Anda di halaman 1dari 32

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Infertilitas
a. Definisi
Infertil adalah Suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum
mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual
sebanyak 2 – 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun (Djuwantono, 2008).
Infertilitas adalah penyakit yang didefinisikan sebagai kegagalan
untuk mencapai kehamilan setelah 6-12 bulan atau lebih melakukan
hubungan seksual tanpa pelindung (alat kontrasepsi), untuk wanita
diatas usia 35 tahun (United Health Care Services, 2016). Infertilitas
dikatakan penyakit didefinisikan sebagai “setiap penyimpangan atau
gangguan struktur normal atau fungsi dari setiap bagian, organ, atau
sistem tubuh sebagai manifestasi dari gejala, karakteristik, tanda-tanda,
etiologi, patologi dan prognosis yang diketahui maupun tidak diketahui
(American Society for Reproduktive Medicine, 2012)
Menurut the Practice Committee of the American Society for
Reproductive Medicine (ASRM), infertilitas didefinisikan sebagai suatu
kegagalan untuk mencapai kehamilan setelah satu tahun melakukan
hubungan seksual secara reguler atau teratur tanpa menggunakan alat
kontrasepsi (Wein et al., 2012).
Sedangkan menurut The International Committee for
Monitoring Assisted Reproductive Technology (ICMART) dan World
Health Organization (WHO) menyebutkan definisi infertilitas secara
klinis bahwa infertilitas merupakan suatu penyakit sistem reproduksi
yang ditetapkan dengan adanya kegagalan mencapai kehamilan klinis
setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual secara reguler
tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Zegers et al, 2009). Definisi klinis
ini didesain sedemikiacnomrumpait tuontuuskerdapat mendeteksi
sejak dini dan

7
library.uns.ac.i digilib.uns.ac8.i

melakukan penatalaksanaan yang tepat pada kejadian infertilitas


(Mascarenhas et al., 2012).
Menurut Muryanta, (2012) Pasangan suami istri dikatakan
infertil apabila :
1) Tidak bisa hamil setelah 12 bulan melakukan hubungan intim secara
rutin (1‐3 kali seminggu) dan bebas dari penggunaan kontrasepsi bila
perempuan berumur kurang dari 34 tahun.
2) Tidak bisa hamil setelah 6 bulan melakukan hubungan intim secara
rutin (1‐3 kali seminggu) dan bebas dari penggunaan kontrasepsi bila
perempuan berumur lebih dari 35 tahun.
3) Perempuan yang bisa hamil namun tidak sampai melahirkan sesuai
masanya (37‐43 minggu)
b. Klasifikasi Infertilitas
Berdasarkan pembagiannya, infertilitas dapat diklasifikasikan
sebagai infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
1) Infertilitas primer adalah pasangan suami-istri belum mampu dan
belum pernah memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual
sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi
dalam bentuk apapun.
2) Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah
memiliki anak sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki
anak lagi setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per
minggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi dalam
bentuk apapun (Anwar,R. 2005)
Menurut Muryanta (2012) Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Infertilitas Primer, merupakan suatu keadaan Pasangan Usia Subur
(PUS) yang sudah melakukan hubungan intim secara teratur (2‐3 kali
seminggu) satu minggu sebelum ovulasi terjadi tanpa menggunakan
kontrasepsi selama satu tahun, tetapi masih belum juga terjadi
kehamilan.
2) Infertilitas sekunder, merupakan suatu keadaan dimana Pasangan
Usia Subur (PUS)
cyoamnmg itsutodauhsemr empunyai anak dan sudah
tidak
library.uns.ac.i digilib.uns.ac9.i

menggunakan kontrasepsi serta mela kukan hubungan intim secara


teratur (2‐3 kali seminggu) tetapi tetap belum bisa hamil.
c. Etiologi Infertilitas
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab yang berbeda dari
infertilitas. Menurut (Anwar, et al, 2013) dalam penelitiannya untuk
mengetahui faktor etiologi infertilitas pada Bangabandhu Sheik Mujib
University Medical, Dhaka, Bangladesh, diantara 100 pasangan 57%
penyebabnya dari faktor wanita, 3% pada pria, 25% pada keduanya
dan 15% unexplained atau tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Pada
wanita, penyebab paling umum dari infertilitas meliputi faktor tuba,
faktor ovarium dan faktor uterus (endometriosis)

Tidak bisa dijelaskan Kombinasi


Laki - laki
Perempuan

15%

57% 25%

3%

Gambar 2.1 : Faktor Penyebab Infertilitas (Anwar, et al, 2013)

commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

Menurut Erica, dkk (2012) penyebab infertilitas dari faktor wanita


sebanyak 65% dan dari faktor pria sebanyak 35%.

5%
10%
35% Faktor Pria
15% Gangguan Tuba dan Pelvis Gangguan Ovulasi
Tidak dapat dijelaskan
Masalah yang tidak biasa

35%

10%
10%
40%Gangguan Ovulasi Gangguan Tuba dan Pelvis T
Masalah yang tidak biasa

40%

Gambar 2.2 : Faktor Penyebab Infertiilitas Pria dan


wanita (Erica, et, al 2013)
Penyebab infertilitas pada wanita menurut Wiknjosastro, H. (2009)
sebagai berikut :
1) Hormonal
Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium
yang menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium
uterus untuk berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix yang
tidak menguntungkan bagi sperma, kegagalan gerakan (motilitas)
tuba falopii yang menghalangi spermatozoa mencapai uterus. (Cnn
Health Unair, 2013)
2) Obstruksi
Tuba falopii yang tersumbat bertanggung jawab sepertiga dari
commit to user
penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

kelainan kongenital, penyakit radang pelvis yang umum contohnya


apendisitis dan peritonitis, dan infeksi tractus genitalis, contohnya
gonore.
3) Faktor lokal
Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertil pada wanita adalah
fibroid uterus yang menghambat implantasi ovum, erosi cervix
yang mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma, kelainan
kongenital vagina, cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan
sperma dan ovum, mioma uteri oleh karena menyebabkan tekanan
pada tuba, distrorsi, atau elongasi kavum uteri, iritasi miometrium,
atau torsi oleh mioma yang bertangkai (Wiknjosastro, H. 2009)
Menurut Fritz, M. dan Speroff, L (2010) dalam konsensus
(2013) Penyebab infertilitas pada wanita dapat diklasifikasikan menjadi
3 kelompok, yaitu :
1. Gangguan Ovulasi
Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau
sekunder. Namun tidak semua pasien infertilitas dengan gangguan
ovulasi memiliki gejala klinis amenorea, beberapa diantaranya
menunjukkan gejala oligomenorea. Gangguan ovulasi diantaranya
PCOS (polycystic ovary syndrome), gangguan pada siklus haid,
dan isufiensi ovarium primer.
WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 3 kelas (RCOG
Fertility, 2004), yaitu :
a. Kelas 1
Kegagalan pada hipotalamus hipofisis (hipogonadotropin
hipogonadism). Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin
yang rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol.
Kelainan ini terjadi sekitar 10% dari seluruh kelainan ovulasi.
b. Kelas 2
Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-
normogonadismc)o.mKmairtatkoteursiestrik dari kelas ini
adalah kelainan
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

