Anda di halaman 1dari 35

E-CIP

E-Cigarette Preventive
Program Pencegahan Perilaku
Merokok Elektrik pada Remaja

Magister Psikologi
Universitas Diponegoro
E-CIP
E-Cigarette Preventive
Program Pencegahan Perilaku Merokok
Elektrik pada Remaja

Tim Penyusun
Dr. Novi Qonitatin, S.Psi., M.A
Annisa Maulidya, S.Psi

Alamat
Jl. Prof. Sudarto No.13,
Tembalang, Kec. Tembalang,
Kota Semarang, Jawa Tengah
50275
Kata Pengantar
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkatnya serta izinnya, modul ini dapat
diselesaikan. Modul ini berisikan panduan program
pencegahan perilaku merokok elektrik yang ditujukan
pada komunitas remaja

Program E-CIP terdiri atas tiga sesi. Setiap sesi


memberikan pemahaman terkait dengan aspek-aspek
health belief model yaitu perceived susceptibility,
perceived severity, perceived benefit, perceived barriers
dan cues to action.

Penyusunan modul ini tentunya tidak terlepas dari bantuan


banyak pihak, semoga modul ini dapat memberikan
manfaat bagi remaja, orang tua, serta institusi pendidikan.

Juni 2023

Tim Penyusun

Daftar Isi
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG
PROGRAM INTERVENSI
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Logical Framework
Landasan Teori
Rancangan Program Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Latar
Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi dalam kehidupan manusia
dimana masa yang menghubungkan anak-anak dengan masa
dewasa. Remaja memiliki tugas perkembangan yang tidak
mudah, dalam mencapai tugas perkembangan tersebut tentu saja
dibutuhkan kesehatan. Remaja yang memiliki kesehatan dan
disertai dengan pemikiran yang positif maka remaja tidak akan
terjerumus ke dalam hal negatif yang dapat merugikan diri mereka
(Santrock, 2012).

Namun pada kenyataanya hal tersebut bertolak belakang pada


fakta para remaja yang ada di lapangan. Para remaja berada
pada hal negatif yang sangat mempengaruhi kesehatan, salah
satunya yaitu merokok. Kebiasaan merokok sudah seperti budaya
di Indonesia. Tidak hanya orang tua, remaja dan anak-anak juga
mempunyai perilaku dan kebiasaan merokok. Baru-baru ini
muncul suatu tren di Indonesia yaitu penggunaan rokok elektrik
atau sering disebut dengan vape.
Rokok elektrik memungkinkan penggunanya untuk menghirup
aerosol kimia. Rokok elektrik terdiri atas empat komponen,
yaitu: baterai, elemen pemanas (misalnya, atomizer), e-liquid
(yang biasanya mengandung nikotin, propilen glikol, gliserin
nabati, dan bahan kimia lainnya), serta kartrid yang berfungsi
untuk sebagai wadah e-liquid. Setelah e-liquid diuapkan oleh
alat penyemprot, aerosol (uap) memberikan sensasi yang mirip
dengan merokok konvensional. Sejak pertama kali muncul di
pasaran lebih dari satu dekade yang lalu, rokok elektrik secara
populer telah dianggap sebagai alternatif yang tidak terlalu
berbahaya dibandingkan rokok konvensional (Kelder dkk.,
2020; Marques dkk., 2021).

Sejak 2014, rokok elektrik telah menjadi produk tembakau yang


paling umum digunakan oleh siswa sekolah menengah pertama
(SMP) dan atas (SMA) di Amerika Serikat (Cooper dkk., 2022).
Sejak tahun 2017 hingga 2018, penggunaan rokok elektrik
diketahui telah meningkat sebesar 78% di kalangan siswa SMA
dan sebesar 48% pada kalangan siswa SMP (Kelder dkk.,
2020). Peningkatan secara signifikan dari penggunaan rokok
elektrik sekali pakai (yang digunakan pada ≥1 hari selama 30
hari terakhir) juga dilaporkan antara tahun 2019 dan 2020.
Selanjutnya pada tahun 2021, rokok elektrik sekali pakai
diketahui merupakan jenis yang paling sering digunakan oleh
siswa di kalangan sekolah menengah. Selain itu, sekitar empat
dari sepuluh siswa SMA dan SMP yang menggunakan rokok
elektrik melaporkan penggunaan yang sering dan sekitar satu
dari empat melaporkan penggunaan sehari-hari (Cooper dkk.,
2022).

Meskipun penelitian menunjukkan bahwa rokok elektrik lebih


aman daripada produk tembakau yang mudah terbakar,
penggunaan rokok elektrik oleh anak muda menyebabkan
beberapa masalah kesehatan masyarakat, seperti kecanduan
nikotin dan inisiasi penggunaan produk rokok konvensional.
Rokok elektrik telah terbukti memiliki banyak efek berbahaya
pada kesehatan fisik dan mental individu. E-cigarette Vaping
Associated Lung Injury (EVALI) pertama kali diidentifikasi pada
tahun 2019. Sebanyak 2807 kasus rawat inap EVALI, atau
kematian telah dilaporkan sejak Februari 2020. Sebagian besar
rokok elektrik mengandung nikotin yang sangat adiktif. Nikotin
telah terbukti merusak perkembangan otak remaja sehingga
berpotensi menyebabkan gangguan kognitif dan meningkatkan
risiko kecanduan obat-obatan lain di masa depan.
Terkait kesehatan metal, nikotin diketahui berhubungan dengan
berbagai gangguan mental seperti depresi, kecemasan,
kekerasan (violence) dan bunuh diri (Aberegg dkk., 2020; Javed
dkk., 2022; Kelder dkk., 2020).

Berdasarkan hasil asesmen, diketahui bahwa remaja


mendapatkan pengetahuan mengenai rokok elektrik melalui
lingkungan sosial mereka terutama teman sebaya, anggota
keluarga, iklan serta berbagai konten di media sosial. Rachmat
dkk. (2013) pada penelitiannya menjelaskan bahwa ada
hubungan antara interaksi kelompok sebaya, interaksi keluarga,
iklan rokok, dan sikap terhadap perilaku merokok. Hasil
penelitian Astuti (2012) menyimpulkan bahwa siswa mulai
merokok pada rentang usia 11-14 tahun. Adanya anggota
keluarga (ayah dan saudara laki-laki) yang merokok menjadi
faktor pendorong perilaku merokok pada siswa diusia remaja.
Anak mulai meniru apa yang dilakukan oleh orang tua daripada
melakukan yang diperintahkan.

Penelitian Ladesvita dan Agustina (2017) menjelaskan bahwa


remaja laki-laki lebih banyak berkontribusi dalam menggunakan
rokok elektrik, selain itu diketahui bahwa faktor yang paling
tinggi
mempengaruhi remaja mengkonsumsi rokok elektrik adalah
faktor teman sebaya. Sejalan dengan Artanti dkk. (2017) yang
mengungkapkan bahwa faktor yang paling mendorong remaja
untuk merokok adalah ajakan teman (69,3%) kemudian iklan
(11,5%). Sedangkan pertama kali menggunakan rokok elektrik
karena pengaruh teman-teman (77,8%) selanjutnya karena
melihat orang lain menggunakan rokok elektrik (7,1%).

Meluasnya pemasaran dan promosi menciptakan norma bahwa


rokok elektrik merupakan suatu hal populer dan diinginkan,
dimana kemudian norma ini berdampak dalam mengurangi
risiko sosial dari penggunaan rokok elektrik. Meskipun produsen
tidak dapat menjual rokok elektrik kepada anak di bawah umur,
perangkat ini sering dapat dijangkau melalui saluran sosial
(misalnya teman sebaya atau anggota keluarga), dapat juga
dibeli langsung dari pengecer online atau secara langsung
(Kelder dkk., 2020). Anak muda Indonesia banyak terpapar
pemasaran rokok elektrik di mana mereka menghabiskan
sebagian besar waktu mereka, yaitu media sosial. Lebih dari
dua pertiga (68%) pemasaran produk tembakau yang terlihat di
media sosial menampilkan rokok elektrik (Vital Strategies,
2022).
Iklan rokok elektrik sangat ditargetkan untuk remaja, mulai dari
papan reklame hingga pengemasan dan produk itu sendiri. Iklan
di jejaring sosial adalah hal biasa ditemui. Iklan vape meledak
antara tahun 2014 dan 2016, dan satu penelitian menemukan
bahwa 78 persen siswa sekolah menengah terpapar setidaknya
satu iklan.

Pods hadir dalam kemasan yang menyenangkan serta beragam


rasa agar menarik bagi remaja, mulai dari mint, buah-buahan
hingga kue kering (cookies). Hal ini sangat memprihatinkan,
karena penelitian telah menunjukkan bahwa rasa merupakan
salah satu faktor utama yang dipertimbangkan remaja dalam
mencoba rokok elektrik.

Pada tahun 2020 dan 2021, sekitar delapan dari 10 siswa SMP
dan SMA yang menggunakan rokok elektrik melaporkan
penggunaaan rokok elektrik beraroma. Rokok elektrik dirancang
agar terlihat trendi, mulai dari berbentuk seperti USB, pena,
hingga inhaler. Mereka dapat dipersonalisasi seperti casing
ponsel, bahkan ransel memiliki kantong khusus untuk perangkat
pod/mod (Jones & Salzman, 2020).
Rokok elektrik, yang belum diketahui dampak kesehatannya
telah dijual di pasar Indonesia sejak tahun 2010 (Ratih dkk.,
2019). Indonesia belum memiliki peraturan yang secara efektif
mengatur tentang penggunaan rokok elektrik, namun memiliki
tingkat penggunaan tembakau yang tinggi pada remaja, serta
merupakan populasi pengguna media sosial terbesar keempat
di dunia. Terkait konteks ini, platform sosial media menawarkan
prospek yang besar bagi perusahaan rokok elektrik untuk
secara agresif mempromosikan dan menjual produk mereka
kepada anak muda (Vital Strategies, 2022).

Berita tentang peraturan rokok elektrik meningkat secara


signifikan dalam artikel yang meliput peristiwa domestik selama
periode penelitian oleh Laili dkk., (2020). Peraturan rokok
elektronik yang disebutkan dalam pasal-pasal ini hanya
mencakup persyaratan pajak rokok elektronik, larangan
langsung, kebijakan bebas rokok, dan pembatasan akses
remaja/anak. Artinya, media berita online Indonesia cenderung
membicarakan regulasi saat menerbitkan berita tentang rokok
elektrik (Laili dkk., 2020).
Berdasarkan hasil asesmen diketahui bahwa yang menjadi
dasar ketertarikan serta pertimbangan utama remaja dalam
menggunakan rokok elektrik adalah lingkungan sosial, dimana
remaja tidak ingin dianggap ketinggalan tren dan tersisihkan
oleh lingkungan pertemanan. Namun di sisi lain, para remaja
tersebut belum pernah mendapatkan edukasi dan tidak
berusaha mencari tahu mengenai dampak-dampak penggunaan
rokok elektrik.

Seperti yang telah dipaparkan dalam paragraf sebelumnya,


tingginya prevalensi pengguna usia remaja, minim informasi
mengenai dampak terhadap kesehatan fisik dan mental, serta
pengaruh norma dan lingkungan sosial dari penggunaan rokok
elektrik menyebabkan urgensi dibentuknya program
pencegahan perilaku merokok elektrik yang berfokus pada
remaja.
Program
Intervensi
Tujuan Umum
Tujuan umum dari program ini yaitu melakukan
upaya pencegahan perilaku merokok elektrik
pada remaja.

Tujuan Khusus
Meningkatkan pemahaman remaja mengenai
dampak penggunaan rokok elektrik serta
meningkatkan efikasi diri dalam hubungannya
dengan perilaku merokok elektrik.
Logical Framework (Matriks)
Landasan Teori

Upaya pencegahan penyakit merupakan perilaku kesehatan


dijelaskan dalam teori health belief model. Health belief model
dikembangkan untuk mengetahui mengapa seseorang tidak
melakukan upaya pencegahan penyakit dan melakukan
pengobatan penyakit walaupun biaya untuk pengetesan
penyakit, upaya pencegahan penyakit, dan perawatan medis
dianggap murah. Model ini digunakan untuk menjelaskan dan
memprediksi perilaku pencegahan penyakit, hal ini termasuk
dengan peran sakit dan perilaku penyakit. Perilaku sehat
merupakan semua aktivitas yang dilakukan seseorang yang
percaya bahwa dirinya sehat untuk tujuan mencegah penyakit
atau mendeteksi suatu penyakit dalam tahap asimtomatik
(Bartholomew dkk., 2016; Rijanta dkk., 2020; Rosenstock,
2000).

Health belief model mulanya diformulasikan untuk menjelaskan


perilaku sehat pencegahan penyakit. Kazdin (1993)
menjelaskan prinsip dasar dari health belief model adalah
bagaimana individu bertindak untuk menyangkal, menyaring
atau mengontrol kondisi sakit, jika mereka menganggap dirinya
rentan terhadap suatu kondisi. Jika mereka percaya bahwa
suatu kondisi memiliki konsekuensi yang serius, jika mereka
percaya bahwa suatu bentuk tindakan memungkinkan untuk
mereka yang memberikan manfaat kerentanan atau keparahan
dari kondisi tertentu, dan jika mereka percaya bahwa hambatan
yang atau biaya yang ada dalam pengambilan tindakan lebih
kecil dari pada manfaatnya (Bartholomew dkk., 2016).

Gijsen dkk. (2001) menjelaskan health belief model sebagai


sebuah model yang mengidentifikasi hubungan aspek-aspek
health belief model serta kecenderungan seseorang untuk
mengambil tindakan pecegahan penyakit. Azmi dkk. (2021) juga
memiliki penjelasan yang serupa, yaitu bahwa health belief
model berguna untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi
intervensi kesehatan melalui asesmen dari aspek-aspeknya
yang meliputi persepsi kerentanan, keparahan, manfaat dan
hambatan dari tindakan serta isyarat tindakan.

Health belief model berkaitan dengan sekumpulan persepsi


individu tentang ancaman suatu penyakit sehingga
menimbulkan perubahan perilaku menjadi sehat. Pada konstruk
tersebut memiliki beberapa elemen yang terdapat pada
golongan self-efficacy (efikasi diri).
Mengukur tingkat efikasi diri terhadap perubahan perilaku sehat
guna menghindari terkena sebuah penyakit dapat
menggunakan beberapa pertanyaan, yang meliputi: (1)
Perceived susceptibility (kepercayaan seseorang tentang
kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit), (2) Perceived
severity (kepercayaan seseorang tentang kondisi keparahan
dirinya apabila sudah terpapar suatu penyakit), (3) Perceived
benefit (persepsi seseorang terhadap manfaat yang diperoleh
dari perubahan perilaku), (4) Perceived barriers (persepsi
seseorang terhadap hambatan yang diperoleh ketika melakukan
perubahan perilaku) dan (5) Cues to action (isyarat untuk
melakukan suatu tindakan atau perilaku) (Fitriani dkk., 2022).

Perceived susceptibility mengacu pada persepsi subyektif


seseorang menyangkut risiko dari kondisi kesehatannya. Di
dalam kasus penyakit secara medis, dimensi tersebut meliputi
penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan pribadi terhadap
adanya resusceptibility (timbul kepekaan kembali), dan
susceptibility (kepekaan) terhadap penyakit secara umum. Hasil
penelitian sebelumnya menyatakan bahwa perceived
susceptibility berhubungan erat dengan perubahan perilaku
pada kelompok tertentu (Fitriani dkk., 2022; Peters, 2020).
Perceived severity merupakan perasaan mengenai keseriusan
terhadap suatu penyakit, meliputi kegiatan evaluasi terhadap
konsekuensi klinis dan medis (sebagai contoh, kematian, cacat,
dan sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti
efek pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan
sosial). Banyak ahli yang menggabungkan kedua komponen
diatas sebagai ancaman yang dirasakan (perceived threat)
(Fitriani dkk., 2022).

Perceived benefit merupakan tahap dimana individu dapat


merasakan manfaat dari perilaku yang dilakukan. Hal ini dapat
mendorong untuk menghasilkan suatu kekuatan yang
mendukung kearah perubahan perilaku, dengan kata lain,
perubahan perilaku tergantung pada kepercayaan seseorang
terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia dalam
mengurangi ancaman penyakit, atau keuntungan yang
dirasakan dalam melakukan upaya-upaya kesehatan tersebut
(Fitriani dkk., 2022; Robinson dkk., 2021).

Perceived barriers atau hambatan yang dirasakan untuk


berubah merupakan rintangan yang dihadapi dan ditemukan
dalam mengambil tindakan. Aspek-aspek negatif yang potensial
dalam suatu upaya kesehatan (seperti ketidakpastian, efek
samping), atau penghalang yang dirasakan (seperti: khawatir
akan tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin menjadi
hambatan untuk merekomendasikan suatu perilaku (Fitriani
dkk., 2022).

Cues to action merupakan suatu isyarat bagi seseorang untuk


melakukan suatu tindakan atau perilaku. Isyarat-isyarat yang
berupa faktor-faktor eksternal maupun internal, misalnya pesan-
pesan pada media massa, nasihatatau anjuran kawan atau
anggota keluarga lain, aspek sosiodemografis misalnya tingkat
pendidikan, lingkungan tempat tinggal, pengasuhan dan
pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku,
serta keadaan ekonomi, sosial dan budaya (Fitriani dkk., 2022).
Rancangan Program

Hasil asesmen mengungkapkan bahwa remaja mengetahui


tentang rokok elektrik melalui lingkungan sosial mereka seperti
teman sebaya, orang dewasa yang menggunakan rokok
konvensional maupun elektrik, serta iklan dan beragam konten
di sosial media. Hasil selanjutnya dari asesmen yang telah
dilakukan adalah pertimbangan remaja dalam menggunakan
rokok elektrik adalah lingkungan pertemanan dan tren saat ini,
dimana menggunakan rokok elektrik adalah hal yang dianggap
sudah biasa.

Saat yang bersamaan, remaja kurang memiliki pengetahuan


mengenai bagaimana media dan lingkungan sosial dapat
mempengaruhi mereka dalam penggunaan rokok elektrik.
Selain itu, minim pengetahuan mengenai dampak jangka
panjang dari rokok elektrik juga menjadi faktor yang
mempengaruhi penggunaan rokok elektrik pada remaja.

Hasil asesmen, tujuan akhir yang hendak dicapai, dan matriks


yang telah dibuat menjadi dasar penyusunan program
rancangan intervensi ini, sehingga remaja diharapkan mampu
menerapkan pengetahuan yang telah didapatkan dalam berbaur
di lingkungan sosialnya.
Sesi 1: Gerobak (Geger! Rokok Elektrik
Bahaya bagi Kesehatan)

Kegiatan dibuka oleh fasilitator dengan perkenalan diri


serta penyampaian maksud dan tujuan kegiatan yang
diselenggarakan. Kemudian sebagai bentuk ice breaking,
peserta secara kolektif diberikan kuis mengenai
pengetahuan umum akan rokok elektrik melalui platform
Kahoot. Jika kondisi kurang memungkinkan, kuis dapat
dilakukan dengan alternatif slide powerpoint.

Setelah menyelesaikan kuis, kegiatan dilanjutkan dengan


pemberian edukasi terkait materi pengetahuan rokok
elektrik secara umum; definisi rokok elektrik, data
pengguna, serta dampak-dampak yang ditimbulkan dari
penggunaan rokok elektrik. Sesi pertama ditutup oleh
fasilitator dengan melakukan tanya jawab/diskusi dengan
peserta.
Soal Kuis Sesi 1

1. Mana pernyataan yang benar mengenai rokok elektrik?


a. Perangkat untuk menghirup nikotin
b. Banyak digunakan anak muda
c. Perangkat yang mudah terbakar
d. Semua benar

2. Di bawah yang merupakan dampak nikotin adalah…


a. Membuat liquid lebih harum
b. Asapnya menyebabkan pingsan
c. Menyebabkan kecanduan
d. Semua benar

3. Terkena asap rokok elektrik dapat menimbulkan gangguan


kesehatan.
a. Benar
b. Salah

4. Berikut dampak rokok elektrik pada kesehatan, kecuali…


a. Mempersempit pembuluh darah
b. Menurunkan detak jantung
c. Meningkatkan resiko penyakit jantung
d. Popcorn lung
5. Berapa kali batas maksimal merokok agar tidak terkena
penyakit paru-paru?
a. 4
b. 10
c. Berapapun dapat menyebabkan penyakit
d. Tergantung kekebalan tubuh

6. Mana yang termasuk gejala kelebihan menggunakan rokok


elektrik?
a. Sulit tidur
b. Sering merasa haus
c. Sulit berkonsentrasi
d. Semua benar

7. Merokok elektrik tidak menyebabkan dampak negatif


a. Salah
b. Benar

8. Alasan seseorang menggunakan rokok elektrik, kecuali...


a. Variasi liquid
b. Stress
c. Lingkungan sosial
d. Semua salah
Sesi 2: Kosasih (Kok Bisa Sih?)

Sesi kedua diawali dengan psikoedukasi dengan materi


terkait pengaruh sosial terhadap penggunaan rokok
elektrik; ajakan teman, meniru orang dewasa yang
merokok, iklan dan sosial media. Setelah edukasi, peserta
diberikan konsumsi ringan sembari memilih peserta yang
bersedia terlibat aktif dalam kegiatan selanjutnya.

Kegiatan dilanjutkan dengan bermain peran atau roleplay.


Roleplay ditujukan agar peserta lebih memahami mengenai
bagaimana lingkungan sosial mereka dapat sangat
berpengaruh terhadap perilaku merokok elektrik. Fasilitator
memberikan skenario roleplay kepada peserta. Skenario
disusun berdasarkan kejadian yang sering ditemui sehari-
hari. Setelah melakukan roleplay, peserta diajak untuk
melakukan diskusi dan tanya jawab dengan fasilitator.
Skenario Roleplay Sesi 2

Skenario 1
Remaja A, B dan C yang merupakan anggota dari kelompok
“hits” di sekolah mereka semuanya merupakan perokok elektrik.
Mereka sering melakukan siaran langsung di media sosial
sembari merokok. D yang bukan perokok bergabung dengan
kelompok tersebut. Sering kali ketika berkumpul bersama, A, B,
dan C membujuk D untuk turut menggunakan rokok elektrik.

Skenario 2
A adalah orang dewasa, B yang merupakan anak/adik dari A
sering melihat A merokok di rumah mereka. Setiap A terlihat
memiliki masalah, ia akan pergi merokok dan setelah itu A
terlihat lebih tenang dan santai, sehingga rokok menjadi sebuah
kecanduan bagi A. Karena sering menyaksikan hal tersebut, B
menjadi penasaran dan diam-diam mencoba rokok milik A.
Sesi 3: Ibu Peri (Ilmu Baru Peningkatan
Efikasi Diri)

Sesi ketiga dalam kegiatan diawali dengan ice breaking


oleh fasilitator, dilanjutkan dengan studi kasus dengan
durasi diskusi 30 menit. Setelah studi kasus, fasilitator
memberikan kunci-kunci dari kasus serta edukasi terkait
definisi efikasi diri dan gaya hidup serta pergaulan yang
sehat sebagai upaya mencegah perilaku merokok elektrik.
Setelah seluruh sesi selesai, fasilitator menutup rangkaian
kegiatan dengan doa bersama dan ucapan terima kasih
kepada seluruh peserta.
Materi Studi Kasus Sesi 3

"Bisakah rokok elektronik membantu saya berhenti


merokok?"
Zak, 18, Leicester, Inggris

Zak mulai merokok pada usia 14 tahun. Dia memulainya karena


kakak laki-lakinya merokok dan membiarkan dia bergabung
dengan teman-temannya. Dia mulai dengan satu atau dua
batang rokok dan secara bertahap meningkat sampai dia
merokok 20 bungkus sehari. Tahun lalu, biaya merokok Zak
adalah sekitar £2.873 atau setara lebih dari lima juta rupiah!

Selain bangkrut, Zak menyadari bahwa dia tidak dapat


melanjutkan sepak bola dan meninggalkan timnya yang biasa
latihan pada Minggu pagi. Zak ingin membuat perubahan,
namun ia belum siap untuk berhenti sepenuhnya. Zak sedang
mempertimbangkan untuk membeli rokok elektrik sebagai
alternatif dalam membantunya berhenti merokok.
Kunci Pembahasan

Saat Zak beralih ke rokok elektrik, dia tidak akan menghirup


semua bahan kimia berbahaya yang terdapat dalam rokok dan
kemungkinan menghemat pengeluaran karena perbedaan
harga antara rokok konvensional dan rokok elektrik.
Bagaimanapun, beralih dari rokok konvensional ke rokok
elektrik sangat tidak disarankan karena konsumsi nikotin masih
terus dilakukan.

Rokok elektrik seringkali mengandung jumlah nikotin yang jauh


lebih tinggi daripada rokok konvensional. Beberapa kartrid
nikotin pada rokok elektrik dapat mengandung nikotin sebanyak
satu bungkus rokok, jelas bahwa bahaya vaping sangat luas.
Konsumsi nikotin dalam waktu yang lama dapat memicu
kerusakan paru-paru secara permanen serta meningkatkan
risiko kanker paru-paru. Alih-alih menggunakan rokok elektrik,
Zak dapat menerapkan pola hidup yang lebih sehat sembari
mengurangi penggunaan rokok secara bertahap dan konsisten.
Daftar Pustaka
Aberegg, S. K., Cirulis, M. M., Maddock, S. D., Freeman, A., Keenan, L.
M., Pirozzi, C. S., Raman, S. M., Schroeder, J., Mann, H., & Callahan, S.
J. (2020). Clinical, Bronchoscopic, and Imaging Findings of e-Cigarette,
or Vaping, Product Use-Associated Lung Injury Among Patients Treated
at an Academic Medical Center. JAMA network open, 3(11).
https://doi.org/10.1001/JAMANETWORKOPEN.2020.19176

Artanti, K., Widiati, S., Megatsari, H., & Nugroho, P. (2017). Deskripsi
Perilaku Merokok E-Cigarette dan Konvensional pada Anak Sekolah Di
Kota Surabaya. roceeding 4th Indonesian Conference on Tobacco or
Health.

Astuti, K. (2012). GAMBARAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI


KABUPATEN BANTUL. INSIGHT, 10(1). http://www.who.or.id/

Azmi, E. S., How, V., & Abdul Rahman, H. (2021). Effect of health belief
model on flood-risk educational approach among elementary school
children in Malaysia. Jàmbá Journal of Disaster Risk Studies, 13(1).
https://doi.org/10.4102/jamba.v13i1.1102

Bartholomew, E. L. K., Markham, C. M. , R. R. A. C., Fernàndez, M. E.,


Kok, G., & Parcel, G. S. (2016). Planning Health Promotion Programs: An
Intervention Mapping Approach. Dalam Nursing Standard (Nomor 6).
Jossey-Bass Inc.

Cooper, M., Park-Lee, E., Ren, C., Cornelius, M., Jamal, A., & Cullen, K.
A. (2022). Notes from the Field: E-cigarette Use Among Middle and High
School Students — United States, 2022. MMWR. Morbidity and Mortality
Weekly Report, 71(40), 1283–1285.
https://doi.org/10.15585/MMWR.MM7140A3

Fitriani, F., Farisni, T. N., Yarmaliza, Y., Reynaldi, F., Zakiyuddin, Z.,
Syahputri, V. N., & Susanna, D. (2022). Aplikasi Health Belief Model
Terhadap Perilaku Preventif COVID-19 pada Kelompok Lansia. Perilaku
dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and
Behavior, 4(1), 21–27. https://doi.org/10.47034/PPK.V4I1.5896

Gijsen, R., Hoeymans, N., Schellevis, F. G., Ruwaard, D., Satariano, W.


A., & van den Bos, G. A. M. (2001). Causes and consequences of
comorbidity. Journal of Clinical Epidemiology, 54(7), 661–674.
https://doi.org/10.1016/S0895-4356(00)00363-2

Javed, S., University Health Sciences, D., Zouina Sarfraz, P., Sarfraz, A.,
Hanif, A., Authors Sana Javed, A., Usmani, S., Sarfraz, Z., Firoz, A., Baig,
R., Sharath, M., Walia, N., Chérrez-Ojeda, I., Ahmed, S., & Ch errez-
Ojeda, I. (2022). A Scoping Review of Vaping, E-Cigarettes and Mental
Health Impact: Depression and Suicidality. Journal of Community Hospital
Internal Medicine Perspectives, 12. https://doi.org/10.55729/2000-
9666.1053
Jones, K., & Salzman, G. A. (2020). The Vaping Epidemic in Adolescents.
Missouri Medicine, 117(1), 56–58.
https://doi.org/10.1097/jxx.0000000000000234

Kazdin, A. E. (1993). Adolescent mental health: Prevention and treatment


programs. American Psychologist, 48(2), 127–141.
https://doi.org/10.1037/0003-066X.48.2.127

Kelder, S. H., Mantey, D. S., Van Dusen, D., Case, K., Haas, A., &
Springer, A. E. (2020). A Middle School Program to Prevent E-Cigarette
Use: A Pilot Study of “CATCH My Breath.”
https://doi.org/10.1177/0033354919900887, 135(2), 220–229.

Ladesvita, F., & Agustina, E. (2017). aktor-Faktor yang Mempengaruhi


Remaja Mengkonsumsi Rokok Elektrik (Vape) Di Wilayah Jakarta Utara.
Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, 3.

Laili, Z., Ratih, S. P., Anshari, D., Damayanti, R., Shamsi, H. S. Al,
Almutairi, A. G., & Sulaiman. (2020). Regulating Electronic Cigarettes: A
Content Analysis of Indonesian News Articles. 36–40.
https://doi.org/10.2991/AHSR.K.201203.007

Marques, P., Piqueras, L., & Sanz, M. J. (2021). An updated overview of


e-cigarette impact on human health. Dalam Respiratory Research (Vol.
22, Nomor 1). BioMed Central Ltd. https://doi.org/10.1186/s12931-021-
01737-5
Peters, D. J. (2020). Community Susceptibility and Resiliency to COVID-
19 Across the Rural-Urban Continuum in the United States. The Journal
of rural health : official journal of the American Rural Health Association
and the National Rural Health Care Association, 36(3), 446–456.
https://doi.org/10.1111/JRH.12477

Rachmat, M., Thaha, R. M., & Syafar, M. (2013). Perilaku Merokok


Remaja Sekolah Menengah Pertama. Kesmas: National Public Health
Journal, 7(11), 502. https://doi.org/10.21109/KESMAS.V7I11.363

Ratih, S. P., Maycock, B. J., Damayanti, R., & Anshari, D. (2019). How
Indonesian Media Frame the Harms and Benefits of E-cigarette. 169–174.
https://www.atlantis-press.com/proceedings/icssh-18/55914052

Rijanta, R., Baiquni, M., Mei, E., Saputra, E., Nurani, I., Christanto, J.,
Ghiffari, R., Rachmawati, R., Retnowati, A., Kurniawan, A., Fajarwati, A.,
Hasanati, S., Sadali, M., & Wibisono, H. (2020). Rembug Pageblug:
Dampak, Respons dan Konsekuensi Pandemi Covid-19 dalam Dinamika
Wilayah (R. Rijanta & M. Baiquni, Ed.). Badan Penerbit Fakultas Geografi
(BPFG) Universitas Gadjah Mada.

Robinson, L. A., Sullivan, R., & Shogren, J. F. (2021). Do the Benefits of


COVID‐19 Policies Exceed the Costs? Exploring Uncertainties in the
Age–VSL Relationship. Risk Analysis, 41(5), 761.
https://doi.org/10.1111/RISA.13561
Rosenstock, I. M. (2000). Health Belief Model. Dalam Encyclopedia of
psychology, Vol. 4. (hlm. 78–80). Oxford University Press.
https://doi.org/10.1037/10519-035

Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development (Edisi 13 Jilid 1). Dalam


Jakarta: Erlangga (13 ed.). Erlangga.

Vital Strategies. (2022). Vape Tricks in Indonesia: How E-Cigarette


Companies Use Social Media To Hook Youth.
https://vitalstrat.org/VapeTricksIndonesia

Waluyati, M. (2020). Penerapan Fokus Group Discussian (FGD) Untuk


Meningkatkan Kemampuan Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber
Belajar. Jurnal EDUTECH Universitas Pendidikan Ganesha, 8(1), 80–91.

Anda mungkin juga menyukai