Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM NORMATIF MENGENAI PERAMPASAN TANPA


PEMIDANAAN ATAU NON-CONVICTION BASED (NCB) ASSET FORFEITURE
DITINJAU DARI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA PADA
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan
Hukum Kelas H,
Dibina oleh Bapak Reka Dewantara, S.H., M.M.

Oleh:
Putu Nadhia Dewi Aryasa (215010100111077)
Jusuf Obaja Archenedo Sinaga (215010100111102)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….2
A. JUDUL PENELITIAN……………………………………………………………………… 2

B. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………………2

ORISINALITAS PENELITIAN………………………………………………………………..4
C. RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………………..6

D. TUJUAN PENELITIAN…………………………………………………………………….6

E. Manfaat Penelitian 6

F. METODE PENELITIAN 6

Pendekatan....................................................................................................... 6

Jenis dan Sumber Bahan Hukum................................................................... 7

Teknik Memperoleh Bahan Hukum................................................................ 8

Teknik Analisis Bahan Hukum........................................................................8

Definisi Konseptual........................................................................................ 9

G. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..14

1
A. JUDUL PENELITIAN
Tinjauan Hukum Normatif Mengenai Peramapasan Tanpa Pemidaan atau Non-Conviction
Based (NCB) Asset Forfeiture ditinjau dari Perlindungan Hak Asasi Manusia pada Tindak
Pidana Pencucian Uang.

B. LATAR BELAKANG
Tindak pidana dengan motif ekonomi yang awalnya bersifat konvensional seperti
pencurian, penipuan dan penggelapan, kini berkembang semakin kompleks dan
melibatkan pelaku yang terpelajar dan sering kali bersifat transnasional atau lintas
negara1. Dengan motif ekonomi yang menjadi dasar tindak pidana, membuat pelaku
mau tidak mau mencari jalan untuk mengembangkan hasil dari tindak pidananya yang
dikenal dengan istilah money laundering atau tindak pidana pencucian uang. Dimana
menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
memberikan definisi pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi sebagai
berikut: “Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar
negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut dicurigai merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah”2
Seperti yang kita pahami, tujuan utama para pelaku tindak pidana dengan motif
ekonomi adalah untuk mendapatkan harta kekayaan sebanyak -banyaknya. Sehingga
salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberantas dan mencegah tindak pidana
dengan motif ekonomi adalah merampas hasil dan instrumen tindak pidana tersebut.
Menjatuhkan “pidana badan” baik penjara maupun pidana kurungan terbukti tidak
menimbulkan efek jera, pelaku sering kali masih mengendalikan hasil tindak pidana
dibalik jeruji besi sebagai “master mind” yang menjadi cirikhas kejahatan terorganisir3,

1
Pasal 3 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
2
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan definisi
pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1
3
Dalam Preable United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dinyatakan bahwa “...
Concerned also about the links between corruption and other forms of crime, in particular organized crime
and economic crime, including money-laundering…”

