Anda di halaman 1dari 36

ETIKET, HOSPITALITY, DAN

DAN OMOTENASHI

Interaksi dengan Disabilitas

Disiapkan untuk: Pelatihan Umum Volunteer 11th ASEAN Para Games 2022
Surakarta, 21 – 24 July 2022
LUSIA VREYDA ADVENI
Trainer, speaker, lecturer, BNSP Tourism Assessor, Communication
Expert >10 Years Experience

Work Experience
2019 - Now Chairman of Runata Edu
2016 - Now Director of PT. Runata Investindo

Educations
2021 - Now Sahid University
2009 - 2010 PPM School of Management
2003 - 2007 Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Achievement & Other Experiences


2018 – Now BNSP tourism assessor
2021 Kranggan Tourism Village Development
Finalist The Novartis Biotechnology Leadership Camp
Winner The Future Leaders (TFL 1 – Scholarship)
YOU ARE THE WINNER

I am capable of anything I wanna do.


I am doing a great job!
YOU ARE REPRESENTATIVE OF INDONESIA!
Etika? Moral?

PERBEDAAN
&
PERSAMAAN

Etiket? Hukum?
PERBEDAAN DAN PERSAMAAN
Etika Etiket Moral Hukum Persamaan

Merupakan moral. Kesadaran atas Ditulis secara


Cara melakukan
Memberi norma pada perbuatan baik dan sistematis, 1. Mengatur
suatu perbuatan.
suatu perbuatan buruk. Mengatur relative pasti dan
Sopan santun. perilaku
(mana yang boleh perilaku lahir dan obyektif.
Bersifat relatif, antar
dan tidak). Berlaku batiniah. Sanksi tidak Mengatur manusia
budaya berbeda.
setiap saat. Sifatnya memaksa. Didasarkan perilaku lahirlah.
Bersifat lahiriah.
absolut. Bersifat pada norma moral Sanksi bersifat 2. Mengatur
batiniah. Contoh : Cara bicara yang melebihi memaksa.
dengan orang tua Didasari pada perilaku
Contoh : Tidak golongan/masyarakat/
negara kehendak manusia secara
menyontek masyarakat /
negara normatif
Perilaku yang berdasarkan HATI
NURANI Sebagai stadium
terakhir dan tertinggi dari suatu
perkembangan panjang
di bidang moral

Lawrence Kohlberg
1927 - 1988
HOSPITALITY
BENTUK
USAHA MELAYANI
PARIWISATA TULUS

Pelayanan jasa pariwisata berbasis Dalam hospitality, melayani


keramah-tamahan. secara tulus merupakan kunci
dalam memberikan pelayanan
Tradisi budaya Jawa sejak zaman
kepada pelanggan, termasuk
dahulu sudah mengenal konsep
membantu aktualisasi diri
“ngewongke uwong”
mereka memenuhi jiwa manusia
yang memiliki arti
sejati.
“memanusiakan manusia.”

Hospitality bukan hanya soal keramah-tamahan seperti dalam arti sempit bahasa (hospitable). Namun
hospitality merupakan pengetahuan dan seni yang kompleks dalam menjual jasa, yaitu jasa dengan
pelayanan yang penuh rasa hormat dan penuh rasa kemanusiaan sesuai kebutuhan jiwa manusia yang
ingin dihormati dan dihargai sebagai manusia seutuhnya yang memiliki akal dan budi.
Hospitality merupakan etika dari tuan
rumah dalam melayani
tamu/konsumen dengan hati yang tulus
penuh dengan kehangatan dan
Keramah-tamahan sehingga tamu akan
merasa puas dan dihargai secara
manusiawi.
OMOTENASHI
Kata motenasu ini juga
sering dimaknai sebagai Dalam bahasa Jepang, hospitality dapat disebut juga dengan omotenashi.
‘tidak membawa (memiliki) Istilah omotenashi ini menjadi istilah hospitality versi Jepang dan sebenarnya
apapun’ oleh masyarakat memiliki perbedaan sendiri dari hospitality karena memiliki unsur budaya dari
Jepang
Jepang.
Orientasi dari omotenashi:

• kesempurnaan dalam
pelayanan (usaha yang
dilakukan sangat
mendetail dan tanpa cela)
• tidak ada permintaan yang Omotenashi adalah kata yang berasal dari kata motenasu.
tidak dapat
dikabulkan. “Motenashi adalah keramahtamahan yang dilakukan pada saat menangani tamu
• kesempurnaan pelayanan (Shogakukan "Digital Daijisen").”
diusahakan agar di luar
ekspektasi konsumen Terasaka (2014 : 90)
(Nagao dan Umemuro,
2012:129).
OMOTENASHI
Merupakan pelayanan yang dilakukan dengan sepenuh hati,
100% melayani tamu dengan hati yang tulus secara maksimal Empati
Tindakan mau
Omotenashi mewakili pelayanan, perilaku, sukarela, dan kejujuran
mendengarkan,
kepada orang lain tanpa mengharapkan pujian atau penghargaan lainnya.
mengerti,
(Iwamoto & Takahashi, 2012) menyadari dan
memahami
keinginan orang

Terasaka & Inaba, 2014 lain.

Omotenashi untuk menyenangkan dan memuaskan


tamu, memperhatikan tujuan dan kebutuhan tamu,
baik itu secara langsung dan tidak langsung
“We put ourselves in their
shoes, anticipate their needs
and act accordingly.”
3 PRINSIP OMOTENASHI

MEKUBARI KIKUBARI KOKOROBUKARI


MEMPERHATIKAN KEPEDULIAN EMPATI
TIGA ELEMEN UTAMA OMOTENASHI
Al-Alsheikh (2014:7)
SHITSURAI
diartikan sebagai lingkungan fisik dimana layanan akan dikirim. Lingkungan fisik dari
layanan ini merupakan suatu benda yang berwujud yang dibutuhkan dalam suatu
pelayanan.
Contoh. Tempat penginapan
Shitsurai
FURUMAI
tanggung jawab tuan rumah serta persiapan penyajian dengan melihat kebutuhan
pengunjung. Tuan rumah atau pemilik usaha harus mempersiapkan kebutuhan dan
Furumai pelayanan kepada pengunjung.
Contoh. Persiapan yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan tamu

Shikake
SHIKAKE
bahwa tamu telah berpartisipasi dan menikmati pelayanan. Contoh proses
pelayanan yang sedang dinikmati tamu seperti saat menyiapkan makanan kepada
tamu.
HOSPITALITY VS OMOTENASHI
Hubungan
Hubungan
Hubungan apabila terdapat
Pada budaya western (barat)
pelayanan yang melebihi dari
hospitality umumnya terjadi
standar biasanya, omotenashi
timbal balik diantara kedua
dilakukan tanpa mengharapkan
penyedia layanan
imbalan apapun.

Wujud
Pada budaya barat hal ini Wujud
lazim dilakukan untuk Omotenashi Jepang seringkali
Menyatakan bahwa tidak terlihat sebagai "layanan"
pelayanan yang terdapat di dan seringkali tidak berwujud.
hotel tersebut baik
OMOTENASHI LANGSUNG
• Greetings (memberi salam)
• Memberikan spirit / semangat dan harapan
• Memberi salam kepada orang lain karena
ada hubungan emosionalnya dan kepada
yang tidak dikenal sebagai bentuk empati
• Saat bertemu dan berpisah

OMOTENASHI TIDAK LANGSUNG


• Berpenampilan bersih dan rapih
• Menjaga Kesehatan (tidur cukup, tidak merokok)
• Sehat jasmani & rohani (olahraga,
konsumsi suplemen)
• Selalu sigap dan cepat tanggap
OVERVIEW
BUDAYA ASIA TENGGARA
DON’T => DIANGGAP PERILAKU TIDAK SOPAN
• Menampilkan kemarahan depan umum
• Meninggikan suara
• Berteriak!
• Marah

Konsep 'wajah' sangat penting dalam budaya Asia Tenggara. ‘Wajah'


mengacu pada citra diri atau martabat pribadi, sehingga
menyebabkan seseorang 'kehilangan muka' sangat memalukan.

