Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH KOMUNIKASI KEPEMIMPINAN DAN

MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH TERHADAP


KINERJA GURU SMA SE-KEC BALIGE
KABUPATEN TOBA

TESIS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Kristen Negeri Tarutung


Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pendidikan

Oleh :

NAMA : ERVINDO SIAHAAN

NIM : 210403029

PROGRAM STUDI S2 MANAJEMEN PENDIDIKAN KRISTEN


INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI TARUTUNG
2023
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Ervindo Siahaan

NIM : 210403029

Program : Magister Manajemen Pendidikan

Konsentrasi :Manajemen Pendidikan Kristen

Judul : Pengaruh Kominikasi Kepemimpinan dan Manajemen

Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru SMA Se-

Kecamatan Balige Kabupaten Toba

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya serahkan ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, kecuali kutipan-kutipan dan ringkasan-

ringkasan yang semuanya telah saya jelaskan sumbernya. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan tesis saya ini hasil jiplakan, maka gelar dan ijasah

yang diberikan oleh universitas batal saya terima.

Balige, Januari 2023


Yang membuat pernyataan

Ervindo Siahaan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Seiring dengan perkembangan pendidikan di Indonesia dengan

diberlakukannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan

Pemerintah Daerah membawa konsekuensi logis pada perubahan paradigma

pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistis menjadi desentralitis.

Perubahan ini, pada satu sisi munguntungkan sebab pendidikan di sekolah dapat

dilaksanakan secara lebih leluasa dan mandiri sesuai dengan kemampuan

masing-masing sekolah, namun pada sisi lain akan menjadi kendala pada

pelaksanaannya apabila kesiapan sekolah tidak sejalan dengan tuntutan dari

kebijakan undang undang tersebut.

Salah satu upaya pemerintah untuk mendukung pelaksanaan undang

undang tersebut adalah dengan meningkatkan kualifikasi pendidikan guru

melalui program penyetaraan. Guru-guru Sekolah Dasar (SD), minimal harus

berlatar belakang (DII), guru-guru SLTP minimal harus berlatar belakang

(DIII), sedangkan guru-guru SLTA minimal harus berlatar belakang

(S1).Upaya-upaya tersebut masih dilengkapi dengan berbagai pelatihan dan

penataran serta sertifikasi guru yang pelaksanaannya akan dimulai tahun ini.

Usaha tersebut mengindikasikan masih perlu ditingkatkannya kinerja guru.

Kinerja guru dapat dilihat dari proses kerja atau hasil kerja. Suatu

pekerjaan selalu mempunyai langkah-langkah (prosedur) kerja, prosedur kerja

selalu mengarah pada peningkatan hasil pekerjaan yang sesuai dengan


tuntutan kerja. Apabila suatu pekerjaan dilakukan sesuai dengan prosedurnya,

maka akan sampai pada hasil kerja yang diinginkan. Tolok ukur dari kinerja

adalah tuntutan pekerjaan yang menggambarkan hasil kerja yang ingin dicapai.

Seberapa jauh seseorang mampu melakukan pekerjaan kemudian dibandingkan

dengan hasil yang dicapai dinamakan kinerja seseorang pada pekerjaan tersebut.

Seseorang guru yang mempunyai kinerja tinggi seharusnya mempunyai

sikap positif terhadap pekerjaan yang dihadapinya, sikap tersebut misalnya

disiplin, suka bekerja dengan sungguh-sungguh,menjaga kualitas kerjanya,

bertanggung jawab, berdedikasi tinggi dan sebagainya.

Karena demikian pentingnya faktor kinerja guru dalam peranannya untuk

meningkatkan keberhasilan pendidikan, maka menjaga dan mengupayakan agar

guru memiliki kinerja yang tinggi mutlak diperlukan. Faktor-faktor apa yang

berpengaruh terhadap peningkatan kinerja guru perlu segera dicari jawabannya

agar masalah peningkatan mutu pendidikan, khususnya SMA Negeri di

Kabupaten Toba segera dapat terwujud.

Guru merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas

pendidikan,karena persyaratan penting bagi terwujudnya pendidikan yang

bermutu adalah apabila pelaksanaannya dilakukan oleh pendidik-pendidik yang

keprofesionalannya dapat diandalkan. Menurut para ahli dunia pendidikan tidak

akan mengalami perubahan apapun sepanjang para dosen dan guru tidak

mau berubah,tidak adaptif dan antisipatif terhadap perubahan.

Indikator-indikator penting mengenai kondisi pendidikan kita saat ini satu

diantaranya adalah masih rendahnya kualitas guru untuk semua jenjang

pendidikan
Sementara itu Zamroni (2000), mengatakan bahwa rendahnya kualitas

pendidikan akan senantiasa berkaitan dengan rendahnya mutu guru. Slamet

PH (1994) mengatakan pula secara gregatif, kondisi pendidikan kita berada

pada tingkat mediokratis dan konservatif terhadap perubahan. Hal ini dapat

dilihat dari beberapa aspek terutama mutu manajemen dan kepemimpinan

kepala sekolah yang kurang transpormatif. Padahal dalam kaitannya dengan

upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia hal tersebut harus segera

diatasi. Untuk itulah berkenaan dengan hal tersebut dalam penelitian ini akan

mengkaitkan seberapa besar pengaruh manajemen dan kepemimpinan kepala

sekolah terhadap kinerja guru.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melakukan reorientasi

pengelolaan pendidikan , yakni dari sistem manajemen peningkatan mutu

berbasis pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

Esensi dari manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah adalah otonomi

manajemen sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai

sasaran mutu sekolah. Melalui sistem ini, pengelola atau manejer sekolah

diberi kewenangan untuk mengatur dan meningkatkan proses pendidikan

menurut prakarsa sendiri sehingga mengurangi ketergantungan dari pemerintah

pust. Pengertian diatas menunjukan bahwa sekolah memiliki kewenangan yang

lebih besar untuk mengelola sekolahnya, karena ”sekolah lebih mengetahui

kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat

mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan

sekolahnya”, (Ditjend. Dikdasmen, 200:5).

Dalam pelaksanaannya menuntut perubahan sikap dan tingkah laku

dari seluruh komponen sekolah, baik kepala sekolah, guru dan staf
administrasi, termasuk orangtua dan masyarakat dalam memandang, memahami

dan membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan

evaluasi dalam pelaksanaan sekolah. Perubahan sikap dan tingkah laku

tersebut akan dapat terjadi bila sumberdaya sekolah yang ada dimanfaatkan

dan dikelola secara optimal dan efektif oleh kepala sekolah selaku orang yang

bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan disekolah.

Tuntutan akan kepala sekolah yang memiliki kemampuan manajemen dan

kepemimpinan yang tangguh tersebut pada kenyataannya tidak terlepas dari isu-

isu praksis pendidikan maupun isu-isu yang berkaitan dengan desentralisasi

pendidikan, yakni:

Isu-isu yang sering muncul tersebut antara lain; keterbatasan

wewenang kepala sekolah yang berimplikasi pada rendahnya

efektivitas pencapaian target pendidikan disekolah. Isu ini

menyangkut pula minimnya kewenangan yang diberikan kepada

kepala sekolah dalam mengembangkan manajemen pendidikan

disekolah termasuk keterbatasan ruang geraknya dalam

memanfaatkan sumber-sumber pendidikan yang dialokasikan pada

sekolah

Dalam persoalan kemandirian dan kreativitas pengelolaan pendidikan

disekolah sangat tergantung kepada keandalan seorang kepala sekolah, dimana

kepala sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengambil

keputusan yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan

dengan sistem manajemen pendidikan yang dikelola oleh pemerintah pusat.

Sedangkan dalam hal keterbukaan, akuntabilitas manajemen sekolah, maka

kepala sekolah selaku manajer dalam mengatur dan mengurus sekolahnya


hendaknya memperhatikan input-input manajemen sekolah. Input manajemen

yang dimaksud meliputi: tugas yang jelas, rencana rinci dan sistematis, program

yang mendukung bagi pelaksanaan warga sekolahnya untuk bertindak, dan

adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan

agar sasaran yang telah disepakati dapat dicapai (Ditjen. Dikdasmen, 2002:21).

Untuk itu dalam pelaksanaanya kepala sekolah diharapkan menerapkan

prinsip efesiensi, efektivitas, produktivitas dan inovasi dalam pengelolaan

pendidikan.

Menyadari betapa penting peningkatan mutu sekolah yang dapat dilihat

dari indikator; mutu masukan, mutu proses, mutu SDM, mutu fasilitas, mutu

manajemen, dan beaya, maka perlu mendukung “kemampuan manajerial kepala

sekolah guna meningkatkan mutu pendidikan disekolah tersebut”. Dengan

demikian kepala sekolah hendaknya dapat menjalankan fungsi dan tugas dengan

sebaik-baiknya serta memainkan peran yang sesuai, yakni sebagai pemimpin

sekaligus sebagai manajer. Disamping itu sekolah sebagai agen perubahan,

maka kepala sekolah harus memahami dan mengembangkan ketrampilannya

dalam melaksanakan perubahan itu, apabila kepala sekolah ingin sekolah yang

dipimpinnya menjadi lebih efektif.

Dengan demikian bahwa hubungan antara mutu kepemimpinan kepala

sekolah berkaitan erat dengan peningkatan berbagai aspek kehidupan

sekolah, seperti predikat sekolah yang mutunya baik dan mutunya kurang baik

banyak berkaitan erat dengan mutu kepemimpinan dan manajemen kepala

sekolah, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pendidikan

di sekolah.

Salah satu aspek utama yang berkaitan erat dengan kinerja kepala
sekolah adalah dilihat dari tingkat keberhasilan kepemimpinan dan

manajemen kepala sekolah pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja guru

dan karyawan yang turut serta meningkatkan prestasi siswa menuju

peningkatan mutu berdasarkan visi dan misi sekolah yang telah disepakati

bersama.

1.2 Identifikasi Masalah

Salah satu permasalahan pokok yang menghambat kemajuan

pendidikan di Toba adalah manajemen pendidikan disekolah yang kurang

dijalankan secara efektif dan efisien. Bertitik tolak dari uraian tersebut dapat

ditarik kesimpulan, antara lain :

1) Lambannya peningkatan mutu pendidikan di sekolah karena komitmen

guru dalam pembelajaran masih lemah sehingga masih banyak guru yang

bekerja hanya karena takut kepada kepala sekolah, saat kepala sekolah

tidak ada di sekolah / ada kepentingan lain, mereka tidak bekerja

sebagaimana mestinya.

2) Kinerja guru masih rendah, akibat dari proses kepemimpinan dan

manajemen yang masih lemah.

3) Manajemen pendidikan disekolah masih kurang efektif dan efisien

karena lemahnya proses kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada hubungan kinerja kepemimpinan

dan manajemen kepala sekolah dengan kinerja guru. Kinerja guru dibatasi

pada aspek kualitas proses pembelajaran, efektivitas dan efesiensi


pembelajaran, pengembangan dan inovasi provesi guru, produktifitas

dibidang pendidikan, karya tulis, dan pengabdian pada masyarakat, moral

kerja, dan kepuasan kerja. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dibatasi

pada fungsi dan tugasnya dalam pelaksanaan penggunaan pengaruh,

profesional, pemberdayaan, mobilitas, motivasi, pengarahan dan

bimbingan, serta pembentukan komitmen. Kinerja manajemen kepala

sekolah pada aspek keterbukaan, kemandirian, kerjasama, akuntanbilitas

dan sustainbilitas.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1) Seberapa besar pengaruh kinerja kepemimpinan kepala sekolah

terhadap kinerja guru ?.

2) Seberapa besar pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah terhadap

kinerja guru ?.

3) Seberapa besar pengaruh simultan secara bersama-sama antara

kinerja kepemimpinan dan kinerja manajemen kepala sekolah terhadap

kinerja guru ?.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Untuk mengetahui besarnya pengaruh kinerja kepemimpinan kepala

sekolah berdasarkan kemampuan dalam penggunaan pengaruh,

pemberdayaan, mobilisasi, motivasi, bimbingan, pembentukan


komitmen, dan transformasional terhadap kinerja guru.
2) Untuk mengetahui besarnya pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah

berdasarkan kemempuan manajerial dalam perencanaan,

pengorganisasian, pengkoordinasian dan evaluasi terhadap kinerja guru

3) Untuk mengetahui besarnya pengaruh kinerja kepemimpinan dan kinerja

manajemen kepala sekolah terhadap kinerja guru.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu

pengetahuan manajemen pendidikan melalui pengaruh kinerja

kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah terhadap kinerja guru

dalam rangka mencapai keberhasilan sekolah

1.6.2 Secara akademis

Untuk sekolah sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi

kepala sekolah untuk dapat dijadikan pedoman dalam meningkatkan

kinerja kepemimpinan dan manajemen pendidikan untuk meningkatkan

kinerja guru dalam rangka mencapai tujuan dan keberhasilan pendidikan

disekolah, sehingga dapat dijadikan tolok ukur awal sekaligus diketahui

tingkat keberhasilan dalam mewujudkan visi dan misi sekolah.

Sedangkan untuk kantor dinas pendidikan Kabupaten Toba, sebagai

masukan melalui informasi hasil penelitian mengenai tingkat pengaruh

kinerja kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah, terhadap kinerja

guru, apakah hasil yang telah dicapai tersebut sudah sesuai dengan yang

diharapkan, dan dapat menjadi bahan yang penting bagi pengambilan


keputusan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan kegiatan

pendidikan disekolah dan memantau peningkatan persekolahan di

daerah Balige dengan mempertimbangkan peta kekuatan dan tingkat

kesiapan SMA di Kabupaten Toba dalam meningkatkan mutu pendidikan.

1.7 Sistematika penulisan Tesis

Untuk menggambarkan gambaran penulisan secara terarah sistematika dari

Tesis ini perlu di jelaskan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Berisikan Pendahuluan dan Latar Belakang dari penulisian, Perumusan

Masalah dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Serta Sistematika

Penulisan

BAB II Kajian Teori

Berisikan Pengertian dan Kajian Teoritis,kajian empiris,kerangka konseptual

penelitian serta hipotesis penelitian

BAB III Metode Penelitian

Berisikan Design Penelitia, Variabel Penelitian dan defenisi Operasional

Variabel,Populasi sampeldan atau Subjek Penelitian,tempat dan waktu

penelitian, instrument Penelitian, Teknik pengumpulan data, Teknik analisis

data.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisikan penelitian berhipotesis, penelitian kualitatif, dan penelitian

pengembangan.

BAB V Diskusi Hasil Penelitian


Berisikan hasil penelitian yang perlu di jelaskan dan didiskusikan

BAB V Penutup

Bagian ini Merupakan bagian Kesimpulan, Saran, inplementasi Penelitian

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2. Kajian Teoritis

2.1. Kinerja Guru

Kinerja guru berarti prestasi kerja baik secara kualitas maupun kuantitas

yang dihasilkan oleh guru sebagai akibat dari pengaruh kepemimpinan dan

manajemen kepala sekolah dalam rangka mencapai tujuan sekolah secara

bersama-sama. Glasser (Zamroni,1999:12) mengatakan bahwa kualitas sekolah

erat hubungannya dengan kualitas guru dan kepemimpinan kepala sekolah.

Glasser mendukung keberadaan kultur sekolah yang baik sebagai hasil

penampilan kepala sekolah sebagai leader. Prestasi kerja guru itu juga

menggambarkan hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan tugas guru baik tugas

pokok maupun tugas tambahan. Tugas pokok guru adalah mengajar dan

membimbing siswa sehingga mencapai keberhasilan belajar siswa, sedangkan

tugas tambahan meliputi pengabdian, penelitian dan tugas-tugas lain yang

mendukung pembelajaran yang diberikan oleh kepala sekolah kepadanya.

Tugas-tugas tersebut selanjutnya dijadikan bahan penelitian untuk mengetahui

prestasi guru apakah meningkat atau menurun.

“Secara horizontal sasaran penilaian prestasi guru, dalam rangka

mengumpulkan angka kredit, meliputi bidang kegiatan pendidikan, proses

pembelajaran atau bimbingan, pengembangan profesi, dan penunjang proses

pembelajaran”, (Wahjosumidjo,2001:298). Dengan demikian kinerja guru yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah prestasi kerja yang dihasilakn oleh

guru berdasarkan kemempuan melaksanakan proses pembelajaran dan

membimbing siswa yang dipengaruhi oleh kinerja kepemimpinan dan

manajemen kepala sekolah dengan ditandai adanya kualitas proses


pembelajaran, efektivitas dan efisiensi pembelajaran, pengembangan dan

inovasi profesi guru, produktivitas dalam bidang pendidikan, karya tulis, dan

pengabdian pada masyarakat , moral kerja serta kepuasan kerja.

Sedangkan kualitas proses pembelajaran merupakan gambaran hasil

pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dikerjakan oleh guru sehubungan

dengan tugas utama yang dipikulnya. Keberhasilan dari proses pembelajaran

ditandai dengan kemampuan guru dalam menyusun program pelajaran atau

praktek dalam bentuk satuan pelajaran (SP), menyajikan program tersebut,

melaksanakan evaluasi belajar atau praktek, melaksanakan analisis hasil

evaluasi belajar dan praktek , dan menyusun serta melaksanakan perbaikan

dan pengayaan, serta disiplin dalam melaksanakan tugasnya.

Efektivitas pembelajaran merupakan ketepatan pencapaian tujuan

pembelajaran. Efektivitas ini dapat dilihat, antara lain dari siswa dapat

menyerap pelajaran yang diperoleh dari guru dengan mudah, peningkatan

prestasi siswa dapat dicapai, dan guru dapat menggunakan metode pembelajaran

dengan tepat. Efisiensi pembelajaran merupakan perbandingan antara input dan

output dari proses pembelajaran yang dapat dilihat dari penghematan, tenaga,

waktu dan biaya yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran

untuk memperoleh hasil yang optimal. Efisiensi ini ditandai dengan guru

mampu memilih cara yang tepat dalam menyampaikan materi pembelajaran,

mampu menggunakan waktu pembelajaran dengan efisien, dapat tercapai

ketuntasan materi pelajaran di akhir semester, dan siswa dapat menangkap

pelajaran dengan cepat. Sedangkan pengembangan profesi guru berarti

usaha guru untuk menambah pengetahuan dan kemempuan mengajar serta

meningkatkan kualitas pengajaran. Pengembangan ini diperoleh dengan cara


mengikuti studi lanjut, mengikuti pendidikan dan pelatihan keguruan,

mengembangkan profesionalisme guru melalui penataran, diskusi, lokakarya,

dan sejenisnya, serta mengikuti lomba guru teladan. Adapun inovasi profesi

guru adalah usaha guru dalam meningkatkan ketrampilan mengajar untuk

memperoleh hasil yang lebih baik. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara

menemukan teknologi tepat guna, membuat alat peraga pelajaran atau alat

bimbingan, dan menciptakan karya seni.

Produktivitas merupakan ukuran atau criteria kuantitas dan kualitas

dalam pencapaian kerja yang diterapkan kepada individu, kelompok atau

organisasi. Gillmore (Nanang Fatah, 2000:16) dalam bukunya “The Productive

Personality” , “mendasarkan produktivitas pada tiga aspek, yaitu prestasi

akademis, kreativitas dan pemimpin”. Secara khusus di bidang pendidikan

formal, Allan Thomas(Nanang Fatah,200:16) juga “mengartikan produktivitas

sekolah ditentukan oleh tiga fungsi utama, yaitu 1) fungsi administrator, 2)

fungsi psikologis, dan 3) fungsi ekonomi”. Produktivitas individu akan tercapai

bila didukung oleh motivasi yang kuat dalam pelaksanaan tugas dan juga sikap

mental untuk terus berkembang serta didukung oleh “manajer yang menaruh

perhatian akan kebutuhab social dan aktualisasidiri bawahannya”, (Nanang

Fatah,2000:17). Melandasi pada pengertian diatas, produktivitas guru tidak

terlepas dari mitivasi dirinya dan usaha-usaha kepala seklah dalam

meningkatkan kinerja guru.


Sehubungan dengan batasan produktivitas di bidang pendidikan, maka

produktivitas guru berkenaan dengan produktivitas di bidang pendidikan dan

pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Produktivitas di bidang

pendidikan dan pengajaran ditandai dengan guru memperoleh gelar sarjana

kependidikan, terpilih sebagai guru teladan, membimbing guru lain dalam

proses pembelajaran atau praktek, membuat kisi-kisi soal, menyusun soal,

mengawasi dan memeriksa Penilaian akhir Sekolah (PAS atau US), dan

melakukan kreativitas dalam mengajar. Produktivitas dalam bidang penelitian

ditandai dengan guru membuat karya tulis hasil pengkajian atau penelitian,

menyajikan makalah dalam acara diskusi ilmiah, membuat buku ajar atau

modul, dan mengalihbahasakan buku pelajaran yang bermanfaat bagi

pendidikan. Sedangkan produktivitas dalam pengabdian pada masyarakat

meliputi guru menatar atau mengajar paket belajar pada masyarakat, aktif dalam

kegiatan social kemasyarakatan, dan aktif dalam kegiatan keagamaan yang

diselenggarakan oleh masyarakat.

Moral kerja merupakan kepuasan secara keseluruhan yang diperoleh

seseorang dari pekerjaan, kelompok kerja, pimpinan,organisasi dan

lingkungannya yang dipengaruhi oleh struktur pribadi seseorang. “Moral

berkenaan dengan perasaan kesejahteraan, kepuasan, dan kebahagiaan orang-

orang”,(Burhanuddin, 1994:271). Pengertian tersebut menunjukan bahwa moral

kerja sangat dipengaruhi perilaku pemimpin, iklim kerja, dinamika kelompok

kerja, tuntutan organisasi, lingkungan dan pemuasan kebutuhan seseorang.

Oleh karena itu dapat diketahui bahwa indikator-indikator moral kerja yang

berhubungan dengan pengaruh kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah

adalah adanya kesadaran yang tinggi di kalangan


guru untuk melakukan tugas, sikap loyalitas kepada kepala sekolah

cenderung positif, disiplin kerja yang ditandai dengan kehadiran mengajar

secara rutin, dan motivasi kerja yang tingggi dikalangan guru.

Bagian lain yang tidak kalah pentingnya adalah faktor kepuasan kerja.

Kepuasan kerja sangat erat dengan faktor psikologis dan faktor pemenuhan

kebutuhan individu. Kepuasan kerja guru akan terjadi apabila kepala

sekolah menaruh perhatian dan memikirkan secara serius akan kebutuhan guru

tersebut. Indikator kepuasan guru dapat ditunjukan dengan guru merasa puas

dalam bekerja karena mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan

tuntas, memperoleh perhatian dari kepala sekolah, mendapatkan kenaikan

status dan pangkat, memperoleh penghargaan atas prestasi yang diraih,

menerima gaji sesuai yang diharapkan dengan senang hati, dan merasa bahwa

pekerjaan yang dilaksanakannya dapat diterima oleh kelompok.

2.1.1 Pengertian, Teori, Proses dan Tipe Kepemimpinan

Kepemimpinan sangat diperlukan dalam sebuah organisasi, seperti halnya

organisasi sekolah. Sekolah disebut sebagai suatu organisasi karena didalam

sekolah terdapat unsur kelompok manusia yang saling bekerja sama untuk

mencapai tujuan yakni tujuan pendidikan. Unsur kelompok manusia yang

bekerja sama dalam organisasi sekolah itu meliputi kepala sekolah, kelompok

guru, kelompok karyawan, dan kelompok siswa. Hubungan kerjasama dalam

organisasi sekolah dikelompokan kedalam beberapa kategori, antara lain;

“seorang atau mereka yang bertanggungjawab atau diberi tugas untuk

memimpin, dalam hal ini adalah kepala


sekolah”, (Wahjosumidjo, 2001:134). Dengan demikian kepemipinan

disekolah terjadi karena adanya hubungan, yakni “antara kepala sekolah sebagai

orang yang bertanggungjawab untuk memimpin dengan kelompok-kelompok

guru, tenaga administrative, orang tua siswa dan para siswa, kelompok yang

dipimpin”, (Wahjosumidjo, 2001:135). Untuk memperjelas makna

kepemimpinan kepala sekolah, akan diuraikan mengenai pengertian, teori,

proses, dan tipe kepemimpinan.

Menurut Stogdill dalam Wahjosumidjo(2001:17) menyimpulkan bahwa

“kepemimpinan diterjemahkan kedalam istilah: sifat-sifat, prilaku pribadi,

pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antar

peran, kemudian dari suatu jabatan administrative, proses, dan persepsi dari

lainnya tentang legitimasi pengaruh”. Kepemimpinan adalah “suatu usaha yang

menggunakan gaya kepemimpinan untuk mempengaruhi dan tidak memaksa

dalam memotivasi individu untuk mencapai tujuan”, (Gibson, 1986:5).

Disamping itu kepemimpinan adalah “kepmampuan untuk mempengaruhi

orang-orang atau kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan, (Sudjana,

2002:20). Dengan demikian kepemimpinan adalah suatu prilaku seseorang

dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang dirancang untuk

mempengaruhi aktifitas para anggota kelompok dalam mencapai tujuan

bersama dan memberi manfaat kepada individu dan organisasi. Definisi lain

juga dikemukakan oleh Koontz dan Donnel (Burhanuddin, 1994:62) yaitu,

Kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi

orang-orang sehingga bekerja secara sukarela dan penuh antusias

kearah mencapai tujuan kelompok. Konsep tersebut bisa diperluas,

yang mengimplisitkan tidak hanya sekedar mau bekerja, tetapi


juga mempunyai kemampuan yang disertai dengan perasaan penuh

semangat dan kepercayaan.

Dari pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian

kepemimpinan adalah: 1) seni dalam mempengaruhi orang lain sehingga mau

bekerja secara sukarela dan penuh antusias kearah mencapai tujuan kelompok,

untuk itu dibutuhkan adanya kualitas pemimpin yang ditandai oleh sifat-sifat

kepribadian yang kuat, memiliki kewibawaan, dan mampu menggunakan

perilaku dan gaya kepemimpinan dengan tepat dalam mempengaruhi orang

lain;2) kepemimpinan merupakan hubungan interaksi antara dua orang lebih

yang melibatkan adanya seorang pemimpin dengan orang-orang yang

dipimpin, oleh karena itu seorang pemimpin hendaknya mempunyai jiwa dan

kemampuan kepemimpinan sehingga mampu menjelaskan fungsi dan tugasnya

untuk menggerakan, meyakinkan, dan memotivasi bawahan dalam menmcapai

tujuan; dan 3) kepemimpinan merupakan proses pengorganisasian dalam arti

keseluruhan untuk mencapai tujuan, yang dapat dikatakan bahwa “proses

kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: pemimpin, pengikut, dan

faktor situasi”, (Indriyo, dkk., 2002:128). Dalam penelitian ini, pengertian

kepemimpinan ditekankan pada fungsi dan tugas sorang pemimpin (dalam hal

ini kepala sekolah) berdasarkan kemampuan kepemimpinannya untuk

mempengaruhi dan menggerakan orang-orang yang dipimpin (guru) dalam

mencapai tujuan sekolah. Persoalan utama kepemimpinan menurut fiedler dan

chamers (Wahjosumidjo, 2001:19) meliputi tiga pertanyaan, yakni: “how one

becomes leader, how leader behaves, dan what makes the leader effective”.

Berdasarkan ketiga pertanyaan tersebut, toeri kepemimpinan dapat dikaji

melalui empat macam pendekatan yaitu pendekatan pengaruh kewibawwaan,


pendekatan prilaku dan pendekatan situasional.

1) Pendekatan Pengaruh Kewibawaan

Pendekatan ini memandang keberhasilan kepemimpinan bersumber pada

kewibawaan atau kekuasaan yang ada pada seorang pemimpin. French dan

Raven (Wahjosumidjo, 2001:21) menyebutkan bahwa sumber-sumber

kewibawaan atau kekuasaan seorang pemimpin berasal dari “reward power,

jabatan atau kedudukan formal seorang pemimpin. Dengan kekuasaan posisi

ini seorang pemimpin memiliki pengaruh yang menyebabkan kerelaan

bawahan untuk loyal dan bersedia melaksanakan perintah serta keinginan

kepala sekolah. Oleh karena itu kekuasaan posisi menimbulkan kekuasaan

legitimasi, kekuasaan paksaan dan kekuasaan imbalan, (Wahjosumidjo,

2001:434). Sedangkan personal power atau kekuasaan personal adalah

pengaruh yang timbul dari seorang pemimpin karena memiliki sifat-sifat

pribadi, keteladanan serta keahlian kepala sekolah. Kekuasaan personal ini

selanjutnya melahirkan kekuasaan referen dan kekuasaan ahli (Wahjosumidjo,

2001:435). Seorang pemimpin meski memiliki kekuasaan (baik kekuasaan

posisi ataupun personal) tidak otomatis mampu mempengaruhi bawahan

apabila ia tidak mampu menggunakannya dalam proses kepemimpinannya

dengan mempertimbangkan situasi yang ada. Proses untuk mempengaruhi

bawahan dapat dilakukan dengan cara pemberian instrumental complience

atau pemaksaan aturan tertentu yang berarti pemimpin menggunakan

kekuasaan imbalan dan paksaan kepada bawahannya, internalization atau

iternalisasi yang berarti pemimpin menggunakan kekuasaan ahli, dan

identification atau identifikasi anak buah yang berarti pemimpin

menggunakan kekuasaan referen (Yukl, 1994:194).


Berdasarkan uraian tentang pengaruh kewibawaan, maka kepemimpinan

kepala sekolah berarti jabatan formal disekolah yang diperoleh melalui

pengangkatan. Dengan demikian kepala sekolah otomatis memiliki kekuasaan

posisi. Kekuasaan posisi yang disandangnya tidak akan berpengaruh bila

kepala sekolah tidak didukung oleh kekuasaan personal sebab tanpa

didukung oleh sifat-sifat pribadi dan ketrampilan yang kuat maka kepala

sekolah tidak mampu mempengaruhi bawahan untuk melaksanakan tugas-

tugas dalam mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.

2) Pendekatan Perilaku

Pendekatan perilaku menekankan pada penggunaan acuan sifat pribadi dan

kewibawaan yang digambarkan kedalam istilah “pola aktifitas”, “peranan

manajer”, atau “kategori perilaku”, (Wahjosumidjo, 2001:23). Dengan sifat

dan kewibawaan yang dimilikinya itulah seorang pemimpin melakukan proses

kepemimpinan dalam berbagai cara sehingga akan membentuk perilaku

kepemimpinan efektif. Hal tersebut dijelaskan oleh Griffin (1986:353) bahwa

“tujuan pendekatan perilaku ini dimaksudkan untuk menentukan perilaku

yang berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif”. Dengan demikian, jika

diperoleh perilaku efektif seorang pemimpin maka perilaku tersebut akan

efektif pula pada situasi manapun. Pendekatan perilaku ini menekankan pula

pada dua gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan berorientasi tugas dan

berorientasi karyawan, (Indriyo dkk, 2000:132). Sehubungan dengan

pendekatan tersebut Griffin (1986:353-356) mengemukakan hasil penelitiann

dengan menggunakan pendekatan perilaku ini yang dilakukan oleh

universitas Michigan, Universitas ohio dan konsep Gradi Manajemen.

Uraian dari ketiga hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Berkaitan
dengan perilaku kepemimpinan diatas, Reddin (Salder, 1997:81),

mengemukakan teori tiga dimensi perilaku kepemimpinan (Reddin’s 3D

Theory) yang berdasarkan pada dua komponen dasar, yakni perilaku

mengutamakan tugas (task oriented) dan perilaku mengutamakan hubungan

kerjasama (relationship oriented). Perilaku mengutamakan tugas artinya

perilaku yang mengarahkan bawahannya dalam usaha pencapaian tujuan

organisasi dengan ditandai antara lain planning, organizing, actuating dan

controlling yang apabila diterapkan pada sekolah cenderung kepada perilaku

kepala sekolah selaku seorang manajer. Sedangkan perilaku mengutamakan

hubunagan kerjasama, artinya perilaku seorang pemimpin mempunyai

hubungan kerja yang sifatnya pribadi dan ditandai dengan adanya saling

mempercayai, menghargai ide-ide bahawahan serta tenggang rasa terhadap

peranan bawahannya yang apabila diterapkan pada sekolah, cenderung pada

perilaku kepala sekolah selaku seorang pemimpin. Dari kedua perilaku

pemimpin tersebut Reddin (Sadler, 1997:81) mengklasifikasikan menjadi

empat bentuk perilaku yaitu yang orientasi tugas tinggi namun orientasi

hubungan kerjasama rendahh, orientasi tugas rendah tetapi orientasi hubungan

kerjasama tinggi, orientasi rendah pada tugas dan hubungan kerjasama,

dan orientasi tinggi pada tugas dan hubungan kerjasama. Ia menjelaskan

bahwa keempat perilaku pemimpin tersebut tidak berarti salah satu lebih

efektif dari yang lainnya, sebaliknya masing-masing akan sama-sama efektif

bergantung pada situasi yang dikehendaki. Dengan demikian dari kempat pola

dasar perilaku pemimpin diatas, maka perilaku kepemimpinan kepala

sekolah yang diharapkan adalah

kepemimpinan yang mampu menyeimbangkan (equilibrium ), artinya


kepala sekolah mampu menempatkan sebagai seorang pemimpin dan seorang

manajer dengan tepat sehingga kepala sekolah mampu membedakan peran

selaku manajer dan selaku pemimpin.

3) Pendekatan Situasional

Teori ini memandang bahwa efektivitas kepemimpinan tidak hanya ditentukan

oleh perilaku kepemimpinan tetapi juga ditentukann oleh situasi yang ada.

Menurut Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita (2000:139) faktor

situsional meliputi karakteristik manajerial, karakteristik bawahan, struktur

kelompok dan sifat tugas, dan faktor-faktor organisasi. Berdasarkan faktor-

faktor situasi tersebut timbul beberapa teori kepemimpinan situsional yakni

teori kontingensi, teori jalur tujuan, teori normative dan teori siklus hidup.

Teori Kontingensi diperkenalkan oleh Fiedler (Indriyo Gitosudarmo dan I

Nyoman Sudita, 2000:148). Lebih lanjut Fiedler mengatakan bahwa dasar

teori kepemimpinan kotingensi adalah bahwa prestasi kelompok yang tinggi,

tergantumg pada interaksi gaya kepemimpinan dan kadar sejauh mana

situasinya menguntungkan atau tidak. Dikatakan pula bahwa tiga faktor

situasional itu meliputi struktur tugas, suasana kelompok dan kekuasaan

posisi. Faktor situasi dikatakan menguntungkan apabila pemimpin diterima

oleh bawahan, tugas berstruktur tinggi , memiliki kekuasaan posisi yang kuat,

dan menggunakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas. Teori

jalur tujuan dikemukakan oleh House (Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman

Sudita, 2000:148). Teori ini berkaitan dengan konsep dari teori pengharapan.

Selanjutnya House menyimpulkan bahwa perilaku pemimpin akan

bervariasi bergantung pada karakteristik bawahan dan lingkungan kerja

mempengaruhi persepsi tentang valensi dan pengharapan, yang kemudian


menyebabkan peningkatan motivasi, kepuasan dan prestasi kelompok

bawahan. Vroom dan Yetton (Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita,

2000:156) memperkenalkan teori normatife tentang kepemimpinan dan proses

pengambilan keputusan. Teori ini memusatkan perhatian pengambilan

keputusan dengan menentukan kelompok bawahan dan prosedur sejauh mana

pemimpin melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam

proses pengambilan keputusan Vroom dan Yetton “mengidentifikasi dua jenis

situasi masalah keputusan yang dihadapi oleh pemimpinn yaitu keputusan

individu dan keputusan kelompok”. Ia menjelaskan pula bahwa berkenaan

dengan masalah individu dan kelompok akan melahirkan gaya proses

pengambilann keputusan yang “menggambarkan sistem keputusan

pendelegasian, dan menggambarkan sistem keputusan kelompok” (Indriyo

Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, 2000:157).Teori Siklus Hidup

dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (Indrio Gitosudarmo dan I Nyoman

Sudita, 2000:163). Mereka berpendapat bahwa “gaya kepemimpinan yang

efektif bervariasi berdasarkan kematangan bawahan. Kematangan bawahan

adalah kesediaan bawahan dalam menerima tanggungjawab , kemampuan dan

pengalaman dalam penyelesaian tugasnya, serta motivasi akan prestasi dari

bawahan “. Selanjutnya mereka mengemukakan bahwa “hubungan manajer

(pemimpin) dengan bawahan berjalan melalui empat tahap menurut

perkembangan dan kematangan bawahan”(Indriyo Gitosudarmo dan I

Nyoman Sudita, 2000:164). Pada tahap awal dimana kematangan bawahan

masih rendah maka seorang pemimpin harus banyak


memberikan perintah dan memperkenalkan aturan-aturan dan prosedur

organisasi. Dalam kondisi ini gaya kepemimpinan yang efektif adalah gaya

penjelas (telling stille) yakni orientasi tugas tinggi dan hubungan rendah.

Pada tahap kedua bawahan mulai mengenali dan mempelajari tugas dengan

baik meski belum mau menerima tanggung jawab oleh karena itu gaya

kepemimpinan yang efektif adalah gaya menjual (selling style) yakni

orientasi tugas tinggi dan hubungan tinggi. Secara berangsur-angsur pada

tahap ketiga kematangan bawahan meningkat yang ditandai dengan

kemampuan dan motivasi bawahan meningkat serta bawahan mulai aktif

mencari tanggung jawab yang lebih besar. Pada kondisi inilah gaya

kepemimpinan yang efektif adalah yang beroreintasi tugas rendah dan

hubungan tinggi atau disebut gaya partisipasi (partisipating style) akhirnya

pada tahap akhir kematangan bawahan sangat meningkat ditandai dengan

pengalaman tugas dan tanggung jawab yang dapat diandalkan, oleh karena itu

gaya kepemimpinan yang efektif adalah gaya yang berorientasi pada tugas

maupun hubungan rendah atau disebut gaya pendelegasian (delegating style).

Sedangkan pengertian kepemimpinan adalah proses, bukan orang “Proses

dalam kepemimpinan meliputi tiga faktor situasi”, (Indriyo Gitosudarmo dan I

Nyoman sudita, 2000:128). Proses yang dimaksud adalah proses interaksi

antara pemimpin yang dipengaruhi oleh kualitas, perilaku dan gaya

kepemimpinan dengan pengikut yang disertai dengan motivasi, harapan,

kepentingan dan kematangan pengikut dalam menerima setiap perintah atau

bimbingan pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi. Hubungan interaksi ini

dipengaruhi pula oleh faktor situasi seperti struktur tugas, iklim kerja, dan

nilai-nilai atau budaya organisasi. Proses kepemimpinan yang baik akan

menghasilkan dan meningkatkan produktivitas, kepuasan dan moral kerja


pengikut yang tinggi. Fuallan (Law dan Glover, 2000:13-14) mengatakan

sebagai berikut:

Kepemimpinan berhubungan dengan misi, pengarahan dan inspirasi.

Sedangkan manajemen menyangkut pada pengaturan, pelaksanaan

rencana kegiatan, tercapainya sesuatu, dan bekerja secara efektif dengan

seseorang. Secara lebih detail, ia mengemukakan perbedaan antara

manajemen dengan kepemimpinan dalam hal sebagai berikut. Jika

manajemen berhubungan dengan pembentukan dan pemeliharaan struktur

organisasi, maka kepemimpinan berhubungan dengan pembentukan dan

pemeliharaan budaya organisasi; dalam manajemen pengikut mengikuti

cara yang telah ditetapkan-dalam kepemimpinan, pengikut menemukan

cara; manajemen berarti mengerjakan sesuatu yang benar; seorang

manajer memelihara organisasi berdasarkan pada pengawasan-seorang

pemimpin mengembangkan organisai berdasarkan pada dorongan

kepercayaan; manajer bekerja atas dasar penerapan emosional-pemimpin

bekerja atas dasar empati dan perhatian; dan manajemen diperoleh dari

organisasi-kepemimpinan diperlukan untuk organisasi.

Akibat dari perbedaan kekuatan sifat dan pribadi seorang pemimpin serta

pengaruh faktor situsional, dimana faktor situsional itu berupa karakteristik

manajerial, karakteristik bawahan, faktor kelompok dan faktor organisasi. Oleh

karena itu berdasarkan pndekatan sifat; pengaruh kewibawaan, perilaku dan

faktor situsional dikenal tipe-tipe kepemimpinan antara lain; berdasarkan

pendekatan sifat dan pengaruh kewibawaan dikenal adanya tipe kepemimpinan

karakteristik, transformasianal, otoriter, leissez faire, dan demokratis.

Sedangkan berdasarkan perilaku kepemimpinan hubungannya dengan faktor


situsional terutama karakteristik bawahan yang berupa tingkat kematangan

bawahan dikenal juga tipe kepemimpinan direktif, konsultatif, partisipatif dan

delegatif. Untuk kepentingan penelitian ini di bahas tipe kepemimpinan

transformasional, demokratis, dan parsitipatif dengan alasan bahwa tipe-tipe

tersebut berkaitan erat dengan kinerja kepemimpinan dan manajemen

kepala sekolah. Tipe kepemimpinan transformasional diperlukan dalam

pelaksanan MBS karena akan lebih mendukung kepala sekolah dalam

mentransformasikan dan mensosialisasikan visi dan misi sekolah pada seluruh

warga sekolah, kepemimpinan demokratis memungkinkan kepala sekolah

mampu meningkatkan pemberdayaan bagi warga sekolah agar dapat

melakukan tugas-tugasnya secara leluasa, sedangkan kepemimpinan

partisipatif menurut kepala sekolah agar ia memberi kesempatan bagi semua

warga sekolah untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan sekolah. Uraian

singkat ketiga tipe kepemimpinan terebut adalah sebagai berikut;

4) Tipe Kepemimpinan transformasional

Kepemimpinan transformasional merujuk pada pembentukan komitmen dan

pemberdayaan bawahan untuk melaksanakan tujuan organisasi, yang oleh Burn

(Yukl, 1994:351) dikatakan bahwa “kepemimpinan transformasional dapat

diketahui pada proses pengaruh antar individu dan mobilisasi sumberdaya

manusia kearah perubahan sistem sosial dan pembaharuan lembaga”. Dalam

penerapannya disekolah,kepemimpinan ini tidak terlepas dari upaya-upaya

mentranspormasikan budaya organisasi kepada pengikutnya, yakni dengan

cara Pertama, mengembangkan visi yang jelas dan menarik.

Kedua,mengembangkan strategi dalam mencapai visi

tersebut.Ketiga,mengartikulasikan dan memajukan visi kepada


pengikut.Keempat,menjadikan pengikutnya yakin dan optimis terhadap visi

tersebut.Kelima, memotivasi pengikutnya agar mampu meyakini visi. Keenam,

meningkatkan keyakinan pengikutnya untuk memperoleh keberhasilan.

Ketujuh, memberikan pujian terhadap keberhasilan yang dicapai oleh

pengikutnya . Kedelapan, memperkuat nilai visi dengan tindakan

dramatis dan simbolis. Kesembilan, pemimpin memberi contoh kepada

pengikut, dan Kesepuluh menciptakan , memodivikasi atau mengurangi budaya

(Yukl, 1994:368-373). Kepemimpinan transpormasi juga berarti menggerakan

sumberdaya manusia dan menyampaikan atau mensosialisasikan visi dan misi

sekolah kepada warga sekolah sehingga para bawahan akan paham dan yakin

sehingga membantu pencapaian tujuan sekolah.

5) Tipe Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokratis menekankan pada hubungan yang akrab dan

kooperatif antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan

demokratis,”dipandang sebagai tipe kepemimpinan yang paling tepat untuk

organisasi modern. Kepemimpinan ini memberi kesempatan kepada bawahan

untuk lebih mengembengkan percaya diri dan mandiri dalam melaksanakan

tugasnya”, (Soebagio Atmodiwiro, 1991:35). Kepemimpinan ini bercirikan ,

antara lain bahwa pemimpin: Pertama, selalu menstimulasi bawahan agar

bekerja kooperatif dalam mencapai tujuan.Kedua mempertimbangkan

kesanggupan, kemampuan dan berpangkal pada kepentingan kelompok.Ketiga

menerima dan mengharapkan pendapat, saran, dan kritik dari

anggotanya.Keempat memupuk rasa kekeluargaan dan kebersamaan serta

persatuan diantara anggotanya.Kelima,berusaha memberikan kesempatan untuk

berkembang kepada bawahan. Keenam membimbing bawahan untuk lebih


berhasil

, serta Ketujuh,menaruh kepercayaan dan kebebasan penuh kepada anggotanya

untuk melakukan tugasnya sesuai dengan tanggungjawabnya.

6) Tipe Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan partisipatif muncul karena memandang bawahan memiliki

kemampuan kerja baik, tetapi kurang dalam motivasi kerja . Hubungan dalam

pengambilan keputusan , tipe kepemimpinan ini mendorong dan mengajak

bawahan untuk berpartisipasi berdasarkan kemampuannya secara optimal

dalam pengambilan keputusan . Proses pengambilan keputusan partisipatif

menurut Cangeni (Slamet, 2000:13) adalah “untuk mencari wilayah kesamaam

antara kelompok-kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah”.

Pengambilan keputusan partisipatif juga merupakan suatu cara untuk

mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan

demokratik , dimana warga sekolah di dorong untuk terlibat secara langsung

dalam proses pengambialan keputusan, disamping yang bersangkutan akan

mempunyai “rasa memiliki” terhadap keputusan tersebut juga dapat

berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah (Ditjen Dikdasmen, 2002:11)

2.1.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam

mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakan

guru, staf, siswa, orangtua siswa dan pihak lain yang terkait, untuk bekerja guna

mencapai tujuan yang telah di tetapkan . Dengan kata lain bagaimana kepala

sekolah untuk membuat orang lain bekerja untuk mencapai tujuan sekolah,

(Ditjend. Dikmenum, 1999:11). Kepemimpinan kepala sekolah juga merupakan

suatu kemampuan dan kesiapan kepala sekolah untuk mempengaruhi,


membimbing, mengarahkan dan menggerakkan (motor) staf sekolah agar dapat

bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran

yang telah ditetapkan (Ditjand. Dikmenum,2002:16). Menurut Koonz dan

Doonel (Burhanudin, 1994:74) kemampuan yang di maksud terdiri atas empat

unsur, yaitu

(1) otoritas atau kekuatan pemimpin, (2)kemampuan dalam

menyatupadukan sumber tenaga manusia yang memiliki daya-daya

motivasi yang bervariasi setiap waktu dan situasi, (3)kemampuan dalam

mengembangkan iklim kerja sehingga membangkitkan motivasi, dan (4)

kemampuan dalam mengembangkan gaya-gaya kepemimpinan yang tepat.

Berdasarkan pengertian diatas maka kepemimpinan kepala sekolah yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan kepala sekolah menjalankan

fungsi dan tugasnya selaku pemimpin yang didukung oleh kualitas

kepemimpinan.

Fungsi kepala sekolah selaku seorang pemimpin terdiri atas tiga fungsi yakni

fungsi yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai ,fungsi yang berkaitan

dengan pengarahan pelaksanaan setiap kegiatan, dan fungsi yang berhubungan

dengan penciptaan iklim kerja. Fungsi yang pertama mengimplikasikan bahwa

kepala sekolah berusaha membantu kelompok (bawahan) untuk memikirkan ,

memilih dan merumuskan tujuan. Fungsi yang kedua mengisyaratkan bahwa

kepala sekolah berhubungan dengan aktivitas manajerial pemimpin dalam rangka

menggerakan kelompok untuk memenuhi tuntutan organisasi. Adapun fungsi

yang ketiga berarti kepala sekolah hendaknya mampu membuat iklim kerja yang

kondusif agar dapat membengkitkan semangat kerja kepada siapa saja yang

terlibat dalam proses kerjasama sehingga meningkatkan produktivitas kerja dan


memperoleh kepuasan kerja melalui penggunaan gaya kepemimpinan yang tepat,

Stoner (Wahjodumidjo,2001:41) juga mengatakan bahwa fungsi pokok

seorang pemimpin adalah berhubungan dengan pemecahan masalah dan

berhubungan dengan pembinaan kelompok . Dalam pemecahan masalah seorang

pemimpin memberikan saran serta memberikan sumbangan informasi dan

pendapat sedangkan dalam hal pembinaan kelompok , yang meliputi pemimpin

membantu kelompok beroperasi lebih lancar , seorang pemimpin memberikan

persetujuan atau melengkapi anggota kelompok yang lain, misalnya

menjembatani kelompok yang sedang berselisih pendapat dan memperhatikan

diskusi-diskusi kelompok .

Pendapat lain yakni Selznick (Wahjosumidjo,2001:42) mengatakan bahwa

terdapat empat fungsi seorang pemimpin , yakni : (1) mendefinisikan misi

dan peranan organisasi, dalam hal ini pemimpin sebagai vosionaris; (2)

pengejawantahan tujuan organisasi, berarti pemimpin harus menciptakan

kebijaksanaan kedalam tatanan atau keputusan terhadap sarana untuk

mencapai tujuan yang direncanakan ;

(3) mempertahankan keutuhan organisasi , yang berarti pemimpin mewakili

organisasi kepada umum dan kepada setafnya seperti halnya pemimpin

mencoba untuk mengejak para bawahan mengikuti keputusannya agar fungsi

tersebut dapat dilaksanakan; dan (4) mengendalikan konflik internal yang

terjadi di dalam organisasi. Maria Dominika Niron(2001) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa peran kepala sekolah dalam pengembangan budaya kerja

guru dan karyawan antara lain dengan membentuk tim kerja yang efektif serta

menciptakan suasana kerja yang menyenangkan. Oleh karena itu efektivitas

pengelolaan sekolah amat tergantung pada kapasitas kepala sekolah sebagai

pelaku sentral dalam memainkan peran tersebut. Disini kepala sekolah harus
mampu: (1) mengelola sumberdaya sekolah yang ada dengan memberi

dukungan penuh kepada guru, menyediakan bahan pengajaran dan memelihara

fasilitas yang ada ; (2) menyediakan waktu yang cukup untuk mengelola dan

mengkoordinasikan proses instruksional ; (3) menjalin komunikasi secara teratur

dengan staf, siswa, orangtua siswa dan masyarakat,(Penelitian Bank

Dunia,1998:8).

Berdasarkan pengertian, teori, dan tipe kepemimpinan maka dalam

penelitian ini kepemimpinan kepala sekolah difokuskan pada pelaksanaan tugas

sehubungan dengan fungsi sebagai seorang pemimpin. Tugas yang dilaksanakan

oleh kepala sekolah adalah mempengaruhi dan menggerakan orang-orang yang

dipimpin untuk mencapai tujuan sekolah melalui penggunaan pengaruh

kewibawaan, transformasi visi dan misi,pemberdayaan, motivasi, pengarahan

dan bimbingan, serta pembentukan komitmen.

Kepala sekolah dalam menggunakan pengaruh kewibawaan berarti kepala

sekolah mampu mempengaruhi bawahan dengan menggunakan kekuasaan atau

kewibawaan yang bersumber dari kekuasaan legitimasi, kekuasaan paksaan dan

kekuasaan imbalan agar bawahan patuh dan loyal terhadap pemimpinya serta

melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepala sekolah. Disamping itu kepala

sekolah juga mampu menggunakan kekuasaan ahli dan kekuasaan referen agar

dapat menarik simpati bawahan sehingga bawahan semakin percaya dan kagum

kepada kepala sekolah sehingga bawahan mau berprilaku pula seperti pemimpin.

Dalam penggunaan pengaruh kepala sekolah hendaknya juga memiliki sifat jujur,

percaya diri, dan tahan uji dengan dibekali ketrampilan kepribadian yang kuat

seperti cerdik, komunikatif, kreatif, dan persuasive. Kepala sekolah

hendaknya juga memiliki kredibilitas sebagai sumber informasi dan penasehat

bagi bawahannya serta mampu mengambil keputusan dengan tepat dan bijaksana.
Selanjutnya agar penggunaan pengaruh kewibawaan dapat diterapkan dengan

tepat maka kepala sekolah hendaknya mampu menerapkan gaya kepemimpinan

yang tepat.

Dalam hal tranformasi visi dan misi sekolah berarti kepala sekolah mampu

mentransformasikan budaya organisasi kepada pengikutnya melalui penerapan

gaya kepemimpinan trnsformasional. Tugas-tugas yang harus dijalankan oleh

kepala sekolah dalam hal ini adalah merumuskan visi, misi dan sasaran tersebut,

mengartikulasikan dan memajukan visi kepada pengikut, mensosialisasikan

visi, misi dan tujuan tersebut kepada semua warga sekolah, dan mengajak

guru untuk turut serta memikirkan dan merumuskan visi, misi serta tujuan

sekolah. Disamping itu kepala sekolah dengan berbagai cara menjadikan

pengikutnya yakin dan optimis terhadap visi tersebut, memotivasi pengikut agar

mampu meyakini visi dan meningkatkan keyakinan pengikutnya untuk

memperoleh keberhasilan. Kepala sekolah juga memberikan pujian terhadap

keberhasilan yang dicapai oleh pengikutnya, memperkuat nilai visi dengan

tindakan dramatis dan simbolis serta memberi contoh kepada pengikutnya.

Dalam hal pemberdayaan sumberdaya pendidikan, tugas kepala sekolah

yang dijalankan meliputi mendayagunakan potensi warga sekolah yang ada

termasuk guru untuk mencapai tujuan, berusaha memberi kesempatan kepada

guru untuk mengembangkan diri, mengharapkan pendapat , saran,dan kritik dari

guru dan melibatkan guru dalam melaksanakan program sekolah.

Pelaksanaan tugas-tugas tersebut akan lebih berhasil bila kepala sekolah mampu

menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif.

Dalam hal mobilisasi sumberdaya pendidikan, tugas kepala sekolah yang

dijalankan adalah menggerakan semua warga sekolah termasuk guru untuk

turut serta melaksanakan program kegiatan sekolah, mampu mengenali anak buah
dengan baik, memberi contoh kepada guru dalam melaksanakan program

sekolah, dan mempertimbangkan kesanggupan , kemampuan dan berpangkal

pada kepentingan guru dalam melaksanakan program sekolah.

Sedangkan tugas kepala sekolah dalam memotivasi sumberdaya pendidikan

antara lain, kepala sekolah hendaknya memotivasi guru agar mampu

meyakini visi dan misi sekolah, memotivasi guru agar melaksanakan tugas

sesuai dengan bidangnya masing-masing, memotivasi semangat kerja guru untuk

mencapai produktivitas kerja yang tinggi, selalu menstimulasi bawahan agar

bekerja kooperatif dalam mencapai tujuan dan memberikan pujian terhadap

keberhasilan yang dicapai oleh guru. Tugas kepala sekolah akan lebih berhasil

dalam hal ini bila disertai dengan penerapan kepemimpinan demokratis yang

tepat.

Bimbingan dan pengarahan diperlukan mengingat tingkat kemampuan setiap

warga sekolah tidak sama. Oleh karena itu kepala sekolah hendaknya

menentukan kebijakan pelaksanaan organisasi, memimpin pelaksanaan kegiatan

sekolah dan memberi contoh dalam hal-hal tertentu, mengeliminir pertikaian atau

perbedaan pendapat diantara guru dengan cara yang bijaksana, membantu

memecahkan permasalahan yang dihadapi guru dengan berbagai cara.

Disamping itu kepala sekolah melakukan bimbingan secara rutin kepada guru

dan membimbing guru agar lebih berhasil baik dalam pembelajaran maupun

menjalankan tugas yang diberikan oleh kepala sekolah.

Pembentukan komitmen kepada warga sekolah sangat diperlukan agar

mereka memiliki loyalitas dan keyakinan yang kuat kepada kepala sekolah

serta timbul saling percaya diantara sesama warga sekolah. Tugas kepala sekolah

yang dijalankan adalah menjadikan guru yakin dan optimis terhadap visi

tersebut, menumbuhkan sikap percaya diri diantara guru dan menaruh


kepercayaan serta kebebasan penuh kepada mereka untuk melakukan tugasnya

sesuai dengan tanggungjawabnya, memupuk dan memelihara suasana kerja

dalam kelompok; dan menanamkan serta memupuk rasa persatuan, kebersamaan

dan kekeluargaan diantara warga sekolah.

2.1.3 Manajemen

Manajemen adalah “kemampuan dan ketrampilan khusus untuk

melakukan suatu kegiatan baik bersama orang lain atau melalui orang lain

dalam mencapai tujuan organisasi” (Sudjana,2000:17). Pengertian tentang

manajemen disebut pula oleh Stoner(Sugiono, 2000:18) bahwa “manajemen

adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian

usaha –usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya lain yang

ada dalam organisasi , guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.

Sementara itu Griffin(1990:6) dalam bukunya “Management” menyebutkan :

Management is a set of activities, including planning and decicion

making,organizing, physical and information resources, with the aim of

achieving organizational goals in an efficient and effective manner”.

Artinya manajemen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi

merencanakan, membuat keputusan, mengorganisir, memimpin, dan

mengawasi yang diarahkan pada sumber-sumber organisasi;

manusia, keuangan, sarana fisik dan informasi dengan tujuan untuk

meraih tujuan organisasi dalam cara efektif dan efisien.

Koontz & Donnel (Burhanuddin, 1994:15) menyebutkan bahwa manajemen

adalah usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan cara membangun

lingkungan kerja yang menyenangkan melalui orang-orang yang dipekerjakan

dan kelompok yang terorganisir. Dengan demikian manajemen dapat


dipandang sebagai suatu proses, kemampuan dan aktivitas dalam mencapai

tujuan organisasi, upaya menggerakan orang dan memanfaatan orang lain dalam

kondisi menyenangkan, serta penciptaan lingkungan yang menyenangkan

sehingga mendukung suasana kerja yang baik. Implementasi beberapa pengertian

diatas menunjukan bahwa manajemen mencakup serangkaian aktivitas atau

kegiatan organisasi dengan menggunakan fungsi-fungsi manajemen secara

optimal, suatu upaya menggerakkan, mempengaruhi, mengarahkan dan

mengatur sumber daya manusia dan sumber daya lain secara efektif dan efisien

dalam pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kegiatan manajemen

dapat terjadi apabila ada seorang pemimpin atau manajer bersama-sama orang

lain baik melalui hubungan perorangan maupun hubungan kelompok

mempunyai kemampuan, ketrampilan dan teknik dalam menjalankan proses

pengorganisasian dan memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan organisasi

yang ditetapkan secara efektif dan efisien.

Kegiatan manajemen pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan

manajerial yang dilakukan oleh seorang manajer yang tidak terlepas dari

pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen itu sendiri. Kegiatan manajerial menurut

Fayol (Nanang Fatah, 200:13) meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pengkomandoan, pengkoordinasian, dan pengawasan. Disamping itu

kegiatan manajerial juga merupakan bagian dari pelaksanaan “fungsi

administrative dalam manajemen yang terdiri dari fungsi perencanaan, fungsi

pengorganisasian, termasuk pengaturan staff, pelaksanaan termasuk pengarahan,

bimbingan, koordinasi dan komunikasi, fungsi anggaran, dan fungsi

pengawasan”( Hadari Nawawi, 2000:49). Dari beberapa fungsi manajemen

diatas, dalam penelitian ini hanya dibahas mengenai fungsi perencanaan,

pengorganisasian, pengkoordinasian dan evaluasi dengan alasan bahwa


keempat fungsi tersebut merupakan fungsi pokok dalam sebuah kegiatan

manajemen.

Perencanaan menurut Kauffman (Nanang Fatah, 2000:49) adalah “proses

penentuan tujuan atau sasaran yang hendak ingin dicapai dan menetapkan jalan

dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif

mungkin”. Perencanaan adalah suatu penentuan urutan tindakan, perkiraan beaya

serta penggunaan waktu untuk suatu kegiatan yang didasarkan atas data dengan

memperhatikan prioritas yang wajar dengan efisien untuk tercapainya tujuan,

(Sudjana, 2000:62). Dalam proses perencanaan terdapat tiga kegiatan yakni

perumusan tujuan yang ingin dicapai, pemilihan program untuk mencapai tujuan

itu, dan identifikasi serta pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.

Dalam dunia pendidikan, perencanaan berarti keputusan yang diambil untuk

melakukan tindakan selama waktu tertentu agar penyelenggaraan pendidikan

lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang lebih bermutu dan

relevan dengan kebutuhan pembangunan (Nanang Fatah, 2000:49-50).

Perencanaan mengawali pelaksanaan semua fungsi manajemen yang oleh Terry

dan Kadarman (Krebet Widjayakusuma, 2000:56) memiliki hirarki yakni” 1)

perencanaan visi, misi dan tujuan, 2) perencanaan sasaran, 3) perencanaan

strategi, 4) perencanaan kebijakan, 5)perencanaan prosedur, 6) perencanaan

peraturan, 7) perencanaan program, dan 8) perencanaan anggaran”. Dengan kata

lain “perencanaan berkaitan dengan perumusan unsur-unsur kegiatan yang

hendak menjawab pertanyaan what, why, where, when, who dan how dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan” (Sudjana, 2000:99) .

Pengorganisasian berarti suatu ”kegiatan merancang dan menetapkan

komponen pelaksanaan suatu proses kegiatan” (Sudjana:2000:114). Sedangkan


kegiatan yang dimaksud adalah “kegiatan mengalokasikan seluruh pekerjaan

yang harus dilaksanakan antara kelompok kerja dan menetapkan wewenang

tertentu serta tanggungjawab masing-masing untuk setiap komponen kerja dan

menyediakan lingkungan kerja yang sesuai dan tepat”,( Burhanudin, 1994: 195).

Kegiatan-kegiatan pengorganisasian itu mencakup pembagian kerja yang harus

dilakukan atau departemenisasi, pembagian aktivitas menurut level kekuasaan

dan tanggungjawab, pengelompokan tugas, penggunaan mekanisme koordinasi

kegiatan individu dan kelompok, serta pengaturan hubungan kerja antar anggota

organisasi (Burhanudin 1994:195).

Pengkoordinasian yang juga merupakan bagian dari pengarahan atau

pelaksanaan (actuating) diartikan sebagai proses atau rangkaian kegiatan

menyelaraskan pikiran, pendapat dan perilaku dalam mewujudkan wewenang dan

tanggungjawab sesuai tugas pokok masing-masing. Koordinasi juga dapat

diartikan sebagai kerjasama. Kerjasama disini dimaksudkan untuk mewujudkan

jaringan kerja (net work) baik kedalam maupun keluar. Pengkoordinasian

berfungsi untuk mengurangi egoisme jabatan atau satuan kerja yang

ditandai dengan sikap dan penilaian, kesediaan, pengakuan dan penerimaan

bahwa jabatan/unit kerja lainnya sama penting, sehingga satu sama lain dapat

bekerja sama melalui koordinasi itu dalam usaha mencapai tujuan organisasi,

(Hadari Nawawi, 2000:123). Pengkoordinasian jaringan kerja akan terwujud bila

disertai dengan usaha-usaha mengkomunikasikannya secara efektif dan efisien.

Komunikasi berarti proses penyampaian dan penerimaan informasi berupa

gagasan, pendapat, penjelasan, saran-saran, dan lain lain dari sumber informasi

kepada penerima untuk menjaga, memelihara, memajukan dan mengembangkan

organisasi secara dinamis sesuai dengan tujuannya, (Hadari Nawawi, 2000:131).

Dengan demikian mengkomunikasikan dapat dilakukan dengan berbagai media,


seperti undangan, pertemuan, diskusi, dan lain-lain. Kesemuanya itu ditempuh

untuk memperjelas tugas yang dikerjakan oleh bawahan.

Terry (Burhanuddin,1994:251) mengatakan bahwa pengawasan adalah

proses penentuan apa yang dicapai, standar apa yang dihasilkan, yaitu

pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bilamana perlu mengambil tindakan

korektif sehingga pelaksanaan dapat berjalan menurut rencana yaitu sesuai

dengan standar. Pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana hasil

yang telah dicapai dari apa yang telah direncanakan. Pengawasan juga

dimaksudkan untuk membuat segenap kegiatan administrasi dan manajemen

berjalan sesuai rencana, dinamis dan berhasil secara efektif dan efisien,

(Burhanuddin, 1994:253). Proses pengawasan, menurut Murdick (Nanang Fatah,

2000:101) meliputi tiga tahap, yaitu “1) menetapkan standar pelaksanaan, 2)

pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar, dan 3)

menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan standar dan rencana”.

Untuk mengetahui hasil dari kegiatan yang ditetapkan tidak cukup hanya

dilakukan dengan pengawasan akan tetapi perlu juga dievaluasi. Evaluasi ini

dimaksudkan untuk memperoleh gambaran hasil kerja (kinerja) bawahan

sekaligus menilai apakah hasilnya telah sesuai dengan proses yang dijalankan

ataukah tidak.

2.1.4 Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah

Kemampuan manajerial kepala sekolah berarti kemampuan kepala sekolah

dalam menggunakan input-input manajemen dengan melaksanakan fungsi-fungsi

manajemen yakni perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,

pengawasan dan penilaian untuk mengatur sumber daya manusia dan sumber-
sumber daya lain secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan sekolah yang

telah ditetapkan. Kemampuan manejerial ini menunjukan bahwa kepala sekolah

bertindak selaku seorang manajer. Tiga hal penting yang berkaitan dengan kepala

sekolah sebagai seorang manajer adalah proses, pendayagunaan seluruh sumber

organisasi, dan pencapaian tujuan organisasi yang ingin dicapai. Proses adalah

suatu cara yang sistematis dalam mengerjakan sesuatu. Proses yang dimaksud

disini adalah pemanfaatan input-input manajemen yang harus dilaksanakan oleh

kepala sekolah yang terdiri dari “tugas, rencana, program, regulasi (ketentuan-

ketentuan, limitasi, prosedur kerja, dan sebagainya”, (Ditjen Dikdasmen,

2002:21). Sedangkan pendayagunaan sumber-sumber daya sekolah meliputi

pendayagunaan dana, perlengkapan, informasi, dan sumberdaya manusia.

Adapun pencapaian tujuan berarti tercapainya tujuan akhir yang dikehendaki

secara efektif dan efisien. Dengan demikian kemampuan manejerial kepala

sekolah adalah pelaksanaan kegiatan perencanaan, pengorganisasian,

pengkoordinasian, pengawasan dan evaluasi sumber-sumber daya pendidikan

dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan.

Dalam kegiatan perencanaan, tugas kepala sekolah yang dijalankan adalah

menyusun rencana program dan tujuan sekolah seperti menyususn kalender

pendidikan, jadwal mengajar, dan lain-lain,menyusun kebijakan dan strategi serta

prosedur pelaksanaan kegiatan, menyusun peraturan sekolah untuk mendukung

pelaksanaan program sekolah, mengidentifikasi dan mempersiapkan sumber daya

manusia, dan menyususn rencana anggaran sekolah (RAPBS). Kegiatan ini

menuntut kepala sekolah memperhatikan data dan fakta tentang kegagalan dan

keberhasilan program sekolah sebelumnya. Oleh karena itu perlu bagi kepala

sekolah melakukan analisis perencanaan program dengan menerapkan analisis

SWOT sehingga akan terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam penyususnan


rancangan program sekolah.

Tugas kepala sekolah dalam pengorganisasian meliputi menyusun dan

mengatur struktur organisasi / kepegawaian di sekolah, merinci dan

menentukan tugas-tugas kepada guru dan staf, membagi kerja kedalam tugas

individu atau kelompok, dan mengatur hubungan kerja (horizontal dan vertical).

Oleh karena itu kepala sekolah perlu memperhatikan faktor-faktor situasional

seperti kondisi struktur organisasi,kemampuan warga sekolah dan faktor

lingkungan sekitarnya.

Dalam pengkoordinasian tugas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah

antara lain mengkoordinasikan tugas-tugas guru, mengkomunikasikan program-

program sekolah kepada semua warga sekolah, melakukan pertemuan, diskusi

atau semacamnya untuk menginformasikan gagasan dan informasi yang

penting, serta untuk mengatasi masalah yang dihadapi guru. Dalam kegiatan

ini kepala sekolah juga melakukan hubungan dan kerjasama antara sekolah

dengan masyarakat, dunia usaha. Atau pihak luar yang terkait untuk

mengembangkan dan merealisasikan misi dan tujuan sekolah. Oleh karena itu

sedapat mungkin kepala sekolah berupaya menciptakan lingkungan dan iklim

kerja yang produktif dan kondusif.

Tugas kepala sekolah lainnya yang dapat dilaksanakan dalam pengawasan

dan evaluasi adalah mengendalikan semua tugas dan tanggung jawab yang di

berikan kepada guru, mengawasi dan memantau kegiatan guru, menilai kinerja

bawahan termasuk kinerja guru, dan menentukan kriteria penilaian dan standar

kerja guru. Dengan pengawasan dan evaluasi tersebut, kepala sekolah sekaligus

dapat memantau proses kerja warga sekolah sehingga akan diketahui apakah

program sekolah telah dilaksanakan atau belum dan apakah hasil yang telah

dicapai sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau tidak.


2.1.5 Kinerja Kepemimpinan dan Manajemen Kepala Sekolah

Kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni

ketrampilan, upaya dan sifat eksternal. “Tingkat ketrampilan merupakan

bahan mentah yang dibawa seseorang karyawan ke tempat kerja, seperti

pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan-kecakapan tektnis. Tingkat upaya

dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk

menyelesaikan pekerjaan. Adapun sifat eksternal adalah kondisi yang

mendukung produktivitas kerja”, (Snell,1992:33). Kinerja adalah hasil kerja yang

telah dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam organisasi sesuai

dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka mencapai

tujuan organisasi. Wewenang dan tanggungjawab yang dimanefestasikan dalam

bentuk pelaksanaan fungsi dan tugas yang harus dijalankan. Kinerja seseorang

dipengaruhi oleh sifat individu dan sifat pekerjaan. Sifat individu meliputi

kemampuan dasar, bakat, kepribadian, motivasi dan harapan tinggi. Sifat

pekerjaan ditandai dengan bentuk dan struktur tugas yang jelas. Oleh karena itu

semakin kuat sifat individu dan pemahaman akan tugas dengan jelas maka

semakin dapat melaksanakan pekerjaan dengan benar.

Kinerja kepala sekolah selaku pemimpin dipengaruhi oleh faktor kualitas

kepemimpinan, fleksibilitas prilaku gaya kepemimpinan serta faktor pengikut

dan situasi yang ada. Sedangkan kinerja kepala sekolah dalam dimensi manajerial

diukur dari peran yang di sandangnya, bakat dan kemampuan yang diperoleh

untuk melaksanakan peran tersebut dan usaha yang dicurahkan untuk

mewujudkan bakat dan kemampuan dalam peran yang dipegangnya

(Mulyadi,2000:83). Dalam penelitian ini kinerja kepemimpinan kepala sekolah

merupakan hasil prestasi kerja kepala sekolah dalam penggunaan pengaruh,


tranformasi visi dan misi, pemberdayaan, mobilisasi, motivasi, pengarahan dan

bimbingan, serta pembentukan komitmen kepada guru, agar guru tergerak ikut

mewujudkan tujuan sekolah. Sedangkan kinerja manajemen kepala sekolah

adalah prestasi kerja kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan atau program

sekolah melalui pelaksanaan kegiatan manajerial yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengawasan serta evaluasi.

2.1.6 faktor- factor yang mempengaruhi Kinerja guru

2.1.7 Hasil Penelitian Terdahulu yang mendukung sebelum Kerangka berfikir

2.2 Kerangka Berfikir

Keberhasilan sebuah sekolah sangat erat hubungannya dengan kinerja kepala

sekolah, bahkan dapat dikatakan bahwa kinerja kepala sekolah merupakan salah

satu indikator untuk mengetahui keberhasilan sekolah..

Kinerja kepala sekolah dikatakan turut menentukan keberhasilan sekolah

apabila kepala sekolah mampu melaksanakan tugas dan fungsi selaku kepala

sekolah dengan baik dan tepat dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang

ditetapkan. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang kepala sekolah harus

mampu menyeimbangkan antara kinerja kepemimpinan dengan kinerja

manajemennya yang dapat di bedakan sebagai berikut :

1) Kinerja kepemimpinan adalah kemampuan kepala sekolah dalam

pengarahan dan pemberdayaan sumber daya manusia sedangkan,

2) Kinerja manajemen adalah kemampuan kepala sekolah dalam pengelolaan

dan pemanfaatan sumber-sumber daya pendidikan selain manusia.

Oleh karena itu kemampuan kepemimpinan dan manajemen menjadi

bagian amat penting bagi kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong,


membimbing, mengarahkan dan menggerakan sumber-sumber daya pendidikan

guna mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan, sehingga dengan

kemempuan tersebut akan lebih mendorong terlaksananya penyelenggaraan

pendidikan di sekolah dengan baik dan tepat pula.

Kinerja kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah dikatakan baik

dan benar bila mampu membawa peningkatan dan perubahan sikap dan prilaku

bawahan ( dalam hal ini guru). Perubahan sikap guru ditandai dengan sikap

komitmen dan loyalitas guru yang tinggi kepada kepala sekolahnya,

motivasi guru yang tinggi dalam menjalankan tugasnya, dan perasaan puas

yang dirasakan oleh guru. Sedangkan perubahan perilaku guru ditunjukan

dengan keterlibatan atau prestasi, dukungan dan kesediaan guru menjalankan

berbagai tugas yang diberikan oleh kepala sekolah. Melalui kinerja

kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah yang tinggi maka akan

meningkatkan kinerja bawahannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

kinerja kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah berkorelasi positif dengan

kinerja guru.

Gambar 2.1

Formulasi Hubungan antara Variabel Kinerja Kepemimpinan dan

Manajemen Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru

X1

X2
Keterangan :

X1 = Kinerja Kepemimpinan Kepala

Sekolah X2 = Kinerja Manajemen Kepala

Sekolah

Y = Kinerja Guru

2.3 Hipotesis

1) Hipotesis I, ada pengaruh antara kinerja kepemimpinan kepala

sekolah dengan kinerja guru.

2) Hipotesis II, ada pengaruh antara kinerja manajemen kepala sekolah

dengan kinerja guru.

3) Hipotesis III, ada pengaruh secara bersama-sama antara kinerja

kepemimpinan dan kinerja manajemen kepala sekolah dengan kinerja

guru.

Anda mungkin juga menyukai