Anda di halaman 1dari 7

Kompetensi Kepribadian

          Kompetensi kepribadian merupakan salah satu kompetensi yang sangat


penting untuk bisa dipenuhi setiap calon guru maupun guru yang mengajar di
sekolah/madrasah agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Memang, kompetensi
kepribadian bukan bagian dari bahan yang akan dan harus diajarkan para guru pada para
siswa mereka, tapi merupakan kekuatan yang harus dimiliki setiap guru, agar dapat
menghantarkan para siswanya menjadi orang-orang cerdas (smart citizen). Guru pintar tidak
akan terlalu bermanfaat jika tidak memiliki komitmen untuk mengajar dengan baik.
Komitmen untuk mengajar, membimbing dan mendampingi para siswanya belajar,
merupakan bagian dari kompetensi kepribadian.

          Akan tetapi, kualifikasi kompetensi kepribadian tidak sesempit


komitmen mengajar, membimbing dan mendampingi para siswa belajar agar menjadi anak-
anak berprestasi di masa yang akan datang. Maria Liakopoulou[1],peneliti dari Aristotle
University of Thessaloniki Makedonomaxon, Halastra Thessaloniki, Yunani, menegaskan
bahwa kompetensi kepribadian meliputi sifat-sifat yang berkaitan langsung dengan
pelaksanaan tugas mereka sebagai guru, yang dapat dilatih dan dikembangkan melalui
pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya dia membagi kepribadian tersebut ke dalam lima
kelompok sifat sebagai berikut:

1. Sifat profesional, meliputi komitmen untuk bekerja, rasa percaya diri, bisa dipercaya
dan menghargai orang lain.
2. Sifat berfikir, meliputi kemampuan analisis dan selalu berfikir  konsepsional.
3. Sifat ekspektasi, yakni bisa diharapkan dan bisa diandalkan dengan senantiasa mampu
memperlihatkan hasil pencapaian tujuan yang sangat tinggi, memiliki pemahaman
komprehensif tentang siswa, tentang tugas dan tentang program pendidikan secara
keseluruhan, serta senantiasa memiliki inisiatif untuk melaksanakan tugas dengan
baik.
4. Sifat kepemimpinan, yakni memiliki sifat fleksibel, akuntabel, dan keinginan kuat
untuk terus belajar.
5. Sifat Relasi dengan orang lain, memiliki banyak relasi dengan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses pendidikan, dan memiliki keahlian berbagai pekerjaan
pendidikan secara komprehensif.

          Seorang guru harus memiliki sifat profesional, dengan ciri-ciri utama
memiliki komitmen untuk bekerja keras, memiliki rasa percaya diri yang baik, bisa dipercaya
dan menghargai orang lain. Salah satu hal yang amat penting dari sifat profesional adalah
memiliki komitmen untuk bekerja keras untuk kemajuan sekolah. Ciri-ciri orang memiliki
komitmen bekerja dengan baik, menurut V. Murale, R Preetha, dan Juhi Singh Arora [2],
setidaknya memiliki tiga ciri utama, yakni:

Sangat percaya terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai oragnisasi (dalam konteks ini adalah
sekolah/madrasah).

Memiliki keinginan yang kuat untuk melaksanakan usaha-usaha yang sudah sangat
dipertimbangkan untuk dan atas nama organisasi (sekolah/madrasah).

Memiliki keinginan yang kuat untuk terus bekerja dan menjadi bagian dari organisasi
(sekolah/madrasah).
          Sifat profesional dalam kepribadian seorang guru akan terlihat dari
sikap komitmennya terhadap pekerjaan dan institusi pendidikan tempat dia mengajar, yang
ditandai dengan tiga indokator besar, yakni sangat mempercayai institusinya, sangat ingin
memajukan institusi pendidikan tempat dia bekerja, dan dia akan sangat berkeinginan untuk
terus mendedikasikan keahliannya di institusi tempat di bekerja. Kemudian, sifat profesional
dalam kepribadian seorang guru juga dapat dilihat dari rasa percaya diri, yang ditandai antara
lain, memiliki motivasi yang kuat untuk berprestasi, memiliki emosi yang stabil, tidak
meledak-ledak, bisa bekerjasama dengan orang lain, dan selalu mampu memberijalan keluar
untuk setiap persoalan yang dihadapi dalam kelompoknya. Kemudian seorang guru dengan
kerpibadian yang baik dan memiliki rasa percaya diri harus memperlihatkan cara berfikir
yang selalu positif, selalu berkeinginan keras untuk memajukan insitusi, siap menghadapi
risiko, dan sealu sehat, ceria dan energetik.

