Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan

yang paling pokok. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung kepada

bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Hasil belajar merupakan

tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran disekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan

melalui usaha sadar yang dilakukansecara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif

yang kemudian disebutdengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu

hasilbelajar siswa.

Menurut Sudjana (2010:22) mendefenisikan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Selanjutnya

menurut Abdurrahman (2009:42) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melalui kegiatan belajar. Menurut Djamarah (2010:247) hasil belajar adalah suatu keharusan

bagi seorang guru agar dapat mengetahui berhasil tidaknya anak didik dalam proses belajar

mengajar. Menurut Khuluqo (2017:45) hasil belajar ialah tercapainya tujuan pembelajaran

khusus dari materi yang dipelajari selama berlangsungnya proses pembelajaran. Kemudian

menurut Donni Juni (2017:82) hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh peserta

didik berkat adanya usaha atau pikiran yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan

dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga tampak perubahan

tingkah laku pada diri individu.

10
Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan yang dicapai siswa dalam pembelajaran melalui kegiatan belajar dan mengetahui

berhasil tidaknya anak didik dalam proses belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran dalam

berbagai aspek kehidupan sehingga tampak perubahan tingkah laku pada diri individu.

2.1.1.2. Fungsi Penilaian Hasil Belajar

Suatu aktifitas pembelajaran dapat dikatakan efektif bila pembelajaran tersebut dapat

mewujudkan sasaran atau hasil belajar tertentu.

Menurut Suyanto dan Jihad (2013:197) fungsi penilaian hasil belajar antara lain:

1. Fungsi formatif: untuk memperoleh informasi berupa umpan balik selama


pembelajaran berlangsung untuk dipakai sebagai perbaikan dalam pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
2. Fungsi sumatif: untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan, sikap dan keterampilan
pada siswa telah tercapai, sehingga dapat mengambil suatu keputusan, misalnya naik
atau tidak naik kelas, lulus atau tidak lulusnya siswa.
3. Fungsi diagnostik: untuk mengungkap kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar dan
mengungkap penguasaan pengetahuan atau keterampilan sebagai prasyarat dan dasar
acuan untuk materi berikutnya.
4. Fungsi seleksi: untuk memilih dan menentukan siswa yang akan diterima dalam suatu
jenjang pendidikan, untuk memilih atau mengelompokkan siswa atas dasar ciri-ciri
atau kemampuan yang cocok pada suatu progaram belajar-mengajar tertentu.
5. Fungsi motivasi: untuk mendorong semangat belajar siswa menjadi lebih tinggi.
Menurut Siregar dan Nara (2015:145) fungsi penilaian hasil belajar adalah sebagai

berikut:

1. Diagnostik: menentukan letak kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar, bisa terjadi


pada keseluruhan bidang yang dipelajari oleh siswa atau pada bidang-bidang tertentu
saja.
2. Seleksi: menentukan mana calon siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu dan
mana yang tidak dapat diterima. Seleksi dilakukan guna menjaring siswa yang
memenuhi syarat tertentu.
3. Kenaikan kelas: menentukan naik atau lulus tidaknya siswa setelah menyelesaikan
suatu program pembelajaran tertentu.
4. Penempatan : menempatkan siswa sesuai dengan kemampuan/potensi mereka.

Selanjutnya, Arikunto (2013:18) mengatakan bahwa fungsi penilaian hasil belajar terdiri

dari beberapa bagian yaitu:

1. Penilaian berfungsi selektif: untuk menentukan siswa yang dapat diterima di sekolah,
siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya, siswa yang seharusnya mendapat
beasiswa, siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya.
2. Penilaian berfungsi diagnostik: melakukan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan
dan kelemahannya, agar lebih mudah mencari cara untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan siswa dalam belajar.
3. Penilaian berfungsi sebagai penempatan: untuk dapat menentukan dengan pasti di
kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan sesuai dengan kemampuan siswa.
4. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan: untuk mengetahui sejauh mana
suatu program berhasil diterapkan.

Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa fungsi dari hasil belajar adalah

sebagai fungsi formatif, diagnostik, motivasi, fungsi selektif, kenaikan kelas dan penempatan.

Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan proses pebelajaran dalam mengupayakan

tercapainya hasil pembelajaran dengan melakukan perubahan salah satunya dalam model

pembelajaran.

2.1.1.3. Jenis-jenis Test Penilaian Hasil Belajar


Pada umumnya tes digunakan untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama

hasil belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan

pendidikan dan pengajaran.  

