Anda di halaman 1dari 164

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kabupaten Maluku Barat Daya merupakan salah satu Kabupaten pemekaran dari
Kabupaten Maluku Tenggara Barat melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2008 dengan Kota
Tiakur sebagai Ibukotanya. Kabupaten Maluku Barat Daya berdiri dengan delapan Kecamatan
diantaranya : Kecamatan Pulau-Pulau Babar, Kecamatan Babar Timur, Kecamatan Letti,
Kecamatan Moa Lakor, Kecamatan Mdona Hyera, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan ,
Kecamatan Damer dan Kecamatan Wetar. Seiring dengan perjalanan waktu dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan untuk memperpendek rentang kendali makan pemerintah
memekarkan lagi 9 Kecamatan baru antara lain Kecamatan Pulau Marsela, Ke camatan Dawelor-
Dawela, Kecamatan Pulau Wetang, Kecamatan Pulau Lakor, Kecamatan Kisar Utara, Kecamatan
Kepulauan Romang, Kecamatan Wetar Timur, Kecamatan Wetar Barat dan Kecamatan Wetar
Utara.
Sesuai dengan Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka setiap rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh
pemrakarsa wajib menyusun dokumen kajian lingkungan baik berupa dokumen UKL/UPL maupun
dokumen Amdal.
Amdal merupakan suatu dokumen kajian studi kelayakan untuk memastikan dampak
lingkungan dari suatu tahapan pengembangan proyek sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat keputusan dalam penerbitan suatu izin usaha, memberikan masukan untuk
penyusunan teknis proyek serta memberikan informasi yang transparansi kepada masyarakat
atas dampak yang ditimbulkan dari suatu penyelenggaraan proyek. Untuk memberikan rasa
aman dan nyaman bagi masyarakat di desa Luhuleli dan Tutuwaru, maka kelengkapan
persetujuan lingkungan dalam setiap kegiatan pembangunan perlu didukung dengan kajian
dampak lingkungan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan pembangunan insfrasturktur terutama akses
yang belum memadai, maka perlu dilakukan pembangunan jalan secepatnya agar dapat
memberikan layanan yang menghubungkan satu desa dengan desa lainnya dari ketertinggalan.
Rencana pembangunan jalan sirtu Luhuleli – Tutuwaru Kecamatan Letti dengan status
jalan kabupaten yang direncanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang Perumahan dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Maluku Barat Daya dan dibiayai melalui APBD perubahan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 1
LUHULEHI - TUTUWARU
tahun anggaran 2022. Sebelum suatu kegiatan masuk dalam tahap pra konstruksi dokumen
Amdal harus sudah disusun dan disetujui yang berfungsi sebagai panduan pengelolaan
lingkungan bagi seluruh stakeholder suatu kegiatan. Penyusunan dokumen Amdal mengacu pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan Tujuan dalam pekerjaan Perencanaan Dokumen Analisis Dampak
Lingkungan (AMDAL) Pembangunan Jalan Sirtu Luhuleli - Tutuwaru adalah sebagai berikut :
1) Maksud
Kegiatan perencanaan dokumen Amdal Pembangunan Jalan Sirtu Luhuleli - Tutuwaru adalah
untuk mengetahui dampak-dampak penting lingkungan yang ditimbulkan akibat
pembangunan sebagai upaya memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat
terhadap kegiatan pembangunan sesuai dengan amanat PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2) Tujuan
Tujuan diadakan kegiatan ini adalah :
a) Menyusun dokumen kajian Amdal terkait kegiatan pembangunan jalan sirtu dari Desa
Luhuleli dan Desa Tutuwaru Kecamatan Letti.
b) Mendapatkan ijin kelayakan lingkungan untuk kegiatan pembangunan jalan sirtu Luhuleli
- Tutuwaru.
c) Sebagai bahan informasi kepada masyarakat mengenai dampak yang mungkin
ditimbulkan dari pelaksanaan pembangunan jalan sirtu Luhuleli - Tutuwaru.

1.3. Sasaran
Sasaran kegiatan untuk mendapatkan perencanaan dokumen Amdal pembangunan
jalan sirtu di Kecamatan Ketti, yaitu ruas jalan dari Desa Luhuleli – Tutuwaru.

1.4. DASAR HUKUM


Dasar Hukum yang digunakan dalam pekerjaan Perencanaan Dokumen Analisis Dampak
Lingkungan (AMDAL) Pembangunan Jalan Sirtu Luhuleli - Tutuwaru adalah sebagai berikut :
1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ;
2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup ;

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 2
LUHULEHI - TUTUWARU
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ;
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ;
5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah beberapa kali dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ;
6) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan ;
7) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ;
8) Peraturan Prseiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ;
9) Peraturan Meneteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.

1.5. LINGKUP PEKERJAAN


Ruang Lingkup Perencanaan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
Pembangunan Jalan Sirtu Luhuleli - Tutuwaru, meliputi :
1) Persiapan pelaksanaan pekerjaan antara lain persiapan administrasi dan koordinasi,
pengumpulan data primer dan data sekunder, survey pendahuluan, penegcekan kesesuaian
lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang.
2) Pengambilan sampel dan analisis laboratorium kualitas air, kualitas udara ambien, getaran
dan kebisingan.
3) Penyusunan dokumen AMDAL dengan tahapan yaitu :
a) Proses penapisan wajib AMDAL.
b) Proses pengumuman dan konsultasi publik.
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan
kepada masyarakat yang kena dampak langsung dan pemerhati lingkungan, peneliti atau
lembaga swadaya masyarakat dilibatkan dalam melakukan penyusunan AMDAL dengan
mempedomani Peraturan Menteri LHK Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman
Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL dan izin lingkungan.
c) Proses Pelingkupan
Tujuan dilakukan pelingkupan untuk menetap batas wilayah studi, mengidentifikasi
dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menelaah
kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Saran dan masukan
masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 3
LUHULEHI - TUTUWARU
Muatan Pelingkupan berisis tentang :
• Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji;
• Kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang
sesuai ketentuan peraturan perundangan;
• Deskripsi rona lingkungan awal;
• Hasil pelibatan masyarakat;
• Dampak penting hipotetik;
• Batas wilayah studi dan batas waktu kajian;
Uraian tersebut wajib dilengkapi dengan peta-peta yang relevan dan memenuhi
kaidah-kaidah kartografi dan/atau layout dengan skala yang memadai. Informasi
kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang
seperti tersebut diatas dapat diajikan dalam bentuk peta tumpang tindih antara peta
batas tapak proyek rencana usaha dan/atau kegiatan dengan peta RTRW yang
berlaku dan sudah ditetapkan.
d) Penyusunan dan penilaian dokumen Kerangka Acuan
Penyusunan dokumen Kerangka Acuan (KA) bertujauan untuk :
• Merumuskan lingkup dan kedalaman studi ANDAL;
• Mengarahkan studi ANDAL agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai biaya,
tenaga dan waktu yang tersedia.
Fungsi dokumen KA adalah :
• Sebagai rujukan penting pemrakarsa, penyusunan dokumen ANDAL dan instansi
lingkungan hidup serta tim teknis Komisi Penilai ANDAL tentang lingkup dan kedalam
studi ANDAL yang akan dilakukan;
• Sebagai salah satu rujukan bagi penilai dokumen ANDAL untuk mengevaluasi hasil
studi ANDAL.

Setalah KA selesai disusun, selanjutnya mengajukan dokumen kepada Komisi penilai


AMDAL untuk dinilai. Pada proses penilaian Kerangka Acuan, wakil masyarakat dan
intansi terkait diundnag mengikuti persidangan Amdal. Penyedia jasa berkewajiban
melakukan konsep dokumen Kerangka Acuan sampai Penilai AMDAL menerbitkan
persetujuan Kerangka Acuan. Alur Penilaian Kerangka Acuan sesuai ketentuan da lam
Peraturan Menteri LHK Nomor 16 Tahun 2012.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 4
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 1.1. Alur Pelilaian Kerangka Acuan

1.6. LOKASI KEGIATAN


Pelaksanaan Pekerjaan ini berada di Desa Luhuleli – Tutuwaru Kecamatan Letti
Kabupaten Maluku Barat Daya.

1.7. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN


Pekerjaan ini harus diselesaikan selama 1 (satu) bulan kalender pada tahun 2022
terhitung sejak dikeluarkannya SPMK (Surat Pemerintah Mulai Kerja) dari Pejabat Pembuat
Komitmen.

1.8. HASIL DAN KELUARAN


Keluaran yang diharapkan dari hasil pekerjaan Perencanaan Dokumen Analisis Dampak
Lingkungan (AMDAL) Pembangunan Jalan Sirtu Luhuleli - Tutuwaru.
Laporan yang harus diserahkan oleh Konsultan Penyusun Dokumen Adendum Amdal kepada
Penanggung Jawab Kegiatan meliputi :
1) Uraian proyek.
2) Lingkup proyek.
3) Program kerja.
4) Personil Konsultan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 5
LUHULEHI - TUTUWARU
5) Peralatan yang dipakai oleh Konsultan.
6) Kemajuan pekerjaan yang sudah dicapai sampai dengan bulan bersangkutan.
7) Rencana kerja bulan berikutnya dan rencana penyerapan dananya.
8) Jadwal pelaksanaan dalam bentuk Kurva S.
9) Kendala-kendala yang mungkin terjadi di lapangan yang dihadapinya dalam pelaksanaan
pekerjaan.
10) Keterangan-keterangan lainnya yang dianggap perlu untuk dilaporkan.
11) Foto-foto pelaksanaan pekerjaan. Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya tanggal 5
(lima) setiap bulan sebanyak 5 (lima) buku laporan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 6
LUHULEHI - TUTUWARU
BAB II
PROFIL WILAYAH DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil Wilayah Studi


2.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Letak geografis wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya memiliki potensi yang cukup
strategis untuk mendukung interaksi wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya dengan wilayah luar,
baik dalam skala nasional maupun internasional dikarenakan Kabupaten Maluku Barat Daya
sangat strategis diperbatasan wilayah laut dengan dua negara tetangga yakni Negara Demokratik
Timor Leste (RDTL) dan Negara Austaralia. Secara geografis Kabupaten Maluku Barat Daya
terletak pada koordinat antara 07o06’55”-08o28’15” Lintang Selatan dan 125o71’85”-130o08’87”
Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Banda
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Laut Timor dan Selat Wetar
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kepulauan Tanimbar
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kepulauan Alor

Gambar 2.1. Peta Batas Administratif Kabupaten Maluku Barat Daya

Kabupaten Maluku Barat Daya merupakan daerah kepulauan karena didominasi oleh
wilayah pesisir dan memiliki 48 buah pulau yakni 16 Pulau berpenghuni dan 32 Pulau yang tidak
berpenghuni (baik pulau kecil maupun besar) termasuk di dalamnya 6 buah pulau terlua r yang
berada di kawasan perbatasan Negara, dengan luas wilayah sebesar 72.426,58 km2, terdiri dari
sekitar 63.778 km2 atau 88,05 persen lautan dan 8.648 km2 atau 11,92 persen daratan, dan
terkonsentrasi pada gugus pulau yaitu :
1) Gugus Pulau-pulau Babar dengan luas daratan 2.446,2 km2

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 7
LUHULEHI - TUTUWARU
2) Gugus Pulau-pulau Leti, Moa Lakor dengan luas daratan 1.506,2 km2
3) Gugus Pulau-pulau Terselatan dengan luas daratan 4.680,75 km2

2.1.2. Topografi
Dilihat dari kondisi fisik, bentuk lahan di Kabupaten Maluku Barat Daya, meliputi da taran
(0– 3%), landai/ berombak (3 – 8%), bergelombang (8 – 15%), agak curam (15 – 30%), curam
(30 – 50%) dan sangat curam (> 50%). Untuk bentuk lahan khusus pulaupulau besar adalah
sebagai berikut:
1) Pulau Wetar: berbukit dan bergunung (pegunungan) dengan ketinggian 200 - 1000 m dpl, di
bagian ujung Timur dan Barat terdapat puncak-puncak dengan ketinggian > 1000 m dpl.
Dataran rendah terdapat di pesisir Barat dan Selatan.
2) Pulau Kisar: berbukit dan landai di daerah pesisir pantai. Sekilas tampak seperti buki t-bukit
karang sepanjang pesisir yang jarang penduduknya, hal ini dikarenakan bentuk pulau Kisar
yang seperti wajan/kuali/penggorengan, dimana pemukiman penduduk terletak di bagian
tengah pulau sedangkan sekeliling pulau merupakan tebing dan bukit-bukit karang.
3) Pulau Romang: berpegunungan dengan ketinggian antara 400– 700m. - Pulau Damer:
berbentuk kerucut dan bergunung-gunung dengan puncak tertinggi Wuarlali 870m, dengan
daerah pantai yang relatif terjal.
4) Pulau Leti: berbentuk deretan bukit, sebelah timur lebih tinggi dari pada bagian barat. Daerah
rendah terdapat dibagian pesisir pantai.
5) Pulau Moa: berbukit-bukit karang rendah, deretan barat terdapat 2 puncak masing-masing
Puncak Kogotea dan Limar, sedangkan bagian Timur terdapat 2 puncak masing-masing Kuli
(Kerbau) dan Watumermora.
6) Pulau Babar: berbentuk bulat, bergunung-gunung dan berbukit dengan puncak tertinggi 825
m dpl, dan lereng-lereng curam terdapat di timur laut. Bentuk lahan secara makro relief dibagi
atas: (1) dataran, berbukit dan bergunung. Bentuk lahan pada gugus pulau Babar meliputi
dataran (0 – 3%), landai/ berombak (3 – 8%), bergelombang (8 – 15%), agak curam (15 –
30%), curam (30 – 50%) dan sangat curam (> 50%).

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 8
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.2. Kondisi Topografi Kabupaten Maluku Barat Daya

2.1.3. Geologi
Secra geologis di Kabupaten Maluku Barat Daya dapat dijalaskan dan diuraikan sebagai
berikut:
1) Kepulauan Pulau-Pulau Terselatan.
Satuan/informasi terdiri atas : alluvium (kerakal, kerikil, pasir, lanau, berupa endapan sungai
dan pantai), batu gamping Koral, batuan gunung api tua (lava, breksi dan tuf berbatu apung),
formasi Alor (lava dan breksi bersusunan andesit sampai basal, bersisipan batu pasir dan tuf),
formasi naumatang (lava dasit, breksi, aglomerat bersusunan dasit, disisipi batupasir tufan ,
tuf dan batupasir gampingan), batuan terobosan (diorit, granodiorit, granit dan dasit), batuan
gunung api riolit sakir (lava riolit), formasi Tihu (Breksi, lava dan tuf bersusunan andesit basal)
dan Granodiorit Tamenang (Granodiorit bertekstur porfir). Struktur dan tektonika: termasuk
dalam Busur Banda Bergunung api, akan tetapi gunung api yang masih giat tidak dijumpai.
Struktur geologi yang terdapat didaerah ini berupa sesar dan lipatan yang lemah. Sesar
didaerah ini memiliki dua arah utama yaitu timurlaut -baratdaya dan hamper timur-barat atau
sejajar pulau. Sesar - sesar tersebut berupa sesar geser senistral dan sesar turun.
2) Kepulauan Lemola.
Satuan / formasi batuan sebagai berikut : alluvium (pasir, kerikil dan kerakal mengandung
pecahan ganggang, coral dan moluska, endapan pantai) batu gamping koral (batu gamping
terumbu, setempat membentuk undak-undak, sisipan tufa gampingan berbatu apung), batu
gamping Klastik, batu gamping berlapis baik, Batu gamping merah (batu gamping klastika,
setempat bersisipan tipis serpih dan batupasir), serpih (sisipan batupasir sebagian

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 9
LUHULEHI - TUTUWARU
gampingan), breksi gunung api (breksi Vulkanik bersusunan andesit sampai basal), batuan
ultrabasa (wherlit, serpentinit dan dunut), batuan malihan (sekis bersisipan genis, filit dan batu
gampang malih), satuan bancuh (batuan ini terdiri dari bermacam bongkah batuan beku,
batuan sedimen dan batuan malihan yang terkurung dalam masa-dasar serpih tergerus).
Struktur dan tektonika: Pulau-pulau leti, Moa dan Lakor terletak pada jalur busur luar Banda
tak bergunungapi dan pulau-pulau Romang, Damar, Teun, Nila dan Serua berada pada jalur
busur dalam Banda. Struktur Geologi yang terdapat di lembar ini terdiri dari sesar, lipatan,
kekar dan perdaunan. Pada Busur dalam Banda terjadi sesar normal dan se sar miring
sedangkan pada busur luar banda, sesar terdiri dari sesar mendatar, mengiri dan sesar
normal. Kejadian ini menyebabkan teraktifkan kembali struktur tua yakni dengan terjadinya
pengangkatan dan terbentuknya batuan bancuh.
3) Kepulauan Babar.
Satuan / formasi batuan terdiri atas : alluvium (karikil, kerakal, pasir, lanau dan lumpur,
mengandung sisa tumbuhan, koral dan cangkang kerang, hasil endapan sungai dan pantai),
konglomerat (konglomerat aneka bahan dengan komponen fragmen ultrabasa, gabro,
diabas, andesit, basal, batu pasir kuarsit, filit, batu lempung, batu gamping malih dan batu
gamping terumbuh yang rekat karbonat dan limonit, bersisipan batu pasir konglomerat), batu
gamping koral, (batu gamping koral, bagian bawah berlapis baik dan bagian a ts pejal), batu
pasir kuarsa (mengandung bongkahan asal batuan malihan, batu gamping Permo-Trias,
serpih Jura dan Ofiolit, berasosiasi dengan poton, serpih (serpih dan serpih lanauan dengan
sisipan batu lempung, batu lanau, batu pasir dan batu batu gamping), batu gamping krinoid
(batu gamping krinoid, berlapis baik, napal mengandung fosil yang rusak dan sukar di kenali,
serpih mengandung bintal oksida besi, batu pasir litir berangsur menjadi batu gamping
pasiran dan terlipat kuat), batuan malihan (sekis- klorit-kuarsa, sekis kloritkuarsa-kalsit, sekis
klorit epidot, sekis klorit-biotit, amfibolit, batu gamping, malih dan filit, diduga asal sedimen
klastika dan batu gamping), dan Ofiolit (serpentit, dunit, gabros, diabas, dan lava basal).
Struktur dan tektonika : struktur geologi di daerah ini terdiri sesar normal dan sungkup,
lipatan, kekar, perdaunan, dan diapir. Sesar sungkup diduga terjadi bersamaan dengan
terbentuknya bancuh. Sesar normal berarah barat-timur dan barat laut - tenggara. Menurut
peta Geologi Indonesia (1965), Kepulauan Maluku Barat Daya terbentuk/tersusun dari tanah
dan batuan yang tercatat sebanyak 9 jenis tanah dan 2 jenis batuan. Kepulauan Terselatan
kecuali Pulau Wetar terbentuk dari jenis batuan kapur, globerino teras kelabu dan putih.
Sedangkan untuk Pulau Wetar terbentuk dari batuan vulkanik kapur alkalis dan sediment
marine. Kemudian untuk Kepulauan Babar terbentuk dari batuan globerino.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 10
LUHULEHI - TUTUWARU
Jenis tanah Kabupaten Maluku Barat Daya secara keseluruhan terdiri dari Padzolik,
Lithosol, Rensina dan Aluvial, Aluvial Hydromorphyk, dan Mediteran, Brown Forest, Kambisol,
serta Gleysol. Tekstur tanah dapat dikelompokkan ke dalam kelas tekstur tanah, yaitu: halus,
sedang dan kasar.

Gambar 2.3. Peta Geologi Kabupaten Maluku Barat Daya

2.1.4. Klimatologi
Secara Klimatologi Wilayah Maluku Barat Daya beriklim kering karena tingkat curah hujan
yang rendah ( 200 mm/tahun) dan suhu rata-rata harian yang relatif tinggi. Berikut penjelasan
beberapa komponen iklim wilayah Maluku Barat Daya:
1) Musim
a) Musim Timur (musim kemarau) berlangsung dari bulan April sampai Oktober. Musim
Barat berlangsung dari bulan Oktober sampai Februari. Musim hujan pada bulan
Desember sampai Februari.
b) Musim pancaroba berlangsung dalam bulan Maret/ April dan Oktober/ November.
c) Bulan April sampai Oktober bertiup angin Timur Tenggara. Angin kencang bertiup pada
bulan Januari dan Februari diikuti dengan hujan deras dan laut bergelora.
d) Bulan April sampai September bertiup angin Timur Tenggara dan Selatan sebanyak 91%
dengan angin Tenggara dominan 61%
e) Bulan Oktober sampai Maret bertiup angin Barat Laut sebanyak 50% dengan angin Barat
Laut dominan 28%

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 11
LUHULEHI - TUTUWARU
Berdasarkan klasifikasi Agroklimate menurut Oldeman, Irsal dan Muladi (1981), Maluku Barat
Daya terbagi dalam dua Zone Agroklimat:
a) Zone D3 : bulan basah 3-4 bulan dan bulan kering 5–6 bulan terdapat di Kepulauan Babar
dan Romang.
b) Zone E3 : bulan basah kurang dari 3 bulan berturutan dan bulan kering 5-6 bulan terdapat
di Pulau Wetar dan Lemola.

2) Curah Hujan
Curah hujan di Kabupaten Maluku Barat Daya termasuk dalam kategori rendah, yaitu 1000
mm per tahun terdapat di Pulau Wetar, Kisar dan Kepulauan Lemola, dan antara 1000 - 2000
mm pertahun terdapat di Pulau Babar.
3) Suhu
Suhu rata–rata untuk tahun 2018 sesuai data dari Stasiun Meteorologi, klimatologi dan
Geofisika adalah 27,47 OC dengan suhu minimum absolut rata-rata 23,5 OC dan suhu
maksimum absolut rata-rata 33,2 OC.
4) Kelembaban
Rata-rata kelembaban menurut stasiun meteorologi, klimatologi dan geofiska tahun 2018
adalah 78,8 persen; penyinaran matahari rata-rata 59,1 persen; dan tekanan udara rata–rata
1.011,2 milibar.

Gambar 2.4. Peta Klimatologi Kabupaten Maluku Barat Daya

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 12
LUHULEHI - TUTUWARU
2.1.5. Hidrologi
Kondisi Hidrologi di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya digambarkan melalui kondisi
sumber air permukaan dan air tanah. Kondisi sumber air permukaan berupa sungai dan danau.

Gambar 2.5. Peta Hidrologi Kabupaten Maluku Barat Daya

1) Di Kabupaten Maluku Barat Daya hanya ada 1 Danau yaitu : Danau Tihu yang terleta k di
Pulau Wetar Kabupaten Maluku Barat Daya.
2) Di Kabupaten Maluku Barat Daya Sungai yang berair sepanjang tahun tercatat sebanyak 35
sungai. Yaitu 2 buah di pulau moa, (Wemusin, Sahlan); 4 buah di pulau babar,yaitu (Waslieta,
Tepa, Tutuwang, Yaltubung); 29 buah di pulau wetar, yaitu (Sabir, Linwau, Arnau, Metasau,
Ilputih, Hiay, Saur, Naumaang, Mailun, Harkai, Ouw, Ehaw, Komu, Metawaki, Uhak, Wasiri,
Mataula, Hae, Nabar, Mareas, Eray, Pilae, Kalijodoh, Piray, Emasing, Repang, Henesa, Oung,
Mahuan). Berikut Daerah Aliran Sungai (DAS) sesuai Kepres No 12 Tahun 2012.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 13
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.6. Peta Wilayah Sungai Kepulauan Yamdena Wetar

2.1.6. Penggunaan Lahan


Berdasarkan Rencana Pola Ruang dalam RTRW Kabupaten Maluku Barat Daya tahun
2011-2031 Arah pemanfaatan lahan didominasi oleh kawasan budidaya yaitu sebesar 51% yang
terdiri dari kawasan budidaya hutan sebesar 35,58% dan kawasan budidaya 15,36%. Hal ini
wajar ditemukan untuk daerah yang baru berkembang seperti Kabupaten Maluku Barat Daya,
dimana pertumbuhan penduduk dan dinamika pembangunan (perkembangan wilayah) yang
masih rendah sehingga belum menimbulkan masalah dan menggeser pemanfaatan lahan
pertanian menjadi multi fungsi pemanfaatan (perindustrian, permukiman dsb).

Gambar 2.7. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Maluku Barat Daya

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 14
LUHULEHI - TUTUWARU
2.1.7. Potensi Pengembangan Wilayah
Secara umum struktur ekonomi di Kabupaten Maluku Barat Daya terbentuk dan
didominasi oleh sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pada tahun 2019 peranan sektor ini
terhadap seluruh kegiatan ekonomi di Kabupaten Maluku Barat Daya angkanya mencapai 41,01
persen jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Saat ini sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan di Kabupaten Maluku Barat Daya mempunyai dua peran sekaligus tantangan yaitu
mendukung pemenuhan pangan dan juga memberikan lapangan kerja bagi penduduk Kabupaten
Maluku Barat Daya. Sebagai sektor yang menjadi tumpuan yang didukung dengan sumber daya
alam yang dapat dimanfaatkan serta budaya dan adat istiadat yang kondusif terhadap perubahan
diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup pelaku di sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan.

2.1.7.1. Potensi Pertanian


Potensi pertanian secara umum dapat ditinjau dari potensi sumber daya produksi dan
potensi pasar. Berikut secara rinci hasil produksi pertanian sub sektor tanaman bahan makanan
di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2020.

Tabel 2.1. Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Komoditi Pertanian Tanaman Pangan dan
Holtikultura di Kab.MBD Tahun 2020

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 15
LUHULEHI - TUTUWARU
Tabel diatas jelas menunjukan bahwa untuk tanaman pangan jagung merupakan
tanaman pangan yang paling banyak dihasilkan selama tahun 2020 yaitu sebesar 16.587 ton.
Komoditas ini paling banyak diusahakan dan diproduksi mengingat jagung merupakan sumber
karbohidrat utama bagi sebagian penduduk Kabupaten Maluku Barat Daya. Untuk tanaman sayur
– sayuran, terong merupakan tanaman sayuran yang paling banyak diproduksi yaitu sebesar 296

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 16
LUHULEHI - TUTUWARU
ton sedangkan untuk buah – buahan, pisang merupakan salah satu komoditas yang paling
banyak diproduksi yaitu 3.519,5 ton di tahun 2020.

2.1.7.2. Potensi Perkebunan


Selain tanaman bahan makanan yang berpotensi tinggi di Kabupaten Maluku Barat Daya,
tanaman perkebunan juga mempunyai potensi yang tidak kalah pentingnya bila dibandingkan
dengan tanaman bahan makanan. Tanaman perkebunan yang diusahakan adalah kelapa,
cengkih, pala, kopi, kakao dan jambu mete. Produksi kelapa adalah merupakan produksi tertinggi
yakni sebesar 7.946,6 ton jika dibandingkan dengan komoditi lainnya. Komoditi perkebunan ini
diusahakan secara perorangan dikarenakan belum ada perusahaan perkebunan yang mengelola
komoditas – komoditas tersebut.

Tabel 2.2. Luas Tanaman dan Produksi Komoditi Perkebunan di Kabupaten Maluku Barat Daya
Tahun 2020

2.1.7.3. Potensi Peternakan


Kekayaan Kabupaten Maluku Barat Daya lainnya yang berkelanjutan dan tidak kalah
potensialnya adalah peternakan. Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Maluku Barat Daya
menunjukkan begitu besarnya potensi Kabupaten dalam sektor peternakan. Jenis ternak yang
dibudidayakan di Kabupaten Maluku Barat Daya adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, domba dan
sapi. Kerbau Moa, Domba Kisar dan Kambing Lakor merupakan komoditas unggulan dan menjadi
ciri khas Kabupaten Maluku Barat Daya. Babi merupakan jenis ternak dengan populasi terbanyak
yaitu 45.551 ekor disusul kambing sebanyak 45.107.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 17
LUHULEHI - TUTUWARU
Tabel 2.3. Populasi Ternak Menurut Jenis Ternak Kabupaten Maluku Barat Daya 2016-2020

Potensi daging ternak ini dapat mencukupi kebutuhan warga Kabupaten Maluku Barat
Daya maupun daerah lain dan juga menjadi sumber pendapatan bagi warga. Data dari Dinas
Pertanian tahun 2020 menujukan produksi daging sapi sangat tinggi jika dibandingkan dengan
jenis ternak yang lain. Lebih jelasnya produksi ternak di Kabupaten Maluku Barat Daya dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.

Tabel 2.4. Produksi Daging Ternak (Kg) Menurut Jenis Ternak Kabupaten Maluku Barat Daya
Tahun 2020

2.1.7.4. Potensi Perikanan


Potensi perikanan di Kabupaten Maluku Barat Daya yang dapat dikembangkan sebagai
salah satu prime over ekonomi diantaranya rumput laut dan perikanan tangkap. Pada tahun 2020
jumlah produksi ikan di Kabupaten Maluku Barat Daya sebesar 9.932 ton, produksi rumput laut
3.294 ton sehingga total produksi sebesar 13.226 ton dengan nilai perikanan sebesa r
Rp.203.253.450. Namun sektor perikanan di Kabupaten Maluku Barat Daya masih perlu
dikembangkan agar dapat memberikan hasil yang lebih optimal berupa sarana dan prasarana
ikan sehingga dapat meningkatan produksi di sektor perikanan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 18
LUHULEHI - TUTUWARU
Tabel 2.5. Produksi dan Nilai Perikanan di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2020

2.1.7.5. Potensi Industri


Industri yang potensial di Kabupaten Maluku Barat Daya adalah Industri yang berbasis
rumah tangga diantaranya Industri kain tenun, industri minyak kayu putih dan anyaman. Kom oditi-
komoditi ini masih perlu dikembangkan agar menjadi daya saing yang dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat. Pada tahun 2020 terdapat 1.836 perusahaan dengan 2.600 tenaga
kerja dan Nilai produksi sebesar Rp 31.078.518.500 (Tiga Puluh Satu Miliar Tujuh Puluh Delapan
Juta Lima Ratus Delapan Belas Ribu Lima Ratus Rupiah). Jika dibandingkan dengan tahun 2019
maka jumlah perusahaan mengalami kenaikan yaitu 2,80 persen, tenaga kerja kenaikan sebesar
(9,57) persen dan Nilai Produksi mengalami penurunan sebesar 25,14% atau sebesar
Rp.10.437.980.500 (Sepuluh Miliar Empat Ratus Tiga Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus Delapan
Puluh Ribu Lima Ratus Rupiah). Klasifikasi industri di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2019
– 2020 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 19
LUHULEHI - TUTUWARU
Tabel 2.6. Jumlah Perusahaan, Tenaga Kerja dan Nilai Produksi Menurut Klasifikasi Industri di
Kab.MBD Tahun 2019 – 2020

2.1.7.6. Potensi Pariwisata


Pengembangan pariwisata merupakan bagian dari upaya peningkatan daya saing
sekaligus meningkatkan pendapatan daerah. Jumlah obyek wisata yang berada di Kabupaten
Maluku Barat Daya tahun 2020 sebanyak 209 objek wisata yang tersebar di 17 kecamatan. Objek
wisata alam sebanyak 81 dan objek wisata budaya sebanyak 128.

Tabel 2.7. Objek Wisata di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2020

2.1.7.7. Kawasan Strategis


Kawasan strategis di Kabupaten Maluku Barat Daya yang perlu diprioritaskan
pengembangan dan penanganannya antara lain :

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 20
LUHULEHI - TUTUWARU
1) Kawasan strategis dari sudut pandang pertumbuhan ekonomi
a) Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Kisar
Pola Pergerakan penumpang dan barang di kabupaten Maluku Barat Daya terkosentrasi
di Pulau Kisar di lingkup Kecamatan Pp. Terselatan sebagai pusat aktifitas penduduk
kemudian untuk pusat tujuan pergerakan penumpang dan barang dari Kecamatan Pp.
Terselatan adalah Kupang (NTT), Kalabahi (NTT), Ambon, Saumlaki, Surabaya dan
Makasar. Sedangkan untuk pergerakan intra kecamatan semua desa/dusun berpotensi
sebagai pusat bangkitan, dan desa pusat kecamatan merupakan pusat tarikan internal
kecamatan. Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Tepa-Letwurung (Pulau Babar)
b) Potensi agropolitan yang menjadikan kawasan TepaLetwurung menjadi prioritas
pengembangan dan penanganannya.
c) Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Luang Sermatang Potensi sumber daya perikanan dan
kelautan di Pulau Luang dan Pulau Sermatang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi,
seperti teripang susu dan nenas yang banyak diminati pencinta hasil laut, kerang laut,
rumput laut dan ikan.
d) Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Letti-Moa-Lakor Potensi perternakan di kawasan Letti-
Moa-Lakor menjadi prioritas pengembangan dan penanganannya.

2) Kawasan strategis dari sudut pandang pertahanan dan keamanan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat
a) Kawasan Strategis 6 Pulau Perbatasan di Perairan Maluku Barat Daya
Terdapat 6 pulau perbatasan yang berada pada perairan yang berbatasan langsung
dengan negara lain, diantaranya: P. Wetar, P. Lirang, P. Marsela, P. Metimarang, P. Letti
dan P. Kisar. Pulau-pulau tersebut menjadi kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertahanan dan keamanan.
b) Kawasan Strategis Ilwaki (Pulau Wetar)
Kawasan strategis Ilwaki merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertahanan dan keamanan. Kawasan strategi ini di prioritaskan karena mempunyai
pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan negara. Disamping itu, mengacu pada struktur ruang nasional Ilwaki
menjadi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 21
LUHULEHI - TUTUWARU
3) Kawasan strategis dari sudut pandang kepentingan sosial dan budaya
a) Kawasan Sentra Budaya
Kawasan ini meliputi kawasan-kawasan yang merupakan sentra kegiatan budaya suku
asli yaitu pusat kegiatan adat di Pulau Kisar, Pulau Moa, PulauPulau Babar, Pulau Damer
dan Pulau Luang Sermatang yang diselenggarakan saat ada kegiatan acara-acara adat
dan kegiatan promosi wisata.
b) Kawasan Pariwisata
Kawasan ini meliputi kawasan wisata bahari, wisata budaya, wisata alam dan wisata
sejarah. Dan yang menjadi kawasan wisata minat khusus di Kabupaten Malukun Barat
Daya meliputi : Danau Tihu di Pulau Wetar, Gunung Kerbau di Pulau Moa, Bukit Doa
Lekewain di Pulau Kisar dan wisata bahari pantai di seluruh wilayah Kabupaten Maluku
Barat Daya.
c) Kawasan Situs Wisata
Kawasan yang sudah diidentifikasi sebagai kawasan situs wisata yang telah dikaji
sebelumnya dan ditetapkan sebagai warisan leluhur diantaranya tempayang tua dan
bekas telapak kaki yang sesuai dengan telapak kaki masyarakat asli Pulau Luang.

4) Kawasan strategis dari sudut pandang kepentingan pendayagunaan sumber daya alam atau
teknologi tinggi
a) Kawasan Strategis Pertambangan Desa Lurang (Pulau Wetar) dan Kawasan
Pertambangan Desa Hila (Pulau Romang) Adanya minat dan kecenderungan investasi
swasta dan pemerintah yang cukup tinggi di Desa Lurang
b) Kawasan Strategis Desa Tani Tepa-Manuwui (Pulau Babar) Upaya untuk
mengembangkan hasil pangan, tanaman padi mulai dikembangkan di Desa Manuwui,
yang didukung irigasi.

5) Kawasan strategis dari sudut pandang fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
a) Daerah Konservasi Gunung Kerbau di Pulau Moa Mengingat keberadaannya yang vital
sebagai berkembang biaknya perternakan, khususnya kerbau moa, untuk itu harus
dilindungi.
b) Kawasan Danau Tihu (Pulau Wetar) Kawasan ini adalah kawasan danau yang merupakan
tempat berkembang biaknya berbagai jenis flora dan fauna yang juga berpotensi menja di
kawasan wisata alam.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 22
LUHULEHI - TUTUWARU
2.1.8. Wilayah Rawan Bencana
Berdasarkan Rencana Pola Ruang Kabupaten Maluku Barat Daya dan Peraturan
Presiden Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara
menujukan bahwa Kabupaten Maluku Barat Daya termasuk dalam zona kawasan rawan bencana
yakni kawasan rawan bencana alam dan kawasan rawan bencana alam geologi.

Tabel 2.8. Kriteria dan Sebaran Lokasi Rawan Bencana Kawasan di Kabupaten Maluku Barat
Daya

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 23
LUHULEHI - TUTUWARU
Tabel dibawah ini menunjukan bahwa dari tahun 2017 sampai tahun 2019 terjadi
peningkatan bencana di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya sehingga Pemerintah akan terus
meningkatkan pencegahan dan mitigasi bencana, kesiapsiagaan, penanganan darurat secara
terencana, terpadu, dan menyeluruh.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 24
LUHULEHI - TUTUWARU
Tabel 2.9. Jenis Bencana, Jumlah Bencana dan Lokasi Bencana di Kabupaten Maluku Barat
Daya Tahun 2017-2019

2.1.9. Demografi
Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Maluku Barat Daya terdiri dari 17
Kecamatan, 1 Kelurahan, 117 Desa dan 45 dusun. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 2.10. Jumlah Kecamatan, Kelurahan, Desa Tahun 2021

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 25
LUHULEHI - TUTUWARU
Penduduk merupakan subjek sekaligus objek pembangunan nasional. Sebagai subjek,
penduduk merupakan pelaksana pembangunan sedangkan sebagai objek penduduk merupakan
sasaran dari pembangunan itu sendiri. Jumlah penduduk yang besar dapat menyumbangkan
sumber daya manusia yang besar untuk membangun suatu daerah. Penduduk dengan jumlah
yang ideal dan kualitas yang baik merupakan kunci keberhasilan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan suatu daerah.
Jumlah penduduk Kabupaten Maluku Barat Daya dari periode tahun 2016-2020
mengalami peningkatan jumlah penduduk. Penduduk Kabupaten Maluku Barat Daya dari 72,504
jiwa pada tahun 2016 menjadi 81,928 jiwa di tahun 2020 dengan jumlah penduduk laki-laki
36,484 jiwa dan penduduk perempuan 36,020 jiwa tahun 2016 dan pada tahun 2020 jumlah
penduduk laki-laki 41,984 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 39,944 jiwa.

