Anda di halaman 1dari 12

MIUMIU

Mei 30, 2017

MAKALAH PSIKOLOGI TRANSPERSONAL


BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Sepanjang sejarah banyak orang yang menceritakan tentang pengalaman-pengalaman yang


merasakan sesuatu yang melampaui batas-batas normal. Mayoritas penduduk eropa melaporkan
pernah mempunyai pengalaman mistikal dalam salah satu bentuk, dan dalam penelitian john Davis,
79% dari satu sample yang luas melaporkan pernah mengalami pengalaman puncak.

Pengalaman puncak didefenisikan sebagai pengalaman yang paling baik, paling penting dan
paling bermakna dalam hidup seseorang dan dalam banyak hal mirip dengan mistikal dan spiritual .
kebanyakan pendekatan psikologis masa kini mengkategorikan pengalaman-pengalaman ini sebagai
fantasi, patologi, atau pikiran terdistorsi. Namun aa juga psikolog yang memandang pengalaman
mistikal dan motivasi untuk bertransendensi-diri sebagai aspek penting dari pengalaman manusia
dan menjadi suatu topic yang patut dikaji oleh psikolog. Suatu pendekatan yang terpokus pada
pengalaman ini disebut psikologi transpersonal, telah muncul beberapa tahun terakhir. Psikologi
transpersonal berupaya meneliti dan memupuk pengalaman spiritual kedalam konteks psikologis,
sama seperti psikologi kesehatan adalah jembatan psikologi dan kedokteran atau psikologi industry
sebagai jembatan psikologi dan bisnis, psikologi transpersonal adalah jembatan antara psikologi dan
aspek spiritual pengalaman keagamaan (bukan aspek social atau politik agama). Bidang ini
mengintegrasikan konsep-konsep, teori-teori dan metode-metode psikologis dengan bahan kajian
dan praktek berbagai disiplin spiritual, misalnya transendensi, spiritualitas, tingkat kesadaran dan
ritual shamanik.

B.     Rumusan masalah

1.      Apa itu psikologi transpersonal?

2.      Siapa penggagas istilah psikologi transpersonal?

3.      Bagaimana sejarah psikologi transpersonal?

4.       Siapa tokoh-tokoh psikologi transpersonal?

5.       Apa saja konsep-konsep dasar psikologi transpersonal?

6.      Apa cabang-cabang psikologi transpersonal?

7.      Apa perbedaan psikoterapi dalam psikologi modren dan psikoterapi psikologi transpersonal?

8.      Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (transpersonal psikologi)

C.     Tujuan

1.      Mengetahui pengertian psikologi transpersonal.


2.      Mengetahui penggagas istilah psikologi transpersonal.

3.      Mengetahui sejarah psikologi transpersonal.

4.       Mengetahui tokoh-tokoh psikologi transpersonal.

5.       Mengetahui konsep-konsep dasar psikologi transpersonal.

6.      Mengetahui cabang-cabang psikologi transpersonal.

7.      Mengetaahui perbedaan psikoterapi dalam psikologi modren dan psikoterapi psikologi


transpersonal.

8.      Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (transpersonal psikologi).

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian  Psikologi Transpersonal

Secara etimologi, transpersonal sendiri berakar dari kata trans dan personal. Trans artinya di
atas (beyond, over) dan personal adalah diri. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa transpersonal
membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti halnya pengalaman-
pengalaman spiritual.[1]

Di tahun 1992, setelah melakukan penelahan atas kurang lebih 40 definisi, maka Lajoie dan
Saphiro, dua orang pionir utama psikologi transpersonal, merangkum dan merumuskan pengertian
psikologi transpersonal yang lebih sesuai untuk kondisi saat ini:

Transpersonal psychology is concerned with the study of humanity’s highest potential, and with the
recognition, understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of
consciousness.

Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi umat manusia dan
dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang
mempersatukan, spiritual dan transenden.[2]

B.     Penggagas Istilah Psikologi Transpersonal

Istilah transpersonal sendiri pertama kalinya dipakai oleh Carl Gustav Jung dalam bahasa
Jerman, yakni “uberpersnolich” (transpersonal) yang artinya kurang lebih sama dengan collective
unconscious. Yakni bentuk ketidaksadaran kolektif yang dimiliki oleh semua orang dari berbagai ras
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam ketidaksadaran kolektif terdapat ribuan arketif,
seperti ide tentang Tuhan, anima, animus, arketif Diri dll, yang beberapa di antaranya berkaitan
dengan pengalaman-pengalaman spiritual.[3]

