Anda di halaman 1dari 30

ACUTE KIDNEY INJURY PERIOPERATIF

Disusun oleh :

dr. Tia Astriana


130121190514

REFERAT I

Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian semester pada


Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran

Pembimbing :

dr. Akhmad Rhesa Sandy., Sp.An

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2021
PERIOPERATIVE ACUTE KIDNEY INJURY

Oleh :
Tia Astriana, dr.
130121190514

REFERAT I

Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian semester pada


Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran

Bandung, April 2022

Pembimbing,

dr. Akhmad Rhesa Sandy., Sp.An


ACUTE KIDNEY INJURY PERIOPERATIF
Tia Astriana, Akhmad Resha Sandi
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Hasan Sadikin

Abstrak

Cedera organ perioperatif adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
pasien yang menjalani pembedahan. Di antara berbagai jenis cedera organ perioperatif, Acute
Kidney Injury sering sekali terjadi dan memiliki efek yang sangat merugikan terhadap hasil
pembedahan. Saat ini, Acute Kidney Injury paling sering di diagnosis dengan menilai
peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau penurunan urin outpt. Baru-baru ini, biomarker
baru telah menjadi fokus penelitian translasi untuk meningkatkan deteksi tepat waktu dan
prognosis untuk Acute Kidney Injury. Namun, spesifisitas dan waktu pelepasan biomarker
terus menghadirkan tantangan untuk integrasi mereka ke dalam rejimen diagnostik yang ada.
Meskipun banyak uji klinis menggunakan berbagai intervensi farmakologis atau
nonfarmakologis, cara yang cukup dapat diandalkan untuk mencegah dan menangani Acute
Kidney Injury masih terbilang kurang. Namun demikian, beberapa uji coba multisenter acak
baru-baru ini memberikan wawasan baru tentang strategi terapi pengganti ginjal, komposisi
penggantian cairan intravena dan Remote Ischemia Preconditioning terhadap dampak yang
diberikan pada Acute Kidney Injury perioperatif. Tinjauan ini memberikan pembaruan
tentang kemajuan terbaru menuju pemahaman mekanisme penyakit, diagnosis, dan
pengelolaan cedera ginjal akut perioperatif, serta menyoroti bidang upaya penelitian yang
sedang berlangsung untuk mencegah dan mengobati cedera ginjal akut pada pasien bedah.

Kata kunci: Acute Kidney Injury, diagnosis, Perioperatif, tatalaksana

i
PERIOPERATIVE ACUTE KIDNEY INJURY
Tia Astriana, Akhmad Resha Sandi
Department of Anesthesia and Intensive Therapy
Padjadjaran University Faculty of Medicine
Hasan Sadikin Hospital

Abstract

Perioperative organ injury is among the leading causes of morbidity and mortality
of surgical patients. Among different types of perioperative organ injury, acute
kidney injury occurs particularly frequently and has an exceptionally detrimental
effect on surgical outcomes. Currently, acute kidney injury is most commonly
diagnosed by assessing increases in serum creatinine concentration or decreased
urine output. Recently, novel biomarkers have become a focus of translational
research for improving timely detection and prognosis for acute kidney injury.
However, specificity and timing of biomarker release continue to present challenges
to their integration into existing diagnostic regimens. Despite many clinical trials
using various pharmacologic or nonpharmacologic interventions, reliable means to
prevent or reverse acute kidney injury are still lacking. Nevertheless, several recent
randomized multicenter trials provide new insights into renal replacement
strategies, composition of intravenous fluid replacement, goal-directed fluid
therapy, or remote ischemic preconditioning in their impact on perioperative acute
kidney injury. This review provides an update on the latest progress toward the
understanding of disease mechanism, diagnosis, and managing perioperative acute
kidney injury, as well as highlights areas of ongoing research efforts for preventing
and treating acute kidney injury in surgical patients..

Key word: Acute Kidney Injury, diagnosis, Perioperative, management

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................2
2.1 Definisi Acute Kidney Injury Perioperatif........................................................2
2.2 Epidemiologi...................................................................................................3
2.3 Patofisiologi Acute Kidney Injury Perioperatif.................................................4
2.4 Faktor Resiko Acute Kidney Injury Perioperatif .............................................5
2.4.1 Faktor Resiko terkait Pasien...................................................................7
2.4.2 Faktor Resiko terkait Pembedahan..........................................................8
2.5 Diagnosis Acute Kidney Injury Perioperatif...................................................10
2.6 Pendekatan Terapi Acute Kidney Injury Perioperatif....................................13
2.6.1 Intervensi Farmakologis........................................................................13
2.6.2 Remote Ischemia Preconditioning........................................................15
2.6.3 Terapi Pengganti Ginjal........................................................................16
2.6.4 Terapi Pemberian Cairan......................................................................16
2.6.5 Dampak Anemia dan Transfusi terhadap Acute Kidney Injury
Perioperatif...........................................................................................18
2.6.6 Menghindari Nefrotoksik......................................................................18
2.6.7 Kontrol Gula Darah dan Dukugan Nutrisi.............................................18
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam satu abad terakhir, kemajuan besar telah di capai dalam bidang anestesia.
Perkembangan dalam pelatihan spesialis, modalitas monitoring dan manajemen
jalan nafas yang lebih aman telah memberikan hasil yang baik pada pasien. Namun,
morbiditas dan mortalitas pembedahan pada dasarnya tetap tidak berubaj dan terus
menjadi beban kesehatan utama di negara-negara Barat. Diantara berbagai cedera
organ, khususnya yang berkaitan dengan disfungsi organ pada periode pasca
operasi, Acute Kidney Injury (AKI) menjadi disfungsi organ yang paling menonjol,
terjadi pada 20-40 % pasien beresiko tinggi. 1

Selain itu pasien dengan dagnosis sepsis dan AKI mememiliki tingkat
kematian lebih tinggi hingga 70 %. Hasil eksperimen saat ini juga menunjukan AKI
dapat memicu penurunan sistem organ lain, sehingga mempengaruhi tingkat
kegagalan multiorgan, sepsis, dan kematian. Bahkan AKI subklinis berkolerasi
dengan peningkatan mortalitas.2 Pencegahan dan pengobatan AKI pada pasien yang
menjalani pembedahan memiliki beberapa hambatan. Secara historis, modalitas
pengobatan terhadap pencegahan AKI masih terbatas. Misalnya, penggunaan
profilaksis dopamin dosis rendah ("dopamin ginjal") atau pengobatan dengan
furosemide dosis tinggi untuk memblokir konsumsi adenosin trifosfat (ATP) oleh
sel epitel tubulus ginjal telah terbukti merugikan daripada memproteksi dalam uji
klinis perioperatif.3 Untuk membuat diagnosis definitif di awal proses cedera dan
mengobati AKI perioperatif secara efektif, kendala dalam menemukan alat
identifikasi yang teruji juga harus diatasi. Pendekatan berdasarkan perubahan
kreatinin serum dapat memperlama identifikasi dan dan intervensi karena termasuk
lambat sebagai alat penentu diagnosis. Oleh karena itu, pencarian biomarker baru
dan spesifik terhadap identifikasi awal AKI menjadi tantangan penelitian di bidang
ini. Berdasarkan permasalahan yang belum terselesaikan tersebut, wawasan
mekanistik tentang AKI, biomarker baru dan modalitas terapeutik untuk mencegah
dan mengobati menjadi bidang yang masih harus diteliti.
27

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Acute Kidney Injury (AKI)

Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu)

laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti


kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Publikasi kriteria Risk, Injury,
Failure, Loss, End-stage renal disease (RIFLE) pada tahun 2004
menciptakan suatu standar tentang definisi Acute Kidney Injury yang banyak
digunakan.4 Kriteria standar dalam definisi Acute Kidney Injury ini
meningkatkan akurasi dalam pelaporan kejadian. Definisi tersebut
memberikan pemahaman lebih mengenai hilangnya fungsi secara sederhana
ke pemahaman lebih matang, di mana AKI adalah penyakit dengan proses
yang multifaset dan heterogen. Namun, definisi dari RIFLE tidak menilai
perubahan akut dari nilai kreatinin sebagai bagian dari kriteria. Menanggapi
kekurangan tersebut, Acute Kidney Injury Network (AKIN) memodifikasi
kriteria RIFLE, dengan mempertimbangkan sedikit peningkatan kreatinin
(sedikitnya 0,3 mg/dl) dari waktu ke waktu (sedikitnya dalam 48 jam) (tabel
1).5 Pada tahun 2012, the Kidney Disease Improving Global Outcomes
(KDIGO) mengklasifikasikan tingkat Acute Kidney Injury berdasarkan
peningkatan serum kreatinin dan periode oliguria.4 Berkaitan dengan waktu
kejadian Acute Dialysis Quality Initiative Group baru-baru ini
mengklarifikasi bahwa "Acute Kidney Injury" terjadi di dalam 48 jam atau
kurang, dan "penyakit ginjal akut" terjadi ketika cedera ginjal berlanjut
selama 7 hari atau lebih lama.6
Klasifikasi Acute Kidney Injury dibagi menjadi subklinis dan fungsional
seiring dengan digunakannnya biomarker sebagai alat diagnostik.16
Peningkatan konsentrasi dari biomarker Acute Kidney Injury tanpa
memenuhi klasifikasi KDIGO, didefinisikan sebagai Acute Kidney Injury
subklinis, sedangkan dikatakan fungsional jika memenuhi klasifikasi
KDIGO namun tidak memenuhi konsentrasi biomarker. Meskipun ada
28
asumsi bahwa Acute Kidney Injury subklinis tidak berbahaya, namun pada
pasien pasca operasi ditemukan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
bahkan sedikit peningkatan kreatinin perioperatif berhubungan dengan
peningkatan mortalitas perioperatif dan pemanjangan lama perawatan.7

2.2 Epidemiologi Acute Kidney Injury Perioperatif

Acute Kidney injury memberikan pengaruh yang luar biasa terhadaap individu dan
sistem kesehatan. Setiap tahunnya, di negara-negara industri AKI memakan biaya
hingga 1 Miliyar, merenggut 300.000 nyawa dan 300.000 kasus berkembang
menjadi penyakit ginjal kronis. AKI berhubungan dengan tingginya angka
mortalitas, beban perawatan di rumah sakit yang lebih lama, dan peningkatan
biaya pengobatan. Meskipun beberapa penelitian telah membuktikan dampak
dari AKI, prevalensi AKI tergantung pada definisi, kriteria, dan populasi
penelitian. 8
Pada penelitian retrospketif Kork et al. terhadap 39.369 pasien post
operasi menggunakan kriteria KDIGO, AKI ditemukan pada 6 % populasi,
Setelah dilakukan penyesuaian terhadap beberapa variable diantaranya, usia,
lama perawatan, jenis kelamin dan nilai kreatinin postoperatif dan
hemoglobin, peneliti menemukan perubahan kecil pada nilai kreatinin dua
kali lipat dan memperpanjang lama perawatan hingga dua hari. 2 Pada tahun
29
2017, O’Connor et al menginvestigasi hubungan antara AKI postoperatif
menggunakan kriteria KDIGO dalam penelitian kohort retrospektif,
ditemukan 6,8 % pasien yang diteliti mengalami AKI, dan pasien yang
mengalami AKI 13,3 % tingkat morta;itas di rumah sakit dibandingakan
pasien tanpa AKI hanya 0,9% ( P< 0,001). 9 Dari kedua penelitian tersebut
disimpulkan pada pasien operasi nonkardiak, AKI dapat meningkatkan
resiko kematian yang signifikan dan memperpanjang lama perawatan.
Frekuensi, faktor resiko serta outcome akibat AKI pasca operasi nonkardiak
belum dapat diidentifikasi dengan jelas, dan hal tersebut dapat menjadi bahan
untuk dianalisis pada penelitian tentang AKI postoperatif selanjutnya.
AKI yang berhubungan dengan operasi jantung menjadi penyebab
tersering dari AKI perioperatif. Penelitian meta-analisis terkini menyebutkan
insidensi yang cukup signifikan utnuk AKI pada pasien operasi jantung
yakni 25-30 %. Pada tahun 2016, Hue et al melakukan penelitian pada
300.000 pasien post operasi jantung di dapatkan insidensi hingga 22,3 %
(95% CI, 19,8 hingga 25,1). Dari pasien hasil penggabungan pasien yang
mengalami AKI, berdasarkan kriteria KDIGO, 13,6% mengalami AKI
stadium 1, 3,8% AKI stadium 2 dan 2,7 % AKI stadium 3, dan 2,3 %
membutuhkan terapi pengganti ginjal. Dampak dari adanya AKI
meningkatkan biaya pengobatan dan memperpanjang masa perawaatan.
Hubungan antara AKI dan pasca operasi jantung telah menunjukan adanya
morbiditas jangka pendek dan jangka panjang.10 Pada sebuah penelitian
kohort pada 1000 pasien yang menjalani operasi jantung elektif, pasien yang
mengalami AKI memiliki 26% resiko kematian dalam waktu 5 tahun, dua
kali lipat lebih besar dari resiko kumulatif pada pasien tanpa AKI. 11

