Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ETIKA BISNIS DAN PROFESI AKUNTAN

“Etika dan Penilaian Profesional dalam Akuntansi”

DISUSUN OLEH

Kelompok 6 :

Rini Susanti (20043053)

Ilmi Olvianda (20043095)

Muhammad Nabit (20043106)

DOSEN PENGAMPU :

Vanica Serly, S.E., M.Si

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, dan shalawat beriring salam
semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun dalam rangka memenui tugas kelompok mata kuliah Etika
Bisnis dan Profesi Akuntan, di mana mata kuliah ini diampu oleh Ibu Vanica Serly, S.E., M.Si.
Makalah ini berisi tentang materi pertemuan keenam dengan topik “Etika dan Penilaian
Profesional dalam Akuntansi”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini serta
seluruh pihak, termasuk teman-teman yang telah membaca makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis mohon maaf apabila dalam
penulisan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam bahasa maupun tulisan. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah diharapkan agar nantinya dapat berguna bagi
penulis.

Padang, 24 Maret 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika adalah masalah yang komprehensif yang mencakup semua aspek kehidupan.
Akuntansi mencakup jasa akuntansi dan merupakan salah satu pekerjaan dengan tingkat
kedisiplinan yang tinggi di dunia. Profesi ini dikaitkan dengan salah satu isu sosial dari
masyarakat dan perusahaan yaitu mengenai etika profesi. Etika didefinisikan dalam satu set
nilai-nilai spiritual dan prinsip-prinsip. Jika akuntan dan auditor yang bekerja di lingkungan
bisnis tidak menggunakan etika profesinya, maka akan muncul efek berbahaya bagi
masyarakat dan perusahaan jika hal tersebut terjadi. Efek berbahaya tersebut
jika dibiarkan akan menjadi sebuah isu negatif yang berkembang dalam masyarakat maupun
perusahaan. Sehingga profesi akuntan menjadi diragukan kredibilitasnya.
Akuntansi etika profesional adalah penting untuk akuntan dan auditor profesional dan
mereka yang terlibat dalam audit dan akuntansi. Hal ini menunjukkan bahwa etika profesi
merupakan suatu keharusan untuk pekerjaan akuntansi dan audit. Sehingga standar teknis
kode etik diperlukan dalam melengkapi pedoman akuntansi dan audit.
Peran dan tugas akuntan profesional untuk masyarakat, pemegang modal dan orang lain
diperlukan bahwa mereka melakukan segala prinsip-prinsip umum moralitas yang baik di
semua aspek dengan peraturan perilaku profesional untuk mencapai penerimaan, kredibilitas
dan penghormatan sosial sebagai persyaratan kegiatan dimasing-masing pekerjaan akuntansi
dan audit.
Peran Etika Akuntan Profesional ini diharapkan akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada akuntan, serta meningkatkan kontribusi akuntan bagi kepentingan
masyarakat dan negara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana penilaian profesional dalam akuntansi?
2. Bagaimana kepentingan publik dalam akuntansi?
3. Bagaimana auditor dalam menginvestigasi penilaian profesional?
4. Apa saja kode etik akuntan?
5. Apa saja kode etik auditor?
6. Apa saja kode etik akuntan pajak?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini
yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penilaian profesional dalam akuntansi.
2. Untuk mengetahui kepentingan publik dalam akuntansi.
3. Untuk mengetahui cara auditor dalam menginvestigasi penilaian profesional.
4. Untuk mengetahui kode etik akuntan.
5. Untuk mengetahui kode etik auditor.
6. Untuk mengetahui kode etik akuntan pajak.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penilaian Profesional dalam Akuntansi


