Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN KASUS KETIDAKEFEKTIFAN POLA

NAFAS PADA PASIEN CRONIC KIDNEY DISEASE


(CKD) DI RUANG RAUDHAH RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun oleh:
MITA KURNIA RAHMA
1910206047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
LAPORAN KASUS KETIDAKEFEKTIFAN POLA
NAFAS PADA PASIEN CRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD) DI RUANG RAUDHAH RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun oleh:
MITA KURNIA RAHMA
1910206047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
i
LAPORAN KASUS KETIDAKEFEKTIFAN POLA
NAFAS PADA PASIEN CRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD) DI RUANG RAUDHAH RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


HALAMAN JUDUL
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ners
Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas „Aisyiyah Yogyakarta

Disusun oleh:
MITA KURNIA RAHMA
1910206047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
ii
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS KETIDAKEFEKTIFAN POLA


NAFAS PADA PASIEN CRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD) DI RUANG RAUDHAH RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun oleh:
MITA KURNIA RAHMA
1910206047

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima Sebagai Syarat


Untuk Mendapatkan Gelar Ners
Pada Pogram Studi Pendidikan Profesi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas „Aisyiyah
Yogyakarta

Pada tanggal:
3 Juli 2020

Dewan Penguji:

Penguji I : Diyah Candra Anita K, S.Kep., Ns., M.Sc. ..…………………….

Penguji II : Doddy Yumam Prasetyo, M.Kep. ..…………………….

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas „Aisyiyah Yogyakarta

Moh. Ali Imron., S.Sos., M.Fis.

iii
LAPORAN KASUS KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS PADA PASIEN
CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG RAUDHAH RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA1

Mita Kurnia Rahma2, Doddy Yumam Prasetyo3,Ari Subekti4

ABSTRAK

Latar belakang: Cronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu kondisi ireversibel
dimana fungsi ginjal menurun dari waktu ke waktu. Keluhan utama yang paling
sering dirasakan oleh penderita Cronic Kidney Disease (CKD) adalah sesak nafas,
nafas tampak cepat dan dalam. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh
secara fungsional mengalami kemunduran bahkan dapat menimbulkan kematian.
Tujuan: Mampu melakukan asuhan keperawatan dengan masalah ketidakefektifan
pola nafas pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di ruang Raudhah RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
Metode: Pada kasus ini menggunakan metode pendekatan studi kasus, sampel yang
digunakan meliputi 2 pasien dengan sesak nafas dengan diagnosa keperawatan yaitu
ketidakefektifan pola nafas di ruang Raudhah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Hasil: Berdasarkan hasil tindakan perawatan yang sudah diberikan dan lamanya di
rumah sakit pada kedua kasus, pada kasus 1 maupun kasus 2 telah terjadi perbaikan
baik tanda-tanda vital maupun keadaan umum klien. dan hasil tindakan keperawatan
yang diberikan sudah maksimal sehingga ada perubahan yang terjadi selama proses
keperawatan yang diberikan kepada kedua pasien ini.
Kesimpulan: Masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas pada kasus 1 belum
teratasi dan kasus pada kasus 2 sudah teratasi. Karya Ilmiah Akhir Ners ini
diharapkan dapat menjadi tambahan data base bagi perawat dalam meningkatkan
ilmu keperawatan, sehingga dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
keterampilan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien dengan
diagnosa ketidakefektifan pola nafas.

Kata Kunci : Ketidakefektifan pola nafas, CKD, Sesak nafas


Daftar Pustaka : 10 jurnal, 1 skipsi
Halaman : 89 halaman

1
Judul Karya Ilmiah Akhir Ners
2
Mahasiswa CoNers Universitas „Aisyiyah Yogyakarta
3
Dosen Universitas „Aisyiyah Yogyakarta
4
Pembimbing Lapangan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

iv
v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh


Alhamdulillahirobbil‟alamin, puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah
SWT atas segala berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan karya ilmiah akhir ners yang berjudul “Laporan kasus
ketidakefektifan pola nafas pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di Ruang
Raudhah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. Penelitian ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar ners pada Program Studi Pendidikan
Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas „Aisyiyah Yogyakarta.
Penyusunan penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan, bimbingan, dan
pengarahan dari semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini peneliti ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat. selaku Rektor Universitas „Aisyiyah
Yogyakarta.
2. Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas „Aisyiyah Yogyakarta.
3. Ns. Suratini, M.Kep., Sp.Kep.Kom. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Ners Universitas „Aisyiyah Yogyakarta.
4. Doddy Yumam Prasetyo, M.Kep. selaku pembimbing karya ilmiah akhir ners
yang telah memberikan masukan dan bimbingan yang sangat berguna bagi
peneliti dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini.
5. Diyah Candra Anita K, S.Kep., Ns., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan bimbingan yang sangat berguna bagi peneliti dalam
menyelesaikan penelitian ini.
6. Ari Subekti, S.Kep.Ns. selaku kepala ruang serta pembimbing lapangan di
Ruang Raudhah yang telah memberikan masukan dan bimbingan yang sangat
berguna bagi peneliti.
7. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan materil sehingga
memperlancar tersusunnya karya ilmiah akhir ners ini.
8. Semua pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu
persatu.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini jauh dari
kata sempurna oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat peneliti
harapkan untuk menyempurnakan penyusunan karya ilmiah akhir ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh

Yogyakarta, Juli 2020

Peneliti

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................. i


HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
A. Tinjauan Teoritis .......................................................................................... 6
1. Konsep Penyakit ..................................................................................... 6
2. Pathway .................................................................................................. 12
3. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................ 13
4. Tinjauan Islam ........................................................................................ 17
B. Metodologi Penelitian .................................................................................. 17
1. Desain Penelitian .................................................................................... 17
2. Objek Penelitian ..................................................................................... 18
3. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 18
4. Teknik Analisa Data ............................................................................... 18
BAB III DATA KASUS ...................................................................................... 20
A. Data Kasus Kelolaan .................................................................................... 20
B. Data Senjang Pada Kasus............................................................................. 49
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................... 50
A. Gambaran Lokasi Penelitian ........................................................................ 50
B. Analisis Data Pengkajian ............................................................................. 51
C. Analisis Diagnosis Keperawatan ................................................................. 60
D. Analisis Intervensi Keperawatan ................................................................. 61
E. Analisis Implementasi dan Evaluasi ............................................................ 63
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 70
A. Simpulan ...................................................................................................... 70
B. Saran ............................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 73
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Penyebab Penyakit Gagal Ginjal di Indonesia ................................... 6


Tabel 2. 2 Klasifikasi Cronic Kidney Disease (CKD) ........................................ 7
Tabel 2. 3 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik ........................................... 10
Tabel 3. 1 Data Umum Pasien ............................................................................ 20
Tabel 3. 2 Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik ........................................... 22
Tabel 3. 3 Discharge Planning ........................................................................... 29
Tabel 3. 4 Hasil Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 29
Tabel 3. 5 Analisis Data ...................................................................................... 32
Tabel 3. 6 Diganosis Keperawatan ..................................................................... 33
Tabel 3. 7 Intervensi Keperawatan ..................................................................... 34
Tabel 3. 8 Hasil Implementasi ............................................................................ 36
Tabel 3. 9 Hasil Evaluasi .................................................................................... 39
Tabel 3. 10 Data Senjang Pada Kasus .................................................................. 49

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Pathway Keperawatan PGK.......................................................... 12

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Time Schedule


Lampiran 2 Lembar Bimbingan

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organ utama sistem urinaria adalah ginjal yang menjaga dan memproses
plasma darah membantu sel darah merah agar tulang tetap kuat, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap
stabil, keseimbangan asam basa mengeluarkan buangan dalam bentuk urin
dengan mencegah menumpuknya limbah serta memproduksi hormon dan enzim
yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah (Depkes, 2017). Penyakit
Cronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu kondisi ireversibel dimana
fungsi ginjal menurun dari waktu ke waktu. Penyakit Cronic Kidney Disease
(CKD) biasanya berkembang secara perlahan dan progresif, kadang sampai
bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari bahwa kondisi tubuh telah
parah. Kerusakan ginjal merupakan kondisi berbahaya yang mana jika tidak
ditangani, ginjal bisa berhenti berfungsi. Jika ginjal berhenti berfungsi, akibatnya
bisa mematikan (Sulistyorini, 2017).
Diseluruh dunia penyakit ginjal menjadi penyebab terpenting dari
kecacatan dan kematian, tercatat dari tahun 2009 diperkirakan dari 29 juta orang
diseluruh dunia sekitar 70.000 orang dewasa di Amerika Serikat dan meninggal
dunia setiap tahun karena pengobatan yang tidak terjangkau. Cronic Kidney
Disease (CKD) merupakan suatu kondisi profresif menuju dimana fungsi ginjal
secara terus menerus dan irreversible dalam bebagai periode waktu dari beberapa
bulan hingga dekade dan sebagian besar pasien tidak menyadari akan
keparahannya.
Cronic Kidney Disease (CKD) telah menjadi persoalan kesehatan yang
serius di seluruh dunia. Menurut ESRD patients (End-Stage Renal Disease)
angka kejadian CKD di dunia pada ahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang, dan
tahun 2012 menajdi 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang
atau adanya peningkatan angka kejadian pasien CKD setiap tahunnya 6% (ESRD,
2013). Sekitar 8% s.d. 10% populasi di dunia terkena CKD (World Kidney Day,
2017)

1
2

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (2013), tahun 2010 jumlah
penderita CKD mencapai 17.507 orang, kemudian pada tahun 2011 bertambah
menjadi 23.261 orang, data ini diperoleh melalui PT Askes menurut prevalensi
CKD yang terdiagnosa di Indonesia sebesar 0,2%. Prevalensi tertinggi di
Sulawesi Utara sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo dan masing-masing 0,4%,
sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan DIY masing-masing 0,3%. Menurut yayasan peduli
ginjal (Yagudi, 2016) di Indonesia terdapat 40.000 jiwa penderita CKD.
Rasa mual, cepat lelah, mulut kering, dan sesak nafas sering dialami oleh
penderita CKD (Prabowo, 2014). Keluhan utama yang paling sering dirasakan
oleh penderita CKD adalah sesak nafas, napas tampak cepat dan dalam. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya penumpukan cairan di dalam jaringan paru
atau rongga dada, ginjal yang terganggu mengakibatkan kadar albumin menurun.
Ketidakmampuan ginjal untuk mencuci darah dan cairan tubuhyang harusnya
dikeluarkan melalui ginjal akan menumpuk pada tubuh. Kondisi ini akan
menyebabkan paru-paru akan mengalami penumpukan cairan. Akibat
penumpukan cairan maka paru-paru tidak dapat dengan baik mengambil oksigen
dari udara yang di hirup (Firdaus, 2016).
Pasien CKD biasanya terjadi gangguan fungsi pernapasan salah satunya
adalah gangguan pola nafas yang mengacu pada frekuensi, volume, irama, dan
usaha pernapasan. Perubahan pola nafas yang umum terjadi adalah takipneu,
hiperventilasi, dispneu, orthopheneu, apnue. Tidak adanya oksigen akan
menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran bahkan dapat
menimbulkan kematian. Mencegah terjadinya kekurangan oksigen yang
disebabkan karena kekurangan suplai oksigen ke tubuh pada pasien dengan
masalah keperawatan ketidakefektifan pola napas. Pencegahan awal dengan cara
memberikan kebutuhan oksigen. Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia
yang paling penting (Lerma, 2015).
Penurunan fungsi ginjal juga dapat menyebabkan produksi eritropoitin
tidak adekuat sehingga menyebabkan produksi hemoglobin menurun yang
mengakibatkan terjadi anemia. Selain itu anemia menyebabkan penurunan
oksigenisasi jaringan ke seluruh tubuh yang menyebabkan dyspnea sehingga
muncul diagnose ketidakefektifan pola nafas. Ketidakefektifan pola napas juga
3

dapat terjadi karena retensi cairan yang menyebabkan volume overloud sehingga
terjadi peningkatan kandungan cairan dijaringan interstisial antara kapiler dan
alveoli sehingga terjadi edema pulmo (Corwin,2011).
Manifestasi klinis pada CKD semakin terlihat jelas pada semua sistim
tubuh, umumnya terjadi azotemia yaitu peningkatan kadar nitrogen urea darah
(Blood Urea Nitrogen/ BUN) dan kreatinin yang berkaitan dengan penurunan
GFR (laju filtrasi glomerulus) secara progresif, seperti perubahan berkemih
seperti poliuri dan nokturia jika keadaan memburuk terjadi oliguria (pengeluaran
urine <400ml/ 24 jam). Yang biasanya memperlihatkan tanda gejala mual,
muntah, letargi, keletihan, sakit kepala, perubahan mencolok pada pasien adalah
adanya perubahan warna kulit menjadi kuning kusam dan rasa gatal yang hebat
serta rambut kering. Pada gangguan neurologi terjadi keletihan dan kesulitan
konsentrasi hingga mengakibatkan kejang, stupor dan koma (Esther, 2010)
Terjadi disfungsi pada sistem hematologi dan immunologi seperti anemia
akibat dari CKD yang menyebabkan gangguan produksi eritroprotein (IPO) yang
diperberat oleh abnormalitas fungsi trombosit hingga timbul perdarahan. Selain
itu terjadi gangguan pernafasan dyspnea akibat anemia menyebabkan penuruan
oksigenasi jaringan ke seluruh tubuh, kelebihan cairan, edema paru, pleuritic
uremia dan efusi pleura yang disebabkan pembentukan ventilasi udara sehingga
otot-otot perbafasan meningkat baik kecepatan dan kedalamannya (kusmaul)
untuk menghasilkan ventilasi yang memadai (Esther, 2010)
Berdasarkan data yang didapatkan selama 2 minggu di ruang Raudhah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tanggal 02 Maret 2020-15 Maret 2020
peneliti mengkaji sebanyak 2 kasus yang terdiagnosis ketidakefektifan pola nafas
pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD). Hasil pengkajian yang didapatkan
pada kedua pasien mengeluhkan sesak nafas, udema di ekstermitas bawah, nyeri
pada punggung bagian belakang serta BAK susah dan hanya terasa menetes,
dengan data obyektif didapatkan pasien tampak sesak, pernafasan cuping hidung,
nafas cepat dan dalam, pemeriksaan laboraturium kreatinin, Hb, dan hematokrit
dan kasus 1 rutin melakukan HD 2x dalam seminggu, sedangkan kasus 2 rutin
melakukan HD 2x seminggu. Dengan demikian berdasarkan latar belakang
tersebut penulis tertarik untuk menganalisa asuhan keperawatan ketidakefektifan
pola nafas pada pasien Cronic Kidney Disease di ruang Raudhah RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah
penelitian yaitu “Bagaimana Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas
pada pasien Penyakit Cronic Kidney Disease (CKD) di ruang Raudhah RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan dengan masalah
ketidakefektifan pola napas pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di
ruang Raudhah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien berdasarkan dari data
fokus secara subjektif dan objektif dengan masalah ketidakefektifan pola
napas pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di ruang Raudhah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
b. Penulis mampu melakukan analisa diagnosa keperawatan berdasarkan
data subjektif dan objektif pada pasien dengan masalah ketidakefektifan
pola napas pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di ruang Raudhah
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta..
c. Penulis mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
masalah ketidakefektifan pola napas pada pasien Cronic Kidney Disease
(CKD) di ruang Raudhah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta..
d. Penulis mampu memberikan implementasi dan evaluasi asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah ketidakefektifan pola napas
pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di ruang Raudhah RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta..
e. Penulis mampu mengindentifikasi antara kesenjangan rencana yang
ditetapkan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Karya ilmiah ini diharapkan peneliti mampu memberikan informasi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya
keperawatan dewasa terkait dengan ketidakefektifan pola napas pada pasien
Cronic Kidney Disease (CKD).
5

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Tenaga Kesehatan
Karya ilmiah ini dapat menjadi dasar dalam praktik keperawatan dan
sebagai proses pembelajaran dalam memberikan asuhan keperawatan
dewasa terkait dengan ketidakefektifan pola napas pada Cronic Kidney
Disease (CKD).
b. Bagi Universitas „Aisyiyah Yogyakarta
Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi
mahasiswa dan dapat menambah referensi perpustakaan Universitas
„Aisyiyah Yogyakarta tentang ketidakefektifan pola napas pada Cronic
Kidney Disease (CKD).
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Karya ilmiah ini bermanfaat untuk menambah wawasan bagi pembaca
serta sebagai sumber pustaka atau refrensi bagi peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Konsep Penyakit
a. Definisi
Penyakit Cronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu drajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal (Suwitra, 2014).
b. Etiologi
Penyebab terjadinya PGK pada dua pertiga dari keseluruhan kasus
adalah diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi (National Kidney
Foundation, 2018). Penyebab penyakit ginjal kronik di Indonesia, antara
lain seperti tabel berikut:
Tabel 2. 1 Penyebab Penyakit Gagal Ginjal di Indonesia
Penyebab Persentase% Jumlah
Glumerulopati Primer (GNC) 8 1343
Nefropati Diabetika 22 3873
Nefropati Lupus (SLE) 1 143
Penyakit Ginjal Hipertensi 44 7602
Ginjal Polikistik 1 243
Nefropati Asam Urat 1 262
Nefropati Obstruksi 5 944
Pielonefritis Chronic (PNC) 7 1160
Lain-lain 8 1314
548 3
Sumber: Indonesian Renal Registery, 2016

