Anda di halaman 1dari 289

2019

SMK/MAK

jilid 1

Teknik Pengembangbiakan
Komoditas Air Payau dan Laut

bidang keahlian Kemaritiman Agribisnis Perikanan


program keahlian Perikanan Air Payau dan Laut

Sri Wahyuni
Irawan Karyo Utomo
Bambang Winiharto
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

REDAKSIONAL

Pengarah:
Direktur Pembinaan SMK
Kepala Sub Direktorat Kurikulum
Kepala Seksi Penilaian
Kepala Seksi Pembelajaran

Penulis:
Sri Wahyuni
Irawan Karyo Utomo
Bambang Winiharto

Pengendali Mutu:
Winih Wicaksono

Penyunting:
Rais Setiawan
Erna Fauziah

Editor:
Esti Baroro

Desain Sampul
Sonny Rasdianto

Layout/Editing:
Shinta Monica

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT iii
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Dalam menyediakan referensi materi pembelajaran bagi guru dan peserta didik di
SMK, Direktorat Pembinaan SMK berupaya menyediakan bahan ajar kejuruan yang sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran di SMK pada mata pelajaran C2 dan CJ dari 142
kompetensi keahlian yang ada pada Perdirjen Dikdasmen Nomor 06/D.
DS/KK/2018 tanggal 7 Juni 2018 tentang Spektrum Keahlian SMK/MAK dan Struktur
Kurikulum 2013 sesuai Perdirjen Dikdasmen Nomor 07/D.DS/KK/2018 tanggal 7 Juni
2018 ten tang Struktur Kurikulum SMK/MAK.
Bah an ajar yang disusun pad a tahun anggaran 2019 diharapkan dapat
rnenumbuhkan motivasi belajar bagi peserta didik maupun guru kejuruan di SMK. Karena
bahan ajar yang telah disusun ini selain menyajikan materi secara tertulis, juga dilengkapi
dengan beberapa materi yang bersifat interaktifdengan penggunaan tautan pencarian yang
dapat mernperluas pernahaman individu yang menggunakannya.
Bahan ajar kejuruan yang disusun pada tahun 2019 ini disusun oleh para guru
kejuruan di SMK yang telah berpengalalaman menyelenggarakan proses pembelajaran
sesuai dengan kompetensi keahlian masing-rnasing. Oleh karena itu, diharapkan dapat
menjadi referensi bagi guru yang mengarnpu m a t a pelajaran yang sama pada program
keahlian sejenis di SMK seluruh Indonesia.
Kepada para guru penyusun bahan ajar kejuruan yang telah mendedikasikan waktu,
kompetensi, clan perhatiannya, Direktorat Pembinaan SMK menyampaikan ucapan
terimakasih. Diharapkan karya ini bukan merupakan karya terakhir, namun seterusnya akan
dilanjutkan dengan karya-karya berikutnya, sehingga SMK rnempunyai guru-guru yang
procluktif dan kreatif dalam menyumbangkan pemikiran, potensi dan kornpetensinya bagi
pengembangan pernbelajaran di SMK.

SMK Bisa! SMK Hebat!

iv AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PRAKATA
PRAKATA

Buku Bahan Ajar Pengembangbiakan Komoditas Perikanan air Payau dan Laut
ini ditulis untuk menjadi pegangan belajar bagi siswa dan sekaligus menjadi buku
pegangan mengajar bagi guru yang mengampu:
Mata Pelajaran : Teknik Pengembangbiakan Komoditas air Payau dan Laut
Kompetensi Keahlian : Agribisnis Perikanan air Payau dan Laut
Program Keahlian : Perikanan
Bidang Keahlian : Kemaritiman
Kelas : XI
Semester : 3 dan 4
Buku ini dibuat berdasarkan kompetensi dasar yang telah ditetapkan pemerintah
guna membantu siswa dalam mencapai semua kompetensi dasar dalam keahlian
budidaya pengembangbiakan komoditas perikanan air payau dan laut. Selain itu, buku
ini juga dirancang dengan menggunakan proses pembelajaran interaktif siswa dapat
mengekplorasi semua sumber yang digunakan dengan menjelajah internet.
Kompetensi siswa terbentuk dapat diukur dengan proses penilaian yang sesuai
melalui bab penilaian mandiri dari setiap bab dan juga penilaian tengah dan akhir
semester. Kompetensi yang diharapkan dari seorang SMK program keahlian perikanan
adalah kemampuan pikir dan tindakan yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak
dan kongkret menghasilkan produk dari hasil kegiatan proses belajar mengajar di
kelas dan di lapangan.
Dengan diterbitkannya buku ini, setahap demi setahap kekurangan buku
Agribisnis Perikanan air Payau dan Laut, khususnya Teknik Pengembangbiakan
Komoditas air Payau dan Laut dapat di atasi dan guna menambah khasanah buku
teknik pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari guru pengampu teknik pengembangbiakan komoditas air payau dan
laut dan masyarakat yang berkecimpung dibidang pembenihan udang dan ikan air
payau dan laut.

Rembang, 30 November 2019


Sri Wahyuni
Irawan Karyo Utomo
Bambang Winiharto

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT v
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. iv
PRAKATA................................................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii
PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU .......................................................................... xiv
PETA KONSEP BUKU .............................................................................................. xv
APERSEPSI ........................................................................................................... xvi
BAB I KESEHATAN, KESELAMATAN KERJA DAN LINGKUNGAN HIDUP.......................17
A. K3 dan Lingkungan Hidup pada Budidaya Ikan.....................................................18
B. Unsur/ Bahan–Bahan Berisiko Tinggi .....................................................................19
C. Metode Produksi dan Lingkungan Kerja yang Sesuai Prosedur........................20
D. Jenis Peralatan yang Dibutuhkan untuk Bekerja Sesuai Tugas–Tugas yang
Ditetapkan di Tempat Bekerja..................................................................................21
E. Risiko peserta dan tindakan antisipasi di tempat kerja dalam kegiatan siklus
budidaya ikan....................................................................................................................23
F. Prosedur penanganan darurat sesuai standar perusahaan di tempat kerja...29
G. Prinsip–prinsip lingkungan hidup dalam kegiatan budidaya ikan air payau
dan laut..........................................................................................................................33
H. Proses pemeriksaan komponen keselamatan kerja pada awal sebelum
mengoperasikan semua mesin, sarana angkut dan bahan–bahan
berbahaya.....................................................................................................................34
BAB II LOKASI PENGEMBANGBIAKAN KOMODITAS air PAYAU DAN LAUT.................41
A. Persyaratan lokasi secara teknis..............................................................................42
B. Persyaratan lokasi secara non teknis......................................................................48
C. Kriteria kelayakan lokasi pengembangbiakan berdasarkan komoditas..........49
BAB III PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA PENGEMBANGBIAKAN KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT..............................................................................................................55
A. Sarana dan Prasarana .................................................................................................57
B. Jenis-jenis Wadah dan kebutuhannya....................................................................57
C. Desain Tata Letak Hatchery ......................................................................................62
D. Prinsip Sanitasi Media ...............................................................................................65
E. Persyaratan optimal media .......................................................................................66
F. Peralatan Pendukung Media ......................................................................................69
G. Teknik Pengelolaan Media dan Proses Produksi..................................................74
H. Prosedur Penyiapan Wadah .....................................................................................74
I. Prosedur Penyiapan Media ........................................................................................75
J. Pengelolaan wadah dan media pasca produksi ....................................................76
BAB IV PENGELOLAAN INDUK KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT...........................81
A. Prinsip-Prinsip Penyediaan Calon Induk Berdasarkan Program Breeding .....82
B. Pengelolaan Pemeliharaan Calon Induk.................................................................95
C. Pengelolaan Induk Sesuai Kebutuhan Produksi................................................ 102

vi AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR ISI

BAB V PEMIJAHAN KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT..........................................110


A. Faktor–faktor yang mempengaruhi pemijahan.................................................. 111
B. Seleksi induk matang gonad.................................................................................. 113
C. Teknik Pemijahan dan Aplikasinya........................................................................ 114
D. Perhitungan Fekunditas.......................................................................................... 120

PENILAIAN AKHIR SEMESTER GASAL....................................................................129

BAB VI PENETASAN TELUR KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT..............................137


A. Sifat dan Karakteristik Telur................................................................................... 139
B. Tahapan Perkembangan Telur ............................................................................... 140
C. Teknik Penanganan Telur......................................................................................... 143
D. Perhitungan Derajat Pembuahan (Fertilization Rate)...................................... 145
E. Perhitungan Daya Tetas Telur................................................................................. 145
F. Prosedur Penyiapan Wadah dan Media Penetasan Telur.................................. 146
G. Prosedur Penetasan Telur Berbagai Komoditas Perikanan............................. 146
BAB VII PEMELIHARAAN LARVA KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT......................158
A. Penangan Larva Sesuai Sifat dan Karkter............................................................ 159
B. Tahapan Perkembangan Larva............................................................................... 160
C. Perhitungan Padat Lebar Larva.............................................................................. 172
D. Pengelolaan Pakan Larva........................................................................................ 174
E. Pengelolaan Media Pemeliharaan Larva.............................................................. 175
F. Teknik Perhitungan Survival rate (SR) Larva........................................................ 175
G. Prosedur Persiapan Wadah Pemeliharaan Larva............................................... 176
H. Prosedur Penebaran Larva...................................................................................... 176
I. Prosedur Pemeliharaan Larva di Kolam................................................................ 180
BAB VIII PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN LARVA KOMODITAS AIR
PAYAU DAN LAUT.................................................................................................187
A. Kriteria parameter kualitas air .............................................................................. 188
B. Teknik Pengukuran parameter kualitas air ......................................................... 199
C. Pengelolaan kualitas air optimal untuk kegiatan pengembangbiakan........ 209
D. Interaksi antar parameter kualitas air pada perairan....................................... 210
E. Pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan ikan........................................... 212
F. Prosedur rutin pengukuran parameter kualitas air pada wadah
pemeliharaan.............................................................................................................. 214
G. Perlakuan yang tepat pada media pemeliharaan yang di luar kisaran nilai
optimal........................................................................................................................ 215
BAB IX PENGELOLAAN PAKAN PADA PEMELIHARAAN LARVA KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT............................................................................................................221
A. Sifat dan kebiasaan makan larva komoditas perikanan................................... 222
B. Jenis dan ukuran pakan untuk larva komoditas perikanan............................. 223
C. Penentuan jumlah pemberian pakan pada larva komoditas perikanan....... 225
D. Kebutuhan nutrisi pakan larva............................................................................... 229

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT vii
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR ISI

E. Teknik pemberian pakan larva sesuai dengan kebutuhan dan tingkah


laku komoditas.......................................................................................................... 231
F. Perhitungan Feeding Rate (FR), Feeding Frequency (FF), Feeding Time (FT),
Food Conversion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pakan............................................. 236
G. Laju pertumbuhan larva komoditas perikanan.................................................. 236
H. Prosedur penyediaan pakan sesuai dengan kebutuhan larva........................ 238
I. Prosedur pemberian pakan...................................................................................... 241
BAB X PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA PEMELIHARAAN LARVA
KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT.......................................................................246
A. Teknik pencegahan penyakit ................................................................................. 248
B. Gejala serangan penyakit ....................................................................................... 254
C. Teknik pengobatan .................................................................................................. 259
D. Teknik pemeriksaan kesehatan komoditas perikanan..................................... 260
E. Pengobatan komoditas sakit sesuai gejala serangan dan jenis penyakit ... 263

PENILAIAN AKHIR SEMESTER GENAP....................................................................268


DAFTAR PUSTAKA................................................................................................275
GLOSARIUM.........................................................................................................283
BIODATA PENULIS................................................................................................287

viii AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Evakuasi korban meninggal di kolam ikan...................................................18


Gambar 1.2 Siklus pemanfaatan lingkungan oleh sistem budidaya............................34
Gambar 1.3 Ilustrasi tersetrum listrik karena pemakaian Gadget.................................38
Gambar 2.1 Sumber air terkena polusi................................................................................42
Gambar 2.2 Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur. ..........................................................44
Gambar 2.3 Pantai yang bersih menyediakan air laut yang baik..................................47
Gambar 3.1 Benih ikan yang mati pada sudut mati (death angle) bak pemeliharaan.56
Gambar 3.2 Bak sedimentasi tanpa sekat...........................................................................59
Gambar 3.3 Bak sedimentasi sekat zig-zag........................................................................59
Gambar 3.4 Bak Filter..............................................................................................................59
Gambar 3.5 Bak Pemeliharaan Larva....................................................................................59
Gambar 3.6 Bak Plankton........................................................................................................60
Gambar 3.7 Bak penetasan artemia.....................................................................................60
Gambar 3.8 Bak Produksi rotifer indoor.................................................................................60
Gambar 3.9 Bak Pengkayaan rotifer........................................................................................60
Gambar 3.10 Desain Tata Letak Prasarana Hatchery .......................................................64
Gambar 3.11 tata letak bak indoor hatchery unit pembenihan udang.........................64
Gambar 3.12 tata letak bak treatment air unit pembenihan udang.............................65
Gambar 3.13 Generator...........................................................................................................70
Gambar 3.14 Pompa Sentrifugal...........................................................................................71
Gambar 3.15 Blower....................................................................................................................72
Gambar 3.16 Instalasi filtrasi air A. Batu kali B. Pasir Silika C. Bak sedimentasi
D. Filter bag ......................................................................................................73
Gambar 3.17 Heater....................................................................................................................74
Gambar 3.18 Alur tata kelola sistem instalasi air hatchery..............................................75
Gambar 3.19 Tata Kelola Pengaliran air Sistem RAS........................................................77
Gambar 4.1 Induk udang windu ...........................................................................................89
Gambar 4.2 Induk ikan kerapu bebek .................................................................................90
Gambar 4.3 Induk ikan bandeng...........................................................................................90
Gambar 4.4 Alat  reproduksi  udang  jantan  dan  betina ....................................................91
Gambar 4.5  Pengamatan  morfologi  gonad  jantan  ikan  kakap  putih ............................96
Gambar 4.6 TKG Udang ..........................................................................................................97
Gambar 5.1 (a) Induk ikan kerapu, (b) Penyuntikan hormon pada ikan kerapu...... 111
Gambar 5.2 (a) Seleksi induk ikan kakap putih siap pijah (b) Kanulasi p
engecekan TKG............................................................................................... 114
Gambar 5.3 Pemijahan alami induk ikan kerapu ........................................................... 115
Gambar 5.4 Proses kopulasi dari moulting induk udang jantan dan betina ........... 116
Gambar 5.5 Thelycum (genital) induk udang betina (a) Setelah moulting
(b) Setelah kopulasi....................................................................................... 117
Gambar 5.6 Pemijahan udang secara alami.................................................................... 118
Gambar 5.7 (a) Induk kakap putih (b) Bak pemijahan kakap putih............................ 118
Gambar 6.1 Telur ikan lele yang tidak menetas............................................................. 138
Gambar 6.2 Tahap cleavage dan terbentuknya Blastomer (sel anak)........................ 140
Gambar 6.3 Tahapan morula.................................................................................................. 141

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT ix
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.4 Tahap Blastula..................................................................................................... 142


Gambar 6.5 Tahapan gastrula (a) pre early gastrula, (b) early gastrula, (c)
pre mid gastrula, (d) mid gastrula, dan (e) late gastrula.......................... 142
Gambar 6.6 Stadia perkembangan embrio ikan kerapu (1. Multisel; 2. Blastula;
3. Gastrula; 4. Pembentukan bayangan embrio; 5. Pembentukan
kuppfer vesicle; 6. Pergerakan embrio; 7. Penetasan embrio............... 143
Gambar 6.7 Pengadukan telur di bak penetasan udang............................................... 144
Gambar 6.8 Induk betina yang telah dibuahi.................................................................. 144
Gambar 6.9 Alur Kerja Pemijahan udang sampai panen.............................................. 148
Gambar 6.10 Pemanenan Naupli Udang ......................................................................... 149
Gambar 6.11 Proses pemanenan telur Kerapu............................................................... 150
Gambar 6.12 Alat pengaduk manual................................................................................ 154
Gambar 7.1 Pembudidaya mengecek larva udang menggunakan mikroskop. ...... 159
Gambar 7.2 Perkembangan larva udang windu dari fase telur hingga dewasa...... 160
Gambar 7.3 N1 Vanammei .................................................................................................. 161
Gambar 7.4 N2 ....................................................................................................................... 161
Gambar 7.5 N3 Vanammei .................................................................................................. 161
Gambar 7.7 N5 windu .......................................................................................................... 162
Gambar 7.6 N4 Vanammei................................................................................................... 162
Gambar 7.8 N6 windu .......................................................................................................... 163
Gambar 7.9 N6 Vaname ....................................................................................................... 163
Gambar 7.10 Z1 Vanammei ................................................................................................ 164
Gambar 7.11 Z1 Vaname ..................................................................................................... 164
Gambar 7.12 Z2 Vanammei................................................................................................. 165
Gambar 7.13 Z2 Vaname ..................................................................................................... 165
Gambar 7.14 Z3 Vaname ..................................................................................................... 166
Gambar 7.15 Z3 Vaname (Nuntung dkk., 2018)............................................................. 166
Gambar 7.16 M1 Vaname..................................................................................................... 167
Gambar 7.17 M1 Vaname (Nuntung dkk., 2018)............................................................ 167
Gambar 7.18 M2 Vaname (Nuntung dkk., 2018)............................................................ 168
Gambar 7.19 M3 Vaname .................................................................................................... 168
Gambar 7.20 PL 1................................................................................................................... 169
Gambar 7.21 pro larva (a) dan post larva (b) post larva................................................ 170
Gambar 7.22 Perkembangan larva Bandeng .................................................................. 170
Gambar 7.23 Perkembangan larva kakap ....................................................................... 171
Gambar 7. 24 Perkembangan Larva Kerapu kayu (Ephinephelus tauvina) .............. 171
Gambar 7.25 Faktor yang mempengaruhi kepadatan.................................................. 172
Gambar 7.26 Bagan alir pemeliharaan larva................................................................... 180
Gambar 7.27 Kegiatan penyiponan pada bak pemeliharaan...................................... 181
Gambar 8.1 Bak penampungan air laut (inlet) dan sand filter.................................... 188
Gambar 8.2 Termometer analog & digital ...................................................................... 200
Gambar 8.3 Refraktometer (alat pengukur salinitas).................................................... 201
Gambar 8.4 Secchi disk (alat pengukur kecerahan) ...................................................... 202
Gambar 8.5 Prosedur penggunaan secchi disk................................................................. 202

x AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR GAMBAR

Gambar 8.6 Turbidity meter (alat pengukur kecerahan)............................................... 203


Gambar 8.7 Pengukuran pH dengan kertas indikator universal................................. 203
Gambar 8.8 pH meter Digital ............................................................................................. 204
Gambar 8.9 DO meter Digital ............................................................................................ 205
Gambar 8.10 Pengukuran kadar oksigen terlarut dengan cara titrasi....................... 206
Gambar 8.11 CO2 meter digital.......................................................................................... 207
Gambar 8.12 Spektrofotometer......................................................................................... 208
Gambar 8.13 Haemocytometer dan cara perhitungan plankton................................ 208
Gambar 8.14 Sedgwick rafter ................................................................................................ 209
Gambar 8.15 Eickman grab (kiri) & Jala Surber (kanan) ............................................... 209
Gambar 9.1 Larva ikan yang mengalami perkembangan tulang yang tidak
sempurna (skeletal deformitis) dikarenakan pemberian pakan yang
kurang sesuai................................................................................................... 222
Gambar 9.2 Alur pemberian pakan alami dan buatan pada larva udang
berdasarkan waktu ......................................................................................... 232
Gambar 9.3 Alur pemberian pakan alami dan buatan pada larva ikan laut
berdasarkan waktu ......................................................................................... 233
Gambar 9.4 Pemberian rotifer............................................................................................... 234
Gambar 9.5 Cara mengukur panjang larva dan benih kerapu..................................... 237
Gambar 9.6 Mengukur panjang larva udang .................................................................. 238
Gambar 9.7 Diagram alir penyediaan pakan sesuai dengan kebutuhan larva........ 239
Gambar 10.1 Larva dan induk udang yang sakit ........................................................... 247
Gambar 10.2 Konsep terjadinya penyakit pada ikan/ udang...................................... 248
Gambar 10.3 Kegiatan pergantian selang dan batu aerasi di awal siklus................ 249
Gambar 10.4 Footbath, hand sanitizer dan wheelbath................................................... 249
Gambar  10.5  Vaksinasi  dengan cara perendaman ......................................................... 251
Gambar 10.6  Vaksinasi  dengan  penyuntikan ................................................................. 252
Gambar 10.7 Vaksinasi  dengan  disemprotkan  pada  pakan ......................................... 253

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT xi
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Peralatan dalam pengembangbiakan komoditas perikanan........................22


Tabel 1.2 Contoh kegiatan kebersihan lingkungan, persiapan wadah dan
media yang dapat menyebabkan kecelakaan .................................................25
Tabel 1.3 Contoh kegiatan pemberian pakan yang dapat menyebabkan
kecelakaan...............................................................................................................27
Tabel 2.1 Tekstur dan jenis tanah ........................................................................................45
Tabel 3.1 Jenis bak pada pembenihan udang penaeid ...................................................58
Tabel 3.2 Jenis bak pada pembenihan Kerapu Tikus dan Kerapu Macan ....................58
Tabel 3.3 Persyaratan optimal media untuk telur dan nener Bandeng.......................67
Tabel 3.4 Persyaratan optimal media untuk telur dan benih kakap di bak.................67
Tabel 3.5 persyaratan optimal media untuk telur dan benih kerapu bebek dan
Kerapu Macan di bak ............................................................................................67
Tabel 3.6 persyaratan optimal media untuk telur dan benih Kerapu Cantang
di bak..........................................................................................................................68
Tabel 3.7 kualitas air baku pembenihan udang windu di bak........................................68
Tabel 3.8 persyaratan optimal media untuk nauplius, benur dan tokolan udang
vaname di bak..........................................................................................................69
Tabel 3.9 Jenis komponen sarana filtrasi air pasok untuk pengembangbiakan
krustasea...................................................................................................................72
Tabel 4.1 Waktu, Jenis dan jumlah pakan...........................................................................83
Tabel 4.2 Persyaratan Kimia dan Fisika air untuk Pemeliharaan Induk........................83
Tabel 4.3 Persyaratan Kualitas air untuk Pemeliharaan Induk Ikan Kerapu................84
Tabel 4.4 Kriteria Kuantitatif Induk Udang Windu hasil tangkapan dari alam...........92
Tabel 4.5 Kuantitatif Induk Udang Windu hasil budidaya...............................................93
Tabel 4.6 Kriteria kuantitatif induk ikan kerapu bebek jantan dan betina..................93
Tabel 4.7 Kriteria kuantitatif induk ikan bandeng jantan dan betina...........................94
Tabel 4.8 Kriteria kuantitatif induk ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch.)
kelas induk pokok (Parent Stock)........................................................................95
Tabel  4.9  Kualitas air pemeliharaan  calon  induk  ikan  bandeng................................. 102
Tabel 4.10 Perbedaan fekunditas dan periode peneluran Induk Udang windu
alam, Windu budidaya dan Vannamei............................................................ 103
Tabel. 4.11 Standar penggunaan jenis, dosis dan siklus implantasi hormon,
serta siklus ........................................................................................................ 104
Tabel 7.1 Tahapan perkembangan Nauplius...................................................................... 161
Tabel 7.2 Tahapan perkembangan zoea.............................................................................. 163
Tabel 7.3 Tahapan perkembangan Mysis ......................................................................... 167
Tabel 7.4 Tahapan perkembangan PL................................................................................ 169
Tabel 7.5 Kepadatan larva sesuai komoditas.................................................................. 173
Tabel 7.6 Persyaratan nauplius windu.............................................................................. 176
Tabel 7.7 Persyaratan nauplius vanamei.......................................................................... 177
Tabel 7.8 Persyaratan benih bandeng atau nener......................................................... 177
Tabel 7.9 Persyaratan benih kakap.................................................................................... 178
Tabel 7.10 Persyaratan larva kerapu tikus....................................................................... 179
Tabel 7.11 Persyaratan larva kerapu macan.................................................................... 179

xii AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR TABEL

Tabel 8.1 Pengaruh Suhu air terhadap respon konsumsi pakan ikan........................ 190
Tabel 8.2 Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan.................................... 193
Tabel 8.3 Persentase (%) ammonia bebas (NH3) terhadap ammonia total.............. 198
Tabel 8.4 Plankton berdasarkan perbedaan ukuran...................................................... 199
Tabel 8.5 Parameter Kualitas air Optimal Pada Pemeliharaan Larva
Udang Windu........................................................................................................ 210
Tabel 8.6 Persentase total amonia dalam hubungannya dengan pH dan suhu...... 211
Tabel 8.7 Hubungan antara pH air dan kehidupan ikan budidaya............................. 213
Tabel 8.8 Kisaran nilai parameter kualitas air untuk budidaya perikanan............... 213
Tabel 9.1 Pakan larva sesuai komoditas........................................................................... 226
Tabel 9.2 Jenis, dosis dan waktu pemberian pakan pada larva udang windu ........ 231
Tabel 9.3 Alat dan Bahan dekapsulasi Artemia............................................................... 235
Tabel 9.4 Alat dan Bahan Pengambilan contoh jarak dekat ........................................ 236
Tabel 9.5 Jumlah contoh benih ikan atau udang yang diperlukan untuk
pemeriksaan kenormalan.................................................................................. 237
Tabel 9.6 Persyaratan mutu pakan buatan untuk produksi benih udang
vanname................................................................................................................ 239
Tabel 9.7 Persyaratan Mutu pakan buatan untuk produksi benih ikan kerapu ...... 240
Tabel 10.1 Gejala Tingkah Laku dan Perubahan Organ Luar Ikan Amphiprion
ocellaris yang terinfeksi ektoparasit............................................................. 256

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT xiii
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PETUNJUK PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU


PENGGUNAAN BUKU

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmatnya sehingga dapat menyelesaian buku ini.
Buku dengan judul Teknik Pengembangbiakan Komoditas Air Payau dan Laut
ini diharapkan dapat menjadi panduan, memperkaya dan meningkatkan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan bagi peserta didik. Mengingat pentingnya buku ini,
disarankan mmemperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Bacalah Tujuan pembelajaran terlebih dahulu untuk mengetahui apa yang
akan kamu capai dalam bab ini serta lihatlah peta konsep untuk megetahui
pemetaan materi.
2. Bacalah buku ini dengan teliti dan seksama, serta bila ada yang kurang jelas
bisa ditanyakan kepada guru.
3. Lakukan kegiatan literasi pada bagian cakrawala dan jelajah internet untuk
memperluas wawasanmu.
4. Pada bagian akhir bab terdapat tes kompetensi yang dapat kalian gunakan
untuk mengetahui apakah sudah menguasai materi dalam bab ini.
Untuk membantu anda dalam menguasai kemampuan di atas, materi dalam
buku ini dapat kamu cermati tahap demi tahap. Jangan memaksakan diri sebelum
benar-benar menguasai bagian demi bagian dalam modul ini, karena masing-masing
saling berkaitan. Pada akhir bab dilegkapi dengan Penilaian Akhir Bab. Jika anda
belum menguasai 75% dari setiap kegiatan, maka anda dapat mengulangi untuk
mempelajari materi yang tersedia dalam buku ini. Apabila anda masih mengalami
kesulitan memahami materi yang ada dalam bab ini, silahkan diskusikan dengan
teman atau guru anda.
Buku ini terdapat bagian-bagian untuk memperkaya dan menguji pengetahuan
dan keterampilanmu. Adapun bagian-bagian tersebuut adalah:
Lembar acuan yang digunakan untuk melatih keterampilan
Lembar Praktikum
peserta didik sesuai kompetensi keahlianya.
Digunakan untuk memberikan gambaran soal yang akan
Contoh Soal
ditanyakan dan cara menyelesaikannya.
Berisi tentang wawasan dan pengetahuan yang berkaitan
Cakrawala
dengan ilmu yang sedang dipelajari.
Fitur yang dapat digunakan peserta didik untuk menambah
Jelajah Internet sumber belajar dan wawasan. Menampilkan link dan QR code
sumber belajar.
Rangkuman Berisi ringkasan pokok materi dalam satu bab.
Kegiatan yang bertujuan untuk melatih peserta didik dalam
Tugas Mandiri memahami suatu materi dan dikerjakan secara individu maupun
kelompok (diskusi).
Digunakan untuk mengetahui sejauh mana kompetensi yang
Penilaian Akhir Bab
sudah dicapai peserta didik setelah mempelajari satu bab.
Kegiatan yang dapat dilakukan oleh peserta didik maupun
Refleksi guru di akhir kegiatan pembelajaran guna mengevaluasi dan
memberikan umpan balik kegiatan belajar mengajar.
Digunakan untuk mengevaluasi kompetensi peserta didik
Penilaian Akhir Semester
setelah mempelajari materi dalam satu semester.

xiv AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PETA KONSEP BUKU PETA KONSEP


BUKU

TEKNIK PENGEMBANGBIAKAN KOMODITAS AIR


PAYAU DAN LAUT

Semester Gasal Semester Genap

BAB I BAB VI
KESEHATAN , KESELA- PENETASAN TELUR KO-
MATAN DAN LINGKUNGAN MODITAS AIR PAYAU DAN
HIDUP LAUT

BAB II BAB VII


LOKASI PENGEMBANG- PEMELIHARAAN LARVA
BIAKAN KOMODITAS AIR KOMODITAS AIR PAYAU DAN
PAYAU DAN LAUT LAUT

BAB VIII
BAB III
PENGELOLAAN KUALITAS
PERSIAPAN WADAH DAN
AIR PADA PEMELIHARAAN
MEDIA PENGEMBANG-
LARVA KOMODITAS AIR
BIAKAN KOMODITAS AIR
PAYAU DAN LAUT
PAYAU DAN LAUT
BAB IX
BAB IV PENGELOLAAN PAKAN
PENGELOLAAN INDUK PADA PEMELIHARAAN LAR-
KOMODITAS AIR PAYAU VA KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT DAN LAUT

BAB X
PENGENDALIAN HAMA
BAB V DAN PENYAKIT PADA
PEMIJAHAN KOMODITAS PEMELIHARAAN LARVA
AIR PAYAU DAN LAUT KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT xv
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

APERSEPSI
APERSEPSI

Teknik Pengembangbiakan Komoditas air Payau dan Laut merupakan salah satu
mata pelajaran produktif pada kompetensi keahlian Agribisnis Perikanan air Payau
dan Laut dan bidang keahlian Kemaritiman. Mata pelajaran tersebut dipelajari di kelas
XI, dalam buku ini akan memuat materi kelas XI atau jilid 1 yang terdiri dari sepuluh
bab.
Materi yang akan dipelajari oleh peserta didik pada mata pelajaran Teknik
Pengembangbiakan Komoditas air Payau dan Laut ini yaitu: Kesehatan, Keselamatan,
Dan Lingkungan Hidup, Lokasi Pengembangbiakan Komoditas air Payau Dan Laut,
Persiapan Wadah Dan Media Pengembangbiakan Komoditas air Payau Dan Laut,
Pengelolaan Induk Komoditas air Payau Dan Laut, Pemijahan Komoditas air Payau Dan
Laut, Penetasan Telur Komoditas air Payau Dan Laut, Pemeliharaan Larva Komoditas
air Payau Dan Laut, Pemeliharaan Larva Komoditas air Payau Dan Laut, Pengelolaan
Kualitas air Pada Pemeliharaan Larva Komoditas air Payau Dan Laut, Pengendalian
Hama Dan Penyakit Pada Pemeliharaan Larva Komoditas air Payau Dan Laut.
Buku ini diharapkan dapat menjadi penunjang bagi peserta didik untuk
belajar megenai kompetensi keahliannya sehingga peserta didik dapat mengambil
manfaatnya untuk diterapkan di dunia industri maupun di dunia usaha.

xvi AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

KESEHATAN, KESELAMATAN KERJA DAN


BAB
LINGKUNGAN HIDUP I

BAB I KESEHATAN, KESELAMATAN


KERJA DAN LINGKUNGAN HIDUP

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi tentang Kesehatan, Keselamatan Kerja dan


Lingkungan Hidup; peserta didik mampu memahami pengertian pelaksanaan
K3LH, mengidentifikasi unsur/ bahan-bahan berisiko tinggi, mengidentifikasi
jenis peralatan, memahami metode produksi dan lingkungan, memahami risiko
dan tindakan antisipasi risiko, melaksanakan langkah dan pemeriksaan komponen
K3LH secara benar sesuai prosedur dalam kegiatan pengembangbiakan
komoditas air payau dan laut dengan tepat dan teliti.

PETA KONSEP

Bahan Beresiko

Metode Produksi dan Lingkungan

Alat Sesuai K3

K3LH Resiko dan Antisipasi

Prosedur Penanganan Darurat

Prinsip Lingkungan Hidup Dalam


Budidaya
Proses Pemeriksaan Praproduksi,
Sarana Angkut, Bahan Beresiko
Berbahaya

KATA KUNCI
Keselamatan Kerja, Lingkungan, Pekerja, Penanganan darurat, SOP, Kecelakaan
Kerja, Risiko, Antisipasi

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 17
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Dalam suatu proses produksi; selain hasil produk terjaga kualitasnya kesehatan
dan keselamatan para pelaku proses produksi di dalamnya juga harus diutamakan
dalam menjaga keberlangsungan proses produksi, demikian pula dengan lingkungan
kerja dan lingkungan hidup dimana proses produksi dilakukan. Hal tersebut juga
berlaku pada lingkup usaha Perikanan Budidaya sedangkan dalam upaya menjaga
kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan terdapat prinsip bahwa mencegah lebih
baik daripada mengatasi kecelakaan.

Gambar 1.1 Evakuasi korban meninggal di kolam ikan


Sumber : http: // www.tribratanewsbantul.com/ 2019/ 02/ mbah-pawiro-inagun-
ditemukan-terapung.html

Jika terjadi kecelakaan kerja seperti pada gambar tersebut di atas, maka timbul
pertanyaan bagaimana cara menanggulangi kecelakaan kerja? Adakah kecelakaan
kerja lainnya? Seperti apa saja cara menanggulanginya? Pada bab ini akan dibahas
tentang pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan hidup
(K3LH) di lingkungan budidaya ikan meliputi unsur maupun bahan berisiko tinggi,
metode produksi dan lingkungan kerja budidaya ikan sesuai K3LH, jenis peralatan
yang digunakan, risiko serta tindakan dalam mengatasi risiko kerja pada kegiatan
pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, prosedur penanganan darurat,
prinsip-prinsip lingkungan hidup budidaya komoditas air payau dan laut dan proses
pemeriksaan semua komponen pra produksi.

MATERI PEMBELAJARAN

A. K3 dan Lingkungan Hidup pada Budidaya Ikan


Penerapan K3 didasarkan pada UU No.01 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja. Berdasarkan penjelasan UU ini, berlakunya UU keselamatan kerja ditentukan
oleh adanya 3 unsur yaitu:
1. Tempat dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha;
2. Adanya tenaga kerja di tempat tersebut; dan
3. Adanya bahaya kerja di tepat tersebut.

18 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tempat kerja didefinisikan sebagai tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki
kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-
sumber bahaya (UU No.1/ 1970).
Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat (Permenaker. No.05/ 1996).
Bahaya Kerja didefinisikan sebagai semua sumber, situasi ataupun aktivitas
yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat
kerja (OHSAS 18001, 2007).
Kegiatan usaha budidaya komoditas air payau dan laut merupakan salah satu
sektor pada dunia usaha yang memanfaatkan banyak tenaga kerja untuk memenuhi
target produksinya. Tempat kerja merupakan suatu lapangan atau ruangan baik
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau sering
dimasuki dalam aktivitas kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya yang berasal dari kondisi lingkungan dan peralatan
produksi yang digunakan.
Ada tiga tahap dalam perikanan budidaya yang dapat dijadikan segmen usaha
yaitu pengembangbiakan, pendederan dan pembesaran. Usaha pengembangbiakan
adalah usaha dalam budidaya komoditas perikanan dengan hasil akhir berupa
benih komoditas perikanan. Usaha pendederan merupakan usaha dalam budidaya
komoditas perikanan dengan hasil akhir berupa komoditas perikanan yang siap
tebar dengan berbagai ukuran ke unit pembesaran atau ukuran sebelum konsumsi
sedangkan usaha pembesaran adalah usaha dalam budidaya komoditas perikanan
dengan hasil akhir berupa komoditas perikanan berukuran konsumsi.
Penerapan K3 pada kegiatan produksi ini sangat berkaitan dengan metode
produksi budidaya komoditas air payau dan laut yang digunakan. Metode produksi
dalam budidaya komoditas air payau dan laut ada tiga yaitu metode produksi
secara ekstensif, metode produksi secara semi intensif dan metode produksi
secara intensif. Kesehatan dan keselamatan kerja dalam setiap metode budidaya
komoditas perikanan ini sangat berbeda karena terkait peralatan-peralatan
produksi yang digunakannya untuk mencapai target usaha budidaya komoditas air
payau dan laut.

B. Unsur/ Bahan–Bahan Berisiko Tinggi


Kesehatan dan keselamatan kerja pada bisnis budidaya ikan yang
memiliki gudang bahan-bahan kimia, wajib memperhatikan mengenai proses
penyimpanannya. Penyimpanan bahan kimia yang keliru bisa berakibat pada
kecelakaan kerja oleh kecerobohan manusia. Oleh karenanya, dalam menyimpan
bahan kimia wajib diperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh pada bahan
kimia selama penyimpanan di gudang diantaranya adalah:
1. Temperatur, terjadinya kenaikan suhu pada ruang penyimpanan akan memicu
terjadinya reaksi bahkan bisa mengakibatkan terjadinya perubahan kimia.
Kondisi ini bisa mengganti ciri bahan kimia. Risiko berbahayapun bisa terjadi

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 19
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

sebagai dampak kenaikan suhu pada ruang penyimpanan. Oleh karenanya, di


dalam ruangan penyimpanan bahan kimia wajib terdapat alat ukur suhu ruang
yaitu termometer. Ada beberapa termometer yang bisa mengukur temperatur
ruangan. Termometer yang biasa dipakai untuk mengukur suhu ruangan yaitu
temperatur minimum dan maksimum.
2. Kelembapan, kelembapan bisa diartikan menjadi perbandingan tekanan uap
air di udara terhadap uap air jenuh dalam suhu dan tekanan udara tertentu.
Kelembapan bisa diartikan menjadi banyaknya uap air di udara. Faktor
kelembapan sangat krusial diperhatikan karena berafiliasi erat pengaruhnya
pada zat-zat higroskopis. Bahan kimia higrokoskopis mudah sekali menyerap
uap air dari udara, bisa juga terjadi reaksi hidrasi eksotermis yang akan
mengakibatkan pemanasan ruangan. Kontrol terhadap kelembapan ruang
penyimpanan krusial dilakukan untuk mencegah kerugian-kerugian yang tidak
diinginkan. Ada beberapa pengukur kelembapan yang dapat dipakai seperti
higrometer, termohigrometer atau termometer bola basah dan bola kering.
3. Interaksi terhadap wadah, bahan kimia tertentu bisa berinteraksi dengan
bungkus atau wadah, sebagai akibatnya dapat mengganggu wadah hingga
akhirnya menyebabkan kebocoran. Kebocoran bahan kimia terutama yang
berbahaya bisa mengakibatkan kecelakaan misalnya ledakan, kebakaran
dan melukai tubuh. Contohnya, wadah dengan bahan dasar besi atau logam,
sebaiknya dihindari dalam menyimpan bahan kimia yang bersifat korosif
lantaran akan terjadi proses karatan/ korosif akibatnya wadah menjadi rusak.
4. Interaksi antar bahan kimia, selama penyimpanan bahan kimia bisa berinteraksi
dengan bahan kimia lainnya. Interaksi ini bisa menyebabkan perubahan ciri
bahan kimia tersebut, contohnya hubungan antara bahan kimia yang bersifat
oksidator dengan bahan kimia yang gampang terbakar dapat menimbulkan
terjadinya kebakaran, sehingga dalam penyimpanannya wajib terpisah.
Penggunaan bahan-bahan kimia umumnya dilakukan dalam bisnis budidaya
ikan yang intensif dan melakukan aktivitas pengukuran kualitas air, kesehatan ikan
dengan bahan-bahan kimia. Karenanya wajib diperhatikan mengenai kesehatan
dan keselamatan kerja para pekerja yang bertanggung jawab dalam unit tersebut.

C. Metode Produksi dan Lingkungan Kerja yang Sesuai Prosedur


Kegiatan produksi budidaya ikan dibagi menjadi beberapa kegiatan antara lain
adalah pengembangbiakan komoditas, pendederan komoditas dan pembesaran
komoditas budidaya. Kesehatan dan keselamatan kerja pada kegiatan produksi
tersebut harus dilakukan dengan tujuan target produksi yang diharapkan tercapai
dan mengeliminasi kecelakaan kerja. Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja
pada kegiatan produksi ini berkaitan dengan metode produksi yang digunakan.
Metode produksi dalam budidaya komoditas perikanan ada tiga yaitu:
1. Metode produksi ekstensif
Metode budidaya dengan areal budidaya yang luas dengan pakan dari
sumber pakan dengan pakan alami yang dibuat di dalam wadah budidaya

20 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

dimana ikan tersebut dipelihara. Waktu yang dibutuhkan relatif lebih


lama.
2. Metode produksi semi intensif
Metode budidaya dengan areal budidaya yang luas dengan sumber pakan
yang digunakan adalah pakan alami dengan tambahan pakan buatan sebagai
pakan suplemen, namun kandungan nutrisi pakan buatan lebih rendah dari
pakan pabrik dan hanya memberikan kontribusi kurang dari 50% terhadap
penambahan energi.
3. Metode produksi intensif
Metode budidaya yang menggunakan prinsip dari areal budidaya yang
sempit diperoleh hasil produksi yang besar. Dengan kata lain prinsip budidaya
ikan secara intensif adalah dalam wadah budidaya yang terbatas diperoleh
hasil yang optimal sehingga proses budidayanya mengandalkan pakan
buatan pabrik atau complete feed yang memberikan kontribusi lebih dari 50%
terhadap penambahan energi.

D. Jenis Peralatan yang Dibutuhkan untuk Bekerja Sesuai Tugas–Tugas yang Ditetap-
kan di Tempat Bekerja
Peralatan produksi yang dapat digunakan dalam membudidayakan ikan ada
beberapa macam. Jenis-jenis peralatan produksi yang dapat digunakan dalam
budidaya ikan berdasarkan siklus budidaya kegiatannya dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:
1. Peralatan pembenihan ikan;
2. Peralatan pendederan ikan; dan
3. Peralatan pembesaran ikan.
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya ikan, peralatan yang harus
disediakan antara lain adalah:
1. Peralatan pemberian pakan;
2. Peralatan pengukuran kualitas air;
3. Peralatan pencegahan hama dan penyakit ikan;
4. Peralatan pengolahan lahan budidaya;
5. Peralatan pembenihan ikan secara buatan;
6. Peralatan panen; dan
7. Peralatan listrik.
Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja dalam aktivitas budidaya ikan
yang memakai metode ekstensif atau tradisional ini biasanya kecelakaan kerja
disebabkan oleh kecerobohan pekerja.
Peralatan yang harus disediakan dalam budidaya ikan secara semi intensif
dan intensif harus lengkap seperti di bawah ini ;

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 21
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 1.1 Peralatan dalam pengembangbiakan komoditas perikanan


Peralatan pemberian pakan Peralatan kualitas air
1. Timbangan: gantung, duduk atau digital 1. Termometer
2. Ancho 2. Secchi disk
3. Ember/ baskom/ piring plastik 3. DO meter
4. Saringan 4. PH meter
5. Mikroskop

Peralatan pemijahan ikan secara


Peralatan hama penyakit perikanan
buatan
1. Seser halus 1. Alat bedah
2. Mikroskop 2. Talenan
3. Refrigerator 3. Tisue grinder
4. Peralatan dari bahan kaca: beaker glass, 4. Spuit Injection
erlemeyer, petri dish, tabung reaksi, 5. Baki/ baskom
pipet, gelas ukur dan lain-lain. 6. Automatic heater
5. Injection (peralatan suntik) 7. Aerator/ blower
8. Batu aerasi dan selang aerasi
9. Alat siphon
10. Alat bedah
11. Kain lap

Peralatan panen Peralatan listrik

1. Genset
1. Seser panen
2. Pompa air
2. Hand counter
3. Blower
3. Kantong plastik panen
4. Heater
4. Tabung oksigen
5. Regulator
6. Selang oksigen
7. Stryrofoam box
Bila peralatan yang akan digunakan dalam budidaya komoditas air payau dan
laut telah tersedia, berikutnya sebelum digunakan peralatan tersebut diperiksa
apakah berfungsi dengan normal ataukah perlu dilakukan perawatan. Pengecekan
bertujuan agar operasional alat berfungsi dengan benar. Peralatan pabrikan
terdapat manual alat di dalam Dus boxnya.
Peralatan yang akan digunakan sebaiknya dilakukan pengecekan
keberfungsiannya karena setiap alat mempunyai fungsi yang berbeda-beda,
misalnya aerator digunakan untuk mensuplai oksigen pada saat membudidayakan
ikan skala kecil dan menengah, tetapi apabila sudah dilakukan budidaya secara
intensif, maka peralatan yang digunakan untuk mensuplai oksigen ke dalam wadah

22 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

budidaya ikan menggunakan blower. Peralatan selang aerasi berfungsi untuk


menyalurkan oksigen dari tabung oksigen ke dalam wadah budidaya, sedangkan
batu aerasi digunakan untuk menyebarkan oksigen yang terdapat dalam selang
aerasi ke seluruh permukaan air yang terdapat di dalam wadah budidaya. Selang
air berfungsi memasukkan air bersih dari tempat penampungan air kedalam wadah
budidaya. Peralatan ini digunakan juga sebagai alat siphon untuk mengeluarkan
kotoran dan air pada saat dilakukan pemeliharaan. Dengan menggunakan selang air,
maka akan memudahkan dalam melakukan penyiapan wadah sebelum digunakan
untuk budidaya.
Peralatan lainnya yang diperlukan dalam membudidayakan ikan adalah
timbangan, timbangan yang digunakan boleh berbagai macam bentuk dan skala
digitalnya, karena fungsi utama alat ini untuk menimbang bahan yang akan
digunakan dalam budidaya ikan.
Ikan yang dipelihara di dalam wadah pemeliharaan akan tumbuh dan
berkembang sehingga perlu dipantau pertumbuhan di dalam wadah pemeliharaan.
Alat yang digunakan adalah seser, timbangan, ember, baskom yang berfungsi untuk
menghitung pertumbuhan ikan yang dibudidayakan di dalam wadah pemeliharaan.
Seser panen atau saringan halus dibutuhkan pada saat akan melakukan pemanenan
ikan. Komoditas budidaya yang telah dipanen tersebut dikemas untuk memudahkan
dalam pengangkutan sedangkan hapa digunakan sebagai penampung untuk
memudahkan sebelum dijual.
Setelah melakukan identifikasi berbagai macam peralatan yang digunakan
dalam membudidayakan komoditas air payau dan laut, dan dipelajari dengan
jelas bagaimana fungsi dan cara kerjanya, langkah selanjutnya adalah melakukan
pembersihan atau perawatan sesuai dengan jenis peralatannya. Peralatan yang
telah higienis dari segala hal yang dapat menurunkan kualitas pekerjaan, dapat
langsung digunakan sesuai dengan prosedur.
Harapannya dengan melakukan pengecekan pada semua peralatan yang
akan digunakan untuk budidaya ikan, maka telah dilakukan pencegahan terhadap
kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan kelalaian atau
kecerobohan ketika bekerja yang dapat membuat orang yang bekerja cedera.

E. Risiko peserta dan tindakan antisipasi di tempat kerja dalam kegiatan siklus
budidaya ikan
Risiko didefinisikan sebagai kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian
berbahaya atau paparan dengan keparahan suatu cidera atau sakit penyakit yang
disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut (OHSAS 18001, 2007). Unit usaha
harus membuat, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi
bahaya yang ada, penilaian risiko dan penetapan pengendalian yang diperlukan.
Metode budidaya ikan secara ekstensif cenderung tidak membutuhkan
bantuan alat-alat yang menggunakan listrik selain alat-alat konvensional seperti
cangkul dan golok (tetap mengandung risiko bahaya) pada saat membuat kolam
sedangkan untuk metode semi intensif dan intensif membutuhkan bantuan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 23
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

peralatan listrik sebagai pemacu kegiatan produksinya. Misal karena


membutuhkan cadangan listrik, maka perlu disiapkan generator. Mesin ini tentu
memiliki risiko dalam pemakaiannya sehingga harus diantisipasi melalui K3 ini.
Tempat bekerja pada budidaya perikanan umumnya di ruang terbuka sehingga
kebutuhan oksigen untuk para pekerja di luar ruangan tercukupi sedangkan kondisi
lingkungan budidaya perikanan yang berair mengakibatkan kondisi kelembapan
ruang budidaya sangat lembap. Hal ini juga perlu dilakukan antisipasi agar tidak
mengganggu kondisi kesehatan para pekerja maupun penurun kinerja peralatan.
Para pekerja dalam melakukan kegiatan budidaya perikanan harus selalu
menggunakan pakaian kerja yang kering sesuai dengan peraturan perusahaan atau
pakaian kerja khusus yang terlindung dari air maupun bisa menggunakan pakaian
ganti setelah bekerja. Penggunaan pakaian kerja yang basah dapat mengakibatkan
kesehatan pekerja terganggu. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan pakaian
kerja yang sesuai bagi para pekerja yang menggunakan air sebagai media hidup
ikan yang dipeliharanya.
Keselamatan kerja dalam proses kegiatan budidaya perikanan yang
menggunakan peralatan listrik harus diperhatikan beberapa hal yang biasanya
menyebabkan kecelakaan diantaranya adalah:
1. Beban listrik terlalu besar untuk satu stop kontak sehingga menimbulkan
pemanasan yang dapat membakar kulit kabel;
2. Sistem pengkabelan yang tidak memenuhi persyaratan standar;
3. Kesalahan dalam penyambungan peralatan pada sumber listrik yang jauh lebih
tinggi dari voltase yang seharusnya; dan
4. Adanya binatang yang mengerat kabel sehingga dapat menimbulkan hubungan
pendek atau kebakaran.
Dengan terjadinya penyebab kecelakaan di atas, untuk itu perlu adanya tindakan
antisipasi terhadap bahaya listrik sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dan perawatan saklar, fitting, sekring, sistem pertahanan dan kabel
sambung aliran listrik harus dilakukan secara berkala;
2. Apabila kabel kelistrikan rusak, maka harus diganti oleh orang yang jelas
kompetensinya agar terhindar dari bahaya;
3. Bila ada mesin yang tidak berfungsi atau bermasalah segera matikan dan
laporkan kepada toolman untuk dicek dan selanjutnya diperbaiki; dan
4. Bila menggunakan peralatan listrik, periksa terlebih dahulu dan jangan sekali-
kali memakai alat tersebut jika terdapat kerusakan. Bila alat digunakan jangan
sekali-kali meninggalkan tanpa pengawasan ketika sedang dihubungkan
dengan listrik. Bila alat sedang digunakan terjadi hubungan pendek segera
matikan dan segera cabut kabel saluran listrik dari stop contact dinding.
Penyebab penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja dapat dibedakan menurut
bahayanya, yaitu:
1. Faktor fisik, seperti cahaya, kebisingan, suhu, radiasi, benda kerja dan peralatan;
2. Faktor kimiawi, seperti zat berbahaya dan beracun, asap, debu;
3. Faktor biologis, seperti virus, bakteri, jamur dan hewan;

24 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

4. Faktor ergonomis, seperti kesalahan tata letak; dan


5. Faktor psikologis, seperti bekerja terlalu lama hingga merasakan tekanan.

Tabel 1.2 Contoh kegiatan kebersihan lingkungan, persiapan wadah dan media yang
dapat menyebabkan kecelakaan
1. Jenis 2. Penyebab 4. Penanggu-
No Kegiatan 3. Akibat
Kecelakaan Kecelakaan langan

1. Kaki terkena 1. Tidak hati-


1. Membersihkan cangkul/ hati dalam 1. Kaki 1. Bekerja
lingkungan parang/ bekerja. luka, secara hati-
sabit. lecet. hati.

2. Digigit ulat 2. Bekerja


bulu. sambil
banyak 2. Gatal- 2. Bekerja
bercanda. gatal. dengan
serius.
3. Tertusuk 3. Member-
benda- sihkan semak 3. Infeksi 3. Gunakan
benda yang belukar tanpa pada pelindung
runcing menggunakan kaki/ tangan/
atau tajam sarung tangan tempat kaki (sarung
(duri/ dan yang tangan/
terinjak perlengkapan tertu- sepatu).
paku) yang cukup. suk.

2. Memeriksa 1. Terjatuh 1. Kurangnya 1. Patah 1. Sebelum


bangunan dari atap hati–hati tulang, melakukan
hatchery genting/ pada saat terkilir, pekerjaan
asbes. bekerja. luka, perhatikan
memar- terlebih
memar, dahulu
cidera kondisi
2. Ketimpah 2. Bahan dll. hatchery.
kayu/ bangunan
genteng/ yang sudah 2. Gunakan
asbes. tua, lapuk, perleng
pemasangan kapan sebaik
tidak benar. mungkin.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 25
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

3. Pencucian dan 1. Debu 1. Tidak 1. Batuk- 1. Pakailah


sanitasi bak terhirup menggunakan batuk, masker.
dan masuk masker sesak
ke hidung pada saat nafas.
(batuk- membersihkan
batuk, bak.
sesak nafas
dll.)

2. Luka,
2. Terpeleset 2. Karena 2. Gunakan
terkilir,
licin saat sepatu boot.
patah
membersihkan tulang.
lantai bak.

3. Pusing- 3. Gunakan
3. Keracunan 3. Adanya pusing,
lumut yang pelindung
disinfektan mual- mata
menempel mual,
pada bak sakit
karena bak kepala
sudah lama dll.
tidak dipakai.
4. Mata 4. Periksalah
4. Bahan perih dan
4. Mata sprayer
disinfektan merah.
terkena sebelum
terhirup/
disinfek- melakukan
masuk ke
tan. penyem-
dalam mulut,
karena tidak protan.
menggunakan
masker.

26 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

1. Lemes,
4. Memasang dan 1. Tersetrum 1. Waktu terkejut, 1. Matikan
memeriksa memeriksa hilang aliran listrik
listrik kabel, dan kesadaran terlebih
memasang sejenak, dahulu.
dudukan bahkan
lampu, aliran bisa
listrik tidak sampai
dimatikan. mening-
gal.
2. Tangan basah 2. Gunakan alas
kaki dari karet.
3. Terlalu
ceroboh, tidak 3. Pastikan
menggunakan tangan tidak
perlengkapan basah.
yang cukup,
dan terlalu
sepele.

Tabel 1.3 Contoh kegiatan pemberian pakan yang dapat menyebabkan kecelakaan
Jenis Penyebab
No Akibat kecelakaan Penanggulangan
kecelakaan kecelakaan

Fisik: 1. Membuka
1. Pakan pakan 1. Akibat pakan yang 1. Hati-hati dalam bekerja,
Berdebu tidak hati- berdebu, mata tidak bercanda.
hati terkena iritasi,
dan jika terhisap 2. Pemakaian masker
2. Tidak paru-paru menjadi
memakai sesak, dan batuk-
masker batuk

3. Tidak 2. Pakan yang 3. Pemakaian wearpak


memakai berdebu bisa
baju mengakibatkan
wearpak alergi dan gatal-
gatal pada anak
pakan.

Kimia: 1. Pakan yang 1. Pemakaian masker


2. Bau yang 1. Tidak mengeluarkan
menyengat memakai bau menyengat
masker mengakibatkan
pusing bagi anak
pakan.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 27
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Biologi: 1. 1 Pakan yang rusak 1. Penjadwalan dalam


3. Pakan yang Pengambilan mengakibatkan pengambilan pakan
rusak pakan di tersitanya waktu dengan sistem First In
gudang tidak dan tenaga anak First Out (FIFO)
teratur pakan, karena
harus pergi
mengambil pakan
2. Terserang yang lebih bagus.
hama, jamur,
bakteri, dll. 2. Larva menjadi stres
karena terlambat
diberi pakan.

Psikologi; 1. Manajemen 1. Mengatur manajemen


4. Jam kerja pemeliharaan 1. Beban pakan pemeliharaan dengan
yang tidak tidak teratur terlalu baik
teratur berat, dapat
mengakibatkan
cedera pada
punggung dan
tangan anak
pakan, karena
mengangkat
beban yang
terlalu berat

1. Pada saat memberi 1. Berhati-hati dalam bekerja


pakan di bak
pemeliharaan,
kaki anak pakan
terperosok, karena
penutup saluran
pembuangan atau
bak panen yang
telah keropos,
mengakibatkan
kaki terluka,
pakan tercecer
kemana-mana,
dan membuat
trauma pada anak
pakan.

28 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Ergonomi: 1. Tata letak 1. Gudang pakan 1. Mengatur tata letak/ layout


5. Gudang daerah terlalu jauh dari sesuai standar
Pakan yang tidak bak pemeliharan
yang Sulit teratur dengan jalan
dijangkau. yang rusak,
mengakibatkan
pengambilan
dan pemberian
pakan menjadi
terhambat dan
membutuhkan
waktu yang
banyak.

2. Tempat pakan
terlalu tinggi,
dan pada saat
pengambilan
pakan terjatuh,
mengakibatkan
kaki anak pakan
patah.
(Sumber : Mujiyono, 2017)

F. Prosedur penanganan darurat sesuai standar perusahaan di tempat kerja


Prosedur seperti yang dinyatakan dalam SNI 19-14001-2005 adalah
cara yang telah ditentukan untuk melaksanakan kegiatan atau proses. Standar
Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berkaitan dengan prosedur
standar yang dilakukan secara kronologis untuk terselesaikannya suatu pekerjaan
yang lebih efektif dan efisien dengan biaya serendah-rendahnya. Tujuan SOP yaitu
standar yang telah ditetapkan mengenai aktivitas pekerjaan yang berulang-ulang
yang dilaksanakan dalam sebuah unit usaha atau perusahaan dijelaskan dengan
terperinci sedangkan fungsi SOP adalah sebagai berikut:
1. Meringankan beban pekerjaan petugas/ pegawai atau tim/ unit kerja;
2. Sebagai dasar hukum bilamana terjadi penyimpangan;
3. Agar diketahui dengan jelas hambatan-hambatan yang dialami;
4. Mengarahkan petugas atau pegawai agar sama-sama lebih disiplin dalam
bekerja; dan
5. Sebagai pedoman atau acuan dalam melaksanakan pekerjaan.
Berikut ini adalah contoh Standar Operasional Prosedur dari sebuah hatchery
udang:

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 29
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Contoh SOP

Standar Operasional Prosedur


Penerimaan Naupli
Alat dan Bahan:
Peralatan: Bak conical, Ember volume 10 liter dan 30 liter, seser kain screen,
oksigen, heater (pemanas), mikroskop.
Bahan: Naupli
Langkah Kerja
A. Persiapan:
1. Pastikan bahwa peralatan yang digunakan telah melalui proses sterilisasi alat
dengan melihat cek list pada ruang penyimpanan.
2. Gunakanlah pakaian kerja dan alat perlindungan diri.
3. Isi ember dengan air laut 10 liter dan 30 liter.
4. Isi bak conical dengan air laut 500 liter dan diberi heater atau pemanas.
5. Siapkan mikroskop.
B. Proses Aklimatisasi
1. Pada saat naupli datang diukur. Kemudian seser naupli dari plastik dan
masukkan ke dalam ember volume 30 liter air laut, diukur kualitas air yaitu
suhu air, PH, DO, dan salinitasnya dan diambil sampel naupli untuk dilihat
morfologi tubuh naupli menggunakan mikroskop. amati penyusutan jumlah
naupli pada ember.
2. Setelah naupli yang bagus tersedia berikutnya dimasukkan ke dalam ember
volume 10 liter.
3. Berikutnya naupli diseser dengan menggunakan seser kain screen dan
dimasukkan ke bak conical bervolume 500 liter yang diberi pemanas dan
diatur suhunya sesuai dengan suhu pada bak pemeliharaan. Tujuannya adalah
agar naupli beradaptasi dengan suhu yang ada pada bak pemeliharaan.

Berikut ini adalah prosedur dalam menangani kecelakaan kerja dan


penanggulangannya:
1. Pendarahan
Pendarahan bisa terjadi karena luka benda tajam maupun karena suhu
terlalu panas sehingga terjadi pendarahan dari hidung. Pada umumnya
penghentian pendarahan karena luka bisa ditangani dengan menekan luka
berdarah tersebut, jika pendarahan tidak bisa berhenti segera hubungi tenaga
medis profesional. Berikut ini adalah penanganan kasus pendarahan:
a. Pendarahan hidung
Korban diposisikan duduk dengan kepala tertunduk, korban dicegah dari
aktivitas memaksa darah keluar dari hidungnya, cuping hidung korban dipijat
dengan sekeras-kerasnya oleh penolong maupun korban agar pendarahan
berhenti, jika pendarahan tidak berhenti selama 5–10 menit, maka segera

30 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

panggil perawat atau medis untuk mengusahakan mendapat perawatan.


b. Pendarahan lantaran luka
1) Dapatkan bantuan medis;
2) Tunjukkan seluruh luka;
3) Jika Anda punya waktu untuk menutupi luka dengan sapu tangan atau
kain higienis, harap tutupi dan tekan luka dengan tangan Anda, atau
remas tepi luka untuk menutupnya;
4) Penekanan bisa dilakukan menggunakan alas lapisan tipis pada luka lalu
mengikatnya dengan perban. Bantalan wajib relatif lebar menutupi
semua luka dan seluruh bantalan wajib tertutup perban;
5) Apabila penderita merasa nyeri kesakitan lantaran ikatan perban terlalu
kencang, kendurkan ikatan perban;
6) Apabila pendarahan masih berlanjut, gunakan bantalan lain dan
perbanlah lagi, tanpa melepas ikatan bantalan pertama; dan
7) Bahan yang menghambat eksudasi darah adalah bahan kayu, atau logam.
Cara seperti ini bisa digunakan untuk membantu korban patah tulang.
2. Kejutan/ Shock
Hampir setiap kecelakaan, cedera atau luka-luka, selalu diikuti oleh
kondisi shock. Kondisi pasien pucat, dingin dan lunak kulitnya, lemah, dan
denyut nadi makin cepat, bahkan hilang kesadaran.
a. Pindahkan korban di tempat yang nyaman dan tenang;
b. Jaga korban agar korban tetap tenang dan hangat;
c. Kendurkan pakaian korban; dan
d. Jaga agar korban tetap tenang dan pastikan untuk segera mendapatkan
pertolongan.
3. Keracunan
Untuk semua insiden keracunan, harap kirim staf medis secepat mungkin.
a. Pindahkan ke tempat yang segar;
b. Lakukan seperti merawat penderita shock;
c. Jika nafas korban terhenti, berikan bantuan pernafasan. Jangan melakukan
pertolongan pernafasan melalui kontak mulut ke mulut, bila terjadi racun
terminum melalui mulut (asam, alkali, dan lain-lain);
d. Amankan dan simpan cairan yang diduga racun sebagai sampel; dan
e. Ambil muntahan korban untuk diperiksa dokter/ klinik.
4. Luka Bakar Api
Penanganan medis tergantung pada kondisi pasien.
a. Penanganan terbaik luka bakar adalah dengan mengalirkan air dingin dan
bersih pada luka bakar;
b. Jangan menarik atau menyobek pakaian korban luka bakarnya;
c. Jangan mencoba mengeluarkan benda yang menempel di kulit yang terbakar;
d. Lakukan perawatan seperti menangani korban kondisi shock;
e. Tutupi luka bakar dengan bahan steril seperti perban kering, handuk atau
kertas (jika tersedia); dan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 31
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

f. Jangan menyentuh area luka bakar yang meradang, atau bagian otot-otot
yang terbakar.
5. Cedera pada mata
Jika ada benda yang masuk, jangan menggosok mata.
a. Cobalah untuk tetap membuka mata;
b. Jangan sentuh mata dengan apapun juga;
c. Dapatkan perawatan medis dengan segera;
d. kendurkan perban pada mata; dan
e. Arahkan korban ke area medis.
6. Goresan dan memar
Luka apapun, bahkan luka kecil sekalipun, harus dirawat dan dicatat. Jika
tidak segera ditangani, luka apa pun akan terinfeksi dan membusuk.
a. Pada luka goresan, biarkan darah mengalir beberapa menit, untuk
menyingkirkan infeksi;
b. Jangan menutupi luka dengan pakaian usang, handuk atau sapu tangan yang
kotor pada luka;
c. Bersihkan luka dengan bahan-bahan lembut;
d. Berilah obat anti septik, steril, atau bahan pertolongan untuk cedera ringan;
e. Jika luka parah dan terlalu dalam, dapatkan bantuan medis; dan
f. Memar parah membutuhkan perhatian medis segera, mohon jangan ditunda.
7. Kecelakaan sengatan listrik
Kecelakaan karena sengatan listrik dapat mengakibatkan kebakaran,
jatuh, dan kejutan listrik. Masing-masing menyebabkan gejala yang berbeda
pada korban. Kecelakan listrik sering menimbulkan luka sampingan. Bila
menghadapi kecelakaan karena listrik, kerjakanlah segera tindakan dengan
urutan sebagai berikut:
a. Matikan aliran listrik, jika tidak mungkin usahakan agar korban terbebas dari
sengatan listrik; dan
b. Beri pertolongan pertama sesuai gejalanya.
Jika suatu saat saudara keluarga atau orang lain yang terkena sengatan listrik,
maka cara menolong korban bisa bisa menggunakan langkah–langkah berikut:
1) Matikan sumber lisrik
Cari sumber arus listrik dan matikan. jika langkah tersebut tidak
bisa dilakukan, maka singkirkan sumber listrik dari tubuh korban
menggunakan benda yang tidak mengantarkan listrik, contoh kayu
kering, kain kering, atau karet kering).
2) Lihat keadaan sekitar dan kondisi korban
Perhatikan kondisi korban dan sekitarnya apakah masih terhubung
dengan arus listirk atau tidak. untuk meyakinkan, maka saudara
bisa cek menggunakan tespen. Korban jangan langsung disentuh
dikhawatirkan masih ada arus jika masih ada arus, maka saudara juga
bisa korban berikutnya.

32 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

3) Pindahkan korban
Jika sudah dinyatakan aman dari arus, maka pindahkan korban
ke tempat lain (yang aman) lalu segera bawa korban ke pusat layanan
medis terdekat (balai pengobatan atau puskemas) sebagai langkah
awal untuk memberi pengobatan atau dengan menghubungi nomor
darurat agar korban dijemput.
4) Lakukan perawatan
Jika petugas medis belum datang ke tempat korban atau belum
dibawa ke tempat pengobatan, maka saudara bisa lakukan bantuan
medis dengan dengan cara:
a) Membaringkan korban dalam posisi telentang;
b) Memposisikan kaki agar lebih tinggi dari kepala untuk mencegah
terjadinya shock;
c) Memeriksa pernapasan dan denyut jantungnya; dan
d) Jika jantung atau napas korban terhenti, Anda bisa melakukan
tindakan cardiopulmonary resuscitation (CPR), dengan catatan
Anda menguasai teknik ini.
8. Menyadarkan korban pingsan
a. memberikan bau-bauan yang menyengat dan merangsang seperti minyak
wangi, aromaterapi, durian dan lain-lain;
b. Jika wajah orang pingsan itu pucat pasi, maka posisikan badannya lebih
tinggi dari kepala agar darah dapat mengalir ke kepala;
c. Jika wajah orang yang pingsan itu merah, maka maka posisikan kepala lebih
tinggi agar darah mengalir ke tubuhnya secara normal;
d. Jika korban pingsan muntah, maka sebaiknya miringkan kepalanya agar
muntah orang itu bisa keluar dengan mudah, sehingga jalur penapasan
orang itu bisa lancar kembali;
e. Jika korban menggunakan perhiasan atau pakaian ketat, maka kendurkan
agar darah dapat mengalir dengan normal dan mudah bernapas;
f. Jika korban sudah siuman, maka berikan minum-minuman yang hangat baik
kopi maupun teh namuan perlu hati-hati jangan diberi gula terlebih untuk
menanggulangi jika korban tersebut kena diabetes; dan
g. Meskipun sudah sadar atau pulih tapi akan lebih baik korban tersebut tetap
dibawa ke rumah sakit atau pusat pelayananan kesehatan terdekat agar
mendapat perawatan lebih lanjut.

G. Prinsip–prinsip lingkungan hidup dalam kegiatan budidaya ikan air payau dan
laut
Menurut UU No 19 tahun 2009 lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedang lingkungan seperti
yang dimaksud dalam SNI No. 19–14001-2005 adalah keadaan sekeliling dimana

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 33
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

unit usaha beroperasi termasuk udara, air, tanah, sumberdaya alam, flora,
fauna, manusia dan interaksinya.
Usaha di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan merupakan usaha
yang memanfaatkan faktor dari lingkungannya, sehingga sangat tergantung
dengan keadaan lingkungan. Selain produk perikanan sebagai hasil akhirnya,
budidaya perikanan mempunyai potensi untuk perusakan lingkungan apabila
limbah budidaya dalam bentuk amoniak dari sisa pakan dan feses, serta nilai BOD
yang tinggi bila tidak dilakukan pengelolaan yang lebih baik. Selanjutnya kualitas
lingkungan yang buruk berpengaruh terhadap penurunan terhadap kualitas dan
kuantitas produksi.

Gambar 1.2 Siklus pemanfaatan lingkungan oleh sistem budidaya

Untuk itu agar sistem budidaya tidak mengurangi mutu lingkungan, maka
terdapat peraturan–peraturan seperti pada SNI 8035: 2014 yang mensyaratkan
agar terjaga lingkungan disekitar unit pengembangbiakan maka:
1. Air buangan dari proses produksi pembenihan perlu diproses terlebih dahulu
agar menjadi netral kembali ketika dikembalikan ke perairan umum. Untuk itu
unit pembenihan harus mempunyai unit pengolah limbah untuk bahan organik,
mikroorganisme dan bahan kimia. Cara pengolahan air buangan diatur dalam
SNI 8230: 2016 adalah sebagai berikut:
a. Air buangan ditampung pada bak pengolahan;
b. Melakukan desinfeksi dengan larutan kalsium hipoklorit 50–100 mg/ l dan
diaerasi selama 6 jam;
c. Melakukan pengendapan minimal selama 6 jam; dan
d. Membuka pintu saluran limbah agar limbah yang telah netral terbuang.
2. Sanitasi lingkungan pembenihan tidak hanya pada proses produksi namun
juga harus meyediakan fasilitas kebersihan yang memadai seperti peralatan
kebersihan, tempat sampah dan toilet.