Penilaian profesional memainkan peran integral dalam pengambilan keputusan etis dalam
akuntansi. Pertimbangan profesional yang mendasari adalah nilai-nilai inti dan sikap seperti
objektivitas, integritas, kehati-hatian termasuk skeptisisme profesional, dan pola pikir
independen yang mengarahkan auditor untuk mempertanyakan pilihan yang telah dibuat oleh
manajemen dalam menerapkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penilaian profesional
adalah kondisi yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk memastikan bahwa keputusan moral
dibuat. Penilaian profesional dipengaruhi oleh sifat-sifat perilaku pribadi (yaitu, sikap dan
nilai-nilai etika) serta pengetahuan seseorang tentang isu-isu akuntansi dan audit yang
bersangkutan.
Kerangka Penilaian Profesional KPMG
KPMG mengembangkan kerangka kerja dari unsur penilaian profesional dalam
monografinya, Meningkatkan Penilaian Profesional dalam Audit dan Akuntansi: Kerangka
Penilaian Profesional KPMG. Ini dimulai dengan definisi umum penilaian:Penghakiman
adalah proses mencapai keputusan atau menarik kesimpulan di mana ada sejumlah
kemungkinan solusi alternatif.
Kerangka kerja KPMG mengidentifikasi lima komponen penilaian profesional yang
berputar di sekitar pola pikir seseorang. Komponen tersebut adalah:
1) Mengklarifikasi isu dan tujuan;
2) Mempertimbangkan alternatif;
3) Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi;
4) Mencapai kesimpulan; dan
5) Mengartikulasikan dan mendokumentasikan pemikiran. Kerangka tersebut mengakui
bahwa pengaruh dan bias dapat mempengaruhi proses seperti halnya pengetahuan
seseorang tentang standar profesional.

Di tengah-tengah kerangka KPMG adalah kerangka berpikir. Auditor harus mendekati


masalah secara objektif dan independen, dengan pikiran yang ingin tahu dan tajam.
Skeptisisme profesional diperlukan oleh standar audit. Hal ini membutuhkan sikap objektif
yang mencakup pemikiran yang penuh pertanyaan dan penilaian kritis terhadap bukti audit.
Skeptisisme profesional tidak sama dengan penilaian profesional, tetapi merupakan
komponen penting dari penilaian profesional. Ini adalah kerangka acuan untuk memandu
keputusan audit dan meningkatkan pengambilan keputusan etis.
Skeptisisme profesional adalah bagian dari keahlian yang harus dimiliki auditor dan
terkait erat dengan konsep dasar independensi auditor dan penilaian profesional, yang
berkontribusi terhadap kualitas audit. Menurut Arnold Schilder, ketua Dewan Standar Audit
dan Penjaminan Internasional (IAASB), independensi auditor, kecakapan teknis, dan
penilaian profesional secara kolektif memungkinkan auditor mempertahankan pola pikir
skeptis dalam merencanakan dan melaksanakan audit.
Untuk mempromosikan penerapan skeptisisme profesional, manajemen kantor akuntan
publik harus menetapkan nada yang tepat yang menekankan pikiran yang selalu bertanya
selama audit dan penerapan skeptisisme profesional dalam mengumpulkan dan mengevaluasi
bukti.
Kepemimpinan perusahaan dan teladan yang diberikannya secara signifikan
memengaruhi budaya internal perusahaan. Nada di atas dan penguatan terus-menerus tentang
pentingnya skeptisisme profesional pada perikatan audit merupakan pengaruh penting pada
perilaku individu.
Menurut International Standard on Quality Control 1 yang dikeluarkan oleh IAASB,
untuk membangun budaya internal yang berorientasi pada kualitas, kepemimpinan
perusahaan harus menetapkan tindakan-tindakan yang jelas, konsisten, tentang pentingnya
skeptisisme profesional dalam membangun kualitas audit.
Akuntabilitas dapat dianggap sebagai persyaratan untuk membenarkan penilaian
seseorang kepada orang lain. Tanpa dosis skeptisisme profesional yang sehat, akan sulit bagi
auditor untuk membenarkan telah membuat pertimbangan sesuai dengan standar etika profesi
akuntansi. Standar-standar ini ada untuk melindungi kepentingan publik dan menghormati
kepercayaan publik.