pada gonadotropin namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2


terjadi sekitar 85% dari seluruh kasus kelainan ovulasi.
Manifestasi klinik kelainan kelompok ini adalah oligomenorea
atau amenorea yang banyak terjadi pada kasus sindrom ovarium
polikistik (SOPK). Delapan puluh sampai sembilan puluh
persen pasien SOPK akan mengalami oligomenorea dan 30%
akan mengalami amenorea.
c. Kelas 3
Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism)
Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang
tinggi dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5%
dari seluruh gangguan ovulasi.
d. Kelas 4
Hiperprolaktinemia
2. Gangguan Tuba dan Pelvis
Kerusakan tuba dapat disebabkan oleh infeksi (Chlamidia,
Gonorrhoea, TBC) maupun endometriosis. Endometriosis
merupakan penyakit kronik yang umum dijumpai. Gejala yang
sering ditemukan pada pasien dengan endometriosis adalah nyeri
panggul, infertilitas dan ditemukan pembesaran pada adneksa. Dari
studi yang telah dilakukan, endometriosis terdapat pada 25%-50%
perempuan, dan 30% sampai 50% mengalami infertilitas. Hipotesis
yang menjelaskan endometriosis dapat menyebabkan infertilitas
atau penurunan fekunditas masih belum jelas, namun ada beberapa
mekanisme pada endometriosis seperti terjadinya perlekatan dan
distrorsi anatomi panggul yang dapat mengakibatkan penurunan
tingkat kesuburan. Perlekatan pelvis pada endometriosis dapat
mengganggu pelepasan oosit dari ovarium serta menghambat
penangkapan maupun transportasi oosit.

commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

Klasifikasi kerusakan tuba yaitu :


a. Ringan/ Grade 1
- Oklusi tuba proksimal tanpa adanya fibrosis atau oklusi tuba
distal tanpa ada distensi.
- Mukosa tampak baik.
- Perlekatan ringan (perituba-ovarium)
b. Sedang/Grade 2
- Kerusakan tuba berat unilateral
c. Berat/Grade 3
- Kerusakan tuba berat bilateral
- Fibrosis tuba luas
- Distensi tuba > 1,5 cm
- Mukosa tampak abnormal
- Oklusi tuba bilateral
- Perlekatan berat dan luas
3. Gangguan Uterus
Gangguan uterus, termasuk mioma submukosum, polip
endometrium, leiomyomas, sindrom asherman
Menurut Anwar (2014) dikutip dari Nurrohmah (2016) faktor
penyebab infertilitas pada wanita terdiri dari :
1. Masalah Vagina
Vagina merupakan hal yang penting di dalam tata laksana
infertilitas. Terjadinya proses reproduksi sangat terkait dengan
kesehatan dan fungsi yang baik pada vagina. Berikut beberapa
faktor yang berkaitan dengan peningkatan infertilitas :
a. Dispareunia atau nyeri senggama merupakan salah satu
penyebab infertilitas pada wanita. Beberapa faktor pencetus
dispereunia diantaranya faktor infeksi dan faktor organik seperti
vaginismus
b. Infeksi vagina seperti vaginitis, trikomonas vaginalis yang hebat
akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks,
endometrium bachokmamn ist atmo puasei rke tuba yang dapat
menyebabkan
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

gangguan pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ


reproduksi vital untuk terjadinya konsepsi. Disfungsi seksual
yang mencegah penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang
sangat asam, secara nyata dapat menguarangi daya hidup
sperma.
2. Masalah Serviks
Gangguan pada setiap perubahan fisiologis yang terjadi selama
periode pra ovulatori dan ovulatori yang membuat lingkungan
serviks kondusif bagi daya hidup sperma misalnya peningkatan
alkalinitas dan peningkatan sekresi.
3. Masalah Uterus
Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian
ini tidak dapat berlangsung apabila ada patologi di uterus. Patologi
tersebut antara lain polip endometrium, adenomiosis, mioma
uterus, bekas kuretase dan abortus septik. Kelainan – kelainan
tersebut dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan, nutrisi, serta
oksigenasi janin.
4. Masalah Tuba
Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses
kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi
wanita tersebut, maka dapat menghambat pergerakan ovum ke
uterus, mencegah masuknya sperma atau menghambat implantasi
ovum yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba falopi merupakan salah
satu dari banyak penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat
terjadi akibat infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang
disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi. Infertilitas yang
berhubungan dengan masalah tuba ini yang paling menonjol adalah
adanya peningkatan insiden penyakit radang panggal (Pelvic
Inflammatory Disease/PID) PID ini menyebabkan jaringan parut
yang menutup kedua tuba fallopi.

commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

5. Masalah Ovarium
Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk menjadi
hamil, ovumnya harus normal dan tidak boleh ada hambatan dalam
jalur lintasan sperma atau implantasi ovum yang telah dibuahi.
Dalam hal ini masalah ovarium yang dapat mempengaruhi
infertilitas yaitu kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium
polikistik, endometriosis, atau riwayat pembedahan yang
mengganggu siklus ovarium (Haffner, 2008 dan Anwar, 2014)
d. Faktor Risiko Infertilitas
Menurut Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas
Indonesia (HIFERI), Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia
(PERFITRI), Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), dan Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tahun 2013 dalam konsensus
penanganan infertilitas, faktor risiko infertilitas terdiri dari :
1. Gaya Hidup
a) Konsumsi alkohol
b) Merokok
c) Konsumsi Kafein
d) Berat badan
e) Olahraga
f) Stress
g) Suplementasi vitamin
h) Obat – obatan
i) Obat – obat herbal
2. Pekerjaan
Terdapat beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan
berbahaya bagi kesuburan seorang perempuan maupun laki-laki.
Setidaknya terdapat 104.000 bahan fisik dan kimia yang
berhubungan dengan pekerjaan yang telah teridentifikasi, namun
efeknya terhadap kesuburan, 95% belum dapat diidentifikasi. Bahan
yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi kesuburan
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida (HIFERI,


2013)
Menurut Purwoastuti (2014) terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi infertilitas, yaitu :
1. Usia
2. Lama infertilitas
3. Stress
4. Lingkungan
5. Hubungan Seksual (Frekuensi dan Posisi)
6. Masa subur
7. Kondisi reproduksi wanita
8. Kondisi reproduksi pria
e. Diagnosis Infertilitas
Diagnosis infertilitas pada wanita menurut United Health Care
Service (2015) meliputi :
1. Antral Follicle Count
2. Clomiphane citrate challenge test
3. Pemeriksaan level hormon
Yaitu diantaranya pemeriksaan Antimullerian hormone (AMH),
Estradiol, Follicle stimulating hormon (FSH), Lutenizing hormone
(LH), Progestine, Prolactin, Tyroid Stimulating Hormone (TSH)
4. Hysterosalpingogram
5. Pemeriksaan Histeroscopy
6. Pemeriksaan laparoscopy dengan atau tanpa chormotubation
7. USG (Transabdominal atau transvaginal)
8. Sonohysterogram atau saline infusion ultrasound
f. Penatalaksanaan Infertilitas
Penatalaksanaan atau terapi disesuaikan dengan penyebab
infertilitas. Ada beberapa jenis teknik perawatan untuk masalah
infertilitas yang memiliki tingkat keberhasilan cukup tinggi diantaranya
yaitu teknik reproduksi buatan
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

1. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan atau artificial insemination dilakukan dengan
memasukkan cairan semen yang mengandung sperma dari pria ke
dalam organ reproduksi wanita tanpa melalui hubungan seks atau
bukan secara alami. Cairan semen yang mengandung sperma diambil
dengan alat khusus dari seorang suami kemudian disuntikkan ke
dalam rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan.
Biasanya dokter akan menganjurkan inseminasi buatan sebagai
langkah pertama sebelum menerapkan terapi atau perawatan jenis
lainnya.
2. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT)
GIFT merupakan teknik yang mulai diperkenalkan sejal tahun
1984. Tujuannya untuk menciptakan kehamilan. Prosesnya
dilakukan dengan mengambil sel telur dari ovarium atau indung telur
wanita lalu dipertemukan dengan sel sperma pria yang sudah
dibersihkan dengan menggunakan alat yang bernama laparoscope,
sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan tersebut dimasukkan
ke dalam tuba fallopi atau tabung falopi wanita melalui irisan kecil
di bagian perut melalui operasi laparoskopik sehingga diharapkan
langsung terjadi pembuahan dan kehamilan.
3. In Vitro Fertilization (IVF)
IVF atau In Vitro Fertilization dikenal juga sebagai prosedur
bayi tabung. Mula-mula sel telur wanita dan sperma pria dibuahi di
media pembuahan di luar tubuh wanita. Lalu setelah terjadi
pembuahan, hasilnya yang sudah berupa embrio dimasukkan ke
dalam rahim melalui serviks.
4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)
ICSI atau Intracytoplasmic Sperm Injection dilakukan dengan
memasukkan sebuah sel sperma langsung ke sel telur. Dengan teknik
ini, sel sperma yang kurang aktif maupun tidak matang dapat
digunakan untuk membuahi sel telur.
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

5. Ovulation Induction or Controlled Ovarian Stimulation


Induksi ovulasi adalah proses sederhana yang mendorong
ovarium untuk melepaskan telur, sehingga memaksimalkan
kesempatan untuk konsepsi melalui hubungan atau inseminasi
buatan (IUI). Cara ini sesuai untuk wanita yang produksi hormon
untuk ovulasinya rendah atau yang tidak berovulasi sama sekali.
Biasanya pasien akan minum obat (tablet atau melalui suntikan)
untuk merangsang hormon
6. Assisted Embrio Hatching
Mekanisme buatan yang dilakukan untuk membantu proses
hatching. Hatching adalah proses keluarnya embrio dari zona
pelucida. Proses tersebut merupakan kunci utama pada pertumbuhan
embrio. Mekanisme buatan ini merupakan upaya untuk
meningkatkan keberhasilan terjadinya implantasi dan kehamilan.
Assisted hatching dapat dilakukan dengan metode zona thinning
(penipisan zona), zona drilling (pengeboran zona) dan zona slithing
(penyayatan zona)
7. Sperm Retrieval Techniquest (e.g microsurgical epydidymal sperm
aspiration (MESA), percutaneouse epydidymal sperm aspiration
(PESA), testicular sperm extraction (TESE), testicular sperm
aspiration (TESA) and electroejaculation.
United Heath Care Service (2015)
g. Pencegahan dan Penanganan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau
menurunkan faktor risiko terjadinya infertilitas, diantaranya adalah :
1. Mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi, baik pada pria
maupun wanita.
2. Mengobati penyebab infertilitas pada wanita
3. Menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas
dan jumlah dari sperma dan sel telur.
4. Berperilaku hidup sehat
(HIFERI, 2013)
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a1

2. Usia
Istilah usia dapat diartikan dengan lamanya hidup seseorang atau
keberadaan seseorang di dunia yang diukur dengan menggunakan satuan
waktu dan dilihat dari segi kronologi setiap individu yang tumbuh dan
berkembang dengan memperlihatkan derajat perkembangan anatomi dan
fisiologi yang sama antara individu yang satu dengan individu yang normal
lainnya atau dapat diartikan sebagai lamanya waktu hidup seseorang atau
ada sejak dilahirkan atau diadakan.
Birren and Jenner (1997) dikutip oleh Nugroho (2000) membedakan usia
menjadi tiga yaitu :
1. Usia Biologis
Jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup
dan mati.
2. Usia Psikologis
Kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian
kepada situasi yang dihadapinya.
3. Usia Sosial
Peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada
seseorang sehubungan dengan usianya.
Usia merupakan faktor diluar organ yang mempengaruhi
ketidaksuburan atau infertilitas. Usia berpengaruh terhadap masa
reproduksi, artinya selama masih mengalami haid yang teratur
kemungkinan masih bisa hamil. Kejadian infertilitas berbanding lurus
dengan pertambahan usia wanita. Perempuan dengan rentang 19-26 tahun
memiliki kemungkinan untuk hamil dua kali lebih besar daripada wanita
dengan rentang usia antara 35-39 tahun (Hestiantoro, 2008).
Wanita dengan usia yang semakin bertambah, kemungkinan untuk
hamil semakin kecil dikarenakan kadar FSH meningkat, fase folikuler
semakin pendek, kadar LH dan durasi fase luteal tidak berubah, dan siklus
menstruasi mengalami penurunan. Selain itu jumlah sisa folikel ovarium
juga terus menurun dengan bertambahnya usia, semakin cepat setelah usia
38 tahun dan folikel menjacdoimkmuriat ntog upseekra terhadap stimulasi
gonadotropin
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

sehingga terjadi penurunan kesuburan wanita. Usia wanita yang meningkat


juga berdampak pada cadangan sel telur yang semakin sedikit dan selain itu
wanita yang semakin berumur atau lebih dari 35 tahun juga cenderung
memiliki gangguan fungsi kesehatan sehingga menurunkan fungsi
reproduksinya.
Di Indonesia angka kejadian perempuan infertil 15% pada usia 30-34
tahun meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44
tahun. Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah berumur 35
tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase
reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal
sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase
pubertas sampai sebelum fase menopause (Idra, et al, 2008).
3. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu bentuk kegiatan atau aktivitas seseorang
yang didalamnya melibatkan kesadaran untuk memperoleh hasil sesuai
dengan tujuan dan harapan yang ingin dicapai. Menurut survei angkatan
kerja nasional jenis pekerjaan diantaranya adalah wiraswasta, pegawai
negeri sipil, TNI/Polri, pensiunan, pedagang, buruh tani, dan ibu rumah
tangga. Penelitian mengenai hubungan pekerjaan dan pola kesakitan banyak
dilakukan di Indonesia terutama pola penyakit tidak menular. Menurut
Arvianti (2009) jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit
melalui beberapa cara :
1. Adanya faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan
kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas beracun, radiasi, benda-
benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan.
2. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stres
3. Ada atau tidaknya “gerakan badan” di dalam pekerjaan
4. Luas area tempat kerja
5. Penyakit karena cacing tambang yang telah lama diketahui terkait
pekerjaan di tambang
Menurut The Royal College of Obstetricians and Gynaecologists
(RCOG) tahun 2004 yacnogmmditiktuotiupseroleh Himpunan Endokrinologi
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

