Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

DOSEN PENGAMPU :

Rosmadewi, S.Pd, SST, M.Kes.

DISUSUN OLEH :

SITI AINUN HASANAH 2115401018

AGUSTINA ARUM PRATAMA 2115401024

ANNISA AMELIA 2115401025

BALQIES DIVINA AVIVA 2115401027

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG PROGRAM STUDI

D-III KEBIDANAN TANJUNG KARANG

TAHUN PELAJARAN 2022/ 2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dengan ini
saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Budaya Anti Korupsi tentang
nilai dan prinsip anti korupsi, contoh kode etik beserta integritas dan indikatornya serta
konflik kepentingan yang terjadi. Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar
proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini. Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat
diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik
dan saran dari Anda kami tunggu untuk perbaikan makalah saya ini nantinya.

Bandar Lampung, 13 Juli 2023

Penulis

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................I

DAFTAR ISI......................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................III

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4

C. Tujuan.............................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6

A. Nilai – Nilai dan Prinsip Anti-Korupsi................................................................6


1. Nilai – Nilai Anti-Korupsi.......................................................................................6
2. Prinsip Anti-Korupsi................................................................................................9
B. Contoh Kode Etik Profesi / Organisasi Anti-Korupsi.......................9
C. Integritas dan Indikator dalam Anti-Korupsi……………………..11
1. Integritas……………………………………………………………….13
2. Indikator……………………… ……………………………………..13
D. Konflik Kepentingan Anti-Korupsi…………………………………13

BAB III PENUTUP...........................................................................................................14

A. Kesimpulan..............................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia akademis khususnya perguruan tinggi, lahirnya sebuah matakuliah baru
akan memerlukan penempatan ranah keilmuan yang tepat. Demikian pula halnya
dengan matakuliah Anti-korupsi diindikasikan oleh terjadinya berbagai tindak korupsi
yang tiada henti, sehingga memerlukan upaya- upaya sistematis dalam membasminya.
Dampak korupsi yang telah terbukti melemahkan sumber daya, meresahkan
kehidupan sosial, menggerogoti potensi negara-bangsa dan bahkan sudah menjadi
masalah internasional, harus didiseminasikan kepada seluruh masyarakat melalui
pendidikan.
Korupsi dan anti-korupsi itu sendiri merupakan sebuah fenomena yang kompleks,
bisa dilihat dari berbagai perspektif yang pada hakikatnya saling melengkapi seperti
sebuah puzzle.

Pada dasarnya korupsi merupakan perilaku yang dimunculkan oleh individu secara
sadar dan disengaja. Secara psikologis terdapat beberapa komponen yang
menyebabkan perilaku tersebut muncul. Setiap perilaku yang dilakukan secara sadar
berasal dari potensi perilaku (perilaku yang belum terwujud secara nyata), yang
diistilahkan dengan intensi (Wade dan Tavris: 2007).

Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,


kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti
korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.Oleh sebab itu, diperlukan internalisasi
nilai-nilai anti korupsi yaitu tanggung jawab, disiplin, peduli, jujur, bekerja keras,
mandiri, adil, sederhana, dan berani. Selain itu juga diperlukan integritas untuk
menjunjung kejujuran, mematuhi aturan dan kode etik serta mampu memegang teguh
nilai-nilai serta menjauhi perilaku yang mementingkan keuntungan pribadi.Dalam
pencegahan korupsi dibutuhkan pembangunan integritas untuk mencegah korupsi,
melalui integritas individu, integritas organisasi maupun integritas nasional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja nilai-nilai dan prinsip dalam anti korupsi ?
2. Bagaimana contoh kode etik profesi dan organisasi nya ?
3. Apa saja integritas dan indikator dalam antikorupsi ?
4. Apa saja konflik kepentingan yang terdapat dalam antikorupsi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan memahami nilai – nilai dan prinsip yang terdapat dalam
antikorupsi
2. Untuk mengetahui dan memahami kode etik pada profesi dan organisasi
antikorupsi
3. Untuk mengetahui dan memahami apa saja integritas dan indikator dalam
antikorupsi
4. Untuk mengetahui dan memahami apa saja konflik kepentingan yang terdapat
dalam antikorupsi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Nilai-Nilai dan Prinsip Anti-Korupsi


1. Nilai-Nilai Anti-Korupsi

Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,


kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti
korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.

A) Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong,
dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan
mahasiswa, tanpa sifat jujur mahasiswa tidak akan dipercaya dalam kehidupan
sosialnya (Sugono: 2008). Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku
dimana-mana termasuk dalam kehidupan di kampus. Jika mahasiswa terbukti
melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup akademik maupun sosial,
maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk mempercayai mahasiswa
tersebut. Sebagai akibatnya mahasiswa akan selalu mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan
ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap mahasiswa
tersebut yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang
mahasiswa pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk
dapat memperoleh kembali kepercayaan dari mahasiswa lainnya. Sebaliknya jika
terbukti bahwa mahasiswa tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan
maupun kebohongan maka mahasiswa ter- sebut tidak akan mengalami kesulitan yang
disebabkan tindakan tercela tersebut. Prin- sip kejujuran harus dapat dipegang teguh
oleh setiap mahasiswa sejak masa-masa ini untuk memupuk dan membentuk karakter
mulia di dalam setiap pribadi mahasiswa.

B) Kemandirian
Kondisi mandiri bagi mahasiswa dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri
yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung
jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya dimana mahasiswa tersebut harus
mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya
sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan
mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut mahasiswa
dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan
bukan orang lain (Supardi : 2004).
C) Kedisiplinan
Dalam mengatur kehidupan kampus baik akademik maupun sosial mahasiswa perlu
hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer di barak
militier namun hidup disiplin bagi mahasiswa adalah dapat mengatur dan mengelola
waktu yang ada untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah mahasiswa dapat mencapai tujuan hidupnya
dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam
mengelola suatu kepercayaan. Misalnya orang tua akan lebih percaya pada anaknya
yang hidup disiplin untuk belajar di kota lain dibanding dengan anak yang tidak
disiplin. Selain itu disiplin dalam belajar perlu dimiliki oleh mahasiswa agar diperoleh
hasil pembelajaran yang maksimal.

D) Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan
diperkarakan) (Sugono : 2008). Mahasiswa yang memiliki rasa tanggung jawab akan
memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding mahasiswa yang
tidak memiliki rasa tanggung jawab. Mahasiswa yang memiliki rasa tanggung jawab
akan mengerjakan tugas dengan sepenuh hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas
tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang
lain. Mahasiswa yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil
melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung jawab yang lebih
besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain terhadap mahasiswa tersebut.

E) Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan
menghiraukan (Sugono : 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang
mahasiswa dalam kehidupan di kampus dan di masyarakat. Sebagai calon pemimpin
masa depan, seorang mahasiswa perlu memiliki rasa kepedulian terhadap
lingkungannya, rasa kepedulian seorang mahasiswa harus mulai ditumbuhkan sejak
berada di kampus. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli di
kalangan mahasiswa sebagai subjek didik sangat penting.
Selain itu dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya sebagai manusia yang utuh dengan berbagai kegiatan di
kampus, Kegiatan-kegiatan tersebut dapat meningkatkan interaksi antara mahasiswa
satu dengan mahasiswa yang lainnya sehingga hubungan saling mengenal dan saling
belajar dapat dicapai lebih dalam. Hal ini akan sangat berguna bagi para mahasiswa
untuk mengembangkan karir dan reputasi mereka pada masa yang akan datang.

F) Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan” menimbulkan
asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian,
pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan, dan pantang
mundur. Adalah penting sekali bahwa kemauan harus berkembang ke taraf yang lebih
tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang
lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan menjadi
lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika interaksi antara individu
mahasiswa dapat dicapai bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan
dicapai akan semakin optimum.

G) Sederhana
Gaya hidup merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan masyarakat di
sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak mahasiswa
mengenyam masa pendidikannya. Dengan gaya hidup sederhana, dibiasakan untuk
tidak hidup boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua
kebutuhannya.

H) Keberanian
Menumbuhkan sikap keberanian, dituntut untuk tetap berpegang teguh pada tujuan.
Terkadang tetap diberikan pekerjaan-pekerjaan yang sukar untuk menambahkan sikap
keberaniannya.

I) Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak.
Bagi mahasiswa karakter adil ini perlu sekali dibina sejak masa perkuliahannya agar
mahasiswa dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil
dan benar.

