjenguk kepadaku dan
mendengar teriakku minta tolong.
Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa;
Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu,
(Ia) menetapkan langkahku,
Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji
Allah kita.
e. Klimatik Paralelisme  merupakan gabungan dari Sinonim dan Sintetik
Paralelisme.
Contoh: Maz. 93:3
Sungai-sungai telah mengangkat, ya Tuhan,
sungai-sungai telah mengangkat suaranya,
sungai-sungai mengangkat bunyi hempasannya
f. Emblematik Paralelisme  bentuk sinonim paralelisme yang khusus dimana
kalimat pertama mengandung simile atau metafor dan kalimat kedua
menjelaskan arti kalimat pertama
Contoh: Kidung Agung 2:3
Seperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan, demikianlah
kekasihku di antara teruna-teruna.
g. Chiasme  bagian pertama baris pertama bersilang dengan bagian kedua baris
kedua dan sebaliknya.

A B

5
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

B A
Contoh: Maz. 26:4
Aku tidak duduk dengan penipu, dan dengan orang munafik aku
tidak bergaul

Elipsis
Elipsis adalah pengulangan anak kalimat kedua dengan tidak memakai
sebagian kata dari anak kalimat pertama (biasanya kata kerja).
Contoh: Maz. 88:7
Engkau telah menaruh aku dalam liang kubur yang paling dalam,
(engkau telah menaruh aku) dalam kegelapan,
dalam tempat yang dalam

Inklusio
Inklusio adalah suatu pengulangan yang membuka dan menutup sebuah
puisi.
Contoh: Kata “Ya Tuhan, Tuhan kami betapa mulianya namaMu di seluruh
bumi” ditulis pada awal dan akhir Maz. 8

Akrostik
Akrostik adalah puisi yang huruf pertama dari setiap barisnya membentuk
sebuah pola tersendiri.
Contoh: Mazmur 9, 10,25,34,37,111,112,119,145.

Imageri
Imageri adalah penggambaran sebuah obyek dengan cara membandingkan
sesuatu benda lain baik secara langsung (simile) maupun tidak langsung (metafora)
Contoh simile: Amsal 26:1”seperti salju di musim panas dan hujan pada
waktu panen, demikian kehormatanpun tidak layak bagi orang bebal”
Contoh metafora: Maz. 23:1 “Tuhan adalah gembalaku…….”

Paronomasia
Paronomasia adalah permainan kata yang memiliki tujuan tertentu.
Contoh: Yesaya 5:7  Allah mencari keadilan ( jP'v.mi) tetapi
malahan
mendapatkan penumpahan darah ( xP'f.mi)
Hiperbola
Hiperbola adalah gaya sastra yang mengungkapkan sesuatu dengan cara
yang dilebih-lebihkan.
Contoh: Yesaya 37:25 “Aku ini telah menggali air dan telah minum air; aku
telah mengeringkan dengan telapak kakiku segala sungai di Mesir!

6
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Personifikasi
Personifikasi adalah gaya sastra yang menggambarkan benda-benda mati
seolah-olah mempunyai unsur yang dimiliki oleh benda hidup.
Contoh: Yesaya 24:23 “Bulan purnama akan tersipu-sipu, dan matahari terik
akan mendapat malu, sebab TUHAN semesta alam akan memerintah di
gunung Sion dan di Yerusalem,….”

Apostrope
Apostrope adalah gaya sastra yang menggunakan benda yang
dipersonifikasikan sebagai obyek sapaan atau lawan bicara.
Contoh: Mazmur 68:18 “Hai gunung-gunung yang berpuncak banyak,
mengapa kamu menjeling cemburu, kepada gunung yang dikehendaki Allah
menjadi tempat kedudukan-Nya?….”

Latihan

Tentukan jenis paralelisme ataupun karakteristik puisi Ibrani dari ayat-ayat


berikut!

No. Ayat Karakteristik puisi


1. Mazmur 103:4-5
2. Kidung Agung 4:1
3. Amsal 31:15
4. Ayub 30:20
5. Amsal 24:6 chiasme
6. Ayub 21:7 sintetik
7. Yesaya 26:4 Metafora
8. Amsal 29:27
9. Ayub 41:12 Chiasme
10. Mazmur 19:2
11. Mazmur 1:1-2
12. Mazmur 90:10
13. Ayub 28:14
14. Mazmur 10:8 chiasme
15. Mazmur 91:5-6
16. Mazmur 18:25
17. Amsal 20:29
18. Amsal 19:12
19. Ayub14:7-9 Sintetik
20. Mazmur 114:5-6
21. Pengkhotbah 11:5
22. Mazmur 139:8-9
23. Amsal 3:16
24. Yesaya 49:8-9
25. Yeremia 22:30

7
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Mazmur
Signifikansi Mazmur
1) Kitab Mazmur telah memainkan peranan penting dalam ibadah di bait Allah,
synagoge dan gereja mula-mula. Pengaruh ini masih bisa dilihat dari
beberapa hymne modern yang terkenal, e.g., The Mighty Fortress is our God
(Mzm 46). Beberapa gereja melakukan pembacaan kitab Mazmur secara
berurutan sebagai bagian integral dalam ibadah.
2) Kitab Mazmur merupakan kitab PL yang paling banyak digunakan oleh
penulis PB, baik dalam bentuk kutipan (langsung) maupun alusi (tidak
langsung). PB mengutip 116 pasal dan 283 ayat dari seluruh kitab Mazmur.
Mayoritas penggunaan ini bersifat Kristologis (Mazmur dipahami sebagai
nubuat mesianis yang digenapi dalam Yesus).
3) Kitab Mazmur adalah pusat seluruh PL: penciptaan, konsekuensi dosa,
pengampunan, hukum Tuhan, Tuhan memberkati orang benar dan
mengutuk orang fasik, karya Tuhan dalam sejarah, dll. Longman III bahkan
mengatakan bahwa Perjanjian Lama ada dalam kitab Mazmur.
4) Kitab Mazmur merupakan kitab yang “paling praktikal”, dalam arti kitab
Mazmur memuat hal-hal yang paling dekat dengan pengalaman rohani
setiap orang Kristen. Robert Davidson, “..the Psalms cover the whole gamut of
human experience from praise to penitence, from quietly confident faith to agonized
perplexity, from joy at the wonder of life in God’s world to the struggle to reach out
to a God who seems remote or silent, from bpwing humbly before the mystery of life
to bitter and urgent questioning.”

Penggunaan Mazmur dalam Ibadah


Nyanyian memegang peranan sentral dalam ibadah bangsa Israel. Hal ini
sedikit banyak terkait dengan larangan Allah untuk menggunakan patung/gambar
dalam ibadah bangsa Israel (Kel 20:1-5). Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa
nyanyian (dan tarian) merupakan satu-satunya ekspresi religius bangsa Israel dalam
konteks ibadah. Beberapa nyanyian di luar kitab Mazmur juga dibawakan sebagai
ucapan syukur maupun pernyataan iman kepada Allah (Kel 15:1-18; Hak 5:1-31;
1Sam 2:1-10; Hab 3:1-19; Yun 2:2-9).
Tidak ada catatan pasti kapan dan di mana pertama kali kitab Mazmur
dipergunakan dalam konteks ibadah. Namun, hampir semua teolog mengakui
penggunaan kitab Mazmur dalam ibadah.
1) Banyak rujukan Alkitab tentang penggunaan puji-pujian dalam ibadah, baik
dalam PL (1Taw 6:31-48; 15:16-24; 16:4-36; 25:1-7; 2Taw 5:11-13) maupun PB
(Kis 4:25-26; Ef 5:19). Puji-pujian sangat mungkin diambil dari sebagian kitab
Mazmur atau seluruh kitab Mazmur secara berurutan (cat: peredaksian kitab
Mazmur kemungkinan besar dilakukan secara bertahap). Ef 5:19 “berkata-
katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur (yalmoi/j), hymne (u[mnoi)
dan nyanyian rohani (wv|dai/j pneumatikai/j). Hal ini tidak berarti bahwa
penggunaan nyanyian hanya bersumber dari Mazmur.
2) Dalam Dead Sea Scrolls disebutkan bahwa Daud membuat 3.600 mazmur,
364 lagu untuk dinyanyikan setiap hari dan 52 lagu untuk persembahan
Sabat.

8
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

3) Beberapa mazmur secara eksplisit mengindikasikan konteks ibadah, e.g.,


frase “untuk pemimpin biduan” (Mzm 4, 5, 6, 8).
4) Beberapa mazmur dinyanyikan secara berbalas-balasan dalam konteks
ibadah di bait Allah. Cara menyanyi berbalas-balasan ini paling jelas terlihat
dalam pergantian kata ganti orang di beberapa mazmur, e.g., Mzm 121, 136.

Mazmur dalam ibadah di bait Allah

1. Mengingat durasi penulisan Mazmur yang sangat panjang (dari zaman Musa
sampai pasca-pembuangan), bait Allah di sini sebaiknya dimengerti dalam konteks
tabernakel (kemah suci), bait suci Salomo maupun bait Allah kedua.
2. Mazmur dinyanyikan oleh paduan suara bait Allah dari kaum Lewi dan pada
bagian-bagian tertentu jemaat meresponi dengan menyerukan “haleluyah” (Hy"-
Wll.h;) atau “bahwasanya untuk selamanya kasih setianya” (ADs.x; ~l'A[l.
yK). Pujian ini diiringi oleh orkestra (1Taw 6:31-48; 15:16-24; 16:4-36; 25:1-7; 2Taw
5:11-13; cf. Mzm 39, 42-50, 62, 73-83, 84-89). Kata selah kemungkinan
mengindikasikan interlude musik atau tanda bagi jemaat untuk memberikan
respon .
3. Dalam ibadah rutin setiap hari: kebaktian pagi dan petang (Kel 29:38-42; 30:30:7-8;
Bil 28:2-8), cf. Mzm 24, 48, 82, 94, 81, 93, 92 = urutan ini sesuai dengan urutan hari.
4. Dalam perayaan Sabat dan bulan baru (Yes 1:13-14; Am 8:5, cf. Mzm 19, 104, 118,
98 & 104).
5. Dalam perayaan tertentu, e.g. Paskah (Kel 12; Ul 28:16-25; 2Raja 23:21-23, cf. Mzm
78, 105, 114) dan Pondok Daun (Kel 23:16; Im 23:29; Hak 21:19; 1Sam 1:3; Zak 14:16,
cf. Mzm 12, 65, 67), pentahbisan bait Allah (Yoh 10:22, cf. Mzm 30), Purim (Est 9:26-
32; cf. Mzm 7), Pentakosta (Im 23:15-21; Ul 16:9-11, cf. Mzm 11, 135, 136). Mazmur
Haleluya (Mzm 113-118) memegang peranan penting dalam perayaan hari raya
bangsa Yahudi.
6. Dalam kebaktian pada saat negara dalam bahaya, pelantikan raja baru (Mzm 2),
pernikahan raja (Mzm 45), sebelum peperangan (Mzm 20) dan sesudah kemenangan
(Mzm 21). Perayaan YHWH sebagai raja juga sangat mungkin dilakukan dalam
konteks ibadah di bait Allah (Mzm 47, 93, 95-100).
7. Mazmur-mazmur yang dinyanyikan pada acara tertentu - karena kata-kata atau
frasenya cocok untuk acara tersebut - disebut dengan nama Proper Psalms.

Mazmur dalam ibadah di synagogue

1. Synagogue memainkan peranan yang besar dalam kehidupan masyarakat Yahudi.


Pada hari-hari Sabat dan hari-hari khusus lainnya, synagogue menjadi tempat
berkumpul untuk beribadah. Selain itu synagogue juga berfungsi sebagai sekolah
dan tempat pertemuan sosial (non-religius). Praktek ibadah di synagogue ini sangat
mungkin berasal dari zaman pembuangan ke Babel. Untuk menjaga kemurnian iman
bangsa Israel di Babilonia, mereka mendirikan beberapa tempat khusus untuk
ibadah (synagogue).
2. Ibadah dalam synagogue terdiri dari Shema (Ul 6:4-9; 11:13-21; Bil 15:37-41),
pembacaan berurutan dari kitab Taurat, pembacaan-penerjemahan-penafsiran dari
kitab nabi-nabi, benedictions dan doa-doa. Banyak bagian dari doa-doa ini yang

9
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

diambil dari kitab Mazmur. Tentang apakah Mazmur dinyanyikan sebagai


pembukaan ibadah, sampai sekarang masih diperdebatkan.
3. Ada beberapa kesamaan dan perbedaan berkaitan dengan pemakaian mazmur
dalam liturgi ibadah synagogue dan gereja:
Kesamaan:
a. Mazmur dinyanyikan oleh pemimpin nyanyian, diselingi dengan bagian
yang diulang-ulang maupun dalam bentuk bersahut-sahutan oleh jemaat,
bukan oleh orang-orang yang terlibat dalam paduan suara seperti yang
dilakukan di Bait Allah.
b. Mazmur dinyanyikan tanpa iringan instrumen. Pemimpin-pemimpin
synagogue maupun gereja menganggap pemakaian instrumen sebagai
sesuatu yang ‘tidak rohani’ dan selalu dihubungkan dengan ibadah orang
kafir.
c. Pola pembacaan hafalan yang sifatnya monoton dengan infleksi sesuai
dengan nuansa teks Mazmur yang sedang dibaca.
Perbedaan:
a. Penggunaan mazmur di antara pengajaran Alkitab (bukan dalam doa saja)
merupakan karakteristik liturgi Kristen. Hal itu tidak dikenal di synagogue
sebelum abad VIII M.
b. Pengutipan maupun nyanyian dari seluruh kitab Mazmur secara berurutan.
Dalam ibadah Yahudi, tidak semua mazmur dalam kitab Mazmur
dinyanyikan, apalagi dinyanyikan secara berurutan. Hanya Mazmur
Haleluya (Mzm 113-118) yang dinyanyikan secara berurutan dalam perayaan
hari-hari besar.

Mazmur dalam ibadah gereja mula-mula

1. Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tentang liturgi gereja mula-mula. PB


hanya memberikan beberapa elemen ibadah yang dipakai, misalnya pengajaran,
khotbah, pujian, “memecahkan roti”, mazmur, dll (Kis 2:42-47; 1Kor 14:26; Ef 5:19-
20). Beberapa kali kata yalmoi/j muncul dalam konteks ibadah (1Kor 14:26; Ef 5:19;
Kol 3:16; Yak 5:13 yalle,tw), meskipun hanya ayat pertama yang secara jelas merujuk
pada ibadah publik.
2. Penggunaan kitab Mazmur dalam gereja mula-mula tidak hanya sekedar adopsi
maupun kontinuitas dari praktek ibadah synagogue. Gereja mula-mula memahami
Mazmur dari perspektif apa yang Yesus telah lakukan (Christologizing of the
Psalter). This prophetic interpretation of the Psalter in the New Testament is the key to the
church’s use of the Psalms in the liturgy.
3. Gereja mula-mula tidak hanya menggunakan pujian dari kitab Mazmur. Beberapa
hymne yang ditemukan di PB sangat mungkin merupakan bagian integral dari
ibadah gereja mula-mula (Luk 1-2 Magnificat, Benedictus, Gloria in Exelsis, Nunc
Dimittis; Fil 2:6-11; Kol 1:15-20; Yoh 1:1-18 [?]).
4. Beberapa catatan bapa-bapa gereja menunjukkan bahwa pembacaan
(dinyanyikan?) Mazmur tetap dipakai oleh gereja abad permulaan. Dua praktek
penggunaan Mazmur yang bersumber dari penggunaan dalam bait Allah adalah
nyanyian Paskah dari Mazmur Haleluya (terutama ps. 118) dan respon “Bahwasanya
untuk selamanya kasihs etia-Nya” dari jemaat. Mzm 34 untuk hymne Perjamuan
Suci (Origen), Mzm 63 dan 141 masing-masing untuk pujian pagi dan malam
(Chrysostom).

10
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

5. Publikasi Genevan Psalter (buku yang berisi keseluruhan Mazmur/150 pasal dalam
bentuk lagu yang diselesaikan oleh Theodore Beza dan diterjemahkan ke berbagai
bahasa) tahun 1562 dan The Book of Common Order (revisi dari Geneva Psalter dan
beberapa artikel dari pengakuan iman Kristen) mengindikasikan betapa kitab
Mazmur tetap memegang peranan sentral dalam ibadah Kristen.

Nama
Nama Inggris “psalms” berasal dari nama/judul kitab Mazmur dalam
Septuaginta (LXX) Yalmoi. Secara literal bentuk kata kerja yalmoi, yaitu yallw,
berarti “menekan”, “menarik” atau “memainkan (instrumen string)”. Karena itu,
yalmoi mula-mula mungkin berarti lagu yang dinyanyikan dengan iringan
instrumen string. Pada abad IV M, codex Vaticanus dari LXX memakai nama/judul
Yalmoi Bibloj Yalmon. Pada abad V M, codex Alexandrinus memakai nama lain,
yaitu yalterion yang sebenarnya berarti ‘instrumen bertali’ (Dan. 3:5) atau ‘suatu
kumpulan lagu.’ Kata yalmoi dalam LXX digunakan untuk menerjemahkan kata
Ibrani rAmz>m (“lagu” atau “musik instrumental”) yang sering muncul dalam
pembukaan sebuah Mazmur (80x). Nama Indonesia “Mazmur” sangat mungkin
berasal dari bahasa Arab, meskipun Alquran menyebut kitab ini dengan sebutan
“Zabur”.
Berbeda dengan penamaan kitab-kitab Musa (Pentateukh) yang biasanya
diambil dari kata/beberapa kata pertama dari sebuah kitab, dalam kanon Ibrani
nama kitab Mazmur adalah ~yLihiT (dari akar kata llh “memuji”). Beberapa
menganggap penamaan ini kurang tepat. Kata ini hanya muncul sekali dalam
keseluruhan kitab (145:1). Selain itu, kitab Mazmur juga berisi ratapan yang
jumlahnya seimbang dengan hymne dan pujian. Bagaimanapun pemilihan ~yLihiT
tetap beralasan: kata llh muncul sangat sering; kata Hy"-lL,h dalam PL hanya
muncul di kitab Mazmur; kitab Mazmur diakhiri dengan mazmur-mazmur yang
berisi pujian kepada Tuhan.

Struktur kitab
Hampir semua teolog menerima pembagian kitab Mazmur ke dalam 5 (lima)
bagian. Pembagian ini didasarkan pada munculnya doxology pada akhir setiap
bagian (cf. 41:14; 72:19; 89:53; 106:48; 150). Khusus bagian ke-5, Mzm 150 menjadi
doxology bagi bagian ini sekaligus bagi seluruh kitab Mazmur.

Bagian I Mzm 1-41 41 mazmur


Bagian II Mzm 42-72 31 mazmur
Bagian III Mzm 73-89 17 mazmur
Bagian IV Mzm 90-106 17 mazmur
Bagian V Mzm 107-150 44 mazmur

Talmud menulis, “Musa memberi Israel Lima Kitab dan Daud juga memberi Israel
lima kitab (bagian, red.) Mazmur” (Midrash Tehillim Mzm 1:1). Sejauh ini, tidak ada
alasan kuat untuk menjelaskan pembagian tersebut. Pengaturan ini tidak didasarkan
pada aspek kronologi suatu mazmur maupun kesatuan tema tertentu. Satu-satunya
pengelompokan yang memiliki alasan jelas adalah Mzm 120-134, yaitu sebagai
nyanyian ziarah. Usulan tema tiap bagian (I-V) sesuai dengan tema masing-masing
kitab Musa terlalu spekulatif dan dipaksakan.

11
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Klasifikasi kitab Mazmur

Berdasarkan penggunaan nama Allah

hw"hy> ~yhil{a/
Bagian I 273 15
Bagian II 30 164
Bagian III 44 43
Bagian IV 103 0
Bagian V 236 7

Berdasarkan pengarang

Pengarang Jumlah Pasal


Daud 73 3-9, 11-32, 34-41, 51-65, 68-70, 86,
101, 103, 108-110, 122, 124, 131, 133,
138-145
Salomo 2 72, 127
Musa 1 90
Asaf 12 50, 73-83
Bani Korah 11 42, 44-49, 84-85, 87-88
Heman 1 88
Ethan 1 89
Yedutun 1 39
Orphan psalms (mazmur yang tidak ada nama pengarangnya)
hampir 50 mazmur.

Berdasarkan kronologi

Abad SM Pengarang Pasal


XV Musa 90
XI-X Daud 3-9, 11-32, 34-41, 51-65, 68-70, 86,
101, 103, 108-110, 122, 124, 131, 133,
138-145
XI-X Asaf 50, 73-83
X Salomo 72, 127
pre-exilic Bani Korah 42, 44-49, 84-85, 87-88
pre-exilic Heman 88
pre-exilic Ethan 89
pre-exilic Yedutun 39
post-exilic ? 126, 137
? orphan psalms hampir 50 mazmur

Berdasarkan judul mazmur

12
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Judul Jumlah Pasal

rAmz>m 57 3-6, 8-9, 12-13, 15, 19-24, 29-31, 38-41, 47-51,


62-68, 73, 75-77, 79-80; 82-85
ryv 27 30, 45-46, 48, 65-69, 75-76, 83, 87-88, 92, 108,
102-134
lyKif.m 13 32, 42, 44-45, 52-55, 74, 78, 88-89, 142

~T'k.m 6 16, 56-60

hL'piT 5 17, 86, 90, 102, 142

hL'hiT 5 33, 40?, 65, 145, 147

!AyG"vi 1 7
Kadangkala ada dua judul yang digabung, cf. 30, 48, 65-68, 75-76, 83,
87-88, 92, 108 (rAmz>m ryv) dan 45 (ryv lyKif.m).
Catatan: tentang arti masing-masing judul ini akan dibahas tersendiri
dalam bagian Terminologi khusus dalam kitab mazmur.

Kanonisasi

“Perdebatan” teologis
Dalam proses peng-kanonisasian kitab Mazmur, tidak banyak masalah
teologis yang muncul. Sejak dulu kitab Mazmur, atau lebih tepat sebagian kitab
Mazmur, sudah dipakai dalam konteks ibadah maupun meditasi pribadi bangsa
Israel. Kitab ini juga tidak dikategorikan ke dalam Antilegomena. Meskipun demikian
ada dua pertanyaan teologis yang perlu diantisipasi:
1) Dapatkah kitab Mazmur disebut Firman Allah, sedangkan isinya berisi
ungkapan manusia kepada Allah (dari manusia kepada Allah)?
a) Kitab Mazmur menyatakan tentang Allah dan karakter Allah. Dari banyak
mazmur dapat terlihat pengalaman dan pemahaman seseorang tentang
kekudusan Allah (yang menuntut penghukuman orang fasik), kebesaran-
Nya (melalui ciptaan), kesetiaan-Nya (pengampunan), dsb.
b) Secara esensial, kitab Mazmur merupakan aplikasi seluruh ajaran Taurat. Ini
terlihat dari posisi Mzm 1 sebagai pembuka sekaligus sebagai inti seluruh
kitab Mazmur. Pembagian 5 (lima) bagian dalam kitab Mazmur berkaitan
dengan Taurat dan hal ini sangat mungkin menggambarkan sikap bangsa
Israel terhadap kitab Mazmur (cf. Mzm 119).
c) Para pemazmur diinspirasikan Roh Kudus pada waktu menyatakan perasaan
mereka (Mat 22:43 par.; Kis 1:16; 2:30; 4:25).
2) Bagaimana dengan imprecatory psalms (mazmur kutukan)? Bukankah ini tidak
sesuai dengan ajaran kasih?
Beberapa mazmur yang termasuk kategori ini adalah Mzm 7; 35; 58; 59; 69;
83; 109; 137; 139. Bentuk imprecatory ini juga ditemukan di kitab PL lain (Bil 10:35;
Hak 5:31; Yer 11:20; 15:15; 17:18; 18:21-23; 20:12). Argumentasi berikut
dikembangkan dari Carl Laney, “A Fresh Look at the Imprecatory Psalms”
dalam Vital Biblical Issues, ed. by Roy B. Zuck, 30-39.
a) Tujuan pemazmur.

13
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Meskipun tujuan yang baik tidak bisa menjadi patokan kebenaran suatu
tindakan, tetapi pemahaman menyeluruh tentang tujuan pemazmur akan
meminimalisasi kesalahpahaman.
1. Supaya kebenaran dan orang benar ditegakkan (Mzm 7:8-9).
2. Supaya Allah dipuji ketika pemazmur dilepaskan (Mzm
7:17; 35:18, 28).
3. Supaya orang melihat Allah memberi pahala orang benar
dan menghukum orang fasik (Mzm 58:11 cf. 69:28).
4. Supaya setiap orang tahu bahwa Allah berdaulat (Mzm
59:13).
5. Supaya orang fasik mencari Allah melalui hukuman (Mzm
83:16-18).
b) Dasar perjanjian.
Allah telah berjanji untuk memberkati atau mengutuk seseorang berdasarkan
sikapnya terhadap keturunan Abraham (Kej 12:1-3). Hukuman Allah atas
Bileam (Bil 22-24; 31:16) dan bangsa Midian (31:1-18) merupakan contoh
realisasi hal ini. Sebagai representasi bangsa Israel, Daud berhak memohon
Allah untuk merealisasikan sesuatu yang pada akhirnya juga pasti dilakukan
Allah.
c) Sikap pemazmur.
1. Pemazmur tidak pernah berkeinginan membalas dendam
sendiri. Ia selalu memohon Allah untuk bertindak (Mzm 7:6;
35:1; 58:6; 59:5), karena pembalasan memang hak prerogatif
Allah (Mzm 32:35).
2. Pemazmur hanya memohon penghakiman dan keadilan
Tuhan dinyatakan (cf. Luk 18:1-8; Wah 6:9-10). Ini bukan
manifestasi dendam pribadi.
3. Daud menyadari posisi raja Israel sebagai pilihan Allah (Ul
17:15; 1Sam 24:10; 26:11) dan bentuk teokratis bangsa Israel.
Ancaman terhadap raja atau bangsa Israel merupakan
ancaman terhadap pemerintahan Alja aja aja aja aja aja aja a.
4. Pemazmur memposisikan diri di pihak Allah yang kudus,
sehingga ia juga menganggap musuh Allah sebagai
musuhnya.
d) Progresivitas wahyu (dari yang parsial-kabur ke yang lebih jelas). Pada
zaman pemazmur, cara utama kebenaran Alkitab dapat dimanifestasikan
adalah melalui penghukuman orang fasik dan pembebasan orang benar (cf.
Ul 30:11-20). Selama orang fasik tetap hidup dan semakin berhasil,
“keberhasilan” tampaknya bertentangan dengan kekudusan dan kedaulatan
Tuhan (cf. Mzm 73).
e) Gaya bahasa pleonasme sangat umum dalam bentuk puisi/lagu. Gambaran
detail yang tampak sadistis sebenarnya hanya sekedar ungkapan yang tidak
boleh diinterpretasikan secara literal.

Tahap terbentuknya kitab Mazmur


Ada banyak bukti penting bahwa kitab Mazmur mengalami proses panjang
sebelum menjadi 150 pasal seperti sekarang.
1) Kitab Mazmur bermula dari situasi hidup aktual (kontra suatu literatur).

14
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

2) Kitab Mazmur tidak ditulis dulu baru kemudian dinyanyikan. Semua


Mazmur dinyanyikan dulu dalam konteks pribadi maupun ibadah, baru
kemudian dituliskan.
3) Mzm 72:20 merupakan penutup doa Daud (penutup bagian II), tetapi
mazmur-mazmur Daud lain ternyata masih ditemukan pada bagian III-V (Mzm
86, 101, 108-110, 122, 124, 131, 133, 138-145). Ini mengindikasikan bahwa bagian I-
II sebelumnya mungkin merupakan kumpulan Mazmur yang
independen/terpisah dari bagian III-V.
4) Munculnya beberapa mazmur yang sama di bagian yang berbeda
mengindikasikan bahwa pengumpulan 150 mazmur tidak terjadi seketika
(melalui beberapa tahap). Cf. Mzm 14 = 53; 40:13-17 = 70; 108 = 57:7-11 + 60:5-12.
5) Perbedaan kecenderungan penggunaan nama hw"hy> dan ~yhil{a/
dalam Mzm 42-83 (Elohistic Psalms) – yang notabenenya ditulis pada masa yang
lebih kemudian – dengan bagian Mazmur yang lain menunjukkan bahwa pada
suatu waktu tertentu orang mulai hati-hati menggunakan nama hw"hy>.
Contoh paling jelas terlihat dari perbandingan Mzm 14:2, 4 dengan 53:2, 4.
6) Dalam beberapa kasus terlihat adanya usaha untuk merelevansikan suatu
mazmur melalui penambahan. Cf. 51:18 dan 69:36 menggambarkan keadaan
pasca pembuangan, tetapi kedua mazmur tersebut ditulis oleh Daud.
7) Pengutipan Mzm 106 dalam 1Taw 16:34-36 – yang menyertakan bagian
doxology di 106:48 – mungkin menunjukkan bahwa pada zaman penulisan
Tawarikh, kitab Mazmur sudah digabung menjadi beberapa bagian
(kemungkinan besar sudah lengkap 5 bagian).
8) Munculnya beberapa mazmur pasca pembuangan (Mzm 126 dan 137)
menunjukkan bahwa pengelompokan ke dalam 5 bagian baru terjadi setelah
zaman pembuangan.

Isu editorial
Melihat proses perkembangan kitab Mazmur seperti tersebut di atas,
pertanyaan logis yang muncul adalah “sejauh mana peranan seorang (sekelompok?)
editor dalam pengoleksian kitab Mazmur?”. Apakah mereka hanya
mengelompokkan? Apakah mereka juga menambahkan doxology dan introduksi
(biasanya di ay. 1) sebuah mazmur? Seandainya mereka terlibat dalam peranan
editorial yang lebih besar, apakah tambahan mereka bersifat innerant?
Ada beberapa hal terkait dengan pertanyaan di atas:
1) Masalah doxology, para teolog umumnya tidak terlalu mempersoalkan
karena tidak banyak mempengaruhi interpretasi terhadap suatu mazmur.
Mengingat hanya 72:19 yang terkait dengan bagian sebelumnya, doxology
mungkin tambahan dari editor (cf. posisi doxology dalam terjemahan LAI).
Kasus yang paling jelas adalah 72:20.
2) Masalah introduksi sebuah mazmur – biasanya menginformasikan jenis
mazmur, instrumen yang dipakai dan rujukan sejarah – kemungkinan besar
adalah tambahan editor. Hal ini terlihat dari perubahan kata ganti orang
ketiga tunggal di introduksi dan orang pertama tunggal di isi mazmur. Isu
yang sering dimunculkan justru berkaitan dengan reliabilitas (ketepatan)
penambahan rujukan sejarah oleh para rabi (cf. Mzm 3, 7, 18, 30, 34, 51, 52, 54,
56, 57, 59, 60, 63, 142). Catatan: topik pengarang dan judul mazmur akan
dibahas secara khusus.

15
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

a) Argumentasi meragukan reliabilitas introduksi.


1. Perbedaan introduksi dalam MT (Masoret Text) dan LXX.
2. Ketidaksesuaian antara rujukan sejarah dan peristiwa dalam hidup Daud.
Mzm 34:1 tidak sesuai dengan 1Sam 21:10-15. Sikap Daud terhadap
Absalom yang berbeda di Mzm 3 dan 2Sam 15:13-18:6.
3. Ketidaksesuaian antara rujukan sejarah dan nuansa mazmur yang
bersangkutan (Mzm 7). Mzm 30:1 tentang pentahbisan bait Suci, tetapi
isinya berupa sebuah pengucapan syukur atas kesembuhan dari penyakit
berat.
b) Respon.
1. Judul mazmur memang tidak termasuk dalam inspirasi (kontra Kidner),
tetapi penambahan ini pasti berasal dari tradisi yang bisa dipercaya.
2. Sulit dimengerti mengapa para rabi menambahkan sesuatu (rujukan
sejarah) yang tidak sesuai dengan catatan kitab Samuel atau Tawarikh.
Mereka pasti sangat berhati-hati dalam memberikan rujukan sejarah yang
tepat. Ini bisa terlihat dari fakta bahwa mereka tidak selalu memberi
rujukan sejarah.
3. Ketidaksesuaian sejarah mungkin disebabkan tidak semua peristiwa
hidup Daud ditulis dalam Alkitab (cf. Mzm 60:1).
4. Mzm 60:1 sekaligus membuktikan “kekunoan” penambahan judul ini.
Para rabi yang jauh lebih kemudian daripada Daud tidak mungkin berani
menambahkan hal-hal detail yang tidak ada di dalam Alkitab. Para editor
ini pasti hidup dalam masa yang tidak terlalu jauh dengan Daud,
sehingga mereka masih memiliki akses ke tradisi lisan suatu mazmur.
5. Perbedaan dengan LXX sangat mungkin disebabkan banyak istilah teknis
mazmur yang sudah tidak diketahui pada zaman LXX. Dalam banyak
kasus LXX menmilih terjemahan yang tampak tidak masuk akal (Archer,
491-2).

