Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL

PERENCANAAN TUGAS AKHIR

SOLIDARITAS SOSIAL DAN STRATEGI BERTAHAN HIDUP WARIA DI LSM


KEBAYA KOTA YOGYAKARTA PASCA PANDEMI COVID-19

Dosen Pembimbing:

Fuji Riang Prastowo, S. Sos., M. Sc

Disusun oleh:

Ajeng Rahayu Tribuana

20/462915/SP/29898

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2023
A. Latar Belakang
Waria (wanita-pria) merupakan kaum ketiga setelah laki-laki dan perempuan
yang hadir di tengah masyarakat Indonesia dan bukan fenomena yang baru terjadi.
Waria adalah salah satu kelompok minoritas yang sampai sekarang masih dilematis
keberadaanya di lingkup masyarakat awam. Hal ini menyebabkan komunitas waria
terbatas ruang geraknya tidak seperti komunitas yang lain. Waria secara biologis
merupakan seorang laki-laki tetapi lebih suka berperan sebagai perempuan. Menurut
Munifah (2017: 109-110) menyatakan bahwa secara biologis waria termasuk ke
dalam jenis kelamin laki-laki tetapi mereka mempunyai perilaku seperti perempuan
dan lebih suka menjadi perempuan. Munifah (2017: 109-110) juga menjelaskan
bahwa waria adalah komunitas transeksual atau transgender. Terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya transeksual seperti faktor biologis (hormon seksual dan
genetik), psikologis, sosial budaya dan pola asuh lingkungan dimana mereka
dibesarkan. Manusia selain menjadi makhluk individual juga menjadi makhluk sosial
yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia yang lain. Oleh karena itu, keberadaan
komunitas waria tidak bisa ditolak. Mereka juga perlu pengakuan dan bisa
mendapatkan hak-hak yang sama sebagaimana manusia lainnya baik dari segi sosial
maupun kewarganegaraan. Tak jarang kaum transgender membentuk komunitas atau
kelompok untuk mencapai apa yang menjadi tujuan yang diinginkan.
Komunitas sosial merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua
individual atau bahkan lebih, dimana mereka sudah mengadakan interaksi sosial yang
intens dan teratur yang di dalamnya telah terdapat pembagian tugas, struktur dan
norma-norma tertentu yang menjadi ciri atau karakteristik yang khas dengan satu
kesatuan sosial tersebut. Maulida (2016: 156) & Wulandari, dkk (2020: 99)
mengatakan bahwa waria sebagai komunitas sosial yang dianggap menyimpang dan
abnormal serta suatu gejala yang mempunyai seksualitas yang berlawanan dengan
struktur fisiknya. Sehingga waria dianggap sebagai kelompok sosial yang biasanya
tidak mempunyai karakteristik apakah mereka sebagai laki-laki ataukah mereka
sebagai perempuan. Perilaku mereka bisa dianggap menyimpang karena melanggar
norma dan menentang kodrat manusia yakni fisik mereka yang laki-laki akan tetapi
berdandan sebagai perempuan secara berlebihan dan seringkali melakukan hubungan
seks dengan sesama jenis lalu, berkeliaran di tempat-tempat tertentu yang bisa
mengganggu ketertiban, keindahan dan keamanan lingkungan, di samping itu ada
anggapan mereka adalah komunitas yang berdosa dan dianggap sebagai pencemaran
sosial bagi lingkungan tersebut (Herwina, 2015: 65).
Keberadaan komunitas waria yang ada di Indonesia sebagian besar masih
mendapatkan penilaian buruk masyarakat. Ada beberapa hal yang memperparah
penilaian masyarakat terhadap komunitas waria salah satunya perspektif agama yang
menyebutkan bahwa waria itu menjadi pelaku dosa. Pandangan konvensional
masyarakat yang masih menganut erat tentang kebudayaan heteroseksual sehingga
menganggap bahwa pria transgender atau wanita transgender adalah pelaku
penyimpangan seksual (Ningsih & Syafiq, 2014: 2). Penilaian buruk yang telah
diberikan masyarakat tersebut terus tumbuh mengakar dan semakin erat dimana
masyarakat mengasosiasikan waria itu sebagai penyakit sosial dikarenakan pekerjaan
mereka sebagai pekerja seks. Ningsih & Syafiq (2014:2) menjelaskan keadaan
tersebut berbeda dengan kehidupan pria waria di Thailand. Pemerintah Thailand dan
masyarakatnya memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri waria dalam
beberapa acara yang diadakan seperti penyelenggaraan Ratu Kecantikan, pengadaan
pertemuan sesama waria serta tampil di atas pangung-pangung pertunjukan bahkan,
ada maskapai penerbangan di Thailand yang mempekerjakan waria sebagai seorang
pramugari.
Kehadiran komunitas waria sampai saat ini masih diterima secara dilematis di
lingkup masyarakat, di satu sisi mereka diterima namun di lain sisi mereka juga
ditolak. Komunitas waria bisa diterima ataupun ditolak dalam lingkup masyarakat itu
akan sangat ditentukan dari bagaimana dan seperti apa mereka membangun interaksi
dan komunikasi dengan masyarakat untuk bisa menjadi bagian dari lingkungan sosial
itu sendiri (Naipon, 2016: 49) sehingga keputusan masyarakat menerima ataupun
menolak kehadiran waria, pada akhirnya ditentukan oleh kemampuan seorang waria
baik secara individual maupun kolektif dalam mempresentasikan dan menunjukkan
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Waria juga merupakan makhluk sosial
dimana mereka juga memerlukan pengakuan jati diri dan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pikiran negatif masyarakat tentang waria memiliki perilaku
sama menjadi hambatan para waria sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Faktor
ekonomi dan lingkungan yang tidak memungkinkan mengakibatkan waria melakukan
pekerjaan apapun untuk mememuhi segala kebutuhan mereka. Para warria juga
memiliki keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sebagaimana orang lain
bekerja agar hidup mereka terjamin dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Permasalahan utama yang terjadi pada sebagian besar kaum waria di kota Yogyakarta
yaitu status profesi mereka sebagai seorang pelacur. Walaupun begitu, sebagian
mereka memiliki pekerjaan tetap seperti bekerja di salon kecantikan, sebagai
pembantu rumah tangga maupun menjadi pekerja swasta (ABC, 2021).
Awal tahun 2020 sangat merubah banyak tatanan kehidupan, bagi seluruh
dunia yang dihadapkan pada masa pandemi dikarenakan munculnya sebuah virus
yang mematikan menyebar ke seluruh dunia yaitu Corona Virus Disease Covid-19.
World Health Organization (WHO) secara resmi mendeklarasikan wabah Covid-19
pada 9 Maret 2020 dan pandemi pada 11 Maret 2020. Pandemi Covid-19 sangat
mengkhawatirkan karena memberikan dampak dari berbagai sektor terutama sektor
ekonomi. Permasalahan ekonomi merupakan faktor yang sangat tedampak karena
munculnya pandemi ini dan juga adanya kebijakan penerapan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dimana terdapat himbauan untuk tetap berada di dalam rumah
dan menjaga jarak dengan kerumunan sebagai pencegahan pandemi Covid-19 ini
segera usai. Namun hal tersebut menyebabkan penurunan perekonomian yang
membuat sulit bagi masyarakat pekerja yang pada akhirnya menjadikan putusnya
pekerjaan atau PHK yang terjadi secara masif sehingga semakin banyak masyarakat
yang terhambat perekonomiannya (Eman Supriatna, 2020: 556). Pembatasan jarak
dan mobilitas membuat para waria sulit memperoleh penghasilan dimana mereka
biasanya bekerja di sektor informal. Dalam sehari para waria yang bisa mengantongi
penghasilan sebesar Rp 30.000 saja sudah bagus bagi para waria. Belum lagi, mereka
juga kesulitan dan nyaris tidak mungkin memperoleh akses bantuan dari pemerintah.
Salah satu penyebabya yaitu tidak semua para waria mempunyai Kartu Tanda
Pendudu (KTP). Kemiskinan dan ketiadaan akses tersebut menjadikan waria kian
terhimpit dan tidak sedikit yang mengalami depresi, kekurangan asupan gizi hingga
berdampak terhadap penurunan kesehatan fisik dan berujung meninggal dunia
(Switzy Subandar, 2022. Kompas tv).
Kota Yogyakarta memiliki beberapa komunitas waria. Salah satunya yaitu
LSM Kebaya (Keluarga besar waria) yang berdiri pada tahun 2006 yang bergerak
dalam bidang kesehatan untuk pencegahan Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) dan juga untuk mengayomi para kaum
waria yang ada di Yogyakarta. LSM Kebaya ini adalah organisasi waria pertama yang
ada di Yogyakarta dengan spesifikasi melakukan pelayanan kesehatan kepada waria.
Pelayanan tersebut diprakarsai oleh seorang waria atau transgender bernama Vinola
Wakidjo. Yang juga mempunyai aktivitas pemberdayaan bagi para waria yang telah
bergabung di dalamnya. Kegiatan pemberdayaan yang dipilih yaitu di bidang
ekonomi dan kesehatan. Hal ini dikarenakan kedua bidang tersebut saling berkaitan
satu sama lain (tidak dapat dipisahkan) dalam usaha LSM Kebaya menurunkan angka
waria yang terjangkit penyakit HIV/AIDS di kota Yogyakarta. Dari data waria yang
ada di LSM Kebaya, dari tahun ke tahun diketahui bahwa semakin menurunya angka
HIV/AIDS di kalangan waria kota Yogyakarta (Lutfityanti, 2015. Tribun Jogja.com).
LSM kebaya didirikan untuk menolong dan merawat Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) yang ditelantarkan keluarga dan masyarakat karena diskriminasi
dan stigma negatif bahwa penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang kotor dan
menakutkan. Terlebih lagi, keadaan ekonomi waria yang lemah karena kesulitan
mendapatkan pekerjaan yang layak akibat diskriminasi, membuat waria memilih
pekerjaan sebagai pekerja seks komersial yang menyebabkan mereka rentan terkana
penyaki HIV/AIDS. Oleh sebab itu, LSM kebaya membantu kaum waria dalam
bidang ekonomi dengan memberikan pelatihan menjadi dan lain-lain. Sedangkan,
dalam bidang kesehatan membantu memberikan advokasi untuk mengakses pelayan
kesehatan bagi waria ODHA. Saat ini Yayasan Kebaya masih aktif berperan
meberikan perarawatan bagi waria dengan HIV/AIDS. Selama tinggal di Yayasan ini,
para waria tidak membayar alias gratis. Sebagian besar waria yang tinggal di LSM
Kebaya mereka ditolak oleh keluarga dan masyarakat. Stigma masyarakat yang
menyebabkan masih tingginya perlakuan diskriminasi pada orang dengan HIV/AIDS
(ODHA). Kaum waria yang terdiagnosis penyakit HIV/AIDS harus mengonsumsi
obat Antiretroviral (ARV) yang wajib diminum setiap harinya. Obat tersebut memang
tidak dapat menyembuhkan akan tetapi terapi dari obat tersebut dapat memperlambat
perkembangan virus di dalam tubuh sehingga penyintas dapat menjalani hidup lebih
lama. Ketika pandemi Covid-19 perjuangan para waria ODHA ini menjadi lebih berat
karena persediaan obat ARV menjadi langka.
Kesulitan yang dialami oleh kaum waria yaitu mencari pekerjaan yang normal
karena tidak diterima masyarakat ditambah pula kesulitan ekonnomi akibat pasca
pandemi Covid-19 tentu saja berdampak pada kalanngan waria sebagai golongan
minoritas. Kesulitan ekonomi ini juga menjadi sangat kekhawatirkan oleh para waria
di LSM kebaya. Apalagi para waria ODHA membutuhkan asupan nutrisi dan gizi
lebih serta obat yang harus dikonsumsi setiap harinya sehingga kesulitan ekonomi
berimbas pada bagaimana mereka bertahan hidup pasca pandemi Covid-19. Mereka
juga tidak bisa mengandalkan bantuan dari pemerintah karena ketiadaan akses sebagai
penerima bantuan baik bantuan secara ekonomi dan kesehatan. Hal ini dikarenakan
sebagian kaum waria tidak memiliki KTP. Mereka yang ingin mengurus KTP pun
sulit karena mereka telah ditelantarkan dan diusir oleh keluarganya otomatis identitas
diri dan Kartu Keluarga (KK) dihapus oleh keluarganya. Pasca pandemi untuk
bertahan hidup para waria LSM kebaya menerima solidaritas bantuan dari beberapa
waria lain yang bekerja sebagai pemain kabaret dimana mereka berkarya di luar
panggung dengan memanfaatkan media sosial Tik Tok dan Instagram untuk membuka
donasi dan saling menawarkan pekerjaan ke waria yang lain. Kemudian, masyarakat
sekitar yang sudah menerima adanya waria selama pandemi Covid-19 juga
menunjukkan solidaritasnya dengan memberikan bantuan berupa sembako. Selain itu,
LSM kebaya juga turut berperan agar bisa tetap bertahan hidup pasca pandemi juga
membuat strategi secara ekonomi dan sosial dikarenakan waria ODHA
menggantungkan hidup mereka pada LSM Kebaya ini. strategi yang dilakukan oleh
LSM kebaya yaitu menyusun proposal pemohanan bantuan dari berbagai lembaga
donor di dalam negeri maupun luar negeri di antaranya ViiV Healthcare dari Inggris
dan Brot für die Welt (Bread for the World) berasal dari Jerman. Lalu memanfaatkan
salah satu lahan kosong kost salah satu waria untuk membuat kebun sayur untuk
memenuhi asupan nutrisi dan gizi para waria ODHA.
Sempitnya ruang publik yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah
kepada waria dalam mengakses bidang kesehatan dan ekonomi membuat LSM
Kebaya Yogyakarta ini menjadi rumah singgah aman yang digunakan untuk merawat
para waria ODHA yang ditelantarkan dan terbuang serta terbuka lebar untuk para
relawan yang ingin merawat penyintas HIV/AIDS maupun mahasiswa yang ingin
meneliti HIV/AIDS. Pada dasarnya waria juga memiliki hak untuk hidup sebagai
warga negara sehingga orang-orang di luar komunitas waria perlu memahami
permasalahan yang dialami oleh para waria dan memperlakukan para waria
selayaknya orang-orang pada umumnya. Harapanya, agar mereka dapat mengatasi
kesulitan hidup yang sedang dihadapi mereka dan dapat hidup nyaman serta damai
selayaknya orang-orang pada umumnya. Mereka juga berhak mendapatkan akses
yang menunjang kehidupan ketika masa-masa krisis selayaknya orang lain pada
umumnya karena mau bagaimanapun mereka juga bagian dari masyarakat dan
tergolong makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain.
Berdasarkan dari permasalahan tersebut, penelitian ini berusaha menganilisis
bagaimana solidaritas sosial waria pasca pandemi Covid-19 terjadi utamanya waria di
LSM Kebaya. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengeksplorasi bagaimana strategi
bertahan hidup waria di LSM Kebaya selama pandemi Covid-19 dan apa yang
dirasakan oleh kaum waria dengan adanya solidaritas sosial pasca Covid-19.
Penelitian ini juga ingin melihat sejauh mana para waria LSM Kebaya berhasil
melewati masa krisis pandemi Covid-19 sebagai kelompok yang minoritas dan rentan
dengan keterbatasan segala akses pelayanan penghidupan.
B. Rumusan Masalah/ Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, ditentukan rumusan masalah untuk
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup waria di LSM Kebaya
selama pandemi Covid-19?
2. Apa dampak positif dan negatif yang dirasakan komunitas waria di LSM
Kebaya dari adanya solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup pasca
pandemi Covid-19?
C. 3 Kata Kunci (Keywords): Solidaritas Sosial, Strategi Bertahan Hidup, Komunitas
Waria, Pandemi Covid-19
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai
penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis bagaimana soslidaritas sosial dan strategi bertahan hidup
waria di LSM kebaya selama pandemi Covid-19 hingga dapat melewati masa
krisis karena pandemi Covid-19.
2. Untuk mengetahui dampak yang dirasakan waria di LSM Kebaya dari adanya
solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup pasca pandemi Covid-19?
E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, hasil yang didapatkan bisa bermanfaat bagi para
pembaca dan penulis. Adapun manfaat ddari penelitian ini terbagi menjadi dua di
antaranya:
1. Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu bidang keilmuan untuk
mengembangkan pengetahuan yang sudah lama ada, utamanya pengetahuan
yang terkait dengan solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup waria di
LSM Kebaya pasca pandemic Covid-19 dan diharapkan dengan adanya
penelitian ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
2. Manfaat secara praksis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pemegang
kebijakan terkait dengan merumuskan kebijakan yang tepat untuk kaum waria
sebagai kelompok minoritas dan rentan dari dampak pandemi Covid-19. Selain
itu, utamanya bagi peneliti ini diharapkan bisa dijadikan pembelajaran untuk
mengembangkan dan mengasah kemampuan untuk menulis karya ilmiah
kedepannya.
F. Tinjauan Literatur
Kholifah dkk (2023) menjelaskan bahwa kehidupan sosial waria kerap kali
diwarnai dengan tantangan dan diskriminasi dari masyarakat. Dalam ruang sosial,
keberadaan waria masih sulit diterima oleh sebagian masyarakat, khususnya di
lingkungan yang konservatif. Hal ini kerap kali menimbulkan kesulitan dalam
penerimaan di tempat kerja dan kesulitan mendapatkan akses pada layanan kesehatan
yang memadai sehingga akibatnya beberapa waria terpaksa menjadi pekerja seks
komersial yang rentan pada penyakit HIV/AIDS. Walaupun demikian, terdapat juga
komunitas waria yang masih akrtif sekali memperjuangkan hak-hak mereka dan
membentuk sebuah relasi sosial yang saling mendukung. Waria secara sosial
dipandang sebagai individu yang patologis karena penyimpangan sosial dalam diri
seorang waria realitanya telah melahirkan satu bentuk penyimpangan terkait seksual
seperti pemerkosaan, pelacuran dan seks bebas. Hukum menyadari bahwa tindakan
tersebut di luar kendali pelaku dan merupakan penyakit. Penyimpangan seksual
tersebut yang akan berdampak negatif dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
Komunitas waria merupakan suatu kelompok minoritas yang termarginalkan
keberadaannya. Transgender bisa diartikan sebagai sebuah kondisi dimana telah
terjadi kesenjangan baik secara fisik maupun psikis seseorang, pada saat seseorang
merasa bahwa keadaan fisiknya tidak sesuai dengan orientasi seksualnya atau tidak
sesuai dengan apa yang dirasakan khususnya terkait dengan sex identity (Ningsih &
Syafiq, 2014: 2). Waria merupakan komunitas masyarakat yang minoritas, walaupun
tergolong minoritas akan tetapi pada realitasnya apabila dipresentasekan menunjukan
bahwa jumlah waria semakin lama semakin bertambah, utamanya pada kota-kota
besar. Lalu, waria dalam masyarakat adalah komunitas ekslusif karena memiliki pola-
pola kehidupan yang agak berbeda dengan masyarakat pada umumnya (Fachrurrozi,
2022: 179-180). Waria dalam berinteraksi dengan masyarakat bukanlah suatu hal
yang mudah. Waria sebagai komunitas subaltern atau kelompok kelas bawah yang
mengalami diskriminasi. Keterpinggiran atau termagirnalkan dari ranah publik
berhubungan dengan identitas transeksualnya yang belum mendapatkan pengakuan
dan memiliki beberapa identitas pengenal dalam mereka berinteraksi sosial. Identitas
tersebut kerap disebut sebagai identitas kolektif dimana identas diakui dan dilekatkan
masyarakat kepada waria. Identitas kolektif dalam diri waria bisa dilihat dari segi
identitas yang asalnya dari identitas pribadi, sosial dan budaya mereka. Identitas
kolektif yang asalnya dari identitas pribadi bisa dilihat dari kemampuan dan
penampilan diri waria. Kemampuan diri ini bisa berupa keahlian atau keterampilan
yang menjadi ciri khas dari waria itu sendiri. Identitas kolektif dari kaum waria yang
paling jelas dan telah dipaparkan sebelumnya yaitu identitas trangender.
Fenomena di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Siti Munifah
(2018) mengenai studinya terhadap kelompok waria di Pondok Pesantren Waria Al
Fatah Yogyakarta. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kelompok sosial waria
yang berada di pondok pesantren waria Al-Fatah adalah kelompok yang terbentuk
karena terdapat sebuah tujuan yaitu ingin belajar agama. Waria ini adalah sebuah
kelompok minoritas yang terdapat dalam suatu masyarakat. Menjadi kelompok
minoritas, para waria memiliki solidaritas yang kuat sesama anggota. Kelompok waria
ini menggunakan solidaritas mekanik. Kemudian, waria pesantren ini juga mengalami
konflik dimana tempat yang mereka tinggali selama ini mendapatkan ancaman dari
ormas yang bernama Front Jihad Islam yang kesanya tidak suka dengan mereka.
Meskipun demikian, para waria ini tetap kekeh mempertahankan dengan adanya
dukungan dari berbagai pihak misalnya Lembaga Badan Hukum (LBH) sehingga
pondok pesantren waria dapat mengaktifkan lagi kegiatan di pondok setelah beberapa
bulan vakum.
Dalam paparan tersebut secara tidak langsung menjelaskan penerimaan atas
identitas waria menuai pro kontra di sekitar masyarakat walaupun mereka teelah
membentuk sebuah komunitas sekalipun. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa
stigmatisasi negatif tetap melekat pada waria hingga sekarang. Tetapi perlu digaris
bawahi waria juga merupakan makhluk sosial yang memiliki hak untuk hidup. Jika
kita melihat kembali konstitusi hukum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dan
peraturan Perundang-Unddangan telah mengatur terkait hak-hak setiap orang atau
dikenal dengan isrtilah Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam pasal 28 sudah dijelaskan
secara tegas bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan
hidup serta kehidupannya. Kemudian, pasal 28 I UUD 1945 juga menjelaskan bahwa
hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,…merupakan hak asasi manusia yang tidak
bisa dikurangi dalm keadaan apapun (ayat 1) lalu setiap orang berhak bebas dari
setiap perlakuan yang sifatnya diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Ketentuan
hukum ini secara jelas tujuannya untuk melindungi hak setiap orang termasuk pula
warga negara asing. Selain itu dalam Undang-Undang (UU) terdapat juga yang
menjadi landasan perlindungan dan penegakan HAM yaitu UU No. 39 Tahun 1999
terntang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kedua UU ini
secara jelas mengatur perlindungan yang begitu terkait dengan HAM. Bahkan dalam
pasal 5 UU HAM berbunyi setiap orang yang mengalami pelanggaran HAM berhak
untuk menuntut secara hukum dan mendapatkan perlinndungan yang sama sesuai
dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum. Ketentuan ini diberikan kepada
setiap orang yang berarti bahwa siapapun tanpa pedulu status kewarganegaraannya
(Argawati, 2023). Semua kontitusi hukum sudah secara jelas HAM diberikan kepa
setiap orang yang artinya waria juuga bisa mendapakan hak yang sama seperti orang
lain tanpa memandang status seksualnya akan tetapi konstitusi hukum tersebut pada
nyatanya bagi kaum waria belum sangat nampak nyata itu diwujudkan dan
diimplementasikan terhadap kehidupan mereka. Kaum waria sebenarnya hanya ingin
membuat citra baik terhada sekitar dan mendapatkan pengakuan serta penerimaan atas
identitas mereka dengan membentuk komunitas sosial.
Hal ini juga didukung dalam penelitian yang serupa dilakukan oleh Amelyani
dkk (2020) terhadap solidaritas sosial kelompok Waria Paris Barantai di Banjarmasin.
Penelitian tersebut berusahan mengungkan bagaiman tindakan sosial dan solidaritas
yang turut bergabung ke dalam komunitas waria Paris Berantaai yang terletak di
Banjarmasin. Tindakan bergabungnya waria dalam Komunitas Paris Barantai
merupakan tindakan rasionalitas instrumental dimana tindakan yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan dengan sadar untuk capai tujuan yaitu menjadi waria yang
baik dan bisa merubah citra waria. Waria mempunyai motivasi dalam bertindak untuk
memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi seperti rasa aman, cinta kasih,
penghargaan identitas diri dan lain sebagainya. Kemudian, menjadi bagian komunitas
waria memperoleh manfaat antara lain, mengembangkan diri, merubah citra waria,
mendapat lapangan pekerjaan dan lain-lain. Bentuk solidaritas dalam komunitas
tersebut yaitu soslidaritas mekanik. Bentuk solidaritas ini ada di komunitas karena
kesadaran kolektif dan kesamaan untuk menjadi waria yang lebih baik dan merubah
citra waria di pandangan masyarakat, menginginkan hidup yang lebih baik dan normal
serta, memiliki kebebasan mengekspresikan diri seperti manusia lainnya.
Masalah kaum waria semakin kompleks pula ketika pandemi Covid-19 terjadi
di awal tahun 2020. Virus corona dikenal dengan istilah Corona virus disease 2019
atau Covid-19. Awal ditemukannya virus tersebut yaitu di Wuhan Tiongkok (China)
pada akhir Desember 2019. Diduga asalnya dari hewan liar kelelawar yang bermutasi
dari hewan terhadap manusia, juga dari manusia terhadap manusia (Nursanti, 2020).
Hal ini sudah diumumkan oleh Presiden Jokowi. seiring berjalanya waktu, penyebaran
virus Covid-19 meningkat dengan signifikan dan jika kita melihat penyebaran virus
ini terbesar di Pulau Jawa. Disini dapat kita lihat bahwa kurangnya kesadaran
masyarakat dalam menyikapi pandemi Covid-19 yang terjaddi sehinggga banyak
orang yang tidak menggunakan masker dan masih berkerumun serta tidak melakukan
social distancing sehingga perlu adanya kesadaran Bersama untuk mendukung
pemerintah dalam memutus peneyebaran Covid-19 dan hidup kita secepatnya pulih
kembali seperti biasa (Widyaningrum, 2020).
