Disusun oleh :
REFERAT I
Pembimbing :
Oleh :
Tia Astriana, dr.
130121190514
REFERAT I
Pembimbing,
Abstrak
Cedera organ perioperatif adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
pasien yang menjalani pembedahan. Di antara berbagai jenis cedera organ perioperatif, Acute
Kidney Injury sering sekali terjadi dan memiliki efek yang sangat merugikan terhadap hasil
pembedahan. Saat ini, Acute Kidney Injury paling sering di diagnosis dengan menilai
peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau penurunan urin outpt. Baru-baru ini, biomarker
baru telah menjadi fokus penelitian translasi untuk meningkatkan deteksi tepat waktu dan
prognosis untuk Acute Kidney Injury. Namun, spesifisitas dan waktu pelepasan biomarker
terus menghadirkan tantangan untuk integrasi mereka ke dalam rejimen diagnostik yang ada.
Meskipun banyak uji klinis menggunakan berbagai intervensi farmakologis atau
nonfarmakologis, cara yang cukup dapat diandalkan untuk mencegah dan menangani Acute
Kidney Injury masih terbilang kurang. Namun demikian, beberapa uji coba multisenter acak
baru-baru ini memberikan wawasan baru tentang strategi terapi pengganti ginjal, komposisi
penggantian cairan intravena dan Remote Ischemia Preconditioning terhadap dampak yang
diberikan pada Acute Kidney Injury perioperatif. Tinjauan ini memberikan pembaruan
tentang kemajuan terbaru menuju pemahaman mekanisme penyakit, diagnosis, dan
pengelolaan cedera ginjal akut perioperatif, serta menyoroti bidang upaya penelitian yang
sedang berlangsung untuk mencegah dan mengobati cedera ginjal akut pada pasien bedah.
i
PERIOPERATIVE ACUTE KIDNEY INJURY
Tia Astriana, Akhmad Resha Sandi
Department of Anesthesia and Intensive Therapy
Padjadjaran University Faculty of Medicine
Hasan Sadikin Hospital
Abstract
Perioperative organ injury is among the leading causes of morbidity and mortality
of surgical patients. Among different types of perioperative organ injury, acute
kidney injury occurs particularly frequently and has an exceptionally detrimental
effect on surgical outcomes. Currently, acute kidney injury is most commonly
diagnosed by assessing increases in serum creatinine concentration or decreased
urine output. Recently, novel biomarkers have become a focus of translational
research for improving timely detection and prognosis for acute kidney injury.
However, specificity and timing of biomarker release continue to present challenges
to their integration into existing diagnostic regimens. Despite many clinical trials
using various pharmacologic or nonpharmacologic interventions, reliable means to
prevent or reverse acute kidney injury are still lacking. Nevertheless, several recent
randomized multicenter trials provide new insights into renal replacement
strategies, composition of intravenous fluid replacement, goal-directed fluid
therapy, or remote ischemic preconditioning in their impact on perioperative acute
kidney injury. This review provides an update on the latest progress toward the
understanding of disease mechanism, diagnosis, and managing perioperative acute
kidney injury, as well as highlights areas of ongoing research efforts for preventing
and treating acute kidney injury in surgical patients..
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................2
2.1 Definisi Acute Kidney Injury Perioperatif........................................................2
2.2 Epidemiologi...................................................................................................3
2.3 Patofisiologi Acute Kidney Injury Perioperatif.................................................4
2.4 Faktor Resiko Acute Kidney Injury Perioperatif .............................................5
2.4.1 Faktor Resiko terkait Pasien...................................................................7
2.4.2 Faktor Resiko terkait Pembedahan..........................................................8
2.5 Diagnosis Acute Kidney Injury Perioperatif...................................................10
2.6 Pendekatan Terapi Acute Kidney Injury Perioperatif....................................13
2.6.1 Intervensi Farmakologis........................................................................13
2.6.2 Remote Ischemia Preconditioning........................................................15
2.6.3 Terapi Pengganti Ginjal........................................................................16
2.6.4 Terapi Pemberian Cairan......................................................................16
2.6.5 Dampak Anemia dan Transfusi terhadap Acute Kidney Injury
Perioperatif...........................................................................................18
2.6.6 Menghindari Nefrotoksik......................................................................18
2.6.7 Kontrol Gula Darah dan Dukugan Nutrisi.............................................18
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam satu abad terakhir, kemajuan besar telah di capai dalam bidang anestesia.
Perkembangan dalam pelatihan spesialis, modalitas monitoring dan manajemen
jalan nafas yang lebih aman telah memberikan hasil yang baik pada pasien. Namun,
morbiditas dan mortalitas pembedahan pada dasarnya tetap tidak berubaj dan terus
menjadi beban kesehatan utama di negara-negara Barat. Diantara berbagai cedera
organ, khususnya yang berkaitan dengan disfungsi organ pada periode pasca
operasi, Acute Kidney Injury (AKI) menjadi disfungsi organ yang paling menonjol,
terjadi pada 20-40 % pasien beresiko tinggi. 1
Selain itu pasien dengan dagnosis sepsis dan AKI mememiliki tingkat
kematian lebih tinggi hingga 70 %. Hasil eksperimen saat ini juga menunjukan AKI
dapat memicu penurunan sistem organ lain, sehingga mempengaruhi tingkat
kegagalan multiorgan, sepsis, dan kematian. Bahkan AKI subklinis berkolerasi
dengan peningkatan mortalitas.2 Pencegahan dan pengobatan AKI pada pasien yang
menjalani pembedahan memiliki beberapa hambatan. Secara historis, modalitas
pengobatan terhadap pencegahan AKI masih terbatas. Misalnya, penggunaan
profilaksis dopamin dosis rendah ("dopamin ginjal") atau pengobatan dengan
furosemide dosis tinggi untuk memblokir konsumsi adenosin trifosfat (ATP) oleh
sel epitel tubulus ginjal telah terbukti merugikan daripada memproteksi dalam uji
klinis perioperatif.3 Untuk membuat diagnosis definitif di awal proses cedera dan
mengobati AKI perioperatif secara efektif, kendala dalam menemukan alat
identifikasi yang teruji juga harus diatasi. Pendekatan berdasarkan perubahan
kreatinin serum dapat memperlama identifikasi dan dan intervensi karena termasuk
lambat sebagai alat penentu diagnosis. Oleh karena itu, pencarian biomarker baru
dan spesifik terhadap identifikasi awal AKI menjadi tantangan penelitian di bidang
ini. Berdasarkan permasalahan yang belum terselesaikan tersebut, wawasan
mekanistik tentang AKI, biomarker baru dan modalitas terapeutik untuk mencegah
dan mengobati menjadi bidang yang masih harus diteliti.
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu)
Acute Kidney injury memberikan pengaruh yang luar biasa terhadaap individu dan
sistem kesehatan. Setiap tahunnya, di negara-negara industri AKI memakan biaya
hingga 1 Miliyar, merenggut 300.000 nyawa dan 300.000 kasus berkembang
menjadi penyakit ginjal kronis. AKI berhubungan dengan tingginya angka
mortalitas, beban perawatan di rumah sakit yang lebih lama, dan peningkatan
biaya pengobatan. Meskipun beberapa penelitian telah membuktikan dampak
dari AKI, prevalensi AKI tergantung pada definisi, kriteria, dan populasi
penelitian. 8
Pada penelitian retrospketif Kork et al. terhadap 39.369 pasien post
operasi menggunakan kriteria KDIGO, AKI ditemukan pada 6 % populasi,
Setelah dilakukan penyesuaian terhadap beberapa variable diantaranya, usia,
lama perawatan, jenis kelamin dan nilai kreatinin postoperatif dan
hemoglobin, peneliti menemukan perubahan kecil pada nilai kreatinin dua
kali lipat dan memperpanjang lama perawatan hingga dua hari. 2 Pada tahun
29
2017, O’Connor et al menginvestigasi hubungan antara AKI postoperatif
menggunakan kriteria KDIGO dalam penelitian kohort retrospektif,
ditemukan 6,8 % pasien yang diteliti mengalami AKI, dan pasien yang
mengalami AKI 13,3 % tingkat morta;itas di rumah sakit dibandingakan
pasien tanpa AKI hanya 0,9% ( P< 0,001). 9 Dari kedua penelitian tersebut
disimpulkan pada pasien operasi nonkardiak, AKI dapat meningkatkan
resiko kematian yang signifikan dan memperpanjang lama perawatan.
Frekuensi, faktor resiko serta outcome akibat AKI pasca operasi nonkardiak
belum dapat diidentifikasi dengan jelas, dan hal tersebut dapat menjadi bahan
untuk dianalisis pada penelitian tentang AKI postoperatif selanjutnya.
AKI yang berhubungan dengan operasi jantung menjadi penyebab
tersering dari AKI perioperatif. Penelitian meta-analisis terkini menyebutkan
insidensi yang cukup signifikan utnuk AKI pada pasien operasi jantung
yakni 25-30 %. Pada tahun 2016, Hue et al melakukan penelitian pada
300.000 pasien post operasi jantung di dapatkan insidensi hingga 22,3 %
(95% CI, 19,8 hingga 25,1). Dari pasien hasil penggabungan pasien yang
mengalami AKI, berdasarkan kriteria KDIGO, 13,6% mengalami AKI
stadium 1, 3,8% AKI stadium 2 dan 2,7 % AKI stadium 3, dan 2,3 %
membutuhkan terapi pengganti ginjal. Dampak dari adanya AKI
meningkatkan biaya pengobatan dan memperpanjang masa perawaatan.
Hubungan antara AKI dan pasca operasi jantung telah menunjukan adanya
morbiditas jangka pendek dan jangka panjang.10 Pada sebuah penelitian
kohort pada 1000 pasien yang menjalani operasi jantung elektif, pasien yang
mengalami AKI memiliki 26% resiko kematian dalam waktu 5 tahun, dua
kali lipat lebih besar dari resiko kumulatif pada pasien tanpa AKI. 11
Kegunaan biomarker sebagai alat pengukuran yang teruji untuk mendeteksi AKI
telah menjadi fokus penelitian. Molekul Neutrophil Gelatinase- Associated
Lipocalin (NGAL) tidak ditemukan dalam urin dan plasma orang sehat. Molekul
ini awalnya ditemukan dalam studi skrining yang dirancang untuk mengidentifikasi
gen yang diekspresikan secara berbeda pada periode awal iskemia ginjal. Dengan
melakukan clamping pada arteri ginjal pada tikus selama 45 menit, microarray
cDNA digunakan untuk menentukan perubahan ekspresi gen ginjal. Para penulis
mengidentifikasi tujuh gen yang diregulasi, termasuk NGAL yaitu polipeptida
stabil yang mudah diukur yang ditemukan dalam urin selama proses cedera ginjal. 79
Studi awal menunjukan neutrophil gelatinase sebagai indikator prediktif AKI
dalam kasus operasi jantung, di mana kadar NGAL urin adalah diagnostik AKI
pada 2 jam pasca bypass jantung. 28 Dalam percobaan pediatrik, temuan serupa pada
pasien CPB ditemukan diamati dengan tingkat lipocalin terkait gelatinase neutrofil
meningkat pada pasien cedera ginjal akut dalam waktu 2 jam, dibandingkan dengan
pengukuran tingkat kreatinin yang mendiagnosis dalam waktu 1 sampai 3 hari. 28
Penelitian pada pasien bedah nonkardiak, menunjukkan tingkat urin dan serum
NGAL yang lebih tinggi ditemukan pada pasien yang menderita diabetes mellitus,
infeksi, dan penyakit ginjal kronis. 29 Spesifisitas NGAL diperkirakan berkisar
antara 70 hingga 80%; namun, utnuk sensitivitas bervariasi dari 40 hingga 90%.78
Kadar lipocalin dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti infeksi, tumor
tertentu, penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya, usia,
dan diabetes mellitus. Pengaruh variabel pengganggu telah menimbulkan
kekhawatiran mengenai kinerja diagnostiknya.29
Biomarker lain yang menjanjikan adalah Kidney Injury molecule-1. Kidney
Injury Molecule-1 adalah glikoprotein membran tipe-1 yang diregulasi setelah
terjadi cedera iskemik atau nefrotoksik pada sel epitel tubulus proksimal. 90 Studi
menunjukkan bahwa Kidney Injury Molekul-1 berfungsi sebagai molekul adhesi sel
dalam rekonstruksi cedera tubulus proksimal. Sebuah percobaan yang memeriksa
terjadinya AKI selama operasi jantung pada kasus pediatrik menemukan Kidney
Injury Molecule-1 menjadi molekul diagnostik yang sangat baik dengan
21
peningkatan kadar urin dalam waktu 6 jam setelah bypass jantung. Namun,
7
penelitian lain pada operasi jantung dewasa menunjukkan spesifisitas yang baik
tetapi sensitivitas hanya 50% ketika menggunakan Kidney Injury Molecule-1 untuk
mendiagnosis AKI.92 Studi ini, bersama dengan penelitian yang lain, menunjukkan
bahwa Kidney Injury Molecule-1 berpotensi lebih berguna bila digunakan sebagai
bagian dari panel yang menggabungkan beberapa biomarker. Walaupun demikian,
saat ini tidak tersedia perangkat yang dapat digunakan untuk penilaian langsung
Kidney Injury Molecule-1.30
Cystatin C unik karena merupakan molekul bermuatan sangat kecil yang
sepenuhnya disaring di glomerulus dan mengalami katabolisme oleh sel tubulus
proksimal. Karena itu, hampir tidak ada cystatin C yang dapat ditemukan dalam
urin ginjal yang sehat. Karakteristik di atas dan waktu paruh yang singkat dalam
serum (2 jam) telah membuat beberapa peneliti mengusulkan bahwa serum cystatin
C adalah pengganti yang ideal. Dua penelitian yang meneliti penggunaan serum
cystatin C memiliki hasil yang beragam, dengan satu menunjukkan kemampuannya
untuk mendiagnosis AKI yang terjadi dalam waktu 6 jam setelah operasi,
sedangkan yang lain tidak lebih baik daripada kreatinin.92,93 Namun, penelitian ini
memang menunjukkan bahwa kadar cystatin C urin meningkat dalam waktu 6 jam
setelah bypass pada pasien dengan cedera ginjal akut, yang memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk memperjelas perannya.96
Mengembangkan terapi yang berhasil untuk mengobati AKI telah menjadi
usaha yang sulit dipahami. Meskipun signifikan masa depan pengujian di tempat
perawatan itu cerah, tetapi adanya perancu yang signifikan harus diperhitungkan
untuk memvalidasi integrasi pengujian di tempat perawatan dengan panel
biomarker. Karena lebih banyak biomarker tersedia secara komersial, penelitian
translasi diperlukan untuk mengevaluasi kemanjuran panel biomarker dan
pengujian di tempat perawatan untuk memungkinkan intervensi dini, penilaian
risiko, dan diagnosis AKI. 30
Saat ini, jumlah pasien yang diteliti menggunakan
cystatin C masih sedikit, sehingga menjadikan molekul ini sebagai biomarker AKI
yang baru masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Tissue inhibitor of metalloproteinases-2 dan insulin-like growth factor
binding protein-7 dilepaskan selama penghentian siklus sel dan berpotensi
menghadirkan molekul penanda bio yang sensitif dan tepat untuk mendiagnosis
AKI. Selama proliferasi sel normal, sel harus melewati setiap tahap siklus sel (G1 –
M). Namun, ketika sel mengalami kerusakan, kedua substansi tersebut
menggunakan penghentian siklus sel sebagai mekanisme pelindung untuk
menghindari replikasi DNA yang rusak. Ketika sel ginjal memasuki penghentian
siklus sel, respons adaptif ini dimediasi oleh sel-sel sekitarnya melalui pelepasan
21
Tissue inhibitor of metalloproteinases-2 dan insulin-like growth factor binding
8
protein-7, Kehadiran keduanya dalam urin dihipotesiskan menjadi salah satu tanda
awal kerusakan ginjal seluler.31
Mengembangkan terapi yang berhasil untuk mengobati AKI menjadi usaha yang
sulit dipahami. Banyak penelitian terbaru yang menarik telah menemukan konsep
penting yang sangat penting untuk manajemen pasien dalam pencegahan AKI. 5
Terapi penggantian ginjal adalah satu-satunya terapi untuk AKI sampai saat ini.
Kriteria KDIGO menganjurkan untuk memulai terapi penggantian ginjal ketika
terjadi akumulasi cairan yang mengancam jiwa atau terjadi ketidakseimbangan
besar (misalnya, asidosis, kelainan elektrolit, dan uremia). Untuk memulai
dilakukannya terapi pengganti ginjal, dan durasinya masih menjadi perdebatan.18
Inisiasi dini terapi pengganti ginjal menunjukkan penurunan mortalitas di 90 hari
awal, dibandingkan dengan inisiasi terapi pengganti ginjal yang ditunda (late
replacement therapy). Hal yang terpenting lainnya, lebih sedikit pasien yang
menjalani terapi pengganti ginjal pada kelompok terapi pengganti ginjal yang
ditunda, karena 75% pasien dalam kelompok tertunda memulihkan fungsi ginjal
mereka secara spontan. Namun, penting untuk diingat bahwa memulai perawatan di
akhir rantai AKI (misalnya, pada End Stage Renal Disease) tidak memberikan
outcome yang terlalu baik untuk pasien.37 Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
mendeteksi pasien yang mengalami AKI progresif sejak dini. Selain itu, the Acute
Disease Quality Initiative (ADQI) menyarankan pendekatan yang lebih personal
harus dipertimbangkan untuk memulai terapi penggantian ginjal, berdasarkan
penilaian dinamis dari parameter klinis yang berbeda yang mencerminkan
ketidaksesuaian permintaan dan kapasitas.37
Cedera ginjal akut yang diinduksi nefrotoksin merupakan risiko yang cukup besar
bagi pasien pada periode perioperatif. Penghindaran dan meminimalkan durasi
paparan agen ini mengurangi risiko perkembangan cedera ginjal akut. 18