Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENINGKATAN MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH UNTUK MENINGKATKAN


MUTU PENDIDIKAN

Dosen Pengampu: Drs. Mansyur M.Pd

Disusun oleh :
Intan Septy Sukmawati :2021010108007
Cicih Nur’aeni :2021010108011
Awalia Lisa Marseli :2021010108012
Retno Olinviano Prameswari :2021010108014
Ayu Rahmadani : 2021010108023
Muh. Witly Fairussafly : 2021010108039

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “PENINGKATAN


MBM UNTUK MENINGKATKIAN MUTU PENDIDIKAN” dapat kami selesaikan dengan

baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi

pembaca tentang pelanggaran atau kesalahan apa saja yang biasa terjadi dalam bahasa

keseharian yang bisa kita pelajari salah satunya dari karya film. Begitu pula atas limpahan

kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini

dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui

media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada dosen

pembimbing kami, Drs. Mansyur M. Pd., dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang

membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat

dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan

Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang

membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau

pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf.

Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya

makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya

Kendari, 15 Maret 2023

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur
oleh prestasi yang didapat, oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus
menggunakan suatu sistem, artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang di
dalamnya terdapat komponen-komponen terkait seperti guru-guru, staff TU, orang tua
siswa, masyarakat, pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang
dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.
Tantangan lembaga pendidikan (sekolah) adalah mengejar ketertinggalan
artinya kompetisi dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan
global, terutama dari Sekolah Dasar dimana jenjang dasar ini diharapkan peserta didik
dapat memperoleh bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan dari dasar, sehingga akan
mempermudah melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi. Tantangan ini akan dapat
teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi pada pencapaian sasaran
dimaksud.
 Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah disamping mengejar ketinggalan
untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain perlu diperhatikan: Ciptakan
keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Ciptakan iklim
kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan penghargaan bagi personil yang
berprestasi. Tunjukan keteladanan, terapkan fungsi-fungsi manajemen dalam proses
penyelenggaraan pendidikan, seperti: Perencanaan Pengorganisasian Penentuan staff atas
dasar kemampuan, kesanggupan dan kemauan. Berikan bimbingan dan pembinaan kearah
yang menuju kepada pencapaian tujuan adalah kontrol terhadap semua kegiatan
penyimpangan sekecil apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi. Adakan penilaian
terhadap semua program untuk mengukur keberhasilan serta menemukan cara untuk
mengatasi kegagalan. Dalam makalah ini, akan dibahas salah satu model dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan, yakni Manajemen Berbasis Sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah?
2. Apa tujuan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah?
3. Apa saja karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah?
4. Bagaimana tahap-tahap pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah?
5. Bagaimanakah model dan strategi peningkatan mutu Pendidikan disekolah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
2. Untuk mengetahui tujuan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
3. Untuk mengetahui karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
4. Untuk mengetahui tahap-tahap pelaksanaan manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah
5. Untuk mengetahui model dan strategi peningkatan mutu Pendidikan disekolah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah


a. Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Belakangan ini dunia pendidikan di Indonesia telah berupaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu upaya yang nampak dilakukan adalah
dengan menggalakkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS),
yang lebih dikenal dengan istilah manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) didefinisikan sebagai proses
manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, secara
otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan
semua stakeholder sekolah.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) juga dapat
didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, esensi
MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipasif untuk
mencapai sasaran mutu sekolah. Secara operasional MPMBS dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh kepala sekolah
bersama semua pihak yang terkait atau berkepentingan dengan mutu pendidikan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001:3) mendefinisikan


Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah sebagai sebagai model manajemen
yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan
keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru,
siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Definisi
MPMBS yang dikemukakan oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
memberikan pemahaman bahwa inti dari MPMBS adalah pemberian otonomi yang
lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partispatif
dengan melibatakan secara langsung semua warga sekolah.
b. Sejarah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Di Indonesia latar belakang munculnya MBS tidak jauh berbeda dengan
Negara-Negara maju yang lebih dulu menerapkannya. Perbedaan yang mencolok
hanya lambatnya kesadaran para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia.
Negara maju sudah banyak mengadakan reformasi pendidikan pada tahun 1970-an
sampai tahun 1980-an, sementara Indonesia reformasi pendidikan tersebut terjadi 30
tahun kemudian.

Di Indonesia munculnya gagasan MBS sejalan dengan pelaksanaan otonomi


daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Pengelolaan
pendidikan di Indonesia selama ini sangat bersifat sentralistik, di mana pusat sangat
dominan dalam pengambilan keputusan, sebaliknya daerah dan sekolah bersifat fasif
hanya sebagai penerima dan pelaksana perintah pusat. Pola kerja sentralistik itu
sering mengakibatkan adanya kesenjangan antara kebutuhan ril sekolah dengan
perintah dengan perintah atau apa yang digariskan oleh pusat. Sistem sentralistik
dinilai kurang bisa memberikan pelayanan yang efektif dan tidak mampu menjamin
kesinambungan kegiatan lokal. Oleh karena itu perlu adanya formula baru dalam
pengelolaan pendidikan di Indonesia. Formula baru itu memungkinkan sekolah
memiliki otonomi yang seluas-luasnya, yang menuntut peran serta masyarakat secara
optimal. Dengan dasar inilah muncul penerapan MBS di Indonesia.

Penerapan MBS di Indonesia diawali dengan dikeluarkannya undang- undang


No.25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-
2004. Konsep MBS ini kemudian tertuang dengan jelas dalam undang-undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
51 Yaitu :
1. Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah.

B. Tujuan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)


Adapun tujuan dari pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolah.
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan
yang diharapkan.
5. Memberdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang berhasil
guna dan berdaya guna.

Sedangkan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001: 4)


mengutarakan bahwa Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah dianggap perlu
diterapkan di Indonesia dengan alasan sebagai berikut:
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya
sehingga ia dapat mengoptimalkanpemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya:
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang
akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik:
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi
kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi
sekolahnya.
4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol
oleh masyarakat setempat;
5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat. Sekolah dapat
bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masingmasing kepada pemerintah,
orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga ia akan berupaya
semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan
yang telah direncanakan.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolahsekolahlain untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upayaupaya inovatif dengan dukungan
orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat.
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.

C. Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu berbasis sekolah


(MPMBS) MPMBS memiliki karakteristik yang harus dipahami oleh sekolah
yang menerapkan. Jika sekolah ingin sukses, maka sekolah harus memiliki karakteristik
MPMBS yang diharapkan. Berbicara karakteristik MPMBS tidak terlepas dari
karakteristik sekolah yang efektif. Jika MPMBS merupakan wadahnya, maka
karakteristik MPMBS merupakan isinya. Dengan memandang karakteristik MPMBS
sebagai sistem, uraian karakteristik MPMBS didasarkan atas input, proses, dan output.
1. Input Pendidikan
Input adalah sesuatu yang harus tersedia untuk berlangsungnya proses. Input
juga disebut sesuatu yang berpengaruh terhadap proses. Input merupakan prasyarat
proses. Input terbagi empat yaitu input SDM, input sumber daya, input manajemen,
dan input harapan. Input SDM meliputi: kepala sekolah, guru, pengawas, staf TU, dan
siswa. Input sumber daya lainnya meliputi: peralatan, perlengkapan, uang, dan bahan.
Input perangkat (manajemen) meliputi:struktur organisasi, peraturan perundang-
undangan, deskripsi tugas, kurikulum, rencana, dan program. Input harapan meliputi:
visi, misi, strategi, tujuan, dan sasaran sekolah. Input pendidikan meliputi:
1. memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas;
2. sumberdaya tersedia dan siap:
3. staf yang kompeten dan berdekasi tinggi;
4. memiliki harapan prestasi yang tinggi,
5. fokus pada pelanggan (khususnya siswa),
6. manajemen (Depdiknas, 2002).
Tinggi rendahnya mutu input tergantung kesiapan input. Makin tinggi
kesiapan input, makin tinggi pula mutu input. Kesiapan input sangat diperlukan agar
proses berjalan dengan baik. Proses bermutu tinggi bila pengkoordinasian,
penyerasian input harmonis sehingga mampu menciptakan situasi belajar yang
menyenangkan, mampu mendorong motivasi belajar, dan benar-benar
memberdayakan siswa. Memberdayakaan siswa mengandung makna siswa menguasai
iptek yang diajarkan, menghayati, mengamalkan, dan mampu belajar cara belajar
(mampu mengembangkan dirinya). Output bermutu tinggi bila sekolah menghasilkan
prestasi akademik dan nonakademik siswa, dan prestasi lainnya seperti yang telah
diungkapkan di atas.
2. Proses Pendidikan
Proses ialah berubahnya sesuatu (input) menjadi sesuatu yang lain (output). Di
tingkat sekolah, proses meliputi pelaksanaan administrasi dalam arti proses (fungsi)
dan administrasi dalam arti sempit. Sekolah yang efektif memiliki :
a. PBM yang efektivitasnya tinggi.
b. kepemimpinan sekolah yang kuat.
c. lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
d. penggelolaan tenaga pendidik dan kependidikan yang efektif.
e. memiliki budaya mutu.
f. memiliki teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis; g. memiliki kewenangan
(kemandirian);
g. partisipasi stakeholder tinggi:
h. memiliki keterbukaan manajemen; j. memiliki kemauan dan kemampuan untuk
berubah (psikologis dan fisik);
i. melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;
j. responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan;
k. komunikasi yang baik;
l. memiliki akuntabilitas; dan
m. sekolah memiliki sustainabilitas (Depdiknas, 2002).

3. Output yang Diharapkan


Output pendidikan adalah kinerja (prestasi) sekolah. Kinerja sekolah
dihasilkan dari proses pendidikan. Output pendidikan dinyatakan tinggi jika prestasi
sekolah tinggi dalam hal:
1. Prestasi akademik siswa berupa nilai ulangan umum, Nilai Ujian Akhir Nasional
(NUAN), Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), lomba karya ilmiah
remaja, lomba Bahasa Inggris, Lomba Fisika, Lomba Matematika:
2. Prestasi nonakademik siswa seperti imtaq, kejujuran, kerjasama, rasa kasih
sayang. keingintahuan, solidaritas, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi
olahraga, kesopanan, olahraga, kesenian, lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh
tahapan kegiatan yang saling mempengaruhi (proses) yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan; dan kepramukaan, keterampilan, harga diri, dan
kegiatan ekstrakurikuler.
3. Prestasi lainnya seperti kinerja sekolah dan guru meningkat, kepuasan,
kepemimpinan kepala sekolah handal, jumlah peserta didik yang berminat masuk
ke sekolah meningkat, jumlah putus sekolah menurun, guru dan tenaga tata usaha
yang pindah dan berhenti berkurang, peserta didik dan guru serta tenaga tata usaha
yang tidak hadir berkurang.
D. Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Tahapan pelaksanaan MPMBS bersifat umum dan luwes. Tahapan MPMBS
dibuat dengan tujuan untuk:
1. Membantu sekolah agar MPMBS dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
2. Membantu sekolah dalam menyusun rencana dan program-programnya untuk
mendapatkan dukungan dana dari sponsor kompeten.
3. Melakukan uji coba pelaksanaan konsep MPMBS
Adapun Tahap-tahap Pelaksanaan MPMBS yaitu:
1. Mensosialisasikan konsep MPMBS Mensosialisasikan konsep MPMBS ke seluruh
stakeholder yang terkait melalui pelatihan, workshop, semiloka, diskusi, forum
ilmiah, dan media massa. Dalam sosialisasi tersebut, dijelaskan apa, mengapa, dan
bagaimana konsep MPMBS diselenggarakan. Kepala sekolah membaca dan
membentuk budaya MPMBS di sekolahnya masing-masing.
2. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah)
Sekolah yang melaksanakan MPMBS harus membuat rencana pengembangan
sekolah. Rencana pengembangan sekolah pada umumnya mencakup perumusan visi,
misi, tujuan sekolah dan strategi pelaksanaannya. Sedangkan rencana kerja tahunan
sekolah pada umumnya meliputi pengidentifikasian sasaran sekolah (tujuan
situasional sekolah), pemilihan fungsi-fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai
sasaran yang telah diidentifikasi, analisis SWOT, langkah-langkah pemecahan
persoalan, dan penyusunan rencana dan program kerja tahunan sekolah. Berikut diurai
secara singkat mengenai perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah (tujuan
situasional sekolah).
a. Visi
Setiap sekolah harus memiliki visi. Visi adalah wawasan yang menjadi
sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu perumusan misi
sekolah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan kemana sekolah
akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar
sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangannya.
Contoh visi sekolah: Unggul dalam prestasi berdasarkan imtaq.
Indikator visi:
1) unggul dalam NEM
2) unggul dalam persaingan ke pendidikan di atasnya
3) unggul dalam lomba karya ilmiah remaja
4) unggul dalam lomba kreativitas
5) unggul dalam lomba kesenian
6) unggul dalam lomba olahraga
7) unggul dalam disiplin
8) unggul dalam aktivitas keagamaan, dan
9) unggul dalam kepedulian sosial.
b. Misi
Misi adalah tindakan mewujudkan visi. Dalam merumuskan misi,
harus dipertimbangkan tugas pokok sekolah dan kepentingan stakeholders. Contoh
misi.
1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif.
2) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga
sekolah.
3) Mendorong dan membantu siswa mengenali potensi dirinya.
4) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga
budaya bangsa.
c. Tujuan
Tujuan ialah sesuatu yang akan dicapai/dihasilkan sekolah. Jika misi
berjangka waktu lebih dari 5 tahun, maka tujuan berjangka waktu 3-5
tahun.Contoh, sebuah sekolah telah menetapkan 9 indikator visi, tetapi tujuannya
sampai 2005 baru mencakup 5 indikator visi sehingga tujuannya menjadi sebagai
berikut.
1) Tahun 2008 nilai peningkatan prestasi meningkat 0,1
2) Tahun 2008 proporsi lulusan melanjutkan ke sekolah unggul minimal 30% (3)
Tahun 2008 memiliki kelompok KIR dan mampu menjadi finalis LKIR
Nasional
3) Tahun 2008 memiliki tim olah raga mampu menjadi finalis tingkat propinsi
minimal 2 cabang olah raga.
4) Tahun 2008 memiliki tim kesenian yang mampu tampil di tingkat propinsi
minimal 5 kali tampil.

d. Sasaran (Tujuan Situasional)


Sasaran ialah penjabaran tujuan. Sasaran harus mengandung
peningkatan baik mutu, produktivitas, efektivitas, maupun efisiensi. Sasaran
berjangka waktu satu tahun. Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif. sasaran
harus SMART (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, and Time bounding).
Walaupun sasaran merupakan penjabaran tujuan, namun dalam penentuan sasaran
yang mana dan berapa besarnya harus tetap memperhatikan tantangan nyata yang
dihadapi sekolah. Meskipun sasaran sekolah dirumuskan dari tantangan nyata
sekolah, namun perumusan sasaran harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan
sekolah karena visi, misi, dan tujuan sekolah merupakan sumber pengertian dalam
merumuskan sasaran sekolah. Karena itu, sebelum merumuskan sasaran, harus
lebih dahulu merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah
3. Mengidentifikasi Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran
Setelah sasaran ditetapkan maka langkah berikutnya adalah mengidentifikasi
fungsi-fungsi yang digunakan untuk mencapai sasaran yang masih perlu diteliti
tingkat kesiapannya antara lain fungsi manajemen seperti perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan program sekolah.
4. Melakukan Analisis SWOT
Analisis SWOT dilakukan untuk mengenali tingkat kesiapan sekolah untuk
mencapai sasaran sekolah. Kekuatan adalah faktor dari dalam sekolah yang
mendorong pencapaian sasaran. Peluang adalah faktor dari luar sekolah yang
mendorong pencapaian sasaran. Kelemahan adalah faktor dari dalam sekolah yang
menghambat pencapaian sasaran.
5. Alternatif Langkah Pemecahan Masalah
Dari hasil analisis SWOT dapat dilakukan tindakan yang diperlukan untuk
merubah fungsi yang tidak siap menjadi siap. Tindakan ini disebut langkah-langkah
pemecahan persoalan, yang pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi
kelemahan menjadi kekuatan, dan ancaman menjadi peluang.
6. Menyusun Rencana dan Program Sekolah
Rencana peningkatan mutu meliputi jangka pendek, menengah, dan panjang
serta program-program untuk merealisasikan rencana tersebut. Karena sekolah selalu
terbatas sumber dayanya, maka perlu ditetapkan skala prioritas. Rencana harus
menjelaskan secara detail dan lugas tentang: siapa yang melakukan, apa yang
dilakukan, bilamana dilakukan, di mana dilakukan, bagaimana melakukan dan
bagaimana biayanya. Hal ini untuk memudahkan pelaksanaan dan dukungan moral
maupun finansial dari stakeholders.
Hal pokok yang perlu diperhatikan oleh sekolah dalam menyusun rencana
adalah keterbukaan kepada stakeholders khususnya orang- tua/Dewan Sekolah. Jika
rencana merupakan deskripsi hasil yang diharapkan dan dapat digunakan untuk
keperluan penyelenggaraan kegiatan sekolah, 7. Melaksanakan Rencana Peningkatan
Mutu Sekolah hendaknya:
1) proaktif melaksanakan rencana yang sudah disetujui stakeholders;
2) mendayagunakan sumberdaya pendidikan semaksimal mungkin,
3) menggunakan pengalaman-pengalaman yang efektif. teori-teori yang cocok untuk
meningkatkan mutu;
4) bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program
karena itu harus bebas dari keterikatan birokratis yang biasanya menghambat
penyelenggaraan pendidikan;
5) menerapkan konsep belajar tuntas (mastery learning). Artinya siswa harus
menguasai materi pelajaran secara utuh dan bertahap sebelum melanjutkan
pembelajaran ke topik-topik lain. Untuk menghindari berbagai penyimpangan
kepala sekolah harus melakukan supervisi dan monitoring kegiatan-kegiatan
peningkatan mutu. Kepala sekolah sebagai manajer dan leader berhak
mengarahkan, mendukung, dan menegur jika akan terjadi dan terjadi
penyimpangan. Tetapi, arahan. dukungan, dan teguran tersebut jangan sampai
membuat warga sekolah menjadi amat terkekang sehingga sasaran tidak tercapai.
7. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
Evaluasi pelaksanaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.
Sekolah perlu melakukan evaluasi pelaksanaan program baik jangka pendek,
menengah, maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir
catur wulan. Jangka menengah setiap akhir tahun. Jangka panjang setiap akhir lima
tahun. Dalam melakukan evaluasi kepala sekolah harus melibatkan
stakeholders.Sebelum melakukan evaluasi perlu disepakati sejak awal indikator-
indikator keberhasilan setiap program. Hasil evaluasi perlu dibuat laporannya yang
terdiri laporan teknis dan keuangan Jika sekolah melakukan upaya-upaya
penambahan pendapatan, maka pendapatan tambahan itu harus dilaporkan sebagai
bentuk pertangungjawaban (akuntabilitas) yang dikirimkan kepada atasan dan dewan
sekolah.
8. Sasaran Baru
Hasil evaluasi pelaksanaan dapat dipakai untuk alat perbaikan kinerja program
yang akan datang. Hasil evaluasi merupakan umpan balik atau masukan bagi sekolah
dan orang tua siswa untuk merumuskan sasaran program baru untuk tahun yang akan
datang. Bila dianggap berhasil maka sasaran dapat ditingkatkan sesuai dengan
kemampuan sumber daya yang tersedia. Jika gagal maka sasaran dapat saja tetap
seperti sedia kala, namun dilakukan perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan
kegiatan. Setelah sasaran baru ditetapkan, selanjutnya dilaksanakan analisis SWOT
untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi manajemen dalam sekolah
sehingga dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam rangka
penyusunan rencana dan program baru.

