Siti Nurhaliza
nrhlzaica13@gmail.com
PENDAHULUAN
Orde Baru merupakan era dimana masa kepemimpinan Presiden Soekarno atau
Orde Lama berakhir dan digantikan oleh pemimpin yang baru yaitu Presiden Soeharto.
Orde Baru ini dimulai pada tahun 1967, saat Soeharto diangkat menjadi Presiden
Republik Indonesia melalui Sidang Umum MPR 1967. Seharusnya pemilu diadakan pada
tahun 1968 sesuai dengan Ketetapan MPRS XI Tahun 1966, tetapi Presiden Soeharto
menggantinya menjadi 1971. Pergantian kepemimpinan ini juga mengubah beberapa
kebijakan kebijakan yang sebelumnya telah diterapkan selama pemerintahan Presiden
Soekarno di Orde Lama. Kepemimpinan Presiden Soeharto selama Orde Baru berusaha
untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara supaya menjadi lebih baik,
dan tetap berdasar pada Pancasila dan UUD 1945, hal ini berkaitan erat dengan ideologi
komunisme yang sempat menjadi akar permasalahan pada tahun tahun awal masa
pemerintahan Orde Baru dan juga penyebab pecahnya tragedi G 30-S. Presiden Soeharto
sendiri berkata bahwa makna Orde Baru adalah peraturan seluruh kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara yang kita letakkan Kembali kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945 (Putra, 2008).
Salah satu kebijakan yang dibenahi selama Orde Baru adalah tentang politik luar
negeri yang bebas aktif, mengingat saat masa demokrasi terpimpin (Orde Lama) sistem
politik luar negeri Indonesia cenderung lebih condong pada negara negara beraliran
komunis, karena itulah pada masa awal pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto
berusaha merubah citra Indonesia yang condong ke komunis dengan pembenahan politik
luar negeri dan kembali menjadi anggota PBB (Hadi & Kasuma, 2012). Politik luar negeri
sendiri merupakan bentuk kebijakan suatu negara untuk mengatur hubungan dengan
negara lain dengan tujuan nasional dalam lingkup internasional (Arifin et al., 2018),
bentuk politik luar negeri berupa kerjasama antara satu negara dengan negara lainnya,
entah itu kerjasama regional, bilateral, ataupun multilateral. Setiap negara tentunya harus
memiliki kerjasama dengan negara lainnya karena negara tidak bisa berdiri sendiri tanpa
negara lain, kerjasama dibutuhkan supaya roda politik, ekonomi, dan sosial dalam skala
internasional bisa berjalan dengan baik.
Perubahan kerjasama dengan negara luar yang diubah oleh Presiden Soeharto
adalah dengan mendekatkan diri dengan barat, dan memerangi komunis, juga
membekukan kerjasama bilateral Indonesia dengan Cina. Selain membekukan kerjasama
dengan negara negara komunis, Indonesia juga melakukan perbaikan hubungan dengan
negara negara tetangga seperti Malaysia, dan juga membentuk kerjasama regional baru
dengan negara negara Asia Tenggara yaitu ASEAN (Association of South East Asian
Nation). Pemutusan kerjasama dengan Cina ini didasari oleh beberapa faktor, pertama
karena adanya kecurigaan bahwa Cina terlibat dalam tragedi 30 September 1965,
walaupun tuduhan ini ditepis oleh Cina tetapi kecurigaan tetap tidak hilang, lalu yang
kedua karena persepsi Presiden SOeharto sendiri terhadap Cina yang dianggap akan
mengancam Indonesia, apalagi saat itu Cina juga sedang dipimpin oleh Mao Zedong yang
ingin menyebarkan ideologi komunis ke seluruh dunia.
METODE
Metode yang penulis gunakan untuk menulis artikel ini adalah metode studi
literatur atau studi kepustakaan, yaitu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan
data pustaka, membaca & mencatat, serta mengolah bahan penelitian. Sumber yang
dipakai pun tidak bisa sembarangan, karena itu penulis menggunakan beberapa sumber
literatur yang terpercaya seperti jurnal jurnal yang sudah terakreditasi juga beberapa e-
book. Menurut Creswell, John. W. kajian literatur merupakan catatan singkat tertulis
mengenai artikel dari jurnal, buku, dan dokumen lain yang mendeskripsikan konsep dan
informasi baik dari masa lalu maupun masa kini dan mengelompokkan pustaka kedalam
topik dan dokumen yang dibutuhkan (Habsy, 2017). Selain menggunakan studi literatur,
penulis juga menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu metode mengumpulkan data
lalu menyusun keseluruhan hipotesis dan hasilnya dalam bentuk deskripsi/narasi
penjelasan secara runtut dan jelas.
PEMBAHASAN
Dari uraian singkat diatas terlihat bahwa politik luar negeri Indonesia saat masa
demokrasi terpimpin bersifat militant anti-kolonial dan anti Barat, dan karena itu juga
Indonesia secara tidak langsung lebih condong kearah kiri atau komunis dan sosialis,
salah satunya dengan Cina. Hubungan Indonesia dan Cina selama masa demokrasi
terpimpin tidak selalu mulus walaupun tentu tidak separah saat Orde Baru, contohnya
saat Indonesia membuat kebijakan yang melarang orang orang etnis tionghoa untuk
terlibat dalam kegiatan perdagangan di pedesaan, hal ini membuat Sebagian besar
masyarakat yang beretnis Tionghoa Kembali ke Cina dan membuat hubungan Indonesia-
Cina sempat renggang. Tetapi karena tidak ingin Indonesia lebih dekat dengan Uni
Soviet, Cina memilih untuk mengabaikan masalah ini. Meskipun sempat diwarnai isu
diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, hubungan Indonesia dan Cina secara umum terjalin
dengan baik, mungkin karena kedua negara ini juga sama sama memiliki pandangan yang
cenderung anti Barat. Selama masa demokrasi terpimpin pun, peran Presiden Soekarno
sangat dominan sebagai pemimpin negara karena beliau jugalah yang menentukan arah
politik luar negeri Indonesia.
Semua pembekuan kerjasama dengan Cina ini juga didasari oleh persepsi Presiden
Soeharto yang memandang Cina sebagai ancaman, ditambah dengan fakta bahwa saat itu
Cina juga sedang dipimpin oleh Mao Zedong yang berambisi menyebarkan ideologi
Komunisme ke seluruh dunia. Mao Zedong juga memberikan dukungannya pada parta
komunis yang ada di seluruh dunia untuk merebut kekuasaan di negara negara tersebut,
untuk mengantisipasi hal itu terjadilah, Presiden Soeharto segera membubarkan PKI dan
juga memutus hubungan diplomatiknya dengan Cina.
DAMPAK PEMBEKUAN HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN CINA DAN
KEMBALI DIBUKANYA HUBUNGAN DIPLOMATIK INI
Pihak Cina jelas saja menentang tuduhan atas keterlibatan mereka dalam tragedi
30 September, mereka bahkan sampai mengambil tindakan serius dengan menghentikan
bantuan ekonomi pada Indonesia, padahal Indonesia pada saat itu sedang kesulitan karena
inflasi yang terjadi saat Orde Lama. Kemarahan Cina ini juga ditambah dengan
permasalahan saat Orde Lama sebelumnya yaitu pelarangan orang orang etnis Tionghoa
untuk terlibat dalam kegiatan perdagangan di pedesaan. Karena itulah untuk menutupi
hutang hutang negara yang menumpuk, Presiden Soeharto membentuk tim ekonomi yang
mencari dukungan dari luar negeri, tentunya kepada negara negara Barat yang bukan
penganut Komunis Sosialis. Selain dengan Cina, negara negara komunis lain yang juga
sempat memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia juga akhirnya memutus
kerjasama mereka, karena Presiden Soeharto tidak ingin ada pengaruh aliran kiri
(komunis) di Indonesia
a. Adanya jaminan bahwa semua milik asing tidak akan dinasionalisasi dan aka nada
kompensasi pembayaran jika terjadi nasionalisasi (pasal 21 dan pasal 22)
b. Masa kerja perusahaan asing adalah 30 tahun dan bisa dilakukan perpanjangan
jika sesuai dengan persetujuan
c. Selama 3 tahun, perusahaan investor asing akan diberikan pembebasan
pembayaran deviden dan pajak. Kerugian dapat di perhitungkan sebagi tambahan
terhadap pembebesan pajak yang telah lewat (pasal 15).
d. Selama 2 tahun, bea masuk untuk mesin mesin yang di impor beserta bahan
bakunya akan dibebaskan.
e. Pihak investor asing diberi kebebasan untuk merekrut tenaga kerja dan teknisi dari
luar negeri jika pekerjaan semacam itu masih belum bisa dilakukan oleh tenaga
kerja dari Indonesia
f. Kebebasan melakukan pemindahan keuntungan, dana defresiasi dan hasil
penjualan saham kepada warga negara indonesia (pasal 19 dan pasal 24).
KESIMPULAN
Transisi antara masa Orde Lama dan Orde Baru memunculkan banyak kebijakan
kebijakan baru yang berbeda sama sekali dari kebijakan yang sudah ada di awal. Salah
satu kebijakan baru yang dibuat oleh Presiden Soeharto saat masa kepemimpinannya
dimulai adalah kebijakan politik luar negeri, sebelumnya, politik luar negeri Indonesia
cenderung lebih kearah poros kiri atau komunis, terlihat dari hubungan diplomatik
Indonesia yang banyak dilakukan dengan negara negara komunis, selain itu Indonesia
juga memusuhi negara negara barat dan menganut anti-kolonialisme. Pada akhirnya
Presiden Soeharto membekukan hubungan diplomatik Indonesia dengan Cina, alasannya
jelas karena Cina merupakan negara komunis, ditambah saat itu Cina juga sedang
dipimpin oleh Mao Zedong yang berambisi menyebarkan ideologi komunis ke seluruh
dunia, hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa Cina juga terlibat dalam tragedi G 30-S
tahun 1965 sehingga Presiden Soeharto menganggap bahwa Cina merupakan ancaman
bagi kesatuan rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alami, A. N. (2016). Profil Dan Orientasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pasca Orde
Baru. Jurnal Penelitian Politik, 163–181.
http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/view/459/272
Ardhana, A. A. (2014). Masyarakat Cina dan Kekerasan Obyektif dalam Karya Sastra;
Sebuah Kritik Ideologi atas Multikulturalisme. Universitas Sanata Dharma.
Arifin, M. Z., Jumadi, J., & Najamuddin, N. (2018). Politik Luar Negeri Indonesia Masa
Transisi Pemerintahan Orde Lama Pemerintahan Orde Baru Tahun 1965-1973.
Jurnal Pattingalloang, 5(3), 100–111.
Hadi, D. W., & Kasuma, G. (2012). Propaganda Orde Baru 1966-1980. Verleden, 1(1),
40–50.
Hilmy, M. (2015). Radikalisme Agama dan Politik Demokrasi di Indonesia Pasca Orde
Baru. XXXIX(2), 407–425.
Putra, O. E. (2008). Hubungan Islam Dan Politik Masa Orde Baru. Jurnal Dakwah UIN
Sunan Kalijaga, 9(2), 185–201.
https://www.neliti.com/publications/76845/hubungan-islam-dan-politik-masa-
orde-baru