Psikologi transpersonal sebagai kekuatan atau mazhab keempat dalam bidang psikologi itu
sendiri dideklarasikan oleh Abraham Maslow. Di tahun 1968, ia mengatakan, “Saya melihat, psikologi
humanistik sebagai angkatan ketiga psikologi sedang mengalami transisi, sedang mengalami
persiapan menuju psikologi angakatan keempat yang lebih tinggi, transpersonal, transhuman, yang
lebih berpusat kepada kosmos dari pada terhadap kebutuhan manusia, melewati kemanusiaan,
identitas, aktualisasi diri dan semacamnya.” Maslow menemukan bahwa aktualisasi diri pada
beberapa orang memiliki frekuensi puncak atau transendensi, dan pada beberapa orang lagi tidak.
Ini menegaskan suatu perbedaaan antara aktualisasi diri dan transendensi diri. Inilah alasaan
mengapa ada suatu pergerakan dari psikologi humanistik ke psikologi transpersonal. Ada dua buku
Maslow yang membahas masalah ini, yakni Toward a Psychologhy of Being (1968) dan The Farther
Reaches of Human Nature (1971).

Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat manusia selaras
pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat
manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme
melihat manusia layaknya binatang, humanistik bepijak atas pandangan manusia yang sehat secara
mental, maka psikologi transpersonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual, yang bersifat
ketuhanan.[4]

C.     Sejarah psikologi transpersonal

Psikologi transpersonal lahir dan tumbuh di tengah-tengah perubahan politik,budaya, dan


agama di amerika pada 1960-an dan 1970-an. Gelombang yang menuntut persamaan hak,
dimulaidari protes mahasiswa terhadap perang Vietnam sampai gerakan ekologi, pembebasan
perempuan, dan hak-hak kaum homo seksual, melanda seluruh amerika dan akhirnya menyebrang
ke eropa. Di bawah protes itu, mengalir arus spiritual yang kuat.

Gereja-gereja dari kelompok minoritas kulit hitam memberikan inspirasi kepada gerakan
persamaan hak. Gereja-gereja dari mayoritas kulit putih bergabung denagn demonstrasi anti-perang
Vietnam. Tokoh-tokoh radikal seperti Jerry Rubin, Michael Rossman, Lou Krupnik, Renpio Davis, dan
Noel Mclnnis menggambarkan perjuangan mereka dengan tema-tema spiritual dan akhirnya malah
ditujukan untuk pencapaian spiritual.

Kejenuhan akan kemewahan material mendorong anak-anak muda zaman itu untuk
mencoba mariyuana, zat-zat psikedelik, seperti mescaline, dan LSD[5], eksperimen ini mengantarkan
mereka pada apa yang disebut altered states of consciousness, ketika mereka menyaksikan realitas
yang berbeda dengan yang apa mereka ketahui sebelumnya. Mereka mrnggunakannya sebagai
hiburan. Tetapi di Harvard, Timothy Leary, seorang psikolog klinis yang cerdas, mencoba
menggunakannya untuk memperoleh pengalaman keagamaan. Bersama temannya, Richad Alpert
(kelak mengganti nama menjadi Ram Dass), ia membantu walter Pahnke untuk mengetahui efek
psilochybin pada pengalaman ruhaniah. Singkat cerita, para mahasiswa yang menjadi subjek
penelitian menyaksikan bagaimana warna berubah menjadi nyala api, gerak menimbulkan serpihan-
serpihan cahaya, objek-objek tersusun dalam citra geometris, dan mendengar suara dari alam gaib,
Mike Young berkata, “… hanya dalam satu sesi, aku piker aku telah memperoleh pengalaman
ruhaniah yang mungkin tidak dapat aku peroleh dengan ratusan jam membaca atau ribuan jam
membaca.[6]

dari sumber lain yang menjelaskan tentang sejarah psikologi transpersonal ini berbeda
misalkan sejarah yang diambil dari buku psikologi transpersonal Ujam Jaenudin:
Di penghujung tahun 1960-an dan permulaan tahun 1970-an pintu-pintu gerbang antara
Barat dan Timur mulai terbuka lebar. Beragam tradisi dan budaya Timur yang eksotis mulai
mendapat perhatian orang-orang Barat, yang sedang mengalami kejenuhan dan rasa frustasi yang
mendalam. Krisis-krisis kemanusiaan yang melanda dunia Barat ini, kemudian dicoba dicari akar
masalahnya, dan sebagian menuduh arah atau orientasi peradaban yang terlampau materialislah
yang menjadi penyebabnya. Alih-alih menggali akar tradisi spritualnya sendiri—yakni tradisi Judeo-
Kristiani—mereka malah ramai-ramai menoleh ke belahan Timur, terutama negeri India demi
memuaskan dahaga spiritualnya.

