Pengertian Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Indonesia
berarti penilaian.
Dari segi istilah Nitko & Brookhart mengemukakan evalusasi sebagai proses penetapan nilai yang
berkaitan dengan kinerja dan hasil karya siswa. Menurut Edwind Wandt dan Gerald W. Brown evaluasi
pendidikan merupakan kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu
atau hasil-hasilnya.
Guba dan Lincoln mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses memberikan pertimbangan
mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Dari konsep ini menunjukkan dua karakteristik
evaluasi. Pertama, evaluasi merupakan suatu proses. Artinya, dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya
terdiri dari berbagai macam tindakan yang harus dilakukan. Dengan demikian, evaluasi bukanlah hasil atau
produk, akan tetapi rangkaian kegiatan. Untuk apa tindakan itu dilakukan? Tindakan dilakukan untuk
memberi makna atau nilai sesuatu yang dievaluasi. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk
menentukan judgment terhadap sesuatu. Kedua, evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti.
Artinya berdasarkan hasil pertimbangan evaluasi apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Dengan
kata lain, evaluasi dapat menunjukkan kualitas yang dinilai.
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan atau
proses untuk memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti kinerja dan hasil karya siswa.
Tujuan Evaluasi
1. Tujuan Umum
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan
dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
2. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi adalah:
a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya
evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahanatau rangsangan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta
didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau
cara-cara perbaikannya.
Prinsip-Prinsip Evaluasi
Dalam evaluasi pembelajaran terdapat, terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan. Prinsip-prinsip
yang dimaksud adalah:
1. Evaluasi pembelajaran yang komprehensif (menyeluruh) dalam menilai aspek pribadi peserta
didik. Evaluasi pembelajaran dilakukan secara menyeluruh untuk mengevaluasi kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik serta aspek pribadi lainnya.
2. Konsistensi dengan tujuan
Evaluasi pembelajaran dilaksanakan dengan kosistensi terhadap tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Tujuan tersebut menjadi acuan dalam proses evaluasi untuk memastikan kesesuaian
antara evaluasi dan tujuan yang ingin dicapai.
3. Keadilan dalan evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran dilakukan secara objektif dan adil tanpa adanya bias atau diskriminasi.
Setiap peserta didik dinilai berdasarkan kriteria yang sama untuk memastikan keadilan dalam
penilaian.
4. Kolaboratif dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran
Melibatkan partisipasi aktif dari guru, pesert didik, orang tua, dan pihak terkait dalam proses
evaluasi pembelajaran penting untuk dilakukan agar memperoleh informasi yang komprehensif
sehingga keputusan evaluasi lebih akurat.
5. Berkelanjutan (kontinuitas)
Evaluasi pembelajaran perlu dilakukan secara berkelanjutan selama pembelajaran berlangsung.
Dengan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur, terencana dan terjadwal, maka
akan memungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan
gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik., sejak dari awal mula mengikuti
program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka
tempuh itu.
6. Efektif, efisien, dan edukatif
Evaluasi pembelajaran yang efektif dan efisien memberikan pengalaman pembelajaran yang
optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi juga memberikan pembelajaran
tambahan kepada peserta didik, memberikan pemahaman yang lebih dalam, dan mendukung
proses pembelajaran secara menyeluruh.
Jenis-jenis Evaluasi
Jenis-jenis evaluasi pembelajaran digolongkan berdasarkan tujuan, sasaran, lingkup kegiatan,
serta subjek dan objeknya.
a. Jenis evaluasi berdasarkan tujuan
1. Evaluasi pembelajaran dengan tujuan diagnostik berguna untuk mengidentifikasi kelemahan
peserta didik serta penyebabnya dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih dalam.
2. Evaluasi pembelajaran dengan tujuan selektif berguna untuk membantu memilih peserta didik
berdasarkan kriteria program yang telah ditetapkan.
3. Evaluasi penempatan berperan dalam menempatkan peserta didik pada program yang sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan mereka.