Susunan kitab Mazmur


1) MT berisi 150 mazmur, LXX = 150 (ps. 151 di luar pembagian yang ada),
Talmud = 147 mazmur (Sabbath 16). Perbedaan jumlah ini sangat mungkin
terkait dengan pemisahan/penggabungan dua mazmur (lihat perbandingan
MT dan LXX di bawah). Talmud (Berachoth 9b) menggabungkan Mzm 1 dan 2
menjadi satu mazmur. Penggabungan ini berbeda dengan Kis 13:33 (cf. Mzm
2:7).
2) Jika suatu mazmur memiliki introduksi, perhitungan ayat dalam versi Inggris
berbeda dengan MT maupun versi Indonesia. Versi Inggris biasanya tidak
memasukkan introduksi ke ayat 1 (cf. 3:2 versi Indonesia = 3:1 versi Inggris).
Jika suatu mazmur tidak ada introduksi berarti penomoran ayat sama. Jika
introduksi suatu mazmur terdiri 2 ayat (cf. Mzm 51:1-2), penomoran versi
Inggris juga akan lebih tinggi 2 ayat.
3) Perbedaan susunan kitab mazmur antara MT dan LXX.

Ibrani Yunani
1.8 1-8
9.10 9
11.113 10-12
114.115 113

16
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

116 114-115
117.146 116-145
147 146-147
148.150 148-150
(tambahan 151)

Catatan:
a) LXX menggabungkan Mzm 9-10 dan 114-115 serta memisahkan 116 dan 147.
b) Penggabungan mzm 9 dan 10 menjadi satu mazmur di LXX lebih bisa
diterima. Pertama, Mzm 9 dan 10 seharusnya dijadikan satu, karena dari 9:1-
10:18 membentuk puisi akrostik. Di samping itu, gaya bahasa dan kosa kata
di dua mazmur ini juga sama.
c) Perubahan penomoran oleh LXX dalam kasus lain tampaknya tidak tepat dan
spekulatif.
d) Penggabungan Mzm 1 dan 2 di Talmud (Berachoth 9b) mungkin didasarkan
persamaan (kemiripan) dua mazmur ini:
1. Tidak seperti mazmur lain di bagian I, dua mazmur ini tidak
diasosiasikan dengan Daud.
2. Meskipun “tidak ditulis” oleh Daud, dua mazmur ini justru diletakkan
sebagai pembuka kitab Mazmur.
3. 1:1 “berbahagialah orang yang…” = 2:12b “berbahagialah semua
orang…”
4. 1:1 “duduk dalam kumpulan pencemooh…” = 2:4 “Dia yang duduk di
surga…”
5. 2:2b “merenungkan Taurat…” = 2:1 “merenungkan perkara sia-sia…”
6. 1:6 “orang fasik binasa…” = 2:12 “kamu binasa di jalan…”
[Catatan: kemiripan ini hanya menyangkut kosa kata. Tidak ada kesamaan
jenis mazmur maupun tema. Jadi, penggabungan ini tampaknya tidak tepat]

Isu khusus: Mazmur 151


Selain berbeda dalam penyusunan pasal-pasalnya, LXX juga menambahkan
Mazmur 151, meskipun dalam teksnya tertulis secara eksplisit bahwa pasal tersebut
berada di luar pasal yang seharusnya. Mazmur ini juga ditemukan di antara naskah-
naskah laut Mati di Qumran (11Q Psa). Sebagai informasi, DSS juga menyertakan 39
pasal Mazmur kanonik dalam susunan yang tak teratur dan diselingi dengan
‘ucapan Daud terakhir’ (2 Samuel 23:1-7).

Mazmur 151 dalam LXX


1 ou-toj o` yalmo.j ivdio,grafoj eivj Dauid kai. e;xwqen tou/ avriqmou/ o[te
evmonoma,chsen tw/| Goliad mikro.j h;mhn evn toi/j avdelfoi/j mou kai. new,teroj
evn tw/| oi;kw| tou/ patro,j mou evpoi,mainon ta. pro,bata tou/ patro,j mou 2 ai`
cei/re,j mou evpoi,hsan o;rganon oi` da,ktuloi, mou h[rmosan yalth,rion 3 kai. ti,j
avnaggelei/ tw/| kuri,w| mou auvto.j ku,rioj auvto.j eivsakou,ei 4 auvto.j
evxape,steilen to.n a;ggelon auvtou/ kai. h=re,n me evk tw/n proba,twn tou/ patro,j
mou kai. e;crise,n me evn tw/| evlai,w| th/j cri,sewj auvtou/ 5 oi` avdelfoi, mou kaloi.
kai. mega,loi kai. ouvk euvdo,khsen evn auvtoi/j ku,rioj 6 evxh/lqon eivj suna,nthsin
tw/| avllofu,lw| kai. evpikathra,sato, me evn toi/j eivdw,loij auvtou/ 7 evgw. de.

17
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

spasa,menoj th.n parV auvtou/ ma,cairan avpekefa,lisa auvto.n kai. h=ra o;neidoj evx
ui`w/n Israhl

Terjemahan Mazmur 151 (Brenton).


This Psalm is a genuine one of David, though supernumerary, composed when he
fought in single combat with Goliad I was small among my brethren, and youngest
in my father's house: I tended my father's sheep. 2 My hands formed a musical
instrument, and my fingers tuned a psaltery. 3 And who shall tell my Lord? the Lord
himself, he himself hears. 4 He sent forth his angel, and took me from my father's
sheep, and he anointed me with the oil of his anointing. 5 My brothers were
handsome and tall; but the Lord did not take pleasure in them. 6 I went forth to meet
the Philistine; and he cursed me by his idols. 7 But I drew his own sword, and
beheaded him, and removed reproach from the children of Israel.

Analisa
1) Fakta bahwa Mzm 151 juga ditemukan di DSS menunjukkan eksistensi
mazmur ini sudah dikenal cukup luas pada waktu itu.
2) Mazmur ini ditulis setelah 5 bagian kitab Mazmur sudah terbentuk dan
diakui (ay. 1 e;xwqen tou/ avriqmou/). Hal ini menjadi bukti kuat untuk menolak
kanonitas mazmur ini.
3) Mazmur ini merupakan gubahan bebas atas 1 Sam 16-17.
4) Karakteristik mazmur ini berbeda dengan mazmur Daud yang lain. Rujukan
sejarah dalam isi terlalu eksplisit. Genre mazmur ini juga tidak didapati dalam
mazmur Daud yang lain.
5) Seandainya mazmur ini memang mazmur Daud, belum tentu setiap mazmur
yang digubah Daud adalah Firman Allah. Inspirasi terutama menyangkut tulisan
(2Tim 3:16), bukan penulis. Dalam kasus ini, kriteria tradisi penting untuk
diperhatikan.

Pengarang
Daud sebagai pengarang
Meskipun beberapa teolog mulai meragukan validitas tambahan editorial
“Mazmur Daud” pada 73 mazmur yang ada, argumentasi berikut secara konklusif
mendukung Daud sebagai pengarang mayoritas mazmur.
1) Melimpahnya catatan PL di luar kitab Mazmur yang mengindikasikan Daud
sebagai pemazmur yang handal.
a) Daud membuat ratapan puitis pada saat kematian Saul (2Sam 1:19-
27).
b) Daud pandai memainkan musik dan terlibat aktif dalam paduan
suara bait Allah (2Sam 6:5, 15; 1Taw 16:4-5; 2Taw 7:6; 29:25).
c) Daud disebut sebagai the sweet psalmist of Israel (2Sam 23:1; 1Sam
16:18; Am 6:5).
2) Penulis PB juga mengakui Daud sebagai pengarang (Luk 20:42-44 dari Mzm
110; Kis 1:20 dari Mzm 69; Kis 2:25-28 dari Mzm 16; Kis 2:34 dari Mzm 110; Rom
4:6-8 dari Mzm 32). Beberapa kutipan bahkan menyebut Daud sebagai
pengarang beberapa Orphan Psalms (Kis 4:24-25 dari Mzm 2:1-2; Ibrani 4:7 dari
Mzm 95:8). Kutipan paling penting adalah Mat 22:44-45. Dalam kutipan ini Yesus
mendasarkan argumentasi tentang keallahan-Nya dari sudut pandang Daud
sebagai penulis mazmur yang menyebut Mesias sebagai tuannya (cf. Mzm 110:1).

18
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

3) LXX juga mengaitkan Orphan Psalms dengan Daud (30, 33, 43, 71, 91, 93-99,
104, 137), meskipun LXX menghilangkan nama Daud dalam Mzm 122, 124.

Beberapa sanggahan dan respon


Pada permulaan abad XX, kepenulisan Daud mulai diragukan oleh beberapa
teolog. Di bawah ini adalah argumentasi mereka dan jawaban terhadap argumentasi
tersebut.
1) dwId'l. rAmz>m seharusnya diterjemahkan “mazmur untuk/mengenai
Daud” (bukan “mazmur oleh/dari Daud”), karena preposisi l. biasanya berarti
“kepada” atau “bagi”. Argumentasi ini diperkuat dengan x;Cen:m.l yang
biasanya diterjemahkan “untuk pemimpin biduan”.
Berkenaan dengan hal ini, ada beberapa jawaban. Pertama, preposisi l. bisa
berarti “oleh”, “untuk”, “mengenai”, dsb. Arti yang pasti harus ditentukan oleh
konteks. Ambiguitas arti ini juga terlihat dalam kitab Mazmur. Mzm 42 dan 102
mungkin signifikan mendukung terjemahan “bagi” untuk l..

Mzm 4 Untuk (l.) pemimpin biduan. Dengan iringan musik. Mazmur dari
(l..) Daud.
Mzm 30 Mazmur. Nyanyian untuk pentahbisan bait Allah. Dari (l.) Daud.
Mzm 42 Untuk (l.) pemimpin biduan. Nyanyian pengajaran dari ( l.)  bani
Korah.
Mzm 92 Mazmur. Nyanyian untuk (l.) Hari Sabat.
Mzm 102 Doa dari (l.) orang sengsara, pada waktu ia letih lesu dan
mencurahkan pengaduannya kepada TUHAN.

Kedua, persamaan 2Sam 22:1-51 dengan Mzm 18. Kedua bagian ini sangat
identik, sehingga mendukung penulis Mzm 18 (cf. ay. 1 dwId'l) sebagai Daud
di 2Sam 22:1-2. Ketiga, Mzm 72:20 “Sekianlah doa-doa Daud, anak Isai”,
meskipun judul Mzm 72 mengasosiasikannya dengan Salomo. Terakhir, catatan
puisi Kanaan menyiratkan bahwa fungsi !m (“dari”) sudah digantikan dengan
b atau l.
2) Beberapa mazmur yang diasosiasikan dengan Daud mencerminkan situasi
setelah pembuangan, sehingga tidak mungkin ditulis oleh Daud.
Ada beberapa jawaban terhadap keberatan ini. Pertama, dugaan adanya situasi
pasca pembuangan tidak jelas dan masih diperdebatkan. Archer (489)
memberikan contoh berkaitan dengan penggunaan istilah sanctuary, house of
Yahweh dan temple yang dianggap merujuk pada bait Allah Salomo, padahal
istilah tersebut sudah dipakai untuk kemah suci (Kel 28:43 vd,Qo; Yos 6:24
hw"hy>-tyB; 1Sam 1:9; 3:3 lk;yh). Kedua, dalam beberapa kasus terlihat
adanya usaha untuk merelevansikan suatu mazmur melalui penambahan (e.g.,
51:18 dan 69:36).

19
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

3) Beberapa mazmur yang diasosiasikan dengan Daud menggunakan kata ganti


orang ketiga (Mzm 20, 21, 61, 63, 72, 110). Sanggahan ini tidak beralasan, karena
tulisan kuno lain (The Anabasis, Gallic Wars) dan PL (Kel 20:1-12) juga
menunjukkan fenomena yang sama. Pemakaian kata ganti orang ketiga ini
merupakan sesuatu yang lazim.

4) Beberapa pengaruh bahasa Aram dianggap mengindikasikan masa yang


lebih modern. Sanggahan ini juga tidak menentukan. Negara tetangga Israel di
utara pada zaman Daud menggunakan bahasa Aram, sehingga tidak tertutup
kemungkinan Daud juga mengerti sedikit bahasa ini. Selain itu, puisi suatu
negara apapun cenderung mengambil unsur budaya/bahasa lain. Puisi Kanaan
juga menunjukkan adanya pengaruh bahasa Aram.

Terminologi khusus dalam kitab Mazmur


Mayoritas terminologis atau istilah teknis mazmur didapat dari bagian
introduksi mazmur yang ditambahkan oleh redaktor. Terminologi lain di luar
introduksi adalah shelah dan higgayon.

Judul mazmur
Nyanyian. Ini mungkin merujuk pada nyanyian
Song khusus ibadah di bait Allah (cf. Mzm 120-124).
ryv
Beberapa kali ryv digabung dengan judul
mazmur lain.
rAmz>m Psalm Mazmur. rAmz>m biasanya diiringi musik,
sedangkan ryv hanya vokal.
Nyanyian ziarah. Dinyanyikan waktu menaiki
Song of ascent tangga bait Allah (song of steps) atau waktu para
tAl[]M;h; peziarah dari berbagai daerah datang ke
ryv Yerusalem pada hari raya tertentu (pilgrimage
song).
~T'k.m Mikhtam Miktam. Artinya paling kabur: mungkin mazmur
penebusan (Mowinckel) atau pilar inskripsi (LXX
dan Targum).
Nyanyian pengajaran. Arti ini diambil dari akar
Maskil kata lkX. Beberapa mengartikan lyKif.m
lyKif.m
sebagai nyanyian yang artistic dan dikarang dengan
terampil.
!AyG"v Shiggaion Nyanyian ratapan. Arti ini sangat dimungkinkan,
tetapi alasan mengapa hanya Mzm 7 yang
memakai ini tidak diketahui.
hL'hiT Psalm of Puji-pujian.
praise
hL'piT Prayer Doa. hL'piT jika dikaitkan dengan mazmur
berarti doa ratapan atau doa syafaat.
Terminologi musik
x;Cen:m.l To the chief Untuk pemimpin biduan. Arti yang lebih tepat
musician memang pemimpin paduan suara, bukan

20
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

pemimpin grup musik.


tAnygIn> With stringed Dengan permainan kecapi. Terjemahan ini terlalu
instruments menyempitkan, karena instrumen string bisa
kecapi maupun gambus (Mzm 33:2).
tAlyxiN> For the flute Dengan permainan seruling.
On the octave; Menurut lagu yang kedelapan. Terjemahan ini
for the eight; kurang tepat. tynIymiV. merujuk pada alat
tynIymiV. eight string
lyre. musik string yang bersenar 8. tynIymiV. bisa
merujuk pada octave yang lebih rendah daripada
soprano.
tAml'[] Alamoth Dengan lagu: Alamoth. tAml'[ mungkin merujuk
pada soprano atau high pitch.
tl;x]m' Mahalath Menurut lagu: Mahalat. tl;x]m secara literal
berarti penyakit atau kesedihan, sehingga sangat
mungkin merujuk pada nuansa ratapan suatu
mazmur.
Selah. hl's, bisa merujuk selingan musik (LXX),
Selah.
hl's, menaikkan nada suara, mengangkat mata dan
mengulang dari depan, aba-aba untuk
membungkuk dan menyentuh tanah dengan
dahi.
!AyG"h Higgaion atau Higayon. merujuk pada saat istirahat untuk
meditation. merenung (Mzm 19:15) dengan diiringi kecapi.
(Mzm 92:4).
Menurut lagu: Gitit. Artinya tidak diketahui
secara pasti, meskipun ada beberapa
On / kemungkinan: lirik gitit, lagu festival atau istilah
tyTiGIh;-l[ according to musik lainnya (harpa dari Gat). Jika artinya
Gittith adalah ‘alat musik Gitit’ maka bagian ini
merupakan lagu yang dinyanyikan oleh para
petani ketika memetik buah anggur atau
merupakan lagu mars dari para pengawal gitit.
Lain-lain. Para rabi juga menyertakan indicator untuk melodi, e.g., menurut lagu:
jangan memusnahkan (57:1; 58:1; 59:1; 75:1), menurut lagu: rusa di kala fajar (22:1),
menurut lagu: Mut Laben (9:1 “kematian anak”), menurut lagu: bunga bakung
kesaksian (60:1; 69:1; 80:1), menurut lagu: merpati di pohon-pohon tarbantin yang
jauh (56:1). Indikator ini mungkin merujuk pada situasi asli waktu mazmur tersebut
dikarang. Yang lebih masuk akal adalah indikasi tersebut merujuk pada
melodi/ritme suatu lagu yang sudah terkenal. Dengan indikasi ini orang
memperoleh gambaran awal/umum tentang cara menyanyikan mazmur tertentu.

Bentuk puisi kitab Mazmur


Mengingat mazmur pada dasarnya adalah nyanyian dan doa, mazmur
tersebut ditulis/dikarang dalam bentuk puisi. Mengapa mereka tidak menyatakan
pesan yang penting dan darurat dalam bentuk prosa yang lebih to the point? Jawaban
pertanyaan ini terletak pada kekuatan puisi. Puisi adalah bentuk komunikasi yang

21
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

lebih baik untuk menyentuh seluruh kepribadian seseorang daripada prosa. Puisi
merangsang imaginasi, membangkitkan perasaan, memberi informasi pada intelek
dan menyentuh kehendak manusia. Perbandingan yang paling jelas terdapat dalam
Kel 14:26-31 dan 15:1-5.

Dalam berkhotbah dari kitab Mazmur seseorang harus mengatur outline


khotbah sesuai dengan pergerakan pikiran dan emosi suatu mazmur. Jangan hanya
“menerangkan” suatu mazmur tetapi juga mampu mengungkapkan perasaan
pengarang. Hal ini bisa tercapai bila pengkhotbah memperhatikan visualisasi suatu
mazmur melalui pilihan kata-kata tertentu yang dipakai pemazmur. Dalam
presentasi khotbah atmosfir sebuah mazmur harus tercermin melalui “visualisasi”
dan refleksi.

Sejarah penafsiran kitab Mazmur

Penafsiran historis
Penambahan introduksi rujukan historis pada beberapa mazmur
menunjukkan bahwa kitab Mazmur sejak dahulu sudah ditafsirkan secara historis,
yaitu mempertimbangkan situasi atau peristiwa asli yang melatarbelakangi
pembuatan sebuah mazmur. Mazmur yang memiliki rujukan historis adalah Mzm 3,
7, 18, 34, 52, 54, 56, 59, 60, 63. Untuk mazmur lain yang tidak memiliki rujukan
historis, para penafsir tetap mencoba merekonstruksi latar belakang mazmur
tersebut berdasarkan bukti internal mazmur dan catatan sejarah bangsa Israel (dari
sumber PL maupun non-kanonik).

Penafsiran mesianis-eskhatologis
Ketika kerajaan Daud terpecah dan negara Israel tidak lagi memiliki
kemerdekaan, banyak mazmur yang berhubungan dengan Daud diberikan suatu
penafsiran baru yang bersifat futuris, yaitu pengharapan tentang datangnya seorang
raja di masa depan yang akan merestorasi bangsa Israel. Penafsiran ini merupakan
penafsiran mesianis yang telah beredar di lingkungan Yahudi. Selanjutnya,
penafsiran yang sama juga ditemukan dalam PB (cf. Kis 2:30-35; 4:25-27). Petrus
menginterpretasikan kembali beberapa mazmur (Mzm 2, 6, 110) yang secara
tradisional berhubungan dengan Daud dalam terang kehidupan, kematian dan
kebangkitan Yesus. Bahkan beberapa mazmur yang secara tradisional tidak
berhubungan dengan Daud juga ditafsirkan secara kristologis (Kis 4:24-25 dari Mzm
2:1-2; Ibrani 4:7 dari Mzm 95:8). Tafsiran ini terus dilestarikan mulai zaman pasca
rasuli sampai modern. Sebagai contoh, Agustinus menginterpretasikan ‘berkat’
dalam Mazmur 1 hanya dapat diaplikasikan pada Yesus dan bahwa ‘pohon yang
ditanam di tepi aliran air’ menunjuk pada Yesus pula.

Form Criticism oleh Gunkel


Suatu babak baru dalam penafsiran Mazmur dipelopori oleh karya Hermann
Gunkel pada tahun 1926. Gunkel melakukan pendekatan kritik bentuk dengan
mengklasifikasikan mazmur menjadi beberapa kategori atau jenis (Gattungen) dan
meletakkan kategori atau jenis-jenis tersebut ke dalam ‘situasi kehidupan’ (Sitz im
Leben) dalam pengalaman orang Israel. Fondasi ini terus dipakai oleh hampir semua
teolog modern pasca Gunkel.

22
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

1) Gunkel membedakan mazmur-mazmur berdasarkan jenis (biasa disebut


genre). Masing-masing genre memiliki ciri tertentu yang unik. Jadi, mazmur-
mazmur yang dikategorikan dalam satu genre pasti memiliki bagian-bagian
tertentu yang relatif sama dan konsisten (lihat Genre mazmur).
2) Arti mazmur tidak lagi ditentukan penelitian latar belakang
historis/peristiwa pembuatan mazmur tersebut. Perhatian lebih diarahkan pada
fungsi mazmur dalam perjalanan hidup bangsa Israel.
3) Meskipun Gunkel mengetahui bahwa kebanyakan dari jenis mazmur di atas
berakar dari konteks ibadah masyarakat Israel sebelum pembuangan, dia
berpendapat bahwa kitab Mazmur ditulis ketika mazmur-mazmur itu tidak lagi
dipakai dalam konteks ibadah.

Penafsiran pasca Gunkel


1) Sigmund Mowinckel: Cult Functional Method.
Berangkat dari keyakinan bahwa mayoritas mazmur merupakan bagian
integral dalam ibadah, Mowinckel berusaha menemukan setting mayoritas
mazmur dalam konteks ini. Bagi Mowinckel, tugas terpenting adalah
menemukan setting suatu mazmur dalam ibadah Israel. Dalam hal ini ia berbeda
pendapat dengan gurunya, Gunkel. Contoh: Mzm 26 digunakan oleh seseorang
yang mengklaim tidak bersalah sambil mengelilingi mezbah dengan ucapan
syukur. Ketidakbersalahan ini disimbolkan dengan pencucian tangan.
2) Respon terhadap Gunkel dan Mowinckel. Ada beberapa pertanyaan yang
tidak terjawab melalui metode mereka. Apa yang terjadi dengan mazmur ketika
sumber dan setting aslinya hilang (tidak diketahui lagi)? Bagaimana mazmur
dipahami setelah ibadah di bait Allah tidak ada lagi (selama pembuangan di
Babel dan pasca 70 M)? Bagaimana mazmur-mazmur tersebut menjadi satu
buku? Bagaimana umat Allah yang mengelompokkan (mengakui kanonisasinya)
memahami mazmur?
3) B. Childs: Canonical Approach.
Child berusaha menghubungkan interpretasi dengan konteks kanonikal
suatu kitab. Dalam studi kitab Mazmur ia menjelaskan bagaimana umat Allah
memahami dan ikut “membentuk” mazmur sesuai dengan kebutuhan mereka.
a) Penekanan umat Allah. Meskipun banyak mazmur mendeskripsikan
kehidupan pribadi-pribadi tertentu, ada banyak bukti bahwa generasi
berikutnya mengaplikasikan teks-teks tersebut ke dalam pengalaman umat
Allah, e.g., Mzm 25:22; 130:7-8. Dalam teks tersebut terlihat ada usaha
mengaplikasikan mazmur yang lebih pribadi ke kehidupan nasional bangsa
Israel.
b) Pengaruh pembuangan ke Babel. Umat Allah menginterpretasikan ulang
mazmur-mazmur dalam terang pengalaman di pembuangan Babel, e.g.,
Mzm 22:9. Reinterpretasi ini menekankan pengharapan masa depan (Mzm
69:34-36). Salah satu contoh adalah royal psalms (mazmur raja) yang banyak
merujuk pada Daud. Pada saat pengelompokan mazmur, tidak ada raja lagi
di Yerusalem. Namun, umat Allah waktu itu tetap mmahami mazmur-
mazmur tersebut sebagai kesaksian terhadap datangnya kerajaan mesianis
(lihat bagian Penafsiran mesianis-eskhatologis).
c) Bahasa mazmur yang universal. Bahasa mazmur begitu aplikatif dan adaptatif,
sehingga memungkinkan untuk diaplikasikan ke komunitas yang sudah
tidak lagi terikat pada ibadah di bait Allah.

23
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

d) Tambahan introduksi mazmur (biasa disebut “superscription”). Rujukan historis di


superscription bermanfaat untuk melihat setting asli suatu mamzur, sehingga
umat Allah mampu membuat perbandingan dan memiliki pedoman untuk
mengaplikasikan mazmur tersebut dalam kehidupan mereka.
4) Lain-lain.
Trend terakhir studi kitab mazmur terfokus pada usaha mempertajam atau
menginterpretasikan ulang genre mazmur yang sudah diusulkan teolog
sebelumnya. Contoh: Westermann membagi menjadi mazmur pujian dan
ratapan. Brueggemann membagi menjadi mazmur orientasi (penciptaan, Taurat
dan kebijaksanaan), deorientasi (ratapan) dan re-orientasi (ucapan syukur,
hymne dan pujian). Catatan: untuk salah satu buku terbaik tentang trend baru
dalam studi kitab mazmur, lihat Patrick D. Miller, Jr., Interpreting Psalms
(Philadelphia: Fortress Press, 1986).

Genre kitab Mazmur


Menurut Gunkel, ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum beberapa
mazmur dimasukkan dalam satu kategori.
1) Harus ada dasar khusus dalam ibadah sebagai akar teks-teks tersebut, setting
yang sama dalam kehidupan ibadah.
2) Harus ada pemikiran atau perasaan yang sama serta membentuk
keseragaman arti dan nuansa.
3) Harus ada keseragaman gaya dan struktur.
Ada beberapa hal penting sehubungan dengan kategorisasi ini. Pertama,
teolog tidak mencapai konsensus tentang jumlah genre dan pengelompokan
beberapa mazmur yang bias. Kedua, tidak ada satu mazmur pun yang memiliki
semua komponen, struktur maupun karakteristik suatu kategorisasi. Ketiga,
beberapa mazmur sangat sulit untuk dikategorisasikan. Keempat, terlepas dari
keterbatasan usaha kategorisasi, langkah ini bagaimanapun juga telah menolong
dalam menginterpretasikan mazmur tertentu. Paling tidak suatu kategori telah
memberikan “konteks khusus” yang lebih sempit/dekat bagaimana suatu mazmur
harus diinterpretasikan.

Ratapan Pribadi

1) Kategorisasi.
Jenis ini paling banyak didapati dalam kitab Mazmur. Ada sekitar 50
mazmur yang termasuk dalam jenis ini (kebanyakan ada di buku I dan II). Cerita
tentang Hana di 1Samuel 1 mengindikasikan dengan jelas natur, sumber dan
setting ratapan pribadi. Seorang yang punya pergumulan datang ke bait Allah
untuk berdoa dan menumpahkan isi hatinya kepada Allah. Sebagai jawaban atas
doanya, ia menerima jaminan bahwa Allah telah mendengar doanya.

3 4 5 6 7 9 10 11 13 16 17
22 25 26 27 28 31 35 36 38 39 40
42 43 51 52 54 55 56 57 59 61 62
63 64 69 70 71 77 86 88 94 102
109 120 130 140 141 142 143

24
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

2) Problem khusus.
a) Mazmur ratapan pribadi merefleksikan berbagai setting. Mazmur ini dijadikan
doa oleh mereka yang sedang sakit, dituduh secara hukum, difitnah, ditekan,
diancam musuh, dsb. Dalam beberapa mazmur terlihat bahwa orang pergi ke
bait Allah untuk memohon perlindungan Allah.
b) Kadang kala setting dan masalah yang dihadapi tidak terlalu jelas. Siapakah
identitas musuh peratap? Bagaimana situasi dia yang sesungguhnya (nyata)?
Seandainya musuh yang dihadapi adalah penyakit (e.g., Mzm 38), apakah
penyakit ini harus ditafsirkan secara literal?
c) Dalam beberapa kasus, tidak ada musuh yang disebutkan peratap (Mzm 51).

3) Identitas musuh.
a) Tindakan musuh.
1. Mereka berusaha mencabut nyawa peratap (Mzm 35:4; 38:12;
40:14; 54:3; 63:9; 70:2).
2. Mereka mengekspresikan sukacita yang besar atas
kemalangan peratap (Mzm 6:10; 13:4; 35:15).
3. Mereka mengejek keadaan peratap yang tanpa harapan,
sekaligus mengejek ketidakberdayaan Allah yang dipercayai
peratap dalam menolong dia (Mzm 42:3b, 10; 79:10).
b) Metafora untuk musuh.
1. Pemburu yang menggunakan jala dan jebakan (Mzm 140:4-
5).
2. Binatang buas (Mzm 17:11-12; 22:12-13, 16).
3. Pahlawan, biasanya pemanah (Mzm 7:13; 11:2; 37:14).
c) Natur musuh.
1. Tidak berbuat baik (Mzm 26:10; 36:4).
2. Tidak rohani dan pencemooh (Mzm 10:3-4; 14:1).
3. Atheis (tidak percaya Tuhan, Mzm 94:7).
d) Nasib musuh: mereka pasti akan jatuh dan orang benar dimuliakan (Mzm 52,
58).
e) Identitas musuh:
1. Golongan orang Yahudi tidak rohani yang melawan orang
saleh di era pasca pembuangan (Alfred Rahlfs).
2. Mereka yang menuduh pemazmur sebagai objek hukuman
Allah karena ia dianggap telah melakukan suatu dosa; atau,
sebaliknya, mereka yang menyangkal keadilan ilahi serta
menganggap pemazmur menderita terlepas dari
kesalehannya (Hermann Gunkel).
3. Mereka yang menuduh pemazmur telah berdosa dan dalam
beberapa kasus, ketika pemazmur bersikeras pada
ketidakbersalahannya, pemazmur diharapkan melalui
upacara kultus tertentu untuk membuktikan
ketidakbersalahannya (Schmidt).
4. Mereka yang menyerang pemazmur secara mistis atau sihir
(Mowinckel).
5. Kekuatan luar yang menyerang Israel sebagai umat
perjanjian atau orang yang saleh (Harris Birkeland).

25
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

6. Mengingat bahasa mazmur yang terbuka dan metaforis,


pembaca bisa mengadaptasikan mazmur tersebut ke dalam
kehidupan mereka masing-masing (Patrick Miller).

Catatan:
Dari semua usulan di atas, ada beberapa hal yang perlu dipahami:
a) Dalam beberapa kasus pemazmur mengakui dosanya (Mzm 51, 38:19;
32:5-6), tetapi kadangkala ia merasa telah dituduh secara salah (Mzm
27:10-12). Pemazmur juga kadang berdiri di antara kedua sikap
tersebut: ia mengakui dosanya (Mzm 69:6), tetapi ia tetap
menganggap tuduhan terhadapnya tidak berdasar (Mzm 69:4-5).
b) Usulan Birkeland bisa benar dalam kaitan dengan mazmur ratapan
kelompok (Mzm 83:5-13), tetapi inipun tidak boleh digeneralisasikan.
c) Usulan lain tampak terlalu spekulatif, sedangkan usulan Miller tidak
memberikan solusi sama sekali.
d) Konklusi: identitas musuh harus diteliti secara khusus, sesuai dengan
konteks masing-masing mazmur.

4) Jenis
Mazmur ratapan pribadi dapat dibagi lagi berdasarkan topik/inti pergumulan
yang sedang dihadapi pemazmur, misalnya ratapan orang yang sedang sakit,
orang yang sakit dan tertekan serta orang yang dianiaya dan dituduh (Kraus,
dimodifikasi oleh Bullock)  untuk detail lihat tabel.

