Anda di halaman 1dari 6

PENCEGAHAN KEHAMILAN YANG TIDAK DIINGINKAN DI TEMPAT

PENGUNGSIAN MELIBATKAN TEMAN SEBAYA

Dosen Pengampu :
Lia Lajuna, SKM. MPH

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Yolla Miranda (P07124122038)
Asmaul Husna T (P07124122005)
Radhatul Jannah (P07124122025)
Shilva Aprilia Putri (P07124122033)
Cut Nila Rosita (P07124122010)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2024
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah longsor (Fatmawati et al., 2020).
Bencana alam merupakan ancaman penting bagi kesehatan, keselamatan,
keamanan, atau kesejahteraan suatu komunitas. Keadaan darurat kemanusiaan
akibat bencana alam memiliki komplikasi kesehatan yang penting termasuk
masalah kesehatan reproduksi. Kebutuhan akan pelayanan kesehatan terutama saat
situasi krisis akan terus meningkat termasuk kesehatan reproduksi. Kesehatan
reproduksi pada saat terjadi bencana sering diabaikan (Fatmawati et al., 2020).
Bencana dapat meningkatkan kondisi kesehatan reproduksi menurun dan
berkurangnya akses layanan kesehatan reproduksi, rusaknya fasilitas kesehatan,
tenaga kesehatan yang kurang memadai, paparan kekerasan seksual meningkat
dan kemiskinan. Hal ini menjadi bukti bahwa setelah bencana kebutuahn
mengenai kesehatan reproduksi tidak terpenuhi. Selain menyebabkan gangguan
fisik, bencana juga menyebabkan gangguan psikologis. Angka kejadian depresi
dan kecemasan pada wanita meningkat setelah bencana karena kurangnya
dukungan dari keluarga, tidak terpenuhinya kebutuhan akan kesehatan reproduksi
dan kurangnya akses pelayanan kesehatan (Fatmawati et al., 2020).

Dalam situasi darurat bencana, Risiko terhadap kehamilan yang tidak


diinginkan, kekerasan seksual dan gangguan psikologis dapat juga terjadi dalam
situasi bencana. Wanita, anak-anak, orang yang berusia lanjut, ataupun orang
cacat adalah kelompok yang harus diperhatikan secara khusus dalam masa
pengungsian. Hal ini karena rawannya pelanggaran terhadap hak asasi mereka
selama tinggal di pengungsian, misalnya, kesehatan, pelecehan seksual,
diskriminasi, dan pembatasan akses. Dengan demikian, sangat penting pemerintah
menjamin perlindungan atas diri mereka dan memberi kesempatan bagi mereka
untuk berpartisipasi dalam mengelola tempat dan sarana pengungsian sehingga
mampu memenuhi dan melindungi hak asasi mereka (Nurtyas, 2019).

Hal ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia Pasal 41 ayat 2: "Setiap penyandang cacat, orang yang berusia
lanjut, wanita hamil, dan anak-anak berhak memperoleh kemudahan dan
perlakuan khusus". Dalam pedoman penanggulangan kesehatan reproduksi masa
bencana disebutkan juga terdapat kelompok rentan kesehatan reproduksi.
Kelompok rentan tersebut yaitu bayi baru lahir, ibu hamil, ibu bersalin, ibu
pascapersalinan, ibu menyusui, anak perempuan, remajadan wanita usia subur
(Nurtyas, 2019).

Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang paling terdampak


dalam situasi bencana. Meskipun sangat penting ternyata kesehatan
reproduksi masih sering terabaikan pada situasi krisis kesehatan termasuk
bagi remaja. Pada situasi darurat, sering terjadi keterbatasan akses terhadap
kebutuhan selama menstruasi termasuk kamar mandi yang bersih dan tertutup
bagi perempuan termasuk remaja putri. Selain masalah higiene selama
mestruasi, masalah lain yang sering dihadapi remaja putri pada situasi
bencana adalah risiko menjadi korban kekerasan seksual, kekerasan fisik,
psikologis dan eksploitasi dan kemiskinan serta berisiko menjadi korban
perdagangan orang (human traficking). Hal ini terjadi karena banyak remaja
yang terpisah dari keluarga atau masyarakat, program pendidikan formal
dan informal terhenti dan jaringan masyarakat dan sosial terganggu (Saputri
et al., 2020).

Dalam situasi bencana, dimana keadaan sangat tidak stabil, tingkat


stres tinggi, keadaan serba terbatas, sarana MCK yang semi terbuka,
ketiadaan kamar ganti, tempat pengungsian yang relatif terbuka membuat
remaja putri sangat rentan menjadi korban kekerasan. Perempuan dapat
mengalami berbagai macam kekerasan mulai dari kekerasan fisik
(pemukulan, penganiayaan), psikologis (ancaman, pembatasan kegiatan),
seksual (pelecehan seksual, perkosaan), maupun ekonomi (menjadi korban
trafiking -perdagangan perempuan dan anak, dilacurkan dan lain-lain).
Bahkan dalam banyak kasus kekerasan yang ditemukan, lokasi kejadiannya
bisa di tempat umum misalnya tempat-tempat pengungsian atau dalam
rumah tangga (kekerasan dalam rumah tangga). Pelakunya pun bisa siapa
saja, suami, ayah, pacar, relawan kemanusiaan, sesama pengungsi, maupun
aparat pemerintah (Saputri et al., 2020).

Anak-anak dalam keadaan darurat bisa berada di bawah risiko


kekerasan seksual karena tingkat ketergantungan mereka yang tinggi,
dimana kemampuan untuk melindungi diri sendiri terbatas sementara tidak
dalam posisi untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
Karena mereka memiliki sedikit pengalaman hidup, anak-anak juga lebih
mudah dieksploitasi, ditipu dan dipaksa dibandingkan dengan orang
dewasa. Tergantung dari tingkat perkembangan mereka, anak-anak tidak
mengerti secara keseluruhan sifat dasar seksual dari tindakan tertentu,
dan mereka tidak mampu memberikan persetujuan sendiri. Perempuan
remaja dan wanita muda bisa menjadi target kekerasan seksual selama
konflik bersenjata atau kondisi bencana (Saputri et al., 2020)
Pengetahuan kesehatan reproduksi di kalangan remaja sangat penting
untuk ditingkatkan mengingat bahwa pengetahuan atau topik mengenai seks
masih dianggap tabu oleh masyarakat. Adanya kondisi masyarakat seperti ini
dapat menyebabkan remaja enggan membicarakan hal ini terhadap orang tua atau
guru meskipun sebenarnya di usia remaja sangat dibutuhkan pendidikan
reproduksi agar dapat terhindar dari perilaku seksual menyimpang (Anindya
& Indawati, 2022).
Membekali remaja putri dalam meningkatkan pengetahuan mereka
tentang pencegahan kekerasan pada situasi bencana juga dapat dilakukan
dengan menggunakan media salah satunya adalah dengan menggunakan buku
saku, karena buku saku dipandang sebagai media yang efektif untuk
meningkatkan pengetahuan. Fungsi media dalam pendidikan adalah sebagai
alat peraga untuk menyampaikan informasi atau pesan pesan tentang
kesehatan (Saputri et al., 2020).
Dalam situasi bencana, remaja mengalami krisis kesehatan akibat terpisah dari
keluarga yang merupakan unsur utama pelindungnya. Meskipun secara statistik
belum ada data pasti yang menunjukkan terjadinya kekerasan pada remaja saat
bencana, namun ada kecenderungan remaja mengalami pelecehan seksual dan
eksploitasi di tempat pengungsian baik pada remaja perempuan maupun remaja
laki - laki. Dinas sosial dan BNPB/BNPD hendaknya memastikan bahwa
kelompok rentan dan satu keluarga berada pada tempat pengungsian yang sama.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam mengatasi kerentanan seksual tersebut
misalnya membedakan toilet perempuan dan laki – laki dengan menempatkan
bilik yang berbeda serta pencahayaan yang cukup. Adanya penanggung jawab
keamanan juga penting guna mencegah terjadinya kekerasan seksual yang
mungkin terjadi. Hendaknya juga dibuat pusat pengaduan 24 jam bagi pengungsi
yang membutuhkan pelayanan kesehatan reproduksi khususnya remaja. Informasi
terkait hal tersebut bisa di sebarkan melalui leaflet, radio, atau tim penanganan
krisis kesehatan itu sendiri (Permatasari & Gultom, 2022)
DAFTAR PUSTAKA

Anindya, A., & Indawati, R. (2022). A Studi Meta Analisis: Faktor Risiko
Pengetahuan, Sikap, dan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Seksual Remaja. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 150–157.
Fatmawati, A., Djuwitaningsih, I., Deswani, D., & Gunawan, A. (2020). Pelatihan
dan Pendampingan Konseling Sebaya Tentang Kesehatan Reproduksi
Remaja di Daerah Bencana. Intervensi Komunitas, 1(2), 157–165.
Nurtyas, M. (2019). PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
PASCABENCANA (STUSI KASUS GEMPA DAN TSUNAMI DI
HUNTARA BALAROA, PALU, SULAWESI TENGAH). Prosiding
Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu, 1(1).
Permatasari, D., & Gultom, L. (2022). Kesehatan Reproduksi dan Keluarga
Berencana. Yayasan Kita Menulis.
Saputri, L. A., Fitriah, I. P., & Merry, Y. A. (2020). Efektivitas Penggunaan Buku
Saku Higiene Menstruasi dan Pencegahan Kekerasan dalam Situasi Bencana
Pada Remaja Putri. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional, 5(2), 75–
83.

Anda mungkin juga menyukai