4. Evaluasi formatif dilakukan untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan peningkatan dalam
proses pembelajaran.
5. Evauasi sumatif dilakukan untuk menilai hasil dan kemajuan peserta didik sebagai gambaran
keseluruhan dari prestasi mereka.
b. Jenis Evaluasi pembelajaran berdasarkan sasarannya, mencakup:
1. Evaluasi kontekstual adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur tujuan, latar belakang
dan kebutuhan program guna mendapatkan pemahaman yang komprehensif.
2. Evaluasi input ialah evaluasi yang melibatkan penilaian terhadap sumber daya dan strategi
dalam pelaksanaan program.
3. Evaluasi proses berfokus pada penilaian pelaksanaan program dan faktor pendukung yang
memengaruhi hasilnya.
4. Evaluasi hasil atau produk digunakan untuk mengukur hasil program guna mendukung
pengambilan keputusan yang tepat.
5. Evaluasi outcome atau alumni merupakan evaluasi terhadap hasil pembelajaran peserta didik
setelah mereka terjun ke masyarakat sebagai bentuk pengukuran dampak program secara
jangka panjang.
c. Jenis evaluasi pembelajaran berdasarkan lingkup kegiatan mencakup:
1. Evaluasi program pembelajaran berarti evaluasi ditujukan untuk meninjau tujuan, isi, dan
strategi program guna memastikan keefektifan dan keberhasilannya.
2. Evaluasi proses pembelajaran melibatkan penilaian terhadap kesesuaian dan kemampuan
guru serta peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
3. Evaluasi proses pembelajaran bertujuan untuk mengukur sejauh mana peserta didik telah
menguasai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
d. Jenis evaluasi berdasarkan objek dan subjeknya, mencakup:
1. Berdasarkan objek
Evaluasi karakteristik peseta didik melibatkan penilaian terhadap kemampuan
kepribadian, sikap dan keyakinan peserta didik sebagai bagian penting dalam
perkembangan mereka.
Evaluasi transformasi pembelajaran dilakukan untuk mengevaluasi elemen-elemen
transformasi yang terkait dengan proses pembelajaran, seperti materi, media, dan
metode guna meningkatkan efektivitas serta efisiensi pembelajaran.
Evaluasi hasil pembelajaran bertujuan untuk menilai prestasi lulusan berdasarkan
pencapaian hasil pembelajaran yang telah ditetapkan sebagai indikator keberhasilan
mereka.
2. Berdasarkan subjek
Evaluasi internal melibatkan partisipasi guru, staf pendidikan, dan komite sekolah
dalam rangka memonitor dan meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan
sekolah.
Evaluasi eksternal merupakan evaluasi yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar
sekolah, seperti orang tua, masyarakat, atau lembaga evaluasi pendidikan
independen dalam rangkan memberikan perspektif dan umpan balik yang obejektif
terhadap kualitas pendidikan yang disediakan oleh sekolah.
Syarat-Syarat Tes
Dalam merancang alat tes, penting bagi pembuat tes untuk memperhatikan syarat-syarat tes agar
tes dapat dianggap baik. Berikut adalah syarat-syarat tes yang dimaksud:
1. Efisiensi
Tes hendaknya mengusung sifat efisiensi. Maksudnya dalam penggunaanya tidak memakan waktu
yang lama, tetapi mampu menghasilkan data atau hasil yang optimal.
2. Standar
Tes yang baik harus memiliki standar yang jelas, baik dalam hal isi soal, standar penilaian,
maupun panduan skoring. Stnadar ini berlaku secara umum bagi semua individu yang
akanmenggunakan tes tersebut.
3. Norma yang sesuai
Tes harus memiliki norma yang sesuai agar dapat mengukur objek yang akan diuji dengan tepat.
Norma ini dapat mencakup kelompok tertentu atau ciri-ciri khusus yang akan diukur sehingg dapat
memberikan gambaran penilaian yang lebih objektif.