2.2 Kepentingan Publik dalam Akuntansi


Penilaian profesional adalah apa yang membuat seorang akuntan profesional dan
mendasari kewajiban mendasar untuk melindungi kepentingan publik. Kode etik profesi
menuntut penilaian independen dan tidak menundukkan penilaian profesional kepada
penyelia atau klien. Akuntan profesional membuat pertimbangan tentang perlakuan akuntansi
tertentu, seperti pengukuran nilai wajar dan pengakuan pendapatan, dan dalam menentukan
sifat, waktu, dan ruang lingkup prosedur audit yang diperlukan. Pertimbangan profesional
sangat penting untuk mengevaluasi risiko kesalahan penyajian material dalam laporan
keuangan. Ketika penilaian profesional dikompromikan dengan mengambil jalan pintas atau
membiarkan bias dan tekanan yang dipaksakan oleh orang lain untuk menodai pengambilan
keputusan, publik kehilangan kepercayaan terhadap profesi akuntan.
Prinsip dasar etika profesional untuk akuntan profesional yang diidentifikasi oleh Dewan
Standar Etika Internasional untuk Akuntan (IESBA) meliputi integritas, objektivitas,
kompetensi dan kehati- hatian profesional, kerahasiaan, dan perilaku profesional termasuk
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. Prinsip-prinsip ini serupa dengan Kode AICPA,
aturan dewan akuntansi negara bagian di Amerika Serikat, dan kode etik di Inggris dan
Australia, serta sebagian besar negara maju.
Kepentingan publik dalam akuntansi merujuk pada manfaat yang harus direalisasikan
dari tanggung jawab profesi akuntansi untuk masyarakat secara umum. Menurut IFAC,
kepentingan umum adalah keuntungan bersih yang diperoleh untuk dan kekakuan prosedural.
Informasi akuntansi juga merupakan subjek kekuatan permintaan dari para pengguna dan
disediakan oleh para penyaji. Oleh karena itu, akuntansi harus memperhatikan kepentingan
publik dalam menyajikan informasi keuangan.
Kode etik kerahasiaan akuntan menjadi pedoman berperilaku dan bertindak bagi para
akuntan dalam menjalankan tanggung jawab profesi untuk memberikan informasi kepada
pihak dengan beragam kepentingan. Integritas juga merupakan salah satu prinsip etika
profesi akuntansi paling penting yang harus dimiliki oleh akuntan.
Teori kepentingan publik menyatakan bahwa regulasi terjadi karena tuntutan publik dan
muncul sebagai koreksi atas kegagalan pasar. Dalam hal ini, regulasi di bidang akuntansi
dibuat untuk memastikan bahwa informasi yang disajikan oleh perusahaan sesuai dengan
standar tertentu dan dapat dipercaya oleh masyarakat luas. Kepentingan publik dalam hal ini
adalah untuk melindungi investor, kreditor, dan masyarakat luas dari praktikpraktik bisnis
yang tidak etis atau manipulatif.
Dalam rangka memenuhi tanggung jawab mereka terhadap kepentingan publik, para
profesional akuntansi harus mematuhi kode etik mereka dan menghasilkan laporan keuangan
yang jujur dan transparan. Mereka juga harus memastikan bahwa laporan tersebut sesuai
dengan standar internasional dan dapat dipercaya oleh pengguna informasi.

2.3 Auditor dalam Menginvestigasi Penilaian Profesional


Konflik kepentingan untuk anggota dalam praktik publik terjadi ketika layanan
profesional, hubungan, atau masalah tertentu menciptakan situasi yang dapat mengganggu
penilaian objektif. Penentuan dibuat melalui penerapan pertimbangan profesional untuk
mengevaluasi apakah pihak ketiga yang wajar dan memiliki informasi yang mengetahui
informasi yang relevan akan menyimpulkan bahwa ada konflik kepentingan. Konflik
kepentingan menimbulkan ancaman merugikan dan kepentingan pribadi terhadap integritas
dan objektivitas. Misalnya, ancaman dapat terjadi ketika KAP/KAP memberikan jasa
profesional terkait dengan masalah tertentu melibatkan dua atau lebih klien yang
kepentingannya bertentangan, atau kepentingan kantor dan kepentingan klien bertentangan.
Untuk mengidentifikasi kemungkinan konflik kepentingan, CPA harus memeriksa situasi
yang dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan terhadap integritas dan objektivitas
sebelum penerimaan perikatan dan selama jangka waktu hubungan. Ini termasuk hal-hal yang
diidentifikasi oleh pihak eksternal termasuk klien saat ini atau klien potensial. Semakin dini
potensi konflik teridentifikasi, semakin besar kemungkinan menerapkan pengamanan untuk
menghilangkan atau mengurangi ancaman signifikan ke tingkat yang dapat diterima. Jika
ancaman belum dihilangkan atau dikurangi ke tingkat yang dapat diterima, maka
pengamanan yang sesuai harus diterapkan untuk memastikan bertindak dengan objektivitas
dan integritas. Contoh perlindungan meliputi:
1) Menerapkan mekanisme untuk mencegah pengungkapan informasi rahasia yang tidak
sah dari satu atau lebih klien saat melakukan jasa profesional untuk dua atau lebih
klien yang kepentingannya bertentangan;
2) Secara teratur meninjau penerapan pengamanan oleh individu senior yang tidak
terlibat dalam perikatan;
3) Memiliki anggota firma yang tidak terlibat dalam penyediaan jasa atau terpengaruh
konflik meninjau pekerjaan yang dilakukan untuk menilai apakah penilaian dan
kesimpulan utama sudah tepat; dan
4) Berkonsultasi dengan pihak ketiga, seperti badan profesi, penasihat hukum, atau
akuntan profesional lainnya.