Tabel 2.11. Data Agregrat Penduduk Tahun 2016-2020

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 26
LUHULEHI - TUTUWARU
Tingkat kepadatan penduduk periode lima tahun dari 2016- 2020 mengalami peningkatan
di tahun 2018 naik 8,41 jiwa/km2, Tahun 2019 naik 8,47 jiwa/km2 dan Tahun 2020 naik menjadi
9,49 jiwa/km2. Namun untuk laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan dari tahun ke
tahun, laju pertumbuhan penduduk di tahun 2016 turun sebesar 0,30 persen dan laju
pertumbuhan penduduk berturut-turut tahun 2017 dan 2018 sebesar 0,23 persen dan kembali
naik di tahun 2019 sebesar 0,36 persen namun di tahun 2020 turun sebesar 0,014 persen.

2.2. Lingkungan Hidup


Pengertian lingkungan hidup menurut UU RI No. 32 Tahun 2009 adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. McNauhgton & Wolf dalam Husein (1993) menyebutkan bahwa lingkungan hidup
merupakan semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi
kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi manusia. Sedangkan jika dikaji dari sisi
ilmu lingkungan, lingkungan hidup adalah ekologi, serta dengan mempertimbangkan disiplin lain
terutama ekonomi dan geografi (Soerjani & Djajadiningrat, 1985).
Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis dan masing -masing jenis
unsur lingkungan hidup tersebut, hubungan atau interaksi antar unsur dalam lingkungan hidup
tersebut, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan faktor non-materiil suhu, cahaya dan
kebisingan (Soemarwono,1994). Faktor-faktor tersebut menentukan lingkungan hidup akan
menjadi lebih baik atau akan menjadi lebih buruk. Sehingga untuk menciptakan lingkungan yang
harmonis, antara faktor lingkungan dan lingkungannya harus seimbang.
Secara umum lingkungan hidup merupakan suatu sistem yang meliputi lingkungan hayati,
lingkungan non hayati, lingkungan buatan dan lingkungan sosial. Sumber daya alam merupakan
salah satu unsur lingkungan alam, baik hayati maupun non hayati, yang diperlukan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan kesejahteraannya. Sumber daya alam sangat
banyak dan melimpah, dari hal tersebut sumber daya alam diklasifikasikan menjadi sumber daya
alam terbarui dan tak terbarui.

2.2.1. Kerusakan Lingkungan Hidup dan Jenis-Jenisnya


Kerusakan lingkungan merupakan penurunan mutu lingkungan yang ditandai dengan
hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya fauna liar, dan kerusakan ekosistem. Hal
tersebut merupakan salah satu ancaman yang paling berbahaya untuk kelangsungan hidup
manusia. Lingkungan alam yang rusak berdampak terhadap kehidupan manusia sehingga

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 27
LUHULEHI - TUTUWARU
berpotensi menghasilkan bencana untuk saat ini dan untuk masa-masa yang akan datang.
Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena faktor alami maupun karena akibat ulah manusia
(faktor buatan). Faktor alami kerusakan lingkungan hidup meliputi bencana alam dan cuaca yang
tidak menentu. Bencana alam tersebut dapat berupa banjir, tanah longsor, tsunami, angin puting
beliung, angin topan, gunung meletus, ataupun gempa bumi. Selain berbahaya bagi keselamatan
manusia maupun makhluk hidup lainnya, bencana alam tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan.
Sedangkan kerusakan lingkungan dilihat dari faktor buatan, terjadi akibat eksploitasi
sumberdaya alam yang dilakukan manusia secara berlebihan dan tidak dilakukan regenerasi
kembali. Kegiatan-kegiatan manusia di lingkungan hidupnya akan menyebabkan permasalahan
lingkungan seperti pencemaran lingkungan baik pencemaran udara, air tanah dan suara yang
berdampak pada adanya tanah kritis, penyimpangan iklim, hujan asam, penipisan lapisan ozon
dan lain sebagainya.
Rahmadi dalam Syaprillah (2016) menambahkan bahwa beberapa faktor juga dapat
menimbulkan permasalahan atau kerusakan lingkungan antara lain teknologi, penduduk,
ekonomi, politik, dan tata nilai yang berlaku. Penerapan teknologi baik dalam hal industri,
pertanian, transportasi, hingga komunikasi dapat menjadi salah satu sumber terjadinya masalah -
masalah lingkungan seperti pencemaran lingkungan (Commoner, 1973). Dari segi ekonomi,
Hardin dalam Syaprillah (2016) menyebutkan bahwa alasan-alasan ekonomi yang sering kali
menggerakkan perilaku manusia dan keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia secara
perorangan maupun dalam kelompok, terutama dalam hubungannya dengan pemanfaatan
common property meliputi sungai, padang rumput, udara, dan laut. Karena sumberdaya tersebut
dapat bebas untuk dimanfaatkan oleh setiap orang untuk memenuhi kebutuhannya masing -
masing, maka setiap orang berusaha dan berlomba-lomba untuk memanfaatkan atau
mengeksploitasi sumberdaya semaksimal mungkin guna memperoleh keuntungan pribadi.

2.2.2. Pengawasan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Pengawasan merupakan aktivitas atau upaya yang mengontrol suatu ketetapan atau
ketentuan standar untuk mendapatkan hasil seperti yang direncanakan. Menurut Mockler,
pegawasan pada dasarnya merupakan upaya yang sistematis untuk menentukan standar kinerja,
merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi aktual dengan standar yang
ditentukan, menentukan apakah terdapat penyimpangan dan mengukur besarnya, serta
mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin bahwa seluruh sumber daya organisasi
digunakan dengan cara yang paling efentif dan efisien untuk menapai tujuan. Berkaitan dengan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 28
LUHULEHI - TUTUWARU
lingkungan, pengawasan lingkungan hidup diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh Fungsional Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup Daerah, yang bertujuan untuk mengetahui, memastikan dan menetapkan
tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan
dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup (Hamid & Pramudyanto, 2007). Budiati (2012) menambahkan
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai usaha pencegahan,
penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan hidup, yang
mana telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta
kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan
lainnya.
Pengelolaan lingkungan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk memelihara atau
memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan sebaik -
baiknya (Soemarwono, 1994). Sedangkan menurut Randolph (2004), pengelolaan lingkungan
diartikan sebagai pengendalian atau arahan interaksi antara manusia dan lingkungan untuk
melindungi dan memperkaya kesehatan dan kesejahteraan manusia sekaligus kualitas
lingkungan. Randolph menjelaskan bahwa pengelolaan lingkungan dikelompokkan menjadi:
1) Pengelolaan interaksi antara manusia dan lingkungan
2) Perencanaan lingkungan
3) Perencanaan tata guna lahan untuk pengelolaan lingkungan
4) Kolaborasi antara pengelolaan lingkungan dengan partisipasi publik
5) Pengelolaan DAS dan ekosistem

Pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara


bermacammacam (Soemarwoto dalam Syaprillah, 2016), yaitu:
1) Pengelolaan lingkungan secara rutin
2) Perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasa r dan tutntutan
bagi perencanaan pembangunan
3) Perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan
terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direncanakan
4) Perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami
kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia

Silalahi (2001) menambahkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup juga berkaitan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 29
LUHULEHI - TUTUWARU
dengan hak dan kewajiban setiap orang, dimungkinkan atau dibuka kemungkinan bagi setiap
orang untuk mengajukan gugatan karena sehat dan bersihnya lingkungan hidup merupakan
kepentingan umum dan juga kepentingan setiap orang.

2.2.3. Penataan Ruang dalam Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi
Lingkungan Hidup
Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu
mendapat akses dalam proses perencanaan tersebut. Selain itu, penataan ruang tidak hanya
untuk kepentingan sektor ekonomi tetapi juga harus memperhatikan aspek lingkungan. Menurut
Devas and Rakodi (1993), setiap pembangunan harus memperhatikan aspek-aspek lingkungan
seperti:
1) Meminimalisasi dampak dari pembangunan dan kegiatan-kegiatan pada perubahan ekologi
2) Meminimalisasi risiko akibat adanya perubahan-perubahan terhadap bumi, seperti kerusakan
lapisan ozon, pemanasan global yang disebabkan emisi Karbon Dioksida, perubahan iklim
lokal yang disebabkan banjir, kekeringan, penebangan liar
3) Meminimalisasi polusi udara, air, dan tanah
4) Adanya jaminan dan pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan

Sedangkan menurut Keraf dalam Kodoatie & Sjarief (2010) menyebutkan bahwa terdapat
9 prinsip etika lingkungan lingkungan yang wajib ditaati dalam pembangunan, meliputi:
1) Hormat terhadap alam (respect for nature)
2) Bertanggung jawab kepada alam (responsibility for nature)
3) Solidaritas kosmis (cosmic solidarity)
4) Peduli kepada alam (caring for nature)
5) Tidak merugikan (no harm)
6) Hidup selaras dengan alam (living harmony with nature)
7) Keadilan
8) Demokrasi
9) Integritas moral

Dapat diketahui bahwa penataan ruang memiliki peranan penting dalam usaha
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009
dijelaskan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan
masyarakat, wajib di dasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan perencanaan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 30
LUHULEHI - TUTUWARU
tata ruang wilayah ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup. Kajian Lingkungan Hidup Strategis berisi tentang kapasitas daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan risiko
lingkungan hidup, kinerja layanan/jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam,
tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, dan tingkat ketahanan dan
potensi keanekaragaman hayati. Selanjutnya, hasil pengkajian tersebut dijadikan bahan
pertimbangan dalam perencanaan tata ruang wilayah. Apabila dari hasil pengkajian tersebut
terdapat aktivitas yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan dapat ditertibkan melalui
pengendalian pemanfaatan ruang yaitu sebuah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
Penataan ruang mempunyai peranan penting bagi perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup juga tertuang dalam Undang-Undang no. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan guna mewujudkan keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan, terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber
daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, guna
terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang. Dari kedua undang-undang tersebut dapat diketahui bahwa
pentingnya penataan ruang dalam upaya pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi
lingkungan hidup pada umumnya terletak pada penentuan peruntukan penggunaan ruang atau
dalam pemanfaatan sumber-sumber daya yang ada di dalamnya. Dengan peruntukan yang jelas,
mala semua kepentingan yang terkait dengan pemanfaatannya dapat diakomodasi sehingga
tercipta harmonisasi dalam pemanfaatan ruang yang dapat mewujudkan nilai tambah berupa
pemanfaatan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan (Wahid, 2011).

2.3. Urgensi dan Isu Tentang Lingkungan Hidup.


Upaya untuk mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan akan mendapatkan
tantangan yang besar dari kondisi dan letak geografis Indonesia, kondisi sumberdaya alam yang
semakin berkurang, serta kondisi lingkungan yang semakin menurun. Salah satu indikasi semakin
menurunnya kualitas lingkungan hidup adalah dengan semakin seringnya kejadia bencana,
terutama bencana yang secara langsung maupu tidak langsung terkait dengan menurunnya
kualitas jasa ekosistem yang dihasilkan oleh lingkungan. Menurut BNPB, sejak tahun 1918 telah
terjadi lebih dari 20.400 kejadian bencana di Indonesia. Dari jumlah kejadian tersebut, 84%
diantaranya terkait langsung dengan kerusakan lingkungan hidup. Data tersebut semakin
mengkhawatirkan mengingat trend bencana alam terus meningkat dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir, khususnya didaerah-daerah yang rawan bencana. Sejumlah bencana yang kerap kali

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 31
LUHULEHI - TUTUWARU
terjadi, seperti banjir, longsor dan kekeringan frekuensinya cenderung semakin meningkat.
Perubahan pola iklim dunia akibat pemanasan global yang diantaranya menyebabkan terjadinya
fenomena el nino dan la nina, berdampak cukup besar di wilayah Indonesia. Akan tetapi,
menurunnya kualitas jasa lingkungan hidup saat ini diyakini merupakan faktor utama yang
memicu meningkatnya kejadian tersebut dan mendorong perluasan dampak yang
ditimbulkannya.
Beberapa jasa lingkungan yang saat ini sedang mengalami tekanan hebat adalah Jasa
Regulator Air, Jasa Penyedia/Penyimpanan Air dan Jasa Penyedia Pangan. Kegiatan
pembangunan, khususnya dalam bidang ekonomi, mendorong pemanfaatan sumberdaya alam
melewati batas pemulihannya. Pembukaan wilayah hutan, pertambanganpertambangan terbuka,
pengembangan infrastruktur dan perluasan area permukiman hingga wilayah -wilayah terpencil
telah mereduksi secara besar-besaran daerah-daerah dengan Jasa Lingkungan tinggi. Pulau
Jawa dan Sumatera merupakan pulan yang kondisi lingkungan hidupnya mendapat tekanan
paling besar. Pengembangan infrastruktur dan perkebunan yang semakin meluas dan
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat telah menghilangkan sebagian besar daerah-daerah
regulator air tinggi di kawasan pegunungan Jawad an pegunungan sepanjang Bukit Barisan
Sumatera serta daerah penyedia pangan di Pulau Jawa.
Kondisi yang hampir serupa terjadi di Kalimantan dan Sulawesi, meskipun belum
mencapai tahap menghawatirkan seperti di Jawa dan Sumatera. Pulau Kalimantan dan Sulawesi
yang secara luas dikenal sebagai wilayah yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati dan
bahan tambang, mulai mempercepat pengembangan wilayah melalui pengembangan
infrastruktur konektivitas antar daerah dan pengembangan kawasan ekonomi khusus, terutama
di sekitar perbatasan. Meningkatnya kejadian banjir di beberapa tempat di Kalimantan merupakan
dampak nyata dari mulai menurunnya kualitas jasa regulator air akibat eksploitasi hutan,
meningkatnya areal pertambangan, dan meluasnya perkebunan-perkebunan sawit, selama
beberapa tahun terakhir. Dengan meningkatnya konektivitas wilayah, beberapa wilayah dengan
jasa relulator dan penyimpan air tinggi di sepanjang Pegunungan Muller Schwaner, pegunungan
Meratus, kawasan gambut yang luas di Kalimantan Tengah dan Kalimatan Barat, dan Kawasan
ekosistem Karst diperkirakan akan menjadi kawasan paling beresiko untuk mengalami degradasi.
Selanjutnya, Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara dalam beberapa tahun telah mengembangkan
diri dan memacu kegiatan ekonomi berbasis pariwisata. Bali dan Nusa Tenggara Barat
merupakan kawasan penting nasional dari sisi suplai pangan karena merupakan salah satu
Lumbung Pangan Nasional. Kondisi jasa pangan tinggi, terutama pada daerah-daerah pertanian
tradisional di Nusa Tenggara Barat mulai mendapat tekanan dari pesatnya perkembangan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 32
LUHULEHI - TUTUWARU
perkotaan sedangkan daerah jasa regulator tinggi mendapat tekanan dari perluasan permukiman
di perdesaan dan tumbuhnya kawasan wisata baru. Sementara itu, Pulau Papua dalam
perkembangan sampai saat ini masih mampu menjaga kualitas maupun kuantitas jasa lingkungan
tinggi untuk regulator dan penyimpanan air. Tutupan hutan yang masih luas dan rapat,
perkembangan infrastruktur dan kawasan pengembangan yang belum secepat di daerah lain,
ikut membantu menjaga dan memelihara kualitas jasa dan fungsi lingkungan hidup dalam kondisi
baik.
Dari waktu ke waktu, pemakaian energi fosil di Indonesia menunjukkan tren yang terus
meningkat di semua sektor. Selama 1990-2000 meningkatnya konsumsi energy pada sektor
domestic terus menunjukkan peningkatan meskipun tidak terlalu besar dibandingkan sektor
domestik terus menunjukkan peningkatan meskipun tidak terlalu besar dibandingkan sektor
industri dan transportasi. Transportasi menjadi salah satu sektor yang paling banyak
menggunakan bahan bakar fosil. Sektor ini terus menunjukkan tren naik di semua jenis
transporasi baik darat, laut dan air (SLHI, 2010). Peningkatan terbesar terjadi pada transpo rtasi
darat dengan kenaikan total kendaraan bermotor berkisar 10% (BPS, 2012). Sepeda motor
merupakan moda transportasi darat yang mengalami peningkatan paling tinggi dan terjadi merata
hampir di seluruh provinsi. Dampak dari pemakaian energi fosil sangat besar pengaruhnya pada
kualitas udara.
Secara global, pencemaran air berasal dari limbah cair domestic dan industri yang tidak
dikelola, sampah domestic, pemakaian air berlebihan, dan penataan fungsi lahan yang tidak baik.
Hal tersebut kemudian diperparah dengan masih banyaknya masyarakat (30%) yang masih
buang air besar di badan air. Setiap hari sekitar 14.000 ton tinja manusia belum dikelola dengan
benar sehingga berdampak pada menurunnya kualitas air. Selain hal tersebut, kondisi
ketersediaan air juga terganggu. Alih fungsi lahan pada daerah-daerah resapan air meningkatkan
aliran permukaan (run-off) di kawasan hilir, yang menyebabkan meningkatnya potensi banjir. Hasil
pemantauan 2008-2012 menunjukkan kualitas air sungai cenderung menurun, terutama di Pulau
jawa dan Sumatera. Sumber utama penemar berasal dari aktivitas domestik yang terlihat dari
parameter organik (proporsi BOD/COD dan kandungan coliform) terutama di Maluku, Sulawesi
Tenggara dan Sumatera Utara. Kualitas air sungai sebagian besar provinsi m emiliki nilai
kandungan organic melebihi baku mutu (diwakili parameter COD). Nilai organic tertinggi
terpantau di Jawa Barat, terlihat ada tendensi menurunnya kualitas air dari perindustrian. Sumber
pencemar dari pertanian belum bisa diidentifikasi karena monitoring rutin pencemar spesifik
sektor ini belum dilakukan. Ancaman pencemaran juga menincar sumberdaya laut.
Beberapa wilayah perairan Indonesia ternyata juga rentan terhadap pencemaran minyak.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 33
LUHULEHI - TUTUWARU
Dalam kurun waktu 1997 - 2012 telah terjadi 36 kasus tumpahan minyak, yang berdampak pada
sumberdaya hayati dan non hayati laut (BPS, 2012). Pada 2012, pemantauan kualitas air laut
menggunakan parameter baku mutu air laut (BMAL) untuk kualitas pelabuhan dan wisata bahari
dibeberapa lokasi pelabuhan wisata bahari seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan
Ciwandan, Pelabuhan Gorontalo dan Parigi, Teluk Tomini menujukkan terdapat beberapa
parameter yang melebihi baku mutum yaitu kecerahan. Parameter amoniak yang melampaui
baku mutu terdeteksi di Pelabuhan Tanjung Priok, yang dekat dengan industri, pelabuhan peti
kemas, dan pemecah gelombang. Sementara itu di Pelabuhan Parigi, parameter amoniak di
temukan di outlet Sungai Olaya. Parameter TSS di lokasi wisata Parigi, Teluk Tominim melebihi
baku mutu. Kandungan oksigen terlarut (DO) di perkampungan Bajo di Pahuwato, Gorontalo,
berada di luar baku mutu, sedangkan lokasi lainnya masuk dalam baku mutu. Kandungan minyak
lemak di laut lepas dekat perkampungan Bajo dan wisata Parigi terdeteksi melebihi baku mutu.
Hutan tropis merupakan ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati, berperan
dalam penyediaan jasa lingkungan dan tempat bergantung masyarakat yang hidup di sekitar
hutan. Selain itu, hutan tropis merupakan ekosistem yang menyimpan karbon terrestrial dalam
jumlah yang sangat besar. Deforestasi dan degradasi hutan akan menyebabkan pelepasan emisi
karbon dioksida ke atmosfer, sehingga mempengaruhi iklim secara global. Pada tahun 2008,
emisi dunia dari proses deforestasi dan degradasi hutan mencapai 4,4 giga ton Co ata u 11% dari
total emisi anthropogenik (UNEP,2011), karena itu perlindungan hutan tropis menjadi agenda
internasional dalam rangka mitigasi perubahan iklim melalui mekanisme Reduction Emission from
Deforestation and Forest Degradation (REDD+). REDD+ telah disepakati dalam Conference On
Paties 16 (COP 16) di Cancun tahun 2010. Indonesia dan Brasil berperan penting dalam upaya
mitigasi REDD+ karena memiliki hutan yang sangat luas. Berdasarkan interpretasi Citra Satelit
Landsat 7 ETM+, dalam kurun waktu tahun 2000 -2011 telah terjadi deforestasi di Indonesia
seluas 6,5 juta hektar.
Dinamika deforestasi terkait dengan beberapa faktor, baim secara langsung (agent)
maupun tidak langsung (driving force) (Sunderling, W.D & Resosudarmo, 1996). Faktor langsung
berarti pelaku dan penyebab secara langsung mengubah tutupan hutan menjadi peruntukan lain,
misalnya kebakaran hutan, ekspansi lahan pertanian, perumahan dan pertambangan. Faktor
secara tidak langsung berupa kondisi sosial, ekonomi, dan politik pada skala nasional, regional,
maupun global. Beban pencemaran dan kerusakan tutupan hutan pada akhirnya mengancam
keragaman keanekaragaman hayati Indonesia. Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan
dengan tidak memperhatikan kondisi lingkungan akan mendorong laju kepunahan dan tingkat
keterancaman keanekaragaman hayatu, karena itu perlindungan terhadap jenis flora dan fauna

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 34
LUHULEHI - TUTUWARU
terancam menjadi prioritas pemerintah.
Pembangunan nasional dewasa ini harus mengedepankan asas berkelanjutan sebagai
isu utama, yakni mengutamakan aspek pengelolaan lingkungan hidup. Tidak dapat dipungkiri
bahwa kondisi lingkungan hidup Indonesia sudah mengalami degradasi, dilihat dari dua
parameter yakni daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Kondisi ini terjadi akibat
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam yang lebih tinggi daripada daya dukung dan daya
tampungnya. Pembangunan nasional selama ini memang lebih banyak bertumpu pada
pemanfaatan sumberdaya alam baik sumberdaya hutan, sumberdaya pertambangan seperti
migas maupun mineral, dan sebagainya. Kondisi ini menjadikan pembangunan nasional yang
selama ini dilakukan cenderung belum sepenuhnya berorientasi pada pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan satu kesatuan sistem ekoregion dari tingkat Nasional
sampai Kabupaten/ Kota, sehingga perlu dianalisis isu strategis pengelolaan lingkungan secara
hirarkis untuk memberikan gambaran keterkaitan lingkungan. Berikut disampaikan Isu Strategis
Lingkungan Hidup tingkat Nasional, Ekoregion, Provinsi dan Kabupaten.
Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, 2 (dua) hal utama yang secara nasional
dihadapi sebagai isu strategis yang berkaitan dengan menurunnya kualitas dan daya dukung
lingkungan hidup adalah :
1) Menurunnya kemampuan ekosistem untuk menjaga keseimbangan siklus air siklus hidrologi,
terutama di Jawa dan Sumatera sudah sangat terganggu. Bencana alam yang semakin sering
terjadi merupakan salah satu indikasi yang dapat dirujuk. Ekosistem tidak lagi mampu
menampung dan menyalurkan air dengan semestinya. Oleh karena itu, pengelolaan
lingkungan hidup ke depan harus dapat menjamin pulihnya kemampuan ekosistem untuk
menyerap, menahan, menyimpan dan mengatur distribusi air. Daerah-daerah yang menjadi
resapan air harus dilindungi ekosistemnya, dipulihkan kerusakannya, dan ditingkatkan
kualitas tutupan hutannya. Sedangkan daerah-daerah yang merupakan penyimpan air alami
harus dipulihkan dan dibebaskan dari area terbangun.
2) Berkurangnya luasan lahan pangan kualitas tinggi di daerah - daerah lumbung pangan
tradisional, Berdasarkan perhitungan Bappenas, Indonesia diproyeksikan akan dihuni oleh ±
305,6 juta jiwa pada tahun 2035. Diperlukan produksi pangan yang besar untuk dapat
mendukung jumlah penduduk tersebut, yang selama ini dipasok dari lahan -lahan sawah
tradisional di Jawa, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Perkembangan pembangunan
yang pesat, terutama di Jawa dan Sumatera, menyebabkan banyak lahan-lahan pangan
produktif berubah fungsi menjadi perumahan, kawasan indutri, jalan tol, atau area terbangun
lainnya. Untuk mendorong penyelesaian isu tersebut, pengelolaan lingkungan hidup ke depan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 35
LUHULEHI - TUTUWARU
harus mampu melindungi lahan-lahan pangan produktif, mencegah alih fungsi lahan
pertanian, dan memperketat penggunaan lahan yang potensial untuk pangan menjadi
daerah-daerah terbangun. Disamping itu, perlu dikembangkan sumber-sumber pangan baru
yang mempunyai kemampuan adaptasi tinggi di luar Jawa.

Gambar 2.8. Peta Ekoregion Pulau Jawa

Ekoregion Pulau Jawa dipengaruhi proses vulkanik, struktural, denudasional (pelapukan


dan erosi) dan solusional (pelarutan batu gamping), serta fluvial. Kawasan ekoregion Pulau Jawa
memiliki berbagai tipe ekosistem alami dan buatan. Ekosistem alami didominasi oleh ekosistem
hujan tropika di dataran pegunungan/ perbukitan vulkanik, pegunungan/ perbukitan struktural
yang tersebar di bagian tengah serta beberapa bagian di selatan Jawa. Ekosistem buatan yang
merupakan kawasan perkotaan yang padat pemukiman, kawasan industri dan kawasan budidaya
pertanian/beras serta budidaya hutan tersebar di bagian utara Pulau Jawa.
Ekoregion pulau Jawa memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:
a) Jasa Penyimpan air,
b) Jasa Pengaturan Tata Air dan Banjir
c) Jasa Penyedia pangan

Wilayah jasa penyimpan air di Pulau Jawa tersebar di 1) dataran fluvial di pesisir utara
Jawa Barat, di sebagian pesisir utara jawa tengah dan banten, 2) pegunungan vulkanik di jawa

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 36
LUHULEHI - TUTUWARU
barat, jawa tengah, jawa timur dan 3) pegunungan solusional karst di sebagian pesisir selatan
jawa tengah. Sedangkan untuk Jasa Tata Air dan Banjir tinggi di Ekoregion Pulau Jawa te rsebar
di daerah pegunungan/perbukitan vulkanik di pulau Jawa yang saat ini masih berstatus sebagai
kawasan hutan. Sebagai catchment area, wilayah-wilayah tersebut akan menahan Air hujan dan
menyalurkan air ke daerah hilir secara bertahap. Pulau Jawa yang memiliki banyak gunung berapi
aktif, menjadikan ekoregionnya didominasi oleh dataran vulkanik dan fluvial yang sangat subur
untuk dijadikan lahan sawah dan tanaman semusim lainnya. Secara umum hampir seluruh
Ekoregion Jawa memiliki jasa lingkungan penyedia bahan pangan, baik dari lahan kering maupun
lahan basah. Ekoregion Jawa memiliki kawasan budidaya yang luas, untuk persawahan
terhampar pada ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial dan dataran vulkanik.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 37
LUHULEHI - TUTUWARU
Tabel 2.12. Isu Strategis Ekoregion Pulau Jawa
Pendorong Tekanan Dampak Kondisi Lingkungan
Pertumbuhan penduduk di a. Pemekaran perkotaan a. Turunnya kemampuan a. Rusaknya kemampuan daya
Perkotaan menyebabkan alih fungsi lahanm produksi pangan; tamping air di dataran fluvial
pertanian; b. Turunnya daya dukung b. Subsiden di pesisir utara Jawa
b. Kebutuhan Air baku &SDA penyediaan air
meningkat
Kebijakan Pemerintah untuk a. Alih fungsi lahan budidaya pertanian a. Turunnya kemampuan a. Indeks pencemaran di atas
Industrialisasi sekitar perkotaan menjadi kawasan produksi pangan; ambang batas di wilayah
industry; b. Turunnya daya dukung perkotaan;
b. Kebutuhan air, SDA dan energy; penyediaan air b. Banyak kasus penyakit akibat
c. Urbanisasi untuk bekerja di sektor pencemaran;
Industri sekunder dan tersier c. Kualitas air baku menurun;
d. Subsiden akibat eksploitasi air
tanah.
Pembangunan infrastruktur a. Alih fungsi lahan budidaya pertanian a. Turunnya kemampuan jasa a. Kejadian banjir di wilayah
sekitar perkotaan menjadi kawasan lingkungan dalam menahan perkotaan dan pesisir utara
industry; air hujan; jawa;
b. Kebutuhan air, SDA dan energy; b. Merosotnya ketersediaan b. Kelangkaan air bersih di
c. Urbanisasi untuk bekerja di sektor SDA. wilayah perkotaan
Industri sekunder dan tersier
Tekanan ekonomi masyarakat a. Alih fungsi hutan menjadi lahan a. Turunnya kemapuan jasa
pedesaan dan permintaan budidaya pertanian lingkungan dalam menahan
pasar air hujan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN


38
SIRTU LUHULEHI - TUTUWARU
Mencermati permasalahan-permasalahan lingkungan yang ada, diperlukan rencana
pengelolaan yang baik dan berbasis kelingkungan sehingga dapat lestari dalam jangka waktu
panjang. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengacu dalam UndangUndang Nomor 32
Tahun 2009. Memahami isi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolan Lingkungan Hidup, maka setiap Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota WAJIB
menyusun dokumen-dokumen lingkungan hidup yang diatur dalam pasal-pasal berikut. Bab II
bagian Ketiga tentang Ruang Lingkup Pasal 4 menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup meliputi: Perencanaan, Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan,
Pengawasan, dan Penegakan Hukum. Pada pasal-pasal berikutnya dijelaskan tentang definisi,
cakupan kajian, cakupan wilayah, dan tujuan dari masing-masing tahapan tersebut. Bab II Pasal
5 menyatakan bahwa pada tahap PERENCANAAN perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, harus dilaksanakan kegiatan-kegiatan, berupa: inventarisasi lingkungan hidup, penetapan
wilayah wilayah ekoregion, dan penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RPPLH). Pasal 1 ayat (29) menjelaskan bahwa ekoregion adalah wilayah geografis yang
memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asili, serta pola interaksi manusia dengan
alam yang menggambarkan integritas sitem alam dan lingkungan hidup.

Gambar 2.9. Muatan Kegiatan dalam setiap Tahapan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup berdasarkan UUPLH No 32 Tahun 2009

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 39
LUHULEHI - TUTUWARU
UUPLH Nomor 32 Tahun 2009 tersebut memberikan pedoman secara jelas kepada
Pemerintah Daerah bahwa untuk dapat melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup secara baik. Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam
dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung. Keterkaitan daya dukung dan daya
tampung dengan KLHS, RPPLH, dan pemanfaatan sumberdaya alam sebagaimana digambarkan
pada diagram di bawah ini.

Gambar 2.10. Bagan Keterkaitan Daya Dukung Lingkungan Hidup

2.4. Pembangunan Jalan


2.4.1. Latar Belakang Pembangunan Jalan
Pembangunan infrastruktur jalan bertujuan untuk memperlancar arus distribusi barang
dan jasa, serta berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia.
Pembangunan jalan dan jembatan sebagai infrastruktur transportasi mengacu pada tata ruang,
terintegrasi sistem transportasi nasional (sistranas), serta memenuhi standar keselamatan jalan,
dan berwawasan lingkungan. Pembangunan infrastruktur jalan harus pula memperhatikan 3
aspek penting sekaligus yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (pro green). Menjawab
tuntutan zaman, teknologi yang pro environment dengan prinsip reuse, reduce & recycle pada
pekerjaan jalan perlu semakin dikembangkan.
Selama pengoperasian infrastruktur jalan terus berlangsung penurunan layanan sampai
dengan umur ekonomisnya. Untuk mengembalikan kondisi layanan jalan ini perlu pem eliharaan
jalan. Satu diantara jenis pemeliharaan jalan adalah peningkatan jalan. Peningkatan jalan dapat
berupa peningkatan struktur perkerasan jalan dan juga pelebaran jalan untuk meningkatkan
kapasitas jalan. Pada masa pelaksanaan ini memerlukan zona kerja untuk rung kerja pengaturan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 40
LUHULEHI - TUTUWARU
peralatan dan keselamatan pekerja. Zona kerja ini selalu berdampak negative bagi pengguna
jalan dan lingkungan.
Gilchrist A. et al (2005), Andrew et al (2005), Hunken et al (2006), Allauche et al (2004),
Ting et al (2010), Borchrdt et al (2009), Matthews Jon C et al (2010), menyatakan dampak lain
adanya zona kerja adalah kerugian pelaku ekonomi masyarakat dan tercemarnya lingkungan
disekitarnya. Bahkan Borchardt et al (2009) mendapatkan adanya peningkatan partikel emisi
mendekati 40% dan tereduksinya kapasitas jalan mencapai 20% pada zona kerja IH35 di San
Antonio. Hasil pengamatan Greenwood I.D. (2007) pada ruas jalan 2 lajur di Thailand,
mendapatkan bahwa jika terjadi kemacetan berindikasi terjadinya peningkatan percepatan
kebisingan dari 0.1 m/s2 menjadi 0,7 m/s2 . Antara tahun 1999 sampai 2003 Federation of
Highway Administration (FHWA) (2006) mendapatkan bahwa pada zona kerja setiap tahunnya
terjadi 41.000 kecelakaan dan sekitar 1000 orang meninggal. Menurut catatan Midwest
Trasportation Consortium (MTC) 2010, tahun 2001-2008 pada zona kerja di Iowa statewide
terjadi kejadian sebanyak 5.405 tabrakan, yang mengakibatkan kecelakaan 10.639 kendaraan
atau rata-rata kecelakaan adalah 1,9 kendaraan setiap kejadian tabrakan. Menurut Bai Young et
al (2006) menemukan bahwa di Kansas Departemen of Trasportation prosentase terjadi tabrakan
yang signifikan (32%) pada malam hari, dimana jalan pada zona kerja tanpa penerangan.
Allauche et al (2004), menyebut kerugian-kerugian masyarakat terkait adanya zona kerja pada
pelaksanaan pemeliharaan jalan ini sebagai kerugian biaya sosial (social cost).
Keselamatan Jalan merupakan isu yang cenderung mengemuka dari tahun ke tahun dan
saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata masalah transportasi saja
tetapi sudah menjadi permasalahan sosial kemasyarakatan. Hal ini dapat dilihat dengan
dicanangkannya Decade of Action for Road Safety 2010-2020 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB). Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor di Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir, dikombinasikan pula dengan bertambahnya penduduk dan beragamnya
jenis kendaraan telah mengakibatkan masalah keselamatan jalan yang semakin memburuk. Oleh
karena itu, keselamatan jalan menjadi pertimbangan pertama dalam menentukan kebijakan yang
menyangkut jalan raya.
Di Indonesia, keselamatan jalan telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan
seperti UndangUndang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun
2006 tentang Jalan, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, serta RUNK (Rencana Umum Nasional Keselamatan) jalan yang baru-baru ini diluncurkan.
Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, sebagai instansi yang memil iki
tugas dalam mengelola jalan nasional di Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya dalam

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 41
LUHULEHI - TUTUWARU
peningkatan keselamatan jalan.

2.4.2. Klasifikasi, Bagian dan Ruang Jalan


Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan
didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat, yang meliputi segala bagiannya, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum
merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan jalan khusus me rupakan
jalan yang bukan diperuntukkan untuk lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa
yang dibutuhkan. Menurut Undang Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan
dalam sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pengetahuan mengenai
klasifikasi jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk menerangkan definisi Jalan Nasional
beserta aturannya.

2.4.2.1. Klasifikasi Menurut Status Jalan


Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang
diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai berikut:
a) Jalan Nasional
b) Jalan Provinsi
c) Jalan Kabupaten
d) Jalan Kota
e) Jalan Desa

2.4.2.2. Ruang Manfaat Jalan


Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi,
dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan,
dan ambang pengamannya. RUMAJA hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur
pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian,
gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Dalam rangka menunjang
pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan, maka badan jalan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 42
LUHULEHI - TUTUWARU
dilengkapi dengan ruang bebas, dimana ruang bebas disini maksudnya adanya pembatasan
untuk lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. Ruang bebas untuk jalan arteri maupun kolektor
adalah dengan tinggi paling rendah 5 (lima) meter serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma
lima) meter dari permukaan jalan.