Covid-19 bisa menular melalui percikan air liur pengidap baik batuk maupun
bersin. Selain itu, Covid-19 bisa menyebar apabila menyentuh mata, hidung maupun
mulut dan setelah menyentuh barang yang terkena percikan air liur penderita (Fadli,
2021). Penyebaran virus ini mengakibatkan perlunya dilakukan sosial distancing (jaga
jarak), menggunakan masker dan menjauhi kerumunan dengan cara mengurangi
kegiatan di luar rumah. Pemerintah Indonesia dengan cepat mengeluarkan kebijakan
peraturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam rangka sebagai penanganan
dan penanggulangan virus corona. Kebijakan PSBB tersebut mengakibatkan tekanan
batin (emosional) dan stress bagi semua masyarakat. Berbagai kebijakan pembatasan
diterapkan oleh pemerintah seperti fasilitas umun, tempat ibadah, transportasi hingga
cuti masal sekolah dan kantor. Kebijakan PSBB dan social distancing ini memaksa
masyarakat untuk tetap berada di dalam rumah menjauhi keramaian (MES Indonesia,
2020). Banyaknya permasalahan bidang perekonomian dan kesehatan juga berdampak
pada masyarakat utamanya pada komunitas waria. Berakibat pada banyaknya
kebutuhan dimana sulitnya untuk menghidupi hidupnya dan keterbatasan akses
pelayanan kesehatan pasca pandemi Covid-19. Banyaknya waria yang terpuruk di
masa pandemi terlebih lagi waria yang memenuhi kebutuhan hidup di masa pandemi
mengakibatkan susahnya mencari pekerjaan dan mengalami penurunan ekonomi
secara drastis.
Berbagai program jaring pengaman sosial seperti bansos dicetuskan
pemerintah dalam rangka untuk mengantisipasi dampak ekonomi sebagai kebijakan
penangan pandemi Covid-19. Khususnya dampak bagi masyarakat yang kehilangan
pekerjaan dan pengahasilan selama PSBB diberlakukan. Sayangnya, hampir seluruh
program yang digalakkan ini memiliki berbagai persyaratan yang harus dipenuhi
untuk mengakses bantuan. Kendala ini juga turut dirasakan oleh kelompok waria
dimana sebagian besar kehilangan pekerjaan sejak pandemi Covid-19 menyebar. KTP
menjadi salah satu kendala mayoritas waria kesulitan untuk mendapatkan akses
layanan publik, layanan kesehatan sampai bantuan sosial. KTP yang dimiliki oleh
sebagian besar waria tak sesuai dengan domisili yang notabennya adalah perantau dan
sebagian karena memang belum mendaptkan kartu identitas elektronik hingga
sekarang. Alhasil, karena sulitnya mengakses bantuan di tengah kehilangan
penghasilan dan pekerjaan membuat sebagian besar bertahan sendirian di kontrakan.
Kondisi ini membuat setidaknya belasan waria meninggal ketika pandemi justru
karena persoalan lain misalnya kekurangan asupan gisi dan nutrisi (Sutianto, 2021.
Kumparan).
LSM Kebaya sudah menjadi harapan lebih luas bagi masyarakat karena LSM
ini bukan hanya menampung waria namun juga laki-laki penderita HIV/AIDS. LSM
Kebaya mempunyai sistem perawatan yang berbeda dengan mengelola perawatan
ODHA (orang dengan HIV/AIDS) sebagai rumah keluarga dengan prinsip make your
home. Kemudian, peran serta dari para waria sendiri dalam mengelola shelter secara
langsung selain dikembangkan rasa aman dan nyaman dalam sebuah keluarga juga
berkembang rasa saling memiliki (Tri Wahyuni & Iis Prasetyo, 2022: 37). Sebelum
terjadinya pandemi LSM kebaya terlah memiliki beberapa strategi pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS terhadap waria yang dikelolanya. Hal ini ditunjukkan
dalam penelitian yang dilakukan Tri Wahyuni & Iis Prasetyo (2022) kepada
HIV/AIDS Prevention and Control Strategy for Transgender at the Yogyakarta
Kebaya Foundation. Penelitian ini mengungkapkan strategi yang dikembangkan
Yayasan Kebaya dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Penelitian ini
ingin menunjukkan bagaimana LSM kebaya berusaha membuat strategi untuk
merawat para waria yang menderita penyakit HIV/AIDS. yaitu pertama, strategi
pencegahan HIV/AIDS di Yayasan Kebaaya yaitu mengintensifkan penyuluhan dan
advokasi waria dan sosialisasi. Kedua, proses implementasi strategi yang dilakukan
melalui serangkaian proses stockiest kegiatan, pendidikan, jaringan audiens. Ketiga,
upaya untuk meningkatkan efisiensi implementasi strategi yaitu dengan
mengembangkan kerjasama, mengintenskan pendidikan waria dan mendirikan
pesantren waria serta VCT rutin dan konseling pendampingan. Keempat, penerapan
strategi tersebut mempunyai dampak peningkatan pada kepatuahan ARV dan VCT,
penerapan shelter yang tersedia dan kemunculan dukungan sebagai lembaga
penyumbang.
Ketika diberlakukan kebijakan PSBB karena pandemi Covid-19 mereka
kesulitan sekali untuk mendapatkan pengahasilan ketika pandemi terjadi apalagi waria
yang terkena penyakit HIV/AIDS yang ada di LSM Kebaya sangat mengalami
kesulitan untuk mendapatkan obat ketika pandemi Covid-19 kondisi ekonomi yang
turut memprihatinkan. Dalam menghadapi kondisi yang terjadi pada waria di LSM
Kebaya ketika pandemi perlu adanya solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup.
Waria memilih untuk ikut dalam sebuah komunitas yang mau dan mampu menerima
mereka dan mempunyai rasa senasib sepenanggungan. Komunitas waria adalah salah
satu fakta sosial yang ada baik dimanapun maupun bagaimanapun waria ingin diakui
jati dirinya dan butuh pekerjaan demi menopang kehidupannya (Novitasari dkk, 2015:
3). Sebagai kelompok yang termarginalkan tentunya solidaritas pasti terbentuk
diantara mereka dengan munculnya kesadaran kolektif. Kemunculan solidaritas dalam
komunitas termarginalkan ini tentunya adalah hal lumrah, agar mereka bisa
melakukan interaksi sosial dan mempertahankan eksistensinya (Amelyani dkk, 2020:
305-306).
Fachrurrozi (2022: 177-178), Strategi merupakan tombak dalam sebuah
organisasi yang mempunyai peran penting dalam pencapaian suatu tujuan organisasi
meliputi lingkungan internal, lingkungan eksternal dan sumber daya yang ada sebagai
penunjang pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, strategi ini juga menjadi cara
terhindar dari ancaman-ancaman yang ditimbulkan dari pihak luar. Strategi adalah
suatu seni dalam menyusun rencana sebuah oganisasi guna memastikan tujuan yang
ingin dicapai tersebut dapat tercapai dengan baik dan terlaksana dengan efektif.
Strategi diciptakan diharapakan bisa disesuaikan dengan lingkungan internal maupun
eksternal. Diperlukan berbagai hal agar bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan
bersama seperti modal sosial, jaringan kepercayan dan motivasi diri sendiri, termasuk
pula bertahan hidup membutuhkan strategi guna mencapai tujuan mempertahankan
hidupnya.
Penelitian hampir serupa yang membahas tentang waria di LSM Kebaya telah
dilakukan oleh Muthmain dkk (2022). Penelitian ini lebih memfokuskan pada
bagaimana waria pengidap HIV/AIDS mampu melakukan resiliensi dan memperoleh
hasil faktor-faktor yang memperngaruhi resiliensi waria pengidap HIV/AIDS yaitu
dengan kompetensi personal (standar tinggi dan keuletan), percaya terhadap diri
sendiri, toleransi pada efek negatif dan tegar menghadapi stress, menerima perubahan
secara positif dan bisa membuat hubungan yang aman dengan orang lain, kontrol diri
dan bagaimana meminta maupun mendapatkan bantuan orang lain dan spiritual.
Penelitian serupa ditinjau dari tempat penelitiannya namun dengan konteks
yang berbeda juga dilakukan oleh Nurlitasari dkk (2019) dengam pembahasan
hubungan peran keluarga dan lingkungan sosial ddengan identitas diri transgender di
LSM Kebaya dengan metode kuantitatif yang hasilanya terdapat korelasi. Selain itu,
penelitian serupa juga dilakukan oleh Kholifah dkk (2023) dengan pembahasan
kehidupan sosial waria di tengah masyarakat muslim Yogyakarta. Temuan penelitian
ini menunjukkan bahwa kehidupan sosial waria di Gowongan Lor Muslim masyarakat
masih menghadapi tantangan. Kehadiran mereka masih menghasilkan dukungan dan
oposisi, sebagian besar karena identitas gender dan aktivitas yang dianggap
menyimpang, seperti melakukan pekerjaan seks dan rentan terhadap HIV/AIDS
Penelitian ini ingin melihat konteks solidaritas dan strategi bertahan hidup
waria pasca pandemi Covid-19 di LSM Kebaya. Perbedaan penelitian ini
dibandingkan dengan riset sebelumnya adalah selain untuk melihat solidaritas sosial
dan strategi hidup pasca pandemic di LSM tersebut, peneliti juga berusaha
menyelidiki kesulitan dan tantangan serta bagaimana mereka bisa berhasil melewati
masa krisis akibat pandemi Covid-19 yang dihadapi waria LSM kebaya. Dengan
demikian penelitian ini akan menyajikan kebaruan yaitu analisis dinamika solidaritasi
sosial dan strategi bertahan hidup waria bukan dengan pada umumnya akan tetapi
dengan spesifikasi waktu yaitu pasca Pandemi Covid-19 yang mengakibatkan
perubahan dan kesulitan bagi waria LSM Kebaya.
