Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisme diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa selalu berpasang

pasangan, dengan tujuan untuk mepertahankan keutuhan dan generasi selanjutnya.

Dalam mempertahankan generasinya, manusia harus melakukan proses reproduksi

yang melibatkan pria ( suami ) dan wanita ( istri ). (purwaninggsih E, 1997 )

Pasangan fertil adalah kemampuan istri untuk menjadi hamil Sampai

melahirkan bayi hidup serta kemampuan suami membuahinya. Dapat disimpulkan

bahwa Infertilitas adalah keadaan dimana berkurangnya kemampuan sepasang

suami istri dalam memperoleh keturunan setelah jangka waktu 1 tahun atau lebih

(WHO : 2 tahun) perkawinan secara teratur dan adekuat tanpa penggunaan cara

keluarga berencana. ( Hadiwidjaja, 2008; Moeloek N, 1985)

Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia

kedokteran. Dengan demikian, banyak masyarakat beranggapan bahwa infertilitas

tidak dapat ditolong, kenyataannya sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil

menolong lebih kurang 50% pasangan infertil untuk anak. (Amir Gozali, 2009)

Menurut Anwar, 1997 pengelolaan pasangan infertil memerlukan

pendekatan yang simpatik dan penuh kesabaran untuk mendapatkan faktor-faktor

yang berhubungan dengan infertilitasnya. Pemeriksaan secara konsultasi yang

dilakukan dalam rangka penanganan harus melibatkan kedua pasangan suami istri

sejak permulaan dan sebelum melakukan pemeriksaan pada istri, harus dilakukan
terlebih dahulu pemeriksaan pada suami. Kemajuan andrologi bisa mengetahui

infertilitas pada pria yaitu dengan analisa semen.( Sudaryati.1989 )

Sekitar 10% dari pasangan suami istri mengalami fertilitas. Faktor

penyebab pasangan infertil yang berasal dari suami lebih kurang 40 %, Angka

yang sama ditunjukkan oleh penelitian WHO tahun 1998. Kesalahan pihak suami

berkisar antara 40 – 60 % (Nasution AW, 1991; Hermawanto, 2008; Gema, 2006),

sedangkan 20 % disebabkan karena faktor pria dan wanita (Shaban, 2005).

Gangguan kesuburan pria diantaranya disebabkan oleh masalah impotensi,

ejakulasi terlambat dan dispareunia (rasa sakit ketika berhubungan seksual).

Selain itu, penyebab ketidaksuburan pada pria biasanya berhubungan dengan

kondisi sperma yang menurun secara kualitas dan kuantitas, keadaan ini biasa

disebabkan pyospermia, hemospermia, adanya antibody anti spermatozoa

nekrozoospermia, dan astenozoospermia. Dasar utama kesuburan pria adalah

terdapatnya spermatozoa yang sehat baik dari segi jumlah, motilitas, maupun

morfologi dari spermatozoa tersebut yang dihasilkan dari testis. (Kuantari, ED.

1998)

Dalam penanganan kasus infertilitas perlu diadakan pemeriksaan

andrologi, salah satu yang penting yaitu analisa sperma. Analisa sperma rutin

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting dan menjadi titik tolak

pemeriksaan yang lain dan tindakan andrologi selanjutnya (Arsyad, KM. 1994),

dan dapat ditentukan kemampuan sel benih pria baik secara kualitas maupun

secara kuantitas. (Riyaldi, 2002)


Penurunan kesuburan pada pria dapat disebabkan antara lain oleh

kecepatan gerak sperma dan motilitas atau jumlah sperma yang hidup menurun,

jumlah sperma yang aktif dan volume semen menurun, viskositas yang tinggi,

terjadi sumbatan sumbatan pada ductus epididimis atau vasdeverens karena infeksi

atau disebabkan oleh cacat bawaan, jumlah sperma abnormal tinggi. (Yunar.B dan

Agus. S, 1991)

Motilitas spermatozoa setelah ejakulasi secara normal relatif tidak ada

karena dipengaruhi oleh viskositas. Motilitas spermatozoa setelah terjadi likuifaksi

(pencairan) ± 15 – 20 menit segera menjadi sangat motil, namun setelah pencairan

terlalu lama motilitasnya akan menurun. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang motilitas spermatozoa setelah dilakukan penundaan

pemeriksaan selama 2 jam pada suhu kamar (20 - 25oC) untuk melihat seberapa

jauh pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap motilitas spermatozoa rata rata

pada analisis semen penderita infertilitas.

Berdasarkan lamanya sperma setelah likuifaksi. Penundaan selama 2 jam

sudah cukup lama berarti pengaruh terhadap penurunaan motiliatas spermatozoa

sudah cukup jauh pula dan bisa dijadikan acuan penundaan pemeriksaan.

Penundaan ini bisa saja disebabkan oleh jauhnya rumah pasien dari

laboratorium ± 1,5 jam perjalanan dan lama waktu ± 30 menit yang diperlukan

untuk pendaftaran setibanya di laboratorium tersebut. Sementara spesimen

tersebut harus dilakukan pemeriksaan. Selain itu kesibukan tenaga kerja juga

mempengaruhi penundaan pemeriksaan dengan terlulu banyaknya jenis

pemeriksaan lain yang harus dilakukan sementara jumlah tenaga kerja sedikit.
1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada pengaruh waktu penundaan pemeriksaan terhadap motilitas

spermatozoa pada infertilitas.

1.3. Batasan Masalah

Pada penelitian ini penulis membatasi masalah pemeriksaan analisa sperma

tentang motilitas spermatozoa setelah penundaan 2 jam untuk mengatahui

pengaruh penundaan terhadap hasil pemeriksaan motilitas spermatozoa.

1.4. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motilitas spermatozoa

setelah penundaan pemeriksaan 2 jam pada suhu kamar.

b. Tujuan Khusus

1. Mengatahui motilitas spermatozoa.

2. Mengetahui motilitas spermatozoa yang diperiksa setelah penundaan

selama 2 jam.