H. Proses pemeriksaan komponen keselamatan kerja pada awal sebelum mengop-


erasikan semua mesin, sarana angkut dan bahan–bahan berbahaya

34 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Sesuai dengan SNI 8035: 2014 tentang Cara Pembenihan Ikan yang
Baik, maka perlu adanya Standar Operasional Prosedur untuk setiap proses
pengembangbiakan yang disertai dengan adanya form cek list kegiatan sebagai
alat bantu agar kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur standar.
Standar Operasional Prosedur yang dimiliki dan diterapkan terdiri atas:
1. Manajemen Induk;
2. Manajemen benih;
3. Manajemen air;
4. Manajemen pakan hidup;
5. Manajemen pemberian pakan;
6. Manajemen pemberian obat ikan;
7. Manajemen penggunaan bahan kimia;
8. Pemeriksaan kualitas air;
9. Pemeriksaan kesehatan induk dan benih;
10. Manajemen biosekuriti;
11. Sanitasi lingkungan pembenihan; dan
12. Manajemen pengemasan dan distribusi benih.
Dalam cek list yang dibuat untuk membantu keterlaksanaan SOP tersebut
di dalamnya terdapat pemeriksaan pra proses, pelaksanaan produksi dan pasca
proses.
Contoh SOP
STANDARD OPERATING PROCEDURE
MONITOR CONTROL INTERFACE
I. SEBELUM DIESEL/ GENSET DIHIDUPKAN
1. Periksa air Radiator (jika kurang ditambah).
2. Periksa Oil Mesin (jika kurang ditambah).
3. Periksa Solar (Posisi kran pada Daily tank harus tetap terbuka/ on).
4. Periksa air ACCU (Jika kurang ditambah).
5. Periksa Kabel R-S-T-N terpasang dengan benar dan kuat ke pemakaian.
6. Pasang Kabel ACCU dengan benar dan kuat (merah < + >, hitam <->).
7. Buka box panel dan naikan semua MCB (16A, 6A).
II. WAKTU MENGHIDUPKAN
1. Hidupkan Mesin Tanpa Beban ± 10 Menit (Warming Up).
2. Periksa Oil Meter, Water Temperature, Battery Charge, Volt Meter AC, Frequency
Meter dan Hour Counter Meter) berfungsi dengan baik pada saat mesin keadaan
hidup.
III. CARA MEMATIKAN DIESEL 1 GENSET
1. Matikan Beban/ Turunkan Breaker (jika terpasang) terlebih dahulu kemudian
tunggu ±5 menit pendinginan mesin (Cooling Down) baru matikan.
2. Menyimpang dan ketentuan ini akan mengakibatkan kerusakan pada AVR
Generator.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 35
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

IV. PEMELIHARAAN
1. Ganti Filter Solar 50 jam pertama, selanjutnya tiap 200 jam operasi (6 bulan).
2. Ganti Filter Oil dan Oil Mesin 50 jam pertama, selanjutnya tiap 200 jam operasi
(6 bulan).
3. Bersihkan/ Filter udara tiap 200 jam.
4. Bersihkan/ kuras tangki solar setiap 400 jam operasi (1 tahun sekali).
5. Bersihkan/ kuras radiator tiap 400 jam operasi (1 tahun sekali), pakailah air
kandungan zat kapur, garam dan besinya rendah.
V. MENGATASI TROUBLE SEMENTARA JIKA MESIN TIDAK MAU HIDUP
1. Periksa solarnya apakah mengalir dengan baik dan tidak ada kotoran
(tersumbat).
2. Solarnya dipompa sempai benar-benar mengalir/ buang angin palsunya.
3. Periksa ACCU/ BATTERY nya apakah cukup kuat/ besar arusnya, jika tidak perlu
distroom/ discharge terlebih dahulu.
4. Perhatian: jangan Melakukan Start Engine Terlalu lama (±15 detik) Tunggu 2
menit untuk melakukan Start Engine berikutnya, untuk mencegah Dynamo
Stater Terbakar.
VI. DISARANKAN
1. Agar Diesel/ Genset dapat tetap beroprasi dengan lancar disarankan memakai
saringan solar/ water separator.
2. Pergunakanlah Oil mesin meditrans S-40 atau yang sejenis.
3. Pemakaian beban ampere R-S-T diusahakan Balance/ seimbang.
4. Pemakaian beban minimal 40% dan kapasitas Genset.

Note: Untuk lebih jelasnya lihat buku petunjuk mesin (Operation Manual Book)

Dilaporkan Oleh Mengetahui

() ()

36 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM
Mengidentifikasi sumber-sumber bahaya dalam Hatchery
A. Tujuan
Untuk mengidentifikasi sumber bahaya atau dampak yang ditimbulkan
serta mencari alternatif/ solusi pemecahannya dari setiap kegiatan
pembenihan udang.
B. Alat dan bahan
1. Alat tulis
2. Lingkungan hatchery beserta seluruh aktivitas kerja di perusahaan tersebut
C. Keselamatan Kerja
1. Lakukan kegiatan praktik dengan hati-hati dan memperhatikan K3!
2. Jaga kebersihan lingkungan praktik dan alat praktik!
3. Bertanyalah pada guru maupun karyawan perusahaan yang memfasilitasi,
jika ada hal yang tidak dimengerti!
D. Langkah kerja
1. Bentuklah kelompok secara kecil adil masing–masing kelompok
beranggotakan 3-5 orang.
2. Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan secara cermat dan teliti.
3. Berdoalah sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
4. Buatlah lembar observasi sesuai dengan kebutuhan.
5. Lakukan identifikasi jenis-jenis kegiatan yang berkaitan dengan
pengembangbiakan udang seperti kegiatan persiapan wadah dan media,
pengelolaan induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva,
pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air dan kesehatan komoditas
perikanan.
6. Lakukan Identifikasi sumber-sumber bahaya yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan yang telah Anda identifikasi (no. 5).
7. Identifikasi dampak yang ditimbulkan akibat dari kegiatan tersebut.
8. Carilah alternatif pemecahan dari masing-masing dampak tersebut dan
buatkan program K3 nya.
9. Diskusikan dengan kelompok Anda
10. Apa yang dapat Anda simpulkan?
11. Presentasikan hasil diskusi kelompok Anda dengan kelompok yang lain.

CAKRAWALA

Keselamatan Kerja pada Kolam Budidaya

Pengetahuan tentang keselamatan kerja memang sudah dipahami oleh


pekerja industri perikanan namun pada pelaksanaannya kurang dilakukan.
Hal yang paling umum yang terjadi pada unit pembenihan udang maupun
ikan adalah keadaan darurat terpeleset dan tersetrum. Pekerja sering menjadi
ceroboh ketika suatu pekerjaan yang sudah biasa dilakukan tidak terjadi masalah
meskipun tidak

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 37
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA

Gambar 1.3 Ilustrasi tersetrum listrik karena pemakaian Gadget

Menggunakan alat perlindungan diri seperti sepatu boot maupun sarung


tangan, namun keadaan fisik dan psikologi dari pekerja tidaklah selalu pada
keadaan prima, namun menurun pada jam-jam tertentu dan pada akhir shift.
Dewasa ini, penggunaan gadget oleh pekerja juga berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja. Pekerja pada pembenihan karena ketergantungannya terhadap
gadget menyebabkan pemakaian pada baterai gadget tersebut seringkali habis
dan berikutnya akan melakukan penambahan daya melalui listrik. Mungkin
karena kelalaian masih dalam keadaan basah atau tidak menggunakan sepatu
boot terjadilah kejadian tersetrum.
Sumber: https: // jabar.tribunnews.com/ 2019/ 10/ 12/ terjadi-lagi-bocah-
tersetrum-listrik-tiang-antena-tv-di-pekalongan-badan-menempel-hingga-
tewas

JELAJAH INTERNET
Untuk menambah wawasan lebih jauh mengenai kesehatan, keselamatan
kerja dan lingkungan hidup, peserta didik dapat mempelajari secara mandiri
melalui internet. Di internet peserta didik dapat mencari lebih jauh materi
tentang kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup. Salah satu website
yang dapat dikunjungi untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang
kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup yaitu:
https://www.youtube.com/watch?v=xT6EwWMK9cA tentang K3 kelistrikan,
https://www.youtube.com/watch?v=pF0QbmAlKHI tentang kecelakaan kerja,
https://www.youtube.com/watch?v=6ShGP3Ps0TM tentang K3 di ruang
terbatas,
https://www.youtube.com/watch?v=830vs5iQDio tentang K3 laboratorium

38 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

JELAJAH INTERNET

RANGKUMAN

1. Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja diberlakukan pada tempat


kerja dan tenaga kerja agar terhindari dari bahaya.
2. Unsur atau bahan-bahan berisiko tinggi harus disimpan dengan
memperhatikan temperatur, kelembapan, interaksi wadah, interaksi antar
bahan kimia.
3. Peralatan yang akan digunakan hendaknya dicek terlebih dulu agar fungsinya
optimal ketika dioperasikan.
4. Penyebab terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja menurut
sumber bahayanya yaitu faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi dan
psikologi.
5. SOP disusun untuk mengurangi beban pekerjaan agar tidak terjadi tekanan
psikologis terhadap pekerja dan menekan risiko kecelakaan kerja.
6. Usaha budidaya perikanan memanfaatkan lingkungan sehingga perlu
menjaga penurunan kualitas lingkungan dengan cara mengelola limbah
buangan.

TUGAS MANDIRI

SOP adalah kewajiban bagi suatu unit usaha budidaya komoditas ikan, karena
dipersyaratkan dalam memenuhi sertifikat CBIB maupun CPIB. Bersama dengan
kelompokmu, carilah informasi mengenai Standar Operasional Prosedur pada
tambak udang maupun Hatchery Skala Rumah tangga yang telah tersertifikasi
CBIB maupun CPIB yang ada di daerahmu. Tugas dikerjakan dalam bentuk
laporan dengan format yang sudah disepakati dengan Guru pengampu.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 39
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Tuliskan Undang-undang dan peraturan yang mengatur pelaksanaan K3 di
lingkungan tempat kerja!
2. Tuliskan unsur-unsur yang mengharuskan berlaku/ diterapkannya K3 di
lingkungan tempat kerja!
3. Jelaskan mengapa penerapan K3 dalam budidaya komoditas air payau dan
laut sangat berkaitan dengan metode produksi budidaya!
4. Jelaskan K3 dalam kegiatan budidaya komoditas air payau dan laut yang
menggunakan peralatan listrik!
5. Jelaskan penanganan keadaan darurat tersengat listrik!

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab pertama ini, Anda tentu menjadi lebih paham
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut; peserta didik mampu
memahami pengertian pelaksanaan K3LH, mengidentifikasi unsur/ bahan-bahan
berisiko tinggi, mengidentifikasi jenis peralatan, memahami metode produksi
dan lingkungan, memahami risiko dan tindakan antisipasi risiko, melaksanakan
langkah dan pemeriksaan komponen K3LH secara benar sesuai prosedur. Dari
semua materi yang sudah dijelaskan ada bab pertama, mana yang menurut Anda
paling sulit dipahami? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari bab
pertama ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi
sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan
memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi
berikutnya.

40 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LOKASI PENGEMBANGBIAKAN KOMODITAS AIR


BAB
PAYAU DAN LAUT II
BAB II LOKASI PENGEMBANG-
BIAKAN KOMODITAS air PAYAU
DAN LAUT
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi tentang lokasi pengembangbiakan komoditas air


payau dan laut; peserta didik mampu menerapkan persyaratan lokasi secara
geografis, teknis, biologi, sosial ekonomi serta kriteria kelayakan lokasi dalam
menyelesaikan masalah pemilihan lokasi pengembangbiakkan komoditas air
payau dan laut dengan tepat dan teliti.

PETA KONSEP

Lokasi Kriteria Kelayakan Lo-


Persyaratan
Pengembangbiakan kasi Sesuai Komoditas

Teknis Non Teknis

KATA KUNCI

Lokasi, sumber air, elevasi, tekstur tanah, cemaran, kelayakan, air baku

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 41
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Gambar 2.1 Sumber air terkena polusi


Sumber : Sim dkk. (2005)
Jika kita mengetahui dari gambar di atas bahwa sumber air yang terkena polusi
tidak cocok digunakan untuk lokasi pembenihan, maka timbul pertanyaan adakah
persyaratan lain untuk lokasi pengembangbiakan komoditas air payau dan laut
sedangkan salah satu kunci pokok dalam pengembangbiakan komoditas air payau dan
laut adalah pemilihan lokasi? Pemilihan lokasi memperhatikan persyaratan secara
teknis dan non teknis serta memperhatikan kemungkinan pengembangannya. Secara
teknis pemilihan lokasi pengembangbiakan harus memperhitungkan topologi lahan,
iklim dan curah hujan, tekstur tanah, letak terhadap laut dan sungai, pasang surut,
ketersediaan sumber air dan kualitasnya. Bila terjadi kesalahan dalam pemilihan lokasi
seperti air laut maupun air tawar susah diperoleh, maka akan berdampak terhadap
rendahnya efisiensi kerja, risiko meningkat, biaya operasional meningkat sehingga
mengakibatkan BEP semakin tinggi.

MATERI PEMBELAJARAN

A. Persyaratan lokasi secara teknis


Lokasi pengembangbiakan komoditas air payau membutuhkan persyaratan
teknis untuk meningkatkan efisiensi produksi, pemangkasan biaya produksi
dan keberhasilan pemijahan. Faktor teknis yang perlu diperhatikan dalam
pengembangbiakan komoditas air payau dan laut adalah topologi lahan, curah

42 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

hujan, tekstur tanah, pasang dan surut.


1. Topologi lahan
Topografi lahan artinya bentuk permukaan bumi dimana lahan itu berada
meliputi tinggi posisi lahan tersebut di atas permukaan laut yang menunjukkan
kemudahan akses dalam mendapatkan air laut, bentangan lahan hendaknya
datar dan terletak dekat laut namun mempunyai elevasi yang mampu
mengalirkan buangan tanpa menimbulkan genangan. Untuk kemiringan tanah
yang ideal berkisar antara 3%-5% (Sutisna, 1995) atau 3-5 cm setiap 10 meter.
Ketinggian tempat sedapat mungkin tidak lebih dari 5 m di atas permukaan
laut, sehingga tidak menyulitkan dalam pengambilan air laut.
2. Curah hujan
Lokasi curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi kualitas air; terutama
suhu, salinitas dan kondisi plankton serta kemungkinan terjadinya banjir.
Selain itu, kegiatan pembenihan di luar ruangan seperti budidaya plankton
akan mengalami kesulitan karena wadah harus ditutup dengan terpal
agar air hujan tidak masuk. Jika sirkulasi udara dalam wadah yang sudah
terlalu lama ditutup dengan terpal tidak lancar, maka suhu air akan terus
meningkat sehingga merusak metabolisme plankton. Areal yang cocok untuk
pembangunan unit pengembangbiakan komoditas air payau dan laut adalah
areal yang curah hujannya kurang dari 100 hari/ tahun. Curah hujan kurang
dari100 hari/ tahun juga masih memungkinkan adanya sumber air tawar.
Komoditas perikanan khususnya ikan mempunyai sifat poikiloterm yaitu
suhu tubuhnya menyesuaikan dengan suhu lingkungan, suhu tubuh dan suhu
lingkungan akan mempengaruhi metabolisme ikan. Metabolisme ikan akan
mempengaruhi nafsu makan ikan, semakin tinggi metabolisme, maka nafsu
makan ikan semakin tinggi. Oleh karena itu, pertumbuhan ikan relatif tinggi
pada suhu yang relatif tinggi yaitu 27–31oC (Sumber: Ditjen GTK, 2018).
3. Tekstur tanah
Menurut Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang
terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut:
a. Berangkal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya lebih
besar dari 250 s.d 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150 s.d 250 mm, fragmen
batuan ini disebut sebagai kerakal (cobbles) atau pebbes;
b. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 s.d 150 mm;
c. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0, 074 s.d 5 mm. Berkisar dari kasar
(3 s.d 5 mm) sampai halus (< 1mm);
d. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0, 002 mm sampai 0,
074 mm;
e. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0, 002
mm;
f. Koloid (colloids), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0, 001 mm;
dan
g. Departemen Pertanian AS mengklasifikasikan tanah berdasarkan tekstur,

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 43
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

yaitu prosentase antara pasir, lanau dan lempung sedangkan yang disebut
pasir adalah butiran tanah dengan diameter 0, 05–2 mm, sedangkan lanau
adalah butiran tanah dengan diameter 0, 02–0, 05 mm dan lempung adalah
butiran tanah dengan diameter lebih kecil dari 0, 02 mm.

Gambar 2.2 Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur.


Sumber : http://genjaku15.blogspot.com/2015/10/laporan-praktikum-tekstur-tanah.
html

Tanah yang baik untuk unit usaha pengembangbiakan komoditas air payau
dan laut adalah tanah berstruktur kuat, dapat menahan air (tidak porous), subur,
dan tidak berbatu-batu. Tanah yang terbaik untuk kegiatan pengembangbiakan
komoditas air payau dan laut adalah lempung liat berpasir dengan perbandingan
7:3. Tanah bertekstur lempung liat berpasir bersifat keras namun mudah dipadatkan,
sehingga mampu menahan air. dengan permukaan tanah lempung berpasir yang
lebih luas akan memudahkan terjadinya reaksi fisika dan kimia dengan udara. pH
tanah juga merupakan salah satu indikator kesuburan tanah dengan kisaran antara
7, 0–8, 5.
Penentuan tekstur tanah dan plastisitas dapat dilakukan di laboratorium
dengan metode pipet dan metode hidrometer, namun dapat juga dilakukan secara
kualitatif di lapangan dengan metoda Texture by Feel (merasakan tekstur tanah) dan
membuat bentuk-bentuk tertentu seperti bola, pita (ribbons methode), gulungan
dan lain-lain seperti tampak pada tabel di bawah ini.

44 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 2.1 Tekstur dan jenis tanah


NO TEKSTUR JENIS TANAH
Pasir (Sandy)

Rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat,


1
dan tidak dapat dibentuk bola, dan gulungan.

Rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, Pasir berlempung (Loam
2 dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali Sandy)
hancur.
Lempung berpasir (Sandy
Loam)

Rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat


3
dibuat bola tetapi mudah hancur.

Lempung (Loam)

Tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat,


4 dapat dibentuk agak teguh, dan dapat sedikit
dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.

Lempung berdebu (Silty


Loam)
Terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola
5 agak teguh, dan gulungan dengan permukaan
mengkilat.

Debu (Silt)

Terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk


6 bola teguh, dan dapat digulung dengan
permukaan mengkilat.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 45
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Lempung Berliat (Clay


Loam)
Terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk
7 bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan
yang agak mudah hancur.

Liat Berpasir (Sandy-Clay-


Loam)
Terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar,
8 agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh,
dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur.

Lempung Liat Berdebu


(Sandy-Silt-Loam)
Terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan
9 dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk
gulungan dengan permukaan mengkilat.

Liat Berpasir (Sandy-Clay)

Terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat,


10 dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat
gulungan.

Liat Berdebu (Silty-Clay)

Terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat,


11 dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat
gulungan.

46 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Liat (Clay)

Terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat


12 dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat
gulungan.

(Sumber : Ditjen GTK, 2018)

4. Laut dan sungai


Letak lokasi pembenihan komoditas air payau dan laut ini mutlak harus
dekat dengan laut. Banyaknya sungai yang bermuara pada laut tersebut bisa
dijadikan acuan sebagai banyaknya sumber pencemar yang masuk melalui
sungai tersebut sehingga dengan bertambah banyak sungai yang bermuara
ke laut tersebut akan berpotensi lebih besar terhadap kualitas air yang buruk
seperti sangat keruh dan kandungan nutrien tinggi, salinitas variatif karena
aliran air tawar. Dasar laut yang tidak berlumpur disarankan juga sebagai dasar
pemilihan lokasi, karena dasar yang berlumpur akan memerlukan waktu dan
usaha untuk mengatasi kekeruhan air.

Gambar 2.3 Pantai yang bersih menyediakan air laut yang baik
Sumber : (Sim SY dkk., 2005)

5. Pasang dan surut


Pasang dan surut adalah kondisi naik dan turunnya permukaan air laut
yang dipengaruhi oleh gravitasi benda-benda angkasa utamanya adalah bulan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 47
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

dan matahari. Hal ini menyebabkan timbulnya pasang surut harian ganda,
pasang surut harian tunggal, pasang purnama dan pasang perbani. Keadaan
pasang surut yang berbeda-beda ini berpengaruh terhadap penentuan jarak
pipa pompa air laut dan waktu pengoperasian pompa air laut agar didapatkan
kualitas air laut yang baik serta efisiensi waktu agar tidak sering membersihkan
saringan pipa air laut. Data tentang pasang surut bisa didapatkan dari BMKG
setempat maupun Dinas Perikanan terkait.
6. Sumber air dan kualitas Air
Kebutuhan air laut jelaslah bersumber dari laut seperti yang dibahas
sebelumnya, namun sering kali salinitas air laut tidaklah seperti dengan
spesifikasi yang dibutuhkan, utamanya pada musim kemarau sehingga
kebutuhan air tawar sebagai penurun salinitas air laut mutlak diperlukan. air
tawar selain digunakan untuk menurunkan salinitas juga digunakan untuk
mencuci peralatan dan kebutuhan konsumsi pekerja, selain digunakan untuk
pengecekan mutu benih dan perlakuan pengobatan komoditas.
Sedangkan pada SNI 8035: 2015 tentang CPIB yang dimaksud dengan
teknis dalam hal ini adalah hal yang berhubungan dengan operasional
pengembangbiakkan komoditas air payau dan laut. Ketepatan pemilihan lokasi
berdasarkan teknis pengembangbiakan komoditas akan meningkatkan efisiensi
operasional produksi benih dan atau telur. Sesuai dengan SNI 8035: 2014, secara
teknis lokasi pembenihan dan sumber air untuk pengembangbiakan komoditas
perikanan adalah:
1. Dibangun pada lokasi yang terhindar dari kemungkinan banjir, erosi dan cemaran
limbah industri, pertanian, pertambangan dan pemukiman;
2. Memiliki sumber air yang sesuai dengan kebutuhan hidup dan pertumbuhan
ikan yang dipelihara, tersedia sepanjang tahun serta sesuai dengan kaidah
CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik);
3. Mudah dijangkau, tersedia sarana dan prasarana penunjang seperti jaringan
komunikasi dan transportasi; dan
4. Aspek legalitas sesuai peruntukannya, misalnya tidak menggunakan lahan
mangrove, tidak terlalu dekat dengan daerah aliran sungai. Lahan bebas
konflik dan atas nama atau milik sendiri.

B. Persyaratan lokasi secara non teknis


Aspek ekonomis berkaitan dengan faktor-faktor yang mendukung kemudahan
dalam berproduksi dan memasarkan produk perikanan tersebut. Semakin sulit
dalam mendapatkan faktor produksi serta dalam pemasaran produk, maka semakin
besar biaya yang dikeluarkan sehingga otomatis menekan keuntungan. Aspek
tersebut antara lain yaitu:
1. Dekat dengan sumber air, tetapi bukanlah daerah rawan banjir, serta harus dapat
teraliri sepanjang tahun. Semakin jauh dengan sumber air, maka semakin
banyak biaya yang dikeluarkan sebagai biaya pengadaan air untuk proses
budidaya;

48 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

2. Dekat dan atau mempunyai sarana penunjang produksi seperti: jaringan listrik,
sarana komunikasi, dan sarana atau prasarana transportasi;
3. Tidak terlalu jauh dari sumber pembelian pakan, benih, sarana produksi lainnya,
serta alat dan bahan untuk membangun fasilitas pembenihan;
4. Posisi mendekati daerah pemasaran. Jarak yang dekat dengan area pemasaran
dapat menurunkan biaya transportasi serta meminimalisir penurunan kualitas
komoditas budidaya;
5. Tidak dekat dengan pemukiman dan industri. Pemukiman dan industri
menghasilkan limbah sehingga berpengaruh terhadap turunnya kualitas air
baku untuk budidaya dan hal tersebut dapat mengganggu pertumbuhan ikan;
6. Kemudahan mendapatkan tenaga kerja. Selain memberikan pendapatan pada
warga sekitar, ketersediaan tenaga kerja dari penduduk sekitar dapat menekan
biaya mendatangkan tenaga kerja dari daerah lain;
7. Sesuai dengan rencana induk pembangunan daerah; dan
8. Sertifikat sebagai bukti kepemilikan tanah sangat berguna untuk mengatasi
permasalahan tanah atau dapat digunakan sebagai agunan.
Ditinjau dari aspek sosial, lokasi yang dipilih untuk budidaya ikan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Lingkungan hidup dan kelestarian alam terjaga, artinya lahan yang digunakan
tidak merusak lingkungan yang sudah ada sehingga nantinya dapat terjalin
hubungan yang baik dengan masyarakat pengguna tanah disekitarnya;
2. Sumberdaya alam sekitar dapat digunakan dalam penyediaan sarana dan
prasarana sehingga tidak perlu harus dicari ke daerah lain;
3. Memberikan kesempatan penduduk sekitar sebagai tenaga kerja sehingga
dapat mengurangi pengangguran;
4. Adanya dampak positif bagi masyarakat sekitar, artinya lokasi unit
pengembangbiakan komoditas budidaya yang akan dibangun dapat menjadi
percontohan bagi masyarakat serta dapat melakukan kerja sama produksi
dengan penduduk sekitarnya; dan
5. Keamanan lokasi terjamin atau tidak terganggu oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dengan adanya peran serta masyarakat lokal sebagai
tenaga kerja maupun yang melakukan kerjasama produksi.

C. Kriteria kelayakan lokasi pengembangbiakan berdasarkan komoditas


Secara umum kelayakan lokasi pengembangbiakan harus memenuhi kriteria–
kriteria seperti berikut ini:
1. Terletak di dekat pantai atau di teluk yang tenang namun mudah dijangkau;
2. Air laut harus bersih dan tidak tercemar, pemasukannya dipompa minimal
selama 20 jam per hari;
3. Dasar perairan laut yang diambil airnya tidak berlumpur;
4. Air tawar harus tersedia, jika tidak tersedia menggunakan air payau dengan
salinitas maksimal 5 g/ l; dan
5. Tidak terlalu banyak hatcheri yang berlokasi di tempat yang sama.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 49
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Menurut Sim, SY dkk. (2005) sewaktu pemilihan lokasi untuk hatcheri skala kecil
sangat penting untuk menghindari hal-hal berikut ini:
1. Sumber air laut tersuplai berkualitas buruk atau terpolusi (sangat keruh,
kandungan nutrien yang tinggi, salinitas yang bervariasi akibat aliran air
tawar).
2. Lokasi hatcheri yang dekat dengan lokasi hatcheri lain, karena dapat
menyebabkan:
a. Pencemaran setempat-hatcheri dapat membuang limbah yang kaya akan
nutrien;
b. Penularan penyakit dari satu hatcheri ke hatcheri lain, baik melalui kontak
secara langsung maupun melalui buangan dari hatcheri; dan
c. Daerah rawan terjadi konflik kepentingan antar masyarakat atau pengguna
sumberdaya tersebut.
Untuk mengoptimalkan kualitas air, maka perlu dilakukan pergantian air sepanjang
kegiatan pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut sehingga debit air
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan benih komoditas air payau dan laut.
Debit air mengacu pada banyaknya volume air yang melalui saluran tertentu dan
biasanya dinyatakan dalam satuan liter/ detik. Bila dirumuskan, maka seperti berikut
ini:

Debit (liter/ detik) =

LEMBAR PRAKTIKUM
Debit Air
A. Tujuan
Untuk mengetahui debit air pada sumber air yang ada di sekitar
B. Alat dan bahan
1. Ember yang telah diketahui volumenya
2. Aliran air atau air mengalir dari keran di sekolah
3. Stopwatch atau jam digital
4. Meteran ukur
C. Keselamatan Kerja
1. Lakukan kegiatan praktik dengan hati-hati dan memperhatikan K3!
2. Jaga kebersihan lingkungan praktik dan alat praktik!
3. Bertanyalah pada guru jika ada hal yang tidak dimengerti!
4. Setelah selesai, kembalikan peralatan praktik ke tempat semula dengan rapi!
D. Langkah percobaan

50 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

1. Ambillah sebuah ember yang telah Anda ketahui volumenya!


2. Masukkan air ke dalam ember dari kran mengalir hingga terisi penuh!
3. Catat waktu yang dibutuhkan dalam mengisi ember tersebut sampai penuh!
4. Hitung debit airnya dengan cara membagi volume ember dengan waktu
yang tercatat!
5. Hitunglah jarak dari kran ke sumber air!
6. Lakukanlah lagi pada aliran air yang berbeda yang lebih jauh dengan sumber
air!
7. Catatlah perhitungan debit air tersebut pada tabel berikut!

No waktu debit Jarak aliran ke sumber air

1
2
3
4
5

8. Cek jawaban Anda dengan teman Anda kemudian dibandingkan, apakah


terdapat perbedaan?
9. Buatlah laporan dan kesimpulan berdasarkan hasil percobaan!

CONTOH SOAL

Seorang petani akan memelihara ikan dengan sistem mina padi yaitu
membudidayakan ikan bersama dengan padi. Untuk menghitung berapa lama
pemasukan air ke dalam sawah mina padinya dibawanya ember berukuran 10
liter untuk menampung air pada salurannya dan dihitung waktunya. Waktu yang
diperlukan untuk menampung air tersebut ternyata 2 menit. Berapakah debit air
dari saluran tersebut?
Diketahui: Volume air yang ditampung = 10 liter
Waktu yang digunakan untuk menampung = 2 menit = 2 x 60 = 120 detik
Ditanya: Debit?
Jawab: Debit = = = 0, 083 liter/ detik

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 51
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA

Inovasi Teknologi Budidaya Kerapu di Pegunungan


Sejalan dengan perkembangan zaman, maka berkembang pula kebutuhan
pokok manusia yaitu kebutuhan terhadap makanan namun tren sekarang
ini pola mengkonsumsi makanan tidak hanya sebatas dalam pemuas lapar
ataupun pemenuhan gizi, sehingga kebutuhan terhadap variasi jenis makanan
juga meningkat, salah satunya terjadi peningkatan konsumsi terhadap ikan
laut. Namun, tren terhadap konsumsi laut ini juga bergeser bahwa konsumen
tertarik dengan memilih ikan laut yang segar bahkan ikan laut yang masih hidup
untuk dipilih dan dimasak. Untuk itu PT. Indmira yang berlokasi di Yogyakarta
melakukan inovasi air laut buatan agar bisa membudidayakan ikan kerapu
di atas gunung. Inovasi tersebut menggunakan teknologi RAS (Recirculating
Aquaculture Sistem). Pada tahun 2017 dari 4 bak pemeliharaan berukuran 55 m3
telah memanen kerapu konsumsi sebesar 11 ton. Keberhasilan itu tidak lepas
dari kegigihan dan keuletan para personilnya yang telah melakukan penelitian
sampai dengan pengelolaan skala industri. Sikap pantang menyerah tersebut
perlu kita contoh untuk melangkah menuju kesuksesan. Informasi ini dapat
dibaca pada link berikut
https: // dkp.kulonprogokab.go.id/ article-93-budidaya-ikan-kerapu.html

JELAJAH INTERNET

Untuk menambah wawasan lebih jauh mengenai lokasi


pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, peserta
didik dapat mempelajari secara mandiri melalui internet.
Di internet peserta didik dapat mencari lebih jauh materi
tentang mengenai lokasi pengembangbiakan komoditas air
payau dan laut. Salah satu website yang dapat dikunjungi
untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang
penentuan teksture tanah dengan metode texture by feel
yaitu:
https://www.youtube.com/watch?v=vBSavGdfl_w

52 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

RANGKUMAN

1. Persyaratan lokasi teknis meliputi topologi lahan, curah hujan, tekstur tanah,
laut dan sungai, pasang surut, sumber air dan kualitas air.
2. Persyaratan non teknis meliputi aspek ekonomis dan aspek sosial.
3. Lahan yang baik dekat dengan laut dan memiliki kemiringan 3-5 % agar
tidak menimbulkan genangan.
4. Curah hujan yang baik untuk pembenihan adalah di bawah 100 hari/ tahun.
5. Kriteria tekstur tanah yang baik untuk lokasi pengembangbiakan komoditas
air payau dan laut adalah lempung berpasir (sandy loam).
6. Aspek ekonomis pembenihan adalah dekat dengan sumber air, dekat dengan
sarana penunjang, tidak terlalu jauh dari sarana produksi pakan, dekat
dengan daerah pemasaran, tidak dekat dengan pemukiman dan industri,
mudah mendapatkan tenaga kerja.
7. Aspek sosial pembenihan ikan yaitu lingkungan hidup dan kelestarian
alam terjaga, sumberdaya alam sekitar dapat digunakan, penduduk
sekitar sebagai tenaga kerja, dampak positif terhadap masyarakat sekitar,
keamanan lokasi terjamin.

TUGAS MANDIRI
Buatlah kelompok yang terdiri dari 4-5 orang, kunjungilah usaha pembenihan
udang maupun ikan payau atau ikan laut terdekat. Amatilah lokasi unit
pembenihan tersebut kemudian wawancara dengan pengampu hatcheri
tersebut berkenaan dengan aspek teknis dan non teknis pemilihan lokasi
hatceri tersebut. Tugas dikerjakan dalam bentuk laporan dengan format yang
sudah disepakati dengan Guru pengampu.

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Jelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan
lokasi pengembangbiakan komoditas air payau dan laut!
2. Di sebuah bidang tanah yang berukuran 125 x 150 meter akan dibuat
hatcheri kerapu, berapa hektarkah luasnya?
3. Disuatu daerah kadang-kadang faktor sosial menjadi faktor yang sangat
berpengaruh dalam memilih lokasi budidaya? coba kamu sebutkan contoh
faktor sosial itu!
4. Sebutkan faktor ekonomi yang mempengaruhi biaya dalam kegiatan
budidaya hubungannya dengan letak lokasi budidaya!
5. Apa yang dimaksud dengan elevasi? Kenapa elevasi tanah harus menjadi
pertimbangan dalam memilih lokasi untuk budidaya?
6. Apa yang dimaksud dengan tekstur tanah? Apa pengaruh tekstur tanah

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 53
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR BAB

terhadap konstruksi kolam yang akan dibangun?


7. Faktor kualitas dan kuantitas air sangat penting diperhatikan dalam
pemilihan lokasi budidaya. Mengapa demikian?

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab kedua ini, semestinya Anda lebih paham persyaratan
lokasi secara geografis, teknis, biologi, sosial ekonomi serta kriteria kelayakan
lokasi. Dari semua materi yang sudah dijelaskan ada bab kedua, mana yang
menurut Anda paling sulit dipahami?? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah
mempelajari bab kedua ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan
memahami materi sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru
Anda, karena dengan memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam
memahami materi-materi berikutnya.

54 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA BAB


PENGEMBANGBIAKAN KOMODITAS AIR PAYAU DAN
LAUT
III
BAB III PERSIAPAN WADAH DAN
MEDIA PENGEMBANGBIAKAN KO-
MODITAS AIR PAYAU DAN LAUT
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi tentang persiapan wadah dan media


pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, peserta didik mampu
menerapkan teknik persiapan wadah dan media, bentuk-bentuk wadah, prinsip-
prinsip media, prinsip sanitasi media, persyaratan optimal media, penanganan
media dan peralatan pendukung media, teknik pengelolaan media, prosedur
penyiapan wadah, prosedur penyiapan media dalam menyelesaikan masalah
persiapan wadah dan media pengembangbiakan komoditas air payau dan laut
dengan tepat dan teliti.

PETA KONSEP

Persiapan Wadah dan Media

Lokasi Pengembangbiakan Persyaratan

Sarana dan Prasa- Desain Tata letak


rana hatchery
Jenis Wadah dan Prinsip Sanitasi
Kebutuhannya Media
Desain Tata letak Persyaratan Opti-
hatchery mal Media
Prinsip Sanitasi Peralatan Pen-
Media dukung Media
Persyaratan Opti-
mal Media
Peralatan Pen-
dukung Media

KATA KUNCI
bak kultur, sedimentasi, filtrasi, tandon, tata letak, sanitasi, desinfeksi, aerasi,
natrium tiosulfat

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 55
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Gambar 3.1 Benih ikan yang mati pada sudut mati (death angle) bak
pemeliharaan
Sumber : http: // bibitlele.net/ penyebab-bibit-lele-mati-ciri-perut-
penuh-makanan-menggantung/
Pada gambar di atas terlihat benih lele mati pada sudut pemeliharaan, hal
tersebut disebabkan karena konstruksi bak pemeliharaan yang mempunyai sudut akan
menjadi tempat terkumpulnya kotoran yang membuat benih tidak sehat mengalami
penurunan kondisi dan akhirnya mati sehingga menimbulkan pertanyaan apakah
hal tersebut berlaku pula untuk pengembangbiakan larva komoditas air payau dan
laut? bagaimanakah bak pemeliharaan untuk larva komoditas air payau dan laut yang
ideal? Apakah berbeda antara bak pemeliharaan dan bak penetasan? Dalam memilih
wadah budidaya hendaknya disesuaikan sifat biologi komoditas budidaya yang akan
dikembangkan antara lain cara hidup komoditas tersebut dalam hal ini larvanya
dalam perkembangannya apakah pelagis atau demersal, nokturnal atau diurnal,
bagaimana cara pemijahannya, bagaimana cara meletakkan telurnya, bagaimana
cara telurnya menetas. Untuk itu perlu diketahui sarana dan prasarana apa saja yang
diperlukan dalam mengembangbiakan komoditas perikanan tersebut, bagaimana cara
pengaturannya, bagaimana cara menyiapkannya serta bagaimana cara merawatnya
sehingga bisa didapatkan media pengembangbiakan yang layak sesuai dengan yang
diinginkan secara kontinu, serta sarana dan prasarana yang digunakan mempunyai
masa pakai yang lebih panjang.

56 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

A. Sarana dan Prasarana


Sarana adalah semua alat dan fasilitas yang mutlak digunakan untuk mencapai
tujuan dalam hal ini adalah pengembangbiakan, sedangkan prasarana adalah
fasilitas penunjang agar terselenggaranya proses kegiatan pengembangbiakan
ini terselenggara. Contohnya, Bak Pemijahan adalah sarana sedangkan fasilitas
instalasi listrik adalah prasarana.
Menurut operasionalnya, sarana dan prasarana pengembangbiakan
komoditas perikanan terdiri dari sarana pokok, sarana penunjang dan sarana
pelengkap. Sarana pokok adalah sarana yang mutlak wajib ada dalam suatu unit
pembenihan, misalnya kolam pemijahan, kolam pemeliharaan larva, kolam kultur
plankton, kolam tandon/ reservoir dan penyaring air, dan laboratorium sedangkan
sarana penunjang adalah sarana yang digunakan untuk mendukung kelancaran
produksi pembenihan, misalnya kantor, ruang mesin dan gudang sedangkan sarana
pelengkap adalah segala sarana dan prasarana yang digunakan untuk melengkapi
sarana pokok dan penunjang yang tidak mutlak diperlukan, misalnya ruang kantor,
perpustakaan, alat tulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, tempat makan,
ruang rapat, tempat tinggal karyawan.
Berdasarkan SNI 8313.1 dan 2: 2016 sarana produksi
pengembangbiakan komoditas perikanan meliputi bak penampungan/ karantina
induk, bak pematangan dan pemijahan induk, bak penetasan telur, bak sedimentasi,
bak filtrasi, bak tandon, bak pemeliharaan larva, bak kultur pakan alami, wadah
penetasan kista artemia, bak panen, bak penampungan benur sedangkan prasarana
produksi meliputi tenaga listrik, instalasi aerasi, tutup bak, peralatan lapangan,
peralatan laboratorium, dan pompa air.
Sedangkan menurut SNI 8035: 2014, prasarana dan sarana pembenihan
udang penaeid meliputi:
1. Ruang: laboratorium, ruang mesin, bangsal panen, tempat penyimpanan pakan,
tempat penyimpanan bahan kimia dan obat-obatan, tempat penyimpanan
peralatan, kantor atau ruang administrasi;
2. Bak/ wadah: pengendapan dan atau sistem filtrasi dan atau tandon, karantina,
pemeliharaan induk, pemijahan dan penetasan, pemeliharaan benih,
penampungan benih, kultur pakan hidup, dan pengolah limbah;
3. Bahan dan peralatan: bahan dan peralatan produksi, bahan dan peralatan panen,
peralatan panen, peralatan laboratorium; serta
4. Sarana biosekuriti: pagar, sekat antar unit produksi, pencelup kaki (footbath),
pembasuh tangan (handsanitiser), dan pencelup roda (wheelbath), pakaian dan
kelengkapan kerja personil.

B. Jenis-jenis Wadah dan kebutuhannya


Jenis-jenis bak atau tanki ini umumnya dikelompokkan menurut bahan baku
pembuatannya yaitu yang terbuat dari semen cor disebut bak beton, yang terbuat
dari kayu dilapisi dengan plastik dianggap bak plastik, yang terbuat dari serat
fiber disebut bak fiber. Bentuknya awalnya persegi panjang namun dikarenakan
pada sudut-sudutnya sering terjadi pengumpulan pakan dan feses, maka berubah

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 57
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

menjadi persegi panjang dengan elips pada sudutnya.

Tabel 3.1 Jenis bak pada pembenihan udang penaeid


Jenis Keterangan
Ukuran 4 x 6 x 1, 4 m, jumlah menyesuaikan volume
Bak Sedimentasi
produksi
Volume minimal 40% dari total volume bak yang
Bak Filter dan tandon terpasang, bak filtrasi terpisah dan menjamin air laut
mengandung TSS < 5 mg/ l, Bahan: beton atau fiberglass
Bak Sterilisasi Ukuran 4 x 4 x 1, 4 m, bahan beton
Bak karantina Induk Ukuran 4 x 4 x 1m, minimal 2 buah, Bahan beton
Ukuran 4 x 6 x 1, 4 m bahan beton dasar bak miring ke
Bak Larva
arah pembuangan sebesar 2–5%
Ukuran 4 x 2, 5 x 1, 4 m beton maupun fiberglass,
Bak Plankton
kapasitas 10-20% dari kapasitas bak larva
Bak Pematangan Induk 4 x 4 x 1, 4 m bahan beton bersudut tumpul kedalaman
dan Pemijahan air 6-100 cm
500 L, bahan beton atau fiber, bentuk segi empat
Bak penetasan
bersudut tumpul atau elips, kedalaman 80–125 m
Conical tank atau wadah dengan dasar kerucut, bahan
Wadah Artemia
fiber, 20–50 L
Ukuran 2, 4 x 1, 7 x 1, 2 m (SNI 8313.1: 2016); total
Bak panen luasnya 3% dari bak larva, dengan kedalaman 0, 5–0, 7
m, volume minimal 100 L (SNI 1-6144-1999)
(Sumber : SNI 8313.1 dan 2: 2016)

Tabel 3.2 Jenis bak pada pembenihan Kerapu Tikus dan Kerapu Macan
Jenis Keterangan
Jumlah 2–4 dengan volume 10 m3 atau 4–8 bak
dengan volume 5 m3, bahan pasangan bata atau
fiberglass, berbentuk empat persegi panjang, bujur
sangkar dengan sudut tumpul, oval atau bulat
Bak pemeliharaan larva dengan kemiringan 2 % sampai dengan 5 % ke arah
pembuangan, kedalaman 1, 2–1, 5 m, ruangan indoor
atau semi indoor (beratap), penataan bak berpasangan
dan berwarna biru muda, kuning atau jingga dengan cat
dari bahan epoxy.

58 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Bak semen dengan volume 5–20 m3 dan fiberglass


0, 2–1 m3 dengan perbandingan bak larva dan bak
Bak kultur pakan hidup pakan hidup 1: 1, perbandingan bak fitoplankton dan
zooplankton 1: 3 atau 1: 5, jumlah bak fitoplankton
harus lebih dari 1.
Bak penetasan kista Berbahan plastik atau fiberglass, berbentuk silinder
artemia dengan dasar kerucut, dan volume minimal 25 liter.
Jenis filter saringan pasir (sand filter), berkapasitas 6 m3
Bak filter dan tandon per jam, bak tandon berbahan pasangan bata dengan
volume 10-2-m3 .
(Sumber : SNI 02-6487.4: 2002)

Gambar 3.2 Bak sedimentasi tanpa sekat Gambar 3.3 Bak sedimentasi sekat zig-zag
Sumber : DitPSMK a, 2014 Sumber : DitPSMK a, 2014

Gambar 3.4 Bak Filter Gambar 3.5 Bak Pemeliharaan Larva


Sumber : DitPSMK a, 2014 Sumber : Sim, S.Y., dkk., 2005

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 59
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 3.6 Bak Plankton Gambar 3.7 Bak penetasan artemia


Sumber : Sim, S.Y., dkk., 2005 Sumber : Sim, S.Y., dkk., 2005

Gambar 3.8 Bak Produksi rotifer indoor Gambar 3.9 Bak Pengkayaan rotifer
Sumber : Sim, S.Y., dkk., 2005 Sumber : Sim, S.Y., dkk., 2005

Untuk mengetahui kebutuhan dari berapa bak pembenihan yang digunakan


maka diperlukan target panen dari unit pembenihan tersebut.

Sebagai contoh dari data di atas, maka yang dihitung tidak hanya kebutuhan bak
pemeliharaan larva namun keseluruhan sistem dari proses produksi pembenihan
termasuk didalamnya kebutuhan pakan alami, dimana kebutuhan bak pakan alami
ditentukan oleh dosis pakan yang diberikan.
Dari data tersebut dapat kita tentukan jumlah wadah yang diperlukan untuk
1. Wadah pemeliharaan benih
Jika larva yang diperoleh yaitu 500.000 merupakan 70% dari keseluruhan,
maka penebaran awal (100%) dapat digunakan rumus perbandingan sebagai
berikut.
Atau 70% = 500.000 0, 7 = 500.000
100% = x 1 =x

60 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Maka, dengan perkalian silang didapatkan x = = 714.285


Dibulatkan menjadi 715. 000 ekor, maka penebaran awal adalah 715.000
ekor. Jumlah bak pemeliharaan yang dibutuhkan dihitung dari jumlah larva
yang ditebar dibagi larva yang dipelihara sesuai volume wadah (padat tebar
dikalikan volume) seperti rumus berikut ini.
Kebutuhan wadah pemeliharaan = sehingga
menjadi

= =

= 17.875 dibulatkan menjadi 18 bak
2. Wadah induk
Untuk menentukan jumlah wadah induk, maka ditentukan dari target produksi
larva, produksi telur tiap induk, dan daya tetasnya. Pada contoh ini, maka
target larva yang ditebar sebanyak 715.000 ekor larva yang merupakan 60%
larva yang menetas dari 100 % larva yang ditetaskan, maka jumlah telur yang
ditetaskan dicari seperti langkah di atas:
Atau 60% = 715.000 0, 6 = 715.000
100% = e 1 =e
Maka, dengan perkalian silang didapatkan e = = 1.191.666, 67
dibulatkan menjadi 1.200.000 butir telur.
Berikutnya produksi telur tersebut dibagi dengan produksi telur per induk
untuk menentukan jumlah induk betina yang dipelihara.
Lihat poin 4 pemeliharaan induk

Produksi telur : 400.000 butir/ ekor

Sedangkan
Kebutuhan telur yang akan ditetaskan/ diproduksi : 1.200.000 butir

Sehingga kebutuhan induk betina = = 3 ekor

Dengan rasio pemijahan adalah 2 jantan: 3 betina, maka ada 5 ekor induk yang
dibutuhkan. Berikutnya jumlah bak induk dihitung dari jumlah tebar induk dan
volume wadah, maka untuk 5 ekor induk dengan padat tebar 2 ekor/ m2 dan
volume wadah 1m3 atau 1 m x 1 m x 1 m dibutuhkan = 2, 5 dibulatkan 3
bak

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 61
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

3. Bak kultur plankton


Larva sejumlah 715.000 ekor dipelihara pada 18 bak dengan volume 10
m3, Dosis pakan yang diberikan tiap hari yaitu Skeletonema sejumlah 50 sel/
ml yang frekuensinya sehari 2 kali pemberian, maka kebutuhan Skeletonema
selama satu hari adalah 100 sel/ ml, sedangkan ada 18 bak pemeliharaan larva
dengan volume 10 m3, maka ada 18 bak x 10.000 liter = 18 bak x 10.000.000
ml = 180.000.000 ml, maka kebutuhan plankton selama 1 hari sebanyak
100 sel/ ml x 180.000.000 ml = 18.000.000.000 sel, sedangkan kebutuhan
untuk 7 hari sebanyak = 7 x 18.000.000.000 = 126.000.000.000. Dengan
padat tebar Skeletonema 70.000 sel/ ml pada bak volume 2400 liter, maka
didapatkan 70.000 sel/ ml x 2.400.000 ml, maka terdapat 168.000.000.000
Skeletonema, maka bak kultur plankton cukup 1 bak saja sehingga untuk target
larva 500.000 ekor dibutuhkan 18 bak pemeliharaan larva, 3 bak induk dan 1
bak kultur plankton.

C. Desain Tata Letak Hatchery


Tata letak unit pembenihan perlu didesain sehingga pasokan air bisa
menjangkau ke seluruh bak secara kontinu, mencegah penyebaran patogen dan
kontaminasi bahan kimia, memudahkan dalam pengelolaannya. Tujuan dalam
mendesain tata letak ini yakni:
1. Memaksimalkan pemanfaatkan peralatan;
2. Meminimalkan kebutuhan tenaga kerja;
3. Meminimalkan usaha dalam aliran bahan/ produk dan informasi;
4. Mengoptimalkan hubungan antar aktivitas;
5. Meminimalkan hambatan; dan
6. Memberikan jaminan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan pekerja.
Terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam menyusun tata letak
hatchery (Ditjen GTK, 2018) yakni sebagai berikut:
1. Tata letak juga harus mempertimbangkan unsur estetika, efisiensi biaya, dan
efektifitas kerja;
2. Tata letak sarana dan prasarana budidaya harus diatur sedemikian rupa agar
sesuai dengan fungsi dan urutan kerja;
3. Tata letak sarana dan prasarana juga harus diatur agar bebas dari risiko
kecelakaan kerja;
4. Tata letak harus dapat mendukung persyaratan hidup, dan perkembangbiakan
ikan secara optimal;
5. Pemilihan desain wadah mengutamakan efisiensi lahan;
6. Bangunan yang termasuk sebagai sarana pokok harus terpisah dari bangunan
sarana penunjang dan pelengkap. Sebagai contoh, kolam pemijahan atau
penetasan, pemeliharaan calon induk, pendederan, dan penampungan benih
harus dikelompokkan dalam satu wilayah agar terhindar dari kemungkinan
cemaran kegiatan lain;

62 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

7. Bangunan gudang-gudang dalam sarana penunjang sebaiknya terletak


dalam satu kesatuan wilayah. Pengaturan letak setiap gudang disesuaikan
dengan fungsi dan urutan kerjanya, sehingga tidak saling mempengaruhi
dan menimbulkan akibat buruk. Disediakan area parkir untuk memudahkan
bongkar muat barang;
8. Tata letak dalam proses produksi harus dirancang sedemikian rupa sehingga
fasilitas dan perlengkapan terletak pada setiap bagian di tempat yang tepat;
9. Saluran air ke sarana pokok harus dibangun sedemikian rupa agar dapat
menyalurkan air langsung dari sumber air yang sudah terjamin kualitasnya
dan sesuai dengan persyaratan optimal telur, larva, benih, dan induk;
10. Kolam pengendapan sebaiknya terletak paling depan dari saluran air masuk,
kemudian ke kolam penyaringan, wadah penampungan air, dan diikuti dengan
saluran air yang menuju ke wadah budidaya. Sebaiknya menggunakan sistem
gravitasi untuk meminimalisir biaya;
11. Wadah pemijahan sebaiknya terletak di lokasi yang tenang dan tidak banyak
lalu lalang manusia;
12. Wadah pemijahan, wadah penetasan telur dan pemeliharaan larva sebaiknya
berdekatan atau terletak pada 1 jalur. Wadah pemijahan, penetasan telur dan
pemeliharaan larva untuk jenis-jenis ikan tertentu sebaiknya di dalam ruangan
(indoor);
13. Wadah pendederan dan kultur plankton sebaiknya berada di luar (outdoor)
untuk menekan biaya investasi;
14. Kolam karantina/ pengobatan terpisah dari kolam lain dan memiliki jaringan
air dan peralatan tersendiri. Untuk jenis ikan tertentu sebaiknya dibuat di
dalam ruangan;
15. Kolam penampungan ditempatkan dekat dengan area/ ruang pengepakan;
16. Ruang/ area pengepakan berdekatan dengan tempat parkir agar memudahkan
pemuatan ke kendaraan. Ruang/ area pengepakan sebaiknya memiliki instalasi
air tersendiri agar tidak tercemar;
17. Air buangan dikelola sebelum di salurkan ke perairan umum agar tidak
mencemari lingkungan;
18. Ruang generator (jika ada) sebisa mungkin dibuat kedap suara dan diletakan
agak jauh untuk mengurangi kebisingan;
19. Sebaiknya ruang kantor terletak di depan atau dekat dengan area parkir;
20. Pengaturan tata letak juga harus mempertimbangkan kemungkinan
pengembangan dimasa depan baik pengembangan infrastruktur maupun
perubahan sistem yang lebih intensif; dan
21. Setiap bangunan harus memenuhi persyaratan keselamatan dan teknis
bangunan dan gedung sesuai peraturan yang berlaku.
Sedangkan menurut SNI 8313.2: 2016, hal yang perlu diperhatikan dalam
tata letak hatchery yaitu posisi prasarana hatchery harus mendapatkan penyinaran
yang cukup (atap hatchery tersinari matahari sepanjang hari), letak bak plankton

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 63
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

harus berdekatan dengan bak pemeliharaan larva dan tersinari sepanjang hari,
letak saluran pembuangan dan bak pengolahan limbah harus berjauhan dengan
saluran air pasok
Berikut ini adalah contoh dari lay out hatchery

Gambar 3.10 Desain Tata Letak Prasarana Hatchery


(Sumber : SNI 8035: 2015)

Bak panen
Bak pemeliharaan

Gambar 3.11 tata letak bak indoor hatchery unit pembenihan udang
Sumber : SNI 8313: 2016

64 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Keterangan:

A : Bak penampungan
air tawar

1–8 : Bak treatment air


laut

a dan b : Bak pemeliharaan


udang

: bak pembuangan air

Gambar 3.12 tata letak bak treatment air unit pembenihan udang
Sumber : SNI 8313: 2016

D. Prinsip Sanitasi Media


Menurut Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia,
Nomor Kep. 02/ Men/ 2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik, yang dimaksud
dengan sanitasi adalah: “suatu upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan
bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam
produk pembudidayaan biota air yang dapat merusak dan membahayakan manusia”
Sesuai dengan definisi tersebut ada beberapa tindakan yang termasuk
dalam upaya sanitasi yaitu filtrasi air, desinfeksi, fumigasi, dan karantina. Filtrasi
air dan karantina akan dijelaskan pada bagian tersendiri, sedangkan desinfeksi
yakni tindakan untuk membunuh atau mengeliminasi patogen infeksius
(penyebab penyakit menular) dalam proses produksi, fumigasi yakni metode
untuk mengendalikan patogen melalui pengasapan dengan menggunakan bahan
disinfektan, dan karantina yaitu menampung sementara untuk mencegah sebaran
penyakit. Tindakan desinfeksi biasanya dilakukan pada kendaraan yang keluar

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 65
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

masuk pada unit pengembangbiakan dengan wheelbath, pencelup kaki (footh


bath) dan pembasuh tangan (hand sanitiser) sebelum masuk wilayah bak kolam,
serta melakukan desinfeksi pada peralatan kerja dan wadah budidaya.
Prosedur desinfeksi roda kendaraan (wheel bath) yang keluar masuk unit
pengembangbiakan adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan bak desinfeksi di pintu masuk unit pembenihan yang berisikan
larutan kalium permanganat dengan konsentrasi 5–10 mg/ l atau kalsium
hipoklorit 50–100 mg/ l atau larutan formalin dengan konsentrasi 0, 1–0, 2 ml/
l atau lautan disinfektan lain yang tidak korosif terhadap logam untuk setiap
kendaraan yang memasuki wilayah unit pembenihan;
2. Melakukan penggantian berkala sesuai dengan efektivitas daya kerja masing-
masing larutan; dan
3. Memastikan seluruh permukaan ban kendaraan terpapar larutan disinfektan,
dengan kata lain panjang bak disinfektan harus lebih panjang daripada keliling
dari roda.
Prosedur fumigasi sesuai dengan SNI 8230: 2016 adalah sebagai berikut:
1. Pipet 100 ml larutan kalium permanganat dan larutkan dalam 200 ml larutan
formalinuntuk desinfeksi 200 m3 ruang produksi benih komoditas air payau
dan laut;
2. Dipasang sumbu dan nyalakan;
3. Pintu terakhir yang dilewati harus ditutup dan rapat udara;
4. Lama pembakaran atau proses fumigasi berlangsung minimal 12 jam;
5. Setelah waktu fumigasi selesai, seluruh pintu dibuka dengan memperhatikan
arah udara untuk menghilangkan bau formalin; dan
6. Untuk mempercepat penghilangan bau formalin dibantu dengan menghidupkan
blower atau exhaust fan.

E. Persyaratan optimal media


Media yang dibutuhkan untuk komoditas perikanan air payau tipe katadromus
atau tipe peruaya ketika dewasa di laut dan stadia larvanya di pinggir pantai,
sering kali salinitasnya lebih rendah daripada air laut. Untuk itu perlu diketahui
persyaratan optimal media berdasarkan komoditas apa yang akan dipelihara. Selain
air laut dengan kualitas tertentu, media untuk pengembangbiakkan komoditas air
payau dan laut juga membutuhkan air tawar sebagai penurun kadar garamnya.
Kualitas air yang dijadikan parameter media yaitu suhu, salinitas, kesadahan,
pH, Oksigen terlarut, phosphat, Amonia, kecerahan air, Biological Oksigen Demand
(BOD). Berikut ini adalah persyaratan optimal media berdasarkan komoditas air
payau dan laut.

66 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 3.3 Persyaratan optimal media untuk telur dan nener Bandeng
No Parameter Nilai
1 Suhu 28–32 °C
2 Salinitas 30–35 g/ l
3 pH 7, 0–8, 5
4 Oksigen terlarut ≥ 5 mg/ l
(Sumber: SNI 6148: 2013)

Tabel 3.4 Persyaratan optimal media untuk telur dan benih kakap di bak
Nilai
No Parameter
Telur Benih
1 Suhu 28–32 °C 28–32 °C
2 Salinitas 28–35 g/ l 28–35 g/ l
3 Kesadahan 80–120 mg/ l
4 pH 7, 0–8, 5 7, 0–8, 5
5 Oksigen terlarut (O2) ≥ 5 mg/ l ≥ 5 mg/ l
6 Phosphat 10–1100 mg/ l
7 Ammonia (NH3) ≤ 0, 01 mg/ l ≤ 0, 01 mg/ l
Penetrasi sampai dasar
8 Kecerahan air
bak
9 BOD Maks 3 mg/ l
10 Nitrit (NO2) ≤ 1 mg/ l ≤ 1 mg/ l
11 Nitrat (NO3) ≥ 150 mg/ l ≥ 150 mg/ l
12 Chlorine (Cl2) ≥ 0, 8 mg/ l
Sumber : SNI 6145.4: 2014

Tabel 3.5 persyaratan optimal media untuk telur dan benih kerapu bebek dan Kerapu
Macan di bak
Nilai
No Parameter
Telur Benih
1 Suhu 28–32 °C 28–32 °C
2 Salinitas 28–33 g/ l 28–33 g/ l
3 Kesadahan 80–120 mg/ l 80–120 mg/ l
4 pH 7, 5–8, 5 7, 5–8, 5
5 Oksigen terlarut (O2) > 5 mg/ l > 5 mg/ l
6 Phosphat 10–1.100 mg/ l 10–1.100 mg/ l
7 Ammonia (NH3) < 0, 01 mg/ l < 0, 01 mg/ l

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 67
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Penetrasi cahaya sampai Penetrasi cahaya sampai


8 Kecerahan air
dasar bak dasar bak
9 BOD Maks 3 mg/ l Maks 3 mg/ l
10 Nitrit (NO2) < 1 mg/ l < 1 mg/ l
11 Nitrat (NO3) < 1, 50 mg/ l < 1, 50 mg/ l
12 Chlorine (Cl2) < 0, 8 mg/ l < 0, 8 mg/ l
Sumber : SNI 6487.3: 2011 dan SNI 6488.3: 2011

Tabel 3.6 persyaratan optimal media untuk telur dan benih Kerapu Cantang di bak
Nilai
No Parameter
Telur Benih
1 Suhu 28–32 °C 28–32 °C
2 Salinitas 28–33 g/ l 28–33 g/ l
3 Kesadahan 80–120 mg/ l 80–120 mg/ l
4 pH 7, 5–8, 5 7, 5–8, 5
5 Oksigen terlarut (O2) > 4 mg/ l > 4 mg/ l
6 Phosphat 10–1.100 mg/ l 10–1.100 mg/ l
7 Ammonia (NH3) < 0, 01 mg/ l < 0, 01 mg/ l
Penetrasi cahaya Penetrasi cahaya
8 Kecerahan air
sampai dasar bak sampai dasar bak
9 Nitrit (NO2) Maks 1 mg/ l Maks 1 mg/ l
10 Nitrat (NO3) Maks 1, 50 mg/ l Maks 1, 50 mg/ l
11 Chlorine (Cl2) Maks 0, 8 mg/ l Maks 0, 8 mg/ l
Sumber : SNI 6488.3: 2011

Tabel 3.7 kualitas air baku pembenihan udang windu di bak


No Parameter Satuan Nilai
1 Suhu °C 28–32
2 Salinitas g/ l 29–34
3 pH 7, 5–8, 5
4 Oksigen terlarut (O2) mg/ l ≥4
5 Bahan organik total mg/ l Maks 55
6 Padatan tersuspensi total mg/ l 150–200

68 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

7 Amonia mg/ l Maks 0, 1


8 Nitrit mg/ l Maks 1
9 Nitrat mg/ l Maks 10
10 Besi mg/ l Maks 1
11 Logam berat mg/ l Sesuai SNI 8035
Sumber : SNI 8556.3: 2018

Tabel 3.8 persyaratan optimal media untuk nauplius, benur dan tokolan udang va-
name di bak
Nilai
No Parameter
Naupli Benur
1 Suhu 29–32 °C 29–32 °C
2 Salinitas 31–34 g/ l 29–34 g/ l
3 pH 7, 5–8, 5 7, 5–8, 5
4 Oksigen terlarut (O2) 5 mg/ l 5 mg/ l
5 Nitrit maksimal 0, 1 mg/ l 0, 1 mg/ l
Bakteri patogen (Vibrio sp)
6 103 cfu/ ml 103 cfu/ ml
maksimal
Sumber: SNI 7311: 2009

F. Peralatan Pendukung Media


Beberapa sarana yang wajib keberadaannya dalam kegiatan pengembangbiakan
komoditas perikanan adalah sebagai berikut:
1. Generator lengkap dengan instalasinya.
Peralatan ini sebagai pembangkit tenaga listrik sangat dibutuhkan
keberadaannya, meskipun unit pengembangbiakan tersebut telah
menggunakan sumber listrik PLN. Generator digunakan bila terjadi gangguan
listrik dari PLN. Generator merupakan alat pengirim arus listrik, terdapat tiga
sumber arus yaitu:
a. Baterai, menghasilkan voltase yang berasal dari terjadinya proses kimia;
b. Thermocouple, menghasilkan voltase yang berasal adanya perbedaan
temperatur pada titik pertemuan dari logam tertentu; dan
c. Generator, menghasilkan voltase dari adanya pengaruh elektromagnetik.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 69
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 3.13 Generator


Sumber : https: // rrmarinetech.com/ products/ product/ yanmar-
diesel-generator/

Generator merupakan sumber arus terpenting, yang bekerja berdasarkan


prinsip bahwa bila kumparan kawat penghantar berputar antara dua kutub
magnet. Timbulnya voltase disebabkan karena kumparan kawat penghantar
yang berputar memotong gaya medan magnet. Atau sebaliknya dimana kutub-
kutub magnet yang berputar sehingga menyebabkan medan gaya magnet
memotong kumparan penghantar (Masyamsir, 2001)
2. Pompa air
Pompa adalah suatu alat untuk mengalirkan fluida (benda cair) dari suatu
keadaan statis rendah ke tekanan statis tinggi (Masyamsir, 2001), tujuan ini
dapat dicapai dengan beberapa cara, yaitu:
a. Dengan memberikan tekanan statis pada fluida;
b. Dengan memberikan kerja mekanis pada fluida dengan menggunakan sudu-
sudu, kerja mekanis ini sebagian untuk meninggikan tekanan melalui gaya
sentrifugal dan perubahan kecepatan aliran;
c. Dengan pemindahan impuls dimana suatu media penggerak dialirkan dengan
kecapatan tinggi ke dalam aliran fluida berkecepatan rendah; dan
d. Dengan mencampurkan tekanan udara pada fluida cair.
Pompa yang banyak dipergunakan dalam kegiatan budidaya ikan adalah
pompa dengan prinsip sentrifugal (pusingan), macam-macam dari jenis pompa
tersebut diantaranya adalah:
1) pompa tekanan rendah;
2) pompa tekanan menengah;
3) pompa tekanan tinggi;
4) pompa dengan satu kipas; dan
5) pompa dengan lebih dari satu kipas.

70 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 3.14 Pompa Sentrifugal


Sumber : http: // id.modopumpcn.com/ chemical-pump/ centrifugal-chemical-
pump-sales.html

Keuntungan dari pemakaian pompa sentrifugal (Masyamsir, 2001), adalah


a) ongkos perawatan lebih ringan;
b) fondasi lebih ringan;
c) ruang yang diperlukan lebih sempit;
d) dapat digerakkan langsung dengan motor listrik atau diesel;
e) dapat digunakan untuk memompa air kotor;
f) dapat memberikan air terus menerus sehingga tidak memrlukan
pemasangan ketel angin; dan
g) dapat dicapai tinggi isap yang lebih besar.
3. Blower dan Instalasi aerasinya
Aerasi mempunyai fungsi sebagai sumber oksigen dan untuk
mempertahankan larva krustasea dan pakan alami tetap tercampur dengan
kondisi suspensi. Dari pemompaan udara dari luar dengan menggunakan alat
seperti blower, kompresor atau aerator diharapkan ada Oksigen yang berdifusi
dan masuk ke dalam air. Untuk mensuplai aerasi dapat digunakan blower
berkapasitas 1–2 PK. Udara dari blower disalurkan melalui jaringan pipa–pipa
ke dalam semua bak pemeliharaan. Untuk mensuplai oksigen selama masa
pemeliharaan, maka di setiap bak pemeliharaan larva dipasang batu aerasi
dengan jarak 0, 5 m satu sama lain atau menggunakan pipa paralon yang
dilubangi yang diletakkan pada dasar bak, namun penggunaan paralon pada
dasar bak ini kurang efektif dalam pengeringan bak, pengadukan telur.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 71
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 3.15 Blower


Sumber : https: // www.aliexpress.com/ item/ 32848096263.html

4. Instalasi Filtrasi Air


Filtrasi adalah proses pemisahan padatan dan cairan dengan
memanfaatkan gravitasi atau menggunakan tekanan untuk memaksa cairan
melewati saringan (SNI 8230: 2016). Instalasi filtrasi air laut ini bertujuan
untuk menyiapkan air laut yang akan digunakan agar kandungan total
suspended solid (TSS) dibawa 5 mg/ L. air laut yang diambil menggunakan
pompa pada keadaan laut tidak pasang, maka inputnya lebih dari 200 meter
dari bibir pantai. Kemudian air laut ditampung pada bak sedimentasi yaitu
berupa bak dengan aliran zig-zag, kemudian melewati filter mekanis seperti
tabel di bawah ini :
Tabel 3.9 Jenis komponen sarana filtrasi air pasok untuk pengembangbiakan krusta-
sea
Jenis komponen Keterangan
Ukuran 2 mm tebal lapisan 10 cm sebagai bahan filtrasi mekanis air
Pasir silika
laut.
Ukuran 3–5 mm tebal lapisan 25 cm sebagai bahan filtrasi mekanis
Batu kali
air laut.

Arang Ukuran 5–8 cm tebal lapisan 10–15 cm sebagai bahan filtrasi air laut.

Kain ukuran lubang 56/ strimin Pembungkus silika dan material filter.
Pompa air laut Spesifikasi 750 watt untuk pendistribusian air laut.
Ukuran 88 x 30 cm, lubang 5 dan 10 µm untuk filtrasi air pasok hingga
Filter bag
partikel 5 dan 10 µm.

Selang 1 inci panjang minimal 15 m untuk distribusi air pasok.

