DI LAUT BELAWAN
(Studi di Polairud Belawan)
Oleh:
Nur Atika Sari
1906200056
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
1
BELAWAN)
B. Latar Belakang
Pembajakan di kapal laut sudah ada sejak zaman IIIyrians tahun 233 SM.
Pada saat itu kekaisaran Romawi telah melakukan upaya untuk melindungi pedagang
Italia dan Yunani dari kejahatan pembajakan ketika berlayar di laut. Namun
laut tidak terlepas dari munculnya para bajak laut pada hakikatnya bajak laut sudah
ada sejak zaman dahulu atau pada masa-masa kerajaan. Kegiatan pembajakan kapal
pada awalnya merupakan bagian dari tugas armada laut dari sebuah kerajaan tertentu
yang diberikan kekuasaan langsung dari seorang raja untuk menjaga keamanan laut
pengangkut dari kerajaan lain untuk merampas hasil bumi dari kerajaan lain.
Pembajakan ini dilakukan terhadap kapal-kapal yang memiliki bendera kapal yang
berbeda, pada masa ini kegiatan perompakan tidak dapat dihukum karena mendapat
hukum hanya merupakan salah satu dari lambang-lambang yang dipakai oleh norma
yang lain. Peraturan hukum merupakan sarana yang paling lengkap untuk
sehingga dapat ditangkap oleh masyarakat. Pertama, barang tentu disusun dari
rangkaian kata-kata yang membentuk suatu kalimat. Bahasa hukum boleh disebut
mewakili suatu ragam Bahasa tersendiri, disamping ragam-ragam bahasa yang lain.
Cirinya ditandai oleh penggunaan kata-kata yang terukur dan berusaha untuk
karena itu timbul kesan, bahwa ragam bahasa hukum, dalam hal ini bahasa peraturan
atau undang-undang, adalah menjemukan dan tafsir ganda dihindari sejauh mungkin.
kompleks dimana struktur, substansi, dan kultur berinteraksi. Struktur adalah salah
satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum. Substansi adalah elemen lainnya.
lain, selalu mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan keperluan orang lain
maka diperlukan suatu norma untuk mengatur kehidupannya. Hal tersebut penting
1
Rahman Syamsuddin dan Ismail Aris. 2014. Merajut Hukum Di Indonesia. Jakarta: Mitra
Wacana Media, hal.3
3
tindakan penjarahan, yang ditujakan kepada awak atau penumpang dari kapal atau
pesawat terbang, dan diarahkan di laut lepas terhadap kapal atau pesawat udara, atau
terhadap orang atau properti di kapal atau pesawat udara terhadap kapal, di luar
Perompakan kapal laut, atau sering disebut juga sebagai bajak laut, merujuk
pada tindakan mengambil alih kapal secara paksa oleh kelompok bersenjata dengan
kapal laut telah ada sejak zaman dahulu dan masih terjadi dalam beberapa wilayah
laut tertentu di dunia saat ini. Pada umumnya, perompakan kapal laut terjadi di
peraian yang dianggap rawan, seperti disekitar Teluk Aden, laut Somalia, Selat
Seperti yang terjadi pada kapal nelayan Pukat Teri KM.Deli GT.10 yang
pulang melaut dengan membawa hasil tangkapan selama 12 hari dilaut, setibanya di
senjata laras panjang berjenis AK 47 ini langsung berniat menguras seluruh hasil
tangkapan dengan tidak segan-segan melukai ABK kapal. Secara visual Tim VBSS
(Visit, Board, Search, and Seizure) Sastrol Lantamal I yang biasa melakukan Patroli
rutin dengan menggunakan dua kapal patroli sekitar alur masuk pelabuhan Belawan
2
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa. 2012. Kriminologi. Jakarta: Rajawali Pers, hal.35
4
melihat kejanggalan aneh pada kapal nelayan Pukat Teri yang berpapasan dengan dua
kapal patroli, tanpa menunggu lama Tim VBSS langsung memutar balik arah ke
kapal nelayan tersebut dan meminta agar kapal nelayan menghentikan mesin. Kelima
perompak yang sudah mengetahui kedatangan kapal patroli VBSS ini langsung
terjadi adanya baku tembak, secara spontan kedua kapal tim patroli VBSS ini terus
melakukan pengejaran. Alhasil satu kapal patroli VBSS berhasil merapat kedinding
lambung kanan kapal nelayan dan berhasil menaiki kapal tersebut, dan terjadi baku
tembak jarak dekat pun terus dilakukan dengan hasil satu perompak tewas ditembak,
mengetahui satu rekan perompak roboh, keempat perompak tersebut langsung lari
dan ingin menceburkan diri ke laut tetapi dengan sigap tim VBSS berhasil
kapal, mengintimidasi awak kapal dengan senjata api, atau menggunakan kapal cepat
untuk mendekati target mereka secara tiba-tiba. Perompakan kapal laut sangat
keamanan maritime global. Untuk melawan perompakan kapal laut, banyak negara
keamanan, dan penangkapan para perompak. Misalnya, tugas bersama Maritim Eropa
melindungi kapal dan awal mereka dari serangan perompakan. Ini termasuk
penggunaan tim keamanan bersenjata, penggunaan rute pelayaran yang lebih aman,
tertentu. Hukum diartikan sebagai tata nilai; hukum mengandung nilai tentang baik-
buruk, salah-benar, adil-tidak adil, dan lain-lain, yang berlaku secara umum.
merupakan kejahatan lintas Negara yang bisa terjadi pada Negara manapun dan pada
pembajaknya bisa pula dari Negara manapun. Tetapi sudah sebaiknya hukum akan
memandang ini sebagai sebuah kejahatan yang patut untuk segera diantisipasi
yurisdiksi dari Negara asing. Sebab seperti yang telah dikemukakan jika pembajakan
kapal dilaut merupakan kejahatan lintas Negara (transnational) yang bisa terjadi pada
3
Leden Marpaung. 2013. Tindak Pidana Wilayah Perairan (Laut) Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika, hal.8
6
melintasi batas negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali secara Internasional
pada era tahun 1990-an dalam pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
Utara sepanjang Tahun 2010-2023 hanya terjadi satu kasus, meskipun begitu kasus
ini tentu saja sangat serius dan harus tetap di tindak lanjuti. Peran apparat kepolisian
sendiri sangat berdampak buruk terhadap rasa keamanan dan kenyamanan kepada
para kapal nelayan. Berdasarkan uraian di atas maka disusun proposal ini dengan
Polairud Belawan)”
1. Rumusan Masalah
laut Belawan?
1. Faedah Penelitian
1. Secara Teoritis
7
2. Secara Praktis
C. Tujuan Penelitian
D. Definisi Operasional
akan diteliti. Untuk ilmu hukum dapat diambil misalnya dari peraturan perundang-
8
mempersempit cakupan makna variasi sehingga data yang diambil akan lebih
terfokus. Konsep merupakan salah satu unsurkonkrit dari teori. Namun demikian,
masih diperlukan penjabaran lebih lanjut dari konsep ini dengan jalan memberikan
definisi operasionalnya.4
4
Ida Hanifah, dkk. 2018. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa. Medan: Pustaka Asdi
Mahasiswa, halaman. 17.
5
Laurensius Arliman. 2015. Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat. Yogyakarta:
CV Budi Utama, halaman 12.
9
dengan cara kekerasan maupun penahanan secara tidak sah yang dibuat untuk
tidak sah, atau setiap tindakan memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan
pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal atau pesawat udara
swasta.