Dalam kasus di mana ancaman yang teridentifikasi sangat signifikan sehingga tidak ada
pengamanan yang akan menghilangkannya atau menguranginya ke tingkat yang dapat
diterima, atau pengamanan yang memadai tidak dapat diterapkan, CPA harus menolak untuk
melakukan layanan yang akan mengakibatkan konflik kepentingan, atau menghentikan
hubungan yang relevan atau membuang kepentingan yang relevan untuk menghilangkan
ancaman atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Ketika ada konflik
kepentingan, CPA harus mengungkapkan sifat konflik tersebut kepada klien dan pihak lain
yang tepat yang dipengaruhi oleh klien dan mendapatkan persetujuan mereka untuk
melakukan layanan profesional bahkan jika ancaman berada pada tingkat yang dapat
diterima. Jika persetujuan tidak diterima, maka CPA harus berhenti melakukan layanan atau
mengambil tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman ke tingkat yang dapat
diterima. Contoh potensi konflik kepentingan adalah ketika CPA menawarkan hadiah
kepada klien atau menerima hadiah atau jamuan dari klien. Ancaman perlu dievaluasi serta
signifikansi dari setiap ancaman dan perlindungan yang dapat mengurangi dampaknya.
Situasi seperti itu dapat menimbulkan ancaman kepentingan pribadi, keakraban, atau
pengaruh yang tidak semestinya terhadap kepatuhan terhadap Aturan Integritas dan
Objektivitas.

Umumnya, hadiah dibedakan dari hiburan berdasarkan apakah klien berpartisipasi dalam
aktivitas dengan firma. Misalnya, memberikan tiket ke acara olahraga untuk digunakan klien
akan dianggap sebagai hadiah versus menghadiri acara bersama klien, yang akan dianggap
sebagai hiburan. Faktor penentu apakah ancaman yang ditimbulkan oleh hadiah tersebut
berada pada tingkat yang dapat diterima atau tidak dapat diterima adalah kewajaran situasi,
dengan mempertimbangkan sifat hadiah atau hiburan, acara pemberiannya, biaya atau
nilainya, baik hiburan dikaitkan dengan perilaku aktif bisnis secara langsung sebelum,
selama, atau setelah hiburan, dan individu dari klien dan firma CPA yang berpartisipasi
dalam hiburan tersebut.

2.4 Kode Etik Akuntan


Kode etik profesi akuntansi pada dasarnya memuat etika dasar yang digunakan untuk
melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Adadua
sasaran pokok dalam kode etik, yaitu kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari
kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak disengaja oleh
kaum professional, dank ode etik bertujuan melindungi keseluruhan profesi tersebut dari
perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku dirinya professional.
Terdapat delapan prinsip yang mejadi dasar dalam kode etika akuntansi menurut IAI.
Prinsip tersebut adalah :
1. Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting
dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung
jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan
tanggung jawab kepada publik. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk
membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat
prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi
tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhatihati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan. Selain itu juga memiliki ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat
dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Kerahasiaan
Prinsip ini menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Seorang akuntan berkewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional
yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar
anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap kegiatan harus mengikuti standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhatihati, berkewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional
yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.