6
7

c. Manifestasi Klinis CKD


Tanda dan Gejala CKD berkembang seiring waktu jika kerusakan
ginjal berlangsung lambat. Menurut (Kardiyudiani dan Brigitta, 2019)
yaitu:
1) Mual
2) Muntah
3) Kehilangan nafsu makan
4) Kelelahan dan kelemahan
5) Masalah tidur
6) Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil
7) Otot berkedut dan kram
8) Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
9) Gatal terus menerus
10) Nyeri dada jika cairan meumpuk dalam selaput jantung
11) Sesak nafas jika cairan menumpuk di paru-paru
12) Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan
d. Klasifikasi Penyakit CKD
Perlu diketahui klasifikasi dari derajat CKD untuk mengetahui
tingkat prognosanya yaitu:
Tabel 2. 2 Klasifikasi Cronic Kidney Disease (CKD)
Stage GFR Deskripsi
ml/min/1,73m²
1 ≥90 Kidney damage with normal or increase of GFR
2 60-89 Kidney damage with miled decreease GFR
3 30-59 Moderate decrease of GFR
4 15-29 Severe Decrease of GFR
5 <15 (or dyalisis) Kidney Failure
Sumber: Prabowo & Eko (2014)
e. Patofisiologi
Tahap awal pathogenesis penyakit ginjal kronik tergantung pada
penyebab atau faktor risiko yang mendasari kondisi tersebut, namun pada
proses perkembangan selanjutnya relatif sama. Ginjal mengalami
pengurangan massa yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural
dan fungsional pada nefron yang masih tersisa sebagai mekanisme
kompensasi ginjal yang diperantarai oleh sitokin dan growth faktor.
Kondisi ini memicu peningkatan aktivitas renin, angiotensin, aldosterone
intrarenal sehingga terjadi hiperfiltrasi yang berdampak peningkatan
8

tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini


berlangsung singkat hingga ginjal mengalami maladaptasi pada nefron
yang masih tersisa. akibat maladaptasi tersebut mengakibatkan terjadi
sklerosis di nefron hingga fungsi nefron mengalamai penurunan secara
progresif. Beberapa hal yang di anggap berperan terhadap progresivitas
penyakit ginjal kronik yaitu albuminuria, hiperglikemia, dyslipidemia, dan
hipertensi (Suwitra, 2014).
Tahap awal penyakit ginjal gronik LFG masih normal atau
meningkat. Kemudian, terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan
namun progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Kondisi tersebut bersifat asimtomatik hingg nilai LFG
sebesar 60%. Pasien mulai mengeluhkan tanda dan gejala uremia nyata
ketika nilai LFG sebesar 30% seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, priuritus, mual, mudah
mengalami infeksi, terjadi gangguan air (hypervolemia dan hypovolemia),
gangguan keseimbangan elektrolit (natrium dan kalium). Pada kondisi
gagal ginjal atau nilai LFG kurang dari 15% pasien membutuhkan terapi
ginjal seperti dialysis dan transplantasi ginjal untuk meminimalisir
terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa (Suwitra, 2014).
f. Pemeriksaan
Menurut LeMone, Burke, dan Bauldoff (2014) pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mendeteksi gangguan fungsi ginjal maupun penyakit
ginjal kronik yakni:
1) Urinalisis
Tes yang dilakukan dengan mengambil sampel urin pasien bertujuan
untuk mendeteksi zat-zat tidak normal yang tekandung dalam urin dan
mengetahui berat jenis urin sebagai gambaran mengenai fungsi sekresi
tubulus, reabsorbsi, pemekatan urin.
2) Kultur urin
Mendeteksi adanya infeksi pada saluran kemih sehingga
perkembangan penyakit ginjal dapat diperlambat dan mencegah
komplikasi penyakit ginjal kronik.
9

3) BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum


Pemeriksaan tersebut dilakukan guna mendeteksi progresivitas dan
perkembangan penyakit ginjal kronik. Apabila kadar BUN berkisar 20-
50mg/dl menandakan kondisi azotemia ringan, sedangkan kadar lebih
dari 100mg/dl dicurigai adanya kerusakan ginjal serius. Munculnya
sindrom uremia terjadi apabila jumlah kadar BUN mencapai 200mg/dl
dan kerusakan ginjal parah terdeteksi jika kadar ureum lebih dari
4mg/dl.
4) GFR
Pemeriksaan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui nilai LFG
sehingga dapat diketahui stadium/tahapan penyakit ginjal kronik.
5) Elektrolit serum
Pasien penyakit ginjal kronikk sering mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit oleh karenanya pemeriksaan ini
penting dilakukan dengan tujuan memantau kadar natrium, kalium,
fosfat, kalsium dalam batas normal sesuai kondisi pasien.
6) CBC (Complete Blood Count)
Pemeriksaan darah lengkap guna mengidentifikasi kondisi anemia.
Pasien penyakit ginjal kronik sering mengalami anemia sedang hingga
berat ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) rendah akibat penurunan
jumlah sel darah merah, ditemukannya kadar trombosit turun dan
jumlah sebesar 20%-30%.
7) Ultrasonografi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ukuran ginjal terutama
pada pasien gagal ginjal yang mengalami pengecilan massa ginjal
akibat nefron yang hancur.
8) Biopsi ginjal
Pemeriksaan dengan cara perkutan menggunakan biopsi jarum atau
pembedahan guna mengambil sampel ginjal sehingga dapat
membedakan antara gagal ginjal kronik ataupun akut. Pemeriksaan ini
juga bertujuan untuk mencari penyakit penyebab yang belum diketahui
dengan jelas.
10

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronik umumnya lebih
berfokus menjaga keseimbangan mekanisme homeostasis tubuh dan
mempertahabkan fungsi ginjal yang masih tersisa (Smeltzer, 2013).
Tahapan penatalaksanaan PGK dapat dilihat pad tabel berikut:
Tabel 2. 3 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik
Tahap LFG Tatalaksana
(ml/min/1,73m²)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi kormobid, evaluasi
perburukan (progressive) fungsi ginjal, minimalisir
risiko penyakit kardiovaskuler
2 60-89 Hambat perburukan fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi kondisi ginjal dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal (dialysis atau transplantasi
ginjal)
Sumber: Kidney Disease Outcomes Quality Initiative, 2013
Menurut Suharyanto dan Majid (2009) pengobatan PGK dibagi
menjadi 2 tahap yaitu tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi
ginjal.
1) Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan:
a) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.
b) Pencegahan dan pengobatan komplikasi.
2) Hemodialisa
Hemodialisa adalah salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan
tujuan untuk elminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein) dan
koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antra
kompartemen darah dan diasillat melalui selaput membran
semipermiabel yang berperan sebagai ginjal buatan. Pasien CKD
menjalani hemodialisa 1-2 kali dalam seminggu dan setiap kalinya
memerlukan waktu 2-4 jam, kegiatan ini akan berlangsung terus-
menerus sepanjang hidupnya (Sukandar, 2013).
11

h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari CKD menurut (Prabowo,
2014) yaitu:
1) Penyakit tulang. Penurunan kadar kalsium secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur
pathologis.
2) Penyakit kardiovaskuler. Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan
berdampak secara sistemik akan berupa hipertensi, kelainan lifid,
intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi
hipertropi ventrikel kiri).
3) Anemia. Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoeitin yang mengalami
defiensiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4) Disfungsi seksual. Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido
sering mengalami penurunan dan terjadi impoten pada pria. Pada
wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia.
2. Pathway
Infeksi Vaskuler Zattokak Obstruksisalurankemih
Reaksi antigen Arteriosklerosis Tertimbun Ginjal Retensi urin Batu besar Iritasi/cidera
antibodi Suplai darah ginjal turun dan kasar jaringan
Menekansar Hematuria
afperifer
GFR turun
Anemia
Nyeri
Nyeri pinggang
pinggang
GGK

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitis turun


Ketidakseimbangan Suplainutrisidalam Oksi hemoglobin turun
Perpospatemia Sindrom uremia Urokrom Total CES naik
nutrisi darahturun
Tertimbun di Produksi Hb turun
Pruritis Ganguan kulit Tekanankapiler
Keseimbangan naik KetidakefektifanFerfusiJ Suplai O2kadarturun
Kerusakan Asam-basa Perubahan aringanPerifer
warnakulit Vol. interstisial
Integritas warnakulit
Produk asam naik naik Intoleransi
Jaringan
Asam lambung naik Edema Aktivitas
(Kelebihan Volume Cairan)
Nausea, vomitus Iritasilambung
Beban Jantung naik Bendungan antrium
Infeksi Perdarahan PayahJantung Kiri kiri naik
Ketidakseim Hipertropi ventrikel kiri
bangan Gastritis Hematemesis Tek. Vena Pulmonalis
nutrisi Cop turun
Mual, Anemia Kapiler Paru naik
muntah DarahGinjalTurun Suplai Suplai O2
O2jaringanturun Edema Paru
RAA turun turun Ekspansipa
Retensi Na & H2O naik Metabanaerob Kehilangan kesadaran ruturun Retensi CO2
Asamlaktat naik Dyspneu Asidosis respiratorik
Intoleransi
Kelebihan Volume Cairan - Fatigue
Aktivitas
- Nyeri sendi Ketidakefektifan HambatanPert
Pola Nafas ukaran Gas
Gambar 2. 1 Pathway Keperawatan PGK
(Sumber: Prabowo dan Pranata, 2014).

12
13

3. Konsep Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, tujuan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap paling penting untuk menentukan bagi tahap
selanjutnya. Pengkajian gagal ginjal kronis penekanan pada support
system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh
(humodunamically process). Proses pengkajian pada pasien untuk
mendapatkan data dapat diperoleh dari data subjektif dan data objektif.
1) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang berasal dari ungkapan keluhan pasien
baik secara langsung yang diucapkan oleh pasien maupun secara tidak
langsung yang melalui orang lain baik keluarga maupun saudara yang
mengetahui keadaan pasien secara langsung dan menyampaikan
masalah yang sedang dialami pasien perawat berdasarkan dengan
keadaan yang sedang terjadi pada pasien saat ini.
2) Data Objektif
Data objektif adalah data yang didapat oleh perawat dari pasien yang
secara langsung melalui observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pada pasien.
a) Observasi
Observasi adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat secara
langsung kepada pasien untuk mengetahui perilaku dan keadaan
pasien secara langsung.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan secara komprehensif dari
ujung kepala hingga ujung kaki (head to toe) yang dilakukan melalui
empat cara yaitu inspeksi (proses observasi yang dilakuakan dengan
cara melihat kondisi pasien), palpasi (proses pemeriksaan fisik
melalui cara peraba pada tubuh pasien), perkusi (metode
pemeriksaan fisik dengan cara peraba pada tubuh pasien), dan
14

auskultasi (pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara


mendengar yang dibantu dengan alat stetoskop).
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
menunjang keakuratan sebuah diagnosa dalam melakukan asuhan
keperawatan yang dilakukan secara komprehensif.
b. Diagnosis
Diagnosis keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan
data objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajain untuk
menegakkan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan melibatkan
proses berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari pasien,
keluarga, rekam medis dan pemberian pelayanan kesehatan yang lain
(Prabowo, 2014).
Diagnosis keperawatan yang bisa muncul pada Cronic Kidney
Disease (CKD) menurut (Prabowo, 2014):
1) Ketidakefektifan pola nafas (00032)
2) Kelebihan volume cairan (00026)
3) Nyeri Akut (00132)
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
5) Kerusakan intregitas jaringan (00046)
6) Intoleransi Aktivitas (00092)
7) Hambatan Pertukaran Gas (00030)
8) Ketidakefektifan Ferfusi Jaringan Perifer (00204)
c. Perencanaan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
dalam diagnosis keperawatan (Rohmah dan Walid, 2016). Perencanaan
terdiri dari tujuan dan intervensi keperawatan.
Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcomes
Classification). Penulis penyusun kriteria yang berpedoman pada SMART
yaitu (SPECIFIC), dimana tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan
arti ganda, M (Measurable) dimana tujuan keperawatan harus diukur,
khususnya tentang prilaku pasien dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan,
15

dan dibau, A (Achievable) dimana harus dapat dicapai, R (Reasonable)


dimana tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, T
(Time) mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2008).
Rencana keperawatan yang dilakukan oleh penulis berdasarkan NIC
(Nursing Intervention Classification) dilakukan dengan ONEC yaitu O
(Observation) adalah rencana tindakan mengkaji atau melakukan observasi
terhadap kemajuan pasien untuk memantau secara langsung yang
dilakukan secara berkelanjutan, N (Nursing) adalah rencana tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi, memperbaiki dan mencegah perluasan
masalah, E (Education) adalah rencana tindakan yang berbentuk
pendidikan kesehatan dan C (Collaboration) adalah tindakan medis yang
dilimpahkan perawat (Rohmah dan Walid, 2016).
d. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Menurut Jitowiyono dan Kristiyansari (2012)
selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan
keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu
pasien memenuhi kriteria hasil. Adapun macam-macam intervensi adalah
sebagai berikut:
1) Intervensi Keperawatan Independen
Tindakan yang dilakukan perawat secara mandiri tidak membutuhkan
arahan dan professional kesehatan lainnya.
2) Intervensi Keperawatan Dependen
Tindakan yang membutuhkan arahan dokter atau professional kesehatan
lainnya. Tindakan ini didasarkan pada respon dokter atau tenaga
kesehatan untuk menangani suatu diagnosa medis.
3) Intervensi Keperawatan Kolaboratif
Tindakan yang membutuhkan gabungan pengetahuan, keterampilan dan
keahlian berbagai professional layanan kesehatan.
16

e. Evaluasi
Evaluasi keperawatan sendiri merupakan tahap akhir yang harus
ditempuh perawat agar bisa melakukan proses keperawatan. Evaluasi
merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana
intervensi dan implementasinya. Kualitas asuhan keperawatan dapat
dievakuasi pada saat proses (formatif) dan dengan melihat hasilnya
(sumatif).
1) Evaluasi Proses
Evaluasi proses (formatif) adalah aktifitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektifitas intervensi
tersebut. Sistem penulisan pada evaluasi ini dapat menggunakan SOAP
yaitu:
a) S: data subjektif (data yang diutarakan pasien dan pandangan
terhadap data tersebut).
b) O: data objektuf (data yang didapat dari hasil observasi perawat,
termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan
penyakit pasien.
c) A: analisis (analisis ataupun kesimpulan dari data subjektif dan
obyektif)
d) P: perencanaan (pengembangan rencana segera atau yang akan
datang untuk mencapai status kesehatan pasien yang optimal).
2) Evaluasi hasil
Fokus evaluasi hasil yaitu perubahan prilaku atau status kesehatan
pasien kepada akhir asuhan keperawatan. Evaluasi hasil bersifat
objektif, fleksibel, dan efisien. Metode pelaksaan evaluasi hasil terdiri
dari wawancara pada akhir pertemuan akhir asuhan keperawatan dan
pertanyaan kepada pasien dan keluarga.
17

4. Tinjauan Islam
CKD adalah salah satu contoh penyakit yang datang dari Allah, dan Allah
akan menurunkan pula obatnya. Allah SWT berfirman pada surat Yunus ayat 57:

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu


pelajaran dari tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman (QS. Yunus ayat 57)”

Berdasarkan surat tersebut dapat disimpulkan, bahwa semua penyakit yang


menimpa manusia maka Allah turunkan obatnya, maka manusia harus bersabar
untuk selalu berobat dan terus berusaha untuk mencari kesembuhan.
Salah satu ujian yang diberikan Allah kepada manusia yaitu terkena gagal
ginjal atau CKD, namun dengan cobaan tersebut terdapat pahala yang besar jika
mampu menjalani ujian yang diberikan Allah SWT melalui kesabaran. Salah satu
bentuk tanggung jawab keluarga kepada pasien CKD yaitu mampu
menyejahterakan dan memberikan perawatan yang baik kepada pasien dikala
pasien sakit serta mengusahakan pertologan agar tidak meninggalkan kesedihan
dikemudian hari, Maka sikap yang paling tepat ketika seorang mukmin diuji
dengan suatu penyakit adalah bersabar menjalani sakitnya dan terus berusaha
mencari obatnya. Tentu saja dengan pengobatan sesuai syari‟at, seperti ditempat
pelayanan kesehatan.
B. Metodologi Penelitian
1. Desain penelitian
Penelitian ini adalah penelitian studi kasus, pengambilan data dalam
penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara.
2. Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis medis Cronic
Kidney Disease (CKD) di ruang Raudhah RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
18

3. Teknik Pengumpulan Data


a. Observasi
Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian
apapun, termasuk penelitian kualitatif dan digunakan sebagai metode
untuk mengumpulkan informasi atau data sebagaimana tujuan penelitian
(Ahmadi, 2016). Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan dan perawatan langsung terhadap keadaan pasien
serta mengamati perkembangan penyakit saat melakukan asuhan
keperawatan. Hal yang diobservasi dalam penelitian ini yaitu keadaan
pasien saat dilakukan pengkajian, keluhan pasien, masalah pasien dan
perkembangan setelah dilakukan asuhan keperawatan.
b. Wawancara
Wawancara merupakan sebuah percakapan dengan tujuan oleh Dexter
tahun 1970 (dikutip dalam Ahmadi, 2016). Wawancara dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara menanyakan keluarga pasien dan perawat
mengenai perjalanan penyakit dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
penyakit tersebut. Wawancara yang dilakukan pada keluarga yaitu
menanyakan tentang keluhan utama pasien, awal mula terjadinya penyakit
dan tindakan yang sudah dilakukan untuk menangani penyakit. Tugas
perawat menanyakan tindakan yang sudah dilakukan sebelumnya dan
risiko yang dapat terjadi.
4. Teknik Analisa Data
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan mulai dari bulan Maret dari pengkajian,
menentukan data fokus, menentukan diagnosa keperawatan, menentukan
tujuan keperawatan dan intervensi keperawatan, selanjutnya dilakukan
implementasi keperawatan dan mencari kesenjangan antara kasus.
b. Reduksi data
Setelah dilakukan pengumpulan data selanjutnya dilakukan proses reduksi
data yang dimulai dari proses pengkajian yaitu dengan menanyakan setiap
keluhan pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, selanjutnya
menentukan diagnosa keperawatan dan intervensi, dilakukan
implementasi dan melakukan evaluasi tentang tindakan yang diambil.
19

c. Penyajian data
Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan,
tersusun dalam pola hubungan sehingga mudah di pahami. Penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif. Penyajian data dalam bentuk
tersebut mempermudah peneliti dalam memahami apa yang terjadi. Pada
langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga
informasi yang didapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu untuk
menjawab masalah penelitian.
d. Penarikan kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap penarikan simpulan dari semua data yang
telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan simpulan atau
verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti,
keteraturan, pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.
BAB III
DATA KASUS

A. Data Kasus Kelolaan


1. Data Umum Pasien
Tabel 3. 1 Data Umum Pasien
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2
Data Demografi
Nama Tn. B Tn.P
Tanggal lahir/ Usia 64 tahun/ 20-05-1955 79 tahun/31-12-1940
Jenis Kelamin Laki-Laki Laki - Laki
Suku/bangsa Jawa Jawa
Status Perkawinan Kawin Kawin
Agama Islam Islam
Pekerjaan Petani Petani
20

Diagnosa medic Cronic Kidney Disease (CKD) Cronic Kidney Disease (CKD)
Tanggal masuk RS 29-02-2020 05-03-2020
Tanggal pengkajian 03-03-2020 05-03-2020
Keluhan Utama
Alasan dibawa ke RS Perut bawah terasa penuh (vesika urinari), nyeri Sesak nafas sudah 2 hari yang lalu sebelum masuk RS, dan
pinggang, sesak nafas kaki bengkak serta pinggang terasa nyeri

Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan Pasien mengeluhkan tidak bisa BAK 1 hari yang lalu, Pasien mengeluhkan sesak nafas sudah 2 hari yang lalu,
sekarang perut bagian bawah terasa penuh, nyeri pinggul, sesak pasien mengeluh nyeri bagian pinggang, pasien tampak pucat,
nafas. HD rutin 2x dalam seminggu sejak kurang lebih 6 udema pada kaki. Riwayat HD sudah 3 bulan yang lalu rutin
bulan yang lalu. 2x dalam satu minggu.
HD pada hari Kamis, 05 Maret 2020 HD pada hari Sabtu, 07 Maret 2020
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2

Penghitungan Balance Cairan Penghitungan Balance Cairan


Input: Input:
Air (makan+Minum) = 900 cc/24 jam Air (makan+Minum) = 1000 cc/ 24 jam
Cairan Infus = 500 cc/24 jam Cairan Infus = 500 cc/ 24 jam
Terapi injeksi = 50 cc/ 24 jam Terapi injeksi = 50 cc/ 7 jam
Output: Output:
Urine = 65 cc/7 jam Urine= 100 cc/ 7jam
Feses = - cc Feses = 100 cc
IWL (Insensible Water Loss) IWL = … cc (kondisi normal 1 BAB feses = 100 cc)
IWL = 15 x kgBB / hari) IWL (Insensible Water Loss) IWL = … cc
IWL = (15 x 65kg) / 24jam IWL = 15 x kgBB / hari)
IWL = 975/ 24jam IWL = (15 x 60kg) / 24jam
Balance Cairan: IWL = 900/24 jam
CM-CK-IWL Balance Cairan:
1450-65-975 CM-CK-IWL
+410cc 1550-200-900+450
Riwayat kesehatan lalu Tn.B pernah memiliki riwayat prostat membesar sejak Tn.P pernah menjalani operasi prostat pada bula Desember
2016, riwayat tindakan TURP 4x terakhir kurang lebih 6 2019. Terdiagnosa CKD kurang lebih 3 bulan yang lalu
bulan yang lalu. Tn.B memilki riwayat hipertensi.
Riwayat Psikososial
Kehidupan social Tn.B aktif dalam mengikuti kegiatan masyarakat seperti Tn.P aktif dalam mengikuti kegiatan masyarakat seperti
perkumpulan RT, ronda perkumpulan RT dan pengajian
Hubungan pasien dengan Keluarga mengatakan Tn.B memiliki hubungan baik Keluarga mengatakan Tn.P memiliki hubungan baik dengan
orang lain dengan keluarga terutama istri dan anak-anakya serta keluarga terutama istri dan anak-anakya serta masyarakat
masyarakat sekitar sekitar
Hubungan pasien dengan Pasien mengatakan Hubungan dengan pasien lainnya Pasien mengatakan Hubungan dengan pasien lainnya dan
pasien lain dan tenaga yang ada di sekitar tempat tidur baik dan sering ngobrol hubungan pasien dengan tenaga kesehatan baik pasien
kesehatan selama di rumah sakit, dan hubungan pasien dengan mengikuti perintah dari tenaga kesehatan .
tenaga kesehatan baik pasien mengikuti perintah dari
tenaga kesehatan .
Lingkungan rumah pasien Pasien mengatakan lingkungan rumahya bersih dan Pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih dan masih
lingkungan rumahnya ramai karena posisi rumahnya di banyak pepohonan karena berada ditengah pedesaan.
dekat jalan raya.

21
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2

Tanggapan pasien tentang Pasien mengatakan ikhlas atas apa yang di deritanya saat Pasien mengatakan ikhlas atas apa yang di deritanya saat ini,
penyakit yang diderita ini, pasien mengatakan sakit dan sembuh adalah pasien mengatakan sakit dan sembuh adalah pemberian Allah
pemerian Allah SWT. SWT.
Riwayat Spiritual Pasien mengatakan beragama islam, dan sebelum sakit Pasien mengatakan beragama islam, dan sebelum sakit pasien
pasien rajin beribadah, mengikuti kajian di masjid. rajin beribadah, mengikuti kajian di masjid. Selama sakit
Selama sakit kegiatan spiritual pasie kurang terpenuhi. kegiatan spiritual pasien kurang terpenuhi.

2. Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik


Tabel 3. 2 Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2
3-3-2020 5-3-2020
Keadaan umum Keadaan umum baik penampilan biasa, bicara jelas dan Keadaan umum baik penampilan rapi, kebersihan cukup,
tingkat kesadaran composmetis, GCS 15. E4V5M6 bicara jelas. dan tingkat kesadaran composmetis GCS 15.
E4V5M6
Tanda-tanda vital Suhu :36,5 C Suhu :36 C
Nadi :86 x/menit Nadi :86 x/ menit
TD :162/73 TD :142/85
RR :28 x/ menit RR :26x/ menit

Sistem pernapasan HIDUNG HIDUNG


Inspeksi : tidak ada polip, tidak ada secret yang berlebihan, Inspeksi : tidak ada polip, tidak ada secret yang berlebihan,
ada pernapasan cuping hidung, tidak ada perdarahan, ada ada pernapasan cuping hidung, tidak ada perdarahan, ada
benjolan, tidak ada trauma, tidak ada nyeri tekan. benjolan, tidak ada trauma, tidak ada nyeri tekan.
PARU
Inspeksi: Bentuk dada simetris, tidak ada jejas /memar, ada PARU
retraksi dada, tidak ada massa, tidak terdapat luka, tidak ada Inspeksi: Bentuk dada simetris, tidak ada jejas /memar, ada
jaringan parut retraksi dada, tidak ada massa, tidak terdapat luka, tidak ada
Palpasi: fremitus kanan dan kiri sama, tidak ada benjolan, jaringan parut
tidak terasa krepitasi, tidak ada nyeri tekan, udema pulmo Palpasi: fremitus kanan dan kiri sama, tidak ada benjolan,
(+) tidak terasa krepitasi, tidak ada nyeri tekan, edema pulmo (+)

22
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2
Perkusi: suara paru pekak kanan dan kiri Perkusi: suara paru pekak kanan dan kiri
Auskultasi: ronkhi (+) basal-basal , wheezing (-) Auskultasi: ronkhi (+) basal-basal , wheezing (-)
Suara ronkhi basah dikedua lapang dada Suara ronkhi basah dikedua lapang dada
LEHER LEHER
Inspeksi: Bentuk simetris, warna sama dengan ekstermitas Inspeksi: Bentuk simetris, warna sama dengan ekstermitas
lain, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar lain, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid tiroid

Siatem kardiovaskular JANTUNG JANTUNG


Inspeksi : Inspeksi :
Tampak simetris, tidak ada kelainan bentuk. Tampak simetris, tidak ada kelainan bentuk.
Palpasi : Palpasi :
Iktus cordis teraba di interkosta 5 linea midklavikularis Iktus cordis teraba di interkosta 5 linea midklavikularis
sinistra sinistra
Perkusi : Perkusi :
Bunyi redup (+/+) Bunyi redup (+/+)
Auskultasi: Auskultasi:
S1 S2 tunggal reguler, mur-mur (-) S1 S2 tunggal reguler, mur-mur (-)
Sistem pencernaan Inspeksi : Inspeksi :
Tampak simetris, tidak ada jejas/memar Tampak simetris, tidak ada jejas/memar
Tampak acites abdomen Tampak acites abdomen
Auskultasi: Auskultasi:
Bising usus 12x/menit Bising usus 12x/menit
Perkusi : Perkusi :
Suara timani dan dullness Suara timpani dan dullness
Palpasi : Palpasi :
tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada
benjolan, ada nyeri tekan dibagian pinggul. benjolan, ada nyeri tekan dibagian pinggul.
Bibir: tampak kering, , keberihan mulut bersih, tidak ada Bibir: tampak kering, , keberihan mulut bersih, tidak ada
gangguan menelan gangguan menelan
Gaster: perut tidak kembung Gaster: perut tidak kembung
Anus: tidak terkaji Anus: tidak terkaji
Indera a. Mata b. Mata
Inspeksi: Inspeksi:

23
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2
Konjungtiva anemis, mata tampak berair, kelengkapan Konjungtiva anemis, mata tampak berair, kelengkapan
kanan kiri lengkap, Eksoftalmus (mata menonjol): tidak kanan kiri lengkap, Eksoftalmus (mata menonjol): tidak
Enofthalmus (mata tenggelam): tidak Enofthalmus (mata tenggelam): tidak
Kelopak mata tidak ada udema, tidak ada peradangan, Kelopak mata tidak ada udema, tidak ada peradangan,
tidak ada luka, bulu mata tidak rontok, sklera putih, tidak ada luka, bulu mata tidak rontok, sklera putih,
reaksi pupil isokor. reaksi pupil isokor.
b. Hidung c. Hidung
Inspeksi: Inspeksi:
Tidak ada polip, tidak ada secret yang berlebihan, ada Tidak ada polip, tidak ada secret yang berlebihan, ada
pernapasan cuping hidung, tidak ada perdarahan, ada pernapasan cuping hidung, tidak ada perdarahan, ada
benjolan, tidak ada trauma, tidak ada nyeri tekan. benjolan, tidak ada trauma, tidak ada nyeri tekan.
c. Telinga d. Telinga
Inspeksi: Inspeksi:
Telinga tidak ada kelainan telinga berfungsi dengan Telinga tidak ada kelainan telinga berfungsi dengan
baik, bentuk seimetris kanan kiri, dak ada lesi, tidak ada baik, bentuk seimetris kanan kiri, dak ada lesi, tidak ada
peradangan, tidak ada penumpukan serum, tidak ada peradangan, tidak ada penumpukan serum, tidak ada
perdarahan. perdarahan.
Palpasi: Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan

Sistem saraf a. Fungsi cerebral b. Fungsi cerebral


Mampu untuk menyebutkan waktu, tempat dan kejadian Mampu untuk menyebutkan waktu, tempat dan kejadian
sebelumnya, mampu untuk berhitung, mampu untuk sebelumnya, mampu untuk berhitung, mampu untuk
berbahasa indonesia dan jawa, GCS E4V5M6 kesadaran berbahasa indonesia dan jawa, GCS E4V5M6 kesadaran
Composmetis mampu berbicara secara kooperatif Composmetis mampu berbicara secara kooperatif
b. Fungsi cranial c. Fungsi cranial
Fungsi kranial pasien baik, tidak ada gangguan pada Fungsi kranial pasien baik, tidak ada gangguan pada
fungsi cranialnya. fungsi cranialnya.
c. Fungsi motorik d. Fungsi motorik
Ekstremitas atas: anggota gerak bagian atas bisa Ekstremitas atas: anggota gerak bagian atas bisa
bergerak, tidak ada kelemahan otot. bergerak, tidak ada kelemahan otot.
Ekstremitas bawah: kedua kaki dapat digerakkan Ekstremitas bawah: kedua kaki dapat digerakkan
normal, tidak ada kelemahan otot, kaki terdapat udema normal, tidak ada kelemahan otot, kaki terdapat udema
d. Fungsi sensorik e. Fungsi sensorik

24
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2
Pasien mampu merasakan nyeri, dingin, panas dan Pasien mampu merasakan nyeri, dingin, panas dan
getaran. getaran.
e. Fungsi cerebellum f. Fungsi cerebellum
Pasien mampu menggerakkan kedua tangannya secara Pasien mampu menggerakkan kedua tangannya secara
bersamaan maupun bergantian secara perlahan lahan. bersamaan maupun bergantian secara perlahan lahan.
f. Reflex g. Reflex
Pasien mampu menghindari dari rangsangan nyeri. Pasien mampu menghindari dari rangsangan nyeri.
g. Iritasi meningen h. Iritasi meningen
Tidak ada kaku kuduk yang dirasakan atau tampak dari Tidak ada kaku kuduk yang dirasakan atau tampak dari
pasien. pasien.
Sistem muskuloskeletal a. Kepala a. Kepala
Bentuk kepala mesocopal, rambut beruban, rambut Bentuk kepala mesocopal, rambut beruban, rambut
pendek, rambut bersih. pendek, rambut bersih.
b. Vertebrae b. Vertebrae
Pasien mampu menggerakkan akan tetapi dengan pelan Pasien mampu menggerakkan akan tetapi dengan pelan
pelan dan bantuan karena pasien masih lemas dan pelan dan bantuan karena pasien masih lemas dan
merasakan sesak. merasakan sesak.
c. Pelvis c. Pelvis
Pasien tidak mampu menggerakkan panggul dengan Pasien tidak mampu menggerakkan panggul dengan
mandiri harus dengan bantuan. mandiri harus dengan bantuan.
d. Lutut d. Lutut
mampu mengerakkan lutut secara mandiri mampu mengerakkan lutut secara mandiri
f. Bahu e. Bahu
Pasien mampu mengerakkan bahunya secara perlahan- Pasien mampu mengerakkan bahunya secara perlahan-
lahan lahan
g. Ekstermitas atas (tangan) f. Ekstermitas atas (tangan)
Inspeksi: tidak ada kelemahan otot Inspeksi: tidak ada kelemahan otot
Perkusi: akral teraba hangat, tidak ada nyeri tekan, Perkusi: akral teraba hangat, tidak ada nyeri tekan, tidak
tidak ada benjolan atau massa, CRT <2 detik. ada benjolan atau massa, CRT <2 detik.
h. Ekstermitas bawah (kaki) g. Ekstermitas bawah (kaki)
Inspeksi: tidak ada kelemahan otot, udema pada kaki Inspeksi: tidak ada kelemahan otot, udema pada kaki
Palpasi: akral teraba hangat, tidak ada nyeri tekan, Palpasi: akral teraba hangat, tidak ada nyeri tekan, tidak
tidak ada massa ada massa

25
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2

Udema: Udema:
- - - -
+ + + +

Kelemahan otot
5 5 Kelemahan otot
5 5
5 5
5 5

Sistem integumen a. Rambut a. Rambut


Rambut tampak beruban, terdapat rambut-rambut halus Rambut tampak beruban,distribusi merata.
disetiap bagian tubuh. b. Kulit
b. Kulit Kulit berwarna sawo mateng, tampak keriput, tidak ada
Kulit berwarna sawo mateng, tampak keriput, kulit lesi, tidak ada ruam
teraba kering. c. Kuku
c. Kuku Kuku terlihat pendek dan bersih.
Kuku terlihat panjang dan kurang bersih
Sistem endokrin Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, keringat tidak berlebih Inspeksi:
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada polydipsi,
poliphagi, tidak ada kaku leher

Sistem perkemihan BAK : BAK :


Pola BAK selama di rumah sakit BAK pasien ±65 cc dan Pola BAK selama di rumah sakit BAK pasien ±100 keluar
sakit sekali ketika BAK seperti menetes sedikit-sedikit
BAB :
Selama dirumah sakit belum BAB. BAB :
Selama sakit BAB 1x.
Sistem reproduksi Tidak ada kelainan di organ resproduksi. Tidak ada kelainan di organ resproduksi, semua organ
resproduksi masih berfungsi dengan baik

26
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2
Sistem imun Tidak terdapat alergi obat maupun makanan Tidak terdapat alergi obat maupun makanan.
Riwayat tranfusi darah pada bulan April pasien saat Jika selesai HD badan terasa dingin sekali.
dilakukan transfusi terasa mual, keluarga mengatakan setiap
pasien dilakukan transfusi darah selalu mengeluhkan mual.
Aktivitas Sehari-hari
Nutrisi a. Antropometri a. Antropometri
Umur :64 tahun Umur : 79 tahun
BB :65 kg BB :60 kg
TB:165 cm TB:160 cm
IMT: IMT:
=BB(kg) /TB2(m) =BB(kg) /TB2(m)
=65/ (1,65)2 =60/ (1,60)2
=65/ 2,72 =60/ 2,56
23,8/m2 (berat badan normal) 23,4 /m2 (berat badan normal)
Pasien mengatakan dirumah makan 3 kali sehari dengan
porsi 1 porsi dengan lauk sayur dan kadang –kadang Pasien mengatakan dirumah makan 2 sampai 3 kali
daging waktu makan yaitu pagi siang dan malam, pasien sehari dengan porsi 1porsi dengan lauk da sayur waktu
ada batasan makanan dan minum kadang kadang pasien pagi siang dan malam, pasien ada batasan makana dan
makan dengan keluarga, dan sebelum makan selalu minum . kadang kadang pasien makan dengan keluarga,
berdoa. dan sebelum makan selalu berdoa.
Dirumah sakit pasien selera makan berkurang karena Dirumah sakit pasien selera makan berkurang karena
pasien sering merasakan sesak dan lemas, pasien selama pasien sering merasakan sesak dan lemas, pasien selama
di rumah sakit dibantu segala aktifitas oleh keluarga, di rumah sakit dibantu segala aktifitas oleh keluarga,
baik makan, minum, BAB, dan BAK. baik makan, minum, BAB, dan BAK.

Cairan Dirumah sakit konsumsi cairan ±900 cc , kandung kemih Dirumah sakit konsumsi ±400cc air putih
terasa penuh dan nyeri saat BAK
Eliminasi Sebelum sakit Sebelum sakit
1. pasien mengatakan BAK ±100 cc dengan warna kuning 1. pasien mengatakan BAK ± 300 cc, dengan warna kuning
2. pasien mengatakan BAB 1 x per hari dengan konsisten dan bau khas urine dan tidak ada masalah dengan BAK
lembek, warna kuning, bau khas feses dan tidak ada 2. pasien mengatakan BAB 1 x per hari dengan konsisten
masalah dengan BAB. lembek, warna kuning, bau khas feses dan tidak ada
masalah dengan BAB.