72 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

A B

C D
Gambar 3.16 Instalasi filtrasi air A. Batu kali B. Pasir Silika C. Bak sedimentasi D. Filter bag
Sumber: Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)

5. Heater
Supaya suhu air wadah budidaya sesuai dengan persyaratan diperlukan
adanya heater atau thermostat. Heater dan thermostat merupakan dua alat
yang sama prinsip kerjanya, tetapi bentuknya berbeda. Heater merupakan
sebuah tabung kaca berisi seperangkat elemen pemanas yang berfungsi
bila dialiri arus listrik. Elemen pemanas pada heater berbentuk kawat kecil
yang bergulung-gulung sangat panjang dan mirip spiral. Elemen pemanas
pada thermostat lebih simpel karena hanya berupa beberapa buah titik yang
dihubungkan dengan kabel dan penghambat.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 73
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 3.17 Heater


Sumber : https://www.tokopedia.com/erjayaheater/heater-immersion-heater-
heater-boiler-45-kw-flange-6-inch-steinless

G. Teknik Pengelolaan Media dan Proses Produksi


Sebelum melakukan penyiapan wadah maupun media, agar tidak terjadi
kontaminasi patogen infeksius, maka perlu dilakukan sanitasi peralatan kerja
dengan cara mensterilisasi peralatan dengan cara merendam seluruh peralatan
kerja menggunakan larutan 100 mg/ l Natrium Hipoklorit selama 6 jam atau
menggunakan disinfektan lainnya dan dibilas dengan air tawar bersih minimal 3 kali
sedangkan untuk instalasi aerasi perlu disanitasi dengan cara mendesinfeksi alat
menggunakan larutan Natrium Hipoklorit 100–200 mg/ l atau disinfektan lainnya
selama 6 jam lalu membilas dengan air tawar bersih minimal 3 kali dilanjutkan
dengan melakukan fumigasi instalasi aerasi menggunakan larutan formalin dan
KMnO4 dengan perbandingan 2: 1, uap yang dihasilkan akan dihisap oleh blower
dan disebarkan ke seluruh jaringan aerasi.

H. Prosedur Penyiapan Wadah


Sebelum dilakukan pemeliharaan sesuai dengan SNI 8035: 2014, maka
wadah harus didesinfeksi setiap memulai pemeliharaan baru untuk memastikan
bahwa sumber penyakit tidak berkembang dari siklus pemeliharaan sebelumnya.
Jenis desinfeksi yang digunakan sesuai dengan bahan yang direkomendasikan
oleh Kementerian Kelautan dan perikanan dengan memperhatikan prosedur
penggunaan bahan dan cara penetralannya. Sesuai dengan SNI 8230: 2016, maka
sebelum digunakan wadah disanitasi dengan langkah sebagai berikut:
1. Membasuh seluruh permukaan bak menggunakan larutan natrium hipoklorit
100–200 mg/ l atau bahan disinfektan lainnya dan mendiamkan selama 16

74 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

jam;
2. Menyikat seluruh bak bagian dalam; dan
3. Membilas minimal 3 kali dengan air laut yang sudah difilter untuk membuang
sisa disinfektan.
Setelah wadah disanitasi langkah berikutnya adalah melakukan pemasangan
aerasi dan pengecekan untuk memastikan setiap aerasi teraliri udara dengan
sempurna dengan jarak 0, 5 meter antara satu sama lain sedangkan menurut
Hidayatullah (2012) Pada bak berukuran 5 x 6 x 1, 5 m dipasang aerasi sebanyak
16 titik dengan jarak batu aerasi ±10 cm agar kotoran yang berada di dasar tidak
tersebar oleh aerasi.

I. Prosedur Penyiapan Media


Agar media yang digunakan untuk pengembangbiakan komoditas bebas
dari patogen yang menular, maka perlu dilakukan cara sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur penyiapan media air sesuai dengan SNI 8230: 2016 sebagai
berikut:
1. Menyaring air laut dengan filter pasir bertekanan dan lanjutkan dengan
penyaringan mekanik menggunakan saringan 200 µm;
2. mendesinfeksi air hasil filtrasi dengan larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl)100
mg/ l dan mengikat logam berat dengan EDTA 20 mg/ l, minimal selama 24 jam
disertai dengan aerasi yang kuat;
3. Menetralkan residu klorin dan EDTA dalam media pemeliharaan menggunakan
larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) dengan konsentrasi disesuaikan dengan
sisa residu klorin dalam media pemeliharaan;
4. Memastikan air tidak mengandung residu klorin menggunakan test kit;
5. Meradiasi air dengan UV dengan kekuatan 30.000–35.000 µW detik/ cm2; dan
6. Menyaring kembali air dengan filter bag dengan mesh size 5–10 µm sebelum
masuk ke dalam media pemeliharaan.

Gambar 3.18 Alur tata kelola sistem instalasi air hatchery


(Sumber : SNI 8035: 2014)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 75
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

J. Pengelolaan wadah dan media pasca produksi


Setelah dilakukan pemeliharaan sesuai dengan SNI 8035: 2014, maka
wadah harus didesinfeksi setiap memulai pemeliharaan baru untuk memastikan
bahwa sumber penyakit tidak berkembang dari siklus pemeliharaan berikutnya.
Jenis desinfeksi yang digunakan sesuai dengan bahan yang direkomendasikan
oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan memperhatikan prosedur
penggunaan bahan dan cara penetralannya.
Media yang digunakan baik dikarenakan proses desinfeksi maupun
pemeliharaan komoditas, maka akan terkontaminasi oleh larutan kimia, sisa pakan,
feses maupun ammonia yang akan berdampak buruk terhadap lingkungan bahkan
akan menurunkan produktivitas unit pembenihan bila tidak dikelola dengan
baik. Untuk itu sebelum dibuang ke lingkungan, maka media dikelola agar netral
kembali melalui unit pengolah limbah untuk bahan organik, mikroorganisme dan
bahan kimia.

LEMBAR PRAKTIKUM

Persiapan Wadah
A. Tujuan:
Untuk mengetahui prosedur persiapan wadah sesuai standar

B. Alat dan Bahan


1. Ember
2. Selang air
3. Sikat
5. Kaporit

C. Keselamatan Kerja
1. Gunakan alat pelindung seperti masker dan sarung tangan, terutama saat
membersihkan wadah dengan menggunakan zat kimia.
2. Lakukan pembersihan wadah dengan hati-hati, jangan sampai bahan kimia
atau digunakan mengenai mata.
3. Bertanyalah pada guru jika ada hal yang tidak dimengerti!
Setelah selesai, kembalikan peralatan praktik ke tempat semula dengan rapi!

D. Langkah Kerja
1. Siapkan sikat, selang air, ember dan kaporit.
2. Tentukan bak yang akan dipakai.
3. Buatlah larutan kaporit 100 ppm.
4. Bersihkan dinding bak, kemudian basuhlah seluruh permukaan dinding bak

76 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

dengan larutan kaporit menggunakan lap atau disiram secara merata.


5. Rendamlah bak dengan larutan kaporit tersebut selama sehari.
6. Keesokan harinya sikat dinding bak tersebut sampai bersih.
7. Basuhlah seluruh permukaan dinding bak dengan air tawar sampai bau
kaporit hilang.
8. Keringkan bak tersebut minimal 24 jam.
9. Isi bak yang telah siap dengan air laut sesuai volume pendederan.
10. Buatlah laporan tentang Standar Operasional Prosedur persiapan wadah
pengembangbiakan komoditas dengan benar

CAKRAWALA

Teknologi Recirculating Aquaculture Sistem

Gambar
Gambar3.20
3.19Tata
Tata Kelola Pengaliran air
Kelola Pengaliran airSistem
SistemRAS
RAS
Sumber: http: // coffishery.com/ ras.html
Sumber: http: // coffishery.com/ ras.html

Pertambahan penduduk di muka bumi ini menyebabkan beberapa masalah


antara lain kebutuhan air. Dewasa ini kebutuhan air untuk dikonsumsi semakin
meningkat dan akan menjadikan konflik dengan industri budidaya perikanan
yang membutuhkan air dalam jumlah besar. Manajemen lingkungan yang kurang
baik dari industri perikanan tak kalah menambah ricuhnya konflik tersebut.
Berawal dari permasalahan tersebut para ilmuwan dari dunia perikanan
menjawab tantangan tersebut dan mengajak masyarakat budidaya untuk
beralih ke sistem Recirculating Aquaculture Sistem (RAS). Teknik RAS dimana
kegiatan budidaya dilakukan dalam ruangan tertutup (indoor), menggunakan
media kolam yang relatif lebih kecil namun dapat menampung ikan pada
tingkat kepadatan yang tinggi, sistem penyaringan air (filter) yang digunakan
untuk membersihkan/ mendaur ulang air agar dapat digunakan kembali secara

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 77
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA
terus menerus. Seluruh rangkaian dalam Teknik RAS ini dibangun untuk dapat
menciptakan satu lingkungan budidaya yang sepenuhnya terkendali. Biofilter
yang digunakan mampu membersihkan air dari sisa makanan, feses dan amoniak
sehingga bisa digunakan kembali. Informasi tentang sistem RAS ini dapat dibaca
lebih lanjut pada link berikut
http: // coffishery.com/ ras.html

JELAJAH INTERNET

Untuk menambah wawasan lebih jauh mengenai persiapan wadah dan


media pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, peserta didik dapat
mempelajari secara mandiri melalui internet. Di internet peserta didik dapat
mencari lebih jauh materi tentang mengenai persiapan wadah dan media
pengembangbiakan komoditas air payau dan laut. Salah satu website yang
dapat dikunjungi untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang lay out
unit pembenihan yaitu https://www.youtube.com/watch?v=8BawWHW9AGk,
sarana dan prasarana unit pembenihan udang https://www.youtube.com/
watch?v=KJKYAx_ZJRY

78 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

RANGKUMAN

1. Sarana unit pembenihan terdiri atas sarana pokok, sarana penunjang dan
sarana pelengkap.
2. Jenis bak pada pembenihan komoditas air payau dan laut meliputi bak
sedimentasi, bak filter dan tandon, bak sterilisasi, bak karantina induk, bak
larva, bak plankton, bak pematangan induk dan pemijahan, bak penetasan,
wadah artemia, bak panen.
3. Desain tata letak hatchery direncanakan sedetail mungkin terjadi efisiensi
biaya, menambah efektivitas kerja, bebas risiko kecelakaan kerja.
4. Sanitasi media meliputi filtrasi air, desinfeksi, fumigasi dan karantina.
5. Persyaratan optimal media pada dasarnya disesuaikan dengan air baku pada
masing-masing komoditas.
6. Peralatan pendukung media antara lain generator, pompa air, blower,
instlasai filtrasi air, dan heater.
7. Pengelolaan media pada dasarnya dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi
patogen infeksius.
8. Penyiapan wadah dilakukan dengan membasuh wadah dengan disinfektan,
menyikat bak bagian dalam dan membilas dengan air laut.
9. Penyiapan media dilakukan sesuai dengan standar pada SNI.
10. Air buangan harus dikelola sebelum dibuang ke lingkungan.

TUGAS MANDIRI

Buatlah kelompok yang terdiri dari 4-5 orang, kunjungilah usaha


pembenihan udang maupun ikan payau atau ikan laut terdekat! Amatilah lokasi
unit pembenihan tersebut kemudian wawancara dengan pengampu hatchery
tersebut berkenaan dengan sarana dan prasarana hatcery, prosedur penyiapan
wadah dan media serta pengelolaan air buangan hatchery tersebut! Gambarkan
tata letak hatchery tersebut! Tugas dikerjakan dalam bentuk laporan dengan
format yang sudah disepakati dengan Guru pengampu.

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Sebutkan sarana dan prasarana pokok yang harus disediakan sebelum
memulai kegiatan pengembangbiakan komoditas air payau dan laut!
2. Jelaskan jenis bak yang digunakan pada pembenihan udang penaeid sesuai
dengan SNI No 8313.1 dan 2 tahun 2016?
3. Hal–hal apa saja yang harus diketahui untuk menghitung kebutuhan wadah
dalam suatu unit pembenihan komoditas air payau dan laut?
4. Jelaskan SOP penyiapan media air sesuai dengan SNI 8230: 2016!

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 79
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR BAB

5. Jelaskan dengan singkat alur persiapan wadah mulai dari persiapan awal
sampai dengan siap digunakan!

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab ketiga ini, semestinya Anda lebih paham menerapkan
teknik persiapan wadah dan media, bentuk-bentuk wadah, prinsip-prinsip
media, prinsip sanitasi media, persyaratan optimal media, penanganan media
dan peralatan pendukung media, teknik pengelolaan media, prosedur penyiapan
wadah, prosedur penyiapan media. Dari semua materi yang sudah dijelaskan ada
bab ketiga, mana yang menurut Anda paling sulit dipahami?? Manfaat apa yang
Anda peroleh setelah mempelajari bab ketiga ini? Coba Anda untuk mengulang
membaca dan memahami materi sebelumnya serta diskusikan dengan teman
maupun guru Anda, karena dengan memahami bab ini kalian akan sangat
terbantu dalam memahami materi-materi berikutnya.

80 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENGELOLAAN INDUK KOMODITAS AIR PAYAU DAN


BAB
LAUT IV

BAB IV PENGELOLAAN INDUK KO-


MODITAS AIR PAYAU DAN LAUT
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi tentang pengelolaan induk komoditas air payau


dan laut, peserta didik mampu menerapkan prinsip-prinsip penyediaan calon
induk sesuai dengan program breeding, kebutuhan nutrisi dan lingkungan induk,
teknik percepatan kematangan gonad, prinsip-prinsip seleksi dan aklimatisasi
calon induk, pengelolaan pemeliharaan calon induk, ciri-ciri induk jantan
dan betina, tingkat kematangan gonad, prosedur pemeliharaan calon induk,
pengelolaan induk sesuai kebutuhan produksi dalam menyelesaikan masalah
pengelolaan induk komoditas air payau dan laut dengan tepat dan teliti.

PETA KONSEP

Kebutuhan Nutrisi dan


Lingkungan Induk
Teknik Percepatan
Prinsip Penyediaan Kematangan Gonad
Calon Induk Prinsip Seleksi dan Ak-
limatisasi Calon Induk
Ciri-ciri Induk Jantan
Penyediaan Calon dan Betina
Induk Tingkat Kematangan
Pengelolaan Pemeli- Gonad
haraan Calon Induk Prosedur Pemeli-
haraan Calon Induk
Pengelolaan Calon
Induk Sesuai Kebutuhan
Produksi

KATA KUNCI

aklimatisasi, pematangan gonad, TKG, ciri-ciri induk

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 81
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Mengelola induk adalah hal yang penting dalam kegiatan budidaya perikanan
payau laut, dikarenakan keberhasilan dalam pengelolaan induk komoditas perikanan
payau laut akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan budidaya lainnya yaitu
pembenihan dan pembesaran komoditas perikanan payau laut. Pengelolaan induk
komoditas perikanan payau laut meliputi kegiatan menyiapkan peralatan, wadah dan
media pemeliharaan; menyeleksi induk jantan dan betina; menentukan kepadatan
induk; memberi pakan; mengelola kualitas air media pemeliharaan; mengendalikan
hama dan penyakit.

MATERI PEMBELAJARAN

A. Prinsip-Prinsip Penyediaan Calon Induk Berdasarkan Program Breeding


Induk komoditas perikanan payau laut yang akan dilakukan pemeliharaan
dalam proses budidaya ikan harus diperhatikan kriteria kualitatif dan kriteria
kuantitatif berdasarkan persyaratan teknis yang ada. Induk matang telur dapat
diperoleh langsung dari hasil penangkapan di laut maupun dihasilkan melalui
teknis pemuliaan induk pada kegiatan budidaya.
Induk yang dipergunakan dalam produksi komoditas budidaya harus berasal
dari calon-calon induk terpilih. Adapun persyaratan calon induk yang baik secara
umum antara lain adalah:
1. Calon induk jantan dan betina harus berasal dari keturunan yang berbeda
(induk berbeda), karena apabila satu indukan, maka akan menghasilkan
keturunan (benih) yang dominan kurang baik seperti pertumbuhannya lambat,
kerentanan terhadap penyakit dll.;
2. Kondisi calon induk sehat. Calon induk yang sehat akan menghasilkan benih
ikan yang sehat juga, begitu juga sebaliknya;
3. Bentuk tubuh proporsional. Ikan yang memiliki bentuk tubuh proporsiona
mencirikan ikan yang sehat dan pertumbuhannya normal. Ikan yang terlalu
gemuk ataupun terlalu kurus itu tidak baik. Karena jika ikan kurus ataupun
gemuk biasanya fekunditasnya rendah dan untuk ikan yang gemuk akan
mengalami gangguan saat proses mengeluarkan telur karena terlalu banyak
lemak;
4. Calon induk tidak cacat. Calon induk yang cacat tidak baik untuk dijadikan induk
karena dapat menurunkan sifat jeleknya pada keturunannya; dan
5. Organ tubuh lengkap. Calon induk harus memiliki organ tubuh yang lengkap,
sehingga keturunannya bisa sempurna tidak mengalami gangguan organ.

82 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

1. Kebutuhan Nutrisi dan Lingkungan Induk


Udang
Kualitas dan kuantitas telur dan benur (benih udang) ditentukan oleh
kematangan gonad dari induk. Keberhasilan pematangan gonad sangat
dipengaruhi oleh pakan. Salah satu kendala yang menyebabkan kegagalan
pematangan gonad dipengaruhi oleh kualitas, kuantitas dan cara pemberian
pakan yang keliru. Pakan yang baik untuk induk berupa pakan segar yang
mengandung protein, kolesterol dan vitamin yang memadai sehingga dapat
menjaga daya tahan tubuh terhadap penyakit, pertumbuhan dan perkembangan
gonad. Jumlah pakan yang diberikan 10–20 % dari bobot tubuh udang setiap
hari. Dalam keadaan normal udang dewasa hanya makan 10–15 % dari berat
tubuhnya.
Waktu, jenis, dan jumlah pakan yang diberikan untuk induk dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Waktu, Jenis dan jumlah pakan

Air merupakan media hidup bagi udang dan organisme di dalam media
pemeliharaan penting untuk diperhatikan. Kesalahan mengelola air berakibat
fatal bagi kegiatan pembenihan. Suplai air laut yang bersih selain mengambil
langsung dari laut perlu juga dilakukan penyaringan. Pergantian air dilakukan
2 kali sehari, yaitu pagi sebanyak 100 % dan sore sebanyak 50 %. Sisa
makanan, cangkang dan kulit induk yang moulting dibersihkan setiap pagi
sebelum pemberian pakan.
Adapun persyaratan kimia dan fisika kualitas air untuk pemeliharaan
induk, dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Persyaratan Kimia dan Fisika air untuk Pemeliharaan Induk

Kerapu

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 83
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Nutrisi utama yang harus terkandung dalam bahan pakan induk ikan
kerapu adalah protein, lemak dan karbohidrat. Selain itu, saat meramu pakan,
Anda harus memperhatikan nilai konversinya. Jika pakan hanya digunakan
sebagai makanan tambahan, kandungan nutrisinya bisa jadi lebih rendah
dibandingkan yang digunakan sebagai makanan pokok. Pakan ikan yang
dibuat sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan akan memberikan pertumbuhan
yang optimal bagi ikan yang mengkonsumsinya.
Calon induk ikan kerapu dengan berat antara 1–2, 5 kg memerlukan
Feeding Rate sebesar 1–3 % bobot biomassa, Feeding Frekuensi 1–2 kali/ hari
serta kadar protein dalam pakan sebesar 20–60 %.
Lingkungan pemeliharaan induk ikan kerapu haruslah sesuai dengan
karakteristik kebutuhan ikan di habitat aslinya. Letaknya sebaiknya berada
di tepi pantai yang mudah dijangkau dengan dasar perairan tidak berlumpur.
air laut sebagai sumber utama media pemeliharaan induk haruslah bersih
dan tidak tercemar. Ketersediaan air laut bisa untuk dipergunakan sepanjang
waktu dan ada akses untuk air tawar yang cukup untuk dipergunakan selama
masa pemeliharaan induk ikan kerapu. Yang tidak kalah pentingnya bahwa
lokasi yang digunakan untuk tempat pemeliharaan induk memang sesuai
peruntukannya dan tidak berpotensi menimbulkan konflik dengan lingkungan
sekitarnya.
Adapun persyaratan kualitas air yang diperlukan untuk pemeliharaan
induk ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Persyaratan Kualitas air untuk Pemeliharaan Induk Ikan Kerapu
Parameter Kisaran Nilai
Suhu 28–32 Co

Salinitas 28–33 g/ L
Kesadahan 80–120 mg/ L
pH 7, 5–8, 5
Oksigen terlarut > 5 mg/ L
Phosphat 10–1.100 mg/ L
Amoniak (NH3) < 0, 01 mg/ L
Kecerahan air Penetrasi cahaya sampai dasar bak
BOD Maks. 3 mg/ L
Nitrit (NO2) < 1 mg/ L
Nitrat (NO3) < 1, 50 mg/ L
Chlorin (Cl) < 0, 8 mg/ L

Bandeng
Ikan bandeng tergolong pamakan tumbuhan (herbifora) akan tetapi pada
pemeliharaan di tambak ikan ini lebih suka memakan “klekap” yaitu kehidupan

84 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

kompleks yang terdiri ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa,


cacing dan udang renik yang sering juga disebut “Microbenthic Biological
Complex”.
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-
aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.
a. Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum
hatchery dibangun;
b. Mampu menjamin ketrsediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan
mutu yang ditentukan;
1) Pergantian air minimal; 200 % per hari;
2) Suhu air, 26, 5-31, 0 ᴼC;
3) PH; 6, 5-8, 5;
4) Oksigen larut; 3, 0-8, 5 ppm;
5) Alkalinitas 50-500ppm;
6) Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran); dan
7) Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
c. Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus
perlu diketahui secara rinci; serta
d. Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan,
speciesdominan, keberadaan predator dan kompretitor, serta penyakit
endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan
proses produksi.

2. Teknik Percepatan Kematangan Gonad


Udang
Pada krustasea, manipulasi hormon dilakukan melalui tiga macam
pengobatan, yaitu pengobatan hormon yang terdapat pada sumbu mata
(melalui ablasi), pengobatan ecdysteroids (hormon yang mempengaruhi
proses molting) dan pengobatan hormon steroid. Diantara ketiga teknik
tersebut, teknik ablasi mata (memotong ujung mata) berpengaruh terhadap
perkembangan kelenjar gonad, hal ini disebabkan hilangnya hormon yang
menghambat vitellogenesis inhibitor (VIH) pada tangkai telur udang. Menurut
hasil penelitian para ahli, mata krustasea ini biasanya tidak hanya memiliki
fungsi visual saja, tetapi juga memiliki fungsi organ yang berperan dalam
proses reproduksi.
Pada prinsipnya, ablasi dapat mempercepat penambahan berat badan
krustasea dan mempercepat pematangan gonadnya. Pematangan gonad induk
betina merupakan proses perkembangan telur (oogenesis) di dalam ovarium.
Pada saat yang sama, hormon seks yang digunakan untuk memproduksi hormon
penghambat yang mengontrol reproduksi atau organ X (hormon penghambat
gonad/ GIH) berada di poros mata. GIH ini pertama kali disimpan di kelenjar
sinus yang juga terletak di sumbu mata sebelum dilepaskan ke organ target.
Fungsi GIH secara langsung akan menghambat perkembangan kelenjar

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 85
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

androgen pada individu jantan atau perkembangan ovarium pada individu


betina sehingga menghambat pertumbuhan sperma atau sel telur. Diharapkan
dengan dikeluarkannya organ X pada tangkai mata tersebut diharapkan
kerja organ Y sebagai penghasil hormon (gonad stimulating hormone/ GSH)
yang merangsang perkembangan ovarium tidak akan terhambat sehingga
merangsang perkembangan sperma pada individu jantan dan perkembangan
sel telur pada individu betina.
Efek ablasi adalah rendahnya kandungan mineral pada epidermis
krustasea. Kadar kalsium yang rendah dapat melemahkan kulit (eksoskeleton)
dan tidak dapat menahan perubahan lingkungan, yang dapat menyebabkan
kanibalisme atau kematian. Kulit yang lembut setelah pergantian kulit
membuat gerakan induk menjadi kurang fleksibel, sehingga jika individu lain
menyerangnya, dia tidak bisa melarikan diri.
Ablasi mata dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Pinching, menjepit salah satu tangkai mata induk tanpa pemanasan dan tidak
sampai putus;
b. Ligation, menjepit salah satu batang mata utama dengan pemanas dan mata
tidak putus;
c. Cauttery, memencet dengan halus tangkai mata induk hingga putus; dan
d. Cutting, memotong tangkai mata induk dengan gunting
Ikuti langkah-langkah di bawah ini untuk menyelesaikan proses ablasi mata:
1) Siapkan alat berupa gunting yang sebelumnya telah didesinfeksi dengan
alkohol dan dibakar dengan api
2) Induk yang akan diablasi di tangkap dengan seser dan dipilih induk yang
berkulit keras.
3) Induk direndam kedalam Malachite Green 25 ppm sekitar 2-3 menit,
lalu masukkan ke dalam larutan antibiotik yaitu Oxytetracyclin 25 ppm
untuk mencegah infeksi.
4) Induk dilengkungkan badannya dengan cara meletakkan ibu jari di atas
karapas, jari kelingking menekan ekor udang, dan tiga jari lainnya
menahan tubuh udang.Potong salah satu tangkai mata udang dengan
gunting yang telah disteril sampai terputus.
5) Induk yang telah diablasi direndam kedalam larutan iodine 5 ppm
selama ± 5 menit untuk menghindari adanya infeksi
6) Jika udang betina hasil ablasi sudah terlihat tidak stres, masukkan ke
dalam tangki yang sudah matang dan campur dan kawinkan dengan
udang betina jantan.

Kerapu
Teknologi pematangan gonad induk kerapu melibatkan tiga hal penting,
yaitu stimulasi atau rangsangan, pemberian pakan, serta pengelolaan kualitas
air dan lingkungan. Dalam metode lingkungan, media hidup ikan harus
dioptimalkan semaksimal mungkin agar nafsu makannya tinggi. Lingkungan
yang mempengaruhi kecepatan pematangan gonad induk antara lain suhu,

86 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

cahaya, salinitas dan kepadatan. pemanfaatan sinyal lingkungan diperlukan


dalam pemijahan secara alami. Untuk merangsang induk melakukan kopulasi
dan memijah, dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan ketinggian air
wadah pemeliharaan atau pemijahan. Melalui proses ini diharapkan perubahan
suhu dan tekanan air akan mempengaruhi susunan saraf pusat ikan.
Selain lingkungan, pemberian nutrisi juga akan mempengaruhi laju
pertumbuhan gonad induk. Oleh karena itu, perlu tersedia pakan segar untuk
induk yang mengandung omega 3 dan omega 6 dalam jumlah besar. Selain itu,
induk dibekali dengan pola makan campur, seperti kombinasi cumi-cumi dan
lemuru, atau kombinasi cumi-cumi dan cacing. Untuk memperkaya vitamin
yang tidak ada dalam pakan, vitamin dapat ditambah dengan vitamin dalam
pakan campuran. Untuk perkembangan, pakan dapat dicampur dengan vitamin
C untuk meningkatkan reproduksi, vitamin E dapat dicampur dengan minyak
ikan, dan dapat ditambahkan minyak ikan pada pakan. bau amis pada minyak
ikan juga memiliki efek menambah nafsu makan dan minyak ikan juga dapat
memperkaya asam lemak pada induk. Selain itu manipulasi hormon juga dapat
dilakukan dengan cara menyuntikkan hormon tertentu ke dalam tubuh ikan
kerapu.
Sistem perangsangan hormon juga dapat dilakukan bila wadah
pemeliharaan kurang memungkinkan bagi induk untuk mematangkan gonadnya
secara alami. Namun, hormon tersebut bisa membuat ikan ketergantungan
karena biasanya ikan tidak mau bertelur bila tidak ada hormon. Hormon buatan
yang biasa digunakan untuk proses perangsangan gonad adalah hormon HCG
dan Pb (puberogen). Hormon tersebut dapat diperoleh di toko obat atau kimia
dengan harga cukup mahal.
Cara pemberian hormon tersebut dapat dilakukan dengan penyuntikan
pada tubuh ikan di bagian otot daging (intramuscular), selaput dinding perut
(intraperitonial), rongga dada (chest cavety), atau pangkal sirip (pectoral). Pada
ikan kerapu, cara yang paling sering dilakukan adalah melalui pangkal sirip.
Dosis hormon yang digunakan untuk setiap kg bobot induk sebanyak 1.000 IU
hormon HCG dan 75 RU hormon Pb. Penyuntikan hanya dapat diberikan satu
kali, yaitu pada pagi hari. Dosisnya sama antara jantan dan betina.
Sebelum disuntik, dapat dilakukan pembiusan dengan minyak cengkih
atau etilen glikol monofenil eter. Setelah disuntik, 40—45 jam kemudian
induk kerapu akan memijah. Pemijahan biasanya berlangsung pada malam
hingga pagi hari. Telur hasil pemijahan dapat ditampung untuk ditetaskan.
Cara menentukan matang gonad pada ikan jantan dilakukan dengan
jalan pengurutan pada bagian perut (stripping) dan kanulasi (menyedot telur)
dengan menggunakan kanulator diameter 3 mm untuk ikan betina, menentukan
diameter dan keseragaman telurnya. Selain itu pada ikan mas cara memeriksa
kematangan gonadnya adalah dengan mengurut perut ikan ke arah anus. Ikan
jantan yang telah matang gonad akan mengeluarkan cairan kental berwarna
putih. Cara menentukan kematangan gonad ikan betina dilakukan dengan
meraba bagian perut dan pengamatan bagian anus. Ikan betina yang telah

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 87
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

matang gonad ditunjukkan dengan bagian perut membesar, lunak kalau diraba
dan bagian anus menonjol. Pengambilan telur secara kanulasi dan pengukuran
diameter telur menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer.

Bandeng
Gonad merupakan organ reproduksi yang berfungsi menghasilkan sel
kelamin (gamet). Sebagai organ reproduksi, selain sinyal lingkungan dan
hormon, gonad juga merupakan salah satu dari tiga komponen yang berperan
dalam reproduksi. Gonad pada ikan jantan disebut testis dan fungsinya untuk
menghasilkan sperma, sedangkan gonad pada ikan betina disebut ovarium
yang menghasilkan sel telur (ovum). Saat gonad matang, telur dan sperma
berkembang. Kecepatan pematangan gonad induk dapat dicapai melalui
lingkungan, pakan dan hormon.
Usaha percepatan kematangan gonad pada ikan bandeng secara hormonal
dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Dengan menggunakan mesin implant khusus untuk injeksi dan implantasi,
hormon luar dapat ikut serta dalam proses metabolisme yang berkaitan
dengan aktivitas reproduksi. Jenis hormon yang biasa digunakan
untuk pematangan dan pemijahan gonad bandeng adalah LHRH-a, 17α
methyltestosterone dan HCG; dan
b. Implantasi presipitasi hormon dilakukan pada pagi hari setiap bulan.Pada
saat itu dosis LHRH-a dan 17 α-methyltestosterone dipantau pada 100-
200 mikron per ekor (berat badan induk 3, 5-7 kg) untuk memantau
perkembangan gonad induk jantan dan betina.

3. Prinsip-Prinsip Seleksi dan Aklimatisasi Calon Induk


Untuk meningkatkan mutu induk yang akan digunakan dalam proses
budidaya, maka induk yang akan digunakan harus dilakukan seleksi. Seleksi
ikan bertujuan untuk memperbaiki genetik dari induk ikan yang akan
digunakan. Oleh karena itu, dengan dilakukan seleksi yang benar akan dapat
memperbaiki genetik ikan tersebut sehingga dapat melakukan pemuliaan
ikan. Tujuan pemuliaan ikan adalah menghasilkan benih yang unggul dimana
benih yang unggul tersebut diperoleh dari induk ikan hasil seleksi agar dapat
meningkatkan produktifitas.
Udang
Dari bentuk badan dan alat kelaminnya dapat diketahui bagaimana
membedakan antara udang jantan dan betina. Induk betina lebih besar dari
pada induk jantan. Alat kelamin jantan disebut Petasma yaitu terletak pada
pleopoda pertama, sedangkan alat kelamin udang betina Thelikum serta
letaknya diantara periopoda keempat dan kelima. Pada udang jantan gonad
akan menjadi testes yang berfungsi sebagai penghasil spema, sedang
udang betian gonad akan menjadi ovarium (indung telur) berfungsi untuk
menghasilkan telur.
Rasio ideal induk jantan dan betina adalah 2: 3 atau 1: 2. Bila perbandingan

88 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

1 jantan dengan 3 betina digunakan di bak, banyak telur yang tidak dibuahi,
dan bila 1 jantan banding 1 betina kurang ekonomis.

Gambar 4.1 Induk udang windu


Sumber : https: // twitter.com/ BKIPMAceh/ status/ 1250325530143911937 

Induk yang diimpor dari tempat lain harus beradaptasi dengan lingkungan
untuk menyesuaikan suhu dan salinitas untuk mengurangi stres selama
perjalanan. Aklimatisasi Induk Udang sebelum ditebar di bak pemijahan
kantong plastik diapungkan terlebih dahulu selama 30 menit dan diberi aerasi.
Apabila sudah ada bintik-bintik air di dalam plastik dan suhu dan salinitas
antara di luar plastik sama dengan di dalam plastik, maka induk dapat dilepas
dalam bak. Cara melepas yaitu dengan memiringkan kantong plastik, biarkan
air di bak masuk ke dalam kantong plastik dan udang yang ada di dalam plastik
untuk keluar dengan sendirinya.

Kerapu
Seleksi induk ikan kerapu yang diperoleh dari alam diseleksi menurut
ukuran serta memenuhi syarat antara lain sehat, tidak cacat, ukuran seragam,
dan matang gonad. Induk diharapkan mewarisi sifat-sifat khusus meliputi
cepat tumbuh, moralitas rendah, ketahanan terhadap penyakit, fekunditas
tinggi, kemampuan mengkonversi pakan secara efisien, umur kematangan
gonad pertama dan kualitas daging sesuai dengan permintaan pasar.
Induk hasil seleksi diharapkan dapat mewariskan sifat-sifat cepat tumbuh,
moralitas rendah, ketahanan terhadap penyakit, fekunditas tinggi, kemampuan
mengkonversi pakan secara efisien. Induk betian mempunyai bobot antara 1,
5–2, 5 kg/ ekor sedangkan induk jantan mempunyai bobot antara 3, 0–4, 5 kg/
ekor. Padat penebaran pada bak induk yaitu 1–2 ekor/ m 2 sedangkan Karamba
Jaring Apung (KJA) ukuran 5x5x3 m atau 3x3x3 m padat penebaran induk 0,
2–1, 0 ekor/ m 2. Aklimatisasi induk dilakukan dengan cara memasukkan induk
secara perlahan-lahan ke dalam bak pemijahan.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 89
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 4.2 Induk ikan kerapu bebek


Sumber: Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)

Bandeng
Bandeng dikenal sebagai ikan petualang. Ikannya panjang dan ramping,
seperti torpedo, dengan mulut agak runcing, ekor bercabang, dan sisik halus.
Warnanya putih mengkilap, tubuh bagian bawah tampak seperti perak,
punggung agak gelap. Habitat asli ikan bandeng di laut tetapi ikan ini mampu
hidup di air tawar dan air payau.
Untuk meningkatkan mutu induk yang akan digunakan dalam proses
budidaya, maka induk yang akan digunakan harus dilakukan seleksi. Seleksi
ikan bertujuan untuk memperbaiki genetik dari induk ikan yang akan
digunakan. Oleh karena itu, dengan dilakukan seleksi yang benar akan dapat
memperbaiki genetik ikan tersebut sehingga dapat melakukan pemuliaan
ikan. Tujuan pemuliaan ikan adalah menghasilkan benih yang unggul dimana
benih yang unggul tersebut diperoleh dari induk ikan hasil seleksi agar dapat
meningkatkan produktifitas.

Gambar 4.3 Induk ikan bandeng


Sumber : https: // www.youtube.com/ watch?v=WxzAk5M_nxs 

90 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Hal–hal yang perlu diperhatikan pada proses seleksi induk ikan bandeng
adalah sebagai berikut:
a. Umur induk antara 4-5 tahun dengan berat lebih dari 4 kg/ ekor;
b. Gunakan bak plastik untuk bagasi transportasi jarak jauh. Atau menggunakan
fiberglass aerasi yang diisi air bersalinitas rendah (10-15) ppt dan bersuhu
24-25ᴼC. Atau dilengkapi dengan fiberglass aerasi yang diisi dengan air
bersalinitas rendah (10-15) ppt, serta temperatur 24-25 ᴼC;
c. Kepadatan induk selama pengangkutan selama 18 jam adalah 5-7 kg/ m3 air.
Kedalaman air dalam wadah sekitar 50 cm, dan permukaan ember ditutup
untuk mengurangi penetrasi cahaya dan panas; dan
d. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau
sampai selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah
proses adaptasi selesai, salinitas segera ditingkatkan dengan mengalirkan
air laut dan menutup pasokan air bersih.

4. Ciri-Ciri Induk Jantan dan Betina


Udang

Gambar 4.4 Alat  reproduksi  udang  jantan  dan  betina


Sumber : https: // docplayer.info/ 50983072-Ordo-decapoda-kelompok-macrura-bangsa-udang-lobster.html

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 91
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Pada umumnya induk udang betina lebih besar dari induk jantan.
Perbedaan alat kelamin induk jantan dan induk betina dapat dilihat dari sisi
bawah (ventral) udang tersebut. Alat kelamin betina bernama thelicum dan
terletak di antara dasar sepasang kaki jalan atau periopoda yang berfungsi
untuk menyimpan sperma. Alat kelamin jantan bernama petasma dan terletak
pada pangkal kaki renang ke-1 (satu) yang berfungsi untuk mentransfer
sperma.
Tabel 4.4 Kriteria Kuantitatif Induk Udang Windu hasil tangkapan dari
alam

(Sumber : SNI No. 8556-1: 2018)

Menurut Primavera, 1987 dalam laporan pembenihan udang di


UPU Gelung, Situbondo mengatakan, kelebihan induk yang berasal dari
penangkapan, diantaranya:
a. Memberikan fekunditas yang tinggi;
b. Kualitas telur dan tingkat penetasan yang tinggi; dan
c. Tingkat kematian rendah jika diablasi.
Kriteria Induk Udang Windu hasil tangkapan dari alam:
1) Asal: induk udang windu hasil tangkapan di alam yang mempunyai sifat-
sifat unggul diantaranya mempunyai keragaman genetik yang tinggi;
2) Warna: bagian abdomen loreng dengan coraknya jelas;
3) Bentuk tubuh: cephalothorax lebih pendek dari abdomen, punggung
agak melengkung;
4) Anggota tubuh lengkap, tidak cacat, alat kelamin (petasma dan telikum)
tidak cacat (rusak), punggung tidak retak;
5) Gerakan: aktif normal, maxiliped bergerak aktif, kaki dan ekor membuka
bila di dalam air; dan
6) Kesehatan: bebas virus, tubuh tidak ditempeli parasit, tanpa bercak, tidak
berlumut, insang bersih, tidak bengkak, tidak berlendir berlebihan,
tidak lembek dan keropos.
Kriteria Induk Udang Windu hasil budidaya:
1) Asal: hasil budidaya dan mempunyai silsilah yang jelas dan bukan hasil
inbreeding;
2) Warna: bagian abdomen berwarna loreng kehijauan dengan corak yang
memudar;
3) Bentuk tubuh: lengkap, tidak cacat, alat kelamin (petasma dan telikum)
tidak cacat (rusak), punggung tidak retak;
4) Gerakan: aktif normal, maxiliped bergerak aktif, kaki dan ekor membuka
bila di dalam air; dan

92 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

5) Kesehatan: bebas virus, tubuh tidak ditempeli oleh parasit, tanpa


bercak, tidak berlumut, insang bersih, tidak bengkak, tidak berlendir
berlebihan, tidak lembek dan keropos.
Tabel 4.5 Kuantitatif Induk Udang Windu hasil budidaya

(Sumber: SNI No. 8556-1: 2018)

Kerapu
Persyaratan induk kerapu bebek:
a. Asal: dari alam dan hasil budidaya yang dilakukan secara selektif;
b. Warna: warna kulit abu-abu terang kecoklatan dengan bintik-bintik hitam di
seluruh kepala, badan dan sirip;
c. Bentuk tubuh: bagian dorsal meninggi berbentuk cembung, tubuh ramping,
bagian dahi cekung, tidak mempunyai gigi taring, lubang hidung membesar
berbentuk bulat sabit vertikal, sirip ekor membulat;
d. Kesehatan: anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat, tidak tanpak kelainan
bentuk, sehat dan bebas virus (iridovirus, viral nervous necrosis), bakteri,
jamur dan parasit;
e. Gerakan: berenang normal, tidak menyendiri/ memisahkan diri;
f. Respon terhadap pakan yang diberikan: sangat responsif;
g. Kriteria kuantitatif induk ikan kerapu bebek adalah sirip punggung D.X.17-
19, sirip dubur A.III.9-10, sirip dada P.17-18, sirip ekor C.7-8, gurat sisi LL
53-55; dan
h. Fekunditas telur > 400.000 butir per kilogram induk betina.
Tabel 4.6 Kriteria kuantitatif induk ikan kerapu bebek jantan dan betina

(Sumber: SNI No. 6487.1: 2011)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 93
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Bandeng
a. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55-60 cm, bersisik bersih,
cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat;
b. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan
2 phenoxyethanol dosis 200-300 ppm. Setelah ikan melemah kanula
dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20-40 cm tergantung dari panjang
ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk
induk jantan;
c. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur
berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan;
d. Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat
III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat
dari bagian perut ke arah lubang kelamin;
e. Induk ikan bandeng mempunyai sirip punggung D.14-16, sirip dada P.6-7 dan
sirip dubur A.10-11, sirip perut V.11-12, gurat sisi LL 75-80; dan
f. Umur, panjang dan bobot induk ikan bandeng jantan dan betina.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Kriteria kuantitatif induk ikan bandeng jantan dan betina

(Sumber: SNI No. 6148.1: 2013)

Kakap
Kriteria  kualitatif 
a. Asal: dari hasil penangkapan di alam dan hasil pembesaran benih sebar
yang berasal dari keturunan pertama induk alam, induk dasar atau induk
penjenis yang dilakukan secara selektif;
b. Warna: bagian atas abu-abu kehitaman, bagian samping putih keperakan,
cerah dan tidak gelap atau pucat;
c. Bentuk tubuh: badan memanjang, ramping, batang sirip ekor lebar, kepala
lancip dengan bagian atas cekung dan menjadi cembung di depan sirip
punggung, ikan jantan badannya lebih silindris sedangkan ikan betina
lebih lebar, gigi viliform, tidak ada taring, tepi bawah dari preoperculum
terdapat duri yang kuat, pada operculum terdapat duri kecil bergerigi di
atas garis lateral;
d. Kesehatan: anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat, tidak tampak kelainan
bentuk, sehat dan bebas penyakit. Gerakan: aktif/ lincah, berenang normal,
tidak menyendiri/ memisahkan diri; dan
e. Kekenyalan daging: kenyal dan kompak.

94 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Kriteria kuantitatif

a. Kriteria kuantitatif induk ikan kakap putih kelas induk pokok adalah sirip
punggung D. VII-IX. 10-11, sirip dubur A. III. 7-8, sirip perut V. I. 5 dan sirip
dada P.17. Fekunditas telur > 400.000 butir per kilogram induk betina; dan
b. Kriteria kuantitatif induk ikan kakap putih kelas induk pokok jantan dan
betina.
Tabel 4.8 Kriteria kuantitatif induk ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch.) kelas
induk pokok (Parent Stock)
Jenis kelamin 
NO  Kriteria Kuantitatif 
Jantan  Betina 

1  Umur induk hasil budidaya (tahun)  ≥ 2, 5  ≥ 3 

2  Panjang total (cm)  45–55  ≥ 57 

3  Berat badan (kg)  2-3  ≥ 3, 5 


Sumber: SNI: 01-6145-1999 

B. Pengelolaan Pemeliharaan Calon Induk


Tujuan pemeliharaan calon induk adalah untuk mematangkan gonad agar siap
bertelur. Induk yang diperoleh dari tempat lain, baik yang ditangkap dari alam atau
hasil budidaya, harus beradaptasi terlebih dahulu dengan penyesuaian lingkungan
dan salinitas. Adaptasi juga bertujuan untuk mengurangi tekanan pada calon induk
akibat perlakuan selama perjalanan dan untuk beradaptasi dengan lingkungan
baru.
Selama masa pemeliharaan, sebaiknya induk tersebut dipelihara secara
terpisah antara jantan dan betina di dalam bak pemeliharaan induk yang
sebelumnya telah disiapkan dan diaerasi terus menerus. Pemeliharaan induk secara
terpisah dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi perkawinan secara massal
yang mengakibatkan terjadinya perkawinan antar keturunan atau inbreeding.
Perkawinan inbreeding terjadi ditandai dengan ukuran induk yang semakin kecil,
sehingga menunjukkan adanya penurunan kualitas genetik.

1. Tingkat Kematangan Gonad


Kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad
sebelum dan sesudah induk ikan dan udang memijah. Pada umumnya
pertambahan bobot gonad ikan betina pada stadium matang gonad dapat
mencapai 10-25% dari bobot tubuh sedangkan pada induk jantan bisa
mengalami pertambahan 5-10%. Kematangan gonad pada ikan dan udang
dapat di pengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar.
Faktor luar meliputi suhu dan arus, sedangkan faktor dari dalam adalah umur,
jenis kelamin, sifat-sifat fisiologis ikan seperti kemampuan beradaptasi

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 95
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

dengan lingkungan serta ukuran.


Pengamatan tingkat kematangan jenis kelamin (TKG) dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu pengamatan morfologi gonad secara kasat mata
dan pengamatan struktur histologis dengan membuat penampang gonad.
Pengamatan morfologi induk jantan meliputi: bentuk testis, ukuran testis,
pengisian testis pada rongga tubuh, warna testis, dan cairan yang keluar
dari testis (segar) sedangkan pengamatan histologis dilakukan dengan
mengawetkan sampel gonad dengan larutan formalin 10%, kemudian diwarnai
dengan sitotoksin darah dan eosin, kemudian membaca hasil sediaan gonad
untuk menunjukkan tingkat kematangan gonad. Menurut sifat dan karakteristik
jenis ikan, tingkat kematangan gonad tiap komoditas berbeda-beda.

Kakap
Tingkat kematangan gonad pada ikan kakap dapat diamati dengan 2 cara
yaitu dengan pengamatan morfologi dan histologi pada gonad induk ikan
kakap. Pengamatan morfologi dan histologi gonad pada ikan kakap jantan
adalah sebagai berikut:
a. TKG I: ukuran sangat kecil, pipih, berwarna kelabu, menyerupai benang pada
seluruh bagian gonadnya dan yang mendominasi adalah spermatogonia;
b. TKG II: ukuran agak sedikit lebih besar dari TKG I, lebih besar dan panjang,
warna lebih putih susu dan sudah terdapat spermatosit primer;
c. TKG III: ukuran sudah besar sehingga terlihat jelas, bentuknya memanjang,
warna putih susu, telah terisi sedikit oleh sperma dan tampak spermatosit
sekunder; dan
d. TKG IV: ukuran sudah lebih besar dari TKG III, bentuk memanjang, warna
putih susu, telah terisi sperma penuh.

Gambar 4.5  Pengamatan  morfologi  gonad  jantan  ikan  kakap  putih 


Sumber : https: // ojs.umrah.ac.id/ index.php/ intek/ article/ download/ 1012/ 670/  

96 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Udang
Tingkat kematangan telur diukur dari perkembangan indung telur yang
terletak di punggung atau belakang tubuh udang, dari karapas sampai ke
bawah ekor (telson). Ovarium berwarna hijau sampai hijau tua, semakin matang
ovarium, semakin gelap warnanya, yang tampak melebar dan berkembang ke
arah kepala (karapas).
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada udang windu sebagai berikut:
a. TKG I (Early Maturing Stage): Garis ovarium berwarna hijau kehitaman lalu
mengembang. Di akhir TKG I, garis ditampilkan dengan jelas sebagai garis
lurus yang tebal;
b. TKG II (Late Maturing Stage): Warna ovarium lebih jelas dan lebih tebal. Pada
akhir TKG II, ovarium membentuk gelembung pada vertebra abdomen
pertama;
c. TKG III (The Mature Stage): Kemudian terbentuk beberapa gelembung,
sehingga ovarium memiliki banyak gelembung di segmen perut.
Gelembung di bagian pertama membentuk cabang di kiri atau kanan, mirip
dengan setengah bulan sabit. Level ini merupakan tahap terakhir sebelum
udang melepaskan telurnya; dan
d. TKG IV (Spent Recovering Stage): Bagian Ovarium terlihat pucat yang berarti
telur telah dilepaskan.

Gambar 4.6 TKG Udang


(Sumber : SNI No. 8556-1: 2018)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 97
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Kerapu
Perkembangan telur dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar dari ikan
(lingkungan dan pakan). Pengaruh faktor lingkungan terhadap gametogenesis
dibantu oleh hubungan antara poros Hipotalamus Pituitary-Gonad melalui
proses stimulisasi atau rangsangan. Hormon-hormon yang ikut dalam proses
ini adalah GnRH dan Steroid. Keadaan ini memungkinkan untuk perlakuan
pemberian hormone baik melaui penyuntikan, implantasi dan pakan.
Hormon sangat penting dalam pengaturan reproduksi dan sistem
endocrine dalam tubuh, yang reaksinya lambat untuk menyesuaikan dengan
keadaan luar. Hasil kegiatan sistem endocrine adalah terjadinya keselarasan
yang baik antara kematangan gonad dengan kondisi di luar, yang cocok untuk
mengadakan perkawinan. Aktivitas gonadotropin terhadap perkembangan
gonad tidak langsung tetapi melalui biosintesis hormon steroid gonad pada
media stadia gametogenesis, termasuk perkembangan oosit (vitelogenesis)
pematangan oosit, spermato-genesis dan spermiasi.
Hormon gonadotropin dengan glycoprotein rendah dapat mengontrol
vitelogenesis, sedangkan yang tinggi mengakibatkan aksi ovulasi. Hormon
tiroid akan aktif bersinergi dengan gonadotropin untuk mempengaruhi
perkembangan ovari dan kemungkinan lain juga untuk meningkatkan
sensitivitas pengaruh gonadotropin. Sel target hormon gonadotropinadalah
sel tekayang merupakan bagian luar dari lapisan folikel. Teori lain bahwa
endokrin mengontrol pematangan oosit dan ovulasi pada teleostei adalah
GTH merangsang (a) pematangan sintesis steroid di dinding folikel (ovari) dan
(b) sekresi mediator ovulasi. Sistem endokrin dan saraf adalah sistem kendali
semua makhluk hidup, termasuk ikan. Sistem ini adalah cara utama tubuh
mengirimkan informasi antara sel dan jaringan yang berbeda. Dalam sistem
endokrin, sekresi internal zat aktif biologis dilakukan.
Sistem endokrin menggunakan pembawa pesan kimiawi yang disebut
hormon, yang diangkut oleh sistem vaskular. Sistem endokrin lebih lambat
daripada sistem saraf karena hormon harus mencapai sistem yang berputar
untuk mencapai organ target. Dari sudut pandang ilmiah, endokrin adalah
mediator biokimiawi dari proses fisiologis. Jenis mediasi ini dapat terjadi
antar populasi, antar organisme, antar jaringan dalam organisme, antar organ
dan sel, jika hormon dalam telur dapat juga terjadi antar generasi.
Sebagai mediator biokimiawi, hormon dilepaskan dari tempat produksinya
ke organ sasaran dengan berbagai cara, yaitu: (a) difusi sederhana di dalam sel
atau difusi satu sel ke sel lain dalam suatu organ; (b) diangkut melalui darah
atau berbagai cairan tubuh Untuk langsung mencapai organ atau sel; (c) Secara
tidak langsung melalui lingkungan luar. Sistem endokrin tubuh manusia sangat
rumit, tetapi biasanya mengikuti dua prinsip. Pertama, dibedakan menjadi dua
kelenjar endokrin menurut responnya, yaitu kelenjar pituitari dan beberapa
kelenjar di bawah kendali kelenjar pituitari. Kedua, hormon yang diproduksi
oleh kelenjar ini biasanya menghambat produksi hormon hipofisis, proses

98 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

ini disebut inhibisi umpan balik. Kombinasi sistem penekanan umpan balik
menghasilkan respons yang seimbang. Oleh karena itu, sistem endokrin
mengontrol dirinya sendiri seperti sistem organ lainnya.

Bandeng
Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung
dari tingkat kematangan gonad. Hormon yang digunakan untuk implantasi
biasanya LHRH–a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing
100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya). Pemeriksaan jenis kelamin
dilakukan dengan cara membius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200-300
ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20-
40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat
juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan
untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung
telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan. Induk
jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu
pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian
perut ke arah lubang kelamin. Pemijahan induk betina yang mengandung
telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung
sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH-a
pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang
berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi
menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk
mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH–a, 17 alpha
methiltestoteron dan HCG. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan
pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun
betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan
dosis 100-200 mikron per ekor (berat induk 3, 5 sampai 7 kg)

2. Prosedur Pemeliharaan Calon Induk


Pemeliharaan calon induk dilakukan untuk dapat menyiapkan/
menyeleksi ikan dan udang yang sesuai dengan prasyarat calon induk.
Mulai dari melalakukan pemilihan calon induk hasil pembesaran, melakukan
pemeliharaan sampai dengan mendapatkan induk yang siap untuk dijadikan
indukan. Lingkungan budidaya juga perlu diperhatikan karena kualitas air
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan calon induk.
Pemeliharaan calon induk disesuaikan dengan sifat dan karakteristik masing-
masing komoditas.

Udang
Lama pemeliharaan induk berkisar antara 2–3 minggu atau tergantung

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 99
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

pada kematangan gonadnya. Induk-induk yang telah beradaptasi dengan


lingkungannya dapat dicampurkan antara jantan dan betina agar terjadi
perkawinan. Kepadatan induk yang dipeliharan dalam wadah pemeliharaan
tergantung pada jenis udang yang dipelihara. Misalnya, induk udang galah
dipelihara dalam bak dengan kepadatan 5–10 ekor/ m2 atau 3 ekor/ m3.
Sementara itu, induk udang windu dan vanamei dipelihara dengan kepadatan
2–3 ekor/ m2.
Untuk mendukung kematangan gonad induk, maka selama masa
pemeliharaan, induk harus diberikan pakan dengan nilai gizi tinggi dan beragam
jenisnya agar terjadi substitusi bahan makanan dan dapat saling melengkapi,
sehingga kebutuhan gizi induk dapat terpenuhi. Selain beragam, pakan yang
diberikan tersebut harus dalam kondisi segar dan tanpa pengolahan sehingga
kandungan gizinya tidak banyak yang hilang. Oleh karena itu, sebaiknya induk
diberikan pakan segar yang mengandung protein lebih dari 35%, meskipun
tidak menutup kemungkinan selama pemeliharaan induk diberikan pakan
berupa pellet. Namun begitu, ditinjau dari segi fisik maupun kimiawinya,
pakan segar lebih baik, karena sesuai dengan kebiasaan makan di alam yang
memakan berbagai macam jenis crustacea rendah, siput–siputan kecil, cacing,
larva serangga, dan sebagainya. Selain itu, pakan segar lebih kaya akan omega
3 dan omega 6 dibandingkan dengan pelet. Dari segi fisiknya, pakan segar pun
lebih tahan lama, mudah tenggelam dan peluang dimakan lebih besar. Hal
ini dikarenakan sesuai dengan kebiasaan makan jenis krustasea yang senang
mencari makan di dasar dan memakan mangsanya secara sedikit demi sedikit,
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan pakannya.

Ikan Kerapu
Pemeliharaan calon induk ikan Kerapu dilakukan di bak aklimatisasi.
Ikan Kerapu Pasir yang sehat dari hasil penangkapan dapat dipindahkan dari
bak pengobatan (medical tank) ke bak aklimatisasi. Tujuan dari pemeliharaan
calon induk Ikan Kerapu di bak aklimatisasi ini adalah untuk mengadaptasikan
Ikan Kerapu yang baru ditangkap dengan lingkungan yang baru dengan
membiasakan hidup di lingkungan yang terbatas dan juga makanan yang
diberikan
Proses pemindahan (transfer) ikan dilakukan untuk memindahkan calon
induk Ikan Kerapu dari bak aklimatisasi ke bak broodstock atau bak induk. Hal
ini dilakukan untuk memisahkan ikan-ikan yang sudah matang gonad untuk
siap dijadikan induk. Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan transfer ikan
yaitu: timbangan, wadah penimbang ikan, plastik untuk memindahkan ikan, tag
reader, data pemindahan ikan, meteran, sarung tangan, jaring, jarum suntik dan
perlengkapan tulis. Proses pemindahan ikan adalah dengan cara menurunkan
air laut di dalam bak sampai ketinggian air 0, 5 m, kemudian beberapa orang
turun ke bawah untuk melakukan pengurungan dengan menggunakan jaring
pada ikan yang akan dipindahkan. Pengurungan dilakukan dangan cermat

100 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

dan hati-hati agar ikan cepat tertangkap dan segera dipindahkan. Proses
pencatatan data baik meliputi pengukuran berat total, FL, setelah pencatatan
data, ikan Kerapu dapat dipindahkan ke bak induk. Pemindahan dilakukan
dengan menggunakan jaring kemudia dilepas secara perlahan-lahan. Hal ini
akan mengurangi risiko ikan stres saat dipindahkan
Kegiatan utama dalam pemeliharaan induk dan pematangan gonad
ikan kerapu adalah pemberian pakan induk serta manipulasi lingkungan
untuk memacu pematangan gonad. Pakan induk yang diberikan selama
pemeliharaan berupa ikan segar jenis selar, ekor kuning, belanak, sarden, dan
cumi-cumi sebanyak 5—7% dari total berat badan induk ikan. Pakan diberikan
pada pagi hari antara pukul 08.00-09.00 WIB. Multivitamin diberikan untuk
menjaga kesehatan dan stamina induk setiap 3 hari sekali, sedangkan vitamin
E diberikan menjelang masa pemijahan.
Manipulasi lingkungan pada ikan kerapu dilakukan melalui pengaturan
ketinggian air pada bak induk. Dengan cara menurunkan ketinggian air sekitar
2/ 3 dari total tinggi bak induk setelah selesai pemberian pakan. Perlakuan
ini dilakukan setiap hari selama 8 jam sedangkan pengamatan perkembangan
tingkat kematangan gonad induk kerapu kertang betina yang akan dipijahkan
dilakukan pada saat bulan terang dengan cara kanulasi.
Tingkat kedewasaan beberapa spesies ikan kerapu umumnya diketahui
dari ukurannya. Sebagai contoh, ikan kerapu macan akan mulai dewasa (betina)
dengan ukuran panjang lebih dari 56 cm dan jantan lebih dari 85 cm. Ikan
kerapu lumpur betina mulai dewasa pada panjang 52 cm dan jantan lebih dari
82 cm. Kerapu batik betina mulai dewasa pada ukuran 35 cm dan jantan lebih
dari 42 cm. Sementara tingkat kedewasaan ikan kerapu bebek betina terjadi
mulai pada panjang 30 cm dan jantan 42 cm sedangkan tingkat kedewasaan
induk jantan kerapu kertang telah terdeteksi ketika berat mencapai rata-rata
minimum 30 kg. Sementara induk ikan betina terdeteksi pada ukuran minimal
22 kg.
Hormon reproduksi di dalam tubuh ikan berkembang sesaat setelah ikan
dewasa, yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain ketersediaan pakan
yang mendukung perkembangan gonad, kondisi lingkungan hidupnya dan
jenis dari ikan itu sendiri.

Ikan Kakap
Kualitas air pada pemeliharaan calon induk ikan kakap putih adalah
salinitas berkisar 15–35 ppt, kandungan oksigen (DO) berkisar antara 5–6
ppm, suhu antara 28–320C dan derajat keasaman (pH) antara 7, 5–8, 5.

Ikan Bandeng
Pemeliharaan calon induk ikan bandeng memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Induk berbobot 4-6 kg/ ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2-4 m3
dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 101
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

meter;
b. Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali.
Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton;
c. Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6-8 %
diberikan 2-3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi
dan masa sore; dan
d. Salinitas 30-35 ppt, oksigen terlarut 5 ppm, amoniak < 0, 01 ppm, asam
belerang < 0, 001 ppm, nirit < 1, 0 ppm, pH; 7-85, suhu 27-33 ᴼC.
Pemeliharaan calon induk ikan bandeng berbobot 4-6 kg/ ekor dipelihara
pada kepadatan satu ekor per 2-4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang
dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 m. Untuk menjaga kualitas air media
pemeliharaan calon induk dilakukan pergantian air 150% per hari dan sisa
makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Peningkatan pematangan gonad pada
calon induk ikan bandeng dilakukan melalui pemberian pakan, yaitu dengan
kandungan protein 35% dan lemak 6-8% diberikan 2-3% dari bobot biomassa
per hari. Pakan diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan sore hari.
Pemilihan calon induk yang baik dilakukan dengan menyeleksi ikan
bandeng hasil dari pembesaran dengan berat lebih dari 5 kg atau panjang
antara 55-60cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak yang terkelupas serta
mampu berenang cepat. Pemeriksaan jenis kelamin dan tingkat kematangan
gonad dilakukan dengan cara kanulasi sedangkan pengecekan kematangan
sperma pada induk bandeng jantan dilakukan dengan cara pengurutan dari
bagian perut ke arah lubang kelamin.
Pada pemeliharaan calon induk ikan bandeng tidak hanya pakan tetapi
kualitas air media pemeliharaan juga harus diperhatikan. Standar optimal
kualitas air pada pemeliharaan calon induk ikan bandeng dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel  4.9  Kualitas air pemeliharaan  calon  induk  ikan  bandeng
No  Parameter  Nilai Optimal 
1  Suhu  28–30 0C 
2  Kecerahan  > 25 cm 
3  Salinitas  12–20 ppt 
4  Oksigen Terlarut  > 5 mg/ liter 
5  pH  6, 5-9 
6  Amonia  < 0, 3 mg/ liter 
Sumber : https: // www.slideshare.net/ aripanggih/ aspek-pemeliharaan-dan-seleksi-induk-pada-ikan-bandeng-chanos-
chanos

C. Pengelolaan Induk Sesuai Kebutuhan Produksi


Kapasitas produksi dari suatu unit hatchery atau panti benih dipengaruhi
oleh beberapa hal yaitu jumlah bak pemeliharaan larva, bak pakan alami dan
fekunditas induk. Untuk itu perlu diketahui informasi mengenai fekunditas masing-

102 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

masing komoditas agar bisa mengestimasi dan menyiapkan induk sesuai dengan
kebutuhan produksi.
Udang
Udang windu yang disiapkan menjadi induk berasal dari alam maupun hasil
budidaya yang mempunyai perbedaan fekunditas diantara keduanya, seperti yang
digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 4.10 Perbedaan fekunditas dan periode peneluran Induk Udang windu alam,
Windu budidaya dan Vannamei
Udang windu
Kriteria Udang windu alam Udang Vannamei
budidaya

Produksi telur/
≥ 300.000 butir ≥ 150.000 butir 100.000 butir
fekunditas

Periode peneluran
setelah ablasi 3–7 hari < 12 hari 6 hari
(maks)
Sumber : SNI No. 8556.1: 2018 dan SNI No. 01-7253-2006
Apabila kapasitas produksi naupli udang tiap hari adalah 1 juta ekor, maka
perlu disiapkan minimal 4 induk betina udang windu alam atau 7 induk betina
udang windu hasil budidaya atau 10 induk betina vannamei setiap harinya
sedangkan induk udang vannamei hasil tambak dilarang digunakan ditengarai
potensial terkena syndrom kematian dini (EMS) yang disebabkan oleh bakteri
Vibrio parahaemolyticus. Hal tersebut diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya Nomor 4575/ DJPB/ 2019 tanggal 22 Mei 2019.

Kerapu
Pemijahan ikan kerapu macan dalam kelompok (group mating) dengan jumlah
induk betina 3-7 ekor (BW = 3, 3–11, 5 kg) dan induk jantan 2-5 ekor (BW = 5,
4-10.7 kg) dapat menghasilkan telur 4-48 juta butir per musim (bulan) atau 3-9
juta/ ekor. Diameter gelembung minyak (oil globule) 191-241 mikron. Jumlah
telur yang dihasilkan oleh satu ekor induk kerapu batina tergantung pada bobot
dan spesies. Misalnya Epinephelus fuscoguttatus (90.000-3.365.000), E. morio
(312.000-5.735.000) dan E. diacanthus (63.000-233.000)., telur yang dihasilkan
oleh induk kerapu betina bertambah sejalan dengan meningkatnya bobot.
Misalnya E. aeneusy pada BW = 1.4-3.7 kg dapat menghasilkan telur 600.000-
1.900.000, sedangkan pada BW = 8.6-11.8 kg berkisar 6.000.000-12.5000.000
butir. Selanjutnya jumlah telur hasil pijah rangsang berkisar 1, 3-3, 3 juta butir
dengan ukuran induk 5, 1-5, 8 kg, dimana jumlah telur yang dihasilkan lebih sedikit
dari pemijahan alami. Mayunar et al. (1991b) melaporkan, pemijahan alami ikan
kerapu macan, £. fuscoguttatus ukuran 3-6 kg dapat menghasilkan telur 2-6 juta
butir, sedangkan ukuran 5, 9-11, 5 kg berkisar 3-9 juta butir (Mayunar et al. 1993).

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 103
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Bandeng
Tingginya permintaan benih ikan bandung, mengakibatkan produksi telur harus
ditingkatkan. Untuk dapat meningkatkan produksi, ketersediaan induk yang
siap pijah atau matang gonad harus diperhitungkan. Berbagai program breeding
dilakukan untuk dapat mempercepat tingkat kematangan gonad pada induk, salah
satunya adalah dengan program implantasi.
pemijahan dan produksi telur ikan bandeng kelas benih sebar.

Tabel. 4.11 Standar penggunaan jenis, dosis dan siklus implantasi


hormon, serta siklus
No  Kegiatan  Keterangan 

≥ 2, 5 kg per ekor 
1 Berat induk 
Jantan: betina = 1: 1 
2 Perbandingan berat induk 
LHRHa 
3 Jenis hormon 
100–200 microgram/
4 Dosis implantasi hormon  ekor induk (jantan/ betina) 
5 Siklus implantasi  Bila diperlukan 
6 Siklus pemijahan  4–10 kali/ bulan (selama 10
bulan dalam 1 tahun) dalam
 
satu kelompok induk
7 Produksi telur 
200.000-1.000.000 butir/
  kelompok induk (20–25
pasang induk) 
8 Ukuran telur 
0, 9–1, 2 mikron
Sumber: SNI: 01-6150–1999

Apabila kapasitas produksi telur yang dihasilkan adalah 1 juta ekor, maka perlu
disiapkan minimal 20 ekor induk dengan berat 2, 5 kg per ekor dengan estimasi HR
100%. Namun jika dengan estimasi HR 75%, maka induk yang dibutuhkan adalah
minimal 25 pasang induk dengan berat ≥ 2, 5 kg per ekor

Kakap
Pada ikan kakap betina yang berukuran 5, 5 kg, fekunditas telurnya
adalah 3.100.000 butir, sedangkan untuk induk yang berukuran 8, 1–10, 5 kg,
fekunditasnya berkisar antara 3.100.000–8.100.000 butir. Volume sperma untuk
ikan jantan yang berukuran 2–3 kg adalah 3–5 ml. Untuk perhitungan estimasi jika
HR pada pemijahan ikan kakap adalah 80%, maka untuk perhitungan induk kakap
yang beratnya 5, 5 kg telur yang dihasilkan adalah 2.480.000 ekor.

104 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

Praktikum 1 
 
Judul  : Membedakan  ciri-ciri i nduk  jantan  dan  betina

Pendahuluan
Pada kegiatan pengembangbiakan ikan dan udang, pengelolaan induk
merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh pada keberhasilan proses
pengembangbiakan ikan dan udang. Sebelum melakukan berbagai macam
program pengelolaan induk, maka terlebih dahulu perlu mengetahui ciri-ciri
induk jantan dan betina ikan ataupun udang.

Tujuan
Melalui Pratik peserta didik mampu memahami dan menunjukkan ciri-ciri induk
ikan dan udang baik jantan maupun betina dengan benar, teliti dan bertanggung
jawab.

Alat dan Bahan:


1. Wearpack
7. Induk udang
2. Sepatu bot 
8. Ikan kerapu 
3. Sarung tangan
9. Ikan kakap 
4. Serok induk
10. Lembar kerja 
5. Nampan
11. ATK
6. Alat bedah

Langkah kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah di tentukan! 
2. Siapkan alat dan bahan! 
3. Siapkan box styrofoam dan isi air! 
4. Siapkan satu persatu ikan dan udang yang telah disediakan! 
5. Amati satu persatu ciri-ciri ikan dan udang tersebut! 
6. Catat dan gambarlah hasil pengamatanmu! 
7. Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan! 

Praktikum 2 
Judul  : Melakukan  ablasi  mata  pada i nduk  udang 

Pendahuluan
Pematangan gonad pada induk merupakan kunci penting dalam kegiatan
pemijahan, karena dapat mempengaruhi keberhasilan proses pemijahan yang

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 105
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

akan dilakukan. Hanya induk udang yang matang gonad yang dapat dipijahkan.
Ablasi mata merupakan salah satu metode yang biasa digunakan oleh para
pembudidaya udang untuk mempercepat proses pematangan gonad pada induk
udang yang mereka budidayakan.

Tujuan
Melalui Pratik peserta didik mampu melakukan percepatan pematangan gonad
pada udang dengan metode ablasi mata dengan teliti, tepat, hati-hati dan
bertanggung jawab.

Alat dan Bahan:


1. Wearpack 7. Gunting
2. Sepatu bot 8. Induk udang 
3. Sarung tangan 9. box styrofoam
4. Serok induk 10. Lembar kerja 
5. Kompor 11. ATK
7. Penjepit

Langkah  kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah di tentukan! 
2. Siapkan alat dan bahan! 
3. Siapkan box styrofoam dan isi air! 
4. Siapkan kompor dan nyalakan! 
5. Panaskan gunting di atas kompor yang menyala! 
6. Serok induk udang yang akan diablasi, lakukan ablasi pada salah satu tangkai
7. Mata induk udang dengan gunting yang telah dipanaskan! 
8. Masukan induk udang yang sudah diablasi ke dalam box styrofoam! 
9. Kembalikan gunting yang sudah digunakan untuk ablasi keatas kompor yang
menyala! 
10 Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan!

CONTOH SOAL

1. Jelaskan persyaratan induk udang yang baik secara umum!


2. Jelaskan jenis pakan apa saja yang diberikan kepada induk komoditas air
payau dan laut!
3. Jelaskan proses ablasi mata pada induk udang!
4. Jelaskan usaha percepatan kematangan gonad pada induk bandeng!
5. Jelaskan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada udang windu (Penaeus
monodon)!