2.4.2.3. Ruang Milik Jalan


Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman,
dan tinggi tertentu, dimana terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang
manfaat jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai
landscape jalan. Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan
penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan
jalan. Jika mengacu pada PP Nomor 34 Tahun 2006, maka terdapat lebar minimum RUMIJA,
seperti sebagai berikut:
a) Jalan Bebas Hambatan : 30 meter
b) Jalan Raya : 25 meter
c) Jalan Sedang : 15 meter
d) Jalan Kecil : 11 meter

2.4.2.4. Ruang Pengawasan Jalan


Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dimana diperuntukkan bagi
pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.
Terdapat lebar ruang pengawasan jalan minimum yang ditentukan dari tepi badan jalan dengan
ukuran sebagai berikut:
a) Jalan Arteri Primer : 15 meter
b) Jalan Kolektor Primer : 10 meter
c) Jalan Lokal Primer : 7 meter
d) Jalan Lingkungan Primer : 5 meter
e) Jalan Arteri Sekunder : 15 meter
f) Jalan Kolektor Sekunder : 5 meter
g) Jalan Lokal Sekunder : 3 meter
h) Jalan Lingkungan Sekunder : 2 meter
i) Jembatan 100 meter kearah hulu dan hilir.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 43
LUHULEHI - TUTUWARU
Menurut Penjelasan Pasal 35 PP Nomor 34 tahun 2006, yang dimaksud badan jalan meliputi
jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu jalan.

2.4.2.5. Tipe Jalan


Tipe jalan berpengaruh terhadap jumlah lajur dan arah pada segmen jalan, Ada bebe rapa
tipe jalan yaitu:
a) Jalan 2/2 UD adalah Jalan yang terdiri dari dua lajur dua arah tak terbagi.

b) Jalan 4/2 UD, adalah tipe jalan dengan empat lajur dua arah tak terbagi

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 44
LUHULEHI - TUTUWARU
c) Jalan 4/2 D, adalah tipe jalan dengan empat lajur dua arah terbagi.

d) Jalan satu arah

Gambar 2.11. Macam-macam Tipe Jalan

2.4.3. Studi Lingkungan (AMDAL) Dalam Pelaksanaan Pembangunan Jalan


Studi Lingkungan didasarkan pada peraturan Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
dilengkapi dengan AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2009
tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Pekerjaan Umum Yang Wajib
dilengkapi dengan UKL/UPL, serta peraturan Menteri lainnya yang terkait dengan usaha dan/atau
kegiatan.
Prinsip yang mendasar dalam Studi Lingkungan adalah setiap usaha dan/atau kegiatan
pasti akan menimbulkan dampak lingkungan. Dampak Lingkungan dikategorikan dampak penting

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 45
LUHULEHI - TUTUWARU
dan dampak yang tidak termasuk penting diwajibkan memiliki AMDAL, UKL/UPL dan Surat Izin
Lingkungan.
Pembangunan Jalan dan Jembatan akan menimbulkan dampak-dampak lingkungan yang
umumnya antara lain kawasan hutan, kawasan Cagar Budaya, kawasan penduduk, kawasan
tanah Pemerintah, kawasan Tanah Adat dan kawasan lainnya, yang semua itu perlu dianalisa
dampak2 dan solusinya (Ekosistem, sosial ekonomi dan budaya).
Para pemangku kegiatan Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menolak permohonan Izin Lingkungan yang tidak dilengkapi dokumen
AMDAL atau UKL/UPL dan lainnya. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa
memiliki Izin Lingkungan akan kena sanksi Pidana dan Denda sesuai dengan tingkatannya.

2.4.3.1. Maksud dan Tujuan


Studi Lingkungan dimaksudkan untuk mengatasi dan mengeliminir dampak-dampak
lingkungan yang terjadi dalam setiap tahapan kegiatan pembangunan dengan tujuan
menganalisis dampak dampak yang terjadi dan solusi penanganannya (ekosistem, social
ekonomi penduduk, budaya, dll) dalam setiap kegiatan pekerjaan pembangunan.

2.4.3.2. Studi Lingkungan terkait Pengadaan Tanah


1) Kawasan Hutan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati Dan Ekosistemnya mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan perubahan terhadap : keutuhan kawasan Suaka Alam, keutuhan zona
inti Taman Nasional dan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari Taman Nasional, Taman
Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yan g
mempunyai tujuan strategisyang tidak dapat dielakan, termasuk kegiatan pembangunan jalan
dan jembatan. Penggunaan kawasan hutan dapat dilakukan di dalam kawasan hutan
produksi dan/atau kawasan hutam lindung. Setiap rencana pembangunan Jalan yang akan
melalui kawasan Hutan Lindung dan/atau Hutan Produksi, maka rencana kegiatan
memerlukan proses Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dan yang melalui Kawasan Cagar Alam,
Suaka Alam dan Hutan Konservasi Lainnya memerlukan proses Kolaborasi.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 46
LUHULEHI - TUTUWARU
2) Lahan Pertanian
Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan Dan
Alih Fungsi lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
81/Permentan/OT.140/8/2013 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Alih Fungsi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan. Lahan Pertanian Pangan Berkelnjutan di dalam dan di luar
Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan
untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

ALIH FUNGSI
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat dialihkan fungsinya untuk kepentingan umum
dengan persyaratan dan kriteria sebagai berikut :
a. Dilakukan Kajian Kelayakan Strategis;
b. Disusun Rencana Alih Fungsi Lahan
c. Dibebaskan kepemilikan haknya dari Pemilik;
d. Disediakan Lahan Pengganti.

2.5. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)


Sebuah laporan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) disusun untuk
menganalisa dampak lingkungan penting dari sebuah aktivitas. Di Indonesia, laporan AMDAL
merupakan prasyarat perizinan proyek. Laporan ini disusun pada tahap perencanaan proyek
dengan melakukan observasi terhadap segala kemungkinan dampak terhadap hngkungan
proyek. Basis dari penyusunan laporan AMDAL di Indonesia adalah PP No. 27 Tahun 1999.
AMDAL merupakan salah satu penerapan ilmu teknik lingkungan dalam konteks yang
sangat luas dan bersifat interdisipliner. Khususnya dalam penyusunan analisis dampak, sebuah
laporan AMDAL membutuhkan banyak pendapat ahli dari pelbagai bidang ilmu, namun tentunya
hal ini membutuhkan investasi yang besar.
Kegunaan AMDAL dan dokumen AMDAL berfungsi juga sebagai Izin lingkungan yang
diberikan kepada setiap orang yang akan melakukan usaha. Dalam hal ini, kegunaan AMDAL
ditujukan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1
Angka 35 UU No. 32 Tahun 2009 dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012
tentang Izin Lingkungan.
Secara khusus, dalam UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 23 ayat (1) mengatur tentang

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 47
LUHULEHI - TUTUWARU
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di dalamnya mengatur kriteria usaha yang
berdampak penting terhadap lingkungan yang wajib dilengkapi dengan dokumen AMDAL, yaitu:
1) Setiap usaha yang mengubahan bentuk lahan dan bentang alam
2) Setiap usaha yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran atau kerusakan

3) Segala kegiatan usaha yang melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan.

4) Setiap usaha yang memanfaat lingkungan hidup dan berpotensi terhadap pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam.

5) Setiap usaha yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta
lingkungan sosial dan budaya.

6) Setiap usaha yang bisa mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam
dan perlindungan cagar budaya (situs sejarah)

7) Setiap usaha yang memungkina terjadi introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad
renik

8) Setiap usaha yang beroperasi untuk pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non
hayati

9) Setiap usaha yang mempunyai risiko tinggi dalam mempengaruhi pertahanan negara
10) Setiap usaha yang memanfaatkan teknologi dan diperkirakan bisa memberikan potensi besar
untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

Untuk alasan ekonomis dan praktis, seorang penyusun laporan AMDAL dapat
mempergunakan sistem pakar sebagai alternatif dari tenaga ahli. Sistem ini tidak memiliki
kemampuan untuk menulis sebuah laporan AMDAL secara keseluruhan. Tetapi, sistem ini
mampu memberikan bantuan dalam penyusunan laporan AMDAL. Sistem ini mampu
menyelesaikan masalah dengan mengaplikasikan pengetahuan ahli yang telah terkandung da lam
basis data sistem.
Akibat rumitnya interaksi antar faktor-faktor lingkungan yang ada, analisa dampak juga
membutuhkan metodologi yang tepat guna dan efektif. Dalam perkembangannya, telah banyak
sekali metodologi yang dipergunakan dalam proyekproyek AMDAL, sehingga telah berkembang
pula metode perbandingan dan klasifikasinya. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan tiap metodologi AMDAL. Ada beberapa studi komparatif metodologi yang dapat
dilakukan, di antaranya Dickert (1974), Drobny-Smith (1973), Warner (1974), Warner-Bronley

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 48
LUHULEHI - TUTUWARU
(1974), Warner-Preston (1973), Smith (1974), serta Canter (1977). Tiap studi komparatif
mempergunakan kriteria perbandingan dan pengelompokan metodologi yang berbeda -beda.
AMDAL adalah syarat yang harus dipenuhi sebelum pembangunan suatu konstruksi
apakah disetujui atau tidak untuk melanjutkan pada tahap konstruksi. Begitu pentingnya peranan
AMDAL bagi pembangunan suatu proyek pada pembangunan waduk Kamal di Kecamatan
Penjaringan dan waduk Marunda di Kecamatan CIilincing, Jakarta Utara.
Dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktifitas
manusia (Suratmo, 2004: 24). Dampak suatu proyek pembangunan pada aspek sosial ekonomi
khususnya untuk negara berkembang terdapat pada komponen-komponen berikut yang
ditetapkan sebagai indikator sosial ekonomi antara lain:
1) Penyerapan tenaga kerja
2) Berkembangnya struktur ekonomi, yaitu timbulnya aktifitas perekonomian lain akibat proyek
tersebut seperti toko, warung, restoran, transportasi dan lain-lain,
3) Peningkatan pendapatan masyarakat,
4) Kesehatan masyarakat.
5) Persepsi masyarakat.
6) Pertambahan penduduk dan lain sebagainya

Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hudup Pasal 1 Ayat (2) pengertian AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Pasal 1 butir
(10) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup adalah keputusan yang menyatakan kelayakan
lingkungan hidup dari suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
AMDAL. AMDAL adalah analisis yang meliputi berbagai macam faktor seperti fisik, kimia, biologi,
sosial ekonomi, dan sosial budaya yang dilakukan secara menyeluruh. AMDAL disusun oleh
Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan. Lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang, jika tidak sesuai dengan rencana tata
ruang, dokumen AMDAL tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, AMDAL
terdiri dari 3 (tiga) dokumen, sebagai berikut:
1) Kerangka Acuan
KA-ANDAL adalah dokumen tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian AMDAL meliputi
dampak-dampak penting yang akan dikaji dan batas studi AMDAL. Sedangkan kedalaman

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 49
LUHULEHI - TUTUWARU
studi dan penentuan metodologi akan digunakan untuk mengkaji dampak. Penentuan ruang
lingkup dan kedalaman kajian berasal dari kesepakatan antara penyelenggara proyek dan
Komisi Penilai AMDAL melalui proses pelingkupan.

2) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)


ANDAL adalah dokumen yang berisi analisis secara cermat terhadap dampak penting dari
suatu rencana proyek. Dampak-dampak penting yang telah diidentifikasi di dalam dokumen
KA-ANDAL dianalisis lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakat
dengan tujuan untuk mengetahui besaran dampak. Selanjutnya dilakukan penentuan sifat
penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak
penting yang telah ditetapkan dari pihak berwenang.
Tahap berikutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan
yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan menetapkan dasar-dasar pengelolaan dampak
yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak
positif.
3) Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL -RPL)
RKL adalah dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah, mengendalikan dan
menanggulangi dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif suatu proyek. Upaya -
upaya tersebut dirumuskan berdasarkan kajian ANDAL. Sedangkan, RPL adalah dokumen
yang memuat upaya pemantauan untuk melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
dampak-dampak dari rencana proyek. Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi
efektivitas upaya pengelolaan proyek yang telah dilakukan, ketaatan penyelenggara proyek
terhadap peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi analisis
dampak digunakan dalam kajian ANDAL.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 50
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.12. Skema Proses Penyusunan AMDAL

Prosedur AMDAL ini biasanya terdiri dari beberapa poin, diantaranya sebagai berikut :
1) Proses Penapisan
Proses penapisan pada AMDAL (proses seleksi wajib AMDAL) ini merupakan suatu proses
di dalam menentukan, apakah rencana kegiatan atau aktivitas ini wajib menyusun amdal atau
juga tidak. Di indonesia, proses penapisan tersebut biasanya dilakukan dengan sistem
penapisan hanya 1 langkah saja.
Ketentuan di dalam suatu rencana kegiatan atau aktivitas yang perlu menyusun dokumen
amdal atau juga tidak, dapat atau bisa dilihat dari keputusan Menteri Negara LH nomor 17
tahun 2001 mengenai jenis rencana usaha atau kegiatan yang memang wajib untuk
dilengkapi dengan adanya amdal.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 51
LUHULEHI - TUTUWARU
Yang menjadi bahan pertimbangan di dalam penapisan biasanya mengacu kepada dasar
pertimbangan, di suatu kegiatan atau aktivitas di dalam menjadi wajib amdal di dalam
Keputusan Mentri Negara LH nomor 17 tahun 2001. Yang isinya meliputi :
a) Keputusan BAPEDAL nomor 064 tahun 1994 mengenai pedoman pada dampak penting,
yang mengulas mengenai ukuran dari dampak penting di dalam suatu kegiatan.
b) Referensi internasional yang isinya tentang aktivitas atau kegiatan wajib amdal yang telah
/ sudah diterapkan oleh beberapa negara.
c) Ketidakpastian di dalam kemampuan teknologi yang telah atau sudah tersedia untuk
menanggulangi dampak negatif, merupakan hal yang juga penting.
d) Beberapa studi yang telah atau sudah dilakukan oleh perguruan tinggi yang di dalamnya
ada hubungannya dengan wajib AMDAL.
e) Adanya masukan serta atau usulan dari segala macam sektor teknis yang terkait.

2) Proses Pengumuman
Segala rencana aktivitas yang dilakukan sertajuga diwajibkan didalam membuat amdal, maka
akan wajib untuk kemudian mengumumkan segala sesuatu rencana kegiatannya tersebut
kepada masyarakat dari sebelum pemrakarsa itu dengan melakukan penyusunan AMDAL.
Pengumuman tersebutharus dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan juga oleh
pemrakarsa aktivitas/kegiatan.
Tata cara danjuga bentuk pengumuman serta tata cara didalam penyampaian pendapat,
saran, serta juga tanggapan itu harus diatur didalam Keputusan Kepala BAPEDAL NO 08 thn
2000. Yang isinya mengenai keterlibatan masyarakat dan juga keterbukaan informasi di
dalam proses AMDAL.

3) Proses Pelingkupan
Pelingkupan adalah proses awal di dalam menentukan lingkup permasalahan dan juga
mengidentifikasi, dampak penting yang terkait itu dengan sebuah rencana kegiatan. Tujuan
dari pelingkupan tersebut ialah untuk menetapkan suatu batas wilayah studi, mengidentifikasi
dampak penting lingkungan, serta juga menetapkan tingkat kedalaman studi.
Tujuan lainnya ialah menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan atau aktivitas lain yang
telah terkait dengan rencana kegiatan atau aktivitas yang sudah dikaji. Hasil akhir dari proses
pelingkupan tersebutialah dokumen KA-ANDAL. Saran serta juga masukan dari masyarakat
tersebutharus menjadi suatu bahan pertimbangan, di dalam proses pelingkupan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 52
LUHULEHI - TUTUWARU
4) Penyusunan dan Penilaian KA-ANDAL
Apabila KA-ANDAL selesai disusun maka kemudian pemrakarsa pun dapat atau bisa
mengajukan dokumen kepada komisi penilai amdal untuk kemudian dinilai. Dengan
berdasarkan peraturan yang ada, waktu maksimal di dalam penilaian KA-ANDAL ini yakni 75
hari. Waktu itudihitung di luar yang telah atau sudah dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki
atau juga menyempurnakan dokumennya.

5) Penyusunan dan Penilaian pada ANDAL, RKL dan RPL


Penyusunan ANDAL, RKL, serta RPL itu dilakukan dengan mengacu kepada KA-ANDAL
yang telah atau sudah disepakati bersama. Hal tersebut bisa atau dapat dilihat dari hasil
penilaian komisi amdal. Setelah seluruh itu selesai disusun, pemrakarsa baru kemudian boleh
mengajukan dokumen kepada komisi penilai amdal untuk kemudian dilakukan penilaian
kembali.
Dengan berdasarkan peraturan yang berlaku, lamanya waktu penilaian amdal ini yakni sekitar
75 hari. Sama halnya dengan RKL serta RPL, seluruhnya di luar waktu yang dibutuhkan oleh
penyusun di dalam memperbaiki atau juga menyempurnakan kembali dokumen tersebut.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 53
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.13. Kerangka Penyusunan Dokumen AMDAL

Jenis-jenis studi AMDAL berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dibagi
menjadi berikut :
1) AMDAL Proyek
AMDAL yang berlaku bagi satu kegiatan yang berada dalam kewenangan satu instansi
sektoral. Misalnya rencana kegiatan pabrik tekstil yang mempunyai kewenangan memberikan
ijin dan mengevaluasi studi AMDALnya ada pada Departemen Perindustrian
2) AMDAL Terpadu/Multisektoral
AMDAL yang berlaku bagi suatu rencana kegiatan pembangunan yang bersifat terpadu, yaitu
adanya keterkaitan dalam hal perencanaan, pengelolaan dan proses produksi, serta berada
dalam satu kesatuan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi.
3) AMDAL Kawasan
AMDAL yang ditujukan pada satu rencana kegiatan pembangunan yang berlokasi dalam satu
kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut kewenangan satu instansi.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 54
LUHULEHI - TUTUWARU
4) AMDAL Regional
AMDAL yang diperuntukan bagi rencana kegiatan pembangunan yang sifat kegiatannya
saling terkait dalam hal perencanaan dan waktu pelaksanaan kegiatannya. AMDAL ini
melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi, berada dalam satu kesatuan ekosistem, satu
rencana pengembangan wilayah sesuai Rencana Umum Tata Ruang Daerah

2.5.1. Pentingnya Pengelolaan Lingkungan


2.5.1.1. Pembangunan
Pengelolaan lingkungan hidup tidak terlepas dengan kegiatan pembangunan.
Pembangunan menjadi satu topik sentral yang diadopsi oleh dunia internasional selepas Perang
Dunia Kedua tahun 1940an. Dengan berakhirnya masa kolonialisme, negara kuat tidak dapat la gi
melakukan intervensi secara militer secara langsung terhadap negara lainnya. Hubungan antar
negara harus dilakukan lebih setara walaupun tidak terlepas dari eksploitasi satu terhadap
lainnya. Banyak kritikus yang memandang bahwa ide pembangunan merupaka n suatu bentuk
neokolonialisme karena selalu dikaitkan dengan pinjaman dana pembangunan dari negara maju.
Seiring perjalanan waktu, pembangunan merupakan pilihan utama yang digunakan oleh negara -
negara di dunia.
Pembangunan diartikan sebagai proses jangka panjang yang menyangkut keterkaitan
timbal balik antara faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan
nasional (mencapai pertumbuhan ekonomi) secara berkelanjutan (Kadiman, 2003).
Pembangunan di Indonesia diberi arti sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang menyebutkan
bahwa tujuan negara adalah untuk “… memajukan kesejahteraan umum” dan GBHN yang
merupakan penyesuaian setiap lima tahun di mana GBHN dari waktu ke waktu memiliki ciri khas.
Khusus GBHN 1999 yang bernuansa reformasi merumuskan bahwa: “Pembangunan yang
terpusat dan tidak merata yang dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi serta tidak diimbangi kehidupan sosial, politik, ekonomi yang demokratis
dan berkeadilan…”
GBHN merupakan arahan besar pembangunan yang operasionalnya lebih rinci
dijabarkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang merupakan konsensus dan
komitmen bersama masyarakat Indonesia mengenai pencapaian visi dan misi bangsa. Fungsi
Propenas untuk menyatukan pandangan dan derap langkah seluruh lapisan masyarakat dalam
melaksanakan prioritas pembangunan selama lima tahun ke depan. Propenas dijabarkan dalam
Program Pembangunan (Propeda) di pemerintah daerah dan Rencana Strategis (Renstra)
departemen di pemerintah pusat.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 55
LUHULEHI - TUTUWARU
2.5.1.2. Krisis Global
Pembangunan yang dilakukan secara intensif dan ekstensif di berbagai sektor yang telah
dipercaya sebagai satu-satunya jalan ke luar sekaligus tujuan dari suatu negara ternyata telah
menimbulkan krisis global. Beberapa bencana dapat dikaitkan dengan proses pembangunan dan
kepentingan pembangunan negara maju yang menuntut tingkat pembangunan yang lebih cepat
dan cenderung menguras sumber daya alam.
Sementara beberapa negara lemah tidak dapat mengejar tingkat pembangunan yang
memadai. Beberapa contoh krisis global di antaranya seperti kekeringan di Afrika di mana 35 juta
penduduknya terancam kelaparan (bahkan kasus kelaparan pun terjadi di Indonesia karena tidak
meratanya distribusi pangan).
Dari sisi pembangunan sektoral dan industrialisasi tercatat beberapa kasus seperti di
Bhopal ketika terjadi kebocoran pestisida yang menyebabkan kematian lebih dari 2.000 orang
dan cedera lebih dari 200.000 orang. Kebocoran pembangkit nuklir di Chernobyl menyebabkan
radiasi radioaktif di seluruh Eropa. Daftar ini akan terus lebih panjang seperti pencemaran bahan
kimia, pestisida, merkuri dari lahan pertanian ke sungai Rhine di Eropa akibat kebakaran di Swiss
sehingga menimbulkan kematian ikan dan pencemaran air tawar di Jerman dan Belanda,
bencana Exxon Valdez, tumpahan minyak di laut, pemanasan global, lubang ozon di kutub.
Fakta lainnya adalah bahwa pembangunan telah mendorong peningkatan penduduk yang
demikian besar di dunia sehingga diperkirakan bahwa sumber daya alam akan cepat habis jika
konsumsi sumber daya tidak dikelola dengan baik. Populasi manusia di bumi meningkat secara
ekponensial dari 5 miliar pada tahun 1980-an menjadi 814 miliar pada tahun 2050. Sayangnya
peningkatan jumlah penduduk ini 90% terjadi di negara-negara termiskin dan 90% di kota-kota
metropolitan. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dunia meningkat 10 kali dari USD 13,000 miliar
menjadi USD 130,000 di tahun 2030, ini dapat menjadi indikasi tingginya tingkat eksploitasi oleh
negara maju.

2.5.1.3. Pembangunan Berkelanjutan


Krisis global yang sebagian diakibatkan oleh laju pembangunan yang demikian cepat
akhirnya disadari setelah konsep pembangunan diterapkan sekitar 30 tahun. Hal ini dipikirkan
dan dicari solusinya pada konferensi lingkungan hidup sedunia di Stockholm, Swedia pada bulan
Juni 1972. Konferensi ini telah menghasilkan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan
lingkungan hidup melalui suatu komitmen global yang diarahkan untuk menangani masalah
lingkungan akibat peningkatan kegiatan manusia. Buku „Our Common Future ‟ yang kemudian

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 56
LUHULEHI - TUTUWARU
diterbitkan pada akhir 1970-an merupakan refleksi dari kekhawatiran akan krisis global tersebut.
Konferensi Stockholm mendiskusikan masalah pembangunan dan lingkungan hidup dan telah
mengkaji ulang pola pembangunan yang selama itu cenderung merusak bumi.
Konferensi telah menekankan perlunya langkah-langkah menekan laju pertumbuhan
penduduk, menghapuskan kemiskinan, menghilangkan kelaparan di negara berkembang (KLH,
2005). Di tingkat nasional, Pemerintah Indonesia mengadopsi pemahaman atas permasalahan
ini dengan menugaskan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup
(MenPPLH) di dalam Kabinet Pembangunan III.
Setelah tonggak bersejarah pada Konferensi Stockholm, dua puluh tahun kemudian
dilakukan kembali pembicaraan untuk mengevaluasi masalah lingkungan pada Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) di Rio de Janeiro Brazil pada tahun 1992. United Nations Conference on
Environment and Development (UNCED) kemudian menghasilkan Deklarasi Rio, Agenda 21,
Konvensi Keanekaragaman Hayati (UNCBD), Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC),
dan prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Komitmen internasional untuk mengelola
lingkungan hidup terus dikumandangkan dalam berbagai acara internasional seperti pada World
Summit on Sustainable Development (WSSD) pada tahun 2002 setelah 10 tahun KTT Rio.
Salah satu hasil yang paling terkenal dari berbagai pembahasan internasional tersebut
adalah konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dihasilkan oleh
World Commission on Environment and Development (WCED). Pembangunan berkelanjutan
menurut definisi WCED adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka:
“Development that meets the needs of the present without compromising the ability of the future
generations to meet theirs own needs”(Brundtland et. al. 1987).
Pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang
memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan, untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan. Namun demikian, tidak kurang ahli dan kritikus yang memiliki perbedaan pandangan
terhadap konsep pembangunan berkelanjutan ini. Konsep ini dipandang “... sebagai cara untuk
memacu model kapitalis Barat, ...” (Mitchel dkk., 2003. 3736). Bagi mereka, pembangunan akan
tetap menguntungkan negara-negara maju dan meninggalkan negara berkembang karena
keduanya memiliki tingkat pembangunan yang berbeda.
Dari sisi positif, konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan
akan semakin merosotnya kemampuan bumi khususnya sumber daya alam dan ekosistem untuk
menyangga kehidupan. Hal ini terjadi karena ledakan jumlah penduduk yang tinggi, meningkatnya

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 57
LUHULEHI - TUTUWARU
aktivitas manusia dan intensitas eksploitasi sumber daya alam, yang diiringi dengan
meningkatnya limbah yang dilepaskan ke alam sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem.
Apabila semua kecenderungan tersebut diabaikan atau bahkan semakin dipacu, maka bi sa
dipastikan kehidupan manusia dan segala isi dunia akan terancam keberlanjutannya (KLH dan
UNDP, 2000).
Pembangunan berkelanjutan memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya alam
terbaharui (renewable resources) dan sumber daya alam tak terbaharui (nonrenewable
resources) ke dalam proses pembangunan dengan pendekatan ekosistem dan daya dukung
lingkungannya. Agar pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana maka setiap upaya kegiatan
pembangunan di suatu wilayah harus mempertimbangkan daya dukung suatu ekosistem atau
wilayah. Daya dukung suatu wilayah merupakan fungsi dari pengembangan sumber daya
manusia, sumber daya buatan dan sumber daya alam serta ekosistemnya.

2.5.1.4. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Konsep pembangunan berkelanjutan pada tingkat nasional harus dilihat dari konsep
pembangunan yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang 1945 (UUD 45) bahwa tujuan
negara adalah untuk “… memajukan kesejahteraan umum”. Hal ini dijelaskan kemudian dalam
UUD 45, Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.”
Pasal 33 ayat (4) UUD 45 menyebutkan bahwa pembangunan dalam konsep
perekonomian nasional harus diselenggarakan dengan prinsip berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Prinsip-prinsip tersebut telah ditambahkan pada proses amandemen UUD 45 yang
ke empat pada tahun 2002. Falsafah dan makna yang terkandung dalam pasal tersebut sangat
dalam, yaitu adanya filosofi “inter generasi”.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 (UU No. 23 Tahun 1997) tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (penyempurnaan dari UU No. 4 Tahun 1982) memberikan landasan hukum
yang mengikat untuk mengelola lingkungan hidup. Pelaksanaan undang-undang tersebut
merupakan jaminan bahwa kekayaan alam harus dimanfaatkan generasi masa kini tanpa
mengurangi hak generasi mendatang untuk memanfaatkannya. Eksploitasi sumber daya alam
harus dilakukan secara terencana dan tidak berlebihan.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan diserahkan pengaturan dan pengawasannya
kepada institusi khusus di Indonesia yang berkembang mengikuti pasang surut situasi politik di
Indonesia. Didorong oleh Konferensi Stockholm 1972, pemerintah membentuk panitia

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 58
LUHULEHI - TUTUWARU
interdepartemental yang disebut dengan Panitia Perumus dan Rencana Kerja Bagi Pemerintah di
Bidang Lingkungan Hidup guna merumuskan dan mengembangkan rencana kerja di bidang
lingkungan hidup pada tahun 1972 (KLH, 2005). Panitia ini merumuskan program kebijaksan aan
lingkungan hidup dalam GBHN 1973-1978.
Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1975 membentuk Panitia Inventarisasi dan Evaluasi
Kekayaan Alam dan penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Lingkungan hidup (KLH,
2005). Lembaga Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup
(MENPPLH) dibentuk tahun 1978 dengan tugas pokok mengkoordinasikan pengelolaan
lingkungan hidup. Dilanjutkan dengan pembentukan Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup
di Daerah Tingkat I. Periode PPLH ini mulai memberlakukan UU No. 4 Tahun 1982: Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pada tahun 1983 telah dibentuk Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup (Kantor MENKLH) melalui Keppres No. 25 Tahun 1983. Pembentukan institusi ini
menunjukkan pengelolaan lingkungan yang dikaitkan dengan pengendalian penduduk. Peraturan
Pemerintah (PP) di bidang lingkungan hidup yang pertama kali disusun dalam periode ini adalah
PP No. 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Adalah suatu titik puncak perkembangan institusi
lingkungan ketika pada tahun 1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) melalui Keppres No. 23 Tahun 1990.
Bapedal merupakan badan yang bertugas melaksanakan pemantauan dan pengendalian
kegiatan-kegiatan pembangunan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Bapedal
mengambil contoh dari Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat yang memiliki
kewenangan sangat luas dalam pemantauan dan pengendalian dampak lingkungan atau
perlindungan lingkungan.
Dalam perkembangannya, MENKLH kemudian difokuskan kepada penanganan masalah
lingkungan hidup dengan pembentukan institusi Menteri Negara Lingkungan Hidup (MENLH)
pada tahun 1993. Perkembangan ini menunjukkan adanya pemisahan pengelolaan aspek
kependudukan dari masalah lingkungan hidup. Perkembangan politik selanjutnya terjadi pada
tahun 2002, yaitu penggabungan fungsi Bapedal ke dalam Kantor MENLH. Dengan kata lain,
institusi Bapedal dibubarkan dan seluruh fungsinya dilebur ke dalam fungsi Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH).
Pembahasan mengenai kebijakan lingkungan hidup akan sangat tergantung pada suatu
periode pemerintahan. Oleh sebab itu pembahasan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup ini
dibatasi pada periode pemerintahan 2005 – 2009 di mana peran sentral berada pada KLH dan
beragam bentuk institusi pengelola lingkungan di pemerintah daerah baik di propinsi atau di

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 59
LUHULEHI - TUTUWARU
kabupaten/kota (Bapedal, BPLHD, Kantor LH, Dinas LH).
Pada tingkat nasional, saat ini pengelolaan lingkungan hidup ditangani oleh KLH melalui
tujuh unit eselon satu setingkat Deputi Menteri. KLH memiliki visi sebagai berikut.
“Terwujudnya perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup melalui Kementerian Negara
Lingkungan Hidup sebagai institusi yang handal dan proaktif untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan melalui penerapan prinsip-prinsip Good Environmental Governance, guna
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia” (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2005).
Terlihat sekali lagi bahwa salah satu titik fokus pengelolaan lingkungan adalah masalah
pembangunan yang digiring kepada pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai visi
tersebut KLH memiliki beberapa misi sebagai berikut.
1) Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup guna
mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan.
2) Membangun koordinasi dan kemitraan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara efisien, adil dan berkelanjutan.
3) Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran sumber daya alam dan
lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Gambar 2.14. Skema Visi Kementerian Lingkungan Hidup Periode 2005 – 2009

Secara integratif, institusi KLH digambarkan dalam “Rumah Kementerian Negara Lingkungan
Hidup”, yang setiap komponen diberikan makna sebagai berikut (Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, 2005):

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 60
LUHULEHI - TUTUWARU
1) Pelangi menggambarkan visi KLH, yang memberikan makna kualita s dan kelestarian
lingkungan hidup yang dapat menjadi penyangga kehidupan.
2) Atap sebagai acuan dasar atau payung yang telah ditetapkan dalam bentuk agenda
pembangunan nasional untuk tahun 2005 – 2009.
3) Sepasang tiang penyangga mewakili aspek internal dan eksternal lembaga. Bahwa dalam
menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi KLH senantiasa harus menjaga dan mengembangkan
kemampuan lembaga dalam menghasilkan kinerja prima, dalam memberikan nilai tambah
optimal bagi pemangku kepentingan dan masyarakat.
4) Lantai memberikan makna dasar-dasar nilai inti budaya organisasi, yaitu: jujur, peduli,
profesional, proaktif, inovatif. Nilai-nilai ini harus menjadi landasan bagi setiap insan KLH
dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya.
5) Batu fondasi mencerminkan fungsi-fungsi dalam KLH yang senantiasa berkoordinasi dan
terintegrasi, untuk menjalankan mandat dan penugasan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Presiden nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia.

Landasan fondasi (tanah) menggambarkan penguatan kelembagaan yang dijalankan


secara berkelanjutan dan instrumen pendukung perlindungan lingkungan hidup dengan tetap
mengacu pada Good Environmental Governance.
Berikut adalah beberapa program unggulan KLH di mana AMDAL merupakan salah satu
program unggulan yang memiliki posisi cukup penting dalam program KLH.
1) Pengendalian pencemaran.
2) Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara terpadu.
3) PROPER, program penilaian peringkat kinerja perusahaan.
4) SUPERKASIH, pengembangan dari program kali bersih.
5) Bangun praja–Adipura.
6) Penaatan peraturan lingkungan hidup melalui AMDAL dan UKL UPL.
7) Penegakan hukum lingkungan.

2.5.2. Perkembangan AMDAL dan Peraturan Perundangan


2.5.2.1. Perkembangan Amdal Secara Internasional
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau EIA (Environmental Impact
Assessment) mulai diperkenalkan di Amerika melalui US National Environmental Policy Act, NEPA
atau Undang-undang Perlindungan Lingkungan pada tahun 1969 dan mulai diterapkan pada

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 61
LUHULEHI - TUTUWARU
tahun 1970 (Canter, 1977: 1; Gilpin, 1995: 2; Bregman, 1999: 1).
Perangkat AMDAL telah diadopsi oleh lebih dari seratus negara di dunia (Sadler,
Canadian Environmental Assessment Agency et al. 1996, 26; Glasson, Chadwick et al. 1999,
3738).
Perangkat ini diakui merupakan perangkat perencanaan yang sangat kuat dan telah
direkognisi oleh PBB melalui Deklarasi Rio pada tahun 1992 yang menyebutkan bahwa sebagai
instrumen nasional, AMDAL harus dilaksanakan untuk rencana kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting.
“Environmental impact assessment, as a national instrument, shall be undertaken for proposed
activities that are likely to have a significant adverse impact on the environment and are subject
to a decision of a competent national authority.” (Principle 17 of the Rio Declaration on
Environment and Development, UNCED 1993).
Pada saat ini penerapan AMDAL tidak hanya digunakan oleh negaranegara maju saja,
tetapi juga telah berkembang dan digunakan oleh negara berkembang. Jelas bahwa AMDAL
telah menjadi suatu perangkat penting untuk mengelola lingkungan dalam melaksanakan
kegiatan pembangunan.
Menghubungkan AMDAL dengan konsep pembangunan berkelanjutan merupakan hal
penting untuk memahami landasan kerangka kerja AMDAL secara internasional. Wacana tentang
pembangunan berkelanjutan nampaknya sudah mengkristal dan mendorong ke arah yang lebih
baik untuk menghasilkan kebijakan lingkungan yang lebih baik. Salah satu konsensus yang
dicapai adalah bahwa sumber daya alam harus dikelola dengan lebih baik dan harus adanya
perubahan sikap manusia dalam tindakannya terhadap lingkungan. Beder (1993) menyebutkan
bahwa pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk membuat modifikasi yang diperlukan yang
memberikan jalan untuk kegiatan yang lebih berkelanjutan untuk kepentingan di masa
mendatang.
Pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik berarti perencanaan dan pengambilan
keputusan yang lebih baik. Melalui proses AMDAL, diharapkan adanya penyampaian informasi
yang lebih baik tentang dampak lingkungan kepada stakeholder atau pemangku kepentingan
pembangunan terutama kepada para pengambil keputusan. Dalam konteks inilah AMDAL
memainkan peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Menurut Wood (1995), AMDAL secara formal pada dasarnya adalah suatu teknik untuk
mengkaji secara keseluruhan dan sistematis, dampak lingkungan dari sua tu proyek dan
menyajikan hasilnya dalam suatu cara yang memungkinkan untuk memprediksikan kepentingan
dampak, dan membuat pelingkupan untuk memodifikasi dan menangani dampaknya untuk

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 62
LUHULEHI - TUTUWARU
dievaluasi secara tepat sebelum suatu keputusan diambil. Untuk melihat pe rkembangan AMDAL
secara internasional, suatu studi tentang AMDAL internasional yang cukup representatif
ditunjukkan oleh Wood (2003) yang memperlihatkan kinerja pelaksanaan AMDAL pada tujuh
negara maju sebagai berikut.