G. Perspektif Teori
a. Teori Solidaritas Sosial (Emile Durkheim)
Kehidupan sosial bermasyarakat tidak lepas dari adanya unsur sosial,
terlebih lagi dalam kehidupan masyarakat Jawa di dalamnya ada berbagai jenis
unsur trradisi dan kebudayaan. Kehidupan sosial bermasyarakat tentunya tidak
terlepas dari rasa solidaritas yang terjalin di masyarakat. Emile Durkheim
menjelaskan bahwa solidaritas adalah rasa saling percaya antar anggota dalam
suatu kelompok.Ketika setiap individu mempunyai rasa saling percaya, maka
yang terjadi yaitu mereka akan menjadi saling dekat dengan satu sama lain,
menjadi akrab, menjadi bersahabat, saling menghargai dan menghormati serta
toleransi sehingga membuat mereka termotivasi untuk mengemban tanggung
jawab dan memperhatikan kepentingan sesama anggota (Sefrilina dan
Hasmira, 2020: 184). Solidaritas sosial sangat penting dan dibutuhkan oleh
masyarakat maupun kelompok sosial dikarenakan pada dasarnya setiap
manusia membutuhkan sebuah solidaritas. Terdapatnya kelompok-kelompok
sosial yang ada dan terbentuk dalam masyarakat memiliki fungsi sebagai
tempat keberlangsungan kehidupan bersama. Masyarakat masih akan ada dan
bertahan jika dalam sebuah kelompok sosial ditemukannya rasa solidaritas
antara sesama anggotanya. Teori solidaritas sosial berawal dari karya Emile
Durkheim yang berjudul the division of labor. Teori ini menjelaskan bahwa di
dalam masyarakat yang menjadi unsur baku utama yaitu faktor solidaritas.
Menurut Johnson (1994:181) solidaritas sosial merujuk pada sebuah
keadaan hubungan antara individu maupun kelompok yang dasarnya pada
persaan moral dan keyakinan diperkuat dengan pengalaman emosional
bersama. Penjelasan tersebut didukung juga Amalia dkk (2020: 63) yaitu teori
Emile Durkheim yang menyatakan bahwa solidaritas sosial adalah suatu
kondisi hubungan antara individu atau komunitas yang dasarnya pada
perasaan moral dan keyakinan yang dianut dan diperkuat oleh pengalaman
emosional bersama masyarakat sederhana itu mempunyai bentuk solidaritas
yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Dari
pernyaataan diatas dapat disimpulkan bahwa solidaritas dimengerti sebagai
adanya rasa saling percaya satu sama lain, memiliki cita-cita bersama,
kesetiakawanan serta, memiliki rasa senasib dan sepenanggungan antar
individu maupun kelompok. Solidaritas dalam masyarakat itu penting karena
ketika mengalami sebuah problem atau musibah yang dihadapi setiap individu
maupun kelompok pasti selalu membutuhkan dukungan atau bisa dikatakan
membutuhkan penyokong agar kita kuat menghadapinya. Hal ini juga
membuktikan bahwa terdapat perasaan emosional yang dialami ketika kita
hidup berada dalam masyarakat (society). Sama halnya dengan yang terjadi
dengan para waria yang ada di LSM Kebaya Kota Yogyakarta. Tujuan dari
adanya solidaritas yaitu mengarah pada kekompakan dan keakraban di dalam
satu kelompok maupun individu. Dengan adanya solidaritas kondisi kelompok
semakin kuat kedudukannya kemudian rasa saling memiliki antara individu
dengan kelompok akan semakin kokoh. Hubungan sesama anggota ini terjalin
sangat erat dikarenakan berlandasan pada kekerabatan dan kekeluargaan,
walaupun banyak ditemukan perbedaan (Nuryanto, 2014: 8-9). Selain itu,
Emile Durkheim memberikan perhatian utama bahwa masyarakat solidaritas
memiliki dua bentuk yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik.
Solidaritas mekanik adalah rasa solidaritas berdasarkan kesadaran
kolektif dimana bentuk solidaritasnya tergantung dari individu itu sendiri yang
mempunyai sifat sama, pola normatif dan totalitas kepercayaan juga memilki
sifat sama pula (Gischa, 2019). Dimana ikatan utamanya yaitu kepercayaan
bersama, cita-cita dan komitmen moral. Bagi Durkheim, penanda paling jelas
dalam solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan hukumnya keras yang
sifatnya represif. Selain itu, hukumannya tidak harus mencerminkan
pertimbangan rasional atas kerugian yang menimpa masyarakat dan
kesesuaian hukuman dengan tingkat kejahatannya akan tetapi hukuman itu
lebih mencerminkan dan menyatakan kemarahan kolektif (Amalia dkk, 2020:
62). Solidaritas ini biasanya muncul pada masyarakat sederhana seperti
pedesaan. Seiring dengan perkembangan masyarakat maka terjadi sebuah
pembagian kerja yang semakin kompleks sehingga solidaritas mekanik
bergeser menjadi solidaritas organik. Pada solidaritas ini societynya saling
berhubungan dan membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masing-masing. Masyarakat solidaritas organik dibentuk oleh hukum
restitutive. Hukum ini tujuannya bukan untuk menghukum akan tetapi untuk
memulihkan kegiatan normal dari suatu masyarakat kompleks (Arif, 2020: 7).
Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang menunjukkan
saling ketergantungan. Solidaritas organik terbentuk karena ditemukannya
perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Solidaritas organik
merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat komplek dimana
masyarakat yang telah mengenal pembagian kerja dipersatukan oleh sikap
ketergantungan antar bagian individu maupun kelompok (Umanailo, 2019).
Kondisi ini menjadi berbeda jika pembagian kerja yang ada di dalam
masyarakat bertambah dimana masyarakat mulai mengenal dunia modern atas
kesamaan profesi dalam bekerja suddah tidak ada lagi misalnya adanya
industri pabrik maupun perusahan-perusahaan yang memproduksi barang-
barang elektroni dan sebagainya. Kesamaan rasa dan profesi bukan menjadi
faktor yang bisa mempersatukan masyarakat melalui pembagian kerja akan
tetapi hak ini bisa terjadi karena mereka bersatu disebabkan adanya rasa saling
kergantungan yang tinggi baik dalam suatu perusahaan kerja maupun dalam
suatu kelompok kerja. Emile Durkheim berpendapat bahwa masyarakat
modern bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukan hilang.
Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh
pembagian kerja memunculkan kesadaran-kesadaran individu yang lebih
mandiri dan sekaligus semakin saling ketergantungan satu sama lain
dikarenakan masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari
sebuah pembagian pekerjaan sosial. Kedua tipe solidaritas di atas terdapat
perbedaan. Masyarakat solidaritas mekanik cenderung bersatu dan sifatnya
lebih komunal. Sedangkan, masyarakat solidaritas organik, masing-masing
melakukan kegiatan dengan pembagian kerja sehingga tugasnya dan tanggung
jawabnya berbeda-beda. (Arif, 2020: 6-7).
Seiring berkembangnya zaman, jika didukung dengan kemajuan
teknologi dan komunikasi serta kehidupan yang begitu variatif menyebabkan
menyusutnya solidaritas yang terjadi di lingkup masyarakat multikultural.
Namun, hal ini sepertinya tidak terjadi pada para waria di LSM Kebaya. Para
waria LSM Kebaya memiliki solidaritas yang tinggi karena mereka menyadari
akan pentingnya bersosialisasi dan sadar bahwa mereka tidak bisa hidup
sendiri serta mereka juga merasa bantuan dari orang lain itu sangatlah penting
ditambah lagi dengan kondisi pasca pandemi Covid-19 yang berlangsung
dalam kehidupan mereka. Hal ini bisa dikatakan bahwa masyarakat ini
merupakan masyarakat yang saling ketergantungan dan saling melengkapi.
Sifat saling ketergantungan dan membutuhkan diantara individu satu dengan
individu lainnya ini, bisa menyatukan masyarakat dalam sebuah kelompok.
Hal ini bisa terjadi bukan karena terdapat kesaman profesi melainkan adanya
kesamaan norma ddaan kepercayaan seperti solidaritas mekanik. Solidaritas
yang ada dalam para waria LSM Kebaya terjadi bisa juga karena adaanya
pembagian kerja yang begitu kuat. Hal inni dikarenakan adanya kesadaran
kolektif dan keyakinan bersama dengan pengalaman dan kepercayaan yang
sama serta adanya dorongan perasaan hati untuk selalu hidup bersama akan
terbentuk kelompok sosial.
Dalam kelompok sosial tidak lupa individu melakukan interaksi dan
komunikasi dikarenakan melalui interaksi individu bisa membentuk suatu
ikatan kelomok. Kelompok terbentuk diawali apabila ada perasaan dan tujuan
yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Mempunyai kelompok
sosial terdiri dari berbagai manfaat seperti bisa terbantu masalahnya, dapat
bekerja sama dalam hal hubungan kebutuhan hidup dan lain-lain sehingga pola
solidaritas dalam masyarakat perlu dibangun agar masyarakat tidak sendiri.