2
sehingga jalan keluarnya adalah menghentikan aliran kekayaan pelaku tindak pidana
dengan motif ekonomi.
Dengan kondisi diatas terlihat adanya kebutuhan yang nyata terhadap suatu
sistem yang memungkinkan dilakukan penyitaan dan perampasan aset tindak pidana
khususnya tindak pidana pencucian uang yang merugikan negara. Di Indonesia
beberapa ketentuan pidana sudah mengatur mengenai kemungkinan untuk menyita dan
merampas aset tindak pidana. Namun demikian, berdasarkan ketentuan tersebut
perampasan hanya dapat dilaksanakan setelah pelaku tindak pidana terbukti di
pengadilan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Sedangkan dalam
kenyataannya terdapat berbagai kemungkinan yang dapat menghalangi penyelesaian
yang mengakibatkan pelaku tindak pidana tidak bisa menjalani pemeriksaan
dipengadilan. Persoalan ini menyulitkan usaha memaksimalkan pengembalian aset
negara yang dicuri (stolen asset recovery) ditambah lagi pelaku yang melakukan
pencucian uang (money laundering) sehingga pelaku yang belum diputus bersalah dapat
mencari celah untuk mengamankan hasil dan instrumen tindak pidananya. Maka dari itu
pengaturan mengenai perampasan aset tanpa pemidanaan yang masih menjadi
kekosongan hukum perlu direalisasikan untuk mencegah pelaku tindak pidana semakin
memperkaya diri sendiri.
Non-Conviction Based (NCB) Asset Forteiture merupakan mekanisme hukum di
mana aset milik negara yang telah diambil oleh pelaku kejahatan, dirampas kembali
harta kekayaan yang dihasilkan dari tindak pidana dirampas dengan tujuan agar pelaku
tindak pidana tidak dapat menikmati hasil dari tindak pidana yang dilakukan. Namun
demikian perlu diperhatikan pelaku juga memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang melekat
pada dirinya4, sehingga merampas hasil dan instrumen tindak pidana yang belum
terbukti diputus dalam sidang pengadilan bisa menjadi pedang bermata dua bagi
pengaturan perundang-undangannya maupun penegakannya. Oleh karena itu kami akan
mengkaji bagaimana kekosongan hukum mengenai perampasan aset tanpa pemidanaan
tersebut tidak hanya dipandang dari sudut hukuman (punishment) tetapi juga dari sisi
Hak Asasi Manusia pelaku kejahatan ekonomi.

4
Lihat Pasal 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

3
ORISINALITAS PENELITIAN

No. Nama Judul dan Tahun Rumusan Masalah Keterangan


Penulis Penelitian

1. Risca Aulia Tinjauan Yuridis 1. Bagaimana Topik yang dibahas


Zahra Mengenai Perampasan ketidaksesuaian adalah mengenai
Aset Hasil Tindak perampasan aset hasil ketidaksesuaian
Pidana Korupsi tindak pidana korupsi perampasan aset
Menurut Non menurut Non Conviction menurut NCB Asset
Conviction Based Based (NCB) Asset Forfeiture dengan
(NCB) Aset Forfeiture Forfeiture dengan hukum Indonesia
dalam Prespektif pengaturan yang ada yang utama
Hukum Positif pada hukum positif terletak pada
Indonesia (2018) Indonesia? konsep dan
2. Bagaimana seharusnya prosesnya.
pengaturan perampasan
aset hasil tindak pidana
korupsi di Indonesia
sebagai wujud
pertanggungjawaban
Indonesia dalam
mematuhi United Nations
Convention Against
Corruption (UNCAC)

2 Rahmdhani Perampasan Aset 1. Bagaimanakah tujuan Topik yang dibahas


Nurfitriana Korporasi yang pengaturan hukum sanksi adalah bagaimana
M. Melakukan Tindak perampasan aset tujuan pengaturan
Pidana dalam korporasi yang hukum sanksi
kaitannya Dengan melakukan tindak pidana perampasan aset
Pencucian Uang dalam kaitannya dengan korporasi yang

4
pencucian uang? melakukan tindak
2. Bagaimankah penegakan pidana pencucian
hukum hakim dalam uang dan
menjatuhkan sanksi menganalisis
pidana perampasan aset penegakan hukum
atas tindakan pencucian hakim terhadap
uang? penjatuhan sanksi
3. Bagaimanakah pidana perampasan
penerapan saksi yang aset.
ideal terhadap tindak
pidana pencucian uang
oleh korporasi

3 Selvia Perampasan Harta 1. Bagaimana efektifitas Topik yang dibahas


Widiana Kekayaan Tanpa sistem pemidanaan adalah
Pemidanaan Dalam tindak pidana korupsi di menganalisa
Tindak Pidana Korupsi Indonesia? efektivitas sistem
(2021) 2. Bagaimana konsep pemidanaan
sistem perampasan harta korupsi di
kekayaan tanpa Indonesia dan
pemidanaan dalam menjelaskan
hukum positif dan Hukum konsep sistem
Islam? perampasan harta
kekayaan tanpa
pemidanaan dalam
hukum positif dan
hukum Islam.