27
PENGKAJIAN KASUS 1 KASUS 2
Selama sakit Selama sakit
1. pasien mengatakan selama di rumah sakit BAK keluar 1. pasien mengatakan selama di rumah sakit BAK keluar
sedikit hanya ±65 cc dan terasa seperti menetes sedikit-sedikit ±100cc
2. pasien megatakan selama sakit belum BAB 2. pasien mengatakan selama sakit BAB 1x

Istirahat tidur Sebelum sakit Sebelum sakit


1. pasien tidak pernah tidur siang 1. pasien tidak pernah tidur siang
2. pasien mengatakan tidur 6-7 jam sehari 2. pasien mengatakan tidur 5-6 jam sehari
3. tidak ada kebiasaan khusus sebelum tidur 3. tidak ada kebiasaan khusus sebelum tidur
Selama sakit Selama sakit
1. pasien mengatakan tidak pernah tidur siang 1. pasien mengatakan siang hanya tidur beberapa menit
2. Pasien mengatakan sulit tidur malam dan sering saja.
terbangun saat malam hari 2. Pasien mengatakan tidak kesulitan untuk memulai tidur
3. Tidak ada kebiasaan khusus sebelu tidur 3. Tidak ada kebiasaan khusus sebelum tidur
Olahraga Pasien mengatakan tidak pernah olah raga semenjak sakit, Pasien mengatakan tidak pernah olah raga semenjak sakit,
saat sebelum sakit pasien juga jarang berolahraga, pasien pasien mengatakan sebelum sakit juga jarang berolahraga.
beraktivitas di sawah setiap harinya
Rokok / alkohol Pasien mengatakan sudah berhenti merokok 1 tahun yang Pasien mengatakan perokok aktif dulu, sudah berhenti kurang
lalu. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol. lebih 2 tahun yang lalu. Pasien tidak pernah mengkonsumsi
alkohol.
Personal hygine Dirumah pasien mandi 2 kali sehari, memotong kuku dan Dirumah pasien mandi 2 kali sehari, memotong kuku dan
mengosok gigi dengan mandiri mengosok gigi dengan mandiri
Dirumah sakit pasien mandi 1 kali dan dibantu oleh Dirumah sakit pasien mandi 1 kali dan dibantu oleh istri atau
anaknya. anaknya.
Aktivitas / mobilitas fisik a. Makan/minum: Mandiri a. Makan/minum: Dibantu oleh orang lain
b. Mandi : Mandiri b. Mandi :Dibantu oleh orang lain
c. Berpakaian : Mandiri c. Berpakaian :Dibantu oleh orang lain
d. Mobilitas ditempat tidur : Mandiri d. Mobilitas ditempat tidur :Di bantu oleh orang lain
e. Berpindah : Mandiri e. Berpindah :Dibantu oleh orang lain
f. Ambulasi / ROM : Mandiri f. Ambulasi / ROM :Dibantu oleh orang lain

Rekreasi Pasien mengatakan jarang rekreasi hanya diam dirumah Pasien mengatakan jarang rekreasi hanya diam dirumah saja
bersama keluarga dan anak anaknya. atau bertani di sawah.

28
3. Discharge Planning

Tabel 3. 3 Discharge Planning


Selasa, 03 Maret 2020 Kamis, 05 Maret 2020
KASUS I KASUS II
1. Memberi posisi nyaman pada pasien (semi fowler) 1. Edukasi pasien untuk membatasi asupan cairan dan membatasi
2. Edukasi pasien melakukan pola hidup sehat dirumah (istirahat teratur) mengkonsumsi buah yang mengandung banyak air.
3. Edukasi pasien untuk makan rendah lemak, rendah protein, rendah garam 2. Memberi posisi nyaman pada pasien (semi fowler)
(kacang-kacangan) 3. Edukasi pasien untuk melakukan tehnik relasasi nafas dalam.
4. Membatasi aktifitas berat (olah raga berlebihan) 4. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut
5. Edukasi pasien untuk membatasi asupan cairan dan membatasi 5. Edukasi pasien untuk jadwal rutin hemodilisa
mengkonsumsi buah yang mengandung banyak cairan. 6. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan diri dari lingkungan.
6. Edukasi pasien untuk rutin melakukan HD sesuai jadwal yang telah
ditetapkan

4. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Tabel 3. 4 Hasil Pemeriksaan Penunjang
TANGGAL: 01-03-2020 05-03-2020
PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN KASUS 1 KASUS 2
HEMATOLOGI
Lekosit 4-10 mm3 10.1 12.4
Basofil 0-2 % 03 1
Eosinofil 1-3 % 2 3
Neutrofil 50-70 % 77 69
Limposit% 20-40 % 16 18
Monosit% 2-8 % 2 9
Eritrosit 4.4-5.9 juta/mm3 2.79 3.67
Hemoglobin 12.0-17.0 g/dl 8.1 10.6
Hematokrit 39-52 % 24 32
MCV 82-98 fl 85.8 86.1

29
PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN KASUS 1 KASUS 2
MCH 27-34 pg 29.1 28.8
MCHC 32-36 g/dl 33.9 33.5
RDW 11-16 % 11.7 13.2
Trombosit 150-450 ribu/mm3 154 234
MPV 7-11 fl 3.9 4.2
Glukosa sewaktu 70-140 mg/dl 127 167
FUNGSI GINJAL
Ureum 15-45 mg/dl 198 111
Kreatinin 0.6-1,3 mg/dl 7.1 11.4
BUN 6.00-20.00 mg/dL 27.00 56.80

Terapi saat ini:


KASUS 1
Nama Obat Dosis Indikasi Konta Indikasi Efek Samping
Furosemid 1amp/12 jam untuk mengeluarkan kelebihan gagal ginjal dengan anuria, Pusing, vertigo, mual
cairan dari dalam tubuh melalui prekoma dan koma hepatik, muntah, diare, penglihatan
urine. defisiensi elektrolit, hipovolemia, buram
hipersensitivitas
Ceftriaxon 2x1 untuk mengatasi berbagai Alergi terhadap antibiotik jenis ini Nyeri tenggorokan, nyeri
infeksi bakteri. Obat ini bekerja perut, mual muntah, diare,
dengan cara menghambat nafas pendek, kelelahan
pertumbuhan bakteri atau
membunuh bakteri dalam
tubuh.
Amlodipin 1x10mg obat darah tinggi atau syok kardiogenik, angina tidak Pusing, mual,
hipertensi. stabil, stenosis aorta yang pembengkakan tungkai,
signifikan, menyusui (lampiran 5). jantung berdebar
Asam folat 3x1 Mengobati kekeurangan asam Alergi terhadap obat ini, anemia Demam tinggi, kulit merah,
folat dan beberapa jenis anemia hemolitik nafas pendek, ruam di kulit,
gatal-gatal pada kulit, dada
sesak, kesulitan berbafas,
mengi.

30
KASUS 2
Nama Obat Dosis Indikasi Konta indikasi Efek Samping
Furosemid 1amp/12 jam untuk mengeluarkan kelebihan gagal ginjal dengan anuria, Pusing, vertigo, mual
cairan dari dalam tubuh melalui prekoma dan koma hepatik, muntah, diare, penglihatan
urine. defisiensi elektrolit, hipovolemia, buram
hipersensitivitas
Ceftriaxon 2x1 untuk mengatasi berbagai Alergi terhadap antibiotik jenis ini Nyeri tenggorokan, nyeri
infeksi bakteri. Obat ini bekerja perut, mual muntah, diare,
dengan cara menghambat nafas pendek, kelelahan
pertumbuhan bakteri atau
membunuh bakteri dalam
tubuh.
Amlodipin 1x10mg obat darah tinggi atau syok kardiogenik, angina tidak Pusing, mual,
hipertensi. stabil, stenosis aorta yang pembengkakan tungkai,
signifikan, menyusui (lampiran 5). jantung berdebar
Asam folat 3x1 Mengobati kekeurangan asam Alergi terhadap obat ini, anemia Demam tinggi, kulit merah,
folat dan beberapa jenis anemia hemolitik nafas pendek, ruam di kulit,
gatal-gatal pada kulit, dada
sesak, kesulitan berbafas,
mengi.
Candesartan 2x16mg Menurunkan tekanan darah  Hipersensitivitas terhadap Pembengkakakn pada
komponen candesartan cilexetil tungkai, pusing, lemas,
apapun dan obat derivat sulfonamid jantung berdebar, diare
lainnya, Hamil dan menyusui,
Gangguan hepar berat dan/atau
kolestasis

31
5. Analisis Data

Tabel 3. 5 Analisis Data


KASUS I KASUS II
MASALAH
ANALISIS DATA ETIOLOGI ANALISIS DATA ETIOLOGI
Ketidakefektifan Pola Nafas DS: Hiperventilasi DS: Hiperventilasi
(00032) - Pasien mengatakan sesak - Pasien mengatakan sesak nafas
Domain 4 nafas sejak 3 hari yang lalu
Kelas 4: Respons - Pasien mengatakan sesak - Pasien mengatakan bertambah
Kardiovaskuler/Pulmonal nafas bertambah saat posisi sesak jika dalam posisi berbaring
berbaring telentang

DO: DO:
- Pasien tampak sering tidur - Pasien tampak sesak
dalam posisi setengah duduk - Tampak pernafasan cuping
- Tampak pernafasan cuping hidung
hidung - Nafas cepat, dalam, reguler
- Nafas cepat, dalam, reguler - TTV:
- TTV: Suhu :36 C
Suhu :36,5 C Nadi :86 x/ menit
Nadi :86 x/menit TD :142/85
TD :162/73 RR :26x/ menit
RR :28 x/ menit Spo2: 93%
Spo2: 92%

Kelebihan Volume Cairan DS: Gangguan DS: Gangguan


(00026) - Pasien mengatakan Mekanisme - Pasien mengatakan berkemihnya Mekanisme Regulasi
Domain 2 berkemihnya sedikit, kadang Regulasi sedikit ±100 cc
Kelas 5: Hidrasi terasa seperti hanya menetes - Pasien mnegatakan minum air
±30 cc ±400 cc
- Pasien mengatakan setiap hari
minum air putih ±300cc

32
KASUS I KASUS II
MASALAH
ANALISIS DATA ETIOLOGI ANALISIS DATA ETIOLOGI
DO: DO:
- Tampak udema di ekstermitas - Tampak udema pada ekstermitas
bawah (kaki kanan kiri) bawah (kaki kanan kiri)
- Asites pada abdomen - Asites pada abdomen didapatkan
didapatkan dari hasil dari hasil pemeriksaan fisik suara
pemeriksaan fisik suara perkusi timpani dibagian atas
perkusi timpani dibagian atas abdomen dan dullness di bagian
abdomen dan dullness di samping abdomen
bagian samping abdomen - Pitting udem >3 detik
- Pitting udem >3detik - BUN: 56.80 (tinggi)
- BUN: 27.0 (tinggi) - Hematokrit: 32 (rendah)
- Hematokrit: 24 (rendah) - Udema
- Udema - -
- -
+ +
+ +

6. Diganosis keperawatan Prioritas


Tabel 3. 6 Diganosis Keperawatan
Kasus Diganosis keperawatan
Kasus 1 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisma regulasi
kasus 2 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisma regulasi

33
7. Rencana Intervensi
Tabel 3. 7 Intervensi Keperawatan
Diagnosis keperawatan NOC NIC Rasionalisasi
Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan (3350) 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Definisi : sekumpulan data dan analisis kecepatan, irama, kedalaman
hiperventilasi (00032) pola nafas pasien adekuat keadan pasien untuk memastikan dan frekuensi nafas pasien
Domain 4 dengan KH: kepatenan jalan nafas dan kecukupan 2. Untuk mengetahui adanya
Kelas 4: Respons Status pernafasan (0410) pertukaran gas kelainan pada pergerakan
Kardiovaskuler/Pulmonal Indikator A T 1. Monitor kecepatan, irama, dan kesimterisan dada serta
kedalaman dan kesulitan bernafas otot bantu pernafasan
Frekuensi 3 5
2. Catat pergerakan dada, catat 3. Untuk mengetahui adanya
pernafasan
ketidaksimetrisan, penggunaan suara nafas tambahan
Irama pernafasan 3 5
otot-otot bantu pernafasan, dan 4. Untuk mengetahui pola nafas
Kedalaman 3 5
retraksi pada otot supraclavikula pasien
inspirasi
dan interkosta 5. Untuk mengetahui
Suara nafas 3 5 3. Monitor suara nafas tambahan perkembangan saturasi
tambahan seperti ngorok atau mengi oksigen pasien
Pernafasan cuping 3 5 4. Monitor pola nafas (misalnya: 6. Untuk mengetahui
hidung takipnea, bradipnea, hiperventilasi, ketidaksimetrisan palpasi
Dyspnea saat 2 4 kusmaul) paru
istirahat 5. Monitor saturasi oksigen 7. Untuk mengetahui
Dyspnea saat 2 4 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru perkembangan sesak nafas
beraktifitas 7. Monitor keluhan sesak nafas apakah semakin memburuk
pasien, termasuk kegiatan yang atau membaik
meningkatkan atau memperburuk 8. Untuk mengetahui adanya
sesak nafas tersebut suara krepitasi
8. Monitor suara krepitasi pada 9. Untuk mengurangi sesak
pasien nafas
9. Monitor TTV pasien 10. Untuk mengetahui
perkembangan TTV pasien

34
Diagnosis keperawatan NOC NIC Rasionalisasi
Airway Management (3140)
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Motivasi pasien untuk bernafa
pelan
3. Regulasi asupan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan
4. Posisikan semi fowler untuk
meringankan sesak nafas
5. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sebagaimana mestinya,
kolaborasi dengan pemberian O2

Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Menejemen cairan (2080)


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Definisi: meningkatkan keseimbangan 1. Untuk mengetahui status
kelebihan asupan cairan volume cairan normal dengan cairan dan pencegahan komplikasi yang hidrasi pasien
(00026) kriteria Hasil : dihasilkan dari tingkat cairan tidak 2. Untuk mengetahui hasil
Domain 2 Keseimbangan cairan (0601) normal atau tidak diinginkan. laboratorium
Kelas 5: Hidrasi Aktifitas: 3. Untuk mengetahui tanda
Indikator A T 1. Monitor status hidrasi (misalnya tanda vital pasien
Tekanan darah 2 4 membran mukosa lembab, denyut 4. Untuk mengetahui indikasi
Denyut nadi radial 2 5 nadi adekuat, dan tekanan dan kelebihan cairan
Kelembapan 2 5 ortostatik) 5. Untuk mengetahui lokasi dan
membran mukosa 2. Monitor hasil labolaturium luas udema yang ada di
Turgor kulit 2 5 (misalnya, peningkatan berat jenis, pasien
Asites 2 4 peningkatan BUN, penurunan 6. Supaya proses pemberian
Edema perifer 2 4 hematokrit, dan peningkatan kadar obat tetap di jalankan sesuai
osmolalitas urin) dengan ajuran
3. Monitor tanda-tanda vital pasien 7. Untuk membatasi cairan
4. Monitor indikasi kelebihan/retensi yang masuk ke dalam tubuh.

35
Diagnosis keperawatan NOC NIC Rasionalisasi
5. Kaji lokasi dan luasnya adema 8. Untuk membantu proses
6. Berikan cairan yang tepat pengeluaran cairan dalam
7. Berikan diurentik yang diresepkan tubuh pasien.
8. Konsultasikan dengan dokter jika 9. Untuk mengetahui tanda dan
tanda dan gejala kelebihan volume gelaja kelebihan volume
cairan menetap atau memburuk, cairan pada pasien
kolaborasi tindakan HD pada
pasien

8. Hasil Implementasi
Tabel 3. 8 Hasil Implementasi
Catatan Perkembangan
Diagnosis
Kasus I
keperawatan
Implementasi Implementasi Implementasi
Ketidakefektifan
pola nafas Hari Selasa, 03 Maret 2020 Hari Rabu, 04 Maret 2020 Hari Kamis, 05 Maret 2020
berhubungan
dengan 14.30 08.00 14.30
hiperventilasi 1. Memposisikan semi fowler 1. Memposisikan semi fowler 1. Mengevaluasi keluhan sesak nafas
2. Memberikan oksigen dengan nasal kanul 3 2. Memonitor adanya suara nafas tambahan termasuk kegiatan yang dapat
liter/menit 09.00 memperburuk sesak nafas
15.00 1. Memonitor keluhan sesak nafas 16.00
1. Mengauskultasi suara nafas tambahan termasuk kegiatan yang dapat 1. Memonitor TTV
2. Memeriksa kedalaman, frekuensi pernafasan memperburuk sesak nafas 17.00
16.00 10.00 1. Memonitor pola nafas (hiperventilasi)
1. Memonitor TTV 1. Memonitor TTV 2. Melakukan palpasi kesimetrisan
2. Melakukan palpasi kesimetrisan dinding dinding dada kanan kiri
dada kanan dan kiri

36
Catatan Perkembangan
Diagnosis
Kasus I
keperawatan
Implementasi Implementasi Implementasi
Kelebihan Hari Selasa, 03 Maret 2020 Hari Rabu, 04 Maret 2020 Hari Kamis, 05 Maret 2020
volume cairan
berhubungan 14.30 08.00 14.30
dengan gangguan 1. Mengkaji lokasi dan luasnya udema 1. Mengedukasi kepada keluarga untuk 1. Mengkaji perubahan udema serta
mekanisme 15.00 membatasi asupan cairan memantau udema
regulasi 1. Memonitor status hidrasi 09.00 15.00
16.00 1. Mengkaji perubahan udema serta 1. Mengevaluasi keluarga mengenai
1. Memonitor TTV memantau udema pembatasan asupan cairan
2. Melakukan tindakan injeksi pemberian obat
melalui IV obat furosemid 10.00 16.00
1. Memonitor TTV 1. Memonitor TTV
2. Menjaga intake/asupan yang akurat dan 2. Melakukan tindakan injeksi pemberian
catat output pasien obat melalui IV obt furosemid
3. Melakukan tindakan injeksi pemberian 3. Mengedukasi kepada keluarga untuk
obat melalui IV obat furosemid menjaga asupan cairan yang masuk dan
mencatat cairan yang keluar

37
Catatan Perkembangan
Diagnosis
Kasus II
Keperawatan
Implementasi Implementasi Implementasi
Hari Kamis, 05 Maret 2020 Hari Jumat, 06 Maret 2020 Hari Sabtu, 07 Maret 2020
Ketidakefektifan
pola nafas 14.30 08.00 08.00
berhubungan 1. Memposisikan pasien untuk duduk 1. Memposisikan semi fowler 1. Memonitor status pernafasan
dengan memaksimalkan ventilasi 09.00 08.30
hiperventilasi 15.00 1. Memonitor kedalaman, frekuensi 1. Pasien menjalani HD
1. Memberikan oksigen dengan nasal kanul 3 pernafasan 13.00
liter/menit 2. Memonitor suara nafas tambahan 1. Pasien selesai manjalani HD
2. Memonitor kedalaman, frekuensi pernafasan 3. Mengobservasi adanya pernafasan 2. Memonitor suara nafas tambahan
3. Memonitor suara nafas tambahan cuping hidung 3. Memonitor status pernafasan
16.00 4. Memonitor keluhan sesak nafas
1. Memoitor TTV termasuk kegiatan yang dapat
memperburuk sesak nafas
10.00
1. Memonitor TTV
2. Melakukan palpasi kesimetrisan dinding
dada kanan kiri