Gambar 2.15. Status Pelaksanaan AMDAL di Negara-negara Maju

Tampak bahwa penerapan AMDAL di negara-negara maju masih bervariasi. Seluruh


negara yang dikaji memperlihatkan basis hukum pelaksanaan AMDAL yang kuat dan sebagian
besar kriteria pelaksanaan yang baik sudah diterapkan. Ada beberapa yang merupakan titik
lemah pelaksanaan, yaitu AMDAL terkait dengan proses pengambilan keputusan dan aspek
pemantauan dampak serta sistem pemantauannya. Pada tataran negara yang masih
berkembang di Asia, hal ini tidak berbeda jauh. Tabel di halaman berikut adalah gambaran
pelaksanaan AMDAL di negara-negara Asia.
Indonesia adalah negara yang menerapkan AMDAL pada urutan ke empat setelah
Filipina, Thailand, dan Korea Selatan karena sebenarnya Indonesia telah memiliki dasar hukum
pelaksanaan AMDAL pada tahun 1982 dibanding Malaysia yang baru melakukannya pada tahun
1987. Menurut literatur tersebut, ada dua kriteria yang belum dilaksanakan di Indonesia yaitu
pelaksanaan pelibatan masyarakat dan pertimbangan dampak kumulatif. Pelibatan masyarakat
telah diakomodasi sejak tahun 2000 (Purnama, 2003) dan dampak kumulatif sedang diupayakan
menjadi bagian dari kajian AMDAL.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 63
LUHULEHI - TUTUWARU
Dari literatur tersebut terlihat hanya empat negara di Asia Timur yang melakukan
pemantauan hasil AMDAL yaitu Korea Selatan, Hongkong, Filipina, dan Indonesia.

Tabel 2.13. Status Pelaksanaan AMDAL di Asia Timur

2.5.2.2. Perkembangan Amdal Di Indonesia


AMDAL merupakan kependekan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang
merupakan suatu sistem atau proses yang melibatkan suatu kajian/studi dan menghasilkan
beberapa dokumen, seperti (1) dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan atau KA
ANDAL, (2) dokumen ANDAL, (3) dokumen RKL dan RPL, di sisi lain terdapat dokumen (4) UKL
dan UPL bagi kegiatan yang tidak wajib dilengkapi dengan AMDAL. Pada saat ini UU No. 23
Tahun 1997 dan PP No. 27 Tahun 1999 merupakan landasan hukum pelaksanaan AMDAL.
Pelaksanaan AMDAL di Indonesia dapat dibagi menjadi empat periode yaitu tahap implementasi,
pengembangan, perbaikan, dan revitalisasi.
1) Tahap Implementasi: pra-1987, UU No. 4 Tahun 1982, dan periode 1987 – 1993, PP No. 29
Tahun 1986
AMDAL mulai diterapkan di Indonesia secara formal pada tahun 1982 melalui penerapan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 namun belum dilaksanakan secara luas karena belum
adanya pedoman pelaksanaan yang lebih rinci walaupun pada periode ini sudah ada yang
melakukan studi AMDAL sebagai pemenuhan persyaratan bantuan luar negeri dan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 64
LUHULEHI - TUTUWARU
permintaan lembaga donor. Pada periode ini implementasi AMDAL masih terbatas karena
masih kurangnya pemahaman AMDAL oleh para stakeholder.
Barulah pada tahun 1986 ketika Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang
AMDAL mulai diberlakukan, AMDAL secara sistematis mulai dilaksanakan dan bahkan
cenderung sangat ekstensif karena banyak sekali kegiatan yang diwajibkan menyusun
AMDAL dan melakukan evaluasi lingkungan melalui Studi Evaluasi Mengenai Dampak
Lingkungan, SEMDAL. Dapat dilihat bahwa pengenalan AMDAL di Indonesia pada tahun
1980an merupakan suatu hasil perkembangan kepedulian lingkungan secara internasional
sebagai imbas dari Konferensi Stockholm. Hal ini didorong pula oleh bantuan program dari
Pemerintah Kanada dalam penyusunan perangkat peraturan AMDAL sejak tahun 1983
(BAPEDAL & EMDI, 1994: 29).
Berbagai panduan disusun untuk melaksanakan AMDAL termasuk panduan teknis dari
berbagai instansi sektoral. Namun demikian koordinasi antar lembaga pelaksana AMDAL
belum demikian terjalin dengan baik pada periode ini. Demikian pula Sekretariat dan Komisi
AMDAL sebagai badan yang melakukan proses administrasi dan mengkaji secara teknis
belum terlalu berkembang.

2) Tahap Pengembangan: antara 1993 – 2000, PP No. 51 Tahun 1993


Tahap ini memberi penekanan pada penyederhanaan proses AMDAL sejalan dengan
deregulasi birokrasi pemerintahan. Muatan deregulasi mencakup penghilangan proses
SEMDAL dan pengenalan berbagai pendekatan dalam proses AMDAL (proyek tunggal,
terpadu, kawasan, dan regional). Dengan hilangnya proses SEMDAL, beban kerja instansi
yang melaksanakan AMDAL menjadi lebih proporsional, demikian pula jumlah kegiatan wajib
AMDAL menjadi lebih sedikit dan lebih tepat sasaran.
Menurut laporan Bapedal (2000) terdapat sekitar 7.000 dokumen yang diproses hingga awal
tahun 2000 atau 4.507 dokumen yang dinilai pada kurun waktu 1993 hingga 1997.
Pada masa ini pula institusi Bapedal mulai beroperasi dengan baik dan memiliki otoritas untuk
pentaatan AMDAL dan pengawasan kualitas dari dokumen yang dihasilkan.
Hal yang cukup menarik pada periode ini adalah diperkenalkannya berbagai pendekatan studi
AMDAL yang semula hanya dikenal melalui pendekatan proyek (seperti di negara asalnya).
Pada periode ini paling tidak terdapat empat pendekatan dalam studi AMDAL, yaitu AMDAL
proyek, regional, kawasan, dan terpadu. Dengan pendekatan ini diharapkan proses AMDAL
menjadi lebih efektif dan berbagai isu seperti dampak kumulatif atau dampak yang lebih
strategis dapat diantisipasi.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 65
LUHULEHI - TUTUWARU
3) Tahap Perbaikan (Refinement): pasca2000, UU No. 23 Tahun 1997 dan PP No. 27 Tahun
1999
Tahap ini memberikan penekanan pada prosedur pelibatan masyarakat, sentralisasi
kewenangan dari sektoral kepada Bapedal dan redesentralisasi pelaksanaan AMDAL kepada
pemerintah daerah (propinsi) serta adanya pendekatan AMDAL lintas batas.
Periode ini ditandai dengan pembubaran Komisi Penilai AMDAL di departemen sektoral dan
pemusatan pelaksanaan AMDAL oleh Bapedal. Bapedal mendistribusikan kewenangan
AMDAL ini ke tingkat propinsi. Dari sisi positif dapat dikatakan bahwa penilaian AMDAL
diharapkan menjadi lebih objektif dan tidak bias dengan kepentingan pembangunan oleh
instansi sektoral. Di samping itu, desentralisasi kewenangan AMDAL ke tingkat pro pinsi
menunjukkan berjalannya prinsip akuntabilitas daerah dalam pembangunan berkelanjutan.
Dari sisi negatif dapat dikatakan bahwa perubahan ini menghilangkan sumber daya manusia
AMDAL di departemen sektoral dan menurunkan perhatian lingkungan oleh instan si teknis
pelaksana pembangunan fisik.
Dari sisi kemajuan sistem AMDAL, selain pendekatan lintas batas, periode ini juga
mengenalkan mekanisme pelibatan masyarakat yang lebih intensif di dalam proses AMDAL.
Demikian pula proses AMDAL menjadi lebih sederhana dan kegiatan wajib AMDAL menjadi
lebih sedikit dan proporsional hanya untuk rencana kegiatan yang berpotensi menimbulkan
dampak penting. Namun demikian, pada masa ini terdapat kemunduran yang sangat berarti
karena perubahan kondisi politik di tanah air. Institusi Bapedal yang menjadi ujung tombak
pelaksanaan AMDAL dibubarkan pada tahun 2002 dan fungsi tugasnya digabungkan ke
dalam KLH.
Di sisi lain, kebijakan otonomi daerah telah memberikan kewenangan pemerintahan seluas-
luasnya kepada tingkat kabupaten dan kota. Hal ini termasuk kewenangan untuk proses
AMDAL. Dikatakan kemunduran karena pelaksanaan AMDAL oleh pemerintah kabupaten
dan kota tidak dipersiapkan secara matang secara peraturan atau pun secara teknis. Sebagai
bukti, hingga saat ini Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 1999 hanya memberikan
kewenangan proses AMDAL hingga tingkat propinsi.

4) Tahap Revitalisasi AMDAL: setelah 2004-2005


Para praktisi AMDAL menyadari masih banyaknya kekurangan di dalam sistem pengelolaan
lingkungan, termasuk di dalam sistem AMDAL. Untuk itu terdapat keinginan untuk
meningkatkan beberapa hal seperti adanya wacana akan perlunya undang-undang AMDAL

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 66
LUHULEHI - TUTUWARU
tersendiri (seperti NEPA) yang memberikan klausal sanksi hukum yang jelas terhadap
pelanggar proses AMDAL, reformasi mekanisme AMDAL, pengaturan wewenang proses
AMDAL sejalan dengan revisi UU Pemerintahan Daerah dan perlunya perangkat pengelolaan
lingkungan lainnya pendukung AMDAL (Kajian Lingkungan Strategis KLS, Kajian Risiko
Lingkungan KRL atau Environmental Risk Assessment ERA, Sistem Manajemen Lingkungan
SML atau Environmental Management System EMS, Audit Lingkungan) di dalam perangkat
pencegahan.
Hal ini bermuara pada perubahan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 23 Tahun
1997) yang hingga saat ini masih dibahas. Tendensi yang ada saat ini adalah bahwa
kewenangan AMDAL tetap didistribusikan hingga tingkat pemerintah kabupaten dan kota.
Sementara itu, perdebatan untuk pemberian sanksi hukum masih terus bergulir untuk
dicantumkan dalam Rancangan Undang-undang Lingkungan Hidup yang baru.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang AMDAL pun sedang dikaji dan disusun. Beberapa
ide seperti penyederhanaan proses AMDAL (lebih cepat) dan perubahan mekanisme AMDAL
masih terus dikaji untuk perubahan ke arah yang lebih baik.

2.5.2.3. Struktur Peraturan Dan Perundangan Mengenai Lingkungan Hidup Dan Amdal
Peraturan perundang-undangan (PUU) secara umum di Indonesia memiliki hierarki yang
seharusnya satu sama lain saling mendukung. Menurut TAP MPR RI No, 3 Tahun 2000 Pasal 2,
tata urutan PUU Republik Indonesia terdiri dari:
1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 beserta amandemennya,
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI (TAP MPR) termasuk GBHN,
3) Undang-undang,
4) Peraturan Pemerintah Pengganti,
5) Peraturan Pemerintah,
6) Keputusan Presiden,
7) Peraturan Daerah.

Adapun beberapa produk hukum berikut tidak secara langsung terkait dengan hierarki
sebagaimana ditetapkan dalam TAP MPR:
1) Instruksi Presiden,
2) Keputusan dan Peraturan Menteri,
3) Keputusan Kepala LPND,
4) Keputusan Kepala Daerah.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 67
LUHULEHI - TUTUWARU
Namun demikian, pada perkembangan pemerintahan yang sangat dinamis akhir-akhir ini,
hierarki di atas – terutama pada bagian bawah – cukup sulit untuk dibahas secara konsisten. Hal
ini tidak terlepas dari penerapan kebijakan otonomi daerah di Indonesia yang hingga saat ini
masih mencari bentuknya yang tepat. Sebagian ahli hukum mengatakan bahwa peraturan daerah
memiliki posisi lebih tinggi dari keputusan/peraturan menteri. Demikian pula bahwa peraturan
daerah bisa berbeda isi kebijakannya dengan peraturan atau keputusan menteri. Namun
seyogianya suatu peraturan di suatu negara memiliki hierarki yang jelas untuk menghindarkan
kerancuan, tumpang tindih, dan duplikasi dari sekian banyak peraturan tersebut. Terkait dengan
PUU mengenai lingkungan hidup, suatu hierarki dapat dijadikan patokan sebagai berikut.
1) UUD 1945
Pasal 33 ayat (3):
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat (4) amandemen:
Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

2) Ketetapan MPR RI
GBHN di dalam TAP MPR RI No. IV/MPR/1999 Visi: pada Bab III:
Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, maju dan
sejahtera, dalam wadah negara kesatuan RI yang didukung oleh manusia Indonesia yang
sehat, mandiri, beriman, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan
lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, serta
berdisiplin.
Bab III Misi 7:
Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha
kecil, menengah, dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang
bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan
dan berkelanjutan.
Bab IV Arah Kebijakan bagian H. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 68
LUHULEHI - TUTUWARU
3) Undang-undang
Tidak kurang dari 52 Undang-undang yang terkait langsung dengan materi lingkungan hidup
(lihat lampiran). Hal ini tidak mengherankan karena pada dasarnya seluruh undang-undang
harus sinkron dan sejalan satu dan lainnya. Namun demikian, undang-undang yang secara
khusus mengatur pengelolaan lingkungan telah diterapkan sejak tahun 1982 yang kemudian
disempurnakan pada tahun 1997, yaitu:
a) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup
b) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dari
nomenklatur penamaan UU tersebut, dapat dilihat bahwa pengelolaan lingkungan hidup
diharapkan menjadi lebih baik dan tidak lagi hanya mengatur ketentuan pokok melainkan
juga mengatur penerapannya dengan lebih baik.
Perlu dicatat di sini bahwa UU Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut pada saat ini sedang
direvisi untuk lebih disempurnakan lagi dan untuk mengantisipasi perkembangan situasi dan
kemajuan Negara Indonesia. Di masa mendatang, UU ini diharapkan akan memiliki kekuatan
dalam melakukan pentaatan hukum lingkungan.

4) Peraturan Pemerintah
Terdapat lebih dari 85 Peraturan Pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan
lingkungan hidup (lihat lampiran). Beberapa di antaranya merupakan peraturan pelaksanaan
UU No. 4 Tahun 1982 dan UU No. 23 Tahun 1997. Peraturan Pemerintah tersebut di
antaranya mengatur tentang AMDAL (PP 29 Tahun 1986, PP 51 Tahun 1993, dan PP 27
Tahun 1999), Pengendalian Pencemaran Air, penyertaan modal dalam industri pengolahan
limbah B3, Pengolahan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Laut.

5) Keputusan Presiden
Lebih dari 50 Keputusan Presiden yang terkait dengan pengelolaan lingkungan telah disusun
sejak tahun 1978. Keputusan ini sangat banyak jumlahnya mulai dari pengesahan konvensi
internasional perdagangan spesies langka, polusi, tata kerja institusi lingkungan. Daftar
keputusan tersebut dapat dilihat pada lampiran buku materi pokok ini.
Sebagai tambahan, terdapat banyak informasi tentang peraturan daerah yang terkait dengan
pengelolaan lingkungan karena penerapan kebijakan otonomi daerah. Jika pada masa
sebelumnya hanya terdapat 27 propinsi dan 287 kabupaten dan kota (pada tahun 1997,
sumber Kompas, 10 Maret 2007), maka setelah penerapan otonomi daerah menjadi 33

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 69
LUHULEHI - TUTUWARU
propinsi dan sekitar 450 kabupaten dan kota. Demikian dinamisnya situasi politik pada saat
ini sehingga penulis memiliki keterbatasan untuk mengumpulkan jumlah pasti dari peraturan
daerah yang ada pada saat ini yang tentunya sudah banyak mengalami perubahan dari waktu
ke waktu.
Landasan utama pelaksanaan AMDAL terdapat pada Undang-undang No. 4 Tahun 1982 dan
No. 23 Tahun 1997. Pasal 15 UU No. 23 Tahun 1997 menyatakan:
(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup.
(2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata
cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal tersebut di atas selanjutnya menjadi landasan untuk pengaturan pada tingkatan
selanjutnya yaitu Peraturan Pemerintah (PP). Hingga saat ini sudah terdapat tiga PP yang
mengatur AMDAL dan berupa penyempurnaan dari peraturan sebelumnya, yaitu PP No. 29
Tahun 1986, No. 51 Tahun 1993, No. 27 Tahun 1997. Isi dari peraturan ini akan dikupas pada
modul selanjutnya yang menjelaskan tentang kerangka kerja dan sistem AMDAL.
Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah bahwa pengaturan tentang AMDAL di Indonesia
sudah demikian banyak dan cukup maju. Hal ini karena memang AMDAL adalah satu
perangkat yang dikembangkan paling dahulu. PP No. 29 Tahun 1986 merupakan PP perta ma
yang merupakan turunan dari UU No. 4 Tahun 1982. Sebagai konsekuensinya, banyak sekali
peraturan yang terkait dengan AMDAL telah dikeluarkan oleh MENKLH ketika itu, MENLH,
ataupun Kepala Bapedal. Demikian pula berbagai Peraturan Daerah yang mengatur
pembentukan Komisi AMDAL.
Berbagai panduan tentang AMDAL dalam bentuk Keputusan Menteri LH dan Keputusan
Kepala Bapedal dapat dilihat pada lampiran. Pedomanpedoman ini senantiasa diperbaiki
untuk menyempurnakan pelaksanaan di lapangan.

2.5.3. Kebijakan AMDAL di Indonesia


2.5.3.1. Amdal Sebagai Perangkat Pengelolaan Lingkungan
Sebagaimana dijelaskan pada Kegiatan Belajar sebelumnya, AMDAL sudah
diperkenalkan sejak lama termasuk di Indonesia. Beberapa kajian khusus dalam AMDAL terus

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 70
LUHULEHI - TUTUWARU
berkembang seperti analisis dampak sosial (Social Impact Assessment, SIA), analisis dampak
kesehatan (Health Impact Assessment, HIA), kajian dampak kumulatif (Cumulative Impact
Assessment, CIA). Audit lingkungan pun pada awalnya dikembangkan oleh para praktisi AMDAL.
Hal ini sangat terasa nuansanya pada pelaksanaan audit di Indonesia. Penerapan SEMDAL bagi
kegiatan yang sudah beroperasi pada masa pemberlakuan PP No. 29 Tahun 1986. Bahkan salah
satu literatur internasional (Gilpin, 1995) menyebut pelaksanaan SEMDAL di Indonesia sebagai
audit lingkungan satu-satunya yang diterapkan secara wajib di dunia.
Pada pertengahan tahun 1990an telah berkembang suatu kajian serupa dengan AMDAL
namun memiliki cakupan yang berbeda yaitu Kajian Lingkungan Strategis atau Strategic
Environmental Assessment (SEA). Sebenarnya cikal bakal SEA telah ada sejak AMDAL
diperkenalkan di Amerika karena US NEPA menyebutkan bahwa bagi kebijakan, rencana, dan
program (policy, plan, and program PPP) harus melakukan pula kajian lingkungan. Di Indonesia,
Bappenas mengenalkan istilah yang berbeda yaitu Strategic Environmental Natural Resources
Assessment (SENRA). Namun pada dasarnya kajian tersebut serupa satu dengan lainnya: KLS,
SEA, dan SENRA. Hubungan antara AMDAL dan perangkat kajian strategis diperlihatkan pada
gambar berikut ini.

Gambar 2.16. Kajian Kelayakan Lingkungan sesuai dengan Hierarki Perencanaan

Jelas bahwa untuk tingkat kebijakan makro dan perencanaan tata ruang dan berbagai
program pemerintah yang bersifat top down, dapat dikaji melalui pendekatan strategis.
Sementara itu AMDAL merupakan perangkat untuk kajian yang bersifat spesifik untuk proyek dan
lokasi tertentu serta menggunakan pendekatan dari bawah (bottom up).
Dengan demikian, sebenarnya pendekatan AMDAL kawasan, terpadu/multisektor, atau
regional yang telah dirancang dan dilaksanakan sejak tahun 1993 sedikit banyak telah
menyinggung area perencanaan makro dan strategis. Walaupun sejak awal hanya ditujukan
untuk efisiensi proses AMDAL dan estimasi dampak kumulatif. Beberapa kebijakan makro yang

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 71
LUHULEHI - TUTUWARU
dapat dikaji melalui KLS adalah seperti keputusan pembukaan lahan sejuta hektar untuk tanaman
pangan (dahulu didekati dengan AMDAL regional), reklamasi pantai utara, pembangunan
Bandung Utara.
Demikian pula halnya beberapa wacana kebijakan nasional seperti penggantian BBM oleh
batu bara, atau rencana pembukaan lahan untuk perkebunan sawit (2 juta he ktar) di sepanjang
perbatasan negara di Kalimantan, atau pembangunan jalan lintas Selatan di Pulau Jawa dapat
dikaji menggunakan perangkat KLS ini untuk mengantisipasi kegagalan kebijakan, terutama
dampaknya yang berskala besar terhadap lingkungan hidup. Sayangnya walaupun KLS ini telah
mulai digagas dan dicoba di Indonesia sejak tahun 19981999, belum cukup berkembang di
Indonesia, dan belum cukup besar keinginan politis untuk menerapkannya. Hingga saat ini KLH
masih terus mengembangkan perangkat pengelolaan yang bersifat makro ini.

2.5.3.2. Kebijakan Amdal Di Indonesia


Penerapan AMDAL di Indonesia dari waktu ke waktu terus disempurnakan. Pada
dasarnya penerapan AMDAL harus mengadopsi prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) AMDAL bagian integral dari Studi Kelayakan Kegiatan Pembangunan.
2) AMDAL bertujuan menjaga keserasian hubungan antara berbagai kegiatan agar dampak
dapat diperkirakan sejak awal perencanaan.
3) AMDAL berfokus pada analisis: Potensi masalah, Potensi konflik, Kendala SDA, Pengaruh
kegiatan sekitar terhadap proyek.
4) Dengan AMDAL, pemrakarsa dapat menjamin bahwa proyeknya bermanfaat bagi
masyarakat, aman terhadap lingkungan.

Kebijakan AMDAL pada awalnya menetapkan bahwa proses AMDAL hanya diterapkan
dan diawasi pelaksanaannya oleh tingkat pusat (secara sektoral) dan tingkat propinsi saja.
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, pada perkembangannya proses AMDAL kemudian
dilaksanakan pula oleh pemerintah kota dan kabupaten. Sementara itu, di tingkat pusat yang
semula kewenangannya berada pada 14 departemen sektoral menjadi hanya di satu instansi
pusat saja yaitu di KLH. Hal ini telah diuraikan pada paparan mengenai perkembangan AMDAL
di Indonesia pada bagian sebelumnya. Pada saat ini kebijakan AMDAL mengikuti pola -pola
sebagai berikut.
1) Pemberian kewenangan pelaksanaan AMDAL yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah.
2) Kewajiban Pelibatan Masyarakat dalam AMDAL.
3) Penerapan Valuasi Ekonomi dalam AMDAL.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 72
LUHULEHI - TUTUWARU
4) Peningkatan Kualitas Penyusun AMDAL.
5) Peningkatan Kualitas Penilai AMDAL.
6) Persyaratan RKL/RPL dalam Ketentuan Ijin.
7) Kebijakan Pelaksanaan UKLUPL 8. Penetapan Baku mutu limbah tertentu

Berdasarkan kebijakan tersebut kemudian proses penilaian AMDAL lebih banyak


dilimpahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota. Memang masih banyak hal-hal yang kurang
tepat dalam pelaksanaan AMDAL di daerah saat ini. Namun demikian hal ini harus dipandang
sebagai suatu tantangan daripada suatu kelemahan. Kebijakan desentralisasi pelaksanaan
AMDAL saat ini memberikan kewenangan dan pengawasan kepada daerah yang dilandaskan
pada berbagai argumentasi sebagai berikut.
1) Daerah dipandang lebih tahu kondisi lingkungan di daerahnya masingmasing yang memiliki
kedekatan secara geografis.
2) Dengan kedekatan tersebut, harapannya pengawasan akan lebih efektif dilakukan oleh
daerah.
3) Upaya desentralisasi ini mendorong masyarakat setempat terlibat aktif dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam yang dimilikinya.
4) Pada akhirnya, proses AMDAL diharapkan dapat mempromosikan transparansi dan
akuntabilitas dalam sistem kepemerintahan di daerah.

Untuk mengakomodasi kebijakan otonomi pemerintahan ini, telah ditetapkan pengaturan


pembagian kewenangan antara pemerintah (pusat), propinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan
Keputusan Menteri LH No. 41 Tahun 2000. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi
kebijakan di atas, beberapa di antaranya adalah melalui peningkatan kualitas penyelenggaraan
AMDAL yang mencakup penguatan komisi penilai AMDAL, akreditasi penyelenggara pelatihan
AMDAL dan sertifikasi personil penyusun AMDAL. Kriteria pembentukan Komisi Penilai AMDAL
di kabupaten dan kota.
1) SDM dengan sertifikat Dasar AMDAL dan/atau Penyusun AMDAL dan/atau Penilai AMDAL,
di instansi yang menjalankan tugas dan fungsi Komisi Penilai.
2) Tenaga ahli sekurang-kurangnya biogeofisikkimia, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan,
perencanaan pembangunan/wilayah dan lingkungan sebagai anggota Komisi Penilai.
3) Organisasi Lingkungan/LSM yang bergerak di bidang Lingkungan Hidup.
4) Memiliki Sekretariat Komisi Penilai.
5) Kemudahan akses ke laboratorium (air dan udara).

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 73
LUHULEHI - TUTUWARU
Secara teknis, kemudian kebijakan pelaksanaan AMDAL tersebut didorong melalui
peningkatan kemampuan secara teknis sebagaimana digambarkan pada skema di bawah ini.

Gambar 2.17. Kebijakan Teknis AMDAL di Indonesia

Untuk mendukung kebijakan teknis AMDAL sebagaimana dibahas di atas, terdapat


beberapa strategi pelaksanaan AMDAL yang diterapkan oleh KLH, yaitu sebagai berikut.
1) Pengembangan metodologi AMDAL: pelingkupan, dampak kumulatif, kajian alternatif dalam
AMDAL.
2) Integrasi AMDAL dengan perangkat manajemen lingkungan yang lain: produksi bersih;
Sistem Manajemen Lingkungan-Audit Lingkungan.
3) Peningkatan kualitas penyusun AMDAL melalui; revisi kurikulum AMDAL, sistem akreditasi
penyelenggara kursus AMDAL dan sertifikasi personel penyusun AMDAL.
4) Peningkatan kualitas Penilai AMDAL; program penguatan komisi.

2.5.3.3. Revitalisasi Sistem Amdal


Pada tahun 2004 KLH meluncurkan suatu program yang dinamakan Revitalisasi Sistem
AMDAL. Hal ini secara umum dilaksanakan karena pemerintah merasakan banyak kekurangan
dalam pelaksanaan AMDAL selama ini. Hal ini diperkuat dengan masukan dari para pakar
AMDAL. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa alasan mengapa program revitalisasi
tersebut perlu dilakukan:
1) Efektivitas AMDAL masih perlu ditingkatkan karena AMDAL belum diperlakukan sebagai
perangkat pencegahan dampak lingkungan dan cenderung hanya untuk memenuhi syarat
administrasi;
2) Kualitas AMDAL masih sangat rendah. Hasil evaluasi pada tahun 2004 menunjukkan hanya

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 74
LUHULEHI - TUTUWARU
22% dari sampel yang dievaluasi memiliki kategori yang baik dan sangat baik;
3) Pelaksanaan AMDAL belum dilakukan dengan serius dan konsisten;
4) Penaatan dan penegakan hukum AMDAL belum efektif, atau persisnya tidak ada upaya
pentaatan hukum.

Alasan-alasan tersebut cukup dapat dipahami. Sementara itu efektivitas pelaksanaan


AMDAL juga perlu ditingkatkan karena beberapa fakta menunjukkan bahwa pada kenyataannya:
1) Pemrakarsa baru menyusun AMDAL setelah izin mulainya kegiatan dikeluarkan, artinya
AMDAL sudah tidak berperan sebagai alat pembantu pengambilan keputusan;
2) Pemrakarsa masih memandang AMDAL sebagai tambahan biaya ketimbang alat pengelolaan
LH (Adiwibowo, 2005). Pengelolaan lingkungan yang tercantum di dalam RKL belum
berorientasi pada langkah-langkah untuk penurunan biaya produksi;
3) Perencanaan AMDAL sebagai bagian studi kelayakan masih lemah karena sering kali
terlambat dilaksanakan setelah aspek ekonomi dan teknis dinyatakan layak. Dengan
demikian, rendah sekali kemungkinannya bagi hasil studi AMDAL untuk memberikan
masukan perbaikan dan masukan alternatif bagi kegiatan;
4) AMDAL disusun dengan kualitas rendah dan cenderung tidak fokus;
5) Penilai AMDAL belum mampu mengarahkan agar kualitas AMDAL dapat ditingkatkan, masih
banyak dokumen yang berkualitas rendah diloloskan juga dengan berbagai alasan.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka program revitalisasi ditujukan untuk memperbaiki


kualitas AMDAL melalui beberapa langkah strategis seperti:
1) Penurunan jumlah kegiatan wajib AMDAL sehingga lebih mudah pengawasan dan
mengembangkan SOP teknis (atau UKL UPL) bagi kegiatan nonwajib AMDAL;
2) Pelingkupan dipertimbangkan untuk dilakukan oleh Pemerintah dibantu pakar yang memiliki
kompetensi sehingga nantinya dokumen AMDAL menjadi lebih fokus;
3) Melaksanakan jaring pendapat dan pelibatan masyarakat yang lebih ba ik dan lebih
proporsional;
4) Memastikan bahwa pemrakarsa berkoordinasi secara menerus dengan penyusun AMDAL
selama proses studi dan penyusunan dokumen;
5) Penilaian oleh tim penilai pakar yang memiliki kompetensi serta didampingi pemerintah;
6) Komisi Penilai AMDAL selanjutnya diposisikan untuk mengambil keputusan keputusan
berdasarkan hasil studi dan laporan AMDAL dari penyusun.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 75
LUHULEHI - TUTUWARU
Program revitalisasi tersebut akan berujung pada proses revisi PP No. 27 Tahun 1999
yang sejak awal telah diidentifikasi berbagai kekurangannya. Satu hal yang paling krusial adalah
perbedaan materi kebijakan antara PP tersebut dengan UU mengenai Pemerintahan Daerah UU
No. 22 Tahun 1999 dalam hal meletakkan kewenangan AMDAL di daerah (PP No. 27 Tahun
1999 di propinsi sementara UU No. 22 Tahun 1999 di kabupaten kota). Padahal kedua peraturan
perundang-undangan tersebut dikeluarkan pada masa yang relatif tidak berbeda jauh.
Namun demikian, tingkat PP sudah barang tentu harus mengikuti aturan UU yang memiliki
hierarki lebih tinggi. Hasil revitalisasi diharapkan dapat menghasilkan langkah nyata perbaikan
dalam hal:
1) Kepastian distribusi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah.
2) Penyederhanaan daftar kegiatan wajib AMDAL.
3) Proses pelingkupan yang lebih baik.
4) Percepatan dan penyederhanaan proses AMDAL.
5) Klarifikasi berbagai terminologi dalam pasal peraturan AMDAL (kadaluarsa, revisi).
6) Perbaikan mekanisme pelibatan masyarakat.
7) Adanya sanksi pidana bagi pelanggar AMDAL.
8) Pengaturan pembiayaan AMDAL.

2.6. Parameter Kualitas Lingkungan Hidup


Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara
60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang
sangat penting adalah kebutuhan untuk minum (termasuk untuk masak) air harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak,
bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar
tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain.
Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan
memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang (Effendi,
2003).
Pembangunan di Negara ini semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju
pembangunan ini menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat dihindarkan terhadap
kualitas lingkungan, antara lain terjadinya degradasi kualitas air. Dampak suatu kegiatan
terhadap keseimbangan lingkungan memang merupakan suatu hal yang sulit dihilangkan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 76
LUHULEHI - TUTUWARU
sepenuhnya. Satu-satunya upaya yang dapat dilakukan adalah meminimumkan pengaruh
yang mungkin muncul. Sumber daya air yang strategis dan banyak dimanfaatkan untuk
berbagai aktivitas adalah air sungai. Air sungai merupakan sumber daya alam yang potensial
menerima beban pencemaran limbah kegiatan manusia. Akibatnya kualitas dan kuantitas air
menjadi berkurang (Effendi, 2003).
Tanah adalah salah satu sistem bumi, yang bersamaan dengan sistem bumi yang lain
yaitu air dan atmosfer, menjadi inti, fungsi, perubahan dan kemantapan ekosistem. Tanah
berkedudukan khas dalam masalah lingkungan hidup, merupakan kimia lingkungan dan
membentuk landasan hakiki bagi manusia. Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat
berfungsi penting dalam kelangsungan hidup mahluk hidup. Bukan hanya fungsinya sebagai
tempat berjangkarnya tanaman, penyedia sumber daya penting dan tempat berpijak tetapi
juga fungsinya sebagai suatu bagian dari ekosistem.
Kualitas tanah meliputi kualitas tanah secara fisika, kimia dan biologi. Ketiga hal
tersebut memiliki parameter masing-masing dan tidak dapat terpisahkan satu sama lain
serta saling mempengaruhi. Parameter sifat fisik yang menentukan kualitas tanah antara lain,
tekstur, struktur, stabilitas agregat, kemampuan tanah menahan dan meloloskan lain serta
ketahanan tanah terhadap erosi dan lain sebagainya. Lalu parameter kimia yang
mempengaruhi kualitas tanah adalah, ketersediaan unsure hara, KTK, KTA, pH, ada tidaknya
zat pencemar, dan lain sebagainya. Sedangkan parameter biologi yang menentukan kualitas
tanah antara lain jumlah dan jenis mikroba yang ada dan beraktivitas di dalam ta nah.
Setiap parameter memiliki peranan tersendiri dalam menentukan kualitas tanah.
Dalam pertanian kualitas tanah tentunya berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi
tanaman. Setiap parameter dapat berpengaruh pada ketersediaan unsure hara, ketersediaan
air, keleluasaan akar untuk tumbuh, dan reaksi serta interaksi antara tanaman dengan
faktor biotik dan abiotik dalam ekosistem.

2.6.1. Kualitas Air


Analisis Kualitas air adalah suatu kajian terhadap ukuran kondisi air diliha t dari
karakteristik fisik, kimiawi, dan biologisnya. Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi
air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Kualitas air seringkali menjadi ukuran
standar terhadap kondisi kesehatan ekosistem air dan kesehatan manusia terhadap air
minum. Berbagai lembaga negara di dunia bersandar kepada data ilmiah dan keputusan
politik dalam menentukan standar kualitas air yang diizinkan untuk keperluan tertentu.
Kondisi air bervariasi seiring waktu tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Air terikat

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 77
LUHULEHI - TUTUWARU
erat dengan kondisi ekologi setempat sehingga kualitas air termasuk suatu subjek yang sangat
kompleks dalam ilmu lingkungan. Aktivitas industriseperti manufaktur, pertambangan,
konstruksi, dantransportasi merupakan penyebab utama pencemaran air, juga limpasan
permukaan dari pertanian dan perkotaan.

2.6.1.1. Pentingnya Analisis Air


Analisis diperlukan untuk mengetahui kualitas air baku yang akan digunakan sebagai
sumber air untuk air minum. Hal ini menjadi sangat penting karena kualitas air yang tidak
sesuai dengan persyaratan dapat menimbulkan gangguan kesehatan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Selain itu, dengan menganalisis kualitas air baku maka dapat
ditentukan rangkaian jenis pengolahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran air sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Hasil analisis yang digunakan adalah pada saat keadaan maksimum, karena biasanya
keadaan sungai sepanjang tahun berbeda-beda sehingga untuk memaksimalkan pengolahan
agar air hasil pengolahan tetap dapat memenuhi syarat berlaku maka perlu dilakukan
pengolahan dengan beban maksimum sehingga pada saat keadaan rata-rata dan minimum
tidak perlu peningkatan efisiensi lagi. Pada saat ini dikenal beberapa jenis standar kualitas
air minum, baik bersifat nasional maupun internasional. Standar kualitas air minum yang
bersifat nasional hanya berlaku bagi negara yang menetapkan standar tersebut. Sedangkan
yang bersifat internasional berlaku pada negara yang belum memiliki atau menetapkan
standar kualitas air secara tersendiri (Totok Sutrisno, 1987).
Dalam menganalisis kualitas air baku sungai dapat digunakan beberapa standar
sebagai pedoman parameter air minum. Tujuan dari penggunaan standar ini adalah untuk
mengetahui parameter yang harus diperbaiki ataupun dikurangi konsentrasinya. Standar yang
dapat digunakan antara lain:
1) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MENKES/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang
baku mutu air minum.
2) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/SK/2010 tentang baku mutu air minum.

2.6.1.2. Persyaratan Kualitas Air Baku


Air mempunyai persyaratan kualitas tertentu, tergantung pada peruntukan air yang
akan digunakan. Persyaratan kualitas air industri berbeda dengan persyaratan kualitas air
untuk keperluan pertanian. Demikian pula dengan keperluan minum, perikanan dan
sebagainya. Penyimpangan terhadap kualitas yang telah ditentukan akan menyebabkan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 78
LUHULEHI - TUTUWARU
gangguan pada berbagai keperluan tersebut di atas. Untuk air yang diperuntukkan bagi
keperluan minum, mempunyai persyaratan fisis, kimia, radioaktif dan mikroorganisme yang
mempunyai besaran (konsentrasi) tertentu. Beberapa persyaratan dari kualitas air minum
dipaparkan sebagai berikut:
• Persyaratan fisik meliputi warna, bau, rasa, kekeruhan, temperatur dan daya hantar listrik.
• Persyaratan kimia meliputi kesadahan, pH dan kadar logam (Fe, Mn, Cr, Cd, Zn), nitrat, flour,
sulfat, klorida, dsb.
• Persyaratan bakteriologis meliputi bebas total koliform, koli tinja.
• Persyaratan radioaktif meliputi sinar α, β, ɣ dan lain-lain.