5
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana urgensi pengaturan perampasan aset tanpa pemidanaan dalam
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan mempertimbangkan nilai-nilai Hak Asasi
Manusia?

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui bagaimana urgensi mengenai perampasan aset tanpa
pemidanaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dengan mempertimbangkan
nilai-nilai Hak Asasi Manusia.

E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Berharap bahwa penelitian ini dapat berguna untuk memberi jawaban
mengenai kepastian hukum dalam perampasan tanpa pemidanaan dan juga
menjadi wujud progressifitas hukum dalam pelaksanaan perampasan pada tindak
pidana pencucian uang.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan pandangan
mengenai dasar pelaksanaan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan pada Tindak
Pidana Pencucian Uang, yang berdasarkan asas equality before the law dan
selalu mengedepankan kepentingan umum demi kesejahteraan maupun
masyarakat umum terkait pengaturan.

F. METODE PENELITIAN
Pendekatan
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan berdasarkan
bahan hukum utama dengan cara menelaan teori-teori, konsep-konsep, asas-asas
hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.
Beberapa pendekatan berdasarkan bahan kajian yuridis yaitu pendekatan
perundang-undangan (statue approach), pendekatan koseptual (conceptual approach),
dan pendekatan historis (historical approach).

6
Penelitian Hukum Normatif tentu tidak dapat terlepas dari mengkaji bahan
berupa peraturan perundang-undangan (statue approach) karena yang akan
dibandingkan untuk penelitian Normatif adalah Norma Hukumn dalam produk hukum
berupa aturan yang menjadi bahan kajian ini. Penulis akan meneliti dan mengkaji lebih
dalam mengenai Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang berakar dari NCB
Asset Forfeiture, Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pendekatan Konseptual juga akan dilakukan karena dapat memberikan
pemahaman mengenai Urgensi dari kajian tentang Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan
yang nanti akan dibahas bersama teori dan doktrin terkait. Konsep yang dikaji nantinya
dapat berguna sebagai alat untuk membangun argumentasi penulis dalam meninjau
Norma-norma yang digunakan dalam produk hukum, memperjelas ide dengan
memberikan pengertian secara hukum dan konsep yang berkaitan dengan isu hukum
tersebut.
Pendekatan Historis (historical approach) untuk membangun pemahaman
tentang dasar pemikiran dari isu hukum tersebut. Cara yang digunakan penulis adalah
menelaah latar belakang serta perkembangan isu mengenai Perampasan Aset Tanpa
Pemidanaan dalam NCB Asset Forteiture yang berkembang hingga Indonesia kini tengah
merealisasikan Rancangan Undang-Undang Pemrampasan Aset, serta latar belakang
mengapa penulis berfokus pada salah satu tindak pidana yang besar yakni Tindak
Pidana Pencucian Uang.
Jenis dan Sumber Bahan Hukum
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas, yang terdiri
dari aturan-aturan dalam hukum internasional yaitu NCB Asset Forteiture dan
hukum nasional yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum sekunder merupakan data kepustakaan yang terdiri atas : (a)
buku-buku teks yang membicarakan permasalahan hukum berkaitan, (b)

7
kamus-kamus hukum, (c) jurnal-jurnal hukum yang diperlukan, (d)
komentar-komentar pertimbangan dalam putusan akhir. Kegunaannya adalah
untuk mendukung bahan hukum primer, yang memberi penjelasan mengenai
bahan hukum primer.
3. Bahan Hukum Tersier
Selain bahan hukum primer dan sekunder, peneliti juga dapat ini menggunakan
bahan non hukum berupa buku-bukum, jurnal, laporan penelitian mengenai
kerugian negara, ilmu ekonomi, dan disiplin ilmu lainnya sepanjang mempunyai
relevansi dengan objek permasalahan yang diteliti. Yang penulis pakai dalam
penelitian ini adalah kamus bahasa inggris dikarenakan NCB Asset Forteiture
merupakan produk Hukum Internasional yang menggunakan bahasa inggris.