5) Struktur
a) Pendahuluan (alamat ratapan).
Allah adalah tempat peratap menumpahkan isi hatinya. Hubungan ini
tampak sangat intim (e.g., Allahku, 4:1; 5:2) dan jujur (peratap
mengungkapkan sikapnya terhadap Allah apa adanya, cf. Mzm 13:2-3). Allah
digambarkan sebagai satu-satunya Pribadi yang bisa (dan harus?) menolong
peratap. Bagian ini biasanya dimulai dalam bentuk pertanyaan kepada Allah,
misalnya “mengapa?” atau “berapa lama lagi?”.
b) Isi ratapan.
1. Alasan: alasan ratapan bisa bervariasi, misalnya penyakit
(Mzm 6:3-4), tekanan secara spiritual (Mzm 13:2-3), dosa (Mzm
130:3-4), penganiayaan maupun tuduhan (Mzm 35:1-3).
2. Tujuan: ratapan (keluhan) biasanya ditujukan pada Allah
(yang dianggap sebagai penyebab kesedihan dan harus
bertanggungjawab), diri sendiri maupun musuh.
c) Kepercayaan: pengakuan percaya kepada Allah (3:5; 4:9).
d) Petisi: permohonan kepada Allah (kadang-kadang disertai adanya ‘hak’
peratap terhadap Allah dalam petisinya).
e) Motif: alasan mengapa Allah perlu menolong peratap, bahkan kadang-
kadang disertai tawar menawar, intimidasi dengan Allah (6:5; 88:11-13).
f) Janji untuk memuji Allah: peratap berjanji untuk pertolongan Tuhan
bahwa ia akan membayar sesuatu sebagai rasa syukur dan pujiannya (13:6)
g) Pujian kepada Allah: pujian karena Allah menjawab doanya (7:180

6) Komponen dari Ratapan

26
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

a. Keluhan terhadap Allah sebagai alasan untuk meratap


- kata yang biasa dipergunakan “Mengapa?” atau “Berapa lama lagi?” (10:1;13:2-
3)
- kadang-kadang muncul dalam bentuk permohonan (dalam bentuk negatif),
mis: 6:2; 109:1)
- formasi yang aneh adalah kombinasi antara “mengapa” dan pernyataan
percaya kepada Allah, mis: 42:10; 43:2
- beberapa ratapan muncul dalam bentuk pernyataan/deklarasi (88;6-8, 15-16)

b. Murka Allah sebagai alasan untuk meratap


- murka Allah, ada beberapa istilah Ibrani untuk itu:
b.1 IJnx(60:3). Kata ini paling banyak dipergunakan untuk
menggambarkan
murka Allah dalam kitab Mazmur. Arti lain dari kata ini brhubungan dengan
‘hidung’ artinya ada hubungan antara ‘murka’ dan ‘hidung’ karena marah
dapat dideteksi oleh intensitas napas.
b.2. hmH (6:2). Kata ini berhubungan dengan ‘hawa panas’ yang berasal
dari
dalam yang disebabkan oleh murka
b.3. NvrH(69:25). Kata ini tidak biasa dipergunakan untuk
menggambarkan
murka manusia, tetapi hanya murka Allah.
- murka Allah dalam Mazmur banyak digambarkan dengan api (74:1)

c. Penolakan Allah sebagai alasan untuk meratap


Kata yang dipergunakan Hnz yang muncul 10 kali dalam mazmur ra tapan (43:2;
77:8).
c. Allah yang lupa sebagai alasan untuk meratap (13:2; 42:10)

Ratapan Bersama/Kelompok

1) Karakteristik
Yang termasuk dalam jenis mazmur ini:
12 14 44 53 58 60 74 79 80 83 85 90 106 108 123 126 137
Contoh-contoh ratapan kelompok/bersama yang pernah ada:
- pada masa Israel di Mesir: Kel 2:23 (dalam bentuk statement)
- Musa: Kel 5:22-23
- Yosua 7:7-9
- Bangsa Israel: Hakim-hakim 21:3
Contoh-contohnya dalam kitab nabi-nabi:
- Yesaya 63:7-64:11
- Yeremia 14:7-9, 19-22
- Hab 1:2-4, 12-17
- Ratapan 5
Beberapa ratapan kelompok diikuti oleh tindakan tertentu sebagai bagian dari
ratapan :
- Berpuasa: Yoel 2:16; Yunus 3:5
- Memakai kain kabung: Yoel 1:13; Yer 4:8

27
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

- Menaburkan abu di atas kepala: Yosua 7:6; Neh 9:1


- Menangis di hadapan Tuhan: Hakim-hakim 20:23-26
Saat terjadinya ratapan bersama:
- ratapan bersama tidak terjadi dalam jangka waktu yang ditetapkan (annual)
tetapi setiap saat dimana orang-orang ditimpa tekanan, bahaya dan penyakit
menular
- orang-orang mulai meratap di udara terbuka, di kebun anggur, di jalan dan
selanjutnya mereka berbondong-bondong pindah ke rumah Tuhan untuk
“menangis di hadapan Tuhan”.
Dua jenis krisis national (penyebab terjadinya suatu ratapan):
- krisis politik, seperti: perang, serangan musuh, penghancuran kota atau rumah
Tuhan, perpindahan tempat tinggal
- krisis alam, seperti kekeringan, munculnya belalang pemakan, panen yang
gagal ataupun kelaparan

2) Struktur
a. Alamat ratapan: kadang-kadang ini juga berfungi sebagai ratapan
pendahuluan (bdg: 74, 79, 80)
b.Tindakan Allah pada masa lampau: orang-orang ‘mengingatkan’ Allah
kembali akan apa yang telah Dia lakukan terhadap bangsa mereka
c. Ratapan: meliputi apa yang dilakukan oleh musuh (74:4-8; 79:1-3), apa yang
dialamai orang-orang yang meratap tersebut (74:9; 79:4) dan apa yang sedang
‘Allah lakukan’ terhadap mereka (Mengapa? Berapa lama?)
d. Kepercayaan: pengakuan percaya kepada Allah
e. Petisi: permohonan kepada Allah untuk mereka (orang-orang yang meratap)
dan untuk musuh mereka
f. Motif: alasan mengapa Allah perlu menolong peratap
g. Janji untuk memuji Allah

3) Komponen
a. Isi Ratapan :
- Allah : kata yang biasa dipergunakan adalah ‘Mengapa?’ dan ‘Berapa
lama?’ untuk menanyakan mengapa Allah ‘menolak’, ‘meninggalkan’
ataupun ‘melupakan’ umat-Nya.
- Situasi yang dihadapi mereka, berisi keluhan terhadap apa yang mereka
hadapi
- Apa yang dilakukan oleh musuh terhadap mereka
b. Tindakan Allah pada masa lampau:
- tujuannya adalah untuk membuat ‘perbandingan’ antara apa yang Allah
lakukan pada masa lampau dengan apa yang terjadi pada umat-Nya saat
itu, seolah-olah ‘mengingatkan’ Allah akan tindakan-tindakan-Nya yang
luar biasa pada masa lampau (44; 80:8, 12)
- sisi lain dari bagian ini adalah mengingatkan kembali pada
sejarah, yaitu
bahwa sejarah mencakup masa lalu, masa kini dan masa depan yang diikat
bersama dalam kontrol Allah
- bagian ini seringkali dinamakan ‘pujian deklaratif/pernyataan’
c. Petisi, berisi:
- permohonan untuk mendapatkan ‘perhatian’ dari Allah, biasanya

28
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

mempergunakan berbagai macam kata perintah ‘Datanglah’, ‘Bangkitlah’,


‘Dengarkanlah’, ‘Lihatlah’, ‘Janglah diam’, ‘Ingatlah’.
- permohonan untuk intervensi Allah, misalnya ‘Tolonglah kami’,
‘Selamatkanlah kami’
- respon Allah: setelah menggambarkan situasi dan menyatakan petisi mereka,
orang-orang secara otomatis mengharapkan jawaban Tuhan.

Himne

1) Karakteristik
Mazmur yang termasuk kategori ini:
29 33 68 100 103 105 111 113 114 115 117
134 135 139 145 146 147 149 150
Pentingnya himne:
- Mazmur himne dan mazmur ucapan syukur merupakan ‘respon’ manusia
yang terbaik untuk menggambarkan kedaulatan, kekuatan dan keagungan
Allah (siapa dan karya apa yang Allah lakukan)
- kedua jenis mazmur ini menunjukkan kepada kita tentang iman, teologi dan
kesalehan Israel. Mereka mengekspos bagaimana Israel mengenal Allah dan
apa yang mereka percayai sehubungan dengan Allah.
- Himne dimengerti sebagai suatu lagu jemaat yang berkumpul bersama untuk
beribadah. Biasanya tidak ada ibadah atau perkumpulan yang akan tetap ada
tanpa adanya lagu-lagu pujian tentang allah atau dewa-dewa. Di Israel, himne
dipergunakan oleh orang banyak untuk menggambarkan sifat-sifat, karya
penyelamatan, karya penciptaan dan hal-hal lain yang dilakukan oleh Allah.
Contoh himne kuno: lagu Miriam (Kel 15:21), lagu Debora (Hakim-hakim 5),
lagu-lagu serafim/malaikat (Yesaya 6:3).
- Himne merupakan suatu lagu yang dipergunakan untuk ibadah dengan
mempergunakan berbagai alat musik (bdg: 150). Setidaknya hal ini memberikan
gambaran ibadah yang dilakukan bangsa Israel.

2) Jenis
Menurut Westermann, himne dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a. Pujian-pujian deskriptif (yang bersifat menggambarkan): himne untuk memuji
Allah karena segala perbuatan, sifat dan keberadaan-Nya secara keseluruhan
(113)
b. Puji-pujian deklaratif (yang bersifat menyatakan): himne untuk memuji Allah
karena perbuatan-perbuatan-Nya yang khusus yang Dia perbuat terhadap
seseorang atau sekelompok orang
Himne bagian kedua inilah yang akhirnya dia definisikan sebagai mazmur
ucapan syukur (untuk membedakan dari himne).
Wendel memberikan beberapa kategori untuk membedakan antara himne dan
mazmur ucapan syukur:
a. Di dalam himne seseorang yang dipuji ditinggakan; di dalam ucapan syukur,
obyek (orang) –nya tetap di tempatnya
b. Di dalam himne, ‘saya’ diarahkan kepada seseorang yang saya puji
(meninggalkan diri sendiri); di dalam ucapan syukur, kata ‘saya’
mengungkapkan ucapan syukur ‘saya’
c. Esensi dari himne adalah kebebasan dan spontanitas; ucapan syukur dapat

29
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

menjadi suatu kewajiban


d. Natur himne adalah bersifat kelompok dan terjadi pada orang banyak; ucapan
syukur bersifat pribadi (karena melibatkan sesorang yang mengucap syukur
dan obyek dari ucapan syukur itu)
e. Himne pada intinya merupakan sukacita; ucapan syukur dapat mengambil
bentuk karakter dari sesuatu yang diminta. Himne tidak pernah dapat
diperintah, tetapi ucapan syukur seringkali harus diperintahkan.
f. Perbedaan verbal yang paling penting adalah ucapan syukur seringkali
memakai kata “Aku berterima kasih…” ; sedangkan himne memakai kata
“Engkau telah melakukan…” atau “Engkau adalah”.
F. Crusemann membagi himne menjadi 2 bagian:
a. Himne dalam bentuk perintah:
- dimulai dengan tanda perintah, seperti: bersorak-sorailah orang benar di
dalam Tuhan
- perintah itu diikuti oleh alasan/sebab (biasanya mempergunakan kata ….,
artinya karena/sebab)
- berfungsi sebagai nyanyian untuk ibadah orang banyak
Contoh: Mazmur 33, 36
b. Himne dalam bentuk participal:
- karya / tindakan Allah digambarkan dengan menggunakan bentuk
participal
- berfungsi untuk menggambarkan iman orang-orang dan sejarah
keseluruhan dari karya pelepasan Allah
H. Gunkel memberikan perbedaan antara himne dan mazmur ucapan syukur:
- Himne menyatakan perbuatan-perbuatan Allah yang luar biasa dan sifat-sifat-
Nya yang mengagumkan secara umum
- Ucapan syukur menyatakan sukacita atas perbuatan khusus/istimewa yang
telah Allah lakukan terhadap orang yang mengucap syukur

3) Struktur
a. Pendahuluan
- sering dimulai dengan bentuk perintah untuk memuji, seperti: Pujilah
Tuhan, Bernyanyilah…. (kata yang paling banyak muncul adalah Pujilah
Tuhan, cth: 117)
- perintah ini diikuti dengan penyebutan nama Tuhan
- pendahuluan ini mengungkapkan tujuan dari pemazmur sendiri (145:1),
ataupun ajakan yang ditujukan kepada para pemusik dan penyanyi (33:2),
kepada para hamba (135:2), dan anak-anak Allah (29:1), atau orang-orang
benar (33:1), kepada Yerusalem (147:12), atau kepada seluruh bangsa (117),
dan kepada seluruh makhluk yang bernafas (150:6).
b. Bagian Utama
- Pendahuluan itu selanjutnya diikuti dengan alasan untuk memuji
- Selanjutnya diikuti dengan serangkaian participal, “ yang….. yang….”
(146:7). Participal memberi ide seolah-olah apa yang Allah lakukan terus
berlangsung hingga sekarang.
- bentuk pujian kadang-kadang muncul dalam bentuk pertanyaan retorik
113:5)
- di dalam himne, perbuatan-perbuatan Allah digambarkan, baik yang telah
Dia lakukan maupun yang sedang dilakukan-Nya

30
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

c. Kesimpulan
- tidak ada alur aturan yang tetap untuk kesimpulan
- kadang-kadang berupa ucapan berkat (29:11), ataupun harapan/
permintaan, malahan kadang hanya berupa ucapan ‘halleluya’ (113:9)

Ucapan Syukur Pribadi

1) Karakteristik
Yang termasuk mazmur jenis ini:
30 34 41 66 92 116 118 138
Tujuan mazmur ini adalah bersyukur kepada Allah karena tindakan
pembebasan yang dilakukan Allah dan memuji Pembebas-nya di hadapan
jemaat (20:1-3;34:4,6;41:4)
Ada hubungan dan kesamaan antara Mazmur ini dengan mazmur ratapan
pribadi, misalnya janji pemazmur untuk mengucap syukur. Secara umum
yang membedakannya dengan mazmur ratapan individu adalah susunannya:
- Mazmur ucapan syukur: pujian + tekanan/pergumulan pada masa lampau
- Mazmur ratapan : tekanan/pergumulan + pujian pada masa mendatang
Mazmur Ratapan Mazmur Ucapan Syukur
a. Jeritan (dengan keluhan) a. “KepadaMu aku berseru..”
b. Permohonan agar Allah b. “Engkau telah mendengarku..”
berbalik
c. Permohonan agar Allah c. “Engkau telah mengangkat..”
turut campur tangan
Formula pendahuluan yang paling sering muncul adalah “Aku akan
memuji Engkau, Tuhan”, “ Aku hendak memuji Engtkau pada segala
waktu”, dan “Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada Tuhan”.

2) Struktur
a. Pendahuluan
Pendahuluan mazmur ucapan syukur hampir identik dengan kesimpulan
mazmur ratapan individu (bdg: 13:6 dan 30:1). Selanjutnya diikuti dengan
alasan memuji pendek (30:1-3; 116:1; 138:3)
b. Bagian Utama
Merupakan penggambaran tentang tindakan/karya Allah. Bagian ini
merefleksikan dua natur ratapan: “Dengarlah doaku” dan “Selamatkanlah
aku”. Bagian ini dibagi menjadi dua bagian: pengulangan tentang krisis yang
terjadi sebelumnya dan laporan/cerita tentang penyelamatannya.
Cth: pengulangan krisis: 30:6-7
Cerita tentang penyelamatan: “Aku berseru” 30:8-10 dan “Allah
menyelamatkan aku” 30”11-12
Kesukaran/permasalahan seringkali digambarkan sebagai suatu perbudakan
atau sesuatu yang mendekati maut, sementara pembebasannya digambarkan
sebagai pembebasan dari maut.
Ada juga tiga bagian penyelamatan yang berhubungan dengan bagian dari
ratapan individu (34:5 bdg 6:1,4)
- seruan - Aku mencari Tuhan
- permohonan agar Allah berbalik - Ia menjawab aku
- permohonan pertolongan Allah - Ia melepaskan aku dari

31
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

c. Kesimpulan
Bentuknya selalu bervariasi tetapi bertujuan untuk memuji Tuhan (30:12 janji
untuk memuji; 66:20 pujian; 118:28 pujian)

Ucapan Syukur Bersama/Kelompok

1) Karakteristik
Yang termasuk dalam mazmur ini:
67 75 107 124 129 136
Perbedaan pendapat tentang penentuan mazmur-mazmur yang termasuk dalam
kategori ini paling banyak diperdebatkan oleh para sarjana. Satu hal yang
disepakati mereka: tidak banyak mazmur jenis ini di dalam kitab Mazmur.
a. Gunkel : 66:8-12; 67; 124; 129
b. Westermann : 124, 129
c. Weiser : 124
d. Murphy : 67, 124
Jarangnya jenis mazmur ini merupakan kenyataan yang cukup aneh karena
mazmur jenis ini merupakan cara terbaik untuk menggambarkan hubungan
antara Tuhan dan Israel. Beberapa sarjana berusaha menjelaskannya dengan
cara demikian:
- Pada satu sisi, seperti yang kita ketahui sekarang, kitab Mazmur dibukukan
setelah masa pembuangan dimana selama itu hampir tidak ada
pengalaman karya penyelamatan Allah. Pada sisi lain, masa ketika Israel
mengalami pembebasan Allah terjadi pada masa lampau.
- Penjelasan yang lain adalah kemungkinan bahwa mazmur himne dan ucapan
syukur individu telah menyerap/menyertakan mazmur ucapan syukur
kelompok sehingga perbedaannya sulit ditemukan. Mungkin saja orang
Israel kuno tidak membedakan ketiganya secara tajam seperti yang dilakukan
sarjana modern sekarang.
Kesulitan dalam memahami mazmur ini:
a. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa ada hubungan antara mazmur
ratapan individu dan ucapan syukur individu, tetapi tidak ada hubungan
antara mazmur ratapan bersama dengan ucapan syukur bersama
b. Hilangnya hubungan tersebut mungkin berhubungan dengan kemungkinan
bahwa permohonan orang-orang pada masa krisis nasional tersebut
tidak dapat diubahkan menjadi pujian dengan cepat (sebagaimana dalam
ucapan syukur individu).
Ada dua jenis mazmur ratapan kelompok:
a. mazmur pujian syukur Israel (124, 129)
- tidak ada gambaran tentang perang/pertempuran
- peristiwa historis dalam latar belakangnya tidaklah terlalu jelas
b. mazmur kemenangan
- tidak ada mazmur kemenangan di dalam kitab Mazmur (mungkin karena
setelah penghancuran Yerusalem pada 587 dan pembuangan ke Babel, Isreal
tidak lagi mengalami kemenangan dalam perang selama berabad-abad).
- di dalam kitab Hakim-hakim terdapat pada pasal 5: lagu yang dinyanyikan
Debora (Hakim-hakim 5), satu-satunya lagu mazmur kemenangan yang ada
pada masa sebelum pembuangan, menunjukkan struktur yang hampir sama

32
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

dengan mazmur ucapan syukur bersama:


- pendahuluan pujian kepada YHWH
- gambaran tentang penampakan Tuhan
- tekanan pada masa lampau
- 9-11pendahuluan baru untuk memuji Allah
- laporan tentang kemenangan
- musuh-musuh Allah, teman-teman Allah

2) Struktur
Menurut Mowinckel:
a. Pendahuluan
b. Bagian Utama: laporan tentang tekanan dan penyelamatan
c. Kesimpulan: ajakan untuk memuji dan mengucap syukur
Menurut Westermann:
a. Pendahuluan: ‘biarlah Israel berkata demikian’ (124:1b, 129:1a)
b. Ringkasan: ‘jikalau bukan Tuhan’ (124:2a)
c. Melihat balik: ‘ketika manusia bangkit..’ (124: 2b-5; 129:3)
d. Memuji: ‘Terpujilah Tuhan…’ (124:6; 129:4)
e. Laporan tentang tindakan Allah (124:6-7; 129:4b)
f. Kesimpulan: percaya, berharap (124:8; 129:5-8)

Mazmur Hikmat

1) Karakteristik
Yang termasuk dalam mazmur ini:
1 32 37 49 73 78 112 119 127 128 133
Ciri-ciri jenis mazmur ini:
- beberapa mazmur memakai kata-kata yang hampir mirip dengan kata-kata yang
dipakai dalam kitab Amsal (Maz 37:16 bdg Amsal 16:8; Maz 128:1 bdg Amsal
28:14)
- beberapa mazmur memiliki motif yang sama dengan beberapa literatur hikmat
dalam PL, seperti Amsal, Ayub dan Pengkhotbah (37:7,37,38).
- beberapa mazmur menunjukkan perbedaan linguistik dan gaya yang berbeda
dari literatur hikmat, misalnya pemakaian kata ‘orang benar’ dan ‘orang fasik’.
Jika mazmur mempergunakan gaya tertantu, itulah mazmur hikmat:
pemakaian istilah ‘berbahagia’ (1:1; 32:1), kata-kata pembukaan ‘dengarlah’
(49:1; 78:1), mazmur akrostik yang merupakan gaya paling favorit dari mazmur
hikmat (37, 112, 119)
- Sejumlah besar mazmur memiliki tema ‘Taurat” yang bertujuan untuk
mengajarkan hal yang baik dan buruk.
Kitab-kitab Hikmat dalam PL biasanya dibagi dua: yang satu menekankan upah
bagi orang benar dan hukuman bagi orang fasik (tradisional) sedangkan yang
lain mengatakan bahwa kadang-kadang orang fasik malahan menikmati
kebahagiaan sedangkan orang benar menderita karena kemalangan:
- Amsal : tipe tradisional (pertama)
- Ayub dan pengkhotbah : tipe kedua
Mazmur 1 dan 112 dapat dikategorikan yang pertama sedangkan mazmur 37,49

33
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

dikategorikan yang kedua.


Hubungan antara Hikmat dan Taurat:
- Tema Taurat dimasukkan dalam kategori Mazmur hikmat
(mempertimbangkan isinya, bukan gayanya), cth: 1, 119
- Menurut Mowinckel, latar belakang hikmat dan Taurat bukanlah di Bait Suci
melainkan di sekolah (didaktik)

2) Struktur
Tidak ada struktur yang baku dalam jenis mazmur ini karena berbedanya
kategori (misal ada yang menekankan keindahan bentuk/akrostik, tema: orang
fasik/benar, dll).
Contoh struktur : Mazmur 1
1.3 keadaan orang benar
4.5 keadaan orang fasik
kontras orang benar dan orang fasik

Mazmur Penciptaan/Ciptaan

1) Karakteristik
Yang termasuk dalam mazmur ini:
8 19 65 104 148
Ciri khas mazmur ini adalah bahwa bagi para pemazmur, dunia dipenuhi dengan
hal-hal yang ‘baik’ (menggemakan Kejadian 1:1-2:4a) dimana masing-masing
elemennya merupakan sesuatu yang ‘baik’ dan seluruh ciptaan adalah ‘sangat
baik’. Dalam mazmur jenis ini, dunia yang diciptakan tidak hanya diam atau
membisu. Masing-masing mengungkapkan pesan-pesan untuk memuji
keagungan, kekuasaan dan kemuliaan Allah.

2) Struktur
Tidak ada stuktur yang baku karena obyeknya berlainan.

Mazmur Penaikan Tahta

1) Karakteristik
Yang termasuk mazmur ini:
47 93 95 96 97 98 99
Ciri-ciri mazmur ini:
- Allah yang dipuji sebagai Raja begitu dominan
Besarnya frekuensi kemunculan kata ' %l'm' hw"hy> ' (Tuhan
bertahta/ menjadi
raja)
- Allah sebagai Raja berlaku bukan hanya untuk Israel tetapi untuk seluruh
bangsa
2) Struktur
a. Pendahuluan
Frase ‘Allah itu Raja’ sering muncul pada permulaan mazmur (93:1; 97:1).
Selanjutnya diikuti dengan ajakan/perintah kepada seluruh bumi untuk
memuji Allah (47:1; 96:1; 97:1)

34
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

b. Perbandingan antara Allah dan allah lain


Pertama Allah dinyatakan sebagai Raja yang ada di atas segala raja (95:3;
96:4;97:9). Selanjutnya pemazmur mengundang allah lain untuk
menyembah Allah (97:7)
c. Ciptaan. Ide utama yang berhubungan dengan status Allah sebagai raja
adalah ciptaan-Nya. Oleh karena itu seluruh ciptaan-Nya diundang untuk
memuji Dia (96:11; 97:6; 98:7-8)
d. Penghakiman. Kadang-kadang ada juga tema penghakiman Allah (97:8;98:9)

Mazmur Raja

1) Karakteristik
Yang termasuk dalam mazmur ini:
2 18 20 21 45 72 89 101 110 132 144
Ciri-ciri mazmur ini;
- mazmur ini tidak memiliki kekhususan, baik dalam jenis maupun strukturnya.
Bentuknya bisa berupa himne, ratapan, ucapan syukur, dll.
- Alasan utama dinamakan mazmur raja adalah karena raja berperan sebagai
subyek utama. Raja di sini berperan sebagai seseorang yang berdoa atau
berbicara atau orang yang didoakan
- Raja yang digambarkan adalah orang tertentu (tanpa menyebut nama), bertahta
di Yerusalem, orang Israel atau Yehuda, dengan formula: Raja bertahata di Sion
(2:6; 110:2; 20:2), ia keturunan Daud (18:50;132:10,17) dan ia diurapi oleh Tuhan
(2:2; 18:50; 20;6;p 89:15; 132:10).
Situasi yang diperhadapkan dalam mazmur raja adalah sebagai berikut:
- Maz. 20 : suatu lagu yang dinyanyikan oleh paduan suara kerajaan
ketika raja akan berangkat perang
- Maz. 144:1-11 : ratapan yang diutarakan oleh seorang raja
- Maz. 18 : doa ucapan syukur seorang raja yang kembali dari perang
- Maz. 45 : lagu pernikahan untuk seorang raja dan pengantinnya
- Maz. 132 : peringatan akan hari penaikan tahta seorang raja dan
kerajaannya
- Maz. 2,21,72,110 : lagu-lagu pada saat hari pelantikan raja

2) Struktur
Tidak ada stuktur tetap/baku yang dapat teridentifikasi karena adanya berbagai
latar belakang (lih. di atas).

Mazmur Liturgis

Yang termasuk dalam mazmur ini: 15 24 50 81 82


Ciri-ciri mazmur ini:
- mazmur ini dibentuk dengan beberapa aktifitas dalam liturgi, baik dalam
bentuk perkataan maupun tindakan
- biasanya dialoog yang antifonal maupun responsive menjadi bagian mazmur
ini.
Dialog antifonal dalam ibadah biasanya diikuti oleh suatu aktifitas yang
ditunjukkan oleh kedua kelompok atau oleh liturgis dengan jemaatnya.

35
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Sedangkan beberapa aktifitas yang ada dalam ibadah adalah bersujud, bangkit,
menggerakkan tangan, berjalan di sekitar altar atau memberi persembahan.

Mazmur Kepercayaan

Yang termasuk dalam jenis mazmur ini:


23 91 121 125 131
Kesulitan dalam memahami mazmur ini adalah bahwa ide tentang ‘percaya
pada Tuhan’ juga ada pada mazmur ratapan maupun ucapan syukur.
Mazmur kepercayaan tidak dapat dipisahkan dari mazmur ratapan. Mazmur ini
muncul sesudah atau di tengah-tengah penderitaan seseorang. Dengan
demikian mazmur ini merupakan respon terhadap penderitaan tersebut. Namun
nada kepercayaan dalam mazmur ini jauh lebih kuat daripada yang ada dalam
mazmur ratapan.
Hal-hal yang membedakan mazmur kepercayaan dan mazmur ratapan:
- mazmur ratapan berisi ‘pernyataan’ kepercayaan dari si pemazmur; mazmur
kepercayaan berisi ‘gambaran’ orang yang percaya (istilah yang banyak dipakai
adalah ‘seperti’)
- nada ‘keluhan’ dalam mazmur ratapan jauh lebih banyak dan bahkan hampir
mendominasi isi mazmur sedangkan pernyataan kepercayaan hanya sedikit
sekali; mazmur kepercayaan sedikit memiliki keluhan karena yang banyak
digambarkan adalah kedudukan/posisi orang yang percaya

Mazmur Zion

Yang termasuk dalam jenis mazmur ini:


46 48 76 84 87 122
Mazmur Zion adalah himne yang menggambarkan Zion, termasuk kota dan Bait
Suci-nya sebagai gunung Allah dan tempat kediaman-Nya. Gambaran topografis
dan geografis tentang kota Zion bukanlah keadaan kota yang sesungguh-Nya.
Gambaran tentang Zion:
a. Zion di utara
Gambaran yang jelas tentang kota itu ditemukan dalam Mazmur 48:3 dimana Zion
disebut ‘jauh di sebelah utara’
Mengapa Zion dinamakan kota ‘yang jauh di sebelah utara’? Menurut tradisi
kuno, tempat kediaman Allah itu harus lebih tinggi daripada gunung-gunung
yang lain sedangkan gunung yang tertinggi terletak di sebelah utara.
b. Zion dengan aliran sungainya
Gambaran Zion dengan aliran sungai dinyatakan merupakan gambaran yang
ideal dari sebuah kota dan gambaran tersebut banyak muncul di dalam pasal-
pasal yang menggambarkan peristiwa-peristiwa mendatang (eskatologis), misal:
Yesaya 33:21; Yoel 3:18; Yehezkiel 47; dan Zakharia 14:8.
c. Zion, kota yang tak terlihat
Gambaran ketiga ini dihubungkan dengan fungsinya sebagai tempat kediaman
Allah. Ketika bangsa-bangsa datang hendak menyerang kota tersebut, mereka
dihancurkan dan diusir oleh Allah.

36
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Ayub
Identitas Ayub

Sehubungan dengan identitas Ayub, kitab Ayub sendiri memberikan


gambaran yang cukup jelas namun membutuhkan penafsiran lebih lanjut. Ada
beberapa frase dari Ayub 1:1-3 yang perlu diketahui untuk mengetahui identitas
Ayub:
Tanah Us
Kata ‘tanah Us’ disebutkan 3 kali dalam PL (Ayub 1:1; Rat. 4:21; Yer. 25:20)
tetapi kata ini tidak pernah muncul di literatur lain di daerah Timur
Tengah. Asumsi yang paling banyak diterima adalah bahwa nama Us adalah
sebuah eponymic (nama yang didasarkan pada nama orang) dan
kemungkinannya adalah Us adalah nama daerah yang dihuni oleh orang-
orang keturunan Aram (Kej 10:23) atau keturunan Disyan (Kej 36:28).
1. Us dalam Yer. 25:20
Nama Us pada bagian ini adalah sesuatu yang riil karena disebutkan
bersamaan dengan daftar nama-nama kota dan daerah-daerah (seluruhnya
berjumlah 25) yang letak geografisnya masih ada sampai sekarang.
Penyebutan nama-nama kota ini dimulai selatan menuju utara hingga
menuju ke arah timur. Us muncul antara bangsa-bangsa campuran dan
orang Filistin dan selanjutnya disebutkan nama Edom hingga raja Arab (ay.
24). Dengan demikian kemungkinan letak Us adalah di Edom dan Arab.
2. Us dalam Rat 4:21
Ratapan lebih jelas menyatakan bahwa Us adalah tanah yang didiami oleh
orang Edom. Dari segi literatur, bentuk penulisan yang muncul pada ayat ini

37
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

merupakan sinonim paralelisme sehingga dapat disimpulkan Edom dan Uz


adalah sesuatu yang sama dan disebutkan secara interchangeable.
Kesimpulan : Letak tanah Us adalah di Edom.
Orang di sebelah timur
Istilah ‘orang di sebelah timur’ merupakan istilah yang samar-samar merujuk
pada suku-suku bangsa dan kerajaan yang tinggal di daerah padang gurun
hingga ke arah timur sungai Yordan dan Aravah. Istilah ini juga pernah juga
muncul di 1 Raja 4:30 yang menggambarkan perbandingan kekayaan dan
hikmat. Namun sampai saat ini belum ada kesepakatan final yang
menyatakan bahwa istilah orang-orang di sebelah timur menyatakan status
Ayub sebagai bagian dari mereka; istilah ini lebih menekankan Ayub
sebagai orang yang tinggal di daerah tersebut.
Nama ketiga teman Ayub
Kebanyakan pendapat menyatakan bahwa ketiga teman Ayub adalah orang
Edom. Teman adalah ibukota Edom yang terletak di perbatasan tanah Negeb
Yudea. Suah tidak dikenal dan Naama (Yosua 15:41) adalah kota Yudea di
perbatasan Filistin, yaitu di sebelah baratlaut tanah Negeb.
Nama Ayub
Namanya bukan nama umum orang Israel. Dalam catatan tambahan yang
terdapat pada terjemahan LXX, nama Ayub merupakan nama kecil/tiruan
dari Yobab (nama seorang raja Edom). Sedangkan menurut Talmud, nama
Ayub ( bAYæai) merupakan nama yang memiliki kesamaan akar kata
dengan kata ‘musuh’ (bwya),
Baba Bathra 16a. Tetapi ada juga yang
mengartikannya ‘menyesal.’ Ada juga yang mengatakan bahwa nama Ayub
merupakan anagram (suatu kata atau frase yang dibuat dengan mengubah
urutan huruf dari kata atau frase lainnya) dari frase ‘tanah Yehuda dan
Benyamin’ ( $mynbw hdwhy #ra). Sedangkan teolog lainnya,
Abright, menyatakan kemungkinan adanya penggabungan dari frase
‘Dimanakah Bapaku?’ ( ba hya) yang memiliki kemiripan dengan
beberapa sumber Semit.