1) Persyaratan Fisika
a) Tidak Berbau
Air yang berbau dapat disebabkan proses penguraian bahan organik yang terdapat
di dalam air.
b) Jernih
Air keruh adalah air mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat-
zat yang berbahaya bagi kesehatan. Disamping itu air yang keruh sulit didesinfeksi,
karena mikroba patogen dapat terlindung oleh partikel tersebut (Slamet, 2007).
c) Tidak Berasa
Air yang tidak tawar mengindikasikan adanya zat-zat tertentu di dalam air tersebut.
d) Suhu
Air yang baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok dengan udara
sekitar (udara ambien). Di Indonesia, suhu air minum idealnya ± 3 °C dari suhu udara
di atas atau di bawah suhu udara berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya
fenol yang terlarut) atau sedang terjadi proses biokimia yang mengeluarkan atau
menyerap energi air (Kusnaedi, 2002).
e) TDS: Total Dissolved Solid/TDS
adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10 -6 -10 -3 mm) yang berupa senyawa-
senyawa kimia dan bahan-bahan lain (Effendi, 2002). Bila TDS bertambah maka
kesadahan akan naik. Kesadahan mengakibatkan terjadinya endapan/kerak pada
sistem perpipaan.

2) Persyaratan Kimia
Parameter kimiawi dikelompokkan menjadi kimia organik dan kimia anorganik.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 79
LUHULEHI - TUTUWARU
a) Zat kimia anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun
serta derajat keasaman (pH).
b) Zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, volatile organis chemicals
(zat kimia organik mudah menguap) zat-zat berbahaya dan beracun maupun zat
pengikat Oksigen.
Sumber logam pada air dapat berasal dari Kegiatan Industri, pertambangan ataupun
proses pelapukan secara alamiah, atau karena korosi dari pipa penyalur air. Bahan kimia
organik dalam air minum dapat dibedakan menjadi 3 kategori,
a) Kategori 1 adalah bahan kimia yang mungkin bersifat carcinogen bagi manusia.
b) Kategori 2 adalah bahan kimia yang tidak bersifat carcinogen bagi manusia.
c) Kategori 3 adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit kronis tanpa ada
fakta carcinogen.

3) Persyaratan Mikrobiologi
Indikator organisme yang dipakai sebagai parameter mikrobiologi digunakan bakteri
koliform (indicator organism). Secara loboratoris total coliform digunakan sebagai indikator
adanya pencemaran air bersih oleh tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya. Sedangkan
fecal coliform (koliform tinja) digunakan sebagai indikator adanya pencemaran air bersih
oleh tinja manusia atau hewan. Parameter mikrobiologi tersebut dipakai sebagai
parameter untuk mencegah mikroba patogen dalam air minum. Berdasarkan jumlah
bakteri koliform yang terkandung dalam 100 cc sampel air (Most Probability
Number/MPN), kondisi air dibagi kedalam beberapa golongan sebagai berikut:
a) Air tanpa pengotoran; mata air (artesis) bebas dari kontaminasi bakteri koliform dan
patogen atau zat kimia beracun.
b) Air yang sudah mengalami proses desinfeksi; MPN <50/100 cc
c) Air dengan penjernihan lengkap; MPN < 5000/100 cc
d) Air dengan penjernihan tidak lengkap; MPN > 5000/100 cc
e) Air dengan penjernihan khusus; MPN > 250.000/100 cc
f) MPN mewakili Most Probable Number, yaitu jumlah terkaan terdekat dari bakteri
koliform dalam 100 cc air.

4) Persyaratan Radioaktivitas
Zat radioaktivitas dapat menimbulkan efek kerusakan sel. Kerusakan tersebut dapat berupa
kematian dan perubahan komposisi genetik. Sel yang mati dapat tergantikan asalkan

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 80
LUHULEHI - TUTUWARU
belum seluruh sel mati, sedangkan perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit
seperti kanker atau mutasi sel.

5) Nilai Ambang Batas (NAB)


Nilai ambang batas (NAB) adalah nilai atau batas tertinggi dimana manusia mampu
menahannya tanpa menimbulkan gangguan kesehatan selama 40 jam atau 5 hari dalam
seminggu. Mungkin seperti itulah gambaran harfiah dari Nilai ambang batas.
Untuk zat-zat yang memiliki standar NAB, Udara, air, tanah, dan yang sebenarnya Nilai
ambang batas ini lebih terkhusus pada zat-zat kimia berbahaya, karena pertimbangan
risiko, tingkat frekuensi dan tingkat kefatalan yang ditimbulkan oleh zat kimia tersebut
maka perlu diupayakan adanya pengendalian. Berikut ini ialah beberapa kriteria parameter
kualitas air beserta penjelasannya:
a) DO atau dissolve oxygen ialah kadar oksigen yang terlarut dalam air. semakin tinggi
DO maka air tersebut akan semakin baik. pada suhu 20C. tingkat DO maksimal
ialah 9ppm. ppm ialah satuan untuk menunjukkan kadar atau satuan. ppm ialah
singkatan dari part per million atau sama dengan mg/L.
b) BOD atau biological oxygen demand ialah tingkat permintaan oksigen oleh makhluk
hidup dalam air tersebut. jadi semakin tinggi nilainya maka semaki n banyak
mikrobanya dan membuat nilai DO turun. Semakin tinggi nilai BOD maka akan
semakin rendah kualitas air.
c) COD atau chemical oxygen demand mirip seperti BOD. bedanya disini ialah tingkat
kebutuhan senyawa kimia terhadap oksigen. bisa jadi dipakai untuk mengurai dan
sebagainya. nilai COD juga berbanding terbalik dengan DO.
d) TDS atau total dissolve solid ialah jumlah zat padat yang terlarut di dalam air. semakin
rendah TDS maka akan semakin bagus kualitas air. banyak tds meter yang mudah
untuk didapatkan dan bisa digunakan hanya dengan mencelupkan ujung alat tersebut
kedalam air.

Untuk penentuan Nilai Ambang Batas (NAB) Baku Mutu Air dapat dilihat detail pada
Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 81
LUHULEHI - TUTUWARU
PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK
LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 82
LUHULEHI - TUTUWARU
PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK
LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 83
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.18. Nilai Ambang Batas (NAB) Baku Mutu Air

2.6.1.3. Ciri-Ciri Air Tercemar Polusi


Polutan sendiri dapat berupa debu, bahan kimia, suara, panas, radiasi, makhluk
hidup, dsb. Dan bila polutan berlebihan, ekosistem tidak dapat seimbang dan tidak dapat
melakukan regenerasi (pembersihan sendiri).Polusi air merupakan peristiwa masuknya zat,
energi, unsur/komponen lainnya di dalam air sehingga kualitas air terganggu yang mana
dapat ditandai dengan adanya perubahan bau, rasa, dan warna pada air sehingga air tidak
murni lagi.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 84
LUHULEHI - TUTUWARU
Dikutip dalam Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
No.02/MENLH/I/1998, yang dimaksud dengan polusi/pencemaran air adalah
masuk/dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air/udara
oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, kurang atau tidak dapat berfungsi lagi dengan
peruntukannya. Itulah kenapa air sebagai sumber utama bagi manusia serta makhluk hidup
lainnya di muka bumi ini karena merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi.
Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan.Akan tetapi, fenomena
alam seperti gunung merapi, badai, gempa bumi, tsunami, dll dapat mengakibatkan perubahan
besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran air. Karena polusi
adalah sebagian dari akibat aktivitas makhluk hidup yang mana dapat merubah kualitas
terhadap air di muka bumi. Ciri-ciri air yang mengalami polusi/tercemar sangat bervariasi
karena tergantung dengan jenis air dan polutan yang terkandung didalamnya. Namun cirri
yang paling mudah diketahui adalah: Berbau, Berwarna, Beracun, Berasa.

2.6.1.4. Sifat-Sifat Pencemaran Air


Untuk mengetahui terpolusinya air dapat diamati dengan terjadinya perubahan-
perubahan antara lain:
1) Nilai pH, keasaman dan alkalinitas pH normal air adalah 6-8 pH. Bila terlalu rendah, maka
dapat menyebabkan korosif.
2) Suhu, Apabila suhu terlalu rendah, maka air akan terasa sejuk bahkan dingin hingga
sedingin es. Begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, air biasa selalu memiliki suhu pas di ukuran
0o celcius.
3) Warna, Warna Air yang terpolusi biasanya berbeda dengan warna normalnya (jernih dan
bening).
4) Bau, Biasanya tergantung pada sumber air, dapat disebabkan oleh bahan kimia, tumbuhan
dan hewan air baik yang hidup maupun mati (seperti bau amis dan busuk).
5) Rasa, Air normal tidak mempunyai rasa, kecuali rasa asin pada air laut.

2.6.1.5. Macam-Macam Sumber Air yang Berpolutan


Macam-macam sumber air yang berpolusi, antara lain:
1) Limbah Industri
2) Pertanian
3) Rumah Tangga

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 85
LUHULEHI - TUTUWARU
Ada beberapa tipe polutan yang mana dapat merusak perairan, yaitu:
a) Mengandung bibit penyakit
b) Butuh banyak O2 (Oksigen) untuk penguraiannya (sehingga kekurangan O2 saat proses
penguraian)
c) Bahan-bahan kimia organik dari industri
d) Limbah pupuk pertanian
e) Bahan-bahan yang tidak sedimen (endapan)
f) Bahan-bahan yang mengandung radioaktif dan panas

Padahal air adalah unsur alam yang penting bagi manusia dengan sifat mengalir dan
meresapnya. Akan tetapi, karena jalur-jalur aliran dan resapan air terhambat karena polutan,
timbullah banjir.
Musibah banjir dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan akibat polusi air, antara lain: Banjir
bandang (banjir besar), yaitu: terjadi dari akibat meluap dari jalur-jalur aliran (sungai) dengan
volume ir yang sangat besar. Banjir genangan, yaitu: banjir lokal/setempat karena akibat dari
tergenangnya/terkonsentrasinya air hujan pada daerah tersebut yang mana saluran air
(drainase) dan lahan resapannya sangat terbatas sehingga air bisa masuk/menggenangi
lingkungan serta dalam rumah kita.
Penggunaan pada insektisida seperti DDT (Dhicloro Diphenil Trichonethan) oleh para
petani untuk memberantas hama tanaman serta serangga penyebar penyakit secara
berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran terhadap air yang diserap oleh tanaman.
Sehingga terjadi pembusukan yang berlebihan diperairan dapat pula menyebabkan
pencemaran. Pembuangan sampah dapat mengakibatkan kadar O2 terlarut dalam air
semakin berkurang karena sebagian besar dipergunakan oleh bakteri pembusuk. Serta
pembuangan sampah organik yang dibuang ke sungai terus-menerus, selain mencemari air,
pada musim hujan akan timbul bencana banjir.
1) Penyebab Dari Timbulnya Pencemaran Air
Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Sampah organik seperti air comberan menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya
oksigen yang dapat Analisis Kualitas Lingkungan Air 19 berdampak parah terhadap seluruh
ekosistem. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti
logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki
efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 86
LUHULEHI - TUTUWARU
mengurangi oksigen dalam air. Seperti limbah pabrik yang mengalir ke sungai seperti
di sungai citarum.

2) Bahaya Yang Ditimbulkan


Bibit penyakit dari hasil polusi air mengandung zat-zat yang bersifat beracun dan bahan
radioaktif yang mana dapat merugikan manusia. Kenapa? Karena polutan memerlukan
banyak sekali kandungan O2, akan tetapi apabila kekurangan, maka akan terjadi
perubahan warna dan pembusukan. Karena proses penguraian terhadap polutan tidak
akan sempurna sehingga timbullah polusi pada air. Permasalahan terbesar dalam polusi
air adalah pembuangan sampah disembarang tempat. Misalnya: pembuangan sampah
pada muara sungai, laut, atau got-got kecil rumahan. Ini bisa menimbulkan penyakit. Contoh
kejadian seperti di Jepang. Zat merkuri yang dibuang oleh sebuah industri plastik ke
teluk Minamata terakumulasi dijaringan tubuh ikan dan masyarakat yang mengkonsumsi
menderita cacat atau hingga meninggal.

3) Akibat Air Tercemar


Akibat yang ditimbulkan oleh polusi air, antara lain:
a) Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen
(O¬2)
b) Terjadinya ledakan ganggang dan tumbuhan air.
c) Pendangkalan dasar perairan
d) Dalam jangka panjang adalah kanker dan kelahiran cacat
e) Akibat penggunaan pestisida yang berlebihan sesuai selain membunuh hama dan
penyakit, juga membunuh serangga dan makhluk berguna terutama predator.
f) Kematian biota kuno, seperti: plankton dan lainnya bahkan burung Mutasi sel, kan ker,
dan leukemia.

Akibat dari timbulnya air yang tercemar menurut situs Wikipedia, antara lain:
a) Dapat menyebabkan banjir
b) Erosi
c) Kekurangan sumber air
d) Dapat membuat sumber penyakit
e) Tanah longsor
f) Dapat merusak ekosistem sungai

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 87
LUHULEHI - TUTUWARU
2.6.1.6. Usaha-Usaha Guna Mengatasi dan Mencegah
Pada musim hujan, biasanya pasti akan terjadi yang mananya banjir. Mungkin
langkah-langkah dibawah ini dapat mencegah adanya banjir genangan, antara lain:
1) Dalam perencanaan jalan- jalan lingkungan baik program pemerintah maupun swadaya
masyarakat sebaiknya memilih material bahan yang menyerap air misalnya penggunaan
bahan dari pavling blok (blok-blok adukan beton yang disusun dengan rongga-rongga
resapan air disela-selanya). Hal yang tidak kalah pentingnya adalah penataan saluran
lingkungan, pembuatannyapun harus bersamaan dengan pembuatan jalan tersebut.
2) Apabila di halaman pekarangan-pekarangan rumah kita masih terdapat ruang- ruang
terbuka, buatlah sumur-sumur resapan air hujan sebanyak-banyaknya. Fungsi sumur
resapan air ini untuk mempercepat air meresap ke dalam tanah.
3) Dengan membuat sumur resapan air tersebut, sebenarnya kita dapat memperoleh manfaat
seperti berikut:
a) Persediaan air bersih dalam tanah di sekitar rumah kita cukup baik dan banyak.
Tanah bekas galian sumur dapat dipergunakan untuk menimbun lahan -lahan yang
rendah atau meninggikan lantai rumah.
b) Apabila air hujan tidak tertampung oleh selokan- selokan rumah, dapat dialirkan ke
sumur-sumur resapan. Jangan membuang sampah atau mengeluarkan air limbah
rumah tangga (air bekas mandi, cucian dan sebagainya) ke dalam sumur resapan
karena bias mencemari kandungan air tanah.
c) Apabila air banjir masuk ke rumah menapai ketinggian 20-50 cm, satu- satunya
jalan adalah meninggikan lantai rumah kita di atas ambang permukaan air banjir.
d) Cara lain adalah membuat tanggul di depan pintu masuk rumah kita. Cara ini sudah
umum dilakukan orang, hanya saja teknisnya sering kurang terencana secara
mendetail.

Banyak sekali jenis penanganan pada air buangan, antara lain:


1) Proses penanganan primer (membuang bahan-bahan padatan yang mengendap atau
mengapung) Penyaringan Pengendapan (menghilangkan komponen-komponen fosfor dan
padatan tersuspensi) dan pemisahan Pemindahan endapan.
2) Proses penanganan sekunder (proses dekomposisi bahan-bahan padatan secara
biologi). Penyaringan trikel Lumpur aktif.
3) Analisis Kualitas Lingkungan Air 23

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 88
LUHULEHI - TUTUWARU
4) Proses penanganan tersier Adsorpsi (bahan-bahan organik terlarut).
5) Elektrodoalisis (menurunkan konsentrasi garam-garam terlarut sampai pada konsentrasi
air semula, sebelum digunakan).
6) Osmosis berlawanan Khloranisasi (menghilangkan organisme penyebab penyakit).

2.6.2. Kualitas Udara


Udara adalah campuran dari berbagai gas secara mekanis dan bukan merupakan
senyawa kimia. Udara merupakan komponen yang membentuk atmosfer bumi, yang
membentuk zona kehidupan pada permukaan bumi. Komposisi Udara terdiri dari berbagai gas
dalam kadar yang tetap pada permukaan bumi, kecuali gas methane, a mmonia, hydrogen
sulfide, karbon monoksida dan nitroksida mempunyai kadar yang berbeda -beda tergantung
daerah/lokasi. Umumnya konsentrasi methane, ammonia, hydrogen sulfide, Karbon monoksida
dan nitroksida sangat tinggi di areal rawa-rawa atau industry kimia. Hal tersebut bias terjadi
karena ada polusi udara.
Tabel 2.14. Komposisi Udara di Atmosfer
UNSUR SIMBOL KONSENTRASI (% VOLUME)
Nitrogen N 78
Oksigen O2 21
Argon A 0,94
Karbondioksida CO2 20,03
Helium He 0,01
Neon Ne 0,01
Xenon Xe 0,01
Krypton Kr 0,01
Methana CH 4 Sangat Sedikit
Amoniak NH 3 Sangat Sedikit
Hydrogen sulfide H 2S Sangat Sedikit
Karbon monoksida CO Sangat Sedikit
Nitrous oksida N2O Sangat Sedikit

Selain gas-gas tersebut diatas, di dalam udara/atmosfer terdapat uap air sebanyak sekitar
0.001% sampai 4% dari volume udara.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 89
LUHULEHI - TUTUWARU
2.6.2.1. Polusi Udara
Secara umum bahan polutan dari udara dapat menimbulkan efek local dan efek sistemik
pada tubuh kita. Yang dimaksud dengan efek local adalah kelainan yang dijumpai hanya pada
satu organ saja. Efek local ini dapat terjadi pada organ yang memang langsung berhubungan
dengan bahan polutan-seperti paru dan kulit atau juga pada alat tubuh lain akibat
terbawanya bahan polutan melalui darah misalnya ke hepar. Sementara itu efek sistemik
tentunya mengenai satu sistem tubuh tertentu, misalnya sistem saraf atau peredaran darah. Salah
satu contoh efek sistemik adalah polusi CO yang mengganggu transfor oksigen karena CO
berikatan dengan Hemoglobin.

2.6.2.2. Sumber Pencemar Udara


Bumi diciptakan oleh Tuhan tanpa cemaran apa-apa. Namun, dalam sejarah
perkembangan bumi ini sejalan dengan perkembangan manusia, tanaman, hewan, kemajuan
teknologi, letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan lain-lain, timbullah polusi udara.
Dengan mengetahui latar belakang timbulnya polusi udara maka ketahuilah sumber pencemar
udara dibagi menjadi 2 bagian:
1) Dari Alam
Letusan gunung berapi menyemburkan debu dan gas sulfur; kebakaran hutan menghasilkan
CO2, CO dan sulfur; penguapan samudera berupa partikel garam, tepung sari, jamur,
spora yang dibawa oleh hembusan angin.
2) Perbuatan Manusia
Proses industri kimia, pabrik logam, pabrik semen menghasilkan gas partikulat;
pembakaran bahan bakar dalam memproduksi energy panas; hasil kotoran rumah tangga
berupa asap; gas yang dihasilkan kendaraan bermotor, pesawat terbang, roket; senyawa
hidrokarbon dari proses destilasi petroleum, alat pendingin, alat penyemprot dan lain -lain.

2.6.2.3. Bentuk-Bentuk Zat Pencemar di Udara


Zat-zat pencemar udara terdapat dalam bentuk gas atau partikel (biasanya sebagai
bahan-bahan partikulat). Kedua bentuk zat pencemar itu berada di atmosfer secara simultan,
tetapi seluruh zat pencemar udara 90% berbentuk gas. Bentuk-bentuk zat pencemar yang
sering terdapat dalam atmosfer:
• Gas: Keadaan gas dari cairan atau bahan padatan.
• Embun: Tetesan cairan yang sangat lembut yang tersuspensi di udara.
• Uap: Keadaan gas dari zat padat atau volatin atau cairan dengan ukuran diameter

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 90
LUHULEHI - TUTUWARU
kurang dari 1,0µm.
• Awan: Uap yang dibentuk pada tempat yang tinggi • Kabut: tetesan cairan yang melayang
di udara dengan diameter kurang dari 2µm.
• Debu: Padatan yang tersuspensi dalam udara yang dihasilkan dari pemecahan bahan
dengan diameter antara 0,25µm-1µm.
• “Haze”: Partikel-partikel debu atau garam yang tersuspensi dalam tetes air.
• Asap: Padatan dalam gas yang berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dengan
ukuran diameter kurang dari 2µm.
• Aerosol: Partikel padat atau cair yang melayang di udara bersama beberapa gas dengan
ukuran diameter kurang dari 1,0µm Partikulat bisa berupa padatan atau tetes cairan yang
sangat halus yang disebut “mist”. Partikulat mempunyai bermacam -macam ukuran,
bentuk, densitas, dan susunan kimianya. Sumbangan nya terhadap zat pencemar udara
hanya 10%. Kalau debu, asap, uap, kabut, aerosol, dianalisis secara kimia akan diperoleh
bahan pencemar berupa sulfur dioksida, nitrogen dioksida karbon dioksida, hydrogen
sulfide, hydrogen flourida, silicon tetra flourida, karbon monoksida, aldehid timah
hitam(lead), asbestos.

2.6.2.4. Dampak Polusi Udara pada Kesehatan


Menurut data yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa polusi udara telah
banyak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan lebih jauh lagi telah banyak
menimbulkan kematian. Apa sebenarnya akibat dari polusi udara terhadap kesehatan
manusia.
1) Karbon monoksida
Dapat menyebabkan pekerjaan darah (butir darah merah) atau hemoglobin terganggu.
Fungsi hemoglobin yang ada pada butir darah merah untuk mengikat oksigen dan
mengedarkannya ke seluruh tubuh menjadi terganggu karena terikatnya CO pada
hemoglobin. Akibatnya Tubuh akan Mengalami kekurangan oksigen yang sangat vital
sehingga jantung dan paru-paru akan bekerja lebih keras lagi untuk memberikan oksigen.
Pengaruh ini cukup terasa akibatnya bagi penyakit jantung dan paru-paru.

2) Belerang dioksida
Banyak menimbulkan penyakit pada saluran pernapasan, misalnya asma, bronchitis, yang
sering diikuti dengan timbulnya emphysema, di mana alveoli cenderung menjadi bersatu
sehingga memperkecil permukaannya. Kemudian diikuti dengan menyempitkan cabang-

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 91
LUHULEHI - TUTUWARU
cabang bronkhioli yang akan mengurangi laju pertukaran gas CO2 dan O2.

3) Sulfur dioxide
Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar minyak, gas, batu bara
yang mengandung sulfur tinggi. Sedangkan sumber-sumber SO2 alamiah adalah gunung-
gunung berapi, pembusukan bahan organic oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara
biologis.SO2 dikenal sebagai gas yang tidak berwarna bersifat iritan kuat bagi kulit dan
selaput lendir. Zat ini mudah diserap oleh selaput lendir saluran pernapasan bagian atas.
Dalam kadar rendah, SO2dapat menimbulkan spasme temporer otot-otot polos pada
bronkhioli. Zat ini juga dapat menyebabkan kanker.

4) Ozon
Efek kesehatan yang dapat timbul karena ozon terutama disebabkan karena ozon
bereaksi dengan segala zat organic yang dilaluinya. Ozon dapat memasuki saluran
pernapasan lebih dari SO2. Ozon akan mematikan sel-sel makrofag, mengstimulir
penebalan dinding arteri paru-paru dan apabila pemaparan terhadap ozon sudah berjalan
cukup lama, maka dapat terjadi kerusakan paru-paru yang disebut emphysema dan
sebagai akibatnya jantung akan melemah. Selain itu, ozon juga dianggap dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan, sehingga pengaturan ventilasi paru-paru dapat
terganggu.

Untuk penentuan Nilai Ambang Batas (NAB) Baku Mutu Udara Ambien dapat dilihat detail
pada Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 92
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.19. Nilai Ambang Batas (NAB) Baku Mutu Udara Ambien

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 93
LUHULEHI - TUTUWARU
2.6.3. Kualitas Tanah
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terikat antara satu
dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) dan rongga-rongga diantara bagian-
bagian tersebut berisi udara dan air. (Verhoef, 1994). Menurut Craig (1991), tanah adalah
akumulasi mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk
karena pelapukan dari batuan. Tanah didefinisikan oleh Das (1995) sebagai material yang terdiri
dari agregat mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan
zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut.

2.6.3.1. Kualitas Tanah


Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah
untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi,
memelihara kualitas lingkungan, serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson
et al. (1997) mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan
dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan h idup
manusia. Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator-indikator
kualitas tanah.
Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks
kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator
kualitas tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan
kapasitas fungsi tanah. Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika,
kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001). Menurut Doran
& Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus:
1) menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem,
2) memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah,
3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan,
4) peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan
5) apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar
tanah.

Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator kualitas tanah harus
mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya yaitu:
1) Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 94
LUHULEHI - TUTUWARU
2) Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya
3) Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan anorganik dan
organik, meliputi limbah industri dan rumah tangga serta curahan dari atmosfer.
4) Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.
5) Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis terkait
dengan permukiman manusia.

Tabel 2.15. Klasifikasi Sifat Tanah

2.6.3.2. Pencemaran Tanah


Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk
dan merubah lingkungan tanah alami (Veegha, 2008). Darmono (2001) menyatakan bahwa
ada dua sumber utama kontaminasi tanah yaitu kebocoran bahan kimia organik dan
penyimpanan bahan kimia dalam bunker yang disimpan dalam tanah, dan penampungan
limbah industri yang ditampung dalam suatu kolam besar yang terletak di atas atau di dekat
sumber air tanah.
Pencemaran tanah biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia
industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah
tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat
kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang
langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Ketika suatu zat
berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air
hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian
terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak
langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 95
LUHULEHI - TUTUWARU
atasnya (Veegha, 2008).
Limbah industri yang bisa menyebabkan pencemaran tanah berasal dari: pabrik,
manufaktur, industri kecil, industri perumahan, bisa berupa limbah padat dan cair.
1) Limbah industri yang padat atau limbah padat yang adalah hasil buangan industri berupa
padatan, lumpur, bubur yang berasal dari proses pengolahan. Misalnya sisa pengolahan
pabrik gula, pulp, kertas, rayon, plywood, pengawetan buah, ikan daging dll.
2) Limbah cair yang adalah hasil pengolahan dalam suatu proses produksi, misalnya sisa -
sisa pengolahan industri pelapisan logam dan industri kimia lainnya. Tembaga, timbal,
perak, khrom, arsen dan boron adalah zat hasil dari proses industri pelapisan logam.
(Sadrach, 2008)

2.6.3.3. Jenis-Jenis Pencemaran yang Terjadi di Tanah


Jenis-jenis pencemaran yang dapat terjadi di tanah dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Limbah Domestik
Tidak lain dan tidak bukan, limbah domestic ini adalah jenis pencemaran yang sering kita
lakukan. Jenis pencemaran ini adalah hasil dari berbagai kegiatan manusia seperti
perdagangan, kelembagaan, sector wisata. Dalam kegiatan perdagangan seperti pasar,
hotel dan restoran, pasti meninggalkan limbah. Begitupun kegiatan wisata, terutama para
wisatawan yang tidak bertanggung jawab yang sering membuang sampah sembarangan.
Limbah domestic dibagi menjadi dua yaitu limbah domestic padat dan limbah domestic
cair. Untuk limbah domestic padat bisa berupa sampah an-organik atau sampah yang tidak
dapat diurai oleh mikroorganisme, seperti plastik. Sedangkan untuk sampah cair seperti
detergen, olo, cat dan lain sebagainya. Kedua-duanya mempunyai dampak kerusakan
yang begitu besar karena tidak dapat diurai oleh mikroorganisme.

2) Limbah Industri
Kegiatan industri semakin hari semakin mengkhawatirkan. pasalnya, regulasi dari
pemerintah mengenai standar pembuangan limbah, industri sering tidak mendapat respon
positif. Belum lagi keberadaan oknum pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaannya
untuk kepentingan pribadi, semua itu semakin memperparah polusi tanah dari hasil limbah
industri. Limbah industri sendiri terdiri dari limbah industri padat dan limbah i ndustri cair.
Untuk limbah industri padat yang biasanya berbentuk lumpur atau bubur mungkin kita
jarang melihatnya. Namun untuk limbah industri cair, hampir setiap industri besar maupun
kecil yang kita temui akan mengeluarkan limbah ini. Sebut saja industri skala kecil

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 96
LUHULEHI - TUTUWARU
seperti pabrik tahu rumahan, proses produksinya akan menghasilkan limbah cair.

3) Limbah Pertanian
Keberadaan zat-zat kimia yang awalnya ditujukan untuk membantu proses pertanian
justru malah menjadi sumber polusi tanah. Sebut saja zat-zat kimia seperti pupuk urea, DDT
dan pestisida, sisa-sisa dari zat tersebut. Dapat menyebabkan polusi dan dampaknya
hasil tanaman yang ditanam kurang sehat.

2.6.4. Tingkat Kebisingan


Suara adalah sensasi yang sewaktu vibrasi longitudinal dari molekulmolekul udara, yang
berupa gelombang mencapai membrana timpani dari telinga (Perhimpunan Ahli Telinga, Hidung,
dan Tenggorokan Indonesia, 1985). Tambunan (2005), menyatakan bahwa dalam konteks
keselamatan dan kesehatan kerja, pembahasan suara (sound) agak berbeda dibandingkan
pembahasan-pembahasan suara dalam ilmu fisika murni maupun fisika terapan.
Dalam K3, pembahasan suara lebih terfokus pada potensi gelombang suara sebagai
salah satu bahaya lingkungan potensial bagi pekerja di tempat kerja beserta teknik-teknik
pengendaliannya. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan (Kepmen LH No 48. tahun 1996). Menurut Suma’mur (2009), bunyi atau
suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengaran dalam telinga oleh gelombang
longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut
merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut
tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar kemauan orang yang
bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan.
Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehehndaki. Bising menyebabkan
berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis,
gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa
gangguan pendengaran, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan
pendengaran seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya
performa kerja, kelelahan dan stres.

2.6.4.1. Jenis-Jenis Kebisingan


Menurut Buchari (2007), kebisingan dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
1) Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas, misalnya mesin -mesin,

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 97
LUHULEHI - TUTUWARU
dapur pijar, dan lain-lain.
2) Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit, misalnya gergaji serkuler,
katup gas, dan lain-lain.
3) Kebisingan terputus-putus (intermitten/interuted noise) adalah kebisingan dimana suara
mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan, misalnya lalu-lintas, suara kapal
terbang di lapangan udara.

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi atas:


1) Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras, misalnya
mendengkur.
2) Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang
jelas. Secra tidak langsung bunyi ini akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan
pekerja, karena teriakan isyarat atau tanda bahaya tenggelam dari bising dari sumber lain.
3) Bising yang merusak (damaging/injurious noise), adalah bunyi yang melampaui NAB. Bunyi
jenis ini akan merusak/menurunkan fungsi pendengaran.

2.6.4.2. Pengukuran Kebisingan


Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan menggunakan
alat Sound Level Meter. Sebelumnya, intensitas bunyi adalah jumlah energi bunyi yang
menembus tegak lurus bidang per detik. Metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja,
yaitu:
1) Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada satu
atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai
kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya kompresor/generator.
Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter.
Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 98
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.20. Sound Level Meter

2) Pengukuran dengan peta kontur


Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan,
karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan
area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang
sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk
menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas di
bawah 85 dBA, warna oranye untuk tingkat kebisingan yang tinggi di atas 90 dBA, warna
kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85–90 dBA.

2.6.4.3. Nilai Ambang Batas Kebisingan


NAB menurut Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI 16-7063-2004
adalah 85dB untuk pekerja yang sedang bekerja selama 8 jam perhari atau 40 jam perminggu.
Nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan
rata-rata yang masih diterima tenaga kerja tanpa menghilangkan daya dengar yang tetap untuk
waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam perminggu. Menurut Permenaker
No. per-51/MEN/1999, ACGIH dan SNI 16- 7063-2004, waktu maksimum bekerja dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:
T = Waktu (jam)

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 99
LUHULEHI - TUTUWARU
L = Pajanan kebisingan

Tabel 2.16. NAB Kebisingan berdasarkan Kepmenaker No. Kep-51/MEN/1999

Kebisingan di atas 80 dB dapat menyebabkan kegelisahan, tidak enak badan, kejenuhan


mendengar, sakit lambung, dan masalah peredaran darah. Kebisingan yang berlebihan dan
berkepanjangan terlihat dalam masalah-masalah kelainan seperti penyakit jantung, tekanan
darah tinggi, dan luka perut. Pengaruh kebisingan yang merusak pada efisiensi kerja dan produksi
telah dibuktikan secara statistik dalam beberapa bidang industri (Prasetio, 2006).

2.6.4.4. Pengendalian Kebisingan


Secara konseptual teknik pengendalian kebisingan yang sesuai dengan hirarki
pengendalian risiko (Tarwaka, 2008) adalah :
1) Eliminasi
Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yan bersifat permanen dan harus dicoba
untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai dengan
memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang
kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan dan standart
baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).
2) Subtitusi
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahanbahan dan peralatan yang
berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih
aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih bias ditoleransi atau dapat
diterima.
3) Engineering Control
Pengendalian dan rekayasa tehnik termasuk merubah struktur objek kerja untuk menceganh
seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman pada mesin.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 100
LUHULEHI - TUTUWARU
4) Isolasi
Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari objek kerja.
Pengendalian kebisingan pada media propagasi dengan tujuan menghalangi paparan
kebisingan suatu sumber agar tidak mencapai penerima, contohnya : pemasangan barier,
enclosure sumber kebisingan dan tehnik pengendalian aktif (active noise control)
menggunakan prinsip dasar dimana gelombang kebisingan yang menjalar dalam media
penghantar dikonselasi dengan gelombang suara identik tetapi mempunyai perbedaan fase
1800 pada gelombang kebisingan tersebut dengan menggunakan peralatan control.
5) Pengendalian Administratif
Pengendalian administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat
mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode pengendalian ini
sangat tergantung dari perilaku pekerja dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk
dipatuhinya pengendalian secara administratif ini. Metode ini meliputi pengaturan waktu kerja
dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kelelahan dan kejenuhan.
6) Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk
jangka pendek dan bersifat sementara, ketika suatu sistem pengendalian yang permanen
belum dapat diimplementasikan. APD (Alat Pelindung Diri) merupakan pilihan terakhir dari
suatu sistem pengendalian risiko tempat kerja. Antara lain dapat dengan menggunakan alat
proteksi pendengaran berupa : ear plug dan ear muff. Ear plug dapat terbuat dari kapas,
spon, dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk satu kali pakai. Sedangkan yang
terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak (molded rubber/ plastic) dapat digunakan
berulang kali. Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB(A). Sedangkan untuk ear muff
terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah headband. Alat ini dapat mengurangi intensitas
suara hingga 30 dB(A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda
keras atau percikan bahan kimia.