Agama dan filsafat India, memang menawarkan kekayaan yang luar biasa. Di negeri ini,
Tradisi filsafat India yang kaya, telah melahirkan spektrum aliran filsafat, mulai dari materialisme
ekstrim—seperti halnya ajaran Rsi Ajagara—sampai dengan idealisme ekstrem, dari monisme
absolut—kemudian dualisme—hingga pluralisme. Tradisi filsafat india ini menawarkan beragam
pendekatan yang canggih terhadap struktur kedirian manusia, meski kadang tampak saling
bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Tradisi-tradisi Timur ini, mulai dari tradisi Vedanta,
Yoga, Buddhisme, dan Taoisme lebih menyerupai psikoterapi daripada suatu agama dan filsafat. Ini
dikarenakan penekanan yang kental terhadap pengaturan aspek-aspek fisik dan psikis dari tradisi
Timur dalam transformasi kesadaran manusia.

Kebangkitan spiritualisme baru atau New Age di Barat, tidak hanya mengantarkan orang-
orangnya pada tradisi Timur jauh yang eksotis, tapi juga tradisi kesukuan lainnya atau tribalisme,
semacam tradisi Amerika asli (Indian). Orang-orang Barat, terutama generasi mudanya mulai
melakukan gerakan kontra kultural, yang melahirkan flower generation. Mereka hidup dan
berperilaku seperti suku-suku primitif, kadang dengan sengaja, berkelompok pergi ke daerah-daerah
pinggiran dan hutan dengan berpakaian seadanya, dan nyaris telanjang. Imbas dari gerakan ini, juga
mengantarkan banyak generasi muda Amerika kepada pengalaman-pengalaman trance, melalui
tarian dan nyanyian serta obat-obatan psikedelik semacam morfin, LSD, mari¬yuana dan ganja.

Ini adalah sekelumit kisah, bagaimana terjadinya sebuah perubahan kesadaran:


“Selama beberapa bulan setelah aku menggunakan LSD untuk pertama kalinya, aku yakin telah
menemukan rahasia alam semesta. Aku juga reinkarnasi dari sekaligus Buddha dan Kristus. Kitab
suciku setebal 47 halaman, hasil diskusiku dengan arwah orang-orang suci, kuharapkan bisa
mempersatukan bangsa-bangsa seluruh dunia dalam proyek membangun masyarakat baru.”

Cerita di atas adalah pengalaman David Lukoff, tatakala dirinya bersentuhan dengan
kesadaran di luar kebiasaan, saat mengalami trance akibat pengaruh LSD. Dia bersama Francis Lu
dan Robert Turner kemudian memelopori sebuah gerakan baru dalam bidang psikiatri, yang melihat
psikosis tidak hanya dari perspektif biomedis semata. Mereka berusaha memahami jiwa manusia
dengan membuka diri pada pengalaman spiritual. Memang ada banyak cerita mengenai bagaimana
kuatnya intensitas pengalaman dari seseorang yang terpengaruh obat-obatan tersebut. Sehingga
mereka merasa yakin benar, vonis psikosis menurut aliran psikologi saat itu, tidaklah benar.

Pengalaman spritual yang dalam psikonalisa dianggap sebagai pengalaman masa kecil yang
traumatis, terutama pengaruh ibu yang menderita kecemasan. Orang dikatakan gila karena represi
pengalaman traumatis tersebut dalam alam tak sadarnya. Sehingga beberapa pelopor gerakan New
Age, menolak pendekatan psikonalisa dan pendekatan lain yang memandang rendah dan negatif
pengalaman-pengalaman spiritual, sebagai akibat perubahan kondisi kesadaran (Altered States of
Consciousness). Mereka mendesak diakuinya angkatan keempat dalam bidang psikologi, yakni
transpersonal.[7]

D.    Tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal        

Hampir semua tokoh-tokoh dari psikologi aliran ini, berusaha sedapat mungkin memberikan
arti bernuansa spiritual terhadap kata psikologi. Mereka seringkali merujuk kepada akar katanya,
yakni psyche. Jika definisi modern mengarah kepada proses mental, maka definisi awal psyche
sebenarnya adalah napas kehidupan, ekuivalen dengan makna soul, atau jiwa.    

Sigmund Freud dipandang sebagai pelopor ke arah psikologi transpersonal atas jasanya
memetakan ketidaksadaran sebagai komponen penting kepribadian manusia. Tiga. Yang dirintis
Freud saat itu, setidaknya membuka jalan bagi suatu pandangan bahwa apa yang nampak dalam
perilaku manusia, sebenarnya hanyalah bagian kecil dari kepribadian. Manusia tetaplah memiliki
aspek yang tersembunyi dalam dirinya, yang justru sebagian besar perilaku yang nampak hanyalah
manifestasi dari apa yang tidak nampak, yang disebut sebagai ketidaksadaran. Meskipun Freud
menempatkan hal-hal yang negatif bagi konstruksi ketidaksadaran, tapi ia berhasil membuka jalan
bagi penerusnya, dalam hal ini Jung untuk menempatkan aspek spiritual terhadap ketidaksadaran
manusia.           

Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang memiliki kontribusi besar bagi pembentukan angkatan
psikologi yang keempat : psikologi transpersonal.