Kelebihan Hari Kamis, 05 Maret 2020 Hari Jumat, 06 Maret 2020 Hari Sabtu, 07 Maret 2020
Volume Cairan 14.30 08.00 08.00
berhubungan 1. Memonitor status hidrasi 1. Mengkaji perubahan udema serta 1. Mengkaji perubahan udema serta
dengan 2. Mengevaluasi lokasi dan luasnya udema memantau udema memantau udema
Gangguan 16.00 2. Membatasi masuknya cairan 08.30
Mekanisme 1. Memonitor TTV 10.00 1. pasien menjalani HD
Regulasi 2. Melakukan tindakan injeksi pemberian obat 1. Memonitor TTV 13.00
melalui IV obat furosemid 2. Menjaga asupan intake dan catat output 1.Pasien selesai menjalani HD
13.30
1. Memonitor indikasi kelebihan cairan
2. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
diet natrium
3. Memonitor TTV
4. Menjaga intake asupan dan catat output

38
9. Hasil Evaluasi
Tabel 3. 9 Hasil Evaluasi
CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa
KASUS I
Keperawatan
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
1. ketidakefektifan Hari Selasa, 03 Maret 2020 Hari Rabu, 04 Maret 2020 Hari Kamis, 05 Maret 2020
pola nafas Pukul 20.30 WIB Pukul 13.30 WIB Pukul 20.30 WIB
berhubungan S: S: S:
dengan - pasien mengatakan sesak - Pasien mengatakan masih sesak - Pasien mengatakan sesaknya sudah
hiperventilasi nafas - Pasien mengatakan masih enak berkurang daripada sebelumnya
- pasien mengatakan tidur tidur dengan posisi setengah O:
dalam posisi duduk duduk - Pasien tampak lebih relaks dan
O: bisa beraktivitas
- pasien tampak sesak O: - Kesadaran: Composmetis
- pasien telah diberikan - Pasien terlihat masih sesak - TTV:
terapi oksigen dengan - tampak pernafasan cuping TD:140/68 mmhg
nasal kanul 3 liter/menit hidung N:82x/menit
- Nafas ceapat dan dalam - Gerakan dinding dada simetris RR:26x/menit
- kesadaran: Composmetis kanan kiri S:36,6c
- TTV: - Kesadaran: Composmetis Spo2: 97%
TD:162/73 mmhg - TTV: - ada pernafasan cuping hidung
N:86x/menit TD:159/93 mmhg - tampak otot bantu pernafasan
RR:28x/menit N:66x/menit
S:36,5c RR:26x/menit
Spo2: 92% S:36,2c
- Terdapat pernafasan Spo2: 94%
cuping hidung - Masih menggunakan otot bantu
- Terdapat suara nafas pernafasan
tambahan - Terdapat suara nafas tambahan
- Menggunakan otot bantu
pernafasan

39
CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa
KASUS I
Keperawatan
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
A: Masalah ketidakefektifan pola A: Masalah ketidakefektifan pola nafas A: Masalah ketidakefektifan pola nafas
nafas belum teras di tandai teratasi sebagian ditandai dengan: teratasi sebagian ditandai dengan:
dengan:
Indikator A T C
Indikator A T C Frekuensi 3 5 3 Indikator A T C
Frekuensi 3 5 3 pernafasan Frekuensi 3 5 4
pernafasan Irama pernafasan 3 5 3 pernafasan
Irama pernafasan 3 5 3 Kedalaman 3 5 3 Irama pernafasan 3 5 4
Kedalaman 3 5 3 inspirasi Kedalaman 3 5 4
inspirasi Suara nafas 3 5 4 inspirasi
Suara nafas 3 5 3 tambahan Suara nafas 3 5 4
tambahan Pernafasan cuping 3 5 5 tambahan
Pernafasan 3 5 3 hidung Pernafasan cuping 3 5 5
cuping hidung Dyspnea saat 2 4 3 hidung
Dyspnea saat 2 4 2 istirahat Dyspnea saat 2 4 4
istirahat Dyspnea saat 2 4 3 istirahat
Dyspnea saat 2 4 2 beraktifitas Dyspnea saat 2 4 3
beraktifitas beraktifitas

P: Lanjutkan intervensi: P: Lanjutkan Intervensi: P: Lanjutkajn Intervensi


- Monitor TTV, Ku pasien - Monitor TTV, Ku pasien - Monitor TTV, Ku pasien
- Observasi status - Observasi status pernafasan - Observasi status pernafasan
pernafasan - Observasi kembali penggunaan - Observasi kedalaman, frekuensi
- Observasi kembali otot bantu pernafasan pernafasan
adanya pernafasan - Monitor keluhan sesak nafas
cuping hidung termasuk kegiatan yang
memperburuk sesak nafas

40
CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa
KASUS I
Keperawatan
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
- Monitor keluhan sesak
nafas termasuk kegiatan
yang memperburuk sesak Ttd Ttd
nafas
- Lakukan palpasi untuk
melihat kesimetrisan Mita Kurnia Rahma Mita Kurnia Rahma
dinding dada

Ttd

Mita Kurnia Rahma

2. Kelebihan Hari Selasa, 03 Maret 2020 Hari Rabu, 04 Maret 2020 Hari Kamis, 05 Maret 2020
Volume Cairan Pukul 20.30 WIB Pukul 13.30 WIB Pukul 20.30 WIB
berhubungan S: S: S:
dengan Gangguan - pasien mengatakan - Pasien mengatakan masih - pasien mengatakan bengkak pada
mekanisme bengkak pada kaki kanan bengkak ada kaki kaki sudah berkurang
regulasi dan kiri - Pasien mengatakan BAK masih
- pasien mengatakan BAK sedikit O:
sedikit dan kadang hanya O: - Kesadaran: Composmetis
terasa menetes saja - Kesadaran: Composmetis - TTV:
O: - TTV: TD:140/68 mmhg
- kesadaran: Composmetis TD:159/93 mmhg N:82x/menit
- TTV: N:66x/menit RR:26x/menit
TD:162/73 mmhg RR:26x/menit S:36,6c
N:86x/menit S:36,2c - Intake: 1150 cc/24 jam
RR:28x/menit - Tampak masih udema pada kaki - Output: 90 cc/ 24 jam
S:36,5c kiri dan kanan - IWL: 15x63

41
CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa
KASUS I
Keperawatan
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
- Tampak udema pada - Asites pada abdomen : 975/ 24 jam
kaki kiri dan kanan - Pitting udema >3 detik - Balance Cairan: CM-CK-IWL
- Asites pada abdomen - Intake: 1250 cc/24 jam 1150-90-975
- Pitting udema >3 detik - Output: 70cc/24 jam +85cc
- Intake: 1450cc/24 jam - IWL: 15x65
- Output: 65cc/24 jam : 975/24 jam - HD:
- IWL: 15x65 BB pre HD: 65 kg
: 975/24 jam - Balance Cairan: CM-CK-IWL BB post HD: 63 kg
- Balance cairan: CM-CK- 1250-70-975
IWL +205cc
1450-65-975
+410 cc A: Masalah kelebihan Volume Cairan A: masalah kelebihan volume cairan
teratasi sebagian ditandai dengan: teratasi sebagian ditandai dengan:
A: Masalah Kelebihan Volume
cairan belum teratasi ditandai Indikator A T C Indikator A T C
dengan: Tekanan darah 2 4 3 Tekanan darah 2 4 4
Denyut nadi radial 2 5 4 Denyut nadi radial 2 5 4
Indikator A T C Kelembapan 2 5 4 Kelembapan 2 5 5
Tekanan darah 2 4 2 membran mukosa membran mukosa
Denyut nadi radial 2 5 2 Turgor kulit 2 5 3 Turgor kulit 2 5 4
Kelembapan 2 5 2 Asites 2 4 3 Asites 2 4 3
membran mukosa Edema perifer 2 4 2 Edema perifer 2 4 3
Turgor kulit 2 5 2
Asites 2 4 2
Edema perifer 2 4 2

42
CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa
KASUS I
Keperawatan
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
P: lanjutkan intervensi P: lanjutkan intervensi P: lanjutkan intervensi
- montor KU pasien , TTV - Kaji perubahan udema pada - Kaji perubahan udema pada kaki
- Kaji perubahan udema di kaki kiri kanan kiri kanan
kaki - Monitor TTV, Ku pasien - Monitor TTV, Ku pasien
- Batasi masukan cairan - Batasi masukan cairan - Batasi masukan cairan
- Kolaborasi dengan ahli gizi - Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
dalam pemberian diet natrium pemberian diet natrium

Ttd Ttd Ttd

Mita Kurnia Rahma Mita Kurnia Rahma Mita Kurnia Rahma

43
CATATAN PERKEMBANGAN
DIAGNOSA
KASUS II
KEPERAWATAN
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
1. ketidakefektifan Hari Kamis, 05 Maret 2020 Hari Jumat, 06 Maret 2020 Hari Sabtu, 07 Maret 2020
pola nafas Pukul 20.30 WIB Pukul 13.30 WIB Pukul 13.30 WIB
berhubungan S: S: S:
dengan - Keluarga pasien - Pasien mengatakan masih - Pasien mengatakan sudah tidak
hiperventilasi mengatakan pasien sedikit sesak nafas daripada sesak
merasa sesak nafas sebelumnya O:
- Pasien mengatakan jika O: - Pasien masih tampak lebih relaks
tidur telentang maka - Tampak pernafasan cuping - KU: Composmetis
semakin sesak hidung - TTV:
O: - Gerakan dinding dada simetris Suhu :36 C
- Pasien tampak sesak kanan kiri Nadi :75 x/ menit
nafas - KU: Composmetis TD :128/64
- Pasien telah diberikan - TTV: RR :20x/ menit
oksigen dengan nasal Suhu :36 C Spo2: 98%
kanul 3 liter/menit Nadi :86 x/ menit - Tidak ada pernafasan cuping
- Nafas cepat dan dalam TD :138/73 hidung
- TTV: RR :26x/ menit - Tidak ada otot bantu pernafasan
Suhu :36 C - Masih menggunakan otot bantu
Nadi :86 x/ menit nafas
TD :142/85 - Spo2: 94%
RR :28x/ menit
Spo2: 93%
- Tampak menggunakan
otot bantu nafas
- Terdapat suara nafas
tamabahan
- Tampak adanya
pernafasan cuping
hidung

44
CATATAN PERKEMBANGAN
DIAGNOSA
KASUS II
KEPERAWATAN
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
A: Masalah ketidakefektifan pola A: Masalah ketidakefektifan pola nafas A: Masalah ketidakefektifan pola nafas
nafas belum teratasi ditandai teratasi sebagian ditandai dengan: teratasi ditandai dengan:
dengan: Indikator A T C Indikator A T C
Indikator A T C Frekuensi 3 5 4 Frekuensi 3 5 5
Frekuensi 3 5 3 pernafasan pernafasan
pernafasan Irama pernafasan 3 5 3 Irama pernafasan 3 5 5
Irama pernafasan 3 5 3 Kedalaman 3 5 4 Kedalaman 3 5 5
Kedalaman 3 5 3 inspirasi inspirasi
inspirasi Suara nafas 3 5 5 Suara nafas 3 5 5
Suara nafas 3 5 3 tambahan tambahan
tambahan Pernafasan cuping 3 5 4 Pernafasan cuping 3 5 5
Pernafasan 3 5 3 hidung hidung
cuping hidung Dyspnea saat 2 4 3 Dyspnea saat 2 4 4
Dyspnea saat 2 4 2 istirahat istirahat
istirahat Dyspnea saat 2 4 2 Dyspnea saat 2 4 4
Dyspnea saat 2 4 2 beraktifitas beraktifitas
beraktifitas

P: lanjutkan intervensi P: lanjutkan intervensi P: Hentikan Intervensi


- Monitor TTV , KU - Monitor TTV , KU pasien - Pasien BLPL
pasien - Observasi status pernafasan - Edukasi untuk melakukan aktivitas
- Observasi status - Observasi kedalaman, frekuensi ringan minimal 20 menit dalam
pernafasan nafas sehari
- Pemberian oksigen nasal - Observasi kembali otot bantu - Edukasi untuk istirahat istirahat
kanul 3liter/menit nafas dan pernafasan cuping cukup
- Observasi kembali hidung - Edukasi untuk rutin melakukan HD
adanya pernafasan - Edukasi untuk membatasi asupan
cuping hidung cairan

45
CATATAN PERKEMBANGAN
DIAGNOSA
KASUS II
KEPERAWATAN
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
- Monitor keluhan sesak
nafas termasuk kegiatan Ttd
yang dapat memperburuk Ttd
sesak nafas
- Lakukan palpasi untuk Mita Kurnia Rahma
melihat kesimetrisan Mita Kurnia Rahma
dinding dada ketika
pasien inspirasi dan
ekspirasi

Ttd

Mita Kurnia Rahma


2. Kelebihan Hari Kamis, 05 Maret 2020 Hari Jumat, 06 Maret 2020 Hari Senin, 28 Oktober 2019
Volume Cairan Pukul 20.30 WIB Pukul 13.30 WIB Pukul 13.30 WIB
berhubungan S: S: S:
dengan gangguan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan masih - Pasien mengatakan bengkak di kaki
mekanisme bengkak di ekstermitas bengkak pada kaki berkurang, sudah dapat
regulasi bawah kaki kanan dan menggerakkan kaki secara perlahan
kiri O: O:
- kesadaran: Composmetis - kesadaran: Composmetis
O: - TTV: - TTV:
- kesadaran: Composmetis Suhu :36 C Suhu :36 C
- TTV: Nadi :86 x/ menit Nadi :75 x/ menit
Suhu :36 C TD :138/73 TD :128/64
Nadi :86 x/ menit RR :26x/ menit RR :20x/ menit
TD :142/85 - Tampak udema pada kaki kiri - Intake: 1150 cc/ 24 jam
RR :26x/ menit dan kanan - Output: 180 cc/ 24 jam

46
CATATAN PERKEMBANGAN
DIAGNOSA
KASUS II
KEPERAWATAN
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
- Tampak udema pada - Asites pada abdomen - IWL: 15x60
kaki kiri dan kanan - Pitting udema >3 detik : 900/ 24 jam
- Asites pada abdomen - Intake: 1250cc/24 jam
- Pitting udema >3 detik - Output: 180cc/ 24 jam - Balance cairan: CM-CK-IWL
- Intake: 1550 cc/24 jam - IWL: 15x60 1150-180-900
- Output: 200cc/ 24 jam : 900/ 24 jam +85cc
- IWL: 15x60
: 900/ 24 jam - Balance cairan: CM-CK-IWL - HD
- Balance cairan: CM-CK- 1250-180-900 BB pre HD: 60 kg
IWL +170cc BB post HD: 58,5 kg
1550-200-900
+450cc A: Masalah Kelebihan Volume cairan A: Masalah Kelebihan Volume cairan
belum teratasi ditandai dengan: teratasi ditandai dengan:
A: Masalah Kelebihan Volume
cairan belum teratasi ditandai Indikator A T C Indikator A T C
dengan: Tekanan darah 2 4 3 Tekanan darah 2 4 4
Denyut nadi radial 2 5 5 Denyut nadi radial 2 5 5
Indikator A T C Kelembapan 2 5 5 Kelembapan 2 5 5
Tekanan darah 2 4 2 membran mukosa membran mukosa
Denyut nadi radial 2 5 2 Turgor kulit 2 5 4 Turgor kulit 2 5 5
Kelembapan 2 5 2 Asites 2 4 3 Asites 2 4 4
membran mukosa Edema perifer 2 4 2 Edema perifer 2 4 4
Turgor kulit 2 5 2
Asites 2 4 2
Edema perifer 2 4 2

47
CATATAN PERKEMBANGAN
DIAGNOSA
KASUS II
KEPERAWATAN
Evaluasi Evaluasi Evaluasi
P: lanjutkan intervensi P: lanjutkan intervensi P: Hentikan intervensi
- montor KU pasien , TTV - montor KU pasien , TTV - Pasien BLPL
- Kaji perubahan udema di - Kaji perubahan udema di kaki - Edukasi kepada pasien dan
kaki - Batasi masukan cairan keluarga untuk membatasi asupan
- Batasi masukan cairan cairan
- Edukasi untuk rutin melakukan
HD sesuai jadwal

Ttd Ttd Ttd

Mita Kurnia Rahma Mita Kurnia Rahma Mita Kurnia Rahma

48
B. Data Senjang Pada Kasus
Tabel 3. 10 Data Senjang Pada Kasus
Pengkajian KASUS 1 KASUS 2
Identitas
Umur 64 Tahun 79 Tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki
Keluhan utama Perut bawah terasa penuh (vesika urinari), nyeri Sesak nafas sudah 2 hari yang lalu sebelum masuk
pinggang, sesak nafas RS, dan kaki bengkak serta pinggang terasa nyeri
Tekanan Darah: 142/85 mmHg, Nadi: 86x/menit
Tanda-tanda vital Tekanan Darah: 162/72 mmHg, Nadi: 86x/menit Pernafasan: 26x/menit, Suhu: 36ºC
Pernafasan: 28x/menit, Suhu: 36,5ºC

Pemeriksaan Fisik Konjungtiva anemis Konjungtiva anemis


Mata Warna bibir pucat dan mukosa bibir kering Warna bibir pucat dan mukosa bibir kering
Mulut Asites Asietas
Abdomen Odema BB pasien naik 3kg Odema BB pasien naik 2kg
Extremitas bawah
Hasil Laboratorium
BUN 27.00 mg/Dl 56.80 mg/dL
Creatinin 7.1 mg/dL 11.4 mg/dL
Hemoglobin 8.1 g/dL 10.6 g/dL
Hematokrit 24.0 % 32.0 %
Leukosit 10.1 10^3/µL 12.5 10^3/µL
Farmakoterapi
Furosemide O2 Nasal Kanul
Ceftriaxon Furosemid
Amlodipin Ceftriaxon
As. Folat Amlodipin
O2 Nasal Kanul As. Folat
Cendasartan

49
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian


Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berada di Jl.KH. Ahmad
Dahlan No. 20. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah rumah
sakit swasta kelas B. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan, pelayanan
terdiri dari layanan kesehatan: klinik umum, penyakit dalam, penyakit jantung,
penyakit syaraf, penyakit jiwa, penyakit mata, penyakit THT, penyakit gigi,
penyakit kulit dan kelamin, penyakit paru, penyakit rematologi, penyakit anak,
penyakit bedah umum, penyakit bedah tulang, bedah urologi, bedah syaraf, bedah
plastik/thorax, bedah gigi dan mulut, bedah anak, bedah digestif.
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sampai saat ini memiliki
218 tempat tidur yang terdiri dari zam- zam 9 kelas VIP, Shofa 10 , Musdalifah
10, Multazam 14, Arofah 24, Raudhah 40 kelas II dan III, marwah 36 dan VIP 1 ,
Ibnu sina dari kelas 1 sampai 3 terdiri dari 23 dan VIP 2, Sakinah dari kelas 1
sampai 3 16 kamar dan VIP 3, kamar bayi 30, ICU 6, IMC 7.
Di Raudhah terdiri dari 9 ruang yaitu A,B,C,D,E,F,G,H dan I. Ruang A
terdiri dari 14 bed khusus untuk pasien perempuan, ruang B, C, E dan I terdiri
dari masing-masing 4 bed khusus untuk pasien laki-laki, ruang D adalah ruang
observasi yang terdiri dari 4 bed, ruang F,G terdiri dari masing-masing 2 bed
untuk pasien laki-laki, dan ruang H adalah ruang isolasi airborn yang terdiri dari
2 bed. Ruang Raudhah terdiri dari 1 Kepala Ruang, 3 Ketua Tim, dan 15 perawat
pelaksana. Di ruang Raudhah terdapat ruangan nurse station serta ruang
penyimpanan obat.
Selama Bulan Maret penyakit yang sering diderita oleh pasien yang
sedang dirawat di ruang Raudhah terdiri dari CKD, Batu ginjal, DHF, DM,
Tuberculosis, Appendiksitis, Fraktur, GEA, dan Stroke. Ruang Raudhah
merupakan ruang penyakit dalam dan termasuk ruang kelas II dan III dan
memiliki 2 tempat tidur untuk isolasi.