2.6.5. Parameter Biologi dan Ekologi


Pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi perairan ini ditujukan untuk menentukan
“present status” kondisi perairan yang dapat dikaitkan dengan tingkat produktivitas budidaya
tambak Metode pengambilan contoh dan analisis laboratorium mengikuti metode standard
(APHA, 1989 dalam Dahuri, 1998). Identifikasi biologi (fitoplankton & benthos) dilakukan dengan
menggunakan buku identifikasi Davis, (1955) dan Yamaji, (1979). Parameter fisik, kimia dan
biologi yang diamati selengkapnya disajikan pada tabel berikut.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 101
LUHULEHI - TUTUWARU
Tabel 2.17. Parameter Fisik, Kimia dan Biologi Perairan

Analisis Parameter fisik dan kimia perairan bertujuan untuk menentukan sebaran spasial
karakteristik fisik kimia perairan antar stasiun pengamatan digunakan suatu pendekatan sidik
peubah ganda yang didasarkan pada Analisis Komponen Utama (Principle Componen Analisis,
PCA). Analisis ini adalah metode analisis deskriptif yang disajikan dalam bentuk grafik dan
matriks. Matriks data yang ditampilkan terdiri dari stasiun engamatan sebagai variabel individu
(baris) dan parameter kualitas air sebagai variabel kuantitatif (kolom).
Kebutuhan akan pembangunan semakin meningkat seiring dengan perkembangan
kebutuhan manusia dalam hal mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari hasil
pembangunan tersebut. Pembangunan dilakukan melalui berbagai pertimbangan, terutama
mengenai dampak yang dihasilkan dari kegiatan pembangun tersebut.
AMDAL merupakan suatu keharusan untuk mengidentifikasi dampak penting dari
kegiatan pembangunan yang akan dilakukan. Ekologi mencakup seluruh hubungan organisme
dengan lingkungannya merupakan dasar kajian AMDAL, yaitu sebagai dasar kajian untuk
mengkaji dampak penting dari suatu kegiatan pembangunan terhadap ekologi.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 102
LUHULEHI - TUTUWARU
1) Kelestarian Lingkungan
Kelestarian lingkungan mencakup kesehatan lingkungan tanpa pencemaran lingkungan atau
polusi, merupakan salah satu dasar kajian AMDAL. Kelestarian lingkungan merupakan
keinginan bersama dan tidak akan mau jika harus terganggu dengan adanya kegiatan
pembangunan. Amdal bertujuan untuk mengidentifikasi dampak penting dari suatu kegiatan
terhadap kelestarian lingkungan. Misalnya, mencari data mengenai separah bagaimana
dampak yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau usaha yang akan dijalankan. Tanpa AMDAL,
kegiatan pembangunan mungkin akan langsung dilaksanakan tanpa mempertimbangkan
berbagai dampaknya terhadap kelestarian lingkungan yang secara otomatis dapat merusak
atau mencemari kelestarian lingkungan.
Jadi AMDAL sangat berperan penting dalam perencanaan pembangunan demi menjaga
kelestarian lingkungan dengan mempertimbangkan dampak negatif atau penting tehadap
lingkungan dengan hasil kegiatan atau usaha tersebut.
2) Kelangsungan Makhluk Hidup
Kelangsungan makhluk hidup mencakup diantaranya pertumbuhan yang sehat terhadap
tumbuh-tumbuhan, pepohonan, dan hewan yang dapat berkembang biak dengan baik dalam
lingkungan tertentu. Demi menjaga agar tetap terjaganya kelangsungan makhluk hidup
dengan baik dari dampak suatu kegiatan pembangunan oleh manusia, AMDAL merupakan
suatu keharusan yang harus dilakukan untuk mengkaji dampak penting yang diakibatkan
suatu kegiatan pembangunan terhadap kelangsungan makhluk hidup.
Kelangsungan makhluk hidup ditunjuk sebagai salah satu dasar kalian Amdal karena
kelangsungan makhluk hidup harus tetap terjaga. Dampak yang telah dikaji dengan Amdal
dari kegiatan pembangunan tersebut setidaknya bisa dikurangi atau dicegah demi tetap
terjaganya kelangsungan makhluk hidup tanpa membatalkan kegiatan tersebut.
3) Keseimbangan Antara Lingkungan Biotik dan Abiotik
Demi untuk tetap terjaganya keseimbangan lingkungan biotik abiotik dimana setiap makhluk
hidup dapat saling berinteraksi dengan baik dengan lingkungannya. Amdal berperan sebagai
pengkaji dari dampak suatu kegiatan pembangunan, yang dengan diketahuinya secara pasti
dampak yang akan terjadi dari kegiatan tersebut, dampak tersebut bisa diatasi demi tetap
terjaganya keseimbangan antara lingkungan biotik dan abiotik, yaitu tdk memusnahkan salah
satu populasi yang dapat berakibat pada keseimbangan lingkungannya dan juga lingkungan
yang tidak tercemari oleh kegiatan tersebut.
4) Ekologi Atau Lingkungan Mempengaruhi Status Kesehatan
Lingkungan atau Ekologi merupakan komponen paradigma keperawatan yang mempunyai

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 103
LUHULEHI - TUTUWARU
implikasi sangat luas bagi kelangsungan hidup manusia, khususnya menyangkut status
kesehatan seseorang. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan internal dan
eksternal yang berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung pada individu,
kelompok/ masyarakat seperti lingkungan yang bersifat biologis, psikologis, social, cultural
dan spiritual, iklim, sistem perekonomian serta politik. Jika keseimbangan lingkungan ini tidak
dijaga dengan baik maka akan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit.
Lingkungan atau ekologi sangat berpengaruh besar dalam status kesehatan manusia,
lingkungan yang bersih sudah pasti ditempati oleh masyarakat yang sehat, sedangkan
lingkungan yang tidak bersih atau kotor atau kumuh sudah pasti ditempati oleh masyarakat
yang sering terserang penyakit.
Seperti yang kita ketahui bahwa kehidupan masyarakat di daerah kita sangatlah beragam,
banyak sekali masyarakat yang membudayakan hidup bersih dan pengaruh nya baik ba gi
mereka, di daerah tersebut sedikit sekali orang yang terserang penyakit, namun tidak sedikit
juga masyarakat yang hidupnya jauh dari kebersihan bahkan bisa dikatan kumuh, banyak
faktor dan berbagai hal yang menyebabkan itu terjadi, maka mereka yang hidu p jauh dari
kebersihan akan sangat banyak diserang penyakit. Disinilah peran petugas kesehatan untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang lingkungan nya tidak bersih yaitu
dengan cara memberikan penyuluhan-penyuluhan dan cara lainya. Agar setiap jengkal
wilayah dan semua manusia di negara ini bersih dan sehat.
Hubungan manusia dengan lingkungan, dengan tingkah lakunya, dengan penyakitnya dan
cara-cara dimana tingkah lakunya dan penyakitnya mempengaruhi evolusi dan
kebudayaannya selalu melalui proses umpan balik. Pendekatan ekologis merupakan dasar
bagi studi tentang masalah-masalah epidemiologi, cara-cara dimana tingkah laku individu dan
kelompok menentukan derajat kesehatan dan timbulnya penyakit yang berbeda -beda dalam
populasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada penyakit malaria ditemukan pada daerah
berikilim tropis dan subtropis sedangkan pada daerah beriklim dingin tidak ditemukan
penyakit ini, juga pada daerah diatas 1700 meter diatas permukaan laut malaria tidak bisa
berkembang.
Contoh lain, semakin maju suatu bangsa, penyakit yang dideritapun berbeda dengan bangsa
yang baru berkembang. Penyakit-penyakit infeksi seperti malaria, demam berdarah, TBC, dll
pada umumnya terdapat pada Negara-negara berkembang, sedangkan penyakit-penyakit
noninfeksi seperti stress, depresi, kanker, hipertensi umumnya terdapat pada negara -negara
maju. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang berbeda pada kedua kelompok
tersebut.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 104
LUHULEHI - TUTUWARU
2.6.6. Flora dan Fauna
Dalam pembicaraan tentang lingkungan, berkaitan dengan aspek biologi, sering dijumpai
berbagai istilahseperti keanekaragaman hayati, tumbuhan, tanaman, vegetasi, flora, fauna,
hewan dan satwa liar dan lain-lain. Keanekaragaman hayati adalah istilah ”payung” untuk derajat
keanekaragaman alam, yang mencakupbaik jumlah maupun frekuensi ekosistem dan spesies
maupun gen yang ada di dalam wilayah tertentu.
Keanekaragaman hayati terbagi dalam tiga tingkatan pengertian yang berbeda:
keanekaragaman genetik, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem.
Keanekaragaman jenis adalah variabilitas jenis-jenis makhluk hidup yang menempati suatu
wilayah tertentu. Penyebaran vertikal (allokronis) dan penyebaran horisontal (sinkronis) jenis flora
dan fauna didunia tidak merata. Secara vertikal, seperti yang telah dibuktikan dengan penemuan
fosil-fosil, Indonesia ternyata juga menyimpan berbagai makhluk hidup seperti terbukti betapa
kaya jenis-jenis fauna yang telah punah secara alami yang ditemukan fosilnya di Sangiran.
Secara horisontal kita menyaksikan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara di dunia
yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang terkayadi dunia dan juga memiliki keunikan
jenis tersendiri. Tingkat endemisitas flora dan fauna Indonesia relatif sangat tinggi. Hal itu
dikarenakan Indonesia terletak di wilayah tropis, letaknya diantara dua benua yaitu Asia dan
Australia, dan memiliki ribuan pulau besar dan kecil, serta memiliki garis pantai yang sangat
panjang.
Fauna darat adalah daftar jenis hewan yang hidup di daratan suatu tempat atau wilayah
tertentu tanpa memperhatikan berapa jumlah individu untuk masing-masing jenis. Hewan adalah
mahkluk hidup yang tercakup dalam Kingdom Animalia yang anggotanya antara lain kelompok
serangga, reptil, burung dan mamal.
Flora darat adalah daftar jenis tumbuhan yang hidup di daratan suatu tempat atau wilayah
tertentu tanpa memperhatikan berapa jumlah individu untuk masing-masing jenis. Tumbuhan
adalah mahkluk hidup yang tercakup dalam Kingdom Plantae yang anggotan ya antara lain
kelompok lumut, paku-pakuan dan tumbuhan berbiji.

2.6.6.1. Keanekaragaman Fauna di Indonesia


Dilihat dari segi faunanya, kawasan Malesia juga secara biogeogra fi sangat menarik.
Pulau-pulau diKepulauan Indonesia ini kaya akan keanekaragaman fauna karena mencakup dua
wilayah zoogeografi yang ada di muka bumi ini.
Zona Oriental di bagian barat mencakup Kepulauan Sunda Besar yang terdiri dari

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 105
LUHULEHI - TUTUWARU
P.Sumatra, P. Kalimantan, P. Jawa, P. Madura dan P. Bali. Di zona ini, bersama-sama daratan
Asia tropis, memiliki fauna khas Oriental seperti harimau, macan tutul, banteng, gajah, orang
utan, babi hutan, musang. Irian dan Kepulauan Aru, yang terletak pada paparan benua Australia ,
termasuk zona Australia. Zona ini antara lain memiliki fauna menyusui berkantung, kasuari, dara
mahkota, kakatua dan burung cenderawasih.
Di antara kedua wilayah zoogeografi tersebut, terdapat pertemuan dari fauna-fauna
Oriental dan Australia. Zona peralihan ini disebut zona Wallacea, yang terdiri dari P. Sulawesi,
Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara. Di Sulawesi dan Maluku sebelah barat dijumpai anoa,
babi rusa, maleo dan monyet hutan Sulawesi. DiNusa Tenggara sebelah timur terdapat komodo
dan berbagai jenis parkit. Secara keseluruhan, daratan di Kepulauan Indonesia memiliki paling
sedikit 40 ribu jenis fauna. Fauna menyusui saja lebih dari 500 jenis.

Tabel 2.18. Tingkat Endemik Fauna Menyusia dan Burung di Indonesia

2.6.6.2. Keanekaragaman Flora di Indonesia


Bersama-sama Filipina, Malaysia dan Papua Nugini, Indonesia termasuk dalam kawasan
fitogeografi (geografi tumbuhan) Malesia. Kawasan ini dirumuskan berdasarkan status
penyebaran marga tumbuhan. Banyak marga yang batas penyebarannya berhenti pada tempat-
tempat tertentu yang disebut simpul demarkasi. Malesia merupakan kawasan fitogeografi yang
khas, dimana 40% dari marga yang dimilikinya tidak terdapat di luar kawasan ini.
Batas-batas fitogeografi tersebut terbentuk karena proses geologi dan perubahan iklim
pada masa lampau. Tumbuhan berbunga mulai berevolusi pada waktu Gondwana mulai pecah.
Tumbuhan dapat mencapai kepulauan di kawasan ini, tanpa harus menyeberangi laut. Beberapa
kelompok memang asli dan berevolusi di tempatnya sekarang. Garis Wallace memisah kan
paparan Sunda dan Sahul melalui Selat Makasar dan Selat Lombok yang menandai secara tajam
dan dramatis pertemuan antara fauna Laurasia dan fauna Gondwana, tidaklah terlalu nyata
sebagai batas penyebaran tumbuhan. Meskipun demikian, beberapa kelompok tu mbuhan yang

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 106
LUHULEHI - TUTUWARU
berpusat di dataran Sunda, diantaranya adalah jenis-jenis rotan, jenis-jenis terap, Artocarpus,
tusam (misalnya Pinus) dan Dipterocarpaceae. Kekayaan flora di Malesia bukan semata-mata
dihasilkan oleh proses evolusi di kawasan ini, melainkan juga sebagian merupakan produk
pencampuran dua unsur flora yang mempunyai asal berbeda, yaitu unsur Gondwana dan
Laurasia.
Unsur Gondwana banyak terdapat di hutan kerangas dan hutan monsun. Di Kepulauan
Nusa Tenggara, unsur ini semakin ke barat jumlahnya semakin berkurang. Eucalyptus misalnya,
merupakan marga asli Australia. Hanya beberapa jenis Eucalyptus terdapat di Irian, Nusa
Tenggara, Sulawesi dan Filipina. Flora hutan hujan Gondwana di Malesia, sebagian besar terdiri
atas unsur-unsur Laurasia. Ada kemungkinan hutan pegunungan bawah mengandung Araucaria
dan Nothofagus di Irian, merupakanrelik vegetasi Gondwana.
Flora Malesia sangat kaya, ditaksir terdiri atas 25.000 jenis tumbuhan berbunga
(fanerogam), yang sebagian besar di antaranya terdapat di Indonesia. Jumlah ini sama dengan
10% flora dunia. Sekitar 40% margadi Malesia adalah endemik dan persentase untuk jenis lebih
besar lagi. Suku terbesar adalah Orchidaceae yang diperkirakan mempunyai 3.000-4.000 jenis.
Di antara tumbuhan berkayu, Dipterocarpaceae adalah salah satu suku besar de ngan
jumlah jenis 386, yang penyebarannya sebagian besar mengelompok di Malesia Barat. Marga -
marga lain di antaranya adalah Eugenia (Myrtaceae), yang memiliki sekitar 500 jenis dan
Rhododendron 287 jenis. Kekayaan flora yang besar di kawasan Malesia umumnya, dan
Indonesia khususnya, antara lain diakibatkan dari struktur vegetasinya yang kompleks. Pohon -
pohon tinggi sebagai kerangka, menciptakan lingkungan yang memungkinkan berbagai jenis
tumbuhan lain, dari lumut sampai pohon kecil, tumbuh di bawahnya.
Di kawasan Malesia, terdapat pula simpul-simpul demarkasi yang lebih kecil. Satu simpul
yang penting terletak di antara P. Sumatra dan P. Jawa, dengan jumlah 200 marga, sebagian
besar di antaranya terdapat di Sumatra. Simpul lain terdapat di antara Kalimantan dan Sulawesi,
dengan Selat Makassar sebagai pemisah.
Dari Kalimantan terdapat 297 marga, sedangkan dari Sulawesi nihil. Garis pemisah ini
menandai batas timur unsur-unsur Asia dalam flora Malesia. Di sebelah barat garis ini,
Kalimantan, Sumatra, Semenanjung Malaya dan Filipina membentuk daerah Malesia Barat. Di
Malesia Barat ini terdapat 150 marga yang endemik. Malesia Timur berpusat di Irian. Meskipun
dekat sekali dengan Australia, 30% dari floranya tersebar luas, 16% Asia dan 4% asli Malesia
(seperempat dari semua ini atau 124 marga adalah endemik lokal), dan 11% Australia serta
Pasifik.
Hanya 40 marga yang bersama-sama terdapat di Irian dan Australia, banyak di antaranya

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 107
LUHULEHI - TUTUWARU
adalah marga-marga yang terdapat di savana. Meskipun secara geologis sukar untuk
diterangkan, tampaknya di masa lampau terdapat hubungan antara Malesia Timur dan Malesia
Barat, dan bukan dengan Australia. Hubungan ini kemudian terputus, melihat banyaknya unsur-
unsur endemik dalam flora Irian.Dalam hal ini Irian merupakan persilangan fitogeografi, dengan
sifat-sifat yang luar biasa dalam setiap suku tumbuhan.
Dibandingkan dengan Irian, jumlah flora endemik di Sulawesi dan Maluku relatif sangat
kecil. P. Jawa dan Nusa Tenggara membentuk daerah Malesia Selatan dengan karakteristik
floranya yang relatif miskin. Di P. Jawa, terdapat 2.370 marga. Hampir tidak ada marga di Malesia
yang tidak terdapat di P. Jawa. Dari 2.370 marga di P. Jawa, 63 tersebar luas, 316 marga
tersebar luas di kawasan Malesia lain, 18 marga juga terdapat Australia dan 4 marga merupakan
flora endemik lokal di P. Jawa.
Ciri lain marga yang ada di P. Jawa adalah jenis-jenis yang teradaptasi pada lingkungan
daerah kering, yang tidak dijumpai di Kalimantan dan Sumatra. Keanekaragaman jenis di Jawa
Barat lebih besar daripada di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Di Nusa Tenggara tercatat 747
marga, dua marga di antaranya endemik. Ada kecenderungan unsur-unsur flora Asia berkurang
dari arah barat ke timur, sedangkan jumlah unsur-unsur Australia menurun dari timur ke barat.
Garis Wallace yang melalui Selat Lombok, tidak berfungsi sebagai garis pemisah antara
flora bagian barat dan timur. Di Nusa Tenggara hanya terdapat 59 jenis (12%) yang endemik.
Jumlah paling besar terdapat di P. Lombok yang mempunyai puncak tertinggi, dan di P.
Timoryang mempunyai permukaan terluas. Jadi setiap pulau di Indonesia memiliki
keanekaragaman jenis flora yang berbeda-beda.

2.6.6.3. Manfaat Keanekaragaman Hayati


Secara lebih sederhana manfaat keanekaragaman hayati dapat dinilai secara langsung
(nilai pemakaian konsumtif dan nilai pemakaian produktif) dan nilai tak-langsung (nilai pemakaian
non konsumtif, nilai pemilihan dan nilai keberadaan). Nilai pemanfaatan langsung adalah
pemakaian biomasa makhluk hidup yang digunakan oleh masyarakat langsung tanpa melewati
mekanisme pasar, sedangkan pemanfaatan langsung yang bersifat produktif adalah pemanfatan
biomasa makhluk hidup dan produknya melalui mekanisme perniagaan. Nilai tidak langsung
adalah pemanfaatan makhluk hidup lainnya misalnya perannya dalam pemeliharaan eko sistem,
penyediaan Oksigen, mencegah terjadinya longsor, untuk ekowisata dll.
Pemberian harga (valuasi) pada besarnya nilai keanekaragaman yang dimanfaatkan
secara langsung relatif lebih mudah daripada keanekaragaman yang dimanfaatkan secara tidak
langsung. Pemanfaatan langsung yang bersifat produktif misalnya adalah rotan dan kayu. Dalam

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 108
LUHULEHI - TUTUWARU
hal ekspor, di antara semua komoditi non kayu rotan memegang peranan penting dan nilai ekspor
rotan cenderung meningkat. Selain rotan banyak juga jenis-jenis non kayu yang bermanfaat dan
bernilai niaga, tetapi nilainya sering tidak diperhitungkan dan biasanya terkalahkan oleh kayu.
Berbagai macam senyawa kimia dapat diekstrakdari tumbuhan hutan. Dewasa ini banyak
di antaranya telah diproduksi secara komersial. Oleh karena itu, hutan mempunyai potensi
sebagai sumber utama bahan mentah untuk industri biokimia dan farmasi. Banyak senyawa kimia
yang telah dimanfaatkan atau mempunyai potensi sebagai insektisida, bahan pewarna, minyak
atsiri, narkotika, dan obat-obatan dihasilkan dari tumbuhan hutan. Berbagai jenis satwa juga
menjadi sumber pangan, diantaranya adalah rusasambar, kijang, babi hutan dan berbagai burung
seperti merpati hutan, puyuh dan ayam hutan. Telur burung maleo (Macrocephalonmaleo)
menjadi sumber protein utama bagi masyarakat sekitar hutan Sulawesi. Telur dari berbagai jenis
megapod lainnya juga dicari oleh penduduk di Indonesia bagian timur. Madu, sarang burung walet
Collocalia fuciphaga dan C. maxima merupakan komoditas yang cukup mahal harganya. Masih
banyak satwa lain di hutan yang dijadikan sumber pangan, obat-obatan dan komoditi dapat dijual.
Selain itu hutan juga mengandung berbagai sumber daya hayati lain yang dimanfaatkan
penduduk sebagai sumber makan. Oleh karena kesejahteraan hidup manusia sangat dipe ngaruhi
baik langsung maupun tidak langsungoleh eksistensi flora dan fauna, maka eksistensi flora dan
fauna harus selalu diperhitungkan dalam setiap kegiatan pembangunan.

2.6.6.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Fauna dan Flora


Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fauna dan flora darat meliputi factor-faktor
alamiah dan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Lacy & Kreeger (1992)
menyatakan bahwaf aktor-faktor alamiah yang mempengaruhi populasi fauna adalah sejarah
alam, variasi lingkungan, kualitas habitat, bencana alam, variasi demografi, penyakit dan tekanan
inbreeding. Faktor-faktor alamiah tersebut juga menyebabkan perubahan populasi flora seperti
kejadian bencana alam, variasi lingkungan, penyakit dan tekanan inbreeding. Kegia tan manusia
secara langsung dan tidak langsung juga akan menyebabkan faktor-faktor alamiah tersebut
berubah dan akhirnya juga mempengaruhi kehidupan fauna dan flora darat. Kegiatan manusia
dapat menyebabkan perubahan variasi lingkungan, mempengaruhi kualita s habitat,
menyebabkan timbulnya penyakit dan pengambilan individu faunadan flora langsung
menyebabkan penyusutan populasi dan akhirnya akan meningkatkan tekanan inbreeding.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 109
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.21. Analisis visibilitas populasi fauna oleh Lacy & Kreeger (1992)

2.6.6.5. Dampak Pada Fauna dan Flora


Secara umum dampak primer pada komponen biotik terutama disebabkan karena
aktifitas kegiatan fisik pada tahap konstruksi yang berkaitan dengan kegiatan pembersihan lahan,
penempatan suatu lahan,dan pembangunan sarana dan prasarana. Sedangkan dampak
sekunder (atau dampak orde lebih tinggi lagi) disebabkan oleh aktifitas fisik pada tahap konstruksi
dan operasional yang menyebabkan perubahan kualitas lingkungan tanah, air, dan udara. Kaitan
antara suatu rencana kegiatan pembangunan dan perubahan lingkungan biotik dapat diringkas
seperti gambar berikut.

Gambar 2.22. Dampak Kegiatan Pembangunan Fisik pada Komponen Biotik

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 110
LUHULEHI - TUTUWARU
Berdasarkan alur pikir tersebut maka dampak kegiatan pembangunan yang direncanakan pada
komponen biotik dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Dampak Orde Pertama (Dampak Primer)
Seperti yang terlihat pada Bagan Alir diatas gangguan langsung pada komunitas biota dapat
disebabkan karena kegiatan fisik pada tahap konstruksi misalnya untuk pembangunan
fasilitas eksplorasi migas, pembangunan sarana dan prasarana, dan pembangunan transmisi
PLN terutama bila rencana kegiatannyaberlokasi di suatu lahan yang penutupan lahanya oleh
vegetasi masih baik. Kegiatan pada masa konstruksi seperti penyiapan lahan berupa
pembersihan lahan pematangan lahan di suatu lahan secara langsung menyebabkan
hilangnya komunitas flora dan fauna yang hidup pada lahan tersebut.
Parameter dampak yang perlu dikaji dapat berupa:
a. Besarnya populasi berbagai jenis flora dan fauna serta biota lainnyaa.
b. Luas area dan arti penting komunitas yang akan hilang untuk kehidupan jenis-jenis hewan
yang perlu dikonservasi

Data yang diperoleh tersebut kemudian dinilai terhadap, misalnya:


a. Kebijakan perlindungan spesies flora/fauna dan ekosistem.
b. Arti penting dan tingkat kelangkaan jenis biota atau habitatnya pada tingkatan lokal,
regional, nasional, dan internasional.

2) Dampak Orde Tinggi (Dampak Sekunder dst)


Dampak orde tinggi (misalnya dampak sekunder, tersier dst.) adalah dampak tidak langsung
dari suatukegiatan.Kegiatan konstruksi yang menyebabkan perubahan kualitas udara,
perubahan kualitas air, erosidan sedimentasi. Perubahan kualitas lingkungan fisik tersebut
akhirnya berdampak negatif pada biota. Misalnya erosi dan sedimentasi akan menyebabkan
terganggunya proses fotosintesa tumbuhan air dan fito-plankton sehingga akan mengurangi
produktivitas primer dan selanjutnya mempengaruhi persediaan pangan untuk biota air
konsumen dan pada akhirnya mengurangi produktivitas ekosistem perairan secara
keseluruhan. Dampak selanjutnya berupa berkurangnya hasil tangkapan ikan yang bernilai
ekonomi yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Dampak orde ti nggi
ini juga dapat terjadi pada tahap operasional. Misalnya kegiatan operasional kilang minyak
dapat menyebabkan pencemaran udara, pencemaran tanah, dan pencemaran air sehingga
merubah kualitas udara, tanah dan air yang pada gilirannya akan berdampak nega tif pada

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 111
LUHULEHI - TUTUWARU
kehidupan biota di dalamnya. Dibawah ini diperkenalkan beberapa contoh perjalanan dari zat
pencemar sebagai hasil samping dari kegiatan pembangunan dan pengaruhnya pada biota
darat.

a) Dampak Pencemaran Udara pada Hewan


Zat pencemar udara dapat berupa partikel padat seperti debu, jelaga, dan logam dan
dapat berupagas seperti SO2, CO, NOx dsb. Zat pencemar itu dapat berasal dari proses
industri, pembakaran bahanbakar fosil, dan pembakaran hutan. Zat pencemar dapat
merupakan zat yang beracun seperti Arsenik (warangan), pestisida dsb. Zat pencemar
dapat masuk ke tubuh hewan melalui sistem pernafasan, sistem pencernakan, atau
melalui sentuhan. Adapun pengaruhnya pada tubuh hewan sangat variatif mulai dari
sekedar gangguan kesehatan, gangguan perkembangan janin yang dikandungnya
sampai kematian tergantung dari jenis zat pencemar yang masuk dan konsentrasinya.
Akumulasi zat pencemar pada tubuh hewan juga bermacam-macam misalnya di jaringan
ginjal, hati, otak dan lain-lain.

b) Dampak Pencemaran Logam Berat pada Tumbuhan


Logam berat Cd, tembaga, Ni, timah dan Zi adalah polutan logam berat terpenting; namun
timah dan Zi adalah dianggap paling beracun (toksik). Sumber polusi logam berat meliputi
antara lain industri logam, asap kendaraan, pembangkit listrik, kompor bahan bakar
minyak, sludge, cat mengandung timah, ban bekas (Cd), pupuk organik (yang
mengandung Cu dan Zn tinggi), dan bahan kimia tertentu yang digunakan dalam bidang
pertanian seperti pupuk phosphat. Partikel logam berat yang terangkut di tanah atau di
jaringan tumbuhan semakin jauh dari sumber pencemar proporsinya akan semakin kecil.
Deposisi terjadi dalam bentuk deposit basah maupun kering.

2.7. Prakiraan Dampak Penting


Dalam studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), tahap prakiraan dampak
merupakan langkah yang dipandang paling sulit, karena metode atau teknik prakiraan dampak
ini sangat tergantung dari kemajuan tiap ilmu yang digunakan dan penguasaan dari tiap anggota
tim dalam bidangnya masing-masing. Oleh karena itu pula prakiraan dampak sering disebut
sebagai "fase kritis" dan merupakan "ciri khas" yang membedakan dokumen AMDAL dari
dokumen hasil penelitian lainnya. Masalah lain, prakiraan dampak suatu aspek tertentu di
perhitungkan dan dibahas lebih dari sekedar teoritis tetapi juga kemungkinan realitasnya.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 112
LUHULEHI - TUTUWARU
Prakiraan dampak adalah suatu proses untuk menduga/mem perkirakan respon atau
perubahan suatu parameter lingkungan tertentu akibat adanya kegiatan tertentu, pada perspektif
ruang dan waktu tertentu.
Prakiraan munculnya sesuatu dampak pada hakekatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan mengenai besar perubahan yang timbul pada setiap komponen Lingkungan sebagai
akibat dari aktivitas pembangunan (UNEP, 1988). Seperti telah diterangkan di muka bahwa
dampak pada hakekatnya merupakan proses lebih lanjut yang terjadi setelah ada pengaruh dari
suatu kegiatan. Jadi sasaran memprakirakan atau menduga dampak adalah mencari besar
dampak terhadap setiap komponen Ungkungan. Hal ini di perhitungkan untuk komponen -
komponen fisik biotis dan sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat . Dampak terhadap
lingkungan biasanya berpengaruh pada kesejahteraan dan atau kesehatan manusia.
Pendugaan dampak dilakukan terhadap setiap komponen atau parameter lingkungan.
Misatnya air limbah buangan pabrik, akan mempengaruhi kuatitas air dan menimbulkan dampak
pada perairan dan akan berdampak pula terhadap kondisi ekonomi masyarakat nelayan.
Untuk memberi gambaran kuantitatif tentang dampak terhadap parameter lingkungan
tertentu biasanya dipergunakan teknik-teknik pemodelan matematis, model fisik, model sosial
budaya, model ekonomi dan pertimbangan keahlian atau "professional judgement" (Canter,
1977).

2.7.1. Prinsip Dasar Prakiraan Dampak


Soeratmo (1990), mempertelakan beberapa prinsip dasar prakiraan dampak lingkungan
dalam uraian berikut ini. Dalam pengukuran dampak lingkungan yang akan terjadi dimasa yang
akan datang, besarnya akan banyak ditentukan oteh waktu atau lamanya dampak terjadi . Perlu
diperjelas untuk waktu kapan atau jangka waktu beberapa l ama dampak tersebut akan diduga.
Untuk waktu yang berbeda tentu dampaknya akan berbeda besarnya. Misatnya dampak pada
waktu 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 50 tahun yang akan datang atau sering digunakan istilah
jangka pendek dan jangka panjang, tentu hasilnya akan berbeda.
Disebutkan bahwa arti dari dampak lingkungan adatah selisih antara keadaan lingkungan
tanpa proyek dengan keadaan lingkungan dengan proyek. Secara sederhana pengertian terse but
dapat digambarkan dalam grafik pada Gambar di bawah ini. Sehingga pendugaan sebenarnya
harus ditakukan dua kali , yaitu :
1) Pendugaan keadaan lingkungan tanpa proyek;
2) Pendugaan keadaan lingkungan dengan proyek;

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 113
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.23. Gambaran dampak 1ingkungan yang merupakan selisih keadaan lingkungan
tanpa proyek dengan keadaan lingkungan dengan proyek (t1 : waktu proyek dibangun), (t2 :
waktu dari dampak yang diduga)

A. Pendugaan keadaan lingkungan tanpa proyek


Pendugaan keadaan lingkungan tanpa proyek di masa yang akan datang dilakukan
berdasarkan keadaan lingkungan saat penelitian. Keadaan lingkungan saat penelitian atau
studi disebut sebagai Rona Lingkungan Awal atau Environmental baseline atau Environmental
setting.
Pendugaan keadaan lingkungan di masa yang datang ini bukan pekerjaan mudah. Disamping
memerlukan keahlian yang tinggi juga banyak faktor lingkungan yang harus diketahui karena
dalam pendugaan ini harus memenuhi dinamika dari lingkungan tempat studi. Alat yang dapat
membantu mempermudah pendugaan adalah informasi mengenai sejarah atau
kecenderungan perkembangan lingkungan di daerah tersebut. Sehingga perlu
mengumpulkan data dan informasi keadaan lingkungan pada waktu-waktu yang lalu secara
lengkap (data runtunan) di semua aspek (fisika-kimia, biologi dan sosial-ekonomi). Kemudian
dengan teknik yang lebih sederhana dari sejarah perkembangan atau bentuk dari dinamika
lingkungan ditakukan ekstrapolasi atau mengembangkan ke masa yang akan datang.
Pendugaan untuk jangka waktu makin lama atau makin panjang akan makin sulit atau makin
terbuka lebih banyak kesalahan yang lebih besar. Makin dekat atau jangka pendek kesalahan
akan makin dapat diperkecil, sedangkan peraturan Amdal sering menuntut informasi tentang
dampak jangka pendek dan jangka panjang.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 114
LUHULEHI - TUTUWARU
Untuk keadaan lingkungan yang belum banyak digunakan manusia dan tidak ada atau sedikit
rencana pengubahan lingkungan di masa-masa yang akan datang maka pendugaan relatif
lebih mudah. Tetapi daerah yang sudah berkembang dan untuk waktu dekat dan waktu lama
sudah banyak rencana pembangunan lain, maka makin sulit melakukan pendugaan dan
makin banyak memungkinkan membuat kesalahan. Apabila diharapkan pendugaan medetail
untuk jangka panjang akan tidak mudah, kecuati kalau pendugaannya bersifat garis besar
saja.
Secara umum dan garis besar perkembangan keadaan atau kualitas lingkungan tanpa proyek
secara hipotesis dapat disajikan pada Gambar di bawah ini.

Gambar 2.24. Keadaan kuatitas lingkungan yang apabila tanpa proyek makin lama akan
makin meningkat kuatitasnya

Sebenarnya di alam tidak ada perkembangan keadaan lingkungan yang berbentuk garis
lurus, tetapi lebih berbentuk gelombang. Secara hipotesis, penggunaan data dan informasi
pada saat studi sebagai keadaan lingkungan di waktu akan datang sehingga seolah -olah
lingkungan tidak berubah, jelas tidak benar, kecuali kalau dinamika keadaan lingkungannya
relatif stabil seperti Gambar di bawah ini. Begitu pula apabila pendugaan dampak hanya
jangka pendek, misalnya tidak lebih dari 5 tahun, maka kesalahan penggunaan rona
lingkungan pada saat studi sebagai keadaan lingkungan di masa yang akan datang tanpa
proyek akan berkurang kesalahannya.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 115
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.25. Keadaan kualitas lingkungan yang tidak Berubah dari waktu ke waktu apabila
tidak ada proyek dibangun

Gambar 2.26. Keadaan lingkungan yang sekalipun tidak ada proyek yang dibangun makin
lama akan makin buruk

B. Pendugaan keadaan lingkungan dengan proyek


Untuk mempermudah gambaran dampak suatu proyek pada lingkungan, dapat diambil
keadaan lingkungan yang relatif stabil tanpa banyak perubahan dari waktu ke waktu,
sehingga secara hipotetis akan terjadi keadaan sebagai Gambar di bawah ini.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 116
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.27. Keadaan lingkungan yang makin merosot setelah dibangun proyek pada
waktu t1

Gambar 2.28. Keadaan lingkungan yang makin baik setelah dibangun pada waktu t1

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 117
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.29. Keadaan lingkungan yang relatif tidak berubah sekalipun dibangun proyek
pada waktu t1

Gambaran hipotetis tersebut tampak sederhana, sebenarnya dalam kenyataannya lebih


kompleks. Misalnya ada proyek yang pada jangka pendek memberikan dampak negatif atau
hampir tak berubah tetapi dalam jangka panjang memberikan dampak positif yang besar atau
keadaan yang sebaliknya. Kenyataan ini dapat dilihat dalam proyek-proyek rehabilitasi seperti
proyek penghijauan dan proyek reboisasi, sehingga grafiknya menjadi sebagai berikut :

Gambar 2.30. Dampak negatif pada jangka pendek tetapi memberikan dampak positif untuk
jangka panjang

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 118
LUHULEHI - TUTUWARU
Gambar 2.31. Dampak positif pada jangka pendek tetapi untuk jangka panjang proyek
tersebut memberikan dampak negatif

Keadaan inilah yang menyebabkan diperlukan pendugaan dampak suatu proyek untuk jangka
pendek dan jangka panjang. Lingkungan masih dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok aspek
atau komponen besar sebagai berikut :
1) Komponen fisik kimia
2) Komponen biologi
3) Komponen sosial ekonomi

Tiap kelompok lingkungan tersebut terdiri dari berbagai komponen lingkungan yang lebih
kecil, sedangkan setiap proyek biasanya memberikan dampak positif pada suatu komponen
tetapi dapat memberikan dampak negatif pada komponen lain. Gambaran hipotetis tersebut
akan berubah menjadi berikut :

Gambar 2.32. Proyek yang menghasilkan dampak positif pada komponen lingkungan
tertentu tetapi juga memberikan dampak negatif pada komponen lingkungan lainnya

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 119
LUHULEHI - TUTUWARU
2.7.2. Metode Prediksi Dampak Lingkungan
Soemarwoto (1989) mengklasifikasikan prakiraan dampak menjadi 2 (dua) metode, yaitu
metode formal dan metode informal. Metode formal merupakan metode prakiraan dampak yang
terdiri atas :
1) model prakiraan cepat
2) model matematik
3) model fisik
4) model eksperimental

Metode informal dilakukan dengan instuisi, pengalaman dan analogi Proses pelaksanaan
prakiraan dampak yang dikutip dari Environmental Resources Limited (1984) oleh Soemarwoto
(1989) adalah seperti berikut :

Tabel 2.19. Garis Besar Proses Prakiraan Dampak

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 120
LUHULEHI - TUTUWARU
Uraian di atas menunjukkan bahwa teknik membuat prakiraan dampak terhadap sesuatu
komponen tertentu dapat dilakukan dengan cara yang paling sederhana hingga yang paling
rumit. Cara sederhana biasanya mudah dilakukan tetapi subyektivitasnya tinggi. Cara yang rumit
dilakukan dengan menggunakan cara-cara matematis yang lebih obyektif. Adapun cara/teknik
memprediksi dampak dapat dilakukan dengan :
1) Cara/teknik sederhana
Pada cara ini dikenalkan berbagai teknik seperti intuitive, ad hock, analog! dan delphi,
2) Cara/teknik pemodelan
Pada cara ini dikenalkan berbagai teknik model matematis, model statistik hubungan regresi,

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 121
LUHULEHI - TUTUWARU
statistik korelasional dan gratis,
3) Cara/teknik pertimbangan keahlian profesi (professional judgment)
Cara ini sebenarnya merupakan cara kombinasi antara ketiga cara di atas yang dilakukan
oleh pakar bidang tertentu terhadap suatu komponen lingkungan tertentu. Dengan
pengalaman yang dimiliki dan pengetahuan yang dikuasai oleh seorang pakar mata prakiraan
dampak sesuatu komponen lingkungan akan dapat ditentukan dengan tepat.

Dari berbagai model ini maka yang paling banyak dipergunakan adalah model sederhana,
sebab cara ini akan lebih mudak diketahui dan dipelajari. Untuk mengetahui seluruh komponen
lingkungan dan seluruh aktivitas pembangunan yang diduga menimbulkan dampak dapat
dipergunakan metoda prediksi seperti "checklist", matrik interaksi, flow chart atau overlay. Namun
yang banyak dipergunakan karena pertimbangan mudah dilakukan adalah metode matrik
interaksi dan checklist.
Oleh karena dampak yang diduga ini terjadi pada waktu mendatang maka harus
dipertimbangkan adanya ketidakpastian. Untuk menjamin presisi pendugaan dampak dan
menanggulangi ketidakpastian ini maka perlu diketahui adanya kesesatan atau kesalahan yang
berasal dari bebarapa sumber. Sumber kesalahan dapat dimungkinkan berasal dari hal -hal
berikut ini :
1) Type of One Error atau Alpha Error
Tipe alpha error adalah kesalahan yang terjadi pada saat dilakukan penarikan kesimpulan.
Dari pendugaan terhadap dampak seluruh komponen lingkungan yang telah dilakukan harus
disimpulkan komponen apa saja yang terkena dampak cukup besar. Pada saat penarikan
kesimpulan bila terjadi kesalahan, maka kesalahannya ini disebut Alpha Error.
2) Type of Two Error atau Betha Error
Tipe kesalahan ini terjadi pada saat menentukan hipotesis yang diajukan. Dalam pemikiran
pakar mengenai suatu komponen lingkungan tertentu pasti telah ada hipotesis tentang
dampak yang mungkin akan timbul. Dalam memutuskan dampak yang sesuai dengan
hipotesis, biasanya akan terjadi kesalahan.
3) Type of S Error atau subject Error
Kesalahan dalam pendugaan dampak tipe ini, disebabkan oleh karena tidak baiknya dalam
menentukan unit cuplikan. Dengan unit cuplikan yang salah maka data dan informasi tentang
kondisi lingkungan dan deskripsi tentang rona lingkungan juga salah. Akibatnya dalam
pendugaan dampak juga terjadi kesalahaan. Misalnya dalam memprediksi dampak terhadap
kualitas air laut akibat kebocoran minyak dari depot di pantai, apabila sampel air yang diambil

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 122
LUHULEHI - TUTUWARU
hanya di bagian kedalam tertentu dan air permukaan justru tidak diambil sampelnya, maka
cara pengambilan sampel yang demikian menjadi sumber kesalahan dalam menentukan
dampak. Karena pada umumnya minyak berada di permukaan air.
4) Type G Error atau Group Error
Tipe kesalahan ini biasanya terjadi pada saat pendugaan dampak sosial ekonomi. Pada
hakekatnya pendapat suatu kelompok masyarakat sering berbeda dengan pendapat indi vidu.
Apabila dilaksanakan pengamatan dalam kelompok saja kemungkinan terjadi kesalahaan
karena sifat-sifat individual tidak diketahui. sementara itu bila diamati sifat dan persepsi sering
sekali tidak sesuai dengan persepsi berdasar kelompok. O1eh karenanya perlu didapatkan
informasinya secara kelompok dan Informasi individual. Setelah data dan informasinya dinilai
telah memenuhi syarat kemudian baru dilakukan prakiraan dampak.
5) Type of R Error atau Replication Error
Tipe kesalahan ini terjadi karena keterangan atau data diperoleh berdasarkan pada
pengamatan yang ulangan cuplikannya tidak memenuhi syarat. pada suatu Amdal hal ini
sering terjadi karena metode penelitian secara ilmiah diabaikan.

Perlu dikemukakan bahwa dalam pendugaan dampak untuk waktu yang akan datang
maka masalah ketidakpastian patut mendapat perhatian dan pertimbangan. Masalah
ketidakpastian dapat dimasukkan dalam analisis probabilitas.
Pada hakekatnya seperti yang telah diterangkan pada uraian Prakiraan dampak terhadap
lingkungan sosial ekonomi budaya harus dilakukan langkah memperkirakan perubahan
lingkungan bila tak ada proyek dan bi1a ada proyek.
Dampak lingkungan yang dimaksud adalah selisih perubahan lingkungan bila ada proyek
dan tidak ada proyek. Hal ini digambarkan dalam skema berikut :

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 123
LUHULEHI - TUTUWARU
Beberapa cara pendugaan dampak terhadap komponen lingkungan (Fandeli, 1995) :
Cara Pendugaan Dampak Terhadap Komponen Fisik Kimia
1) Cara Pendugaan Dampak Komponen Udara
Hampir setiap kegiatan pembangunan akan mempengaruhi komponen udara. Proyek
pembangunan pembuatan jalan tol pelabuhan udara dan pembangkit listrik (PLTN, PLTA,
PLTU, PLTPB), industri perumahan dan pemasangan jaringan (pi pa, transmisi) akan
menghasilkan dampak terhadap udara seperti gas, debu, kebisingan, dan getaran udara
(vibrasi).
Di dalam memperkirakan dampak terhadap komponen udara, langkah dasar yang harus
dilakukan (Canter, 1977) adalah sebagai :
a) Identifikasi / pengenalan emisi gas atau debu yang dikeluarkan oleh beberapa aktivitas
pembangunan yang direncanakan.
b) Penjelasan tentang kondisi udara saat sekarang yang merupakan rona lingkungan awal .
Apabila mungkin buat kecenderungan perubahan kondisi udara tersebut diwaktu
mendatang. Buatlah rata-rata kondisi setiap gas dan debu yang ada di udara ambient ini
dan bandingkaniah dengan standar baku mutu kualitas udara.
c) Penentuan dispersi patokan di udara dengan memperhatikan kecepatan angin, tinggi
cerobong dan inversinya pada musim kemarau dan musim hujan. Hasil-hasil pengamatan
terhadap kualitas udara pada waktu yang lalu harus menjadi bahan pertimbangan.
d) Pelajari data ikiim yang terdiri dari curah hujan, kecepatan angin dan arah angin, radiasi
matahari, kelembaban dan evapotranspirasi. Data ikiim ini hendaknya dicari untuk data
tahunan dan bulanan. Kemudian ditentukan konsentrasi gas dan debu di permukaan
tanah.
e) Penentuan adanya dampak yang timbul pada saat musim hujan dan musim kemarau.
Juga ditentukan dampaknya pada saat aktivitas Pembangunan dilaksanakan baik pada
saat prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.

Penentuan besar konsentrasi gas dan debu di udara ambient pada setiap wilayah yang
dipengaruhi oleh kegiatan pembangunan, terutama adalah untuk pertimbangan pembuatan
wind-rose. Cara pembuatan wind-rose berturut-turut adalah sebagai berikut :
a) Pengumpulan data kecepatan angin dan arah angin setiap bulan selama paling sedikit 10
tahun,
b) Perhitungan kecepatan angin dan arah angin rata-rata setiap bulannya dari 10 tahun,

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 124
LUHULEHI - TUTUWARU
c) Akhirnya digambarkan "wind-rose".

Didalam menggunakan rumus matematis pada metode formal, setelah diketemukan rumus
matematis yang tepat tidakan lebih lanjut adalah menentukan variabel prediktor. Variabel
predictor ini adalah variabel yang berubah-ubah sesuai dengan waktu atau sesuai dengan
perubahan kapasitas produksi (untuk suatu pabrik).
Cara prakiraan dampak yang timbul pada komponen udara biasanya menggunakan rumus-
rumus matematis (Canter, 1977) sebagai berikut; dimana :

C = Konsentrasi sesuatu gas di atas permukaan tanah, dalam Ug/m3


Q = Banyaknya gas yang dikeluarkan dalam Ug/detik Q ini adalah variabel prediktor
y = Perbauran parameter gas secara horizontal
z = Perbauran parameter gas secara vertikaT
V- = Rata-rata kecepatan angin dalam m/detik
H = Tinggi cerobong efektif (m)
x,y = Jarak terjauh angin yang searah dan berlawanan arah angin dalam m.
Y = Tinggi permukaan di atas tanah.

Misal :
Q =106 Ug/detik
V- = 1,0 m/detik
H = 30 m
Y = 0 m (di atas tanah)

Apabila diketemukan garis lurus angin 1000 m, apabila diketahui:


σ Y = 35 m (pembauran parameter gas secara horizontal diperhitungkan 35 m)
σ z = 14 m (pembauran parameter gas secara vertikal diperhitungkan 14 m)

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 125
LUHULEHI - TUTUWARU
Dari perhitungan dengan rumus tersebut maka diperoleh konsentrasi gas di atas tanah adalah
64 Ug/m3
Jadi seandainya pada rona awal (saat ini) konsentrasi sesuatu macam gas y Ug/m3 dapat
diketahui dengan pengukuran, sedang yang akan datang tanpa proyek misalnya x Ug/m3,
diwaktu mendatang bila ada proyek menjadi 64 Ug/m3, maka besar dampak kegiatan proyek
terhadap parameter gas tersebut (64-x) Ug/m3.
Terhadap parameter sesuatu gas ini juga perlu ditentukan apakah pada saat pembuatan rona
lingkungan awal nilainya berada di bawah, atau di atas ambang baku mutu lingkungan; maka
hasil pengukuran/data ini perbandingkan dengan ambang baku mutu yang ada.
Apabila diketemukan konsentrasi gas tertentu terjadi pada jarak tertentu dari sumber dampak
misal di lokasi x maka konsentrasi gas pada lokasi tersebut adalah:

Atau apabila menggunakan besaran angka pada rumus di atas dapat diketemukan :

Perkiraan dampak kemudian dapat ditentukan dengan mendapatkan kondisi parameter


lingkungan pada saat ini dan perubahan diwaktu mendatang bila tampa proyek (misal: x
Ug/m3) apabila kondisi lingkungan dengan proyek (misal 765 Ug/m3 maka prakiraan besar
dampaknya adalah = (765 - x ) Ug/m3.

2) Cara Pendugaan Dampak Komponen Hidrologi


Komponen hidro-logi dalam Amdal biasanya dirinci menjadi parameter-parameter debit, sifat
kualitas air permukaan (sungai, danau, angin rawa) air dalam tanah (kualitas dan
kuantitasnya), ikiim makro (curah hujan, angin yang terdiri atas kecepatan dan arah, suhu,
kelembatan) pola drainase dan evaporasi.
Menurut Canter (1977) 1angkah-1angkah memperkirakan perubahan lingkungan perairan
dan kemudian menduga dampaknya meliputi :
a) Penentuan kondisi lingkungan hidrologi yang dirinci atas Parameterparameternya
masing-masing terutama yang berhubungan dengan kondisi kuantitas dan kualitasnya;
b) Mempelajari masalah yang ada terutama yang berhubungan dengan air permukaan;
c) Penentuan kondisi kuantitas dan kualitas air dalam tanah, dan penggunaanya oleh
berbagai pihak (penduduk, pabrik dan pelayanan umum seperti hotel, kantor), pada

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 126
LUHULEHI - TUTUWARU
waktu yang lalu, saat ini dan prakiraan untuk waktu mendatang. Apabila ada informasi
tentang penurunan kuantitas dan kualitas air dalam tanah ini, sangat baik untuk
menentukan prakiraan kondisi yang akan datang.
d) Mempelajari berbagai standar kualitas lingkungan komponen hidrologi yang ada. Pada
saat ini telah ada standar-standar kualitas lingkungan komponen hidrologi, yaitu Kep-Men
KLH No. 02/1988, Peraturan Pemeritah No. 20 tahun 1990, Hiper-menkes No. 01 /
Birhukmas / 1 / 1975, 172 dan 173/Menkes/Per/VI11/1977, No. 253/Menkes/Per/VI/1982
dan 528/Menkes/Per/XI1/1982. Semuanya merupakan standar nasional . Sementara itu
untuk beberapa propinsi telah pula ada standar kualitas lingkungan seperti DKI Jakarta,
Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, dan Kalimantan Timur;
e) Penentuan perubahan berbagai parameter air diwaktu yang akan datang bila ada proyek
dan bila tidak ada proyek. Kemudian tentukan dampaknya bila ada proyek.

Untuk menentukan perubahan kondisi berbagai parameter hidrologi pada waktu mendatang
dan dampak yang disebabkan oleh suatu kegiatan dapat dipergunakan berbagai cara seperti
berikut.
a) Polusi Air
Polusi terhadap air sering didefinisikan sebagai suatu proses masuknya polutan, yang
menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tersebut dalam periode waktu tertentu.
Hal ini akan mempengaruhi kondisi lingkungan perairan. Bila kondisi parameter air ini
mempengaruhi kesehatan, misalnya berkembangnya bakteri pathogen maka dikatakan
telah terjadi kontaminasi.
Terjadinya polusi air ini berakibat penggunaan air yang terbatas. Secara jelas terjadinya
polusi pada air akan mudah terlihat pada kondisi estetika yang menurun yang disebabkan
oleh minyak dan material pencemar yang terapung. Parameter hidrologi yang dapat
dipergunakan sebagai pedoman dalam memperkirakan dampak adalah parameter fisik,
kimia dan bakteriologis. Ketiga kelompok parameter fisik, kimia dan bakterilogis
sebenarnya berkaitan satu dan lainnya kondisi lainnya, sebab kondisi sesuatu parameter
air seringkali juga menentukan sifat dan kondisi parameter lainnya. Kadang-kadang
didalam kenyataan di alam akan sulit menentukan sumber pencemar, sebab seluruh
kegiatan di sepanjang sungai membuang limbahnya ke sungai. Oleh sebab itu perlu
ditentukan sumber pencemar mana yang paling berperan dalam mencemari perairan.
Untuk ini dapat dipergunakan rumus Ekivalen populasi (Population Equivalent) dari Canter
(1977) seperti berikut :

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 127
LUHULEHI - TUTUWARU
dimana :
PE = ekivalen populasi didasarkan pada unsur pokok parameter organis yang
terdapat dalam limbah cairnya sesuatu industri
A = banyaknya limbah cair yang dikeluarkan (mg/hari)
Variabel A yang merupakan variabel prediktor yang berubah sesuai dengan
peningkatan atau penurunan kapasitas produkasi.
Apabila diwaktu mendatang produksi meningkat 2 kali, maka variabel ini juga
meningkat dua kalinya.
B = BOD dalam limbah (mg/1)
8,34 = banyaknya limbah, suatu U besaran (Ib/gal)
0,17 = banyaknya BOD dalam Ib/hari secara individual

Dengan rumus ini akan dapat diketahui berapa besar suatu industri berperan dalam
mengetahui kondisi, perairan. Rumus ini dapat pula dipergunakan untuk memperkirakan
bagaimana industri yang akan didirikan akan mempengaruhi lingkungan. Untuk ini
diperlukan informasi spesifikasi limbah yang akan dikeluarkan oleh pabrik terutama BOD
dan jumlah limbah yang akan dikeluarkan per hari. Sementara itu untuk mengetahui
konsentrasi parameter anorganis dalam air dapat dipergunakan model matematis biasa.
Yaitu berapa banyaknya parameter tertentu seperti Hg, Cd, Pb, Al dan Cr dalam air yang
diperkirakan akan terkumpul dalam perairan dari industri yang akan didirikan.
Dengan cara perhitungan "time series" akan dapat dihitung besar perubahan kualitas
yang akan datang dengan dan tanpa proyek. Hal ini dapat dilihat pada rumus berikut :
Kt = Ko . 10rt
dimana :
Kt = konsentrasi parameter B3 diwaktu mendatang
Ko = konsentrasi parameter B3 saat ini
r = tingkat pertambahan setiap waktu tertentu (1 tahun)
Variabel r ini merupakan variabel prediktor yang harus diingat adalah r waktu
yang lalu akan berbeda dengan r yang akan datang karena adanya limbah
yang bertambah banyak

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 128
LUHULEHI - TUTUWARU
t = waktu prediksi dalam tahun

Sementara itu untuk parameter bakteriologis rumus matematis sederhana dapat


digunakan seperti yang dilakukan oleh Canter (1977) yaitu :
Bt = Bo . 10-kt
dimana :
Bt = sisa. bakteri yang ada di perairan setelah beberapa saat mendatang (prediksi
dalam hari)
t = waktu prediksi dalam hari
Bo = jumlah bakteri pada saat awal/permulaan di perairan
k = tingkat kematian bakteri setiap nan

Dengan cara ini akan dapat diketahui kondisi lingkungan di waktu mendatang bagi
parameter bakteri ini.

b) Air Larian (Run Off)


Parameter air larian sangat mudah untuk digunakan sebagai indikator dalam menentukan
perubahan kualitas lingkungan di waktu mendatang. Menurut Chow yang dikutip
Soemarwoto (1989) untuk perhitungan terhadap air larian dapat dipergunakan rumus :
Q=CIA
dimana :
Q = debit air larian (m3 per hari hujan atau r^/jam)
C = koefisien air larian
I = intensitas hujan
A = luas daerah proyek
Variabel A ini merupakan variabel prediktor. Besarnya luas A saat ini sebelum
ada proyek dengan luas A yang akan datang akan berbeda. Perbedaan ini
dikarenakan adanya luas bangunan proyek.

Dengan mempergunakan nilai koefisien air larian (C) yang berbeda pada saat ini dan
waktu mendatang oleh perubahan penggunaan lahan maka akan dapat dihitung besaran
air lariannya.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 129
LUHULEHI - TUTUWARU
c) Laju Erosi
Untuk menghitung laju erosi dipergunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss
Equation) menurut Wischmeier and Smith (1960) yaitu :
E = RKLSCP
dimana :
E = rata-rata erosi tanah tahunan (ton/ha)
R = indeks erosivitas hujan
K = faktor erodibititas tanah
L = faktor panjang lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan lereng
yang panjangnya 22 m
S = faktor kemiringan lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan
kemiringan lereng
C = faktor pengelolaan tanah untuk menghitung erosi dibanding dengan tanah yang
terus menerus terbuka
P = faktor praktek pengawetan tanah untuk menghitung erosi dibanding dengan
tanah tanpa usaha pengawetan.
Variabel P ini merupakan variabel prediktor. Variabel ini berubah karena
pengaruh adanya proyek pembangunan.

Dengan memperhitungan kondisi C dan P yang berbeda karena ada kegiatan


pembangunan maka besaran dampak dari adanya proses erosi dapat diprediksi.

3) Cara Pendugaan Dampak Komponen Biotis


• Perubahan Jumlah Jenis
Pendugaan terhadap perubahan berbagai parameter biotis biasanya dilakukan dengan
cara kuantitatif matematis. Berbagai cara matematis yang dilakukan antara lain adalah
berkurangnya jenis dalam hutan.
Soemarwoto (1987) menghitung berkurangnya jem's tanaman akibat semakin sempitnya
hutan dengan rumus :
S = C Az
dimana :
S = jumlah jenis
A = luas hutan
C dan Z konstan (Mc Arthur dan Wilson, 1967 dan Williamson, 1981)

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 130
LUHULEHI - TUTUWARU
Dari rumus tersebut maka variabel prediktornya adalah A. Luas hutan berubah karena
proyek pembangunan misalnya pemukiman, pertambangan, perkebunan dan sebagainya
yang menggunakan lahan hutan.
Perubahan jumlah jenis merupakan akibat kegiatan pengetolaan hutan atau
berkurangnya luas kawasan hutan karena banyaknya konversi hutan untuk penggunaan
lain. Dengan rumus tersebut dapat dicari dampak kegiatan pengelolaan hutan yang
dilakukan dengan memasukan angka A yang berbeda. Atau dapat juga untuk mengetahui
dampak kegiatan pembangunan yang menyebabkan berkurangnya kawasan hutan.

• Parameter Vegetasi
Berbagai cara matematis dipergunakan untuk memprediksi perubahan lingkungan dan
dampak yang timbul akibat dari suatu kegiatan terhadap vegetasi alam, dengan
memperhitungkan berbagai parameter yaitu :
1) kerapatan (density)
2) keanekaragaman (diversity)
3) kekerapan (frequency)
4) dominasi (Dominancy)
5) Nilai penting (Importance)

2.8. Dampak Sosial dan Ekonomi


Dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktifitas
manusia (Suratmo, 2004: 24). Dampak suatu proyek pembangunan pada aspek sosial ekonomi
khususnya untuk negara berkembang terdapat pada komponen-komponen berikut yang
ditetapkan sebagai indikator sosial ekonomi antara lain:
1) Penyerapan tenaga kerja
2) Berkembangnya struktur ekonomi, yaitu timbulnya aktifitas perekonomian lain akibat proyek
tersebut seperti toko, warung, restoran, transportasi dan lain-lain,
3) Peningkatan pendapatan masyarakat,
4) Kesehatan masyarakat.
5) Persepsi masyarakat.
6) Pertambahan penduduk dan lain sebagainya.

Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat.
Sedangkan pada departemen sosial menujukan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 131
LUHULEHI - TUTUWARU
persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup
perkerjaan dan kesejahteraan sosial. Dalam kamus bahasa indonesia, kata sosial berarti segala
sesuatu yang berkenaan dengan
masyarakat (Kbbi, 1996: 958). Sedangkan dalam konsep sosialogi, manusia sering disebut
sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tampa adanya bantuan
orang lain disekitarnya. Kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan
masyarakat.
Dampak Sosial Merupakan perubahan yang terjadi pada manusia dan masyarakat yang
diakibatkan oleh aktifitas pembangunan (Sudharto, 1995). dampak sosial muncul ke tika terdapat
aktifitas. Proyek program atau kebijaksanaan yang diterapkan pada suatu masyarakat untuk
intervensi ini mempengaruhi keseimbangan pada suatu sistem masyarakat, pengaruh tersebut
bisa positif maupun negatif.
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani : Oikos dan Nomos. Oikos berarti rumah tangga
(house-hold), sedang Nomos berarti aturan, kaidah atau pengelolaan. Dengan demikian secara
sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah, aturan-aturan atau cara pengelolaan
suatu rumah tangga. Definisi yang lebih populer yang sering digunakan untuk menerangkan ilmu
ekonomi tersebut, adalah salah satu cabang ilmu sosial yang khusus mempelajari tingkah laku
manusia atau segolongan masyarakat, dalam usahanya memenuhi kebutuhan yang relatif tak
terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas adanya (Deliarnov, 2003 :23).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi
adalah seseuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan kemampuan seseorang
untuk mampu menempatkan diri dalam lingkunganya. Sehingga dapat menentukan sikap
berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemempuan mengenai keberhasilan menjalankan
usaha dan berhasil mencukupi kebutuhan hidupnya.
Mengacu pada Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994, Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan dan Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, terdapat beberapa kriteria
penentuan tingkat kepentingan dampak, diantaranya adalah:
1) Jumlah manusia yang akan terkena dampak.
2) Luas wilayah persebaran dampak.
3) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
4) Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak.
5) Sifat kumulatif dampak.
6) Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya dampak.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 132
LUHULEHI - TUTUWARU
2.8.1. Dampak Yang Timbul Dari Aspek Ekonomi
Secara garis besar dampak dari aspek ekonomi dengan adanya suatu usaha atau
investasi, misalnya pendirian suatu pabrik, antara lain :
1) Dapat meningkatkan ekonomi rumah tangga, melalui:
a) Peningkatan tingkat pendapatan keluarga, dengan adanya suatu investasi akan
memberikan peningkatan pendapatan kepada masyarakat.
b) Perubahan pola nafkah, semula masyarakat hidup dengan pertanian, dengan kehadiran
pabrik.
c) Adanya pola nafkah ganda.
d) Tersedianya jumlah dan ragam produk barang dan jasa di masyarakat, sehingga
masyarakat punya banyak pilihan untuk produk yang diinginkan.
e) Membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekaligus mengurangi pengangguran.
f) Tersedianya saran dan prasarana dengan dibukanya suatu proyek atau usaha dapat pula
memberikan fasilitas bagi masyarakat luas maupun pemerintah seperti bangunan:
• Jalan raya.
• Listrik.

• Telepon. Dll

2) Mengali, mengatur, dan menggunakan ekonomi sumber daya alam, melalui:


a) Penggunaan lahan yang efesien dan efektif, penggunaan lahan yang benar-benar
memberikan manfaat kepada berbagai pihak.
b) Peningkatan nilai tambah sumber daya alam
c) Peningkatan sumber daya alam lainnya yang belum terjemah, terutama untuk wilayah -
wilayah yang masih terisolasi.

3) Meningkatkan perekonomian pemerintah baik lokal maupun regional, melalui:


a) Menambah peluang dan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat.
b) Menambah jenis dan jumlah aktivitas ekonomi non-formal di masyarakat.
c) Pemerataan pendistribusian pendapatan.Menimbulkan efek ganda ekonomi.
d) Peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB)
e) Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Menambah pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi di daerah tertentu.
f) Menyediakan fasilitas umum yang sangat dibutuhkan masyarakat.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 133
LUHULEHI - TUTUWARU
g) Menghemat devisa apabila produk dan jasa yang dihasilkan dapat mengurangi
pemakaian impor barang dan jasa dari luar negeri.
h) Memperoleh pendapatan berupa pajak dari sumber-sumber yang dikelola oleh
perusahaan, bak dari pendapatan penjualan maupun dari pajak lainnya.

4) Pengembangan wilayah
a) Meningkatkan pemerataan pembangunan (dengan prioritas pembangunan didaerah
tertentu).
b) Meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
c) Terbuka lingkungan pergaulan dengan adanya pembukaan suatu wilayah.
d) Membuka isolasi wilayah dan cakrawala bagi penduduk.

2.8.2. Dampak Yang Timbul Dari Aspek Sosial


Secara garis besar dampak dari aspek sosial dengan adanya suatu usaha atau investasi,
misalnya pendirian suatu pabrik, antara lain :
1) Adanya perubahan demografi
a) Perubahan struktur penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, mata pencaharian,
pendidikan dan agama.
b) Perubahan tingkat kepadatan penduduk.
c) Pertumbuhan penduduk, tingkat kelahiran dan tingkat kematian.
d) Perubahan komposisi tenaga kerja.
2) Perubahan budaya yang meliputi terjadinya
a) Kemungkinan perubahan kebudayaan melalui perubahan adat, nilai dan norma budaya
setempat.
b) Terjadi prosses sosial baik proses asosiatif, akulturasi dan integrasi maupun sosial
lainnya.
c) Perubahan pranata sosial, pendidikan, agama dan keluarga.
d) Perubahan warisan budaya.
e) Perubahan pelapisan sosail berdasarkan pendidikan, ekonomi, pekerjaan dan kekuasaan.
f) Perubahan kekuasaaan dan kewenangan melalui kepemimpinan formal dan informal.
g) Perubahan sikap dan persepsi masyarakat.
h) Kemungkinan terjadinya kriminalitas.
i) Perubahan adaptasi ekologis.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 134
LUHULEHI - TUTUWARU
3) Perubahan kesehatan masyarakat meliputi terjadinya
a) Perubahan parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana
pembangunan dan pengaruh terhadap kesehatan.
b) Perubahan proses dan potensi terjadinya pencemaran
c) Timbulnya penyakit, peningkatan angka kesakitan dan angka kematian.
d) Perubahan karakteristik spesifik penduduk yang beresiko terjadinya penyakit.
e) Perubahan sumber daya kesehatan masyarakat.
f) Perubahan status gizi masyarakat.
g) Mempermudah proses penyebaran penyakit.

Dapat disimpulkan bahwa dalam aspek ekonomi komponen yang penting untuk ditelaah
diantaranya :
1) Ekonomi rumah tangga (tingkat pendapatan, pola nafkah dan pola nafkah ganda).
2) Ekonomi sumber daya alam (pola penggunaan lahan, nilai tanah sumber daya alam dan
sumber daya lainnya).
3) Perekonomian lokal dan regional (memberikan nilai tambah, jenis dan jumlah aktivitas
ekonomi nonformal, distribusi pendapatan, efek ganda ekonomi, Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), Pendapatan Asli Daerah (PAD), pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, fasilitas
umum dan fasilitas sosial, aksesibilitas wilayah).
4) Pengembangan wilayah.

Sedangkan komponen sosial yang penting untuk ditelaah diantaranya meliputi sebagai
berikut:
1) Komponen Demografi.
a) Struktur penduduk.
b) Tingkat kepadatan penduduk.
c) Pertumbuhan penduduk.
d) Tenaga kerja
2) Komponen Budaya.
a) Kebudayaan (adat istiadat, nilai dan norma budaya).
b) Proses sosial.
c) Warisan budaya (situs purbakala, cagar budaya).
d) Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan.
3) Kesehatan Masyarakat.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 135
LUHULEHI - TUTUWARU
a) Parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana pembangunan
pengaruh terhadap kesehatan.
b) Proses dan potensi terjadinya pencemaran.
c) Potensi besar dampak timbulnya penyakit (angka kesakitan dan angka kematian).
d) Kondisi lingkungan yang dapat memperburuk proses penyebaran penyakit.

2.9. Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat


2.9.1. Dasar Hukum Pelibatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL
Setiap hal yang berhubungan atau berdampak langsung ke masyarakat memang perlu
adanya keterlibatan peran dari masyarakat itu sendiri. Peran masyarakat merupakan suatu
proses kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang terlibat langsung dalam permasalahan
yang ada di lingkungan sekitar masyarakat. Salah satu contohnya tentang pelestarian lingkungan
hidup, yang setiap orang punya berhak berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, dan memang hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Pasal 66 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Salah satu peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat dilihat
pada pembuatan dokumen Amdal. Setiap usaha yang dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup sebagaimana sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Pasal 22 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi:
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria :
1. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
2. Luas wilayah penyebaran dampak;
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
5. Sifat kumulatif dampak;
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
7. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di sebutkan Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 70 ayat (1, 2, 3) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup antara lain:

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 136
LUHULEHI - TUTUWARU
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
1. Pengawasan sosial
2. Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
3. Penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
1. Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
3. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
4. Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan
sosial; dan
5. Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal.

2.9.2. Partisipasi Masyarakat


Keberadaan masyarakat merupakan aspek terpenting dalam negara demokrasi.
Partisipasi mereka menentukan keberlangsungan negaranya. Tidak asing apabila penulis
menyebutkan demokrasi dapat diwakilkan dengan istilah umum “dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat”. Namun, justru partisipasi masyarakat sebagai wujud demokrasi tidak berjalan
semestinya. Sama halnya ketika membahas partisipasi publik terhadap lingkungan hidup.
Keberadaan partisipasi masyarakat menghendaki warga menentukan kebijakan suatu
pemerintahan. Masyarakat mendapatkan hak yang sama untuk berpartisipasi. Partisipasi
publik dapat berupa beberapa hal. Diantaranya yakni meliputi pendidikan, penyebaran
informasi, peninjauan publik, advokasi, audiensi, persetujuan publ ik, bahkan litigasi di
pengadilan. Setiap kegiatan tersebut memegang peranan penting untuk masyarakat dapat
turut andil dalam partisipasi publik.
Konsep partisipasi masyarakat memang memiliki ambiguitas. Pada satu sisi peranan
suara masyarakat dapat memengaruhi pembuatan kebijakan. Namun, sisi lain kegiatan tersebut
hanya sebagai ritual atau formalitas belaka. Muncul suatu pertanyaan terkait seberapa
berpengaruh public participation terhadap pembuatan suatu kebijakan. Perihal tersebut
Arnstein membuat suatu klasifikasi tangga penilaian pengaruh partisipasi publik, dia
menyebutnya “Eight Rungs on a Ladder of Citizen Participation” . Arnstein membagi partisipasi
publik menjadi delapan tingkatan diantaranya meliputi:

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 137
LUHULEHI - TUTUWARU
1) Manipulation
Keadaan Manipulation ialah ketika masyarakat sama sekali tidak dapat berpartisipasi.
Masyarakat seakan dianggap tidak ada oleh sekelompok orang pada suatu sistem.
Sekelompok orang tersebut tidak menjalankan apa yang dikatakan masyarakat. Sebaliknya
menganggap masyarakat sebagai target untuk diajarkan atau mendoktrinasi masyarakat.
Situasi ini lebih kepada peran serta masyarakat dalam negara yang dimanipulasi
sehingga suara mereka hanya sebatas argumen yang tak didengar.
2) Therapy
Kondisi ini terjadi ketika rakyat dianggap bersuara namun mereka sebenarnya tidak
didengarkan oleh perwakilan mereka. Hal ini karena perwakilan menganggap masyarakat
seperti “a group of mental illness people”. Masyarakat dilihat seperti sekumpulan orang
yang membutuhkan penyembuhan, dan tidak perlu disimak apa yang mereka keluhkan.
Arnstein mengungkapkannya dengan suatu kondisi dimana para pekerja yang datang ke
psikiaternya. Singkatnya negara tetap berjalan seperti apa yang diinginkan pemegang
kekuasaan.
3) Informing
Kondisi ini ketika pemegang kekuasaan mengakui hak partisipasi publik. Namun, hal itu
hanya sebatas menginformasikan saja kepada masyarakat. Justru seringkali didapatkan
keadaan pemberian informasi satu arah dari penguasa kepada rakyat. Aliran informasi
paling banyak muncul dari pemerintah dan rakyat tidak diberi kesempatan untuk
bernegosiasi.
4) Consultation
Ketika masyarakat diundang untuk memberikan opini. Pemerintah memberikan ruang
kepada masyarakat untuk beropini. Namun, sebenarnya opini tersebut tidak dijamin
untuk dilaksanakan. Sekumpulan masyarakat yang beropini dihitung secara statistik.
Pengukuran seberapa banyak orang yang berpartisipasi itulah yang menjadi penilaian
baik atau buruknya partisipasi publik. Konteksnya pemerintah tidak berfokus pada substansi
apa yang disampaikan.
5) Placation
Pada tahap ini masyarakat mendapatkan derajat yang lebih tinggi untuk berpartisipasi.
Namun, pengaruh tokenisme masih masih terlihat. Pemerintah menyusun strategi dengan
menempatkan beberapa orang yang mewakili masyarakat di beberapa sektor yang tidak
banyak berpengaruh. Arnstein menggambarkannya seperti sebuah komunitas aksi, dew an
pendidikan, atau otoritas perumahan warga. Pemerintah tetap mengizinkan warga untuk

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 138
LUHULEHI - TUTUWARU
menasihati pemerintah atau membantu membentuk perencanaan. Tetapi, pemerintah tetap
mengutamakan legitimasi prioritas bagi dirinya sendiri.

6) Partnership
Pada kondisi ini masyarakat dan pemerintah setuju untuk berbagi tanggung jawab
perencanaan dan pengambilan keputusan terkait kebijakan pemerintah. Partnership dapat
bekerja paling efektif ketika ada basis kekuatan yang terorganisir di masyarakat yang dapat
dipertanggungjawabkan oleh para pemimpin warga negara.
7) Delegated Power
Kondisi yang hampir mirip dengan Placation namun sedikit lebih baik. Kondisi ini
memungkinkan warga untuk memperoleh keinginannya lebih baik dari placation.
Negosiasi yang dilangsungkan bersama pemerintah bisa memperoleh hasil yang memihak
kepada masyarakat untuk program tertentu.
8) Citizen Control
Partisipasi masyarakat sangat diperhitungkan pada fase ini. Masyarakat memiliki peranan
besar dalam penentuan suatu kebijakan. Walaupun tidak seorang pun memiliki kendali
yang mutlak. Orang yang berada di institusi pemerintah berperan untuk menjamin
kebijakan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Pokok substansi atas partisipasi
masyarakat. Kondisi ini sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat pada sistem
demokrasi. Minimnya tokenisme yang dilakukan pejabat negara dan kepentingan
masyarakat hendak terus didahulukan.

Gambar 2.33. Eight Rungs on a Ladder of Citizen Participation (Arnstein, 1969)

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 139
LUHULEHI - TUTUWARU
2.9.3. Pentingnya Pelibatan Masyarakat dalam Lingkungan Hidup dan AMDAL
Diana Conyers (Siahaan, 2008: 150) mengemukakan 3 (tiga) alasan mengapa partisipasi
masyarakat begitu penting dibutuhkan. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat
guna memperoleh suatu informasi mengenai kondisi kebutuhan dan sikap masyarakat, karena
tanpa kehadirannya program pembangunan akan mengalami kegagalan; Kedua, masyarakat
akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika mereka merasa diliba tkan,
mulai dari proses persiapan, perencanaan, dan pelaksanaannya. Hal ini akan menimbulkan
perasaan memiliki terhadap proyek-proyek atau pembangunan tersebut; Ketiga, mendorong
adanya partisipasi umum di banyak negara karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak
demokratis bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat itu sendiri.
Sementara Gunding (Arifin, 2012: 156) mengemukaan beberapa dasar bagi partisipasi
masyarakat dalam rangka tindakan perlindungan lingkungan, yakni dalam hal-hal seperti berikut:
1) Memberikan informasi kepada pemerintah.
2) Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.
3) Membuat perlindungan hukum.
4) Mendemokratisasikan pengambilan keputusan.

Koesnadi Hardjasoemantri (Absori, Jurnal Jurisprudence, No. 2, September 2004: 198)


perlu dipenuhi beberapa persyaratan untuk mendayagunakan dan menghasilgunakan peran
serta masyarakat dalam lingkungan hidup, yaitu :

1) Pemimpin eksekutif yang terbuka.