Kemarahan yang ditujukan kepada seseorang ditafsirkan sebagai


kritik pribadi dan kemungkinan besar akan menyebabkan orang
tersebut kehilangan muka.
SOCIAL ETIQUETTE
Tiga Hal Utama Etika Sosial di ASEAN

KEPALA
Menyentuh kepala seseorang dianggap menghina

TANGAN
Sebagian besar budaya di Asia Tenggara.
Menunjukkan sesuatu dengan jari dianggap tidak
sopan. Sebaiknya, berikan isyarat penuh dengan
seluruh tangan atau mengangguk ke arah orang
atau benda yang mereka bicarakan.

KAKI
Dianggap kotor, sehingga tidak boleh digunakan
untuk menunjukkan sesuatu.
NERVOUS? MALU?
Penyebab tidak percaya diri:
• Pengalaman pertama
• Perasaan dilihat oleh banyak orang
• History pengalaman buruk masa lalu
• Belum siap menjadi pusat perhatian
• Belum menguasai materi

GEJALA yang dialami (pada umumnya):


detak jantung semakin cepat, gemetar, mual, pusing, sesak
nafas, lupa konten, dll
“When life gives you
something that makes
you feel AFRAID, that’s
when life give you a
chance to be BRAVE”
Buang perasaan takut saat harus
melayani orang lain. Tidak ada yang
salah dengan melakukan kesalahan
sepanjang berani memperbaiki diri.
Cobalah berhenti pada pemikiran
bagaimana anggapan orang tentang diri
kita. Just be your self!
TIPS MENGATASI GUGUP
• Bersikap tenang
• Berpikir semua “Bisa”
• Mengelola emosi
• Berlatih terlebih dahulu
• Berbicara dengan tegas
• Bergerak untik relaks
• Visualisasi proses

MINDSET POSITIF
“YES, I CAN”
Bisa, karena terbiasa.
Maka biasakanlah!
“Umbrella is comfort, rain is
life! You must often leave
comfort to touch the life!”
Mehmet Murat Ildan
BERINTERAKSI
DENGAN DISABILITAS
• FISIK/MOBILITAS (TUNA DAKSA) : orang yang memiliki
keterbatasan pada gerak.
• PENDENGARAN (TUNA RUNGU) : orang yang memiliki
hambatan dalam pendengaran.
• BICARA (TUNA WICARA) : orang yang memiliki hambatan
dalam berkomunikasi secara lisan.
• PENGLIHATAN (TUNA NETRA) : orang yang memiliki
hambatan dalam penglihatan
• INTELEKTUAL : orang yang memiliki keterbatasan
dalam mengingat dan konsentrasi
• KESEHATAN MENTAL : orang yang memiliki
keterbatasan akibat gangguan pada pikiran atau otak
ETIKA BERINTERAKSI DENGAN TUNA DAKSA
Communicative Selalu bertanya sebelum menawarkan bantuan (jangan
tersinggung jika ditolak tawaran kita).. Mengambil tindakan tanpa instruksi
mereka justru akan membahayakan mereka.
Contoh. Tanyakan tentang lokasi. Pilihan untuk tempat duduk. Jangan
menyentuh atau mendorong
kursi roda tanpa izin mereka
No Assumption Jangan berasumsi bahwa orang yang menggunakan tongkat
atau kruk lebih suka menggunakan tanjakan di atas tangga. Jangan pegang
tangan orang yang menggunakan tongkat/kruk. Mereka membutuhkan
lengan mereka untuk menyeimbangkan diri.

How to Talk Bicara dengan orang yang di kursi roda bukan dengan yang
mendampingi. Bicara sejajar dengan orang yang di kursi roda bukan dengan
yang mendampingi.