E. Tinjauan Pustaka
penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang
pedoman atau patokan bagi perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau
secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-
penegakan hukum pidana yang rasional untuk memenuhi rasa keadilan dan
daya guna. Menegakkan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang
dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk
mencapai suatu tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas
7
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Guru Besar Hukum Tata Negara
Universitas Indonesia, Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Hukum Tata Negara dan
Administrasi Negara Indonesia.
http://jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf (diakses tanggal 18-Februari-
2018, Pukul 18.46 WIB)
11
yang tidak termasuk bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan
pemidanaan.
aturan hukum yang mengandung ancaman pidana. Pidana adalah suatu akibat
kejahatan itu sendiri. Penyebab datang dari berbagai cara yang menimbulkan
(hukuman).
yang disepakati untuk apa yang disebut sebagai tindakan yang merupakan
kejahatan internasional pembajakan (Garmon, 2003: 260). Namun, saat ini ada
terdiri dari hukum adat, hukum agama, dan hukum nasional yang diatur
terhadap keadilan.
akuntabilitas.
tahap sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk
dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian
baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut
penegak hukum harus berperang teguh pada nilai-nilai keadilan dan guna.
undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan undang-
usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu
8
Muladi dan Arif Barda Nawawi, Penegakan Hukum Pidana, Rineka Cipta, 1984, Jakarta,
hal. 157.
15
tujuan tertentu. Jelas harus merupakan jalinan mata rantai aktivitas yang terputus
yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.9
penetapan status tersangka harus didasarkan pada bukti yang cukup dan sesuai
pengadilan.
berupa bebas, pidana, denda, atau hukuman lainnya tergantung pada hasil
atau penerapan hukuman yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Hal ini bisa
penegak hukum.
Namun, penting untuk diingat bahwa setiap kasus dapat memiliki kekhasan
sendiri dan tahapan proses penegakan hukum dapat bervariasi tergantung pada
bahwa pembajakan di laut memiliki umur yang sama dengan kapal dan kodrat
manusia. Para perompak yang melakukan pembajakan di laut pada awalnya hanya
memiliki tujuan untuk memperkaya diri.10 Dalam berbagai situasi perompak juga
sejak zaman Yunani Kuno dan Kekaisaran Romawi, pembajakan di laut telah menjadi
beban dari perdagangan maritim. Salah satu tindakan pembajakan di laut yang
disertai dengan penculikan pada masa ini adalah pada tahun 75 SM, dimana kapal
Julius Caesar diserang dan sang Kaisar itu sendiri diculik dan dimintai tebusan. Para
kekuatan maritim mereka. Para perompak ini disebut sebagai privateer, yaitu
“perompak” yang diizinkan atau disahkan oleh negara untuk bertindak atas nama
negara tersebut melalui surat yang disebut “letter of marquee.” Tujuan utama para
privateers ini adalah merusak sumber daya negara musuh, melatih kapten angkatan
10
Alfred S. Bradfod, Flying the Black Flag – A Brief History of Piracy, (Westport,
Connecticut : Praeger, 2007) hal.4
11
Thaine Lennox Gentele,”Piracy, sea Robbery and Terrorism: Enforcing Laws to Deter
Ransom Payments and Hijacking,” Transportation Law Journal, Vol.37:199,2010, hal. 202-
203.
18
laut yang baru, bahkan menyulut peperangan.12 Setelah perang Spanyol usai, Inggris
dan Spanyol menyimpulkan bahwa tidak dieprlukannya lagi para privateers. Raja
penuh. Tanpa adanya negara yang mengasuh atau menyewa privateer ini, maka
laut yang disponsori oleh negara. Sejak Deklarasi Paris 1856 ini, timbul konsep
bahwa pembajakan di laut adalah hostis humani generis atau musuh dari seluruh
umat manusia.14 Pembajakan di laut dalam wilayah Barat tidak hanya mempengaruhi
Yunani, Romawi, Spanyol dan Inggris. Tercatat pula berbagai pembajakan di laut
Timur dan Tenggara. Pada wilayah Asia Timur, pembajakan di laut paling awal
tercatat terjadi pada Dinasti Han (106 SM – 220 M), namun pembajakan di laut di
yakini sudah ada sebelum zaman ini. Pembajakan di laut pada masa ini timbul saat
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Ibid.
19
ada kesempatan seperti peperangan, bencana alam, dan depresi ekonomi. Pada awal
abad ke-17, pembajakan di laut kembali meningkat pada masa peperangan Dinasti
Ming dan Qing. Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan di pantai, sehingga para
perompak dapat bebas beroperasi. Pada abad ke-18 dan ke-19 pembajakan di laut
juga terjadi akibat berbagai pemberontakan antara lain oleh Taiwan dan Vietnam,
Pada abad ke-20, terjadi perang saudara di China antara penganut paham
bagi perompak untuk beraksi.15 Pada wilayah Asia Tenggara, pembajakan di laut
marak terjadi pada abad ke-19 dimana para perompak mencoba membajak kapal-
kapal perdagangan milik Eropa. Pembajakan di laut dalam kawasan ini dilakukan
berdasarkan komunitas yang terorganisasi dan bahkan melibatkan elit-elit lokal. Para
perompak ini mayoritas beraksi di perairan Selat Malaka dan perairan Riau-Lingga
dan tercatat pula hingga sampai Kalimantan Utara.16 Fenomena pembajakan di laut
dalam kawasan Asia Tenggara yang paling terkenal pada era modern ini adalah yang
dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Indonesia dan Abu Sayyaf di
Filipina.17
15
Bruce A. Elleman, Andrew Forbes and David Rosenberg, Piracy and Maritime Crime,
(Newport: Rhode Island: Naval War College Press, 2010), hal. 37-46
16
Ger Tetlier, Piracy in Sounthest Asia – A Historical Comparasion, hal. 70-71.
17
Graham Gerard Ong-Webb, “Piracy in Maritime Asia: Current Trends” dalam Peter Lehr,
op. Cit. Hal. 78.
20
Pembajakan adalah sebuah tindakan perang seperti yang dilakukan oleh pihak
swasta (yang tidak berafiliasi dengan pemerintah manapun) yang terlibat dalam
tindak perompakan dan kekerasan kriminal di laut. Istilah ini telah digunakan untuk
merujuk pada serangan lintas batas tanah oleh agen-agen non-negara. Istilah ini juga
dapat mencakup tindakan yang dilakukan di air atau di pantai. Pembajakan, menurut
Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982, terdiri dari setiap tindak
kepentingan pribadi oleh awak atau penumpang kapal pribadi atau pesawat yang
diarahkan di laut tinggi terhadap lain kapal, pesawat, atau terhadap orang atau
properti di papan sebuah kapal atau pesawat udara. Pembajakan juga dapat dilakukan
terhadap kapal, pesawat, orang, atau properti di tempat di luar yurisdiksi negara
manapun.
maka yang dilakukan seharusnya bukan lagi negosiasi ataupun dialog atau bahkan
dengan menggunakan uang tebusan. Upaya-upaya yang telah disebutkan ini, pada
memberikan efek jera sedikitpun terhadap para perompak itu. Bahkan yang terjadi
sebaliknya, dengan adanya uang tebusan justru akan semakin membuat para
perompak itu berjaya dan akan mengulangi perbuatan mereka lagi. Hingga diperlukan
usaha yang lebih komprehensif untuk menyelesaikan masalah pembajakan ini, salah
penggunaan kapal dan teknologi pelayaran juga menjadi sarana baru untuk
sekelompok orang secara pribadi (tidak terkait dengan negara) dengan tujuan
menguasai kapal tersebut beserta dengan muatannya, biasanya yang menjadi sasaran
adalah kapal-kapal dagang yang mengangkut banyak harta dan muatan berharga yang
itu sendiri. Catatan sejarah tertua menunjukkan bahwa tindakan perompakan sudah
dilakukan oleh suku manusia laut di wilayah Aegean dan Mediterranean pada abad 13
SM. Perkembangan masa penjelajahan laut untuk mencari daratan baru yang dikenal
dengan era dunia baru, menjadi masa-masa keemasan era perompak. Pada masa itulah
terkenal beberapa nama perompak seperti Edward “Blackbeard” Teach, John “Calico
masa lalu, terbagi dalam dua jenis, pertama adalah apa yang disebut pirate, yaitu
pelaku perompakan yang merupakan kriminal murni dan menjadi buronan di seluruh
dunia.18
Jenis yang kedua disebut privateer, yaitu perompak yang diberi surat izin oleh
18
Akbar Kurnia, “modern piracy bajak laut dalam hukum”, melalui
http://akbarkurnia.blogspot.co.id/2011/06/modern-piracy-bajak-laut-dalam-hukum.html,
diakses 21 Desember 2015 Pukul 10.00 WIB
22
musuh. Privateer merupakan suatu metode perang pada abad pertengahan yang telah
dilarang pada abad kesembilan belas. Kegiatan perompakan ternyata tidak berhenti
Kegiatan perompakan yang mulai dilupakan orang dan hanya dianggap sebagai
Somalia beberapa tahun silam. Dalam insiden pembajakan dilaut, motif ekonomi
sangat tampak terlihat dengan kehadiran uang tebusan yang diminta kepada pemilik
kapal atau operator kapal untuk membebaskan para sandera. Bukan hanya itu, para
pembajak pun tidak segan untuk menyakiti sandera baik itu psikis maupun fisik.
selain itu, para pembajak juga kerap melakukan tindakan yang lebih brutal lagi
dengan berusaha menghadirkan “arena” baru dilaut baik itu pemerintah lokal,
Sejak abad ke-18 masyarakat bangsa-bangsa telah mengenal dan mengakui kejahatan
(piracy de jure gentium). Pada masa itu hubungan perdagangan sangat penting
19
Victor Situmorang. 1987.Sketsa Azas Hukum LautInternasional. Jakarta: Bina Aksara,
halaman 57
23
manusia)
yang dikelilingi laut dengan bentangan luas dari timur ke barat Indonesia dan
selatanke utara Indonesia. Sebagai mana kita ketahui bahwa laut adalah ruang
perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-
bentuk alamiah lainnya, yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta
segenap unsur terkait dan yang batas sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-
Laut adalah kumpulan air asin yang sangat banyak dan luas dipermukaan
bumi yang memisahkan atau menghubungkan suatu benua dengan benua lainnya dan
suatu pulau dengan pulau lainnya.20 Ada beberapa jenis laut di bumi ini, dan menurut
proses terjadinya kita mengenal adanya laut transgresi, laut ingresi, dan laut regresi.
20
Softil, “pengertian laut dan klasifikasi laut”, melalui http://softilmu.blogspot.co.id/
2013/07/pengertian-laut-dan-klasifikasi-laut.html, diakses 20 Desember 2015 Pukul 18.00
WIB
24
a. Laut Transgresi
Laut Transgresi adalah laut yang terjadi karena adanya perubahan permukaan
laut secara positif (secara meluas). Perubahan permukaan ini terjadi karena naiknya
permukaan air laut atau daratannya yang turun, sehingga bagianbagian daratan yang
rendah tergenang air laut.Perubahan ini terjadi pada zaman es. Contoh laut jenis ini
b. Laut Ingresi
Laut ingresi adalah laut yang terjadi karena adanya penurnan tanah di dasar
laut. Oleh karena itu laut ini sering disebut laut tanah turun. Penurunan tanah di dasar
laut akan membentuk lubuk laut dan palung laut. Lubuk laut atau basin adalah
penurunan di dasar laut yang berbentuk bulat. Contohnya Lubuk Sulu, Lubuk
Sulawesi, dan Lubuk Karibia. Sedangkan Palung Laut atau trog adalah penurunan di
dasar laut yang bentuknya memanjang. Contohnya Palung Mindanau yang dalamnya
1.085 m, Palung Sunda yang dalamnya 7.450 m, dan Palung Mariana yang dalamnya
c. Laut Regresi
Laut regresi adalah laut yang menyempit. Penyempitan terjadi karena adanya
pengendapan oleh batuan (pasir, lumpur, dan lain-lain) yang dibawa oleh sungai-
sungai yang bermuara di laut tersebut. Penyempitan laut banyak terjadi di pantai utara
25
pulau Jawa. Laut dibedakan berdasarkan 4 wilayah (zona), yaitu Zona Lithoral, Zona
menjelaskan berdasarkan fakta sejarah dan cara pandang bangsa Indonesia bahwa
secara geografis adalah negara kepulauan. Oleh sebab itu, pada tanggal 13 Desember
pulau yang termasuk Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah
bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Indonesia dan dengan demikian
bagian daripada perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan
mutlak Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal
dan keselamatan Indonesia. Penentuan batas landas lautan teritorial (yang lebarnya 12
mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-
undang-undang". Dalam Bab ini menguraikan beberapa teori yang menjadi dasar
teori dalam penulisan seperti pembagian laut menurut UNCLOS 1982. Berdasarkan
UNCLOS 1982 tersebut lau dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut :
1. Perairan Pedalaman
21
Ibid.
26
Perairan pedalaman adalah perairan yang berada pada sisi darat (dalam) garis
pangkal. Di wilayah perairan dalam ini, negara memiliki kedaulatan penuh atasnya.
Tidak ada kapal asing yang diperbolehkan masuk ke dalam wilayah ini kecuali
dalam keadaan yang bersifat memaksa (Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar,
2006 : 186).
2. Laut Teritorial
Pasal 3 UNCLOS 1982 mengatur bahwa setiap negara mempunyai hak untuk
menetapkan lebar laut teritorialnya sampai suatu batas yang tidak melebihi 12 mil
laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan UNCLOS 1982 ini.
UNCLOS 1982 memberikan keleluasan bagi setiap negara untuk menetapkan lebar
laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebih 12 mil laut, diukur dari garis
pangkal yang ditentukan sesuai dengan UNCLOS 1982 juga (Albert W Koers, 1991 :
7). Aturan mengenai jalur lintas damai ini diatur dalam pasal 19 UNCLOS 1982 yang
menyatakan bahwa lintas damai adalah lintas yang dilakukan kapal sepanjang tidak
merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan negara. Lintas tersebut harus
Internasional lainnya.
Jalur ini dipahami sebagai sebagai jalur tradisional yang biasa dilalui oleh kapal-
kapal dagang/ pariwisata asing untuk secara bebas melintas jalur tersebut tanpa ada
orang/ lembaga dari negara pantai dengan syarat dilakukan secara damai dan tunduk
kepada perintah keamanan negara pantai. Kewajiban negara terhadap lintas damai
27
3. Zona Tambahan
Zona tambahan merupakan suatu jalur yang lebarnya tidak melebihi 24 mil dari
garis pangkal. Hal ini dirumuskan dalam pasal 33 UNCLOS 1982, bahwa negara
perundang-undangan pada wilayahnya atau pada laut teritorialnya dan sekaligus juga
yang menyatakn bahwa Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah di luar dan
berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus.
Ditegaskan pula di dalam Pasal 57 bahwa lebar Zona Ekonomi Eksklusif tidak boleh
melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. ZEE
memiliki perbedaan dengan laut teritorial. ZEE tidak tunduk pada kedaulatan penuh
negara pantai. Negara pantai hanya menikmati hak-hak berdaulat dan bukan
kedaulatan. Hal ini dapat dilihat di Pasal 58 UNCLOS 1982 bahwa di zona ekonomi
28
eksklusif di semua negara dengan tunduk pada ketentuan yang relavan dengan
5. Laut Lepas
Laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam laut
teritorial atau dalam perairan internal suatu negara, definisi ini kemudian sudah
1993 : 155). UNCLOS 1982 memberikan modifikasi atas pengertian laut lepas yakni
semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, kaut
teritorial atau perairan pedalaman suatu negara, atau perairan kepulauan suatu negara
1982 menyatakan bahwa laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak
termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan
pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan.