Bentuk solidaritas sosial yang dapat dilihat dari waria di LSM Kebaya yaitu
ketika para waria ini saling membantu dan mendukung untuk bertahan pasca
pandemi di tengah berbagai kesulitan ekonomi, sosial dan kesehatan yang
menghimpit merekaa serta keterbatasan akses yang dimiliki. Solidaritas yang
dibentuk oleh para waria di LSM Kebaya ini bisa mengarah ke solidaritas
mekanik ddan organik yang didasarkan pada kesadaran kolektif yang tinggi,
kesamaan prinsip hidup berupa saling tolong menolong, saling menghargai
dan menghormati, toleransi yang kental dengan persaudaran. Adanya rasa
saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara satu sam lain bisa
menyatukan masyarakat dalam kehidupan sosial terjadi bukan karena adanya
kesamaan profesi melainkan karena adanya kesamaan norma dan kepercayaan
seperti solidaritas mekanik. Sedangkan solidaritas yang ada dalam waria LSM
Kebaya terbentuk bukan karena pembagian kerja yang begitu kuat akan tetapi
karena adanya kesadaran kolektif bersama memiliki pengalaman yang sama
dan juga rasa senasib dan kepercayaan yang sama.
Alasan penulis menggunakan teori solidaritas karena teori ini terbentuk
karena adanya kesadaran kolektif bersama yang merujuk pada totalitas dengan
adanya rasa saling percaya antara para waria di LSM Kebaya. Hal ini
tergantung pada setiap diri waria yang mempunyai keinginan yang sama dan
memiliki kepercayaan serta prinsip yang sama. Solidaritas sosial mekanik dan
organik pada waria LSM Kebaya terlihat ketika pandemi Covid-19 terjadi.
Solidaritas mekanik dan organik bisa dilihat dari bagaimana para waria LSM
Kebaya dapat mendapatkan dukungan sosial dari sesama anggota, komunitas
waria lain dan dari masyarakat sekitar yang sudah menerima mereka.
Dukungan sosial yang diterima oleh waria LSM Kebaya di dasarkan karena
adanya kesamaan rasa, kesamaan masalah yang dihadapi dan tujuan bersama
yang ingin dicapai yaitu bertahan di tengah pandemi Covid-19 berlangsung.
Inilah yang ingin peneliti ketahui bagaimana solidaritas soial waria di LSM
Kebaya pasca pandemi Covid-19.
b. Teori Tindakan Sosial (Max Weber)
Dalam penelitian ini teori yang digunakan yaitu teori tindakan sosial.
Tindakan sosial merupakan tindakan individu yang bisa mempengaruhi orang
lain. Tindakan dan tindakan sosial mempunyai pengertian berbeda. Tindakan
ialah yang mencangkup seluruh perilaku yang dilakukan oleh manusia,
sedangkan tindakan sosial adalah sesuatu tindakan individu yang diarahkan
pada orang lain dan mempunyai arti subjektif baik bagi diri sendiri maupun
orang lain. Apabila tindakan itu tidak diarahkan orang lain dan tidak
mempunyai arti maka tidak termasuk tindakan sosial akan tetapi hanya disebut
sebagai tindakan saja, sehingga tindakan sosial akan memberikan pengaruh
bagi orang lain dikarenakan tindakan sosial mengandung tiga konsep antara
lain tindakan dan tujuan (in order to motive) serta pemahaman (Rofiah &
Munir 2019 196-197). Salah satu pemikiran yang tercetus dari Max Weber
dalam karyanya terkait kenyataan sosial tidak terlepas dari pemahamannya
tentang motivasi seseorang dan tindakan sosial. Metode yang dimaksud dalam
pemikiran tersebut dinamakan Verstehen dimana metode ini berusaha
menemukan pemahaman yang benar dan jelas mengenai maksud dari tindakan
sosial (Sartika dan Suryadinata, 2020: 7).
Menurut Mushodiq & Imron (2020: 459); Prahesti (2021: 143-144),
teori tindakan sosial yang dicetuskan oleh Max Weber menyatakan dalam
sosiologi bahwa tindakan adalah sebuah makna subjektif terhadap perilaku
yang terbuka dan tertutup yang sifatnya subjektif mepertimbangkan tindakan
orang lain. Teori tindakan sosial dari Max Weber berorientasi pada motif dan
tujuan pelaku. Dalam teori ini memahami bahwa tindakan individu maupun
kelompok masing-masing mempunyai motif untuk melakukan tindakan
tertentu dengan berbagai alasan tertentu. Dengan menggunakan teori ini,
penulis mampu menganalisis motif dan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap
individu maupun kelompok dalam melakukan tindakan sosial yang dilakukan.
Lalu, dengan memahami motif dan tujuan ini, sekelompok manusia akan
saling menghargai dan mengerti alasan-alasan dari para aktor tindakan soial
dalam melakukan tindakannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Max Weber
bahwa cara terbaik untuk memahami berbagai bentuk alasan mengapa orang
bertindak. Dalam bukunya Max Weber menyebutkan empat tipe tindakan
sosial berdasarkan motif aktor atau pelakunya yaitu:
1) Tindakan Tradisional
Merupakan tindakan sosial yang dibentuk berdasarkan kebiasaan yang
telah mengakar dan turun temurun yang dilakukan oleh aktor atau
individu.
2) Tindakan Afektual atau afektif
Merupakan tindakan sosial yang ditentukan pada kondisi dan
dipengaruhi oleh emosi aktor atau individu dimana dalam hal ini lebih
mengarah pada perasaan aktor. Tindakan afektual ini merupakan
sumbangan penting dalam memahami jenis maupun kompleksitas empati
manusia yang kita rasakan itu sulit, namun apabila lebih tanggap pada
reaksi emosional misalnya sifat kepedulian, rasa marah, ambisi dan iri.
3) Tindakan rasional instrumental
Merupakan suatu tindakan dimana mengharapkan respon individu
lainnya sesuai kondisi ataupun tujuan aktor melakukan tindakan sosial
tertentu atau bisa dipahami bahwa rasional instrumental adalah tindakan
yang diorientasikan pada pencapaian tujuan yang secara rasional
diperhitungkan oleh faktor yang bersangkutan dan diupayakan oleh aktor.
4) Tindakan rasionalitas nilai
Merupakan tindakan sosial yang dilandaskan pada nilai agama dan
etika yang dipegang oleh aktor atau individu. Atau bisa dipahami bahwa
rasionalitas nilai merupakan tindakan rasional berdasarkan nilai yang
dilakukan dan dipraktikan dengan alasan dan tujuan yang mempunyai
hubungan dengan nilai yang dipercaya secara personal tanpa
memperhitungkan prospek yang mempunyai keterkaitan dengan berhasil
dan gagalnya tindakan tersebut. Dalam tipe ini aktor atau individu
mempunyai kendali pada penanggulangan tujuan akhir dan nilai-nilai yang
merupakan satu-satunya harus dicapai.
Alasan peneliti menggunakan teori ini yaitu ingin menganalisis strategi
bertahan hidup waria di LSM Kebaya pasca pandemi Covid-19 dimana dalam
melakukan strategi bertahan hidup tersebut tentunya waria melakukan
tindakan sosial. Mau bagaimanapun waria merupakan manusia yang pada
hakikatnya tidak mampu hidup sendiri dan akan selalu membutuhkan bantuan
antara satu dengan yang lain serta terikat untuk saling ketergantungan antara
satu dengan yang lain (makhluk sosial). Maka dengan begitu manusia hidup
dalam suasana yang saling mendukung dalam bekerjasama. Hal ini membuat
manusia harus mampu saling menghormati, menghargai, toleransi dan tidak
mengganggu hak orang lain. Tindakan sosial merupakan sifat subjektif
individu lain dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya menggunakan ruangan
publik, berkumpul dan berbagai kegiatan positif lainnya. Selain itu, pihak lain
ada yang menggunakan ruang publik untuk melakukan aktivitas negatif. Teori
tindakan sejalan dengan topik yang diteliti dimana seseorang yang melakukan
tindakan sosial itu mengarah pada tindakan bermotif pada tujuan yang hendak
ingin dicapai yaitu waria melakukan strategi bertahan hidup selama pandemi
Covid-19 terjadi.

H. Metode Penelitian
a. Jenis dan Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif deskriptif.
Penelitian kualitaif merupakan peneliitian ilmiah yang tujuannya memahami
sebuah fenomena yang berada dalam konteks sosial secara alamiah dengan
mengedepankan proses interaksi komunikasi mendalam antara peneliti dengan
fenomena yang diteliti (Herdiansyah, 2012 dalam Ningsih & Syafiq, 2014: 2).