1.      William James

            James menekankan bahwa sifat manusia yang khas ditemukan dalam kehidupan dinamis arus
kesadaran manusia. Baginya kesadaran merupakan kunci untuk mengetahui pengalaman manusia,
khususnya agama. Untuk menafsirkan agama, orang harus melihat isi kesadaran keagamaan.

            James melihat kesadaran keagamaan sebagai hal yang subjektif. Bagi dia kebenaran harus
ditemukan, bukan melalui argument logis, akan tetapi mealui pengamatanatas data pengalaman.
Maka jalan lapang menuju kesadaran keagamaan adalah melalui pengalaman keagamaan yang
diungkapkan orang.

            Pengalaman keagamaan yang hanya didasarkan pada dalil dan aturan yang menjadi sumber
pengalaman agama hanya akan menciptakan pemahaman agama yang kering dan tanpa
penghayatan. Pengalaman hanya akan dilakukan atas dasar formalitas dan rutinitas belaka. Model
pemahaman seperti ini bisa jadi akan semakin menjauhkan seorang penganut agama tertentu dari
inti dasar atau nilai substansial dari tuntunan agama.

            Oleh karenanya, untuk mengetahui makna osikologis agama, seorang pengkaji perilaku
keagamaan seharusnya tidak mulai dengan kategori-kategori ilmiahnya sendiri, dan
menggunakannya sebagai model untuk membuat pengalaman manusia menjadi cocok dengannya,
tetapi membarkan pengalman berdiri sendiri, dan mengambil arti apa adanya sebagaimana yang
diunkapkan orang sebagai luapan hidup batinnya.

2.      Abraham Maslow 
            Konsep utama yang sering kali dibawa Abraham Maslow adalah aktualisasi diri (self
actualization) dan pengalaman puncak (peak experience). Orang yang telah tumbuh dewasa dan
matang secara penuh adalah orang yang telah mencapai aktualisasi diri, yaitu yang mengalami
secara penuh gairah tanpa pamrih, dengan konsentrasi penuh dan mencapai apa yang disebut
sebagai manusia yang sempurna (insane kamil).

            Orang yang tidak lagi tertekan pada perasaan cemas, perasaan risau, tidak aman, tidak
terlindungi, sendirian, tidak dicintai adalah orang yang telah terbebaskan dari metamotivasi. Yaitu
orang yang dapat tergolong untuk mencapai nilai yang lebih tinggi dan bernilai bagi dirinya, yang
tidak dapat diturunkan dengan hanya sekedar alat yang mencakup keberadaan, keindahan,
kesempurnaan dan keadilan.

            Abraham Maslow mendasarkan teorinya tentang aktualisasi diri pada sebuah asumsi dasar,
bahwa manusia pada hakikatnya memiliki peluang untuk dapat mengembangkan dirinya.
Perkembangan yang sangat baik ditentukan oleh kemampuan manusia untuk tingkat aktualisasi diri.

3.      Ken Wilber

            Ken Wilber dikenal sebagai seorang yang berusaha menyusun teori “Integral Psychology.”
Seringkali ia diidentikkan dengan penggagas psikologi angkatan ke lima yaitu integral psikologi,
setelah psychoanalytical psychology, behavioral psychology, humanistic psychology dan
transpersonal psychology.

            Salah satu gagasannya adalah mengembalikan ilmu psikologi kepada kajian tentang psyche.
Menurut Ken Wilber, psyche mengacu kepada mind dan soul, jadi ilmu psikologi adalah sebuah ilmu
tentang kejiwaan.

            Psiche manusia dalam pandangan Wilber merujuk kepada konsep diri dalam agama-agama
timur adalah berlapis-lapis (multi layered, pluridimesional), dan lapisan ini tetap berada dalam
sebuah integrasi (kesatuan). Dalam perkembangan psikologi manusia, ia bergerak dari level paling
dasar, ke lapisan selanjutnya yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai ke level paling tinggi, yang
kemudian dikenal sebagai puncak kesadaran spiritual.

            Level paling bawah dari psyche, sangat bersifat insting, libido, impulsive, animal (sifat
binatang), dan cenderung bersifat id. Level menengah dari psyche ditandai dengan sifat-sifat
adaptasi sosial, penyesuaian mental, egoically integrated, dan tahap lanjut konsepsi. Sedangkan
tahap yang paling tinggi yang dicapai psyche adalah tahap yang sama keadaannya dalam pencapaian
puncak spiritual dari agama-agama. Thap puncak ini ditandai dengan penyatuan kesadaran diri
dengan kesadaran semesta, kebahagiaan, ketenangan, dan hal-hal yang bersifat holistic.