Menurut Arifin (2009:117) tes hasil belajar terdiri dari:

1. Tes uraian
Tes uraian disebut bentuk uraian karena menuntut peserta didik untuk menguraikan,
mengorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam
bentuk, teknik,dan gaya yang berbeda satu dengan yang lain.
2. Tes Objektif
Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena
jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut objektif
karena penilaiannya objektif. Siapa pun yang mengoreksi jawaban tes objektif hasilnya
akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif terdiri dari
beberapa bentuk yaitu: benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple-choice),
menjodohkan (matching), jawaban singkat (short answer) dan melengkapi
(completion).

Selanjutnya, menurut Sudjana (2010:35) mengatakan bahwa tes penilaian hasil belajar

siswa terdiri dari dua jenis yaitu:

1. Tes Uraian
Tes uraian adalah tes yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain
yang sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa
sendiri.
2. Tes Objektif
Tes objektif lebih unggul dalam hal materi atau luasnya bahan pelajaran yang dapat
dicakup dalam tes dan mudah menilai jawaban yang diberikan. Soal-soal bentuk
objektif ini dikenal ada beberapa bentuk yaitu: jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan pilihan ganda.

Selanjutnya, Menurut Arikunto (2013:177) tes terdiri atas dua bentuk yaitu:

1. Tes Subjektif
Tes Subjektif pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis
tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian
kata-kata.
2. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif.
Bentuk-bentuk tes objektif ini adalah tes benar-salah (True-False), tes pilihan ganda,
menjodohkan dan tes isian.
Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa jenis alat yang

digunakan oleh dalam menilai hasil belajar siswa yaitu tes uraian dan tes objektif. Tes uraian

adalah sejenis tes yang bersifat menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan,

memberikan alasan dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik,dan gaya yang berbeda

satu dengan yang lain. sedangkan tes objektif adalah sering juga disebut tes dikotomi

(dichotomously scored item) karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1

atau 0. Disebut objektif karena penilaiannya objektif. Siapa pun yang mengoreksi jawaban tes

objektif hasilnya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif terdiri

dari beberapa bentuk yaitu: benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple-choice),

menjodohkan (matching), jawaban singkat (short answer) dan melengkapi (completion).

2.1.1.4. Jenis-jenis Alat Penilaian Keberhasilan Belajar

Setelah guru melakukan kegiatan pembelajaran, maka selanjutnya adalah melakukan

penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar bertujuan untuk Untuk mengukur tingkat

keberhasilan belajar dan dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar.

Menurut Arifin (2009:35) bahwa tes untuk mengukur hasil belajar dapat digolongkan ke

dalam jenis penilaian hasil belajar, yaitu:

1. Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan
pemberian perlakuan yang tepat.
2. Tes Formatif
Tes formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk
setelah mengikuti sesuatu program tertentu yang dilaksanakan pada akhir pelajaran.
Penilaian tes formatif diberikan pada akhir setiap semester. Tes ini merupakan post-
test atau tes akhir proses.
3. Tes Sumatif
Penilaian tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok
program atau sebuah program yang lebih besar. Tes sumatif dapat disamakan dengan
ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir caturwulan atau akhir
semester.

Sejalan dengan itu, menurut Sudjana (2010:5) bahwa jenis penilaian untuk hasil belajar

dapat digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut:

1. Penilaian formatif
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-
mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri.
2. Penilaian Sumatif
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu
akhir caturwulan, akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat
hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler
dikuasai oleh para siswa.
3. Penilaian diagnostik
Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan-
kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk
keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial, menemukan kasus-kasus, dll.
4. Penilaian selektif
Penilaian selektif adalah penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya
ujian saringan masuk ke lemaga pendidikan tertentu.

Menurut Faturrohman dan Sutikno (2014:114) tes penilaian hasil belajar dapat

digolongkan pada beberapa jenis penilaian, yaitu:

1. Tes Formatif
Tes formatif digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu
dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok
bahasan tersebut. Hasil tes dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar pada bahan tertentu dan dalam waktu tertentu.

