Anda di halaman 1dari 2

SRAA

1. Sel granuler dari aparatus jukstaglomerulus mengeluarkan suatu hormon enzimatik,


renin, ke dalam darah sebagai respons terhadap penurunan NaCl, volume CES, dan
tekanan darah arteri.
2. Setelah disekresikan ke dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah suatu protein plasma
yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat di plasma dalam konsentrasi tinggi.
3. Ketika melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) yang banyak terdapat di kapiler paru.
Angiotensin II adalah perangsang utama sekresi hormon aldosteron dari korteks adrenal.
4. Aldosteron merupakan hormone steroid yang berperan penting pada ginjal untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal.
5. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah
6. Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II adalah konstriktor poten arteriol
sistemik, yang secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan
resistensi perifer total.
7. Selain itu, angiotensin II merangsang rasa haus (meningkatkan asupan cairan)
8. Angiotensin II juga merangsang vasopressin (suatu hormon yang meningkatkan menahan
ekskresi berlebih air dari dalam tubuh dan meningkatkan reabsorpsi H20 oleh ginjal)

9. Keduanya ikut berperan dalam menambah volume plasma dan meningkatkan tekanan
arteri.
pH darah arteri normalnya adalah 7,45, dan pH darah vena 7,35, untuk pH darah rerata 7,4. pH darah vena
sedikit lebih rendah (lebih asam) daripada darah arteri karena dihasilkan H+ dari pembentukan H2CO3 dari CO2
yang diserap di kapiler jaringan. Terjadi asidosis jika pH darah turun di bawah 7,35, dan alkalosis jika pH di
atas 7,45

Tiga lini pertahanan terhadap perubahan [H+] bekerja untuk mempertahankan [H+] di cairan tubuh pada kadar
hampir tetap meskipun pema- sukannya tidak diatur: (1) sistem dapar kimiawi, (2) mekanisme pernapasan
untuk mengontrol pH, dan (3) mekanisme ginjal untuk mengontrol pH.

Peningkatan [H+] arteri akibat kausa non-respiratorik (metabolik) merangsang pusat pernapasan di batang otak
untuk meningkatkan ventilasi paru (kecepatan pertukaran gas antara paru dan atmosfer. Seiring dengan
peningkatan kecepatan dan kedalaman napas, lebih banyak CO2 dihembuskan keluar. Karena hidrasi CO2
membentuk H+, pengeluaran CO2 pada hakikatnya menghilangkan asam dari sumber ini di tubuh,
menghilangkan kelebihan asam yang berasal dari sumber non-pernapasan.

Sebaliknya, ketika [H+] arteri turun, ventilasi paru ber kurang. akibatnya pernapasan yang lebih dangkal dan
lambat, CO2 yang diproduksi oleh metabolisme berdifusi dari sel ke darah lebih cepat daripada pengeluarannya
dari darah oleh paru sehingga terjadi akumulasi CO2 penghasil asam di darah, memulihkan [H+] menuju normal.

Secara singkat, ketika [H+] plasma meningkat di atas normal sewaktu asidosis, kompensasi ginjal mencakup
yang berikut (Tabel 15-8):
1. Peningkatan sekresi dan selanjutnya ekskresi H+ di urine sehingga kelebihan H dieliminasi dan [H ] plasma
berkurang.

2. Reabsorpsi semua HCO3-yangterfiltrasi,pluspenambahan HCO3- baru ke plasma sehingga terjadi peningkatan


[HCO3-] plasma.

Jika [H+] plasma turun di bawah normal saat alkalosis, respons ginjal mencakup:

1. Berkurangnya sekresi dan ekskresi H+ diurine, menahan H+ dan meningkatkan [H+] plasma. 2.Reabsorpsi tak-
tuntas HCO3- yang terfiltrasi digabung dengan sekresi HCO3- yang menyebabkan peningkatan eksresi HCO3-
dan menurunkan [HCO3-] plasma.

Perhatikan bahwa untuk mengompensasi asidosis, ginjal mengasamkan urine (dengan membuang kelebihan H +)
dan mengalkalinisasi plasma dengan menahan hco3-, untuk membawa ph plasma ke normal.

Pada keadaan berlawanan, alkalosis ginjal membuat urine menjadi basa dengan membuang kelebihan HCO3-
sambil mengasamkan plasma.

Anda mungkin juga menyukai