4.      Charles T. Tart

Ia dikenal sebagai seorang parapsikologist, yang berusaha memadukan apa yang disebut
sebagai pengalaman-pengalaman spiritual (ia menggunakan istilah d-ASC) dengan sains. Seperti
ungkapannya: “I have a deep conviction that science, as a method of sharpening and refining
knowledge, can be applied to the human experiences we call transpersonal or spiritual, and that
both science and our spiritual, and that both science and our spiritual traditions will be enriched as a
result”. Lantas ia meletakan dasar-dasar teori untuk pengintegrasian kedua hal tersebut, sembari
memaparkan karakteristik keduanya, syarat, kapan dan bagaimana antara spiritual dan sains bisa
menyatu.

Manusia, menurut Charles T. Tart, berusaha mendapatkan apa yang disebut d-ASC, sebuah
perubahan kesadaran, dimana dirinya merasa terbuka, menyatu dengan alam semesta, ada aliran
energi di seluruh tubuhnya, merasakan bahwa dunia adalah satu, penuh cinta, dan waktu seakan
berhenti. Hanya saja, beberapa mendapatkannya melalui drugs (LSD, heroin ganja), yang
mempunyai dampak kerusakan fisik. Padahal, lagi-lagi menurutnya, ada beberapa teknik non-drugs
yang bisa digunakan (semisal meditasi dan ritual-ritual keagamaan lainnya) yang lebih.[8]

E.     Konsep-konsep dasar psikologi transpersonal

Menurut  jhon davis Ph.d (dosen psikologi transpersonal di departemen metropolitan state


college denver ada 6 konsep dasar psikologi transpersonal:

1.      Pengalaman puncak, yakni istilah yang mula-mula dipakai oleh maslow. Ia bermaksud meneliti
pengalaman mistikal serta pengalaman-pengalaman lain pada keadaan kesehatan psikologis yang
optimal, tetapi ia merasa bahwa konotasi-konotasi keagamaan dan spiritual akan terlalu membatasi.
Oleh karena itu mulai menggunakan pengalaman puncak sebagai istilah yang netral. Penelitian
tentang pengalaman puncak telah mengidentifikasi frekuensi, factor-faktor pemicu, factor-faktor
psikososial, yang berkaitan dengannya, dan konsekuensi dari pengalaman puncak.

2.      Transendensi diri, yakni keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas melalui defenisi-defenisi
sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian individual bersangkutan. Transendensi diri mengacu
langsung akan suatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan dengan
alam semesta.

3.      Kesehatan optimal, yang melampaui apa yang dimungkinkan dalam pendekatan-pendekatan lain
dalam psikologi. Kesehatan jiwa biasanya dilihat sebagai penanganan yang memadai dari tuntutan-
tuntutan lingkungan dan pemecahan konflik-konflik pribadi, namun pandangan psikologi
transpersonal juga memasukan kesadaran, pemhaman diri, dan pemenuhan diri.

4.      Kedaruratan spiritual, yakni suatu pengalaman yang mengganggu yang disebabkan oleh suatu
pengalaman (atau ‘kebangkitan”) spiritual. Pada umumnya, psikologi transpersonal berpendapat
bahwa krisis-krisis psikologis dapat menjadi bagian dari suatu kebangkitan yang sehat dan bahwa
kejadian-kejadian itu tidak selalu merupakan tanda-tanda psikopatologi.

5.      Spektrum perkembangan, yakni suatu pengertian yang memasukkan banyak konsep psikologi dan
filsafat kedalam kerangka transpersonal. Secara filosofis, model ini adalah contoh dari filsafat
perennial. Pandangan ini mengisyaratkan adanya tingkatan-tingkatan realitas dari tingkat material
melalui tingkat yang berturutan mencakup sifat-sifat  dari tingkat-tingkat sebelumnya bersama-sama
sifat-sifat yang muncul.

6.      Meditasi, yakni berbagai praktek untuk memusatkan atau menenangkan proses-proses mental dan
memupuk keadaan transpersonal. Sama seperti conditioning merupakan metode kunci dalam
behaviorisme, interprestasi serta katarsis merupakan metode kunci dalam psikoanalisa, maka
meditasi adalah metode kunci bagi metode psikologi transpersonal.[9]

F.      Cabang-Cabang Psikologi Transpersonal


1.      Kelompok Mistis magis

                Kelompok pertama adalah kelompok mistis-magis. Menurut kelompok ini kesadaran
transpersonal bersesuaian dengan kesadaran para dukun dan shaman masa lalu. Pandangan ini
dianut oleh para aktivis New Age, dan salah satunya gerakan teosofi yang dipimpin oleh Helena
Blavatsky. Seringkali romantisme dari kelompok ini menyulitkannya untuk berinteraksi dengan arus
utama psikologi.