2. Prinsip Anti-Korupsi

Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah faktor
internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi yang
meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan,
untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi.

A) Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga
mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk
konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu
dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas : 2002). Lembaga-lembaga
tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara
ketiga sektor.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk
mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan
kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas
eksternal (Dubnik : 2005).
Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain
adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan,
akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang,
2001). Dalam pelaksanaann- ya, akuntabilitas harus dapat diukur dan
dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pela- poran dan pertanggungjawaban atas
semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses
pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung
maupun manfaat jangka
panjang dari sebuah kegiatan.

B) Transparansi
Salah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip
transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan
mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala
bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo : 2007). Selain itu
transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika
struktural kelembagaan.

Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu :


 Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan peraturan yang
berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme
pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan
finansial dan pertanggungjawaban secara teknis.
 Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan
berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-
proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri.
 Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi. Proses evaluasi ini berlaku
terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan bukan hanya
pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari
setiap out put kerja-kerja pembangunan.

C) Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau kewajaran
ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam
penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat
prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin,
fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.
Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui
batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu
untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam
perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun
anggaran berjalan. Selain itu, sifat penting lainnya adalah kejujuran. Kejujuran
tersebut mengandung arti tidak adanya bias perkiraan penerimaan maupun
pengeluaran yang disengaja, yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis.
Kejujuran merupakan bagian pokok dari prinsip fairness.

D) Kebijakan
Prinsip ini ditujukan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kebijakan anti
korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi
penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi
ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa
undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi,
undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat
mengetahui
sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para
pejabat negara.

Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana


kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya
terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi
kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.

E) Kontrol kebijakan
Prinsip kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi.Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai
lembaga-lembaga pengawasan diIndonesia, self-evaluating organization, reformasi
sistem pengawasan diIndonesia, problematika pengawasan di Indonesia. Kontrol
kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut
serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi
yaitu mengontrol dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih
layak.
Sedangkan kontrol kebijakan berupa revolusi yaitu mengontrol dengan mengganti
kebijakan yang dianggap tidak sesuai. Setelah memahami prinsip yang terakhir ini,
mahasiswa kemudian diarahkan agar dapat berperan aktif dalam melakukan tindakan
kontrol kebijakan baik berupa partisipasi, evolusi maupun reformasi pada kebijakan-
kebijakan kehidupan mahasiswa dimana peran mahasiswa adalah sebagai individu
dan juga sebagai bagian dari masyarakat, organisasi, maupun institusi.

B. Contoh Kode Etik Profesi / Organisasi Anti-Korupsi

Istilah etika berasal dari salah satu kata dalam bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya
adat atau kebiasaan baik. Dengan kata lain, etika meliputi ilmu yang terkait baik dan
buruk, terkait hak, kewajiban dan moral. Menurut KBBI, etika adalah kumpulan asas
atau nilai yang berkaitan dengan akhlak atau benar salah yang dianut masyarakat.
Profesi Menurut KBBI, profesi adalah bidang pekerjaan yang berlandaskan pendidikan
keahlian (keterampilan atau kejuruan) tertentu. Membahas tentang keahlian (expertise),
setiap profesi memaksimalkan teknik-teknik, metode ilmiah, dan dedikasi tinggi. Setiap
keahlian tersebut yang dipelajari dari lembaga atau institusi yang memiliki kurikulum
yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Saat orang-orang menjalankan profesi
tertentu maka mereka disebut profesional.
Kode Etik Profesi Prinsip kode etik profesi sebenarnya bukan hal yang baru, melainkan
sudah berlangsung sejak ribuan tahun. Tujuannya adalah mengatur moral dan tingkah
laku kelompok masyarakat melalui beberapa ketentuan tertulis yang dipegang oleh
semua anggota kelompok. Contoh etika profesi yang tertua dalam sejarah adalah Sumpah
Hippokrates (Hippocratic Oath) yang menjadi kode etik profesi pertama di dunia,
khususnya untuk para dokter.
Kode etik profesi adalah sebuah sistem norma, nilai-nilai, serta aturan profesional yang
dengan tegas menyatakan hal yang benar dan salah untuk profesi tertentu. Dengan
adanya kode etik, pegawai baru pun segera memahami tentang kewajibannya. Bukan
hanya menyangkut hal yang wajib dilakukan, tapi juga apa saja yang seharusnya
dihindari.