E. Model Dan Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Disekolah


1. Teori dan model peningkatan mutu Pendidikan
Teori merupakan serangkaian konsep, variabel dan proposisi yang
memiliki keterkaitan kausalitas sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh yang
dapat menjelaskan suatu fenomena. Model merupakan terminologi yang seringkali
dipergunakan untuk menunjuk teori.
a. Teori Total Quality Management (TQM)
Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup dan menekankan
pada tiga kemampuan, yaitu kemampuan akademik, kemampuan sosial, dan
kemampuan moral. Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga
variabel, yakni kultur sekolah, proses belajar mengajar dan realitas sekolah.
Kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara,
slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan
diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya baik secara sadar maupun
tidak. Kultur ini diyajini mempengaruhi perilaku komponen sekolah, yaitu guru,
kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang
kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga sekolah kea
rah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur sekolah yang tidak kondusif
akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah.
Kultur sekolah dipengaruhi dua variabel, yakni variabel pengaruh
eksternal dan realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh eksternal dapat berupa
kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah, perkembangan media massa
dan lain sebagainya. Realitas adalah keadaan dan kondisi factual yang ada di
sekolah, baik kondisi fisik seperti gedung dan fasilitasnya, maupun non fisik
seperti; hubungan antar guru yang tidak harmonis dan peraturan sekolah yang
kelewat kaku. Realitas sekolah mempengaruhi mutu sekolah. Sekolah yang
memilki peraturan yang diterima dan dilaksanakan oleh warga sekolah akan
memiliki dampak ats mutu yang berbeda dengan sekolah yang memiliki
peraturan tetapi tidak diterima warga sekolah.
Kualitas kurikulum dan proses belajar mengajar merupakan variabel
ketiga yang mempengaruhi mutu sekolah. Variabel ini merupakan variabel yang
paling dekat dan paling menentukan mutu lulusan, Kualitas kurikulum dan PBM
memilki hubungan timbal balik dengan realitas sekolah. Di samping itu juga
dipengaruhi oleh factor internal sekolah. Faktor internal adalah aspek
kelembagaan dari sekolah seperti struktur organisasi, bagaimana pemilihan
kepala sekolah, pengangkatan guru. Faktor internal ini akan mempengaruhi
pandangan dan pengalaman sekolah. Selain itu, pandangan dan pengalaman
sekolah juga akan di pengaruhi oleh factor eksternal.
b. Teori Organizing Business for Excelency
Teori ini dikembangkan oleh Andrew Tani (2004), yang menekankan
pada keberadaan sistemorganisasi yang mampu merumuskan dengan jelas visi,
misi dan strategi untuk mencapai tujuan yang optimal. Teori ini menjelaskan
bahwa peningkatan mutu sekolah berawal dari dan dimulai dari dirumuskannya
visi sekolah. Dalam rumusan visi ini terkandung mutu sekolah yang
diharapakan di masa mendatang. Visi sebagai gambaran masa depan dapat
dijabarkan dalam wujud yang lebih konkrit dalam bentik misi. Yakni suatu
statatement yang menyatakan apa yang akan dilakukan untuk bias mewujudkan
gamabaran masa depan menjadi realitas.
Konsep misi mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konrit.
Misi mengandung aspek abstrak dalam bentuk perlunya kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang tidak tampak. Kepemimpinan yang hidup di
sekolah akan melahirkan kultur sekolah. Bagaimana bentuk dan sifat kultur
sekolah sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan di sekolah. Jadi kepemimpinan
dan kultur sekolah merupakan sisi abstrak dari konsep misi.
Secara umum, biasanya berkaitan erat dengan infrastruktur sekolah,
seperti keberadaan wakasek. wali kelas, komile, perpustakaan, laboratorium,
dan sebagainya yang dibutuhkan. Program belajar mengajar yang merupakan
basis dari mutu sekolah sangat ditentukan oleh dua variabel di atas yakni kultur
sekolah dan infrastrutur yang ada. Kualitas interaksi antara guru dan sisw
sebagai wujud proses belajar mengajar disatu sisi sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana dan prasarana sebagai salah satu wujud infrastruktur
sekolah. Dan disisi lain, kualitas interaksi tersebut sangat ditentukan oleh kultur
sekolah. Keduanya memberikan dampak atas proses belajar mengajar secara
simultan, berkesinambungan, tidak bisa direduksi, dan tidak bias dipilah- pilah.
c. Model Peningkatan Mutu Faktor Empat
Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah merupakan hail dari
pengaruh langsung proses belajar mengajar. Seberapa tinggi kualitas proses
belajar akan menunjukkan seberapa tinggi kualitas sekolah. Kualitas sekolah
berawal dari adanya visi sekolah, yang kemudian dijabarkan dalam misi
sekolah. Sebagaimana dijelaskan dalam teori ekselansi organisasi, maka misi
mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konkrit. Misi mengandung
nilai-nilai seperti menjunjung tinggi kejujuran, kerja keras, kebersamaan.
Pada tahap berikutnya nilai-nilai itu akan berpengaruh pada terhadap
kultur sekolah. Karena memiliki nilai-nilai kejujuran maka interkasi antar warga
sekolah didasari pada saling percaya mempercayai, sehingga suasana sekolah
enak. harmonis dan nyaman. Karena memiliki nilai kerja keras, maka kultur
sekolah menunjukkan adanya kebiasaan untuk tidak menunda-nunda pekerjan.
Disisi lain juga, misi juga mengandung aspek konkrit, yakni berupa strategi dan
program, yang menuntut keberadaan infrastruktur. Berbeda dengan teori
ekselensi organisasi, pada teori ini baik aspek abstrak maupun konkrit dari misi
berpengruh langsing terhadap kepemimpinan,
Dalam kaitan ini kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu
kepemimpinan dengan kemampuan untuk menggerakkan, menanamkan dan
mempengaruhi aspek abstrak, dan juga aspek manajerial yang merupakan
kemampuan konrit dalam mengorganisir, mengeksekusi, memonitor dan
mengontrol. Dua variabel kepemimpinan dan manajerial inilah yang akan
menentukan kualitas PBM bersama-sama dengan keberadaan kultur sekolah dan
infrastruktur yang dimilki sekolah. Jadi, pada "Model Empat" ini kualitas proses
belajar mengajar ditentukan oleh kultur sekolah, kepemimpinan, manajerial dan
infrastruktur yang ada.

d. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


MBS di pandang sebgai alternatif dari pola umum pengoperasian
sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah.
MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengna mendelegasikan
kewenangan pengambilan keputusan dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah.
Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan system manajemen dimana
sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang
penyelenggaraan. pendidikan secara mandiri.
MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar kepada kepala
sekolah, guru, murid dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pegambilan keputusan tertentu
mengenai anggaran, kepegawaian dan kurikulum ditempatkan ditingkat sekolah
dan bukan di tingkat daerah apalagi pusat. Melaui keterlibatan guru, orang tua
dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting. MBS
dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif hagi para murid.
Dengan demikian, pada dasenya MBS adalah upaya memandirikan sekolah
dengan memberdayakannya.
Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar murid lebih
mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah
ketimbang di tingkaat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan
sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di
tingkat pusat dan dacraah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan
yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus
menerapkannya tidak berperan serta dalam merencanakannya.
Berdasarkan MBS maka tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan
menurut karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu,
sekolah mempunyai otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas
penggunaan sumber daya sekolahguna memecahkan masalah sekolah dan
menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi pekembangan jangka
panjang sekolah. Model MBS yang diterapkan di Indonesia adalah Manajemen
Peningkatan Mutu Berhasai Sekolah (MPMBS). Konsep dasar MPMBS adalah
adanya otonomi dan pengambilan keputusan partispatif. Artinya MPMBS
memberikan otonomi yang lebih luas kepada masing-masing sekolah secara
individual dalam menjalankan program seklahnya dan dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi.
Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui kewenangan/otonomi kepada sekolah dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara
partisipatif.
1. Tujuan MBS (Manajaeman berbasis madrasah)
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggraan Pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada orang tua,
masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
d. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu
pendidikan yang akan dicapai.
2. Prinsip dan implementasi MBS
a. Fokus pada mutu
b. Manajemen yang transparan
c. Pemberdayaan masyarakat
d. Peningkatan mutu yang berkelanjutan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (mpmbs) didefinisikan sebagai proses
manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, secara
otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan
semua stakeholder sekolah.
2. Tujuan dari pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (mpmbs)
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolah.
d. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu
pendidikan yang diharapkan.
e. Memberdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang
berhasil guna dan berdaya guna.
3. Karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
a. Input pendidikan
b. Proses pendidikan
c. Output yang diharapkan
4. Tahapan pelaksanaan mpmbs bersifat umum dan luwes. Tahapan mpmbs dibuat dengan
tujuan untuk:
a. Membantu sekolah agar mpmbs dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
b. Membantu sekolah dalam menyusun rencana dan program-programnya untuk
mendapatkan dukungan dana dari sponsor kompeten.
c. Melakukan uji coba pelaksanaan konsep mpmbs
5. Model dan strategi peningkatan mutu pendidikan disekolah
a. Teori dan model peningkatan mutu pendidikan
1) Teori total quality management (tqm)
2) Teori organizing business for excelency
3) Model Peningkatan Mutu Faktor Empat
4) Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
B. Saran
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat membangun kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mansyur., N. (2013). “Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan Manajemen


Berbasis Sekolah”. Jurnal Ilmiah Didaktika. Vol. 117. No. 1, 24-42
Dawan., A. dkk. (2021). “Implementasi Manajemen Berbasis Madrasah Dalam
Meningkatkan Mutu Lulusan di Madrasah Aliyah Hidayatul Mubtadin Desa
Sidoarjo Kecamatan Jatiagung Lampung Selatang”. Jurnal Mubtadiin. Vol. 7
No. 2, 110
Handoyo., K. dkk. (2021). “Implementasi Manajemen Berbasis Madrasah Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan di Madrasah”. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. Vol.
7 No. 1, 321-332

Anda mungkin juga menyukai