Reproduksi dan Fertilisasi Indonesia (2013) dalam konsensus penanganan


infertilitas, terdapat beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan
berbahaya bagi kesuburan seorang wanita. Setidaknya terdapat 104.000
bahan fisik dan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan yang telah
teridentifikasi, namun efeknya terhadap kesuburan, 95% belum dapat
diidentifikasi. Bahan yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi
kesuburan diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida (HIFERI,
2013).
Tabel 2.1 Bahan dan Efek Pekerjaan Terhadap Kesuburan Wanita
Bahan / Agen Kelompok Efek Terhadap
Pekerjaan Kesuburan

Fisik : Paramedis Menurunkan fekunditas,


Kerja paruh waktu pemanjangan waktu
(waktu kerja yang lama) untuk terjadinya
kehamilan
Ion dan radiasi Pekerja pabrik Tidak memberikan efek
nuklir
Visual (Komputer) Pekerja kantoran Meningkatkan risiko
infertilitas.
Kimia : Petani Waktu kehamilan tidak
Pestisida konsisten
(Dibromochloropropane)

Cadmium, magnesium, obat Perawat dan Pemanjangan waktu


kemoterapi, antibiotik apoteker kehamilan,
meningkatnya angka
kejadian infertilitas
yang dilaporkan secara
perorangan
Gas anastetik Dokter gigi, dokter Menurunkan angka
anastesi, perawat fekunditas
Sumber : Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (2004)
Penelitian lain menyebutkan ada hubungan antara pekerjaan dengan
infertilitas seseorang, hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh yasmin dan ahmad pada tahun 2015 di Kabupaten Tulang
bawang dengan variabel kebiasaan minum alkohol, perilaku merokok,
adanya riwayat keturunan infertil dalam keluarga, dan juga pekerjaan.
Dalam penelitian tersebut pekerjaan memiliki faktor risiko 3,661 kali lebih
tinggi dari variabel lainnya sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerjaan
terpapar menjadi faktor ycaonmgmiptatloinugserdominan dalam besarnya risiko
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

kejadian infertilitas dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak terpapar


(Ningsih, 2015)
4. Tingkat Stres
Stress merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana terdapat
tekanan pada diri seseorang yang dapat memicu berbagai reaksi. Stres pada
individu memiliki dampak secara total tidak hanya pada emosi saja tetapi
juga meliputi fisik, sosial maupun spiritual. Menurut Hawari (2000) stress
adalah suatu bentuk ketegangan yang mempengaruhi fungsi alat – alat
tubuh sedangkan tingkat stress itu sendiri merupakan hasil dari penilaian
terhadap berat ringannya stress yang dialami seseorang
Kesuburan wanita secara mutlak dipengaruhi oleh proses-proses
fisiologis dan anatomis, di mana proses fisiologis tersebut berasal dari
sekresi internal yang mempengaruhi kesuburan. Dalam hal ini kesuburan
wanita itu merupakan satu unit psikosomatis yang selalu dipengaruhi oleh
bermacam-macam faktor psikis dan faktor organis atau fisis. Peningkatan
kadar prolaktin dan kadar Lutheinizing Hormon (LH) berhubungan erat
dengan masalah psikis. Kecemasan dan ketegangan cenderung
mengacaukan kadar LH, serta kesedihan dan murung cenderung
meningkatkan prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat mengganggu
pengeluaran LH dan menekan hormon gonadotropin yang mempengaruhi
terjadinya ovulasi (Kasdu, 2002).
Perasaan tertekan atau tegang yang dialami wanita berpengaruh
terhadap fungsi hipotalamus yang merupakan kelenjar otak yang
mengirimkan sejumlah sinyal untuk mengeluarkan hormon stres keseluruh
tubuh. Hormon stress yang terlalu banyak keluar dan lama akan
mengakibatkan rangsangan yang berlebihan pada jantung dan melemahkan
sistem kekebalan tubuh. Kelebihan hormon stres juga dapat mengganggu
keseimbangan hormon, sistem reproduksi ataupun kesuburan. Pernyataan
ini seperti dikemukakan oleh Mark Saver pada penelitiannya tahun 1995,
mengenai Psychomatic Medicine yang menjelaskan bahwa wanita dengan
riwayat tekanan jiwa kecil kemungkinan untuk hamil dibandingkan dengan
wanita yang tidak mengalcaommimnyita tohaulseirni terjadi karena
wanita tersebut
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

mengalami ketidakseimbangan hormon (hormon estrogen). Kelebihan


hormon estrogen akan memberikan sinyal kepada hormon progesteron
untuk tidak berproduksi lagi karena kebutuhannya sudah mencukupi.
Akibatnya akan terjadi kekurangan hormon progesteron yang berpengaruh
terhadap proses terjadinya ovulasi.
Stress pada wanita dapat mempengaruhi komunikasi antara otak,
hipofisis, dan ovarium. Stress dapat memicu pengeluaran hormon kortisol
yang mempengaruhi pengaturan hormon reproduksi. Stress mempengaruhi
maturisasi pematangan sel telur pada ovarium. Saat stress terjadi perubahan
suatu neurokimia di dalam tubuh yang dapat mengubah maturasi dan
pelepasan sel telur contohnya, di saat wanita dalam keadaan stress, spasme
dapat terjadi pada tuba falopi dan uterus, dimana hal itu dapat
mempengaruhi pergerakan dan implantasi pada sel telur yang sudah matang
(Talaziz, 2008)
5. Body Mass Index
a. Definisi
Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan
indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur
status gizi pada orang dewasa, menggunakan rumus berat badan dalam
kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m²). Sugondo
(2007) dikutip oleh Aldini (2012)
BMI dipercayai dapat menjadi indikator atau menggambarkan
kadar adipositas dalam tubuh seseorang. BMI tidak mengukur lemak
tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa BMI
berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti
underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-
Strawn LM et al., 2002). BMI merupakan altenatif untuk tindakan
pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori
berat badan yang mudah dilakukan.
1. Berat Badan
Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua
jaringan yang ada
cpoamdamittutbouhusearntara tulang, otot, lemak, cairan
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang
terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi
kesehatan. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara
menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang
lain
2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya
3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg
4) Skalanya mudah dibaca
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang
cukup penting. Keistimewaannya bahwa ukuran tinggi badan dapat
dihitung dengan dibandingkan berat badan dan dapat
mengesampingkan umur. Menurut Almetsier (2011) Body Mass
Index (BMI) diukur melalui rumus :
BMI = berat badan (kg)
tinggi badan (m)²
b. Kategori Body Mass Index
Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, BMI
diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard yang
sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan
remaja, intrepretasi BMI adalah spesifik mengikut usia dan jenis
kelamin. Secara umum, BMI 25 ke atas membawa arti pada obesitas.
Standar baru untuk BMI telah dipublikasikan pada tahun 1998
mengklasifikasikan BMI di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau
underweight, BMI melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau
overweight, dan BMI melebihi 25 sebagai obesitas. BMI yang ideal
bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 hingga 22,9. Obesitas
dikategorikan pada tiga tingkat : tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40),
dan tingkat III (>40) (Centers For Disease Control and Prevention,
2009). commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

Dalam melakukan penilaian BMI, perlu diperhatikan akan


adanya perbedaan individu dan etnik. Wilayah Asia Pasifik pada saat
ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi BMI sendiri.
Tabel 2.2 : Klasifikasi BMI Wilayah Asia Pasifik
Klasifikasi BMI/IMT (kg/m²)
Berat badan kurang (underweight) < 18,5
Kisaran Normal 18,5 – 22,9
Berat badan lebih (Overweight) ≥ 23,0
- Beresiko obesitas 23,0 – 24,9
- Obesitas I 25,0 29,9
- Obesitas II ≥ 30,0
Sumber : WHO (2004)
Sedangkan menurut WHO, ada upaya sebelumnya untuk
menafsirkan BMI cut-off point pada populasi Asia Pasific yang
memberikan kontribusi dalam mengembangkan teori sehingga WHO
mengadakan konsultasi pada ahli BMI di populasi Asia dan pada
akhirnya sepakat untuk merekomendasikan bahwa BMI cut-off point
harus dipertahankan sebagai klasifikasi Internasional (WHO, 2004)
Tabel 2.3 : Klasifikasi BMI Secara Internasional

Klasifikasi BMI (kg/m²)


Principal Additional
cut-off points cut-off points
Underweight < 18.50 < 18.50
- Berat < 16.00 < 16.00
- Ringan 16.00 - 16.99 16.00 - 16.99
- Sedang 17.00 - 18.49 17.00 - 18.49

Normal 18.50 - 24.99 18.50 - 24.99


23.00 - 24.99

Overweight ≥ 25.00 ≥ 25.00


- Pre-obesitas 25.00 - 29.99 25.00 - 27.49
27.50 - 29.99

Obesitas ≥30.00 ≥ 30.00


- Obesitas Kelas 1 30.00 - 34.99 30.00 - 32.49
32.50 - 34.99
- Obesitas Kelas II 35.00 - 39.99 35.00 - 37.49
37.50 - 39.99
- Obesitas Kelas III ≥ 40.00 ≥ 40.00
Sumber : WHO (2004) commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi


berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara
berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang
BMI/IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut :
Tabel 2.4 : Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) di Indonesia
IMT KATEGORI
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 – 22,9 Berat badan normal
≥ 23,0 Kelebihan berat badan
23,0 – 24,9 Beresiko menjadi obesitas
25,0 - 29,9 Obesitas I
≥ 30,0 Obesitas II
Sumber: Centre for Obesity Research and Education (2007)

c. Kekurangan dan Kelebihan Body Mass Index


Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT)
merupakan salah satu indikator yang dapat dipercayai untuk mengukur
lemak tubuh. Akan tetapi, terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan
dalam mnggunakan BMI sebagai indikator pengukuran lemak tubuh.
Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila
dipergunakan secara individual. Selain itu, keterbatasan yang lain dari
BMI adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan
berat dari otot atau tulang. BMI juga tidak dapat mengidentifikasi
distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian menyatakan
bahwa standard cut off point untuk mendefinisikan obesitas
berdasarkan BMI mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama
untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis. BMI
(Body Mass Index) mempunyai keunggulan utama yaitu dapat
menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa
digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya
hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang
keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit
latihan. (Schroder H, et al, 2004)

commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

Kekurangan body mass index :


1. Tidak akurat pada olahragawan (terutama atlet bina) yang
cenderung berada pada kategori obesitas dalam BMI disebabkan
mereka mempunyai massa otot yang berlebihan walaupun
presentase lemah tubuh mereka dalam kadar yang rendah.
Sedangkan dalam pengukuran berdasarkan berat badan dan tinggi
badan, kenaikan nilai BMI adalah disebabkan oleh lemak tubuh.
2. Tidak akurat pada anak-anak karena jumlah lemak tubuh akan
berubah seiringan dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh
badan seseorang. Jumlah lemak tubuh pada lelaki dan perempuan
juga berbeda selama pertumbuhan. Oleh itu, pada anak-anak
dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai persentil
yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia.
3. Tidak akurat pada kelompok bangsa tertentu karena harus
dimodifikasi mengikut kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh
BMI yang melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori kelebihan
berat badan dan BMI yang melebihi 27,5 berada dalam kategori
obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina, India, dan Melayu.
(CORE, 2007).
Kelebihan body mass index adalah :
1. Biaya yang diperlukan tidak mahal
2. Untuk mendapat nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat
badan dan tinggi badan seseorang.
3. Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang
telah dinyatakan pada table BMI.
d. Hubungan Status Gizi dengan Infertilitas
Faktor gizi sangat penting dalam mendukung kesuburan karena
fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik,
keturunan dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Menurut Must
(1999) dan Catalono (2007) yang dikutip oleh Aldini (2012) kelebihan
berat badan tidak hanya berhubungan dengan peningkatan risiko
penyakit kronis tetapi cjoumgammit etonuunsjeurkkan peningkatan
risiko masalah
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

reproduksi. Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan


kelebihan berat badan sering memiliki masalah infertilitas (Bolumar,
2000).
Masalah kesehatan reproduksi meningkat seiring dengan
kecenderungan belakangan ini yaitu meningkatnya kegemukan pada
populasi secara umum. Risiko tinggi infertilitas sudah ditemukan baik
pada perempuan overweight maupun underweight dan hal ini
menunjukkan bahwa berat badan memiliki peranan yang penting dalam
infertilitas.
Lake pada tahun 1997 meneliti hubungan antara BMI pada masa
kanak-kanak dan remaja serta akibatnya pada masalah reproduksi.
Obesitas pada usia 23 tahun dan 7 tahun masing-masing dapat
meningkatkan risiko masalah menstruasi pada usia 33 tahun.
Overweight dan obesitas pada awal remaja tampaknya meningkatkan
risiko permasalahan menstruasi dan subfertilitas. Selain permasalahan
menstruasi, BMI pada masa kanak-kanak juga memiliki pengaruh yang
kuat pada kesehatan reproduksi seorang perempuan.
Penelitian yang menguji hubungan antara body mass index dan
infertilitas melihat perbandingan BMI antara 571 perempuan yang
didiagnosis infertil karena gangguan ovulasi pada 7 klinik infertil di
United States dan Canada dengan 1.695 kontrol primipara yang baru
melahirkan disimpulkan bahwa risiko infertil akibat gangguan ovulasi
terbesar adalah pada perempuan overweight sedang dan underweight.
Penelitian Grodstein, Body Mass Index and Ovulatory Infertility (1993)
tersebut menemukan bahwa meningkatnya risiko infertil oleh karena
faktor ovulasi atau ovarium primer pada perempuan dengan BMI ≥ 27.
Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara berat badan
dan ketidakteraturan menstruasi, serta usaha untuk menurunkan berat
badan pada perempuan obesitas yang tidak mengalami ovulasi akan
mengembalikan fertilitasnya.

commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a2

6. Kelainan Organ Reproduksi


Dalam konsensus penanganan infertilitas tahun 2013 yang terdiri
dari Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia
(HIFERI), Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI), Ikatan
Ahli Urologi Indonesia (IAUI), dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia (POGI) menyebutkan bahwa faktor penyebab infertilitas pada
wanita secara umum terdiri dari adanya gangguan ovulasi (PCOS,
gangguan pada siklus hais, insufisiensi primer), gangguan tuba dan pelvis
(infeksi maupun endometriosis), dan gangguan uterus (mioma
submukosum, polip endometrium, leiomyomas, sindrom asherman)
a. Gangguan ovulasi
Gangguan yang paling sering dialami perempuan infertil adalah
gangguan ovulasi. Bila ovulasi tidak terjadi maka tidak akan ada sel
telur yang bisa dibuahi. Salah satu tanda wanita yang mengalami
gangguan ovulasi adalah haid yang tidak teratur dan haid yang tidak ada
sama sekali (Aizid, 2010)
b. Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS)
Sindroma ovarium polikistik merupakan suatu kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh gangguan sistem endokrin. Kelainan ini banyak
ditemukan pada wanita usia reproduksi. Gejala tersering yang
ditimbulkannya antara lain infertilitas karena siklus yang anovulatoar,
oligo sampai amenore, obesitas dan hirsutisme (Talaziz, 2008).
Sindrom ovarium polikistik ini menimbulkan perubahan hormonal-
biokimia seperti peningkatan luteinising hormone (LH) serum, rasio
LH/FSH (follicle stimulating hormone) yang meningkat, adanya
resistensi insulin dan peningkatan androgen plasma. Sindrom ovarium
polikistik menyebabkan 5-10% wanita usia reproduksi menjadi infertil
(Talaziz, 2008).
c. Masalah Tuba
Peranan faktor tuba paling sering ditemukan dalam infertilitas pada
wanita yaitu sekitar 25-50%. Oleh karena itu, penilaian potensi tuba
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

dianggap sebagai salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolaan


infertilitas (Aizid, 2010)
d. Masalah Uterus
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba falopii sekitar 5 menit setelah
inseminasi. Gerakan spermatozoa untuk masuk ke dalam uterus tidak
hanya di lakukan sendiri. Kontraksi vagina dan uterus mempengaruhi
dalam transportasi spermatozoa. Kontraksi yang terjadi karena
pengaruh prostaglandin dalam air mani dapat membuat uterus
berkontraksi secara ritmik. Prostaglandin berpengaruh dalam transport
spermatozoa ke dalam uterus dan melewati penyempitan batas uterus
dengan tuba. Uterus sangat sensitif terhadap prostaglandin pada akhir
fase proliferasi dan permulaan fase sekresi, sehingga apabila
prostaglandin kurang dalam mani dapat menyebabkan masalah
infertilitas (Wiknjosastro, 2009). Kelainan pada uterus bisa disebabkan
oleh malformasi uterus yang menggangu pertumbuhan fetus (janin).
Mioma uteri dan adhesi uterus menyebabkan terjadinya gangguan
suplai darah untuk perkembangan fetus sehingga akhirnya terjadi
abortus berulang (ICBS, 2000)
e. Infeksi Organ Reproduksi
Rongga perut pada wanita diperantarai organ reproduksi wanita yang
langsung berhubungan dengan dunia luar. Infeksi rongga perut jarang
terjadi disebabkan karena sifat baktericide dari vagina yang mempunyai
pH rendah dan lendir yang kental pada canalis cervikalis yang
menghalangi masuknya kuman. Infeksi organ reproduksi sering terjadi
di negara tropis karena hygine kurang, perawatan persalinan dan
abortus belum sempurna. Infeksi organ reproduksi dapat menurunkan
fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan kehidupan sex (Kaufman,
2010). Infeksi apabila terjadi pada vagina akan menyebabkan kadar
keasamaan dalam vagina meningkat, sehingga menyebabkan sperma
mati sebelum sempat membuahi sel telur. Infeksi organ reproduksi
wanita dibagi menjadi dua pembagian yaitu infeksi rendah dari vulva,
vagina sampai servik cdoamnmiint fteokussi ertinggidari uterus,
tuba, ovarium,
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

parametrium, peritonium, bisa disebut pelvic inflammatory disease


(PID). Infeksi rendah dan tinggi sangat besar pengaruhnya pada
kesehatan karena dapat menimbulkan infertilitas. Infeksi organ
reproduksi wanita bisa didiagnosis dengan gejala fisik/ manifestasi
klinis yang timbul dan dikeluhkan oleh penderita (Kaufman, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan karsiyah (2014)
diketahui bahwa terdapat hubungan antara kondisi reproduksi dengan
infertilitas primer, dengan OR 4,059 artinya responden yang mempunyai
kelainan kondisi reproduksi 4 kali mempunyai risiko mengalami infertilitas
primer dibandingkan dengan yang tidak mengalami kelainan kondisi
reproduksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelainan kondisi
reproduksi terjadi pada 30 responden dengan jenis kelainan kondisi
reproduksi terbanyak adalah vaginitis 29 responden (96,6%), kelainan
ovarium 24 responden (80%), kelainan tuba 5 responden (36,6%), kelainan
uterus 8 responden (26,6%), kelainan serviks 11 responden (16,6%) dan
kelainan peritoneal 2 responden (6,6%) hal ini sesuai dengan teori Manuaba
yaitu terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang berperan dalam
infertilitas. Uraian diatas membuktikan bahwa kondisi reproduksi secara
statistik berhubungan dengan infertilitas primer. Namun demikian,
penelitian ini mencatat dari 35 responden yang mengalami infertilitas primer
dengan kelainan kondisi reproduksi sebanyak 18 (60%) responden dan tidak
ada kelainan kondisi reproduksi sebanyak 17 (27%) responden, pada
infertilitas sekunder dengan kelainan kondisi reproduksi sebanyak 12 (40%)
responden.