Offering Jangan mengelus kepala siapa pun. Seorang dengan kondisi


pernapasan / jantung mungkin kesulitan berjalan jauh. Tawarkan tempat
untuk istirahat sebelum mengantar ke tempat duduk.
ETIKA BERINTERAKSI DENGAN DISABILITAS RUNGU
• Menggunakan seseorang yang tahu bahasa isyarat bukanlah cara yang memadai pengganti juru
Bahasa. Jangan takut berinteraksi!
• Apakah disabilitas lebih suka menggunakan bahasa isyarat, tulisan, berbicara atau kombinasi
dari semuanya untuk berkomunikasi.
• Untuk mendapatkan perhatian disabilitas Hard of Hearing (HOH)/ rungu, kita dapat mengetuk
bahu mereka, melambaikan tangan atau mengedipkan lampu.
• Jangan berteriak kepada orang yang memakai alat bantu dengar. Berteriak menyebabkan suara
akan lebih terdistorsi. Bergerak lebih dekat ke individu. Kebisingan suara merupakan masalah
bagi orang HOH. Mungkin perlu untuk mematikan suara radio/ tv/ music yang keras.
• Hadapi orang secara langsung saat berbicara dan jangan mengaburkan mulut Anda saat
berkomunikasi.
• Saat menggunakan juru bahasa isyarat, lihat langsung disabilitas nya, dan menjaga kontak
mata.
• Bicara langsung dengan penyandang disabilitas tuna rungu.
• •Tawarkan alat bantu dengar jika tersedia; upayakan membawa dan memiliki buku catatan dan
Mintalah ybs mengulangi sendiri jika kita
tidak mengerti

Tunggu sampai ybs tersebut selesai, lalu


nyatakan kembali untuk memastikan
ETIKA kita mengerti

BERINTERAKSI Menyarankan cara lain untuk


DENGAN memfasilitasi komunikasi

DISABILITAS WICARA
Jangan mengangguk apabila kita tidak
mengerti

Jangan menyela saat disabilitas


sedang menyelesaikan kalimatnya
ETIKA BERINTERAKSI
DENGAN DISABILITAS NETRA
Mengoptimalkan indera pendengaran dan sentuhan
• Salam, sapa, dan sentuh tangan kita ke tangan mereka sambil memperkenalkan diri
• Mengidentifikasi diri dan peran kita (misal kita adalah sebagai penyambut / pengantar)
• Mengatur tur dengan deskripsi audio (jika memungkinkan)
• Selalu tanyakan terlebih dahulu apakah mereka membutuhkan bantuan / dampingan kita.
Katakan pada disabilitasnya “Apakah perlu bantuan?” tawarkan lengan kita. Dalam
menuntun biarkan difabel yang memegang pendamping bukan sebaliknya. Berjalan pada
sisi berlawanan. Difabel Netra akan memegang siku pendamping dan posisi pendamping
satu langkah di depan.
• Jelaskan apa yang kita lihat (memberikan informasi terhadap situasi dan sekeliling).
• Jangan menyentuh tongkat yang dibawa.
• Berikan isyarat verbal terhadap situasi. Menginformasikan apabila ada fasilitas untuk
mereka. Informasikan peletakan makanan misal air minum arah jam 9, krupuk arah jam 12.
• Berikan isyarat verbal yang spesifik (misal, kita jangan katakan hati-hati, namun katakan
“ada tempat sampah di depanmu”).
• Arahkan tangannya ke pegangan tangga atau sandaran kursi untuk membantu
mengarahkannya ke tangga atau tempat duduk.
ETIKA BERINTERAKSI DENGAN DISABILITAS
INTELEKTUAL (PERILAKU BERKEBUTUHAN)
Mengoptimalkan indera pendengaran dan sentuhan.
• Salam, sapa, dan sentuh tangan kita ke tangan mereka sambil memperkenalkan diri.
• Mengidentifikasi diri dan peran kita (misal kita adalah sebagai penyambut / pengantar)
• Mengatur tur dengan deskripsi audio (jika memungkinkan)
• Selalu tanyakan terlebih dahulu apakah mereka membutuhkan bantuan / dampingan kita. Katakan pada
disabilitasnya “Apakah perlu bantuan?” tawarkan lengan kita. Dalam menuntun biarkan difabel yang
memegang pendamping bukan sebaliknya. Berjalan pada sisi berlawanan. Difabel Netra akan memegang
siku pendamping dan posisi pendamping satu langkah di depan.
• Jelaskan apa yang kita lihat (memberikan informasi terhadap situasi dan sekeliling).
• Jangan menyentuh tongkat yang dibawa.
• Berikan isyarat verbal terhadap situasi. Menginformasikan apabila ada fasilitas untuk mereka.
Informasikan peletakan makanan misal air minum arah jam 9, krupuk arah jam 12.
• Berikan isyarat verbal yang spesifik (misal, kita jangan katakan hati-hati, namun katakan “ada tempat
sampah di depanmu”).
• Arahkan tangannya ke pegangan tangga atau sandaran kursi untuk membantu mengarahkannya ke
tangga atau tempat duduk.
ETIKA BERINTERAKSI DENGAN
KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental
• Pastikan untuk menyapa.