2.5 Kode Etik Auditor


Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor
profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-
keputusan sulit. Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi
pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh profesi.
Oleh karena itu, seorang auditor harus selalu memupuk dan menjaga kewaspadaannya
agar tidak mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran
prinsip-prinsip etika secara umum dan etika profesi, mampu mengenali situasi-situasi yang
mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkannya untuk mengambil keputusan atau
tindakan yang tepat.
Aturan etika IAI-KASP memuat enam prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan
empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut.
1. Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran
tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang
sebenarnya.
Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika
memberikan layanan profesional kepada instansi tempat auditor bekerja dan kepada
auditannya. Misalnya, auditor seringkali menghadapi situasi di mana terdapat
berbagai alternatif penyajian informasi yang dapat menciptakan gambaran keuangan
atau kinerja yang berbeda-beda. Dengan berbagai tekanan yang ada untuk
memanipulasi fakta-fakta, auditor yang berintegritas mampu bertahan dari berbagai
tekanan tersebut sehingga fakta-fakta tersaji seobyektif mungkin. Auditor perlu
mendokumentasikan setiap pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam situasi
penuh tekanan tersebut.
2. Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi
profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia tidak
boleh bertindak atas dasar prasangka atau bias, pertentangan kepentingan, atau
pengaruh dari pihak lain.
Obyektivitas dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam
kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan
berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau
berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang
lain.
3. Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki
dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu
meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan
untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan dapat menerima
manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, dan
teknik-teknik yang terbaru.
Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya dapat melakukan suatu audit apabila
ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli yang
kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
4. Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya
dalam melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan
secara terbuka dan transparan Dalam prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang
untuk menggunakan informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya,
misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.
Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
a) Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan
instansi tempat ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus
mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan,
instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena
dampak dari pengungkapan informasi ini.
b) Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan,
seperti tindak pidana pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar
hukum lainnya.
c) Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan
undang-undang.
5. Ketepatan Bertindak
Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi
serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan
yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor profesional.
Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan
keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang
tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja dan
anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.
Untuk itu, ia harus mengumpulkan bukti-bukti dari tindakan yang tidak benar
tersebut dan menuangkannya dalam suatu laporan yang dibuat secara jujur dan dapat
dipertahankan kebenarannya. Auditor kemudian melaporkan kepada pihak yang
berwenang atas tindakan yang tidak benar ini, misalnya kepada atasan dari auditor
yang melakukan tindakan yang tidak benar tersebut atau kepada pihak yang berwajib
apabila pelanggarannya menyangkut tindak pidana.
6. Standar Teknis dan Profesional
Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang
meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia.
Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka
tetapkan dan berlaku bagi para auditornya, termasuk aturan perilaku yang ditetapkan
oleh instansi tempat ia bekerja. Dalam hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan
antara standar audit dan aturan profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka
permasalahannya dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar
dan aturan tersebut.