2.3 Patofisiologi Acute Kidney Injury Perioperatif

Secara historis penyebab AKI dikategorikan mejadi prerenal, renal dan


postrenal. AKI prerenal merupakan respon fungsional terhadap hipoperfusi
dari ginjal, dimana fungsi intrinsik dari ginjal masih tetap utuh. AKI prerenal
terjadi akibat kondisi hipovolemia atau curah jantung yang rendah. AKI
postrenal disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran urin ke ujung saluran
kemih sehingga menyebabkan hidronefrosis. Seperti pada konsisi prerenal,
21
pada AKI postrenal tidak akan terjadi kerusakan dari ginjal jika aliran urin
0
diperbaiki sebelum terjadi kerusakan struktural yang menetap. Sedangkan
AKI intrinsik adalah hasil dari proses penyakit yang terjadi pada
vaskularisasi renal, glomerulus, tubulus atau interstisial. Klasifikasi
tradisional ini memberikan kerangka yang mudah namun terlalu sederhana,
karena AKI seringkali melewati batas-batas tersebut. Misalnya, AKI prerenal
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan instrinsik seperti Acute Tubular
Necrosis.
Mekanisme terjadinya AKI perioperatif melibatkan faktor-faktor yang
beragam dan kompleks. Hipoperfusi, peradangan dan respon neuroendokrin
terhadap pembedahan adalah mekanisme yang paling sering mempengaruhi
kerja ginjal. Penurunan tekanan darah dan hipoperfusi ke ginjal merupakan
konsekuensi dari hipovolemia perioperatif, sama halnya dengan efek
vasodilator dan kardiodepresan dari agen-agen anestesia. Dalam keadaan
perfusi yang rendah, ginjal dapat menunjukan mekanisme autoregulasi yang
signifikan untuk menjaga aliran darah ginjal serta laju filtrasi glomerulus
agar tetap konstan meskipun tekanan darah arteri dan status volume
berfluktuasi. Sinyal prostaglandin menurunkan resistensi arteriol aferen,
yang dapat meningkatkan aliran darah ke glomelurus dan mempertahankan
tekanan kapiler glomerulus dalam kondisi perfusi yang rendah. Aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron dan pelepasan angiotensin II
meningkatkan resistensi arteriol eferen, sehingga dapat mempertahankan
tekanan kapiler glomerulus. Jika hipoperfusi ginjal terus berlanjut dan
melewati batas autoregulasi, sistem saraf simpatis ginjal akan melepaskan
vasokonstriktor endogen yang menyebabkan terjadinya penyempitan
pembuluh darah arteriol. Hal ini secara efektif dapat mengurangi aliran darah
ginjal yang menyebabkan iskemia tubulus ginjal dan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Berkurangnya keseimbangan oksigen menginduksi terjadinya
hipoksia di ginjal dan kekurangan ATP dapat merangsang terbentuknya
matriks ekstraseluler berupa deposisi kolagen dan fibrosis.12
Autoregulasi ginjal juga dapat dihambat dengan penggunaan agen-agen
antiinflamasi selama periode perioperatif. Agen-agen tersebut menghambat
kerja enzim cyclooxygenase dan mendukung pembentukan renal
prostaglandin sehingga menyebabkan penyempitan arteriol aferen dan eferen
yang tidak dapat diimbangi oleh kerja angiotensin II dalam kondisi
21
hipoperfusi renal, penurunan aliran perfusi ginjal dan penurunan filtrasi
1
glomerulus. Sebagai tambahan dari cedera akibat hipoperfusi, inflamasi
sistemik dan pelepasan sitokin-sitokin yang disebabkan karena trauma dan
stress pembedahan secara langsung dapat menginduksi terjadinnya cedera
pada tubular dan kelanjutan dari inflamasi sitemik. Etiologi dari AKI yang
dicetuskan karena peradangan sangat multifaktorial, termasuk diantaranya
aktivasi sitem renin-angiotensi-aldosteron, peningkatan stress oksidatif,
sitokin, cedera pada sel endotel dan aktivasi jaras proapoptosis. Semua
faktor-faktor tersebut menjadi predisposisi terjadinya AKI perioperatif pada
pasien yang menjalani pembedahan. 13
Telah ditemukan beberapa bukti bahwa AKI secara langsung
menyebebkan cedera pada organ-organ lain, seperti jantung, paru-paru, otak,
hati, sistem imunitas dan sistem organ lainnya. Pada sistem hepatik AKI
menyebabkan peningkatan kerusakan barrier intestinal dan menyebabkan
peningkatan translokasi dan perpindahan endotoksin dan mikroorganisme
dari usus ke sistem portal. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya inflamasi
dan apoptosis yang memunculkan overproduksi dan pelepasan sitokin-
sitokin proinflamasi hepatik. Pada otak, AKI dapat menyebabkan disfungsi
serebral, diantaranya esfalopati uremikum. Aktivasi kaskade neuroinflamasi
menyebabkan peningktan permeabilitas dan kerusakan pada sawar darah
otak. Pada sistem kardiovaskular, AKI berhubungan dengan sindrom
kardiorenal, yang merupakan keadaaan dimana gagal jantung dan gagal
ginjal berlangsung secara bersamaa. Mekanisme disfungsi jantung akibat
AKI diduga akibat kelebihan cairan dan penurunan kontraksi miokardium
akibat urisemia. Pada sistem pulmonal, efek AKI menyebabkan aktivasi dari
kaskade inflamasi yang berakibat pada meningkatnya permeabilitas vascular
dan infitrasi dari netrofil di paru. Sehingga terjadi akumulasi cairan pada
jaringan paru yang mencetuskan terjadinya edema paru. AKI juga
memberikan dampak pada imunitas humoral dan seluler serta
imunokompetensi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena adanya
kombinasi peningkatan stress oksidatif, gangguan fungsi pembersihan pada
sistem retikuloendotelial dan penurunan pembersihan sitokin sirkulasi yang
menyakibatkan mudah terjadinya infeksi pada pasien dengan AKI.15
21
2

Gambar 2. Pengaruh Acute Kidney Injury pada fungsi organ lainnya.

2.4 Faktor Resiko Acute Kidney Injury Perioperatif

2.4.1 Faktor Resiko Terkait Pasien

Beberapa elemen berkolerasi dengan peningkatan resiko terjadinya AKI


perioperative pada pasien. Peningkatan kreatinin yang sudah ada sebelumnya
(lebih dari 1,2 mg/dl) adalah prediktor yang signifikan untuk terjadinya AKI
pascoperasi. Selanjutnya faktor resiko independent lainnya untuk AKI perioperatif
diantaranya usia lanjut, ras Afrika-Amerika, hipertensi yang sudah ada
sebelumnya, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal kronis, penyakit paru,
diabetes mellitus, penyakit vaskular perifer, adanya asites,dan indeks massa tubuh
yang tinggi. Indeks massa tubuh yang tinggi meningkatkan resiko terjadinya AKI
periopertif. Dihipotesiskan bahawa obesitas meningkatkan stress okidatif, sitokin
proinflmasi dan disfungsi endotel yang menyebabkan AKI. 17,18 Mengidentifikasi
komorbid pada pasien dapat membantu dalam startifikasi dan pencegahan saat
praoperasi.
21
3

2.4.2 Faktor Resiko Terkait Pembedahan

Pada operasi jantung dan vaskular, AKI merupakan permasalahan yang


kerap kali terjadi. AKI berhubungan dengan pemanjangan waktu cross-
clamp aorta dan waktu iskemia, pembentukan mikro dan makro emboli,
keadaan curah jantung yang rendah, hipotensi yang berkepanjangan dan
penggunaan vasopressor serta inotropil pada kedua jenis operasi tersebut.
Sebagai tambahan juga bisa diakibatkan dari tekanan arteri rata-rata yang
rendah selama penggunaan Cardiopulmonary Bypass (CPB), peradangan
sistemik yang diaktivasi dari kontak yang dipicu oleh aliran darah yang
melintasi permukaan sirkuit bypass. Elemen-elemen dari CBP ini
mengganggu aliran darah ginjal dan mengaktivasi sistem renin-angiotensi-
aldosteron, menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal dan
memperburuk kerusakan ginjal.19 Selanjutnya, komponen dari CPB (pompa,
oksigenator, suction dan filter) menyebabkan kerusakan pada eritrosit yang
bersirkulasi, menyebabkan hemolisis intraoperatif dan terbentuknya
hemoglobin bebas. Hemoglobin bebas ini menyebabkan cedera langsung
pada epitel ginjal melalui pembentukan spesies radikal bebas.20 Strategi
yang telah ditemukan untuk meminimalkan cedera ginjal dengan CPB
dengan cara memenuhi ambang batas pengantaran oksigen dengan
menyesuaikan aliran pompa arteri sesuai dengan nilai hematokrit dan bila
perlu dengan transfusi darah ketika ambang batas tidak dapat dipertahankan
dengan peningkatan aliran pompa. Serupa dengan strategi tersebut,
pemeliharaan target saturasi oksigen mixed vein diatas 75 % selama CPB,
dihipotesiskan dapat mengoptimalkan perfusi sistem dan dapat berhubungan
dengan resiko AKI postoperasi yang lebih rendah.21
Implikasi CBP terhadap ginjal, memberikan gagasan bahwa metode off
-pump CABG (Coronary Arterial Bypass Graft) menunjukan efek yang
lebih baik terhadap ginjal dibandingkan dengan metode on-pump CABG.
Namun, hingga saat ini konsensus tersebut belum jelas terbukti. Dari hasil
penelitian CABG Off or On Pump Revascularization Study (CORONARY)
pada 4.752 apsien dari tahun 2006 hingga 2011 yang bertempat di 79 pusat
kesehtan dan 19 negara untuk metode opeasi off-pump dan on-pump, tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan untuk kasus AKI yang membutuhkan
21
dialysis pada 30 hari pertama, tetapi terdapat penurunan isnsidensi AKI
4
yang substantial ( 28,5% vs 32,1 %; relative risk 0.87; 95% CI, 0.80 to 0.96;
P = 0.01) pada kelompok off-pump.22 Namun hasil penelitian tersebut
bertolak belakang dengan hasil penelitian dari German Off Pump Coronary
Artery Bypass Grafting in Elderly Patients (GOPCABE) yang melakukan
penelitian acak terhada 1.593 pasien lanjut usia untuk menggunakan teknik
on atau off-pump dari tahun 2008 hingga 2011, yang menemukan bahwa
operasi CABG off-pump tidak berkorelasi dengan penurunan insiden atau
pengurangan keparahan cedera ginjal akut (P = 0,174).23 Saat ini bukti-bukti
tersebut tidak menunjukan konsistensi risiko terjadinya AKI atau dialisis
dengan teknik revaskularisasi off-pump. Mengingat kurangnya bukti yang
mendukung, operasi CABG off-pump seharusnya tidak secara rutin
direkomendasikan untuk semua pasien CABG yang berisiko cedera ginjal
akut perioperatif, terutama mengingat tingkat keberhasilan revaskularisasi
CABG off-pump terkait yang lebih rendah.22
Terjadinya AKI pada operasi nonkardiak dan nonvaskular lebih sedikit
dipelajari dibandingkan AKI pada operasi kardiak, hal tersebut mungkin
disebabkan karena insidensi secara keseluruhan yang lebih rendah.
Berdasarakan data nasional dari American College of Surgeons– National
Surgical Quality Improvement Programe, komplikasi yang disebabkan oleh
AKI terjadi pada sekitar 1% dari kasus bedah umum, yang mengakibatkan
peningkatan delapan kali lipat dalam semua penyebab kematian dalam 30
hari. Dalam kategori bedah umum, operasi intraperitoneal seringkali
memiliki resiko terjadinya AKI perioperatif. Faktor-faktor resiko terkait
prosedur dalam operasi abdomen diantaranya prosedur transfusi darah
intraoperatif, ketidakstabilan hemodinamik intraoperatif, dan penggunaan
vasopresor dan diuretik.24 Peningkatan tekanan intraabdominal yang sering
disebabkan oleh pemberian cairan yang berlebihan atau perpindahan cairan
yang cepat, d prediksapat menjadi kerusakan ginjal pasca operasi.
Penurunan tekanan perfusi dikaitkan dengan kompresi mekanis pembuluh
darah ginjal, menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal dan
menyebabkan terjadinyai iskemia ginjal.25 Sebagai catatan, operasi
laparoskopi dengan peningkatan tekanan intraabdominal yang sementara
disebabkan oleh pneumo peritoneum dapat mengakibatkan penurunan
keluaran urin, tanpa menyebabkan peningkatan angka AKI pasca operasi. 24
21
5

2.5 Diagnosis Acute Kidney Injury Perioperatif

Berbagai definisi dan cara pengukuran untuk mendiagnosis AKI telah


banyak di eksplorasi dan dipelajari selama 30 tahun terakhir. Pengukuran
kreatinin serum dan urin output tetap menjadi dasar diagnosis AKI karena
keduanya mudah diukur dan khas untuk ginjal. Meskipun telah
dikembangkan penyeragaman standar untuk mendefinisikan cedera ginjal
akut, sistem klasifikasi KDIGO masih memiliki keterbatasan, terutama
pada periode perioperatif. Penilaian urin output adalah alat deteksi sensitif
untuk mengidentifikasi cedera ginjal akut dan secara tepat termasuk dalam
semua definisi cedera ginjal akut. Namun, periode perioperatif telah terbukti
menjadi lingkungan yang unik dengan tantangan diagnostiknya sendiri.
Penelitian telah menunjukkan bahwa keluaran urin menurun pada periode
intraoperatif dan pascaoperasi karena pelepasan aldosteron dan vasopresin
disebabkan karena stres, hipovolemia, atau bahkan dari proses anestesi.
Sebuah studi tahun 2010 mencatat bahwa selama operasi, hanya 5 - 15%
dari volume kristaloid diekskresikan dalam urin, dibandingkan dengan
pasien yang tidak teranastesi 40- 75% dari total volume kristaloid
dieksresikan dalam urin.26
Beberapa penelitian telah meneliti hubungan antara pemberian cairan
dan keluaran urin intraoperatif dan korelasinya dengan AKI pascaoperasi.
Salah satu penelitian tersebut adalah peneltian prospektif secara acak
terhadap 102 pasien yang menjalani operasi bariatrik yang menerima baik
volume tinggi atau volume rendah larutan ringer laktat. Dari penelitian
tersebut peneliti tidak menemukan korelasi antara urine output yang rendah
pada periode intraoperatif dengan kejadian AKI pascaoperasi.
Kesimpulannya, urine output merupakan kriteria yang kurang berguna untuk
mendiagnosis AKI perioperatif, sehingga memerlukan metodologi
diagnostik lainnya.26
Kreatinin serum juga menjadi alat diagnosis yang kurang baik dapat
menjadi tidak akurat untuk laju filtrasi glomerulus. Kreatinin akan mulai
meningkat setelah laju filtrasi glomerulus menurun 50%. Peningkatan kreatinin
awal dapat terjadi pada hari pertama pascaoperasi; namun, sebagian besar pasien
gagal memenuhi kriteria untuk AKI hingga hari ke-2 pascaoperasi. Kreatinin
21
serum juga dapat diubah oleh berbagai faktor lain selain permasalahan ginjal,
6
namun beberapa penyebab dapat terjadi pada periode perioperatif, termasuk cedera
otot, kelebihan volume, nutrisi, dan steroid. 27 Singkatnya, dalam praktiknya
klinisnya mementukan diagnosis AKI pada pengukuran kreatinin serum memiliki
banyak keterbatasan, seperti keterlambatan dalam mendiagnosis tahap awal AKI.

2.5.1 Biomarker Acute Kidney Injury

Kegunaan biomarker sebagai alat pengukuran yang teruji untuk mendeteksi AKI
telah menjadi fokus penelitian. Molekul Neutrophil Gelatinase- Associated
Lipocalin (NGAL) tidak ditemukan dalam urin dan plasma orang sehat. Molekul
ini awalnya ditemukan dalam studi skrining yang dirancang untuk mengidentifikasi
gen yang diekspresikan secara berbeda pada periode awal iskemia ginjal. Dengan
melakukan clamping pada arteri ginjal pada tikus selama 45 menit, microarray
cDNA digunakan untuk menentukan perubahan ekspresi gen ginjal. Para penulis
mengidentifikasi tujuh gen yang diregulasi, termasuk NGAL yaitu polipeptida
stabil yang mudah diukur yang ditemukan dalam urin selama proses cedera ginjal. 79
Studi awal menunjukan neutrophil gelatinase sebagai indikator prediktif AKI
dalam kasus operasi jantung, di mana kadar NGAL urin adalah diagnostik AKI
pada 2 jam pasca bypass jantung. 28 Dalam percobaan pediatrik, temuan serupa pada
pasien CPB ditemukan diamati dengan tingkat lipocalin terkait gelatinase neutrofil
meningkat pada pasien cedera ginjal akut dalam waktu 2 jam, dibandingkan dengan
pengukuran tingkat kreatinin yang mendiagnosis dalam waktu 1 sampai 3 hari. 28
Penelitian pada pasien bedah nonkardiak, menunjukkan tingkat urin dan serum
NGAL yang lebih tinggi ditemukan pada pasien yang menderita diabetes mellitus,
infeksi, dan penyakit ginjal kronis. 29 Spesifisitas NGAL diperkirakan berkisar
antara 70 hingga 80%; namun, utnuk sensitivitas bervariasi dari 40 hingga 90%.78
Kadar lipocalin dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti infeksi, tumor
tertentu, penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya, usia,
dan diabetes mellitus. Pengaruh variabel pengganggu telah menimbulkan
kekhawatiran mengenai kinerja diagnostiknya.29
Biomarker lain yang menjanjikan adalah Kidney Injury molecule-1. Kidney
Injury Molecule-1 adalah glikoprotein membran tipe-1 yang diregulasi setelah
terjadi cedera iskemik atau nefrotoksik pada sel epitel tubulus proksimal. 90 Studi
menunjukkan bahwa Kidney Injury Molekul-1 berfungsi sebagai molekul adhesi sel
dalam rekonstruksi cedera tubulus proksimal. Sebuah percobaan yang memeriksa
terjadinya AKI selama operasi jantung pada kasus pediatrik menemukan Kidney
Injury Molecule-1 menjadi molekul diagnostik yang sangat baik dengan
21
peningkatan kadar urin dalam waktu 6 jam setelah bypass jantung. Namun,
7
penelitian lain pada operasi jantung dewasa menunjukkan spesifisitas yang baik
tetapi sensitivitas hanya 50% ketika menggunakan Kidney Injury Molecule-1 untuk
mendiagnosis AKI.92 Studi ini, bersama dengan penelitian yang lain, menunjukkan
bahwa Kidney Injury Molecule-1 berpotensi lebih berguna bila digunakan sebagai
bagian dari panel yang menggabungkan beberapa biomarker. Walaupun demikian,
saat ini tidak tersedia perangkat yang dapat digunakan untuk penilaian langsung
Kidney Injury Molecule-1.30
Cystatin C unik karena merupakan molekul bermuatan sangat kecil yang
sepenuhnya disaring di glomerulus dan mengalami katabolisme oleh sel tubulus
proksimal. Karena itu, hampir tidak ada cystatin C yang dapat ditemukan dalam
urin ginjal yang sehat. Karakteristik di atas dan waktu paruh yang singkat dalam
serum (2 jam) telah membuat beberapa peneliti mengusulkan bahwa serum cystatin
C adalah pengganti yang ideal. Dua penelitian yang meneliti penggunaan serum
cystatin C memiliki hasil yang beragam, dengan satu menunjukkan kemampuannya
untuk mendiagnosis AKI yang terjadi dalam waktu 6 jam setelah operasi,
sedangkan yang lain tidak lebih baik daripada kreatinin.92,93 Namun, penelitian ini
memang menunjukkan bahwa kadar cystatin C urin meningkat dalam waktu 6 jam
setelah bypass pada pasien dengan cedera ginjal akut, yang memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk memperjelas perannya.96
Mengembangkan terapi yang berhasil untuk mengobati AKI telah menjadi
usaha yang sulit dipahami. Meskipun signifikan masa depan pengujian di tempat
perawatan itu cerah, tetapi adanya perancu yang signifikan harus diperhitungkan
untuk memvalidasi integrasi pengujian di tempat perawatan dengan panel
biomarker. Karena lebih banyak biomarker tersedia secara komersial, penelitian
translasi diperlukan untuk mengevaluasi kemanjuran panel biomarker dan
pengujian di tempat perawatan untuk memungkinkan intervensi dini, penilaian
risiko, dan diagnosis AKI. 30
Saat ini, jumlah pasien yang diteliti menggunakan
cystatin C masih sedikit, sehingga menjadikan molekul ini sebagai biomarker AKI
yang baru masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Tissue inhibitor of metalloproteinases-2 dan insulin-like growth factor
binding protein-7 dilepaskan selama penghentian siklus sel dan berpotensi
menghadirkan molekul penanda bio yang sensitif dan tepat untuk mendiagnosis
AKI. Selama proliferasi sel normal, sel harus melewati setiap tahap siklus sel (G1 –
M). Namun, ketika sel mengalami kerusakan, kedua substansi tersebut
menggunakan penghentian siklus sel sebagai mekanisme pelindung untuk
menghindari replikasi DNA yang rusak. Ketika sel ginjal memasuki penghentian
siklus sel, respons adaptif ini dimediasi oleh sel-sel sekitarnya melalui pelepasan
21
Tissue inhibitor of metalloproteinases-2 dan insulin-like growth factor binding
8
protein-7, Kehadiran keduanya dalam urin dihipotesiskan menjadi salah satu tanda
awal kerusakan ginjal seluler.31

Gambar 4. Biomarker dari waktu ke waktu sesudah AKI

2.6 Terapi Acute Kidney Injury Perioperatif

Mengembangkan terapi yang berhasil untuk mengobati AKI menjadi usaha yang
sulit dipahami. Banyak penelitian terbaru yang menarik telah menemukan konsep
penting yang sangat penting untuk manajemen pasien dalam pencegahan AKI. 5

2.6.1 Intervensi Farmakologis

N-Acetylcysteine adalah prekursor glutathione intraseluler yang mengurangi


respons ledakan oksidatif neutrofil dengan meningkatkan penangkapan radikal
bebas oksigen. Dalam uji coba terkontrol acak prospektif, N-asetilsistein intravena
gagal mencegah fungsi ginjal pasca operasi atau mengurangi angka kematian pada
pasien operasi yang CPB berisiko tinggi. 32Demikian pula, uji coba terkontrol acak
tersamar ganda oleh Song et al. gagal untuk memebuktikan manfaat protektif N-
acetylcysteine dalam operasi jantung off-pump, dengan tingkat cedera ginjal akut
yang serupa diamati antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (35% N-
acetylcysteine vs 32% kontrol; P=0,695). 33
Lipid-lowering 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A reductase inhibitors
atau statin adalah salah satu obat dengan minat penelitian yang cukup tinggi karena
potensinya sebagai anti inflamasi, antioksidan, dan sifat pelindung endotel adalah
kelas obat dengan minat penelitian yang meningkat karena potensinya sebagai anti
21
inflamasi, antioksidan, dan sifat pelindung endotel. Sebuah studi meta-analisis oleh
9
Zhao et al menunjukkan bukti yang cukup untuk menolak hipotesis bahwa terapi
statin perioperatif menurunkan prevalensi cedera ginjal akut dan konsekuensi pasca
operasi terapi penggantian ginjal, ventilasi mekanik, lama tinggal di unit perawatan
intensif (ICU) atau rumah sakit, dan kematian di rumah sakit. Singkatnya, bukti ini
tidak mendukung penggunaan terapi statin dalam pengobatan atau pencegahan
cedera ginjal akut.34
Dexmedetomidine adalah agonis reseptor 2-adrenergik selektif yang
dikenal sebagai agen untuk proteksi ginjal perioperatif melalui peningkatan aliran
darah ginjal dan juga mengurangi kerusakan oksidatif pada ginjal. Pada model
hewan, dexmedetomidine telah menunjukkan sifat antiinflamasi, antiapoptosis, dan
antioksidan di seluruh sistem organ. Beberapa penelitian juga menunjukkan
dexmedetomidine menjadi penghambat mediator inflamasi termasuk interleukin-1,
interleukin-6, dan TNF-ÿ. 35
Aplikasi klinis dari sifat renoprotektif
dexmedetomidine telah berhasil mengurangi insiden cedera ginjal akut terkait
operasi jantung pada populasi operasi katup jantung. Efek menguntungkan lainnya
yaitu, mengurangi pelepasan norepinefrin, meningkatkan stabilitas hemodinamik,
dan menyeimbangkan suplai/permintaan oksigen miokard.36 Namun, dibutuhkan uji
coba multisenter tambahan berkualitas tinggi harus mengkonfirmasi temuan ini
untuk menetapkan dasar penggunaan klinis rutinnya untuk mencegah AKI
perioperatif.

2.6.2 Remote Ischemic Preconditioning

Remote Ischemic Preconditioning adalah strategi eksperimental di mana episode


iskemia pendek dan tidak bersifat letal diterapkan untuk memberikan perlindungan
dari serangan iskemik berikutnya yang bersifat lebih letal.42,130,131 Sebagai
bentuk Ischemic Preconditioning yang lebih baru ditemukan, Remote Ischemic
Preconditioning dicapai melalui penerapan periode singkat iskemia dan reperfusi
jaringan yang menghasilkan respons adaptif protektif bagi sistem organ terletak
jauh.
Teknik yang biasa digunakan yaitu, manset tekanan darah ditempatkan di
sekitar lengan atas dipompa hingga tekanan 200 hingga 300mm Hg selama 5 menit.
kemudian tekanan dilepaskan, dilakukan dalam beberapa siklus. Remote Ischemic
Preconditioning diperkirakan telah mengaktifkan beberapa jalur termasuk jalur
sinyal antiinflamasi sistemik, neuronal, dan humoral. Dalam hal ini, prakondisi
iskemik jarak jauh menawarkan strategi baru, noninvasif, dan murah untuk
mengurangi terjadinya cedera ginjal akut.36
22
0

2.6.3 Terapi Pengganti Ginjal

Terapi penggantian ginjal adalah satu-satunya terapi untuk AKI sampai saat ini.
Kriteria KDIGO menganjurkan untuk memulai terapi penggantian ginjal ketika
terjadi akumulasi cairan yang mengancam jiwa atau terjadi ketidakseimbangan
besar (misalnya, asidosis, kelainan elektrolit, dan uremia). Untuk memulai
dilakukannya terapi pengganti ginjal, dan durasinya masih menjadi perdebatan.18
Inisiasi dini terapi pengganti ginjal menunjukkan penurunan mortalitas di 90 hari
awal, dibandingkan dengan inisiasi terapi pengganti ginjal yang ditunda (late
replacement therapy). Hal yang terpenting lainnya, lebih sedikit pasien yang
menjalani terapi pengganti ginjal pada kelompok terapi pengganti ginjal yang
ditunda, karena 75% pasien dalam kelompok tertunda memulihkan fungsi ginjal
mereka secara spontan. Namun, penting untuk diingat bahwa memulai perawatan di
akhir rantai AKI (misalnya, pada End Stage Renal Disease) tidak memberikan
outcome yang terlalu baik untuk pasien.37 Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
mendeteksi pasien yang mengalami AKI progresif sejak dini. Selain itu, the Acute
Disease Quality Initiative (ADQI) menyarankan pendekatan yang lebih personal
harus dipertimbangkan untuk memulai terapi penggantian ginjal, berdasarkan
penilaian dinamis dari parameter klinis yang berbeda yang mencerminkan
ketidaksesuaian permintaan dan kapasitas.37

2.6.4 Terapi Pemberian Cairan

Pemberian cairan merupakan terapi andalan untuk mencegah hipovolemia dan


memperbaiki perfusi ginjal. Namun, perdebatan mengenai pemberian terapi cairan
restriktif versus liberal telah menjadi argumen yang berkelanjutan di bidang
perioperatif selama beberapa dekade. Secara historis, rejimen konvensional
pemberian cairan bersifat liberal dengan volume cairan intravena besar (misalnya,
lebih dari 7 liter untuk operasi abdomen terbuka) untuk mengganti defisit cairan,
vasodilatasi, perdarahan, dan akumulasi cairan di ruang ekstravaskular.38 Namun,
dengan diperkenalkannya protokol Enhanced Recovery After Surgery (ERAS), pola
pemberian cairan yang lebih restriktif direkomendasikan karena memberikan
keuntungan lebih sedikit komplikasi (yaitu: paru, AKI, sepsis, dan penyembuhan
luka), waktu yang lebih singkat untuk pemulihan, dan lebih pendek lama tinggal di
rumah sakit. Untuk menyelidiki hasil pemberian cairan secara liberal dibandingkan
22
dengan pemberian cairan secara restriktif pada pasien perioperatif, dilakukan
1
sebuah penelitian uji coba Restrictive versus Liberal Fluid Therapy in Major
Abdominal Surgery (RELIEF) yang dilakukan pada tahun 2018. Uji coba tersebut
merupakan uji coba internasional, secara acak yang membandingkan pemberian
cairan intravena restriktif dengan pemberian liberal pada 3.000 pasien yang
menjalani operasi abdomen.38 Median asupan cairan intra vena untuk kelompok
dengan cairan terbatas sebanyak 3,7 L dibandingkan dengan pemberian cairan
liberal sebanyak 6,1 L. Mereka menemukan bahwa pemberian cairan intravena
restriktif tidak memiliki korelasi dengan tingkat kelangsungan hidup bebas
kecacatan yang lebih tinggi daripada rejimen asupan cairan bebas. Namun,
penelitian ini menemukan bahwa rejimen cairan terbatas berkorelasi dengan tingkat
cedera ginjal akut yang lebih tinggi (8,6% restriktif vs. 5,0% kelompok cairan
liberal [P <0,001]).39
Sejalan dengan pembahasan sebelumnya tentang optimalisasi hemodinamik,
argumen yang sedang berlangsung di lapangan berfokus pada jenis cairan yang
digunakan dalam resusitasi. Kristaloid isotonik tetap menjadi standar untuk terapi
cairan resusitasi lini pertama di lingkungan perioperatif dan ICU. Secara global,
kristaloid isotonik yang paling sering digunakan adalah natrium klorida 0,9%.
Namun, dari bukti-bukti yang didapat menunjukkan pasien menjadi berisiko
mengalami efek samping pada homeostasis asam-basa, vasokonstriksi ginjal,
penurunan laju filtrasi glomerulus, peningkatan risiko AKI, dan kematian. 40
Dalam pandangan klasik dinamika cairan mikrovaskular, koloid
dihipotesiskan lebih efektif daripada kristaloid dalam membangun kembali volume
plasma sirkulasi, karena volume distribusinya dianggap dimaksimalkan secara
komparatif dalam kompartemen intravaskular, mengurangi waktu untuk stabilitas
hemodinamik dengan volume yang lebih kecil, dengan durasi efektif yang lebih
lama. Melalui penelitian tentang alternatif resusitasi kristaloid, berbagai penelitian
terkontrol telah meneliti kemanjuran albumin, pati hidroksietil, dan koloid berbasis
gelatin. Uji coba Crystalloid Versus Hydroxyethyl Starch (CHEST) dan
Scandinavian Starch untuk Sepsis Berat/Syok Septik (6S) adalah uji coba penting
yang membandingkan efek resusitasi dengan larutan pati hidroksietil dan
kristaloid.41 Dari hasil uji coba ini menunjukkan adanya hubungan resiko terjadinya
AKI, kebutuhan terapi penggantian ginjal dan kematian dengan hidroksietil pati di
antara ICU dan populasi pasien sepsis. Temuan ini menyebabkan regulator obat di
Eropa dan Amerika Serikat mengeluarkan peringatan keamanan kotak hitam pada
tahun 2013 terhadap penggunaan pati hidroksietil.
Setelah kekhawatiran muncul tentang profil keamanan pati hidroksietil,
perhatian baru dalam keamanan dan kemanjuran alternatif koloid gelatin dan
22
albumin terjadi di pasar. Penggunaan albumin, suatu koloid alami, merupakan
2
volume ekspander plasma yang efektif dan telah terbukti meningkatkan
mikrosirkulasi. Meskipun albumin tampak aman, harga albumin dua sampai lima
kali lebih mahal daripada kristaloid dan tidak memberikan perbedaan yang
signifikan pada outcome pasien.42 Alternatif koloid lain untuk kristalloid yang
banyak digunakan di seluruh dunia adalah gelatin, produk degradasi kolagen.
Moeller et al. menemukan rasio risiko setelah pemberian gelatin adalah 1,15 (95%
CI , 0,96 hingga 1,38) untuk kematian, 1,10 (0,86 hingga 1,41) untuk
membutuhkan transfusi darah alogenik, 1,35 (0,58 hingga 3,14) untuk terjadinya
AKI, dan 3,01 (1,27 hingga 7,14) untuk anafilaksis. Seperti pati hidroksietil,
penulis menyimpulkan peningkatan risiko kematian, gagal ginjal, anafilaksis, dan
gangguan koagulasi dengan pemberian gelatin.43

2.6.5 Dampak Anemia dan Transfusi terhadap Acute Kidney Injury


Perioperatif

Anemia praoperasi, yang didefinisikan oleh WHO dengan kadar hemoglobin


kurang dari 12g/dl untuk pasien wanita dan kurang dari 13g/dl untuk pasien pria,
terkait dengan AKI perioperatif pada pasien bedah jantung dan nonjantung.
Rendahnya kadar hemoglobin pascaoperasi juga telah dikaitkan dengan AKI .44
Anemia menyebabkan penurunan kapasitas penghantar oksigen, menempatkan
medula ginjal menjadi rentan mengalami risiko cedera hipoksia. Keadaan anemia
juga menimbulkan stres oksidatif yang lebih besar pada tubulus ginjal. Selain
keadaan anemia pra operasi, transfusi darah perioperatif juga telah diakui sebagai
faktor risiko independen untuk terjadinya AKI perioperatif. Efek merusak dari
transfusi allogenic telah dikaitkan dengan meningkatkan stres oksidatif dan
keadaan proinflamasi. Penting untuk dicatat bahwa baik anemia maupun transfusi
berhubungan dengan AKI. Langkah-langkah untuk mengoptimalkan status
praoperasi pasien secara keseluruhan sambil meminimalkan perdarahan bedah
harus dilakukan untuk mengurangi risiko cedera ginjal akut terkait hematologi .44

2.6.6 Menghindari Obat Nefrotoksik

Cedera ginjal akut yang diinduksi nefrotoksin merupakan risiko yang cukup besar
bagi pasien pada periode perioperatif. Penghindaran dan meminimalkan durasi
paparan agen ini mengurangi risiko perkembangan cedera ginjal akut. 18

2.6.7 Kontrol Gula Darah dan Dukungan Nutrisi


22
3
Seperti paparan nefrotoksik, pengontrolan gula darah dan dukungan nutrisi dapat
dimodifikasi dan menjadi prediktor independen dari hasil yang harus dioptimalkan
pada pasien perioperatif. Dalam studi epidemiologis, malnutrisi kalori-protein
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk kematian di rumah sakit di antara
pasien yang menderita AKI. Pada pasien tersebut sering mengalami percepatan
pemecahan protein dan peningkatan kebutuhan kalori, terutama jika mereka sakit
kritis atau menjalani terapi pengganti ginjal. Nutrisi sangat penting untuk
menjalankan fungsi seluler dan organ, dengan adanya malnutrisi berpotensi
memperburuk keparahan penyakit dan berkontribusi untuk terjadiny AKI.
Demikian pula, hiperglikemia dianggap sebagai salah satu prediktor independen
dari kematian dan outcome yang buruk. Kriteria KDIGO merekomendasikan untuk
mempertahankan konsentrasi glukosa darah antara 110 dan 149 mg/dl pada pasien
dengan penyakit kritis untuk meminimalkan hiperglikemia perioperatif yang terkait
dengan peningkatan mortalitas, komplikasi bedah, dan risiko AKI. Target praktis
harus sesuai dengan pedoman 2012 yang ditetapkan oleh KDIGO (110 hingga
149mg/dl) atau pernyataan dari European Renal Best Practice berdasarkan
pedoman dari KDIGO (140 hingga 180mg/ dl).45
BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan Acute Kidney Injury memiliki implikasi penting untuk pemulihan


dan outcome pada pasien yang menjalani pembedahan. Penurunan urin output dan
peningkatan konsentrasi kreatinin serum secara klasik digunakan untuk
mendiagnosis cedera ginjal akut. Pencarian biomarker yang lebih tepat untuk
mendiagnosis AKI dan lebih spesifik masih menjadi bidang yang intens dipelajari .
Penyeragaman klasifikasi yang dikeluarkan oleh KDIGO telah memungkinkan
kemajuan dalam praktik medis, penelitian, dan kesehatan masyarakat. Penelitian
klinis terus dikembangkan berkembang terutama mengenai keseimbangan cairan
dan jenis cairan yang digunakan dalam resusitasi pasien perioperatif, terapi
pengganti ginjal, mengubah pendekatan terapeutik asli serta Remote Ischemia
Preconditioning.
Kemajuan dalam sistem stratifikasi risiko, memiliki potensi untuk muncul
sebagai sarana yang efektif untuk penilaian risiko cedera ginjal akut dalam
pengaturan perioperatif. Kombinasi parameter klinis, biomarker, dan stratifikasi
risiko akan memungkinkan identifikasi tepat waktu dari cedera ginjal akut
subklinis dan inisiasi tindakan perlindungan ginjal. Pentingnya mengetahui
diagnosis dengan cepat memperluas kesempatan untuk segera intervensi, mencegah
perkembangan dan perkembangan cedera subklinis cedera ginjal akut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bartels K, Karhausen J, Clambey ET, Grenz A, Eltzschig HK: Perioperative organ


injury. Anesthesiology 2013; 119:1474–89
2. Kork F, Balzer F, Spies CD, Wernecke KD, Ginde AA, Jankowski J, Eltzschig HK:
Minor postoperative increases of creatinine are associated with higher mortality and
longer hospital length of stay in surgical patients. Anesthesiology 2015; 123:1301–
11
3. Schrier RW, Wang W: Acute renal failure and sepsis. N Engl J Med 2004; 351:159–
69
4. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice
Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012. Vol.2.
19-36
5. Lopes JA, Jorge S: The RIFLE and AKIN classifications for acute kidney injury: A
critical and comprehensive review. Clin Kidney J 2013; 6:8–14
6. Chawla LS, Bellomo R, Bihorac A, Goldstein SL, Siew ED, Bagshaw SM, Bittleman
D, Cruz D, Endre Z, Fitzgerald RL, Forni L, Kane-Gill SL, Hoste E, Koyner J, Liu
KD, Macedo E, Mehta R, Murray P, Nadim M, Ostermann M, Palevsky PM, Pannu
N, Rosner M, Wald R, Zarbock A, Ronco C, Kellum JA, Acute Disease Quality
Initiative W: Acute kidney disease and renal recovery: Consensus report of the Acute
Disease Quality Initiative (ADQI) 16 Workgroup. Nat Rev Nephrol 2017; 13:241–57
7. Cerdá J, Lameire N, Eggers P, Pannu N, Uchino S, Wang H, Bagga A, Levin A:
Epidemiology of acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol 2008; 3:881–
8. Kashani K, Shao M, Li G, Williams AW, Rule AD, Kremers WK, Malinchoc M,
Gajic O, Lieske JC: No increase in the incidence of acute kidney injury in a
population-based annual temporal  trends epidemiology study. Kidney Int 2017;
92:721–8
9. O’Connor ME, Hewson RW, Kirwan CJ, Ackland GL, Pearse RM, Prowle JR:
Acute kidney injury and mortality 1 year after major non-cardiac surgery. Br J Surg
2017; 104:868–76
10. Hu J, Chen R, Liu S, Yu X, Zou J, Ding X: Global incidence and outcomes of adult
patients with acute kidney injury after cardiac surgery: A systematic review and
meta-analysis. J Cardiothorac Vasc Anesth 2016; 30:82–9
11. Hansen MK, Gammelager H, Mikkelsen MM, Hjortdal VE, Layton JB, Johnsen SP,
Christiansen CF: Post-operative acute kidney injury and five-year risk of death,
myocardial infarction, and stroke among elective cardiac surgical patients: A cohort
study. Crit Care 2013; 17:R292
12. Abuelo JG: Normotensive ischemic acute renal failure. N Engl J Med 2007;
357:797–805
13. Idzko M, Ferrari D, Riegel AK, Eltzschig HK: Extracellular nucleotide and
nucleoside signaling in vascular and blood disease. Blood 2014; 124:1029–37
14. Koeppen M, Lee JW, Seo SW, Brodsky KS, Kreth S, Yang IV, Buttrick PM, Eckle
T, Eltzschig HK: Hypoxia inducible factor 2-alpha-dependent induction of
amphiregulin dampens myocardial ischemia-reperfusion injuryA. Nat Commun
2018; 9:816
15. Gumbert S, Kork Felix, Jackson M : Perioperative Acute Kidney Injury.
Anesthesiology 2019;
16. Aronson S, Phillips-Bute B, Stafford-Smith M, Fontes M, Gaca J, Mathew JP,
Newman MF: The association of postcardiac surgery acute kidney injury with
intraoperative systolic blood pressure hypotension. Anesthesiol Res Pract 2013;
2013:174091
17. Calvert S, Shaw A: Perioperative acute kidney injury. Perioper Med (Lond) 2012;
1:6
18. Meersch M, Schmidt C, Zarbock A: Perioperative acute kidney injury: An under-
recognized problem. Anesth Analg 2017; 125:1223–32
19. Aronson S, Phillips-Bute B, Stafford-Smith M, Fontes M, Gaca J, Mathew JP,
Newman MF: The association of postcardiac surgery acute kidney injury with
intraoperative systolic blood pressure hypotension. Anesthesiol Res Pract 2013;
2013:174091
20. O’Neal JB, Shaw AD, Billings FT 4th: Acute kidney injury following cardiac
surgery: Current understanding and future directions. Crit Care 2016; 2
21. Ranucci M, Johnson I, Willcox T, Baker RA, Boer C, Baumann A, Justison GA, de
Somer F, Exton P, Agarwal S, Parke R, Newland RF, Haumann RG, Buchwald D,
Weitzel N, Venkateswaran R, Ambrogi F, Pistuddi V: Goal-directed perfusion to
reduce acute kidney injury: A randomized trial. J Thorac Cardiovasc Surg 2018;
156:1918–27.e2
22. Lamy A, Devereaux PJ, Prabhakaran D, Taggart DP, Hu S, Paolasso E, Straka Z,
Piegas LS, Akar AR, Jain AR, Noiseux N, Padmanabhan C, Bahamondes JC, Novick
RJ, Vaijyanath P, Reddy S, Tao L, Olavegogeascoechea PA, Airan B, Sulling TA,
Whitlock RP, Ou Y, Ng J, Chrolavicius S, Yusuf S; CORONARY Investigators:
Off-pump or on-pump coronary-artery bypass grafting at 30 days. N Engl J Med
2012; 366:1489–97
23. Reents W, Hilker M, Börgermann J, Albert M, Plötze K, Zacher M, Diegeler A,
Böning A: Acute kidney injury after on-pump or off-pump coronary artery bypass
grafting in elderly patients. Ann Thorac Surg 2014; 98:9–15
24. Gameiro J, Fonseca JA, Neves M, Jorge S, Lopes JA: Acute kidney injury in major
abdominal surgery: Incidence, risk factors, pathogenesis and outcomes. Ann
Intensive Care 2018; 8:22
25. Demarchi AC, de Almeida CT, Ponce D, e Castro MC, Danaga AR, Yamaguti FA,
Vital D, Gut AL, Ferreira AL, Freschi L, Oliveira J, Teixeira UA, Christovan JC,
Grejo JR, Martin LC: Intra-abdominal pressure as a predictor of acute kidney injury
in postoperative abdominal surgery. Ren Fail 2014; 36:557–61
26. Matot I, Paskaleva R, Eid L, Cohen K, Khalaileh A, Elazary R, Keidar A: Effect of
the volume of fluids administered on intraoperative oliguria in laparoscopic bariatric
surgery: A randomized controlled trial. Arch Surg 2012; 147:228–34
27. Uchino S: Creatinine. Curr Opin Crit Care 2010; 16:562–7
28. Mishra J, Dent C, Tarabishi R, Mitsnefes MM, Ma Q, Kelly C, Ruff SM, Zahedi K,
Shao M, Bean J, Mori K, Barasch J, Devarajan P: Neutrophil gelatinase-associated
lipocalin (NGAL) as a biomarker for acute renal injury after cardiac surgery. Lancet
2005; 365:1231–8
29. Shavit L, Dolgoker I, Ivgi H, Assous M, Slotki I: Neutrophil gelatinase-associated
lipocalin as a predictor of complications and mortality in patients undergoing non-
cardiac major surgery. Kidney Blood Press Res 2011; 34:116–24
30. McIlroy DR, Wagener G, Lee HT: Biomarkers of acute kidney injury: An evolving
domain. Anesthesiology 2010; 112:998–1004
31. Kashani K, Al-Khafaji A, Ardiles T, Artigas A, Bagshaw SM, Bell M, Bihorac A,
Birkhahn R, Cely CM, Kellum JA: Discovery and validation of cell cycle arrest
biomarkers in human acute kidney injury. Crit Care 2013; 17:R25
32. Burns KE, Chu MW, Novick RJ, Fox SA, Gallo K, Martin CM, Stitt LW,
Heidenheim AP, Myers ML, Moist L: Perioperative N-acetylcysteine to prevent
renal dysfunction in high-risk patients undergoing CABG surgery: A randomized
controlled trial. JAMA 2005; 294:342–50
33. Song JW, Shim JK, Soh S, Jang J, Kwak YL: Double-blinded, randomized
controlled trial of N-acetylcysteine for prevention of acute kidney injury in high risk
patients undergoing off-pump coronary artery bypass. Nephrology (Carlton) 2015;
20:96–102
34. Zhao BC, Shen P, Liu KX: Perioperative statins do not prevent acute kidney injury
after cardiac surgery: A meta-analysis of randomized controlled trials. J
Cardiothorac Vasc Anesth 2017; 31:2086–92
35. Kurt A, Ingec M, Isaoglu U, Yilmaz M, Cetin N, Calik M, Polat B, Akcay F,
Gundogdu C, Suleyman H: An investigation about the inhibition of acute ischemia/
reperfusion damage by dexmedetomidine in rat ovarian tissue. Gynecol Endocrinol
20
36. Zarbock A, Kellum JA: Remote ischemic preconditioning and protection of the
kidney: A novel therapeutic option. Crit Care Med 2016; 44:607–16
37. Zarbock A, Mehta RL: Timing of kidney replacement therapy in acute kidney injury.
Clin J Am Soc Nephrol 2019; 14:147–9
38. Myles PS, Bellomo R, Corcoran T, Forbes A, Peyton P, Story D, Christophi C,
Leslie K, McGuinness S, Parke R, Serpell J, Chan MTV, Painter T, McCluskey S,
Minto G, Wallace S; Australian and New Zealand College of Anaesthetists Clinical
Trials Network and the Australian and New Zealand Intensive Care Society Clinical
Trials Group: Restrictive versus liberal fluid therapy for major abdominal surgery. N
Engl J Med 2018; 378:2263–74
39. Myles PS, Bellomo R, Corcoran T, Forbes A, Peyton P, Story D, Christophi C,
Leslie K, McGuinness S, Parke R, Serpell J, Chan MTV, Painter T, McCluskey S,
Minto G, Wallace S; Australian and New Zealand College of Anaesthetists Clinical
Trials Network and the Australian and New Zealand Intensive Care Society Clinical
Trials Group: Restrictive versus liberal fluid therapy for major abdominal surgery. N
Engl J Med 2018; 378:2263–74
40. Self WH, Semler MW, Wanderer JP, Wang L, Byrne DW, Collins SP, Slovis CM,
Lindsell CJ, Ehrenfeld JM, Siew ED, Shaw AD, Bernard GR, Rice TW,
Investigators S-E: Balanced crystalloids versus saline in noncritically ill adults. N
Engl J Med 2018; 378:819–28
41. Myburgh JA, Finfer S, Bellomo R, Billot L, Cass A, Gattas D, Glass P, Lipman J,
Liu B, McArthur C, McGuinness S, Rajbhandari D, Taylor CB, Webb SA; CHEST
Investigators; Australian and New Zealand Intensive Care Society Clinical Trials
Group: Hydroxyethyl starch or saline for fluid resuscitation in intensive care. N Engl
J Med 2012; 367:1901–11
42. . Langer T, Ferrari M, Zazzeron L, Gattinoni L, Caironi P: Effects of intravenous
solutions on acid–base equilibrium: From crystalloids to colloids and blood
components. Anaesthesiology Intensive Ther 2014; 46:350–60
43. Moeller C, Fleischmann C, Thomas-Rueddel D, Vlasakov V, Rochwerg B, Theurer
P, Gattinoni L, Reinhart K, Hartog CS: How safe is gelatin?: A systematic review
and meta-analysis of gelatin-containing plasma expanders vs. crystalloids and
albumin. J Crit Care 2016; 35:75–83
44. Walsh M, Garg AX, Devereaux PJ, Argalious M, Honar H, Sessler DI: The
association between perioperative hemoglobin and acute kidney injury in patients
having noncardiac surgery. Anesth Analg 2013; 117:924–31
45. Fliser D, Laville M, Covic A, Fouque D, Vanholder R, Juillard L, Van Biesen W;
Ad-hoc working group of ERBP: A European Renal Best Practice (ERBP) position
statement on the Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) clinical
practice guidelines on acute kidney injury: Part 1. Definitions, conservative
management and contrast-induced nephropathy. Nephrol Dial Transplant 2012;
27:4263–72
28

Anda mungkin juga menyukai