106 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA

Ekstrak Pakis sebagai Alternatif Pemicu Moulting pada Induk Udang Windu

Permasalahan yang sering dijumpai dalam pengelolaan induk udang adalah


terjadinya moulting atau ganti kulit pada udang betina sehingga rentan untuk
diserang individu lainnya, sehingga menghambat proses produksi. Teknik ablasi
yang biasa digunakan juga dapat memacu terjadinya moulting, namun menimbulkan
masalah seperti pembusukan telur dikarenakan oleh organisme penempel pada
luka bekas ablasi dan penurunan kualitas dan kuantitas larva yang dihasilkan.
Peneliti udang telah mencermati hal ini dan menyarankan untuk memberikan
ekstrak pakis sebagai moulting stimulan pada udang windu. Proses moulting
dapat Anda lihat tayangannya pada link berikut ini https: // www.youtube.com/
watch?v=PHvgM-LrlGw, sedangkan hasil penelitian tentang pemberian ekstrak
pakis dapat diunduh dan dibaca pada link berikut http: // ejournal-balitbang.kkp.
go.id/ index.php/ jra/ article/ view/ 458

JELAJAH INTERNET

Untuk menambah wawasan lebih jauh


mengenai  pengelolaan  induk  komoditas air payau  dan  laut,
peserta didik dapat mempelajari secara mandiri melalui
internet. Di internet peserta didik dapat mencari lebih banyak
informasi yang berhubungan dengan induk ikan dan udang.
Mulai dari ciri-ciri induk jantan dan betina seperti apa? Cara
pengelolaannya bagaimana? Termasuk bagaimana  cara
peningkatan proses pematangan induk ikan dan udang
serta banyak lagi yang berhubungan dengan pengelolaan
induk.  peserta didik dapat mengunjungi  beberapa link di
bawah ini.
https://www.youtube.com/watch?v=qmWj92oTbYE

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 107
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

RANGKUMAN

1. Persyaratan calon induk yang baik secara umum adalah berasal dari keturunan
yang berbeda, sehat, bentuk tubuh proporsional, dan tidak cacat.
2. Nutrisi utama yang dibutuhkan oleh induk ikan dan udang adalah protein,
lemak dan karbohidrat.
3. Persyaratan kualitas air untuk induk ikan dan udang telah ditetapkan pada
masing-masing SNI.
4. Teknik percepatan kematangan gonad udang dilakukan dengan ablasi mata.
5. Teknik ablasi mata dengan cara pinching, ligation, cauttery, cutting.
6. Teknik percepatan kematangan gonad untuk ikan dengan stimulasi hormon,
pemberian pakan serta pengelolaan kualitas air dan lingkungan.
7. Hormon stimulan yang dipakai untuk percepatan kematangan gonad yaitu
LHRH-a, 17α methyltestosterone, Pb dan HCG.
8. Perlu adanya aklimatisasi induk ikan dan udang sebelum dipijahkan.
9. Rasio ideal induk jantan dan betina untuk udang di dalam bak aklimatisasi
2: 3 atau 1: 2.
10. Umumnya induk betina berbobot lebih berat daripada induk jantan.
11. Alat kelamin udang jantan disebut petasma dan alat kelamin induk betina
disebut thelikum.
12. Induk yang disiapkan hendaknya disesuaikan dengan kapasitas produksi

TUGAS MANDIRI

Kunjungilah hatchery komoditas air payau dan laut yang terdekat dengan
tempat tinggalmu untuk mengetahui, menanyakan, melihat dan mengobservasi
pengelolaan induk di panti benih tersebut! Buatlah laporan tertulis mengenai
pengelolaan induk pada hatchery komoditas air payau dan laut yang diserahkan
kepada guru atau pembimbing!

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Jelaskan persyaratan calon induk krustacea berdasarkan ukuran, umur dan
bentuk morfologi dan kesehatan!
2. Jelaskan ciri-ciri induk jantan dan betina udang windu, udang vannamei,
udang galah, kepiting dan rajungan berdasarkan kriteria kualitatif dan
kuantitatif!
3. Jelaskan usaha percepatan kematangan gonad pada induk bandeng!
4. Jelaskan proses ablasi mata pada induk udang!
5. Mengapa ablasi dapat mempercepat kematangan gonad induk?
6. Jelaskan metode–metode yang dilakukan dalam ablasi mata!

108 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR BAB

7. Bagaimanakah syarat–syarat induk yang diablasi?


8. Jelaskan prinsip–prinsip dalam pengadaan dan seleksi calon induk!
9. Jelaskan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada udang windu (Penaeus
monodon)!
10. Apakah yang terjadi apabila pada saat ablasi, induk sedang mengalami
tingkat kematangan gonad (TKG) III?

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab keempat ini, semestinya Anda lebih paham prinsip
penyediaan calon induk, kebutuhan nutrisi dan lingkungan induk, teknik
percepatan kematangan gonad, prinsip seleksi dan aklimatisasi calon induk, ciri-
ciri induk jantan dan betina, tingkat kematangan gonad, prosedur pemeliharaan
calon induk dan pengelolaan calon induk sesuai kebutuhan produksi. Dari
semua materi yang sudah dijelaskan ada bab keempat, mana yang menurut Anda
paling sulit dipahami? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari bab
keempat ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi
sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan
memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi
berikutnya.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 109
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

BAB
PEMIJAHAN KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT
V

BAB V PEMIJAHAN KOMODITAS


AIR PAYAU DAN LAUT

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari tentang pemijahan komoditas perikanan air payau dan
laut, peserta didik mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemijahan, macam-macam teknik pemijahan dan aplikasinya pada komoditas
air payau dan laut, serta perhitungan fekunditas telur yang dihasilkan pada
kegiatan pemijahan berbagai komoditas perikanan air payau dan laut dengan
tepat, teliti dan mandiri.

PETA KONSEP

Faktor-faktor Yang Mempen-


garuhi Dalam Pemijahan

Seleksi Induk Matang Gonad


Pemijahan Komod-
itas Perikanan Air
Payau dan Laut Macam-macam Teknik Pemi-
jahan dan Aplikasinya

Perhitungan Fekunditas

KATA KUNCI

Pemijahan–faktor eksternal dan internal-tingkat kematangan gonad (TKG)–


induk-teknik pemijahan–Fekunditas

110 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Pada kegiatan pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, pemijahan


merupakan salah satu tahapan yang harus dilakukan oleh pembudidaya untuk
mendapatkan keturunan sehingga keberlangsungan hidup suatu komoditas dapat
terjaga dan berkelanjutan. Berbagai teknik pemijahan dilakukan untuk menghasilkan
benih yang unggul, karena ketersediaan benih merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan dalam kegiatan budidaya. Namun demikian teknik pemijahan yang
diaplikasikan pada komoditas perikanan air payau dan laut harus disesuaikan dengan
sifat dan karakteristik masing-masing komoditi.

(a) (b)
Gambar 5.1 (a) Induk ikan kerapu, (b) Penyuntikan hormon pada ikan kerapu
Sumber : (a) http: // penyuluh1.rssing.com/ chan-13752546/ all_p41.html
https: // www.pertanianku.com/ tips-pemijahan-kerapu-berdasarkan-rangsangan-hormon/

Berbagai jenis ikan dan udang mempunyai sifat dan karakteristik berbeda,
termasuk tingkah laku dan perkembangbiakannya. Meskipun sama-sama udang
ternyata antara udang windu dan vanamei juga memiliki perbedaan tingkah laku
saat melakukan pemijahan. Pada udang windu saat moulting dapat terjadi mating
dan spawning, biasanya terjadi pada tengah malam sedangkan pada udang vannamei
terjadi saat udang tidak moulting dan terjadi saat matahari terbenam. Ikan ternyata
juga memiliki perbedaan dalam perkembangbiakan, salah satunya adalah kebutuhan
substrat pada ikan yang akan memijah. Beberapa jenis ikan membutuhkan substrat,
karena sifat telurnya yang menempel. Namun, ada juga yang sifat telurnya melayang
atau berserakan didasar wadah, sehingga tidak membutuhkan substrat. Untuk Sifat,
karakteristik dan perkembangan telur bisa di pelajari pada bab selanjutnya. Pada bab
ini akan dipelajari tentang pemijahan ikan dan udang.

MATERI PEMBELAJARAN

A. Faktor–faktor yang mempengaruhi pemijahan


Proses pemijahan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
yang terdapat disekitar lingkungan dimana ikan tersebut dipelihara. Faktor internal
adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam tubuh ikan tersebut sedangkan faktor
eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar tubuh ikan itu sendiri. Adapun

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 111
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

beberapa hal yang termasuk kedalam faktor internal dan faktor eksternal antara
lain adalah:

Faktor internal
1. Kondisi Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Kondisi dimana induk jantan dan induk betina telah mengalami tingkat
kematangan yang sepenuhnya, matang gonad untuk induk betina dan
sperma yang siap untuk induk jantan. Proses pematangan gonad pada calon
induk dapat dilakukan dengan peningkatan nutrisi yang diberikan selama
pemeliharaan induk, dimulai dari awal pembentukan telur baik untuk ikan
maupun udang seperti yang telah di bahas pada bab 4 tentang ciri-ciri induk
yang matang gonad.
2. Proses ovulasi sempurna
Ovulasi adalah pelepasan sel telur dari indung telur pada induk betina.
Pada kegiatan pemijahan ikan dan udang, diharapkan proses ovulasi terjadi
dengan sempurna. Pengaruh hormonal atau manipulasi kondisi lingkungan
yang tidak sesuai, dapat mengakibatkan proses ovulasi terjadi lebih awal
sehingga kondisi telur belum sempurna.
3. Kondisi oviduct (saluran sel telur ke lubang genital) dan vasdeferent (saluran sel
sperma ke lubang genital)
Kedua saluran pada indung jantan dan betina tersebut, diharapkan dalam
kondisi bersih dari gumpalan lemak dan darah. Karena dapat mengakibatkan
keluarnya sel telur dan sperma terhambat.

Faktor Eksternal
1. Wadah dan Media
Wadah yang digunakan dalam kegiatan pemijahan harus sesuai dengan
standar yang digunakan. Jika wadah yang digunakan terlalu sempit ataupun
terlalu lebar, akan mempengaruhi ruang gerak dan proses metabolisme dalam
tubuh induk sehingga akan berpengaruh pada proses pemijahan. Oleh karena
itu, carrying capacity harus diperhatikan, sehingga kondisi induk yang akan
dipijahkan dapat memijah dengan sempurna.
Kualitas air pada media yang digunakan untuk kegiatan pemijahan juga
harus diperhatikan. Kandungan oksigen (DO), suhu, pH, dan salinitas air harus
sesuai dengan standar. Karena jika terlalu rendah atau tinggi, maka akan
mempengaruhi proses pemijahan.
2. Metode pemijahan
Prosedur yang digunakan dalam melakukan proses pemijahan. Metode
pemijahan pada ikan yang biasa digunakan adalah pemijahan secara alami
(natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan
buatan (induced breeding). Sedengakan pada udang metode pemijahan yang
biasa digunakan yaitu secara alami dan buatan (dengan ablasi mata ataupun
inseminasi). Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk matang

112 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

gonad baik induk jantan dan betina, kemudian dimasukan ke dalam bak/
wadah yang telah diberi air dengan kedalaman 0, 5 m–1 m pemijahan alami
ini tanpa memberikan rangsangan hormon. Pemijahan semi-alami dilakukan
dengan cara memberikan rangsangan hormon pada induk betina dan jantan,
dosis yang digunakan disesuaikan dengan aturan penggunakan berdasarkan
berat induk. Kemudian dipijahkannya secara alami sedangkan pemijahan
buatan dilakukan dengan cara memberikan rangsangan hormon pada induk
betina dan jantan, dengan dosis disesuaikan dengan aturan penggunakan
berdasarkan berat induk kemudian dipijahkan secara buatan.

B. Seleksi induk matang gonad


Salah satu keberhasilan pada kegiatan pemijahan adalah ketersediaan induk
yang siap pijah. Langkah awal pada kegiatan pemijahan yang harus dilakukan
adalah melakukan seleksi induk siap pijah. Induk siap pijah adalah induk yang
sesuai dengan kriteria kualitatif dan kuantitatif pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) sesuai dengan masing-masing komoditi. Salah satunya adalah tingkat
kematangan gonad.
Tingkat kematangan gonad adalah tahapan perkembangan gonad sebelum
dan sesudah ikan memijah. Gonad adalah organ reproduksi yang menghasilkan
gamet dari suatu organisme. Pada induk betina gonad disebut dengan ovary
berfungsi menghasilkan sel telur sedangkan pada induk jantan disebut testis
yang menghasilkan sperma. Penentuan tingkat kematangan gonad diamati dari
perkembangan telur dan sperma yang ada pada gonad, dapat diamati secara
morfologi dan histologi. Secara morfologi dapat dilakukan dengan pengamatan
langsung sedangkan secara histologi harus dilakukan di laboratorium seperti yang
telah disampaikan pada materi sebelumnya. Dengan melakukan seleksi induk
matang gonad diharapkan dapat meningkatkan produksi benih berbagai komoditi
baik udang dan ikan payau laut.
Seleksi induk ikan kakap putih siap pijah dilakukan langsung pada lokasi
pemeliharaan dengan menyerok dari kolam kemudian dimasukan pada bak kecil
yang telah diberi antiseptik, yaitu ethylineglicol monophenilether dengan dosis 5
ppm yang bertujuan untuk memingsankan ikan agar tidak stres dan mempermudah
saat melakukan seleksi. Cara pengecekan induk siap pijah yaitu:
1. Lakukan penimbangan berat induk, induk ikan kakap putih siap pijah untuk
jantan berat 3-4 kg, induk betina lebih berat dari induk jantan yaitu lebih dari
5kg;
2. Lakukan pengecekan kelamin induk, untuk induk jantan dengan cara stripping
sedangkan induk betina dengan kanulasi; dan
3. Saat dilakukan stripping, induk jantan yang siap pijah akan mengeluarkan cairan
putih, dan induk betina menghasilkan telur berbentuk bulat, berwarna bening,
dan akan terurai jika telah matang gonad.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 113
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

(a) (b)
Gambar 5.2 (a) Seleksi induk ikan kakap putih siap pijah (b) Kanulasi pengecekan TKG
Sumber : a. https: // infoakuakultur.com/ resirkulasi-tingkatkan-produksi-massal-benih-kakap-putih/
b. https: // twitter.com/ djpblombok/ status/ 1037894084520685570?lang=ar

C. Teknik Pemijahan dan Aplikasinya


Pemijahan adalah proses perkawinan antara ikan jantan dan betina. Berbagai
teknik pemijahan telah dikenal dan diaplikasikan oleh para pembudidaya. Menurut
Barlow (1981) metode pemijahan pada kakap putih (Lates calcarifer) ada 3 teknik
pemijahan yaitu: pemijahan secara alami (natural spawning), penyuntikan (induce
spawning) dan pengurutan (stripping atau artificial-breeding) sedangkan pemijahan
pada udang dapat dilakukan dengan 3 teknik yaitu secara alami, penyuntikan dan
secara buatan (inseminasi buatan).
Sebelum masuk pada macam-macam teknik pemijahan yang akan
diaplikasikan pada udang dan ikan payau laut. Terlebih dahulu perlu memahami
sifat dan karakteristik dari udang dan ikan yang akan dipijahkan, yaitu kebiasaan
ikan memijah, sifat dan karakter telur, kebiasaan hidup ikan dan kualitas air yang
dibutuhkan.

1. Pemijahan Alami (natural spawning)


Pemijahan ikan secara alami merupakan pemijahan terhadap induk ikan
dan udang tanpa campur tangan manusia (tanpa perlakuan) terjadi secara
alamiah. Induk ikan jantan dan betina yang telah matang gonad disatukan
dalam kolam/ bak pemijahan selanjutnya terjadi proses pemijahan. Pemijahan
secara alami sangat efektif bagi beberapa jenis ikan seperti ikan bandeng,
kerapu dan kakap.
Pada ikan pemijahan secara alami dilakukan dengan cara memanipulasi
lingkungan, yaitu dengan meniru kebiasaan memijah ikan dilingkungan
aslinya (alam) dimodifikasi dan diadaptasikan di kolam agar lebih terkontrol.
Manipulasi lingkungan dengan memberikan rangsangan atau kejutan faktor
lingkungan seperti suhu, salinitas, kedalaman air dan lain-lain sehingga induk

114 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

ikan hanya akan mengeluarkan sperma dan telur yang benar-benar matang
dan berkualitas. Selain itu teknik pelaksanaan pemijahan alami ini mudah dan
relatif murah. Namun, dari teknik pemijahan alami ini memiliki kekurangan
yaitu ikan hanya bisa memijah sesuai dengan sifat dan kebiasaan memijah
masing-masing komoditi. Seperti pada ikan kerapu macan yang hanya dapat
memijah pada saat gelap, ketika tidak ada bulan yang biasanya berlangsung
antara tanggal 25 hingga tanggal 5 bulan berikutnya (bulan arab).

Gambar 5.3 Pemijahan alami induk ikan kerapu


Sumber : https: // agustiawati431.wordpress.com/ 2013/ 01/ 16/ pembenihan-ikan-kerapu-macan-
epinephelus-fuscoguttatus/

Pemijahan alami pada udang berbeda dengan ikan, pada udang diawali
dengan induk melakukan proses kopulasi (perkawinan) selanjutnya induk
udang melakukan proses pemijahan. Proses kopulasi biasanya terjadi pada
malam hari saat kondisi gelap. Proses pemijahan pada udang melalui 3 proses,
yaitu moulting (ganti kulit), proses kopulasi dan pengeluaran telur.
Sebelum terjadi proses kopulasi terlebih dahulu induk udang betina
berganti kulit disebut prematting moult. Pada kondisi tersebut induk udang
betina mengeluarkan hormone feromone yang dapat menarik induk udang
jantan untuk melakukan kopulasi. Hormone feromone adalah hormone yang
dimiliki oleh induk udang betina yang berfungsi sebagai daya tarik sexual.
Hormone feromone terdiri dari dua macam yaitu, hormone untuk memicu
perilaku induk jantan melakukan perburuan/ pengejaran dan merangsang
proses kopulasi. Hormone feromone pemicu perilaku pengejaran sifatnya
stabil didalam perairan, sehingga tidak merusak kualitas air media pemijahan
sedangkan hormone feromone yang merangsang proses kopulasi sifatnya
merusak kualitas air dan hormone ini akan dikeluarkan saat induk udang betina
bersentuhan langsung dengan induk udang jantan.
Pada kondisi moulting menyebabkan kondisi induk udang betina lemah,
sehingga kopulasi (perkawinan) terjadi pada fase intermolt yaitu 3-6 jam setelah
prematting moult. Fase intermolt berlangsung kurang dari 24 jam hingga 2-3
hari. Pada kondisi intermolt ini tubuh induk udang betina mulai pulih tetapi
thelycum masih dalam kondisi terbuka dan lunak sehingga memudahkan induk
udang jantan untuk memasukan petasmanya dan menyemprotkan sperma
pada thelycum induk udang betina, kemudian disimpan induk udang betina

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 115
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

kedalam spermatheca hingga saatnya pemijahan.

(a) (b)

(c)
Gambar 5.4 Proses kopulasi dari moulting induk udang jantan dan betina
Sumber : (a) https: // www.youtube.com/ watch?v=PHvgM-LrlGw
(b) https: // docplayer.info/ 71878056-Pembenihan-udang-windu-dan-produksi-pakan-alami-di-balai-budidaya-
air-payau-ujung-batee-kabupaten-aceh-besar-nad-laporan-praktik-kerja-lapangan.html
(c) DitPSMK.a.(2014)

Tahapan fase kopulasi pada induk udang seperti pada Gambar 5.3 (b) adalah
sebagai berikut:
a. Induk udang bersama-sama berenang secara parallel, induk udang betina
posisi di atas dan induk jantang berada di bawah;
b. Induk udang jantan merubah posisi berputar keatas, sehingga posisi bagian
perutnya saling menempel satu sama lain;
d. Induk udang jantan berputar tegak lurus terhadap tubuh induk udang betina;
dan
e. Induk udang jantan melingkari tubuh induk udang betina dan membentuk
huruf “U” dan menghentakkan kepala serta ekornya secara bersamaan.

116 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

(a) (b)
Gambar 5.5 Thelycum (genital) induk udang betina (a) Setelah moulting (b) Setelah kopulasi
Sumber: (a) https: // userweb.ucs.louisiana.edu/ ~rtb6933/ shrimp/ no_plug.jpg
(b) DitPSMK.a.(2014)

Perlu diketahui
Sperma yang disimpan dalam tubuh induk udang betina, setelah
melakukan satu kali kopulasi. Dapat digunakan untuk membuahi sel telur
sebanyak dua periode atau lebih (BSE Teknik Pembenihan Krustacea XI jilid 3)

Pemijahan udang secara alami biasanya terjadi pada dini hari yaitu antara
pukul 02.00 dan pukul 03.00. Induk udang yang sudah memijah dapat dilihat
dari kondisi media yang tampak keruh dan menjadi kotor. Pada permukaan air
terlihat buih berwarna merah muda dan didasar wadah terdapat telur yang
berserakan, setelah semua telur dikeluarkan secara sempurna, maka induk
udang harus segera diambil dan dikembalikan pada bak pemeliharaan induk
dan di pelihara hingga mencapai TKG III tanpa dilakukan ablasi mata kembali.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari telur yang telah dikeluarkan
dimakan lagi oleh induk udang.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 117
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 5.6 Pemijahan udang secara alami


Sumber: https: // www.youtube.com/ watch?v=XfRif9Gp75g

Pemijahan alami pada ikan kakap putih, pemijahan dilakukan dalam


bak/ tangki yang disesuaikan dengan habitat aslinya saat diperairan terbuka.
Biasanya, pemijahan berlangsung mulai bulai April–akhir bulan September.
Waktu pemijahan di dalam bak berlangsung antara pukul 20.00–24.00 pada
bulan purnama, pada suhu 29-31°C. Setelah terjadi pemijahan telur yang telah
terbuai akan mengapung dipermukaan dan berwarna transparan, berbentuk
bulat, dan kuning telur berada di tengah sedangkan telur yang tidak terbuai
akan tenggelam ke dasar bak dan berwarna putih susu. Selanjutnya telur
yang telah terbuai dikoleksi (dipanen) dengan egg collector dan di pindahkan.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pemijahan adalah ukuran induk,
pakan dan kualitas air (oksigen terlarut, pH, salinitas).

(a) (b)
Gambar 5.7 (a) Induk kakap putih (b) Bak pemijahan kakap putih
Sumber: (a) https: // bbpbl.djpb.kkp.go.id/ bantuan-induk-calon-induk-ikan-laut/
(b) http: // www.alamikan.com/ 2014/ 05/ cara-pembenihan-budidaya-ikan-kakap.html

118 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

2. Pemijahan dengan penyuntikan (induce spawning)


Teknik pemijahan dengan penyuntikan, disebut juga pemijahan semi
buatan yaitu pemijahan ikan dengan mempercepat kematangan gonad melalui
pemberikan rangsangan hormon, tetapi proses ovulasinya terjadi secara
alamiah di kolam Gusrina (2008).
Pada umumnya ikan memijah secara alami di dalam kolam, namun ada
beberapa kasus ikan saat didalam bak pemijahan (kolam) tidak dapat memijah
secara alami. Hal itu terjadi karena kondisi lingkungan dalam bak pemijahan
tidak memungkinkan untuk terjadinya proses pemijahan, maka dari itu
pembudidaya melakukan teknik pemijahan dengan memberikan rangsangan
hormon pada ikan untuk mempercepat proses pemijahan. Proses penyuntikan
hormon dibutuhkan ketrampilan lebih karena harus dilakukan dengan
benar. Baik pemberian dosis maupun letak lokasi penyuntikannya. Ikan yang
diberikan suntikan rangsangan hormon dapat memudahkan pembudidaya
dalam melakukan persiapan dan jadwal pemijahan.
Pada udang windu, untuk meningkatkan produksi benih, maka seorang
peneliti dari BPPBAP Maros Laining dkk. (2015) melakukan penelitian
dengan penyuntikan hormone pada induk udang windu untuk meningkatkan
kematangan gonad. Berawal dari induk yang berasal dari tambak hasil budidaya
telah mencapai bobot seperti ukuran induk yang berasal dari alam yaitu
untuk induk betina lebih dari 100 gr dan induk jantan mencapai 90gr. Namun
performa reproduksi induk hasil budidaya belum sebaik induk yang berasal
dari alam, sehingga masih banyak mengalami kendala dalam proses kopulasi
maupun pemijahan. Salah satunya adalah saat induk udang sudah mencapai
ukuran siap untuk memijah, masih belum ditemukan induk betina yang
membawa spermatofor. Hal itu disebabkan karena tidak terjadi perkawinan
saat di alam. Tidak terjadinya perkawinan dikarenakan spermatopor masih
belum matang.
Proses pemijahan dengan penyuntikan hormone di awali dengan induk
diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu, induk udang diberi makan
100% pakan segar dan selanjutnya diberi pakan kombinasi antara pakan
segar dan pelet dengan perbandingan 40% pakan segar dan 60% pakan
pellet. Penyuntikan dilakukan pada induk betina udang windu, hormone
yang digunakan adalah kombinasi antara hormone gonadotropin (GTH) dan
antidopamin (AD). Dalam satu ampul volume 10ml, kandungan GTH adalah
500IU dan AD 0, 01 mg. penyuntikan dilakukan 1x dalam seminggu sebanyak
4x dengan dosis 0, 3 ml/ 100gr induk udang. Setelah dilakukan penyuntikan
induk udang dipijahkan secara alami dalam bak beton.

3. Pemijahan buatan dengan pemijatan/ pengurutan


Pemijahan pada udang dengan inseminasi buatan
Saat ini, telah ditemukan teknik baru dalam melakukan pemijahan
udang, yaitu melalui inseminasi buatan. Inseminasi buatan merupakan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 119
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

pemijahan buatan yang dilakukan dengan cara memasukkan sperma jantan


ke dalam telikum betina oleh manusia. Sampai saat ini, inseminasi buatan
baru dilakukan pada induk–induk udang, salah satunya adalah udang windu.
Induk udang windu lebih tahan terhadap gangguan dan tidak mudah stres
dibandingkan dengan induk vannamei. Sementara itu, induk yang diberi
perlakuan inseminasi buatan akan mudah mengalami stres. Oleh karena itu,
kebanyakan inseminasi buatan dilakukan untuk induk udang windu.
Induk udang windu yang diberi perlakuan inseminasi buatan adalah induk
udang yang bersifat unggul, misalnya adalah udang yang telah mendapatkan
sertifikasi SPF (Specific Pathogen Free). Inseminasi buatan bertujuan selain
untuk mempercepat proses kopulasi, juga dilakukan agar keturunan yang
diperoleh dapat dipastikan dari induk yang unggul dan tidak terjadi inbreeding.
Untuk melakukan inseminasi, diperlukan prosedur dan peralatan yang canggih
dan mahal, salah satunya adalah menggunakan teknik fingerprinting.

Perlu diketahui

Untuk dapat memahami teknik pemijahan inseminasi buatan pada udang


windu dapat kalian pelajari secara mandiri pada link https: // www.youtube.
com/ watch?v=Y6wyEXEXc4o

D. Perhitungan Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari induk ikan betina
yang telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah. Tujuan
mengetahui fekunditas telur pada ikan untuk memprediksi berapa banyak jumlah
larva atau benih yang akan dihasilkan oleh individu ikan pada waktu mijah. Selain
itu juga untuk memprediksikan berapa jumlah stok suatu populasi ikan dalam
lingkungan suatu perairan.
Banyaknya telur yang belum dikeluarkan sesaat sebelum ikan memijah atau
biasa disebut dengan fekunditas memiliki nilai yang bervariasi tergantung pada
spesies, umur induk, ukuran,
bobot dan ketersediaan makanan. Jumlah telur yang dihasilkan merupakan
hasil dari pemijahan yang tingkat kelangsungan hidupnya di alam sampai menetas
dan ukuran dewasa sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Dalam pendugaan
stok ikan dapat diketahui dengan tingkat fekunditasnya.
Fekunditas terdiri dari 2 macam, yaitu fekunditas relatif dan fekunditas total.
Fekunditas relatif adalah jumlah telur yang dihasilkan per satuan bobot ikan,
sedangkan fekunditas total adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama
hidup. Untuk mengetahui fekunditas dapat diperkirakan berdasarkan bobot tubuh
induk. Semakin tinggi bobot induk, maka telur yang dihasilkan semakin besar
jumlahnya. Pada ikan, fekunditas dapat diperkirakan dengan melihat hubungan
antara bobot tubuh induk dengan volume gonad ikan, sedangkan untuk udang,
fekunditas diperkirakan berdasarkan hubungan antara panjang tubuh dengan

120 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

jumlah telur. Fekunditas telur induk udang (krustacea) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus : log F = -8.1277 + 6.0808 log L, dimana F adalah fekunditas
dan L adalah total panjang induk udang. Atau dapat juga dengan hubungan antara
berat tubuh dengan jumlah telur dengan rumus : log F = -8.1277 + 6.0808 log W,
dimana W adalah berat. Selain cara diatas, dalam penghitungan fekunditas dikenal
ada 4 metode, yaitu secara langsung, secara volumetri, secara gravimetri dan
gabungan antara langsung, volumetri dan gravimetri. Namun dalam penghitungan
fekunditas telur udang (krustasea), hanya efektif menggunakan 2 cara saja, yaitu
secara langsung dan volumetri.
1. Cara menjumlah langsung
Cara ini bisa digunakan untuk menghitung telur udang windu, udang
vannamei, ikan air tawar dan ikan kerapu, yang memijah dengan cara melepaskan
telurnya di dasar wadah. Penghitungan telur dilakukan dengan mengambil
sampel telur dari beberapa titik yang ada di dalam wadah penetasan untuk
kemudian dihitung sehingga diketahui jumlah telur rata – rata dalam volume
sampel. Jumlah total telur dihitung dengan menggunakan rumus :
2. Cara Volumetrik
Cara volumetrik lebih efektif digunakan untuk telur yang dierami oleh
induknya, misalnya udang galah ataupun lobster. Telur dihitung dengan cara
sebagai berikut :
a. Telur yang terletak di kantong pengeraman diambil seluruhnya dengan
menggunakan skalpel atau gunting kecil yang ujungnya runcing. Pekerjaan
ini harus dikerjakan secara hati – hati dan diusahakan agar tidak ada telur
yang rusak
b. Telur yang terlepas kemudian dimasukkan dalam gelas ukur volumetrik.
Namun sebelumnya, gelas diisi dengan air hingga tepat pada garis skala
tertentu. Selanjutnya telur yang sudah dipisahkan tadi dimasukkan ke dalam
gelas ukur tersebut. Selisih tinggi air sesudah dan sebelum ditambah telur
adalah merupakan volume telur secara keseluruhan. Fekunditas dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan:
X = jumlah telur didalam gonad yang akan dicari
x = jumlah telur dari sebagian kecil gonad (diketahui)
V = isi (volume) seluruh gonad (diketahui)
v = isi (volume) sebagian gonad (diketahui)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 121
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

3. Cara Gravimetri
Perhitungan fekunditas dengan cara gravimetric yaitu di mana gonad dan
sub gonad ditimbang untuk menentukan bobotnya masing-masing. Bagian sub
gonad adalah bagian anterior, median, dan posterior dari gonad yang kemudian
diambil telur-telurnya dan dihitung jumlahnya. Pengambilan datanya dengan
menggunakan dua tahap, yaitu tahap pertama adalah cara mendapatkan telur
dan tahap kedua adalah cara mengeluarkan telur. Cara mendapatkan telur yaitu
mengambil telur dari induk ikan dengan mengangkat seluruh gonadnya dari
dalam perut ikan yang telah diawetkan. Cara menghitung telur dengan rumus:

di mana:
F = fekunditas (butir)
G = bobot gonad (g)
Q = bobot sub gonad (g)
N = jumlah telur pada sub gonad (butir)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas adalah :
1. Sampai umur tertentu fekunditas itu akan bertambah kemudian menurun,
fekunditas relatifnya menurun sebelum terjadi penurunan fekunditas
mutlaknya. Fekunditas relative maksimum terjadi pada golongan ikan yang
muda. Sedangkankan ikan yang sudah tua kadang tidak memijah setiap tahun.
2. Fekunditas mutlak atau relative sering menjadi kecil pada ikan-ikan atau kelas
umur yang jumlahnya banyak.
3. Kenaikan fekunditas populasi dapat disebabkan oleh kematangan gonad yang
lebih awal dari individu yang tumbuh lebih cepat.
4. Ikan yang bentuknya kecil dengan kematangan gonad yang lebih awal serta
fekunditasnya tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan
predator dalam jumlah besar.
5. Perbedaan fekunditas diantaranya populasi spesies yang hidup dalam kondisi
lingkungna yang berbeda-beda, bentuk migrant fekunditasnya lebih besar.

122 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

6. Fekunditas disesuaikan secara otomatis melalui metabolism yang mengadakan


reaksi terhadap perubahan persediaan makanan dan menghsilkan perubahan
dalam pertumbuhan, seperti ukuran pada umur tertentu demikian juga ukuran
danjumlah telur atau jumlah siklus pemijahan dalam satu tahun .
7. Fekunditas bertambah dalam mengadakan respon terhadap perbaikan makanan
melalui kematangn gonad yang lebih awal, menambah kemantangan individu
pada individu yang lebih gemuk dan mengurangi antara siklus pemijahan.
8. Kualitas telur terutama isi kuning telur bergantung pada umur dan persediaan
makanan dan dapat berbeda dari satu populasi ke populasi yang lain
(Effendie,1997).

LEMBAR PRAKTIKUM

Praktikum 1

Judul: Melakukan ablasi mata pada induk udang

Pendahuluan
Pematangan gonad pada induk merupakan kunci penting dalam kegiatan
pemijahan, karena dapat mempengaruhi keberhasilan proses pemijahan yang
akan dilakukan. Hanya induk udang yang matang gonad yang dapat dipijahkan.
Ablasi mata merupakan salah satu metode yang biasa digunakan oleh para
pembudidaya udang untuk mempercepat proses pematangan gonad pada induk
udang yang mereka budidayakan.

Tujuan
Melalui Pratik peserta didik mampu melakukan percepatan pematangan gonad
pada udang dengan metode ablasi mata dengan teliti, tepat, hati-hati dan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 123
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

bertanggung jawab.

Alat dan Bahan:


1. Wearpack 7. Gunting
2. Sepatu bot 8. Induk udang
3. Sarung tangan 9. box styrofoam
4. Serok induk 10. Lembar kerja
5. Kompor 11. ATK
6. Penjepit

Langkah kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah di tentukan!
2. Siapkan alat dan bahan!
3. Siapkan box styrofoam dan isi air!
4. Siapkan kompor dan nyalakan!
5. Panaskan gunting di atas kompor yang menyala!
6. Serok induk udang yang akan diablasi, lakukan ablasi pada salah satu tangkai
mata induk udang dengan gunting yang telah dipanaskan!
7. Masukan induk udang yang sudah diablasi ke dalam box styrofoam!
8. Kembalikan gunting yang sudah digunakan untuk ablasi keatas kompor yang
menyala!
9. Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan!

Praktikum 2

Melakukan seleksi induk udang matang gonad dan melakukan


Judul:
pemijahan secara alami

Pendahuluan
Berbagai teknik pemijahan ikan dilakukan untuk mendapatkan benih yang unggul
dan sesuai harapan. Pemijahan secara alami merupakan salah satu teknik yang
biasa dilakukan oleh para pembudidaya. Keberhasilan suatu kegiatan pemijahan
bergantung pada beberapa faktor salah satu faktor terpenting adalah tingkat
kematangan gonad induk udang yang akan dipijahkan. Seleksi induk matang
gonad merupakan langkah awal yang harus dilakukan pada kegiatan pemijahan,
supaya dapat menghasilkan telur yang dapat menetas dengan sempurna sesuai
harapan pembudidaya.

Tujuan
Melalui Praktik peserta didik mampu memahami dan menentukan induk
udang matang gonad berdasarkan pengamatan ciri-ciri morfologi serta dapat
melakukan pemijahan secara alami dengan tepat, teliti, jujur dan bertanggung
jawab.

124 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKRIKUM

Alat dan Bahan:


1. Wearpack 9. Bak fiber
2. Sepatu bot 10. Blower/ air pump
3. Sarung tangan 11. Induk udang matang gonad
4. Serok induk 12. Induk udang belum matang gonad
5. Box Styrofoam 13. Lembar kerja
6. Selang aerasi 14. ATK
7. Batu aerasi
8. Senter

Langkah kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah di tentukan!
2. Siapkan alat dan bahan!
3. Siapkan 2 box Styrofoam, di tulis box 1 dan box 2. Kemudian isi dengan air!
4. Siapkan bak fiber, dan isi dengan air!
5. Siapkan aerasi dengan cara pasang batu aerasi pada selang aerasi dan
sambungkan pada blower/ airpump, masukan kedalam box Styrofoam yang
telah terisi air dan bak fiber untuk pemijahan. Nyalakan blowernya!
6. Lakukan pengukuran parameter kualitas air pada bak fiber sesuai standar
yang digunakan untuk pemijahan induk udang!
7. Catatlah hasil pengukuran parameter kualitas air tersebut!
8. Siapkan induk yang akan diseleksi dan masukan kedalam box Styrofoam 1!
9. Lakukan seleksi induk udang matang gonad, sesuai ciri-ciri morfologinya
dan masukan pada box Styrofoam 2!
10.Setelah terpilih induk yang matang gonad, pindahkan dari styrofoam 2 ke
bak fiber yang telah disiapkan!
11. Amati proses pemijahannya, setelah semua telur terlepaskan sempurna.
12. Ambillah semua induk yang dipijahkan menggunakan serokan dan
kembalikan indukan pada bak pemeliharaan induk!
12. Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan!

CAKRAWALA

Inseminasi Buatan pada Udang

Pemijahan merupakan faktor terpenting dalam kegiatan pengembangbiakan


ikan dan udang. Berbagai macam teknik pemijahan yang biasa dilakukan oleh
para pembudidaya memiliki latarbelakang tertentu. Seperti pada pemijahan
udang windu berawal dari pemijahan yang dilakukan secara alami, meningkat
dengan teknik ablasi mata seperti yang sudah banyak dilakukan pada pemijahan
udang. Untuk mempercepat pematangan gonad pada induk udang betina.
Kini teknik pemijahan udang makin berkembang yaitu dengan inseminasi
buatan yang mulai dilakukan beberapa pembudidaya. Dengan tujuan untuk

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 125
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA
meningkatkan tingkat kematangan gonad induk udang dengan tidak merusak
organ induk tersebut sehingga induk udang dapat tetap memijah dengan cepat
dan dengan kondisi sehat dan lengkap. Untuk melihat bagaimana inseminasi
buatan pada udang windu dapat dikunjungi link berikut
https: // www.youtube.com/ watch?v=Y6wyEXEXc4o

JELAJAH INTERNET

Untuk menambah wawasan lebih jauh tentang pemijahan komoditas air payau
dan laut, siswa dapat mengunjungi alamat link atau dengan memindai QR code
di bawah ini.
https://www.youtube.com/watch?v=ZLifpOq9lQ0
https://www.youtube.com/watch?v=8fReNBiqwF0
https://www.youtube.com/watch?v=XfRif9Gp75g

126 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

RANGKUMAN
1. Faktor–faktor yang mempengaruhi pemijahan faktor internal yaitu TKG,
proses ovulasi sempurna, kondisi oviduct dan vas deferent.
2. Sebelum dilakukan pemijahan perlu dilakukan pengecekan kematangan
gonad sesuai dengan masing-masing standar yang berlaku.
3. Tahapan kopulasi udang yaitu berenang bersama secara paralel, induk
jantan merubah posisi berputar ke atas, induk jantan berputar tegak lurus
terhadap induk betina, induk jantan melingkari tubuh induk betina.
4. Teknik pemijahan yang diaplikasikan pada komoditas air payau dan laut
yaitu pemijahan alami, pemijahan dengan penyuntikan, dan pemijahan
buatan dengan pengurutan.
5. Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina yang
telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah.

TUGAS MANDIRI

Materi: Seleksi induk dan teknik pemijahan


Guru akan membagi peserta didik dalam 4 kelompok, untuk membedakan jenis
komoditi yang akan dipelajari dan dipahami.
Kelompok 1: Ikan kerapu
Kelompok 2: Ikan kakap
Kelompok 3: Ikan Bandeng
Kelompok 4: Udang
Diskusikanlah bersama teman satu kelompok kalian sesuai komoditi masing-
masing tentang:
1. Bagaimana cara pengecekan induk matang gonad?
2. Bagaimana ciri-ciri induk matang gonad?
3. Bagaimana teknik pemijahan induknya? Jelaskan!
Silahkan tulis hasil diskusi kalian pada kertas manila yang telah disediakan,
sebagai bahan presentasi pada pertemuan selanjutnya!

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemijahan!
2. Jelaskan bagaimana cara menyeleksi induk matang gonad pada ikan kakap!
3. Jelaskan mengapa pada induk udang dilakukan proses ablasi mata!
4. Jelaskan macam-macam teknik pemijahan udang disertai dengan kelebihan
dan kekurangannya!
5. Apa yang disebut dengan Fekunditas? dan bagaimana cara menghitungnya?

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 127
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

REFLEKSI

Pengembangbiakan ikan merupakan salah satu aspek keberhasilan dalam


budidaya, karena dapat menghasilkan benih yang unggul. Salah satu faktor dalam
kegiatan pengembangbiakan adalah pemijahan, berbagai teknik pemijahan
telah dipelajari. Cobalah refleksi diri kalian mengenai materi tersebut, sudahkah
memahaminya? Sehingga kalian dapat melakukan kegiatan pemijahan dengan
tepat. Jika ada yang belum dipahami silahkan diskusikan dengan temanmu.

128 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR PENILAIAN AKHIR


SEMESTER GASAL SEMESTER GASAL

A. PILIHAN GANDA
Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda (x) pada pilihan A, B,
C, D atau E.

1. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan berisiko


tinggi di dalam gudang adalah...
a. Suhu.
b. Kelembapan.
c. pH.
d. Interaksi dengan wadah.
e. Interaksi antar bahan kimia.

2. Metode budidaya yang menggunakan prinsip dari areal budidaya sesempit-


sempitnya diperoleh hasil produksi sebesar-besarnya adalah metode
produksi...
a. Metode tradisional.
b. Metode ekstensif.
c. Metode semi intensif.
d. Metode Intensif.
e. Metode terkontrol.

3. Berikut ini merupakan penyebab terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan
kerja berdasarkan faktor ergonomi yaitu...
a. Cahaya, kebisingan, suhu, radiasi, benda dan peralatan kerja.
b. Bahan beracun berbahaya, asap, debu.
c. virus, bakteri, jamur dan hewan.
d. Salah posisi dalam lay out.
e. Jam kerja terlalu panjang sehingga stres.

4. Berikut ini adalah penanganan terhadap luka bakar yang terbaik adalah...
a. Pada bagian yang terbakar dikompres dengan es.
b. Mengucurkan air dingin dan bersih pada bagian yang terbakar.
c. mengolesi pasta gigi pada bagian yang terbakar.
d. Pada bagian yang terbakar dibalut agar tidak terkena infeksi tambahan.
e. Memberikan disinfektan pada bagian yang terbakar.

5. air residu hasil produksi pembenihan ikan dan udang biasanya mengandung
beberapa limbah sehingga perlu penanganan lebih lanjut. Sesuai dengan SNI
No. 8035: 2014, proses penanganan limbah hasil budidaya adalah sebagai
berikut...
a. Ditampung–diendapkan–diaerasi–dikaporit–dibuang.
b. Ditampung–dikaporit–diendapkan–diaerasi–dibuang.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 129
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL

c. Ditampung–diaerasi–dikaporit–diendapkan–dibuang.
d. Ditampung–diendapkan–dikaporit–diaerasi–dibuang.
e. Ditampung–dikaporit–diaerasi–diendapkan–dibuang .

6. Dalam penerapan CPIB ada 4 Aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek teknis,
aspek manajemen, aspek keamanan pangan dan aspek lingkungan. Aspek
teknis yang harus diperhatikan antara lain adalah…
a. Struktur organisasi dan manajemen.
b. Tidak boleh menggunakan obat-obatan/ bahan kimia/ biologi yang dilarang.
c. Kegiatan pembenihan ikan tidak mencemari lingkungan.
d. Modal dan investasi.
e. Kelayakan lokasi dan sumber air.

7. Ikan bandeng dapat dipelihara di perairan yang mempunyai kisaran kadar garam
yang cukup luas disebut...
a. Salinitas.
b. Polihalin.
c. Monohalin.
d. Euryhalin.
e. Halin.

8. Parameter kimia yang paling penting perlu diperhatikan dalam memilih lokasi
suatu perairan adalah …
a. Salinitas dan kesadahan.
b. Salinitas dan suhu.
c. Kandungan lumpur dan kesadahan.
d. Oksigen terlarut dan kesadahan.
e. Salinitas dan oksigen terlarut.

9. Parameter biologi yang penting perlu diperhatikan dalam menentukan lokasi


suatu perairan adalah …
a. Benthos dan nekton.
b. Perifiton dan oksigen terlarut.
c. Bentos dan oksigen terlarut.
d. Oksigen terlarut dan kesadahan.
e. Nekton dan oksigen terlarut.

10. Tekstur tanah merupakan salah satu faktor teknis yang diperhatikan dalam
pemilihan lokasi pengembangbiakan komoditas air payau dan laut. Tekstur
tanah yang paling baik untuk kegiatan pembenihan adalah...
a. Loam sandy.
b. Silty Loam.

130 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL

c. Clay loam.
d. Sandy clay loam.
e. Sandy silt loam.

11. Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi pembenihan
untuk dapat menentukan desain kolam dan letaknya adalah…
a. Iklim dan Curah hujan.
b. Topografi Lahan.
c. Dekat Pantai.
d. Tekstur Tanah.
e. Sumber air.

12. Untuk menjamin kolam yang dibangun mampu menahan air, maka kita harus
memperhatikan persyaratan teknis yaitu…
a. Iklim dan Curah hujan.
b. Dekat Pantai.
c. Topografi Lahan.
d. Sumber air.
e. Tekstur Tanah.

13. Selain persyaratan teknis, maka persyaratan non teknis juga menjadi faktor
pendukung keberhasilan kegiatan pembenihan krustasea. Persyaratan non
teknis yang harus diperhatikan diantaranya adalah faktor sosial dan ekonomis.
Dilihat dari aspek sosial, maka lokasi pembenihan yang dipilih harus memenuhi
salah satu persyaratan yaitu...
a. Penggunaan sumberdaya alam sekitar, sehingga untuk menyediakan sarana
dan prasarana tidak perlu mencari ke daerah lain.
b. Dekat dengan lokasi pengembangan budidaya krustasea untuk memudahkan
pemasaran larva dan benih serta pengadaan calon induk.
c. Dekat dengan daerah pemasaran untuk menekan biaya transportasi dan
penurunan kualitas krustasea.
d. Tersedia jaringan listrik, sarana transportasi memadai dan terdapat jaringan
komunikasi.
e. Lokasi pembenihan jauh dari pemukiman penduduk dan industri, sehingga
kualitas air tetap terjaga dan tidak mengganggu pertumbuhan krustasea.

14. Berdasarkan pada bentuknya, bak pembenihan dapat dibedakan kedalam


beberapa bentuk. Salah satu bentuk disebut “conical tank”, yaitu bentuk...
a. Empat persegi.
b. Segitiga.
c. Lingkaran.
d. Bulat telur.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 131
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL

e. Kerucut.

15. Induk Bandeng mempunyai perilaku sebagai perenang cepat dan berukuran
lebih dari 2 Kg, dan berumur lebih dari 1 tahun. Untuk itu bentuk wadah untuk
pemijahan induk bandeng berbentuk...
a. Balok.
b. Kubus.
c. Bulat/ lonjong.
d. Limas.
e. Kerucut.

16. Bak pemeliharaan larva yang dibuat hendaklah memiliki elevasi agar dalam
pembuangan airnya bisa sempurna, kemiringan dasar bak yang disarankan
adalah...
a. 2 sampai 5 cm tiap 10 meter.
b. 4-5 %.
c. 5 sampai 10 cm tiap 10 meter.
d. 5-8 %.
e. 6-9 cm tiap 10 meter.

17. Sudut-sudut dalam bak pengembangbiakan sebaiknya dibuat tumpul, hal


tersebut bertujuan untuk...
a. Memperindah bentuk.
b. Menghindari kotoran.
c. Membantu proses sirkulasi air.
d. Mengurangi biaya.
e. Mengurangi jumlah aerasi.

18. Bak yang digunakan untuk pengembangbiakan sebaiknya mempunyai saluran


pemasukan dan pengeluaran air yang terpisah. Hal tersebut bertujuan untuk:
a. Meningkatkan sirkulasi dan memudahkan membuang kotoran.
b. Meningkatkan jumlah air.
c. Menambah mutu air.
d. Mengurangi jumlah air.
e. Menambah volume air.

19. Dalam upaya pergantian air dalam pemeliharaan larva ikan atau udang,
maka air yang akan digunakan terlebih dahulu mengalami penyaringan
menggunakan sand filter, dan disinfektasi menggunakan khlorin. Akibatnya
akan berpengaruh terhadap perubahan pH air tersebut. Untuk menetralkan air
tersebut, maka digunakan...
a. Na₂HPO₃.

132 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL

b. Na₂S₂O₃.
c. NaNO3.
d. H₃BO₃.
e. MnCl2.

20. Sanitasi wadah pemeliharaan larva bertujuan untuk...


a. Mengeringkan wadah.
b. Menghindari kebersihan wadah.
c. Meningkatkan kebersihan wadah.
d. Menghindari terjangkitnya penyakit.
e. Menghindari jamur.

21. Untuk sterilisasi wadah penetasan sesuai dengan SNI 8230: 2016 tentang
Biosekuriti pada pembenihan ikan laut dapat digunakan disinfektan berupa...
a. PK.
b. Alkohol.
c. Metylene Blue.
d. Betadine.
e. Klorin.

22. Berdasarkan sifat dan karakteristik telur ikan kerapu, maka wadah pemijahan
ikan perlu dilengkapi dengan…
a. Net kolektor.
b Saluran outlet.
c. Bak Penyaring.
d. Saluran inlet.
e. Saluran aerasi.

23. Pada induk udang terlihat warna ovari semakin jelas dan semakin tebal. Pada
akhir tahap ini ovarium membentuk gelembung pada ruas abdomen pertama
dan kedua. Kondisi tersebut menunjukkan Induk udang mengalami fase...
a. TKG I.
b. TKG II.
c. TKG III.
d. TKG IV.
e. TKG V.

24. Pada pemijahan ikan nila salin perbandingan jantan dan betina adalah 1: 3
dengan padat penebaran 1 ekor/ m2. Jika luas kolam pemijahan 500 m2, maka
perbandingan jumlah induk jantan dan betina adalah...
a. 100: 400.
b. 125: 375.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 133
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL

c. 150: 350.
d. 200: 300.
e. 250: 250.

25. Faktor faktor yang mempengaruhi kematangan gonad ikan adalah...


a. Oksigen terlarut, makanan, periode pencahayaan, hormon.
b. Protein, suhu, periode pencahayaan, hormon.
c. Suhu, makanan, umur ikan, hormon.
d. Suhu, makanan, periode pencahayaan, hama penyakit.
e. Suhu, makanan, periode pencahayaan, hormon.

26. Teknik ablasi merupakan salah satu teknik pematangan gonad yang dilakukan
pada krustasea. Salah satu metode ablasi yang digunakan yaitu memencet
tangkai mata sampai putus atau dikenal dengan istilah...
a. Pinching.
b. Ligation.
c. Cauttery.
d. Cutting.
e. kombinasi.

27. Teknik pematangan gonad pada ikan air laut salah satunya adalah dengan cara
menyuntik ikan tersebut dengan hormon pada bagian...
a. Intraperitoneal.
b. Intramuscular.
c. Chest cavity.
d. Pectoral.
e. Dorsal.

28. Setelah terjadi pembuahan, telur ikan maupun udang akan membutuhkan waktu
untuk menetas. Sebagai contohnya untuk larva udang windu membutuhkan
waktu 8-12 jam untuk menjadi naupli. Faktor yang mempengaruhi menurunnya
volume kuning telur larva ikan sebelum menetas adalah...
a. Fluktuasi suhu dan kualitas air.
b. Kualitas air dan hama penyakit.
c. Ketersediaan pakan alami dan volume air di kolam/ bak.
d. Pertambahan umur dan perkembangan organogenesis.
e. Fluktuasi oksigen terlarut dan kualitas air.

29. Rata-rata jumlah sub sampel telur ikan Kakap dihitung sebanyak 1000 butir,
dengan berat 0, 1 gram dan berat keseluruhan gonad adalah 2 gram sedangkan
berat tubuh ikan Kakp tanpa gonad adalah 59 gram. Fekunditas telur ikan
Kakap tersebut adalah sebanyak...butir

134 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL

a. 20.000.
b. 30.000.
c. 40.000.
d. 50.000.
e. 60.000.

30. Pemijahan ikan dan udang air payau dan laut dipengaruhi oleh beberapa faktor
internal dan eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pemijahan induk
ikan adalah...
a. Tingkat kematangan gonad, Volume dan Debit air, Oksigen terlarut, Suhu,
Substrat, Cahaya/ kebisingan.
b. Kesehatan ikan, Volume dan Debit air, Oksigen terlarut, Suhu, SubstratCahaya/
kebisingan.
c. Volume dan Debit air, Oksigen terlarut, pH, Suhu, Substrat, Cahaya/ kebisingan.
d. Stres, Volume dan Debit air, Oksigen terlarut, Suhu, Substrat, Cahaya/
kebisingan.
e. Tingkat Kematangan Gonad, Kesehatan ikan, Hormon, Nutrisi ikan.

31. Diketahui fekunditas ikan bawal bintang sebanyak 168.000 butir dengan
derajat pembuahan 90%, jika pembenih akan memijahkan 3 induk betina
dengan padat penebaran telur 250 butir/ liter dengan kapasitas wadah
penetasan 100 liter, Berapakah wadah penetasan yang disiapkan...
a. 14.
b. 15.
c. 16.
d. 17.
e. 18.

32. Program breeding yang mencoba untuk memperbaiki nilai pemuliabiakan


(breeding value) dari suatu populasi dengan melakukan seleksi dan perkawinan
hanya pada ikan-ikan yang terbaik disebut...
a. Outbreeding.
b. Selective Breeding.
c. Line Breeding.
d. In Breeding.
e. Sex Reversal.

33. Fekunditas pada ikan Kakap dapat diprediksi dengan memperhitungkan selisih
berat badan induk ikan sebelum dan sesudah pemijahan sebagai berat seluruh
telur disebut dengan metoda...
a. Volumetrik.
b. Von Boyer.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 135
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL

c. Gilson.
d. Jumlah.
e. Gravimetrik.

34. Faktor faktor yang mempengaruhi kematangan gonad ikan adalah...


a. Suhu, makanan, periode pencahayaan, hormon.
b. Oksigen terlarut, makanan, periode pencahayaan, hormon.
c. Protein, suhu, periode pencahayaan, hormon.
d. Suhu, makanan, umur ikan, hormon.
e. Suhu, makanan, periode pencahayaan, hama penyakit.

35. Untuk menentukan waktu pemijahan yang tepat yang menjadi pertimbangan
adalah…
a. Kondisi kesehatan induk.
b. Ukuran induk.
c. Masa ovulasi dan TKG induk.
d. Dosis penyuntikan.
e. Waktu penyuntikan.

B. ESSAI
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan contoh kecelakaan, penyebab kecelakaan, akibat kecelakaan dan
penanggulangannya untuk jenis kecelakaan ergonomi!
2. Jelaskan kriteria kelayakan lokasi pengembangbiakan komoditas air payau dan
laut secara umum!
3. Jelaskan cara sanitasi wadah pengembangbiakan komoditas air payau dan laut
sesuai dengan SNI No. 8230: 2016!
4. Jelaskan mengapa ablasi dapat mempercepat kematangan induk udang!
5. Jelaskan faktor internal yang berpengaruh terhadap pemijahan komoditas air
payau dan laut!

136 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENETASAN TELUR KOMODITAS AIR PAYAU DAN BAB


LAUT VI

BAB VI PENETASAN TELUR KO-


MODITAS AIR PAYAU DAN LAUT
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi penetasan telur komoditas air payau dan laut, peserta
didik mampu menerapkan sifat dan karakter telur, tahapan dan perkembangan
telur, teknik penanganan telur, perhitungan fekunditas, perhitungan derajat
pembuahan, perhitungan daya tetas telur, prosedur penyiapan wadah dan
media penetasan telur, prosedur penetasan telur berbagai komoditas perikanan
dalam menyelesaikan masalah penetasan telur komoditas air payau dan laut
dengan tepat dan teliti.

PETA KONSEP

Penetasan Telur

Sifat dan Karakter Telur

Tahapan dan Perkembangan Telur

Teknik Penanganan Telur


Fertility Rate
Teknik Perhitungan Derejat Pembuahan
Daya Tetes Telur
Prosedur Persiapan Wadah dan
Media Pemasaran

Prosedur Penetasan Telur Berbagai


Komoditas Perikanan

KATA KUNCI

FR, derajat pembuahan, HR, Hatching Rate, Egg Collector, pengadukan telur,
fekunditas, inkubasi

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 137
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Gambar 6.1 Telur ikan lele yang tidak menetas


Sumber : https: // www.sangkutifarm.com/ penyebab-telur-ikan-lele-gagal-menetas/

Dari gambar di atas diketahui ada kemungkinan ketidakberhasilan dalam


pemijahan lele, sehingga timbul pertanyaan apakah hal tersebut bisa terjadi
pada pengembangbiakan komoditas air payau dan laut? Faktor apa sajakah yang
menyebabkan keberhasilan penetasan? Sementara itu, baik dilakukan secara alami
maupun manual, keberhasilan proses penetasan telur merupakan salah satu tahapan
terpenting dalam proses pembiakan. Sel telur yang telah dibuahi akan berkembang
hingga menetas menjadi larva, siap untuk disemai. Inkubasi adalah transisi dari
posisi tertutup (di dalam kapsul) ke tahap kehidupan. Proses inkubasi telur krustasea
dimulai dengan pembuahan atau saat telur bertemu dengan sel sperma, dilanjutkan
dengan proses embriogenesis, meliputi perkembangan zigot, pembelahan zigot,
pembentukan vesikel, neuralisasi, dan organogenesis, hingga telur menetas
menjadi larva dan masih dapat menyimpan kuning telur. Keberhasilan telur tetas
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor internal dan lingkungan. Faktor
internal yang berpengaruh yaitu kerja enzim yang dihasilkan oleh telur maupun
dari kerja mekanik dari aktifitas larva sendiri. Faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap penetasan telur yakni suhu, salinitas, kelarutan oksigen (DO), pH, dan
intensitas cahaya. Jumlah telur yang berhasil menetas menjadi larva dari total telur
yang ditetaskan disebut sebagai nilai Hatching rate (derajat penetasan telur).

138 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

A. Sifat dan Karakteristik Telur


Para ilmuwan mengklasifikasikan telur ikan berdasarkan massa eksternal,
berat jenis, dan jumlah kuning telur yang terkandung di dalamnya. Menurut kualitas
cangkangnya, telur dibedakan menjadi lima, yaitu:
1. Non adhesive: Setelah sperma memasuki mikrofil dan korion menjadi keras,
sel telur menjadi sedikit lengket, tetapi setelah itu, lengket pada sel telur
menghilang dan sel telur tidak lengket sama sekali. Kerapu, ikan kakap putih,
bandeng dan telur udang termasuk dalam kategori ini;
2. Adhesive: Setelah cangkang mengeras, telur menjadi lengket sehingga mudah
menempel pada substrat (daun, akar tanaman air, sampah, dll.). Telur dengan
ciri ini dimiliki oleh beberapa ikan akuarium laut, seperti "clownfish" yang
menempelkan telurnya pada cangkang kerang laut;
3. Bertangkai: Batang telur ini berukuran kecil dan menempel dipangkal sehingga
lengket. Telur juga menempel pada telur lainnya untuk membentuk kumpulan
telur;
4. Telur berenang Pada telur jenis ini terdapat filamen (seperti benang tipis) yang
menempel pada substrat yang membantu telur mengapung sehingga dapat
saling menempel sampai mendapatkan tempat menempel; dan
5. Gumpalan lendir: Telur berada dalam serangkaian lendir atau berkumpul dalam
massa lendir
Sementara itu menurut berat jenisnya, telur dapat dibagi menjadi:
a. Non bouyant: Jenis telur ini tenggelam ke dasar saat dilepaskan induk
betina. Kelompok telur ini beradaptasi dengan tidak adanya sinar matahari.
Terkadang telur diletakkan atau ditutup dengan batu atau kerikil oleh induk;
b. Semi bouyant: Telur-telur ini perlahan-lahan tenggelam ke dasar, mudah
ditangkap, dan biasanya berukuran kecil; dan
c. Terapung: Telur mengandung partikel minyak yang besar, sehingga dapat
mengapung. Telur bergelembungminyak ini berasal dari daerah pantai
dengan salinitas lebih rendah, sedangkan telur tanpa gelembung minyak
berasal dari daerah yang jauh dari pantai. Telur ikan kakap, kerapu dan
bandeng termasuk dalam kelompok ini.

Telur ikan juga dibedakan menurut kandungan kuning telurnya, diantaranya:


1. Oligolecithal
Telur yang kuning telurnya relatif kecil.
2. Telolecithal
Telur telolecithal mengandung sejumlah kuning telur lebih banyak dari pada
telur oligolecithal. lkan yang mempunyai telur telolecithal banyak terdapat di
daerah yang mempunyai empat musim
3. Macrolecithal
Telur dengan kuning telur yang relatif lebih banyak, dengan kepingan sitoplasma
di daerah kutub animanya
4. Telur udang windu dan vannamei memiliki diameter 0, 304–0, 384 mm,
transparan dan berbentuk bola, dan memiliki ruang perivitaline berdiameter

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 139
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

0, 45-0, 47 mm. Menurut DitPSMK a(2014), telur udang ini juga bersifat
non bouyant, sehingga sesaat setelah dikeluarkan dari tubuh induknya dan
dibuahi oleh sperma, telur tersebut akan tenggelam ke dasar secara perlahan–
lahan, namun tidak bersifat lengket (adhesive). Oleh karena itu, selama
masa penetasan telur, setiap satu jam sekali dilakukan pengadukan dengan
menggunakan alat pengaduk. Sebagian besar ikan laut dan payau yang bersifat
pelagis seperti kakap, bandeng dan kerapu mempunyai sifat non adhesive dan
bouyant sehingga mengapung dan menyebar di permukaan air. Telur yang
terbuahi memiliki diameter terlu, kuning telur, dan butir minyak yang standar.

B. Tahapan Perkembangan Telur


Perkembangan embrio dimulai dari pembelahan zygote (cleavage), stadia
morula (morulasi), stadia blastula (blastulasi), stadia gastrula (gastrulasi) dan
stadia organogenesis. Perkembangan embrio dibagi atas beberapa stadia, yaitu:
1. Stadia cleavage
Cleavage adalah pembelahan zygote secara cepat menjadi unit-unit yang
lebih kecil yang disebut blastomer. Stadium cleavage merupakan rangkaian
mitosis yang berlangsung berturut-turut segera setelah terjadi pembuahan
yang menghasilkan morula dan blastomer.

Gambar 6.2 Tahap cleavage dan terbentuknya Blastomer (sel anak)


Sumber : DitPSMK a, 2014

140 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

2. Stadia morula
Morula adalah jenis pembelahan sel yang terjadi setelah sel ke-32 dan
berakhir ketika sel menghasilkan banyak blastomer dengan ukuran yang sama
tetapi lebih kecil. Sel-sel ini memadat menjadi sel-sel kecil mirip blastoderm,
membentuk dua lapisan sel. Saat ini, ukuran sel mulai berubah.

Gambar 6.3 Tahapan morula


Sumber : DitPSMK a, 2014

3. Stadia blastula
Blastula adalah proses yang menghasilkan blastula merupakan campuran
sel blastoderm yang membentuk rongga berisi cairan dan menjadi rongga
blastocoel. Pada akhir blastulasi akan terdiri dari saraf, epidermis, notochord,
mesoderm dan endoderm yang membentuk organ yang dicirikan oleh dua
lapisan sel datar yang sangat berbeda dan membentuk blastocoel dan
blastodisk berada pada lubang dan migrasi menutupi sebagian besar kuning
telur.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 141
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 6.4 Tahap Blastula


Sumber : DitPSMK a, 2014

4. Stadia gastrula
Gastrula merupakan proses perkembangan embrio dimana sel-sel bukan
organ yang terbentuk pada tahap blastula dan mengalami perkembangan
selanjutnya. Ada dua proses dalam perkembangan sel yaitu: Epiboli dan
Emboli. Epiboli adalah proses pertumbuhan sel yang bergerak ke arah depan,
belakang dan kesamping dari sember embrio dan akan membentuk epidermis
sedangkan emboli proses sel-sel bergerak ke dalam, terutama di ujung sumbu
embrio.

Gambar 6.5 Tahapan gastrula (a) pre early gastrula, (b) early gastrula,
(c) pre mid gastrula, (d) mid gastrula, dan (e) late gastrula
Sumber : DitPSMK a, 2014

142 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

5. Stadia organogenesis
Organogenesis merupakan tahap akhir dari proses perkembangan embrio,
yaitu proses pembentukan organ organisme yang sedang berkembang. Dalam
proses ini terbentuk bakal organ yaitu somit, mata, insang, syaraf, notochorda,
rongga kuffer, kantong alfaktori, rongga ginjal, usus, tulang subnotochord, linea
lateralis, jantung, aorta, infundibullum dan lipatan-lipatan sirip.
Sistem organ tumbuh berasal dari tiga buah daun kecambah yaitu:
a. Ektodermal membentuk organ-organ susunan sistem syaraf dan efidermis
kulit;
b. Endodermal membentuk saluran pencernaan beserta kelenjar-kelenjar
pencernaan dan alat pernafasan; dan
c. Mesodermal membentuk rangka, otot, alat-alat peredaran darah, alat ekskresi,
alat-alat reproduksi dan korium (chorium) kulit.

1 2 3 5

6 7 8
Gambar 6.6 Stadia perkembangan embrio ikan kerapu (1. Multisel; 2. Blastula; 3. Gastrula; 4. Pembentukan
bayangan embrio; 5. Pembentukan kuppfer vesicle; 6. Pergerakan embrio; 7. Penetasan embrio
(Sumber: Melianawati dkk., 2010)

C. Teknik Penanganan Telur


Telur yang mengendap di dasar bak akan menumpuk meskipun sudah
dilakukan aerasi kuat, sehingga telur mati dan membusuk sehingga pada masa
penetasan telur udang, setiap satu jam sekali dilakukan pengadukan dengan
menggunakan alat pengaduk baik manual maupun otomatis, mulai dari 10–12 jam
setelah pemijahan sampai dengan menetas. Tujuan dari pengadukan adalah agar
telur tidak mengendap di dasar bak dan berhasil menetas menjadi naupli.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 143
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 6.7 Pengadukan telur di bak penetasan udang


Sumber : Irawan Karyo Utomo, 2018 (Dokumentasi pribadi)

Ada beberapa usaha pengembangbiakan yang memanen telur dari suatu bak
pemijahan untuk ditetaskan, ada pula yang menempatkan induk udang yang sudah
terbuahi untuk dipindahkan ke dalam bak pelepasan telur, setelah melepaskan telur
barulah induk tersebut dipindahkan kembali ke bak induk. Setelah pembuahan,
induk dipindahkan ke bak penetasan telur. Pada saat yang sama, induk yang tidak
dibuahi dikirim kembali ke bak pemeliharaan utama. Pemindahan induk betina
yang telah dibuahi (sampling kawin) dilakukan sekitar pukul 18.00 WIB pada
waktu pembuahan atau selambat-lambatnya pada pukul 18.30 WIB saat matahari
terbenam. Dengan cara ini, telur dan sperma yang menempel pada induk betina
tidak akan dilepaskan, dan telur akan menetas di tangki pemijahan. Indikator
betina yang dibuahi ditunjukkan dengan sperma putih yang menempel di thelycum
sedangkan ciri-ciri pembuahan yang baik adalah sperma yang menempel pada
induk betina membentuk huruf V (gambar 6.8). Induk udang biasanya melepaskan
telurnya pada larut malam hingga dini hari atau sekitar 2-3 jam setelah pembuahan
atau setelah udang betina ditempatkan di tangki penetasan. Hal ini biasanya terjadi
pada pukul 21.00-23.00 WIB, saat udang betina mengorek telur yang menempel
pada thelicumnya, sehingga melepaskan telur yang telah dibuahi.

Gambar 6.8 Induk betina yang telah dibuahi


Sumber : Anam dkk., 2016

144 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Untuk induk udang yang matang telur akan mengeluarkan telurnya antara jam
21.00 s.d 03.00, sehingga panen telur bisa dilakukan pada jam 03.00 dengan cara
sebagai berikut:
1. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan;
2. Mengangkat selang aerasi agar tidak mengganggu pemanenan dan telur
mengendap di dasar;
3. Membersihkan kotoran yang mengapung di atas permukaan air dengan seser
mesh size 56 µm;
4. Memasang jaring pengumpul dengan mesh size 150 µm di lubang pengeluaran;
5. Membuka lubang pengeluaran agar telur keluar dan tertampung dalam jaring
pengumpul yang telah terpasang; dan
6. Mengambil telur dari jaring pengumpul untuk dipindahkan ke bak lain maupun
untuk dikemas.