Latar belakang Kitab Ayub

Genre
Kitab Ayub termasuk dalam genre ‘literatur hikmat’ (Wisdom Literature)
yang disetarakan dengan kitab Amsal, Pengkhotbah, Sirakh dan Kebijaksanaan
Salomo. Literatur hikmat merefleksikan literatur Yahudi dimana kehidupan
manusia digambarkan secara luas tanpa pengesampingan minat politik yang
merupakan karakteristik literatur Yahudi lainnya.
Secara umum, literatur hikmat berhubungan dengan ide tentang bagaimana
manusia harus hidup (right living) dan berpikir (right thinking) yang meliputi tema-
tema antara lain:
- Allah yang jauh, tanpa adanya keintiman dan keterlibatan dengan manusia
- Allah sebagai Penguasa yang telah menetapkan hukum-hukum-Nya untuk ditaati
manusia
- Bagaimana manusia menjalani hidup tanpa berusaha menarik perhatian-Nya

38
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

- Bagaimana manusia berhubungan dengan manusia, dengan lawan jenisnya dan


dengan Allah]

Klasifikasi
Dalam MT, kitab Ayub dimasukkan dalam kelompok Kethubim. Posisi yang
sebenarnya masih tidak diketahui secara pasti. Menurut Talmud (Baba Bathra 14b),
kitab Ayub berada dalam urutan ke-3 setelah Rut dan Mazmur. Dalam tradisi orang
Spanyol (Sephardi), Ayub pun terletak di urutan ke-3 setelah Tawarikh dan Amsal.
Tradisi Ashkenazi (orang-orang Eropa Tengah) juga meletakkannya pada urutan ke-
3 setelah Mazmur dan Amsal. Eidi Kittel’s Biblica Hebraica (mengikuti Leningrad
Codex 19a) meletakkan Ayub pada posisi ke-3 setelah Mazmur. Namun Jerome (dan
beberapa bapa gereja lainnya) meletakkan Ayub pada permulaan (berdasarkan
kronologi waktu hidup), baru kemudian Mazmur (Daud) dan Amsal (Salomo).
Versi-versi Bahasa Inggris mengikuti urutan yang ada pada Latin Vulgata.
Kitab Ayub diletakkan sesudah kitab-kitab sejarah dan mendahului Mazmur dan
Amsal (dengan pertimbangan kronologi waktu). Sedangkan versi Syria (Peshitta)
meletakkan Ayub dalam posisi yang agak radikal, yaitu dengan meletakkan Ayub
setelah kitab Ulangan karena Ayub dianggap hidup pada jaman Patriarch.

Social Setting
Banyak sarjana merujuk latar belakang sosial kehidupan Ayub adalah pada
masa para patriarkh hidup. Ada banyak referensi dari kitab Ayub sendiri, misalnya:
kekayaan Ayub dihitung berdasarkan banyaknya ternak dan budak (1:3;
42:12) yang juga berlaku pada jaman Abraham (Kej. 12:16; 13:2) dan Yakub
(Kej. 30:43; 32:5).
berkali-kali Ayub menyebut tempat tinggalnya dengan ‘kemah’
ibadah yang dilakukan Ayub berbentuk korban persembahan ternak dan
ayub sendiri memimpin ibadah tanpa adanya imam sebagai perantara (bdk.
Kej. 15:9-10)
bentuk mata uang yang muncul adalah uang kuno keshita (42:11) dan itu
juga dipergunakan pada jaman Abraham (Kej. 33:19; Yos. 24:32)
rentang waktu hidup Ayub sekitar 200 tahun (bdg. 42:16). Rentang waktu ini
berhubungan dengan usia para patriarch (bdg. Terah, ayah Abraham, mati
pada usia 205; Abraham 175; Yakub147)
Orang Syeba dan Kasdim adalah para nomaden pada jaman Ayub (Job 1:15,
17), begitu juga pada jaman Abraham (karena selanjutnya, mereka bukanlah
bangsa nomaden)
Anak-anak perempuan Ayub adalah pewaris kekayaan Ayub juga di
samping anak-anak lelakinya. Hal ini tidak mungkin berlaku pada jaman
hokum Musa jika masih ada anak laki-laki yang hidup (Bil. 27:8).
Kata ‘ yD:‡v; ‘ (Mahakuasa) yang ditujukan kepada Allah dipergunakan
sebanyak 31 kali di Ayub dan merupakan sesuatu yang sudah umum pada
jaman Patriarkh (Kej. 17:1; Kel. 6:3).
Beberapa nama orang dan tempat dalam kitab Ayub berhubungan dengan
kitab Kejadian, misalnya:
a. Orang Syeba (Ayub 1:15; 6:19) adalah cucu Abraham (Kej 25:3)

39
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

b. Tema, cucu Abraham yang lain (Kej. 25:15) adalah Tema yang sama dalam
Ayub (6:19)
c. Elifas (Ayub 2:11) adalah anak Esau (Kej. 36:4)
d. Us (Ayub 1:1) adalah nama keponakan Abraham (Job 1:1)

KITAB AYUB DAN LITERATUR KUNO LAINNYA

Selain kitab Ayub, beberapa kitab kuno lainnya juga memiliki alur cerita
yang mirip dengan Ayub, misalnya:
Dalam kebudayaan orang Kanaan dikenal kisah kepahlawanan Keret,
seorang raja yang kehilangan seluruh anggota keluarganya, termasuk
istrinya, dalam serangkaian bencana alam. Dia sendiri sedang di
ambang maut, tetapi melalui perintah dari dewanya, El, dia
mendapatkan seorang istri yang dan keluarga yang baru.
Di Mesir terdapat sebuah teks kuno yang merupakan dialog
seseorang dengan jiwanya sendiri. Orang itu berdebat dengan dirinya
sendiri dan mempertanyakan apakah penderitaan yang dialami, “To
whom can I speak today? I am laden with wretchedness for lack of an
intimate.… Death is in my sight today like the odor of myrrh, like sitting
under an awning on a breezy day.” Teks kuno lainnya, The Protests of the
Eloquent Peasant, berisi permohonan seseorang yang mengalami
ketidakadilan social. Namun bedanya dengan Ayub adalah teks ini
menggambarkan permohonan orang itu tidak ditujukan kepada
dewa, melainkan pemerintah.
Dari Babel ada karya tulisan yang seringkali diparalelkan dengan
kitab Ayub, yaitu “I will praise the Lord of Wisdom.” Karya ini
menggambarkan seorang laki-laki yang saleh yang diserang oleh
penyakit. Teman-temannya menuduh sebagai orang berdosa dan
keluarganya memusuhinya. Dia sendiri percaya bahwa dia pasti
berbuat dosa (kurang berhati-hati) sehingga dewanya
menghukumnya. Dia mengalami banyak kebingungan untuk
memahami dewa-dewa: “What seems good to one, to a god may be evil.…
Where have mankind learned the way of a god?” Dia menggambarkan
penderitaannya dengan cara yang sangat mengerikan dan memohon
pembebasan. Pada akhirnya kesehatannya dipulihkan. Teks kuno
yang lebih tua umumnya, dari Sumer, Man and His God, memiliki
banyak kesamaan dengan Ayub. Orang yang menderita mengeluhkan
penderitaan yang disebabkan oleh dewanya “You have doled out to me
suffering ever anew.… My friend gives the lie to my righteous word.”
Namun tidak seperti Ayub, orang ini mengakui bahwa dia telah
berbuat dosa dan akibatnya adalah dewanya telah mengubah
penderitaannya menjadi sukacita.

STRUKTUR

40
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

(1) Struktur gaya literatur


1:1-2:13 Kerangka Prosa Narasi
3:1-42:6 Puisi Argumen
42:7-17 Kerangka Prosa Narasi
(2) Struktur melalui pengembangan cerita
1:1-2:10 Ayub diuji Eksposisi Ayub dan
anggota ker. Sorga
2:11-31:40 Ayub menantang Ayub & ketiga
Allah temannya
32:1-42:17 Ayub ditantang Resolusi Ayub, Elihu dan
Allah
(3) Struktur melalui para aktornya
1:1-2:13 Narator
3:1-42:6 Ayub, ketiga temannya, Elihu dan Allah
42:7-17 Narator

Ronde I Ayub (3:1-26) Elifaz (4:1-5:27)


Ayub (6:1-7:21) Bildad (8:1-22)
Ayub (9:1-10:22) Zofar (11:1-20)
Ronde II Ayub (12:1-14:22) Elifaz (15:1-35)
Ayub (16:1-17:16) Bildad (18:1-21)
Ayub (19:1-29) Zofar (20:1-29)
Ronde III Ayub (21:1-34) Elifaz (22:1-30)
Ayub (23:1-24:25) Bildad (25:1-6)
Ayub (26:1-14)
Ayub (27:1-28:28)
Ayub (29:1-31:40)
Ronde IV Elihu (32:1-33:33)
Elihu (34:1-37)
Elihu (35:1-16)
Elihu (36:1-37:24))
Ronde V Tuhan (38:1-40:2) Ayub (40:3-5)
Tuhan (40:6-41:34) Ayub (42:1-6)

(4) Struktur berdasarkan isi


I. Pendahuluan 1:1-2:13
II. Percakapan Ayub dengan diri sendiri 3:1-26
III. Siklus Percakapan 4:1-27:21
A. Elifaz 4:1-5:27
B. Ayub 6:1-7:21
C. Bildad 8:1-22
D. Ayub 9:1-10:22
E. Zofar ` 11:1-21
F. Ayub 12:1-14:22
G. Elifaz 15:1-35
H. Ayub 16:1-17:16
I. Bildad 18:1-21
J. Ayub 19:1-29
K. Zofar 20:1-29

41
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

L. Ayub 21:1-34
M. Elifaz 22:1-30
N. Ayub 23:1-24:25
(24:18-24 problematis)
O. Bildad 25:1-6
P. Ayub 26:1-14
Q. Ayub 27:1-23
(27:7-23 problematis)
IV. Puisi Hikmat 28:1-28
V. Percakapan Ayub dengan diri sendiri 29:1-31:40
VI. Percakapan Elihu 32:1-37:24
A. Pendahuluan 32:1-5
B. Percakapan pertama 32:6-33:33
C. Percakapan kedua 34:1-37
D. Percakapan ketiga 35:1-16
E. Percakapan keempat 36:1-37:24
VII. Konfrontasi antara Allah dan Ayub 38:1-42:6
A. Percakapan Tuhan yang pertama 38:1-39:33
B. Pertukaran antara Allah dan Ayub 39: 34-38
C. Percakapan Tuhan yang kedua 40:1-41:25
D. Ketertundukan Ayub pada Allah 42:1-6
VIII. Penutup 42:7-17

Struktur keempat adalah model struktur kitab Ayub yang paling banyak diterima
oleh para sarjana, tetapi tidak semua dari mereka menyetujui pemisahan bagian
‘percakapan Ayub dengan diri sendiri’ (bag. II) dan bagian III. Masih diperdebatkan
apakah pada bagian itu Ayub berkata-kata dan kemudian teman-temannya memberi
jawaban ataukah teman-temannya berkata terlebih dahulu dan Ayub memberi
jawaban.

Secara keseluruhan struktur literatur kitab Ayub adalah seperti yang terdapat dalam
bagan di bawah ini:

Pre-dialog Dialog Post-dialog


Pasal 1-3 Pasal 4--27 Pasal 28-42
Prologue Pembicaraan Pertama Kedua Ketiga Puisi Pembicaraan Elihu Allah Epilogue
1-2 Ayub dengan 4-14 15-21 22-17 hikmat Ayub dengan 32-37 & 42:7-17
dirinya sendiri 28 dirinya sendiri Ayub
3 29-31 38-42:6

Keindahan kitab Ayub bukan hanya terletak pada struktur keseluruhannya tetapi
juga pada pemaparan detail (1:1-5 cf. 42:10-17).

Inti Percakapan

Bagian ini merupakan kesimpulan dari seluruh percakapan antara Ayub,


Allah dan teman-temannya sehingga melalui bagian ini akan didapatkan inti seluruh
kitab Ayub.
I. Percakapan Ayub dengan diri sendiri (3:1-26)

42
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

- mengutuk siang, mengutuk malam (3-10)


- motif keluhan: mengapa dia dilahirkan (11-12)
- gambaran tentang orag-orang yang tinggal di (13-15, 17-19)
- motif keluhan: untuk apakah hidup diberikan (20-23)
- gambaran orang yang mengalami tekanan (24-26)
II. Perkataan Elifaz (4:1-5:27)
Bagian pertama:
a. Alasan mengapa Ayub harus bersabar (2-6)
- pertanyaan retorik (2)
- argumentasi: tindakan Ayub pada masa lampau (3-4) dan
ketidakkonsistenan-nya (5-6)
b. Argumentasi: orang tak bersalah tidak dapat binasa seperti orang fasik (7-11)
- mengingatkan kembali teori tradisional hikmat tentang upah (7-9)
- 2 contoh perkataan yang mendukung teori tradisional (10-11)
c. Gambaran tentang malam (12-16)
d. Pesan dari gambaran tentang malam (17-21)
- pertanyaan retorik (17)
- suatu argumentasi yang memperkuat (18-19)
- kesimpulan (20-21)
e. Kesimpualn (5:1-2)
- pertanyaan retorik (1)
- perkataan hikmat sebagai pendukung (2)
Bagian kedua:
a. Pertanyaan penghukuman dan asal usul dosa (3-7)
- Contoh kisah penghukuman akibat perbuatan jahat (3-5)
- perkataan hikmat sehubungan dengan kesukaran manusia (6-7)
b. Himne tentang Allah (8-13)
c. Bait penengah yang terus menggambarkan tindakan Allah (14-16)
d. Dorongan untuk menerima teguran ialhi (17-21)
- Formula ‘berbahagialah….’ (17-18)
- Perkataan bilangan (6/7) sehubungan dengan pembebasan Allah (19-21)
e. Gambaran tentang rasa aman orang jujur (22-26)
f. Kesimpulan (27)
III. Perkataan Ayub (6:1-7:21)
Bagian pertama:
a. Suatu keluhan, yang berfungsi sebagai suatu dalih terhadap perkataan Ayub
(2-4)
b. Pembenaran dari keluhan tersebut (5-7)
- 2 amsal (5-6)
- kesimpulan (7)
c. Pengasan dalam bentuk keinginan untuk mati (8-10)
d. Motif keluhan (11-27)
d.1. Penderitaan Ayub terlalu besar untuk tidak didukung (11-14)
- tiga pertanyaan retorik (11-12)
- transisi untuk teguran dari ketiga teman (13-14)
d.2. Teman-teman Ayub membuatnya gagal (15-24)
- Perbandingan dengan sungai yang kering (15-17)
- Perbandingan diri sendiri dengan kafilah yang kecewa (18-20)
- Logisnya keluhan Ayub (21-23)

43
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

- Ayub mendakwa teman-temannya (24-27)


Bagian kedua:
a. Ayub menantang teman-temannya untuk mendengarkannya (28-30)
b. Suatu keluhan yang ditujukan kepada Allah tentang kondisi manusia (7:1-21)
- gambaran tentang nasib manusia (1-3)
- gambaran tentang penderitaan Ayub (4-6)
- Permohonan implisit kepada Allah untuk campur tangan (7-10)
- Keluhan karena menjadi target Allah (11-12)
- Gambaran tentang penderitaan (13-15)
- Permintaan untuk ditinggalkan sendirian oleh Allah (16-18)
- Permohonan agar Allah berubah sikap, dengan dasar Ayub hampir mati
(919-21)
IV. Perkataan Bildad (8:1-22)
a. Pendahuluan terhadap jalannya perkara (2-4)
- Pertanyaan retorik, musuh yang mengejek (2)
- Thesis Bildad: (3)
- Bukti thesis: perlakuan anak-anak Ayub (40
b. Nasehat (5-7)
- Syarat pelepasan (5-6a)
- Jaminan pelepasan (6b-7)
c. Permohonan melihat kembali tradisi kuno (8-13)
- Pengalaman bapa-bapa leluhur adalah hikmat (8-10)
- Suatu amsal dengan penjelasan untuk mengilustrasikan kesimpulan (11-12)
- Kesimpulan: nasib orang-orang tak bertuhan (13)
d. Gambaran keadaan orang tak bertuhan (14-19)
e. Gambaran nasib orang-orang yang tak bersalah (20-22)
V. Perkataan Ayub (9:1-10:22)
Bagian pertama: perkataan Ayub kepada dirinya sendiri (9:1-24)
a. Pernyataan ketidakmungkinan untuk menentang Allah (2-4)
b. Himne tentang kekuasaan Allah dalam penciptaan (5-10)
c. Motif dari kekuasaan Allah yang melebihi manusia (11-12)
d. Gambaran tentang keputuasaan dalam proses peradilan dengan Allah(13-21)
e. Dakwaan tentang ketidakadilan Allah (22-24)
Bagian kedua: perkataan Ayub dengan dirinya sendiri (9:25-10:1a)
a. Motif keluhan (25-28)
- Perjalanan keberadaan manusia (25-26)
- Penderitaan Ayub yang tidak dapat dihindari (27-28)
b. Motif yahng sebenarnya (9:29-10:1a)
- ketidakmungkinan Ayub membuktiikan ketidakbersalahannya (29-31)
- ketidakmungkinan untuk menjalani proses peradilan dengan Allah (32-35a)
- Kesimpulan (9:35b-10:1a)
Bagian ketiga: perkataan Ayub dengan Allah (10:1b-22)
a. Pendahuluan keluhan (1b-2)
b. Keluhan (3-22)
- tuntutan untuk proses selanjutnya (3)
- Pertanyaan tentang motif Allah: apakah Allah hanya seorang manusia? (4-7)
- Argumen untuk tidak menjauh dari Allah: Ayub adalah ciptaan Allah.(8-12)
- Dakwaan melawan Allah : Ia mengejar Ayub (13-17)
- Motif keluhan (18-22)

44
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

VI. Perkataan Zofar (11:1-20)


a. Pembukaan jalannya perkara (2-6)
- Pertanyaan retorik dalam proses selanjutnya (2-3)
- Pengutipan klaim lawan (4)
- Harapan agar Allah mengajar Ayub (5-6)
b. Gambaran himne tentang kemahakuasaan Allah (7-12)
c. Nasehat bersyarat yang ditawarkan kepada Ayub (13-20)
VII. Perkataan Ayub (12:1-14:22)
Bagian pertama: (12:1-25)
a. Pendahuluan (1)
b. Permulaan jalannya perkara (2-6)
- Ejekan dari musuh (2)]
- Klaim Ayub terhadap hikmat (3)
- Bukti bahwa musuhlah yang bersalah (4-6)
c. Bukti klaim ayub terhadap hikmat (7-12)
- Binatang pun mengetahui tangan Allah (7-10)
- 2 perkataan hikmat (11-12)
d. Himne yang menggambarkan kekuasaan dan hikmat Allah (13-25)
Transisi: (13:1-5)
a. Klaim Ayub terhadap hikmat (1-2) bdg: 12:2-3
b. Keinginan Ayub untuk berkonfrontasi dengan Allah (3)
c. Ejekan Ayub tentang musuh-musuhnya (4-5)
Bagian kedua (13:6-27)
a. Omelan Ayub terhadap teman-temannya (diikuti dengan lima baris yang
dimulai dengan he) (6-11)
b. Keputusan Ayub untuk berkonfrontasi dengan Allah (12-16)
c. Permulaan dari keluhan Ayub kepada Allah (17-27)
Bagian ketiga: (14:1-22)
a. Kondisi manusia (1-3)
b. Permohonan kepada Allah (4-6)
c. Kontras antara manusia dan pohon tentang masa depan mereka (7-12)
d. Keinginan untuk beristirahat di Sheol (13-17)
e. Motif keluhan: tidak adanya harapan akan takdir manusia (18-22)
VIII. Perkataan Elifaz (15:1-35)
a. Pendahuluan (1)
b. Teguran (2-16)
- Ejekan musuh melalui pertanyaan retorik (2-3)
- Pendakwaan (4-6)
- Ejekan musuh (7-11)
- Pendakwaan Ayub sebagai orang berdosa (12-16)
c. Pelajaran untuk memperingatkan akan tradisi hikmat (17-35)
- Pertimbangan terhadap tradisi kuno (17-19)
- Gambaran tentang nasib orang fasik yang membawa malapetaka (29-34)
- Perkataan hikmat tentang orang fasik (35)
IX. Perkataan Ayub (16:1-17:16)
a. Pendahuluan (1)
b. Ejekan musuh (2-6)
c. Keluhan (16:7-17:16)

45
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

- Gambaran tentang serangan musuh (Allah) (7-14)


- Ayub menjalankan penebusan dosa meskipun tidak bersalah (15-17)
- Teriakan untuk memperoleh keadilan (18-21)
- Gambaran tentang kondisi Ayub yang hina sebagai motif untuk membujuk
Allah campur tangan (16:22-17:2)
- Permintaan kepada Allah untuk memperoleh kepastian (3-5)
- Gambaran tentang keadaan yang berbahaya (7-16)
X. Perkataan Bildad (18:1-21)
a. Pendahuluan (1)
b. Desakan kepada kawan sebayanya (2)
c. Kejengkelan dengan Ayub (3-4)
d. Pelajaran dari hikmat (5-21)
- Gambaran nasib orang-orang fasik (5-20)
- Formula ringkasan pengharapan(21)
XI. Perkataan Ayub (19:1-29)
a. Pendahuluan (1)
b. Ejekan dari para musuh tentang kelakuan yang memalukan (2-3)
- Pertanyaan retorik (2)
- Pendakwaan (3)
c. Jawaban bagi para musuh (4-6)
d. Gambaran tuduhan terhadap perlakuan Allah yang tidak adil pada Ayub (7
—12)
e. Keluhan (13-22)
- Gambaran tentang reaksi para tetangga (13-19)
- Gambaran tentang keadaan fisik Ayub (20)
- Permohonan kepada teman-teman untuk berbelas kasihan (21)
- Pertanyaan kepada teman-teman tentang penyiksaan mereka pada Ayub (22)
f. Penegasam Ayub tentang iman kepada Pembelanya (23-27)
g. Peringatan terhadap “teman-teman” yang menyiksanya (29-29)
XII. Perkataan Zofar (20:1-29)
a. Pendahuluan (1)
b. Gambaran tentang reaksi Zofar terhadap Ayub (2-3)
c. Pelajaran tentang hikmat yang menggambarkan pppppkehancuran yang
pasti dan komplit dari orang-orang fasik (4-29)
XIII. Perkataan Ayub (21:1-34)
a. Pendahuluan (1)
b. Pendahuluan puisi yang ditujukan kepada musuh (2-6)
c. Puisi hikmat tentang nasib orang fasik (7-33)
d. Kesimpulan: pandangan yang salah dari teman-teman Ayub (34)
XIV. Perkataan Elifaz (22:1-30)
a. Pendahuluan (1)
b. Pertanyaan retorik, mengejek dan pada akhirnya mendakwa Ayub (2-5)
c. Kerangka perkataan Elifaz (6-30)
- Pendakwaan khusus terhadap Ayub (6-9)
- Tantangan terhadap Ayub: bahwa pencobaannya kini berhubungan dengan
keberdosaannya (10-11)
- Pendakwaan terhadap Ayub yang mengklaim Allah tidak peduli (12-14)
- Peringatan terhadap Ayub, yang mengambil “jalan” orang fasik (15-20)
- Pperintah terhadap Ayub dengan janji pemulihan (21-30)

46
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

XV. Perkataan Ayub (23:1-24:25)


a. Pendahuluan (1)
b. Keluhan Ayub (23:2-24:25)
b.1. Keinginannya untuk bertemu dengan Allah , suatu proses mempertahankan
nama baik (2-7)
b.2. Tetapi Allah tidak ada (8-9)
b.3. Pengakuan ketidakbersalahan (10-12)
b.4. Keluahn Ayub terhadap cara Allah yang sewenang-wenang (13-17)
b.5. Keluhan Ayub terhadap kegagalan Allah menghukum orang fasik yang
menindas orang miskin (24:1-25)
- Pendahuluan (1)
- Gambaran tentang tindakan orang fasik (2-4)
- Gambaran tentang nasib orang miskin (5-12)
- Gambaran pemberontakan melawan terang (13-24)
- Kesimpulan: pertanyaan retorik, menantang teman-teman (25)
XVI. Perkataan Bildad (25:1-6)
a. Pendahuluan (1)
b. Suatu himne yang merayakan kekuasaan dan keadilan Allah (2-6)
XVII. Perkataan Ayub (26:1-14)
a. Pendahuluan (1)
b. Teguran yang sarkastik (2-4)
c. Himne memuji kekuasaan Allah (5-14)
- Kekuasaan Allah terhadap seluruh dunia (5-6)
- Kekuasaan Allah yang direfleksikan melalui penciptaan (7-13)
- Kesimpulan (14)
XVIII. Perkataan Ayub (27:1-23)
a. Pendahuluan (1)
b. Penegasan Ayub tentang integritasnya (2-6)
c. Pernyataan ayub tentang “musuh” atau “orang tak bertuhan” yang ditujukan
kepada teman-temannya (7-12)
d. Gambaran tentang nasib orang fasik (13-23)
XIX. Puisi Hikmat (28:1-28)
a. Pengejaran manusia tentang pemilikan di bumi (1-11)
- Bumi, sumber barang-barang berharga (1-2)
- Pencarian manusia hingga ke bawah tanah (3-4)
- Bumi, tempat penyimpanan (5-6)
- Jalan yang tidak dikenal binatang-binatang (7-8)
- Pencarian manusia hingga ke seluruh bagian dunia (9-11)
b. Hikmat itu tidak dapat dicapai (12-22)
- Hikmat tidak ditemukan (12-14)
- Hikmat tak terbandingkan, tidak terbeli (15-19)
- Hikmat tidak ditemukan (20-22)
c. Hikmat ada bersama-sama dengan Allah (23-28)
- Hanya Allah yang mengetahui hikmat (23-27)
- Hikmat berhubungan dengan takut akan Allah (28)
XX. Perkataan Ayub dengan dirinya sendiri (29:1-31:37)
a. Pendahuluan (1)
b. Hasrat Ayub akan kemakmurannya dulu (2-25)
b.1. Suatu keinginan (2)

47
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

b.3. Perluasan keinginan tersebut yang menggambarkan kemakmurannya dulu


(3-25)
- Berkat Allah pada Ayub (3-6)
- Kehormatan yang tercatat bagi Ayub dalam masyarakat umum (7-10)
- Klaim Ayub yang dipuji tetangganya (110-17)
- Harapan Ayub tentang upahnya (18-20)
- Martabat Ayub dalam masyarakat (21-25)
c. Keluhan (30:1-31)
c.1. Gambaran Ayub tentang ejekan sekarang (1)
c.2.Gambaran Ayub tentang nenek moyang orang-orang yang mencacinya (2-8)
c.3. Gambaran tentang penderitaan Ayub sekarang (9-19)
c.4. Permohonan kepada Allah, dengan dakwaan (20-23)
c.5. Alasan-alasan mengapa Allah seharusnya menunjukkan simpati pada Ayub
(24-26)
c.6. Gambaran tentang penderitaan Ayub sekarang (27-31)
d. “Pengakuan negatif” Ayub (31:1-34)
d.1. Nafsu (1-4)
d.2. Sumpah Ayub yang berhubungan dengan dusta(5-6)
d.3. Sumpah Ayub yang berhubungan dengan kelakuannya yang jujur (7-8)
d.4. Sumpah Ayub yang berhubunagn dengan perzinahan (9-12)
d.5. Sumpah Ayub yang berhubungan dengan perlakuan terhadap budak-budak
(13-15)
d.6. Sumpah Ayub yang berhubungan dengan mereka yang kekurangan (16-23)
d.7. Sumpah Ayub yang berhubungan dengan kekayaan dan penyembahan
berhala (24-28)
d.8. Sumpah Ayub yang berhubungan dengan rasa benci terhadap musuh (29-30)
d.9. Sumpah Ayub terhadap hokum keramah tamahan (31-32)
d.10. Sumpah Ayub yang berhubungan dengan kemunafikan (33-34)
d.11. Sumpah Ayub yang berhubungan dengan perlakuan terhadap tanah (38-40)
e. Kesimpulan: tantangan kepada Allah (35-37)
XXI. Perkataan Elihu (32:1-37:24)
Narasi: 32:1-5)
a. Catatan tentang akhir dari perdebatan (1)
b. Motivasi dari campur tangannya Elihu (2-5)
Perkataan Elihu pertama: 32:6-33:33
a. Pendahuluan (32:6a)
b. Kata-kata pendahuluan Elihu (6b-22)
- pada tua-tua, Elihu menyatakan ketakutannya (6)
- berkata dengan dirinya sendiri: Elihu berhikmat walaupun masih muda (7-
10)
- Elihu menunggu (11-16)
- Elihu memutuskan untuk berbicara atau menjawab (17-20)
- Elihu menyimpulkan: dia tanpa sanjungan (21-22)
c. Perkataan: ditujukan kepada Ayub (33:1-30)
- Panggilan kepada Ayub untuk didengar (1-4)
- Pengulangan panggilan kepada Ayub untuk berdebat (5-7)
- Kutipan dari perkataan Ayub (8-11)
d. Argumen Elihu terhadap perkataan-perkataan Ayub (12-30)
- Allah memperingatkan (melalui mimpi) untuk menyelamatkan (12-18)

48
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

- Disiplin Allah (melalui penyakit) dan manusia diselamatkan melalui


pertobatan kepadanya (19---30)
e. Pemohonan kepada Ayub untuk memperhatikan (31-33)
Perkataan Elihu kedua (34:1—37)
a. Pendahuluan (1)
b. Perkataan yang ditujukan kepada orang “bijak” (2-37)
- Panggilan kepada orang bijak untuk didengar (2-4)
- Kutipan dari perkataan-perkataan Ayub (5-9)
- Argumentasi Elihu terhadap perkataan Ayub (10-33)
- Kesimpulan: Ayub bersalah dalam pandangan orang bijak (34-37)
Perkataan Elihu ketiga (35:1-16)
a. Pendahuluan (1)
b. Perkataan (2-16)
- Kutipan perkataan Ayub (2-3)
- Argumentasi melawan perkataan Ayub (4-14)
Perkataan Elihu keempat (36:1-37:34)
a. Pendahuluan (36:1)
b. Perkataan (36:2-37:24)
- Panggilan kepada Ayub untuk menanggung bersama-sama dengannya
(2-4)
- Pandangan Elihu: keadilan Allah dipergunakan untuk kekuasaan-Nya (5-15)
- Aplikasinya bagi Ayub (16-21)
- Rekomendasi bagi Ayub untuk memuji kekuasaan dan karya Allah (22-25)
- Himne bagi kebesaran Allah (36:26-37:13)
- Rangkaian pertanyaan intimidasi yang ditujukan kepada Ayub (14-20)
- Kesimpulan: Kebesaran Allah dan “ketakutan” manusia (21-24
XXII. Konfrontasi antara Allah dan Ayub (38:1-42:6)
Perkataan Allah yang pertama: 38:1-39:30
a. Pendahuluan (1)
b. Tantangan pembukaan (2-3)
- Pertanyaan identitas (2)
- Undangan untuk berdebat (3)
c. Pertanyaan ironis tentang penciptaan (38:4-39:30)
- Peletakan dasar bumi (4-7)
- Jinaknya. laut (8-11)
- Datangnya hari (12-15)
- Dalam dan luasnya penciptaan (16-18)
- Terang dan gelap (19-21)
- Salju, hujan batu dan angin (22-24)
- Hujan di padang gurun (25-27)
- Hujan/embun dan es/salju (28-30)
- Perbintangan (31-33)
- Mendung/hujan (34-38)
- Memberi makan binatang-binatang (39:1-3)
- Lahirnya binatang-binatang (4-7)
- Keledai liar (8-11)
- Lembu hutan (12-15)
- Burung unta (16-21)
- Kuda (22-28)

49
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

- Burung elang dan rajawali (29-33)


Pertukaran Allah dan Ayub: 39:34-38
a. Allah menantang pengecam-Nya (34-35)
b. Jawaban rendah hati dari Ayub: tidak dapat berkata apa-apa (36-38)
Perkataan Allah yang kedua: 40:1-42:6
a. Pendahuluan (1)
b. Tantangan pembukaan (2-3)
c. Pertanyaan ironis dan ejekan tentang kekuatan Ayub (4-9)
d. Tantangan sarkastik kepada Ayub sehubungan dengan kontrol terhadap 2
ciptaan Allah (40:10-41:25)
- Kuda Nil (40:10-19)
- Buaya (40:20-41:25)
Ketertundukan Ayub pada Allah (42:1-6)
a. Pendahuluan (1)
b. Jawaban Ayub (2-6)
- Pengakuan akan kekuasaan dan maksud ilahi (2)
- Pengakuan akan ketidakpeduliannya (3-4)
- Pengakuan akan kenyataan bahwa Allah muncul padanya (5)
- Tunduk pada Allah dan mencabut perkataannya (6)

Frase-frase Penting dalam Kitab Ayub

Orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan (1:1)

Gambaran tentang karakater Ayub dinyatakan pada 1:1 sebagai seorang yang
“saleh dan jujur; takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.“ Istilah ‘saleh ( ~T'ó) dan
jujur ( rv"±y"w> )’ merupakan suatu istilah yang sering dipakai bersamaan dan
sudah umum dalam dunia hikmat dan amsal (bdg. Ams. 2:7; 2:21; 28:10; 29:10; Maz.
37:37; 25:21); begitu juga dengan istilah ‘takut akan Tuhan ( ~yhiÞl{a/
arEîywI) dan menjauhi kejahatan ( [r"(me rs"ïw>): bandingkan Ayub
28:28; Ams 3:7; 16:6).

