Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian analisa kuantitatif


Analisa kuantitatif adalah analisa yang berkaitan dengan beberapa banyak suatu zat
tertentu yang terkandung dalam suatu sample. Zat yang di tetapkan tersebut yang sering
kali di nyakan sebagai analit, menyusun entah sebagian besar atau sebagian kecil sem;pel
yang di analisis.
Analisa kuantitatif adalah analisis kimia yang khusus mempelajari atau menyelidiki
jumlah atom, ion, atau molekul penyusun suatu perseyawaan. Analisa kuantitatif
merupakan pemisahan suatu meteri menjadi partikel- partikel nya.

B. Tujuan umum
Untuk menetapkan beberapa banyak unsur atau zat yang ada dalam senyawa
campura, analis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat tertentu
yang terkandung dalam suatu sempel, zat yang di tetapkan tersebut dinyatakan sebagai
analit.

D4 ANALIS KESEHATAN 1
BAB II

LAPORAN PRAKTIKUM

Praktikum 1 Kamis, 10 maret 2016

STANDARISASI LARUTAN

HCl 0,01 N

1. Prinsip :
penetralan asam- basa
Na2B4O7 + 2 HCl H3BO3 + 2 NaCl
2. Metode:
penentuann konsentrasi HCl 0,01 N menggunakann metode titrasi asidimetri dengan
larutan basa Na2B4O7 10H20 0,0100N sebagai larutan standar primer dan larutan methyl
re (MR) sebagai indicator.
3. Tujuan:
a. Melakukan standarisasi/ menetapkan konsentrasi N suatu larutan standar sekunder
HCl dengan metode titrasi asidimetri.
b. Memahami kegunaan indicator MR dalam titrasi asidimetri.
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan HCl 0,01 N yang akan di standarisasi menjadi larutan standar sekunder
f. Larutan standar primer Na2B4O7 10H20 0,0100N
g. Indikator MR (Methyl Red)
5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer Na2B4O7 10H2 0 0,0100N ke dalam
erlenmayer
b. Di tambahkan 2-3 tetes indicator MR ke dalam larutan standar primer

D4 ANALIS KESEHATAN 2
c. Larutan standar primer di titrasi dengan larutan HCl 0,01 N sampai terjadi
perubahan warna kunimg menjadi merah konstan
d. Kemudian di lakukan perhitungan N1 . V1 = N2 . V2

6. Data titrasi :
No. Volume Na2B4O7 10H2 Volume HCl
0 0,0100N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 9,40
2 10,00 0,00 – 9,50
3 10,00 0,00 – 10,20
4 10,00 0,00 – 9,60

Volume yang di curigai : 10,20 ml

No Volume HCl Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 9,40 0,10
2 0,00 – 9,50 0,00
3 0,00 – 9,60 0.10
Volume rata- rata = 28,5 /3 = 9,50 Deviasi rata- rata= 0.20/3= 0,07

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
10,20 −9,50
= 0,07

= 10 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 9,50 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0100 = 9,50 . N2

0,1
N2= 9,50 = 0,0105 N

D4 ANALIS KESEHATAN 3
7. Kesimpulan :

Konsentrasi laruatan standar sekunder HCl adalah 0,0105 N

D4 ANALIS KESEHATAN 4
Praktikum 2 kamis, 17 Maret 2016

STANDARISASI LARUTAN
AgNO3
1. Prinsip :
reaksi pengendapan bertingkat
Cl- + AgNO3 AgCl putih + NO-3
2AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 c m + 2 KNO3
2. Metode:
penentuann konsentrasi AgNO3 0,01 N menggunakann metode titrasi pengendapan
Argentomentri dengan larutan garam NaCl 0,0100N sebagai larutan standar primer dan
larutan K2CrO4 5% sebagai indicator.
3. Tujuan:
a. Melakukan standarisasi atau menetapkan konsentrasi N larutan standar sekunder
yang mengandung kation halogen Ag+, yaitu larutan AgNO3 dengan titrasi
pengendapan argentometri (metode mohr) dalam suasana netral.
b. Memahami kegunaan indicator K2CrO4 5% dalam titrasi argentometri.
c. Mengetahui fungsi serbuk MgO dalam titrasi argentometri dengan metode mohr.
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan AgNO3 0,01 N yang akan di standarisasi menjadi larutan standar
sekunder
f. Larutan standar primer NaCl 0,0100N
g. Indikator K2CrO4 5%
h. Garam MgO
5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer NaCl 0,0100N ke dalam erlenmayer
b. Di tambahkan 1 ml indicator K2CrO4 5% ke dalam larutan standar primer

D4 ANALIS KESEHATAN 5
c. Di tambahkan serbuk garam MgO ke dalam erlenmayer
d. Campuran larutan dalam erlenmayer di titrasi dengan AgNO3 0,01 N sampai
terbentuk endapan merah bata (pengocokan larutan harus kuat)
e. Kemudian di lakukan perhitungan N1 . V1 = N2 . V2
6. Data titrasi :
No. Volume NaCl 0,0100N AgNO3 0,01 N
0 0,0100N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 9,00
2 10,00 0,00 – 9,10
3 10,00 0,00 – 9,15
4 10,00 0,00 – 9,20

Volume yang di curigai : 9,00 ml

No Volume AgNO3 Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 9,10 0,05
2 0,00 – 9,15 0,00
3 0,00 – 9,20 0.05
Volume rata- rata = 27,45 /3 = 9,15 Deviasi rata- rata= 0.1/3= 0,03

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
9,00 −9,15
= 0,03

= 5 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 9,15 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0100 = 9,15 . N2

0,1
N2= 9,15 = 0,0109 N

D4 ANALIS KESEHATAN 6
7. Kesimpulan :

Konsentrasi laruatan standar sekunder AgNO3 adalah 0,0105

D4 ANALIS KESEHATAN 7
Praktikum 3 Kamis, 24 Maret 2016

STANDARISASI LARUTAN

Na2EDTA 0,01M

1. Prinsip :
pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara analit dengan titran
Zn2+ + Na2EDTA (Na2H2Y) Na2ZnY + 2 H+
2. Metode:
penentuann konsentrasi Na2EDTA 0,01M menggunakann metode titrasi kompleksometri
dengan larutan garam ZnSO4 7H2O 0,0100N sebagai larutan standar primer dan larutan
EBT sebagai indicator.
3. Tujuan:
c. Melakukan standarisasi/ menetapkan konsentrasi N suatu larutan standar sekunder
Na2EDTA 0,01M dengan metode titrasi kompleksometri langsung dalam Susana
basa.
d. Memahami kegunaan indicator EBT dalam titrasi pembentukan kompleks.
e. Memahami fungsi buffer Ph 10 dalam titrasi kompleksometri.
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan Na2EDTA 0,01M yang akan di standarisasi menjadi larutan standar
sekunder
f. Larutan standar primer ZnSO4 7H2O 0,0100N
g. Indikator EBT
h. Larutan buffer ph 10
5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer ZnSO4 7H2O 0,0100N ke dalam
erlenmayer
b. Di tambahkan 1 ml buffer ph 10 dan sedikit indicator EBT ke dalam erlenmayer.

D4 ANALIS KESEHATAN 8
c. Campuran larutan standar primer di titrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01M sampai
terjadi perubahan warna larutan dari merah anggur menjadi biru.
d. Kemudian di lakukan perhitungan N1 . V1 = N2 . V2
6. Data titrasi :
No. Volume ZnSO4 7H2O Na2EDTA
0,0100N (ml) 0,01 M (ml)
1 10,00 0,00 – 11,00
2 10,00 0,00 – 11,00
3 10,00 0,00 – 11,10
4 10,00 0,00 – 11,20

Volume yang di curigai : 11,20 ml

No Volume Na2EDTA Deviasi penyimpangan


0,01 M (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 11,10 0,07
2 0,00 – 11,00 0,03
3 0,00 – 11,00 0.03
Volume rata- rata = 33,1 /3 = 11,03 Deviasi rata- rata= 0.13/3= 0,04

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
11,20 −11,03
= 0,04

= 4,25 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata:11,03 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0100 = 11,03 . N2

0,1
N2= 11,03 = 0,0091 M

D4 ANALIS KESEHATAN 9
7. Kesimpulan:
Konsentrasi larutan standar sekunder Na2EDTA adalah 0,0091 M

D4 ANALIS KESEHATAN 10
Praktikum 4 Kamis, 31 Maret 2016

STANDARISASI LARUTAN

KMnO4 0,01N

1.
Prinsip :
Analit larutan standar primer yang mengandung spesies reduktor di titrasi dengan titran
larutan sekunder yang mengandung spesies oksidator, atau sebalik nya.
Reaksi reduksi oksidasi:
5H2C2O4 + 2KMnO4 + 3 H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 8H2O + 10CO2
2. Metode:
penentuann konsentrasi KMnO4 0,01N menggunakann metode titrasi permanganometri
dengan larutan H2C2O4 0,0100N sebagai larutan standar primer dan dalam suasana asam.
3. Tujuan:
a. Melakukan standarisasi/ menetapkan konsentrasi N suatu larutan standar sekunder
KMnO4 0,01N dengan metode titrasi permanganometri dalam suasana asam.
b. Memahami fungsi larutan H2SO4 2N dalam titrasi permanganometri.
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan KMnO4 0,01N yang akan di standarisasi menjadi larutan standar
sekunder
i. Larutan standar primer H2C2O4 0,0100N
5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer H2C2O4 0,0100N ke dalam erlenmayer.
b. Tambahkan 5 ml asam sulfat 2N dan panaskan sampai suhu < 800C.
c. Di titrasi segera dengan KMnO4 0,01N sampai terbentuk warna merah mud
d. Kemudian di lakukan perhitungan N1 . V1 = N2 . V2
6. Data titrasi :

D4 ANALIS KESEHATAN 11
No. Volume H2C2O4 KMnO4
0,0100N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 9,50
2 10,00 0,00 – 9,70
3 10,00 0,00 – 10,00
4 10,00 0,00 – 10,50

Volume yang di curigai : 11,50 ml

No Volume Na2EDTA Deviasi penyimpangan


0,01 M (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 9,50 0,027
2 0,00 – 9,70 0,023
3 0,00 – 10,00 0.03
Volume rata- rata = 29,2 /3 = 9,73 Deviasi rata- rata= 0.53/3= 0,17

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
10,50 −9,73
= 0,017

= 4,35 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 9,73 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0100 = 9,73 . N2

0,1
N2= 9,73 = 0,010277

= 0,0103N

7. Kesimpulan:
Konsentrasi larutan standar sekunder KMnO4 adalah 0,0103N

D4 ANALIS KESEHATAN 12
Praktikum 5 Kamis, 31 maret 2016

STANDARISASI LARUTAN

NaOH 0,01 N Dengan Penimbangan Standarisasi Primer H2C2O4 2H2O

1. Tujuan :
a. Membuat larutan standar primer dengan penimbangan bahan standar primer
H2C2O4 2H2O 0,0100 N yang secara reliti dengan koreksi normalitas sebanyak
100 ml.
b. Menetapkan konsentrasi N larutan standar sekunder NaOH 0,01 N dengan titrasi
asidimetri menggunakan larutan standar primer H2C2O4 2H2O 0,0100 N yang
telah di buat.
c. Memahami kegunaan indicator PP dalam suatu titrasi penetralan asidimetri.
2. Prinsip : Reaksi reduksi oksidasi
H2C2O4 + 2 NaOH Na2C2O4 + 2H2O
3. Metode: penentuann konsentrasi NaOH 0,01 N menggunakan metode titrasi penetralan
asidimetri dengan larutan standar primer yang dibuat dengan penimbangan bahan standar
primer H2C2O4 2H2O 0,0100 N dengan teliti lalu dilarutkan dalam volume tertentu secara
tepat.
4. Alat dan bahan :
a. Gelas arloji
b. Labu ukur 100 ml
c. Pipet volume 10 ml
d. Erlenmayer 250 mL
e. Buret
f. Pipet tetes
g. Serbuk bahan standar primer H2C2O4 2H2O
h. Larutan NaOH yang akan di standarisasi menjadi larutan standar sekunder.
i. Indikator PP
5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer H2C2O4 2H2O ( dengan konsentrsi dari
hasil koreksi normalitas) ke dalam erlenmayer

D4 ANALIS KESEHATAN 13
b. Di tambahakn 2-3 tetes indicator PP ke dalam erlenmayer
c. Campuran larutan di titarasi dengan larutan NaOH 0,01N samapai terbentuk
larutan merah muda yang konstan.
d. Dilakukan perhitungan N1 × V1 = N2 × V2
6. Data titrasi :
No. Volume H2C2O4 2H2O Volume NaOH
0,0100 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 9,60
2 10,00 0,00 – 9,65
3 10,00 0,00 – 9,60
4 10,00 0,00 – 9,80

Volume yang di curigai : 9,80 ml

No Volume NaOH Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 9,60 0,01
2 0,00 – 9,60 0,04
3 0,00 – 9,65 0,01
Volume rata- rata = 9,61 Deviasi rata- rata= 0,02

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
9,80−9,61
= 0,02

= 9,50 < 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 9,61 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0100 = 9,61 . N2

0,1
N2= 9,61 = 0,0104 N

D4 ANALIS KESEHATAN 14
7. Kesimpulan :

Konsentrasi laruatan standar sekunder NaOH adalah 0,0104 N

D4 ANALIS KESEHATAN 15
Praktikum 6 Kamis, 31 maret 2016

STANDARISASI LARUTAN

Na2S2O3 0,01N

1. Tujuan :
a. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) larutan standar sekunder
Na2S2O3 0,01N dengan titrasi Iodometri (titrasi tak langsung) dalam Susana asam.
b. Memahami kegunaan indikator amilum dalam suatu titrsi iodometri.
c. Mengetahui fungsi H2SO4 2N dalam titrasi iodometri.
2. Prinsip : Reaksi reduksi oksidasi
KIO3 + 5KI + 3H2SO4 3K2SO4 + 2H2O + 3I2
I2 + 2 Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
3. Metode: penentuann konsentrasi Na2S2O3 0,01N menggunakan metode titrasi
pengendapan oksidimetri – idometri (titrasi tak langsunbg) dengan larutan standar primer
KIO3 0,0100N dalam suasana asam.
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Stop Erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan Na2S2O3 0,01N yang akan di standarisasi menjadi larutan standar
sekunder
f. Larutan standar primer KIO3 0,0100N
g. Indikator amilum dan larutan H2SO4 2N
5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer KIO3 0,0100N ke dalam erlenmayer
bertutup.
b. Di tambahkan 5 ml KI 5% dan 5 ml larutan H2SO4 2N ke dalam erlenmayer.
c. Campuran larutan dalam erlenmayer di titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01N
samapi terjadi warna kuning muda pada larutan ( di kocok perlahan, titran di
tambah dengan cepat).

D4 ANALIS KESEHATAN 16
d. Di tambahkan dengan 1 ml indicator amilum 1% ke dalam erlenmayer hingga
terbentuk warbna biru muda pada larutan.
e. Dilakukan perhitungan N1 × V1 = N2 × V2
6. Data titrasi :
No. Volume KIO3 Volume Na2S2O3
0,0100N 0,01 N (ml)

1 10,00 0,00 – 11,00


2 10,00 0,00 – 10,80
3 10,00 0,00 – 10,50
4 10,00 0,00 – 1120

Volume yang di curigai : 11,20 ml

No Volume Na2S2O3 Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 11,00 0,24
2 0,00 – 10,80 0,04
3 0,00 – 10,50 0,26
Volume rata- rata = 32,3 /3 = 10,76 Deviasi rata- rata= 0,54/3= 0,18

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
10,20−10,76
= 0,18

= 2,44 < 2,5 volume di terima

Volume rata-rata: 10, 875 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0100 = 10,875. N2

0,1
N2= 10,875 = 0,0092 N

D4 ANALIS KESEHATAN 17
7. Kesimpulan :

Konsentrasi laruatan standar sekunder Na2S2O3 adalah 0,0092 N

D4 ANALIS KESEHATAN 18
Praktikum 7 Kamis, 7 April 2016

STANDARISASI LARUTAN

I2 0,01 N

1. Tujuan :
a. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) larutan standar sekunder
I2 0,01 N dengan titrasi Iodometri (titrasi langsung).
b. Memahami fungsi indikator Amilum dalam suatu titrasi Oksidimetri.
2. Prinsip : Reaksi reduksi oksidasi :
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
3. Metode : Penerapan konsentrasi / standarisasi larutan I2 0,01 N menggunakan metode
tritasi Oksidimetri – Idometri (titrasi langsung) dengan larutan Na2S2O3 0,0100 N
yang telah distandarisasi / diketahui konsentrasinya dengan tepat sebagai larutan
standar.
4. Alat dan Bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Stooppered erlenmeyer / erlenmeyer bertetutup 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan I2 0,01 N yang akan distandarisasi menjadi larutan standar sekunder
f. Lautan Na2S2O3 yang telah distandarisasi / diketahui normalitasnya
g. Larutan indikator Amilum
5. Cara kerja :
a. Dipipet 10,0 mL larutan Na2S2O3 yang telah diketahui normalitasnya ke dalam
erlenmeyer bertutup.
b. Ditambahkan 1mL indikator Amilum 1% ke dalam erlenmeyer dan berwarna
larutan tetap jernih.
c. Campuran larutan dalam erlenmeyer ditratasi dengan I2 0,01 N sampai
terbentuk warba biru.
d. Dilakukan perhitungan : N1 x V1 = N2 x V2

D4 ANALIS KESEHATAN 19
6. Data titrasi :
No. Volume Na2S2O3 Volume I2
0,0100 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 9,50
2 10,00 0,00 – 9,20
3 10,00 0,00 – 9,50
4 10,00 0,00 – 10,80

Volume yang di curigai : 10,80 ml

No Volume I2 Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 9,20 0,20
2 0,00 – 9.50 0,10
3 0,00 – 9,50 0,10
Volume rata- rata = 28,2 /3 = 9,40 Deviasi rata- rata= 0,40/3= 0,13

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
10,80−9,40
= 0,13

= 10,76 > 2,5 volume ditolak


Volume rata-rata

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0092 = 9,40 . N2

0,092
N2= = 0,0098 N
9,40

7. Kesimpulan :

Konsentrasi laruatan standar sekunder I2 adalah 0,0098 N

D4 ANALIS KESEHATAN 20
Praktikum 8 Kamis, 28 April 2016

STANDARISASI LARUTAN HCl 0,01 N DENGAN PENIMBANGAN STANDAR


PRIMER Na2B4O7.10H2O

1. Tujuan :
a. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) suatu larutan standar
asam (HCl) dengan metode titrasi Alkalimetri.
b. Memahami keguanan indikator MR dalam titrasi Alkalimetri.
2. Prinsip : Reaksi penetralan asam-basa :
Na2B4O7 + 2 HCl H2BO3 + 2 NaCl
3. Metode : Penentuan konsentrasi / standarisasi larutan NaOH 0,01 N menggunakan
metode titrasi penetralan Alkalimetri dengan larutan standar primer yang dibuat
dengan penimbangan bahan standar primer Na2B4O7.10H2O dengan teliti lalu
dilarutkan dalam volume tertentu secara tepat.
4. Alat dan bahan :
a) Pipet volume 10 mL
b) Erlenmeyer 250 mL
c) Buret
d) Pipet tetes
e) Larutan HCl 0,01 N yang akan distandarisasi menjadi larutan standar
sekunder
f) Larutan standar primer Na2B4O7.10H2O 0,0100 N
g) Indikator MR (Methyl Red)

Penentuan standar NaCl 0,0100 N dengan 100 ml

𝑔 1000
N = 𝐵𝐸 × 𝑉
0,0100 𝑥 381,3𝑥 100

𝑁 𝑥 𝐵𝐸 𝑥 𝑉 2
g= = = 0,1907 g
1000 1000

D4 ANALIS KESEHATAN 21
Data Penimbangan :
 Berat wadah kosong = 0,6692 g
Berat zat = 0,1907 g +
Berat wadah + zat = 0,8599 g

 Berat wadah + zat tertimbang = 0,8539 g


Berat wadah + zat = 0,6696 g -
Berat zat tertimbang 0,1842 g

 Koreksi Normalitas
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
xN
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
0,1842
x 0,0100 = 0,00965915 = 0,0097 N
0,1907

5. Cara kerja :
a. Dipipet 10,0 mL larutan standar primer Na2B4O7.10H2O 0,0050 N ke dalam
erlenmeyer.
b. Ditambahkan 2-3 tetes indikator MR ke dalam larutan standar primer.
c. Larutan standar primer dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N sampai terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi merah yang konstan
d. Dilakukan perhitungan : N1 x V1 = N2 x V2
6. Data titrasi :
No. Volume Na2B4O7.10H2O Volume HCl
0,0100 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 10,38
2 10,00 0,00 – 10,40
3 10,00 0,00 – 10,46
4 10,00 0,00 – 10,50

Volume yang di curigai : 10,50 ml

D4 ANALIS KESEHATAN 22
No Volume HCl Deviasi penyimpangan
0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 10,38 0,03
2 0,00 – 10,40 0,01
3 0,00 – 10,46 0,05
Volume rata- rata = 31,24 /3 = 10,41 Deviasi rata- rata= 0,09/3= 0,03

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
10,50−10,41
= 0,03

= 3 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 10,41ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0097 = 10,41 . N2

0,097
N2= 10.41 = 0,0093 N

7. Kesimpulan :
Konsentrasi laruatan standar sekunder HCl adalah 0,0093 N

D4 ANALIS KESEHATAN 23
Praktikum 9 Kamis, 11 Mei 2016

STANDARISASI LARUTAN NaOH 0,01 N DENGAN PENIMBANGAN STANDAR


PRIMER H2C2O4.2H2O

1. Tujuan :
a. Membuat larutan standar primer dengan penimbangan bahan standar
primer H2C2O4.2H2O 0,0100 N yang secara teliti dengan koreksi
Normalitas sebanyak 100 mL.
b. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) larutan standar
sekunder NaOH 0,01 N dengan titrasi Asidimetri menggunakan larutan
standar primer H2C2O4.2H2O 0,0100 N yang telah dibuat.
c. Memahami fungsi indikator PP dalam suatu tirasi penetralan Asidimetri.
2. Prinsip : Reaksi reduksi oksidasi :
H2C2O4 + 2 NaOH Na2C2O4 + 2 H2O
3. Metode : Penentuan konsentrasi / standarisasi larutan NaOH 0,01 N menggunakan
metode titrasi Asidimetri dengan larutan standar primer yang dibuat dengan
penimbangan bahan standar primer H2C2O4.2H2O dengan teliti lalu dilarutkan
dalam volume tertentu secara tepat.
4. Alat dan Bahan :
a. Gelas arloji
b. Labu ukur 100 mL
c. Pipet volume 10 mL
d. Erlenmeyer 250 mL
e. Buret
f. Pipet tetes
g. Akuades
h. Serbuk bahan standar pimer H2C2O4.2H2O
i. Larutan NaOH 0,01 N yang akan distandarisasi menjadi larutan standar
sekunder
j. Larutan indictor PP

D4 ANALIS KESEHATAN 24
Penentuan standar NaCl 0,0100 N dengan 100 ml

𝑔 1000
N = 𝐵𝐸 × 𝑉
0,0100 𝑥 126,07𝑥 100

𝑁 𝑥 𝐵𝐸 𝑥 𝑉 2
g= = = 0,0630 g
1000 1000

Data Penimbangan :
 Berat wadah kosong = 0,5430 g
Berat zat = 0,0630 g +
Berat wadah + zat = 0,6060 g

 Berat wadah + zat tertimbang = 0,6050 g


Berat wadah + zat = 0,5433 g -
Berat zat tertimbang 0,0617 g

 Koreksi Normalitas
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
xN
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
0,0617
x 0,0100 = 0,0098 N
0,063

5. Cara kerja :
a. Dipipet 10,0 mL larutan standar primer H2C2O4.2H2O (dengan konsentrasi
dari hasil koreksi Normalitas) ke dalm erlenmeyer.
b. Ditambahkan 2-3 tetes indikator PP ke dalam erlenmeyer.
c. Campuran larutan dititrasi dengan arutan NaOH 0,01 N sampai terbentuk
larutan warna merah muda yang konstan.
6. Data titrasi :
No. Volume H2C2O4.2H2O Volume NaOH
0,0100 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 8,15
2 10,00 0,00 – 8,18

D4 ANALIS KESEHATAN 25
3 10,00 0,00 – 8,20
4 10,00 0,00 – 7,98

Volume yang di curigai : 7,98 ml

No Volume NaOH Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 8,15 0,02
2 0,00 – 8,18 0,01
3 0,00 – 8,20 0,03
Volume rata- rata = 24,53 /3 = 8,17 Deviasi rata- rata= 0,06/3= 0,02

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
7,98−8,17
= 0,02

= 9,5> 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 8,17 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0098 = 8,17 . N2

0,098
N2= = 0,0112 N
8,17

7. Kesimpulan :
Konsentrasi laruatan standar sekunder NaOH adalah 0,0112 N

D4 ANALIS KESEHATAN 26
Praktikum 10 Kamis, 18 Mei 2016

STANDARISASI LARUTAN KMnO4 0,01 N DENGAN PENIMBANGAN STANDAR


PRIMER H2C2O4.2H2O

1. Tujuan :
a. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) larutan standar sekunder
KMnO4 0,01 N dengan titrasi oksidimetri dalam suasana asam.
b. Mengetahui fungsi larutan H2SO4 2 N dalam titrasi kompleksometri.
2. Prinsip : Reaksi reduksi oksidasi :
5H2C2O4 + 2KMnO4 + 3H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 8H2O + 10CO2
3. Metode : Penetuan konsentrasi / standarisasi larutan KMnO4 0,01 N menggunakan
metode titrasi Oksidimetri – Permanganometri dengan larutan standar primer yang
dibuat dengan penimbangan bahan standar primer H2C2O4.2H2O dengan teliti lalu
dilarutkan dalam volume tertentu secara tepat.
4. Alat dan Bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmeyer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan KMnO4 0,01 N yang akan distandarisasi menjadi larutan standar
sekunder
f. Larutan standar primer H2C2O4 0,0100 N
5. Cara kerja :
a. Dipipet 10,0 mL larutan standar primer H2C2O4 dan masukkan dalam
erlenmeyer. Tambahkan 5 mL asam sulfat 2 N dan panaskan sampai suhu <
80 oC. dititrasi segera dengan KMnO4 0,01 N sampai terbentuk warna merah
muda.
b. Dipipet 10,0 mL larutan standar primer H2C2O4 0,0100 N ke dalam
erlenmeyer.
c. Ditambahkan 5 mL larutan H2SO4 2 N ke dalam erlenmeyer lalu dipanaskan
sampai dengan temperatur < 80 oC.

D4 ANALIS KESEHATAN 27
d. Campurkan larutan dalam erlenmeyer segera dititrasi dengan larutan KMnO4
0,01 N sampai warna merah mudah pada larutan.
e. Dilakukan perhitungan : N1 x V1 = N2 x V2
6. Data titrasi :
No. Volume H2C2O4 Volume KMnO4
0,0100 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 7,42
2 10,00 0,00 – 7,44
3 10,00 0,00 – 7,46
4 10,00 0,00 – 7,50

Volume yang di curigai : 7,50 ml

No Volume KMnO4 Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 7,42 0,02
2 0,00 – 7,44 0,00
3 0,00 – 7,46 0,02
Volume rata- rata = 22,32 /3 = 7,44 Deviasi rata- rata= 0,04/3= 0,01

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
7,50−7,44
= 0,01

= 6 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 7,44ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0098 = 7,44 . N2

0,098
N2= = 0,0131 N
7.44

D4 ANALIS KESEHATAN 28
7. Kesimpulan :
Konsentrasi laruatan standar sekunder KMnO4 adalah 0,0131 N

D4 ANALIS KESEHATAN 29
Praktikum 11 Kamis, 10 maret 2016

STANDARISASI LARUTAN

AgNO3 0,01 N Dengan Penimbangan Standarisasi Primer NaCl

1. Tujuan :
a. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) larutan standar sekunder
yang mengandung kation halogen Ag+, yaitu larutan AgNO3 dengan titrasi
pengendapan argentometri (Metode Mohr) dalam suasana netral.
b. Memahami kegunaan indikator K2CrO4 5% dalam titrasi Argentometri.
c. Mengetahui fungsi serbuk garam MgO dalam titrasi Argentometri dengan metode
Mohr.
2. Prinsip : Reaksi pengendapan bertingkat (Metode Mohr) :
Cl- + AgNO3 AgCl putih + NO3-
2AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 c m + 2 KNO3
3. Metode: penentuann konsentrasi AgNO3 0,01 N menggunakan metode titrasi pengendapan
Argentometri dengan larutan standar primer yang dibuat dengan penimbangan bahan
standar primer NaCl dengan teliti lalu dilarutkan dalam volume tertentu secara tepat.
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan AgNO3 0,01 N yang akan di standarisasi menjadi larutan standar
sekunder
f. Larutan standar primer NaCl 0,0100N
g. IndikatorK2CrO4 5%
h. Serbuk garam MgO

Penentuan standar NaCl 0,0100 N dengan 100 ml

𝑔 1000
N = 𝐵𝐸 × 𝑉

D4 ANALIS KESEHATAN 30
0,0100 𝑥 58,44 𝑥 100

𝑁 𝑥 𝐵𝐸 𝑥 𝑉 1
g= = = 0,05844 g = 0,0584 g
1000 1000

Data Penimbangan :
 Berat wadah kosong = 0,5552 g
Berat zat = 0,0584 g +
Berat wadah + zat = 0,6136 g

 Berat wadah + zat tertimbang = 0,6135 g


Berat wadah + zat = 0,5552 g -
Berat zat tertimbang 0,0583 g

 Koreksi Normalitas
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
xN
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
0,0583
x 0,0100 = 0,00998 = 0,0010 N
0,0584

5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer NaCl 0 0,0100 N ke dalam erlenmayer
b. Di tambahkan 1 ml larutan indicator K2CrO4 5% ke dalam erlenmayer
c. Ditambahkan serbuk garam MgO kedalam erlenmayer
d. Campuran larutan dalam erlenmayer dititrasi dengan larutan AgNO3 0,01 N
sampai terbentuk endapan merah bata ( Pengocokan larutan harus kuat )
e. Dilakukan perhitungan N1 × V1 = N2 × V2
6. Data titrasi :
No. Volume NaCl Volume AgNO3
0,0100 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 8,53
2 10,00 0,00 – 8,55
3 10,00 0,00 – 8,57
4 10,00 0,00 – 8,60

D4 ANALIS KESEHATAN 31
Volume yang di curigai : 8,60 ml

No Volume AgNO3 Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 8,53 0,02
2 0,00 – 8,55 0,00
3 0,00 – 8,57 0,02
Volume rata- rata = 25,65 /3 = 8,55 Deviasi rata- rata= 0,04/3= 0,01

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X=
𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
8,60−8,55
= 0,01

= 5 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 9,50 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0100 = 8,55 . N2

0,1
N2= 8,55 = 0,0117 N

7. Kesimpulan :
Konsentrasi laruatan standar sekunder AgNO3 adalah 0,0117 N

D4 ANALIS KESEHATAN 32
Praktikum 12 Kamis, 10 maret 2016

STANDARISASI LARUTAN

Na2EDTA 0,01 M Dengan Penimbangan Standarisasi Primer ZnSO4 7H2O

1. Tujuan :
a. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) larutan standar
sekunder Na2EDTA 0,01 M dengan titrasi kompleksometri langsung
dalam suasana basa.
b. Memahami kegunaan indikator EBT dalam titrasi pembentukan kompleks.
c. Mengetahui fungsi serbuk buffer pH 10 dalam titrasi kompleksometri.
2. Prinsip : Reaksi pembentukan kompleks :
Zn2+ + Na2EDTA (Na2H2Y) Na2ZnY + 2 H+
3. Metode: penentuann konsentrasi Na2EDTA 0,01 N menggunakan metode titrasi
kompleksometri langsung dengan larutan standar primer yang dibuat dengan
penimbangan bahan standar primer ZnSO4 7H2O dengan teliti lalu dilarutkan dalam
volume tertentu secara tepat.
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan Na2EDTA 0,01 M yang akan di standarisasi menjadi larutan standar
sekunder
f. Larutan standar primer ZnSO4 0,0100 M
g. Indikator EBT
h. Larutan buffer pH 10

Penentuan standar NaCl 0,0100 N dengan 100 ml

𝑔 1000
N = 𝐵𝐸 × 𝑉
0,0100 𝑥 287,54 𝑥 100

𝑁 𝑥 𝐵𝐸 𝑥 𝑉 1
g= = = 0,2875 g
1000 1000

D4 ANALIS KESEHATAN 33
Data Penimbangan :
 Berat wadah kosong = 0,4376 g
Berat zat = 0,2875 g +
Berat wadah + zat = 0,7251 g

 Berat wadah + zat tertimbang = 0,7226 g


Berat wadah + zat = 0,4384 g -
Berat zat tertimbang 0,2842 g

 Koreksi Normalitas
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
xN
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
0,2842
x 0,0100 = 0,00988 = 0,0099 N
0,2875

5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer ZnSO4 7H2O 0,0100 M ke dalam
erlenmayer
b. Di tambahkan 1 ml buffer pH 10 dan sedikit indicator EBT ke dalam erlenmayer.
c. Campuran larutan dalam erlenmayer dititrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01 M
sampai terjadi perubahan warna larutan dari merah anggur menjadi biru
d. Dilakukan perhitungan N1 × V1 = N2 × V2

6. Data titrasi :
No. Volume ZnSO4 7H2O Volume Na2EDTA
0,0099 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 8,25
2 10,00 0,00 – 8,27
3 10,00 0,00 – 8,30
4 10,00 0,00 – 8,40

Volume yang di curigai : 8,40 ml

D4 ANALIS KESEHATAN 34
No Volume Na2EDTA Deviasi penyimpangan
0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 8,25 0,02
2 0,00 – 8,27 0,00
3 0,00 – 8,30 0,03
Volume rata- rata = 24,82 /3 = 8,27 Deviasi rata- rata= 0,05/3= 0,01

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
8,40−8,27
= 0,01

= 13 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 8,27 ml

V1.N1 = V2.N2

10,00 . 0,0099 = 8,27 . N2

0,01
N2= 8,27 = 0,0120 M

7. Kesimpulan :
Konsentrasi laruatan standar sekunder Na2EDTA adalah 0,0120 M

D4 ANALIS KESEHATAN 35
Praktikum 13 Kamis, 19 Mei 2016

STANDARISASI LARUTAN

Na2S2O3 0,01 N Dengan Penimbangan Standarisasi Primer KIO3

1. Tujuan :
a. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) larutan standar sekunder
Na2S2O3 0,01 N dengan titrasi iodometri (titrasi tak langsung) dalam suasana
asam.
b. Memahami fungsi indikator Amilum dalam titrasi oksidimetri.
c. Mengetahui fungsi larutan H2SO4 2N dalam titrasi Iodometri.
2. Prinsip : Reaksi reduksi oksidasi :
KIO3 + 5KI + 3H2SO4 3 K2SO4 + 2 H2O + 3 I2
I2 + Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
3. Metode: penentuann konsentrasi / standarisasi larutan Na2S2O3 0,01 N menggunakan
metode titrasi Oksidimetri – Iodometri (titrasi tak langsung) dengan larutan standar
primer yang dibuat dengan penimbangan bahan standar primer KIO3 dengan teliti lalu
dilarutkan dalam volume tertentu secara tepat.
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmayer bertutup / Stoppered erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan Na2S2O3 0,01 M yang akan di standarisasi menjadi larutan standar sekunder
f. Larutan standar primer KIO3 0,0100 N
g. Indikator Amilum
h. Larutan H2SO4 2N

𝑔 1000
N = 𝐵𝐸 × 𝑉
0,0100 𝑥 214 𝑥 200

𝑁 𝑥 𝐵𝐸 𝑥 𝑉 6
g= 1000
=
1000
= 0,0713 g

D4 ANALIS KESEHATAN 36
Data Penimbangan :
 Berat wadah kosong = 0,4287 g
Berat zat = 0,0713 g +
Berat wadah + zat = 0,5000 g

 Berat wadah + zat tertimbang = 0,4999 g


Berat wadah + zat = 0,4292 g -
Berat zat tertimbang 0,0707 g

 Koreksi Normalitas
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
xN
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
0,0707
x 0,0100 = 0,00991 = 0,0099 N
0,0713

5. Cara kerja:
a. Di pipet 10,0 ml larutan standar primer KIO3 ke dalam erlenmayer bertutup.
b. Di tambahkan 5 ml KI 5% dan 5 ml larutan H2SO4 2 N ke dalam erlenmayer
tersebut.
c. Campuran larutan dalam erlenmayer dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N
sampai terjadi warna kuning muda pada larutan (dikocok perlahan, titran
ditambahkan dengan cepat).
d. Ditambahkan dengan 1 ml indikator amylum 1% kedalam erlenmayer hingga
terbentuk warna biru pada larutan.
e. Titrasi dilanjutkan dengan titran Na2S2O3 0,01 N sampai warna biru tepat hilang
(dikocok kuat, titran ditambahkan tetes demi tetes).
f. Dilakukan perhitungan N1 × V1 = N2 × V2
6. Data titrasi :
No. Volume KIO3 Volume Na2S2O3
0,0100 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 8,25

D4 ANALIS KESEHATAN 37
2 10,00 0,00 – 8,28
3 10,00 0,00 – 8,30
4 10,00 0,00 – 8,40

Volume yang di curigai : 8,40 ml

No Volume Na2S2O3 Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 8,25 0,02
2 0,00 – 8,28 0,01
3 0,00 – 8,30 0,03
Volume rata- rata = 24,83 /3 = 8,27 Deviasi rata- rata= 0,06/3= 0,02

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
8,40−8,27
= 0,02

= 6,5 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 8,27 ml

V1.N1 = V2.N2

10,0 . ,0099 = 8,27 . N2

0,0099
N2= = 0,0119709 = 0,0120 N
8,27

7. Kesimpulan :
Konsentrasi laruatan standar sekunder Na2S2O3 adalah 0,0120 N

D4 ANALIS KESEHATAN 38
Praktikum 14 Kamis, 19 mei 2016

STANDARISASI LARUTAN

I2 0,01 N

1. Tujuan :
a. Melakukan standarisasi / menetapkan konsentrasi (N) larutan standar sekunder I2
0,01 N dengan titrasi iodimetri (titrasi langsung).
b. Memahami fungsi indikator Amilum dalam suatu titrasi oksidimetri.
2. Prinsip : Reaksi reduksi oksidasi :
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
3. Metode: penentuann konsentrasi / standarisasi larutan I2 0,01 N menggunakan metode
titrasi Oksidimetri – Iodimetri (titrasi langsung) dengan larutan Na2S2O3 0,0100 N yang
telah di standarisasi / diketahui konsentrasinya dengan tepat sebagai larutan standar :
4. Alat dan bahan :
a. Pipet volume 10 mL
b. Erlenmayer bertutup / Stoppered erlenmayer 250 mL
c. Buret
d. Pipet tetes
e. Larutan I2 0,01 N yang akan di standarisasi menjadi larutan standar sekunder
f. Larutan Na2S2O3 yang telah di standarisasi / diketahui normalitasnya
g. Indikator Amilum
5. Cara kerja:
a. Dipipet 10,0 mL larutan Na2S2O3 yang telah diketahui normalitasnya ke dalam
erlenmeyer bertutup.
b. Ditambahkan 1mL indikator Amilum 1% ke dalam erlenmeyer dan berwarna larutan
tetap jernih.
c. Campuran larutan dalam erlenmeyer ditratasi dengan I2 0,01 N sampai terbentuk
warba biru.
d. Dilakukan perhitungan : N1 x V1 = N2 x V2

6. Data titrasi :

D4 ANALIS KESEHATAN 39
No. Volume Na2S2O3 Volume I2
0,0120 N (ml) 0,01 N (ml)
1 10,00 0,00 – 12,00
2 10,00 0,00 – 12,64
3 10,00 0,00 – 12,68
4 10,00 0,00 – 12,74

Volume yang di curigai : 12,74 ml

No Volume I2 Deviasi penyimpangan


0,01 N (ml) V – Vrata- rata
1 0,00 – 12,60 0,04
2 0,00 – 12,64 0,00
3 0,00 – 12,68 0,04
Volume rata- rata = 37,92 /3 = 12,64 Deviasi rata- rata= 0,08/3= 0,02

𝑣𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑣𝑜𝑙. 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎


X= 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
12,74−12,64
= 0,02

= 5 > 2,5 volume di tolak

Volume rata-rata: 12,64 ml

V1.N1 = V2.N2

10,0 . 0,0120 = 12,64 . N2

0,12
N2= 12,64 = 0,0095 N

7. Kesimpulan :

Konsentrasi laruatan standar sekunder I2 adalah 0,0095 N

D4 ANALIS KESEHATAN 40

Anda mungkin juga menyukai