2. Tes Sub-Sumatif
Tes sub-sumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan
dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap
siswa agar meningkatkan hasil prestasi belajar siswa. Hasil tes sub-sumatif dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam
menentukan nilai raport.
3. Tes Sumatif
Tes sumatif diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok
bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran.
Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa
dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk
kenaikan kelas, menyusun peringkat atau sebagai ukuran mutu sekolah.
Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa jenis alat yang

digunakan oleh guru dalam menilai hasil belajar siswa yaitu Tes Penilaian formatif, diagnostik,

sumatif, selektif, dan tes sub-sumatif. Guru dapat mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa

telah menguasai materi pembelajaran melalui alat penilaian hasil belajar tersebut. Penulis

menggunakan tes formatif untuk mengukur hasil belajar siswa berdasarkan satu topik

pembahasan materi melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri dan untuk

memperbaiki proses belajar mengajar pada bahan tertentu dan dalam waktu tertentu.

2.1.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Keberhasilan belajar tidak saja ditentukan oleh peningkatan kemampuan para

pendidiknya saja, akan tetapi ditentukan oleh faktor-faktor yang lain yang saling mempengaruhi

satu dengan yang lain, sebagaimana menurut Sanjaya (2008:15) beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi keberhasilan sistem pembelajaran adalah faktor guru, faktor siswa, sarana, alat

dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.

Selanjutnya, menurut Istarani dan Pulungan (2015:29-34) ada dua faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal dan eksternal:

1. Faktor Internal terdiri dari:

a. Sikap terhadap belajar

Sikap merupakan kemampuan membrikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa

diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan

terjadinya sikap penerima, menolak atau mengabaikan.

b. Motivasi belajar
Motivasi belajar berfungsi untuk menggerakkan atau mengubah seseorang agar

timbul keinginan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau

mencapai tujuan.

c. Konsentrasi belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian kepada pelajaran.

Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses

memperolehnya.

d. Mengolah bahan belajar

Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara

pemerolehan ajaran sehingga bermakna bagi siswa.

e. Menyimpan perolehan hasil belajar

Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dari

cara perolehan pesan.

f. Menggali hasil belajar yang tersimpan

Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses pengaktifan pesan yang

telah diterima. Dalam pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara

mempelajari kembali, atau mengaitkannya dengan bahan lama.

g. Kemampuan berprestasi

Kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar. pada tahap ini siswa

membuktikan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau

mentransfer hasil belajar.

h. Rasa percaya diri siswa


i. Intelegensi dan keberhasilan siswa

Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat

bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara

efisien.

j. Kebiasaan belajar

2. Faktor Eksternal terdiri dari:

a. Guru sebagai pembina siswa belajar

Guru adalah pengajar yang mendidik yang sangat berpengaruh dalam proses belajar

mengajar, oleh karena itu guru harus betul-betul membawa siswanya kepada tujuan

yang ingin di capai.

b. Sarana dan prasarana pembelajaran

Prasarana pemelajaran meliputi gedung sekolah, ruang sekolah, ruang belajar,

lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana

pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium

sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain.

c. Kebijakan penilaian

Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa.

Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah

guru.

d. Lingkungan sosial siswa di sekolah

e. Kurikulum sekolah

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa.

Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Guru perlu
mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar

dapat melayani siswa belajar secara individual.

Munadi (2008:24) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

yaitu:

1. Faktor Internal terdiri

a. Faktor fisiologis

Secara umum kondisi fisiologi, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan

lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya itu

akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Demikian juga kondisi saraf

pengontrol kesadaran dapat berpengaruh pada proses dan hasil belajar. Disamping

kondisi-kondisi tersebut, perlu juga memperhatikan kondisi pancaindera. Karena

kondisi pancaindera akan memberi pengaruh pada proses dan hasil belajar.

b. Faktor psikologis

Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang

berbeda-beda. Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan diantaranya

meliputi: intelegensi (kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap

situasi baru secara efektif dan cepat, kemampuan menggunakan konsep abstrak

secara efektif, kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat

sekali, Perhatian (Keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa semata-mata tertuju kepada

suatu obyek ataupun sekumpulan obyek, minat dan bakat (kecenderungan yang

tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan dan juga merupakan

kemampuan untuk belajar), motif dan motivasi (sebagai daya upaya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu), kognitif dan daya nalar (persepsi,

mengingat dan berpikir).

2. Faktor eksternal:

a. Faktor lingkungan

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini

dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial.

Lingkungan alam yang dapat mempengaruhi hasil belajar misalnya keadaan suhu,

kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Lingkungan sosial baik yang

berwujud manusia maupun hal-hal lainnya juga dapat mempengaruhi proses dan

hasil belajar.

b. Faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya

dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor instrumental

ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan guru.

Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa ada dua faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal dan eksternal:

a. Faktor internal

faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari dalam diri

siswa, yaitu: Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa, sikap

terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar,

menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan,

kemampuan berprestasi, Rasa percaya diri siswa, Intelegensi dan keberhasilan

siswa, kebiasaan belajar, faktor fisiologis dan faktor psikologis.


b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang berasal dari

luar diri siswa, yaitu faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang

tersedia, faktor lingkungan, Sarana dan prasarana pembelajaran, Kebijakan

penilaian, kurikulum sekolah dan faktor instrumental.

2.1.1.6. Indikator Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil pengukuran belajar inilah

akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Menurut Faturrohman dan Sutikno (2009:113) yang menjadi indikator keberhasilan belajar

adalah:

1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik
secara individua maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran khusus (TPK) telah dicapai oleh
siswa baik secara individu maupun kelompok.
3. Terjadinya proses pemahaman materi yang secara sekuensial mengantarkan materi
tahap berikutnya.

Selanjutnya, menurut Djamarah dan Zain (2010:105) indikator hasil belajar yaitu :

1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi, baik secara
individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah
dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pencapaian hasil belajar sangat

berkaitan dengan pengajaran, tujuan pengajaran, pemahaman materi dan prestasi tinggi.
2.1.2 Model Pembelajaran Problem-Based Learning

2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem-Based Learning

Kehidupan identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran melatih dan

mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah

autentik dari kehidupan actual siswa untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Menurut Joyce dan Weil yang dikutip (Trianto, 2010: 15) Problem-Based Learning

adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana

pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing

pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Duch yang dikutip (Aris shoimin, 2016:130) Problem-Based Learning (PBL)

atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pembelajaran yang bercirikan adanya

permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan

keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Menurut Ibrahim, M dan

M.Nur yang dikutip (Syamsidah dan Hamidah Suryani, 2018:14) Problem-Based Learning

(PBL) adalah model pembelajaran yang di dalamnya melibatkan siswa untuk berusaha

memecahkan masalah dengan beberapa tahap metode ilmiah sehingga siiswa diharapkan mampu

mempelajari pengetahuan yang berkaitan dengan masalah tersebut dan mampu memiliki

keterampilan dalam memecahkan masalah.

Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan model Problem-Based Learning

(PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah


2.1.2.1. Langkah-langkah model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)

Untuk mempermudah guru menerapkan model pembelajaran Problem-Based

Learning (PBL) di dalam pembelajarannya, terlebih dahulu guru harus mempelajari dan

mengetahui bagaimana langkah-langkah model pembelajaran tersebut.

Menurut Aris Shoimin (2016: 131) langkah-langkah penerapan model

pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) yaitu:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistic yang dibutuhkan.

Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topic, tugas, jadwal, dll)

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen

untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data,

hipotesis, dan pemecahan masalah

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai

seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terjadap penyelidikan

mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Menurut Ricu Sidiq, Najuah dan Pristi Suhendro Lukitoyo (2021: 3) langkah-langkah

penerapan model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) yaitu:

1. Membuka pembelajaran dengan sebuah pertanyaan. Topik yang akan dibahas

sebaiknya sesuai dengan permasalahan dunia nyata


2. Merencanakan design dan menyusun jadwal proyek. Proyek yang direncanakan

diharapkan dilakukan secara bersama antara guru dengan siswa. Waktu pengerjaan

proyek juga harus jelas agar tidak melenceng dari tujuan proyek

3. Mengawasi jalannya proyek. Guru memiliki tanggung jawab untuk melakukan

monitoring aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek

4. Penilaian hasil proyek. Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam melihat

ketercapaian siswa, memberikan umpan balik mengenai tingkat pemahaman yang

sudah dicapai oleh siswa, dan membantu guru dalam menyusun srategi pembelajaran

berikutnya

5. Evaluasi. Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi mengenai

aktivitas dan hasil proyek yang sudah dikerjakan

2.1.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)

Menurut Aris Shoimin (2016:128) model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)

yaitu:

1. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.

2. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas

belajar.

3. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak

perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau

menyimpan informasi.

4. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.


5. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan,

internet, wawancara, dan observasi.

6. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi

atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

7. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam

bentuk peer teaching.

Selanjutnya, menurut

2.1.2.4 Kekurangan Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) yaitu:

Menurut Aris Shoimin (2016:132) kekurangan Problem-Based Learning (PBL) yaitu:

1. PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif

dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut

kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah

2. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi

kesulitan dalam pembagian tugas

2.3 Kerangka berpikir

Model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)

2.4 Hipotesa Penelitian

Anda mungkin juga menyukai