Saleh dan Jujur

Istilah “saleh “ seringkali diperdebatkan. Ada yang mengatakan saleh


artinya Ayub tidak berdosa (bdg. terjemahan KJV dan RV ‘perfect) . Namun hal ini
dipertanyakan dengan membandingkan penggunaan istilah ‘orang benar dan orang
fasik’ pada kitab ini. Ayub juga menggambarkan bahwa orang benar juga tidak
sempurna (4:17) dan Ayub pun mengakui keberdosaannya ( 13:26; 14:16-17). Istilah
ini bisa diartikan :
- (dalam bentuk adjective) seringkali menggambarkan pengorbanan binatang
yang tanpa cacat (Im. 22:18-20)  by W. Eichrodt (Theology of the Old
Testament)
- (dari akar katanya yang berarti ‘to be whole”) berarti “complete, whole, with
integrity” atau dengan kata lain “sehat secara fisik maupun moral”  by. J.
Pedersen (Israel: Its Life and Culture I–II)

50
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

- suatu karakter yang komplit, tidak terpecah-pecah, tidak timbul tenggelam


 by Gray, Gordis
- ‘sehat’ dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar dan menggambarkan
karakter hidup seseorang yang ‘berdisiplin dan hidup berpadanan dengan
norma masyarakat)  by W. Brueggemann (A Neglected Sapiential Word
Pair)
- kematangan rohani seseorang dan integritas (kesucian) hatinya
Sedangkan istilah “jujur” menunjukkan etika kesopanan dalam arti yang luas. Kata
ini seringkali dihubungkan dengan “baik” (Ul. 6:18; Maz 25:8) dan dengan “ benar“
(Maz. 32:11; 33:1). Yang pasti istilah ini berhubungan dengan sikap moral dalam
berhubungan dengan orang lain.
Takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan

Takut akan Tuhan dalam literature hikmat seringkali berarti menghormati dan
segan terhadap kehendak Allah yang nampak dalam tindakan-tindakannya. Dan takut
akan Tuhan seringkali dihubungkan dengan ‘menjauhi kejahatan.’

Anak-anak Allah ( ~yhiêl{a/h' ynEåB.)


Istilah ini merupakan salah satu perdebatan besar yang belum mendapatkan
penjelasan memuaskan hingga saat ini. Namun untuk menjawab arti frase ini,
setidaknya usaha memahami setting Ayub 1:6 sangatlah krusial.
Kemunculan setan pada kitab Ayub menempati porsi yang sedikit namun
sangat penting. Dia hanya muncul dalam 2 pasal, yaitu pasal 1 dan 2 dan setelah itu
dia tidak pernah muncul.
Perpindahan setting dari gambaran kehidupan Ayub menuju suasana sorga
memiliki kesamaan setting yang sama dengan 1 Raja 22:19-22:
"Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang
duduk di atas takhta-Nya dan segenap tentara sorga berdiri di dekat-Nya, di
sebelah kanan-Nya dan di sebelah kiri-Nya. Dan TUHAN berfirman:
Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas
di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata
begitu. Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia
berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan
apa? Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut
semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau
akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian!

Penggunaan istilah ~yhiêl{a/h' ynEåB


Frase ini muncul dalam kitab Ayub sebanyak 3 kali (1:6; 2:1; 38:7).
Di dalam literatur Timur Kuno, utamanya Ugarit, istilah ini merupakan
istilah umum yang diaplikasikan untuk bala tentara surga. Dalam agama orang
Kanaan, istilah ini menggambarkan keturunan secara fisik; tetapi istilah ‘anak dari’
(ynEåB ) dalam bahasa Ibrani juga bisa dikenakan untuk anggota suatu kelompok
yang secara natur mengikuti ‘sang bapak’ (mis: anak nabi).

51
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Dalam Alkitab, istilah ~yhiêl{a/h' ynEåB diparalelkan dengan


bintang fajar dalam Ayub 38:7, diidentikkan dengan bala tentara sorga dalam 1 Raja
22:19 dan disebut dengan ‘para allah’ dalam Mazmur 82:1, 6; 29:1; 89:7; Dan 3:25).
Dalam lingkungan orang Yahudi dan orang-orang Kristen selanjutnya, istilah
ini diartikan sebagai ‘malaikat.’

Penebusku ~Wq)y" rp"ï['-l[; !Arªx]a;w>÷ yx'_


hidup (
ylia]GOæ yTi[.d;y"â ynIåa]w: )
Secara keseluruhan pasal 19 berisi:
-ayat 2-5 Ayub menunjukkan kejengkelan yang begitu rupa terhadap tuduhan
kawan-kawannya pada bagian sebelumnya
- ayat 6-12 Ayub merasa Allah meninggalkannya dan mengganggap bahwa apa yang
dilakukan Allah kepadanya adalah salah
- ayat 13-20 Ayub menyalahkan Allah karena menjauhkan sahabat, kerabat, bahkan
istrinya sendiri darinya
- ayat 21 -27 Ayub mengakhiri ratapannya dengan ekspresi kemenangan iman pada
seseorang yang akan memulihkan dia

Pada bagian ini digambarkan bagaimana Ayub mempertahankan


pendapatnya bahwa ia tidak bersalah dan harapannya bahwa ketidakbersalahannya
dapat dituliskan melalui beberapa alat yang mampu bertahan bahkan jika dia mati
sekalipun (mungkin sebagai counter terhadap bagian sebelumnya 18:17). Dia tidak
memiliki pengharapan akan pemulihannya sebelum dia mati. Dia hanya
mengharapkan alat-alat tersebut (kitab, besi pengukir, timah atau gunung batu
hanya sekedar mengekspresikan gema ‘selama’lamanya) mampu membuktikan
kebenarannya.
Harapan Ayub di tengah-tengah keputusasaannya mencapai klimaks pada
ayt 25  ~Wq)y" rp"ï['-l[; !Arªx]a;w>÷ yx'_ ylia]GOæ
yTi[.d;y"â ynIåa]w:
Sangatlah menakjubkan karena kalimatnya bukannya _ ylia]Goæ yx' yk
yTi[.d;y" melainkan yx'_ ylia]GOæ yTi[.d;y".
Ada beberapa hal penting sehubungan dengan 2 formasi kalimat di atas:
Di Alkitab ada banyak contoh penggunaan kata kerja ‘tahu/know’ yang
diikuti dengan suatu pernyataan yang menyatakan apa yang diketahui.
Pemakaiaan kata kerja tersebut (kecuali dalam Yes. 48:8; Ayub 30:23) selalu
diikuti dengan , yk vatau sejenisnya. Ketidakmunculan yk v
, atau
sejenisnya itu mencurigakan dan selanjutnya dapat memacu keingintahuan
tentang alasan ketidak munculan kata tersebut.
Pengulangan pemakaian kata ganti ‘I’ merupakan sesuatu yang umum dalam
bahasa Ibrani, namun dalam kitab Ayub ditemukan 20 kali pemakaina kata
tersebut yang agak ganjil. Secara umum dalam kitab Ayub, pemakaina kata
‘I’ mempunyai tujuan khusus yaitu menekankan kontras antara pembicara
dan subyek lainnya (biasanya ditujukan pada orang). Namun penggunaan

52
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

ynIåa didahului oleh ‘waw’ bukanlah diterjemahkan ‘Dan aku…’


melainkan ‘But as for me, I know…’ karena penggunaan kata gantinya
bersifat emphatic (menegaskan) dan penggunaan ‘waw’ tidak
menghubungkan bagian yang diikutinya ( ynIåa ) dengan bagian
sebelumnya (ay. 24).
Bahasa Ibrani yang halus menempatkan subyek setelah kata kerja. Memang
jika frase ini digabungkan dengan puisi, susunannya dibalik sehingga ay. 25
menjadi

Penebus ( lia]GOæ)
Siapakah yang dimaksud oleh Ayub ketika dia mengatakan ‘Penebusku’?
Kata lia]GOæ bisa berarti:
Penuntut balas: sanak saudara dekat yang mempunyai kewajiban untuk
menuntut balas seorang pembunuh
Suami levirat: saudara laki-laki atau sanak saudara dekat dari seorang laki-
laki (status: telah menikah) yang telah mati, yang memindahkan
kewajibannya untuk mengawini istri laki-laki yang telah mati tadi dan
membangkitkan keturunan atas nama almarhum dan berhak sebagai ahli
waris dari kekayaan almarhum
Penebus masalah kekayaan: seorang saudara dekat yang mempunyai hak
menolak pertama kali untuk membeli harta milik yang telah dijual karena
jatuh miskin
Penebus dari perbudakan: seorang sanak saudara yang boleh membeli
kembali seseorang yang telah menjual dirinya sendiri sebagai hamba/budak
kontrakan
Ada juga konsep Allah sebagai Penebus yang dimunculkan pertama kali dalam
Kel. 6:6, dalam Hosea, Yesaya dan Mazmur. Penebus di kitab-kitab tersebut
fungsinya sangat terbatas dan mencakup penebusan dari pembuangan, penaklukan,
kematian, kesalahan atau kemalangan yang tak dikenal.
Di dalam Alkitab, pada kenyataannya kata Penebus hanya merujuk pada Allah.
Sebenarnya ketika Ayub berkata ‘Tetapi aku tahu Penebusku hidup’ saat itu dia
sedang berkata ‘Tetapi aku tahu Allahku hidup’ karena di budaya dunia Israel kuno
saat itu adalah tidak mungkin bagi seseorang untuk mengklaim bahwa dia tahu
Allahnya hidup. Sedangkan alasan mengapa Ayub memilih kata Penebus untuk
menggantikan kata Allah adalah karena kedekatan kata tersebut dengan kata-kata
bagian sebelumnya (ay. 13-19) yang memiliki hubungan yang dekat dengan kata
lia]GOæ.
Penggunaan kata hidup ( yx'_
) semata-mata hanyalah merupakan kontras
dengan keyakinan Ayub bahwa suatu saat dia akan mati tanpa sempat memulihkan
nama baiknya. Untuk itu dia membutuhkan ‘seseorang yang hidup’ yang akan
berjuang untuk kepentingannya.

Behemoth dan Leviathan

53
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Pasal 40:10-41:25 merupakan kesimpulan dari seluruh perdebatan yang


ditampilkan antara prolog dan epilog. Biasanya kesimpulan memiliki fungsi
tertentu dan menunjukkan karakteristik umum, yaitu
- memberi keputusan terhadap segala ‘hiruk pikuk’ yang ditampilkan
sebelumnya
- memecahkan segala misteri yang muncul
- menyatukan benang-benang terpisah dari keseluruhan cerita
- menampilkan sisa dari segala pergolakan
Dengan kata lain, kesimpulan merupakan usaha penulis untuk memberi kesan
‘lengkap’ kepada pembaca, entah bahagia, sedih ataupun menggantung.

Identitas Kuda Nil ( tAmheb.) dan Buaya (!t'y"w>li): Mistis atau Nyata?
Perdebatan tentang isu di atas dapat diibaratkan permainan tarik tambang
yang berlangsung lama di antara para sarjana. Dan hasilnya, ada 2 posisi yang
dipegang oleh para sarjana. Pertama, mereka berpegang bahwa kedua binatang di
atas hanyalah dongeng dunia kafir tentang 2 monster besar (Leviathan dan
Behemoth). Kedua, 2 binatang adalah makhluk hidup nyata yang hidup 350 tahun
lampau.
Teori pertama (mistis) mendasarkan pendapatnya pada bukti sederhana dari
pemakaian nama Leviathan dan penggunaannya di dalam literatur Alkitab maupun
literatur orang-orang kafir. Tidak perlu dipertanyakan tentang kemunculan binatang
mistis yang namanya Leviathan (=Lothan) yang juga pernah muncul dalam kitab
Ayub (3:8) dan nama-nama lainnya yang mirip (Rahab, Yam, Tannin, Tehom,
Nahar) dalam 7:12; 9:13; 26:12; 28:14; 38:8-11; 40:18.
Teori kedua (nyata) mendasarkan pandangannya pada penggambaran aktual
dari kedua binatang tersebut dalam pasal 40-41. Apalagi, nama Behemoth, yang
merupakan bentuk jamak dari nama binatang lokal (yang kemungkinan adalah
banteng ganas atau anak sapi), merupakan suatu kepastian dari natur binatang-
binatang tersebut.

Fungsi 40:10-41:25

Salah satu hal yang seringkali dipertanyakan sehubungan dengan Behemoth


dan Leviathan adalah misteri tentang fungsi bagian ini. Behemoth dan Leviathan
adalah jawaban Allah sendiri terhadap tantangan Ayub yang telah dipaparkan pada
bagian sebelumnya. Pasal 40:10-41:25 tidak dapat dipisahkan dari bagian
sebelumnya, yaitu 38:1-40:9. Namun 40:10-41-25 merupakan bagian yang penting
karena setelah Allah menyampaikan gambaran tentang Behemoth dan Leviathan,
Ayub bertobat. Beberapa orang berpendapat
bahwa bagian ini cukup memuaskan Ayub dan dapat menjawab
tantangannya terhadap Allah yang dianggap ‘memusuhinya.’
bahwa Allah hanyalah ‘membanjiri’ Ayub dengan berbagai data tentang
keindahan dan misteri dunia dan hal itu menjadi suatu ‘usaha mengakhiri’
penderitaan Ayub
bahwa Allah ingin menunjukkan kepada manusia sikap yang benar dan tepat
terhadap penderitaan

54
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

bahwa Allah memberitahukan kepada Ayub bahwa keadilan bukanlah


salah satu pilar alam semesta dan dengan cara ini masalah Ayub
mendapatkan jawaban
Secara umum, pada bagian ini jawaban terhadap pertanyaan “Mengapa
orang benar menderita?” tidak dilontarkan sama sekali oleh Allah. Allah tidak
berusaha mendamaikan diri-Nya dalam bentuk suatu formula kalimat yang begitu
dalam tentang arti sebuah misteri. Ayub memulai tantangannya kepada Allah
dengan menjelaskan dilema dirinya sendiri (egosentris). Namun Allah menarik
serangkaian gambaran yang cukup ketat. Allah memulainya dengan gambaran
tentang penciptaan dunia (38:4-11) dan melanjutkannya dengan gambaran tentang
jalannya dunia ini (38:12-38) dan Allah sempat menyinggung Ayub (38:21).
Selanjutnya Allah membawa Ayub untuk memahami dunia binatang (39:1-33).
Kalaupun hal itu terlalu sulit buat Ayub, Allah memakai sesuatu yang lebih familiar
bagi Ayub, yaitu dunia manusia (40:2-9). Dan kalaupun hal itu masih terlalu sulit
bagi Ayub, Allah masih menantang Ayub dengan menampilkan sesuatu yang tidak
masuk akal (40:10-41:25). Perkataan Allah mengingatkan bahwa alam semesta secara
esensi bersifat teosentris.
Pada perkataan Allah yang pertama (38:1-39:33), Ayub menjawab bahwa dia
tidak bisa menjawab Allah (39: 37-38). Selanjutnya Allah menampilkan pertanyaan-
pertanyaan retorik yang bertujuan agar Ayub menjawabnya (40:2) dan ternyata
lewat perkataan Allah yang kedua , Ayub menarik kembali perkataannya (42:1-6)
dan menyatakan bahwa dia tidak dan tidak dapat memahami misteri alam.
…kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hambaKu Ayub… (42:7b)

Ketika berbicara tentang pernyataan Allah kepada Elifaz, orang Teman


tentang Ayub pada akhir masa penderitaan Ayub, orang seringkali
menghubungkannya dengan pertalian antara prolog, dialog dan epilog kitab Ayub.
Prolog dan epilog dalan kitab Ayub membangun 2 sisi yang mengapit komposisi
literatur di antaranya. Gambaran tentang Ayub yang beriman (1:21; 2:10) pada
prolog seolah hampir tidak mengiring kita pada gambaran tentang Ayub yang
menentang Allah pada bagian dialog. Namun bagian prolog didukung oleh bagian
epilog (42:7-8). Dan inilah salah satu pemicu pandangan yang mengatakan bahwa
penulis Ayub terdiri dari 2 orang dengan subyektifitasnya masing-masing. Bagian
prolog dan epilog ditulis oleh 1 orang yang berusaha menampilkan kesalehan hidup
Ayub. Sedangkan bagian dialog ditulis oleh 1 orang yang lain yang berusaha
menampilkan diri Ayub yang sesungguhnya ketika dia menghadapi penderitaan.
Masalah ini harus dipecahkan melalui penyelidikan lebih lanjut tentang
tujuan dan isi kata-kata Ayub dalam dialog. Beberapa penafsir Yahudi berpegang
pada pendapat bahwa seseorang tidak bertanggung jawab terhadap apa yang
dikatakannya dalam situasi emosi. Dalam penegasan teologi, dialog merupakan
catatan yang dipenuhi dengan pernyataan tanpa bukti tentang perlawanan terhadap
Allah yang tetap ada dalam penderitaan namun jauh dalam hal keadilan dalam
perkiraan Ayub. Dia telah memasuki arena dimana iman dan kenyataan bertemu,
dan pertarungan yang terjadi tidaklah tidak valid dan tidak dapat disalurkan.
Jika dipelajari lebih jauh terdapat 2 jurang pendapat antara Ayub dan teman-
temannya. Teman-teman Ayub berpendapat bahwa penderitaan yang dialami Ayub
adalah akibat dari dosa-dosa yang dilakukan Ayub. Tetapi Ayub berpendapat
bahwa apa yang menimpanya merupakan ‘perbuatan’ Allah kepadanya.

55
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Kata ‘berkata benar tentang Aku’ bukan berarti Allah membenarkan semua
perbuatan Ayub yang salah, misalnya mengutuk diri sendiri (=mengutuk
penciptanya). Kata ‘benar’ yang dimaksud setara dengan ‘reliable information’ yang
berarti kesimpulan Ayub tentang asal penderitaannya adalah benar, yaitu Allah
sendiri, sedangkan teman-teman Ayub disalahkan oleh Allah karena mereka
menyatakan sesuatu yang tidak mereka ketahui. Dengan demikian teman-teman
Ayub telah bersalah terhadap Ayub. Hal ini semakin diperjelas dengan perintah
Tuhan kepada teman-teman Ayub untuk mempersembahkan korban (8) dan
Ayublah yang berdoa bagi mereka sehingga mereka tidak jadi dihukum oleh Allah
karena Ayub.

Keistimewaan Kitab Ayub

Berbeda dengan kitab puisi lainnya, kitab Ayub memiliki beberapa


keistimewaan yang menjadi ciri khas dan kekayaan kitab ini:
1. Penulis seringkali memakai banyak kata untuk menggambarkan 1 hal,
misalnya memakai 4 kata benda untuk kata ‘singa’(4:10-11), ‘perangkap’
(18:8-10).
W[T'nI ~yrIypik. yNEviw> lx;v' lAqw>
hyEr>a; tg:a]v;
3 2 1

Wdr'P't.yI aybil' ynEb.W @r,j'-yliB.mi dbeao


vyIl
(4) 4
Penulis juga mengetahui tentang ilmu perbintangan (99:9; 38:31), tentang besi
(28:1-2) dan banyak batu permata berharga (28:15-19). Dia juga sudah terbiasa
dengan istilah-istilah untuk binatang (40:20-41:25), istilah penambangan
(28:1-10), dan perburuan (16:12-14). Kemampuan penulis kitab Ayub
merupakan keuntungan tersendiri bagi pembaca sehingga mereka tidak
bosan dengan gaya puisi kitab ini. Kemampuannya dalam memvariasi
berbagai sinonim menghindarkannya dari usaha pengulangan ide yang sama
sehingga puisi kitab ini tidak monoton.
2. Penulis kitab Ayub memiliki karakteristik tersendiri dalam ‘pengutipan’
(kata-kata yang tidak merefleksikan sentimen sesaat atau situasi dari
pembicara, tetapi penulis mempergunakannya untuk menyampaikan sudut
pandang, baik sudut pandang orang lain atau situasi lain). Karakteristik
tersebut adalah sbb:
- Pengutipan berasal dari seni hikmat, yang biasanya ditulis dalam bentuk
berbagai variasi (apothegm) dan pertanyaan retorik. Selanjutnya kedua
bentuk ini dikenal sebagai ‘perumpamaan.’
Cth: 11:12 (Jikalau orang dungu dapat mengerti, maka anak keledai
liarpun dapat lahir sebagai manusia )
6:6 (Dapatkah makanan tawar dimakan tanpa garam atau apakah putih
telur ada rasanya?)
- Pengutipan langsung dari pemikiran subyek (penulis seolah mengetahui
pemikiran pembicara yang tidak diucapkan)

56
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Cth: 15:21 (Bunyi yang dahsyat sampai ke telinganya dan pada masa
damai ia didatangi perusak)
22:12-13 (Bukankah Allah bersemayam di langit yang tinggi? Lihatlah
bintang-bintang yang tertinggi, betapa tingginya! Tetapi pikirmu: Tahu apa
Allah?…….)

Hermeneutika Kitab Ayub

Secara umum, kitab Ayub termasuk dalam kategori literatur hikmat


(wisdom). Di dalamnya terdapat narasi (prosa), puisi dengan berbagai macam
bentuknya. Bentuk puisi yang dominan dalam kitab Ayub adalah ratapan, himne.
Berbeda dengan kitab Amsal yang merupakan kumpulan peribahasa, kitab Ayub
lebih menitikberatkan pada tema-tema hikmat tertentu pada satu perikopnya (lebih
mirip dengan kitab Pengkhotbah). Perbedaan ini sekaligus juga merupakan suatu
kemudahan untuk menafsirkan satu perikop.
Ada beberapa langkah dalam menafsirkan kitab Ayub:
1. Tentukan jenis literatur satu perikop (prosa, puisi)!
2. Jika perikop tersebut berupa puisi, identiifikasi paralelisme yang ada!
- Apakah paralelisme itu terjadi antar ayat atau antar stanza (paragraph)?
- Apakah jenis paralelisme yang dimaksud?
Perlu diingat:
- Dalam paralelisme, tidak setiap kalimat memiliki arti
- Dalam puisi, tidak setiap kata memiliki arti yang perlu diteliti lebih lanjut
(dijadikan pokok permasalahan)
3. Carilah unsur-unsur, bentuk-bentuk puisi yang lain, misalnya imageri,
peribahasa, himne, dll. Carilah hubungannya dengan kalimat sebelum dan
sesudahnya.
4. Carilah inti cerita dalam satu perikop!
5. Buatlah struktur masing-masing bagian dalam perikop!

Amsal
=============================================================

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan

Pendahuluan Amsal (umum)

Bahasa Ibrani menggunakan kata ‘lv'm‘ untuk menunjuk pada ‘amsal’.


Alkitab, terutama PL, menggunakan istilah ‘ lv'm' ) ‘ (masal) untuk merujuk pada:
(a) kata-kata ejekan (Ul. 28:37; 1 Sam 10:12; 1 Raja 9:7; 2 Taw. 7:20; Yes. 14:4; Yer. 24:9;
Mikha 2:4; Maz 69:12; Yeh. 14:8); (b) percakapan (Ayub 27:1; 29:1; Bil. 23:7); (c)
perintah (Ams. 1:1-19; 4:1-9); (d) kata-kata hikmat (Ams. 1:20-33; 8:1-36); (e)
peringatan singkat yang didasarkan pada pengalaman (Ams. 1:1,6; 10:1; 25:1; Peng.
12:9).

57
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Karakteristik Amsal

Ada beberapa karakteristik dari suatu literatur yang dinamakan amsal:


1. Singkat
Amsal yang terdiri lebih dari 25 kata biasanya tidak umum. Singkatnya suatu
amsal sebagian muncul karena adanya usaha artistik untuk mengungkapkan
banyaknya hikmat melalui ungkapan sedikit kata. Pendeknya kata tersebut juga
membuat amsal mudah diingat.
2. Konkrit
Kebanyakan amsal kemungkinan bersumber dari beberapa aspek kehidupan
manusia yang konkrit. Point-point kehidupan yang konkrit dijadikan semacam
gambaran untuk melukiskan sesuatu hal.
3. Kebenaran umum
Berbeda dengan pepatah, amsal pada umumnya dapat diakui dan dimengerti
kebenarannya serta dapat diaplikasikan pada situasi secara umum. Dengan kata lain,
amsal lebih bersifat universal (walaupun tidak dapat dihindarkan adanya sedikit
unsur budaya tertentu).

Kategori Amsal

1. Kata-kata Populer
Tidak seperti halnya puisi dengan paralelisme-nya, yang dinamakan kata-
kata populer biasanya satu pernyataan dalam bentuk saru kalimat. Misalnya:
- Seperti Nimrod, seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN
(Kej 10:9)
- Apa Saul juga termasuk golongan nabi? (1 Sam. 10:12; 19:24)
- Dahulu biasa orang berkata begini: Baiklah orang minta petunjuk di Abel dan
di Dan (2 Sam 20:18)
- Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret? (Yoh. 1:46)
- Dasar orang Kreta pembohong, binatang buas, pelahap yang malas (Tit 1:12)
2. Pepatah/peribahasa
Pepatah biasanya terdiri dari 2 atau 3 baris kalimat (paralelisme) yang
berbentuk pernyataan (bukan perintah) yang didasarkan pada pengalaman (bukan
otoritas) dari si pengajar (guru).
Pepatah/peribahasa dapat berbentuk:
a. Penjajaran (Juxtaposition)
Dalam penjajaran, elemen atau setiap bagian yang membentuk kalimat dirangkai
satu persatu tanpa adanya perbandingan
Contoh: Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang
sesat jalannya, menghina Dia (Ams. 14:2)
Siapa suka bertengkar, suka juga kepada pelanggaran, siapa
memewahkan pintunya mencari kehancuran (Ams. 17:19)
b. Perbandingan (Comparison)
Perbandingan dapat berbentuk simile (seperti….) atau better saying (lebih
baik….daripada).
Contoh: Lebih baik menjadi orang kecil, tetapi bekerja untuk diri sendiri, dari
pada berlagak orang besar, tetapi kekurangan makan (Ams. 12:9)
Seperti orang menaruh batu di umban, demikianlah orang yang

58
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

memberi hormat kepada orang bebal (Ams. 26:8)


c. Pepatah dalam bentuk bilangan (Numerical Saying)
Numerical sayings merupakan bentuk perbandingan kuno yang bertujuan untuk
memahami susunan alam semesta. Numerical sayings dapat berbentuk
permainan atau teka-teki yang mengikuti pola X , X +1.
Contoh: Ada tiga hal yang mengherankan aku, bahkan, ada empat hal yang
tidak kumengerti (Ams. 30:18)
d. Peringatan/teguran
Sebagai suatu kontras dengan pepatah/peribahasa, peringatan/teguran
mengajarkan tentang sikap yang baik dalam bentuk perintah dan larangan.
Biasanya, peringatan/teguran diakhiri dengan motif untuk taat pada
peringatan/teguran tersebut yang dimulai dengan kata ‘karena, supaya’ …..’
Contoh: Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi
bijak di masa depan (Ams. 19:20)

Asal Usul/ Sumber Amsal

Kata-kata berhikmat/bijaksana merupakan sesuatu yang kuno dan umum dipakai


orang dari jaman kuno hingga jaman sekarang sehingga sulit menemukan asal
usulnya. Namun ada beberapa acuan yang bisa didapatkan untuk menemukan asal
usulnya/sumbernya:
a. Garis keturunan/kaum/suku
Banyak pepatah berasal dari keluarga atau suku tertentu. Tindakan
mengajari orang muda dalam hal adat istiadat, etika kerja praktis, menghargai orang
lain dan dalam hal kekayaan, merupakan sesuatu yang bisa dipelajari dalam budaya
dan selanjutnya berlangsung secara oral, misalnya kitab Amsal menekankan hal
menghormati orang tua (7:1-5:31:26) dan tanggung jawab anak untuk mendengarkan
(1:8; 2:1; 3:1; 4:1-9).
b. Istana
Adanya hubungan antara amsal-amsal PL dengan raja Salomo (1 Raja 4:32;
Ams. 1:1; 10:1; 25:1) dan raja Hizkia (Ams. 25:1) memberi kesan adanya campur
tangan pihak kerajaan dalam pengolahannya. Kontak Salomo dengan Mesir
memperkenalkannya pada kebiasaan istana Mesir, misalnya peranan para tulis, para
adminstrator.
c. Sekolah
Tidak ada bukti tentang keberadaan kuat sekolah di Israel sebelum Sirakh
menyebut tentang ‘rumah pendidikan’ (51:23). Namun bagaimana nilai kehidupan
dan pendidikan bias muncul tanpa adanya sekolah itu? Salah satu bukti kuat adanya
sekolah adalah sekolah para bangsawan Mesir yang mengajarkan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan bangsawan, administrasi dan tulis-menulis.

Hikmat dalam Alkitab

Hikmat bagi orang Israel

Dalam Akitab (PL) , istilah teknis yang dipakai untuk ‘hikmat’ adalah
hm'îk.x'. Karena arti istilah setiap saat berubah dan selalu berbeda sesuai
dengan latar belakang sosialnya, maka artinya tidaklah selalu sama.

59
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Pada umumnya istilah hm'îk.x' berarti disiplin pendidikan atau


keahlian tertentu. Keahlian tersebut bisa berupa kemampuan dalam berperang (Yes.
10:13), menjahit (Kel 28:3), membuat pakaian (Kel 35:26), tukang logam dan kayu
(Kel. 31:1-5), pelayaran di laut (Maz. 107:27) dan adminstrasi politik (Ul. 34:9).
Hikmat juga digambarkan sebagai satu satu atribut Tuhan (Ayub 38:36).
Bagi orang Israel dan Yehuda, mereka berpikir bahwa mereka memiliki
pengertian mendasar yang sama dengan bangsa-bangsa lain tentang hikmat. Salah
satu hal yang dipakai untuk menguji kemampuan hikmat suatu bangsa adalah teka-
teki. Mereka juga mengakui adanya orang-orang bijak yang berasal dari bangsa-
bangsa lain, misalnya Mesir, orang-orang dari Timur (Kej. 41:8; Kel 7:11; Yes 19:11-
15; Daniel 2:12). Dari perspektif orang Israel sendiri, Fenesia (Zak. 9:2) dan Edom
(Yer 49:7; Oba 8) merupakan negara yang menjadi pusat hikmat.
Dalam daerah orang Israel sendiri, mereka mereka mengakui daerah tertentu
sebagai pusat hikmat, misalnya Tekoa (2 Sam 14:2). Dari segi individu, tidaklah
diragukan lagi: Israel memiliki Salomo.

Hikmat dalam Kitab Amsal

Salah satu keistimewaan hikmat yang digambarkan dalam kitab Amsal


adalah ketaatan terhadap Taurat sebagai dasar dalam hikmat. Menurut Amsal,
semua bentuk hikmat yang dipaparkan dalam Kitab Suci harus berdasar pada
‘takut akan Tuhan’ (Kel. 20:20; Ul. 31:12). Itulah perbedaan mendasar dari hikmat
yang dimiliki Israel dengan hikmat bangsa lain. Hikmat bukanlah sesuatu yang
terpisah dari Taurat.
Natur dasar dari hikmat sebagaimana yang dikemukakan oleh penulis Amsal
dalam aphorisme-nya adalah “Takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat” (1:7
bdg 9:10). Natur hikmat dalam Amsal terdiri dari pendekatan filosofis-teologis
terhadap kehidupan yang diambil dari implikasi pelayanan dan komitmen terhadap
Tuhan.
Dengan perbandingan pada Sepuluh Perintah Allah yang menekankan pada
dimensi vertikal terlebih dahulu (hubungan manusia dengan Tuhan), baru
kemudian dimensi horizontal (hubungan manusia dengan sesama dan dunianya),
maka kitab Amsal pun menekankan pada implikasi praktis dari perspektif
horizontal. Secara keseluruhan kitab Amsal menjawab pertanyaan, “Bagaimana
seharusnya kita hidup?”
Personifikasi hikmat dalam pasal 8-9 merupakan dimensi lain dari hikmat
dalam kitab Amsal yang lebih merangsang pemikiran. Meskipun hikmat dalam
1:20-22 dan pasal 2-3 secara umum berbentuk kiasan (metafora), sebagaimana dalam
Ayub 28, namun dalam pasal 8-9 terdapat contoh personifikasi dimana hikmat
digambarkan sebagai seorang wanita. Hikmat itu berbicara, menawarkan kekayaan
dan kemakmuran kepada orang-orang yang memujanya (8:18-21), telah ada sebelum
dunia diciptakan (8:22-23), menolong Allah dalam peristiwa penciptaan (8:30) dan
memiliki kuda serta hamba-hamba (9:1-6).
Tujuan darti personifikasi tersebut adalah membantu kita mengerti tentang
Allah dengan menggambarkan salah satu atribut-atribut-Nya dan melimpahinya
dengan kepribadian dan kesadaran. Penulis ingin mengajarkan bahwa hikmat
adalah suatu atribut Allah yang secara kekal berhubungan dengan-Nya, dimengerti
hanya sehubungan dengan Dia dan merupakan suatu perluasan yang dinamis dari

60
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

keberadaan-Nya di hadapan umat manusia. Metode personifikasi merupakan suatu


sarana dimana perspektif praktis dari hikmat dihubungakan dengan Allah. Metode
ini juga merupakan usaha penyamaan dengan formula yang biasa muncul dalam
kitab nabi-nabi “Demikianlah firman Tuhan.” Melalui metode ini pula pengetahuan
akan natur Allah disampaikan dan diintegrasikan pada kehidupan manusia sehari-
hari.
Dibandingkan dengan kitab Ayub dan Pengkhotbah yang merupakan hikmat
refleksif, maka kitab Amsal dan Kidung Agung lebih bersifat didaktis (sifatnya lebih
cenderung mengajarkan sesuatu daripada beradu argumen atau meyakinkan). Kitab
Amsal mengulangi kembali pernyataan tentang pentingnya instruksi yang biasa
diberikan oleh bapak maupun ibu (1:8; 6:20) dan pentingnya ketaatan anak-anak.
Instruksi ini ditujukan kepada orang-orang muda (bdg:1:4) yang hidupnya masih
bisa dibentuk melalui hikmat. Semua hasil teori dan pengalaman itu ditawarkan
dalam bentuk kata-kata pendek, ringkas dan tajam.

