Anda di halaman 1dari 3

BUDAYA DAN KOGNISI

1. Jelaskan pemahaman anda mengenai budaya dan kognisi?


Jawab:
Kognisi dan persepsi adalah dua proses psikologis dasar manusia. Kognisi
mengacu pada proses berpikir yang mencakup bagaimana menerima informasi,
menyimpannya di otak, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, berpikir,
dan merumuskan bahasa. Solso, 1995 (Dayakisni, 2012). Kognisi adalah proses
berpikir manusia yang dimulai dengan penyelidikan (inquiry), penerimaan (sense),
makna (perception), pelestarian (preservation), dan penggunaan (use) informasi.
Ternyata persepsi adalah bagian dari proses kognitif. Persepsi itu sendiri adalah
proses pemaknaan (interpretasi) dari informasi yang diterima.
Budaya adalah cara hidup yang dikembangkan, dimiliki, dipelihara, dan
kadang-kadang diturunkan dari generasi ke generasi oleh kelompok lingkungan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “budaya” diartikan terutama sebagai
akal. Ini mengacu pada penyerapan dari kata Sansekerta "buddayah," yang merupakan
jamak dari "buddhi," yang berarti akal. Dengan kata lain, budaya berarti sesuatu yang
berhubungan dengan akal. Selain itu, sebagaimana KBBI mendefinisikan budaya
sebagai kebiasaan dan sulit diubah, jelas bahwa apa yang disebut hal itu sudah
mengakar di masyarakat dan sulit untuk mengubah nilai.
Budaya memiliki pengaruh besar pada bagaimana seseorang mempersepsikan
apa yang dilihat, dirasakan, dan dialami. Nilai moral masyarakat dan etika bervariasi
tergantung pada budaya. Melalui nilai-nilai budaya itulah seseorang akan menilai dan
mempersepsikan sesuatu sebagai sesuatu yang salah atau sebagai sesuatu yang benar
menurut budaya yang ia yakini.
2. Mengapa terdapat perbedaan tiap individu atau kelompok yang memiliki latar
belakang saat melakukan proses kategorisasi dan pembentukan konsep?
Jawab:
Salah satu proses dasar kognisi adalah cara bagaimana orang melakukan
kategorisasi. Kategorisasi dilakukan umumnya atas dasar persamaan dan perbedaan
karakter dari obyek-obyek dimaksud. Selain itu fungsi dari obyek juga merupakan
determinan utama dari proses kategorisasi.
Orang dengan latar budaya manapun juga cenderung melakukan kategorisasi.
Penemuan dalam lintas budaya ini membuktikan bagaimana faktor psikologis
mempengaruhi pada bagaimana manusia melakukan kategorisasi stimulus dasar
tertentu, dalam hal ini yang sudah terungkap adalah dalam bentuk, warna, dan
ekspresi muka (Berry, 1999). Namun demikian, beberapa penelitian juga telah
membuktikan bagaimana budaya memberi pengaruh pada perbedaan proses
kategorisasi.
Contoh sederhananya, sekalipun apa yang disebut kursi tampaknya semua
budaya memiliki kesepakatan, namun terbuat dari apa yang biasa disebut kursi itu dan
bagaimana bentuk kursi itu tampaknya perbedaan budaya memberi pengaruh di sini.
Pada beberapa budaya, kursi umumnya terbuat dari bambu, budaya lain yang
umumnya daerah pesisir; kursi adalah terbuat dari kayu kelapa, sementara di budaya
yang lain mungkin kursi terbuat dari besi. Namun demikian, kursi panjang dari bambu
yang di Jawa disebut lincak mungkin saja tidak dikategorikan oleh budaya lain
sebagai kursi tetapi sebagai bentuk lain dari termpat tidur.

3. Bagaimana pengalaman anda dengan orang atau hal sekitar terkait kemampuan
memori yang anda miliki misalnya dalam mengingat sesuatu?
Jawab:
Memori adalah sebuah proses pengolahan informasi dalam kognitif yang
meliputi pengkodean (encoding), penyimpanan (store), dan pemanggilan kembali
(retrive) informasi. Berdasar jangka waktunya, memori dibedakan atas memori jangka
pendek yaitu memori yang rnenyimpan informasi tidak lebih dari 15 hingga 25 detik,
dan memori jangka panjang atau memori yang ini menyimpan informasi relatif
permanen rneskipun kadang ada kesulitan dalam memanggil kembali (Feldman,
1999). Saya termasuk orang yang memiliki memori jangka panjang, karena dapat
mengigat informasi-informasi atau suatu kejadian dalam jangka waktu yang cukup
lama. Misalnya, kejadian yang telah terjadi beberapa bulan atau tahun yang lalu, saya
masih bisa mengingat detail kejadian bahkan hingga tanggal dan waktu kejadian
tersebut. Saya juga cenderung lebih mudah dalam hal menghapal, terkadang hanya
mendengarkan saja saya sudah bisa mengingat apa yang disampaikan tanpa harus
diulangi. Namun, harus dengan kondisi yang benar-benar fokus.

4. Berikan salah satu contoh problem solving dalam kehidupan sehari-hari dengan
konteks budaya!
Jawab:
Problem solving merupakan suatu proses dalam usaha menemukan urutan yang
benar dari alternatif-alternatif jawaban suatu masalah dengan mengarah pada satu
sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal. Beberapa asumsi menjelaskan bahwa
kemampuan ini sangat terkait dengan faktor pendidikan dan pengalaman termasuk
pengalaman dengan lingkungan budaya tentunya. Namun para psikolog telah
mencoba memisahkan proses problem solving dan budaya dengan meminta individu-
individu dari berbagai latar budaya untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
yang tidak familiar dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Tipe permasalahan yang diteliti dalam kaitan problem solving dengan perbedaan
budaya adalah kemampuan berpikir silogis. Contoh, semua bocah suka permen, Siti
masih kanak-kanak, apakah Siti menyukai permen? Dalam penelitiannya yang luas
pada masyarakat di Asia Timur dan Tengah yang dikatakan masih tribal tradisional
dan nomaden (hidup berpindah-pindah), Luria (1976) menemukan bahwa kemampuan
berpikir silogis ini lebih berkaitan secara signifikan dengan pendidikan dari pada
dengan perbedaan budaya. Subyek rata-rata kurang mampu memberikan jawaban
yang benar ketika diajukan pertanyaan silogis, namun pada subyek yang sudah pernah
bersekolah sekalipun hanya setahun dan juga dari komunitas yang sama (tinggal di
desa tersebut) ternyata sudah mampu memberikan jawaban yang benar. Dimana
tingkat kebenaran ini selaras (signifikan) dengan tingkat Pendidikan.
Luria meyakini bahwa orang-orang yang tidak memiliki kemampuan baca tulis
memiliki pola pikir yang berbeda dengan orang yang sudah mampu baca tulis.
Kerangka pikir ini merupakan hasil belajar yang dipelajari di sekolah. Mulai dari
pengenalan huruf, menggabungkan dua huruf menjadi suku kata, dan menggabungkan
suku kata-suku kata menjadi sebuah kata merupakan dasar pola silogisme.

Anda mungkin juga menyukai