B. Penelitian yang Relevan


1. Penelitian yang berjudul “Body Mass Index and Delayed Conception: A
European Multicenter Study on Infertility and Subfecundity”. Penelitian ini
mengevaluasi efek dari indeks massa tubuh terhadap tertundanya konsepsi
setelah sebelumnya didasarkan pada kelompok wanita yang difokuskan
terutama pada disfungsi ovulasi dengan menggunakan survey berbasis
populasi pada ibu hamil dcaorim5mintetgoaurasedri Eropa. Hasil dari
penelitian ini
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

adalah adanya hubungan yang kuat antara indeks masa tubuh dengan
tertundanya konsepsi dan juga peningkatan risiko bagi wanita yang indeks
massa tubuhnya < 20 kg/m². Konsepsi tertunda didefinisikan sebagai
kehamilan yang terjadi dalam rentang waktu yang melebihi 9,5 bulan
setelah berhubungan seks teratur tanpa kontrasepsi apapun. Para peneliti
atau penulis menyimpulkan bahwa untuk wanita yang terdeteksi
kehamilannya secara klinis, kekurangan berat badan atau obesitas dan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat hamil. (Bolumar
Francisco, et al, 2000)
2. Penelitian yang berjudul “Etiologic Factors of Infertility in a Referral
Hospital (BSMMU Bangladesh)” yang dilakukan oleh Begum Rokeya
Anwar, Parveen Fatima, Nasim Afza, Tazkia Tarannum, Nazneen Begum,
Syeda Umme Kulsum, dan Shaila Parveen pada tahun 2004 yang dikutip
dari jurnal medicine (2013) ini bertujuan untuk mengetahui faktor
penyebab infertilitas pada BSMMU (Bangabandhu Sheik Mujib University
Medical, Dhaka, Bangladesh) dengan metode penelitian cross sectional
yang dilakukan pada Pasien infertil di BSMMU selama periode Desember
2004 sampai Maret 2005 dengan jumlah sampel 100 pasangan infertil.
Hasil dari penelitian ini frekuensi infertilitas primer dan skunder masing-
masing 56% dan 44%. Diantara 100 pasangan, 57% faktor penyebabnya
berasal dari wanita, 3% dari faktor pria, 25% dari faktor keduanya (wanita
dan pria), serta 15% faktor yang tidak diketahui. Faktor penyebab
infertilitas pada wanita diantaranya karena faktor tuba 33%, faktor ovarium
12% dan endometriosis 11%. Kesimpulam dari penelitian ini adalah
meskipun faktor wanita adalah penyebab paling umum dari ketidaksuburan
atau fertilitas pada BSMMU, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa faktor
ini adalah penyebab paling umum dari infertilitas di Bangladesh sehingga
penelitian ini dapat digunakan sebagai pusat rujukan terutama untuk
masalah infertilitas wanita mereka menyarankan untuk dilakukan penelitian
serupa dengan ukuran sampel lebih besar dalam institusi yang berbeda
untuk mengevaluasi penyebab paling umum dari infertilitas atau
ketidaksuburan di Bangladecsohm(mAint wtoaru,seetral, 2013)
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

3. Penelitian yang dilakukan oleh Chandran F Saragih dengan judul “Analisa


Faktor-Faktor Penyebab Infertilitas di RS Jejaring Departemen Obgin FK
Universitas Sumatera Periode Januari 2012 – Desember 2013”. Tujuan
penelitian tersebut untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab
infertilitas. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif
dengan data retrospektif berupa data rekam medik pasien wanita infertil di
Klinik Halim Fertility Center periode Januari 2012 – Desember 2013,
dengan variabel yang dicatat jenis infertilitas, usia, berat badan, tinggi
badan, lama infertilitas dan faktor-faktor penyebab infertilitas berdasarkan
diagnosa klinik,pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil penelitian didapatkan 630 kasus infertil dengan kasus terbanyak
infertilitas primer sebanyak 489 kasus (77,6 %). Kelompok usia yang
paling sering mengalami infertilitas adalah kelompok usia 25-34 tahun
dengan jumlah kasus 65,6 %. Faktor yang paling sering berperan adalah
faktor pria yaitu sebanyak 219 kasus (34,8%). Gangguan ovulasi kasus
yang paling banyak ditemukan pada infertilitas wanita dengan jumlah kasus
101 kasus (16 %). Dalam penelitian ini tidak ada perbedaan bermakna
antara penyebab infertilitas dengan jenis infertilitas kecuali pada gangguan
ovulasi. (Saragih, 2014)
4. Penelitian yang dilakukan oleh Karsiyah yang berjudul “Analisis Faktor
Yang Berhubungan Dengan Infertilitas (Di Wilayah Kecamatan Way
Seputih, Kabupeten Lampung Tengah Tahun 2014”. Jenis penelitian
kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh istri yang mengalami infertilitas dengan sampel 93 istri yang
mengalami infertilitas sesuai dengan kriteria. Tekhnik yang digunakan
dalam pengambilan sample ini dengan purposif sampling. Analisis data
univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji chi square dan
regresi logistic. Hasil univariat menunjukkan infertilitas primer 37,6%,
umur beresiko 77,4%, lama infertilitas 60,2%, kelainan kondisi reproduksi
32,3%, riwayat abortus 17,2%, penyakit penyerta 25,8%, status gizi tidak
normal 60,2%, gaya hidup tidak sehat 72,0% dan status ekonomi rendah
18,3%.Hasil bivariat menuncjoumkmkaint taoduasheurbungan umur (p =
0,006), kondisi
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

reproduksi (p = 0,004), penyakit penyerta (p = 0,015), status gizi (p =


0,018) dan gaya hidup (p= 0,001). Variabel lama infertilitas (p = 0,134),
riwayat abortus (p = 0,767) dan status ekonomi (p = 0,293) tidak
berhubungan dengan infertilitas. Variabel paling dominan yang
berhubungan dengan infertilitas adalah gaya hidup (p = 0,003) dengan OR
10,701. Berdasarkan hasil penelitian dengan derajat kepercayaan 95%
disimpulkan umur, kondisi reproduksi, penyakit penyerta, status gizi dan
gaya hidup berhubungan dengan infertilitas. Faktor paling dominan yang
berhubungan dengan infertilitas adalah gaya hidup (Karsiyah 2014)
5. Penelitian yang berjudul “Faktor Penyebab Infertilitas Primer di Klinik
Infertilitas Permata Hati RSUP dr. Sardjito Periode 1 September 2011 – 31
Desember 2011” dengan tujuan penelitian untuk mengetahui apa saja
penyebab infertilitas primer pada pasien yang berobat di Klinik Infertilitas
Permata Hati RSUP. dr. Sardjito. Penelitian ini dilakukan oleh Tyasari
Dani Utami dengan menggunakan rancangan penelitian deskriptif
retrospektif. Data diperoleh dengan melihat catatan medik di Klinik
Infertilitas Permata Hati RSUP dr. Sardjito dengan sampel penelitian rekam
medis yang tersedia dalam rentang waktu 1 September 2011 - 31 Desember
2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan angka
kejadian infertilitas sejak tahun 1999 kurang lebih sebesar 300%, dengan
lama infertilitas primer terbanyak antara 1-3 tahun. Subyek infertilitas
terbanyak adalah pihak suami, sejumlah 146 pasien dengan rentang usia
terbanyak 34 tahun ke atas dan abnormalitas sperma yang mendominasi
adalah oligoastenoteratozoospermia. Terdapat 130 istri yang mengalami
gangguan penyebab infertilitas primer, dan sebanyak 41% memiliki rentang
usia 30-34 tahun. Distribusi kelainan pada pihak istri yang paling banyak
ditemukan adalah kelainan pada ovarium, yang diikuti oleh faktor tuba dan
uterus (Utami, 2012)
6. Penelitian yang dilakukan oleh Anastasia Oktarina, Adnan Abadi, dan
Ramli Bachsin dengan judul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Infertilitas
pada Wanita di Klinik Fertilitas Endokrinologi Reproduksi”. Penelitian ini
merupakan penelitian obcsoemrvmaistiotonaul sedr eskriptif dengan
desain cross
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