2.6 Kode Etik Akuntan Pajak


AICPA secara eksplisit mengakui kewajiban ganda profesional pajak kepada klien untuk
bertindak sebagai advokat dan untuk mendorong integritas dalam sistem perpajakan dengan
menjalankan undang-undang perpajakan secara jujur dan adil. Meskipun advokasi klien
adalah standar yang dapat diterima dalam praktik perpajakan, akuntan pajak tetap
berkewajiban untuk bertindak secara objektif, dengan integritas, berhati-hati, dan mengikuti
Pernyataan Standar Layanan Pajak (SSTS) yang dikeluarkan oleh AICPA. Selain itu, CPA
harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan klien dan kepentingan pribadi.
Dalam kinerja layanan pajak untuk klien audit, CPA pajak diharapkan untuk
mempertimbangkan apakah ada ancaman terhadap independensi yang tidak dapat dikurangi
atau dihilangkan dengan pengamanan dan bagaimana hal tersebut akan ditangani untuk
menghindari pelanggaran independensi audit. Pemberian beberapa jasa perpajakan untuk
klien audit dapat menimbulkan konflik kepentingan yang mengancam independensi.
AICPA telah menerbitkan delapan Pernyataan tentang Standar Layanan Pajak (SSTS)
yang menjelaskan tanggung jawab CPA kepada klien mereka dan sistem pajak tempat
mereka berpraktik. Pernyataan tersebut menunjukkan komitmen CPA terhadap standar
praktik perpajakan yang menyeimbangkan advokasi dan perencanaan dengan kepatuhan.
Pernyataan tersebut menetapkan aturan etika yang diperlukan untuk praktisi pajak.
Mengingat kerumitan area ini, kami membatasi diskusi kami pada standar "kemungkinan
realistis" di bawah SSTS No.1 dan isu-isu yang berkaitan dengan mengambil posisi pajak
dan perencanaan pajak.
1. SSTS No. 1—Posisi Pengembalian Pajak
Pernyataan ini menetapkan standar yang berlaku untuk CPA saat
merekomendasikan posisi pengembalian pajak atau menyiapkan atau menandatangani
pengembalian pajak (termasuk pengembalian yang diubah, klaim pengembalian dana,
dan pengembalian informasi) yang diajukan ke otoritas perpajakan mana pun.
Definisi berikut berlaku:
a) Posisi pengembalian pajakadalah posisi yang tercermin dalam SPT yang
secara khusus disarankan oleh CPA kepada wajib pajak, atau posisi di mana
CPA memiliki pengetahuan tentang semua fakta material dan, berdasarkan
fakta tersebut, telah menyimpulkan apakah posisi tersebut sesuai.
b) Pembayar pajak adalah klien, pemberi kerja CPA, atau penerima layanan
pajak pihak ketiga lainnya.
Pernyataan tersebut membahas kewajiban CPA untuk memberi tahu wajib pajak
tentang tanggung jawab pengungkapan pengembalian pajak yang relevan dan potensi
hukuman. Selain peraturan pajak AICPA dan IRS, berbagai otoritas perpajakan di
tingkat federal, negara bagian, dan lokal dapat memberlakukan standar pelaporan dan
pengungkapan khusus sehubungan dengan merekomendasikan posisi pengembalian
pajak atau mempersiapkan atau menandatangani pengembalian pajak. CPA harus
menentukan dan mematuhi standar, jika ada, yang diberlakukan oleh otoritas
perpajakan yang berlaku sehubungan dengan merekomendasikan posisi pengembalian
pajak, atau menyiapkan atau menandatangani pengembalian pajak. Jika otoritas
perpajakan yang berlaku tidak memiliki standar tertulis dalam hal ini, maka standar
berikut akan berlaku.
2. Interpretasi SSTS No. 1-1—Standar Kemungkinan Realistis
SSTS No.1-1 berlaku untuk CPA saat memberikan layanan pajak yang
melibatkan perencanaan pajak. CPA masih dapat merekomendasikan posisi yang
tidak sembrono asalkan pengungkapan yang sesuai direkomendasikan. Perencanaan
pajak termasuk merekomendasikan atau mengungkapkan pendapat tentang posisi
pengembalian pajak atau rencana pajak tertentu yang dikembangkan oleh CPA, atau
pihak ketiga, yang terkait dengan transaksi prospektif atau yang diselesaikan. Standar
dasar tersebut meliputi:
a) Tetapkan fakta latar belakang yang relevan.
b) Pertimbangkan kewajaran asumsi dan representasi.
c) Terapkan otoritas terkait dengan fakta yang relevan.
d) Pertimbangkan tujuan bisnis dan substansi ekonomi dari transaksi tersebut,
jika relevan dengan konsekuensi pajak dari transaksi tersebut.
e) Sampai pada kesimpulan yang didukung oleh pihak berwenang.
Dalam melakukan uji tuntas yang diperlukan untuk menetapkan posisi pajak,
CPA perlu memutuskan apakah akan mengandalkan asumsi tentang fakta daripada
prosedur lain untuk mendukung saran atau perwakilan dari wajib pajak atau orang
lain. CPA juga harus mempertimbangkan apakah nasihat pajak yang diberikan akan
dikomunikasikan kepada pihak ketiga, terutama jika pihak ketiga tersebut mungkin
tidak memiliki pengetahuan atau mungkin tidak menerima nasihat pajak independen
sehubungan dengan suatu transaksi.
