Anda di halaman 1dari 15

PEROMPAKAN KAPAL INDONESIA DI PERAIRAN

SOMALIA DALAM PERSPEKTIF YURISDIKSI UNIVERSAL

Nama kelompok :
1. Aulia Nur Azizah (30302100077)
2. Muhammad Aufal Huda (30302100018)
3. Eva Rahma Fitriani (30302100130)
4. Angelique Marcelelyan (30302100058)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGUNG (UNISSULA)
SEMARANG
2021
PEROMPAKAN KAPAL INDONESIA DI PERAIRAN
SOMALIA DALAM PERSPEKTIF YURISDIKSI UNIVERSAL

Aulia Nur A. , M. Aufal Huda, Eva Rahma F. , Angelique M.

Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang, Jawa tengah

aulianrazzh39@gmail.com

Abstract

all high seas are part of the exclusive economic zone, territorial waters, national
inland waters, or seas that do not belong to archipelagic waters. In March 2011,
Indonesia was shocked by the news of the hijacking of the cargo ship MV Sinar Kudus
by 35 pirates from Somalia when it crossed the northeastern island of Socotra, which is
located about 350 nautical miles southeast of Oman. This paper aims to discuss cases
of ship piracy at sea from the perspective of international law and to analyze universal
jurisdiction in cases of ship piracy in Somalia waters. This study uses qualitative
analysis. The qualitstive method is a method that focuses on in-depth observations or is
explained in detail using objective data. Indonesia has been able to apply its universal
jurisdiction but in its implementation it is necessary to consider security and availabilty
of resources. Steps that have been take by the government to prevent this are by
forming a Wastern Fleet Quick Response Team and building cooperation with
surrounding countries to secure boarder areas and state order agaunst illegal actions by
foregners.

Keywords: Universal Jurisdiction, Sea Piracy

Abstrak

Semua laut lepas adalah bagian dari zona ekonomi eksklusif, perairan teritorial,
perairan pedalaman nasional, atau laut yang bukan milik perairan kepulauan nusantara.
Pada bulan maret 2011 lalu Indonesia digegerkan dengan berita pembajakan terhadap
kapal kargo MV Sinar Kudus oleh 35 bajak laut asal Somalia ketika melintas di timur laut
Pulau Socotra yang terletak sekitar 350 mil laut tenggara Oman. Tulisan ini betujuan
untuk membahas kasus pembajakan kapal dilaut ditinjau dari perspektif Hukum
Internasional serta untuk menganalisis yurisdiksi universal dalam kasus pembajakan
1
kapal di wilayah perairan Somalia. Penelitian ini menggunakan analisis secara
kualitatif. Medote kualitatif adalah metode yang fokus pada pengamatan yang
mendalam atau dijelaskan secara terperinci dengan menggunakan data-data yang
objektif. Indonesia sudah dapat menerapkan yurisdiksi universalnya namun dalam
pelaksanaannya perlu adanya pertimbangan keamanan dan ketersediaan sumber daya.
Langkah yang sudah dilakukan pemerintah untuk mecegah adalah dengan membentuk
Tim Western Fleet Quick Response serta membangun kerja sama dengan negara
sekitar untuk mengamankan wilayah perbatasan dan ketertiban negara terhadap
tindakan ilegal oleh orang asing.

Kata Kunci: Yurisdiksi Universal, Perompakan Laut,

I. Pendahuluan

Perompakan kapal masih menjadi momok yang sangat ditakuti dalam dunia
maritim terutama negara-negara yang menggunakan jalur laut sebagai jalur
transportasi perdagangan karena hampir 80% proses perdagangan internasional terjadi
dilaut. Hal ini juga memicu ancaman-ancaman dalam menggagalkan proses
perdagangan untuk mencari keuntungan dengan cara kekerasan seperti perompakan
dilaut. Perompakan merupakan tindakan kriminal dengan cara menyerang dan
merampas terhadap suatu kapal oleh sekelompok orang dengan tujuan menguasai
kapal beserta asetnya serta menyandera beberapa awak kapal sebagai tahanan dan
sebagai tebusan. Mereka melakukan aksinya diwilayah perairan yang sedang melakukan
pelayaran dengan menggunakan senjata perompak. Laut Cina Selatan, Selat Malaka,
Lepas Pantai Somalia dan Samudera Hindia yang lebih luas, serta lepas Pantai Afrika
Barat dan Tengah yang merupakan bagian laut yang rawan terjadi perompakan dan
perompakan bersenjata.
Istilah perompakan (piracy) dengan perompakan bersenjata (sea/armed
robbery). Perompakan (piracy) adalah kejahatan tindakan kriminal atau penahanan
yang tidak sah, atau setiap tindakan yang dilakukan untuk kepentingan pribadi, yang
tejadi dilaut lepas, sedangkan kejahatan yang terjadi wilayah laut dinamakan dengan
sea/armed robbery atau perampokan. Setiap negara memiliki prinsip yurisdiksi
universal untuk mengadili pelaku kejahatan internasional tanpa memperhatikan
kebangsaan pelaku maupun korban. Munculnya prinsip ini karena merupakan kehendak
bersama untuk menumpas kejahatan tersebut, sehingga diperlukan kerjasama bagi
seluruh negara. Aksi perompakan yang sering mencuri perhatian masyarakat
internasional adalah aksi perompakan yang terjadi di wilayah perairan Somalia.
2
Dilakukan oleh sekelompok orang dari negara Somalia yang diketahui cukup
kejam. Aksi ini muncul pasca tahun 1991 yang mulai meningkat sekitar tahun 2000-an.
Munculnya perompakan disana disebabkan oleh penangkapan ikan secara ilegal dan
pembuangan limbah beracun oleh kapal-jepal asing yang merugikan warga negara
Somalia khususnya para nelayan serta masyarakat pesisir pantai Somalia. Sehingga
memicu aksi melawan hukum dengan melakukan penangkapan dan penyerangan
terhadap kapal-kapal asing yang melintas. Kejadian perompakan juga pernah terjadi
terhadap kapal MV Sinar Kudus di Teluk Aden yang sempat menggegerkan masyarakat
internasional. Kapal dibajak dan digunakan sebagai kapal induk pembajak yang
beroperasi mulai dari Somalia Basin, Samudera Hindia, dan hampir seluruh Laut Arab
sampai ke perbatasan Perairan India. MV Sinar Kudus adalah kapal milik PT Samudera
Indonesia dengan bobot sekitar 8.900 ton, dalam perjalanan ekspor yang
mengantarkan bahan tambang Fero-Nikel ke Rotterdam. Tanggal 16 Maret 2011, kapal
motor kecil merapat ke MV Sinar Kudus dan 5 perompak naik keatas kapal dan
menyandera 20 AKB. Setelah kapal dikuasai perompak lainnya juga menaiki kapal
sehingga sekitar 20-50 perompak diatas kapal MV Sinar Kudus.

A. DEFINISI PEROMPAKAN
Perompakan di laut lepas merupakan suatu masalah yang sering terjadi sampai saat
ini. Perompak marak terjadi di rute-rute strategis pelayaran internasional, seperti jalur
perdagangan internasional atau yang lebih dikenal dengan istilah perairan internasional.
Jalur ini selalu dilalui oleh kapal-kapal yang memuat barang dagangan, sehingga hal ini
dimanfaatkan oleh perompak untuk mencuri muatan kapal atau menyandera para awak
kapal dengan maksud mendapatkan uang tebusan dari pemilik kapal. Selat Malaka,
lepas pantai somalia, laut cina selatan dan Samudera Hindia yang lebih luas, serta lepas
pantai Afrika tengah dan barat merupakan bagian laut yang rawan sekali terjadi
perompakan bersenjata.
Sedangkan arti dari perompakan / pembajakan sendiri ialah semua tindakan
kekerasan yang dilarang yang dilakukan sebuah kapal pribadi terhadap kapal yang lain
di laut lepas dengan tujuan untuk merampok. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat
kita simpulkan bahwa perompakan adalah segala tindakan kekerasan, penahanan atau
segala tindakan perusakan terhadap sebuah kapal laut atau pesawat terbang; atau
terhadap orang dan barang yang ada pada kapal atau pesawat tersebut berdasarkan
Convention on the High Seas 1958 atau UNCLOS 1982.
3
Terdapat 3 syarat untuk bisa disebut sebagai tindakan pembajakan antaralain
adalah: Dilakukan oleh awak atau penumpang atau pesawat pribadi lainnya (adanya
dua kapal), Dilakukan untuk kepentingan pribadi (private ends), Terjadi di laut lepas
(termasuk Zona Ekonomi Eksklusif).
B. SEJARAH PEROMPAKAN
Pembajakan sudah ada sejak awal dimulainya perjalanan jauh jalur laut yang
dilakukan oleh manusia. Pembajakan sendiri bertujuan untuk memperkaya diri,
biasanya para perompak melakukan penyandraan terhadap kapal dan awak kapal dan
meminta tebusan untuk bisa membebaskan korban yang di sandra. Sejak dahulu yaitu
zaman Yunani dan kekaisaran romawi kuno memang kasus pembajakan ini menjadi
masalah dan
beban terberat bagi jalannya perniagaan laut. Namun pada abad ke-16 perompak
dijadikan sebagai kekuatan tambahan di wilayah laut oleh banyak negara. Para
perompak ini disebut dengan privateer yang diberi izin untuk melakukan berbagai
tindakan seperti merusak sumberdaya milik negara musuh, bahkan hingga memancing
peperangan. Bahkan Ratu Elizabeth sendiri mengakui bahwa privateer ini adalah teknik
yang efektif untuk mengalahkan musuh. Namun setelah berakhirnya perang spanyol
dengan inggris, negara-negara yang mempunyai kekuatan maritim besar
menandatangani Deklarasi Paris 1856 yang menyatakan bahwa tindakan pembajakan
adalah tindakan kriminal bagaimanapun caranya tanpa terkecuali. Hal ini menyebabkan
para perompak kehilangan pekerjaan dan mulai membajak semua kapal milik negara
manapun tanpa diskriminasi. Di asia tenggara sendiri pembajakan di laut sering terjadi
pada abad 19 dimana para perompak mencoba membajak kapal dagang milik Eropa.
Pembajakan di laut dalam kawasan ini dilakukan berdasarkan komunitas yang
terorganisir dan melibatkan elit-elit juga warga lokal. Para perompak ini mayoritas
beraksi di Selat Malaka dan perairan Riau bahkan sampai Kalimantan Utara. Fenomena
pembajakan di laut dalam kawasan Asia Tenggara yang paling terkenal pada zaman
modern ini adalah yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Indonesia dan
Abu Sayyaf di Filipina.
C. PERISTIWA PEROMPAKAN
Kapal laut milik Indonesia juga pernah mengalami pembajakan oleh perompak
somalia di wilayah teluk oman pada 16 Maret 2011 yang berakhir dengan pemberian
uang tebusan oleh pemerintah Indonesia. Selain kapal milik Indonesia, ada pula kapal
milik negara lain diantaranya adalah :
4
1) MV Faina (Ukraina), 120 Hari (8 Oktober 2008 - 5 Februari 2009)
2) MT Masindra 7 (Malaysia), 230 Hari (16 Desember 2008 - 3 Agustus 2009)
3) MV Sirlus Star (Arab Saudi), 56 Hari (15 November 2008 - 10 Januari 2009)
4) Samho Jewelry (Korea Selatan), 210 Hari (20 Juni 2010 - 21 Januari 2011)
5) Maran Centaurus (Arab Saudi), 47 Hari (29 November 2010 - 15 Januari 2011)
6) MV Thor Nexus (Thailand), 108 Hari (25 Desember 2010 - 11 April 2011)
7) MV Beluga Nomination (Jerman), 82 Hari (22 Januari 2011 - 14 April 2011)
Dengan maraknya kejadian yang demikian di wilayah lepas pamtai somalia maka
Pemerintah Somalia meminta bantuan kepada Dewan Keamanan PBB, lalu Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1816 tahun 2008
yang menyerukan kepada semua Negara untuk turut serta berperan aktif mengambil
bagian dalam perang melawan perompakan di lepas pantai Somalia. Dalam hal ini
setiap negara diperbolehkan untuk menangkap pembajak di laut lepas,dan membawa
ke pelabuhannya masing-masing untuk diadili oleh pengadilan negara yang
bersangkutan, dengan dasar bahwa pembajakan di laut lepas tersebut adalah “hostes
humani generis” (musuh semua umat manusia). Tetapi hak ini hanya berlaku terhadap
orang-orang yang
memenuhi syarat dan kriteria melakukan pembajakan dilaut berdasarkan kriteria
yang ditentukan oleh hukum internasional. Oleh karena kasus perompakan atau
pembajakan baik kapal laut maupun pesawat terbang, maka setiap negara mempunyai
yurisdiksi terhadap tindak kejahatan yang mengancam masyarakat internasional.
Yurisdiksi ini lahir tanpa melihat dimana kejahatan dilakukan atau siapa dan darimana
orang yang melakukan kejahatan itu. Munculnya prinsip yurisdiksi universal terhadap
jenis kejahatan terhadap masyarakat internasional juga disebabkan karena tidak
adanya badan peradilan internasional yang khusus mengadili kejahatan yang dilakukan
oleh orang-perorangan atau individu. Hukum internasional mengakui adanya yurisdiksi
berdasarkan azas universal (universal jurisdiction). Semua negara tanpa terkecuali
dapat mengklaim dan menyatakan yurisdiksinya berdasarkan azas universal. Terdapat
beberapa tindak pidana tertentu yang karena sifatnya memungkinkan dan
membolehkankan semua negara untuk mengklaim dan menyatakan kewenangannya
atas suatu tindak pidana yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan
keadilan tanpa menghiraukan siapa pelakunya (warganegaranya atau orang asing),
siapa korbannya (warganegaranya atau orang asing), tanpa harus memperhatikan
waktu dan tempat terjadinya. Tindak-tindak pidana yang dimaksud antara lain adalah
kejahatan perang (war crimes), kejahatan terhadap perdamaian dunia (crimes against
international peace), kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity), perompakan
laut (piracy), pembajakan udara (hijacking), kejahatan terorisme (terrorism)
5
dan berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya yang dianggap dapat mengancam
nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Dalam hubungan ini sering tidak dapat dihindari
adanya persaingan yurisdiksi diantara berbagai negara yang mempunyai kepentingan,
yaitu antara negara tempat dimana terjadinya suatu tindak pidana seperti itu dengan
negara korban, negara tempat pelakunya berada, bersembunyi atau melarikan diri dan
lain sebagainya. Untuk dapat mengklaim dan menyatakan yurisdiksi terhadap tindak
pidana seperti itu, maka negara-negara yang berkepentingan masing-masing
seharusnya telah membuat peraturan peraturan hukum nasional yang dapat digunakan
untuk menangani tindak pidana seperti itu.Indonesia sendiri menerapkan yurisdiksi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS 1982) Konvensi PBB Tentang
Hukum Laut. Pengakuan dunia dalam hukum internasional tersebut mengesahkan “a
defined territory” negara Indonesia,
sehingga Indonesia memiliki legalitas hukum terhadap wilayahnya yang mencakup
wilayah laut, darat serta udara di atasnya. Untuk itu, Indonesia memiliki hak
mempertahankan kedaulatan atas wilayahnya termasuk juga mengatur sumber daya
yang dimilikinya baik manusia ataupun benda tanpa menghilangkan hak negara lain
sesuai dengan isi yang tercantum dalam konvensi tersebut. Secara legal Indonesia
terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional, termasuk juga
kewajiban Indonesia untuk menjamin keamanan wilayah kelautan, khususnya di Sea
Lines Of Communication (SLOC) yang berisi tentang peta rute maritim utama antar
pelabuhan, yang digunakan untuk perniagaan, logistik dan angkatan laut. Dalam hal ini
yaitu upaya pembebasan sandra kapal MV Sinar Kudus pada tahun 2011, indonesia
mempertahankan kedaulatannya yang berdasarkan aspek eksternal yang berarti
kekuasaan tertinggi suatu negara untuk mengadakan hubungan dengan anggota
masyarakat internasional maupun mengatur segala sesuatu yang berada atau terjadi di
luar wilayahnya, selama masih ada keterkaitan dengan kepentingan negara yang
bersangkutan. Yurisdiksi yang diterapkan biasa disebut dengan yurisdiksi universal
karena pemerintah Indonesia melakukan pembebasan kapal MV Sinar Kudus dengan
cara negosiasi dan penebusan sandra, dan operasi militer oleh Tentara Nasional
Indobesia diluar wilayah kedaulatan Indonesia. sedangkan menurut aspek universal,
indonesia berhak menerapkan yurisdiksi universal yaitu menangkap maupun
menghukum perompak sesuai dengan hukum yang dipatuhi di Indonesia pada saat
terjadi perompakan kapal yang memiliki benrdera Indnesia dimanapun selama tempat
terjadinya di luar wilayah kekuasaan negara manapun atau di laut lepas.
6
Pada saat misi pembebasan Kapal MV Sinar Kudus, Indonesia sudah mengirimkan
tim khusus untuk menjalankan operasi militer dan membawa para perompak ke darat
untuk diadili namun operasi militer tersebut gagal. Indonesia hanya berhasil
membebaskan Awak kapal MV Sinar Kudus tanpa membawa kembali uang tebusan
yang sudah diberikan kepada perompak.
D. IMPLEMENTASI YURISDIKSI UNIVERSAL
Yurisdiksi universal muncul karena adanya kepentingan untuk penangan bersama
mengenai tindak pidana internasional yang sifatnya mendesak. Tetapi dalam praktiknya
hal ini sering kalli berbenturan dengan kedaulatan atau kekuasaan suatu negara. Akan
lebih baik jika masyarakat internasional memiliki tekad kuat untuk bersama-sama
menanggulangi tindak pidana yang berdampak besar bagi kemaslahatan. Masyarakat
internasional pun dirasa kurang antusias dalam menanggapi yurisdiksi universal, karena
berpotensi memunculkan dominasi negara kuat untuk turut serta memasuki kedaulatan
Negara yang lemah. Dasar bagi suatu negara untuk menerapkan yurisdiksi adalah
dengan berpedoman pada wilayah kenegaraan. Beberapa prinsip yurisdiksi dalam
hukum internasional, antaralain adalah prinsip yurisdiksi teritorial, prinsip teritorial
subjektif, prinsip teritorial objektif, prinsip nasionalitas aktif, prinsip nasionalitas pasif,
prinsip universal dan prinsip perlindungan. Sebelum membahas tentang yurisdiksi
negara Indonesia kita akan membahas tentang hubungan antara kedaulatan negara
dengan yurisdiksi negara. Kedaulatan negara adalah kekuasaan tertinggi suatu negara
yang berarti diatas kedaulatan tidak ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi. Kedaulatan
yang dimiliki suatu negara menandakan bahwa negara tersebut adalah negara yang
merdeka dan tidak tunduk pada kekuasaan negara lain, kedaulatan negara itu sendiri
dibatasi oleh hukum, baik hukum nasional maupun hukum internasional. Kedaulatan
yang dimiliki suatu negara tersebut pada dasarnya mengandung dua aspek, yakni aspek
internal dan aspek eksternal. Aspek internal adalah kekuasaan tertinggi suatu negara
untuk mengatur segala sesuatu di dalam batas wilayahnya dan aspek eksternal adalah
kekuasaan tertinggi suatu negara untuk menciptakan hubungan dengan anggota
masyarakat internasional dan juga mengatur segala sesuatu yang berada atau terjadi di
luar wilayah negaranya, sepanjang masih ada hubungan dengan kepentingan negara
itu. Menurut kedaulatannya itu, maka lahirlah yurisdiksi negara untuk mengatur
kepentingannya baik dari aspek internal maupun aspek eksternal. Indonesia adalah
negara yang berdaulat dan merdeka, dengan demikian Indonesia memiliki yurisdiksi
terhadap kepentingan internal maupun masalah eksternal negara Indonesia itu sendiri.
7
Yurisdiksi berasal dari bahasa Latin ”yurisdictio”, yaitu “yuris” berarti “kepunyaan
hukum” atau “kepunyaan menurut hukum” dan “dictio” berarti “sebutan”, maka
yurisdiksi dapat dimaknai sebagai kekuasaan yang ditetapkan oleh hukum atau
kewenangan hukum yang dapat diartikan secara luas sebagai hak kekuasaan yang
dimiliki guna melakukan sesuatu berdasarkan hukum. Arti dari hak, kekuasaan dan
kewenangan itu harus berdasarkan hukum, dan bukan atas paksaan ataupun intervensi.
Namun untuk menerapkan yurisdiksi ini terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh suatu negara jika ingin menerapkan prinsip yurisdiksi universalnya, antaralain
adalah; negara yang bersangkutan memiliki ketentuan dalam hukum nasionalnya untuk
mengadili pelaku kejahatan internasional dalam hal ini adalah perompak, tindak pidana
yang dilakukan termasuk kejahatan internasional. Jika suatu negara tidak memiliki
aturan untuk mengadili pelaku kejahatan internasional, makanegara itu tidak bisa
menggunakan hak yang telah diberikan oleh hukum internasional berupa kewenangan
untuk mengadili pelaku kejahatan internasional tersebut. Hal ini hanya meperpanjang
budaya impunitas atau pembebasan dari sanksi dan hukuman terhadap pelaku
perompakan, disamping itu perompakan berdampak luas bagi keamanan masyarakat
internasional.

E. TINDAKAN PEMERINTAH INDONESIA


Setelah terjadinya perompakan kapal MV Sinar Kudus di lepas pantai somalia, maka
Indonesia pun melakukan tindakan pencegahan, Sebagai respon dari pertumbuhan aksi
kriminalitas di wilayah perairan Selat Malaka, 3 negara yang berdekatan dengan selat
malaka antara lain Indonesia, Malaysia, dan Singapura menjalin hubungan kerjasama
untuk menanggulangi kejahatan perompakan dengan operasi MALSINDO. Sebuah
operasi gabungan tiga negara yang melibatkan koordinasi kelautan bagi setiap negara
pantai.
Awal kolaborasi 17 kapal angkatan laut dari tiga negara mengubah pergerakan
kriminalitas selat dan sekaligus meningkatkan keamanan secara signifikan.Dalam
operasi patroli yang terkoordinir ini, masing-masing Angkatan Laut negara gabungan
operasi MALSINDO mengerahkan kuranglebih 5-7 kapal perangnya, selain itu disiapkan
juga komunikasi hot line selama 24 jam untuk saling tukar informasi dan laporan, yang
bertujuan untuk mempercepat aksi penindakan apabila terjadi gangguan atau ancaman
di Selat Malaka. Kegiatan patroli terkoordinasi ini tidak hanya karena adanya laporan
IMB, tetapi didorong oleh rasa tanggung jawab tiga negara tersebut sebagi bagian dari
negara yang berdaulat untuk mewujudkan keamanan di Selat Malaka, dengan adanya
hot line 24 jam dapat mempermudah Angkatan Laut tiga negara pantai Selat Malaka
untuk bertukar informasi dan juga mencegah terjadinya salah komunikasi yang
berakibat fatal bagi kelancaran operasi gabungan 3 negara ini.

8
Srenal Kolonel Laut Bapak Taufiq Arif, beliau menuturkan bahwa kapal Indonesia
sudah dilengkapi dengan ruang aman untuk persembunyian awak kapal dalam keadaan
bahaya seperti yang dimiliki kapal Maersk Alabama, dan water canon untuk
menghalang laju kapal perompak yang menggunakan kapal kecil, karena unsur-unsur
tersebut merupakan SOP internasional yang wajib dipatuhi untuk mencegah tindak
kejahatan di laut sehingga cukup dengan melengkapi standar internasional seperti
sistem radar dan tombol darurat yang dapat digunakan sewaktu-waktu ketika dalam
keadaan darurat sudah cukup untuk mengamankan kapal dari pembajakan, karena
fungsi tombol darurat dan keberadaan sistem radar adalah jika tombol darurat ditekan
maka akan langsung memberitahukan ke pangkalan militer terdekat bahwa di kapal
tersebut sudah terjadi perampokan dan/atau pembajakan bersenjata, dapat dibuktikan
dengan kondisi selat malaka saat ini yang sudah stabil dan aman dari pembajakan
dengan adanya Western Fleet Quick Response. Pihak pemerintah Indonesia
merekomendasikan kepada kapal-kapal dagang untuk melengkapi syarat komunikasi
ataupun dokumen yang merupakan standar pelayaran internasional, karena pada
dasarnya dengan mentaati SOP internasional saja sudah cukup untuk mengamankan
kapal-kapal dari tindak kejahatan di laut seperti pembajakkan. Selain kerjasama antara
Indonesia, malaysia, dan singapura, indonesia juga menjalin hubungan kerjasama
dengan filipina guna menciptakan kestabilan wilayah perbatasan dan perairan Indonesia
– Filipina setelah kasus penyandraan awak kapal Indonesia di perairan Filipina. Jenis
kegiatan yang dihasilkan dari adanya hubungan kerjasama Indonesia – Filipina adalah
patroli militer yang dilaksanakan oleh TNI-AL dan Republic Philipine Navy. Patroli
gabungan ini dilakukan di wilayah perbatasan Indonesia – Filipina untuk mengamankan
wilayah laut masing-masing negara dengan jangka waktu satu kali dalam setahun
selama 20 hari. Demi menunjang keberlangsungan patrol gabugan ini, masing-masing
negara yang terlibat dalam
kerjasama pengamanan wilayah perairan bersepakat untuk membangun sarana dan
prasarana berupa pangkalan militer. Dengan begitu akan lebih efisien dan memudahkan
koordinasi para anggota patroli untuk mejaga kedaulatan negara di wilayah laut. Dan
pada akhirnya dicapailah suatu kesepakatan untuk memulai kerja sama patroli laut.
Kesepakatan itu diawali dengan peresmian penggunaan Maritime Command Control dan
Launching TMP lndomalphi di Tarakan pada 19 Juni 2017. Bentuk kerja sama ini
nantinya akan dihubungkan dengan patroli dan kegiatan latihan darat menggunakan
mekanisme yang telah diorganisir dan disusun dengan baik dan terstruktur sebelumnya.
Kegiatan ini menjadi salahsatu contoh yang masif guna memberikan jaminan
kestabilanan keamanan laut bagi pengguna lalu lintas di perairan Indonesia – Thailand
– Malaysia seperti nelayan, transportasi serta ekspedisi dan eksplorasi kekayaan bawah
laut.

9
Jadi, langkah pencegahan yang dilakukan pemerintah Indonesia sebagai bentuk
melindungi kapal berbendera Indonesia di suatu wilayah perairan yang masih sering
terjadi tindakan pembajakkan bersenjata antaralain adalah dengan cara melakukan
koordinasi dalam hal bertukar informasi dengan negara lain untuk menciptakan
stabilitas keamanan maritim di masing-masing wilayah negara yang terlibat kerjasama,
memperkuat instansi terkait dalam menjaga kedaulatan maritim, melengkapi seluruh
dokumen dan komponen kapal sesuai dengan SOLAS Convention. Selain itu, dalam
mencegah terjadinya perampokan bersenjata di perairan wilayah asing Indonesia
Filipina dan Malaysia telah melakukan kerjasama patroli laut di masing-masing wilayah
hukumnya atau yurisdiksinya.

F. KESIMPULAN
Dalam hal ini setiap negara diperbolehkan untuk menangkap pembajak di laut lepas,
dan membawa ke pelabuhannya masing-masing untuk diadili oleh pengadilan negara
yang bersangkutan, dengan dasar bahwa pembajakan di laut lepas tersebut adalah
“hostes humani generis” (musuh semua umat manusia). Terdapat beberapa tindak
pidana tertentu yang karena sifatnya memungkinkan dan membolehkankan semua
negara untuk mengklaim dan menyatakan kewenangannya atas suatu tindak pidana
yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan tanpa menghiraukan
siapa pelakunya (warganegaranya atau orang asing), siapa korbannya
(warganegaranya atau orang asing), tanpa harus memperhatikan waktu dan tempat
terjadinya. Secara legal Indonesia terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam hukum
internasional, termasuk juga kewajiban Indonesia untuk menjamin keamanan wilayah
kelautan, khususnya di Sea Lines Of Communication (SLOC) yang berisi tentang peta
rute maritim utama antar pelabuhan, yang digunakan untuk perniagaan, logistik dan
angkatan laut. Dalam hal ini yaitu upaya pembebasan sandra kapal MV Sinar Kudus
pada tahun 2011,
indonesia mempertahankan kedaulatannya yang berdasarkan aspek eksternal yang
berarti kekuasaan tertinggi suatu negara untuk mengadakan hubungan dengan anggota
masyarakat internasional maupun mengatur segala sesuatu yang berada atau terjadi di
luar wilayahnya, selama masih ada keterkaitan dengan kepentingan negara yang
bersangkutan. sedangkan menurut aspek universal, indonesia berhak menerapkan
yurisdiksi universal yaitu menangkap maupun menghukum perompak sesuai dengan
hukum yang dipatuhi di Indonesia pada saat terjadi perompakan kapal yang memiliki

10
benrdera Indnesia dimanapun selama tempat terjadinya di luar wilayah kekuasaan
negara manapun atau di laut lepas. Kedaulatan yang dimiliki suatu negara menandakan
bahwa negara tersebut adalah negara yang merdeka dan tidak tunduk pada kekuasaan
negara lain, kedaulatan negara itu sendiri dibatasi oleh hukum, baik hukum nasional
maupun hukum internasional. Aspek internal adalah kekuasaan tertinggi suatu negara
untuk mengatur segala sesuatu di dalam batas wilayahnya dan aspek eksternal adalah
kekuasaan tertinggi suatu negara untuk menciptakan hubungan dengan anggota
masyarakat internasional dan juga mengatur segala sesuatu yang berada atau terjadi di
luar wilayah negaranya, sepanjang masih ada hubungan dengan kepentingan negara
itu. Yurisdiksi berasal dari bahasa Latin ”yurisdictio”, yaitu “yuris” berarti “kepunyaan
hukum” atau “kepunyaan menurut hukum” dan “dictio” berarti “sebutan”, maka
yurisdiksi dapat dimaknai sebagai kekuasaan yang ditetapkan oleh hukum atau
kewenangan hukum yang dapat diartikan secara luas sebagai hak kekuasaan yang
dimiliki guna melakukan sesuatu berdasarkan hukum. Setelah terjadinya perompakan
kapal MV Sinar Kudus di lepas pantai somalia,
maka Indonesia pun melakukan tindakan pencegahan, Sebagai respon dari
pertumbuhan aksi kriminalitas di wilayah perairan Selat Malaka, 3 negara yang
berdekatan dengan selat malaka antara lain Indonesia, Malaysia, dan Singapura
menjalin hubungan kerjasama untuk menanggulangi kejahatan perompakan dengan
operasi MALSINDO. Dalam operasi patroli yang terkoordinir ini, masing-masing
Angkatan Laut negara gabungan operasi MALSINDO mengerahkan kuranglebih 5-7
kapal perangnya, selain itu disiapkan juga komunikasi hot line selama 24 jam untuk
saling tukar informasi dan laporan, yang bertujuan untuk mempercepat aksi penindakan
apabila terjadi gangguan atau ancaman di Selat Malaka. Kegiatan patroli terkoordinasi
ini tidak hanya karena adanya laporan IMB, tetapi didorong oleh rasa tanggung jawab
tiga negara tersebut sebagi bagian dari negara yang berdaulat untuk mewujudkan
keamanan di Selat Malaka, dengan adanya hot line 24 jam dapat mempermudah
Angkatan Laut tiga negara pantai Selat Malaka untuk bertukar informasi dan juga
mencegah terjadinya salah komunikasi yang berakibat fatal bagi kelancaran operasi
gabungan 3 negara ini. Srenal Kolonel Laut Bapak Taufiq Arif, beliau menuturkan
bahwa kapal Indonesia sudah
dilengkapi dengan ruang aman untuk persembunyian awak kapal dalam keadaan
bahaya seperti yang dimiliki kapal Maersk Alabama, dan water canon untuk
menghalang laju kapal perompak yang menggunakan kapal kecil, karena unsur-unsur
tersebut merupakan SOP internasional yang wajib dipatuhi untuk mencegah tindak
kejahatan di laut sehingga cukup dengan melengkapi standar internasional seperti
sistem radar dan

11
tombol darurat yang dapat digunakan sewaktu-waktu ketika dalam keadaan darurat
sudah cukup untuk mengamankan kapal dari pembajakan, karena fungsi tombol darurat
dan keberadaan sistem radar adalah jika tombol darurat ditekan maka akan langsung
memberitahukan ke pangkalan militer terdekat bahwa di kapal tersebut sudah terjadi
perampokan dan/atau pembajakan bersenjata, dapat dibuktikan dengan kondisi selat
malaka saat ini yang sudah stabil dan aman dari pembajakan dengan adanya Western
Fleet Quick Response. Jadi, langkah pencegahan yang dilakukan pemerintah Indonesia
sebagai bentuk melindungi kapal berbendera Indonesia di suatu wilayah perairan yang
masih sering terjadi tindakan pembajakkan bersenjata antaralain adalah dengan cara
melakukan koordinasi dalam hal bertukar informasi dengan negara lain untuk
menciptakan stabilitas keamanan maritim di masing-masing wilayah negara yang
terlibat kerjasama, memperkuat instansi terkait dalam menjaga kedaulatan maritim,
melengkapi seluruh dokumen dan komponen kapal sesuai dengan SOLAS Convention.
12

DAFTAR PUSTAKA

"Countering Piracy off Somalia: International Law and International ...." 27 Feb. 2017,
https://www.cambridge.org/core/journals/american-journal-of-international-law/
article/countering-piracy-off-somalia-international-law-and-international-institutions/
143AD097A068B783F78F2B5972CA6F09.
"Dalton Transactions Home-The international journal for high quality ...."
https://pubs.rsc.org/en/journals/journalissues/dt.
"Excessive Maritime Claims : Third Edition - Google Books." 22 Jun. 2012,
https://books.google.com/books/about/Excessive_Maritime_Claims.html?
id=6jsz97UBdKcC.
"Initiatives to enhance maritime security at sea - Academia.edu."
https://www.academia.edu/5414433/Initiatives_to_enhance_maritime_security_at_sea.
"Marine scientific research and the new law of the sea."
https://www.semanticscholar.org/paper/Marine-scientific-research-and-the-new-law-of-
the-Roach/2228073c7d1b394c76d25bc264ebc760dc0de956.
"United Nations Security Council: Piracy and Armed Robbery at Sea ...." 01 Feb. 2009,
https://www.researchgate.net/publication/332770064_United_Nations_Security_Council
_Piracy_and_Armed_Robbery_at_Sea_-_Resolutions_1816_1846_1851.
"United Nations Security Council: Piracy and Armed Robbery at Sea ...." 01 Feb. 2009,
https://www.researchgate.net/publication/332770064_United_Nations_Security_Council
_Piracy_and_Armed_Robbery_at_Sea_-_Resolutions_1816_1846_1851.

Excessive Maritime Claims : Third Edition - Google Books


13

Anda mungkin juga menyukai