Dalam penelitian ini peneliti akan mengumpulkan data dan menggambarkan
tentang solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup waria di LSM Kebaya
pasca pandemi Covid-19. Penelitian ini dilakukan agar dapat mengetahui dan
memahami situasi pada para waria di LSM Kebaya pasca pandemi Covid-19
yang dilakukan secara menyeluruh dan mendalam. Peneliti memelih metode
ini dengan pertimbangan bahwa kasus yang diteliti merupakan kasus yang
membutuhkan pengamatan, kedua dengan menggunakan penelitian kualitatif
jika berhadapan dengan kenyataan, ketiga adanya kedekatan emosional antara
peneliti dengan informan sehingga akan menghasilkan yang mendalam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pendekatan fenomenologi digunakan sebagai disiplin ilmu
fenomenologi studi yang mempelajari fenomena seperti penampakan segala
hal yang muncul dalam pengalaman kita dan cara kita mengalami sesuatu serta
makna yang kita miliki dalam pengalaman kita. Pendektan ini berusaha
mengungkap, mempelajari dan memahami fenomena dan konteksnya yang
unik dan khas dialami oleh individu sampai tataran kepercayaan individu yang
bersangkutan. Fokus penelitian fenomenologi bukan sekedar fenomena tetapi
juga pengalaman sadar dari sudut pandang orang pertama yang mengalaminya
secara langsung (Fadli, 2021: 38). Pendekatan fenomenologi digunakan juga
untuk mengungkapkan kesamaan makna yang menjadi suatu konsep fenomena
secara sadar dan individual dialami oleh sekelompok individu dalam hidupnya
tentang solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup waria di LSM Kebaya
pasca pandemi Covid-19.
b. Objek penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah solidaritas sosial dan
strategi bertahan hidup waria pasca pandemi Covid-19 di LSM Kebaya
Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. LSM ini menjadi salah satu representasi
dari lembaga swadaya masyarakat di Indonesia yang mewadahi kaum waria
dan berlokasi di Kota Yogyakarta. Dalam dinamikanya, LSM ini menjadi
salah satu komunitas yang mengalami dampak dari adanya pandemi Covid-19
yang memiliki pasang surut perjuangan untuk bertahan hidup.
c. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di LSM Kebaya yang terletak di Jalan
Gowongan Lor No. 348, Gowongan Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.
Adapun yang menjadi pertimbangan mengapa memilih lokasi ini yaitu karena
LSM Kebaya ini menjadi salah satu komunitas yang mengalami perubahan
dan dampak dari adanya pandemi Covid-19 di Kota Yogyakarta.
d. Informan penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan dengan informan kunci, yaitu pendiri
LSM Kebaya yang mengetahui dan mempunyai berbagai informasi pokok
yang diperlukan dalam penelitian. Kemudian, melibatkan informan utama,
yaitu waria yang tergabung dalam LSM Kebaya, mereka menjadi informan
penting untuk melihat bagaiman solidaritas dan strategi bertahan hiddup pasca
pandemi Covid-19 berlangsung. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan
informan tambahan, yaitu masyarakat yang telah menerima keberadaan waria
LSM Kebaya dan berperan memberikan dukungan sosial kepada waria ini
pasca pandemi Covid-19.
e. Sumber data penelitian
Penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder.
1) Data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data (Sugiyono, 2016: 137). Dalam penelitian ini data primer
didapatkan melalui wawancara juga observasi terhadap objek penelitian
tentang bagaimana solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup waria di
LSM Kebaya pasca pandemi Covid-19. Data tersebut didapat dari
perorangan yang mana pelaku langsung yaitu waria itu sendiri dan
beberapa informan tambahan.
2) Data sekunder, yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data (Sugiyono, 2016: 137). Dalam penelitian ini data
sekunder akan didapatkan dengan studi literatur terhadap dokumen-
dokumen yang telah dihasilkan oleh program. Selanjutnya, artikel-artikel
ilmiah yang relevan juga akan digunakan sebagai rujukan. Dalam hal ini,
limitasi atau batasan juga ditetapkan agar data yang diperoleh sesuai
dengan topik dan target penelitian.
f. Teknik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan, maka ada beberapa
metode yang harus diguuunakan untuk mempermudah dalam menganilisis
data yaitu pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:
1) Observasi
Observasi adalah proses yang kompleks dan terdiri dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Namun, dua diantara yang terpenting yaitu
proses-proses pengamatan dan ingatan (Sutrisno Hadi, 1986 dalam
Sugiyono, 2016: 145). Penelitian ini menggunakan teknik observasi atau
pengamatan empiris yang dilakukan di LSM Kebaya. Selain itu, observasi
dilakukan peneliti merupakan observasi sitematis atau disebut juga
observasi terstruktur yaitu observasi yang telah ditentukan terlebih dahulu
kerangkanya dan di dalam kerangka tersebut terdapat tentang apa yang
diamati, kapan dan dimana tempatnya serta terdapat faktor-faktor yang
akan diobservasi seperti solidaritas dan strategi bertahan hidup waria di
LSM Kebaya pasca pandemi Covid-19 dan dampak positif dan negatif dari
adanya solidaritas dan strategi bertahan hidup yang dilakukan waria LSM
Keebaya selama pandemi Covid-19 berlangsung. Observasi ini dilakukan
secara langsung dengan waria di LSM Kebaya dengan terjun langsung ke
lapangan.
2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik
penelitian. Dengan wawancara, peneliti akan mengetahui lebih mendalam
tentang partisipan dalam memaknai situasi dan fenomena yang terjadi
dimana hal ini tidak dapat ditemukan melalui observasi (Esterberg dan
Stainback dalam Sugiyono, 2016: 231-232). Adapun penelitian ini peneliti
tidak menggunakan pertanyaan yang terstruktur yang harus dijawab oleh
informan, akan tetapi dalam pedoman wawancara harus tetap dibutuhkan
agar tidak kehabisan pertanyaan untuk pelaksanaan secara teknik
wawancara ini dilakukan secara langsung tatap muka (face to face).
Adapun informan yang akan diwawancarai yaitu waria di LSM Kebaya
Yogyakarta yang melakukan tindakan solidaritas sosial dan strategi
bertahan hidup pasca pandemi Covid-19.
3) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan proses pengumpulan data seperti dokumen
yang biasanya berbentuk surat-surat, catatan harian, gambar atau foto dan
lain sebagainya (Sugiyono, 2016: 240). Dokumentasi ini merupakan
pelengkap dari wawancara dan observasi pada informan penelitian yang
berlangsung di lapangan dengan pengambilan gambar, rekaman maupun
video.
g. Teknik analisis data
Analisis data pada penlitian ini menggunakan Teknik triangulasi
sumber data kualitatif. Variasi data yang ada menghasilkan kekayaan
pandangan terhadap fenomena solidaritas sosial dan strategi bertahan hidup
waria di LSM Kebaya pasca pandemi Covid-19. Setelah melakukan triangulasi
data, alur kegiatan selanjutnya dalam analisis data yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles and Huberman, 1984).
Reduksi data dilakukan dengan mengkategorikan data-data yang sama menjadi
satu bagian melalui proses coding dan transkrip wawancara. Kemudian,
penafsiran data dilakukan dengan mengembangkan konsep dan teori sesuai
data yang ada.
Teori solidaritas dan tindakan sosial digunakan untuk menganalisis
bentuk-bentuk solidaritas sosial dan kesulitan serta tantangan yang dilakukan
oleh waria di LSM Kebaya dalam menghadapi pandemi Covid-19. Lebih
lanjut lagi penelitian ini berusaha menganalisis tindakan sosial dan interaksi
antar pelaku membentuk strategi bertahan hidup pasca pandemi Covid-19
terjadi. Hasil dari penelitian ini kemudian dipadukan dengan data dan teori-
teori yang ada sehingga dapat menghasilkan temuan berupa solidaritas sosial
dan strategi bertahan hidup waria LSM Kebaya sebagai kelompok minoritas
dan rentan pasca pandemi Covid-19 dan dampak positif maupun negatif yang
dirasakan waria LSM Kebaya dari adanya solidaritas dan strategi bertahan
hidup selama pandemi Covid-19 terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
ABC. (2021). Tanspuan Makin Sulit Bertahan di Masa Pandemi Karena Keterbatasan
Akses Layanan dan Kesehatan. Tempo. co. diakses pada 21 Mei 2023 dari
https://www.tempo.co/abc/6814/transpuan-makin-sulit-bertahan-di-masa-
pandemi-karena-keterbatasan-akses-layanan-dan-kesehatan
Amalia, D. R. et al. (2020). Solidaritas di Antara Pengrajin Songket: Suatu Tinjauan
terhadap Teori Solidaritas Emile Durkheim di Desa Muara Penimbung,
Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Empirika, 5(1), 59-68.
Amelyani, Y. et al. (2020). Solidaritas Sosial Kelompok Waria Paris Barantai di
Banjarmasin. Padaringan; Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi, 2(3),
303-317.
Argawati, U. 2023. Kontitusi Indonesia Melindungi HAM Setiap Orang Termasuk
WNA. Mahkamah Kontitusi Republik Indonesia. Diakses pada 22 Mei 2023
dari
Arif, A. M. (2020). Perspektif Teori Sosial Emile Durkheim Dalam Sosiologi
Pendidikan. Moderasi: Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(2), 1-14.
Arif, A.M. (2020). Perspektif Teori Sosial Emile Durkheim Dalam Sosiologi
Pendidikan. Moderasi; Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(2), 1-14.
Ayuningtyas, K. (2017). “Menyambung Asa di Rumah Singgah Kebaya. Benar News.
diakses pada 21 Mei 2023 dari
https://www.benarnews.org/indonesian/berita/kebaya-aids-waria-
11302017165407.html
Fachrurrozi, M. (2022). Strategi Waria Dalam Bertahan Hidup di Kota Samarinda
Studi kasus Persatuan Waria Samarinda (PERWARSA). eJournal Sosiatri-
Sosiologi, 10(3), 173-186.
Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Humanika,
Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 21(1), 33-54.
Fadli, R. (2021). “Corona Virus”. Halodoc diakses pada 22 Mei 2023 dari
https://www.halodoc.com/kesehatan/coronavirus
Gischa, S. (2019). “Teori Solidaritas, dari Mekanik hingga Organik”. Kompas.com
diakses 24 Mei 2023 dari
Herwina, W. (2015). Luka-Liku Kehidupan Waria di Kota Tasikmalaya. Jurnal
Empowerment, 4(2), 63-85.
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/18/190000069/teori-solidaritas-dari-
mekanik-hingga-organik?page=all
Johnson, D. P. (1994). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Johnson, D. P. (1994). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Kholifah, A. N. et al. (2023). Kehidupan Sosial Waria di Tengah Masyarakat Muslim
Yogyakarta Alif. Jurnal of Urban Sociology, 6(1), 21-30. DOI:
10.30742/jus.v1i1.2746
Lutfityanti, G. 2015. LSM Kebaya Sosialisasikan Bahaya HIV/AIDS. TribunJogja.
com. Diakses pada 21 Mei 2023 dari
https://jogja.tribunnews.com/2015/12/11/lsm-kebaya-sosialisasikan-bahaya-
hiv-aids
Masyarakat Ekonomi Syariah. (2020). “Nasib keuangan Syariah Di Tengah Pandemi
Covid 19”. MES Indonesia diakses pada 22 Mei 2023 dari
https://www.ekonomisyariah.org/blog/2020/04/14/10921o/
Maulida, A. (2016). Diskriminasi Internal Pada Komunitas Waria Pekerja Salon di
Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan Sosial 10(2), 155-
192.
Munifah, S. (2017). Solidaritas Kelompok Minoritas Dalam Masyarakat (Studi kasus
kelompok Waria di Pondok Pesantren Waria Al fatah Yogyakarta). Jurnal
Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan Sosial, 11(1), 109-118. DOI:
https://doi.org/10.14421/jsa.2017.111-07
Mushodiq, M. A. & Imron A. (2020). Peran Majelis Ulama Indonesia Dalam Mitigasi
Pandemi Covid-19; Tinjauan Tindakan Sosial dan Dominasi Kekuasaan Max
Weber. SALAM; Jurnal Sosial & Budaya Syar-I, 7(5), 455-472. DOI:
http://dx.doi.org/10.15408/sjsbs.v7i5.15315
Muthmain, M., Wahyudi, I., & Widiantoro, W. (2022). Studi Kasus Resiliensi
Transgender Penderita HIV AIDS di Lembaga Swadaya Masyarakat Keluarga
Besar Waria Yogyakarta. Jurnal Psikologi, 18(1), 17-24.
Naipon, T. (2016). Komunikasi Interpersonal Komunitas Waria. Jurnal Equilibrium
Pendidikan Sosiologi, 4(1), 48-57.
Ningsih, E. S. W. & Syafiq. M. (2014). 1 Pengalaman Menjadi Pria Transgender
(Waria): Sebuah Studi Fenomenologi. Character: Jurnal Penelitian Psikologi,
3(2), 1-6.
Novitasari, A. et al. (2015). Strategi Anggota Kelompok Himpunan Waria Solo
(HIWASO) Dalam Mengahadapi Berbagai Bentuk Diskriminasi, Sosioalitas;
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sosiologi Antropologi, 5(2), 1-19.
Nursanti, A. (2020). “Media Tiongkok Sebut WHO Nyatakan Seluruh Bukti
Tunjukkan COVID-19 Berasal Dari Kelelawar”. Pikiranrakyat.Com diakses
pada 22 Mei 2023 dari https://www.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-
01370279/media-tiongkok-sebut-who-nyatakan-seluruh-bukti-tunjukkan-
covid-19-berasal-dari-kelelawar
Nuryanto, M. R. B. (2014). Studi tentang solidaritas sosial di desa Modang kecamatan
Kuaro kabupaten Paser (kasus kelompok buruh bongkar muatan). Conaplin
Journal: E Journal Konsentrasi Sosiologi, 2(3), 53-63.
Prahesti, V.D. (2021). Analisis Tindakan Sosial Max Weber Dalam Kebiasaan
Membaca Asmaul Husna Peserta Didik MI/SD. An-Nur: Jurnal Studi Islam,
13(2), 137-152.
Putra, A., & Suryadinata, S. (2020). Menelaah Fenomena Klitih di Yogyakarta Dalam
Perspektif Tindakan Sosial dan Perubahan Sosial Max Weber. Jurnal Asketik:
Agama dan Perubahan Sosial, 4(1), 1-21.
Rofi'ah, K., & Munir, M. (2019). Jihad Harta Dan Kesejahteraan Ekonomi Pada
Keluarga Jamaah Tabligh: Perspektif Teori Tindakan Sosial Max
Weber. Justicia Islamica: Jurnal Kajian Hukum Dan Sosial, 16(1), 193-218.
Sabandar. S. (2021). Kisah Belasan Waria di Yogyakarta Meninggal Selama Pandemi
Corona: Kekurangan Nutrisi Hingga Depresi. Kompas. Tv. diakses pada 21
Mei 2023 dari https://www.kompas.tv/article/193037/kisah-belasan-waria-di-
yogyakarta-meninggal-selama-pandemi-corona-kekurangan-nutrisi-hingga-
depresi
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Supriatna, E. (2020). Wabah Corona Virus Disease Covid 19 Dalam Pandangan
Islam. Jurnal Sosial & Budaya Syar-i 7(6), 555-564. DOI:
10.15408/sjsbs.v7i6.15247
Sutianto, F. D. (2021). Sulit Akses Bansos Saat Pandemi, Belasan Waria Meninggal
Dunia Karena Masalah Gizi. KumparanBisnis. Diakses pada 22 Mei 2023 dari
https://kumparan.com/kumparanbisnis/sulit-akses-bansos-saat-pandemi-
belasan-waria-meninggal-karena-masalah-gizi-1wEBweKLK60
ttps://ilo.org/dyn/natlex/docs/ELECTRONIC/55808/105636/F2072161365/
IDN55808%20IDN.pdf
Ulung, A. K. (2021). “Wajah Solidaritas Waria Yogyakarta di Tengah Pandemi”.
DW.com. diakses pada 23 Mei 2023 dari https://www.dw.com/id/solidaritas-
waria-yogyakarta-di-tengah-pandemi/a-57981925
Umanailo, M. C. B. (2019). Emile Durkheim. Diakses pada 05 Juni 2023 dari
https://www.researchgate.net/profile/Muhamad-Chairul-Basrun-Umanailo/
publication/336753421_EMILE_DURKHEIM/links/
5db7114b92851c818011442f/EMILE-DURKHEIM.pdf
UU. https://www.mkri.id/index.php?
page=web.Berita&id=18835&menu=2#:~:text=Misalnya%2C%20ketentuan
%20Pasal%2028A%20UUD,berhak%20mempertahankan%20hidup%20dan
%20kehidupannya.%E2%80%9D
UUD. https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39-tahun-1999-
tentang-%24H9FVDS.pdf
Wahyuni, T. & Prasetyo, I. (2022). HIV/ AIDS Prevention and Control Strategy for
Transgender at The Yogyakarta Kebaya Foundation. Kolokium; Jurnal
Pendidikan Luar Sekolah, 10(1), 36-46. DOI: 10.24036/kolokium.v10i1.505
Widyaningrum. G. L. (2020). “WHO Tetapkan COVID-19 Sebagai Pandemi Global,
Apa Maksudnya”. Nationalgeographic.Co.Id. diakses pada 24 Mei 2023 dari
https://nationalgeographic.grid.id/read/132059249/who-tetapkan-covid-19-
sebagai-pandemi-global-apa-maksudnya
Wiyani, C., Nurlitasari, A. D., & Syafitri, E. N. (2019). Hubungan Peran Keluarga
Dan Lingkungan Sosial Dengan Identitas Diri Transgender Di LSM Kebaya
Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 6(3), 695-701.
Wulandari, D. A. et al (2020). Register dan Faktor Sosial yang Digunakan dalam
Komunitas Waria di Kelurahan Tlogosari Wetan Kota Semarang. Prosiding
Seminar Nasional Bahasa, Sastra, Budaya Daerah dan Pembelajarannya,
1(1), 96-112.

Anda mungkin juga menyukai