Tujuan Kode Etik Profesi


Sebenarnya, apa tujuan penerapan kode etik? Ini adalah pengembangan dari aspek etika.
Untuk profesi apapun, etika profesi menjadi sarana untuk kontrol sosial , menghindari
campur tangan dari pihak lain, dan agar tidak ada konflik atau kesalahpahaman.
Tujuan adanya kode etik profesi di antaranya adalah;

1. Meningkatkan Reputasi Profesi yang Dijalankan


Tujuan kode etik dalam hal ini adalah untuk meningkatkan reputasi dari suatu pekerjaan
di mata masyarakat secara umum. Jadi, masyarakat bisa lebih menghargai dan
menghormati orang-orang yang bekerja di bidang tersebut. Dengan memahami tantangan
dan realitas yang dihadapi pekerja, maka tidak akan ada orang-orang yang meremehkan
pekerjaan yang bersangkutan.

2. Agar Bisa Meningkatkan Kesejahteraan


Ada banyak macam kesejahteraan bagi para profesional, dari kesejahteraan finansial
sampai kesejahteraan spiritual atau batin. Kode etik berkaitan dengan kesejahteraan ini
umumnya berisi ketentuan agar tidak ada hak pekerja yang berkurang. Termasuk dalam
hal ini adalah aturan-aturan yang berlaku antar pekerja

3. Untuk Meningkatkan Kinerja


Keberadaan kode etik profesi juga tidak lepas dari upaya realistis untuk meningkatkan
kinerja. Termasuk di dalamnya jika ada organisasi profesi, maka wajib untuk masing-
masing anggota bisa secara aktif berkegiatan sesuai dengan agenda organisasi.

4. Meningkatkan Pengabdian dalam Profesi


Tujuan kode etik berikutnya adalah terkait pengabdian dalam sebuah profesi, sehingga
tugas-tugas lebih mudah dijalankan. Dengan kata lain, kode etik merumuskan hal-hal
yang harus dilakukan orang-orang di dalamnya saat menjalankan tugas.
5. Memperkuat Nilai-nilai yang Ada
Pemahaman tentang nilai moral sudah seharusnya berlaku di semua profesi. Contoh
penerapannya adalah dengan sikap toleransi antar etnis dan agama yang ada di
lingkungan kerja. Jadi, profesionalitas tetap terjaga dalam kondisi apapun.

Kode etik penyuluh antikorupsi dilaksanakan sebagai sebuah tekad nyata dari para
penyuluh antikorupsi selama menyebarkan pendidikan antikorupsi dan perannya di
masyarakat. Kode etik ini diambil dari nilai-nilai luhur dan ideologi bangsa. Diantaranya
religiusitas (bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjaga amanah dalam tugas
kepenyuluhan), integritas (mematuhi dan melaksanakan peraturan penyuluh),
profesionalisme (patuh dan konsisten terhadap kebijakan dan standar operasi baku),
keadilan, kepemimpinan, dan etika perilaku.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 05.P.KPK Tahun 2006
tentang Kode Etik Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi menetapkan 7
(tujuh) Nilai Dasar Pribadi, yaitu Integritas, Profesionalisme, Inovasi, Transparansi,
Produktivitas, Religiusitas, dan Kepemimpinan.

Contoh Penerapan Kode Etik Profesi


Berikut ini adalah contoh penerapan kode etik profesi Guru
Pada praktiknya kode etik profesi guru yang disetujui oleh PGRI (Persatuan Guru
Republik Indonesia) ada pasal-pasal yang mengatur. Berikut adalah poin-poin intinya;
1. Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari;
 Nilai-nilai agama dan dasar negara yaitu Pancasila.
 Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,dan profesional.
 Jati diri, harkat, dan martabat manusia meliputi perkembangan kesehatan jasmani,
emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
2. Guru membimbing peserta didik untuk menjadi manusia Indonesia dengan jiwa
Pancasila.
3. Memiliki kejujuran profesional.
4. Membangun suasana sekolah sebaik mungkin demi mendukung keberhasilan proses
belajar mengajar.

C. Integritas dan Indikator dalam Anti-Korupsi

1. Integritas

Integritas berasal dari bahasa Latin “Integer” yang berarti lengkap atau utuh sehingga
makna integritas yaitu suatu kehendak yang utuh dan lengkap dalam keseluruhannya,
sesuatu yang tidak terbagi, sehingga nuansa keutuhan atau kebulatannya tidak dapat
dihilangkan. Sedangkan menurut KBBI daring, integritas adalah mutu, sifat, atau
keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan
kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Namun Stephen R. Covey
membedakan integritas dengan kejujuran. Honesty is telling the truth—in other words,
conforming our words to reality. Integrity is conforming reality to our words—in other
words, keeping promises and fulfilling expectations.28 (Kejujuran menyangkut
kebenaran, menyesuaikan perkataan dengan kenyataan. Sedang integritas yaitu
menyesuaikan realitas dengan perkataan atau menepati janji dan memenuhi
harapan/keinginan).

a. Integritas individu
Secara individu, integritas berkaitan dengan perilaku etis dan tanggung jawab pribadi
setiap PNS. Seseorang yang mempunyai integritas dapat diwujudkan dengan tidak
adanya pertentangan antara kehendak hati dengan ucapannya. Dengan demikian dapat
diukur dari konsistensi adanya kejujuran. Dalam kaitan ini, terdapat 3 (tiga) tingkat
integritas pribadi yaitu:

• Rendah
jujur mengikuti nurani, yang selalu pasti mengarahkan pada kebaikan dan kebenaran
(nilai-nilai universal)

• Sedang
Konsisten untuk jujur mengikuti nurani walaupun datang godaan

• Tinggi
Berani untuk konsisten jujur mengikuti nurani walaupun harus menanggung risiko
Integritas individu PNS dapat juga dilihat dari komitmen dan konsistensi dalam
melaksanakan pakta integritas yang telah dibuat, pengucapan sumpah/janji PNS serta
penguatan etika melalui kode etik PNS.

b. Integritas nasional
Setelah masing-masing individu menerapkan nilai-nilai anti korupsi yaitu jujur, disiplin,
adil, mandiri, sederhana, berani, peduli, tanggung jawab, kerja keras, terbentuklah suatu
sistem integritas secara nasional atau disebut Sistem Integritas Nasional (SIN). Sebagai
suatu sistem, tentu mereka saling berhubungan satu dengan yang lain. Antar komponen
terdapat keselarasan dan terpadu dalam satu integritas nasional. Kementerian dan
lembaga serta masyarakat merupakan komponen atau pilar-pilar penopang integritas
nasional, antara lain meliputi lembaga legistatif, eksekutif, peradilan, auditor negara,
ombudsman, lembaga pengawas milik masyarakat, pelayanan publik, media, masyarakat
sipil, sektor swasta, dan pelaku internasional.

Pilar- pilar penopang tersebut bekerja sesuai dengan tugas masing-masing secara
berintegritas guna mewujudkan good governance sehingga dapat mencegah perilaku
korupsi.
2. Indikator

Berikut adalah beberapa contoh indikator dalam anti-korupsi yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi upaya pencegahan, pemberantasan, dan pengurangan korupsi:

a. Tingkat persepsi korupsi (Corruption Perception Index - CPI):


Indeks yang diterbitkan oleh Transparency International setiap tahun, mengukur
tingkat korupsi di sektor publik di lebih dari 180 negara dan wilayah.
b. Tingkat penegakan hukum (Rule of Law Index):
Indeks yang menyediakan data tentang tingkat kepatuhan terhadap hukum dan
independensi sistem peradilan dalam suatu negara.
c. Tingkat transparansi pengadaan dan kontrak:
Indikator yang mengukur sejauh mana pemerintah atau organisasi menerapkan
praktik transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa, serta kontrak dengan
pihak ketiga.
d. Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik:
Indeks yang mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik yang
diberikan oleh pemerintah atau institusi lainnya.
e. Jumlah pengaduan dan kasus korupsi yang ditindaklanjuti:
Indikator yang mencerminkan tingkat kesadaran masyarakat dan efektivitas lembaga
anti-korupsi dalam menangani kasus korupsi.
f. Tingkat transparansi keuangan publik:
Indikator yang mengukur sejauh mana informasi tentang pengeluaran dan
penerimaan keuangan publik tersedia untuk publik.
g. Tingkat keterbukaan informasi public:
Indikator yang mengukur sejauh mana pemerintah menyediakan informasi publik
kepada masyarakat.
h. Indeks Ketidakberpihakan (Index of Unbiased Government):
Indeks yang mengukur sejauh mana pemerintah bertindak secara tidak berpihak atau
tidak memihak dalam mengambil keputusan dan memberikan pelayanan.
i. Tingkat partisipasi publik dalam pengawasan pemerintah:
Indikator yang mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam mengawasi kebijakan
dan keputusan pemerintah.
j. Efektivitas lembaga anti-korupsi:
Indikator yang mengukur sejauh mana lembaga anti-korupsi berhasil melaksanakan
tugasnya dalam mencegah, menyelidiki, dan menindak korupsi.

Penting untuk dicatat bahwa penggunaan indikator dalam anti-korupsi harus dilakukan
secara komprehensif dan kontekstual. Kombinasi dari beberapa indikator dapat
memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang tingkat korupsi dan efektivitas
langkah-langkah pencegahan korupsi yang diambil. Selain itu, penting juga untuk
menggabungkan analisis data dan informasi dari berbagai sumber untuk mendapatkan
pemahaman yang akurat dan dapat dipercaya tentang situasi anti-korupsi di suatu negara
atau organisasi.
D. Konflik Kepentingan Anti-Korupsi

Secara hakiki sebetulnya konflik kepentingan merupakan persoalan moral dan etika
yang tidak bisa dipisahkan dari ruang dan waktu.Itu sebabnya, stadar moral dan etika lah
yang kemudian dapat dijadikan tameng dalam pengelolaan benturan kepentingan
tersebut. Hal tersebut semakin meyakinkan ketika Duncan Williamson mengutip
definisi benturan kepentingan (conflict of interest) dari tulisan Mc Donald yang
mendefinisikan bahwa konflik kepentingan merupakan suatu situasi dalam mana
seseorang, seperti petugas publik, seorang pegawai, atau seorang profesional,
memiliki kepentingan privat atau pribadi dengan mempengaruhi tujuan dan
pelaksanaandari tugas-tugas kantornya atau organisasinya.

Sementara menurut perspektif penulis benturan atau konflik kepentingan itu


merupakan sebuah situasi yang menggambarkan seorang penyelenggara negara
bertindak bertentangan dengan tanggungjawab atau fungsinya demi mendapatkan
keuntungan pribadi atau memanfaatkan relasi-relasi untuk keuntungan pribadi.
Lazimnya, dalam relasi tertentu, individu-individu mempercayakan seseorang
untuk bertindak tanpa batas demi kepentingan terbaiknya. Ketika seseorang
memiliki tanggungjawab untuk mewakili orang lain, baik sebagai administrator,
eksekutor, penuntut umum, pembela maupun pejabat pemerintah, benturan antara
tanggungjawab profesional dan kepentingan pribadi akan mengemuka ketika orang
tersebut berusaha untuk bekerja secara profesional sambil mengupayakan
keuntungan pribadinya.

Dari definisi diatas dan pelbagai tindak-tanduk seseorang melakukan konflik


kepentingan selama ini, maka sudah sepatutnya para pemikir dari seluruh disiplin ilmu
menentukan dan menyeragamkan unsur-unsur apa yang harus dipenuhi sehingga
seseorang itu dapat dikatakan masuk dalam situasi lingkaran Tinggikonflik
kepentingan. Menurut penulis ada beberapa unsur untuk mengidentifikasi situasi konflik
kepentingan tersebut.
Pertama, adanya unsur penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang
dilakukan atas kepentingan pribadi (private interests). Dikarenakan jabatan yang
melekat pada dirinya, sehingga ia dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang
seharusnya. Kedua, adanya hubungan atau afiliasi yang dimiliki oleh penyelenggara
negara dengan pihaktertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan
maupun hubungan pertemanan. Sehingga dengan adanya afiliasi tersebut maka dapat
mempengaruhi keputusan penyelenggara Negara untuk melakukan sesuatu yang
sejatinya bertentangan dengan etika dan peraturan perundang-undangan Ketiga,
terdapatnya akses khusus yang diberikan oleh penyelenggara negara kepada pihak
tertentu tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya. Keempat, menyangkut kebijakan
diskresi yang menyalahgunakan wewenang tanpa mengakomodir peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Meskipun hanya empat unsur umum yang penulis nukilkan dalam
mengindentifikasi sebuah konflik kepentingan, namun empat unsur ini setidaknya dapat
mewakilkan seluruh tipologi-tipologi konflik kepentingan. Empat unsur inilah yang
kemudian diturunkan secara terperinci baik melalui norma hukum maupun dalam
bentuk petunjuk pelaksana dan petunjuk terhadap bentuk-bentuk konflik kepentingan
yang ada selama ini. Sehingga subjek hukum dapat mengetahui dan memahami
apa-apa saja larangan terhadap tindakan yang mengarah kepada konflik
kepentingan. Dalam konteks kekinian, konflik kepentingan dipandang sebagai isu yang
paling santer untuk didiskusikan, khususnya dalam upaya pencegahan tindak pidana
korupsi. Karena konflik kepentingan sesungguhnya bukan hanya persoalan
pemerintah Indonesia, melainkan seluruh negara di dunia.