          Di samping itu, sifat profesional dalam kepribadian guru juga akan
terlihat dari pribadinya yang luhur yang dapat dipercaya oleh orang lain. Sifat dapat
dipercaya tersebut bisa ditandai dengan dua indikator besar yakni, kebiasaan berbuat
kebajikan, yang ditandai dengan sikap yang sangat loyal pada institusi, pada kebijakan
bersama dan loyal terhadap pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, kemudian bersikap
terbuka, peduli dan selalu memberi dukungan pada institusinya. Kemudian, sifat dapat
dipercaya juga bisa dilihat dari  integritasnya terhadap berbagai nilai dalam pelaksanaan
pekerjaan, yakni nilai-nilai kejujuran, keadilan, konsistensi dan selalu memenuhi janji [3]. 
Terakhir, sifat profesional dalam kepribadian guru juga bisa dilihat dari sikapnya yang
menghargai orang lain, sehingga tidak akan menyia-nyiakan sisiwanya, dan tidak akan
menyia-nyiakan orang tua siswa. Dengan demikian, dia akan menghasilkan hasil pendidikan
yang memberi kepuasan kepada para siswa, orang tua siswa dan para pengguna lulusan,
memberi kepuasan dalam proses layanan pendidikan, waktu yang bisa dihitung, biaya bisa
dihitung dan produktifitas meningkat, bahkan nama baik dan keuntungan institusi juga terus
meningkat.

          Kemudian dari itu, seorang guru profesional harus memiliki sifat kritis
dan mampu berfikir analitis sebagai wujud kepribadian saintifik mereka. Sifat kritis dan
kemampuan berfikir ini merupakan karakter yang dimiliki sebagai hasil proses pendidikan
keguruan mereka sebelum menjadi guru. Kemampuan berfikir analistis sangat diperlukan
bagi setiap guru agar mampu mendorong para siswanya menjadi kritis, dan memiliki
kemampuan berfikir analitis dalam pelajaran yang mereka pelajari. Bagaimana para siswa
akan menjadi cerdas dan memiliki kemampuan analisis yang baik jika gurunya sendiri tidak
memiliki kemampuan berfikir analisis. Dan  kenapa kemampuan analisis ini menjadi sangat
penting? Linda Elder and Richard Paul, menjelaskan bahwa kalitas hidup dan apa-apa yang
dihasilkan manusia, akan sangat tergantung pada kualitas berfikir manusia. Berfikir buruk itu
sangat mahal, baik dari aspek uang maupun waktu. Jika kita ingin berfikir baik, maka kita
harus memahami dasar-dasar berfikir yang baik.[4]

          Selanjutnya Linda Elder dan Richard Paul menjelaskan, setidaknya ada
delapan (8) elemen berfikir analitis yang harus dipenuhi oleh setiap guru agar para siswa
mampu melatih kamampuan berfikirnya dengan baik, yakni:

1. Pastikan tujuan; seorang guru harus memahami tujuan membelajarkan para siswanya
pada wilayah kajian matematika, dan bisa memahami tujuan dari setiap pokok
bahasan yang para siswanya pelajari. Demikian pula dalam mata pelajaran lainnya,
sehingga berfikir kritis untuk menganalisis bahan ajar disesuaikan dengan tujuan yang
harus mereka capai.
2. Kemukakan beberapa pertanyaan pokok yang dikaitkan dengan bahan ajar yang akan
dipelajari para siswa, terkait perubahan-perubahan apa yang bisa terjadi pada para
siswa dengan mempelajari pokok-pokok bahasan yang mereka pelajari.
3. Gunakan informasi, data, fakta atau obsenrvasi terhadap fenomena yang terjadi untuk
mereka pelajari, mereka fahami, dan mereka diskusikan. Guru harus memiliki
kemampuan menggunakan informasi-informasi tersebut untuk mendorong perubahan
pada para siswanya.
4. Gunakan konsep, yakni bahwa menganalisis informasi harus menggunakan teori,
aksioma, prinsip atau model yang harus diperoleh dari hasil-hasil kajian terhadap
literatur yang sudah ditulis para ahli yang memiliki legitimasi dalam bidangnya. Guru
harus memiliki kemampuan mengkaji informasi dari buku teks dengan teori-teori
yang ada dalam buku referensi. Kemampuan tersebut harus dibelajarkan pada para
siswanya, sehingga mereka akan terbiasa berkperibadian baik dengan kemamouan
berfikir kritis yang didukung oleh teori-teori.
5. Melakukan interpretasi, dengan melakukan analisis, menyimpulkan atau inferensi,
atau merumuskan solusi terhadap sesuatu persoalan.
6. Mengembangkan asumsi-asumsi dan pilihan-pilihan kesimpulan yang dapat
dikembangkan dari hasil analisis terhadap informasi setelah dikaji dengan
menggunakan teori, model atau aksioma yang dikembagkan dari sebuah keyakinan
akan sebuah kebenaran.
7. Merumuskan implikasi atau rekomendasi-rekomendasi yang disesuaikan dengan
tujuanyang sudah ditetapkan, didukung data, teori dan proses analisis.
8. Perumusan pandangan akhir yang bisa dijadikan rujukan untuk pengembangan prilaku
dan perumusan sebuah pandangan tentang orientasi perubahan-perubahan prilaku.

          Inilah delapan unsur berfikir analisis yang pada umumnya para
akademisi merujuknya serta menggunakannya sebagai langkah-langkah berfikir analitis, dan
dijadikan variabel pengukuran kemampuan berfikir analisis seseorang. Dan bersamaan
dengan itu pula, bahwa berfikir analitis harus konsepsional, yakni menggunakan teori-teori,
model-model yang dapat dirujuk dari berbagai pendapat para ahli dalam bidangnya, dan
memiliki legitimasi akademik untuk dirujuk. Berfikir analitis tidak cukup hanya dengan
menggunakan logika rasional, dialektis, dan bahkan sistematis, tanpa menggunakan rujukan
teri, model atau aksioma, karena akan terjebak dengan pemanfaatan common sense yang bisa
jadi terbantah oleh teori-teori yang sudah berkembang.

          Kemudian dari itu, guru juga harus berkepribadian baik dengan
memiliki sifat ekspektatif, dalam tiga arah ekspektasi, yakni pertama dia bisa diharapkan oleh
manajemen, orang tua siswa dan para siswa sendiri untuk bisa bekerja produktif,
menghasilkan siswa yang cerdas, dan bisa mendampingi seluruh siswanya belajar. Kedua, dia
juga harus memberi harapan pada para siswanya, bahwa mereka bisa menjadi orang-orang
hebat, tidak boleh berpretensi negatif pada para siswanya, dan tidak boleh memandang remeh
para siswanya, tidak boleh sinis pada siswa karena lambat memahami pelajaran, dan tidak
boleh sinis karena siswanya berprilaku nakal. Dampingi mereka, sayangi mereka dan perbaiki
prilakunya. Ketiga, dia juga harus menaruh harapan penuh pada profesinya sebagai guru,
bahwa profesi guru adalah profesi terbaik bagi dirinya. Dia tidak boleh sinis dengan
pekerjaannya. Seorang guru tidak boleh berkata bahwa profesi keguruan adalah profesi
orang-orang miskin. Mereka harus bangga dengan profesinya sebagai guru. Tidak baik bagi
seorang guru untuk mempermasalahkan profesi keguruannya dengan mengkaitkannya pada
indeks gaji yang tidak memadai, karena dia masuk setelah dia tahu bahwa gajinya tidak
memadai. Kalau tidak suka dengan indeks gaji seperti itu, ambil putusan segera, dan cari
alternatif yang lebih baik. Tidak boleh profesi keguruan menjadi terhina oleh guru sendiri
hanya karena indeks gajinya yang tdiak memadai. Demikian pula dengan sikap mereka pada
siswanya[5].

          Untuk menjadi seorang guru yang berkepribadian baik, seseorang juga
harus memiliki sifat manajerial, dengan fleksibbilitasnya dalam menghadapi para siswa
dalam kelas. Dia  harus memiliki keahlian dalam perencanaan kelas, mengorganisasi kelas
sejak hari pertama dia bertugas, cepat memulai kelas, melewati masa transisi dengan baik,
memiliki kemampuan dalam mengatasi dua atau lebih aktifitas kelas dalam satu waktu yang
sama. Kemudian dia juga harus mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya
secara efisien dan konsisten, dapat meminimalisasi gangguan, dapat menerima suasana kelas
yang ribut dengan kegiatan pembelajaran, memiliki teknik untuk mengontrol kelas, dapat
memelihara suasana tenang dalam belajar, dan tetap dapat menjaga siswa untuk tetap belajar
menuju sukses[6]. Dan semua yang dilakukannya harus bisa dipertanggung jawabkan pada
kepala sekolah dan komite sekolah, sehingga tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan
dengan layanan guru profesional, dan bahkan semua fhak merasa puas dengan layanan
pembelajaran dari mereka.

          Kompetensi kepribadian juga harus dilengkapi dengan kemampuan


beradaptasi dengan lingkungannya, dia harus mampu mengembangkan dua karakterisitik
interaksi guru dengan lingkungannya melalui dua budaya, collegiality dan collborasi.
Collegiality bermakna interaksi guru dengan sesamanya baik dalam aspek intelektual, sosial,
moral, emosional, dan bahkan mungkin dalam aspek politik atau kebersamaan dalam aktifitas
organisasi profesi, Sedangkan Collaborasi lebih pada konteks kerjasama intelektual, saling
membimbing dalam pengembangan kurikulum, pembelajaran, evaluasi dan berbagai aktifitas
diskusi penyelesaian berbagai persoalan pekerjaan sebagai guru[7]. Dua karakter peribadian
guru tersebut, akan beririsan dengan kompetensi sosial, tapi masih lebih kuat sebagai
kompetensi kepribadian, karena guru profesional harus mampu berinteraksi dan
mengembangkan relasi sosialnya minimal dengan kolega guru dan tata usaha di sekolahnya,
tidak boleh teralienasi dari lingkungannya. Bagaimana guru bisa berkomunikasi dengan
orang tua siswa, jika berkepribadian sangat tertutup atau lebih suka menyendiri, introvert, dan
tidak menyukai berkomunikasi dengan orang lain, padahal perkembangan siswanya harus
disampaikan pada orang tuanya, pada kepala sekolah, atau pada pada walinya.

          Inilah lima ciri kompetensi kepribadian calon guru atau guru
profesional, yang terkait langsung dengan tindakan mereka sebagai seorang guru, agar
mampu menghantarkan para siswanya menjadi smart and competitive citizen, melalui proses
pembelajaran yang dikelola oleh dia dengan melibatkan tiga kompetensi lainnya, pedagogik,
profesional dan sosial. Akan tetapi masih banyak kompetensi kepribadian yang harus
dipenuhi guru profesional dan sangat mendukung karya-karya profesi mereka sebagai
seorang guru. Sifat-sifat tersebut antara lain adalah sebagai berikut[8].

1. Adaptability in instructional interaction, mudah menyesuaikan diri dengan situasi


kelas, guru bisa dengan mudah mengubah suasana belajar dengan sesuai dengan
kebutuhan psikologis siswa, daripada mempertahankan skenario pembelajaran yang
sudah dirancang tapi kurang sesuai dengan situasi kelas.
2. Humor, guru yang humoris, periang dan dapat membangkitkan suasana belajar
kembali segar, akan lebih berpeluang  untuk dapat menyampaikan materi ajar
dengan baik, dan akan lebih membuat para siswa senang belajar, nyaman dan
terhindar dari kelelahan.
3. Memiliki tanggung jawab profesional yang baik, guru mempersiapkan program
pembelajaran, disain, skenario, alat dan berbagai kepentingan proses pembelajaran
dipersiapkan sebelum kelas dimulai. Dan semua persiapan tersebut mereka
dedikasikan untuk kemajuan siswa, dengan penilaian yang fair, dan selalu terbuka
untuk melakukan perbaikan dengan mengeksplorasi saran serta masukan pada para
siswanya.
4. Enthusiasm, guru yang sangat antusias dalam membelajarkan para siswanya, atau
mehyampaikan pelajaran kepada para siswanya, akan sangat membantu dalam
membangun dan menghidupkan serta meningkatkan motivasi siswa dalam partisipasi
proses pembelajaran di dalam kelas atau di luar kelas.
5. Argreeableness, ini merupakan sifat atau karakter yang harus terus dibina pada semua
guru dan calon guru, yakni sifat mudah atau bisa menerima perbedaan, dan mudah
memahami pendapat orang lain, dan bisa menikmati relasi kolegial, dalam keadaan
sependapat atau tidak sependapat tentang sesuatu. Sifat-sifat yang harus
dikembangkan untuk kepribadian ini antara lain adalah, sifat rendah hati, memiliki
belas kasih kepada sesama, kooperatif, dapat menerima keluhan, sederhana, gampang
memaafkan dan bisa dipercaya.
6. Caring, yakni memiliki kepedulian yang baik kepada siswa, sejawat, orang tua siswa
dan seluruh kelompok sosial yang dilayaninya. Seorang guru yang memiliki perhatian
pada para siswanya akan membuka akses bagi mereka di setiap saat, dan akan selalu
membantu untuk kemajuan para siswanya. Guru yang memiliki kepedulian akan
selalu mengembangkan pedagogi yang dapat mendorong para siswa belajar, dia akan
memahami perasaan para siswanya, dan dia akan mampu mengetahuai apa kebutuhan
para siswanya. Dan guru yang peduli akan tetap menjaga hubungan dengan para
siswanya dalam situasi apapun juga.
7. Acceptance, sikap menerima, yakni bisa menerima siswa dengan apa adanya,
memahami mereka dengan berbagai problema dan keistimewaan yang dimilikinya.
Sikap menerima didasarkan pada sebuah keyakinan bahwa setiap individu memiliki
potensi untuk dikembangkan, dan menyiratkan bahwa setiap indvidu memiliki hak
yang sama untuk menjadi seperti yang sedang dia kerjakan, dan guru harus
mendorong siswanya untuk mempercepat pencapaian apa yang diinginkannya. Sikap
menerima memilki beberapa segi, antara lain menghadapi siswa dengan sangat
bersahabat, peduli, senantiasa memberikan bantuan, dan terakhir seorang guru
sebaiknya tidak serta merta menghakimi atau menginterpretasi perbuatan siswa, tapi
fahami perbuatan mereka[9]. Kalau keliru, diperbaiki dengan cara-cara yang bisa
diterima mereka.
8. Empathy[10]. yakni memahami dan menerima pengalaman orang lain (siswa) seolah-
olah pengalamannya sendiri, lalu terlibat dalam proses memelihara, mengembangkan
dan atau memperbaikinya dengan tetap menjaga pendirian orang lain (siswa)
tersebut[11]. Sikap empati bisa ditunjukkan dengan cara dia berkomunikasi yang
mampu dan biasa mendengarkan dengan sangat hati-hati, akurat, dan dengan
sensitifitas yang sangat mendalam.
9. Di samping itu semua, guru dan calon guru harus memiliki sifat-sifat stimulatif,
mendorong siswa untuk maju, hangat, berorietnasi pada tugas dan pekerja keras,
toleran, sopan, dan bijaksana, bisa dipercaya, fleksibel dan mudah menyesuaikan diri,
demokratis, tidak semata mencari reputasi pribadi, mampu mengatasi stereotipe siswa,
bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar siswa, mampu menyampaikan
perasaannya, dan memiliki pendengaran yang baik[12].
          Inilah beberapa sifat kepribadian guru yang ideal yang bisa diharapkan
akan mampu membawa perubahan pada tradisi belajar para siswa, agar menjadi SDM bangsa
yang cerdas berdaya saing. Dan supaya mereka nyaman dalam pelaksanaan tugas, maka para
guru dan calon guru harus diyakinkan bahwa profesi guru adalah pilihan terbaik baginya.
Tidak boleh sinis dengan pekerjaannya. Dia tidak boleh berkata bahwa profesi keguruan
adalah profesi orang-orang miskin. Mereka harus bangga dengan profesinya sebagai seorang
guru. Tidak baik bagi seorang guru untuk mempermasalahkan profesi keguruannya dengan
mengkaitkannya pada indeks gaji yang tidak memadai, karena dia masuk setelah dia tahu
bahwa gajinya tidak memadai. Kalau tidak suka dengan indeks gaji seperti itu, ambil putusan
segera, dan cari alternatif yang lebih baik. Tidak boleh profesi keguruanmenjadi terhina oleh
guru sendiri hanya karena indeks gajinya yang tdiak memadai.
Pertama, semangat yang terkontrol. Seorang guru mesti menjadi orang yang ulet, telaten,
peduli, dan memiliki tekad yang memadai. Sebab, peserta didik memerlukan hal baru,
tambahan informasi, perhatian, dan didikan yang baik darinya.

Kedua, ilmu yang terus berkembang. Ia mempunyai dua kelebihan, yakni kelebihan
horizontal (pengetahuan luas) dan vertikal (menguasai bidangnya secara mendalam). Guru
yang enggan membaca lambat laun akan kekeringan wawasan seiring permasalahan yang
muncul. Hendaknya mempunyai perpustakaan sendiri walaupun sederhana.paling tidak dapat
mengenal IT di era global ini. 

Ketiga, perencanaan yang rapi. Perencanaan pendidikan yang matang, tertulis dan tersusun
rapi, serta dalam jangka waktu tertentu, terukur, dan realistis agar tujuan pendidikan bisa
tercapai. Istilahnya, ‘TUKER-KERIS’ (TUlis apa yang anda KERjakan, dan KERjakan apa
yang anda tulIS}misalnya membuat PTK

Keempat, variasi kecerdasan. Guru itu seperti sungai, ia memberi minum kepada orang-orang
yang kehausan, mengalir deras ke setiap lembah,mengubah tandusnya akal menjadi
pengetahuan yang berbunga di lembah pengetahuan yang beraneka ragam. Oleh karena itu,
guru harus menjadi bapak bagi siswanya dalam ikatan batin, seolah menjadi syekh dalam
pendidikan rohani, menjadi pendidik dalam penyampaian ilmu, menjadi teman dalam
penyampaian curhat, dan menjadi pemimpin dalam keteladanan.

Kelima, kepemimpinan yang bijaksana. Tidak cukup seorang guru hanya menyampaikan
materi pelajaran tanpa memenuhi tujuan pendidikan sesungguhnya, yakni menanamkan nilai-
nilai luhur, mengembangkan potensinya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga
negara yang bertanggung jawab.

Keenam, menjaga celah. Guru adalah arsitek peradaban. Masa depan anak didik adalah
amanah di pundak guru. Baiknya generasi muda ke depan tergantung kepada kesungguhan
guru dalam mempersiapkan anak didiknya. 
Oleh karena itu, guru harus mampu menjaga celah di bidang pendidikan. Sebab, jika
pendidikan tidak bisa diharapkan, tunggulah akan kehancuran. Syauqi pernah berkata, ”Jika
guru berbuat salah sedikit saja, akan lahirlah siswa-siswa yang lebih buruk lagi.”

Ketujuh, tidak mengenal putus asa. Kenyataan terkadang membuat guru sedih dengan fakta
dekadensi moral pada generasi muda. Orang yang bertekad lemah, kadang menyatakan
bahwa generasi sekarang tidak bisa diharapkan, tak ada harapan akan perbaikan. Tetapi, guru
harus yakin, bahwa impian hari ini adalah kenyataan esok hari. Karena itu, guru perlu terus
berbuat dan meninggikan bendera kebajikan guna menyiapkan generasi mendatang yang
lebih baik. 

Anda mungkin juga menyukai