3. Mengatahui pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap motilitas

spermatozoa pada analisa semen kasus infertilitas.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi

ilmiah dalam bidang andrologi baik bagi peneliti maupun instansi terkait

khususnya tenaga laboratorium.


b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pengaruh

penundaan pemeriksaan terhadap motilitas spermatozoa dari pria pasangan

infertil.

c. Diharapkan dapat menambah dan memperkaya pengalaman belajar sebagai

mahasiswa analis kesehatan.

1.6. Hipotesis Penelitian

Penundaan pemeriksaan akan mempengaruhi persentase motilitas

spermatozoa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infertilitas Pada Pria

Infertilitas merupaka suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia

kedokteran khususnya pada pasangan pasangan suami istri ( rumah tangga),

karena sebagian masyarakat masih banyak beranggapan bahwa masalah infertilitas

harus dirahasiakan sehingga pasangan infertil sulit dimonitor. Dengan demikian

perkembangan ilmu infertilitas lebih lambat dibanding cabang ilmu kedokteran

lainnya, karena masih langkanya yang berminat pada ilmu ini. Untuk itu, sangat

dibutuhkan peningkatan ilmu infertilitas demi tercapainya tujuan dalam

penanggulangan masalah infertilitas. (Amir Gozali, 2009)

A. Pengertian Infertilitas

Beberapa pengertian tentang infertilitas menurut para ahli diantaranya

adalah :

1. Menurut Menning, 1997 Infertilitas adalah suatu keadaan yang

dihadapi pasangan suami istri yang telah melakukan senggama

sebagai mana mestinya didalam kurun waktu satu tahun, tetapi

belum juga menghasilkan kehamilan pada istrinya.

2. Menurut Moeloek, 1985 dan Gayatri, 1993 inferilitas ialah suatu

pasangan suami istri yang sudah menikah selama 1 tahun atau lebih

dan melakukan hubungan sexual secara teratur dan adekuat tanpa

kontrasepsi namun tidak memperoleh keturunan.


3. ASOA, 2009 menyatakan bahwa infertilitas yaitu ketidakmampuan

bagi pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah melakukan

hubungan seks intercourse secara rutin tanpa memakai alat

kontrasepsi selama waktu 1 tahun.

4. Elfriadi, 2011 mendefenisakan infertilitas adalah ketidakmampuan

sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana wanita

belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-

3 kali perminggu, tanpa memakai metoda pencegahan selama 1

tahun.

5. Infertilitas menurut WHO adalah keadaan dimana pasangan suami

istri berkurang kemampuannya untuk memperoleh keturunan yang

telah melakukan senggama dengan teratur dan adekuat tanpa

penggunaan cara keluarga berencana setelah jangka waktu 2 tahun.

B. Pembagian infertilitas

Secara umum infertilitas dapat digolongan dua macam yaitu : infertilitas

primer dan infertilias sekunder. Infertilitas primer adalah suatu pasangan dimana

istri yang sejak perkawinannya belum pernah mengalami kehamilan, atau suami

yang sejak perkawinannya belum pernah dapat menghamili istrinya, sedangkan

Infertilitas sekunder adalah suatu pasangan dimana istri sebelumnya pernah hamil

namun kemudian tidak terjadi kehamilan ulang, atau suami sebelumnya dapat

menghamili istrinya namun tidak dapat lagi dalam keinginannya untuk

menghamili kembali isrtinya dalam satu tahun walaupun telah melakukan

senggama sebagaimana mestinya. (Adi Moelja, 1987)


C. Penyebab Infertilitas

Penyebab infertilitas pada pria dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Faktor Umum

a. Usia

Usia mempensgaruhi kesuburan seorang pria. Seorang pria mulai

produktif biasanya umur 14 – 20 tahun karena hormon hormon

reproduksi sudah berkembang dan berfungsi dengan baik,

kemudian mencapai puncak setelah berumur 25 tahun karena

perlahan lahan aktifitas hormone reproduksi akan menurun.

(Moeloek N, 1985)

b. Frekuensi senggama

Fertilisasi akan terjadi bila coitus berlangsung pada saat ovulasi.

Umur spermatozoa dalam traktus reproduksi wanita hanya 2 x 24

jam, dan setelah itu spermatozoa akan mati. Sedangkan Ovum

wanita hanya 1 x 24 jam. Bila hubungan sexual dilakukan 2 x 24

jam sebelum ovulasi atau satu hari setelah ovulasi memungkinkan

terjadinya fertilisasi. Frekuensi senggama dianjurkan sebanyak 4

kali seminggu atau lebih. (Moeloek N, 1985)

c. Lama berusaha

Lamanya suatu pasangan berusaha secara teratur merupakan

pendukung untuk terjadi kehamilan, namun waktu rata rata yang

dibuthkan untuk memperoleh kehamilan adalah 2,3 – 2,8 bulan.

(Sastro H, 1994)
2. Faktor khusus

a. Pratestikular

Adalah keadaan yang terdapat di luar testis dan mempengaruhi

proses spermatogenesis antara lain : kelainan endrokin, kelainan

kromosom, kriptorkismus dan varikokel. (Arsyad KM, 1985)

b. Testikular

Adalah kelainan pada testis menyebabkan gangauan proses

spermatogenesis berupa : infeksi, trauma, tumor, dan kelainan

bawaan testis. (Arsyad KM, 1985)

c. Post testicular

Adalah kelainan yang terjadi pada epididimis, duktus ejakulatoris,

kelenjer prostat, kelenjer vesika seminalis dan kelainan uretra.

(Arsyad KM, 1985)

d. Reaksi imunologi

Adalah adanya autoantibodi anti sperma (ASA) yang memegang

peranan dalam fertilitas pasangan dan erat kaitannya dengan

semen, cairan serviks dan reaksi imunologi istri terhadap semen

suami. (Amir Gozali, 2009)

e. Lingkungan

Lingkungan dapat menghambat proses spermatogenesis seperti :

suhu yang tinggi bahan kimia dan obat obatan misalnya :

metronidazol, simetidine, nitrofurantoin dan lain lain. (Arsyad KM,

1985)
Beberapa kelainan umum menurut Menning, 1997 yang dapat

menyebabkan infertilitas pada pria :

a. Ada gangguan pada proses spermatogenesis.

b. Abnormalitas motilitas spermatozoa.

c. Gangguan transportasi spermatozoa

d. Gangguan pada penyaluran sperma kedalam vagina.

2.2. Anatomi Reproduksi Pria

Peran reproduksi laki – laki adalah membentuk dan mengeluarkan sperma

agar seorang wanita menjadi hamil. Untuk melaksanakan fungsi – fungsi tersebut,

maka pria dilengkapi dengan organ reproduksi internal dan eksternal. Struktur

internal mencakup epididimis, vas deferens, uretra, duktus ejakulatoris, vesikula

seminalis, kelenjar cowper dan kelenjar prostat. Struktur eksternal mencakup testis

(buah zakar), skrotum (kantong zakar) dan penis. (Corwin, 2009)


Testis berbentuk oval (lonjong) dan terletak di dalam skrotum. Testis

berjumlah sepasang yang terdapat di bagian tubuh sebelah kiri dan kanan. Testis

sebelah kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang terdiri dari serat jaringan ikat

dan otot polos. Fungsi testis secara umum adalah alat untuk memproduksi sperma

dan memproduksi hormon testoteron (hormone kelamin jantan). (GuruNgeBlok,

2008)

Skrotum merupakan kantong berkulit tipis yang mengelilingi dan

melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai system pengontrol suhu untuk

testis sehingga memberikan kondisi optimum bagi pembentukan sperma secara

normal, jadi testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan

suhu tubuh karena letaknya di sebelah dorsal penis dan di bagian luar.Otot

kremaster pada dinding skrotum akan mengendur dan mengencang sehingga testis

mengantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih

dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih panas). (ASOA, 2009)

Penis terdiri dari tiga rongga yang berisi jaringan spons. Dua rongga

terletak di bagian atas berupa jaringan spons korpus kavernosa. Satu rongga lagi

berada di bagian bawah yang berupa jaringan spons korpus spongiosum yang

membungkus uretra. Uretra pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang

rongga – rongganya banyak mengandung pembuluh darah dan ujung – ujung saraf

perasa. Bila ada suatu rangasangan, rongga tersebut akan terisi penuh oleh darah

sehingga penis menjadi tegang dan mengembang (ereksi). (GuruNgeBlog, 2008)


2.3. Fisiologis Organ Assesoris Pria

Organ assesoris pria mempunyai peranan penting dalam menentukan

kualitas dan kuantitas spermatozoa. Disamping itu juga ikut menentukan tingkat

kesuburan pria sehingga dapat ditentukan seseorang itu infetil atau tidak. Oleh

karena itu, perlu diketahui organ dan fungsi organ assesoris pria tersebut adalah :

a. Epididimis

Epididimis merupakan saluran berkelok kelok di dalam skrotum yang

keluar dari testis. Epididimis berjumlah sepasang di sebelah kanan dan kiri.

Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara sperma sampai

sperma menjadi matang dan bergerak menuju vas deferen. (GuruNgeBlog, 2008)

b. Prostat

Prostat adalah kelenjar berbentuk seperti buah kenari yang terletak tepat di

bawah kandung kemih. Prostat mengeluarkan cairan encer seperti susu yang

mengandung berbagai enzim ion ke dalam ductus ejakulatorius. Cairan ini

menambah volume cairan vesikula seminalis yang ikut menyusun plasma sperma.

Cairan Prostat bersifat basa (alkalis). Sewaktu mengendap di dalam vagina,

bersama dengan ejukulat yang lain, cairan ini menetralkan sekresi vagina yang

bersifat asam karena motilitas sperma akan berkurang dalam lingkungan dengan

pH rendah.(Corwin , 2009)

c. Vesikula Seminalis

Vesikula seminalis mengeluarkan suatu zat mirip mucus yang

mengandung gula (fruktosa), prostaglandin, dan fibrinogen ke dalam duktus

ejakulatorius. Sperma menggunakan gula (fruktosa) untuk energinya, namun pada


kadar yang lebih tinggi mengakibatkan motilitas sprma berkurang dan

prostaglandin membantu sperma menembus serviks wanita. Prostaglandin juga

dapat menyebabkan kontraksi saluran genital wanita, yang mendorong sperma

dalam perjalanannya menuju sel telur. (Corwin , 2009)

d. Kelenjar Cowper (bulbouretra) dan Littre

Kedua kelenjar ini menambah jumlah sperma karena menghasilkan sekresi

cairan yang jernih, lebih kurang 0.1 – 0,2 ml. Cairan ini kaya mukoprotein, untuk

proses lubrikasi uretra, pada stadium awal emisi dari ejakulasi. Dari organ

assesoris ini akan dihasilkan plasma sperma yang bersama – sama spermatozoa

membentuk sperma yang akan dikeluarkan saat ejakuasi. Secara keseluruhan

sperma yang terbentuk setiap ejakulasi berksar 2 – 5 ml dengan pH 7,2 – 7,8.

Adanya cairan prostat memberi bentuk semen seperti susu, cairan dari vesikula

seminalis dan kelenjar mukosa memberi konsistensi mokoid pada sperma.

2.4. Spermatogenesis

Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang terdiri

dari beberapa tahap antara lain :

a. Sel sel germinal (spermatogonium) melakukan pembelahan mitosis

menghasilkan sel spematosit dan sel induk spermatogonia yang bersifat

diploid.

b. Spermatosit primer (diploid) melakukan pembelahan meiosis membentuk dua

sel spermatosit sekunder yang bersifat haploid. Kemudian spermatosit

sekunder menghasilkan empat sel spermatid yang bersifat haploid.


c. Kemudian spermatid berdiferensiasi menjadi spermatozoa yang mempunyai

struktur spesifik dan fungsional melalui proses spermiasi untuk membuahi sel

telur. (Purwaningsih, 1997)

Spematozoa dihasilkan di dalam testis yang di bentuk oleh sel tubulus

seminiferus. Spermatozoa dari tubulus seminiferus dibawa ketubulus rekti, rate

testis, duktus deferens sampai di epididimis. Kemudian berlanjut ke dalam duktus

deferens yang mencapai kelenjar prostat membentuk duktus ejakulatorius dan

bermuara ke dalam uretra pars prostatika. Dalam saluran epididimis spermatozoa

mengalami proses pematangan dan disimpan sebelum dikeluarkan dari tubuh

melalui ejakulasi. (Soeradi O, 1989)

2.5. Hormon Pengatur Spermatogenesis

Ada beberapa hormon yang mengatur dalam proses spermatogenesis

menurut Corwin, 2009 adalah sebagai berikut :

a. Testosteron

Testosteron disekresi oleh sel sel leydig yang terdapat di antara tubulus

seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel sel germinal untuk

membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk pembentukan

spermatosit sekunder.

b. LH (Luteinizing Hormone)

LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi

sel sel leydig untuk mensekresi testosterone.


c. FSH (Follicle Stimulating Hormone)

FSH juga disekresi oleh sel sel kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi

menstimulasi sel sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, perubahan spermatid menjadi

sperma(spermiasi) tidak akan terjadi.

d. Esterogen

Esterogen dibentuk oleh sel sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel

sel sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat

testosterone dan esterogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus

seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma.

e. Hormon Pertumbuhan

Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme

testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada

spermatogenesis, bila tidak hormone ini spermatogenesis sangat berkurang tidak

ada sama sekali.

2.6. Morfoligi Spermatozoa

Spermatozoa yang dihasilkan merupakan sel tunggal yang terdiri dari

kepala, leher, badan dan ekor dengan panjang lebih kurang 50 mikron.

(Purwaningsih, 1996)

a. Kepala

Kepala spermatozoa berbentuk oval dan pipih seperti payung dengan

panjang 3 – 5 mikron, lebar 2 – 3 mikron (1/2-2/3 panjangnya) dan tebal 1

mikron , yang terbentuk dari zat inti yang memadat menjadi suatu massa yang

padat dan membran sel berkontraksi sekitar inti yang melakukan fertilisasi ovum
nantinya. Kepala spermatozoa bagian depan terdapat struktur kecil (akrosom)

yang mengandung enzim hialuronidase dan protease yang mempunyai peranan

penting untuk masuknya spermatozoa ke dalam ovum. (Purwaningsih, 1996)

b. Leher

Leher spermatozoa merupakan bagian sempit yang menghubungkan antara

kepala dengan ekor. Leher ini dibentuk oleh pengelompokan dari sentriol. Bagian

badan yang berisi mitokondria dan tersusun seperti spiral. (Purwaningsih, 1996)

c. Ekor

Ekor spermatozoa merupakan bagian yang terpanjang dari spermatozoa

dengan panjang lebih kurang 55 mikron (9 x panjang kepala) dan tebal 1 mikron

yang sangat berperan dalam pergerakan spermatozoa.


2.7. Analisa Sperma

Salah satu pemeriksaan yang penting untuk penilaian kesuburan pria ialah

analisa sperma (semen). Pemeriksaan analisa sperma ini penting tidak hanya

untuk para ahli andrologi yang menangani masalah pria tetapi juga penting bagi

para ahli ginekologi yang menangani masalah wanita, yang merupakan pasangan

pria tersebut. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pasangan infertil timbul

terlebih dahulu kepada para ahli ginekologi. (Moeloek, 2008)

Selain itu analisa sperma manusia juga berguna bagi pasangan yang ingin

melakukan program Keluarga Berencana (KB), misalnya para pria yang telah

dilakukan vasektomi maka analisa sperma penting untuk mengetahui apakah

sperma mereka masih fertil ataukah sudah tidak mengandung spermatozoa lagi.

(Moeloek N, 2008)

Analisa sperma rutin merupakan pemeriksaan penunjang yang penting dan

menjadi titik tolak tindakan andrologis selanjutnya dalam menentukan infertilitas

pria. Hasil dari analisa sperma memberikan informasi yang penting mengenai

kualitas dan kuantitas sperma, serta fungsi sekretoris kelenjar assesoris sex pria.

A. Penerangan dan cara penampungan sperma manusia

Sebelum melakukan analisa sperma (semen) perlu terlebih dahulu untuk

memberikan penerangan sejelas jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut

mengenai maksud dan tujuan analisis semen dan juga untuk menjelaskan cara

pengeluaran dan penampungan semen tersebut. Penerangan mengenai cara

pengeluaran, penampungan dan pengiriman semen ke laboratorium hendaknya

dijelaskan dengan baik dan secara tertulis, penjelasan tersebut meliputi :


1. Cara pengeluaran semen

Cara pengeluaran semen ada beberapa macam, yaitu antara lain :

a. Masturbasi (onani)

Biasanya dilakukan dengan tangan (baik tangan sendiri maupun

tangan istri) atau dengan suatu alat tertentu. Cara ini menghindari

kemungkinan tumpah ketika menampung sperma dan menghindari

terkontaminasinya dari zat zat lain.

b. Senggama terputus (coitus interruptus)

Cara ini kurang baik karena berkemungkinan sperma bercampur

dengan cairan vagina, sehingga banyak mengandung epitel,

leukosit, eritrosit, bakteri, parasit, jamur dan sebagainya. Dalam

jumlah penampungannya kurang, sebab sebagian sperma dapat

masuk ke vagina sehingga bisa terjadi kesalahan pada pemeriksaan

pH dan konsentrasi sperma.

c. Pasca senggama (reflux poscital)

Suatu cara coitus dimana setelah keluar dan masuk ke vagina, lalu

sperma tersebut dibilas dengan cairan lainnya. Cara ini akan timbul

kekeliruan dalam konsentrasi, volume dan viskositas sperma.

d. Pengeluaran memakai kondom (coitus condomatosus)

Pengeluaran cara ini dilarang dan sangat tidak dianjurkan, sebab

sebagian besar karet kondom mengandung bahan yang mematikan

sperma (spermiacidal).
e. Pemijatan prostat (massage prostate)

Yaitu memijat kelenjar prostat lewat rectum. Hal ini akan terjadi

kekeliruan dalam penafsiran pH dan konsentrasi serta sperma

berkemungkinan bercampur dengan cairan prostat karena sebagian

cairan prostat akan keluar. (Hermawanto, 2008)

Diantara cara pengeluaran semen diatas untuk keperluan analisis sperma

manusia hanya dijelaskan mengenai masturbasi (onani) dan seggama terputus (bila

alasan religius cara pertama tidak memungkinkan), karena memenuhi persaratan

cara pengeluaran semen untuk dianalisi.

2. Penerangan yang perlu dijelaskan

Sebelum pemeriksaan semen (air mani) dilakukan terlebih dahulu

pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Melakukan abstinensia minimal selama 3 hari dan maximal selama

7 hari

b. sperma harus dikeluarkan di laboratorium, bila tidak mungkin,

harus tiba di laboratorium paling lambat 30 menit sebelum

dikeluarkan.

c. Sperma dikeluarkan dengan cara rangsangan tangan (onani/

masturbasi), bila tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan

senggama terputus (coitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah.

d. Sperma ditampung seluruhnya dalam botol gelas bermulut besar,

bersih dan kering (jangan sampai ada yang tumpah). Kemudian

botol ditutup rapat – rapat dan diberi nama yang bersangkutan.


e. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik

atau kondom.

f. Sperma harus dipriksa sekurang kurangnya 2 kali dengan jarak

antara waktu 1 atau 2 minggu. Analisa sperma sekali saja tidak

cukup karena sering didapati variasi antara produksi sperma dalam

satu individu.

B. Pemeriksaan sperma secara makroskopis

Pemeriksaan makroskopis sperma meliputi pemeriksaan likuifaksi,

volume sperma, pH sperma, bau sperma, warna sperma dan viskositas sperma.

1. Likuifaksi

Menurut Eliasson (1973) merupakan pemeriksaan pendahuluan. Sperma

pada suhu kamar akan berlikuifaksi (mencair) dalam waktu 20 menit,

pendapat lain dalam waktu 15 – 20 menit. Likuifaksi terjadi karena daya

kerja dari enzim (seminim) yang diproduksi kelenjar prostat. Bila setelah

20 menit atau sesudah 1 jam tidak berlikuifaksi berarti kelenjar prostat ada

gangguan dan perlu dicatat sebagai perhatian. (moeloek N, 2008)

2. Volume sperma

Volume diukur dengan memakai gelas yang mempumyai perbedaan skala

0,1 ml. Seorang dinamakan aspermia bila tidak mengeluarkan sperma pada

waktu ejkulasi. Volume sperma kurang dari 1 ml dinamakan hipospermia,

sedangkan lebih dari 6 ml dinamakan hiperspermia. Rata – rata volume

sperma pria Indonesia yang istrinya kemudian menjadi hamil adalah 3,56 ±

1,35 ml atau sekitar 2 – 5 ml. (Moeloek N, 2008)


3. pH sperma

pH diukur dengan mencelupkan kertas pH dalam sperma yang homogen.

Sperma yang normal pH menunjukkan sifat basa lemah yaitu 7,2 – 7,8.

Untuk lebih teliti dapat di pakai pH meter listrik, pH sperma segera diukur

setelah likuifaksi. Sperma yang terlalau lama dibiarkan, pHnya dapat

berubah. pH yang rendah terjadi karena peradangan yang kronis dari

kelenjar prostat, epididimis, vesikula seminalis atau kelenjar vesikula

seminalis kecil, buntu dan rusak. (Moeloek N, 2008)

4. Bau sperma

Sperma mempunyai bau yang khas. Untuk mengenal bau sperma,

seseorang harus mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Sekali

saja orang telah mempunyai pengalaman, maka ia tidak akan lupa akan

bau sperma yang khas tersebut. Bau sperma yang khas tersebut disebabkan

oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang di keluarkan oleh

kelenjar prostat. (Moeloek N, 2008)

5. Warna sperma

Warna normal sperma putih keruh (putih kelabu) seperti air kanji kadang

kadang agak keabu abuan. Untuk melihat warna sperma , masukan ke

dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar belakang putih

dengan penerangan yang cukup. Adanya sejumlah sel darah putih yang

disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan warna

sperma menjadi putih kekuning kuningan. Perdarahan traktus reproduksi


pria dapat menyebabkan warna sperma menjadi kemerah merahan.

(Moeloek N, 2008)

6. Viskositas sperma

Viskositas (kekentalan) sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma

sempurna. Pengukuran viskositas sperma dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Cara pipet Pasteur

Dengan menghisap sperma ke dalam pipet, kemudian dilihat mudah

atau sulitnya sperma tersebut masuk ke dalam pipet. Panjang sperma

yang dibentuk ketika meninggalkan pipet diukur. Pada keadaan normal

sperma dapat masuk ke dalam pipet dengan mudah dan panjangnya 3 –

5 cm meskipun sperma telah berlikuifaksi sempurna. Sperma yang

lebih kental maka panjang cairan sperma yang terbentuk lebih panjang

dan viskositasnya makin besar. Selain itu bisa juga dengan menyentuh

permukaan sperma dengan pipet atau dengan batang pengaduk,

kemudian ditarik maka akan terbentuk benang, benang yang terbentuk

menentukan tingkat viskostasnya. Untuk lebih tepat digunakan pipet

yang telah distandardisasi atau dengan viscometer HESS.

b. Cara pipet Elliason

Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus

kering. Cairan sperma dipipet sampai angka 0,1, kemudian ditutup

bagian atas pipet dengan jari. Setelah itu arahkan pipet tegak lurus dan

stopwatch dijalankan, jika terjadi tetesan pertama stopwatch dimatikan


dan hitung waktu dengan detik. Viskositas sperma normal < 2 detik.

Semakin kental sperma tersebut semakin besar viskostasnya.

Rata rata viskositas sperma pria Indonesia yang istrinya kemudian

menjadi hamil adalah 4,26 ± 2,42 detik atau sekitar 1,6 – 6,6 detik.

(Moeloek N , 2008)

7. Fruktosa kualitatf

Fruktosa sperma diproduksi oleh vesikula seminalis. Bila tidak didapati

fruktosa dalam sperma, hal ini di sebabkan karena :

a. Azoospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens

b. Bila kedua duktus ejakulatorius tersumbat

c. Kelainan pada kelenjar vesika seminalis

Cara pemeriksaan fruktosa :

a. 0,05 ml sperma + 2 ml larutan resolsinol (0,5% dalam alcohol 96%)

campur sampai rata

b. Panaskan dalam air mendidih 5 menit

c. Bila sperma mengandung fruktosa maka tampak warna merah jingga,

bila tidak ada fruktosa maka tidak terjadi perubahan warna.

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan rutin pada sperma

azoospermia. (Moeloek N, 2008)

C. Pemeriksaan sperma secara mikroskopis

Sebelum pemeriksaan mikroskopis, sperma tersebut harus diaduk dulu

dengan baik, untuk pemeriksaan mikroskopis maka 1 tetes sperma, diameter

sekitar 2 – 3 mm, diletakkan diatas objek glass yang bersih dan kemudian
ditutup dengan gelas penutup, setelah itu sedian diperiksa dibawah

pembesaran 100 X atau 400 – 600 X.

1. Motilitas sperma

Pemeriksaan motilitas sperma terdiri dari pemeriksaan motilitas

kuantitatif dan kualitatif. Motilitas kuantitatif ditentukan dengan

menghitung spermatozoa motil dan imotil pada sekurang – kurangnya 10

lapang pandang yang terpisah dan dilakukan secara acak (tetapi tidak

boleh yang dekat pojok gelas penutup). Persentase spermatozoa motil

dihitung dari rata – rata persentase motilitas untuk semua lapang pandang

yang dihitung. Nilai yang diperoleh dibulatkan mendekati nilai yang dapat

dibagi 5%, misalnya 73% menjadi 75% dan 68% menjadi 70%.

Motilitas kualitatif ditentukan secara subyektif berdasarkan

pergerakan spermatozoa yang bergerak lurus kedepan dengan baik.

Pembagiannya dengan pemberian kode adalah :

0 = Tidak ada pergerakan lurus kedepan (tidak baik/jelek)

1 = Menunjukkan pergerakan kedepan dengan lemah (kurang baik)

2 = Menunjukkan pergerakan kedepan cukup baik (baik)

3 = Menunjukkan pergerakan kedepan dengan baik dan sangat aktif

(sangat baik)

Sperma yang normal menunjukkan 60% spermatozoa motil atau

lebih dengan menunjukkan pergerakan baik sampai sangat baik dalam

waktu setengah sampai tiga jam sesudah ejakulasi. Rata – rata presentase
sperma motil pria Indonesia yang istrinya kemudian menjadi hamil ialah

55,10 ± 90,02% atau 45 – 65%. (moeloek N, 2008)

2. Aglutinasi sperma

Aglutinasi ditentukan bersamaan dengan pemeriksaan motilitas

kuantitatif, 10 lapang pandang terpisah diamati dan rata – rata persentase

spermatozoa dihitung mendekati bilangan yang dapat dibagi 5%. Suatu

nilai 10% atau kurang tidak dianggap abnormal, tetapi > 10% perlu

dipikirkan berkemungkinan adanya infeksi traktus genital atau mungkin

masalah imunologis. Perlu diperhatikan bahwa aglutinasi dapat

menunjukkan aglutinasi kepala dengan kepala, kepala dengan ekor dan

ekor dengan ekor spermatozoa dan bukan pengumpalan spermatozoa

bersama – sama dengan kotoran sel. (Hermawanto, 2008)

3. Viabilitas sperma

Viabilitas ditentukan dengan pewarnaan supravital yaitu :

menggunakan 0,5% Eosin Y dalam aquadest, diperiksa dengan

mikroskop fase kontras negatif. Metoda lain yaitu : mewarnai

spermatozoa dengan 1% Eosin dalam aquadest kemudian warnai lagi

dengan 10% Nigrosin dalam aquadest, diamati dibawah mikroskop

cahaya biasa, dihitung 100 spermatozoa. Pewarnaan supravital ini dipakai

untuk membedakan spermatozoa imotil (tetepi masih hidup) dengan yang

mati dan pengontrolan penilaian motilitas. Dibawah mikroskop fase

kontras negative spermatozoa yang mati bewarna kuning dan yang hidup

bewarna kebiru – biruan, sedangkan di mikroskop cahaya spermatozoa


mati bewarna merah dan yang hidup tidak bewarna. Pemeriksaan ini

diperlukan bila motilitas kuntitatif ≤ 40%. (Moeloek N, 2008)

4. Perkiraan densitas sperma

Dilakukan sebelum menghitung konsentrasi sperma. Perkiraan

kasar dibuat dengan menghitung jumlah rata – rata spermatozoa di dalam

beberapa lapang pandang di bawah lensa objek 40 X kemudian dikalikan

dengan 10 (10 juta), contoh : 40 spermatozoa/lapang pandang berarti

perkiraan kasar konsentrasi spermatozoa 40 juta/ml.

5. Penghitungan sperma (Jumlah sperma total) ialah jumlah spermatozoa

dalam ejakulat. Ditentukan dengan mengalikan konsentrasi spermatozoa

dan volume semen. Jumlah sperma total normalnya 20 juta – 200 juta per

ml.

6. Morfologi sperma

Dengan membuat sedian hapus keringkan selama 5 menit, lalu di

fixasi dengan larutan metil alkohol selama 5 menit, kemudian dilakukan

pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau zat warna lain menurut

kesukaan sendiri, normalnya bentuk oval.

Bentuk abnormal :

 Bentuk kepala piri (seperti buah pir)

 Bentuk terato (tidak beraturan dan besar)

 Bentuk lepto (ceking)

 Bentuk mikro s(seperti jarum pentul)

 Bentuk strongyle (seperti larva stongyloides)


 Bentuk Lose Hezel (tanpa kepala)

 Bentuk immature (belum dewasa, terdapat cytoplasmic)

7. Kecepatan gerak sperma

Ditentukan berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan oleh

spermatozoa yang bergerak progresif ke depan dalam menempuh suatu

jarak tertentu (0,05 mm) adalah panjang kotak kecil pada kamar hitung

Improved Neubauer. Kecepatan gerak spermatozoa yang dianggap

normal adalah < 1,3 detik dalam menempuh jarak 0,05 mm, termasuk

suspek bila berkisar 1,3 – 2,0 detik. Apabila kecepatan gerak spermatozoa

> 2,0 detik dalam menempuh jarak 0,05 mm dianggap tidak normal.

(Moeloek N, 2008)

2.8. Interprestasi hasil analisa sperma

Interprestasi Hasil analisa sperma yang dianjurkan oleh World Health

Organization (WHO) adalah sebagai berikut :

a. Likuifaksi (menit) dikatakan normal bila ≤ 60 menit dan abnormal > 120

menit.

b. Volume : N = 2–5 ml, abnormal bila < 1 ml atau > 6 ml, suspect 1–1,5 ml.

c. pH : 7 – 8, abnormal < 7 atau > 8,5.

d. Bau : N = Khas (bau bunga akasia).

Warna : N = putih keabu – abuan, abnormal kuning atau merah.

e. Viskositas : N = 1– 2 detik, abnormal < 1 atau > 3 detik dan suspect 2

detik.
f. Jumlah total spermatozoa / ml : N = ≥ 20 juta / ml, abnormal < 10 juta /

ml, suspect 10 – 20 juta / ml.

g. Morfologi (bentuk normal) : N = ≥ 50, abnormal < 40 dan suspect 40–50.

h. Motilitas :

 Motil : N = ≥ 50 %, abnormal < 40 % dan suspect 40 – 50 %.

 Gerakan baik : N = ≥75%, abnormal < 50 % dan suspect 50 – 74 %.

 Kecepatan : N = < 1,3 detik, abnormal > 2,0 detik dan suspect 1,3 –

2,0 detik.

2.9. Motilitas Spermatozoa

Motilitas menyatakan tinggkat aktivitas (pergerakan) sperma, artinya

menunjukkan kemampuan sperma untuk bergerak dari tempat yang disemprotkan

menuju tempat fertilisasi (tuba fallopi, bagian dari kandungan wanita). Motilitas

spermatozoa merupakan salah satu parameter terpenting dalam mengevaluasi

kemampuan kehamilan (fertilitas) dari spermatozoa. Motilitas spermatozoa

biasanya melibatkan persentase spermatozoa motil dan progresifitas spermatozoa

motil. (Syafei S, 1991)

Motilitas spermatozoa setelah ejakulasi secara normal relatif tidak ada

karena dipengaruhi oleh viskositas koagulan, akan tetapi setelah koagulan larut

(likuifaksi) ± 15 – 20 menit spermatozoa menjadi sangat motil. (Guyton, 1997)

Menurut Hardjoeno, 2003 Persentase motilitas spermatozoa yang normal

didapatkan 25% gerakan cepat dan lurus ke depan (a) atau didapatkan (a) + (b)

gerakan lambat dan tidak lurus kedepan 50%. padahal proporsi spermatozoa
motil yang gerakannya cepat dan lurus ke depan adalah parameter terbaik untuk

menentukan kehamilan (fertilitas).

Motilitas spermatozoa membutuhkan energi dalam melakukan pergerakan

yang berasal dari adenosine tripospat (ATP) hasil proses metabolism (glikolisis

dan fruktolisis) yang terjadi dalam sitoplasma dan mitokondria spermatozoa.

(Hafez, 1980)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitk adalah

mengumpulkan data dari hasil penelitian yang dilakukan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium KliniK Madina Medical Centre

(MMC) Padang dari bulan Agustus 2011 - Oktober 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua pria

pasangan infertil yang memeriksakan diri ke Laboratorium Klinik Madina

Centre (MMC) Padang.

b. Sampel

Sampel adalah semua populasi yang memeriksakan diri ke

Laboratorium Madina Medical Centre (MMC) Padang selama 2 bulan.

3.4. Alat dan Bahan

a. Alat

Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain :

 Mikroskop

 Kamar hitung Improved Neubauer

 Pipet tetes
 Batang pengaduk

 Wadah (glass) kering yang terbuat dari kaca

 Tissue

b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

 Cairan sperma (semen)

 NaCl

 Formalin 1% atau air

2.10. Prosedur pemeriksaan

Sebelum melakukan pemeriksaan terlebih dahulu hendaknya pasien

mendapat informasi yang jelas mengenai syarat – syarat pengambilan sampel

sebagai berikut :

 Melakukan abstinensia minimal 3 – 5 hari dan maximal 7 hari sebelum

pengambilan sperma.

 Pengambilan sperma dilakukan dengan masturbasi atau coitus interuptus

(bila cara masturbasi tidak memungkinkan), serta tidak boleh memakai

kondom.

 Sperma ditampung dalam wadah (gelas) bermulut lebar, kering dan

bersih, kemudian ditutup sebaik mungkin.

 Ejakulakulasi hendaknya pada suhu kamar (20 – 25oC).

 Dalam waktu 30 menit setelah pengeluaran, sperma harus sudah sampai di

laboratorium untuk diperiksa.


Cara kerja pemeriksaan motilitas spermatozoa adalah

a. % motil (hidup) spermatozoa

 Pipet sperma sebanyak 50 µl, kemudian ditambahkan 450 µl NaCl, aduk

sampai homogen.

 Kemudian teteskan sperma yang sudah dihomogenkan tadi pada kamar

hitung Improved Neubauer.

 Hitung jumlah spermatozoa yang mati pada bilik hitung

b. % imotil (mati) spermatozoa

 Pipet lagi 50 µl sperma dan ditambahkan 450 µl formalin 1% (air),

kemudian aduk sampai homogen.

 Lalu masukan ke dalam kamar hitung Improved Neubauer sperma yang

sudah dihomogenkan tadi.

 Hitung jumlah sperma yang imotil (mati) total.

2.11. Perhitungan

% yang hidup (motil) adalah

jumlaℎ spermatozoa yang mati dengan formalin 1 % − jumlaℎ spermatozoa yang mati dengan NACL
x
jumlaℎ spermatozoa yang matidengan formalin1 %

3.7. Defenisi Operasinal

Dalam rangka mengurangi kesalahpahaman maka diuraikan beberapa

defenisi operasional sebagai berikut :

 Infertilitas adalah kurangnya kemampuan pasangan suami istri untuk

mendapatkan keturunan yang telah bersenggama secara teratur dan adekuat

tanpa penggunaan cara kelurga berencana dalam kurun waktu 2 tahun.


 Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk hamil dan melahirkan bayi

hidup serta kemampuan suami menghamilkannya.

 Motilitas sperma adalah Persentase kemampuan gerak spermatozoa.

 Spermatozoa motil (hidup) adalah spermatozoa yang menunjukkan aktivitas

atau pergerakan

 Spermatozoa imotil (mati) adalah spermatozoa yang tidak menunjukkan

aktivitas atau pergerakan kecuali dalam bentuk istirahat.

 Motilitas spermatozoa setelah penundaan 2 jam adalah motilitas spermatozoa

yang diperiksa setelah dilakukan penundaan pemeriksaan selama 2 jam yang

spesimennya disimpan pada suhu kamar (20 - 25oC).

3.8. Teknik Pengambilan Data

Data penelitian diperoleh dari data primer yaitu dengan melakukan

pemeriksaan motilitas spermatozoa sekaligus menentukan motilitas spermatozoa

setelah penundaan selama 2 jam pada suhu kamar (20 – 25oC) pada analisa sperma

pria infertil di laboratorium klinik madina Medical Centre (MMC) Padang.

3.9. Pengolahan data

Data diolah secara manual dengan menggunakan chi-square dan uji

korelasi beserta uji t dalam menguji hipotesa, untuk mencari pengaruh waktu

penundaan pemeriksaan analisa sperma selama 2 jam pada suhu kamar terhadap

motilitas spermatozoa dengan tinggkat kemaknaan 95%.


DAFTAR PUSTAKA

Adi Moelja A, 1987. Endokrinologi Reproduksi Laki – laki. Dalam Arah


Pemeriksaan Laboratorium. Edik Soehadi dan H. Winrso

American Society of Andrology (ASOA), 2009. How Does The Spermatozoa


Make It Way to the Egg and How Does Fertilization Take Place. Diakses
dari http://Andrologysociety.com.08 juni 2011.

Amir Gozali, 2009. Infertiltas. Diakses dari


http://www.unsri.ac.id/digilib/jurnal/health-sciences/infertilitas/mrdetail/
895. 08 Juni 2011.

Arsyad, KM. 1985. Berbagai Penyebab Kemandulan Pada Pria Proses Produksi,
Kesuburan dan Seks Pria dalam Perkawinan.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi(Handbook of


Pathophysiology), Jakarta : EGC

Elfriadi, 2011. Infertilitas, Diakses dari


http://www.elfriadi.blogspot.com/feeds//post/default.infertilitas.html.08
juni 2011.

Gayatri, 1993. Derajat Fertilitas Pria Pasangan Ingin Anak (PIA) pada
Pemeriksaan Analisa Sperma di Laboratorium FKUA. Padang

Gema Pria BKKBN. Y, 2006. Beberapa cara peningkatan Motilitas Spermatozoa


Pria dan Kesehatan Reproduksi.

Guyton & Hall, 1997. Text Book of Medical Physiologi and mechanism of
Disease, Philadephia Pennsylvania, Jakarta : EEC

GuruNgeBlog, 2008. Sistem Reproduksi Pada Manusia - Pria. Diakses


darihttp://www.gurungeblog.wordpress.com/sistem- reproduksi-pada-
pria.doc.08 juni 2011.

Hadiwidjaja DB, 2008. Analisa Sperma Pada Infertilitas Pria. Ahli Patology
Klinik Laboratorium Central RSUD Dr. Syaiful Anwar, Malang.

Hafez, E. S. E, 1980. The Semen in Human Reproduction Conception and


Contraception.

Hardjoeno H, 2003. Substansi dan Cairan Tubuh. Makasar : Lembaga Penerbit


Universitas Hasanuddin (LEPHAS)
Kuntari ED, 1998. Seputar Masalah Kesehatan Reproduksi Pria. Medica 24 :
141-144

Menning, B.E. 1997. Infertiliti A Guide for the Childless Couple.

Moeloek N, Tjokronegoro A. 1985. Proses Reproduksi Keseburan dan Seks Pria


Dalam Perkawinan. Jakarta.

Moeloek N, 2008. Analisa Semen Manusia. Bagian Biologi FKUI, Jakarta.


Diakses dari http://www.kalbe.co.id/files/16-Analisis Semen
Manusia.html.08 Juni 2011.

Nasution AW, 1991. Pria Kurang Subur Ditinjau dari Sudut Umur dan Lamanya
Perkawinan. Laporan penelitian, Padang.

Purwaningsih E, 1997. Kelenjar Aksesori dan Peranannya dalam Proses


Reproduksi Pria. Yarsi ; 82 – 91.

Purwaningsih, E. 1996. Morfologi Spermatozoa : Adakah Kaitannya dengan


Keberhasilan Kehamilan? Dalam : Jurnal Kedokteran YARSI, Jakarta.

Riyaldi, 2002. Presentase Spermatozoa Normal Pada Pria Pasangan Infertil Yang
Memeriksakan Diri Ke Laoboratorium Biologi Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Skripsi. Uiversitas Andalas, Padang.

Shaban SF, 2005. Male Infertility Overview, Assessment, Diagnostik, and


Treatment. Diakses dari http://www.ivf.com/shaban.html 08 juni 2011.

Soeradi O, 1989. Uji Fungsi Spermatozoa. Dalam: PIT PANDI VIII, Palembang.
Sudaryati, Oentoeng. 1989. Cairan Air Mani dan Peranannya Pada Kesuburan
Pria. Fakultas kedokteran Indonesia, Jakarta.

Syafei S, 1991. PemeriksaaVn iabilitas Sperma dengan Eosin, Laporan Penelitian


Laboratorium FK UNAND. Padang

Yunar. B dan Agus. S, 1991. Tinjauan Hasil Analisa Semen Pria Pasangan Ingin
Punya Anak (PIA) di Laboratorium Biologi Medic FKUA, Padang.

Wi knjosastro, H. 1994. Infertilitas Ilmu kandungan.

Word Health Organization (WHO), 1999. WHO Laboratory Manual for the
Examination of Human Semen and Sperm-Cervical Mukus Interaction.
Fourth Edition. Cambridge University Press. Hlm 19-22.

Anda mungkin juga menyukai