Sejarah literatur hikmat

Seperti halnya bangsa-bangsa yang lain, hikmat dalam bentuk yang


semestinya tidak muncul hingga jangka waktu yang cukup panjang sampai saat
dasar-dasar religi dan sipil diletakkan. Demikian pula yang terjadi di Israel; tidak
ada saat dimana mereka bisa merefeleksikan sesuatu tanpa diganggu, atau tidak ada
penyelidikan terhadap sesuatu yang lebih luas (hikmat) yang dapat dinikmati
dengan baik. Adanya bencana alam berkepanjangan, konflik panjang pada jaman
Hakim-hakim memicu munculnya pengaturan agama yang dilandasi pada hukum-
hukum yang melampaui segala pemikiran orang secara umum. Sebelum jaman Saul
dan Daud, Israel telah menetapkan dasar kehidupan teosentris.
Masa pemerintahan Salomo dapat disebut sebagai ‘masa keemasan literatur
hikmat Yahudi’ (The golden age of Jewish Wisdom Literature). Berbeda dengan masa-
masa sebelumnya, orang-orang pada jaman ini diberkati bergitu rupa dengan
adanya periode panjang hidup dalam suasana damai dan secara materi mereka
begitu makmur. Mereka juga memulai bersinggungan dengan perdagangan negara-
negara tetangga. Mereka juga memperlebar visi mereka melampaui batasan Tarsis
dan Ofir. Dengan demikian pemikiran dan aktifitas mereka menerima berbagai
masukan yang tidak lagi dibatasi wilayah geografis, tetapi lebih bersifat universal.
Salomo sendiri menerima penghormatan yang tiada tandingannya dalam hal
pengetahuan sekulernya.
Di samping itu muncul pula fungsi-fungsi lembaga tertentu yang bertugas
menanggung pengajaran terhadap seluruh bangsa, seperti paraimam, nabi,
pahlawan, hakim, para bangsawan, orang bijak, guru hikmat (1 Raja 4:30-31; Ams.
1:6; 13:30; 22;17). Jumlah orang bijak ( ~ymi_k'x]) pada jaman itu cukup banyak
dan fungsi mereka cukup penting. Namun di antara mereka, Salomo-lah yang paling
terkenal.
Kemunculan orang-orang bijak bersamaan dengan karunia untuk bernubuat
merupakan sesuatu yang luar biasa. Ewald mengatakan,”It is not easy to conceive
correctly how high a development was reached in the pursuit of wisdom in the first centuries
after David and it is not usual to consider how mighty was the influence which it exerted on
the entire development of national life of Israe. The more closely those centuries are inquired
int, the more are we astonished at the vast power which wisdom so early exerted on all sides
as the common objectof pursuit of many men among the people. It first openly manifested

61
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

itself in a special circles of the people, while in the age after Solomon, which was peculiarly
favourable to it, eagerly inquisitive scholars gathered around individual masters, until ever
increasingschools were formed. But its influence gradually penetrated all the other pursuits of
the people, and operated on the most diverse departments of authorship.”

Salomo dan hikmat

Salomo dapat disebut sebagai perwakilan maupun orang yang


mempromosikan literatur hikmat orang Yahudi. Perjanjian Lama sendiri begitu
mengagungkan hikmat Salomo sebagai anugerah Allah (1 Raja 3:5-12; 4:29) yang
jauh melampaui segala hikmat orang bijak, baik yang berasal dari Israel maupun di
luarnya. Bahkan hikmat yang dimiliki Salomo digambarkan melampaui semua guru-
guru bijak, seperti Heman, Etan, Kalkol dan Darda (1 Raja 4:30-31). Dalam PL,
hikmat yang dimiliki Salomo digambarkan sbb: 1. kemampuan sebagai pemimpin dan
hakim (1 Raja 3:9); 2. kemampuan luar biasa yang luas dan berbagai macam yang
mendasari pengajarannya yang berhubungan dengan semua yang ada (1 Raja 4:29,33
bdg. Amsal 6:6-8; 20:1; 26:1; 27:3; 30:15; Peng. 1:5; 7:1; 10:1; 12:1). Dari segi sastra
kemampuannya tidak diragukan (1 Raja 4:32).
Apa yang diucapkannya pasti lebih banyak dari apa yang ditulisnya. Dan
mungkin semua bentuk ucapannya bukan ucapan biasa (1 Raja 4:34). Bahkan Ratu
Syeba datang untuk berteka-teki dengannya (1 Raja 10:1).

Bentuk puisi kitab Amsal

Ada beberapa jenis bentuk puisi yang muncul dalam kitab Amsal. Ada yang
seringkali dipakai dalam Amsal () dan ada yang jarang ():
1. Distich ()  terdiri dari 2 baris yang berhubungan, baik dalam hubungan
sinonim, antitetik, sintetik, emblematik, dll
Contoh: Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan,
Sapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum (Amsal 11:25)

2. Tetrastich ()  terdiri dari 4 baris dimana baris ke-3 dan 4 menjelaskan arti baris
ke-1 dan 2
Contoh: Sisihkanlah sanga dari perak
Maka keluarlah benda yang indah bagi pandai emas.
Sisihkanlah orang fasik dari hadapan raja,
Maka kokohlah takhtanya oleh kebenaran (Amsal 25:4-5)

3. Pentastichs ()  terdiri dari 5 baris (3 baris terakhir biasanya menjelaskan


alasan dari 2 baris pemikiran sebelumnya
Contoh: Jangan berlagak di hadapan raja,
Atau berdiri di tempat para pembesar
Karena lebih baik orang berkata kepadamu: "Naiklah ke mari,"
Dari pada engkau direndahkan di hadapan orang mulia
Apa matamu lihat (Amsal 25:6-7)

4. Hexastich ()  terdiri dari 6 baris

62
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Contoh: Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak, tujukanlah hatimu ke jalan
yang benar
Janganlah engkau ada di antara peminum anggur dan pelahap daging.
Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat
orang berpakaian compang-camping (Amsal 23:19-21)

5. Heptastichs ()  terdiri dari 7 baris


Contoh: Jangan makan roti orang yang kikir,
Jangan ingin akan makanannya yang lezat.
Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri
demikianlah ia.
“Silakan makan dan minum," katanya kepadamu,
Tetapi ia tidak tulus hati terhadapmu.
Suap yang telah kaumakan, kau akan muntahkan
Dan kata-katamu yang manis kausia-siakan (Amsal 23:6-8)

6. Octastich ()  terdiri dari 8 baris


Contoh: Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau,
Dan janganlah menghina ibumu kalau ia sudah tua.
Belilah kebenaran dan jangan menjualnya;
Demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.
Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak;
Yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia.
Biarlah ayahmu dan ibumu bersukacita,
Biarlah beria-ria dia yang melahirkan engkau. (Amsal 23:22-25)

Jenis Istilah dalam Amsal

Berbeda dengan kitab-kitab puisi lainnya, hampir lebih dari separuh isi dari
tiap-tiap perikop kitab Amsal berisi tema berbeda/bermacam-macam. Hal ini
merupakan sesuatu yang lumrah karena kitab Amsal merupakan kumpulan amsal
dan tidak disusun berdasarkan kesamaan tema (walaupun ada beberapa bagian
yang memiliki kesamaan tema dalam satu perikop). Perbedaan atau bermacam-
macam tema tersebut di sisi lain merupakan suatu kesulitan apalagi masing-masing
bagian memiliki bentuk puisi yang berbeda.
Dalam mengenali jenis-jenis kata kiasan dalam kitab Amsal ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1. JENIS FIGURATIF DAN LITERAL
Membedakan kedua jenis kata di atas merupakan usaha yang gampang-
gampang susah, bahkan kamus atau alat bantu eksegesa hanya mendefinisikan sbb:
figuratif adalah non-literal dan literal adalah non-figuratif. Namun ada kriteria yang
dapat dipergunakan untuk membedakan keduanya, yaitu apabila suatu kata (baik
benda, kerja sifat, dll) ternyata keberadaannya tidaklah konkrit dan apabila berbagai
usaha untuk menentukan ke-konkrit-an tersebut, tidak berhasil, maka kata tersebut
merupakan kata figuratif. Cth: Amsal 10:13.

63
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Cara penentuan seperti ini juga akan membuat kita terperangkap pada
beberapa kata atau ungkapan yang seolah-olah merupakan kata figuratif tetapi
sebenarnya tidak. Cth: Amsal 11:14 “Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa,
tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada.” Dalam kasus seperti ini, kata
yang dimaksud digolongkan pada metafora mati.

2. JENIS-JENIS PERBANDINGAN
Kitab Amsal merupakan kitab puisi yang cukup banyak mempergunakan
bentuk-bentuk perbandingan selain kitab Kidung Agung. Ada 3 macam cara
perbandingan yang dipergunakan:
a. SIMILE
Simile merupakan cara termudah untuk membuat dan mengerti suatu
perbandingan. Di dalam simile, 2 elemen diperbandingkan dengan
mempergunakan kata “seperti, sama, serupa.”
Cth: 16:15
Wajah raja yang bercahaya memberi hidup dan kebaikannya seperti
awan hujan musim semi

b. METAFORA
Metafora merupakan suatu bentuk perbandingan dimana kedua elemen
perbandingan dinyatakan secara eksplisit dan kenyataan bahwa kedua
elemen tersebut diperbandingkan sangat jelas.
Cth: 18:11a
Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya
12:4a
Istri yang cakap adalah mahkota suaminya

c. HIPOCATASTASIS
Hipocatastasis adalah suatu bentuk perbandingan yang hanya menyebutkan
salah satu elemen perbandingan. Pendengar atau pembaca diasumsikan telah
mengerti identitas dari elemen yang lain.
Cth: 20:26
Raja yang bijak dapat mengenal (Ibr: menampi) orang-orang fasik dan
menggilas mereka berulang-ulang

3. SINEKDOKHE
Sinekdokhe adalah jenis kata yang mempergunakan satu kata untuk
menggantikan yang lain namun kedua kata tersebut saling berhubungan (sebagian
untuk seluruh). Dengan kata lain: A merupakan bagian dari B, dan A berbicara
seolah-olah dia adalah B.
Cth: 12:24
Tangan orang rajin memegang kekuasaan tetapi kemalasan
mengakibatkan kerja paksa
11:26
Siapa menahan gandum, ia dikutuki orang, tetapi berkat turun di atas
kepala orang yang menjual gandum

Struktur

64
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Ada banyak struktur untuk kitab Amsal, salah satunya adalah struktur
berikut yang paling banyak diterima formulasinya oleh para sarjana:
I. Judul 1:1
II. Pendahuluan 1:2-7
A. Tujuan 1:2-6
B. Kata-kata pernyataan 1:7
III. Serangkaian instruksi dan kata-kata hikmat 1:8-9:18
A. Instruksi Pertama 1:8-19
B. Kata-kata hikmat 1:20-33
C. Instruksi Kedua 2:1-22
D. Instruksi Ketiga 3:1-12
E. Instruksi Keempat 3:13-24
F. Instruksi Kelima 3:25-35
G. Instruksi Keenam 4:1-9
H. Instruksi Ketujuh 4:10-27
I. Instruksi Kedelapan 5:1-23
J. Serbaneka 6:1-19
K. Instruksi Kesembilan 6:20-35
L. Instruksi Kesepuluh 7:1-27
M. Instruksi Kesebelas: kata-kata hikmat 8:1-36
N. Instruksi Keduabelas 9:1-18
IV. Kumpulan “Amsal Salomo” 10:1-22:16
V. Kumpulan “Amsal orang bijak” 22:17-24:22
VI. Kumpulan “Amsal orang bijak” 24:23-34
VII. Kumpulan “Amsal Salomo” (pegawai-pegawai Hizkia) 25:1-29:27
VIII. Kumpulan “Amsal Agur” 30:1-9
IX. Kumpulan “kata-kata berbentuk bilangan” 30:10-33
X. Kumpulan “Amsal Lemuel” 31:1-9
XI. Puisi akrostik tentang wanita ideal 31:10-31

Berdasarkan bentuk puisinya, struktur kitab ini dapat diformulasikan sbb:


1:7-9:18 Bentuk yang dominan adalah syair hikmat
10:1-22:16 Bentuknya adalah syair dua baris dengan
didominasi paralelisme antitetik
22:17-24:22 Bentuk dominan beraneka ragam meskipun
syair empat baris paling banyak muncul
24:23-34 Bentuk syair dua baris dan empat baris sama-
sama muncul bersamaan dengan syair hikmat
25:1-29:27 Bentuk syair dua baris paling banyak muncul
pada bagian ini dengan didominasi paralelisme
antitetik dan emblematic
30:1-33 Bentuk syair dua baris, empat baris dan
bilangan bersama-sama menghiasi bagian ini
31:2-9 Bentuk syair dua dan empat baris paling
banyak pada bagian ini
31:10-31 Bentuk puisi keseluruhan adalah akrostik
LATAR BELAKANG INSTRUKSI-INSTRUKSI

A. Instruksi Pertama (1:8-19)

65
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Peringatan yang diberikan pada bagian ini berakar pada keluarga (bdg: kata
“hai, anakku”). Namun seringkali pula bagian ini dipergunakan untuk
menggambarkan tentang hubungan orang bijak dan muridnya dalam hal
memberikan nasehat. Hal yang paling banyak dibahas adalah tentang akal bulus
orang berdosa.
B. Kata-kata hikmat (1:20-33)
Bagian ini merupakan bagian yang unik sebagai suatu parallel dari Amsal 8-9
serta Sirakh 24. Dalam bagin ini, hikmat seolah berkata-kata sebagimana seorang
nabi atau Tuhan sendiri. Tujuannya adalah meyakinkan pembaca agar taat pada
hikmat.
C. Instruksi Kedua (2:1-22)
Bagian ini merupakan puisi alfabet (1-4, 5-8, 9-11: masing-masing 3 ayat
dimulai dengan alef; 12-15, 16-19, 20-22: masing-masing 3 ayat dimulai dengan
lamed). Bentuk perintah tidak terdapat pada bagian ini, dan sebagai penggantinya
bentuk janji bersyarat dipergunakan sebagai upaya pengajaran. Tema intinya adalah
Tuhan sebagai sumber hikmat. Mencari hikmat sama halnya dengan mencari Tuhan.
D. Instruksi Ketiga (3:1-12)
Bagian ini didominasi oleh perintah-perintah dan larangan yang disertai
dengan klausa motif. Tema utamanya bervariasi.
E. Instruksi Keempat (3:13-24)
Bagian ini dimulai dengan formula “Berbahagialah….” (ay.13) dengan
penekanan pada pujian terhadap hikmat.

F. Instruksi Kelima (3:25-35)


Bagian ini berbentuk larangan disertai klausa motif pada ayat 32.
G. Instruksi Keenam (4:1-9)
Konteks keluarga sangat kuat terapresiasi pada bagian ini (1-4) dibandingkan
dengan seluruh bagian pasal 1-9. Bagian ini berisi perintah untuk mencari hikmat
serta larangan untuk meninggalkan hikmat dengan disertai klausa motif.
H. Instruksi Ketujuh (4:10-27)
Secara keseluruhan inti bagian ini adalah tentang gambaran “dua jalan”
yang harus ditempuh maupun harus dihindari.
I. Instruksi Kedelapan (5:1-23)
Hampir senada dengan 2:16-19, bagian ini berisi perintah untuk menjauhi
wanita jalang.
J. Serbaneka (6:1-19)
Bagian ini merupakan koleksi perekataan dengan berbagai macam tema.
Masing-masing bagiannya bersifat instruksional dan didesain untuk mempersiapkan
murid-muridnya untuk waspada terhadap nilai-nilai yang etrdapat di dalamnya.
K. Instruksi Kesembilan (6:20-35)
Peringatan pada bagian ini berisi perintah dan larangan yang diikuti dengan
motif-motifnya. Secara keseluruhan bagian ini mengajak para anak muda untuk
menjauh dari perzinahan.
L. Instruksi Kesepuluh (7:1-27)
Sebagai kelanjutan dari bagian sebelumnya, bagian ini memiliki nada serupa
namun di sini contoh/kisah seorang muda dan seorang wanita yang telah bersuami
dijadikan sebagai inti permasalahan.
M. Instruksi Kesebelas: kata-kata hikmat (8:1-36)

66
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Kata-kata hikmat pada bagian ini ditujukan untuk meyakinkan dan


mendorong para murid untuk mengejar hikmat. Jika dievaluasi, perkataan hikmat di
sini dipergunakan untuk melawan beberapa hal yang dianggap berlawanan dengan
hikmat dalam keseluruhan pasal 1-9: tentang perzinahan (7:14-20), undangan dari
para orang berdosa (1:11-14). Semua perbuatan melawan hikmat di atas
diseimbangkan dengan kata-kata hikmat dalam 1:22-33; 9:4-6 dan terutama pada
pasal 8 ini.
N. Instruksi Keduabelas (9:1-18)
Bagian ini didahului dengan gambaran persiapan dua macam pesta
perjamuan yang diadakan oleh wanita berhikmat (1-6) dan wanita bodoh (13-18)
yang pada bagian tengahnnya diisi dengan kata-kata beragam dan petunjuk-
petunjuk (7-12). Tujuan bagian ini adalah mengajar orang-orang muda tentang
hikmat (bdg: ay. 10 ff.).

Hermeneutika Amsal

Kitab Amsal, bersamaan dengan kitab-kitab hikmat lainnya, merupakan


kelompok kitab yang paling jarang dikhotbahkan. Kalaupun mereka dipakai dalam
khotbah hanya sebagai alat pendukung bagi gaya kehidupan sekuler. Masalahnya
adalah karena subyeknya. Orang seringkali mendefinisikan hikmat sebagai, “suatu
penggunaan praktis dari pengetahuan yang Allah berikan.” Karena tulisan-tulisan
hikmat seringkali berhubungan dengan sisi kehidupan pragmatis, maka begitu
mudahlah bagi orang untuk salah mempergunakannya demi mendukung gaya
hidup duniawi.
Beberapa langkah dalam menafsirkan kitab Amsal:
1. Tentukan apakah bagian tersebut memiliki satu tema atau bermacam-macam
tema!

2. Jika bagian tersebut merupakan variasi berbagai macam tema, bandingkan bagian
tersebut dengan bagian lain yang memiliki kesamaan isi. Beberapa amsal muncul di
tempat lain yang berbeda karena itu perbandingan bagian yang mirip sangat penting
untuk memahami ayat.

3. Identifikasikan jenis-jenis kata dalam bagian tersebut, figuratif/literal,


perbandingan-perbandingan, dll.

4. Ingat, bentuk paralelisme (utamanaya sinonim) dalam kitab Amsal lebih banyak
membutuhkan pengetahuan tentang budaya saat itu dibandingkan bentuk
paralelisme sinonim dalam kitab Mazmur!

5. Tentukan apakah muncul bentuk hiperbola pada bagian itu!Ada bagian-bagian


amsal yang tidak perlu dituruti secara absolut karena bagian itu merupakan
peribahasa umum yang berpusat pada suatu perintah dengan suatu janji yang
diberikan dalam bahasa hiperbola.

6. Carilah inti cerita dan maksud yang terkandung dalam amsal tersebut. Tentukan
apakah bagian tersebut berlaku secara umum (universal) atau terdapat kandungan
budaya pada saat itu. Jika terdapat kandungan budaya, carilah perbandingan
dengan budaya kita saat ini.

67
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

68
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Pengkhotbah
=============================================================

Segala sesuatu adalah kesia-siaan

Tokoh Pengkhotbah (Qoheleth), memiliki kesamaan maupun perbedaan


dengan tokoh Ayub. Ayub dan Qoheleth sama-sama adalah orang yang kaya.
Namun Ayub ‘menantang’ Allah untuk mendapatkan pemulihan baik nama,
kekayaan, dlll, sedangkan Qoheleth tidak kehilangan apa-apa dari yang dimilikinya,
namun dia berusaha untuk mencari kebahagiaan dan nilai kekekalan.

Penulis Kitab

Nama Qoheleth (Pengkhotbah) muncul sebanyak 7 kali (1:1,2,12; 7:27;


12:8,9,10). Karena Qoheleth muncul disertai dengan artikel pada 12:8 dan khususnya
pada 7:27 kata tersebut berbentuk feminin, maka kata Qoheleth pastilah bukan nama
orang, melainkan hanya sekedar sebutan. Kata Qoheleht berbentuk active feminin
participle dari akar kata kerja Ibrani ‘qahal’ yang artinya ‘memanggil,
mengumpulkan.’ Selanjutnya istilah ini lebih dipakai untuk menggambarkan
‘tindakan mengumpulkan orang-orang secara bersama-sama untuk tujuan spiritual.’
Sehubungan dengan bentuknya yang feminine, nama Qoheleth menunjuk kepada
hikmat, yang memang berbentuk feminine dan selanjutnya kata tersebut menunjuk
pada Salomo sebagai teladan hikmat.
Tentang siapakah yang dimaksudkan dengan Qoheleth, para sarjana masih
berdebat. Namun dengan mempertimbangkan:
1. Qoheleth mengaku dirinya sebagai “anak Daud, raja di Yerusalem” (1:1;12), maka
dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Qoheleth adalah Salomo (bdg:
I Raja 11:42). Bahkan kata “Yerusalem” muncul sebanyak 3 kali (1:16; 2:7,9).

69
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

2. adanya kesamaan latar belakang antara apa yang dipaparkan Salomo dalam I
Raja-raja dan kitab Pengkhotbah, mis.:
- Peng. 1:16 ---------- I Raja 3:12
- Peng. 2:4-10 -------- I Raja 5:27-32
- Peng. 2:4-10--------- I Raja 7:1-8
- Peng. 2:4-10 -------- I Raja 9:17-19
- Peng. 2:4-10 -------- I Raja 10:14-29
- Peng. 7:20 ----------- I Raja 8:46
- Peng. 7:28 ----------- I Raja 11:1-8
- Peng. 12:9 ---------- I Raja 4:32
maka dapatlah disimpulkan bahwa Qoheleth adalah Salomo sendiri.
Selain itu pernyataan Qoheleth dalam 1:16 secara tidak langsung menyatakan status
dirinya sebagai raja yang paling berhikmat (bdg: 2 raja sebelumnya: Saul dan Daud,
tidak dinyatakan memiliki hikmat yang jauh melebihi Salomo, bahkan setelah
Salomo, kerajaan Israel terpecah dan tidak ada raja yang tersohor setelah itu).

Nilai Puisi Kitab

Berbeda dengan kitab-kitab puisi lainnya, indikasi bahwa kitab Pengkhotbah


adalah jenis puisi tidaklah mengalami keseragaman pendapat.
Para editor Yahudi yang mempersiapkan teks PL, menerima kitab ini bukan
sebagai puisi melainkan prosa. Para penerjemah Septuaginta mengkategorikan kitab
Pengkhotbah sebagai bagian dari kitab-kitab puisi lainnya. Septuaginta
mendasarkan pendapatnya pada analisa literatur, yaitu bahwa kitab Pengkhotbah
berbentuk puisi, namun puisi yang ada menunjukkan pola meter yang berbeda
bahkan merupakan suatu bentuk yang tidak lazim. Namun puisi yang ada
dikategorikan sebagai literatur hikmat . Literatur hikmat tidak hanya berupa amsal-
amsal pendek tetapi juga puisi yang bersifat didaktik yang bentuknya panjang.
Literatur hikmat berusaha mengintegrasikan manusia dengan susunan yang
diciptakan Tuhan secara harmonis. Peraturan-peraturan kehidupan yang
menentukan bagaimana manusia mengintegrasikan diri mereka dengan peraturan
tersebut merupakan salah satu ajaran hikmat.
Banyak pula yang menyatakan bahwa Pengkhotbah berbentuk prosa atau
sejenis ‘ayat bebas.’ Namun ada pula yang menyatakan bahwa Pengkhotbah
merupakan gabungan antara prosa dan puisi (utamanya pasal 7 dan 10).
Dalam terjemahan bahasa Indonesia, seluruh bagian kitab ini ditulis dalam
bentuk prosa (rapat-rapat tanpa adanya spasi seperti lazimnya suatu puisi). Versi
bahasa Inggris seperti NKJV ataupun NIV mengkombinasikan kedua bentuk tulisan
prosa dan puisi. Perkataan Pengkhotbah secara langsung ditulis dalam bentu puisi
(renggang dengan adanya spasi).
Ketidakseragaman pendapat tersebut diakibatkan dari definisi puisi orang
Ibrani, terutama peranan dari paralelisme. Namun memang harus diakui adanya
‘kelainan’ gaya literature Pengkhotbah. Puisi dalam bentuk pengulangan dari
peristiwa-peristiwa dalam 1:4-11 merupakan symbol gaya tersebut. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pengulangan adalah cirri puisi kitab ini.
Pengulangan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk perbendaharaan kata dan
frase-frase (lih. Karakteristik Kitab).
Selain itu ada beberapa ciri literatur Pengkhotbah yang sangat mendukung
pendapat bahwa kitab ini adalah literatur hikmat dalam bentuk puisi:

70
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

a. Peribahasa/pepatah: formulasi dari suatu kebenaran yang dapat


diaplikasikan secara umum. Cth: 1:14; 4:12; 8;14b; 9:4b
b. Pernyataan ‘lebih baik’ atau perbandingan: perbandingan tentang dua
hal yang memprioritaskan salah satu dari keduanya. Cth: 4:9 bdg Amsal
3:14; 8:11
c. Pernyataan “sebagaimana/seperti …. maka…” : perbandingan dua
nature yang berbeda. Cth: 5:14; 9:2b bdg Maz. 127:4
d. Metafora. Cth: 7:26
e. Perumpamaan: suatu cerita yang dimaksudkan untuk mengajar. Cth:
9:14-15
f. Allegori. Cth: 12:3-6
g. Observasi/pengamatan: laporan tentang apa yang dilihat oleh penulis.
Cth: 4:4,7
h. Narasi Autobiografi. Cth: 3:17 bdg: Ayub 7:4.
i. Formula ‘terkutuklah’ atau ‘berbahagialah’ . Cth: 10:15-17
j. Antilogion: suatu kontradikksi yang jelas antara dua hal yang berbeda.
Cth: 7:16-17 bdg: Amsal 26:4-5
k. Pertanyaan retorik: pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Cth: 8:4
l. Peringatan. Cth: 7:9.

Tema Kitab

Secara keseluruhan isi kitab ini dibagi menjadi 2 sudut pandang Salomo.
Pertama, Salomo melihat kehidupan dari sudut pandang manusia biasa. Dia menilai
kehidupan dari kacamata seseorang yang belum mengenal Allah. Dari kesemuanya
itu Salomo menyimpulkan, “Segala sesuatu adalah sia-sia.” Kedua, Salomo
memandang kehidupan dari sisi seseorang yang mengenal Allah. Kehidupan
menjadi berarti jika sesoerang menyembah dan melayani Allah.
Ada beberapa istilah yang muncul dalam frekuensi yang cukup mencolok:
1. Kesia-siaan  muncul sebanyak 39 kali. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘sia-sia’ yang
dipakai berarti ‘sesuatu yang tanpa substansi, yang begitu saja akan berlalu.’ Kesia-
siaan ini diibaratkan embun pagi. Secara umum kata ini mengarah pada sesuatu
yang negatif, yaitu tidak berarti. Kata ini diaplikasikan kepada kerja keras dan
hasilnya (2:11; 6:2), kesukaan (2:1; 6:9), hikmat (2:15), perkataan (6:11), keberadaan
manusia (2:12), kematian (11:8), ketidakadilan dalam hal pahala (8:14).
2. Keuntungan/guna  istilah ini menunjuk pada suatu yang lebih (surplus) dan
memiliki kesamaan dengan kata rtAY (2:15;7:16; 12:9, 12) dan rt+Am (3:19).
3. Bagian  Kata ini muncul pada 2:10, 21; 3:22; 5:17-18; 9:6; 11:2. Secara
keseluruhan artinya positif. Kata ini bisa berarti kekayaan (2:21; 11:2) namun tidak
ada jaminan bahwa seseorang akan menikmatinya, menerimanya (5:18-19) atau tetap
mampu menjaganya (2:2; bdg. 6:2).
4. Kerja keras  Kata ini merujuk pada kerja keras, hasil yang didapatkan dari kerja
keras. Kata ini memiliki arti negative dan biasanya disamakan dengan hidup (3:12;
bdg. 3:13; 2:24).
5. Di bawah matahari  muncul sebanyak 29 kali. Kata ini dipergunakan untuk
mewakili perspektif temporal dan batasan bumi, yang memandang kegiatan
kehidupan sebagai sesuatu yang tak ada batasnya.

71
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

6. Allah  muncul sebanyak 40 kali. Kata ini banyak menghiasi bagian sudut
pandang kedua dimana Salomo memandang kehidupan dari sisi orang yang
mengenal Allah.
7. Hati  muncul sebanyak 40 kali. Kata ini tidak berhubungan dengan sudut
pandang Salomo yang pertama dan kedua. Kata ibi hanya menunjukkan tempat
dimana manusia bias merasakan damai, tujuan hidupnya tercapai atau sebaliknya.
8. Hikmat  muncul sebanyak 50 kali. Kata ini tidak langsung ditujukan kepada
kedua sudut pandang Salomo, walaupun duapertiga kata ini banyak muncul pada
bagian sudut pandang Salomo yang pertama.

Karakteristik Kitab

Salah satu karakteristik utama kitab Pengkhotbah yang membedakan gaya


literaturnya dengan kitab-kitab lain adalah PENGULANGAN. Pengulangan ini
dimanifestasikan dalam bentuk perbendaharaan kata maupun dalam frase-frasenya.
Berikut ini adalah kata-kata yang seringkali dipakai secara berulang-ulang
dalam keseluruhan kitab (1:1-12:7):
hf[ me(lakukan) do 62
~kx bijaksana wise 51
bAj baik good 51
har me(lihat) see 46
t[ waktu time 37
vmv matahari sun 33
lm[ kesukaran trouble 33
har jahat evil 30
lbh sia-sia vanity 39
lysK bodoh fool 18
xmf sukacita joy 17
lka makan eat 15
vy ada there is 15
rtY keuntungan profit 15
lks bodoh fool 13
xWr angin wind 13
tAm mati die 13

72
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

[vr kefasikan wrongdoing 12


qdc adil just 11
hn[ kesukaran trouble 10
!Ayð[r/tA[år ‘mengejar chase 10
jlv kekuasaan power 9
rkz meng(ingat) remember 8
qlx bagian portion 8
s[K kesusahan vexation 7
#px hubungan affair 7
lLh kebodohan folly 7
råvK sukses/berhasil succeed 5

Keterangan:
1. Kata “ har
” (melihat) yang muncul sebanyak 46 kali, dalam 2:13, 24
dipakai bukan hanya semata-mata menunjuk pada tindakan melihat tetapi lebih
mengarah pada pengamatan secara kritis.
2. Kata “ vy
” (ada) dalam kitab Pengkhotbah menyatakan suatu situasi yang
terbatas. Contohnya: 2:21 menggambarkan suatu pengamatan terhadap apa
yang terjadi, tetapi hal itu tidak selalu terjadi; namun hal itu benar-benar
terjadi.

Bentuk pengulangan ini mendapat perhatian dari seorang sarjana bernama A.G.
Wright yang membuat struktur kitab berdasarkan pengulangan frase kunci pada
masing-masing bagian:
1. Prolog (1:1-11)
2. Pembagian kitab ke dalam 2 bagian besar dengan berdasarkan pada frase kunci:
a. 1:12-6:9 terdiri dari 6 bagian (2:1-11; 2:12-17; 2:18-26; 3:1-4:6; 4:7-16; 4:17-6:9)
yang masing-masing berakhir dengan pengulangan kata “sia-sia” atau “usaha
menjaring angin.” Dua pendahuluan sebelumnya (1:12-15; 16-18) juga berakhir
dengan frase kunci yang sama ditambah dengan kata-kata amsal (ay. 15 dan
18).
b. 6:10-11:6 terdiri dari 2 bagian:
- 6:10-8:17 terdiri dari pendahuluan (6:10-12) dan 4 bagian (7:1-14; 7:15-24;
7:25-29; 8:1-17) yang dipisahkan dengan frase “siapa dapat menemukannya
atau menyelaminya” atau “tidak dapat mendapatinya…” Perhatikan 3 kali
pemunculan frase tersebut dalam 8:17.
- 9:1-11:6 terdiri dari 4 bagian (9:1-12: bagian problematic; 9:13-10:15; 10:16-
11:2; 11:3-6) yang masing-masing bagiannya dipisahkan dengan frase “tidak
mengetahui”. Perhatikan 3 kali pemunculan kata tersebut dalam 11:5-6.