D. Perhitungan Derajat Pembuahan (Fertilization Rate)


Kualitas sperma berpengaruh terhadap pembuahan. Motilitas sperma yang
cepat akan menyebabkan pembuahan dengan cepat. Demikian juga dengan kualitas
telur juga berpengaruh terhadap pembuahan, karena meskipun pergerakan sperma
cepat, namun bila mikrofil telur tidak membuka juga tidak akan terjadi pembuahan.
Efendi (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat fertilisasi atau
pembuahan telur ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

FR (%) =
Keterangan:
FR: Derajat pembuahan telur (%)
Σ FE: Jumlah telur yang dibuahi (Fertilized Eggs)
ΣRE: Jumlah telur yang dikeluarkan atau diovulasikan (Resting Eggs)
Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa semakin tinggi nilai derajat
pembuahan telur, maka telur yang dihasilkan oleh induk tersebut lebih berkualitas
(Subandiyono dan Hastuti, 2016)

E. Perhitungan Daya Tetas Telur


Telur yang menetas akan menjadi larva planktonik (mengambang) dan akan
naik ke permukaan. Persentase telur yang menetas menjadi larva dapat dihitung.
Persentase telur yang berhasil menetas disebut dengan Hatching rate.
Perhitungan derajat tetas telur dapat dilakukan dengan metode pengambilan
sampel menggunakan rumus sebagai berikut (Efendi, 1979):

Hatching rate (HR) % = x 100%

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 145
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

F. Prosedur Penyiapan Wadah dan Media Penetasan Telur


Setiap menyiapkan bak, maka perlu dilakukan sanitasi wadah seperti yang
dijelaskan pada SNI 8230: 2016 dengan cara membasuh menggunakan larutan
disinfektan, menyikat bagian dalam bak, membilas dengan air laut. Setelah
itu mengalirkan air laut yang telah mengalami proses filtrasi ke dalam bak
penetasan telur dan disaring menggunakan filter bag. Sebelumnya telah dilakukan
pengecekan salinitas air laut agar sesuai dengan salinitas yang disarankan untuk
penetasan telur yaitu 31 g/ l. Demikian juga untuk peralatannya aerasi dan lainnya
telah dilakukan sanitasi sesuai dengan SNI 8230: 2016. Prosedur persiapan wadah
dan media telah dibahas pada Bab 3.

G. Prosedur Penetasan Telur Berbagai Komoditas Perikanan


Pada hatchery yang membeli telur maupun yang memindahkan telur ke bak
penetasan sekaligus pemeliharaan larva, sebelum penebaran telur perlu melakukan
langkah berikut yaitu pengecekan mutu telur, desinfeksi telur, transportasi telur
dan aklimatisasi.
1. Pengecekan mutu telur yang akan ditebar
a. Terlebih dahulu dilakukan pengukuran diameter telur, kuning telur dan butir
minyak telur. Telur yang baik harus mempunyai ukuran diameter kuning
telur dan butir minyak yang sesuai dengan standar;
b. Selanjutnya dilakukan pengecekan stadia perkembangan embrio telur. Telur
yang baik mempunyai perkembangan embrio yang relatif seragam. Stadia
embrio yang relatif aman untuk ditransportasikan atau ditebar adalah
stadia embrio lengkap (complete embryo); dan
c. Pengecekan jumlah gelembung minyak (oil globule) juga harus dilakukan
karena telur yang baik adalah yang mempunyai oil globule hanya satu.
Jumlah telur dengan oil globule lebih dari satu dengan persentase lebih
dari 50 % disarankan tidak digunakan/ ditebar. Kasus ini sering terjadi
pada telur ikan kerapu bebek.
2. Desinfeksi Telur
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi penyakit yang menempel pada
cangkang telur, mencegah serangan virus, maupun membersihkan permukaan
telur dari organisme patogen yang mengganggu proses penetasan dapat
dilakukan desinfeksi telur. Desinfeksi yang sudah lazim dilakukan adalah
dengan perendaman dalam larutan iodine dan oxydant. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah serangan virus VNN dan biasa dilakukan di hatchery di Jepang.
Tetapi di Indonesia jarang sekali dilakukan karena belum terbukti efektif dan
berakibat kerusakan pada telur. Prosedur desinfeksi telur udang dilakukan
dengan cara berikut (Sugiarto, 2007):
a. Mengendapkan telur hasil panen yang ada di dalam pitcher (erlenmeyer
berlengan), kemudian dibuang airnya ¾ bagian;
b. Menyaring telur dengan saringan ukuran 56 µm;
c. Menambahkan air pencuci pada pitcher berisi telur sampai 2/ 3 bagian,

146 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

diamkan 3–5 menit agar telur mengendap dan kotoran yang masih terbawa
akan melayang-layang di dalam kolom air;
d. Membuang air tersebut, mengulangi langkah c sampai tidak ada lagi kotoran
tersisa; dan
e. Melakukan pencelupan telur (dipping) dengan antibiotik 2 mg/ l selama 20
detik sebelum dimasukkan ke dalam bak penetasan.
Sedangkan sesuai dengan Manual Praktek Manajemen yang Lebih Baik (BMP)
untuk  Penetasan Udang (Penaeus monodon) di Vietnam yang diterbitkan oleh
Support to Brackish Water and Marine Aquaculture (SUMA) dan Network of
Aquaculture Centres in Asia-Pacific (NACA) tahun 2005 adalah sebagai berikut:

Prosedur pencucian dan desinfeksi untuk telur


3. Transportasi Telur
Transportasi telur dimaksudkan untuk mengangkut telur dari hatchery
lengkap penghasil telur ke petani yang membutuhkan, sedangkan perpindahan
telur internal hatchery tidak menggunakan cara ini, cukup dengan wadah yang
memadai saja. Biasanya telur sebelum diangkut dilakukan pengepakan terlebih
dahulu dengan menggunakan kantong plastik, tahapan pengepakannya adalah
sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu dilakukan seleksi telur, kemudian dihitung kepadatan telur
per ml air media dalam bak inkubasi;
b. Disiapkan kantong plastik ukuran 30 cm yang diisi air laut bersih kemudian
dimasukkan telur dengan jumlah yang diinginkan, diisi oksigen dengan
perbandingan air dan oksigen 1: 1, selanjutnya kantong diikat dengan
menggunakan karet gelang; dan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 147
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

c. Jumlah telur dalam kantong plastik disesuaikan dengan jarak transportasi


dan permintaan petani. Jumlah maksimumnya adalah 100.000 butir per
kantong untuk waktu transportasi kurang dari 6 jam.
Untuk pengangkutan jarak jauh/ waktu lama harus menggunakan box
syteroform yang dilengkapi dengan es batu untuk menstabilkan suhu. Es batu
tersebut harus dibungkus dengan kertas koran 10–20 lapis agar suhu dalam
box tidak terlalu besar. Dalam keadaan demikian diharapkan suhu air dalam
kantong plastik berkisar 25–27 oC. Akibat dari penurunan suhu tersebut akan
menyebabkan penundaan penetasan 1–3 jam.
Untuk hatchery lengkap, maka melakukan pemijahan sampai dengan
panen naupli atau panen benur, maka untuk hatchery sepenggal membeli
telur untuk ditetaskan dan dipelihara larvanya. Pemijahan udang biasanya
berlangsung pada saat matahari tenggelam (±18.00), kemudian induk betina
yang sudah dibuahi dipindahkan ke bak penetasan telur untuk melepaskan
telurnya. Pelepasan telur terjadi pada waktu malam hingga dini hari. Biasanya
untuk udang vanamei pelepasan telur terjadi setelah 2-3 jam setelah induk
betina dipindahkan ke bak penetasan. Setelah semua telur dilepaskan, induk
betina dikembalikan lagi ke bak pemeliharaan induk. Induk betina yang telah
mengeluarkan telurnya ditandai dengan ovari yang kosong atau transparan,
maupun terlihat plasenta pada dinding bak maupun permukaan air. Sifat telur
udang yang berada pada dasar berpotensi terserang jamur dan kekurangan
oksigen apabila terjadi penumpukan di dasar bak. Untuk itu dilakukan
pengadukan air di dalam bak penetasan, baik secara manual maupun
menggunakan alat agar telur tetap melayang di permukaan. Pengadukan
disarankan 30 menit–1 jam sekali. Salinitas yang disarankan adalah 31 g/ l.
Telur udang akan lebih cepat menetas pada kondisi suhu yang hangat karena
akan meningkatkan pergerakan larva di dalam telur sehingga membuat
tipisnya cangkang. Namun suhu yang terlalu panas juga akan membuat embrio
udang akan mati. Untuk itu dilakukan pemasangan heater dan dipasang agar
suhunya terjaga pada 31°C untuk udang windu dan 31-33 °C untuk udang
vanamei (Anam dkk., 2016).

Gambar 6.9 Alur Kerja Pemijahan udang sampai panen

148 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

A B

C
Gambar 6.10 Pemanenan Naupli Udang
A. Pemasangan jaring pengumpul
B. membuka saluran pembuangan dan mengalirkan air berisi telur
C. Pengambilan telur dari jaring pengumpul.
Sumber : Irawan Karyo Utomo, 2018 (Dokumentasi pribadi)

Prinsip penetasan telur pada pengembangbiakan ikan payau dan laut


adalah mengumpulkan telur lalu memindahkan ke dalam bak inkubasi
telur. Telur ikan kerapu dan kakap yang terbuahi berbentuk bulat, berwarna
transparan dan melayang pada permukaan air (Kodri, 2007) sedangkan
telur yang tidak terbuahi berwarna putih susu dan berada pada dasar bak.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 149
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Selanjutnya telur fertil ini ditampung pada bak penampung telur yang telah
dipasang egg collector dengan cara memasang pipa outlet di bagian permukaan
bak dan menambah air pada bak pemijahan sehingga saluran menuju bak
kolektor yang berada permukaan air teraliri dan telur yang melayang-layang
pada permukaan air mengalir pada bak penampung telur. Sistem pengumpulan
telur dengan bak dan jaring kolektor ini harus terpasang pada pukul 19.00
(DJPB, 2019) dikarenakan pemijahan ikan kakap dan kerapu berlangsung pada
malam hingga dini hari (19.00–02.00). Syarat lainnya adalah debit air masuk
dikurangi meskipun air selalu mengalir agar gejolak (turbulensi) dan riak air
diminimalisir.

A B

C
Gambar 6.11 Proses pemanenan telur Kerapu.
A. Egg Collector
B. Pemanenan telur
C. Proses penghitungan telur
(Sumber : Hidayatullah, 2012)

150 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Pengecekan telur dilakukan dengan bantuan gelas ukur dan cahaya senter
pada jam 00.00. Berikut ini adalah SOP Perhitungan dan Pencatatan telur BPBL
Ambon (DJPB, 2019):
1) Kolektor telur dipasang pada bak penampungan telur pada pukul 19.00
WIT;
2) Air yang masuk ke dalam bak, debitnya dikurangi hingga setengahnya.
Untuk mengurangi riak dan gelombang atau turbulensi air;
3) Lakukan pengecekan jumlah telur yang tertampung pada kolektor telur
pada pukul 00.00 WIT;
4) Lakukan pembersihan kotoran pada kolektor telur menggunakan
serokan ukuran 1000 µm tiap 3 jam sekali;
5) 10 menit sebelum telur dipanen, air yang masuk ke dalam kolektor
telur dihentikan, agar telur-telur yang tertampung di dalam kolektor
mengapung di permukaan, untuk memudahkan dalam pemanenan;
6) Telur-telur yang telah mengapung dipermukaan air, kemudian dipanen
menggunakan serokan ukuran 500 µm;
7) Telur yang telah dipanen, ditampung didalam ember volume 12 liter.
Jumlah telur yang ditampung pada ember tidak melebihi 5 juta butir;
8) Penghitungan jumlah telur dilakukan dengan menggunakan takaran
yang telah diberi 2 skala. Satu skala diasumsikan jumlah telur sebanyak
100.000 butir telur;
9) Selanjutnya telur-telur ini diseleksi;
10) Telur didiamkan selama 5 menit dalam wadah yang telah disediakan,
perlakuan ini untuk melihat telur berkualitas baik dan tidak;
11) Telur berkualitas akan mengapung dipermukaan air, sedang telur
berkualitas rendah akan mengendap didasar wadah;
12) Bak penetasan larva sebelum digunakan harus dicuci dan disterilkan
terlebih dahulu dengan kaporit 10 ppm. Kemudian dicuci dengan
deterjen dan dibilas dengan air tawar serta dikeringkan selama 1 (satu)
hari;
13) Saringan pada pipa outlet, selang, ember, gayung, plastik penutup bak
dan batu aerasi dicuci terlebih dulu lalu dikeringkan;
14) Jumlah aerasi 1-2 titik/ m;
15) Air laut yang digunakan adalah air yang telah melalui ozon, penyaringan
sand filter dan disaring dengan filter bag;
16) Pengisian air laut dilaksanakan 2-4 hari sebelum penebaran telur
sebanyak ¾ dari volume bak penetasan larva, karena akan ditambahkan
fitoplankton ke dalam media pemeliharaan;
17) Bak ditutup dengan plastik transparan;
18) Telur ditampung dalam baskom untuk diseleksi kembali kemudian
telur yang mengapung diambil dan ditakar dengan menggunakan
saringan teh;
19) Telur ditebar di titik aerasi dalam bak penetasan dengan kepadatan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 151
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

antara 20-25 butir/ liter;


20) Pada saat penebaran telur, aerasi diperbesar supaya penyebaran telur
merata dan menetas dengan sempurna; dan
21) Setelah telur menetas aerasi dikecilkan.
Tahapan Perhitungan Hatching Rate (HR) Telur Kerapu sebagai berikut:
a) Pipa dimasukkan ke dalam media pemeliharaan hingga menyentuh
dasar bak larva;
b) Lubang pipa bagian atas ditutup rapat dengan tangan sambil pipa
dikeluarkan dari dalam bak dengan posisi vertikal;
c) Air yang tertampung dalam pipa dipindahkan ke dalam beaker glass;
d) Hitung volume air dan jumlah larva dalam beaker glass;
e) Pengambilan sampel dilakukan pada 5 (lima) titik yang berbeda
dalam bak;
f) Sebelum menghitung HR, dihitung terlebih dahulu jumlah total larva
dalam bak; dengan rumus:

g) Perhitungan HR; menggunakan rumus:

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk kualitas air pada penetasan
telur ini. Kisaran suhu optimum bagi penetasan telur kerapu lumpur, kerapu
batik, kerapu macan dan kerapu bebek adalah 24-31oC, sedangkan batas
toleransi suhu terendah dalam kaitannya untuk mengatur masa inkubasi
dan perencanaan waktu tetas adalah 24 °C (Melianawati dkk., 2010)

LEMBAR PRAKTIKUM
Penetasan Telur Komoditas air Payau dan Laut

A. Tujuan
Untuk mengetahui tahapan perkembangan larva pada komoditas air payau
dan laut

B. Alat dan bahan


1. Telur komoditas air payau dan laut yang dibuahi
2. Air laut
3. Alkohol
4. Tissue

152 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

5. Aquades
6. Mikroskop
7. Pipet hisap
8. Beaker glass
9. Instalasi aerasi
10. Akuarium atau conical tank atau corong tetas
11. Alat gambar maupun kamera

C. Keselamatan Kerja
1. Lakukan kegiatan praktik dengan hati-hati dan memperhatikan K3!
2. Jaga kebersihan lingkungan praktik dan alat praktik!
3. Bertanyalah pada guru jika ada hal yang tidak dimengerti!
4. Setelah selesai, kembalikan peralatan praktik ke tempat semula dengan rapi!

D. Langkah percobaan
1. Buatlah kelompok 4–5 orang.
2. Persiapkanlah wadah penetasan dengan alur desinfeksi alat, filtrasi air laut,
mengisi air laut ke dalam wadah, pemasangan instalasi aerasi.
3. Pastikan informasi waktu pemijahan berlangsung.
4. Masukkan telur komoditas ke dalam bak penetasan.
5. Ambil sampel telur pada bak penetasan dengan pipet hisap.
6. Amatilah keadaan telur pada mikroskop.
7. Ganti telur bila tidak mengalami perkembangan.
8. Lakukan sampai telur menetas.
9. Catatlah pengamatan tahap perkembangan telur tersebut pada tabel
berikut:
No Waktu Gambar Keterangan

10. Diskusikan hasil pengamatan yang Anda peroleh.


11. Cek jawaban Anda kemudian bandingkan dengan teman anda, apakah
terdapat perbedaan?
12. Buatlah laporan dan kesimpulan berdasarkan hasil percobaan!

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 153
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CONTOH SOAL

Hitunglah % telur yang dibuahi jika telur yang ditebar pada akuarium dengan
luas alas akuarium 4800 cm2, luas masing-masing transek dari 5 transek adalah
4 cm2 dan masing-masing transek terdapat telur yang ditebar 30, 25, 35, 45, 50
dan yang dibuahi 25, 25, 30, 40, 45.
Jawab
Diketahui : Luas alas akuarium 4800 cm2,
luas transek = 4 cm2 dan masing-masing transek terdapat 30, 25, 35,
45, 50; yang dibuahi 25, 25, 30, 40, 45
Rata-rata telur pada transek yang ditebar = (30+ 25+ 35+ 45+ 50)/
5= 37
Jumlah telur yang ditebar = (4800/ 4) x 37 = 44400 butir
Rata-rata telur pada transek yang dibuahi = (25+ 25+ 30+ 40+ 45)/
5= 33
Ditanya: FR. ..?
Jumlah telur yang dibuahi = (4800/ 4) x 33 = 39600 butir
% telur yang dibuahi = (39600/ 44400) x 100% = 89, 19 %

CAKRAWALA
Inovasi Teknologi Pengaduk Telur pada Pembenihan Udang

Gambar 6.12. Alat pengaduk


Gambar 6.12 Alat pengaduk manual
Sumber : Anam dkk. (2016)
manual
Pengadukan telur udang biasanya dilakukan secara manual menggunakan
pralon yang gagangnya telah diberi
Sumber: Anam karet seperti
dkk. (2016)tampak pada gambar
berikut, penggunaannya dengan cara mengaduk-aduk kolom air dengan alat
pengaduk tersebut namun tidak sampai dasar. Namun dewasa ini seiring
dengan perjalanan waktu, berkembanglah teknologi dari manual ini secara
otomatis dengan memodifikasi dari aerasi yang diberi karet pengaduk dan
tutup pengangkat seperti pada gambar di atas kanan. Sistem kerjanya adalah
udara dari aerasi ini memenuhi tutup pengangkat, sehingga pengaduk

154 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA

bergerak ke atas dan mengaduk kolom air, ketika udara dilepaskan dari tutup
pengangkat otomatis unit pengaduk kembali ke bawah lagi. Untuk melihat cara
pengoperasian alat ini dapat dilihat dari link berikut https: // www.youtube.
com/ watch?v=F9hu-GTC_PE
Selang
aerasi

Tutup
pengangkat

Karet Batu aerasi


pengaduk

CAKRAWALA

Untuk menambah wawasan lebih jauh mengenai penetasan telur komoditas air
payau dan laut, siswa juga dapat mempelajari secara mandiri melalui internet.
Salah satu sumber internet yang Anda kunjungi agar lebih memahami konsep
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut dapat Anda lihat pada link
berikut:
tahap Perkembangan telur udang vanamei https: // www.youtube.com/
watch?v=Gdghupiog3g,
proses pengadukan telur udang https: // www.youtube.com/ watch?v=F9hu-
GTC_PE,
proses pelepasan telur udang https: // www.youtube.com/ watch?v=isnKQ3S4e8s

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 155
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

RANGKUMAN

1. Berdasarkan kualitas kulit luarnya telur dibagi menjadi non adhesive,


adhesive, bertangkai, telur berenang, gumpalan lendir.
2. Berdasarkan berat jenisnya telur dibedakan menjadi non bouyant, semi
bouyant, terapung.
3. Berdasarkan atas jumlah kandungan kuning telurnya dibagi menjadi
oligolecithal, telolecithal, Macrolecithal.
4. Tahapan perkembangan telur secara berurutan yaitu cleavage, morula,
blastula, gastrula, organogenesis.
5. Telur udang memerlukan pengadukan agar Hatching rate tinggi.
6. Fekunditas digunakan sebagai dasar untuk memprediksi jumlah telur yang
menetas.
7. Derajat pembuahan digunakan untuk melihat kualitas induk.
8. Hasil perhitungan daya tetas telur digunakan untuk memprediksi latva yang
akan ditebar.
9. Sebelum penebaran telur, perlu dilakukan pengecekan mutu telur, desinfeksi
telur, transportasi telur dan aklimatisasi.
10. Pengumpulan telur ikan komoditas payau dan laut dengan pada bak
penampung telur yang telah dipasang kolektor telur menggunakan sistem
air mengalir pada permukaan.

TUGAS MANDIRI

Ada beberapa teknik yang digunakan dalam penetasan telur antara lain
menggunakan corong tetas, menggunakan conical tank dan menggunakan
akuarium. Bagaimana cara kerja masing-masing, peruntukannya untuk
komoditas apa saja, dan bandingkan yang mana yang paling efektif, atau
ada teknik penetasan telur teknik yang terkini? Anda dapat mengumpulkan
informasi melalui buku, internet, maupun dari sumber belajar lainnya. Tugas
dikerjakan dalam bentuk laporan dengan format yang sudah disepakati dengan
guru pengampu.

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Jelaskan faktor lingkungan dan internal yang berpengaruh terhadap
penetasan telur!
2. Jelaskan prosedur panen telur pada udang!
3. Jelaskan metode volumetrik untuk menghitung fekunditas?
4. Mengapa perlu dilakukan pengadukan telur setiap satu jam sekali selama
proses penetasan telur udang windu berlangsung?

156 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR BAB

5. Jelaskan prosedur pencucian dan desinfeksi untuk telur!


6. Jelaskan prosedur perhitungan Hatching Rate (HR) telur ikan kerapu!

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab ke-enam ini, Anda tentu menjadi lebih paham
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut; peserta didik mampu
menerapkan sifat dan karakter telur, tahapan dan perkembangan telur, teknik
penanganan telur, perhitungan fekunditas, perhitungan derajat pembuahan,
perhitungan daya tetas telur, prosedur penyiapan wadah dan media penetasan
telur, prosedur penetasan telur berbagai komoditas perikanan. Dari semua
materi yang sudah dijelaskan ada bab ke-enam, mana yang menurut Anda
paling sulit dipahami?? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari
bab keenam ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi
sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan
memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi
berikutnya.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 157
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

BAB PEMELIHARAAN LARVA KOMODITAS AIR PAYAU DAN


VII LAUT

BAB VII PEMELIHARAAN LARVA


KOMODITAS AIR PAYAU DAN
LAUT
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi tentang Kesehatan, Keselamatan Kerja dan


Lingkungan Hidup; peserta didik mampu memahami pengertian pelaksanaan
K3LH, mengidentifikasi unsur/ bahan-bahan berisiko tinggi, mengidentifikasi
jenis peralatan, memahami metode produksi dan lingkungan, memahami risiko
dan tindakan antisipasi risiko, melaksanakan langkah dan pemeriksaan komponen
K3LH secara benar sesuai prosedur dalam kegiatan pengembangbiakan
komoditas air payau dan laut dengan tepat dan teliti.

PETA KONSEP

Penanganan Larva Sesuai


Sifat dan Karakter

Tahapan Perkembangan Larva

Perhitungan Padat Tebar

Pengelolaan Pakan
Pemijahan Komod- Pengelolaan Media Pemeli-
itas Perikanan Air haraan
Payau dan Laut
Teknik Penghitungan SR

Prosedur Persiapan Wadah

Prosedur Penebaran Larva

Prosedur Pemeliharaan Larva

KATA KUNCI

Larva–nauplius–zoea–mysis–Post Larva–PL–Nener–Benur

158 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Pemeliharaan larva merupakan kunci dari pembesaran. Apabila larva ini telah
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dikondisikan setelah menetas, maka
akan berkembang menjadi benih ikan dan udang yang telah siap hidup di lingkungan
alaminya, dalam hal ini adalah pembesaran pada kolam dan tambak.

Gambar 7.1 Pembudidaya mengecek larva udang menggunakan mikroskop.


Sumber : Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)
Jika kegiatan pemeliharaan larva ditunjukkan seperti pada gambar 7.1, untuk
apakah tujuan pengecekan larva menggunakan mikroskop itu? Adakah kegiatan lain
dalam pemeliharaan larva? Bukankah larva itu perlu makanan untuk hidup? Kapan
larva mulai makan dan apa makanannya? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut, mari kita pelajari uraian materi di bawah ini.

MATERI PEMBELAJARAN

A. Penangan Larva Sesuai Sifat dan Karkter


Sebelum kita memelihara sesuatu, harus dipahami terlebih dahulu
bagaimana sifat dari hewan maupun tumbuhan yang akan kita pelajari itu agar
lebih pertumbuhan dan perkembangan sesuatu yang kita pelihara tersebut lebih
optimal.
Pada umumnya larva mempunyai sifat fototaksis positif yaitu akan mendekati
apabila diberi sinar, larva ikan dan udang masih bersifat pelagis berada pada kolom
air, planktonis yang berarti sudah bisa bergerak sendiri namun akan mengikuti arus
dan gelombang air, serta sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Di alam
larva terapung pada kolom air laut menuju pantai atau muara dimana salinitas
menjadi rendah. Larva udang dan ikan masih mempunyai kuning telur sebagai
cadangan makanannya yang akan diserap sampai dengan organ pencernaannya

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 159
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

siap, umumnya larva udang dan ikan akan mulai makan pada umur 2 hari. Pakan
alaminya ini adalah plankton yang sesuai dengan bukaan mulutnya, semakin
bertambah besarnya larva, maka semakin besar plankton yang dimangsa. Larva
udang dan ikan karnivora cenderung tertarik dengan plankton yang bergerak
dibandingkan dengan larva herbivora.

B. Tahapan Perkembangan Larva


1. Morfologi dan Anatomi
a. Udang Penaeid (seperti windu dan vannamei)
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, larva udang windu
mengalami beberapa perubahan bentuk dan pergantian kulit. Umumnya
pergantian kulit larva dimulai dari menetas sampai menjadi post larva (PL)
yang siap untuk ditebar dalam tambak. Stadia larva udang windu yang
perlu diketahui yaitu: stadia nauplius, zoea, mysis dan post larva.

Gambar 7.2 Perkembangan larva udang windu dari fase telur hingga dewasa
Sumber : SNI 8556-2: 2018

Setelah menetas, larva udang penaeid mengalami perubahan bentuk


beberapa kali seperti pada gambar di atas yaitu:
1) Periode nauplius atau naupli merupakan periode pertama larva udang.
Periode ini berlangsung selama 46-50 jam dan larva mengalami
enam kali pergantian kulit. Pada stadia nauplius ini larva belum mulai
memangsa pakan dan masih menyerap kuning telur yang dibawa ketika
menetas sebagai energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

160 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 7.1 Tahapan perkembangan Nauplius


Rata-rata
Hari setelah
Panjang
Tahapan/ Stadia Larva menetas Indikator
Tubuh
(Umur)
(mm)
Nauplius 1

Bentuk badan bulat


telur dan mempunyai
0, 32 15 jam
anggota badan tiga
pasang.

Gambar 7.3 N1 Vanammei


(Sumber : Irawan Karyo Utomo, 2019
(Dokumen pribadi))

Nauplius 2

Pada ujung antena


pertama terdapat
0, 35 20 jam seta (rambut), yang
satu panjang dan dua
lainnya pendek.
Gambar 7.4 N2
(Sumber : Irawan Karyo Utomo,
2019 (Dokumen pribadi))

Nauplius 3

Furcal dua buah mulai


jelas masing-masing
dengan tiga duri
0, 39 1 hari 2 jam
(spine), tunas maxilla
dan maxilliped mulai
Gambar 7.5 N3 Vanammei tampak.
(Sumber : Irawan Karyo Utomo, 2019
(Dokumen pribadi))

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 161
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Nauplius 4

Pada masing-masing
furcal terdapat empat
0, 40 1 hari 8 jam buah duri, Exopoda
pada antena kedua
beruas-ruas.

Gambar 7.6 N4 Vanammei


(Sumber : Irawan Karyo Uto-
mo, 2019 (Dokumen pribadi))

Nauplius 5

Organ pada bagian


depan sudah tampak
0, 41 1 hari 14 jam jelas disertai dengan
tumbuhnya benjolan
pada pangkal maxilla.

Gambar 7.7 N5 windu


(SNI 8556-2: 2018)

162 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Nauplius 6

Perkembangan
bulu-bulu semakin
sempurna dari duri
pada furcal tumbuh
makin panjang.

Gambar 7.8 N6 windu


(SNI 8556-2: 2018)

0, 54 1 hari 20 jam

Masih memiliki
cadangan makanan
kuning telur (egg
Gambar 7.9 N6 Vaname yolk).
(Nuntung dkk., 2018)

Sumber : (Mudjiman, 1982)

2) Periode Protozoea sering disebut sebagai periode zoea atau periode


kedua. Periode ini memerlukan waktu sekitar 96-120 jam dan
pada saat itu larva mengalami tiga kali pergantian kulit. Zoea telah
mengalami perkembangan sehingga mempunyai saluran pencernaan
telah sempurna sehingga sudah mulai makan (Mudjiman, 1989).

Tabel 7.2 Tahapan perkembangan zoea

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 163
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Rata-rata Hari setelah


Tahapan/ Stadia Larva Panjang menetas Indikator
Tubuh (mm) (Umur)

Zoea 1 1, 05 2 hari 16 jam Badan pipih, mata


dan carapace mulai
tampak, mulai
terlihat percabangan
pada ekor maxilla
pertama dan kedua
serta maxilliped
satu dan dua
mulai berfungsi,
alat pencernaan
makanan tampak
jelas.

Gambar 7.10 Z1 Vanammei


(Sumber : Irawan Karyo Utomo,
2019 (Dokumen pribadi)
Mata belum nampak

Gambar 7.11 Z1 Vaname


(Nuntung dkk., 2018)

164 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Rata-rata Hari setelah


Tahapan/ Stadia Larva Panjang menetas Indikator
Tubuh (mm) (Umur)

Zoea 2
1, 9 4 hari 4 jam Mata mulai
bertangkai dan pada
carapace sudah
terlihat rostrum dan
duri supraorbital
yang bercabang,
segmen tubuh mulai
memanjang.

Gambar 7.12 Z2 Vanammei (Sum-


ber : Irawan Karyo Utomo, 2019
(Dokumen pribadi)

Kedua mata
sudah tampak dan
memisah.

Gambar 7.13 Z2 Vaname


(Nuntung dkk., 2018)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 165
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Rata-rata Hari setelah


Tahapan/ Stadia Larva Panjang menetas Indikator
Tubuh (mm) (Umur)

Zoea 3 3, 2 6 hari Sepasang uropoda


yang bercabang dua
mulai berkembang
yang terlihat seperti
tonjolan sebelum
ekor larva dan duri
pada ruas-ruas perut
mulai tumbuh.

Gambar 7.14 Z3
Vaname
(Sumber : Irawan
Karyo Utomo, 2019
(Dokumen pribadi)

Terdapat spine pada


segmen terakhir
tubuh.

Gambar 7.15 Z3 Vaname (Nun-


tung dkk., 2018)

Sumber : (Mudjiman, 1982)


3) Periode mysis atau periode ketiga. Periode ini memerlukan waktu 96-120 jam
dan larva mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali. Bentuk tubuh pada
stadia mysis ini sudah menyerupai udang dewasa.

166 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 7.3 Tahapan perkembangan Mysis


Rata-rata
Hari setelah
Tahapan/ Stadia Larva Panjang Indikator
menetas (Umur)
Tubuh (mm)

Mysis 1 3, 8 7 hari 4 jam Kaki renang


belum nampak.

Gambar 7.16
M1 Vaname
(Sumber: Irawan
Karyo Utomo,
2019 (Dokumen
pribadi)

Kaki renang masih


berupa tonjolan/
sembulan.

Gambar 7.17 M1 Vaname (Nun-


tung dkk., 2018)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 167
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Mysis 2 4, 3 8 hari 16 jam Tunas kaki renang


mulai nampak
tapi belum
beruas-ruas, baru
memiliki satu
segmen.

Gambar 7.18 M2 Vaname (Nun-


tung dkk., 2018)

Mysis 3 4, 5 9 hari 4 jam Tunas kaki renang


mulai memanjang
dan beruas-
ruas, memiliki 2
segmen.

Gambar 7.19 M3 Vaname


(Nuntung dkk., 2018)

Sumber : (Mudjiman, 1982)

4) Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub
stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang
lebih menyukai perairan payau dengan salinitas 25-35 ppt.

168 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 7.4 Tahapan perkembangan PL

Rata-rata
Hari setelah
Tahapan/ Stadia Larva Panjang Indikator
menetas (Umur)
Tubuh (mm)

Kaki renang lebih


Post Larva 1 5, 2 10 hari 20 jam panjang dan
memiliki setae.

Gambar 7.20 PL 1

Post Larva 5 8 16 hari


Post Larva 15 12 26 hari
Post Larva 20 18 30 hari
Sumber gambar : Irawan Karyo Utomo, 2019 (Dokumentasi pribadi) ; Nuntung dkk. (2018) dan https: // www.
researchgate.net/ figure/ Z-M-and-P-are-modified-from-Hertzler-PL-2009-The-developmental-stages-drawn-in-this_
fig1_265473169

5) Periode Juvenile atau periode kelima. Juvenile merupakan udang atau ikan muda
yang menyukai perairan dengan salinitas 20-25 ppt.
6) Periode udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode Juvenile sampai
dengan udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang
gonad, udang dewasa akan kembali ke laut dalam untuk memijah. Udang dewasa
lebih cocok pada perairan payau dengan salinitas 15-20 ppt (Soetomo, 2000).

b. Ikan
Perkembangan dan pertumbuhan pada fase larva relatif lebih
cepat dibandingkan pada udang dan ikan dewasa. Larva yang menetas
ini akan membawa kuning telur sebagai cadangan makanan untuk
perkembangannya sampai dengan organ pencernaannya sempurna.
Berdasarkan perkembangannya larva dibagi menjadi pre larva dan post
larva. pre larva atau pro larva dimulai dari menetasnya telur dan yang masih
memiliki kuning telur, organ tubuhnya belum sempurna sehingga sistem

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 169
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

dalam tubuhnya juga belum sempurna, pergerakannya masih relatif sedikit


sehingga mudah dibawa arus (planktonis). Post larva dimulai ketika kuning
telur telah terserap, organ dan sistem dalam tubuh sudah berkembang
menuju sempurna, sudah bergerak aktif untuk mencari makan. Waktu
habisnya kuning telur ini berbeda-beda sesuai dengan spesies ikan dan
keadaan lingkungan, namun umumnya kuning telur larva ini akan terserap
habis pada hari ke-2 s.d 3.

(a) (b)

Gambar 7.21 pro larva (a) dan post larva (b) post larva
Sumber gambar: (a) https: // www.warrenphotographic.co.uk/
(b) Fahmi M.R dkk., 2016

Gambar 7.22 Perkembangan larva Bandeng


A. Telur bandeng B. Larva baru menetas C. Larva bandeng
hari pertama D. Larva Bandeng hari ke 7 E. Nener bandeng
Sumber : http: // archive.unu.edu/ unupress/ unupbooks/
80346e/ 80346E03.htm

170 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 7.23 Perkembangan larva kakap


(a) Larva dengan kantong telur umur 30 jam (b) larva umur 3 hari (c) larva umur 5 hari

Gambar 7. 24 Perkembangan Larva Kerapu kayu (Ephinephelus tauvina)


A. Larva yang baru menetas 2 mm B. Larva umur 10 Hari C. Larva umur 13 hari
D. Benih umur 31hari F. Benih Umur 50 Hari 31 mm
Sumber : https: // www.researchgate.net/ figure/ Metamorphosis-of-
the-brown-spotted-grouper-Epinephelus-tauvina-A-Newly-hatched_
fig3_235369960

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 171
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

C. Perhitungan Padat Lebar Larva


Kepadatan larva mempunyai arti jumlah larva dalam suatu ukuran luas atau
volume. Kepadatan larva akan berpengaruh terhadap tingkat kompetisi terhadap
oksigen dan pakan, sumbangan CO2 dan feses pada media pemeliharaan. Sehingga
ada kepadatan optimal dari larva yang dipelihara. Kepadatan larva juga akan
berpengaruh dengan jumlah pakan yang diberikan.

Gambar 7.25 Faktor yang mempengaruhi kepadatan

Untuk menentukan kepadatan larva, maka dihitung terlebih dahulu luas


maupun volume kolam pemeliharaan. Volume digunakan untuk larva yang masih
bersifat planktonis, sedangkan luas digunakan untuk larva yang sudah berenang
bebas. Berikutnya dibagi dengan jumlah larva, yang dirumuskan sebagai berikut:

Kepadatan = atau

Untuk produksi benih, kepadatan larva suatu komoditas perikanan telah


ditetapkan dalam SNI sebagai berikut:

172 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 7.5 Kepadatan larva sesuai komoditas


No Komoditas Stadia/ ukuran Kepadatan
0, 9–1, 2 mm 20–30 ekor/ liter
1 Bandeng
1, 4–1, 7 cm 80–120 ekor/ m2
0, 08–0, 11 cm 10–30 ekor/ liter
2 Kakap Putih
1–1, 5 cm 2–3 ekor/ liter
3–4 cm 5.000–15.000 ekor/ m3
4–5 cm 1.250–1.500 ekor/ m3
5–6 cm 1.000–1.250 ekor/ m3
3 Kerapu Bebek 6–7 cm 800–1.000 ekor/ m3
7–8 cm 700–800 ekor/ m3
8–9 cm 200–250 ekor/ m3
9–10 cm 150–200 ekor/ m3
3–4 cm 5.000–15.000 ekor/ m3
4–5 cm 1000–1.500 ekor/ m3
5–6 cm 800–1.000 ekor/ m3
4 Kerapu Macan 6–7 cm 700–800 ekor/ m3
7–8 cm 600–700 ekor/ m3
8–9 cm 500–600 ekor/ m3
9–10 cm 400–500 ekor/ m3
D40 7.000–11.000 ekor/ m3
D50 300–500 ekor/ m3
5 Kerapu Cantang
D60 200–300 ekor/ m3
D75 100-200 ekor/ m3
Nauplius (N5-6) 50–100 ekor/ liter
4 Udang Windu
Benur (PL10-20) 4000 ekor/ m2
5 Udang Vannamei Nauplius Maks. 100 ekor/ liter
(sumber : SNI)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 173
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CONTOH SOAL

Berapakah kepadatan Nener Bandeng per m2? Bila ditebar pada kolam dengan
ukuran 4 m x 8 m sebanyak 6 plastik packing. 1 plastik packing berisi 500 ekor.
Penyelesaian
Diketahui:
Luas Kolam = 4 x 8 = 32 m2
Jumlah Nener = 6 x 500 = 3000 ekor
Ditanyakan:
Kepadatan =. ..?
Jawaban
Kepadatan =
Kepadatan = = 93.75 ekor/ m2

D. Pengelolaan Pakan Larva


Pada stadia larva, nutrisi yang didapatkan dari pakan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan, perkembangan larva dan kelangsungan hidup ikan.
Pertumbuhan merupakan pertambahan panjang dan berat dalam suatu waktu,
sedangkan perkembangan pada larva berkenaan dengan fungsi-fungsi di dalam
tubuhnya yang semakin tambah kompleks. Kekurangan makan akan merupakan
faktor pembatas bagi perkembangan populasi ikan (Nikolsky, 1963 dalam Karolina,
2016).
Pemberian pakan yang tepat dalam hal jenis, ukuran, waktu dan frekuensi
pemberian pakan merupakan kunci dalam pemeliharaan larva. Larva ikan karnivora
cenderung menyukai pakan yang yang bergerak seperti zooplankton; Artemia,
Daphnia, Moina, Tubifex, sedangkan larva ikan herbivora menyukai pakan yang
diam seperti lumut, benthos dan substansi yang mengapung pada permukaan air.
Tentu saja ukuran pakan yang dipilihnya tidak melebihi dari bukaan mulutnya.
Untuk itu pakan buatan yang diberikan nanti berbentuk serbuk maupun flake
(serpihan). Larva ikan cenderung memakan apa saja yang ditemukannya setiap
waktu, namun terlalu banyak pakan yang masuk justru akan membuat pakan yang
masuk tidak terserap nutrisinya. Untuk itu perlu pengaturan waktu dan pemberian
pakan yang sesuai.
Pemberian pakan alami setelah kuning telur terserap oleh tubuh larva
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan ukuran bukaan mulut larva. Jenis pakan
alaminya adalah phytoplankton dan zooplankton, pemberian awal pakan berupa
phytoplankton. Selain berfungsi sebagai pakan, Fitoplankton juga berfungsi
menyerap gas beracun dan memberi keteduhan bagi larva. Dalam menentukan
jenis plankton untuk pakan larva, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Ukurannya sesuai dengan ukuran mulut larva;
2. Mudah dicerna, karena ternyata tidak semua plankton mudah dicerna oleh larva;

174 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

3. Tidak bergerak terlalu cepat dan mudah ditangkap larva;


4. Mudah untuk diperbanyak atau dibudidayakan, jadi suplai terus menerus;
5. Pertumbuhannya cepat, sehingga bisa digunakan kapan saja; dan
6. Selama siklus hidupnya tidak akan menghasilkan gas beracun yang akan
membahayakan kehidupan larva.
7. Pengelolaan pakan akan dibahas pada bab 9.

E. Pengelolaan Media Pemeliharaan Larva


Kehidupan larva yang baru saja menetas sangat terpengaruh dengan
lingkungan. Fluktuasi suhu 5° C berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva.
Tingginya kematian larva pada masa pemeliharaan ini juga disebabkan ketika
kuning pakan terserap habis, namun proses organogenesis atau pembentukan
organ tubuh larva belum sempurna meliputi bukaan mulut, bintik mata, sirip,
dan pencernaan. Hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan terutama suhu. Suhu
inkubasi media yang optimum untuk penyerapan kuning telur berkisar 27–33 °C
(Purba, 1990 dalam Wulandari, 2019).
Perairan dengan pH 6, 5-8, 5 merupakan derajat keasaman (pH) air yang ideal
untuk pemeliharaan larva kerapu macan (Rahmatallah, 2016). Derajat keasaman (pH)
air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dari kisaran optimal dapat menyebabkan
kematian pada ikan, karena larva belum siap menerima kondisi lingkungannya.
Menurut Meade (1989) peningkatan oksigen terlarut akan berpengaruh terhadap
peningkatan nafsu makan udang, sebaliknya Mallya (2007) menyatakan bahwa
penurunan oksigen terlarut dapat menurunkan respon terhadap makanan.
Pemberian minyak cumi pada permukaan air pada Kerapu Bebek dilakukan
untuk mengurangi kematian larva yang terjebak pada tegangan permukaan air
seperti yang disarankan oleh Sugama dkk. (2004). Pemberian minyak cumi pada
permukaan air media ini juga disarankan oleh Setiadi (2006) dikarenakan dapat
menurunkan abnormalitas dan meningkatkan sintasan larva ikan kerapu bebek.
Untuk itu diperlukan pengelolaan media pemeliharaan larva agar kualitas air
lingkungan hidup larva terjaga. Pengelolaan kualitas air pada masa pemeliharaan
larva dilakukan dengan cara monitoring kualitas air meliputi pengecekan parameter
kualitas air, analisa data parameter kualitas air, serta tindakan setelah analisa bisa
berupa penyiponan, penggantian kualitas air, pemasangan automatic heater.

F. Teknik Perhitungan Survival rate (SR) Larva


Survival Rate (SR) atau sintasan adalah tingkat kelulushidupan yang dapat
dihitung untuk mengetahui persentase jumlah ikan yang masih hidup dan yang
mati dengan menggunakan rumus berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh
Zonnevald dkk., 1991) yaitu

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 175
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Dimana: SR = tingkat kelangsungan hidup (%)


Nt = Jumlah individu pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah individu pada awal pemeliharaan (ekor)
Jumlah individu yang dihitung pada awal dan akhir pemeliharaan tidak dihitung
secara keseluruhan namun menggunakan prinsip pengambilan sampel dalam
populasi secara acak menggunakan gelas ukur kaca dan diulang 5 kali.

G. Prosedur Persiapan Wadah Pemeliharaan Larva


Sesuai dengan SNI 8035: 2014 sebelum dilakukan pemeliharaan, maka
wadah harus didesinfeksi setiap memulai pemeliharaan baru untuk memastikan
bahwa sumber penyakit tidak berkembang dari siklus pemeliharaan sebelumnya.
Jenis desinfeksi yang digunakan sesuai dengan bahan yang direkomendasikan
oleh Kementerian Kelautan dan perikanan dengan memperhatikan prosedur
penggunaan bahan dan cara penetralannya. Sesuai dengan SNI 8230: 2016, maka
sebelum digunakan wadah disanitasi dengan langkah sebagai berikut:
1. Membasuh seluruh permukaan bak menggunakan larutan natrium hipoklorit
100–200 mg/ l atau bahan disinfektan lainnya dan mendiamkan selama 16
jam;
2. Menyikat seluruh bak bagian dalam; dan
3. Membilas minimal 3 kali dengan air laut yang sudah difilter untuk membuang
sisa disinfektan.
Setelah wadah disanitasi langkah berikutnya adalah melakukan pemasangan
aerasi dan pengecekan untuk memastikan setiap aerasi teraliri udara dengan
sempurna dengan jarak 0, 5 meter antara satu sama lain.

H. Prosedur Penebaran Larva


Sebelum menebarkan larva, harus diketahui ciri-ciri larva yang baik dari
masing-masing komoditas, sehingga dapat dilakukan pengecekan bahwa larva
yang didapatkan merupakan larva yang berkualitas. Sesuai dengan SNI No. 8556.2:
2016, nauplius windu yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Tabel 7.6 Persyaratan nauplius windu


Kriteria Keterangan
Kecoklatan atau keabu-abuan, tidak
Warna tubuh
pucat.
Berenang aktif, periode bergerak
Gerakan lebih lama dibandingkan dengan
periode lain.

Organ tubuh lengkap, bersih, ukuran


dan bentuk normal, lebih dari 70%
Kesehatan dan kondisi tubuh
populasi tidak terserang penyakit
parasit, bakteri dan virus.

176 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Kriteria Keterangan
Respon terhadap rangsangan Bersifat fototaksis positif.
Panjang total 0, 30–0, 32 mm
Keseragaman populasi > 80%
(Sumber: SNI No. 8556.2: 2016)

Sedangkan nauplius vanammei yang baik, sesuai dengan SNI No. 01-7252-2006
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Tabel 7.7 Persyaratan nauplius vanamei


Kriteria Keterangan
Warna tubuh Coklat oranye.

Berenang aktif, periode bergerak


Gerakan lebih lama dibandingkan dengan
periode lain.

Organ tubuh lengkap, bersih, ukuran


Kesehatan dan kondisi tubuh
dan bentuk normal, bebas pathogen.

Respon terhadap rangsangan Bersifat fototaksis positif.


Panjang minimal 0, 5 mm
(Sumber: SNI No. 01-7252-2006)

Sedangkan ciri-ciri untuk benih bandeng (Chanos chanos, Forskal) atau nener yang
baik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.8 Persyaratan benih bandeng atau nener

Kriteria Nener Alam Nener Hasil pembenihan

Hasil penetasan dari induk


Tangkapan alam tidak
Asal jantan dan betina bukan satu
diketahui keturunannya
keturunan

Transparan dan ada garis Transparan atau keabu-abuan


Warna tubuh
hitam di kepala sedikit cerah di bagian perut

Bentuk tubuh Panjang dan lurus Panjang dan lurus

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 177
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Kriteria Nener Alam Nener Hasil pembenihan

Aktif bergerak/ berenang Aktif bergerak/ berenang


Gerakan melawan arus, mengitari melawan arus, mengitari
dinding atau tepi wadah dinding atau tepi wadah

Tanpa aerasi, nener yang kuat Tanpa aerasi, nener yang kuat
bertahan di permukaan air, bertahan di permukaan air,
Daya tahan
nener yang lemah berada di nener yang lemah berada di
dasar dasar
badan bersih, tidak terdapat
badan bersih, tidak berlumut,
parasit, tidak berlumut, organ
organ tubuh normal dan
Kesehatan tubuh lengkap dan normal
bebas dari organisme
serta bebas dari organisme
pathogen.
pathogen
bersifat fototaksis negatif bersifat fototaksis negatif
atau menjauh dari sinar, dan atau menjauh dari sinar, dan
Respon
sangat responsif terhadap sangat responsif terhadap
pakan yang diberikan. pakan yang diberikan.
Umur - 21 hari
Panjang 15–17 mm 14–15 mm
Berat 7–10 mg 8–10 mg
Keseragaman
≥ 80 % ≥ 95 %
populasi
(Sumber: SNI No 6148.2: 2013)

Untuk ciri-ciri larva kakap (Lates calcalifer, Bloch 1790) yang baik dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.9 Persyaratan benih kakap
Kriteria Keterangan
Cerah mengkilap, putih keperakan, tidak gelap dan
Warna tubuh
atau tidak pucat
Bentuk tubuh Sempurna dan sirip lengkap
Aktif/ lincah, tidak menyendiri/ tidak memisahkan
Gerakan
diri dan berenang normal, bergerak melawan arus
Kesehatan Bebas penyakit
Respon terhadap pakan yang
Positif
diberikan

178 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tanpa aerasi selama 10 menit, benih berenang


Daya tahan
normal
Keseragaman populasi ≥ 80 %
(Sumber: SNI 6145.2: 2014)

Untuk ciri-ciri larva kerapu tikus (Cromileptes altivelis, Valenciences) yang baik
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.10 Persyaratan larva kerapu tikus
Kriteria Keterangan

Abu-abu terang kecoklatan dengan bintik-


Warna tubuh bintik hitam diseluruh kepala, badan dan
sirip.

Bentuk tubuh normal dan sirip lengkap


Aktif/ lincah, berenang normal dan
Gerakan
bergerombol, berenang melawan arus.
Anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat
dan tidak tampak kelainan bentuk, sehat
Kesehatan
dan bebas virus (iridovirus, viral nervous
necrosis), bakteri, jamur dan penyakit.
Respon terhadap pakan yang
Sangat responsif
diberikan
Tanpa aerasi selama 5–10 menit, benih
Daya tahan
berenang normal
Keseragaman populasi ≥ 80 %
(Sumber : SNI 6487.2: 2011)

Untuk ciri-ciri larva kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus, Forskal) yang baik
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.11 Persyaratan larva kerapu macan
Kriteria Keterangan
Warna tubuh Krem kecoklatan, cerah, tidak pucat
Bentuk tubuh normal dan sirip lengkap
Aktif/ lincah, berenang normal, cenderung
Gerakan
bergerombol, berenang melawan arus
Anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat dan
tidak tampak kelainan bentuk, sehat dan bebas
Kesehatan
virus (iridovirus, viral nervous necrosis), bakteri,
jamur dan penyakit

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 179
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Kriteria Keterangan
Respon terhadap pakan yang
Sangat responsif
diberikan
Tanpa aerasi selama 5–10 menit, benih berenang
Daya tahan
normal
Keseragaman populasi ≥ 80 %
(Sumber: SNI 6488.2: 2011)
Sesuai dengan sifat poikiloterm kebanyakan komoditas perikanan air
payau dan laut yang menyesuaikan tubuhnya sesuai dengan lingkungan, maka
perubahan suhu berpengaruh terhadap metabolisme larva ketika terjadi migrasi
maupun terhadap lingkungan yang baru. Perubahan suhu lebih dari selisih 5 °C
akan berpengaruh terhadap metabolisme ikan bahkan terhadap kelangsungan
hidupnya. Untuk itu dalam penebaran larva perlu adanya proses aklimatisasi yang
membuat larva tidak mengalami stres terhadap lingkungan baru, sehingga naupli
dapat beradaptasi dan dapat menerima lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi
untuk larva yang ditransportasikan dari tempat lain adalah sebagai berikut:
1. Letakkan benih yang masih di dalam plastik ke dalam wadah pemeliharaan
yang telah diisi air media selama 5–10 menit agar terjadi konduksi antara suhu
air di dalam dan di luar plastik;
2. Buka plastik kemasan dan masukkan air bak pemeliharaan sedikit demi sedikit
ke dalam plastik sehingga perubahan salinitas bisa ditoleransi oleh larva yang
berada dalam plastik; dan
3. Biarkan larva keluar sendiri ke bak pemeliharaan.

I. Prosedur Pemeliharaan Larva di Kolam

Gambar 7.26 Bagan alir pemeliharaan larva

180 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Untuk pemeliharaan larva pada intinya adalah menjaga kualitas air media agar
sesuai dengan kebutuhan optimalnya sehingga pertumbuhan dan perkembangan
yang didukung dengan pakan yang bernutrisi sesuai dan diberikan dengan jumlah,
waktu dan frekuensi yang tepat. Hal tersebut diawali dari persiapan alat dan
media yang sesuai dengan kebutuhan komoditas dan bebas patogen. Demikian
pula untuk larva yang akan dipelihara disarankan harus lolos uji bebas penyakit
dengan melihat sertifikat lolos benih atau didapatkan dari usaha pembenihan yang
telah memiliki sertifikat CPIB. Namun, untuk memastikan lagi bahwa larva tersebut
membawa patogen bawaan, maka perlu dilakukan uji laboratorium untuk udang
dengan diagnosis histopatologinya (SNI 7304: 2018) maupun tes Polimerase
Chain Reaction (PCR) meliputi deteksi TSV (SNI 8570.1: 2018), deteksi WSSV (SNI
8094: 2015), deteksi Yellow Head Virus (SNI 8569-1: 2018), deteksi IHHNV (SNI
7912.2: 2016), deteksi NNV (SNI 7546.1: 2015), sedangkan untuk ikan melakukan
uji laboratorium untuk deteksi Megalocytivirus (SNI 8231.1: 2016) dan identifikasi
bakteri aeromonas (SNI 7303.1: 2015).
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengelola kualitas air agar sesuai
dengan kebutuhan optimal dari larva meskipun dilakukan pemberian pakan yang
tepat jumlah dan waktu yang menimbulkan munculnya feses, nitrat, nitrit, amonia
serta CO2 yang dihasilkan dari metabolisme. Untuk itu perlu dilakukan penyiponan,
penggantian air dan pengecekan serta monitoring kualitas air setiap harinya.

Gambar 7.27 Kegiatan penyiponan pada bak pemeliharaan.


Sumber : http: // news.unair.ac.id/ 2019/ 01/ 09/ cerita-mahasiswa-perikanan-pkl-
di-balai-riset-terbesar-di-indonesia/

Penyiponan dilakukan dengan tujuan membersihkan material yang


mengendap pada bak pemeliharaan larva yang berwujud sisa pakan dan feses

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 181
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

komoditas perikanan. Sebelum dilakukan penyiponan, beberapa titik aerasi


diangkat terlebih dulu agar pengadukan air yang diakibatkan oleh aerasi berkurang,
sehingga proses aerasi berlangsung pelan dan terjadi pengendapan material yang
masih melayang-layang di kolom air sehingga lebih mudah untuk disipon, selama
itu pula dilakukan pembersihan dinding bak dengan spon penggosok. Pada waktu
melakukan penyiponan, outlet dari selang sipon tersebut ditampung dengan
baskom yang telah diberi seser untuk mencegah larva tidak hanyut ke saluran
pembuangan maupun mati tersangkut pada seser.
Pada udang windu pada stadia nauplius sampai dengan mysis, pergantian
dan penambahan air tidak dilakukan karena larva masih sensitif atas perubahan
kualitas air. Penggantian air ini dilakukan mulai stadia mysis hingga post larva
sebanyak 50% dari total volume bak. Penggantiannya dilakukan dengan
mengalirkan secara terus menerus selama 2–3 jam (Flow Through) agar kotoran
dan koloid yang melayang-layang di kolom air terbuang sempurna. Penggantian
air pada stadia Mysis hingga Post Larva (PL) hanya dengan menambah air laut
agar terjaga salinitasnya, sedangkan setelah PL2 penggantian air sampai dengan
> 30% dengan menjaga salinitas pada kisaran 10-15 mg/ l. Pengaliran airnya pun
diusahakan agar tidak mengaduk air dalam bak pemeliharaan (turbulensi) dengan
cara menambahkan papan pada air yang masuk ke bak. Etilen Diamin Tetra Asetat
(C10H16N2O8) digunakan dalam pengendapan koloid ketika mendekati panen. EDTA
mempunyai kemampuan dalam menjaga kejernihan air dalam bak dan mengikat
ion logam berbahaya dalam air. Untuk memastikan kondisi larva aktif bergerak,
mau makan dan terjadi pertumbuhan serta perkembangan, maka perlu dilakukan
pengecekan dengan cara mengambil sampel larva menggunakan gelas transparan
seperti beaker glass kemudian dilakukan pengecekan dan monitoring kualitas air
meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut dan amonia sehingga bila terjadi
perubahan dalam kualitas air, maka bisa dilakukan penanganan selanjutnya.

LEMBAR PRAKTIKUM

Pemeliharaan Larva
1. Tujuan:
Untuk mengetahui prosedur pemeliharaan sesuai standar
2. Alat dan Bahan
a. Akuarium untuk pemeliharaan larva dan kultur plankton
b. Air laut
c. Alkohol
d. Tissu
e. Aquades
f. Beaker glass
g. Instalasi aerasi

182 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM
h. Timbangan analitik
i. Penggaris ketelitian 1 mm
j. Gayung

3. Keselamatan Kerja
a. Gunakan alat pelindung seperti masker dan sarung tangan, terutama saat
membersihkan wadah dengan menggunakan zat kimia.
b. Lakukan pembersihan wadah dengan hati-hati, jangan sampai bahan
kimia atau digunakan mengenai mata.
c. Bertanyalah pada guru jika ada hal yang tidak dimengerti!
d. Setelah selesai, kembalikan peralatan praktik ke tempat semula dengan
rapi!

4. Langkah Kerja
a. Siapkan alat dan bahan yang akan dipakai
b. Sanitasi alat, wadah dan media yang akan dipakai
c. Hitunglah kebutuhan larva sesuai dengan bak yang dipakai sesuai SNI
d. Ambil sampel larva dan timbang (bila memungkinkan) dan ukur panjang
tubuhnya
e. Hitunglah kepadatan fitoplankton
f. Tentukan kebutuhan pakan larva sesuai SNI
g. Tentukan frekuensi pemberian pakan larva
h. Ambil plankton menggunakan beaker glass
i. Lakukanlah pemberian pakan secara merata.
j. Tentukan jadwal pengamatan kualitas air dan lakukan
k. Amatilah pertumbuhan dan perkembangan larva sesuai komoditas serta
untuk menyesuaikan pakan
l. Lakukan pemeliharaan selama 4 minggu
m. Buatlah laporan tentang Standar Operasional Prosedur persiapan wadah
pengembangbiakan komoditas dengan format yang disepakati dengan
Guru pengampu

CAKRAWALA

Sejarah Pembenihan Udang di Jepang

Kebutuhan terhadap udang segar yang sangat besar di Jepang membuat


Motosaku Fujinaga berpikir untuk bisa membudidayakannya. Pertama kali
yang dipikirkan adalah bagaimana cara udang ini tumbuh dan berkembang
setelah menetas. Pada tahun 1933, dengan menggunakan jaring plankton ia
berusaha menjaring telur udang, namun selalu gagal. Dari kegagalan tersebut
mendorongnya untuk memelihara induk udang yang sedang mengandung
telur. Kegagalan demi kegagalan tak membuatnya pantang menyerah, baru

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 183
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA
pada tahun 1939, ia berhasil memelihara larva sampai dengan stadia zoea.
Nauplius berhasil menjadi zoea setelah diberi pakan Skeletonema costatum
yang dikembangkan oleh sahabat Fujinaga yaitu Yoshiyuki Matsue. Dari sejarah
ini kita dapat meneladani sikap tekun, pantang menyerah dan bekerjasama
dari seorang Tokoh Ilmuwan Pelopor Budidaya. Sejarah Budidaya Udang dapat
dibaca pada http: // oseanografi.lipi.go.id/ dokumen/ oseana_xii(1)35-41.pdf

JELAJAH INTERNET

Untuk menambah wawasan lebih jauh mengenai


pemeliharaan naupli udang, siswa juga dapat mempelajari
secara mandiri melalui internet. Salah satu sumber
internet yang Anda kunjungi agar lebih memahami konsep
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut dapat
Anda lihat pada link berikut https://www.youtube.com/
watch?v=mPbZm-MDSx0

RANGKUMAN

1. Larva udang penaeid berkembang dari stadia nauplius, zoea, mysis dan post
larva.
2. Larva udang berkembang dari pre larva yang masih mempunyai cadangan
makanan menjadi post larva yang memulai makan.
3. Kepadatan larva dihitung dari membagi jumlah larva yang ditebar dengan
luas atau volume wadah pemeliharaan.
4. Kepadatan optimal larva dipengaruhi oleh kompetisi pakan, kompetisi ruang,
kompetisi oksigen serta output karbondioksida dan feses.

184 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

RANGKUMAN
5. Pakan awal larva berupa plankton yang ukurannya sesuai dengan bukaan
mulut, mudah dicerna, gerakannya tidak terlalu cepat, mudah dikembangkan
dengan pertumbuhan cepat, tidak menghasilkan gas beracun.
6. Pengelolaan media dilakukan dengan cara mengukur parameter kualitas air
dan melakukan penanganan bila terjadi penyimpangan.
7. Sintasan atau SR digunakan untuk menghitung jumlah larva yang berhasil
hidup selama proses pemeliharaan.
8. Wadah pemeliharaan harus disanitasi sesuai prosedur agar tidak
terkontaminasi patogen berbahaya.
9. Larva ikan dan udang air payau dan laut perlu diaklimatisasi agar mengalami
stres yang mengakibatkan kematian.
10. Larva sebaiknya dicek secara laboratoris untuk memastikan tidak terjadi
kontaminasi patogen berbahaya sesuai prosedur.
11. Penyiponan dilakukan untuk menjaga kualitas air dari kotoran sisa pakan
dan feses yang mengumpul didasar bak pemeliharaan.
12. Penggantian air perlu dilakukan untuk menjaga agar salinitas dan kelarutan
oksigen sesuai yang dipersyaratkan.

TUGAS MANDIRI

Anda telah mempelajari tentang pemeliharaan larva komoditas air payau dan
laut. Coba Anda buat kliping tentang pemeliharaan larva komoditas air payau
dan laut. Anda dapat mengumpulkan informasi melalui buku, internet, maupun
dari sumber belajar lainnya. Tugas dikerjakan dalam bentuk laporan dengan
format yang sudah disepakati dengan Guru pengampu.

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Mengapa benih yang akan ditebar harus dihitung padat penebarannya?
2. Berapakah kepadatan tebar bibit krustasea?
3. Sebutkan kepadatan tebar benih bandeng!
4. Mengapa padat tebar menjadi faktor penentu dalam keberhasilan
pemeliharaan benih di bak?
5. Faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam menentukan jenis plankton
untuk pakan larva ikan?
6. Bagaimanakah ciri-ciri nauplius windu yang baik?
7. Bagaimanakah cara aklimatisasi untuk larva yang ditransportasikan dari
tempat lain?

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 185
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab ketujuh ini, Anda tentu menjadi lebih paham
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut; peserta didik mampu
menerapkan sifat serta karakteristik larva ikan dan udang, tahapan perkembangan
ikan dan udang, padat tebar, pakan, kualitas air dan hama penyakit. Dari semua
materi yang sudah dijelaskan ada bab ketujuh, mana yang menurut Anda paling
sulit dipahami? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari bab ketujuh
ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi sebelumnya
serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan memahami
bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi berikutnya.

186 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN


BAB
LARVA KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT VIII
BAB VIII PENGELOLAAN KUALITAS
AIR PADA PEMELIHARAAN LARVA
KOMODITAS AIR PAYAU DAN
LAUT TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi tentang pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan


komoditas air payau dan laut, peserta didik mampu menerapkan kriteria
parameter kualitas air, teknik pengukuran kualitas air, pengelolaan kualitas
air optimal, interaksi antar parameter kualitas air pada perairan, pengaruh
kualitas air pada pertumbuhan ikan, prosedur rutin pengukuran kualitas air
pada wadah pemeliharaan, perlakuan tepat pada media pemeliharaan di luar
kisaran nilai optimaldalam menyelesaikan masalah pengelolaan kualitas air
pada pemeliharaan komoditas air payau dan laut dengan tepat dan teliti

PETA KONSEP

Pengelolaan Kualitas Air

Kriteria Parameter Kualitas Air


Teknik Pengukuran Parameter
Kualitas Air
Pengelolaan Kualitas Air Optimal

Interaksi antar Parameter Kualitas


Air pada Perairan

Pengaruh Kualitas Air Terhadap


Pertumbuhan Ikan

prosedur Rutin Pengukuran Pa-


rameter Kulaitas Air
Perlakuan Yang Tepat pada Media
Pemeliharaan Yang diluar Kisaran
nilai Optimal

KATA KUNCI

Media–parameter kualitas air–kisaran optimal–pengelolaan kualitas air

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 187
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Kualitas air yang optimum merupakan kunci sukses dalam kegiatan pembenihan.
Dalam lingkup budidaya, kualitas air secara umum mengacu pada kandungan polutan
atau cemaran yang terkandung dalam air dalam kaitannya untuk menunjang kehidupan
biota air dan kondisi ekosistem yang memadai. Pada lingkungan pembenihan, baik
skala rumah tangga maupun skala besar, sebagai sebuah sistem tertutup, perubahan
mandadak dan drastis terhadap parameter air seringkali terjadi (seperti suhu, pH,
kandungan amonia, dll.), sehingga akan menyebabkan biota stres dan tidak jarang
menyebabkan kematian. Hewan akuatik hidup dalam lingkungan air dan melakukan
interaksi aktif antara keduanya.

Gambar 8.1 Bak penampungan air laut (inlet) dan sand filter
Sumber : Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)

Hewan akuatik dan air dapat dikatakan sebagai sistem terbuka yang dapat
melakukan pertukaran material dan energi, seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2),
garam dan limbah. Adanya zat tertentu dalam jumlah tertentu dapat mengganggu
mekanisme kerja tubuh larva, yang dapat mengakibatkan kematian.

MATERI PEMBELAJARAN

A. Kriteria parameter kualitas air


Parameter fisika dan kimia air media budidaya merupakan salah satu hal
yang sangat penting dalam budidaya ikan di wadah akuarium, bak beton, dan bak
fiber. Ini disebabkan karena umumnya wadah-wadah ini biasanya digunakan untuk
memelihara jenis dan ukuran ikan yang sangat rentan terhadap kondisi ektrim dan
berubah-ubah dari kualitas airnya. Biasanya wadah akuarium, bak beton, dan bak
fiber digunakan untuk memelihara larva atau benih ikan, yang mana diharapkan
kondisi kualitas airnya dapat dimanipulasi sesuai/ mirip dengan kondisi habitat
aslinya di alam, sehingga survival rate ikan dapat lebih tinggi.
Parameter biologi masih jarang digunakan sebagai parameter penentu

188 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

kualitas air budidaya. Padahal hasil analisa parameter biologi bisa lebih baik jika
dibandingkan pengukuran menggunakan parameter fisika dan kimia yang hanya
memberikan kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan
interpretasi dalam kisaran lebar.
Berikut ini beberapa faktor-faktor fisika, kimia & biologi kualitas air yang
berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan ikan.