Bagi institusi atau organisasi konflik kepentingan ini semata-mata untuk


mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi di kalangan penyelenggara negara dan
korporasi yang Tinggicenderung merugikan keuangan negara. Disamping itu,
pengendalian konflik kepentingan juga merupakan bahagian dari upaya menciptakan
kultur pelayanan publik yang baik, transparan, dan efisien tanpa mengurangi kinerja
seorang penyelenggara negara berdasarkan prinsip good and clean governance.
Sementara bagi individu, pengendalian konflikkepentingan merupakan wujud dalam
rangka meningkatkan etos kerja guna menghasilkan kinerja yang baik dan
maksimal serta bermanfaat bagi masyarakat.

Untuk mengidentifikasi hal tersebut tentu saja kita perlu mengetahui sumber
penyebab konflik kepentingan itu timbul. Pertama, tentu saja karena adanya
kekuasaan dan kewenangan Penyelenggara Negara yang diperoleh dari peraturan
perundang-undangan, baik itu bersumber dari atribusi, delegasi, maupun
mandat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi merupakan perbuatan yang merusak tatanan pemeritahan suatu negara
dengan berbagai indikator seperti menghambat pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan, merugikan perekonomian dan keuangan negara. Untuk itu perlu
dilakukan upaya pemberantasan baik melalui sarana hukum, pembentukan lembaga
yang berwenang maupun pembangunan integritas.
Pembangunan integritas sebagai bagian dari kompetensi sosio kultural dilakukan
melalui integritas individu yang berkaitan dengan perilaku etis dan tanggung jawab
pribadi. Diperlukan sebuah kode etik profesi untuk dipahami dan dipatuhi orang yang
menekuni bidang tersebut. Adanya kode etik berperan untuk memjamin kualitas dan
nilai profesi di tengah masyarakat. Upaya memaksimalkan penerapan etika profesi
memang seharusnya relevan dengan praktik sehari-hari. Tentang bagaimana bisa
menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak sebagaimana mestinya. Khususnya
pada era digital, segala sesuatu yang sifatnya normatif semestinya seimbang dengan
optimalisasi teknologi sehingga pencegahan dan pengendalian konflik kepentingan
sudah menjadi fokus serius bagi seluruh penyelenggara negara termasuk aparat
penegak hukum. Karena konflik kepentingan ini ibarat ‘tindakan pemula
seseorang’ yang ingin mencoba masuk ke lubang perbuatan menyimpang seperti
korupsi.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kesalahan, baik dari segi isi materi maupun penulisan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini,
sehingga makalah ini dapat menjadi pengetahuan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, Romli. 2002. Perspektif Pengadilan Korupsi di Indonesia.

Wicaksono, Franciscus Xaverius Raditya. Penegakan Kode Etik Profesi Advokat dalam
Pendampingan Klien Perkara Pidana Korupsi. Diss. UAJY, 2014.

Wicaksono, F. X. R. (2014). Penegakan Kode Etik Profesi Advokat dalam Pendampingan


Klien Perkara Pidana Korupsi (Doctoral dissertation, UAJY).

WICAKSONO, Franciscus Xaverius Raditya. Penegakan Kode Etik Profesi Advokat dalam
Pendampingan Klien Perkara Pidana Korupsi. 2014. PhD Thesis. UAJY.

Anda mungkin juga menyukai