Hal yang perlu diperhatikan adalah peran serta masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan, sehingga keputusan yang kemudian diambil dapat diterima oleh masyarakat dan
akan dilaksanakan oleh masyarakat, karena di dalamnya terdapat refleksi dan keinginan
masyarakat. Guna mengakomodasikan masukan dalam proses pengambilan keputusa n,
diperlukan sikap terbuka dari pimpinan eksekutif, sikap bersedia menerima masukan. Sikap
tersebut tidaklah terbatas pada penerimaan secara pasif, akan tetapi meliputi pula secara
aktif mencari masukan tersebut dan berarti menghubungi masyarakat dengan pendekatan
pribadi (personal approach) yang baik.
2) Peraturan yang akomodatif.
Di samping perlu ada peraturan mengenai peran serta masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam Undang- Undang Lingkungan Hidup, maka
dalam berbagai peraturan lainnya perlu dicantumkan ketentuan mengenai peran serta

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 140
LUHULEHI - TUTUWARU
masyarakat ini, sehingga para pelaksana akan mendapat pedoman bagaimana melibatkan
masyarakat dalam kegiatan yang diatur oleh peraturan yang bersangkutan.
3) Masyarakat yang sadar lingkungan.
Kunci keberhasilan program pembangunan di bidang lingkungan hidup ada di tangan
pelakunya dalam hal ini pelaksana dan masyarakat. Karena itu sangatlah penting untuk
menumbuhkan pengertian, motivasi dan penghayatan di kalangan masyarakat untuk
berperan serta dalam mengembangkan lingkungan hidup.
4) Lembaga Swadaya Masyarakat yang tanggap.
Lembaga Swadaya Masyarakat dapat berperan untuk mendayagunakan dirinya dan sarana
untuk mengikutsertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam mencapai tujuan
pengelolaan lingkungan hidup.
5) Informasi yang tepat.
Ketepatan informasi berkaitan dengan tepat dalam waktu, lengkap dan dapat dipahami.
Dalam hubungannya dengan ini perlu diperhatikan aspek-aspek khusus yang ada pada
kelompok sasaran. Misalnya apabila sasarannya masyarakat pedesaan, maka sarana yang
dipakai dengan menggunakan bahasa daerah yang mudah dipahami dan apabila
menggunakan brosur maka hendaknya dibuat sesederhana mungkin dengan tulisan yang
jelas dan mudah dipahami.
6) Keterpaduan
Segala sesuatu tidak akan berdayaguna dan berhasilguna, apabila tidak terdapat
keterpaduan antar instansi yang berkaitan, baik yang bersifat horizontal, antar sektor maupun
yang bersifat vertikal antara pusat dan daerah.

2.9.4. Masyarakat yang Dilibatkan Dalam AMDAL


Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak
Lingkungan Hidup Dan Izin Lingkungan disebutkan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam
proses penyusunan AMDAL mencakup masyarakat:
1) Masyarakat terkena dampak
2) Masyarakat pemerhati lingkungan
3) Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL
dijelaskan pengertian dari masing-masing cakupan masyarakat tersebut di atas, yaitu :
a) Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang berada dalam batas wilayah studi
AMDAL (yang menjadi batas sosial) yang akan merasakan dampak dari adanya rencana

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 141
LUHULEHI - TUTUWARU
usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan
masyarakat yang akan mengalami kerugian.
b) Masyarakat pemerhati lingkungan adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana
usaha dan/atau kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan
ditimbulkannya.
c) Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL
adalah masyarakat yang berada di luar dan/atau berbatasan langsung dengan batas
wilayah studi AMDAL yang terkait dengan dampak rencana usaha dan/atau kegiatan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 142
LUHULEHI - TUTUWARU
BAB III
METODE DAN RENCANA KERJA

3.1. Metode dan Analisis Data


Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan cara dan tujuan
tertentu. Artinya, kegiatan penelitian perlu dilakukan berdasarkan standar ciri-ciri keilmuan, yaitu
rasional, sistematis, dan empiris. Rasional artinya penelitian tersebut masuk akal sehingga dapat
dijangkau oleh nalar manusia. Empiris artinya cara atau langkah yang dilakukan dapat diamati
oleh indera manusia. Sementara itu, sistematis artinya penelitian menggunakan langkah -langkah
yang bersifat masuk akal atau logis.
Metode yang digunakan dalam pekerjaan ini yaitu dengan Metode Penelitian Gabungan
(Mixed Methods), dimana dilakukan penggabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk salaing melengkapi gambaran hasil studi mengenai
fenomena yang diteliti dan untuk memperkuat analisis penelitan. Alan Bryman dalam buku Mixing
Methods: Qualitative and Quantitative karya Julia Brannen (1997) menyatakan bahwa
pendekatan kuantitatif memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian juga penelitian kualitatif juga,
penggabungan adalah cara untuk melengkapi atau menyempurnakan.
Mikkelsen, Britha dalam bukunya Methods for development work and Research: A. Guide
for Practitioners (1995) menyatakan ada ruang-ruang untuk mengkombinasikan metode
kuantitatif dan kualitatif dari berbagai disiplin. Penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk m engisi
kesenjangan-kesenjangan yang muncul dalam studi kualitatif. Hal ini terjadi karena penelitian
kuantitatif lebih efisien pada penelusuran ciri-ciri ‘struktural’ kehidupan sosial, sementara
penelitian kualitatif biasanya lebih kuat dalam aspek-aspek operasional. Oleh karenanya,
kekuatan ini dapat dihadirkan bersama-sama dalam satu studi. Selain itu, kelebihan beberapa
fakta kuantitatif dapat membantu menyederhanakan fakta ketika sering kali tidak ada
kemungkinan menggeneralisasi (dalam arti statistik) temuan- temuan yang diperoleh dari
penelitian kualitatif.

1) Persiapan dan Mobilisasi


Pada tahap ini yang dilakukan adalah menyusun Rencana Kerja Terinci mengenai semua
tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan. Tujuan penyusunan rencana ini adalah untuk
memonitor dan mengatur aktifitas kegiatan dikaitkan dengan penggunaan sumber-sumber
daya, dan sebagai pemantauan kemajuan pekerjaan serta acuan tahapan pembayaran bagi
konsultan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 143
LUHULEHI - TUTUWARU
2) Pengumpulan Data Primer
Beberapa survei yang akan dilakukan terkait pengumpulan data primer untuk studi ini yaitu:
a) Merunut legislasi (peraturan perundang-undangan);
b) Merunut kesesuaian dengan kebijakan yang tercantum pada dokumen formal yang
memiliki hierarki diatasnya;
c) Merunut dokumen formal (kesesuaian dengan hasil yang diharapkan/ tujuan dan sasaran)
d) Interview dan pengumpulan data dengan penyusun kebijakan atau administrator program
(dinas terkait).
e) Identifikasi kondisi eksisting wilayah.
f) Penjaringan aspirasi masyarakat di wilayah perencanaan serta aparat pemerintah yang
terkait.

3) Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder dapat diperoleh dari instansi/dinas terkait lainnya maupun dari pihak swasta
yang dapat dijadikan referensi dalam studi ini. Beberapa data sekunder yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan studi ini diantaranya adalah:
a) Data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
b) Data Rencana Tata Ruang Wilayah Lokasi Pekerjaan
c) Data Kepemilikan Lahan
d) Data Karakteristik Bentang Alam
e) Data Peta Vegetasi Alami
f) Data Peta Penutupan Lahan
g) Data Geo-fisik kimnia
h) Data Potensi dan Ketersediaan, Kebutuhan dan Jenis Pemanfaatan, Bentuk
penguasaan, Sumber daya alam khususnya air dan lahan
i) Keragaman dan Karakteristik Fungsi Ekologis

4) Pelibatan Masyarakat
Pelibatan masyarakat merupakan bagian proses pelingkupan. Pelibatan masyarakat
dilakuakan melalui pengumuman dan konsultasi publik. Pertemuan Konsultasi Masyarakat
dibutuhkan sebagai sosialisasi dari dampak dan manfaat dilaksankannya pekerjaan ini dan
sekaligus menampung masukan dan saran dari masyarakat sebagai masukan persyaratan
penyusunan KA-ANDAL. Konsultasi publik dilaksanakan sebanyak 3 kali.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 144
LUHULEHI - TUTUWARU
Ekspose/Uji Publik dilakukan di gedung pemerintah dengan peserta 50 orang setiap peserta
diberikan uang bantuan transportasi sesuai dengan Standar Harga dan Barang dan Jasa
yang berlaku dengan 3 (tiga) orang narasumber pembahas dari KLHK RI dan Pakar/Ahli.
Narasumber pembahas diberikan honor sesuai dengan Standar Harga dan Barang dan Jasa
yang berlaku. Moderator dalam Ekspose/ Uji Publik sebanyak 1 (satu) orang dan diberikan
honor sesuai Standar Harga dan Barang dan Jasa yang berlaku. Penyedia wajib menyediakan
satu kali snack dan 1 kali makan. Ekspose/ Uji Publik dilakukan dengan mengundang peserta
sbb:
a) Kementerian/Lembaga/Instansi Vertikal terkait
b) OPD terkait tingkat Provinsi
c) OPD terkait tingkat Kabupaten/Kota
d) LSM / Kelompok Masyarakat
e) Perguruan Tinggi/Akademisi

5) Survey dan Pengumpulan Data


a) Melakukan kajian dan evaluasi terhadap pembangunan waduk, baik terha dap desain,
metode pelaksanaaan, maupun rencana operasi pemeliharaan, sebagai acuan untuk
melaksanaan Dokumen AMDAL.
b) Mengidentifikasi jenis kegiatan yang potensial menimbulkan dampak penting.
c) Mengidentifikasi komponen atau parameter lingkungan yang diduga mengalami
perubahan mendasar/komponen lingkungan yang terkena dampak penting sebagai
akibat rencana kegiatan pembangunan.
d) Survey Lingkungan di daerah yang terkena dampak.
e) Survey dan analisa Kualitas Air di daerah lokasi yang terkena dampak dengan param eter
sesuai yang tertera pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.
f) Survey Kualitas Udara di daerah lokasi yang terkena dampak.
g) Survey Tingkat Kebisingan di daerah lokasi yang terkena dampak.
h) Survey Biologi di daerah lokasi yang terkena dampak dengan parameter Plankton,
Bantos, Mikro, benda apung, Flora dan Fauna.
i) Survey dan Analisis Sosial Ekonomi di daerah lokasi yang terkena dampak.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 145
LUHULEHI - TUTUWARU
6) Pengolahan dan Analisis Data
A. Substansi Regulasi
AMDAL merupakan salah satu dokumen wajib yang harus dilaksanakan oleh setiap orang
yang akan melakukan suatu kegiatan usaha yang diperkirakan menimbulkan dampak
lingkungan hidup sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah dalam
rangka pengendalian lingkungan hidup. Sedangkan bagi kegiatan usaha yang tidak wajib
AMDAL, seperti yang tertera dalam lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.11
Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang wajib dilengkapi
dengan AMDAL, maka diwajibkan menyusun Upaya Kelola Lingkungan - Upaya Pantau
Lingkungan (UKL-UPL) sesuai RTRW Daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membuat AMDAL untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam kebijakan, rencana dan program pembangunan
pemerintah. Dokumen AMDAL ataupun UKL-UPL yang telah ditetapkan menjadi
persyaratan untuk pengajuan dan penerbitan ijin mendirikan bangunan dan ijin usaha atau
operasional. Setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang menyusun AMDAL wajib
melakukan pemberitahuan atau pengumuman kepada masyarakat, sesuai dengan
pedoman yang berlaku. Dasar hukum pengaturan pelaksanaan AMDAL yaitu :
a) Undang-Undang 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
b) Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
c) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
d) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air;
e) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan;
f) Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
g) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air;
h) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air;
i) Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pengambilan
Air Bawah Tanah;

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 146
LUHULEHI - TUTUWARU
j) Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Garis
Sempadan;
k) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No NOMOR : 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;
l) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan
m) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 11 TAHUN 2006 Tentang Jenis Rencana
Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL);
n) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 24 Tahun 2009 Tentang Panduan Penilaian
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
o) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 86 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup

B. Data Kualitatif
Analisis data kualitatif digunakan untuk menafsirkan dan memahami kualitas data yang
diperoleh dari pengumpulan data. Analisis data kualitatif sangat bergantung pada
interpretasi. Apabila kamu sudah mahir dalam melakukan pengumpulan data kualitatif,
maka akan cukup mudah untuk menginterpetasikannya dalam bentuk pemaparan atau
deskripsi yang lebih mendalam. Hal ini biasanya disertai dengan asumsi dan beberapa
pendapat atau rujukan dari referensi terpercaya.
Dalam analisis data kualitatif, penting untuk dapat mengembangkan pendekatan
sistematis. Ada empat langkah yang dapat kamu lakukan yaitu sebagai berikut:
a) Melakukan Peninjauan Data.
Sebelum melakukan analisis data apapun, penting untuk memahami data yang suda h
dikumpulkan dan meninjuanya secara berkala. Sebagai contoh, apabila data yang
dimiliki merupakan transkrip wawancara, baca kembali transkrip tersebut secara
menyeluruh hingga didapatkan gambaran umum mengenai hasil wawancara
tersebut. Kemudian berikan pendapat kamu pada temuan yang didapatkan. Hal ini
sebagai tanggapan awal yang mungkin nantinya akan berguna untuk menafsirkan
data.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 147
LUHULEHI - TUTUWARU
b) Mengatur Data Yang Terkumpul.
Data kualitatif yang terkumpul cenderung panjang dan rumit. Setelah melakukan
peninjauan, kamu dapat mengklasifikasikannya ke dalam beberapa bagian. Terdapat
beberapa pengelompokaan/pengklasifikasian data misalnua berdasarkan tanggal
pengambilan data, jenis pengumpulan data, atau berdasarkan pertanyaan yang
ditanyakan.
c) Melabeli Data
Pelabelan atau biasa disebut pengkodean merupakan proses identifikasi dan
pemberikan label sesuai dengan tema/topik dari data yang kamu analisis.
d) Menafsirkan Data
Interpretasi data menyertakan makna dan signifikansi daya yang diperoleh. Coba
lakukan tinjuan berulang untuk melihat hubungan antara tema/topik dengan hasil,
kemudian ambil kesimpulan dari hasil interpretasi.

C. Data Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk numerik. Data ini dapat
diukur (measurable) atau dihitung secara langsung sebagai variabel angka atau bilangan.
Variabel dalam ilmu statistika adalah atribut, karakteristik, atau pengukuran yang
mendeskripsikan suatu kasus atau objek penelitian. Penelitian kuantitatif banyak
digunakan untuk menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan
statistik, menunjukkan hubungan antarvariabel, dan ada pula yang bersifat
mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan banyak
hal, baik itu dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial.
Analisis data kuantitatif adalah proses penggunaan metode statistik untuk
menggambarkan, meringkas, dan membandingkan berdasarkan jenis data yang
dikumpulkan. Dengan menggunakan analisis data kuantitaif memungkinkan
didapatkannya temuan evaluasi untuk memperkuat program organisasi yang
dilaksanakan. Analisis data kuantitatif biasanya digunakan untuk analisis data hasil
kuisioner.

D. Metode Prakiraan Dampak dan Penentuan Dampak Penting Uraian secara singkat dan
jenis tentang metode yang digunakan dalam studi Andal untuk memprakirakan besarnya
dampak lingkungan dan penentuan sifat pentingnya dampak.
a) Identifikasi dampak agar ditambahkan bagan alir, matriks dan daftar isian (checklist).

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 148
LUHULEHI - TUTUWARU
b) Untuk memperkirakan dampak penting agar digunakan metode formal (model
matematis, statistik) dan non formal (model analog penelitian dan profesional
judgement) pada setiap komponen lingkungan).

E. Metode Evaluasi Dampak Penting


Meniadakan/menghilangkan dampak potensial yang dianggap tidak relatif atau tidak
penting, sehingga diperoleh daftar dampak penting hipotesis yang dipandang dan relevan
untuk ditelaah secara mendalam dalam studi Andal dengan berdasarkan :
a) Pedoman mengenai Ukuran Dampak Penting sesuai dengan keputusan Kepada
Bappedal No. Kep. 056 Tahun 1994.
b) Perbandingan dampak penting tersebut di atas dengan baku mutu lingkungan yang
ada.

F. Pengambilan Sampel dan Uji Parameter Kualitas Lingkungan


Pengambilan sampel sesaat hanya dapat dilakukan apabila kondisi lokasi pengambilan
sampel diasumsikan homogen atau konstan. Apabila kondisi lokasi pengambilan sampel
heterogen atau fluktuatif, maka pengambilan sampel sesaat dilakukan pada waktu
keadaan yang berbeda sehingga dapat mewakili kondisi kualitas yang sebenarnya.
Pengambilan sampel sesaat dalam kondisi ini akan membutuhkan biaya yang cukup
besar baik untuk pengambilan sampel maupun pengujian di laboratorium. Untuk
mengatasi hal ini, maka dapat dilakukan pengambilan sampel gabungan. Dalam hal ini,
perlu dipertimbangkan bahwa pengambilan sampel gabungan umumnya dilakukan
terhadap sampel air/air limbah, atau tanah/lumpur/sedimen.
Sampel gabungan merupakan campuran dua atau lebih sampel sesaat ke dalam sebuah
wadah untuk diuji di laboratorium. Pengambilan sampel gabungan sangat bermanfaat
untuk menentukan rerata konsentrasi parameter yang diuji selama periode waktu
pengambilan sampel gabungan dilakukan untuk karakteristik kualitas lingkungan pada
suatu lokasi pengambilan sampel. Biaya yang dibutuhkan untuk pengujian sebuah sampel
gabungan lebih murah bila dibandingkan dengan beberapa sampel sesaat yang diambil
selama periode waktu yang sama. Pelaksanaan teknik pengambilan sampel gabungan
harus memperhatikan jenis parameter yang akan dianalisis dan dilakukan oleh petugas
pengambil sampel yang kompeten serta mempunyai intuitive dan technical judgment
yang cukup, bila tidak akan memberikan kesimpulan yang keliru.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 149
LUHULEHI - TUTUWARU
Sebagai gambaran, jika air limbah berfluktuatif sehingga kadang-kadang mempunyai pH
yang tinggi dan rendah pada periode waktu tertentu, maka akan menghasilkan pH netral
jika pengukuran dilakukan terhadap sampel gabungan. Sedangkan sampel senyawa
organik yang mudah menguap atau Volatile Organic Compounds (VOCs), minyak dan
lemak, Total Recoverable Petroleum Hydrocarbons (TRPHs), serta pengujian
mikroorganisme dan parameter yang mudah berubah seperti suhu, pH maupun DO tidak
tepat dilakukan dengan cara pengambilan sampel gabungan, melainkan hanya dapat
dilakukan dengan pengambilan sampel sesaat.
Sampel gabungan dapat dibedakan berdasarkan sampel gabungan waktu (time
composite sample) dan sampel gabungan tempat (location composite sample). Sampel
gabungan waktu adalah campuran beberapa sampel sesaat yang diambil pada titik
pengambilan sampel yang sama, volume yang sama, dengan interval waktu yang sama,
dikumpulkan dalam sebuah wadah untuk dilakukan pengujian. Tipe sampel gabungan
waktu ini dapat dilakukan terhadap tanah/lumpur/sedimen, atau air danau, air sungai,
maupun air limbah yang mempunyai aliran yang relatif konstan.
Jika alirannya bervariasi, maka sampel gabungan proporsional aliran (flow proportional
composite sample) harus dipertimbangkan. Sampel gabungan ini dapat dilakukan melalui
2 pendekatan. Pendekatan pertama, mengumpulkan beberapa sampel pada volume
yang sama untuk interval volume aliran yang sama. Sedangkan pendekatan kedua,
mengumpulkan sampel pada interval waktu yang sama tetapi berdasarkan proporsional
volume sampel untuk volume aliran selama interval waktu tertentu.
Faktor-faktor lain seperti kenyamanan, aksesibilitas situs, keterbatasan peralatan
pengambilan sampel dan persyaratan peraturan sering juga memainkan peran penting
dalam mengembangkan rencana pengambilan sampel. Diperlukan strategi yang
dirancang dengan baik untuk mendapatkan jumlah informasi maksimum dari jumlah
sampel. Strategi tersebut bisa berupa statistik atau non-statistik. Ada beberapa
pendekatan pengambilan sampel: sistematis, acak, judmental (non-statistik), stratified
(bertingkat), dan haphazard (sembarang). Lebih dari satu dapat diterapkan pada saat
yang bersamaan.
a) Sampling Sistematis
Pengukuran dilakukan di lokasi dan/ atau waktu sesuai dengan pola yang telah
ditentukan. Misalnya, area yang akan dianalisis dapat dibagi dengan kisi, da n sampel
diambil pada setiap titik kisi. Untuk studi polusi udara, sampel udara dapat diambil
pada interval waktu yang tetap, katakan setiap tiga jam. Pendekatan ini tidak

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 150
LUHULEHI - TUTUWARU
memerlukan pengetahuan sebelumnya tentang distribusi polutan, mudah
diimplementasikan, dan harus menghasilkan sampel yang tidak bias. Namun,
pengambilan sampel sistematis mungkin memerlukan lebih banyak sampel untuk
diambil daripada beberapa metode lainnya.

b) Pengambilan Sampel Acak


Dasar pengambilan sampel acak adalah bahwa setiap unit populasi memiliki
probabilitas yang sama untuk dipilih. Metode acak baik jika populasi tidak memiliki
tren atau pola yang jelas. Jika suatu sistem bervariasi dengan waktu, seperti aliran,
kita harus sampling pada berbagai waktu, sehingga setiap waktu memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih. Jika sistem bervariasi dengan lokasi di
dalamnya, seperti tempat pembuangan sampah, kita harus mengambil sampel di
permukaan dan turun ke dalamnya, sehingga setiap titik dalam ruang tiga dimensi dari
tempat pembuangan sampah memiliki peluang yang sama untuk dipilih.
c) Sampling Judgmental
Pengetahuan sebelumnya tentang variasi spasial dan temporal dari polutan
digunakan untuk menentukan lokasi atau waktu pengambilan sampel. Dalam contoh
danau, sampel dapat dikumpulkan hanya di sekitar titik pembuangan. Jenis
pengambilan sampel penilaian ini memberikan tingkat bias tertentu ke dalam
pengukuran. Sebagai contoh, akan salah untuk menyimpulkan bahwa konsentrasi
rata-rata pada titik-titik pengambilan sampel berkerumun ini adalah ukuran
konsentrasi seluruh danau. Namun, itu adalah titik yang paling mencirikan konten
aliran limbah. Dalam banyak kasus, ini mungkin metode pilihan, terutama ketika tujuan
analisis adalah hanya untuk mengidentifikasi polutan yang ada.
d) Pengambilan Sampel Stratifikasi
Ketika suatu sistem mengandung beberapa area yang berbeda, kita dapat melakukan
sampling secara terpisah, dalam skema pengambilan sampel bertingkat. Populasi
target dibagi menjadi beberapa wilayah atau strata yang berbeda. Strata dipilih
sehingga tidak saling tumpang tindih. Pengambilan sampel acak dilakukan dalam
setiap strata. Misalnya, di kolam atau laguna di mana limbah berminyak mengapung
di atas air dan endapan mengendap ke bawah, strata dapat dipilih sebagai fungsi
kedalaman, dan pengambilan sampel acak dapat dilakukan dalam setiap strata.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 151
LUHULEHI - TUTUWARU
e) Pengambilan Sampel Sembarangan (Haphazard)
Lokasi pengambilan sampel atau waktu pengambilan sampel dipilih secara
sewenang-wenang. Jenis pengambilan sampel ini masuk akal untuk sistem yang
homogen. Karena sebagian besar sistem lingkungan memiliki variabilitas spasi al atau
temporal yang signifikan, pengambilan sampel sembarangan sering mengarah pada
hasil yang bias. Namun, pendekatan ini dapat digunakan sebagai teknik penyaringan
awal untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi sebelum pengambilan
sampel skala penuh dilakukan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 152
LUHULEHI - TUTUWARU
3.2. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


1. Merunut legislasi 1. Data Rencana Pembangunan Jangka
2. Merunut kesesuaian dengan kebijakan yang Menengah Daerah
tercantum pada dokumen formal yang 2. Data Rencana Tata Ruang Wilayah Lokasi
memiliki hierarki diatasnya; Pekerjaan
3. Merunut dokumen formal (kesesuaian dengan 3. Data Karakteristik Bentang Alam
hasil yang diharapkan/ tujuan dan sasaran) 4. Data Peta Vegetasi Alami
4. Interview dan pengumpulan data dengan 5. Data Peta Penutupan Lahan
penyusun kebijakan atau administrator 6. Data Geo-fisik kimia
program (dinas terkait). 7. Data Potensi dan Ketersediaan, Kebutuhan
5. Identifikasi kondisi eksisting wilayah. dan Jenis Pemanfaatan, Bentuk penguasaan,
6. Penjaringan aspirasi masyarakat di wilayah Sumber daya alam khususnya air dan lahan
perencanaan serta aparat pemerintah terkait 8. Keragaman dan Karakteristik Fungsi
(FGD). Ekologis

Tidak

Data Cukup

Ya

Analisis Data
1. Pengolahan data primer dan sekunder dengan metode pengolahan data kualitatif dan metode kuantitatif.
2. Melaksanakan konsultasi publik hasil pekerjaan (FGD).
3. Analisis kondisi sebelum dan sesudah pekerjaan
4. Analisis prakiraan, penentuan dan evaluasi dampak penting
5. Penyusunan dokumen KA ANDAL dan Dokumen ANDAL
6. Penyusunan dokumen RKL – RPL
7. Pelaksanaan Uji Publik Dokumen AMDAL
8. Penyerahan laporan AMDAL

Kesimpulan

Selesai

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 153
LUHULEHI - TUTUWARU
3.3. Jangka Waktu Pelaksanaan
Jangka Waktu Pekerjaan Perencanaan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
Pembangunan Jalan Sirtu Luhuleli - Tutuwaru adalah 30 (Tiga Puluh) hari kalender dengan
rencana lini masa sebagai berikut:

Minggu Ke-
No Rencana Kerja
1 2 3 4 5

1. Persiapan, Telaah Aspek Legal dan Dokumen Terkait

2. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

3. Survey dan Sampling Parameter Lingkungan

4. Analisis Data

5. Penyusunan Kerangka Acuan AMDAL

6. Penyusunan Dokumen ANDAL

7. Penyusunan Dokumen RKL - RPL

8. Penilaian Dokumen AMDAL

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 154
LUHULEHI - TUTUWARU
3.4. Daftar Hasil Kegiatan
Laporan yang harus diserahkan oleh Konsultan Penyusun Dokumen Amdal kepada
Penanggung Jawab Kegiatan meliputi :
1) Uraian proyek.
2) Lingkup proyek.
3) Program kerja.
4) Personil Konsultan.
5) Peralatan yang dipakai oleh Konsultan.
6) Kemajuan pekerjaan yang sudah dicapai sampai dengan bulan bersangkutan.
7) Rencana kerja bulan berikutnya dan rencana penyerapan dananya.
8) Jadwal pelaksanaan dalam bentuk Kurva S.
9) Kendala-kendala yang mungkin terjadi di lapangan yang dihadapinya dalam pelaksanaan
pekerjaan.
10) Keterangan-keterangan lainnya yang dianggap perlu untuk dilaporkan.
11) Foto-foto pelaksanaan pekerjaan. Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya tanggal 5
(lima) setiap bulan sebanyak 5 (lima) buku laporan.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 155
LUHULEHI - TUTUWARU
3.5. Usulan Struktur dan Penugasan Personel

I. Jadwal Penugasan Personil


Bulan
No Nama Tenaga Ahli dan Pendukung Ke-
1
A Tenaga Ahli
1 Team Leader Ahli Tata Lingkungan (1 orang)
2 Ahli Transportasi (1 orang)
3 Ahli Geologi (1 orang)
4 Ahli Tata Ruang (1 orang)
5 Ahli Kesehatan Masyarakat
6 Ahli Sosial Ekonomi
7 Ahli Biologi
8 Ahli Fisika / Kimia
B Tenaga Pendukung
1 Asisten Ahli Sosial Ekonomi (1 orang)
2 Drafter CAD (1 orang)
3 Tenaga Administrasi (1 orang)

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK


LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN SIRTU 156
LUHULEHI - TUTUWARU
II. Usulan Komposisi Tim, Kualifikasi dan Bidang Pokok

Nomor Kualifikasi yang dibutuhkan Kualifikasi yang diusulkan Posisi Pokok Pekerjaan

1 Team Leader Ahli Tata Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Team Leader • Merencanakan, mengkoordinasi dan
Lingkungan, Sarjana Strata 2 (S2) Teknik Lingkungan, memiliki SKA Ahli Tata mengendalikan semua kegiatan dan
Teknik Lingkungan, memiliki Ahli Madya Teknik Lingkungan, Lingkungan personil yang terlibat dalam pekerjaan
Sertifikat Penyusun AMDAL memiliki Sertifikat Penyusun ini sehingga pekerjaan dapat
(KTPA), dengan pengalaman AMDAL (KTPA), berpengalaman diselesaikan dengan baik dan tepat
kerja minimal 6 tahun (Team lebih dari 6 tahun waktu.
Leader); • Mempersiapkan petunjuk pelaksanaan
kegiatan, baik dalam tahap pengumpulan
data, pengolahan dan penyajian akhir
dari hasil keseluruhan pekerjaan.
• Merencanakan dan melaksanakan
semua kegiatan dalam pekerjaan
yang mencakup seluruh pekerjaan serta
memberikan masukan kepada tenaga ahli
lainnya yang terkait.
• Bertanggung jawab terhadap kualitas,
kuantitas dan spesifikasi bahan-
bahan/material, kualitas Untuk

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN


157
SIRTU LUHULEHI - TUTUWARU
pelaksanaan pekerjaan. Bertanggung
jawab penuh pada seluruh hasil akhir
pelaksanaan pekerjaan untuk kegiatan
ini.
2 Ahli Teknik Sipil Transportasi, Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Ahli Teknik Sipil • Merencanakan dan melaksanakan
Sarjana Strata 1 (S1) Teknik Sipil, Teknik Sipil memiliki SKA Ahli Muda Transportasi semua kegiatan pekerjaan yang
memiliki SKA Ahli Teknik Jalan, Teknik Jalan, berpengalaman lebih mencakup Teknik Sipil Transportasi,
dengan pengalaman kerja minimal dari 5 tahun. serta memberikan masukan kepada
4 tahun tenaga ahli lainnya yang terkait dalam
pekerjaan ini.
• Membantu Team Leader dalam
memeriksa penilaian atau advist teknis
untuk seluruh hasil akhir pekerjaan.
• Dalam melaksanakan tugas, Ahli Teknik
Sipil Transportasi, bertanggung jawab
kepada team leader.
3 Ahli Geologi, Sarjana Strata 1 (S1) Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Ahli Geologi • Merencanakan dan melaksanakan
Teknik Geologi, dengan Teknik Geologi memiliki SKA Ahli semua kegiatan pekerjaan yang
pengalaman kerja minimal 4 tahun Muda Geologi, berpengalaman mencakup Geologi, serta memberikan
lebih dari 5 tahun. masukan kepada tenaga ahli lainnya
yang terkait dalam pekerjaan ini.
• Membantu Team Leader dalam

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN


158
SIRTU LUHULEHI - TUTUWARU
memeriksa penilaian atau advist teknis
untuk seluruh hasil akhir pekerjaan.
• Dalam melaksanakan tugas, Ahli Geologi,
bertanggung jawab kepada team leader.
4 Ahli Perencanaan Wilayah dan Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Ahli • Merencanakan dan melaksanakan
Kota, Sarjana Strata 1 (S1) Teknik Teknik Perencanaan Wilayah dan Perencanaan semua kegiatan pekerjaan yang
Perencanaan Wilayah dan Kota Kota (Planologi), memiliki SKA Ahli Wilayah dan mencakup Perencanaan Wilayah dan
(Planologi), dengan pengalaman Muda Planologi, berpengalaman Kota Kota (Planologi), serta memberikan
kerja minimal 4 tahun lebih dari 5 tahun. masukan kepada tenaga ahli lainnya
yang terkait dalam pekerjaan ini.
• Membantu Team Leader dalam
memeriksa penilaian atau advist teknis
untuk seluruh hasil akhir pekerjaan.
• Dalam melaksanakan tugas, Ahli
Perencanaan Wilayah dan Kota
(Planologi), bertanggung jawab kepada
team leader.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN


159
SIRTU LUHULEHI - TUTUWARU
5 Ahli Kesehatan Masyarakat, Sarjana Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Ahli • Merencanakan dan melaksanakan kegiatan
Strata 1 (S1) Kesehatan Kesehatan Masyarakat, Kesehatan pekerjaan yang mencakup Kesehatan
Masyarakat, dengan minimal berpengalaman lebih dari 5 Masyarkat Masyarakat serta memberikan masukan
pengalaman 4 tahun. tahun. kepada tenaga ahli lainnya yang terkait dalam
pekerjaan ini.
• Membantu Team Leader dalam memeriksa
penilaian atau advist teknis untuk seluruh hasil
akhir pekerjaan Kesehatan Masyarakat
• Dalam melaksanakan tugas, Asisten Ahli
Kesehatan Masyarkat Budaya bertanggung
jawab kepada team leader.
6 Ahli Sosial Ekonomi, Sarjana Strata Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Ilmu Ahli Sosial • Merencanakan dan melaksanakan kegiatan
1 (S1) Ilmu Sosial / Ekonomi / Sosial / Ekonomi / Lingkungan, Ekonomi pekerjaan yang mencakup Sosial Ekonomi
Lingkungan, dengan minimal berpengalaman lebih dari 5 serta memberikan masukan kepada tenaga
pengalaman 4 tahun. tahun. ahli lainnya yang terkait dalam pekerjaan ini.
• Membantu Team Leader dalam memeriksa
penilaian atau advist teknis untuk seluruh hasil
akhir pekerjaan Sosial Ekonomi Budaya.
• Dalam melaksanakan tugas, Ahli Sosial Ekonomi
bertanggung jawab kepada team leader.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN


160
SIRTU LUHULEHI - TUTUWARU
7 Ahli Biologi, Sarjana Strata 1 (S1) Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Ahli Biologi • Merencanakan dan melaksanakan semua
Biologi/Pertanian, dengan minimal Biologi/Pertanian, kegiatan pekerjaan yang mencakup Biologi
pengalaman 4 tahun. berpengalaman lebih dari 5 serta memberikan masukan kepada tenaga
tahun. ahli lainnya yang terkait dalam pekerjaan ini.
• Membantu Team Leader dalam memeriksa
penilaian atau advist teknis untuk seluruh hasil
akhir pekerjaan.
• Dalam melaksanakan tugas, Ahli Biologi
bertanggung jawab kepada team leader.
8 Ahli Fisik Kimia, S1 Kimia / Fisika / Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Ahli Fisik • Merencanakan dan melaksanakan kegiatan
Lingkungan, pengalaman kerja di Kimia / Fisika / Lingkungan, Kimia pekerjaan yang mencakup perencanaan Fisik
minimal 4 tahun; berpengalaman lebih dari 5 Kimia serta memberikan masukan kepada
tahun. tenaga ahli lainnya yang terkait dalam pekerjaan
ini.
• Membantu Team Leader dalam memeriksa
penilaian atau advist teknis untuk seluruh hasil
akhir pekerjaan Fisik Kimia.
• Dalam melaksanakan tugas, Ahli Fisik Kimia
bertanggung jawab kepada team leader.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN


161
SIRTU LUHULEHI - TUTUWARU
Nomor Kualifikasi yang dibutuhkan Kualifikasi yang diusulkan Posisi Pokok Pekerjaan

1 Asisten Ahli Sosial Ekonomi, Sarjana Strata 2 (S2) Bidang Ilmu Asisten Ahli • Merencanakan dan melaksanakan
Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Ekonomi Ekonomi / Ekonomi Pertanian / Sosial kegiatan pekerjaan yang mencakup
/ Ekonomi Pertanian / Perikanan / Perikanan / Agribisnis / Ekonomi Sosial Ekonomi serta memberikan
Agribisnis / Penyuluhan, dengan Penyuluhan, berpengalaman lebih masukan kepada tenaga ahli lainnya
minimal pengalaman 4 tahun. dari 5 tahun. yang terkait dalam pekerjaan ini.
• Membantu Team Leader dalam
memeriksa penilaian atau advist teknis
untuk seluruh hasil akhir pekerjaan Sosial
Ekonomi Budaya.
• Dalam melaksanakan tugas, Asisten Ahli
Sosial Ekonomi Budaya bertanggung
jawab kepada team leader.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN


162
SIRTU LUHULEHI - TUTUWARU
2 Operator CAD, Sarjana Strata 1 Sarjana Strata 1 (S1) Bidang Operator CAD • Operator Komputer akan membantu
(S1) Semua Jurusan, dengan Komputer, dengan pengalaman Team
pengalaman minimal 4 tahun. lebih dari 4 tahun. • Leader dalam bidang penyusunan
administrasi.
• Dalam melaksanakan tugas, Operator
Komputer bertanggung jawab kepada
team leader.

3 Administrasi, Sarjana Strata 1 (S1) Sarjana Strata 1 (S1) Semua Administrasi • Administrasi dan Keuangan akan
Semua Jurusan, dengan Jurusan, dengan pengalaman membantu Team Leader dalam bidang
pengalaman minimal 4 tahun. lebih dari 4 tahun. penyusunan administrasi.
• Dalam melaksanakan tugas, Administrasi
dan Keuangan bertanggung jawab
kepada team leader.

PERENCANAAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PEMBANGUNAN JALAN


163
SIRTU LUHULEHI - TUTUWARU

Anda mungkin juga menyukai