Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah kegiatan yang harus dilaksanakan demi

kemajuan bangsa. Tingkat pendidikan merupakan barometer

peradaban bangsa, maka dari itu, pendidikan merupakan hal yang

wajib dilaksanakan dan terus di tingkatkan demi kemajuan bangsa.

Hal ini tercantum pada UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa

agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu,

mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab”.

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber

daya manusia sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung

pada kualitas pendidikannya. Peran pendidikan sangat penting untuk

1
2

menciptakan manusia yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis.

Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan

untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa.

Kemajuan bangsa Indonesia dapat dicapai melalui pemerataan

pendidikan yang baik, dengan adanya berbagai upaya peningkatan

mutu pendidikan diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat

manusia Indonesia. Berbagai upaya yang telah ditempuh untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran, antara lain : pembaharuan dalam

kurikulum, pengembangan model pembelajaran, perubahan sistem

penilaian, dan lain sebagainya

Matematika adalah induk ilmu pengetahuan, cabang ilmu yang

saat ini berkembang tidak terlepas dari matematika. Hampir disetiap

kegiatan kita sehari-haripun tidak terlepas dari yang namanya

matematika. Contohnya penjual daging sedang menimbang daging,

seorang supir menghitung jarak dari kota A ke kota B, namun bukan

rahasia bahwa pelajaran matematika kurang diminati oleh kebanyakan

siswa, bahkan baru mendengar kata “matematika” saja orang sudah

alergi atau bahkan fobia, padahal pelajaran matematika sudah

dikenalkan dan dipelajari mulai dari TK bahkan sebelum kita sekolah,

seharusnya itu menjadikan kita menyenangi matematika bukan malah

sebaliknya.
3

Matematika dianggap pelajaran yang menakutkan, bahkan

pelajaran belum dimulai sudah stres duluan, hal ini terjadi karena

didalam benak kebanyakan siswa bahwa matematika adalah pelajaran

yang sulit, banyak rumus yang harus dihafal, dituntut untuk

menghitung cepat belum lagi harus mengerjakan banyak soal, itulah

gambaran matematika bagi kebanyakan orang. Disinilah tantangan

bagi guru dan calon guru untuk dapat merubah pandangan banyak

siswa tentang matematika, dan dapat menemukan jurus jitu agar

matematika menjadi pelajaran yang difavoritkan.

Kenyataaan yang terjadi hingga saat ini, hasil belajar

matematika siswa masih sangatlah rendah, baik tingkat pendidikan

dasar maupun pada tingkat menengah. Rendahnya hasil belajar

matematika juga dapat terlihat di tempat penelitian saya yakni di

sekolah SMK Fatahillah. Hasil rata-rata ulangan harian masih banyak

yang mendapatkan nilai di bawah standar KKM yang ditetapkan di

sekolah yakni 7,0 (tujuh koma nol)

Tabel 1.1

Tabel nilai rata-rata ulangan harian

Nilai rata-rata ulangan harian


Kelas KKM
1 2 3

X 55 63 71 70
4

XI 50 59 65 70

XII 68 60 73 70

Berbagai upaya yang telah ditempuh untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran, antara lain : pembaharuan dalam kurikulum,

pengembangan model pembelajaran, perubahan sistem penilaian, dan

lain sebagainya.

Banyak factor yang dapat menyebabkan rendahnya hasil

belajar matematika. Baik factor eksternal (factor yang berasal dari luar

diri siswa) maupun factor internal (factor yang berasal dari diri

sendiri). Dilihat dari segi factor eksternal yaitu kemampuan guru yang

kurang dapat memilih metode yang cocok untuk menyampaikan

pelajaran matematika menyebabkan proses belajar mengajar kurang

efektif sedangkan factor internal yaitu kurangnya pemahaman siswa

terhadap materi yang diajarkan serta perhatian dan minat yang timbul

dari diri anak tersebut.

Selama ini kegiatan pembelajaran kontekstual yang

berlangsung di kelas hanya terdapat satu guru saja, sehingga perhatian

seorang guru kepada siswa cenderung kurang merata. Perlu disadari

bahwa kemampuan siswa itu berbeda-beda. Guru harusnya menyadari


5

dan memaklumi apabila ada siswa yang cepat menerima dan

memahami pelajaran yang diberikannya atau bahkan sebaliknya ada

yang lemah atau lambat dalam menerima pelajaran yang tidak cukup

dengan satu kali dijelaskan, yang pada akhirnya harus memerlukan

bimbingan khusus.

Perlakuan individual terhadap siswa lebih memungkinkan

untuk berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini

pembelajaran yang melibatkan lebih dari seorang guru jauh lebih baik

dari pada hanya seorang guru saja. Menurut Beggs (1971: 16)

pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu guru dalam waktu yang

sama disebut team teaching yaitu suatu kegiatan yang melibatkan

beberapa guru (berkolaborasi) yang bertujuan untuk meningkatkan

mutu juga dalam menangani suatu persoalan yang dihadapi oleh siswa

pada saat kegiatab pembelajaran di kelas.

Team Teaching merupakan strategi pembelajaran yang

kegiatan proses pembelajarannya dilakukan oleh lebih dari satu orang

guru dengan pembagian peran dan tanggung jawabnya masing-

masing. Definisi ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Martiningsih

(2007) bahwa “Metode pembelajaran team teaching adalah suatu

metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang

masing-masing mempunyai tugas.


6

Menurut Asmani (2010:49), “guru sebagai partner dalam

team teaching bukan hanya harus mengetahui tema dari materi yang

akan disampaikan kepada siswa saja, lebih jauh dari itu mereka juga

harus sama-sama mengetahui dan memahami isi dari materi pelajaran

tersebut. Hal ini agar keduanya bisa saling melengkapi kekurangan

pengetahuan yang ada di dalam diri masing-masing. Terutama hal ini

dapat dirasakan manfaatnya dalam penyampaian materi pada siswa

serta pada saat menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa atas penjelasan

guru. Sehingga nantinya hasil belajar siswa dapat tercapai dengan

maksimal.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian mengenai “ PENGARUH TEAM TEACHING

TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan

diatas, dapat di definisikan masalah sebagai berikut :

1. Apakah tujuan pendidikan di Indonesia ?

2. Apa saja masalah-masalah pendidikan di Indonesia ?

3. Apakah matematika itu penting ?

4. Fator-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar siswa?

5. Bagaimana upaya dalam meningkatkan hasil belajar siswa ?


7

6. Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa saat ini ?

7. Apakah team teaching mampu meningkatkan hasil belajar

siswa ?

8. Adakah pengaruh strategi team teaching terhadap hasil belajar

matematika matematika ?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan akademik

serta financial, maka peneliti membatasi penelitian ini pada

“Pengaruh Team Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa”

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan

masalah yang telah diuraikan, maka rumusan pada penelitian ini

adalah “Adakah pengaruh team teaching terhadap hasil belajar

matematika?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan diatas,

maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui Pengaruh team teaching terhadap hasil belajar

matematika di sekolah.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini besar manfaatnya bagi semua

pihak, antara lain :


8

1. Kegunaan Teoritik

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi khususnya dalam bidang pendidikan di

Indonesia.

b. Untuk mengetahui hasil belajar matematika setelah

diterapkan strategi pembelajaran ini.

2. Kegunaan Praktek

a. Untuk guru

Dapat memberikan pengajaran yang efektif dan efisien

sehingga pembelajaran dapat bermakna.

b. Untuk siswa

Dapat meningkatkan pemahaman siswa dan mampu

menyelesaikan soal-soal baru sehingga dapat

menumbuhkan sikap aktif dalam belajar.

c. Untuk sekolah

Dapat meningkatkan prestasi atau hasil belajar siswa

sehingga dapat menghasilkan siswa yang berkualitas

dan bermutu.

d. Untuk orang lain dan masyarakat

Menciptakan generasi handal karena sudah

mendapatkan pengajaran yang sesuai dengan harapan.