1. Parameter Fisika
a. Temperatur (Suhu)
Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat Celcius (ᴼC)
atau derajat Fahrenheit (ᴼF). Pengukuran suhu pada contoh air air dapat
dilakukan menggunakan termometer. Suhu suatu badan air dipengaruhi
oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude),
waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta kedalaman. Perubahan
suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu
berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Menurut Boyd (1990), suhu baik langsung maupun tidak langsung
merupakan parameter kualitas air yang sangat besar pengaruhnya bagi
ikan dan biota air lainnya. Ikan adalah hewan yang berdarah dingin
(poikiloterm) yaitu suhu tubuhnya tergantung suhu air tempat dia hidup.
Oleh sebab itu apabila terjadi fluktuasi suhu yang terlalu tinggi akan
sangat berbahaya baginya. Namun sebaliknya suhu yang tinggi akan
memacu tubuh ikan dan biota air lainnya melakukan metabolisme dengan
cepat sehingga dapat memacu pertumbuhan. Temperatur rendah (< 20
o
C) pada organisme perairan akan menurunkan laju metabolisme tubuh,
sedangkan metabolisme tubuh akan berlangsung optimal pada temperatur
optimal (25–28 oC), pada temperatur tinggi (> 30 oC) akan mempercepat
metabolisme dalam keadaan tidak sempurna. Pada organisme perairan
untuk tumbuh dan berkembang membutuhkan kondisi lingkungan pada
temperatur optimal.
Konsumsi oksigen meningkat dengan meningkatnya suhu. Hal ini
terjadi karena perubahan suhu lingkungan mempengaruhi sebagian besar
proses fisiologis yang berlangsung pada ikan, sehingga meningkatkan
konsumsi oksigen. Kebanyakan hewan berdarah dingin (Poikiloterm)
menjadi lebih tidak aktif saat suhu turun (Schmidt-Nilsen, 1990 di dalam
Tang dan Effedi, 2001).
Suhu juga bisa mempengaruhi kualitas air yang lain. Kelarutan
oksigen dalam air akan cepat jenuh apabila suhu air tinggi, demikian juga
sebaliknya. Konsentrasi NH3 dan CO2 meningkat dengan meningkatnya
suhu. Hal ini disebabkan meningkatnya metabolisme biota air dimana hasil
buangannya NH3 dan CO2. (Effendi, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian suhu air sangat berpengaruh terhadap
respon ikan dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan selama

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 189
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

berlangsung kegiatan budidaya. Respon tersebut dapat dilihat pada Tabel


berikut ini.
Tabel 8.1 Pengaruh Suhu air terhadap respon konsumsi pakan ikan

Suhu air (oC) Respon konsumsi pakan


Mendekati 0 Kondisi kritis minimal
8–10 Tidak ada respon terhadap pemberian pakan
15 Pemberian pakan berkurang
22 50% optimum
28-30 Pemberian pakan optimum
33 50% optimum
35 Pemberian pakan berkurang
36-38 Tidak ada respon terhadap pemberian pakan
38-42 Kondisi kritis minimal
Sumber : Tucker and Hargreaves (2004)
b. Salinitas (Kadar Garam)
Salinitas adalah kandungan kadar garam yang larut pada perairan
dengan satuan unit (promil atau ‰, ppt). Pada perairan terutama air laut
dan payau merupakan faktor salinitas paling dominan pada habitat tersebut,
satuan yang dipakai pada umumnya promil (‰) atau ppt (part per thousand).
Salinitas pada perairan mempengaruhi tingkat osmoregulasi dan fisiologi
organisme di dalamnya. Osmoregulasi pada organisme perairan menentukan
kebutuhan cairan dan kadar garam pada tubuh bagi metabolisme terutama
mempengaruhi organ ginjal dan insang.
Pada beberapa organisme perairan salinitas ini menyebabkan ada
ikan digolongkan pada Stenohaline dan Euryhaline. Stenohaline merupakan
golongan organisme perairan yang tidak dapat menyesuaikan perubahan
salinitas yang sangat besar, misal ikan laut dalam tidak dapat hidup pada
perairan tawar atau payau (± 20 ‰) serta sebaliknya ikan air tawar tidak
dapat hidup pada kondisi perairan dengan adanya kadar garam. Eurihaline
merupakan golongan organisme perairan yang dapat menyesuaikan dengan
lingkungan pada salinitas yang berubah-ubah. Salinitas 30 ppt adalah tingkat
kadar garam normal pada air laut, pada salinitas ini induk ikan bandeng
dipelihara dan dipijahkan. Salinitas 23 ppt adalah kisaran salinitasi media air
laut-payau, dimana nener (stadium akhir larva bandeng) dipelihara di bak-
bak hatchery bandeng. Sementara salinitas 16 ppt mewakili air payau, di alam
kondisi ini dijumpai pada tambak-tambak dimana benih bandeng dipelihara
atau dibesarkan mencapai ukuran konsumsi.
c. Kekeruhan & kecerahan
Kecerahan dan kekeruhan air di dalam air dipengaruhi oleh banyaknya
sinar matahari yang masuk ke dalam air atau disebut juga intensitas sinar

190 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

matahari. Cahaya matahari didalam air berfungsi untuk kegiatan asimilasi


fitoplankton/ tanaman didalam air. Oleh karena itu, transparansi cahaya yang
menembus air sangat menentukan tingkat kesuburan air. Dengan memahami
intensitas cahaya pada kedalaman yang berbeda, kita dapat mengetahui
seberapa mungkin proses asimilasi dalam air masih ada.
Kekeruhan menggambarkan sifat optik, yang ditentukan berdasarkan
jumlah cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh zat yang terkandung di
dalam air. Definisi yang sangat sederhana adalah bahwa kekeruhan adalah
jumlah zat yang tersuspensi dalam air. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hamburan dan absorpsi cahaya datang, sehingga kekeruhan menghalangi
cahaya yang menembus air. Faktor-faktor kekeruhan air ditentukan oleh:
1) Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur dsb.);
2) Mikroorganisme yang merupakan plankton; dan
3) Warna air (antara lain disebabkan oleh zat koloid yang berasal dari daun
tanaman. yang diekstraksi) faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan
perubahan warna pada air.
Air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan tidak hanya harus
dijernihkan, tetapi juga harus mengandung plankton. air keruh
tidak dapat digunakan untuk budidaya ikan, karena air keruh dapat
menyebabkan:
a) Retensi oksigen rendah;
b) Berkurangnya batas pandang ikan;
c) Nafsu makan ikan berkurang, mengakibatkan efisiensi pakan rendah;
dan
d) Ikan mengalami kesulitan bernapas karena insangnya tertutup oleh
partikel kotoran.
Perpaduan kecerahan dan kekeruhan dengan nilai spesifik akan
mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton yang tersusun dari
berbagai spesies dengan ciri morfologi (warna) masing-masing.
Dilihat dari segi warna air, berikut adalah indikator dominansi
fitoplankton:
(1) Warna air hijau tua, didominasi Cyanophyceae, Microcystis,
Anabaena;
(2) Warna air hijau muda, didominasi Chlorophyta;
(3) Warna air hijau kecoklatan, didominasi diatom (kelas
Bacillariophyta) dan
(4) Warna air coklat kemerahan, didominasi diatom (kelas
Dinoflagellata).
Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui
sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air,
lapisan-lapisan mana yang tidak keruh, agak keruh, dan paling keruh. air
yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk
kehidupan ikan dan udang budidaya. Salah satu langkah penting pengolahan
untuk mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 191
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

baku tersebut. Kekeruhan ini sendiri diakibatkan oleh adanya partikel-


partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm sampai 10 µm. Partikel-
partikel kecil dan koloid tersebut tidak lain adalah pasir kwarsa, tanah liat,
sisa tanaman, ganggang dan sebagainya. Kekeruhan dihilangkan melalui
pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu yang disebut
flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah tawas, namun dapat pula
garam Fe (III), atau salah satu polielektrolit organis. Selain pembubuhan
flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flog-flog ini
mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid tersebut (bertumbukan)
dan akhirnya bersama-sama mengendap.

2. Parameter Kimia
a. pH
pH (singkatan dari “ puisance negatif de H “), yaitu logaritma
negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan
mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan,
sehingga pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik
buruknya sesuatu perairan.
Pada perairan perkolaman pH air mempunyai arti yang cukup penting
untuk mendeteksi potensi produktifitas kolam. air yang agak basa, dapat
mendorong proses pembongkaran bahan organik dalam air menjadi
mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh tumbuh-tumbuhan (garam
amonia dan nitrat). Pada air yang tidak mengandung bahan organik dengan
cukup, maka mineral dalam air tidak akan ditemukan. Andaikata ke dalam
media budidaya itu kemudian ditambahkan bahan organik seperti pupuk
kandang, pupuk hijau dsb. dengan cukup, tetapi kurang mengandung
garam-garam bikarbonat yang dapat melepaskan kationnya, maka mineral-
mineral yang mungkin terlepas juga tidak akan lama berada didalam air itu.
Pengklasifikasian nilai pH dibedakan menjadi tiga kategori yaitu
Netral (pH = 7), Alkalis/ basa (7 < pH < 14) & Asam (0 < pH < 7). Nilai pH
asam tidak baik untuk budidaya ikan dimana produksi ikan dalam suatu
perairan akan rendah. Pada pH netral sangat baik untuk kegiatan budidaya
ikan, biasanya berkisar antara 7–8, sedangkan pada pH basa juga kurang
baik untuk kegiatan budidaya. Pengaruh pH pada perairan dapat berakibat
terhadap komunitas biologi perairan, untuk jelasnya dapat dilihat pada
Tabel berikut.

192 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 8.2 Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

b. Oksigen terlarut/ Dissolved Oxygen (DO)


Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen, termasuk yang hidup
di air. Organisme akuatik seperti ikan memperoleh oksigen dalam bentuk
oksigen terlarut, dan oksigen terlarut terutama berasal dari atmosfer. Tanpa
tingkat konsentrasi oksigen terlarut tertentu, banyak jenis organisme
akuatik tidak akan hidup di air. Banyak ikan mati tidak langsung di polutan,
tetapi di air yang tercemar, tetapi karena kekurangan oksigen akibat
penggunaan gas selama penguraian/ penghancuran polutan. Di lingkungan
terdapat banyak zat organik berupa karbohidrat, protein dan lemak yang
merupakan organisme dan senyawa lainnya, sumber daya alam tersebut
sangat penting dan dibutuhkan oleh manusia. Secara normal, bahan organik
tersusun oleh unsur-unsur C, H, O, dan dalam beberapa hal mengandung
N, S, P, dan Fe. Batas kebutuhan oksigen terlarut bagi organisme perairan
antara 5-8 ppm. Pada kondisi kadungan oksigen terlarut kurang akan
menyebabkan organisme stres, sedangkan pada kadar yang terlalu tinggi
justru dapat membahayakan organisme perairan.
Oksigen terlarut merupakan parameter kunci kualitas air. Tersedianya
oksigen terlarut dalam air sangat menentukan kehidupan udang dan ikan
serta organisme lainnya. Oksigen terlarut dalam suatu perairan diperoleh
melalui diffusi dari udara ke dalam air, aerasi mekanis, dan fotosintesis
phytoplankton serta tumbuhan akuatik. Sementara itu, oksigen terlarut

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 193
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

dalam air dapat berkurang akibat adanya respirasi dan pembusukan bahan
organik pada dasar perairan.
Kadar oksigen terlarut pada perairan berfluktuasi (berubah) tergantung
dari kondisi lingkungan antara lain: temperatur, kekeruhan, adanya polutan,
aliran dan gelombang, siang dan malam hari serta kepatan organisme di
dalamnya. Dissolved oxygen (kandungan oksigen) adalah ukuran relatif
oksigen terlarut dalam media tertentu yang dibutuhkan semua makhluk
hidup untuk bernapas, tumbuh, dan memetabolisme. air mengandung
oksigen dalam jumlah tertentu, tergantung dari kondisi air itu sendiri. Ini
beberapa proses yang menyebabkan oksigen masuk ke dalam air, yaitu:
1) Oksigen berdifusi dari udara menuju air melalui permukaannya,
hal ini disebabkan oleh pergerakan molekul udara yang terputus-
putus akibat benturan dengan molekul air, sehingga O2 berikatan
dengan air. Proses difusi ini selalu terjadi ketika pergerakan air dapat
mengguncang oksigen, karena kandungan O2 di udara jauh lebih tinggi.
Menurut penelitian, 1000 cc air murni pada suhu kamar mengandung
7 cc O2, sedangkan udara murni pada suhu ruang dapat menyerap 210
cc O2. Menurut uraian ini, relatif mudah bagi air untuk melepaskan
O2 ke udara. Dari gambaran tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) Terwujudnya keseimbangan O2 dalam air dan udara bergantung
pada jumlah (dalam satuan tertentu) molekul zat (garam) yang
terlarut dalam air, karena angka ini menentukan kemungkinan
terbentuknya molekul dan juga menentukan jumlah molekulnya-
Molekul gas meninggalkan air lagi. Dibandingkan dengan aquades,
air yang mengandung garam dengan kandungan O2 rendah dapat
lebih cepat seimbang dengan udara.
b) Probabilitas tumbukan molekul air bergantung pada suhu air. Semakin
tinggi suhu air, semakin sedikit oksigen yang dapat dikandung air.
Artinya, jika suhu air tinggi, maka air dengan kadar oksigen rendah
dapat seimbang dengan udara, sehingga penambahan oksigen
lebih lanjut tidak akan meningkatkan oksigen terlarut di dalam air.
Dalam kegiatan budidaya ikan, fitur ini sangat penting terutama
dalam transportasi ikan hidup, konservasi ikan akuatik atau
konservasi ikan tertutup dalam sistem Recylce. Pengangkutan ikan
sebaiknya dilakukan pada pagi/ sore hari pada saat suhu masih
rendah, sehingga guncangan air akan meningkatkan difusi O2 di
dalam air. Saat memelihara ikan di akuarium atau ruang tertutup,
cahaya yang menaikkan suhu air akan mengurangi kemampuan air
untuk mengikat.
2) Di perairan umum, pemasukan oksigen ke dalam air terjadi karena air
yang masuk sudah mengandung oksigen, kecuali itu dengan aliran air,
yang menyebabkan pergerakan air dan mendorong difusi oksigen dari

194 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

udara ke dalam air.


3) Hujan secara tidak langsung akan meningkatkan O2 di dalam air.Pertama,
suhu air akan turun yang meningkatkan kemampuan air untuk mengikat
oksigen. Kemudian, jika pergerakan air meningkatkan volume air akibat
turunnya hujan, maka dapat meningkatkan O2 di dalam air.
4) Fotosintesis, respirasi dan asimilasi organisme air. Tumbuhan air yang
batangnya berada di air pada siang hari akan mengalami proses
asimilasi dan menambahkan O2 ke dalam air. Pada saat yang sama,
tanaman menggunakan O2 di air pada malam hari. Pengambilan air O2
didalam air disebabkan oleh:
a) Proses respirasi hewan dan tumbuhan air;
b) Proses penguraian (penetralisir) bahan organik; dan
c) Dasar perairan yang bersifat mereduksi, dasar demikian hanya dapat
menumbuhkan bakteri anaerob, yang dapat menyebabkan produk
pembakaran.
Hypoxia merupakan fenomena yang terjadi dalam lingkungan
akuatik akibat adanya penurunan konsentrasi oksigen terlarut sampai
batas yang dapat merugikan kehidupan organisme akuatik hidup di
dalamnya. Hypoxia dapat terjadi pada perairan karena adanya konsumsi
oksigen yang lebih besar dibandingkan dengan kandungan oksigen.
Kadar oksigen terlarut yang rendah dapat berpengaruh terhadap
fungsi dan lambatnya pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan
kematian pada ikan.
c. Chemical Oxygen Demand (COD) & Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Dengan melihat kandungan oksigen terlarut di dalam air dapat
ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi.
Cara yang ditempuh untuk tujuan tersebut adalah dengan uji:
1) COD, singkatan dari  Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen
kimia untuk reaksi oksidasi terhadap limbah di dalam air.
2) BOD  singkatan dari  Biochemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen
biologis untuk memecah limbah di dalam air oleh mikroorganisme.
Melalui kedua cara tersebut dapat ditentukan tingkat pencemaran
air lingkungan. Perbedaan dari kedua cara uji oksigen terlarut di dalam
air tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut ini. Chemical
oxygen demand adalah kapasitas air untuk menggunakan oksigen selama
peruraian senyawa organik terlarut dan mengoksidasi senyawa anorganik
seperti amonia dan nitrit. Biochemical oxygen demand adalah kuantitas
oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerob dalam menguraikan
senyawa organik terlarut. Jika BOD tinggi, maka dissolved oxygen (DO)
menurun karena oksigen yang terlarut tersebut digunakan oleh bakteri.
akibatnya ikan dan organisme air hubungan keduanya adalah sama-sama
untuk menentukan kualitas air, tapi BOD lebih cenderung ke arah cemaran
organik. Dalam proses penanganan air limbah biologis dengan sistem

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 195
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

aerobik, oksigen menjadi penting untuk penurunan kadar BOD dan COD
yang efektif.
Temperatur 200 C merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan
arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam inkubator. Hasil
yang berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena kecepatan
reaksi biokimia tergantung dari temperatur. Salah satu variabel penentu
yang menentukan kualitas air sehingga kita dapat menggolongkannya
ke dalam empat golongan di atas adalah berdasarkan kandungan bahan
organiknya yang dapat dinyatakan sebagai nilai BOD dan COD, antara lain:
a) Golongan A, nilai ambang BOD adalah 20 dan COD adalah 40.
b) Golongan B, nilai ambang BOD adalah 50 dan COD adalah 100.
c) Golongan C, nilai ambang BOD adalah 150 dan COD adalah 300.
d) Golongan D nilai ambang BOD adalah 300 dan COD adalah 600.
Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak
terlepas dari kandungan oksigen terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan
manusia dan mahluk hidup lainnya di darat, yang juga memerlukan oksigen
dari udara agar tetap dapat bertahan. air yang tidak mengandung oksigen
tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikro organisme, ikan dan hewan
air lainnya sehingga oksigen terlarut di dalam air sangat penting artinya
bagi kehidupan bagi organisme perairan.
d. Karbon Dioksida
Karbon dioksida (CO2) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau. Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan,
fungi, dan mikroorganisme pada proses  respirasi  dan digunakan oleh
tumbuhan pada proses  fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida
merupakan komponen penting dalam  siklus karbon. Karbon dioksida
juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran  bahan bakar fosil.
Karbon dioksida  anorganik  dikeluarkan dari  gunung berapi  dan proses
geotermal  lainnya seperti pada  mata air panas. Karbon dioksida tidak
mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5, 1  atm  namun langsung
menjadi padat pada temperatur di bawah-78  °C. Dalam bentuk padat,
karbon dioksida umumnya disebut sebagai  es kering. CO2  adalah  oksida
asam. Larutan CO2 mengubah warna litmus dari biru menjadi merah muda.
Karbon dioksida  larut  dalam air dan secara spontan membentuk
H2CO3  (asam karbonat) dalam kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi
relatif antara CO2, H2CO3, dan HCO3−  (bikarbonat) dan CO32−(karbonat)
bergantung pada kondisi  pH  larutan. Dalam air yang bersifat netral atau
sedikit basa (pH > 6, 5), bentuk bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam
air yang bersifat basa kuat (pH > 10, 4), bentuk karbonat mendominasi.
Bentuk karbonat dan bikarbonat memiliki kelarutan yang sangat baik.
Dalam air laut (dengan pH = 8, 2-8, 5), terdapat 120 mg bikarbonat per
liter. Karbon dioksida bisa kita dapatkan dengan  distilasi  udara. Namun
cara ini hanya menghasilkan CO2  yang sedikit. Berbagai jenis reaksi kimia

196 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

dapat menghasilkan karbon dioksida, seperti reaksi pada kebanyakan asam


dengan karbonat logam. Reaksi antara asam sulfat dengan kalsium karbonat
adalah:
H2SO4 + CaCO3 → CaSO4 + H2CO3
H2CO3  kemudian terurai menjadi air dan  CO2. Reaksi ini diikuti dengan
pembusaan atau penggelembungan.  Pembakaran  dari semua bahan bakar
yang mengandung karbon, seperti  metana  (gas alam), distilat minyak bumi
(bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu akan menghasilkan
karbon dioksida. Sebagai contohnya reaksi antara metana dan oksigen:
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O
Besi  direduksi dari oksida besi dengan  kokas  pada  tungku sembur,
menghasilkan pig iron dan karbon dioksida:
Fe2O3 + 3 C → 4 Fe + 3 CO2
Khamir  mencerna  gula  dan menghasilkan karbon dioksida beserta
etanol pada proses pembuatan anggur, bir, dan spiritus lainnya:
C6H12O6 → 2 CO2 + 2 C2H5OH
Dampak pencemaran karbondioksida yaitu dapat  menimbulkan efek
sistematik, karena meracuni tubuh dengan cara pengikatan hemoglobin yang
amat vital bagi oksigenasi jaringan tubuh akibatnya apabila otak
kekurangan oksigen dapat menimbulkan kelumpuhan bahkan kematian.
Dalam jumlah kecil dapat menimbulkan gangguan berfikir, gerakan otot,
gangguan jantung.
e. Nitrogen dan turunannya
Nitrogen dalam air dapat berupa nitrogen organik dan nitrogen
anorganik. Nitrogen anorganik dapat berupa amonia (NH3), amonium
(NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3) dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas.
Sedang nitrogen organik diturunkan dari nitrogen dalam bentuk protein,
asam amino dan urea. Bahan organik yang berasal dari bangkai hewan akan
mengalami penguraian mineral, dan mineral yang dilepaskan sebagian
besar adalah garam nitrogen (berasal dari asam amino penyusun protein).
Proses peluruhan pertama kali terbentuk oleh amonia (NH3) akibat
penguraian asam amino oleh berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob.
Pembongkaran akan menghasilkan gas CO2 bebas. Apabila kualitas air
menurun, maka oksigen di dalam air akan terkuras, dan proses penguraian
bahan organik akan lambat laun diserap oleh bakteri terkenal lainnya
yaitu Nitrosomonas dan menjadi senyawa nitrit. Jika air mengandung
cukup kation, asam nitrat yang terbentuk dapat segera diubah menjadi
nitrit oleh bakteri nitrifikasi atau bakteri nitrosasi. Selain itu, bakteri
denitrifikasi (disebut Micrococcus denitrifying), bakteri nitrit selanjutnya
dapat menguraikan nitrit primer menjadi nitrogen bebas.
Jika kandungan NH3 tinggi akibat banyaknya pelepasan bahan organik
di dalam air, hal ini disebabkan proses penghilangan berupa amonia yang
tidak begitu berbahaya di dalam media budidaya. Amonia yang ada dalam

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 197
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

wadah kultur dapat diukur, biasanya dalam bentuk total amonia.


Menurut Boyd (Boyd, 1988), terdapat hubungan antara kandungan
total amoniak dan amoniak bebas pada berbagai pH dan temperatur,
seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 8.3 Persentase (%) ammonia bebas (NH3) terhadap ammonia total

Pada tabel tersebut memperlihatkan daya racun ammonia yang akan


meningkat dengan meningkatnya kadar pH dan suhu terhadap organisme
perairan termasuk ikan. Kadar amonia yang dapat mematikan ikan budidaya
jika dalam air mengandung 0, 1–0, 3 ppm. Oleh karena itu, sebaiknya kadar
amonia didalam air tidak lebih dari 0, 2 mg/ l (ppm). Kadar amonia yang
tinggi ini diakibatkan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari
limbah domestik, industri dan limpasan pupuk pertanian.

3. Parameter Biologi
a. Pankton
Plankton berasal dari bahasa Yunani ‘planktos’ yang berarti mengembara
atau berkeliaran. Kemudian plankton didefinisikan sebagai kumpulan
organisme (umumnya berukuran mikro), yang diwakili oleh hampir semua
kelompok di dunia hewan dan tumbuhan, baik produsen primer, herbivora,
karnivora, maupun transforman (seperti jamur dan bakteri). Gaya hidup
organisme ini dapat berupa saprofit atau parasit. Kelompok ini hidup secara
pasif di air terapung dan karenanya dapat terhanyut. Meskipun beberapa
dapat bergerak dengan organ dan mekanisme tertentu, pergerakannya
relatif lemah. Margalef (1955) dan Dussart (1965) dari Subandiyo (1992)
mengklasifikasikan atau mengelompokkan plankton menurut perbedaan
ukuran, seperti pada Tabel 8.4.

198 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Tabel 8.4 Plankton berdasarkan perbedaan ukuran

b. Bentos
Benthos adalah organisme yang menempel atau tinggal di dasar atau
hidup di sedimen air dasar. Bentos dapat dibedakan menjadi zoobentos
(hewan) dan fitobentos (tumbuhan). Benthos relatif tidak berpindah-
pindah, sehingga sebaiknya digunakan sebagai indikator kualitas
lingkungan karena benthos selalu bersentuhan dengan limbah yang masuk
ke habitatnya. Kelompok hewan ini dapat lebih mencerminkan perubahan
faktor lingkungan, karena hewan bentik terus-menerus terpapar air dengan
kualitas berbeda. Di antara hewan bentik, makroinvertebrata relatif mudah
diidentifikasi dan sensitif terhadap perubahan lingkungan akuatik. Grup ini
disebut makrozoobentos.

B. Teknik Pengukuran parameter kualitas air


Pada pengontrolan kualitas dan kuantitas perairan akan sangat menunjang
pada pertumbuhan dan perkembangan ikan budidaya dan organisme sebagai pakan
alaminya. Kondisi perairan normal baik kondisi fisik dan kimia yang menunjang
kehidupan ikan budidaya, akan menghasilkan produksi yang optimal dan bahkan
dapat ditingkatkan. Pengukuran kondisi perairan dapat dari yang sederhana
dengan memperhatikan tingkah laku ikan budidaya ataupun dengan menggunakan
peralatan untuk mengukur parameter kualitas air budidaya.
Ikan pada kondisi perairan yang normal ikan akan memperlihatkan tingkah
laku mencari pakan dan bergerak yang lincah. Jika terjadi perubahan kondisi
perairan yang kurang menguntungkan akan terjadi pula perubahan tingkah laku
pada ikan budidaya yang dipelihara di dalamnya. Misal kurang oksigen terlarut
ikan sesekali muncul ke permukaan perairan, pola makan berubah (diberi pakan
tidak merespon keberadaan pakan). Untuk memastikan penyebab pada perubahan
tingkah laku pada ikan budidaya ada baiknya dilakukan pengukuran parameter
kualitas air dengan teknik dan peralatan yang sesuai sehingga perubahan tingkah

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 199
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

ikan budidaya yang dipelihara terpantau secara maksimal dan dilakukan tindakan
penyelamatan, dengan mempergunakan peralatan dan cara yang sederhana dan
efektif serta efisien.

1. Parameter Fisik
a. Temperatur (Suhu)
Temperatur perairan merupakan faktor penting yang juga sangat
menentukan keberhasilan pada budidaya perikanan. Karena dengan adanya
perubahan temperatur perairan dapat mengganggu kehidupan organisme
perairan terutama metabolisme tubuh. Hal ini yang kita harus perhatikan
adalah ikan termasuk dalam hewan poikiloterm sehingga adanya perubahan
temperatur yang sangat drastis (dingin dan tinggi) dapat mempengaruhi
kehidupan ikan-ikan yang dipelihara, kita harus perhatikan bahwa bahwa
ikan yang pelihara pada kolam yang terbatas mobilitasnya, hewan ini tidak
dapat pindah pada lokasi berbeda sehingga jika terjadi perubahan yang
ekstrim sangat berbahaya pada kehidupannya. Indikator adanya perubahan
temperatur kolam jika ada perubahan tingkah laku ikan yang dipelihara,
yakni mengambil oksigen ke arah permukaan kolam, yang menandakan
adanya kandungan oksigen terlarut berkurang, sehingga diperkuan adanya
penambahan oksigen dengan cara diberi aerasi atau kincir air. Kita perlu
melakukan pengukuran temperatur perairan dengan peralatan yang
sederhana secara berkala dengan memperhatian perubahan tingkah laku
ikan yang dipelihara. Atau dengan kata lain pada kolam budidaya dapat
dicelupkan alat termometer pada badan perairan dan permukaan kolam
untuk memantau dan sekaligus mengukur temperaturnya.

Gambar 8.2 Termometer analog & digital


Sumber : http: // alkes-marinno.com/ tag/ thermometer-manual/

b. Salinitas
Salinitas perairan kolam atau tambak budidaya ikan, sangat penting
diperhatikan terutama pada ikan-ikan yang dibudidayakan bersifat
stenohaline (organisme tidak mampu hidup pada perubahan/ fluktuasi
salinitas yang lebar). Berbeda dengan organisme euryhaline (organisme
yang dapat mampu hidup pada perubahan salinitas yang lebar). Pada

200 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

kondisi yang normal ikan hidup, tumbuh dan berkembang pada masing-
masing lokasi habitat dimana mereka hidup. Perubahan salinitas yang lebar
dapat terjadi pada daerah estuaria (habitat pertemuan antara laut dengan
muara sungai, dimana perairan bersifat payau karena adanya percampuran
air tawar dengan laut). Perubahan salinitas tersebut pada umumnya terjadi
pada saat bulan purnama (penuh dan purnama gelap/ bulan baru) dimana
terjadi air laut pasang tinggi.
Pengukuran kadar garam dapat dilakukan dengan alat salinometer
dan hands refraktometer. Alat Salinometer dipakai dengan cara dicelupkan
langsung pada badan perairan (diusahakan perairan tenang) skala yang
tepat dipermukaan perairan menunjukkan kadar garamnya. Pada alat
hands refraktometer merupakan alat yang sudah sering digunakan, alat
lebih praktis karena hanya membutuhkan hanya beberapa tetes air laut
yang akan diukur. air laut yang akan diukur diteteskan pada jendela bidik
yang kemudian ditutup. Dengan mengamati langsung pada jendela bidik
kemudian difokuskan sesuai akomodasi penglihatan pada mata, maka dapat
langsung dilihat pada skala angka berapa yang terlihat pada jendela bidik,
ini menunjukkan kadar garam (warna yang ditunjukan adalah terpisahnya
warna biru dengan jernih). Hasil dari pengamatan ini nilainya lebih akurat
daripada hasil pengukuran menggunakan salinometer.

Gambar 8.3 Refraktometer (alat pengukur salinitas)


Sumber : https: // seisdigital.com/ shop/ uncategorized/ refraktometer-salinitas-meter-alat-
uji-kadar-larutan-garam-alat-uji-salinitas-aquarium-alat-uji-air-laut/

c. Kecerahan & Kekeruhan


Kecerahan adalah ukuran transparansi air, dan cakram Secchi dapat
digunakan untuk mengukur sinar matahari di dalam air. Satuan nilai

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 201
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

kecerahan air yang menggunakan alat ini adalah meteran. Jumlah cahaya
yang diterima fitoplankton di perairan asli bergantung pada intensitas
cahaya matahari yang memasuki permukaan air dan kemampuan cahaya
untuk melakukan perjalanan melalui air. Sinar matahari yang masuk ke
dalam air juga dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity).

Gambar 8.4 Secchi disk (alat pengukur kecerahan)


Sumber : https: // www.amazon.com/ Hach-Company-2177200-Secchi-Disk/ dp/ B00N3Z9CRG https:
// www.researchgate.net/ figure/ The-Secchi-Disk-Us-army-Corps-of-engineers-albuquerque-District_
fig2_296089219

Gambar 8.5 Prosedur penggunaan secchi disk


Sumber : http: // himiteka.lk.ipb.ac.id/

202 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Pengukuran kekeruhan air bisa disebut dengan Jackson Candler


Turbidimeter dengan satuan unit turbiditas setara dengan 1 mg/ l SiO2. Satu
unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1
JTU (Jackson Turbidity Unit). Metode tersebut diselesaikan berdasarkan
transmisi cahaya yang terjadi. Pengukuran kekeruhan dengan metode
ini pada dasarnya bersifat visual dan dilakukan dengan membandingkan
sampel air dengan air standar. Awalnya, metode standar untuk menentukan
kekeruhan adalah metode Jackson Candler Turbidimeter menggunakan
kalibrasi silika gel. Namun kekeruhan terendah yang dapat diukur dengan
alat ini adalah 25 unit. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter
dinyatakan dengan satuan 1 JTU.

Gambar 8.6 Turbidity meter (alat pengukur kecerahan)


Sumber : https: // camblab.info/ wp/ index.php/ how-can-i-measure-turbidity/

2. Parameter Kimia
a. pH
Kertas lakmus, kertas pH universal, larutan indikator universal (metode
colorimeter) dan pH meter (metode potensiometer) dapat digunakan untuk
pengukuran pH. Pengukuran pH sangat penting dilakukan untuk memahami
keadaan larutan, sehingga dapat diketahui kecenderungan reaksi kimia dan
kecenderungan pengendapan zat yang berkaitan dengan reaksi asam basa.

Gambar 8.7 Pengukuran pH dengan


kertas indikator universal
Sumber : https: // www.tneutron.net/
blog/ pengukuran-ph-air/

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 203
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Elektroda hidrogen merupakan absolut standard dalam


penghitungan pH. Karena elektroda hidrogen mengalami kerumitan dalam
penggunaannya, ditemukanlah elektroda yang dapat dibuat dari gelas yang
memberikan potensial yang berhubungan dengan aktivitas ion hidrogen
tanpa gangguan dari ion-ion lain. Penggunaannya menjadi metode standard
dari pengukuran pH. Pengukuran pH di atas 10 dan pada temperatur tinggi
sebaiknya menggunakan elektroda gelas spesial. Alat-alat yang digunakan
pada umumnya distandarisasi dengan larutan buffer, dimana nilai pH nya
diketahui dan lebih baik digunakan larutan buffer dengan pH 1–2 unit yang
mendekati nilai pH contoh air.

Gambar 8.8 pH meter Digital


Sumber : Sri Wahyuni, 2019 (Dokumentasi pribadi)

b. Oksigen terlarut/ Dissolved Oxygen (DO)


Satuan ukur oksigen terlarut adalah mg/ l yang artinya jumlah mg/ L
oksigen terlarut dalam air atau satuan internasionalnya adalah ppm (parts
per million). Alat yang digunakan untuk mengukur DO pada media budidaya
adalah DO meter. Penggunaan  DO meter, harus diperhatikan suhu dan
salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat
vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter.
Di samping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi
alat sangat menentukan akurasi hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman
di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan metode WINKLER (titrasi)
lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat
Metoda untuk mengukur kadar oksigen terlarut pada perairan dengan
cara titrasi menggunakan metode WINKLER, yang secara umum banyak
digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan larutan MnSO4 dan KOH-KI, sehingga akan

204 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

terjadi endapan MnO2 (berwarna coklat). Dengan menambahkan larutan


H2SO4, maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan membebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan kandungan oksigen terlarut.
Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum
0, 5 % (kanji). Metode Winkler ini diterapkan untuk kondisi di lapangan
yang tidak memungkinkan alat elektrik tidak memungkinkan dibawa untuk
digunakan.

Gambar 8.9 DO meter Digital


Sumber : Sri Wahyuni, 2019 (Dokumentasi pribadi)

c. Biochemical Oxygen Demand (BOD) & Chemical Oxygen Demand (COD)


Metode pengukuran kondisi perairan Biochemical Oxygen Demand
dengan metode “Winkler” (titrasi), kecerahan dan salinitas dengan metode
visualisasi, kekeruhan metode absorbansi (spektrofotometri). Prinsip
analisis BOD sama dengan prinsip analisis oksigen terlarut, salah satunya
dengan metode Winkler. Prinsipnya menggunakan titrasi iodometri.
Pertama, tambahkan larutan MnSO4 dan KOH-KI pada sampel yang akan
dianalisis, sehingga akan terjadi pengendapan MnO2 (coklat). Dengan
menambahkan H2SO4, endapan coklat yang muncul akan larut kembali dan
akan melepaskan molekul iodium (I2) yang setara dengan oksigen terlarut.
Kemudian gunakan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan indikator
larutan pati (kanji) untuk mentitrasi iodium yang dilepaskan.  Reaksi kimia
yang terjadi dapat dirumuskan:
MnSO4 + KOH  Mn(OH)2 + 2 NaSO4
2 Mn(OH)2 + O2  2 MnO2 + 2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O  Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3  Na2S4O6 + 2 NaI
Analisis BOD dan COD limbah akan menghasilkan nilai yang berbeda
karena kedua pengujian mengukur bahan yang berbeda. Nilai COD selalu
lebih tinggi dari nilai BOD. Perbedaan antara kedua nilai ini disebabkan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 205
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

oleh banyak faktor, seperti lignin dan bahan kimia lain yang tahan terhadap
oksidasi kimia; bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi dan
sensitif terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak sensitif dalam uji BOD 5
hari, Seperti selulosa, lemak rantai panjang atau sel mikroba dan adanya
zat beracun dalam limbah, zat ini akan mengganggu pengujian BOD, tetapi
tidak akan mengganggu pengujian COD. Meskipun metode COD tidak dapat
mengukur limbah oksidasi biologis, metode COD memiliki nilai praktis.
Untuk limbah spesifik dan fasilitas pengolahan limbah spesifik, korelasi
yang baik dapat diperoleh antara nilai COD dan BOD

(a) (b)
Gambar 8.10 Pengukuran kadar oksigen terlarut dengan cara titrasi
Sumber: (a) http: // www.alamikan.com/ 2014/ 05/ cara-pengukuran-do-atau-
kadar-oksigen.html
(b) https: // www.tneutron.net/ blog/ metode-titrasi-dengan-cara-
winkler/

d. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida bebas yang dianalisis adalah karbondioksida berupa
gas yang terkandung di dalam air. Pada tekanan 1 atm dan suhu 25 ° C,
kandungan CO2 bebas dalam air murni sekitar 0, 4 ppm. Karbondioksida
di dalam air diperoleh sebagai hasil dari proses difusi udara dan respirasi
organisme air. Proses dekomposisi juga menghasilkan CO2. Metode yang
biasa digunakan untuk mengukur CO2 bebas adalah metode titrasi natrium
karbonat (Na2 CO3).
Prinsip analisa karbondioksida bebas bereaksi dengan sodium
karbonat atau natrium hidroksida standart membentuk sodium bikarbonat
ketiga larutan tidak berwarna. Oleh karena itu, diperlukan indikator
penolpthalein (PP) yang akan memberikan warna merah/ merah muda bila
larutan menjadi basa (pH > 8, 3). Oleh karena itu, sedikit natrium karbonat
atau natrium hidroksida akan menyebabkan larutan merah menandai akhir
titrasi.

206 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 8.11 CO2 meter digital


Sumber : DitPSMK.b (2014)

e. Nitrogen dan turunannya


Penentuan nitrat-nitrogen digunakan metode brucine dengan
pereaksipereaksi brucine dan asam sulfat pekat. reaksi brucine dengan nitrat
membentuk senyawa yang berwarna kuning. kecepatan reaksi ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat panas larutan. pemanasan larutan dilakukan
dengan cara penambahan asam sulfat pekat. pengukuran kadar Nitrat selain
dengan menggunakan metode brucine juga dapat menggunakan metode
Cadnium Reduction Methode, Ultraviolet Spectrophotometric Screening
Method atau Nitrate Electrode Method.
Nitrit-nitrogen dapat diukur dengan metode Sulfa. Reagen yang
digunakan adalah sulfonamida sebagai reagen diazotisasi dan NED (N-1-
naphthyl-ethylenediamine-dihydrochloride) sebagai coupling agent. Nitrit
dalam air bereaksi dengan reagen. Reagen ini bersama-sama membentuk
garam diazonium, membentuk senyawa "azo" berwarna merah terang
(merah muda). Penentuan amonia-nitrogen digunakan metode Indophenol
(metode phenate). metode ini memeberikan hasil yang baik untuk perairan
air kolam. Pereaksi yang digunakan adalah phenate (phenol), chlorox
(oxidizing solution) dan mangan sulfat. phenol dan hypochlorit (chlorox)
beraksi dalam kondisi larutan basa membentuk phenylquinonemonoimine
yang selanjutnya akan bereaksi dengan ammonia menjadi indophenol yang
berwarna biru. kepekatan warna biru sebanding dengan kadar amonia yang
ada.
Diantara berbagai cara yang digunakan dalam menentukan ammonia,
yang paling sederhana adalah cara Nessler langsung. Cara ini umum
digunakan terhadap sampel yang diharapkan memiliki kandungan
ammonia yang tinggi. Cara yang lebih teliti melibatkan destilasi ammonia
dan penggunaan spektrofotometer.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 207
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 8.12 Spektrofotometer


Sumber: https://medium.com/@daksanabumiteknik/jenis-jenis-spectrophotometer-adalah-beserta-
pengertiannya-69fbeb19eea0

3. Parameter Biologi
a. Plankton
Parameter biologis yang biasa diukur dalam pengamatan kualitas
air untuk budidaya perairan adalah plankton, nekton, neuston, perifiton
dan bentos karena masing-masing memiliki karakteristik yang khas.
Pengamatan plankton sebagai parameter biologi biasanya meliputi
keanekaragaman plankton dan kelimpahan plankton yang terkandung di
dalam air. perhitungan kelimpahan plankton dapat menggunakan:
(1) Haemocytometer, Tujuan penggunaan alat ini untuk mengamati
adalah untuk mengamati fitoplankton atau plankton pada mikroskop
dengan perbesaran 100 kali. Biasanya digunakan untuk menghitung
fitoplankton berukuran <10 µm

Gambar 8.13 Haemocytometer dan cara perhitungan plankton


Sumber: https: // www.tneutron.net/ blog/ plankton-di-perairan/
Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)

(2) Sedgwick rafter cell. Tujuan penggunaan alat observasi ini adalah
menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 100 untuk
mengamati mikrozooplankton dan fitoplankton. Saedgwick rafter cell
merupakan alat observasi plankton yang paling umum digunakan untuk
kegiatan identifikasi plankton, karena memiliki kapasitas yang relatif
besar, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi fitoplankton
dan zooplankton dengan ukuran mikro yang sesuai. Volume Sedgwick
rafter cell tepat 1(satu) cc atau 1 cm³ dengan perincian panjang 50 mm,
lebar 20 mm dan tebal 1 mm.

208 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 8.14 Sedgwick rafter


Sumber: http://www.kc-denmark.dk/products/other-products/
sedgewick-rafter-counting-cell,-1-ml.aspx

b. Benthos
Bentos adalah makhluk air yang hidup di bawah air. Pengamatan
parameter biologis hewan bentik biasanya terbatas pada makrobentos.
Jika sampel diambil di lumpur atau air tergenang, pengambilan sampel
bentik dapat menggunakan Eickman grab atau untuk menentukan sampel
sementara. Sebagai alternatif, Anda juga dapat menggunakan jaring Surber
pada sampel yang dikumpulkan di air mengalir.

Gambar 8.15 Eickman grab (kiri) & Jala Surber (kanan)


Sumber: https://www.forestry-suppliers.com/product_pages/products.
php?mi=50511&itemnum=77139

C. Pengelolaan kualitas air optimal untuk kegiatan pengembangbiakan


Pengelolaan kualitas air agar kondisi air pemeliharaan selalu dalam keadaan
baik untuk larva. Kegagalan mempertahankan kualitas air dapat menyebabkan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 209
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

kematian larva. Wadah diaerasi agar kebutuhan oksigen larva terpenuhi. Jarak
antar titik aerasi di wadah pemeliharaan larva adalah 50 cm. Pada hari pertama
media pemeliharaan larva diberi air hijau dengan kepadatan 25000-50000 sel/
ml dan perberian alga dilakukan dengan tujuan sebagai makanan rotifera dan juga
agar media pemeliharaan berwarna hijau. air yang berwana hijau diyakini dapat
mengurangi intensitas sinar matahari yang kuat dan sebagai stabilisator kondisi
lingkungan pemeliharaan. Untuk mengurangi intensitas sinar matahari dapat juga
dilakukan dengan kombinasi air hijau dan memberi krei di atas wadah peliharaan
sehingga sinar matahari tersebar merata. Intensitas sinar mata hari yang kuat pada
satu titik dapat menyebabkan larva bergerombol di satu tempat. Sinar matahari
yang kuat dapat menyebabkan larva menjadi bengkok yang diikuti dengan
kematian.
Pada awal pemeliharaan larva penyiponan dasar bak tidak dilakukan dan
penyiponan dasar hanya dilakukan dalam kondisi yang darurat seperti terjadi
kematian plankton yang mengendap di dasar wadah. Penyiponan dasar biasanya
dapat dilakukan mulai hari ke-10. Setelah larva diberikan pakan buatan, maka
penyiponan sisa pakan dilakukan setiap hari.
Tabel 8.5 Parameter Kualitas air Optimal Pada Pemeliharaan Larva Udang Windu

Sumber : SNI No. 01-6144-1999

D. Interaksi antar parameter kualitas air pada perairan


Suhu bisa mempengaruhi kualitas air yang lain. Suhu perairan mempengaruhi
kelarutan dan difusi oksigen terlarut ke dalam perairan. Kelarutan oksigen dalam air
akan cepat jenuh apabila suhu air tinggi, demikian juga sebaliknya. Konsentrasi NH3
dan CO2 meningkat dengan meningkatnya suhu. Hal ini disebabkan meningkatnya

210 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

metabolisme biota air dimana hasil buangannya NH3 dan CO2. (Effendi, 2003).
Pada keadaan temperatur normal kelarutan oksigen dapat optimal, namun
pada temperatur dingin dapat meningkat dengan keadaan tanpa ada pencemaran
air. Namun, hal ini dapat mengakibatkan kondisi yang kurang baik pada organisme.
Pada peningkatan temperatur perairan yang tinggi dapat mengurangi kelarutan
oksigen pada perairan, karena proses difusi terganggu sehingga kandungan
oksigen berkurang. Hal ini akan sangat mengganggu karena larva udang
merupakan organisme perairan yang sangat membutuhkan oksigen terlarut tinggi,
berbeda dengan ikan justru pada kandungan oksigen tinggi dapat membahayakan
kehidupannya. Larva udang yang hidup pada perairan kekurangan oksigen terlarut
rendah dapat menyebabkan stres karena hal ini kadang bersamaan dengan adanya
peningkatan temperatur perairan sehingga dapat memicu pigmen rodopsin
meningkat sehingga warna agak kemerahan jika tidak segera ditanggulangi dapat
membahayakan kehidupan larva udang secara keseluruhan.
Tabel 8.6 Persentase total amonia dalam hubungannya dengan pH dan suhu
Suhu (oC)
PH
10 15 20 25 30
6, 0 0, 086 0, 027 0, 040 0, 057 0, 081
6, 5 0, 059 0, 087 0, 125 0, 180 0, 250
7, 0 0, 186 0, 273 0, 396 0, 566 0, 799
7, 5 0, 586 0, 859 1, 240 1, 770 2, 480
8, 0 1, 830 2, 670 3, 820 5, 380 7, 460
8, 5 5, 560 7, 970 11, 200 15, 300 20, 300
9, 0 15, 700 21, 500 28, 400 36, 300 44, 600
Sumber : Noga, 1996

Suhu dan pH air dapat menyesuaikan rasio amonia dengan bentuk non-
ioniknya. Setiap kenaikan 1 satuan pH dapat meningkatkan kelipatan 10 amonia
non-ionik. Semakin tinggi pH air kolam, maka semakin beracun amonia, hal ini
dikarenakan sebagian besar amonia yang berbentuk NH3, dan bentuk molekul
amonia (NH3) lebih toksik dibandingkan amonia bentuk ionik. Amonia dalam bentuk
molekuler dapat menembus membran sel lebih cepat dari ion NH4+. Toksisitas
amonia juga dipengaruhi oleh suhu, dimana toksisitas meningkat pada suhu yang
lebih tinggi.
Mackereth et. al. (1989) dalam Effendi, 2003 berpendapat bahwa pH juga
berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH,
semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida
bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif. pH juga
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Toksisitas logam memperlihatkan
peningkatan pada pH rendah (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi 2003).

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 211
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Konsentrasi oksigen terlarut tergantung pada faktor fisika dan biologi perairan.
Beberapa faktor fisika yang mempengaruhi konsentrasi atau kelarutan oksigen
dalam air antara lain temperatur, salinitas, dan tekanan atmosfer. Konsentrasi
oksigen terlarut juga dipengaruhi oleh faktor biologis seperti kepadatan organisme
perairan, karena semakin padat organisme perairan, maka laju respirasi juga akan
semakin meningkat. Sebaliknya keberadaan karbon dioksida dalam perairan
yang berlebihan dapat mempengaruhi tingkat keasaman perairan, akibat dari pH
perairan dapat menurun. Jika hal ini terjadi ikan yang dipelihara mengalami stres
yang pada akhirnya ikan tidak nafsu makan dan dapat menimbulkan kematian.
Plankton dalam air akan dipengaruhi oleh jenis air (mengalir dan tergenang),
kualitas kimiawi dan fisik air (misalnya: suhu, kecerahan, aliran air, pH, kandungan
CO2 bebas, kandungan unsur-unsur hara), dan adanya kompetitor-kompetitor
dan atau pemangsa-pemangsa plankton. Pada perairan yang tergenang (misalnya
tambak, rawa, telaga, telaga), keberadaan plankton berubah dari waktu ke waktu
(temporal differences) dan penempatan ruang atau kolom air juga berubah (spatial
differences). Pada perairan yang mengalir, unsur ruang dan waktu relatif tidak
signifikan, kecuali jika aktivitas manusia menyebabkan pencemaran sungai.
Berlawanan dengan plankton, keberadaan organisme bentik di perairan
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti biotik dan organisme
tidak hidup. Faktor yang mempengaruhi organisme antara lain produsen, yang
merupakan sumber makanan hewan bentik. Faktor abiotik adalah sifat fisik dan
kimia air, meliputi: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologis
(BOD) dan zat kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan
substrat dasar.

E. Pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan ikan


Temperatur (suhu) suatu perairan sangat menentukan keberadaan, tingkah
laku dan pertumbuhan organisme perairan, satuan pada temperatur adalah
derajat Celsius. Temperatur perairan akan mempengaruhi sistem dan metabolisme
tubuh organisme yang hidup pada perairan. Seperti diketahui temperatur rendah
(< 20 oC) pada organisme perairan akan menurunkan laju metabolisme tubuh,
sedangkan metabolisme tubuh akan berlangsung optimal pada temperatur optimal
(25–28 oC), pada temperatur tinggi (> 30 oC) akan mempercepat metabolisme
dalam keadaan tidak sempurna. Pada organisme perairan untuk tumbuh dan
berkembang membutuhkan kondisi lingkungan pada temperatur optimal. Pada
umumnya organisme perairan bersifat poikiloterm (hewan menyesuaikan
temperatur tubuh dengan temperatur lingkungan dimana mereka hidup dan
berada). Organisme perairan termasuk ikan pada temperatur lingkungan rendah
menyebabkan keinginan untuk makan turun, hal ini dapat menjadikan organisme
tersebut lemah dan mudah sakit yang pada akhirnya bisa menimbulkan kematian
sedangkan pada telur organisme perairan akan menghambat perkembangan
dan sehingga perkembangan tidak sempurna sedangkan pada temperatur yang
tinggi akan menyebabkan metabolisme terlalu cepat sehingga menyebabkan ikan

212 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

bersembunyi pada lokasi yang lebih teduh, pada telur selama perkembangan dapat
mengakibatkan embriogenesis sangat cepat dan kadang menyebabkan kecacatan
pada morfologi.
Nilai pH air akan mempengaruhi kesuburan air, karena akan mempengaruhi
kehidupan mikroorganisme. air asam memiliki produktivitas rendah dan bahkan
dapat membunuh organisme budidaya. Pada nilai pH rendah kandungan oksigen
terlarut akan menurun, akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan
menurun, aktivitas pernafasan meningkat dan nafsu makan menurun, sedangkan
pada atmosfir alkali yang terjadi sebaliknya. Atas dasar itu, usaha budidaya
perikanan akan berhasil di air dengan pH 6, 5-9, 0 dan kisaran optimal 7, 5-8, 7
Tabel 8.7 Hubungan antara pH air dan kehidupan ikan budidaya

Tabel 8.8 Kisaran nilai parameter kualitas air untuk budidaya perikanan
NAMA BIOTA SUHU OKSIGEN SALINITAS
NAMA ILMIAH pH
LAUT/ PAYAU (0C) (ppm) (ppt)
2 3 -
Bandeng Chanos chanos 7-9 4-7 0-35*
32
2 3 -
Beronang Siganus sp 7-9 4-7 15-35
32
2 4 -
Kakap putih Lates calcalifer 7-9 3-7 0-35*
32
Kakap mata Psammoperca 2 4 -
7-9 4-7 30-35
kucing waigiensis 32
L u t j a n u s 2 4 -
Kakap merah 7-9 4-7 30-35
argentimaculatus 32
2 4 -
Kakap jenaha Lutjanus johni 7-9 4-7 20-35
32
Cromileptes 2 7 -
Kerapu bebek 7-8 5-6 33-35
altivelis 32
Ephinephelus 2 7 -
Kerapu lumpur 7-8 5-6 15-35
suilus 32
Ephinephelus 2 7 -
Kerapu macan 7-8 5-6 33-35
fuscoguttatus 32

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 213
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

NAMA BIOTA SUHU OKSIGEN SALINITAS


NAMA ILMIAH pH
LAUT/ PAYAU (0C) (ppm) (ppt)
Plectrompoma 2 7 -
Kerapu merah 7-8 5-6 33-35
maculatus 32
2 7 -
Kuwe Caranx sp 7-8 5-7 33-35
32

Ketang ketang Scatophagus 7-9 2 5 - 4-7 25-35


argus 32

P e n a e u s 7 , 2 8 -
Udang windu monodon 5-8, 30 5-10 10-25
7

P e n a e u s 7 , 2 8 -
Udang putih merguiensis 5-8, 30 5-10 15-27
5

Rumput laut E u c h e m a 7-8 2 5 - 4-6 27-30


spinosum 27
Rumput laut Gracillaria sp 7-8 2 5 - 4-6 2-3-
27

Holothuria 6 , 2 3 -
Teripang scabra 5-8, 32 4-8 26-33
5

P i n c t a d a 7 , 2 8 -
Mutiara maxima 5-8, 30 4-7 32-35
5

Kerang bakau Crassostrea sp 6-9 2 5 - 3-6 15-35


32
Kerang hijau Perna viridis 6-9 2 6 - 3-7 27-34
30

Kerang darah A n a d a r a 6-9 2 6 - 3-6 15-34


granosa 32

F. Prosedur rutin pengukuran parameter kualitas air pada wadah pemeliharaan


Pengukuran kualitas air untuk kegiatan budidaya ikan tergantung kepada
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain pola pengelolaan (tradisional,
semi intensif dan Intensif), jenis komoditas ikan yang dibudidayakan, dan
ketersediaan peralatan dan bahan yang tersedia. Untuk pengukuran kualitas air
yang bisa dijadikan acuan, yaitu pengukuran kualitas air pada pola pengelolaan
budidaya ikan secara intensif. Pemantauan kualitas air bertujuan untuk mengetahui
kisaran kualitas air selama pemeliharaan sehingga perbaikan dapat segera
dilakukan apabila terdapat perbedaan kualitas air yang signifikan. Beberapa
parameter kualitas air yang harus diketahui selama pemeliharaan larva adalah

214 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

suhu, salinitas, pH, DO, CO2 dan amonia.


Pengukuran suhu, salinitas dan DO sebaiknya 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan
sore hari. Ini dilakukan karena keduanya berpengaruh besar terhadap metabolisme
ikan. Kondisi suhu pada pagi hari biasanya rendah, dan DO akan relatif tinggi. Suhu
sore hari biasanya relatif lebih panas dari pagi hari, tetapi lebih dingin dari siang
hari. Suhu optimal (25–30 oC) akan mendorong metabolisme ikan berjalan dengan
baik, sedangkan pada suhu demikian DO berada pada kisaran yang cukup baik
untuk mebutuhan respirasi ikan.
Pengukuran pH, CO2 dan Ammonia cukup dilakukan satu kali sehari pada
siang hari, hal ini dilakukan dengan pertimbangan kondisi pH, CO2 dan ammonia
mencapai titik agak kritis pada masa itu. pH pada siang hari biasanya turun karena
faktor CO2 yang banyak/ tinggi karena adanya metabolisme ikan, sedangkan waktu
itu juga ammonia akan meningkat konsentrasinya karena adanya feses ikan dan
sisa-sisa pakan yang tidak dimakan. Pengukuran berikutnya bisa diulang lagi
secara periodik 1 minggu sekali sedangkan pengukuran kualitas air yang mengacu
kepada komoditas ikan yang dipelihara, sangat penting juga sebagai acuan para
pembudidaya. Ikan-ikan yang mempunyai kemampuan adaptasi yang baik terhadap
kondisi kualitas air yang cukup ektrim, tidak terlalu membutuhkan pengukuran
yang kualitas air yang sering dan dilakukan secara periodik sedangkan ikan-ikan
yang tdak memiliki kemampuan beradaptasi yang baik, pengukuran kualitas airnya
dilakukan sesuai dengan pengukuran kualitas air dengan pola pengelolaan intensif.

G. Perlakuan yang tepat pada media pemeliharaan yang di luar kisaran nilai optimal
Awalnya, pemeliharaan larva dilakukan di perairan yang tenang tanpa
pergantian air. Pergantian air dimulai pada hari ke-7, tergantung pada jumlah air
dan kondisi larva, dan menyumbang 5-10% dari total volume. Mengingat kualitas
air yang mulai menurun, maka dilakukan hidrasi semacam ini. Penggantian air
dilakukan dengan cara membuang air dengan selang. Ujung selang dilengkapi
dengan filter, dan kekuatan selang digunakan untuk mencegah larva terhirup.
Pergantian air dilakukan pada pagi hari, setelah larva diberi artemia dan pellet
biasanya diganti air dalam jumlah besar (70-100%). Pergantian air dilakukan
melalui sistem aliran air, sehingga pada saat digunakan pakan buatan, maka
sistem perawatan akan berubah dari sistem air statis menjadi sistem air mengalir.
Hal tersebut dilakukan karena pakan buatan yang belum dimakan dalam waktu
relatif singkat dapat mengurangi kualitas pemeliharaan medianya. Selain itu, jika
dipandang perlu, untuk menjaga kualitas air, bakteri pembusuk dapat ditambahkan
ke tangki pemeliharaan larva. Bakteri ini dapat menguraikan amonia dan nitrat yang
sangat berbahaya bagi larva menjadi bentuk lain yang tidak berbahaya bagi larva.
Jika air sangat kental karena padatnya makanan alami, ganti air dan tutup
kembali pintu pembuangan. Jika kondisi makanan alami sangat baik, air tidak
akan berubah dan hanya kotoran perantara yang akan dibersihkan selama 10-15
menit. Menambahkan air juga termasuk mengganti air. Tambahkan air lebih dalam
dari sebelumnya, agar benih bisa terlindung dari sinar matahari di bagian bawah.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 215
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gantilah air bersama dengan membuangkotoran.


Umumnya pada pagi hari saat air mengandung CO2 dalam jumlah
besar, maka pH air sangat rendah, sore harinya CO2 di dalam air akan habis untuk
asimilasi sehingga pH air menjadi tinggi. air kolam yang pH nya bergoncang antara
4, 5-6, 5 masih dapat diperbaiki dengan menambahkan kapur dalam jumlah yang
cukup. Agar pH nya dapat dinaikan menjadi 8, 0 supaya pengaruh OH yang rendah
bisa ditiadakan. Kondisi pH ini akan sangat penting artinya pada pengangkutan
larva & benih komoditas perikanan hidup secara tertutup dengan pemberian gas
O2. Pada pengangkutan di udara terbuka, kelebihan karbondioksida yang dihirup
oleh ikan yang diangkut tidak menjadi masalah, karena karbondioksida masih
berpeluang untuk menjaga keseimbangan dengan udara terbuka di atas, sehingga
pH air tidak akan turun terlalu parah. Dalam pengangkutan tertutup, upaya untuk
mencegah penurunan nilai pH air dapat ditambahkan ke larutan buffer seperti
Na2HPO4, sehingga nilai pH yang semula akan diturunkan dapat dicegah.
Dalam air gas karbon dioksida juga dapat dikurangi secara langsung. Kegiatan
ini dapat dengan peralatan yang sederhana atau yang canggih. Misal dengan alat
aerasi hingga kincir air atau blower, atau dengan merubah pola pemasukkan air
(inlet) dalam bentuk memancar atau pancuran sehingga dapat menambah oksigen
terlarut secara tidak langsung, karena air yang dimasukan dengan cara ini akan
menangkap oksigen bebas di udara untuk didiffusikan pada permukaan perairan
kolam. Dengan penggunaan kincir air atau blower dapat membantu pengurang
kandungan karbon dioksida pada perairan, karena gas tersebut merupakan salah
satu gas yang keberadaannya bebas pada perairan.

LEMBAR PRAKTIKUM

Alat: Bahan:
1. Selang
2. Saringan
3. Bak pemeliharaan larva
4. Selang aerasi dan batu aerasi
5. Larva ikan kerapu bebek
6. Bakteri pengurai
7. Fitoplankton

Keselamatan Kerja:
1. Gunakan pakaian kerja sesuai kondisi.
2. Hati–hati pada saat melakukan pekerjaan agar tidak membahayakan
pekerja dan menggangu orrganisme yang dipelihara

216 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

Langkah Kerja:
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Pasang batu aerasi dengan jarak 50 cm
3. Tebarlah larva dengan kepadatan 15-20 ind/ ekor
4. Hijaukan media budidaya dengan memberi fitoplankton dengan kepadatan
25-50 ribu sel/ ml
5. Lakukan pergantian air dengan menggunakan selang yang ujungnya diberi
saringan pada hari ke-10 sebanyak 5-10%
6. Setelah hari ke-15 larva dipelihara dengan sistem air mengalir

CONTOH SOAL

Soal Latihan:
1. Apa tujuan pergantian air pada pemeliharaan larva ikan kerapu?
2. Kapan pergantian air mulai dilakukan?
3. Kenapa setelah diberi pakan buatan pergantian air dan penyiponan dasar
harus dilakukan?
4. Apa tujuan pemberian bakteri pengurai pada media pemeliharaan larva?
5. Apa yang dimaksud dengan sistem air tenang?
6. Apa yang dimakud dengan sistem air mengalir?
Kunci Jawaban:
1. Agar media pemeliharaan larva selalu dalam kondisi baik.
2. pada hari ke-10.
3. Karena sisa pakan buatan mudah sekali merusak kualitas air.
4. Untuk menguraikan amoniak dan nitrit yang bersifat racun pada ikan menjadi
bentuk lain yang tidak berbahaya.
5. Memelihara ikan tanpa pergantian air.
6. Memelihara ikan dengan suplai air yang terus menerus.

CAKRAWALA

Monitoring Kualitas air Dikendalikan Sistem Komputer

Pengelolaan kualitas air dalam kegiatan pengembangbiakan udang


dan ikan air payau laut merupakan unsur terpenting. Pertumbuhan dan
perkembangan larva udang dan ikan tergantung bagaimana kondisi kualitas air
dalam wadah pemeliharaan larva. Pertumbuhan udang dan ikan menjadi baik
saat kondisi kualitas air baik dan terkontrol. Begitu sebaliknya, saat kondisi
kualitas air drop (buruk), maka larva udang dan ikan akan mengalami stres dan
berujung pada kematian, maka pemantauan dan monitoring kondisi kualitas air
pemeliharaan larva wajib dilakukan oleh pembudidaya untuk dapat melakukan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 217
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA

pengelolaan. Semakin majunya teknologi dalam budidaya, pengukuran dan


monitoring kondisi kualitas air dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
computer Onlimo sehingga pembudidaya lebih mudah dalam melakukan
monitoring kondisi kualitas air masing-masing media pada wadah pemeliharaan
larva. Untuk lebih memahami sistem computer Onlimo yang digunakan dalam
pengukuran dan monitoring kondisi kualitas air, maka dapat membuka https: //
onlimo.bppt.go.id/ tentang.htm atau dengan scan barcode.

JELAJAH INTERNET

Pada kegiatan pengembangbiakan udang dan ikan air payau laut tidak luput dari
pengelolaan kualitas air. Pembudidaya dapat melakukan pengelolaan kualitas
air setelah mendapatkan data hasil pengukuran atau pengecekan berbagai
parameter pada masing-masing media dalam wadah pemeliharaan larva
sehingga macam-macam parameter kualitas air beserta cara pengukurannya
harus dipahami. Untuk lebih mudah dalam mengetahui cara kalibrasi, cara
penggunaan dan cara analisa parameter kualitas air pada media pemeliharaan
larva bisa dibuka link berikut
https://www.youtube.com/watch?v=spYDhkygPg0
https://www.youtube.com/watch?v=eVtRZs2HReU&t=149s
https://www.youtube.com/watch?v=Sa0WfA9UGG0

218 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

RANGKUMAN
Dalam pemeliharaan larva sebaiknya sinar matahari tidak terlalu kuat dan
tersebar merata. Pemberian air hijau berguna untuk mempertahankan
kualitas air pemeliharaan larva disamping sebagai pakan rotifera. Pada alam
pemeliharaan larva dilakukan dengan sistem air tenang tanpa pergantian air.
Pergantian air dan penyiponan dilakukan mulai hari ke-10. Setelah ikan diberi
pakan buatan, sistem pemeliharaan berubah dari sistem air tenang ke sistem air
mengalir dengan pergantian sebanyak 70-400% per hari dari volume wadah
pemeliharaan air

TUGAS MANDIRI

Pengelolaan PKA
1. Buatlah schedule pergantian air pemeliharaan larva pada bak yang berukuran
10 ton.
2. Kunjungilah hatchery kerapu untuk mengetahui, menanyakan, melihat dan
mengobservasi pengelolaan air pada pemeliharaan larva ikan kerapu.
Buatlah laporan tertulis mengenai pengelolaan kualitas air pada hatchery
ikan kerapu yang diserahkan kepada guru atau pembimbing.

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Benih ikan kerapu yang digunakan sangat bergantung kepada alam karena:
a. Benih banyak di alam b. Jumlah induk banyak
c. Benih terserang penyakit d. Terbatasnya stock
2. Ukuran benih berkisar antara 1, 0–2, 5 cm dikelompokkan ke dalam:
a. Post larva b. Benih Metamorfosis
c. Fingerling Kecil d. Fingerling Besar
3. Benih ikan kerapu yang mempunyai satu sirip punggung, duri sirip punggung
dan sirip dada memanjang dikelompokkan ke dalam:
a. Post larva b. Benih Metamorfosis
c. Fingerling Kecil d. Fingerling Besar
4. Ciri-ciri umum benih ikan kerapu bebek yang sehat adalah sebagai berikut,
kecuali:
a. Tidak terdapat luka atau lecet
b. Terdapat cacat pada organ tubuh
c. Warnanya tidak kusam
d. Gerakannya aktif
5. Benih ikan kerapu yang baru ditangkap dari alam semantara disimpan dalam:
a. Bak beton b. Baskom putih

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 219
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR BAB

c. Kolam d. Tambak
6. Benih ikan yang dipelihara harus dilakukan grading yang bertujuan untuk:
a. Menghindari kegagalan b. Menghindari kanibalisme
c. Menghindari ukuran d. Menghindari pertumbuhan
7. Ukuran benih ikan kerapu yang termasuk dalam pemeliharaan benih pada
fase pendederan adalah:
a. Post larva–benih kecil b. Post larva–benih besar
c. Benih besar–fingerling d. Benih larva–fingerling
8. Jenis pakan alami yang pertama diberikan kepada larva ikan kerapu
sebaiknya adalah:
a. jentik nyamuk b. mysid hidup
c. artemia d. udang kecil
9. Frekuensi pemberian pakan selama pemeliharaan benih ikan kerapu
sebaiknya adalah:
a. 1-2 kali b. 2–3 kali
c. 3–4 kali d. 4–6 kali
10. Untuk menghilangkan sisa pakan dan kotoran dilakukan perawatan bak
pendederan benih ikan kerapu yaitu:
a. Penyikatan b. Penyimpanan
c. Pencucian d. Pembersihan

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab kedelapan ini, Anda tentu menjadi lebih paham
tentang pengelolaan kualitas air pada media pemeliharaan larva. Dari semua
materi yang sudah dijelaskan pada bab ini, materi mana yang menurut Anda
paling sulit untuk dipahami? coba Anda diskusikan dengan teman ataupun
dengan guru anda, karena dengan memahami bab ini Anda akan lebih terbantu
dalam memahami materi-materi pada bab selanjutnya.

220 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENGELOLAAN PAKAN PADA PEMELIHARAAN LARVA


BAB
KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT IX
BAB IX PENGELOLAAN PAKAN
PADA PEMELIHARAAN LARVA KO-
MODITAS AIR PAYAU DAN LAUT
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi tentang pengelolaan pakan pada


pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, peserta didik mampu
menerapkan sifat dan kebiasaan makan larva; jenis dan ukuran pakan larva;
penentuan jumlah pakan, kebutuhan nutrisi larva; teknik pemberian pakan
yang sesuai; perhitungan Feeding rate, feeding frequency, feeding time, FCR,
efisiensi pakan; laju pertumbuhan; prosedur penimbangan pakan; prosedur
pemberian pakan; prosedur pemberian jumlah pakan sesuai laju pertumbuhan
dalam menyelesaikan masalah pengelolaan pakan dalam pemeliharaan larva
komoditas air payau dan laut dengan tepat dan teliti

PETA KONSEP

Pengelolaan Pakan

Sifat dan Kebiasaan makan Larva Komoditas Perikanan


Jenis dan Ukuran Pakan untuk Larva Komoditas Perikanan
Penentuan Jumlah Pemberian Pakan pada Larva Komoditas Perikanan

Kebutuhan Nutrisi Pakan Larva

Teknik Pemberian pakan Larva Sesuai dengan Kebutuhan

Perhitungan (FR), (FF), (FT), (FCR), dan Efiesiensi Pakan

Laju Pertumbuhan Larva Komoditas Perikanan


Prosedur Penyediaan Pakan Sesuai dengan Kebutuhan
Prosedur Pemberian Pakan Larva

Prosedur Penyesuaian Jumlah Pakan

KATA KUNCI

jenis pakan, FR, FCR, dosis, efisiensi pakan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 221
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

Gambar 9.1 Larva ikan yang mengalami perkembangan tulang yang tidak sempurna (skeletal deformitis) dikare-
nakan pemberian pakan yang kurang sesuai
Sumber : https: // www.researchgate.net/ figure/ Examples-of-double-stained-fish-with-alcian-blue-
alizarin-red-from-different-dietary_fig3_49822368

Dari gambar tersebut, maka timbul pertanyaan apa saja yang menyebabkan ikan
tersebut mengalami kelainan seperti itu? Zat nutrisi apa sajakah yang diperlukan agar
larva ikan berkembang dengan sempurna? berapa kebutuhan pakan setiap larva?
Apakah berbeda setiap jenis ikannya? Bagaimana cara mengatur pemberian pakan
agar tidak terjadi kasus seperti gambar di atas? Pakan pada awal kehidupan merupakan
faktor penentu dalam perkembangan mahluk hidup. Demikian pula dengan komoditas
air payau dan laut pada fase post larva yang mulai memakan ketika cadangan
makanan yang didapatkan setelah menetas mulai habis dan organ pencernaan mulai
terbentuk dan berfungsi, maka mulailah larva tersebut untuk mencari makanan
yang sesuai dengan bukaan mulutnya. Bila cadangan makanan internal habis namun
tidak mendapatkan makanan yang berkualitas, maka perkembangan larva terganggu
sehingga muncul abnormalitas pertumbuhan bahkan kematian.

MATERI PEMBELAJARAN

A. Sifat dan kebiasaan makan larva komoditas perikanan


Kebiasaan makan ikan (food habits) adalah jenis, kualitas dan kuantitas
makanan yang dimakan oleh ikan (Lagler, 1972), sedangkan kebiasaan cara makan
(feeding habits) adalah waktu tempat dan cara makanan itu didapatkan ikan
(Effendi 2003). Beberapa faktor yang mempengaruhi dimakan atau tidaknya suatu
zat makanan oleh ikan diantaranya yaitu ukuran makanan ikan, warna makanan
dan selera makan ikan terhadap makanan tersebut sedangkan jumlah makanan
yang dibutuhkan oleh ikan tergantung pada kebiasaan makan, kelimpahan
makanan, nilai konversi makanan serta kondisi makanan ikan tersebut. Umumnya,
makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua ikan dalam mengawali

222 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

hidupnya ialah plankton yang bersel tunggal yang berukuran kecil. Jika untuk
pertama kali ikan itu menemukan makanan berukuran tepat dengan mulutnya,
diperkirakan akan dapat meneruskan hidupnya. Bila dalam waktu relatif singkat
ikan tidak dapat menemukan makanan yang cocok dengan ukuran mulutnya, maka
akan terjadi kelaparan dan kehabisan tenaga yang mengakibatkan kematian. Hal
inilah yang antara lain menyebabkan ikan  pada masa larva mempunyai mortalitas
besar. Kebiasaan makanan (feeding habbit) adalah tingkah laku saat mengambil
dan mencari makanan. Sifat dan tingkah laku setiap jenis ikan nampaknya
juga berpengaruh terhadap laju pencernaan pakan dalam lambungnya. Kerapu
merupakan karnivor yang memakan organisme bergerak lain yang sesuai dengan
bukaan mulutnya. Kerapu pada umumnya bersifat kanibal, kecuali untuk kerapu
bebek yang tidak terlalu kanibal dikarenakan bukaan mulutnya yang kecil.
Demikian dengan Kakap yang memangsa ikan-ikan kecil, krustasea dan cumi-cumi
pada fase dewasanya. Kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan malam
hari dan lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari (Tampubolon dan Mulyadi,
1989). Pada ikan kerapu bebek yang sifatnya cenderung pasif dan gerakannya pun
lambat, proses laju pencernaan pakan dalam lambungnya juga cenderung lambat.
Sebaliknya pada ikan kakap merah dengan sifatnya selalu aktif dengan gerakan
renang yang cepat, proses pencernaan pakannya juga cenderung cepat. Sifat ikan
yang aktif membutuhkan pasokan pakan yang berkesinambungan untuk mensuplai
ketersediaan energi yang dibutuhkan. Dengan kata lain ikan yang aktif cenderung
membutuhkan frekuensi pakan yang lebih tinggi (Melianawati dan Suwirya, 2006)
sedangkan udang merupakan organisme yang memakan pada dasar perairan dan
lebih aktif pada malam hari, namun pada fase larvanya bersifat planktonis atau
hidup pada kolom perairan dan memangsa plankton.

B. Jenis dan ukuran pakan untuk larva komoditas perikanan


Larva udang pada stadia zoea sudah terbentuk mulut dan alat pencernaannya
mulai tertarik dengan hal yang bergerak sesuai gerakan air (planktonis),
menangkapnya dan memakannya sebagai insting alaminya. Jenis makanan yang
dicari adalah yang dapat masuk ke dalam bukaan mulutnya. Menurut Sugiarto
(2007) fitoplankton yang menjadi makanan larva udang pada stadia zoea yaitu
jenis diatom dan dinoflagelata. Diatom adalah tumbuhan fitoplankton dari kelas
Bacillariophyceae. Mereka memiliki lebih banyak pigmen kuning daripada hijau.
Mereka hidup sebagai sel soliter tunggal atau terhubung dengan sel lain untuk
membentuk koloni, seperti rantai. Setiap sel dipengaruhi oleh silika perlindungan.
(DitPSMK b, 2014). Pakan alami udang yang tergolong diatom ini adalah Skeletonema
(ukuran 2-38 µm), Chaetoceros (ukuran 2-3 µm), Thallasiosira. Selain sebagai
pakan, karena proses fotosintesis dan pengontrolan CO2 di dalam air, Skeletonema
sp juga secara efektif dapat menyerap beberapa senyawa yang bersifat toksik bagi
larva dan meningkatkan oksigen terlarut. (DitPSMK b, 2014). Chaetoceros calcitrans
dapat hidup pada salinitas 6–50 ppt namun optimal pertumbuhannya pada salinitas
17–25 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995 dalam Lante dan Herlinah, 2015)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 223
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

sedangkan dinoflagellata yang dicirikan dengan sepasang flagella yang digunakan


untuk bergerak dalam air. Beberapa dinoflagellata seperti Nocticula yang mampu
menghasilkan cahaya melalui proses bioluminesens. Pakan alami udang yang
tergolong dalam Dinoflagelata adalah Tetraselmis (Sugiarto, 2007). Pada stadia
mysis mengalami perubahan kebiasaan makan dari herbivor menjadi karnivor atau
berubah kesukaan jenis makanan dari fitoplankton menjadi zooplankton yang
ukurannya lebih besar dan lebih aktif bergerak. Hal itu sesuai dengan pertambahan
bukaan mulut dan tingkah laku stadia mysis yang pergerakannya semakin luas.
Mysis awal stadia sering mengejar Brachionus atau Rotifer yang mempunyai ukuran
50-220 µm dan bergerak lebih lambat dibanding Naupli Artemia Instar 1 yang
berukuran 400-800 µm.
Renaud dkk. (1999) menguraikan bahwa pakan alami terutama mikroalga
merupakan sumber protein, karbohidrat, dan lemak. Chaetoceros spp. merupakan
salah satu pakan alami yang umum digunakan dalam marikultur karena memiliki
kandungan protein yang tinggi dan mudah untuk dicerna (Sektiana, 2008).
Mikroalga ini memiliki banyak manfaat antara lain sebagai sumber pakan karena
kandungan protein, karbohidrat, dan asam lemaknya yang cukup tinggi untuk
pertumbuhan beberapa jenis larva udang (Soetomo, 2005). Penggunaan pakan
alami pada pembenihan udang sangat besar peranannya, sehingga keberadaan
mikroalga memerlukan pengelolaan yang tepat dan cermat. Mikroalga tidak
hanya memerankan sebagai sumber pakan, tetapi bersama-sama dengan
bakteri mempunyai peranan penting dalam keseimbangan oksigen (O2) dan
karbondioksida (CO2) dalam media kultur. Mikroalga merupakan komponen
esensial dalam pakan larva krustasea. Selain esensial sebagai pakan, pasokan
mikroalga dapat meningkatkan sintasan larva (Lante dan Herlinah, 2015). Pada
stadia awal larva, struktur dan fungsi saluran pencernaan masih sangat sederhana
sehingga komposisi nutrien, ukuran, dan bentuk sel pakan alami mempengaruhi
daya cerna larva. Selanjutnya pada stadia awal larva aksi mekanik dalam saluran
cerna belum berkembang sehingga peranan enzim pencernaan sangat penting.
Menurut Burford & Preston (1994) dalam Lante dan Herlinah (2015), bahwa pakan
alami diatom berpengaruh terhadap sintasan dan pertumbuhan larva udang windu,
dimana kandungan nutrien pakan yang sempurna memberikan kecenderungan
sintasan larva lebih tinggi dari sintasan larva yang menggunakan pakan dengan
kandungan nutrien yang tidak lengkap. Panjaitan (2013) menyatakan penggunaan
beberapa jenis fitoplankton dapat disarankan untuk menghasilkan benih udang
vaname dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik bagi pemeliharaan lanjutan
atau usaha pembesaran udang vaname. Noviyanti dkk. (2014) melaporkan bahwa
aplikasi pemberian ransum pakan (feeding regimes) Chaetoceros sp. (stadia N-5/
6 hingga PL-2), Skeletonema sp. (stadia P-1 hingga PL-2), Branchionus sp. (stadia
P-3 hingga PL-5), Instar I Artemia sp. (stadia M-3 hingga PL-10) dan pakan buatan
(stadia PL-2 hingga PL-10) mencapai perkembangan PL 1 dalam waktu 9 hari.
Menurut Slamet dkk. (2015) dalam pemeliharaan larva kerapu raja sunu
ketersediaan pakan alami seperti rotifer (Brachionus sp.), Artemia dan naupli

224 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

copepoda (Acartia sp.) dengan nutrisi memadai sangat diperlukan. Namun, dalam
penyediaannya sering mengalami kendala karena produksinya sangat tergantung
pada kondisi cuaca dan kandungan gizinya terkadang kurang memenuhi kebutuhan
nutrisi larva. Oleh karenanya, pada stadia umur larva tertentu, peranan pakan alami
perlu dilengkapi dengan pakan buatan karena penyediaan pakan buatan lebih
praktis dan komposisi nutriennya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tubuh
larva itu sendiri (Zonneveld et aI., 1991). Penggunaan pakan buatan (pelet) untuk
melengkapi nutrisi pakan alami pun telah dikembangkan. Pemberian pakan alami
dan pakan buatan sesuai dengan kemampuan pencernaan larva kerapu, dapat
meningkatkan sintasan larva (Melianawati dkk., 2010). Penggunaan pakan buatan
sebagai pelengkap dan bahkan substitusi pakan alami telah berhasil dilakukan
pada larva beberapa spesies kerapu, seperti pada larva kerapu bebek, Cromileptes
altivelis (Sugama dkk., 1998), larva kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus
(Setiadharma dkk., 1999), dan larva kerapu batik (Epinephelus microdon) (dkk.,
2001).

C. Penentuan jumlah pemberian pakan pada larva komoditas perikanan


Menurut Poernomo (1989) bahwa kasus yang sering dijumpai adalah masalah
ketidakseragaman pertumbuhan larva udang yang dipelihara karena distribusi
pakan pada setiap bak penampungan tidak sesuai dengan penyebaran populasi
udang. Gustrifandi (2011) menyarankan untuk memperoleh pertumbuhan udang
windu stadia post larva yang baik sebaiknya diberi pakan dengan dosis artemia 75
ekor/ hari. Pemberian pakan alami yang terlalu banyak justru dapat menyebabkan
kematian pada larva udang. Pakan alami yang pesat berkembang pada bak
pemeliharaan akan menjadi terlalu padat bahkan melekat pada kaki larva sehingga
larva udang kesulitan dalam proses berenang dan berganti kulit (DitPSMK a, 2014).
Menurut Giri dkk. (1993), pakan buatan harus diberikan tepat waktu agar
pakan dapat dicerna dan diserap larva secara efisien sesuai dengan perkembangan
stadiumnya. Setiap jenis ikan mempunyai stadium perkembangan larva yang
berbeda sehingga waktu awal pemberian pakan buatan diduga juga berbeda.
Pada pemeliharaan larva kerapu bebek pemberian pakan buatan yang terlalu dini
(umur 10 hari) cenderung menghasilkan pertumbuhan yang lebih lambat dan
sintasan yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian pada umur 15 dan
20 hari. Hal ini sangat berkaitan dengan perkembangan sistem pencernaan larva
pada stadia awal yang masih sederhana dan belum berfungsi secara sempurna,
sehingga proses pencernaan pakan buatan belum dapat dilakukan secara optimal
dan mengakibatkan pertumbuhan yang lambat dan sintasan yang rendah (Marzuqi
dkk., 2001).
Sebaliknya pemberian pakan buatan yang terlambat (lebih dari umur 25 hari)
dapat mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi yang disebabkan kurangnya
kandungan nutrisi dalam pakan alami untuk memenuhi kebutuhan hidup larva
(Kawahara dkk., 2000). Pemberian pakan buatan pada larva ikan kerapu bebek
sudah dimulai dari D-7 (Ismi & Asih, 2014), pada larva kerapu sunu (Plectropoma

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 225
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

leopardus) dimulai dari D-10 (Suwirya dkk., 2006) dan pada larva kerapu macan
mulai umur 13 hari (Melianawati, 2009).
Dari sekian banyak penelitian yang telah dirintis oleh para ilmuwan seperti
yang dipaparkan di atas kemudian dibentuk Standar Nasional untuk pakan larva
beberapa komoditas air payau dan laut. Untuk produksi benih komoditas air payau
dan laut, pakan larva telah ditetapkan dalam SNI sebagai berikut.

Tabel 9.1 Pakan larva sesuai komoditas


Jumlah/
No Komoditas Stadia Jenis pakan Frekuensi
Dosis
1–7 x 105
Chorella 1 x/ hari
(sel/ ml)

1–2, 5 x 104
Rotifer 1 x/ hari
(sel/ ml)
Nener

1 Bandeng 5–10
Artemia (naupli/ 1 x/ hari
larva/ hari)

Gelondongan 10% dari


Pakan Buatan 2 x/ hari
muda berat tubuh

226 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Jumlah/
No Komoditas Stadia Jenis pakan Frekuensi
Dosis
1–5 x 105
Chlorella 1 x/ hari
(sel/ ml)

1–5 x 104
Tetraselmis 1 x/ hari
(sel/ ml)
D12
5–10 (ekor/
Rotifera 1 x/ hari
ml)
1–2 (ekor/
Naupli Artemia 1 x/ hari
ml)
1–3 x 105
Kakap Chlorella 1 x/ hari
2 (sel/ ml)
Putih
1–3 x 104
Tetraselmis 1 x/ hari
(sel/ ml)
5–10 (ekor/
Rotifera 1 x/ hari
ml)
D30
3–5 (ekor/
Naupli Artemia 1 x/ hari
ml)
20 % x
Artemia 1 x/ hari
berat badan
2 % x berat
Pakan Buatan 1 x/ hari
badan
Nannochloropsis 1–5 x 108
1 x/ hari
sp sel/ ml
10–50 sel/
Tetraselmis sp 1 x/ hari
ml
5–10 ekor/
3–4 cm Rotifera 1 x/ hari
Kerapu ml
3 0, 5–1 ekor/
Macan Naupli Artemia 1 x/ hari
ml
adlibitum/
Pakan Buatan
secukupnya
adlibitum/
4–5 s.d 9–10 Pakan Buatan
secukupnya

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 227
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Jumlah/
No Komoditas Stadia Jenis pakan Frekuensi
Dosis
1, 5–3 x 104
Skeletonema sp ≥2
sel/ ml/ hari

Z1–Z2 5–10 x 104


Chaetoceros sp ≥2
sel/ ml/ hari
2–5 mg/ l/
Pakan Buatan 6–8
hari
2–3 x 104
Skeletonema sp ≥2
sel/ ml/ hari
10–20 x 104
Z3–M2 Chaetoceros sp ≥2
sel/ ml/ hari
5–7 mg/ l/
Pakan Buatan 6–8
hari

1, 5–3 x 104
Skeletonema sp ≥2
sel/ ml/ hari
Udang
4 5 x 104 sel/
Windu Chaetoceros sp ≥2
ml/ hari
M3–PL2
10–20 ekor/
Naupli Artemia 2–3
individu
7–9 mg/ l/
Pakan Buatan 6–8
hari
20–60 ekor/
Naupli Artemia 2–3
individu
PL3–PL8
9–10 mg/ l/
Pakan Buatan 6–8
hari

60–80 ekor/
Naupli Artemia 2–3
individu
PL9–PL20
10–15 mg/
Pakan Buatan 6–8
l/ hari

228 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Jumlah/
No Komoditas Stadia Jenis pakan Frekuensi
Dosis
Skeletonema/ 5–10 x 104
Chaetoceros sel/ ml
Z1–Z2
2, 5–3 mg/
Pakan Buatan 6
l/ hari
Skeletonema/ 1–2 x 105
Chaetoceros sel/ ml
Z3–M2
3–4 mg/ l/
Pakan Buatan 6-8
hari
Skeletonema/ 5 x 104 sel/
Chaetoceros ml
10–20
M3–PL1 Artemia individu/ 3–6
larva/ hari
Udang 4–6 mg/ l/
5 Pakan Buatan 6–8
Vannamei hari
Skeletonema/ 5 x 104 sel/
PL2–PL5
Chaetoceros ml
20–60
Artemia individu/ 3–6
larva/ hari
6–8 mg/ l/
Pakan Buatan
hari
60–80
PL6–PL10 Artemia individu/
larva/ hari
Minimal 8
Pakan Buatan
mg/ l/ hari
(Sumber: SNI)

D. Kebutuhan nutrisi pakan larva


Pakan alami diperlukan karena mengandung gizi yang terdiri dari protein,
karbohidrat dan lemak yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup (Hastuti, 1988 dalam Gustrifandi, 2011). Lemak pakan berperan sebagai
sumber energi dan penghasil energi tertinggi, sumber asam lemak terutama
asam lemak esensial untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan proses metabolisme
(Hastutik dkk., 1999). Protein dalam pakan terutama untuk pertumbuhan,
pemeliharaan, dan sebagai sumber energi bagi krustasea (Kompiang dan Ilyas,
1988). Pertumbuhan dan stadia mempengaruhi kebutuhan protein pakan bagi

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 229
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

udang. Pada stadia larva kebutuhan protein lebih tinggi dibandingkan dengan
stadium dewasa. Akan tetapi tingginya kebutuhan protein menyebabkan harga
pakan menjadi semakin mahal, serta bertambah banyaknya limbah nitrogen ke
perairan lingkungan budidaya (Marzuqi dkk., 2019). Karbohidrat merupakan
sumber energi bagi udang. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga
berfungsi sebagai binder. Kebutuhan karbohidrat dalam pakan diperkirakan 20-
30% (Hastuti dkk. 1999). Karbohidrat merupakan sumber energi kedua setelah
protein, yang pemanfaatannya tergantung dari kemampuan enzim amilase sebagai
pemecah karbohidrat (Marzuqi dkk., 2019). Mineral adalah bahan organik yang
dibutuhkan oleh udang untuk membentuk jaringan tubuh, proses metabolisme,
dan keseimbangan osmotik. Udang memperoleh mineral dari penyerapan langsung
melalui insang, penyerapan melalui saluran pencernaan, dan kulit. Mineral sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan karena selama perkembangannya udang akan
kehilangan beberapa bagian mineral dalam tubuh selama moulting (Shin, 1998).
Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah yang sangat
sedikit oleh semua mahluk hidup, tetapi sangat diperlukan karena tubuh tidak
dapat mensintesa sehingga harus ada dalam pakan. Kekurangan salah satu vitamin
akan menyebabkan penyakit atau gejala tidak normal (Shin, 1998). Hasil penelitian
Marzuqi dkk. (2019) menunjukkan kandungan karbohidrat 30, 4% (dektrin 27, 0%)
dalam pakan adalah optimal untuk mendukung laju pertumbuhan, efisiensi pakan,
dan aktivitas enzim amilase pada lambung dan pada usus ikan bandeng.
Skeletonema sp. merupakan salah satu fitoplankton yang berkadar protein
tinggi kurang lebih 50%, memiliki kandungan yang dapat memacu pertumbuhan
(growth factor) dan sangat bagus bagi ikan maupun udang, selain hal tersebut
fitoplankton ini dapat diproduksi secara masal pada bak terkendali maupun
di tambak (Sutikno, 2011). Menurut Dainith (1993) dalam Iksan (2019) bahwa
Chaetoceros sp, merupakan jenis algae dari kelompok diatomae, dimana alga
ini mempunyai kelebihan dibandingkan beberapa jenis diatomae lainnya yaitu
mengandung Omega 3 HUFA yang secara tidak langsung dapat meningkatkan
anti bodi dan daya tahan tubuh bagi larva. Skeletonema costatum mempunyai
kandungan nutrisi yang cukup tinggi yaitu protein 22, 3 % dan lemak 2, 55%
sedangkan Chaetoceros calcitrans memiliki kandungan nutrisi yang tinggi yaitu
protein 35 %, lemak 6, 9 %, karbohidrat 6, 6% (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995
dalam Ruliaty dkk., 2019).
Benih kerapu bebek membutuhkan pakan dengan kandungan protein 56%
dan lemak 9–12 % merupakan pakan terbaik (Giri dkk., 2002). Kandungan lisin
pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan benih kerapu
bebek dengan kadar optimum pakan untuk pertumbuhan benih ikan kerapu bebek
2, 77% atau setara dengan 5, 63% dari protein pakan (Giri dkk., 2006). Enzim
protease adalah enzim yang berperan dalam proses pencernaan protein dalam
tubuh. Dalam sistem pencernaan ikan, protein dari pakan tidak langsung diserap
tetapi didegradasi terlebih dahulu oleh enzim protease menjadi asam amino atau
peptida kemudian diserap tubuh. Enzim protease di usus ikan kerapu macan tidak

230 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

diproduksi secara terus-menerus tetapi tergantung pada kondisi pakan yang masuk
ke dalam sistem pencernaan (Yamin dkk., 2008).

E. Teknik pemberian pakan larva sesuai dengan kebutuhan dan tingkah laku komod-
itas
Pengelolaan pakan pada pemeliharaan larva udang vaname terdiri dari jenis
pakan yang diberikan, dosis pemberian pakan, waktu pemberian pakan, frekuensi
pemberian pakan maupun cara pemberian pakan. Jenis pakan yang diberikan ke
larva udang vaname selama proses pemeliharaan yaitu pakan alami fitoplankton
dan zooplankton serta pakan komersial atau pakan buatan. Pakan alami
fitoplankton yang berikan yaitu jenis Thallasiosira sp dan pakan alami zooplankton
yang diberikan yaitu Artemia salina sedangkan untuk pakan buatan yang diberikan
yaitu pakan buatan berbentuk bubuk. Pemberian pakan alami Thallasiosira sp. pada
pemeliharaan larva udang vaname dimulai sebelum naupli ditebar sampai larva
stadia mysis-3 sampai post larva-1 (MPL). Pemberian pakan alami Thallasiosira
sp sebelum penebaran naupli bertujuan untuk menyediakan kebutuhan pakan
alami larva pada saat naupli berganti stadia menjadi zoea. Pemberian pakan alami
zooplankton jenis Artemia salina dalam proses pemeliharaan larva udang vaname
dimulai pada saat larva stadia MPL hingga post larva yang diberikan sebanyak
empat kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 14.00, 20.00 dan pukul 02.00 (Nuntung
dkk., 2018). Teknik pemberian pakan untuk udang windu tidak berbeda jauh
dengan udang vaname namun berbeda hari dan jenis plankton yang diberikan.
Larva udang windu diberikan pakan 3 kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00,
15.00 dan 18.00 (DitPSMK a, 2014).
Tabel 9.2 Jenis, dosis dan waktu pemberian pakan pada larva udang windu
Stadia Pakan Dosis Jam
07.00
Zoea 1 Skeletonema atau Chaetoceros 5–10 x 103 sel/ mL 15.00
18.00
07.00
Skeletonema atau Chaetoceros 10–15x 103 sel/ mL 15.00
Zoea 2 18.00
07.00
Rotifera 1–2 individu/ larva
15.30
07.00
Skeletonema atau Chaetoceros 10–15x 103 sel/ mL 15.00
Zoea 3 18.00
07.00
Rotifera 1–2 individu/ larva
15.30

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 231
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Stadia Pakan Dosis Jam


07.00
Skeletonema atau Chaetoceros 20 x 10 sel/ mL
3
15.00
Mysis 1 18.00
07.00
Rotifera 1–2 individu/ larva
15.30
07.00
Mysis 2 Skeletonema atau Chaetoceros 20 x 103 sel/ mL 15.00
18.00
07.00
Rotifera 1–2 individu/ larva
15.30
07.00
Skeletonema atau Chaetoceros 20 x 103 sel/ mL 15.00
18.00
Mysis 3
07.00
Artemia 0, 5–1 sel/ mL 15.30
23.30
07.00
Post
Skeletonema 20 x 103 sel/ mL 15.00
Larva
18.00
07.00
Artemia 1-2 sel/ mL 15.30
23.30
(Sumber : DitPSMK a 2014 dan SNI No 8556.3: 2018)

Gambar 9.2 Alur pemberian pakan alami dan buatan pada larva udang
berdasarkan waktu
(Sumber : SNI No 8556.3: 2018)

232 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 9.3 Alur pemberian pakan alami dan buatan pada larva ikan laut berdasarkan waktu
(Sumber : SNI No 6145.4: 2014, No 6488.3: 2011, No 6487.3: 2011)

Sedangkan larva ikan kakap putih berumur 2 hari dilakukan pemberian


rotifer pada sore hari dengan kepadatan 2-3 individu/ ml. Pemberian fitoplankton
(Nannochloropsis sp), diberikan setiap hari untuk pemeliharaan larva dan makanan
bagi rotifer serta sebagai penyeimbang intensitas cahaya yang masuk ke dalam
media pemeliharaan. Setiap hari pagi fitoplankton diberi pada bak pemeliharaan
larva yang didapat dari bak tandon yang dialirkan melalui pipa yang ditutupi
filter bag. Perlakuan pemberian minyak ikan sebanyak 2 kapsul sehari pada pagi
hari bertujuan untuk menghilangkan plankton yang mati. Pemberian rotifera
(Brachionus plicatilis) dimulai pada umur 3-11 hari, dilakukan 1 kali sehari pada
pukul 08.00 WIB, rotifera ditebar secara merata dengan menggunakan gayung
agar larva ikan bisa memakan rotifera secara merata, pemberian selanjutnya
dilihat dari kepadatan rotifera dengan penambahan yang sama sebanyak 20 liter
(Suhardi, 2019). Artemia diberikan saat larva berumur di atas 11-25 hari diberikan
sebanyak 3 kali dalam sehari pada pukul 08.00, 10.00 dan 15.30 WIB. Pemberian
artemia ditebar secara merata dengan menggunakan gayung sebanyak 40-liter
sehingga artemia menyebar merata agar larva tidak berebut dalam pemangsaan.
Pelet berbentuk bubuk diberikan pada larva yang sudah berumur 18 hari bertujuan
melatih larva ikan untuk memakan pelet pada tahap budidaya selanjutnya.
Pemberian pelet dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari mulai pukul 08.00, 10.00
dan 15.30. WIB. Pakan pelet terlebih dahulu diberikan pada kemudian pemberian
artemia sebanyak 40 liter.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 233
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 9.4 Pemberian rotifer


Sumber : Suhardi (2019)
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan menggunakan artemia
adalah kualitas dari artemia tersebut. Seperti yang telah diketahui bahwa artemia
yang akan diberikan adalah dalam bentuk kista atau cyste, yaitu larva yang
mengalami masa dorman di dalam butiran kista. Agar dapat diberikan pakan,
maka kista artemia ini perlu ditetaskan terlebih dahulu dan memakan waktu.
Tidak keseluruhan kista artemia yang ditetaskan ini akan menetas, sehingga
perlu diketahui persentase penetasannya untuk mengatur jumlah kista yang akan
ditetaskan dengan kebutuhan pakan harian larva. Metode pengujian mutu daya
tetas artemia meliputi persentase penetasan, jangka waktu penetasan dan efisiensi
penetasan telah ditetapkan dalam SNI 01-6491-2000.

Metode pengujian persentase daya tetas artemia sesuai SNI tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Timbang 250 mg kista artemia;
2. Masukkan dalam tabung (gelas ukur kerucut vol. 100 ml) yang telah berisi air
laut 80 ml, kemudian diaerasi dan biarkan selama 1 jam;
3. Tambahkan air sebanyak 20 ml, lalu ambil sebagai contoh dengan mikropipet
sebanyak 250 ul, masukkan ke dalam petridisk yang telah berisi air laut dengan
kadar garam 30 ppt. Ulangi beberapa kali pengambilan contoh minimal 3 kali;
4. Setelah 48 jam, tambahkan larutan lugol’s 2-3 tetes. Kemudian hitung jumlah
kista yang menetas (nilai n); dan
5. Tambahkan lagi larutan NaOH 40% 1-2 tetes dan 3 tetes larutan NaOCl, hitung
kista isi yang tidak menetas (nilai c).
6. Perhitungannya
Hatching Percentage (HP) =
Metode pengujian jangka waktu penetasan artemia sesuai SNI tersebut adalah
sebagai berikut:

234 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

1. Timbang 250 mg kista artemia;


2. Masukkan dalam tabung (gelas ukur kerucut vol. 100 ml) yang telah berisi air
laut 80 ml, kemudian diaerasi dan biarkan selama 1 jam;
3. Tambahkan air laut sebanyak 20 ml, lalu ambil sebagai contoh setiap jam 250 ul;
4. Amati dan catat kista artemia yang pertama kali menetas (sebagai t o);
5. Selanjutnya hitung jumlah kista yang menetas setiap 1 jam sekali;
6. Hentikan pengamatan setelah 48 jam atau kista tidak ada yang menetas lagi;
dan
7. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 90% kista yang menetas
(sebagai t 90).
Perhitungannya: t o = + 15 jam
t 90–t o = + 5 jam

Metode pengujian Efisiensi penetasan artemia sesuai SNI tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Timbang 250 mg kista artemia;
2. Masukkan dalam tabung (gelas ukur kerucut vol. 100 ml) yang telah berisi air
laut 80 ml, kemudian diaerasi dan biarkan selama 1 jam;
3. Tambahkan air sebanyak 20 ml, lalu ambil 10 contoh dengan mikro pipet
masing-masing 250 ul; dan
4. Setelah 48 jam hitung jumlah nauplius yang menetas dan berapa gram untuk
menghasilkan nauplius.
Perhitungannya EP = n x 4 x 100 x 4

Untuk meningkatkan nilai persentase penetasan, efisiensi energi, desinfeksi


serta kemudahan pemanenan, maka terdapat metode dekapsulasi artemia yang
disebut Metode ARC yang diperkenalkan oleh Sorgeloos dan kawan-kawan yang
kemudian ditetapkan dalam SNI 01-6490-2000.
Berikut ini adalah prosedur dekapsulasi artemia sesuai dengan SNI di atas:

Tabel 9.3 Alat dan Bahan dekapsulasi Artemia


Bahan Alat
Saringan 100-150 mikron
Kista artemia
Tabung/ ember kerucut
Lautan NaOCl
Gelas ukur
Larutan NaOH 40%/ Na2CO3
Timbangan
Larutan 1% Na2S2O3
Aerator
Air laut bersih
Thermometer
(Sumber : SNI 01-6490-2000)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 235
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

F. Perhitungan Feeding Rate (FR), Feeding Frequency (FF), Feeding Time (FT), Food
Conversion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pakan
Feeding rate atau tingkat pemberian pakan, ditentukan dari bobot ikan
atau udang dinyatakan dalam persen. Setiap hari komoditas yang dibudidaya
membutuhkan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya serta memberikan
pertumbuhan dan efisiensi pakan yang paling tinggi. Tingkat pemberian pakan ini
ditentukan oleh ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan dan udang, maka semakin
kecil persentase feeding rate, sedangkan jumlah pakan per harinya semakin besar
sesuai dengan pertumbuhan ikan dan udang.
Feeding Frequency atau frekuensi pemberian pakan adalah kekerapan
waktu pemberian pakan dalam sehari. Frekuensi pemberian pakan ini antara lain
tergantung pada ukuran tubuh ikan (Siregar, 1999) dan agresivitas ikan untuk
mendapatkan pakan (Djarijah, 1995). Frekuensi pemberian pakan juga merupakan
faktor yang diperhitungkan dalam pengelolaan pakan karena akan mempengaruhi
peningkatan biaya operasional budidaya dan efektivitas penggunaan pakan (Moria
dkk., 1996). Frekuensi pemberian pakan delapan kali sehari dengan interval 1, 5
jam menghasilkan bobot tubuh, pertambahan bobot dan laju pertumbuhan juwana
kakap merah yang paling besar, nilai konversi pakan yang terendah serta efisiensi
pakan yang tertinggi (Melianawati dan Suwirya, 2006)
Feeding Time merupakan waktu yang tepat dalam melakukan pemberian
pakan sesuai dengan jenis komoditas tersebut.

G. Laju pertumbuhan larva komoditas perikanan


Untuk mengetahui bahwa suatu komoditas budidaya tersebut sehat dan
tumbuh berkembang, maka perlu dilakukan pengukuran terhadap komoditas
tersebut. Dua hal yang menjadi indikator dalam pertumbuhan adalah panjang dan
berat. Sebelumnya harus ditentukan dulu berapa jumlah contoh atau sampel yang
akan diukur mengacu pada SNI 01-6489-2000 tentang Metode pengambilan contoh
benih udang dan ikan. Hal yang diatur di dalam SNI tersebut yang dapat dijadikan
acuan yaitu prosedur pengambilan contoh jarak dekat dengan menggunakan alat
dan bahan sebagai berikut:
Tabel 9.4 Alat dan Bahan Pengambilan contoh jarak dekat
Bahan Alat
Air laut, bersih dan sesuai kondisi
Seser
pemeliharaan meliputi aspek fisik
gayung
dan kimiawi.
ember/ baskom
Benih ikan atau udang
(Sumber : SNI 01-6489-2000)

Prosedur pengambilannya sebagai berikut:


1. Siapkan wadah (ember/ waskom), dan diiisi air media secukupnya;
2. Tentukan beberapa titik (3 kolom) pengambilan contoh berdasarkan dominasi

236 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

pengambilan benih;
3. Ambil beberapa ekor benih ikan atau udang secara acak dengan menggunakan
scoopnet atau gayung yang tidak merusak kondisi benih (lihat tabel 9.5); dan
4. Masukan benih contoh ke dalam wadah yang telah disediakan.
Tabel 9.5 Jumlah contoh benih ikan atau udang yang diperlukan untuk pemeriksaan
kenormalan
No Jenis benih Jumlah Contoh
1 Udang Windu 15 ekor sampai dengan 25 ekor
2 Bandeng 15 ekor sampai dengan 25 ekor
3 Kakap Putih 15 ekor sampai dengan 25 ekor
4 Kerapu Tikus 15 ekor sampai dengan 25 ekor
5 Kerapu Macan 15 ekor sampai dengan 25 ekor
(Sumber : SNI 01-6489-2000)

Untuk udang panjang benih ikan dihitung dengan alat ukur dengan mengukur
jarak antara ujung rostrum sampai dengan ujung telson menggunakan jangka sorong
atau penggaris yang dinyatakan dalam satuan milimeter, sedangkan untuk ikan
panjang benih diukur dengan mengukur jarak antara ujung mulut sampai ujung sirip
ekor dengan menggunakan jangka sorong atau penggaris yang dinyatakan dalam
milimeter.Untuk pengukuran berat dilakukan dengan menimbang benih dengan
timbangan analitik ketelitian 0, 01 gram dalam kondisi hidup yang dinyatakan
dalam satuan miligram (SNI 8556.3: 2018). Untuk larva yang ukurannya kecil,
maka dibutuhkan peralatan tambahan loop yang dipergunakan dalam pengukuran
panjang agar ketelitiannya lebih tepat.

Gambar 9.5 Cara mengukur panjang larva dan benih kerapu


Sumber : Hidayatullah (2012) dan Marzuqi dkk. (2001)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 237
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 9.6 Mengukur panjang larva udang


Sumber : Sri Wahyuni, 2019 (Dokumentasi pribadi)

H. Prosedur penyediaan pakan sesuai dengan kebutuhan larva


Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa larva ikan maupun udang akan
memulai makan pada saat organ pencernaannya siap, dan hal tersebut dapat
terjadi pada waktu 1–2 hari setelah larva menetas.Selanjutnya dijelaskan untuk
umumnya larva udang maupun ikan lebih suka memakan pakan alami yang tidak
banyak bergerak sedangkan pakan alami tersebut disediakan dalam keadaan hidup,
untuk itu perlu diperkirakan kebutuhan pakan alami yang akan diproduksi dan
waktu pemberian pakannya. Produksi plankton sendiri juga membutuhkan waktu
dalam penyediaannya. Kultur fitoplanton terdiri dari 3 tahap yaitu kultur murni
di laboratorium, intermediate atau semi massal, dan kultur massal. Kultur murni
dimulai dengan mendapatkan jenis plankton tunggal atau sejenis menggunakan
metode kait atau mikropipet, metode isolasi dengan media agar ataupun
menggunakan metode subkultur berulang. Berikutnya bibit fitoplankton tunggal
tersebut dikultur pada wadah tabung reaksi 20 ml, dilanjutkan ke botol kaca 1 liter,
dan galon 19 liter yang sebelumnya dipupuk menggunakan pupuk analis seperti
FeCl3 dan Na-EDTA. Untuk kultur secara semi massal atau intermediate digunakan
bak beton dengan ukuran 9 m3, sedangkan kultur massal biasanya dilakukan pada
bak beton berukuran 60 m3. Pupuk yang digunakan untuk kultur intermediate
mapun massal biasanya pupuk pertanian seperti ZA, TSP, Urea. Inokulan bibit
fitoplankton pada kultur massal biasanya 30% dari volume bak kultur massal.
Untuk kultur rotifera, maka diperlukan fitoplankton sebagai green water (peneduh)
sekaligus pakan bagi rotifera. Fitoplankton tersebut antara lain Chlorella sp dan
Nannochloropsis sp sedangkan penyediaan naupli Artemia sebagai pakan larva
komoditas air payau dan laut didapatkan dari penetasan kista artemia yang
disiapkan 1 hari sebelumnya. Baik Rotifera maupun naupli artemia merupakan
media zooplankton yang dapat diperkaya dengan zat yang diperlukan oleh larva
seperti vitamin C misalnya. Pakan buatan dapat digunakan secara cepat dengan
cara menimbang pakan yang dibutuhkan kemudian melarutkan pakan berbentuk

238 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

serbuk tersebut pada air tawar dan disaring dengan saringan ukuran tertentu agar
ukuran pakan sesuai dengan bukaan mulut larva.
Dalam setiap pemberian pakan hendaknya disesuaikan dengan tahap
perkembangan larva pada waktu itu sehingga diketahui jenis pakan apa yang
diperlukan, berapakah ukurannya dan kesukaan makanannya seperti apa. Untuk itu
diperlukan pengambilan contoh atau sampling untuk mengetahui data plankton
terkait dengan stadia saat itu, kesehatannya, pergerakannya maupun data panjang
dan beratnya, serta jumlah individu dalam satuan luas maupun volume. Setelah
didapatkan data individu per satuan luas maupun volume tersebut, maka didapatkan
jumlah populasi larva dalam satu bak. Setelah itu dengan melihat kebutuhan pakan
larva sesuai dengan SNI, maka dapat dihitung kebutuhan plankton atau pakan
alami yang diperlukan

Gambar 9.7 Diagram alir penyediaan pakan sesuai dengan kebutuhan larva

Pakan buatan yang diberikan sebagai suplemen pakan bagi larva mempunyai
persyaratan mutu sebagai berikut:
Tabel 9.6 Persyaratan mutu pakan buatan untuk produksi benih udang vanname
Standar Pakan
No Parameter Satuan
Zoea Mysis PL 1-10
Mikron
1 Ukuran pakan Maks 80 80–100 100–200
(µm)
2 Air, maks % 12 12 12
3 Protein, min % 45 45 43
4 Lemak, min % 6 6 6
5 Abu, maks % 12 12 12
6 Serat kasar, maks % 6 6 6

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 239
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

7 Nitrogen bebas, maks % 0, 2 0, 2 0, 2

Kandungan cemaran
mikroba/ toksin

8 a. Aflatoxin, maks µg/ kg 50 50 50


b. Kapang, maks kol/ g 50 50 50
c. Salmonella Negative negatif negatif
tidak tidak tidak
9 Kandungan Antibiotik µg/ kg
terdeteksi terdeteksi terdeteksi
(Sumber : SNI 7813: 2013)

Tabel 9.7 Persyaratan Mutu pakan buatan untuk produksi benih ikan kerapu
Standar Pakan
No Parameter Satuan
9–30 hari 30–50 hari 50–90 hari
Mikron
1 Ukuran pakan 20–400 400–800 800–1500
(µm)
2 Bentuk - Tepung Remah pelet
3 Air, maks % 10 10 10
4 Protein, min % 50 50 48
5 Lemak, min % 12 12 12
6 Abu, maks % 14 14 14
7 Serat kasar, maks % 2 3 3
8 Nitrogen bebas, maks % 0, 2 0, 2 0, 2
Kandungan cemaran
mikroba/ toksin
Aflatoxin,
µg/ kg 50 50 50
maks
9
Kapang,
kol/ g 50 50 50
maks

Salmonella negatif negatif negatif

tidak tidak tidak


10 Kandungan Antibiotik µg/ kg
terdeteksi terdeteksi terdeteksi
(Sumber : SNI 7814: 2013)

240 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

I. Prosedur pemberian pakan


Untuk pakan alami, pakan yang telah dikultur secara massal pada bak plankton
dihitung terlebih dahulu kepadatannya agar sesuai dengan kepadatan yang
diinginkan sesuai dengan SNI. Kemudian fitoplankton tersebut ditransfer pada
bak-bak pemeliharaan larva udang menggunakan pipa hisap ukuran 2 inch. Untuk
Rotifer dan artemia dihitung kepadatannya kemudian diambil volumenya sesuai
dengan dosis yang diperlukan sedangkan pada pemeliharaan larva ikan, transfer
pakan alami cukup dengan ember dan gayung.
Pada saat pemberian pakan buatan, diberikan dengan cara melarutkan pakan
bubuk dengan air tawar dan disaring dengan saringan berukuran 10-80 mikron
untuk zoea, 50-150 mikron untuk mysis, 200-300 mikron untuk PL 1-8, 300-500
mikron untuk PL 9 ke atas, sehingga butiran dan serbuk kasar terpisah. Larutan
pakan tersebut secara merata disebarkan pada media air sedikit demi sedikit agar
dapat dipegang oleh larva dengan mematikan aerasi terlebih dahulu agar larutan
pakan buatan tersebut tidak cepat mengendap (DitPSMK a, 2014).

J. Prosedur penyesuaian jumlah pakan sesuai laju pertumbuhan larva komoditas


perikanan
Larva normal yang telah mengkonsumsi makanan, maka akan terjadi
pertumbuhan dan perkembangan. Hal itu dapat dilihat dari ukurannya yang
bertambah besar dan fungsi-fungsi alat tubuhnya semakin kompleks, maka
semakin bertambah besar badannya, semakin tinggi juga kebutuhan terhadap
pakan yang digunakan sebagai energi dalam metabolisme maupun nutrisi sebagai
bahan yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Untuk itu perlu
dilakukan penyesuaian jumlah pakan yang didasarkan pada jumlah individu, rata-
rata berat tubuh dan stadia larva tersebut. Untuk itu perlu dilakukan sampling
terhadap larva untuk mengetahui kondisi tersebut. Berikut ini adalah contoh
jadwal pemberian pakan yang telah disesuaikan dengan laju pertumbuhan umum
pada udang vannamei

Gambar 9.8 Feeding Program Hatchery Udang Vannamei


Sumber : Andriawan (2016)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 241
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

Pengelolaan Pakan pada Larva Kerapu

1. Tujuan:
Untuk mengetahui pengelolaan pakan pada pemeliharaan larva kerapu
sesuai dengan standar
2. Alat dan bahan
Alat Bahan
a. Beaker glass volume
50 ml

b. Akuarium volume
100 l

c. Counter a. Larva ikan kerapu


bebek
d. Lugol
b. Rotifera
e. Ember
c. Artemia
f. Gayung
d. Mikropelet
g. Mikroskop

h. Mikropipet

i. Bak pemeliharaan
larva

3. Keselamatan Kerja
a. Gunakan pakaian kerja sesuai kondisi.
b. Hati–hati pada saat melakukan pekerjaan agar tidak membahayakan
siswa dan mengganggu organisme yang dipelihara.

4. Langkah Kerja
a. Tebar larva dengan kepadatan 15-20 ekor/ l pada bak yang sudah
dipersiakan sesuai dengan prosedur modul persiapan bak.
b. Pada hari kedua masukan rotifera dengan kepadatan 5 ind/ ml ke dalam
bak pemeliharaan larva. Jika ukuran bak 5 ton, maka dibutuhkan rotifera
sejumlah 25 juta ind.
c. Panen sejumlah rotifera yang dibutuhkan dari wadah pemeliharaan rotifer.
d. Masukkan ke dalam ember dan tebar secara perlahan ke bak pemeliharaan
larva dengan menggunakan gayung.
e. Tingkatkan kepadatan rotifera sampai dengan 10 ind/ ml sejalan dengan

242 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

bertambahnya umur larva.


f. Pada hari ke-20 hentikan pemberian rotifer.
g. Beri Artemia dengan kepadatan awal 0.3 ind/ ml dengan menggunakan
gayung pada hari ke-12.
h. Tingkatkan kepadatan Artemia sejalan dengan umur larva sampai dengan
kepadatan 3 ind/ ml.
i. Hentikan pemberian Artemia pada hari ke-35.
j. Mulai hari ke-35 ke berikan mikro pelet sebanyak 1-2 ppm (1-2mg/ l)
tingkatkan pemberian mikro pelet sesuai kebutuhan.
k. Pada saat artemia sudah dihentikan, maka mikro pelet diberikan dengan
metoda sampai ikan kenyang.
l. Buatlah laporan tentang Pengelolaan pakan pada pemeliharaan larva
Kerapu dengan format yang disepakati dengan Guru pengampu.

CAKRAWALA

Pemberian pakan larva ikan Android Based

Pemberian pakan yang tepat waktu, tepat jumlah dan tepat nutrisi merupakan
salah satu kunci dalam keberhasilan pemeliharaan larva komoditas air payau
dan laut sedangkan manusia sebagai pelaksana dalam pemberian pakan
mempunyai keterbatasan. Hal ini menjadi pemikiran untuk membuat sistem
yang dapat mengontrol pemberian pakan bahkan mendeteksi kualitas
air dasar secara daring, sehingga dapat dikontrol dari jauh. Teknologi ini
sebenarnya sudah diaplikasikan pada pembesaran ikan dan udang, namun
untuk pengembangbiakan dan pemeliharaan larva masih perlu diujicobakan
dan dimatangkan, karena larva lebih rentan terhadap kekurangan pakan
maupun perubahan air. Sistem pemberian pakan dan pendeteksian kualitas air
ini dikembangkan dengan basic Android, sehingga nantinya akan lebih mudah
dikembangkan. Informasi tentang alat ini dapat dibaca pada https://www.
youtube.com/watch?v=JngdQEH9Czc

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 243
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

JELAJAH INTERNET

Untuk menambah wawasan lebih jauh mengenai pemberian


pakan pada larva udang dan proses pemeliharaannya, siswa
juga dapat mempelajari secara mandiri melalui internet.
Salah satu sumber internet yang bisa Anda kunjungi untuk
memperluas wawasan dapat Anda lihat pada link berikut
https: // www.youtube.com/ watch?v=JngdQEH9Czc

RANGKUMAN

1. Kebiasaan makan ikan (food habits) adalah jenis, kualitas dan kuantitas
makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan
(feeding habits) adalah tingkah laku saat mengambil dan mencari makanan.
2. Jenis pakan larva adalah pakan alami yang ukurannya sesuai dengan bukaan
mulut komoditas.
3. Semakin bertambah umur larva, maka semakin banyak jumlah pakan dan
variasi pakan yang diberikan.
4. Pada umumnya nutrisi dalam pakan yang dibutuhkan adalah untuk
pertumbuhan dan perkembangan larva lebih tinggi dibandingkan dengan
pada juvenil, utamanya protein dan lemak.
5. Cara pemberian pakan larva disesuaikan dengan cara makan larva.
6. Feeding rate atau tingkat pemberian pakan, ditentukan dari bobot ikan atau
udang dinyatakan dalam persen.
7. Feeding Frequency atau frekuensi pemberian pakan adalah kekerapan waktu
pemberian pakan dalam sehari.
8. Feeding Time merupakan waktu yang tepat dalam melakukan pemberian
pakan sesuai dengan jenis komoditas tersebut.
9. Laju pertumbuhan larva diukur untuk mengetahui bahwa larva tersebut
tumbuh dan berkembang.
10. Penyediaan pakan alami dikondisikan sesuai dengan kebutuhan
menggunakan kultur semi massal maupun massal.
11. Penyediaan pakan buatan harus sesuai dengan standar SNI 7813: 2013
untuk udang vanname dan SNI 7814: 2013 untuk kerapu.
12. Pemberian pakan harus higienis dan merata agar semua larva
mendapatkannya.
13. Untuk menyesuaikan jumlah dan jenis pakan, maka diperlukan feeding
program dan sampling pertumbuhan dan perkembangan.

244 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

TUGAS MANDIRI

Kunjungilah hatchery komoditas air payau dan laut yang terdekat dengan
tempat tinggalmu untuk mengetahui, menanyakan, melihat dan mengobservasi
pengelolaan pakan. Buatlah laporan tertulis mengenai pengelolaan pakan
pada hatchery komoditas air payau dan laut yang diserahkan kepada guru atau
pembimbing.

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Bagaimanakah kebiasaan makan ikan kerapu?
2. Bagaimanakah perubahan kebiasaan larva udang?
3. Kapankah awal pemberian pakan terbaik pada larva kerapu bebek?
4. Bagaimanakah cara pemberian pakan rotifer dan artemia pada pemeliharaan
ikan?
5. Bagaimana cara mengukur pertumbuhan harian larva ikan kerapu bebek/
tikus?
6. Jelaskan bagaimana cara menetaskan artemia!

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab kesembilan ini, Anda tentu menjadi lebih paham
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut; peserta didik mampu
menerapkan sifat dan kebiasaan makan larva; jenis dan ukuran pakan larva;
penentuan jumlah pakan, kebutuhan nutrisi larva; teknik pemberian pakan yang
sesuai; perhitungan Feeding rate, feeding frequency, feeding time, FCR, efisiensi
pakan; laju pertumbuhan; prosedur penimbangan pakan; prosedur pemberian
pakan; prosedur pemberian jumlah pakan sesuai laju pertumbuhan. Dari semua
materi yang sudah dijelaskan ada bab kesembilan, mana yang menurut Anda
paling sulit dipahami? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari bab
kesembilan ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi
sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan
memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi
berikutnya.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 245
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

BAB PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA


PEMELIHARAAN LARVA KOMODITAS AIR PAYAU DAN
X LAUT
BAB X PENGENDALIAN HAMA
DAN PENYAKIT PADA PEMELI-
HARAAN LARVA KOMODITAS air
PAYAU DAN LAUT
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi tentang pengendalian hama dan penyakit pada
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut, peserta didik mampu
menerapkan teknik pencegahan penyakit, siklus hidup penyebab penyakit,
gejala serangan penyakit, teknik pengobatan, teknik pemeriksaan komoditas
perikanan sakit, pengobatan komoditas sakit sesuai gejala serangan dan jenis
penyakit dalam menyelesaikan masalah pengendalian hama dan penyakit pada
pemeliharaan komoditas air payau dan laut dengan tepat dan teliti.

PETA KONSEP

Teknik Pencegahan Pen-


yakit

Gejala Serangan Penyakit

Pengendalian
Teknik Pengobatan
Hama dan Penyakit

teknik Pemeriksaan Kese-


hatan Komoditas Perikanan

Pengobatan Komoditas
Sakit Sesuai Gejala Seran-
gan dan Jenis Penyakit

KATA KUNCI

penyakit–bakteri–virus–jamur–pengobatan–ikan sakit

246 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENDAHULUAN

a.Larva dan induk udang yang terserang penyakit di lihat secara langsung

b.Larva yang organ tubuhnya tidak lengkap dilihat dari pengamatan mikroskop
Gambar 10.1 Larva dan induk udang yang sakit
Sumber : a. https: // www.mongabay.co.id/ 2019/ 06/ 11/ ancaman-penyakit-ems-dan-ahpnd-
pada-udang/
b. Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)

Pernahkah kalian melihat larva ataupun udang yang sakit, seperti yang
diperlihatkan pada gambar di atas? Larva dan udang tersebut terserang penyakit
non infeksi dan infeksi yang disebabkan oleh virus. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Mengapa udang dan larva udang dapat terserang penyakit? Disebabkan oleh apa? Dan
bagaimana cara mengobatinya? Untuk memahami pertanyaan-pertanyaan tersebut,
mari kita pelajari materi tentang pengendalian hama dan penyakit pada pemeliharaan
larva udang dan ikan air payau laut pada bab terakhir ini.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 247
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

A. Teknik pencegahan penyakit


Pada kegiatan pengembangbiakan udang dan ikan air payau laut ternyata
munculnya atau serangan penyakit baik pada pemeliharaan larva dan induk masih
menjadi masalah besar dalam budidaya. Banyaknya penyakit yang menyerang
larva dan induk udang baik penyakit infeksi maupun non infeksi, mengakibatkan
jumlah produksi pengembangbiakan udang mengalami penurunan. Begitu juga
munculnya penyakit vibriosis yang menginfeksi ikan kakap sehingga menyebabkan
kematian massal pada stadia larva dan Juvenile.

Gambar 10.2 Konsep terjadinya penyakit pada ikan/ udang


Sumber : https: // www.slideshare.net/ Romitisam/ sistem-imunitas-ikan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi penyakit adalah sesuatu


yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan atau kelainan sistem faal
(jaringan organ tubuh) pada makhluk hidup yang disebabkan oleh bakteri dan
virus. Munculnya penyakit yang menyerang pada larva dan induk, disebabkan
oleh pengaruh 3 lingkaran (kondisi) penyebab penyakit yaitu buruknya kondisi
lingkungan, kondisi kesehatan biota itu sendiri (daya tahan tubuh) dan adanya
pathogen. Karena tidak seimbangnya 3 kondisi tersebut, maka muncullah “penyakit”.
Supaya larva dan induk tidak terserang penyakit, maka dalam pemeliharaan larva
perlu dilakukan pencegahan terhadap hama dan penyakit. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2007) Pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah
atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian pencegahan
merupakan sebuah tindakan.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada kegiatan pemeliharaan larva
yaitu dengan mengaplikasikan biosecurity pada area hatchery selama persiapan
hingga proses produksi benih berlangsung, melakukan monitoring kesehatan
induk dan larva dan melakukan vaksinasi pada larva ikan air payau dan laut.

248 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Gambar 10.3 Kegiatan pergantian selang dan batu aerasi di awal siklus
Sumber : Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)

Biosecurity adalah segala tindakan, prosedur dan kebijakan yang digunakan


untuk mencegah masuk dan tersebarnya pathogen seperti bakteri, virus, jamur
maupun parasit pada fasilitas produksi pembenihan ikan laut pada suatu wilayah
atau negara untuk mencegah terjadinya penyakit yang merugikan secara ekonomi
dan lingkungan (SNI No. 8230: 2016).

Gambar 10.4 Footbath, hand sanitizer dan wheelbath


Sumber : Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)

Prosedur biosecurity yang dapat diaplikasikan pada lokasi hatchery meliputi


masuknya kendaraan, induk, sistem air dan pakan. Hatchery harus memiliki fasilitas
bak desinfeksi di pintu masuk lokasi mulai dari pintu utama sampai dengan area
lokasi pemanenan. Pada induk dibutuhkan bak karantina dan proses isolasi. Sistem
air perlu dilakukan penyaringan dengan filter pasir bertekanan dan diradiasikan
menggunakan UV sebelum dialirkan pada bak tandon. Instalasi aerasi dilakukan
desinfeksi dan fumigasi sebelum digunakan sedangkan pada pakan, gunakan
pakan buatan mengandung nutrisi yang cukup, tidak mengandung zat beracun,
antibiotika dan hormone, tidak mengandung pathogen serta tidak mengalami
perubahan fisik.
Selain pengaplikasian biosecurity tindakan pencegahan yang bisa dilakukan
adalah dengan cara menimbulkan kekebalan tubuh (imunostimulan) baik dengan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 249
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

memberikan vaksin ataupun menggunakan imunostimulator lain. Vaksin adalah


bahan antigenic yang terbuat dari mikroorganisme penyakit yang telah dilemahkan
atau dimatikan, digunakan untuk menstimulus kekebalan tubuh ikan secara aktif
terhadap suatu penyakit. Vaksinasi merupakan suatu kegiatan preventif dengan
memberikan vaksin kedalam tubuh ikan untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya
sehingga apabila suatu saat ikan terpapar pathogent tersebut, tubuh ikan mampu
mengingat dan mengenali pathogent yang sama dan mampu melawan infeksi
penyakit yang ditimbulkan. Dengan pemberian vaksin kekebalan tubuh ikan akan
bertahan sampai akhir masa pemeliharaan ikan.
Sistem kekebalan pada ikan ada 2 macam yaitu sistem kekebalan non spesifik
dan spesifik. Kekebalan non spesifik (alamiah/ innate immunity) adalah sistem
pertahanan inang yang responnya tidak bergantung pada frekwensi kontak
terhadap antigen tertentu sedangkan kekebalan spesifik (humoral maupun cellular
mediated) yaitu respon imun sangat tergantung pada frekwensi kontak induk
semang dengan antigen tertentu sebelumnya. Ketika ikan mengalami infeksi dari
suatu pathogen, maka kekebalan non spesifik akan bekerja untuk menghentikan
infeksi pathogen tersebut. Tetapi jika sistem itu tidak bekerja, maka ikan yang
terinfeksi pathogen akan menimbulkan gejala klinis suatu penyakit. Pada kondisi
itulah kekebalan spesifik bekerja, jika ikan mampu bertahan hidup, maka akan
terbentuk antibodi spesifik terhadap pathogen yang menyerang tersebut sehingga
jika suatu saat ikan terinfeksi pathogen yang sama, maka ikan tersebut akan kebal
dan mampu menahan infeksi yang menyerang.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh ikan yaitu:
1. Genetika
Masing-masing individu dapat memiliki perbedaan pada sistem kekebalan
alamiah dan adaptif.
2. Lingkungan
Meliputi suhu, musim dan cahaya. Ikan merupakan hewan poikiloterm,
suhu rendah diketahui sebagai faktor pembatas dalam proses metabolisme
organisme termasuk sistem kekebalan tubuh sedangkan suhu yang terlalu
tinggi dapat menekan fungsi kekebalan tubuh (immunosuppressive).
3. Stres
Dapat dipicu oleh kondisi kualitas air, polusi, padat tebar, penanganan
dan transportasi, serta siklus pemijahan. Pada kondisi kualitas air buruk,
ikan akan stres dan mensekresikan hormone stres (corticosteroids) dalam
jumlah yang cukup tinggi, dan hormone tersebut diketahui sebagai unsur
immunosuppressive.
4. Nutrisi
Kecukupan pakan (kualitas dan kuantitas), ketersediaan nutrisi, penggunaan
immunostimulant, vitamin dan mineral. Anti oksidan seperti vitamin C dan
E serta unsur imunostimulan seperti glukan, lipopolisakarida telah terbukti
dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan terutama sistem pertahanan non
spesifik.

250 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

5. Ikan itu sendiri


Meliputi umur, jenis dan strain. Kekebalan tubuh (antibodi) pada ikan mulai
berkembang pada usia awal.
6. Pathogen yang menyerang
Seberapa besar tingkat paparan, jenis pathogen yang menyerang (parasite,
bakteri dan virus) dan virulensi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kegiatan
vaksinasi yaitu persyaratan vaksin yang ideal, waktu pemberian vaksin yang
tepat dan teknik/ cara aplikasi kegiatan vaksinasi yang benar sehingga kegiatan
vaksinasi pada ikan dapat efektif dan efisien. Adapun syarat dari vaksin yang
ideal adalah vaksin aman bagi ikan, lingkungan perairan dan konsumen; vaksin
spesifik diperuntukkan bagi patogen tertentu; mampu melindungi ikan dalam
jangka waktu yang lama minimal satu periode pemeliharaan; mudah didapat,
mudah di terapkan dan ekonomis; serta yang paling penting adalah sudah
terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ada beberapa persyaratan umum yang perlu diperhatikan sebelum
melakukan kegiatan vaksinasi yaitu:
a. Ikan yang akan di vaksinasi sebaiknya yang sudah berumur 1 minggu atau
lebih (aplikasi melalui perendaman dan/ atau pakan), karena pada umur
kurang dari 1 minggu masih sangat rentan pada organ-organ yang berperan
dalam sistem pembentukan kekebalan tubuh belum sempurna;
b. Kondisi kesehatan ikan baik;
c. Suhu air di atas 25 ˚C (relatif hangat);
d. Vaksinasi aman secara anatomis (tidak mengakibatkan abses atau luka), jika
vaksinasi dilakukan dengan penyuntikan; dan
e. Air yang digunakan untuk melakukan vaksinasi dan pemeliharaan ikan harus
bebas dari polutan.
Vaksinasi pada ikan dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu melalui
penyuntikan, perendaman dan oral (melalui pakan).
1) Metode Perendaman dalam larutan vaksin;

Gambar  10.5  Vaksinasi  dengan cara perendaman 


Sumber : http: // aquaculture-mai.org/ archives/ 1768 

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 251
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Perendaman dapat dilakukan dalam bak beton/ fiberglass/


akuarium atau ember plastik. Selama proses vaksinasi sebaiknya
dilengkapi dengan aerasi, dan kepadatan ikan tidak terlalu tinggi
(antara 100–200 gram/ liter air). Pengamatan tingkah laku ikan selama
proses vaksinasi dilakukan secara cermat, apabila terlihat ikan yang
mengalami masalah, segera dipindahkan ke air segar.
Air bekas rendaman virus harus dibuang sesuai dengan
rekomendasi produsen, atau disesuaikan dengan jenis sediaan vaksin
yang telah digunakan.Apabila jenis sediaan vaksin in-aktif (killed
vaccine) dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi
organisme serta lingkungan perairan, maka air bekas rendaman vaksin
tersebut dapat langsung dibuang ke saluran pembuangan. Namun,
apabila jenis sediaan vaksin hidup dan/ atau dilemahkan (attenuated
vaccine), maka air bekas rendaman vaksin harus diperlakukan terlebih
dahulu dengan desinfektan (misalnya, klorin 300 ppm) selama 24 jam
sebelum dibuang ke saluran pembuangan.
2) Metode penyuntikan

Gambar 10.6  Vaksinasi  dengan  penyuntikan


Sumber : https: // humasbblbatam.wordpress.com/ 2015/ 09/ 17/ dua-
orang-staf-teknis-lab-penguji-bpbl-batam-adakan-vaksinasi-ikan-di-kja-
galang-baru/
Vaksinasi melalui penyuntikan harus dapat memastikan bahwa
ikan harus nyaman selama proses vaksinasi; dan pembiusan mungkin
diperlukan. Ada dua cara penyuntikan yang biasa dilakukan, yaitu
dimasukkan ke rongga perut (intra peritoneal) dan dimasukkan ke otot/
daging (intra muscular). Penyuntikan secara IP biasanya dilakukan
di bagian perut, diantara kedua sirip perut atau sedikit di depan
anus, dengan sudut kemiringan jarum suntik (needle) kire-kire 30˚.
Penyuntikan secara IM biasanya dilakukan di bagian punggung, pada

252 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

ikan yang bersisik biasanya dilakukan di sela-sela sisik ke 3–5 dari


kepala, dengan sudut kemiringan jarum suntik kira-kira 30˚–40˚.
3) Metode oral (melalui pakan)
 

Gambar 10.7 Vaksinasi  dengan  disemprotkan  pada  pakan 


Sumber : http: // aquaculture-mai.org/ archives/ 1768 

Teknik ini lebih sesuai untuk ikan-ikan yang sudah dipelihara di


dalam kolam pemeliharaan ataupun sebagai upaya vaksinasi ulang
(booster). Teknik mencampur vaksin dengan pakan ikan yang umum
dilakukan adalah:
a) Sediaan vaksin tersebut diencerkan beberapa kali dengan air bersih
(sesuai petunjuk penggunaan pada tiap jenis vaksin), kemudian
dimasukkan ke dalam botol semprot;
b) Semprotkan larutan vaksin tersebut ke pakan secara merata (tidak
terlalu basah), dikeringkan dengan cara diangin-anginkan;
c) Setelah kering, pakan langsung diberikan pada ikan; dan
d) Akan lebih baik lagi apabila vaksin yang telah disemprotkan ke
pakan diselaputi putih telur terlebih dahulu, dikeringkan dan
kemudian baru diberikan kepada ikan. Sebaiknya pencampuran
vaksin dilakukan tidak terlalu lama dari jadwal pemberian pakan.
Setiap metode dalam melakukan vaksinasi memiliki kelebihan dan
kekurangan. Seperti pada metode vaksinasi dengan perendaman, kegiatan
ini biasa dilakukan secara massal pada berbagai ukuran ikan, stres yang
ditimbulkan juga kecil, biaya tenaga kerja murah dan tidak berisiko untuk

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 253
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

vaksinator. Namun, kelemahannya vaksin yang dibutuhkan cukup banyak, dan


jangka perlindungan rendah. Vaksinasi dengan metode penyuntikan, lebih
efektif dan efisien dalam memberikan perlindungan pada ikan. Karena semua
vaksin yang diberikan masuk kedalam tubuh ikan. Namun, tidak dapat dilakukan
pada semua ukuran ikan dan memerlukan banyak tenaga kerja yang memiliki
skill, serta berisiko bagi vaksinator sedangkan vaksinasi dengan metode oral
(melalui pakan), vaksin dapat dicampur pada pakan. Metode paling mudah
dalam pengaplikasian vaksinasi tetapi butuh jumlah vaksin yang banyak.

B. Gejala serangan penyakit


Sebelum membahas gejala serangan penyakit terlebih dahulu Anda buka
kembali mata pelajaran kualitas air dan kesehatan ikan pada kelas X sehingga
Anda bisa mengkategorikan jenis-jenis penyakit, demikian sedikit rangkumannya.
Penyakit dikategorikan menjadi 2 yaitu penyakit patogenik dan non patogenik,
dimana patogen bisa diartikan sebagai menular. Penyakit patogenik dibagi menjadi
4 berdasarkan penyebabnya yaitu penyakit parasiter, penyakit bakterial, penyakit
viral dan penyakit fungal.
Disebut sebagai penyakit parasiter dikarenakan penyakit ini disebabkan oleh
adanya organisme parasit yang menempel atau menumpang hidup pada larva ikan
maupun udang. Parasit yang dilaporkan menyerang pada larva ikan antara lain
adalah cacing pipih golongan trematoda yang menempel pada tubuh ikan, biasanya
pada bagian spina untuk larva kerapu macan. Larva yang ditempeli trematoda
ini menjadi berkurang nafsu makannya, warna tubuh memucat, gerakan lambat
dan berenang di permukaan (Hidayatullah, 2012) sedangkan pada larva udang,
parasit yang terdeteksi menyerang yaitu jenis cacing ciliata seperti zoothamnium
dan vorticella yang melekat pada insang larva sehingga larva berkurang nafsu
makannya, moulting terhambat sampai dengan mati lemas (FAO, 2007).
Penyakit bakterial yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang
seringkali dilaporkan menyerang larva ikan maupun larva udang adalah jenis Vibrio,
sehingga penyakitnya dikenal sebagai Vibriosis. Serangan vibrio pada larva ikan
akan menyebabkan larva kehilangan nafsu makan, namun tidak nampak adanya
perubahan dalam fisiknya, hanya saja larva kelihatan bercahaya dalam gelap
(luminescene). Serangan vibrio ini juga sampai menimbulkan kematian apabila
tidak ditangani sedangkan pada larva udang gejala serangan vibrio yang nampak
ditengarai dengan feces larva yang berlebihan, kaki renang, kaki jalan dan insang
larva tampak memerah, larva nampak kotor, nafsu makan berkurang, necrosis pada
bagian anggota tubuh serta larva tampak bercahaya di dalam gelap.
Sedangkan penyakit viral adalah penyakit yang disebabkan oleh virus.
Penyakit viral ini adalah penyebab kematian larva terbesar pada ikan, dikarenakan
tidak terdeteksi adanya kelainan fisik namun terjadi kematian secara massal dan
tiba-tiba. Penyakit viral yang terkenal menyerang larva ikan yaitu Viral Nervous
Necrosis (VNN). Pada larva udang ada beberapa jenis virus yang dilaporkan
menyerang pada larva seperti Baculoviral Midgut gland Necrosis Virus (BMNV),

254 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Monodon Baculovirus (MBV) seringnya masyarakat umum yang bergerak pada


backyard benur kerap kali menyebutnya sebagai serangan WSSV dikarenakan
masih satu familia. Gejala serangan yang terlihat dari BMNV yang menyerang pada
fase zoea, mysis maupun PL, namun lebih sering terlihat serangannya pada PL yaitu
awalnya larva terlihat memucat, hepato pankreas pucat/ keruh (usus putih), sampai
PL mengambang tidak aktif di permukaan air, dan terlihat adanya bintik putih pada
cephalotorax. Serangan BMNV ini seperti halnya virus lain adalah serangannya
cepat dan menimbulkan kematian massal (FAO, 2007).
Penyakit fungal merupakan penyakit yang disebabkan oleh fungi atau jamur.
Pada larva udang, umumnya disebabkan oleh jamur Lagenidium dan Sirolpidium
spp yang mungkin terikut pada induk maupun inang yang lain yang masuk bersama
dengan air seperti kista artemia namun juga spora jamur juga bisa datang dari
melayang dari udara (FAO, 2007). Gejala serangan yang terlihat pada penyakit
jamur ini adalah tubuh larva yang nampak kotor berwarna putih seperti kapas.
Penyakit non patogenik adalah penyakit yang tidak menular, pada umumnya
disebabkan karena kualitas air yang tidak termanajemen dengan baik. Berikut
ini adalah yang tergolong pada penyakit non patogenik pada ikan (Hidayatullah,
2012) yaitu:
1. Defisiensi oksigen, larva ikan nampak mengambang di atas permukaan air,
biasanya disebabkan karena padat tebar terlalu tinggi, pakan berlebih, dan
kurang aerasi sehingga terjadi penumpukan bahan organik di dasar bak
pemeliharaan;
2. Acidosis dan alkaliosis, adalah penyakit yang terjadi karena pH tidak sesuai
dengan kebutuhan larva. Acidosis disebabkan pH air terlalu asam sedangkan
acidosis disebabkan pH air terlalu basa. Gejala yang terlihat pada larva
ikan kerapu macan dari penyakit ini adalah warna agak memucat dan spina
mengembang;
3. Clog atau Bubble Gass Disease, yaitu terjadi penyumbatan gas pada tenggorokan
ikan dikarenakan kelarutan oksigen di air terlalu jenuh; dan
4. Penyakit karena keracunan, lebih seringnya keracunan amoniak maupun nitrat.
Dengan mengamati gejala klinis perilaku ikan, dapat diamati perubahan
abnormal pada ikan yang terinfeksi parasit, seperti perubahan gaya renang,
perubahan anatomi organ luar, dan perubahan organ dalam, seperti pola warna,
bentuk, dan konsistensi. Melalui pengamatan hematologi dan histologi, kondisi
organisme akuatik dapat dipahami lebih dalam. Tahapan observasi dan prosedur
diagnostik akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Perubahan gaya/ pola renang
Perubahan pola berenang yang umum diamati untuk mendeteksi
serangan parasit meliputi gerakan kolom air (berenang di permukaan,
mengambang atau di dasar akuarium), gerakan tubuh (lemah atau agresif),
pola renang (berulang, berputar dan tidak teratur) dan gerakan tutup
insang. Pengamatan dilakukan selama 5 menit. Perubahan pola renang
biasanya terjadi setelah 6 jam pasca infeksi, tergantung dari parasit

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 255
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

yang menginfeksi, kondisi inang dan kondisi perairan.Berikut ini adalah


perubahan pola renang ikan Amphiprion ocellaris yang terinfeksi parasit
yang diamati oleh Hardi (2015).
Tabel 10.1 Gejala Tingkah Laku dan Perubahan Organ Luar Ikan Amphiprion ocellaris
yang terinfeksi ektoparasit
No Jenis Parasit Organ target Gejala tingkah laku Gejala pada organ luar

a. Berenang a. Sirip atau sisik


1 Trichodina sp Sisik, kulit, normal. banyak yang lepas.
insang sirip b. gerakan bukaan b. Sirip dada gripis.
operkulum c. Tubuh berlendir.
meningkat. d. Warna kulit kusam.
c. Berenang e. Insang tampak pucat
lambat, agak dan terlihat ada
miring dan ada pembengkakan.
yang berenang
aktif.
d. Menggosokan
tubuh ke dinding
akuarium.

a. Berenang a. Ada bercak merah


2 Brookynella Sisik, kulit normal. dan luka di daerah
sp. dan sirip b. gerakan bukaan terinfeksi
operkulum b. Tubuh tampak
meningkat. kusam
c. Berenang cepat, c. Produksi lendir
terkadang berlebih
diam di dasar d. Sisik mulai lepas
akuarium.
d. Berenang
lambat, lemah,
gerakan bukaan
operkulum
meningkat.