50
51

B. Analisis Data Pengkajian


1. Data Demografi
Penulis mengambil pasien yang sedang di rawat di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta di ruang Raudhah. Pasien pada karya tulis ini
adalah pasien dengan ketidakefektifan pola nafas pada pasien CKD. Jumlah
pasien dalam karya tulis ini sebanyak 2 pasien dengan data demografi pada
pasien 1 berumur 64 tahun dan pasien 2 berumur 79 tahun. Kedua pasien
berjenis kelamin laki-laki dan bersuku Jawa. Pekerjaan kedua pasien seorang
petani. Berat badan pasien 1 65 kg dan pasien 2 60 kg.
Berdasarkan hasil pengkajian 2 kasus kelolaan dengan Cronic Kidney
Disease (CKD) didapatkan pada karakteristik umur (Kasus 1) umur 64 tahun.
(Kasus 2) umur 79 tahun. Berdasarkan karakteristik menurut umur prevalensi
tertinggi penderita Cronic Kidney Disease (CKD) terjadi pada usia diatas 75
tahun (0,6%), mulai terjadi peningkatan pada usia 35 tahun ketas (Kemenkes,
2018), hal ini juga didukung dari hasil Riskedas 2013 menunjukan prevelansi
meningkat tajam pada kelompok 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur
25-34 tahun. Secara klinik pasien usia >60 tahun mempunyai resiko 2,2 kali
lebih besar mengalami CKD. Hal ini disebabkan karena semakin
bertambahnya usia, semakin berkurang fungsi kecepatan ekskresi glomerulus
dan memburuknya fungsi tubulus. Ada beberapa faktor resiko dapat
menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat
atau progresif sehingga menimbulkan berbagai keluha dari ringan sampai
berat, kondisi ini disebut CKD (Cronic Kidney Disease). Mcclellan dan
Flanders (2003) membuktikan bahwa faktor resiko CKD salah satunya alah
usia >60 tahun (Mcclellan dalam Pranandari, 2015)
Usia merupakan faktor resiko penyakit degeneratif yang tidak dapat
dihindari. Secara alamiah, semua fungsi organ tubuh termasuk ginjal akan
menurun dengan bertambahnya umur (Levey & Coresh, 2012). Semakin
bertambahnya umur semakin meningkat pula risiko untuk mengalami CKD.
Kelompok umur 61-86 tahun beresiko 10 kali dibandingkan kelompok umur
18-30 tahun. Enelitian di RSCM juga menunjukkan fungsi ginjal dengan LFG
<60 ml/menit ditemukan pada pasien yang berumur >60 tahun (63%),
dibandingkan pasien yang berumur <60 tahun (34,1%) (Najafi, 2010).
52

Pada kedua kasus sama-sama berjenis kelamin laki-laki. Pasien


dengan jenis kelamin laki-laki jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan. Hal ini dikarenakan faktor pekerjaan pada laki-laki lebih
berat dari segi fisik maupun beban mental dan faktor gaya hidup seperti
merokok. Salah satu perilaku yang memiliki resiko serius terhadap kesehatan
adalah merokok. Perilaku merokok dapat menyebabkan seseorang beresiko
menderita CKD 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak
merokok. Meningkatnya resiko CKD seiring dengan bertambahnya jumlah
batang rokok yan dihisap dikarenakan paparan zat-zat kimia semakin tinggi.
Selanjutnya zat-zat kimia yang terkandung dalam rokok seperti nikotin
mengalami proses metabolisme yang sebagia ber terjadi di hati dan di ginjal.
Nikotin pada ginjal akan menyebabkan peningkatan kerja ginjal melebihi
kapasitas normal sehingga apabila terjadi akumulasi nikotin dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan pada ginjal (Aisyah,
2015).
Kedua kasus ini juga sama-sama mengalami obstruksi di saluran
kemih, serta kedunya mempunyai riwayat pembedahan TURP. Obstruksi
intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius bawah
ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi
sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6% gagal ginjal menyebabkan resiko
terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan
tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi 6 kali lebih banyak
((Aji, 2017).
Kasus 1 memiliki riwayat Hipertensi sejak ±3 tahun yang lalu. Dan
kasus 2 memiliki riwayat Hipertensi sejak ±1 tahun. Penelitian di Iran juga
menunjukan bahwa Hipertensi berhubungan dengan meningkatnya resiko
CKD dengan OR 2,85 (95% CI 1,177-4,59) (Najafi, 2010). Hasil penelitian
Delima (2017) menunjukan terdapat hubungan antara hipertensi dengan
kejadian CKD yang mengalami hemodialisa di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Diabetes millitus, hipertensi, batu ginjal, penyakit glomerulus
atau tubulo-intersisial ginjal, dan toksisitas obat disebut sebagai faktor inisiasi
CKD yaitu faktor yang dapat secara langsung menginisiasi kerusakan ginjal.
53

Menurut Giena (2018) hipertensi dapat menyebabkan tejadinya


penyakit ginjal, berdasarkan data tahun 2012 hipertensi merupakan penyebab
terjadinya CKD di Indonesia urutan ketiga dengan 25,8% dari keseluruhan
penyebab penyakit ginjal. Hipertensi pada dasarnya merusak pembuluh darah.
Salah satu kerja ginjal adalah memproduksi hormon angiotensin. Selanjutnya
diubah menjadi angiotensi II menyebabkan pembuluh darah mengkerut dn
menjadi keras. Pada saat seperti inilah terjadi hipertensi. Antara hipertensi
dan penyakit ginjal ibarat seperti lingkaran. Hipertensi bisa berakibat CKD
sedangkan CKD sudah pasti terkena hipertensi.
Hipertensi menyebabkan rangsangan barotrauma pada kapiler
glomerolus dan meningkatkan tekanan kapiler glomerolus terebut, yang lama
kelamaan akan menyebabkan glomerolusclerosis. Glomerulusclerosis dapat
merangsang terjadinya hipoksia kronis yang menyebabkan kerusakan ginjal.
Hipoksia yang terjadi menyebabkan meningkatnya kebutuhan metabolisme
oksigen pada tempat tersebut, yang menyebakan keluarnya substansi
vasoaktif (endotelin, angiotensin, dan norephineprine) pada sel endotelial
pembuluh darah lokal tersebut yang menyebabkan meningkatnya
vasokonstriksi. Aktivasi RAS (Renin Angiotensin Sistem) disamping
menyebabkan vasokontriksi, juga menyebakan terjadinya stres oksidatif yang
meningkatkan kebutuhan oksigen dan memperberat terjadinya hipoksia. Stres
oksidatif juga menyebabkan penurunan efesiensi transport natrium dan
kerusakan pada DNA, lipid & protein, sehingga pada akhirnya akan
menyebakan terjadinya tubulointertitial fibrosis yang memperparah
terjadinya kerusakan ginjal (Kadir, 2016).
2. Data Pengkajian Fisik
Berdasarkan keluhan utama dari kedua kasus didapatkan pada kasus 1
dan kasus 2 memiliki persamaan, yaitu datang kerumah sakit dengan keluhan
sesak nafas,nyeri pinggang, vesika urinari terasa penuh, susah BAK dan
udema pada kaki. Berdasarkan kedua kasus tersebut didapatkan tanda dan
gejala yang sama yaitu sesak nafas. Sesuai dengan pendapat Firdaus (2016)
keluhan utama yang paling sering dirasakan oleh penderita CKD adalah sesak
nafas, nafas tampak cepat. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
penumpukan cairan di dalam jaringan paru atau dalam rongga dada, ginjal
yang terganggu mengakibatkan kadar albumin menurun.
54

Menurut Prabowo (2014) sesak nafas sering dirasakan oleh penderita


CKD. Hal tersebut terjadi karena penumpukan cairan di dalam jaringan paru
atau rongga dada, ginjal yang terganggu mengakibatkan kadar albumin
menurun. Keadaan hipoalbumin dapat menurunkan tekanan osmotik plasma
sehingga mendorong pergerakan cairan dari kapiler paru sehingga
mengakibatkan sesak nafas. Selain disebabkan karena penumpukan cairan,
sesak nafas juga dapat disebabkan karena pH darah menurun akibat
perubahan elektrolit serta hilangnya bikarbonat darah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada kedua kasus kelolaan
didapatkan data fokus sebagai berikut:
Kedua pasien tampak lemah, kesadaran composmentis, pada
pengkajian fisik kasus ke 1 terdapat data senjang yaitu pernafasan 28x/menit,
konjungtiva anemis, memberan mukosa kering, dan retraksi dada, udema di
ekstermitas bawah (kiri dan kanan). Pengkajian kasus ke 2 terdapat data
senjang yaitu pernafasan 26x/menit, konjungtiva anemis, memberan mukosa
kering, dan retraksi dada, dan udema di kedua ekstremitas bawah (kiri dan
kanan).
Pemeriksaan fisik pada kedua kasus tersebut didapatkan keadaan
umum yaitu: Pada kasus ke 1 mengalami sesak nafas hal ini dikarenakan
pasien bernafas cepat dan dalam serta adanya penurunan hemoglobin. Pada
kasus 1 mengalami sesak nafas, nafas cepat, dan mengalami udema di
ekstremitas bawah hal ini disebabkan karena adanya retensi cairan yang
disebabkan menurunnya fungsi GFR. Fungsi ginjal menurun sehingga
produksi eritropoitin tidak adekuat mengakibatkan produksi hemoglobin
menurun kemudian terjadi anemia. Anemia menyebabkan penurunan oksigen
ke jaringan tubuh yang menyebabkan dyspneu (Corwin, 2011). Penumpukan
cairan dalam tubuh menyebabkan fungsi kerja jantung dan paru-paru menjadi
lebih berat, yang berakibat pada respon fisik pasien cepat lelah dan sesak,
aktivitas fisik juga mengalami gangguan baik saat aktivitas ringan maupun
aktivitas sedang (Marfuah, 2013).
55

Pada kedua kasus didapatkan konjungtiva anemis dan hemoglobin


kurang dari 12 yang merupakan tanda gejala dari anemia. Berdasarkan
keparahan anemia, didapat hasil kelompok pasien yang melakukan
hemodialisa ≤ 12 bulan mempunyai rata-rata kadar hemoglobin lebih rendah
dengan kategori anemia berat. Hasil ini bertentangan dengan teori yang
menyebutkan bahwa pasien CKD yang menjalani hemodialisa jangka panjang
akan banyak kehilangan darah karena tertinggal kedalam dialiser (ginjal
artifisial), perdarahan tersembunyi (occulet blood loss), dan seiring
pengambilan darah untuk pemeriksaan laboraturium sehingga pasien dapat
mengalami defisiensi zat besi, asam folat bahkan defisiensi vitamin. Jumlah
zat besi dalam sel darah merah yang hilang selama menjalani hemodialisa
reguler antara 1,5-2.0 gram setiap tahunnya, jumlah ini jauh lebih besar
daripada zat besi yang dapat diserap melalui makanan oleh saluran cerna. Jika
keadaan ini terjadi secara terus-menerus maka, akan mengakibatkan
berkurangnya kadar hemoglobin. Penelitian yang dilakukan di Makasar
menunjukkan hemodialisa yang lama bisa menurunkan kadar hemoglobin
(Runtung, 2013).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah BUN dan
Creatinin plasma. Karena apabila kadar BUN berkisar 20-50mg/dl
menandakan kondisi azotemia ringan, sedangkan kadar lebih dari 100mg/dl
dicurigai adanya kerusakan ginjal serius. Munculnya sindrom uremia terjadi
apabila jumlah kadar BUN mencapai 200mg/dl dan kerusakan ginjal parah
akan terdeteksi jika kadar ureum lebih dari 4mg/dl (Prabowo & Pranata,
2014). Sedangkan untuk creatinin sendiri ada perbedaan kisaran normal bagi
pria dewasa adalah sekitar 0,6-1,2 miligram/desiliter (mg/dL), sementara 0,5-
1,1 mg/dL untuk wanita dewasa, jika kadar kreatinin yang tinggi hingga
mencapai 5 mg/dL atau lebih maka menyebabkan pembengkakan ginjal yang
mengakibatkan saluran kemih tersumbat karena tidak mampu mengalirkan
urine menuju kandung kemih dan membuat urine mengalir kembali ke ginjal
(Giovani, 2015).
56

Pada kasus 1 didapatkan BUN 27.00 mg/dL (6.00-20.00) berarti tinggi


dan Creatinin 7.1 mg/dL (0.50-0.90) berarti tinggi. Kasus 2 didapatkan BUN
56.80 mg/dL (6.00 - 20.00) berarti tinggi dan Creatinin 11.4 mg/dL (0.50 -
0.90) berarti tinggi. Persamaan kasus 1 dan 2 yaitu adanya peningkatan pada
BUN dan kreatinin. Peningkatan BUN dan kreatinin menandakan fungsi
ginjal sudah menurun.
Pemeriksaan Hematologi didapatkan hasil yang tidak normal pada
kasus 1 hemoglobin 8.1 g/dL (13.0-18.0) yaitu rendah, hematokrit 24 %
(40.0-54.0) yaitu rendah dan nilai limfosit 16% (20-40%) yaitu rendah. Pada
kasus 2 hemoglobin 10.6 g/dL (13.0-18.0) yaitu rendah, hematokrit 32%
(40.0-54.0) yaitu rendah dan nilai limfosit 18 (20-40%) yaitu rendah. Pada
kasus 1 dan 2 didapatkan persamaan hemoglobin, hematokrit, limfosit rendah.
Menurut Corwin (2011) penurunan fungsi ginjal dapat menyebabkan retensi
eritropoitin tidak adekuat sehingga menyebabkan produksi hemoglobin
menurun yang berakibat anemia.
BUN atau Blood Urea Nitrogen ialah sisa metabolisme protein di hati
dan sebagai salah satu komponen penting yang perlu diperiksa untuk menilai
fungsi ginjal. Nilai normal dari BUN ialah 6.00-20.00mg/dL. Namun, pada
pasien CKD nilai BUN dapat meningkat hingga lebih dari 200mg/dL
(Ignatvicius & Workman, 2013). Walaupun demikian, peningkatan BUN juga
dipengaruhi oleh katabolisme protein, perfusi ginjal, dan intake protein. Pada
kondisi normal, urea yang merupakan sisa metabolisme protein yang berasal
dari amonia dapat di ekskresikan melalui urin. Namun, adanya penurunan laju
filtrasi glomerulus pada klien CKD mengakibatkan urea terakumulasi di
dalam darah dan gagal di ekskresikan. Kondisi ini disebut azotemia yang
seiring waktu apabila tidak ada perbaikan pada ginjal maka akan terjadi
uremia dan membuat klien merasa lelah, mual, muntah, hingga koma.
Kreatinin juga dinilai sebagai indikator untuk fungsi ginjal seperti
BUN. Kreatinin berasal dari sisa metabolisme protein di otot. Nilai normal
Kreatinin pada laki-laki yaitu 0,6-1,3 mg/dL. Tingkat ekskresi kreatinin
bergantung dari masa otot, aktivitas fisik, dan diet. Namun, pada pasien CKD
dapat terjadi peningkatan kreatinin akibat penurunan fungsi ginjal yang
membuat kreatinin gagal diekskresikan (Ignatvicius & Workman, 2013).
57

Hemoglobin yang rendah pada pasien CKD bisa dipengaruhi dari


bebrbagai faktor diantaranya adalah lama sakit dan lama melakukan
hemodialisa. Berdasarkan frekuensi lama sakit, jumlah pasien yang menderita
sakit > 3 bulan didapat lebih banyak dari yang sakitnya baru < 3 bulan. Hal
ini sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa gagal ginjal kronik adalah
kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur histopatologi petanda
kerusakan ginjal, meliputi kelainan komposisi darah dan urin atau uji
pencitraan ginjal dan pada stadium akhir dibutuhkan terapi ginjal pengganti
untuk mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi toksin tubuh. Kadar
hemoglobin yang rendah ini juga bisa disebabkan karena kondisi pasien
memang dalam kondisi yang parah karena sakit yang mendasari sebelumnya.
Etiologi penyakit gagal ginjal ini antara lain karena hipertensi.
Berdasarkan keparahan anemia, didapat hasil kelompok pasien yang
melakukan hemodialisis ≤ 12 bulan mempunyai rata-rata kadar hemoglobin
lebih rendah dengan kategori anemia berat. Hasil ini bertentangan dengan
teori yang menyebutkan bahwa pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis jangka panjang akan banyak kehilangan darah karena tertinggal
ke dalam dialiser (ginjal artifisial), perdarahan tersembunyi (occult blood
loss), dan seringnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium
sehingga pasien dapat mengalami defisiensi besi, asam folat, bahkan
defisiensi vitamin. Jumlah zat besi dalam sel darah merah yang hilang selama
menjalani hemodialisis reguler antara 1,5-2,0 gram setiap tahunnya, jumlah
ini jauh lebih besar daripada zat besi yang dapat diserap melalui makanan
oleh saluran cerna. Jika keadaan ini terjadi secara terus menerus maka akan
mengakibatkan berkurangnya kadar hemoglobin. Kondisi optimal dialisis
yang adekuat adalah dengan durasi 12-15 jam/minggu. Semakin lama dan
sering proses hemodialisis, maka semakin banyak darah yang hilang yang
menyebabkan anemia semakin berat (Senduk, 2016).
Pemeriksaan laboraturium lainnya ialah ABGs (Arterial Blood Gases)
untuk mengetahui pH, PaO2, PaCO2, dan bikarbonat di dalam arteri. pH
normal ialah 7,35-7,45; PaO2 normal ialah 80-100 mmHg; PaCO2 nilai
normlanya 35-45 mmHg. Pada pasien dengan CKD, pH arterinya akan
58

menjadi asidosis metabolik (dibawah 7,35) akibat ginjal yang kehilangan


kemampuan untuk ekskresi hidrogen dan amonia dan terdapat penurunan
nilai pada PCO2 dan Bikarbonat (Doenges, Moorhouse, & Mur, 2018).
4. Data Farmakoterapi
Berdasarkan farmakoterapi yang diberikan pada kedua kasus
didapatkan data persamaan farmakoterapi sebagai berikut; Asam Folat 3x24
jam (untuk mengobati kekurangan asam folat dan beberapa jenis anemia),
Furosemide 1 ampul/12 jam (untuk mengurangi cairan yang berlebih dalam
tubuh dan obat untuk hipertensi), Amlodipin 10mg/24 jam yang berfungsi
menurunkan hipertensi, Ceftriaxon 2x24 jam yang berfungsi sebagai
antibiotik yang menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh.
Sedangkan perbedaan terapi farmakologi pada kedua kasus yang
mempunyai riwayat hipertensi diberikan obat yang berbeda dimana pasien
kasus 2 diberikan Candesartan 16mg/12 jam untuk mengurangi tekanan
darah. Sedangkan pada kasus 1 diberikan Amlodipin 10mg/24 jam untuk
mengurangi tekanan darah yang dialaminya.
5. Penatalaksanaan CKD
Penatalaksaan pasien CKD pada kasus 1 adalah dengan memberikan
obat melalui IV maupun oral, pemberian terapi oksigen 3 liter per menit, dan
dijadwalkan melakukan HD 2x dalam satu minggu setiap hari Senin dan
Kamis. Pasien kasus 1 juga dilakukan transfusi darah. Sedangkan untuk kasus
2 penatalaksanaan yang telah dilakukan adalah dengan memberikan terapi
oksigen 3 liter per menit, memberikan obat oral maupun IV, dan dijadwalkan
melakukan HD 2x dalam satu minggu setiap hari Rabu dan Sabtu.
Pada kasus 1 setelah dilakukan tindakan hemodialisa mengalami
penurunan berat badan 2kg. Berat badan pre hemodialisa 65kg dan berat
badan post hemodialisa menjadi 63kg, sedangkan untuk kasus 2 berat badan
pre hemodialisa 60kg dan berat badan post hemodialisa 58,5kg. Air yang
berlebihan dikeluarkan dari tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air
dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan dengan kata lain, air
bergerak dari daerah tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan
yang lebih rendah (cairan dahsyat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui
59

penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi (UFR) pada


mesin dialisis. Membran dialisis mempunyai koefisien ultrafiltrasi yan g
berbeda (yaitu cairan yang disingkirkan per milimeter tekanan air raksa
permenit), pemilihan menentukan pembuangan cairan, seiring dengan
perubahan tekanan hidrostatik. Tekanan negatif diterapkan sebagai kekuatan
penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air, karena pasien
tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan
cairan hingga tercapai isovolemia.
Hemodialisa adalah salah satu jenis terapi pengganti ginjal yang
paling banyak dilakukan oleh pasien CKD . Cronic Kidney Disease (CKD)
dibagi menjadi 5 stadium dimana stadium terakhir atau kelima merupakan
stadium yang paling buruk dikarenakan ginjal sudah tidak berfungsi secara
maksimal sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal, salah satunya
adalah Hemodialisa. Jenis pelayanan pada renal unit di Indonesia paling
banyak adalah melayani Hemodialisa (78%), dan untuk biaya terapi ini
sangatlah besar. Biaya hemodialisa ditanggung BPJS Kesehatan yang
meringankan beban pasien sehingga meningkatkan cakupan pengobatan.
Sesuai dengan paradigma kesehatan saat ini yang mengutamakan upaya
promosi dan pencegahan, data faktor resiko diperlukan untuk upaya
pencegahan yang lebih terarah (Delima, 2014).
Pasien yang menjalani hemodialisa mempunyai angka kematian yang
sangat tinggi dibandingkan dengan popilasi umum. Angka kematian pada
tahun pertama dialisis di tahun 2004 adalah 24,5% dimana 17% lebih tinggi
dibanding pada tahun kedua dan seterusnya. Menurut penelitian Rolim dkk
(2014) pasien CKD yang menjalani hemodialisa sebesar 84,41% pada satu
tahun. Angka kematian karena hemodialisa ini bukan murni penyebabnya
adalah hemodialisa namun banyak faktor yang dapat juga mempengaruhi
diantaranya hipertensi, anemia, dan diabetes melitus. Salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi adalah usia. Menurut Rolim dkk (2014) ketahanan
hidup pasien CKD yang mejalani hemodialisa usia >60 tahun adalah 0% yang
artinya ketahanan hidup pasien dengan usia tua sangat rendah. Semakin
bertambah usia semakin berkurang fungsi ginjal dan berhubungan dengan
penurunan kecepatan ekresi glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus.
60

Ketahanan hidup pasien dengan frekuensi ≤2 kali dalam setiap


minggunya lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi ≥3 kali dalam setiap
minggunya. Hal ini bertentangan dengan beberapa penelitian yang
menyatakan bahwa ketahanan hidup lebih rendah justru pada pasien yang
melakukan HD dengan rutin sesuai anjuran yakni kurang dari 9-12 jam per
minggunya. Hal ini diduga disebbkan oleh perubahan frekuensi yang
penyebabnya adalah komplikasi atau semakin parahya penyakit CKD yang di
derita pasien. Sehingga terdapat faktor lain yang menyebabkan ketahanan
hidup pasien dengan frekuensi ≥3 kali perminggu menjadi lebih rendah
(Yulianto, 2017).
C. Analisis Diagnosis Keperawatan
Berbagai masalah keperawatan pada pasien dengan Cronic Kidney Disease
(CKD). Doenges (2010) menyebutkan bahwa masalah keperawatan yang muncul
pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD) adalah ketidakefektifan pola nafas
dan, kelebihan volume cairan. Pada kasus 1 dan 2 terdapat 2 diagnosa
keperawatan yang sama diangkat antara lain: ketidakefektifan pola nafas dan
kelebihan volume cairan.
Diagnosa keperawatan pada kedua kasus kelolaan dibuat berdasarkan acuan
bagi pasien Cronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan literatur namun tidak
semua diangkat karena disesuaikan dengan kondisi pasien saat pengkajian. Pada
kedua kasus terdapat persamaan diagnosa yang muncul yaitu Ketidakefektifan
Pola Nafas dan Kelebihan Volume Cairan.
Masalah utama pada kedua kasus yang muncul pertama kali ketika
pengkajian adalah Ketidakefektifan Pola Nafas. Nanda (2018-2020)
menyebutkan bahwa Ketidakefektifan Pola Nafas adalah inspirasi dan ekspirasi
tidak memberi ventilasi adekuat. Dengan tanda gejala: bradipneu, dispneu, fase
ekspirasi memanjang, ortopneu, penggunaan otot bantu pernafasan, penggunaan
posisi tiga-titik, peningkatan diameter anterior-posterior, penurunan kapasitas
vital, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan inspirasi, penurunan ventilasi,
pernafasan bibir, pernafasan cuping hidung, perubahan ekskursi dada, pola nafas
abnormal (ex: irama, frekuensi, kedalaman), takipneu.
61

Tujuan dari masalah ketidakefektifan pola nafas menunjukkan bahwa pola


nafas yang tidak stabil, pernafasan dalam rentang (16-24 kali per menit), klien
mampu bernafas dengan normal, tidak didapatkan pernafasan pendek ataupun
panjang (Andry dalam Anggriawan, 2015).
Diagnosa ini penulis tegakkan karena penulis melihat bahwa pasien
mengatakan sesak nafas dan data didukung oleh pemeriksaan tanda-tanda vital,
repirasi kasus 1 (28x/menit) dan respirasi kasus 2 (26x/menit) serta didukung
dengan pemeriksaan fisik yang menunjukkan bahwa pasien menggunakan otot
bantu pernafasan, tampak adanya pernafasan cuping hidung serta nafas cepat dan
dalam. Data tersebut sesuai dengan batasan karakteristik ketidakefektifan pola
nafas NANDA (2018-2020).
Prioritas diagnosa pada kedua kasus adalah ketidakefektifan pola nafas.
Ketidakefektifan pola nafas menjadi prioritas pertama dikarenakan diagnosis
inila keadaan inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
Intervensi yang diberikan yang paling menonjol yaitu pemberian tindakan
oksigen dimana kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
paling penting. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran bahkan dapat menimbulkan kematian. Sehingga untuk
mencegah terjadinya kekurangan oksigen yang disebabkan karena berkurangnya
suplai oksigen ke tubuh pada pasien dengan masalah ketidakefektifan pola nafas,
pencegahan awalnya dengan cara memberikan kebutuhan oksigen (Fatwa, 2010).
Terapi oksigen dibutuhkan untuk menyeimbangkan kadar O2 dan CO2 dalam
darah. Dalam tubuh, oksigen berperan penting didalam proses metabolisme sel.
Karenanya, berbagai upaya dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini
terpenuhi dengan baik (Andry dalam Anggriawan, 2015).
D. Analisis Intervensi Keperawatan
Nursing Outcome Classification (NOC) adalah proses memberitahukan
status pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. Standar kriteria hasil
dikembangkan untuk mengukur hasil dari tindakan keperawatan yang digunakan
pada semua area keperawatan dan semua pasien (individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat). Nursing Outcome Classification mempunyai tujuh domain yaitu
fungsi kesehatan, fisiologi kesehatan, psikososial kesehatan, pengetahuan dan
62

perilaku kesehatan, persepsi kesehatan, kesehatan keluarga dan kesehatan


masyarakat (NOC, 2013).
Pada kasus 1 dan 2 dengan diagnosa yang sama yaitu ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan hiperventilasi, penulis memiliki tujuan yang sesaui
dengan label NOC yaitu: Status pernafasan (0410) dengan keriteria hasil yaitu
frekuensi pernafasan skala 5, irama pernafasan skala 5, kedalaman inspirasi
skala 5, suara nafas tambahan skala 5, pernafasan cuping hidung skala 5, dypsnea
saat istirahat skala 4, dan dypsnea saat beraktivitas skala 4.
Nursing Intervention Classification (NIC) adalah suatu daftar intervensi
diagnosa keperawatan yang menyeluruh dan dikelompokkan berdasarkan label
yang mengurai pada aktifitas yang dibagi menjadi 7 bagian dari 30 kelas. Sistem
yang digunakan perawat pada semua spesialis dan semua area keperawatan. NIC
digunakan pada semua area keperawatan dan spesialis. Intervensi keperawatan
merupakan tindakan yang berdasarkan kondisi klinik dan pengetahuan yang
dilakukan perawat untuk membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan
(NIC, 2013).
Penulis memilih menggunakan intervensi yang sama pada kasus pertama
dan kasus dua yaitu NIC label Monitor Pernafasan (3350) disebabkan karena
pasien merasakan sesak memberat pada saat istirahat dan terkadang sesak nafas
memberat pada saat melakukan aktivitas maka pasien dilakukan monitor keluhan
sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebut. Label NIC yang kedua yaitu Airway Management (3140)
adalah fasilitasi jalan nafas dengan rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu
posisikan pasien dengan nyaman, berikan oksigen, dan auskultasi suara nafas
tambahan. Sesuai dengan penelitian Majampoh, et al. (2013) membuktikan
bahwa terdapat pengaruh pemberian teknik Semi Fowler terhadap kesetabilan
pola napas dimana frekuensi pernapasan sebelum diberikan posisi teknik Semi
fowler frekuensi sesak napas sedang sampai berat dan frekuensi pernapasan
setelah diberikan Semi Fowler frekuensi pernapasan menjadi normal.
Berdasarkan hasil pengkajian yang menjadi fokus intervensi yaitu
pemberian oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling penting.
Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami
63

kemunduran bahkan dapat menimbulkan kematian sehingga untuk mencegah


terjadinya kekurangan oksigen yang disebabkan karena berkurangnya suplai
oksigen ke tubuh pada pasien dengan masalah ketidakefektifan pola nafas,
pencegahan awal dengan cara memberikan kebutuhan oksigen (Fatwa, 2010).
Terapi oksigen dibutuhkan untuk menyeimbangkan kadar O2 dan CO2 dalam
darah (Andry dalam Anggriawan, 2015).
Oksigen dalam tubuh berperan penting untuk proses metabolisme sel.
Kekurangan oksigen akan berdampak yang bermakna dalam tubuh, salah satunya
kematian. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar
ini terpenuhi dengan baik. Setiap perawat harus paham dengan manifestasi
tingkat pemenuhan oksigen pada pasien serat mampu mengatasi berbagai
masalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut. Berdasarkan teori bahwa
pemberian terapi O2 dengan aliran rendah yaitu: memberikan oksigenasi lebih
baik dan dapat menurunkan atau menormalkan tingkat pernafasan (Raco, 2010).
E. Analisis Implementasi dan Evaluasi
Peneliti melakukan implementasi pada diagnosa ketidakefektifan pola nafas
dari NIC lebel Monitor Pernafasan (3350) dan Airway Management (3140) pada
kasus 1 dan 2 untuk mengatasi masalah adalah sebagai berikut: frekuensi
pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, kedalaman inspirasi, pernafasan
cuping hidung, sesak nafas saat istirahat, dan memeriksa tanda-tanda vital
khususnya respirasi yang bertujuan untuk memantau status pernafasan.
Pada kasus 1 dan kasus 2 dikarenakan hasil satirasi oksigen kasus 1 92%
dan kasus 2 93% masuk dalam kategori rendah menurut Hendrizal (2014) apabila
saturasi oksigen mengalami penurunan maka hal tersebut akan menimbulkan
hipoksemia yan bisa menyebabkan sesak nafas. Perlunya menjaga kestabilan
saturasi oksigen maupun PaO2 dengan terapi oksigen dimana meningkatkan
FiO2 maka juga akan meningkatkan PaO2 yang merupakan faktor yang sangat
menentukan saturasi oksigen (Takatelide, 2017).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada kasus 1 dan kasus 2 yaitu
dengan diberikan terapi oksigen menggunakan nasal kanul sebanyak 3 liter per
menit dengan hasil kasus 1 mengalami peningkatan menjadi 97% dan kasus 2
mengalami peningkatan menjadi 98% yang termasuk dalam batas normal. Batas
normal saturasi oksigen menurut Hidayat (2007) adalah 95-100.
64

Edukasi pasien menggunakan posisi duduk Semi Fowler yang bertujuan


untuk memfasilitasi pasien yang sedang sulit bernafas, menurut Meillirianta
(2016) posisi duduk ini sangat membantu bagi pasien yang mengalami dyspneu
karena menghilangkan tekanan pada diafragma yang memungkinkan pertukaran
volume yang lebih besar dari udara dan pasien diberikan posisi setengah duduk
yang bertujuan untuk memfasilitasi pasien yang sedang sulit bernafas.
Kolaborasi pemberian oksigen 3 lpm pada kasus 1 dikarenakan hasil
saturasi oksigen sebanyak 92%. Kasus 2 juga diberikan oksigen menggunakan
nasal kanul sebanyak 3 lpm dengan hasil saturasi oksigen sebanyak 93%.
Implementasi ini sejalan dengan teori bahwa pemberian terapi O2 dengan aliran
rendah yaitu 3 lpm dengan menggunakan nasal kanul selama 30 menit dapat
memberikan oksigenasi lebih dan dapat menurunkan atau menormalkan
pernafasan (Raco, 2010).
Sedangkan implementasi pada diagnosa ketidakefektifan pola nafas dari
NIC lebel monitor pernafasan pada kasus 1 dan 2 dilakukan memposisikan semi
fowler, memberikan terapi oksigen dengan nasal kanul 3 liter per menit,
mengauskultasi suara nafas tambahan, memeriksa kedalaman pernafasan,
memonitor keluhan sesak nafas termasuk kegiatan yang dapat memperburuk
sesak nafas, dan melakukan palpasi kesimetrisan dinding dada kanan kiri.
Evaluasi keperawatan pada kasus 1 hari pertama pasien mengeluhkan sesak
nafas dan pasien tidur dalam posisi duduk. Pasien diberikan oksigen 3 liter per
menit, pasien tampak bernafas cepat dan dalam, terdapat suara nafas tambahan,
terdapat pernafasan cuping hidung serta menggunakan otot bantu pernafasan.
Respirasi pasien 28x/menit dan saturasi oksigen pasien 92%. Masalah
keperawatan ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian ditandai dengan
kriteria hasil: frekuensi pernafasan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan skala belum mengalami
perubahan yaitu berada pada skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal), irama
pernafasan sebelum dilakukan tindakan keperawatan skala awal 3 (deviasi sedang
dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan belum mengalami
perubahan yaitu pada skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal), kedalaman
inspirasi skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan
65

tindakan keperawatan skala belum mengalami perubahan yaitu skala 3 (deviasi


sedang dari kisaran normal), suara nafas tambahan skala awal 3 (deviasi sedang
dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan belum mengalami
perubahan yaitu skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal), pernafasan cuping
hidung skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan
tindakan keperawatan belum mengalami perubahan yaitu pada skala 3 (deviasi
sedang dari kisaran normal), dyspneu saat istirahat skala awal 2 (deviasi dyspneu
yang cukup berat) setelah dilakukan tindakan keperawatan belum mengalami
perubahan skala 2 (deviasi dyspneu yang cukup berat), dan dyspneu saat
beraktivitas skala awal 2 (deisiensi dyspneu yang cukup berat) setelah dilakukan
tindakan keperawatan skala belum mengalami perubahan yaitu berada pada skala
2 (deviasi dyspneu yang cukup berat). Planning untuk pasien adalah monitor
pernafasan pasien serta pasien dianjurkan untuk posisi semi fowler.
Evaluasi pada hari kedua pasien masih mengeluhkan sesak nafas. Pasien
masih tampak diberikan oksigen 3 liter per menit. Pasien masih tampak bernafas
cepat dan dalam, sudah tidak ada pernafasan cuping hidung, dan suara nafas
tambahan masih sedikit terdengar. Respirasi pasien 26 x/menit dan saturasi
oksigen 94%. Masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas teratasi
sebagian ditandai dengan kriteria hasil: frekuensi pernafasan skala awal 3
(deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan
skala belum mengalami perubahan yaitu berada pada skala 3 (deviasi sedang dari
kisaran normal), irama pernafasan sebelum dilakukan tindakan keperawatan skala
awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan
keperawatan belum mengalami perubahan yaitu pada skala 3 (deviasi sedang dari
kisaran normal), kedalaman inspirasi skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan skala belum mengalami
perubahan yaitu skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal), suara nafas
tambahan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan
tindakan keperawatan mengalami perubahan yaitu skala 4 (deviasi ringan dari
kisaran normal), pernafasan cuping hidung skala awal 3 (deviasi sedang dari
kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan mengalami perubahan
yaitu pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal), dyspneu saat istirahat
66