G. Sistematika Penulisan
9

Proposal ini dibagi menjadi beberapa bab, yang

masing-masing bab terdiri dari sub bab, yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan tentang latar belakang, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA

BERFIKIR, DAN HIPOTESIS

Berisikan tentang landasan teori, kerangka berfikir,

dan hipotesis

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Berisikan tentang waktu dan tempat penelitian,

metode penelitian, prosedur penelitian, teknik dan

alat pengumpulan data, subjek penelitian, teknik

analisis, dan pembahasan hasil penelitian.


10

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Landasan Teori

1. Hakikat hasil belajar Matematika

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang erat

kaitannya dengan kehidupaan manusia untuk

meningkatkan kualitas hidupnya. Disadari ataupun

tidak, sejak kecil kita sebenarnya sudah mengenal

belajar. Ketika baru lahir bayi sudah mulai belajar

mendengar. Beberapa lama kemudian, indera

pengelihatannya bisa difungsikan dan ia mulai belajar

melihat. Ia sudah bisa mendengar apa yang di

dengarny. Sudah bisa melihat, tetapi belum bisa

mengungkapkan dengan kata-kata. Seiring berjalannya

waktu, ia mulai mengingat apa yang di dengar dan

dilihatnya dan mencoba belajar berbicara menirukan

ucapan orang lain. Selain belajar mendengar, melihat

dan berbicara, ia juga belajar melalui gerakan dengan


11

bantuan orangtua kita mulai belajar merangkak, berdiri,

sampai bisa berjalan dengan lancar. Jadi, sebenarnya

kita belajar menggunakan seluruh panca indera kita.

Dalyono (2005:49) mendefinisikan belajar

adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan

mengadakan perubahan didalam diri seseorang,

mencangkup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan,

ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.

Selain itu, Harold Spears (Sardiman, 2011: 20)

menyatakan, “Learning is to observe, to read, to

imitate, to try something themselves, to listen, to follow

direction”. Artinya, belajar adalah mengamati,

membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri,

mendengarkan, dan lain sebagainya. Jadi, belajar

dimulai dengan adanya tindakan atau perbuatan yang

melibatkan panca indera melalui kegiatan yang

dilakukan untuk mencapai suatu hasil berupa

perubahan-perubahan yang terjadi didalam

kehidupannya.

Moh. Surya mengemukakan (1981:32), belajar

adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang


12

baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu

itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.

Sedangkan menurut Gagne dalam bukunya The

Conditions of Learning 1997, belajar merupakan

sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan

tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum

individu berada dalam situasi belajar dan sudah

melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi

akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda

dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau

perilaku yang bersifat naluriah.

Dari beberapa pengertian belajar diatas, maka

disimpulkan bahwa semua aktifitas mental atau psikis

yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan

perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah

belajar dan sebelum belajar.

b. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Usman (1995:5), belajar diartikan

sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri

individu berkat adanya interaksi antara individu dan

individu dengan lingkungannya. Dalam pengertian ini


13

terdapat kata perubahan yang berarti bahwa seseorang

setelah mengalami proses belajar, Akan mengalami

perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan,

keterampilan, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari

tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi

mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak

sopan menjadi sopan. Kriteria keberhasilan dalam

belajar diantaranya ditandai dengan terjadinya

perubahan tingkah laku para individu yang belajar.

Sejalan dengan pengertian di atas, Winkle

(1986:5) mengemukakan pendapatnya mengenai

pengertian belajar yang sesungguhnya, yaitu: Kegiatan

psikis seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan. Begitu pula dengan pendapat

Soemanto (1983:47) dalam bukunya psikologi

penelitian: belajar adalah kegiatan yang dilakukan

secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan

perubahan tingkah laku pada diri sendiri, baik untuk

pengetahuan dan keterampilan maupun dalam bentuk

sikap dan nilai yang positif.

Berbicara tentang belajar pada dasarnya

berbicara tentang bagaimana tingkah laku seseorang


14

berubah sebagai akibat pengalaman. Agar terjadi

proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku

yang membutuhkan suatu pengakuan maka proses

belajar dapat terjadi atau dilakukan dalam suatu

lembaga pendidikan formal atau non formal yang

sesuai dengan kebutuhan akan suatu pengetahuan dan

pengalaman seseorang. Hal ini ditegaskan oleh J.

Crobach (1986:13), yang menytakan bahwa: Belajar

menunjukkan adanya perubahan tingkah laku sebagai

hasil dari pengalaman. Oemar Hamalik (1982:28)

mengemukakan: “Belajar adalah suatu bentuk

perubahan atau perubahan dalam cara-cara bertingkah

laku yang baru berkat pengalaman dan latihan”.

Walaupun belajar didefinisasikan dalam berbagai

asumsi tetapi dalam prinsipnya tidak nampak

kontradiksi antara pendapat yang satu dengan pendapat

yang lainnya. Dengan demikian dapat kita ambil

kesimpulan bahwa hakikat belajar adalah adanya

perubahan tingkah laku akibat suatu perubahan melalui

latihan dan pengalaman yang bersifat permanen dan

dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama. Tanpa

belajar manusia akan mengalami kesulitan dalam


15

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tuntutan

hidup yang senantiasa berubah.

Didalam belajar pasti ada tujuan, ada yang ingin

dicapai. Keberhasilan tujuan belajar tidak terlepas dari

individu dan dari proses belajarnya. Hasil belajar dapat

dikatakan identik dengan tujuan belajar. Hasil belajar

merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa

setelah mengikuti program belajar mengajar sesuai

dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Sudjana (1992:20-21) mengemukakan: Hasil belajar

adalah perubahan tingkah laku, dan perubahan tersebut

didasari dan timbul akibat praktek, pengalaman dan

latihan. Perubahan itu juga relatif permanen sebagai

hasil praktek dan latihan. Dimyati (2002:9)

mengemukakan bahwa: Hasil belajar akan mengukur

sejauh mana perubahan tingkah laku (afektif, kognitif,

psikomotorik) yang terjadi pada siswa. Hasil belajar

pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku.

Tingkah laku sebagai hasil belajar mencakup bidang

kognitif, afektif dan psikomotorik. Secara garis besar

Bloom mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3

(tiga) ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif dan


16

ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan

hasil belajar intelektual terdiri dari 6 (enam) aspek,

yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) aplikasi,

(4) analisis, (5) strategi dan, (6) evaluasi. Ranah afektif

berkenaan dengan sikap terdiri dari 5 (lima) aspek,

yaitu: (1) penerimaan, (2) jawaban atau reaksi, (3)

penilaian, (4) organisasi dan, (5) internalisasi. Ranah

psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan

kemampuan bertindak terdiri atas 6 (enam) aspek,

yaitu: (1) gerakan refleks, (2) keterampilan gerakan

dasar, (3) kemampuan perseptual, (4) keharmonisan

atau ketepatan, (5) gerakan keterampilan kompleks dan

(6) gerakan ekspresif-interpretatif.

Menurut Block (1995: 64), Ciri khas belajar

pada aspek kognitif terletak dalam belajar memperoleh

dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang

mewakili objek-objek yang dihadapi, entah itu objek

orang, benda, atau kejadian-kejadian. Ini menjelaskan

bahwa belajar itu harus dihadapkan pada hal-hal yang

bersifat konkrit. Sedangkan menurut Simpson yang

dikutip oleh Anas (2001:57-58) mengemukakan: Hasil

belajar psikomotorik sebenarnya merupakan kelanjutan


17

dari hasil belajar kognitif dan afektif yang tampak

dalam kecenderungan berperilaku. Ini berarti hasil

belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi

hasil belajar psikomotorik apabila peserta didik

menunjukan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai

dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif

dan ranah afektifnya.

Dari beberapa definisi di atas dikatakan bahwa

dengan belajar akan terjadi perubahan pada diri

seseorang yang dilakukan dengan sengaja dan disadari,

bukan dilakukan secara kebetulan. Perubahan tingkah

laku dalam belajar dikatakan sebagai hasil belajar.

Untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai

dalam proses belajar, dapat dilakukan evaluasi.

Suharsimi Arikunto (1990:3) menjelaskan bahwa:

Evaluasi meliputi kegiatan mengukur dan menilai.

Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu

ukuran, pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan

menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap

sesuatu dengan ukuran baik atau buruk, penilaian

bersifat kualitatif.
18

Menurut Asmawi (1997:5), Pengukuran adalah

pemberian angka pada suatu karakteristik tertentu yang

dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut

aturan atau formulasi yang jelas. Lebih lanjut Asmawi

(1997:6) menyatakan, Dalam suatu pengukuran

terdapat dua karakteristik yang utama, penggunaan

angka atau skala tertentu dan menurut suatu aturan atau

formula tertentu. Pada karakteristik yang pertama yaitu

penggunaan angka atau skala tertentu dapat diketahui

setelah diadakan tes sebagai alat ukur non tes berupa

observasi, skala rating dan sebagainya. Pengukuran

menurut suatu aturan atau formula tertentu dilakukan

berdasarkan suatu kesepakatan secara umum

bagaimana memberi pengukuran pada karakteristik

tertentu.

Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian

nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa

dengan kriteria tertentu . Hasil belajar dapat dilihat

dengan mengguanakan tes. Sudjana (1990:35),

mengatakan bahwa: Tes pada umumnya digunakan

untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa,

terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan


19

penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan

pendidikan dan pengajaran. Dalam batas tertentu, tes

dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai

hasil belajar bidang afektif dan pikomotorik.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah kemapuan yang didapat akibat

proses belajar serta perubahan tingkah laku yang

didasari dan ditimbulkan akibat dari praktek,

pengalaman dan latihan yang hasil kesemuanya dapat

diketahui lewat kegiatan evaluasi.

c. Konsep Belajar Matematika

Menurut Hujodo (1990: 3), mengartikan bahwa

matematika berkenaandengan konsep-konsep atau ide-

ide abstrak yang tersusun secara hirarkis dan

penalarannya deduktif. Ia menambahkan, karena

matematika merupakan ide-ide abstrak yang terdiri dari

simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus

lebih dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi

symbol-simbol itu.

Rusefendi (2010) menambahkan bahwa

kegunaan dari matematika sebagai berikut :


20

1) Matematika sebagai bekal kehidupan sehari-

hari

2) Matematika sebagai study lanjut

3) Matematika sebagai pemahaman dan

kemampuan bersyarat

4) Matematika sebagai pembantu bidang studi

lain

5) Matematika untuk pengembangan ilmu

6) Matematika untuk mencerdaskan bangsa

2. Strategi Team Teaching

Strategi biasa diartikan sebagai pola - pola umum

kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan

belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis

besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah

ditetapkan. Menurut Newman dan Logan, dalam bukunya yang

bejudul Strategi Policy And Central Management (1971 : 8),

strategi dasar dalam setiap usaha akan mencakup hal sebagai

berikut :

a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dalam


kualifikasi hasil seperti apa yang harus dicapai dan menjadi
21

sasaran usaha itu yang sesuai dengan aspirasi dan selera


masyarakat.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama
manakah yang dipandang paling efektif guna mencapai
sasaran tersebut.
c. Mempertimbangkan dan menetpkan langkah-langkah apa
saja yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan
ukuran yang harus dipergunakan untuk mengukur dan
menilai taraf keberhasilan usaha tersebut.

Empat strategi dasar dalam belajar mengajar meliputi hal-hal

berikut:

a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan


kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak
didik sebagaimana yang diharapkan.
b. Memilih strategi pendekatan belajar mengajar bedasarkan
aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik
belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif,
sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam
menunaikan kegiatan pembelajaran.
d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan
atau criteria serta standar keberhasilan, sehingga dapat
dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi
hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan
dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem
intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
22

Berbagai masalah sehubungan dengan strategi belajar

mengajar yang secara keseluruhan diklasifikasikan seperti

berikut :

a. Konsep dasar strategi belajar mengajar


b. Sasaran kegiatan belajar
c. Belajar mengajar sebagai suatu sistem
d. Hakikat proses belajar
e. Entering behavior peserta didik
f. Pola-pola belajar peserta didik
g. Memilih strategi belajar peserta didik
h. Pengorganisasian kelompok belajar
i. Pengelilaan atau implementasi proses belajar mengajar

Berbicara tentang penyelenggaraan pendidikan di

sekolah, tentu tidak terlepas dari peran serta guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran siswa, yang diwujudkan

dalam bentuk interaksi belajar mengajar, baik antara pendidik

dengan pendidik lainnya, pendidik dengan peserta didik,

maupun peserta didik dengan peserta didik dan lingkungannya.

Dalam menyelenggarakan pembelajaran formal, pendidik

berpedoman pada rencana dan pengaturan tentang pendidikan,

yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum

Ketika dihadapkan dengan tuntutan kurikulum yang

sangat kompleks dan kondisi nyata yang kurang kondusif, guru

seringkali menjadi tidak berdaya dan memiliki keterbatasan


23

untuk dapat mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan

apa yang diharapkan dan digariskan dalam ketentuan yang ada.

Dalam hal ini, strategi Team teaching tampaknya bisa

dijadikan sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan

yang ada. Team teaching merupakan salah satu bentuk strategi

pembelajaran yang melibatkan dua orang guru atau lebih

dalam proses pembelajaran siswa, dengan pembagian peran

dan tanggung jawab secara jelas dan seimbang. Melalui

strategi Team teaching, diharapkan antar mitra dapat bekerja

sama dan saling melengkapi dalam mengelola proses

pembelajaran. Setiap permasalahan yang muncul dalam proses

pembelajaran dapat diatasi secara bersama-sama. Melalui

tulisan ini akan dipaparkan tentang konsep dasar team teaching

dan tahapan-tahapan dalam pembelajaran team teaching.

1) Konsep Dasar Team teaching

Dewasa ini, seiring dengan semakin modernnya

pendidikan dan tuntutan yang semakin berkembang, tak jarang

sekolah-sekolah yang masih menggunakan sistem

pembelajaran konvensional dalam melaksanakan proses

pembelajarannya. Dalam proses pembelajaran dengan sistem

konvensional ini, proses pembelajaran dilakukan secara soliter,


24

artinya proses pembelajaran yang dimulai dari perencanaan,

pelaksanaan, sampai kepada evaluasi pembelajaran siswa

dilakukan oleh satu orang guru (Soewarni, 2007:diakses

tanggal 10 November 2014).

Padahal sebenarnya, sekarang ini kurikulum pendidikan

di Indonesia sudah makin berkembang. Telah banyak tuntutan-

tuntutan yang ditujukan kepada guru. Saat ini, guru dituntut

untuk lebih inovatif dan kreatif dalam menentukan/ memilih

metode pembelajaran yang digunakan, yang tentunya harus

disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan

kepada siswa. Selain itu, guru di era sekarang juga dituntut

untuk lebih mengenal setiap individu dari diri siswa. Dan

melihat ratio antara jumlah guru dan siswa yang tidak

seimbang, tentu seorang guru tidak mungkin bisa menangani

jumlah siswa yang banyak itu.

Satu hal yang juga penting, bahwa yang namanya guru

bukan berarti orang yang tahu akan segala hal. Dalam hal ini,

setiap manusia tentulah memiliki kekurangan pengetahuan. Ini

menunjukkan bahwa guru pun membutuhkan sosok lain yang

bisa diajak kerja sama dalam menghadapi segala kesulitan

yang ada pada saat melaksanakan proses pembelajaran.


25

Jika melihat beberapa masalah yang terjadi dalam

dunia pendidikan, dalam hal ini pihak sekolah dan guru-guru

dituntut daya kreatifitasnya dalam memilih strategi yang tepat

agar segala tuntutan yang ditujukan terhadap guru khususnya

itu dapat terpenuhi dengan maksimal. Dan tampaknya strategi

Team teaching merupakan cara tepat.

Team teaching merupakan strategi pembelajaran yang

kegiatan proses pembelajarannya dilakukan oleh lebih dari satu

orang guru dengan pembagian peran dan tanggung jawabnya

masing-masing. Definisi ini sesuai dengan yang dijelaskan

oleh Martiningsih (2007) bahwa Metode pembelajaran team

teaching adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya

lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas.

Lebih lanjut Ahmadi dan Prasetya (2005) menyatakan

bahwa Team teaching (pengajaran beregu) adalah suatu

pengajaran yang dilaksanakan bersama oleh beberapa orang.

Tim pengajar atau guru yang menyajikan bahan pelajaran

dengan metode mengajar beregu ini menyajikan bahan

pengajaran yang sama dalam waktu dan tujuan yang sama

pula. Menurut Ahmadi (2005), Para guru tersebut bersama-

sama mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil


26

belajar siswa. Pelaksanaan belajarnya dapat dilakukan secara

bergilir dengan metode ceramah atau bersama-sama dengan

metode diskusi panel.

Sebenarnya ada beberapa jenis dari strategi Team

teaching, sesuai yang dijelaskan oleh Soewalni S (2007), yaitu:

1. Semi Team teaching (team planning) atau perencanaan


dalam tim merupakan variasi yang paling banyak
ditemukan. Dalam variasi ini, anggota tim membuat
perencanaan bersama, tetapi mengajar sendiri-sendiri.

a. Tipe 1 = sejumlah guru mengajar mata pelajaran yang


sama di kelas yang berbeda. Perencanaan materi dan
metode disepakati bersama.
b. Tipe 2a = satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah
guru secara bergantian dengan pembagian tugas, materi
dan evaluasi oleh guru masing-masing.
c. Tipe 2b = satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah
guru dengan mendesain siswa secara berkelompok.

Pada dasarnya, perencanaan dalam tim dilakukan oleh

anggota tim sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.

Pemrakarsa perencanaan dapat dilakukan oleh guru senior atau

yang dianggap senior atau juga oleh guru muda yang

mempunyai gagasan untuk melakukan semi teaching (team

planning).
27

2. Team teaching Penuh atau mengajar bertim secara penuh.

a. Tipe 3 = satu tim terdiri dari dua orang guru atau lebih,
waktu kelas sama, pembelajaran mata pelajaran / materi
tertentu. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara
bersama dan sepakat.

Variasi team teaching penuh juga dapat bervariasi

sesuai dengan hakikat materi/mata pelajaran dan kesepakatan

anggota tim, adapun variasi Team teaching Penuh menurut

Soewalni S (2007) ialah :

a. Pelaksanaan bersama, seorang guru sebagai penyaji atau


menyampaikan informasi, seorang guru membimbing diskusi
kelompok atau membimbing latihan individual.
b. Anggota tim secara bergantian menyajikan topik/materi.
Diskusi / tanya jawab dibimbing secara bersama dan saling
melengkapi jawaban dari anggota tim.
c. Seorang guru (senior) menyajikan langkah latihan, observasi,
praktek dan informasi seperlunya. Kelas dibagi dalam
kelompok, setiap kelompok dipandu seorang guru (tutor,
fasilitator, mediator). Akhir pembelajaran masing-masing
kelompok menyajikan laporan (lisan/tertulis) dan ditanggapi
bersama serta disimpulkan bersama.

Variasi lain dapat diciptakan jika seorang guru sudah

terbiasa mengajar sebagai tim, karena pengalaman yang kaya

akan mampu menghasilkan variasi baru. Seperti halnya semi

teaching (team planning), team teaching penuh juga


28

memerlukan penilaian yang berkesinambungan. Setiap akhir

sajian anggota tim dapat berkumpul sejenak untuk melakukan

penilaian proses dan hasil dalam bentuk refleksi. Setiap

anggota tim dapat mengungkapkan pengalamannya selama

bertugas dalam team teaching penuh.

Namun, dari beberapa jenis Team teaching yang

dikemukakan oleh Soewalni S, penulis lebih tertuju pada jenis

Team teaching penuh, karena disana lebih terlihat nyata

strategi Team teaching-nya. Guru yang mengajar lebih dari

satu orang, mereka mengajar di kelas yang sama dengan materi

yang sama dan pada waktu yang sama, serta setiap

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya pun dilakukan atas

kesepakatan bersama. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip

pembentukan team dalam sebuah pelaksanaan tugas, bahwa

segala sesuatunya yang berkaitan dengan misi pencapaian

tujuan dilakukan secara bersama-sama, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasi terhadap

apa yang telah dilaksanakan.

2) Tahapan Pembelajaran dengan Strategi Team teaching

1. Tahap Awal
29

a. Perencanaan Pembelajaran Disusun Secara Bersama

Menurut Jamal (2007:53), Perencanaan pembelajaran

atau yang saat ini lebih populer dengan istilah Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) harus disusun secara

bersama-sama oleh setiap guru yang tergabung dalam Team

teaching. Agar setiap guru yang tergabung dalam team

teaching memahami tentang apa-apa yang tercantum dalam isi

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tersebut, mulai dari

standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang

harus diraih oleh siswa dari proses pembelajaran, sampai

kepada penilaian hasil evaluasi siswa.

b. Metode Pembelajaran Disusun Bersama

Selain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

harus disusun bersama oleh team, metode yang akan

digunakan oleh mereka dalam proses pembelajaran Team

teaching pun harus direncanakan bersama-sama oleh anggota

Team teaching. Perencanaan metode secara bersama ini

dilakukan agar setiap guru Team teaching mengetahui alur

proses pembelajaran dan tidak kehilangan arah pembelajaran

(Asmani, 2007:54-56).
30

c. Partner Team teaching Memahami Materi dan Isi

Pembelajaran

Guru sebagai partner dalam Team teaching bukan

hanya harus mengetahui tema dari materi yang akan

disampaikan kepada siswa saja, lebih jauh dari itu, mereka

juga harus sama-sama mengetahui dan memahami isi dari

materi pelajaran tersebut. Hal ini agar keduanya bisa saling

melengkapi kekurangan pengetahuan yang ada di dalam diri

masing-masing. Terutama ini dapat dirasakan manfaatnya

dalam penyampaian materi pada siswa dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan siswa atas penjelasan guru

d. Pembagian Peran dan Tanggung Jawab Secara Jelas

Dalam Team teaching, pembagian peran dan tanggung

jawab masingmasing guru harus dibicarakan secara jelas

ketika merencanakan proses pembelajaran yang akan

dilaksanakan, agar ketika proses pembelajaran berlangsung di

dalam kelas, mereka tahu peran dan tugasnya masing-masing.

Tidak ada lagi yang namanya ketidakjelasan peran dan

tanggung jawab dalam hal ini.

2. Tahap Inti
31

a. Satu guru sebagai pemateri dalam dua jam mata pelajaran

penuh, dan satu orang sebagai pengawas dan pembantu

team.

b. Dua orang guru bergantian sebagai pemateri dalam dua

jam pelajaran, dalam hal ini berarti tugas sebagai pemateri

dibagi dua dalam dua jam pelajaran yang ada.

3. Tahap Evaluasi

a. Evaluasi Guru

Evaluasi guru selama proses pembelajaran dilakukan

oleh partner team setelah jam pelajaran berakhir. Evaluasi

dilakukan oleh masing-masing partner dengan cara memberi

kritikan-kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan

proses pembelajaran selanjutnya. Dalam hal ini setiap guru

yang diberi saran harus menerima dengan baik saran-saran

tersebut, karena hakekatnya itulah kelebihan dari team

teaching. Setiap guru harus merasa bahwa mereka banyak

mengalami kekurangan dalam diri mereka, tidak merasa diri

paling benar dan paling pintar. Evaluasi ini dilakukan di luar

ruang kelas, ini dilakukan untuk menjaga image masing-

masing guru dihadapan siswa (Asmani, 2007:54-56).


32

3) Evaluasi Siswa

Evaluasi siswa dalam hal ini mencakup pembuatan soal

evaluasi dan merencanakan metode evaluasi, yang semuanya

dilakukan secara bersama-sama oleh guru Team teaching. Atas

kesepakatan bersama guru harus membuat soal-soal evaluasi

yang akan diberikan kepada siswa, disini guru Team teaching

harus secara bersama-sama menentukan bentuk soal evaluasi,

baik lisan ataupun tulisan, baik pilihan ganda, atau uraian.

Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah dalam

evaluasi siswa, guru juga diharuskan merencanakan metode

evaluasi. Perencanaan metode evaluasi siswa ini di dalamnya

mencakup pembagian peran dan tanggung jawab setiap guru

Team teaching dalam pelaksanaan evaluasi, serta pembagian

pos-pos pengawasan.

4) Manfaat Team teaching

Dalam team teaching, sekelompok guru mengadakan

kerjasama, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi

kegiatan pembelajaran kepada sekelompok siswa (satu kelas).

Dengan demikian, kelemahan dalam hal tertentu pada diri

seseorang guru dapat ditutup oleh guru yang lain (Asmani,

2007:56).
33

Team teaching merupakan strategi pembelajaran yang

berfungsi untuk mengorganisasikan guru, meskipun dalam

praktiknya terdapat format dan model yang berbeda-beda.

Dalam team teaching, guru-guru yang mempunyai kompetensi

dan keahlian yang berbeda-beda, mereka bergabung dalam

satu team work untuk merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran pada jam dan rombongan belajar yang sama.

Sehingga, sistem ini dapat memacu percepatan dan

peningkatan mutu sebuah pembelajaran.

5) Kelemahan Team teaching

Kelemahan team teaching pada umumnya bersumber

dari anggota tim dan persiapan yang diperlukan. Team

teaching memerlukan persiapan yang relative lebih

banyak/lebih lama daripada kalu mengajar sendiri, tidak semua

guru mampu berperan sebagai anggota tim yang kompak,

sering terjadi anggota tim ingin menonjolkan kemampuan diri

sendiri sehingga partnernya dianggap tidak ada/diabaikan.

Team teaching memerlukan dana/fasilitas yang lebih banyak

dibandingkan jika mengajar sendiri (Wardani, 2010:22-23)

Dalam melaksanakan team teaching, para guru dituntut

mempunyai waktu ekstra dalam memadukan pemikiran,


34

pendapat, dan ide-ide yang cemerlang. Hal ini dimaksudkan

agar dalam menghadapi kelas, mereka berada dalam satu

kesatuan yang kompak dan solid. Hal ini memerlukan

pembiasaan dan kedisiplinan yang tinggi. Sebab, bila salah

satu anggota team tidak disiplin, bahkan tidak mau berbagi

pengalaman, maka akan rusaklah team teaching yang dibentuk

tersebut (Asmani, 2007:61).

Jadi, tidak selamanya pelaksanaan team teaching itu

berujung sukses atau berhasil. Hal tersebut dikarenakan

strategi ini memiliki kelemahan, yang diantaranya muncul

karena faktor anggota team teaching sendiri. Berikut beberapa

kelemahan strategi pembelajaran team teaching.

1. Sebagai guru resistant saja, terhadap satu macam metode

pengajaran saja, yaitu pengajaran single teacher teaching.

Sehingga, strategi team teaching dirasakan oleh meraka

sebagai suatu hal yang mengungkung.

2. Sebagian guru tidak suka terhadap perilaku atau hal lain

anggota timnya. Sehingga, hal ini akan menghambat kerja

sama di antara anggota team.


35

3. Sebagian lainnya merasa bahwa mereka bekerja lebih banyak

dan lebih keras, namun gajinya sama dengan anggota teamnya

yang notabene kinerjanya lebih buruk.

4. Ada juga guru yang tidak mau berbagi ilmu sesama anggota

tim karena mereka merasa bahwa mendapatkan ilmu itu sangat

susah. Sehingga, mereka lebih memilih untuk menikmati

sendiri pengetahuan yang dimilikinya.

5. Team teaching memerlukan energi dan pemikiran lebih banyak

dibandingkan dengan mengajar secara individu.

Mungkin, masih banyak kelemahan lain dalam strategi ini.

Namun begitu, kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi bila

seluruh anggota team, dan juga pihak-pihak yang ada diluar team-

pemimpin sekolah dan pengambilan keputusan-menyadari bahwa

team teaching akan lebih baik daripada individual teaching.

6) Efektifitas Team teaching

Berbicara mengenai efektifitaas pembelajaran dengan

menggunakan strategi team teaching, pada dasarnya sangat

bergantung kepada pemahaman tiap-tiap guru tentang konsep

dasar pada strategi ini. Konsep dasar (mindset) itu sangat

penting, sebab unsur ini merupakan hal pokok terlaksananya

sebuah program. Secara umum, kondisi tersebut merupakan


36

prasyarat agar setiap program dapat berjalan dengan lancar.

Ketika kita berbicara mengenai satu hal maka yang harus

diperhatikan adalah konsep dasarnya (Asmani, 2007:62-63).

Oleh karena itulah, jika kita menerapkan strategi team

teaching dalam proses pembelajaran, kita harus benar - benar

memahami konsep dasarnya. Hal ini untuk menghindari

terjadinya kesalah pahaman antara sesama anggota team. Kita

mengakui bahwa masih banyak guru yang belum memahami

konsep dasar pembelajaran team.

Berdasarkan temuan dilapangan, banyak guru yang

menganggap bahwa pembelajaran team dapat “digantikan”

oleh teman satu team. Proses pembelajaran yang seharusnya

dilangsungkan dengan banyak nara sumber dan pembimbing,

ternyata dijadikannya sebagai kesempatan untuk mangkir. Pola

pikir seperti itu harus segera diluruskan.

Ada juga para guru yang memanfaatkan strategi

pembelajaran ini sebagai kesempatan pribadi. Mereka

membuat jadwal tersendiri dibalik jadwal yang sudah disusun

oleh bagian kurikulum ataupun ketua program keahlian. Hal

inilah yang sangat membahayakan dalam proses pembelajaran.


37

Pelaksanaan pembelajaran team teaching akan efektif

jika benar-benar sesuai dengan konsep yang ada. Sebab, anak

didik akan mendapatkan materi yang lengkap. Setiap guru,

dalam proses pembelajaran, memberikan materi pembelajaran

sesuai dengan kopetensinya masing-masing. Dengan demikian,

efektifitas program pembelajaran dengan sistem team teaching

tergantung kepada kinerja para guru yang terlibat dalam team

teaching. Sedangkan kinerja tersebut merupakan hasil dari

pemahaman mereka terhadap konsep dasar tentang strategi

pembelajaran team teaching.

7) Strategi Pelaksanaan Team teaching

Team teaching dilaksanakan tidak semudah pengajaran

sendiri. Team teaching memerlukan persiapan yang matang.

Team teaching memerlukan team yang padu dan seirama.

Ibarat team paduan suara, guru yang akan berkolaborasi harus

mampu memainkan pembelajaran yang padu dan kompak ke

arah tujuan yang akan dicapai. Suara guru, antara yang satu

dengan guru yang lainnya, harus di atur sehingga enak

didengar siswa. Posisi berdiri team juga harus teratur.

Upayakan kelas benar-benar hidup dalam satu makna. Jangan


38

sampai guru yang satu lebih berkuasa dibandingkan guru

lainnya (Asmani, 2007:65).

Adapun cara-cara mudah dalam menerapkan team

teaching seperti yang dikemukakan oleh Asmani, (2007:66)

adalah sebagai berikut.

1. Rencanakan Bersama

Duduklah bersama untuk merencanakan pembelajaran

yang akan dilaksanakan. Lalu, aturlah perencanaan tersebut

sampai ke hal yang menyangkut teknis. Perencanaan yang

dibuat bersama itu harus menjadi pedoman utama.

2. Laksanakan Bersama

Semua team harus berada dikelas dengan posisi dan

tugas yang telah di atur dalam perencanaan. Jangan sampai ada

guru atau anggota team yang tidak masuk kelas dengan alasan

“percaya” terhadap guru lainnya dalam satu team. Jangan lupa,

ukurlah tingkat pemahaman siswa saat pelaksanaan. Kendali

keberhasilan harus menjadi kunci kerja team.

3. Evaluasi Bersama
39

Setelah pembelajaran usai, team perlu melakukan

evaluasi bersama. Team memerlukan catatan khusus selama

proses pembelajaran berlangsung. Kemudian, mereka harus

melakukan diskusi untuk mencari solusi terhadap

permasalahan yang ditemukan. Selanjutnya, team bisa

menentukan metode dan langkah berikutnya yang lebih baik.

Selain itu, menurut Asmani (2007:67), strategi team

teaching bisa terlaksana dengan baik kalau guru atau team

memiliki beberapa hal sebagai berikut.

a) Kemauan dan komitmen dalam team teaching, bukan terpaksa.


b) Menyadari keterbatasan (pengetahuan, waktu, komunikasi)
pada diri masing-masing.
c) Mau memberikan kepercayaan kepada orang lain, dan
memegang kepercayaan orang lain (saling percaya).
d) Mau bekerja sama dalam satu team.
e) Memiliki pribadi yang sehat, terbuka, tidak emosional, dan
tidak mudah putus asa.
f) Mampu berkomunikasi secara efektif.
g) Mampu mengembangkan bidang keahlian atau bidang yang di
ampu.

Menurut Asmani (2007:71-82), Pelaksanaan team

teaching dapat dilakukan melalui beberapa pola. Berikut pola-

pola dalam penerapan team teaching tersebut.


40

a) Beberapa guru mengajarkan mata pelajaran yang sama dikelas

yang berbeda-beda. Dalam proses perencanaan, materi, bahan

ajar, atau hand out dapat disusun secara bersama-sama.,

walaupun penyajian dan evaluasinya dilakukan secara sendiri-

sendiri.

b) Setiap guru melakukan perencanaan, menentukan materi, dan

penyajian masing-masing. Tetapi, pada tahap evaluasi

dilakukan secara bersama-sama.

c) Satu mata pelajaran dapat ditangani oleh lebih dari seorang

guru, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, seorang guru bertindak

sebagai penyaji atau menyamaikan informasi, sedangkan guru

yang lain membantu menyiapkan media pembelajaran,

membimbing diskusi kelompok, atau membimbing latihan

individual. Anggota team teaching dapat juga secara

bergantian menyeajikan topik atau materi pelajaran. Diskusi

dan tanya jawab di bimbing secara bersama-sama, dan harus

saling melengkapi.

Sedangkan langkah-langkah sistem pelaksanaan team

teaching adalah sebagai berikut.


41

a) Menyusun perencanaan pembelajaran secara bersama.

Sehingga, setiap guru yang bergabung dalam team teaching

memahami semua yang tercantum dalam isi perencanaan itu

beserta sistem evaluasi yang akan dilakukan.

b) Menyusun metode pembelajaran secara bersama, sehingga

diharapkan setiap anggota tim mengetahui tujuan dan alur

proses pembelajaran.

c) Membedah dan mendiskusikan materi pembelajaran yang akan

diberikan kepada siswa. Hal ini dimaksudkan agar setiap

anggota team dapat saling melengkapi kekurangah yang ada

pada diri masing-masing. Selain itu, agar anggota team dapat

memprediksi berbagai kemungkinan yang kan timbul

menyangkut kesulitan siswa.

d) Membagi peran dan tanggung jawab bagi tiap-tiap anggota

team. Langkah ini ditempuh agar dalam proses pembelajaran

dikelas, tiap-tiap anggota mengetahui peran dan tugasnya

masing-masing. Selain itu, agar mereka dapat saling membantu

satu sama lain dalam pelaksanaan pembelajaran.

e) Apabila telah selesai melaksanakan pembelajaran, semua

anggota team duduk bersama untuk mengevaluasi pelaksanaan

pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh berbagai

rumusan perbaikan yang tepat untuk pembelajaran berikutnya.


42

Team teaching, dengan demikian, merupakan salah

satu cara dalam mengimplementasikan kegiatan lesson study

yang belakangan ini banyak dikembangkan untuk

meningkatkan mutu pembelajaran. Sebab, pelaksanaan

pembelajaran team teaching berdasarkan pada prinsip

kolegialitas (kebersamaan) dan kolaborasi (kemitraan)

(http.lensakomunika.blogspot.com, yang diakses pada 9

Oktober 2014).

3. Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran konstekstual merupakan suatu konsep belajar

dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2003:4)

Munurut Trianto (2008:7), pembelajaran kontekstual

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara

materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-

hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran

kontekstual yakni kontruktivisme, bertanya, inkuiri,

masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian autentik.


43

B. Kerangka Berfikir

Pembelajaran kontekstual yang dilakukan dikelas saat

ini terkesan monoton dan hanya berpusat pada satu guru

sehingga segala sesuatunya dipersiapkan secara sendiri. Mulai

dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi, selain itu

kurangnya perhatian guru pada saat mengajar terhadap siswa

dapat memicu rendahnya hasil belajar matematika siswa.

Team teaching merupakan suatu strategi pembelajaran

beregu, dimana segala sesuatunya dilakukan secara bersama-

sama mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Berdasarkan hal tersebut, dengan strategi team teaching

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa

C. Hipotesis

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang

dapat dikemukakan oleh peneliti adalah terdapat pengaruh

team teaching terhadap hasil belajar matematika siswa SMK

FATAHILLAH.
44

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK FATAHILLAH yang

beralamat di Jln. Fatahillah, Tangerang

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun

ajaran 2014/2015 selama 4 bulan.

Tabel 3.1

Jadwal Penelitian

No Kegiatan April Mei Juni Juli


1 Persiapan x x x x x

2 Pelaksanaan x x x x

Analisis Data

Pelaporan
45

B. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah

dengan menggunakan metode eksperimen. Pada kelompok ini ada

dua subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok

control. Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan dengan

menggunakan strategi team teaching sedangkan kelompok control

dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Desain Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang diajukan bahwa adanya pengaruh

antara variable “X” dan variable “Y”, maka desain penelitiannya

sebabai berikut : Tabel 3.2

Kelompok Treatment Prostest

Eksperiment X T2

Kontrol - T2

3. Proses Penelitian

a. Tahap Persiapan

Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum

melakukan penelitian, yaitu :


46

1. Menyusun perangkat pembelajaran

a) Rencana pelaksanaan pembelajaran

b) Lembar kegiatan siswa

2. Menyusun alat pengumpulan data

3. Menyusun pedoman wawancara guru dan siswa

4. Menyusun lembar observasi

5. Membuat alat tes

6. Merencanakan teknik pengolahan data

b. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, di kelas eksperimen akan

dilakukan dengan strategi team teaching dan pelaksanaan

pembelajaran disesuaikan dengan RPP.

Untuk pembelajaran kontekstual, pelaksanaannya

seperti guru mengajar pada umumnya, yaitu hanya terdapat

satu guru dalam kelas.

c. Tahap Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah

menjadi data statistic.

Adapun tahapan dalam analisis data adalah sebagai

berikut :
47

1. Menyeleksi data agar diolah lebih lanjut

2. Menentukan bobot nilai

3. Melakukan analisis data yang telah diperoleh

C. Sample dan Teknik Sampling

1. Populasi

a. Populasi Target

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari

objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 61). Populasi

target disebut pula populasi tertentu, yaitu keseluruhan subjek

penelitian secara teori yang banyaknya tidak terjangkau atau

terbilang. Jadi, populasi yang diambil untuk penelitian ini adalah

seluruh siswa SMK FATAHILLAH.

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah keseluruhan subjek

penelitian yang banyaknya terjangkau. Jadi, populai terjangkau

dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMK FATAHILLAH

yang terdaftar tahun ajaran 2014/2015

2. Sample
48

Sample adalah bagian dari jumlah karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Sample penelitian adalah

sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan

dapat mewakili populasi. Oleh karena itu, sample yang diambil

dalam penelitian ini adalah kelas X-A sebanyak 40 siswa

sebagai kelas eksperimen dan kelas X-B sebanyak 40 siswa

sebagai kelas control.

3. Teknik Sampling

Proses pengambilan sample penelitian menggunakan

teknik quota sampling, yaitu didasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan tertentu dari penelitian dengan cara menentukan

sejumlah anggota sample secara quantum. Caranya adalah

menunjukan kelas X-A sebagai kelas eksperiment dan X-B

sebagai kelas kontrol.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Variable Penelitian

Variable-variable pada penelitian ini adalah

a. Variable bebas (x) : dengan team teaching

b. Variable terikat (y) : hasil belajar matematika

2. Sumber Data

a. Variable bebas (x) : Rencana Program Pengajaran


49

b. Variable terikat (y) : soal tes materi trigonometri

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Variable bebas (x) : pendahuluan (Treatment)

b. Variable terikat (y) : tes tertulis

E. Instrumen Penelitian

1. Definisi Konseptual

Hasil belajar matematika adalah tingkat keberhasilan

yang diperoleh siswa dari berbagai kegiatan atau aktivitas

belajar matematika yang mengarah kepada perubahan

individu yang lebih baik.

2. Definisi Operasional

Hasil belajar siswa adalah skor tentang kemampuan

dan penguasaan siswa dalam menjawab soal-soal. Tes ini

berbentuk pilihan ganda sebanyak 30 soal. Sebelum

digunakan, soal tersebut diuji untuk mengetahui apakah soal

tersebut memenuhi persyaratan validitas, reabilitas, daya

pembeda dan indeks kesukaran.

3. Kisi Kisi Instrumen

Kisi –kisi yang digunakan dalam instrument penelitian ini

adalah tes yang berupa soal-soal matematika yang

ditunjukan dalam kisi-kisi dibawah ini.

Tabel 3.3
50

Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar Siswa

Jumla
Ability
h Soal
Kompetensi Indikator
Dasar C C C C C

1 2 3 4 5

Menentukan Perbandingan

dan trigonometri

menggunakan suatu sudut

nilai ditentukan dari

perbandingan sisi-sisi segitiga

dari suatu siku-siku

sudut Perbandingan

trigonometri

dipergunakan

untuk

menentukan

panjang sisi dan

besar sudut

segitiga siku-siku

Sudut-sudut

diberbagai

kuadran
51

ditentukan nilai

perbandingan

trigonoetrinya

Koordinat

kartesius dan

koordinat kutub

dibedakan sesuai

pengertiannya
Mengkonversi
Koordinat
koordinat
kartesius
kartesius dan
dikonversi ke
kutub
koordinat kutub

atau sebaliknya

sesuai prosedur

dan rumus yang

berlaku.

Menerapkan Aturan sinus

aturan sinus digunakan untuk

dab kosinus menentukan

panjang sisi pada

suatu segitiga

Aturan kosinus
52

digunakan untuk

menentukan

panjang sisi pada

suatu segitiga

Luas segitiga

ditentukan

rumusnya
Menentukan
Luas segitiga
luas suatu
dihitung dengan
segitiga
menggunakan

rumus luas

segitiga

Menerapkan Rumus

rumus trigonometri

trigonometri jumlah dan

jumlah dan selisih dua sudut

selisih dua sudut rangkap

sudut digunakan untuk

menyelea\saikan

soal

Rumus

trigonometri
53

perkalian serta

jumlah dan

selisih sinus dan

kosonus

digunakan untuk

menyelesaikan

soal

Identitas

trigonometri

digunakan dalam

menyederhanaka

Menyelesaika n persamaan atau

n persamaan bentuk

trigonometri trigonometri

Persamaan

trigonometri

ditentukan

penyelesaiannya

4. Pengujian Tingkat Kesukaran


54

Pengujian tingkat kesukaran adalah untuk mengetahui

bobot suatu soal yang harus sesuai dengan criteria

pembuatan soal. Adapun rumus untuk menentukan tingkat

kesukaran soal (P) ini adalah sebagai berikut :

B
P=
JS

Keterangan :

P = Indeks kesukaran

B = Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar

JS = Jumlah seluruh peserta tes

Indeks kesukaran soal diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 3.4

Proportion Correct (P)


Kategori Soal

0,71 – 1,00 Mudah

0,31 – 0,70 Sedang

0,0 – 0,30 Sukar

Tabel 3.5

Hasil Tes Kesukaran Soal


55

Butir Butir
P Keterangan P Keterangan
Soal Soal

1 0,80 Mudah 16 0,73 Mudah

2 0,78 Mudah 17 0,70 Mudah

3 0,60 Sedang 18 0,55 Sedang

4 0,75 Mudah 19 0,55 Sedang

5 0,60 Sedang 20 0,70 Mudah

6 0,75 Mudah 21 0,78 Mudah

7 0,60 Sedang 22 0,55 Sedang

8 0,58 Sedang 23 0,63 Sedang

9 0,73 Mudah 24 0,60 Sedang

10 0,48 Sedang 25 0,55 Sedang

11 0,63 Sedang 26 0,65 Sedang

12 0,43 Sedang 27 0,63 Sedang

13 0,45 Sedang 28 0,45 Sedang

14 0,48 Sedang 29 0,25 Sukar

15 0,70 Sedang 30 0,40 Sedang

Dari 30 soal tingkat kesukaran dengan kategori

mudah adalah 40,70%, kategori sedang adalah 57,10% dan

kategori sukar adalah 2,2% dengan rata-rata tingkat


56

kesukaran butir soal adalah 0,607 yang dikategorikan

sedang.

5. Daya Pembeda

Daya pembeda soal bertujuan untuk melihat

kemampuan butir soal dalam membedakan antara peserta

didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik

yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya

pembeda digunakan rumus sebagai berikut :

BA BB
D= −
JA JB

Keterangan :

D = indeks daya pembeda soal

BA = jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB = jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab

Benar

JA = jumlah peserta kelompok atas

JB = jumlah peserta kelompok bawah

Table 3.6

Klasifikasi daya pembeda :

Nilai (D) Interpretasi


57

0,00 – 0,20 Buruk

0.21 – 0,40 Sedang

0,41 – 0,,70 Baik

0,71 – 1,00 Baik sekali

Hasil tes tersebut dapat digunakan untuk membedakan

antara siswa yang kemampuannya tinggi (pintar) dengan

siswa yang kemampuannya rendah (bodoh).

Tabel 3.7
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal
No. Item Daya Pembeda Keterangan

1 0,73 Baik sekali

2 0,55 Baik

3 0,56 Baik

4 0,59 Baik

5 0,55 Baik

6 0,53 Baik

7 0,60 Baik

8 0,65 Baik

9 0,58 Baik

10 0,52 Baik

11 0,62 Baik

12 0,53 Baik
58

13 0,52 Baik

14 0,20 Buruk

15 0,59 Baik

16 0,55 Baik

17 0,57 Baik

18 0,47 Baik

19 0,55 Baik

20 0,62 Baik

21 O,57 Baik

22 0,37 Sedang

23 0,56 Baik

24 0,56 Baik

25 0,54 Baik

26 0,59 Baik

27 0,54 Baik

28 0,37 Sedang

29 0,58 Baik

30 0,47 Baik

Dari 30 soal daya pembeda soal dengan kategori soal

buruk adalah 1,323%, kategori soal sedang adalah 4,894%,

kategori baik adalah 88,955% dan kategori baik sekali


59

adalah 4,828% dengan rata-rata daya pembeda soal adalah

0,504 yang dikategorikan baik.

6. Pengujian Validitas Instrument Tes

Instrument berbentuk soal harus dilakukan uji coba

dahulu sebelum digunakan dalam penelitian., untuk

mengetahui validitas soal tersebut. Adapun rumus yang

digunakan adalah rumus Point Biserial, yaitu :

rbis = Mp - Mt
St
√ p
q

Keterangan :

Rbis= koefisien korelasi biserial

Mp = rata-rata skor total responden yang menjawab benar

Mt = rata-rata skor total

St = standar deviasi skor total

p = proporsi peserta tes yang menjawab benar pada soal

(tingkat kesukaran)

q = 1-p

soal dinyatakan valid jika rhitung lebih besar dari rtabel (

rhitung > rtabel )


60

Tabel 3.8

Hasil Perhitungan Validitas

Butir soal rbis rtabel Keterangan

1 0.73 0.5139 Valid

2 0.55 0.5139 Valid

3 0.56 0.5139 Valid

4 0.59 0.5139 Valid

5 0.55 0.5139 Valid

6 0.53 0.5139 Valid

7 0.60 0.5139 Valid

8 0.65 0.5139 Valid

9 0.58 0.5139 Valid

10 0.52 0.5139 Valid

11 0.62 0.5139 Valid

12 0.53 0.5139 Valid

13 0.52 0.5139 Valid

14 0.20 0.5139 Tidak Valid

15 0.59 0.5139 Valid

16 0.55 0.5139 Valid

17 0.57 0.5139 Valid

18 0.47 0.5139 Tidak Valid


61

19 0.55 0.5139 Valid

20 0.62 0.5139 Valid

21 0.57 0.5139 Valid

22 0.37 0.5139 Tidak Valid

23 0.56 0.5139 Valid

24 0.56 0.5139 Valid

25 0.54 0.5139 Valid

26 0.59 0.5139 Valid

27 0.54 0.5139 Valid

28 0.37 0.5139 Tidak Valid

29 0.58 0.5139 Valid

30 0.47 0.5139 Tidak Valid

7. Pengujian Reabilitas Instrument Tes

Reabilitas instrument hasil belajar dapat diuji dengan

menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20) sebagai

berikut :

r 11=
k
k −1 (
. 1−
∑ pq
s2 )

Keterangan :
62

R11 = reabilitas instrument

K = banyaknya butir soal

P = proporsi subjek yang menjawab item dengan

benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan

salah

∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

S2 = varians

Menurut Arikunto (2010 : 231), hasil perhitungan dari

uji reabilitas dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

0,800<r11<1,000 berarti reabilitas soal sangat tinggi

0,600<r11<0,800 berarti reabilitas soal sangat tinggi

0,400<r11<0,600 berarti reabilitas soal sangat tinggi

0,200<r11<0,400 berarti reabilitas soal sangat tinggi

F. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Teknik analisis deskriptif

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah

menganalisi data dengan cara mendeskripsikan data

tersebut dan menyajikannya dalam bentuk statistic


63

sederhana seperti distribusi frekuensi, polygon

frekuensi, mean, modus, median dan standar deviasi.

a. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk table

distribusi frekuensi. Hal yang diperlukan dalam

pembuatan table tersebut adalah :

1) Rentang atau jangkauan

Rumus mencari jangkauan adalah :

R = Xmaks – X min

2) Jumlah kelas interval

Rumus mencari jumlah kelas interval adalah :

K = 1 + 3,3 log n

3) Panjang interval kelas

Rumus mencari panjang kelas interval adalah :

R
P=
K

Keterangan :

P = panjang interval kelas

R = Rentangan atau jangkauan

K = Jumlah kelas interval

b. Pengelilahan data

1) Mean (rata-rata)
64

Rumus : X =
∑ fi xi
∑ fi
Keterangan :

X = rata-rata

Xi = titik tengah ke-i

Fi = banyaknya data

2) Median (Me)

[ ]
n
−F
Rumus 2
Me=b+ p
f

Keterangan :

Me = median

b = tepi batas bawah kelas median

p = panjang kelas interval

F = jumlah frekuensi sebelum kelas median

f = frekuensi kelas median

n = jumlah seluruh frekuensi

3) Modus (Mo

Rumus : Mo=b+ P [ b1
b 1+b 2 ]
Keterangan :
65

b = tepi batas bawah kelas modus

P = panjang kelas/interval

b1 = frekuensi kelas modus dikurangi

frekuensi kelas sebelumnya

b2 = frekuensi kelas modus dikurangi

frekuensi kelas berikutnya

4) Simpangan baku

Rumus : S =
√ ∑ fi X 2
∑ fi−1

Keterangan :

∑fi : jumlah data

∑fi X2 : jumlah skor X yang telah dikuadratkan

5) Varians

Rumus : S2 =
√ ∑ fi X 2
∑ fi−1

Keterangan :

S2 = varians, kuadrat dari simpangan baku

(standar deviasi)

2. Teknik Analisis Persyaratan Data

a. Uji Normalitas
66

Uji normalitas dapat dilakukan dengan dengan

uji liliefors dengan taraf signifikasi (α) yaitu 0,05,

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Xi−X
1. Rumus Zi =
Si

Keterangan :

Xi : data dari tiap sample

X : rata-rata

Si : simpangan baku

simpangan Z 1 , Z 2 … , Zn yang ≤ Z 1
2. S (Zi) =
n

3. Hitung selisih f (Zi) – S (Zi)

f(Zi) adalah daerah dibawah normal

untuk Z yang lebih kecil dari Zi

S(Zi) adalah banyaknya angka Z yang

lebih kecil dari Zi dibagi banyaknya data

Menurut Supardi (2012: 13) hipotesis

yang akan diuji :

Ho : sample berasal dari populasi

berdistribusi normal

H1 :sample tidak berasal dari populasi


67

berdistribusi normal

Criteria penilaiannya adalah :

Jika Lo : Lhitung < L tabel = terima Ho

Jika Lo : Lhitung > L tabel = tolak Ho

b. Uji Homogenitas

Setelah dilakukan uji normalitas, maka tahap

selanjutnya adalah uji homogenitas. Pengujian ini

menggunakan uji-F dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Menghitung varians kelompok

2. Tentukan Fhitung yaitu Fhitung =

varians terbesar
varians terkecil

3. Tentukan Ftabel untuk tahap signifikansi α

dk1 = dkpembilang = na – 1 dan dk2 penyebut = nb - 1

4. Lakukan pengujian dengan cara perbandingan

nilai Fhitung dan Ftabel

Hipotesis dengan uji-F dengan taraf

signifikasi (α) = 0,05, dengan criteria pengujian

sebagai berikut :

Jika Lo : Lhitung < L tabel = terima Ho

Jika Lo : Lhitung > L tabel = tolak Ho


68

c. Teknik Pengujian Hipotesis

Teknik pengujian hipotesis digunakan uji beda

rata-rata yaitu uji-t

Xa−Xb
thitung =
s
√ 1
+
nA nB
1 dimana

S=
√ ( nA−1 )( SA ) 2+ ( nB−1 )( SB ) 2
nA +nB−2

keterangan :

t = table diperoleh dengan α=0,05

XA = rata-rata hasil belajar matematika kelas

eksperiment

XB = rata-rata hasil belajar matematika

kelas control

S = simpangan baku

(SA)2 = varians kelas eksperimen

(SB)2 = varians kelas control

nA = jumlah sample kelas eksperimen

nB = jumlah sample kelas control


69

DAFTAR PUSAKA

Aan komariah dan Cepi Triana, Visionary Leadership menuju Sekolah


Efektif ( Jakarta: Bumi Akasara, 2008)
Ahmadi, A. dan Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : cv
Pustaka Setia (2005).
Anas Soedjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta : PT Rja
Gravindo Persada,2001)
Aswami Zainul, Penilaian Hasil Belajar (Jakarta : universitas
Terbuka,1997), h.5
Burhan Mungin, Metedologi Penelitian Kuantitatif :komunikasi,
Ekonomi Dan Kebijakan Public Serta Ilmu-Ilmu Social Lainnya,
(Jakarta ; Kencana, 2006)
Dimyati Mudjiono, Belajar dan Mata Pelajaran (Jakarta : Rineka
Cipta, 2002)
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik (Jakarta : 2001)
Dwi Priyanto, Mandiri Belajar SPSS, Yogyakarta: Mediakom, 2008
70

H.D. Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif Dalam


Pendidikan Luar sekolah (Bandung : Nusatara Press, 1993)
I.G.A.K. Wardani, Team Teaching (Jakarta: 20101)
Ibnu hajar, Dasar-dasar Metedologi Penelitian Kuantitatif Dalam
Pendidikan (Jakarta : Raja Grafindo Persada,1996)
Jamal Ma’mur Asmani , Micra Teaching dan TeamTeaching
( Yogyakarta: 2010)
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung : Remaja
Rosdakarya,1995)
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar ( Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1995)
Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan Belajar (Bandung :
Tarsito,1982)
Sambas Ali Muhidin, Maman Abdulrahman, Analisis Korelasi,
Regresi dan JalurDalam Penelitian, (Bandung; Pustaka Setia,2007)
Soeharto, Komunikasi Pembelajaran (Surabaya Sk, 1995)
Soewalni, s. (2007). Team Teaching. Makalah Program Pelatihan
Applied
Soewalni, S. (2007). Team Teaching. Makalah Program Pelatihan
Applied
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, ( bandung : Alfabeta, 2008)
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta :
Bumi Aksara,1990),h.3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelian, (Jakarta : Rineka Cipta,
2002)
Suwalni Sukirno, Proses Blajar Mengajar (Jakarta : Universitas
Terbuka,---)
Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar dan Zainal Arifin, Pendekatan
Dalam Proses Blajar Mengajar (Bandung : Remaja Karya,1989)
Taufik. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta,2010)
W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta:
Gramedia: 1986
71

Anda mungkin juga menyukai