4. Objektivitas
Tes harus mampu mendeskripsikan apa yang diukur sesuai dengan konten yang akan diuji. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian kualitatif terhadap setiap item soal untuk memastikan bahwa
soal benar-benar mampu mengidentifikasi apa yang diukur.
5. Validitas Tinggi
Tes harus memilki validitas yang tinggi, yang artinya tes mampu mengukur hal-hal tertentu
menurut pandangan ahli bidang. Validitas yang tinggi memastikan bahwa tes mengukur konstruk
yang dimaksud dan memberikan hasil yang relevan.
6. Reliabilitas tinggi
Tes harus mampu secara konsisten mengukur apa yang diukur sebelumnya. Tes yang reliabel
akan memberikan hasil yang konsisten ketika digunakan berulang kali. Melalui reliabilitas yang
tinggi, dapat diandalkan bahwa hasil tes mencerminkan kemampuan atau karakteristik yang
diukur, bukan faktor-faktor acak.
Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yakni:
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik
b. Tes urian bentuk terbatas. Dalam tes ini, jawaban yang dikendaki dari testee adalah jawaban yang
sifatnya sudah lebih terarah.
Contoh:
Bagi Pendidik, secara didaktik evaluasi pembelajaran memiliki lima fungsi. Sebutkanlah kelima
fungsi tersebut!
Selain dalam bentuk kalimat-kalimat seperti yang dikemukakan di atas, tes obyektif bentuk
copletion ini juga dapat dituangkan dalam bentuk gambar-gambar atau peta.
Adapun kekurangan dari tes obyektif bentuk completion adalah sebagai berikut:
a. Pada umumnya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini untuk mengungkap
daya ingat atau aspek hafalan saja.
b. Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang relevan untuk diujikan.
c. Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi kurang hati-hati dalam
menyusun kalimatnya (butir-butir soal dibuat “asal jadi” saja).
Dari dua contoh soal di atas, maka tes obyektif bentuk multiple choice item terdiri dari dua
bagian, yaitu:
1) Item atau soal, yang dapat berbentuk pertanyaan dan dapat pula berbentuk pernyataan.
2) Option atau alternatif, yaitu kemungkinan-kemungkinan jawaban yang dapat dipilih oleh testee.
Option atau alternatif ini terdiri atas dua bagian, yaitu:
Satu jawaban betul, yang biasa disebut kunci jawaban.
Beberapa pengecoh atau distraktor, yang jumlahnya berkisar antara dua sampai lima
buah.
Dalam perkembangannya, tes obyektif bentuk multiple choice item dapat dibedakan menjadi sembilan
model, yaitu:
1) Model melengkapi lma pilihan
2) Model asosiasi dengan lima atau empat pilihan
3) Model melengkapi berganda
4) Model analisis hubungan antarhal
5) Model analisis kasus
6) Model hal kecuali
7) Model hubungan dinamik
8) Model pemakaian diagram, grafik, Peta atau Gambar
Kekurangannya adalah:
a. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek pengetahuan atau pengenalan saja.
b. Karena tes tertuang dalam rangkaian cerita, maka tes ini umumnya banyak memakan
tempat.
c. Sifatnya kurang komprehensif, sebab hanya dapat mengungkap sebagian saja dari bahan
yang seharusnya diujikan.
d. Terbuka peluang bagi testee untuk bermain tebak kata.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam membuat tes bentuk fiil in, yaitu:
a. Untuk efisiensi penggunaan, jawaban hendaknya ditulis pada lembar jawaban secara
terpisah.
b. Ungkapan cerita yang digunakan sebagai bahan tes sebaiknya disusun secara singkat
untuk menghemat ruang, kertas dan waktu pengerjaan.
c. Jika memungkinkan, soal-soal mata pelajaran tertentu dapat disajikan dalam bentuk
gambar.