sectional (potong lintang) berdasarkan data sekunder, yaitu rekam medik


yang terdapat di Instalasi rekam medik RSMH Palembang. Semua wanita
infertil yang datang ke Klinik Fertilitas Endokrinologi Reproduksi RSMH
Palembang periode September 2011 sampai September 2013 adalah
populasi penelitian ini yang kemudian dipilah satu persatu untuk menjadi
sampel dengan menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi. Mayoritas (71%)
wanita infertil dalam penelitian ini berada pada rentang umur 25-35 tahun.
Sebanyak 66.1% wanita infertil merupakan wanita karir. Rata-rata wanita
infertil (69.4%) berdomisili di Palembang. Mayoritas wanita infertil
(61.3%) mengalami infertilitas lebih dari tiga tahun. Berdasarkan jenis
infertilitas, sebanyak 79% merupakan infertilitas primer. Jenis pemeriksaan
lanjutan yang paling banyak dilakukan adalah pemeriksaan USG dan
Laparoskopi diagnostik. Endometriosis (25.6%) dan mioma uteri (20.2%)
merupakan jenis penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan pada
wanita infertil. Jenis tatalaksana terbanyak yang dilakukan adalah dengan
tindakan operatif (55%). Sebagian besar wanita infertil yang menjadi
sampel dalam penelitian ini merupakan wanita infertil jenis infertilitas
primer yang berumur 25-35 tahun dengan lama infertil diatas tiga tahun.
Penyakit penyerta yang banyak ditemukan pada wanita infertil adalah
endometriosis dan mioma uteri (Oktarina, 2014)
7. Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Trisnawati yang berjudul “Analysis
Reproductive Health Women Based On Reproductive Health History Of
Infertility In RS Margono Soekardjo 2015”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Hubungan antara vaginitis dan kista ovarium terhadap
infertilitas pada wanita. Penelitian ini merupakan survey analitik dengan
pendekatan case control. Populasi adalah data sekunder semua wanita usia
subur di poli kandungan RS Margono Soekarjo sejumlah 52 responden.
Analisa menggunakan uji chi square dan regresi logistic. Hasil penelitian
menunjukan wanita usia subur yang menderita vaginitis sebanyak (53.8%),
menderita pembesaran kista ovarium 48.1%), adanya hubungan antara
vaginitis dan infertilitas (p=0.000), ada hubungan antara pembesaran kista
ovarium dengan infertilitcaosmm(pi=t 0to.0u1s9e)r, dan dan faktor
yang paling
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

mempengaruhi terjadinya infertilitas yaitu pembersaran kista ovarium


(OR=0.339) (Trisnawati, 2015)
8. Penelitian berjudul “Hubungan Endometriosis dengan Infertilitas pada
Pasien Poliklinik Obstetri Ginekologi dan Klinik Fertilitas Sekar RSUD Dr.
Moewardi Surakarta” yang dilakukan oleh Irsalina Nur Shabrina pada
Tahun 2014. Hasil pengamatan pada studi kasus kontrol terhadap hubungan
endometriosis dengan infertilitas yaituterdapat 16 wanita mengalami
infertilitas dengan endometriosis, 2 wanita fertil yang mengalami
endometriosis, 6 wanita infertil yang tidak mengalami endometriosis dan
20 wanita yang fertil tanpa endometriosis sehingga dari penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik
signifikan antara endometriosis dengan infertilitas (p = 0,000) di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Pasien dengan endometriosis mempunyai
kemungkinan 26,67 kali untuk mengalami infertilitas dibandingkan dengan
pasien yang tidak endometriosis (Shabrina, 2014)

commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

C. Kerangka Berpikir

Pria Wanita

Kelainan urogenital Faktor yang Mempengaruhi


Usia Infertil
Infeksisaluran urogenital Pekerjaan
Suhuskrotum yang meningkat Tingkat Stress
Kelainan endokrin Body Mass Index
Kelainan genetik
-Kelainan Organ Reproduksi
Faktor imunologi

Gaya Hidup Tidak Infertil


Lingkungan Sosial
Status Ekonomi

Gangguan Ovulasi
Gangguan Tuba & Pelvis
Gangguan Uterus

Gambar 2.3 : Kerangka berpikir

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

: Berhubungan

commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a3

D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
1. Ada pengaruh usia terhadap infertilitas wanita.
Wanita dengan usia ≥ 35 tahun kemungkinan memiliki risiko lebih besar
terhadap kejadian infertil daripada wanita yang berusia < 35 tahun.
2. Ada pengaruh pekerjaan terhadap infertilitas wanita.
Wanita karir yang bekerja di luar rumah kemungkinan memiliki risiko lebih
besar terhadap kejadian infertil daripada wanita yang bekerja sebagai ibu
rumah tangga
3. Ada pengaruh tingkat stres terhadap infertilitas wanita.
Wanita dengan tingkat stres yang tinggi kemungkinan memiliki risiko lebih
besar terhadap kejadian infertil daripada wanita yang memiliki tingkat
stres yang rendah
4. Ada pengaruh body mass index terhadap infertilitas wanita.
Wanita dengan body mass index ≤ 18.5 dan ≥ 22.9 kemungkinan memiliki
risiko lebih besar terhadap kejadian infertil daripada wanita yang memiliki
body mass index 18.5 – 22.9.
5. Ada pengaruh kelainan organ reproduksi terhadap infertilitas wanita.
Wanita dengan kelainan organ reproduksi kemungkinan memiliki risiko
lebih besar terhadap kejadian infertil daripada wanita yang tidak memiliki
kelainan organ reproduksi..
6. Ada pengaruh antara usia, pekerjaan, tingkat stres, body mass index, dan
kelainan organ reproduksi terhadap infertilitas wanita

commit to user

Anda mungkin juga menyukai