skala awal 2 (deviasi dyspneu yang cukup berat) setelah dilakukan tindakan
keperawatan mengalami perubahan skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal),
dan dyspneu saat beraktivitas skala awal 2 (deviasi dyspneu yang cukup berat)
setelah dilakukan tindakan keperawatan skala mengalami perubahan yaitu berada
pada skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal).
Evaluasi hasil pada kasus 1 dengan masalah keperawatan ketidakefektifan
pola nafas teratasi sebagian ditandai dengan kriteria hasil: frekuensi pernafasan
skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan
keperawatan skala mengalami perubahan yaitu berada pada skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran normal), irama pernafasan sebelum dilakukan tindakan
keperawatan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan
tindakan keperawatan mengalami perubahan yaitu pada skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal), kedalaman inspirasi skala awal 3 (deviasi sedang dari
kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan skala berubah menjadi
skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal), suara nafas tambahan skala awal 3
(deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan
mencapai skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal), pernafasan cuping hidung
skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan
keperawatan mengalami perubahan yaitu pada skala 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal), dyspneu saat istirahat skala awal 2 (deviasi dyspneu yang cukup
berat) setelah dilakukan tindakan keperawatan mengalami perubahan skala
mencapai skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal), dan dyspneu saat
beraktivitas skala awal 2 (deviasi dyspneu yang cukup berat) setelah dilakukan
tindakan keperawatan skala mengalami perubahan yaitu berada pada skala 3
(deviasi dyspneu sedang) tetapi belum mencapai target yaitu 4 (deviasi dyspneu
ringan dengan kisaran normal).
Sedangkan evaluasi pada kasus 2 di hari pertama pasien mengeluhkan
sesak nafas dan jika tidur telentang terasa semain sesak. Pasien diberikan oksigen
3 liter per menit, terdapat suara nafas tambahan dan pernafasan cuping hidung.
Respirasi pasien 28 x/menit dan saturasi oksigen 93%. Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian ditandai dengan kriteria hasil:
frekuensi pernafasan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah
67

dilakukan tindakan keperawatan skala belum mengalami perubahan yaitu berada


pada skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal), irama pernafasan sebelum
dilakukan tindakan keperawatan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan belum mengalami perubahan
yaitu pada skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal), kedalaman inspirasi
skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan
keperawatan skala belum berubah yaitu skala 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal), suara nafas tambahan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal)
setelah dilakukan tindakan keperawatan belum mengalami perubahan yaitu skala
3 (deviasi sedang dari kisaran normal), pernafasan cuping hidung skala awal 3
(deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan
belum mengalami perubahan yaitu pada skala 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal), dyspneu saat istirahat skala awal 2 (deviasi dyspneu yang cukup berat)
setelah dilakukan tindakan keperawatan belum mengalami perubahan skala 2
(deviasi dyspneu yang cukup berat), dan dyspneu saat beraktivitas skala awal 2
(deviasi dyspneu yang cukup berat) setelah dilakukan tindakan keperawatan skala
belum mengalami perubahan yaitu berada pada skala 2 (deviasi dyspneu yang
cukup berat). Planning yang dilakukan untuk pasien yaitu monitor pernafasan
pasien.
Evaluasi pada hari kedua pasien masih mengeluhkan sesak nafas tetapi
sedikit berkurang dari sebelumnya. Respirasi pasien 26 x/menit dan saturasi
ksigen pasien 94%. Masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas teratasi
sebagian ditandai dengan kriteria hasil: frekuensi pernafasan skala awal 3
(deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan
skala mengalami perubahan yaitu berada pada skala 4 (deviasi ringan dari kisaran
normal), irama pernafasan sebelum dilakukan tindakan keperawatan skala awal 3
(deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan
belum mengalami perubahan yaitu pada skala 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal), kedalaman inspirasi skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal)
setelah dilakukan tindakan keperawatan skala berubah menjadi skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal), suara nafas tambahan skala awal 3 (deviasi sedang
dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan mencapai skala 5
68

(tidak ada deviasi dari kisaran normal), pernafasan cuping hidung skala awal 3
(deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan
mengalami perubahan yaitu pada skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal),
dyspneu saat istirahat skala awal 2 (deviasi dyspneu yang cukup berat) setelah
dilakukan tindakan keperawatan mengalami perubahan skala mencapai skala 3
(deviasi sedang dari kisaran normal), dan dyspneu saat beraktivitas skala awal 2
(deisiensi dyspneu yang cukup berat) setelah dilakukan tindakan keperawatan
skala mengalami perubahan yaitu berada pada skala 2 (deisiensi dyspneu yang
cukup berat).
Evaluasi hasil pada kasus 2 selama 3x24 jam dengan masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas teratasi ditandai dengan kriteria hasil: frekuensi
pernafasan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan
tindakan keperawatan skala mengalami perubahan yaitu berada pada skala 5
(tidak ada deviasi dari kisaran normal), irama pernafasan sebelum dilakukan
tindakan keperawatan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah
dilakukan tindakan keperawatan mengalami perubahan yaitu pada skala 5 (tidak
ada deviasi dari kisaran normal), kedalaman inspirasi skala awal 3 (deviasi
sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan tindakan keperawatan skala
berubah menjadi skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal), suara nafas
tambahan skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal) setelah dilakukan
tindakan keperawatan mencapai skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal),
pernafasan cuping hidung skala awal 3 (deviasi sedang dari kisaran normal)
setelah dilakukan tindakan keperawatan mengalami perubahan yaitu pada skala 5
(tidak ada deviasi dari kisaran normal), dyspneu saat istirahat skala awal 2
(deviasi dyspneu yang cukup berat) setelah dilakukan tindakan keperawatan
mengalami perubahan skala mencapai skala 4 (deviasi ringan dari kisaran
normal), dan dyspneu saat beraktivitas skala awal 2 (deisiensi dyspneu yang
cukup berat) setelah dilakukan tindakan keperawatan skala mengalami perubahan
yaitu berada pada skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).
Berdasarkan lamanya perawatan pada kedua kasus, kasus 2 sesuai dengan
rencana keperawatan yang dilakukan selama 3 hari seluruh masalah keperawatan
teratasi dengan pasien sudah dinyatakan BLPL oleh Dokter Penanggung Jawab
69

Pasien (DPJP). Pada diagnosa ketidakefektifan pola nafas didapatkan data


masalah teratasi ditandai dengan frekuensi pernafasan 20x/menit, suara nafas
tambahan (-), dyspneu saat istirahat (-), dan dyspneu saat beraktivitas (-) .
Berbeda pada kasus 1 tidak sesuai dengan rencana keperawatan selama 3
hari karena asuhan keperawatan masih dilanjutkan, hal ini dikarenakan pada
kasus 1 terdapat komplikasi penyakit lain sehingga masih membutuhkan
perawatan yang lebih lama untuk mencari sumber-sumber penyakit lainnya dan
yang mengakibatkan diagnosa ketidakefektifan pola nafas tidak teratasi salah
satunya adalah anemia. Menurut (Hudak & Gallo, 2010) penurunan fungsi ginjal
dapat menyebabkan produksi eritropoitin tidak adekuat menyebabkan produksi
hemoglobin menurun sehingga terjadi anemia, anemia menyebabkan penurunan
oksigen ke jaringan seluruh tubuh yang menyebabkan dypsneu.
Sesak nafas yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa terjadi karena dua faktor. Faktor pertama adanya penumpukan cairan
yang diakibatkan oleh rusaknya ginjal, sehingga cairan tersebut akan memutus
saluran paru-paru dan membuat sesak nafas. Faktor kedua disebabkan karena
anemia yang mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen. (Hudak & Gallo, 2010).
Kelebihan pada kasus 2 adalah masalah keperawatan teratasi dalam jangka
waktu 3 hari perawatan ditandai dengan frekuensi nafas 20x/menit, tidak ada
retraksi dada, pasien mengatakan sudah tidak sesak ketika istrahat dan ketika
beraktivitas. Kelemahan pada kasus 1 yaitu masalah keperawatan belum teratasi
dalam jangka waktu 3 hari, pada kasus 1 frekuensi pernafasan 26x/menit, pasien
mengatakan masih sesak nafas ketika beristirahat, pernafasan dalam dan cepat.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisa data uraian pembahasan pada “Kasus
Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di
Ruang Raudhah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta” di atas, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian asuhan keperawatan pada kedua kasus antara lain pasien tampak
sesak, kasus 1 respirasi 28x/menit dan kasus 2 respirasi 26x/menit, pernafasan
cepat, dalam, penggunaan otot bantu dan tampak pernafasan cuping hidung.
2. Diagnosa keperawatan utama yang muncul adalah ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi.
3. Implementasi keperawatan dilakukan pada kedua kasus sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan. Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola
nafas dilakukan intervensi Monitor pernafasan (3350): monitor kecepatan
irama, kedalaman nafas, posisikan semi fowler, catat kesimetrisan dinding
dada dan penggunaan otot bantu nafas, monitor suara nafas tambahan, monitor
pola nafas, monitor saturasi, monitor keluhan sesak nafas termasuk kegiatan
yang dapat memperburuk sesak nafas, monitor tanda-tanda vital terutama
respirasi untuk memantau status pernafasan dan intervensi Airway
Management (3140): posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi,
motivasi pasien untuk bernafas pelan, regulasi asupan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan cairan, posisikan semi fowler untuk
meringankan sesak nafas, dan monitor status pernafasan dan oksigen
sebagaimana mestinya.
4. Evaluasi keperawatan adalah pada kasus 1 semua rencana keperawatan belum
teratasi dalam kurun waktu 3 hari ditandai dengan intervensi masih
dilanjutkan, pasien masih mengeluhkan sesak nafas, masih mengguakan otot
bantu pernafasan, masih terdapat pernafasan cuping hidung, frekuensi nafas
26x per menit, pada kasus 2 rencana keperawatan teratasi dalam kurun waktu
3 hari ditandai dengan pasien BLPL dan pasien sudah tidak mengeluhkan
sesak nafas.
70
71

5. Data senjang yang terdapat pada kasus 1 yaitu pasien mengeluhkan sesak
nafas, perut bagian bawah terasa penuh dan udema pada kaki kanan kiri
dengan kenaikan berat badan 3kg. Sedangkan pada kasus 2 mengeluhkan
sesak nafas, nyeri pada pinggang, dan bengkak pada kaki kanan kiri dengan
kenaikan berat badan 2kg. Rencana tindakan pada kasus 1 dan kasus 2 untuk
melakukan asuhan keperawatan yang terdapat pada data senjang adalah terapi
oksigen dan pelaksanaan HD
B. Saran
Berdasarkan asuahan keperawatan pada “Kasus ketidakefektifan pola nafas
Pada Pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di Ruang Raudhah RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta” diharapkan demi kemajuan selanjutnya maka
penulis menyarankan kepada:
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapakan hasil karya ilmiah ini dapat menjadi bahan masukan bagi rumah
sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
ketidakefektifan pola nafas di ruang Raudhah RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
2. Bagi Perawat
Diharapakan hasil karya ilmiah ini dapat dimanfaatkan oleh perawat dalam
meningkatkan profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya pada pasien Cronic Kidny Disease (CKD) dengan diagnosa
keperawatan ketidakefektifan pola nafas secara cepat dan tepat dengan
Nursing Intervention Classification (NIC) dan mengintegrasikan hasil
penelitian ke dalam asuhan keperawatan
3. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Diharapakan hasil karya ilmiah ini dapat menambah referensi dalam ilmu
pengetahuan khususnya asuhan keperawatan pada pasien dewasa Cronic
Kidney Disease (CKD) dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola
nafas.
72

4. Bagi Penulis Karya Ilmiah Selanjutnya


Diharapakan penulis karya tulis ilmiah lainnya untuk lebih menggali dan
meningkatkan teori-teori serta penemuan yang mendukung kasus dengan
ketidakefektifan pola nafas pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD).
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, sadam. (2016). Gambaran Citra Tubuh Pasien Gagal Ginjal Kronis yang
menjalani Hemodialisa di Unit Hemodialisa RSU PKU Muhammadiyah
Bantul. Skripsi tidak Dipublikasikan. Yogyakarta: STIKES Jenderal A. Yani
Yogyakarta.
Aisyah. (2015). Perilaku Merokok Sebagai Faktor Yang Beresiko Terhadap Kejadian
Gagal Ginjal Kronik. Pontianak:Jumantik.
Aji,Y. (2017). Analisis Praktik Residensi Pada Pasien Gangguan Sistem Perkemihan
Dengan Pendekatan Teori Kenyamanan Kolcaba Penerapan Six Minute
Walking Dan Sosialisasi Perawat Konselor Ginjal Di RS Fatmawati Jakarta.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Anggriawan, A. 2016. Tinjauan Klinis Enchephalopathy Hipoksik-Iskemik. CDK-
234, 43(8).
Budiyanto. (2009). Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang. UMM Pers.
Corwin, Elizabeth J. (2011). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.
Delima, 2017. Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik: Studi Kasus Kontrol di Empat
Rumah Sakit di Jakarta Tahun 2014. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 45,
No. 1, Maret 2017: 17 - 26 Jakarta.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans:
Guidelines for individualizing client care across the life span 8th edition.
Philadelphia: F. A. Davis Company.
Doenges. (2010). Rencena Asuhan Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Esther Chang (2010) PatofisiologiAplikasi Pada Praktek Keperawatan,
Jakarta: EGC.
Fatwa. (2010). Oksigen Dan Proses Keperawatan.
http://repository.ump.ac.id/2654/7/SUPRAPTI%20BUDYASIH%20DAFT
AR%20PUSTAKA.pdf Diakses pada 07 April 2020.
Firdaus, Reyva B. 2016. “Upaya Penatalaksanaan Pola Nafas Tidak Efektif pada
Pasien Chronic Kidney Disease di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro.”
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Giovani, P. M. (2015). Chronic Kidney Disease pada Pasien Mellitus Tipe 2. J
Agromed Unila Volume 2 Nomer 2.
Hendrizal. (2014). Pengaruh Terapi Oksigen Menggunakan Non-Rebreathing Mask
Terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah pada Pasien Cidera Kepala.Jurnal
Kesehatan Andalas
Hudak dan Gallo. (2010). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik: Edisi
IIIV Jakarta: GGC.

73
74

Ignatavicius, D, D., & Workman, M, L. (2013). Medical surgical nursing: Patient


centered collaborative care 7th edition. USA: Elseiver.
Jitowiyono, S & Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi
dengan Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogaykarta: Nuha Medika.
Kadir, A. (2016). Hubungan Patofisiologi Hipertensi dan Hipertensi Renal. Surabaya
: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
Kardiyudiani & Susanti. (2019). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka
Baru.
Lerma, (2015).Medscape.Emedicine.medscape.com:http//emedicine.medscape.com/
arcitle/138954-overview#showall Diakses pada tanggal 08 April 2020.
Marfuah. 2013. Faktor Resiko Kegawatan Nafas pada Neonatus di RSD. DR.
Haryanto Kabupaten Lumajang Tahun 2013. Jumal Ilmu Keperawatan. I
(2): l 19-12 7 (http://jik.ub.ac.id/diakses pada 18 agustu s 2015).
Meillirianta, T., Suhendra. (2016). Perbandingan Posisi Semi Fowler dan Posisi
High Fowler Terhadap Perubahan Saturasi Okisegen pada Pasien Asma
Bronckhial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat
Cimahi. Jawa Barat: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajawali.
Muttaqin 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Najafi, 2010, Effect of Treadmill Exercise Training on VO2 Peak in Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. National Research Institute of Tuberculosis
and Lung Disease, Iran.
NANDA. (2018). Nursing Diagnosis Definition and Classification. 2018-2020.
National Chornic Kidney Disease Fact Sheet. (2018). About CHRONIC KIDNEY
DISEASE. Diakses dari: http://www.kidney.org/atoz/content/about-chronic-
kidney-disease. Diunduh pada tanggal 10 Desember 2019.
Nursing Intervention Classification (NIC). (2013), 5th Indonesian edition. Indonesia:
Mocomedia
Nursing Outcomes Classification (NOC). (2013), 5th Indonesian edition. Indonesia:
Mocomedia.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Raco. (2010), Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya,
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Rohmah, dan Walid,S. (2016). Proses keperawatan, teori dan aplikasi ilengkapi
dengan petunjuk praktis penyusunan proses keperawatan dan dokumentasi
NANDA-NOC-NIC.Arrus Media Jogjakarta.
75

Runtung, Y. (2013). Pengaruh Hemodialisa Terhadap Kadar Ureum, Kreatinin Dan


Hemoglobin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa RSUP
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makasar. E-journal Stikes Muhammadiyah
Gombong Vol.2 No.3 tahun 2013 ISSN 2302-1721.
Senduk, Cindy R; Stella Palar dan Linda W.A. Rotty. 2016. Hubungan Anemia
dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Sedang
Menjalani Hemodialisis Reguler. Jurnal e-Clinic (eCi), Vol.4 No.1, Januari-
April.
Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi
12. Jakarta: Kedokteran EGC.
Sulistyorini, N. 2017. Kidney Disease and Obesity: Healthy Lifestyle for Healthy
Kidneys. Hari Ginjal Sedunia 2017. Jawa Tengah: Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah.
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed.
Jakarta. InternaPublishing; 2014.
Takatelide. (2017). Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal Prong Terhadap Perubahan
Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Keperawatan.
LAMPIRAN
Lampiran 1

TIME SCHEDULE KARYA ILMIAH AKHIR NERS

LAPORAN KASUS KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS PADA PASIEN CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RUANG RAUDHAH RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Maret 2020 April 2020 Juli 2020 Oktober 2020 November Desember
No Jadwal Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembagian Pembimbing
2 Pengajuan Judul
3 Penyusunan Judul
4 Penyususnan BAB 1
5 Penyusunan BAB II
6 Pengambilan Kasus
7 Penyusunan BAB III
8 Penyususnan BAB IV
9 Penyususnan BAB V
10 Ujian KIAN
11 Revisi dan Penjilidan
12 Pengumpulan
Lampiran 2

Anda mungkin juga menyukai