SMK/MAK
jilid 1
Teknik Pengembangbiakan
Komoditas Air Payau dan Laut
Sri Wahyuni
Irawan Karyo Utomo
Bambang Winiharto
TEKNIK
PENGEMBANGBIAKAN
KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT
REDAKSIONAL
Pengarah:
Direktur Pembinaan SMK
Kepala Sub Direktorat Kurikulum
Kepala Seksi Penilaian
Kepala Seksi Pembelajaran
Penulis:
Sri Wahyuni
Irawan Karyo Utomo
Bambang Winiharto
Pengendali Mutu:
Winih Wicaksono
Penyunting:
Rais Setiawan
Erna Fauziah
Editor:
Esti Baroro
Desain Sampul
Sonny Rasdianto
Layout/Editing:
Shinta Monica
Dalam menyediakan referensi materi pembelajaran bagi guru dan peserta didik di
SMK, Direktorat Pembinaan SMK berupaya menyediakan bahan ajar kejuruan yang sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran di SMK pada mata pelajaran C2 dan CJ dari 142
kompetensi keahlian yang ada pada Perdirjen Dikdasmen Nomor 06/D.
DS/KK/2018 tanggal 7 Juni 2018 tentang Spektrum Keahlian SMK/MAK dan Struktur
Kurikulum 2013 sesuai Perdirjen Dikdasmen Nomor 07/D.DS/KK/2018 tanggal 7 Juni
2018 ten tang Struktur Kurikulum SMK/MAK.
Bah an ajar yang disusun pad a tahun anggaran 2019 diharapkan dapat
rnenumbuhkan motivasi belajar bagi peserta didik maupun guru kejuruan di SMK. Karena
bahan ajar yang telah disusun ini selain menyajikan materi secara tertulis, juga dilengkapi
dengan beberapa materi yang bersifat interaktifdengan penggunaan tautan pencarian yang
dapat mernperluas pernahaman individu yang menggunakannya.
Bahan ajar kejuruan yang disusun pada tahun 2019 ini disusun oleh para guru
kejuruan di SMK yang telah berpengalalaman menyelenggarakan proses pembelajaran
sesuai dengan kompetensi keahlian masing-rnasing. Oleh karena itu, diharapkan dapat
menjadi referensi bagi guru yang mengarnpu m a t a pelajaran yang sama pada program
keahlian sejenis di SMK seluruh Indonesia.
Kepada para guru penyusun bahan ajar kejuruan yang telah mendedikasikan waktu,
kompetensi, clan perhatiannya, Direktorat Pembinaan SMK menyampaikan ucapan
terimakasih. Diharapkan karya ini bukan merupakan karya terakhir, namun seterusnya akan
dilanjutkan dengan karya-karya berikutnya, sehingga SMK rnempunyai guru-guru yang
procluktif dan kreatif dalam menyumbangkan pemikiran, potensi dan kornpetensinya bagi
pengembangan pernbelajaran di SMK.
PRAKATA
PRAKATA
Buku Bahan Ajar Pengembangbiakan Komoditas Perikanan air Payau dan Laut
ini ditulis untuk menjadi pegangan belajar bagi siswa dan sekaligus menjadi buku
pegangan mengajar bagi guru yang mengampu:
Mata Pelajaran : Teknik Pengembangbiakan Komoditas air Payau dan Laut
Kompetensi Keahlian : Agribisnis Perikanan air Payau dan Laut
Program Keahlian : Perikanan
Bidang Keahlian : Kemaritiman
Kelas : XI
Semester : 3 dan 4
Buku ini dibuat berdasarkan kompetensi dasar yang telah ditetapkan pemerintah
guna membantu siswa dalam mencapai semua kompetensi dasar dalam keahlian
budidaya pengembangbiakan komoditas perikanan air payau dan laut. Selain itu, buku
ini juga dirancang dengan menggunakan proses pembelajaran interaktif siswa dapat
mengekplorasi semua sumber yang digunakan dengan menjelajah internet.
Kompetensi siswa terbentuk dapat diukur dengan proses penilaian yang sesuai
melalui bab penilaian mandiri dari setiap bab dan juga penilaian tengah dan akhir
semester. Kompetensi yang diharapkan dari seorang SMK program keahlian perikanan
adalah kemampuan pikir dan tindakan yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak
dan kongkret menghasilkan produk dari hasil kegiatan proses belajar mengajar di
kelas dan di lapangan.
Dengan diterbitkannya buku ini, setahap demi setahap kekurangan buku
Agribisnis Perikanan air Payau dan Laut, khususnya Teknik Pengembangbiakan
Komoditas air Payau dan Laut dapat di atasi dan guna menambah khasanah buku
teknik pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari guru pengampu teknik pengembangbiakan komoditas air payau dan
laut dan masyarakat yang berkecimpung dibidang pembenihan udang dan ikan air
payau dan laut.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. iv
PRAKATA................................................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii
PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU .......................................................................... xiv
PETA KONSEP BUKU .............................................................................................. xv
APERSEPSI ........................................................................................................... xvi
BAB I KESEHATAN, KESELAMATAN KERJA DAN LINGKUNGAN HIDUP.......................17
A. K3 dan Lingkungan Hidup pada Budidaya Ikan.....................................................18
B. Unsur/ Bahan–Bahan Berisiko Tinggi .....................................................................19
C. Metode Produksi dan Lingkungan Kerja yang Sesuai Prosedur........................20
D. Jenis Peralatan yang Dibutuhkan untuk Bekerja Sesuai Tugas–Tugas yang
Ditetapkan di Tempat Bekerja..................................................................................21
E. Risiko peserta dan tindakan antisipasi di tempat kerja dalam kegiatan siklus
budidaya ikan....................................................................................................................23
F. Prosedur penanganan darurat sesuai standar perusahaan di tempat kerja...29
G. Prinsip–prinsip lingkungan hidup dalam kegiatan budidaya ikan air payau
dan laut..........................................................................................................................33
H. Proses pemeriksaan komponen keselamatan kerja pada awal sebelum
mengoperasikan semua mesin, sarana angkut dan bahan–bahan
berbahaya.....................................................................................................................34
BAB II LOKASI PENGEMBANGBIAKAN KOMODITAS air PAYAU DAN LAUT.................41
A. Persyaratan lokasi secara teknis..............................................................................42
B. Persyaratan lokasi secara non teknis......................................................................48
C. Kriteria kelayakan lokasi pengembangbiakan berdasarkan komoditas..........49
BAB III PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA PENGEMBANGBIAKAN KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT..............................................................................................................55
A. Sarana dan Prasarana .................................................................................................57
B. Jenis-jenis Wadah dan kebutuhannya....................................................................57
C. Desain Tata Letak Hatchery ......................................................................................62
D. Prinsip Sanitasi Media ...............................................................................................65
E. Persyaratan optimal media .......................................................................................66
F. Peralatan Pendukung Media ......................................................................................69
G. Teknik Pengelolaan Media dan Proses Produksi..................................................74
H. Prosedur Penyiapan Wadah .....................................................................................74
I. Prosedur Penyiapan Media ........................................................................................75
J. Pengelolaan wadah dan media pasca produksi ....................................................76
BAB IV PENGELOLAAN INDUK KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT...........................81
A. Prinsip-Prinsip Penyediaan Calon Induk Berdasarkan Program Breeding .....82
B. Pengelolaan Pemeliharaan Calon Induk.................................................................95
C. Pengelolaan Induk Sesuai Kebutuhan Produksi................................................ 102
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 8.1 Pengaruh Suhu air terhadap respon konsumsi pakan ikan........................ 190
Tabel 8.2 Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan.................................... 193
Tabel 8.3 Persentase (%) ammonia bebas (NH3) terhadap ammonia total.............. 198
Tabel 8.4 Plankton berdasarkan perbedaan ukuran...................................................... 199
Tabel 8.5 Parameter Kualitas air Optimal Pada Pemeliharaan Larva
Udang Windu........................................................................................................ 210
Tabel 8.6 Persentase total amonia dalam hubungannya dengan pH dan suhu...... 211
Tabel 8.7 Hubungan antara pH air dan kehidupan ikan budidaya............................. 213
Tabel 8.8 Kisaran nilai parameter kualitas air untuk budidaya perikanan............... 213
Tabel 9.1 Pakan larva sesuai komoditas........................................................................... 226
Tabel 9.2 Jenis, dosis dan waktu pemberian pakan pada larva udang windu ........ 231
Tabel 9.3 Alat dan Bahan dekapsulasi Artemia............................................................... 235
Tabel 9.4 Alat dan Bahan Pengambilan contoh jarak dekat ........................................ 236
Tabel 9.5 Jumlah contoh benih ikan atau udang yang diperlukan untuk
pemeriksaan kenormalan.................................................................................. 237
Tabel 9.6 Persyaratan mutu pakan buatan untuk produksi benih udang
vanname................................................................................................................ 239
Tabel 9.7 Persyaratan Mutu pakan buatan untuk produksi benih ikan kerapu ...... 240
Tabel 10.1 Gejala Tingkah Laku dan Perubahan Organ Luar Ikan Amphiprion
ocellaris yang terinfeksi ektoparasit............................................................. 256
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmatnya sehingga dapat menyelesaian buku ini.
Buku dengan judul Teknik Pengembangbiakan Komoditas Air Payau dan Laut
ini diharapkan dapat menjadi panduan, memperkaya dan meningkatkan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan bagi peserta didik. Mengingat pentingnya buku ini,
disarankan mmemperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Bacalah Tujuan pembelajaran terlebih dahulu untuk mengetahui apa yang
akan kamu capai dalam bab ini serta lihatlah peta konsep untuk megetahui
pemetaan materi.
2. Bacalah buku ini dengan teliti dan seksama, serta bila ada yang kurang jelas
bisa ditanyakan kepada guru.
3. Lakukan kegiatan literasi pada bagian cakrawala dan jelajah internet untuk
memperluas wawasanmu.
4. Pada bagian akhir bab terdapat tes kompetensi yang dapat kalian gunakan
untuk mengetahui apakah sudah menguasai materi dalam bab ini.
Untuk membantu anda dalam menguasai kemampuan di atas, materi dalam
buku ini dapat kamu cermati tahap demi tahap. Jangan memaksakan diri sebelum
benar-benar menguasai bagian demi bagian dalam modul ini, karena masing-masing
saling berkaitan. Pada akhir bab dilegkapi dengan Penilaian Akhir Bab. Jika anda
belum menguasai 75% dari setiap kegiatan, maka anda dapat mengulangi untuk
mempelajari materi yang tersedia dalam buku ini. Apabila anda masih mengalami
kesulitan memahami materi yang ada dalam bab ini, silahkan diskusikan dengan
teman atau guru anda.
Buku ini terdapat bagian-bagian untuk memperkaya dan menguji pengetahuan
dan keterampilanmu. Adapun bagian-bagian tersebuut adalah:
Lembar acuan yang digunakan untuk melatih keterampilan
Lembar Praktikum
peserta didik sesuai kompetensi keahlianya.
Digunakan untuk memberikan gambaran soal yang akan
Contoh Soal
ditanyakan dan cara menyelesaikannya.
Berisi tentang wawasan dan pengetahuan yang berkaitan
Cakrawala
dengan ilmu yang sedang dipelajari.
Fitur yang dapat digunakan peserta didik untuk menambah
Jelajah Internet sumber belajar dan wawasan. Menampilkan link dan QR code
sumber belajar.
Rangkuman Berisi ringkasan pokok materi dalam satu bab.
Kegiatan yang bertujuan untuk melatih peserta didik dalam
Tugas Mandiri memahami suatu materi dan dikerjakan secara individu maupun
kelompok (diskusi).
Digunakan untuk mengetahui sejauh mana kompetensi yang
Penilaian Akhir Bab
sudah dicapai peserta didik setelah mempelajari satu bab.
Kegiatan yang dapat dilakukan oleh peserta didik maupun
Refleksi guru di akhir kegiatan pembelajaran guna mengevaluasi dan
memberikan umpan balik kegiatan belajar mengajar.
Digunakan untuk mengevaluasi kompetensi peserta didik
Penilaian Akhir Semester
setelah mempelajari materi dalam satu semester.
BAB I BAB VI
KESEHATAN , KESELA- PENETASAN TELUR KO-
MATAN DAN LINGKUNGAN MODITAS AIR PAYAU DAN
HIDUP LAUT
BAB VIII
BAB III
PENGELOLAAN KUALITAS
PERSIAPAN WADAH DAN
AIR PADA PEMELIHARAAN
MEDIA PENGEMBANG-
LARVA KOMODITAS AIR
BIAKAN KOMODITAS AIR
PAYAU DAN LAUT
PAYAU DAN LAUT
BAB IX
BAB IV PENGELOLAAN PAKAN
PENGELOLAAN INDUK PADA PEMELIHARAAN LAR-
KOMODITAS AIR PAYAU VA KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT DAN LAUT
BAB X
PENGENDALIAN HAMA
BAB V DAN PENYAKIT PADA
PEMIJAHAN KOMODITAS PEMELIHARAAN LARVA
AIR PAYAU DAN LAUT KOMODITAS AIR PAYAU
DAN LAUT
APERSEPSI
APERSEPSI
Teknik Pengembangbiakan Komoditas air Payau dan Laut merupakan salah satu
mata pelajaran produktif pada kompetensi keahlian Agribisnis Perikanan air Payau
dan Laut dan bidang keahlian Kemaritiman. Mata pelajaran tersebut dipelajari di kelas
XI, dalam buku ini akan memuat materi kelas XI atau jilid 1 yang terdiri dari sepuluh
bab.
Materi yang akan dipelajari oleh peserta didik pada mata pelajaran Teknik
Pengembangbiakan Komoditas air Payau dan Laut ini yaitu: Kesehatan, Keselamatan,
Dan Lingkungan Hidup, Lokasi Pengembangbiakan Komoditas air Payau Dan Laut,
Persiapan Wadah Dan Media Pengembangbiakan Komoditas air Payau Dan Laut,
Pengelolaan Induk Komoditas air Payau Dan Laut, Pemijahan Komoditas air Payau Dan
Laut, Penetasan Telur Komoditas air Payau Dan Laut, Pemeliharaan Larva Komoditas
air Payau Dan Laut, Pemeliharaan Larva Komoditas air Payau Dan Laut, Pengelolaan
Kualitas air Pada Pemeliharaan Larva Komoditas air Payau Dan Laut, Pengendalian
Hama Dan Penyakit Pada Pemeliharaan Larva Komoditas air Payau Dan Laut.
Buku ini diharapkan dapat menjadi penunjang bagi peserta didik untuk
belajar megenai kompetensi keahliannya sehingga peserta didik dapat mengambil
manfaatnya untuk diterapkan di dunia industri maupun di dunia usaha.
TUJUAN PEMBELAJARAN
PETA KONSEP
Bahan Beresiko
Alat Sesuai K3
KATA KUNCI
Keselamatan Kerja, Lingkungan, Pekerja, Penanganan darurat, SOP, Kecelakaan
Kerja, Risiko, Antisipasi
PENDAHULUAN
Dalam suatu proses produksi; selain hasil produk terjaga kualitasnya kesehatan
dan keselamatan para pelaku proses produksi di dalamnya juga harus diutamakan
dalam menjaga keberlangsungan proses produksi, demikian pula dengan lingkungan
kerja dan lingkungan hidup dimana proses produksi dilakukan. Hal tersebut juga
berlaku pada lingkup usaha Perikanan Budidaya sedangkan dalam upaya menjaga
kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan terdapat prinsip bahwa mencegah lebih
baik daripada mengatasi kecelakaan.
Jika terjadi kecelakaan kerja seperti pada gambar tersebut di atas, maka timbul
pertanyaan bagaimana cara menanggulangi kecelakaan kerja? Adakah kecelakaan
kerja lainnya? Seperti apa saja cara menanggulanginya? Pada bab ini akan dibahas
tentang pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan hidup
(K3LH) di lingkungan budidaya ikan meliputi unsur maupun bahan berisiko tinggi,
metode produksi dan lingkungan kerja budidaya ikan sesuai K3LH, jenis peralatan
yang digunakan, risiko serta tindakan dalam mengatasi risiko kerja pada kegiatan
pengembangbiakan komoditas air payau dan laut, prosedur penanganan darurat,
prinsip-prinsip lingkungan hidup budidaya komoditas air payau dan laut dan proses
pemeriksaan semua komponen pra produksi.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Tempat kerja didefinisikan sebagai tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki
kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-
sumber bahaya (UU No.1/ 1970).
Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat (Permenaker. No.05/ 1996).
Bahaya Kerja didefinisikan sebagai semua sumber, situasi ataupun aktivitas
yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat
kerja (OHSAS 18001, 2007).
Kegiatan usaha budidaya komoditas air payau dan laut merupakan salah satu
sektor pada dunia usaha yang memanfaatkan banyak tenaga kerja untuk memenuhi
target produksinya. Tempat kerja merupakan suatu lapangan atau ruangan baik
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau sering
dimasuki dalam aktivitas kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya yang berasal dari kondisi lingkungan dan peralatan
produksi yang digunakan.
Ada tiga tahap dalam perikanan budidaya yang dapat dijadikan segmen usaha
yaitu pengembangbiakan, pendederan dan pembesaran. Usaha pengembangbiakan
adalah usaha dalam budidaya komoditas perikanan dengan hasil akhir berupa
benih komoditas perikanan. Usaha pendederan merupakan usaha dalam budidaya
komoditas perikanan dengan hasil akhir berupa komoditas perikanan yang siap
tebar dengan berbagai ukuran ke unit pembesaran atau ukuran sebelum konsumsi
sedangkan usaha pembesaran adalah usaha dalam budidaya komoditas perikanan
dengan hasil akhir berupa komoditas perikanan berukuran konsumsi.
Penerapan K3 pada kegiatan produksi ini sangat berkaitan dengan metode
produksi budidaya komoditas air payau dan laut yang digunakan. Metode produksi
dalam budidaya komoditas air payau dan laut ada tiga yaitu metode produksi
secara ekstensif, metode produksi secara semi intensif dan metode produksi
secara intensif. Kesehatan dan keselamatan kerja dalam setiap metode budidaya
komoditas perikanan ini sangat berbeda karena terkait peralatan-peralatan
produksi yang digunakannya untuk mencapai target usaha budidaya komoditas air
payau dan laut.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
D. Jenis Peralatan yang Dibutuhkan untuk Bekerja Sesuai Tugas–Tugas yang Ditetap-
kan di Tempat Bekerja
Peralatan produksi yang dapat digunakan dalam membudidayakan ikan ada
beberapa macam. Jenis-jenis peralatan produksi yang dapat digunakan dalam
budidaya ikan berdasarkan siklus budidaya kegiatannya dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:
1. Peralatan pembenihan ikan;
2. Peralatan pendederan ikan; dan
3. Peralatan pembesaran ikan.
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya ikan, peralatan yang harus
disediakan antara lain adalah:
1. Peralatan pemberian pakan;
2. Peralatan pengukuran kualitas air;
3. Peralatan pencegahan hama dan penyakit ikan;
4. Peralatan pengolahan lahan budidaya;
5. Peralatan pembenihan ikan secara buatan;
6. Peralatan panen; dan
7. Peralatan listrik.
Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja dalam aktivitas budidaya ikan
yang memakai metode ekstensif atau tradisional ini biasanya kecelakaan kerja
disebabkan oleh kecerobohan pekerja.
Peralatan yang harus disediakan dalam budidaya ikan secara semi intensif
dan intensif harus lengkap seperti di bawah ini ;
MATERI PEMBELAJARAN
1. Genset
1. Seser panen
2. Pompa air
2. Hand counter
3. Blower
3. Kantong plastik panen
4. Heater
4. Tabung oksigen
5. Regulator
6. Selang oksigen
7. Stryrofoam box
Bila peralatan yang akan digunakan dalam budidaya komoditas air payau dan
laut telah tersedia, berikutnya sebelum digunakan peralatan tersebut diperiksa
apakah berfungsi dengan normal ataukah perlu dilakukan perawatan. Pengecekan
bertujuan agar operasional alat berfungsi dengan benar. Peralatan pabrikan
terdapat manual alat di dalam Dus boxnya.
Peralatan yang akan digunakan sebaiknya dilakukan pengecekan
keberfungsiannya karena setiap alat mempunyai fungsi yang berbeda-beda,
misalnya aerator digunakan untuk mensuplai oksigen pada saat membudidayakan
ikan skala kecil dan menengah, tetapi apabila sudah dilakukan budidaya secara
intensif, maka peralatan yang digunakan untuk mensuplai oksigen ke dalam wadah
MATERI PEMBELAJARAN
E. Risiko peserta dan tindakan antisipasi di tempat kerja dalam kegiatan siklus
budidaya ikan
Risiko didefinisikan sebagai kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian
berbahaya atau paparan dengan keparahan suatu cidera atau sakit penyakit yang
disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut (OHSAS 18001, 2007). Unit usaha
harus membuat, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi
bahaya yang ada, penilaian risiko dan penetapan pengendalian yang diperlukan.
Metode budidaya ikan secara ekstensif cenderung tidak membutuhkan
bantuan alat-alat yang menggunakan listrik selain alat-alat konvensional seperti
cangkul dan golok (tetap mengandung risiko bahaya) pada saat membuat kolam
sedangkan untuk metode semi intensif dan intensif membutuhkan bantuan
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Tabel 1.2 Contoh kegiatan kebersihan lingkungan, persiapan wadah dan media yang
dapat menyebabkan kecelakaan
1. Jenis 2. Penyebab 4. Penanggu-
No Kegiatan 3. Akibat
Kecelakaan Kecelakaan langan
MATERI PEMBELAJARAN
2. Luka,
2. Terpeleset 2. Karena 2. Gunakan
terkilir,
licin saat sepatu boot.
patah
membersihkan tulang.
lantai bak.
3. Pusing- 3. Gunakan
3. Keracunan 3. Adanya pusing,
lumut yang pelindung
disinfektan mual- mata
menempel mual,
pada bak sakit
karena bak kepala
sudah lama dll.
tidak dipakai.
4. Mata 4. Periksalah
4. Bahan perih dan
4. Mata sprayer
disinfektan merah.
terkena sebelum
terhirup/
disinfek- melakukan
masuk ke
tan. penyem-
dalam mulut,
karena tidak protan.
menggunakan
masker.
MATERI PEMBELAJARAN
1. Lemes,
4. Memasang dan 1. Tersetrum 1. Waktu terkejut, 1. Matikan
memeriksa memeriksa hilang aliran listrik
listrik kabel, dan kesadaran terlebih
memasang sejenak, dahulu.
dudukan bahkan
lampu, aliran bisa
listrik tidak sampai
dimatikan. mening-
gal.
2. Tangan basah 2. Gunakan alas
kaki dari karet.
3. Terlalu
ceroboh, tidak 3. Pastikan
menggunakan tangan tidak
perlengkapan basah.
yang cukup,
dan terlalu
sepele.
Tabel 1.3 Contoh kegiatan pemberian pakan yang dapat menyebabkan kecelakaan
Jenis Penyebab
No Akibat kecelakaan Penanggulangan
kecelakaan kecelakaan
Fisik: 1. Membuka
1. Pakan pakan 1. Akibat pakan yang 1. Hati-hati dalam bekerja,
Berdebu tidak hati- berdebu, mata tidak bercanda.
hati terkena iritasi,
dan jika terhisap 2. Pemakaian masker
2. Tidak paru-paru menjadi
memakai sesak, dan batuk-
masker batuk
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
2. Tempat pakan
terlalu tinggi,
dan pada saat
pengambilan
pakan terjatuh,
mengakibatkan
kaki anak pakan
patah.
(Sumber : Mujiyono, 2017)
MATERI PEMBELAJARAN
Contoh SOP
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
f. Jangan menyentuh area luka bakar yang meradang, atau bagian otot-otot
yang terbakar.
5. Cedera pada mata
Jika ada benda yang masuk, jangan menggosok mata.
a. Cobalah untuk tetap membuka mata;
b. Jangan sentuh mata dengan apapun juga;
c. Dapatkan perawatan medis dengan segera;
d. kendurkan perban pada mata; dan
e. Arahkan korban ke area medis.
6. Goresan dan memar
Luka apapun, bahkan luka kecil sekalipun, harus dirawat dan dicatat. Jika
tidak segera ditangani, luka apa pun akan terinfeksi dan membusuk.
a. Pada luka goresan, biarkan darah mengalir beberapa menit, untuk
menyingkirkan infeksi;
b. Jangan menutupi luka dengan pakaian usang, handuk atau sapu tangan yang
kotor pada luka;
c. Bersihkan luka dengan bahan-bahan lembut;
d. Berilah obat anti septik, steril, atau bahan pertolongan untuk cedera ringan;
e. Jika luka parah dan terlalu dalam, dapatkan bantuan medis; dan
f. Memar parah membutuhkan perhatian medis segera, mohon jangan ditunda.
7. Kecelakaan sengatan listrik
Kecelakaan karena sengatan listrik dapat mengakibatkan kebakaran,
jatuh, dan kejutan listrik. Masing-masing menyebabkan gejala yang berbeda
pada korban. Kecelakan listrik sering menimbulkan luka sampingan. Bila
menghadapi kecelakaan karena listrik, kerjakanlah segera tindakan dengan
urutan sebagai berikut:
a. Matikan aliran listrik, jika tidak mungkin usahakan agar korban terbebas dari
sengatan listrik; dan
b. Beri pertolongan pertama sesuai gejalanya.
Jika suatu saat saudara keluarga atau orang lain yang terkena sengatan listrik,
maka cara menolong korban bisa bisa menggunakan langkah–langkah berikut:
1) Matikan sumber lisrik
Cari sumber arus listrik dan matikan. jika langkah tersebut tidak
bisa dilakukan, maka singkirkan sumber listrik dari tubuh korban
menggunakan benda yang tidak mengantarkan listrik, contoh kayu
kering, kain kering, atau karet kering).
2) Lihat keadaan sekitar dan kondisi korban
Perhatikan kondisi korban dan sekitarnya apakah masih terhubung
dengan arus listirk atau tidak. untuk meyakinkan, maka saudara
bisa cek menggunakan tespen. Korban jangan langsung disentuh
dikhawatirkan masih ada arus jika masih ada arus, maka saudara juga
bisa korban berikutnya.
MATERI PEMBELAJARAN
3) Pindahkan korban
Jika sudah dinyatakan aman dari arus, maka pindahkan korban
ke tempat lain (yang aman) lalu segera bawa korban ke pusat layanan
medis terdekat (balai pengobatan atau puskemas) sebagai langkah
awal untuk memberi pengobatan atau dengan menghubungi nomor
darurat agar korban dijemput.
4) Lakukan perawatan
Jika petugas medis belum datang ke tempat korban atau belum
dibawa ke tempat pengobatan, maka saudara bisa lakukan bantuan
medis dengan dengan cara:
a) Membaringkan korban dalam posisi telentang;
b) Memposisikan kaki agar lebih tinggi dari kepala untuk mencegah
terjadinya shock;
c) Memeriksa pernapasan dan denyut jantungnya; dan
d) Jika jantung atau napas korban terhenti, Anda bisa melakukan
tindakan cardiopulmonary resuscitation (CPR), dengan catatan
Anda menguasai teknik ini.
8. Menyadarkan korban pingsan
a. memberikan bau-bauan yang menyengat dan merangsang seperti minyak
wangi, aromaterapi, durian dan lain-lain;
b. Jika wajah orang pingsan itu pucat pasi, maka posisikan badannya lebih
tinggi dari kepala agar darah dapat mengalir ke kepala;
c. Jika wajah orang yang pingsan itu merah, maka maka posisikan kepala lebih
tinggi agar darah mengalir ke tubuhnya secara normal;
d. Jika korban pingsan muntah, maka sebaiknya miringkan kepalanya agar
muntah orang itu bisa keluar dengan mudah, sehingga jalur penapasan
orang itu bisa lancar kembali;
e. Jika korban menggunakan perhiasan atau pakaian ketat, maka kendurkan
agar darah dapat mengalir dengan normal dan mudah bernapas;
f. Jika korban sudah siuman, maka berikan minum-minuman yang hangat baik
kopi maupun teh namuan perlu hati-hati jangan diberi gula terlebih untuk
menanggulangi jika korban tersebut kena diabetes; dan
g. Meskipun sudah sadar atau pulih tapi akan lebih baik korban tersebut tetap
dibawa ke rumah sakit atau pusat pelayananan kesehatan terdekat agar
mendapat perawatan lebih lanjut.
G. Prinsip–prinsip lingkungan hidup dalam kegiatan budidaya ikan air payau dan
laut
Menurut UU No 19 tahun 2009 lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedang lingkungan seperti
yang dimaksud dalam SNI No. 19–14001-2005 adalah keadaan sekeliling dimana
MATERI PEMBELAJARAN
unit usaha beroperasi termasuk udara, air, tanah, sumberdaya alam, flora,
fauna, manusia dan interaksinya.
Usaha di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan merupakan usaha
yang memanfaatkan faktor dari lingkungannya, sehingga sangat tergantung
dengan keadaan lingkungan. Selain produk perikanan sebagai hasil akhirnya,
budidaya perikanan mempunyai potensi untuk perusakan lingkungan apabila
limbah budidaya dalam bentuk amoniak dari sisa pakan dan feses, serta nilai BOD
yang tinggi bila tidak dilakukan pengelolaan yang lebih baik. Selanjutnya kualitas
lingkungan yang buruk berpengaruh terhadap penurunan terhadap kualitas dan
kuantitas produksi.
Untuk itu agar sistem budidaya tidak mengurangi mutu lingkungan, maka
terdapat peraturan–peraturan seperti pada SNI 8035: 2014 yang mensyaratkan
agar terjaga lingkungan disekitar unit pengembangbiakan maka:
1. Air buangan dari proses produksi pembenihan perlu diproses terlebih dahulu
agar menjadi netral kembali ketika dikembalikan ke perairan umum. Untuk itu
unit pembenihan harus mempunyai unit pengolah limbah untuk bahan organik,
mikroorganisme dan bahan kimia. Cara pengolahan air buangan diatur dalam
SNI 8230: 2016 adalah sebagai berikut:
a. Air buangan ditampung pada bak pengolahan;
b. Melakukan desinfeksi dengan larutan kalsium hipoklorit 50–100 mg/ l dan
diaerasi selama 6 jam;
c. Melakukan pengendapan minimal selama 6 jam; dan
d. Membuka pintu saluran limbah agar limbah yang telah netral terbuang.
2. Sanitasi lingkungan pembenihan tidak hanya pada proses produksi namun
juga harus meyediakan fasilitas kebersihan yang memadai seperti peralatan
kebersihan, tempat sampah dan toilet.
MATERI PEMBELAJARAN
Sesuai dengan SNI 8035: 2014 tentang Cara Pembenihan Ikan yang
Baik, maka perlu adanya Standar Operasional Prosedur untuk setiap proses
pengembangbiakan yang disertai dengan adanya form cek list kegiatan sebagai
alat bantu agar kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur standar.
Standar Operasional Prosedur yang dimiliki dan diterapkan terdiri atas:
1. Manajemen Induk;
2. Manajemen benih;
3. Manajemen air;
4. Manajemen pakan hidup;
5. Manajemen pemberian pakan;
6. Manajemen pemberian obat ikan;
7. Manajemen penggunaan bahan kimia;
8. Pemeriksaan kualitas air;
9. Pemeriksaan kesehatan induk dan benih;
10. Manajemen biosekuriti;
11. Sanitasi lingkungan pembenihan; dan
12. Manajemen pengemasan dan distribusi benih.
Dalam cek list yang dibuat untuk membantu keterlaksanaan SOP tersebut
di dalamnya terdapat pemeriksaan pra proses, pelaksanaan produksi dan pasca
proses.
Contoh SOP
STANDARD OPERATING PROCEDURE
MONITOR CONTROL INTERFACE
I. SEBELUM DIESEL/ GENSET DIHIDUPKAN
1. Periksa air Radiator (jika kurang ditambah).
2. Periksa Oil Mesin (jika kurang ditambah).
3. Periksa Solar (Posisi kran pada Daily tank harus tetap terbuka/ on).
4. Periksa air ACCU (Jika kurang ditambah).
5. Periksa Kabel R-S-T-N terpasang dengan benar dan kuat ke pemakaian.
6. Pasang Kabel ACCU dengan benar dan kuat (merah < + >, hitam <->).
7. Buka box panel dan naikan semua MCB (16A, 6A).
II. WAKTU MENGHIDUPKAN
1. Hidupkan Mesin Tanpa Beban ± 10 Menit (Warming Up).
2. Periksa Oil Meter, Water Temperature, Battery Charge, Volt Meter AC, Frequency
Meter dan Hour Counter Meter) berfungsi dengan baik pada saat mesin keadaan
hidup.
III. CARA MEMATIKAN DIESEL 1 GENSET
1. Matikan Beban/ Turunkan Breaker (jika terpasang) terlebih dahulu kemudian
tunggu ±5 menit pendinginan mesin (Cooling Down) baru matikan.
2. Menyimpang dan ketentuan ini akan mengakibatkan kerusakan pada AVR
Generator.
MATERI PEMBELAJARAN
IV. PEMELIHARAAN
1. Ganti Filter Solar 50 jam pertama, selanjutnya tiap 200 jam operasi (6 bulan).
2. Ganti Filter Oil dan Oil Mesin 50 jam pertama, selanjutnya tiap 200 jam operasi
(6 bulan).
3. Bersihkan/ Filter udara tiap 200 jam.
4. Bersihkan/ kuras tangki solar setiap 400 jam operasi (1 tahun sekali).
5. Bersihkan/ kuras radiator tiap 400 jam operasi (1 tahun sekali), pakailah air
kandungan zat kapur, garam dan besinya rendah.
V. MENGATASI TROUBLE SEMENTARA JIKA MESIN TIDAK MAU HIDUP
1. Periksa solarnya apakah mengalir dengan baik dan tidak ada kotoran
(tersumbat).
2. Solarnya dipompa sempai benar-benar mengalir/ buang angin palsunya.
3. Periksa ACCU/ BATTERY nya apakah cukup kuat/ besar arusnya, jika tidak perlu
distroom/ discharge terlebih dahulu.
4. Perhatian: jangan Melakukan Start Engine Terlalu lama (±15 detik) Tunggu 2
menit untuk melakukan Start Engine berikutnya, untuk mencegah Dynamo
Stater Terbakar.
VI. DISARANKAN
1. Agar Diesel/ Genset dapat tetap beroprasi dengan lancar disarankan memakai
saringan solar/ water separator.
2. Pergunakanlah Oil mesin meditrans S-40 atau yang sejenis.
3. Pemakaian beban ampere R-S-T diusahakan Balance/ seimbang.
4. Pemakaian beban minimal 40% dan kapasitas Genset.
Note: Untuk lebih jelasnya lihat buku petunjuk mesin (Operation Manual Book)
() ()
LEMBAR PRAKTIKUM
Mengidentifikasi sumber-sumber bahaya dalam Hatchery
A. Tujuan
Untuk mengidentifikasi sumber bahaya atau dampak yang ditimbulkan
serta mencari alternatif/ solusi pemecahannya dari setiap kegiatan
pembenihan udang.
B. Alat dan bahan
1. Alat tulis
2. Lingkungan hatchery beserta seluruh aktivitas kerja di perusahaan tersebut
C. Keselamatan Kerja
1. Lakukan kegiatan praktik dengan hati-hati dan memperhatikan K3!
2. Jaga kebersihan lingkungan praktik dan alat praktik!
3. Bertanyalah pada guru maupun karyawan perusahaan yang memfasilitasi,
jika ada hal yang tidak dimengerti!
D. Langkah kerja
1. Bentuklah kelompok secara kecil adil masing–masing kelompok
beranggotakan 3-5 orang.
2. Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan secara cermat dan teliti.
3. Berdoalah sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
4. Buatlah lembar observasi sesuai dengan kebutuhan.
5. Lakukan identifikasi jenis-jenis kegiatan yang berkaitan dengan
pengembangbiakan udang seperti kegiatan persiapan wadah dan media,
pengelolaan induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva,
pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air dan kesehatan komoditas
perikanan.
6. Lakukan Identifikasi sumber-sumber bahaya yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan yang telah Anda identifikasi (no. 5).
7. Identifikasi dampak yang ditimbulkan akibat dari kegiatan tersebut.
8. Carilah alternatif pemecahan dari masing-masing dampak tersebut dan
buatkan program K3 nya.
9. Diskusikan dengan kelompok Anda
10. Apa yang dapat Anda simpulkan?
11. Presentasikan hasil diskusi kelompok Anda dengan kelompok yang lain.
CAKRAWALA
CAKRAWALA
JELAJAH INTERNET
Untuk menambah wawasan lebih jauh mengenai kesehatan, keselamatan
kerja dan lingkungan hidup, peserta didik dapat mempelajari secara mandiri
melalui internet. Di internet peserta didik dapat mencari lebih jauh materi
tentang kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup. Salah satu website
yang dapat dikunjungi untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang
kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup yaitu:
https://www.youtube.com/watch?v=xT6EwWMK9cA tentang K3 kelistrikan,
https://www.youtube.com/watch?v=pF0QbmAlKHI tentang kecelakaan kerja,
https://www.youtube.com/watch?v=6ShGP3Ps0TM tentang K3 di ruang
terbatas,
https://www.youtube.com/watch?v=830vs5iQDio tentang K3 laboratorium
JELAJAH INTERNET
RANGKUMAN
TUGAS MANDIRI
SOP adalah kewajiban bagi suatu unit usaha budidaya komoditas ikan, karena
dipersyaratkan dalam memenuhi sertifikat CBIB maupun CPIB. Bersama dengan
kelompokmu, carilah informasi mengenai Standar Operasional Prosedur pada
tambak udang maupun Hatchery Skala Rumah tangga yang telah tersertifikasi
CBIB maupun CPIB yang ada di daerahmu. Tugas dikerjakan dalam bentuk
laporan dengan format yang sudah disepakati dengan Guru pengampu.
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab pertama ini, Anda tentu menjadi lebih paham
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut; peserta didik mampu
memahami pengertian pelaksanaan K3LH, mengidentifikasi unsur/ bahan-bahan
berisiko tinggi, mengidentifikasi jenis peralatan, memahami metode produksi
dan lingkungan, memahami risiko dan tindakan antisipasi risiko, melaksanakan
langkah dan pemeriksaan komponen K3LH secara benar sesuai prosedur. Dari
semua materi yang sudah dijelaskan ada bab pertama, mana yang menurut Anda
paling sulit dipahami? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari bab
pertama ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi
sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan
memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi
berikutnya.
PETA KONSEP
KATA KUNCI
Lokasi, sumber air, elevasi, tekstur tanah, cemaran, kelayakan, air baku
PENDAHULUAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
yaitu prosentase antara pasir, lanau dan lempung sedangkan yang disebut
pasir adalah butiran tanah dengan diameter 0, 05–2 mm, sedangkan lanau
adalah butiran tanah dengan diameter 0, 02–0, 05 mm dan lempung adalah
butiran tanah dengan diameter lebih kecil dari 0, 02 mm.
Tanah yang baik untuk unit usaha pengembangbiakan komoditas air payau
dan laut adalah tanah berstruktur kuat, dapat menahan air (tidak porous), subur,
dan tidak berbatu-batu. Tanah yang terbaik untuk kegiatan pengembangbiakan
komoditas air payau dan laut adalah lempung liat berpasir dengan perbandingan
7:3. Tanah bertekstur lempung liat berpasir bersifat keras namun mudah dipadatkan,
sehingga mampu menahan air. dengan permukaan tanah lempung berpasir yang
lebih luas akan memudahkan terjadinya reaksi fisika dan kimia dengan udara. pH
tanah juga merupakan salah satu indikator kesuburan tanah dengan kisaran antara
7, 0–8, 5.
Penentuan tekstur tanah dan plastisitas dapat dilakukan di laboratorium
dengan metode pipet dan metode hidrometer, namun dapat juga dilakukan secara
kualitatif di lapangan dengan metoda Texture by Feel (merasakan tekstur tanah) dan
membuat bentuk-bentuk tertentu seperti bola, pita (ribbons methode), gulungan
dan lain-lain seperti tampak pada tabel di bawah ini.
MATERI PEMBELAJARAN
Rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, Pasir berlempung (Loam
2 dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali Sandy)
hancur.
Lempung berpasir (Sandy
Loam)
Lempung (Loam)
Debu (Silt)
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Liat (Clay)
Gambar 2.3 Pantai yang bersih menyediakan air laut yang baik
Sumber : (Sim SY dkk., 2005)
MATERI PEMBELAJARAN
dan matahari. Hal ini menyebabkan timbulnya pasang surut harian ganda,
pasang surut harian tunggal, pasang purnama dan pasang perbani. Keadaan
pasang surut yang berbeda-beda ini berpengaruh terhadap penentuan jarak
pipa pompa air laut dan waktu pengoperasian pompa air laut agar didapatkan
kualitas air laut yang baik serta efisiensi waktu agar tidak sering membersihkan
saringan pipa air laut. Data tentang pasang surut bisa didapatkan dari BMKG
setempat maupun Dinas Perikanan terkait.
6. Sumber air dan kualitas Air
Kebutuhan air laut jelaslah bersumber dari laut seperti yang dibahas
sebelumnya, namun sering kali salinitas air laut tidaklah seperti dengan
spesifikasi yang dibutuhkan, utamanya pada musim kemarau sehingga
kebutuhan air tawar sebagai penurun salinitas air laut mutlak diperlukan. air
tawar selain digunakan untuk menurunkan salinitas juga digunakan untuk
mencuci peralatan dan kebutuhan konsumsi pekerja, selain digunakan untuk
pengecekan mutu benih dan perlakuan pengobatan komoditas.
Sedangkan pada SNI 8035: 2015 tentang CPIB yang dimaksud dengan
teknis dalam hal ini adalah hal yang berhubungan dengan operasional
pengembangbiakkan komoditas air payau dan laut. Ketepatan pemilihan lokasi
berdasarkan teknis pengembangbiakan komoditas akan meningkatkan efisiensi
operasional produksi benih dan atau telur. Sesuai dengan SNI 8035: 2014, secara
teknis lokasi pembenihan dan sumber air untuk pengembangbiakan komoditas
perikanan adalah:
1. Dibangun pada lokasi yang terhindar dari kemungkinan banjir, erosi dan cemaran
limbah industri, pertanian, pertambangan dan pemukiman;
2. Memiliki sumber air yang sesuai dengan kebutuhan hidup dan pertumbuhan
ikan yang dipelihara, tersedia sepanjang tahun serta sesuai dengan kaidah
CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik);
3. Mudah dijangkau, tersedia sarana dan prasarana penunjang seperti jaringan
komunikasi dan transportasi; dan
4. Aspek legalitas sesuai peruntukannya, misalnya tidak menggunakan lahan
mangrove, tidak terlalu dekat dengan daerah aliran sungai. Lahan bebas
konflik dan atas nama atau milik sendiri.
MATERI PEMBELAJARAN
2. Dekat dan atau mempunyai sarana penunjang produksi seperti: jaringan listrik,
sarana komunikasi, dan sarana atau prasarana transportasi;
3. Tidak terlalu jauh dari sumber pembelian pakan, benih, sarana produksi lainnya,
serta alat dan bahan untuk membangun fasilitas pembenihan;
4. Posisi mendekati daerah pemasaran. Jarak yang dekat dengan area pemasaran
dapat menurunkan biaya transportasi serta meminimalisir penurunan kualitas
komoditas budidaya;
5. Tidak dekat dengan pemukiman dan industri. Pemukiman dan industri
menghasilkan limbah sehingga berpengaruh terhadap turunnya kualitas air
baku untuk budidaya dan hal tersebut dapat mengganggu pertumbuhan ikan;
6. Kemudahan mendapatkan tenaga kerja. Selain memberikan pendapatan pada
warga sekitar, ketersediaan tenaga kerja dari penduduk sekitar dapat menekan
biaya mendatangkan tenaga kerja dari daerah lain;
7. Sesuai dengan rencana induk pembangunan daerah; dan
8. Sertifikat sebagai bukti kepemilikan tanah sangat berguna untuk mengatasi
permasalahan tanah atau dapat digunakan sebagai agunan.
Ditinjau dari aspek sosial, lokasi yang dipilih untuk budidaya ikan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Lingkungan hidup dan kelestarian alam terjaga, artinya lahan yang digunakan
tidak merusak lingkungan yang sudah ada sehingga nantinya dapat terjalin
hubungan yang baik dengan masyarakat pengguna tanah disekitarnya;
2. Sumberdaya alam sekitar dapat digunakan dalam penyediaan sarana dan
prasarana sehingga tidak perlu harus dicari ke daerah lain;
3. Memberikan kesempatan penduduk sekitar sebagai tenaga kerja sehingga
dapat mengurangi pengangguran;
4. Adanya dampak positif bagi masyarakat sekitar, artinya lokasi unit
pengembangbiakan komoditas budidaya yang akan dibangun dapat menjadi
percontohan bagi masyarakat serta dapat melakukan kerja sama produksi
dengan penduduk sekitarnya; dan
5. Keamanan lokasi terjamin atau tidak terganggu oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dengan adanya peran serta masyarakat lokal sebagai
tenaga kerja maupun yang melakukan kerjasama produksi.
MATERI PEMBELAJARAN
Menurut Sim, SY dkk. (2005) sewaktu pemilihan lokasi untuk hatcheri skala kecil
sangat penting untuk menghindari hal-hal berikut ini:
1. Sumber air laut tersuplai berkualitas buruk atau terpolusi (sangat keruh,
kandungan nutrien yang tinggi, salinitas yang bervariasi akibat aliran air
tawar).
2. Lokasi hatcheri yang dekat dengan lokasi hatcheri lain, karena dapat
menyebabkan:
a. Pencemaran setempat-hatcheri dapat membuang limbah yang kaya akan
nutrien;
b. Penularan penyakit dari satu hatcheri ke hatcheri lain, baik melalui kontak
secara langsung maupun melalui buangan dari hatcheri; dan
c. Daerah rawan terjadi konflik kepentingan antar masyarakat atau pengguna
sumberdaya tersebut.
Untuk mengoptimalkan kualitas air, maka perlu dilakukan pergantian air sepanjang
kegiatan pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut sehingga debit air
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan benih komoditas air payau dan laut.
Debit air mengacu pada banyaknya volume air yang melalui saluran tertentu dan
biasanya dinyatakan dalam satuan liter/ detik. Bila dirumuskan, maka seperti berikut
ini:
LEMBAR PRAKTIKUM
Debit Air
A. Tujuan
Untuk mengetahui debit air pada sumber air yang ada di sekitar
B. Alat dan bahan
1. Ember yang telah diketahui volumenya
2. Aliran air atau air mengalir dari keran di sekolah
3. Stopwatch atau jam digital
4. Meteran ukur
C. Keselamatan Kerja
1. Lakukan kegiatan praktik dengan hati-hati dan memperhatikan K3!
2. Jaga kebersihan lingkungan praktik dan alat praktik!
3. Bertanyalah pada guru jika ada hal yang tidak dimengerti!
4. Setelah selesai, kembalikan peralatan praktik ke tempat semula dengan rapi!
D. Langkah percobaan
LEMBAR PRAKTIKUM
1
2
3
4
5
CONTOH SOAL
Seorang petani akan memelihara ikan dengan sistem mina padi yaitu
membudidayakan ikan bersama dengan padi. Untuk menghitung berapa lama
pemasukan air ke dalam sawah mina padinya dibawanya ember berukuran 10
liter untuk menampung air pada salurannya dan dihitung waktunya. Waktu yang
diperlukan untuk menampung air tersebut ternyata 2 menit. Berapakah debit air
dari saluran tersebut?
Diketahui: Volume air yang ditampung = 10 liter
Waktu yang digunakan untuk menampung = 2 menit = 2 x 60 = 120 detik
Ditanya: Debit?
Jawab: Debit = = = 0, 083 liter/ detik
CAKRAWALA
JELAJAH INTERNET
RANGKUMAN
1. Persyaratan lokasi teknis meliputi topologi lahan, curah hujan, tekstur tanah,
laut dan sungai, pasang surut, sumber air dan kualitas air.
2. Persyaratan non teknis meliputi aspek ekonomis dan aspek sosial.
3. Lahan yang baik dekat dengan laut dan memiliki kemiringan 3-5 % agar
tidak menimbulkan genangan.
4. Curah hujan yang baik untuk pembenihan adalah di bawah 100 hari/ tahun.
5. Kriteria tekstur tanah yang baik untuk lokasi pengembangbiakan komoditas
air payau dan laut adalah lempung berpasir (sandy loam).
6. Aspek ekonomis pembenihan adalah dekat dengan sumber air, dekat dengan
sarana penunjang, tidak terlalu jauh dari sarana produksi pakan, dekat
dengan daerah pemasaran, tidak dekat dengan pemukiman dan industri,
mudah mendapatkan tenaga kerja.
7. Aspek sosial pembenihan ikan yaitu lingkungan hidup dan kelestarian
alam terjaga, sumberdaya alam sekitar dapat digunakan, penduduk
sekitar sebagai tenaga kerja, dampak positif terhadap masyarakat sekitar,
keamanan lokasi terjamin.
TUGAS MANDIRI
Buatlah kelompok yang terdiri dari 4-5 orang, kunjungilah usaha pembenihan
udang maupun ikan payau atau ikan laut terdekat. Amatilah lokasi unit
pembenihan tersebut kemudian wawancara dengan pengampu hatcheri
tersebut berkenaan dengan aspek teknis dan non teknis pemilihan lokasi
hatceri tersebut. Tugas dikerjakan dalam bentuk laporan dengan format yang
sudah disepakati dengan Guru pengampu.
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab kedua ini, semestinya Anda lebih paham persyaratan
lokasi secara geografis, teknis, biologi, sosial ekonomi serta kriteria kelayakan
lokasi. Dari semua materi yang sudah dijelaskan ada bab kedua, mana yang
menurut Anda paling sulit dipahami?? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah
mempelajari bab kedua ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan
memahami materi sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru
Anda, karena dengan memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam
memahami materi-materi berikutnya.
PETA KONSEP
KATA KUNCI
bak kultur, sedimentasi, filtrasi, tandon, tata letak, sanitasi, desinfeksi, aerasi,
natrium tiosulfat
PENDAHULUAN
Gambar 3.1 Benih ikan yang mati pada sudut mati (death angle) bak
pemeliharaan
Sumber : http: // bibitlele.net/ penyebab-bibit-lele-mati-ciri-perut-
penuh-makanan-menggantung/
Pada gambar di atas terlihat benih lele mati pada sudut pemeliharaan, hal
tersebut disebabkan karena konstruksi bak pemeliharaan yang mempunyai sudut akan
menjadi tempat terkumpulnya kotoran yang membuat benih tidak sehat mengalami
penurunan kondisi dan akhirnya mati sehingga menimbulkan pertanyaan apakah
hal tersebut berlaku pula untuk pengembangbiakan larva komoditas air payau dan
laut? bagaimanakah bak pemeliharaan untuk larva komoditas air payau dan laut yang
ideal? Apakah berbeda antara bak pemeliharaan dan bak penetasan? Dalam memilih
wadah budidaya hendaknya disesuaikan sifat biologi komoditas budidaya yang akan
dikembangkan antara lain cara hidup komoditas tersebut dalam hal ini larvanya
dalam perkembangannya apakah pelagis atau demersal, nokturnal atau diurnal,
bagaimana cara pemijahannya, bagaimana cara meletakkan telurnya, bagaimana
cara telurnya menetas. Untuk itu perlu diketahui sarana dan prasarana apa saja yang
diperlukan dalam mengembangbiakan komoditas perikanan tersebut, bagaimana cara
pengaturannya, bagaimana cara menyiapkannya serta bagaimana cara merawatnya
sehingga bisa didapatkan media pengembangbiakan yang layak sesuai dengan yang
diinginkan secara kontinu, serta sarana dan prasarana yang digunakan mempunyai
masa pakai yang lebih panjang.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Tabel 3.2 Jenis bak pada pembenihan Kerapu Tikus dan Kerapu Macan
Jenis Keterangan
Jumlah 2–4 dengan volume 10 m3 atau 4–8 bak
dengan volume 5 m3, bahan pasangan bata atau
fiberglass, berbentuk empat persegi panjang, bujur
sangkar dengan sudut tumpul, oval atau bulat
Bak pemeliharaan larva dengan kemiringan 2 % sampai dengan 5 % ke arah
pembuangan, kedalaman 1, 2–1, 5 m, ruangan indoor
atau semi indoor (beratap), penataan bak berpasangan
dan berwarna biru muda, kuning atau jingga dengan cat
dari bahan epoxy.
MATERI PEMBELAJARAN
Gambar 3.2 Bak sedimentasi tanpa sekat Gambar 3.3 Bak sedimentasi sekat zig-zag
Sumber : DitPSMK a, 2014 Sumber : DitPSMK a, 2014
MATERI PEMBELAJARAN
Gambar 3.8 Bak Produksi rotifer indoor Gambar 3.9 Bak Pengkayaan rotifer
Sumber : Sim, S.Y., dkk., 2005 Sumber : Sim, S.Y., dkk., 2005
Sebagai contoh dari data di atas, maka yang dihitung tidak hanya kebutuhan bak
pemeliharaan larva namun keseluruhan sistem dari proses produksi pembenihan
termasuk didalamnya kebutuhan pakan alami, dimana kebutuhan bak pakan alami
ditentukan oleh dosis pakan yang diberikan.
Dari data tersebut dapat kita tentukan jumlah wadah yang diperlukan untuk
1. Wadah pemeliharaan benih
Jika larva yang diperoleh yaitu 500.000 merupakan 70% dari keseluruhan,
maka penebaran awal (100%) dapat digunakan rumus perbandingan sebagai
berikut.
Atau 70% = 500.000 0, 7 = 500.000
100% = x 1 =x
MATERI PEMBELAJARAN
Sedangkan
Kebutuhan telur yang akan ditetaskan/ diproduksi : 1.200.000 butir
Dengan rasio pemijahan adalah 2 jantan: 3 betina, maka ada 5 ekor induk yang
dibutuhkan. Berikutnya jumlah bak induk dihitung dari jumlah tebar induk dan
volume wadah, maka untuk 5 ekor induk dengan padat tebar 2 ekor/ m2 dan
volume wadah 1m3 atau 1 m x 1 m x 1 m dibutuhkan = 2, 5 dibulatkan 3
bak
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
harus berdekatan dengan bak pemeliharaan larva dan tersinari sepanjang hari,
letak saluran pembuangan dan bak pengolahan limbah harus berjauhan dengan
saluran air pasok
Berikut ini adalah contoh dari lay out hatchery
Bak panen
Bak pemeliharaan
Gambar 3.11 tata letak bak indoor hatchery unit pembenihan udang
Sumber : SNI 8313: 2016
MATERI PEMBELAJARAN
Keterangan:
A : Bak penampungan
air tawar
Gambar 3.12 tata letak bak treatment air unit pembenihan udang
Sumber : SNI 8313: 2016
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Tabel 3.3 Persyaratan optimal media untuk telur dan nener Bandeng
No Parameter Nilai
1 Suhu 28–32 °C
2 Salinitas 30–35 g/ l
3 pH 7, 0–8, 5
4 Oksigen terlarut ≥ 5 mg/ l
(Sumber: SNI 6148: 2013)
Tabel 3.4 Persyaratan optimal media untuk telur dan benih kakap di bak
Nilai
No Parameter
Telur Benih
1 Suhu 28–32 °C 28–32 °C
2 Salinitas 28–35 g/ l 28–35 g/ l
3 Kesadahan 80–120 mg/ l
4 pH 7, 0–8, 5 7, 0–8, 5
5 Oksigen terlarut (O2) ≥ 5 mg/ l ≥ 5 mg/ l
6 Phosphat 10–1100 mg/ l
7 Ammonia (NH3) ≤ 0, 01 mg/ l ≤ 0, 01 mg/ l
Penetrasi sampai dasar
8 Kecerahan air
bak
9 BOD Maks 3 mg/ l
10 Nitrit (NO2) ≤ 1 mg/ l ≤ 1 mg/ l
11 Nitrat (NO3) ≥ 150 mg/ l ≥ 150 mg/ l
12 Chlorine (Cl2) ≥ 0, 8 mg/ l
Sumber : SNI 6145.4: 2014
Tabel 3.5 persyaratan optimal media untuk telur dan benih kerapu bebek dan Kerapu
Macan di bak
Nilai
No Parameter
Telur Benih
1 Suhu 28–32 °C 28–32 °C
2 Salinitas 28–33 g/ l 28–33 g/ l
3 Kesadahan 80–120 mg/ l 80–120 mg/ l
4 pH 7, 5–8, 5 7, 5–8, 5
5 Oksigen terlarut (O2) > 5 mg/ l > 5 mg/ l
6 Phosphat 10–1.100 mg/ l 10–1.100 mg/ l
7 Ammonia (NH3) < 0, 01 mg/ l < 0, 01 mg/ l
MATERI PEMBELAJARAN
Tabel 3.6 persyaratan optimal media untuk telur dan benih Kerapu Cantang di bak
Nilai
No Parameter
Telur Benih
1 Suhu 28–32 °C 28–32 °C
2 Salinitas 28–33 g/ l 28–33 g/ l
3 Kesadahan 80–120 mg/ l 80–120 mg/ l
4 pH 7, 5–8, 5 7, 5–8, 5
5 Oksigen terlarut (O2) > 4 mg/ l > 4 mg/ l
6 Phosphat 10–1.100 mg/ l 10–1.100 mg/ l
7 Ammonia (NH3) < 0, 01 mg/ l < 0, 01 mg/ l
Penetrasi cahaya Penetrasi cahaya
8 Kecerahan air
sampai dasar bak sampai dasar bak
9 Nitrit (NO2) Maks 1 mg/ l Maks 1 mg/ l
10 Nitrat (NO3) Maks 1, 50 mg/ l Maks 1, 50 mg/ l
11 Chlorine (Cl2) Maks 0, 8 mg/ l Maks 0, 8 mg/ l
Sumber : SNI 6488.3: 2011
MATERI PEMBELAJARAN
Tabel 3.8 persyaratan optimal media untuk nauplius, benur dan tokolan udang va-
name di bak
Nilai
No Parameter
Naupli Benur
1 Suhu 29–32 °C 29–32 °C
2 Salinitas 31–34 g/ l 29–34 g/ l
3 pH 7, 5–8, 5 7, 5–8, 5
4 Oksigen terlarut (O2) 5 mg/ l 5 mg/ l
5 Nitrit maksimal 0, 1 mg/ l 0, 1 mg/ l
Bakteri patogen (Vibrio sp)
6 103 cfu/ ml 103 cfu/ ml
maksimal
Sumber: SNI 7311: 2009
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Arang Ukuran 5–8 cm tebal lapisan 10–15 cm sebagai bahan filtrasi air laut.
Kain ukuran lubang 56/ strimin Pembungkus silika dan material filter.
Pompa air laut Spesifikasi 750 watt untuk pendistribusian air laut.
Ukuran 88 x 30 cm, lubang 5 dan 10 µm untuk filtrasi air pasok hingga
Filter bag
partikel 5 dan 10 µm.
MATERI PEMBELAJARAN
A B
C D
Gambar 3.16 Instalasi filtrasi air A. Batu kali B. Pasir Silika C. Bak sedimentasi D. Filter bag
Sumber: Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)
5. Heater
Supaya suhu air wadah budidaya sesuai dengan persyaratan diperlukan
adanya heater atau thermostat. Heater dan thermostat merupakan dua alat
yang sama prinsip kerjanya, tetapi bentuknya berbeda. Heater merupakan
sebuah tabung kaca berisi seperangkat elemen pemanas yang berfungsi
bila dialiri arus listrik. Elemen pemanas pada heater berbentuk kawat kecil
yang bergulung-gulung sangat panjang dan mirip spiral. Elemen pemanas
pada thermostat lebih simpel karena hanya berupa beberapa buah titik yang
dihubungkan dengan kabel dan penghambat.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
jam;
2. Menyikat seluruh bak bagian dalam; dan
3. Membilas minimal 3 kali dengan air laut yang sudah difilter untuk membuang
sisa disinfektan.
Setelah wadah disanitasi langkah berikutnya adalah melakukan pemasangan
aerasi dan pengecekan untuk memastikan setiap aerasi teraliri udara dengan
sempurna dengan jarak 0, 5 meter antara satu sama lain sedangkan menurut
Hidayatullah (2012) Pada bak berukuran 5 x 6 x 1, 5 m dipasang aerasi sebanyak
16 titik dengan jarak batu aerasi ±10 cm agar kotoran yang berada di dasar tidak
tersebar oleh aerasi.
MATERI PEMBELAJARAN
LEMBAR PRAKTIKUM
Persiapan Wadah
A. Tujuan:
Untuk mengetahui prosedur persiapan wadah sesuai standar
C. Keselamatan Kerja
1. Gunakan alat pelindung seperti masker dan sarung tangan, terutama saat
membersihkan wadah dengan menggunakan zat kimia.
2. Lakukan pembersihan wadah dengan hati-hati, jangan sampai bahan kimia
atau digunakan mengenai mata.
3. Bertanyalah pada guru jika ada hal yang tidak dimengerti!
Setelah selesai, kembalikan peralatan praktik ke tempat semula dengan rapi!
D. Langkah Kerja
1. Siapkan sikat, selang air, ember dan kaporit.
2. Tentukan bak yang akan dipakai.
3. Buatlah larutan kaporit 100 ppm.
4. Bersihkan dinding bak, kemudian basuhlah seluruh permukaan dinding bak
LEMBAR PRAKTIKUM
CAKRAWALA
Gambar
Gambar3.20
3.19Tata
Tata Kelola Pengaliran air
Kelola Pengaliran airSistem
SistemRAS
RAS
Sumber: http: // coffishery.com/ ras.html
Sumber: http: // coffishery.com/ ras.html
CAKRAWALA
terus menerus. Seluruh rangkaian dalam Teknik RAS ini dibangun untuk dapat
menciptakan satu lingkungan budidaya yang sepenuhnya terkendali. Biofilter
yang digunakan mampu membersihkan air dari sisa makanan, feses dan amoniak
sehingga bisa digunakan kembali. Informasi tentang sistem RAS ini dapat dibaca
lebih lanjut pada link berikut
http: // coffishery.com/ ras.html
JELAJAH INTERNET
RANGKUMAN
1. Sarana unit pembenihan terdiri atas sarana pokok, sarana penunjang dan
sarana pelengkap.
2. Jenis bak pada pembenihan komoditas air payau dan laut meliputi bak
sedimentasi, bak filter dan tandon, bak sterilisasi, bak karantina induk, bak
larva, bak plankton, bak pematangan induk dan pemijahan, bak penetasan,
wadah artemia, bak panen.
3. Desain tata letak hatchery direncanakan sedetail mungkin terjadi efisiensi
biaya, menambah efektivitas kerja, bebas risiko kecelakaan kerja.
4. Sanitasi media meliputi filtrasi air, desinfeksi, fumigasi dan karantina.
5. Persyaratan optimal media pada dasarnya disesuaikan dengan air baku pada
masing-masing komoditas.
6. Peralatan pendukung media antara lain generator, pompa air, blower,
instlasai filtrasi air, dan heater.
7. Pengelolaan media pada dasarnya dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi
patogen infeksius.
8. Penyiapan wadah dilakukan dengan membasuh wadah dengan disinfektan,
menyikat bak bagian dalam dan membilas dengan air laut.
9. Penyiapan media dilakukan sesuai dengan standar pada SNI.
10. Air buangan harus dikelola sebelum dibuang ke lingkungan.
TUGAS MANDIRI
5. Jelaskan dengan singkat alur persiapan wadah mulai dari persiapan awal
sampai dengan siap digunakan!
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab ketiga ini, semestinya Anda lebih paham menerapkan
teknik persiapan wadah dan media, bentuk-bentuk wadah, prinsip-prinsip
media, prinsip sanitasi media, persyaratan optimal media, penanganan media
dan peralatan pendukung media, teknik pengelolaan media, prosedur penyiapan
wadah, prosedur penyiapan media. Dari semua materi yang sudah dijelaskan ada
bab ketiga, mana yang menurut Anda paling sulit dipahami?? Manfaat apa yang
Anda peroleh setelah mempelajari bab ketiga ini? Coba Anda untuk mengulang
membaca dan memahami materi sebelumnya serta diskusikan dengan teman
maupun guru Anda, karena dengan memahami bab ini kalian akan sangat
terbantu dalam memahami materi-materi berikutnya.
PETA KONSEP
KATA KUNCI
PENDAHULUAN
Mengelola induk adalah hal yang penting dalam kegiatan budidaya perikanan
payau laut, dikarenakan keberhasilan dalam pengelolaan induk komoditas perikanan
payau laut akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan budidaya lainnya yaitu
pembenihan dan pembesaran komoditas perikanan payau laut. Pengelolaan induk
komoditas perikanan payau laut meliputi kegiatan menyiapkan peralatan, wadah dan
media pemeliharaan; menyeleksi induk jantan dan betina; menentukan kepadatan
induk; memberi pakan; mengelola kualitas air media pemeliharaan; mengendalikan
hama dan penyakit.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Air merupakan media hidup bagi udang dan organisme di dalam media
pemeliharaan penting untuk diperhatikan. Kesalahan mengelola air berakibat
fatal bagi kegiatan pembenihan. Suplai air laut yang bersih selain mengambil
langsung dari laut perlu juga dilakukan penyaringan. Pergantian air dilakukan
2 kali sehari, yaitu pagi sebanyak 100 % dan sore sebanyak 50 %. Sisa
makanan, cangkang dan kulit induk yang moulting dibersihkan setiap pagi
sebelum pemberian pakan.
Adapun persyaratan kimia dan fisika kualitas air untuk pemeliharaan
induk, dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Persyaratan Kimia dan Fisika air untuk Pemeliharaan Induk
Kerapu
MATERI PEMBELAJARAN
Nutrisi utama yang harus terkandung dalam bahan pakan induk ikan
kerapu adalah protein, lemak dan karbohidrat. Selain itu, saat meramu pakan,
Anda harus memperhatikan nilai konversinya. Jika pakan hanya digunakan
sebagai makanan tambahan, kandungan nutrisinya bisa jadi lebih rendah
dibandingkan yang digunakan sebagai makanan pokok. Pakan ikan yang
dibuat sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan akan memberikan pertumbuhan
yang optimal bagi ikan yang mengkonsumsinya.
Calon induk ikan kerapu dengan berat antara 1–2, 5 kg memerlukan
Feeding Rate sebesar 1–3 % bobot biomassa, Feeding Frekuensi 1–2 kali/ hari
serta kadar protein dalam pakan sebesar 20–60 %.
Lingkungan pemeliharaan induk ikan kerapu haruslah sesuai dengan
karakteristik kebutuhan ikan di habitat aslinya. Letaknya sebaiknya berada
di tepi pantai yang mudah dijangkau dengan dasar perairan tidak berlumpur.
air laut sebagai sumber utama media pemeliharaan induk haruslah bersih
dan tidak tercemar. Ketersediaan air laut bisa untuk dipergunakan sepanjang
waktu dan ada akses untuk air tawar yang cukup untuk dipergunakan selama
masa pemeliharaan induk ikan kerapu. Yang tidak kalah pentingnya bahwa
lokasi yang digunakan untuk tempat pemeliharaan induk memang sesuai
peruntukannya dan tidak berpotensi menimbulkan konflik dengan lingkungan
sekitarnya.
Adapun persyaratan kualitas air yang diperlukan untuk pemeliharaan
induk ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Persyaratan Kualitas air untuk Pemeliharaan Induk Ikan Kerapu
Parameter Kisaran Nilai
Suhu 28–32 Co
Salinitas 28–33 g/ L
Kesadahan 80–120 mg/ L
pH 7, 5–8, 5
Oksigen terlarut > 5 mg/ L
Phosphat 10–1.100 mg/ L
Amoniak (NH3) < 0, 01 mg/ L
Kecerahan air Penetrasi cahaya sampai dasar bak
BOD Maks. 3 mg/ L
Nitrit (NO2) < 1 mg/ L
Nitrat (NO3) < 1, 50 mg/ L
Chlorin (Cl) < 0, 8 mg/ L
Bandeng
Ikan bandeng tergolong pamakan tumbuhan (herbifora) akan tetapi pada
pemeliharaan di tambak ikan ini lebih suka memakan “klekap” yaitu kehidupan
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Kerapu
Teknologi pematangan gonad induk kerapu melibatkan tiga hal penting,
yaitu stimulasi atau rangsangan, pemberian pakan, serta pengelolaan kualitas
air dan lingkungan. Dalam metode lingkungan, media hidup ikan harus
dioptimalkan semaksimal mungkin agar nafsu makannya tinggi. Lingkungan
yang mempengaruhi kecepatan pematangan gonad induk antara lain suhu,
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
matang gonad ditunjukkan dengan bagian perut membesar, lunak kalau diraba
dan bagian anus menonjol. Pengambilan telur secara kanulasi dan pengukuran
diameter telur menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer.
Bandeng
Gonad merupakan organ reproduksi yang berfungsi menghasilkan sel
kelamin (gamet). Sebagai organ reproduksi, selain sinyal lingkungan dan
hormon, gonad juga merupakan salah satu dari tiga komponen yang berperan
dalam reproduksi. Gonad pada ikan jantan disebut testis dan fungsinya untuk
menghasilkan sperma, sedangkan gonad pada ikan betina disebut ovarium
yang menghasilkan sel telur (ovum). Saat gonad matang, telur dan sperma
berkembang. Kecepatan pematangan gonad induk dapat dicapai melalui
lingkungan, pakan dan hormon.
Usaha percepatan kematangan gonad pada ikan bandeng secara hormonal
dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Dengan menggunakan mesin implant khusus untuk injeksi dan implantasi,
hormon luar dapat ikut serta dalam proses metabolisme yang berkaitan
dengan aktivitas reproduksi. Jenis hormon yang biasa digunakan
untuk pematangan dan pemijahan gonad bandeng adalah LHRH-a, 17α
methyltestosterone dan HCG; dan
b. Implantasi presipitasi hormon dilakukan pada pagi hari setiap bulan.Pada
saat itu dosis LHRH-a dan 17 α-methyltestosterone dipantau pada 100-
200 mikron per ekor (berat badan induk 3, 5-7 kg) untuk memantau
perkembangan gonad induk jantan dan betina.
MATERI PEMBELAJARAN
1 jantan dengan 3 betina digunakan di bak, banyak telur yang tidak dibuahi,
dan bila 1 jantan banding 1 betina kurang ekonomis.
Induk yang diimpor dari tempat lain harus beradaptasi dengan lingkungan
untuk menyesuaikan suhu dan salinitas untuk mengurangi stres selama
perjalanan. Aklimatisasi Induk Udang sebelum ditebar di bak pemijahan
kantong plastik diapungkan terlebih dahulu selama 30 menit dan diberi aerasi.
Apabila sudah ada bintik-bintik air di dalam plastik dan suhu dan salinitas
antara di luar plastik sama dengan di dalam plastik, maka induk dapat dilepas
dalam bak. Cara melepas yaitu dengan memiringkan kantong plastik, biarkan
air di bak masuk ke dalam kantong plastik dan udang yang ada di dalam plastik
untuk keluar dengan sendirinya.
Kerapu
Seleksi induk ikan kerapu yang diperoleh dari alam diseleksi menurut
ukuran serta memenuhi syarat antara lain sehat, tidak cacat, ukuran seragam,
dan matang gonad. Induk diharapkan mewarisi sifat-sifat khusus meliputi
cepat tumbuh, moralitas rendah, ketahanan terhadap penyakit, fekunditas
tinggi, kemampuan mengkonversi pakan secara efisien, umur kematangan
gonad pertama dan kualitas daging sesuai dengan permintaan pasar.
Induk hasil seleksi diharapkan dapat mewariskan sifat-sifat cepat tumbuh,
moralitas rendah, ketahanan terhadap penyakit, fekunditas tinggi, kemampuan
mengkonversi pakan secara efisien. Induk betian mempunyai bobot antara 1,
5–2, 5 kg/ ekor sedangkan induk jantan mempunyai bobot antara 3, 0–4, 5 kg/
ekor. Padat penebaran pada bak induk yaitu 1–2 ekor/ m 2 sedangkan Karamba
Jaring Apung (KJA) ukuran 5x5x3 m atau 3x3x3 m padat penebaran induk 0,
2–1, 0 ekor/ m 2. Aklimatisasi induk dilakukan dengan cara memasukkan induk
secara perlahan-lahan ke dalam bak pemijahan.
MATERI PEMBELAJARAN
Bandeng
Bandeng dikenal sebagai ikan petualang. Ikannya panjang dan ramping,
seperti torpedo, dengan mulut agak runcing, ekor bercabang, dan sisik halus.
Warnanya putih mengkilap, tubuh bagian bawah tampak seperti perak,
punggung agak gelap. Habitat asli ikan bandeng di laut tetapi ikan ini mampu
hidup di air tawar dan air payau.
Untuk meningkatkan mutu induk yang akan digunakan dalam proses
budidaya, maka induk yang akan digunakan harus dilakukan seleksi. Seleksi
ikan bertujuan untuk memperbaiki genetik dari induk ikan yang akan
digunakan. Oleh karena itu, dengan dilakukan seleksi yang benar akan dapat
memperbaiki genetik ikan tersebut sehingga dapat melakukan pemuliaan
ikan. Tujuan pemuliaan ikan adalah menghasilkan benih yang unggul dimana
benih yang unggul tersebut diperoleh dari induk ikan hasil seleksi agar dapat
meningkatkan produktifitas.
MATERI PEMBELAJARAN
Hal–hal yang perlu diperhatikan pada proses seleksi induk ikan bandeng
adalah sebagai berikut:
a. Umur induk antara 4-5 tahun dengan berat lebih dari 4 kg/ ekor;
b. Gunakan bak plastik untuk bagasi transportasi jarak jauh. Atau menggunakan
fiberglass aerasi yang diisi air bersalinitas rendah (10-15) ppt dan bersuhu
24-25ᴼC. Atau dilengkapi dengan fiberglass aerasi yang diisi dengan air
bersalinitas rendah (10-15) ppt, serta temperatur 24-25 ᴼC;
c. Kepadatan induk selama pengangkutan selama 18 jam adalah 5-7 kg/ m3 air.
Kedalaman air dalam wadah sekitar 50 cm, dan permukaan ember ditutup
untuk mengurangi penetrasi cahaya dan panas; dan
d. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau
sampai selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah
proses adaptasi selesai, salinitas segera ditingkatkan dengan mengalirkan
air laut dan menutup pasokan air bersih.
MATERI PEMBELAJARAN
Pada umumnya induk udang betina lebih besar dari induk jantan.
Perbedaan alat kelamin induk jantan dan induk betina dapat dilihat dari sisi
bawah (ventral) udang tersebut. Alat kelamin betina bernama thelicum dan
terletak di antara dasar sepasang kaki jalan atau periopoda yang berfungsi
untuk menyimpan sperma. Alat kelamin jantan bernama petasma dan terletak
pada pangkal kaki renang ke-1 (satu) yang berfungsi untuk mentransfer
sperma.
Tabel 4.4 Kriteria Kuantitatif Induk Udang Windu hasil tangkapan dari
alam
MATERI PEMBELAJARAN
Kerapu
Persyaratan induk kerapu bebek:
a. Asal: dari alam dan hasil budidaya yang dilakukan secara selektif;
b. Warna: warna kulit abu-abu terang kecoklatan dengan bintik-bintik hitam di
seluruh kepala, badan dan sirip;
c. Bentuk tubuh: bagian dorsal meninggi berbentuk cembung, tubuh ramping,
bagian dahi cekung, tidak mempunyai gigi taring, lubang hidung membesar
berbentuk bulat sabit vertikal, sirip ekor membulat;
d. Kesehatan: anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat, tidak tanpak kelainan
bentuk, sehat dan bebas virus (iridovirus, viral nervous necrosis), bakteri,
jamur dan parasit;
e. Gerakan: berenang normal, tidak menyendiri/ memisahkan diri;
f. Respon terhadap pakan yang diberikan: sangat responsif;
g. Kriteria kuantitatif induk ikan kerapu bebek adalah sirip punggung D.X.17-
19, sirip dubur A.III.9-10, sirip dada P.17-18, sirip ekor C.7-8, gurat sisi LL
53-55; dan
h. Fekunditas telur > 400.000 butir per kilogram induk betina.
Tabel 4.6 Kriteria kuantitatif induk ikan kerapu bebek jantan dan betina
MATERI PEMBELAJARAN
Bandeng
a. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55-60 cm, bersisik bersih,
cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat;
b. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan
2 phenoxyethanol dosis 200-300 ppm. Setelah ikan melemah kanula
dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20-40 cm tergantung dari panjang
ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk
induk jantan;
c. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur
berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan;
d. Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat
III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat
dari bagian perut ke arah lubang kelamin;
e. Induk ikan bandeng mempunyai sirip punggung D.14-16, sirip dada P.6-7 dan
sirip dubur A.10-11, sirip perut V.11-12, gurat sisi LL 75-80; dan
f. Umur, panjang dan bobot induk ikan bandeng jantan dan betina.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Kriteria kuantitatif induk ikan bandeng jantan dan betina
Kakap
Kriteria kualitatif
a. Asal: dari hasil penangkapan di alam dan hasil pembesaran benih sebar
yang berasal dari keturunan pertama induk alam, induk dasar atau induk
penjenis yang dilakukan secara selektif;
b. Warna: bagian atas abu-abu kehitaman, bagian samping putih keperakan,
cerah dan tidak gelap atau pucat;
c. Bentuk tubuh: badan memanjang, ramping, batang sirip ekor lebar, kepala
lancip dengan bagian atas cekung dan menjadi cembung di depan sirip
punggung, ikan jantan badannya lebih silindris sedangkan ikan betina
lebih lebar, gigi viliform, tidak ada taring, tepi bawah dari preoperculum
terdapat duri yang kuat, pada operculum terdapat duri kecil bergerigi di
atas garis lateral;
d. Kesehatan: anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat, tidak tampak kelainan
bentuk, sehat dan bebas penyakit. Gerakan: aktif/ lincah, berenang normal,
tidak menyendiri/ memisahkan diri; dan
e. Kekenyalan daging: kenyal dan kompak.
MATERI PEMBELAJARAN
Kriteria kuantitatif
a. Kriteria kuantitatif induk ikan kakap putih kelas induk pokok adalah sirip
punggung D. VII-IX. 10-11, sirip dubur A. III. 7-8, sirip perut V. I. 5 dan sirip
dada P.17. Fekunditas telur > 400.000 butir per kilogram induk betina; dan
b. Kriteria kuantitatif induk ikan kakap putih kelas induk pokok jantan dan
betina.
Tabel 4.8 Kriteria kuantitatif induk ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch.) kelas
induk pokok (Parent Stock)
Jenis kelamin
NO Kriteria Kuantitatif
Jantan Betina
1 Umur induk hasil budidaya (tahun) ≥ 2, 5 ≥ 3
MATERI PEMBELAJARAN
Kakap
Tingkat kematangan gonad pada ikan kakap dapat diamati dengan 2 cara
yaitu dengan pengamatan morfologi dan histologi pada gonad induk ikan
kakap. Pengamatan morfologi dan histologi gonad pada ikan kakap jantan
adalah sebagai berikut:
a. TKG I: ukuran sangat kecil, pipih, berwarna kelabu, menyerupai benang pada
seluruh bagian gonadnya dan yang mendominasi adalah spermatogonia;
b. TKG II: ukuran agak sedikit lebih besar dari TKG I, lebih besar dan panjang,
warna lebih putih susu dan sudah terdapat spermatosit primer;
c. TKG III: ukuran sudah besar sehingga terlihat jelas, bentuknya memanjang,
warna putih susu, telah terisi sedikit oleh sperma dan tampak spermatosit
sekunder; dan
d. TKG IV: ukuran sudah lebih besar dari TKG III, bentuk memanjang, warna
putih susu, telah terisi sperma penuh.
MATERI PEMBELAJARAN
Udang
Tingkat kematangan telur diukur dari perkembangan indung telur yang
terletak di punggung atau belakang tubuh udang, dari karapas sampai ke
bawah ekor (telson). Ovarium berwarna hijau sampai hijau tua, semakin matang
ovarium, semakin gelap warnanya, yang tampak melebar dan berkembang ke
arah kepala (karapas).
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada udang windu sebagai berikut:
a. TKG I (Early Maturing Stage): Garis ovarium berwarna hijau kehitaman lalu
mengembang. Di akhir TKG I, garis ditampilkan dengan jelas sebagai garis
lurus yang tebal;
b. TKG II (Late Maturing Stage): Warna ovarium lebih jelas dan lebih tebal. Pada
akhir TKG II, ovarium membentuk gelembung pada vertebra abdomen
pertama;
c. TKG III (The Mature Stage): Kemudian terbentuk beberapa gelembung,
sehingga ovarium memiliki banyak gelembung di segmen perut.
Gelembung di bagian pertama membentuk cabang di kiri atau kanan, mirip
dengan setengah bulan sabit. Level ini merupakan tahap terakhir sebelum
udang melepaskan telurnya; dan
d. TKG IV (Spent Recovering Stage): Bagian Ovarium terlihat pucat yang berarti
telur telah dilepaskan.
MATERI PEMBELAJARAN
Kerapu
Perkembangan telur dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar dari ikan
(lingkungan dan pakan). Pengaruh faktor lingkungan terhadap gametogenesis
dibantu oleh hubungan antara poros Hipotalamus Pituitary-Gonad melalui
proses stimulisasi atau rangsangan. Hormon-hormon yang ikut dalam proses
ini adalah GnRH dan Steroid. Keadaan ini memungkinkan untuk perlakuan
pemberian hormone baik melaui penyuntikan, implantasi dan pakan.
Hormon sangat penting dalam pengaturan reproduksi dan sistem
endocrine dalam tubuh, yang reaksinya lambat untuk menyesuaikan dengan
keadaan luar. Hasil kegiatan sistem endocrine adalah terjadinya keselarasan
yang baik antara kematangan gonad dengan kondisi di luar, yang cocok untuk
mengadakan perkawinan. Aktivitas gonadotropin terhadap perkembangan
gonad tidak langsung tetapi melalui biosintesis hormon steroid gonad pada
media stadia gametogenesis, termasuk perkembangan oosit (vitelogenesis)
pematangan oosit, spermato-genesis dan spermiasi.
Hormon gonadotropin dengan glycoprotein rendah dapat mengontrol
vitelogenesis, sedangkan yang tinggi mengakibatkan aksi ovulasi. Hormon
tiroid akan aktif bersinergi dengan gonadotropin untuk mempengaruhi
perkembangan ovari dan kemungkinan lain juga untuk meningkatkan
sensitivitas pengaruh gonadotropin. Sel target hormon gonadotropinadalah
sel tekayang merupakan bagian luar dari lapisan folikel. Teori lain bahwa
endokrin mengontrol pematangan oosit dan ovulasi pada teleostei adalah
GTH merangsang (a) pematangan sintesis steroid di dinding folikel (ovari) dan
(b) sekresi mediator ovulasi. Sistem endokrin dan saraf adalah sistem kendali
semua makhluk hidup, termasuk ikan. Sistem ini adalah cara utama tubuh
mengirimkan informasi antara sel dan jaringan yang berbeda. Dalam sistem
endokrin, sekresi internal zat aktif biologis dilakukan.
Sistem endokrin menggunakan pembawa pesan kimiawi yang disebut
hormon, yang diangkut oleh sistem vaskular. Sistem endokrin lebih lambat
daripada sistem saraf karena hormon harus mencapai sistem yang berputar
untuk mencapai organ target. Dari sudut pandang ilmiah, endokrin adalah
mediator biokimiawi dari proses fisiologis. Jenis mediasi ini dapat terjadi
antar populasi, antar organisme, antar jaringan dalam organisme, antar organ
dan sel, jika hormon dalam telur dapat juga terjadi antar generasi.
Sebagai mediator biokimiawi, hormon dilepaskan dari tempat produksinya
ke organ sasaran dengan berbagai cara, yaitu: (a) difusi sederhana di dalam sel
atau difusi satu sel ke sel lain dalam suatu organ; (b) diangkut melalui darah
atau berbagai cairan tubuh Untuk langsung mencapai organ atau sel; (c) Secara
tidak langsung melalui lingkungan luar. Sistem endokrin tubuh manusia sangat
rumit, tetapi biasanya mengikuti dua prinsip. Pertama, dibedakan menjadi dua
kelenjar endokrin menurut responnya, yaitu kelenjar pituitari dan beberapa
kelenjar di bawah kendali kelenjar pituitari. Kedua, hormon yang diproduksi
oleh kelenjar ini biasanya menghambat produksi hormon hipofisis, proses
MATERI PEMBELAJARAN
ini disebut inhibisi umpan balik. Kombinasi sistem penekanan umpan balik
menghasilkan respons yang seimbang. Oleh karena itu, sistem endokrin
mengontrol dirinya sendiri seperti sistem organ lainnya.
Bandeng
Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung
dari tingkat kematangan gonad. Hormon yang digunakan untuk implantasi
biasanya LHRH–a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing
100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya). Pemeriksaan jenis kelamin
dilakukan dengan cara membius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200-300
ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20-
40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat
juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan
untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung
telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan. Induk
jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu
pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian
perut ke arah lubang kelamin. Pemijahan induk betina yang mengandung
telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung
sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH-a
pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang
berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi
menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk
mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH–a, 17 alpha
methiltestoteron dan HCG. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan
pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun
betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan
dosis 100-200 mikron per ekor (berat induk 3, 5 sampai 7 kg)
Udang
Lama pemeliharaan induk berkisar antara 2–3 minggu atau tergantung
MATERI PEMBELAJARAN
Ikan Kerapu
Pemeliharaan calon induk ikan Kerapu dilakukan di bak aklimatisasi.
Ikan Kerapu Pasir yang sehat dari hasil penangkapan dapat dipindahkan dari
bak pengobatan (medical tank) ke bak aklimatisasi. Tujuan dari pemeliharaan
calon induk Ikan Kerapu di bak aklimatisasi ini adalah untuk mengadaptasikan
Ikan Kerapu yang baru ditangkap dengan lingkungan yang baru dengan
membiasakan hidup di lingkungan yang terbatas dan juga makanan yang
diberikan
Proses pemindahan (transfer) ikan dilakukan untuk memindahkan calon
induk Ikan Kerapu dari bak aklimatisasi ke bak broodstock atau bak induk. Hal
ini dilakukan untuk memisahkan ikan-ikan yang sudah matang gonad untuk
siap dijadikan induk. Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan transfer ikan
yaitu: timbangan, wadah penimbang ikan, plastik untuk memindahkan ikan, tag
reader, data pemindahan ikan, meteran, sarung tangan, jaring, jarum suntik dan
perlengkapan tulis. Proses pemindahan ikan adalah dengan cara menurunkan
air laut di dalam bak sampai ketinggian air 0, 5 m, kemudian beberapa orang
turun ke bawah untuk melakukan pengurungan dengan menggunakan jaring
pada ikan yang akan dipindahkan. Pengurungan dilakukan dangan cermat
MATERI PEMBELAJARAN
dan hati-hati agar ikan cepat tertangkap dan segera dipindahkan. Proses
pencatatan data baik meliputi pengukuran berat total, FL, setelah pencatatan
data, ikan Kerapu dapat dipindahkan ke bak induk. Pemindahan dilakukan
dengan menggunakan jaring kemudia dilepas secara perlahan-lahan. Hal ini
akan mengurangi risiko ikan stres saat dipindahkan
Kegiatan utama dalam pemeliharaan induk dan pematangan gonad
ikan kerapu adalah pemberian pakan induk serta manipulasi lingkungan
untuk memacu pematangan gonad. Pakan induk yang diberikan selama
pemeliharaan berupa ikan segar jenis selar, ekor kuning, belanak, sarden, dan
cumi-cumi sebanyak 5—7% dari total berat badan induk ikan. Pakan diberikan
pada pagi hari antara pukul 08.00-09.00 WIB. Multivitamin diberikan untuk
menjaga kesehatan dan stamina induk setiap 3 hari sekali, sedangkan vitamin
E diberikan menjelang masa pemijahan.
Manipulasi lingkungan pada ikan kerapu dilakukan melalui pengaturan
ketinggian air pada bak induk. Dengan cara menurunkan ketinggian air sekitar
2/ 3 dari total tinggi bak induk setelah selesai pemberian pakan. Perlakuan
ini dilakukan setiap hari selama 8 jam sedangkan pengamatan perkembangan
tingkat kematangan gonad induk kerapu kertang betina yang akan dipijahkan
dilakukan pada saat bulan terang dengan cara kanulasi.
Tingkat kedewasaan beberapa spesies ikan kerapu umumnya diketahui
dari ukurannya. Sebagai contoh, ikan kerapu macan akan mulai dewasa (betina)
dengan ukuran panjang lebih dari 56 cm dan jantan lebih dari 85 cm. Ikan
kerapu lumpur betina mulai dewasa pada panjang 52 cm dan jantan lebih dari
82 cm. Kerapu batik betina mulai dewasa pada ukuran 35 cm dan jantan lebih
dari 42 cm. Sementara tingkat kedewasaan ikan kerapu bebek betina terjadi
mulai pada panjang 30 cm dan jantan 42 cm sedangkan tingkat kedewasaan
induk jantan kerapu kertang telah terdeteksi ketika berat mencapai rata-rata
minimum 30 kg. Sementara induk ikan betina terdeteksi pada ukuran minimal
22 kg.
Hormon reproduksi di dalam tubuh ikan berkembang sesaat setelah ikan
dewasa, yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain ketersediaan pakan
yang mendukung perkembangan gonad, kondisi lingkungan hidupnya dan
jenis dari ikan itu sendiri.
Ikan Kakap
Kualitas air pada pemeliharaan calon induk ikan kakap putih adalah
salinitas berkisar 15–35 ppt, kandungan oksigen (DO) berkisar antara 5–6
ppm, suhu antara 28–320C dan derajat keasaman (pH) antara 7, 5–8, 5.
Ikan Bandeng
Pemeliharaan calon induk ikan bandeng memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Induk berbobot 4-6 kg/ ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2-4 m3
dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2
MATERI PEMBELAJARAN
meter;
b. Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali.
Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton;
c. Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6-8 %
diberikan 2-3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi
dan masa sore; dan
d. Salinitas 30-35 ppt, oksigen terlarut 5 ppm, amoniak < 0, 01 ppm, asam
belerang < 0, 001 ppm, nirit < 1, 0 ppm, pH; 7-85, suhu 27-33 ᴼC.
Pemeliharaan calon induk ikan bandeng berbobot 4-6 kg/ ekor dipelihara
pada kepadatan satu ekor per 2-4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang
dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 m. Untuk menjaga kualitas air media
pemeliharaan calon induk dilakukan pergantian air 150% per hari dan sisa
makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Peningkatan pematangan gonad pada
calon induk ikan bandeng dilakukan melalui pemberian pakan, yaitu dengan
kandungan protein 35% dan lemak 6-8% diberikan 2-3% dari bobot biomassa
per hari. Pakan diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan sore hari.
Pemilihan calon induk yang baik dilakukan dengan menyeleksi ikan
bandeng hasil dari pembesaran dengan berat lebih dari 5 kg atau panjang
antara 55-60cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak yang terkelupas serta
mampu berenang cepat. Pemeriksaan jenis kelamin dan tingkat kematangan
gonad dilakukan dengan cara kanulasi sedangkan pengecekan kematangan
sperma pada induk bandeng jantan dilakukan dengan cara pengurutan dari
bagian perut ke arah lubang kelamin.
Pada pemeliharaan calon induk ikan bandeng tidak hanya pakan tetapi
kualitas air media pemeliharaan juga harus diperhatikan. Standar optimal
kualitas air pada pemeliharaan calon induk ikan bandeng dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.9 Kualitas air pemeliharaan calon induk ikan bandeng
No Parameter Nilai Optimal
1 Suhu 28–30 0C
2 Kecerahan > 25 cm
3 Salinitas 12–20 ppt
4 Oksigen Terlarut > 5 mg/ liter
5 pH 6, 5-9
6 Amonia < 0, 3 mg/ liter
Sumber : https: // www.slideshare.net/ aripanggih/ aspek-pemeliharaan-dan-seleksi-induk-pada-ikan-bandeng-chanos-
chanos
MATERI PEMBELAJARAN
masing komoditas agar bisa mengestimasi dan menyiapkan induk sesuai dengan
kebutuhan produksi.
Udang
Udang windu yang disiapkan menjadi induk berasal dari alam maupun hasil
budidaya yang mempunyai perbedaan fekunditas diantara keduanya, seperti yang
digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 4.10 Perbedaan fekunditas dan periode peneluran Induk Udang windu alam,
Windu budidaya dan Vannamei
Udang windu
Kriteria Udang windu alam Udang Vannamei
budidaya
Produksi telur/
≥ 300.000 butir ≥ 150.000 butir 100.000 butir
fekunditas
Periode peneluran
setelah ablasi 3–7 hari < 12 hari 6 hari
(maks)
Sumber : SNI No. 8556.1: 2018 dan SNI No. 01-7253-2006
Apabila kapasitas produksi naupli udang tiap hari adalah 1 juta ekor, maka
perlu disiapkan minimal 4 induk betina udang windu alam atau 7 induk betina
udang windu hasil budidaya atau 10 induk betina vannamei setiap harinya
sedangkan induk udang vannamei hasil tambak dilarang digunakan ditengarai
potensial terkena syndrom kematian dini (EMS) yang disebabkan oleh bakteri
Vibrio parahaemolyticus. Hal tersebut diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya Nomor 4575/ DJPB/ 2019 tanggal 22 Mei 2019.
Kerapu
Pemijahan ikan kerapu macan dalam kelompok (group mating) dengan jumlah
induk betina 3-7 ekor (BW = 3, 3–11, 5 kg) dan induk jantan 2-5 ekor (BW = 5,
4-10.7 kg) dapat menghasilkan telur 4-48 juta butir per musim (bulan) atau 3-9
juta/ ekor. Diameter gelembung minyak (oil globule) 191-241 mikron. Jumlah
telur yang dihasilkan oleh satu ekor induk kerapu batina tergantung pada bobot
dan spesies. Misalnya Epinephelus fuscoguttatus (90.000-3.365.000), E. morio
(312.000-5.735.000) dan E. diacanthus (63.000-233.000)., telur yang dihasilkan
oleh induk kerapu betina bertambah sejalan dengan meningkatnya bobot.
Misalnya E. aeneusy pada BW = 1.4-3.7 kg dapat menghasilkan telur 600.000-
1.900.000, sedangkan pada BW = 8.6-11.8 kg berkisar 6.000.000-12.5000.000
butir. Selanjutnya jumlah telur hasil pijah rangsang berkisar 1, 3-3, 3 juta butir
dengan ukuran induk 5, 1-5, 8 kg, dimana jumlah telur yang dihasilkan lebih sedikit
dari pemijahan alami. Mayunar et al. (1991b) melaporkan, pemijahan alami ikan
kerapu macan, £. fuscoguttatus ukuran 3-6 kg dapat menghasilkan telur 2-6 juta
butir, sedangkan ukuran 5, 9-11, 5 kg berkisar 3-9 juta butir (Mayunar et al. 1993).
MATERI PEMBELAJARAN
Bandeng
Tingginya permintaan benih ikan bandung, mengakibatkan produksi telur harus
ditingkatkan. Untuk dapat meningkatkan produksi, ketersediaan induk yang
siap pijah atau matang gonad harus diperhitungkan. Berbagai program breeding
dilakukan untuk dapat mempercepat tingkat kematangan gonad pada induk, salah
satunya adalah dengan program implantasi.
pemijahan dan produksi telur ikan bandeng kelas benih sebar.
≥ 2, 5 kg per ekor
1 Berat induk
Jantan: betina = 1: 1
2 Perbandingan berat induk
LHRHa
3 Jenis hormon
100–200 microgram/
4 Dosis implantasi hormon ekor induk (jantan/ betina)
5 Siklus implantasi Bila diperlukan
6 Siklus pemijahan 4–10 kali/ bulan (selama 10
bulan dalam 1 tahun) dalam
satu kelompok induk
7 Produksi telur
200.000-1.000.000 butir/
kelompok induk (20–25
pasang induk)
8 Ukuran telur
0, 9–1, 2 mikron
Sumber: SNI: 01-6150–1999
Apabila kapasitas produksi telur yang dihasilkan adalah 1 juta ekor, maka perlu
disiapkan minimal 20 ekor induk dengan berat 2, 5 kg per ekor dengan estimasi HR
100%. Namun jika dengan estimasi HR 75%, maka induk yang dibutuhkan adalah
minimal 25 pasang induk dengan berat ≥ 2, 5 kg per ekor
Kakap
Pada ikan kakap betina yang berukuran 5, 5 kg, fekunditas telurnya
adalah 3.100.000 butir, sedangkan untuk induk yang berukuran 8, 1–10, 5 kg,
fekunditasnya berkisar antara 3.100.000–8.100.000 butir. Volume sperma untuk
ikan jantan yang berukuran 2–3 kg adalah 3–5 ml. Untuk perhitungan estimasi jika
HR pada pemijahan ikan kakap adalah 80%, maka untuk perhitungan induk kakap
yang beratnya 5, 5 kg telur yang dihasilkan adalah 2.480.000 ekor.
LEMBAR PRAKTIKUM
Praktikum 1
Judul : Membedakan ciri-ciri i nduk jantan dan betina
Pendahuluan
Pada kegiatan pengembangbiakan ikan dan udang, pengelolaan induk
merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh pada keberhasilan proses
pengembangbiakan ikan dan udang. Sebelum melakukan berbagai macam
program pengelolaan induk, maka terlebih dahulu perlu mengetahui ciri-ciri
induk jantan dan betina ikan ataupun udang.
Tujuan
Melalui Pratik peserta didik mampu memahami dan menunjukkan ciri-ciri induk
ikan dan udang baik jantan maupun betina dengan benar, teliti dan bertanggung
jawab.
Langkah kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah di tentukan!
2. Siapkan alat dan bahan!
3. Siapkan box styrofoam dan isi air!
4. Siapkan satu persatu ikan dan udang yang telah disediakan!
5. Amati satu persatu ciri-ciri ikan dan udang tersebut!
6. Catat dan gambarlah hasil pengamatanmu!
7. Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan!
Praktikum 2
Judul : Melakukan ablasi mata pada i nduk udang
Pendahuluan
Pematangan gonad pada induk merupakan kunci penting dalam kegiatan
pemijahan, karena dapat mempengaruhi keberhasilan proses pemijahan yang
LEMBAR PRAKTIKUM
akan dilakukan. Hanya induk udang yang matang gonad yang dapat dipijahkan.
Ablasi mata merupakan salah satu metode yang biasa digunakan oleh para
pembudidaya udang untuk mempercepat proses pematangan gonad pada induk
udang yang mereka budidayakan.
Tujuan
Melalui Pratik peserta didik mampu melakukan percepatan pematangan gonad
pada udang dengan metode ablasi mata dengan teliti, tepat, hati-hati dan
bertanggung jawab.
Langkah kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah di tentukan!
2. Siapkan alat dan bahan!
3. Siapkan box styrofoam dan isi air!
4. Siapkan kompor dan nyalakan!
5. Panaskan gunting di atas kompor yang menyala!
6. Serok induk udang yang akan diablasi, lakukan ablasi pada salah satu tangkai
7. Mata induk udang dengan gunting yang telah dipanaskan!
8. Masukan induk udang yang sudah diablasi ke dalam box styrofoam!
9. Kembalikan gunting yang sudah digunakan untuk ablasi keatas kompor yang
menyala!
10 Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan!
CONTOH SOAL
CAKRAWALA
Ekstrak Pakis sebagai Alternatif Pemicu Moulting pada Induk Udang Windu
JELAJAH INTERNET
RANGKUMAN
1. Persyaratan calon induk yang baik secara umum adalah berasal dari keturunan
yang berbeda, sehat, bentuk tubuh proporsional, dan tidak cacat.
2. Nutrisi utama yang dibutuhkan oleh induk ikan dan udang adalah protein,
lemak dan karbohidrat.
3. Persyaratan kualitas air untuk induk ikan dan udang telah ditetapkan pada
masing-masing SNI.
4. Teknik percepatan kematangan gonad udang dilakukan dengan ablasi mata.
5. Teknik ablasi mata dengan cara pinching, ligation, cauttery, cutting.
6. Teknik percepatan kematangan gonad untuk ikan dengan stimulasi hormon,
pemberian pakan serta pengelolaan kualitas air dan lingkungan.
7. Hormon stimulan yang dipakai untuk percepatan kematangan gonad yaitu
LHRH-a, 17α methyltestosterone, Pb dan HCG.
8. Perlu adanya aklimatisasi induk ikan dan udang sebelum dipijahkan.
9. Rasio ideal induk jantan dan betina untuk udang di dalam bak aklimatisasi
2: 3 atau 1: 2.
10. Umumnya induk betina berbobot lebih berat daripada induk jantan.
11. Alat kelamin udang jantan disebut petasma dan alat kelamin induk betina
disebut thelikum.
12. Induk yang disiapkan hendaknya disesuaikan dengan kapasitas produksi
TUGAS MANDIRI
Kunjungilah hatchery komoditas air payau dan laut yang terdekat dengan
tempat tinggalmu untuk mengetahui, menanyakan, melihat dan mengobservasi
pengelolaan induk di panti benih tersebut! Buatlah laporan tertulis mengenai
pengelolaan induk pada hatchery komoditas air payau dan laut yang diserahkan
kepada guru atau pembimbing!
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab keempat ini, semestinya Anda lebih paham prinsip
penyediaan calon induk, kebutuhan nutrisi dan lingkungan induk, teknik
percepatan kematangan gonad, prinsip seleksi dan aklimatisasi calon induk, ciri-
ciri induk jantan dan betina, tingkat kematangan gonad, prosedur pemeliharaan
calon induk dan pengelolaan calon induk sesuai kebutuhan produksi. Dari
semua materi yang sudah dijelaskan ada bab keempat, mana yang menurut Anda
paling sulit dipahami? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari bab
keempat ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi
sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan
memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi
berikutnya.
BAB
PEMIJAHAN KOMODITAS AIR PAYAU DAN LAUT
V
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari tentang pemijahan komoditas perikanan air payau dan
laut, peserta didik mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemijahan, macam-macam teknik pemijahan dan aplikasinya pada komoditas
air payau dan laut, serta perhitungan fekunditas telur yang dihasilkan pada
kegiatan pemijahan berbagai komoditas perikanan air payau dan laut dengan
tepat, teliti dan mandiri.
PETA KONSEP
Perhitungan Fekunditas
KATA KUNCI
PENDAHULUAN
(a) (b)
Gambar 5.1 (a) Induk ikan kerapu, (b) Penyuntikan hormon pada ikan kerapu
Sumber : (a) http: // penyuluh1.rssing.com/ chan-13752546/ all_p41.html
https: // www.pertanianku.com/ tips-pemijahan-kerapu-berdasarkan-rangsangan-hormon/
Berbagai jenis ikan dan udang mempunyai sifat dan karakteristik berbeda,
termasuk tingkah laku dan perkembangbiakannya. Meskipun sama-sama udang
ternyata antara udang windu dan vanamei juga memiliki perbedaan tingkah laku
saat melakukan pemijahan. Pada udang windu saat moulting dapat terjadi mating
dan spawning, biasanya terjadi pada tengah malam sedangkan pada udang vannamei
terjadi saat udang tidak moulting dan terjadi saat matahari terbenam. Ikan ternyata
juga memiliki perbedaan dalam perkembangbiakan, salah satunya adalah kebutuhan
substrat pada ikan yang akan memijah. Beberapa jenis ikan membutuhkan substrat,
karena sifat telurnya yang menempel. Namun, ada juga yang sifat telurnya melayang
atau berserakan didasar wadah, sehingga tidak membutuhkan substrat. Untuk Sifat,
karakteristik dan perkembangan telur bisa di pelajari pada bab selanjutnya. Pada bab
ini akan dipelajari tentang pemijahan ikan dan udang.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
beberapa hal yang termasuk kedalam faktor internal dan faktor eksternal antara
lain adalah:
Faktor internal
1. Kondisi Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Kondisi dimana induk jantan dan induk betina telah mengalami tingkat
kematangan yang sepenuhnya, matang gonad untuk induk betina dan
sperma yang siap untuk induk jantan. Proses pematangan gonad pada calon
induk dapat dilakukan dengan peningkatan nutrisi yang diberikan selama
pemeliharaan induk, dimulai dari awal pembentukan telur baik untuk ikan
maupun udang seperti yang telah di bahas pada bab 4 tentang ciri-ciri induk
yang matang gonad.
2. Proses ovulasi sempurna
Ovulasi adalah pelepasan sel telur dari indung telur pada induk betina.
Pada kegiatan pemijahan ikan dan udang, diharapkan proses ovulasi terjadi
dengan sempurna. Pengaruh hormonal atau manipulasi kondisi lingkungan
yang tidak sesuai, dapat mengakibatkan proses ovulasi terjadi lebih awal
sehingga kondisi telur belum sempurna.
3. Kondisi oviduct (saluran sel telur ke lubang genital) dan vasdeferent (saluran sel
sperma ke lubang genital)
Kedua saluran pada indung jantan dan betina tersebut, diharapkan dalam
kondisi bersih dari gumpalan lemak dan darah. Karena dapat mengakibatkan
keluarnya sel telur dan sperma terhambat.
Faktor Eksternal
1. Wadah dan Media
Wadah yang digunakan dalam kegiatan pemijahan harus sesuai dengan
standar yang digunakan. Jika wadah yang digunakan terlalu sempit ataupun
terlalu lebar, akan mempengaruhi ruang gerak dan proses metabolisme dalam
tubuh induk sehingga akan berpengaruh pada proses pemijahan. Oleh karena
itu, carrying capacity harus diperhatikan, sehingga kondisi induk yang akan
dipijahkan dapat memijah dengan sempurna.
Kualitas air pada media yang digunakan untuk kegiatan pemijahan juga
harus diperhatikan. Kandungan oksigen (DO), suhu, pH, dan salinitas air harus
sesuai dengan standar. Karena jika terlalu rendah atau tinggi, maka akan
mempengaruhi proses pemijahan.
2. Metode pemijahan
Prosedur yang digunakan dalam melakukan proses pemijahan. Metode
pemijahan pada ikan yang biasa digunakan adalah pemijahan secara alami
(natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan
buatan (induced breeding). Sedengakan pada udang metode pemijahan yang
biasa digunakan yaitu secara alami dan buatan (dengan ablasi mata ataupun
inseminasi). Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk matang
MATERI PEMBELAJARAN
gonad baik induk jantan dan betina, kemudian dimasukan ke dalam bak/
wadah yang telah diberi air dengan kedalaman 0, 5 m–1 m pemijahan alami
ini tanpa memberikan rangsangan hormon. Pemijahan semi-alami dilakukan
dengan cara memberikan rangsangan hormon pada induk betina dan jantan,
dosis yang digunakan disesuaikan dengan aturan penggunakan berdasarkan
berat induk. Kemudian dipijahkannya secara alami sedangkan pemijahan
buatan dilakukan dengan cara memberikan rangsangan hormon pada induk
betina dan jantan, dengan dosis disesuaikan dengan aturan penggunakan
berdasarkan berat induk kemudian dipijahkan secara buatan.
MATERI PEMBELAJARAN
(a) (b)
Gambar 5.2 (a) Seleksi induk ikan kakap putih siap pijah (b) Kanulasi pengecekan TKG
Sumber : a. https: // infoakuakultur.com/ resirkulasi-tingkatkan-produksi-massal-benih-kakap-putih/
b. https: // twitter.com/ djpblombok/ status/ 1037894084520685570?lang=ar
MATERI PEMBELAJARAN
ikan hanya akan mengeluarkan sperma dan telur yang benar-benar matang
dan berkualitas. Selain itu teknik pelaksanaan pemijahan alami ini mudah dan
relatif murah. Namun, dari teknik pemijahan alami ini memiliki kekurangan
yaitu ikan hanya bisa memijah sesuai dengan sifat dan kebiasaan memijah
masing-masing komoditi. Seperti pada ikan kerapu macan yang hanya dapat
memijah pada saat gelap, ketika tidak ada bulan yang biasanya berlangsung
antara tanggal 25 hingga tanggal 5 bulan berikutnya (bulan arab).
Pemijahan alami pada udang berbeda dengan ikan, pada udang diawali
dengan induk melakukan proses kopulasi (perkawinan) selanjutnya induk
udang melakukan proses pemijahan. Proses kopulasi biasanya terjadi pada
malam hari saat kondisi gelap. Proses pemijahan pada udang melalui 3 proses,
yaitu moulting (ganti kulit), proses kopulasi dan pengeluaran telur.
Sebelum terjadi proses kopulasi terlebih dahulu induk udang betina
berganti kulit disebut prematting moult. Pada kondisi tersebut induk udang
betina mengeluarkan hormone feromone yang dapat menarik induk udang
jantan untuk melakukan kopulasi. Hormone feromone adalah hormone yang
dimiliki oleh induk udang betina yang berfungsi sebagai daya tarik sexual.
Hormone feromone terdiri dari dua macam yaitu, hormone untuk memicu
perilaku induk jantan melakukan perburuan/ pengejaran dan merangsang
proses kopulasi. Hormone feromone pemicu perilaku pengejaran sifatnya
stabil didalam perairan, sehingga tidak merusak kualitas air media pemijahan
sedangkan hormone feromone yang merangsang proses kopulasi sifatnya
merusak kualitas air dan hormone ini akan dikeluarkan saat induk udang betina
bersentuhan langsung dengan induk udang jantan.
Pada kondisi moulting menyebabkan kondisi induk udang betina lemah,
sehingga kopulasi (perkawinan) terjadi pada fase intermolt yaitu 3-6 jam setelah
prematting moult. Fase intermolt berlangsung kurang dari 24 jam hingga 2-3
hari. Pada kondisi intermolt ini tubuh induk udang betina mulai pulih tetapi
thelycum masih dalam kondisi terbuka dan lunak sehingga memudahkan induk
udang jantan untuk memasukan petasmanya dan menyemprotkan sperma
pada thelycum induk udang betina, kemudian disimpan induk udang betina
MATERI PEMBELAJARAN
(a) (b)
(c)
Gambar 5.4 Proses kopulasi dari moulting induk udang jantan dan betina
Sumber : (a) https: // www.youtube.com/ watch?v=PHvgM-LrlGw
(b) https: // docplayer.info/ 71878056-Pembenihan-udang-windu-dan-produksi-pakan-alami-di-balai-budidaya-
air-payau-ujung-batee-kabupaten-aceh-besar-nad-laporan-praktik-kerja-lapangan.html
(c) DitPSMK.a.(2014)
Tahapan fase kopulasi pada induk udang seperti pada Gambar 5.3 (b) adalah
sebagai berikut:
a. Induk udang bersama-sama berenang secara parallel, induk udang betina
posisi di atas dan induk jantang berada di bawah;
b. Induk udang jantan merubah posisi berputar keatas, sehingga posisi bagian
perutnya saling menempel satu sama lain;
d. Induk udang jantan berputar tegak lurus terhadap tubuh induk udang betina;
dan
e. Induk udang jantan melingkari tubuh induk udang betina dan membentuk
huruf “U” dan menghentakkan kepala serta ekornya secara bersamaan.
MATERI PEMBELAJARAN
(a) (b)
Gambar 5.5 Thelycum (genital) induk udang betina (a) Setelah moulting (b) Setelah kopulasi
Sumber: (a) https: // userweb.ucs.louisiana.edu/ ~rtb6933/ shrimp/ no_plug.jpg
(b) DitPSMK.a.(2014)
Perlu diketahui
Sperma yang disimpan dalam tubuh induk udang betina, setelah
melakukan satu kali kopulasi. Dapat digunakan untuk membuahi sel telur
sebanyak dua periode atau lebih (BSE Teknik Pembenihan Krustacea XI jilid 3)
Pemijahan udang secara alami biasanya terjadi pada dini hari yaitu antara
pukul 02.00 dan pukul 03.00. Induk udang yang sudah memijah dapat dilihat
dari kondisi media yang tampak keruh dan menjadi kotor. Pada permukaan air
terlihat buih berwarna merah muda dan didasar wadah terdapat telur yang
berserakan, setelah semua telur dikeluarkan secara sempurna, maka induk
udang harus segera diambil dan dikembalikan pada bak pemeliharaan induk
dan di pelihara hingga mencapai TKG III tanpa dilakukan ablasi mata kembali.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari telur yang telah dikeluarkan
dimakan lagi oleh induk udang.
MATERI PEMBELAJARAN
(a) (b)
Gambar 5.7 (a) Induk kakap putih (b) Bak pemijahan kakap putih
Sumber: (a) https: // bbpbl.djpb.kkp.go.id/ bantuan-induk-calon-induk-ikan-laut/
(b) http: // www.alamikan.com/ 2014/ 05/ cara-pembenihan-budidaya-ikan-kakap.html
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Perlu diketahui
D. Perhitungan Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari induk ikan betina
yang telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah. Tujuan
mengetahui fekunditas telur pada ikan untuk memprediksi berapa banyak jumlah
larva atau benih yang akan dihasilkan oleh individu ikan pada waktu mijah. Selain
itu juga untuk memprediksikan berapa jumlah stok suatu populasi ikan dalam
lingkungan suatu perairan.
Banyaknya telur yang belum dikeluarkan sesaat sebelum ikan memijah atau
biasa disebut dengan fekunditas memiliki nilai yang bervariasi tergantung pada
spesies, umur induk, ukuran,
bobot dan ketersediaan makanan. Jumlah telur yang dihasilkan merupakan
hasil dari pemijahan yang tingkat kelangsungan hidupnya di alam sampai menetas
dan ukuran dewasa sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Dalam pendugaan
stok ikan dapat diketahui dengan tingkat fekunditasnya.
Fekunditas terdiri dari 2 macam, yaitu fekunditas relatif dan fekunditas total.
Fekunditas relatif adalah jumlah telur yang dihasilkan per satuan bobot ikan,
sedangkan fekunditas total adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama
hidup. Untuk mengetahui fekunditas dapat diperkirakan berdasarkan bobot tubuh
induk. Semakin tinggi bobot induk, maka telur yang dihasilkan semakin besar
jumlahnya. Pada ikan, fekunditas dapat diperkirakan dengan melihat hubungan
antara bobot tubuh induk dengan volume gonad ikan, sedangkan untuk udang,
fekunditas diperkirakan berdasarkan hubungan antara panjang tubuh dengan
MATERI PEMBELAJARAN
jumlah telur. Fekunditas telur induk udang (krustacea) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus : log F = -8.1277 + 6.0808 log L, dimana F adalah fekunditas
dan L adalah total panjang induk udang. Atau dapat juga dengan hubungan antara
berat tubuh dengan jumlah telur dengan rumus : log F = -8.1277 + 6.0808 log W,
dimana W adalah berat. Selain cara diatas, dalam penghitungan fekunditas dikenal
ada 4 metode, yaitu secara langsung, secara volumetri, secara gravimetri dan
gabungan antara langsung, volumetri dan gravimetri. Namun dalam penghitungan
fekunditas telur udang (krustasea), hanya efektif menggunakan 2 cara saja, yaitu
secara langsung dan volumetri.
1. Cara menjumlah langsung
Cara ini bisa digunakan untuk menghitung telur udang windu, udang
vannamei, ikan air tawar dan ikan kerapu, yang memijah dengan cara melepaskan
telurnya di dasar wadah. Penghitungan telur dilakukan dengan mengambil
sampel telur dari beberapa titik yang ada di dalam wadah penetasan untuk
kemudian dihitung sehingga diketahui jumlah telur rata – rata dalam volume
sampel. Jumlah total telur dihitung dengan menggunakan rumus :
2. Cara Volumetrik
Cara volumetrik lebih efektif digunakan untuk telur yang dierami oleh
induknya, misalnya udang galah ataupun lobster. Telur dihitung dengan cara
sebagai berikut :
a. Telur yang terletak di kantong pengeraman diambil seluruhnya dengan
menggunakan skalpel atau gunting kecil yang ujungnya runcing. Pekerjaan
ini harus dikerjakan secara hati – hati dan diusahakan agar tidak ada telur
yang rusak
b. Telur yang terlepas kemudian dimasukkan dalam gelas ukur volumetrik.
Namun sebelumnya, gelas diisi dengan air hingga tepat pada garis skala
tertentu. Selanjutnya telur yang sudah dipisahkan tadi dimasukkan ke dalam
gelas ukur tersebut. Selisih tinggi air sesudah dan sebelum ditambah telur
adalah merupakan volume telur secara keseluruhan. Fekunditas dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
X = jumlah telur didalam gonad yang akan dicari
x = jumlah telur dari sebagian kecil gonad (diketahui)
V = isi (volume) seluruh gonad (diketahui)
v = isi (volume) sebagian gonad (diketahui)
MATERI PEMBELAJARAN
3. Cara Gravimetri
Perhitungan fekunditas dengan cara gravimetric yaitu di mana gonad dan
sub gonad ditimbang untuk menentukan bobotnya masing-masing. Bagian sub
gonad adalah bagian anterior, median, dan posterior dari gonad yang kemudian
diambil telur-telurnya dan dihitung jumlahnya. Pengambilan datanya dengan
menggunakan dua tahap, yaitu tahap pertama adalah cara mendapatkan telur
dan tahap kedua adalah cara mengeluarkan telur. Cara mendapatkan telur yaitu
mengambil telur dari induk ikan dengan mengangkat seluruh gonadnya dari
dalam perut ikan yang telah diawetkan. Cara menghitung telur dengan rumus:
di mana:
F = fekunditas (butir)
G = bobot gonad (g)
Q = bobot sub gonad (g)
N = jumlah telur pada sub gonad (butir)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas adalah :
1. Sampai umur tertentu fekunditas itu akan bertambah kemudian menurun,
fekunditas relatifnya menurun sebelum terjadi penurunan fekunditas
mutlaknya. Fekunditas relative maksimum terjadi pada golongan ikan yang
muda. Sedangkankan ikan yang sudah tua kadang tidak memijah setiap tahun.
2. Fekunditas mutlak atau relative sering menjadi kecil pada ikan-ikan atau kelas
umur yang jumlahnya banyak.
3. Kenaikan fekunditas populasi dapat disebabkan oleh kematangan gonad yang
lebih awal dari individu yang tumbuh lebih cepat.
4. Ikan yang bentuknya kecil dengan kematangan gonad yang lebih awal serta
fekunditasnya tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan
predator dalam jumlah besar.
5. Perbedaan fekunditas diantaranya populasi spesies yang hidup dalam kondisi
lingkungna yang berbeda-beda, bentuk migrant fekunditasnya lebih besar.
MATERI PEMBELAJARAN
LEMBAR PRAKTIKUM
Praktikum 1
Pendahuluan
Pematangan gonad pada induk merupakan kunci penting dalam kegiatan
pemijahan, karena dapat mempengaruhi keberhasilan proses pemijahan yang
akan dilakukan. Hanya induk udang yang matang gonad yang dapat dipijahkan.
Ablasi mata merupakan salah satu metode yang biasa digunakan oleh para
pembudidaya udang untuk mempercepat proses pematangan gonad pada induk
udang yang mereka budidayakan.
Tujuan
Melalui Pratik peserta didik mampu melakukan percepatan pematangan gonad
pada udang dengan metode ablasi mata dengan teliti, tepat, hati-hati dan
LEMBAR PRAKTIKUM
bertanggung jawab.
Langkah kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah di tentukan!
2. Siapkan alat dan bahan!
3. Siapkan box styrofoam dan isi air!
4. Siapkan kompor dan nyalakan!
5. Panaskan gunting di atas kompor yang menyala!
6. Serok induk udang yang akan diablasi, lakukan ablasi pada salah satu tangkai
mata induk udang dengan gunting yang telah dipanaskan!
7. Masukan induk udang yang sudah diablasi ke dalam box styrofoam!
8. Kembalikan gunting yang sudah digunakan untuk ablasi keatas kompor yang
menyala!
9. Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan!
Praktikum 2
Pendahuluan
Berbagai teknik pemijahan ikan dilakukan untuk mendapatkan benih yang unggul
dan sesuai harapan. Pemijahan secara alami merupakan salah satu teknik yang
biasa dilakukan oleh para pembudidaya. Keberhasilan suatu kegiatan pemijahan
bergantung pada beberapa faktor salah satu faktor terpenting adalah tingkat
kematangan gonad induk udang yang akan dipijahkan. Seleksi induk matang
gonad merupakan langkah awal yang harus dilakukan pada kegiatan pemijahan,
supaya dapat menghasilkan telur yang dapat menetas dengan sempurna sesuai
harapan pembudidaya.
Tujuan
Melalui Praktik peserta didik mampu memahami dan menentukan induk
udang matang gonad berdasarkan pengamatan ciri-ciri morfologi serta dapat
melakukan pemijahan secara alami dengan tepat, teliti, jujur dan bertanggung
jawab.
LEMBAR PRAKRIKUM
Langkah kerja:
1. Lakukan persiapan sesuai kelompok yang sudah di tentukan!
2. Siapkan alat dan bahan!
3. Siapkan 2 box Styrofoam, di tulis box 1 dan box 2. Kemudian isi dengan air!
4. Siapkan bak fiber, dan isi dengan air!
5. Siapkan aerasi dengan cara pasang batu aerasi pada selang aerasi dan
sambungkan pada blower/ airpump, masukan kedalam box Styrofoam yang
telah terisi air dan bak fiber untuk pemijahan. Nyalakan blowernya!
6. Lakukan pengukuran parameter kualitas air pada bak fiber sesuai standar
yang digunakan untuk pemijahan induk udang!
7. Catatlah hasil pengukuran parameter kualitas air tersebut!
8. Siapkan induk yang akan diseleksi dan masukan kedalam box Styrofoam 1!
9. Lakukan seleksi induk udang matang gonad, sesuai ciri-ciri morfologinya
dan masukan pada box Styrofoam 2!
10.Setelah terpilih induk yang matang gonad, pindahkan dari styrofoam 2 ke
bak fiber yang telah disiapkan!
11. Amati proses pemijahannya, setelah semua telur terlepaskan sempurna.
12. Ambillah semua induk yang dipijahkan menggunakan serokan dan
kembalikan indukan pada bak pemeliharaan induk!
12. Buatlah laporan hasil praktik yang sudah dilakukan!
CAKRAWALA
CAKRAWALA
meningkatkan tingkat kematangan gonad induk udang dengan tidak merusak
organ induk tersebut sehingga induk udang dapat tetap memijah dengan cepat
dan dengan kondisi sehat dan lengkap. Untuk melihat bagaimana inseminasi
buatan pada udang windu dapat dikunjungi link berikut
https: // www.youtube.com/ watch?v=Y6wyEXEXc4o
JELAJAH INTERNET
Untuk menambah wawasan lebih jauh tentang pemijahan komoditas air payau
dan laut, siswa dapat mengunjungi alamat link atau dengan memindai QR code
di bawah ini.
https://www.youtube.com/watch?v=ZLifpOq9lQ0
https://www.youtube.com/watch?v=8fReNBiqwF0
https://www.youtube.com/watch?v=XfRif9Gp75g
RANGKUMAN
1. Faktor–faktor yang mempengaruhi pemijahan faktor internal yaitu TKG,
proses ovulasi sempurna, kondisi oviduct dan vas deferent.
2. Sebelum dilakukan pemijahan perlu dilakukan pengecekan kematangan
gonad sesuai dengan masing-masing standar yang berlaku.
3. Tahapan kopulasi udang yaitu berenang bersama secara paralel, induk
jantan merubah posisi berputar ke atas, induk jantan berputar tegak lurus
terhadap induk betina, induk jantan melingkari tubuh induk betina.
4. Teknik pemijahan yang diaplikasikan pada komoditas air payau dan laut
yaitu pemijahan alami, pemijahan dengan penyuntikan, dan pemijahan
buatan dengan pengurutan.
5. Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina yang
telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah.
TUGAS MANDIRI
REFLEKSI
A. PILIHAN GANDA
Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda (x) pada pilihan A, B,
C, D atau E.
3. Berikut ini merupakan penyebab terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan
kerja berdasarkan faktor ergonomi yaitu...
a. Cahaya, kebisingan, suhu, radiasi, benda dan peralatan kerja.
b. Bahan beracun berbahaya, asap, debu.
c. virus, bakteri, jamur dan hewan.
d. Salah posisi dalam lay out.
e. Jam kerja terlalu panjang sehingga stres.
4. Berikut ini adalah penanganan terhadap luka bakar yang terbaik adalah...
a. Pada bagian yang terbakar dikompres dengan es.
b. Mengucurkan air dingin dan bersih pada bagian yang terbakar.
c. mengolesi pasta gigi pada bagian yang terbakar.
d. Pada bagian yang terbakar dibalut agar tidak terkena infeksi tambahan.
e. Memberikan disinfektan pada bagian yang terbakar.
5. air residu hasil produksi pembenihan ikan dan udang biasanya mengandung
beberapa limbah sehingga perlu penanganan lebih lanjut. Sesuai dengan SNI
No. 8035: 2014, proses penanganan limbah hasil budidaya adalah sebagai
berikut...
a. Ditampung–diendapkan–diaerasi–dikaporit–dibuang.
b. Ditampung–dikaporit–diendapkan–diaerasi–dibuang.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL
c. Ditampung–diaerasi–dikaporit–diendapkan–dibuang.
d. Ditampung–diendapkan–dikaporit–diaerasi–dibuang.
e. Ditampung–dikaporit–diaerasi–diendapkan–dibuang .
6. Dalam penerapan CPIB ada 4 Aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek teknis,
aspek manajemen, aspek keamanan pangan dan aspek lingkungan. Aspek
teknis yang harus diperhatikan antara lain adalah…
a. Struktur organisasi dan manajemen.
b. Tidak boleh menggunakan obat-obatan/ bahan kimia/ biologi yang dilarang.
c. Kegiatan pembenihan ikan tidak mencemari lingkungan.
d. Modal dan investasi.
e. Kelayakan lokasi dan sumber air.
7. Ikan bandeng dapat dipelihara di perairan yang mempunyai kisaran kadar garam
yang cukup luas disebut...
a. Salinitas.
b. Polihalin.
c. Monohalin.
d. Euryhalin.
e. Halin.
8. Parameter kimia yang paling penting perlu diperhatikan dalam memilih lokasi
suatu perairan adalah …
a. Salinitas dan kesadahan.
b. Salinitas dan suhu.
c. Kandungan lumpur dan kesadahan.
d. Oksigen terlarut dan kesadahan.
e. Salinitas dan oksigen terlarut.
10. Tekstur tanah merupakan salah satu faktor teknis yang diperhatikan dalam
pemilihan lokasi pengembangbiakan komoditas air payau dan laut. Tekstur
tanah yang paling baik untuk kegiatan pembenihan adalah...
a. Loam sandy.
b. Silty Loam.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL
c. Clay loam.
d. Sandy clay loam.
e. Sandy silt loam.
11. Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi pembenihan
untuk dapat menentukan desain kolam dan letaknya adalah…
a. Iklim dan Curah hujan.
b. Topografi Lahan.
c. Dekat Pantai.
d. Tekstur Tanah.
e. Sumber air.
12. Untuk menjamin kolam yang dibangun mampu menahan air, maka kita harus
memperhatikan persyaratan teknis yaitu…
a. Iklim dan Curah hujan.
b. Dekat Pantai.
c. Topografi Lahan.
d. Sumber air.
e. Tekstur Tanah.
13. Selain persyaratan teknis, maka persyaratan non teknis juga menjadi faktor
pendukung keberhasilan kegiatan pembenihan krustasea. Persyaratan non
teknis yang harus diperhatikan diantaranya adalah faktor sosial dan ekonomis.
Dilihat dari aspek sosial, maka lokasi pembenihan yang dipilih harus memenuhi
salah satu persyaratan yaitu...
a. Penggunaan sumberdaya alam sekitar, sehingga untuk menyediakan sarana
dan prasarana tidak perlu mencari ke daerah lain.
b. Dekat dengan lokasi pengembangan budidaya krustasea untuk memudahkan
pemasaran larva dan benih serta pengadaan calon induk.
c. Dekat dengan daerah pemasaran untuk menekan biaya transportasi dan
penurunan kualitas krustasea.
d. Tersedia jaringan listrik, sarana transportasi memadai dan terdapat jaringan
komunikasi.
e. Lokasi pembenihan jauh dari pemukiman penduduk dan industri, sehingga
kualitas air tetap terjaga dan tidak mengganggu pertumbuhan krustasea.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL
e. Kerucut.
15. Induk Bandeng mempunyai perilaku sebagai perenang cepat dan berukuran
lebih dari 2 Kg, dan berumur lebih dari 1 tahun. Untuk itu bentuk wadah untuk
pemijahan induk bandeng berbentuk...
a. Balok.
b. Kubus.
c. Bulat/ lonjong.
d. Limas.
e. Kerucut.
16. Bak pemeliharaan larva yang dibuat hendaklah memiliki elevasi agar dalam
pembuangan airnya bisa sempurna, kemiringan dasar bak yang disarankan
adalah...
a. 2 sampai 5 cm tiap 10 meter.
b. 4-5 %.
c. 5 sampai 10 cm tiap 10 meter.
d. 5-8 %.
e. 6-9 cm tiap 10 meter.
19. Dalam upaya pergantian air dalam pemeliharaan larva ikan atau udang,
maka air yang akan digunakan terlebih dahulu mengalami penyaringan
menggunakan sand filter, dan disinfektasi menggunakan khlorin. Akibatnya
akan berpengaruh terhadap perubahan pH air tersebut. Untuk menetralkan air
tersebut, maka digunakan...
a. Na₂HPO₃.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL
b. Na₂S₂O₃.
c. NaNO3.
d. H₃BO₃.
e. MnCl2.
21. Untuk sterilisasi wadah penetasan sesuai dengan SNI 8230: 2016 tentang
Biosekuriti pada pembenihan ikan laut dapat digunakan disinfektan berupa...
a. PK.
b. Alkohol.
c. Metylene Blue.
d. Betadine.
e. Klorin.
22. Berdasarkan sifat dan karakteristik telur ikan kerapu, maka wadah pemijahan
ikan perlu dilengkapi dengan…
a. Net kolektor.
b Saluran outlet.
c. Bak Penyaring.
d. Saluran inlet.
e. Saluran aerasi.
23. Pada induk udang terlihat warna ovari semakin jelas dan semakin tebal. Pada
akhir tahap ini ovarium membentuk gelembung pada ruas abdomen pertama
dan kedua. Kondisi tersebut menunjukkan Induk udang mengalami fase...
a. TKG I.
b. TKG II.
c. TKG III.
d. TKG IV.
e. TKG V.
24. Pada pemijahan ikan nila salin perbandingan jantan dan betina adalah 1: 3
dengan padat penebaran 1 ekor/ m2. Jika luas kolam pemijahan 500 m2, maka
perbandingan jumlah induk jantan dan betina adalah...
a. 100: 400.
b. 125: 375.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL
c. 150: 350.
d. 200: 300.
e. 250: 250.
26. Teknik ablasi merupakan salah satu teknik pematangan gonad yang dilakukan
pada krustasea. Salah satu metode ablasi yang digunakan yaitu memencet
tangkai mata sampai putus atau dikenal dengan istilah...
a. Pinching.
b. Ligation.
c. Cauttery.
d. Cutting.
e. kombinasi.
27. Teknik pematangan gonad pada ikan air laut salah satunya adalah dengan cara
menyuntik ikan tersebut dengan hormon pada bagian...
a. Intraperitoneal.
b. Intramuscular.
c. Chest cavity.
d. Pectoral.
e. Dorsal.
28. Setelah terjadi pembuahan, telur ikan maupun udang akan membutuhkan waktu
untuk menetas. Sebagai contohnya untuk larva udang windu membutuhkan
waktu 8-12 jam untuk menjadi naupli. Faktor yang mempengaruhi menurunnya
volume kuning telur larva ikan sebelum menetas adalah...
a. Fluktuasi suhu dan kualitas air.
b. Kualitas air dan hama penyakit.
c. Ketersediaan pakan alami dan volume air di kolam/ bak.
d. Pertambahan umur dan perkembangan organogenesis.
e. Fluktuasi oksigen terlarut dan kualitas air.
29. Rata-rata jumlah sub sampel telur ikan Kakap dihitung sebanyak 1000 butir,
dengan berat 0, 1 gram dan berat keseluruhan gonad adalah 2 gram sedangkan
berat tubuh ikan Kakp tanpa gonad adalah 59 gram. Fekunditas telur ikan
Kakap tersebut adalah sebanyak...butir
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL
a. 20.000.
b. 30.000.
c. 40.000.
d. 50.000.
e. 60.000.
30. Pemijahan ikan dan udang air payau dan laut dipengaruhi oleh beberapa faktor
internal dan eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pemijahan induk
ikan adalah...
a. Tingkat kematangan gonad, Volume dan Debit air, Oksigen terlarut, Suhu,
Substrat, Cahaya/ kebisingan.
b. Kesehatan ikan, Volume dan Debit air, Oksigen terlarut, Suhu, SubstratCahaya/
kebisingan.
c. Volume dan Debit air, Oksigen terlarut, pH, Suhu, Substrat, Cahaya/ kebisingan.
d. Stres, Volume dan Debit air, Oksigen terlarut, Suhu, Substrat, Cahaya/
kebisingan.
e. Tingkat Kematangan Gonad, Kesehatan ikan, Hormon, Nutrisi ikan.
31. Diketahui fekunditas ikan bawal bintang sebanyak 168.000 butir dengan
derajat pembuahan 90%, jika pembenih akan memijahkan 3 induk betina
dengan padat penebaran telur 250 butir/ liter dengan kapasitas wadah
penetasan 100 liter, Berapakah wadah penetasan yang disiapkan...
a. 14.
b. 15.
c. 16.
d. 17.
e. 18.
33. Fekunditas pada ikan Kakap dapat diprediksi dengan memperhitungkan selisih
berat badan induk ikan sebelum dan sesudah pemijahan sebagai berat seluruh
telur disebut dengan metoda...
a. Volumetrik.
b. Von Boyer.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GASAL
c. Gilson.
d. Jumlah.
e. Gravimetrik.
35. Untuk menentukan waktu pemijahan yang tepat yang menjadi pertimbangan
adalah…
a. Kondisi kesehatan induk.
b. Ukuran induk.
c. Masa ovulasi dan TKG induk.
d. Dosis penyuntikan.
e. Waktu penyuntikan.
B. ESSAI
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan contoh kecelakaan, penyebab kecelakaan, akibat kecelakaan dan
penanggulangannya untuk jenis kecelakaan ergonomi!
2. Jelaskan kriteria kelayakan lokasi pengembangbiakan komoditas air payau dan
laut secara umum!
3. Jelaskan cara sanitasi wadah pengembangbiakan komoditas air payau dan laut
sesuai dengan SNI No. 8230: 2016!
4. Jelaskan mengapa ablasi dapat mempercepat kematangan induk udang!
5. Jelaskan faktor internal yang berpengaruh terhadap pemijahan komoditas air
payau dan laut!
Setelah mempelajari materi penetasan telur komoditas air payau dan laut, peserta
didik mampu menerapkan sifat dan karakter telur, tahapan dan perkembangan
telur, teknik penanganan telur, perhitungan fekunditas, perhitungan derajat
pembuahan, perhitungan daya tetas telur, prosedur penyiapan wadah dan
media penetasan telur, prosedur penetasan telur berbagai komoditas perikanan
dalam menyelesaikan masalah penetasan telur komoditas air payau dan laut
dengan tepat dan teliti.
PETA KONSEP
Penetasan Telur
KATA KUNCI
FR, derajat pembuahan, HR, Hatching Rate, Egg Collector, pengadukan telur,
fekunditas, inkubasi
PENDAHULUAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
0, 45-0, 47 mm. Menurut DitPSMK a(2014), telur udang ini juga bersifat
non bouyant, sehingga sesaat setelah dikeluarkan dari tubuh induknya dan
dibuahi oleh sperma, telur tersebut akan tenggelam ke dasar secara perlahan–
lahan, namun tidak bersifat lengket (adhesive). Oleh karena itu, selama
masa penetasan telur, setiap satu jam sekali dilakukan pengadukan dengan
menggunakan alat pengaduk. Sebagian besar ikan laut dan payau yang bersifat
pelagis seperti kakap, bandeng dan kerapu mempunyai sifat non adhesive dan
bouyant sehingga mengapung dan menyebar di permukaan air. Telur yang
terbuahi memiliki diameter terlu, kuning telur, dan butir minyak yang standar.
MATERI PEMBELAJARAN
2. Stadia morula
Morula adalah jenis pembelahan sel yang terjadi setelah sel ke-32 dan
berakhir ketika sel menghasilkan banyak blastomer dengan ukuran yang sama
tetapi lebih kecil. Sel-sel ini memadat menjadi sel-sel kecil mirip blastoderm,
membentuk dua lapisan sel. Saat ini, ukuran sel mulai berubah.
3. Stadia blastula
Blastula adalah proses yang menghasilkan blastula merupakan campuran
sel blastoderm yang membentuk rongga berisi cairan dan menjadi rongga
blastocoel. Pada akhir blastulasi akan terdiri dari saraf, epidermis, notochord,
mesoderm dan endoderm yang membentuk organ yang dicirikan oleh dua
lapisan sel datar yang sangat berbeda dan membentuk blastocoel dan
blastodisk berada pada lubang dan migrasi menutupi sebagian besar kuning
telur.
MATERI PEMBELAJARAN
4. Stadia gastrula
Gastrula merupakan proses perkembangan embrio dimana sel-sel bukan
organ yang terbentuk pada tahap blastula dan mengalami perkembangan
selanjutnya. Ada dua proses dalam perkembangan sel yaitu: Epiboli dan
Emboli. Epiboli adalah proses pertumbuhan sel yang bergerak ke arah depan,
belakang dan kesamping dari sember embrio dan akan membentuk epidermis
sedangkan emboli proses sel-sel bergerak ke dalam, terutama di ujung sumbu
embrio.
Gambar 6.5 Tahapan gastrula (a) pre early gastrula, (b) early gastrula,
(c) pre mid gastrula, (d) mid gastrula, dan (e) late gastrula
Sumber : DitPSMK a, 2014
MATERI PEMBELAJARAN
5. Stadia organogenesis
Organogenesis merupakan tahap akhir dari proses perkembangan embrio,
yaitu proses pembentukan organ organisme yang sedang berkembang. Dalam
proses ini terbentuk bakal organ yaitu somit, mata, insang, syaraf, notochorda,
rongga kuffer, kantong alfaktori, rongga ginjal, usus, tulang subnotochord, linea
lateralis, jantung, aorta, infundibullum dan lipatan-lipatan sirip.
Sistem organ tumbuh berasal dari tiga buah daun kecambah yaitu:
a. Ektodermal membentuk organ-organ susunan sistem syaraf dan efidermis
kulit;
b. Endodermal membentuk saluran pencernaan beserta kelenjar-kelenjar
pencernaan dan alat pernafasan; dan
c. Mesodermal membentuk rangka, otot, alat-alat peredaran darah, alat ekskresi,
alat-alat reproduksi dan korium (chorium) kulit.
1 2 3 5
6 7 8
Gambar 6.6 Stadia perkembangan embrio ikan kerapu (1. Multisel; 2. Blastula; 3. Gastrula; 4. Pembentukan
bayangan embrio; 5. Pembentukan kuppfer vesicle; 6. Pergerakan embrio; 7. Penetasan embrio
(Sumber: Melianawati dkk., 2010)
MATERI PEMBELAJARAN
Ada beberapa usaha pengembangbiakan yang memanen telur dari suatu bak
pemijahan untuk ditetaskan, ada pula yang menempatkan induk udang yang sudah
terbuahi untuk dipindahkan ke dalam bak pelepasan telur, setelah melepaskan telur
barulah induk tersebut dipindahkan kembali ke bak induk. Setelah pembuahan,
induk dipindahkan ke bak penetasan telur. Pada saat yang sama, induk yang tidak
dibuahi dikirim kembali ke bak pemeliharaan utama. Pemindahan induk betina
yang telah dibuahi (sampling kawin) dilakukan sekitar pukul 18.00 WIB pada
waktu pembuahan atau selambat-lambatnya pada pukul 18.30 WIB saat matahari
terbenam. Dengan cara ini, telur dan sperma yang menempel pada induk betina
tidak akan dilepaskan, dan telur akan menetas di tangki pemijahan. Indikator
betina yang dibuahi ditunjukkan dengan sperma putih yang menempel di thelycum
sedangkan ciri-ciri pembuahan yang baik adalah sperma yang menempel pada
induk betina membentuk huruf V (gambar 6.8). Induk udang biasanya melepaskan
telurnya pada larut malam hingga dini hari atau sekitar 2-3 jam setelah pembuahan
atau setelah udang betina ditempatkan di tangki penetasan. Hal ini biasanya terjadi
pada pukul 21.00-23.00 WIB, saat udang betina mengorek telur yang menempel
pada thelicumnya, sehingga melepaskan telur yang telah dibuahi.
MATERI PEMBELAJARAN
Untuk induk udang yang matang telur akan mengeluarkan telurnya antara jam
21.00 s.d 03.00, sehingga panen telur bisa dilakukan pada jam 03.00 dengan cara
sebagai berikut:
1. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan;
2. Mengangkat selang aerasi agar tidak mengganggu pemanenan dan telur
mengendap di dasar;
3. Membersihkan kotoran yang mengapung di atas permukaan air dengan seser
mesh size 56 µm;
4. Memasang jaring pengumpul dengan mesh size 150 µm di lubang pengeluaran;
5. Membuka lubang pengeluaran agar telur keluar dan tertampung dalam jaring
pengumpul yang telah terpasang; dan
6. Mengambil telur dari jaring pengumpul untuk dipindahkan ke bak lain maupun
untuk dikemas.
FR (%) =
Keterangan:
FR: Derajat pembuahan telur (%)
Σ FE: Jumlah telur yang dibuahi (Fertilized Eggs)
ΣRE: Jumlah telur yang dikeluarkan atau diovulasikan (Resting Eggs)
Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa semakin tinggi nilai derajat
pembuahan telur, maka telur yang dihasilkan oleh induk tersebut lebih berkualitas
(Subandiyono dan Hastuti, 2016)
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
diamkan 3–5 menit agar telur mengendap dan kotoran yang masih terbawa
akan melayang-layang di dalam kolom air;
d. Membuang air tersebut, mengulangi langkah c sampai tidak ada lagi kotoran
tersisa; dan
e. Melakukan pencelupan telur (dipping) dengan antibiotik 2 mg/ l selama 20
detik sebelum dimasukkan ke dalam bak penetasan.
Sedangkan sesuai dengan Manual Praktek Manajemen yang Lebih Baik (BMP)
untuk Penetasan Udang (Penaeus monodon) di Vietnam yang diterbitkan oleh
Support to Brackish Water and Marine Aquaculture (SUMA) dan Network of
Aquaculture Centres in Asia-Pacific (NACA) tahun 2005 adalah sebagai berikut:
3. Transportasi Telur
Transportasi telur dimaksudkan untuk mengangkut telur dari hatchery
lengkap penghasil telur ke petani yang membutuhkan, sedangkan perpindahan
telur internal hatchery tidak menggunakan cara ini, cukup dengan wadah yang
memadai saja. Biasanya telur sebelum diangkut dilakukan pengepakan terlebih
dahulu dengan menggunakan kantong plastik, tahapan pengepakannya adalah
sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu dilakukan seleksi telur, kemudian dihitung kepadatan telur
per ml air media dalam bak inkubasi;
b. Disiapkan kantong plastik ukuran 30 cm yang diisi air laut bersih kemudian
dimasukkan telur dengan jumlah yang diinginkan, diisi oksigen dengan
perbandingan air dan oksigen 1: 1, selanjutnya kantong diikat dengan
menggunakan karet gelang; dan
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
A B
C
Gambar 6.10 Pemanenan Naupli Udang
A. Pemasangan jaring pengumpul
B. membuka saluran pembuangan dan mengalirkan air berisi telur
C. Pengambilan telur dari jaring pengumpul.
Sumber : Irawan Karyo Utomo, 2018 (Dokumentasi pribadi)
MATERI PEMBELAJARAN
Selanjutnya telur fertil ini ditampung pada bak penampung telur yang telah
dipasang egg collector dengan cara memasang pipa outlet di bagian permukaan
bak dan menambah air pada bak pemijahan sehingga saluran menuju bak
kolektor yang berada permukaan air teraliri dan telur yang melayang-layang
pada permukaan air mengalir pada bak penampung telur. Sistem pengumpulan
telur dengan bak dan jaring kolektor ini harus terpasang pada pukul 19.00
(DJPB, 2019) dikarenakan pemijahan ikan kakap dan kerapu berlangsung pada
malam hingga dini hari (19.00–02.00). Syarat lainnya adalah debit air masuk
dikurangi meskipun air selalu mengalir agar gejolak (turbulensi) dan riak air
diminimalisir.
A B
C
Gambar 6.11 Proses pemanenan telur Kerapu.
A. Egg Collector
B. Pemanenan telur
C. Proses penghitungan telur
(Sumber : Hidayatullah, 2012)
MATERI PEMBELAJARAN
Pengecekan telur dilakukan dengan bantuan gelas ukur dan cahaya senter
pada jam 00.00. Berikut ini adalah SOP Perhitungan dan Pencatatan telur BPBL
Ambon (DJPB, 2019):
1) Kolektor telur dipasang pada bak penampungan telur pada pukul 19.00
WIT;
2) Air yang masuk ke dalam bak, debitnya dikurangi hingga setengahnya.
Untuk mengurangi riak dan gelombang atau turbulensi air;
3) Lakukan pengecekan jumlah telur yang tertampung pada kolektor telur
pada pukul 00.00 WIT;
4) Lakukan pembersihan kotoran pada kolektor telur menggunakan
serokan ukuran 1000 µm tiap 3 jam sekali;
5) 10 menit sebelum telur dipanen, air yang masuk ke dalam kolektor
telur dihentikan, agar telur-telur yang tertampung di dalam kolektor
mengapung di permukaan, untuk memudahkan dalam pemanenan;
6) Telur-telur yang telah mengapung dipermukaan air, kemudian dipanen
menggunakan serokan ukuran 500 µm;
7) Telur yang telah dipanen, ditampung didalam ember volume 12 liter.
Jumlah telur yang ditampung pada ember tidak melebihi 5 juta butir;
8) Penghitungan jumlah telur dilakukan dengan menggunakan takaran
yang telah diberi 2 skala. Satu skala diasumsikan jumlah telur sebanyak
100.000 butir telur;
9) Selanjutnya telur-telur ini diseleksi;
10) Telur didiamkan selama 5 menit dalam wadah yang telah disediakan,
perlakuan ini untuk melihat telur berkualitas baik dan tidak;
11) Telur berkualitas akan mengapung dipermukaan air, sedang telur
berkualitas rendah akan mengendap didasar wadah;
12) Bak penetasan larva sebelum digunakan harus dicuci dan disterilkan
terlebih dahulu dengan kaporit 10 ppm. Kemudian dicuci dengan
deterjen dan dibilas dengan air tawar serta dikeringkan selama 1 (satu)
hari;
13) Saringan pada pipa outlet, selang, ember, gayung, plastik penutup bak
dan batu aerasi dicuci terlebih dulu lalu dikeringkan;
14) Jumlah aerasi 1-2 titik/ m;
15) Air laut yang digunakan adalah air yang telah melalui ozon, penyaringan
sand filter dan disaring dengan filter bag;
16) Pengisian air laut dilaksanakan 2-4 hari sebelum penebaran telur
sebanyak ¾ dari volume bak penetasan larva, karena akan ditambahkan
fitoplankton ke dalam media pemeliharaan;
17) Bak ditutup dengan plastik transparan;
18) Telur ditampung dalam baskom untuk diseleksi kembali kemudian
telur yang mengapung diambil dan ditakar dengan menggunakan
saringan teh;
19) Telur ditebar di titik aerasi dalam bak penetasan dengan kepadatan
MATERI PEMBELAJARAN
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk kualitas air pada penetasan
telur ini. Kisaran suhu optimum bagi penetasan telur kerapu lumpur, kerapu
batik, kerapu macan dan kerapu bebek adalah 24-31oC, sedangkan batas
toleransi suhu terendah dalam kaitannya untuk mengatur masa inkubasi
dan perencanaan waktu tetas adalah 24 °C (Melianawati dkk., 2010)
LEMBAR PRAKTIKUM
Penetasan Telur Komoditas air Payau dan Laut
A. Tujuan
Untuk mengetahui tahapan perkembangan larva pada komoditas air payau
dan laut
LEMBAR PRAKTIKUM
5. Aquades
6. Mikroskop
7. Pipet hisap
8. Beaker glass
9. Instalasi aerasi
10. Akuarium atau conical tank atau corong tetas
11. Alat gambar maupun kamera
C. Keselamatan Kerja
1. Lakukan kegiatan praktik dengan hati-hati dan memperhatikan K3!
2. Jaga kebersihan lingkungan praktik dan alat praktik!
3. Bertanyalah pada guru jika ada hal yang tidak dimengerti!
4. Setelah selesai, kembalikan peralatan praktik ke tempat semula dengan rapi!
D. Langkah percobaan
1. Buatlah kelompok 4–5 orang.
2. Persiapkanlah wadah penetasan dengan alur desinfeksi alat, filtrasi air laut,
mengisi air laut ke dalam wadah, pemasangan instalasi aerasi.
3. Pastikan informasi waktu pemijahan berlangsung.
4. Masukkan telur komoditas ke dalam bak penetasan.
5. Ambil sampel telur pada bak penetasan dengan pipet hisap.
6. Amatilah keadaan telur pada mikroskop.
7. Ganti telur bila tidak mengalami perkembangan.
8. Lakukan sampai telur menetas.
9. Catatlah pengamatan tahap perkembangan telur tersebut pada tabel
berikut:
No Waktu Gambar Keterangan
CONTOH SOAL
Hitunglah % telur yang dibuahi jika telur yang ditebar pada akuarium dengan
luas alas akuarium 4800 cm2, luas masing-masing transek dari 5 transek adalah
4 cm2 dan masing-masing transek terdapat telur yang ditebar 30, 25, 35, 45, 50
dan yang dibuahi 25, 25, 30, 40, 45.
Jawab
Diketahui : Luas alas akuarium 4800 cm2,
luas transek = 4 cm2 dan masing-masing transek terdapat 30, 25, 35,
45, 50; yang dibuahi 25, 25, 30, 40, 45
Rata-rata telur pada transek yang ditebar = (30+ 25+ 35+ 45+ 50)/
5= 37
Jumlah telur yang ditebar = (4800/ 4) x 37 = 44400 butir
Rata-rata telur pada transek yang dibuahi = (25+ 25+ 30+ 40+ 45)/
5= 33
Ditanya: FR. ..?
Jumlah telur yang dibuahi = (4800/ 4) x 33 = 39600 butir
% telur yang dibuahi = (39600/ 44400) x 100% = 89, 19 %
CAKRAWALA
Inovasi Teknologi Pengaduk Telur pada Pembenihan Udang
CAKRAWALA
bergerak ke atas dan mengaduk kolom air, ketika udara dilepaskan dari tutup
pengangkat otomatis unit pengaduk kembali ke bawah lagi. Untuk melihat cara
pengoperasian alat ini dapat dilihat dari link berikut https: // www.youtube.
com/ watch?v=F9hu-GTC_PE
Selang
aerasi
Tutup
pengangkat
CAKRAWALA
Untuk menambah wawasan lebih jauh mengenai penetasan telur komoditas air
payau dan laut, siswa juga dapat mempelajari secara mandiri melalui internet.
Salah satu sumber internet yang Anda kunjungi agar lebih memahami konsep
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut dapat Anda lihat pada link
berikut:
tahap Perkembangan telur udang vanamei https: // www.youtube.com/
watch?v=Gdghupiog3g,
proses pengadukan telur udang https: // www.youtube.com/ watch?v=F9hu-
GTC_PE,
proses pelepasan telur udang https: // www.youtube.com/ watch?v=isnKQ3S4e8s
RANGKUMAN
TUGAS MANDIRI
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam penetasan telur antara lain
menggunakan corong tetas, menggunakan conical tank dan menggunakan
akuarium. Bagaimana cara kerja masing-masing, peruntukannya untuk
komoditas apa saja, dan bandingkan yang mana yang paling efektif, atau
ada teknik penetasan telur teknik yang terkini? Anda dapat mengumpulkan
informasi melalui buku, internet, maupun dari sumber belajar lainnya. Tugas
dikerjakan dalam bentuk laporan dengan format yang sudah disepakati dengan
guru pengampu.
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab ke-enam ini, Anda tentu menjadi lebih paham
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut; peserta didik mampu
menerapkan sifat dan karakter telur, tahapan dan perkembangan telur, teknik
penanganan telur, perhitungan fekunditas, perhitungan derajat pembuahan,
perhitungan daya tetas telur, prosedur penyiapan wadah dan media penetasan
telur, prosedur penetasan telur berbagai komoditas perikanan. Dari semua
materi yang sudah dijelaskan ada bab ke-enam, mana yang menurut Anda
paling sulit dipahami?? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari
bab keenam ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi
sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan
memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi
berikutnya.
PETA KONSEP
Pengelolaan Pakan
Pemijahan Komod- Pengelolaan Media Pemeli-
itas Perikanan Air haraan
Payau dan Laut
Teknik Penghitungan SR
KATA KUNCI
Larva–nauplius–zoea–mysis–Post Larva–PL–Nener–Benur
PENDAHULUAN
Pemeliharaan larva merupakan kunci dari pembesaran. Apabila larva ini telah
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dikondisikan setelah menetas, maka
akan berkembang menjadi benih ikan dan udang yang telah siap hidup di lingkungan
alaminya, dalam hal ini adalah pembesaran pada kolam dan tambak.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
siap, umumnya larva udang dan ikan akan mulai makan pada umur 2 hari. Pakan
alaminya ini adalah plankton yang sesuai dengan bukaan mulutnya, semakin
bertambah besarnya larva, maka semakin besar plankton yang dimangsa. Larva
udang dan ikan karnivora cenderung tertarik dengan plankton yang bergerak
dibandingkan dengan larva herbivora.
Gambar 7.2 Perkembangan larva udang windu dari fase telur hingga dewasa
Sumber : SNI 8556-2: 2018
MATERI PEMBELAJARAN
Nauplius 2
Nauplius 3
MATERI PEMBELAJARAN
Nauplius 4
Pada masing-masing
furcal terdapat empat
0, 40 1 hari 8 jam buah duri, Exopoda
pada antena kedua
beruas-ruas.
Nauplius 5
MATERI PEMBELAJARAN
Nauplius 6
Perkembangan
bulu-bulu semakin
sempurna dari duri
pada furcal tumbuh
makin panjang.
0, 54 1 hari 20 jam
Masih memiliki
cadangan makanan
kuning telur (egg
Gambar 7.9 N6 Vaname yolk).
(Nuntung dkk., 2018)
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Zoea 2
1, 9 4 hari 4 jam Mata mulai
bertangkai dan pada
carapace sudah
terlihat rostrum dan
duri supraorbital
yang bercabang,
segmen tubuh mulai
memanjang.
Kedua mata
sudah tampak dan
memisah.
MATERI PEMBELAJARAN
Gambar 7.14 Z3
Vaname
(Sumber : Irawan
Karyo Utomo, 2019
(Dokumen pribadi)
MATERI PEMBELAJARAN
Gambar 7.16
M1 Vaname
(Sumber: Irawan
Karyo Utomo,
2019 (Dokumen
pribadi)
MATERI PEMBELAJARAN
4) Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub
stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang
lebih menyukai perairan payau dengan salinitas 25-35 ppt.
MATERI PEMBELAJARAN
Rata-rata
Hari setelah
Tahapan/ Stadia Larva Panjang Indikator
menetas (Umur)
Tubuh (mm)
Gambar 7.20 PL 1
5) Periode Juvenile atau periode kelima. Juvenile merupakan udang atau ikan muda
yang menyukai perairan dengan salinitas 20-25 ppt.
6) Periode udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode Juvenile sampai
dengan udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang
gonad, udang dewasa akan kembali ke laut dalam untuk memijah. Udang dewasa
lebih cocok pada perairan payau dengan salinitas 15-20 ppt (Soetomo, 2000).
b. Ikan
Perkembangan dan pertumbuhan pada fase larva relatif lebih
cepat dibandingkan pada udang dan ikan dewasa. Larva yang menetas
ini akan membawa kuning telur sebagai cadangan makanan untuk
perkembangannya sampai dengan organ pencernaannya sempurna.
Berdasarkan perkembangannya larva dibagi menjadi pre larva dan post
larva. pre larva atau pro larva dimulai dari menetasnya telur dan yang masih
memiliki kuning telur, organ tubuhnya belum sempurna sehingga sistem
MATERI PEMBELAJARAN
(a) (b)
Gambar 7.21 pro larva (a) dan post larva (b) post larva
Sumber gambar: (a) https: // www.warrenphotographic.co.uk/
(b) Fahmi M.R dkk., 2016
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Kepadatan = atau
MATERI PEMBELAJARAN
CONTOH SOAL
Berapakah kepadatan Nener Bandeng per m2? Bila ditebar pada kolam dengan
ukuran 4 m x 8 m sebanyak 6 plastik packing. 1 plastik packing berisi 500 ekor.
Penyelesaian
Diketahui:
Luas Kolam = 4 x 8 = 32 m2
Jumlah Nener = 6 x 500 = 3000 ekor
Ditanyakan:
Kepadatan =. ..?
Jawaban
Kepadatan =
Kepadatan = = 93.75 ekor/ m2
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Kriteria Keterangan
Respon terhadap rangsangan Bersifat fototaksis positif.
Panjang total 0, 30–0, 32 mm
Keseragaman populasi > 80%
(Sumber: SNI No. 8556.2: 2016)
Sedangkan nauplius vanammei yang baik, sesuai dengan SNI No. 01-7252-2006
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Sedangkan ciri-ciri untuk benih bandeng (Chanos chanos, Forskal) atau nener yang
baik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.8 Persyaratan benih bandeng atau nener
MATERI PEMBELAJARAN
Tanpa aerasi, nener yang kuat Tanpa aerasi, nener yang kuat
bertahan di permukaan air, bertahan di permukaan air,
Daya tahan
nener yang lemah berada di nener yang lemah berada di
dasar dasar
badan bersih, tidak terdapat
badan bersih, tidak berlumut,
parasit, tidak berlumut, organ
organ tubuh normal dan
Kesehatan tubuh lengkap dan normal
bebas dari organisme
serta bebas dari organisme
pathogen.
pathogen
bersifat fototaksis negatif bersifat fototaksis negatif
atau menjauh dari sinar, dan atau menjauh dari sinar, dan
Respon
sangat responsif terhadap sangat responsif terhadap
pakan yang diberikan. pakan yang diberikan.
Umur - 21 hari
Panjang 15–17 mm 14–15 mm
Berat 7–10 mg 8–10 mg
Keseragaman
≥ 80 % ≥ 95 %
populasi
(Sumber: SNI No 6148.2: 2013)
Untuk ciri-ciri larva kakap (Lates calcalifer, Bloch 1790) yang baik dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.9 Persyaratan benih kakap
Kriteria Keterangan
Cerah mengkilap, putih keperakan, tidak gelap dan
Warna tubuh
atau tidak pucat
Bentuk tubuh Sempurna dan sirip lengkap
Aktif/ lincah, tidak menyendiri/ tidak memisahkan
Gerakan
diri dan berenang normal, bergerak melawan arus
Kesehatan Bebas penyakit
Respon terhadap pakan yang
Positif
diberikan
MATERI PEMBELAJARAN
Untuk ciri-ciri larva kerapu tikus (Cromileptes altivelis, Valenciences) yang baik
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.10 Persyaratan larva kerapu tikus
Kriteria Keterangan
Untuk ciri-ciri larva kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus, Forskal) yang baik
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.11 Persyaratan larva kerapu macan
Kriteria Keterangan
Warna tubuh Krem kecoklatan, cerah, tidak pucat
Bentuk tubuh normal dan sirip lengkap
Aktif/ lincah, berenang normal, cenderung
Gerakan
bergerombol, berenang melawan arus
Anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat dan
tidak tampak kelainan bentuk, sehat dan bebas
Kesehatan
virus (iridovirus, viral nervous necrosis), bakteri,
jamur dan penyakit
MATERI PEMBELAJARAN
Kriteria Keterangan
Respon terhadap pakan yang
Sangat responsif
diberikan
Tanpa aerasi selama 5–10 menit, benih berenang
Daya tahan
normal
Keseragaman populasi ≥ 80 %
(Sumber: SNI 6488.2: 2011)
Sesuai dengan sifat poikiloterm kebanyakan komoditas perikanan air
payau dan laut yang menyesuaikan tubuhnya sesuai dengan lingkungan, maka
perubahan suhu berpengaruh terhadap metabolisme larva ketika terjadi migrasi
maupun terhadap lingkungan yang baru. Perubahan suhu lebih dari selisih 5 °C
akan berpengaruh terhadap metabolisme ikan bahkan terhadap kelangsungan
hidupnya. Untuk itu dalam penebaran larva perlu adanya proses aklimatisasi yang
membuat larva tidak mengalami stres terhadap lingkungan baru, sehingga naupli
dapat beradaptasi dan dapat menerima lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi
untuk larva yang ditransportasikan dari tempat lain adalah sebagai berikut:
1. Letakkan benih yang masih di dalam plastik ke dalam wadah pemeliharaan
yang telah diisi air media selama 5–10 menit agar terjadi konduksi antara suhu
air di dalam dan di luar plastik;
2. Buka plastik kemasan dan masukkan air bak pemeliharaan sedikit demi sedikit
ke dalam plastik sehingga perubahan salinitas bisa ditoleransi oleh larva yang
berada dalam plastik; dan
3. Biarkan larva keluar sendiri ke bak pemeliharaan.
MATERI PEMBELAJARAN
Untuk pemeliharaan larva pada intinya adalah menjaga kualitas air media agar
sesuai dengan kebutuhan optimalnya sehingga pertumbuhan dan perkembangan
yang didukung dengan pakan yang bernutrisi sesuai dan diberikan dengan jumlah,
waktu dan frekuensi yang tepat. Hal tersebut diawali dari persiapan alat dan
media yang sesuai dengan kebutuhan komoditas dan bebas patogen. Demikian
pula untuk larva yang akan dipelihara disarankan harus lolos uji bebas penyakit
dengan melihat sertifikat lolos benih atau didapatkan dari usaha pembenihan yang
telah memiliki sertifikat CPIB. Namun, untuk memastikan lagi bahwa larva tersebut
membawa patogen bawaan, maka perlu dilakukan uji laboratorium untuk udang
dengan diagnosis histopatologinya (SNI 7304: 2018) maupun tes Polimerase
Chain Reaction (PCR) meliputi deteksi TSV (SNI 8570.1: 2018), deteksi WSSV (SNI
8094: 2015), deteksi Yellow Head Virus (SNI 8569-1: 2018), deteksi IHHNV (SNI
7912.2: 2016), deteksi NNV (SNI 7546.1: 2015), sedangkan untuk ikan melakukan
uji laboratorium untuk deteksi Megalocytivirus (SNI 8231.1: 2016) dan identifikasi
bakteri aeromonas (SNI 7303.1: 2015).
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengelola kualitas air agar sesuai
dengan kebutuhan optimal dari larva meskipun dilakukan pemberian pakan yang
tepat jumlah dan waktu yang menimbulkan munculnya feses, nitrat, nitrit, amonia
serta CO2 yang dihasilkan dari metabolisme. Untuk itu perlu dilakukan penyiponan,
penggantian air dan pengecekan serta monitoring kualitas air setiap harinya.
MATERI PEMBELAJARAN
LEMBAR PRAKTIKUM
Pemeliharaan Larva
1. Tujuan:
Untuk mengetahui prosedur pemeliharaan sesuai standar
2. Alat dan Bahan
a. Akuarium untuk pemeliharaan larva dan kultur plankton
b. Air laut
c. Alkohol
d. Tissu
e. Aquades
f. Beaker glass
g. Instalasi aerasi
LEMBAR PRAKTIKUM
h. Timbangan analitik
i. Penggaris ketelitian 1 mm
j. Gayung
3. Keselamatan Kerja
a. Gunakan alat pelindung seperti masker dan sarung tangan, terutama saat
membersihkan wadah dengan menggunakan zat kimia.
b. Lakukan pembersihan wadah dengan hati-hati, jangan sampai bahan
kimia atau digunakan mengenai mata.
c. Bertanyalah pada guru jika ada hal yang tidak dimengerti!
d. Setelah selesai, kembalikan peralatan praktik ke tempat semula dengan
rapi!
4. Langkah Kerja
a. Siapkan alat dan bahan yang akan dipakai
b. Sanitasi alat, wadah dan media yang akan dipakai
c. Hitunglah kebutuhan larva sesuai dengan bak yang dipakai sesuai SNI
d. Ambil sampel larva dan timbang (bila memungkinkan) dan ukur panjang
tubuhnya
e. Hitunglah kepadatan fitoplankton
f. Tentukan kebutuhan pakan larva sesuai SNI
g. Tentukan frekuensi pemberian pakan larva
h. Ambil plankton menggunakan beaker glass
i. Lakukanlah pemberian pakan secara merata.
j. Tentukan jadwal pengamatan kualitas air dan lakukan
k. Amatilah pertumbuhan dan perkembangan larva sesuai komoditas serta
untuk menyesuaikan pakan
l. Lakukan pemeliharaan selama 4 minggu
m. Buatlah laporan tentang Standar Operasional Prosedur persiapan wadah
pengembangbiakan komoditas dengan format yang disepakati dengan
Guru pengampu
CAKRAWALA
CAKRAWALA
pada tahun 1939, ia berhasil memelihara larva sampai dengan stadia zoea.
Nauplius berhasil menjadi zoea setelah diberi pakan Skeletonema costatum
yang dikembangkan oleh sahabat Fujinaga yaitu Yoshiyuki Matsue. Dari sejarah
ini kita dapat meneladani sikap tekun, pantang menyerah dan bekerjasama
dari seorang Tokoh Ilmuwan Pelopor Budidaya. Sejarah Budidaya Udang dapat
dibaca pada http: // oseanografi.lipi.go.id/ dokumen/ oseana_xii(1)35-41.pdf
JELAJAH INTERNET
RANGKUMAN
1. Larva udang penaeid berkembang dari stadia nauplius, zoea, mysis dan post
larva.
2. Larva udang berkembang dari pre larva yang masih mempunyai cadangan
makanan menjadi post larva yang memulai makan.
3. Kepadatan larva dihitung dari membagi jumlah larva yang ditebar dengan
luas atau volume wadah pemeliharaan.
4. Kepadatan optimal larva dipengaruhi oleh kompetisi pakan, kompetisi ruang,
kompetisi oksigen serta output karbondioksida dan feses.
RANGKUMAN
5. Pakan awal larva berupa plankton yang ukurannya sesuai dengan bukaan
mulut, mudah dicerna, gerakannya tidak terlalu cepat, mudah dikembangkan
dengan pertumbuhan cepat, tidak menghasilkan gas beracun.
6. Pengelolaan media dilakukan dengan cara mengukur parameter kualitas air
dan melakukan penanganan bila terjadi penyimpangan.
7. Sintasan atau SR digunakan untuk menghitung jumlah larva yang berhasil
hidup selama proses pemeliharaan.
8. Wadah pemeliharaan harus disanitasi sesuai prosedur agar tidak
terkontaminasi patogen berbahaya.
9. Larva ikan dan udang air payau dan laut perlu diaklimatisasi agar mengalami
stres yang mengakibatkan kematian.
10. Larva sebaiknya dicek secara laboratoris untuk memastikan tidak terjadi
kontaminasi patogen berbahaya sesuai prosedur.
11. Penyiponan dilakukan untuk menjaga kualitas air dari kotoran sisa pakan
dan feses yang mengumpul didasar bak pemeliharaan.
12. Penggantian air perlu dilakukan untuk menjaga agar salinitas dan kelarutan
oksigen sesuai yang dipersyaratkan.
TUGAS MANDIRI
Anda telah mempelajari tentang pemeliharaan larva komoditas air payau dan
laut. Coba Anda buat kliping tentang pemeliharaan larva komoditas air payau
dan laut. Anda dapat mengumpulkan informasi melalui buku, internet, maupun
dari sumber belajar lainnya. Tugas dikerjakan dalam bentuk laporan dengan
format yang sudah disepakati dengan Guru pengampu.
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab ketujuh ini, Anda tentu menjadi lebih paham
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut; peserta didik mampu
menerapkan sifat serta karakteristik larva ikan dan udang, tahapan perkembangan
ikan dan udang, padat tebar, pakan, kualitas air dan hama penyakit. Dari semua
materi yang sudah dijelaskan ada bab ketujuh, mana yang menurut Anda paling
sulit dipahami? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari bab ketujuh
ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi sebelumnya
serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan memahami
bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi berikutnya.
PETA KONSEP
KATA KUNCI
PENDAHULUAN
Kualitas air yang optimum merupakan kunci sukses dalam kegiatan pembenihan.
Dalam lingkup budidaya, kualitas air secara umum mengacu pada kandungan polutan
atau cemaran yang terkandung dalam air dalam kaitannya untuk menunjang kehidupan
biota air dan kondisi ekosistem yang memadai. Pada lingkungan pembenihan, baik
skala rumah tangga maupun skala besar, sebagai sebuah sistem tertutup, perubahan
mandadak dan drastis terhadap parameter air seringkali terjadi (seperti suhu, pH,
kandungan amonia, dll.), sehingga akan menyebabkan biota stres dan tidak jarang
menyebabkan kematian. Hewan akuatik hidup dalam lingkungan air dan melakukan
interaksi aktif antara keduanya.
Gambar 8.1 Bak penampungan air laut (inlet) dan sand filter
Sumber : Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)
Hewan akuatik dan air dapat dikatakan sebagai sistem terbuka yang dapat
melakukan pertukaran material dan energi, seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2),
garam dan limbah. Adanya zat tertentu dalam jumlah tertentu dapat mengganggu
mekanisme kerja tubuh larva, yang dapat mengakibatkan kematian.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
kualitas air budidaya. Padahal hasil analisa parameter biologi bisa lebih baik jika
dibandingkan pengukuran menggunakan parameter fisika dan kimia yang hanya
memberikan kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan
interpretasi dalam kisaran lebar.
Berikut ini beberapa faktor-faktor fisika, kimia & biologi kualitas air yang
berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan ikan.
1. Parameter Fisika
a. Temperatur (Suhu)
Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat Celcius (ᴼC)
atau derajat Fahrenheit (ᴼF). Pengukuran suhu pada contoh air air dapat
dilakukan menggunakan termometer. Suhu suatu badan air dipengaruhi
oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude),
waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta kedalaman. Perubahan
suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu
berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Menurut Boyd (1990), suhu baik langsung maupun tidak langsung
merupakan parameter kualitas air yang sangat besar pengaruhnya bagi
ikan dan biota air lainnya. Ikan adalah hewan yang berdarah dingin
(poikiloterm) yaitu suhu tubuhnya tergantung suhu air tempat dia hidup.
Oleh sebab itu apabila terjadi fluktuasi suhu yang terlalu tinggi akan
sangat berbahaya baginya. Namun sebaliknya suhu yang tinggi akan
memacu tubuh ikan dan biota air lainnya melakukan metabolisme dengan
cepat sehingga dapat memacu pertumbuhan. Temperatur rendah (< 20
o
C) pada organisme perairan akan menurunkan laju metabolisme tubuh,
sedangkan metabolisme tubuh akan berlangsung optimal pada temperatur
optimal (25–28 oC), pada temperatur tinggi (> 30 oC) akan mempercepat
metabolisme dalam keadaan tidak sempurna. Pada organisme perairan
untuk tumbuh dan berkembang membutuhkan kondisi lingkungan pada
temperatur optimal.
Konsumsi oksigen meningkat dengan meningkatnya suhu. Hal ini
terjadi karena perubahan suhu lingkungan mempengaruhi sebagian besar
proses fisiologis yang berlangsung pada ikan, sehingga meningkatkan
konsumsi oksigen. Kebanyakan hewan berdarah dingin (Poikiloterm)
menjadi lebih tidak aktif saat suhu turun (Schmidt-Nilsen, 1990 di dalam
Tang dan Effedi, 2001).
Suhu juga bisa mempengaruhi kualitas air yang lain. Kelarutan
oksigen dalam air akan cepat jenuh apabila suhu air tinggi, demikian juga
sebaliknya. Konsentrasi NH3 dan CO2 meningkat dengan meningkatnya
suhu. Hal ini disebabkan meningkatnya metabolisme biota air dimana hasil
buangannya NH3 dan CO2. (Effendi, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian suhu air sangat berpengaruh terhadap
respon ikan dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan selama
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
2. Parameter Kimia
a. pH
pH (singkatan dari “ puisance negatif de H “), yaitu logaritma
negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan
mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan,
sehingga pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik
buruknya sesuatu perairan.
Pada perairan perkolaman pH air mempunyai arti yang cukup penting
untuk mendeteksi potensi produktifitas kolam. air yang agak basa, dapat
mendorong proses pembongkaran bahan organik dalam air menjadi
mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh tumbuh-tumbuhan (garam
amonia dan nitrat). Pada air yang tidak mengandung bahan organik dengan
cukup, maka mineral dalam air tidak akan ditemukan. Andaikata ke dalam
media budidaya itu kemudian ditambahkan bahan organik seperti pupuk
kandang, pupuk hijau dsb. dengan cukup, tetapi kurang mengandung
garam-garam bikarbonat yang dapat melepaskan kationnya, maka mineral-
mineral yang mungkin terlepas juga tidak akan lama berada didalam air itu.
Pengklasifikasian nilai pH dibedakan menjadi tiga kategori yaitu
Netral (pH = 7), Alkalis/ basa (7 < pH < 14) & Asam (0 < pH < 7). Nilai pH
asam tidak baik untuk budidaya ikan dimana produksi ikan dalam suatu
perairan akan rendah. Pada pH netral sangat baik untuk kegiatan budidaya
ikan, biasanya berkisar antara 7–8, sedangkan pada pH basa juga kurang
baik untuk kegiatan budidaya. Pengaruh pH pada perairan dapat berakibat
terhadap komunitas biologi perairan, untuk jelasnya dapat dilihat pada
Tabel berikut.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
dalam air dapat berkurang akibat adanya respirasi dan pembusukan bahan
organik pada dasar perairan.
Kadar oksigen terlarut pada perairan berfluktuasi (berubah) tergantung
dari kondisi lingkungan antara lain: temperatur, kekeruhan, adanya polutan,
aliran dan gelombang, siang dan malam hari serta kepatan organisme di
dalamnya. Dissolved oxygen (kandungan oksigen) adalah ukuran relatif
oksigen terlarut dalam media tertentu yang dibutuhkan semua makhluk
hidup untuk bernapas, tumbuh, dan memetabolisme. air mengandung
oksigen dalam jumlah tertentu, tergantung dari kondisi air itu sendiri. Ini
beberapa proses yang menyebabkan oksigen masuk ke dalam air, yaitu:
1) Oksigen berdifusi dari udara menuju air melalui permukaannya,
hal ini disebabkan oleh pergerakan molekul udara yang terputus-
putus akibat benturan dengan molekul air, sehingga O2 berikatan
dengan air. Proses difusi ini selalu terjadi ketika pergerakan air dapat
mengguncang oksigen, karena kandungan O2 di udara jauh lebih tinggi.
Menurut penelitian, 1000 cc air murni pada suhu kamar mengandung
7 cc O2, sedangkan udara murni pada suhu ruang dapat menyerap 210
cc O2. Menurut uraian ini, relatif mudah bagi air untuk melepaskan
O2 ke udara. Dari gambaran tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) Terwujudnya keseimbangan O2 dalam air dan udara bergantung
pada jumlah (dalam satuan tertentu) molekul zat (garam) yang
terlarut dalam air, karena angka ini menentukan kemungkinan
terbentuknya molekul dan juga menentukan jumlah molekulnya-
Molekul gas meninggalkan air lagi. Dibandingkan dengan aquades,
air yang mengandung garam dengan kandungan O2 rendah dapat
lebih cepat seimbang dengan udara.
b) Probabilitas tumbukan molekul air bergantung pada suhu air. Semakin
tinggi suhu air, semakin sedikit oksigen yang dapat dikandung air.
Artinya, jika suhu air tinggi, maka air dengan kadar oksigen rendah
dapat seimbang dengan udara, sehingga penambahan oksigen
lebih lanjut tidak akan meningkatkan oksigen terlarut di dalam air.
Dalam kegiatan budidaya ikan, fitur ini sangat penting terutama
dalam transportasi ikan hidup, konservasi ikan akuatik atau
konservasi ikan tertutup dalam sistem Recylce. Pengangkutan ikan
sebaiknya dilakukan pada pagi/ sore hari pada saat suhu masih
rendah, sehingga guncangan air akan meningkatkan difusi O2 di
dalam air. Saat memelihara ikan di akuarium atau ruang tertutup,
cahaya yang menaikkan suhu air akan mengurangi kemampuan air
untuk mengikat.
2) Di perairan umum, pemasukan oksigen ke dalam air terjadi karena air
yang masuk sudah mengandung oksigen, kecuali itu dengan aliran air,
yang menyebabkan pergerakan air dan mendorong difusi oksigen dari
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
aerobik, oksigen menjadi penting untuk penurunan kadar BOD dan COD
yang efektif.
Temperatur 200 C merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan
arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam inkubator. Hasil
yang berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena kecepatan
reaksi biokimia tergantung dari temperatur. Salah satu variabel penentu
yang menentukan kualitas air sehingga kita dapat menggolongkannya
ke dalam empat golongan di atas adalah berdasarkan kandungan bahan
organiknya yang dapat dinyatakan sebagai nilai BOD dan COD, antara lain:
a) Golongan A, nilai ambang BOD adalah 20 dan COD adalah 40.
b) Golongan B, nilai ambang BOD adalah 50 dan COD adalah 100.
c) Golongan C, nilai ambang BOD adalah 150 dan COD adalah 300.
d) Golongan D nilai ambang BOD adalah 300 dan COD adalah 600.
Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak
terlepas dari kandungan oksigen terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan
manusia dan mahluk hidup lainnya di darat, yang juga memerlukan oksigen
dari udara agar tetap dapat bertahan. air yang tidak mengandung oksigen
tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikro organisme, ikan dan hewan
air lainnya sehingga oksigen terlarut di dalam air sangat penting artinya
bagi kehidupan bagi organisme perairan.
d. Karbon Dioksida
Karbon dioksida (CO2) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau. Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan,
fungi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh
tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida
merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida
juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil.
Karbon dioksida anorganik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses
geotermal lainnya seperti pada mata air panas. Karbon dioksida tidak
mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5, 1 atm namun langsung
menjadi padat pada temperatur di bawah-78 °C. Dalam bentuk padat,
karbon dioksida umumnya disebut sebagai es kering. CO2 adalah oksida
asam. Larutan CO2 mengubah warna litmus dari biru menjadi merah muda.
Karbon dioksida larut dalam air dan secara spontan membentuk
H2CO3 (asam karbonat) dalam kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi
relatif antara CO2, H2CO3, dan HCO3− (bikarbonat) dan CO32−(karbonat)
bergantung pada kondisi pH larutan. Dalam air yang bersifat netral atau
sedikit basa (pH > 6, 5), bentuk bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam
air yang bersifat basa kuat (pH > 10, 4), bentuk karbonat mendominasi.
Bentuk karbonat dan bikarbonat memiliki kelarutan yang sangat baik.
Dalam air laut (dengan pH = 8, 2-8, 5), terdapat 120 mg bikarbonat per
liter. Karbon dioksida bisa kita dapatkan dengan distilasi udara. Namun
cara ini hanya menghasilkan CO2 yang sedikit. Berbagai jenis reaksi kimia
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
3. Parameter Biologi
a. Pankton
Plankton berasal dari bahasa Yunani ‘planktos’ yang berarti mengembara
atau berkeliaran. Kemudian plankton didefinisikan sebagai kumpulan
organisme (umumnya berukuran mikro), yang diwakili oleh hampir semua
kelompok di dunia hewan dan tumbuhan, baik produsen primer, herbivora,
karnivora, maupun transforman (seperti jamur dan bakteri). Gaya hidup
organisme ini dapat berupa saprofit atau parasit. Kelompok ini hidup secara
pasif di air terapung dan karenanya dapat terhanyut. Meskipun beberapa
dapat bergerak dengan organ dan mekanisme tertentu, pergerakannya
relatif lemah. Margalef (1955) dan Dussart (1965) dari Subandiyo (1992)
mengklasifikasikan atau mengelompokkan plankton menurut perbedaan
ukuran, seperti pada Tabel 8.4.
MATERI PEMBELAJARAN
b. Bentos
Benthos adalah organisme yang menempel atau tinggal di dasar atau
hidup di sedimen air dasar. Bentos dapat dibedakan menjadi zoobentos
(hewan) dan fitobentos (tumbuhan). Benthos relatif tidak berpindah-
pindah, sehingga sebaiknya digunakan sebagai indikator kualitas
lingkungan karena benthos selalu bersentuhan dengan limbah yang masuk
ke habitatnya. Kelompok hewan ini dapat lebih mencerminkan perubahan
faktor lingkungan, karena hewan bentik terus-menerus terpapar air dengan
kualitas berbeda. Di antara hewan bentik, makroinvertebrata relatif mudah
diidentifikasi dan sensitif terhadap perubahan lingkungan akuatik. Grup ini
disebut makrozoobentos.
MATERI PEMBELAJARAN
ikan budidaya yang dipelihara terpantau secara maksimal dan dilakukan tindakan
penyelamatan, dengan mempergunakan peralatan dan cara yang sederhana dan
efektif serta efisien.
1. Parameter Fisik
a. Temperatur (Suhu)
Temperatur perairan merupakan faktor penting yang juga sangat
menentukan keberhasilan pada budidaya perikanan. Karena dengan adanya
perubahan temperatur perairan dapat mengganggu kehidupan organisme
perairan terutama metabolisme tubuh. Hal ini yang kita harus perhatikan
adalah ikan termasuk dalam hewan poikiloterm sehingga adanya perubahan
temperatur yang sangat drastis (dingin dan tinggi) dapat mempengaruhi
kehidupan ikan-ikan yang dipelihara, kita harus perhatikan bahwa bahwa
ikan yang pelihara pada kolam yang terbatas mobilitasnya, hewan ini tidak
dapat pindah pada lokasi berbeda sehingga jika terjadi perubahan yang
ekstrim sangat berbahaya pada kehidupannya. Indikator adanya perubahan
temperatur kolam jika ada perubahan tingkah laku ikan yang dipelihara,
yakni mengambil oksigen ke arah permukaan kolam, yang menandakan
adanya kandungan oksigen terlarut berkurang, sehingga diperkuan adanya
penambahan oksigen dengan cara diberi aerasi atau kincir air. Kita perlu
melakukan pengukuran temperatur perairan dengan peralatan yang
sederhana secara berkala dengan memperhatian perubahan tingkah laku
ikan yang dipelihara. Atau dengan kata lain pada kolam budidaya dapat
dicelupkan alat termometer pada badan perairan dan permukaan kolam
untuk memantau dan sekaligus mengukur temperaturnya.
b. Salinitas
Salinitas perairan kolam atau tambak budidaya ikan, sangat penting
diperhatikan terutama pada ikan-ikan yang dibudidayakan bersifat
stenohaline (organisme tidak mampu hidup pada perubahan/ fluktuasi
salinitas yang lebar). Berbeda dengan organisme euryhaline (organisme
yang dapat mampu hidup pada perubahan salinitas yang lebar). Pada
MATERI PEMBELAJARAN
kondisi yang normal ikan hidup, tumbuh dan berkembang pada masing-
masing lokasi habitat dimana mereka hidup. Perubahan salinitas yang lebar
dapat terjadi pada daerah estuaria (habitat pertemuan antara laut dengan
muara sungai, dimana perairan bersifat payau karena adanya percampuran
air tawar dengan laut). Perubahan salinitas tersebut pada umumnya terjadi
pada saat bulan purnama (penuh dan purnama gelap/ bulan baru) dimana
terjadi air laut pasang tinggi.
Pengukuran kadar garam dapat dilakukan dengan alat salinometer
dan hands refraktometer. Alat Salinometer dipakai dengan cara dicelupkan
langsung pada badan perairan (diusahakan perairan tenang) skala yang
tepat dipermukaan perairan menunjukkan kadar garamnya. Pada alat
hands refraktometer merupakan alat yang sudah sering digunakan, alat
lebih praktis karena hanya membutuhkan hanya beberapa tetes air laut
yang akan diukur. air laut yang akan diukur diteteskan pada jendela bidik
yang kemudian ditutup. Dengan mengamati langsung pada jendela bidik
kemudian difokuskan sesuai akomodasi penglihatan pada mata, maka dapat
langsung dilihat pada skala angka berapa yang terlihat pada jendela bidik,
ini menunjukkan kadar garam (warna yang ditunjukan adalah terpisahnya
warna biru dengan jernih). Hasil dari pengamatan ini nilainya lebih akurat
daripada hasil pengukuran menggunakan salinometer.
MATERI PEMBELAJARAN
kecerahan air yang menggunakan alat ini adalah meteran. Jumlah cahaya
yang diterima fitoplankton di perairan asli bergantung pada intensitas
cahaya matahari yang memasuki permukaan air dan kemampuan cahaya
untuk melakukan perjalanan melalui air. Sinar matahari yang masuk ke
dalam air juga dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity).
MATERI PEMBELAJARAN
2. Parameter Kimia
a. pH
Kertas lakmus, kertas pH universal, larutan indikator universal (metode
colorimeter) dan pH meter (metode potensiometer) dapat digunakan untuk
pengukuran pH. Pengukuran pH sangat penting dilakukan untuk memahami
keadaan larutan, sehingga dapat diketahui kecenderungan reaksi kimia dan
kecenderungan pengendapan zat yang berkaitan dengan reaksi asam basa.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
oleh banyak faktor, seperti lignin dan bahan kimia lain yang tahan terhadap
oksidasi kimia; bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi dan
sensitif terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak sensitif dalam uji BOD 5
hari, Seperti selulosa, lemak rantai panjang atau sel mikroba dan adanya
zat beracun dalam limbah, zat ini akan mengganggu pengujian BOD, tetapi
tidak akan mengganggu pengujian COD. Meskipun metode COD tidak dapat
mengukur limbah oksidasi biologis, metode COD memiliki nilai praktis.
Untuk limbah spesifik dan fasilitas pengolahan limbah spesifik, korelasi
yang baik dapat diperoleh antara nilai COD dan BOD
(a) (b)
Gambar 8.10 Pengukuran kadar oksigen terlarut dengan cara titrasi
Sumber: (a) http: // www.alamikan.com/ 2014/ 05/ cara-pengukuran-do-atau-
kadar-oksigen.html
(b) https: // www.tneutron.net/ blog/ metode-titrasi-dengan-cara-
winkler/
d. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida bebas yang dianalisis adalah karbondioksida berupa
gas yang terkandung di dalam air. Pada tekanan 1 atm dan suhu 25 ° C,
kandungan CO2 bebas dalam air murni sekitar 0, 4 ppm. Karbondioksida
di dalam air diperoleh sebagai hasil dari proses difusi udara dan respirasi
organisme air. Proses dekomposisi juga menghasilkan CO2. Metode yang
biasa digunakan untuk mengukur CO2 bebas adalah metode titrasi natrium
karbonat (Na2 CO3).
Prinsip analisa karbondioksida bebas bereaksi dengan sodium
karbonat atau natrium hidroksida standart membentuk sodium bikarbonat
ketiga larutan tidak berwarna. Oleh karena itu, diperlukan indikator
penolpthalein (PP) yang akan memberikan warna merah/ merah muda bila
larutan menjadi basa (pH > 8, 3). Oleh karena itu, sedikit natrium karbonat
atau natrium hidroksida akan menyebabkan larutan merah menandai akhir
titrasi.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
3. Parameter Biologi
a. Plankton
Parameter biologis yang biasa diukur dalam pengamatan kualitas
air untuk budidaya perairan adalah plankton, nekton, neuston, perifiton
dan bentos karena masing-masing memiliki karakteristik yang khas.
Pengamatan plankton sebagai parameter biologi biasanya meliputi
keanekaragaman plankton dan kelimpahan plankton yang terkandung di
dalam air. perhitungan kelimpahan plankton dapat menggunakan:
(1) Haemocytometer, Tujuan penggunaan alat ini untuk mengamati
adalah untuk mengamati fitoplankton atau plankton pada mikroskop
dengan perbesaran 100 kali. Biasanya digunakan untuk menghitung
fitoplankton berukuran <10 µm
(2) Sedgwick rafter cell. Tujuan penggunaan alat observasi ini adalah
menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 100 untuk
mengamati mikrozooplankton dan fitoplankton. Saedgwick rafter cell
merupakan alat observasi plankton yang paling umum digunakan untuk
kegiatan identifikasi plankton, karena memiliki kapasitas yang relatif
besar, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi fitoplankton
dan zooplankton dengan ukuran mikro yang sesuai. Volume Sedgwick
rafter cell tepat 1(satu) cc atau 1 cm³ dengan perincian panjang 50 mm,
lebar 20 mm dan tebal 1 mm.
MATERI PEMBELAJARAN
b. Benthos
Bentos adalah makhluk air yang hidup di bawah air. Pengamatan
parameter biologis hewan bentik biasanya terbatas pada makrobentos.
Jika sampel diambil di lumpur atau air tergenang, pengambilan sampel
bentik dapat menggunakan Eickman grab atau untuk menentukan sampel
sementara. Sebagai alternatif, Anda juga dapat menggunakan jaring Surber
pada sampel yang dikumpulkan di air mengalir.
MATERI PEMBELAJARAN
kematian larva. Wadah diaerasi agar kebutuhan oksigen larva terpenuhi. Jarak
antar titik aerasi di wadah pemeliharaan larva adalah 50 cm. Pada hari pertama
media pemeliharaan larva diberi air hijau dengan kepadatan 25000-50000 sel/
ml dan perberian alga dilakukan dengan tujuan sebagai makanan rotifera dan juga
agar media pemeliharaan berwarna hijau. air yang berwana hijau diyakini dapat
mengurangi intensitas sinar matahari yang kuat dan sebagai stabilisator kondisi
lingkungan pemeliharaan. Untuk mengurangi intensitas sinar matahari dapat juga
dilakukan dengan kombinasi air hijau dan memberi krei di atas wadah peliharaan
sehingga sinar matahari tersebar merata. Intensitas sinar mata hari yang kuat pada
satu titik dapat menyebabkan larva bergerombol di satu tempat. Sinar matahari
yang kuat dapat menyebabkan larva menjadi bengkok yang diikuti dengan
kematian.
Pada awal pemeliharaan larva penyiponan dasar bak tidak dilakukan dan
penyiponan dasar hanya dilakukan dalam kondisi yang darurat seperti terjadi
kematian plankton yang mengendap di dasar wadah. Penyiponan dasar biasanya
dapat dilakukan mulai hari ke-10. Setelah larva diberikan pakan buatan, maka
penyiponan sisa pakan dilakukan setiap hari.
Tabel 8.5 Parameter Kualitas air Optimal Pada Pemeliharaan Larva Udang Windu
MATERI PEMBELAJARAN
metabolisme biota air dimana hasil buangannya NH3 dan CO2. (Effendi, 2003).
Pada keadaan temperatur normal kelarutan oksigen dapat optimal, namun
pada temperatur dingin dapat meningkat dengan keadaan tanpa ada pencemaran
air. Namun, hal ini dapat mengakibatkan kondisi yang kurang baik pada organisme.
Pada peningkatan temperatur perairan yang tinggi dapat mengurangi kelarutan
oksigen pada perairan, karena proses difusi terganggu sehingga kandungan
oksigen berkurang. Hal ini akan sangat mengganggu karena larva udang
merupakan organisme perairan yang sangat membutuhkan oksigen terlarut tinggi,
berbeda dengan ikan justru pada kandungan oksigen tinggi dapat membahayakan
kehidupannya. Larva udang yang hidup pada perairan kekurangan oksigen terlarut
rendah dapat menyebabkan stres karena hal ini kadang bersamaan dengan adanya
peningkatan temperatur perairan sehingga dapat memicu pigmen rodopsin
meningkat sehingga warna agak kemerahan jika tidak segera ditanggulangi dapat
membahayakan kehidupan larva udang secara keseluruhan.
Tabel 8.6 Persentase total amonia dalam hubungannya dengan pH dan suhu
Suhu (oC)
PH
10 15 20 25 30
6, 0 0, 086 0, 027 0, 040 0, 057 0, 081
6, 5 0, 059 0, 087 0, 125 0, 180 0, 250
7, 0 0, 186 0, 273 0, 396 0, 566 0, 799
7, 5 0, 586 0, 859 1, 240 1, 770 2, 480
8, 0 1, 830 2, 670 3, 820 5, 380 7, 460
8, 5 5, 560 7, 970 11, 200 15, 300 20, 300
9, 0 15, 700 21, 500 28, 400 36, 300 44, 600
Sumber : Noga, 1996
Suhu dan pH air dapat menyesuaikan rasio amonia dengan bentuk non-
ioniknya. Setiap kenaikan 1 satuan pH dapat meningkatkan kelipatan 10 amonia
non-ionik. Semakin tinggi pH air kolam, maka semakin beracun amonia, hal ini
dikarenakan sebagian besar amonia yang berbentuk NH3, dan bentuk molekul
amonia (NH3) lebih toksik dibandingkan amonia bentuk ionik. Amonia dalam bentuk
molekuler dapat menembus membran sel lebih cepat dari ion NH4+. Toksisitas
amonia juga dipengaruhi oleh suhu, dimana toksisitas meningkat pada suhu yang
lebih tinggi.
Mackereth et. al. (1989) dalam Effendi, 2003 berpendapat bahwa pH juga
berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH,
semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida
bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif. pH juga
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Toksisitas logam memperlihatkan
peningkatan pada pH rendah (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi 2003).
MATERI PEMBELAJARAN
Konsentrasi oksigen terlarut tergantung pada faktor fisika dan biologi perairan.
Beberapa faktor fisika yang mempengaruhi konsentrasi atau kelarutan oksigen
dalam air antara lain temperatur, salinitas, dan tekanan atmosfer. Konsentrasi
oksigen terlarut juga dipengaruhi oleh faktor biologis seperti kepadatan organisme
perairan, karena semakin padat organisme perairan, maka laju respirasi juga akan
semakin meningkat. Sebaliknya keberadaan karbon dioksida dalam perairan
yang berlebihan dapat mempengaruhi tingkat keasaman perairan, akibat dari pH
perairan dapat menurun. Jika hal ini terjadi ikan yang dipelihara mengalami stres
yang pada akhirnya ikan tidak nafsu makan dan dapat menimbulkan kematian.
Plankton dalam air akan dipengaruhi oleh jenis air (mengalir dan tergenang),
kualitas kimiawi dan fisik air (misalnya: suhu, kecerahan, aliran air, pH, kandungan
CO2 bebas, kandungan unsur-unsur hara), dan adanya kompetitor-kompetitor
dan atau pemangsa-pemangsa plankton. Pada perairan yang tergenang (misalnya
tambak, rawa, telaga, telaga), keberadaan plankton berubah dari waktu ke waktu
(temporal differences) dan penempatan ruang atau kolom air juga berubah (spatial
differences). Pada perairan yang mengalir, unsur ruang dan waktu relatif tidak
signifikan, kecuali jika aktivitas manusia menyebabkan pencemaran sungai.
Berlawanan dengan plankton, keberadaan organisme bentik di perairan
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti biotik dan organisme
tidak hidup. Faktor yang mempengaruhi organisme antara lain produsen, yang
merupakan sumber makanan hewan bentik. Faktor abiotik adalah sifat fisik dan
kimia air, meliputi: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologis
(BOD) dan zat kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan
substrat dasar.
MATERI PEMBELAJARAN
bersembunyi pada lokasi yang lebih teduh, pada telur selama perkembangan dapat
mengakibatkan embriogenesis sangat cepat dan kadang menyebabkan kecacatan
pada morfologi.
Nilai pH air akan mempengaruhi kesuburan air, karena akan mempengaruhi
kehidupan mikroorganisme. air asam memiliki produktivitas rendah dan bahkan
dapat membunuh organisme budidaya. Pada nilai pH rendah kandungan oksigen
terlarut akan menurun, akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan
menurun, aktivitas pernafasan meningkat dan nafsu makan menurun, sedangkan
pada atmosfir alkali yang terjadi sebaliknya. Atas dasar itu, usaha budidaya
perikanan akan berhasil di air dengan pH 6, 5-9, 0 dan kisaran optimal 7, 5-8, 7
Tabel 8.7 Hubungan antara pH air dan kehidupan ikan budidaya
Tabel 8.8 Kisaran nilai parameter kualitas air untuk budidaya perikanan
NAMA BIOTA SUHU OKSIGEN SALINITAS
NAMA ILMIAH pH
LAUT/ PAYAU (0C) (ppm) (ppt)
2 3 -
Bandeng Chanos chanos 7-9 4-7 0-35*
32
2 3 -
Beronang Siganus sp 7-9 4-7 15-35
32
2 4 -
Kakap putih Lates calcalifer 7-9 3-7 0-35*
32
Kakap mata Psammoperca 2 4 -
7-9 4-7 30-35
kucing waigiensis 32
L u t j a n u s 2 4 -
Kakap merah 7-9 4-7 30-35
argentimaculatus 32
2 4 -
Kakap jenaha Lutjanus johni 7-9 4-7 20-35
32
Cromileptes 2 7 -
Kerapu bebek 7-8 5-6 33-35
altivelis 32
Ephinephelus 2 7 -
Kerapu lumpur 7-8 5-6 15-35
suilus 32
Ephinephelus 2 7 -
Kerapu macan 7-8 5-6 33-35
fuscoguttatus 32
MATERI PEMBELAJARAN
P e n a e u s 7 , 2 8 -
Udang windu monodon 5-8, 30 5-10 10-25
7
P e n a e u s 7 , 2 8 -
Udang putih merguiensis 5-8, 30 5-10 15-27
5
Holothuria 6 , 2 3 -
Teripang scabra 5-8, 32 4-8 26-33
5
P i n c t a d a 7 , 2 8 -
Mutiara maxima 5-8, 30 4-7 32-35
5
MATERI PEMBELAJARAN
G. Perlakuan yang tepat pada media pemeliharaan yang di luar kisaran nilai optimal
Awalnya, pemeliharaan larva dilakukan di perairan yang tenang tanpa
pergantian air. Pergantian air dimulai pada hari ke-7, tergantung pada jumlah air
dan kondisi larva, dan menyumbang 5-10% dari total volume. Mengingat kualitas
air yang mulai menurun, maka dilakukan hidrasi semacam ini. Penggantian air
dilakukan dengan cara membuang air dengan selang. Ujung selang dilengkapi
dengan filter, dan kekuatan selang digunakan untuk mencegah larva terhirup.
Pergantian air dilakukan pada pagi hari, setelah larva diberi artemia dan pellet
biasanya diganti air dalam jumlah besar (70-100%). Pergantian air dilakukan
melalui sistem aliran air, sehingga pada saat digunakan pakan buatan, maka
sistem perawatan akan berubah dari sistem air statis menjadi sistem air mengalir.
Hal tersebut dilakukan karena pakan buatan yang belum dimakan dalam waktu
relatif singkat dapat mengurangi kualitas pemeliharaan medianya. Selain itu, jika
dipandang perlu, untuk menjaga kualitas air, bakteri pembusuk dapat ditambahkan
ke tangki pemeliharaan larva. Bakteri ini dapat menguraikan amonia dan nitrat yang
sangat berbahaya bagi larva menjadi bentuk lain yang tidak berbahaya bagi larva.
Jika air sangat kental karena padatnya makanan alami, ganti air dan tutup
kembali pintu pembuangan. Jika kondisi makanan alami sangat baik, air tidak
akan berubah dan hanya kotoran perantara yang akan dibersihkan selama 10-15
menit. Menambahkan air juga termasuk mengganti air. Tambahkan air lebih dalam
dari sebelumnya, agar benih bisa terlindung dari sinar matahari di bagian bawah.
MATERI PEMBELAJARAN
LEMBAR PRAKTIKUM
Alat: Bahan:
1. Selang
2. Saringan
3. Bak pemeliharaan larva
4. Selang aerasi dan batu aerasi
5. Larva ikan kerapu bebek
6. Bakteri pengurai
7. Fitoplankton
Keselamatan Kerja:
1. Gunakan pakaian kerja sesuai kondisi.
2. Hati–hati pada saat melakukan pekerjaan agar tidak membahayakan
pekerja dan menggangu orrganisme yang dipelihara
LEMBAR PRAKTIKUM
Langkah Kerja:
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Pasang batu aerasi dengan jarak 50 cm
3. Tebarlah larva dengan kepadatan 15-20 ind/ ekor
4. Hijaukan media budidaya dengan memberi fitoplankton dengan kepadatan
25-50 ribu sel/ ml
5. Lakukan pergantian air dengan menggunakan selang yang ujungnya diberi
saringan pada hari ke-10 sebanyak 5-10%
6. Setelah hari ke-15 larva dipelihara dengan sistem air mengalir
CONTOH SOAL
Soal Latihan:
1. Apa tujuan pergantian air pada pemeliharaan larva ikan kerapu?
2. Kapan pergantian air mulai dilakukan?
3. Kenapa setelah diberi pakan buatan pergantian air dan penyiponan dasar
harus dilakukan?
4. Apa tujuan pemberian bakteri pengurai pada media pemeliharaan larva?
5. Apa yang dimaksud dengan sistem air tenang?
6. Apa yang dimakud dengan sistem air mengalir?
Kunci Jawaban:
1. Agar media pemeliharaan larva selalu dalam kondisi baik.
2. pada hari ke-10.
3. Karena sisa pakan buatan mudah sekali merusak kualitas air.
4. Untuk menguraikan amoniak dan nitrit yang bersifat racun pada ikan menjadi
bentuk lain yang tidak berbahaya.
5. Memelihara ikan tanpa pergantian air.
6. Memelihara ikan dengan suplai air yang terus menerus.
CAKRAWALA
CAKRAWALA
JELAJAH INTERNET
Pada kegiatan pengembangbiakan udang dan ikan air payau laut tidak luput dari
pengelolaan kualitas air. Pembudidaya dapat melakukan pengelolaan kualitas
air setelah mendapatkan data hasil pengukuran atau pengecekan berbagai
parameter pada masing-masing media dalam wadah pemeliharaan larva
sehingga macam-macam parameter kualitas air beserta cara pengukurannya
harus dipahami. Untuk lebih mudah dalam mengetahui cara kalibrasi, cara
penggunaan dan cara analisa parameter kualitas air pada media pemeliharaan
larva bisa dibuka link berikut
https://www.youtube.com/watch?v=spYDhkygPg0
https://www.youtube.com/watch?v=eVtRZs2HReU&t=149s
https://www.youtube.com/watch?v=Sa0WfA9UGG0
RANGKUMAN
Dalam pemeliharaan larva sebaiknya sinar matahari tidak terlalu kuat dan
tersebar merata. Pemberian air hijau berguna untuk mempertahankan
kualitas air pemeliharaan larva disamping sebagai pakan rotifera. Pada alam
pemeliharaan larva dilakukan dengan sistem air tenang tanpa pergantian air.
Pergantian air dan penyiponan dilakukan mulai hari ke-10. Setelah ikan diberi
pakan buatan, sistem pemeliharaan berubah dari sistem air tenang ke sistem air
mengalir dengan pergantian sebanyak 70-400% per hari dari volume wadah
pemeliharaan air
TUGAS MANDIRI
Pengelolaan PKA
1. Buatlah schedule pergantian air pemeliharaan larva pada bak yang berukuran
10 ton.
2. Kunjungilah hatchery kerapu untuk mengetahui, menanyakan, melihat dan
mengobservasi pengelolaan air pada pemeliharaan larva ikan kerapu.
Buatlah laporan tertulis mengenai pengelolaan kualitas air pada hatchery
ikan kerapu yang diserahkan kepada guru atau pembimbing.
c. Kolam d. Tambak
6. Benih ikan yang dipelihara harus dilakukan grading yang bertujuan untuk:
a. Menghindari kegagalan b. Menghindari kanibalisme
c. Menghindari ukuran d. Menghindari pertumbuhan
7. Ukuran benih ikan kerapu yang termasuk dalam pemeliharaan benih pada
fase pendederan adalah:
a. Post larva–benih kecil b. Post larva–benih besar
c. Benih besar–fingerling d. Benih larva–fingerling
8. Jenis pakan alami yang pertama diberikan kepada larva ikan kerapu
sebaiknya adalah:
a. jentik nyamuk b. mysid hidup
c. artemia d. udang kecil
9. Frekuensi pemberian pakan selama pemeliharaan benih ikan kerapu
sebaiknya adalah:
a. 1-2 kali b. 2–3 kali
c. 3–4 kali d. 4–6 kali
10. Untuk menghilangkan sisa pakan dan kotoran dilakukan perawatan bak
pendederan benih ikan kerapu yaitu:
a. Penyikatan b. Penyimpanan
c. Pencucian d. Pembersihan
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab kedelapan ini, Anda tentu menjadi lebih paham
tentang pengelolaan kualitas air pada media pemeliharaan larva. Dari semua
materi yang sudah dijelaskan pada bab ini, materi mana yang menurut Anda
paling sulit untuk dipahami? coba Anda diskusikan dengan teman ataupun
dengan guru anda, karena dengan memahami bab ini Anda akan lebih terbantu
dalam memahami materi-materi pada bab selanjutnya.
PETA KONSEP
Pengelolaan Pakan
KATA KUNCI
PENDAHULUAN
Gambar 9.1 Larva ikan yang mengalami perkembangan tulang yang tidak sempurna (skeletal deformitis) dikare-
nakan pemberian pakan yang kurang sesuai
Sumber : https: // www.researchgate.net/ figure/ Examples-of-double-stained-fish-with-alcian-blue-
alizarin-red-from-different-dietary_fig3_49822368
Dari gambar tersebut, maka timbul pertanyaan apa saja yang menyebabkan ikan
tersebut mengalami kelainan seperti itu? Zat nutrisi apa sajakah yang diperlukan agar
larva ikan berkembang dengan sempurna? berapa kebutuhan pakan setiap larva?
Apakah berbeda setiap jenis ikannya? Bagaimana cara mengatur pemberian pakan
agar tidak terjadi kasus seperti gambar di atas? Pakan pada awal kehidupan merupakan
faktor penentu dalam perkembangan mahluk hidup. Demikian pula dengan komoditas
air payau dan laut pada fase post larva yang mulai memakan ketika cadangan
makanan yang didapatkan setelah menetas mulai habis dan organ pencernaan mulai
terbentuk dan berfungsi, maka mulailah larva tersebut untuk mencari makanan
yang sesuai dengan bukaan mulutnya. Bila cadangan makanan internal habis namun
tidak mendapatkan makanan yang berkualitas, maka perkembangan larva terganggu
sehingga muncul abnormalitas pertumbuhan bahkan kematian.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
hidupnya ialah plankton yang bersel tunggal yang berukuran kecil. Jika untuk
pertama kali ikan itu menemukan makanan berukuran tepat dengan mulutnya,
diperkirakan akan dapat meneruskan hidupnya. Bila dalam waktu relatif singkat
ikan tidak dapat menemukan makanan yang cocok dengan ukuran mulutnya, maka
akan terjadi kelaparan dan kehabisan tenaga yang mengakibatkan kematian. Hal
inilah yang antara lain menyebabkan ikan pada masa larva mempunyai mortalitas
besar. Kebiasaan makanan (feeding habbit) adalah tingkah laku saat mengambil
dan mencari makanan. Sifat dan tingkah laku setiap jenis ikan nampaknya
juga berpengaruh terhadap laju pencernaan pakan dalam lambungnya. Kerapu
merupakan karnivor yang memakan organisme bergerak lain yang sesuai dengan
bukaan mulutnya. Kerapu pada umumnya bersifat kanibal, kecuali untuk kerapu
bebek yang tidak terlalu kanibal dikarenakan bukaan mulutnya yang kecil.
Demikian dengan Kakap yang memangsa ikan-ikan kecil, krustasea dan cumi-cumi
pada fase dewasanya. Kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan malam
hari dan lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari (Tampubolon dan Mulyadi,
1989). Pada ikan kerapu bebek yang sifatnya cenderung pasif dan gerakannya pun
lambat, proses laju pencernaan pakan dalam lambungnya juga cenderung lambat.
Sebaliknya pada ikan kakap merah dengan sifatnya selalu aktif dengan gerakan
renang yang cepat, proses pencernaan pakannya juga cenderung cepat. Sifat ikan
yang aktif membutuhkan pasokan pakan yang berkesinambungan untuk mensuplai
ketersediaan energi yang dibutuhkan. Dengan kata lain ikan yang aktif cenderung
membutuhkan frekuensi pakan yang lebih tinggi (Melianawati dan Suwirya, 2006)
sedangkan udang merupakan organisme yang memakan pada dasar perairan dan
lebih aktif pada malam hari, namun pada fase larvanya bersifat planktonis atau
hidup pada kolom perairan dan memangsa plankton.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
copepoda (Acartia sp.) dengan nutrisi memadai sangat diperlukan. Namun, dalam
penyediaannya sering mengalami kendala karena produksinya sangat tergantung
pada kondisi cuaca dan kandungan gizinya terkadang kurang memenuhi kebutuhan
nutrisi larva. Oleh karenanya, pada stadia umur larva tertentu, peranan pakan alami
perlu dilengkapi dengan pakan buatan karena penyediaan pakan buatan lebih
praktis dan komposisi nutriennya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tubuh
larva itu sendiri (Zonneveld et aI., 1991). Penggunaan pakan buatan (pelet) untuk
melengkapi nutrisi pakan alami pun telah dikembangkan. Pemberian pakan alami
dan pakan buatan sesuai dengan kemampuan pencernaan larva kerapu, dapat
meningkatkan sintasan larva (Melianawati dkk., 2010). Penggunaan pakan buatan
sebagai pelengkap dan bahkan substitusi pakan alami telah berhasil dilakukan
pada larva beberapa spesies kerapu, seperti pada larva kerapu bebek, Cromileptes
altivelis (Sugama dkk., 1998), larva kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus
(Setiadharma dkk., 1999), dan larva kerapu batik (Epinephelus microdon) (dkk.,
2001).
MATERI PEMBELAJARAN
leopardus) dimulai dari D-10 (Suwirya dkk., 2006) dan pada larva kerapu macan
mulai umur 13 hari (Melianawati, 2009).
Dari sekian banyak penelitian yang telah dirintis oleh para ilmuwan seperti
yang dipaparkan di atas kemudian dibentuk Standar Nasional untuk pakan larva
beberapa komoditas air payau dan laut. Untuk produksi benih komoditas air payau
dan laut, pakan larva telah ditetapkan dalam SNI sebagai berikut.
1–2, 5 x 104
Rotifer 1 x/ hari
(sel/ ml)
Nener
1 Bandeng 5–10
Artemia (naupli/ 1 x/ hari
larva/ hari)
MATERI PEMBELAJARAN
Jumlah/
No Komoditas Stadia Jenis pakan Frekuensi
Dosis
1–5 x 105
Chlorella 1 x/ hari
(sel/ ml)
1–5 x 104
Tetraselmis 1 x/ hari
(sel/ ml)
D12
5–10 (ekor/
Rotifera 1 x/ hari
ml)
1–2 (ekor/
Naupli Artemia 1 x/ hari
ml)
1–3 x 105
Kakap Chlorella 1 x/ hari
2 (sel/ ml)
Putih
1–3 x 104
Tetraselmis 1 x/ hari
(sel/ ml)
5–10 (ekor/
Rotifera 1 x/ hari
ml)
D30
3–5 (ekor/
Naupli Artemia 1 x/ hari
ml)
20 % x
Artemia 1 x/ hari
berat badan
2 % x berat
Pakan Buatan 1 x/ hari
badan
Nannochloropsis 1–5 x 108
1 x/ hari
sp sel/ ml
10–50 sel/
Tetraselmis sp 1 x/ hari
ml
5–10 ekor/
3–4 cm Rotifera 1 x/ hari
Kerapu ml
3 0, 5–1 ekor/
Macan Naupli Artemia 1 x/ hari
ml
adlibitum/
Pakan Buatan
secukupnya
adlibitum/
4–5 s.d 9–10 Pakan Buatan
secukupnya
MATERI PEMBELAJARAN
Jumlah/
No Komoditas Stadia Jenis pakan Frekuensi
Dosis
1, 5–3 x 104
Skeletonema sp ≥2
sel/ ml/ hari
1, 5–3 x 104
Skeletonema sp ≥2
sel/ ml/ hari
Udang
4 5 x 104 sel/
Windu Chaetoceros sp ≥2
ml/ hari
M3–PL2
10–20 ekor/
Naupli Artemia 2–3
individu
7–9 mg/ l/
Pakan Buatan 6–8
hari
20–60 ekor/
Naupli Artemia 2–3
individu
PL3–PL8
9–10 mg/ l/
Pakan Buatan 6–8
hari
60–80 ekor/
Naupli Artemia 2–3
individu
PL9–PL20
10–15 mg/
Pakan Buatan 6–8
l/ hari
MATERI PEMBELAJARAN
Jumlah/
No Komoditas Stadia Jenis pakan Frekuensi
Dosis
Skeletonema/ 5–10 x 104
Chaetoceros sel/ ml
Z1–Z2
2, 5–3 mg/
Pakan Buatan 6
l/ hari
Skeletonema/ 1–2 x 105
Chaetoceros sel/ ml
Z3–M2
3–4 mg/ l/
Pakan Buatan 6-8
hari
Skeletonema/ 5 x 104 sel/
Chaetoceros ml
10–20
M3–PL1 Artemia individu/ 3–6
larva/ hari
Udang 4–6 mg/ l/
5 Pakan Buatan 6–8
Vannamei hari
Skeletonema/ 5 x 104 sel/
PL2–PL5
Chaetoceros ml
20–60
Artemia individu/ 3–6
larva/ hari
6–8 mg/ l/
Pakan Buatan
hari
60–80
PL6–PL10 Artemia individu/
larva/ hari
Minimal 8
Pakan Buatan
mg/ l/ hari
(Sumber: SNI)
MATERI PEMBELAJARAN
udang. Pada stadia larva kebutuhan protein lebih tinggi dibandingkan dengan
stadium dewasa. Akan tetapi tingginya kebutuhan protein menyebabkan harga
pakan menjadi semakin mahal, serta bertambah banyaknya limbah nitrogen ke
perairan lingkungan budidaya (Marzuqi dkk., 2019). Karbohidrat merupakan
sumber energi bagi udang. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga
berfungsi sebagai binder. Kebutuhan karbohidrat dalam pakan diperkirakan 20-
30% (Hastuti dkk. 1999). Karbohidrat merupakan sumber energi kedua setelah
protein, yang pemanfaatannya tergantung dari kemampuan enzim amilase sebagai
pemecah karbohidrat (Marzuqi dkk., 2019). Mineral adalah bahan organik yang
dibutuhkan oleh udang untuk membentuk jaringan tubuh, proses metabolisme,
dan keseimbangan osmotik. Udang memperoleh mineral dari penyerapan langsung
melalui insang, penyerapan melalui saluran pencernaan, dan kulit. Mineral sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan karena selama perkembangannya udang akan
kehilangan beberapa bagian mineral dalam tubuh selama moulting (Shin, 1998).
Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah yang sangat
sedikit oleh semua mahluk hidup, tetapi sangat diperlukan karena tubuh tidak
dapat mensintesa sehingga harus ada dalam pakan. Kekurangan salah satu vitamin
akan menyebabkan penyakit atau gejala tidak normal (Shin, 1998). Hasil penelitian
Marzuqi dkk. (2019) menunjukkan kandungan karbohidrat 30, 4% (dektrin 27, 0%)
dalam pakan adalah optimal untuk mendukung laju pertumbuhan, efisiensi pakan,
dan aktivitas enzim amilase pada lambung dan pada usus ikan bandeng.
Skeletonema sp. merupakan salah satu fitoplankton yang berkadar protein
tinggi kurang lebih 50%, memiliki kandungan yang dapat memacu pertumbuhan
(growth factor) dan sangat bagus bagi ikan maupun udang, selain hal tersebut
fitoplankton ini dapat diproduksi secara masal pada bak terkendali maupun
di tambak (Sutikno, 2011). Menurut Dainith (1993) dalam Iksan (2019) bahwa
Chaetoceros sp, merupakan jenis algae dari kelompok diatomae, dimana alga
ini mempunyai kelebihan dibandingkan beberapa jenis diatomae lainnya yaitu
mengandung Omega 3 HUFA yang secara tidak langsung dapat meningkatkan
anti bodi dan daya tahan tubuh bagi larva. Skeletonema costatum mempunyai
kandungan nutrisi yang cukup tinggi yaitu protein 22, 3 % dan lemak 2, 55%
sedangkan Chaetoceros calcitrans memiliki kandungan nutrisi yang tinggi yaitu
protein 35 %, lemak 6, 9 %, karbohidrat 6, 6% (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995
dalam Ruliaty dkk., 2019).
Benih kerapu bebek membutuhkan pakan dengan kandungan protein 56%
dan lemak 9–12 % merupakan pakan terbaik (Giri dkk., 2002). Kandungan lisin
pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan benih kerapu
bebek dengan kadar optimum pakan untuk pertumbuhan benih ikan kerapu bebek
2, 77% atau setara dengan 5, 63% dari protein pakan (Giri dkk., 2006). Enzim
protease adalah enzim yang berperan dalam proses pencernaan protein dalam
tubuh. Dalam sistem pencernaan ikan, protein dari pakan tidak langsung diserap
tetapi didegradasi terlebih dahulu oleh enzim protease menjadi asam amino atau
peptida kemudian diserap tubuh. Enzim protease di usus ikan kerapu macan tidak
MATERI PEMBELAJARAN
diproduksi secara terus-menerus tetapi tergantung pada kondisi pakan yang masuk
ke dalam sistem pencernaan (Yamin dkk., 2008).
E. Teknik pemberian pakan larva sesuai dengan kebutuhan dan tingkah laku komod-
itas
Pengelolaan pakan pada pemeliharaan larva udang vaname terdiri dari jenis
pakan yang diberikan, dosis pemberian pakan, waktu pemberian pakan, frekuensi
pemberian pakan maupun cara pemberian pakan. Jenis pakan yang diberikan ke
larva udang vaname selama proses pemeliharaan yaitu pakan alami fitoplankton
dan zooplankton serta pakan komersial atau pakan buatan. Pakan alami
fitoplankton yang berikan yaitu jenis Thallasiosira sp dan pakan alami zooplankton
yang diberikan yaitu Artemia salina sedangkan untuk pakan buatan yang diberikan
yaitu pakan buatan berbentuk bubuk. Pemberian pakan alami Thallasiosira sp. pada
pemeliharaan larva udang vaname dimulai sebelum naupli ditebar sampai larva
stadia mysis-3 sampai post larva-1 (MPL). Pemberian pakan alami Thallasiosira
sp sebelum penebaran naupli bertujuan untuk menyediakan kebutuhan pakan
alami larva pada saat naupli berganti stadia menjadi zoea. Pemberian pakan alami
zooplankton jenis Artemia salina dalam proses pemeliharaan larva udang vaname
dimulai pada saat larva stadia MPL hingga post larva yang diberikan sebanyak
empat kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 14.00, 20.00 dan pukul 02.00 (Nuntung
dkk., 2018). Teknik pemberian pakan untuk udang windu tidak berbeda jauh
dengan udang vaname namun berbeda hari dan jenis plankton yang diberikan.
Larva udang windu diberikan pakan 3 kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00,
15.00 dan 18.00 (DitPSMK a, 2014).
Tabel 9.2 Jenis, dosis dan waktu pemberian pakan pada larva udang windu
Stadia Pakan Dosis Jam
07.00
Zoea 1 Skeletonema atau Chaetoceros 5–10 x 103 sel/ mL 15.00
18.00
07.00
Skeletonema atau Chaetoceros 10–15x 103 sel/ mL 15.00
Zoea 2 18.00
07.00
Rotifera 1–2 individu/ larva
15.30
07.00
Skeletonema atau Chaetoceros 10–15x 103 sel/ mL 15.00
Zoea 3 18.00
07.00
Rotifera 1–2 individu/ larva
15.30
MATERI PEMBELAJARAN
Gambar 9.2 Alur pemberian pakan alami dan buatan pada larva udang
berdasarkan waktu
(Sumber : SNI No 8556.3: 2018)
MATERI PEMBELAJARAN
Gambar 9.3 Alur pemberian pakan alami dan buatan pada larva ikan laut berdasarkan waktu
(Sumber : SNI No 6145.4: 2014, No 6488.3: 2011, No 6487.3: 2011)
MATERI PEMBELAJARAN
Metode pengujian persentase daya tetas artemia sesuai SNI tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Timbang 250 mg kista artemia;
2. Masukkan dalam tabung (gelas ukur kerucut vol. 100 ml) yang telah berisi air
laut 80 ml, kemudian diaerasi dan biarkan selama 1 jam;
3. Tambahkan air sebanyak 20 ml, lalu ambil sebagai contoh dengan mikropipet
sebanyak 250 ul, masukkan ke dalam petridisk yang telah berisi air laut dengan
kadar garam 30 ppt. Ulangi beberapa kali pengambilan contoh minimal 3 kali;
4. Setelah 48 jam, tambahkan larutan lugol’s 2-3 tetes. Kemudian hitung jumlah
kista yang menetas (nilai n); dan
5. Tambahkan lagi larutan NaOH 40% 1-2 tetes dan 3 tetes larutan NaOCl, hitung
kista isi yang tidak menetas (nilai c).
6. Perhitungannya
Hatching Percentage (HP) =
Metode pengujian jangka waktu penetasan artemia sesuai SNI tersebut adalah
sebagai berikut:
MATERI PEMBELAJARAN
Metode pengujian Efisiensi penetasan artemia sesuai SNI tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Timbang 250 mg kista artemia;
2. Masukkan dalam tabung (gelas ukur kerucut vol. 100 ml) yang telah berisi air
laut 80 ml, kemudian diaerasi dan biarkan selama 1 jam;
3. Tambahkan air sebanyak 20 ml, lalu ambil 10 contoh dengan mikro pipet
masing-masing 250 ul; dan
4. Setelah 48 jam hitung jumlah nauplius yang menetas dan berapa gram untuk
menghasilkan nauplius.
Perhitungannya EP = n x 4 x 100 x 4
MATERI PEMBELAJARAN
F. Perhitungan Feeding Rate (FR), Feeding Frequency (FF), Feeding Time (FT), Food
Conversion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pakan
Feeding rate atau tingkat pemberian pakan, ditentukan dari bobot ikan
atau udang dinyatakan dalam persen. Setiap hari komoditas yang dibudidaya
membutuhkan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya serta memberikan
pertumbuhan dan efisiensi pakan yang paling tinggi. Tingkat pemberian pakan ini
ditentukan oleh ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan dan udang, maka semakin
kecil persentase feeding rate, sedangkan jumlah pakan per harinya semakin besar
sesuai dengan pertumbuhan ikan dan udang.
Feeding Frequency atau frekuensi pemberian pakan adalah kekerapan
waktu pemberian pakan dalam sehari. Frekuensi pemberian pakan ini antara lain
tergantung pada ukuran tubuh ikan (Siregar, 1999) dan agresivitas ikan untuk
mendapatkan pakan (Djarijah, 1995). Frekuensi pemberian pakan juga merupakan
faktor yang diperhitungkan dalam pengelolaan pakan karena akan mempengaruhi
peningkatan biaya operasional budidaya dan efektivitas penggunaan pakan (Moria
dkk., 1996). Frekuensi pemberian pakan delapan kali sehari dengan interval 1, 5
jam menghasilkan bobot tubuh, pertambahan bobot dan laju pertumbuhan juwana
kakap merah yang paling besar, nilai konversi pakan yang terendah serta efisiensi
pakan yang tertinggi (Melianawati dan Suwirya, 2006)
Feeding Time merupakan waktu yang tepat dalam melakukan pemberian
pakan sesuai dengan jenis komoditas tersebut.
MATERI PEMBELAJARAN
pengambilan benih;
3. Ambil beberapa ekor benih ikan atau udang secara acak dengan menggunakan
scoopnet atau gayung yang tidak merusak kondisi benih (lihat tabel 9.5); dan
4. Masukan benih contoh ke dalam wadah yang telah disediakan.
Tabel 9.5 Jumlah contoh benih ikan atau udang yang diperlukan untuk pemeriksaan
kenormalan
No Jenis benih Jumlah Contoh
1 Udang Windu 15 ekor sampai dengan 25 ekor
2 Bandeng 15 ekor sampai dengan 25 ekor
3 Kakap Putih 15 ekor sampai dengan 25 ekor
4 Kerapu Tikus 15 ekor sampai dengan 25 ekor
5 Kerapu Macan 15 ekor sampai dengan 25 ekor
(Sumber : SNI 01-6489-2000)
Untuk udang panjang benih ikan dihitung dengan alat ukur dengan mengukur
jarak antara ujung rostrum sampai dengan ujung telson menggunakan jangka sorong
atau penggaris yang dinyatakan dalam satuan milimeter, sedangkan untuk ikan
panjang benih diukur dengan mengukur jarak antara ujung mulut sampai ujung sirip
ekor dengan menggunakan jangka sorong atau penggaris yang dinyatakan dalam
milimeter.Untuk pengukuran berat dilakukan dengan menimbang benih dengan
timbangan analitik ketelitian 0, 01 gram dalam kondisi hidup yang dinyatakan
dalam satuan miligram (SNI 8556.3: 2018). Untuk larva yang ukurannya kecil,
maka dibutuhkan peralatan tambahan loop yang dipergunakan dalam pengukuran
panjang agar ketelitiannya lebih tepat.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
serbuk tersebut pada air tawar dan disaring dengan saringan ukuran tertentu agar
ukuran pakan sesuai dengan bukaan mulut larva.
Dalam setiap pemberian pakan hendaknya disesuaikan dengan tahap
perkembangan larva pada waktu itu sehingga diketahui jenis pakan apa yang
diperlukan, berapakah ukurannya dan kesukaan makanannya seperti apa. Untuk itu
diperlukan pengambilan contoh atau sampling untuk mengetahui data plankton
terkait dengan stadia saat itu, kesehatannya, pergerakannya maupun data panjang
dan beratnya, serta jumlah individu dalam satuan luas maupun volume. Setelah
didapatkan data individu per satuan luas maupun volume tersebut, maka didapatkan
jumlah populasi larva dalam satu bak. Setelah itu dengan melihat kebutuhan pakan
larva sesuai dengan SNI, maka dapat dihitung kebutuhan plankton atau pakan
alami yang diperlukan
Gambar 9.7 Diagram alir penyediaan pakan sesuai dengan kebutuhan larva
Pakan buatan yang diberikan sebagai suplemen pakan bagi larva mempunyai
persyaratan mutu sebagai berikut:
Tabel 9.6 Persyaratan mutu pakan buatan untuk produksi benih udang vanname
Standar Pakan
No Parameter Satuan
Zoea Mysis PL 1-10
Mikron
1 Ukuran pakan Maks 80 80–100 100–200
(µm)
2 Air, maks % 12 12 12
3 Protein, min % 45 45 43
4 Lemak, min % 6 6 6
5 Abu, maks % 12 12 12
6 Serat kasar, maks % 6 6 6
MATERI PEMBELAJARAN
Kandungan cemaran
mikroba/ toksin
Tabel 9.7 Persyaratan Mutu pakan buatan untuk produksi benih ikan kerapu
Standar Pakan
No Parameter Satuan
9–30 hari 30–50 hari 50–90 hari
Mikron
1 Ukuran pakan 20–400 400–800 800–1500
(µm)
2 Bentuk - Tepung Remah pelet
3 Air, maks % 10 10 10
4 Protein, min % 50 50 48
5 Lemak, min % 12 12 12
6 Abu, maks % 14 14 14
7 Serat kasar, maks % 2 3 3
8 Nitrogen bebas, maks % 0, 2 0, 2 0, 2
Kandungan cemaran
mikroba/ toksin
Aflatoxin,
µg/ kg 50 50 50
maks
9
Kapang,
kol/ g 50 50 50
maks
MATERI PEMBELAJARAN
LEMBAR PRAKTIKUM
1. Tujuan:
Untuk mengetahui pengelolaan pakan pada pemeliharaan larva kerapu
sesuai dengan standar
2. Alat dan bahan
Alat Bahan
a. Beaker glass volume
50 ml
b. Akuarium volume
100 l
h. Mikropipet
i. Bak pemeliharaan
larva
3. Keselamatan Kerja
a. Gunakan pakaian kerja sesuai kondisi.
b. Hati–hati pada saat melakukan pekerjaan agar tidak membahayakan
siswa dan mengganggu organisme yang dipelihara.
4. Langkah Kerja
a. Tebar larva dengan kepadatan 15-20 ekor/ l pada bak yang sudah
dipersiakan sesuai dengan prosedur modul persiapan bak.
b. Pada hari kedua masukan rotifera dengan kepadatan 5 ind/ ml ke dalam
bak pemeliharaan larva. Jika ukuran bak 5 ton, maka dibutuhkan rotifera
sejumlah 25 juta ind.
c. Panen sejumlah rotifera yang dibutuhkan dari wadah pemeliharaan rotifer.
d. Masukkan ke dalam ember dan tebar secara perlahan ke bak pemeliharaan
larva dengan menggunakan gayung.
e. Tingkatkan kepadatan rotifera sampai dengan 10 ind/ ml sejalan dengan
LEMBAR PRAKTIKUM
CAKRAWALA
Pemberian pakan yang tepat waktu, tepat jumlah dan tepat nutrisi merupakan
salah satu kunci dalam keberhasilan pemeliharaan larva komoditas air payau
dan laut sedangkan manusia sebagai pelaksana dalam pemberian pakan
mempunyai keterbatasan. Hal ini menjadi pemikiran untuk membuat sistem
yang dapat mengontrol pemberian pakan bahkan mendeteksi kualitas
air dasar secara daring, sehingga dapat dikontrol dari jauh. Teknologi ini
sebenarnya sudah diaplikasikan pada pembesaran ikan dan udang, namun
untuk pengembangbiakan dan pemeliharaan larva masih perlu diujicobakan
dan dimatangkan, karena larva lebih rentan terhadap kekurangan pakan
maupun perubahan air. Sistem pemberian pakan dan pendeteksian kualitas air
ini dikembangkan dengan basic Android, sehingga nantinya akan lebih mudah
dikembangkan. Informasi tentang alat ini dapat dibaca pada https://www.
youtube.com/watch?v=JngdQEH9Czc
JELAJAH INTERNET
RANGKUMAN
1. Kebiasaan makan ikan (food habits) adalah jenis, kualitas dan kuantitas
makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan
(feeding habits) adalah tingkah laku saat mengambil dan mencari makanan.
2. Jenis pakan larva adalah pakan alami yang ukurannya sesuai dengan bukaan
mulut komoditas.
3. Semakin bertambah umur larva, maka semakin banyak jumlah pakan dan
variasi pakan yang diberikan.
4. Pada umumnya nutrisi dalam pakan yang dibutuhkan adalah untuk
pertumbuhan dan perkembangan larva lebih tinggi dibandingkan dengan
pada juvenil, utamanya protein dan lemak.
5. Cara pemberian pakan larva disesuaikan dengan cara makan larva.
6. Feeding rate atau tingkat pemberian pakan, ditentukan dari bobot ikan atau
udang dinyatakan dalam persen.
7. Feeding Frequency atau frekuensi pemberian pakan adalah kekerapan waktu
pemberian pakan dalam sehari.
8. Feeding Time merupakan waktu yang tepat dalam melakukan pemberian
pakan sesuai dengan jenis komoditas tersebut.
9. Laju pertumbuhan larva diukur untuk mengetahui bahwa larva tersebut
tumbuh dan berkembang.
10. Penyediaan pakan alami dikondisikan sesuai dengan kebutuhan
menggunakan kultur semi massal maupun massal.
11. Penyediaan pakan buatan harus sesuai dengan standar SNI 7813: 2013
untuk udang vanname dan SNI 7814: 2013 untuk kerapu.
12. Pemberian pakan harus higienis dan merata agar semua larva
mendapatkannya.
13. Untuk menyesuaikan jumlah dan jenis pakan, maka diperlukan feeding
program dan sampling pertumbuhan dan perkembangan.
TUGAS MANDIRI
Kunjungilah hatchery komoditas air payau dan laut yang terdekat dengan
tempat tinggalmu untuk mengetahui, menanyakan, melihat dan mengobservasi
pengelolaan pakan. Buatlah laporan tertulis mengenai pengelolaan pakan
pada hatchery komoditas air payau dan laut yang diserahkan kepada guru atau
pembimbing.
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab kesembilan ini, Anda tentu menjadi lebih paham
pemeliharaan larva komoditas air payau dan laut; peserta didik mampu
menerapkan sifat dan kebiasaan makan larva; jenis dan ukuran pakan larva;
penentuan jumlah pakan, kebutuhan nutrisi larva; teknik pemberian pakan yang
sesuai; perhitungan Feeding rate, feeding frequency, feeding time, FCR, efisiensi
pakan; laju pertumbuhan; prosedur penimbangan pakan; prosedur pemberian
pakan; prosedur pemberian jumlah pakan sesuai laju pertumbuhan. Dari semua
materi yang sudah dijelaskan ada bab kesembilan, mana yang menurut Anda
paling sulit dipahami? Manfaat apa yang Anda peroleh setelah mempelajari bab
kesembilan ini? Coba Anda untuk mengulang membaca dan memahami materi
sebelumnya serta diskusikan dengan teman maupun guru Anda, karena dengan
memahami bab ini kalian akan sangat terbantu dalam memahami materi-materi
berikutnya.
PETA KONSEP
Pengendalian
Teknik Pengobatan
Hama dan Penyakit
Pengobatan Komoditas
Sakit Sesuai Gejala Seran-
gan dan Jenis Penyakit
KATA KUNCI
penyakit–bakteri–virus–jamur–pengobatan–ikan sakit
PENDAHULUAN
a.Larva dan induk udang yang terserang penyakit di lihat secara langsung
b.Larva yang organ tubuhnya tidak lengkap dilihat dari pengamatan mikroskop
Gambar 10.1 Larva dan induk udang yang sakit
Sumber : a. https: // www.mongabay.co.id/ 2019/ 06/ 11/ ancaman-penyakit-ems-dan-ahpnd-
pada-udang/
b. Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)
Pernahkah kalian melihat larva ataupun udang yang sakit, seperti yang
diperlihatkan pada gambar di atas? Larva dan udang tersebut terserang penyakit
non infeksi dan infeksi yang disebabkan oleh virus. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Mengapa udang dan larva udang dapat terserang penyakit? Disebabkan oleh apa? Dan
bagaimana cara mengobatinya? Untuk memahami pertanyaan-pertanyaan tersebut,
mari kita pelajari materi tentang pengendalian hama dan penyakit pada pemeliharaan
larva udang dan ikan air payau laut pada bab terakhir ini.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Gambar 10.3 Kegiatan pergantian selang dan batu aerasi di awal siklus
Sumber : Sri Wahyuni, 2018 (Dokumentasi pribadi)
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
No Jenis Parasit Organ target Gejala tingkah laku Gejala pada organ luar
MATERI PEMBELAJARAN
No Jenis Parasit Organ target Gejala tingkah laku Gejala pada organ luar
MATERI PEMBELAJARAN
C. Teknik pengobatan
Terapi adalah suatu metode pengobatan dari pengobatan alami dan obat
kimia yang bertujuan untuk membunuh patogen dan menyembuhkan ikan yang
terserang penyakit. Beragam bahan alami dan kimia yang dapat digunakan
untuk menghambat pertumbuhan patogen. Vaksin dan antibiotik adalah pilihan
umum yang biasa digunakan oleh pembudidaya. Namun, vaksin ini hanya khusus
untuk bakteri dan harus dikombinasikan dengan vaksin booster dan pemberian
berulang. Demikian pula antibiotik buatan memiliki keterbatasan, seperti
menyebabkan masalah ketahanan ikan dan kerusakan lingkungan, karena sulit
untuk diinterpretasikan (Hardi, 2016). Umumnya pengobatan/ pengobatan dapat
diselesaikan dalam 3 tahap, yaitu:
1. Penambahan bahan pada air, beberapa syarat yang harus dipenuhi dengan cara
ini adalah:
a. Jika digunakan di kolam besar, material yang dipilih harus mudah larut dalam
air, harga murah, tidak menimbulkan dampak negatif, harus mudah terurai
secara alami. Prasyarat perlakuan sebelum aplikasi di kolam besar yaitu:
1) ikan dipuasakan 24 jam;
2) menggunakan ember plastik untuk mencampur bahan;
3) konsentrasi harus tepat;
4) diaplikasikan saat suhu rendah;
5) dilakukan model (skala kecil) terlebih dahulu sebelum kolam besar; dan
6) pengulangan hanya dilakukan pada kondisi khusus dan setelah 30 jam.
b. Perlakuan air yang mengalir (flowing) dengan tujuan untuk menambahkan
bahan kimia ke kolam yang mengalir dalam jangka waktu tertentu untuk
mencapai konsentrasi yang dibutuhkan.
c. Pembilasan (flush) di kolam volume kecil dengan konsentrasi tinggi dalam
waktu singkat (5-10 menit)
d. Obat dimasukkan dalam ember berlubang kecil, biasanya berbentuk bubuk.
e. Bathing (perendaman) terdiri dari 3 cara sesuai lama pengobatan yaitu:
1) Dips (pencelupan) yaitu waktu pengobatan singkat dan konsentrasi
tinggi
2) Short bath yaitu treatment dengan kisaran waktu 10-50 menit.
3) Long bath yaitu waktu yang digunakan untuk treatment lebih dari 1 jam.
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
Pemeriksaan level 1
Dengan melihat aktivitas renang larva, maka dapat diprediksi
stadia dari larva tersebut, zoea berenang ke depan dengan
cepat secara melingkar sambil menyaring fitoplankton, Mysis
berenang mundur dengan gerakan ekor terputus-putus di
Aktivitas Renang
kolom air sambil memangsa fitoplankton dan zooplankton.
PL berenang ke depan dengan cepat pada kolom air yang
diaerasi kuat. Semakin banyak larva yang aktif berenang,
maka semakin baik kualitasnya.
MATERI PEMBELAJARAN
Kotor karena ada Larva dapat menjadi inang bagi beberapa organisme
sesuatu yang penempel seperti jamur, bakteri maupun protozoa. Pada
menempel cangkang di kepala dan tubuh terlihat kotor tidak normal.
MATERI PEMBELAJARAN
LEMBAR PRAKTIKUM
Praktikum 1
Judul : Identifikasi Penyakit pada Induk Udang
Pendahuluan
Pada kegiatan pengembangbiakan udang, induk merupakan faktor utama
penunjang keberhasilan dari proses pemijahan dalam produksi nauplius ataupun
larva yang unggul sehingga induk udang harus benar-benar diperhatikan
kesehatan dan pakan yang diberikan. Ketika induk udang dalam kondisi tidak
sehat, maka berbagai penyakit dapat menyerang induk tersebut. Penyakit yang
menyerang dapat berupa penyakit infeksi maupun non infeksi, sehingga perlu
dilakukan identifikasi penyebab penyakit yang menyerang induk tersebut.
Tujuan
Melalui Praktik peserta didik mampu mengidentifikasi penyakit yang menyerang
pada induk udang berdasarkan pengamatan secara visual dengan teliti, tepat
dan bertanggung jawab.
Alat dan Bahan:
1. Wearpack 9. Loop/ kaca pembesar
LEMBAR PRAKTIKUM
CAKRAWALA
SIDROTUN NAIM
CAKRAWALA
CAKRAWALA
JELAJAH INTERNET
RANGKUMAN
RANGKUMAN
TUGAS MANDIRI
Kunjungilah hatchery komoditas air payau dan laut yang terdekat dengan
tempat tinggalmu untuk mengetahui, menanyakan, melihat dan mengobservasi
pengendalian penyakit di panti benih tersebut. Buatlah laporan tertulis
mengenai pengendalian penyakit pada hatchery komoditas air payau dan laut
yang diserahkan kepada guru atau pembimbing.
REFLEKSI
Setelah mempelajari bab keenam sampai dengan bab sepuluh ini dan
mengerjakan evaluasi yang ada, cobalah refleksi diri kalian mengenai materi
pada satu semester terakhir ini. Apakah masih ada materi yang belum di mengerti
atau dipahami? Adakah yang masih ingin ditanyakan pada guru pengampu?
Jika ada, diskusikan materi yang belum kalian pahami tersebut dengan teman
ataupun guru pengampu untuk perbaikan kegiatan pembelajaran ke depan.
Materi yang ada wajib dikuasai sebagai pondasi, karena pelajaran pada kelas XI
ini akan berlanjut pada pelajaran kelas XII sehingga mempermudah memahami
materi berikutnya.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP
A. PILIHAN GANDA
Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda (x) pada pilihan A, B,
C, D, atau E.
1. Pada penetasan telur Kerapu, aerasi pada media digunakan/ dipasang relatif
kecil. Tujuan aerasi digunakan/ dipasang relatif kecil tersebut agar...
a. Telur yang mati tidak terurai.
b. Pembuahan telur oleh sperma lebih cepat.
c. Telur ikan tetap menempel pada substrat.
d. Suhu media tetap stabil.
e. Amoniak tidak meningkat.
2. Penanganan telur ikan fototaksisi positif pada malam hari agar telur lebih cepat
menetas adalah …
a. Menjaga atau mengawal.
b. Menebar pakan alami.
c. Memberikan pencahayaan.
d. Sering mengganti air.
e. Tanpa memberi pencahayaan.
3. Telur ikan yang berwarna transparan dan terdapat bintik hitam menandakan
telur tersebut…
a. Mati.
b. Infertil.
c. Tidak terjadi pembuahan.
d. Fertil.
e. Mengapung.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP
6. Pada perkembangan larva udang windu, terlihat bentuk badan ramping dan
memanjang seperti udang muda, kaki renang masih belum tampak. Hal
tersebut menunjukkan larva udang windu masih dalam stadia...
a. Nauplius 3.
b. Zoea 2.
c. Zoea 3.
d. Mysis 1.
e. PL 8.
7. Larva yang masih belum memerlukan makanan dari luar karena masih dapat
disediakan dari dalam kandung kuning telurnya sendiri adalah...
a. Nauplius.
b. Zoea.
c. Protozoa.
d. Prolarva.
e. Post larva.
10. Pada setiap perkembangan larva ada beberapa indikator yang dijadikan kunci
dalam pengamatan. Berikut ini yang merupakan indikator pada stadia Mysis 3
adalah...
a. Kaki renang belum nampak.
b. Sepasang uropoda yang bercabang dua mulai berkembang dan duri pada
ruas-ruas perut mulai tumbuh.
c. Tunas kaki renang mulai memanjang dan beruas-ruas.
d. Tunas kaki renang mulai nampak tapi belum beruas-ruas.
e. Mata mulai bertangkai dan pada carapace sudah terlihat rostrum dan duri
supraorbital yang bercabang.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP
11. Pada pengembangbiakan ikan karnivora seperti Kakap dan Kerapu, fluktuasi
suhu sering kali menyebabkan kematian massal terutama bila penurunan suhu
terjadi pada malam hari. Untuk mengatasi suhu air yang rendah, yang perlu
dilakukan adalah dengan...
a. Pemanasan suhu ruang.
b. Memasang thermometer.
c. Memasang autowater heater.
d. Meletakkan wadah di luar ruang.
e. Melakukan penyiponan.
12. Proses pemijahan ikan kerapu dibutuhkan kondisi lingkungan yang optimal
agar dapat diperoleh kualitas derajat penetasan telur ikan yang optimal.
Faktor eksternal yang berpengaruh pada derajat penetasan telur ikan kerapu
adalah…
a. Suhu Air.
b. Karbondioksida.
c. pH air.
d. Amoniak.
e. Alkalinitas.
13. Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap metabolisme
sehingga meningkatkan konsumsi pakan. Suhu yang terbaik sehingga
pemberian pakan optimum adalah...
a. 22–24oC.
b. 25–27oC.
c. 28–30oC.
d. 31–33oC.
e. 34–36oC.
14. Intensitas cahaya yang terlalu kuat akan menyebabkan larva ikan bergerombol
di suatu tempat sehingga menyebabkan kompetisi pakan dan ruang semakin
tinggi, untuk mengurangi hal tersebut agar larva menyebar dan merangsang
daya makannya, maka dilakukan...
a. Pengecatan dinding bak dengan warna hijau.
b. Penambahan krei.
c. Pengaturan aerasi kuat.
d. Pemberian air hijau.
e. Pemberian rotifera.
15. Stadia larva merupakan fase yang sangat sensitif terhadap perubahan kualitas
air sedangkan pemberian pakan baik alami maupun buatan, pakan yang tidak
termakan berisiko menurunkan kualitas air. Untuk itu diperlukan penyiponan
dasar bak pemeliharaan yang dilakukan mulai pada hari ke...
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP
a. 5.
b. 10.
c. 15.
d. 20.
e. 25.
16. Pakan yang tidak termakan akibat salah manajemen pakan, baik dikarenakan
salah sampling maupun salah pengelolaan waktu, akan menjadikan kualitas air
menurun dan mengancam kesehatan komoditas pengembangbiakan. Untuk
itu perlu dilakukan tindakan pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan ikan
di bak, salah satunya dapat dilakukan dengan …
a. Penyiponan kotoran.
b. Pengobatan larva ikan.
c. Penambahan bahan kimia.
d. Penambahan bahan herbal.
e. Penggantian media air 0, 5 volume.
17. Makanan yang paling baik untuk stadia post larva adalah nauplius dari...
a. Crassostrea sp.
b. Balanus sp.
c. Artemia sp.
d. Arbacia sp.
e. Tubifex.
18. Pemberian pakan pada larva dan udang dilakukan setelah kuning telur habis,
pada stadia ini sudah bisa ditentukan pakan alami maupun buatan yang
akan diberikan pada larva ikan maupun udang. Salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemberian pakan pada larva ikan adalah...
a. Laju pengosongan lambung larva ikan
b. Kelengkapan organ pencernaan larva
c. Ukuran pakan dan bukaan mulut ikan
d. Cara makan larva
e. Tingkah laku memakan
19. Pemberian pakan pada nener bandeng akan lebih efektif pada siang hari, hal
ini karena ikan bandeng bersifat…
a. Pelagis.
b. Demersal.
c. Nokturnal.
d. Diurnal.
e. Grazer.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP
21. Indikator dari zoea telah mulai memakan ransum yang diberikan adalah. ..
a. Pakan tidak nampak di permukaan maupun kolom air.
b. Kecerahan air turun.
c. Munculnya garis pada abdomen.
d. Warna air memudar.
e. Perut bertambah besar.
22. Pakan alami yang diberikan kepada larva merupakan kunci utama dari
kelulushidupan dan pertumbuhan larva. Berikut ini adalah kriteria dari pakan
alami yang akan diberikan kepada larva yaitu...
a. Ukuran kecil, gerakan aktif, mudah didapatkan, mudah dibudidaya.
b. Ukuran kecil, ada di lingkungan sekitar, mudah didapatkan.
c. Ukuran kecil, ada di lingkungan sekitar, mudah dibudidaya.
d. Ukuran lebih kecil dari bukaan mulut, bergerak lamban, mudah dicerna,
mengandung nutrisi tinggi.
e. Ukuran kecil, gerakan aktif, mudah didapatkan, melimpah.
23. Setiap stadia dan jenis komoditas perikanan mempunyai karakteristik yang
berbeda dalam cara memakan, jumlah dan jenis makanan. Karakteristik usus
pendek dan usus panjang pun mempengaruhi dalam Frekuensi Pemberian
Pakan. Yang dimaksud dengan frekuensi pemberian pakan adalah...
a. Berapa kali pemberian pakan dalam sehari.
b. Berapa banyak pakan yang dapat diberikan dalam sekali pemberian pakan.
c. Berapa banyak pakan yang dapat diberikan per berat tubuh larva.
d. Berapa kali pemberian pakan dalam seminggu.
e. Berapa kali pemberian pakan dalam seminggu.
24. Benih ikan yang dipelihara harus dilakukan grading yang bertujuan untuk...
a. Menghindari kegagalan.
b. Menghindari kanibalisme.
c. Menghindari ukuran.
d. Menghindari pertumbuhan.
e. Menghindari abnormal.
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP
26. Dalam suatu hatchery udang telah dilakukan pemeliharaan dengan pemberian
pakan yang sesuai namun terjadi kematian gagal moulting pada waktu
perubahan dari PL 3 ke PL 4, dan sudah dicek secara laboratorium bahwa
keberadaan bakteri patogen tidak ada, maka yang menjadi kesimpulan
pembudidaya adalah. ..
a. Kadar Amonia terlalu tinggi.
b. Kadar protein pada terlalu rendah.
c. Kadar lemak dalam pakan terlalu tinggi.
d. Frekuensi pemberian pakan terlalu banyak.
e. Terlalu banyak oksigen karena aerasi.
28. Salah satu indikator bahwa larva udang kekurangan oksigen dan temperatur
terlalu tinggi adalah udang menjadi berwarna agak...
a. Pucat
b. Bening
c. Kemerahan
d. Hijau
e. Berbintik putih
29. Salah satu fasilitas unit pembenihan yang merupakan bagian dari biosecurity
untuk mencegah masuk maupun keluarnya penyakit yaitu dengan membentuk
kolam berisikan larutan disinfektan pada pintu masuk unit pembenihan yang
dikenal dengan nama...
a. Foot bath
b. Paddle wheel
c. Pond wheel
PENILAIAN AKHIR
SEMESTER GENAP
d. Pond Isolation
e. Hand sanitizer
30. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh ikan
yaitu...
a. Pengaruh keturunan dari induk
b. Suhu, musim, cahaya
c. Kecukupan pakan, ketersediaan nutrisi, vitamin dan mineral dalam pakan
d. Jenis patogen yang menyerang
e. Kondisi ketika menjadi telur
B. Essay
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecepatan penetasan
telur!
2. Bagaimanakah ciri-ciri nauplius windu yang baik?
3. Apa tujuan pergantian air pada pemeliharaan larva ikan kerapu?
4. Bagaimana cara mengukur pertumbuhan harian larva ikan
5. Bagaimanakah 3 cara metode vaksinasi pada ikan?
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Anam, C., Khumaidi, A., Muqsith, A. 2016. Manajemen Produksi Benih Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Instalasi Pembenihan Udang (IPU) Gelung Balai
Perikanan Budidaya air Payau (BPBAP) Situbondo Jawa Timur. Samakia: Jurnal
Ilmu Perikanan, 7(2): 57-65
Andriawan, Rendy. 2016. Presentasi Teknik pemeliharaan Larva Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Carita. 40 slide
Barlow.1981
Bowles, Joseph E. 1991. Sifat-Sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah).
Erlangga. Jakarta.
Boyd, C.E. (1990) Water Quality In Ponds For Aquaculture. Agriculture Experiment
Station, Auburn University, Alabama, 482 pages.
Budiardi, Tatag. 2003. Pengelolaan Induk Kerapu: Kerapu Bebek,
Das, Braja M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I. PT.
Erlangga. Jakarta.
Ditjen GTK.2018. Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi: Mendesain Tata Letak Sarana
dan Prasarana Budidaya. P4TK Cianjur. Kemdikbud. 68 hlm
Ditjen GTK.2018. Modul Pemeliharaan Induk, Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional
DitPSMK.a.2014. Teknik Pembenihan Krustasea kelas XI.Jilid 3 dan 4 BSE Kemendikbud
DitPSMK.b.2014. Pengelolaan Kualitas air Paket Keahlian Budidaya Crustacea kelas X.
BSE Kemendikbud
DJPB, 2019.SOP Perhitungan dan pencatatan Benih Kerapu.BPBL Ambon. 6 hlm
Effendi, Ikhsan. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Jakarta
Effendie, M.I. 2002. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri Bogor, Indonesia, 122
hlm.
Effendi, H.2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius.
Fahmi, M.R., Musthofa, S.Z, Asep Permana, Mohammad Zamroni dan Rendy
Ginanjar. 2016. Perkembangan Larva dan Ekologi Ikan “Six-Bandedtigerbarb”
(Desmopuntius Hexazona Weber &De Beaufort, 1912) Di Cagar Biosphere Bukit
Batu, Riau. Depok. Puslitbang KKP
FAO.2007. Improving Penaeus monodon hatchery practices. Manual based on
experience in India. FAO Fisheries Technical Paper. No. 446. Rome, 101p.
Giri, N.A., Marzuqi, M., Jufri, & Kuma, C. (1993).Pengaruh perbedaan waktu awal
pemberian pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan larva udang
windu (P. monodon). J. Pen. Budidaya Pantai, 9(2), hlm 81–88.
Giri N.A, Suwirya, K., Marzuqi, M.2002. Effect of Dietary Protein and Energy on Growth
of Juvenile humpback grouper (Cromileptes altivelis). Indonesian Fisheries
Research Journal 8 (1): 5-9
Giri, N.A, Suwirya, K., Marzuqi, M. 2006. Kebutuhan Asam Amino Lisin untuk Benih
Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal Riset Akuakultur Volume 1 No.2: hlm
DAFTAR PUSTAKA
143-150
Gustrifandi, Hendri (2011). Pengaruh Perbedaan Padat Penampungan dan Dosis Pakan
Alami terhadap Pertumbuhan Larva Udang Windu (Penaeus Monodon, Fab).
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Volume 3 No 2. Hlm 241-248
Hardi, E. H., 2015. Parasit Biota Akuatik. Mulawarman University Press. Samarinda.118
hlm
Hardi, E. H., 2016. Parasit Biota Akuatik dan Penanggulangan.Mulawarman University
Press. Samarinda.137 hlm
Hastutik, W., Mulistyani, W., dan Latief, M. 1999. Peranan Pakan Alami Untuk
Meningkatkan Mutu Benur. Jepara: BBPBAP
Hidayatullah, Dendi. 2012. Pembenihan Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis) di BBPBL
Lampung. 79 hlm
http: // alkes-marinno.com/ tag/ thermometer-manual/ diunduh tanggal 29 Nopember
2019 jam 02.00
http: // archive.unu.edu/ unupress/ unupbooks/ 80346e/ 80346E03.htm diunduh
tanggal 27 Nopember 2019 jam 02.00
http: // bibitlele.net/ penyebab-bibit-lele-mati-ciri-perut-penuh-makanan-
menggantung/ diunduh tanggal 22 Nopember 2019 jam 02.00
https: // camblab.info/ wp/ index.php/ how-can-i-measure-turbidity/
http: // coffishery.com/ ras.html diunduh tanggal 29 Nopember 2019 jam 02.00
http: // digilib.umg.ac.id/ download.php?id=5322 diakses tanggal 22 Oktober 2019
jam 14.54
https: // docplayer.info/ 71878056-Pembenihan-udang-windu-dan-produksi-pakan-
alami-di-balai-budidaya-air-payau-ujung-batee-kabupaten-aceh-besar-nad-
laporan-praktik-kerja-lapangan.html
http: // himiteka.lk.ipb.ac.id/
https: // id.wikipedia.org/ wiki/ Sidrotun_Naim diakses tanggal 22 Oktober 2019 jam
13.23
http: // id.modopumpcn.com/ chemical-pump/ centrifugal-chemical-pump-sales.
html diunduh pada tanggal 25 Nopember 2019 jam 01.13
https: // indonesian.alibaba.com/ product-detail/ temperature-controller-at-700-
aquarium-crystal-glass-heater-60053092051.html diunduh pada tanggal 25
Nopember 2019 jam 02.13
https: // indo-digital.com/ perbedaan-single-dan-double-beam-instruments.html
https: // jabar.tribunnews.com/ 2019/ 10/ 12/ terjadi-lagi-bocah-tersetrum-listrik-
tiang-antena-tv-di-pekalongan-badan-menempel-hingga-tewas diakses
tanggal 30 Nopember 2019 jam 13.50
http: // news.unair.ac.id/ 2019/ 01/ 09/ cerita-mahasiswa-perikanan-pkl-di-balai-
riset-terbesar-di-indonesia/ diakses tanggal 30 Nopember 2019 jam 13.50
https: // onlimo.bppt.go.id/ tentang.htm
http: // oseanografi.lipi.go.id/ dokumen/ oseana_xii(1)35-41.pdf
https: // pentairaes.com/ plankton-nets.html
http: // penyuluh1.rssing.com/ chan-13752546/ all_p41.html diakses tanggal 29
Nopember 2019 jam 09.50
DAFTAR PUSTAKA
Iksan (2019)
Ismi, S., & Asih, Y.N. (2014). Peningkatan jumlah dan kualitas produksi benih ikan
kerapu melalui pengkayaan pakan alami. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,
6(2), hlm 401-414.
Karolina, Anita. Sutrisno Anggoro, Supriharyono.2016. Pertumbuhan dan Kebiasaan
Makanan Gelondongan Bandeng (Chanos Chanos Forsskal) selama Proses
Kultivasi di Tambak Bandeng Desa Wonorejo Kabupaten Kendal. Prosiding
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM GLOSARIUM
GLOSARIUM
GLOSARIUM
GLOSARIUM
BIODATA PENULIS 1 :
BIODATA PENULIS
BIODATA PENULIS
BIODATA PENULIS 3 :
Mulai tahun 1991 sd 2005 menekuni perikanan air payau dan laut dalam pembenihan
udang Windu dan Vaname