• Berikan nama Anda dan tanyakan nama mereka tetapi


hormati batasan.

• Tawarkan untuk duduk dengan atau dekat tetapi


menghormati keinginan untuk menyendiri.
TIPS LAINNYA
● Jaga eye contact dan eye level.
● Gestur sering menunjukkan penerimaan. Duduk di sebelah penyandang disabilitas
tapi menghormati batas.
● Jika disabilitas mengalami kejang, kita tidak dapat melakukan apapun untuk
meghentikannya. Pastikan kita melindungi kepalanya.
● Sebagai pendamping, tolong hargai kebutuhan dan permintaan seseorang bila
memungkinkan.
● Jangan membuat keputusan untuk penyandang disabilitas tentang apa yang mereka
bisa atau tidak bisa.
● Seseorang yang mungkin tampak mabuk atau sakit mungkin memiliki kondisi
darurat medis.
● Mintalah seorang penyandang disabilitas untuk menerima hadiah persembahan
atau melayani.
● Mintalah pendamping untuk seorang penyandang disabilitas.
● Disabilitas daksa, bila menuruni bidang miring / tangga pastikan posisi kursi roda
dalam posisi mundur dan pendamping di posisi belakang kursi roda /
komunikasikan dahulu cara seperti apa yang diinginkan.
● Berkomunikasi dengan disabilitas intelektual, jangan menggunakan kata yang
berbelit, menjelaskan maksud kita dalam bahasa sederhana serta berulang sampai
mereka mengerti maksud tersebut
METODE PENYAMPAIAN PESAN
INFORMATION
CONVERSATION

TALK “TO” VS TALK “WITH”


Percakapan yang saling
Pembicara searah
berinteraksi satu sala lain
LET’S PRACTICE!
SHARING

Memberi

Mengharapkan

Transaksional Trouble Maker Valuable


Please pay attention to this
“conversation behind mask”!
RESOURCES
• https://ncpd.org/resources_and_toolkits/disability-etiquette-and-hospitality
• https://thelearningadventure.com/2019/09/school-trip-southeast-asia-etiquette-cultureshock
• ActionCOACH, Jakarta
• Hermawan, H., Brahmanto, E., & Hamzah, F. (2018). Pengantar Manajemen Hospitality. Pekalongan: PT
Nasya Expanding Management.
• https://theconversation.com/3-ways-to-get-your-point-across-while-
wearing-a-mask-tips-from-an-award-winning-speech-coach-146644
• Echols, John M. dan Shadily, Hassan. (1976). Kamus Inggris –Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
• Toki, 2015, https://www.toki.tokyo/blogt/2015/6/24/omotenashi-japanese-serving-philosophy

Anda mungkin juga menyukai