Ketika terlibat dalam perencanaan pajak, CPA harus memahami tujuan bisnis dan
substansi ekonomi dari transaksi bila relevan dengan konsekuensi pajak. Tujuan
bisnis untuk transaksi harus dijelaskan dan jika alasan bisnis relevan dengan
konsekuensi pajak, tidak cukup hanya berasumsi bahwa transaksi dilakukan untuk
alasan bisnis yang sah tanpa menyebutkan alasan-alasan tersebut.
3. Pernyataan No.3. Kewajiban untuk memeriksa atau memverifikasi data yang
mendukung
Seorang preparer dapat menggunakan keyakinan klien yang bagus untuk
memberikan informasi akurat dalam membuat sebuah return pajak, tapi “tidak
mengabaikan implikasi informasi yang dibuat dan harus membuat penelitian wajar
jika informasi menjadi tidak tepat, tidak lengkap atau tidak konsisten” (SSTS). Di
sini, kewajiban untuk sistem pajak menjadi jelas. Preparer akan menandatangani
pernyataan yang menguji bahwa informasi yang terkandung menjadi benar, tepat, dan
lengkap menurut pengetahuan preparer. Konsekuensinya, jika preparer
menyimpulkan bahwa karena ketidak konsistensinya, informasi menjadi tidak tepat
atau lengkap, preparer berkewajiban untuk tidak menandatangani return.
4. Pernyataan No.4. Gunakan estimasi
Ini bukan standar non-problematik. Preparer menggunakan estimasi pembayar
pajak jika ini tidak berpengaruh praktikal dalam memperoleh data dan jika preparer
menentukan bahwa estimasinya sudah beralasan, yang didasarkan pengetahuan
preparer.
5. Pernyataan No.5. Berawal dari sebuah posisi sebelumnya
Ini adalah sebuah standar teknis. “Seperti yang ditunjukkan dalam SSTS No.1,
Tax Return Positions, anggota bisa merekomendasikan sebuah posisi return pajak
atau mempersiapkan atau menandatangani return pajak yang berawal dari perlakuan
sebuah item yang disimpulkan dalam urusan administratif atau keputusan pengadilan
terkait return sebelumnya dari pembayar pajak”.
6. Pernyataan No.6. Pengetahuan keliru
Apa yang perlu dilakukan ketika preparer menjadi sadar akan kekeliruan dalam
pengembalian pajak pembayar pajak sebelumnya? Anggota harus “memberitahu
pembayar pajak” dan “merekomendasikan ukuran korektif yang perlu diambil”
(SSTS). Jika dalam mempersiapkan return tahun sekarang, preparer menemukan
bahwa pembayar pajak tidak mengambil tindakan tepat untuk membenarkan errornya
dari tahun sebelumnya, preparer perlu memutuskan apakah perlu melanjutkan
hubungan dengan pembayar pajak. Penarikan diri ini bisa terjadi jika pembayar pajak
tidak mau membenarkan error, dan jika error ini memiliki efek terhadap return.
7. Pernyataan No.7. Pengetahuan tentang error: urusan administrative
Jika dalam urusan administratif, preparer menemukan error, preparer harus
“meminta persetujuan pembayar pajak untuk mendisklosur error tersebut kepada
otoritas pajak. Bila tidak ada persetujuan, anggota harus mempertimbangkan
penarikan diri dari representasi pembayar pajak dalam urusan administratif”.
8. Pernyataan No.8. Bentuk dan Isi dari advis untuk pembayar pajak
Pernyataan ini tidak menggambarkan bentuk atau isi advis karena kisaran advis
begitu ekstensif dan spesifik menurut kebutuhan setiap pembayar pajak. Apa yang
disarankan adalah bahwa advis ini mencerminkan kompetensi profesional dan
memenuhi kebutuhan pembayar pajak.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keterampilan penilaian profesional dan etis dapat membantu untuk mengekspresikan
pandangan seseorang dan "memberikan suara pada nilai-nilai." Pengambilan keputusan
berdasarkan kebajikan merupakan komponen penting karena bergantung pada
"kebijaksanaan praktis", atau kemampuan untuk melihat hal yang benar untuk dilakukan
dalam keadaan tertentu.
Sebuah proses yang sistematis perlu diidentifikasi dan diikuti untuk memastikan auditor
secara memadai menangani masalahmasalah seperti pengumpulan dan evaluasi data,
pertimbangan pemangku kepentingan, analisis etika, dan pengambilan keputusan etis.
Prosesnya bergantung pada skeptisisme profesional untuk memastikan bahwa pola pikir ada
di mana auditor bertindak independen dari setiap bias dan tekanan manajemen, dan membuat
penilaian yang objektif.

3.2 Saran
Dari uraian makalah ini, penyusun merekomendasikan pentingnya untuk menguasai etika
dan penilaian professional. Karena hal tersebut dapat membantu mengevaluasi kegiatan-
kegiatan profesi yang dilakukan dalam suatu perusahaan. Dan hasilnya memberikan umpan
balik tentang funsi etika professional bagi para mahasiswa, contohnya dalam melakukan
tugas sebagai auditor.
DAFTAR PUSTAKA

Mintz, Steven M dan Roselyn E. Morris. 2016. Ethical Obligations and Decision
Making in Accounting: Text and Cases. McGraw Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai