Skripsi 201611051 Jossua Simangunsong
Skripsi 201611051 Jossua Simangunsong
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
JOSSUA SIMANGUNSONG (2016-11-051)
i
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI
Digitally signed by
DN: OU=Teknik Elektro,
O=Institut Teknologi PLN,
CN=" ",
E=tony.koerniawan@itpln.ac.id
Reason: I am the author of this
document
Location: Jakarta
Date: 2020-09-21 16:53:35
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
iii
UCAPAN TERIMAKASIH
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
v
KAJIAN EVALUASI INDEKS KINERJA PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) UNIT 1 STAR
ENERGY GEOTHERMAL WAYANG WINDU LIMITED
ABSTRAK
vi
STUDY OF PERFORMANCE INDEX EVALUATION ON STAR
ENERGY WAYANG WINDU LIMITED GEOTHERMAL POWER
PLANT(PLTP) UNIT 1
By Jossua Simangunsong 201611051
Under the guidance of Ir Aloyisious Agus Yogianto, M.T and Andi Makkulau,
S.T., M.Ikom., M.T.
ABSTRACT
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
viii
2.7 Reserve Shutdown (RS) .......................................................................... 17
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Data Indeks Kinerja Pembangkit untuk mencari indeks EAF Unit 1
PLTP Wayang Windu Tahun 2018 dan 2019 .................................................... 26
Tabel 4.2. Data Indeks Kinerja Pembangkit untuk mencari indeks EFOR Unit 1
PLTP Wayang Windu Tahun 2018 dan 2019 .................................................... 27
Tabel 4.3. Data Indeks Kinerja Pembangkit untuk mencari indeks SOF Unit 1
PLTP Wayang Windu Tahun 2018 dan 2019 .................................................... 28
Tabel 4.4. Data Indeks Kinerja Pembangkit untuk mencari indeks NCF Unit 1
PLTP Wayang Windu Tahun 2018 dan 2019 .................................................... 29
Tabel 4.5. Data Perhitungan Equivalent Availability Factor Unit 1 PLTP Wayang
Windu Tahun 2019............................................................................................ 32
Tabel 4.6. Data Perhitungan Scheduled Outage Frequency Unit 1 PLTP
Wayang Windu Tahun 2019.............................................................................. 35
Tabel 4.7. Data Hasil Perthitungan EFOR Pada Unit 1 .................................... 38
Tabel 4.8. Nilai Indeks NCF Tahun 2018 dan 2019 .......................................... 42
Tabel 4.9. kondisi Un-availability State pada tahun 2018 ................................. 44
Tabel 4.10. Kondisi Un-availability State pada tahun 2019 .............................. 45
Tabel 4.11. Perbandingan Target dan Realisasi Indeks Kinerja Pembangkit
2019 .................................................................................................................. 46
Tabel 4.12. Perbandingan Target dan Realisasi Indeks Kinerja Pembangkit unit
1 tahun 2018 .................................................................................................... 47
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Jawa Barat, tempat di mana PLTP Wayang Windu berada, adalah salah
satu daerah utama yang memiliki sumber daya panas bumi yang dapat
dimanfaatkan menajdi energi listrik yang ada di Indonesia. Pengembangan
pembangkit listrik tenaga panas bumi di daerah ini telah paling maju karena
keunggulan geografisnya yang berdekatan dengan kota-kota besar seperti
Jakarta dan Bandung. Star Energy Geothermal adalah perusahaan yang
mengolah energi panas bumi menjadi energi listrik terbesar di Indonesia yang
bekerja sama dengan dua perusahaan milik negara, yaitu PT PLN dan PT
Pertamina agar mengkonversi energi panas bumi menjadi energi listrik di
Provinsi Jawa Barat. Star Energy Geothermal (Wayang Windu) Limited,
memiliki kapasitas total pembangkit yaitu 227 megawatt (MW) dengan tiap-tiap
unit menghasilkan 110 MW untuk unit 1 dan 117 MW untuk unit 2 .
1
Informasi tentang kinerja pembangkit ini diperlukan dalam mengoperasikan
sistem ketenagalistrikan. Maka dari itu diperlukan evaluasi kinerja pembangkit
agar mendapatkan informasi tentang tingkat keandalan dan kinerja pembangkit
dalam proses produksi tenaga listrik.
4. Pada skripsi ini tidak membahas LOLP ( Lose of Load Probability) dan
LOLE ( Lose of Load Expetation).
2
1.2.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan Indeks kinerja pembangkit listrik panas bumi
Star Energi pada tahun 2018 dan 2019.
2. Apa faktor yang mempengaruhi perubahan nilai indeks kinerja
pembangkit listrik tenaga panas Bumi Star Energy Unit 1 .
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun Tujuan yang ingin dicapai, yaitu:
a) Membandingkan nilai indeks kinerja pembangkit pada tahun 2018
dan 2019.
b) Agar memahami faktor yang mempengaruhi nilai indeks kinerja
pembangkit di PLTP Star Energy Unit 1
Adapun manfaat yang didapat dari penelitian adalah:
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
b) Pembangkit jenis flash steam, jenis ini mengambil uap panas bumi dari
sumur produksi yang bertekanan tinggi lalu dialirkan terlebih dahulu ke
wadah yang bertekanan rendah kemudian menggunakan uap pada wadah
tersebut untuk menggerakan turbin. Jenis ini membutuhkan suhu uap
sekurang-kurangnya 1800 C dimungkinkan juga diatas suhu tersebut.
Pembangkit jenis merupakan jenis yang sering digunakan pada PLTP di
Indonesia.
c) Pembangkit siklus biner pembangkit jenis ini merupakan teknologi baru
yang dapat dioperasikan dengan suhu minimal 57 0 C. air panas bumi yang
memiliki suhu rendah tersebut disalurkan melalui fluida sekunder yang titik
didih lebih rendah di bawah titik didih air. Hal ini membuat fluida sekunder
tersebut menguap kemudian dipakai untuk menggerakkan turbine.
5
(Direct Contact Condensor). Kemudian gas yang tidak dapat dikondensasikan
(NCG) akan disalurkan kedalam condenser yang disedot menggunakan alat
first ejector lalu disalurkan ke intercondensor. Interkondensor adalah media
penangkap dan pendingin NCG. Setalah melewati intercondensor, NCG
disedot kembali mengunakan alat second ejector yang disalurkan ke
aftercondensor. Aftercondensor ini juga adalah sebagai tempat pendingin, lalu
gas NCG tersebut dikeluarkan ke atmosfir melalui menara pendingin (cooling
tower). Selanjutnya air hasil kondensasi yang berasal dari kondensor
disalurkan dengan alat pompa utama air pendingin (MCWP) ke dalam menara
pendingin. Lalu air hasil pendinginan dari cooling tower kemudian dialirkan lagi
ke dalam condensor sebagai tempat pendingin. Air yang berlebihan dari basin
cooling tower ditampung yang nantinya akan digunakan ketika dilakukan
reinjection pump. River make-up pump digunakan ketika dilakukan pengisian
air ke dalam Basin Cooling Tower.
2.1.2. Komponen Utama PLTP
Pada sub-bab ini akan membahas komponen-komponen yang berperan
dalam pengoperasian sebuah PLTP. Komponen yang akan dijelaskan adalah
beberapa yang utama di antara seluruh peralatan yang ada.
2.1.2.1. Production Well
6
2.1.2.2. Steam Receiving Header
Peralatan ini berfungsi sebagai penampung uap (steam) yang berasal dari
production well. steam tersebut ditampung terlebih dahulu hal ini untuk
mengantisipasi terjadinya gangguan pasokan uap yang berasal dari sumur
produksi ataupun terjadi akibat pembebanan yang berubah-ubah yang berasal
dari luar PLTP.
2.1.2.3. Vent Structure
Peralatan ini memiliki fungsi untuk membuang uap yang berlebih saat
steam receiving header pada kondisi bertekanan tinggi. Uap panas bumi
tersebut dibuang ke atmosfir atau ke lingkungan. Pada Vent Structure terdapat
nozzle difusser yang berfungsi untuk mengurangi getaran dan polusi suara
yang disebabkan pembangkit ini. Katup-katup yang terdapat pada peralatan ini
dikontrol secara otomatis di control room.
2.1.2.4. Pipa
Terdapat berbagai jenis katup pada kepala sumur contohnya : Bleed
Valve,Orifice, Master Valve, Repture Dice, Cellar, Vertical Discharge, pipa
transmisi dan lain sebagainya. Berikut adalah fungsi dari masing-masing
Katup (valve) tersebut:
a. Bleed Valve bertugas untuk memanaskan pipa agar pipa-pipa tersebut
tidak menjadi korosi.
b. Orifice adalah pipa yang memiliki tugas untuk membatasi jumlah uap dan
tekanan agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh PLTP.
c. Master Valve adalah katup yang dibuka secara penuh pada saat
pembangkit panas bumi dioperasikan dan tertutup secara penuh bila
pembangkit tidak dioperasikan.
d. Repture Dice ini mempunyai tugas sebagai pengaman terakhir apabila
pipa transmisi mengalami tekanan berlebih, karena tidak dapat bekerjanya
sistem pelepasan uap.
e. Cellar memiliki fungsi sebagai tempat untuk katub kepala sumur diletakkan
apabila kegiatan pengeboran telah siap dilaksanakan.
f. Pipa Transmisi bertugas untuk mengirimkan uap yang berasal dari sumur
produksi kemudian mengalirkannya ke pembangkit.
7
g. Vertical Discharge Valve memiliki tugas untuk memisahkan uap dari
kotoran dan partikel yang berasal dari sumur produksi. Kegiatan tersebut
terjadi apabila sumur produksi tersebut telah lama tidak broperasi.
8
2.1.2.6. Scrubber
Scurbber merupakan suatu variasi peralatan yang besar untuk
memisahkan zat padat atau cairan dari gas dengan mengunakan air untuk
menggosok partikel dari gas itu. Kapasitas Scubber di Star Energy Wayang
Windu adalah 4 x 65 MW. Scrubber ini terhubung langsung ke turbin unit 1 dan
unit 2 dengan kapasitas 110 MW untuk masing-masing unit tersebut.
9
di Turbine Control Panel (TCP) dengan cara memasukan handle dan
memutarnya seperti keinginan operator. Pada kondisi darurat katup ini akan
operasi secara otomatis dan menutup . Adapun kegunaan katup utama adalah:
a) Mengontrol putaran turbin pada kondisi operasi.
b) Pada kondisi berbahaya dapat digunakan sebagai pengaman.
c) Mengisolasi uap dengan katup tersebut.
10
2.2.3. Jet Gas Ejector
Alat penghampa gas(jet gas ejector) memiliki kegunaan untuk membuang
zat dalam bentuk gas yang berasal dari seluruh production well yang tidak
terkondensasi serta tergabung pada kondensor pada kondisi kerja normal.
Pada Jet gas ejector ini terdapat alat perapat yang posisinya berada pada
pinggir poros turbin. Alat ini menghisap uap yang berasal dari udara. Uap
bantu ini disalurkan oleh pipa utama. Kemudian disalurkan ke alat penghampa
gas.
2.2.4. Kondensator
Kondensator ini merupakan tempat terjadinya proses kondensasi uap. Uap
ini disalurkan ke bagian atas kondensor, lalu uap ini akan disemprotkan
dengan air pendingin sehingga terjadi proses kondensasi. Uap tersebut
berasal dari turbin dengan keadaan hampa tekanan. Uap yang tidak dapat
dikondensasikan ini akan dibuang dari kondensor dengan alat jet gas ejector.
Uap tersebut harus dibuang segera untuk mempertahankan kondisi hampa
tekanan di dalam kondensor.
2.2.5. Main Cooling Water Pump
Peralatan ini terpasang pada tegangan 6,3 kV pada PLTP Wayang Windu.
Fungsi dari peralatan ini memompakan air hasil kondensasi menuju menara
pendingin. Pada PLTP Wayang Windu terdapat 2 buah pompa utama.
2.2.6. Cooling Tower
11
dari tipe cooling tower yang digunakan pada PLTP Wayang Windu. Air yang
terdapat pada menara pendingin berasal dari air proses kondensasi uap yang
terjadi pada kondensor yang dialirkan ke menara pendingin. Air yang bersuhu
tinggi ini selanjutnya dialirkan ke bagian atas hot water basin . Terdapat alat
nozzle yang dipakai untuk menyemprotkan air yang diubah bentuknya menjadi
butiran halus dengan sistem kontak langsung dengan udara pendingin agar
suhu dari air tersebut menurun. Setelah air tersebut dingin, air akan jatuh
karena adanya gravitasi ke bagian bawah yaitu cool water basin. Lalu, air akan
di filterisasi dari debu atau partikel yang menurunkan ph air. Selanjutnya air
yang sudah bersuhu normal akan dialirkan kembali ke kondensor untuk proses
kondensasi.
2.2.7. Transformator
Trafo pada Pembangkit Wayang Windu ada dua jenis yaitu trafo step up
dan trafo step down. Trafo step up menaikan level tegangan dari 11,8 kV
menjadi150 kV agar energi listrik tersebut ditransmisikan ke jaringan trasmisi
Jawa-Bali. Sementara trafo step down menurunkan level tegangan dari 6.3 kV
yang dipakai sebagai keperluan kantor dan beban-beban motor yang terdapat
pada pembangkit. Trafo ini dilengkapi on load tap changer yang berfungsi
mengubah perbandingan lilitan kumparan trafo ketika terjadi penambahan
beban.
12
2.2.8. Generator
Generator yang dipakai pada pembangkit PLTP Wayang Windu berjenis
generator sinkron mempunyai spesifikasi 137.500 kVA, dengan jumlah putaran
rata-rata 3000 rpm, serta frekuensinya 50 Hz dengan 2 kutub 3 fasa. Output
tegangan generator ini adalah 11,8 kV. Generator ini mengunakan sistem
brushless exciter. Terdapat 2 komponen utama pada generator yaitu stator
dan rotor. Kumparan rotor berperan menciptakan medan magnet ketika rotor
diberikan arus penguat dari exciter utama. Kumparan rotor berputar
menghasilkan tegangan dan akan menginduksi kumparan stator. Sistem
pendinginan generator mengunakan fan yang disirkulasikan ke kumparan rotor
serta stator.
13
Peralatan ini merupakan suatu pompa yang berguna sebagai pemompa
kondensat dihasilkan condenser menuju cooling tower. Hot well pump pada
unit 1 terdapat 2 buah dengan kapasitas 10,200 t/h dan Hot well pump unit 2
terdapat 2 buah dengan kapasitas 10,500 t/h.
14
c) Sudden outage Frequency (SdOF) yaitu rata-rata penjumlahan
gangguan yang terjadi secara tiba-tiba suatu yang diamati pada
waktu tertentu.
d) Equivalent Force Outage Rate (EFOR) yaitu salah satu indeks kinerja
pembangkit yang menilai tingkat ketidaksiapan unit pembangkit
akibat outage secara paksa yang disebabkan derating serta
gangguan peralatan(outage).
e) Planned Outage Hour (POH) yaitu hasil penjumlahan jam yang hilang
yang dikarenakan outage terencana.
f) Available Hours (AH) yaitu jumlah waktu unit pembangkit dapat
digunakan/dioperasikan ataupun dengan menjumlahkan Reserve
Shutdown Hour dan Service Hour.
g) Plant Factor (PF) yaitu selisih dari produksi bersih unit pembangkit
yang didapatkan dari hasil perkalian antara Daya mampu netto
(DMN) serta jumlah jam unit pembangkit dapat dioperasikan yang
dikurangi jumlah waktu secara ekivalent unit pembangkit mengalami
derating.
h) Periode Hours( PH) yaitu akumulasi waktu secara total pada periode
saat melakukan pengamatan selama unit dalam status aktif.
i) Scheduled Outage Factor( SOF) yaitu selisih antara penjumlahan jam
unit pembangkit yang dikategorikan sebagai pembangkit keluar
terencana( MO dan PO) dengan jumlah jam dalam periode tertentu.
Indeks ini menyatakan kondisi pembangkit akibat pelaksanaan
inspeksi, overhaul, serta pemeliharaan rutin pada periode yang
ditentukan.
j) Forced Outage Factor (FOH) didefinisikan sebagai hasil penjumlahan
antara jam unit pembangkit keluar secara tiba-tiba disebabkan oleh
gangguan Startup Failures (SF) dengan gangguan secara paksa
(FO).
k) Service Hour (SH) didefinisikan sebagai total waktu beroperasi unit
pembangkit ketika terhubung pada jaringan, ketika posisi operasi
derating ataupun operasi normal.
15
2.4. Turbine Auxiliary Plant Level Reading Check
Turbine Auxiliary Plant Level Reading Check (TAPLR) check adalah suatu
kegiatan pengecekan rutin mingguan yang dilakukan oleh operator. Kegiatan
pengecekan ini dilakukan setiap hari Sabtu pada jam 10, pukul 15.00, pukul
20.00, dan pukul 03.00. Pengecekan dilakukan terhadap peralatan utama
PLTP yang di control oleh DCS (Distributed Control System). Kegiatan TAPLR
check dilakukan untuk memastikan tidak adanya perbedaan nilai peralatan
yang dikontrol di lapangan dengan yang tertera di komputer.
2.5. Outage
Berdasarkan SPLN K7.001:2007 istilah Outage digunakan apabila suatu
unit pembangkit keluar dari sistem atau tidak sinkron ke jaringan karena
adanya pemeliharaan maupun perbaikan. Outage terjadi apabila suatu unit
pembangkit tidak terhubung ke jaringan bukan karena kondisi RS (reserve
shutdown). Periode Outage dinyatakan selesai pada saat unit kembali
terkoneksikan pada jaringan transmisi. Berikut ini adalah bentuk-bentuk kondisi
dari outage :
1) Maintenance Outage (MO) adalah suatu kegiatan pemeliharaan unit
pembangkit seperti pergantian suku cadang ataupun untuk keperluan
pengujian serta pemeliharaan pencegahan(preventif) pada
pelaksanaannya tidak dapat ditunda yang menyebabkan terjadinya
outage.
2) Forced Outage (FO) adalah unit pembangkit tidak terhubung ke
jaringan dikarenakan oleh kerusakan peralatan utama pembangkit
secara tiba-tiba yang tidak dapat diprediksi oleh perusahaan
pembangkit sebelumnya yang mengakibatkan pembangkit mengalami
outage.
3) Planned Outage (PO) adalah Unit pembangkit tidak terhubung ke
jaringan yang disebabkan kegiatan pemeliharaan terjadwal.
Contohnya yaitu suatu unit pembangkit melakukan kegiatan seperti
overhaul ataupun inspeksi yang sudah di jadwalkan sebelumnya pada
rencana pemeliharaan tahunan sesuai rekomendasi pabrikan
peralatan pembangkit.
16
2.6. Derating
Menurut Protap DKP IKP tahun 2007, Derating terjadi karena adanya
gangguan pada sistem jaringan yang berasal dari internal ataupun eksternal
yang mengakibatkan turunnya pembebanan dari generator. Derating dapat
terjadi ketika daya output generator dengan satuan Megawatt(MW) suatu unit
pembangkit kurang dari kapasitas DMN-nya. Pada umumnya derating
digolongkan menjadi beberapa kategori. Suatu pembangkit dikatakan
mengalami derating ketika unit tidak dapat mencapai 98 persen DMN dan lebih
lama dari 30 menit. Derating dapat diakatakan selesai apabila penyebab
derating tersebut telah siap dilakukan perbaikan atau kembali normal
beroperasi. Derating digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
a) Maintenance Derating yaitu suatu derating yang telah ditunda
melewati akhir durasi operasi mingguan (sama seperti kesepakatan
load dispatcher) namun diperlukan pengurangan kapasitas sebelum
minggu selanjutnya. Waktu MD dapat menjadi lebih panjang dari yang
direncanakan pada rencana mingguan jika pengajuan diberitahukan
sebelum mulai kegiatan.
b) Planned Derating yaitu suatu derating yang telah direncanakan dan
waktunya telah ditetapkan sebelumnya dalam rencana tahunan
pemeliharaan pembangkit. Periode PD menjadi lebih panjang dari
rencana mingguan jika pengajuan diberitahukan sebelum mulai
kegiatan.
2.7 Reserve Shutdown (RS)
Reserve Shutdown menurut SPLN K7.001 2007 merupakan keadaan
dimana unit dapat operasi tetapi tidak dapat dihubungkan ke jaringan transmisi
disebabkan rendahnya pembebanan. Keadaan ini biasanya diakibatkan oleh
faktor ekonomi. Ketika terjadi kondisi RS, manejemen pembangkit biasanya
melakukan kegiatan pemeliharaan yang dapat menyebabkan unit pembangkit
mengalami derating ataupun outage.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
18
3.1.3. Software Penelitian
Software yang dipakai pada penelitian ini untuk pengolahan data adalah
Microsoft Excel sebagai pengolahan data tabel dan juga grafik.
Mulai
Studi Literatur
Studi Lapangan
Membandingkan Nilai
Indikator Kinerja
Pembangkit dengan target
operasi tahunan Tidak Sesuai
Sesuai
Simpulan
Selesai
19
3.2 Perancangan Penelitian
Perancangan penelitian adalah uraian dari variabel penelitian(berisi
operasional ataupun konseptual), kisi-kisi, skala pengukuran dalam penelitian
(menggunakan format sebelum dan sesudah uji validates serta reabilitas),
serta sajian dalam bentuk kuisioner. Skripsi yang penulis buat ini adalah
skripsi dengan jenis penelitian yang dilakukan dengan metode statistik
deskriptif seperti melaksanakan analisis data dan menggunakan teori yang
ada sebagai dasar perancangan penelitian. Pada penelitian ini penulis
mengkaji evaluasi indeks kinerja Pembangkit pada unit 1 Star energy . Data-
data produksi itu kemudian diolah untuk mendapatkan nilai indeks kinerja
pembangkit unit 1 tersebut. Data tersebut diolah kemudian hasil pengolahan
data tersebut akan dibandingkan pada variabel lain lalu dianalisa.
3.2.1 Studi Literatur
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini, dibutuhkan sebuah susunan
kerangka penelitian sehingga proyek akhir ini berjalan seperti yang sudah
rencana dan memperoleh hasil penelitian yang diinginkan. Pada tahan ini hal
yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi baik itu rumus-rumus, teori
maupun buku-buku yang berasal dari perpustakaan, perusahaan
pabrikan,ataupun internet yang kemudian digunakan sebagai referensi dan
dituliskan pada daftar pustaka.
3.2.2. Pengolahan Data
Pada tahap ini, peneliti sudah mendapatkan data yang diperlukan dalam
menyusun penelitian yang akan dilakukan lalu data-data ini akan diolah,
dianalisis, serta dievaluasi untuk mendapatkan hasil penelitian yang
diinginkan.
3.3. Teknik Analisis
Teknik analisis data adalah langkah-langkah yang diperlukan dan sangat
penting dalam melakukan suatu penelitian. Hal ini disebabkan analisis data
yang dilakukan adalah merangkum hasil penelitian. Didapatkan data dalam
penelitian ini berupa data produksi berbentuk angka, maka untuk melakukan
analisis diperlukan rumus-rumus tertentu untuk menyelesaikannya. Rumus-
rumus ini digunakan untuk mengetahui indeks kinerja pembangkit yang
20
referensinya diambil dari Protap Deklarasi Kinerja Pembangkit PT. PLN tahun
2017.
3.3.1 Equivalent Availability Factor (EAF)
Faktor ketersedian secara ekivalen merupakan salah satu indikator
kinerja pembangkit yang memperhatikan faktor ketersediaan mesin
pembangkit. Nilai indeks EAF merupakan penjumlahan dari Faktor
Ketersediaaan (AF) yang sudah mempertimbangkan pengaruh derating unit
pembangkit. Perhitungan Equivalent Availability Factor (EAF) pada
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Star Energy Wayang Windu
berdasarkan pada DKP-IKP 2017:1. Dibawah ini merupakan rumus yang
dipakai untuk menghitung nilai EAF :
…………………… (3.1)
Keterangan:
EAF : Faktor Ketersediaan secara ekivalen(%)
AH : Ketersediaan waktu pembangkit (jam)
EPDH : Equivalent Planned Derated Hours (jam)
EUDH : Equivalent Unplanned Derated Hours Hours (jam)
ESDH : Equivalent Seasonal Derated Hours (jam)
EMDH : Equivalent Maintenance Derated Hours (jam)
PH : Periode Jam (jam)
Pada rumus diatas memperhitungkan dampak derating yang terjadi pada
suatu unit pembangkit. EPDH, EMDH, ESDH, dan EUDH adalah faktor
derating yang diperhitungkan dalam rumus diatas. Derating merupakan suatu
keadaan jika daya output unit pembangkit kurang dari daya mampu secara
bersihnya. EPDH adalah jumlah jam unit pembangkit mengalami derating
sudah direncanakan, EMDH adalah jumlah jam unit pembangkit mengalami
derating akibat pekerjaan pemeliharaan (Maintenance), ESDH adalah jumlah
jam unit pembangkit mengalami derating akibat cuaca/musim, dan EUDH
adalah jumlah jam unit pembangkit mengalami derating yang tidak
direncanakan sebelumnya. Sedangkan AH adalah jumlah jam operasi unit
pembangkit baik pada kondisi normal ataupun dalam kondisi reserve shutdown
(kondisi pembangkit siap untuk beroperasi namun pembangkit tidak
21
tersambung ke jaringan akibat beban rendah). PH merupakan akumulasi
waktu secara total pada periode saat melakukan pengamatan selama unit
dalam kondisi aktif.
.............................(3.2)
Keterangan:
SOF : Scheduled Outage Factor (%)
MOH : Maintenance Outage Hours (jam)
PH : Period Hours (jam)
POH : Plan Outage Hours (jam)
Pada rumus perhitungan nilai indeks SOF diatas, terdapat beberapa
variabel yang digunakan pada perhitungan. Diantaranya adalah variabel POH,
MOH, dan PH. Hasil perhitungan tersebut dijadikan dalam bentuk persen (%).
Sementara POH merupakan hasil penjumlahan jam yang hilang yang
dikarenakan outage terencana. MOH merupakan total dari penjumlahan antara
jam unit pembangkit tidak dapat dioperasikan yang disebabkan oleh
pembangkit keluar dari jaringan untuk dilakukan kegiatan pemeliharaan.
22
Pengertian dari PH merupakan akumulasi waktu secara total pada periode
saat melakukan pengamatan selama unit dalam kondisi aktif. Seperti yang
sudah dijelaskan pada rumus perhitungan sebelumnya.
Equivalent Force Outage Rate (EFOR) yaitu salah satu indeks kinerja
pembangkit yang menilai tingkat ketidaksiapan unit pembangkit akibat outage
secara paksa yang disebabkan derating serta gangguan peralatan(outage).
Untuk dapat menentukan EFOR, perlu dilakukan perhitungan dengan rumus
yang telah ditentukan. Dibawah ini merupakan rumus yang dipakai untuk
menghitung indikator EFOR :
........................................(3.3)
Keterangan:
EFOR : Equivalent Forced Outage Rate (%)
FOH : Forced Outage Hours (Jam)
EFDHRS : Equivalent Forced Derating Hours During Reserve Shutdown (Jam)
SH : Service Hours (Jam)
Sync. Hr : Synchronous Hours (Jam)
EFDH : Equivalent Forced Derating Hours (Jam)
Pada rumus perhitungan nilai indeks EFOR diatas, terdapat beberapa
variabel yang digunakan pada perhitungan. FOH adalah total penjumlahan
jam unit pembangkit tidak terhubung ke sistem secara paksa disebabkan oleh
kerusakan peralatan utama yang tidak diprediksikan sebelumnya. EFDH
adalah jumlah jam unit pembangkit mengalami derating akibat adanya
gangguan secara paksa (forced). Sementara EFDHRS adalah jumlah jam unit
pembangkit mengalami derating akibat adanya gangguan secara paksa pada
kondisi reserve shutdown(kondisi pembangkit siap untuk beroperasi namun
pembangkit tidak tersambung ke jaringan akibat beban rendah). Synhcronous
Hours adalah jumlah jam unit pembangkit dalam kondisi kondensasi. Service
Hour (SH) didefinisikan sebagai total waktu beroperasi unit pembangkit ketika
terhubung pada jaringan, ketika posisi operasi derating ataupun operasi
normal. Hasil perhitungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persen (%).
23
3.3.4 Net Capacity Factor (NCF)
Net Capacity Factor (NCF) merupkan selisih antara total produksi unit
pembangkit secara bersih serta daya mampu bersih unit pembangkit unit
pembangkit yang dikalikan dengan jam periode tertentu. Dibawah ini
merupakan rumus untuk menghitung indeks NCF :
.....................................(3.4)
Keterangan
NCF : Faktor Kapasitas pembangkit secara nett (%)
Produksi Netto : Produksi secara nett (MWh)
PH : Period Hours (Jam)
DMN : Daya Mampu secara nett (MW)
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Tabel 4.1. Data Indeks Kinerja Pembangkit untuk mencari indeks EAF Unit 1
PLTP Wayang Windu Tahun 2018 dan 2019
Available EUDH EPDH ESEDH PH EMDH
Bulan
Hours(Jam) (Jam) (Jam) (Jam) (Jam) (Jam)
2019
Januari 742 0 0 0 744 0.47
Febuari 672 0 0 0 672 0.47
Maret 744 0 0 0 744 0.47
April 720 0 0 0 720 0.47
Mei 744 0 0 0 744 0.47
Juni 517 0 0 0 720 0.47
Juli 669 0 0 0 744 0.47
Agustus 744 0 0 0 744 0.47
September 720 0 0 0 720 0.47
Oktober 744 0 0 0 744 0.47
November 720 0 0 0 720 0.47
Desember 744 0 0 0 744 0.47
Total 8480 0 0 0 8760 0.47
2018
Januari 744 0 0 0 744 0.47
Febuari 672 0 0 0 672 0.47
Maret 744 0 0 0 744 0.47
April 720 0 0 0 720 0.47
Mei 742 0 0 0 744 0.47
Juni 720 0 0 0 720 0.47
Juli 744 0 0 0 744 0.47
Agustus 744 0 0 0 744 0.47
September 720 0 0 0 720 0.47
Oktober 744 0 0 0 744 0.47
November 720 0 0 0 720 0.47
Desember 744 0 0 0 744 0.47
Total 8758 0 0 0 8760
26
Tabel 4.2. Data Indeks Kinerja Pembangkit untuk mencari indeks EFOR Unit 1
PLTP Wayang Windu Tahun 2018 dan 2019
EFEDHRS Service Hours EFDH SYHR. HR FOH
Bulan
(Jam) (Jam) (Jam) (jam) (Jam)
2019
Januari 0 742 0 0 2
Febuari 0 672 0 0 0
Maret 0 744 0 0 0
April 0 720 0 0 0
Mei 0 744 0 0 0
Juni 0 517 0 0 0
Juli 0 669 0 0 0
Agustus 0 744 0 0 0
September 0 720 0 0 0
Oktober 0 744 0 0 0
November 0 720 0 0 0
Desember 0 744 0 0 0
Total 0 8480 0 0 2
2018
Januari 0 744 0 0 0
Febuari 0 672 0 0 0
Maret 0 744 0 0 0
April 0 720 0 0 0
Mei 0 740 0 0 2
Juni 0 720 0 0 0
Juli 0 744 0 0 0
Agustus 0 744 0 0 0
September 0 720 0 0 0
Oktober 0 744 0 0 0
November 0 720 0 0 0
Desember 0 744 0 0 0
Total 0 8756 0 0 2
27
Tabel 4.3. Data Indeks Kinerja Pembangkit untuk mencari indeks SOF Unit 1
PLTP Wayang Windu Tahun 2018 dan 2019
Bulan POH(Jam) MOH(Jam) Produksi Netto(MWh) PH(Jam)
2019
Januari 0 0 78957 744
Febuari 0 0 71014 672
Maret 0 0 78691 744
April 0 0 75984 720
Mei 0 0 78670 744
Juni 0 0 54553 720
Juli 278 0 71507 744
Agustus 0 0 79838 744
September 0 0 78168 720
Oktober 0 0 80865 744
November 0 0 77912 720
Desember 0 0 80272 744
Total 278 0 906431 8760
2018
Januari 0 0 80707 744
Febuari 0 0 72179 672
Maret 0 0 79565 744
April 0 0 77248 720
Mei 0 0 78773 744
Juni 0 0 76009 720
Juli 0 0 79328 744
Agustus 0 0 79356 744
September 0 0 77483 720
Oktober 0 0 79420 744
November 0 0 76218 720
Desember 0 0 78963 744
Total 0 0 935249 8760
28
Tabel 4.4. Data Indeks Kinerja Pembangkit untuk mencari indeks NCF Unit 1
PLTP Wayang Windu Tahun 2018 dan 2019
Bulan Produksi NETT (MWh) PH(Jam) DMN (MW)
2019
Januari 78957 744 110
Febuari 71014 672 110
Maret 78691 744 110
April 75984 720 110
Mei 78670 744 110
Juni 54553 720 110
Juli 71507 744 110
Agustus 79838 744 110
September 78168 720 110
Oktober 80865 744 110
November 77912 720 110
Desember 80272 744 110
Total 906431 8760
2018
Januari 80707 744 110
Febuari 72179 672 110
Maret 79565 744 110
April 77248 720 110
Mei 78773 744 110
Juni 76009 720 110
Juli 79328 744 110
Agustus 79356 744 110
September 77483 720 110
Oktober 79420 744 110
November 76218 720 110
Desember 78963 744 110
Total 935249 8760
29
Berdasarkan tabel diatas nilai Daya Mampu Netto adalah 110 MW. Nilai
tersebut tidak terpengaruh derating dikarenakan nilai derating pada setiap
bulan terjadi dibawah 30 menit. Hal ini tidak di kategorikan derating sesuai
dengan SPLN K7.001 : Tahun 2007.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Equivalent Availability Factor
Equivalent Availability Factor merupakan faktor ketersediaan mesin
pembangkit. Nilai EAF berupa perbandingan yang didapat dari kesiapan
pembangkit untuk beroperasi (baik dalam kondisi stand by ataupun operasi)
dibagi terhadap periode waktu yang telah ditentukan. Perhitungan Equivalent
Availability Factor (EAF) pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Star Energy Wayang Windu berdasarkan pada DKP-IKP 2017:1 tentang
Prosedur Tetap Deklarasi Kondisi Pembangkit dan Indeks Kinerja Pembangkit
PT. PLN (Persero). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data tahun
2019. Dalam hal ini, penulis menggunakan Protap Deklarasi Kondisi
Pembangkit dan Indeks Kinerja Pembangkit Tahun 2017 PT. PLN sebagai
referensi rumus dari perhitungan EAF pada Unit 1 PLTP Wayang Windu.
Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks EAF adalah sebagai berikut:
Berikut ini adalah perhitungan indeks kinerja pembangkit EAF pada unit 1
PLTP Wayang Windu tahun 2019.
a) Januari :
Berikut ini adalah hasil perhitungan nilai Indeks EAF berdasarkan rumus
yang digunakan pada perhitungan diatas maka penulis hanya menampilkan
hasil perhitungan Bulan Febuari 2019- Desember 2019 sebagai berikut :
b) Februari :
c) Maret :
d) April :
30
e) Mei :
f) Juni :
g) Juli :
h) Agustus :
i) September :
j) Oktober :
k) November :
l) Desember :
Berikut ini perhitungan nilai indeks EAF pada PLTP Star Energy unit 1
tahun 2018 dengan mengunakan rumus yang sama dengan perhitungan diatas
sehingga penulis hanya mencantumkan hasil perhitungan nya saja.
a) Januari :
b) Februari :
c) Maret :
d) April :
e) Mei :
f) Juni :
g) Juli : %
h) Agustus :
i) September :
j) Oktober :
k) November :
l) Desember :
1)
31
2)
Dari perhitungan yang dilakukan pada tabel diatas, didapatkan nilai EAF
pada bulan Januari sampai dengan bulan desember pada tahun 2018 dan
2019. Perhitungan diatas juga berisi perhitungan indeks EAF pada tahun yang
sudah ditetapkan secara kumulatif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
perbandingan nilai indeks tersebut setiap bulan pada tahun yang telah
ditentukan. Hasil dari perhitungan ini dapat dilihat pula pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.5. Data Perhitungan Equivalent Availability Factor Unit 1 PLTP Wayang
Windu Tahun 2018-2019
EAF(%)
Bulan
2019 2018
Januari 99.67 99.94
Febuari 99.93 99.93
Maret 99.94 99.94
Mei 99.94 99.69
Juni 71.68 99.93
Juli 89.86 99.94
Agustus 99.94 99.94
September 99.93 99.93
Oktober 99.94 99.94
November 99.93 99.93
Desember 99.94 99.94
Total 96.72 99.92
Dari Tabel 4.5 diatas kemudian dibuat grafik indeks kinerja EAF untuk
memudahkan dalam membandingkan nilai EAF di tahun 2018 dan 2019.
32
EAF Tahun 2018 dan 2019
120.00
99.94
99.93
99.93
99.94
99.94
99.93
99.93
99.94
99.93
99.94
99.94
99.94
99.93
99.93
99.94
99.94
99.93
99.93
99.94
99.94
99.69
99.67
89.86
100.00
71.68
80.00
Nilai EAF (%)
60.00
EAF(%) 2019
40.00 EAF(%)2018
20.00
0.00
33
Sehingga pada setiap bulan pada tahun tersebut nilai dari derating yang
disebabkan oleh ketiga faktor tersebut sama dengan nol (0).
Juli :
Berikut ini adalah hasil perhitungan nilai Indeks SOF berdasarkan rumus
yang digunakan pada perhitungan diatas. Didapatkan nilai Indeks SOF selain
dibulan Juli pada tahun 2019 adalah 0%.
Berikut ini perhitungan nilai indeks SOF pada PLTP Star Energy unit 1
tahun 2018 dengan mengunakan rumus yang sama dengan perhitungan
diatas. Dari perhitungan yang dilakukan, pada bulan Januari 2018 sampai
dengan Desember 2018 didapatkan nilai indeks SOF sama dengan 0 persen
sepanjang tahun tersebut.
34
jam
1) 1 1
jam
jam
2) 1 1
jam
Dari perhitungan yang dilakukan pada tabel diatas, didapatkan nilai SOF
pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember pada tahun 2019 dan
2018. Perhitungan diatas juga berisi perhitungan indeks SOF pada tahun yang
sudah ditetapkan secara kumulatif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
perbandingan nilai indeks tersebut setiap semester pada tahun yang telah
ditentukan. Hasil dari perhitungan ini dapat dilihat pula pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.6. Data Perhitungan Scheduled Outage Frequency Unit 1 PLTP
Wayang Windu Tahun 2018-2019
SOF(%)
Bulan
2019 2018
Januari 0 0
Febuari 0 0
Maret 0 0
April 0 0
Mei 0 0
Juni 0 0
Juli 37.39 0
Agustus 0 0
September 0 0
Oktober 0 0
November 0 0
Desember 0 0
Rata-rata 3.11 0
Dari Tabel 4.6 diatas, pada tahun 2019 dibulan januari hingga desember
nilai indeks SOF cenderung konstan dengan nilai nol persen hal ini
35
menandakan bahwa setiap bulan pada tahun tersebut pembangkit unit 1
wayang windu tidak mengalami outages yang disebabkan oleh kegiatan
pemeliharaan ataupun inspeksi yang direncanakan. Namun pada bulan Juli
2019 terjadi kegiatan overhaul pada turbin sehingga nilai indeks SOF pada
bulan tersebut 37,39 %. Sehingga pada tahun 2019 secara akumulasi nilai
SOF adalah 3,11 %. Nilai tersebut merupakan nilai rata-rata SOF yang
dinyatakan dalam bentuk persen (%). Pada setiap bulan di tahun 2018 nilai
indeks SOF yaitu nol persen hal ini menandakan di tahun 2018 tidak terjadi
kegiatan pemeliharaan dan inspeksi yang telah direncanakan. Sehingga pada
tahun 2018 secara akumulasi nilai SOF adalah nol persen.
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agts Sept Okt Nov Des
SOF(%) 2019 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 37.39 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
SOF(%)2018 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan bahwa yang
mempengaruhi tinggi atau rendahnya nilai indeks SOF adalah variabel POH
dan MOH. Dapat dilihat pada tabel total kumulatif indeks SOH tahun 2019
lebih tinggi daripada tahun 2018. Semakin tinggi indeks ini maka tingkat
performa pembangkit akan menurun. Hal ini dikarenakan bila nilai indeks ini
tinggi maka pembangkit tersebut tidak dapat menjual energI listrik karena
pembangkit tersebut keluar dari jaringan PLN. Nilai SOH tertinggi terjadi pada
bulan Juli pada tahun 2019. Untuk tahun 2018 pembangkit unit 1 ini beroperasi
dengan normal sepanjang tahun.
4.3.3. Equivalent Forced Outage Rate
Equivalent Forced Outage Rate (EFOR) adalah Forced Outage Rate yang
telah memperhitungkan dampak dari derating pembangkit. Untuk dapat
menentukan EFOR, perlu dilakukan perhitungan dengan rumus yang telah
ditentukan. Dalam hal ini, penulis menggunakan Protap Deklarasi Kondisi
Pembangkit dan Indeks Kinerja Pembangkit Tahun 2017 PT. PLN sebagai
referensi rumus dari perhitungan EFOR pada unit 1 PLTP Wayang Windu.
Rumus tersebut adalah:
Januari :
Berikut ini adalah hasil perhitungan nilai Indeks EFOR berdasarkan rumus
yang digunakan pada perhitungan diatas maka penulis hanya menampilkan
hasil perhitungan indeks pada tahun 2019,didapatkan hasil pada bulan febuari
2018 sampai dengan Desember 2018 adalah 0 persen.
37
Berikut ini perhitungan nilai indeks EFOR pada PLTP Star Energy unit 1
tahun 2018 dengan mengunakan rumus yang sama dengan perhitungan diatas
sehingga penulis hanya mencantumkan hasil perhitungan, didapatkan hasil
perhitungan sesuai dengan realisasinya pada bulan Mei 2018 nilai indeks
EFOR adalah 0,26 persen. Sementara itu nilai indeks EFOR selain bulan Mei
adalah 0 persen.
1)
2)
38
Juni 0 0
Juli 0 0
Agustus 0 0
September 0 0
Oktober 0 0
November 0 0
Desember 0 0
Rata-rata 0.023 0.022
39
EFOR Tahun 2018-2019
0.35
0.29
0.26
0.3
0.25
Persen (%)
0.2
0.15
0.1
0.023
0.022
0.05
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Rata
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des
-rata
EFOR (%) 2019 0.26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.023
EFOR (%) 2018 0 0 0 0 0.29 0 0 0 0 0 0 0 0.022
Gambar 4.3. Grafik Indeks EFOR pada Tahun 2018 dan 2019
40
Berikut ini merupakan perhitungan NCF pada PLTP Star Energy unit 1
tahun 2018 dan 2019.
a) Januari :
Berikut ini adalah hasil perhitungan nilai Indeks NCF berdasarkan rumus
yang digunakan pada perhitungan diatas maka penulis hanya menampilkan
hasil perhitungan tersebut pada tahun 2019 sebagai berikut :
b) Febuari :
c) Maret :
d) April :
e) Mei :
f) Juni :
g) Juli :
h) Agustus :
i) September :
j) Oktober :
k) November :
l) Desember :
a) Januari :
b) Febuari :
c) Maret :
d) April :
e) Mei :
f) Juni :
41
g) Juli :
h) Agustus :
i) September :
j) Oktober :
k) November :
l) Desember :
Variabel-variabel yang digunakan untuk menghitung nilai NCF sudah
diketahui dan tersedia pada tabel data yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dengan demikian, penulis melakukan perhitungan NCF untuk data tiap-tiap
bulan di tahun 2018 dan 2019. Berikut ini merupakan perhitungan NCF pada
unit 1 PLTP Wayang Windu di bulan Januari 2018 hingga Desember 2019.
NCF(%)
Bulan
2019 2018
Januari 96.48 98.62
Febuari 96.07 97.64
Maret 96.15 97.22
April 95.94 97.54
Mei 96.13 96.86
Juni 68.88 95.97
Juli 87.37 96.93
Agustus 98.45 96.96
42
September 98.7 97.83
Oktober 98.81 97.04
November 98.37 96.23
Desember 98.12 96.48
Rata-rata 94.06 97.05
Dari Tabel 4.8 diatas kemudian dibuat grafik untuk memudahkan dalam
membandingkan nilai NCF tahun 2018 dan 2019. Tabel diatas merupakan
hasil perhitungan nilai indeks NCF berdasarkan realisasi pada tahun 2018 dan
2019.
98.81
98.70
98.62
98.45
98.37
93.603
120
98.12
97.83
97.64
97.54
97.22
97.04
97.05
96.96
96.93
96.86
96.48
96.48
96.23
96.15
96.13
96.07
95.97
95.94
87.37
100
68.88
80
Persen(%)
60
40
20
0
Rata-
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des
rata
NCF(%) 96.48 96.07 96.15 95.94 96.13 68.88 87.37 98.45 98.70 98.81 98.37 98.12 93.603
NCF(%) 98.62 97.64 97.22 97.54 96.86 95.97 96.93 96.96 97.83 97.04 96.23 96.48 97.05
Tidak
Terhubung Total Unavailability
Terhubung Total
NO Kehilangan Status
(jam)
Daya(KWH)
Tgll Jam Tgl Jam Sebab
Berdasarkan Tabel diatas, bahwa pada tahun 2018 telah terjadi kondisi
outage ,dimana pada kondisi tersebut pembangkit unit 1 ini tidak tersambung
ke jaringan . Kondisi ini terjadi pada bulan 23 Mei 2018 jam 3.21. Pada bulan
ini terjadi gangguan pada Electro Hydraulic Governor (EHG). Kondisi ini
mengakibatkan pembangkit unit 1 tersebut keluar secara paksa dari jaringan
sehingga pembangkit tidak memproduksi energi listrik. Kondisi ini
mengakibatkan pembangkit unit 1 kehilangan daya jual listrik ke PLN 243,6
MWh. pembangkit unit 1 ini kembali tersambung ke jaringan PLN pada jam
5.33 pada hari yang sama tanggal 23 Mei 2018. Kondisi Force Outage(FO) ini
berlangsung selama 2 jam 12 menit. Kondisi FO mempengaruhi nilai indeks
kinerja suatu pembangkit sehingga hal ini perlu dihindari. Agar kejadian ini
44
tidak terjadi, harus dilakukan pengecekan secara rutin pada setiap peralatan
yang ada pada unit pembangkit.
Tidak Total
Terhubung Kehilang Total Unavailability
NO Terhubung Status
an Daya (jam)
Tgl Jam Tgl Jam (KWH) Sebab
Level indikator transmitter
Forced
2/1/2 2/1/20 pada kondisi level low-low ,
1 13:31 15:53 262 2..22 Outage
019 19 dan menyebabkan kedua
(FO)
ACWP trip
22/0 Planned
4/7/20 278.1
2 6/20 22:37 12: 53 30.806,6 Outage Turbine Overhaul
19 6
19 (PO)
Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 2019 pada jam 22.37 terjadi kondisi
Planned Outage. Artinya pembangkit tersebut keluar dari pembangkit secara
terencana. Penyebab dari kondisi ini adalah terjadi Overhaul pada turbin
pembangkit unit 1. Kondisi ini terjadi selama 278 jam 16 menit. pembangkit
unit 1 kembali sinkron ke jaringan pada tanggal 4 Juli 2019 pada jam 12.53 .
Akibat dari Overhaul Turbin ini pembangkit mengalami kehilangan daya
sebesar 30.806 MWh. kondisi ini berdampak cukup signifikan pada
perhitungan indeks kinerja pembangkit unit 1.
45
4.5. Perbandingan Indeks Kinerja pembangkit dengan Target Indeks
Kinerja Pembangkit.
Dalam mengoperasikan pembangkit, tentu suatu pembangkit memiliki
target operasi yang harus dicapai. Target operasi berupa target internal
ataupun berdasarkan perjanjian antara perusahaan pembangkit dan PT. PLN
yang tertulis dalam Power Purchase Agreement(PPA). PT. Star Energy
menetapkan Target indeks kinerja pembangkit yang telah ditentukan pada
awal tahun. Target ini menjadi acuan untuk mengetahui pembangkit tersebut
sudah bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini adalah tabel target
indeks kinerja pembangkit yang dibandingkan dengan realisasi yang didapat
dari perhitungan.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai indeks EAF pada tahun
2019 ini telah mencapai target tahunan yang telah ditetapkan oleh pihak PT.
Star Energy artinya faktor ketersediaan pembangkit unit 1 telah sesuai dengan
yang diharapkan oleh perusahaan pembangkit tersebut. Dan juga nilai SOF
pada tahun 2019 ini tidak melewati batas maksimal keluarnya pembangkit
secara terencana yang sudah ditetapkan oleh pihak perusahaaan. Target yang
ditetapkan untuk nilai NCF pada tahun 2019 adalah 93.44 % sementara hasil
perhitungan yang didapatkan adalah 94.06 %. Nilai indeks EFOR pada tahun
2019 adalah 0.023 % sementara target yang ditentukan pihak perusahaan
adalah 0.03 % Artinya masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh
Perusahaan PLTP Wayang Windu tahun 2019. Hal ini membuktikan bahwa
pembangkit listrik tenaga panas bumi Wayang Windu unit 1 andal dalam hal
proses operasi dan produksi energi listrik.
46
Tabel 4.12. Perbandingan Target dan Realisasi Indeks Kinerja Pembangkit unit
1 tahun 2018
Berdasarkan tabel diatas nilai indeks EAF pada tahun 2019 yaitu 99.92 %
melampaui target yang telah ditetapkan oleh perusahaan pembangkit yang
artinya faktor ketersedian pembangkit unit 1 ini memenuhi batas wajar dan
pembangkit unit 1 beroperasi secara handal pada tahun 2018. Untuk nilai SOF
secara perhitungan yaitu 0 persen sementara target yang ditetapkan adalah
tidak boleh melebihi dari 1.2 %. Nilai SOF pada pembangkit unit 1 tahun 2018
memenuhi target yang ditentukan. untuk nilai EFOR pada tahun 2018 adalah
0.022 % sementara target yang telah ditentukan yaitu tidak boleh melebihi 0.03
% artinya nilai EFOR pada pembangkit unit 1 pada tahun 2018 memenuhi
target yang sudah ditentukan. Dan untuk nilai NCF didapat dari hasil
perhitungan berdasarkan realiasasi adalah 97.05 % sementara target yang
telah ditentukan adalah 96.84 % artinya pembangkit tersebut memenuhi target
yang telah ditentukan oleh perusahaan PLTP Wayang Windu tahun 2018.
47
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Star Energy Geothermal
Wayang Windu Limited maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Berdasarkan nilai indeks kinerja pembangkit ( IKP ), nilai EAF pada tahun
2019 adalah 95.40 % dan nilai EAF pada tahun 2018 adalah 99.92 %.
Untuk nilai SOF pada 2019 adalah 3.11 % dan nilai SOF adalah 0 %.
Untuk nilai EFOR pada tahun 2019 0.023 % dan pada tahun 2018 adalah
0.022 %. Untuk nilai NCF pada tahun 2019 adalah 94.06% dan pada
tahun 2018 adalah 97.05 %.Berdasarkan nilai- nilai tersebut diketahui
bahwa nilai Indeks Kinerja Pembangkit pada tahun 2018 lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai Indeks Kinerja Pembangkit di tahun 2019.
2) Faktor yang mempengaruhi perubahan nilai indeks kinerja pembangkit
listrik yaitu semakin sering pembangkit unit 1 mengalami outage atau
tidak terhubung ke jaringan maka akan memperburuk nilai indeks kinerja
pembangkit tersebut.
5.2. Saran
Setelah melakukan evaluasi terhadap kinerja pembangkit unit 1 maka
penulis menyarankan agar pihak PT. Star Energy Wayang Windu harus
melakukan pemeliharaan secara maksimal agar gangguan dapat diminimalisir
sehingga pembangkit mampu bekerja secara optimal, efisien, dan handal.
48
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, AN. (2010) Operasi Sistem Tenaga Listrik, Yogyakarta : Penerbit Gave
Pedia
Amalia, D. (2017). Analisa Kinerja Unit Pembangkit Akibat Outage dan
pengaruh Kepada Produksi Energi Listrik di PT. Indonesia Power UPJP
Kamojang. Bandung: Politeknik Negeri Bandung.
Rahman , H.M. (2015 ). Evaluasi Kinerja Pembangkit Pada Pusat Listrik Bilibili
19,5 MW. Makassar : Politeknik Negeri Ujung Pandang
Saptadji, N. M. (2015). Teknik Panas Bumi. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
49
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Personal
Jossua Simangunsong
50
Lampiran Tambahan – Protap DKP-IP PT. PLN
51
Lampiran Tambahan – IEEE Std. 762-2006
52
Lampiran A. Lembar Bimbingan Skripsi
53
54
Lampiran A. Lembar Bimbingan Skripsi
55
56