256 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

No Jenis Parasit Organ target Gejala tingkah laku Gejala pada organ luar

a. Berenang cepat, a. Tubuh berlendir


3 Criptocaryon Kulit terkadang
sp. diam di dasar
akuarium
b. Mengibaskan
sirip

a. Berenang aktif, a. Produksi lendir


4 Oodinium sp. Sisik, kulit, gerakan bukaan berlebih
insang, sirip operkulum b. Sisik mudah lepas
meningkat c. Tubuh, insang
b. Berenang tampak pucat
lambat, agak dan terjadi
miring dan pembengkakan di
lemah Insang
c. Mengibaskan
ekor
d. Menggosokan
tubuh dan sirip
ke dinding
akuarium

a. Gerakan bukaan a. Sisik mudah lepas


5 Dactylogyrus Insang, sisik operkulum b. Insang tampak
sp. meningkat kemerahan
b. Berenang
lambat, agak
miring dan
lemah

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 257
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

No Jenis Parasit Organ target Gejala tingkah laku Gejala pada organ luar

a. Berenang aktif, a. Produksi lendir


6 Gyrodactyllus Sirip gerakan bukaan berlebih sehingga
sp. operkulum tubuh agak kusam
meningkat b. Sisik mudah lepas
b. Menggosokan
tubuh dan sirip
ke dinding
akuarium
c. Ikan berenang
lambat dan
terkadang
diam di dasar
akuarium

a. Gerakan bukaan a. Sisik mudah lepas


7 Pseudanisakis Sisik, kulit operkulum b. Tubuh berlendir
sp. meningkat c. Warna tubuh kusam
b. Berenang
lambat, agak
miring dan
lemah

a. Berenang aktif a. Sisik mudah lepas


8 Argulus sp. Sisik b. Menggosokan b. Tubuh berlendir
tubuh ke dinding
akuarium

(Sumber : Hardi, 2015)

b. Tingkah laku makan


Ikan yang terinfeksi parasit biasanya mengalami perubahan nafsu
makan, biasanya makan lebih sedikit, bahkan kehilangan nafsu makan
sama sekali. Perubahan pola makan yang dapat diamati mengamati
respons ikan terhadap pakan yang diberikan. Data yang dikumpulkan
meliputi jumlah pakan yang dimakan, jumlah pakan yang tidak dimakan,
dan waktu pemrosesan setiap pakan (dari pertama kali pakan dimakan
hingga waktu yang dibutuhkan untuk mencari atau menyelesaikan pakan
lainnya). Gerakan reflek terhadap pakan yang lemah biasanya diakibatkan

258 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

oleh gejala-gejala gangguan tingkah laku ikan yang menumpuk. Kehadiran


ektoparasit biasanya tidak menyebabkan kematian ikan secara langsung,
namun penurunan nafsu makan yang terus menerus karena adanya
ektoparasit akan menyebabkan kematian ikan.
c. Perubahan anatomi organ luar dan organ dalam
Perubahan yang diamati pada anatomi luar berupa kondisi mata,
operkulum, warna tubuh, kondisi sirip, pendarahan atau kelainan lainnya,
sedangkan perubahan anatomi dalam berupa perubahan warna, bentuk
dankonsistensi organ otak, saluran pencernaan, hati dan ginjal ikan.

C. Teknik pengobatan
Terapi adalah suatu metode pengobatan dari pengobatan alami dan obat
kimia yang bertujuan untuk membunuh patogen dan menyembuhkan ikan yang
terserang penyakit. Beragam bahan alami dan kimia yang dapat digunakan
untuk menghambat pertumbuhan patogen. Vaksin dan antibiotik adalah pilihan
umum yang biasa digunakan oleh pembudidaya. Namun, vaksin ini hanya khusus
untuk bakteri dan harus dikombinasikan dengan vaksin booster dan pemberian
berulang. Demikian pula antibiotik buatan memiliki keterbatasan, seperti
menyebabkan masalah ketahanan ikan dan kerusakan lingkungan, karena sulit
untuk diinterpretasikan (Hardi, 2016). Umumnya pengobatan/ pengobatan dapat
diselesaikan dalam 3 tahap, yaitu:
1. Penambahan bahan pada air, beberapa syarat yang harus dipenuhi dengan cara
ini adalah:
a. Jika digunakan di kolam besar, material yang dipilih harus mudah larut dalam
air, harga murah, tidak menimbulkan dampak negatif, harus mudah terurai
secara alami. Prasyarat perlakuan sebelum aplikasi di kolam besar yaitu:
1) ikan dipuasakan 24 jam;
2) menggunakan ember plastik untuk mencampur bahan;
3) konsentrasi harus tepat;
4) diaplikasikan saat suhu rendah;
5) dilakukan model (skala kecil) terlebih dahulu sebelum kolam besar; dan
6) pengulangan hanya dilakukan pada kondisi khusus dan setelah 30 jam.
b. Perlakuan air yang mengalir (flowing) dengan tujuan untuk menambahkan
bahan kimia ke kolam yang mengalir dalam jangka waktu tertentu untuk
mencapai konsentrasi yang dibutuhkan.
c. Pembilasan (flush) di kolam volume kecil dengan konsentrasi tinggi dalam
waktu singkat (5-10 menit)
d. Obat dimasukkan dalam ember berlubang kecil, biasanya berbentuk bubuk.
e. Bathing (perendaman) terdiri dari 3 cara sesuai lama pengobatan yaitu:
1) Dips (pencelupan) yaitu waktu pengobatan singkat dan konsentrasi
tinggi
2) Short bath yaitu treatment dengan kisaran waktu 10-50 menit.
3) Long bath yaitu waktu yang digunakan untuk treatment lebih dari 1 jam.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 259
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

2. Penambahan bahan kimia ke dalam pakan memiliki keuntungan sebagai berikut:


a. Bahan yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan metode perendaman,
namun bahan yang dicampurkan pada pakan jangan sampai tercerna di
saluran pencernaan ikan, karena akan mengurangi keefektifan bahan
tersebut.
b. Karena bahan tersebut tidak bersentuhan dengan lingkungan akuatik, maka
tidak akan menimbulkan pencemaran, tetapi kotoran mungkin masih
mengandung bahan obat tersebut.
c. Efek samping lebih rendah karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemberian obat melalui pakan dapat mengurangi dampak negatif pada
inang, yang berbeda dengan suntikan yang dapat membahayakan.
3. Aplikasi obat langsung pada organisme budidaya dapat dilakukan dengan
metode antara lain:
a. Suntikan intra peritoneal dan intramuskular hanya digunakan untuk ikan
yang cukup besar (lebih dari 20 g), dan ukuran benih akan sangat sulit dan
tidak efektif. Namun, dibandingkan dengan dua metode lainnya, metode ini
paling efektif karena obat langsung masuk ke tubuh. Selain itu, konsentrasi
atau dosis obat yang diberikan kepada inang jauh lebih rendah.
b. Melalui mulut, anus, dan dengan penyemprotan dengan menetes atau
pemberian. Cara ini tidak umum digunakan, tetapi efektivitasnya lebih baik
daripada melalui pemberian makan atau perendaman.
c. Diusap atau direkatkan biasanya digunakan untuk obat luar berbentuk bubuk,
tidak larut dalam air. Cara ini hanya bisa dipilih untuk infeksi ektoparasit
yang menyebabkan trauma (Hardi, 2016).

D. Teknik pemeriksaan kesehatan komoditas perikanan


Pemeriksaan kesehatan larva secara rutin dimaksudkan agar terdeteksi
secara dini masalah-masalah potensial sehingga dapat menentukan langkah
lebih lanjut sehingga produktifitas meningkat. Pemeriksaan kesehatan secara
rutin ini umumnya dilakukan dua kali sehari yaitu pada waktu pagi dan sore hari,
yaitu beberapa saat setelah dilakukan penggantian air dan pemberian pakan.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil sampel air bersama larva menggunakan
gelas beaker kemudian larva diamati dengan mata telanjang atau dengan bantuan
kaca pembesar yang disebut sebagai pemeriksaan level 1, sebagian sampel larva
tersebut diperiksa lebih detail menggunakan mikroskop yang disebut sebagai
pemeriksaan level 2, dan sebagaian sampel larva dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan Tes Polimerase Chain Reaction (PCR) dan disebut sebagai pemeriksaan
level 3.

260 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Pemeriksaan level 1
Dengan melihat aktivitas renang larva, maka dapat diprediksi
stadia dari larva tersebut, zoea berenang ke depan dengan
cepat secara melingkar sambil menyaring fitoplankton, Mysis
berenang mundur dengan gerakan ekor terputus-putus di
Aktivitas Renang
kolom air sambil memangsa fitoplankton dan zooplankton.
PL berenang ke depan dengan cepat pada kolom air yang
diaerasi kuat. Semakin banyak larva yang aktif berenang,
maka semakin baik kualitasnya.

Larva stadia zoea seharusnya sangat tertarik pada cahaya.


Pengujiannya dengan menempatkan cahaya pada gelas
Fototaksis
beaker dan diamati pergerakan larva. Mysis dan PL tidak
menujukkan ketertarikan terhadap cahaya.

Selama stadia zoea, larva mengkonsumsi alga secara ekslusif,


benang feses yang memanjang dapat terlihat keluar dari
anus dan terlepas di kolom air. Bila terlihat garis pakan di
Benang feses dalam abdomen tidak terputus, maka diasumsikan bahwa
larva cukup makan sedangkan bila terputus, maka dianggap
kurang makan atau kualitas air tidak sesuai maupun terkena
penyakit.

Faktor ini terlihat ketika bak pemeliharaan dalam keadaan


gelap. Umumnya pendaran cahaya dalam gelap merupakan
indikasi adanya konsentrasi tinggi bakteri Vibrio yang
Luminescence atau
berpotensi patogen, sehingga harus menambahkan probiotik
pendaran cahaya
atau penggantian air. Jika cara tersebut gagal, maka bak yang
bermasalah segera diklorin dan dikeringkan untuk mencegah
penularan dan kematian massal.

Penyakit ini biasanya menyerang larva pada stadia PL 3-5.


Bentuk pertama terlihat nekrosis dan warna memucat
pada hepatopankreas dan usus, dengan bintik putih pada
cephalotorax atau garis putih dari kepala sampai ekor.
Penyakit tubuh
Penyakit ini menyebabkan kematian massal. Bentuk kedua
putih
memperlihatkan warna putih pada ekor yaitu pada 3 segment
abdominal terakhir, yang menyebar keseluruhan tubuh
sampai mati dan tubuh terpecah menjadi 2. Bentuk kedua ini
tidak menimbulkan kematian massal.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 261
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

Pada stadia yang sama seharusnya ada keseragaman larva


Keadaan homogen dalam bak. Sebagian besar larva seharusnya berada pada
pada stadia yang tahap moulting yang sama. Keberagaman dalam larva
sama menunjukkan adanya masalah seperti kualitas air yang buruk
maupun penyakit, yang perlu diperhatikan.
Isi usus dapat dilihat dengan mata telanjang pada stadia
larva yang lebih tua. Usus dapat dilihat sebagai garis gelap
dari hepatopankreas pada bagian kepala yang mudah diamati
Isi usus pada larva di dalam gelas beaker. Hal tersebut sebagai
petunjuk dalam pemberian makan dan ketersediaan pakan.
Bila usus terlihat tidak penuh dan gelap, mungkin terjadi
permasalahan yang perlu ditindaklanjuti.
Pemeriksaan level 2
Hepatopankreas dan isi usus diamati dari preparat basah dari
larva udang dengan pembesaran 100–400 kali. Pada larva
Kondisi yang sehat, hepatopankreas terlihat penuh makanan ataupun
hepatopankreas vakuola lemak dan gerakan peristaltik yang kuat terlihat pada
dan isi usus usus. Jika hepatopankreas terlihat kosong atau pucat, tanpa
adanya vakuola lemak, maka larva tersebut tidak makan atau
mungkin sakit dan perlu ditindaklanjuti.

Nekrosis pada tubuh dan anggota gerak larva mengindikasikan


Nekrosis adanya infeksi bakteri atau kanibalisme dapat dilihat di
bawah mikroskop dengan pencahayaan rendah.

Kelainan bentuk pada larva mengindikasikan bahwa kualitas


air atau naupli yang buruk, atau terinfeksi bakteri, maupun
Kelainan bentuk salah penanganan yang berakibat stres pada larva. Mungkin
terlihat anggota tubuh seperti rostrum, antena, ekor yang
bengkok, hancur maupun menghilang.

Kotor karena ada Larva dapat menjadi inang bagi beberapa organisme
sesuatu yang penempel seperti jamur, bakteri maupun protozoa. Pada
menempel cangkang di kepala dan tubuh terlihat kotor tidak normal.

Baculovirus dapat diamati menggunakan preparat yang telah


Baculovirus diwarnai dengan Malachite Green, biasanya terlihat pada
hepatopankreas maupun pada kotorannya.
Bolita adalah sindrom yang melibatkan pelepasan sel-sel
Bolita epitel dari usus dan hepatopankreas, yang muncul sebagai
bola kecil di dalam saluran pencernaan.
Sumber : Team Naca and Suma (2005)

262 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

MATERI PEMBELAJARAN

E. Pengobatan komoditas sakit sesuai gejala serangan dan jenis penyakit


Pengobatan komoditas sakit seringnya jarang dilakukan pada larva karena
cepatnya masa produksi maupun cepatnya serangan yang terjadi pada larva.
Pembudidaya yang mengalami serangan pada bak pemeliharaan cenderung
membuang larvanya demi kepercayaan konsumen. Pengobatan dilakukan pada
induk yang mengalami serangan penyakit kecuali yang disebabkan oleh virus
dikarenakan kekhawatiran jika berpengaruh terhadap kualitas larva.
Dilaporkan Oleh Wirawan dkk. (2020), untuk mencegah timbulnya penyakit
pada hatchery skala rumah tangga di Bali diberikan obat elbayou yang dilarutkan
pada artemia yang akan diberikan sebagai pakan pada larva kerapu macan
dengan dosis 10 ppm sedangkan Widyawan (2006) dalam Wirawan dkk. (2020)
memberikan obat elbasin 25 ppm dan Malacyte Green 0, 1 ppm untuk pencegahan
serangan penyakit pada larva kerapu macan.
Hardi (2016) menyarankan menggunakan ekstrak tanaman sebagai
imunostimulan untuk mencegah penyakit. Secara sederhana imunostimulan
dapat diartikan sebagai suplemen tambahan untuk meningkatkan kemampuan
mengontrol beberapa organism patogen oportunistik melalui mekanisme
peningkatan daya tahan tubuh inang. Dijelaskan bahwa ekstrak metanol dari
Kemangi (Ocimum sanctum) digunakan sebagai imunostimulan terhadap ikan
kerapu Epinephelus tauvina secara signifikan mampu meningkatkan aktivitas
fagositosis, meningkatkan jumlah serum bactericidal, albumin–globulin (A/ G), dan
jumlah leukocrit pada ikan kerapu Epinephelus tauvina terhadap Vibrio harveyi.

LEMBAR PRAKTIKUM
Praktikum 1
Judul  : Identifikasi  Penyakit  pada  Induk  Udang
 
Pendahuluan
Pada kegiatan pengembangbiakan udang, induk merupakan faktor utama
penunjang keberhasilan dari proses pemijahan dalam produksi nauplius ataupun
larva yang unggul sehingga induk udang harus benar-benar diperhatikan
kesehatan dan pakan yang diberikan. Ketika induk udang dalam kondisi tidak
sehat, maka berbagai penyakit dapat menyerang induk tersebut. Penyakit yang
menyerang dapat berupa penyakit infeksi maupun non infeksi, sehingga perlu
dilakukan identifikasi penyebab penyakit yang menyerang induk tersebut.
Tujuan
Melalui Praktik peserta didik mampu mengidentifikasi penyakit yang menyerang
pada induk udang berdasarkan pengamatan secara visual dengan teliti, tepat
dan bertanggung jawab.
Alat dan Bahan:
1. Wearpack 9. Loop/ kaca pembesar

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 263
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

LEMBAR PRAKTIKUM

2. Sepatu bot 10. Blower/ air pump


3. Sarung tangan 11. Induk udang yang terserang penyakit
4. Serok induk 12. Lembar kerja
5. Box Styrofoam 13. ATK
6. Selang aerasi
7. Batu aerasi
8. Alat bedah
Langkah kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah ditentukan!
2. Siapkan alat dan bahan!
3. Siapkan box styrofoam, kemudian isi dengan air!
4. Siapkan aerasi dengan cara pasang batu aerasi pada selang aerasi dan
sambungkan pada blower/ airpump, masukan kedalam box Styrofoam yang
telah terisi air!
5. Siapkan induk udang yang sakit, ambil dan masukan pada box sterofoam!
6. Lakukan identifikasi penyakit yang menyerang pada induk, dengan
mengamati ciri-ciri morfologinya!
7. Catat hasil pengamatan yang didapatkan!
8. Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan!

CAKRAWALA

SIDROTUN NAIM

Sidrotun Naim  Ph.D., M.P.A. (lahir di  Sukoharjo, 29


Mei  1979) adalah ilmuwan  Indonesia  multitalenta.
Bidang utamanya adalah ilmu lingkungan terkait
penyakit udang, perikanan, dan mikrobiologi.
Keahlian yang kedua adalah ‘adaptive leadership’
dikaitkan dengan kebijakan publik, kepemimpinan,
dan pengambilan keputusan.
Naim berstatus sebagai staf pengajar dan peneliti
di program studi agribisnis dan menjabat sebagai
Direktur Pusat Studi Budidaya Berkelanjutan dan
Patologi (AquaPath) di Surya University, Tangerang,
Banten  sejak Maret 2013. Direktorat Kesehatan
Ikan dan Lingkungan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan juga menunjuknya sebagai salah satu
tim ahli untuk penyakit udang. Sidrotun Naim
Sebagai seorang ilmuwan perempuan, Naim aktif bersama  Raja Felipe
dalam banyak kegiatan untuk memotivasi lebih VI  dari  Spanyol  saat
banyak remaja perempuan tertarik ke bidang penganugerahan Prince
sains dan teknik. Di bidang kajian sosial, Naim of Asturias Pin

264 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA

adalah dewan pakar di Indonesia Strategic Institute


(INSTRAT), Bandung.
Naim mendapatkan gelar doktornya dari Universitas Arizona di Tucson, Arizona,
Amerika Serikat  pada  2012, dilanjutkan dengan bekerja sebagai peneliti post-
doctoral di Harvard Medical School, Boston. Naim adalah satu dari lima belas
peneliti muda tingkat dunia penerima anugerah UNESCO-L’Oréal For Women in
Science di markas UNESCO, Paris. Setelah kembali ke Indonesia selama 2014/
2015 untuk mengajar di Surya University, gelar Master in Public Administration
dari Harvard University John F. Kennedy School of Government & Political
Science diselesaikan pada tahun 2016. Naim adalah lulusan teladan untuk
kelas angkatannya, penerima penghargaan “The Lucius N. Littauer Award for
Academic Excellence and Significant Impact” karena kemampuan akademik,
dedikasi dan kontribusi pemikirannya untuk memperkaya diskusi fenomena
sosial menggunakan pendekatan dan perspektif scientific (sains dan matematik)
yang dipahaminya. Prestasi ini melanjutkan kekonsistenan Naim dalam bidang
akademik dan dunia professional dengan penghargaan yang tak putus sejak
2009.
Kecintaan Naim terhadap ilmu merupakan tradisi dalam keluarga selama puluhan,
bahkan ratusan tahun. Leluhurnya mengabdi di keraton setidaknya sejak zaman
Kesultanan Demak. Setelah berubah menjadi Mataram, leluhurnya adalah ulama
untuk keraton Kasunanan Surakarta secara turun temurun. Meskipun tidak
melanjutkan tradisi sebagai ulama atau guru agama, Naim meneruskan tradisi
keilmuwan di keluarga dengan menjadi scientist.
Salah satu bagian disertasi doktornya membahas tentang bakteri  berpendar  di
udang menggunakan pendekatan genetik dan biologi molekuler, berkolaborasi
dan dibimbing oleh Professor Bonnie L. Bassler (genetikist dan molecular
biologist) dari  Princeton University. Naim ke Arizona untuk S3 karena Arizona
adalah OIE (Office International des Epizooties/ World Animal Health Organization)
Reference Lab untuk penyakit udang, di bawah pimpinan Professor  Donald
Lightner. Naim adalah orang Indonesia pertama yang lulus dari lab referensi
ini. Selain tentang penyakit udang, selama di Arizona, Naim juga mendalami
tentang biologi dan budidaya ikan nila dan mujair bersama Professor  Kevin
Fitzsimmons  yang merupakan pembimbing utamanya, dan epidemiologi
molekuler virus bersama Professor  Judith Brown. Selama 3 tahun di Arizona,
Naim meraih 3 gelar akademik (PhD dan dua MS) yang menjadi sejarah baru
universitas sekaligus menegaskan keluasan bidang yang pernah dikaji. Selama
2 tahun di Harvard Medical School, Naim dibimbing oleh Professor Max L. Nibert
(seorang dokter dan virologist) untuk memahami asal usul virus menggunakan
analisis bioinformatik, model matematik yang berbeda, dan perilaku virus
secara biokimia.
Melengkapi keahliannya di bidang sains, selama program di Harvard Kennedy
School, Naim mendalami pemikiran dan mendapat mentorship dari dua orang
professor, Sheila Jasanoff (ahli matematika, linguist dan pengacara hukum
lingkungan) untuk science policy, studi multidisiplin antara science, power, and
democracy, dan Ronald Heifetz (psikiater, policy analyst dan pemain cello), untuk

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 265
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

CAKRAWALA

adaptive leadership (kepemimpinan dan pengambilan keputusan). Naim juga


terpilih untuk program training kepemimpinan perempuan selama setahun
“From Harvard Square to Oval Office” yang diselenggarakan oleh Women and
Public Policy Program.
https: // id.wikipedia.org/ wiki/ Sidrotun_Naim

JELAJAH INTERNET

Kalian dapat menambah referensi belajar kalian melalui internet, untuk


dapat lebih mudah memahami materi yang telah disampaikan pada bab ini.
Salah satu situs web yang dapat kalian kunjungi untuk mempelajari tentang
pencegahan serangan EMS/ AHPND adalah https: // www.youtube.com/
watch?v=LbVEU1cvjUI
kalian juga dapat melihat referensi lain untuk memahami macam-macam
penyakit udang dengan membuka situs web https://www.youtube.com/
watch?v=RkFKhJS0W10 atau dapat melakukan scan pada barcode disamping.

RANGKUMAN

1. Tindakan pencegahan penyakit yang dilakukan di hatchery adalah dengan


mengaplikasikan biosecurity di area hatchery selama selama persiapan
hingga proses produksi benih berlangsung, melakukan monitoring
kesehatan induk dan larva dan melakukan vaksinasi pada larva ikan air
payau dan laut sesuai dengan SNI terkait.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh ikan yaitu
genetika, lingkungan, stres, nutrisi, ikan itu sendiri, dan pathogen yang
menyerang.
3. Vaksinasi dilakukan dengan 3 metode perendaman, penyuntikan dan oral.
4. Penyebab penyakit dikategorikan menjadi penyakit patogenik dan non
patogenik.

266 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

RANGKUMAN

5. Penyakit pategonik disebabkan oleh parasit, bakteri, virus dan fungi.


6. Pengobatan juga menggunakan 3 metode seperti pada vaksinasi.
7. Pemeriksaan kesehatan larva secara rutin dilakukan secara 3 level, level 1
dengan mata telanjang maupun kaca pembesar, level 2 dengan bantuan
mikroskop, level 3 melalui tes PCR.

TUGAS MANDIRI

Kunjungilah hatchery komoditas air payau dan laut yang terdekat dengan
tempat tinggalmu untuk mengetahui, menanyakan, melihat dan mengobservasi
pengendalian penyakit di panti benih tersebut. Buatlah laporan tertulis
mengenai pengendalian penyakit pada hatchery komoditas air payau dan laut
yang diserahkan kepada guru atau pembimbing.

PENILAIAN AKHIR BAB

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Jenis hama yang dapat menyerang pada larva dibagi atas 3 (tiga) kelompok
besar yaitu: jelaskan!
2. Penyakit yang menyerang pada larva sebelumnya dapat diidentifikasi untuk
menentukan cara penanganannya dengan cara... Sebutkan!
3. Berdasarkan penyebabnya penyakit pada larva dapat dibedakan atas...
Sebutkan!
4. Jelaskan cara penanganan penyakit yang menyerang pada larva!
5. Gambarkan keterkaitan antara faktor lingkungan, patogen dan inang pada
larva yang dipelihara!

REFLEKSI

Setelah mempelajari bab keenam sampai dengan bab sepuluh ini dan
mengerjakan evaluasi yang ada, cobalah refleksi diri kalian mengenai materi
pada satu semester terakhir ini. Apakah masih ada materi yang belum di mengerti
atau dipahami? Adakah yang masih ingin ditanyakan pada guru pengampu?
Jika ada, diskusikan materi yang belum kalian pahami tersebut dengan teman
ataupun guru pengampu untuk perbaikan kegiatan pembelajaran ke depan.
Materi yang ada wajib dikuasai sebagai pondasi, karena pelajaran pada kelas XI
ini akan berlanjut pada pelajaran kelas XII sehingga mempermudah memahami
materi berikutnya.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 267
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP

A. PILIHAN GANDA
Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda (x) pada pilihan A, B,
C, D, atau E.

1. Pada penetasan telur Kerapu, aerasi pada media digunakan/ dipasang relatif
kecil. Tujuan aerasi digunakan/ dipasang relatif kecil tersebut agar...
a. Telur yang mati tidak terurai.
b. Pembuahan telur oleh sperma lebih cepat.
c. Telur ikan tetap menempel pada substrat.
d. Suhu media tetap stabil.
e. Amoniak tidak meningkat.

2. Penanganan telur ikan fototaksisi positif pada malam hari agar telur lebih cepat
menetas adalah …
a. Menjaga atau mengawal.
b. Menebar pakan alami.
c. Memberikan pencahayaan.
d. Sering mengganti air.
e. Tanpa memberi pencahayaan.

3. Telur ikan yang berwarna transparan dan terdapat bintik hitam menandakan
telur tersebut…
a. Mati.
b. Infertil.
c. Tidak terjadi pembuahan.
d. Fertil.
e. Mengapung.

4. Ciri-ciri telur ikan kerapu macan yang baik adalah…


a. Tenggelam dan berwarna jernih.
b. Tenggelam dan berwarna putih.
c. Mengapung dipermukaan air dan berwarna jernih.
d. Melekat pada dasar bak.
e. Mengapung dan berwarna putih.

5. Faktor faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah …


a. Kualitas telur.
b. Ukuran telur ikan.
c. Ukuran induk ikan.
d. Pakan induk.
e. Kualitas induk.

268 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP

6. Pada perkembangan larva udang windu, terlihat bentuk badan ramping dan
memanjang seperti udang muda, kaki renang masih belum tampak. Hal
tersebut menunjukkan larva udang windu masih dalam stadia...
a. Nauplius 3.
b. Zoea 2.
c. Zoea 3.
d. Mysis 1.
e. PL 8.

7. Larva yang masih belum memerlukan makanan dari luar karena masih dapat
disediakan dari dalam kandung kuning telurnya sendiri adalah...
a. Nauplius.
b. Zoea.
c. Protozoa.
d. Prolarva.
e. Post larva.

8. Untuk mengurangi kanibalisme benih ikan kerapu pada kegiatan


pengembangbiakan perlu dilakukan...
a. Meningkatkan oksigen terlarut.
b. Menambah kedalaman air.
c. Mengurangi kedalaman air.
d. Melakukan penyiponan.
e. Melakukan sortasi/ grading.

9. Sampling benih dilakukan dengan mengambil sejumlah contoh benih kemudian


diukur atau dihitung. Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk...
a. Menduga kesehatan rata-rata dan jumlah benih.
b. Menduga bobot rata-rata dan jumlah benih.
c. Menduga jumlah ikan rata-rata dan jumlah benih.
d. Menduga kematian rata-rata dan jumlah benih.
e. Menduga laju tingkat konsumsi pakan dan jumlah benih.

10. Pada setiap perkembangan larva ada beberapa indikator yang dijadikan kunci
dalam pengamatan. Berikut ini yang merupakan indikator pada stadia Mysis 3
adalah...
a. Kaki renang belum nampak.
b. Sepasang uropoda yang bercabang dua mulai berkembang dan duri pada
ruas-ruas perut mulai tumbuh.
c. Tunas kaki renang mulai memanjang dan beruas-ruas.
d. Tunas kaki renang mulai nampak tapi belum beruas-ruas.
e. Mata mulai bertangkai dan pada carapace sudah terlihat rostrum dan duri
supraorbital yang bercabang.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 269
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP

11. Pada pengembangbiakan ikan karnivora seperti Kakap dan Kerapu, fluktuasi
suhu sering kali menyebabkan kematian massal terutama bila penurunan suhu
terjadi pada malam hari. Untuk mengatasi suhu air yang rendah, yang perlu
dilakukan adalah dengan...
a. Pemanasan suhu ruang.
b. Memasang thermometer.
c. Memasang autowater heater.
d. Meletakkan wadah di luar ruang.
e. Melakukan penyiponan.

12. Proses pemijahan ikan kerapu dibutuhkan kondisi lingkungan yang optimal
agar dapat diperoleh kualitas derajat penetasan telur ikan yang optimal.
Faktor eksternal yang berpengaruh pada derajat penetasan telur ikan kerapu
adalah…
a. Suhu Air.
b. Karbondioksida.
c. pH air.
d. Amoniak.
e. Alkalinitas.

13. Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap metabolisme
sehingga meningkatkan konsumsi pakan. Suhu yang terbaik sehingga
pemberian pakan optimum adalah...
a. 22–24oC.
b. 25–27oC.
c. 28–30oC.
d. 31–33oC.
e. 34–36oC.

14. Intensitas cahaya yang terlalu kuat akan menyebabkan larva ikan bergerombol
di suatu tempat sehingga menyebabkan kompetisi pakan dan ruang semakin
tinggi, untuk mengurangi hal tersebut agar larva menyebar dan merangsang
daya makannya, maka dilakukan...
a. Pengecatan dinding bak dengan warna hijau.
b. Penambahan krei.
c. Pengaturan aerasi kuat.
d. Pemberian air hijau.
e. Pemberian rotifera.

15. Stadia larva merupakan fase yang sangat sensitif terhadap perubahan kualitas
air sedangkan pemberian pakan baik alami maupun buatan, pakan yang tidak
termakan berisiko menurunkan kualitas air. Untuk itu diperlukan penyiponan
dasar bak pemeliharaan yang dilakukan mulai pada hari ke...

270 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP

a. 5.
b. 10.
c. 15.
d. 20.
e. 25.

16. Pakan yang tidak termakan akibat salah manajemen pakan, baik dikarenakan
salah sampling maupun salah pengelolaan waktu, akan menjadikan kualitas air
menurun dan mengancam kesehatan komoditas pengembangbiakan. Untuk
itu perlu dilakukan tindakan pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan ikan
di bak, salah satunya dapat dilakukan dengan …
a. Penyiponan kotoran.
b. Pengobatan larva ikan.
c. Penambahan bahan kimia.
d. Penambahan bahan herbal.
e. Penggantian media air 0, 5 volume.

17. Makanan yang paling baik untuk stadia post larva adalah nauplius dari...
a. Crassostrea sp.
b. Balanus sp.
c. Artemia sp.
d. Arbacia sp.
e. Tubifex.

18. Pemberian pakan pada larva dan udang dilakukan setelah kuning telur habis,
pada stadia ini sudah bisa ditentukan pakan alami maupun buatan yang
akan diberikan pada larva ikan maupun udang. Salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemberian pakan pada larva ikan adalah...
a. Laju pengosongan lambung larva ikan
b. Kelengkapan organ pencernaan larva
c. Ukuran pakan dan bukaan mulut ikan
d. Cara makan larva
e. Tingkah laku memakan

19. Pemberian pakan pada nener bandeng akan lebih efektif pada siang hari, hal
ini karena ikan bandeng bersifat…
a. Pelagis.
b. Demersal.
c. Nokturnal.
d. Diurnal.
e. Grazer.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 271
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP

20. Sampling harus dilakukan pada kegiatan usaha pengembangbiakan ikan


karena sangat berfungsi pada saat menghitung jumlah kebutuhan pakan
secara periodik dan dapat mengetahui dampak pemberian pakan terhadap. .
a. Survival rate.
b. Mortalitas.
c. Kesehatan.
d. Laju tingkat konsumsi.
e. Pertumbuhan ikan.

21. Indikator dari zoea telah mulai memakan ransum yang diberikan adalah. ..
a. Pakan tidak nampak di permukaan maupun kolom air.
b. Kecerahan air turun.
c. Munculnya garis pada abdomen.
d. Warna air memudar.
e. Perut bertambah besar.

22. Pakan alami yang diberikan kepada larva merupakan kunci utama dari
kelulushidupan dan pertumbuhan larva. Berikut ini adalah kriteria dari pakan
alami yang akan diberikan kepada larva yaitu...
a. Ukuran kecil, gerakan aktif, mudah didapatkan, mudah dibudidaya.
b. Ukuran kecil, ada di lingkungan sekitar, mudah didapatkan.
c. Ukuran kecil, ada di lingkungan sekitar, mudah dibudidaya.
d. Ukuran lebih kecil dari bukaan mulut, bergerak lamban, mudah dicerna,
mengandung nutrisi tinggi.
e. Ukuran kecil, gerakan aktif, mudah didapatkan, melimpah.

23. Setiap stadia dan jenis komoditas perikanan mempunyai karakteristik yang
berbeda dalam cara memakan, jumlah dan jenis makanan. Karakteristik usus
pendek dan usus panjang pun mempengaruhi dalam Frekuensi Pemberian
Pakan. Yang dimaksud dengan frekuensi pemberian pakan adalah...
a. Berapa kali pemberian pakan dalam sehari.
b. Berapa banyak pakan yang dapat diberikan dalam sekali pemberian pakan.
c. Berapa banyak pakan yang dapat diberikan per berat tubuh larva.
d. Berapa kali pemberian pakan dalam seminggu.
e. Berapa kali pemberian pakan dalam seminggu.

24. Benih ikan yang dipelihara harus dilakukan grading yang bertujuan untuk...
a. Menghindari kegagalan.
b. Menghindari kanibalisme.
c. Menghindari ukuran.
d. Menghindari pertumbuhan.
e. Menghindari abnormal.

272 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP

25. Untuk mengurangi risiko penurunan kualitas benih dikarenakan terserang


penyakit yang disebabkan oleh virus, maka induk udang perlu diambil sebagian
dari tubuhnya untuk dikirim ke laboratorium sebagai sampel uji...
a. Organoleptik test.
b. Polimerase Chain Reaction test.
c. Amoniak test.
d. Nitrit test.
e. Uji secara mikroskopis.

26. Dalam suatu hatchery udang telah dilakukan pemeliharaan dengan pemberian
pakan yang sesuai namun terjadi kematian gagal moulting pada waktu
perubahan dari PL 3 ke PL 4, dan sudah dicek secara laboratorium bahwa
keberadaan bakteri patogen tidak ada, maka yang menjadi kesimpulan
pembudidaya adalah. ..
a. Kadar Amonia terlalu tinggi.
b. Kadar protein pada terlalu rendah.
c. Kadar lemak dalam pakan terlalu tinggi.
d. Frekuensi pemberian pakan terlalu banyak.
e. Terlalu banyak oksigen karena aerasi.

27. Upaya pencegahan dalam menerapkan biosecurity pada kolam pembenihan


ikan dapat dilakukan secara fisik melalui…
a. Pengolahan limbah hasil kegiatan pembenihan.
b. Pengaturan tata letak yang baik di suatu unit pembenihan.
c. Pemeliharaan larva dan pakan yang sehat.
d. Penggunaan bahan obat-obatan dalam pemeliharaan larva .
e. Sanitasi kolam, perlengkapan dan peralatan pembenihan ikan, serta ikan
yang dipelihara.

28. Salah satu indikator bahwa larva udang kekurangan oksigen dan temperatur
terlalu tinggi adalah udang menjadi berwarna agak...
a. Pucat
b. Bening
c. Kemerahan
d. Hijau
e. Berbintik putih

29. Salah satu fasilitas unit pembenihan yang merupakan bagian dari biosecurity
untuk mencegah masuk maupun keluarnya penyakit yaitu dengan membentuk
kolam berisikan larutan disinfektan pada pintu masuk unit pembenihan yang
dikenal dengan nama...
a. Foot bath
b. Paddle wheel
c. Pond wheel

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 273
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP

d. Pond Isolation
e. Hand sanitizer

30. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh ikan
yaitu...
a. Pengaruh keturunan dari induk
b. Suhu, musim, cahaya
c. Kecukupan pakan, ketersediaan nutrisi, vitamin dan mineral dalam pakan
d. Jenis patogen yang menyerang
e. Kondisi ketika menjadi telur

B. Essay
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecepatan penetasan
telur!
2. Bagaimanakah ciri-ciri nauplius windu yang baik?
3. Apa tujuan pergantian air pada pemeliharaan larva ikan kerapu?
4. Bagaimana cara mengukur pertumbuhan harian larva ikan
5. Bagaimanakah 3 cara metode vaksinasi pada ikan?

274 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Anam, C., Khumaidi, A., Muqsith, A. 2016. Manajemen Produksi Benih Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Instalasi Pembenihan Udang (IPU) Gelung Balai
Perikanan Budidaya air Payau (BPBAP) Situbondo Jawa Timur. Samakia: Jurnal
Ilmu Perikanan, 7(2): 57-65
Andriawan, Rendy. 2016. Presentasi Teknik pemeliharaan Larva Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Carita. 40 slide
Barlow.1981
Bowles, Joseph E. 1991. Sifat-Sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah).
Erlangga. Jakarta.
Boyd, C.E. (1990) Water Quality In Ponds For Aquaculture. Agriculture Experiment
Station, Auburn University, Alabama, 482 pages.
Budiardi, Tatag. 2003. Pengelolaan Induk Kerapu: Kerapu Bebek,
Das, Braja M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I. PT.
Erlangga. Jakarta.
Ditjen GTK.2018. Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi: Mendesain Tata Letak Sarana
dan Prasarana Budidaya. P4TK Cianjur. Kemdikbud. 68 hlm
Ditjen GTK.2018. Modul Pemeliharaan Induk, Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional
DitPSMK.a.2014. Teknik Pembenihan Krustasea kelas XI.Jilid 3 dan 4 BSE Kemendikbud
DitPSMK.b.2014. Pengelolaan Kualitas air Paket Keahlian Budidaya Crustacea kelas X.
BSE Kemendikbud
DJPB, 2019.SOP Perhitungan dan pencatatan Benih Kerapu.BPBL Ambon. 6 hlm
Effendi, Ikhsan. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Jakarta
Effendie, M.I. 2002. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri Bogor, Indonesia, 122
hlm.
Effendi, H.2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius.
Fahmi, M.R., Musthofa, S.Z, Asep Permana, Mohammad Zamroni dan Rendy
Ginanjar. 2016. Perkembangan Larva dan Ekologi Ikan “Six-Bandedtigerbarb”
(Desmopuntius Hexazona Weber &De Beaufort, 1912) Di Cagar Biosphere Bukit
Batu, Riau. Depok. Puslitbang KKP
FAO.2007. Improving Penaeus monodon hatchery practices. Manual based on
experience in India. FAO Fisheries Technical Paper. No. 446. Rome, 101p.
Giri, N.A., Marzuqi, M., Jufri, & Kuma, C. (1993).Pengaruh perbedaan waktu awal
pemberian pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan larva udang
windu (P. monodon). J. Pen. Budidaya Pantai, 9(2), hlm 81–88.
Giri N.A, Suwirya, K., Marzuqi, M.2002. Effect of Dietary Protein and Energy on Growth
of Juvenile humpback grouper (Cromileptes altivelis). Indonesian Fisheries
Research Journal 8 (1): 5-9
Giri, N.A, Suwirya, K., Marzuqi, M. 2006. Kebutuhan Asam Amino Lisin untuk Benih
Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal Riset Akuakultur Volume 1 No.2: hlm

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 275
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA

143-150
Gustrifandi, Hendri (2011). Pengaruh Perbedaan Padat Penampungan dan Dosis Pakan
Alami terhadap Pertumbuhan Larva Udang Windu (Penaeus Monodon, Fab).
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Volume 3 No 2. Hlm 241-248
Hardi, E. H., 2015. Parasit Biota Akuatik. Mulawarman University Press. Samarinda.118
hlm
Hardi, E. H., 2016. Parasit Biota Akuatik dan Penanggulangan.Mulawarman University
Press. Samarinda.137 hlm
Hastutik, W., Mulistyani, W., dan Latief, M. 1999. Peranan Pakan Alami Untuk
Meningkatkan Mutu Benur. Jepara: BBPBAP
Hidayatullah, Dendi. 2012. Pembenihan Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis) di BBPBL
Lampung. 79 hlm
http: // alkes-marinno.com/ tag/ thermometer-manual/ diunduh tanggal 29 Nopember
2019 jam 02.00
http: // archive.unu.edu/ unupress/ unupbooks/ 80346e/ 80346E03.htm diunduh
tanggal 27 Nopember 2019 jam 02.00
http: // bibitlele.net/ penyebab-bibit-lele-mati-ciri-perut-penuh-makanan-
menggantung/ diunduh tanggal 22 Nopember 2019 jam 02.00
https: // camblab.info/ wp/ index.php/ how-can-i-measure-turbidity/
http: // coffishery.com/ ras.html diunduh tanggal 29 Nopember 2019 jam 02.00
http: // digilib.umg.ac.id/ download.php?id=5322 diakses tanggal 22 Oktober 2019
jam 14.54
https: // docplayer.info/ 71878056-Pembenihan-udang-windu-dan-produksi-pakan-
alami-di-balai-budidaya-air-payau-ujung-batee-kabupaten-aceh-besar-nad-
laporan-praktik-kerja-lapangan.html
http: // himiteka.lk.ipb.ac.id/
https: // id.wikipedia.org/ wiki/ Sidrotun_Naim diakses tanggal 22 Oktober 2019 jam
13.23
http: // id.modopumpcn.com/ chemical-pump/ centrifugal-chemical-pump-sales.
html diunduh pada tanggal 25 Nopember 2019 jam 01.13
https: // indonesian.alibaba.com/ product-detail/ temperature-controller-at-700-
aquarium-crystal-glass-heater-60053092051.html diunduh pada tanggal 25
Nopember 2019 jam 02.13
https: // indo-digital.com/ perbedaan-single-dan-double-beam-instruments.html
https: // jabar.tribunnews.com/ 2019/ 10/ 12/ terjadi-lagi-bocah-tersetrum-listrik-
tiang-antena-tv-di-pekalongan-badan-menempel-hingga-tewas diakses
tanggal 30 Nopember 2019 jam 13.50
http: // news.unair.ac.id/ 2019/ 01/ 09/ cerita-mahasiswa-perikanan-pkl-di-balai-
riset-terbesar-di-indonesia/ diakses tanggal 30 Nopember 2019 jam 13.50
https: // onlimo.bppt.go.id/ tentang.htm
http: // oseanografi.lipi.go.id/ dokumen/ oseana_xii(1)35-41.pdf
https: // pentairaes.com/ plankton-nets.html
http: // penyuluh1.rssing.com/ chan-13752546/ all_p41.html diakses tanggal 29
Nopember 2019 jam 09.50

276 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA

https: // rrmarinetech.com/ products/ product/ yanmar-diesel-generator/ diunduh


tanggal 25 Nopember jam 01.06
https: // seisdigital.com/ shop/ uncategorized/ refraktometer-salinitas-meter-alat-
uji-kadar-larutan-garam-alat-uji-salinitas-aquarium-alat-uji-air-laut/ diakses
tanggal 30 Nopember 2019 jam 13.50
https: // shop.sciencefirst.com/ wildco/ standard-ekman-grab/ 5997-ekman-grab-
standard-6x6x6-ekman-grab-only-ss.html
https: // www.amazon.com/ Hach-Company-2177200-Secchi-Disk/ dp/ B00N3Z9CRG
diunduh tanggal 25 Oktober 2019 jam 13.13
http: // www.alamikan.com/ 2014/ 05/ cara-pengukuran-do-atau-kadar-oksigen.html
https: // www.aliexpress.com/ item/ 32848096263.html diunduh tanggal 25
Nopember 2019 jam 01.59
https: // www.mongabay.co.id/ 2019/ 06/ 11/ ancaman-penyakit-ems-dan-ahpnd-
pada-udang/ diakses tanggal 30 Nopember 2019 jam 16.20
https: // www.pertanianku.com/ tips-pemijahan-kerapu-berdasarkan-rangsangan-
hormon/ diakses tanggal 30 Nopember 2019 jam 11.50
https: // www.researchgate.net/ figure/ Examples-of-double-stained-fish-with-alcian-
blue-alizarin-red-from-different-dietary_fig3_49822368 diakses tanggal 23
Nopember 2019 jam 11.50
https: // www.researchgate.net/ figure/ Metamorphosis-of-the-brown-spotted-
grouper-Epinephelus-tauvina-A-Newly-hatched_fig3_235369960 diakses
tanggal 30 Nopember 2019 jam 08.50
https: // www.researchgate.net/ figure/ Z-M-and-P-are-modified-from-Hertzler-PL-
2009-The-developmental-stages-drawn-in-this_fig1_265473169 diunduh
tanggal 22 Oktober 2019 jam 16.23
https: // www.researchgate.net/ figure/ The-Secchi-Disk-Us-army-Corps-of-engineers-
albuquerque-District_fig2_296089219
https: // www.sangkutifarm.com/ penyebab-telur-ikan-lele-gagal-menetas/ diunduh
pada tanggal 25 Nopember 2019 jam 02.13
https: // www.tneutron.net/ blog/ metode-titrasi-dengan-cara-winkler/
https: // www.tneutron.net/ blog/ pengukuran-ph-air/
https: // www.tneutron.net/ blog/ plankton-di-perairan/
https: // www.warrenphotographic.co.uk/ 11503-rainbow-trout-fry diunduh tanggal
25 Oktober 2019 jam 03.13
https: // userweb.ucs.louisiana.edu/ ~rtb6933/ shrimp/ no_plug.jpg
https: // www.dictio.id/ t/ apa-yang-dimaksud-dengan-fekunditas-ikan/ 116513

Iksan (2019)
Ismi, S., & Asih, Y.N. (2014). Peningkatan jumlah dan kualitas produksi benih ikan
kerapu melalui pengkayaan pakan alami. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,
6(2), hlm 401-414.
Karolina, Anita. Sutrisno Anggoro, Supriharyono.2016. Pertumbuhan dan Kebiasaan
Makanan Gelondongan Bandeng (Chanos Chanos Forsskal) selama Proses
Kultivasi di Tambak Bandeng Desa Wonorejo Kabupaten Kendal. Prosiding

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 277
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA

Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ke-VI Fakultas


Perikanan dan Ilmu Kelautan–Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi
Pesisir, Undip
Kawahara, S., Setiadi, I., Ismi, S., Tridjoko, & Sugama, K. (2000). Kunci Keberhasilan
Produksi masal Juvenil Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Lolitkanta-JICA
Booklet, No. 11. 16 hlm.
Kompiang, I. P., dan Ilyas. 1988. “Nutrisi Ikan dan Udang Relevansi Untuk Larva/
Induk”. Proseding Nasional Pembenihan Ikan dan Udang. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian dan UNPAD Hal: 248-278.
Kordi, G.2007. budidaya Kerapu Lumpur. Aneka Ilmu. Semarang. 214 hlm
Lante, S dan Herlinah. 2015. Pengaruh Pakan Alami Chaetoceros spp. Terhadap
Perkembangan dan Sintasan Larva Udang Windu, Penaeus monodon. Jurnal
Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 3. 8 hlm
Mallya, Y.J. 2007. The Effect of Dissolved Oxygen on Fish Growth in Aquaculture.
United Nation University. Reykjavik. Iceland. 210 Hlm.
Marzuqi, M., Giri, I N.A., Setiawati, K.M., & Suwirya, K. 2001. Pemeliharaan larva kerapu
batik (Epinephelus microdon) dengan awal pemberian pakan mikro pada umur
yang berbeda. Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di
Indonesia. Dept. Kelautan dan Perikanan-JICA, hlm.190–196.
Marzuqi, M., Kasa, I.W., Giri, N.A. 2019. Respons Pertumbuhan dan Aktivitas Enzim
Amilase Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) yang Diberi Pakan
dengan Kandungan Karbohidrat Yang Berbeda. Media Akuakultur, 14 (1), 2019,
hal 31-39
Masyamsir, Dr.Ir MS. 2001. Modul Mengoperasikan Alat dan mesin Budidaya Ikan.
DitPSMK. Depdiknas. 46 hlm
Mayunar, P.T. Imanto, S. Diani, dan T. Yokohama.1991. Pemijahan ikan kerapu macan,
Epinephelus fuscuguttatus. Bull. Pen.Perikanan (Terbitan khusus). 2: 15—22.
Meade, J.W. 1989. Aquaculture Management. An Avi Book Pub. By Van Nostrand
Reinhold. New York. 197 hlm.
Melianawati, 2009. Aktivitas Enzim Pencernaan Larva Ikan Kerapu (Epinephelus
fuscoguttatus Forsskal, 1775) Terkait dengan Perbedaan Jenis Pakan. Tesis.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, hlm. 17-24
Melianawati dan Suwirya, 2006. Pengaruh Perbedaan Frekuensi Pemberian Pakan
Terhadap Pertambahan Bobot Yuwana Kakp Merah Lutjanus argentimaculatus.
Jurnal Riset Akuakultur. Vol. 1. No. 2. Hal 15`-`59
Melianawati, R., Imanto, P.T, Suastika, M. 2010. Perencanaan Waktu Tetas Telur Ikan
Kerapu Dengan Penggunaan Suhu Inkubasi Yang Berbeda. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Hal. 83-91
Mujiyono, SP., MP.2017. Modul Guru Keahlian Ganda Mata Pelajaran Agribisnis Aneka
Ternak SMK Bidang Agribisnis Dan Agroteknologi Kompetensi Keahlian: K3LH
Dan Limbah Aneka Ternak. 110 hlm
Mudjiman, A., 1989. Makanan Ikan. Swadaya. Jakarta
Nuntung, S., Idris, A.P.S, Wahidah. 2018. Teknik Pemeliharaan Larva Udang Vaname

278 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA

(Litopenaeus Vannamei Bonne) Di PT Central Pertiwi Bahari Rembang, Jawa


Tengah. Prosiding Seminar Nasional.Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, vol. 1, 137-143
Noga, E. J. M. S, . O. V. M. (1996). Fish Disease Diagnosis and Treatmentt. Department of
Companion Animal and Species Medicine. North Carolina State University
Noviyanti dkk. (2014)
OHSAS 18001, 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja–
Persyaratan. 14 hlm
Panjaitan (2013)
Primavera, 1987. Laporan PSG di UPPU Gelung–Situbondo. SMKN Mundu, CIrebon
Poernomo, A., (1989). Pembuatan Tambak Udang Di Indonesia. Departemen Pertanian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Maros. 35hlm.
Rahmatallah. 2016. Pemanfaatan hasil pengamatan tahapan pertumbuhan dan
perkembangan larva ikan kerapu sebagai upaya pengembangan praktikum
mata kuliah perkembangan hewan.Skripsi.Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam. Banda Aceh.
Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kelautan Perikanan Republik Indonesia Nomer
Kep.02/ MEN/ 2007 Tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik. 14 hlm
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. 14 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 01-6147-1999 tentang Produksi
Benih Kakap Putih (Lates calcalifer Bloch) kelas benih sebar. 14 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia N0 01-6489-2000 tentang Metode
Pengambilan Contoh Benih Ikan dan Udang. 8 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No. 02-6487.4–2002 tentang
Kelayakan Fisik Unit Pembenihan Skala Kecil Kerapu Tikus dan Kerapu Macan.
7 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No. 19-14001-2005 tentang Sistem
manajemen lingkungan
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 7252: 2006 Benih Udang Vanname
(Litopenaeus Vannamei) kelas benih sebar. 9 Hlm
Republik Indonesia. UU No 19 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. 110 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 6487.1: 2011 tentang Ikan Kerapu
Bebek (Chromileptes Altivelis, Valenciences) Bagian 1 Induk. 9 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 6487.2: 2011 tentang Ikan Kerapu
Bebek (Chromileptes Altivelis, Valenciences) Bagian 2 Benih. 14 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 6488.2: 2011 tentang Ikan Kerapu
Bebek (Epinephelus fuscoguttatus, Forskal) Bagian 2 Benih. 10 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 6148.1: 2013 tentang Ikan
Bandeng (Chanos chanos Forskal) Bagian 1: Induk. 10 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 6148.2: 2013 tentang Ikan

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 279
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA

Bandeng (Chanos chanos Forskal) Bagian 2: Benih. 8 hlm


Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 7813: 2013 tentang Pakan Buatan
untuk Produksi Benih Udang Vanname (Litopenaeus Vannamei). 22 Hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 7814: 2013 tentang Pakan Buatan
untuk Produksi Benih Kerapu Bebek (Chromileptes Altivelis). 22 Hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 6145.2: 2014 tentang Ikan Kakap
Putih (Lates calcalifer Bloch) Bagian 2: Benih. 8 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8035 tahun 2014 tentang Cara
Pembenihan Ikan yang Baik. 17 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 7303.1: 2015 tentang Identifikasi
bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan–Bagian 1: Metode Konvensional. 18
Hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 7546.1: 2015 tentang Deteksi
Nervous Necrosis Virus (NNV)–Bagian 1: Metode Reserve Transcription Nested
Polymerase Chain Reaction. 15 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8094: 2015 tentang Deteksi White
Spot Syndrome Virus (WSSV) dengan metode single step Polymerase Chain
Reaction. 14 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 7912.2: 2016 tentang Deteksi
Infectious Hypodermal and Haematopoetic Necrosis Virus (IHHNV)–Bagian 2:
Metode Single Step Polymerase Chain Reaction (PCR). 15 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8230: 2016 tentang Prosedur
Biosecurity Ikan Laut. 16 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8231.1: 2016 tentang Deteksi
Megalocytivirus Bagian 1: Metode Quantitative (real time) Polymerase Chain
Reaction (qPCR) menggunakan hydrolisis probe. 15 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8313.1: 2016 tentang Prasarana
dan Sarana Produksi pada Pembenihan Udang Penaeid Skala Rumah Tangga. 13
hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8313.2: 2016 tentang Prasarana
dan Sarana Produksi pada Pembenihan Udang Penaeid Skala Besar. 20 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 7304: 2018 tentang Diagnosis
Penyakit Viral Secara Histopatologik pada Udang. 33 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8569-1: 2018 tentang Deteksi
Yelow Head Virus (YHV) genotip 1–Bagian 1: Metode Reserve Transcription
Nested Polymerase Chain Reaction. 17 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8570.1: 2018 tentang Deteksi
taaura Syndrome Virus (TSV)–Bagian 1: Metode Reserve Transcription Nested
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). 17 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8556.1: 2018 tentang Udang
Windu (Penaeus monodon, Fabricius 1798)–Bagian 1: Induk. 15 hlm
Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia No 8556.2: 2018 tentang Udang
Windu (Penaeus monodon, Fabricius 1798)–Bagian 2: Benih. 15 hlm

280 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. Undang-Undang No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


Renaud, S.M., Thinh, L.T., & David, D.L. (1999). The Gross Chemical Composition and
Fatty Acid Composition of 18 Species of Tropical Australian Microalgae for
Possible Use in Mariculture. Aquaculture, 170, 147-159.
Ruliaty dkk., 2019
Sektiana, S.P. 2008. Pengembangan Medium Untuk Kultur Semi Massal Diatom Laut,
Chaetoceros gracilis Schutt. Tesis. Pascasarjana. IPB Bogor, 135 hlm.
Setiawan, Arif. 2004. Pemilihan dan Pemeliharaan Induk Udang, Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional
Setiadi, Eri. 2006. Kanibalisme Pada Yuwana Ikan Kerapu Macan
Sim, S.Y., Rimmer, M.A., Toledo, J.D., Sugama, K., Rumengan, I., Williams, K.C., Phillips,
M.J. 2005. Panduan Teknologi Hatcheri Ikan Laut Skala Kecil. NACA, Bangkok,
Thailand. 17 hlm
Slamet, B., Aslianti, T., Setiawati, K.M., Andriyanto, W., Nasukha A. 2015. Pemeliharaan
Larva Kerapu Raja Sunu (Plectropomus laevis) dengan Perbedaan Awal Pemberian
Pakan Buatan. Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 4, hlm 531-540
Soetomo, M.J.A., 2000. Teknik Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon). Kanisius.
Yogyakarta. 78 hlm.
Subandiyo (1992)
Suhardi, 2019
Sugama, K., Tridjoko., Ismi, S., & Setiawati, K.M. 2004. Larval rearing tank management
to improve survival of early stage humpback grouper Cromileptes altivelis
larvae. Advances in Grouper Aquaculture Australian Centre for International
Agriculture Research, p. 17–20.
Sugiarto, Toto.2007. Budidaya Udang. Sinergi Pustaka Indonesia.Bandung. 48 hlm
Sutikno, E. (2011). Pembuatan pakan buatan ikan bandeng. Jepara: Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Balai Besar Pengembangan Budidaya air Payau Jepara, p.
1-34.
Suwignyo S. 1990. Avertebrata Air. Bogor. Lembaga Sumber Daya Informasi, Institut
Pertanian Bogor.
Suwirya, K., A. Prijono, A. Hanafi, R. Andamari, R. Melianawati, M. Marzuqi, K. Sugama, dan
N.A.Giri. 2006. Pedoman teknis pembenihan ikan Kerapu Sunu (Plectropomus
leopardos). Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
18 hlm.
Tang dan Effendi, 2001
Team NACA and SUMA.2005. Better Management Practices (BMP) Manual for Black
Tiger Shrimp (Penaeus monodon) Hatcheries in Viet Nam.59 hlm diunduh dari
https: // enaca.org/ ? id=554 pada 24 Maret 2020 jam 02.00
Tucker., Craig S dan John A. Hargreaves.2004. Biology and Culture of Channel Catfish:
10 Pond water quality. Journal Developments in Aquaculture and Fisheries
Science. Volume 34. 215-278 page
Wirawan, I K.Y., Liga Insani, Muhammad Sulaiman Dadiono.2020. (Komunikasi Singkat)

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 281
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

DAFTAR PUSTAKA

Studi Pembenihan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Skala Rumah


Tangga di Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali. Journal of Aquaculture Science. April 2020 vol 5 (1): 119-126
Yamin, M., Palinggi, N.N, Rachmansyah. 2008. Aktivitas Enzim Protease Dalam Lambung
dan Usus Ikan Kerapu Macan Setelah Pemberian Pakan. Media Akuakultur
Volume 3 Nomor 1 Tahun 2008.hlm 40-44
Zonneveld, N., E.A. Huisman, dan J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 318 hlm.

282 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

GLOSARIUM GLOSARIUM

Bagian tubuh udang yang terletak di belakang kepala


(cephalotorax), terdiri atas enam ruas: lima ruas dilengkapi
Abdomen :
dengan lima pasang kaki renang dan satu ruas dilengkapi
dengan ekor.

Air yang merupakan percampuran air tawar dan air laut


Air payau :
dengan kadar garam 6–29 ppt.
Alkalinitas : Gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam.
Serangkaian tindakan atau langkah-langkah terpadu
Biosekuriti : untuk mencegah masuknya penyakit ke dalam lingkungan
budidaya.

Kepala dada bagian depan tubuh udang sebelum abdomen


Cephalotorax :
yang dilengkapi dengan lima pasang kaki jalan

Dissolved Oxygent, oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh


DO :
biota air untuk bernapas.

Tindakan untuk membunuh atau mengeliminasi patogen


Desinfeksi :
infeksius dalam proses produksi.

Bahan untuk membersihkan dan pembasmi hama dan


Disinfektan :
penyakit.

Rasio perbandingan antara biomassa ikan dan udang dengan


Efisiensi Pakan :
bobot pakan yang dikonsumsi.

Sifat hidup biota akuatik yang mampu menyesuaikan diri


Euryhaline :
pada kisaran salinitas perairan yang lebar.
Feed Convertion Ratio, rasio perbandingan antara jumlah
FCR : pakan yang habis dikonsumsi dengan pertambahan biomassa
ikan udang.
F e e d i n g
: Seringnya pemberian pakan dalam sehari.
Frequency
Feeding Rate : Pemberian rata-rata pakan yang diberikan.
Feeding Time : Waktu pemberian pakan.
Fekunditas : Jumlah telur yang dikandung induk ikan.
Fertilisasi Pembuahan sel telur oleh sel sperma.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 283
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

GLOSARIUM

Proses pemisahan padatan dan cairan dengan memanfaatkan


Filtrasi : gravitasi atau menggunakan tekanan untuk memaksa cairan
melewati saringan.
Fitoplankton : Organisme yang memiliki klorofil.
Perubahan (naik dan turun) sesuatu (suhu, harga) yang
Fluktuasi :
terjadi.
Folikel : kantong kelenjar yang kecil dan sempit.

Metode untuk mengendalikan patogen melalui pengasapan


Fumigasi :
dengan menggunakan bahan disinfektan.
Proses ganti kulit udang yang ditandai dengan lepasnya kulit
Moulting :
dari daging.
Hatchery : Bangunan pembenihan atau panti benih.
Perencanaan pembangunan alur air bersih dari sumber air
melalui komponen penyalur dan penyambungnya ke bak–
Instalasi air :
bak penampungan air maupun kran-kran yang berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan.
pembangunan alur udara dari sumber sumber melalui
komponen penyalur dan penyambungnya ke bak–bak
Instalasi udara :
maupun kran-kran yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan udara sehari-hari.

Tempat penampungan sementara untuk mencegah


Karantina :
penyebaran penyakit.

Karapas : Pelindung bagian kepala dada (cephalotorax).


Untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang
Kekeruhan :
dimiliki oleh suatu larutan.
Perubahan dari satu bentuk (rupa, dsb.) ke bentuk (rupa,
Konversi : dsb.) yang lain; perbandingan antara jumlah pakan ikan yang
digunakan dengan produksi daging ikan yang dihasilkan.
organisme yang berbentuk primitif dimana organnya belum
Larva :
lengkap sepertihalnya organisme dewasa.
Buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
Limbah :
industri maupun domestik (rumah tangga).
Media : Tempat (air).
Salah satu sifat ikan dan udang yang aktif pada malam hari
Nocturnal :
beraktifitas termasuk mencari pakan.

284 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

GLOSARIUM

Penciptaan ovum (sel telur) merupakan proses dari bentuk


Oogenesis : betina gametogenesis yang setara dengan jantan yakni
spermatogenesis.
Organik : Bahan yang mudah diuraikan.
Ovulasi : Proses lepasnya oocyt dari dari folikel ke rongga ovarium.
Proses penambahan ozon untuk desinfeksi media
Ozonisasi :
pemeliharaan benih komoditas laut.
Rostrum : Ujung karapas yang mencuat tajam dan bergerigi.
Salinitas : Menggambarkan kandungan garam-garam terlarut dalam air.
mahluk hidup baik tumbuhan maupun hewan yang berfungsi
Pakan alami :
untuk pakan ikan.
Pertemuan sel telur dan sel sperma yang bertujuan untuk
Pemijahan :
pembuahan.
Tahap pelepasan/ penyebaran benih (baik tumbuhan atau
Pendederan :
ikan/ udang) ke tempat pembesaran sementara.
pH : jumlah ion yang terdapat di perairan.
Pipa yang dipasang pada outlet untuk mengatur ketinggian
Pipa goyang :
dalam bak.
Pengolahan air menggunakan filter selanjutnya digunakan
Resirkulasi air :
kembali
Mensucihamakan sesuatu sehingga bersih dari bakteri,
Sanitasi :
jamur, dll.
Pengambilan contoh ikan dan udang yang dilakukan secara
Sampling : periodik untuk menduga pertumbuhan dan kelolos hidupan
ikan dan udang.
Kelulus hidupan ikan dan udang, atau persentase ikan dan
Sintasan :
udang yang hidup.
Alat menangkap benih ikan yang memiliki mata jaring < 1
Seser :
mm.
Siklus : Daur
SR : Survival Rate (Idem sintasan).
Steril : Sesuatu yang bersih dan bebas dari kotoran dan penyakit.
Stripping : Pengeluaran telur dengan cara pengurutan.
Tektur tanah : Susunan campuran tanah.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 285
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

GLOSARIUM

Ujung belakang tubuh udang yang dilengkapi dengan dua


Telson :
pasang bilah ekor (uropoda).

Gelombang elektromagnetik tidak terlihat oleh mata yang


Ultraviolet : merupakan bagian dari spektrum cahaya dengan panjang
gelombang 10–400 nm.

tempat dimana aktivitas kegiatan pemeliharaan komoditas


Wadah : budidaya berlangsung dimulai dari pembenihan hingga
pembesaran.

286 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

BIODATA PENULIS BIODATA PENULIS

BIODATA PENULIS 1 :

Nama Lengkap : SRI WAHYUNI, S.Kel


Telepon /HP/WA : 081325510856
Email : unie_agri@yahoo.com
Akun Facebook : Yuni Agri
Alamat Kantor : SMKN 2 Rembang
Jl. Raya Lasem KM. 4 Rembang,
Jawa Tengah
Kompetensi Keahlian : Agribisnis Perikanan Air Payau dan Laut

Riwayat Pekerjaan / Profesi (10 Tahun Terakhir)


1. Guru SMKN 2 Rembang (Tahun 2009 s.d sekarang)
2. Asesor Kompetensi LSP-Kelautan Perikanan (Tahun 2018 s.d sekarang)

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar


1. S1 Ilmu Kelautan, UNDIP Semarang (Lulus Tahun 2006)
2. Akta IV, UMS Surakarta (Lulus Tahun 2008)

Judul Buku danTahun Terbit (10 Tahun Terakhir)


-

Informasi Lain dari Penulis :


Tinggal di Perumahan Puri Mondoteko Jl. Puri Utara IV No. 14 Rt. 08 Rw. 5 Desa
Mondoteko, Kecamatan Rembang, Jawa Tengah. Lahir di Pati, 19 Juni 1983. Sekolah
Dasar di lalui di SDN Kebonsawahan 01 Juana, Pati lulus pada tahun 1995. Melanjutkan
di SLTPN 1 Juana, Pati dan SMUN 1 Pati. Tahun 2001 kuliah di Jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang
lulus tahun 2006. Melanjutkan AKTA IV di Universitas Muhammadiyah Surakarta
tahun 2007 dan sejak tahun 2009 sampai dengan sekarang mengajar pada
kompetensi keahlian Agribisnis Perikanan Air Payau dan Laut di SMKN 2 Rembang,
Jawa Tengah.

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 287
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

BIODATA PENULIS

BIO DATA PENULIS 2 :

Nama Lengkap : Irawan Karyo Utomo, S.Pi


Telepon /HP/WA : 082322173794
Email : irawan.karyo.utomo@gmail.com
Akun Facebook : kaynere@yahoo.com
Alamat Kantor : SMKN 2 Rembang
Jalan Raya Rembang – Lasem Km 4
Rembang
KompetensiKeahlian : APAPL

Riwayat Pekerjaan/Profesi (10 Tahun Terakhir)


1. Guru Budidaya Perikanan SMKN 2 Rembang (Tahun2009)
2. Guru Budidaya Perikanan SMKN 4 Kendal ( Tahun 2010 s.d 2018)
3. Asesor Kompetensi LSP-Kelautan Perikanan (Tahun 2015 s.d sekarang)
4. Instruktur Nasional Keahlian Ganda – Pusat Belajar SMKN 4 Kendal (Tahun 2017)
5. Guru Agribisnis Perikanan Air Payau dan Laut SMKN 2 Rembang (Tahun 2018 s.d
sekarang)

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar


1. S1 Perikanan, UNDIP Semarang (Lulus Tahun2004)
2. Akta IV, Universitas Muhammadiyah Surakarta (Lulus Tahun2008)

JudulBukudanTahunTerbit (10 TahunTerakhir)


-

Informasi Lain dari Penulis :


Tinggal di DesaSoditan RT 4 RW 2 Kec. Lasem, Kab. Rembang.Lahir di Kab. Pati, 8
Desember 1979.SekolahDasar dilalui di SDN Pagerharjo 01, SMP Negeri2PatidanSMU
Negeri 1Pati .Tahun1998kuliah di Program Studi Budidaya Perairan Jurusan
Perikanan FakultasPerikanan dan Ilmu KelautanUNDIP Semarang, lulustahun2004.
Menjadi teknisi tambak Artemia tahun 2004-2005, penyuluh perikanan kontrak
propinsi tahun 2005-2007, Guru Tidak Tetap di SMKN 2Rembangdaritahun 2007-
2009, PNS Guru Produktif Budidaya Perikanan di SMKN 4 Kendal tahun 2010-2018,
Guru Produktif APAPL di SMKN 2 Rembang tahun 2018 – sekarang.

288 AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT

BIODATA PENULIS

BIODATA PENULIS 3 :

Nama Lengkap : Drs. Bambang Winiharto


Telepon /HP/WA : 085225085528
Email : bangwiniharto@gmail.com
Akun Facebook : Bambang Winiharto
Alamat Kantor : SMKN 2 Rembang
Jl. Raya Lasem KM. 4 Rembang,
Jawa Tengah

Riwayat Pekerjaan / Profesi (10 Tahun Terakhir)


1. Kepala Sekolah SMK N 1 Karimunjawa (Tahun 2015 s.d 2019 )
2. Kepala Sekolah SMK N 2 Rembang ( Pertengahan Tahun 2019 sd sekarang )

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar


1. S1 Teknik Mesin, IKIP Semarang (Lulus Tahun 1989)

Judul Buku danTahun Terbit (10 Tahun Terakhir)


-

Informasi Lain dari Penulis :


Tinggal di Jl. Assalam I No. 21 Rt. 02 Rw. 02 Kelurahan Ujungbatu, Kecamatan Jepara,
Jawa Tengah. Lahir di Jepara, 18 November 1964. Sekolah Dasar di lalui di SDN
Sukodono 01 Bonang, Demak lulus pada tahun 1976. Melanjutkan di SMP N 1 Jepara
lulus tahun 1981, dan SMA N 1 Jepara. Tahun 1984 kuliah di Jurusan Pendidikan Teknik
Mesin IKIP Semarang lulus tahun 1989.

Mulai tahun 1991 sd 2005 menekuni perikanan air payau dan laut dalam pembenihan
udang Windu dan Vaname

AGRIBISNIS PERIKANAN AIR


PAYAU DAN LAUT 289

Anda mungkin juga menyukai