Anda di halaman 1dari 22

I.

Pengertian Evaluasi

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Indonesia
berarti penilaian.
Dari segi istilah Nitko & Brookhart mengemukakan evalusasi sebagai proses penetapan nilai yang
berkaitan dengan kinerja dan hasil karya siswa. Menurut Edwind Wandt dan Gerald W. Brown evaluasi
pendidikan merupakan kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu
atau hasil-hasilnya.
Guba dan Lincoln mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses memberikan pertimbangan
mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Dari konsep ini menunjukkan dua karakteristik
evaluasi. Pertama, evaluasi merupakan suatu proses. Artinya, dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya
terdiri dari berbagai macam tindakan yang harus dilakukan. Dengan demikian, evaluasi bukanlah hasil atau
produk, akan tetapi rangkaian kegiatan. Untuk apa tindakan itu dilakukan? Tindakan dilakukan untuk
memberi makna atau nilai sesuatu yang dievaluasi. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk
menentukan judgment terhadap sesuatu. Kedua, evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti.
Artinya berdasarkan hasil pertimbangan evaluasi apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Dengan
kata lain, evaluasi dapat menunjukkan kualitas yang dinilai.
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan atau
proses untuk memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti kinerja dan hasil karya siswa.

II. Fungsi dan Tujuan Evaluasi


Bagi Pendidik, secara didaktik evaluasi pembelajaran memiliki lima macam fungsi:
1. Fungsi Diagnostik
Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
Evaluasi berfungsi memeriksa (mendiagnosa), yaitu memeriksa pada bagian-bagian manakah para
peserta didik pada umumnya mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, untuk
selanjutnya dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara pemecahannya.
2. Fungsi Placement/Penempatan
Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing peserta didik
di tengah-tengah kelompoknya. Misalnya, kelompok Atas (=Cerdas), Kelompok Tengah (=Tara-
rata) dan Kelompok Bawah (=Lemah).
3. Fungsi Selektif
Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan statusnya peserta didik.
Evaluasi pendidikan dilakukan untuk menetapkan, apakah seorang peserta didik dapat dinyatakan
lulus atau tidak lulus, dapat dinyatakan naik kelas atau tinggal kelas, dapat diterima di jurusan
tertentu atau tidak, dapat diberikan beasiswa atau tidak, dsb.
4. Fungsi Bimbingan
Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang
memang memerlukannya. Dengan hasil evaluasi, pendidik dimungkinkan untuk dapat memberikan
petunjuk dan bimbingan kepada para peserta didik, misalnya: tentang cara belajar yang baik, cara
mengatur waktu belajar, sehingga kesulitan-kesulitan yang hadapi peserta didik dapat teratasi.
5. Fungsi Pengukuran Keberhasilan/Fungsi Instruksional
Memberikan petunjuk tentang sudah sejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan
telah dapat dicapai. Dengan evaluasi maka dapat dilakukan pembandingan antara Tujuan
Instruksional Khusus (TIK) yang telah ditentukan untuk masing-masing mata pelajaran dengan
hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik, dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Baik pencapaian dalam hal pengetahuan, keterampilan maupun sikap.

Secara administratif, evaluasi pembelajaran setidak-tidaknya memiliki tiga fungsi, yaitu:


1. Memberikan laporan
Dengan evaluasi, akan dapat disusun dan disajikan laporan mengenai kemajuan dan
perkembangan peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu. Laporan tersebut pada umumnya tertuang dalam bentuk Buku Laporan Kemajuan Belajar
Siswa (Raport) atau Kartu hasil Studi (KHS) untuk Mahasiswa dan selanjutnya disampaikan kepada
orang tua di setiap akhir semester.
2. Memberikan Keterangan Data
Setiap keputusan pendidikan harus didasarkan kepada data yang lengkap dan akurat. Dalam
hubungan ini, nilai-nilai hasil belajar peserta didik yang diperoleh dari evaluasi, adalah merupakan
data yang sangat penting untuk keperluan pengambilan keputusan pendidikan dan lembaga
pendidikan: Apakah seseorang peserta didik dapat dinyatakan tamat belajar, dapat naik kelas,
tinggal kelas, lulus ataukah tidak lulus, dsb.
3. Memberikan Gambaran
Gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran tercermin antara
lain dari hasil-hasil belajar para peserta didik setelah dilakukan evaluasi belajar. Dari hasil evaluasi
pembelajaran akan tergambar kemampuan peserta didik (Bagus atau masih sangat
memprihatinkan).

Tujuan Evaluasi
1. Tujuan Umum
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan
dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.

2. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi adalah:
a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya
evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahanatau rangsangan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta
didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau
cara-cara perbaikannya.

Prinsip-Prinsip Evaluasi
Dalam evaluasi pembelajaran terdapat, terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan. Prinsip-prinsip
yang dimaksud adalah:
1. Evaluasi pembelajaran yang komprehensif (menyeluruh) dalam menilai aspek pribadi peserta
didik. Evaluasi pembelajaran dilakukan secara menyeluruh untuk mengevaluasi kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik serta aspek pribadi lainnya.
2. Konsistensi dengan tujuan
Evaluasi pembelajaran dilaksanakan dengan kosistensi terhadap tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Tujuan tersebut menjadi acuan dalam proses evaluasi untuk memastikan kesesuaian
antara evaluasi dan tujuan yang ingin dicapai.
3. Keadilan dalan evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran dilakukan secara objektif dan adil tanpa adanya bias atau diskriminasi.
Setiap peserta didik dinilai berdasarkan kriteria yang sama untuk memastikan keadilan dalam
penilaian.
4. Kolaboratif dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran
Melibatkan partisipasi aktif dari guru, pesert didik, orang tua, dan pihak terkait dalam proses
evaluasi pembelajaran penting untuk dilakukan agar memperoleh informasi yang komprehensif
sehingga keputusan evaluasi lebih akurat.
5. Berkelanjutan (kontinuitas)
Evaluasi pembelajaran perlu dilakukan secara berkelanjutan selama pembelajaran berlangsung.
Dengan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur, terencana dan terjadwal, maka
akan memungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan
gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik., sejak dari awal mula mengikuti
program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka
tempuh itu.
6. Efektif, efisien, dan edukatif
Evaluasi pembelajaran yang efektif dan efisien memberikan pengalaman pembelajaran yang
optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi juga memberikan pembelajaran
tambahan kepada peserta didik, memberikan pemahaman yang lebih dalam, dan mendukung
proses pembelajaran secara menyeluruh.

Jenis-jenis Evaluasi
Jenis-jenis evaluasi pembelajaran digolongkan berdasarkan tujuan, sasaran, lingkup kegiatan,
serta subjek dan objeknya.
a. Jenis evaluasi berdasarkan tujuan
1. Evaluasi pembelajaran dengan tujuan diagnostik berguna untuk mengidentifikasi kelemahan
peserta didik serta penyebabnya dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih dalam.
2. Evaluasi pembelajaran dengan tujuan selektif berguna untuk membantu memilih peserta didik
berdasarkan kriteria program yang telah ditetapkan.
3. Evaluasi penempatan berperan dalam menempatkan peserta didik pada program yang sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan mereka.
4. Evaluasi formatif dilakukan untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan peningkatan dalam
proses pembelajaran.
5. Evauasi sumatif dilakukan untuk menilai hasil dan kemajuan peserta didik sebagai gambaran
keseluruhan dari prestasi mereka.
b. Jenis Evaluasi pembelajaran berdasarkan sasarannya, mencakup:
1. Evaluasi kontekstual adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur tujuan, latar belakang
dan kebutuhan program guna mendapatkan pemahaman yang komprehensif.
2. Evaluasi input ialah evaluasi yang melibatkan penilaian terhadap sumber daya dan strategi
dalam pelaksanaan program.
3. Evaluasi proses berfokus pada penilaian pelaksanaan program dan faktor pendukung yang
memengaruhi hasilnya.
4. Evaluasi hasil atau produk digunakan untuk mengukur hasil program guna mendukung
pengambilan keputusan yang tepat.
5. Evaluasi outcome atau alumni merupakan evaluasi terhadap hasil pembelajaran peserta didik
setelah mereka terjun ke masyarakat sebagai bentuk pengukuran dampak program secara
jangka panjang.
c. Jenis evaluasi pembelajaran berdasarkan lingkup kegiatan mencakup:
1. Evaluasi program pembelajaran berarti evaluasi ditujukan untuk meninjau tujuan, isi, dan
strategi program guna memastikan keefektifan dan keberhasilannya.
2. Evaluasi proses pembelajaran melibatkan penilaian terhadap kesesuaian dan kemampuan
guru serta peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
3. Evaluasi proses pembelajaran bertujuan untuk mengukur sejauh mana peserta didik telah
menguasai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
d. Jenis evaluasi berdasarkan objek dan subjeknya, mencakup:
1. Berdasarkan objek
 Evaluasi karakteristik peseta didik melibatkan penilaian terhadap kemampuan
kepribadian, sikap dan keyakinan peserta didik sebagai bagian penting dalam
perkembangan mereka.
 Evaluasi transformasi pembelajaran dilakukan untuk mengevaluasi elemen-elemen
transformasi yang terkait dengan proses pembelajaran, seperti materi, media, dan
metode guna meningkatkan efektivitas serta efisiensi pembelajaran.
 Evaluasi hasil pembelajaran bertujuan untuk menilai prestasi lulusan berdasarkan
pencapaian hasil pembelajaran yang telah ditetapkan sebagai indikator keberhasilan
mereka.
2. Berdasarkan subjek
 Evaluasi internal melibatkan partisipasi guru, staf pendidikan, dan komite sekolah
dalam rangka memonitor dan meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan
sekolah.
 Evaluasi eksternal merupakan evaluasi yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar
sekolah, seperti orang tua, masyarakat, atau lembaga evaluasi pendidikan
independen dalam rangkan memberikan perspektif dan umpan balik yang obejektif
terhadap kualitas pendidikan yang disediakan oleh sekolah.

Teknik Evaluasi Hasil Belajar di Sekolah


Ada dua macam teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar
di sekolah, yakni dengan teknik tes dan teknik nontes:
A. Teknik Tes
Tes merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mengukur dan menilai kemampuan,
pengetahuan, keterampilan, atau sikap individu. Tujuan utama dilakukan tes ialah agar informasi dapat
dikumpulkan dan kemudian diinterpretasikan untuk menarik kesimpulan tentang sejauh mana individu
dapat mencapai tujuan tertentu atau memiliki karakteristik yang diinginkan. Tes dapat berbentuk
serangkaian pertanyaan atau tugas yang harus dijawab atau dilakukan oleh individu yang sedang diuji.
Tes dapat didifinisikan sebagai sebuah instrumen yang berisi pertanyaan-pertanyaan atau tugas-
tugas yang digunakan dengan metode tertentu untuk mengukur kemampuan individu. Dalam konteks
pendidikan atau hasil belajar, tes digunakan sebagai alat untuk mengukur aspek-aspek pendidikan atau
hasil belajar peserta didik. Peserta didik diuji melalui serangkaian pertanyaan atau tugas yang harus
dijawab.
Terdapat ada beberapa istilah yang terkait dengan konteks ini, misalnya; test yakni alat atau
prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian, testing yang berbicara tentang proses
pelaksanaan tes, tester yang merujuk pada orang yang melakukan pengujian, dan testee yang merujuk
pada individu yang sedang diuji.

Syarat-Syarat Tes
Dalam merancang alat tes, penting bagi pembuat tes untuk memperhatikan syarat-syarat tes agar
tes dapat dianggap baik. Berikut adalah syarat-syarat tes yang dimaksud:
1. Efisiensi
Tes hendaknya mengusung sifat efisiensi. Maksudnya dalam penggunaanya tidak memakan waktu
yang lama, tetapi mampu menghasilkan data atau hasil yang optimal.
2. Standar
Tes yang baik harus memiliki standar yang jelas, baik dalam hal isi soal, standar penilaian,
maupun panduan skoring. Stnadar ini berlaku secara umum bagi semua individu yang
akanmenggunakan tes tersebut.
3. Norma yang sesuai
Tes harus memiliki norma yang sesuai agar dapat mengukur objek yang akan diuji dengan tepat.
Norma ini dapat mencakup kelompok tertentu atau ciri-ciri khusus yang akan diukur sehingg dapat
memberikan gambaran penilaian yang lebih objektif.
4. Objektivitas
Tes harus mampu mendeskripsikan apa yang diukur sesuai dengan konten yang akan diuji. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian kualitatif terhadap setiap item soal untuk memastikan bahwa
soal benar-benar mampu mengidentifikasi apa yang diukur.
5. Validitas Tinggi
Tes harus memilki validitas yang tinggi, yang artinya tes mampu mengukur hal-hal tertentu
menurut pandangan ahli bidang. Validitas yang tinggi memastikan bahwa tes mengukur konstruk
yang dimaksud dan memberikan hasil yang relevan.
6. Reliabilitas tinggi
Tes harus mampu secara konsisten mengukur apa yang diukur sebelumnya. Tes yang reliabel
akan memberikan hasil yang konsisten ketika digunakan berulang kali. Melalui reliabilitas yang
tinggi, dapat diandalkan bahwa hasil tes mencerminkan kemampuan atau karakteristik yang
diukur, bukan faktor-faktor acak.

Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yakni:
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik

Bentuk-Bentuk Tes Hasil Belajar dan Penyusunannya


A. Tes Hasil Belajar bentuk Esai (Uraian)
Tes uraian (Essay Test), sering juga dikenal dengan istilah tes subjektif ( subjective test). Tes esai
adalah jenis tes yang ,mengharuskan peserta didik memberi jawaban dalam bentuk uraian dengan
menggunakan bahasa dan gaya penulisan mereka sendiri. Jawaban dalam bentuk tes esai bersifat
subjektif dan mencerminkan pemahaman serta pandangan pribadi peserta didik. Berikut
karakterisik tes uraian:
a. Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian
atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
b. Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan
penjelasan komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya.
c. Jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan sepuluh
butir.
d. Pada umumnya soal-soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata “Uraikan…”, “Mengapa….”,
…. “Bagaimana….”, atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.

Penggolangan Tes Essay


a. Tes uraian bentuk bebas atau terbuka. Pada tes uraian bentuk bebas jawaban yang dikehendaki
muncul dari testee sepenuhnya diserahkan kepada testee itu sendiri. Artinya, testee mempunyai
kebebasan yang seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan
jawabannya dalam bentuk uraian.
Contoh:
Evaluasi mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Jelaskanlah tujuan evaluasi secara umum!

b. Tes urian bentuk terbatas. Dalam tes ini, jawaban yang dikendaki dari testee adalah jawaban yang
sifatnya sudah lebih terarah.
Contoh:
Bagi Pendidik, secara didaktik evaluasi pembelajaran memiliki lima fungsi. Sebutkanlah kelima
fungsi tersebut!

Kegunaan Tes esai


Dalam sistuasi-situasi tertentu, tes esai memiliki kegunaan khusus seperti berikut:
1. Ketika jumlah pesert ujian terbatas, tes esai lebih efektif karena tidak memerlukan banyak salinan
soal.
2. Ketika guru memiliki waktu yang terbatas untuk menyusun soal.
3. Ketika sumber daya terbatas dalam hal biaya dan tenaga untuk membuat salinan soal.
4. Ketika tujuan tes adalah mengukur kemampuan berpikir analitis, sintetis dan evaluatif. Tes esai
akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan kemampuan mereka
dalam mengorganisir ide dan beragumentasi.
5. Ketika pendidik ingin mengukur kemampuan dan pemahaman peserta didik terhadap materi
bacaan. Tes esai memungkinkan peserta ujian untuk mengungkapkan pemahaman mereka secara
rinci dan mendalam.
6. Ketika pendidik ingin mengevaluasi kemampuan imajinasi dan fantasi peserta didik.

Kelebihan Tes Esai


Adapun kelebihan dari tes esai dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mampu mengukur kemampuan kognitif tingkat tinggi, seperti analisis, sintesis dan evaluasi karena
tes esai memungkin peserta didik untuk menyampaikan pemikiran mereka secara mendalam dan
terperinci.
2. Mengurangi kemungkinan peserta didik menebak jawaban sembarangan karena jawaban dalam
tes esai tidak bersifat pilihan ganda.
3. Mencegah peserta didik untuk berkolaborasi dalam memberikan jawaban sehingga mengukur
kemampuan individu secara lebih akurat.
4. Mendorong peserta didik untuk menyampaikan pendapat secara sistematis karena mereka perlu
mengorganisir ide dan argumen dalam bentuk tulisan.
5. Meningkatkan kemampuan bahasa peserta didik karena tes esai melibatkan penggunaan bahasa
secara luas dan memerlukan kemampuan mengekspresikan diri secara tertulis.
6. Relatif mudah dalam menyusun soal karena dapat didasarkan pada tujuan pembelajaran dan
materi yang telah diajarkan.
7. Memberikan informasi tentang kepribadian peserta didik, terutama dalam hal kemampuan berpikir
kreatif, berimajinasi, dan berpendapat.

Kekurangan Tes Esai


Selain memiliki kelebihan, tes esai juga memiliki kekurangan, yakni:
1. Terbatas dalam menguji representasi materi secara holistik.
2. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menilai jawaban.
3. Subjektivitas dalam memberikan penilaian skor.
4. Kesulitan dalam menggantikan penilai dengan orang lain
5. Jika digunakan secara berlebihan, maka akan mendorong peserta didik untuk belajar secara asal-
asalan.
6. Peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengekspresikan diri secara tertulis mungkin
menghadapi kendala dalam mengungkapkan jawaban meskipun mereka sebenarnya memahami
materi yang tengah ditanyakan.

Petunjuk operasional dalam penyusunan tes esai


Untuk menyusun soal esai, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Sedapat mungkin butir-butir soal yang disusun mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang
telah diajarkan, atau yang telah diperintahkan untuk dipelajari.
2. Menggunakan bahasa yang benar, ringkas, dan jelas agar peserta didik dapat dengan mudah
memahaminya.
3. Untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee lainnya (menyontek atau bertanya
kepada testee lainnya) hendaknya diusahakan agar berlainan dengan susunan kalimat yang
terdapat di buku pelajaran.
4. Instruksi soal harus menggunakan bahasa operasional yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
5. Memastikan pertanyaan bersifat spesifik agar mudah dipahami peserta didik.
6. Tidak memberikan istruksi kepada peserta didik untuk memilih beberapa soal dari kumpulan soal
yang tersedia karena hasil yang diperoleh peserta didik tidak dapat dibandingkan secara objektif
mengingat kemungkinan besar peserta didik akan menjawab soal-soal yang berbeda.
7. Menyediakan kunci jawaban yang jelas untuk mengurangi tingkat subjektivitas dalam penilaian
serta menyediakan ancar-ancar jawaban betulnya. Misalnya, jawaban testee 100%, maka diberi
skor 10, klu 50% diberi skor 5.
8. Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-
pertanyaannya jangan dibuat seragam.
Contoh soal jelek:
Jelaskan perbedaan antara…dengan…
Jelaskan hubungan antara….dengan….
Contoh soal bagus:
Jelaskanlah perbedaan antara….dengan….
Buatlah sebuah uraian sehingga dapat tergambar dengan jelas, hubungan antara…dengan…

B. Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif (Objective Test)


Tes obyektif lazimnya menggunakan pendekatan yang konsisten dalam pemeriksaan hasil tes. Tes
obyektif dapat pula disebut tes jawaban pendek ( short answer tes). Tes obyektif terdiri atas
beberapa butir soal yang dapat dijawab dengan memilki satu atau lebih jawaban yang tersedia.
Dapat pula soal dijawab dengan menulis jawaban dalam bentuk kata-kata atau simbol tertentu
pada tempat yang telah disediakan.
Tes obyektif dapat dibedakan menjadi lima bentuk, yaitu:
1. Bentuk completion test
Completion test sering dikenal dengan istilah tes melengkapi atau menyempurnakan, yaitu
salah satu tes obyektif yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Terdiri dari susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dilhilangkan (sudah
dihapuskan).
 Bagian-bagian yang dihilangkan itu diganti dengan titik-titik (…..)
 Titik itu harus diisi atau dilengkapi atau disempurnakan oleh testee, dengan jawaban.
Contoh:
Isilah titik-titik berikut ini dengan jawaban yang benar dan tepat!
Completion test sering dikenal dengan istilah tes ……. atau ……..

Selain dalam bentuk kalimat-kalimat seperti yang dikemukakan di atas, tes obyektif bentuk
copletion ini juga dapat dituangkan dalam bentuk gambar-gambar atau peta.

Tes obyektif completion memiliki kelebihan-kelebihan seperti berikut ini:


a. Tes model sangat mudah dalam penyusunannya.
b. Jika dibandingkan dengan tes obyektif bentik fill in, complation test lebih menghemat
tempat (kertas).
c. Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam, maka persyaratan
komprehensif dapat dipenuhi oleh tes bentuk ini.
d. Sehubungan dengan butir c, maka tes ini dapat digunakan untuk mengukur berbagai taraf
kompetensi dan tidak sekedar mengungkap taraf pengenalan atau hafalan saja.

Adapun kekurangan dari tes obyektif bentuk completion adalah sebagai berikut:
a. Pada umumnya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini untuk mengungkap
daya ingat atau aspek hafalan saja.
b. Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang relevan untuk diujikan.
c. Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi kurang hati-hati dalam
menyusun kalimatnya (butir-butir soal dibuat “asal jadi” saja).

2. Bentuk multiple choice test


Bentuk tes ini sering disebut dengan istilah tes obyektif bentuk pilihan ganda. Tes bentuk
pilihan ganda merupakan jenis tes yang setiap pertanyaannya disertai dengan beberapa
pilihan jawaban dan hanya ada satu pilihan jawaban yang benar.
Contoh:
Jawablah soal-soal berikut dengan memilih satu jawaban yang paling tepat!
1) Berikut ini adalah kekurangan-kekurangan dari tes esai, kecuali:
a. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menilai jawaban.
b. Subjektivitas dalam memberikan penilaian skor.
c. Kesulitan dalam menggantikan penilai dengan orang lain
d. Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang relevan untuk
diujikan
2) Tes yang terdiri dari susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dilhilangkan dan
diganti dengan titik-titik dan kemudian diharapkan agar testee dapat mengisinya dengan
jawabann yang benar disebut?
a. Tes bentuk multiple choice
b. Completion test
c. Matching test
d. Essay test

Dari dua contoh soal di atas, maka tes obyektif bentuk multiple choice item terdiri dari dua
bagian, yaitu:
1) Item atau soal, yang dapat berbentuk pertanyaan dan dapat pula berbentuk pernyataan.
2) Option atau alternatif, yaitu kemungkinan-kemungkinan jawaban yang dapat dipilih oleh testee.
Option atau alternatif ini terdiri atas dua bagian, yaitu:
 Satu jawaban betul, yang biasa disebut kunci jawaban.
 Beberapa pengecoh atau distraktor, yang jumlahnya berkisar antara dua sampai lima
buah.
Dalam perkembangannya, tes obyektif bentuk multiple choice item dapat dibedakan menjadi sembilan
model, yaitu:
1) Model melengkapi lma pilihan
2) Model asosiasi dengan lima atau empat pilihan
3) Model melengkapi berganda
4) Model analisis hubungan antarhal
5) Model analisis kasus
6) Model hal kecuali
7) Model hubungan dinamik
8) Model pemakaian diagram, grafik, Peta atau Gambar

3. Bentuk Matching Test


Matching test atau atau tes menjodohkan, mencocokkan, mencari hubungan, atau
menyesuaikan melibatkan serangkaian pertanyaan dan serangkaian jawaban. Tujuan
matching test adalah mencari dan memilih jawaban yang cocok. Dalam penggunaannya,
peserta didik diminta untuk memadankan atau menghubungkan setiap pertanyaan dengan
jawaban yang tepat berdasarkan keterkaitan atau kesesuaian informasi yang diberikan.

Kelebihan dari matching test, antara lain:


a. Proses pembuatannya relatif mudah.
b. Penilaian hasil tes dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan objektif.
c. Dengan enyususna yang baik maka faktor perubahan praktis dapat diminimalkan.
d. Sangat berguna dalam mengevaluasi berbagai aspek.
Sementara itu, mathing test juga memiliki kekurangan-kekurangan, yakni:
a. Cenderung menguji kemampuan hafalan atau daya ingat daripada pemahaman
mendalam.
b. Seringkali digunakan sebagai solusi sementara ketika pengajar kekurangan waktu untuk
menyusun tes dengan bentuk lain.
c. Jawaban yang pendek pada tes ini dapat kurang efektif dalam mengevaluasi pemahaman
dan kemampuan interpretasi.

Untuk menyusun matcing test, langkah-langkah yang dapat diikuti adalah:


a. Memastikan jumlah soal dalam tes menjodohkan tidak kurang dari 10 dan tidak lebih dari
15.
b. Daftar jawaban disediakan lebih banyak dan ditempatkan pada kolom sebelah kiri,
sedangkan di sebelah kanan merupakan tempat soal.
c. Menguraikan petunjuk secara singkat dan jelas tentang cara menjawab soal kepada
peserta tes.
4. Bentuk Fiil In Test
Tes obyektif fill in (bentuk isian) sering menggunakan cerita atau karangan sebagai formatnya.
Tes isina memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kelebihannya adalah:
a. Masalah yang diujikan tertuang secara keseluruhan dalam konteksnya.
b. Penyusunan itemnya relatif mudah.
c. Butir-butir tes fill ini berguna sekali untuk mengungkap pengetahuan testee secara bulat
atau utuh mengenai sual hal.

Kekurangannya adalah:
a. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek pengetahuan atau pengenalan saja.
b. Karena tes tertuang dalam rangkaian cerita, maka tes ini umumnya banyak memakan
tempat.
c. Sifatnya kurang komprehensif, sebab hanya dapat mengungkap sebagian saja dari bahan
yang seharusnya diujikan.
d. Terbuka peluang bagi testee untuk bermain tebak kata.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam membuat tes bentuk fiil in, yaitu:
a. Untuk efisiensi penggunaan, jawaban hendaknya ditulis pada lembar jawaban secara
terpisah.
b. Ungkapan cerita yang digunakan sebagai bahan tes sebaiknya disusun secara singkat
untuk menghemat ruang, kertas dan waktu pengerjaan.
c. Jika memungkinkan, soal-soal mata pelajaran tertentu dapat disajikan dalam bentuk
gambar.

5. Bentuk True False


Tes obyektif dalam bentuk benar-salah merupakan salah jenis tes yang di dalamnya
menyediakan pernyataan dan peserta tes diminta untuk menilai pernytaan dengan cara
menuliskan benar atau salah.
Adapun kelebihan dari tes true-false, adalah:
a. Pembuatan tes relatif mudah dan dapat dignakan secara berulang.
b. Tes dapat menyangkut berbagai materi pelajaran
c. Tes tidak memerlukan banyak kertas dalam proses pengerjaannya
d. Cara pengerjaan tes tergolong mudah bagi peserta didik.

Kekurangan dari tes true-false, adalah:


a. Tes bentuk ini memberi peluang bagi peserta tes untuk berspekulasi dalam memberikan
jawaban.
b. Tes benar salah hanya terbatas mengungkapkan daya ingat dan pengulangan informasi
c. Butir soal sering kali dapat dijawab dengan dua kemungkinan.

Beberapa petunjuk dalam menyusun butir-butir soal tes bentuk true-false, yakni:
a. Seyogyanya tuliskanlah huruf besar B - Sdi depan masing-masing pernyataan dan jangan
di belakangnya untuk memudahkan testee dalam memberikan jawabannya, serta
memudahkan tester dalam mengoreksi jawabannya.
b. Jumlah butir soal berkisar antara 10 sampai dengan 20 butir.
c. Jumlah butir soal yang jawabannya Betul (B) sebaiknya sama atau seimbang dengan
jumlah butir soal yang jawabannya Salah (S).
d. Urutan soal yang jawabannya Betul (B) dan jawabannya salah (S) hendaknya jangan
dibuat ajeg agar jangan timbul spekulasi di kalangan testee.
Misalnya:
B–S–B–S–B–S–B–S–B–S–B
e. Butir-butir soal yang jawabannya Betul (B) sebaiknya tidak mempunyai corak yang
berbeda dari soal-soal yang jawabannya Salah (S). Misalnya, soal-soal yang jawabannya
B kalimatnya dibuat lebih panjang ketimbang soal yang jawabannya S atau sebaliknya.
f. Hindari penyataan-penyataan yang susunan kalimatnya persis dengan yang dimuat dalam
buku (bahan tes). Ubah dan olahlah sedemikian sehingga sekalipun isinya sama, tetapi
kalimatnya dimodifikasi.
g. Hindarilah butir soal yang jawabannya bersifat relatif (bisa benar atau salah), agar tidak
terjadi silang pendapat antara tester dengan testee.
Teknik Nontes
Penilaian nontes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai
karakteristik minat, sifat dan kepribadian. Teknik ini dilakukan tanpa menguji peserta didik. Teknik nontes
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengamatan (observation)
Yaitu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap
perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung, baik secara perorangan maupun
kelompok, di kelas maupun di luar kelas.
2. Skala Sikap
Yaitu alat penilaian yang digunakan untuk mengungkap sikap siswa melalui pengerjaan tugas
tertulis dengan soal-soal yang lebih mengukur daya nalar atau pendapat siswa; skala sikap berupa
pertanyaan-pertanyaan tertutup yang diisi oleh siswa sesuai dengan itensitasnya, misalnya mulai
dari sangat setuju hibgga sangat tidak setuju dari pernyataan yang dikemukakan.
3. Angket
Yaitu alat penilaian yang berupa pertanyaan yang harus dijawab, bisa dalam bentuk terbuka di
mana siswa mengisi angket sesuai dengan apa yang ingin mereka tulis selama dalam konteks
yang dibahas. Sementara angket tertutup option yanng diberikan kepada siswa terbatas, siswa
hanya memili apa yang ada pada angket tersebut.
4. Catatan Harian
Yaitu suatu catatan mengenai perilaku siswa yang dipandang mempunyai kaitan dengan
perkembangan pribadinya.
5. Wawancara (Interview)
Yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya
jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan, yaitu:
a. Wawancara terpimpin (guided interview) atau disebut juga wawancara terstruktur/sistematis.
Wawancara menggunakan pedoaman wawancara secara terstruktur.
b. Wawancara tidak terstruktur/bebas. Yaitu wawancara yang dilakukan tanpa dikendalikan oleh
pedoman tertentu. Dalam hal ini pewawancara harus terampil dalam menulis pokok-pokok
jawaban yang diberikan oleh interview.
6. Daftar cek
Yaitu daftar yang digunakan untuk mengecek perilaku siswa apakah telah sesuai dengan yang
diharapkan atau belum.
Contoh:
Perilaku
No. Nama Tanggung Kerja Penuh Nilai Ket.
Disiplin Inisiatif
Jawab Sama Perhatian
1. Matius 4 4 5 5 5 23 Amat Baik
2. Markus 4 4 4 3 3 18 Baik
3. Dorkas 2 2 2 1 2 9 Kurang

Penskoran
Penskoran Tes Kognitif, Afektif, Psikomotor dalam Penilaian
Untuk menentukan keberhasilan siswa dalam sistim penilai ini dilakukan penskoran dan penentuan
standar keberhasilan belajar.Sistim penilaian perlu memperhatikan keterkaitannya dengan ranah (domain)
yang ada, yaitu ranah: kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ketiga ranah tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda, oleh karenanya teknik penskoran untuk ketiga ranah tersebut juga harus dibedakan.

1. Tes Kognitf
Dalam ranah kognitif ini seering menjumpai beberapa model/jenis tes, antara lain:
a. Penskoran untuk tes Bentuk Objektif
Tes objektif hanya memiliki dua kemungkinan jawaban, yaitu: benar dan salah. Lazimnya,
jawaban benar diberi skor 1, sedang jawaban yang slah diberi skor 0. Skor yang dicapai siswa dapat
ditentukan dengan menjumlahkan semua jawaban benar. Jadi, skor siswa sama dengan jumlah
jawaban yang benar. Hal ini berlaku untuk semua jenis tes objektif baik pilihan ganda, benar-salah,
isian singkat, maupun menjodohkan.
Jika guru sebagai penguji ingin memperhitungkan unsur spekulasi (untung-untungan) siswa
sewaktu menjawab pertanyaan, maka sistem denda dapat digunakan, di mana jumlah jawaban benar
siswa itu harus dikurangi dengan jawaban yang salah. Besarnya pengurangan adalah jumlah salah
dibagi jumlah opsi dikurangi satu. Dengan demikian skor siswa yang sesungguhnya adalah jumlah
jawaban benar dikurangi jumlah jawaban salah dibagi jumlah opsi minus 1.
Pada prisipnya sistem penskoran mana yang akan dipakai diserahkan kepada guru sebagai
penilai. Tetapi pada umumnya sistem yang dipakai adalah teknik yang tidak memakai/
memberlakukan denda.

b. Penskoran untuk Tes Esai


Tes esai tidak menggunakan pola jawaban benar = 1 dan salah = 0, atau data jenis pisah, tetapi
menggunakan pola kontinum, misal 0 untuk siswa yang tidak menjawab sama sekali 10, atau 100.
Penskoran dapat pula menurut kebutuhan, tergantung bobot dari masing-masing butir soal yang
diujikan. Bobot nilai dari setiap butir soal tidak harus sama dan ditentukan berdasarkan cakupan
bahan, tingkat kompleksitas, tingkat kesulitan, dan kemampuan berpikir yang dituntut.
Untuk memudahkan penskoran pada tes esai harus dibuat jawaban serta rambu-rambu yang
akan dijadikan acuan penskoran. Misalnya:
 Jawaban tepat sekali sesuai dengan kunci dan diungkapkan dengan bahasa yang benar
mendapat skor tertinggi.
 Jawaban benar tetapi ada kekurangan pada aspek tertentu pada kunci mendapat skor di
bawahnya, dan seterusnya. Sementara jawaban yang salah sebaiknya tetap mendapat
skor, yaitu yang terendah. Adapun skor keseluruhan yang diperoleh dengan
menjumlahkan skor dari tiap-tiap butir soal, dibagi jumlah soal.

c. Penskoran untuk Tes Tugas


Untuk menilai tugas tertentu, diperlukan rambu-rambu khusus yang berisi aspek yang dinilai dan
skor maksimun masing-masing aspek. Salah satu contoh model penskoran tugas, misalnya: tugas
mencari data di internet dengan hasil karya tulis dan perlu untuk didiskusikan atau
dipesentasikan. (Lihat Tabel)

1. Pengukuran Aspek Afektif


Penskoran untuk ranah afektif umumnya dibuat dalam bentuk skala bertingkat, misalnya dengan
rentangan 5-1 atau 1-5 tergantung arah pertanyaan/pernyataan. Misalnya, jawaban sangat setuju
diberi skor 5, sedangkan sangat tidak setuju 1. Skor keseluruhannya diperoleh dengan
menjumlahkan seluruh skor butir pertanyaan/pernyataan.
Contoh Model Penskoran
Bobot skor
No. Aspek yang Dinilai Skor Siswa
(Maksimun)
1. Kepentingan data atau informasi 15 …
2. Kecocokan (relevansi data atau informasi) 20 …
3. Kekinian data 20 …
4. Kecermatan dalam menganalisis data atau informasi 20 …
5. Presentasi 25 …
100 ……..

Jika pertanyaan itu berjumlah 10 butir, kemungkinan skor tertinggi seorang siswa adalah 50 (5 x
10), dan terendah 10 (1 x 10). Jika ditafsirkan ke dalam lima kategori seperti pernyataan yang diberikan,
skor 10 berarti sangat tidak senang, 11-20 kurang senang, 21-30 biasa-biasa saja, 31-40 senang, dan 41-
50 sangat senang.
Dalam pemberian skor untuk aspek afektif umumnya digunakan skala Likert dengan rentang 1-5.
Ini berarti bila menggunakan 20 butir pernyataan maka diperoleh skor maksimun 100 dan skor minimun 20.
Bila digunakan kategori menjadi sebagai berikut:
Skor Kriteria
0-20 Tidak berminat sama sekali
20-40 Kurang berminat
41-60 Cukup berminat
61-80 Berminat
81-100 Sangat berminat

Apabila seorang siswa menjawab pertanyaan suatu angket berkaitan dengan sikap siswa terhadap
mata pelajaran kimia dan memperoleh skor 90, berarti siswa tersebut sangat berminat terhadap pelajaran
kimia.

2. Tes Psikomotoris
Penskoran untuk tes psikomotoris (unjuk kerja), umumnya dilakukan secara langsung ketika siswa
berunjuk kerja dan dan dapat diamati. Agar pengamatan dapat dilakukan dengan cermat dan objektif,
harus digunakan pedoman pengamatan yang berisi aspek yang diamati dan bobot masing-masing.
Misalnya ketika siswa diajak untuk berdiskusi atau mempresentasikan hasil mengerjakan tugas tertentu.
Cara pengskorannya dapat dilakukan secara berjenjang seperti pada tes esai, misalnya: 1-6, 1-5, atau 1-4
tergantung bobot tugas.
Contoh Model Penskoran Tes Psikomotorik
No. Aspek yang Dinilai Skor Maksimun Skor Siswa
1. Kesesuaian masalah dan langkah pemecahan 20 ….
masalah
2. Prosedur dan keselamatan kerja 30 …..
3. Kecepatan kerja 30 ….
4. Presentasi hasil kerja 20 ….
Jumlah 100 ….

Evaluasi Hasil Penilaian


Guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan stnadar keberhasilan.
Sebagai contoh, jika semua siswa telah menguasai suatu suatu kompetensi dasar, maka pelajaran dapat
dilanjutkan dengan materi berikutnya, dengan catatan guru memberikan perbaikan (remedial) kepada
siswa yang belum mencapai ketuntasan, dan pengayaan bagi yang sudah.
Evaluasi terhadap hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan siswa dalam menguasai
kompetensi dasar. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui kompetensi dasar, materi,, atau indikator
yang belum mencapai ketuntasan. Dengan mengevaluasi hasil belajar, guru akan mendapatkan manfaat
yang besar untuk melakukan program perbaikan yang tepat.
Jika ditemukan sebagaian besar siswa gagal, perlu dikaji kembali apakah instrumen penilaiannya
terlalu sulit, apakah instrumen penilaiannya sudah sesuai dengan indikatornya, ataukah cara
pembelajarannya (metode, media, teknik) yang digunakan kurang tepat. Jika ternyata instrumen
penilaiannya terlalu sulit, maka perlu diperbaiki. Akan tetapi, jika instrumen penilaiannya ternyata tidak sulit,
mungkin pembelajarannya yang harus diperbaiki, dan seterusnya.
Hasil belajar nontes, misalnya minat dan sikap, adalah untuk mengetahui minat dan sikap siswa
terhadap mata pelajaran. Evaluasi ini berangkat dari skala minat siswa terhadap mata pelajaran
matematika dan segala sesuatu yang terkait. Skala dibuat bertingkat, misalnya dengan rentangan 4-1 atau
tergantung arah pertanyaan atau pernyataannya. Misalnya, jawabannya sangat setuju diberi skor 4,
sedangkan sangat tidak setuju diberi skor 1. Skor keseluruhannya diperoleh dengan menjumlahkan seluruh
skor butir pertanyaan atau pernyataan.
Jika pernyataan itu berjumlah 10 butir, skor tertinggi seorang siswa adalah 40 dan terendah adalah
10. Jika ditafsirkan ke dalam empat kategori, maka skala 10-16 termasuk tidak berminat, 17-24 kurang
berminat, 25-32 berminat, skala 33-40 sangat berminat.
Apabila dari sekian banyak siswa ternyata tidak berminat dengan substansi mata pelajaran
matematika maka guru matematika harus mencari sebab-sebabnya. Perlu dikaji dan dilihat kembali secara
menyeluruh segal hal yang terkait dengan pembelajaran matematika, baik menyangkut metode, media
maupun tekniknya.

Anda mungkin juga menyukai