Teknik Memperoleh Bahan Hukum


a. Teknik memperoleh bahan hukum primer melalui studi pustaka adalah dengan
melakukan inventarisasi hukum positif dengan norma hukum dan konsep-konsep
hukum yang relevan dengan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan.
b. Teknik pengumpulan bahan hukum sekunder, dilakukan dengan mengumpulkan
dokrtrin-doktrin dan melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel
media cetak maupun elektronik, untuk menunjang penulisan ini.
c. Teknik pengumpulan bahan hukum Tersier, merupakan pengumpulan rujukan
bidang hukum termasuk didalamnya adalah kamus bahasa inggris karena penulis
perlu menerjemahkan NCB Asset Forteiture kedalam bahasa Indonesia.

Teknik Analisis Bahan Hukum


Teknik Analisis Bahan Hukum dilakukan dengan mengelola data sedemikian rupa
sehingga data dan bahan hukum tersebut tersusun secara runtut, dan sistematis.
Pengolahan data seperti itu disebut juga Analisis Kualitatif yang dilakukan agar tidak
tumpang tindih untuk mempermudah peneliti dalam melakukan analisis terhadap
Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang ditinjau dari
Hak Asasi Manusia. Peneliti juga melakukan Analisis secara komprehensif yang artinya

8
dilakukan secara mendalam dari berbagai aspek yang berkaitan dengan isu hukum
tersebut.

Definisi Konseptual
Definisi Konseptual merupakan batasan terhadap masalah variabel yang dijadikan
pedoman dalam melakukan penelitian untuk memudahkan dalam menganalisis,
memahami dan menafsirkan teori-teori. Beberapa definisi Konseptual yang berkorelasi
dengan penelitian ini, yaitu:
1. Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menyumbangkan, menitipkan, membawa
keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya tau patut diduga merupakan tindak pidana dengan
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.5 Baik
secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi
teroris, atau perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana. Pada
penelitian ini penulis memberi batasan mengenai prosedur hukum aset
pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang berdasarkan NCB Asset Forfeiture.
2. Perampasan
Perampasan dalam hal ini yang dimaksud adalah dengan tidak
menghapuskan kewenangan untuk melakukan penuntutan terhadap
pelaku tersebut. Perbedaan perampasan menggunakan NCB Asset
Forteiture dan Perampasan menggunakan pemidanaan terletak pada
prosedurnya dalam perampasan aset. Perbedaan antara keduanya adalah
Perampasan NCB Asset Forfeiture tidak memerlukan persidangan secara
pudana yang dalam hal ini disamakan dengan perampasan secara
perdata.
3. Aset
Konsep aset yang dimaksud adalah hasil tindak pidana yaitu benda
bergerak atau tidak bergerak, yang berwujud maupun tidak berwujud dan

5
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003

9
memiliki nilai ekonomis yang kemudian disembunyikan atau disamarkan
yang terdapat kemungkinan bertambah, dengan tujuan agar terlihat
dihasilkan dari pencaharian yang sah.
4. Non Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture
Merupakan sebuah pendekatan mengenai perampasan aset hasil tindak
pidana tanpa adanya pemidanaan terlebih dahulu terhadap pelakunya (in
rem) atau perampasan secara perdata yang mengacu pada Bab V UNCAC
dan difasilitasi oleh Stolen Asset Recovery Initiative (StAR)6
5. Hak Asasi Manusia (HAM)
Merupakann seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Essa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia7. Dalam hal ini Penulis
mengacu pada perampasan aset tanpa pemidanaan yang ditinjau dari
Hak Asasi Manusia pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang.

G. Tinjauan Pustaka
a. Tinjauan Umum Tindak Pidana Pencucian Uang
Kejahatan pencucian uang merupakan kejahatan yang sangat menyita
perhatian yang sangat besar dikarenakan menjadi tindak pidana yang dilakukan
dengan tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana berat lainnya. Kejahatan
pencucian uang tidak dapat berdiri sendiri. Sehingga membutuhkan tindak pidana
awal (predicate crime) untuk melakukan tindak pidana pencucian uang ini. Secara
teori, pencucian uang adalah beberapa rangkaian kegiatan yang merupakan proses
yang dilakukan oleh pihak yang melakukan kejahatan dalam mengolah uang
ataupun keuntungan yang didapat untuk menyembunyikan asal-usul uang tersebut.
Hal ini dilakukan dengan cara memasukkan uang ke dalam sistem keuangan
(financial system) sehingga nantinya uang tersebut berubah menjadi uang yang
sah. Dalam hal ini, terdapat 2 cara yang umum dilakukan yaitu pengelakan pajak

6
Op cit, hlm. 591-592.
7
Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

10
(tax evasion) dan cara yang melanggar hukum (abusing of the law) sebagaimana
dalam pasal 2 ayat (1) Undang Undang No. 8 Tahun 2010. Dari hal tersebut didapat
fakta bahwa ada beberapa cara yang umum dilakukan seperti concealment of
legitimate business, Teori Akusisi Perusahaan Terbatas, penggunaan perusahaan
cangkang (shell company) sebagai alat pencucian uang. Dalam sejarah, umumnya
TPPU dilakukan pada kejahatan awal seperti Narkoba, Terorisme, Pemalsuan Uang.
Sehingga dibentuklah sebuah Tipologi TPPU yang menjadi acuan dalam melacak
aliran uang kejahatan dan oknum kejahatan. Dalam membantu aparat penegak
hukum dalam melacak kejahatan ini, terdapat doktrin yaitu proses Placement,
Layering/heavysoaping, Integration. Tetapi ketiga tahap ini tidak harus selesai
untuk menetapkan suatu Tindak Pidana Pencucian Uang.
b. Tinjauan Umum Mengenai Perampasan Aset tanpa Pemidanaan (Non-Conviction
Based Forfeiture)
Saat ini, Indonesia menggunakan 3 model atau mekanisme perampasan
yaitu perampasan aset secara pidana (in personam forfeiture) yang merupakan
perampasan terhadap aset yang dikaitkan dengan pemidanaan seseorang terpidana.
Kedua, perampasan aset secara perdata (in rem forfeiture) merupakan perampasan
aset yang dilakukan tanpa adanya pemidanaan. Ketiga, perampasan aset secara
administratif yang merupakan upaya perampasan yang dilakukan badan sifat federal
untuk merampas suatu properti tanpa adanya campur tangan pengadilan8
Menurut Theodore S. Greenberg mengemukakan bahwa NCB asset
forfeiture—disebut juga perampasan perdata, perampasan in rem, atau perampasan
objek—merupakan tindakan terhadap aset itu sendiri dan bukan kepada seseorang
individu. Menurutnya, proses NCB asset forfeiture merupakan tindakan yang
terpisah dari proses peradilan pidana dan membutuhkan dasar bahwa harta
tersebut tercemar, yaitu harta kekayaan adalah hasil atau instrumen melakukan
kejahatan.9
Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (NCB Asset Forfeiture), yang juga
disebut sebagai “Perampasan Perdata”, Perampasan In Rem, atau Perampasan

8
Halif, “Model Perampasan Aset terhadap Harta Kekayaan Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang”, dalam
Jurnal Rechtens, Vol. 5, No. 2 Universitas Negeri Sebelas Maret 2016
9
Theodore S. Greenberg et. al., Stolen Asset Recovery: A Good Practice Guide For Non-Conviction
Based Asset Forfeiture, (Washington DC: World Bank, 2009), hlm. 14.

