Anda di halaman 1dari 107

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Ada metafora kota sebagai sesuatu yang hidup (denyut nadi kota, spirit kota,

napas kota, bahkan kematian kota) (Pilliang, 2011:227). Kota adalah sebuah tempat,

ruang, teritorial, yang didalamnya berlangsung pergerakan manusia dan barang:

interaksi manusia dengan manusia secara sosial dengan berbagai skalanya:

komunikasi di antara manusia dalam berbagai medianya, segmentasi manusia di

dalam berbagai bentuk segmentasi sosial dan politik segmentasi; sosial, politik,

ekonomi, dan kultural (Pilliang, 2011:229).

Potert sebuah kota merupakan potret dari masyarakatnya. Artinya perubahan

kota menandai perubahan manusia di dalamnya. Hubungan antara manusia di dalam

kota konvensional berlangsung secara tatap muka. Manusia menggunakan ruang-

waktu konkret dalam melakukan berbagai bentuk interaksi di dalam ruang perkotaan.

Perkembangan abad informasi, digital, dan cyberspace telah mengubah potert

kota. Kota arsitektur kini telah berubah menjadi kota digital atau kota informasi, yang

relasi dan komunikasi antar manusia di dalamnya tidak lagi berlangsung secara

alamiah, tetapi lewat mediasi teknologi digital (Pilliang, 2011:231). Transformasi

potret kota dari kota konvensional, ke arah kota kapitalistik dan kini ke arah kota

digital, telah mengubah pula bersamanya manusia yang hidup di dalamnya. Termasuk

dalam hal ini adalah kerja dan pekerja.


1
Sebagai salah satu negara berkembang, tenaga kerja Indonesia didominasi

tenaga kerja informal. Namun demikian, tren tenaga kerja informal selama tahun

2015 hingga 2019 terus mengalami penurunan. Sebaliknya, tren tenaga kerja formal

terus mengalami peningkatan. Data Badan Pusat Statistik (2019) menunjukkan bahwa

pada 2019, persentase tenaga kerja informal mengalami penurunan sebesar 2,03

persen dibandingkan tahun 2015, yakni 57,75 persen pada 2015 turun menjadi 55,72

persen pada 2019. Sementara itu, terjadi peningkatan persentase tenaga kerja formal

pada periode 2015-2019, yaitu sebesar 42,25 persen pada 2015 menjadi 44,28 persen

pada

2019.

Sebagai sektor yang padat modal, sektor formal merupakan penyokong

perekonomian Indonesia dimana kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lebih

besar dibandingkan sektor informal. Selain itu, sektor formal juga relatif aman atau

tidak rentan mengalami penutupan karena kuatnya modal yang dimiliki. Namun,

status pandemi global yang ditetapkan pada 11 Maret 2020 akibat Corona Virus

Disease (Covid-19) telah memukul perekonomian banyak negara di dunia, termasuk

Indonesia. International Monetary Fund (IMF) dalam Lidwina (2019)

memproyeksikan pertumbuhan ekonomi beberapa negara dengan membandingkan

kondisi akibat resesi krisis ekonomi pada 2009 dan akibat pandemi Covid-19. Krisis

ekonomi pada 2009 menyebabkan resesi di sejumlah negara di Amerika dan Eropa,

seperti Amerika Serikat (-2,5%), Inggris (-4,2%), dan Jerman (-5,7%). Sementara itu,

negara-negara di Asia tidak mengalami resesi karena pertumbuhan ekonominya

masih positif. Proyeksi IMF menyebutkan bahwa perekonomian akan terdampak oleh

pandemi Covid-19 selama


2
tahun 2020. Akan terjadi resesi di sejumlah negara Asia, seperti Korea Selatan (-

1,2%) dan Singapura (-3.5%). Namun, India, Tiongkok, dan Indonesia masih akan

mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif.

Pasar tenaga kerja formal di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini

tercermin dari tren penyerapan tenaga kerja formal yang konsisten meningkat setiap

tahunnya, dari 42,25 persen pada 2015 menjadi 44,28 persen pada 2019. Persentase

tenaga kerja formal yang terus meningkat berarti pekerjaan dan kondisi kerja yang

berisiko atau pekerjaan rentan (informal) menurun. Peningkatan jumlah tenaga kerja

formal dipengaruhi oleh penyerapan Pegawai Negeri Sipil dan sektor perburuhan. Hal

ini didukung oleh jumlah tenaga kerja formal yang berstatus buruh/karyawan/pegawai

sebanyak 51,66 juta orang dari total 56,02 juta orang yang bekerja di sektor formal.

Peningkatan tenaga kerja formal juga didorong oleh permintaan tenaga kerja yang

semakin tinggi terhadap pekerjaan layak seiring peningkatan tingkat pendidikan

tenaga kerja.

Pasar tenaga kerja dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pasar kerja

pedesaan (rural employment), sektor informal perkotaan (urban informal sector), dan

sektor formal perkotaan (urban formal sector). Tenaga kerja, baik pria maupun

wanita, lebih banyak menginginkan terlibat dalam pasar kerja sektor formal

perkotaan. Pada sektor formal terdapat sektor pemerintah dan swasta seperti

perusahaan asuransi, bank, perdagangan, dan pabrik. Karakteristik sektor formal

antara lain fasilitas yang dimiliki lebih modern dari pasar kerja lainnya. Tingkat upah
3
yang tinggi juga menjadikan sektor formal menarik bagi pencari kerja. Tingkat upah

sektor formal bisa lebih tinggi dari

4
yang lain karena salah satu syarat untuk dapat bekerja pada sektor ini harus memiliki

tingkat pendidikan tinggi atau menengah. Sektor usaha formal merupakan bidang

usaha yang memiliki bentuk dan badan hukum tertentu.

Pada saat ini, millennium atau milenial masuk ke dalam salah satu tenaga

kerja yang mendominasi di Indonesia. Generasi milenial cenderung bekerja di

sektor formal (BPS, 2018). Menurut Lokadata (2020), generasi Y atau milenial

memiliki porsi yang sangat besar dari semua bidang kerja formal. Jumlah tenaga

kerja generasi milenial rata-rata hingga 50% dari semua kelompok umur dan

semuanya termasuk dalam bidang kerja formal. Hal ini untuk memastikan bahwa

generasi milenial juga masuk dalam salah satu generasi produktif yang

memberikan peluang untuk mendongkrak pembangunan ekonomi.

Data dari Badan Pusat Statistik (2018), Indonesia mengalami masa bonus

demografi pada tahun 2020 sampai 2035. Bonus demografi adalah fenomena di

mana populasi usia kerja (15 sampai 64 tahun) lebih besar dari populasi usia non-

kerja. Periode aktif penduduk yang diproyeksikan dari populasi diperkirakan 64%

dari total populasi yang diproyeksikan sebanyak 297 juta jiwa, dan generasi

milenial (21-36 tahun) berkontribusi sekitar 63,5 juta jiwa. Hal ini menunjukkan

bahwa bonus demografi merupakan peluang atau pun kesembatan bagi generasi

milenial untuk menggantikan generasi sebelumnya dan menjadi tenaga kerja yang

dominan di Indonesia (Lokadata, 2020).

Pada dunia kerja, perusahaan pasti memiliki tuntutan pekerjaan pada

karyawannya. Menurut Bakker dkk. (2007) tuntutan pekerjaan merupakan semua


5
yang terdiri aspek fisik, psikologis, sosial, dan organisasi dari pekerjaan yang

menginginkan adanya upaya fisik dan psikologis yang berkelanjutan dari seorang

karyawan. Stres merupakan bagian yang tidak terhindarkan dari peran seorang

karyawan dalam suatu organisasi. Ada banyak alasan mengapa karyawan

mengalami stres dalam bekerja. Stres merupakan ketegangan yang dihasilkan

ketika seseorang dalam memandang suatu masalah tersebut telah mengancam

dirinya

Beban kerja yang diberikan kepada karyawan seperti tuntutan pekerjaan

yang terlalu banyak sehingga harus bekerja lebih dari biasanya dan terkadang

bekerja disaat waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan. Kejenuhan secara

fisik dan emosi juga mempengaruhi stres kerja karyawan dimana fisik karyawan

menjadi lelah karena bekerja sehingga dengan kondisi tersebut membuat

karyawan menjadi emosional selain itu karyawan menjadi jenuh terhadap

pekerjaannya.

Di tengah beban kerja yang tinggi, waktu luang kemudian menjadi salah

satu media yang di lakukan oleh para pekerja formal dalam melepaskan stress

yang didapatkan dari pekerjaan-pekerjaan yang ditekuni. Waktu luang merujuk

kepada aktivitas masa bebas yang dilakukan secara sukarela dan dapat memberi

kepuasan serta memenuhi cita rasa yang dihayati. Kadangkala tingkah laku ini

adalah salah di sisi undang-undang dan ada juga tingkah laku yang tidak

menyalahi undang- undang tetapi tidak diterima oleh masyarakat. (Ibrahim, Yee,

Wing, & Awang, 2015).


6
Pada era 4.0, waktu luang tidak lagi digunakan untuk melakukan hal produktif

tetapi menjelma menjadi suatu waktu melepas penat dari berbagai kesibukan

menciptakan the leisure class yakni kalangan yang menghabiskan waktu luangnya

untuk mengkonsumsi secara berlebihan demi mengikuti gaya hidup hedonis. Ini

menunjukkan bahwa masyarakat 4.0 telah salah dalam penafsiran waktu luang. Yang

seharusnya ialah waktu untuk mengembangkan potensi diri dan menciptakan karya

dan tidak melihat konsumsi dalam sudut pandang kepuasan melainkan kegunaan dari

sebuah objek konsumsi.

Wahana waktu luang akan menginheren dalam standar-standar kehidupan,

termasuk justifikasi status sosial. Konsumsi berlebihan saat luang dapat memberikan

makna secara simbolis seseorang berada pada kategori makmur, sehingga orang akan

berlomba-lomba untuk mendapatkan simplifikasi tersebut. Sejatinya berwaktu luang

adalah sebuah instrumen untuk merebut secara simbolis makna dalam status sosial

yang dikehendaki. (Ridha, 2012)

Sebagian besar masyarakat cenderung memanfaatkan waktu luang untuk

meningkatkan perilaku konsumsi, bahkan dalam skala berlebihan. Perilaku konsumsi

berlebihan cenderung dilakukan dalam rangka ingin memperbesar gengsi individual

dan menunjukkan bahwa diri mereka berasal dari kelas sosial yang tinggi (Suyanto,

2014). Apabila diperhatikan dengan cermat, ini membuktikan bahwa orang-orang

telah mengalami perubahan akibat perubahan masa pula. Awalnya waktu luang di era

modern dimanfaatkan untuk aktivitas produktif dan menghasilkan suatu karya,


7
bahkan waktu kerja dapat digunakan menjadi waktu luang untuk menikmati pekerjaan

tersebut.

8
Namun di era 4.0 hampir seluruh lapisan masyarakat menganggap waktu luang

sebagai aktivitas untuk bermalas-malasan, liburan bahkan berbelanja sepuasnya.

Konsumsi bagi manusia post-modern tidak lagi sekedar membicarakan sarana

pemenuhan nilai utilitas dalam pengertian sempit, akan tetapi merupakan cara

membangun nilai-nilai simbolik. Konsumsi dikondisikan untuk lebih merayakan

makna-makna simbolik ketimbang fungsi utama objek. Hal ini kemudian melahirkan

sebuah kebiasaan didalam masyarakat post-modern yang berlomba-lomba dalam

pemenuhan citra dalam setiap kegiatan sehari-harinya.

Konsumsi bahkan telah bergerak tidak hanya merayakan pemenuhan nilai-

nilai simbolik tetapi menjadi penyebab munculnya kelas-kelas sosial di dalam

masyarakat. Kelas-kelas sosial yang tercipta didalam masyarakat sendiri merupakan

sesuatu yang telah menjadi topik pembahasan dalam lingkup kajian sosiologi. Salah

satu pemikir yang membahas mengenai kelas sosial adalah Karl Marx dan Max

Webber. Menurut Marx, kelas sosial merujuk pada bagaimana sekelompok orang

dihubungkan dengan produksi barang dan jasa dalam masyarakat. Berdasarkan

pengertian yang dikemukakanya, Marx membagi masyarakat menjadi dua kelas,

yakni kelas borjuis dan proletar. Marx berpendapat bahwa dasar pembentukan kelas

sosial adalah penghisapan satu kelas oleh kelas sosial lain yang lebih tinggi. Relasi

yang timpang ini bisa ditemui pada masyarakat kapitalis dimana pemilik sarana

produksi pada hakikatnya adalah wakil dari kelas atas yang melakukan tekanan serta

memaksakan kontrol kepada kelas buruh yang posiisnya dalam lapisan masyarakat

lebih rendah. Sedangkan menurut Max


9
Weber, kelas sosial tidak hanya didasarkan pada dimensi ekonomi yang melahirkan

dikototmi saja, tapi juga berdasarkan dimensi sosial seperti status sosial, dan juga

politik yang didalamnya adalah kekuasaan. Bahkan lebih jauh, konsumsi juga

merupakan aktivitas yang kemudian memproduksi kelas-kelas sosial dalam

kehidupan bermasyarakat menurut terminologi Pierre Bourdieu.

Joseph Kahl dan Dennis Gilbert dalam teori struktur kelas sosial, memetakan

sembilan variabel yang dapat digunakan untuk mengukur kelas sosial seseorang,

Tabel 1.1 Variabel Kelas Sosial Gilbert dan Kahl.

Variable Ekonomi Variabel Interaksi Variabel Politik


Pekerjaan (occupation) Prestise pribadi (personal Kekuasaan (Power)
prestige)
Pendapatan (income) Asosiasi (association) Kesadaran kelas (class
consciousness)
Kekayaan (wealth) Sosialisasi (socialization) Mobilitas (mobility)
Sumber: Engel, Consumer Behaviour 1995, hal 109-110 dalam Hendriwani, Subur,
2020:20).
Sembilan variabel yang tercantum untuk mengukur kelas sosial seseorang ala

Gilbert dan Kahl yang kemudian digunakan meneliti secara holistik dan menemukan

fakta-fakta akan terbentuknya kelas-kelas sosial di kalangan pekerja formal terkait

pemanfaatan waktu luangnya.


1
0
Pada karyanya yang berjudul Distiction (1979), Bourdieu (Fashri, 2014:57)

memetakan tiga zona selera budaya meliputi: kelas atas, kelas menengah, dan kelas

bawah. Zona Kelas Atas ditandai dengan besarnya kepemilikan modal. Kelas ini

mengakulasi berbagai modal. Dalam Distinction, Bourdieu memperlihatkan

mekanisme dominasi dalam praktik selera dan gaya hidup (Fashri, 2014:59). Dengan

begitu, kita memiliki gambaran bahwa representasi kelas sosial dalam hal selera dan

gaya hidup tidaklah selalu berada dalam posisi yang setara atau dalam tafsiran lain,

praktik budaya kelas yang didominasi lebih tertuju untuk meniru gaya hidup kelas

dominan daripada mendefinisikan praktik budaya mereka sendiri. Selera pada

akhirnya memproduksi klasifikasi antara “kelas populer” atau “kelas dominan”, baik

atau buruk.

Selain membentuk kelas-kelas sosial, pemanfaatan waktu luang telah menjadi

gaya hidup. Dalam masyarakat perkotaan, ada berbagai model pemanfaatan waktu

luang seperti pergi berlibur ke pantai, mendaki gunung, atau berbelanja di pusat-pusat

perbelanjaan dan masih banyak praktik pemanfaatan waktu luang lainnya. Gaya

hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari dunia modern. Gaya hidup

yang dimiliki oleh seseorang juga dapat dilihat dari kelas sosial atau status sosial

seseorang. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yulia Primadini I dan Meita

Santi Budiani (2014) dalam hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara gaya hidup dan kelas sosial dengan perilaku konsumtif pada remaja

SMA Trimurti Surabaya.


1
1
David Chaney dalam buku Lifestyles: sebuah pengantar komprehensif (2011)

menerangkan gaya hidup merupakan pola-pola tindakan yang membedakan antara

satu orang dengan orang lain (Chaney, 2011:40). Menurut Chaney, gaya hidup

berbeda dengan budaya. Gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, seperti

gaya, tata krama, cara menggunakan barang-barang, tempat dan waktu yang

merupakan karakteristik suatu kelompok, tetapi bukanlah keseluran pengalaman

sosial mereka. sedangkan budaya (Kephart, 1982:93 dalam Chaney, 2011: 41) adalah

keseluruhan gaya hidup suatu masyarakat, mulai dari kebiasaan, sikap, dan nilai-nilai,

serta pemahaman yang sama yang menyatukan mereka sebagai suatu masyarakat.

Gagasan Chaney banyak terilhami dari gagasan-gagasan Bourdieu dalam karyanya

yang berjudul Distinction menyebutkan bahwa dalam melihat terciptanya suatu gaya

hidup maka dapat diamati dari tiga hal yaitu: habitus, ranah, dan modal.

Pekerja formal dengan kemampuan finansial yang dimiliki memiliki berbagai

macam pilihan dalam memanfaatkan waktu luang. Waktu luang yang dimiliki setelah

bekerja kemudian digunakan untuk menyegarkan pikiran dan tubuh. Salah satu

pilihan dalam memanfaatkan waktu luang tersebut adalah dengan berbelanja, baik itu

secara virtual atau langsung ke toko-tokonya. Nila Ridayani (2017) dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa perilaku konsumtif pekerja kantoran pada online

shopping fashion yaitu melakukan perilaku belanja secara berlebihan, melakukan

belanja karena kesenangan, pembelian impulsif. Perilaku belanja yang dilakukan ini

sudah menjadi gaya hidup, informan rela menggunakan pendapatannya yang

seharusnya digunakan
1
2
untuk keperluan rumah tangga dan keperluan yang lebih penting lainnya, untuk

membeli barang yang diinginkan dan subyek juga rela menyisihkan uang

tabungannya asal bisa membeli barang yang branded dengan model yang berbeda

dengan orang lain. Serta merasa bangga memiliki banyak barang yang di beli melalui

online shop.

PT Astra Isuzu Cabang Makassar yang beralamatkan di Jalan AP. Pettarani,

Kota Makassar merupakan salah satu anak perusahaan dari perusahaan patungan

antara Astra Internasional dengan prinsipal Isuzu Motors Ltd - yang terkenal sebagai

produsen kendaraan komersial dan mesin diesel terkemuka di dunia. PT Astra Isuzu

juga merupakan jaringan jasa penjualan, perawatan, dan perbaikan serta penyediaan

suku cadang produk Isuzu, yang berdiri pada tahun 1990. Sebagai badan usaha yang

telah mendapatkan berbagai proteksi ekonomi dari pemerintah, telah menjadikan PT

Astra Isuzu sebagai perusahaan yang bergerak di sektor formal. PT Astra Isuzu

menjadi perusahaan yang bergerak di sektor formal dikarenakan memiliki surat izin

usaha, memiliki modal yang besar, dan juga kewajiban membayar pajak. Dikarenakan

PT Astra Isuzu merupakan perusahaan sektor formal sehingga telah menjadi

konsekuensi logis seluruh pegawai yang bekerja dibawah naungan PT Astra Isuzu

dikatakan sebagai pegawai formal.

Kota Makassar dengan masyarakat urbannya yang memiliki tipologi yang

kosmopolitan, heterogen, dan materialis tetapi tetap terdapat nilai-nilai kearifan lokal

dan kearifan agama, memiliki berbagai ruang-ruang untuk memanfaatkan waktu,

dalam hal ini waktu luang. Dalam pengamatan penulis, pada saat hari kerja, pekerja

formal yang terdapat di Kota Makassar berada pada tempat-tempat seperti café,
1
3
warkop, atau rumah makan. Sedangkan di hari libur, pekerja formal kemudian

memanfaatkan waktunya untuk berada ditempat-tempat seperti mall, pantai, atau

pulang ke kampung halaman.

Peneliti kemudian tertarik untuk meneliti pegawai formal yang bekerja di PT.

Astra Isuzu Cabang Makassar dikarenakan selama peneliti bekerja magang dengan

posisi sales di PT Astra Isuzu Cabang, peneliti kemudian menemukan temuan berupa

pemanfaatan waktu luang pegawai PT Astra Isuzu Cabang Makassar yang berbeda-

beda. Pemanfaatan waktu luang yang dilakukan oleh PT Astra Isuzu Cabang

Makassar ini dalam pengamatan penulis kemudian mereproduksi kelas sosial di PT

Astra Isuzu Cabang Makassar sekaligus juga membentuk gaya hidup konsumtif di

kalangan pegawainya.