2.      Kelompok psiko-fisiologis

                Kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang biasanya menolak konsep-konsep
perkembangan, tahap-tahap dan praktik peningkatan kesadaran. Mereka lebih suka meneliti
keadaan kesadaran sementara secara psiko-fisiologis dengan memelajari keadaan-keadaan fisik
seseorang yang berada dalam keadaan transpersonal. Kelompok ini bersama kelompok
ekoprimitivisme menganjurkan penggunaan media (seperti zat-zat kimia atau psikotropika) untuk
pencapaian keasadaran transpersonal. Tokoh yang cukup penting dalam kelompok ini adalah
Stanislav Grof yang menggunakan LSD untuk psikoterapinya. Setelah penggunaan LSD dilarang
pemerintah, Grof kemudian menggunakan teknik pernapasan (pranayama) dari tradisi Timur, yang
disebutnya sebagai Holotrophic Breathwork.

3.      kelompok transpersonalis postmodern

                Kelompok ketiga, kelompok transpersonalis posmodern. Mereka menganggap keasadaran


transpersonal, sebenarnya merupakan keadaan yang biasa. Kita, manusia modern, menganggapnya
seolah luar biasa, karena kita membuang kondisi kesadaran seperti ini. Kelompok ini menerima
kisah-kisah para dukun shamanisme dan mistikus dalam semangat relativisme pluralistik. Mereka
justru mengecam filsafat perennial yang mengungkapkan pengalaman mistik sebagai totaliter dan
fasistik karena mengagungkan hierarki.

4.      Kelompok integral.

                Kelompok psikologi transpersonal yang keempat adalah kelompok integral. Kelompok ini
menerima hampir semua fenomena kesadaran yang diteliti oleh ketiga kelompok tadi. Yang
berbeda, kelompok ini juga menerima konsep-konsep psikologi transpersonal dari aliran pramodern
dan posmodern. Salah seorang tokohnya adalah Ken Wilber, yang nanti akan dibahas pada bab
khusus. Kelompok pertama, kedua dan ketiga merupakan kelompok yang berada–bahkan
bersebarangan–dengan agama formal. Helena Blavastky, yang berada pada kelompok yang pertama,
misalnya, mengharuskan para anggotanya untuk tidak memiliki kecenderungan kepada agama
tertentu.[10]

G.    Perbedaan Psikoterapi dalam Psikologi Modren dan Psikoterapi Psikologi Transpersonal

                Dengan kata lain, jika dalam psikologi modern, terapi yang diberikan akan bersinggungan
dengan biomedis, dalam psikologi transpersonal, terapi yang dikembangkan akan berhubungan
dengan ritual-ritual yang dijalankan dalam tradisi-tradisi keagamaan. Cara pandang yang holistik,
terutama dari mistik Timur, pada akhirnya membawa siginifikansi akan adanya pengaruh yang sangat
kuat antara tubuh, pikiran dan jiwa. Apa yang memanifetasi dalam tubuh fisik, sebenarnya gambaran
keadaan tubuh mentalnya. Demikian juga sebaliknya, gangguan fisik yang terjadi seringkali
memengaruhi kondisi mental seseorang.

                Dari sini kemudian penurunan lebih lanjut dari terapi dalam psikologi transpersonal adalah
bagaimana agar si pasien bisa menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran dan tubuhnya.
Langkah penyadaran diri ini ditempuh dengan pertama kali seorang klien mengidentifikasi proses
dan mekanisme di dalam tubunya secara sadar. Terapi seperti ini dinamakan biofeedback. Pada
daerah-daerah tertentu dipasang sensor elektronik, misalnya pada otot-otot tubuh. Sinyal elektronik
ini diamplikasi menjadi bunyi atau nyala lampu, sehingga klien bisa melihat dan mendengar
perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam kondisi normal ataupun abnormal, manakala ia
memberikan semacam perubahan dalam proses fisiologi internal dirinya. Dalam beberapa
penelitian, terbukti biofeedback sangat efektif untuk tujuan relaksasi tubuh. Menurunkan tingkat
stress, dan gangguan-ganguan psikosomatis. Jantung berdebar, napas tidak teratur, tekanan darah
tinggi adalah jenis-jensi penyakit psikosomatis yang berhasil disembuhkan dengan terapi ini. Jenis
terapi lainnya dengan tujuan yang sama, untuk relaksasi, ialah meditasi. Tentunya ada beberapa
tingkatan meditasi, mulai dari hanya mengatur irama napas, sampai kepada meditasi tingkat tinggi
yang membuka kesadaran-kesadaran di luar kondisi normal (altered states of consciousness).