11
Obyek dalam beberapa kawasan hukum merupakan sistem perampasan terhadap
aset atau harta objek perkara dan bukan terfokus pada individu. Hal ini merupakan
sistem yang terpisah dari setiap proses peradilan pidana sehingga memerlukan
bukti bahwa harta benda tersebut berkaitan dengan tindak pidana.
Disisi lain Perampasan aset tanpa pemidanaan juga merupakan sebuah
mekanisme hukum yang telah diambil oleh pelaku kejahatan yang dimungkinkan
untuk dirampas kembali10. Konsep ini merupakan bagian dari United Nations
Convention Against Corruption, 2003 yang sudah berlaku di Indonesia. Hal itu
berakibat pada tata cara penerapan hukum dalam sistem perampasan bagi pelaku
pidana. Sebelumnya perampasan aset itu hanya bisa dilakukan bagi mereka yang
sudah diputus secara sah dan meyakinkan bersalah oleh pengadilan. Tetapi di lain
sisi, Permohonan perampasan aset dapat dilakukan setelah penyidik atau penuntut
umum melakukan pemblokiran dan/atau penyitaan. Permohonan perampasan aset
diajukan oleh penuntut umum kepada ketua pengadilan negeri setempat secara
tertulis dalam bentuk surat permohonan yang dilengkapi dengan berkas perkara.11
Sistem ini mengubah sudut pandang mengenai mekanisme perampasan yaitu
dengan cara follow the money dengan kata lain mengikuti dan menelusuri harta
kekayaan hasil tindak pidana asal (predicate crime). Setelah itu, dilakukan
perampasan dan penindakan kepada pelaku tindak pidana.
Menurut Sudarto dan Hari Purwadi, cara yang paling tepat dan sederhana
dalam melakukan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan atau NCB asset
forfeiture adalah pada awalnya harta yang diduga merupakan hasil kejahatan
dilakukan pemblokiran dan ditarik dari lalu lintas perekonomian yaitu melalui
penyitaan yang dimintakan kepada pengadilan. Selanjutnya harta tersebut
dinyatakan sebagai harta tercemar dengan penetapan pengadilan. Setelah
dinyatakan sebagai harta tercemar, pengadilan lalu melakukan pengumuman melalui
media yang dapat diakses dan diketahui oleh orang banyak selama waktu yang
cukup, yaitu kurang lebih 30 (tiga puluh) hari. Jangka waktu tersebut dipandang
cukup bagi para pihak ketiga untuk dapat mengetahui bahwa akan dilakukan

10
Husein, Y. (2019). Penjelasan Hukum tentang perampasan Aset Tanpa pemidanaan dalam perkara
Tindak Pidana Korupsi. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.
11
Ramelan (Penys.), Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perampasan Aset Tindak
Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nasional, (Jakarta: 2012), hlm. 169.

12
perampasan aset oleh pengadilan. Apabila dalam jangka waktu tersebut ada pihak
ketiga yang merasa keberatan dengan tindakan perampasan, maka pihak ketiga
tersebut dapat mengajukan perlawanan ke pengadilan dan membuktikan dengan
alat bukti yang sah bahwa dialah pemilik harta tersebut dengan menjelaskan
bagaimana perolehan harta tersebut12
Untuk itu perlu harus ada instrumen hukum yang menjadi dasar
pemberlakuan sistem tersebut. Hal ini menjadi penting, karena apabila dapat
diterapkan dengan baik, sistem ini akan berlaku komprehensif, karena dapat
mengembalikan kerugian negara dengan optimal.
c. Perlindungan HAM
Indonesia merupakan negara yang mengakui tentang absolutisme Hak Asasi
Manusia dalam berbagai konteks. Hal itu tergambar dalam Pancasila sebagai dasar
negara dan juga Undang Undang Dasar 1945 sebagai landasan konsitusional yang
mengakar bagi hukum dibawahnya. Sehingga dalam prakteknya, selalu ditekankan
asas hukum yaitu asas persamaan kedudukan atau biasa dikenal equality before the
law. Oleh karena itu, maka setiap peraturan ataupun tindakan yang dilakukan harus
bertolak ukur pada hak yang melekat pada tiap orang. Hal itu juga menjadi bukti
konkret dari adanya pengakuan negara atas hak untuk hidup, berserikat dan hak
hak lainnya, dalam konteks ini sesuai dalam pasal 28H (4) menyatakan bahwa
setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut diambil
alih, diambil secara melawan hukum dan sewenang-wenang. Yang menjadi benturan
lainnya dengan konsep ini yaitu kepastian hukum yang diberikan pasal 28G Undang
Undang Dasar 1945 yang menjaminkan harta benda yang secara hukum sah dalam
kuasanya.

12
Sudarto dan Hari Purwadi, Mekanisme Perampasan Aset dengan Menggunakan Non-Conviction Based
Asset Forfeiture sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi, Jurnal
Pasca Sarjana Hukum UNS Vol V No. 1 (Januari-Juni 2017), hlm. 112

13
DAFTAR PUSTAKA

Bureni, I. F. (2016). Kekosongan Hukum Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan Dalam


Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Masalah-Masalah Hukum, 45(4), 292-298.
Datuan, M. S., Nasution, B., Mulyadi, M., & Siregar, M. (2017). Asset Recovery dalam Tindak
Pidana Korupsi melalui Instrumen Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. USU
Law Journal, 5(2), 95-102.
Halif, (2016)“Model Perampasan Aset terhadap Harta Kekayaan Hasil Tindak Pidana Pencucian
Uang”, dalam Jurnal Rechtens, Vol. 5, No. 2 Universitas Negeri Sebelas Maret
Husein, Y. (2010). Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana di Indonesia. Jurnal Legislasi
Indonesia, 7(4).
Husein, Y. (2019). Penjelasan hukum tentang perampasan aset tanpa pemidanaan dalam
perkara tindak pidana korupsi. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.
Nasional, B. P. H. (2012). Laporan Akhir Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang
Perampasan Aset Tindak Pidana. Kementrian Hukum dan Hak Asasi manusia Republik
Indonesia.
Nurfitriana M, R. (2021). Perampasan Aset korporasi yang Melakukan Tindak Pidana dalam
Kaitannya dengan Pencucian Uang (corporate asset forfeiture toward criminal offenses
related to money laundering) (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Purwadi, H. (2016). Mekanisme Perampasan Aset Dengan Menggunakan Non-Conviction Based
Asset Forfeiture Sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana
Korupsi. Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, 5(1).
Ramelan (Penys.), Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perampasan Aset
Tindak Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nasional, (Jakarta: 2012), hlm. 169
Surbakti, S. P., Nasution, B., Ginting, B., & Ablisar, M. (2018). Analisis Yuridis Penanganan
Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Oleh Korporasi (Analisis Terhadap Perma No. 13
Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi). dalam
USU Law Journal, 17.
Theodore S. Greenberg et. al., Stolen Asset Recovery: A Good Practice Guide For
Non-Conviction Based Asset Forfeiture, (Washington DC: World Bank, 2009), hlm. 14.

14
Wiarti, J. (2017). Non-Conviction Based Asset Forfeiture Sebagai Langkah Untuk Mengembalikan
Kerugian Negara (Perspektif Analisis Ekonomi Terhadap Hukum). UIR Law Review, 1(1),
101-109.
Widiana, S. Perampasan Harta Kekayaan Tanpa Pemidanaan dalam Tindak Pidana
Korupsi (Bachelor's thesis, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Zahra, R. A. (2018). Tinjauan Yuridis mengenai Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi
menurut Non Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture dalam Perspektif Hukum Positif
Indonesia (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

15

Anda mungkin juga menyukai