Atas dasar kenyataan diatas, peneliti berusaha menelisik lebih jauh pemanfaatan

waktu luang di kalangan Generasi Milenial di Kota Makassar dengan judul “Analisis

Konsumerisme Terhadap Pemanfaatan Waktu Luang di Kalangan Pegawai PT

Astra Isuzu, Kota Makassar”.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana proses pemanfaatan waktu luang membentuk kelas-kelas sosial di

kalangan Pegawai PT Astra Isuzudi Kota Makassar?

b. Bagaimana proses pemanfaatan waktu luang membentuk gaya hidup

konsumtif di kalangan Pegawai PT Astra Isuzu di Kota Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian


1) Untuk mengetahui proses pemanfaatan waktu luang membentuk kelas-kelas

sosial di kalangan Pegawai PT Astra Isuzudi Kota Makassar.


1
4
2) Untuk mengetahui pemanfaatan waktu luang membentuk gaya hidup

konsumtif di kalangan Pegawai PT Astra Isuzu di Kota Makassar

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan studi kajian

sosiologi, khususnya terkait gaya hidup di masyarakat.

2. Diharapkan dapat berkontribusi terhadap pembangunan sumber daya manusia

di Kota Makassar.

1
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2.1. DESKRIPSI TEORI.

2.1.1. Kajian Mengenai Waktu Luang.

Dalam bahasa Inggris waktu luang dikenal dengan sebutan leisure. Kata

leisure sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu licere yang berarti diizinkan (To be

Permited) atau menjadi bebas (To be Free). Kata lain dari leisure adalah loisir yang

berasal dari bahasa Perancis yang artinya waktu luang (Free Time). Definisi berkaitan

dengan leisure antara lain:

a. Waktu luang sebagai waktu (leisure as time).

Waktu luang digambarkan sebagai waktu senggang setelah segala kebutuhan

yang mudah telah dilakukan. Yang mana ada waktu lebih yang dimiliki untuk

melakukan segala hal sesuai dengan keinginan yang bersifat positif.

b. Waktu luang sebagai aktivitas (leisure as activity).

Waktu luang terbentuk dari segala kegiatan bersifat mengajar dan menghibur

pernyataan ini didasarkan pada pengakuan dari pihak The International Group of the

Social Science of Leisure, menyatakan bahwa: “waktu luang berisikan berbagai

macam kegiatan yang mana seseorang akan mengikuti keinginannya sendiri baik

untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau

mengembangkan keterampilannya secara objektif atau untuk meningkatkan

keikutsertaan dalam bermasyarakat.


1
6
c. Waktu luang sebagai suasana hati atau mental yang positif (leisure as an end in

itself or a state of being).

Waktu luang harus dimengerti sebagai hal yang berhubungan dengan

kejiwaan dan sikap yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, hal ini bukan

dikarenakan oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Hal ini juga bukan merupakan

hasil dari waktu senggang, liburan, akhir pekan, atau liburan panjang.

d. Waktu luang sebagai sesuatu yang memiliki arti luas (leisure as an all

embracing).

waktu luang adalah relaksasi, hiburan, dan pengembangan diri. Dalam ketiga

aspek tersebut, mereka akan menemukan kesembuhan dari rasa lelah, pelepasan dari

rasa bosan, dan kebebasan dari hal-hal yang bersifat menghasilkan. Dengan kata lain,

waktu luang merupakan ekspresi dari seluruh aspirasi manusia dalam mencari

kebahagiaan, berhubungan dengan tugas baru, etnik baru, kebijakan baru, dan

kebudayaan baru.

e. Waktu luang sebagai suatu cara untuk hidup (leisure as a way of living).

Waktu luang adalah suatu kehidupan yang bebas dari tekanan-tekanan yang

berasal dari luar kebudayaan seseorang dan lingkungannya sehingga mampu untuk

bertindak sesuai rasa kasih yang tak terelakkan yang bersifat menyenangkan, pantas,

dan menyediakan sebuah dasar keyakinan”.

Dengan banyaknya definisi waktu luang, dapat disimpulkan bahwa waktu

luang adalah waktu yang mempunyai posisi bebas penggunaannya dan waktu tersebut

berada diluar kegiatan rutin sehari-hari sehingga dapat dimanfaatkan secara positif

guna
1
7
meningkatkan produktifitas hidup yang efektif dan pengisian waktu luang dapat diisi

dengan berbagai macam kegiatan yang mana seseorang akan mengikuti keinginannya

sendiri baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau

mengembangkan keterampilannya secara objektif.

Dalam disiplin ilmu sosiologi, waktu luang merupakan salah satu fenomena

yang menarik dalam kajian sosiologi konsumsi. Waktu luang merupakan manifestasi

komodifikasi yang berhasil dilakukan oleh kapitalisme modern, dari leisure time

menjadi leisure economic. Awalnya waktu senggang di era modern dimanfaatkan

untuk aktivitas produktif dan menghasilkan suatu karya, bahkan waktu kerja dapat

digunakan menjadi waktu senggang untuk menikmati pekerjaan tersebut. Namun di

era postmodern hampir seluruh lapisan masyarakat menganggap waktu senggang

sebagai aktivitas untuk bermalas-malasan, liburan bahkan berbelanja sepuasnya

(Suyanto, 2014 dalam Pratiwi dkk, 2021:183)..

2.1.2 Konsumerisme.

Sosiologi konsumsi meningkat menjadi spektakuler selama beberapa dekade

terakhir dan telah secara radikal menantang premis dasar dari disiplin sosiologi.

Konsumsi sendiri memiliki konotasi negatif didalam tata bahasa Inggris, yang berarti

menghancurkan, mengotori, membuang. Pertama-tama kita harus harus meluruskan

pandangan umum mengenai konsumerisme yang sering disalahpahami.

Konsumerisme tidak dapat semena-mena dikaitkan dengan konsumsi. Menurut

Soedjatmiko (2008:28) konsumsi merupakan cermin aksi yang tampak, sedangkan

konsumerisme lebih terkait


1
8
dengan motivasi yang terkandung didalamnya. Atau lebih mudahnya konsumsi adalah

sebuah tindakan (kata kerja), dan konsumerisme adalah sebuah gaya hidup.

Menurut Scott dalam buku Sosiologi The Key Concepts (2011: 60) pada abad ke-

19 konsumsi menjadi berlawanan dengan kebajikan positif (dan maskulin) dari

produksi pekerjaan yang berguna secara sosial, sementara konsumsi direndahkan

sebagai pekerjaan perempuan. Para pendukung polemik pendekatan baru untuk

konsumsi bersikeras bahwa pemahaman terhadap karakter kehidupan sosial

memerlukan penolakan terhadap perhatian lama para teoritis abad ke-19 yang telah

mengidentifikasi produksi industrial dan lokasi kelas sebagai sumber utama makna

dan antagonisme dalam masyarakat. Bukan suatu kebutuhan bahwa banyak studi

utama mengenai konsumsi diterbitkan pada tahun 1980 ketika banyak negara

mengalami booming pengeluaran konsumen yang memicu pertumbuhan ekonomi,

negara – negara yang mengadopsi politik pasar non-liberal, dan retorika kebebasan

memilih telah membanjiri kehidupan politik, ekonomi dan sosial. Definisi sosiologis

yang baru mengenai konsumsi, tidak membatasi diri pada pemenuhan dan

penggunaan barang dan jasa oleh individu yang tampak jelas pada saat ini.

Melainkan, definisi – definisi tersebut berupaya mengungkap hubungan sosial yang

membentuk individualitas pilihan – pilihan, kenenangan – kesenangan dan makna –

makna. Selain itu kita harus meluruskan pandangan umum mengenai konsumerisme

yang sering disalahpahami. Konsumerisme tidak dapat semena-mena dikaitkan

dengan konsumsi. Menurut Soedjatmiko (2008:28) konsumsi merupakan cermin

aksiyang tampak, sedangkan


1
9
konsumerisme lebih terkait dengan motivasi yang terkandung didalamnya. Atau lebih

mudahnya konsumsi adalah sebuah tindakan (kata kerja), dan konsumerisme adalah

sebuah gaya hidup.

Konsumerisme adalah suatu tatanan ekonomi dan sosial yang mendorong agar

orang-orang membeli barang dan jasa dalam jumlah yang semakin besar.

Konsumerisme yang saat ini banyak berkembang diseluruh penjuru dunia merupakan

dampak dari globalisasi dan sistem kapitalisme modern yang mendasarkan pada tata

nilai materialistis, mulai dari tingkah laku, pola pikir, hingga sikap. Budaya

konsumerisme dewasa ini sudah menjadi ideologi dan tuntutan gaya hidup manusia.

Konsumerisme adalah aliran atau paham yang mengubah perilaku manusia

untuk melakukan sebuah kegiatan konsumen atau membeli atau memakai barang-

barang secara berlebihan tanpa melihat nilai gunanya. Konsumerisme juga bisa

dianggap oleh orang-orang sebagai ajang untuk berpamer atau menyombongkan diri.

Ketika seorang bisa membeli sebuah barang yang bermerek, dan mendapatkan sebuah

penghargaan atau pujian dari sesama akan termotivasi untuk selalu membeli produk

yang sedang trend agar mendapatkan pujian bahwa dia bisa memenuhi keinginan nya.

Konsumerisme datang ke semua penjuru negara dan bangsa di dunia ini bersamaan

dengan budaya globalisasi (Ihza, 2013 dalam Hakim & Rusadi, 2022:62). Budaya

globalisasi yang membawa pemikiran Neoliberalisme ini telah membawa budaya

global yang memengaruhi perilaku konsumsi manusia menjadi globalisasi sikap

hidup dan globalisasi budaya yang disebut konsumerisme.


2
0
Pendiskreditan ini dengan sendirinya diikuti oleh peminggiran budaya-budaya

tersebut mengingat konsumerisme bukan hanya sekedar gaya hidup dangkal,

melainkan berakar pada suatu filsafat yang lebih dalam (individualisme).

Ciri-ciri konsumerisme, yaitu: keberadaan masyarakat yang memformulasikan

tujuan hidup dalam rangka mendapatkan barang-barang konsumsi yang tidak

dibutuhkan; masyarakat yang menjadikan barang-barang konsumsi sebagai penanda

identitas; dan keberadaan pemilik modal yang selalu menarik masyarakat untuk terus

membeli barang-barang konsumsi lebih dari yang mereka butuhkan melalui

manipulasi periklanan dan kemasan (Stearns, 2006 dalam Indah dan Awal Muqsith,

2021:27). Masyarakat di era kontemporer disuguhi dengan kontradiksi realitas. Gaya

hidup konsumerisme telah mengeksploitasi kesadaran subjek dan menutup jalan

kesadaran kritis subjek. Subjek tidak mampu memahami secara utuh dan

komprehensif realitas. Selalu akan terjadi keterbelahan dalam diri subjek ketika

berinteraksi dengan realitas.

Pendekatan baru untuk konsumsi datang dari perdebatan mengenai

posmodernisme dan karya Jean Baudrilard di tahun 1980. Hal ini terlihat dari

perkembangan penelitian mengenai fragmentasi budaya, estetika kehidupan sehari –

hari, dan reorganisasi produksi kapitalis sepanjang garis pasca-Fordis bersekongkol

untuk melahirkan budaya konsumen baru. Apa yang menyatukan sejumlah penulis

adalah perhatian terhadap konsumsi lebih sebagai aktivitas komunikatif daripada

kegiatan instrumental. Fokus perhatian kepada citra, tanda – tanda dan simbol

konsumsi juga menyebabkan pembaruan minat kepada identitas pribadi lebih dari

praktik kolektif (Asriawan, 2017:20).


2
1
Akhirnya, karya Pierre Bourdieu telah membaca mantra besar atas disiplin ini,

sebagian karena ada hubungan yang jelas kembali ke tradisi klasik, tetapi juga karena

dukungan rincian empiris yang terkandung dalam argumennya. Bagi Bourdieu

konsumsi termotivasi oleh kebutuhan kelompok – kelompok sosial untuk mencapai

status melalui bentuk perbedaan yang memperkuat posisi kelas. Rasa penilaian,

berkabar pada habitus, adalah penanda kelas sosial. Dan sangat terkait pada hierarki

akses modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial (Asriawan, 2017:20).

2.1.2.1 Teori Praktik.

Bourdieu dalam bukunya yang berjudul oleh Outline Of A Theory Of Practice

yang terbit pada tahun 1972 yang kemudian disadur ke dalam bahasa Indonesia

dengan judul Teori Tentang Praktik pada tahun 2017 menjelaskan mengenai proses

terciptanya konsumsi, Bourdieu kemudian mengunakan konsep habitus, modal, dan

ranah.

Bourdieu menjelaskan bahwa aktivitas konsumsi yang dilakukan oleh manusia

tidak didasari pilihan personal manusia tetapi didasari oleh adanya selera yang lahir

dari dialektika simultan antara habitus, ranah, dan modal. Penulis mengambil contoh

ketika manusia memilih untuk mengkonsumsi tontonan netflix bukan dikarenakan

keinginan pribadi yang ingin menikmati film-film yang disajikan selain di bioskop

tetapi dikarenakan adanya pemahaman (habitus) mengenai dunia eksternal atau dunia

perfilman yang hanya ditampilkan oleh Netflix, pemahaman tersebut lahir dari

lingkungan pergaulan manusia (ranah) yang mana dalam lingkungan sosial tersebut

dibutuhkan modal-modal untuk dapat mengakses pemahaman tersebut.

Konsumerisme sebagai ideologi yang praktiknya menekankan konsumsi sebagai

aktivitas yang mengesampingkan nilai guna dan mengedepankan nilai simbolik, juga
2
2
menjadi praktik yang melahirkan gaya hidup konsumtif yang berfokus pada

peningkatan kelas sosial dan dominasi ke kelas sosial yang ada di bawahnya.

Sebagaimana contoh manusia dengan tontonan Netflinya, penulis melihat

konsumerisme sebagai paham atau ideologi yang praktik konsumsinya didasari oleh

habitus, ranah, dan modal. Konsumerisme terjadi karena manusia mengkonsumsi

sesuatu berdasarkan pemahaman yang tidak tiba-tiba ada tetapi berdasarkan

pengalaman dan pengetahuan akibat dari pergaulan sosial di lingkungannya dan juga

akumulasi modal yang dimiliki.

Lebih jauh habitus, ranah, dan modal akan dibahas dalam penjelasan dibawah ini:

a. Habitus.

Dalam penjelasannya tentang ilmu sosial, Pierre Bourdieu menaruh perhatian

pada apa yang dilakukan individu dalam kehidupan sehari-hari. Bourdieu berusaha

melihat kehidupan sosial tidak dapat dipahami hanya dalam sudut inidividu atau

masyarakat saja. Hubungan agensi dan struktur bukanlah dua kutub yang berdiri

secara terpisah, melainkan berupa relasi dialektis yang berjalan tidak linear (Fashri,

2014:93).

Habitus bukanlah sebuah konsep yang orisinal dari pemikiran Bourdieu, pemikir

semacam Aristoteles, Weber, dan Durkheim telah memikirkan mengenai mengenai

konsep habitus walaupun bukan dengan sebutan habitus. Aristoteles menjelaskan

habitus dalam konsep Ada (being), Weber dengan verstehen, dan Durkheim dengan

Fakta Sosial-nya. Merujuk Bourdieu, ada dua habitus: 1) habitus kelas yang dimiliki

secara kolektif, dan habitus subjektif yang dimiliki individu secara unik (Takwin,

2006:46).
2
3
Dalam bahasa Latin, habitus bisa berarti kebiasaan (habitual), penampilan diri,

atau bisa pula menunjuk pada tata pembawaan yang terkait dengan kondisi tipologi

tubuh (Fashri, 2014:93). Menurut Jenkins (2004:108) penjelasan tentang habitus

menemukan ekspresi lain dalam pemakaian kata “hexis” dalam bahasa Yunani yang

dalam karya Bourdieu kata ini digunakan untuk menjelaskan sikap, cara, dan gaya

dimana aktor ‘membawakan dirinya sendiri’: sikap, bahasa tubuh, cara berjalan, dll’.

Dalam artian interaksi manusia dengan habitus senantiasa melekat, tidak bisa

dipisahkan, saling mempengaruhi, dan melebur.

Dalam penjelasan lainnya, Bourdie (dalam Fashri, 2014:99) menyatakan bahwa

habitus merupakan:

“\the mental structures through which they apprehend the social world, are

essentially the product of an internalization of the structures of the social world.”

Yang dapat dipahami bahwa habitus merupakan hasil internalisasi (perenungan,

refleksi, penafsiran diri) struktur dunia sosial yang kemudian diwujudkan. Lewat ide

habitus, Bourdieu mengurai praktik sosial sehari-hari beserta prinsip keteraturan yang

mengiringinya. Habitus dapat diibaratkan sebagai mekanisme pembentuk praktik

sosial yang beroperasi dalam diri individu. Habitus membimbing individu untuk

memahami, menilai, mengapresiasi tindakan mereka berdasarkan pada skema atau

pola yang dipancarkan dunia sosial. sebagai skema atau pola klasifikatif, habitus

kemudian menghasilkan perbedaan gaya hidup dan praktik-praktik kehidupan. Skema

ini diperoleh dari pengalaman-pengalaman individu dalam berinteraksi dengan

individu lain maupun lingkungannya. Pola atau skema yang terinternalisasi tersebut

kemudian membentuk berbagai prinsip klasifikasi seperti baik/buruk, sehat/sakit,

bersih/kotor.
2
4
Habitus dapat diidentifikasi melalui ciri khasnya, yaitu: Pertama, habitus

mencakup dimensi kognitif dan afektif yang diwujudkan dalam sistem disposisi.

Disposisi (kecenderungan atau kesiapan berespon) yang dimaksud merujuk pada tiga

makna yang berbeda, yaitu: 1). Hasil dari tindakan yang mengatur. 2). Cara mengada.

3) sebuah predisposisi, niat, atau kecenderungan. Intinya, disposisi dapat diandaikan

sebagai sebuah sikap, kecenderungan dalam mempersepsi, merasakan, melakukan,

dan berpikir, yang diinternalisasikan oleh individu berkat kondisi objektif seseorang.

Kedua, habitus merupakan “struktur-struktur yang dibentuk” dan “struktur-

struktur yang membentuk”. Di satu sisi, habitus berperan sebagai sebuah struktur

yang dibentuk oleh kehidupan sosial. di sisi yang lain habitus dipandang sebagai

struktur yang membentuk kehidupan sosial. Ketiga, habitus dilihat sebagai produk

sejarah. Bourdieu berusaha untuk menolak pemahaman yang menganggap habitus

sebagai kodrat alami yang tidak terelakkan. Keempat, habitus bekerja dibawah aras

kesadaran dan bahasa, melampaui jangkauan pengamatan introduktif atau kontrol

oleh keinginan aktor (Fashri, 2014:103).

Pada praktik gaya hidup konsumtif, habitus memainkan peran sebagai sosok

internal yang memegang segala hal berkaitan dengan pahaman dan pengetahuan

mengenai apa yang akan dikonsumsi, metode mengkonsumsi, dan motif

mengkonsumsi.

b. Ranah (field, camp).

Ide Bourdieu tentang ranah dikembangkan ketika ia mencoba memahami makna

gagasan Weber tentang agen-agen religius (Lubis, 2014: 122). Berbeda halnya

dengan habitus, ranah berada terpisah dari kesadaran individu yang secara objektif
2
5
berperan menata hubungan individu-individu. Ranah bukanlah interaksi intersubjektif

antarindividu, melainkan hubungan yang terstruktur dan secara tidak sadar mengatur

posisi individu, kelompok atau lembaga dalam tatanan masyarakat. Bourdie (Fashri,

2014:105-106) sendiri mendefinisikan ranah (field) sebagai:

“a network, or configuration, of objective relations between positions. These

positions are objectively defined, in their existence and in the determinations they

impose upon their occupants, agent or institusions, by their present and potential

situations (situs) in the structure of the distributions of species of power (or capital)

whose possession commands acces to the specific profits that are at stake in the field,

as well as by their objective relation to other positions (domination, subordination,

homology, etc).”

Ranah merupakan arena kekuatan yang didalamnya terdapat upaya perjuangan

untuk memperebutkan sumber daya (modal) dan juga demi memperoleh akses

tertentu yang dekat dengan hierarki kekuasaan. Ranah juga merupakan arena

pertarungan dimana mereka yang menempatinya dapat mempertahankan atau

mengubah konfigurasi kekuasaan yang ada. Struktur ranahlah yang membimbing dan

memberikan strategi bagi penghuni posisi, baik individu maupun kelompok, untuk

melindungi atau meningkatkan posisi mereka dalam kaitannya dengan jenjang

pencapaian sosial (Fashri, 2014:110).