                Ada juga terapi medan energi, seperti chikung, chkara, aura, yang merupakan badan energi
atau benda mental yang juga sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan mental seseorang.
Biofeedback dan meditasi adalah jenis-jenis psikoterapi yang sangat umum dipakai oleh para ahli
psikologi transpersonal. Tapi ada kecenderungan belakangan ini, terapi yang dipakai sudah agak
meluas. Misalnya di Anand Ashram, selain meditasi dan yoga, juga dibarengi dengan terapi
menggunakan musik, terutama musik-musik religius, wangi-wangian (aromaterapi) dan visualisasi.
Bahkan lebih jauh lagi, teknik-tenik yang biasa digunakan oleh para mistikus dari agama-agama
lainnya, juga digunakan untuk terapi mental, seperti zikir, bacaan Kitab Suci, mantra, doa dll.[11]

H.    Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa (Transpersonal Psikologi)

Dalam percakapan sehari-hari, orang banyak mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan
dalam diri manusia. Hal ini cukup beralasan, mengingat dalam substansi pembahasannya, tasawuf
selalu membicarakan persoalan-persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Dalam jiwa yang
dimaksud adalah jiwa manusia yang muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhan-sentuhan
keislaman. Dari sinilah, tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim.

Dalam hubungan tasawuf dibicarakan hubungan jiwa dengan badan. Tujuan dari uraian
tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara
keduanya, pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat
sejauh mana hubungan prilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan
jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, muncullah kategori-kategori perbuatan baik.
Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut dengan akhlak orang yang baik.
Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkan jelek, ia disebut sebagai orang yang jelek. 

Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang
berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hwani atau nabati
yang akan tampil dalam prilakunya adalah prilaku hewani atau nabati pula,. Sebaliknya, jika yang
berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil dalam prilakunya adalah prilaku insani pula.
Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, dapat berarti
bahwa hakikat, zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spiritual atau kejiwaannya.
Penekanan unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak berarti para sufi mengabaikan unsur jasmani
manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani memerlukan jasmani dalam
melaksanaakan kewajibannya beribadah kepada Allah SWT.dan menjadi khalifah-Nya di bumi.
Beramal baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat
merupakan jalan pada kehidupan rohani yang baik. Pandangan kaum sufi mengenai jiwa, erat
hubungannya dengan ilmu kesehatan mental. Ilmu kesehatan mental merupakan bagian dari ilmu
jiwa (psikologi).

Dalam masyarakat belakangan ini, istilah mental tidak asing lagi. Orang-orang dapat menilai
apakah seseorang itu baik mentalnya atau tidak. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental
sering digunakan sebagai nama lain kata personality, (kepribadian) yang berarti bahwa mental
adalah semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap dan perasaan yang dalam keseluruhan dan
kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan,
mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.

Masalah mental ini telah menarik perhatian para ahli dibidang perawatan jiwa, terutama
dinegara-negara yang telah maju. Merekapun melakukan penelitian-penelitian ilmiah yang
menghubungkan antara kelakuan dan keadaan mental. Mereka menemukan hasil-hasil yang
memberikan kesimpulan tegas, yang membagi manusia pada dua golongan besar, yaitu golongan
yang sehat dan golongan yang kurang sehat.

Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidfup
karen dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi
dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara membawanya pada kebahagiaan dirinya dan orang
lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-
kegelisahaan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

Pada perilaku orang sehat mental akan tampak sebuah sikap yang tidak ambisius, tidak
sombong, rendah diri dan apatis, tetapi ia adalah wajar, menghargai orang lain merasa percaya pada
diri sendiri, dan selalu gesit. Setiap tindak-tanduknya ditunjukan untuk mencari kebahagiaan
bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri; kepandaian, dan pengetahuan yang dimilikinya
digunakan untuk manfaat dan bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kesenangan sendiri,
tanpa mengidahkan orang lain, tetapi untuk menolong orang miskin dan melindungi orang lemah.
[12]

Sementara, cakupan golongan yang kurang sehat mentalnya sangatlah luas, mulai yang
paling ringan sampai yang paling berat; dari orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya
sampai orang yang sakit jiwa. Gejala-gejala umum yang tergolong kurang sehat dapat dilihat dalam
beberapa segi, antara lain:

1.      Perasaan, yaitu perasaan yang terganggu, selalu tidak tentram, gelisah tidak tentu yang digelisahkan,
tetapi tidak pula menghilangkannya (anxiety), rasa takut yang tidak masuk akalatau tidak jelas yang
ditakuti itu apa (phobi),rasa iri, sedih yang tidak beralasan, rasa rendah diri, sombong, suka
bergantung pada orang lain, tidak mau bertanggung jawab, dan sebagainya.
2.      Pikiran, yaitu gangguan terhadap kesehatan mental, dapat pula mempengaruhi pikiran, misalnya
anak-anak menjadi bodohdi sekolah, pemalas, pelupa, suka membolos, tidak dapat kosentrasi, dan
sebagainya. Demikian pula, orang dewasa mungkin bahwa kecerdasannya telah merosot, ia merasa
kurang mampu melanjutkan sesuatu yang telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhi
orang lain, menjadi pemalas, apatis dan sebagainya.

3.      Kelakuan, yaitu pada umumnya kelakuan-kelakuan yang tidak baik, seperti kenakalan, keras kepala,
suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain, membunuh, merampok dan
sebagainya yang menyebabkan orang lain mendertia, haknya teraniaya, dan sebagainya termasuk
pula akibat dari keadaan mental yang terganggu kesehatannya.

4.      Kesehatan, yaitu jasmaninya dapat terganggu, bukan karena adanya penyakit yang betul-betul
mengenai jasmani itu, tetapi rasanya sakit akibat jiwa tidak tentram, penyakit yang seperti ini
disebut psycho-somatic. Diantara gejala penyakit ini, yang sering terjadi seperti saki kepala, merasa
lemas, letih, sering masuk angin, tekanan darah tinggi atau rendah, jantung, sesak nafas, sering
pingsan, bahkan sampai sakit yang lebih berat, lumpuh sebagian anggota badan, lidah kelu, dan
sebagainya. Hal yang penting diperhatikan adalah penyakit jasmani ini tidak mempunyai sebab-
sebab fisik sama sekali.

Berbagai penyakit tersebut akan timbul pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, yaitu
hati yang jauh dari tuhannya. Ketidaktenangan itu akan muncul penyakit-penyakit mental, yang pada
gilirannya akan menjelma menjadi prilaku yang tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma
umum yang disepakati.

Harus diakui, jiwa manusia sering sakit. Ia tidak akan sehat sempurna tanpa melakukan
perjalanan menuju Allah SWT dengan benar.jiwa manusia juga membutuhkan prilaku (moral) yang
luhur, sebab kebahagiaan tidak akan dapat diraih tanpa akhlak yang luhur, juga tidak dapat menjadi
milik, tanpa melakukan perjalanan menuju Allah SWT.

Bagi orang yang dekat dengan tuhannya, yang akan tanpak dalam kepribadiaannya adalah
pribadi-pribadi yang tenang, dan prilakunya pun akan menampakan prilaku atau akhlak-akhlak yang
terpuji. Semua ini akan bergantung pada kedekatan manusia dengan tuhannya. Adapun pola
kedekatan manusia dengan tuhannya, inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf. Dari sinilah,
tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dengan ilmu jiwa atau ilmu kesehatan mental.[13]

BAB III

KESIMPULAN

 Psikologi Transpersonal dikembangkan oleh tokoh dari psikologi humanistik antara


lain : Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa aliran ini
merupakan perkembangan dari aliran humanistik.

Sebuah definisi yang dikemukakan oleh Shapiro yang merupakan gaubungan dari berbagai
pendapat tentang psikologi transpersonal : psikologi transpersonal mengkaji tentang potensi
tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman, perwujudan dari kesatuan,
spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Rumusan di atas menunjukkan dua unsur penting yang
menjadi telaah psikologi transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan
fenomena kesadaran manusia. The altered states of consciousness adalah pengalaman seorang
melewati kesadaran biasa misalnya pengalaman memasuki dimensi kebatinan, keatuan mistik,
komunikasi batiniah, pengalaman meditasi.

Psikologi transpersonal seperti halnya psikologi humanistik menaruh perhatian pada dimensi
spiritual manusia yang ternyata mengandung potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini
terabaikan dari telaah psikologi kontemporer. Perbedaannya dengan psikologi humanistik adalah
bila psikologi humanistik menggali potensi manusia untuk peningkatan hubungan antar manusia,
sedangkan transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif-ransendental, serta
pengalaman luar biasa dari potensi spiritual ini. Kajian transpersonal ini menunjukkan bahwa aliran
ini mencoba mengkaji secara ilmiah terhadap dimensi yang selama ini dianggap sebagai bidang
mistis, kebatinan, yang dialami oleh kaum agamawan (kyai, pastur, bikhu) atau orang yang mengolah
dunia batinnya.

Tak bisa dipungkiri kalau psikologi transpersonal ini sangat berhubungan dengan tasawuf
yang dimana di dalam psikologi transpersonal ini membahas tentang suatu pengalaman spiritual.

DAFTAR PUSTAKA

Rosihan Anwar

2010    Akhlak Tasawuf,  Pustaka Setia, Bandung.

Rosihan Anwar dan M Solihin.

2011    Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung.

Ujam Jaenuddin

2012    Psikologi Transpersonal, Pustaka Setia, Bandung.

Yulianti, Erba Rozalina.

Buku Pegangan Psikiologi Transpersonal  jilid I: Fakultas Ushuluddin, Universitas Isalam Negeri


Sunan Gunung Djati

Http://anwarnasrul19.blogspot.com/2009/01/psikologi-transpersonal-genre-baru.html (diakses: 28
maret 2013, pukul. 19:30)
Http://konsper.blogspot.com/2009/12/teori-psikologi-transpersonal-by.html(diakses: 28 maret

2013, pukul. 19:20

Unknown16 Desember 2019 19.56

Anda mungkin juga menyukai