73
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

3. Puisi berakhir dengan kemunculan gambaran usia muda dan tua dalam 11:7-12:8
yang diikuti dengan epilogue (12:9-14).

Kesatuan Kitab

12:9-14 disepakati oleh para sarjana sebagai epilog kitab Pengkhotbah.


Sedangkan 1:2 dan 12:8 membentuk semacam inklusio kitab (walaupun ada yang
mengatakan bahwa inklusio dalam 12:8 merupakan tambahan karena istilah ‘kesia-
siaan atas kesia-siaan’ tidak perbah dipergunakan dalam kitab tersebut.
Isu tentang kesatuan kitab bukan terletak pada prolog dan epilog, melainkan
pada ‘kontradiksi-kontradiksi’ yang banyak bermunculan, misalnya dalam 2:17
dikatakan ‘Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa
yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha
menjaring angin’ tetapi dalam 9:4 dikatakan ‘Tetapi siapa yang termasuk orang hidup
mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.’
“Kontradiksi-kontradiksi’ semacam ini menimbulkan isu tentang banyaknya
‘tangan’ dan ‘suara’ yang membentuk kitab ini.
Ada beberapa macam pendekatan yang dilakukan para sarjana untuk
mengatasi ‘kontradiksi-kontradiksi’ tersebut:
a. Pendekatan eksegetikal dari ide “yes, but”  Istilah ini mengindikasikan
suatu kualifikasi (bukan penolakan) dari suatu point yang telah disebutkan
sebelumnya sebagaimana dalam 2:13-14a (tentang superioritas hikmat). Ayat
ini selanjutnya diikuti dengan 14b-15 yang mempertanyakan pentingnya
hikmat. Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan ide ini adalah 1:16-18; 2:3-
11; 2:13-15; 3:11; 3:17-18, 4:13-16; 7:7, 11-12; 8:12b-15; 9:4-5; 9:16; 9:17-10:1; 10:2-
3, 5-7. Namun banyak sarjana yang juga menolak pendekatan ini dengan
anggapan bahwa natur yang kompleks dari pemikiran kitab ini tidak akan
mampu mencakup segala ‘kontradiksi’ yang ada.
b. Pendekatan dengan mempergunakan ‘pengutipan’  Pengutipan adalah
‘bagian yang mengutip pembicaraan atau pemikiran suatu subyek, baik yang
nyata atau sekedar hipotesis, yang lampau atau sekarang, yang berbeda dari
konteks dimana bagian tersebut diletakkan.’ Contohnya adalah 4:8 yang
menggambarkan kerja keras yang sedemikian rupa yang diakhiri dengan
‘untuk siapa aku berlelah-lelah..?’ Tidak peduli apakah bagian ini merupakan
pertanyaan yang ditanyakan orang itu sendiri atau gagal ditanyakan orang
itu, namun bagian itu merupakan pengutipan yang secara tajam
dipergunakan oleh penulis Pengkhotbah untuk menajamkan situasi ‘sia-sia’
yang dialami orang yang bekerja keras tersebut. Tidak terlalu jelas apakah
bagian itu merupakan kutipan atau tidak, namun dalam beberapa bagian
Pengkhotbah jelas mengutip beberapa amsal (1:15-18; 2:14a; 4:5-6,15,18;
7:5,6a; 9:17; 10:2, 12). Pengkhotbah mengutip amsal-amsal tersebut bukan
untuk menunjukkan kesalahannya, melainkan karena dia menerimanya
sebagai sesuatu yang benar. Pada saat yang sama juga, Pengkhotbah
memodifikasinya dalam nada pesimistis.
Ada beberapa macam bentuk pengutipan yang dipakai:
o Pengkhotbah mengutip amsal secara langsung: mengutip untuk
menunjang sebuah argument sehingga tidak diperlukan suatu
perluasan atau komentar lain karena Pengkhotbah sudah
menggapnya sebagai sesuatu yang benar

74
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Contoh: Barangsiapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya, dan


barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular (10:8)
Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan
mendapatnya kembali lama setelah itu (11:1)
o Kadangkala Pengkhotbah mendukung argumennya dengan amsal,
(bagian yang dianggap pantas) sementara sisanya (meskipun tidak
relevan) dikutip untuk melengkapinya
Contoh: Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah
hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan
Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh
sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit (5:2)
o Pengkhotbah mengutip amsal sebagai suatu teks yang diberi kometar
sesuai dengan sudut pandangnya.
Contoh: Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah
pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia;
hendaknya orang yang hidup memperhatikannya (7:2)
o Pengkhotbah menggunakan amsal yang saling berlawanan untuk
menawarkan cara lain menggambarkan perlawanan dari ajaran-ajaran
yang diterima.
Contoh: Kataku: "Hikmat lebih baik dari pada keperkasaan, tetapi
hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar
orang (9:6)

Pandangan Pengkhotbah tentang Hikmat

Memahami pandangan Pengkhotbah tentang hikmat merupakan sesuatu


yang sangat penting. Selain karena kitab Pengkhotbah adalah salah satu literatur
hikmat dalam Alkitab, kitab ini memiliki ciri khusus dalam memaparkan hikmat itu.
Pengkhotbah mengalami semacam konflik dengan hikmat tradisional. Ada beberapa
pandangannya tentang hikmat itu sendiri:
1. Kebodohan tidak pernah menjadi suatu pilihan yang terus hidup bagi
Pengkhotbah. Meskipun Pengkhotbah mengekspresikan kebodohan secara
negatif, namun penekanannya membentuk semacam tiang bagi
pemikirannya. Pengkhotbah hanyut dalam usaha menemukan ‘keuntungan’
(1:3), menemukan apa yang baik untuk dilakukan seseorang (2:3; 6:10). Inilah
tugas dari hikmat, yaitu bahwa kebodohan tidak dapat bertanya tentang
hal-hal itu. Masalahnya bukan karena Pengkhotbah sampai pada batas kesia-
siaan itu, melainkan karena ia tidak pernah berhenti mencapai apa yang
baik, yaitu hikmat yang jauh lebih tinggi.
2. Secara tegas, Pengkhotbah mengutuk kebodohan (9:17-10:3, 12-15)
3. Pengkhotbah mengakui bahwa ia sendiri gagal dalam usaha mencari hikmat.
Hikmat adalah sesuatu yang jauh dan dalam (7:23-24). Pengakuannya ini
bukanlah sesuatu yang tidak biasa dalam dunia hikmat (bdg. Ayub 28; Ams
30:1-4). Dan merupakan hal yang sia-sia untuk mengira-ngira alasan
kegagalan tersebut karena dengan konflik yang sama sehubungan dengan
hikmat tradisional, pengkhotbah masih terus bersaha mencari artinya. Di
balik kegagalannya untuk memahami hikmat tradisional tersebut, ia tahu
ada hikmat, tetapi hikmat itu selalu mendahuluinya dan is tidak dapat
mengejarnya.

75
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

4. Perbedaan antara hikmat sebagai pengajaran dan sebagai metode akan


dipaparkan. Hikmat adalah bahan pengajaran (sebagaimana yang ada dalam
kitab Amsal). Tetapi himat juga merupakan suatu gaya atau metode yang
secara tidak langsung merupakan pendekatan analisis terhadap situasi
kehidupan. Pengkhotbah seringkali bentrok dengan pengajaran hikmat
tetapi, tetapi metode yang dipakainya berasal dari hikmat itu. Ia seringkali
mengingatkan pembaca bagaimana ia mengaplikasikan dirinya dengan
hikmat. Hal ini nampak dari bagaimana ia menggambarkan
penyelidikannya tentang segala sesuatu yang terjadi di bawah langit (1:13)
dan juga terhadap kenikmatan hidup (2:3; bdg. 2:9). Beberapa kali hikmat
digambarkan sebagai tujuan usahanya. Ia mencari hikmat dan akan
mendapat jawaban (7:25) dan tetap berkeinginan kuat untuk mengetahui
hikmat yang dipandangnya sebagai tugas yang tak akan pernah berakhir
(8:17).
5. Sikap Pengkhotbah terhadap hikmat tradisional seringkali bertentangan. Ia
menolak hikmat tradisional karena ‘keamanan’ yang ditawarkannya. Hidup
itu jauh lebih rumit daripada yang diungkapkan orang bijaksana. Mereka
tidak cukup tegas atau tidak mampu menguji realita dengan cara yang
dimimpikan Pengkhotbah. Pengkhotbah berusaha untuk menilai realita
pada tingkatan yang jauh lebih dalam. Namun meskipun ia mengalami
konflik dengan hikmat tardisional, tujuannya sama dengan dengan orang-
orang bijaksana, yaitu menemukan apa yang baik untuk dilakukan oleh
seseorang (2:3b). Ia tidak dengan mudahnya membuang pengajaran lama; ia
memurnikannya dan memperluanya. Kesedihannya pada hikmat tradisional
terletak pada ‘rasa aman’ yang ditawarkannya, bukan pada metodologinya.

Struktur Kitab

Ada beberapa macam struktur, di antaranya:


1. Struktur praktis (mempermudah dalam berkhotbah)
Pendahuluan (1:1-11)
Kotbah pertama (1:12-3:15)
I. Di Bawah Matahari (1:12-2:23)
1:12 Intelektual
2:1 Kesenangan Tidak ada yang menjadi
2:12 Keutamaan kunci kehidupan
2:18 Kerja keras
II. Gambaran Allah (2:24-3:15)
2:24 Tidak ada kepuasan tanpa Allah
3:1 Segala sesuatu adalah bagian dari suatu rencana
3:9 Segala sesuatu memiliki tujuan
Kotbah kedua (3:16-5:20)
II. Kesia-siaan (3:16-4:16)
3:16 Tidak ada yang utama
4:1 Tidak ada kesenangan
4:4 Tidak ada saat beristirahat
4:7 Tidak a
da kawan
4:13 Tidak ada kelanjutan

76
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

III. Menyembah Allah (5:1-7)


5:1 Rumah Allah
5:4 Sumpah kepada Allah
IV. Kesia-siaan (5:8-17)
5:8 Tidak ada keadilan
5:10 Tidak ada kepuasan
5:13 Tidak ada kekekalan (semuanya sementara)
V. Karunia dari Allah (5:18-20)
Kotbah ketiga (6:1-8:13)
I. Kesia-siaan: tiga hal yang hanya menghabiskan waktu (6:1-12)
6:1 Harapan bahwa kekayaan akan terus berlangsung
6:3 Harapan bahwa kekayaan akan memuaskan
6:10 Harapan bahwa segala sesuatu akan berubah
II. Hikmat: 9 hal yang sangat berarti (7:1-8:13)
7:1 Kehormatan lebih berharga daripada kemewahan
7:2 Keseriusan lebih baik daripada kecerobohan
7:7 Pengekangan lebih baik daripada kegegabahan
7:11 Hikmat lebih berharga daripada kekayaan
7:13 Kepatuhan lebih baik daripada pemberontakan
7:15 Kesalehan lebih baik daripada segala sesuatu
7:23 Wahyu lebih baik daripada akal
8:1 Kebijaksanaan lebih baik daripada kekerasan kepala
8:6 Takut akan Tuhan lebih baik daripada berbuat jahat
Kotbah keempat (8:14-12:7)
I. Kesia-siaan (8:14-10:20)
8:14-9:16 Nikmatilah selama masih memungkinkan
8:15-17 Karena tujuan Allah tidak dapat diketahui
9:1-10 Karena kematian adalah akhir dari semuanya
9:11-16 Karena hidup itu tidak tentu
9:17-10:20 Pelajarilah hal-hal yang berarti
9:17-10:15 Tentang hikmat dan keboodohan
10:16-20 Tentang peraturan raja-raja
II. Tujuan (11:1-12:7)
11:1-8 Lakukan hal yang baik kapan saja
11:9-12:7 Layani Allah selagi masih muda
Penutup (12:8-14)

2. Struktur tematis (mempermudah mengetahui tema masing-masing bagian)


- Bagian I (1:2-2:26)
Bagian ini memperbandingkan antara sesuatu yang sifatnya rutinitas dan
tidak dapat diubah, pengalaman kesia-siaan dan usaha yang tidak dapat
memuaskan dari diri sendiri maupun hikmat duniawi dibandingkan
dengan kepuasan hidup yang dilandasi oleh takut akan Allah dan
kemampuan untuk menerima dengan baik yang justru hanya dapat
menggantikan akhir dari keberadaan dunia.
- Bagian II (3:1-5:20)
Bagian ini menjabarkan bahwa melalui pengalaman manusia di bumi yang
sangat bergantung pada waktu dan keadaan, dan bahwa semua kesuksesan

77
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

usaha manusia dikendalikan oleh keadaan, dan sebagai jalan keluarnya


manusia harus memiliki rasa takut akan Tuhan serta kerendahan hati.
- Bagian III (6:1-8:15)
Bagian ini merupakan pengamatan terhadap kehidupan manusia yang
seringkali terbuang karena kekayaan hidup serta tidak mendapatkan
perkenanan Allah baik karena kesalahan orang lain maupun diri sendiri,
sehingga diberikan solusi bahwa cara yang lebih mulia untuk memperoleh
kenikmatan hidup yang lebih nyata dan baik adalah dengan mensyukuri
setiap berkat-berkat duniawi dengan cara berhikmat, dan menghindari hal-
hal yang bodoh.
- Bagian IV (8:16-12:14)
Bagian ini melihat pengalaman yang menyedihkan pengaturan Allah yang
tidak dapat dimengerti dalam hal nasib manusia yang berbeda-beda. Tidak
ada yang tertinggal untuk manusia selain hikmat dan takut akan Allah yang
dapat menentramkan pikiran agar manusia dapat melihat kekekalan dan
bersukacita pada masa tua untuk menikmati kebaikan dan keindahan hidup
yang dijalani pada masa muda dan pada saat manusia masih bersemangat
menikmati kehidupannya.
Mengharmonsikan Pesimisme dan Optimisme Kitab Pengkhotbah

Selama berabad-abad (dan mungkin hingga saat ini) banyak orang


mempertanyakan fungsi kitab Pengkhotbah dalam keseluruhan Alkitab, terutama
kata-katanya yang dianggap terlalu skeptik, pesimis. Ada 2 hal yang perlu
dijabarkan terlebih dahulu sebelum keduanya diharmoniskan sehingga didapatkan
jawaban terhadap pertanyaan tersebut.
1. Elemen-elemen dalam kitab Pengkhotbah yang dianggap mengandung nilai
skeptik/pesimisme yang berlebih-lebihan:
 kata-kata yang diulang “segala sesuatu sia-sia” (2:15,19,21,23,26;
4:4,8,16; 5:10;6:9;7:6; 8:10)
 “menjaring angin” (1:1417; 2:11,17,26; 4:4,6,16; 6:9)
 kata-kata “di bawah matahari” muncul sebanyak 29 kali
 finalitas kematian (2:14,16,18; 3:2,19-20; 4:2; 5:15; 6:6,12; 7:1; 8:8; 9:2-
5,10; 11:7-8; 12:7)
 ketidakkekalan hidup (6:12; 7:15; 9:9; 11:10)
 ketidakadilan dalam hidup, termasuk gambaran frustasi tentang kerja
(2:11,18,20, 22-23; 4:4)
 tidak bergunanya kenikmatan hidup (1:17; 2:1-2,8,10-11)
 kurangnya hikmat (1:17-18; 2:14-17; 8:16-17; 9:13-16)
 ketidakadilan yang belum diperbaiki (4:1,6,8,15-16; 6:2; 7:15; 8:9-10;
9:2,11; 10:6-9)
 teka-teki kehidupan dengan banyaknya kata-kata yang
membingungkan dari elemen-elemen yang tak dapat diketahui
(3:11,22; 6:12; 7:14-24; 8:7,17; 9:1,12; 10:14; 11:2,5-6)
2. Elemen-elemen dalam kitab Pengkhotbah yang dianggap memiliki nilai
optimisme:
 hidup adalah karunia Allah (2:24; 3:13; 5:19; 8:15; 9:7-9)
 hidup harus dinikmati (2:24-25; 3:12-13,22; 5:18-20; 8:15; 9:7-9; 11:8-9)
 ketidakadilan akan diperbaiki (3:17; 8:12-13; 11:9; 12:14)

78
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

 Allah mengawasi (3:14; 5:2; 7:14; 9:1)


 manusia ditantang untuk menyenangkan Allah (2:26), mengingat
Allah (12:1,6-7) dan takut pada-Nya (3:14; 5:7; 7:18; 8:12-13; 12:13)

Untuk mengharmoniskan kedua elemen di atas, ada 4 jawaban:


1. Pengkhotbah sedang mendemonstrasikan bahwa hidup tanpa Allah tidaklah
berarti. Dia sedang berusaha melumpuhkan keyakinan dasar prestasi dan hikmat
manusia dengan menunjukkan bahwa tujuan-tujuan duniawi “akan berakhir dengan
sendirinya menuju pada ketidakpuasan dan kekosongan.” Salomo telah mencatat
kegagalan dan kekosongan pengalamannya sendiri dengan tujuan agar pembaca
bergantung mati-matian pada Allah dan juga menunjukkan bahwa usaha manusia untuk
mengejar kebahagiaan tidak dapat dipenuhi oleh manusia sendiri  teosentris.

2. Salomo sedang menegaskan bahwa karena dalam kehidupan terdapat banyak hal
yang tidak dapat dimengerti, maka manusia harus hidup oleh iman, bukan oleh apa
yang hanya dapat dilihat. Hal-hal yang tak dapat dijelaskan, keganjilan-keganjilan
yang tak dapat dipecahkan, ketidakadilan yang belum diperbaiki adalah hal-hal
yang tidak dapat dipahami dan dimengerti oleh manusia. Seperti halnya kitab Ayub,
maka kitab Pengkhotbah sedang menegaskan tentang keterbatasan manusia dan
kenyataan bahwa manusia harus hidup dengan misteri.

3. Pengkhotbah dan pandangan hidupnya yang realistis sedang berusaha


mengimbangi optimisme total dari hikmat tradisional. Menurut Amsal 13:4 “hati
orang rajin diberi kelimpahan”, tetapi Pengkhotbah 2:22-23 menantang apakah hal
ini selalu benar. Amsal 8:11 mengagungkan hikmat sementara Pengkhotbah 2:15
mempertanyakan nilainya. Amsal 10:6 menegaskan bahwa keadilan harus
dibagikan kepada orang benar dan orang fasik, tetapi Pengkhotbah 8:14 melihat
bahwa hal itu tidak selalu berlaku demikian. Apakah kedua kitab ini berkontradiksi?
Tidak. Sebagaimana ayat-ayat yang dinyatakan dalam Amsal, kitab ini biasanya
memandang hal-hal yang berlawanan tanpa menyebutkan perkecualian. Namun
kitab Pengkhotbah menekankan bahwa jika ketentraman bagi orang benar itu
memang benar-benar ada, sebagaimana yang dinyatakan dalam Amsal, maka itu
bukan selalu merupakan bukti bagi manusia sebagai makhluk yang hidup “di
bawah matahari” dengan perspektifnya yang terbatas. “Allah ada di sorga dan
engkau di bumi” (Peng. 5:1). Kitab Ayub dan Pengkhotbah, mendemonstrasikan
perkecualian-perkecualian terhadap apa yang seringkali dinyatakan dalam kitab
Amsal. Kedua kitab itu bukan merupakan kontradiksi melainkan pelengkap.

4. Kitab Pengkhotbah sedang menegaskan bahwa satu-satunya jawaban terhadap


arti kehidupan adalah takut akan Allah dan menikmati nasib hidup manusia.
Pengkhotbah menunjukkan bahwa manusia, terlepas dari segala intriknya, akan
mendapati bahwa kekosongan, rasa frustasi dan hal-hal misterius dalam hidupnya.
Menerima apa yang Allah berikan dan menikmatinya akan memberi arti tersendiri
bagi kehidupan.

Hermeneutika Kitab

Menafsirkan kitab Pengkhotbah bukanlah pekerjaan yang mudah karena dari


segi isinya, kitab ini dapat dikategorikan sebagai kitab puisi dan hikmat. Selain itu

79
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

‘kelainan-kelainan’ yang muncul pada kitab ini perlu mendapatkan perhatian serius
sehingga dapat dikatakan ‘menafsirkan kitab ini = menafsirkan kitab puisi dan hikmat
yang lain.’
Ada beberapa langkah yang dapat dipelajari untuk menafsirkan kitab
Pengkhotbah:
1. Karena karakteristik kitab ini adalah bentuk pengulangan, maka ketika menghadapi
suatu teks, kita perlu melihat struktur pemakaian pengulangan (disarankan melihat
struktur yang dibuat oleh A.G. Wright).
- Tentukan apakah penempatan perikop pada bagian tersebut sesuai atau tidak dengan
bagian sebelum atau sesudahnya
- Perhatikan kata atau frase yang sering muncul pada satu perikop dimana teks
tersebut ada.
- Dari kata atau frase yang muncul, tentukan tema yang dimaksud pada perikop
tersebut.

2. Tentukan kemunculan elemen-elemen yang ada dalam puisi, misalnya: akrostik,


inklusio, alegori, perumpamaan, metafora.
- alegori  perluasan dari metafora dengan ciri-ciri: biasanya berupa kalimat
panjang yang terdiri lebih dari 1 kata kerja, campuran tenses, kata-kata lebih bersifat
figuratif, point perbandingannya banyak, menekankan kebenaran kekal, imageri
digambarkan dengan hal-hal spesifik, cerita menggabungkan pengalaman factual
dan non-faktual untuk memudahkan mengajarkan kebenaran khusus.

3. Tentukan perubahan gaya penulisan dari prosa dan puisi atau sebaliknya.

4. Dari bagian 1, 2 dan 3, buatlah struktur teksnya.

80
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

KIDUNG AGUNG

KIDUNG
Cinta AGUNG
itu kuat seperti maut

Pendahuluan untuk mengenal kitab Kidung Agung mungkin


merupakan hal yang lebih penting dibandingkan ketika mengenal kitab-kitab
lain dalam Alkitab. Hal ini berhubungan dengan masalah bagaimana gereja
seharusnya menafsirkan artinya. Jelasnya, Kidung Agung adalah kumpulan
puisi cinta Ibrani kuno yang sedang menggambarkan pengalaman seorang
kekasih dengan gadisnya ketika mereka sedang menikmati keindahan,
kekuatan dan sukacita cinta seksuil manusia. Apakah tepat/layak bagi kitab
semacam itu untuk menjadi bagian dari Kitab Suci?

EKSISTENSI KITAB

Mengapa Kidung Agung termasuk dalam kanon kitab Suci? Padahal


tanda-tanda literatur bibilcal tidak nampak dalam kitab ini, seperti:
 tidak ada rujukan tentang Yahweh
 tidak ada rujukan tentang praktek keagamaan
 tidak ada rujukan tentang tema religius: Taurat, anugerah, dosa,
doa, keselamatan
 tidak pernah dikutip dalam PB.
Namun bagaimanapun juga, Kidung Agung telah ada dan menjadi
bagian Kitab Suci. Lebih jauh lagi kitab ini memiliki tempat yang signifikan
dalam sinagogue dan gereja. Di Israel sendiri, kitab ini berhubungan secara
liturgis dengan festival besar orang Yahudi, bahkan dibacakan pada hari
kedelapan perayaan Paskah. Selama lima belas abad pertama kekristenan,
kebanyakan penulis Kristen mengalihkan perhatian mereka pada kitab ini.

81
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Tidak ada informasi yang tertinggal yang menjelaskan alasan mengapa


Kidung Agung termasuk dalam kanon. Namun setidaknya ada 3 hal yang
menjadi bahan pertimbangan mengapa kitab ini menjadi bagian dari KItab
Suci:
a. Penyebutan nama Salomo dalam kitab
b. Penggunaan metode alegori dalam menafsirkan kitab
c. Penafsiran liturgis (hubungan antara Kidung Agung dengan perayaan
Massot dan Sukkot)
Pada abad kedua status kanonik Kidung Agung kembali diperdebatkan
namun Rabi Akiba memenangkan perdebatan tersebut.

LATAR BELAKANG

Tokoh utama dalam Kidung Agung ini adalah Salomo dan Sulamit.
Nama ‘Sulamit’ hanya muncul pada 6:13, yang kemungkinan berarti dia
adalah seorang gadis dari Sulam, suatu desa dekat dataran Megido, sebelah
utara Jizreel.
Raja Salomo memiliki suatu kebun anggur di puncak bukit Efraim,
sekitar 50 mil utara Yerusalem, yang penjagaannya diserahkan kepada para
penjaga (8:11). Penjaganya masing-masing adalah seorang ibu, kedua anak
laki-lakinya, dan saudara bungsu perempuan mereka, Sulamit. Kemungkinan
saudara laki-laki Sulamit adalah saudara tiri. Mereka memperkerjakan
Sulamit demikian berat di kebun anggur mereka sehingga Sulamit tidak
sempat memperhatikan penampilannnya (1:6). Dia memangkas pohon
anggur, memasang perangkap bagi rubah-rubah kecil, menjaga ternak dan
selalu berada di udara terbuka sehingga kulitnya menjadi hitam (2:15; 1:8,5).
Suatu hari Salomo tiba di kebun anggurnya (kemungkinan dalam
penyamaran) dan tertarik pada Sulamit. Sulamit menganggapnya sebagai
gembala ternak dan menanyakan kepada Salomo tentang kawanan ternaknya
(1:7). Selanjutnya terjadilah percakapan cinta antara Salomo dan Sulamit dan
Salomo menjanjikan hadiah-hadiah kepada Sulamit di masa mendatang (1:8-
11). Salomo berhasil mengambil hati Sulamit dan berjanji bahwa suatu hari
dia akan kembali menemui Sulamit. Malam harinya Sulamit bermimpi
tentang Salomo (3:1) dan ternyata Salomo benar-benar kembali diiringi
dengan segala kemegahannya dan mengangkat Sulamit menjadi
pengantinnya (3:6-7).

STRUKTUR KITAB

I. Judul (1:1)
II. Masa Perkenalan (1:2-3:5)
A. Perenungan cinta kasih seorang gadis (1:2-4b)

82
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

B. Pujian teman-teman (1:4c)


C. Kesadaran diri gadis (1:4d-7)
D. Nasehat teman-teman (1:8)
E. Pujiang kekasih (1:9-11)
F. Keharuman cinta (1:12-14)
G. Pujian bersahut-sahutan (1:15-2:2)
H. Pujian cinta (2:3-7)
I. Irama cinta (2:8-3:5)
1. Panggilan kekasih (2:8-17)
2. Pencarian kekasih (3:1-5)
III. Prosesi pernikahan (3:6-11)
IV. Pesta Pernikahan (4:1-5:1)
A. Kecantikan dan kesucian mempelai perempuan (4:1-15)
B. Penyempurnaan cinta (4:16-5:1)
1. Undangan (4:16)
2. Respon (5:1a-d)
3. Sukacita (5:1e-f)
V. Kehidupan cinta (5:2-8:7)
A. Keragu-raguannya (5:2-8)
B. Concern teman-teman (5:9)
C. Penegasan cinta (5:10-6:10)
1. Pujian kekasih (5:10-16)
2. Penyelidikan teman-teman (6:1)
3. Pujian kekasih (6:2-3)
4. Jawaban pujian kekasih (6:4-10)
D. Pertanyaan ttg cinta (6:11-13)
E. Pengulangan cinta (7:1-9a)
F. Pemilikan dan pemberian cinta (7:9b-13)
G. Kerinduan dan kemerdekaan cinta (8:1-4)
H. Meterai dan kekuatan cinta (8:5-7)
VI. Kesimpulan (8:8-14)

BAHASA

Ada beberapa masalah yang seringkali menjadi pertanyaan pembaca


masa kini dalam mempelajari kitab Kidung Agung. Salah satunya adalah
masalah bahasa.
Bahasa Ibrani kuno adalah bahasa primitif. Ilmu kalimatnya sangat
berbeda dengan bahasa masa kini. Tenses kata kerjanya sangat berbeda
sehingga urutan waktunya juga menjadi sangat sulit untuk dikembangkan.
Susunan katanya dapat menimbulkan masalah. Ada suatu penghematan
bahasa yang cukup menggiurkan, yaitu puisi.
Dalam puisi ada suatu keringkasan gaya bahasa yang membuatnya
lebih bersifat efisien. Hasilnya adalah teks yang digunakan lebih bersifat

83
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

sugestif daripada hanya sekedar menggambarkan, lebih impresionis


daripada sekedar hanya menggambarkan.
Bahasa yang dipergunakan dalam kitab Kidung Agung merupakan
sesuatu yang unik dalam Alkitab Ibrani. Kitab ini penuh dengan hapax
legomena dan kata-kata yang jarang muncul. Dalamn 117 ayat ada sejumlah
kata yang hanya muncul sekali maupun berkali-kali namun hanya di Kidung
Agung.
Dalam penyampaiannya melalui bahasa yang dipergunakan, ada 3 hal
yang perlu diperhatikan:
1. Kitab ini bukan merupakan suatu kesatuan. Kitab ini merupakan
kumpulan lagu. Ada berbagai lokasi geografis yang disebutkan, misalnya di
utara (Damaskus, Libanon, Karmel, Tirza, dll), sedangkan di daerah selatan
disebutkan Yerusalem, En-Gedi). Dalam hal struktur dan isinya, kitab ini
bervariatif: ada pembicaraan bersahutan antara dua kekasih, pembicaraan
gadis dengan putri-putri Yerusalem, pembicaraan tanpa indikasi adanya
pendengar, cerita tentang mimpi, puisi naratif tentang Salomo, dll. Jika
genre kitab ini adalah “lagu cinta” maka jelaslah dalam kitab ini pula ada
beberapa sub-genre.
2. Di sisi lain walaupun kitab ini merupakan suatu kumpulan, ada factor-
faktor yang menyatukan. Salah satunya adalah tema “cinta.” Sedangkan hal-
hal lain adalah pengulangan frase dan ayat-ayat, “Kusumpahi kamu, puteri-
puteri Yerusalem…” (2:7; 3:5; 5:8; 8:4), “jantung hatiku” (1:7; 3:1-4), “sebelum
angin senja berembus” (2:17; 4:6), “rambutmu bagaikan kawanan kambing”
(4:1; 6:5), “bagikan merpati matamu” (1:15; 4:1).
3. Ada beberapa perbendaharaan kata yang jarang muncul dan hanya muncul
di Kidung Agung, misalnya kata “bunga pacar” (1:14; 4:13; 7:11), “buah
delima” (4:13, 16; 7:13), “(rambut) ikal”(5:2,11), dll.

Masalah lain adalah tentang imageri yang dipergunakan yang


merupakan bagian normal dari suatu budaya yang sangat berbeda dari dunia
modern kita. Adegan yang diambil adalah latar belakang yang berhubungan
dengan kehidupan penggembalaan dan daerah Timur Tengah. Begitu pula
dengan referensi-referensi yang dipergunakan, seperti alam, burung,
binatang, rempah-rempah, parfum, perhiasan dan tempat-tempat; semuanya
bukan merupakan kata-kata yang biasa dipergunakan dalam puisi cinta
modern.

PENAFSIRAN KITAB

Senada dengan kesulitan kanonitas-nya, maka cara penentuan


penafsiran kitab Ayub pun hingga kini belum didapati keseragaman
pendapat. Mungkin tidak ada kitab lain dalam Alkitab yang memiliki
berbagai macam pandangan tentang penafsirannya selain kitab Kidung
Agung.
Ada beberapa alternatif yang ditawarkan:

84
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

1. ALEGORIS : mencari arti rohani pada setiap detail.


Alegori biasanya tidak berakar dari sejarah/fakta, tetapi dari imajinasi
penulis. Dengan penafsiran alegori berarti arti literal dari kalimat-kalimat
tidak dipedulikan, sebaliknya arti yang tersembunyi di balik kalimat tersebut
yang dimunculkan sebagai arti kalimat. Alegoris, yang digunakan pada
permulaan literatur Yunani, merupakan suatu sarana yang tua yang mana di
dalamnya terdapat suatu jurang tajam antara arti literal yang jelas-jelas
tertulis dan “pesan spiritual yang sangat tinggi.”
Jenis penafsiran ini adalah yang paling tua dari berbagai jenis
penafsiran yang pernah ada. Posisi tersebut berkembang dengan baik pada
era kekristenan abad pertama.
* PARA RABI
Para sarjana mempercayai bahwa Rabi Akiba-lah yang pertama-tama
menampilkan penafsiran alegori pada kitab Kidung Agung ketika dia
mengatakan kitab ini adalah yang terkudus di antara yang kudus (the holy
of holies). Targum kitab Kidung Agung merupakan karya pertama yang
secara penuh menafsirkan kitab ini secara alegoris sebagai suatu sejarah Israel
dari saat keluaran sampai kedatanagan Mesias dan pembangunan Bait Allah
ketiga. Kata ‘kekasih’ merujuk pada Tuhan dan gadisnya adalah Israel.
* ERA KEKRISTENAN
Orang-orang Kristen periode permulaan mengambil metode
penafsiran yang sama dengan menafsirkan ‘kekasih’ adalah Kristus dan
gadis adalah gereja. Hipolitus dari Roma adalah orang pertama yang
membuat eksposisi Kidung Agung dengan menggunakan penafsiran allegori
walaupun dia dipengaruhi oleh Origen (yang walaupun tetap menafsirkan
Kidung Agung sebagai suatu lagu pernikahan Salomo dan seorang putrid
Mesir namun metode penafsirannya tetap alegoris). Bahkan, Athanasius
(296-373 AD) , Archbishop dari Aleksandria mendapati adanya doktrin
ketuhan Kristus dalam 1:2, misalnya, “ Kiranya ia mencium aku dengan
kecupan…” yang menyatakan ‘suatu pembelaan orang-orang Israel Kuno
terhadap Firman bahwa Dia menjadi daging (manusia).’ Orang-orang lain
menafsirkan gadis dengan ‘orang-orang percaya secara individu, jiwa
manusia, seluruh umat manusia, dan bahkan Perawan Maria.” Konsili
Konstatinopel (553 AD) memberikan penegasan tentang posisi resmi gereja
yang harus memegang penafsiran allegoris.
Ada beberapa kelemahan dalam memperlakukan metode allegori pada
Kidung Agung:
1. Tidak ada indikasi dalam teks yang menyatakan bahwa tujuan
pengarang (Salomo) adalah mengalegoriskannya.
2. Penyebutan orang (Salomo), tempat (Yerusalem, Libanon, En-
Gedi, Tirza, dll) menyatakan suatu kenyataan, bukan sekedar
suatu alat/sarana.
3. Kitab Kidung Agung tidak memiliki karakter narasi, misalnya
garis cerita yang progresif yang biasanya terdapat dalam
alegoori

85
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

4. Tidak ada kontrol atau pedoman untuk menilai ketepatan suatu


alegori.

2. LITERAL : jenis penafsiran yang melihat kitab Kidung Agung sebagai


suatu kumpulan lagu atau puisi cinta.
Pada abad pertama sudah banyak orang Yahudi yang memahami
Kidung Agung secara literal. Bahkan beberapa orang menyanyikan sebagian
dari isi kitab tersebut di rumah yang dipergunakan untuk mabuk-mabukan.
Hal ini menimbulkan kemarahan Rabi Akiba yang menjatuhkan kutuk bagi
orang-orang yang melakukan hal itu. Bagi Rabi Akiba hal itu merupakan
suatu penghujatan.
Selanjutnya pada akhir abad keempat, Theodore of Mopsuestia,
seorang ahli eksegesa literal, menyebut kitab Kidung Agung sebagai kitab
sekuler dan menolak penafsiran alegori terhadap kitab tersebut. Beberapa
orang Yahudi abad pertengahan menganggap kitab Kidung Agung sebagai
suatu lagu yang ditulis oleh Salomo untuk istri yang paling dikasihinya.

3. TIPOLOGI
Perbedaan antara allllegori dan tipologi sangatlah tipis. Jika alegori
merupakan suatu jenis literature yang dapat menghubungkan peristiwa-
peristiwa bersejarah dalam bentuk simbolis atau simboliisme-nya bisa
merupakan sesuatu yang tidak historis, maka tipoloogi biasanya tergantung
pada kenyataan dari presentasi sejarah secara literal. Sebagai contoh:
beberapa orang yang berpegang pada penafsiran bahwa dasar historis dari
kisah Kidung Agung ini adalah pernikahan Salomo dan anak perempuan
Firaun atau puuti-putri yang lain, maka mereka akan berpegang pada
penafsiran bahwa pernikahan tersebut secara tipoloogi merupakan lambing
kesatuan antara Kristus dan orang-orang kafir.

Kesimpulan:
Masih ada beberapa bentuk penafsiran lainnya, namun jumlah
pengikutnya sangat minor.
Sebagai jalan keluar dari berbagai macam penafsiran yang ada, maka
penafsiran tipologi-lah yang paling tepat untuk menafsirkan kitab Kidung
Agung.

Hermeneutika Kitab Ayub

Secara umum, kitab Ayub termasuk dalam kategori literatur hikmat


(wisdom). Di dalamnya terdapat narasi (prosa), puisi dengan berbagai macam
bentuknya. Bentuk puisi yang dominan dalam kitab Ayub adalah ratapan, himne.
Berbeda dengan kitab Amsal yang merupakan kumpulan peribahasa, kitab Ayub

86
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

lebih menitikberatkan pada tema-tema hikmat tertentu pada satu perikopnya (lebih
mirip dengan kitab Pengkhotbah). Perbedaan ini sekaligus juga merupakan suatu
kemudahan untuk menafsirkan satu perikop.
Ada beberapa langkah dalam menafsirkan kitab Ayub:
6. Tentukan jenis literatur satu perikop (prosa, puisi)!
7. Carilah inti cerita dalam satu perikop!
8. Jika perikop tersebut berupa puisi, identiifikasi paralelisme yang ada!
- Apakah paralelisme itu terjadi antar ayat atau antar stanza (paragraph)?
- Apakah jenis paralelisme yang dimaksud?
Perlu diingat:
- Dalam paralelisme, tidak setiap kalimat memiliki arti
- Dalam puisi, tidak setiap kata memiliki arti yang perlu diteliti lebih lanjut
(dijadikan pokok permasalahan)
9. Carilah unsur-unsur, bentuk-bentuk puisi yang lain, misalnya imageri,
peribahasa, himne, dll. Carilah hubungannya dengan kalimat sebelum dan
sesudahnya.
10. Buatlah struktur masing-masing bagian dalam perikop!

The Book of Ecclesiastes (http://www.bible.org/page.asp?


page_id=906) 22/2/06
By: David Malick 

I. AN INTRODUCTION TO WISDOM AND POETIC LITERATURE


A. The Place of Wisdom Literature in the Bible
1. Hebrew Wisdom Literature was part of a larger

87
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

corpus of material with Egyptian, Mesopotamian,


and Canaanite-Phoenician influences1
2. The Bible contains several different types of
literature:
a. Narrative (Genesis, 1 and 2 Samuel, Ruth,
Jonah, Nehemiah, etc.)
b. Legal (Deuteronomy, Leviticus, etc.)
c. Historical (1 and 2 Chronicles, etc.)
d. Poetic (Psalms; Song of Songs etc.)
e. Prophetic (Isaiah, Jeremiah etc.)
f. Gospel (Matthew, Mark, Luke, John)
g. Epistles (Romans, 1 and 2 Corinthians,
Galatians, 1 and 2 Peter, etc.)
h. Apocalyptic (Daniel, Zechariah, Revelation)
3. The different kinds of literature serve different
didactic functions:
a. The effects of the fall of mankind were
pervasive:2
1) The fall effected Mankind's supernatural
relationships (Gen. 3:8,14-15,19)
a) The fall effected conflict with God
(Gen. 3:8)
b) The fall effected conflict with the
enemy (Gen. 3:14-15,19)
2) The Fall effected mankind's natural
relationships (Gen. 3:16-19)
a) The fall effected conflict with
children 3:16a
b) The fall effected conflict between
men and women 3:16b
c) The fall effected conflict in work
(Gen. 3:17-19)
b. The Scriptures are designed to address
Mankind's need of salvation in all realms of
his life (with God, with one another, and
with the tasks of life)3
1) Legal Literature is a declaration of
god's will designed to mold the moral,
spiritual, and ethical direction of the
nation
2) Historical Literature is a revelation
(record) of the sovereign work of God in
History
3) Prophetic Literature is a declaration of
the will of God in History in judgment
of the nation's historical dealings and
in promise of God's future blessings
4) Wisdom/Poetic Literature is practical
direction for obtaining substantial
wholeness out of the brokenness of
natural life:
a) Job addresses Mankind's wrestling
with affliction which defies human
explanation
b) Psalms are an expression of
Mankind's heart toward God in the
varied nature of life: fears,

88
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

doubts, tragedies, triumphs, joys,


hopes.4
c) Song of Solomon is the outworking
of love in marriage
d) Ecclesiastes affirms that meaning
for life is not in life, but in the
One who gives life
e) Proverbs provides skill at living
life from the parameters of the Law
and natural order5
4. Biblical literature is designed to appeal to the
whole person: his mind and his heart!
B. The Design of Wisdom Literature6
1. Wisdom literature is concerned with the
application of truth (from creation and the Law)
to daily life and choices
2. The application of truth was to give one skill at
life7 or even good common sense8 (Job 32:7; Prov.
1:7)
3. Wisdom literature applies truth through
generalizations:
a. The author makes applicational
generalizations in a specific area
b. The author's generalizations are rarely
intended to have an unlimited scope
c. The task in interpreting wisdom literature is
to recognize the specific scope of the author
and thus applying the truth in that specific
scope
d. The generalizations are stated in the form of
maxims
1) Maxims are statements of truth which are
always true, but whose scope is not
intended to be an exhaustive or
comprehensive statement of truth
concerning a subject
2) Maxims state a truth from one
perspective without intending to say all
that there is to say about that subject
4. Examples of the application of truths through
generalizations:9
a. Proverbs consists of pithy maxims to be
applied properly to life10. The limits of
the author's scope of application can be
discerned through collecting many proverbs on
a given subject
b. Job is the application of maxims concerning
the nature of evil and punitive suffering.
The value of maxims is critiqued as a final
guide in suffering. God becomes the only
source of meaning in suffering as he brings
good for his own out of evil for his own good
purposes
c. Ecclesiastes is the search for the ultimate
maxim to explain the nature of life.
However, life is not found in the storehouse
of wisdom, but is a gift from God given to be

89
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

used in a responsible, yet rewarding


fashion11
d. Song of Songs is more poetic literature
rather than wisdom in that it celebrates the
greatest gift of human life--love!
Nevertheless, love is presented in a full
expression as that which unifies two into one
with purity and honor for each person
e. Psalms are also closer to poetry than to
wisdom literature. Nevertheless, they
express the one sided expression of the heart
of man towards God12 as he expresses fear,
sorrow, despair, hope, praise, and skill at
life (wisdom psalms, 1, 27, 32, 34, 37, 49,
73, 112, 127--128, 133)
C. The Literary13 Character of Hebrew Poetry/Wisdom
1. Rhythm of ThoughtThe genius of Hebrew poetry is in
the realm of thought rhyme and the key to thought
rhyme is in the technique of parallelism (the
correspondence of one thought with another)14
a. Synonymous parallelism exactly balances the
thoughts or meanings in two lines of poetry
by saying the same thing twice in nearly the
same way (Ps. 3:1; 7:16; 2:4)
b. Synthetic and Climatic parallelism further
takes up and develops a through begun in the
first line by adding a little more to enrich
one's thinking (Ps. 95:3; 1:1). Occasionally
they expansion is expressed in a tiered
structure in which each line repeats the
first with the exception of the last
term/phrase where a new one is added (Ps.
29:1)
c. Emblematic parallelism uses images to convey
the poetic meaning. While one line conveys
the main point in a direct fashion, the
second line illuminates it by an image.
There is a movement from point to picture
(Ps. 23:1,2,4; 103:13; 113:5,6; 57:1)
d. Antithetical parallelism balances the
thoughts or ideas within the line pairs by
stating truth in the first line in an
opposing or negative way by introducing a
contrast (Ps. 1:6; 57:6)
e. Chiastic or Inverted parallelism contraposes
or alternates the words or phrases in
consecutive lines (Ps. 51:3; Isa. 11:13)
2. Rhythm of Sound (in Hebrew)
a. Acrostic Poems are written so that the
initial letters of consecutive lines form an
alphabet, word, or phrase (Ps. 9; 10; 25; 34;
37; 11; 112; 119; 145; Prov. 31:10-31; Lam.
1; 2; 3; 4; Nahum 1:2-20). This was a
mnemonic tool (memory device) conveying ideas
of order, progression, and completeness.
b. Alliteration is the consonance of sounds at
the beginning of words or syllables (Ps.

90
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

122:6)
c.
Assonance is correspondence of vowels sounds,
often at the end of words in order to
emphasize an idea, theme, or tone (Ps.
119:29)
d. Paronomasia is a word play through the
repetition of words of similar sound, but not
necessarily meaning in order to heighten the
impact of the message (Gen. 32:22-24)
e. Onomatopoeia is the use of words that sound
like what they describe (Ruth 1:19)
f. Ellipsis is the omission of a word or words
that would complete a given parallel
construction (Ps. 115:4-7)
g. Inclusio is the repetition of words or
phrases by which the poet returns to the
point from which he began (Ps. 118:1,29)
3. Wisdom Speech Forms15
a. The Parable is a "warning speech" (Prov. 6:20-
35; 2 Sam. 12:1-4)
b. The Precept is an authoritative instruction
or regulation for behavior connecting wisdom
with the moral codes of the Law (Prov. 3:27)
c. The Riddle is a puzzling question stated as a
problem calling for mental acumen to solve it
(Judg. 14:14)
d. The Fable is a brief tale embracing a moral
truth using people, animals, or inanimate
objects as characters (Judg. 9:7-20)
e. The Wise Saying is a generalization about the
way of wisdom based on the insight of
experience or a folk expression of plain
common sense (Prov. 18:18)
f. The Numerical Proverb culminates numerical
progression (Prov. 6:16-19; 30:18-31)
g. Rhetorical Questions (Prov. 5:16; 8:1),
Allegory Through Personification (Prov. 8--9;
Eccl. 12:1-8), Satire and Irony (Prov. 11:22;
Eccl. 5:13-17)
D. The Canonical Order of the Wisdom and Poetic Books
1. The Hebrew Scriptures were probably originally
canonized into a two-fold division: the Law and
the Prophets16
2. By around the second century B.C.17 a three-fold
division of the Hebrew Scriptures arose: The Law,
The Prophets, and The Writings18
a. The three-fold division included the same
books as the two-fold division
b. There are several possible reasons for a
three-fold division:19
1) A distinction was made between books
which were written by men who held the
prophetic office, and men who only had
the prophetic gift
2) Some at a later date may have felt that
those books which were not written by
"prophets" were not fully canonical

91
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

3)
A more practical purpose was served by
the topical and festal20 significance
rather than by the two-fold categories
3. Within the category of the Sacred Writings, the
books of Psalms, Proverbs and Job were regarded by
the Jews as specifically poetical in nature, and
were described by the mnemonic title "The Book of
Truth"21
4. The Greek translation of the Hebrew Scriptures
(The Septuagint or LXX c. 280-150 B.C.) divided
the Old Testament according to subject matter
which is the basis of the modern four-fold
classification of the: five books of Law, twelve
books of History, five books of Poetry, and
seventeen books of Prophecy22
II. INTRODUCTION TO ECCLESIASTES
A. Title: Qohelet (The Speaker [in an Assembly])
1. In Hebrew the book is titled "Qohelet" ( tl#h#q)
):
a. This has been understood to be a proper name,
and thus not translated but transliterated
b. This is probably a title rather than a proper
name due to the definite article which is
used with the term in 12:8, "Vanity of
vanities," says the Preacher ( tl#h#oQh^ )
2. In the LXX titled "Ecclesiastes" (
jEkklhsiasth"):
a. This describes "one who calls an assembly"23
b. Therefore, many English versions interpret
"Qohelet" in terms of the role that he played
with the assembly:
1) "The Teacher" (NIV)
2) "The Preacher" (KJV/NASV)
3) "The Leader of the Assembly" (NIV marg)
B. Authorship: Most Probably Solomon the son of David
1. External Evidence: Although many critical
scholars argue for a late date of Ecclesiastes,
their evidence is not conclusive and an earlier
Solomonic date is supportable in line with the
general opinion before the seventeenth century
a. Until the rise of literary and historical
criticism during the Enlightenment (17th
century) Solomonic authorship of Ecclesiastes
was generally accepted24
1) The Jews considered Ecclesiastes to be
inspired
a) It was included in the Mishnah and
the Talmud25
b) It was included in the LXX
c) It was not doubted by Josephus
2) It was approved in the early Christian
era:
a) It was not doubted by the
translation of Aquila
b) It was not doubted by the
translation of Symmachus
c) It was not doubted by the

92
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

translation of Theodotion
d) It was included in the catalog of
Melito, bishop of Sardis (c. AD
170)
b. Questions of authorship arose due to
linguistic discussions:
1) Hebrew Style: Some believed that the
Hebrew of Ecclesiastes was closer in
style to that of the Mishnah (AD 200)
than Solomon's age (BC 951-921)
2) Loan Words: Aramaic and Persian words
led scholars to date the work after
Solomon, but some recent studies show
that some of these features exist in
Canaanite-Phoenician literature of the
pre-Solomonic era26
3) Autobiographical References:
Autobiographical references are
considered to be literary devices to
validate the author's arguments as in
the case of the pseudepigraphical Wisdom
of Solomon (ca. 150-50 BC), but this is
not a necessary conclusion for the
following reasons:
a) Falsehood: If the biographical
references are not true, then it is
unlikely that the believing
community (which was closer to the
time of composition) would have
accepted Ecclesiastes into the
canon as part of inspired truth
b) Although some argue that the verb
"was" (yt!yy]h( ) means "I ... was
[and am no longer] king." However,
the verb could be translated as
follows: "I ... have been [and
still am] king." See the NASB
c) The reference to "all who were over
Jerusalem before me" may not only
refer to Israelite rulers (e.g.,
David only), but to the non-
Israelite rulers before David27
4) Linguistic Response: Recent studies
demonstrate that some of the
characteristics of the Hebrew in
Ecclesiastes which were considered to
be Aramaic and/or late may be found in
Canaanite-Phoenician literature of a pre-
Solomonic era28
5) Social and Political Conditions:
Although some argue that the social and
political conditions of Ecclesiastes29
are descriptive of the later time
periods when the Jews were under Persian
or Greek rule, they could also be
descriptive of the end of Solomon's rule
when he was so harsh (1 Ki. 12:4, 9-11)

93
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

2. Internal Evidence: Although not conclusive, the


internal evidence leans in the direction of
Solomon:
a. The
author identifies himself as David's Son
who
is a King over Israel in Jerusalem:
1)
The author identifies himself as the
"Son of David" (1:1)
2) The author identifies himself as a "King
in Jerusalem" (1:1)
3) The author identifies himself as a "king
over Israel in Jerusalem" (1:12)
b. The author identifies himself with qualities
which would have been true of David's son,
Solomon:30
1) He has "magnified and increased wisdom
more than all who were over Jerusalem
before" him 1:16
2) He describes himself as a builder of
great projects 2:4-6
3) He describes himself as possessing many
slaves (2:7), herds of sheep and cattle
(2:7), and great wealth (2:8)
4) He claimed to be greater than all who
lived in Jerusalem before him 2:9
C. Date: Probably around 935 BC
1. Late Date: Many who hold to a late date due to
linguistic concerns date the book as late as the
postexilic period (c. 530-250 BC),31 but some32
date the book during the late Persian period (c.
450-350 BC)
2. If one holds to Solomonic authorship, than the
date is between 970-931 BC
3. Within the span of Solomonic kingship it is more
likely that this book was written toward the end
of his life than at an earlier time; Kaiser
writes, "Therefore, given the Solomonic authorship
of the book, it will be best placed not before his
apostasy, for the questions and sins of
Ecclesiastes did not trouble him then, nor during
his years of rebellion, for then he had no
occasion to use the language of spiritual things.
Ecclesiastes is best placed after his apostasy,
when both his recent turmoil and repentance were
still fresh in his mind33
D. The Canonical Use of Ecclesiastes34
1. See "I" "D" in the outline above
2. Ecclesiastes was read on the third day of the
Feast of Tabernacles to emphasize joy over man's
place in God's good creation35
E. A Comparison of Ecclesiastes with other ANE Texts
1. The specific kind of wisdom literature to which
Ecclesiastes is akin is "pessimism literature"36
2. "An example of the essential difference between
Mesopotamian "pessimism literature" and that of
Israel may be found in the first millennium
Babylonian "Dialogue of Pessimism" which concludes
a similar struggle as Solomon's in Ecclesiastes

94
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

with absolute despair:"Slave, listen to me,"


"Yes, master, yes." "Then what is good?" "To have
my neck and yours broken and to be thrown into the
river. Who is so tall that he can reach to the
heavens? Who is so broad that he can encompass
the underworld?" "No, servant, I will kill you and
let you go first." "Then (I swear that) my master
will not outlive me by even three days"37
F. The Unity and Structure of the Book
1. Some have viewed Ecclesiastes as a combination of
the contradictory views of three men (a skeptic, a
writer of wisdom, and a believer), but this has
largely been abandoned38
2. Some see the book of Ecclesiastes as having a
thematic unity, but no real structural unity or
argument; rather, it is viewed as a loose
collection of wisdom sayings similar to the book
of Proverbs39
3. Some trace the argument of the book through
rhetorical criticism involving the repetition of
set formulas dividing the book into two main
divisions with an introduction and conclusion
added on:40
a. Introduction: The Futility of All Human
Endeavor 1:1-11
b. The Futility of Human Achievement Empirically
Demonstrated 1:12--6:9
c. The Limitations of Human Wisdom Empirically
Demonstrated 6:10--11:6
d. Conclusion: Life Joyously and Responsibly in
the Fear of God 11:7--12:14
4. Others trace the argument of the book into four
parts around the formal refrain "to eat and drink
and to realize the benefit of one's labor" is all
a gift from God" (2:24-26; 5:18-20; 8:15-17; 11:7-
10)41
5. Others trace the argument of the book through a
combination of themes and literary structure42
G. The Purposes of Ecclesiastes
1. To reach unbelievers through a "cultural
apologetic" so that they might straighten out
their thinking, acting, values and prepare for
their eternal destiny43
2. To explain for unbelievers and believers that
meaning in life is not to be found in life (which
is unintelligible and hostile--meaningless,
vanity), but in the God who gives life
3. To emphasize the central theme that an
understanding of life begins with the fear of
God44
4. To "set a new standard of godliness for potential
proselytes and Gentiles in general in a society
and culture filled with every form of idolatry,
indecency, and injustice known to man"45
___________________________
1 To say that Hebrew Wisdom Literature was similar to some
of the writings of its neighbors does not mean that there were

95
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

not differences--especially in its development with respect to


one God. Nevertheless, several factors were similar: (1) it was
essentially practical, (2) it was attributed to God alone, (3) it
was relevant to all parts of life (see R. K. Harrison,
Introduction, pp. 1004-1009; Hill and Walton, Survey, pp. 248-
252; La Sor et al, Old, pp. 534-542; Pritchard, ANET, pp. 589-
607).
2 Much of what follows is from S. Craig Glickman, class
notes of student in 903 Soteriology, Dallas Theological Seminary,
Fall 1981.
3 Much of what follows was adapted from Glickman, Ibid.,
Elliott E. Johnson, class notes of student in 303 Old Testament
History II and Poetry, Dallas Theological Seminary, Spring 1981;
Expository Hermeneutics: An Introduction, pp. 106-132.
Geisler affirms that Legal literature provided the moral
life of the people, Historical literature provided the political
life of the people, and Poetical literature provided the
spiritual experiences of the people (A Popular Survey of the Old
Testament, p. 179). While there is some truth to this, the
descriptions do not fully express the development of the
different types of literature.
4 The wisdom aspect throughout the Psalms is the concept
that the righteous will be vindicated and the wicked will suffer
(Ps. 1).
5 See the discussion by La Sor et al, Old, p. 545.
6 Elliott E. Johnson, "Principle of Recognition: Chapter IV"
(unpublished class notes in 315 Advanced Hermeneutics, Dallas
Theological Seminary, Fall 1983), pp. 55-56.
7 The Hebrew term hmkh was generically used to describe the
skill which one might have with craftsmanship (Ex. 31:1-11),
architectural ability (1 Ki. 5:9-18) or, handiwork (1 Ki. 7:14;
Isa. 44:9-17).
The skill that the fear of the Lord gives is the ability to
make good choices about life (Prov. 1:1-7).
8 R. K. Harrison writes, "worldly wisdom, through less
elevated in nature, was different only in degree and not in kind
from divine wisdom. The whole of life was thus connoted in terms
of religious experience, and wisdom was held to be relevant at
all points of existence" (Introduction, p. 1008).
9 Two broad categories exist to define wisdom literature:
(1) Proverbial wisdom--short, pity sayings which state rules for
personal happiness and welfare [e.g., Proverbs], and (2)
Contemplative or Speculative wisdom--monologues, dialogues, or
essays which delve into basic problems of human existence such as
meaning in life, or suffering [e.g., Ecclesiastes and Job]; see
La Sor et al, Old, pp. 533-542.
10 These are concrete, down-to-earth statements rather than
broad, philosophical evaluations (cf. Prov. 12:4; 11:2; 17:10);
La Sor et al offer an enjoyable discussion of this characteristic
(Old, pp. 537-538).
11 An example of the essential difference between
Mesopotamian wisdom literature, and that of Israel may be found
in the first millennium Babylonian "Dialogue of Pessimism" which
concludes a similar struggle as Solomon's in Ecclesiastes with
absolute despair:
"Slave, listen to me," "Yes, master, yes." "Then what is
good?" "To have my neck and yours broken and to be thrown into

96
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

the river. Who is so tall that he can reach to the heavens? Who
is so broad that he can encompass the underworld?" "No, servant,
I will kill you and let you go first." "Then (I swear that) my
master will not outlive me by even three days" (Pritchard, ANET,
p. 601).
How much different is this conclusion than that of the
modern existentialist?
12 As Ross writes, "The Psalms are the inspired responses of
human hearts to God's revelation of Himself in law, history, and
prophecy" ("Psalms" BKC, p. 779).
13 The language of the Psalms is concentrated when compared
with prose. The concentration occurs through the use of images,
symbols, figures, emotive vocabulary, and multiple meanings
(Ross, "Psalms", BKC, p. 780). The figurative language, "is an
instrument for conveying densely patterned meanings, and
sometimes contradictory meanings, that are not readily conveyable
through other kinds of discourse" (Alter, The Art of Biblical
Poetry, p. 113).
The word pictures enable the reader to feel much of what the
poet did when he wrote the lines. This capacity to "imagine"
that which one has not experienced is probably tied to the image
of God (Who was able to imagine all possible creations before he
made this one). Therefore, one must be sensitive to figurative
language in order to capture the emotional meanings of the
poetry.
14 Hill and Walton, Survey, pp. 252-253; Kidner, Psalms 1-
72, pp. 1-4; R. K. Harrison, Introduction, pp. 965-972; Ryken,
Words of Delight, pp. 180-185.
15 Hill and Walton, Survey, pp. 257-258; See also Ryken,
Words of Delight, pp. 159-185, 313-340.
16 The two-fold division is argued upon (1) the way in which
Moses' Law is referred to as a unit throughout the Scriptures,
(2) the way in which the historical books are linked together as
a unit, (3) the reference in Daniel to the Law and the "books"
[9:2], and (4) the recognition of the "Former" prophetic books by
the "Latter" (See Geisler and Nix, A General Introduction to the
Bible, pp. 148-161).
17 Prologue to Ecclesiasticus (c. 132 B.C.), Jesus in Luke
24:44 (A.D. 30) Josephus, Against Apion, I.8 (A.D. 37-100).
18 The Writings include: (1) Poetical Books--Psalms,
Proverbs, Job, (2) Five Rolls (Megilloth)--Song of Songs, Ruth,
Lamentations, Esther, Ecclesiastes, (3) Historical Books--Daniel,
Ezra-Nehemiah, Chronicles
Sometimes Ruth was attached to Judges, and Lamentations was
attached to Jeremiah thereby making the Hebrew canon comprised of
22 books rather than the more usual 24 books (see Geisler and
Nix, General, pp. 18-19).
19 Critical scholars assume that the three-fold division
reflects dates of canonization in accordance with their dates of
compositions--Law (400 B.C.), Prophets (c. 200 B.C.), Writings
(c. A.D. 100). However, this thesis is untenable in light of
early reports of a three-fold division (c. 132 B.C.; see above).
See Geisler and Nix, General, p. 151.
This critical approach is suggested by La Sor et al as an
explanation for the placement of Ezra, Nehemiah, Chronicles,
Esther, Song of Solomon, and Ecclesiastes when they write,
"Essentially, the purpose of the Writings as a whole was to

97
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

collect those sacred books whose purpose, character, or date


excluded them form the collections of law and prophecy (Old, p.
508-509).
20 Song of Solomon (eighth day of Passover), Ruth (second
day of Weeks, or Pentecost), Lamentations (ninth day of Ab, in
mourning for the destruction of Solomon's temple), Ecclesiastes
(third day of Tabernacles), Esther (Purim).
21 The word "truth" ( tma) was composed of the initial
letters of each book--a ( boya, Job), m (ylvm, Proverbs), and t (
<ylht, Praises or Psalms) see R. K. Harrison, Introduction, p.
965.
22 Law = Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy
History = Joshua, Judges, Ruth, I Samuel, II Samuel, I
Kings, II Kings, I Chronicles, II Chronicles, Ezra, Nehemiah,
Esther
Poetry = Job, Psalms, Proverbs, Ecclesiastes, Song of
Solomon
Prophets/Major = Isaiah, Jeremiah, Lamentations, Ezekiel,
Daniel
Prophets/Minor = Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, Micah,
Nahum, Habakkuk, Zephaniah, Haggai, Zechariah, and Malachi.
For a more extensive overview see Geisler and Nix, General,
pp. 17-25.
23 Kaiser would argue that the feminine participle actually
describes the act of gathering people together rather than one
who gathers people together (Ecclesiastes, pp. 24-25).
24 Luther did reject Solomonic authorship in his Tischreden
(Table-Talk) affirming that the book had not reached us in its
completed form and that Sirach rather than Solomon had been its
author (see K & D 6:190).
25 Kaiser notes the following, "The often repeated charge
that the Talmud and Midrashim were ambivalent about Ecclesiastes'
place in the canon is an overstatement. If the charge is that
there were some serious questions about how to interpret
Ecclesiastes, the answer is that the problem was not confined to
Qoheleth; consider Song of Solomon, Proverbs, and certain Psalms.
Further, those objections were all from the school of Shammai,
whose rules of interpretation were hotly contested by the school
of Hillel. Shammai was in fact overruled by the seventy elders,
and so the Synagogue had settled the issue. What is more, the
complaint this school raised that the words of Qoheleth
contradict one another was only an apparent difficulty that was
resolved just as alleged internal contradictions of the same kind
in Proverbs were resolved: by careful exegesis of the text.
26 Mitchell Dahood, "Canaanite-Phoenician Influence in
Qoheleth," Biblica 33 (1952): 201-202.
27 Melchizedek (Gen. 14:18), Adonizedic (Josh. 10:1),
Araunah (2 Sam. 24:23).
28 Donald R. Glenn, "Ecclesiastes," in The Bible Knowledge
Commentary: An Exposition of the Scriptures by Dallas Seminary
Faculty: Old Testament, edited by John F. Walvoord and Roy B.
Zuck (Wheaton: Victor Books, 1985), p. 975. Also Gleason L.
Archer has summarized these features and argues that the Hebrew
in Ecclesiastes is unique to any other Hebrew from any other
period (Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible [Grand
Rapids: Zondervan Publishing House, 1975] s.v. "Ecclesiastes,"
2:184-187. See also Michael A. Eaton, Ecclesiastes: An

98
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

Introduction & Commentary, Tyndale Old Testament Commentaries,


edited by D. J. Wiseman (Downers Grove: Inter-Varsity Press,
1983), p. 19. Walter C. Kaiser, Jr., Ecclesiastes: Total Life
(Chicago: Moody Press, 1979), p. 28.
29 These would include oppression (4:1; 8:9), injustice
(5:8), and corrupt government (5:8-9; 10:16-20).
30 Hill and Walton recognize that the writer intends for the
reader to think of Solomon's experiences, but still come to the
conclusion that Solomonic authorship is "doubtful" (A Survey, p.
293. One wonders how they justify the deception of the author as
a part of Scripture.
31 Fragments of Ecclesiastes found at Qumran rule out a date
later than 150 BC.
32 Hengstenberg, Delitzsch, Leupold, and E. J. Young.
33 Kaiser, Ecclesiastes, pp. 30-31. See also 1 Kings 11.
See also Jerusalem Talmud, tractate Sanhedrin 20c.
34 For a more detailed discussion of canonicity see Eaton,
Ecclesiastes, pp. 24-28.
35 See Kaiser's discussion in Ecclesiastes, pp. 41-42.
36 Eaton, Ecclesiastes, pp. 34-36. Pritchard, ANET, pp. 407-
410, 423-424, 441-444, 467.
37 Pritchard, ANET, p. 601. How much different is this
conclusion than that of the modern existentialist?
38 Glenn, "Ecclesiastes," BKC, p. 978.
39 See the discussion by Eaton, Ecclesiastes, pp. 48-51.
40 Glenn, "Ecclesiastes," BKC, p. 978.
41 This view does not have a monolithic expression (see
Kaiser, Ecclesiastes, pp. 20-24; Glenn, "Ecclesiastes," BKC, p.
978.
42 See Hill and Walton, A Survey, pp. 295-297, and the
argument of this writer which follows below.
43 Kaiser, Ecclesiastes, pp. 31-32. See Deuteronomy 4:6-8;
1 Ki. 10:1.
44 See Deuteronomy 4:105:29; 6:2,13,24; 8:6; 10:12,20; 13:4;
14:23; 17:19; 28:58; 31:12-13.
45 Kaiser, Ecclesiastes, p. 37.
 

Copyright 2005. bible.org -- All Rights Reserved


Printer Friendly Version   |   Send this page to a friend   |   Report Broken Link
Content Management System by Galaxie Software    
Hosted by IPGlobal.net   

99
Kitab Puisi (Tafsir PL 3)
Nike Pamela, MA.

100

Anda mungkin juga menyukai