Ketika Bourdieu mengartikan ranah sebagai arena permainan, mengindikasikan

didalamnya terdapat kompetisi, pemain, aturan main, manuver guna meraih tujuan

(strategy), dan mengandung konsekuensi menang-kalah. Strategi yang dipakai para

pelaku bersandarkan pada jumlah modal yang dimiliki dan struktur modal dalam
2
6
posisinya di ruang sosial. meskipun mengarahkan pada tindakan, strategi bukan

semata-mata hasil dari suatu perencanaan yang sadar dan terdeterminasi secara

mekanis (Asriawan, 2017:37).

Strategi menurut Bourdieu (Jenskin, 2004:122) adalah hasil yang terus berlanjut

dari interaksi antara disposisi habitus dan kendala serta kemungkinan yang

merupakan realitas dari segala arena sosial yang ada. Strategi merupakan produk

intuitif dari pemahaman para pelaku terhadap aturan permainan pada ruang dan waktu

tertentu. Bourdie (Fashri, 2014:113) memetakan strategi ini dalam dua tipe, yaitu:

Pertama, tipe reproduksi menunjuk pada kumpulan praktik yang dirancang untuk

mempertahankan atau meningkatkan aset-aset para pelaku dengan kecenderungan ke

arah masa depan. Kedua, tipe penukaran kembali (reconversion strategies), berkaitan

dengan pergerakan-pergerakan didalam ruang sosial yang terstruktur dalam dua

dimensi, yaitu keseluruhan jumlah modal yang terstruktur dan pembentukan jenis

modal yang dominan dan yang terdominasi.

Ranah tidak bisa dilepaskan dari ruang sosial (social space) yang mengacu pada

keseluruhan konsepsi tentang dunia sosial (Fashri, 2014:106). Hal ini berarti

pemahaman mengenai konsep ruang sosial mencakup banyak ranah didalamnya yang

memiliki keterkaitan satu sama lain dan terdapat titik-titik kontak yang saling

berhubungan. Konsep ranah mengandaikan hadirnya berbagai macam potensi yang

dimiliki oleh individu maupun kelompok dalam posisinya masing-masing. Posisi

tersebut ditentukan oleh alokasi modal atas para pelaku yang mendiami suatu ranah.

Bourdieu memandang bahwa hierarki dalam ruang sosial bergantung pada

mekanisme distribusi dan diferensiasi modal, yaitu seberapa besar modal yang

dimiliki (volume modal) dan struktur modal.


2
7
Pada praktik gaya hidup konsumtif, ranah memainkan peran sebagai sosok

eksternal yang dalam melakukan praktif konsumtif membutuhkan strategi-strategi

yang disesuaikan dengan nilai-norma dan budaya yang berlaku ditempat melakukan

gaya hidup konsumtif.

c. Modal.
Memahami konsep ranah erat kaitannya dengan modal. Istilah modal digunakan

oleh Bourdieu untuk memetakan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat.

Bourdieu (Fashri, 2014:108) memberikan konstruksi teoritiknya terhadap modal

sebagai berikut.

“capital is a social relation, i.e., an energy which only exist and only produces

its effects in the field in which it is produced and reproduced, each of the properties

attached to class is given its value and efficacy by the specific laws of each field.”

Ide Bourdieu tentang modal berusaha melepaskan dari tradisi Marxian. Tidak lagi

berpaku pada alat produksi (ekonomi) sebagai basis dalam kehidupan tapi tidak

menafikan modal ekonomi sebagai anugerah dalam ranah-ranah tertentu. Masyarakat

terbentuk oleh perbedaan distribusi dan penguasaan modal. Di sisi lain, para individu

juga berperan memperbesar modal mereka.

Menurut Bourdieu (Fashri, 2014:109), modal dapat digolongkan dalam empat

jenis yaitu: pertama, modal ekonomi (mesin, buruh, uang). Kedua, modal budaya,

modal ini adalah keseluruhan kualifikasi intelektual yang dapat diproduksi melalui

pendidikan formal maupun warisan keluarga. Ketiga, modal sosial yang merujuk

pada jaringan sosial yang dimiliki pelaku dalam hubungannya dengan pihak lain yang

memiliki kuasa. Dan Keempat, segala bentuk prestise, status, otoritas, dan legitimasi
2
8
yang terakumulasi dalam bentuk modal simbolik. Karakteristik tiap-tiap modal dapat

dipertukarkan satu sama lainnya. Hal ini memungkinkan modal dapat bertambah atau

berkurang. Semakin besar seseorang mengakumulasi modal tertentu maka semakin

besar pula peluang untuk mengkonversi antar modal. Dengan demikian, modal harus

ada dalam sebuah ranah agar ranah tersebut memiliki daya-daya yang memberikan

arti. Hubungan habitus, ranah, dan modal bertatutan sama lain dan bertujuan

menerangkan praktik sosial.

Modal menurut Bourdieu (1996: 114) adalah “sekumpulan sumber kekuatan dan

kekuasaan yang benar-benar dapat digunakan.” Artinya, istilah 'modal' dipakai

Bourdieu untuk memetakan hubungan-hubungan kekuatan dan kekuasaan dalam

masyarakat.

Menggunakan konsep Bourdieu tentang arena dalam penelitian sosial akan

mengarah kepada tiga hal yang berbeda (Jenskin, 2004:126). Pertama, hubungan

arena dengan “arena kekuasaan” (politik) harus dipahami. Ini adalah sumber relasi

kekuasaan hirerarkis yang menstrukturkan arena lain. Kedua, dalam arena

agen/aktor/individu harus mengkonstruksi suatu “topologi sosial” atau peta “struktur

objektif” dari posisi yang menciptakan arena, dan hubungan antara mereka dalam

kompetisi dengan bentuk spesifik dari modal. Ketiga, habitus manusia di dalam arena

harus dianalisis, bersama dengan jejak atau strategi yang diproduksi dalam interaksi

antara habitus dan kendala serta kesempatan yang ditentukan oleh struktur arena.

Pada praktik gaya hidup konsumtif, seperti halnya ranah, modal memainkan peran

sebagai sosok eksternal yang mana menjadi kekuatan dalam melakukan praktik

konsumtif. Semakin banyak modal yang dimiliki, maka keleluasaan dan kekuasaaan

untuk mengkonsumsi apapun semakin terbuka lebar.


2
9
Modal yang terakumulasi ini kemudian yang membentuk kelas-kelas sosial. Bagi

Bourdieu terdapat tiga zona selera budaya yang meliputi: kelas atas, kelas menengah,

dan kelas bawah. Zona Kelas Atas ditandai dengan besarnya kepemilikan modal.

Kelas ini mengakulasi berbagai modal. Kelas ini menunjukkan perbedaannya untuk

mengafirmasi identitas khasnya dan memaksakan kepada semua dengan melegitimasi

suatu visi tentang dunia sosial. Kelas ini mendefinisikan dan menentukan budaya

yang sah. Kelas ini terdiri dari dua kelompok yaitu: Pertama, kelompok kelas

dominan yang ada sejak lama yang terdiri dari bos-bos perusahaan besar dan industri.

Kedua, borjuis baru terdiri dari para eksekutif sektor swasta yang berasal dari

sekolah-sekolah prestisius. Zona Kelas Menengah ini memiliki keinginan untuk

menaiki tangga sosial. di Zona ini sangat menghormati tatanan sosial yang ada dan

sangat rigoris dalam hal moral. Zona sangat menonjolkan keinginan atau kehendak

baik dalam hal budaya, meski mendasarkan pada peniruan terhadap budaya kelas

dominan. Di Zona ini terdapat tiga kelompok yaitu: Pertama, borjuis kecil dalam

situasi keruntuhan yaitu para pedagang, ahli pertukangan yang makin berkurang.

Kedua, borjuis kecil pelaku yang terdiri dari para pekerja, guru, dan karyawan-

karyawan swasta. Ketiga, borjuis kecil baru merupakan borjuis yang memiliki modal

budaya cukup besar namun lemah dalam modal sosial. Zona terakhir yaitu zona kelas

bawah. Zona ini ditandai dengan tiadanya kepemilikan modal. Orang-orang yang

berada di zona ini tidak memiliki empat jenis modal.

2.1.2.2 Kelas Sosial

Pada umumnya, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah

tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi

(Suseno, 2005: 111). Dalam tulisan Marx terdapat indikasi bahwa kelas sosial dalam
3
0
masyarakat feodal lebih tepat disebut kasta. Bagi Marx, sebuah kelas baru dianggap

kelas dalam arti sebenarnya bukan hanya secara objektif yang merupakan golongan

sosial dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga secara subjektif yang menyadari

diri sebagai kelas, sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai

kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya. Dalam arti ini,

hanya kelas buruh industri yang merupakan kelas dalam arti yang sebenarnya,

meskipun kurang tajam. Jadi, bagi setiap golongan sosial yang mempunyai

kedudukan spesifik dalam proses produksi, tetapi dengan pengertian bahwa ciri

sebagai kelas baru terpenuhi secara sempurna apabila golongan itu juga menyadari

dirinya dan memiliki semangat juang sebagai kelas (Suseno, 2005: 115).

Menurut Marx, kelas merujuk pada bagaimana sekelompok orang

dihubungkan dengan produksi barang dan jasa dalam masyarakat. Berdasarkan

pengertian yang dikemukakanya, Marx membagi masyarakat menjadi dua kelas,

yakni kelas borjuis dan proletar. Kemudian menurut Max Weber, kelas sosial tidak

hanya didasarkan pada dimensi ekonomi yang melahirkan dikototmi saja, tapi juga

berdasarkan dimensi sosial seperti status sosial, dan juga politik yang didalamnya

adalah kekuasaan. Status sosial merupakan posisi seseoroang dalam masyarkat

berdasarkan ukuran kehormatan (Suyanto, 2004:155) sedangkan kekuasaan

merupakan kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk

emmpengaruhi perilaku pihak lain sehingga pihak lain bertingkah laku sesuai dnegan

kehendak pihak yang memperngaruhi (Soekanto, 2017:238). Sumber-sumber

pengaruh bisa berupa kekayaan, senjata, pengetahuan, jabatan dan lain-lain. Faktor-

faktor yang menyebabkan seseorang tergolong ke dalam suatu kelas sosial sangat
3
1
bervariasi, misalnya saja bisa berupa kekayaan dan pengahsilan, pekerjaa,

pendidikan, factor kelahiran dan lain sebagainya. Berdasarkan pemikiran Karl Marx,

pembedaan masyarakat ke dalam kelas tertentu terjadi karena adanya dominasi

kekuasaan (Suyanto, 2004:146). Maksudnya, adalanya lapisan sosial bukan

dipandang sebagai hasil konsensus tetapi karena anggota masyarakat terpaksa

menerima adanya perbedaan tersebut. Marx berpendapat bahwa dasar pembentukan

kelas sosial adalah penghisapan suatu kelas oleh kelas sosial lainyang lebih tinggi.

Relasi yang timpang ini bisa ditemui pada masyarakat kapitalis dimana pemilik

sarana produksi pada hakikatnya adalah wakil dari kelas atas yang melakukan

tekanan serta memaksakan kontrol kepada kelas buruh yang posiisnya dalam lapisan

masyarakat lebih rendah.

Setiap kelas sosial adalah suatu subkultur yang punya beberapa sikap,

kepercayaan, nilai dan norma perilaku yang berbeda dengan kelas sosial lainnya.

Kelas sosial seseorang ditentukan oelh totalitas kedudukan sosial dan ekonominya

dalam masyarakat, termasuk didalamnya seperti pekerjaan, pendidikan, kekayaan

penghasilan, identifikasi diri, prestis keturunan, partisipasi kelompok dan pengakuan

orang lain (Soekanto, 2017: 211) Mengukur kelas sosial seseorang bukan hal yang

mudah, namun ada Sembilan variabel penelitian kelas sosial yang dikemukakan oleh

Gilbert dan Kahl. Dari Sembilan variabel kelas sosial oleh Gilbert dan Kahl diatas,

ada beberapa variabel yang paling sering digunakan untuk mengukur kelas sosial

seseorang menurut Joseph Kahl yaitu:

a. Pekerjaan
3
2
Pekerjaan menjadi indikator kelas sosial yang baik. Pekerjaan seseorang

memperngaruhi gaya hidupnya dan merupakan dasar yang penting dalam

mendapatkan prestise, kehormatan dan penghargaan. Saat ini, pekerjaan yang

berkaitan dengan teknologi bisa menaikkan status orang tersebut.

b. Penampilan pribadi

Penampilan pribadi berkaitan dengan reputasi seseorang dalam masyarakat

daripada penampilan atau gaya pakaiannya. Pengacara yang reputasinya bagus,

ditambah misalnya dia adalah seorang selebritis, akan meraih sukses dalam

pekerjaannya dibandingkan rekannya tang hanya memiliki reputasi biasa saja.

c. Interaksi

Seseorang akna merasa lebih nyaman jika mereka bergaul dengan orang yang

memili kesamaan nilai dan sikap dengannya. Interaksi yang dilakukan iasanya

terbatas pada suatru kelas sosial saja, yaitu jelas sosial yang sama dengan individu

yang berinteraksi. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan interaksi dengan

orang-orang pada kelas sosial lainnya, individu akan memiliki prestis lebih tinggi jika

orang lain memberi hormat padanya.

d. Pemilikan

Pemilikan merupakan simbil keanggotaan suatu kelas sosial tertentu. Bukan

hanya jumlahnya saja, tapi juga kualitas atau pilihan yang dibuat. Kepemilikan dan

kekayaan memiliki hubungan yang erat. Kekayaan merupakan akumulasi dari

pendapatan masa lalu dalam keadaan tertentu, misalnya saham dan kepemilikan atas

bisnis. Kepemilikan meliputi pilihan lingkungan rumah, tipe rumah, furniture,


3
3
pakaian, sekolah, keanggotan sebuah klub, serta cara menghabiskan waktu luang

mereka. priduk dan merek sebuah produk, diperlakukan sebagai simbil status dan

sarana melestarikan status yang dimiliki. Kekayaan bisa menjadi sumber pendapatan

di masa depan yang

3
4
mungkin bisa membuat sebuah keluarga mempertahankan kelas sosialnya dari

generasi ke generasi.

e. Orientasi nilai

Nilai adalah sebuah kepercayaan bersama tentang bagaiaman seseoang harus

berperilaku, mengindikasikan kelas sosial seseorang. Kepercayaan ini meliputi

banyak hal, misalnya saja agama, politik, pekerjaan dan sistem ekonomi.

f. Kesadaran kelas.

Kelas sosial seseorang terkadang ditentukan oleh kesadaran orang terseut

untuk mengidentifikasi dirinya pada sebuah kelas sosial dalam masyarakat.

Kesadaran kelas mengacu pada tingkat dimana orang-orang dalam sebuah kelas sosial

menyadari bahwa mereka merupakan sebuah kelompok tersendiri.

2.2 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah riset-riset ilmiah mengenai pemanfaatan waktu luang di

pekerja formal milenial dan konsumerisme yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

Riset terdahulu ini penting untuk melihat perubahan-perubahan masyarakat berkaitan

dengan pemanfaatan waktu luang di pekerja formal milenial dalam analisis

konsumerisme.

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


Penelitian
1. Ganistria 2020 PEMAKNAAN Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan
Marbawani dan NONGKRONG bahwa dalam melaksanakan
Grendi BAGI kegiatan nongkrong, mahasiswa
Hendrastomo MAHASISWA dilatarbelakangi oleh beberapa
YOGYAKARTA faktor, diantaranya menjalin
3
5
silaturahmi, berbagi
pengalaman, mencari inspirasi,
produktivitas, dan sarana
rekreasi. Sedangkan kegiatan
nongkrong menurut mahasiswa
Yogyakarta memiliki beberapa
pemaknaan, diantaranya sebagai
sarana self-healing dan sebagai
sarana belajar.
Banyak mahasiswa yang
memaknai kegiatan nongkrong
ini sesuai dengan realitas
dirinya dan esensinya. Namun
disamping itu terdapat beberapa
kasus yang memaknai kegiatan
nongkrong hanya karena tren
saja, dan untuk memperoleh
pengakuan sosial dari orang lain
mengenai dirinya, yang
kemudian disebut dengan poser,
yang kemudian disebut leisure
class. Namun tidak melulu soal
leisure class, sebagian
mahasiswa memaknai waktu
luangnya sebagai waktu,
aktivitas, dan suasana hati atau
mental yang positif
2. Juariyah 2018 PENGALAMAN Kualitatif Hasil penelitian sebagian gamer
(Kualitatif) BERMAIN merasakan bahwa bermain
VIDEO GAMES video game awalnya hanya
SEBAGAI mengisi waktu luang saja ada
KEGIATAN pula hanya diajak teman, tetapi
LEISURE lama-kelamaan menjadi
CLASS MIDDLE kecanduan. Dan kebiasaan
LOWER bermain video game ini pada
REMAJA awalnya banyak diperkenalkan
KAMPUNG oleh teman waktu usia sekolah
TANOKER dasar, biasanya pada hari libur
atau pulang sekolah. Beranjak
dewasa mereka tidak bisa lepas
dari kebiasaan bermain video
game dan memainkannya
melalui game yang ada di
handphone. Melihat kenyataan
ini menunjukkan bermain video
game menjadi bagian dari
kegiatannya sehari hari, dan
mengisi waktu luangnya.
3. Muhammad 2013 Sindrom Gila Kualitatif Konsumsi kompetitif tak ubahnya
Ridha Belanja dan dipraktekkan seolah-olah tidak
Pemeliharaan mengenal batas kelas, usia maupun
Status Sosial: pekerjaan. Menemukan fakta
3
6
Tantangan Dakwah bahwa pengunjung Mal Ratu Indah
di Tengah sejumlah sekitar 4,5 juta
Konsumsi pengunjung pertahun, atau mal
Kompetitif di Kota Panakukang 5 juta pengunjung
pertahun atau mal GTC dikunjungi
Makassar
konsumen 3,8 juta pertahun adalah
gelaja yang jelas menunjukkan
fenomena perlombaan konsumsi
ini. Kemampuan belanja bukan
menjadi batasan untuk
mengkonsumsi sebagimana konsep
perburuan status sosial.

Ketiga penelitian di atas memiliki fokus tema yang sama dengan penelitian

ini, yaitu pemanfaatan waktu luang dan konsumerisme. Penelitian pertama yang

dilakukan oleh Ganistria Marbawani dan Grendi Hendrastomo (2021) berfokus pada

masyarakat berwaktu senggang dengan berbelanja di mal demi suatu identifikasi

simbolis sebagai seorang, meminjam Galbraith, kelas menengah baru yang mapan

dan layak menikmati waktu senggangnya dengan pendekatan teori Leisure Class dari

Thorsthein Veblen. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Juariyah berfokus pada

banyaknya anak-anak beralih memilih permainan tradisional ke permainan modern

(game modern), mulai anak-anak, remaja, dari bangku sekolah dasar, menengah

pertama sampai mahasiswa, betah duduk berjam-jam bermain game online baik pagi,

sore, maupun malam hari, keadaan ini ditemukan baik di lingkungan perkotaan

maupun pedesaan. Hanya caranya yang berbeda, cara gamer menghabiskan waktu

bermain dalam konteks kehidupan desa sangat berbeda dengan kehidupan di

manapun. Fenomena yang kedua adalah munculnya usaha warnet di desa-desa, bagi

masyarakat desa, membuka usaha warnet dirasakan paling mudah dan murah dengan

bermodalkan uang 10 juta mereka sudah bisa membuka usaha warnet, begitu pula

yang terjadi di Kabupaten Jember, meskipun banyak daerah yang menggunakan

layanan titik hotspot jaringan internet, tetapi usaha warnet tetap menjadi primadona,
3
7
dengan menggunakan teori Leisure Class dari Thorsthein Veblen. Sedangkan

penelitian ketiga yang dilakukan oleh Muhammad Ridha (2013) berfokus Pertama,

ingin menunjukkan bahwa konsumsi telah berubah menjadi putaran sirkuit yang tak

henti terus membesar dan menghisap seluruh energi sosial dan material masyarakat.

Kedua, tipuan-tipuan dan ilusi-ilusi yang dilemparkan kepada masyarakat telah

memerangkap masyarakat dalam sebuah relasi sosial yang berbasis pada penghargaan

(atau mungkin juga penghambaan) terhadap benda- benda, ketidakadilan dan negasi

atas aspek manusia di dalamnya.

Ada dua hal yang membedakan penelitian ini, dengan tiga penelitian di atas,

yaitu: Pertama, penelitian ini akan mengkaji fenomena pemanfaatan waktu luang

dengan menggunakan pisau analisis teori-teori konsumerisme. Kedua, penelitian ini

akan mengkaji kemunculan kelas penikmat di kalangan pekerja formal dengan

menggunakan teori konsumsi pembeda dari Bourdieu dan Leisure Class dari Veblen.

2.3 Kerangka Pikir

Waktu luang adalah waktu yang digunakan sebebas-bebasnya yang nantinya

akan menimbulkan rasa senang dari kegiatan tersebut. Dari segi cara pengisian, waktu

luang adalah waktu yang dapat diisi dengan sesuai pilihannya sendiri. Dari sisi

fungsi, waktu luang adalah waktu yang dimanfaatkan sebagai sarana mengembangkan

potensi, meningkatkan mutu pribadi, kegiatan terapeutik bagi yang mengalami

gangguan emosi, meningkatkan kesegaran mental dan sosial serta sebagai selingan

dan hiburan, serta sebagai sarana rekreasi.

Pemanfaatan waktu luang (leisure time) ini kemudian berkembang menjadi

sebuah kebiasaan yang menyebar kepada banyak orang dan menjadi mode yang

diikuti. Pemanfaatan waktu luang tidak lagi menjadi sekedar waktu untuk berekreasi
3
8
tetapi juga menjadi suatu arena yang didalamnya terdapat pembentukan relasi kelas

dan juga gaya hidup konsumtif.

Pembentukan relasi kelas melalui praktik pemanfaatan waktu luang yang akan

dianalisis menggunakan konsep habitus kelas dan ditambahkan konsep kelas sosial

dari Joseph Kahl yang penulis gunakan sebagai variabel atau indikator dalam

menentukan posisi zona kelas sosial pekerja formal di PT. Isuzu Astra Makassar yang

Bourdieu klasifikasikan pada tiga Zona Kelas Sosial nya yaitu: Zona Kelas Atas,

Zona Kelas Menengah, dan Zona Kelas Bawah.

Pembentukan gaya hidup konsumtif melalui praktik pemanfaatan waktu luang ini

yang kemudian akan dianalisis menggunakan teori praktik yang dicetuskan oleh

Pierre Bourdieu. Teori Praktik yang digagas oleh Bourdieu menekankan bahwa ada

keterkaitan antara modal, habitus, dan ranah dalam pembentukan praktik sosial di

dalam masyakarakat.

Variabel habitus dalam penelitian ini antara lain: aktivitas sehari-hari, pendapat

mengenai tempat kerja, penggunaan waktu luang, tempat berlibur favorit, penggunaan

gaji, dan organisasi sosial yang dilakoni. Variabel modal terbagi dalam 4 bagian yaitu

modal ekonomi, modal sosial, modal simbolik, dan modal budaya. Dan variabel

untuk ranah adalah lingkungan kerja dan lingkungan tempat tinggal.

Untuk melihat gambaran skema penelitian yang akan dilakukan, silahkan

perhatikan gambar dibawah ini.


3
9
Pemanfaatan Waktu Luang Pada Pekerja
Formal PT Astra Isuzu Makassar

Proses Terciptanya Kelas Sosial dalam Proses Terciptanya Gaya Hidup Konsumtif
Praktik Pemanfaatan Waktu Luang dalam Praktik Pemanfaatan Waktu Luang

a. Habitus
Habitus Kelas Kelas Sosial Tiga Zona Selera Pierre
Joseph Kahl Budaya: Bourdieu b. Ranah

 Selera Kelas Teori Praktik c. Modal


Atas

 Selera Kelas
Menengah

 Selera Kelas
Bawah

Masyarakat Konsumerisme di Kalangan Pekerja Formal


4
0
2.4 Definisi Konseptual dan Variabel Penelitian
Untuk memudahkan peneliti dalam menjalankan prosedural penelitian, maka

berikut akan dirumuskan beberapa definisi dari konsep-konsep yang digunakan dalam

penelitian ini. Berikut beberapa konsep-konsep tersebut:

a. Waktu Luang.
Waktu luang terbentuk dari segala kegiatan bersifat mengajar dan menghibur

pernyataan ini didasarkan pada pengakuan dari pihak The International Group of the

Social Science of Leisure, menyatakan bahwa: “waktu luang berisikan berbagai

macam kegiatan yang mana seseorang akan mengikuti keinginannya sendiri baik

untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau

mengembangkan keterampilannya secara objektif atau untuk meningkatkan

keikutsertaan dalam bermasyarakat.

b. Pekerja Formal.
Pekerja formal adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan sebagai

tenaga kerja terlatih (skilled worker).

c. Konsumerisme.
Konsumerisme adalah aliran atau paham yang mengubah perilaku manusia

untuk melakukan sebuah kegiatan konsumen atau membeli atau memakai barang-

barang secara berlebihan tanpa melihat nilai gunanya.

Untuk selanjutnya, dari definisi konseptual ini dijabarkan menjadi beberapa

indikator sebagai kisi-kisi dalam membuat instrumen sebagai berikut:


4
1
Tabel 2.1
Variabel Penelitian

4
2
Variabel Sub-Variabel Indikator

Modal Sosial  Reciprocity

 Trust

 norma sosial

 proactivity

Ekonomi  Gaji

 posisi di kantor

 usaha

 posisi di lingkup masyarakat

Simbolik  Kendaraan

 alat komunikasi

 tempat belanja pakaian

 pemilihan tempat makan

Budaya  tingkatan Pendidikan

 garis keturunan bangsawan

Ranah Ranah  Posisi di kantor

 Tanggung jawab.

 Persaingan

Habitus  aktivitas sehari-hari

 Pendapat mengenai tempat kerja

 penggunaan waktu luang

 tempat berlibur favorit

 penggunaan gaji

 organisasi sosial

Selera Kelas Sosial  Pekerjaan

 penampilan pribadi
4
3

 interaksi
BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam sebuah penulisan ilmiah, hendaknya penulisan tersebut menggunakan

metodologi yang tersistematis dan memenuhi standar penelitian yang ilmiah. Maka,

selanjutnya penulis akan menjelaskan mengenai metodologi ilmiah yang akan

digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

3.1 Pendekatan penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan

penelitian kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang mengumpulkan dan

menganalisis data berupa kata-kata dan perbuatan manusia serta penulis tidak

berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh

dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka (Afrizal, 2015:13).

Dalam menentukan strategi penelitiannya, penulis menggunakan strategi

penulisan dari strategi metode kualitatif, yaitu strategi studi kasus. Menurut Creswell

(2010:23) strategi penulisan studi kasus adalah metode penulisan yang secara khusus

menyelidiki fenomena kontemporer yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata,

yang dilaksanakan ketika batasan-batasan antara fenomena dan konteksnya belum

jelas, dengan menggunakan berbagai sumber data.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian.

Lokasi penulisan adalah tempat dimana proses studi yang digunakan untuk

memperoleh pemecahan masalah penulisan berlangsung. Penentuan lokasi penulisan

sangat penting karena berhubungan dengan data-data yang harus dicari sesuai dengan
4
4
fokus yang ditentukan, lokasi penulisan juga menentukan apakah data memenuhi

syarat baik volume maupun karakter data yang dibutuhkan dalam penulisan.

penulisan ini dilakukan di PT. Astra Isuzu yang berlokasi di Jalan Andi Pangeran

Pettarani, Kota Makassar. PT. Astra Isuzu dipilih sebagai lokasi penelitian dengan

alasan PT. Astra Isuzu adalah penulis telah melakukan observasi mengenai PT. Astra

Isuzu pada saat penulis magang di PT Astra Isuzu. Selain itu, PT Astra Isuzu adalah

perusahaan yang menerapkan perlindungan hukum dan kontrak kerja yang resmi,

serta berada di dalam organisasi yang berbadan hukum, sebagaimana diantur dalam

UU Ketenagakerjaan.

Waktu penulisan adalah waktu yang digunakan untuk memperoleh pemecahan

masalah penulisan. penulisan ini akan dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan,

yaitu bulan Mei 2023 sampai bulan Juni 2023.

3.3 Tipe penulisan.

Tipe penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif eksploratif,

dimana penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran nyata, penjelasan

dengan dianalisis secara deskriptif, dan untuk menggali suatu tujuan yang masih

baru. penulisan deskriptif diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden,

apa adanya sesuai dengan pertanyaan penulisannya, kemudian dianalisis pula dengan

kata-kata apa yang melatarbelakangi responden berperilaku (Usman dan Purnomo

Setiady Akbar: 2009:130).


4
5
3.4 Teknik Penentuan Informan.

Jumlah informan dalam penulisan ini adalah 7 orang. Setelah informan ketujuh data

sudah jenuh, sehingga sampel sumber data sudah mencukupi, dan tidak perlu

menambah sampel yang baru (Sugiyono, 2013:221). Dalam menentukan informan

penulisan ini, penulis menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Yusuf

(2017:369) purposive sampling adalah mekanisme penentuan informan secara

sengaja. Sengaja yang dimaksud adalah sebelum melakukan penulisan, penulis

menetapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh orang yang dijadikan sumber

informasi. Penggunaan teknik ini senantiasa berdasarkan pada pengetahuan tentang

ciri-ciri tertentu yang telah didapat dari populasi sebelumnya.

Informan harus memiliki beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu:

1. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medan

aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penulisan dan ini biasanya ditandai

oleh kemampuan memberikan informasi di luar kepala tentang sesuatu yang

ditanyakan.

2. Subjek masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang

menjadi sasaran atau penulisan.

3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai


informasi.
4
6
Dalam hal ini penulis mengambil informan berdasarkan pengamatan di lapangan

terhadap pegawai PT Astra Isuzu, Kota Makassar. Informan yang digunakan dalam

penulisan ini adalah pegawai PT Astra Isuzu Kota Makassar yaitu:

1. Admin Head (1 orang)

2. Workshop Head (1 orang)

3. Part Head (1 orang)

4. Sales Supervisor (1 orang)

5. Kasir (1 orang)

6. Sales (4 orang)

7. Mekanik (1 orang)

Setelah ditemukan informan yang menggunakan teknik purposive sampling.

Penggunaan teknik ini akan berhenti apabila data yang diperoleh telah jenuh dan

tidak berkembang lagi dan sama dengan data yang diperoleh sebelumnya. Secara

sederhana, dalam penulisan kualitatif dikenal dengan istilah data jenuh. Data jenuh

artinya kapan dan dimanapun ditanyakan pada informan (triangulasi data), dan pada

siapa pun pertanyaan sama diajukan, hasil jawaban yang diberikan tetap konsisten

sama. Pada saat itulah cukup bagi penulis untuk menghentikan proses pengumpulan

data (Yusuf, 2017: 370).

3.5 Teknik Pengumpulan Data.

Menggunakan metode penulisan kualitatif strategi studi kasus berarti melakukan

pengumpulan data dengan menggunakan teknik-teknik tertentu dan menganalisis


4
7
data yang telah dikumpulkan dengan cara tertentu. Pengumpulan data dengan teknik

kualitatif antara lain wawancara dan observasi. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah dengan data primer dan data sekunder.

1) Teknik pengumpulan data primer.

Data primer adalah data yang belum tersedia dan diperoleh langsung dari objek yang

akan diteliti, adapun teknik yang akan dilakukan penulis dalam mengumpulkan data

primer:

a) Wawancara mendalam (Indepth Interview).

Salah satu teknik pengumpulan data yang lazim dipergunakan oleh penulis

dalam penulisan kualitatif untuk mengumpulkan data adalah wawancara mendalam.

Wawancara mendalam adalah suatu wawancara tanpa alternatif pilihan jawaban dan

dilakukan untuk mendalami informasi dari seorang informan (Afrizal, 2015:136).

Seorang penulis tidak melakukan wawancara berdasarkan sejumlah pertanyaan yang

telah disusun dengan mendetail dengan alternatif jawaban yang telah dibuat sebelum

melakukan wawancara, melainkan berdasarkan pertanyaan yang umum kemudian di

detailkan dan dikembangkan ketika melakukan wawancara atau setelah melakukan

wawancara untuk melakukan wawancara berikutnya.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hasil wawancara

mendalam yang perlu dikontrol oleh penulis. Para penulis perlu melakukan langkah-

langkah yang tepat untuk mengurangi gangguan faktor-faktor ini untuk mendapatkan

data yang valid. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.


4
8
a. Perilaku pewawancara.

Perilaku pewawancara ketika proses wawancara mendalam berjalan dapat

pula mempengaruhi kualitas informasi yang diperoleh dari para informan.

b. Situasi wawancara.

Situasi wawancara seperti apakah wawancara dilakukan secara santai atau

tegang, karena situasi wawancara yang tepat akan menghasilkan data yang valid.

b) Observasi.

Penulis untuk mengetahui sesuatu yang sedang terjadi atau yang sedang

dilakukan merasa perlu untuk melihat sendiri, mendengarkan sendiri atau merasakan

sendiri. Iskandar (2009:121) mengemukakan bahwa kegiatan observasi meliputi

melakukan pengamatan, pencatatan secara sistematik kejadian, perilaku, obyek-

obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang sedang dilakukan. Dalam pengamatan ini,

penulis menggunakan catatan-catatan dan kamera sebagai alat dokumentasi

observasi.

Pengumpulan data dilakukan langsung oleh penulis dengan pertimbangan; (1)

penulis merupakan alat yang peka dan dapat bereaksi terhadap situasi dari

lingkungan yang diperkirakan bermakna bagi penulis, dan (2) penulis sebagai alat

yang dapat langsung menyesuaikan diri terhadap segala aspek yang diteliti dan dapat

segera menganalisis data yang diperoleh.

2) Teknik pengumpulan data sekunder.


4
9
a. Studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi melalui

literatur yang relevan dengan judul penulisan seperti buku-buku, artikel dan makalah

yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti serta analisis peraturan

perundang- undangan yang berlaku.

b. Studi dokumentasi yaitu dengan cara memperoleh data melalui pengkajian dan

penelaahan terhadap catatan penulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan masalah-masalah yang diteliti.

3.6 Teknik Analisis Data.

Teknik analisis data adalah cara yang digunakan untuk mengkategorikan data

untuk mendapatkan pola hubungan, tema dan menafsirkan apa yang bermakna dan

dimuat dalam laporan penulisan. Menurut Afrizal (2015:19) ada dua tahap analisis

data dalam penulisan kualitatif yaitu: pertama, pada tahap pengumpulan data itu

mengumpulkan data-data baik primer maupun sekunder yang dilakukan di pada saat

penelitian. Kedua, dilakukan ketika penulisan laporan dilakukan. Penulisan ini

menggunakan teknik analisis data Miles dan Huberman. Secara garis besar, Miles

dan Huberman membagi analisis data dalam penulisan kualitatif ke dalam tiga tahap,

yaitu reduksi atau kodifikasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Afrizal,

2015:178).

Menurut Miles dan Huberman, ketiga langkah tersebut dilakukan atau

diulangi terus setiap setelah melakukan pengumpulan data dengan teknik apapun

(Afrizal, 2015: 180). Dengan demikian, ketiga tahap itu, harus dilakukan terus
5
0
sampai penulisan tersebut. kaitan antara analisis data dengan pengumpulan data

disajikan oleh Miles dan Huberman dalam diagram berikut:

Gambar 3.1

Sumber: Afrizal (2015:180).

Adapun alur analisis data yang digunakan, adalah sebagai berikut :

● Reduksi data.

Pada tahap ini dilakukan proses penyeleksian, pemfokusan, penyederhanaan

serta pengabstrakan data dari catatan lapangan. Proses ini berlangsung sepanjang

penulisan dilakukan dengan membuat singkatan, kategorisasi, memusatkan tema,

menentukan batas-batas permasalahan dan menulis memo. Proses reduksi ini

berlangsung terus sampai laporan akhir penulisan selesai. Reduksi data merupakan

bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, memfokuskan, dan membuang


5
1
hal yang tidak penting serta mengatur sedemikian rupa sehingga dapat ditarik

kesimpulan akhir yang akurat.

● Penyajian data.

Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan kesimpulan

penulisan dapat dilakukan. Dengan melihat sajian data, penulis dapat lebih

memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu

pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Sajian data

yang baik dan jelas sistematikanya akan banyak membantu. Sajian data dapat berupa

deskripsi, matriks, gambar/skema, dan tabel. Kesemuanya itu dirancang guna merakit

informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang

kompak.

● Penarikan kesimpulan.

Dari awal pengumpulan data, penulis sudah harus memahami apa arti dari

berbagai hal yang ia temui dengan mulai melakukan pencatatan pola-pola,

pernyataan- pernyataan, konfigurasi-konfigurasi, alur sebab akibat dan berbagai

proposisi. Hal itu akan diverifikasi dengan temuan-temuan data selanjutnya dan

akhirnya sampai pada penarikan kesimpulan akhir. Ini adalah interpretasi penulis atas

temuan dari suatu wawancara atau sebuah dokumen.

3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.

Sugiyono (2015: 92) menyatakan bahwa teknik pemeriksaan keabsahan data

adalah derajat kepercayaan atas data penelitian yang diperoleh dan bisa
5
2
dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Sugiyono (2015) menjelaskan bahwa untuk

pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas

(credibility), uji transferabilitas (transferability), uji dependabilitas (dependability)

dan terakhir uji obyektivitas (confirmability).

● Uji Kredibilitas.

Uji Kredibilitas (credibility) merupakan uji kepercayaan terhadap data hasil

penelitian kualitatif (Prastowo, 2012: 266). Moleong (2016: 324) menyatakan bahwa

uji kredibilitas ini memiliki dua fungsi, yaitu fungsi pertama untuk melaksanakan

pemeriksaan sedemikian rupa tingkat kepercayaan penemuan kita dapat dicapai, dan

fungsi yang kedua untuk mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil

penemuan kita dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang

diteliti. Dalam penelitian ini untuk uji kredibilitas (credibility) peneliti menggunakan

triangulasi. Moleong (2016: 330) menjelaskan bahwa triangulasi adalah pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk

keperluan pengecekan data, atau sering disebut bahwa triangulasi sebagai

pembanding data. Dijelaskan juga oleh Sugiyono (2015: 372) triangulasi merupakan

teknik pemeriksanaan keabsahan data yang menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang ada, triangulasi ini memanfaatkan sesuatu

yang lain diluar data penelitian, dengan tujuan untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data penelitian yang diperoleh. Sugiyono (2015:373)

mengungkapkan bahwa triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
5
3
yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Penerapan metode ini dapat dicapai dengan

cara membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara, dan

dokumentasi. Maksudnya membandingkan apa yang dilakukan (responden), dengan

keterangan wawancara yang diberikannya dalam wawancara tetap konsisten dan di

tunjang dengan data dokumentasi berupa foto serta data lainnya seperti jurnal ilmiah,

penelitian terdahulu dan teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian ini.

● Uji Transferabilitas (Transferability)

Sugiyono (2015: 376) menjelaskan bahwa uji transferabilitas (transferability)

adalah teknik untuk menguji validitas eksternal didalam penelitian kualitatif. Uji ini

dapat menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke

populasi dimana sampel itu diambil. Kemudian Moleong (2016: 324) menjelaskan

bahwa tranferabilitas merupakan persoalan empiris yang bergantung pada kesamaan

konteks pengirim dan penerima. Untuk menerapkan uji transferabilitas didalam

penelitian ini nantinya peneliti akan memberikan uraian yang rinci, jelas, dan juga

secara sistematis terhadap hasil penelitian. Diuraikannya hasil penelitian secara rinci,

jelas dan sistematis bertujuan supaya penelitian ini dapat mudah dipahami oleh orang

lain dan hasil penelitiannya dapat diterapkan ke dalam populasi dimana sampel pada

penelitian ini diambil.

● Uji Dependabilitas (Dependability).

Prastowo (2012: 274) menyebutkan uji dependabilitas didalam penelitian

kualitatif dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses


5
4
didalam penelitian. Dijelaskan juga oleh Sugiyono (2015: 377) bahwa uji

dependabilitas dilakukan dengan cara mengaudit segala keseluruhan proses

penelitian. Pada penelitian ini nantinya peneliti akan melakukan audit dengan cara

peneliti akan berkonsultasi kembali kepada pembimbing, kemudian pembimbing

akan mengaudit keseluruhan proses penelitian. Disini nanti peneliti akan

berkonsultasi terhadap pembimbing untuk mengurangi kekeliruan-kekeliruan dalam

penyajian hasil penelitian dan proses selama dilakukannya penelitian.

● Uji Konfirmabilitas/Objektivitas (Confirmability).

Sugiyono (2015: 377) menjelaskan bahwa uji konfirmabilitas merupakan uji

objektivitas di dalam penelitian kuantitatif, penelitian bisa dikatakan objektif apabila

penelitian ini telah disepakati oleh orang banyak. Prastowo (2012: 275) mengatakan

bahwa menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian yang dihubungkan

dengan proses penelitian dilakukan.


5
5
BAB IV

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Makassar

4.1.1 Letak Geografis dan Topografi.


Kota Makassar merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan dan mempunyai

posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan

utara dalam provinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan barat ke wilayah kawasan

timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Kota Makassar

merupakan daerah pantai datar dengan kemiringan 0-5 derajat ke arah barat, diapit

dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai

Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya

berjumlah kurang lebih 175,77 KM² dataran dan termasuk 11 pulau di selat Makassar

ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 KM². Secara geografis Kota

Metropolitan Makassar terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada

koordinat 119° 24’17’38” Bujur Timur dan koordinat 5°8’6’19 Lintang Selatan,

dimana Kota Makassar terdiri atas 14 wilayah kecamatan, dengan 143 kelurahan.

Sedangkan batas - batas wilayah administratif dari letak Kota Makassar, antara lain:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros.


5
6
Tabel 4.1
Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kota Makassar
No Kecamatan Luas (km2) Persentase

1 Mariso 1,82 1,04

2 Mamajang. 2,25 1,28

3 Tamalate 20,21 11,50

4 Rappocini 9,23 5,25

5 Makassar 2,52 1,43

6 Ujung Pandang 2,63 1,50

7 Wajo 1,99 1,13

8 Bontoala 2,10 1,19

9 Ujung Tanah 5,94 3,38

10 Tallo 5,83 3,32

11 Panakkukang 17,05 9,70

12 Manggala 24,14 13,73

13 Biringkanaya 48,22 27,43

14 Tamalanrea 31,84 18,11

Kota Makassar 175,77 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar Tahun 2020 (Kota Makassar
Dalam Angka 2020).
Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Kota Makassar,

memberi penjelasan bahwa secara geografis, Kota Makassar memang sangat strategis

dilihat dari sisi kepentingan ekonomi dan memiliki warna budaya tersendiri. Dari sisi

ekonomi, Kota Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih
5
7
efisien dibandingkan daerah lain. Perkembangan ekonomi di Kota Makassar sedikit

banyak telah merubah wajah kebudayaan dan interaksi sosial masyarakat Kota

Makassar. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan kondisi geografis-Makassar

memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di kawasan timur Indonesia.

4.2. Biografi Perusahaan

4.2.1 Sejarah PT. Astra Isuzu.

PT Isuzu Astra Motor Indonesia adalah Agen Tunggal Pemegang

Merek (ATPM) mobil dan truk Isuzu di Indonesia yang merupakan perusahaan

patungan antara Astra International dengan prinsipal Isuzu Motors Ltd yang terkenal

sebagai produsen kendaraan komersial dan mesin diesel terkemuka di dunia.

Isuzu Indonesia memiliki pabrik di Karawang yang berdiri di atas lahan seluas

300.000 meter persegi dan memiliki kapasitas produksi hingga 80.000 unit per tahun.

Kiprah Isuzu Indonesia dimulai pada tahun 1960-an ketika menjadi distributor produk

mesin diesel dan kendaraan Isuzu di Indonesia. Berdirinya PT Pantja Motor pada

tahun 1974 merupakan awal dari keberadaan Isuzu di Indonesia.

Isuzu di Indonesia memiliki produk yang beragam dan terbagi dalam 2 kategori besar

yaitu kategori Commercial Vehicle (CV) atau kendaraan niaga mulai dari pick

up Isuzu Traga Diarsipkan 2020-10-13 di Wayback Machine., truk kelas ringan Isuzu

Elf, medium truk Isuzu Forward (diganti nama menjadi Giga demi marketing) dan

truk kelas berat Giga serta Light Commercial Vehicle (LCV) seperti Isuzu Panther.

Astra Isuzu saat ini memilik 52 outlet (terdiri dari outlet VSP – melayani jual beli dan

service kendaraan serta 1 outlet V – hanya melayani jual beli kendaraan) yang
5
8
tersebar di hampir seluruh Indonesia. Selain itu, untk menjamin pelanggan

mendapatkan suku cadang Isuzu yang asli, Astra Isuzu juga bekerja sama dengan

2.297 partshop yang tersebar di seluruh Indonesia.

4.2.2 Visi dan Misi PT. Astra Isuzu

a. Visi
Menjadi distributor LCV dan dealer Isuzu terbaik di Indonesia dengan

perkembangan berkelanjutan melalui pengembangan kompetensi sumber daya,

efesiensi, dan ramah lingkungan.

b. Misi

1. Melayani pelanggan dengan sumber daya yang kompeten

2. Memiliki etika & proses bisnis yang kuat dan efisien

3. Menciptakan budaya fokus kepada pelanggan

4. Berkomitmen menjalankan bisnis dengan Good Corporate Governance &

Corporate Social Responsibility

4.2.3 Lokasi.

PT. Astra Isuzu berpusat di Head Office Jl. Danau Sunter Utara Blok O-3

Kav. 30, Sunter Jakarta. Sedangkan untuk di Kota Makassar bertempat di Jalan AP.

Pettarani, Kec. Panakkukang.

4.2.4 Tugas dan Kewajiban

a. Kepala Cabang

Kepala cabang adalah seseorang yang ditunjuk untuk memimpin suatu

lembaga perusahaan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan.


5
9
b. Admin Head

Bertanggung jawab atas semua penyusunan, transaksi dan pembuatan laporan

keuangan perusahaan.

c. Workshop Head

Bertanggung jawab untuk mengelola seluruh kegiatan bengkel dalam

rangka meningkatkan mutu dan kecepatan pelayanan melalui SOP yang berlaku

serta menginformasikan kompetensi jajaran personel bengkel dalam usaha

pencapaian target untuk meningkatkan produktibitas dan pencapaian performa

bengkel serta kepuasan pelanggan.

d. Part Head

Tanggung jawab untuk membuat perencanaan pengadaan barang dan

distribusinya, mengawasi dan mengontrol operasional gudang, melakukan order

barang sesuai kebutuhan, mengawasi dan mengontrol semua barang yang masuk dan

keluar sesuai dengan SOP, dan melakukan pengecekan pada barang yang diterima

sesuai SOP.

e. Sales Supervisor

Bertanggung jawab untuk merencanakan, mengorganisir, melakukan

koordinasi, mengontrol dan mengevaluasi seluruh aktivitas salesman yang dibawah

tanggung jawabnya, melaksanakan semua tugas sesuai sistem dan prosedur yang telah

ditetapkan oleh perusahaan untuk mencapai sasaran perusahaan, dan menyusun

rencana kerja.

f. Admin Service
6
0
Bertanggung jawab untuk menerima dan memeriksa kelengkapan dokumen

untuk perbaikan unit, melakukan rekap pembaruan database, menyiapkan dokumen

pendukung untuk pengajuan klaim/tagihan, Memonitor pembayaran claim/tagihan,

menerima dan entry dokumen FSP (free service  program)

g. Kasir

Bertanggungjawab melayani pembayaran yang dilakukan pelanggan dan

melakukan pencatatan barang yang dibeli.

h. Field Advisor

Bertanggungjawab mendampingi sales saat penyerahan unit ke pelanggan dan

menjelaskan program servis, melakukan visit pelanggan, melakukan investigasi dan

analisis terhadap keluhan pelanggan, memberikan edukasi kepada customer (supir &

mekanik) terkait operasional unit.

i. Mekanik

Mekanik adalah teknisi yang menggunakan peralatan untuk, mempertahankan

atau mereparasi mesin serta melaksanakan pemeliharaan, perbaikan trouble shooting

engine alat berat dan membuat laporan pekerjaan.

j. Sales

Bertanggungjawab menawarkan barang atau jasa produksi perusahaan kepada

konsumen. Menjelaskan spesifikasi produk yang dijual kepada konsumen.

Memberikan simulasi hitungan biaya yang harus dikeluarkan dan menjelaskan

manfaat yang akan diperoleh. Melakukan komunikasi dengan pelanggan.

k. Partman
6
1
Bertanggungjawab memeriksa ketersediaan stok parts, oli, aksesoris dan

apparel yang dibutuhkan konsumen dan menginformasikan harga parts dan promo

yang berlaku saat itu, seperti diskon dan hadiah langsung.

4.2.5 Struktur Perusahaan

Kepala Cabang

Admin Head Workshop Head Part Head Sales Supervisor

 PGA
 Field Advisor
 Admin Unit
 Service Advisor
 Admin Fakpol  Sales Part
 Kepala Regu Sales
 Admin Service  Partman
 Mekanik
 Admin Spart
 BIB
 Kasir
6
2
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menjelaskan dan menggambarkan

fenomena di pemanfaatan waktu luang di kalangan pekerja formal di Kota Makassar

dalam pisau analisa Konsumerisme. Penelitian ini merupakan penelitian dekskriptif

(deskriptif research), yakni sebuah penelitian yang memberikan gambaran lebih

mendalam tentang gejala-gejala sosial tertentu atau aspek kehidupan tertentu pada

masyarakat yang diteliti.

Dalam Bab ini, penulis akan menguraikan hasil penelitian penulis sebagai

sebuah jawaban atas rumusan masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

Selain itu, peneliti juga akan membahas mengenai karakteristik informan yang

merupakan pekerja formal di PT Isuzu Astra. Di bab ini juga akan dibahas dan

disajikan data-data hasil penelitian dalam bentuk deskriptif mengenai pemanfaatan

waktu luang pekerja formal. Selain itu, peneliti juga akan membahas mengenai

karakteristik informan yang dipilih secara purposive sampling.

5.1 Karakteristik Informan.

A. Andi Asti (AA)

AA adalah informan berjenis kelamin perempuan yang berusia 38 tahun.

Adapun pendidikan terakhir YR adalah S1. AA telah bekerja di PT Isuzu Astra

Makassar semenjak tahun 2018. Posisi AA di PT Isuzu Astra adalah sales counter.

Selain bekerja, AA sehari-harinya juga merupakan IRT yang memiliki 1 orang anak
6
3
berusia 7 tahun. AA tinggal di jalan Hertasning Baru di perumahan Anging Mammiri.

Suami AA bekerja sebagai PNS di lingkup Pemerintah Kota Makassar. AA juga

memiliki usaha kosmetik yang dipasarkan secara online.

B. Fauzan Akbar Putra

FAP adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 40 tahun.

Adapun pendidikan terakhir FAP adalah S2. FAP telah bekerja di PT Isuzu Astra

Makassar semenjak tahun 2017. Posisi FAP di PT Isuzu Astra adalah supervisor.

Selain bekerja, FAP sehari-harinya juga menekuni hobi running yang memiliki

komunitas running bernama HertasningRun. AA tinggal di jalan Abdullah Dg. Sirua.

FAP memiliki istri yang bekerja di BNI Cabang Pare-pare dan anak 1 orang yang

berusia 10 tahun. Selain bekerja sebagai supervisor di PT Isuzu Astra, FAP juga

memiliki usaha warung kopi di Kota Pare-pare yang dikelola istrinya.

C. Remon Patandi

RP adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 35 tahun. Adapun

pendidikan terakhir RP adalah S1. RP telah bekerja di PT Isuzu Astra Makassar

semenjak tahun 2020. Posisi RP adalah admin. Aktivitas sehari-hari RP selain bekerja

adalah bersosialisasi dengan teman-temannya di cafe. Status RP sendiri masih lajang

dan tinggal bersama orang tua di BTP. Ketika bersosialisasi dengan teman-temannya

di cafe, RP dan teman-temannya bermain game Mobile Legend secara bersama-sama.


6
4
D. Muh. Ridwan

MR adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 43 tahun.

Adapun pendidikan formal terakhir MR adalah SMA. Pendidikan non-formal terakhir

MR yang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai teknisi mekanik adalah Training

dan Upgrading Mekanik Isuzu se Indonesia pada tahun 2023. MR telah bekerja di PT

Isuzu Astra Makassar semenjak tahun 2018. Posisi MR di PT Isuzu Astra adalah

mekanik. Selain bekerja, MR sehari-harinya menghabiskan waktunya bersama

keluarga. Adapun tempat yang dipilih oleh MR untuk berlibur bersama keluarga

adalah pantai. MR berdomisili di jalan Baji Gau. MR memiliki istri yang bekerja

sebagai IRT dan wiraswasta. MR memiliki warung kelontong di teras rumahnya. MR

memiliki 3 orang anak.

E. Asfar Kamal

AK adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 46 tahun. Adapun

pendidikan terakhir FAP adalah S1. AK telah bekerja di PT Isuzu Astra Makassar

semenjak tahun 2015. Posisi AK di PT Isuzu Astra adalah admin head. Selain

bekerja, AK sehari-harinya aktif di kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di mesjid

komplek perumahannya. AK tinggal di jalan Ir. Sutami. AK memiliki istri yang

bekerja di bagian marketing perumahan. AK memiliki 2 orang anak.

F. Safaruddin

S adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 29 tahun. Adapun

pendidikan terakhir FAP adalah SMK. S telah bekerja di PT Isuzu Astra Makassar

semenjak tahun 2021. Posisi S di PT Isuzu Astra adalah partman. Selain bekerja, S
6
5
sehari-harinya meluangkan waktunya di Cafe bersama dengan teman-temannya. Di

akhir pekan, S dan teman-temannya sering mengadakan kegiatan pendakian. S tinggal

di perumahan Puri Taman Sari. S masih berstatus lajang.

G. Armitha Razaq

AR adalah informan berjenis kelamin perempuan yang berusia 27 tahun.

Adapun pendidikan terakhir AR adalah S1. AR telah bekerja di PT Isuzu Astra

Makassar semenjak tahun 2020. Posisi AR di PT Isuzu Astra adalah kasir. Selain

bekerja, AR selepas pulang kerja akan menyempatkan waktunya untuk nonton di XXI

atau bersosialisasi dengan temannya di cafe. AR tinggal di jalan Todoppuli Raya. AR

masih berstatus lajang.

H. Ardi B

AB adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 31 tahun. Adapun

pendidikan terakhir AB adalah S1. AB telah bekerja di PT Isuzu Astra Makassar

semenjak tahun 2018. Posisi AB di PT Isuzu Astra adalah Sales Counter. Selain

bekerja, AB sehari-harinya melakukan aktivitas berkumpul bersama teman-temannya

di cafe atau apabila tidak keluar kos, maka akan menghabiskan waktunya dengan

menonton di kosan.

I. Fredy S

FS adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 29 tahun. Adapun

pendidikan terakhir FS adalah S1. FS telah bekerja di PT Isuzu Astra Makassar

semenjak tahun 2021. Posisi FS di PT Isuzu Astra adalah Sales Counter. Selain

bekerja, sehari-harinya FS beraktivitas jogging di pagi hari, dan ketika pulang kerja
6
6
akan lanjut ke tempat gym dan kemudian bertemu dengan teman-temannya di cafe

atau warkop. FS masih berstatus lajang.

J. Darwis

D adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 34 tahun. Adapun

pendidikan terakhir D adalah S1. AR telah bekerja di PT Isuzu Astra Makassar

semenjak tahun 2020. Posisi AR di PT Isuzu Astra adalah Sales Counter. Selain

bekerja, D juga memiliki aktivitas rutin seperti mengantar istri ke tempat kerja di pagi

hari, dan disaat pulang kerja D membantu jualan online istrinya.

TABEL 5.1
Karakteristik Informan

NO NAMA USIA JENIS POSISI


KELAMIN

1 AA 38 P Sales Counter

2 FAP 40 Lk Supervisor

3 RP 35 Lk Admin

4 MR 43 Lk Mekanik

5 AK 46 Lk Admin Head

6 S 29 Lk Partman

7 AR 27 P Kasir

8 AB 31 L Sales Counter

9 FS 29 L Sales Counter

10 D 34 L Sales Counter
Sumber: Data Diolah
6
7
5.2. HASIL PENELITIAN

5.2.1. Proses Pemanfaatan Waktu Luang Membentuk Kelas-Kelas Sosial di Kalangan


Pegawai PT Astra Isuzu di Kota Makassar
Pada era kapitalisme lanjut, masyarakat terus menerus dirayu untuk

menjadikan konsumsi sebagai gaya hidup melalui berbagai cara yang mengakibatkan

gaya hidup menjadi sentral dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup adalah salah

satu bentuk budaya konsumeris. Karena gaya hidup seseorang dapat dilihat dari apa-

apa yang dikonsumsinya, baik konsumsi barang atau jasa. Konsumsi tidak hanya

mencakup kegiatan membeli sejumlah barang (materi), dari televisi hingga mobil,

tetapi juga mengkonsumsi jasa, seperti pergi ke tempat hiburan dan berbagai

pengalaman sosial. Gaya hidup juga dihubungkan dengan status kelas sosial ekonomi.

Gaya hidup mencitrakan keberadaan seseorang pada suatu status sosial tertentu.

Chaney (2010) mengemukakan bahwa gaya hidup telah menjadi ciri dalam

dunia modern, sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk

menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain. Chaney juga memberikan

definisi gaya hidup sebagai pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang

dengan orang lain.

Pola-pola tindakan yang berbeda antara satu orang dengan orang lain tersebut

yang Baudrillard sebut sebagai proses diferensiasi. Baudrillard berpendapat bahwa

masyarakat konsumer timbul sebagai akibat dari adanya logika sosial diferensiasi

dan proses-proses distingtif (perbedaan) kelas dan kasta yang mendasar dalam

struktur sosial. Dalam masyarakat konsumer, individu tidak lagi mengonsumsi karena
6
8
kebutuhan ataupun karena kepuasan yang akan didapatkannya, akan tetapi mereka

mengonsumsi karena adanya tanda (pesan atau citra) yang mereka maknai dan adanya

keinginan untuk terus membedakan dirinya dengan orang lain.

Baudrillard berpendapat bahwa yang membentuk masyarakat konsumer

adalah keinginan individu untuk terus menerus melakukan perbedaan atau

diferensiasi antara dirinya dengan orang lain. Individu akan mengonsumsi produk-

produk yang dianggap akan memberi atau menaikan status sosialnya, tanpa

menimbulkan apakah produk-produk tersebut memang dibutuhkan atau tidak. Bagi

konsumen, tidak penting apakah produk yang dikonsumsi itu berguna atau tidak,

diperlukan atau tidak, yang penting adalah makna apa yang diletakan pada produk

tersebut. Hal ini menandakan bahwa konsumen mengharapkan status sosial tertentu

ketika ia mengkonsumsi suatu produk, bahwa konsumen mengharapkan status sosial

tertentu ketika ia mengonsumsi suatu produk.

Lebih lanjut proses diferensiasi yang dipaparkan oleh Baudrillard kemudian

dikembangkan oleh Pierre Bourdieu. Bagi Bourdieu konsumsi termotivasi oleh

kebutuhan kelompok–kelompok sosial untuk mencapai status melalui bentuk

perbedaan yang memperkuat posisi kelas. Rasa penilaian, berkabar pada habitus,

adalah penanda kelas sosial. Dan sangat terkait pada hierarki akses modal ekonomi,

modal budaya dan modal sosial. Selain itu, selera budaya beserta praktik konsumsi

dibentuk lewat zona-zona kelas sosial dan mencirikan kekhasan gaya hidup. Bourdieu

(Ritzer, 2011:585) berusaha untuk memusatkan perhatiannya pada variasi “selera”

estetis, disposisi yang diperoleh untuk membedakan beragam objek kultural


6
9
kenikmatan estetis dan memberinya apresiasi secara berbeda. Selera juga merupakan

praktik yang diantaranya berfungsi memberi individu, maupun orang lain,

pemahaman akan tempatnya di dalam tatanan sosial. selera menyatukan mereka yang

memiliki preferensi serupa dan membedakannya dari mereka yang memiliki selera

berbeda.

Tesa-tesa yang dicetuskan oleh tiga pemikir aliran post-modernis tersebut

merupakan sebuah tesa yang berangkat dari realita masyarakat kontemporer. Tesa

tersebut kemudian akan ditelisik lebih dalam pada kondisi pemanfaatan waktu luang

para pekerja formal yaitu pegawai PT Isuzu Astra Makassar.

Dalam menganalisis pembentukan kelas-kelas sosial di kalangan pegawai PT

Astra Isuzu Makassar merujuk pada indikator pengukuran kelas sosial dari Joseph

Kahl yaitu: pekerjaan, penampilan pribadi, interaksi, pemilikan, orientasi nilai, dan

kesadaran kelas. Enam indikator ini yang kemudian dielaborasikan dengan konsep

selera dari Bourdieu yang akan memunculkan peta zona kelas di kalangan pegawai

PT Isuzu Astra.

A. Pekerjaan.

Pekerjaan seseorang memperngaruhi gaya hidupnya dan merupakan dasar

yang penting dalam mendapatkan prestise, kehormatan dan penghargaan. Adanya

perbedaan posisi dan gaji dalam pekerjaan seseorang akan menentukan selera

seseorang dalam melakukan aktivitas konsumsi. Semakin tinggi posisi, tanggung

jawab, dan wewenang seseorang maka akan semakin tinggi pula gaji yang diterima.
7
0
Gaji dalam konsep modal ala Bourdieu masuk pada modal ekonomi. Gaji menjadi

modal ekonomi seseorang untuk melakukan berbagai macam aktivitas.

Pada PT Isuzu Astra Makassar, terdapat jenjang struktur pada karir pegawai

yang bekerja di PT Isuzu Astra Makassar. Perbedaan jenjang struktur ini kemudian

memunculkan perbedaan gaji pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar. Hal ini

sebagaimana yang dinyatakan oleh informan FAP, RP, dan MR.

“di PT Isuzu Astra terdapat perbedaan gaji yang dilihat dari posisi dan
kinerja. Posisi pegawai mungkin sama tetapi bisa saja gajinya berbeda karna
produktivitas kinerjanya berbeda.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“iye ada beda-beda gaji, saya saja beda gajiku dengan teman adminku. Kadang saya
lebih tinggi total gajiku, kadang lebih tinggi total gajinya temanku.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“kami yang di mekanik beda gaji ta dengan yang di posisi sales. Bahkan
sesama mekanik saja bisa beda gaji yang didapat kalau kinerja bulanan ta tidak
mencapai target”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Bahkan perbedaan jenjang struktur pada karir pegawai yang bekerja di PT

Isuzu Astra Makassar tidak hanya kemudian memunculkan perbedaan gaji, tetapi juga

memunculkan perbedaan prestise dan penghormatan antara pegawai. Di titik ini

dimensi pekerjaan kemudian memunculkan wajah lainnya sebagai modal simbolik.

Dengan memiliki pekerjaan dengan posisi yang tinggi, maka pegawai kemudian

memiliki modal simbolik untuk bersosialisasi ke masyarakat. Hal ini sebagaimana

yang dinyatakan oleh informan FAP dan AK.


7
1
“supervisor adalah jabatan yang memiliki banyak bawahan. Selama
menjabat posisi supervisor, saya merasa pegawai-pegawai yang lain kemudian cara
menyapa mereka ke saya sangat sopan. Bahkan bukan saja pada jam kerja, diluar
jam kerja saja mereka tetap sopan”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“di PT Astra sangat ditekankan untuk saling menghormati dan menghargai


setiap pegawai, mau itu atasan, bawahan, atau yang selevel. Tidak boleh ada yang
saling menghina karena kita semua ini tim. Tetapi tidak bisa juga disangkal kalau
semakin tinggi posisi ta pasti semakin segan dan menghormati ta lebih tinggi lagi”
(Wawancara 15 Juni 2023)

B. Penampilan Pribadi.
Penampilan pribadi berkaitan dengan reputasi seseorang dalam masyarakat

daripada penampilan atau gaya pakaiannya. Penampilan erat kaitannya dengan mode

berpakaian tetapi bukan hanya mode berpakaian, penampilan pun juga membahas

mengenai postur tubuh dan mode rambut. Dalam sosiologi, penampilan pribadi

dibahas secara dalam pada kajian fashion, identitas, gaya hidup, dan konsumerisme.

Penampilan pribadi dalam kajian sosiologi fashion diutarakan oleh Simmel

(1998 dalam Sinta, 2018:64) bahwa fashion merupakan media yang membedakan

antara anggota kelas atas dan anggota kelas masyarakat biasa (the necessity for unity

and the necessity for diversity). Sehingga fashion bukan hanya merupakan pembeda

individu yang satu dengan yang lainnya namun juga sebagai pengikat dalam suatu

kelompok sosial manusia.

Bahkan menurut Kellner (2010:361) dalam modernitas, fashion adalah

konstituen penting identitas seseorang yang membantu menentukan bagaimana

seseorang dikenali dan diterima. Fashion menwarakan pilihan pakaian, gaya,


7
2
penampilan, dan citra yang dengannya seseorang dapat menciptakan identitas

individual yang diinginkan.

Ada perbedaan mengenai fashion pada masyarakat modern dengan

masyarakat post-modern. Fashion dalam masyarakat modern dibatasi oleh kode-kode

gender, realitas ekonomi, dan kekuatan konformitas sosial yang mendikte apa yang

boleh dan tidak boleh dipakai, apa yang mungkin dan tidak mungkin. Sedangkan

fashion pada masyarakat post-modern adalah penghancuran dan pengaburan kode-

kode yang ada pada masyarakat modern, sehingga mode berpakaian kemudian tidak

mengenai konsep gender. Kondisi fashion pada masyarakat post-modern ini yang

kemudian disebut dengan istilah subversi fashion.

Penulis kemudian mengkategorikan penampilan diri sebagai modal simbolik

bagi pegawai PT Astra Isuzu Makassar dikarenakan ada serangkaian makna-makna

yang hadir dari pilihan-pilihan gaya rambut dan gaya rambut. Penampilan diri sebagai

modal simbolik kemudian memiliki hubungan yang erat dengan modal ekonomi dan

modal budaya. Modal ekonomi sebagai penopang untuk membeli sesuatu barang atau

objek yang dapat membuat diri menarik. Dan modal budaya sebagai pagar atau

pembatas untuk tidak bernampilan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang

dianut.

Pada PT Isuzu Astra Makassar, tidak terdapat berbagai macam mode fashion

pegawai. Selama jam kerja, pegawai kemudian mengenakan pakaian formal yang

sesuai dengan posisi pekerjaan mereka. Tetapi tetap terjadi modifikasi-modifikasi

akan penampilan diri di antara pegawai. Modifikasi akan fashion formal ini yang
7
3
kemudian disebut sebagai bagian dari subversi fashion, sebuah upaya untuk

mengambil alih, mengkudeta, memodifikasi gaya fashion yang telah ditetapkan.

Tetapi modifikasi fashion ini masih berada pada garis nilai dan norma yang dianut.

Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh informan AA, S, dan AR.

“tidak ada ji aturan resmi yang ditetapkan sama manajer untuk masalah
berpakaian. Tetapi untuk saya berusaha ka untuk tetap berpakaian rapi, bersih,
formal, dan sopan karena posisiku menuntut ka untuk bertemu dengan klien.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“ada memang pakaian khususnya untuk posisi partman. Jadi pakaian ini
dipakai pada saat kerja. Biar tidak kotor juga pakaian yang dipake dari rumah.
Dibagikan waktu pertama kali masuk kerja.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“pakaian yang dipake itu berbeda tiap harinya karena sudah ada ketentuan
dari atasan kalau hari senin-selasa pakai pakaian kerja, rabu-kamis batik, jum’at
dan sabtu yang bebas formal. Kalau motif batiknya bebas ji.”
(Wawancara 15 Juni 2023)
Penampilan diri selama bekerja kemudian mengalami perubahan disaat

pegawai PT Isuzu Astra Makassar melakukan aktivitas diluar jam kerjanya atau disaat

memanfaatkan waktu luangnya. Segala predikat pekerjaan kemudian ditanggalkan

disaat melakukan aktivitas waktu luangnya. Hal ini sebagaimana yang disampaikan

oleh S dan AR

“di tempat tongkrongan atau di cafe, beda mi lagi pakaian. Kan tidak mungkin
dipakai terus ini pakaian kantor, jadi saya pakai yang nyamannya kalau ke cafe”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“ kalau selesai mi jam kerja kan terserah kita mami ini mau pake apa. Tidak ada mi
peraturan pakaian lagi jadi bebas ka pakai apapun.”
(Wawancara 15 Juni 2023)
7
4
C. Interaksi

Seseorang akan merasa lebih nyaman jika mereka bergaul dengan orang yang

memiliki kesamaan nilai dan sikap dengannya. Dalam sosiologi, pembahasan

interaksi kemudian dalam kajian interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan

sosial yang dinamis berkaitan dengan hubungan antara individu dengan individu,

kelompok dengan kelompok, dan individu dengan kelompok. Interaksi sosial dapat

terjadi dikarenakan adanya suatu kebutuhan, tujuan, atau harapan dari yang

melakukan interaksi.

Penulis menyebutkan terdapat dua tipe gerak dalam interaksi sosial, yaitu

gerak interaksi sosial vertikal dan gerak interaksi sosial horizontal. Interaksi sosial

gerak vertikal adalah interaksi sosial yang dilakukan yang mana kedudukan atau

strata sosialnya baik itu secara sosial, ekonomi, politik, budaya, dan agama dari

orang-orang berada pada posisi tidak linear. Sedangkan interaksi sosial gerak

horizontal adalah interaksi sosial yang dilakukan oleh antar orang dengan orang yang

memiliki strata sosial yang selinier baik secara secara sosial, ekonomi, politik,

budaya, dan agama.

Penulis kemudian mengkategorikan interaksi sebagai modal sosial bagi

pegawai PT Astra Isuzu Makassar dikarenakan dibutuhkan jaringan-jaringan sosial

untuk melakukan interaksi di dalam PT Astra Isuzu Makassar. Salah satu jaringan

sosial tersebut adalah menjadi pegawai di PT Astra Isuzu Makassar.


7
5
Pada PT Isuzu Astra Makassar, interaksi sosial yang terjadi pada saat jam

kerja berbeda dengan pada saat jam istirahat atau jam pulang. Perbedaan interaksi

sosial terjadi karena adanya perbedaan posisi dalam pekerjaan. Hal ini sebagaimana

yang dinyatakan oleh informan FAP, S, dan AR.

“Perusahaan secara rutin mengadakan mengadakan gathering tiap triwulan,


biasanya di pantai tempatnya. yang tujuannya untuk menjalin kebersamaan dan
kekompakan sesama karyawan”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“dengan sesama partman ji kak. Kalaupun ada diluar partman palingan yang
posisi mekanik, satpam, atau kasir karena itu orang-orang yang paling sering
ditemui pas kerja ki kak”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“kalau saat kerja itu, yang paling sering ditempati bicara itu sesama ta yang
kasir, mekanik, yang posisi partman, sama supervisor. Kalau pas istirahat, selain itu
tadi yang saya sebut palingan dari sales ji kak itupun jarang juga”
(Wawancara 15 Juni 2023)
D. Pemilikan

Pemilikan merupakan simbol keanggotaan suatu kelas sosial tertentu. Bukan

hanya jumlahnya saja, tapi juga kualitas atau pilihan yang dibuat. Kepemilikan dan

kekayaan memiliki hubungan yang erat. Untuk melihat pemilikan seorang pegawai

dapat diamati dari barang-barang yang digunakan, pakaian yang digunakan, dan

kendaraan yang digunakan. Pemilikan tidak hanya terlihat pada saat waktu kerja

tetapi juga pada saat waktu luang, entah itu dirumah atau di tempat hiburan.

Penulis mengkategorikan pemilikan sebagai modal ekonomi bagi pegawai PT

Astra Isuzu Makassar dikarenakan posisinya yang dapat mensubtitusi ketidakhadiran


7
6
uang. Pemilikan juga menjadi modal simbolik dikarenakan memiliki makna yang

berusaha ditampilkan dari kehadirannya di ruang kerja atau ruang luang.

Pemilikan pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat diamati pada

pernyataan informan RP, MR, dan AK.

“Saya kalau ke kantor itu naik motor, yang dibawa juga ke kantor palingan
buku, laptop, dan hp”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Naik motor ji kak, kalau ke kantor itu biasanya bawa tas kecil, biasa juga
tidak karena palingan yang selalu dibawa itu dompet, cas, sama hp ”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“biasa naik motor, bisa juga naik mobil. tergantung agenda setelah pulang
kantor. Kalau ada acara setelah pulang kerja, berarti pake mobil. Supaya bisa bawa
pakaian ganti sama sepatu sama sandal.”
(Wawancara 15 Juni 2023)
Sedangkan kepemilikan dalam memanfaatkan waktu luangnya para pegawai

PT Astra Isuzu Makassar dari rutinitas pekerjaan di kantor memiliki perbedaaan di

setiap pegawainya. Kepemilikan kemudian menjelma menjadi modal sosial yang

digunakan tidak hanya untuk menyegarkan pikiran dan tubuh tetapi juga menjadi

penyegar jalinan silaturahim atau persaudaran dengan orang lain. Hal ini sebagaimana

yang dipaparkan oleh FAP, MR, dan AK

“Saya di hari off kerja biasanya pergi naik sepeda dengan teman-teman komunitas
sepeda atau pergi touring motor”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“saya kalau pulang kerja langsung ji pulang kerumah. Kalau akahir pekan juga
palingan dirumah ji. Atau palingan ke pos satpam pas malam main domino”
(Wawancara 15 Juni 2023)
7
7
“pas pulang kantor pasti pulang dulu baru kalau ada yang mengajak keluar, baru
keluar rumah. Akhir pekan biasanya ke mall sama keluarga”
(Wawancara 15 Juni 2023)
E. Orientasi nilai

Nilai adalah sebuah kepercayaan bersama tentang bagaiaman seseorang harus

berperilaku, mengindikasikan kelas sosial seseorang. Dalam sosiologi, nilai

didefinisikan sebagai konsepsi (pemikiran) abstrak dalam diri manusia mengenai apa

yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Sebagai sebuah standar dalam

berperilaku dalam masyarakat, nilai harus berasal dari kondisi realitas masyarakat.

Nilai tidak hadir begitu saja di diri manusia, nilai hadir dengan cara dipelajari.

Nilai yang dipelajari seseorang yang kemudian menjadi pedoman hidup atau

ideologi seseorang sangat erat kaitannya dengan lingkungan atau arena seseorang

tersebut berada. Pegawai PT Isuzu Astra Makassar adalah orang-orang yang

berkumpul di satu tempat yaitu PT Isuzu Astra yang berasal dari beragam daerah,

sehingga nilai yang dipegang juga terdapat perbedaan.

Penulis mengkategorikan nilai sebagai modal budaya bagi pegawai PT Astra

Isuzu Makassar dikarenakan nilai berada pada bentuk yang embodied pada penjelasan

Bourdieu mengenai modal budaya. Nilai pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar

dapat diamati pada pernyataan informan AA, FAP, dan S.

“Waktu training, ada memang materi khusus yang bahas mengenai visi misi
perusahaan dan apa saja goal perusahaan dan goal pribadi. Dan menurutku juga
visi misi perusahaan ini bikin berkembang pegawainya karena tidak bertentangan ji
dengan nilai yang saya pegang juga”
(Wawancara 15 Juni 2023)
7
8
“pada dasarnya setiap perusahaan punya value yang harus dipahami dan
dijalankan sama semua pegawainya, termasuk di PT Isuzu Astra. Value ini kemudian
yang dijadikan pegangan untuk mulai bekerja”
(Wawancara 15 Juni 2023)
“ada. Harus ki bisa hapal juga visi misi dan slogan perusahaan supaya bisa
ki ingat terus pas ketemu dengan konsumen”
(Wawancara 15 Juni 2023)
F. Kesadaran kelas

Kelas sosial seseorang terkadang ditentukan oleh kesadaran orang terseut

untuk mengidentifikasi dirinya pada sebuah kelas sosial dalam masyarakat.

Kesadaran kelas mengacu pada tingkat dimana orang-orang dalam sebuah kelas sosial

menyadari bahwa mereka merupakan sebuah kelompok tersendiri.

Dimensi kesadaran kelas yang dipaparkan oleh Kahl berawal dari konsep

kesadaran kelas yang didengungkan oleh Karl Marx pada karyanya yang berjudul

The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte (1852). Menurut Marx sebuah kondisi

ketika kelas proletar menyadari penderitaannya dan menyadari bahwa dirinya

merupakan kelas yang memiliki berbeda kepentingan dengan kelas borjuis sebagai

pemilik alat-alat produksi. Seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya,

hubungan antara proletar dan borjuis saling bertolak belakang dikarenakan

kepentingan yang berbeda, yakni borjuis sebagai pemilik alat produksi menginginkan

keuntungan yang sebesar-besarnya, dengan menekan biaya buruh atau proletar

sekecil mungkin, sedangkan buruh atau proletar menginginkan pendapatan yang

besar. Perbedaan kepentingan ini menyebabkan pengisapan atau eksploitasi terhadap


7
9
kaum proletar atau kaum buruh oleh borjuis. Kondisi seperti ini kemudian

memunculkan kesadaran pada kelas proletar bahwa proletar adalah kelas yang

berbeda dengan borjuis atau pemilik alat produksi.

Terdapat dua tahap perkembangan dalam kesadaran kelas, yaitu kesadaran

kelas "in itself" (kelas pada dirinya sendiri) dan kesadaran kelas "for itself" (kelas

untuk dirinya sendiri). Kesadaran kelas "in itself" merupakan tahap awal ketika

pekerja menyadari kesengsaraannya oleh kelas borjuis. Di tahap ini, secara objektif

proletar akan berhadapan dengan borjuis secara individu bukan sebagai kelompok

kelas. Sementara itu, kesadaran kelas "for itself" merupakan tahap ketika antar subjek

menyadari identitasnya sebagai kelas proletar yang berbeda dengan kelas borjuis.

Kelas "for itself" merupakan tahap terakhir ketika akan menjadi awal dari perjuangan

kelas proletar.

Penulis mengkategorikan kesadaran kelas sebagai modal budaya sekaligus

modal sosial bagi pegawai PT Astra Isuzu Makassar dikarenakan kesadaran kelas

seperti halnya nilai, kesadaran sosial berada pada bentuk yang embodied. Sedangkan

menjadi modal sosial dikarenakan kesadaran nilai menjadi perekat akan jaringan-

jaringan sosial yang ada dan pada saat yang sama juga memperlihatkan sisi dominasi

dan eksploitatif dari kapitalisme. Kesadaran pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar

dapat diamati pada pernyataan informan AA, AK, dan S.


8
0
“kalau gaji yah dicukup-cukupkan saja. Mau mi diapa, sisa ditingkatkan
kinerja supaya bisa capai target. Kalau posisi begini harus memang pintar-pintar
manage keuangan.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Alhamdulillah kalau gaji sangat kompetitif ji menurutku. Perusahaan juga


apresiasi ji kerja-kerja ta. Yah semakin tercapai target yah bakalan semakin banyak
juga didapat”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Kadang-kadang juga malu-malu ka ikut kalau ada ajakan gathering


perusahaan begitu karena biasa yang datang itu bos-bos ta semua. Kalau pun datang
ka pasti ke teman-temanku ji yang mekanik sama partman”
(Wawancara 15 Juni 2023)
Fakta-fakta inilah yang kemudian membentuk kelas-kelas sosial di kalangan

pegawai PT Isuzu Astra Makassar, yang mana ditemukan bahwa proses produksi

kelas sosial terbagi dalam dua sesi: Sesi Pertama, terjadi disaat pegawai PT Isuzu

Astra Makassar berada pada lingkup kantor dengan dua mode yaitu mode kelas sosial

vertikal antara antasan dengan bawahan, dan mode kelas sosial horizontal antara

sesama pegawai yang memiliki level posisi atau pangkat yang sama. Sesi Kedua,

pemanfaatan waktu luang disaat setelah berakhirnya jam kerja.

Proses produksi kelas sosial pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar ini pun

menggunakan modal-modal seperti modal simbolik yang terlihat pada penampilan

diri, modal ekonomi yang terlihat pada pekerjaan dan kepemilikan, modal sosial yang

ditemukan dari cara berinteraksi, dan modal budaya yang terlihat pada orientasi nilai.

5.2.2. Proses Pemanfaatan Waktu Luang Membentuk Gaya Hidup Konsumtif di


Kalangan Pegawai PT Astra Isuzu di Kota Makassar.
8
1
Di dalam budaya kapitalisme global, pandangan dunia dan cara berpikir

masyarakat dikonstruksi sedemikian rupa, yang di dalamnya komoditi dijadikan

sebagai cara untuk membangun perbedaan dan identitas diri di dalam hubungan sosial

lebih luas. Konsumsi, di dalam masyarakat kapitalisme global, tidak sekedar sarana

pemenuhan nilai utilitas dalam pengertian sempit, akan tetapi merupakan cara

membangun nilai-nilai simbolik. Menurut Piliang (2011:238) memuati kegiatan

konsumsi dengan makna-makna simbolik tertentu (prestise, status, dan kelas) dengan

pola dan tempo pengaturan tertentu, itulah esensi dari gaya hidup konsumerisme.

Gaya hidup konsumtif tidak dapat dipisahkan dari lingkungan urban

dikarenakan perkotaan ruang-ruang untuk konsumtif itu secara intensif dibangun.

Menurut Piliang (2011:238), lingkungan urban adalah lingkungan utama tempat gaya

hidup konsumerisme itu dibangun, yang mempengaruhi model hubungan manusia di

dalamnya.

Gaya hidup konsumtif dengan ideologi konsumerisme kemudian mereduksi

ruang publik urban sebagai ruang publik konsumer, dengan membangun ruang-ruang

yang nyaman seperti mall, cafe, butik yang kemudian mengalahkan ruang publik

sosial seperti taman, sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah. Kota Makassar sebagai

lingkungan urban yang dijejali dengan pembangunan yang memacu hasrat konsumtif,

telah memodifikasi waktu luang yang dimiliki oleh manusia perkotaan. Waktu luang

yang awalnya digunakan untuk beristirahat kemudian termodifikasi menjadi waktu

yang digunakan untuk melakukan aktivitas konsumsi. Dapat dikatakan waktu luang

menjelma menjadi medium untuk melakukan gaya hidup konsumtif.


8
2
Bourdieu dalam Teori Praktik menyatakan praktik adalah dialektika antara

habitus dan ranah yang bersifat situasional. Dalam konteks penelitian ini, praktik

pemanfaatan waktu luang di kalangan pegawai PT Isuzu Astra Makassar merupakan

dialektika antara habitus pegawainya dan ranah dalam hal ini PT Isuzu Astra

Makassar yang bersifat situasional. Praktik tidak dibatasi oleh “kebebasan absolut”

individu, tidak juga oleh “aturan absolut”, tetapi oleh relasi dialektis keduanya.

Ketika pegawai PT Isuzu Astra Makassar melakukan praktik pemanfaatan waktu

luang, pegawai tidak diikat oleh aturan yang sangat ketat, tetapi sekaligus kita tidak

memiliki kebebasan absolut. Hal ini berarti, praktik yang dilakukan dibangun oleh

habitus berupa kebiasaan dan modal yang dimiliki serta lokasi ranahnya.

Dalam menganalisis pemanfaatan waktu luang yang membentuk gaya hidup

konsumtif di kalangan pegawai PT Astra Isuzu Makassar merujuk pada teori praktik

dari Pierre Bourdieu. Praktik dalam pikiran Bourdieu, merupakan produk relasi

habitus dan ranah, dimana di dalam ranah terdapat pertaruhan, kekuatan-kekuatan

serta orang yang banyak memiliki modal, serta orang yang tidak memiliki modal.

Bourdieu merumuskan teori praktik sosial dengan persamaan: (Habitus x Modal) +

Ranah=Praktik.

A. Habitus.

Habitus menurut Bourdieu adalah sistem disposisi yang bertahan lama, dapat

berubah-ubah, struktur-struktur yang terstruktur berkecenderungan untuk berfungsi

sebagai struktur-struktur yang mengalami proses penstrukturan, sehingga sebagai

prinsip-prinsip penerusan dan penstrukturan praktik-praktik dan representasi-


8
3
representasi yang dapat secara objektif “diatur” sekaligus “teratur” tanpa, dengan cara

apapun, menjadi hasil (bentukan) sikap ketundukan terhadap berbagai aturan, yang

secara objektif disesuaikan dengan tujuan-tujuan mereka tanpa perlu mensyaratkan

upaya untuk mencapai tujuan secara sadar atau suatu ungkapan penguasaan atas

tindakan-tindakan yang perlu ditempuh untuk meraihnya.

Dalam bahasa lebih sederhana, George Ritzer menyebut habitus sebagai

“struktur mental atau kognitif” yang digunakan aktor untuk menghadapi kehidupan

sosial. Aktor dibekali serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang

digunakan untuk merasakan, memahami, menyadari dan menilai dunia sosial. Melalui

pola-pola ituah aktor memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara

dialektika, habitus adalah “produk internalisasi struktur” dunia sosial.

Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Di satu pihak,

habitus adalah “struktur yang menstruktur”(structuring structures). Maksudnya,

habitus adalah sebuah “struktur yang menstruktur” kehidupan sosial. Di lain pihak,

habitus adalah “struktur yang terstruktur” (structured structure), yaitu struktur yang

distrukturisasi oleh dunia sosial. Habitus mencerminkan pembagian objektif dalam

struktur kelas seperti menurut umur, jenis kelamin, kelompok dan kelas sosial.

Habitus diperoleh sebagai akibat dari lamanya posisi dalam kehidupan sosial

diduduki. Jadi habitus akan berbeda-beda, tergantung pada wujud posisi seseorang

dalam kehidupan sosial. Tidak setiap orang sama kebiasaannya; orang yang

menduduki posisi yang sama cenderung memiliki kebiasaan yang sama. Dalam

pengertian ini, habitus dapat pula menjadi fenomena kolektif. Habitus


8
4
memungkinkan orang memahami dunia sosial, tetapi dengan adanya banyak habitus

berarti kehidupan sosial dan strukturnya tak dapat dipaksakan seragam kepada

seluruh aktor. Habitus yang ada pada waktu tertentu merupakan hasil ciptaan

kehidupan kolektif yang berlangsung selama periode historis relatif panjang.

Pada praktik pemanfaatan waktu luang yang kemudian memproduksi gaya

hidup konsumtif, terbentuk dari kehidupan sosial pegawai PT Astra Isuzu Makassar

selama bekerja dan diluar jam kerja. Dua dimensi kehidupan sosial inilah yang

kemudian membentuk struktur habitus pegawai PT Astra Isuzu Makassar dalam

memproduksi gaya hidup konsumtif melalui pemanfaatan waktu luang. Hal ini dapat

diamati dari aktivitas sehari-hari, pendapat mengenai tempat kerja, penggunaan waktu

luang, tempat berlibur favorit, penggunaan gaji, dan organisasi sosial yang dilakoni.

1) Aktivitas sehari-hari.

Aktivitas sehari-hari adalah segala hal baik itu rutinitas ataupun non-rutinitas

yang dilakukan sehari-hari. Dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya, ada berbagai

ragam aktivitas yang dilakukan oleh pegawai PT Astra Isuzu Makassar. Penulis

kemudian menemukan fakta bahwa pegawai yang masih masuk dalam kategori muda

20-35 tahun yang mana berada pada generasi Z kemudian menjalani kehidupan

sehari-harinya selain dengan bekerja adalah dengan bersosialisasi dengan kerabat,

teman, atau keluarganya di tempat-tempat seperti cafe atau mall. Hal ini sebagaimana

yang disampaikan oleh informan S dan AA.

“aktivitasku kalau pagi itu pergi kerja, pulang kerja itu sore. Kadang
langsung pulang ke rumah baru keluar lagi atau langsung ke rumahnya teman,
malam baru pulang ke rumah”
8
5
(Wawancara 15 Juni 2023)

“pagi pasti kerja tapi lokasinya bisa saja lebih banyak dikantor atau keluar
ketemu dengan klien. Setelah pulang kantor, biasanya singgah dimall, beli kopi atau
singgah nongkrong di cafe, malam pulang, bersih-bersih baru istirahat”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Aktivitas berbeda dengan yang dilakukan oleh pegawai yang telah berusia 36-

50 tahun, dimana selain melakukan pekerjaan di PT Astra Isuzu Makassar, pegawai

yang berada pada kategori generasi X dan generasi Y beraktivitas yang menghasilkan

pendapatan ekonomi dan bersosialisasi dengan tetangga di lingkungan tempat

tinggalnya. Hal ini sebagaimana penuturan dari informan FAP dan MR.

“Selain kerja di kantor, kegiatan sehari-hari itu urus usaha. Selain itu,
membersihkan rumah dan urus anak. Pagi juga dimulai dengan olahraga jogging
baru antar anak ke sekolah, kalau jemput pulang ada keluarga yang jemput.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“kalau sudah mi sholat subuh, biasanya saya siap-siapmi antar anak ke


sekolah, mamanya siap-siap buka warung mi juga karena jual nasi kuning juga
mamanya. Sudah antar anak ke sekolah, pulang mandi baru pergi ke kantor. Kalau
sore mi, pulang mka langsung kerumah. Malam pi itu baru keluar lagi ke pos ronda
main domino sama warga di komplek rumah”
(Wawancara 15 Juni 2023)

2) Pendapat mengenai tempat kerja.

Pendapat mengenai tempat kerja adalah pendapat pegawai PT Astra Isuzu

Makassar mengenai lingkungan kerjanya, harapan akan tempat kerjanya, dan

penjelasan mengenai kerja. Dalam bekerja, setiap pegawai pendapat akan realita

lingkungannya, imaji tempat kerja idealnya, harapan akan tempat kerjanya dan

persepsi mengenai kerjanya. Ada beragam pendapat mengenai tempat kerja yang

diutarakan oleh pegawai PT. Astra Isuzu Makassar. Ada yang menempatkan tempat
8
6
kerja hanya sebagai tempat mencari nafkah, ada yang menempatkan tempat kerja

sebagai tempat membangun relasi, dan ada yang menempatkan tempat kerja sebagai

pegabdian kepada perusahaan. Hal ini sebagaimana penuturan informan AK, AA, dan

MR.

“selama kerja di PT Astra Isuzu Makassar, saya mendapatkan banyak


pengalaman dan pengetahuan dalam menjalin relasi dengan konsumen, memberikan
penjelasan kepada konsumen akan kondisi mobilnya. Adanya saling support antar
pegawai buat saya betah untuk kerja di perusahaan ini”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Kerja di PT Astra Isuzu Makassar ada banyak suka dukanya. Sukanya


adalah bisa ketemu dengan banyak orang, bisa dapat gaji yang sesuai dengan di
harapkan. Dukanya yah tekanan kerjanya itu tinggi. Kalau tidak kuat mental pasti
bakalan berhenti ka dari kemarin-kemarin. Harapan ku pastinya ada penambahan
gaji pokok, jangan insentifnya terus yang dikasi naik.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Menurutku kerja di perusahaan ini walaupun cuman sebatas mekanik


adalah tempat mengabdi, apalagi selama ini perusahaan selalu membantu kami-
kami yang di posisi bawah. Kadang ada acara makan-makan yang dibuat sama
manajer dan kita-kita ini diundang itu sudah bikin senang. Artinya kita ini dianggap
ji di perusahaan. Harapan bisa diikutkan ke pelatihan-pelatihan dan juga ada
kenaikan gaji”
(Wawancara 15 Juni 2023)
3) Penggunaan waktu luang.

Penggunaan waktu luang adalah aktivitas yang dilakukan oleh PT Astra Isuzu

Makassar dalam memanfaatkan waktu luangnya. Dalam memanfaatkan waktu

luangnya, perbedaan nampak dari pegawai PT Astra Isuzu Makassar yang masuk

kategori generasi Z dengan generasi X dan Y. Pegawai PT Astra Isuzu yang masuk

kategori Z dalam memanfaatkan waktu luangnya lebih memilih jalan-jalan ke mall

atau bersosialita di cafe. Hal ini sebagaimana pernyataan informan S dan AA.
8
7
“saya kalau pulang kerja, pasti cek grup whatsapp. Kalau ada ajakan ngopi
pasti saya kesana. Kalau tidak ada pasti main game ka ji dirumah”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“pulang kerja langsung hubungi teman-teman untuk ajak nonton atau makan-
makan dirumahnya teman. Kalau hari libur, lebih banyak tidur di kamar. Adapi
panggilan keluar baru keluar dari kamar.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Sedangkan pegawai PT Astra Isuzu Makassar yang masuk kategori X dan Y

lebih memilih untuk memanfaatkan waktu luangnya dengan cara mencari penghasilan

tambahan atau bersosialisasi di lingkup perumahan dan bersosialisasi di lingkungan

organisasi atau komunitas yang di masuki. Hal ini sebagaimana penuturan dari

informan AK.

“kalau akhir pekan atau hari libur kerja saya biasa pergi sepedaan dengan
komunitas sepeda atau pergi jogging di Pettarani, banyak komunitas jogging di
Pettarani, jadi olahraga dapat, sehat juga dapat”
(Wawancara 15 Juni 2023)

4) Tempat berlibur favorit.

Tempat berlibur favorit adalah pemilihan tempat berlibur yang diinginkan

oleh pegawai PT Astra Isuzu Makassar. Dalam memilih tempat berlibur, perbedaan

nampak dari pegawai PT Astra Isuzu Makassar yang masuk kategori generasi Z

dengan generasi X dan Y. Generasi Z lebih memilih pantai atau daerah wisata

pegunungan sebagai destinasi wisata favoritnya. Hal ini sebagaimana yang

dipaparkan oleh informan RP dan AR

“Saya lebih suka ke pantai kalau ada waktu libur yang panjang ”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Biasanya saya ajak teman-teman ke malino atau ke toraja kalau libur”


(Wawancara 15 Juni 2023)
8
8
Sedangkan generasi X dan Y lebih memilih ke mall sebagai destinasi wisata

favoritnya. Bahkan penulis kemudian menemukan fakta lapangan bahwa tempat

berlibur favorit juga ditentukan oleh pendapatan. Di PT Astra Isuzu Makassar,

terdapat pegawai yang memilih untuk berlibur ke luar daerah atau ke luar negeri. Hal

ini sebagaimana yang dipaparkan oleh informan MR dan FAP.

“palingan ke mall kalau ada waktu libur. Keluarga sebenarnya mau terus
mengajak ke pantai atau ke malino tapi banyak sekali lagi ongkos kalau kesana.
Kalau di mall kan dekat mi.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Tergantung lama liburannya, kalau ada waktu libur 5 hari saja pasti saya
ajak keluarga ke Bandung. Tapi kalau 2 hari ji libur yah palingan di dalam kota ji.
Kadang juga dipake waktu berlibur kalau ada kegiatan pelatihan di luar daerah.
Selesai pelatihan pasti pergi cari tempat wisata alamnya”
(Wawancara 15 Juni 2023)

5) Penggunaan gaji.

Penggunaan gaji adalah aktivitas yang dilakukan setelah memperoleh gaji dari

perusahaan tempat bekerja. Pada saat gajian, ada tiga tipe pegawai yang ditemukan

dalam penelitian ini. Pertama, pegawai yang melakukan list penganggaran selama

sebulan. Pegawai ini adalah dengan usia 30-35 tahun dan telah memiliki keluarga

ataupun masih lajang dan tinggal seorang diri di Makassar. mereka akan

menganggarkan untuk membayar cicilan dahulu, kemudian menyisihkan untuk

tabungan, kemudian kebutuhan sehari-hari, baru kemudian mengalokasikan

kebutuhan sekunder seperti berlibur atau belanja. Hal ini sebagaimana pernyataan

informan RP.
8
9
“Kalau waktu gajian, saya tidak pernah langsung pakai dulu. Karena
biasanya masih ada sisa gaji dari bulan lalu. Nanti setelah saya buatkan
penganggaran untuk satu bulan baru saya pisah-pisahkan. Setelah itu baru saya
pakai gaji saya.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Kedua, pegawai yang ketika mendapatkan gaji, langsung melakukan aktivitas

belanja. Mereka biasanya langsung membeli barang yang diinginkan atau pergi ke

tempat makan yang mereka inginkan. Pegawai tipe ini berada pada range usia

dibawah 30 tahun. Hal ini sebagaimana pernyataan informan AR.

“Hari pertama gajian pasti saya pergi makan di tempat yang sudah saya
masukkan dalam waiting listku. Biasanya dengan ponakan-ponakan. Tapi lebih
sering sendiri. Sekalian beli skincare dan pakaian. Baru setelah itu bayar cicilan.”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Ketiga, pegawai yang ketika mendapatkan gaji, langsung diberikan kepada

keluarga dalam hal ini adalah istri, istrilah yang kemudian mengelola dan melakukan

budgeting keuangan. Pegawai tipe ini berada pada range usia 35 tahun ke atas yang

telah memiliki keluarga. Hal ini sebagaimana pernyataan informan AK.

“Untuk gaji ku, saya kasi pegang di istriku. Saya kasi ATM ku jadi dia pi
nanti yang kasikan ka uang setelah dia atur baik-baik kebutuhan bulanan”
(Wawancara 15 Juni 2023)
6) Organisasi sosial dan komunitas.

Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat,

baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi

sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.

Sedangkan komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain,

dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota

komunitas tersebut karena adanya sebuah bentuk kesamaan. Pegawai PT Astra Isuzu
9
0
Makassar selain bekerja ternyata juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan

komunitas. Organisasi sosial dan komunitas kemudian menjadi salah satu alternatif

dalam menyegarkan pikiran dan tubuh di saat padatnya rutinitas harian. Adanya yang

memasuki organisasi sosial dan komunitas untuk memperluas jaringan sosial, ada

yang memilih memasuki organisasi sosial komunitas karena kesamaan hobi, dan ada

yang memasuki komunitas dan organisasi sosial untuk memperkuat silaturrahim

dengan teman yang telah lama tidak bertemu. Hal ini sebagaimana yang disebutkan

oleh FAP, RP, dan AK

“Saya aktif mengikuti kegiatan marathon bersama komunitas lari saya. Kalau
ada lomba diluar kota Makassar, pasti diusahakan untuk ikut berpartisipasi. Selain
komunitas lari, saya juga masuk komunitas sepeda jadi setiap minggu subuh pasti
sudah start”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“satu tahun setelah saya kerja disini, saya bikin team e-sport Mobile Legend
di cafeku. Bikin ka team e-sport Mobile Legend biar bisa ka refreshing main game
sama teman-teman dan juga ikut lomba”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Sekarang cuman aktif di organisasi alumni. Setiap bulan ada kegiatannya.


Walaupun bukan pengurus inti tapi ku suka berpartisipasi karena ketemu dengan
senior-senior, teman angkatan, sama adek junior yang sudah lama tidak ketemu”
(Wawancara 15 Juni 2023)

B. Modal.

Gagasan mengenai modal dari Bourdieu berangkat pada pemikiran,

kepentingan atau sumber daya yang dipertaruhkan di dalam ranah tidak selalu

berbentuk materi. Kompetisi di antara agen-agen juga tidak selalu didasarkan pada

kalkulasi secara sadar.


9
1
Menurut Bourdieu (Fashri, 2014:109), modal dapat digolongkan dalam empat

jenis yaitu: modal ekonomi, modal budaya, modal sosial, dan modal simbolik

Karakteristik tiap-tiap modal dapat dipertukarkan satu sama lainnya. Hal ini

memungkinkan modal dapat bertambah atau berkurang. Semakin besar seseorang

mengakumulasi modal tertentu maka semakin besar pula peluang untuk

mengkonversi antar modal. Dengan demikian, modal harus ada dalam sebuah ranah

agar ranah tersebut memiliki daya-daya yang memberikan arti. Hubungan habitus,

ranah, dan modal bertatutan sama lain dan bertujuan menerangkan praktik sosial.

Pada praktik pemanfaatan waktu luang yang kemudian memproduksi gaya

hidup konsumtif, ditunjang dari adanya akumulasi modal para pegawai PT Astra

Isuzu Makassar. Hal ini dapat diamati dari empat modal yang dimiliki oleh pegawai

PT Astra Isuzu Makassar yaitu:

1. Modal Ekonomi.

Modal Ekonomi adalah hal-hal materil yang dapat dimiliki nilai ekonomi

maupun simbolik dan berbagai atribut yang tak tersentuh, namun memiliki signifikasi

secara kultur, misalnya prestis, status, dan otoritas. Yang menjadi modal ekonomi

dari pegawai PT Astra Isuzu Makassar antara lain: gaji, usaha, posisi di kantor, dan

posisi di lingkup masyarakat.

Modal ekonomi yang dimiliki oleh pegawai PT Astra Isuzu Makassar dapat

diamati dari tabel berikut.


9
2
Tabel 5.2
Modal Ekonomi

NO NAMA Besaran Gaji Pendapatan Posisi di PT Posisi di lingkup


(gaji pokok) diluar PT Astra Isuzu masyarakat atau
Astra Isuzu Makassar organisasi sosial
Makassar

1 AA 3.000.000 Ya Sales Counter Tidak

2 FAP 5.500.000 Ya Supervisor Anggota

3 RP 3.000.000 Ya Admin Tidak

4 MR 3.000.000 Ya Mekanik Tidak

5 AK 5.500.000 Ya Admin Head Pengurus Organisasi


Alumni

6 S 3.000.000 Tidak Partman Tidak

7 AR 3.000.000 Tidak Kasir Tidak

8 AB 3.000.000 Tidak Sales Counter Tidak

9 FS 3.000.000 Tidak Sales Counter Tidak

10 D 3.000.000 Ya Sales Counter Tidak


Sumber: Data diolah

Tabel 5.2 memperlihatkan fakta ada beragam modal ekonomi yang dimiliki

oleh pegawai PT Isuzu Astra Makassar. Modal ekonomi tersebut yang akan menjadi
9
3
salah satu modal dalam memanfaatkan waktu luang yang kemudian membentuk gaya

hidup konsumtifnya. Pegawai yang hanya mengandalkan gaji dari kantor akan

memilih pemanfaatan waktu luang yang bersosialisasi dengan teman-temannya di

cafe (nongkrong), berbeda dengan pegawai yang memiliki sumber pendapatan lain di

luar gaji yang diterima di kantor, maka akan melakukan aktivitas pemanfaatan waktu

luang yang keluar daerah berlibur bersama keluarga atau belanja di mall. Hal ini

sebagaimana yang diutarakan oleh S dan FAP.

“Saya pilih nongkrong di coffeeshop sama teman-teman karena murah harga


kopinya, bisa duduk lama, dan bagus viewnya”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Kalau keluarga bosan dirumah, biasa saya ajak jalan-jalan ke mall baru
makan atau kadang juga belanja pakaian atau kebutuhan sekolahnya. Kalau akhir
pekan diusahakan untuk pergi berlibur di pantai atau gunung”
(Wawancara 15 Juni 2023)
2. Modal Budaya.

Modal budaya yang didefinisikan sebagai keseluruhan kualifikasi intelektual

yang dapat diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga. Modal

budaya dapat ditawarkan dengan modal lainnya. Jumlah modal budaya yang dimiliki

dapat digunakan untuk mendapat modal selain modal budaya. Modal budaya

dibangun oleh kondisi keluarga dan pendidikan di sekolah, modal budaya pada batas-

batas tertentu dapat beroperasi secara independen dari tekanan uang, dan bahkan

memberikan kompensasi bagi kekurangan uang sebagai bagian dari strategi individu

atau kelompok untuk meraih kekuasaan dan status.


9
4
Adapun untuk melihat modal budaya pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar

ada dua indikator yang penulis gunakan merujuk dari pandangan Bourdieu mengenai

modal budaya, yaitu: Pertama, tingkatan pendidikan. Tingkatan pendidikan

merupakan suatu kegiatan seseorang dalam mengembangkan kemampuan, sikap, dan

bentuk tingkah lakunya, baik untuk kehidupan masa yang akan datang dimana

melalui organisasi tertentu ataupun tidak terorganisasi. Pegawai PT Isuzu Astra

Makassar berdasarkan tingkat pendidikannya terklasifikasi berdasarkan posisi

kerjanya. Pegawai yang bertugas dalam menangani kendaraan pelanggan seperti

posisi mekanik dan partman lebih ditekankan pada kualifikasi skillnya tetapi

perusahaan tetap memiliki standar pendidikan yaitu minmal SMK atau SMA.

Sedangkan yang berada pada level sales hingga ke level manajerial itu minimal S1.

Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh S dan D

“pendidikan terakhirku itu SMK. Saya melamar kerja disini karena pernah
magang disini waktu sekolah. Dan juga syarat-syarat yang dibutuhkan waktu daftar
kerja disini itu pendidikan minimal SMA atau SMK”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Saya pendidikan terakhirku S1. Daftar kerja disini karena saya liat loker
dan cocok dengan tingkat pendidikanku”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Kedua, garis keturunan bangsawan yang dapat diartikan memiliki silsilah

keturunan dari raja-raja. Pegawai PT Isuzu Astra Makassar berdasarkan garis

keturunan bangsawannya justru tidak terdapat yang memiliki silsilah keturunan

bangsawan. Hal ini menandakan bahwa modal budaya yang digunakan oleh pegawai
9
5
PT Isuzu Astra dalam melakukan pemanfaatan waktu luang semata-mata berdasarkan

preferensi tingkat pendidikan.

3. Modal Sosial.

Modal sosial termanifestasikan melalui hubungan-hubungan dan jaringan

hubungan-hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan

dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial. Modal sosial atau jaringan sosial ini

dimiliki pelaku dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki kuasa. Adapun

untuk melihat modal sosial pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat diamati

pada enam unsur pokok modal sosial menurut Hasbullah yang kemudian penulis

jadikan sebagai indikator yaitu partisipasi dalam suatu jaringan, timbal balik

(reciprocity), kepercayaan (trust), norma sosial, nilai-nilai, serta tindakan yang

proaktif (proactivity).

a. Partisipasi dalam suatu jaringan.

Partisipasi dalam suatu jaringan nampak pada keterlibatan masyarakat dalam

organisasi-organisasi masyarakat seperti organisasi kepemudaan, kelompok seni

budaya. Kebersamaan solidaritas, toleransi, semangat bekerjasama, kemampuan

berempati, merupakan modal sosial yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat.

Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan kesatuan masyarakat akan

terancam., atau paling tidak masalah-masalah kolektif akan sulit untuk diselesaikan.

Kebersamaan dapat meringankan beban, berbagai pemikiran, sehingga dapat


9
6
dipastikan semakin kuat modal sosial, semakin tinggi daya tahan daya juang dan

kualitas kehidupan suatu masyarakat. Tanpa adanya modal sosial masyarakat sangat

mudah diintervensi bahkan dihancurkan oleh pihak luar.

Partisipasi dalam suatu jaringan pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat

dilihat dari pernyataan yang diutarakan oleh FAP dan FS.

“kalau organisasi sosial yang resmi saya sudah lama tidak aktif. Sekarang lebih aktif
ke komunitas-komunitas yang punya hobi sama. Di komunitas runningku ada
anggota dewan Sulawesi Selatan gabung, biasanya setelah running ada ngumpul-
ngumpul di coffeeshop sekitaran Hertaning-Boulevard”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Saya masih aktif di organisasi kepemudaan. Biasa pergi ke sekret kalau


pulang dari kantor. Nanti di sekret baru baku atur siapa yang beli apa”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Penuturan dari informan FAP dan FS memberikan sebuah makna bahwa

modal sosial memiliki peran dalam membentuk gaya hidup konsumtif melalui

pemanfaatan waktu luang. Waktu luang yang digunakan untuk bersosialisasi di

organisasi sosial kemudian mengalami transformasi menjadi aktivitas konsumtif.

b. Timbal balik (reciprocity)

Partisispasi individu di jejaring sosial akan menghasilkan suatu bentuk

kecenderungan. Kecenderungan tersebut merupakan suatu tindakan untuk saling tukar

manfaat antar individu di jejaring sosial. Dalam hal ini, individu akan senantiasa

membantu individu lainnya tanpa memikirkan keuntungan yang diperoleh seketika

layaknya pada proses jual beli. Hasbullah (2006:10) mengatakan bahwa imbalan dari
9
7
adanya proses reciprocity ini tidak diharapkan seketika dan tanpa batas waktu

tertentu.

Proses reciprocity pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat dilihat dari

pernyataan yang diutarakan oleh informan FS dan D.

“Kadang kalau akhir bulan, biasa baku ganti traktir dengan teman-teman di
kantor. Traktir makan ji. Saling mengerti ji saja kalau sama teman-teman. Kalau di
traktir kembali yah alhamdulillah, kalau tidak yah tidak apa-apa”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Saya pernah ka pinjam uang sama teman kantor, pas mau ka bayar,
menolak ini temanku untuk terima. Makanya sadar diri saja untuk saya belikan kopi
sama makanan”
(Wawancara 15 Juni 2023)
c. Kepercayaan.

Kepercayaan adalah sesuatu yang terbangun dari hubungan-hubungan sosial

dimana terdapat peraturan yang dirundingkan, artinya terdapat ruang terbuka dari

peraturan tersebut untuk mencapai harapan yang akan dicapai. Unsur terpenting

dalam modal sosial adalah trust (kepercayaan) yang merupakan perekat bagi

langgengnya Kerjasama dalam kelompok masyarakat. Kepercayaan (trust) orang-

orang akan bisa bekerjasama secara lebih efektif. Hal ini terbukti bahwa masyarakat

melakukan kegiatan pinjam meminjam uang kesesama anggota masyarakat.

Kepercayaan pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat dilihat dari

pernyataan yang diutarakan oleh informan FS dan D.

“Penting itu rasa percaya sama teman kerja ta karena teman kerja ta adalah orang
yang selalu kita temui sehari-hari.”
(Wawancara 15 Juni 2023)
9
8
“Waktuku masih baru kerja disini, pernah di pinjam motorku sama satpam. Awalnya
ragu ka kasi pinjam karena belum saya kenal tapi saya beranikan saja diriku untuk
kasi pinjam”
(Wawancara 15 Juni 2023)
d. Norma Sosial

Norma merupakan aturan yang melekat dalam suatu hubungan sosial yang

berfungsi sebagai suatu kontrol dari suatu aktivitas. Sekumpulan aturan yang

diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu.

Aturan ini biasanya terinstitusionalisasi, tidak tertulis tapi dipahami sebagai penentu

pola tingkah laku yang baik dalan konteks hubungan sosial sehingga ada sanksi sosial

yang diberikan jika melanggar.

Norma sosial pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat dilihat dari

pernyataan yang diutarakan oleh informan AB dan D.

“ada aturan tertulis dan ada aturan tidak tertulis. Aturan tertulis itu aturan yang
wajib ditaati oleh semua pegawai selama ada di lingkungan kerja dan jam kerja.
Kalau aturan tidak tertulis itu lebih ke aturan yang tidak terbahas tapi kemudian
hadir untuk saling menghargai dan saling mengerti sesame pegawai”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Saya pernah ka kena sanksi karena langar aturan perusahaan. Jadi gaji di potong.
Tapi lebih bagus kena sanksi perusahaan daripada sanksi yang sesama pegawai.
Bisa-bisa tidak dipercayai”
(Wawancara 15 Juni 2023)
e. Nilai-nilai.

Nilai merupakan sesuatu yang dihargai, dibanggakan, dijunjung tinggi dan

ingin diperoleh manusia dalam hidupnya yang dapat berkembang sewaktu-waktu.

Nilai memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, artinya ketika individu yang
9
9
berada di suatu kelompok senantiasa memberi nilai yang tinggi terhadap aspek-aspek

kompetensi, kejujuran, serta pencapaian, maka kelompok tersebut cenderung jauh

lebih cepat berkembang.

Nilai pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat dilihat dari pernyataan

yang diutarakan oleh informan AB dan AK.

“Nilai yang penting dibawa kalau kerja orang disini adalah kejujuran dan saling
menghormati”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“sebagai orang yang posisinya pimpin banyak orang, saya selalu tekankan ke orang-
orang yang saya pimpin untuk tingkatkan kemampuannya dan tidak cepat puas
dalam raih sesuatu”
(Wawancara 15 Juni 2023)

f. Tindakan yang proaktif.

Tindakan proaktif (proactivity) pada jaringan sosial merupakan suatu perilaku

dimana individu berkemauan untuk berpartisipasi aktif serta senantiasa memberikan

ide-ide baru atas keterlibatannya pada suatu jaringan sosial. Tindakan proaktif pada

jaringan sosial merupakan suatu perilaku dimana individu berkemauan untuk

berpartisipasi aktif serta senantiasa memberikan ide-ide baru atas keterlibatannya

pada suatu jaringan sosial.

Tindakan proaktif pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat dilihat dari

pernyataan yang diutarakan oleh informan AA dan FS.

“Menurutku penting bersikap aktif dan inisiatif kalau dalam pekerjaan. Tidak bisa
semau-mau ta, tidak bisa dituruti terus mood ta”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“Sebenarnya dilema ka juga untuk mau proaktif kalau kerja karena jangan sampai
1
0
0
nanti ke saya semua kerjaan. Tapi kalau saya tidak proaktif atau cuek-cuek ka ji,
pasti ada juga orang yang butuh bantuan tapi tidak bisa dia kerja dan malu untuk
minta tolong yang tidak selesai kerjaannya. Jadi saya pilih-pilih juga kapan harus
proaktif”
(Wawancara 15 Juni 2023)
4. Modal Simbolik.

Modal simbolik mengacu pada derajat akumulasi prestise, ketersohoran,

konsekrasi atau kehormatan, dan di bangun di atas dialektika pengetahuan dan

pengenalan modal simbolik tidak terlepas dari kekuasaan simbolik, yaitu kekuasaan

yang memungkinkan untuk mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh melalui

kekuasaan fisik dan ekonomi, berkat akibat khusus suatu mobilisasi. Adapun untuk

melihat modal simbolik pada pegawai PT Isuzu Astra Makassar dapat diamati pada

penggunaan simbol-simbol yang menandakan gaya hidup konsumtif seperti:

kendaraan yang dimiliki, alat komunikasi yang dimiliki, tempat belanja pakaian, dan

pemilihan tempat makan.

Tabel 5.3

Modal Simbolik

NO NAMA POSISI Jenis Merk Alat Tempat Pemilihan


Kendaraan Komunikasi Belanja Tempat
Pakaian Makan

1 AA Sales Motor dan Iphone Uniqlo Café dan Mall


Counter Mobil

2 FAP Supervisor Motor dan Samsung Mall Restoran


Mobil

3 RP Admin Motor dan Samsung Ramayana dan Warung


Mobil Uniqlo

4 MR Mekanik Motor Oppo Matahari Warung Ayam


1
0
1
Lalapan

5 AK Admin Motor dan Iphone Mall Warung dan


Head Mobil Rumah Makan

6 S Partman Motor Xiaomi Distro Rumah dan


Warkop

7 AR Kasir Motor Iphone Online Warung Ayam


Lalapan

8 AB Sales Motor Samsung Online Warung Ayam


Counter Lalapan

9 FS Sales Motor Oppo Online Warung


Counter

10 D Sales Motor Xiaomi Online Warung Ayam


Counter Lalapan
Sumber: Data diolah

Dari tabel diatas dapat dilihat terdapat perbedaan pegawai yang posisinya

level manajerial seperti informan FAP dan AK memiliki modal simbolik yang

berbeda dengan pegawai yang berposisi pelayanan dan marketing seperti D, FS, dan

S. Modal simbolik yang berbeda karena posisi dan gaji inilah yang kemudian

melahirkan preferensi untuk memanfaatkan waktu luang yang berbeda. Perbedaan

waktu luang tersebut yang akan melahirkan gaya hidup konsumtif.

C. Ranah.

Konsep habitus tidak bisa dipisahkan dari apa yang disebut Bourdieu sebagai

field (ranah), karena keduanya saling mengandaikan hubungan dua arah: struktur-

struktur objektif (struktur-struktur bidang sosial) dan struktur- struktur habitus yang

telah terintegrasi pada perilaku. Sementara habitus ada di pikiran aktor, ranah ada di

luar pikiran. Dalam perspektif Bourdieu, agen-agen tidak bertindak dalam ruang
1
0
2
hampa, melainkan dalam situasi-situasi sosial konkret yang diatur oleh seperangkat

relasi sosial yang objektif. Agar bisa memahami sebuah situasi atau suatu konteks

tanpa kembali jatuh ke dalam determinisme analisis objektivistik inilah Bourdieu

mengembangkan konsep ranah. Menurut model teoritis Bourdieu, pembentukan

sosial apapun distrukturkan melalui serangkaian ranah yang terorganisasi secara

hirarkis (ranah ekonomi, pendidikan, politik, sastra, dan sebagainya). Ranah-ranah

didefinisikan sebagai ruang yang terstruktur dengan kaidah-kaidah keberfungsiannya

sendiri, dengan relasi-relasi kekuasaannya sendiri, yang terlepas dari kaidah politik

dan kaidah ekonomi, kecuali dalam kasus ranah ekonomi dan ranah politik itu sendiri.

Kendati tiap ranah relatif otonom, namun secara struktural mereka tetap

homolog satu sama lain, Strukturnya di momen apapun, ditentukan oleh relasi-relasi

di antara posisi-posisi yang ditempati agen-agen di ranah tersebut. Ranah adalah

konsep dinamis di mana perubahan posisi-posisi agen mau tidak mau menyebabkan

perubahan struktur ranah. Ranah-ranah didefinisikan sebagai ruang yang terstruktur

dengan kaidah-kaidah keberfungsiannya sendiri, dengan relasi-relasi kekuasaannya

sendiri, yang terlepas dari kaidah politik dan kaidah ekonomi, kecuali dalam kasus

ranah ekonomi dan ranah politik itu sendiri.

Dalam konteks penelitian ini, pegawai PT Isuzu Astra Makassar merupakan

agen yang posisi-posisinya di kantor memiliki keberfungsiannya masing-masing serta

memiliki kekuasaannya sendiri. Ketika pegawai PT Isuzu Astra Makassar telah

selesai jam kerjanya dan berada di luar lingkungan kantor, maka pegawai PT Isuzu

Astra Makassar menjadi agen yang berbeda dengan posisi yang berbeda, fungsi yang
1
0
3
berbeda, dan kekuasaan yang berbeda. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh

informan FAP, S, dan D

“Sebagai supervisor, saya bertanggung jawab untuk memastikan seluruh KPI


pegawai yang ada dibawah saya tercapai. Terkadang saya push pegawai-pegawai
yang belum memenuhi target, bahkan untuk yang memenuhi target saja biasa saya
push. Ketika jam kerja selesai, saya tidak bawa kerjaan di kantor ke rumah. Dirumah
saya jadi kepala keluarga”
(Wawancara 15 Juni 2023)
“Saya punya tugas untuk membantu mekanik dalam memperbaiki mobil pelanggan
dan mengambil peralatan-peralatan yang dibutuhkan oleh mekanik”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“sebagai counter sales, saya bukan hanya berkomunikasi dengan pelanggan dalam
rangka masa servisnya tetapi juga menawari pelanggan spare part mobil yang ter-
update. Jam kerja terkadang tidak tentu, biasa lewat mi jam kerja tapi karena target
belum tercapai jadi saya masih hubungi pelanggan”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Ranah merupakan kekuatan yang secara parsial bersifat otonom dan di

dalamnya berlangsung perjuangan posisi-posisi. Posisi-posisi itu ditentukan oleh

pembagian modal. Di dalam ranah, para agen/aktor bersaing untuk mendapatkan

berbagai bentuk sumber daya materiil maupun simbolik. Tujuannya adalah untuk

memastikan perbedaan yang akan menjamin status aktor sosial. Persaingan bertujuan

untuk mendapat sumber yang lebih banyak sehingga terjadi perbedaan antara agen

yang satu dengan agen yang lain. Semakin banyak sumber yang dimiliki semakin

tinggi struktur yang dimiliki. Perbedaan itu memberi struktur hierarki sosial dan

mendapat legitimasi seakan-akan menjadi suatu proses yang alamiah.

Dalam konteks penelitian ini, pegawai PT Isuzu Astra Makassar yang tidak

mampu bersaing maka akan tersisih, sedangkan pegawai yang mampu bertahan akan

mendapatkan lebih banyak sumber daya materill dalam bentuk insentif gaji yang
1
0
4
lebih banyak dan sumber daya simbolik seperti penghargaan-penghargaan dari

perusahaan. Hal ini sebagaimana yang dipaparkan oleh informan AA dan FAP

“ada pendapatan diluar gaji pokok. Tapi itu baru bisa didapat kalau kita
memenuhi target penjualan”
(Wawancara 15 Juni 2023)

“ada, saya dapat insentif-insentif kalau saya memenuhi target. Target saya
tergantung dari kinerja sales counter. Kalau salesnya kuat menjual dan memenuhi
target, saya juga dapat insentifnya, sales juga dapat”
(Wawancara 15 Juni 2023)

Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan di lapangan, penulis kemudian

menyimpulkan bahwa gaya hidup konsumtif yang tercipta, terbentuk, dan terproduksi

melalui aktivitas pemanfaatan waktu luang di setiap pegawai terdapat perbedaan.

Perbedaan ini timbul dikarenakan adanya perbedaan dalam mengakumulasi modal-

modal yang ada, persaingan dalam memperebutkan posisi pada ranah, dan perbedaan

habitus mengenai konsep tempat kerja dan aktivitas sehari-hari.

5.3. PEMBAHASAN

5.3.1. Waktu Luang: Reproduksi Kelas Sosial dan Kekerasan Simbolik


5.3.2 Waktu Luang: Konsumsi yang Membedakan
Aktivitas konsumsi dan waktu luang telah menjadi fenomena kontenporer saat

ini. Pemanfaatan waktu luang untuk aktivitas konsumsi tidak lagi diukur dari sebesar

apa kekayaan yang dimiliki seseorang, saat ini waktu luang hanya diartikan sebagai

waktu lebih yang memiliki sifat membebaskan.

Tahun 1953, Thorstein Veblen mengeluarkan sebuah karya yang kemudian di

bukukan dengan judul “The Theory of the Leisure Class”. Isi buku tersebut

menyatakan bahwa pada hakikatnya setiap orang memiliki perbedaan kelas, jika
1
0
5
menurut Karl Marx perbedaan kelas terletak pada kepemilikan modal yang dimiliki

seseorang tetapi menurut Veblen perbedaan kelas terletak pada pemanfaatan waktu

luang yang digunakan seseorang. Dari situ Veblen berpendapat terdapat kelas sosial

baru yang bernama “Leisure Class” yang jika diartikan, adalah sebuah individu yang

memiliki waktu berlebih untuk dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk sesuatu.

Pierre Bourdieu kemudian menggeser argument konsumsi yang dibangun oleh

Veblen (salah satunya) dengan tidak hanya berfokus pada apa yang konsumsi lakukan

terhadap manusia menjadi bagaimana manusia menggunakan konsumsi untuk tujuan

pembedaan sosial. Bourdieu berpendapat bahwa gaya hidup (dalam hal ini waktu

luang) adalah suatu arena bagi pertarungan di antara pelbagai kelompok dan kelas

sosial. Bagi Bourdieu, pemanfaatan sebagai waktu luang adalah budaya konsumsi

yang sadar dan disengaja atau tidak, mengisi suatu fungsi sosial berupa legitimasi

perbedaan-perbedaan sosial.
1
0
6
1
0
7

Anda mungkin juga menyukai