Beberapa petunjuk dalam menyusun butir-butir soal tes bentuk true-false, yakni:
a. Seyogyanya tuliskanlah huruf besar B - Sdi depan masing-masing pernyataan dan jangan
di belakangnya untuk memudahkan testee dalam memberikan jawabannya, serta
memudahkan tester dalam mengoreksi jawabannya.
b. Jumlah butir soal berkisar antara 10 sampai dengan 20 butir.
c. Jumlah butir soal yang jawabannya Betul (B) sebaiknya sama atau seimbang dengan
jumlah butir soal yang jawabannya Salah (S).
d. Urutan soal yang jawabannya Betul (B) dan jawabannya salah (S) hendaknya jangan
dibuat ajeg agar jangan timbul spekulasi di kalangan testee.
Misalnya:
B–S–B–S–B–S–B–S–B–S–B
e. Butir-butir soal yang jawabannya Betul (B) sebaiknya tidak mempunyai corak yang
berbeda dari soal-soal yang jawabannya Salah (S). Misalnya, soal-soal yang jawabannya
B kalimatnya dibuat lebih panjang ketimbang soal yang jawabannya S atau sebaliknya.
f. Hindari penyataan-penyataan yang susunan kalimatnya persis dengan yang dimuat dalam
buku (bahan tes). Ubah dan olahlah sedemikian sehingga sekalipun isinya sama, tetapi
kalimatnya dimodifikasi.
g. Hindarilah butir soal yang jawabannya bersifat relatif (bisa benar atau salah), agar tidak
terjadi silang pendapat antara tester dengan testee.
Teknik Nontes
Penilaian nontes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai
karakteristik minat, sifat dan kepribadian. Teknik ini dilakukan tanpa menguji peserta didik. Teknik nontes
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengamatan (observation)
Yaitu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap
perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung, baik secara perorangan maupun
kelompok, di kelas maupun di luar kelas.
2. Skala Sikap
Yaitu alat penilaian yang digunakan untuk mengungkap sikap siswa melalui pengerjaan tugas
tertulis dengan soal-soal yang lebih mengukur daya nalar atau pendapat siswa; skala sikap berupa
pertanyaan-pertanyaan tertutup yang diisi oleh siswa sesuai dengan itensitasnya, misalnya mulai
dari sangat setuju hibgga sangat tidak setuju dari pernyataan yang dikemukakan.
3. Angket
Yaitu alat penilaian yang berupa pertanyaan yang harus dijawab, bisa dalam bentuk terbuka di
mana siswa mengisi angket sesuai dengan apa yang ingin mereka tulis selama dalam konteks
yang dibahas. Sementara angket tertutup option yanng diberikan kepada siswa terbatas, siswa
hanya memili apa yang ada pada angket tersebut.
4. Catatan Harian
Yaitu suatu catatan mengenai perilaku siswa yang dipandang mempunyai kaitan dengan
perkembangan pribadinya.
5. Wawancara (Interview)
Yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya
jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan, yaitu:
a. Wawancara terpimpin (guided interview) atau disebut juga wawancara terstruktur/sistematis.
Wawancara menggunakan pedoaman wawancara secara terstruktur.
b. Wawancara tidak terstruktur/bebas. Yaitu wawancara yang dilakukan tanpa dikendalikan oleh
pedoman tertentu. Dalam hal ini pewawancara harus terampil dalam menulis pokok-pokok
jawaban yang diberikan oleh interview.
6. Daftar cek
Yaitu daftar yang digunakan untuk mengecek perilaku siswa apakah telah sesuai dengan yang
diharapkan atau belum.
Contoh:
Perilaku
No. Nama Tanggung Kerja Penuh Nilai Ket.
Disiplin Inisiatif
Jawab Sama Perhatian
1. Matius 4 4 5 5 5 23 Amat Baik
2. Markus 4 4 4 3 3 18 Baik
3. Dorkas 2 2 2 1 2 9 Kurang
Penskoran
Penskoran Tes Kognitif, Afektif, Psikomotor dalam Penilaian
Untuk menentukan keberhasilan siswa dalam sistim penilai ini dilakukan penskoran dan penentuan
standar keberhasilan belajar.Sistim penilaian perlu memperhatikan keterkaitannya dengan ranah (domain)
yang ada, yaitu ranah: kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ketiga ranah tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda, oleh karenanya teknik penskoran untuk ketiga ranah tersebut juga harus dibedakan.
1. Tes Kognitf
Dalam ranah kognitif ini seering menjumpai beberapa model/jenis tes, antara lain:
a. Penskoran untuk tes Bentuk Objektif
Tes objektif hanya memiliki dua kemungkinan jawaban, yaitu: benar dan salah. Lazimnya,
jawaban benar diberi skor 1, sedang jawaban yang slah diberi skor 0. Skor yang dicapai siswa dapat
ditentukan dengan menjumlahkan semua jawaban benar. Jadi, skor siswa sama dengan jumlah
jawaban yang benar. Hal ini berlaku untuk semua jenis tes objektif baik pilihan ganda, benar-salah,
isian singkat, maupun menjodohkan.
Jika guru sebagai penguji ingin memperhitungkan unsur spekulasi (untung-untungan) siswa
sewaktu menjawab pertanyaan, maka sistem denda dapat digunakan, di mana jumlah jawaban benar
siswa itu harus dikurangi dengan jawaban yang salah. Besarnya pengurangan adalah jumlah salah
dibagi jumlah opsi dikurangi satu. Dengan demikian skor siswa yang sesungguhnya adalah jumlah
jawaban benar dikurangi jumlah jawaban salah dibagi jumlah opsi minus 1.
Pada prisipnya sistem penskoran mana yang akan dipakai diserahkan kepada guru sebagai
penilai. Tetapi pada umumnya sistem yang dipakai adalah teknik yang tidak memakai/
memberlakukan denda.
Jika pertanyaan itu berjumlah 10 butir, kemungkinan skor tertinggi seorang siswa adalah 50 (5 x
10), dan terendah 10 (1 x 10). Jika ditafsirkan ke dalam lima kategori seperti pernyataan yang diberikan,
skor 10 berarti sangat tidak senang, 11-20 kurang senang, 21-30 biasa-biasa saja, 31-40 senang, dan 41-
50 sangat senang.
Dalam pemberian skor untuk aspek afektif umumnya digunakan skala Likert dengan rentang 1-5.
Ini berarti bila menggunakan 20 butir pernyataan maka diperoleh skor maksimun 100 dan skor minimun 20.
Bila digunakan kategori menjadi sebagai berikut:
Skor Kriteria
0-20 Tidak berminat sama sekali
20-40 Kurang berminat
41-60 Cukup berminat
61-80 Berminat
81-100 Sangat berminat
Apabila seorang siswa menjawab pertanyaan suatu angket berkaitan dengan sikap siswa terhadap
mata pelajaran kimia dan memperoleh skor 90, berarti siswa tersebut sangat berminat terhadap pelajaran
kimia.
2. Tes Psikomotoris
Penskoran untuk tes psikomotoris (unjuk kerja), umumnya dilakukan secara langsung ketika siswa
berunjuk kerja dan dan dapat diamati. Agar pengamatan dapat dilakukan dengan cermat dan objektif,
harus digunakan pedoman pengamatan yang berisi aspek yang diamati dan bobot masing-masing.
Misalnya ketika siswa diajak untuk berdiskusi atau mempresentasikan hasil mengerjakan tugas tertentu.
Cara pengskorannya dapat dilakukan secara berjenjang seperti pada tes esai, misalnya: 1-6, 1-5, atau 1-4
tergantung bobot tugas.
Contoh Model Penskoran Tes Psikomotorik
No. Aspek yang Dinilai Skor Maksimun Skor Siswa
1. Kesesuaian masalah dan langkah pemecahan 20 ….
masalah
2. Prosedur dan keselamatan kerja 30 …..
3. Kecepatan kerja 30 ….
4. Presentasi hasil kerja 20 ….
Jumlah 100 ….