Dahulu dalam hukum Internasional laut lepas dimulai 3 mil dari tepi pantai, akan
tetapi sejalan dengan perkembangan jarak yang disepakati secara umum menjadi 12
mil. Setelah adanya UNCLOS 1982 laut lepas dihitung setelah 200 mil dari garis
pangkal (Bryan A Ganner, 1999: 1466) : Laut lepas terbuka untuk semua negara baik
itu negara pantai maupun negara bukan pantai. Prinsip yang digunakan dalam konsep
laut lepas menggunakan prinsip kebebasan. Prinsip kebebasan itu berarti tidak
berlakunya kedaulatan, hak berdaulat atau yurisdiksi suatu negara ( Jawahir Thontowi
dalam UNCLOS 1982 dan ketentuan lain di hukum Internasional. Kebebasan laut
lepas itu meliputi laut lepas baik untuk negara pantai atau negara tidak berpantai :
1) Kebebasan berlayar ;
2) Kebebasan penerbangan;
Dengan begitu, harus adanya suatu keterkaitan yang jelas antara kapal
kebangsaan.
G. Keaslian Penelitian
ini. Penulisan ini merupakan sebuah hasil karya asli dari penulis dan bukan
merupakan bahan duplikasi ataupun plagiat dari hasil karya penulis lain.
Meskipun telah ada beberapa penelitian terdahulu dari penulis lain yang
masyarakat.
dari data yang bersumber dari data pustaka. Penelitian ini bersifat
deskriptif, yaitu penelitian yang terdiri atas satu variabel atau lebih
data lainnya.
32
sama persis dengan penelitian yang akan dikaji pada penelitian ini, maka
dari itu penelitian ini layak untuk dilanjutkan karena secara substansi belum
ada yang sama persis membahas mengenai penegakan hukum tindak pidana
H. Metode Penelitian
berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.
yang sudah ada dan menelaah secara jelas dan spesifik dengan
1. Jenis Penleitian
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang
33
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif
2. Sifat Penelitian
yuridis normatif yaitu suatu penelitian atau ditujukan hanya pada peraturan
3. Sumber Data
dari beberapa data antara lain data sekunder dan data al-islami, data al-islam
34
yang digunkan dalam peneltian ini adalah, sedangkan data sekunder pada
5. Analisis Data
22
Fakultas Hukum UMSU. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi. Medan: Fakultas
HukumUniversitas Muhammadiyah Sumatera Utara, halaman 6
35
I. Jadwal Penelitian
minggu.
(tiga) minggu.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
23
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Op.cit, Hal.74.
36
2010)
Muladi dan Arif Barda Nawawi, Penegakan Hukum Pidana, Rineka Cipta,
1984, Jakarta
Rajawali Pers
Bina Aksara
B. Jurnal
C. Internet
http://akbarkurnia.blogspot.co.id/2011/06/modern-piracy-bajak-laut-
http://jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf .
http://softilmu.blogspot.co.id/2013/07/pengertian-laut-dan-
Lampiran
Lembar Pendaftran
39
Persyaratan Keaslian
Kata Pengantar
Abstrak
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
1. Rumusan Masalah
2. Manfaat Penelitian
B. Tujuan Penelitian
C. Definisi Operasional
D. Keaslian Penelitian
E. Metode Penelitian
2. Sifat Penelitian
3. Sumber Data
5. Analisis Data
A. Penegakan Hukum
C. Laut Indonesia
40
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka